id
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pola Operasional Bendungan Sindang Heula Dalam Menghadapi
Perubahan Iklim
Pengembengan aktivitas dan pertumbuhan penduduk menjadikan pemanfaatan
sumber daya air dari tahun ketahun semakin meningkat. Disisi lain ketersediaan air
semakin menurun dan kualitas air pun makin buruk akibat pencemaran. Hal ini
apabila tidak diantisipasi akan menyebabkan konflik yang disebabkan karena
ketidak seimbangan ketersediaan sumber daya air. Pengelolaan air pada Bendungan
Sindang Heula dilakukan dalam rangka menghadapi perubahan iklim. Pembahasan
ditujukan dalam perencanaan pengelolaan air bendungan yang tertuang dalam pola
operasi bendungan, yang membatasi penggunaan air bendungan pada level-level
tertentu(Yudi Kurniawan, 2018).
I – O = ds / dt (2.1)
dimana :
I : masukan,
O : keluaran,
ds/dt = VS = perubahan tampungan (delta storage).
5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
Random Search adalah salah satu metode dari kelompok simulasi untuk optimasi
yang prosesnya melakukan pengambilan sampel secara acak terhadap suatu
populasi daripada alternatif-alternatif solusi, lalu melakukan seleksi terhadap
elemen-elemen dari sampel tersebut sehingga diperoleh elemen yang memenuhi
syarat (Tristanto et al., 2017).
Hasil analisis berupa nilai debit outflow minimum waduk serta aturan bukaan pintu
sehingga didapatkan prosentase peningkatan debit akibat optimasi pola operasi.
Kebutuhan air irigasi dan air baku dihitung untuk menghitung nilai outflow.
Kebutuhan air irigasi adalah data sekunder yang diperoleh dari Balai Wilayah
setempat, sedangkan kebutuhan air baku di proyeksikan 10 tahun kedepan. Hasil
perhitungan kebutuhan air baku tersebut yang akan digunakan sebagai outflow dari
waduk. Selain data tersebut data yang diperlukan untuk melakukan metode ini agar
diperoleh hasil yang maksimal adalah data pola operasi waduk eksisting, kemudian
dilakukan perbandingan dengan hasil simulasi menggunakan model simulasi
stokastik dengan random search (Tampani et al., 2016).
program linier. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan CI tiap DI, mengatur beban
tampungan operasi tahun berikutnya (dV) dan mengetahui distribusi air dalam
jaringan irigasi melalui optimasi factor K.
Dari hasil analisis diketahui bahwa waduk tidak mampu memaksimalkan CI tiap DI
dan frekuensi distribusi air adalah tidak terdistribusi. Selain itu didapatkan CI
optimasi K dengan kombinasi terbaik. Kesimpulan dari evaluasi adalah melalui
optimasi faktor K, hasil pedoman operasi menjadi optimal (Kafiansyah et al., 2017).
Simulasi pola operasi waduk model stokastik dengan bantuan program solver
evolutionary merupakan salah satu metode pengoprasian waduk untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Manfaat penerapan optimasi model stokastik
yaitu dihasil produksi listrik yang lebih baik bila dibandingkan dengan pola operasi
waduk eksisting. Evaluasi kinerja menunjukan bahwa waduk memiliki keandalan
100% dalam memenuhi kebutuhan lepasan PLTA dan pemenuhan air di hilir waduk
(Samosir et al., 2015).
2 (Asmoro,2007) Evaluasi Kinerja Waduk Kedu Selatan, Jawa Tengah Simulasi pengoprasian waduk 1. Inflow Waduk 1. Tampungan Waduk Wadaslintang Hasil tinjauan imbangan air di sistem Waduk Wadaslintang menunjukkan
Wadaslintang berdasarkan data eksisting. 2. Data curah hujan 2. Kebutuhan air irigasi bahwa jumlah ketersediaan air kurang berimbang dengan kebutuhannya,
3. Kebutuhan air PLTA dalam arti jumlah air tersedia dipandang belum cukup untuk
dimanfaatkan secara maksimal untuk keperluan pelayanan air baik untuk
irigasi maupun PLTA.
3 (Gunawan, 2010) Penerapan Teknik Waduk Saguling dan Cirata Metode yang digunakan adalah teknik 1. Curah Hujan 1. Kebutuhan air untuk PLTA Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk optimasi multi waduk yang
Optimasi dan Simulasi optimasi dengan program linier dan 2. Pola operasi waduk 2. Tampungfan Waduk terletak secara seri dengan perpaduan antara teknik program linier
dalam Penyusunan Pola simulasi. dengan simulasi bisa memberikan hasil yang optimum.
Operasi Waduk untuk
Pemenuhan Kebutuhan
Energi Listrik.
4 (Aditama, 2013) Transformasi Hujan – Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Penelitian ini dilakukan dengan cara 1. Data Curah Hujan 1. Karakteristik DAS Hasil penelitian transformasi hujan – debit dengan empat metode pada
Debit Daerah Aliran Sungai Jawa Tengah analitis desktiptif kuantitatif dengan 2. Tampungan waduk DAS Bendung Singomerto dengan Metode Mock menghasilkan nilai
Bendung Singomerto mengaplikasikan empat metode korelasi (R) = 0,854, Selisih volume (VE) = 19,058%, dan koefisien
Berdasarkan Mock, perhitungan yaitu metode Mock, efisiensi model (CE) = 0,092. NRECA menghasilkan nilai R = 0,817,
Nreca, Tank Model Dan NRECA, Tank Model, dan Rainrun. VE = 35,378%, dan CE = -3,199. Tank Model menghasilkan nilai R =
Rainrun 0,854, VE = 0,292%, dan CE = 0,727. Rainrun menghasilkan nilai R =
0,879, VE = 11,816%, dan CE = 0,408.
5 (Hilmi, 2013) Optimasi Pola Operasi Waduk Pelaparado, Kabupaten Teknik optimasi dengan menggunakan 1. Data curah hujan 1. Tampungan waduk Hasil optimasi merupakan pelacakan balik sehingga diperoleh jalur
Waduk Pelaparado di Bima, Provinsi NTB program dinamik (Dynamic Program) 2. Prosentase Luas Tanam 2.Luas areal irigasi optimal berupa pengalokasian tampungan waduk yang menyebabkan
Kabupaten Bima, Provinsi 3. Kebutuhan air irigasi keuntungan produksi pertanian yang maksimal.
NTB
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
8 (Pramujo, 2015) Pemodelan Debit Desa Pandansari, Kecamatan Metode ARIMA 1. Data curah hujan Nilai kekasaran relatif Didapatkan model ARIMA terbaik dalam meramalkan debit inflow
Menggunakan Metode Ngantang, Kabupaten Malang 2.Debit Inflow adalah ARIMA (1,1,1)(2,1,1)36
Arima Guna Menentukan
Pola Operasi Waduk
Selorejo
9 (Abel,2015) Optimasi Pola Operasi Bendungan Sutami di Kabupaten Menggunakan model pemrograman 1. Debit Inflow bulanan (2002 - 2013) Keandalan kinerja operasi waduk: Diperoleh hasil optimasi selama 11 tahun berupa produksi energi optimal
Waduk sutami Malang linier yang dipadukan dengan model 2. Debit Outflow bulanan (2002 - 2013) 1. Keandalan sebesar 5606.66 GWh, kurva pengatur tinggi muka air baru dan simulasi
Menggunakan Model simulasi untuk penilaian kinerja pola 3. Kebutuhan air bulanan di daerah hilir 2. Kelentingan menghasilkan keandalan 100.00 % untuk model dan eksisting.
Pemrograman Linier Kabur operasi waduk (2002-2013) 4. 3. Kerawanan
(Fuzzy Linear Data teknis Waduk Sutami
Programming ) 5. Pola operasi Waduk Sutami
6.Produksi listrik (2002-2013)
10 (Samosir,2015) Optimasi Pola Operasi Waduk Wonogiri Simulasi pola operasi waduk model 1. Data outflow 15 harian (2004-2013) 1. Pola operasi waduk eksisting Penerapan optimasi model stokastik memiliki hasil produksi listrik lebih
Waduk Untuk Memenuhi stokastik dengan bantuan program 2. Data inflow 15 harian (2004-2013) 2. Pola operasi waduk model stokastik baik dibandingkan dengan pola operasi waduk eksisting. Produksi rata-
Kebutuhan Energi solver evolutionery 3. Data karakteristik waduk 3.Perbandingan hasil pola operasi eksisting rata tahunan mengalami peningkatan sebesar 22.98% dari 33.820
Pembangkit Listrik Tenaga 4. Data kebutuhan air di hilir dengan hasil optimasi MWh/15 hari menjadi 41.593 MWh/15 hari
Air 5. Data instalasi PLTA
6. Data pendukung lainnya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
12 (Tampani,2016) Evaluasi dan Simulasi Pola Waduk Tilong di Kabupaten Metode optimasi dengan menggunakan 1. Curah hujan harian 2004-2014 Pola operasi waduk terpenuhi 100% Hasil evaluasi di waduk Tilong belum ada pola operasi yang baik untuk
Operasi Waduk Tilong Di Kupang prosedur simulasi stokastik yakni 2. Klimatologi 2004-2014 memenuhi kebutuhan air. simulasi pola operasi waduk Tilong, pada tahun
Kabupaten Kupang random search. 3. Data teknis Waduk Tilong 2005 sampai 2010 terpenuhi 100%, sedangkan tahun 2011 sudah ada
4. Data lengkung kapasitas Waduk Tilong periode yang gagal/tidak terpenuhi. Maka pola operasi waduk Tilong
dianggap tidak memenuhi kebutuhan sampai akhir rencana usia guna
waduk.
13 (Tristanto,2017) Studi Aturan Lepasan Bendungan Pengga, Kabupaten Metode optimasi dengan menggunakan 1. Data Bendungan Pengga 1. Tampungan waduk (%) Operasi Waduk berdasarkan aturan lepasan mempunyai nilai debit
untuk Operasi Waduk di Lombok Tengah. prosedur simulasi stokastik yakni 2. Data karakteristik waduk 2. Lepasan kebutuhan (%) outflow minimum sebesar 29,48% meningkat dari sebelumnya (20%)
Bendungan Pengga random search 3. Data inflow waduk dengan luas 3005 ha sedangkan simulasi sederhana debit outflow
Kabupaten Lombok 4. Data evaporasi waduk minimum 0% dan terjadi 37 periode tampungan waduk kosong dari 240
Tengah 5. Data kebutuhan air irigasi periode dengan luas 2604 ha.
6. Data kebutuhan air baku
14 (Kafiansyah,2017) Simulasi Pola Operasi Waduk Panduri Kabupaten Simulasi optimasi pola operasi waduk 1. Lokasi dan skema Ketersediaan air 80%, 50%, dan 20% Hasil K = 100%, tidak mampu memaksimumkan CI tiap DI dan
Waduk Pandanduri Lombok Timur (deterministik) dilakukan secara 2. Ketersediaan air (F.J. Mock) frekwensi distribusi air tidak terdistribusi. Hasil CI optimasi K dengan
Dengan Optimasi Faktor K simultan dan menggunakan program 3. Kebutuhan air kombinasi terbaik adalah DI Pandanduri = 289%, DI Swangi = 167%,
Irigasi linier (LP) serta keandalan (80%, 50% 4. Faktor K DI sistem Rere Penembem = 246% dan dV = 67% serta frekwensi
& 20%) dengan Ms. Excel 2013-VBA. 5. Model optimasi distribusi air adalah terdistribusi.
Simulasi menggunakan skenario K = 6. Kehilangan air waduk
100% dan optimasi faktor K dengan
kombinasi awal musim tanam dan
alternatif jenis tanam.
15 (Maryadi, 2017) Pengaruh Perubahan Pola Bendungan Koto Panjang Menganalisis dari data sekunder yaitu Inflow, outflow, muka air dan kapasitas Perubahan iklim akan akan mempengaruhi Bahwa curah hujan pada daerah studi cukup fluktuatif untuk menjamin
Hujan Terhadap Pola curah hujan dan pola operasi bendungan bendungan kelestarian dan pemanfaatan sumber daya air. ketersediaan air pada bendungan. Untuk pola operasi bendungan selama
Operasi Bendungan Koto baik eksisting maupun selama Sumber daya air akan mengalami perubahan pengoperasian mengalami perubahan terhadap kondisi rule curve
Panjang pengoperasian dalam besaran maupun distribusinya yang di existing. Terjadi pergeseran awal mulai dan panjang perubahan elevasi
pengaruhi oleh variabilitas ruang dan variabilitas muka air terhadap waktu.
waktu
16 (Yudi Kurniawan,2018) Pola Operasional Bendungan Sindangheula, Desa Menganalisis dari data inflow, outflow, Elevasi, volume, dan luasan waduk Pola operasi Waduk Sindangheula Terkait isu perubahan iklim terjadi pergeseran awal musim hujan yang
Bendungan Sindangheula Sindangheula, Kecamatan karakteristik, tampungan waduk, mengakibatkan perubahan terhadap pola tanam dan pola operasional
dalam Menghadapi Pabuaran, Kabupaten Serang kebutuhan air irigasi, air baku, dan Bendungan Sindangheula
Perubahan Iklim Banten PLTMH
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
18 (VC Putri, 2019) Manajemen Sistem Irigasi DI Pungkur Utara, Kecamatan Analisis terhadap kinerja manajemen Jumlah tanggungan petani Manajemen terhadap kondisi dinamika Kondisi sistem irigasi masuk ke dalam kategori kurang baik dan perlu
di DI Punggur Utara Kota Gajah, Kabupaten Lampung sistem irigasi dimana disini P3A sebagai kelompok P3A diperhatikan. Untuk menaikan kinerja sistem irigasi tersebut dilakukan
Ditinjau dari Sisi Sosial Tengah, Provinsi Lampung. pengelola jaringan irigasi manajemen terhadap kondisi dinamika kelompok P3A.
Ekonomi
19 (Ubaidah, 2020) Studi Perencanaan Pola Kabupaten Nganjuk, Provinsi Simulasi pola operasi waduk pada nilai 1. Data Klimatologi 1. Kebutuhan air baku Debit inflow dengan kondisi keandalan debit (26,02%, 50,68%,
Operasi Waduk Semantok Jawa Timur debit andalan 26.2%, 50.68%, 2. Data Curah Hujan 2. Kebutuhan air irigasi 75,34%, 97,30%) didapatkan nilai rata-rata sebesar 3,265 m3/detik.
Kabupaten Nganjuk 75.34%, 97.30% dengan pedoman 3. Data Karakteristik DAS 3. Luas layanan irigasi Hasil simulasi operasi waduk semantokinantinya akan digunakan sebagai
Provinsi Jawa Timur Guna lepasan operasi waduk disesuaikan 4. Data Pola Tanam hasil peningkatan pelayanan kebutuhan irigasi seluas 1825 Ha yang telah
Kebutuhan Irigasi dan Air kebutuhan air baku dan air irigasi 5. Data pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan luasan pelayanan sebesar 425 Ha.
Baku
20 (Rifki Maulana, 2020) Pemodelan Pola Operasi Waduk Sangiran, Kabupaten 1. Analisis hidrologi menggunakan 1. Data curah hujan 1. Luas areal irigasi 1. Mengetahui kondisi pola operasi waduk Sangiran saat ini
Bendungan Sangiran Ngawi, Jawa Timur RAPS, Outliner, Log Person III, 2. Debit andalan 2. Tampungan Waduk 2. Pola operasi optimum Waduk Sangiran pada kondisi debit minimum
Smirnov Kolmogorov, Chi-Square, 3. Kebutuhan air irigasi 3. Pola Operasi Eksisting 3. Mengetahui hubungan antara ketersediaan air dan kebutuhan air irigasi
Mononobe, dan Nakayasu berdasarkan kondisi batas debit minimal
2. Analisis debit andalan menggunakan
Penman dan F.J. Mock
3. Kebutuhan air irigasi sesuai RTTG
4. Simulasi pola operasi waduk
menggunakan persamaan matematis
berdasarkan hukum keseimbangan air
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
Curah hujan adalah jumlah hujan yang turun ke permukaan pada suatu daerah
dalam beberapa waktu. Untuk mengetahui besar curah hujan dipakailah alat yang
disebut dengan penakar hujan atau (rain gauge). Peralatan ini terdiri atas corong
dan juga tabung penampung. Bisanya curah hujan akan diukur pada satuan
milimeter (mm) ataupun sentimeter (cm).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
Data hasil pengukuran dapat diolah menjadi 3 jenis hasil pengukuran hujan,
diantaranya:
1. Jumlah dari curah hujan harian adalah hasil pengukuran hujan dalam waktu 24
jam,
2. Jumlah curah hujan bulanan adalah jumlah total dari curah hujan harian dalam
waktu sebulan,
3. Jumlah curah hujan tahunan adalah total curah hujan harian dalam waktu 12
bulan.
Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dijadikan sebagai dasar dari semua
perencanaan hidrologi. Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari
DAS-DAS kecil, dan DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil
lagi. Komponen masukan dalam DAS adalah curah hujan, sedangkan keluarannya
terdiri dari debit air dan muatan sedimen (Suripin, 2004). Setiap DAS memiliki
karakteristik dan parameter DAS masing-masing. Karakteristik dan parameter ini
bergantung pada tata guna lahan dan kondisi geologi DAS (Aditama, 2013).
Hansen, 1990). Pengertian irigasi, bangunan irigasi, dan petak irigasi telah
dibakukan yaitu sebagai berikut (Permen No.23, 1982):
1. Irigasi adalah usaha penyediaan dan penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian,
2. Jaringan irigasi adalah kesatuan dari saluran maupun bangunan pada daerah
irigasi yang diperuntukkan untuk melakukan pengaturan terhadap ketersediaan
pengambilan, pengambilan serta penggunaannya,
3. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan
irigasi,
4. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi.
Selain itu Irigasi juga dapat dibagi berdasarkan bagaiman cara mengatur, mengukur
aliran air dan kelengkapan fasilitas yang dimiliki. Berdasarkan pengelompokan
tersebut irigasi dibagi menjadi tiga jenis:
1. Irigasi teknis,
2. Irigasi semi teknis,
3. Irigasi sederhana (Non Teknis).
Terdapat 4 (empat) unsur yang pokok dalam menunjang fungsi utama dari suatu
jaringan irigasi yaitu :
Untuk lebih jelasnya klasifikasi jaringan irigasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel
2.2.
Tabel 2. 2 Klasifikasi jaringan irigasi
1. Daerah Studi adalah Daerah Proyek ditambah dengan seluruh daerah aliran
sungai (DAS) dan tempat-tempat pengambilan air ditambah dengan daerah-
daerah lain yang ada hubungannya dengan daerah studi,
4. Daerah Irigasi Netto/Bersih adalah tanah yang ditanami (padi) dan ini adalah
daerah total yang bisa diairi dikurangi dengan saluran-saluran irigasi dan
pembuang primer, sekunder, tersier dan kuarter, jalan inspeksi, jalan setapak
dan tanggul sawah. Daerah ini dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air,
panenan dan manfaat/ keuntungan yang dapat diperoleh dari proyek yang
bersangkutan. Sebagai angka standar luas netto daerah yang dapat diairi
diambil 0,9 kali luas total daerah-daerah yang dapat diairi,
6. Daerah Fungsional adalah bagian dari Daerah Potensial yang telah memiliki
jaringan irigasi yang telah dikembangkan. Daerah fungsional luasnya sama
atau lebih kecil dari Daerah Potensial.
Rumus Penman Modifikasi pada persamaan (2.1) sampai (2.2) dapat digunakan
untuk menghitung besarnya evapotranspirasi.
: εd* . RH,
f(n/N) : Fungsi kecerahan matahari,
: 0,1 + 0,9 . (n/N),
f(u) : Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2,00 m,
: 0,27 . ( 1 + 0,864 u ),
RH : Kelembaban relatif (%).
Ketersediaan air pada waduk yang digunakan untuk simulasi pola operasi waduk
menggunakan kondisi pada batas bawah, normal dan batas atas ditentukan
berdasarkan tingkat keandalan 50% adalah sama dengan debit rata-rata, maka
Tahun Normal adalah pada saat debit dengan tingkat keandalan berkisar antara
35% sampai 65%. Batas Atas adalah debit dengan tingkat keandalan di bawah 35%,
sedangkan Batas Bawah adalah debit dengan tingkat keandalan di atas 65%.
Pengumpulan
Data Debit
tidak tidak
Tersedia Data Tersedia Data
Analisis Regional
> 10 tahun hujan> 10 tahun
ya ya
Kalibrasi Model
Tentukan
Keandalan 35 %Sebagai batas atas
Keandalan 50% Sebagai rata-rata
Keandalan 65% Sebagai batas bawah
Generating
Data Debit
Data Debit
Sinthesis
1. Data debit
Data debit yang diperlukan adalah data debit air masuk ke waduk dan debit lokal
yang dapat diperhitungkan sebagai tambahan debit air untuk memenuhi kebutuhan
air. Untuk waduk-waduk yang telah beroperasi, umumnya tersedia data historis
debit air masuk selama waduk dioperasikan.
Debit air lokal adalah debit tambahan yang dapat dimanfaatkan atau diperhitungkan
untuk memenuhi kebutuhan air yang tidak langsung masuk ke waduk. Debit air
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
lokal ini perlu dipertimbangkan sebagai bagian ketersediaan air selain yang
dikeluarkan dari waduk.
2. Transformasi data curah hujan
Banyak model hidrologi yang dapat digunakan untuk mentransformasi data curah
hujan menjadi data aliran. Ada yang sangat sederhana hingga yang rumit. Model
hidrologi Dr. Mock dan NRECA dapat dikelompokkan dalam model yang
sederhana.
Pada model yang sederhana umumnya tidak diperlukan proses kalibrasi untuk
mendapatkan hasil keluaran debitnya, tetapi untuk model yang lebih rumit proses
kalibrasi sangat diperlukan. Data yang dibutuhkan untuk kalibrasi adalah data debit
eksisting tercatat di lapangan.
1. Hujan netto
dengan:
Eta : Etp – E,
E : Etp * Nd/30*m,
Nd : 27 – 3/2* Nr.
WS = Rnet – SS (2.7)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
dengan:
SS : SMt + SMt-1,
SMt : SMt-1 + Rnet.
dengan:
I : C1 . WS,
Vt : ½ (1+k)*I + k*Vt-1.
4. Aliran permukaan
RO = BF + DRO (2.9)
dengan:
BF : I – dVt,
DRO : WS – I.
Sebagai bahan pertimbangan pemakaian debit inflow waduk terhadap kondisi air
baik itu kondisi kurang maupun kondisi lebih, sehingga skenario pola debit inflow
andalan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kebutuhan air yang disuplai
dari waduk , contoh untuk kondisi tahun kering, tahun normal dan tahun basah
(Sri Harto, 1993). Penyusunan skema pola debit air yang masuk pada Waduk dapat
menjadi bahan evaluasi terhadap perubahan infrastruktur dari bangunan air
tersebut. Perubahan tersebut dapat berupa penambahan waduk, bendung, saluran
irigasi / air baku dan atau pengembangan luas daerah irigasi. Skenario
kelompok pola debit inflow dilakukan sebagai berikut (Asmoro, 2007):
1. Rangkaian debit inflow rata-rata tahunan diurutkan berdasarkan dari data debit
terbesar sampai dengan debit terkecil dengan persentase waktu sama atau
terlampaui. Persentase dapat dihitung menggunakan persamaan (2.11).
(2.11)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
dengan:
3. Debit inflow bulanan untuk masing – masing kelompok scenario adalah debit
rata – rata bulanan yang sama setiap kelompok.
Dalam melakukan perhitungan kebutuhan air irigasi ini ada 7 hal yang harus
diperhitungkan yaitu meliputi:
Kebutuhan air di sawah (crop water requirement) ialah kebutuhan air yang
diperlukan pada petakan sawah yang terdiri dari:
Banyaknya air yang diperlukan oleh tanaman suatu petakan sawah dinyatakan
dalam persamaan (2.12).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
dengan:
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan yaitu air yang dibutuhkan selama masa
penyiapan lahan untuk menggenangi sawah hingga mengalami kejenuhan sebelum
transplantasi dan pembibitan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk
pembibitan adalah 250 mm, 200 mm digunakan untuk penjenuhan 200 mm dan
pada awal transplantasi akan ditambah 50 mm untuk padi, untuk tanaman ladang
disarankan 50-100 mm (Kementrian PUPR, 2010). Jumlah tenaga kerja, hewan
penghela dan peralatan yang digunakan serta factor social setempat sangat
mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk masa penyiapan lahan.
Kebutuhan air selama jangka waktu penyiapan lahan dihitung berdasarkan rumus
V.D Goor-Ziljstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada air konstan dalam lt/det
selama periode penyiapan lahan yang dihitung dengan persamaan (2.13).
(2.13)
dengan:
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air
yang hilang akibat penguapan. Besarnya kebutuhan air tanaman (consumptive use)
dihitung berdasarkan persamaan (2.14).
dengan:
e. Perkolasi
Perkolasi yaitu gerakan air ke bawah dari daerah tidak jenuh ke dalam daerah jenuh.
Laju perkolasi lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Tekstur tanah,
2. Permeabilitas tanah.
Tinggi hujan yang dinyatakan dalam mm digunakan untuk menentukan saat mulai
tanam pertama dan menentukan pula kebutuhan air irigasi. Untuk perencanaan
kebutuhan air irigasi digunakan curah hujan efektif. Perhitungan curah hujan efektif
didasarkan pada curah hujan tengan bulanan (15 harian), berdasarkan persamaan
(2.15) dan (2.16).
g. Effisiensi Irigasi
Perbandingan debit air irigasi yang sampai dilahan pertanian dengan debit air irigasi
yang keluar dari pintu pengambilan yang dinyatakan dalam persen disebut dengan
efisiensi irigasi. Penyebab dari kehilangan ini yaitu adanya penguapan, kegiatan
eksploitasi, kebocoran dan rembesan. Untuk perencanaan, kehilangan air dianggap
sebesar sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai
di sawah.
Total efisiensi irigasi untuk padi diambil sebesar 65% (Kementrian PUPR, 2010)
dengan asumsi 90% efisiensi pada saluran primer, 90% efisiensi pada saluran
sekunder dan 80% efisiensi pada jaringan tersier. Pada tanaman padi efisiensi pada
lahan paertanian tidak diperhitungkan tapi Analisa keseimbangan air
diperhitungkan sebagai kebutuhan untuk lahan. Efisiensi irigasi keseluruhan untuk
palawija diambil sebesar 50% (Kementrian PUPR, 2010).
Perhitungan debit air (outflow) keluar dihitung berdasarkan kebutuhan air yang
dimanfaatkan dari waduk. Waduk dengan pemanfaatan hanya untuk satu sektor saja
maka keluaran air yang diperhitungkan hanya mempertimbangkan pemenuhan
kebutuhan satur sektor tersebut saja namun untuk waduk yang dirancang untuk
memenuhi berbagai sektor seperti irigasi, air baku, PLTA dan perikanan maka
keluaran air diperhitungkan untuk dapat memenuhi kebutuhan air dari semua sektor
tersebut. Debit air keluar waduk merupakan kebutuhan air yang diperlukan selama
siklus pola operasi waduk berjalan yang terdiri dari:
1. Kebutuhan Irigasi
Adalah kebutuhan air irigasi sesuai dengan Rencana Tata Tanam Global
(RTTG) atau Rencana Tata Tanam Detail (RTTD) yang telah ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang untuk mendapat alokasi air dari waduk.
Data sebagaimana tersebut di atas dapat diperoleh dari Dinas/Instansi terkait. Data
kebutuhan air harus dikelompokkan sesuai dengan lokasi pengambilan dan jenis
data serta waktu pengambilannya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
dengan:
4. Linear Program,
5. Rule Curve.
Semua parameter atau variabel yang terdapat dalam model program linear
diasumsikan secara pasti dapat diprediksi (nonstochastic), walaupun asumsi
tersebut belum tentu sesuai (Asmoro, 2007). Pemodelan dengan metode ini
mempergunakan suatu nilai harapan (expected value) pada suatu random
variabel yang tidak saling berhubungan.
Debit inflow pada model stokastik yaitu proses stokastik dari data-data yang
ada dengan cara pendekatan. Cara pendekatan tersebut dinyatakan
sebagai suatu proses yang ditampilkan dengan sebuah matrik probabilitas
transisi. Dapat disimpulkan bahwa, program dinamik stokastik menggunakan
probabilitas inflow bersyarat yang diperoleh dari matrik probabilitas
transisi dan nilai yang diharapkan yang diperoleh dari fungsi tujuan yang
berulang perhitungannya (recursive objective function).
4. Linear Program
daya air dalam bentuk permasalahan operasi dan pemeliharaan baik sederhana
maupun kompleks. Teknik program linier dipergunakan jika terdapat korelasi
linier antara variabel – variabel yang akan dioptimalkan, bahkan sebagai
bagian dari fungsi tujuan (objective function).
5. Rule Curve
1. Dalam hal target untuk PLTA tidak lebih kecil dari target irigasi,
maka kapasitas waduk akhir ditentukan berdasarkan pelepasan waduk
untuk PLTA, jika sebaliknya maka kapasitas waduk akhir berdasarkan
pelepasan target irigasi.
Katup release waduk digunakan untuk memenuhi pelepasan irigasi dan air baku.
Jika kebutuhan irigasi tidak dapat terpenuhi melalui katup tersebut, katup irigasi
dapat dibuka (total pelepasan lebih dari kapasitas pengalihan turbin
maksimum).
Simulasi berfugsi untuk mengevaluasi hasil pola pengoperasian waduk (data debit
eksisting, Rule Curve – outflow,, SOP, maupun Rule Curve – Elevasi). Tinjauan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
dengan:
Inflow : aliran masuk (juta m³ /bulan), merupakan data debit historis,
Outflow : aliran keluar (juta m³ /bulan), merupakan pengalihragaman inflow untuk
memenuhi kebutuhan,
dt / ds : perubahan tampungan terhadap waktu.
dengan :
It : debit inflow waduk pada bulan ke – t (juta m³ /tahun),
RLt : release waduk pada bulan ke – t (juta m³ /bulan),
Let : limpasan yang terjadi pada bulan ke – t (juta m³ /bulan),
SPt : kehilangan air waduk pada akhir bulan ke – t (juta m³ /bulan),
St – 1 : tampungan waduk awal bulan ke – t (juta m³ /bulan),
T : 1, 2, 3,..........., 12.
Dalam pedoman tersebut juga mengatur variabel yang perlu diperhatikan dalam
pemodelan pola operasi sebagai berikut :
• Klasifikasi pemanfaatan waduk
• Penentuan kapasitas waduk
• Inflow ke waduk dan outflow dari waduk
• Kendala yang dihadapi
• Pendekatan dan metode dalam penyusunan pola operasi waduk
• Prosedur pembuatan pola operasi waduk
• Prosedur operasi waduk