Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN TEORI
2.1 Kajian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari perbandingan dan


selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk penelitian selanjutnya di samping
itu kajian terdahulu membantu penelitian dalam memposisikan penelitian serta
menunjukkan orisinalitas dari penelitian. Pada bagian ini peneliti mencantumkan
berbagai hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak
dilakukan, kemudian membuat ringkasannya, baik penelitian yang sudah
terpublilkasikan atau belum terpublikasikan (skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya).
Dengan melakukan langkah ini, maka akan dapat dilihat sejauh mana orisinalitas dan
posisi penelitian yang hendak dilakukan. Kajian yang mempunyai relasi atau keterkaitan
dengan kajian ini antara lain :

1. RADITA AHADUNNISA, NADJADJI ANWAR DAN NASTASIA FESTY


MARGINI “Studi Optimasi Pemanfaatan Waduk Way Apu di Provinsi Maluku
Untuk Jaringan Irigasi, Kebutuhan Air Baku, dan Potensi PLTA Tahun 2015”
yang meneliti dan mengkaji studi optimasi pengaturan cara pemberian air yang
baik dan pengaturan pola tanam.
2. RAINHART HADTHYA, RACHMAD JAYADI dan ENDITA PRIMA ARI
PRATIWI “Optimasi Pemanfaatan Waduk Tukul Menggunakan Model
Simulasi Operasi Waduk Multi Kriteria Tahun 2020” yang melakukan kajian
ilmiah tentang operasi waduk yang berorientasi multi kriteria.
3. SUROSO, PS NUGROHO, dan PASRAH PAMUJI “Evaluasi Kinerja Jaringan
Irigasi Banjaran Untuk Meningkatkan Efektifitas dan Efisiensi Pengelolaan Air
Irigasi Tahun 2007” yang mengevaluasi kinerja jaringan irigasi Banjaran.
4. WILHELMUS BANGUNAEN, NOH S KARBEKA, ELSY E HANGGE
“Analisis ketersediaan air terhadap pola tanam dan luas areal irigasi daerah
irigasi siafu Tahun 2020” tentang evaluasi ketersediaan air pada bangunan
pengambilan terhadap lahan potensial yang ada pada Daerah Irigasi Siafu.
5. FARIDAH ILMI, SAIHUL ANWAR “Analisis Kinerja Daerah Irigasi Waduk
Cipancuh Kabupaten Indramayu Tahun 2018” tentang evaluasi dan kinerja
daerah irigasi pada waduk cipancuh dengan dengan cara analisis kondisi fisik

5
jaringan irigasi, debit, pola tanam, kelembagaan, biaya operasi dan
pemeliharaan DI Pacal

Tabel 2. 1 Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Rencana Penelitian

Judul Jurnal Persamaan Perbedaan


Studi Optimasi Pemanfaatan Pemanfaatan waduk Tidak menghitung
Waduk Way Apu di Provinsi untuk irigasi dan kebutuhan air baku dan
Maluku Untuk Jaringan perhitungan alternatif potensi PLTA
Irigasi, Kebutuhan Air Baku pola tanam
dan Potensi PLTA
Optimasi Pemanfaatan Air Perhitungan kebutuhan Tidak menghitung
Waduk Tukul Menggunakan air irigasi dan optimasi neraca air
Model Simulasi Operasi pengaturan release
Waduk Multi Kriteria waduk
Evaluasi Kinerja Jaringan Perhitungan analisis Penelitian ini
Irigasi Banjaran Untuk ketersediaan air menganalisis
Meningkatkan Efektifitas dan menurunnya efektivitas
Efisiensi Pengelolaan Air sedangkan pada
Irigasi penelitian penulis
menganalisis
peningkatan efektivitas
Analisis ketersediaan air Tujuan penelitian yaitu Tidak adanya
terhadap pola tanam dan luas mengevaluasi perhitungan debit
areal irigasi daerah irigasi ketersediaan air andalan
siafu
Analisis Kinerja Daerah Analisis pola tanam Analisis kondisi fisik,
Irigasi Waduk Cipancuh kelembagaan dan biaya
Kabupaten Indramayu operasi
2.2 Waduk

2.2.1 Pengertian Waduk

Menurut Notohadiprawiro et al (2006), waduk menurut pengertian umum


merupakan tempat pada muka lahan untuk menampung air hujan secukupnya pada
musim basah, seingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering atau langka air.

6
Air yang disimpan dalam waduk terutama berasal dari aliran permukaan dan ditambah
dengan yang berasal dari air hujan langsung.

Waduk menurut Krisanti (2006) adalah tempat menampung air yang umumnya
dibentuk dari sungai atau rawa dengan tujuan tertentu, waduk sebenarnya juga sebuah
danau dalam pengertian benda tersebut merupakan suatu volume air yang merupakan
suatu volume massa air yan gmempunyai komposisi khusus yang berisi berbagai bentuk
kehidupan.

Menurut Naryanto et al (2009), waduk memiliki fungsi utama yaitu fungsi


ekologi dan fungsi sosial, ekonomi, dan budaya. Fungsi ekologi waduk adalah sebagai
pengatur tata air, pengendali banjir, habitat kehidupan liar atau spesies yang dilindungi
atau endemik serta penambat sedimen, unsur hara, dan bahan pencemar. Fungsi sosial,
ekonomi, dan budaya waduk adalah untuk memenuhi keperluan hidup manusia, antara
lain untuk air minum dan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, sarana transportasi,
keperluan pertanian, tempat sumber protein, pembangkit tenaga listrik, estetika,
olahraga, heritage, tradisi dan industri pariwisata.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahawa Waduk adalah
tampungan air yang besar atau danau untuk menyimpan air sungai yang dibendung oleh
sebuah bendungan. Namun beberapa waduk dapat juga terbentuk secara alami ketika
sebuah danau yang outletnya telah dibendung untuk berbagai tujuan. Waduk
menyimpan air di musim hujan untuk digunakan di musim kemarau. Ketika musim
hujan, waduk akan terisi akibat curah hujan yang tertampung dan rendahnya debit yang
dikeluarkan oleh intake waduk. Ketika musim kemarau, volume air di waduk akan
menurun akibat intake waduk melepaskan air lebih banyak untuk berbagai kebutuhan
dan minimnya curah hujan. Kebutuhan air yang dapat dilayani waduk antara lain
kebutuhan air irigasi, air minum dan perikanan. Beberapa waduk melepaskan airnya
untuk menggerakkan turbin pembangkit tenaga listrik. Karena kecepatan air yang
sangat kecil di waduk maka sediman yang berupa butiran pasir, batu, tanah, dan
material lainnya akan tenggelam dan terakumulasi ke dasar waduk.

Sebagian besar bendungan dan waduk yang dibangun di dunia bersifat multiguna,
artinya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan air. Secara umum kebutuhan air
irigasi adalah kebutuhan air yang terbesar yang harus dipenuhi oleh waduk. Hal ini

7
karena irigasi adalah salah satu cara untuk menjamin persediaan makanan dan
meningkatkan produktivitas dan pembangunan pedesaan di seluruh dunia.

2.2.2 Pemanfaatan Waduk

Waduk adalah kesatuan sistem yang meliputi tempat genangan (storage), tubuh
bendungan (main dam), dan bangunan-bangunan pelengkap. Secara umum manfaat dari
waduk, antara lain sebagai berikut :

1) Konservasi
a. Pemanfaatan kelebihan air yang ditampung
b. Beberapa tujuan, contohnya irigasi, PLTA
2) Pengendali banjir
a. Benungan digunakan untuk menampung kelebihan air (banjir)
b. Dan mengatur pengeluarannya secara teratur

2.2.3 Keluaran Air Dari Waduk

Kebutuhan air dapat ditentukan oleh fungsi waduk tersebut. Untuk waduk yang
memiliki fungsi tunggal, keluaran air dari waduk hanya dihitung untuk memenuhi satu
tujuan kebutuhan saja, tetapi pada waduk yang dimanfaatkan untuk berbagai
kebutuhan, maka keluaran air dari waduk dapat digunakan untuk seluruh kebutuhan
seperti untuk irigasi, PLTA, air baku, dan perikanan.

Meskipun seringkali terjadi konflik dalam pengoperasian air waduk namun hal
tersebut dapat didiskusikan atau disusun dengan skala prioritas yang telah dituangkan
dalam undang-undang pengairan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hal-hal
dalam kebutuhan air dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) Kebutuhan Air Minum dan Kegiatan Perkotaan


2) Kebutuhan Air untuk Industri
3) Kebutuhan Air untuk Pemeliharaan Sungai
4) Kebutuhan Air untuk Perikanan
5) Kebutuhan Air untuk Peternakan
6) Kebutuhan Air untuk Irigasi

Water balance waduk didefinisikan adalah keseimbangan air di waduk. Arti


keseimbangan air di waduk adalah keadaan volume air di waduk ang terjadi akibat air
yang masuk (inflow) dan air yang keluar (outflow) dari waduk. Rumus umum dalam

8
perhitungan keseimbangan air di waduk adalah (Harto, 2000; D’Urquiza-Diaz et al.,
2009):

𝑆𝑡 = 𝑠𝑡 − 1 + 𝐴𝑠 = 𝑆𝑡 − 1 + 1 – 0

Dengan St adalah volume tampungan waduk pada hari t (m3), St-1 adalah volume
tampungan waduk pada hari t-1 (m3). As adalah perubahan volume di waduk (M3) , I
adalah volume air yang masuk waduk (m3), dan O adalah volume air yang keluar waduk
(m3).

Inflow waduk dalam penelitian ini adalah debit andalan 50% (Q50%) dari waduk
gongseng. Q50% adalah debit probabilitas ketersediana 50% yang merupakan standar
untuk ketersediaan debit pada daerah irigasi yang menggunakan waduk. Outflownya
dirumuskan sebagai :

𝐴 𝑥 𝐾𝐵𝑇
𝑂 = ( ) ............................................................................................................ (2.1)
𝐸𝑓𝑓

Dengan A adalah luasan sawah yang dialiri (ha), KBT adalah kebutuhan air tanaman
l/dt/ha, dan Eff adalah efisiensi irigasi (0,65 yang merupakan irigasi saluran primer (0,9)
x efisiensi saluran sekundr (0,9) x efisiensi saluran tersier (0,8)

2.3 Irigasi

2.3.1 Pengertian

Pengertian irigasi secara umum yaitu pemberian air kepada tanah dengan
maksud untuk memasok lengas esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hansen,
dkk.1990). irigasi berasal dari istilah dalam bahasa belanda atau irrigation dalam
bahasa inggris. Irigasi dapat diartikan sebaagai suatu usaha yang dilakukan untuk
mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan
membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang kembali.
Istilah pengairan yang sering didengar dapat diartikan sebagai usaha pemanfaatan air
pada umumnya, berarti irigasi termasuk didalamnya (Mawardi, 2002:6)

Irigasi berasal dari istilah irrigatie dalam bahasa Belanda atau irrigation dalam
bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk
mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan
membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang kembali.

9
Menurut PUPR No.12/PRT/M/2015 pasal 1, irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya
meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan
irigasi tambak. Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu
yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan
waktu, jumlah dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan
keperluan lainnya. Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu
jaringan irigasi. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan
pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi.

Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri dari bangunan dan
saluran irigasi beserta perlengkapannya. Sistem jaringan irigasi dapat dibedakan
antara jaringan irigasi utama dan jaringan tersier. Jaringan irigasi utama meliputi
bangunan utama yang dilengkapi dengan saluran pembawa saluran pembuang dan
bangunan pengukur. Jaringan irigasi tersier yang terapat di petak tersier
(Kartasaputra, 1990:30-31)

2.3.2 Klasifikasi Sistem Irigasi

Dilihat dari segi konstruksi jaringan irigasi Direktorat Jendral Pengairan


mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat macam yaitu:

a. Irigasi sederhana, yaitu sistem irigasi yang konstruksinya dilaukan secara


sederhana, tidak dilengkap dengan pintu pengaturan dan alat pengukur-pengukur
sehingga irigasinya tidak dapat diatur dan tidak terukur dan efisiensinya rendah.
b. Irigasi setengah teknis, yaitu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan
alat pengukur pada pengambilan saja, sehingga air hanya teratur pada head work
saja dan diharapkan efisiensinya sedang.
c. Irigasi teknis, yaitu suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur air pada
head work, dan diharapkann efisiensinya tinggi.
d. Irigasi teknis maju, yaitu suatu sistem irigasi yang airnya dapat diuku dan diatur
pada seluruh jaringan dan diharapkan efisiensinya tinggi sekali (Pasandaran,
1991:148)
Berdasarkan saluran irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi pembawa dan
saluran pembuang. Saluran irigasi pembawa ditinjau dari letaknya dapat dibedakan

10
menjadi saluran garis tinggian saluran garis tinggi/kontur. Saluran garis punggung yaitu
saluran yang ditempatkan dipunggung medan. Ditinjau dari jenis dan fungsi saluran
irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder tersier dan kuarter.
Berdasaran standar perencanaan irigasi bagian jaringan irigasi, saluran irigasi tersebut
dapat didefinisikan sebagai berikut:
a. Saluran primer
Saluran primer yaitu saluran yang membawa air dari jaringan air ke saluran sekunder
dan petak-petak tersier yang diairi. Saluran primer biasa disebut saluran induk.
Saluran ini berakhir pada bangunan sadap terakhir.
b. Saluran sekunder
Saluran sekunder merupakan saluran pembawa air dari saluran primer ke petak-petak
tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung ini yaitu bangunan
sadap terakhir.
c. Saluran tersier
Saluran tersier merupakan saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier di
jaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Saluran ini berakhir
pada boks kuarter yang terakhir.
d. Saluran kuarter
Saluran kuarter merupakan saluran pembawa air dari boks segi kuarter melalui
bangunan sadap tersier ke sawah-sawah (Mawardi, 2002:10-11).

2.4 Daerah Irigasi

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32/PRT/M/2007, disebutkan


bahwa Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.
Luas Baku/Rencana adalah luas bersih lahan yang berdasarkan perencanaan teknis dapat
dijadikan areal persawahan, termasuk didalamnya luas lahan yang saat ini belum menjadi
sawah, namun nantinya dapat dijadikan sawah. Luas potensial/terbangun adalah bagian
dari luas baku (termasuk luas lahan yang sudah sawah ataupun bukan sawah yang belum
terairi) yang masuk wilayah pelayanan jaringan irigasi yang sudah terbangun jaringan
utamanya (primer dan sekunder). Luas fungsional adalah bagian dari luas potensial yang
telah dilayani denga jaringan tersier. Luas sawah adalah luas lahan yang bisa ditanami,
baik memanfaatkan air irigasi maupun tadah hujan

11
2.5 Kinerja Sistem Irigasi

Kinerja Jaringan Irigasi Berdasarkan Kemampuanya mendukung ketersediaan air


irigasi pada areal layanan irigasi. Kinerja jaringan irigasi tercermin dari kemampuannya
untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi (command area) yang
kondusif dan penerapan pola tanam yang direncanakan. Kinerja jaringan irigasi yang
buruk mengakibatkan luas areal sawah yang irigasinya baik menjadi berkurang. Secara
umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress
yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan atau kelebihan air) sehingga pertumbuhan
vegetatif dan generatif tanaman menjadi tidak optimal. Kerugian yang timbul akibat
water stress tidak hanya berupa produktivitas tanaman sangat menurun, tetapi mencakup
pula mubazirnya sebagian masukan usaha tani yang telah diaplikasikan (pupuk, tenaga
kerja, dan lain-lain).
Kinerja irigasi menjadi suatu indikasi dalam rangka pengelolaan sistem irigasi,
kemajuan dan perkembangan irigasi lebih ditunjukan pada optimasi penggunaan air agar
dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.
20 Tahun 2006 tentang irigasi terdapat lima pilar dalam kinerja irigasi yaitu:
1) Penyediaan air adalah tingkat kecukupan air dan tingkat ketepatan pemberian air
pada daerah irigasi.
2) Prasarana adalah kinerja fisik dan fungsional infrastruktur jaringan irigasi (kondisi
fisik infrastruktur jaringan irigasi dan kondisi fungsional infrastruktur jaringan
irigasi)
3) Pengelolaan irigasi adalah meliputi elemen-elemen yang terkait dalam kegiatan
operasional dan pemeliharaan sistem irigasi yang terdiri dari lima petugas
diantaranya: kepala ranting, petugas mantra, staf ranting, petugas operasi bendung
dan pintu air
4) Institusi adalah kinerja institusi pengelola irigasi dan sistem pembiayaan serta
peraturan perundang yang mendukung
5) Sumber daya manusia adalah kualias, kuantitas dan status kompetensi sumber daya
manusia pengelola irigasi

2.6 Ketersediaan Air

Ketersediaan sumber daya air secara garis besar meliputi: (a) air permukaan
(surface water), (b) air tanah (ground water). Sumber air tersebut adalah air telaga, air
sungai, air tanah dan mata air. Ketersediaan air baik di permukaan maupun dibawah

12
permukaan tidak bisa lepas dari siklus hidrologi. Siklus ini diawali dengan terjadinya
penguapan dari permukaan tanah dan air (evaporasi) dan juga penguapan dari tumbuh-
tumbuhan (transpirasi). Data ketersediaan air permukaan (surface water) dapat diambil
dari catatan debit sungai dan data catatan tampungan air waduk dan embung, sedangkan
data ketersediaan air tanah (ground water) dapat diperkirakan dari analisis imbangan air
untuk aliran air tanah.
Jumlah kebutuhan air tidak akan terlepas dari berbagai pemanfaatan terhadap
sumber daya air dan pertumbuhan penduduk serta prasarana pembangunan lainnya
(misalnya industri). Jenis pemanfaatan air diatur dengan UU No 11 tahun 1974 yang
terdiri atas tiga kategori dengan meliputi 14 jenis pemanfaatan (Hendropranoto, Djoko
S. Sunarno, 1992), yaitu
A. Kategori A, meliputi : air minum, air keperluan rumah tangga, air untuk hankamnas,
air untuk peribadatan, dan air untuk perkotaan (kebakaran, penggelontoran, taman,
dan lain-lain)
B. Katogori B, meliputi : air pertanian, pertanian rakyat, air usaha pertanian, air
peternakan, air perkebunan, dan air perikanan.
C. Kategori C, meliputi : air ketenagaan, air industri, air pertambangan, air untuk lalu
lintas, dan air untuk rekreasi.

Jumlah kebutuhan air dapat dihitung dengan menjumlahkan setiap kebutuhan air
untuk mengetahui besar perkiraaan jumlah kebutuhan air ini dari setiap pemanfaatan
sumber di masa yang akan datang terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Perkiraan jumlah penduduk


b. Perkiraan perubahan tata lahan dan pemanfaatan air,
c. Perkiraan perkembangan teknologi dan industri

2.6.1 Pengertian Ketersediaan Air

Ketersediaan air dalam pengertian sumberdaya air pada dasarnya berasal dari
air hujan (atmosferik), air permukaan dan air tanah. Hujan yang jatuh diatas
permukaan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Wilayah Sungai (WS)
sebagian akan menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan
mengalir melalui permukaan dan sub permukaan masuk ke dalam saluran, sungai
atau danau dan sebagian lagi akan meresa[ jatuh ke tanah sebagai pengisian kembai
(recharge) pada kandungan air tanah yang ada ( Anonim, 2006).

13
Secara keselutuhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke masa
(Suripin, 2002). Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering
sult untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air
mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability) yang sangat tinggi. Konsep
siklus hidrologi adalah bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di hamparan bumi
dipengaruhi oleh masukan (input) dan keluaran (output) yang terjadi. Kebutuhan air
di kehidupan kita sangat luas dan selalu diinginkan dalam jumlah yang cukup pada
saat yang tepat. Oleh karena itu, analisis kuantitatif dan kualitatif harus dilakukan
secermat mungkin agar dapat dihasilkan informasi yang akurat untuk perencanaan
dan pengelolaan sumberdaya air.

2.6.2 Potensi Ketersediaan Air

Ketersediaan air merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk
diatur dan diprediksi dengan akurat. Besaran ketersediaan air dapat berasal dari curah
hujan dan debit sungai yang berada disekitar lahan pertanian yang ditinjau. Potensi
ketersediaan air permukaan pada umumnya dapat diketahui melalui berbagai analisis
debit aliran sungai, namun untuk keperuan tersebut dibutuhkan data debit aliran
sungai masa lalu yang panjang. Data debit aliran yang terlalu pendek tidak dapat
digunakan sebagai informasi untuk mengetahui ketersediaan air yang tepat.

2.6.3 Ketersediaan Air Irigasi

Ketersediaan air untuk irigasi dibedakan menjadi dua, yaitu ketersediaan air di
lahan dan ketersediaan air di bangunan pengambilan. Untuk mengetahui besarnya
ketersediaan air dapat dilakukan dengan cara melakukan pengukuran di lapangan dan
menghitung dengan urmus empiris.
Penyediaan air irigasi ditetapkan dalam PP No.20 tahun 2006 tentang irigasi,
khususnya pasal 36 yaitu “air irigasi ditujukan untuk mendukung produktivitas lahan
dalam rangka meningkatkan produksi pertanian yang maksimal, diberikan dalam
batas tertentu untuk kebutuhan lainnya” untuk memperoleh hasil yang optimal,
pemberian air harus sesuai dengan jumlah dan waktu yang diperlukan tanaman.
Metode perhitungan debit, jika diketahui data debit dengan jangka waktu
panjang (min 10 tahun) digunakan metode rangking, metode rangking weibul dan
metode statistic, jika data debit tidak cukup atau bahkan tidak tersedia maka
digunakan simulasi hujan-aliran untuk estimasi nilai debit rerata bulanan atau

14
setengah bulanan. Model simulasi hujan aliran antara lain : Mock, Rain-Run, WMS,
NRECA, dll

Untuk mengetahui ketersediaan air di sungai diperlukan data yang cukup


panjang dan handal, sehingga informasi keragaman debit terhadap waktu kejadian
debit rendah dan tinggi dapat tercakup dan mewakili kejadian-kejadian tersebut.
Dengan data yang cukup panjang dapat digunakan. Debit intake adalah besarnya air
yang masuk ke saluran pengambilan pada bangunan utama (bendung) untuk
kebutuhan air irigasi di sawah. Debit intake digunakan sebagai dasar ketersediaan air
pada saluran irigasi untuk dibandingkan dengan kebutuhan air tanaman disawah
sebagai neraca air. Perhitungan volume irigasi dari setiap perubahan debit selama
satu musim tanam menggunakan persamaan sebagai berikut :

𝑉𝑇 = 𝑄80 𝑥 𝑛 𝑥 24 𝑥 60 𝑥 60 ........................................................................... (2.1)

Dengan :

VT : volume air tersedia untuk irigasi (m3)

Q80 : debit andalan berdasarkan grid (m3/detik)

N : jumlah hari dalam satu musim tanam

: (1 musim tanam 4 bulan x 30 hari = 120 hari)

2.7 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi yaitu jumlah air yang ditambahkan untuk tanaman selain dari
air hujan. Air yang disalurkan ke petak sawah khususnya untuk tanaman padi didasari
oleh kebutuhan air untuk penyiapan lahan, penggunaan air konsumtif, perlokasi, dan
penggantian lapisan air. Akumulasi dari faktor-faktor tersebut disebut sebagai kebutuhan
air bersih pada petak sawah, sedangkan kebutuhan air yang harus tersedia di intake yaitu
selisih antara kebutuhan air bersih pada petak sawah dengan curah hujan efektif.
Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air irigasi untuk tanaman
adalah jenis tanaman, cara pemberian air, jenis tanah yang digunakan, cara pengelolaan
pemeliharaan saluran dan bangunan, pengolahan tanah, iklim dan keadaan cuaca.
Kebutuhan air irigasi (NFR) didekati dengan metode water balance dengan
parameter : kebutuhan air untuk tanaman (Etc), kebutuhan air akibat perlokasi dan

15
rembesan (P), kebutuhan air untuk pergantian lapisan air (WLR), kebutuhan air untuk
penyiapan lahan (PL), curah hujan efektif (Ref)
1) Areal Tanam
Areal tanam adalah lahan yang menjadi daerah aliran jaringan irigasi. Luas areal tanam
di suatu daerah pengairan yang memiliki jaringan irigasi yang baik untuk tanaman
akan mempengaruhi besarnya kebuthan air.
2) Pola Tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, penentuan pola tanam merupakan hal
yang perlu dipertimbangkan. Tujuan menyusun rencana tata tanam adalah untuk
menyusun pola pemanfaatan air irigasi yang tersedia untuk memperoleh hasil
produkksi tanam yang maksimal bagi usaha pertanian. Pola tanam merupakan susunan
rencana penanaman berbagai jenis tanaman selama satu tahun, yakni padi, tebu dan
polowijo.
3) Sistem Golongan
Untuk memperoleh areal tanam yang optimal dair debit yang tersedia diatasi dengan
cara golongan yaitu pembagian luas areal tanam pada suatu daerah irigasi dengan
mulai awal tanam yang tidak bersamaan. Cara perencanaan golongan teknis yaitu
dengan membagi suatu daerah irigasi dalam beberapa golongan yan gmulai
pengolahan tanahnya dengan selang waktu 10 atau 15 hari. Dengan pengunduran
waktu memulai pengolahan lahan pada setiap golongan maka kebutuhan air dapat
terpenuhi sesuai dengan debit yang tersedia.
4) Perlokasi
Perlokasi merupakan geerakan air mengalir ke bagian moisture content atas yang lebih
dalam sampai air tanah. Laju perlokasi sangat tergantun kepada sifat-sifat tanah. Pada
tanah lembung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik laju perlokasi dapat
mencapai 1 – 3 mm/hari. Pada tanah – tanah yang lebih ringan, laju perlokasi bisa
lebih tinggi. Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan,
nesarnya laju perlokasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat
ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perlokasi, tinggi
muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibaat meresapnya air
melalui tanggul sawah.
5) Kebutuhan air untuk lapisan air (WLR)
Penggantian lapisan air diperlukan untuk mengurangi efek reduksi pada tanah dna
pertumbuhan tanaman. Penggantian lapisan air diberikan menurut kebutuhan dan

16
dilakukan setelah pemupukan atau sesuai jadwal. Jika tidak ada penjadwalan, maka
dilakukan penggantian sebanyak 2 (dua) kali, (masing-masing sebesar 50 mm dan 3.3
mm/hari selama setengah bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah penanaman
(Dep. PU, 1986)
6) Koefisien tanaman
Umur dan jenis tanaman yang ada mempengaruhi besar nilai koefisien tanaman.
Faktor koefisien tanaman digunakan untuk mencari besarnya air yang habis terpakai
untuk tanaman pada masa pertumbuhannya.

Berdasarkan rencana tata tanam, kebutuhan air tanaman dan kehilangan air di
saluran. Kebutuhan air di sawah dirumuskan :

𝑁𝐹𝑅 = 𝐸𝑡𝑐 + 𝑃 + 𝑊𝐿𝑅 – 𝑅𝑒 .............................................................................. (2.2)

Dimana:

NFR = Netto Field Water Requirement, kebutuhan bersih air sawah (mm/hari)

Etc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

P = Perlokasi (mm/hari)

WLR = water layer replacement (kebutuhan air untuk menggantikan lapisan air)
mm/hari

Re = curah hjan efektif (mm/hari)

Kebutuhan air irigasi adalah kebutuhan air yang terbesar yang harus dipenuhi oleh
waduk. Kebutuhan air irigasi dianalisis berdasarkan kebutuhan air tanaman (di lahan) dan
kebutuhan air pada bangunan pengambilan (di bendung). Analisis kebutuhan air untuk
tanaman di lahan dipengatuji oleh bebrapa faktor berikut:
1. Pengolahan lahan
2. Penggunaan konsumtif
3. Perlokasi
4. Penggantian lapis air
5. Sumbangan hujan efektif
a. Kebutuhan air di pintu pengambilan (intake) dirumuskan sebagai berikut:

𝑁𝐹𝑅
𝐷𝑅 = 𝑥 8,64.............................................................................................. (2.3)
𝐸𝑓𝑓

17
Dimana:

DR = kebutuhan air di intake (l/det/ha)

NFR = kebutuhan air di sawah (l/det/ha)

Eff = effisiensi disaluran primer sampai salura tersier (65%)

Kebutuhan air untuk irigasi juga dihitung berdasarkan kebutuhan air untuk
penyiapan tanaman (di lahan), kebutuhan air untuk pertumbuhan dan berdasarkan
informasi pola tata tanam tahunan. Kebutuhan air irigasi dihitung pada tiap daerah
pelayanan, sehingga pada tiap daerah pelayanan parameter-parameter kebutuhan air
irigasi dihitung tersendiri.

Analisis kebutuhan irigasi berupa :

- Kebutuhan netto air irigasi di sawah untuk tanaman padi (NFR) dalam mm/hari
- Penggunaan konsumtif (Etc) dalam mm
- Kebutuhan air irigasi untuk padi (WRD) dalam (l/dt/ha)
- Kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija (WRP)
- Kebutuhan air irigasi selama waktu penyiapan/pengolahan lahan (IR)
- Penggenangan (WLR) dan kebutuhan air untuk pembibitan
- Efisiensi irigasi

Kebutuhan netto air irigasi di sawah untuk tanaman padi (NFR)

𝑁𝐹𝑅 = 𝐸𝑡𝑐 + 𝑃 – 𝑅𝑒 + 𝑊𝐿𝑅 ............................................................................... (2.4)

Dengan:

Etc = penggunaan konsumtif (mm)

P = kehilangan air akibat perlokasi (mm/hari)

Re = curah hujan efektif (mm/hari)

WLR = penggantian lapisan genangan air (mm/hari)

Kebutuhan air untuk tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman
untuk membuat jaringan tanaman, untuk diuapkan yang dikenal sebagai
“evapotranspirasi” atau “nilai consumtive use”

𝐸𝑡𝑐 = 𝐾𝑐 𝑥 𝐸𝑡𝑜 ......................................................................................................... (2.5)

18
Dengan:

Kc = koefisien tanaman

Eto = evapotranspirasi potensial

Kebutuhan air irigasi untuk padi (WRD) dalam (l/dt/ha)

𝑊𝐷𝑅 = 𝑁𝐹𝑅 / 𝑒𝑓 𝑥 8,64 ........................................................................................ (2.6)

Dengan:

NFR = kebutuhan air untuk tanaman di lahan tersier (mm/hari)

Ef = efisiensi irigasi secara keseluruhan (%)

Efisiensi jaringan tersier sebesar 80% saluran sekunder sebesar 90% dan efisiensi
saluran primer sebesar 90%, sehingga efisiensi total adalah 90% x 90% x 90% dibulatkan
menjadi 65%. Koefisien 8,64 adalah faktor karena perubahan satuan dari mm/hari
menjadi ltr/detik.

Kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija

𝑊𝑅𝑃 = (𝐸𝑡𝑐 – 𝑅𝑒) / 𝑒𝑓 𝑥 8,64 .............................................................................. (2.7)

Kebutuhan air irigasi selama waktu penyiapan/pengolahan lahan (IR)

Besar kebutuhan untuk penyiapan/pengolahan lahan bergantung dari besar penjenuhan


lahan, lama pengolahan lahan, besar evaporasi dan perlokasi

Sedangkan keutuhan air di pintu pengambilan atau bangunan utama dipengaruhi oleh luas
areal tanam, kebutuhan air untuk tanaman di lahan dan efisiensi, sebagaimana
diperlihatkan dalam persamaan berikut

𝐼𝑅.𝐴
𝐷𝑅 = .................................................................................................................. (2.8)
𝐸𝑓

Dengan:

DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (I/dt)

IR = Kebutuhan air irigasi (I/dt/ha)

A = Luas areal irigasi (ha)

Ef = efisiensi jaringan irigasi total (%), (59% - 73%)

19
Mengacu pada Direktorat Jendral Pengairan (1986) maka efisiensi irigasi secara
keseluruhan diambil 90% dan tingkat tersier 80%. Angka efisiensi irigasi keseluruhan
tersebut dihitung dengan cara mengkonversi efisiensi di masing-masing tingkat yaitu
0,9 x 0,9 x 0,8 = 0,648 ~ 65%

Kebutuhan air irigasi untuk padi adalah:

𝑁𝐹𝑅
𝐼𝑅 = .................................................................................................................... (2.9)
𝑒

Dimana:

IR = kebutuha air irigasi (mm/hr)

e = efisiensi irigasi secara keseluruhan

Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Kebutuhan air konsumtif untuk tanaman (Etc)


2. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR)
3. Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (WLR)
4. Perlokasi (P)
5. Hujan efektif (Re)
6. Efisiensi air irigasi (e)
7. Luas areal irigasi (A)
Perhitungan air untuk tanaman ada tiga yaitu padi, jagung dan tebu. Sesuai dengan
Standar Perencanaan Irigasi (KP 01), maka perkiraan kebutuhan air irigasi dapat dibuat
sebagai berikut:
a. Kebutuhan air bersih di sawah untuk padi / Net Farm Requirement (NFR)
b. Kebutuhan air irigasi untuk padi
c. Kebutuhan air untuk palawija dan tebu
d. Kebutuhan air penyiapan lahan untuk padi
e. Kebutuhan penggunaan konsumtif air oleh tanaman
Kebutuhan air untuk tanaman di lahan diartikan sebagai kebutuhan air konsumtif
dengan memasukkan koefisien tanaman (kc). Penggunaan konsumtif air oleh
tanaman dapat diperkirakan berdasarkan metode prakira empiris, dengan
menggunakan data iklim, koefisien tanaman pada tahap pertumbuhan. Persamaan
evapotranspirasi tanaman adalah sebagai berikut:
Etc = kc x Eto ................................................................................................... (2.10)

20
Reference evapotranspiration adalah laju evapotranspirasi dari suatu permukaan
luas yang ditumbuhi rumputhijau dengan ketingggian seragam (8-10 cm). sehingga
menutupi tanah menjadi teduh tanpa suatu bagian yang menerima sinar secara
langsung dan rumput masih tumbuh aktif tanpa kekurangan dalam satuan mm/hari.
Besarnya nilai evapotranspirasi dapat dihitung dengan metode penman.
Faktor tanaman (kc) ditentukan berdasarkan jenis dan umur tanaman, kondisi
pengairan, dan iklim.
f. Hujan efektif (Re)
Curah hujan efektif diestimasikan untuk tahapan waktu mendatang, yang
diperkirakan secara konservatif dari curah hujan mempunyai probabilitas 80%,
R80. Mengapa sebagian dari air hjan yang jatuha akan mengalir ke system air
permukaan sebelum dapat dipergunakan secara efektif oleh tanaman, curah hujan
efektif diasumsikan sebesar 70% dari total curah hujan (Pedoman Direktorat
Jendral Pengairan, PSA – 0,10, 1985) yaitu :
Re = 0,7 x R80 ................................................................................................. (2.11)
Dimana
Re = hujan efektif
R80 = hujan andalan (mm)
g. Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air
Sesuai dengan standar perencanaan irigasi diperhitungkan 2 kali, masing-masing
adalah 50 mm/tengah bulan selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi
h. Perlokasi
Laju perlokasi sangat tergantung sifat-sifat tanah. Menurut standar perencanaan
irigasi, laju perlokasi berkisar antara 1-3 m/hari. Dalam studi ini ditetapkan
perlokasi sebesar 2 mm/hari.
i. Efisiensi Irigasi (e)
Efisiensi irigasi terdiri atas pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan
utama dan efisiensi di jaringan sekundr (dari bangunan pembagi sampai petak
sawah). Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu utama dari efektivitas suatu
sistem jaringan irigasi.
Penelitian-penelitian yang ada memperoleh nilai efisiensi irigasi yang terjadi. Rata-
rata efisiensi pengaliran di jaringan utama berkisar antara 70-80%, sedangkan di
tinggkat jaringan sekndr kurang lebih berkisar 70%. Efisiensi menyeluruh (overall)
dari daerah irigasi dapat diambil 50-60%

21
j. Pola Tanam
Golongan adalah pembagian kelompok dalam jaringan irigasi untuk menurunkan
nilai kebutuhan pada tiap persiapan lahan.
Staggering yaitu persiapan lahan yang dilakukan para petani secara gradual dalam
periode waktu tertentui pada setiap golongan. Golongan dicirikan dengan tahap
awal persiapan lahan (yang biasanya memerlukan air dalam jumlah besar) dan
periode staggering yaitu periode antara mulai bekerja petani pertama dan mulai
bekerja petani terakhir dalam sbuah golongan.

Kebutuhan air pertanian/irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman
dengan memperhatikan jumlah air yang diberika oleh alam melalu hujan dan kontribusi
air tanah (Sidharta,1997).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan air irigasi yaitu:

1. Pola tanam yang direncanakan


Pola tanam yang digunakan biasanya diambil dari kebiasaan petani menanami areal
persawahan, luasnya areal persawahan yang setiap petaknya sama-sama
memerlukan air untuk pertumbuhan tanaman mengharuskan pendistribusian air
diatur secara bijak dan merata, dalam hal ini diatur oleh BPSDA Bojonegoro (pola
tanam ideal)
2. Luas areal yang ditanami
Luas areal yang ditanami merupakan wilayah yang berada dalam jangkauan jaringan
irigasi dan menggunakan air dari jaringan irigasi tersebut.

Untuk mengetahui besarnya kebutuhan air juga dapat dilakukan dengan metode.
FPR/LPR.

2.7.1 FPR (Faktor Palawija Relatif)

Faktor Palawija Relatif merupakan perhitungan kebutuhan air irigasi yang


berkembang di Jawa Timur. Dalam situasi menipisnya sumber daya air di Jawa Timur
khususnya, perencanaan kebutuhan air merupakan faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusam dalam pengelolaan air yang tersedia. Berbagai jenis tanaman
untuk pertumbuhannya memerlukan kebutuhan air yang berbeda. Bila kebutuhan air
tersebut dibandingkan dengan kebutuhan air untuk tanaman polowijo, maka

22
nilai/angka-angka tersebut dinamakan koefisien tanaman atau luas polowijo relatif
(LPR) (Anonim, 2000). Cara perhitungan kebutuhan air tanaman di Jawa Timur untuk
memudahkan pelaksanaan di lapangan memakai metode Faktor Polowijo Relatif
(FPR). Metode ini merupakan perbaikan dari metode-metode yang telah diterapkan di
Negara Belanda, yaitu metode Pasten. Persamaan untuk metode FPR yaitu:

𝑄
𝐹𝑃𝑅 = ......................................................................................................... (2.12)
𝐿𝑃𝑅

Dengan

FPR : Faktor polowijo relatif (lt/dt/ha.pol)

Q : Debit air yang mengalir di sngai (m3/dt)

LPR : Luas polowijo relatif (ha.pol)

Tabel 2. 2 Nilai FPR Berdasarkan Berat Jenis Tanah

FPR (ltr/det/ha.pol)
Jenis Tanah
Air Kurang Air Cukup Air Memadai

Alluvial 0,18 0,18 - 0,36 0,36


Latosol 0,12 0,12 - 0,23 0,23
Grumosol 0,06 0,06 - 0,12 0,12
Giliran Perlu Mungkin Tidak
Sumber : DPU Tingkat Jawa Timur, 1997 dalam Amrina, 2013

2.7.2 LPR (Luas Palawija Relatif)

Pada dasarnya nilai LPR adalah perbandingan kebutuhan air antara jenis
tanaman satu dengan tanaman lainnya. Tanaman pembanding yang digunakan adalah
palawija yang mempunyai nilai 1 (satu). Semua kebutuhan tanaman yang akan dicari
terlebih dahulu dikonversi dengan kebutuhan air palawija akhirnya didapatkan satu
angka sebagai faktor konversi untuk setiap jenis tanaman (Huda, 2012: 14). Koefisien
pembanding ditunjukkan pada Tabel 2.3

Tabel 2. 3 faktor konversi tanaman

Jenis Tanaman Koefisien pembanding


Palawija 1
Padi rendeng

23
Jenis Tanaman Koefisien pembanding
a. persemaian/pembibitan 20
b. Garap/pengolahan tanah 6
c. pertumbuhan/pemeliharaan 4
padi gadu ijin Sama dengan padi rending
padi gadu tak ijin 1
tebu
bibit/muda 1.5
tua 1
tembakau/rosella 0
pengisian tambak (tambak sawah) 3

Pada metode ini harga dasar LPR ditentukan 1,0 (polowijo) berdasarkan pada
kebutuhan air tanaman polowijo dan faktor-faktor lain ditentukan berdasarkan jenis
tanaman dengan persamaan:

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿𝑃𝑅 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑥 𝐾 ....................................................................................... (2.13)

Dengan

Nilai LPR : nilai luas polowijo relatif (po.ha)

Luas : luas lahan yang ditanami (ha)

K : faktor tanaman (pol)

Kebutuhan air tanaman padi per hektar

a. Kebutuhan air pada masa pembibitan (umur sekitar 25 hari)

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑥 𝐾𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑏𝑖𝑡𝑎𝑛 𝑥 𝐹𝑃𝑅 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑖𝑏𝑖𝑡𝑎𝑛 𝑥 24 𝑗𝑎𝑚 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

b. Kebutuhan air pada masa garapan tanah (umur sekitar 7 hari)


𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑥 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑥 𝐹𝑃𝑅 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑝𝑎 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑥 24 𝑗𝑎𝑚 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
c. Kebutuhan air pada masa pertumbuhan (umur sekitar 90 hari)

𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑥 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑥 𝐹𝑃𝑅 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑥 24 𝑗𝑎𝑚 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

2.7.3 Perhitungan Debit Rencana

Angka Debit Rencana didapatkan dengan mengalikan LPR realisasi dengan


Faktor Palawija Relatif (FPR) pada tiap dekade. Secara teoritis, angka FPR tiap daerah

24
tidak berubah mengingat FPR adalah sebuah koefisien yang menggambarkan
kebutuhan air palawija secara relatif bagi Daerah Irigasi tertentu, yang didapat dari
pengamatan masing-masing Unit Pelaksana Teknis Daerah secara terus menerus.

2.8 Pola Tanam

Pola tanam (cropping pattern) adalah pengaturan jenis tanaman yang ditanam
pada suatu lahan dalam suatu kurun waktu tertentu. Yang dimaksud dengan jenis
tanaman adalah tanaman semusim atau tanaman setahun (annual crop) seperti padi,
jagung, kacang-kacangan, kedelai, ketela pohon, tebu dan sebagainya. Suatu kurun
waktu tertentu adalah batas waktu tertentu yaitu misalnya setahun, dua tahun atau tiga
tahun. Mulai dari permulaan sampai berakhirnya batas waktu dari suatu kurung waktu
tersebut merupakan suatu siklus tanam, sehingga kurung waktu berikutnya akan
merupakan ulangan dari siklus tata tanam sebelumnya. Ada beberapa pola tanam yang
biasa diterapkan adalah
1. Tumpang sari (intercropping), yaitu metode pola penanaman yang dilakukan
lebih dari satu jenis tanaman, dengan memiliki umut tanaman yang berbeda-
beda.
2. Tumpang gilir (Multiple Cropping), merupakan pola tanam yang dilakukan
secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain
untuk mendapatkan keuntungan. Contoh tanaman yang ditanam berupa padi,
kacang tanah dan ubi kayu.
3. Tanaman bersisipan (Relay Cropping). Pola tanam ini dilakukan dengan cara
menyisipkan satu atau bebrapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam
waktu tanaman yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh menanam
jagung harus disisipkan kacang tanah, waktu jagng menjelang panen disisipkan
kacang panjang.
4. Tanaman campuan (Mix cropping). Pola tanaman ini terdiri atas beberapa
tanaman yang tidak dilakukan pengaturan jarak tanam, yang manaf semua
tercampur menjadi satu lahan efisien. Contoh tanaman yang ditanam, jagung,
kedelai dan ubi kayu.
5. Pola tanaman rotasi, pola tanaman yang dikembangkan dengan cara
menggantikan tanaman setiap musim budidaya yang bertujuan meningkatkan
produktifitas lahan pertanian.

25
Penentuan pola tanam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air, sehingga ketika
waktu defisit air penentuan pola tanam akan berbeda jika air dapat ditambahkan ataupun
tidak dapat diberikan penambahan air. Pola tanam juga mempunyai tujuan dalam
memanfaatkan persediaan air irigasi seefektif mungkin, sehingga pada saat tiba musim
kemarau lahan tetap ditanami tanpa harus memikirkan keberadaan air sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan baik, beberapa pola tanam ada yang membutuhkan jumlah air yang
cukup banyak ada pula pola tanam yang penanamannya membutuhkan air yang sedikit
oleh karena itu dalam satu tahun harus melihat ada/tidaknya air (ketersediaan air) pada
daerah irigasi. Pada umumnya pola tanam diberikan seperti

Tabel 2. 4 Bentuk Pola Tanam

Ketersediaan air untuk jaringan irigasi Pola tanam dalam satu tahun
Tersedia air dalam jumlah banyak Padi – padi – palawija
Tersedia air dalam jumlah cukup Padi – padi – bera
Padi – palawija – padi
Daerah yang sedang kekurangan air Palawija – padi – bera
Sumber : Edisono dkk, 1997 : hal 25

Pola tanam tanam yang direncanakan untuk suatu daerah irigasi merupakan jadwal
tanam yang disesuaikan dengan ketersediaan air. Secara umum pola tanam dimaksudkan
untuk:

a. Menghindari ketidak seragaman tanaman


b. Melaksanakan waktu tanam sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan

2.9 Optimasi Pengaturan Release Waduk

Fungsi tujuan optimasi adalah memaksimalkan hasil atau unjuk kerja yang
diharapkan dari sistem secara keseluruhan (Samosir dkk., 2015) metode yang digunakan
dalam menghitung besarnya release waduk optimal adalah SOR. Dalam studi ini ada
enam faktor yang diperhitungkan dalam operasi waduk untuk menentukan actual
release uang optimal (R), yaitu tampungan air (S), tampungan air minimum (DS), inflow
(I), total release air irigasi, evaporasi dari tampungan air waduk (E) dan limpasan dari
pelimpah (SP). Skema metode SOR dijelaskan pada Gambar 1 (Jayadi, 2012) dengan
menggunaka persamaan 6 (Sudjawadi, 2008).

𝑆𝑡 + 1 = 𝑆𝑡 + 𝐼𝑡 – 𝑂𝑡 – 𝐸𝑡 – 𝑆𝑃𝑡 ..................................................................... (2.4)

26
Dengan :

St+1 = tampungan waduk akhir tengah bulan ke-t (MCM)

St = tampungan waduk awal tengah bulan ke-t (MCM),

It = inflow tengah bulan ke-t (MCM)

Ot = outflow waduk melalui saluran pengambilan pada tengah bulan ke-t (MCM)

Et = volume penguapan pada tengah bulan ke-t

SPt = limpasan pada pelimpah pada tengah bulan ke-t

t = periode release tengah bulan ke-t

Prinsip dari Gambar 1 adalah simulasi dilakukan dengan trial untuk nilai release
waduk yang merupakan outflow sehingga kriteria optimal penggunaan air yang
ditetapkan dapat dicapai. Berdasarkan Gambar 1 dapat diambil empat kondisi tampungan
waduk yang dirumuskan pada persamaan 7 sampai dengan persamaan 10 sebagai berikut.

1. Kondisi tanpa release


ARt = 0, jika St + It – Et ≤ DS.......................................................................... (2.5)
2. Kondisi release tidak mencukupi
ARt = St + It – Et – DS, jika DS < St + It + Et ≤ DS + TRt.............................. (2.6)
3. Kondisi release terpenuhi
ARt = TRt , jika DS + TRt < St + It – Et ≤ K + TRt.......................................... (2.7)
4. Kondisi outflow
ARt = St + It – Et – K jika St + It – Et > K + TRt ............................................. (2.8)
Dengan :
TRt = target release periode t (MCM)
ARt = actual release yang terjadi periode t (MCM)
St = volume tampungan periode t (MCM)
It = inflow periode t (MCM)
Et = evaporasi periode t (MCM)
DS = dead storage atau minimum storage (MCM)
K = kapasitas tampungan waduk (MCM)
t = periode release ke -t.

27
Dalam metode simulasi operasi waduk untuk mencapai hasil optimal, beberapa
kriteria yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam optimasi alokasi air irigasi
adalah sebagai berikut :
1. Pencapaian intensitas tanam pada Musim Tanam (MT) I, II, III.
2. Faktor pemenuhan kebutuhan air dihitng dengan persamaan 11
𝐴𝑅𝑡 𝐼𝑟𝑖𝑔𝑎𝑠𝑖
𝐾𝑡 𝑖𝑟𝑖𝑔𝑎𝑠𝑖 = ................................................................................ (2.9)
𝑇𝑅 𝑖𝑟𝑖𝑔𝑎𝑠𝑖

Dengan
k = faktor pemenuhan kebutuhan air
TRt = target release periode t (MCM)
ARt = actual release yang terjadi periode t (MCM)
t = periode release ke t
3. Tingkat keandalan waduk atau reliabilitas suplai air dihitung dengan persamaan
12
𝑛 𝑖𝑟𝑖𝑔𝑎𝑠𝑖
𝑅𝐼 𝑖𝑟𝑖𝑔𝑎𝑠𝑖 = 𝑥 100% ................................................................... (2.10)
𝑁

Dengan :
RI = tingkat keadalan operasi waduk (%)
n = jumlah kejadian target release tercapai selama periodesimulasi,
N = panjang data periode simulasi
2.10 Perhitungan Luas Daerah Irigasi Yang Dapat Diairi

Perhitungan luas daerah irigasi didasarkan pada keseimbangan air yang


dimaksudkan adalah keseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Bila telah
diketahui ketersediaan air (m3/dt) dan kebutuhan air irigasi (liter/dt/ha) maka dengan
keseimbangan air ini didapat luas yang dapat diairi. Luas areal sawah yang dapat diairi
bergantung pada jumlah debit yang tersedia pada sumber dan kebutuhan air untuk
tanaman (NFR). Secara umum dapat ditulis sebagai berikut :

𝑄
𝐴 = .................................................................................................................... (2.11)
𝐷𝑅

Dimana :

A = luas areal yang dapat diairi (ha)

Q = debit yang tersedia (lt/dt)

DR = kebutuhan air normal di bangunan sadap (lt/dt/ha)

28

Anda mungkin juga menyukai