Anda di halaman 1dari 117

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar
tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat
bertahan hidup lebih dari 4 – 5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga
dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang
ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian,
pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain (Chandra, 2007).
Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uas air). Air
merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam
ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus H2O, satu
atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar (Indarto, 2010).
Air merupakan zat yang luar biasa sebagai rahmat dari Allah SWT. Air
dapat mengalir, bergolak, berputar melalui berbagai hambatan terhadap aliran
yang dilalui. Keberadaan air di alam ini sangat tergantung kepada lingkungan
alam sekitarnya dan daerah yang dilaluinya, yang secara terus menerus mengalir
mengikuti siklus hidrologi atau siklus air yang bergerak dari laut ke daratan dan
kembali lagi ke lautan dan seterusnya. Air dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan mulai untuk kebutuhan irigasi, pertanian, kehutanan, industri,
pariwisata, air minum dan masih banyak lagi kegiatan yang dapat memanfaatkan
air untuk berbagai keperluan (Djoko M. H., 2016).
Air baku adalah air yang menjadi bahan baku utama air olahan untuk
kegunaan tertentu. Kegunaan air baku terbesar adalah untuk air minum. Dalam PP
Nomor 16 tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, air baku air minum
dapat dari sumber air permukaan, cekungan air tanah, dan atau air hujan yang
memenuhi baku mutu tertentu.
Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air
minum. Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam

1
penyediaan dan pengolahan air bersih. Berdasarkan SNI 6774:2008 tentang
spesifikasi unit paket instalasi pengolahan air dan SNI 6774:2008 tentang tata cara
perencanaan unit paket instalasi pengolahan air pada bagian istilah dan definisi
yang disebut dengan air baku yaitu air yang berasal dari sumber air permukaan,
cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum (S.Novita, 2013).
Penyediaan air baku khususnya untuk pemenuhan air baku sehari-hari bagi
penduduk di Desa Cinengah yang tidak terlayani sistem penyediaan air minum
PDAM, sehingga kebutuhan air baku rumah tangga di lokasi tersebut merupakan
prioritas utama. Sumber air permukaan yang cukup layak dan potensial bagi
penyediaan air baku rumah tangga termasuk dalam lingkup pekerjaan yang harus
dilakukan. Menyediakan bangunan insfrastruktur yang akan mensuplai kebutuhan
air bersih kepada masyarakat sangat diharapkan dapat membantu keberlangsungan
hidup mereka.
Dengan makin meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk maka
kebutuhan air baku semakin meningkat serta ketersediannya semakin berkurang.
Untuk memenuhi kekurangan air baku di Desa Cinengah, terdapat sumber air
yang telah diidentifikasi serta mempunyai potensi untuk dijadikan air baku
perdesaan yaitu mata air Curug Goong yang terletak di Desa Cinengah. Oleh
karena itu maka perlu untuk dilakukan desain pemenuhan kebutuhan air baku
serta merencanakan sarana dan prasarana yang meliputi jaringan distribusi air
baku yang dibutuhkan agar dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana sumber
air untuk kebutuhan penduduk dan keperluan lainnya.
Hal utama yang harus dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi dan
menghitung besaran debit yang tersedia pada sumber air yang ada dan membuat
proyeksi kebutuhannya untuk masa yang akan datang. Air hujan juga dapat
dimanfaatkan sebagai air baku guna mengantisipasi apabila ketersediaan air dari
sumber mata air tidak mencukupi. Wilayah layanan distribusi meliputi Desa
Cinengah, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Desain Bangunan Prasarana Air Baku Dengan Sumber
Pemanfaatan Mata Air & Air Hujan”.

2
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk yang semakin besar dan berbagai kegiatan masyarakat
membutuhkan pemenuhan sumberdaya air baku.
2. Air permukaan merupakan sumber utama bagi pemenuhan kebutuhan air baku
di masyarakat.
3. Belum diketahui debit air baku di Desa Cinengah, Kecamatan Rongga,
Kabupaten Bandung Barat.
4. Belum adanya bangunan infrastruktur untuk mensuplai kebutuhan air bersih di
Desa Cinengah, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka permasalahan yang akan
diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa kebutuhan air domestik di Desa Cinengah, Kecamatan Rongga,
Kabupaten Bandung Barat pada saat ini hingga 20 tahun ke depan ?
2. Berapa debit air dari mata air Curug Goong yang merupakan sumber air
terdekat di Desa Cinengah, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat ?
3. Bagaimana sistem dan pola jaringan perpipaan untuk distribusi air baku di
Desa Cinengah, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat ?
4. Bagaimana gambar desain bangunan prasarana air baku di Desa Cinengah,
Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat?

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian


Berdasarkan pendahuluan dan perumusan masalah yang telah dijelaskan di
atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung kebutuhan air baku penduduk di Desa Cinengah serta
memproyeksikannya hingga 10 sampai dengan 20 tahun kedepan.
2. Menganalisis ketersediaan air atau debit yang ada di mata air guna mensuplai
kebutuhan air penduduk di Desa Cinengah Kecamatan Rongga Kabupaten
Bandung Barat.

3
3. Menentukan pola jaringan perpipaan untuk distribusi air baku ke Desa
Cinengah.
4. Membuat gambar desain bangunan prasarana air baku diantaranya bangunan
pengambilan (broncaptering), bangunan bak penampung air (reservoir), dan
hidran umum dengan metode ABSAH untuk mensuplai air baku ke penduduk
di Desa Cinengah.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah mampu menjadi sebuah kajian yang
relevan untuk pemenuhan kebutuhan air baku penduduk sehingga suatu saat
dapat menjadi salah satu sumber referensi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu mampu membuat gambaran dan
masukan yang berguna untuk perencanaan penyediaan air baku dimasa yang
akan datang sehingga kebutuhan air penduduk dapat terpenuhi dengan sistem
jaringan distribusi yang baik.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian perencanaan air baku ini terletak di Desa Cinengah,
Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
2. Waktu Penelitian
Lama rencana penelitian + 4 hingga 6 bulan. Studi literatur dilakukan di bulan
September, lalu dilanjutkan dengan pengambilan data sekunder dari instansi
terkait. Seminar topik khusus telah di lakukan pada bulan Februari dan sidang
akhir pada bulan Agustus 2022.

4
1.7 Sistematika Penulisan
Berdasarkan dari aturan penulisan ilmiah sistematika penulisan dibuat agar
mempermudah penyampaian informasi-informasi secara beruntun dari penelitian
yang akan dilakukan. Sistematika penulisan pada penelitian ini dibagi menjadi
beberapa bab, antara lain:
BAB I Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian mengenai
kebutuhan air penduduk dan sistem distribusinya. Dijelaskan pula
rumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat praktis dan teoritis dari
penelitian. Sub bab terakhir mencantumkan lokasi dan lamanya waktu
penelitian dari awal dimulainya penelitian hingga selesai.
BAB II Kajian Pustaka
Bab ini menampilkan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
menjelaskan mengenai teori dan rumus yang relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan dan nantinya akan berguna sebagai bahan
pendukung dalam proses analisis penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini menampilkan lokasi daerah penelitian serta menjelaskan tahapan-
tahapan penelitian secara sistematis, dimulai dari justifikasi, pengambilan
data, metode analisis perhitungan, dan penggambaran hingga penarikan
kesimpulan yang tergambar dalam bentuk bagan alir.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Air Baku


2.1.1 Definisi Air Baku
Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam
industri air minum. Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu
proses dalam penyediaan dan pengolahan air bersih. Berdasarkan SNI
6774:2008 tentang spesifikasi unit paket instalasi pengolahan air dan SNI
6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air
pada bagian istilah dan definisi yang disebut dengan air baku yaitu air yang
berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan
yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air
minum (sumber: S Novita, USU). Sumber air baku bisa berasal dari sungai,
danau, sumur air dalam, mata air, air hujan dan bisa juga dibuat dengan cara
membendung air buangan atau air laut. Sumber air yang layak harus
berdasarkan ketentuan berikut:
a. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan.
b. Kondisi iklim
c. Tingkat kesulitan pada pembangunan intake.
d. Tingkat kesalamatan operator.
e. Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan untuk IPA.
f. Kemungkinan terkontaminasinya sumber air pada masa yang akan
datang.
g. Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan datang.

Dalam jumlah air yang kecil, air bawah tanah, termasuk air yang
dikumpulkan dengan cara rembesan, bisa dipertimbangkan sebagai sebuah
sumber air. Dimana kualitas sumber air bawah tanah secara umum sangat
baik bagi air permukaan dan di beberapa tempat yang memiliki musim
dingin yang bisa memanfaatkan salju sebagai suber air. Hal ini adalah

6
menghemat biaya operasional dan pemeliharaan karena secara umum
kualitas air bawah tanah sangat baik sebagai air baku.
2.1.2 Karakteristik Air Baku
Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya maka kualitasnya pun harus
memenuhi standar yang berlaku. Dalam hal air bersih, sudah merupakan
praktek pada umumnya bahwa dalam menetapkan kualitas dan karakteristik
untuk mendapatkan air baku dengan mutu tertentu (standar kualitas air).
Maka untuk mendapatkan gambaran yang nyata tentan karakteristik air
baku, maka kita memerlukan pengukuran sifat-sifat air yang disebut
parameter kualitas air. Standar kualitas air adalah baku mutu ditetapkan
berdasarkan sifat-sifat fisika, kimia, radioaktif maupun bakteriologis yang
menunjukkan persyaratan kualitas air tersebut. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 81 Tahun 2001 tentang pengolahan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air. Air menurut kegunaannya digolongkan
menjadi:
Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum
atau peruntukkanlain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Kelas II : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas III : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

2.2 Sumber Air Baku dari Mata Air


Mata air adalah tempat air tanah muncul di permukaan tanah. Perlu kehati-
hatian dalam merencanakan bangunan penangkap mata air agar tidak
menimbulkan tekanan yang berlebihan sehingga mata air hilang atau bergeser dan

7
muncul di lain tempat karena mendapatkan celah atau retakan tanah yang lebih
mudah diterobos.
Dari sisi pengolahan, sumber air jenis ini biasanya hanya memerlukan
pengolahan sederhana, dengan melakukan penyaringan sederhana (saringan pasir
lambat).

2.3 Sumber Air Baku dari Air Hujan


Air hujan dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber alternatif
guna memenuhi kebutuhan air bersih. Upaya pengelolaan air hujan untuk
pemenuhan kebutuhan air bersih harus dilakukan, karena bisa bermanfaat untuk
cadangan air bersih di saat kekurangan air dari sumber mata air. Selain itu air
hujan yang tertampung dengan baik bisa dikelola sehingga dapat mengurangi
kemungkinan ancaman banjir, mengurangi potensi kekeringan di saat musim
kemarau, dan meningkatkan kualitas lingkungan serta kualitas hidup masyarakat. 
Air hujan di Indonesia rata-rata mempunya pH (potential Hydrogen) di
kisaran 7,2–7,4. Artinya, secara kualitas masih layak dikonsumsi, namun hanya
diperlukan perbaikan pH air dengan pembubuhan kapur dengan dosis rendah.
2.3.1 Kualitas Air Hujan
Kualitas air hujan umumnya sangat tinggi (UNEP, 2001). Air hujan
hampir tidak mengandung kontaminan, oleh karena itu air tersebut sangat
bersih dan bebas kandungan mikroorganisme. Namun, ketika air hujan
tersebut kontak dengan permukaan tangkapan air hujan (catchment), tempat
pengaliran air hujan (conveyance) dan tangki penampung air hujan, maka air
tersebut akan membawa kontaminan baik fisik, kimia maupun mikrobiologi.
Beberapa literatur menunjukkan simpulan yang berbeda mengenai
kualitas PAH dari atap rumah. Kualitas PAH sangat bergantung pada
karakteristik wilayah PAH seperti topografi, kondisi cuaca, tipe wilayah
tangkapan air hujan, tingkat pencemaran udara, tipe tangki penampungan
dan pengelolaan air hujan (Kahinda et al., 2007). Menurut Horn dan
Helmreich (2009), di daerah pinggiran kota atau di pedesaan, umumnya air
hujan yang ditampung sangat bersih, tetapi di daerah perkotaan dimana
banyak terdapat area industri dan padatnya arus transportasi, kualitas air

8
hujan sangat terpengaruh sehingga mengandung logam berat dan bahan
organik dari emisi gas buang. Selain industri dan transportasi, permukaan
bahan penangkap air hujan juga mempengaruhi kualitas airnya.

2.4 Air Minum


Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/2010 Pasal 3, “Air minum aman
bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan
radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan tambahan”.
Persyaratan fisika, yaitu:
a. Tidak berbau.
b. Jumlah zat padat yang terlarut, kurang dari 500 mg/L.
c. Kekeruhan, kurang dari 5 skala NTU.
d. Tidak berasa.
e. Suhu 0ºC, suhu udara ±3ºC.
f. Tidak berwarna, kurang dari 15 skala NCU.
Persyaratan kimia, yaitu:
a. pH 6,5-8,5.
b. Kadar kimia anorganik dan kimia organik, sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan no. 492/2010 (terlampir).
Persyaratan mikrobiologi, yaitu:
a. Koliform tinja (E. Coli), 0 per 100ml.
b. Total koliform, 0 per 100ml.
Persyaratan radioaktif, yaitu:
a. Aktifitas alpha, kurang dari 0,1 Bg/L.
b. Aktifitas beta, kurang dari 1,0 Bg/L.

2.5 Persyaratan Penyediaan Air Bersih


a. Persyaratan Kualitas
Persyaratan kualitas menggambarkan mutu dari air baku. Dalam
Modul Gambaran Umum Penyediaan dan Pengolahan Air Minum

9
Edisi Maret 2003 dinyatakan bahwa persyaratan kualitas air bersih
adalah sebagai berikut:

1. Persyaratan fisik
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa.
Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara

atau kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas

yang diperbolehkan adalah 25oC ± 30oC.


2. Persyaratan kimiawi
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam
jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara
lain adalah: pH, total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan,
kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn),
chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.
3. Persyaratan bakteriologis
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik
yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai
dengan tidak adanya bakteri E. coli atau fecal coli dalam air.
4. Persyaratan radioaktifitas
Persyaratan radioaktifitas mensyaratkan bahwa air bersih tidak
boleh mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang
mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.
b. Persyaratan Kuantitas
Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau
dari banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah
dan jumlah penduduk yang akan dilayani.
Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih
yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air
bersih. Kebutuhan air bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada

10
letak geografis, kebudayaan, tingkat ekonomi, dan skala perkotaan
tempat tinggalnya.
c. Persyaratan Kontinuitas
Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan
fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau
maupun musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air
bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan,
kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak
dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk
menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan
cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air.
Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu
pada jam-jam aktifitas kehidupan, yaitu pada pukul 06.00 – 18.00.
Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan dan
pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu,
diperlukan pada waktu yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan
reservoir pelayanan dan fasilitas energi yang siap setiap saat. Sistem
jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran
tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt.
Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau
ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang
diperbolehkan.
d. Persyaratan Tekanan Air
Konsumen memerlukan sambungan air dengan tekanan yang cukup,
dalam arti dapat dilayani dengan jumlah air yang diinginkan setiap
saat. Untuk menjaga tekanan akhir pipa di seluruh daerah layanan,
pada titik awal distribusi diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk
mengatasi kehilangan tekanan karena gesekan, yang tergantung
kecepatan aliran, jenis pipa, diameter pipa, dan jarak jalur pipa
tersebut.
Dalam pendistribusian air, untuk dapat menjangkau seluruh area
pelayanan dan untuk memaksimalkan tingkat pelayanan maka hal

11
wajib untuk diperhatikan adalah sisa tekanan air. Sisa tekanan air
tersebut paling rendah adalah 5 mka (meter kolom air) atau 0,5 atm
(satu atm = 10 m), dan paling tinggi adalah 22 mka (setara dengan
gedung 6 lantai).
Menurut standar dari DPU, air yang dialirkan ke konsumen
melalui pipa transmisi dan pipa distribusi, dirancang untuk dapat
melayani konsumen hingga yang terjauh, dengan tekanan air
minimum sebesar 10 mka atau 1 atm. Angka tekanan ini harus dijaga,
idealnya merata pada setiap pipa distribusi. Jika tekanan terlalu tinggi
akan menyebabkan pecahnya pipa, serta merusak alat-alat plambing
(kloset, urinoir, faucet, lavatory, dll). Tekanan juga dijaga agar
tidak terlalu rendah, karena jika tekanan terlalu rendah maka akan
menyebabkan terjadinya kontaminasi air selama aliran dalam pipa
distribusi.

2.6 Sistem Distribusi Air


Sistem distribusi adalah sistem yang langsung berhubungan dengan
konsumen, yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang telah
memenuhi syarat ke seluruh daerah pelayanan. Sistem ini meliputi unsur
sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran, tekanan tersedia,
sistem pemompaan (bila diperlukan), dan reservoir distribusi (Enri Damanhuri,
1989).
Sistem distribusi air minum terdiri atas perpipaan, katup-katup, dan
pompa yang membawa air yang telah diolah dari instalasi pengolahan menuju
pemukiman, perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air. Juga
termasuk dalam sistem ini adalah fasilitas penampung air yang telah diolah
(reservoir distribusi), yang digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari
suplai instalasi, meter air untuk menentukan banyak air yang digunakan, dan
keran kebakaran.
Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi adalah
tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi (kontinuitas
pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi

12
pengolahan. Tugas pokok sistem distribusi air bersih adalah menghantarkan air
bersih kepada para pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap memperhatikan
faktor kualitas, kuantitas dan tekanan air sesuai dengan perencanaan awal.
Faktor yang didambakan oleh para pelanggan adalah ketersedian air setiap
waktu.
Suplai air melalui pipa induk mempunyai dua macam sistem; yaitu
(Kamala, 1999)
1. Continuous system
Dalam sistem ini air minum yang disuplai ke konsumen mengalir terus
menerus selama 24 jam. Keuntungan sistem ini adalah konsumen setiap
saat dapat memperoleh air bersih dari jaringan pipa distribusi diposisi pipa
manapun. Sedang kerugiannya pemakaian air akan cenderung akan lebih
boros dan bila terjadi sedikit kebocoran saja, maka jumlah air yang hilang
akan sangat besar jumlahnya.
2. Intermitten system
Dalam sistem ini air bersih disuplai 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4 jam pada
sore hari. Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap saat
mendapatkan air dan perlu menyediakan tempat penyimpanan air dan bila
terjadi kebocoran maka air untuk fire fighter (pemadam kebakaran) akan sulit
didapat. Dimensi pipa yang digunakan akan lebih besar karena kebutuhan air
untuk 24 jam hanya disuplai dalam beberapa jam saja. Sedang keuntungannya
adalah pemborosan air dapat dihindari dan juga sistem ini cocok untuk
daerah dengan sumber air yang terbatas.

2.7 Sistem Pengaliran Air Baku


Untuk mendistribusikan air minum kepada konsumen dengan kuantitas,
kualitas dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik,
reservoir, pompa dan peralatan yang lain. Metode dari pendistribusian air
tergantung pada kondisi topografi dari sumber air dan posisi para
konsumen berada. Menurut Howard S Peavy, 1985 sistem pengaliran yang
dipakai adalah sebagai berikut :
a. Cara Gravitasi

13
Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air
mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan,
sehingga tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini
dianggap cukup ekonomis, karena hanya memanfaatkan beda
ketinggian lokasi.
Total energy

Reservoir
WTP City
(a)

Gambar 2.1. Sistem Pengaliran Cara Gravitasi

b. Cara Pemompaan
Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan
yang diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi
ke konsumen. Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber
air atau instalasi pengolahan dan daerah pelayanan tidak dapat
memberikan tekanan yang cukup.

Total energy

UCD
WTP City
Pump

Water
tower
(b)
Gambar 2.2. Sistem Pengaliran Cara Pemompaan

14
c. Cara Gabungan
Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan
tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada
kondisi darurat, misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya
energi. Selama periode pemakaian rendah, sisa air dipompakan
dan disimpan dalam reservoir distribusi. Karena reservoir
distribusi digunakan sebagai cadangan air selama periode
pemakaian tinggi atau pemakaian puncak, maka pompa dapat
dioperasikan pada kapasitas debit rata-rata.

Total Energy

Reservoir

City
Pump

Gambar 2.3. Sistem Pengaliran Cara Gabungan

2.8 Analisis Jaringan Pipa Distribusi Air


Analisis jaringan pipa perlu dilakukan dalam pengembangan suatu jaringan
distribusi maupun perencanaan suatu jaringan pipa baru. Sistem jaringan
perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Ukuran
pipa harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam
sistem harus tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat
ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan
minimum yang diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis sistem jaringan pipa
distribusi air baku :
1. Peta distribusi beban, berupa peta tata guna lahan, kepadatan dan batas
wilayah. Juga mempertimbangkan dari kebutuhan area pelayanan.

15
2. Daerah pelayanan sektoral dan besar beban. Juga titik sentral pelayanan
(junction points).
3. Kerangka induk, baik pipa induk primer maupun pipa induk sekunder.
4. Untuk sistem induk, ditentukan distribusi alirannya berdasarkan debit
puncak.
5. Pendimensian (dimensioneering). Dengan besar debit diketahui, dan
kecepatan aliran yang diijinkan, dapat ditentukan diameter pipa yang
diperlukan.
6. Kontrol tekanan dalam aliran distribusi, menggunakan prinsip
kesetimbangan energi. Kontrol atau analisa tekanan ini dapat dilakukan
dengan beberapa metode, disesuaikan dengan rangka distribusi.
7. Detail sistem pelayanan (sistem mikro dari distribusi) dan perlengkapan
distribusi (gambar alat bantu).
8. Gambar seluruh sistem, berupa peta tata guna lahan, peta pembagian
distribusi, peta kerangka, peta sistem induk lengkap, gambar detail sistem
mikro.
Pada saat ini, tingkat kerumitan real system telah melebihi kemampuan
engineer untuk memodelkan setiap valve, bend, fitting dan setiap
kemungkinan operasional yang akan terjadi dalam suatu jaringan distribusi air
bersih.
Pertanyaan dalam menganalisis suatu jaringan distribusi air bersih adalah
bagaimana menggabungkan teknik numerik dan mewujudkannya dalam model
komputer dengan deskripsi yang sederhana sehingga model tersebut dapat
digunakan dengan tingkat keyakinan yang tinggi. Mengembangkan model
sistem distribusi air sangat berbeda dengan menuliskan program untuk
menyelesaikan permasalahan debit pada jaringan pipa.
Pada jaringan pipa, selalu diasumsikan bahwa karakteristik pipa telah
diketahui demikian pula dengan kebutuhan air. Pada pengembangan model
sistem distribusi, metode untuk menentukan pemakaian air dan karakteristik pipa
didiskusikan seiring dengan bagaimana mengatur seluruh data yang terlibat
dalam menganalisis sistem distribusi air. Pertanyaan kemudian yang timbul

16
adalah bagaimana memadatkan sistem yang sedemikian luas ke dalam suatu
program komputer yang dapat diterima keakurasiannya.
2.8.1 Head Loss Pada Instalasi Pipa
Pada setiap instalasi pipa air bertekanan pasti akan mengalami head
loss. Head loss adalah penurunan tekanan pada fluida yang mengalir di
dalam pipa. Head loss pada instalasi pipa disebabkan oleh beberapa hal,
secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu major head loss dan minor head
loss. Major head loss disebabkan oleh gesekan antara fludia yang mengalir
dengan
dinding
pipa
dan  minor
head
loss disebabkan oleh beberapa hal antara lain, aliran masuk fluida ke dalam
pipa (inlet), aliran keluar fluida dari pipa (outlet), sambungan pipa/ fitting
atau sambungan pipa tanpa fitting/ butt fusion, dan yang terakhir
katup/ valve. Dibawah ini merupakan gambar yang menjelaskan tentang
posisi terjadinya head loss pada sebuah instalasi perpipaan.

Gambar 2.4. Sistem Pengaliran Cara Gabungan


Major head loss dapat dihitung dengan menggunakan rumus persamaan dari
Hazen-Williams yang dapat dilihat dibawah ini.

Dengan keterangan:
hf        = Kehilangan tekanan/ head loss (m)

17
C         = Koefisien pipa (Pipa PVC, PE, PPR = 150)
Q         = Debit air (lt/s)
d          = Diameter pipa (mm)
L          = Panjang instalasi pipa (m)

Perhitungan diatas hanya berlaku untuk instalasi pipa lurus tanpa ada
penggunaan fitting. Jika instalasi pipa terdapat fitting (belokan dan
percabangan) ataupun terdapat aksesoris seperti valve maka perhitungan
perlu ditambahkan koefisien kehilangan teknanan dari penggunaan fitting
atau aksesoris pipa (minor head loss) yang besarnya disebut k value.
k value atau nilai k dipengaruhi dari bentuk fitting, jenis fititng serta bentuk
dari beberapa aksesoris perpipaan yang akan mempengaruhi aliran fluida
yang ada didalam pipa. Nilai k adalah sebuah koefisien yang telah
ditentukan oleh para ahli. 
2.9 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi
ke atmosfer dan kemudian kembali lagi ke bumi. Air yang terdapat di permukaan
tanah dan laut akan menguap ke udara. Uap air tersebut naik ke atmosfer
mengalami kondensasi dan berubah bentuk menjadi awan hujan yang jatuh
kepermukaan laut dan daratan. Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh tumbuhan
(intersepsi) dan selebihnya sampai ke permukaan tanah. Sebagian air hujan
sampai kepermukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian
lainnya mengalir diatas permukaan tanah (aliran permukaan atau surface runoff)
mengisi cekungan tanah, danau dan masuk ke sungai dan akhirnya mengalir ke
laut. Air yang meresap kedalam tanah sebagian mengalir di dalam tanah
(perkolasi) mengisi air tanah yang kemudian keluar sebagai mata air atau
mengalir ke sungai. Akhirnya aliran air di sungai akan sampai ke laut. Proses
tersebut berlangsung terus menerus yang disebut dengan siklus hidrologi.

18
Gambar 2.5. Siklus Hidrologi
2.9.1 Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi digunakan untuk memprediksi debit air yang masuk
pada kala ulang 5 tahun atau 10 tahun. Analisa hidrolika ini juga digunakan
untuk menentukan kapasitas saluran dengan memperhatikan sifat-sifat
hidrolika yang terjadi pada daerah aliran kali pacal tersebut. Sifat-sifat
tersebut meliputi jenis aliran (steady atau unsteady), angka kekasaran
(manning) dan sifat alirannya (kritis, subkritis dan superkritis).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kala ulang berapa tahun
debit maksimum saluran akan terlampaui dan untuk mengetahui kapasitas
saluran drainase di wilayah aliran kali pacal berdasarkan analisis hidrologi
dan hidrolika menggunakan menggunkan 3 metode perhitungan yaitu
metode harpers, metode rasional dan metode melchoir.

2.10 Hidrometri
Hidometri adalah cabang ilmu (kegiatan) pengukuran air, atau pengumpulan
dan dasar bagi analisis hidrologi (Harto,1993). Dalam pengertian sehari-hari,
kegiatan hidrometri pada sungai diartikan sebagai kegiatan untuk mengumpulkan
data mengenai sungai, baik yang menyangkut tentang ketinggian muka air
maupun debit sungai serta serdimentasi atau unsur aliran lain. Beberapa
pengukuran yang dilakukan dalam kegiatan hidrometri adalah sebagai berikut :
a. Kecepatan aliran

19
Kecepatan aliran merupakan komponen aliran yang sangat penting. Hal ini
disebabkan oleh pengukuran debit secara langsung pada suatu penampang
sungai tidak dapat dilakukan (paling tidak dengan cara konvensional).
Kecepatan ini diukur dalam dimensi satuan panjang suatu waktu, umumnya
dinyatakan dalam meter/detik (m/d). Pengukuran kecepatan aliran dapat
dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah pengukuran dengan
pelampung (float). Pelampung digunakan sebagai alat pengukur kecepatan
aliran apabila diperlukan kecepatan aliran dengan tingkat ketelitian relative
kecil.
b. Pengukuran tinggi muka air
Pengukuran luas penampang memerlukan tinggi muka air, pengukuran tinggi
muka air dapat dilakukan dengan bermacam-macam alattergantung dari
kondisi aliran sungai yang akan diukur. Pengukuran tinggi muka air dapat
diketahui dengan alat perum gema (Echo Sounder).
c. Pengukuran lebar aliran
Pengukuran lebar aliran juga digunakan untuk mengetahui lebar dasar saluran
yang nantinya digunakan mendapatkan luas penampang. Pengukuran lebar
aliran dilaksanakan menggunakan alat perum gema (Echo Sounder).
d. Pengukuran debit
Debit (discharge) atau besarnya aliran sungai (stream flow) adalah volume
aliran yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai persatuan
waktu. Biasanya debit dinyatakan dalam satuan m3 /d atau liter/detik. Aliran
adalah pergerakan air di dalam alur sungai. Pada dasarnya perhitungan debit
adalah pengukuran luas penampang, kecepatan aliran, dan tinggi muka air.
Rumus yang umumnya digunakan adalah :

20
2.11 Ketersediaan Air
Ketersediaan air (Triatmodjo;2008;303) adalah jumlah air (debit) yang
diperkiraka terus menerus ada di suatu lokasi (bendung atau bangunan air lainnya)
di sungai dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu (periode) tertentu.
Sebenarnya cukup banyak model yang bisa dipakai untuk menganalisa
ketersediaan air, hanya saja untuk kondisi di Indonesia sebaiknya menggunakan
model Mock, seperti yang disarankan oleh Direktorat Jendral Pengairan dalam
Pedoman Study Proyek-Proyek Pengairan pada PSA 003 (1985). Hal ini karena
Dr. Mock menurunkan model ini setelah mengadakan penelitian di Indonesia.
Sehingga model ini dikenal dengan menggunakan parameter yang cukup lengkap
yang sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Metoda Mock dikembangkan
oleh Dr. F. J. Mock (Mock 1973) berdasarkan daur hidrologi/siklus hidrologi.
Metoda Mock dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Metoda
Mock ini lebih jauh lagi bisa memprediksi besarnya debit. Data-data yang
dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan metoda Mock ini adalah:
a. Data Meteorologi
Dalam Metoda Mock, data-data meteorologi yang dipakai adalah data
bulanan rata-rata untuk menghitung debit bulanan rata-rata dan data
harian rata-rata untuk menghitung debit harian rata-rata.
b. Data persipitasi
Persipitasi adalah nama lain dari uap yang mengkondensasi dan jatuh
ketanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. Persipitasi yang ada di
bumi ini antaranya berupa hujan, hujan es, salju dan embun. Sebagai
input metode Mock, data hujan yang digunakan adalah rata-rata hujan
bulanan dari sejumlah stasiun penangkar yang ada pada daerah kajian.
Salah satu cara yang banyak digunakan adalah metode rata-rata aljabar.
Dengan rumus sebagai berikut : R=(R_1+R_2+⋯+R_n)/n
c. Data Klimatologi
Data klimatologi ini berkaitan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya evapotranspirasi. Peristiwa berubahnya air
menjadi uap bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara
disebut evaporasi. Peristiwa penguapan tanaman disebut transpirasi. Jika

21
kedua peristiwa tersebut berjalan bersamaan maka disebut
evapotranspirasi. Dengan kata lain evapotranspirasi bisa juga diartikan
sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah
pengaliran sungai akibat proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi
adalah pemindahan air dari keadaan cair kekondisi menguap (menjadi
uap).
d. Data Catchment Area
Pengaliran sungai (catchmen area) dapat diartikan sebagai watershed dan
basin. Umumnya untuk sub DPS kecil (bagian hulu DPS) dinyatakan
sebagai stream watershed, sedangkan untuk DPS besar (yang langsung
bermuara ke laut) dinyatakan sebagai river basin.
Perhitungan debit andalan menggunakan metode Mock, dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Perhitungan evapotranspirasi
2. Perhitungan water surplus
3. Perhitungan base flow, direct run off dan strom run off. Secara keseluruhan
perhitungan debit dengan metode Mock ini mengacu pada water balance,
dimana kondisi-kondisi yang menjadi syarat batas harus dipenuhi.

Debit aliran sungai adalah jumlah air yang mengalir melalui tampang lintang
sungai tiap satu satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam meter kubik per
detik (m3/s). Data pengukuran debit aliran sungai merupakan informasi penting
yang diperlukan dalam perencanaan bangunan air dan pemanfaatan sumber daya
air. Mengingat bahwa debit aliran sangat bervariasi dari waktu ke waktu, maka
data pengamatan debit dalam waktu panjang. Sedangkan debit andalan
(dependable dischange) adalah debit yang diandalkan akan terjadi sesuai
probabilitas yang diinginkan. Beberapa nilai probabilitas yang diandalkan dalam
beberapa proyek adalah sebagai berikut : a. untuk penyediaan air minum (PDAM)
= 99% b. untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) = 85% - 90% c. untuk
penyediaan air industry = 88% - 95% d. untuk penyediaan air irigasi - daerah
beriklim setengah lembab = 70% - 85% - daerah beriklim terang = 80% - 90%
Untuk menghitung nilai probabilitasnya di gunakan metode Weibull. Metode ini

22
menggunakan persamaan : P(Xm)=m/(n+1) Atau T(Xm)=(n+1)/m Dapat
digunakan untuk sekelompok data tahunan partial, sehingga metode Weibull ini
yang sering digambarkan untuk analisis peluang dan periode ulang.

2.12 Analisis Debit Andalan


Salah satu aspek yang harus diketahui dalam melakukan analisis neraca air
disuatu daerah adalah jumlah ketersediaan air. Ketersediaan air adalah debit aliran
rendah atau debit andalan (dependable flow). Untuk memperkirakan besarnya
debit aliran tersebut telah banyak metode yang dikembangkan oleh beberapa ahli
yang dapat dipakai tergantung dari jenis dan panjang data yang tersedia dengan
menggunakan pendekatan analisis daerah aliran sungai (DAS). Data seri waktu
debit digunakan untuk mengetahui ketersediaan air di daerah irigasi, pasokan air
bersih, pembangkit tenaga listrik dan penggelontoran. Pada kenyataannya data
aliran sungai sangat jarang ditemui pencatatan yang relatif lengkap, biasanya
beberapa periode hujan saja.
Perhitungan ketersediaan air di sungai alam sangat bervariasi, tergantung
pada variasi curah hujan dan kemampuan lahan menyerap air. Ketersediaan air
untuk perencanaan air baku berbeda dengan irigasi. Pada perencanaan irigasi
dapat dilakukan dengan mengatur waktu masa tanam sedemikian rupa sehingga
antara ketersediaan dan kebutuhan dapat dicocokkan. Untuk air baku berbeda,
karena kebutuhan manusia hampir tetap sepanjang waktu, kecuali manusianya
bertambah. Maka dalam ilmu hidrologi perlu dibuat tingkat keterjaminan
tersedianya air atau dependable flow atau ketersediaan andalan.
Diketahui bahwa di sepanjang sungai lokasi penelitian tidak terdapat pos
pengamatan data debit aliran. Dengan demikian untuk memperkirakan besarnya
debit andalan untuk ketersediaan air baku digunakan transformasi data curah
hujan menjadi aliran atau debit dengan menggunakan metode F.J. Mock. Proses
perhitungan dan asumsi yang dilakukan dalam metode F.J.Mock (Soemarto, 1995)
adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan evapotranspirasi aktual (Ea)/evapotranspirasi terbatas (Et).

23
Evapotranspirasi aktual dihitung dari evaporasi potensial metode Penman
(ETo). Hubungan antara evaporasi potensial dengan evapotranspirasi aktual
dihitung dengan rumus:
Ea = ETo - ∆E → (Ea = Et) ..............................................(2.6)
∆E = ETo x (m/20) x (18-n) → (E = ∆E) .........................(2.7)
Dengan :
Ea = Evapotranspirasi aktual (mm/hari)
Et = Evapotranspirasi terbatas (mm/hari)
ETo = Evaporasi potensial metode Penman (mm/hari)
m = Presentase lahan yang tidak tertutup tanaman
m = 0 untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0 untuk lahan dengan hutan sekunder pada akhir musim hujan dan
bertambah 10% setiap bulan kering berikutnya.
m = 10 – 40% untuk lahan yang tererosi
m = 30 – 50% untuk lahan pertanian yang diolah (misal: sawah dan ladang)
n = Jumlah hari hujan dalam sebulan.

2. Keseimbangan air dipermukaan tanah.


a. Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Ds = P – Et ………………………………………………(2.8)
Dengan :
Ds = Air hujan yang mencapai permukaan tanah (mm/hari)
P = Curah hujan (mm/hari)
Et = Evapotranspirasi terbatas (mm/hari)
b. Bila harga Ds positif (P > Et) maka air akan masuk ke dalam tanah bila
kapasitas kelembaban tanah belum terpenuhi, dan sebaliknya akan
melimpas bila kondisi tanah jenuh. Bila harga Ds negatif (P < Et),
sebagian air tanah akan keluar dan terjadi kekurangan (defisit). P = curah
hujan
c. Perubahan kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga Ds.
Bila harga Ds negatif maka kapasitas kelembaban tanah akan berkurang

24
dan bila Ds positif akan menambah kekurangan kapasitas kelembaban
tanah bulan sebelumnya.
d. Kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity)
Perkiraan kapasitas kelembaban tanah awal diperlukan pada saat
dimulainya simulasi dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan
tanah atas dari daerah pengaliran. Biasanya diambil 50 – 250 mm, yaitu
kapasitas kandungan air dalam tanah per m3. Jika porositas tanah lapisan
atas tersebut makin besar, maka kapasitas kelembaban tanah akan makin
besar pula.
Jika pemakaian model dimulai pada bulan Januari, yaitu pertengahan musim
hujan, maka tanah dapat dianggap berada pada kapasitas lapangan (field capacity).
Sedangkan jika model dimulai dalam musim kemarau, akan terdapat kekurangan,
dan kelembaban tanah awal yang mestinya di bawah kapasitas lapangan.

3. Limpasan dan penyimpanan air tanah (runoff and groundwater storage)


a. Koefisien infiltrasi (i)
Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan
kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang porous misalnya pasir halus
mempunyai infiltrasi lebih tinggi dibanding tanah lempung berat. Lahan
yang terjal dimana air tidak sempat untuk infiltrasi kedalam tanah maka
koefisien infiltrasi akan kecil. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 – 1,0.
b. Penyimpanan air tanah (groundwater storage)
Pada permulaan simulasi harus ditentukan penyimpanan awal (initial
storage) yang besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan
waktu. Sebagai contoh, dalam daerah pengaliran kecil yang mana kondisi
geologi lapisan bawah adalah tidak tembus air dan mungkin tidak ada air
di sungai pada musim kemarau, maka penyimpanan air tanah menjadi nol.
Rumus-rumus yang digunakan :

Vn = k . Vn-1 + ½ (1 + k) . In ......................................(2.9)
DVn = Vn - Vn-1 ………………………..……………(2.10)
Dengan :

25
Vn = Volume air tanah bulan ke n
Vn-1 = Volume air tanah bulan ke (n-1)
k = qt/qo = faktor resesi aliran air tanah, harga k berkisar (0 – 1,0)
qt = Aliran air tanah pada waktu t (bulan ke t)
qo = Aliran air tanah pada awal (bulan ke 0)
In = Infiltrasi bulan ke n
D Vn-1 = Perubahan volume aliran air tanah
c. Limpasan (run off)
Aliran dasar : infiltasi dikurangi perubahan volume aliran air dalam tanah.
Limpasan langsung : kelebihan air (water surplus) – infiltrasi.
Limpasan : aliran dasar + limpasan langsung.
Debit andalan : aliran sungai dinyatakan dalam m3/bulan.

2.13 Sistem Jaringan Distribusi


Sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau pembagian air
melalui sistem perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) ke daerah
pelayanan (konsumen). Dalam perencanaan sistem distribusi air bersih, beberapa
hal yang harus diperhatikan yaitu berupa informasi mengenai kebutuhan air bersih
di wilayah perencanaan, pertambahan jumlah penduduk dan tingkat sosial
ekonomi penduduk yang mempengaruhi pola pemakaian air. Penentuan
kebutuhan air bersih didasarkan pada beberapa hal yaitu :
1. Daerah pelayanan
2. Periode perencanaan
3. Proyeksi jumlah penduduk, fasilitas umum dan fasilitas sosial selama periode
perencanaan
4. Pola pemakaian air disuatu wilayah
Dasar pertimbangan dalam perencanaan sistem distribusi air bersih adalah:
1. Pertumbuhan penduduk yang dilayani.
Semakin tinggi jumlah penduduk suatu daerah, maka kebutuhan air bersih
penduduk akan meningkat
2. Kebutuhan air

26
Kebutuhan air adalah debit air yang harus disediakan untuk distribusi
daerah pelayanan
3. Letak topografi daerah layanan
Letak topografi daerah layanan akan menentukan sistem jaringan dan pola
aliran yang sesuai.
4. Tingkat sosial ekonomi penduduk.

Kebutuhan air akan semakin meningkat jika tingkat sosial ekonomi juga
semakin meningkat
5. Kecepatan pertumbuhan sarana perkotaan yang ada, ekonomi dan investasi
pembangunan
2.13.1 Jenis Sambungan Sistem
Jenis sambungan dalam distribusi air bersih dibedakan menjadi:
1. Sambungan halaman yaitu pipa distribusi dari pipa induk/pipa utama
ke tiap-tiap rumah atau halaman
2. Sambungan rumah yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa
induk/pipa utama ke masing-masing utilitas rumah tangga.
3. Hidran umum merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara
komunal pada suatu daerah tertentu untuk melayani 100 orang dalam
setiap hidran umum.
4. Terminal air adalah distribusi air melalui pengiriman tangki-tangki air
yang diberikan pada daerah-daerah kumuh, daerah terpencil atau
daerah yang rawan air bersih.
5. Kran umum merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara
komunal pada kelompok masyarakat tertentu, yang mempunyai minat
tetapi kurang mampu dalam membiayai penyambungan pipa ke
masing-masing-masing rumah. Biasanya satu kran umum dipakai
untuk melayani kurang lebih 20 orang.
2.13.2 Pola Jaringan Distribusi
Macam – macam pola jaringan system distribusi air bersih:
1. System cabang

27
Adalah system pendistribusian air bersih yang bersifat terputus
membentuk cabang-cabang sesuai dengan daerah pelayanan.

Gambar 2.6. Sistem Cabang


Keuntungan:
 Tidak membutuhkan perhitungan dimensi pipa yang rumit karena debit
dapat dibagi berdasarkan cabang-cabang pipa pelayanan.
 Untuk pengembangan daerah pelayanan lebih mudah karena hanya
tinggal menambah sambungan pipa yang telah ada.
 Jika terjadi kebocoran atau kerusakan pengaliran pada seluruh daerah
akan terhenti.
 Pembagian debit tidak merata.
 Operasional lebih sulit karena pipa yang satu dengan yang lain saling
berhubungan.
2. System Loop
Adalah system perpipaan melingkar dimana ujung pipa yang satu
bertemu dengan ujung pipa yang lain.

Gambar 2.7. Sistem Loop


Keuntungan:
 Debit terbagi rata karena perencanaan diameter berdasarkan pada
jumlah kebutuhan total
 Jika terjadi kebocoran atau kerusakan atau perubahan diameter pipa
maka hanya daerah tertentu yang tidak mendapat pengaliran,
sedangkan untuk daerah yang tidak mengalami kerusakan aliran air
tetap berfungsi.
 Pengoperasian jaringan lebih mudah.

28
Kerugian:
 Perhitungan dimensi perpipaan membutuhkan kecermatan agar
debit yang masuk pada setiap pipa merata.
3. Sistem Melingkar
Dibandingkan dengan sistem-sistem sebelumnya merupakan sistem yang
terbaik. Sirkulasi air dalam jaringan lancar, bila ada perbaikan kerusakan
distribusi air tidak akan terhenti. Namun kerugiannya yaitu biaya investasi
mahal dan sistem operasi yang sulit

Gambar 2.8. Sistem Melingkar


4. Sistem Diagonal
Merupakan suatu sistem yang paling baik dan efisien karena air dapat
mengalir ke suatu tempat dari berbagai arah, artinya suatu tempat tidak
hanya mendapatkan air dari suatu sistem jaringan saja. Kerugiannya adalah
biaya operasi dan pembuatannya sangatlah mahal.

Gambar 2.8. Sistem Diagonal

2.13.3 Sistem Pengaliran


Ada 2 cara untuk mengalirkan air dari sumbernya yaitu:
1. Cara Gravitasi
Cara gravitasi adalah suatu cara yang ditetapkan dimana air dialirkan
secara gravitasi dari reservoir ke jaringan distribusi. Cara ini bisa
diterapkan jika letak reservoir atau instalasinya berada pada tempat yang
lebih tinggi dari daerah yang akan disuplai.
2. Cara Pemompaan

29
Cara pemompaan digunakan apabila letak instalasi/reservoir pada
ketinggian yang sedemikian rupa sehingga tidak mampu mengalirkan air
dengan baik ke daerah pelayanan. Cara pemompaan dilakukan apabila:
a. Ketinggian instalasi lebih rendah dari daerah yang dilayani
b. Ketinggian instalasi sama dengan daerah yang akan dilayani
c. Ketinggian instalasi lebih tinggi dari daerah yang dilayani, akan tetapi
tidak memiliki tekanan cukup untuk bisa memberikan pelayanan yang
baik.

2.14 Jenis-Jenis Alat Sambung Pipa


Penyambungan pipa atau aksesoris merupakan keterbatasan panjang dan
pipa yang dijual dipasaran maka dalam pekerjaan suatu instalasi tidak terlepas
dari penyambungan-penyambungan. Adapun macam-macam alat sambung atau
aksesoris tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tee, berfungsi untuk mengalirkan air secara menyilang.
2. Elbow, digunakan pada arah berbingkai atau lingkaran.
3. Socket, berfungsi sebagai penyambung dua pipa berdiameter sama.
4. Valve, berfungsi untuk mengatur aliran, menutup dan membuka aliran serta
mengontrol tekanan aliran
5. Reducer, berfungsi untuk menyambung dua pipa dengan diameter yang
berbeda.

2.15 Proyeksi Penduduk


Agar dapat menentukan kebutuhan air baku pada masa mendatang perlu
terlebih dahulu diperhatikan keadaan yang ada pada saat ini dan proyeksi jumlah
penduduk dimasa mendatang. Beberapa faktor yang mempengaruhi proyeksi
penduduk adalah:
1. Jumlah populasi dalam suatu wilayah
2. Kecepatan pertumbuhan penduduk
3. Kurun waktu proyeksi
Perhitungan proyeksi penduduk dapat dihitung dengan menggunakan
beberapa metode antara lain yaitu metode geometrik, metode aritmatik dan

30
metode eksponensial. Untuk pemilihan metode proyeksi penduduk ditentukan
dengan melihat standar deviasi yang terkecil. Proyeksi penduduk dilakukan dalam
jangka waktu 10-20 tahun kedepan dengan perhitungan dilakukan tiap jangka
waktu 5 tahunan. Ada beberapa Metode Proyeksi seperti berikut ini:
a. Metode Geometrik
Dengan menggunakan metode geometrik, maka perkembangan
penduduk suatu daerah dapat dihitung dengan formula sebagai berikut.
Metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Soemarto, 1999):
Pn = Po (1+r)n ………………………………………….(2.11)
Dengan:
Pn = Jumlah penduduk dalam tahun ke-n (jiwa)
Po = Jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = Angka pertambahan penduduk tiap tahun (%)
n = Jumlah tahun proyeksi (tahun)
b. Metode Aritmatrik
Jumlah perkembangan penduduk dengan menggunakan metode ini
dirumuskan sebagai berikut (Soemarto, 1999):
Pn =P0 ( 1+rn )
……………………………………….(2.12)

Dengan:
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
c. Metode Eksponensial
Perkiraan jumlah penduduk berdasarkan metode eksponensial dapat
didekati dengan persamaan berikut (Soemarto, 1999):
r. n
Pn =P0 . e
………………………………………….(2.13)

Dengan:
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk (%)

31
n = periode tahun yang ditinjau (tahun)
e = bilangan logaritma natural (2,7182818)

2.16 Program EPANET V 2.0


EPANET adalah suatu program komputer yang menampilkan suatu simulasi
hidrolik dan perilaku kualitas air dalam jangka waktu yang panjang pada jaringan
pipa bertekanan (Lewis A. Rossman, 2000). Suatu jaringan terdiri dari pipa, Node
(sambungan pipa), pompa, katup dan tangki penyimpanan atau reservoir.
EPANET melacak aliran air pada masing-masing pipa, tekanan pada
masingmasing sambungan, tinggi air pada masing-masing tangki dan konsentrasi
suatu bahan kimia pada seluruh jaringan selama waktu simulasi yang terdiri dari
kumpulan satuan waktu.
2.16.1 Kemampuan Pemodelan Hidrolik
Penampakan secara utuh dan model hidrolik yang akurat adalah
merupakan suatu prasyarat untuk membentuk suatu model yang efektif.
EPANET berisikan suatu mesin analisa hidrolik yang fleksibel yang
meliputi kemampuan sebagai berikut:
a. tidak mempunyai batasan terhadap ukuran jaringan yang dapat
dianalisa.
b. memperhitungkan kehilangan tinggi tekan gesekan dengan
menggunakan rumus: Hazen-Williams, DarcyWeisbach, dan
Chezy-Manning.
c. termasuk kehilangan tinggi tekan kecil (Minor Losser), akibat
bengkokan sambungan dan lain-lain.
d. pemodelan terhadap pompa dengan kecepatan yang konstan
maupun bervariasi.
e. memperhitungkan energi pemompaan dan biaya.
f. memodelkan berbagai jenis katup meliputi penutupan,
pemeriksa, pengaturan tekanan, dan katup kontrol aliran.
g. memungkinkan berbagai bentuk tangki penyimpanan (misalnya
diameter dapat divariasikan dengan ketinggian).

32
h. mempertimbangkan berbagai kondisi yang mungkin terjadi pada
Node (sambungan pipa), masing-masing dengan pola variasi
waktunya sendiri.
i. pemodelan aliran-dependen yang keluar dari pemancar (kepala
Spinkler).
j. dapat menempatkan sistem operasi baik pada tangki sederhana
maupun dengan pengatur waktu ataupun kontrol dengan dasar
aturan yang rumit.
2.16.2 Model Jaringan EPANET
EPANET memodelkan suatu sistem jaringan pipa sebagai suatu
kumpulan jalur yang dihubungkan pada suatu titik.Jalur-jalur ini bisa
berbentuk pipa, pompa, dan katup kontrol, sedangkan suatu titik bisa
berbentuk sambungan, tangki dan reservoir. Gambar di bawah ini
menggambarkan bagaimana objek-objek tersebut dihubungkan satu sama
lain sehingga membentuk satu jaringan.Gambar di bawah ini
menggambarkan bagaimana objek-objek tersebut dihubungkan satu sama
lain sehingga membentuk satu jaringan.
a. Sambungan (Junction) adalah suatu titik pada jaringan dimana
beberapa jalur dihubungkan / tergabung secara bersama dalam
suatu titik dimana air masuk dan meninggalkan jaringan.
b. Reservoir adalah suatu titik yang melambangkan suatu sumber
yang sangat besar atau tempat pembuangan aliran dari suatu
jaringan.
c. Tangki (Tanks) adalah titik dengan suatu kapasitas penyimpanan,
dimana volume air yang disimpan dapat bervariasi terhadap
waktu selama suatu simulasi. Tangki diperlukan untuk beroperasi
pada level maksimum dan minimumnya dan menghentikan aliran
masuk jika tangki berada pada level maksimumnya.
d. Penyemprot (Emitters) adalah alat yang bekerja pada suatu
sambungan yang memodelkan aliran melalui pipa yang
disemprotkan ke udara.

33
e. Pipa ( Pipes) adalah jalur-jalur yang membawa air dari suatu titik
ke titik lain pada jaringan. EPANET mengasumsikan bahwa
seluruh pipa penuh sepanjang waktu. Arah aliran dimulai dari
ujung yang mempunyai tinggi tekan hidrolik yang lebih tinggi
(energi dalam persatuan berat air) menuju ujung yang
mempunyai tinggi tekan yang lebih rendah.
Kehilangan tinggi tekan hidrolik dari aliran air di dalam pipa yang
disebabkan gesekan dengan dinding pipa dapat dihitung dengan
menggunakan salah satu dari rumus berikut :
1. Rumus Hazen-Williams
Untuk menghitung kehilangan energi dapat digunakan rumus Hazen
William sebagai berikut:

Dimana:
Q = Debit aliran dalam pipa (liter/detik)
L= panjang pipa (meter)
C= Koefisien kekerasan pipa dari Hazen Williams Kecepatan aliran
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:
v = kecepatan aliran, dalam m/detik
C = koefisien Hazen Williams untuk pipa
R = jari-jari pipa, dalam m
S = slope / kemiringan hidrolis, dalam m/m
Debit aliran dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:
Q = debit air dalam pipa, dalam m3 /detik
C = koefisien Hazen Williams untuk pipa
D = diameter pipa, dalam m

34
S = slope / kemiringan hidrolis, dalam m/m
Tabel 2.1. Koefisien C dari Hezen William

2. Rumus Darcy-Weisbach
Prinsip kehilangan energi akibat gesekan (friksi) dalam saluran pipa
dapat dijelaskan pada persamaan Darcy-Weisbach berikut.

dimana:
hf = kehilangan energi (m)
f = faktor gesekan, yang tergantung dari angka Reynolds (diagram
Moody), diameter, dan kekasaran pipa
L = panjang pipa (m)
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
d = diameter pipa (m)
g = gaya gravitasi
Dapat diperhatikan bahwa kehilangan energi berbanding lurus dengan
kecepatan aliran (hf : v2 ), dan kehilangan energi berbanding terbalik
dengan diameter pipa (hf : 1/d). Semakin besar kecepatan aliran dalam pipa,
semakin besar juga kehilangan energi. Semakin kecil diameter pipa, maka
semakin besar kehilangan energi. Artinya, dengan debit aliran yang sama,
dengan diameter pipa yang semakin kecil, kehilangan energi akan menjadi
semakin besar.
2.16.3 Input Data Dalam Epanet 2.0
Data data yang dibutuhkan dalam Epanet 2.0 sangat penting sekali
dalam proses analisa, evaluasi dan simulasi jaringan air bersih berbasis
epanet.

35
Input data yang dibutuhkan antara lain:
1. Peta jaringan
2. Node/junction/titik dari komponen distribusi.
3. Elevasi
4. Panjang pipa distribusi
5. Diameter dalam pipa
6. Jenis pipa yang digunakan
7. Umur pipa
8. Jenis sumber (mata air, sumur bor, IPAM, dan lain lain)
9. Spesifikasi pompa (bila menggunakan pompa)
10. Bentuk dan ukuran reservoir.
11. Beban masing-masing node (besarnya tapping)
12. Faktor fluktuasi pemakaian air
13. Konsentrasi khlor di sumber
Output yang dihasilkan diantaranya adalah :
1. Hidrolik head masing - masing titik.
2. Tekanan air.
3. Debit Aliran.
4. Diameter pipa.
5. Kecepatan Aliran.

2.17 Komponen Unit Air Baku


Unit air baku merupakan sarana dan prasarana pengambilan dan atau
penyedia air baku, meliputi bangunan penampungan, bangunan pengambilan, alat
pendistribusian, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan
dan bangunan pembawa serta perlengkapannya.
Dalam pekerjaan ini penulis akan menggunakan 3 bangunan prasarana
utama, yaitu :
a. Broncaptering (Sebagai penangkap air dari mata air)
b. Reservoir (Sebagai bak penampungan air)
c. Hidran Umum (Sebagai tangki untuk didistribusikan ke masyrakat)

36
2.17.1 Bangunan Penangkap Air / Broncaptering
Broncaptering merupakan salah satu Sistem Instalasi Pengolahan Air
Sederhana (SiPAS) yang digunakan dalam sistem penyediaan air minum
pada unit produksi. Broncaptering berfungsi melindungi dan menangkap air
dari mata air untuk ditampung dan disalurkan menggunakan pipa transmisi
ke reservoir. Pemilihan jenis broncaptering yang direncanakan adalah
berdasarkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Prasarana Air Minum Sederhana
(2007) yaitu menggunakan broncaptering tipe I D (gravitasi kontak).

Gambar 2.9. Bangunan Penangkap Mata Air Tipe ID.


Sumber : Rekompak JRF
2.17.2 Bak Penampung / Reservoir

37
Reservoir merupakan bangunan yang terletak setelah proses
penangkapan mata air menggunakan broncaptering. Reservoir berfungsi
sebagai penampung dan penyeimbang tekanan air. Jarak antara reservoir
dengan broncaptering adalah 2.000 s/d 3000 m yang dihubungkan dengan
pipa transmisi, setelah itu akan mengalirkan air menuju bangunan

selanjutnya yaitu hidran umum. Reservoir yang direncanakan dapat


menyimpan cadangan sebesar 20% dari debit jam puncak sesuai sesuai
kriteria perencanaan menurut NSPM Kimpraswil – Pedoman /Petunjuk
Teknik Manual Bagian 6 Vol.II & III Edisi Pertama (2002).
Gambar 2.10. Bak Penampung / Reservoir Tipe 1.
Sumber : Rekompak JRF
2.17.3 Hidran Umum
Hidran umum adalah bangunan yang terletak setelah bangunan
reservoir. Hidran umum merupakan cara pelayanan air minum yang
transportasi airnya dilakukan dengan sistem perpipaan, sedangkan
pendistribusiannya kepada masyarakat melalui tangki, sedangkan air minum
berasal dari PDAM atau tapping dari sumber air lainnya dan dipakai oleh
masyarakat secara komunal di sekitar lokasi. Hidran umum dapat
dimanfaatkan setiap keluarga atau masyarakat secara umum, atau khususnya
masyarakat yang berada di daerah rawan air minum, daerah kumuh,

38
masyarakat berpenghasilan rendah, atau daerah terpencil/ isolasi untuk
mendapatkan air minum secara terus menerus sepanjang air minumnya
tersedia, baik dari PDAM, sumber mata air, sumur, IPAS, PMA, dan atau
dari air Hujan dengan menggunakan metode (ABSAH).

Gambar 2.11. Hidran Umum.Sumber : Rekompak JRF

2.18 Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan (ABSAH)


Akuifer buatan air hujan atau sering disebut ABSAH merupakan bangunan
penyediaan air baku mandiri, dengan prinsip kerja menampung air hujan dalam
tampungan yang di dalamnya terdapat media akuifer buatan.

39
Gambar 2.12. Bagunan ABSAH
Sumber : BBWS Sumatera IV

40
BAB III
METODOLOGI

3.
3.1 Bagan Alir Metodologi Mulai

Studi Literatur

Identifikasi Masalah

Pengumpulan Data Sekunder

- Peta Administrasi - Data Hidrologi


- Peta Topografi - Data Klimatologi
- Peta Lokasi Mata Air - Data Hidrometri
- Data Penduduk

Tahap Analisis Data:


- Tahap Analisis Hidrologi & Hidrolika
- Tahap Perencanaan Desain Jaringan Air Baku

Ya

Tahap Pemodelan:
-Pemodelan Menggunakan Program EPANET 2.0
-Perhitungan Hidrolis Menggunakan Rumus Hazen-Williams

Ya

Hasil Tidak
Perencanaan

Gambar Desain Menggunakan Software AutoCad :


- Skema Jaringan Pipa Distribusi
- Broncaptering (Bangunan Penangkap Air)
- Reservoir (Bangunan Penampungan Air)
- Hidran Umum dengan Metode ABSAH

Selesai

41
Gambar 3.1. Bagan Alir Metodologi
3.2 Lokasi Penelitian
Desa Cinengah merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Rongga,
Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan ini
berjarak sekitar 61 Kilometer dari ibu kota kabupaten Bandung Barat ke arah
barat daya melalui Cililin. Pusat pemerintahannya berada di Desa Bojongsalam.
Kecamatan Rongga merupakan kecamatan terjauh dari pusat kabupaten Bandung
Barat.
Secara administratif wilayah Kecamatan Rongga memiliki 8 Desa, yaitu
Desa Cinengah, Desa Cibedug, Desa Bojong, Desa Bojong Salam, Desa Cibitung,
Desa Cicadas, Desa Sukamanah, Desa Sukaresmi

Lokasi
Penelitian

Gambar 3.2. Peta Administasi Kecamatan Rongga


3.2.1 Kondisi Hidrologi
Secara umum, kondisi sistem hidrologi di suatu daerah dapat ditinjau
dari kajian Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS merupakan suatu bentang

42
alam yang dibatasi oleh pemisah alami berupa topografi
perbukitan/pegunungan dan berfungsi mengumpulkan, menyimpan dan
mengalirkan air, sedimen dan unsur hara ke sungai utama yang akhirnya
bermuara pada satu outlet tunggal.
Jaringan sungai yang berada di Kabupaten Bandung Barat adalah
Jaringan anak-anak Sungai Citarum. Luas daerah tangkapan catchment area
Sub-DAS Citarum adalah 690571,75 ha yang meliputi wilayah hulunya
berada di Kabupaten Bandung.
3.2.2 Kondisi Klimatologi
Iklim pada Kecamatan Rongga kurang lebih sama dengan iklim
Kabupaten Bandung Barat pada umumnya, yang memiliki iklim tropis
dengan temperatur yang berkisar antara 22 oC – 28 oC.
Curah hujan rata-rata tahunan untuk Kecamatan Rongga adalah
sebesar 2500-3000 mm/tahun.
Tabel 3.1. Kondisi Klimatologi Kecamatan Rongga

43
Sumber : Bandung Barat dalam Angka 2012
3.2.3 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Rongga pada tahun 2021 adalah
sebanyak 57325 orang. Sedangkan jumlah penduduk di Desa Cinengah
adalah 6574 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3385 orang
dan penduduk wanita sebanyak 3189 orang.
Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kecamatan
Rongga

44
Sumber : DKB Tahun 2021
3.2.4 Kondisi Topografi
Elevasi dataran wilayah studi yaitu Kabupaten Bandung Barat berkisar
dari El. +500 m ditengah hingga El. +2000 m di bagian Utara dan selatan
dengan kemiringan lahan berkisar dari 8% hingga >45%.
Pada dasarnya kemiringan lereng di Kabupaten Bandung dapat
dikatakan terbagi dua, yaitu wilayah dengan kemiringan yang relatif terjal di
bagian utara dan selatan seperti kecamatan Lembang, Cisarua, Gunung
Halu, Rongga dan dan sindang kerta dan wilayah dengan kemiringan yang
Relatif landai di bagian tengahnya .
Kondisi topografi wilayah Desa Cinengah, Kecamatan Rongga,
Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada peta topografi di bawah ini.

Gambar 3.3. Peta Topografi MA Curug Goong Desa Cinengah

45
3.2.5 Kondisi Mata Air di Lokasi Studi

Gambar 3.4. Peta Lokasi Mata Air Kecamatan Rongga


Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa terdapat beberapa sumber
air di Desa Cinengah, di mana jarak antar mata air yaitu <1 km, kondisi
tersebut memungkinkan untuk dapat dilakukannya SPAM Komunal. Mata
air Curug Goong telah ditentukan sebagai sumber air yang akan digunakan
untuk ketersediaan air baku di Desa Cinengah.
Berikut data-data hasil pengukuran Hidrometri yang telah diperoleh
dari Konsultan proyek terkait :
Tabel 3.3. Hasil Pengukuran Hidrometri
MA Curug Goong Satuan
1 Debit 2,27 m3/dt
2 pH 6 pH
3 TDS 133 ppm
4 Suhu 29,1 ˚C

46
3.3 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam
rangka menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuan dari adanya suatu
metodologi penelitian adalah untuk mengarahkan proses kerja dan berfikir
untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut. Metode
penelitian ini menggambarkan suatu rancangan penelitian secara berurut yang
dimulai dari prosedur dan metode apa yang digunakan, lamanya waktu penelitian,
sumber data, serta langkah apa yang digunakan sehingga data-data tersebut dapat
diperoleh dan selanjutnya dapat diolah dan dilakukan analisis perhitungan dan
pemodelannya.
3.3.1 Metode Yang Digunakan
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dikarenakan data yang
akan digunakan adalah data dalam bentuk numerik yang diperoleh dari
instansi yang bersangkutan. Metode kuntitatif biasanya menekankan hasil
analisis yang bersifat real dan sistematis. Pendekatan tersebut diharapkan
akan mendapatkan suatu kajian dan gambaran yang lebih mendalam
tentang objek yang akan diteliti nantinya. Penelitian ini mengacu pada
konsep analisis ketersediaan dan kebutuhan air baku serta pemodelan
jaringan distribusi air untuk Kecamatan Purwakarta yang menggunakan
metode kuantitatif sehingga diharapkan nantinya mendapatkan hasil akhir
yang baik dan akurat.
3.3.2 Jenis Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan
data-data sekunder dari instansi terkait serta kumpulan jurnal literatur yang
berhubungan langsung dengan penelitian. Data-data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Data Peta Administratif bersumber dari BPS Kabupaten Bandung
Barat.
b. Data Klimatologi bersumber dari BPS Kabupaten Bandung Barat.
c. Peta Topografi bersumber dari Konsultan terkait.
d. Data Hidrologi bersumber dari Konsultan terkait.
e. Data Hidrometri / data debit bersumber dari Konsultan terkait.

47
f. Data Sosial Ekonomi bersumber dari Konsultan terkait.
g. Peta Lokasi Mata Air bersumber dari Konsultan terkait.
3.3.3 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian dibagi menjadi lima kategori. tahapan paling awal
suatu penelitian yaitu tahap persiapan. Setelah itu dilakukan pengumpulan
data-data sekunder, selanjutnya masuk ke tahap proses analisis perhitungan
dan pemodelan menggunakan Program EPANET hingga mendapatkan hasil
dan tahapan yang terakhir yaitu tahap perancangan gambar Desain
Bangunan Prasarana Air baku.
1. Tahap Persiapan
Pada tahapan persiapan meliputi penentuan dan pemilihan masalah studi.
Selanjutnya dilakukan pengumpulan studi literatur dari penelitian terdahulu.
Lalu yang terakhir melakukan pengurusan izin penelitian itu sendiri ke
instansi yang terkait.
2. Tahap Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder
yang diperoleh langsung dari instansi terkait. Sumber data sekunder ini
diperoleh dari BPS Kabupaten Bandung Barat, Konsultan proyek terkait
yaitu PT. Tatabumi Konsultan, dll.

3. Tahap Analisis Data


Tahap analisis data merupakan tahapan setelah melakukan tahapan
persiapan dan pengumpulan data. Tahapan analisis penelitian mengenai
kebutuhan air baku di Desa Cinengah adalah sebagai berikut:
a. Analisis Ketersediaan Air dan Kualitas Air
Kegiatan Analisis ini adalah untuk perhitungan ketersediaan air dan
kebutuhan air baku di Desa Cinengah serta untuk mengetahui kadar
kualitas air secara fisik dan kimia.
b. Analisis Hidrologi dan Hidrolika
Analisa hidrologi yang akan dilaksanakan ini mencakup pengolahan
data curah hujan yaitu minimum data 10 (sepuluh) tahun terakhir.

48
Data klimatologi yang menunjang untuk perhitungan kebutuhan air
baku yang diperlukan di Desa Cinengah. Data debit dihitung dari
debit sesaat yang ada di mata air Curug Goong dan jika sewaktu-
waktu kekurangan debit dari mata air, air hujan juga dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air penduduk.
Pemodelan hidrolika akan menggunakan bantuan aplikasi EPANET
2.0. EPANET (envirmental Protection Agency Network) adalah sebuah
program computer (model yang melaksanakan simulasi hidraulik dan
perilaku kualitas air suatu jaringan pipa distribusi air minum (pipa
bertekanan). Suatu jaringan distribusi air minum terdiri dari pipa-pipa, node
(percabangan pipa), pompa, tangki air atau reservoir dan katup-katup.
Output yang dihasilkan dari Program EPANET anatara lain debit
mengalir dalam pipa (lt/dtk), tekanan air dari masing-masing
titik/node/junction yang dapat dipakai sebagai analisa dalam menentukan
operasi instalasi, pompa, dan reservoir.
4. Tahap Pemodelan Menggunakan EPANET
Berikut Langkah-lahkah yang dilakukan dalam membuat analisa dan
simulasi sistem distribusi dengan menggunakan program EPANET, yaitu:
a. Menentukan satuan (SI atau English) perhitungan hidrolis dengan
rumus Hazen Wiliam.
b. Menyiapkan model jaringan pipa yang kita buat, dengan model
jaringan ini biasanya disesuaikn dengan peta jalan dimana pipa
tersebut ditanam. Sebab dalam membuat jaringan pipa harus dalam
bentuk BMP atau WMF.
c. Dari data model sistem jaringan tersebut dibuat tabulasi data tentang
data pipa seperti panjang pipa antar node, diameter pipa, jenis pipa
(koefisien kekasaran pipa). Untuk dapat membuat simulasi ini data
pipa minimum yang harus ada adalah panjang pipa, diameter pipa,
koefisien kekasaran pipa. Penamaan pipa ini dapat kita buat sendiri
untuk memudahkan kita dalam melakukan evaluasi.
d. Tabulasi tentang data junction/node yang ada, data junction/node
minimal yang harus dimasukkan untuk dapat melakukan evaluasi

49
adalah data junction/node, kebutuhan air pada junction/node tersebut.
Untuk sistem yang lebih kompleks kita dapat memasukkan beberapa
data misalnya pembagian zona.
e. Tabulasi tentang data lainnya seperti data pompa, reservoar, tanki,
valve, kualitas air, dan lain lain. Dalam hal ini data yang penting untuk
dapat dianalisa adalah keberadaan pompa atau elevasi reservoar dalam
hal ini merupakan unit produksi air.
f. Setelah data-data tersebut di atas dimasukkan maka kita siap untuk
melakukan simulasi dengan melakukan run pada model yang kita buat.
Dalam proses run ini program akan melakukan literasi perhitungan
sampai terjadi keseimbangan hidrolis. Namun jika dalam memasukkan
data yang ada ternyata keseimbangan hidrolis tidak tercapai maka akan
ada laporan (report) bahwa ada kesalah dalam pemasukan data pada
titik tertentu. Maka kita perlu melakukan perbaikan atau merubah data
tersebut sampai run yang kita lakukan berhasil.
g. Meskipun hasil run terhadap model dan data input yang kita masukkan
telah menemukan keseimbangan hidrolis, namun perlu dilakukan
pencegahan apakah keseimbangan hidrolis tersebut sesuia dengna yang
kita harapkan atau tidak. Jika tidak, maka kita harus melakukan
perbaikan-perbaikan terhadap model dan data input yang kita
masukkan.
h. Setelah run berhasil dan keseimbangan hidrolis yang terjadi telah
sesuai dengan kriteria desain yang kita inginkan, kita dapat melihat
dan menampilkan hasilnya dalam bentuk tabel, grafik, maupun
gambar.
i. Selain itu kita juga dapat melakukan simulasi lain dari model yang
sama untuk beberapa skenario yang kita buat, misalnya kondisi
jaringan tersebut pada 20 tahun mendatang atau skenario lainnya.

50
Gambar 3.5. Overview Program EPANET
5. Tahap Perencanaan Desain dan Gambar Bangunan
Pada tahapan yang terakhir ini yaitu membuat perhitungan dan konsep
perencanaan desain jalur pipa distribusi. Distribusi air baku akan
menggunakan sistem gravitasi dengan sumber air yang ada sebagai
pengambilan utama, dimana sumber ini mempunyai debit air yang dapat
dimanfaatkan.
Gambar detail desain meliputi bangunan penangkap air (Broncaptering),
bangunan penampungan air (Reservoir) dan bangunan Hidran Umum dengan
metode ABSAH (Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan). Penggambaran
menggunakan software Autocad 2016 dan hasil akhirnya akan di lampirkan
dalam bentuk kertas A3.

BAB IV
PEMBAHASAN

51
4.
4.1 Analisis Lingkungan dan Kualitas Air
4.1.1 Hasil Pengukuran Lapangan
Berdasarkan data dari konsultan terkait yang telah melakukan survey
di lapangan, komponen yang dapat dilihat pada pengukuran secara visual
yaitu kondisi pH dan kekeruhan pada setiap mata air. Hasil kualitas air dari
pengukuran di lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Kualitas Air Berdasarkan Pengukuran Secara Visual

Kekeruhan
Desa Sumber Mata Air Debit (L/dtk) pH
(Ya/Tidak)

Cinengah Curug Goong 0,087 6 Tidak


  Sampora 0,024 5,5 Tidak
  Cijambu 0,096 5,5 Tidak

4.1.2 Hasil Uji Laboratorium


Tabel 4.2. Hasil Uji Laboratorium Kualitas Air MA. Curug Goong

BAKU HASIL METODE ACUAN


PARAMETER SATUAN
NO MUTU PENGUJIAN Method of
Parameter Unit
Specification Testing Result Reference

  FISIKA        
1 Kekeruhan NTU 25 0,15 SNI 06-6989.25-2005
2 Warna TCU 50 5 SNI 06-6989.24-2005
Padatan Terlarut
3 mg/L 1,000 114,00 SNI 6989.27:2019
Total (TDS)
4 Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau Organoleptik
MIKROBIOLOG
         
I
CFU/100
1 50 3,6 APHA 9222-B-2017*
Total Coliform mL
CFU/100
2 0 3,6A APHA 9222-B-2017*
E. Coli mL
  KIMIA        
1 pH - 6,5 - 8,5 6.036 SNI 6989.11-2019
2 Flourida (F) mg/L 1,5 0,0528 SNI 06-6989.29-2005
Kesadahan Total
3 mg/L 500 99,07 SNI 06-6989.12-2004
(CaCO₃)
4 Nitrat sebagai N mg/L 10 < 0,0031 SNI 6989.79:2011
5 Nitrit sebagai N mg/L 1 0,0061 SNI 06-6989.9-2004
Deterjen
6 mg/L 0,5 0,0092 SNI 06-6989.51-2005
(MBAS)
Krom
7 Heksavalent mg/L 0,05 < 0,0032 SNI 6989.71:2009
(Cr-VI)
Nilai
8 Permanganat mg/L 10 2,37 SNI 06-6989.22-2004
(KMnO₄)
Keterangan :

52
a. Air untuk keperluan gigiene sanitasi adalah air dengan kualitas tertentu
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya berbeda
dengan kualitas air minum.
b. American Public Health Association, Standart Methode Edisi ke 23
tahun 2017 (*)
c. Huruf bercetak tebal menunjukkan parameter yang tidak terakreditasi
d. Tidak memenuhi Baku Mutu yang dipersyaratkan (^)

4.2 Analisis Hidrologi dan Hidraulika


4.2.1 Analisis Ketersediaan Air
a. Debit Sesaat
Analisis alokasi (ketersediaan) air diperoleh dari hasil pengukuran debit
sesaat pada lokasi mata air. Pengukuran hidrometri dilakukan untuk
mendapatkan besaran debit andalan yang akan dipergunakan sebagai dasar
dalam menentukan besarnya ketersediaan air dari mata air Curug Goong.
Berikut ketersediaan air di mata air Curug Goong:
Tabel 4.3. Hasil Analisis Ketersediaan Air di MA Curug Goong
Kecamata Ketersediaan
Desa Mata Air
n L/dtk
Rongga Cinengah Curug Goong 1,407

b. Data Curah Hujan


Analisa data curah hujan dilakukan menggunakan data dari stasiun yang
berpengaruh pada lokasi Mata Air, data stasiun yang digunakan yaitu
Stasiun Cidadap Montoya-Gunung Halu. Untuk keperluan air baku/air
minum dituntut reliabilitas curah hujan sekitar 90% atau R90, artinya
kemungkinan 90% curah hujan yang terjadi adalah lebihbesar atay sama
dengan curah hujan tersebut.
Berikut data hujan bulanan rata-rata St. Cidadap Montoya-Gn Halu:
Tabel 4.4. Curah Hujan Bulanan Rata-Rata St. Cidadap Montoya-Gn. Halu
Tahu Bulan (mm)
n Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2005 213 310 141 71 52 95 72 24 78 139 269 194
2006 222 312 247,32 384 136 33 0 27 0 104 180 285
2007 113 383 104,5 216 65 36 0 68,2 5,5 148 544,4 797

53
Tahu Bulan (mm)
n Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2008 191,2 144 282 131 67 6 9 70 45 292 187 103
2009 159 313 351 201 267 45 24 10 80 370 306 138
2010 408 336 326 126 219 99 83 113 228 211 162 233
2011 120,5 314,5 310 353,5 269 98,5 8 3 7 134 412,5 332,5
2012 236,8 313,8 314 335 198 79,2 14 0 38,5 133 492 373
2013 324 327,5 267 492,5 246,5 72,5 262 42 176 238 198,5 388
2014 235 223 303 186,5 230 64 38 132 0 124,5 379 345
2015 163 294 218 209,5 188,5 0 0 0 50 59 572,1 333,5
2016 245 341,5 294 257,5 285,5 114,5 225,5 113,5 281 357 302,5 113,5
2017 348,5 469,5 191 0 0 0 16 10 40,5 229,4 9 240,5
2018 181 293 329,5 361,5 112 25 0 0 76,5 222 431 128
2019 378 304 150 316,5 107 0 0 0 0 101,5 61 599
Rata-
222,25 297,68 264,582 249,65 174,95 62,82 51 48,92 65,8 189,35 313,04 318,85
Rata

Berikut ketersedian curah hujan untuk R50, R80 dan R90:


Tabel 4.5. Ketersediaan Curah Hujan R50, R80, dan R90
Rankin Bulan (mm) Probabilita
g Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des s
469, 492, 285, 114, 572,
1 408 351 262 132 281 370 797 6,25
5 5 5 5 1
225, 113, 544,
2 378 383 329,5 384 269 99 228 357 599 12,50
5 5 4
348, 341, 361,
3 326 267 98,5 83 113 176 292 492 388 18,75
5 5 5
353, 246,
4 324 336 314 95 72 70 80 238 431 373 25,00
5 5
327, 229, 412,
5 245 310 335 230 79,2 38 68,2 78 345 31,25
5 4 5
236, 314, 316, 76, 333,
6 303 219 72,5 24 42 222 379 37,50
8 5 5 5 5
313, 257, 332,
7 235 294 198 64 16 27 50 211 306 43,75
8 5 5
188, 302,
8 222 313 282 216 45 14 24 45 148 285 50,00
5 5
209, 40, 240,
9 213 312 267 136 36 9 10 139 269 56,25
5 5 5
191, 247,3 38, 198,
10 310 201 112 33 8 10 134 233 62,50
2 2 5 5
186,
11 181 304 218 107 25 0 3 7 133 187 194 68,75
5
124,
12 163 294 191 131 67 6 0 0 5,5 180 138 75,00
5
13 159 293 150 126 65 0 0 0 0 104 162 128 81,25
120, 101, 113,
14 223 141 71 52 0 0 0 0 61 87,50
5 5 5
15 113 144 104,5 0 0 0 0 0 0 59 9 103 93,75
188, 302,
R50 222 313 282 216 45 14 24 45 148 285
5 5
159, 293, 108, 165,
R80 158,2 127 65,4 1,2 0 0 1,1 130
8 2 1 6
129, 317, 156, 114, 152, 123, 126,
R90 184,8 0 0 0 0
5 8 2 4 5 4 1

54
c. Evapotranspirasi
Berdasarkan data klimatologi yang telah diperoleh dari stasiun
klimatologi terdekat, maka dapat dihitung besarnya evapotranspirasi di
lokasi pekerjaan dengan mempergunakan rumus:
Ehari = 0.36 x (ea – ed) x (1 + (v/10)
Dimana:
Ehari = Evaporasi per hari (dalam mm hari)
ea = Tekanan uap jenuh (dalam mmHG)
ed = Tekanan uap aktual / di udara (mmHG)
v = Kecepatan angin (dalam mil/jam)
Berikut data klimatologi yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Cirata:
a. Temperatur Rata-Rata (0C)
Tabel 4.6. Data Temperatur Rata-Rata St. Cirata
Tahu Bulan (mm)
n Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
23,9 23,8 24,0 24,0 24,8 25,5 25,0 24,4
2002 - - - -
0 0 0 0 0 0 0 0
23,2 23,2 20,7 20,5 23,2 23,1 25,6 28,6 26,8 27,9 23,2 23,2
2004
5 5 9 7 5 9 4 9 0 8 5 5
26,1 25,3 25,6 23,7 25,3 25,1 25,1 26,2 25,9 25,3 24,8
2005 -
7 4 6 4 5 8 8 1 8 8 7
24,4 25,3 25,2 25,4 25,3 24,0 24,5 24,7 25,4 26,2 25,8 25,2
2006
7 0 7 7 4 8 3 3 0 6 7 3
25,2 23,5 24,1 23,9 24,2 24,3 24,3 24,4 25,5 20,1 24,5
2007 -
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24,8 24,5 24,7 24,9 23,5 22,1 23,0 23,4 24,4
2008 - - -
1 0 1 8 5 7 3 8 0
23,3 22,7 22,8 27,7 23,8 24,2 24,8 27,9
2009 - - - -
0 0 0 0 0 0 0 0
27,2 28,5 28,6 33,2 29,4 28,2 27,6 28,4 28,3 28,9 28,7 28,2
2010
0 0 1 3 2 0 9 8 0 0 0 0
28,0 29,0 29,2 29,0 29,0 28,0 27,0 26,0 22,0 24,0 25,0 23,0
2011
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rata- 25,3 25,2 25,4 25,7 25,3 25,2 25,1 25,4 25,2 25,5 25,4 25,1
Rata 0 5 3 0 0 0 7 2 9 3 3 7

b. Kelembaban Udara (%)


Tabel 4.7. Data Kelembaban Udara Rata-Rata St. Cirata
Tahun Bulan (%)

55
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
46,1 45,7 42,0
2002 - - - - 47,90 46,17 43,83 44,58 47,42
3 3 2
49,5 45,8 50,7 46,7
2004 49,51 - - 49,51 49,50 43,75 49,51 49,51
1 1 3 9
47,5 50,4 53,2 53,3 50,8
2005 - 50,72 46,68 50,00 53,00 51,00 49,11
0 7 3 1 1
46,6 48,5 50,8 57,3 58,3
2006 48,48 48,79 47,42 53,25 58,42 55,33 52,34
9 8 1 4 9
47,9 47,5 46,4 50,1 53,5
2007 49,62 46,25 49,69 50,50 51,33 - 57,50
7 0 1 6 9
52,0 54,1 46,4 48,3
2008 58,04 54,52 50,16 52,50 47,17 - - -
2 7 5 9
2009 - - - - - - - - - - - -
44,2 45,5 49,1 47,3 48,2
2010 46,32 49,18 48,47 51,25 49,13 49,17 48,15
1 2 9 4 3
47,9 47,8 50,7 54,6 63,3
2011 47,91 47,02 49,27 50,88 51,83 61,75 64,27
8 3 5 8 1
Rata- 47,9 49,0 48,6 50,9 51,8
49,98 49,41 48,64 50,50 49,81 51,89 52,61
Rata 8 1 0 6 8

c. Lama Penyinaran Matahari


Tabel 4.8. Data Kelembaban Udara Rata-Rata St. Cirata
Bulan (mm)
Tahun Fe Ma Ap Me Ju Ag Ok No
Jan Jul Sep Des
b r r i n s t v
0,5 0,5 0,5 0,6
2002 - - - - - - - -
9 4 3 0
2005 - - - - - - - - - - - -
2006 - - - - - - - - - - - -
2007 - - - - - - - - - - - -
6,1
2008 - - - - - - - - - - -
6
2009 - - - - - - - - - - - -
4,0 5,6 4,5 6,2 4,4 3,2 3,8 4,6 3,6 3,8 3,0 2,4
2010
9 5 3 2 9 0 3 0 1 5 0 6
1,6 3,4 5,0 4,7 2,4 7,6 4,2 5,1 4,4 4,6
2011 - -
2 3 1 8 9 4 2 8 9 7
Rata- 2,8 5,6 3,9 5,6 3,2 2,0 2,1 4,2 4,6 4,5 3,7 3,5
Rata 6 5 8 1 9 8 8 8 6 2 5 7

d. Kecepatan Angin Rata-Rata (Km/Jam)


Tabel 4.9. Data Kecepatan Angin Rata-Rata St. Cirata
Bulan (km/jam)
Tahun Fe Ma Ap Me Ju Ag Se Ok No
Jan Jul Des
b r r i n s p t v
2002 - - - - - - - - - - - -
2004 1,8 1,8 - 1,8 - - - - - 1,8 1,8 1,81

56
Bulan (km/jam)
Tahun Fe Ma Ap Me Ju Ag Se Ok No
Jan Jul Des
b r r i n s p t v
1 1 3 1 1
1,9 1,2 2,1 2,7 1,8 1,8 2,0 2,5 1,9 1,5
2005 - 2,40
5 8 2 5 2 7 9 3 3 7
2,6 1,4 1,5 1,6 4,9 1,8 2,6 2,4 3,1 3,7 2,6
2006 1,57
8 0 5 0 0 0 3 2 9 6 2
1,8 1,6 2,2 1,4 1,4 1,3 2,2 2,4 2,2 1,2 14,2
2007 -
6 8 4 2 6 3 4 6 1 7 3
2,4 0,8 0,3 1,6 0,4 0,2 0,5 0,3 2,4
2008 - - -
3 4 3 0 3 7 3 8 4
0,7 0,6 0,8 1,1 0,6 0,8 1,0
2009 - - - - 0,60
1 6 5 6 7 3 3
0,6 0,7 0,9 1,6 0,9 2,1 0,5 0,6 0,4 1,2 1,5
2010 0,40
5 6 0 0 8 7 4 6 7 2 3
0,5 0,5 0,6 0,3 1,2 2,1 0,4 1,5 1,6 1,4 1,9
2011 2,17
7 9 7 9 3 8 8 5 9 5 6
Rata- 1,5 1,1 1,1 1,4 1,9 1,5 1,3 1,4 1,9 1,9 1,7
3,31
Rata 8 1 6 3 6 3 8 6 1 1 5

Evapotranspirasi Potensial dari suatu permukaan air yang tipis


dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologis yang sama: radiasi,
kelembaban, angin, dan temperatur. Evapotranspirasi potensial adalah
evapotranspirasi yang mungkin terjadi pada kondisi air yang tersedia
berlebihan. Faktor penting yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial
adalah tersedianya air yang cukup banyak. Jika jumlah air selalu tersedia
secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses
transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan akan relatif lebih besar
dibandingkan apabila tersedianya air di bawah keperluan. Untuk perhitungan
Evapotranspirasi Potensial dipakai metode Penman yang dimodifikasi oleh
FAO tahun 1991:
Evapotranspirasi dalam keadaan standar dihitung dengan rumus berikut
ini:
ETo = C [W x Rn + (1-W) x f(v) x (ea-ed)
Dimana:
ETo = Evapotranspirasi pada keadaan standar (mm/hari)
W = Faktor temperatur
Rn = Radiasi matahari (mm/hari)
f (v) = Faktor kecepatan angin

57
(ea-ed) = Perbedaan antara tekanan uap air jenuh pada suhu udara
rata-rata dengan rata-rata tekanan uap air di udara (mbar)
C=Faktor koreksi akibat keadaan iklim
Hasil perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan metode
Penman-Montieth (FAO 1991) disajikan pada tabel di bawah ini:

58
Bulan
Parameter
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
M (bulan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
J (Hari Julian) 17 47 77 107 138 168 198 229 259 290 320 351
Suhu Udara (°C) 25,30 25,25 25,43 25,70 25,30 25,20 25,17 25,42 25,29 25,53 25,43 25,17
Kecepatan Angin (km/jam) 1,58 1,11 1,16 1,43 1,96 1,53 1,38 1,46 1,91 1,91 1,75 3,31
Kecepatan Angin (m/s) 0,44 0,31 0,32 0,40 0,54 0,43 0,38 0,41 0,53 0,53 0,49 0,92
RH (%) 47,98 49,98 49,41 49,01 48,64 50,50 48,60 50,96 49,81 51,88 51,89 52,61
Lama Penyinaran (Jam) 2,86 5,65 3,98 5,61 3,29 2,08 2,18 4,28 4,66 4,52 3,75 3,57
Tekanan Udara (Kpa) 100,56 100,56 100,56 100,56 100,56 100,56 100,56 100,56 100,56 100,56 100,56 100,56
es (Kpa) 3,23 3,22 3,25 3,30 3,23 3,21 3,20 3,25 3,22 3,27 3,25 3,20
ea (Kpa) 1,55 1,61 1,61 1,62 1,57 1,62 1,56 1,66 1,61 1,70 1,69 1,68
∆ (Kpa/°C) 0,19 0,19 0,19 0,20 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19
λ (MJ/kg) 2,44 2,44 2,44 2,44 2,44 2,44 2,44 2,44 2,44 2,44 2,44 2,44
γ (Kpa/°C) 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07
ε' 0,17 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,17 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16
f 0,13 0,15 0,14 0,15 0,13 0,12 0,12 0,14 0,14 0,14 0,13 0,13
δ (rad) -0,36 -0,22 -0,03 0,18 0,34 0,41 0,37 0,23 0,03 -0,18 -0,34 -0,41
dr 1,03 1,02 1,01 0,99 0,98 0,97 0,97 0,98 0,99 1,01 1,02 1,03
ωs (rad) 1,51 1,54 1,57 1,60 1,63 1,64 1,63 1,61 1,58 1,54 1,52 1,50
Ra (MJ/m2/hari) 38,94 39,03 37,71 34,66 31,14 29,35 30,22 33,28 36,53 38,46 38,78 38,65
Rs (MJ/m2/hari) 10,29 10,86 10,18 9,64 8,30 7,64 7,88 9,03 9,98 10,48 10,42 10,35
Rns (MJ/m2/hari) 7,92 8,36 7,84 7,42 6,39 5,89 6,07 6,95 7,69 8,07 8,02 7,97
Rnl (MJ/m2/hari) 0,81 0,95 0,86 0,95 0,83 0,75 0,77 0,86 0,90 0,87 0,83 0,81
Rn (MJ/m2/hari) 7,11 7,41 6,98 6,47 5,56 5,14 5,30 6,09 6,79 7,21 7,20 7,16
U2 (m/s) 0,26 0,18 0,19 0,23 0,32 0,25 0,22 0,24 0,31 0,31 0,28 0,54
  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ET0 (mm/hari) 2,43 2,42 2,31 2,22 2,03 1,82 1,85 2,09 2,38 2,49 2,46 2,67

Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Potensial

59
60
d. Catchment Area (Daerah tangkapan Air)
Catchment area atau daerah tangkapan air adalah suatu wilayah daratan
yang dibatasi oleh punggung bukit atau batas-batas pemisah topografi, yang
berfungsi menerima, menyimpan dan mengalirkan curah hujan ke alur-alur
sungai dan terus mengalir ke anak sungai dan ke sungai utama dan berakhir
di muara, danau/waduk atau laut.
Untuk menentukan catchment area, penulis menggunakan 2 software yaitu:
a. Software Google Earth Pro
Kegunaan software google earth yaitu sebagai patokan untuk
menentukan batasan lokasi yang akan dimunculkan catchment areanya.

Gambar 4.1. Menentukan Batasan Catchment Area di Google Earth


b. Software Global Mapper v18.1
Kegunaan software global mapper yaitu untuk memunculkan data
kontur, garis tali air dan memunculkan catchment area secara otomatis
berdasarkan data dari DEMNAS. DEMNAS merupakan salah satu produk
dari Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk melayani ketersediaan data
elevasi di Indonesia. DEMNAS terdiri dari integrasi beberapa data elevasi
yang diolah dengan metode GMT-surface. Berikut adalah gambaran proses
pembuatan catchment area menggunakan software global mapper v18.1
yang terlihat pada gambar 4.2 di bawah ini.

61
Gambar 4.2. Proses Pembuatan Catchment Area di Global Mapper v18.1
Setelah selesei pemodelan menggunakan global mapper maka kita dapat
mengetahui luas catchment area atau daerah tanggkapan air di lokasi
tersebut. Berikut adalah hasil dari pemodelan menggunakan software global
mapper yang tertuang pada gambar 4.3 di bawah ini.

62
63
Hidran Umum 2

Hidran Umum 1

Jalur Pipa Reservoir

Catchment Area
Luas Area = 7.194 m2

Saluran Air

Broncaptering

Gambar 4.3. Hasil Pemodelan Catchment Area MA Curug Goong

64
4.2.2 Analisis Kebutuhan Air
1. Proyeksi Kebutuhan Air
Analisis perhitungan kebutuhan air dilakukan untuk mengetahui
besarnya debit air yang dibutuhkan pada suatu daerah layanan dengan
didasarkan pada tingkat kebutuhan yang sesuai. Dalam hal ini besarnya
kebutuhan air didasarkan kebutuhan pedesaan dengan konsumsi air untuk
Unit Sambungan Rumah yaitu sebesar 60-90 liter/org/hari (Kriteria
Kebutuhan Air, SNI 6728 Sumber Daya Air). Karna kawasan layanan pada
pekerjaan ini berupa desa kecil, maka diambil kebutuhan air yaitu 60
liter/org/hari.
Tabel 4.11. Kriteria Kebutuhan Air

Sumber: SNI 6728, Tahun 2015, Sumber Daya Air


Tabel 4.12. Kriteria Kebutuhan Air

65
Sumber: SNI 6728, Tahun 2015, Sumber Daya Air
Hasil perhitungan kebutuhan air berdasarkan proyeksi jumlah penduduk
hingga tahun 2045 disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.13. Hasil Perhitungan Kebutuhan Air
Kebutuhan air
Kecamata Jumlah
Desa Mata Air L/
n Penduduk L/s
hari
Rongga Curug Goong
Cinengah 748 44,88 0,519
I

2. Pembagian Kebutuhan Air Per Blok Layanan


Pembagian Blok layanan dari Sumber Mata Air Curug Goong dapat
dilihat pada gambar berikut:
Hasil perhitungan kebutuhan untuk masing-masing blok layanan yaitu :
Layanan Layanan Kebutuhan air
Mata Air Hidran
KK Orang L/hari L/s
Curug
75 300
Goong Hidran 1 18.000 0,208
  Hidran 2 112 448 26.880 0,31
Tabel 4.14. Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Masing-Masing Blok
Layanan MA. Curug Goong

3.
4.
4.1
4.2
4.2.1
4.2.2
4.2.3 Neraca Air
Neraca air merupakan alat untuk mendekati nilai-nilai hidrologis
proses yang terjadi di lapangan. Secara garis besar neraca air merupakan
penjelasan tentang hubungan antara aliran ke dalam (In flow) dan aliran ke
luar (out flow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu dari proses
sirkulasi air. Neraca air juga dapat didefinisikan sebagai selisih antara
jumlah air yang diterima dan kehilangan air melalui proses evapotranspirasi.

66
Hasil perhitungan neraca air dan grafik neraca air MA Curug Goong dapat
dilihat pada Tabel dan Gambar di bawah ini.

67
Tabel 4.15. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2021

Neraca Air Bulanan Tahun 2021


2.500
2.000
1.500
1.000
0.500
0.000
ar
i
ar
i et ril ei ni li us r er r r
ru ar Ap M Ju Ju st be ob be be
a nu b M u m kt m m
J Fe Ag pt
e O ve se
Se No De

Kebutuhan Air Ketersediaan air

Gambar 4.4. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2021

68
Tabel 4.16. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2022

Gambar 4.5. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2022

69
Tabel 4.17. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2023

Gambar 4.6. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2023

70
Tabel 4.18. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2024

Gambar 4.7. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2024

71
Tabel 4.19. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2025

Gambar 4.8. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2025

72
Tabel 4.20. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2026

Gambar 4.9. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2026

73
Tabel 4.21. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2027

Gambar 4.10. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2027

74
Tabel 4.22. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2028

Gambar 4.11. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2028

75
Tabel 4.23. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2029

Gambar 4.12. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2029

76
Tabel 4.24. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2030

Gambar 4.13. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2030

77
Tabel 4.25. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2031

Gambar 4.14. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2031

78
Tabel 4.26. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2032

Gambar 4.15. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2032

79
Tabel 4.27. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2033

Gambar 4.16. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2033

80
Tabel 4.28. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2034

Gambar 4.17. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2034

81
Tabel 4.29. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2035

Gambar 4.18. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2035

82
Tabel 4.30. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2036

Gambar 4.19. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2036

83
Tabel 4.31. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2037

Gambar 4.20. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2037

84
Tabel 4.32. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2038

Gambar 4.21. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2038

85
Tabel 4.33. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2039

Gambar 4.22. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2039

86
Tabel 4.34. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2040

Gambar 4.23. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2040

87
Tabel 4.35. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2041

Gambar 4.24. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2041

88
Tabel 4.36. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2042

Gambar 4.25. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2042

89
Tabel 4.37. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2043

Gambar 4.26. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2043

90
Tabel 4.38. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2044

Gambar 4.27. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2044

91
Tabel 4.39. Perhitungan Neraca Air Bulanan Tahun 2045

Gambar 4.28. Grafik Neraca Air Bulanan Tahun 2045

92
Tabel 4.15. Perhitungan Neraca Air Periode 25 Tahunan
Tahun
Kebutuhan Air Curug Goong Satuan
2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042 2043 2044 2045
Kependudukan
Penduduk Terlayani Jiwa 1383 1399 1415 1431 1447 1463 1480 1497 1514 1531 1548 1566 1584 1602 1620 1638 1657 1676 1695 1714 1733 1753 1773 1793 1813 1833
Pertumbuhan Penduduk % 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1
Kebutuhan Air
Pemakaian per orang lt/hari 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60
Pemakaian per orang lt/dtk 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007
Kebutuhan Air Domestik lt/dtk 0,960 0,972 0,983 0,994 1,005 1,016 1,028 1,040 1,051 1,063 1,075 1,088 1,100 1,113 1,125 1,138 1,151 1,164 1,177 1,190 1,203 1,217 1,231 1,245 1,259 1,273
Kebutuhan Air Non Domestik lt/dtk 0,144 0,146 0,147 0,149 0,151 0,152 0,154 0,156 0,158 0,159 0,161 0,163 0,165 0,167 0,169 0,171 0,173 0,175 0,177 0,179 0,181 0,183 0,185 0,187 0,189 0,191
Kebutuhan Air Total lt/dtk 1,104 1,117 1,130 1,143 1,156 1,168 1,182 1,196 1,209 1,223 1,236 1,251 1,265 1,279 1,294 1,308 1,323 1,338 1,354 1,369 1,384 1,400 1,416 1,432 1,448 1,464
Kehilangan Air
%Kehilangan Air % 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Jumlah Kehilangan Air lt/dtk 0,221 0,223 0,226 0,229 0,231 0,234 0,236 0,239 0,242 0,245 0,247 0,250 0,253 0,256 0,259 0,262 0,265 0,268 0,271 0,274 0,277 0,280 0,283 0,286 0,290 0,293
Kebutuhan Air Rata-Rata lt/dtk 1,325 1,341 1,356 1,371 1,387 1,402 1,418 1,435 1,451 1,467 1,484 1,501 1,518 1,535 1,553 1,570 1,588 1,606 1,624 1,643 1,661 1,680 1,699 1,718 1,737 1,76
Kebutuhan Hari Maksimum
Faktor koefisien 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25
Kebutuhan Air lt/dtk 1,657 1,676 1,695 1,714 1,733 1,753 1,773 1,793 1,814 1,834 1,854 1,876 1,898 1,919 1,941 1,962 1,985 2,008 2,030 2,053 2,076 2,100 2,124 2,148 2,172 2,196
Kebutuhan Jam Puncak
Faktor koefisien 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75 1,75
Kebutuhan Air lt/dtk 2,319 2,346 2,373 2,400 2,427 2,454 2,482 2,511 2,539 2,568 2,596 2,626 2,657 2,687 2,717 2,747 2,779 2,811 2,843 2,875 2,906 2,940 2,973 3,007 3,041 3,0741
m3/dtk 0,0023 0,0023 0,0024 0,0024 0,0024 0,0025 0,0025 0,0025 0,0025 0,0026 0,0026 0,0026 0,0027 0,0027 0,0027 0,0027 0,0028 0,0028 0,0028 0,0029 0,0029 0,0029 0,0030 0,0030 0,0030 0,0031
Ketersediaan Air lt/dtk 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711 2,2711
Sisa Air lt/dtk 0,9457 1,1538 1,1411 1,1283 1,1155 1,1027 1,0891 1,0756 1,0620 1,0484 1,0348 1,0205 1,0061 0,9917 0,9773 0,9630 0,9478 0,9326 0,9174 0,9023 0,8871 0,8711 0,8552 0,8392 0,8232 0,8072
Neraca Air Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup

93
Neraca Air Curug Goong
2.500

2.000

1.500
Debit (Lt/Dt)

Kebutuhan
1.000 Ketersediaan

0.500

0.000
20 022 024 026 028 030 032 034 036 038 040 042 044
20 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Tahun

Gambar 4.29. Grafik Neraca Air Periode 25 Tahunan

4.3 Perhitungan Hidrolis


Perhitungan hidrolis pada perencanaan air baku mengaacu pada rumus
Hazen William sebagai berikut:
1. Menghitung Debit di Dalam Pipa
lh ¿ 0,54
Q=0,2785× C × D¿ 2,63 ×( )
L
2. Menghitung Headloss di Dalam Pipa
¿1,85
Q
hl=( ) ×L
0,2785× C × D 2,63
3. Menghitung Slope Hidrolis
¿ 1,85
Q
hl/ L=( )
0,2785× C × D2,63

4. Menghitung Diameter Pipa


Q
D=
3,14
( )
4

5. Menghitung Kecepatan Dalam Pipa

94
Q Q
v= =
A 3,14 2
( )× D
4
4.3.1 Hasil Pemodelan EPANET 2.0
Output yang dihasilkan dari Program EPANET anatara lain debit
mengalir dalam pipa (lt/dtk), tekanan air dari masing-masing
titik/node/junction yang dapat dipakai sebagai analisa dalam menentukan
operasi instalasi, pompa, dan reservoir.
Hasil pemodelan jaringan distribusi menggunakan Software EPANET
dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini:

Gambar 4.30. Model Jaringan Distribusi Pada MA. Curug Goong


Tabel 4.16 Tabulasi Hasil Pemodelan Jaringan Distribusi MA. Curug Goong
Elevation Base Demand Demand Head Pressure
Node ID
m LPS LPS m m
Hidran
J1 971,941 0,5193 0,52 978,09 6,15
Hidran
J2 969,000 0,311 0,31 977,66 8,66
Junc J2A 965,000 0,311 0,31 977,71 12,71
Resvr R1 981,373 1,1413   981,37 0
Lengt Unit
Diameter Flow Velocity Friction
Pipa h Roughness Headloss
Factor
m mm LPS m/s m/km
Pipe P1 327,34 50 130 1,14 0,58 10,01 0,029
Pipe P2A 119,27 50 130 0,62 0,32 3,25 0,032
Pipe P2 55,32 50 130 0,31 0,16 0,9 0,035

95
4.4 Perhitungan dan Perencanaan Desain
4.4.1 Perencanaan Jaringan Pipa
Penentuan jalur pipa transmisi air baku yang akan dibuat berdasarkan
pada faktor-faktor berikut di bawah ini:

a. Jalur pipa dipilih jalur yang paling pendek.


b. Menghindari banyak rintangan jalur pipa/hambatan yang ada pada jalur
pipa.
c. Penggunaan peralatan perpipaan diusahakan sedikit mungkin
d. Aman dari gangguan erosi.
Berdasarkan analisa hidrolika dan pengamatan kondisi lapangan, maka
dipilih sistem transmisi air baku secara gravitasi, menggunakan jenis pipa
HDPE 2” NP 10 mengingat elastisitas pipa yang tinggi dan bentang
jangkauan yang tidak jauh dimana tidak diperlukannya bak Pelepas tekan.

1. Jaringan Pipa Transmisi MA. Curug Goong


Jalur transmisi pipa turun dengan kemiringan yang cukup landai
sehingga dapat dipastikan air bisa mengalir secara grafitasi. Adapun data
yang didapatkan dari peta Topografi dan data dari lapangan adalah sebagai
berikut:
Elevasi Mata Air : +982.16 m
Elevasi Tujuan (Reservoar) : +980.00 m
Debit kebutuhan : 1.893 l/dt
Debit rencana yang dialirkan : 1.893 l/dt
Debit ketersediaan : 2.2711 l/dt
Panjang total pipa : 663.97 m
Jalur transmisi pipa telah digambarkan dalam bentuk skema jaringan
pada Gambar 4.3 di bawah ini:

96
Gambar 4.31. Skema Jaringan Transmisi MA. Curug Goong
4.4.2 Perencanaan Bangunan Pengambilan (Broncaptering)
Penentuan tipe bangunan pengambilan/penangkap mata air
(broncaptering) disesuaikan dengan karakteristik sumber mata air yang akan
dimanfaatkan.
Dimensi Broncaptering MA. Curug Goong :
Panjang Lantai :17.05 m
Lebar : 24.67 m
Kedalaman :1m
Lebar Intake : 0.5 m
Untuk perencanaan air baku, pipa pengambilan akan diletakkan pada
tubuh bangunan broncaptering dengan pipa hpde θ2inch.
Terdapat kerusakan pada bangunan Broncaptering eksisting Curug
Goong yang menurut keterangan dari Konsultan terkait telah mendapatkan
izin oleh pihak desa untuk digunakan dalam perencanaan ini.
Lebar : 6,1 m
Tinggi dengan pondasi : 2,5 m
Tebal pasangan batu : 0,3 m
Gambar 4.32. Kondisi Broncaptering Eksisting Curug Goong

97
Untuk memaksimalkan kinerja prasarana air baku yang ada di lokasi
Curug Goong, sebaiknya terdapat perbaikan untuk bendung yang ada di
sebelah broncaptering, sehingga penggunaan air mata air dapat digunakan
untuk kebutuhan air baku secara efektif.

4.4.3 Perencanaan Bangunan Penampung (Reservoir)


Perencanaan suatu tampungan air harus memperhatikan kemampuan
dalam mengalirkan air dalam setiap waktu. Ukuran dan lokasi penempatan
fasilitas bangunan tampungan, penggunaan ukuran pipa yang ekonomis
untuk sistem distribusi, mengurangi tekanan dari variasi tekanan dalam
sistem, akan membuat pengeoperasian fasiltias produksi layak di atas batas
rata-rata dari pada kebutuhan puncak kebutuhan air, atau dapat memenuhi
pengoperasian fasilitas produksi sesuai jadwal dengan baik.
Analisa kebutuhan volume tampungan reservoir digunakan sebagai
cara untuk menilai kemampuan sumber air dan perencaan volume reservoan
dalam sistem penyediaan air. Indikator untuk menilai kemampuan sistem
penyediaan air adalah ketersediaan di dalam reservoir pada setiap periode.
Dengan car aini makan akan dapat diteliti dengan mudah periode deficit
yang terjadi pada reservoir. Secara teknis analisa perhitungan kesetimbangan
air dapat dihitung dengan persamaan berikut:
St+1 = St + It – Qt
Dengan :
t = periode (jam)
St+1 = tampungan air di tandon pada periode t (m3)
St = tampungan air pada periode t (m3)
It = Inflow ke dalam tandon periode t (m3)
Qt = Supplai air pada periode t (m3)
Selanjutnya perhitungan volume reservoir dilakukan dengan menggunakan
kurva massa.
A. Volume Tampungan Reservoir Curug Goong
Kapasitas reservoir air ini direncakan untuk dapat menanggung beban
permintaan air dalam waktu 24 jam dengan ketersedian air rata-rata 2,27

98
l/dt. Dimana dari hasil analisis perhitungan diperlukan reservoir dengan
kapasitas volume efektif sebesar 38m3. Adapun rincian perhitungannya
sebagai berikut:
Tabel 4.17. Perhitungan Volume Tampungan Reservoir
Inflow Volume Load outflow Volume Kumulatif Kumulatif Kum. Inflow-
Jam
(l/dt) Inflow (m3) Factor (l/dt) Outflow (m3) inflow (m3) Outflow (m3) Kum.Outflow
1 2,2711 8,17596 0,3 0,68133 2,452788 8,17596 2,452788 5,723172
2 2,2711 8,17596 0,37 0,840307 3,0251052 16,35192 5,4778932 10,8740268
3 2,2711 8,17596 0,45 1,021995 3,679182 24,52788 9,1570752 15,3708048
4 2,2711 8,17596 0,64 1,453504 5,2326144 32,70384 14,3896896 18,3141504
5 2,2711 8,17596 1,15 2,611765 9,402354 40,8798 23,7920436 17,0877564
6 2,2711 8,17596 1,4 3,17954 11,446344 49,05576 35,2383876 13,8173724
7 2,2711 8,17596 1,53 3,474783 12,5092188 57,23172 47,7476064 9,4841136
8 2,2711 8,17596 1,56 3,542916 12,7544976 65,40768 60,502104 4,905576
9 2,2711 8,17596 1,41 3,202251 11,5281036 73,58364 72,0302076 1,5534324
10 2,2711 8,17596 1,38 3,134118 11,2828248 81,7596 83,3130324 -1,5534324
11 2,2711 8,17596 1,27 2,884297 10,3834692 89,93556 93,6965016 -3,7609416
12 2,2711 8,17596 1,2 2,72532 9,811152 98,11152 103,5076536 -5,3961336
13 2,2711 8,17596 1,14 2,589054 9,3205944 106,28748 112,828248 -6,540768
14 2,2711 8,17596 1,17 2,657187 9,5658732 114,46344 122,3941212 -7,9306812
15 2,2711 8,17596 1,18 2,679898 9,6476328 122,6394 132,041754 -9,402354
16 2,2711 8,17596 1,22 2,770742 9,9746712 130,81536 142,0164252 -11,2010652
17 2,2711 8,17596 1,31 2,975141 10,7105076 138,99132 152,7269328 -13,7356128
18 2,2711 8,17596 1,38 3,134118 11,2828248 147,16728 164,0097576 -16,8424776
19 2,2711 8,17596 1,25 2,838875 10,21995 155,34324 174,2297076 -18,8864676
20 2,2711 8,17596 0,98 2,225678 8,0124408 163,5192 182,2421484 -18,7229484
21 2,2711 8,17596 0,62 1,408082 5,0690952 171,69516 187,3112436 -15,6160836
22 2,2711 8,17596 0,45 1,021995 3,679182 179,87112 190,9904256 -11,1193056
23 2,2711 8,17596 0,37 0,840307 3,0251052 188,04708 194,0155308 -5,9684508
24 2,2711 8,17596 0,27 0,613197 2,2075092 196,22304 196,22304 0
Nilai Maksimum 18,3141504
Nilai Minimum -18,8864676

Volume Tampungan Efektif Reservoir:


V. Efektif = Nilai Maksimum – Nilai Minimum
= 18,3141 – (-18,8864)
= 37,2006 ≈ 38 m3
Dengan perhitungan coba-coba didapatkan dimensi :
Panjang = 3,8 m
Lebar =4m
Tinggi (H) efektif = 2,5 m

Parameter yang ditetapkan :


Tinggi Jagaan = 0,25 m
Tinggi Mati = 0,25
Maka di dapatkan,

99
Tinggi Total = H.efektif +H.jagaan
= 2,5 + 0,25 +0,25
=3m
Volume Total = Panjang x Lebar x H.total
= 3,8x 4 x 3
= 45,6 m3
Volume Mati = Volume Total-Volume Efektif
= 45,6 – 38 m
= 7,6 m3

4.4.4 Perencanaan Bangunan Hidran Umum (Sistem ABSAH)


Hidran Umum (HU) adalah kran umum yang menggunakan bak
penampungan air sementara dan dipakai oleh masyarakat umum disekitar
lokasi hidran umum.
Bangunan Hidran Umum cara perhitungannya sama dengan bak
penampung (Reservoir), namun umumnya bangunan hidran umum berupa
tabung dari fiberglass dengan volumenya sudah ditetapkan antara 2 m3 dan 4
m3, mengingat jarak maksimum antara hidran umum maksimum 200 meter,
maka umumnya jumlah hidran umum lebih dari satu.
Sesuai dengan skema jaringan transmisi yang telah ditentukan, lokasi
penempatan bangunan hidran umum telah dibagi 2 lokasi yaitu HU 1 dan
HU 2, Dimana jarak antara HU 1 dan HU 2 adalah 172.35 meter. Untuk
kebutuhan air di HU 1 sebesar 0.2083 lt/dtk dengan jumlah penduduk 300
jiwa sedangkan kebutuhan air di HU 2 sebesar 0.311 lt/dtk dengan jumlah
penduduk 448 jiwa.
Untuk mencegah terjadinya kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan
air dari sumber mata air curug goong, maka dibuatkan tampungan air hujan
pada desain perencanaan untuk setiap hidran umum yang ada pada lokasi
mata air menggunakan toren dan filterasi untuk meningkatkan kualitas air
agar lebih jernih. Kapasitas tampungan toren yang digunakan telah
disesuikan dengan luas atap hidran umum dan dengan kapasitas toren yang
dijual di pasaran, dimana kapasitas toren yang dipilih yaitu 520 liter.

100
1. Volume Tampungan Hidran Umum 1 (HU 1)
Tabel 4.18. Perhitungan Volume Tampungan Hidran Umum 1

2. Volume Tampungan Hidran Umum 2 (HU 2)


Tabel 4.19. Perhitungan Volume Tampungan Hidran Umum 2

101
4.5 Stabilitas Bangunan
4.5.1 Stabilitas Bangunan Pengambilan (Broncaptering)
Perhitungan stabilitas dihitung berdasarkan beberapa kondisi yaitu
pada kondisi normal, kondisi normal ada gempa, kondisi banjir dan kondisi
banjir dengan gempa. Kondisi ini diperhitungkan terhadap:
1. Guling
2. Geser
Geometri yang digunakan dalam analisis ini adalah potongan
melintang bangunan, sedangkan parameter geoteknik yang digunakan adalah
hasil laboratorium penyelidikan geoteknik yang telah dilakukan.
Tabel 4.20. Data Tanah
Sudut Gesar
No Berat Jenis (γ) Kohesi (C)
Lokasi Material (φ)
. (gr/cm3) (Mpa)
( ͦ)
1. Broncapt Curug
1,0827 8,662 0,182
Goong
Sumber : Hasil Test Laboratorium Sample Tanah, Konsultan 2021
A. Berat Sendiri Bangunan
Perhitungan beban mati akibat berat sendiri didapat dari hasil perkalian
berat tubuh bangunan itu sendiri dengan berat jenis bahan yang digunakan.
Sedangkan momen yang bekerja pada bangunan akibat beban mati didapat
dari hasil perkalian gaya akibat berat sendiri dengan lengan momen yang
ditinjau dari titik keruntuhannya.

102
Gambar 4.33. Pebagian Gaya-Gaya yang Bekerja Pada Kondisi Air Kosong

Gambar 4.34. Pembagian Gaya-Gaya yang Bekerja Pada Kondisi MAN

Contoh Perhitungan:
Besar gaya berat sendiri pada segmen W1:
γbeton = 2,2 ton/m3
Volume = panjang x tinggi x lebar
= 1 x 1,96 x 0,5
= 0,98m3
Besar Gaya = Volume x γbeton
= 0,98 x 2,2
= 2,16 ton
Momen = Gaya x Jarak
= 2,16 x 1,46
= 3,16 tm
Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan cara tabelaris untuk
kondisi kosong dan MAN seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.21. Hasil Perhitungan Momen Akibat Beban Sendiri Kondisi Air
Kosong
Notas Uraian Gaya Gaya Lenga Momen (ton

103
(ton) n m)
i
V H (m) Mt Mg
                             
I BERAT SENDIRI          
2,2 0,5 1,9 2,1
W1 1 x 0 x 0 x 6 6   1,46 3,16  
0, 2,2 0,1 1,5 0,3
W2 5 x 0 x 9 x 0 1   1,22 0,38  

2,2 0,9 0,4 0,9


W3 1 x 0 x 3 x 5 2   0,53 0,49  

Jumlah (I) 3,3 0,0


  9 0   4,02 0,00

Tabel 4.22. Hasil Perhitungan Momen Akibat Beban Sendiri Kondisi MAN
Gaya Lenga Momen (ton
Notas (ton) n m)
Uraian Gaya
i
V H (m) Mt Mg
                             
I BERAT SENDIRI          
2,2 0,5 1,9 2,1
W1 1 x 0 x 0 x 6 6   1,46 3,16  
2,2 0,1 1,5 0,3
W2 0,5 x 0 x 9 x 0 1   1,22 0,38  
2,2 0,9 0,4 0,9
W3 1 x 0 x 3 x 5 2   0,53 0,49  
3,3 0,0
Jumlah (I)
  9 0   4,02 0,00

B. Gaya Hidrostatis
Perhitungan dilakukan dengan mengambil potongan 0,5 meter tinggi
bangunan dan tekanan air yang diperhitungkan adalah gaya hidrostatis.
Besar gaya hidrostatis adalah fungsi kedalaman yang bekerja tegaklurus
terhadap muka bangunan. Tekanan air arah horizontal (hidrostatis) dihitung
pada kondisi MAN saja. Gaya hidrostatis dihitung dengan rumus :
W = Luas x γair

104
Contoh perhitungan :
γair = 1 ton/m2
Luas = ½ x lebar x tinggi
= ½ x 0,5 x 1,2
= 0,3 m2
Ph = Luas x γair
= 0,3 x 1
= 0,3 ton
Momen = Gaya x Jarak
= 0,3 x 1,81
= 0,54 tm

C. Gaya Akibat Gempa


Gaya akibat beban gempa berupa gaya horizontal (He) dan momen
gempa (Me) Besarnya dihitung dengan rumus:
He = k * G
Dimana E (Koefisien gempa)
Berdasarkan peta zona gempa dan peta geologi, Kabupaten Bandung Barat
terletak pada zona D. Maka diambil nilai Z = 1,2 dan jenis batuan dasar
dengan nilai n = 0,8. Serta diperhitungkan dengan periode ulang kegempaan
yaitu periode ulang 100 tahun dengan nilai ac = 0.227 gall.
Ad = z x ac x v
= 1.2 x 0.227 x 0.80 x 10
= 2.18 cm/det2
Maka, nilai koefisien gempa (k) adalah :

105
k = ad/g= 2.18/9.81 = 0.22

Gambar 4.35 Peta Zona Gempa Indonesia

Contoh perhitungan :
γbeton = 2,2 ton/m3
Besarnya gaya akibat gempa segman G1:
Besar gaya berat (W1) = 2,16 ton
Besar gaya = koefisien x gaya berat sendiri
= 0.22 x 2,16 = 0,48 ton
Momen = Gaya x Jarak
= 0,48 x 1,46 = 0,7 tm
Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan cara tabelaris untuk kondisi
kosong dan kondisi MAN seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Momen Akibat Gaya Gempa Kondisi
Kosong
Notasi Uraian Gaya Gaya Lengan Momen (ton

106
(ton) m)
V H (m) Mt Mg

V GAYA GEMPA          
2,2 0,5 1,9 0,2
G1 1 x 0 x 0 x 6 x 2   0,47 1,46   0,69
0, 2,2 0,1 1,5 0,2
G2 5 x 0 x 9 x 0 x 2   0,07 1,22   0,08
2,2 0,9 0,4 0,2
G3 1 x 0 x 3 x 5 x 2   0,20 0,53   0,11
0,
  Jumlah (V) 00 0,75   0,00 0,89

Tabel 4.24. Hasil Perhitungan Momen Akibat Gaya Gempa Kondisi MAN
Gaya Lenga Momen (ton
Nota (ton) n m)
Uraian Gaya
si
V H (m) Mt Mg
VI GAYA GEMPA          
2,2 1,9 0,5 0,2 0,4
G1 1 x 0 x 6 x 0 x 2   8 1,46   0,70
0, 2,2 1,5 0,1 0,2 0,0
G2 5 x 0 x 0 x 9 x 2   7 1,22   0,08
2,2 0,4 0,9 0,2 0,2
G3 1 x 0 x 5 x 3 x 2   1 0,53   0,11
0,0 0,7
  Jumlah (V) 0 5     0,89

D. Gaya Tekanan Pasif dan Aktif


Koefiisien tekanan aktif dapat dihitung menggunakan rumus yaitu:
Ka = tg2(45 - φ/2)
= tg2(45 - 45/2) = 0,17
Koefisien tekanan pasif dapat dihitung menggunakan rumus :
Kp = tg2(45 + φ/2)
= tg2(45 + 45/2) = 5,18
Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan cara tabelaris untuk kondisi
kosong dan MAN seperti pada berikut ini.
Tabel 4.25. Perhitungan Momen Akibat Gaya Tekanan Pasif dan Aktif
Kondisi Kosong
Nota Uraian Gaya Gaya Leng Momen (ton
si (ton) an m)

107
V H (m) Mt Mg
III TEKANAN TANAH          
1,8 0,5 0,7 0,17 0,0
Pta 0,5 x 9 x 0 x 6 x 2   6 1,70 0,10
-
- 1,8 0,2 0,4 5,82 0,0
Ptp 0,5 x 9 x 9 x 5 x 8   5 0,25 -0,01
           
0,0 0,0
Jumlah (III)
  0 1   0,00 0,09

E. Gaya Angkat (Uplift)


Gaya angkat ditentukan menggunakan persamaan berikut:

Dimana :
Px = Gaya angkat pada titik x
L = Panjang total bidang kontak dengan tanah (m)
Lx = Panjang bidang kontak dari hulu hingga x (m)
∆H = Beda tinggi tekan di hulu dan hilir (m)
Hx = Tinggi energi di hulu dengan titik x (m)
Rembesan Lane :
Rembesan Lane dicari menggunakan persamaan berikut :

Dimana :
Lv = Panjang jalur rembesan arah vertikal
Lh = Panjang jalur rembesa arah horizontal
Hw = Beda tinggi energi
Berikut ini adalah sketsa titik uplift bangunan kondisi MAN dapat
dilihat pada gambar berikut:

108
Gambar 4.36 Sketsa Titik Uplift Bangunan Broncaptering Curug Goong
Kondisi MAN

Contoh Perhitungan :
Perhitungan dilakukan dengan peninjauan masing-masing garis
1. Contoh garis AB: Vertikal = 0,76 m
Horizontal =0m
2. Hitung nilai panjang nilai kontak dari hulu sampai titik x untuk masing-
1
masing titik. Untuk titik B: LB =0,76+ 0=0,76
3

109
3. Untuk titik-titik selanjutnya Lx dihitung secara kumulatif.
4. Cari nilai beda tinggi tekan di hulu dan di hilir, pada saat MAN dH = 1,2
m
5. Nilai panjang total nilai kontak (L) merupakan total panjang nilai kontak
dari hulu. Dalam konsisi ini besar L=1,63 m
6. Tentukan tinggi energi hulu dan titik x. Contoh untuk titik B sebesar=1,2
m
7. Cari nilai Ux untuk masing-masing titik, contoh perhitungan untuk titik
B:

Ux=Hx− ( L×LxdH )=1,2− 1,630,76×1,2 =1,57


Tabel 4.26. Perhitungan Gaya Angkat pada Semua Titik Kondisi MAN
Titi Gari 1/3 Lx *
Lv Lh Lx dH L Hx Ux
k s Lh dH/L
A 1,2 1,63 0 1,2 1,2
B AB 0,76 0 0,00 0,76 1,2 1,63 0,56 1,96 1,57
C BC 0 1,23 0,41 1,17 1,2 1,63 0,86 1,96 1,36
D CD 0,46 0 0,00 1,63 1,2 1,63 1,20 1,50 0,67

Gaya Angkat Vertikal dan Horizontal


Selanjutnya gaya uplift dihitung untuk gaya vertikal dan horizontal
• Gaya dihitung dengan cara menghitung luas komponen gaya per titik
• Contoh perhitungan gaya horizontal garis AB
(1,2+1,57)× 0,76
U H= =1,05 Ton
2
• Contoh perhitungn gaya vertical garis BC
−( 1,57+1,36 ) ×1,23
UV = =−1,8 Ton
2

Tabel 4.27. Total Gaya dan Momen Vertikal dan Horizontal Kondisi MAN
Gaya Lengan Momen
Uv Garis Titik 1 Titik 2 t
(Ton) (m) (Tonm)
V1 BC 1,57 1,36 1,23 -1,80 0,57 -1,028265663
Jumlah -1,80 Jumlah -1,03
UH Garis Titik 1 Titik 2 t Gaya Lengan Momen

110
(Ton) (m) (Tonm)
H1 AB 1,2 1,57 0,76 -1,05 0,43 -0,45
H2 CD 1,36 0,67 0,46 0,47 0,3 0,14
Jumlah -0,59 Jumlah -0,31

Tabel 4.28. Rekapitulasi Perhitungan Stabilitas Terhadap Guling dan Geser


Pada Broncaptering Curug Goong
Kondisi Air Kondisi Air
No Uraian Rumus (Dengan Gempa) (Tanpa Gempa) Keterangan
Kosong Normal Kosong Normal
GAYA YANG
I BEKERJA            
1,1 Gaya Vertikal (ton) ∑V 3,39 1,59 3,39 1,59  
1,2 Gaya Horizontal (ton) ∑H 0,75 0,51 0,22 0,08  
1,3 Momen Tahan (ton meter) ∑Mt 4,02 3,00 4,02 3,00  
Momen Guling (ton
1,4 meter) ∑Mg 0,98 1,27 0,45 0,93  
DATA
II PERENCANAAN            
2,1 Koefisien Geser antara f = tg f 0,75 0,75 0,75 0,75  
  Material Konstruksi            
  dan Tanah dasar            
2,2 Lebar Pondasi (m) B 0,50 0,50 0,50 0,50  
2,3 Syarat Faktor Keamanan SF Guling > 1.5 > 1.5 > 1.5 > 1.5  
  Guling            
2,4 Syarat Faktor Keamanan SF Geser > 1.5 > 1.5 > 1.5 > 1.5  
  Geser            
STABILITAS
III TERHADAP            
  GULING DAN GESER            
3,1 Stabilitas Terhadap Guling SF = ∑Mt/∑Mg 4,12 2,36 8,94 3,24 > 1.5 OK
SF = (∑V x
3,2 Stabilitas Terhadap Geser f)/∑H 3,38 2,35 11,66 15,70 > 1.5 OK

4.5.2 Kekuatan Struktur Reservoir


a. Rekapitulasi Perhitungan
Tabel 4.29. Rekapitulasi Perhitungan Struktur Reservoar
Curug
No Uraian Satuan Rumus
Goong Keterangan
I. Tebal Plat        
  Tebal Minimum mm hmin 32,95  

111
Curug
No Uraian Satuan Rumus
Goong Keterangan
  Tebal direncana mm h 300,00 h > hmin , OK
           
II. Momen Lentur        
kg.m/
 
Mly m' 0.001*x*Qu*lx^2 2.476,46  
kg.m/ -
 
Mtx m' 0.001*x*Qu*lx^2 2.080,23  
kg.m/ -
 
Mty m' 0.001*x*Qu*lx^2 -5.844,45  
  0 0 0 -5.349,15  
           
III
 
. Penulangan Pelat      
  Mlx Buah   3,00  
  Mly Buah   2,00  
  Mtx Buah   5,00  
  Mtx Buah   5,00  
           
IV
 
. Kontrol Lendutan      
  Lendutan Total 0 dtot 3,61
Batas Lendutan dtot ≤ Lx /240,
  0
Maksimum Lx / 240 15,83 AMAN
           
V. Perhitungan Tulangan        
Faktor Tahanan Momen
    Rmax 8,90
Maksimum  
  Tulangan Positif (>80%)        
  Faktor Tahanan Momen   Rn 0,51 Rn < Rmax , OK
  Momen rencana positif kNm 159,625536 1.270,54  
f*Mn ³ Mu+ ,
  kNm
Tahanan Momen Balok 162,4694781 2.879,38 AMAN
  Tulangan Positif (<20%)        
  Faktor Tahanan Momen   Rn 0,13 Rn < Rmax , OK
  Momen rencana positif kNm Mu+ 317,63  
f*Mn ³ Mu+ ,
  kNm
Tahanan Momen Balok f * Mn 2.325,92 AMAN

b. Stabilitas Pondasi Reservoir


Tabel 4.30. Rekapitulasi Stabilitas Fondasi Reservoar
Curug
No Uraian Rumus Keterangan
Goong
I Kapasitas Dukung Tanah
I.1 Kapasitas Dukung Ultimit qu 223,18
I.2 Kapasitas Duung Tanah qa=qu/3 74,39

II Kontrol Tegangan Tanah


II.1 Besar Tekanan q 8,88
II.2 Tegangan Tanah Maksimal qmax 4.852,72 >q OK
II.3 Tegangan Tanah Minimum qmin 74,14 >0 OK

III Gaya Geser


III.1 Tinjauan Arah X

112
Curug
No Uraian Rumus Keterangan
Goong
Gaya Geser Arah x Vux 487,649
2.204,98
Kuat Geser Vc
5
Pemenuhan Syarat Vc≥Vux OK
III.2 Tinjauan Arah Y
Gaya Geser Arah y Vuy 380,540
2.841,98
Kuat Geser Vc
1
Pemenuhan Syarat Vc≥Vux OK
III.3 Tinjauan Dua Arah (Pons)
1.570,90
Gaya Aksial Pu
9
Gaya Geser Pons Vup 716,482
8.383,84
Kuat Geser  * Vnp
4
Pemenuhan Syarat  * Vnp≥Vup OK
 * Vnp≥Pu OK
IV Pembesian Footplat
IV.
Tulangan Lentur Arah X
1
Faktor Reduksi Kekuatan
Rmax 4,769
Lentur
Rn<Rmax
Rn 0,310
OK
IV.
Tulangan Lentur Arah Y
2
Faktor Reduksi Kekuatan
Rmax 4,769
Lentur
Rn<Rmax
Rn 3,119
OK
IV.
Tulangan Susut
3
Diameter Tulangan  12

4.5.3 Stabilitas Bangunan Hidran Umum


1. PHidran Umum 1 (HU 1)

A. DATA FONDASI
DATA TANAH
Kedalaman fondasi, Df = 1,30 m
3
Berat volume tanah, g= 16,98 kN/m
Sudut gesek dalam, f= 16,61 
Kohesi, c= 25,70 kPa
2
Tahanan konus rata-rata (hasil pengujian sondir), qc = 6,00 kg/cm
DIMENSI FONDASI
Lebar fondasi arah x, Bx = 2,00 m
Lebar fondasi arah y, By = 2,00 m
Tebal fondasi, h= 0,70 m
BAHAN KONSTRUKSI
Kuat tekan beton, fc' = 18,0 MPa
Kuat leleh baja tulangan, fy = 390 MPa
3
Berat beton bertulang, gc = 24 kN/m
BEBAN RENCANA FONDASI
Gaya aksial akibat beban terfaktor, Pu = 1570,909 kN
113
Momen arah x akibat beban terfaktor, Mux = 101,000 kNm
Momen arah y akibat beban terfaktor, Muy = 102,886 kNm
2. Hidran Umum 2 (HU 2)
A. DATA FONDASI
DATA TANAH
Kedalaman fondasi, Df = 1,30 m
3
Berat volume tanah, g= 17,42 kN/m
Sudut gesek dalam, f= 17,58 
Kohesi, c= 27,40 kPa
2
Tahanan konus rata-rata (hasil pengujian sondir), qc = 6,00 kg/cm
DIMENSI FONDASI
Lebar fondasi arah x, Bx = 2,57 m
Lebar fondasi arah y, By = 2,57 m
Tebal fondasi, h= 0,70 m
BAHAN KONSTRUKSI
Kuat tekan beton, fc' = 18,0 MPa
Kuat leleh baja tulangan, fy = 390 MPa
3
Berat beton bertulang, gc = 24 kN/m
BEBAN RENCANA FONDASI
Gaya aksial akibat beban terfaktor, Pu = 1570,909 kN
Momen arah x akibat beban terfaktor, Mux = 101,000 kNm
Momen arah y akibat beban terfaktor, Muy = 102,886 kNm

4.6 Gambar Desain


Pembuatan rancangan gambar desain ini dibuat menggunakan software
AutoCad berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan, maka
desain Bangunan Prasarana Air Baku yang terdiri dari detail desain
Broncaptering, reservoir dan hidran umum dapat dilihat pada lampiran album
gambar dengan ukuran kertas A3 di halaman terakhir.

114
BAB V
PENUTUP

1.
2.
2.1 Kesimpulan
1. Sumber Air Baku yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Mata Air
Curug Goong dan ABSAH sebagai pelengkap untuk cadangan air di Desa
Cinengah Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung Barat.
2. Standar Kebutuhan Air baku yang digunakan adalah sebesar 60-90
liter/org/hari (Kriteria Kebutuhan Air, SNI 6728 Sumber Daya Air). Karena
kawasan layanan pada pekerjaan ini berupa desa kecil, maka diambil
kebutuhan air yaitu 60 liter/org/hari.
3. Berdasarkan data sekunder yang telah didapatkan dari konsultan terkait
diketahui mata air curug goong yang berlokasi di desa Cinengah kecamatan
Rongga Kabupaten Bandung Barat adalah 2,27 Lt/dt.
4. Dari analisa keseimbangan air (Water balance), dapat disimpulkan:
MA. Curug Goong, Desa Cinengah bisa mecukupi kebutuhan air masyarakat
sekitar sebesar 1,89 Lt/dt.
5. Analisis transmisi jaringan menggunakan software EPANET 2.0. Analisis
software ini sangat cocok diterapkan dalam kasus mata air Curug Goong.
6. Kapasitas volume tampungan efektif reservoar Curug Goong yang digunakan
yaitu Sebesar 40 m3 dengan Sistem pengaliran yang digunakan untuk semua
sistem jaringan menggunakan sistem pengaliran gravitasi.
7. Jaringan transmisi air baku mata air Curug Goong terdiri dari satu
Broncaptering, satu Reservoir dan dua Hidran Umum.
8. Pipa yang digunakan ialah pipa jenis HDPE dengan Panjang total pipa 691,1
m. dengan diameter 50 mm atau sekitar 2 Inchi.

115
2.2 Saran
1. Diperlukannya perbaikan pada broncaptering eksisting, sesuai desain yang
telah direncanakan untuk terpenuhinya kebutuhan air baku yang telah
direncakan secara efektif.
2. Diperlukannya pengukuran debit di saat akan melakukan pelaksanaan
pembangunan terutama di setiap Musim Penghujan dan musim kemarau agar
data ketersediaan air terproyeksikan lebih real.
3. Untuk memenuhi kebutuhan air baku perlu adanya kerjasama yang sinergis
antara instansi pemerintahan terkait dengan masyarakat dalam hal penggunaan
air secara bijaksana.
4. Diperlukan metode pelaksanaan konstruksi yang cocok dengan lokasi
pelaksanaan dikarenakan lokasi jaringan air baku ini adalah lokasi dengan
kontur perbukitan.
5. Manual Operasi dan pemeliharaan harus mudah dilaksanakan oleh
masyarakat.
6. Diperlukan sosialisasi Manual Operasi dan pemeiharaan agar segala
Infranstruktur yang ada dapat terawat dengan baik.
7. Diperlukannya kegiatan PKM atau sosialisasi sebelum kegiatan pelaksanaan
pembangunan kepada pihak kecamatan, desa, dan waga setempat sehingga
informasi kegiatan dapat diketahui secara menyeluruh.
8. Setelah pelaksanaan, diperlukannya pengelolaan dari masyarakat melalui
BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) atau KSM (Kelompok Satuan
Masyarakat) sehingga fungsi dari prasarana air baku dapat terjaga.

116
LAMPIRAN

117

Anda mungkin juga menyukai