Anda di halaman 1dari 53

TUGAS PROPOSAL

METODOLOGI PENELITIAN

“Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi Walay

Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe”.

OLEH :

1. ANDI AMILUDDIN SYAH


2. ASUBAN PRASYAD
3. ULVA YULYANTI

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
ANGKATAN XVI
MAKASSAR 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Erosi dan Sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari

induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau

angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain

(Suripin, 2002). Terjadinya erosi dan sedimentasi menurut (Suripin, 2002) tergantung

dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup

dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah

dangkal, dampak dari erosi tanah dapat menyebabkan sedimentasi di sungai sehingga

dapat mengurangi daya tampung sungai. Sejumlah bahan erosi yang dapat mengalami

secara penuh dari sumbernya hingga mencapai titik control dinamakan hasil sedimen

(sediment yield). Hasil sedimen tersebut dinyatakan dalam satuan berat (ton) atau

satuan volume (m3) dan juga merupakan fungsi luas daerah pengaliran. Dapat juga

dikatakan hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi

didaerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu (Asdak

C., 2007)

Bendung Walay merupakan irigasi yang berada di Kabupaten Konawe.

Bendung Walay terletak di sungai Lahumbuti Desa Walay Kecamatan Abuki

Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara yang dibangun dengan tujuan

sebagai penyediaan air irigasi persawahan seluas 2.300 Ha yang dialirkan melalui

jaringan irigasi. Daerah irigasi Walay terletak disekitar Desa Walay, kecamatan

Abuki yang berjarak ± 85 km dari Kota Provinsi Sulawsi Tenggara.

1
2

Sungai Lahumbuti mempunyai peranan penting bagi kehidupan masyarakat,

digunakan sebagai wadah untuk menunjang fungsi sebagai pengairan persawahan,

pengairan perkebunan, dan salah satu tempat wisata. Sungai Lahumbuti sering

terjadi banjir pada musim hujan yang mengakibatkan sarana dan fasilitas yang ada

seperti kebun dan sawah penduduk mengalami kerusakan. Terjadi pendangkalan pada

bendung akibat tertahan bahan material seperti kayu, sedimen, sampah, dan lain-

lain yang terbawa oleh air sungai saat banjir.

Pendangkalan pada bendung walay mengakibatkan beberapa bahan material

yang terbawa sungai masuk kedalam saluran sehingga saluran irigasi yaitu saluran

primer, sekunder dan tersier akan mengalami penurunan kinerja. Salah satu faktor

yang mempengaruhi kinerja dari saluran irigasi adalah sedimentasi.

Pada saluran irigasi terjadi pengendapan sedimen dibagian sisi kiri dan kanan

badan saluran yang menyebabkan menurunnya kapasitas saluran, sehingga walaupun

debit sungai Lahumbuti dalam keadaan besar, debit saluran yang masuk jaringan tetap

lebih kecil dari total debit kebutuhan irigasi. Debit yang selalu kecil tidak sesuai

dengan rencana kebutuhan, menyebabkan kecepatan air juga menjadi kecil, sehingga

timbul sedimentasi pada saluran pembawa. Pada bagian hilir dimana saluran

pembawa terletak pada lereng yang terjal dan sering terjadi longsoran tebing

diatasnya mengakibatkan terjadinya sedimentasi yang tinggi pada saluran.

Akibat kurang pemeliharaan, saluran pembawa banyak ditumbuhi tanaman

liar mengakibatkan terjadinya sedimentasi yang tinggi pada saluran. Tanaman liar

pada saluran mempercepat proses sedimentasi karena menghambat aliran dan hal ini

merupakan salah satu penyebab berkurangnya kapasitas saluran untuk mengalirkan

air karena terjadi endapan pada dasar saluran.


3

Sedimen yang terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi

saluran dari asal saluran, serta dapat mempengaruhi energi spesifik penampang

saluran sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan kurang optimumnya

kinerja saluran irigasi (Wirosoedarmo, 2011).

Berdasarkan pada kenyataan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan maksud

untuk mengkaji kinerja saluran irigasi walay yang diakibatkan sedimentasi dan

pengaruh yang disebabkannya terhadap saluran irigasi dalam penyaluran air ke petak-

petak persawahan. Adapun judul tugas akhir ini yaitu “Studi Pengaruh Perilaku

Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi walay Kecamatan Abuki

Kabupaten Konawe”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini yaitu mengetahui seberapa besar laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen

melayang dan pengaruh yang diakibatkan sedimentasi terhadap debit aliran dan

kinerja saluran, serta mengetahui seberapa besar energi spesifik pada penampang

saluran irigasi walay Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menghitung besar laju sedimentasi dengan sampel sedimen melayang .

2. Menganalisis pengaruh sedimentasi terhadap debit aliran dan kinerja saluran

irigasi walay

3. Menganalisis perubahan energi spesifik yang terjadi pada penampang saluran

irigasi walay
4

1.4 Pembatasan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang, maka penelitian ini dibatasi pada hal-

hal sebagai berikut :

1. Pengukuran debit aliran, dimensi saluran dan pengambilan sampel sedimen

hanya dilakukan pada saluran primer, sekunder, dan tersier Irigasi Walay

Kecamatan Walay Kabupaten Konawe

2. Analisis laju sedimentasi hanya membahas tentang sedimen melayang

(suspended load) dengan menggunakan metode lengkung debit atau metode

laju sesaat.

3. Tidak memperhitungkan proses dan besarnya erosi.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti; sebagai studi mahasiswa tentang mata kuliah yang berkaitan

dengan aplikasi dilapangan.

2. Bagi akademik; sebagai pembelajaran bagi pihak-pihak yang membutuhkan

sumber terkait.

3. Bagi pihak terkait; sebagai masukan yang dapat digunakan dalam upaya

meningkatkan proses penyaluran air irigasi.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini dijabarkan dengan

dua cara yaitu cara studi literature dan cara survey lapangan.
5

1.6.1 Studi Literature

Mencari dan mempelajari pustaka yang berhubungan dengan analisis laju

sedimentasi dari berbagai sumber seperti berupa literature buku, artikel, catatan

kuliah, jurnal, maupun data dari internet.

1.6.2 Survey dan Pengumpulan Data

Aspek pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu :

a. Pengumpulan Data Primer; diperoleh dengan mengadakan kunjungan

langsung di daerah penelitian sehingga diperoleh kondisi lapangan yang

sebenarnya. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengukur langsung

dan wawancara kepada masyarakat di sekitar daerah studi. Data yang

diperoleh dilapangan berupa data kecepatan aliran, tinggi muka air, lebar

dasar saluran, sampel sedimen melayang, dan sebagainya.

b. Pengumpulan Data Sekunder; merupakan data yang didapat dari instansi

pemerintahan atau instansi swasta yang terkait untuk menunjang hasil tugas

akhir lebih baik, seperti data perencanaan saluran, skema jaringan irigasi dan

lain-lain.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam tugas akhir ini, penulisan

tugas akhir ini dikelompokkan kedalam 5 (lima) bab dengan sistematika penulisan

sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Menguraikan tinjauan umum, latar belakang penyusunan laporan, maksud

dan tujuan, pembatasan masalah, metodologi penelitian, ruang lingkup

kegiatan, serta sistematika penulisan.


6

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dijabarkan uraian teoritis tentang sedimen pada saluran irigasi, yang meliputi

penjelasan tentang kadar sedimen melayang, pengaruh sedimen terhadap dimensi

saluran, dan energi spesifik saluran.

Bab III Gambaran Umum Lokasi Studi dan Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan gambaran lokasi studi di mana survei laju sedimentasi saluran

dilakukan yaitu di saluran irigasi walay Kecamatan abuki. Gambaran lokasi meliputi

letak geografis, keadaan alam, pengambilan data, dan analisa data.

Bab IV Analisis dan Pembahasan

Berisikan tentang pengolahan dan perhitungan terhadap data-data yang dikumpulkan, dan

kemudian dilakukan analisis secara komprehensif terhadap hasil-hasil yang diperoleh.

Bab V Kesimpulan Dan Saran

Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari

pembahasan bab-bab sebelumnya, dan saran-saran yang berkaitan dengan studi ini dan

rekomendasi untuk diterapkan dilokasi studi.


7

BAB II

TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Irigasi

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Bab I pasal 1 tentang irigasi

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan dan

pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air

permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.

Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,

kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Penyediaan air irigasi

menentukan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air

untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah dan mutu sesuai dengan

kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.

Tujuan utama irigasi adalah mewujudkan pemanfaatan air yang menyeluruh

dan mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian

dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya

petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

Pada umumnya sistem irigasi di Indonesia pengaliran airnya dengan sistem

gravitasi dan sistem jaringannya ada 3 golongan antara lain (Radjualini, 2008) :

1. Sistem Irigasi Sederhana

Sistem irigasi ini baik bangunan maupun pemeliharaannya dilakukan oleh

para petani dan pada umumnya jumlah arealnya relative kecil. Biasanya

terdapat dipegunungan, sedangkan sumber airnya didapat dari sungai-sungai

kecil yang airnya mengalir sepanjang tahun. Bangunan bendungnya dibuat

dari bronjong atau tumpukan batu dan bangunan-bangunannya dibuat sangat


8

7
8

sederhana serta tidak dilengkapi dengan pintu air dan alat ukur debit air

sehingga pembagian airnya tidak dapat dilakukan dengan baik.

2. Sistem Irigasi Sederhana Teknis

Sistem irigasi ini seluruh banguan yang ada didalam jaringan irigasi setengan

teknis konstruksinya bisa permanent atau setengah permanent hanya tidak

dilengkapi dengan pintu air dan alat pengukur debit. Untuk pengaturan air

cukup dipasang balok sekat saja, sehingga pembagian dan pengaturan

debitnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun irigasi ini dapat

ditingkatkan secara bertahap menjadi sistem irigasi teknis. Pada sistem ini

pembangunannya dilakukan oleh pemerintah.

3. Sistem Irigasi Teknis

Sistem irigasi ini seluruh bangunan yang ada didalam jaringan irigasi teknis

semua konstruksinya permanen dan juga dilengkapi dengan pintu-pintu air

dan alat ukur debit, dimana pembagian airnya bisa diatur dan bisa diukur

disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga pembagian/pemberian air ke sawah-

sawah dilakukan dengan tertib dan merata. Disamping itu untuk menjamin

tidak kebanjiran, dibuat jaringan pembuang tersier, sekunder dan induk, yang

nantinya air tersebut dialirkan langsung ke sungai. Saluran ini juga berfungsi

untuk membuang air sisa pemakaian dari sawah.

2.2 Air Irigasi


Air merupakan factor yang penting dalam bercocok tanam. Selain jenis

tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh sifat dan jenis

tanaman, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara bercocok tanam, luas areal, topografi,

periode tumbuh dan sebagainya. Cara pemberian air irigasi pada tanaman padi

tergantung pada umur dan farietas padi yang ditanam (Mawardi E, 2007).
9

Air untuk irigasi dipergunakan untuk tanaman padi, palawija, termasuk tebu

dan padi gadu, buah-buahan, dan rumput. Padi bukanlah tanaman air tapi untuk

hidupnya padi memerlukan air. Dalam penentuan kebutuhan air untuk tanaman

terdapat cara sebagai berikut :

1. Menurut tingginya air yang dibutuhkan guna sebidang tanah yang ditanam

atau banyaknya air sama dengan tingginya air yang dibutuhkan dikalikan luas

tanah.

2. Banyaknya air yang dibutuhkan pada kesatuan luas untuk sekali penyiraman

atau selama pertumbuhannya.

3. Kesatuan pengaliran air yaitu isi dalam kesatuan waktu pengalirannya untuk

kesatuan luas atau liter/detik/hektar.

4. Menentukan luas tanaman yang dapat dialiri oleh pengaliran air yang

banyaknya tertentu.

Cara pemakaian air tergantung dari keadaan irigasi, tanah, tanaman yang diairi

dan sebagainya. Cara pemakaian air dapat dibedakan menjadi yaitu merendam tanah,

merembeskan air, pengaliran, dan pengeringan, pembasahan dalam tanah, menyiram

dan menyemprot. Merendam tanah dengan pembaruan air lazim digunakan dalam

penanaman padi.

Dalam peningkatan produksi pangan, irigasi mempunyai peranan penting

yaitu untuk menyediakan air untuk tanaman dan dapat digunakan dalam mengatur

kelembaman tanah, membantu menyuburkan tanah melalui bahan-bahan kandungan

sedimen yang dibawa oleh air, dapat menekan pertumbuhan gulma, dapat menekan

perkembangan hama penyakit tertentu dan memudahkan pengolahan tanah.

Kualitas air menjadi bagian penting dalam pengembangan sumber daya air,

yang mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi
10

ketersediaan air untuk keperluan kehidupan manusia, pertanian, industri, dan

sebagainya. Karakteristik fisik dapat mempengaruhi kualitas air, dengan demikan

dapat berpengaruh pada ketersediaan air untuk berbagai pemanfaatan keperluan

kehidupan manusia, pertanian, industri, dan sebagainya adalah kensentrasi sedimen,

suhu air dan tingkat oksigen terlarut dalam suatu sistem aliran air (Asdak C, 2007).

Larutan sedimen yang sebagian besar terdiri atas larutan lumpur dan beberapa

berbentuk koloida dari berbagai material yang sering mempengaruhi kualitas air

dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya air. Meningkatnya suhu perairan

yang dapat diklasifikasi sebagai pencemar perairan dapat mempengaruhi kehidupan

organism akuatik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, oksigen

terlarut dalam perairan dapat dimanfaatkan untuk indikator atau indeks sanitasi

kualitas air.

2.3 Jaringan Irigasi


Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi,

yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan

pelengkap yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi

mulai dari penyedian, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan dan

pembuangan air irigasi.

Jaringan irigasi utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem

irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran sekunder dan

bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya.

Jaringan irigasi sekunder merupakan bagian dari jaringan irigasi yang terdiri

dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap,

bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.


11

Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai

prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang

disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran

pembuang serta saluran pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas

areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2001 tentang irigasi,

pemeliharaan jaringan irigasi dapat dilakukan dengan beberapa macam pemeliharaan

yang berbeda, antara lain:

1. Pemeliharaan Rutin

Pemeliharan ringan pada bangunan dan saluran irigasi yang dapat dilakukan

sementara selama eksploitasi tetap berlangsung, dimana pemeliharaan hanya

bagian bangunan/saluran yang ada di permukaan saja.

2. Pemeliharaan Berkala

Pemeliharaan yang dilakukan pada bagian bangunan dan saluran dibawah

permukaan air, pada waktu melaksanakan pekerjaan ini saluran dikeringkan

terlebih dahulu.

3. Pemeliharaan Pencegahan

Pemeliharaan pencegahan ini merupakan usaha untuk mencegah terjadinya

kerusakan pada jaringan irigasi akibat gangguan manusia yang tidak

bertanggung jawab atau akibat gangguan hewan.

4. Pemeliharaan Darurat

Pekerjaan yang dilakuan untuk memperbaiki akibat kerusakan yang tidak

terduga sebelumnya, misalnya karena banjir ataupun gempa bumi.


12

2.4 Saluran Irigasi


Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi

pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi

pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter.

Saluran pembuang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air secara gravitasi dari

persawahan untuk mencegah terjadinya terjadinya genangan dan kesurasakan

tanaman atau mengatur banyaknya air tanah sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman

(Mawardi E, 2007).

Dalam desain hidroulik sebuah saluran terdapat parameter pokok yang harus

tentukan apabila kapasitas rencana sudah diketahui yaitu :

1. Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar

2. Kemiringan memanjang saluran

Disamping hal itu, pada saluran pembawa dijumpai tiga kondisi yang harus

dibedakan yaitu :

1. Air irigasi tanpa sedimen di saluran tanah; terjadi jika air berasal dari waduk

secara langsung.

2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan; dengan demikian criteria angkutan

sedimen mempengaruhi desain.

3. Air irigasi bersedimen di saluran tanah; situasi ini yang paling sering dijumpai

di Indonesia.

Menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari jaringan saluran akan dapat

menimbulkan terjadinya pengendapan sedimen. Untuk itu dalam desain harus

disyaratkan bahwa pengendapan dan penggerusan setempat di seitiap potongan

melintang harus seimbang sepanjang tahun.


13

Berdasarkan Standar Perencanaan lrigasi Bagian Jaringan lrigasi KP-O1,

saluran irigasi tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Saluran primer atau saluran induk yaitu saluran yang membawa air dari

jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi dan

saluran ini berakhir pada bangunan bagi yang terakhir.

2. Saluran sekunder yaitu saluran yang membawa air dari saluran primer ke

petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung

saluran ini yaitu bangunan sadap terakhir. Saluran muka tersier yaitu saluran

yang membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak

di seberang petak tersier lainnya.

3. Saluran tersier yaitu saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier

dijaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Saluran ini

berakhir pada boks kuarter yang terakhir.

2.4.1 Saluran Tanah Tanpa Pasangan


Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Saluran

KP-03, pengaliran air irigasi saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah

bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran

harus memberikan penyelesaian biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling

rendah. Erosi dan sedimentasi di setiap potongan melintang harus minimal dan

berimbang sepanjang tahun.

Sedimentasi di dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut

sedimennya berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari

jaringan saluran adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per

satuan debit tetap sama atau sedikit lebih besar.


14

Sedimen yang memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung

partikel-partikel lempung dan lanau melayang dengan d < 0,088 mm. Partikel-partikel

yang lebih besar yang terdapat di dalam air irigasi akan tertangkap di kantong lumpur

di bangunan utama. Partikel yang lebih besar dari 0,088 mm, lebih dari 5% dari

kedalaman air di seluruh jaringan saluran. Maka, volume sedimen adalah 5% dari

kedalaman air kali lebar dasar saluran kali panjang total saluran.

Untuk perencanaan saluran, ada tiga keadaan yang harus dibedakan

sehubungan dengan terdapatnya sedimen dalam air irigasi dan bahan tanggul yaitu :

1. Aliran irigasi tanpa sedimen di saluran tanah


Keadaan ini akan terjadi bila air diambil dari waduk secara langsung.

Perencanaan saluran sekarang banyak dipengaruhi oleh kriteria erosi dan

dengan demikian oleh kecepatan maksimum aliran yang diizinkan. Besarnya

kecepatan ini bergantung kepada bahan permukaan saluran.

2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan

Perencanaan saluran dipengaruhi oleh persyaratan pengangkutan sedimen

melalui jaringan, dengan demikian kriteria angkutan sedimen mempengaruhi

perencanaan.

3. Aliran irigasi bersedimen di saluran tanah

Perencanaan irigasi sangat dipengaruhi oleh kriteria erosi dan angkutan

sedimen. Saluran ini sering direncana sebagai saluran garis tinggi dengan

kemiringan dasar yang terbatas. Saluran sekunder yang dicabangkan dari

saluran primer dan mengikuti punggung sering mempunyai kemiringan dasar

sedang dan dengan demikian kapasitas angkut sedimen relatif lebih tinggi,

sehingga kriteria erosi bisa menjadi faktor pembatas.


15

Saluran tanah tanpa pasangan mengandung sedimen, kecepatan minimum

yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan

pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan 0,088 mm. Tetapi

secara kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenai hubungan antara karakteristik

aliran dan sedimen yang ada. Untuk perencanaan saluran irigasi yang mengangkut

sedimen, aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga agar kapasitas angkutan

sedimen persatuan debit masing ruas saluran disebelah hilir setidak-tidaknya konstan.

Kecepatan dasar dipengaruhi oleh konsentrasi bahan layang di dalam air,

dibedakan dengan dua keadaan antara lain:

1. Air bebas sedimen dengan konsentrasi kurang dari 1.000 ppm sedimen layang.

Konsentrasi bahan-bahan yang melayang dianggap sangat rendah sehingga

tidak berpengaruh terhadap stabilitas saluran.

2. Air bersedimen dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm sedimen layang.

Konsentrasi yang tinggi ini akan menambah kemantapan batas akibat

tergantinya bahan yang terkikis atau tertutupnya saluran.

2.4.2 Saluran Pasangan


Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Saluran

KP-03, saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk :

1. Mencegah kehilangan air akibat rembesan

2. Mencegah gerusan dan erosi

3. Mencegah merajalelanya tumbuhan air

4. Mengurangi biaya pemeliharaan

5. Memberi kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar

6. Tanah yang dibebaskan lebih kecil


16

Tanda-tanda adanya kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah besar

dapat dilihat dari peta tanah. Penyelidikan tanah dengan cara pemboran dan

penggalian sumuran uji di alur saluran akan lebih banyak memberikan informasi

mengenai kemungkinan terjadinya rembesan. Pasangan mungkin hanya diperlukan

untuk ruas-ruas saluran yang panjangnya terbatas.

Pada perencanaan saluran pasangan, kecepatan maksimum dianjurkan pada

pemakaiannya untuk aliran subkritis berikut ini :

 Pasangan batu : kecepatan maksimum 2 m/s

 Pasangan beton : kecepatan maksimum 3 m/s

 Ferrocemen : kecepatan 3 m/s

Kecepatan maksimum yang diizinkan juga akan menentukan kecepatan

rencana untuk dasar saluran tanah dengan pasangan campuran. Prosedur perencanaan

saluran untuk saluran dengan pasangan tanah adalah sama dengan prosedur

perencanaan saluran tanah. Di dalam saluran ferrocemen dengan penampang tapal

kuda disyaratkan tidak timbul atau terjadi endapan dalam saluran. Maka minimum

kecepatan aliran ditetapkan V > 0,6 m/s agar pasir ataulumpur tidak mengendap

disepanjang saluran.

2.5 Hidrolika Saluran Terbuka


Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas disebut saluran

terbuka. Menurut asalnya, saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam dan

saluran buatan. Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alami di

bumi, mulai dari anak selokan di pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil, dan

sungai besar sampai ke muara sungai. Aliran air di bawah tanah dengan permukaan

bebas juga dianggap sebagai saluran terbuka (Chow, 1989).


17

Sifat-sifat hidrolis saluran alam biasanya sangat tidak menentu. Dalam

beberapa hal dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai dengan

pengamatan dan pengalaman sesungguhnya sedemikian rupa, sehingga persyaratan

aliran pada saluran pada saluran ini tidak dapat diterima untuk penyelesaian analisis

hidrolika teoritis.

Sedangkan saluran buatan seperti saluran pelayaran, saluran pembangkit

listrik, saluran irigasi dan talang, parit pembuangan, pelimpah tekanan, saluran banjir,

saluran pengangkutan kayu, selokan, dan sebagainya termasuk model saluran yang

dibuat di laboratorium untuk keperluan penelitian. Sifat-sifat hidrolik saluran

semacam ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang untuk memenuhi

persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerapan teori hidrolika untuk saluran buatan

dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya.

(a) (b) (c) (d)

(e)

Gambar 2.1 Bentuk Saluran Terbuka (a)Trapesium, (b)Persegi, (c)Segitiga,


(d)Setengah Lingkaran, (e)Tak Beraturan

2.6 Aliran Air Pada Saluran Terbuka


Berdasarkan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan ruang dan waktu,

aliran pada saluran terbuka dapat digolongkan menjadi dua jenis aliran yaitu aliran

tunak dan aliran taktunak. Aliran dalam saluran terbuka dikatakan tetap atau tunak

(steady) bila kedalaman aliran tidak berubah atau bias dianggap konstan selama suatu
18

selang waktu tertentu. Aliran dalam saluran terbuka dikatakan taktunak (unsteady)

bila kedalaman aliran pada saluran berubah sesuai dengan waktu (Chow, 1989).
19

Sebagian besar persoalan tentang saluran terbuka umumnya memerlukan

penelitian mengenai perilaku aliran dalam keadaan tunak. Namun bila perubahan

keadaan aliran sesuai dengan waktu, merupakan masalah utama yang harus

diperhatikan maka aliran harus dianggap bersifat taktunak seperti banjir dan

gelombang merupakan contoh aliran tak tunak.

Gambar 2.2 Aliran Pada Saluran Terbuka


(Sumber: Chow, 1989)

Keadaan atau perilaku aliran dalam saluan terbuka pada dasarnya ditentukan

oleh pengaruh kekentalan dan gravitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran.

Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi perilaku

aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran terbuka pada

umumnya yang ditemui dalam perekayasaan. Berdasarkan pengaruh kekentalan

(viscosity), aliran dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Aliran Laminer

Aliran laminer terjadi bila gaya kekentalan relatif sangat besar dibandingkan

dengan kelembamannya sehingga kekentalan berpengaruh besar pada prilaku

aliran. Dalam aliran ini, butir-butir air seolah-olah bergerak menurut lintasan

tertentu yang teratur.


20

2. Aliran Turbulen

Aliran tubulen terjadi bila gaya kekentalan relatif lemah dibandingkan dengan

kelembamannya. Pada aliran ini, butir-butir air bergerak menurut lintasan

yang tidak teratur dan tidak tetap membentuk aliran yang berputar-putar,

namun butir-butir tersebut tetap menunjukkan gerak maju dalam aliran secara

keseluruhan.

3. Aliran Transisi

Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminer menjadialiran

turbulen.

Berdasarkan pengaruh gaya tarik bumi aliran dibedakan menjadi aliran

subkritis, kritis, dan superkritis. Aliran disebut subkritis apabila gangguan yang

terjadi di suatu titik pada aliran dapat menjalar ke arah hulu misalnya batu

dilemparkan ke dalam aliran sehingga menimbulkan gelombang.

Aliran sub kritis dipengaruhi oleh kondisi hilir, dengan kata lain keadaan di

hilir akan mempengaruhi aliran di sebelah hulu dan dalam kondisi seperti ini bilangan

Froude Fr < 1. Aliran disebut kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan

rambat gelombang, dalam kondisi seperti ini bilangan Froude Fr = 1. Aliran disebut

superkritis apabila kecepatan aliran cukup tinggi biasanya disebut cepat atau

menjeram, sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu dan dalam keadaan

seperti ini dan dalam kondisi seperti ini bilangan Froude Fr > 1(Chow, 1989).

Bilangan Forude (Fr) didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata (v) dibagi

akardarigravitasi dan kedalaman air (y) dan ditulis:

(2.1)
21

2.6.1 Aliran Seragam


Pada saluran terbuka dikatakan aliran seragam (uniform flow) yaitu bila

kecepatan aliran tidak berubah atau konstan terhadap jarak, garis aliran lurus dan

sejajar dan kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran. Hal ini berarti

bahwa saluran harus mempunyai bentuk tampang identik. Aliran seragam tidak dapat

terjadi pada kecepatan aliran yang besar atau kemiringan saluran yang sangat besar.

Aliran dalam saluran irigasi termasuk dalam aliran yang seragam, dengan catatan

tidak ada perubahan penampang secara mendadak pada saluran tersebut (Chow,

1989).

Kedalaman, luas basah, kecepatan, dan debit pada setiap penampang pada

saluran yang lurus adalah konstan serta garis energi, muka air dan dasar saluran saling

sejajar berarti kemiringanya sama adalah merupakan ciri-ciri pokok aliran seragam.

Kedalaman konstan

Gambar 2.3 Aliran Seragam (uniform flow)


(Sumber : Chow, 1989)

Suatu aliran seragam dapat bersifat tunak dan taktunak, tergantung apakah

kedalamannya berubah sesuai dengan perubahan waktu. Aliran seragam yang tunak

(steady uniformflow) merupakan jenis aliran pokok yang dibahas dalam hidrolika

saluran terbuka dengan kedalaman aliran tidak berubah selama waktu tertentu yang

telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu aliran bersifat seragam tak tunak

(unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa permukaan air berfluktuasi

sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran tetapi hal ini merupakan suatu

keadaan yang praktis tidak mungkin terjadi.


22

2.6.2 Aliran Berubah


Pada saluran terbuka dikatakan aliran berubah (varied flow) atau tak seragam

yaitu bila kedalaman dan kecepatan aliran di sepanjang saluran berubah atau tidak

konstan, garis tenaga tidak sejajar dengan garis muka air dan dasar saluran. Aliran

berubah dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut (Chow, 1989) :

1. Aliran berubah tiba-tiba (rapidly varied flow)

Aliran berubah tiba-tibaterjadi jika kedalaman alirannya mendadak berubah

pada jarak yang cukup pendek atau parameter hidraulis berubah secara

mendadak. Aliran tiba-tiba disebut juga sebagai gejala setempat (local

phenomenon), seperti loncatan hidrolik, terjunan dan penurunan hidrolik.

2. Aliran berubah lambat-laun (gradually varied flow)

Aliran berubah lambat-laun terjadi jika parameter hidraulis seperti kecepatan

dan tampang basah berubah secara progresif dari satu tampang ke tampang

yang lain. Apabila di ujung hilir saluran terdapat bendung maka akan terjadi

profil muka air pembendungan dimana kecepatan aliran akan berkurang atau

diperlambat, sedangkan apabila terdapat terjunan maka profil aliran akan

menurun dan kecepatan akan bertambah atau dipercepat contoh aliran pada

sungai.

Perubahan kedalaman setiap saat

Gambar 2.4 Aliran Berubah (varied flow)


(Sumber : Chow, 1989)
23

2.7 Geometris Penampang Saluran


Saluran irigasi merupakan saluran terbuka dan pengaliran air pada saluran

terbuka dipengaruhi oleh gravitasi. Potongan melintang saluran yang paling ekonomis

adalah saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah,

kekasaran dan kemiringan dasar tertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak

jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika

kecepatan aliran maksimum (Chow, 1989).

Bentuk yang paling umum dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak

dilapisi adalah bentuk trapesium, sebab stabilitasi kemiringan dindingnya dapat

disesuaikan. Bentuk persegi panjang dan segitiga merupakan bentuk khusus selain

dari bentuk trapezium. Bentuk persegi panjang yang mempunyai sisi tegak, biasanya

dipakai untuk saluran yang dibangun dengan bahan yang stabil, seperti pasangan

batu, padas, logam atau kayu. Penampang segitiga hanya dipakai untuk saluran kecil,

selokan, dan untuk penyelidikan di laboratorium.

Penampang lingkaran banyak dipakai untuk saluran pembuangan air kotor dan

gorong-gorong sedang maupun kecil. Penampang parabola dipakai sebagai

pendekatan untuk saluran alam berukuran sedang maupun kecil. Penampang persegi

panjang yang ujungnya dibulatkan merupakan modifikasi dari penampang persegi

panjang. Penampang segitiga yang ujung bawahnya bulat merupakan bentuk

pendekatan parabola, biasanya terjadi akibat penggalian menggunakan sekop.

Unsur-unsur geometris adalah sifat-sifat suatu penampang saluran yang dapat

diuraikan seluruhnya berdasarkan geometri penampang dan kedalaman aliran. Unsur-

unsur geometris penampang saluran tersebut meliputi luas penampang melintang,

keliling basah, lebar dasar saluran, jari-jari hidrolik, lebar puncak, kedalaman aliran,

factor penampang dan kemiringan talud 1 : m.


24

Geometris penampang basah saluran bentuk terapesium sebagai berikut :

A = ( B + m.y ) y (2.2)

P = B + 2.y √ 1 + m2 (2.3)

di mana : A = luas penampang ( )


B = lebar dasar saluran (m)
m = kemiringan talud
y = kedalaman air (m)
P = keliling tampang saluran (m)

Geometris penampang basah saluran bentuk persegi panjang sebagai berikut :

A=B.y (2.4)

P = B + 2.y (2.5)

di mana : A = luas tampang ( )


B = lebar dasar saluran (m)
y = kedalaman air (m)
P = keliling tampang saluran (m)

Dengan menggunakan keliling dan luas tampang basah saluran maka dapat

diketahui Jari-jari hidrolik saluran yaitu perbandingan luas penampang basah saluran

dengan keliling tampang basah dari saluran tersebut, dengan rumus :

R= (2.6)

di mana : R = jari-jari hidrolis tampang basah (m)


A = luas penampang basah (m)
P = keliling tampang basah (m)

1 y
m

B B

Gambar 2.5 Penampang Trapesium dan Persegi Panjang Saluran


25

2.8 Debit Aliran Pada Saluran


Debit aliran merupakan jumlah air yang mengalir melalui penampang

melintang sungai/saluran tiap satu satuan waktu, biasanya dinyatakan dalam meter

kubik per detik. Debit aliran dengan distribusinya dalam ruang dan waktu merupakan

inforrnasi penting yang diperlukan dalam perencanaan bangunan air dan pemanfaatan

sumber daya air. Debit aliran sangat bervariasi dari waktu ke waktu, maka diperlukan

data pengamatan debit dalam waktu panjang. Dalam prakteknya, sering variasi

kecepatan pada tampang lintang diabaikan dankecepatan aliran dianggap seragam

disetiap titik pada tampang lintang yang besarnya sama dengan kecepatan rata-rata

(Triatmodjo B, 1994).

Luas tampang dan kecepatan aliran merupakan parameter dapat diukur

langsung pada suatu penampang lintang saluran. Pengukuran debit secara langsung

dapat dilakukan dengan:

1. Menentukan luas penampang saluran

2. Mengukur kecepatan air dengan alat pengukur kecepatan (current meter) atau

pelampung (kecepatan diukur menggunakan stopwatch).

Pengukuran debit aliran memerlukan penentuan lokasi alat ukur yang

memadai untuk mendapat kecepatan aliran rata-rata yang tepat. Jumlah lokasi alat

ukur perlu dibatasi agar waktu yang diperlukan masih dalam jangkauan, terutama bila

perubahan tinggi muka air berlangsung secara cepat (Asdak C, 2007).

Kecepatan aliran air pada suatu penampang saluran tidak sama yang

disebabkan oleh faktor bentuk aliran, geometri saluran dan faktor-faktor lainnya.

Kecepatan aliran diperoleh dari rata-rata kecepatan aliran pada tiap bagian

penampang tersebut. Kecepatan suatu aliran dapat diketahui dengan menggunakan

alat current meter.


26

Tabel 2.1 Pengukuran Kecepatan Aliran dengan Current meter

Kedalaman Kedalaman Perhitungan Kecepatan Rata-rata


(m) Pengukuran (m) (m/s)

0-0,6 0,6 d V = V 0,6

0,6-3 0,2 d dan 0,8 d V = 0,5(V 0,2 + V 0,8)

3-6 0,2 d, 0,6 d dan 0,8 d V = 0,25 (V 0,2 + V 0,6 + V 0,8)

Kecepatan rata-rata juga dapat diperoleh dengan pengukuran sederhana

dengan menggunakan alat pelampung berupa kayu, karet atau benda lainnya yang

dapat mengapung dipermukaan air. Kecepatan aliran yang diukur dapat ditentukan

dengan perbandingan jarak dua titik pengamatan dengan waktu yang diperlukan.

Gambar 2.6 Sketsa Pengukuran Kecepatan Metode Pelampung


(Sumber: Soewarno, 2013)

Kecepatan aliran yang diperoleh dari pengukuran menggunakan alat

pelampung tersebut merupakan kecepatan aliran maksumum aliran, maka untuk

mendapatkan kecepatan aliran rata-rata angka yang diperoleh dikalikan dengan

koefisien kalibrasi alat pelampung. Kecepatan aliran rata-rata diperoleh dari

kecepatan aliran dikalikan dengan ketetapan koefiensi kalibrasi pelampung pada saat

pengukuran di lapangan 0,85 < k < 0,95 (Sosrodarsono S, 2003).

V = (L/t). k (2.7)

di mana: V = kecepatan aliran rata-rata ( )


L = jarak pengamatan (m)
t = waktu yang diperlukan (s)
k = koefisien kalibrasi alat pelampung (0,85 < k < 0,95)
27

Debit aliran diperoleh denganperkalian luas tampang saluran dengan kecepatan rata-

rata, dengan rumus kontinuitas:

Q = A.V (2.8)

di mana : Q = debit aliran ( )


A = luas penampang saluran ( ) V
= kecepatan aliran ( )

Pengukuran kecepatan harus dilakukan beberapa kali pada bagian penampang

yang berbeda untuk kemudian ditentukan nilai rata-ratanya. Hal yang perlu

diperhatikan adalah bahwa kecepatan aliran di permukaan aliran air lebih besar dari

pada kecepatan aliran di bagian bawah saluran/sungai.

2.9 Erosi
Proses-proses hidrologi langsung atau tidak langsung akan mempunyai kaitan

dengan terjadinya erosi, transport sedimen, deposisi sedimen di daerah hilir, dan

mempengaruhi karakteristik fisik, biologi, dan kimia yang secara keseluruhan

mewakili status kualitas perairan. Perubahan tataguna lahan dan praktek pengelolaan

DAS juga mempengaruhi terjadinya erosi, sedimentasi, dan pada gilirannya akan

mempengaruhi kualitas air (Asdak C, 2007).

Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh factor-faktor iklim, topografi,

karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan tataguna lahan. Pemahaman tentang

pengaruh erosi di daerah tangkapan air (on-site) dan dampak yang ditimbulkannya di

daerah hilir (off-site) tidak hanya memerlukan pemahaman tentang proses-proses

terjadinya erosi, tetapi juga memerlukan pemahaman tentang makanisme transport

sedimen melalui sungai.

Dua penyebab utama terjadinya erosi yaitu erosi karena sebab alamiah dan

erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses

pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan


28

keseimbangan tanah secara alamiah. Erosi karena factor alamiah umumnya masih

memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan tanaman.

Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak

mengindahkan kaedah-kaedah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang

bersifat merusak keadaan fisik tanah, antara lain pembuatan jalan di daerah dengan

kemiringan lereng besar.

Tabel 2.2 Kelas Bahaya Erosi


Kelas Bahaya Erosi Ton/Ha/Tahun mm/tahun
I Sangat ringan < 1,75 < 0,1
II Ringan 1,75-17,50 0,1-1,0
III Sedang 17,50-46,25 1,0-2,5
IV Berat 46,25-92,50 2,5-5,0
V Sangat berat > 92,50 > 5,0
(Sumber: Suripin, 2002)

Proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan yaitu pengelupasan,

pengangkutan, pengendapan. Dalam uraian ini, erosi permukaan tanah yang

disebabkan oleh air hujan. Selain disebabkan oleh air hujan, erosi juga dapat terjadi

karena tenaga angin dan salju. Berikut ini beberapa tipe erosi permukaan yang umum

dijumpai di daerah tropis yaitu (Asdak C, 2007) :

1. Erosi percikan (splash erosion)

Erosi percikan merupakan proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian

atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atausebagai air lolos. Tenaga tersebut

ditentukan oleh dua hal yaitu massa dan kecepatan jatuhan air. Tenaga kinetik

bertambah besar dengan bertambah besarnya diameter air hujan dan jarak

antara ujung daun penetesan dan permukaan tanah. Oleh karena itu, air lolos

dari vegetasi dengan ujung penetes lebar memberikan tenaga kinetik yang
29

besar, dan dengan demikian meningkatkan kecepatan air lolos sampai ke

permukaan tanah.

2. Erosi kulit (sheet erosion)

Erosi kulit merupakan proses erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan

tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian.

Erosi ini disebabkan oleh kombinasi air hujan dan air larian yang mengalir ke

tempat lebih rendah. Bentang lahan dengan komposisi lapisan permukaan

tanah yang rentan/lepas terletak lapisan bawah permukaan solit merupakan

potensi terjadinya erosi kulit besar. Besar kecilnya tenaga penggerak

terjadinya erosi kulit ditentukan oleh kecepatan dan kedalaman air larian.

3. Erosi alur (rill erosion)

Erosi alur merupakan pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan

partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam

saluran-saluran air. Hal ini terjadi ketika air larian masuk ke dalam cekungan

permukaan tanah, kecepatan air larian meningkat, dan akhirnya terjadi

transport sedimen.

4. Erosi parit (gully erosion)

Erosi parit merupakan pembentukan jajaran perit yang lebih dalam dan lebar

dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. Erosi parit diklasifikasikan

sebagai parit bersambung dan parit terputus-putus. Erosi parit terputus dapat

dijumpai di daerah pegunungan dan erosi parit bersambung berawal dari

terbentuknya gerusan-gerusan permukaan tanah oleh air larian ke arah tempat

yang lebih tinggi dan cenderung berbentuk jari-jari tangan.


30

5. Erosi tebing sungai (streambank erosion)

Erosi tebing sungai merupakan proses pengikisan tanah pada tebing sungai

dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air. Proses berlangsungnya erosi

tebing sungai yaitu adanya gerusan aliran sungai dan adanya longsoran tanah

pada tebing sungai.

2.10 Sedimentasi
Sedimen merupakan hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan maupun

jenis erosi tanah lainnya. Hasil sedimen (sedimen yield) adalah besarnya sedimen

yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode

waktu dan tempat tertentu. Sedimen dari hasil erosi yang dibawa oleh aliran air dari

daerah hulu dan kemudian mengendap di daerah hilir. Proses erosi di hulu

meninggalkan dampak hilangnya kesuburan tanah sedangkan pengendapan sedimen

di hilir seringkali menimbulkan persoalan seperti pendangkalan sungai dan waduk di

daerah hilir (Asdak C, 2007).

Tergantung dari ukuran partikelnya, sedimen ditemukan terlarut dalam aliran

air disebut muatan sedimen dan merayap didasar sungai disebut sedimen merayap.

Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran-ukuran partikel tanah serta komposisi

mineral dari bahan induk yang menyusunnya, dikenal bermacam jenis sedimen

seperti pasir, liat, debu, pasir.

Tabel 2.3 Jenis Sedimen dan Ukuran Partikel Penyusunnya

Jenis Sedimen Ukuran Partikel (mm)

Liat < 0,0039


Debu 0,0039-0,0625
Pasir 0,0625-2,0
Pasir Besar 2,0-64,0
(Sumber: Asdak C, 2007)
31

Pada saat sedimen memasuki badan sungai, maka berlangsunglah transport

sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah liat dan debu dapat diangkut

aliran air dalam bentuk terlarut, partikel yang lebih besar cenderung bergerak dengan

cara melompat dan partikel yang lebih besar dari pasir seperti krikil akan bergerak

dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai.

Besarnya ukuran sedimen yang terangkut aliran air ditentukan oleh interaksi

factor-faktor seperti karakteristik saluran, ukuran sedimen yang masuk ke badan

saluran/sungai, debit aliran, dan karakteristik fisik partikel sedimen. Besarnya

sedimen yang masuk ke dalam saluran/sungai dan besarnya debit ditentukan oleh

factor iklim, topografi, geologi, vegetasi, dan cara bercocok tanam di daerah

tangkapan air yang merupakan asal datangnya sedimen. Intraksi dari faktor-faktor

tersebut akan menentukan jumlah dan tipe sedimen serta kecepatan transport

sedimen.

Proses pengangkutan sedimen dan pengendapannya tidak hanya tergantung

dari sifat-sifat aliran tetapi juga tergantung pada sifat-sifat sedimen itu sendiri.

Sedimen yang terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi saluran dari

dimensi asal saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik penampang saluran

sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja

saluran irigasi (Priyantoro, 1987).

Menurut Soemarto (1993), dalam konteks pengelolaan DAS, kegiatan

pengelolaan dilakukan umumnya bertujuan untuk mengendalikan dan menurunkan

laju sedimentasi karena kerugian yang ditimbulkan oleh adanya proses sedimen jauh

lebih besar daripada manfaat yang diperoleh.


32

Adapun beberapa dampak yang diakibatkan dari sedimentasi yaitu sebagai

berikut:

1. Di sungai, pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya

dasar sungai, kemudian menyebabkan tingginya permukaan air sehingga dapat

mengakibatkan banjir yang menimpa lahan-lahan yang tidak dilindungi. Hal

tersebut dapat juga mengakibatkan aliran mengering dan mencari alur baru.

2. Di saluran, jika saluran irigasi atau saluran pelayaran dialiri air yang penuh

dengan sedimen akan terjadi pengendapan di saluran tersebut, sedangkan

untuk pengerukan sedimen itu diperlukan biaya yang cukup besar dan akan

menyebabkan terhentinya operasi saluran.

3. Di waduk, pengendapan sedimen di waduk-waduk akan mengurangi volume

aktifnya. Sebagian besar jumlah sedimen yang dialirkan oleh waduk adalah

sedimen yang dialiri sungai-sungai ke waduk, hanya sebagian kecil saja yang

beasal dari longsoran tebing-tebing waduk yang berasal dari geruan tebing-

tebing waduk oleh limpasan permukaan. Butir-butiran yang kasar akan

diendapkan dibagian hulu waduk, sedangkan yang halus diendapkan dengan

bendungan, dan sebagian dapat dibilas ke bawah jika terjadi banjir saat

permukaan air waduk masih rendah.

4. Di bendungan atau pintu-pintu air, yang menyebabkan terjadinya kesulitan

dalam mengoperasikan pintu-pintu tersebut. Juga karena pembentukan pulau-

pulau pasir (sand bars) di hulu bendungan atau pintu air sehingga aliran air

yang lewat bendungan atau pintu terganggu.


33

2.10.1 Proses Transpor Sedimen


Sedimen yang sering dijumpai di dalam sungai baik terlarut atau tidak terlarut

merupakan produk dari pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dan iklim. Hasil pelapukan batuan induk tersebut kita kenal sebagi

partikel-partkel tanah. Pengaruh tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan

untuk kasus di daerah tropis, partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan

terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan

dikenal sebagai sedimen. Oleh adanya transpor sedimen dari tempat yang lebih tinggi

ke daerah hilir dapat menyebabkan pendangkalan waduk sungai dan saluran irigasi

(Asdak C, 2007).

Kecepatan transpor sedimen adalah hasil perkalian antara berat partikel

sedimen dengan kecepatan rata-rata partikel tersebut. Telah diketahui bahwa

perkalian antara gaya yang bekerja pada suatu benda dengan jarak adalah tenaga

penggerak. Sementara kecepatan gerak suatu benda adalah jarak dibagi lama waktu

benda tersebut bergerak. Proses yang terjadi ketika aliran air sungai/saluran

mengangkut sedimen dapat disamakan dengan alat transportasi pada umumnya yang

memiliki hubungan karakteristik yaitu laju kerja diperoleh dari perkalian kekuatan

yang tersedian dengan efisiensi.

Besarnya transpor sedimen dalam aliran sungai merupakan fungsi dari suplai

sedimen dan energi aliran sungai. Ketika besar energi aliran sungai melampaui besar

suplai sedimen, akan terjadi degradasi sungai. Pada sisi lain, ketika suplai sedimen

lebih besar dari pada energi aliran sungai, akan terjadi agradasi sungai.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa merupakan sistem yang

bersifat dinamik sehingga aliran air sungai selalu bervariasi. Selama priode aliran

besar, meningkatnya kurva hidrograf berasosiasi dengan meningkatnya laju transpor


34

sedimen atau laju degradasi sedimen. Ketika debit aliran puncak telah terlampaui dan

debit aliran berkurang dengan cepat, laju sedimen pun berkurang secara cepat yang

berkaitan dengan terjadinya agradasi sungai.

Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan, pengendapan dan

pemadatan dari sedimen itu sendiri. Dimana proses ini berjalan sangat kompleks,

dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan

permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus lalu menggelinding

bersama aliran, sebagian tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke

sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen (Soewarno, 1993).

Berdasarkan mekanisme pergerakannya angkutan sedimen dibedakan tiga

transport sedimen antara lain:

1. Sedimen Dasar

Sedimen dasar (bed load transport) merupakan angkutan partikel sedimen

yang bergerak tidak jauh dari dasar saluran dan proses pergerakannya secara

bergeser, merayap, menggelinding ataupun meloncat akan tetapi tidak lepas

dari dasar saluran atau sungai. Muatan sedimen dasar umumnya merupakan

bagian terbesar dari seluruh jumlah angkutan sedimen. Kualitas dan kuantitas

material yang terbawa oleh aliran tergantung dari penyebaran erosi di daerah

pegunungan, derajat kemiringan lereng, struktur geologi dan vegetasi.

2. Sedimen Melompat

Sedimen melompat (Wash load transport) merupakan angkutan partikel halus

yang dapat berupa lempung dan pasir. Partikel yang lebih besar cenderung

bergerak dengan cara melompat terbawa oleh aliran air. Partikel ini akan

terbawa aliran sampai ke laut, atau dapat juga mengendap pada aliran yang

tenang atau pada air yang tergenang.


35

3. Sedimen Melayang

Sedimen melayang (suspended load transport) merupakan angkutan sedimen

yang melayang di dalam aliran sungai atau saluran yang terutama terdiri dari

butiran-butiran halus yang senantiasa didukung oleh air dan hanya sedikit

sekali intraksinya dengan dasar sungai, karena selalu didorong ke atas oleh

turbulen aliran. Kecepatan aliran pada saat mengangkut sedimen lebih besar

dibandingkan pada saat pengendapannya, dengan demikian ada hubungan

antara debit aliran dengan konsentrasi muatan sedimen walaupun hubungan

tersebut mungkin kolerasinya rendah.

Angkutan dasar yang terangkut dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu bed

load dan suspended load. Di samping angkutan dasar juga ada angkutan sedimen

sangat halus yang disebut dengan wash load. Materialnya tidak berasal dari dasar

sungai, oleh karena itu besarnya volume wash load tidak tergantung pada kondisi

hidrolis sungai akan tetapi tergantung pada kondisi lahan daerah aliran sungai. Jumlah

total ketiga jenis angkutan sedimen tersebut merupakan debit sedimen total.

Bedload Suspended bed Washload

Gambar 2.7 Klasifikasi Angkutan Sedimen (Sumber: Soewarno, 1993)

Sedimen melayang

Sedimen melompat

Sedimen merayap

Gambar 2.8 Transpor Sedimen Pada Aliran Air (Sumber: Asdak C, 2007)
36

Kapasitas angkutan sedimen pada penampang memanjang sungai adalah

besaran sedimen yang lewat penampang tersebut dalam satuan waktu tertentu.

Terjadinya penggerusan, pengendapan atau mengalami angkutan seimbang perlu

diketahui kuantitas sedimen yang terangkut dalam proses tersebut.

Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika kapasitas sedimen yang masuk

pada suatu penampang memanjang sungai sama dengan kapasitas sedimen yang

keluar dalam satuan waktu tertentu. Pengendapan terjadi dimana kapasitas sedimen

yang masuk lebih besar dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu.

Sedangkan penggerusan adalah suatu keadaan dimana kapasitas sedimen yang masuk

lebih kecil dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu (Saud, 2008).

Gambar 2.9 Angkutan Sedimen Pada Penampang Memanjang

2.10.2 Sedimen Melayang Pada Saluran Irigasi


Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Saluran

KP-03, sedimentasi pada saluran irigasi akan terjadi jika kapasitas angkut sedimen

berkurang. Dengan kata lain, kecepatan aliran tidak mampu mengangkut partikel

sedimen maka kecepatan aliran pada saluran irigasi harus dijaga. Kecepatan

minimum yang diijinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan

pengendapan dengan diameter maksimum sediman yang diijinkan 0,06 - 0,07 mm.

Bagian awal dari saluran induk irigasi adalah saluran penangkap pasir yang

berfungsi untuk mencegah masuknya sedimen ke dalam jaringan saluran irigasi.

Namun, pada kenyataanya banyak saluran penangkap pasir daerah irigasi saat ini
37

tidak berfungsi dengan baik. Salah satunya penyebabnya adalah meningkatnya jumlah

dan ukuran butiran sedimen yang terangkut air sungai akibat kerusakan DAS.

Sedimen terendap di saluran penangkap pasir dan dengan cepat saluran tersebut

dipenuhi dengan endapan. Sedimen ini semakin lama akan semakin banyak dan

menjadi padat pada akhirnya akan menumpuk pada saluran irigasi.

Pergerakan awal dari butiran sedimen dasar merupakan awal terjadinya

mekanisme transpor sedimen di saluran terbuka. Estimasi perhitungan tegangan geser

merupakan studi awal sebagai langkah praktis untuk mengetahui besarnya angkutan

sedimen dasar pada suatu penelitian mengenai sedimentasi di lokasi manapun.

Adapun besarnya tegangan geser yang terjadi dipengaruhi oleh kecepatan dan

percepatan partikel gelombang (Firman, 2011).

Angkutan sedimen dasar yang terjadi juga akan menimbulkan terjadinya

transpor sedimen suspensi. Sedimen suspensi dipengaruhi oleh besarnya kecepatan

endap/jatuh suatu butiran sedimen dimana kecepatannya tergantung dari diameter

butiran itu sendiri. Selain itu distribusi konsentrasi sedimen juga berperan dalam

meningkatkan jumlah angkutan sedimen suspensi. Jumlah angkutan sedimen secara

keseluruhan diperoleh dari hasil penjumlahan antara besarnya angkutan sedimen

dasar dan sedimen suspensi.

Sedimen dasar umumnya tergantung pada tegangan geser dasar dan kecepatan

gelombang. Tanaka (1998) memperkirakan tegangan geser dasar pada gelombang non

linear dengan teori sungai diubah fungsi dan diusulkan formula untuk memprediksi

bed-load transport kecuali dekat zona surfing dimana efek percepatan memainkan

peranan penting.

Sedimen melayang itu sendiri umumnya bergantung pada kecepatan jatuh atau

lebih dikenal sebagai settling velocity. Hal ini dikarenakan partikel yang mengendap
38

akan tersuspensi, dalam arti bahwa partikel tersebut memiliki gaya dorong kebawah

hingga sampai pada dasar laut. Settling velocity itu sendiri dipengaruhi oleh gaya

drag beserta koefisien gaya drag tersebut.

Kerusakan daerah aliran sungai menyebabkan meningkatnya angkutan

sedimen yang terbawa aliran ke saluran irigasi. Jika kecepatan aliran ini rendah maka

akan terjadi proses pengendapan di saluran irigasi tersebut. Penumpukan material

terus berlangsung sehingga endapan semakin banyak dan akan membentuk delta

(Sudira, 2013).

2.10.3 Pengukuran Sedimen Melayang Pada Saluran Irigasi


Pengukuran sedimen melayang bertujuan agar dapat menentukan konsentrasi

sedimen dan kuantitas angkutan sedimen persatuan waktu pada suatu lokasi dan

waktu tertentu, dan dapat menentukan besarnya endapan dalam hubungannya dengan

angkutan sedimen tersebut (Asdak C, 2007).

Gambar 2.10 Sketsa Daerah Sedimen Suspensi


(Sumber: Soewarno, 1993)
Di Laboratorium, sampel sedimen yang berisi air di saring, kemudian sampel

tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven. Sedimen kering kemudian

ditimbang dan dinyatakan dalam bentuk persentase dari berat total gabungan air

dengan sedimen. Dengan asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh

bagian penampang melintang saluran/sungai, maka laju sedimentasi dapat dihitung

sebagai hasil perkalian antara konsentrasi sedimen dengan debit air.


39

Sedimen yang terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi

saluran dari dimensi asal saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik

penampang saluran sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan kurang

optimumnya kinerja saluran. Pengambilan sampel sedimen dilakukan secara langsung

di saluran. Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan ember yang

telah diikat dengan tali tampar dan telah diberi pemberat, kemudian dimasukkan ke

dalam saluran irigasi hingga pada kedalaman dimana terdapat sedimen melayang

(Wirosoedarmo, 2011).

Konsentrasi sedimen melayang (suspended load) adalah perbandingan antara

berat kering dari kandungan sedimen itu terhadap berat campuran air dan sedimen

tersebut. Konsentrasi muatan sedimen melayang pada suatu penampang dapat juga

dinyatakan sebagai perbandingan berat sedimen kering dari kandungan sedimen

terhadap volume total campuran air dan sedimen dari suatu sampel sedimen

melayang. Berat kering sedimen melayang diperoleh dari hasil analisisa laboratorium

sampel sedimen yang diambil dilapangan (Soewarno, 1993).

Adapun rumus untuk mengetahui konsentrasi muatan sedimen


yaitu:
(2.9)
Cs =

di mana : Cs = konsentrasi muatan sedimen (mg/l)


BK = berat kering sedimen (mg)
Vol= volume total sampel (liter)

Selanjutnya, laju sedimentasi didapat dengan perkalian antara konsentrasi

sedimen dengan debit air, dengan rumus:

Qs = 0.0864 x Cs x Q (2.10)

di mana : Qs = debit sedimen (ton/hari)


Cs = konsentrasi muatan sedimen (mg/l)
Q = debit aliran ( )
40

Berkaitan dengan awal gerak butiran sedimen, salah satu penyebabkan

terjadinya angkutan sedimen yaitu kecepatan aliran, diameter butiran sedimen, gaya

angkat yang lebih besar dari gaya berat butiran sedimen, gaya geser kritis dan

sebagainya. Apabila laju angkutan sedimen dalam saluran melebihi batas

keseimbangan akan menimbulkan berbagai masalah pada fasilitas irigasi yaitu

mengurangi kapasitas alir saluran, menghambat operasional banguna irigasi, fasilitas

transportasi sungai karena akan membuat sungai menjadi dangkal (Ferdian, 2012).

Menurut Soewarno (1993), mengatakan bahwa besarnya volume angkutan

sedimen tergantung dari kecepatan aliran, karena perubahan musim penghujan dan

kemarau, serta perubahan kecepatan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Akibat

dari perubahan volume angkutan sedimen adalah terjadinya penggerusan di beberapa

tempat serta terjadinya pengendapan di tempat lain pada dasar saluran irigasi, dengan

demikian dimensi dari saluran tersebut akan berubah sehingga volume air yang

terbawa juga berkurang.

2.11 Energi spesifik


Energi pada suatu tampang lintang saluran yang dihitung terhadap dasar

saluran disebut energi spesifik atau tinggi spesifik. Jadi energi spesifik dalam suatu

penampang saluran dinyatakan sebagai jumlah energi tekanan dan energi kecepatan di

suatu titik atau dengan rumus berikut (Triatmodjo B, 1994):

E=y+ (2.11)

di mana : E = energi spesifik (m)


y = kedalaman aliran (m)
V = kecepatan aliran (m/s)
g = percepatan gravitasi
41

Dalam hal ini, debit aliran adalah konstan dan variasi kedalaman air terjadi

karena perubahan bahan kekasaran, bentuk tampang saluran, kemiringan dasar, atau

kondisi di hulu dan hilir. Energi spesifik akan menurun sampai suatu nilai minimum

pada titik C dan kemudian naik kembali, kedalaman dan kecepatan pada titik ini

disebut kedalaman kritis dan kecepatan kritis.

Kedalam
an
y
Energi
Spesifik Subkritis
C
y
Superkritis
450
Energi Spesifik
Gambar 2.11 Hubungan energi spesifik dengan kedalaman air
(Sumber: Triatmodjo B, 1994)

Apabila kedalaman air lebih besar dari kedalaman kritis maka kecepatan

aliran lebih kecil dari pada kecepatan kritis untuk debit aliran tertentu, dan aliran

disebut subkritis. Sebaliknya, jika kedalaman aliran lebih kecil dari pada kedalaman

kritis, aliran disebut superkritis. Perubahan tinggi tekanan terhadap energi spesifik

dalam suatu penampang saluran merupakan unsur penentu kecepatan pengaliran air

pada saluran dan berpengaruh terhadap kinerja saluran dalam pendisribusian air

irigasi.

Pengaruh sedimen terhadap energi spesifik suatu penampang saluran dapat

diketahui dari hasil perhitungan mengkombinasikan data dimensi asal saluran atau

data teknis dengan data pengukuran di lapangan. Dengan adanya sedimen pada

saluran maka akan berpengaruh terhadap kinerja saluran, sehingga parameter kinerja

saluran akan semakin menurun.


42
Adapun parameter kinerja saluran dapat diketahui dari tahap-

tahap berikut (Wirosoedarmo, 2011):

1. Menghitung Energi Spesifik Minumum (Emin) pada saluran

dengan data dimensi asal atau data perencanaan dan debit

rencana.

2. Menghitung Energi Spesifik Lapangan (E) pada saluran dengan

data dimensi asal namun dengan kemiringan berbeda setelah

terdapat sedimen di dasar saluran dengan rumus Manning:

di mana : V = kecepatan rata-rata (m/s)


R = jari-jari hidrolis
penampang basah (m) n =
koefisien kekasaran manning
S = kemiringan atau
gradient hidrolik θ =
sudut kemiringan
3. Dimensi asal saluran dengan debit rencana menunjukkan bahwa energi spesifik adalah

Emin dengan kedalaman kritis yc. Apabila pada keadaan tersebut saluran dikatakan

bekerja 100%, maka dengan adanya sedimen pada saluran maka akan berpengaruh

terhadap kinerja saluran, sehingga parameter kinerja saluran dapat diukur dari:

di mana: Emin = energi spesifik


minimum (m) E% =
energi spesifik yang
terjadi (%)
43
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada semester ganjil tahun ajaran 2019-2020 dan lokasi

penelitian dilaksanakan pada Saluran Irigasi Walay Kecamatan Abuki Kabupaten

Konawe berjarak ± 85km dari Kota Kendari.

Secara geografis Kabupaten Konawe terletak pada garis 3°00′ - 4°25′ LS – dan

121°73′ - 123°20′44′′ – 123°15′ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten K o n a w e

±16.480 km2

Berikut peta lokasi penelitian:


44
47

3.2 Peralatan Penelitian


Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut :

a. Stopwatch f. Oven

b. Meteran g. Cawan petri

c. Current meter/Pelampung h. Alat tulis, dan

d. Timbangan digital i. Spidol permanen

e. Botol sampel j. Kamera (alat pemotret)

3.3 Pelaksanaan Penelitian


3.3.1 Deskripsi Data Penelitian

Guna memudahkan penyusunan laporan dalam menyatakan saluran yang

diukur, peneliti menggunakan penamaan titik lokasi pengamatan di lapangan sebagai

berikut :

 Saluran Primer (P) adalah saluran primer BBI.0-BBI.1 dengan luas areal

irigasi 4107 Ha

 Saluran Sekunder Titik 1 (S1) adalah saluran sekunder BBI.6-BGm.1 dengan

luas areal irigasi 989 Ha.

 Saluran Sekunder Titik 2 (S2) adalah saluran sekunder BGm.10-BGm.11

dengan luas areal irigasi 122 Ha

 Saluran Tersier Titik 1 (T1) dan Saluran Tersier Titik 2 (T2) adalah saluran

tersier BGm.1-Gm.1kn bagian hulu dan hilir saluran dengan luas areal irigasi

127 Ha

 Saluran Tersier Titik 3 (T3) dan Saluran Tersier Titik 4 (T4) adalah saluran

tersier BGm.11-Gm.11kn bagian hulu dan hilir dengan luas areal irigasi 56 Ha

3.3.2 Persiapan Alat


Sebelum dilakukan survei pengukuran dan pengambilan sampel dilapangan,
48

harus dilakukan persiapan peralatan. Adapun persiapan alat yang dilakukan sebelum

melaksanakan pengukuran dan pengambilan sampel dilapangan seperti pembuatan

mistar duga, pembuatan benda apung dan botol sampel.

Mistar duga dibuat dari kayu berukuran panjang 200 cm, pada mistar tersebut

dibuat skala pengukuran. Mistar ini digunakan untuk mempermudah pengukuran

kedalaman aliran, lebar dasar saluran, dan sebagainya.

Pembuatan benda apung digunakan untuk mengukur kecepatan aliran. Adapun

benda apung yang digunakan dalam penelitian ini adalah bola pimpong yang diisi

dengan air hingga setengah volume bola pimpong tersebut dengan tujuan untuk

menstabilkan pergerakan bola pimpong dari pengaruh angin pada saat pengukuran,

sehingga diharapkan benda bergerak benar-benarkarena pengaruh air.

Botol sampel digunakan untuk mengambil/tempat sampel sedimen sebelum di

analisis di laboratorium. Botol sampel tersebut berupa botol plastik bekas air kemasan

dengan volume botol 0,6 liter. Setelah sampel sedimen melayang diperoleh kemudian

dibuat label pada botol sampel dengan spidol sesuai dengan titik pengukuran.

3.3.3 Pengumpulan Data


Pengukuran dan pengambilan sampel sedimen melayang dilakukan pada dua

priode pengukuran yaitu pada bulan februari dan bulan maret 2016. Pengukuran dan

pengambilan sampel yang dilakukan pada bulan februari yaitu pada saat musim hujan

(hujan kecil).

Pengukuran dan pengambilan sampel sedimen melayang dilakukan pada satu

titik untuk saluran primer di Desa Pagaran Tonga, dua titik untuk saluran sekunder

Desa Gunung Manaon, empat titik untuk saluran tersier Desa Saba Bangun dan

Rondaman Lombang. Setiap titik pengambilan sampel dilakukan pada sisi kanan,

tengah dan kiri penampang saluran.


49

3.3.4 Pengukuran Luas Penampang dan Kecepatan Aliran


Luas penampang basah titik pengamatan diukur dengan mengukur kedalaman

aliran dan lebar dasar saluran dilakukan dengan menggunakan mistar duga pada

masing-masing penampang titik pengamatan. Pengukuran kedalaman aliran pada

saluran dilakukan tanpa mengukur tebal sedimen, dengan tujuan untuk melihat

perubahan penampang saluran yang disebabkan oleh sedimentasi. Pengukuran

dilakukan sebanyak 5 kali dalam satu titik untuk mendapatkan kedalaman rata-rata.

Kecepatan aliran air diukur berdasarkan metode apung dengan cara

menghanyutkan benda apung pada aliran, kemudian mencatat waktu yang diperlukan

benda apung tersebut dari titik awal hingga titik akhir lintasan pengamatan yang telah

ditentukan jaraknya. Untuk mengubah data kecepatan menjadi kecepatan rata-rata

maka dengan menggunakan rumus kecepatan aliran air dipermukaan dikalikan

koefisien kalibrasi alat pelampung. Pada penelitian ini, jarak lintasan benda apung

sejauh 20 meter, koefisien kalibrasi yang digunakan sebesar 0,90.


50

3.3.5 Pengambilan Sampel Sedimen Melayang


Pengambilan sampel sedimen dilakukan secara langsung di saluran primer,

sekunder, dan tersier. Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan

ember yang telah diikat dengan tali tampar dan telah diberi pemberat, kemudian

dimasukkan ke dalam saluran irigasi hingga pada kedalaman dimana terdapat

sedimen melayang.

Tabel 3.1 Pengambilan Sampel


Saluran Jumlah Titik Jumlah Sampel
Primer 1 3
Sekunder 2 6
Tersier 4 12
Total 7 21

Botol sampel atau ember tersebut dimasukkan ke kebagian sisi saluran yang

berlawanan dengan arus aliran pada 0,5 cm dari kedalaman aliran dimana

diperkirakan terdapat sedimen melayang. Pada masing-masing titik pengamatan,

sampel sedimen dan air diambil dari sisi kanan, tengah, dan kiri penampang saluran

untuk mendapatkan rata-rata laju sedimentasi pada saluran tersebut. Sampel sedimen

melayang dan air yang diperoleh dari saluran kemudian dianalisis di laboratorium.

Gambar 3.4 Sampel Sedimen Melayang


51

Di laboratorium, berat kering sedimen diperoleh dengan cara menguapkan

sampel dalam oven dengan temperatur 105°C. Konsentrasi sedimen diperoleh dengan

perbandingan berat kering sedimen dan volume total sampel. Pada penelitian ini,

analisis konsentrasi sedimen dilakukan di laboratorium mekanika tanah USU.

Gambar 3.5 Analisis Laboratorium

3.4 Variabel Penelitian


Variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu :

1. Variabel terikat, yaitu laju sedimentasi dan energi spsifik yang terjadi pada

saluran irigasi Desa Sibagasi.

2. Variabel bebas, terdiri dari debit aliran, kecepatan aliran, luas penampang

saluran, jari-jari hidrolis penampang saluran, keliling penampang saluran,

kedalaman air dan kemiringan saluran.


52

3.5 Rancangan Penelitian

Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi


Desa Sibagasi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Data Lapangan Data Laboratorium


Kecepatan Aliran - Sampel Sedimen Melayang
Penampang Basah
Kedalaman air

Perhitungan Berat Kering dan Konsentrasi Sedimen M


Perhitung Luas Penampang dan Debit Aliran

Pengolahan Data :
Laju Kadar Sedimen Melayang
Energi Spesifik

Hasil Perhitungan

Analisis Kinerja Saluran

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.4 Diagram alur penelitian


53
Metodologi yang digunakan untuk mengolah data dalam penulisan ini adalah

metode kuantitatif deskriptif, yaitu metode perhitungan dan penjabaran hasil

pengolahan data lapangan dari lokasi yang ditinjau. Studi penelitian dilakukan sesuai

urutan di bawah ini:

1. Studi Pustaka

Tahap ini adalah untuk referensi yang dibutuhkan dalam proses pengerjaan

dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Pada tahap

ini, penulis mengumpulkan berbagai teori yang berhubungan dengan

permasalahan yang ada.

2. Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu data primer, meliputi data :

- Kecepatan aliran air pada saluran, kedalaman air, lebar dasar saluran dan

ukuran penampang basah saluran irigasi

- Sampel sedimen melayang pada saluran

3. Perhitungan dan Pengolahan Data

Setelah semua data yang dibutuhkan diperoleh, langkah selanjutnya adalah

pengolahan data, sehingga diperoleh besar debit aliran air pada saluran, luas

penampang basah dan energi spesifik saluran. Berat isi kering dari sampel

sedimen yang diperoleh dari laboratorium selanjutnya diperoleh juga kadar

konsentrasi sedimen melayang.

4. Hasil Perhitungan dan Analisis Kinerja Saluran

Setelah konsentrasi sedimen dan energi spesifik diperoleh maka diketahui

besar laju sedimentasi, hasil perbandingan kinerja saluran dan perilaku

sedimen melayang terhadap penampang saluran, kecepatan aliran serta

terhadap kinerja saluran irigasi.

Anda mungkin juga menyukai