Anda di halaman 1dari 15

PEDOMAN PENGORGANISASIAN TB DOTS

RUMAH SAKIT UMUM SITI ASIYAH BUMIAYU

RUMAH SAKIT UMUM SITI ASIYAH

Jalan Pasar Wage Bumiayu – Brebes 52273

Telp. 0289 432352, 0289 430581

E-Mail; rsusitiasiyah@gmail.Com
RUMAH SAKIT UMUM SITI ASIYAH BUMIAYU

Jalan Pasar Wage Bumiayu – Brebes 52273


Telp. 0289 432352 Fax.0289 430581
e-mail; rs_asiyah@yahoo.com

KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM SITI ASIYAH BUMIAYU

NOMOR: 493/PED DIR.RSUSA/III/2019

TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN PENGORGANISASIAN TB DOTS

DIREKTUR RSU SITI ASIYAH BUMIAYU

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka melaksanakan pelayanan tuberkulosis dan upaya


pengendalian faktor risiko tuberkulosis sesuai peraturan
perundangundangan;
b. Bahwa agar pelaksanaan program sebagaimana dimaksud huruf (a),
dapat berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna maka perlu di
susun pedoman pengoprganisasian TB DOTS oleh Direktur Rumah
Sakit Umum Siti Asiyah Bumiayu.

Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, tambahan Lembaran
Negara nomor 4431);
2 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
3 Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
193);
4 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/2008
Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
5 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 590 Tahun 2009
TentangKerjasama Bidang Kesehatan;
6 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis;
7 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;
8 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun
2011 tentang Keselamatan Pasien;
11 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 tahun
2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.

KESATU : PERATURAN DIREKTUR RSU SITI ASIYAH BUMIAYU TENTANG


PEMBERLAKUAN PEDOMAN PENGORGANISASIAN TB DOTS DI
RSU SITI ASIYAH BUMIAYU;
KEDUA : Pedoman pengorganisasian TB DOTS di RSU Siti Asiyah Bumiayu
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan ini;
KEDUA : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam pedoman ini maka akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di: Bumiayu


Pada tanggal : 01 Maret 2019

Direktur,

dr. Anisa Paramitha.

MEMUTUSKAN
Menetapk
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut World Helath Organization (1999) jumlah pasien Tuberkulosis (TB) di


Indonesia sekitar 10% jumlah pasien TB di dunia dan merupakan ke 3 terbanyak di
dunia setelah India dan China. Diperkirakan saat ini jumlah pasien TB di Indonesia
sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB dunia dan setiap tahun terdapat 539.000 kasus
baru. Insidens kasus TB BTA positif sekitar 107 per 100.000 penduduk. Data Survei
Tuberkulosis Nasional tahun 2004 masih mendapatkan bahwa kasus baru di Indonesia
rata-rata 110 per 100.000 penduduk dengan kematian 100.000 per tahun. Hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyatakan penyakit TB merupakan penyebab
kematian nomor 2 setelah penyakit stroke, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Berdasarkan data statitstik rumah sakit tahun 2007, TB menempati urutan pertama dalam
proporsi penyakit menular (27,8%), dan menempati urutan ke 14 sebagai penyakit
terbanyak di rawat inap, sedangkan tahun 2008 menempati urutan ke 7 sebagai penyakit
terbanyak di rawat jalan.
Kondisi ini diperparah oleh kejadian HIV yang semakin meningkat dan
bertambahnya jumlah kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau MDR-TB
bahkan XDR-TB. Keadaan ini akan memicu epidemi TB yang sulit dan terus menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang utama. Pada tahun 1993 WHO telah menyatakan
bahwa TB merupakan keadaan darurat dan pada tahun 1995 merekomendasikan strategi
DOTS sebagai salah satu langkah yang paling efektif dan efisien dalam penanggulangan
TB.
Intervensi dengan strategi DOTS ke dalam pelayanan dasar (Puskesmas) telah
dilakukan sejak athun 1995. Khusus untuk institusi pelayanan rumah sakit dan Balai
Kesehatan paru Masyarakat (BKPM) / Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) intervensi baru dilakukan secara aktif sejak tahun 2000. Hasil survey
prevalensi TB tahun 2004 menunjukkan bahwa pola pencarian pengobatan pasien TB ke
rumah sakit ternyata cukup tinggi, yaitu sekitar 60% pasien TB ketika pertama kali sakit
mencari pengobatan ke rumah sakit, sedangkan sisanya ke Puskesmas dan praktisi
swasta.
Pelaksanaan DOTS di rumah sakit mempunyai daya ungkit dalam penemuan
kasus (case detection rate, CDR), angka keberhasilan pengobatan (cure rate), dan angka
keberhasilan rujukan (success referral rate). Adapun strategi DOTS terdiri dari:

1. Komitmen politis

2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya

3. Pengobatan jangka pendek yang terstandar bagi semua kasus TB, dengan
penatalaksanaan kasus secara tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.

4. Jaminan ketersediaan obat anti tuberkulosis (OAT) yang bermutu

5. System pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap


hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi dan


diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait
termasuk rumah sakit pemerintah dan swasta, dengan mengikutsertakan secara aktif
semua pihak dalam kemitraan yang bersinergi untuk penanggulangan TB.

Pada saat ini penanggulangan TB dengan strategi DOTS di rumah sakit baru
berkisar 20% dengan kualitas yang bervariasi. Ekspansi strategi DOTS di rumah sakit
masih merupakan tantangan besar bagi keberhasialn Indonesia dalam mengandalikan
tuberkulosis. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Tim TB External
Monitoring Mission pada tahun 2005 menunjukkan bahwa angka penemuan kasus TB di
rumah sakit cukup tinggi, tetapi angka keberhasilan pengobatan rendah dengan angka
putus berobat yang masih tinggi. Kondisi tersebut berpotensi untuk menciptakan
masalah besar yaitu peningkatan kemungkinan terjadi resistensi terhadap obat anti
tuberkulosis (MDR-TB).
BAB II
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

RSU Siti Asiyah pada awal berdirinya merupakan balai pengobatan dan rumah
bersalin KHOERUNISA yang pada perkembangan selanjutnya ditingkatkan menjadi
rumah sakit, yaitu RSU Siti Asiyah. Kegiatan pelayanan kesehatan mulai dilaksanakan
pada tanggal 26 Oktober 1998, adapun pelayanannya meliputi poli klinik umum,dan
rawat inap.
RSU Siti Asiyah terletak dijalan bumiayu, Bantarkawung yang berdekatan
dengan pasar wage yang merupakan salah satu pusat perdagangan yang ada di
kecamatan bumiayu, dibangun pada tahun 1997, kemudian diresmikan sebagai RSU
pada tanggal 26 oktober 1998 dengan ijin operasional sementara, pertama kali dari
kepala dinas kesehatan provinsi jawa tengah. Kemudian setelah dua tahun berjalan
mendapat ijin tetap dari Menteri Kesehatan pertama kali pada tahun 2000 dan mendapat
perpanjangan lima tahun kedua sampai 2005.
RSU Siti Asiyah dalam konstelasi pelayanan jasa kesehatan di kecamatan
bumiayu mempunyai nilai strategis diantaranya merupakan rumah sakit yang
menyediakan pelayanan medis dasar, medis spesialis, serta proteksi lokasi yang sangat
menonjol untuk melayani wilayah brebes selatan termasuk pelayanan dari daerah
perbatasan kabupaten Tegal.
Dalam rangka memenuhi tuntutan peningkatan pelayanan kesehatan yang
didorong karena potensi yang dimiliki, kendala yang dihadapi maupun
mengakomodasikan peluang yang ada maka yayasan citra fastabiqul khoirot serta
pengelola rumah sakit selaku penyelenggara bermaksud melaksanakan program
pengembangan RSU Siti Asiyah secara komprehensif dan berkelanjutan serta tepat
sasaran sesuai dengan visi serta motto RSU Siti Asiyah Bumiayu.
BAB III

VISI, MISI, TUJUAN DAN MOTTO RUMAH SAKIT

A. Visi
Menjadi pilihan pertama berobat orang sakit dan memberi kepuasan keluarganya”

B. Misi
1. Memberi pelayanan kesehatan yang professional
2. Meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan dan kesejahteraan
3. Meningkatkan sarana dan prasarana yang tepat dan aman
4. Meningktkan sistem management yang efektif dan efisien
5. Menjadi faskes rujukan kasus maternal dan perinatal dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama.

C. Tujuan
1. Untuk mendekatkan pelayanan kesehatan medis, spesialis kepada masyarakat di
Bumiayu dan sekitarnya
2. Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai, mempunyai keunggulan dalam
bidang penyakit dalam dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dengan
pelayanan prima, yaitu dengan menggunakan pendekatan keluarga dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
3. Kehadiran Rumah sakit Umum Siti Asiyah Bumiayu yang mempunyai unggulan
bidang kandungan dengan metode pendekatan keluarga bias menjadikan
Bumiayu sebgai alternative kota wisata dan pengobatan
4. Meningkatkan derajat kesehatan, khususnya masyarakat Bumiayu dan
sekitarnya

D. Motto
“Pelayanan kami sahabat kesehatan anda
BAB IV
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT UMUM SITI ASIYAH BUMIAYU
BAB V

STRUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA

TIM DOTS TB
RSU SITI ASIYAH BUMIAYU

Kedudukan
No Nama
dalam Tim

1. dr. Anisa Paramitha Penanggung Jawab

2. dr.Nani Widorini Ketua

4. M.Fauzi Anggota

5. Mey Damayanti Anggota

7. Qisthi Ardina S Anggota

BAB VI
URAIAN JABATAN

Pada dasarnya tugas tim DOTS RSU Siti Asiyah Bumiayu dalam penanggulangan
TB adalah melayani pasien yang datang mencari pengobatan dengan :

1. Melakukan penemuan (diagnosis) kasus TB.

a. Mengidentifikasi suspek dan mengisi buku daftar suspek TB (TB06).

b. mengisi formulir untuk pemeriksaan dahak.

c. Mendiagnosis TB pada orang dewasa dan anak sesuai dengan Program


Penanggulangan TB.

d. menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

e. bertanggung jawab dalam pengisian kartu pengobatan pasien TB (TB01) dan kartu
identitas pasien (TB02) secara lengkap dan benar.

2. Melakukan pengobatan pasien TB.


a. Membantu pasien dalam penentuan pilihan tempat pengobatan selanjutnya.
b. menetapkan paduan OAT yang benar untuk setiap klasifikasi dan tipe pasien serta
bertanggung jawab dalam menetapkan PMO bersama pasien.
c. memberikan penyuluhan kepada pasien, keluarga, dan PMO.
d. bertanggung jawab dalam pengisian kartu pengobatan pasien TB (TB01) dan kartu
identitas pasien.
e. bertanggung jawab dalam pemantauan keteraturan pengobatan.
f. menentukan jadwal pemeriksaan dahak ulang.
g. menangani pasien mangkir.
h. mendeteksi dan menangani komplikasi, efek samping, dan merujuk ke RS
spesialistik bila diperlukan.
i. menangani pasien TB pada beberapa keadaan khusus.
j. menetapkan hasil pengobatan dan mencatat pada kartu pengobatan pasien.
k. bertanggung jawab dalam pengisian kartu pencatatan lain yang diperlukan (TB09
dan TB10).
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi hasil pengobatan.

a. melakukan analisis hasil pengobatan pasien sesuai dengan indikator.

b. merencanakan tindak lanjut untuk penyelesaian masalah

BAB VII
TATA HUBUNGAN KERJA

Hubungan kerja unit DOTS dengan unit-unit lainnya dibentuk sebagai suatu jejaring
internal dalam menangani pasien TB di dalam rumah sakit. Koordinasi kegiatan
dilaksanakan oleh tim DOTS rumah sakit. Fungsi masing-masing unit dalam jejaring
internal RS adalah:
1. Unit DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien tuberculosis di rumah
sakit dan pusat informasi tentang tuberkulosis. Kegiatannya juga meliputi konseling,
penentuan klasifikasi dan tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT, penentuan PMO,
follow up hasil pengobatan, dan pencatatan.
2. Poli umum, IGD, dan poli spesialis, berfungsi menjaring tersangka pasien TB,
menegakkan diagnosis, pengobatan serta menginformasikan dan atau mengirim pasien
ke unit DOTS RS.
3. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dalam melakukan penjaringan
tersangka pasien TB, di Rumah Sakit Allam Medica belum ada ruang isloaso hanya
terdapat 2 ruang kohorting TB, jika pasien dinyatakan positif TB dilakukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
4. Laboratorium (mikrobiologi dan patologi anatomi) berfungsi sebagai sarana penunjang
diagnostik.
5. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik.
6. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap manajemen OAT di
RS.
7. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh petugas administrasi TB di unit DOTS.
Petugas rekam medis berfungsi sebagai pendukung data TB di RS.
8. PKRS berfungsi berfungsi sebagai pelaksana penyuluhan TB DOTS di RS

TIM DOTS

Farmasi
Poli umum Laboratorium
Poli spesialis Radiologi
IGD Rekam medis
Rawat inap PKRS

Skema Tata Hubungan Kerja Tim DOTS


BAB VIII
POLA KETENAGAAN DAN KUALIFIKASI PERSONIL

Dalam upaya mempersiapkan tim DOTS yang handal, perlu kiranya melakukan
kegiatan menyediakan, mempertahankan sumber daya manusia yang tepat bagi organisasi.
Atas dasar tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu proses mengantisipasi dan
menyiapkan perputaran orang ke dalam, di dalam dan ke luar organisasi. Tujuannya adalah
mendayagunakan sumber-sumber tersebut seefektif mungkin sehingga pada waktu yang
tepat dapat disediakan sejumlah orang yang sesuai dengan persyaratan jabatan.

Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan


oganisasi dalam mencapai sasarannya melalui strategi pengembangan kontribusi. Adapun
pola ketenagaan dan kualifikasi sumber daya manusia di unit DOTS RSU Siti Asiyah
Bumiayu adalah sebagai berikut :

Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM Tim DOTS RSU Siti Asiyah Bumiayu

Nama Pendidikan Sertifikasi Jumlah


Kebutuhan
Jabatan
Ketua tim Dokter Spesialis Penyakit Dalam PPTS DOTS 1

DOTS / Dokter umum


Koordinator Dokter umum / S1 Keperawatan PPTS DOTS 1

DOTS RS / D3 Keperawatan
Anggota tim Dokter umum / S1 keperawatan PPTS DOTS 3

DOTS / D3 keperawatan

Petugas laboratorium
BAB IX

KEGIATAN ORIENTASI

Pelatihan dapat dilakukan berupa aspek klinis maupun aspek manajemen program:
1. Pelatihan dasar program TB (initial training in basic DOTS implementation):
a. Pelatihan penuh, seluruh materi diberikan.
b. Pelatihan ulangan (retraining), yaitu pelatihan formal yang dilakukan terhadap
peserta yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya tetapi masih ditemukan banyak
masalah dalam kinerjanya, dan tidak cukup hanya dilakukan melalui supervisi.
Materi yang diberikan disesuikan dengan inkompetensi yang ditemukan, tidak
seluruh materi diberikan seperti pada pelatihan penuh.
c. Pelatihan penyegaran, yaitu pelatihan formal yang dilakukan terhadap peserta yang
telah mengikuti pelatihan sebelumnya minimal 5 tahun atau ada up-date materi,
seperti: pelatihan manajemen OAT, pelatihan advokasi, pelatihan TB- HIV,
pelatihan DOTS plus, surveilans.
d. Pelatihan di tempat tugas/refresher (on the job training) yaitu pelatihan yang
diberikan terhadap petugas yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya, tetapi
masih ditemukan masalah dalam kinerjanya pada waktu supervisi.
2. Pelatihan lanjutan (continued training/advanced training): pelatihan untuk
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan program yang lebih tinggi dimana materi
pelatihannya berbeda dengan pelatihan dasar.
BAB XI

PELAPORAN

Salah satu komponen penting dalam surveilans yaitu pencatatan dan pelaporan
dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan
disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan surveilans
harus valid (akurat, lengkap, dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan
dan analisis.

Dalam melaksanakan pencatatan di rumah sakit digunakan formulir sebagai berikut:

1. Daftar tersangka (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB 06).

2. Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB 05).

3. Register laboratorium TB (TB 04).

4. Kartu pengobatan pasien TB (TB 01).

5. Kartu identitas pasien (TB 02).

6. Register TB 03 UPK.

7. Formulir rujukan/pindah pasien TB (TB 09).

8. Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB 10).

Dari formulir-formulir tersebut dapat dihitung indikator-indikator keberhasilan sebagai


berikut:

1. Proporsi pasien TB BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahaknya (target
515%).

2. Proporsi pasien paru TB BTA positif di antara semua pasien TB paru yang yang
ditemukan (≥ 65%).

3. Proporsi pasien TB anak di antara seluruh pasien TB (target 10-15%).

4. Angka konversi (convertion rate) (target ≥ 80%).

5. Angka kesembuhan (cure rate) (target ≥ 85%).


BAB XII

PENUTUP

Dengan tersusunnya Pedoman Pengorganisasian TB DOTS Siti Asiyah ini, maka


diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyelengaraan pengorganisasian Tim TB DOTS,
sehingga terbentuk tim yang solid dan terorganisir dan dapat bekerja secara optimal.

Hal-hal yang bersifat lebih teknis dan rinci akan disusun dalam bentuk panduan dan
SPO yang diperlukan sesuai dengan pokok kegiatan yang mendukung pelaksanaan
pelayanan pengobatan. Setiap petugas kesehatan di RS diwajibkan mengikuti pedoman
ini secara utuh.

Bila di dalam pelaksanaannya terdapat perkembangan yang baru, maka tidak


menutup kemungkinan pedoman ini akan dilakukan perubahan dan penyesuaian sesuai
kebutuhan dan tuntutan.

Anda mungkin juga menyukai