Penulis Jurnal 1 : Affan Irfan Fauziawan, I Made Agus Wirahadi Putra, Ratna
Kartika Wiyat (2020)
Reviewer Oleh:
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
1. LATAR BELAKANG
Perubahan iklim telah menjadi persoalan global dan untuk mengatasinya
melibatkan berbagai negara dan berbagai disiplin ilmu. Perubahan iklim
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, antara lain aspek lingkungan, aspek
sosial ekonomi, aspek kesehatan, serta aspek lainnya.
Selama 200 tahun terakhir, konsentrasi gas di udara naik sepertiga dari
sebelumnya. Ini mengakibatkan, suhu udara juga meningkat hingga 0,5 sampai 1
derajat Celcius. Jika konsentrasi ini tidak segera diatasi, maka abad ke-21,
kenaikannya diperkirakan mencapai 2-6 derajat Celcius.
Pada Conference of Parties 25 (COP 25) di Madrid pada bulan Desember
tahun 2019, Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk terus dapat
menurunkan emisi GRK. Walaupun secara teknis kenaikan suhu di tingkat 1.5˚C
dapat dengan mudah dihindari, diperlukan perubahan perilaku dan teknologi secara
menyeluruh untuk mencapai pengurangan emisi tersebut.
Saat ini Pemerintah Indonesia telah menargetkan penurunan emisi gas
rumah kaca sebesar 26% dari kondisi Business as Usual yang dicapai pada tahun
2020 tanpa bantuan negara lain dan sebesar 41% bila memperoleh bantuan dari
negara lain. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Presiden RI pada pertemuan G-
20 di Pittsburgh USA pada 25 September 2009, dimana pernyataan tersebut
merupakan pernyataan Non-Binding Commitment karena Indonesia bukan
merupakan negara annex 1.
2. PERMASALAHAN
Adapun permasalahan yang terdapat pada jurnal Fauziawan at al (Studi
kasus 1) yaitu mengenai angka pertambahan penduduk di Kabupaten Karangasem
rata-rata 0,88% per tahun membawa konsekuensi logis terhadap meningkatnya
jumlah sampah yang dihasilkan. Hal tersebut melatarbelakangi instansi terkait
untuk tetap fokus pada pengelolaan limbah padat (sampah), di antaranya yaitu
pengembangan sarana Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Linggasana.
Pemetaan wilayah di Kabupaten Karangasem untuk mengetahui jumlah sampah
yang dihasilkan tiap kecamatan dipandang perlu dilaksanakan sebagai upaya
mitigasi yang akan dilaksanakan.
Adapun permasalahan yang terdapat pada jurnal Kongboon at tal (Studi
kasus 2) yaitu kotamadya di Thailand belum secara eksplisit mempersiapkan
inventarisasi emisi GRK. Hal ini terbukti sulit untuk memahami kegiatan mana
yang menghasilkan emisi GRK yang signifikan, dan oleh karena itu pemerintah
kota tidak dapat merumuskan rencana aksi nyata untuk mengurangi emisi GRK.
Mereka berpikir bahwa mereka tidak memiliki data untuk membangun database
GRK dan tidak mengerti bagaimana menggunakan hasil penilaian GRK dalam
kebijakan mereka. Akibatnya, sebagian besar kotamadya belum melaporkan emisi
GRK kota mereka dan tidak memiliki kebijakan untuk mengurangi emisi GRK.
c. Hasil Survey
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan ke Dinas Lingkungan Hidup dan
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Karangasem, diperoleh
hasil bahwa masyarakat Kabupaten Karangasem tidak semuanya membuang
sampah di TPS ataupun ke TPA. Ada perilaku masyarakat yang membuang sampah
dengan cara dibakar, ditimbun dan dibuang pada tempat tertentu. Sedangkan jumlah
sampah yang terangkut ke TPA dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2019 dapat
dilihat pada Tabel berikut :
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa estimasi emisi GRK yang paling tinggi
ada di kecamatan Karangasem yaitu sebesar 2.302 ton CO2-e (warna merah),
sedangkan estimasi emisi GRK paling rendah ada di kecamatan Sidemen yaitu
sebesar 894 ton CO2-e (warna hijau).
(Studi Kasus 2)
Langkah-langkah penelitian ini mengikuti GPC:
a. Definisi
1. Menetapkan batas kota
Studi ini menetapkan batas kota dengan mempertimbangkan batas geografis
dan pengendalian operasi. Kedelapan kota yang dipertimbangkan dalam studi ini
adalah mereka yang secara sukarela bergabung dengan seruan TGO untuk
mendukung kota-kota tersebut membuat database GRK sendiri. Diantaranya
Kotamadya Ubon Ratchathani (UBN), Kotamadya Nonthaburi (NBD), Kotamadya
Lamphun (LPN), Kotamadya Mahasarakham (MKM), Kotamadya Yasothon
(YST), Kotamadya Sisaket (SSK), Kotamadya Buri Ram (BRM), dan Kota Khu
Khot ( KKT) Kotamadya. Akuisisi data inventarisasi dan analisis emisi GRK dari
kota-kota tersebut dipelajari.
2. Mengidentifikasi sumber emisi GRK
Dalam studi ini, sumber emisi GRK diidentifikasi berdasarkan ruang
lingkupnya. Kegiatan yang berlangsung di dalam kota dapat menghasilkan emisi
GRK yang terjadi di dalam batas kota maupun di luar batas kota. Untuk
membedakannya, GPC mengelompokkan emisi ke dalam tiga kategori berdasarkan
tempat terjadinya: emisi Cakupan 1, Cakupan 2, atau Cakupan 3. Cakupan 1
mengacu pada semua emisi GRK yang dihasilkan dalam batas geografis kota dan
konsisten dengan pelaporan GRK tingkat nasional termasuk energi stasioner,
transportasi, limbah, IPPU, dan AFOLU. Cakupan 2 mencakup emisi GRK yang
terjadi karena konsumsi listrik, panas, dan uap yang disuplai jaringan dan/atau
pendinginan di dalam batas kota. Cakupan 3 mempertimbangkan semua emisi GRK
lainnya yang terjadi di luar batas kota karena aktivitas yang terjadi di dalam batas
kota.
3. Menetapkan jangka waktu
Data untuk penelitian ini dikumpulkan dari 1 Januari hingga 31 Desember
2016.
b. Pengumpulan Data
Pada sektor energi stasioner, data aktivitasnya adalah listrik dan konsumsi
energi dari sumber primer. Untuk transportasi on-road, metode pengumpulan data
adalah kombinasi dari pendekatan top-down dan bottom-up. Dalam studi ini, data
aktivitas volume BBM yang dijual di dalam batas kota diperoleh dari otoritas yang
mengontrol penjualan BBM di SPBU. Untuk aktivitas perjalanan, data diperoleh
dari otoritas transportasi umum atau pemilik bisnis di dalam batas kota. Untuk
sektor persampahan, data dikumpulkan tentang sampah padat dan air limbah yang
dihasilkan di dalam batas kota, terlepas dari apakah mereka diolah di dalam atau di
luar batas kota. Untuk sektor AFOLU, data aktivitas merupakan data statistik
tahunan. Data peternakan diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten atau Dinas
Peternakan Provinsi, dan data pertanian diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten
atau Dinas Pertanian Provinsi.
c. Perhitungan
Emisi GRK (GRK) dapat dihitung dari Persamaan:
𝐶𝐻𝐺𝑖 = ∑ 𝐴𝑖 × 𝐸𝐹𝑖
d. Penilaian Akurasi
Dalam penelitian ini, pendekatan penilaian akurasi mengikuti Li et al.
(2017) untuk menghitung akurasi delapan kota karena ini adalah pendekatan
penilaian sederhana yang dapat dipahami dan dievaluasi oleh pemerintah kota
sendiri.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari Fauziawan at al (Studi kasus
1) adalah emisi GRK yang dihasilkan dari sektor limbah suatu daerah yang padat
penduduknya dapat menghasilkan emisi GRK yang lebih besar dibandingkan
dengan yang jumlah penduduknya lebih sedikit. Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa emisi GRK di Kabupaten Karangasem sebesar 11.763 ton CO2-e, dimana
daerah yang paling tinggi ada di kecamatan Karangasem yaitu sebesar 2.302 ton
CO2-e, sedangkan emisi GRK paling rendah ada di kecamatan Sidemen yaitu
sebesar 894 ton CO2- e. Pemetaan daerah penghasil emisi GRK sektor limbah
dengan menggunakan ArcView untuk Information Geographic System sangat
efektif dilakukan. Dengan adanya pemetaan digital tersebut, diharapkan untuk
penanganan/mitigasi dari emisi GRK ini tepat sasaran.
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari Kongboon at tal (Studi kasus
2) adalah kotamadya harus terus mengembangkan database GRK dengan membuat
prosedur rutin. Sistem manajemen informasi harus dihasilkan dalam bentuk data
besar yang dapat mengarah pada kebijakan, rencana, dan tindakan negara untuk
pembangunan kota untuk memastikan pengurangan emisi gas rumah kaca. Hal ini
pada gilirannya akan mengarah pada kota rendah karbon. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sumber data, format data, dan pendataan masing-masing
kotamadya relatif sama. Apalagi, data kegiatan perlu diperoleh dari beberapa
otoritas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Nonthaburi memiliki emisi gas
rumah kaca tertinggi sebesar 2.286.838 tCO2e/tahun dan Kota Buriram terendah
sebesar 239.795 tCO2e/tahun. Secara per kapita, Kota Lamphun adalah yang
tertinggi dengan 10,1 tCO2e/kapita dan Kota Buriram yang terendah dengan 3,8
tCO2e/kapita.
5.2 Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah:
1) Perlu adanya perhitungan menggunakan IPCC Tier 3, sehingga diperoleh hasil
yang lebih akurat.
2) Perlu menghitung emisi GRK dari sektor transportasi karena merupakan sektor
terbesar penyumbang emisi GRK.
3) Perlu menambahkan parameter CO2 dan CH4 saat inventarisasi emisi. karena
parameter ini merupakan konsentrasi GRK terbesar di atmosfer.
4) Perlu membuat rencana aksi mitigasi menggunakan perilaku maupun teknologi
agar dapat mereduksi emisi GRK.
DAFTAR PUSTAKA