RUMAH TANGGA
DISUSUN OLEH:
217004018
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Emisi Gas Rumah
Kaca Dari Sektor Sampah Rumah Tangga” ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Kualitas dan Pengelolaan
Pencemaran Lingkungan di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan. Hal ini tidak
terlepas dari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan saya. Untuk itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi setiap pembaca.
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Neraca massa pengomposan sampah (CPIS, 1992) ................................................. II-10
iii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Emisi Gas yang Dihasilkan dari Sektor Pengelolaan Sampah ............................................ II-9
iv
PENDAHULUAN
Sektor limbah padat menghasilkan gas rumah kaca berupa CO2 dan CH4. Kota Medan
merupakan kota metropolitan yang memiliki potensi gas rumah kaca yang besar dari
berbagai sektor termasuk sektor limbah padat. Dibandingkan dengan kota metropolitan lain
di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Khair et al (2019), timbulan sampah rumah
tangga Kota Medan menghasilkan rata-rata 0,222 kg/orang/hari.
Berdasarkan hasil penelitian Nasution (2019) emisi GRK dari sampah rumah tangga yang
dihasilkan pada Kecamatan Medan Area adalah sebesar 1.777,07 ton CO2e, pada
Kecamatan Medan Polonia sebesar 1.050,02 ton CO 2e dan pada Kecamatan Medan
Tembung sebesar 3.195,73 ton CO2e.
I-1
I.3 Ruang Lingkup
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui kegiatan atau aktivitas yang menyebabkan peningkatan emisi gas
rumah kaca.
b. Untuk mengetahui limbah yang dihasilkan.
c. Untuk mengetahui cara mengelola limbah tersebut.
I-2
METODOLOGI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Efek rumah kaca pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824,
merupakan sebuah proses dimana atmosfer memanaskan sebuah planet. Efek rumah kaca
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu efek rumah kaca yang terjadi secara alami di Bumi,
dan efek rumah kaca yang terjadi akibat aktivitas manusia (Susanta dkk, 2007).
Penghasil terbesar gas rumah kaca adalah negara-negara industri seperti Amerika Serikat,
Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dan negara lain di bagian Utara. Pemanasan global
ini dapat terjadi karena pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negara-negara utara
yang 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan penduduk pada negara berkembang.
Meskipun kontribusinya tidak sebanyak negara-negara industri, negara berkembang juga
ikut berkontribusi menghasilkan karbon dioksida dengan meningkatnya industri dan
perusahaan tambang. Indonesia turut andil dalam pemanasan global karena
menyumbang kerusakan hutan. Panel antar pemerintah untuk perubahan iklim (IPCC)
menempatkan Indonesia pada posisi tiga besar negara dengan emisi terbesar di bawah
Amerika Serikat dan China, disebabkan oleh asap yang ditimbulkan dari kebakaran lahan
dan hutan di Indonesia (Rusbiantoro, 2008).
II-1
kehidupan seperti transportasi, industri dan juga kegiatan permukiman dapat berkontribusi
pada penurunan kualitas udara. Beberapa kegiatan permukiman menghasilkan emisi yang
dapat menurunkan kualitas udara. Salah satunya adalah kegiatan memasak. Data yang
dihimpun dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup Indonesia menunjukan bahwa sektor
energi memberikan sumbangan terbesar gas rumah kaca, khususnya CO 2 yang bersumber
dari permukiman salah satunya dari penggunaan bahan bakar memasak. Peningkatan emisi
yang dihasilkan dari kegiatan memasak akan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk
dan luas penggunaan lahan yang didominasi oleh perumahan. Semakin meningkat jumlah
penduduk, maka semakin besar lahan yang dipergunakan untuk perumahan/permukiman,
hal ini akan menyebabkan semakin besar kebutuhan penggunaan bahan bakar untuk
kegiatan memasak (Nugrahayu dkk, 2017).
Indonesia yang merupakan negara yang turut menyumbang emisi dari berbagai sektor,
salah satunya sektor pertanian yang didalamnya mencakup pertanian dan peternakan.
Sektor pertanian melepaskan emisi GRK ke atmosfer dalam jumlah yang cukup signifikan,
yaitu berupa CO2, CH4, dan N2O. Menurut penelitian sektor pertanian menyumbang 10-
12% dari total gas rumah kaca antropogenik , yang terdiri gas N 2O dan CH4, Sedangkan,
sektor peternakan menyumbang sekitar 18%-51% gas rumah kaca antropogenik, yang
sebagian besar terdiri dari gas CH4. Emisi GRK diprediksi akan terus bertambah pada masa
mendatang karena meningkatnya kebutuhan akan pangan yang disebabkan oleh
penggunaan lahan marginal, dan peningkatan konsumsi daging (Lintangrino dkk, 2016).
Berdasarkan laporan IPCC tahun 2006, sektor limbah (waste sector) turut menyumbang
GRK ke atmosfer dimana khusus dari TPA-TPA sampah yang ada berkontribusi antara 3-
4 % dari emisi GRK global. Walau terdapat banyak jenis GRK dari sektor persampahan
ini, namun yang dianggap dominan dan harus ada dalam setiap laporan National GHGs
Inventory adalah CO2, CH4 dan N2O (Purwanta, 2009).
II-2
II.3.1 Karbon Dioksida (CO2)
Karbon dioksida merupakan gas yang berat, tidak berwarna, tidak berbau, dan bukan gas
yang dapat terbakar. CO2 merupakan gas rumah kaca paling utama di atmosfer bumi.
Karbon dioksida terdaur ulang di dalam atmosfer melalui proses fotosintesis. Karbon
dioksida larut dalam air membentuk asam karbonat, dan terbentuk terutama dari sisa
pernapasan hewan atau manusia dan sisa pembakaran tumbuhan (Team SOS, 2011).
Semua yang mengandung karbon adalah bahan bakar seperti kayu, batubara, gas alam,
dan minyak dimana reaksi karbon dan oksigen akan menghasilkan karbon dioksida yang
merupakan suatu reaksi untuk menghasilkan energi. Setiap tahunnya manusia membuang
8 milyar metrik ton karbon ke dalam atmosfer, 6,5 milyar dari bahan bakar fosil, dan 1,5
milyar dari pembabatan hutan. Tetapi, 3,2 milyar ton tetap berada di atmosfer untuk
memanaskan suhu planet bumi (Rusbiantoro, 2008).
Dalam kurun waktu 100 tahun terakhir konsentrasi karbon dioksida meningkat dari 290
ppm menjadi 370 ppm dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada pertengahan
abad ini. Setiap molekul CO2 yang ada di atmosfer akan ditahan selama rata-rata 100
tahun oleh atmosfer tersebut sebelum dapat diserap/dinetralisir oleh tumbuhan dan
berbagai proses biogeokimia. Dengan demikan, kadar karbon dioksida di udara akan terus
meningkat (Indrawan, 2007) dalam (Mutia, 2017).
Metana merupakan gas tidak berwarna, tidak berbau, tetapi mudah terbakar. Metana
terbentuk dari penguraian tumbuhan kering. Bakteri di daerah banjir, daerah tergenang,
atau daerah lembab juga memproduksi metana. Sejak tahun 1750, pelepasan metana ke
atmosfer telah menjadi dua kali lipat dari sebelumnya, dan diperkirakan akan menjadi dua
kali lipat lagi pada tahun 2050. Tiap tahun terdapat 350 hingga 500 juta ton metana yang
dilepaskan ke atmosfer dari peternakan, tambang batu bara, tambang minyak, pertanian,
dan sampah (Team SOS, 2011).
II-3
II.4 Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca
Menurut PP NO. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Nasional Pasal 1 Ayat 3, Inventarisasi GRK adalah kegiatan untuk memperoleh data dan
informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara
berkala dari berbagai sumber emisi (source) dan penyerapnya (sink) termasuk simpanan
karbon (carbon stock). Inventarisasi merupakan langkah awal untuk menentukan kebijakan
selanjutnya dalam mengendalikan kualitas udara (Lintangrino dkk, 2016).
Inventarisasi GRK dilakukan dengan cara :
a. Pemantauan dan pengumpulan data aktivitas sumber emisi dan serapan GRK termasuk
simpanan karbon, serta penetapan faktor emisi dan faktor serapan GRK
b. Penghitungan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon (PP NO. 71 tahun
2011).
II.5 Sampah
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 1
Ayat 1, pengertian sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/ atau proses alam
yang berbentuk padat. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
sehari- hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesfik. Sampah sejenis
rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/ atau fasilitas lainnya.
Sedangkan pada SNI 19-2454-2002 Tentang Cara Teknik Operasional Pengelo laan
Sampah Perkotaan, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik
dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah perkotaan
adalah sampah yang timbul di kota.
II-4
Berdasarkan bentuknya, sampah dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, diantaranya:
1. Sampah Padat: Sampah pada merupakan material yang dibuang oleh manusia (kecuali
kotoran manusia). Jenis sampah ini diantaranya plastik bekas, pecahan gelas, kaleng
bekas, sampah dapur, dan lain-lain.
2. Sampah Cair: Sampah cair merupakan bahan cair yang tidak dibutuhkan dan dibuang
ke tempah sampah. Misalnya, sampah cair dari toilet, sampai cair dari dapur dan
tempat cucian.
Dari sekian jenis sampah, yang paling krusial hingga menjadi perhatian dunia adalah
sampah plastik. Tidak hanya merusak daratan, sampah plastik juga terbawa sampai laut
sehingga mengancam ekosistem laut. Kecenderungan orang menggunakan plastik, jika
dilihat dari kacamata sosiologi merupakan sebuah fenomena dimana orang ingin cepat dan
praktis. Daripada menggunakan bungkus daun dan sebagainya, plastik ini relatif lebih
cepat, praktis, murah dan mudah didapat dimana-mana. Untuk itu perlu ada edukasi tentang
pentingnya pengetahuan bahaya sampah plastik, kesadaran bagaimana menyikapi plastik.
Menurut SNI 19-2454-2002 Tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Perkotaan, timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam
satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang
jalan.
Timbulan sampah dapat dinyatakan dengan:
2
a. Satuan berat : kg/o/hari, kg/m /hari, kg/bed/hari, dan sebagainya.
2
b. Satuan volume : L/o/hari, L/m /hari, L/bed/hari, dan sebagainya.
Sedangkan menurut SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran
Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, satuan yang digunakan untuk
pengukuran timbulan yaitu :
a. Volume basah (asal) : liter/unit/hari
b. Berat basah (asal) : kilogram/unit/hari.
II-5
II.5.2 Komposisi Sampah
II-6
atau pupuk kompos oleh pelaku rumah tangga yang memiliki lahan lahan tanaman
atau pertanian. Sedangkan limbah anorganik (sampah kering), seperti kaleng, botol,
plastik, dan tutup botol, dapat dipilah kembali untuk diberikan kepada pemulung
ataupun didaur ulang sehingga menjadi barang yang bernilai.
2. Pewadahan
Pewadahan merupakan kegiatan penampungan sampah sementara secara mandiri
sebelum diangkut atau dipindahkan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Dalam metode pengelolaan sampah ini, para pelaku
rumah tangga perlu menyediakan wadah, yang akan memisahkan limbah anorganik
berdasarkan jenis atau bahannya, di halaman rumah atau di pinggir jalan untuk
memudahkan pengumpulan dan pengangkutan sampah serta proses pengolahan
selanjutnya. Untuk menghindari timbulnya bau dan terjadinya kebocoran dalam
pewadahan, wadah sampah perlu memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tertutup,
berasal dari bahan yang tidak mudah rusak dan kedap air, mudah untuk dikosongkan
atau diangkut.
3. Pengumpulan
Proses pengumpulan limbah padat atau sampah rumah tangga dilakukan oleh para
petugas kebersihan yang mendatangi setiap rumah dan mengangkut atau
memindahkan sampah ke Tempat Penampungan Sementara (TPS). Proses
pengumpulan limbah padat atau sampah rumah tangga juga dapat dilakukan dengan
cara lain, yaitu melalui komunal langsung. Komunal langsung merupakan proses
pengambilan limbah padat atau sampah di setiap titik komunal untuk langsung
diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tanpa dipindahkan terlebih dahulu.
4. Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan limbah padat atau sampah rumah tangga dalam proses
pengumpulan komunal langsung dilakukan dengan menggunakan kendaraan
pengangkut jenis compactor truck, yang memiliki daya tampung 6 m3, serta arm roll
truck, yang memiliki daya tampung 4 m3. Kedua kendaraan pengangkut limbah padat
atau sampah ini dilengkapi dengan lengan tarik hidrolik yang dikendalikan oleh sopir
sehingga dapat bergerak secara otomatis. Dengan adanya lengan tarik hidrolik
tersebut, kegiatan pemuatan ataupun pembongkaran sampah dapat dilakukan dengan
lebih mudah tanpa bersentuhan langsung dengan sampah. Kendaraan pengangkut
II-7
jenis compactor truck mempunyai kelebihan untuk melakukan pengepresan limbah
padat atau sampah sehingga dapat meningkatkan daya tampungnya.
II-8
kembali barang kemasan, seperti botol dan kaleng, dengan fungsi yang sama; (2)
menjadikan barang kemasan sebagai tempat untuk menyimpan sesuatu, seperti
menggunakan koran bekas sebagai pembungkus sayuran atau barang lain serta
menggunakan botol bekas sebagai tempat bibit tanaman; serta (3) memilih
menggunakan barang atau bahan yang dapat dipakai berulang kali, seperti baterai
isi ulang.
c. Recycle merupakan kegiatan mendaur ulang barang atau bahan bekas yang sudah
tidak berguna lagi. Saat ini semakin banyak industri formal yang melakukan
kegiatan daur ulang dengan memanfaatkan barang atau bahan bekas menjadi
barang yang bernilai. Beberapa sampah rumah tangga anorganik yang yang dapat
didaur ulang, yaitu kertas, gelas, botol, plastik, kaleng, dan sisa kain. Barang-
barang tersebut dapat dikumpulkan untuk diberikan atau dijual kepada
masyarakat yang mengumpulkan sampah untuk kegiatan daur ulang.
Tabel 0.1 Emisi Gas yang Dihasilkan dari Sektor Pengelolaan Sampah
No Kegiatan Emisi yang dihasilkan
1 Pembuangan sampah kota CH4
2 Pengelolaan limbah padat secara biologi CH4 , N2O
3 Insenerasi dan pembakaran terbuka CO2, N2O, CH4
4 Pengelolaan limbah cair CH4 , N2O
Sumber: IPCC, 2006
II-9
sangatlah besar. Dengan dasar itu, maka diperlukan tindakan bersama dan langkah-
langkah yang lebih kongkrit dan signifikan, maka dibentuklah IPCC (Susanta dkk, 2007).
II-10
sampah yang harus diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang dapat
mencemari saluran air atau air tanah, serta menjadi sarang penyakit. Jumlah kebutuhan
lahan untuk pembuangan sampah juga akan berkurang jika lebih banyak sampah yang
dikomposkan. Kualitas udara akan meningkat, karena lebih sedikit bahan organik basah
yang ditumpuk dipinggir jalan atau di tanah kosong (Suprihatin dkk, 2008).
Tujuan dibangunnya bank sampah sebenarnya bukan bank sampah itu sendiri. Bank sampah
adalah strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat ‘berkawan’ dengan
sampah untuk mendapatkan manfaat ekonomi langsung dari sampah. Dengan demikian
bank sampah harus terintegrasikan dengan gerakan 3R sehingga manfaat langsung yang
dirasakan tidak hanya ekonomi, namun pembangunan lingkungan yang bersih, hijau, dan
sehat (Darmawan, 2018).
Jika peran dan fungsi TPST bisa berjalan optimal, maka beban TPA selama ini yang hampir
menjadi satu-satunya tempat penanganan sampah bisa menjadi lebih ringan, karena adanya
timbulan sampah yang diolah di TPST (Sahwan, 2010) dalam (Iman, 2018).
II-11
PENUTUP
III-1
DAFTAR PUSTAKA
Chintiawati, R., Setyo S. M. Dan Nyoman S. 2013. Estimasi dan Proyeksi Gas Rumah
Kaca dari Pengelolaan Sampah di Kota Tangerang dengan Pendekatan Metode
IPCC. Program Studi Teknik Lingkungan. Universitas Indonesia.
Damanhuri, E. dan Tri Padmi. 2010. Pengelolaan Sampah. Institut Teknologi Bandung:
Bandung.
Dalimunthe, R. 2018. Studi Karakteristik Sampah Rumah Tangga di Kecamatan Medan
Area dan Kecamatan Medan Polonia di Kota Medan (Timbulan, Karakteristik, dan
Nilai Kalor). Universitas Sumatera Utara: Medan.
Darmawan, D. A. 2018. Potensi Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Bank Sampah
di Kota Yogyakarta dengan Metode IPCC. Universitas Islam Indonesia:
Yogyakarta.
Eggleston H, S., Buendia, L., Miwa, K., Ngara, T., dan Tanabe, K. 2006. 2006 IPCC
Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories: Volume 5 – Waste, Prepared
by the National greenhouse Gas Inventories Programme. IGES. Jepang.
Iman, Andre Muhammad. 2018. Perencanaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST) Kecamatan Medan Johor. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca Nasional. Republik Indonesia.
Khair, H., Indriyani R. dan Toru M. 2018. Analyzing Houshold Waste Generation and Its
Composition to Expand The Solid Waste Bank Program in Indonesia: A Case Study
of Medan City. Journal of Material Cycle and Waste Management.
KLHK. 2017. Laporan Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi
2017. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal
pengendalian Perubahan Iklim. Jakarta.
Lintangrino, M., Rachmat B. 2016. Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca Pada Sektor
Pertanian Dan Peternakan Di Kota Surabaya. Jurnal Teknik ITS Vol. 5 No. 2
Mutia, D. 2017. Estimasi dan Proyeksi Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Wilayah Pelayanan II (Studi Kasus: Medan
Labuhan dan Medan Tuntungan). Universitas Sumatera Utara: Medan.
Nugrahayu, Q., Nabila N. dan Luqman H. 2017. Estimasi Emisi Karbondioksida Dari
Sektor Permukiman Di Kota Yogyakarta Menggunakan IPCC Guidelines. Jurnal
Sains dan Teknologi Volume 9 Nomor 1.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi
Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.