Anda di halaman 1dari 29

Kedudukan Pengobatan Tradisional

▪ Pengobatan tradisional diakui keberadaannya di Indonesia karena ketersediaan yang melimpah sehingga
banyak dikembangkan dan mudah untuk didapat. Saat ini, industri farmasi disamping mengembangkan
produk obat kovensional, mereka sudah mulai mengembangkan obat tradisional, seperti Dexa Medica,
Sanbe dl. Hal tersebut karena tingginya potensi dan minat obat tradisional di pasaran. Selain itu,
keberadaan perkumpulan jamu gendong dan perkumpulan produsen obat tradisional di setiap wilayah
menunjukan bahwa obat tradisional diakui oleh masyarakat di Indonesia.
▪ Selain di Indonesia, obat tradisional pun sudah diakui di dunia oleh WHO. Pengobatan adalah jumlah total
pengetahuan, keterampilan, dan praktik berdasarkan teori, kepercayaan, dan pengalaman yang berasal
dari budaya yang berbeda, baik yang dapat dijelaskan atau tidak, yang digunakan dalam pemeliharaan
kesehatan, serta dalam pencegahan, diagnosis, perbaikan, atau pengobatan penyakit. penyakit fisik dan
mental. Obat herbal meliputi jamu, bahan herbal, sediaan herbal, dan produk jadi herbal, yang
mengandung bahan aktif bagian tumbuhan, atau bahan tumbuhan lain, atau kombinasinya. Penggunaan
obat-obatan herbal secara tradisional mengacu pada sejarah panjang penggunaan obat-obatan ini.
Penggunaannya sudah mapan dan diakui secara luas aman dan efektif, dan dapat diterima oleh otoritas
nasional.
▪ Di China, obat tradisional pun diakui tidak hanya sebagai alternatif pengobatan karena terdapat kebijakan
pemerintah yang membolehkan pasien memilih obat tradisional atau obat modern. Pengobatan di China
lebih spesifik karena menerapkan prinsip “yin & yang” yang artinya bila keduanya tidak berjalan beriringan,
maka seseorang akan jatuh sakit sehingga perlu keseimbangan.

Perbedaan Jenis-jenis Pengobatan


▪ Pengobatan konvensional/modern adalah berdasarkan pada pengetahuan, bukti klinis dan pengkajian
ilmiah yang mendalam.
▪ Pengobatan tradisional (PERMENEKES 1076/2003) adalah pengobatan dengan cara dan obat yang
mengacu pada pengalaman dan ketrampilan turun temurun secara empiris dan/atau pendidikan/pelatihan
yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
▪ Pengobatan komplementer alternatif / CAM (PERMENKES RI No 1109/2007) adalah pengobatan non
konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas
keamanan, efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran
konvensional.
▪ Pengobatan alternatif, jika terapi ini sebagai pengganti pengobatan konvensional (medis).
▪ Pengobatan komplementer, jika terapi ini dilakukan bersamaan dengan pengobatan konvensional.

Jenis-jenis CAM
1. Alternative Medical System
c
Pengertian : jenis CAM yang memiliki sistem pengobatan yang lengkap dari teori mau pun prakteknya
Contoh :
• Naturopathy = pengobatan yang menggunakan sarana alami seperti makanan, latihan fisik,
panas, udara, air, cahaya, dan sarana fisiologis lainnya. Misal pada pasien diabetes, pengobatan
modern harus dibarengi dengan alternative medical system seperti pengaturan pola makanan
dan olahraga.
• Traditional Chinese Medicine (China) dikenal ‘Sinse’ (Indonesia)
• Avicenna (Ibnu sina = Arab) menerapkan konsep “Islamic Medicine” dimana
Obat mempunyai aksi yang khas sesuai dengan energi yang dikandungnya
Obat mempunyai indikasi pengobatan dengan efek khas bagi setiap organ target
Obat diberikan dalam dosis,bentuk sediaan , dan cara pemberian yang sesuai .
Penggunaan obat harus memperhatikan “duration of action”, toksisitas, kontra indikasi dan
antidotumnya
• Ayurveda (India)

Pengertian : jenis CAM yang menggunakan beragam teknik untuk meningkatkan kapasitas fikiran
untuk memberikan efek kepada fungsi tubuh dan membantu menghilangkan keluhan yang
ditimbulkan dari penyakit tertentu.
Contohnya Cognitive - behavioral therapy atau patient support groups = metode untuk meringankan
beban fikiran dan perasaan pada pasien
• Seni atau music • Guided imagery = suatu teknik yang menggunakan
• Tarian imajinasi dan visualisasi untuk membantu mengurangi
• Humor therapy stres dan mendorong relaksasi
• Hipnotis • mental healing
• Meditasi • Tai chi = sistem pergerakan dan posisi tubuh untuk
• Berdoa meningkatkan kesehatan fisik dan mental
• Ruqyah • Yoga = olahraga peregangan untuk control pernafasan
• Aromatherapy = terapi wangi dan meditasi
- wangian

Pengertian : jenis CAM yang menggunakan substansi atau bahan dasar yang ditemukan di alam yang
berasal dari tumbuhan (bahan aktif yang berkhasiat dari metabolit primer dan metabolit sekunder),
hewan dan mineral.
Contoh : penemuan senyawa murni bahan alam untuk pengobatan.
• Androgapolit dari sambiloto
• Morfin dari bunga papaver somniferum pada 1804 dan ditentukan strukturnya pada 1923
• Kuinin dari kulit batang kina Cinchona succirubra pada tahun 1820 dan dielusidasi pada 1880
• Salisin dari kulit kayu Salix sp. tahun 1838 dibuat turunannya yaitu asam salisilat. Pada 1899
diproduksi oleh Bayer
• Atropin dari Atropa belladona thn 1833
• Kafein dari Coffea arabica dan C. canephora thn 1821
• Koniin dari Conium maculatum thn 1826
• Emetin dari Ipecacuanha thn 1817
• Striknin dari strychnos sp
• Vincristine dan vinblastin dari tapak dara

Pengertian : jenis CAM yang menggunakan metoda manipulasi bagian tubuh, gerakan dan posisi dari
tubuh
Contoh :
• Pijat tradisional • Osteopathic manipulation =
• Reflexology (pijat refleksi) pengobatan ke dukun patah tulang
• Pijat shiatsu Kekurangan = lebih nyeri (karena
• Thai massage (pijat ala Thailand) tanpa pembiusan), kurang
• Pijat terkilir dan keseleo memberikan hasil yang maksimal dan
• Chiropractic berpotensi menghasilkan deformitas
(kecacatan)

Pengertian : jenis CAM yang menggunakan energy fields atau medan energi
Jenisnya dibagi 2, yaitu :
a. Biofield therapies
▪ Metodenya memberikan efek pada medan energi yang dipercaya mengelilingi dan ada di
dalam tubuh manusia.
▪ Belum bisa dibuktikan secara ilmiah
▪ Belum dikenal dalam pengobatan konvensional.
▪ Contoh :
• Totok • Therapeutic touch
• Healing touch • Tenaga prana
• Qi gong (Tiongkok) = berupa kombinasi • Reiki (Jepang) = merupakan
gerakan, meditasi, dan pola nafas untuk suatu kepercayaan mengenai
mengalirkan qi (suatu energi vital), sehingga adanya energi spiritual yang
melancarkan peredaran darah dan dapat menyembuhkan tubuh
meningkatkan imunitas
b. Bioelectromagnetic-based therapies
▪ Metodeya adalah menggunakan medan elektromagnetik yang ada pada tubuh manusia, yang
dinamakan sebagai pulsed fields, magnetic fields, dan alternating-current or direct - current
fields.
▪ Contoh : akupunktur

Kedokteran Modern Vs Pengobatan Tradisional


Perbedaan pengobatan modern dan tradisional
??
Karakteristik Pengobatan Modern Pengobatan Tadisional
Sumber Berdasarkan pada Berdasarkan pada kebiasaan turun temurun yang telah
pengetahuan, bukti klinis dan ada lebih lama dari pada pengobatan modern (bagian dari
pengkajian ilmiah yang sejarah pengobatan)
mendalam.
Contoh Pengobatan konvensional Pengobatan komplementer
(telah diterima dan sebagai Pengobatan alternatif
pengobatan formal)
Melibatkan aspek spiritual, psikologis dan sosial tertentu
Lebih sesuai untuk penyakit metabolik (hiperlipidemia ,
asam urat , batu ginjal, batu empedu , aterosklerosis ,
diabetes) dan degeneratif (rematik, hipertensi , asma ,
maag , ambeien , hepatitis)
Pengobatan Lebih sesuai Untuk infeksi , obat tradisional berasal dari tanaman
penyakit infeksi kurang sesuai
Khasiat Relatif cepat Butuh waktu untuk dirasakan khasiatnya (telaten)

Perbedaan obat dan jamu


Karakteristik Obat Jamu
Perlindungan Akses terhadap pengembangan Akses terhadap pengembangan jamu terbuka, dapat
pengetahuan obat tertutup, dilindungi paten diakses oleh setiap orang, merupakan kearifan local
Formula Sudah ditetapkan terlebih dahulu Formula tergantung dari kondisi setempat
dan sudah diuji
Pengujian Uji klinik yang kokoh atas Pengujian secara klinik belum banyak dilakukan
keamanan dan pemanfaatan sebagian besar uji preklinik
Dosis Dosis tetap, terukur secara akurat Dosis tidak tetap, dihitung secara kasar, zat aktif sangat
bervariasi
Regulasi Sangat ketat Tidak terlalu ketat

Penggunaan
Jenis-jenis& CAM
pengakuan Obat Tradisional pd Sistem Pelayanan Kesehatan
Sistem integrative = secara resmi obat tradisional diakui dan telah diintegrasikan dalam sistem pelayanan
c
kesehatan nasional. Negara yang menganut yaitu RRC, Korea Utara dan Vietnam
Sistem inclusive = mengakui obat tradisional tetapi belum mengintegrasikan pada sistem pelayanan
kesehatan. Negara yang menganut yaitu Nigeria & Mali (negara berkembang) serta Kanada dan Inggris
(negara maju).
Sistem toleran = sistem pelayanan kesehatan berbasis kedokteran modern tetapi penggunaan beberapa
obat tradisional tidak dilarang oleh undang – undang.

Pengembangan Kesehatan Tradisional Indonesia


Strategi yang digunakan digagas oleh Komisi Saintifikasi Jamu yaitu melalui pendekatan “3P”
1. Product: pengembangan produk yang menyangkut elaborasi manfaat, keamanaan, dan kualitas poduk
(modalitas).
2. Practice: pengembangan yang menyangkut pengembangan body of knowledge (pohon keilmuan) yang
dapat dipergunakan untuk pengajaran pendidikan formal (Strata 1) di perguruan tinggi, untuk
menghasilkan profesi tersendiri terpisah dari kedokteran konvensional .
3. Provider: penciptaan praktisi yang profesional.
Kelemahan Pengembangan Kesehatan Tradisional Indonesia :
▪ Terjebak hanya pada pengembangan produk saja, ujung - ujungnya produk yang dikembangkan
“dipaksakan” masuk dalam paradigma kedokteran konvensional
▪ Mengalami kesulitan untuk mendapatkan pengakuan dari profesi kedokteran konvensional karena
adanya perbedaan filosofis antara kedokteran konvensional dan pengobatan tradisional.

Potensi & Peluang Pengembangan Kesehatan Tradisional Indonesia

Kekuatan Kelemahan
1. Ada bukti-bukti sejarah pengobatan tradisional Indonesia 1. Secara umum belum terbentuk pendidikan
(relief di candi Borobudur, dokumen kuno, dan lain-lain) formal Kesehatan Tradisional Indonesia
2. Indonesia mempunyai megabiodiversitas nomor 3 dunia (Kestrindo) setara Strata 1 (kecuali D3
3. Unggul dari sisi keberagaman produk obat tradisional Battra di FK Unair, D3 Jamu di Poltekkes
(keragaman dari jenis sediaan, formula, teknik Solo, dan Fakultas Ayurveda di Universitas
pembuatan, misalnya: jamu, obat herbal terstandar, Hindu Indonesia di Bali)
fitofarmaka) 2. Karena belum ada pendidikan formal,
4. Modalitas yang sudah ada: jamu, makanan sehat, pijat, praktisi (practitioner) tidak terstandarisasi
doa dan lemah pengetahuannya tentang
5. Sudah ada pemgembangan melalui jalur dokter, meski patofisologi penyakit dan fisiogenesis
terjadi perdebatan (Perhimpunan Dokter Herbal Medik sehat
Indonesia, Perhimpunan Dokter Pengembangan 3. Banyak pengobatan altenatif di Indonesia
Kesehatan Tradisional Timur, dan lain-lain) yang tidak jelas manfaat dan
keamanannya

Filosofi Kedokteran Konvensional dan Filosofi Kestraindo


Filosofi kedokteran konvensional dan filosofi kestrindo (Body of Knowledge Kestrindo)
No Pendekalan filosofis Kedokteran konvensional Kestraindo
1 Tinjauan ontologis Positivisme Critical realism (kombinasi positivism dan
(definisi realitas) Realitas adalah sesuatu yang construction)
obyektif, terpisah dari persepsi dan Realitas adalah sesuatu yang obyektif
pikiran orang) dan sekaligus juga subyektif (menyatu
dengan pikiran orang/emik)
Sakit: keadaan patologis yang Sakit: keadaan patologis (gangguang
obyektif (etik), terpisah dari persepsi keseimbangan) yang sifatnya obyektif
pasien dan subyektif (etik dan emik)
2 Tinjauan Pendekatan kuantitatif Kuantitatif + kualitatif
epistemologis ▪ Epidemiologi klinik ▪ Studi kasus
(bagaimana cara ▪ Uji klinik (RCT) ▪ Studi observasi klinis
menghasilkan ▪ Luaran klinis (clinical outcome) ▪ Luaran klinis (clinical outcome) harus
kebenaran ilmiah) bertumpu pada ukuran obyektif mempertimbangkan parameter
(hasil laboratorium dan obyektif (hasil lab, hasil pemeriksaan
pemeriksaan fisik) fisik) dan sekaligus juga parameter
subyektif (pengalaman pasien terkait
dengan kondisi sakitnya) misa;
patient reported outcome (PRO),
kualitas hidup
3 Tinjauan aksiologis Mengedepankan modalitas Menggunakan modalitas intervensi
(bagaimana ilmu intervensi sebagai piranti tradisional (jamu, pijat, diet dsb) dengan
dipakai) penyembuhan (obat, bedah, radiasi) mengedepankan interaksi yang utuh
antara penyembuh, modalitas
pengobatan (jamu) dan pasien

Grand Strategy Pengembangan Obat Tradisional


1. Penguatan kebijakan/regulasi
2. Penyediaan bahan baku berkualitas
3. Peningkatan kualitas, kemanan, dan manfaat jamu
4. Peningkatan akses masyarakat
5. Peningkatan penggunaan jamu yang rasional

Urutan Penelitian Pengembangan Obat Baru


Penggolongan Obat Tradisional

Jamu (Empirical Based Obat Herbat Terstandar (Scientific Based Fitofarmaka (Clinical Based
Herbal Medicine) Herbal Medicine) Herbal Medicine)

Klaim khasiat dibuktikan Klaim khasiat dibuktikan secara praklinik, Klaim khasiat dibuktikan secara
berdasarkan data empiris antara lain uji penerapan standar kandungan uji klinik, yaitu pengujian
bahan, proses pembuatan ekstrak, higenitas, dilakukan terhadap manusia
serta uji toksisitas.
Belum dilakukan Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan Telah dilakukan standardisasi
standardisasi terhadap baku yang digunakan dalam produk jadi. terhadap bahan baku yang
bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
digunakan dalam produk
jadi
Antangin, wasir, Lelap, mastin, diapet Stimuno, nodiar, x-gra
pelangsing perut
sidomuncul, pilkita

Pengertian Saintifikasi Jamu


Saintifikasi Jamu: program Kementerian Kesehatan berupa upaya dan proses pembuktian ilmiah jamu
melalui penelitian berbasis pelayanan Kesehatan atau suatu proses percepatan klaim khasiat jika
dibandingkan fitofarmaka atau OHT
Jamu Saintifik: hasil penelitian program Saintifikasi Jamu berupa ramuan jamu yang dinyatakan aman dan
berkhasiat setara dengan obat standar berdasarkan hasil uji klinik.
Bentuk sediaan yang dapat dipakai sebagai bahan uji pada program Saintifikasi Jamu adalah jamu
tradisional, ramuan simplisia kering (untuk dijadikan jamu “godhogan”), Obat Herbal Terstandar, ekstrak
dalam bentuk tanaman tunggal, campuran ekstrak, tanaman, dan bentuk sediaan lainnya
Saintifikasi Jamu berlaku untuk formula turun temurun maupun formula baru.

Proses Menuju Saintifikasi Jamu (Hulu ke Hilir)

Tahapan Metodologi Saintifikasi Jamu


1. Studi etnomedisin dan etnofarmakologi
▪ Studi etnomedisin adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk medokumentasikan
pemanfaatan tumbuhan oleh etnis dengan metode penelitian yang dapat diterima secara ilmiah.
▪ Studi Etnofarmakologi menjelaskan kegunaan tanaman yang memiliki efek farmakologi yang
berhubunganan dengan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan oleh masyarakat
▪ Subjek = kelompok etnis masyarakat tertentu.
▪ Hasil = teridentifikasi jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, ramuan tradisional yang
dipakai, serta indikasi dari tiap tanaman maupun ramuan, baik untuk tujuan pemeliharaan
kesehatan maupun pengobatan penyakit.
▪ Perhatikan
Tanaman yang digunakan secara empiris telah banyak digunakan
Tanaman yang belum banyak digunakan untuk pengobatan
2. Pengolahan data dasar
Data dasar merupakan hasil studi etnomedisin dan etnofarmakologi yang dikaji dan diskrining oleh para
ahli farmakologi herbal untuk menetapkan jenis tanaman dan jenis ramuan yang potensial untuk dilakukan
evaluasi manfaat dan keamanan.
3. Evaluasi manfaat dan keamanan
Formula turun-temurun = formula yang sudah turun temurun dan terbukti aman, maka dapat
langsung pada tahap uji klinik fase 2 dengan desain pre-post study untuk melihat efikasi awal dan
keamanan). Apabila pada uji klinik fase 2 membuktikan efikasi awal yang baik, maka dapat ke uji klinik
fase 3 dengan desain randomized trial tanpa blinding (open label randomized trial). Sebagai
pembanding (kontrol) bisa menggunakan obat standar bila Jamu dipakai sebagai terapi alternatif, atau
Jamu on-top (sebagai terapi tambahan) pada obat standar, bila Jamu dipakai sebagai terapi
komplementer.
Formula baru (bukan turun-temurun) = maka tahapan uji klinik sebagaimana obat modern tetap harus
diberlakukan, yakni uji pre-klinik, uji klinik fase 1, fase 2, dan fase 3. Uji farmakokinetik (absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi) tidak perlu dilakukan, baik pada uji pre-klinik maupun uji klinik
fase 1 karena ramuan jamu berisi banyak zat kimia (bisa ratusan) sehingga tidak mungkin untuk
melacak absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi semua komponen zat kimia tersebut dalam
tubuh hewan coba maupun tubuh manusia. Bila uji klinik fase 3 menunjukkan efektivitas yang memadai
dan aman, maka formula tersebut dapat digunakan di pelayanan kesehatan formal.
4. Hasil akhir uji klinik Saintifikasi Jamu = Jamu Saintifik, yang menunjukkan bahwa jamu mempunyai nilai
manfaat dan terbukti aman. Apabila perusahaan farmasi akan mengembangkan Jamu Saintifik menjadi
produk fitofarmaka, maka perusahaan farmasi berkewajiban untuk mengikuti tahapan pengembangan
fitofarmaka sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Contoh Jamu Saintifik
Formularium Fitofarmaka
Berisi:
▪ Pedoman Penyusunan dan Penerapan Formularium Fitofarmaka
▪ Daftar Fitofarmaka
▪ Informasi Produk Fitofarmaka.
Produk fitofarmaka yang tercantum telah diseleksi oleh Komite Nasional Penyusunan Formularium
Fitofarmaka berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Digunakan sebagai acuan untuk perencanaan dan pengadaan fitofarmaka supaya tersedia di fasilitas
pelayanan kesehatan serta sebagai acuan penggunaan fitofarmaka.
Dari 26 produk fitofarmaka → 6 kelas terapi → 8 item → 5 item fitofarmaka (masuk dalam formularium
fitofarmaka → pengadaan LKPP → bisa diresepkan → masuk ke sistem BPJS Kesehatan)

Kardiovaskular Metabolik Pencernaan Imun Nutrisi


Kandungan Kombinasi Ekstrak Herba Fraksi dari Ekstrak Fraksi dari Ekstrak Herba Meniran Kombinasi Ekstrak
Seledri (Apii Graveolentis Campuran Daun Ekstrak Kulit (Phyllanthi Niruri Ikan Gabus
Herba) dan Ekstrak Daun Kumis Bungur Kayu Manis Herba) (Ophiocephali
Kucing (Orthosiphonis Staminei (Lagerstroemiae (Cinnamomi Striati), Buah
Folium) speciosae folium) Jeruk (Citri
dan kulit kayu Burmannii Sinensidis
manis (1:3) Cortex) Fructus), dan
Rimpang Kunyit
(Curcumae
Longae Rhizoma)
Jumlah 92 mg seledri +28 mg kumis 100 mg/kapsul 250 mg/kaplet 50 mg/kapsul 5 g ikan gabus +
Kandungan kucing/kaplet 25 mg/5 ml sirup 4,5 g jeruk + 0,05
g rimpang
kunyit/sachet
Indikasi Menurunkan TD sistolik & Sebagai terapi Meringankan Memperbaiki sistem Membantu
diastolik pada px HT ringan - kombinasi dengan gangguan imun. meningkatkan
sedang tanpa mempengaruhi obat antidiabetes pada kadar albumin
kadar elektrolit plasma, kadar oral lainnya pada lambung. pada kondisi
lipid plasma maupun kadar gula px DM tipe 2. hipoalbuminemia
darah.
Kontra- ▪ Wanita hamil = embriotoksik - - ▪ Wanita hamil dan -
indikasi dan teratogenic menyusui.
▪ Wanita menyusui. ▪ Px hipersensitif
terhadap Phyllanthus
niruri.
▪ Px autoimun
Aturan ▪ Dosis pengobatan: 3 x 1 1×1 kapsul/hari 1-2 Dws (> 12 th): 2 x 1 saset/hari
pakai kapsul/ hari kaplet/hari 3 x 1 kapsul/hari
▪ Dosis pemeliharaan: 2 x 1 3 x 10 ml/hari
kapsul/hari Anak (> 1 tahun): 3 x
▪ Setelah 12 minggu = periksa 5 ml/hari
kadar elektrolit, kadar lipid,
dan kadar gula darah.
▪ Px HT sedang, harus di bawah
pengawasan dokter.
Pendahuluan
Bahan baku obat bahan alam dapat berupa:
▪ Simplisia = bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat jika tidak dinyatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan).
▪ Sediaan galenik = sudah melalui proses ekstraksi, dapat berupa ekstrak, fraksi, atau subfraksi).

Standardisasi Bahan Alam


Standardisasi = serangkaian parameter, prosedur, cara dan hasil pengujian yang erat kaitannya dengan
penetapan mutu, baik dari segi kimia, fisika, dan biologi
Bahan alam diperoleh dari berbagai sumber sehingga akan terdapat variasi kandungan kimia dan efek
yang dihasilkan
▪ Lokasi tempat tumbuh berbeda
▪ Varietas berbeda
▪ Umur tanaman berbeda
▪ Masa panen yang berbeda
Tumbuham yang dijadikan sumber bahan baku obat bahan alam yaitu tumbuhan liar & tumbuhan
budidaya.
Alasan standardisasi = adanya perbedaan yang kompleks pada tumbuhan yang digunakan sebagai bahan
baku obat bahan alam maka perlu dilakukan standardiasasi terhadap bahan baku

Pentingnya Standardisasi
▪ Omzet jamu secara nasional meningkat dari Tahun 2011 mencapai Rp. 11,5 Triliun (Kemendag, 2014)
▪ GP Jamu proyeksikan industri jamu tumbuh 5% di tahun 2020
▪ Obat Bahan Alam (tradisional) yang terdaftar di Badan POM telah teregistrasi (2019): Jamu : >10.000, OHT
: 95, Fitofarmaka : 43
▪ Obat berbasis Herbal harus terjamin berkhasiat, aman dan bermutu

Tujuan Standardisasi
▪ Menjamin keamanan khasiat dan mutu obat tradisional
▪ Menyeragamkan komposisi kandungan senyawa aktif (jenis dan kadar) yang konsisten sehingga dicapai
keseragaman dosis serta efek farmakologis dapat dipertanggungjawabkan
▪ Menjamin obat tradisional batch ke batch dilihat dari dosis dan stabilitas yang konsisten sehingga dapat
memberikan hasil uji klinik yang baik dan aman
▪ Meningkatkan nilai ekonomi produk obat tradisional
▪ Mencegah pemalsuan agar dapat menaikkan tingkat kepercayaan konsumen

Permasalahan Standardisasi
▪ Terdiri dari kumpulan senyawa kimia
▪ Senyawa aktif sering belum diketahui
▪ Prosedur analisis yang kadang belum selektif
▪ Senyawa pembanding masih jarang

Tahap Standardisasi Bahan Alam


1) Standardisasi Bahan Baku
▪ Parameter mutu: kompendia/monografi bahan alam yaitu Materia Medika Indonesia dan
Farmakope Herbal Indonesia
▪ Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengawasan
Obat Tradisional, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI
tahun 2000.
▪ Contoh parameter:
- Organoleptik - Identifikasi dan kadar
- Kadar abu kandungan golongan senyawa
- Kadar air kimia tertentu dan atau
- Kadar sari senyawa marker
2) Standardisasi Produk Jadi
▪ Parameter mutu: PerBPOM no 32 tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat
Tradisional
▪ Contoh parameter:
- Organoleptik - Waktu hancur
- Kadar Air - Kadar alkohol
- Cemaran mikroba - pH
- Aflatoksin total - identifikasi dan kadar senyawa tertentu
- Cemaran logam berat pada produk (OHT & Fitofarmaka)
- Keseragaman bobot

Senyawa Marker
Senyawa marker adalah senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai salah satu penanda Sidik jari dari
suatu simplisia hasil sintesis atau hasil isolasi Senyawa Marker
Jenis Senyawa Marker
1. Senyawa aktif yaitu marker yang aktif secara farmakologi
Tujuan : marker aktif zat tunggal atau lebih yang dirujuk sebagai zat yang mempunyai efek terapi
farmakologi
2. Senyawa identitas yaitu marker identitas senyawa yang khas unik eksklusif hanya terdapat pada
suatu tanaman
▪ Tujuan: marker Identitas zat tunggal atau lebih yang ditujukan hanya untuk analisis ciri khas
fragmen khas
▪ Contoh, pada Purwoceng zat aktifnya stigmasterol marker identitasnya germacron dan pabe
Jawa zat aktifnya stigmasterol marker identitas kapsaisin

Penentuan Standar
▪ Pemerintah melalui Kemkes dan BPOM
▪ Standar ini digunakan sebagai acuan oleh: produsen, industri, eksportir, lembaga penelitian, dsb.
▪ Acuan standar: Farmakope, Farmakope Herbal (Indonesia, Asing)
▪ Acuan Pendukung: WHO guidelines on good agricultural and collection practices (GACP) for medicinal
plants dan WHO Monographs on selected medicinal plants, vol 1,2 &3. → mutu simplisia
Yang Wajib Melakukan Standardisasi
Tujuan Pemanfaatan Obat Tradisional
▪ Promotif: untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani
▪ Preventif: untuk mencegah penyakit
▪ Curatif: sebagai upaya mengganti atau mendampingi penggunaan obat jadi
▪ Rehabilitatif: untuk memulihkan Kesehatan

Penggunaan Obat Tradisional Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan


Harus dapat dipertanggungjawabkan keamanan dan khasiat dengan dilengkapi bukti dukung sesuai dengan
Masyarakat
klaim

Cara Penemuan Obat


▪ Pengalaman empiris secara turun menurun untuk menghasilkan obat tradisional dan jamu
▪ Prosedur yang lebih ilmiah yaitu dengan memahami tempat kerja obat sehingga dipahami interaksi obat
dengan reseptor untuk menjelaskan bagaimana mekanisme efek terapi dan efek samping dari obat tersebut
▪ Cara kebetulan dalam meneliti atau perjalanan pemanfaatan obat tertentu yang sering terjadi dalam
penemuan obat baru. Misal: Penicillin
▪ Skrining: melalui proses pemisahan secara bertahap / isolasi

Upaya Pengembangan & Pemanfaatan OT


Penegasan keamanan melalui uji toksisitas dan khasiat, dilanjutkan uji klinik
Pelaksanaan penelitian terpadu dan saling terkait secara terkoordinasi Dep Kes RI membentuk sentra
Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T)
Tercantum dalam aturan:
▪ PerMenkes No. 003 Tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan
Kesehatan: sebagai upaya untuk “memasukkan jamu” dalam pelayanan kesehatan (agar tidak
menyalahi UU Praktik
▪ KepMenkes No. 1334/2010: Pembentukan Komisi Nasional Saintifikasi Jamu sebagai kendaraan untuk
mencapai tujuan

Sekilas Pengembangan Obat


Standar Bahan Baku Dan Bentuk Sediaan
▪ Bentuk sediaan harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan penggunaannya , sehingga bentuk
Fitofarmaka
sediaan tersebut dapat memberikan keamanan, khasiat, dan mutu yang paling tinggi.
▪ Komposisi Fitofarmaka tidak boleh lebih dari 5 (lima) bahan baku, tetapi akan dilakukan penilaian secara
khusus pada saat pendaftaran bila ada penyimpangan terhadap hal tersebut.
▪ Penilaian khusus tersebut meliputi kemampuan Industri Obat Tradisional dalam melakukan pengujian
secara kualitatif dan kuantitatif terhadap Fitofarmaka.
▪ Masing masing bahan baku tersebut harus diketahui keamanan dan khasiatnya , serta keamanan dan
kebenaran khasiat ramuan tersebut harus dibuktikan dengan uji klinik.

Langkah-langkah Pengujian OT
1. Uji Praklinik
Uji praklinik = persyaratan uji untuk calon obat untuk memperoleh informasi efek farmakologis dan
toksisitas calon obat.
Tujuan: mengevaluasi keamanan suatu produk baru
Uji pra klinik dilakukan secara in vitro dan in vivo :
1) Pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya
bila dianggap perlu maka dilakukan uji pada hewan.
2) Uji toksisitas (menilai keamanan)
▪ Toksisitas umum (akut, subakut, subkronis, kronis)
- OT yg dipakai secara singkat (short term use) dan jangka waktu lama ( long term use) harus
dibedakan
- Short term use = toksisitas akut, sedangkan long term use=toksisitas subkronis dan kronis.
▪ Toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik)
3) Uji farmakodinamik (informasi khasiat)
▪ Tujuan: untuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam
menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut
▪ Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo
▪ Cara pemberian disesuaikan dengan cara pemberian pada manusia mencakup dosis dan cara
penggunaannya (cara pemberian, frekuensi, interval dan lama pemberian)
▪ Harus ada kelompok pembanding yaitu kelompok yang diberi obat standar dan placebo
▪ Dilakukan uji standarisasi simplisia, penentuan identitas, & penentuan bentuk sediaan
Notes: pengujian pada manusia hanya disetujui jika produk obat tidak memiliki efek berbahaya pada
hewan coba pada uji praklinik & bentuk sediaan disesuaikan dengan pemberian pada manusia
Prinsip Dasar
▪ OT yang digunakan secara empirik untuk indikasi tertentu oleh masyarakat, dapat beragam cirinya
dalam berbagai aspek.
▪ Keragaman ciri ciri OT berkaitan dengan keragaman komunitas masyarakat (kelompok etnik) dan
mencakup berbagai aspek antara lain bahan yang digunakan, komposisi formula, bentuk sediaan,
cara penyiapan untuk penggunaan, dan cara menggunakannya
▪ Identitas OT uji perlu diungkapkan terlebih dahulu sebelum dapat dimulai pelaksanaan uji praklinik
OT
▪ Pada tahap awal identitas sederhana dipandang cukup memadai.
Identitas Sederhana
▪ Simplisia yang digunakan diuraikan dalam nama latin baik genus maupun speciesnya
▪ Ukuran berat/volume
▪ Langkah langkah proses pembuatan dari bentuk simplisia hingga menjadi bentuk yang siap
diujikan.
▪ Dosis dan cara penggunaan (cara pemberian, frekuensi, interval, lama pemberian)
Dosis Pengujian Obat Tradisional
▪ Dalam pengujian lazim digunakan tiga tingkat dosis, ditentukan dengan mempertimbangkan
aktifitas farmakologik dan hasil uji toksisitas akut.
▪ Pemilihan dosis tertinggi perlu diupayakan yang dapat menimbulkan efek toksik yaitu perubahan
perubahan hematologik, biokimia, anatomik atau histologik, namun mayoritas harus dapat
bertahan hidup.
▪ Dosis paling rendah harus mendekati dosis efektif sesuai dengan spesies yang digunakan dalam
pengujian.
▪ Upaya pengembangan pemanfaatan OT untuk pemberian jangka panjang, bermanfaat jika dapat
diungkapkan batas keamanan (margin of safety)
Kelompok Obat OT Hasil Uji Praklinik
Aman
Kelompok (tidak Khasiat Edar Keterangan
toksik)
1 ✓ ✓ Di Penelitiannya dilanjutkan agar masuk ke pelayanan Kesehatan,
masyarakat terdiri 2 jalur:
pada jalur 1. Dilakukan standardisasi sederhana (langkah II) dan dilakukan
non formal uji klinik OT (bentuk sediaan OT semula).
dan dilabeli 2. Dilakukan langkah III (teknologi farmasi) yang menentukan
khusus dari identitas OT sampai dibuat produk dengan sediaan baru dan
Depkes terstandardisasi, kemudian dilakukan uji klinik OT
(obat Jika terbukti bermanfaat, diusulkan ke Menkes agar masuk ke
terbukti upaya Yankes.
berkhasiat)
2 X ✓ X Dilakukan pengkajian lebih lanjut
3 ✓ X X
4 X X X

2. Standarisasi Secara Sederhana

3. Teknologi Farmasi yang Menentukan Identitas Secara Seksama Sampai dapat dibuat produk yang
terstandardisasi
4. Uji Klinik
Regulasi (Peraturan BPOM no 21 tahun 2015)
▪ Terdapat 2 jenis yaitu Persetujuan (Uji klinik Pra Pemasaran) dan Notifikasi (Uji klinik Paska
Pemasaran) uji klinik oleh Badan POM
▪ Terdapat mekanisme evaluasi oleh BPOM terhadap dokumen uji klinik dan dokumen produk uji
klinik pada permohonan untuk Persetujuan dan Notifikasi uji klinik.
▪ Terdapat mekanisme Inspeksi CUKB Badan POM
▪ Catatan: WHO sangat menganjurkan bahwa tiap negara, pihak regulator memiliki ke 2 jenis
pengawasan yaitu Persetujuan dan Inspeksi CUKB
Uji Klinik Pra Pemasaran
▪ Uji Klinik Pra Pemasaran: Persetujuan Pelaksanaan
▪ Terdiri dari uji klinik fase I, II, dan III
▪ Keputusan maksimal dalam 20 Hari Kerja dan output berupa : keputusan untuk persetujuan atau
permintaan perbaikan atau penolakan
▪ Persetujuan berlaku selama 2 tahun , bisa diperpanjang dengan alasan jelas
Uji Klinik Pasca Pemasaran
▪ Uji klinik pasca pemasaran : notifikasi
▪ Uji menggunakan produk yang sudah mendapat Ijin Edar, termasuk uji fase 4. Namun bila merubah
indikasi atau range kadar/posologi , maka harus kembali ke uji klinik pra pemasaran
▪ Bila dalam 20 Hari Kerja tidak ada respon BPOM maka uji klink dapat dilaksanakan.
▪ Catatan: akan akan direvisi , tidak akan ada lagi mekanisme notifikasi, semua uji klinik ke BPOM
akan melalui mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik.
Ketentuan Uji Klinik OH/OT
▪ Tidak ada kewajiban golongan atau kelompok jamu untuk beruji klinik atau harus menjadi
fitofarmaka
▪ Indikasi disesuaikan dengan bukti dukung (empiris, praklinik dan atau klinik) • Uji pra klinik (pada
hewan coba) harus mendapat persetujuan BPOM, terutama bila ingin didaftar sebagai OHT
▪ Harus ada pertimbangan berlandaskan empiris atau non empiris produk yang akan diuji
▪ Fase 1 bisa dilewatkan bila ada faktor / riwayat empiris yang sejalan
▪ Harus diperhatikan desain pada hewan uji
▪ Harus diperhatikan bila akan ditampilkan foto / gambar jaringan di hewan coba
Kriteria Obat Tradisional
Aman (safety): tidak menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki pada pemberian dosis terapeutik.
Bermutu (quality): memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
▪ Mutu harus didesain, yang direalisasikan dengan menetapkan metode & proses pembuatan
▪ Mutu harus dibangun, yang direalisasikan dengan
1. Mewujudkan apa yang direncanakan
2. Mengerjakan apa yang tercatat
3. Mencatat apa yang dikerjakan
4. Melakukan kontrol sebelum, selama dan sesudah fabrikasi
Berkhasiat (efficacy): menimbulkan efek farmakologis pada hewan atau manusia.

Pendahuluan CPOTB
Definisi: seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Prinsip dasar: semua proses pembuatan obat tradisional ditetapkan secara jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu menghasilkan obat tradisional yang memenuhi persyaratan
mutu dan spesifikasi yang ditetapkan secara konsisten.
Mencakup produksi dan pengawasan mutu, serta aspek pengembangan produk & Manajemen Risiko Mutu
(MRM).
Tujuan CPOTB: untuk mencapai zero defffect (tidak ada kesalahan), karena proses fabrikasi terdiri dari tahap
yang panjang dan saling terkait, sehingga satu kesalahan di awal akan berimbas ke tahap-tahap selanjutnya,
selain itu faktanya obat dibuat oleh manusia yang memungkinkan adanya human error
Tahapan mencapai Zero Deffect dengan mengontrol 5 M
1. Materials = raw material (bahan baku), packaging material (bahan kemas), printed material (label)
2. Methods = prosedur, proses, analisis
3. Machines = peralatan
4. Milieu (lingkungan) = bangunan, area, ruangan
5. Men = teknisi/human

Dasar Hukum
PERATURAN LAMA:
1. PerKa BPOM RI No. HK.00.05.4.1380 tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik (CPOTB).
2. PerKa BPOM No HK.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik
3. Petunjuk Penerapan CPOTB untuk Usaha di Bidang Obat Tradisional Jilid I, II, III (BPOM, 2015)
BARU: PerBPOM No.25 Th. 2021 tentang Penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, mulai
berlaku pada 13 Oktober 2021 (tanggal diundangkan).
ACUAN:
1. PIC/S GMP Guideline PE 009-14, July 2018 dan Aneks 7, 11, 13, 19, 20
2. WHO TRS 981 (Annex 2) Tahun 2012
3. WHO TRS 992 (Annex 3 dan Annex 5) Tahun 2014;
4. WHO TRS 996 (Annex 5) Tahun 2015;
5. WHO TRS 1010 (Annex 1) Tahun 2018
Summary CPOTB (2021)
▪ Penerapan CPOTB dalam berlaku untuk: IOT dan IEBA.
▪ CPOTB berlaku untuk semua bahan awal OT: tanaman obat tradisional, bahan aktif obat tradisional,
dan sediaan obat tradisional
▪ Mutu obat tradisional tergantung pada (aspek 5M)
▪ Penerapan CPOTB dibuktikan dengan Sertifikat CPOTB yang diterbitkan oleh Kepala BPOM, dengan
masa berlaku 5 tahun (Peraturan BPOM No.14/2021 tentang Sertifikasi CPOTB)
▪ Permohonan sertifikasi CPOTB yang telah diajukan sebelum CPOTB 2021 berlaku, tetap diproses
berdasarkan PerKa BPOM No. HK.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011.
▪ Sertifikat CPOTB yang diterbitkan sebelum berlakunya CPOTB 2021 dinyatakan masih tetap berlaku
sampai dengan berakhirnya masa berlaku Sertifikat CPOTB.
▪ IOT/IEBA yang melanggar dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian
sementara kegiatan dan/atau pencabutan Sertifikat CPOTB.

Manfaat CPOTB
Bagi Industri
1. Menjamin konsistensi pembuatan produk.
2. Merupakan dasar untuk meningkatkan mutu secara kontinyu.
3. Menghilangkan ketergantungan pada individual.
4. Meningkatkan kepercayaan konsumen.
5. Meningkatkan mutu pembuatan keputusan manajemen.
6. Mempererat hubungan antara produsen dan konsumen.
7. Terjamin sistem yang mampu telusur
8. Pembuktian konsistensi mutu
Bagi Konsumen
1. Ada kepercayaan terhadap produk karena mutu produk lebih terjamin melalui penerapan CPOTB
pada proses produksinya.
2. Bahaya yang bisa ditimbulkan produk karena kontaminasi dapat diperkecil kemungkinannya.

Proses Penerapan CPOTB


1. Sosialisasi CPOTB untuk mengubah mindset dan dilakukan pelatahin
2. Sasaran mengerti tentang CPOTB
3. Sasaran siap untuk menerapkan CPOTB
4. Pengurusan sertifikasi
Unsur CPOTB (2011)

Unsur CPOTB (2021)


1. Sistem Mutu Industri Obat Tradisional (SMIOT)
Tanggung jawab dan implementasi pelaksanaan:
▪ CPOTB 2021: yang bertanggung jawab manajemen puncak (top management/direktur/manajer)
▪ CPOTB 2011: yang bertanggung jawab adalah QA atau penjaminan mutu
2. Personalia
▪ CPOTB 2021: personel kunci di bawah koordinasi manajemen puncak yang kemudian menunjuk
personel kunci = kepala produksi, kepala QC, dan kepala QA, dijabat oleh apoteker purna waktu, kepala
QA & QC harus independen
▪ CPOTB 2011 mencakup: kepala produksi, kepala QC, dan kepala QA, dijabat oleh apoteker purna waktu
3. Bangunan-Fasilitas → sanitasi (aspek penting)
Klasifikasi kelas kebersihan ruang produksi obat tradisional
▪ CPOTB (2021): acuan dari CPOTB 2018 yaitu pada ruang kelas E (grey area)
▪ CPOTB (2011) belum diatur acuan klasifikasi ruangan terkait produksi
Ketentuan kelas kebersihan 1A dan 1B dapat mengacu ke Kelas E CPOTB 2018 untuk pengolahan produk
non steril, dimana persyaratan jumlah maksimum partikulat udara pada kondisi non operasional adalah
3.520.000 partikel/m3 untuk partikel ukuran ≥ 0,5 μm dan 29.000 untuk partikel ukuran ≥ 5 μm.
4. Peralatan
Peralatan harus compatible dengan pelarut = pelarut yang dipakai saat mengekstrak tidak melarutkan
peralatan & kemasan, sehingga peralatan harus dari bahan stainless steel, jangan dari bahan kayu,
tanah liat, plastik

5. Produksi
6. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Tradisional yang Baik
7. Pengawasan Mutu (QC)
Tugas pokok: sampling produk, melaksanakan pengujian mutu, meluluskan produk, menetapkan ED,
mengevalusi keluhan konsumen/recall
Prinsip dasar Pengawasan Mutu:
▪ fasilitas memadai,
▪ personel terlatih
▪ tersedia prosedur yang disetujui untuk pengambilan sampel, pemeriksaan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
▪ metode pengujian telah divalidasi
▪ pencatatan dilakukan secara manual dan/atau dengan alat pencatat
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit Persetujuan Pemasok
9. Keluhan dan Penarikan Produk
▪ Protap penanganan keluhan dari industri atau luar industri (konsumen) & tindak lanjutnya harus
dibuat, keluhan bisa menyangkut kualitas atau keamanan
▪ Penarikan bisa satu batch atau beberapa batch, sehingga dokumentasi harus terkomputerisasi biar
bisa ditelusuri
10. Dokumentasi → aspek penting
Dokumentasi dibuat dengan sistem yang bisa menggambarkan riwayat lengkap dari tiap batch produk
agar mudah memonitoring dan tracking jika ada kembalian produk/recall sehingga pada CPOTB 2021
di annex ada sistem komputerisasi yang bertujuan untuk memudahkan
Jenis dokumentasi utama dalam mengelola dan mencatat pemenuhan CPOTB yaitu prosedur/instruksi
(petunjuk, persyaratan) & catatan/laporan.
11. Kegiatan Alih Daya
12. Kualifikasi dan Validasi
Anneks (Tambahan):
(1) Sistem Komputerisasi
(2) Cara Pembuatan Bahan Aktif Obat Tradisional yang Baik
(3) Sampel Pembanding dan Sampel Pertinggal
(4) Manajemen Risiko Mutu.
Jenis-jenis Dokumentasi CPOTB (2011)
Penggunaan SDA
Eksplorasi tanpa kendali menyebabkan kerusakan hutan sebagai paru-paru dunia. Untuk mengatasinya
dilakukan penanaman tanaman obat di daerah penyangga hutan seperti di Halimun Jabar, Merubetiri
Jember.
Eksplorasi tanaman langka atau punah = Mesoyi, Pulosari, Kayu angin, Penyu, Badak bercula, Good
Collection Practices (Cara Pengumpulan Bahan yang Baik) serta Program budidaya.

Sifat Ketradisionalan
Obat tradisional tidak boleh meliputi/mengandung:
▪ Sediaan steril dan vaksin = karena OT memiliki cemaran tertentu yang tidak bisa dikendalikan
▪ Bagian organ manusia (plasenta)
▪ Haram (sebagian besar penduduk ASEAN beragama Islam)
▪ Isolat aktif (kurkumin, piperin) = senyawa murni/aktif/bio compound, karena jika mengandung senyawa
tersebut maka bukan lagi OT tapi jadi senyawa kimia/obat modern
▪ Bahan Kimia Obat (BKO) untuk tujuan meningkatkan keuntungan agar efeknya lebih tinggi, sedangkan
pada hakikatnya efek OT tidak muncul cepat tapi ESO rendah

Aturan Hukum Praktik Kefarmasian di Industri OT


1. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
2. Permenkes RI No. 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional.
3. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan
dan Mutu Obat Tradisional

Sediaan Obat Tradisional


Dasar Hukum
1. UU No. 36, Tahun 2009, tentang Kesehatan.
2. Permenkes RI. No. 006/Menkes/Per/2012, Tahun 2012, tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
3. Permenkes RI. No. 003/Menkes/Per /2010, Tahun 2010, tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan.
Ketentuan OT
▪ Aman, berkhasiat / bermanfaat, bermutu, rasional dan terjangkau.
▪ Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi,
mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan obat tradisional yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.
▪ Dilarang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat.
▪ Dilarang dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral dan supositoria kecuali untuk
wasir.
▪ OT dalam bentuk Cairan Obat Dalam dilarang mengandung etanol > 1%.
Izin Perusahaan
1. UU No. 36, Tahun 2009, tentang Kesehatan
2. Permenke RI. No. 006/Menkes/Per /2012, Tahun 2012, tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional.
Jenis Industri/Usaha OT (Berdasarkan bentuk sediaan)
Jenis Produk Izin PJ Keterangan Pelaporan
IOT Semua bentuk sediaan Menkes Ke Dirjen, tembusan ke
melalui Dirjen KaBPOM & KaDinkes
Bentuk
Bina Apt Prov
IEBA ekstrak sebagai produk
Kefarmasian
akhir (Bahan baku)
&lkes
Jika memproduksi KaDinkes Provinsi,
sediaan kapsul tembusan KaBPOM
Semua bentuk sediaan dan/atau cairan setempat
Menkes
OT kecuali tablet, obat dalam harus
melalui
UKOT efervesen, TTK memiliki apoteker
Kadinkes
supppositoria, kapsul sbg PJ penuh dan
Provinsi
lunak CPOTB (ada
sertifikat dari
BPOM)
Menkes KaDinkes Kab/Kota,
Tdk ada
Param, pilis, cairan obat melalui tembusan KaBPOM
UMOT syarat
luar, rajangan Kadinkes setemoat
khusus
Kab/Kota
Bahan OT hasil
campuran sediaan jadi Tdk ada
UJR dan/atau sediaan segar - syarat
untuk dijajakan khusus
langsung ke konsumen
Bahan OT bentuk cairan
yg dibuat segar dengan Tdk ada
UJG tujuan untuk dijajakan - syarat
langsung kepada khusus
konsumen.

JENIS UKOT
Hasil Penerapan
Jenis UKOT Produk Penerapan CPOTB Izin
CPOTB
OT kapsul dan/atau
UKOT-1 Seluruh aspek CPOTB Sertifikat CPOTB
cairan obat dalam (COD). Sertifikat produksi
Surat Keterangan UKOT dengan
OT selain kapsul Aspek hygiene-sanitasi Pemenuhan sistme OSS (one
UKOT-2
dan/atau (COD). & dokumentasi Aspek (SKPA) single submission)
CPOTB
Kewajiban Perusahaan
▪ Menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk OT yang dihasilkan.
▪ Melakukan penarikan produk obat OT yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/manfaat dan
mutu dari peredaran.
▪ Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
▪ Menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan
serta jenis, jumlah dan nilai hasil produksi.

Permasalahan Penerapan CPOTB


▪ Bangunan: bangunan dan sistem tata udara kurang memadai
▪ Peralatan: terbatas dan belum terkalibrasi
▪ Sanitasi dan hygiene: kontaminasi serbuk dengan serbuk lain, peralatan yang kurang bersih maupun
dengan personal
▪ Pengawasan mutu: pengujian ALT/AKK tidak memenuhi syarat
▪ Dokumentasi: SOP dan dokumen system manajemen mutu tidak lengkap

Tenaga Kefarmasian
1. UU No. 36, Tahun 2009, tentang Kesehatan
2. PP No. 51 Tahun 2009, tentang Pekerjaaan Kefarmasian
3. Permenkes RI No. 006/Menkes/Per /2012, Tahun 2012, tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional.
▪ Industri OT harus memiliki min 1 orang Apoteker sebagai PJ
▪ Apoteker harus menetapkan SOP yang dibuat tertulis dan diperbarui secara terus menerus sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan perUU
▪ Proses produksi dan pengawasan mutu wajib dicatat oleh tenaga kefarmasian sebagai alat kontrol
dalam rangka pengawasan mutu sesuai dengan prosedur CPOTB. Tenaga kefarmasian harus mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.

Izin Edar OT
Dasar Hukum
1. UU No. 36, Tahun 2009, tentang Kesehatan
2. Permenkes RI. No. 007, Tahun 2012, tentang Registrasi Obat Tradisional
▪ Izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat tradisional untuk dapat diedarkan di wilayah
Indonesia, berlaku 5 tahun
▪ Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat tradisional untuk mendapatkan izin
edar.
▪ Kriteria OT yang mendapat izin edar:
a. bahan sesuai persyaratan keamanan dan mutu,
b. dibuat dengan menerapkan CPOTB,
c. memenuhi persyaratan FHI atau MMI
d. berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun-temurun, &/ secara ilmiah
e. penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap dan tidak menyesatkan.
Permasalahan Legalitas Produk OT & Obat
▪ Tidak memiliki izin edar/nomor registrasi
▪ Masa berlaku izin edar/nomor registrasi telah habis
▪ Mzin edar/nomor registrasi fiktif/palsu
▪ Tidak ada kewajiban pembaharuan/penyesuaian izin UKOT menjadi Sertifikat Produksi UKOT sehingga
terdapat variasi perizinan UKOT.
▪ Belum semua UKOT dapat menerapkan CPOTB karena membutuhkan investasi dana yang cukup besar
sehingga hanya sebagian kecil yang telah memiliki sertifikat atau surat keterangan pemenuhan aspek
(SKPA) CPOTB.

Pelaporan
1. Permenkes RI. No. 006/Menkes/Per /2012, Tahun 2012, tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional.
▪ Industri OT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 bulan meliputi jenis dan jumlah
bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah dan nilai hasil produksi.

Persyaratan Keamanan & Mutu OT


Dasar Hukum: Peraturan BPOM No. 32 Th. 2019 tentang Persyaratan Keamanan & Mutu Obat Tradisional
Persyaratan Kemananan & Mutu
▪ Berlaku untuk bahan baku & produk jadi.
▪ Tercantum dalam FHI dan MMI, serta dapat mengacu standar persyaratan farmakope negara lain,
referensi ilmiah yang diakui, dan/atau data ilmiah yang sahih.
▪ Obat tradisional yang terdiri dari
a. Jamu
b. Obat Tradisional Impor adalah obat tradisional yang seluruh proses pembuatan atau sebagian
tahapan pembuatan sampai dengan pengemasan primer dilakukan oleh industri di luar negeri,
yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesi
c. Obat Tradisional Lisensi adalah obat tradisional yang seluruh tahapan pembuatan dilakukan oleh
industri obat tradisional atau usaha kecil obat tradisional di dalam negeri atas dasar lisensi.
▪ Produk Jadi tertentu harus memenuhi Uji kualitatif dan kuantitatif yang meliputi:
a. Bahan baku Obat Herbal Terstandar
b. Bahan aktif pada bahan baku dan produk jadi Fitofarmaka
c. Residu pelarut produk dengan pelarut ekstraksi selain etanol dan/atau air yang ditetapkan
penggunaannya berdasarkan persetujuan registrasi
d. Produk lain yang berdasarkan kajian membutuhkan uji kualitatif dan/atau kuantitatif.
Tempat pengujian: Laboratorium yang terakreditasi dan/atau Laboratorium internal industri
atau usaha OT yang diakui oleh BPOM.

Parameter OT
1. Organoleptik
2. Kadar air ≤ 10%
3. Cemaran mikroba untuk sediaan lainnya
▪ Angka Lempeng Total (ALT): ≤ 105 koloni/g
▪ Angka Kapang Khamir (AKK): ≤ 103 koloni/g
▪ Escherichia coli: ≤ 10 koloni/g
▪ Clostridia, Salmonella, dan Shigella: negatif/g
▪ Note: OBAT LUAR disyaratkan poin a, b dan Staphylococcus aureus & Pseudomonas aeruginosa
4. Aflatoksin total (aflatoksin B1, B2, G1 dan G2) ≤ 20 μg/kg & B1 ≤ 5 μg/kg.
5. Cemaran logam berat
▪ Pb: ≤ 10 mg/kg atau mg/L atau ppm
▪ Cd: ≤ 0,3 mg/kg atau mg/L atau ppm
▪ As: ≤ 5 mg/kg atau mg/L atau ppm
▪ Hg: ≤ 0,5 mg/kg atau mg/L atau ppm
6. Bahan tambahan (pengawet, pemanis, pewarna, antioksidan) Lain2: keseragaman bobot, waktu
hancur, volume terpindahkan, kadar alkohol, BJ dan pH.

Anda mungkin juga menyukai