FAKULTAS PSIKOLOGI
Disusun Oleh :
DEPOK
2007
i
LEMBAR PENGESAHAN
Komisi Pembimbing
No Nama Kedudukan
1. Anita Zulkaida, S.Psi, M.Psi Ketua
2. Hendro Prabowo, S.Psi Anggota
3. Praesti Sedjo, S.Psi, M.Si Anggota
Panitia Ujian
No Nama Kedudukan
1. DR. Ravi Ahmad Salim Ketua
2. Prof. DR. Wahyudi Priyono Sekretaris
3. Anita Zulkaida, S.Psi, M.Psi Anggota
4. Hendro Prabowo, S.Psi Anggota
5. Praesti Sedjo, S.Psi, M.Si Anggota
Mengetahui
Depok, ……………………….
ii
HUBUNGAN ANTARA BURNOUT DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI
AKADEMIS
PADA MAHASISWA YANG BEKERJA
Ramon Diaz
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara burnout dengan
motivasi berprestasi akademis pada mahasiswa yang bekerja. Burnout adalah
sindrom psikologis yang diakibatkan tekanan dan lingkungan pekerjaan yang tak
mendukung serta idealisme yang tak sesuai dengan kenyataan yang berlangsung
dari waktu ke waktu yang menyebabkan kelelahan emosional, depersonalisasi dan
penurunan pencapaian prestasi pribadi. Motivasi berprestasi adalah proses
internal manusia yang mengarahkan dan menggerakan perilaku pada pencapaian
tujuan serta kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi segala rintangan serta
mencapai keberhasilan dalam tugas-tugas yang lebih sulit dalam bidang
akademis. Motivasi berprestasi memiliki lima karakteristik yaitu resiko pemilihan
tugas, membutuhkan umpan balik, ketekunan, tanggung jawab dan inovatif.
Penelitian ini bersifat korelasional yang dilakukan terhadap 98 mahasiswa yang
bekerja dari lima lembaga perguruan tinggi di Jakarta dan di Depok, dengan
karakteristik antara lain berusia minimal 20 tahun, belum menikah, mengambil
Strata Satu dari berbagai jurusan.
Uji asumsi dalam penelitian ini yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Uji
normalitas dilakukan dengan menggunakan One Sample Kolgomorov Smirnov
dan Shapiro-Wilk Test. Untuk nilai signifikan pada burnout adalah 0,000
(p<0,05). Skor signifikan pada motivasi berprestasi adalah 0,000 (p<0,05). Hasil
uji normalitas menunjukan bahwa sebaran skor kedua variabel penelitian yaitu
burnout dan motivasi berprestasi adalah tidak normal.
Hasil uji linearitas burnout dengan motivasi berprestasi menunjukkan
hasil yang linear dimana skor F sebesar 168,194 dan nilai signifikansi sebesar
0,000 (p<0,05). Untuk selanjutnya data penelitian akan dianalisis dengan
menggunakan perhitungan statistik non parametrik.
Dengan menggunakan uji korelasi Karl Pearson, didapat koefesien
korelasi (r) sebesar -0,798 dengan taraf signifikasi 0,000 (p<0,05). Hasil uji
korelai tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan
antara burnout dengan motivasi berprestasi. Dari hasil penelitian diketahui
bahwa hipotesis penelitian ini diterima dan hal ini berarti terdapat hubungan
antara burnout dengan motivasi berprestasi.
iii
Kupersembahkan Hasil Kerja Keras Ini Untuk
ini adalah hasil doa, dukungan dan semangat yang kalian berikan
iv
Cerek air walaupun sesak dengan air panas sampai ke lehernya,
Ia tetap bernyanyi
Orang yang paling sukses dan berbahagia adalah orang yang menikmati segala keadaan
dengan bersyukur
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat anugerah-Nya
penulisan skripsi dengan judul: HUBUNGAN ANTARA BURNOUT DENGAN
MOTIVASI BERPRESTASI AKADEMIS PADA MAHASISWA YANG
BEKERJA, dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari sempurna, meskipun penulis telah berusaha sebaik mungkin
sesuai dengan kemampuan yang ada.
Penulis juga menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas
dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
yang tak terhingga kepada :
1. Ibu Prof. Dr. E. S. Margianti SE., MM., selaku Rektor Universitas
Gunadarma.
2. Ibu Anita Zulkaida, S.Psi., M.Psi, selaku Dosen Pembimbing yang telah
dengan sabar dan penuh pengertian memberikan bimbingan kepada penulis
selama penyusunan skripsi. “Makasih ya Bu….”
3. Kedua Orang tuaku, Gerry, dan Peni “Terima kasih buat semuanya ... aku
sayang kalian ...”
4. Priskila Agustini yang selalu setia mendoakan, memberi semangat serta
dukungan juga mendengarkan keluhan-keluhan penulis selama ini. “Thanks
my dear …!!”
5. Keluarga Bapak Luhut Panggabean, seisi Pastori serta Jemaat GPI Cibubur.
“Makasih buat doa dan dukungannya…”
6. Aldie & Nain, Pendukung paling setia “Makasih buat pertolongannya…aku
doain sukses ya!”
7. Keluarga Bapak Philipus yang selalu mendoakan dan mendukung selama ini.
“ Makasih Pak dan Umi “
8. Sahabat juga adik-adikku yang luar biasa Asiando & Yohanes “Keep the faith
and thanks for the support”
vi
9. Bro Silvanus Makalew, Admin Server Danamon Bank, Jawa Barat. “Thanks
Bro …Ini Orang Danamon kan?!”.
10. Direktur PT. TM, Nopa Echo Raymond. “Thanks for some thinking…and the
night shift ...!!!”
11. M. Oscar S. Petualang PRO-XL. “Thanks for your pray … when is the next
trip?”
12. G. I. Fellowship, Natan, Yosia, Budi dan kawan-kawan seperjuangan.
“Thanks for always encourage me …”
13. Mahasiswa-mahasiswi UI, UP, Gunadarma, STMIK Nusa Mandiri, dan Yarsi.
“Thanks dah ngisi angket, selamat belajar dan bekerja.!!”
( Ramon Diaz )
vii
DAFTAR ISI
viii
D. Hubungan Burnout dengan Motivasi Berprestasi Akademis Pada
Mahasiswa yang bekerja .................................................................... 29
E. Hipotesis ............................................................................................ 31
ix
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Identitas dan jumlah Subjek Penelitian
Data deskriptif Motivasi Berprestasi Akademis
Data deskriptif Burnout
Pie Chart data deskriptif
LAMPIRAN B
Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Skala Motivasi Berprestasi
Akademis
Data Valid Item Skala Motivasi Berprestasi Akademis
Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Burnout
Data Valid Item Skala Burnout
LAMPIRAN C
UJI ASUMSI
1. Uji Normalitas
2. Uji Linearitas
LAMPIRAN D
Hasil Korelasi
LAMPIRAN E
Gambar
LAMPIRAN F
Alat Ukur
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Kesulitan Belajar............................................................................ 46
xi
Tabel 15 : Tabel Deskripsi Subjek berdasarkan Prioritas .............................. 49
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
penempatan karyawan dan salah satu standar tersebut adalah tingkat pendidikan.
Hal ini tentunya demi kemajuan serta eksistensi perusahaan dalam industri global.
Standar tingkat pendidikan tersebut menyebabkan terjadi persaingan
diantara karyawan selaku tenaga kerja dalam mempertahankan posisinya dari
calon tenaga kerja baru dan juga meraih posisi atau jabatan yang lebih baik dalam
perusahaan selain memiliki prestasi yang baik dalam pekerjaan. Oleh sebab
persaingan yang semakin meningkat diantara para karyawan maupun tenaga kerja
baru maka diawal tahun 1980-an banyak karyawan yang mulai memikirkan
bahkan kembali menduduki bangku kuliah di perguruan tinggi.
Fenomena baru muncul, yaitu mahasiswa yang bekerja. Lulusan sekolah
menengah atas dan setingkat yang tak mampu kuliah, memilih bekerja lebih
dahulu, kemudian kuliah dengan hasil atau gaji yang didapatkan. Ada banyak
individu yang adalah mahasiswa karena banyak hal kemudian bekerja untuk
mencukupi biaya kuliah. Terlepas dari semua itu individu tersebut adalah
mahasiswa yang berkewajiban untuk meraih prestasi akademis (Orsgaz dkk.,
2001).
Untuk meraih prestasi akademis yang baik ada faktor yang tidak dapat
dilupakan yaitu motivasi berprestasi dalam hal ini motivasi berprestasi akademis.
Dalam dunia bisnis, di sekolah, dan berbagai profesi, motivasi berprestasi menjadi
suatu prediktor penting untuk kesuksesan. Pandangan umum juga memprediksi
bahwa orang-orang yang paling sukses adalah orang-orang yang mempunyai dua
motif, yaitu motivasi berprestasi dan motivasi berkompetisi yang kuat (Riyanti &
Prabowo, 1998). Winkel (1991) mengatakan, bahwa dalam rangka belajar di
sekolah atau di sebuah lembaga pendidikan, motivasi berprestasi dapat dikatakan
sebagai daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi belajar
yang maksimal demi penghargaan terhadap diri sendiri. Taraf prestasi maksimal
yang dimaksudkan, ditentukan oleh siswa itu sendiri, sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya. Motivasi berprestasi dapat dilihat seberapa sering dan baik
mahasiswa itu sendiri dengan tekun menghadiri kuliah, kualitas pengerjaan tugas,
seperti paper, quiz, dan ujian semester.
3
dkk., 2001) menjelaskan bahwa burnout adalah kelelahan yang amat sangat
dimana membuat kinerja individu terhambat bahkan berhenti.
Saat ini burnout menjadi masalah krusial di dunia kerja, karena seringkali
menghambat laju kinerja para karyawan yang akhirnya merugikan perusahaan.
Burnout seringkali muncul di dunia kerja dikarenakan rutinitas serta tekanan yang
tinggi dalam kesehariaannya (Cooper dkk., 2001). Sebab itu banyak perusahaan
mencari cara untuk membantu setiap karyawan yang ada untuk menanggulangi
burnout di tempat kerja.
Mohan (dalam Dwivedi, 1981) menjelaskan bahwa kelelahan yang
disebabkan burnout di tempat kerja memberi dampak pada aktivitas lain dalam
hidup karyawan. Hal tersebut ditandai dengan kurangnya perhatian pada sekitar,
menurunnya kemampuan persepsi dan berpikir, menurunnya motivasi terhadap
kegiatan lain, dan menurunnya kegiatan secara fisik dan mental di luar jam kerja.
Narayan dan Shanmugam (dalam Dwivedi, 1981) sejak tahun 1971 sampai
dengan 1973 melakukan penelitian terhadap kelelahan di kalangan karyawan
dengan menggunakan berbagai alat ukur yang bertujuan mengukur tingkat
kewaspadaan, konsentrasi, hubungan interpersonal serta istirahat kerja. Hasilnya
menunjukan adanya penurunan motivasi, menurunnya kinerja inteligensi,
bertambahnya tingkat kecelakaan kerja serta penurunan dalam seksualitas.
Penelitian yang dilakukan Grenberger & Steinberg (dalam Santrock, 1990)
menunjukkan adanya dampak yang dialami oleh mahasiswa yang bekerja, yaitu
mereka sulit menyeimbangkan tuntutan di dunia kerja, pendidikan, keluarga dan
teman-teman mereka. Sementara itu Steinberg (1993) menjelaskan bahwa 20 jam
kerja perminggu akan memberi pengaruh yang kurang baik terhadap prestasi
akademis maupun terhadap kondisi psikologis bagi mahasiswa yang bekerja.
Spickard (2001) menjelaskan bahwa pada mahasiswa yang bekerja salah
satu penyebab turunnya prestasi di bangku perkuliaan adalah faktor pekerjaan.
Masalah di tempat kerja seperti rutinitas kerja, pekerjaan yang bertumpuk,
persaingan yang ketat, dan hubungan yang kurang harmonis dengan sesama
karyawan atau dengan atasan serta jenis pekerjaan yang berat menimbulkan
kelelahan yang berat. Hal itu berdampak bagi motivasi berprestasi pada
5
mahasiswa yang bekerja. Pada mahasiswa yang bekerja masalah yang dihadapi di
tempat kerja amat berpengaruh pada tingkat konsentrasi dan penalaran terhadap
perkuliahan, serta stamina untuk menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan. Uraian
tersebut memberi gambaran bahwa kondisi di tempat kerja sangat berdampak
pada kegiatan perkuliahan mahasiswa yang bekerja.
Dengan uraian di atas maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian
ini adalah apakah ada hubungan antara burnout di tempat kerja dengan motivasi
berprestasi akademis pada mahasiswa yang bekerja?
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara burnout
di tempat kerja dengan motivasi berprestasi akademis pada mahasiswa yang
bekerja.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut ini :
1. Praktis :
Menambah informasi bagi para mahasiswa khususnya yang bekerja terutama
tentang hubungan antara burnout dan motivasi berprestasi, sehingga dapat
membantu para mahasiswa dalam mengcoping / menyikapi keadaan tersebut.
2. Teoritis :
Memberikan masukan bermanfaat bagi ilmu psikologi, khususnya ilmu
Psikologi Industri Organisasi dan Psikologi Pendidikan, dengan mengungkap
lebih jauh tentang burnout dan motivasi berprestasi serta hubungan antara
kedua kedua konsep tersebut. Pada penelitian ini juga disusun skala burnout dan
motivasi berprestasi yang akan menambah pengetahuan tentang pengembangan
alat ukur psikologis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
perilaku yang memiliki tujuan). Seiring dengan pernyataan tersebut Robertson dan
Smith (dalam Hollyforde & Whiddet, 2003), menyatakan motivasi adalah suatu
konsep psikologis yang terkait dengan kekuatan dan arah dari perilaku manusia.
Atkinson (1964) memandang motivasi sebagai suatu disposisi latent yang
berusaha kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Sepanjang disposisi
tersebut belum terpenuhi maka ia akan selalu muncul kepermukaan. Heckhansen
(dalam Asnawi, 2002) memberi pandangan tentang motivasi yaitu sesuatu yang
potensial dalam diri manusia yang merupakan keadaan normal tetapi juga sangat
menentukan bagaimana suatu situasi menjadi memuaskan.
Teevan dan Smith memandangan motivasi sebagai suatu konstruksi yang
mengaktifkan perilaku (dalam Asnawi, 2002). Terry dan Leslie (dalam Asnawi,
2002) menyatakan motivasi membuat orang bekerja lebih berprestasi. Dengan
demikian motivasi dipandangnya sebagai suatu daya dorong untuk berbuat
sesuatu dalam kapasitas dan produktivitas optimal atau maksimal.
Asnawi (2002) berpendapat motivasi adalah konstruksi dan proses
interaksi antara harapan dan kenyataan masa yang akan datang baik dalam jangka
pendek, sedang atau panjang.
McClelland (dalam McCelland dkk., 1953) merupakan salah satu tokoh
penganut teori konten, yaitu menekankan pada faktor “apa” yang ada dalam diri
manusia yang menyebabkan manusia tersebut berperilaku tertentu. McClelland
mengatakan bahwa seseorang memiliki kebutuhan yang menyebabkan mereka
terdorong untuk berperilaku untuk mengurangi atau memenuhinya. Sebab itu
seseorang akan berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada pemuasan
dari kebutuhan mereka.
Pada awalnya McClelland (dalam McCelland dkk., 1953) menganut suatu
pemahaman bahwa motif seseorang telah terbentuk atau dipelajari sejak masa
dini, dan sekali motif tersebut terbentuk maka akan sukar untuk mengubahnya.
Dengan latar belakang pemahaman tersebut McClelland tertarik untuk meneliti
apakah benar motif tersebut tidak dapat diubah. Ternyata dalam hasil
pengamatannya lebih lanjut, banyak hal yang dapat merubah motivasi seseorang,
8
contohnya motif seseorang dapat berubah saat seseorang sakit dan sembuh atau
mengalami jatuh cinta.
Menurut McClelland (dalam McCelland dkk., 1953) pada saat itu,
motivasi adalah pengungkapan kembali (tujuan) oleh isyarat perubahan dalam
situasi affektif. Pengungkapan kembali tersebut terjadi sebagai hasil dari
pengalaman sebelumnya, seperti contoh seorang yang sakit dan akhirnya sembuh.
Motif dapat muncul dan dipelajari karena adanya perubahan suasana hati yang
timbul karena adanya perbedaan harapan dan kenyataan yang diamati.
McClelland (dalam McCelland dkk, 1953), mengungkapkan dalam
mendefinisikan motif harus dibedakan jenis harapan yang terlibat didalamnya,
kemudian dasar tindakkan, yaitu sampai dimana harapan-harapan tersebut dapat
menjadi suatu tujuan yang dapat dicapai. McClelland (dalam McCelland dkk.,
1953), mengemukakan ada beberapa jenis motivasi yang cenderung ditampilkan
dalam perilaku sehari-hari. Motif-motif tersebut disebut juga motif sosial, yaitu:
1) Motivasi Berprestasi, merupakan motif yang mengarahkan perilaku
seseorang dengan menitik beratkan kepada pencapaian prestasi
tertentu.
2) Motivasi Berafiliasi, merupakan motif yang mengarahkan perilaku
seseorang dalam berhubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan.
3) Motivasi Berkuasa, merupakan motif yang mengarahkan perilaku
seseorang untuk mencapai kepuasan dengan menguasai dan
mempengaruhi orang lain.
McClelland (dalam Hollyforde & Whiddet, 2003) merasakan bahwa
motivasi berprestasi sangat berperan dalam semua budaya kehidupan manusia,
karna semua manusia dari berbagai latar selalu berusaha mencapai keberhasilan
dan menjauhi kegagalan. Hal ini adalah hasil pembelajaran bahwa dalam
keseluruhanya masyarakat selalu memberikan penghargaan terhadap keberhasilan
(berupa pujian, topik pembicaraan) begitu juga dalam keluarga (berupa pelukan,
senyuman dan sanjungan). Oleh karena itu apabila seseorang selalu berusaha
9
melakukan pekerjaan yang mudah, dimana tidak ada tantangan sehingga tidak
ada kepuasan untuk kebutuhan berprestasinya, mereka juga tidak suka
melakukan pekerjaan yang sulit dimana kemungkinan untuk suksesnya kecil.
Jadi orang dengan motivasi berprestasi tinggi adalah orang yang realistis
dalam memilih tugas, pekerjaan, dan lapangan kerja, yaitu mereka lebih suka
mencocokkan antara kemampuan mereka dan apa yang dituntut dari tugas atau
pekerjaan itu.
Dalam konteks akademis maka tugas-tugas yang dimaksud adalah tugas
yang didapat dalam perkuliahan, yaitu tugas-tugas yang diberikan oleh dosen,
contohnya laporan praktikum, makalah, presentasi dan lainnya.
c. Ketekunan
Orang dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung tetap
mempertahankan pekerjaan yang sudah mereka capai yang berhubungan
dengan karir atau merefleksikan ciri pribadi mereka (misalnya kecerdasan)
yang dilibatkan untuk mencapai puncak.
Cooper (dalam Oktarina, 2002) mengatakan bahwa orang dengan motivasi
berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau tekun dalam mengerjakan tugas
walaupun tugas tersebut menjadi semakin sulit. Dalam konteks akademis,
12
d. Tanggung Jawab
Bila orang dengan motivasi berprestasi tinggi sukses, mereka cenderung
menaikkan tingkat aspirasi mereka dalam cara yang realistis sehingga mereka
akan terus bergerak ke tugas-tugas yang lebih menantang dan sulit.
Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi merasa dirinya
bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakan. Mereka akan berusaha untuk
menyelesaikannya dan tidak akan meninggalakan tugas tersebut walau
semakin sulit sebelum mereka menyelesaikannya (McClelland, 1961).
e. Inovatif
Orang dengan motivasi berprestasi tinggi senang bekerja dalam situasi
dimana dia dapat mengontrol hasilnya, mereka bukan penjudi. McClelland
(1961) menjelaskan orang dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung
bertindak kreatif dengan mencari cara untuk menyelesaikan tugas seefesien
dan seefektif mungkin.
B. Burnout
1. Pengertian Burnout
Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada
masyarakat oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1973. Freudenberger adalah
seorang ahli psikologis klinis pada lembaga pelayanan sosial di New York yang
menangani remaja bermasalah. Ia mengamati perubahan perilaku para
sukarelawan setelah bertahun-tahun bekerja. Hasil pengamatannya, ia laporkan
dalam sebuah jurnal psikologi profesional pada tahun 1973 yang disebut sebagai
sindrom burnout (Farber, 1991). Menurutnya, para relawan tersebut mengalami
kelelahan mental, kehilangan komitmen, dan penurunan motivasi seiring dengan
berjalannya waktu. Selanjutnya, Freudenberger memberikan ilustrasi tentang apa
yang dirasakan seseorang yang mengalami sindrom tersebut seperti gedung yang
terbakar habis (burned-out). Suatu gedung yang pada mulanya berdiri megah
dengan berbagai aktivitas di dalamnya, setelah terbakar yang tampak hanyalah
kerangka luarnya saja. Demikian pula dengan seseorang yang terkena burnout,
dari luar segalanya masih nampak utuh, namun di dalamnya kosong dan penuh
masalah seperti gedung yang terbakar tadi.
Freudenberger menggunakan istilah yang pada awalnya digunakan pada
tahun 1960-an untuk merujuk pada efek-efek penyalahgunaan obat-obat terlarang
yang kronis (Freudenberger & Richelson dalam Farber, 1991). Deskripsi awal
Freudenberger mengenai seseorang yang menderita karena sindrom burnout
sebenarnya diawali pada dirinya sendiri. Ia menyatakan bahwa:
" ….dan anda menempatkan sebagian besar diri anda di dalam pekerjaan.
Anda secara gradual terbentuk di dalam lingkungan sekitar anda dan di dalam
diri anda sendiri ada perasaan bahwa mereka membutuhkan anda. Anda
merasakan sense of commitment yang utuh" (Farber, 1991).
Maksudnya adalah jika kita bekerja pada suatu pelayanan, misalnya guru,
maka kita akan terbentuk secara keseluruhan oleh atmosfir layanan pembelajaran
secara intens dengan membiarkan keterlibatan pribadi kita dan sumber emosi kita
sampai pada akhirnya kita menemukan diri kita dalam keadaan kelelahan.
15
yang adekuat terhadap kinerja pemberi layanan. Situasi menghadapi tuntutan dari
penerima layanan menggambarkan keadaan yang menuntut secara emosional.
Pada akhirnya dalam jangka panjang seseorang akan mengalami kelelahan, karena
ia berusaha memberikan sesuatu secara maksimal, namun memperoleh apresiasi
yang minimal. Gambaran dari ketiga dimensi tersebut menurut Pines dan Aronson
(dalam Wally & Huby, 2000) adalah:
a. Kelelahan fisik, yaitu suatu kelelahan yang bersifat sakit fisik dan energi
fisik. Sakit fisik dicirikan seperti sakit kepala, demam, sakit punggung,
rasa ngilu, rentan terhadap penyakit, tegang pada otot leher dan bahu,
sering terkena flu, susah tidur, mual-mual, gelisah, dan perubahan
kebiasaan makan. Energi fisik dicirikan seperti energi yang rendah, rasa
letih yang kronis, dan lemah.
b. Kelelahan emosional, yaitu suatu kelelahan pada individu yang
berhubungan dengan perasaan pribadi yang ditandai dengan rasa tidak
berdaya dan depresi. Kelelahan emosi ini dicirikan antara lain rasa bosan,
mudah tersinggung, sinisme, perasaan tidak menolong, ratapan yang tiada
henti, tidak dapat dikontrol, suka marah, gelisah, tidak peduli terhadap
tujuan, tidak peduli dengan peserta didik orang lain, merasa tidak memilki
apa-apa untuk diberikan, sia-sia, putus asa, sedih, tertekan, dan tidak
berdaya (Sutjipto, 2001).
c. Kelelahan mental, yaitu suatu kondisi kelelahan pada individu yang
berhubungan dengan rendahnya penghargaan diri dan depersonalisasi.
Kelelahan mental ini dicirikan antara lain merasa tidak berharga, rasa
benci, rasa gagal, tidak peka, sinis, kurang bersimpati dengan orang lain,
mempunyai sikap negatif terhadap orang lain, cenderung masa bodoh
dengan dirinya, pekerjaannya dan kehidupannya, acuh tak acuh, pilih
kasih, selalu menyalahkan, kurang bertoleransi terhadap orang yang
ditolong, ketidakpuasan terhadap pekerjaan, konsep diri yang rendah,
merasa tidak cakap, merasa tidak kompeten, dan tidak puas dengan jalan
hidup (Sutjipto, 2001).
17
2. Dimensi Burnout
Maslach menjelaskan bahwa pekerjaan yang berorientasi melayani orang
lain dapat membentuk hubungan yang bersifat "asimetris" antara pemberi dan
penerima pelayanan. Seseorang yang bekerja pada bidang pelayanan, ia akan
memberikan perhatian, pelayanan, bantuan, dan dukungan kepada klien, siswa,
atau pasien. Hubungan yang tidak seimbang tersebut dapat menimbulkan
ketegangan emosional yang berujung dengan terkurasnya sumber-sumber
emosional. Maslach (Schaufeli dkk., 1993) mengemukakan bahwa burnout
merupakan sindrom yang memiliki tiga dimensi yaitu kelelahan emosional,
depersonalisasi, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi.
a. Kelelahan Emosional
Kelelahan emosional ditandai dengan terkurasnya sumber-sumber
emosional, misalnya perasaan frustrasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan,
apatis terhadap pekerjaan dan merasa terbelenggu oleh tugas-tugas dalam
pekerjaan sehingga seseorang merasa tidak mampu memberikan pelayanan secara
psikologis yang maksimal (Maslach, 2001).
b. Depersonalisasi
Depersonalisasi, menurut Maslach (Schaufeli dkk., 1993) merupakan
perkembangan dari dimensi kelelahan emosional. Ia menjelaskan depersonalisasi
adalah coping (proses mengatasi ketidakseimbangan antara tuntutan dan
kemampuan individu) yang dilakukan individu untuk mengatasi kelelahan
emosional. Perilaku tersebut adalah suatu upaya untuk melindungi diri dari
tuntutan emosional yang berlebihan dengan memperlakukan orang lain
disekitarnya sebagai objek.
Gambaran dari depersonalisasi adalah adanya sikap negatif, kasar,
menjaga jarak dengan penerima layanan, menjauhnya seseorang dari lingkungan
sosial, dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan serta orang-orang di
sekitarnya. Sikap lainnya yang muncul adalah kehilangan idealisme, mengurangi
19
mencari faktor di lingkungan kerja tempat terjadinya interaksi antara pemberi dan
penerima pelayanan. Selain itu, analisis juga perlu untuk mengkaji faktor individu
yang ada pada pemberi pelayanan yang turut memberi sumbangan terhadap
timbulnya burnout.
Dengan demikian faktor timbulnya burnout disebabkan oleh adanya: (1)
karakteristik individu, (2) lingkungan kerja, dan (3) keterlibatan emosional dengan
penerima pelayanan.
a. Karakteristik Individu
Sumber dari dalam diri individu yang turut memberi sumbangan
timbulnya burnout dapat digolongkan atas dua faktor, yaitu faktor demografik dan
faktor kepribadian (Schaufeli dkk., 1993).
1) Faktor demografik
Dari hasil penelitiannya yang mengacu pada perbedaan peran jenis
kelamin antara pria dan wanita, Farber (1991) menemukan bahwa pria lebih
rentan terhadap stres dan burnout jika dibandingkan dengan wanita. Orang
berkesimpulan bahwa wanita lebih lentur jika dibandingkan dengan pria,
karena dipersiapkan dengan lebih baik atau secara emosional lebih mampu
menangani tekanan yang besar. Maslach (dalam Schaufeli dkk., 1993)
menemukan bahwa pria yang burnout cenderung mengalami depersonalisasi
sedangkan wanita yang burnout cenderung mengalami kelelahan emosional.
Proses sosialisasi pria cenderung dibesarkan dengan nilai kemandirian
sehingga diharapkan dapat bersikap tegas, lugas, tegar, dan tidak emosional.
Sebaliknya, wanita dibesarkan lebih berorientasi pada kepentingan orang lain
(yang paling nyata mendidik anak) sehingga sikap-sikap yang diharapkan
berkembang dari dalam dirinya adalah sikap membimbing, empati, kasih
sayang, membantu, dan kelembutan. Perbedaan cara dalam membesarkan pria
dan wanita berdampak bahwa setiap jenis kelamin memiliki kekuatan dan
kelemahan terhadap timbulnya burnout. Seorang pria yang tidak dibiasakan
untuk terlibat mendalam secara emosional dengan orang lain akan rentan
21
yang memiliki anak cenderung mengalami tingkat burnout yang lebih rendah.
Alasannya adalah: Pertama, Seseorang yang telah berkeluarga pada umumnya
cenderung berusia lebih tua, stabil, dan matang secara psikologis; Kedua,
keterlibatan dengan keluarga dan anak dapat mempersiapkan mental seseorang
dalam menghadapi masalah pribadi dan konflik emosional; Ketiga, kasih
sayang dan dukungan sosial dari keluarga dapat membantu seseorang dalam
mengatasi tuntutan emosional dalam pekerjaan, dan; Keempat, seseorang yang
telah berkeluarga memiliki pandangan yang lebih realistis (Schaufeli dkk.,
1993).
Profesional yang berlatar belakang pendidikan tinggi cenderung rentan
terhadap burnout jika dibandingkan dengan mereka yang tidak berpendidikan
tinggi (Schaufeli dkk., 1993). Profesional yang berpendidikan tinggi memiliki
harapan atau aspirasi yang idealis sehingga ketika dihadapkan pada realitas,
bahwa terdapat kesenjangan antara aspirasi dan kenyataan, maka munculah
kegelisahan dan kekecewaan yang dapat menimbulkan burnout. Sebaliknya,
bagi profesional yang tidak berpendidikan tinggi, mereka cenderung kurang
memiliki harapan yang tinggi sehingga tidak menjumpai banyak kesenjangan
antara harapan dan kenyataan.
Caputo (1991) mengemukakan terdapat hubungan antara status profesional
dengan burnout. Profesional yang bekerja secara penuh waktu lebih berisiko
terhadap burnout jika dibandingkan dengan profesional yang bekerja paruh
waktu. Smith (dalam Caputo, 1991) dalam penelitiannya pada pegawai
perpustakaan menemukan bahwa individu yang mengalami burnout lebih
banyak ditemukan pada mereka yang bekerja secara penuh.
2) Faktor Kepribadian
Salah satu karakteristik kepribadian yang rentan terhadap burnout adalah
individu yang idealis dan antusias (Pines & Aronson, 1989). Mereka adalah
individu-individu yang memiliki sesuatu yang berharga. Pines (dalam Sutjipto,
2001) mencatat bahwa burnout lebih banyak terjadi pada nilai dan usaha
sebagian besar orang untuk memenuhi cita-cita pekerjaan mereka. Bloch
23
b. Lingkungan Kerja
Beberapa tokoh seperti Cherniss, Pines dan Aronson berpendapat masalah
beban kerja yang berlebihan adalah salah satu faktor dari pekerjaan yang
berdampak pada timbulnya burnout (Schaufeli dkk., 1993). Beban kerja yang
berlebihan bisa meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani (kelas
padat misalnya), tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang
bukan rutin, dan pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan
kemampuan individu. Di samping itu, beban kerja yang berlebihan dapat
mencakup segi kuantitatif yang berupa jumlah pekerjaan dan kualitatif yaitu
tingkat kesulitan pekerjaan tersebut yang harus ditangani. Beban kerja yang
berlebihan menyebabkan pemberi pelayanan merasakan adanya ketegangan
emosional saat melayani klien sehingga dapat mengarahkan perilaku pemberi
pelayanan untuk menarik diri secara psikologis dan menghindari diri untuk
terlibat dengan klien (Schaufeli dkk., 1993).
Dukungan sosial dari rekan kerja turut berpotensi dalam menyebabkan
burnout (Caputo; Cherniss; Pines & Aronson; Maslach dalam Sutjipto, 2001). Sisi
positif yang dapat diambil bila memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja
25
sekolah yang tidak baik, hilangnya otonomi, dan gaji yang tidak memadai
merupakan beberapa faktor lingkungan sosial yang turut berperan menimbulkan
burnout.
dan perasaan tidak enak lainnya. Apalagi bila ditambah oleh perilaku klien yang
tidak memberikan umpan balik yang positif, maka akan turut menimbulkan
perasaan yang tidak menyenangkan.
C. Mahasiswa
1. Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa adalah sekelompok manusia yang berkecimpung dalam lembaga
pendidikan dan dibina dengan etika ilmiah (Usman, 2001). Kehidupan mahasiswa
tidak terlepas dari pendidikan dan penelitian. Mahasiswa umumnya masih relatif
muda baik dalam usia maupun kematangan berpikir, artinya masih membutuhkan
bimbingan orang tua atau dosen dalam setiap gerak dan tindakannya (Usman,
2001).
Mahasiswa secara menyeluruh termasuk kategori tahap perkembangan
dewasa awal (Hurlock, 1973). Menurut Hurlock (1973) mahasiswa berada dalam
usia antara 19 tahun sampai dengan 26 tahun, mengalami transisi dari masa
perkembangan remaja akhir ke pada tahapan berikutnya yaitu masa perkembangan
dewasa awal.
Penetapan usia ditahap masa perkembangan dewasa awal berbeda-beda
diantara para ahli. Santrock (1990) menetapkan usia 20 tahun sampai dengan 30
tahun sebagai tahap perkembangan dewasa awal. Sedangkan Papalia (dalam
Papalia & Olds, 1992) menjelaskan rentang usia 20 tahun sampai dengan 40 tahun
sebagai tahap masa perkembangan dewasa awal. Walaupun demikian terdapat
kesepakatan bahwa pada masa perkembangan dewasa awal, individu mulai
menguji ide-ide mengenai diri dan dunia disekitarnya secara umum.
Pada tahap dewasa muda mulai membentuk kemandirian dalam hal personal
dan ekonomi. Melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi atau akademi,
mengembangkan karir, serta membentuk hubungan sosial secara kelompok
maupun yang mengarah pada perkawinan adalah tugas perkembangan yang
menonjol pada tahap ini (Papalia & Olds, 1992).
28
E. Hipotesis
Dari uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah,
ada hubungan negatif antara burnout dengan motivasi berprestasi akademis
dimana semakin tinggi skor burnout maka semakin rendah skor motivasi
berprestasi akademis, demikian juga sebaliknya semakin rendah skor burnout
maka semakin tinggi skor motivasi berprestasi akademis.
BAB III
METODE PENELITIAN
32
33
C. Subjek Penelitian
Tabel 1
Penilaian pada Skala Motivasi Berprestasi Akademis
Pilihan Favorabel Unfavorabel
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
Distribusi item pada skala ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2
Sebaran Item Skala Motivasi Berprestasi Akademis
Nomor Item
No Karakteristik
Favorabel Unfavorabel Total
Total 30 30 60
35
2. Skala Burnout
Dalam penelitian ini burnout diukur dengan skala burnout yang disusun
berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Maslach yaitu kelelahan
emosional, depersonalisasi dan penurunan pencapaian prestasi pribadi.
Bentuk skala yang digunakan adalah skala Likert dengan pilihan sebagai
berikut: Tp (Tidak pernah), Jr (Jarang), Kd (Kadang), Sr (Sering), Sl
(Selalu). Pernyataan pada skala burnout hanya terdiri dari pernyataan
favorabel dengan penilaian sebagai berikut:
Tabel 3
Penilaian pada Skala Burnout
Pilihan Tp Jr Kd Sr Sl
Favorabel 1 2 3 4 5
Distribusi item pada skala ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4
Sebaran Item Skala Burnout
Nomor Item
No Dimensi
Favorabel Total
1, 4, 7, 10, 13, 16, 19,
1 Kelelahan Emosional 10
22, 25, 28
2, 5, 8, 11, 14, 17, 20,
2 Depersonalisasi 10
23, 26, 29
Penurunan Pencapaian 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21,
3 10
Prestasi Pribadi 24, 27, 30
Total 30
36
A. Pelaksanaan Penelitian
38
39
kebanyakan subjek penelitian menganggap bahwa angket itu alat tes psikologi
yang dipakai untuk evaluasi kerja dimana angket itu dapat dipelajari untuk
mempersiapkan diri menghadapi evaluasi kinerja dari kantor. Sehingga banyak
angket yang tidak kembali. Beberapa subjek penelitian pada saat mengembalikan
angket ada juga yang sempat menanyakan apakah angket tersebut bisa mereka
pinjam untuk di photocopy dan berapakah hasil skor angketnya.
B. Hasil Penelitian
Hasil uji validitas dan reliabilitas pada skala motivasi berprestasi dan skala
burnout adalah sebagai berikut:
Membutuhkan
2 2, 12, 17, 32, 47 7, 22, 27, 37, 42, 57 11
Umpan Balik
Resiko Pemilihan
4 4, 14, 49, 54 9, 24, 29, 39, 44, 59 10
Tugas
Total 22 28 50
a. Skala Burnout
Pada skala burnout terdapat 28 item yang dinyatakan valid dan 2 item
yang dinyatakan gugur dari 30 item yang diujikan. Korelasi item-item yang valid
bergerak antara 0,303 sampai dengan 0,705. Sedangkan hasil uji reliabilitasnya
adalah sebesar 0,934 (Lampiran). Adapun perincian item yang valid pada skala
burnout yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
41
Nomor Item
No Dimensi
Favorabel Total
Total 28
2. Uji Asumsi
menunjukkan hasil yang linear, dimana skor F tes sebesar 168,194 dan nilai
signifikasi 0,000 (p<0,05). Selanjutnya data penelitian dianalisis dengan
menggunakan perhitungan statistik parametrik dimana hasil uji asumsi dapat
dilihat pada hal lampiran.
Gambaran secara linear antara item variabel burnout dengan item variabel
motivasi berprestasi akademis dapat dilihat pada grafik berikut ini:
180.00
160.00
140.00
MB
120.00
100.00
80.00
Tabel 7. Perhitungan Korelasi Karl Pearson dengan SPSS 12.00 for Windows
Motivasi
Burnout
Berprestasi
N (Jumlah Subjek) 98 98
N (Jumlah Subjek) 98 98
4. Deskripsi Subjek
Berdasarkan dari data deskripsi subjek yang meliputi usia, jenis kelamin,
status tempat tinggal serta item deskripsi motivasi berprestasi dan item deskripsi
burnout dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:
20 4 4% 121,75 64,75
25 8 8% 83,50 94,97
26 7 7% 86,28 94,14
27 7 7% 86,57 97,14
28 7 7% 84,71 94,57
29 2 2% 86,50 89,50
30 5 5% 86,80 97,20
45
Mencari perkerjaan
25 26% 121,08 70,16
yang lebih baik
46
Kerjasama dengan
65 67% 98,15 85,04
teman
C. Pembahasan
tidak mengikuti perkuliahan secara teratur dan akhirnya berdampak pada tugas
serta nilai akademis mereka.
Hasil perhitungan skor rerata empirik dan skor rerata hipotetik skala
burnout dan motivasi berprestasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa rerata empirik pada skala
motivasi berprestasi sebesar 102,57 lebih rendah dari pada rerata hipotetik sebesar
125. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki
motivasi berprestasi yang sedang. Pada skala burnout rerata empirik adalah
sebesar 83, 19 sedikit rendah dari rerata hipotetik sebesar 84, maka dapat
disimpulkan bahwa subjek penelitian mengalami burnout.
Rendahnya rerata empirik dari pada rerata hipotetik diatas terjadi karena
kesuntukan pekerjaan serta tugas kuliah yang banyak mulai berkurang, apalagi
situasi saat disebarkannya angket penelitian adalah pada minggu terakhir bulan
puasa. Kelelahan yang biasa terjadi pada hari kerja tidak begitu berat juga beban
perkuliahan serta tugas-tugas kuliah tidak sebanyak diluar bulan puasa.
Perusahaan-perusahaan juga menyesuaikan beban dan waktu kerja pada karyawan
49
selama bulan puasa. Kantor-kantor juga memilih meliburkan karyawan pada hari
sabtu, 18 November 2006 di akhir minggu, dimana hari raya Idul Fitri pada saat
itu jatuh pada hari selasa dan rabu, 21 dan 22 November 2006.
Penelitian yang dilakukan Shin, Rossario dan Morch (dalam Brian, 1999)
dengan rentang usia 23 tahun sampai dengan 65 tahun mengenai coping terhadap
burnout, menunjukkan bahwa pada rentang dibawah 25 tahun dengan status
lajang dan menjalani studi mengalami kesulitan dalam melakukan coping.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pekerja dengan rentang dibawah 25 tahun
yang masih studi mengalami kesulitan dalam membagi waktu dan prioritas
kegiatan. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil dari subjek penelitian seperti pada
tabel 9 tentang deskripsi subjek berdasarkan usia (hal 45).
Pada suatu penelitian di Inggris yaitu NUS Survey (dalam Wood &
Armstrong, 1999) terhadap mahasiswa bekerja yang sering gagal ujian,
diketemukan 59% mahasiswa terpengaruh dengan kehidupan kerja dan 48%
mahasiswa memilih mengutamakan kerja dibanding studi. Kemudian 38%
mahasiswa sering tidak mengikuti perkuliahan dan tidak sempat belajar. Hal
tersebut juga diketemukan dalam tabel 13 tentang deskripsi subjek berdasarkan
waktu khusus belajar pada halaman 47.
Pada tabel 13, terlihat individu yang tidak sempat memberikan waktu
khusus untuk belajar memiliki motivasi berprestasi akademis rendah dan burnout
tinggi. Dibanding individu yang menyempatkan diri khusus untuk belajar, rerata
burnout lebih rendah dan rerata motivasi berprestasi akademis lebih tinggi.
Beberapa hal ditempat kerja juga memiliki dampak pada mahasiswa yang
bekerja seperti yang terlihat pada data deskriptif tentang hal-hal yang kurang
memuaskan ditempat kerja pada tabel berikut:
Rerata Aspek-aspek
Jumlah Motivasi
Aspek-aspek Motivasi Berprestasi Persen
Item Berprestasi
Akademis
A. Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang negatif yang sangat
signifikan antara skor burnout dengan skor motivasi berprestasi. Berdasarkan hal
tersebut dapat disimpulkan semakin tinggi burnout yang dialami Individu maka
semakin rendah motivasi berprestasi akademis, demikian juga sebaliknya,
semakin rendah burnout yang dialami individu maka motivasi berprestasinya akan
semakin tinggi.
Rerata burnout dikategorikan sedang dan motivasi berprestasi akademik
dikategorikan sedang, ini dikarenakan kondisi waktu pengambilan data pada bulan
ramadhan yang berpengaruh pada kondisi subjek penelitian.
Berdasarkan identitas pada subjek penelitian dengan usia rentang 23 tahun
sampai 30 tahun memiliki motivasi berprestasi akademis rendah dan burnout yang
tinggi dibanding subjek penelitian dengan yang berusia antara 20 tahun sampai
dengan 22 tahun. Hal ini berkaitan dengan prioritas penyelesaian tugas dimana
jumlah subjek penelitian lebih banyak memprioritaskan penyelesaian tugas pada
pekerjaan memiliki motivasi berprestasi akademis rendah dan burnout tinggi.
Motivasi mengambil kuliah untuk kenaikan jabatan memiliki rerata burnout tinggi
dan rerata motivasi berprestasi akademis rendah. Demikian halnya dengan
individu yang tidak menyempatkan diri memberi waktu khusus untuk belajar
mengalami burnout dan motivasi berprestasi akademis rendah dibanding individu
yang menyempatkan diri memberi waktu khusus untuk belajar. Untuk hal-hal
yang kurang memuaskan, subjek penelitian merasa kurang puas terhadap
peningkatan karir, ini terbukti dengan nilai rerata burnout yang lebih tinggi
dibanding hal-hal lain. Untuk hal peningkatan karier dapat dilihat bahwa rerata
motivasi berprestasi akademis lebih rendah dibanding hal-hal lain.
54
55
berdasarkan data jenis pekerjaan berada dalam bidang pelayanan publik atau lebih
banyak berinteraksi dengan orang lain. Pada variabel motivasi berprestasi
akademis, aspek tanggung jawab memiliki nilai rerata tertinggi. Ini dikarenakan
subjek penelitian terbiasa dituntut tanggung jawab dalam bekerja. Sedangkan
aspek resiko pemilihan tugas memiliki nilai rerata terendah, hal ini disebabkan
mahasiswa yang bekerja berusaha mengerjakan tugas kuliah yang mereka dapat
kerjakan dan tidak jarang meminta diberikan tugas kuliah yang tidak sulit karena
tugas pekerjaan mereka sudah menumpuk.
B. Saran
1. Bagi subjek
Dengan mengetahui kondisi mereka secara pribadi, maka subjek diharapkan
untuk dapat menanggulangi burnout, dengan membuka diri, bercerita atau
berkonsultasi, beribadah, menyusun skala prioritas dan melakukan kegiatan-
kegiatan menyenangkan yang positif seperti olah raga dan rekreasi.
2. Bagi Lembaga Perguruan Tinggi
Disarankan untuk membuka wadah konsultasi dikampus sebagai sarana untuk
mendengar dan mengatasi burnout, yang diberikan pada seluruh perangkat
akademisi dalam hal ini mahasiswa, khususnya mahasiswa bekerja.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Disarankan untuk meneliti faktor-faktor penyebab burnout kaitannya dengan
motivasi berprestasi akademis atau sebaliknya faktor-faktor motivasi
berprestasi akademis kaitannya dengan burnout. Memilih subjek penelitian
dengan karakteristik yang berbeda seperti mahasiswa sekolah tinggi agama
atau cacat fisik juga memperhatikan variabel lainnya seperti gender,
perbedaan jenis kelamin, status pernikahan, jenis pekerjaan, jabatan pekerjaan,
jurusan perkuliahan, motivasi berkuliah, jarak tempat tinggal dengan kantor
dan kampus, serta banyak hal yang dapat dikaitkan dengan burnout dan
motivasi berprestasi akademis.
DAFTAR PUSTAKA
Brewer, E. W., & Clippard, L. F. (1996). Burnout and job satisfaction among
student support services personnel. Human Resource Development
Quarterly. http://web.utk.edu/~ewbrewer. Diakses hari Senin, 2 Oktober
2006.
Cherniss, C. (1980). Staff Burnout: Job Stress In Human Services. London: Sage
56
57
McClelland, D. C., Atkinson, J. W., Clark, R. A., & Lowell, E. L. (1953). The
Achievement Motive. New York: Appleton-Century-Crofts, Inc.
Miller, D. (2000). Dying to Care? Work, Stress and Burnout in HIV/AIDS. New
York: Routledge the Taylor & Francis Group.
Morgan, C. T., King, R. A., Weisz, J. R., & Schopler, J. (1986). Introduction To
Psychology: International Edition. Singapore: McGraw Hill.
Papalia, D. E., & Olds, S. W. (1992). Human Development. 5th Edition. New
York: McGraw Hill Inc
58
Pines, A. & Aronson, E. (1989).Career Burnout: Causes and Cures. New York:
The Free Press
Prasetyo, B. & Jannah, L.M. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Schaufeli, W. B., Maslach, C., & Marek, T. (1993). Profesional Burnout: Recent
Developments In Theory and Research. Washington DC: Routledge the
Taylor & Francis Group.
Steinberg, L. (1993). Adolesence. 5th edition. New York: McGraw Hill Inc.
Taylor, S. E. (1999). Health Psychology. 4th Edition. Singapore: McGraw Hill Inc
Scale Corrected
Scale Mean if Variance if Item-Total Cronbach's Alpha if
Item Deleted Item Deleted Correlation Item Deleted
VAR001 127,3980 722,551 ,454 ,971
VAR002 128,1633 700,056 ,789 ,970
VAR003 128,1837 705,863 ,757 ,970
VAR004 128,6122 714,364 ,610 ,971
VAR005 127,8469 714,750 ,464 ,971
VAR006 128,6429 697,160 ,792 ,970
VAR007 128,3980 700,428 ,792 ,970
VAR008 128,3878 707,766 ,723 ,970
VAR009 128,8469 712,750 ,691 ,970
VAR010 128,6633 698,844 ,849 ,970
VAR011 127,4082 744,368 -,216 ,972
VAR012 128,3163 707,971 ,728 ,970
VAR013 128,1837 708,976 ,735 ,970
VAR014 128,6429 718,253 ,559 ,971
VAR015 128,1531 702,750 ,783 ,970
VAR016 127,2755 730,387 ,259 ,971
VAR017 128,1429 700,804 ,838 ,970
VAR018 127,8878 728,534 ,218 ,972
VAR019 127,1735 757,774 -,503 ,973
VAR020 128,3367 721,257 ,568 ,971
VAR021 127,9388 717,007 ,520 ,971
VAR022 128,4286 701,959 ,714 ,970
VAR023 128,6224 694,794 ,816 ,970
VAR024 128,9592 717,710 ,597 ,971
VAR025 128,3980 713,933 ,685 ,970
VAR026 128,1429 698,887 ,857 ,970
VAR027 128,3878 691,663 ,849 ,970
VAR028 127,9898 706,629 ,770 ,970
VAR029 128,7755 708,609 ,734 ,970
VAR030 128,5102 704,912 ,763 ,970
VAR031 127,2449 725,919 ,408 ,971
VAR032 128,1531 699,203 ,840 ,970
VAR033 128,2041 704,597 ,798 ,970
VAR034 127,2653 743,723 -,218 ,972
VAR035 128,1224 711,902 ,838 ,970
VAR036 128,6837 708,961 ,690 ,970
VAR037 128,0612 704,120 ,789 ,970
VAR038 128,8265 729,774 ,248 ,971
VAR039 128,9490 714,853 ,705 ,970
VAR040 128,3163 714,301 ,661 ,971
VAR041 128,7245 721,026 ,495 ,971
VAR042 128,2245 701,702 ,809 ,970
VAR043 128,7347 715,022 ,585 ,971
VAR044 128,6837 706,961 ,769 ,970
VAR045 127,6735 735,006 ,039 ,972
VAR046 127,4490 725,817 ,215 ,972
VAR047 128,3469 705,920 ,743 ,970
VAR048 128,4592 711,570 ,582 ,971
VAR049 128,7551 722,372 ,461 ,971
VAR050 128,3163 713,105 ,735 ,970
VAR051 127,3265 728,573 ,302 ,971
VAR052 127,4694 730,004 ,175 ,972
VAR053 128,1020 707,185 ,724 ,970
VAR054 128,4694 698,808 ,804 ,970
VAR055 127,6327 728,606 ,246 ,971
VAR056 128,1735 717,196 ,592 ,971
VAR057 128,6020 710,304 ,681 ,970
VAR058 128,3673 703,864 ,767 ,970
VAR059 128,6224 709,289 ,714 ,970
VAR060 128,1020 710,278 ,647 ,971
Alpha 0,971
Alpha 0,934
UJI ASUMSI
3. UJI NORMALITAS
Hasil Uji Normalitas Skala Motivasi Berprestasi dan Skala Burnout
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MB 98 100,0% 0 ,0% 98 100,0%
Burnout 98 100,0% 0 ,0% 98 100,0%
Descriptives
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
MB ,334 98 ,000 ,764 98 ,000
Burnout ,144 98 ,000 ,926 98 ,000
a Lilliefors Significance Correction
Motivasi Berprestasi
Histogram
30
25
20
Frequency
15
10
Mean = 102.5714
Std. Dev. = 26.73775
0 N = 98
75.00 100.00 125.00 150.00
MB
Normal Q-Q Plot of MB
2
Expected Normal
-2
-4
1.0
Dev from Normal
0.5
0.0
-0.5
-1.0
80 100 120 140 160 180
Observed Value
180.00
160.00
140.00
120.00
100.00
80.00
MB
Burnout
Histogram
25
20
Frequency
15
10
Mean = 83.1939
Std. Dev. = 17.2278
0 N = 98
40.00 60.00 80.00 100.00 120.00
Burnout
Normal Q-Q Plot of Burnout
2
Expected Normal
-2
-4
0.4
0.2
Dev from Normal
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
40 60 80 100 120
Observed Value
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
Burnout
4. UJI LINEARITAS
Hasil Uji Linearitas
Descriptive Statistics
Correlations
MB Burnout
Pearson MB 1,000 -,798
Correlation Burnout -,798 1,000
Sig. (1-tailed) MB . ,000
Burnout ,000 .
N MB 98 98
Burnout 98 98
Variables Entered/Removed(b)
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Burnout(a) . Enter
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: MB
Model Summary(b)
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 44147,753 1 44147,753 168,194 ,000(a)
Residual 25198,247 96 262,482
Total 69346,000 97
a Predictors: (Constant), Burnout
b Dependent Variable: MB
Coefficients(a)
a Dependent Variable: MB
Coefficient Correlations(a)
Model Burnout
1 Correlations Burnou
1,000
t
Covariances Burnou
,009
t
a Dependent Variable: MB
Collinearity Diagnostics(a)
Variance Proportions
Dimensio Condition
Model n Eigenvalue Index (Constant) Burnout
1 1 1,979 1,000 ,01 ,01
2 ,021 9,810 ,99 ,99
a Dependent Variable: MB
Residuals Statistics(a)
Dependent Variable: MB
25
20
Frequency
15
10
Mean = 4.61E-16
Std. Dev. = 0.995
0 N = 98
-3 -2 -1 0 1 2 3
Regression Standardized Residual
Dependent Variable: MB
1.0
0.8
Expected Cum Prob
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
LAMPIRAN D
HASIL KOLERASI
Hasil Uji Korelasi Burnout dengan Motivasi Berprestasi
Akademis
MB Burnout
MB Pearson Correlation 1 -.798(**)
Sig. (1-tailed) . .000
N 98 98
Burnout Pearson Correlation -.798(**) 1
Sig. (1-tailed) .000 .
N 98 98
** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
LAMPIRAN E
GAMBAR
GRAPHIC SCATTER
180.00
160.00
140.00
MB
120.00
100.00
80.00