Anda di halaman 1dari 11

Sejarah[sunting 

| sunting sumber]
Sebelum lahirnya OSIS, di sekolah-sekolah tingkat SLTP dan SLTA terdapat organisasi yang bebagai macam
corak bentuknya. Ada organisasi siswa yang hanya dibentuk bersifat intern sekolah itu sendiri, dan ada pula
organisasi siswa yang dibentuk oleh organisasi siswa di luar sekolah. Organisasi siswa yang dibentuk dan
mempunyai hubungan dengan organisasi siswa dari luar sekolah, sebagian ada yang mengarah pada hal-hal
bersifat politis, sehingga kegiatan organisasi siswa tersebut dikendalikan dari luar sekolah sebagai tempat
diselenggarakannya proses belajar mengajar.
Akibat dari keadaan yang demikian itu, maka timbullah loyalitas ganda, disatu pihak harus melaksanakan peraturan
yang dibuat Kepala Sekolah, sedang dipihak lain harus tunduk kepada organisasi siswa yang dikendalikan di luar
sekolah.
Dapat dibayangkan berapa banyak macam organisasi siswa yang tumbuh dan berkembang pada saat itu, dan
bukan tidak mungkin organisasi siswa tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi di luar sekolah.
Itu sebabnya pada tahun 1970 sampai dengan tahun 1972, beberapa pimpinan organisasi siswa yang sadar akan
maksud dan tujuan belajar di sekolah, ingin menghindari bahaya perpecahan di antara para siswa intra sekolah di
sekolah masing-masing, setelah mendapat arahan dari pimpinan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pembinaan dan pengembangan generasi muda diarahkan untuk mempersiapkan kader penerus perjuangan
bangsa dan pembangunan nasional dengan memberikan bekal keterampilan, kepemimpinan, kesegaran jasmani,
daya kreasi, patriotisme, idealisme, kepribadian dan budi pekerti luhur.
Oleh karena itu pembanguan wadah pembinaan generasi muda di lingkungan sekolah yang diterapkan melalui
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) perlu ditata secara terarah dan teratur.
Betapa besar perhatian dan usaha pemerintah dalam membina kehidupan para siswa, maka ditetapkan OSIS
sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan secara nasional. Jalur tersebut terkenal dengan nama “Empat Jalur
Pembinaan Kesiswaan”, yaitu:

1. Organisasi Kesiswaan
2. Latihan Kepemimpinan
3. Kegiatan Ekstrakurikuler
4. Kegiatan wawasan Wiyatamandala
Dengan dilandasi latar belakang sejarah lahirnya OSIS dan berbagai situasi, OSIS dibentuk dengan tujuan pokok:
Menghimpun ide, pemikiran, bakat, kreativitas, serta minat para siswa ke dalam salah satu wadah yang bebas dari
berbagai macam pengaruh negative dari luar sekolah. Mendorong sikap, jiwa dan semangat kasatuan dan
persatuan di antara para siswa, sehingga timbul satu kebanggaan untuk mendukung peran sekolah sebagai tempat
terselenggaranya proses belajar mengajar. Sebagai tempat dan sarana untk berkomunikasi, menyampaikan
pemikiran, dan gagasan dalam usaha untuk mematangkan kemampuan berpikir, wawasan, dan pengambilan
keputusan.

Dasar Hukum[sunting | sunting sumber]


1. Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3. Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
4. Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
5. Permendiknas Nomor 39 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan
6. Buku Panduan OSIS terbitan Kemdiknas tahun 2011

Pengertian[sunting | sunting sumber]
Secara Semantis[sunting | sunting sumber]
Di dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 226/C/Kep/0/1992
disebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah OSIS. OSIS adalah Organisasi Siswa Intra Sekolah.
Masing-masing kata mempunyai pengertian:

 Organisasi. Secara umum adalah kelompok kerja sama antara pribadi yang diadakan untuk mencapai tujuan
bersama. Organisasi dalam hal ini dimaksudkan sebagai satuan atau kelompok kerja sama para siswa yang
dibentuk dalam usaha mencapai tujuan bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan.
 Siswa, adalah peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah.
 Intra, berarti terletak di dalam dan di antara. Sehingga suatu organisasi siswa yang ada di dalam dan di
lingkungan sekolah yang bersangkutan.
 Sekolah adalah satuan pendidikan tempat menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, yang dalam hal ini
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah atau Sekolah/Madrasah yang sederajat.
Secara Organis[sunting | sunting sumber]
OSIS adalah satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di sekolah. Oleh karena itu setiap sekolah wajib
membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS
di sekolah lain dan tidak menjadi bagian/alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah.

Secara Fungsional[sunting | sunting sumber]


Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan, khususnya dibidang pembinaan kesiswaan, arti yang
terkandung lebih jauh dalam pengertian OSIS adalah sebagai salah satu dari empat jalur pembinaan kesiswaan,
disamping ketiga jalur yang lain yaitu: latihan kepemimpinan, ekstrakurikuler, dan wawasan Wiyatamandala.

Secara Sistemik[sunting | sunting sumber]


Apabila OSIS dipandang sebagai suatu sistem, berarti OSIS sebagai tempat kehidupan berkelompok siswa yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini OSIS dipandang sebagai suatu sistem, di mana
sekumpulan para siswa mengadakan koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi yang mampu
mencapai tujuan. Oleh karena OSIS Sebagai suatu sistem ditandai beberapa ciri pokok, yaitu:

 Berorientasi pada tujuan


 Memiliki susunan kehidupan berkelompok
 Memiliki sejumlah peranan
 Terkoordinasi
 Berkelanjutan dalam waktu tertentu

Fungsi[sunting | sunting sumber]
Salah satu ciri pokok suatu organisasi ialah memiliki berbagai macam fungsi. Demikian pula OSIS sebagai suatu
organisasi memiliki pula beberapa fungsi dalam mencapai tujuan. Sebagai salah satu jalur dari pembinaan
kesiswaan,fungsi OSIS adalah:

 Sebagai Wadah
Organisasi Siswa Intra Sekolah merupakan satu-satunya wadah kegiatan para siswa di sekolah bersama dengan
jalur pembinaan yang lain untuk mendukung tercapainya pembinaan kesiswaan.

 Sebagai Motivator
Motivator adalah perangsang yang menyebabkan lahirnya keinginan dan semangat para siswa untuk berbuat dan
melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan.

 Sebagai Preventif
Apabila fungsi yang bersifat intelek dalam arti secara internal OSIS dapat menggerakkan sumber daya yang ada
dan secara eksternal OSIS mampu beradaptasi dengan lingkungan, seperti menyelesaikan persoalan perilaku
menyimpang siswa dan sebagainya. Dengan demikian secara prepentif OSIS ikut mengamankan sekolah dari
segala ancaman dari luar maupun dari dalam sekolah. Fungsi preventif OSIS akan terwujud apabila fungsi OSIS
sebagai pendorong lebih dahulu harus dapat diwujudkan.

Tujuan[sunting | sunting sumber]
Setiap organisasi selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai, begitu pula dengan OSIS ada beberapa tujuan yang
ingin dicapai, antara lain:

1. Meningkatkan generasi penerus yang beriman dan bertaqwa


2. Memahami,menghargai lingkungan hidup dan nilai-nilai moral dalam mengambil keputusan yang tepat
3. Membangun landasan kepribadian yang kuat dan menghargai HAM dalam kontek kemajuan budaya
bangsa
4. Membangun,mengembangkan wawasan kebangsaan dan rasa cinta tanah air dalam era globalisasi
5. Memperdalam sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, dan kerja sama secara mandiri, berpikir logis
dan demokratis
6. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta menghargai karya artistic, budaya dan intelektual
7. Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani memantapkan kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan
bernegara.

Latar belakang berdirinya OSIS[sunting | sunting sumber]


Tujuan nasional Indonesia, seperti yang tercantum pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, adalah
melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dan secara operasional diatur melalui Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pembangunan Nasional dilaksanakan di dalam rangka pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari Pembangunan
Nasional. Di dalam garis-garis besar haluan Negara ditetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila,
bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa, kecerdasan dan keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air,
agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-
sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Garis-garis Besar Haluan Negara juga menegaskan bahwa generasi muda yang di dalamnya termasuk para siswa
adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan nasional yang berdasarkan
Pancasila dan undang-undang dasar 1945.
Mengingat tujuan pendidikan dan pembinaan generasi muda yang ditetapkan baik di dalam Pembukaan Undang-
undang Dasar 1945 maupun di dalam garis-garis besar Haluan Negara amat luas lingkupnya, maka diperlukan
sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang merupakan jalur pendidikan formal yang sangat penting dan strategis
bagi upaya mewujudkan tujuan tersebut, baik melalui proses belajar mengajar maupun melalui kegiatan kokurikuler
dan ekstrakurikuler.

Wawasan Wiyatamandala[sunting | sunting sumber]


Dengan memperhatikan kondisi sekolah dan masyarakat dewasa ini yang umumnya masih dalam taraf
perkembangan, maka upaya pembinaan kesiswaan perlu diselenggarakan untuk menunjang perwujudan sekolah
sebagai Wawasan Wiyatamandala.
Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah nomor: 13090/CI.84 tanggal 1 Oktober 1984
perihal Wawasan Wiyatamandala sebagai sarana ketahanan sekolah, maka dalam rangka usaha meningkatkan
pembinaan ketahanan sekolah bagi sekolah-sekolah di lingkungan pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen pendidikan dan kebudayaan, mengeterapkan Wawasan Wiyatamandala yang
merupakan konsepsi yang mengandung anggapan-anggapan sebagai berikut:

 Sekolah merupakan wiyatamandala (lingkungan pendidikan) sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan-
tujuan di luar bidang pendidikan.
 Kepala sekolah mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan seluruh proses
pendidikan dalam lingkungan sekolahnya, yang harus berdasarkan Pancasila dan bertujuan untuk:

1. Meningkatkan ketakwaan teradap Tuhan Yang Maha Esa,


2. Meningkatkan kecerdasan dan keterampilan,
3. Mempertinggi budi pekerti,
4. Memperkuat kepribadian,
5. Mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

 Antara guru dengan orang tua siswa harus ada saling pengertian dan kerja sama yang baik untuk mengemban
tugas pendidikan.
 Para guru, di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, harus senantiasa menjunjung tinggi martabat dan citra
guru sebagai manusia yang dapat digugu (dipercaya) dan ditiru, betapapun sulitnya keadaan yang
melingkunginya.
 Sekolah harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya, namun harus mencegah masuknya sikap dan perbuatan
yang sadar atau tidak, dapat menimbulkan pertientangan antara kita sama kita.
Untuk mengimplementasikan Wawasan Wiyatamandala perlu diciptakan suatu situasi di mana siswa dapat
menikmati suasana yang harmonis dan menimbulkan kecintaan terhadap sekolahnya, sehingga proses belajar
mengajar, kegiatan kokurikuler, dan ekstrakurikuler dapat berlangsung dengan mantap.
Upaya untuk mewujudkan Wawasan Wiyatamandala antara lain dengan menciptakan sekolah sebagai masyarakat
belajar, pembinaan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), kegiatan kurikuler, ko-kulikuler, dan ekstra-kulikuler,
serta menciptakan suatu kondisi kemampuan dan ketangguhan yakni memiliki tingkat keamanan, kebersihan,
ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan yang mantap.

Perangkat OSIS[sunting | sunting sumber]


Perangkat OSIS terdiri dari Pembina OSIS, perwakilan kelas, dan pengurus OSIS.

Pembina OSIS terdiri dari[sunting | sunting sumber]


 Kepala Sekolah, sebagai Ketua
 Wakil Kepala Sekolah, sebagai Wakil Ketua
 Guru, sebagai anggota, sedikitnya 5 (lima) orang dan bergantian setiap tahun pelajaran
Tugas dari Pembina OSIS:

 Bertanggung jawab atas seluruh pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan OSIS di sekolahnya;
 Memberikan nasihat kepada perwakilan kelas dan pengurus;
 Mengesahkan keanggotaan perwakilan kelas dengan Surat Keputusan Kepala Sekolah;
 Mengesahkan dan melantik pengurus OSIS dengan Surat Keputusan Kepala Sekolah;
 Mengarahkan penyusunan Anggaran Rumah Tangga dan program kerja OSIS
 Menghadiri rapat-rapat OSIS
 Mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas OSIS
Perwakilan Kelas[sunting | sunting sumber]
Badan ini disebut dengan Majelis Perwakilan Kelas / Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK). Posisi Badan ini
berada di atas OSIS dan berperan sebagai pengawas kebijakan OSIS.
Terdiri atas 2 (dua) orang dari setiap kelas, tugas:

 Mewakili kelasnya dalam rapat perwakilan kelas;


 Mengajukan usul kegiatan untuk dijadikan program kerja OSIS;
 Mengajukan calon pengurus OSIS berdasarkan hasil rapat kelas;
 Menilai laporan pertanggung jawaban pengurus OSIS pada akhir tahun jabatannya;
 Mempertanggung jawabkan segala tugas kepada Kepala Sekolah selaku Ketua Pembina;
 Bersama-sama pengurus menyusun Anggaran Rumah Tangga.
Pengurus OSIS[sunting | sunting sumber]
Syarat Pengurus OSIS[sunting | sunting sumber]

 Memiliki budi pekerti yang baik dan sopan santun terhadap orang tua, guru, dan teman;
 Memiliki bakat sebagai pemimpin;
 Tidak terlibat penggunaan Narkoba;
 Memiliki kemauan, kemampuan, dan pengetahuan yang memadai;
 Dapat mengatur waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga pelajarannya tidak terganggu karena menjadi
pengurus OSIS;
 Tidak duduk dikelas terakhir, karena akan menghadapi ujian akhir;
 Syarat lain disesuaikan dengan ketentuan sekolah.
Kewajiban Pengurus[sunting | sunting sumber]

 Menyusun dan melaksanakan program kerja sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
OSIS;
 Selalu menjunjung tinggi nama baik, kehormatan, dan martabat sekolahnya;
 Kepemimpinan pengurus OSIS bersifat kolektif;
 Menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada Pembina OSIS dan tembusannya kepada Perwakilan
Kelas pada akhir masa jabatannya;
 Selalu berkonsultasi dengan Pembina.
Struktur dan Rincian Tugas Pengurus[sunting | sunting sumber]
 Pengurus Harian Majelis Permusyawaratan Kelas, terdiri dari:
o Ketua Majelis;
o Wakil Ketua Majelis;
o Sekretaris Majelis.
 Ketua, tugas:

1. Memimpin organisasi dengan baik dan bijaksana;


2. Mengkoordinasikan semua aparat kepengurusan;
3. Menetapkan kebijaksanaan yang telah dipersiapkan dan direncanakan oleh aparat kepengurusan;
4. Memimpin rapat;
5. Menetapkan kebijaksanaan dan mengambil keputusan berdasarkan musyawarah dan mufakat;
6. Setiap saat mengevaluasi kegiatan aparat kepengurusan

 Wakil Ketua, tugas:

1. Bersama-sama ketua menetapkan kebijaksanaan


2. Memberikan saran kepada ketua dalam rangka mengambil keputusan
3. Menggantikan ketua jika berhalangan
4. Membantu ketua dalam melaksanakan tugasnya
5. Bertanggung jawab kepada ketua
6. Wakil ketua bersama dengan wakil sekretaris mengkoordinasikan seksi-seksi

 Sekretaris, tugas:

1. Memberikan saran kepada ketua dalam rangka mengambil keputusan


2. Mendampingi ketua dalam memimpin setiap rapat
3. Menyiarkan, mendistribusikan dan menyimpan surat serta arsip yang berhubungan dengan pelaksanaan
kegiatan
4. Menyiapkan laporan, surat, hasil rapat dan evaluasi kegiatan
5. Bersama ketua menandatangani setiap surat
6. Bertanggung jawab atas tertib administrasi organisasi
7. Bertindak sebagai notulis dalam rapat, atau diserahkan kepada wakil sekretaris

 Wakil Sekretaris, tugas:

1. Aktif membantu pelaksanaan tugas sekretaris


2. Menggantikan sekretaris jika sekretaris berhalangan
3. Wakil sekretaris membantu wakil ketua mengkoordinir seksi-seksi

 Bendahara dan Wakil Bendahara, tugas:

1. Bertanggung jawab dan mengetahui segala pemasukan pengeluaran uang/biaya yang diperlukan
2. Membuat tanda bukti kuitansi setiap pemasukan pengeluaran uang untu pertanggung jawaban
3. Bertanggung jawab atas inventaris dan perbendaharaan
4. Menyampaikan laporan keuangan secara berkala

 Ketua Seksi, tugas:

1. Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan seksi yang menjadi tanggung jawabnya
2. Melaksanakan kegiatan seksi yang diprogramkan
3. Memimpin rapat seksi
4. Menetapkan kebijaksanaan seksi dan mengambil keputusan berdasarkan musyawarah dan mufakat
5. Menyampaikan laporan, pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan seksi kepada Ketua melalui
Koordinator
Pokok-pokok Kegiatan Seksi[sunting | sunting sumber]

 Seksi Pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, antara lain:

1. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama masing-masing;


2. Memperingati hari-hari besar keagamaan;
3. Melaksanakan perbuatan amaliah sesuai dengan norma agama;
4. Membina toleransi kehidupan antar umat beragama;
5. Mengadakan kegiatan lomba yang bernuansa keagamaan;
6. Mengembangkan dan memberdayakan kegiatan keagamaan di sekolah.

 Seksi Pembinaan budi pekerti luhur atau akhlak mulia, antara lain:

1. Melaksanakan tata tertib dan kultur sekolah;


2. Melaksanakan gotong royong dan kerja bakti (bakti sosial);
3. Melaksanakan norma-norma yang berlaku dan tatakrama pergaulan;
4. Menumbuhkembangkan kesadaran untuk rela berkorban terhadap sesama;
5. Menumbuhkembangkan sikap hormat dan menghargai warga sekolah;
6. Melaksanakan kegiatan 7K (Keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kedamaian dan
kerindangan).

 Seksi Pembinaan kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara, antara lain:

1. Melaksanakan upacara bendera pada hari senin dan /atau hari sabtu, serta hari-hari besar nasional;
2. Menyanyikan lagu-lagu nasional (Mars dan Hymne);
3. Melaksanakan kegiatan kepramukaan;
4. Mengunjungi dan mempelajari tempat-tempat bernilai sejarah;
5. Mempelajari dan meneruskan nilai-nilai luhur, kepeloporan, dan semangat perjuangan para pahlawan;
6. Melaksanakan kegiatan bela negara;
7. Menjaga dan menghormati simbol-simbol dan lambang-lambang negara;
8. Melakukan pertukaran siswa antar daerah dan antar negara.

 Seksi Pembinaan prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat, antara lain:

1. Mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian;


2. Menyelenggarakan kegiatan ilmiah;
3. Mengikuti kegiatan workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek);
4. Mengadakan studi banding dan kunjungan (studi wisata) ke tempat-tempat sumber belajar;
5. Mendesain dan memproduksi media pembelajaran;
6. Mengadakan pameran karya inovatif dan hasil penelitian;
7. Mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah;
8. Membentuk klub sains, seni dan olahraga;
9. Menyelenggarakan festival dan lomba seni;
10. Menyelenggarakan lomba dan pertandingan olahraga.

 Seksi Pembinaan demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi
sosial dalam konteks masyarakat plural, antara lain:

1. Memantapkan dan mengembangkan peran siswa di dalam OSIS sesuai dengan tugasnya masing-masing;
2. Melaksanakan latihan kepemimpinan siswa;
3. Melaksanakan kegiatan dengan prinsip kejujuran, transparan, dan profesional;
4. Melaksanakan kewajiban dan hak diri dan orang lain dalam pergaulan masyarakat;
5. Melaksanakan kegiatan kelompok belajar, diskusi, debat dan pidato;
6. Melaksanakan kegiatan orientasi siswa baru yang bersifat akademik dan pengenalan lingkungan tanpa
kekerasan;
7. Melaksanakan penghijauan dan perindangan lingkungan sekolah.

 Seksi Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan, antara lain:

1. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan dalam menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna;
2. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan di bidang barang dan jasa;
3. Meningkatkan usaha koperasi siswa dan unit produkdsi;
4. Melaksanakan praktik kerja nyata (PKN)/pengalaman kerja lapangan (PKL)/praktik kerja industri (Prakerim);
5. Meningkatkan kemampuan keterampilan siswa melalui sertifikasi kompetensi siswa berkebutuhan khusus;

 Seksi Pembinaan kualitas jasmani, kesehatan dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi antara lain:

1. Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat;


2. Melaksanakan usaha kesehatan sekolah (UKS);
3. Melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (narkoba), minuman
keras, merokok, dan HIV AIDS;
4. Meningkatkan kesehatan reproduksi remaja;
5. Melaksanakan hidup aktif;
6. Melakukan diversifikasi pangan;
7. Melaksanakan pengamanan jajan anak sekolah.

 Seksi Pembinaan sastra dan budaya, antara lain:

1. Mengembangkan wawasan dan keterampilan siswa di bidang sastra;


2. Menyelenggarakan festival/lomba, sastra dan budaya;
3. Meningkatkan daya cipta sastra;
4. Meningkatkan apresiasi budaya.

 Seksi Pembinaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), antara lain:

1. Memanfaatkan TIK untuk memfasilitasi kegiatan pem-belajaran;


2. Menjadikan TIK sebagai wahana kreativitas dan inovasi;
3. Memanfaatkan TIK untuk meningkatkan integritas kebangsaan.

 Seksi Pembinaan komunikasi dalam bahasa Inggris, antara lain:

1. Melaksanakan lomba debat dan pidato;


2. Melaksanakan lomba menulis dan korespodensi;
3. Melaksanakan kegiatan English Day;
4. Melaksanakan kegiatan bercerita dalam bahasa Inggris (Story Telling);
5. Melaksanakan lomba puzzies words/scrabble.

OSIS / STUDENT COUNCIL DI CHINA

For Chinese students, graduating high school means going from 12 years of exam-
oriented education to the relative freedom of university life. But some freshmen are soon
caught up in another world of strict rules: the student government.

Yang Wenbin is a 21-year-old senior studying photography at Beijing’s Communication


University of China, and a self-avowed “visual author.” When he started documenting his
school’s student council, he discovered an organization fraught with power dynamics and
hierarchy.

In his photo project “Society of University,” Yang dives into the politics of this mini-society.
“My purpose in photographing the student council or other organizations is to record
scenes of authority, people living under authority, and people shaped by power,” he told
Sixth Tone.

The project includes photos, screenshots of council members’ conversations in online


chat groups, and audio recordings from council meetings. Earlier this year, “Society of
University” won a 200,000-yuan ($30,000) prize for “new documentaries,” sponsored by a
Beijing gallery.

Student councils can be found at all universities in China. They are strictly organized and
purportedly defend students’ interests. But because they are ultimately supervised by
school administrators, they are often criticized as toothless. 

Yang recalled his own experience during freshman orientation, when older students show
newcomers the ropes of university life. The mentors had only just started their second
year of university, but they already looked down on the new students. In his freshman
year, Yang said he remembers an older student warning him that he would “meet a
terrible end if [he] tried to make art” at the school.

During the project, Yang’s subjects sometimes gave him the cold shoulder. When he
asked for permission from the council’s chairman to photograph a meeting, he was never
given a straight answer. When he arrived, though, the door to the meeting room was
locked. A friend of Yang’s who is a council member recorded the meeting, during which a
professor called Yang a “troublemaker.” Yang took a photo of the closed door and named
it “Unable to Enter.”

OSIS / STUDENT COUNCIL DI MALAYSIA

Malaysia has 20 public universities. Each of them has one students' representative council (Malay: Majlis
Perwakilan Pelajar, MPP) , the highest student body of such university as stipulated in the Universities and
University Colleges Act 1971 (AUKU).
The registered students of the University, other than external students, shall together constitute a body to be known
as the Students’ Union of the University, and the Union shall elect a Students’ Representative Council. (Article 48
Section 1-2, Universities and University Colleges Act)
A general election is held every year, usually in November (With the exception of University of Malaya in July), to
elect representatives to MPP. The percentage of voter turn-outs are usually high (70 to 95 percent) largely due to
enforcements from the universities' management which, at the same time, acts as the Election Committee.
Amendments on the Universities and University Colleges Act 1971 in 2019 allows students to be fully in-charge of
the Election Committee.
Every year, the Malaysian Ministry of Higher Education would set meetings and arrange programmes with all MPPs.
Nevertheless, each MPP has their own autonomous right to govern their own membership. The size of MPP differs
from each university, from as little as 12 to as many as 50, which may include non-associate members from student
leaders representing their respective student body. All MPP members are part-time and unpaid officers.
In 2011, Universiti Sains Malaysia established Students' Consultative Assembly (Malay: Dewan Perundingan
Pelajar, DPP), the first student parliament established and the oldest of its kind in Malaysia, to involve participation
of more student leaders in decision and policy making as well as to establish a legislative branch in its Students'
Union system instead of having the only executive branch. A university student parliament is composed of MPP
members and other elected or appointed student leaders representing their respective student body, along with the
presence of the management's and students' representative as observers. In 2020, Universiti Utara
Malaysia revived the Students' Parliament (Malay: Parlimen Mahasiswa) as the legislative branch in its Students'
Union system which was left dormant since its last meeting at 2013 and the next meeting since its revival was held
in April 2021. As at May 2021, 8 public universities in Malaysia had their student parliament established.
However, there were several disputes regarding the autonomy of the MPP, since executive decisions were
depending upon the advice of the Students' Affairs Department (Malay: Jabatan Hal Ehwal Pelajar), especially
among several students' rights activists, who insists that the Universities and University Colleges Act 1971 (AUKU)
to be abolished and replaced with a new act to 'revive' students' autonomy on administration as in the 1960s'.
OSIS / STUDENT COUNCIL DI INGGRIS

OSIS / STUDENT COUNCIL DI TOKYO

OSIS / STUDENT COUNCIL DI CANADA

In Canada, the existence of a college or university students' union and the membership of those who attend the
institutions is mandatory across Canada under various provincial statutes.[11][12][13] Included in Canadian
students' tuition fees is anywhere from an additional $10–$500 fee to pay for the services of the union for either
undergraduate or graduate support. The money raised from dues is used to support, programs, services, advocacy,
salaries, part-time staff costs, overhead costs and a variety of other general costs. Student elections typically
happen prior to the end of the previous educational year as the membership elect their unions' executives for the
following year. The current largest undergraduate student union in Canada is the York Federation of Students, at
the York University, with around 60,000 members.
Most students' unions are charged by their membership to protect their best interests at the university, municipal,
provincial and federal government levels. Advocating for support from the provincial government for areas such as
lower tuition fees, support for sexual and gender based violence, and financial support, as well as creating position
papers and providing research to support various causes. Many students' unions in Canada are members of one of
the national student organizations, the Canadian Alliance of Student Associations (CASA) or the Canadian
Federation of Students (CFS). Those that belong to the CFS at the national level also belong to the CFS at the
provincial level. Those that do not belong to the CFS may belong to a provincial student organization like the New
Brunswick Student Alliance, the Ontario Undergraduate Student Alliance (OUSA), the College Student
Alliance, StudentsNS (formerly known as ANSSA), the Alliance of British Columbia Students, the Council of Alberta
University Students, or the Alberta Students Executive Council. In Quebec, the provincial student organizations are
the Quebec Federation of University Students (Fédération étudiante universitaire du Québec or FEUQ) for
university students, college students are represented by the Fédération étudiante collégiale du Québec or FECQ,
while the Association pour une solidarité syndicale étudiante or ASSE includes students from both the
undergraduate and graduate levels of education.
Different provinces have different rules governing student unions. In British Columbia under section 27.1 of the
University Act, student unions may only raise or rescind mandatory student union fees through a democratic
referendum of the membership.[12] Once fees are passed through this mechanism, the board of governors of the
respective institutions are then required to remit those fees to the student union, and may only interfere in the
internal affairs of the student union if it fails to complete annual audits of its finances, giving these student unions
strong autonomy over their institutions. In Ontario, the autonomy of student unions is set by standards outlined by
each institution, giving university administrators a broader scope of powers over the finances of student unions.
Ontario educational institutions may only revoke collecting fees on behalf of the students' union if they are in
contravention of the Corporations Act of Ontario. Other provinces have governing acts specific to the institutions,
such as The University of Manitoba Students' Union Act.
Students' Unions in Canada typically offer a variety of services such as LGBTQ2+ groups, Women's Centre's, Food
Banks, Bicycle Repair Shops, Campus First Aid teams, Walksafe programs, Peer Support groups and Racialized
Student Support, among other offerings and independent student groups.[14] Unions also generally offer health and
dental plans, termly bus passes at costs negotiated with the local transit authority, and other student assistance
programs.[15][16] Funding options are also a part of many student unions' including endowment funds, funding for
student clubs and for orientation.[15] Students' unions are also programmers for the beginning of term events such as
Welcome Week, Frost Week and other events throughout the term that provide social connections and wellness for
students. Advocacy is also a main portion of what a students' union does including connecting with the University or
College to advocate for changes to programs, co-op, and affordability. They also advocate for housing and tenant
rights, safety, quality of education, academic rights, transportation concerns, accessibility, diversity and equity and
health and wellness.[17]

OSIS / STUDENT COUNCIL DI KOREA

OSIS / STUDENT COUNCIL DI ISRAEL

Israel's national student and youth council (Hebrew: ‫ )מועצת התלמידים והנוער הארצית‬is an elected body representing
all youth in Israel since 1993. Representatives are elected democratically from district youth councils. (Jerusalem,
Tel Aviv, Center, Haifa, Arab sector, South, North and the regional schools). The council comprises youth from the
different sectors: religious, secular, Jewish, Arab, Druze and a Bedouin representative. The National Youth Council
representatives mediate between Government decision makers and the Youth representatives. They participate in
the various "Knesset" (the Israeli parliament) committees: Education, internal Affairs, Violence, Drugs and Science.
Youth representatives participate in committees dealing with youth-related issues such as: children's rights,
violence, delinquency and youngsters at risk - cut off from mainstream youth. Youth representatives also participate
in discussions concerning matriculation examinations, discussing a national project on school trips, delegations
Youth representatives youth, are invited by high officials, ministers and even the president and officials from foreign
countries. Israel's national student and youth council is the first youth council in the world that made student rights
legislation. In 2006 graduates of the Israel's national student and youth council founded an association named
Bematana. The association's mission is to promote young leaders who are elected as representatives in student
and youth councils in Israel. in 2012 the Israel's national student and youth council held the International Youth
Leadership Conference under the slogan. "Take The Lead!"

OSIS / STUDENT COUNCIL DI AMERIKA SERIKAT

Student governments in the United States exist in both secondary and higher education.[1] At the collegiate level,
the most common name is Student Government, according to the American Student Government Association's
database of all student governments throughout the United States. The next most common name is the student
government association. Other names are student senate, associated students (west coast institutions almost
exclusively), or less commonly students' union. There is one instance of a government of the student body,
at Iowa State University.[2] At Yale University, the undergraduate student government is known as the Yale College
Council.[3] High school student governments usually are known as Student Council.
Student governments vary widely in their internal structure and degree of influence on institutional policy. At
institutions with large graduate, medical school, and individual "college" populations, there are often student
governments that serve those specific constituencies. Some student governments have very large budgets; the
student government at the University of California at Los Angeles (UCLA) had an annual budget of $39 million as of
2013, and the Florida International University Student Government had an annual budget of $20.3 million as of
2021.[4][5]
Elsewhere in the world, student governments are often known as "student unions". However, in American English,
the phrase "student union" often refers to a "student activity center" (also known as a "student center" or "student
commons"): a building with dining halls, game rooms, lounges, student offices, and other spaces for student
activities.[6]
Not all American colleges and universities have a separate student government. A handful of small liberal arts
colleges in the United States use a governance model in which key decisions are made democratically by the
community as a whole, with students and faculty on equal footing. Examples of such schools include Marlboro
College,[7] Shimer College,[8] and College of the Atlantic.[9] In addition, historically, many US schools followed a
"student-faculty council" model, with governance shared between elected representatives of the student body and
the faculty.[10]
Many student governments are structured similarly to the federal government of the United States, consisting of
distinct executive, legislative, and judicial branches. These structures often include elements which are not found in
the federal government (e.g. legislative veto, programming branches, initiative, recall, referendum). Just like the
federal government, these governments have the trappings of a presidential system, with a separation of powers
between branches and a presidential veto. This is by far the most common type of structure, and is found in model
student government constitutions and by-laws. Most executive branch officers are elected institution-wide, while
some community and technical colleges, because of poor turnout, have resorted to choosing leaders from campus
clubs and organizations.
The vast majority of student governments operate under a two branch system, with an executive and legislative
branch. The judicial branch is far less common, but frequently exists at public colleges and universities.

OSIS / STUDENT COUNCIL DI TOKYO

OSIS / STUDENT COUNCIL DI INDIA

In India, student councils have been introduced in almost all Private and Public Schools.
Student councils in India may be elected, nominated or selected after interview (or written examination or both).

Anda mungkin juga menyukai