Anda di halaman 1dari 3

Pidato Bahasa Indonesia Tentang Etika dalam Bermedia Sosial

Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt yang telah memberi
kita nikmat yang tak terhingga, terutama nikmat iman dan Islam serta kesehatan badan
sehingga masih dapat beraktivitas dalam meniti jalan ketaqwaan.

Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan atas Nabi Muhammad saw,
sebaik-baiknya makhluk yang senantiasa kita jadikan qudwah teladan dalam setiap derap
langkah. Semoga shalawat dan salam juga tercurahkan atas keluarga, sahabat dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Pemirsa yang dirahmati Allah.

Saat ini kita memasuki era dimana segala sesuatu terhubung melalui teknologi informasi dan
komunikasi dengan segala kecanggihannya, seakan-akan dunia ini menjadi borderless atau
tanpa batas. Kita tidak lagi sulit jika ingin berteman dan berkomunikasi dengan orang-orang
yang berada di belahan bumi lain. Terlebih di masa pandemi ini berbagai media tersebut bisa
kita gunakan untuk proses belajar meski tanpa bertatap muka. Demikian besarnya manfaat
media informasi dan komunikasi sekarang ini, yang jauh menjadi dekat.

Namun di sisi lain, ternyata kemudahan-kemudahan itu mulai mengalihkan kehidupan kita
dari dunia nyata ke dunia maya. Banyak orang yang terlalu terlena dan nyaman dengan dunia
maya, sampai lupa bagaimana hidup di dunia nyata. Sehingga dia menjadi acuh tak acuh
kepada lingkungannya, membuat jarak semakin lebar dengan orang-orang yang dekat
dengannya. Di satu sisi dia bisa dekat dengan orang yang jauh, tapi di sisi lain dia malah jauh
dengan orang yang dekat. Semua itu bisa terjadi karena adanya media sosial.

Pemirsa yang dirahmati Allah...


Media sosial saat ini menjadi fenomena di tengah-tengah masyarakat, terutama pada kalangan
generasi muda. Hampir semuanya memiliki akun media sosial sebagai bentuk eksistensi
dalam pergaulan sosialnya. Dengan melihat keaktifan para pengguna media sosial tersebut
membuktikan bahwa hampir seluruhnya menerima manfaat yang besar. Akan tetapi,
fenomena penggunaan media sosial ini juga menimbulkan banyak persoalan seperti
timbulnya fitnah, perpecahan, bahkan tidak sedikit juga yang mengarah pada tindak kriminal.
Dampak negatif yang muncul tersebut tidak bisa kita timpakan kesalahannya pada media
sosial yang ada, sebab fungsi dari media itu akan mengikuti siapa penggunanya. Apabila
digunakan dengan baik maka media sosial akan memberi fungsi dampak yang baik,
begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, dalam berselancar di media sosial, kita perlu
kedepankan etika.

1. Tidak boleh melakukan hate speech atau ujaran kebencian, provokasi, apalagi fitnah.
Islam mengajarkan kepada kita untuk menjaga dan menciptakan kedamaian. Sebagaimana
Islam itu sendiri bermakna damai dan mendamaikan, serta membawa kesejahteraan dan
ketenteraman. Maka media sosial harus dijadikan sebagai sarana untuk mewujudkan
perdamaian, bukan sebaliknya. Sudah banyak kasus hate speech, provokasi dan fitnah yang
mengancam persatuan kita.

2. Saring sebelum sharing.


Tidak semua informasi yang kita dapatkan dari media sosial dan internet dipastikan
kesahihannya. Maka sebagai makhluk yang berakal, setiap kita menerima kabar sebaiknya
pastikan terlebih dahulu kebenarannya. Jika telah dipastikan berita tersebut benar, maka
barulah kita bisa share melalui media sosial. Dalam ajaran Islam, prinsip itu disebut dengan
tabayyun. Allah swt berfirman di dalam surat al-Hujurat ayat 6:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu”
3. Tidak boleh pamer.
Belakangan ini ramai dibicarakan fenomena flexing. Banyak orang senang
memamerkan kemewahan  di media sosial. Dalam ajaran Islam, hal demikian itu
dilarang keras karena menimbulkan banyak efek negatif. Jika sikap pamernya itu
dilihat oleh orang tidak mampu, maka akan menimbulkan ketersinggungan. Lebih
baik jika memang kita memiliki kemampuan berlebih syukuri dengan cara yang
benar tanpa harus memamerkannya di media sosial. Maka sikap empati harus
diutamakan bukan hanya di dunia nyata, melainkan juga di media sosial.

4. Tidak semua bisa diposting.


Jika dulu ada istilah “Mulutmu harimaumu”, di era sosmed ini istilah itu bisa berubah
menjadi “Jemarimu harimaumu”. Artinya apa yang kita post di media sosial harus
kita pertanggungjawabkan. Setiap kali posting, harus dipikirkan dampak yang akan
muncul dari postingan tersebut. Maka cukuplah posting hal-hal positif saja.

5. Menghargai sesama.
Derasnya arus informasi di media sosial diantaranya pasti ada yang menimbulkan
pro kontra. Perbedaan sikap dan pandangan merupakan sesuatu yang wajar, maka
perlu diantara kita mengedepankan sikap saling menghormati dan menghargai.
Jangan sampai postingan atau komentar kita di media sosial mengandung unsur
kezaliman. Sebagaimana di kehidupan nyata, perbuatan kita di media sosial pun
akan selalu dipantau oleh Allah dan dicatat oleh malaikat yang mengawasi kita. Allah
swt berfirman dalam surat Qaaf ayat 18:

“Tidak ada suatu kata yang diucapkan melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang
selalu siap (mencatat)”.

Pemirsa yang dirahmati Allah...


Demikianlah Islam memandu kita dalam kehidupan ini, sejatinya media sosial harus
bisa kita gunakan sebagai sarana mempererat tali persaudaraan, bukan sebaliknya.
Semoga kita senantiasa mendapat petunjuk dari Allah agar dalam kehidupan ini kita
jalankan sesuai dengan pedoman-Nya.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat. Terimakasih atas


segala perhatiannya. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan.

Anda mungkin juga menyukai