Anda di halaman 1dari 49

PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERATURAN

TENTANG PENGOLAHAN SAMPAH

DOSEN PENGAJAR :
Darjati, SKM, M.Pd
Demes Nurmayanti, ST., M.Kes

Kelas D4-3B
D4 Sanitasi Lingkungan
Semester 3

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


PRODI SANITASI LINGKUNGAN PROGRAM SARJANA
TERAPAN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN AJARAN 2022
DAFTAR ISI

Daftar isi..................................................................................2
Pembahasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga............3
Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah...............................................................9
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2020 Tentang Pengelolaan Sampah Spesifik........................14
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 03/Prt/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana
dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga..........23

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang


Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yang
Didalamnya juga Mengatur Masalah Persampahan..............32
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun
2017 Tentang Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga...................................................................................34
Pembahasan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan
Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis
Wilayah.................................................................................39
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Sistem
Informasi Pengelolaan Sampah Nasional..............................46

2
Pembahasan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

KELOMPOK A1 :

1. Lingga Ayu Larasanty (P27833321035)


2. Meizebur Rohmah (P27833321037)
3. Moh. Ikmal Maulana (P27833321041)
4. Nur Fadhilla Aprili Y. (P27833321049)

3
BAB I
Pasal 1
• Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
• Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah
tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan,
dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
• Tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) yang
selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala
kawasan.
• Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat
untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan.
Pasal 2
Pengaturan pengelolaan sampah ini bertujuan untuk:
• menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat; dan
• meniadikan sampah sebagai sumber daya.
Pasal 3
Peraturan Pemerintah ini meliputi pengaturan tentang:
1. Kebijakan dan startegi pengolahan sampah
2. Penyelenggaraan pengelolaan sampah
3. Kompensasi
4. Pengembangan dan penerapan teknologi
5. Sistem informasii
6. Peran masyarakat
7. Pembinaan
BAB II
Pasal 9

(1) Pemerintah kabupaten/kota selain menetapkan kebijakan dan strategi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), juga menyusun dokumen
rencana induk dan studi kelayakan pengelolaan sampah rumah tangga dan
sampah sejenis sampah rumah tangga.
(2) Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah;
c. pemanfaatan kembali sampah;
d. pemilahan sampah;
e. pengumpulan sampah;
f. pengangkutan sampah;
g. pengolahan sampah;

4
h. pemrosesan akhir sampah; dan
i. pendanaan.
(3) Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan untuk jangka
waktu paling sedikit 10 (sepuluh) tahun
ВАВ III
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 10
(1) Penyelenggaraan pengelolaan sampah meliputi:
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
(2) Setiap orang wajib melakukan pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Bagian Kedua Pengurangan Sampah
Pasal 11
(1) Pengurangan sampah meliputi:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
Bagian Ketiga Penanganan Sampah
Pasal 16
Penanganan sampah meliputi kegiatan :
a. pemilahan;
b. pengumpulan;
c. pengangkutan;
d. pengolahan; dan
e. pemrosesan akhir sampah.

Pasal 21
(1) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d meliputi
kegiatan:
a. pemadatan;
b. pengomposan;
c. daur ulang materi; dan/atau
d. daur ulang energi.
(2) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. setiap orang pada sumbernya;
b. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya; dan
c. pemerintah kabupaten/kota.

5
Pasal 22
(1) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e
dilakukan dengan menggunakan:
a. metode lahan urug terkendali;
b. metode lahan urug saniter; dan/atau
c. teknologi ramah lingkungan.
(2) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 23
(1) Dalam melakukan pemrosesan akhir sampah, pemerintah kabupaten/kota
wajib menyediakan dan mengoperasikan TPA.
(2) Dalam menyediakan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah
kabupaten/kota:
a. melakukan pemilihan lokasi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
provinsi dan/atau kabupaten/kota;
b. menyusun analisis biaya dan teknologi; dan
c. menyusun rancangan teknis.
(3) Lokasi TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling sedikit
memenuhi aspek:
a. geologi;
b. hidrogeologi;
c. Kemiringan zona;
d. jarak dari lapangan terbang;
e. jarak dari permukiman;
f. tidak berada di kawasan lindung/cagar alam; dan/atau
g. bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 (dua puluh lima) tahun.
(4) TPA yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dilengkapi:
a. fasilitas dasar;
b. fasilitas perlindungan lingkungan;
c. fasilitas operasi; dan
d. fasilitas penunjang.
Pasal 25
(1) Kegiatan penyediaan fasilitas pengolahan dan pemrosesan akhir sampah
dilakukan melalui tahapan:
a. perencanaan;
b. pembangunan; dan
c. pengoperasian dan pemeliharaan.
(2) Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kegiatan:
a. konstruksi;
b. supervisi; dan
c. uji coba.

6
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pengolahan dan
pemrosesan akhir sampah diatur dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
Pasal 26
(1) Dalam melakukan kegiatan pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir
sampah, pemerintah kabupaten/kota dapat:
a. membentuk kelembagaan pengelola sampah;
b. bermitra dengan badan usaha atau masyarakat; dan/atau
c. bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota lain.
(2) Kemitraan dan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan
huruf c dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 27
Dalam hal terdapat kondisi khusus, pemerintah provinsi dapat melakukan
pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
Pasal 28
Sampah yang tidak dapat diolah melalui kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) ditimbun di TPA.
BAB IV
Pasal 31
(1) Pemerintah kabupaten/kota secara sendiri atau secara bersama dapat
memberikan kompensasi sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan pemrosesan akhir sampah.
(2) Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pemrosesan akhir sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakibatkan oleh:
a. pencemaran air;
b. pencemaran udara;
c. pencemaran tanah;
d. longsor;
e. kebakaran;
f. ledakan gas metan; dan/atau
g. hal lain yang menimbulkan dampak negatif.
(3) Bentuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. relokasi penduduk;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan;
d. penyediaan fasilitas sanitasi dan kesehatan; dan/atau
e. kompensasi dalam bentuk lain.
BAB V
Pasal 33
(1) Dalam rangka mendukung kegiatan pengelolaan sampah, menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum melakukan:
a. penelitian dan pengembangan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan
kebijakan dan strategi nasional dalam pengelolaan sampah; dan

7
b. fasilitasi pemerintah daerah dalam penelitian dan pengembangan teknologi
ramah lingkungan.
(2) Dalam rangka mendukung kegiatan pengelolaan sampah, menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi melakukan fasilitasi:
a. kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi ramah
lingkungan sesuai dengan kebijakan dan strategi nasional dalam pengelolaan
sampah; dan
b. pemerintah daerah dalam mengembangkan dan menerapkan teknologi ramah
lingkungan.
BAB VI
Pasal 34
(1) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyediakan informasi
mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga.
(2) Informasi pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memberikan informasi mengenai:
a. sumber sampah;
b. timbulan sampah;
c. komposisi sampah;
d. karakteristik sampah;
e. fasilitas pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga; dan
f. informasi lain terkait pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga yang diperlukan dalam rangka pengelolaan
sampah.
Pasal 35
(1) Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan,
penyelenggaraan, dan pengawasan dalam kegiatan pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81 TAHUN 2012 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA
Kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008 tersebut bermakna agar pada saatnya nanti seluruh lapisan masyarakat dapat
terlayani dan seluruh sampah yang timbul dapat dipilah, dikumpulkan, diangkut,
diolah, dan diproses pada tempat pemrosesan akhir.

8
Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Sampah

KELOMPOK A2 :

1. Mazdalinda Ari Dwi F. P27833321036


2. Moh. Akmal Samudra P27833321038
3. Nuriska Dwi Rinasifa A. P27833321051
4. Nurul Aini P27833321053

9
Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
1. AZAS HUKUM PENGELOLAAN SAMPAH
Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam Undang-Undang ini
berdasarkan:
 Asas tanggung jawab
 Asas berkelanjutan
 Asas manfaat
 Asas keadilan
 Asas kesadaran
 Asas kebersamaan
 Asas keselamatan
 Asas keamanan
 Asas nilai ekonomi.
2. MANFAAT UNDANG-UNDANG (UU) TENTANG PENGELOLAAN
SAMPAH
a) Kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan
pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.
b) Ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor
sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c) Ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah.
d) Kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintahan daerah dalam pengelolaan sampah.
e) Kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam undangundang
ini dan pengertian limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. PENGELOLAAN FASILITAS PEMILAHAN SAMPAH
 Kawasan permukiman.
 Kawasan komersial.
 Kawasan industri.
 Kawasan khusus.
 Fasilitas umum.
 Fasilitas sosial.
4. KEWAJIBAN
Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib
memiliki izin dari kepala daerah sesuai dengan kewenangannya. Izin
sebagaimana dimaksud diberikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
Pemerintah. Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang
berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan
dan/atau produknya.
5. PENGELOLAAN SAMPAH
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
terdiri atas:
1. Pengurangan sampah.
2. Penanganan sampah.

10
6. KEGIATAN PENGURANGAN SAMPAH
Pengurangan sampah meliputi kegiatan:
1. Pembatasan timbulan sampah
2. Pendauran ulang sampah
3. Pemanfaatan kembali sampah
7. MENGENAL JENIS SAMPAH
Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga,
tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah
tangga berasal dari kawasan :
a) Komersial
b) Industri
c) Khusus
d) Fasilitas sosial
e) Fasilitas umum
8. SAMPAH SPESIFIK SAMPAH YANG MENGANDUNG BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN.
 Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun
 Sampah yang timbul akibat bencana
 Puing bongkaran bangunan
 Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah
 Sampah yang timbul secara tidak periodik
9. BENTUK HASIL PENGOLAHAN SAMPAH
Hasil pengolahan sampah, misalnya berupa :
 Kompos
 Pupuk
 Biogas
 Potensi energi
 Hasil daur ulang
10. BAHAN BAKU
Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud
menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin,
dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses
alam. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah
sebagaimana dimaksud menggunakan bahan yang dapat digunakan ulang,
didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
11. KEGIATAN PENANGANAN SAMPAH
Kegiatan penanganan sampah meliputi:
a) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
b) Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
c) Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau
dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.
12. RUPA PENGELOLAAN SAMPAH
Pengelolaan sampah, antara lain berupa penyediaan :
 Tempat penampungan sampah

11
 Alat angkut sampah
 Tempat penampungan sementara
 Tempat pengolahan sampah terpadu
 Tempat pemrosesan akhir sampah.
13. PENGELOLAAN KEMASAN
Mengelola kemasan berupa penarikan kembali kemasan untuk didaur
ulang dan/atau diguna ulang. Untuk produk tertentu yang karena ukuran
kemasannya tidak memungkinkan mencantumkan label atau tanda,
penempatan label atau tanda dapat dicantumkan pada kemasan induknya.
14. KEBIJAKAN PEMERINTAH
Agar para produsen mengurangi sampah dengan cara menggunakan bahan
yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam. Penetapan jumlah dan
persentase pengurangan pemakaian bahan yang tidak dapat atau sulit terurai
oleh proses alam dalam jangka waktu tertentu.
15. METODE PEMILAHAN SAMPAH
Pemilahan sampah dilakukan dengan metode yang memenuhi persyaratan :
 Keamanan
 Kesehatan
 Lingkungan
 Kenyamanan
 Kebersihan.
16. MAKSUD DAN TUJUAN PENGOLAHAN SAMPAH
Pengolahan dalam bentuk :
 Mengubah karakteristik
 Komposisi, dan
 Jumlah sampah
Maksud dan Tujuan Pengolahan :
 Agar sampah dapat diproses lebih lanjut
 Dimanfaatkan, atau
 Dikembalikan ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan.
17. LARANGAN
Setiap orang dilarang:
a) Memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia
b) Mengimpor sampah
c) Mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun
d) Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan
e) Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan
f) Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat
pemrosesan akhir; dan/atau
g) Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah.

12
18. DAMPAK NEGATIF TIMBUNAN SAMPAH
Timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat
pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat
meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap
pemanasan global.
19. KETENTUAN PIDANA
1) Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau
mengimpor sampah rumah tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah
tangga ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9
(sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau
mengimpor sampah spesifik ke wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
3) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja
melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan
norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran
lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
orang mati atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
20. TINDAKAN HUKUM YANG DILAKUKAN PEMERINTAH
Paksaan pemerintahan merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan
oleh pemerintah daerah untuk memulihkan kualitas lingkungan dalam keadaan
semula dengan beban biaya yang ditanggung oleh pengelola sampah yang
tidak mematuhi ketentuan dalam peraturan perundang- undangan.
21. SANKSI PAKSAAN PEMERINTAH
Uang paksa merupakan uang yang harus dibayarkan dalam jumlah
tertentu oleh pengelola sampah yang melanggar ketentuan dalam peraturan
perundangundangan sebagai pengganti dari pelaksanaan sanksi paksaan
pemerintahan.

13
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
27 Tahun 2020
Tentang Pengelolaan Sampah Spesifik

KELOMPOK A3 :
Monica Roselie Oja (P27833321039)
Nadya Hasanah Rohman (P27833321045)
Nahdya Ashiva Syam (P27833321046)
Nila Susanti (P27833321048)

14
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pcmerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia Dan/atau proses alam
yang bcrbentuk padat.
2. Sampah Spesifik adalah sampah yang karena sifat, Konsentrasi dan/atau
volumenya memerlukan Pengelolaan khusus. Pengelolaan Sampah
Spesifik adalah kegiatan yang Sistematis, menyeluruh dan
berkesinambungan yang Meliputi pengurangan dan penanganan.
3. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya Disingkat 83 adalah zat,
energi dan/atau komponen lain Yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
jumlahnya, baik Secara langsung maupun tidak langsung, dapat
Mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, Danlatau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, Serta kelangsungan hidup
manusia dan mahluk hidup Lain.
4. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya Disebut Limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau Kegiatan yang mengandung B3.
5. Sampah yang Mengandung B3 adalah sampah yang Berasal dari rumah
tangga dan kawasan yang Mengandung B3.
6. Sampah yang Mengandung Limbah 83 adalah sampah Yang berasai dari
rumah tangga dan kawasan yang Mengandung Limbah B3.
7. Sampah yang Timbul Akibat Bencana adalah material Organik dan
anorganik yang bersifat padat yang timbul Akibat bencana alam, bencana
nonalam, atau bencana Sosial.
8. Puing Bongkaran Bangunan adalah puing yang berasal Dari kegiatan
membongkar atau merobohkan seluruh Atau sebagian bangunan gedung,
komponen, bahan Bangunan dan/atau prasarana dan sarananya.
9. Sampah yang Secara Teknologi Belum Dapat Diolah Adalah Sampah yang
penanganannya secara teknologi Belum tersedia di Indonesia.
10. Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik adalah Sampah yang timbul
dari kegiatan manusia yang Sewaktu-waktu dapat terjadi, volumenya besar
dan perlu Penanganan khusus.
11. Produsen adalah pelaku usaha yang memproduksi, Mengimpor,
mendistribusikan danf atau menjual barang Yang menggunakan kemasan
yang mengandung B3, atau Tidak dapat atau sulit terurai dengan proses
alam
Pasal 2
Ketentuan Umum
1) Sampah Spesifik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:
a. Sampah yang Mengandung B3

15
b. Sampah yang Mengandung Limbah B3
c. Sampah yang Timbul Akibat Bencana
d. Puing Bongkaran Bangunan
e. Sampah yang Secara Teknologi Belum Dapat Diolah
f. Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik.
2) Sampah Spesifik di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat diatur
dengan peraturan mentri

16
BAB II
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK
Bagian Kesatu
Umum
(1) Pemerintah Pusat, daerah provinsi, dan daerah Kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya Melakukan Pengelolaan Sampah Spesifik.
(2) Dalam pelaksanaan Pengelolaan Sampah Spesifik Sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pemerintah Pusat Melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap daerah Provinsi dan daerah kabupatenlkota sesuai dengan
Ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah Spesifik dilakukan melalui:
a. Pengurangan; dan/atau
b. Penanganan.
(2) Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Huruf a meliputi:
a. Pembatasan timbulan Sampah Spesifik;
b. Pendauran ulang Sampah Spesifik; dan/atau
c. Pemanfaatan kembali Sampah Spesifik.
Bagian Kedua
Paragraf 1
Penanganan Sampah yang Mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 21
Sampah yang Mengandung B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
berasai dari:
a. rumah tangga
b. kawasan komersial
c. kawasan industri
d. kawasan khusus
e. kawasan permukiman
f. fasilitas sosial
g. fasilitas umum
Pasal 14
Penanganan Sampah yang Mengandung B3 dilakukan dengan

17
Tahapan:
a. Pemilahan;
b. Pengumpulan;
c. Pengangkutan;
d. Pengolahan; dan
e. Pemrosesan akhir.
Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah yang Mengandung Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
Pasal 5
(1) Sampah yang Mengandung Limbah B3 sebagaimana Dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b berasal dari:
a. Rumah tangga;
b. Kawasan komersial;
c. Kawasan industri;
d. Kawasan khusus;
e. Kawasan permukiman;
f. Fasilitas sosial;
g. Fasilitas umum; dan
h. Fasilitas lainnya, tidak termasuk fasilitas pelayanan Kesehatan.

Bagian Keempat
Penanganan Sampah yang Timbul Akibat Bencana
Pasal 23
(1) Pemerintah Pusat, daerah provinsi dan daerah Kabupaten/kota menjadi
penanggung jawab dalam Pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat
Bencana.(21 Pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana
Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
Ketentuan:
a. Sampah yang Timbul Akibat Bencana skala nasional, Dikoordinasikan
oleh Menteri;
b. Sampah yang Tirnbul Akibat Bencana skala provinsi, Dikoordinasikan
oleh gubernur; dan
c. Sampah yang Timbul Akibat Bencana skala Kabupaten/kota,
dikoordinasikan oleh bupati/wali Kota.
(2) Dalam melakukan pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat, daerah provinsi
dan daerah Kabupaten/kota menyediakan sarana dan prasarana
Pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana secara Aman bagi
kesehatan dan lingkungan.

18
(3) Pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana Dilakukan setelah
penyelarnatan dan evakuasi korban Dan setelah penetapan status
selesainya darurat bencana Diterbitkan oleh Pemerintah Pusat atau instansi
yang Bertanggung jawab di bidang penanggulangan bencana Sesuai
dengan skala kebencanaan.

Bagian Kelima
Penanganan Puing Bongkaran Bangunan
Pasal 32
(1) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,Kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas umum, Fasilitas sosial dan
fasilitas lainnya wajib melakukan Penanganan Puing Bongkaran
Bangunan yang Dihasilkannya.
(2)Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud
Pada ayat (1) meliputi:
a. Bongkaran bangunan gedung;
b. Bongkaran prasarana taman dan tempat rekreasi;
c. Bongkaran prasarana perhubungan; dan/atau
d. Bongkaran prasarana pengairan.

Bagian Keenam
Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah yang Secara Teknologi Belum Dapat
Diolah
Pasal 40
Pemerintah Pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/ Kota bertanggung jawab
melakukan penanganarr Sampah Yang Secara Teknoiogi Belum Dapat Diolah.

Bagian Ketujuh
Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik
Pasal 42
(1) Pemerintah Pusat, daerah provinsi dan daerah Kabupaten/kota, pengelola
kawasan atau fasilitas, atau Setiap Orang wajib melakukan pengelolaan
Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik.
(2) Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik meliputi:
a. Sampah yang timbul dari kegiatan massal;
b. Sampah berukuran besar; dan
c. Sampah yang timbul di pesisir, laut dan perairan Daratan.

19
(3) Pengelolaan Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik Sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. Pengurangan; dan
b. Penanganan.

Paragraf 4
Penanganan Sampah yang Timbul di Pesisir, Laut dan Perairan Daratan
Pasal 57
(1) Pemerintah Pusat, daerah provinsi dan daerah Kabupaten/kota melakukan
pengelolaan Sampah yang Timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan.
(2) Pengelolaan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan Perairan daratan
dilakukan melalui penanganan Sampah.
(3) Penanganan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
kegiatan:
a. Pemilahan;
b. Pengumpulan;
c. Pengangkutan;
d. Pengolahan; dan/atau
e. Pemrosesan akhir.

20
BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 63
(1) Menteri melakukan pembinaan Pengolahan sampah Spesifik kepada
daerah provinsi.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Dilakukan melalui:
a. Pemberian norma, standar, prosedur, dan kriteria Pengelolaan
Sampah Spesifik;
b. Diseminasi peraturan perundang-undangan di bidang Pengelolaan
Sampah Spesifik;
c. Pendidikan dan pelatihan di bidang Pengelolaan Sampah Spesifik;
d. Fasilitasi penyelesaian perselisihan antar daerah;
e. Fasilitasi kerja sama Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, badan
usaha dan masyarakat dalam Pcnyelenggaraan sarana dan
prasarana Pengelolaan Sampah Spesifik; dan/atau
f. Fasilitasi bantuan teknis penyelenggaraan Pengembangan sarana
dan prasarana Pengelolaan Sampah Spesifik.
Bagian Kedua
Pasal 42
Pengawasan
1. Menteri melakukan pengawasan terhadap:
a. kinerja daerah provinsi dalam melakukan Pengelolaan sampah Spesifik
b. kebijakan Pengelolaan Sampah Spesifik yang diterbitkan oleh
pemerintah Daerah provinsi.
2. Gubernur melakukan pengawasan terhadap kinerja daerah kabupaten/kota
dalam melakukan Pengelolaan Sampah Spesifik.Pemerintah Pusat, daerah
provinsi dan daerah kabupaten/kota, pengelola kawasan atau fasilitas, atau
setiap orang wajib melakukan pengelolaan Sampah yang Timbul Secara
Tidak Periodik.

21
BAB IV
KOMPENSASI
Pasal 66
Pemberian kompensasi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah sebagai akibat
Pengelolaan Sampah Spesifik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan.

BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 67

Pembiayaan atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini bersumber dari:


anggaran pendapatan dan belanja negara
anggaran pendapatan dan belanja daerah
sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan

22
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik
Indonesia Nomor 03/Prt/M/2013 Tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan Dalam Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga

KELOMPOK A4 :

1. Nadiva Putri Rahmadani P27833321044


2. Naurah Firyal Abidah P27833321047
3. Nur Maulidah Dina R. P27833321050
4. Putri Dewi P27833321054

23
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-
hari dalam rumah tangga, yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sampah rumah tangga
yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

BAB II
PERENCANAAN UMUM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Perencanaan umum penyelenggaraan PSP meliputi:
a. rencana induk;
b. studi kelayakan; dan
c. perencanaan teknis dan manajemen persampahan.
(2) Perencanaan umum penyelenggaraan PSP untuk kota besar dan
metropolitan terdiri dari:
a. rencana induk; dan
b. studi kelayakan.
(3) Perencanaan umum penyelenggaraan PSP untuk kota sedang dan kecil
berupa perencanaan teknis dan manajemen persampahan
Bagian Kedua
Rencana Induk
Pasal 5
(1) Rencana induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
dapat berupa:
a. rencana induk di dalam satu wilayah administrasi kota;
b. rencana induk lintas kabupaten dan/atau kota; dan
c. rencana induk lintas provinsi.
Bagian Ketiga
Studi Kelayakan
Pasal 7
(1) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b
diperlukan untuk kegiatan penyediaan prasarana dan sarana persampahan
yang menggunakan teknologi pengolahan dan pemrosesan akhir berupa

24
proses biologi, termal atau teknologi lain dengan kapasitas lebih besar dari
100 ton/hari.
(2) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun
berdasarkan:
a. rencana induk penyelenggaraan PSP yang telah ditetapkan;
b. kelayakan teknis, ekonomi, dan keuangan; dan
c. kajian lingkungan, sosial, hukum dan kelembagaan.
(3) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh
pemerintah sesuai dengan kewenangannya dan/atau swasta.
Bagian Keempat
Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan
Pasal 12
(1) Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c antara lain memuat:
a. rencana daerah pelayanan;
b. tingkat pelayanan;
c. tahapan pelaksanaan; dan
d. rencana penyelenggaraan PSP yang telah memuat unsur-unsur
kelayakan teknis, ekonomi, keuangan, hukum, dan kelembagaan.
(2) Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun oleh pemerintah kabupaten/kota.
BAB III
PENANGANAN SAMPAH
Pasal 14
Penanganan sampah meliputi kegiatan:
a. pemilahan;
b. pengumpulan;
c. pengangkutan;
d. pengolahan; dan
e. pemrosesan akhir sampah.
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
8. Pemilahan adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan sampah
sesuai dengan jenis.
9. Pewadahan adalah kegiatan menampung sampah sementara dalam suatu
wadah individual atau komunal di tempat sumber sampah dengan
mempertimbangkan jenis-jenis sampah.
10. Pengumpulan adalah kegiatan mengambil dan memindahkan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah dengan prinsip 3R.

25
11. Pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari sumber atau tempat
penampungan sementara menuju tempat pengolahan sampah terpadu atau
tempat pemrosesan akhir dengan menggunakan kendaraan bermotor yang
didesain untuk mengangkut sampah.
17. Pemrosesan Akhir Sampah adalah proses pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sampah sebelumnya ke media lingkungan secara
aman.
Bagian Kesatu
Pemilahan
Pasal 15
(1) Pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dilakukan melalui
kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah
yang terdiri atas:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah
bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mudah terurai;
c. sampah yang dapat digunakan kembali;
d. sampah yang dapat didaur ulang; dan
e. sampah lainnya.
Bagian Kedua
Pengumpulan
Pasal 19
(1) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b tidak
boleh dicampur kembali setelah dilakukan pemilahan dan pewadahan.
(2) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pola:
a. individual langsung;
b. individual tidak langsung;
c. komunal langsung;
d. komunal tidak langsung;
e. penyapuan jalan.
(3) Pengumpulan atas jenis sampah yang dipilah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui:
a. pengaturan jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah dan
sumber sampah; dan
b. penyediaan sarana pengumpul sampah terpilah.

Bagian Ketiga
Pengangkutan Sampah
Pasal 23
(2) Operasional pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan:
a. pola pengangkutan;

26
b. sarana pengangkutan; dan
c. rute pengangkutan.
Pasal 24
Pola pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf
a terdiri atas:
a. pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan langsung dari sumber
menuju TPA dengan syarat sumber sampah lebih besar dari 300 liter/unit
serta topografi daerah pelayanan yang tidak memungkinkan penggunaan
gerobak; dan
b. pengumpulan sampah melalui sistem pemindahan di TPS dan/atau TPS
3R.
Pasal 25
(1) Sarana pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2) huruf b dapat berupa:
a. dump truck/tipper truck;
b. armroll truck;
c. compactor truck;
d. street sweeper vehicle; dan
e. trailer.
(2) Pemilihan sarana pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus mempertimbangkan:
a. umur teknis peralatan;
b. kondisi jalan daerah operasi;
c. jarak tempuh;
d. karakteristik sampah; dan
e. daya dukung fasilitas pemeliharaan.
Pasal 26
Rute pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf
c harus memperhatikan:
a. peraturan lalu lintas;
b. kondisi lalu lintas;
c. pekerja, ukuran dan tipe alat angkut;
d. timbulan sampah yang diangkut; dan
e. pola pengangkutan.
Bagian Keempat
Pengolahan Sampah
Pasal 28
(1) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d meliputi
kegiatan:

27
a. pemadatan;
b. pengomposan;
c. daur ulang materi; dan
d. mengubah sampah menjadi sumber energi.
Bagian Kelima
Pemrosesan Akhir Sampah
Pasal 33
(1) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e
dilakukan dengan menggunakan:
a. metode lahan urug terkendali;
b. metode lahan urug saniter; dan/atau
c. teknologi ramah lingkungan.
(2) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
di TPA, meliputi kegiatan:
a. penimbunan/pemadatan;
b. penutupan tanah;
c. pengolahan lindi; dan
d. penanganan gas.
BAB IV
PENYEDIAAN FASILITAS PENGOLAHAN DAN
PEMROSESAN AKHIR SAMPAH
Pasal 40 Penyediaan fasilitas pengolahan dan pemrosesan akhir sampah melalui
tahapan :
a. perencanaan teknik;
b. pelaksanaan pembangunan;
c. pengoperasian dan pemeliharaan; dan
d. pemantauan dan evaluasi.
BAB V
PENUTUPAN ATAU REHABILITASI TPA
Pasal 61
(1) Penutupan TPA dapat dilakukan jika memenuhi kriteria seperti:
a. TPA telah penuh dan tidak mungkin diperluas;
b. keberadaan TPA sudah tidak sesuai lagi dengan RTRW/RTRK
kota/kabupaten; dan/atau
c. dioperasikan dengan cara penimbunan terbuka
(2) Rehabilitasi TPA dapat dilakukan jika memenuhi kriteria seperti:
a. TPA telah menimbulkan masalah lingkungan;
b. TPA yang mengalami bencana tetapi masih layak secara teknis;
c. TPA dioperasikan dengan cara penimbunan terbuka.

28
d. pemerintah kota / kabupaten masih sulit mendapatkan calon lahan
pengembangan TPA baru;
e. kondisi TPA masih memungkinkan untuk direhabilitasi, baik melalui
proses penambangan kompos terlebih dahulu atau langsung digunakan
kembali;
f. TPA masih dapat dioperasikan dalam jangka waktu minimal 5 tahun
dan atau memiliki luas lebih dari 2 Ha;
g. lokasi TPA memenuhi ketentuan teknis pemilihan lokasi TPA;
h. peruntukan lahan TPA sesuai dengan rencana peruntukan kawasan
dan Rencana Tata Ruang Wilayah / Kota (RTRW / K); dan
i. kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar lokasi mendukung.
(3) Dalam hal menentukan TPA akan ditutup atau direhabilitasi didasarkan
atas hasil penilaian indeks risiko.
BAB VI
KOMPETENSI
Pasal 73
(1) Setiap orang yang bertugas melakukan kegiatan pengangkutan,
pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah wajib memiliki sertifikat
kompetensi.
(2) Sertifikat kompetensi teknis pengolahan dan pemrosesan akhir sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Menteri.
BAB VII
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 74
1) Dalam rangka mendukung penyelenggaraan PSP Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum melakukan :
a. penelitian dan pengembangan teknologi ramah lingkungan yang aplikatif
sesuai dengan kebijakan dan strategi nasional untuk mendukung kegiatan
penanganan sampah.
b. memfasilitasi pemerintah daerah dalam penelitian dan pengembangan
teknologi penanganan sampah yang ramah lingkungan melalui pemberian
advis teknik dan sosialisasi hasil Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum.
2) Dalam pelaksanaan pengembangan dan penerapan teknologi, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum melakukan koordinasi
antar lembaga litbang lainnya, perguruan tinggi, badan usaha dan/atau LSM
yang bergerak di bidang penanganan sampah.

29
BAB VIII
PERAN MASYARAKAT DAN SWASTA
Bagian Kesatu
Peran Masyarakat
Pasal 75
(1) Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan,
penyelenggaraan, dan pengawasan penyelenggaraan PSP yang dilaksanakan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pemberian laporan, usul, pertimbangan, dan/atau saran kepada
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
b. pemberian saran dan pendapat dalam perumusan kebijakan dan
strategi;
c. pelaksanaan kegiatan penanganan sampah yang dilakukan secara
mandiri dan/atau bermitra dengan pemerintah kabupaten/kota; dan/atau
d. pemberian pendidikan dan pelatihan, kampanye, dan pendampingan
oleh kelompok masyarakat kepada anggota masyarakat dalam
penanganan sampah untuk mengubah perilaku anggota masyarakat.

Bagian Kedua
Peran Swasta
Pasal 76
(1) Pemerintah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat
bermitra dengan swasta/badan usaha dalam penyelenggaraan PSP.
(2) Kemitraan dapat dilakukan pada tahap pengangkutan, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah pada sebagian atau seluruh wilayah pelayanan.
(3) Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 77
(1) Menteri melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan PSP.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pemberian norma, standar, prosedur, dan kriteria;

30
b. diseminasi peraturan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan
PSP;
c. pendidikan dan pelatihan di bidang penyelenggaraan PSP;
d. fasilitasi penyelesaian perselisihan antar daerah;
e. fasilitasi kerja sama pemerintah daerah, badan usaha dan masyarakat
dalam penyelenggaraan PSP; dan/atau
f. fasilitasi bantuan teknis penyelenggaraan PSP.
(3) Gubernur melakukan pembinaan kepada pemerintah kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan PSP melalui:
a. bantuan teknis;
b. bimbingan teknis;
c. diseminasi peraturan daerah di bidang penyelenggaraan PSP;
d. pendidikan dan pelatihan di bidang penyelenggaraan PSP; dan/atau
e. fasilitasi penyelesaian perselisihan penyelenggaraan PSP antar
kabupaten/kota.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 78
(1) Pengawasan, pengendalian dan evaluasi kinerja penyelenggaraan PSP tingkat
nasional dilakukan oleh Menteri.
(2) Pengawasan, pengendalian dan evaluasi kinerja penyelenggaraan PSP lintas
wilayah kabupaten/kota dilakukan oleh Gubernur.
(3) Pengawasan, pengendalian dan evaluasi kinerja penyelenggaraan PSP wilayah
kabupaten/kota dilakukan oleh Bupati/Walikota.
(4) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria.

31
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005
tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum yang Didalamnya juga Mengatur
Masalah Persampahan

KELOMPOK B1

1. M. Alfatih Dimas Rusadi (P27833321040)


2. Rezki Amalia Santoso (P27833321057)
3. Septia Dwi C. (P27833321062)
4. Widyanita Fitri Soeroso P. (P27833321066)

32
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Pasal 1
sampah adalah adalah limbah padat yang berasal dari lingkungan permukiman,
bukan bahan berbahaya dan beracun, yang dianggap tidak berguna lagi.
Bagian Ketiga Prasarana dan Sarana Persampahan
Pasal 19
(1) PS Persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) meliputi
proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan
pembuangan akhir, yang dilakukan secara terpadu.
(2) Pelayanan minimal PS Persampahan dilakukan melalui pengumpulan,
pemindahan dan pengangkutan sampah rumah tangga ke TPA secara berkala
minimal 2 (dua) kali seminggu.
(3) Setiap orang atau kelompok masyarakat dilarang membuang sampah ke
sumber air baku.
Pasal 20
(1) Proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan sampah dari
sumber sampai ke TPA dilakukan sesuai dengan pedoman yang berlaku dengan
memperhatikan sistem pelayanan persampahan yang sudah tersedia. (2)
Pengolahan sampah dilakukan dengan metode yang ramah lingkungan, terpadu,
dengan mempertimbangkan karakteristik sampah, keselamatan kerja dan kondisi
sosial masyarakat setempat.
Pasal 21
(1) Lokasi tempat pengumpulan dan pengolahan sampah serta TPA, wajib
memperhatikan:
a. jarak dengan sumber air baku;
b. hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan;
c. rencana tata ruang;
d. daya dukung lingkungan dan kondisi hidrogeologi daerahnya; serta;
e. kondisi sosial budaya masyarakat.
(2) Dalam rangka perlindungan air baku, TPA sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
a. wajib dilengkapi dengan zona penyangga;
b. menggunakan metode lahan urug terkendali untuk kota sedang dan kecil;
dan
c. menggunakan metode lahan urug saniter untuk kota besar dan
metropolitan.
(3) Pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate yang dibuang ke sumber air
baku dan/atau tempat terbuka wajib dilakukan secara berkala oleh instansi yang
berwenang.
Pasal 22

33
Proses pengolahan air limbah dan sampah wajib dilakukan sesuai dengan standar
teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri dengan memperhatikan saran
dan pertimbangan dari menteri terkait.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor


97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Dan Strategi
Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

KELOMPOK B2

1. Muhammad Satria R. N. (P27833321043)


2. Robbicha Vedha Santi (P27833321058)
3. Siti Naimah (P27833321063)
4. Wulan Retno Widyanti (P27833321067)

34
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga ini diterbitkan pada tanggal 23 Oktober
2017, menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga, Pasal 6 yang menyatakan bahwa kebijakan dan strategi nasional dalam
pengelolaan sampah ditetapkan dalam Peraturan Presiden. Dalam Perpres
tersebut, Pemerintah menetapkan target pengelolaan sampah yang ingin dicapai
adalah 100% sampah terkelola dengan baik dan benar pada tahun 2025 (Indonesia
Bersih Sampah). Target ini diukur melalui pengurangan sampah sebesar 30%, dan
penanganan sampah sebesar 70%.
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari hari
dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik yang berasal
dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,
fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang selanjutnya disebut Jakstranas
adalah arah kebljakan dan strategi dalam pengurangan dan penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga tingkat nasional
yang padu dan berkelanjutan.

BAB II
Arah Jaktranas (Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga)
Pasal 2
Jakstranas memuat:
a. Arah kebijakan pengurangan dan penanganan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
b. Strategi, program, dan target pengurangan dan penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Pasal 3
1) Arah kebijakan pengurangan dan penanganan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat 11 huruf a meliputi peningkatan kinerja di bidang:
a. Pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga.

35
b. Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga.
2) Pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a dilakukan melalui:
a. Pembatasan iimbulan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga
b. Pendauran ulang Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga
c. Pemanfaatan kembali Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga.
3) Penanganan Sampah Rumah Tansga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui:
a. Pemilahan
b. Pengumpulan
c. Pengangkutan
d. Pengolahan
e. Pemprosesan akhir
Pasal 4
1) Strategi pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (l) huruf b
meliputi:
a. Penyusunan nortna, standar, prosedur, dan kriteria dalam pengurangan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
b. Penguatan koordinasi dan keq'a sa la antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
c. Penguatan komitrnen lembaga eksekutif dan legislatif di pusat dan daerah
dalam penyediaan anggaran pengurangan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah TangStrategi penanganan
2) Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayatlll huruf b meliputi:
a. Penyusunan norna, standar, prosedur, dan kriteria
b. Penguatan koordinasi dan kerja sama antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
c. Penguatan komitmen lembaga eksekutif dan legislatif di pusat dan daerah
dalam penyediaan anggaran penanganan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Pasal 5
Target pengurangan dan penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b
metputi:
a. Pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga sebesar 30% (tiga puluh persen) dari angka timbulan Sampah Rumah

36
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga sebelum adanya kebijakan
dan strategi nasional pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangsa di tahun 2O25
b. Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari angka timbulan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga sebelum adanya kebiiakan dan
strategi nasional penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga di tahun 2025
BAB III
Penyelenggaran Jaktranas (Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga)
Pasal 7
1) Jakstranas sejalan dengan rencana pembangunan jangka panjang nasional dan
rencana pembangunan jangka menengah nasional.
Pasal 8
Dalam penyelenggaraan Jakstranas, menteri dan/atau kepala lembag pemerintah
nonkementerian sesuai dengan kewenangannya bertugas untuk:
a. melaksanakan Jakstranas;
b. melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Jakstranas;
c. menyampaikan hasil Menteri paling sedikit dan pelaksanaan Jakstranas
kePada 1 (satu) kali dalam I (satu) tahun;
d. memberikan pendampingan kepada gubernur dalam penyusunan Jakstrada
provinsi dan kepada bupati/ wali kota dalam penyusunan Jakstrada kabupaten/
kota
Pasal 14
(3) Capaian pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga diukur dengan indikator:
a. besaran penurunan jumlah timbulan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga per kapita;
b. besaran peningkatan jumlah Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga terdaur ulang di Sumber Sampah; dan
c. besaran peningkatan jumlah Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga termanfaatkan kembali di Sumber Sampah
(4) Capaian penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga diukur dengan indikator:
a. besaran peningkatan jumlah Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga yang terpilah di Sumber Sampah;
b. besaran penurunan jumlah Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga yang diangkut ke tempat pemrosesan akhir;

37
c. besaran peningkatan jumlah Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga yang diangkut ke pusat pengolahan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga untuk
menjadi bahan baku dan/atau sumber energi;
d. besaran peningkatan jumlah Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga yang terolah menjadi bahan baku;
e. besaran peningkatan jumlah Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga yang termanfaatkan menjadi sumber energi; dan
f. besaran penurunan jumlah Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga yang terproses di tempat pemrosesan akhir

38
Pembahasan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020
Tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah

KELOMPOK B3
1. Nuriskyannisa Zafaron (P27833321052)
2. Rosa Anggraini Ayu Aranais (P27833321059)
3. Satria Rendra Prasetya (P27833321061)
4. Syela Wahyu Agustin A. H. (P27833321064)

39
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Limbah Medis adalah hasil buangan dari aktifitas medis pelayanan
kesehatan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis
Wilayah adalah upaya pengelolaan limbah Medis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang seluruh tahapannya dilakukan di suatu wilayah sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan daerah.
4. Pengelola Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya
disebut Pengelola adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
melakukan pengelolaan Limbah Medis di luar Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
7. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.

BAB II
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS WILAYAH
Pasal 2
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melaksanakan pengelolaan Limbah
Medis.
Pasal 3
(1) Dalam rangka meminimalkan risiko pencemaran lingkungan dan dampak
kesehatan, penyalahgunaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan
mengoptimalkan pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan di
suatu wilayah, diselenggarakan Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Berbasis Wilayah.

(2) Dalam penyelenggaraan Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Berbasis Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah

40
Daerah memfasilitasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak mampu mengelola
limbah medisnya sendiri melalui penyediaan Pengelola.

(3) Penyediaan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
melalui pembentukan unit pelaksana teknis daerah, badan usaha milik daerah,
dan/atau bekerja sama dengan pihak swasta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 4
Dalam penyelenggaraan Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Berbasis Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pemerintah
Daerah terlebih dahulu melakukan studi kelayakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 5
Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah
dilakukan melalui pengelolaan Limbah Medis secara:
a) Internal; dan
b) Eksternal.
Pasal 6
(1) Pengelolaan Limbah Medis secara internal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a meliputi tahapan:
a) Pengurangan dan pemilahan;
b) Pengangkutan internal;
c) Penyimpanan sementara; dan
d) Pengolahan internal.
(2) Pengelolaan Limbah Medis secara internal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan dapat difasilitasi oleh
Pemerintah Daerah.
(3) Pengurangan dan pemilahan sebagaimana dimaksud Pada ayat (1) huruf a
dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan.
(4) Pengangkutan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Huruf b
dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan menggunakan alat angkut
tertutup beroda Menuju tempat penyimpanan sementara limbah bahan
berbahaya dan beracun.
(5) Penyimpanan sementara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf c
dilakukan pada tempat penyimpanan Sementara limbah bahan berbahaya dan
beracun yang Memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-
undangan.
(6) Pengolahan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Huruf d
dilaksanakan dengan metode non insenerasi Terhadap Limbah Medis tertentu
dengan cara mengubah Bentuk dari bentuk semula sehingga tidak
disalahgunakan.

41
Pasal 7
(1) Pengelolaan Limbah Medis secara eksternal sebagaimana Dimaksud dalam
Pasal 5 huruf b dilakukan oleh Pengelola melalui tahapan:
a. Pengangkutan eksternal;
b. Pengumpulan;
c. Pengolahan; dan
d. Penimbunan.
(2) Pengangkutan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan:
a. Dari tempat penyimpanan sementara limbah bahan Berbahaya dan
beracun di Fasilitas Pelayanan Kesehatan ke tempat pengumpulan; atau
b. Dari tempat penyimpanan sementara limbah bahan Berbahaya dan
beracun di Fasilitas PelayananKesehatan ke tempat pengolahan akhir.
(3) Pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Huruf b dilakukan pada
tempat pengumpulan yang Memiliki izin pengumpul sesuai dengan ketentuan
Peraturan perundang-undangan.
(4) Tempat pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dapat disediakan
oleh Pemerintah Daerah.
(5) Pengolahan dan penimbunan sebagaimana dimaksud Pada ayat (1) huruf c dan
huruf d dilakukan sesuai Dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8
Pelaksanaan pengelolaan Limbah perundang-undangan dimaksud dalam Pasal 6
dan Pasal 7 mengacu pada Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah yang tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III
SUMBER DAYA
Pasal 9
Dalam penyelenggaraan Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Berbasis Wilayah diperlukan dukungan Sumber daya yang paling
sedikit berupa:

a. Lahan untuk lokasi pengelolaan sesuai dengan ketentuan Tata


ruang;
b. Sarana dan prasarana dalam pengelolaan Limbah Medis Fasilitas
Pelayanan Kesehatan;
c. Sumber daya manusia yang memiliki pengalaman dan Kompetensi
dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun; dan
d. Pendanaan.

42
Pasal 10
Pendanaan Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis
Wilayah bersumber dari anggaran Pendapatan dan belanja negara, anggaran
pendapatan dan Belanja daerah, swasta/masyarakat, dan sumber lain yang Sah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-Undangan.
Pasal 11
Jenis sumber daya yang dibutuhkan dalam Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah mengacu pada Pedoman Pengelolaan
Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah yang Tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak Terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
BAB IV
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH PUSAT
DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 12
Dalam penyelenggaraan Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Berbasis Wilayah, Pemerintah Pusat Bertanggung jawab:

a. Menyusun kebijakan nasional dan norma, standar,Pedoman, dan kriteria di


bidang pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
b. Sosialisasi dan advokasi kepada Pemerintah Daerah, Lintas sektor, dan
pemangku kepentingan terkait;
c. Melakukan peningkatan kapasitas petugas yang Bertanggung jawab dalam
pengelolaan Limbah Medis;Dan
d. Monitoring dan evaluasi serta pembinaan teknis.
Pasal 13
Dalam penyelenggaraan Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Berbasis Wilayah, Pemerintah Daerah Bertanggung jawab:
a. Menyediakan lahan untuk pelaksanaan Pengelolaan Limbah Medis
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah;
b. Membentuk badan usaha atau bekerjasama dengan Pihak swasta untuk
menyelenggarakan Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Berbasis Wilayah;
c. Menyusun kebijakan daerah di bidang pengelolaan Limbah Medis Fasilitas
Pelayanan Kesehatan;
d. Sosialisasi dan advokasi kepada lintas sektor dan Pemangku kepentingan
terkait;
e. Melakukan peningkatan kapasitas petugas yang Bertanggung jawab dalam
pengelolaan Limbah Medis; Dan
f. Monitoring dan evaluasi serta pembinaan teknis.

BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN

43
Pasal 14

(1) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan penghasil teknis Medis wajib melakukan
pencatatan dan pelaporan terkait Limbah Medis yang dikelola secara internal.
(2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. Jenis limbah,
b. Manifest limbah;
c. Sumber limbah;
d. Jumlah limbah; dan
e. Kegiatan pengelolaan.
(3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib
disampaikan secara berjenjang kepada Kepala dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, kepala Dinas kesehatan daerah provinsi, dan Menteri
(4) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) disampaikan
secara berkala setiap bulan.
(5) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat
dilakukan secara elektronik.
Pasal 15
(1) Setiap Pengelola wajib melakukan pencatatan dan Pelaporan terkait
pengelolaan Limbah Medis secara Eksternal di wilayahnya.
(2) Pencatatan dan pelaporan yang dimaksud sebagaimana Pada ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. Nama dan jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Penghasil Limbah Medis;
b. Nomor manifest limbah;
c. Jenis dan jumlah limbah; dan
d. Jenis-jenis pengolahan limbah.

(3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib
disampaikan kepada kepala dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota dan
kepala dinas Lingkungan hidup daerah kabupaten/kota, kepala dinas
Kesehatan daerah provinsi dan kepala dinas lingkungan Hidup daerah
provinsi, serta Menteri dan menteri yang Menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(4) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) disampaikan
secara berkala setiap bulan.
(5) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat
dilakukan secara elektronik.
(6) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) merupakan
bagian dari surveilans pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
BAB VI

44
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 16

(1) Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang


perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup, gubernur, bupati/walikota
melakukan Pembinaan dan pengawasan Pengelolaan Limbah MedisFasilitas
Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah sesuai Dengan kewenangan masing-
masing
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud Pada ayat (1) dilakukan
melalui:
a. Sosialisasi dan advokasi;
b. Monitoring dan evaluasi; dan/atau
c. Bimbingan teknis dan pelatihan.
Pasal 17
(1) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimakpelatihan Pasal 16 ayat (2) huruf
b dilakukan untuk menilai Ketaatan proses Pengelolaan Limbah Medis
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah baik secara Internal maupun
eksternal.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) menggunakan
instrumen yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

45
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2022 Tentang Sistem Informasi Pengelolaan
Sampah Nasional

KELOMPOK B4 :
1. Rahma Medina (P27833321055)
2. Rahmat Wildan Firdaus (P27833321056)
3. Tifani Eka Anggraini(P27833321065)
4. Yesa Nabila Marsitoh (P27833321068)

46
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.

2.Sampah Rumah Tangga adalah Sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam
rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

3.Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah Sampah Rumah Tangga yang berasal
dari Kawasan komersial, Kawasan industri, Kawasan khusus, fasilitas sosial, Fasilitas
umum, dan/atau fasilitas lainnya.

4.Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis, Menyeluruh, dan


berkesinambungan yang meliputi Pengurangan dan penanganan Sampah.

5.Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional yang selanjutnya disingkat SIPSN


adalah suatu sistem jejaring yang mengelola data yang bersumber dari beberapa data
dasar yang terintegrasi menjadi sebuah kumpulan Informasi Pengelolaan Sampah.

6.Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga yang selanjutnya disebut Jakstrada adalah arah
Kebijakan dan strategi dalam pengurangan dan Penanganan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga tingkat daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota yang terpadu dan berkelanjutan.

7.Interoperabilitas Informasi adalah kemampuan informasi Dengan karakteristik yang


berbeda untuk berbagi pakai Sistem elektronik secara terintegrasi.

8.Orang adalah orang perseorangan, sekelompok orang, dan/atau badan hukum.

9.Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang


perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup.

10. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur Penyelenggara


pemerintahan daerah yang memimpin Pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
Kewenangan daerah otonom.

47
11. Direktur Jenderal adalah pejabat pimpinan tinggi madya Yang bertanggung jawab di
bidang Pengelolaan Sampah.

Pasal 2

1. Menteri membangun SIPSN yang berisi informasi


Mengenai:

a.sumber Sampah;

b.timbulan Sampah;

c.komposisi Sampah;

d.karakteristik Sampah;

e.fasilitas Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga; dan

f.Informasi lain terkait Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga Yang diperlukan dalam rangka Pengelolaan Sampah.

2. Informasi Sebagaimana Dimaksud pada ayat Disediakan oleh Pemerintah Daerah


provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan
penyelenggaraan Pengelolaan Sampah.
3. Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan dengan
cara:
a.langsung, melalui SIPSN; atau

b.Interoperabilitas Informasi.

4. Penyediaan informasi secara Interoperabilitas Informasi


Sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat Dilakukan oleh Pemerintah Daerah
provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang telah memiliki Sistem informasi
Pengelolaan Sampah yang memuat Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

5. Dalam melakukan penyediaan informasi sebagaimana


Dimaksud pada ayat (3) gubernur dan bupati/wali kota menugaskan kepala dinas yang
bertanggung jawab di Bidang Pengelolaan Sampah.

Pasal 3

1. ntuk dapat melakukan penyediaan informasi melalui SIPSN, Direktur Jenderal


mengajukan permintaan Informasi kepada kepala dinas sebagaimana dimaksud
Dalam Pasal 2 ayat (4) sebagai dasar penerbitan akun SIPSN atau hak akses
Interoperabilitas Informasi.
2. Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri Atas:
a.untuk akun SIPSN, meliputi:

1. Wali data;

2. Operator;

48
3.Nomor kontak; dan 4. Alamat surat elektronik. Atau

b.untuk hak akses Interoperabilitas Informasi, meliputi:

1.wali data;

2.Operator;

3.Nomor kontak;

4.Alamat surat elektronik; dan

5.Pernyataan yang menerangkan:

a. informasi konsisten dalam sintak/bentuk, struktur/skema/komposisi penyajian, dan


semantik/artikulasi keterbacaan; dan

b. disimpan dalam format terbuka yang dapat dibaca sistem elektronik.

Pasal 4

1. Wali data dan operator yang telah memiliki akun SIPSN Atau hak akses
Interoperabilitas Informasi harus mengisi Informasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) Paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun dengan
Ketentuan:
a. Periode pertama, berisi informasi dari bulan Januari Sampai dengan
bulan Juni; dan
b. periode kedua, berisi informasi dari bulan Juli sampai dengan bulan
Desember.
2. Selain mengisi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wali data
dan operator juga mengisi akumulasi informasi dari bulan Januari sampai
dengan bulan Desember.
Pasal 5

Tata cara penggunaan SIPSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian Tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 6

Menteri menggunakan informasi dalam SIPSN untuk Penyediaan informasi publik dan
pengembangan kebijakan di Bidang Pengelolaan Sampah.

Pasal 7

Peraturan Menteri Ini mulai Berlaku Pada tanggal diundangkan Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

49

Anda mungkin juga menyukai