Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK SEJARAH INDONESIA

BIOGRAFI BJ.HABIBIE

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 4 :


1. ARNINDITHA SILVIA HELAMIDA CIPTA (04)
2. AULIA MUSTIKA DEWI (06)
3. DIMAS FEBRIAN ARYA SAPUTRA (10)
4. IBNU RIZKI AMALIA (17)
5. KURNIA SIWI UTAMI (20)
6. SEPTIANI DHITI RISMA W (30)
SMAN 1 KARANGJATI
2022/2023

BIOGRAFI BJ.HABIBIE

Bapak Teknologi dan Demokrasi Indonesia

Masa Muda

Prof. DR (HC), Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin


Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie
(73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi
Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi
Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2
bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie
merupakan "blaster" antara orang Jawa [ibunya]
dengan orang Makasar/Pare-Pare (ayahnya]

Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin
Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule-
Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda
menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.

Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah
Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering
dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti
bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di
Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom Ingenenieur atau diplomu teknik (catatan
diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan
predikat summa cum laude.

Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun
Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja
untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang
Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang

Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor
Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.
Karir di Industri

Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi
keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-
Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada
Analisis Struktur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi
pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja dan
kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur
Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk
Dewan Direktur MBB (1978). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki
jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.

Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam
desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi "permata" di negeri Jerman dan iapun
mendapat "kedudukan terhormat", baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang
Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman. Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan
sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi
dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti
"Habibie Factor", "Habibie Theorem" dan "Habibie Method".

Kembali ke Indonesia

Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri
pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas
rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM)
insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat produk industri
dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim
Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia. BJ
Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini
dilakukan BJ Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974
di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Lapun diangkat menjadi penasihat pemerintah
(langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga
tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974 1978, Habibie masih sering pulang pergi ke
Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.

Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan


Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat
menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat
sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Ketika menjadi Menristek, Habibie mengimplementasikan visinya yakni membawa Indonesia
menjadi negara industri berteknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam strategi
pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara industri maju. Visinya yang
langsung membawa Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai
pihak, baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang
dimulai dari fokus investasi di bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki keyakinan kokoh
akan visinya, dan ada satu "quote" yang terkenal dari Habibie yakni:

"I have some figures which compare the cost of one kilo of airplane compared to one kilo of rice.
One kilo of airplane costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents. And if
you want to pay for your one kilo of high-tech products with a kilo of rice. I don't think we have
enough." (Sumber: BBC BJ Habibie Profile -1998)

Kalimat diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat dengan lawan politiknya. Habibie
ingin menjelaskan mengapa industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia membandingkan
harga produk dari industri high-tech (teknologi tinggi) dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan
data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD
0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi dengan membuat
1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh beras 4,5 juta ton beras.

Pola pikir Pak Habibie disambut dengan baik oleh Pak Harto. Pres. Soeharto pun bersedia
menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan
pada tahun 1989, Suharto memberikan "kekuasan" lebih pada Habibie dengan memberikan
kepercayaan Habibie untuk memimpin industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT
IPTN.

Habibie menjadi RI-1

Secara materi. Habibie sudah sangat mapan ketika ia bekerja di perusahaan MBB Jerman. Selain
mapan. Habibie memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice President sekaligus Senior
Advicer di perusahaan high-tech Jerman. Sehingga Habibie terjun ke pemerintahan bukan
karena mencari uang ataupun kekuasaan semata, tapi lebih pada perasaan "terima kasih"
kepada negara dan bangsa Indonesia dan juga kepada kedua orang tuanya. Sikap serupa pun
ditunjukkan oleh Kwik Kian Gie, yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur dahulu, lalu
Kwik pensiun dari bisnisnya dan baru terjun ke dunia politik. Bukan sebaliknya, yang banyak
dilakukan oleh para politisi saat ini yang menjadi politisi demi mencari kekayaan/popularitas
sehingga tidak heran praktik korupsi menjamur.

Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia. Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar Profesor
Teknik dari ITB. Selama 20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998,
Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis
ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun bebas
dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar negeri jatuh tempo
sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang
mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi
dimana-mana.

Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan sistem orde baru yang sarat
Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto (pejabat. politisi,
konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto tergolong otoriter, yang menangkap aktivis
dan mahasiswa vokal.

Dipicu penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti) pada 12 Mei 1998, meletuslah
kemarahan masyarakat terutama kalangan aktivis dan mahasiswa pada pemerintah Orba.
Pergerakan mahasiswa, aktivis, dan segenap masyarakat pada 12-14 Mei 1998 menjadi
momentum pergantian rezim Orde Baru pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei 1998, Presiden
Soeharto terpaksa mundur dari jabatan Presiden yang dipegangnya selama lebih kurang 32
tahun. Selama 32 tahun itulah, pemerintahan otoriter dan sarat KKN tumbuh sumbur. Selama
32 tahun itu pula, banyak kebenaran yang dibungkam. Mulai dari pergantian Pemerintah
Soekarno (dan pengasingan Pres Soekarno), G30S-PKI, Supersemar, hingga dugaan konspirasi
Soeharto dengan pihak Amerika dan sekutunya yang mengeruk sumber kekayaan alam oleh
kaum-kaum kapitalis dibawah bendera korpotokrasi (termasuk CIA, Bank Duni, IMF dan
konglomerasi).

Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni BJ Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3
berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan
selama 512 hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa
bangsa Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin
negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan transisi dari negara otorian
menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai), sukses
membawa perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.

Habibie merupakan presiden RI pertama yang menerima banyak penghargaan terutama di


bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam bidang teknologi
pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris
Causa) dari berbagaai Universitas terkemuka dunia. antara lain Cranfield Institute of Technology
dan Chungbuk University.

Catatan-Catatan Istimewa BJ Habibie

Habibie Bertemu Soeharto

"Laksanakan saja tugasmu dengan baik, saya doakan agar Habibie selalu dilindungi Allah SWT
dalam melaksanakan tugas. Kita nanti bertemu secara bathin saja", lanjut Pak Harto menolak
bertemu dengan Habibie pada pembicaraan via telepon pada 9 Juni 1998.

(Habibie: Detik-Detik yang Menentukan. Halaman 293)


Salah satu pertanyaan umum dan masih banyak orang tidak mengetahui adalah bagaimana
Habibie yang tinggal di Pulau Celebes bisa bertemu dan akrab dengan Soeharto yang
menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Pulau Jawa?

Pertemuan pertama kali Habibie dengan Soeharto terjadi pada tahun 1950 ketika Habibie
berumur 14 tahun. Pada saat itu. Soeharto (Letnan Kolonel) datang ke Makasar dalam rangka
memerangi pemberontakan/separatis di Indonesia Timur pada masa pemerintah Sockarno.
Letkol Soeharto tinggal berseberangan dengan rumah keluarga Alwi Abdul Jalil Habibie. Karena
ibunda Habibie merupakan orang Jawa, maka Soeharto pun (orang Jawa) diterima sangat baik
oleh keluarga Habibie. Bahkan, Socharto turut hadir ketika ayahanda Habibie meninggal. Selain
itu, Socharto pun menjadi "mak comblang" pernikahan adik Habibie dengan anak buah
(prajurit) Letkol Soeharto. Kedekatan Soeharto-Habibie terus berlanjut meskipun Socharto telah
kembali ke Pulau Jawa setelah berhasil memberantas pemberontakan di Indonesia Timur.

Setelah Habibie menyelesaikan studi (sekitar 10 tahun) dan bekerja selama hampir selama 9
tahun (total 19 tahun di Jerman), akhirnya Habibie dipanggil pulang ke tanah air oleh Pak Harto.
Meskipun ia tidak mendapat beasiswa studi ke Jerman dari pemerintah, pak Habibie tetap
bersedia pulang untuk mengabdi kepada negara, terlebih permintaan tersebut berasal dari Pak
Harto yang notabene adalah seorang guru bagi Habibie. Habibie pun memutuskan kembali ke
Indonesia untuk memberi ilmu kepada rakyat Indonesia, kembali untuk membangun industri
teknologi tinggi di

nusantara. Bersama Ibnu Sutowo, Habibie kembali ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden
Socharto pada tanggal 28 Januari 1974. Habibie mengusulkan beberapa gagasan pembangunan
seperti berikut:

• Gagasan pembangunan industri pesawat terbang nusantara sebagai ujung tombak industri
strategis

• Gagasan pembentukan Pusat Penelitan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Puspitek)

• Gagasan mengenai Badan Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknologi (BPPT) Gagasan-gagasan
awal Habibie menjadi masukan bagi Soeharto, dan mulai terwujud ketika Habibie menjabat
sebagai Menristek periode 1978-1998.

Namun, dimasa tuanya, hubungan Habibic-Socharto tampaknya retak. Hal ini dikarenakan
berbagai kebijakan Habibie yang disinyalir "mempermalukan" Pak Harto. Pemecatan Letjen
(Purn) Prabowo Subianto dari jabatan Kostrad karena memobilisasi pasukan kostrad menuju
Jakarta (Istana dan Kuningan) tanpa koordinasi atasan merupakan salah satu kebijakan yang
menyakitkan' pak Harto. Padahal Prabowo merupakan menantu kesayangan Pak Harto yang
telah dididik dan dibina menjadi penerus Soeharto. Pemeriksaan Tommy Soeharto sebagai
tersangka korupsi turut membuat Pak Harto 'gerah dengan kebijakan pemerintahan BJ Habibe,
terlebih dalam beberapa kali kesempatan di media massa, BJ Habibie memberi lampu hijau
untuk memeriksa Pak Harto. Padahal Tommy Soeharto merupakan putra "emas' Pak Harto. Dan
sekian banyak kebijakan berlawanan dengan pemerintah Soeharto dibidang pers, politik,
hukum hingga pembebasan tanpa syarat tahanan politik Soeharto seperti Sri Bintang
Pamungkas dan Mukhtar Pakpahan.

Habibie : Bapak Teknologi Indonesia

Pemikiran-pemikiran Habibie yang "high-tech" mendapat "hati" pak Harto. Bisa dikatakan
bahwa Soeharto mengagumi pemikiran Habibie, sehingga pemikirannya dengan mudah
disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju menganggarkan "dana ekstra" untuk
mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses serta kedekatan Soeharto-Habibie dianggap
oleh berbagai pihak sebagai bentuk kolusi Habibic Socharto. Apalagi, beberapa pihak tidak
setuju dengan pola pikir Habibie mengingat pemerintah Socharto mau menghabiskan dana
yang besar untuk pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran Habibie.

Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi
industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara (catatan: Nurtanio meruapakan
Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian
berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985,
kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000. Perlakuan
istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL dan PT PINDAD.

Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap tahun pemerintah Soeharto


menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk mengembangkan industri teknologi tinggi.
Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989 dimana Habibie
memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki alasan logis yakni untuk
memulai industri berteknologi tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar dengan jangka
waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh
10 tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena itu, selama bertahun-
tahun industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan akibatnya negara terus
membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang cukup besar.

Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil
seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan
(maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan
kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak lagi baik untuk
keperluan sipil maupun militer.

Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi
pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport). Hansa Jet 320 (jet
eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan
lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire).
Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain
Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.
Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak teknologi
Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis ala Habibie. Karena kita
tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada Soeharto agar tidak memberikan
dana operasi kepada IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini
dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri (catatan tahun 1970-an Indonesia
merupakan negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan militer
sendiri. Hal ini didukung dengan 40 Orang tenaga ahli Indonesia yang memiliki pengalaman
kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia untuk
mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal ini terwujud, maka ini akan
mengancam industri teknologi Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran
kemampuan teknologi tinggi dan militer Indonesia

Anda mungkin juga menyukai