Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta
dari kehidupan seseorang dan peran pentingnya sementara biografi yang panjang
meliputi, tentunya, informasi-informasi penting namun dikisahkan dengan lebih
mendetail.
Biografi menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup
seseorang. Lewat biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari
tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan
mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita
tentang kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak terkenal, namun demikian,
biografi tentang orang biasa akan menceritakan mengenai satu atau lebih tempat
atau masa tertentu. Biografi seringkali bercerita mengenai seorang tokoh sejarah,
namun tak jarang juga tentang orang yang masih hidup. Banyak biografi ditulis
secara kronologis.

Biografi adalah suatu kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang


yang bersumber pada subjek rekaan (non-fiction / kisah nyata). Sebuah biografi
lebih kompleks daripada sekadar daftar tanggal lahir atau mati dan data-data
pekerjaan seseorang,tetapi juga menceritakan tentang perasaan yang terlibat dalam
mengalami kejadian-kejadian tersebut yang menonjolkan perbedaan perwatakan
termasuk pengalaman pribadi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana kehidupan BJ Habibie sebelum dan sampai diangkat menjadi
Presiden Indonesia?

1.3 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

Makalah ini kami buat dengan maksud supaya kita bersama-sama memahami
kehidupan BJ Habibie. Tujuan makalah ini kami buat yaitu supaya kita dapat
meneladani sikap-sikap BJ Habibie selama hidupnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi BJ Habibie
2.1.1 Masa Muda
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal
sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan)
kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4
tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster”
antara orang Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare [ayahnya].
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi
pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia
kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke
Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955. Dengan dibiayai
oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10
tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.
Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di
luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya
yang melakukan usaha catering dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi
suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi
Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya
Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan :
diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di
negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-
nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di
Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya
rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat
Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar
Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.

2.1.2 Karir di Industri


Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja
untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie
bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969
sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat
Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada
industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja
dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice
President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi
Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah
menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di
perusahaan pesawat terbang Jerman ini.

2
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang,
terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi
“permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan terhormat”, baik
secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB
Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk
ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan
Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang
seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.

2.1.3 Kembali ke Indonesia


Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang sejumlah insinyur untuk
bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia
akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan
untuk mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk
suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat produk industri dirgantara (dan
kemudian maritim dan darat). Dan ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu
Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke
Indonesia, BJ Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan
prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi sumbangsih
ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie
pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung
dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi
hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih
sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan
Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di
Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978
hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan
Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai
Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Ketika menjadi Menristek, Habibie mengimplementasikan visinya yakni
membawa Indonesia menjadi negara industri berteknologi tinggi. Ia mendorong
adanya lompatan dalam strategi pembangunan yakni melompat dari agraris
langsung menuju negara industri maju. Visinya yang langsung membawa
Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak,
baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap
yang dimulai dari fokus investasi di bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki
keyakinan kokoh akan visinya, dan ada satu “quote” yang terkenal dari Habibie
yakni :

“I have some figures which compare the cost of one kilo of airplane compared
to one kilo of rice. One kilo of airplane costs thirty thousand US dollars and one
kilo of rice is seven cents. And if you want to pay for your one kilo of high-tech
products with a kilo of rice, I don’t think we have enough.”

3
Kalimat diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat dengan lawan
politiknya. Habibie ingin menjelaskan mengapa industri berteknologi itu sangat
penting. Dan ia membandingkan harga produk dari industri high-tech (teknologi
tinggi) dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat
terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD 0,07). Artinya 1 kg
pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi dengan membuat 1
buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh beras 4,5 juta ton beras.
Pola pikir Pak Habibie disambut dengan baik oleh Pak Harto.Pres. Soeharto pun
bersedia menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek
teknologi Habibie. Dan pada tahun 1989, Suharto memberikan “kekuasan” lebih
pada Habibie dengan memberikan kepercayaan Habibie untuk memimpin
industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT IPTN.

2.1.4 Habibie menjadi RI-1


Secara materi, Habibie sudah sangat mapan ketika ia bekerja di perusahaan
MBB Jerman. Selain mapan, Habibie memiliki jabatan yang sangat strategis
yakni Vice President sekaligus Senior Advicer di perusahaan high-tech Jerman.
Sehingga Habibie terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang ataupun
kekuasaan semata, tapi lebih pada perasaan “terima kasih” kepada negara dan
bangsa Indonesia dan juga kepada kedua orang tuanya. Sikap serupa pun
ditunjukkan oleh Kwik Kian Gie, yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur
dahulu, lalu Kwik pensiun dari bisnisnya dan baru terjun ke dunia politik. Bukan
sebaliknya, yang banyak dilakukan oleh para politisi saat ini yang menjadi
politisi demi mencari kekayaan/popularitas sehingga tidak heran praktik korupsi
menjamur.
Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia 41 tahun)
mendapat gelar Profesor Teknik dari ITB. Selama 20 tahun menjadi Menristek,
akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI
ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi (krismon)
melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari
Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar negeri jatuh
tempo sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh
perbankan swasta yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas
50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan sistem orde
baru yang sarat Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni
Soeharto (pejabat, politisi, konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto
tergolong otoriter, yang menangkap aktivis dan mahasiswa vokal.
Dipicu penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti) pada 12 Mei
1998, meletuslah kemarahan masyarakat terutama kalangan aktivis dan
mahasiswa pada pemerintah Orba. Pergerakan mahasiswa, aktivis, dan segenap
masyarakat pada 12-14 Mei 1998 menjadi momentum pergantian rezim Orde
Baru pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto terpaksa
mundur dari jabatan Presiden yang dipegangnya selama lebih kurang 32 tahun.
Selama 32 tahun itulah, pemerintahan otoriter dan sarat KKN tumbuh sumbur.
Selama 32 tahun itu pula, banyak kebenaran yang dibungkam. Mulai dari

4
pergantian Pemerintah Soekarno (dan pengasingan Pres Soekarno), G30S-PKI,
Supersemar, hingga dugaan konspirasi Soeharto dengan pihak Amerika dan
sekutunya yang mengeruk sumber kekayaan alam oleh kaum-kaum kapitalis
dibawah bendera korpotokrasi (termasuk CIA, Bank Duni, IMF dan
konglomerasi).

Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni BJ Habibie pun diangkat menjadi


Presiden RI ke-3 berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun, masa jabatannya
sebagai presiden hanya bertahan selama 512 hari. Meski sangat singkat,
kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa Indonesia dari jurang
kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin negara keluar dari
dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan transisi dari negara otorian menjadi
demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai),
sukses membawa perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi
di Indonesia.
Habibie merupakan presiden RI pertama yang menerima banyak penghargaan
terutama di bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-
jasanya dalam bidang teknologi pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat
gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai Universitas
terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk
University.

2.2 Catatan-Catatan Istimewa BJ Habibie


2.2.1 Habibie Bertemu Soeharto
“Laksanakan saja tugasmu dengan baik, saya doakan agar Habibie selalu
dilindungi Allah SWT dalam melaksanakan tugas. Kita nanti bertemu secara
bathin saja“, lanjut Pak Harto menolak bertemu dengan Habibie pada
pembicaraan via telepon pada 9 Juni 1998.
(Habibie : Detik-Detik yang Menentukan. Halaman 293)
Salah satu pertanyaan umum dan masih banyak orang tidak mengetahui adalah
bagaimana Habibie yang tinggal di Pulau Celebes bisa bertemu dan akrab dengan
Soeharto yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Pulau Jawa?
Pertemuan pertama kali Habibie dengan Soeharto terjadi pada tahun 1950
ketika Habibie berumur 14 tahun. Pada saat itu, Soeharto (Letnan Kolonel) datang
ke Makasar dalam rangka memerangi pemberontakan/separatis di Indonesia
Timur pada masa pemerintah Soekarno. Letkol Soeharto tinggal berseberangan
dengan rumah keluarga Alwi Abdul Jalil Habibie. Karena ibunda Habibie
merupakan orang Jawa, maka Soeharto pun (orang Jawa) diterima sangat baik
oleh keluarga Habibie. Bahkan, Soeharto turut hadir ketika ayahanda Habibie
meninggal. Selain itu, Soeharto pun menjadi “mak comblang” pernikahan adik
Habibie dengan anak buah (prajurit) Letkol Soeharto. Kedekatan Soeharto-
Habibie terus berlanjut meskipun Soeharto telah kembali ke Pulau Jawa setelah
berhasil memberantas pemberontakan di Indonesia Timur.
Setelah Habibie menyelesaikan studi (sekitar 10 tahun) dan bekerja selama
hampir selama 9 tahun (total 19 tahun di Jerman), akhirnya Habibie dipanggil
pulang ke tanah air oleh Pak Harto. Meskipun ia tidak mendapat beasiswa studi

5
ke Jerman dari pemerintah, pak Habibie tetap bersedia pulang untuk mengabdi
kepada negara, terlebih permintaan tersebut berasal dari Pak Harto yang notabene
adalah ‘seorang guru’ bagi Habibie. Habibie pun memutuskan kembali ke
Indonesia untuk memberi ilmu kepada rakyat Indonesia, kembali untuk
membangun industri teknologi tinggi di nusantara.
Bersama Ibnu Sutowo, Habibie kembali ke Indonesia dan bertemu dengan
Presiden Soeharto pada tanggal 28 Januari 1974. Habibie mengusulkan beberapa
gagasan pembangunan seperti berikut:
 Gagasan pembangunan industri pesawat terbang nusantara sebagai ujung
tombak industri strategis
 Gagasan pembentukan Pusat Penelitan dan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek)
 Gagasan mengenai Badan Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknologi
(BPPT)
Gagasan-gagasan awal Habibie menjadi masukan bagi Soeharto, dan mulai
terwujud ketika Habibie menjabat sebagai Menristek periode 1978-1998.
Namun, dimasa tuanya, hubungan Habibie-Soeharto tampaknya retak. Hal ini
dikarenakan berbagai kebijakan Habibie yang disinyalir “mempermalukan” Pak
Harto. Pemecatan Letjen (Purn) Prabowo Subianto dari jabatan Kostrad karena
memobilisasi pasukan kostrad menuju Jakarta (Istana dan Kuningan) tanpa
koordinasi atasan merupakan salah satu kebijakan yang ‘menyakitkan’ pak Harto.
Padahal Prabowo merupakan menantu kesayangan Pak Harto yang telah dididik
dan dibina menjadi penerus Soeharto. Pemeriksaan Tommy Soeharto sebagai
tersangka korupsi turut membuat Pak Harto ‘gerah’ dengan kebijakan
pemerintahan BJ Habibe, terlebih dalam beberapa kali kesempatan di media
massa, BJ Habibie memberi lampu hijau untuk memeriksa Pak Harto. Padahal
Tommy Soeharto merupakan putra “emas’ Pak Harto. Dan sekian banyak
kebijakan berlawanan dengan pemerintah Soeharto dibidang pers, politik, hukum
hingga pembebasan tanpa syarat tahanan politik Soeharto seperti Sri Bintang
Pamungkas dan Mukhtar Pakpahan.

2.2.2 Habibie : Bapak Teknologi Indonesia*


Pemikiran-pemikiran Habibie yang “high-tech” mendapat “hati” pak Harto.
Bisa dikatakan bahwa Soeharto mengagumi pemikiran Habibie, sehingga
pemikirannya dengan mudah disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju
menganggarkan “dana ekstra” untuk mengembangkan ide Habibie. Kemudahan
akses serta kedekatan Soeharto-Habibie dianggap oleh berbagai pihak sebagai
bentuk kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi, beberapa pihak tidak setuju dengan pola
pikir Habibie mengingat pemerintah Soeharto mau menghabiskan dana yang besar
untuk pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran Habibie.
Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang
Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia
Tenggara (catatan : Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat
Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama
menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985,
kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts

6
2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT
PAL dan PT PINDAD.
Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap tahun pemerintah
Soeharto menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk mengembangkan
industri teknologi tinggi. Dan anggaran dengan angka yang sangat besar
dikeluarkan sejak 1989 dimana Habibie memimpin industri-industri strategis.
Namun, Habibie memiliki alasan logis yakni untuk memulai industri berteknologi
tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar dengan jangka waktu yang lama.
Hasilnya tidak mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10
tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena itu, selama
bertahun-tahun industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan
akibatnya negara terus membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang
cukup besar.
Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya
memberikan hasil seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan
pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin
pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan
RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil
maupun militer.
Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain
dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer
transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31
(pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235,
dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara
tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis
BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.
Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak
teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis ala
Habibie. Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada
Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada IPTN, sehingga pada saat
itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini dikarenakan rencana Habibie
membuat satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an Indonesia merupakan negara
terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan militer sendiri.
Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli Indonesia yang memiliki
pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan ditarik
pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia.
Jika hal ini terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi Amerika
(mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan teknologi tinggi
dan militer Indonesia.

7
BAB III PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Menurut kami kesimpulan dari Makalah Biografi B.J. Habibie diatas adalah
Kehidupan B.J habibie sangat mencerminkan sikap yang bijaksana tidak salah
kalau Bapak B.J. Habibie diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia.

1.2 Saran
Saya sarankan anda meneladani kehidupan B.J. Habibie karena kehidupan B.J.
Habibie sangat patut kita contoh dan teladani

8
DAFTAR PUSTAKA
Nusantaraku. “Biografi (Lengkap) BJ Habibie : Bapak Teknologi dan
Demokrasi Indonesia” http://nusantaranews.wordpress.com/2009/04/02/biografi-bj-
habibie-bapak-teknologi-dan-demokrasi-indonesia (diakses tanggal 05 April 2011)

Anda mungkin juga menyukai