Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/349274116

KONSEP PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DESA DIGITAL

Chapter · February 2021

CITATIONS READS

4 7,008

1 author:

Lucky Nugroho
Universitas Mercu Buana
165 PUBLICATIONS   1,570 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Collaboration View project

Higher Education View project

All content following this page was uploaded by Lucky Nugroho on 13 February 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BAB 8
KONSEP PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DESA DIGITAL

A. Definisi desa digital

Revolusi industri 4.0 dan kejadian pandemi covid-19 telah menyebabkan


perilaku dan kebiasaan manusia menjadi berubah. Perubahan tersebut dikarenakan
adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta terdapatnya
kebijakan social distancing sebagai mitigasi dari penyebaran virus covid-19
(Nugroho, Utami, et al., 2020; Safitri et al., 2020). Dampak dari perubahan tersebut
adalah meningkatnya pengguna dari internet baik untuk tujuan formal dan informal.
Penggunaan TIK menjadi suatu keniscayaan bagi seluruh mayarakat tidak hanya
masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan (Nugroho, 2020; Nugroho
dan Nugraha, 2020; Nugroho, Lubis, et al., 2020; Sudirman et al., 2020). Namun
demikian, untuk mengimplementasi penggunaan TIK, diperlukan infrastruktur yang
memadai. Adapun infrastruktur yang diperlukan untuk mengimplementasikan TIK
yang berbasiskan digital pada suatu daerah adalah ketersediaan jaringan internet,
hardware komputer, smart phone, mobile phone dan kelengkapannya (Simpson,
2020). Digitalisasi, adalah pengunaan TIK melalui perangkat digital seperti mobile
phone, smart phone dan komputer serta pendukungnya sehingga proses maupun
mekanisme yang sebelumnya manual berubah menjadi otomatis (Lindgren et al.,
2019). Sesuai dengan kebutuhan infrastruktur tersebut, maka implementasi digitalisasi
di daerah pedesaan menjadi suatu tantangan (Subiakto, 2013). Menurut (Susanto et
al., (1992) dan Cintamulya (2015), masyarakat di pedesaan memiliki keterbatasan
sebagai berikut: (1) Rendahnya pengetahuan dan kompetensi dari masyarakat; (2)
Rendahya tingkat perekonomian masyarakat; (3) Rendahnya kualitas kesehatan
masyarakat; (4) Terbatasnya akses keuangan baik untuk akses pendanaan, maupun
layanan keuangan lainnya seperti transfer uang; (5) Terbatasnya akses pemasaran
produk lokal. Lebih lanjut, fenomena Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki
jumlah pedesaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perkotaan. Jumlah
perkotaan di Indonesia menurut Santoso (2009) sebanyak 25 kota seperti yang
ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Kota-Kota di Indonesia
No Kota No Kota No Kota
1 Bandung 10 Batam 18 Balikpapan
2 Medan 11 Bandar Lampung 19 Yogyakarta
3 Bekasi 12 Malang 20 Pontianak
4 Tangerang 13 Pekanbaru 21 Jambi
5 Depok 14 Bogor 22 Surakarta
6 Semarang 15 Banjarmasin 23 Manado
7 Palembang 16 Samarinda 24 Jakarta
8 Makassar 17 Denpasar 25 Padang
9 Surabaya
Sumber: Santoso (2009)

Sedangkan jumlah pedesaan menurut Kusnandar dan Widowati (2019) terdapat


83.931 Desa yang tersebar di seluruh Indonesia pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Jumlah Desa di Indonesia
No Propinsi Jumlah Desa No Propinsi Jumlah Desa
1 Jawa Tengah 8559 19 Jambi 1562
2 Jawa Timur 8496 20 Banten 1552
3 Aceh 6508 21 Bengkulu 1514
4 Sumut 6132 22 Sumbar 1275
5 Jawa Barat 5957 23 Maluku 1240
6 Papua 5552 24 Maluku Utara 1196
7 NTT 3353 25 NTB 1143
8 Sumsel 3262 26 Kaltim 1038
9 Sulsel 3049 27 Gorontalo 734
10 Lampung 2654 28 Bali 716
11 Sultra 2354 29 Sulbar 650
12 Kalbar 2137 30 Kaltara 482
13 Sulteng 2020 31 Yogyakarta 438
14 Kalsel 2008 32 Kep Riau 416
15 Papua Barat 1987 33 Bangka Belitung 391
16 Riau 1875 34 DKI Jakarta 267
17 Sulut 1838 Total 83,931
18 Kalteng 1576
Sumber: Kusnandar dan Widowati (2019)

Berdasarkan tabel 1 dan tabel 2 di atas, maka pemerintah Indonesia memiliki


tantangan untuk meningkatkan infrastruktur pedesaan, agar masyrakat desa mampu
menagakses informasi maupun melakukan transaksi lintas desa mereka. Digitalisasi
pedesaan adalah suatu proses untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang
tinggal di pedesaan melalui TIK yang berbasiskan digital. Sedangkan tujuan dari
digitalisasi pedesaan adalah meningkatkan keseajahteraan masyarakat baik dari aspek
ekonomi, aspek kesehatan dan aspek pendidikan. Menurut Zerrer dan Sept (2020)
digitalisasi pedesaan merupakan implementasi dari digital sosial inovasi. Digital
sosial inovasi adalah jenis inovasi sosial dan kolaborasi dari masyarakat pedesaan
yang menggunakan teknologi digital untuk bersama-sama menciptakan produk atau
layanan yang berbasiskan pengetahuan sebagai solusi dari kebutuhan masyarakat di
pedesaan (Zerrer dan Sept, 2020). Dengan demikian, digitalisasi pedesaan dapat
dikatakan sebagai upaya dari masyarakat desa untuk memberdayakan potensi-potensi
yang ada di pedesaan baik sumber daya alam, sumber daya manusia, faktor produksi,
pengetahuan melalui teknologi digital untuk mengatasi keterbetasan-keterbatasan
yang terdapat di pedesaan.

B. Karakterisitik desa digital di Indonesia

Pedesaan identik dengan daerah terpencil atau dapat dikatakan sebagai daerah
yang akses terhadap informasi masih terbatas. Oleh kareanya, modal utama dalam
meningkatkan dan memberdayakan pedesaan menjadi desa yang berbasiskan
teknologi digital adalah ketersediaan jaringan internet. Menurut Fakhri (2019),
mengutip pernyataan dari Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo),
Rudiantara, bahwa terdapat 82,36% pedesaan di Indonesia telah terhubung internet,
atau terdapat 69.126 desa apabila dihubungkan dengan jumlah desa yang terdapat
pada tabel 2 di atas. Namun demikian, penggunaan internet dan teknologi digital
tersebut harus didasarkan oleh pengetahuan dan kemampuan sehingga hasil dari
penggunaan teknologi digital dan internet dapat tepat sasaran, yaitu meningkatkan
kesejaheraan masyarakat desa tersebut (Tømte dan Hatlevik, 2011; Nugroho dan
Chowdhury, 2015; Nugroho dan Ali, 2020).
Kendala yang dihadapi masyarakat desa untuk dapat mengoptimalkan
penggunaan jaringan internet dan teknologi digital adalah rendahnya pendidikan dari
masyarakat pedesaan di Indonesia (Vito dan Krisnani, 2015). Pada masa pandemi
covid-19 saat ini, pemerintah giat melakukan pemasangan jaringan internet ke seluruh
pedesaan di Indonesia untuk kebutuhan pendidikan yang tidak dapat dilakukan secara
offline karena mengikuti protokol kesehatan. Namun demikian, ketersediaan dari
internet dan teknologi digital belum dapat dipergunakan secara optimal. Oleh
karenanya untuk dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi digital dan internet,
maka perlu upaya-upaya sebagai berikut:
▪ Sosialisasi dan pelatihan, pemerintah daerah perlu menunjuk agent of change,
yang bertugas untuk memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada masayarakat
desa bagaimana menggunakan teknologi digital dan internet untuk tujuan
produktif;
▪ Meningkat kesadaran dan kemampuan berinovasi masyarakat desa melalui
aktivitas perlombaan yang diadakan oleh pemerintah desa setempat, sehingga
inovasi yang mendapatkan juara dapat diimplementasikan untuk meningkatkan
produktivitas desa tersebut.
Sebagai contoh terkait dengan kendala dari produk-produk lokan di pedesaan
yang tidak dapat dipasarkan dengan baik karena keterbatasan pengetahuan adalah
bagaimana para penghasi kopi di Wonosalam, Jombang Jawa Timur dapat
memasarkan kopi ekselsa secara efektif. Keberadaan kopi ekselsa diawali dari
pendirian kebun-kebun kopi pada masa kolonial Belanda dan kopi tersebut memiliki
rasa yang unik. Kopi ekselsa memiliki kelebihan dibandingkan dengan kopi arabika
dan robusta dikarenakan rasanya yang khas dan aromanya yang kuat. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Setya Yunas (2019), terdapat persoalan untuk melakukan
branding dan pemasaran agar kopi tersebut dapat bersaing dengan jenis kopi lainnya.
Persoalan tersebut seharusnya dapat dicarikan solusinya dengan digital inovasi sosial
dari komunitas penghasil kopi ekselsa. Adapun salah satu caranya adalah membentuk
komunitas yang dihubungkan dengan teknologi digital untuk dapat memasarkan
produknya pada media sosial melalu jaringan internet. Selain, itu reputasi dari kopi
ekselsa yang memiliki rasa dan aroma yang khas dapat dilakukan melalui instagram
dari para konsumen yang telah mencicipi kopi tersebut sehingga terjadilah
pemasaraan getok tular (word of mouth marketing)

C. Model pengembangan desa digital di Indonesia


Desain ataupun model dari desa digital di Indonesia tentunya akan berbeda
antara satu desa dengan desa lainnya. Hal tersebut dikarenakan antara desa dengan
desa lainnya memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia yang berbeda.
Namun demikian secara umum model pengembangan digital pedesaan adalah sebagai
berikut:
Gambar 1. Model Digitalisasi Pedesaan
Sumber: Penulis
Merujuk pada gambar 1 di atas, maka model dari desa digital tdapat dijelaskan
hal-hal sebagai berikut:
▪ Elemen-elemen yang terdiri dari sumber daya alam, pelaku usaha produktif, SDM,
ternaga kerja dan lembaga keuangan serta perbankan harus terhubung dan mampu
untuk memberdayakan teknologi digital;
▪ Untuk meningkatkan kemampuan penggunaan teknologi digital dari seluruh
elemen-elemen tersebut, maka diperlukan kolaborasi dari agent of change ataupun
praktisi, pemerintah setempat dan akademisi untuk mensosialisasikan bagaimana
menggunakan teknologi digital yang tepat guna;
▪ Hasil dari penggunaan teknologi digital yang tepat guna, maka akan
meningkatkan kemampuan pemasaran, meningkatkan reputasi usaha,
meningkatkan produktivitas usaha, mampu mengakses permodalan dengan baik
sehingga berdampak terhadap baiknya kinerja pelaku usaha produktif (pengusaha
mikro dan kecil) yang terdapat pada desa tersebut;
▪ Baiknya kinerja dari pelaku usaha produktif di desa tersebut, membuka peluang
ekspansi usaha dan juga volume produksi sehingga berdampak tehadap
pembukaan lapangan kerja baru bagi masyarakat di desa tersebut;
▪ Iklim usaha yang kolaboratif dan sinergis diantara para pelaku usaha dan
masyarakat yang terhubung dengan teknlogi digital akan berkontribusi terhadap
pendapatan desa sehingga kesejahteraan masyarakat di desa tersebut juga
meningkat.

D. Potensi pengembangan desa digital di Indonesia


Indonesia yang dikenal dengan negara yang memiliki sumber daya alam
memiliki potensi besar untuk mengimplementasikan desa digital. Hal tersebut
dikarenakan sumber daya alam yang ada apabila dikelola dengan baik dan
didistribuskan untuk kepentingan masyarakat Indonesia dengan menggunakan
teknologi digital akan memberikan nilai tambah yang tinggi. Selain itu, Indonesia
sudah seharusnya mampu mengembangkan hasil pertanian, perkebunan maupun
aktivitas perternakan dan perikanan dengan mengunakan teknologi, informasi dan
komunikasi yang mutakhir. Apabila hal tersebut dapat diwujudkan, maka Indonesia
dapat menjadi negara maju yang berbasiskan agraris, dan tidak ketergantungan import
bahan pokok dari negara lain. Tentunya, usaha untuk melakukan digitalisasi pedesaan
adalah untuk mencari keunggulan potensi lokal desa tersebut yang kemudian dapat
menjadi andalan dan memiliki nilai tambah dari desa tersebut.
Selain itu, Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah
penduduk terbesar di dunia, sudah seharusnya berorientasi untuk dapat memenuhi
kebutuhan masyarakatnya dengan memberdayakan kemampuan dan hasil dari
masyarakatnya sendiri. Apabila peerintah tidak memiliki rencana untuk
memberdayakan masyarkat agar mandiri, maka Indonesia hanya sebagai target pasar
yang besar bagi negara lain untuk memasarkan produk dan layanan di Indonesia.
Sektor-sektor di pedesaan yang perlu diprioritaskan untuk menggunakan teknologi
digital antara lain:
▪ Sektor pertanian, sektor pertanian merupakan sektor yang menjadi penyumbang
tertinggi pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Isbah and Iyan, 2016). Bahkan pada
masa pandemi covid-19 ini, sektor pertanian menjadi salah satu elemen yang vital
dalam mempertahankan stabilitas ekonomi;
▪ Sektor perkebunan, sektor perkebunan juga menjadi salah satu penyumbang
tertinggi pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karenaya komoditas-komoditas
perkebunan perlu ditingkatkan kualitasnya mulai dari pemilihan bibit yang baik
sampai dengan bagaimana mengkemas dan menjualnya yang diperkuat dengan
teknologi digital (Hamim dan Vianda, 2019);
▪ Sektor perikanan dan peternakan, Indonesia memiliki laut yang sangat luas
sehingga sektor perikanan dapat menjadi modal dasar untuk ditingkatkan kualitas
melalui teknologi digital baik bagaimana mengemas ikan olahannya dan
memasarkannya tidak hanya untuk konsumsi nasional tetapi juga bertujuan untuk
eksport (Auliasari dan Agustine, 2016). Selain itu, sektor lainnya seperti
peternakan juga perlu mendapatkan prioritas pada digitalisasi pedesaan yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil yang memiliki kualitas sehingga kebutuhan
akan makanan berbasiskan hewani dapat terpenuhi dengan kemampuan
masyarakat lokal yang akan berdampak terhadap baiknya kesehatan masyarakat
sehingga masyarakat dapat bekerja lebih produktif.
▪ Sektor pariwisata, Indonesia selain memiliki kekayaan sumber daya alam, juga
memiliki kekayaan akan keindahan alamnya. Oleh karenanya untuk dapat
mengembangkan sektor pariwisata beserta sub sektornya yaitu ekonomi kreatif
sangat penting sekali dikembangkan melalui teknologi digital (Mudrikah et al.,
2014).

E. Kekurangan dan kelebihan desa digital


Implementasi suatu program dan kebijakan tentunya akan terdapat kekurangan
dan kelebihannya. Termasuk digitalisasi desa yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk desa secara khususnya dan masyarakat Indonesia pada
umumnya. Adapun kekurangannya adalah:
▪ Terjadinya kriminalitas berbasiskan digital;
▪ Timbulnya permasalahan sosial yang diakibatkan oleh penggunaan teknolog
digital yang tidak tepat sasaran;
▪ Besarnya biaya investasi untuk pengadaan infrastruktur dari teknologi digital,
apabila tidak digunakan secara optimal.
Selain itu kelebihan dari program digitalisasi pedesaan adalah sebagai berikut:
▪ Meningkatnya pengetahuan dan kompetensi masyrakat desa untuk menggunakan
teknologi digital yang bertujuan untuk mengembangkan usahanya;
▪ Meningkatnya kesejahteraan masyarakat desa;
▪ Menngkatnya kemampuan usaha lokal pedesaan untuk meningkatkan produsi,
pemasaran, reputasi dan juga keuangannya sehingga mampu bersaing dengan
pebisnis tingkat nasional bahkan pebisnis tingkat global.
DAFTAR PUSTAKA
Auliasari, K. and Agustine, T. N. (2016) ‘Identifikasi Pola Penggunaan Lahan pada Sektor
Perikanan dan Peternakan Berbasis Sistem Informasi Geografis’, Matics, 8(2), p. 59. doi:
10.18860/mat.v8i2.3590.
Cintamulya, I. (2015) ‘Peranan Pendidikan dalam Memepersiapkan Sumber Daya Manusia di
Era Informasi dan Pengetahuan’, Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 2(2), pp. 90–
101. doi: 10.30998/formatif.v2i2.89.
Fakhri, F. (2019) Menkominfo: 82,36% Desa Sudah Terhubung ke Internet 4G : Okezone
techno, okezone. Available at:
https://techno.okezone.com/read/2019/03/30/54/2037091/menkominfo-82-36-desa-sudah-
terhubung-ke-internet-4g (Accessed: 16 January 2021).
Hamim, S. and Vianda, L. (2019) ‘Strategi Pembangunan Kontekstual Terpadu Sektor
Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan Dan Industrialisasi Pengolahan Menjadi Pakan
Ternak dan Ikan’, PUBLIKA: Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 5(2).
Isbah, U. and Iyan, R. Y. (2016) ‘Analisis Peran Sektor Dalam Perekonomian Dan
Kesempatan Kerja Pertanian Di Provinsi Riau’, Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan, 7(19),
pp. 45–54.
Kusnandar, V. B. and Widowati, H. (2019) Berapa Jumlah Desa di Indonesia? | Databoks,
Katadata.co.id. Available at: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/06/13/berapa-
jumlah-desa-di-indonesia# (Accessed: 16 January 2021).
Lindgren, I. et al. (2019) ‘Close encounters of the digital kind: A research agenda for the
digitalization of public services’, Government Information Quarterly. Elsevier, 36(3), pp.
427–436. doi: 10.1016/j.giq.2019.03.002.
Mudrikah, A. et al. (2014) ‘Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Gdp Indonesia Tahun
2004 - 2009’, Economics Development Analysis Journal, 3(2), pp. 362–371. doi:
10.15294/edaj.v3i2.3844.
Nugroho, L., Utami, W., et al. (2020) ‘Covid-19 and The Potency of Disruption on The
Islamic Banking Performance (Indonesia Cases)’, International Journal of Economic and
Business Applied, 1(1), pp. 11–25.
Nugroho, L. (2020) ‘Eksistensi Dan Tantangan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM)
Pada Era Globalisasi’, in Sumitro, Suroso, A., and Nurhayati, S. (eds) Manajemen Hasil
Pemikiran dari Para Dosen Perguruan Tinggi di Indonesia. Sumatera Utara: Sihsawit
Labuhan Batu, pp. 172–187. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
Nugroho, L., Lubis, C., et al. (2020) ‘Peluang Pengusaha Mikro dan Kecil (UMK)
Menggunakan Layanan Digital Lembaga Keuangan Mikro Syariah’, JURNAL AL-QARDH,
5(1), pp. 56–68.
Nugroho, L. and Ali, A. J. (2020) ‘E-Commerce to Improve Homemaker Productivity
(Women Entrepreneur Empowerment at Meruya Utara, Kembangan District, West Jakarta,
Indonesia)’, Amalee: Indonesian Journal of Community Research & Engagement, 1(01), pp.
13–24.
Nugroho, L. and Chowdhury, S. L. K. (2015) ‘Mobile Banking for Empowerment Muslim
Women Entrepreneur: Evidence from Asia (Indonesia and Bangladesh)’, Tazkia Islamic
Finance & Business Review. ID, 9(1), pp. 83–100. Available at: http://tifbr-
tazkia.org/index.php/TIFBR/article/view/79.
Nugroho, L. and Nugraha, E. (2020) ‘The Role of Islamic Banking and E-Commerce for The
Development of Micro, Small, and Medium Entrepreneur Businesses’, Business, Economics
and Management Research Journal - BEMAREJ, 3(1), pp. 11–24.
Safitri, Y. et al. (2020) Gotong Royong Menghadapi Pandemi Covid-19 ‘Ide dan Solusi’.
First, CV Penerbit Qiara Media. First. Edited by T. Q. Media. Pasuruan, Jawa Timur:
Penerbit Qiara Media.
Santoso, E. B. (2009) ‘Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia’, in Seminar Nasional
Perencanaan Wilayah dan Kota ITS: Menuju Penataan Ruang Perkotaan yang
Berkelanjutan, Berdaya saing, dan Berotonomi, pp. 1–7.
Setya Yunas, N. (2019) ‘Implementasi Konsep Penta Helix dalam Pengembangan Potensi
Desa melalui Model Lumbung Ekonomi Desa di Provinsi Jawa Timur’, Matra Pembaruan,
3(1), pp. 37–46. doi: 10.21787/mp.3.1.2019.37-46.
Simpson, J. E. (2020) ‘Twenty-first century contact: the use of mobile communication
devices and the internet by young people in care’, Adoption and Fostering, 44(1), pp. 6–19.
doi: 10.1177/0308575920906100.
Subiakto, H. (2013) ‘Internet untuk pedesaan dan pemanfaatannya bagi masyarakat’,
Masyarakat, kebudayaan dan Politik, 26(4), pp. 243–256.
Sudirman, A. (Acai ) et al. (2020) Perilaku Konsumen Dan Perkembangannya Di Era
Digital. Widina Bhakti Persada Bandung. Available at: www.penerbitwidina.com (Accessed:
30 October 2020).
Susanto, D. et al. (1992) ‘Ciri-Ciri Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Perkotaan dan
Pedesaan: Kaitannya dengan KIE Gizi, Pangan dan Kesehatan’, Nutrition and Food
Research, 15, pp. 1–11.
Tømte, C. and Hatlevik, O. E. (2011) ‘Gender-differences in Self-efficacy ICT related to
various ICT-user profiles in Finland and Norway. How do self-efficacy, gender and ICT-user
profiles relate to findings from PISA 2006’, Computers and Education, 57(1), pp. 1416–
1424. doi: 10.1016/j.compedu.2010.12.011.
Vito, B. and Krisnani, H. (2015) ‘Kesenjangan Pendidikan Desa Dan Kota’, in Prosiding
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, pp. 247–251. doi:
10.24198/jppm.v2i2.13533.
Zerrer, N. and Sept, A. (2020) ‘Smart villagers as actors of digital social innovation in rural
areas’, Urban Planning, 5(4), pp. 78–88. doi: 10.17645/up.v5i4.3183.
Biodata Penulis

Lucky Nugroho, lahir di Jakarta pada tanggal 21 Desember 1979. Pendidikan yang telah ditempuh
penulis adalah sebagai berikut:

▪ S1 Sarjana Ekonomi lulus pada tahun 2001 dari Fakultas Ekonomi pada jurusan Akuntansi
Universitas Islam Indonesia;
▪ S2 Magister Manajemen lulus pada tahun 2011 dari Universitas Trisakti;
▪ S2 Magister Akuntansi dengan konsentrasi Akuntansi Syariah dari Univesitas Padjadjaran
Bandung lulus pada tahun 2014;
▪ S2 Advance Master Microfinance lulus pada tahun 2015 dari Universite Libre de Bruxelles-Solvay
Brussels School of Economic and Management, Belgia;
▪ Post-Graduate dari Erasmus University Rotterdam pada tahun 2016 dengan konsentrasi
Sustainable Local Economics Development.
Saat ini penulis adalah staf pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana,
Jakarta sejak tahun 2015. Selain itu penulis juga sebagai praktisi pada perbankan, yaitu Bank Rakyat
Indonesia dari tahun 2002-2009. Sejak tahun 2009 s.d saat ini penulis juga masih aktif sebagai
Learning Consultant di bank syariah yaitu pada Bank Mandiri Syariah (BSM). Selain itu penulis juga
aktif sebagai pengurus pada bidang kerjasama Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Komisariat
Universitas Mercu Buana dan sebagai pengurus Ikatan Dosen Republik Indonesia (IDRI) wilayah
Jakarta.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai