Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL

PEMBANGUNAN SEIMBANG DAN TIDAK SEIMBANG

OLEH KELOMPOK 7 :

1. NURUL FATIMAH AZZAHRAH (2261201050)


2. RAMA BAGUS WASESO (2261201067)
3. DIPA SUDARTA (2261201060)

SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INDONESIA


YAPMI MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatNya sehingga penulis bisa menyelesaikan Makalah Kebijakan Penanaman Modal:
Pembangunan Seimbang dan Tidak Seimbang ini. Dalam penyusunan Makalah
Komunikasi Dalam Organisasi ini penyusun telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penyusun tidak luput dari
kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa..
Penyusun mengucapakan terima kasih kepada pihak yang tersebut diatas yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran
penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.
Penyusun mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.

Makassar , 30 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...........................................................................................


Daftar Isi .......................................................................................................
Bab I Pendahuluan ........................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................... 4
Bab II Pembahasan ........................................................................................... 5
Kebijakan Penanaman Modal:Pembangunan Seimbang Dan Tidak Seimbang ... 5
A. Maksud Pembangunan Seimbang Dan Tidak Seimbang ................... 5
A.1 Teori Pembangunan Seimbang: Pandangan Rosenstein-Rodan dan Nurkse.... 6
A.1.1 Pandangan Rosenstein-Rodan .................................................................... 7
A.1.2 Pandangan Nurkse .............................................................................. 7
A.2 Teori Pembangunan Seimbang : Pandangan Scitovsky dan lewis................. 8
A.2.1 Pandangan Scitovsky .............................................................................. 8
A.2.2 Pandangan Lewis .............................................................................. 9
B. Tesis Usaha Minimum Kritis .................................................................. 10
B.1 Perluasan Teori Nelson ............................................................................... 10
B.2 Teori Leibestien .......................................................................................... 11
B.3 Pandangan Ranis-Fei .............................................................................. 12
C. Beberapa Kritik Terhadap Teori Pembangunan .............................. 13
C.1 Kritiik Singer .......................................................................................... 14
C.2 Maslah Ability To Invest ............................................................................. 15
C.3 Kritik Lain Ke Atas Teori Pembangunan Seimbang .............................. 16
D. Mengapa Pembangunan Tidak Seimbang? .......................................... 17
D.1 Pembangunan Tidak Seimbang: Antara Sektor Prasarana dengan Sektor Produktif ...... 18
D.2 Pembangunan Tidak Seimbang dalam Sektor Produktif ........................... 20
Bab III Penutup ......................................................................................... 24
A. Kesimpulan ......................................................................................... 25
B. Saran ...................................................................................................... 26
Daftar Pustaka. ......................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penanaman modal/investasi merupakan salah satu faktor penting dalam usaha
mempercepat pembangunan. Namun apabila ditinjau dari sudut pandang ekonomi makro,
faktor tersebut menjadi sebuah isu yang diperdebatkan oleh para ahli-ahli ekonomi pada
tahun 1950-an, yaitu ketika negara bergembang memulai pembangunan ekonominya. Ada
konsensus yang meluas dikalangan ahli ekonomi pada masa itu bahwa peningkatan
penanaman modal yang besar perlu dilakukan dinegara berkembang agar dapat terlepas dari
belenggu keterbelakangan dan kemiskinan.
Selain itu, isu yang lebih penting untuk dipersoalkan adalah : pola investasi yang
bagaimanakah yang perlu dijalankan dinegara yang berkembang untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kegiatan investasi yang akan dilaksanakan. Pada materi selanjutnya
permasalahan ini akan dibahas secara lebih lanjut dan didukung oleh beberapa teori dari ahli-
ahli ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN

Kebijakan Penanaman Modal: Pembangunan Seimbang Dan Tidak Seimbang


Teori–teori mengenai pembentukan modal (investasi) yang diuraikan dalam bab ini
menerangkan strategi makro ekonomi mengenai kebijakan investasi yang perlu dijalankan
suatu negara yang ingin mempercepat dan memulai pembangunan ekonominya.
Sebagai suatu usaha untuk memberi jawaban kepada persoalan ini beberapa ahli ekonomi
mengemukakan teori pembangunan ekonomi secara besar-besaran dan pembangunan
seimbang. Dari berbagai kritik oleh para ahli, salah seorang diantaranya, yaitu Hirschman
mengemukakan teori tandingan yang dikenal sebagai teori pembangunan tidak seimbang.

A. MAKSUD PEMBANGUNAN SEIMBANG DAN TDAK SEIMBANG


Istilah pembangunan seimbang banyak digunakan orang dan memiliki maksud yang
berbeda-beda. Dalam hubungannya dengan pembangunan daerah, Pembangunan seimbang
adalah pembangunan yang dilakukan secara merata di berbagai daerah, sehingga setiap
daerah mencapai tingkat kecepatan pembangunan yang sama. Ada pula orang yang
memahami pembangunan seimbang itu sebagai suatu usaha pembangunan yang mencurahkan
perhatian yang sama, baik terhadap sektor industri maupun sektor pertanian, sehingga kedua
sektor tersebut bukan saja dapat berkembang dengan baik, tetapi juga saling mendorong
perkembangan lainya. Pembangunan seimbang adakalanya diartikan pula sebagai
pembangunan yang bukan saja menitikberatkan pengembangan kegiatan ekonomi, tetapi juga
menumpahkan perhatian yang sama pentingnya kepada mengembangkan berbagai aspek
kehidupan sosial, politik dan kebudayaan.
Pada hakikatnya alasan utama yang menimbulkan perlunya pembangunan seimbang
adalah untuk menjaga agar pembangunan tersebut tidak menghadapi hambatan – hambatan
dalam memperoleh bahan mentah, tenaga ahli, sumber tenaga (air dan listrik), dan fasilitas
untuk mengangkut hasil-hasil produksi kepasar maupun,memperoleh pasaran untuk barang –
barang yang telah ada dan yang akan diproduksi. Dengan demikian pembangunan seimbang
itu dapatlah didefinisikan sebagai usaha pembangunan yang berusaha mengatur program
penanaman modal yang sedemikian rupa, sehingga sepanjang proses pembangunan tidak
akan timbul hambatan-hambatan yang bersumber dari penawaran maupun
permintaan. Seperti yang telah dikatakan oleh Hirschman, penentang utama dari teori
pembangunan seimbang: jika perekonomian ingin dipertahankan supaya terus maju kedepan,
tugas dari kebijakan pembangunan adalah untuk mempertahankan goncangan-goncangan,
diproporsi dan ketidak seimbangan. ( if the economy is to be kept moving ahead, the task of
development policy is to maintain tensions, disproportions and disequilibria).
Apabila program pembangunan seimbang dilaksanakan, jumlah penanaman modal yang
harus dilakukan jauh melebihi tingkat penanaman modal pada masa sebelum usaha
pembangunan dijalankan. Oleh karena itu teoi pembangunan seimbang sering dinamakan
juga oleh para ahli ekonoi sebagai teori usaha besar-besaran(big push teory) maupun teori
usaha minimum kritis(the critical minimum effort thesis). Sebenarnya menyamakan teori
pembangunan seimbang dengan tesis usaha minimum kritis kurang begitu tepat, karena
walaupun kedua teori tersebut mempunyai implikasi kebijakan yang sama, yaitu sama-sama
menekankan perlunya penanaman modal secara besar-besaran, tetapi inti kedua teori tersebut
sangat berbeda. Teori pembangunan seimbang menjelaskan perlunya program pembangunan
di segala bidang sebagai usaha untuk menciptakan pasar bagi berbagai industri dan untuk
menciptakan ekonomi ekstren (external ekonomic). Sedangkan tesis usaha minimum kritis
mengemukakan perlunya mempertinggi tingkat penanaman modal agar negara berkembang
dapat melepaskan diri dari belenggu perangkap tingkat keseimbangan rendah ( the low level
equilibrium trap ).

A.1 TEORI PEMBANGUNAN SEIMBANG: PANDANGAN ROSENSTEIN-RODAN


DAN NURKSE
Istilah pembangunan seimbang diciptakan oleh Nurske, namun teori tersebut pertama
kali dikemukakan oleh Rosenstein-Rodan, yang menggagas bahwa industrialisasi di daerah
yang kurang berkembang (Eropa Selaatan dan Tenggara) merupakan cara untuk menciptakan
pembagian pendapatan yang lebih merata dan untuk meningkatkan pendapatan di daerah-
daerah semacam itu lebih cepat dari daerah yang lebih kaya. Tujuan utama menciptakan
strategi demikian adalah untuk menciptakan berbagai jenis industri yang mempunyai
hubungan erat satu sama lain sehingga setiap industri memperoleh ekonomi ekstern sebagai
akibat dari industrialisasi yang demikian sifatnya
A.1.1 Pandangan Rosenstein-Rodan
Rosenstein-Rodan mengatakan bahwa mengadakan industrialisasi di daerah yang kurang
berkembang merupakan cara untuk menciptakan yang lebih merata di dunia dan untuk
meningkatkan pendapatan di daerah semacam itu dengan lebih cepat dari pada di daerah yang
lebih kaya. Pembangunan secara besar-besaran akan menciptakan tiga macam ekonomi
ekstern yaitu:
a. Perluasan pasar
b. Karena industri yang sama letaknya berdekatan
c. karena adanya industri lain dalam perekonomian tersebut
Karena resiko dapat dianggap sebagai sebagian dari biaya produksi, maka pembangunan
industri secara besar-besaran dan yang saling berhubungan erat satu sama lain, akan
mengurangi biaya produksi dan menciptakan ekonomi ekstern .
A.1.2 Pandangan Nurkse
Dalam analisisnya tersebut Nurkse menekankan bahwa pembangunan ekonomi bukan
saja menghadapi kesukaran dalam memperoleh modal yang diperlukan, tetapi juga dalam
mendapatkan pasar untuk barang – barang yang dihasilkan oleh berbagai industri yang akan
dikembangkan.
Mengenai masalah keterbatasan pasar, Nurkse mengatakan bahwa dari segi permintaan
untuk menanamkan modal sangat rendah karena kecilnya daya beli masyarakat; sedangakan
rendahnya daya beli itu disebabkan karena rendahnya pendapatan riil masyarakat. Nurkse
mengatakan bahwa ekspansi moneter, iklan dan cara – cara sejenis itu menarik pembeli,
jumlah penduduk dan luas daerah suatu negara, tidak akan dapat menciptakan keadaan
tersebut. Mengenai peranan jumlah penduduk dalam memperluas pasar, Nurkse
berpandangan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Di negara–negara yang jumlah
penduduknya sangat besar sekalipun seperti India dan Cina masalah tersebut tetap dijumpai.
Menurut Nurkse, faktor terpenting yang menentukan luas pasar adalah tingkat
produktivitas. Dalam suatu perekonomian yang mempunyai sejumlah penduduk tertentu,
jumlah barang – barang yang dapat dihasilkan dan dijual dalam suatu jangka waktu tertentu
tergantung kepada tingkat penggunaan modal dalam proses produksi. Dalam suatu
perekonomian di mana pasarnya sangat terbatas tidak terdapat perangsang bagi seorang
pengusaha untuk menggunakan barang – barang modal yang terbaru (up to date) . ini berarti
bahwa pasar telah membatasi penggunaan modal, sehingga membatasi pula kemampuan
suatu perekonomian untuk menghasilkan barang–barang yang diperlukan masyarakat.
Keadaan inilah yang menyebabkan Nurkse berpendapat bahwa negara berkembang
menghadapi dua jenis lingkaran perangkap kemiskinan (vicious circle) yaitu dari sudut
penawaran dan sudut permintaan.
Dengan cara ini luas pasar akan dapat diperbesar, karena kesempatan kerja dan
pendapatan masyarakat yang diperoleh dari berbagai industri akan menciptakan permintaan
terhadap barang – barang yang dihasilkan oleh berbagai industri yang dibagun. Pembangunan
industri menciptakan pasar bagi industri yang dibangun. Pembangunan industri menciptakan
pasar bagi industri lain, dan makin banyak industri yang dibangun, makin luas pasar, dan
memungkinkanya untuk menggunakan modal dengan lebih efisien dan intensif.
Pembangunan seimbang akan menjadi perangsang untuk memperluas permintaan terhadap
modal dan menciptakan perangsang untuk mengadakan lebih banyak penanaman modal.

A.2 TEORI PEMBANGUNAN SEIMBANG: PANDANGAN SCITOVSKY DAN


LEWIS
A.2 1 Pandangan Scitovsky
Dalam analisisnya yang khusus membahas ekonomi ekstern, Scitovsky menunjukkan
dua konsep atau pengertian tentang ekonomi ekstern dan manfaat yang akan diperoleh
industri dari kedua macam ekonomi ekstern yang terdapat dalam perekonomian. Mengenai
hal yang pertama, ia membedakan pengertian ekonomi ekstern kepada;
(i) seperti yang terdapat dalam teori keseimbangan ( equilibrium theory ) dan
(ii) seperti dalam teori ekonomi konvensional.
Ekonomi ekstern diartikan sebagai perbaikan efisiensi yang terjadi pada suatu industri
lain. Oleh Scitovsky ekonomi ekstern seperti ini dinamakan sebagai ekonomi ekstern
teknologis. Di samping itu, hubungan interdependensi di antara berbagai industri dapat pula
menciptakan ekonomi ekstern keuangan, yaitu kenaikan keuntungan yang diperoleh suatu
perusahaan yang bersumber dari tindakan – tindakan perusahaan lain. Ia menganggap bahwa
mekanisme pasar tidak dapat menciptakan integrasi antara berbagai industri yang demikian
sifatnya, karena mekanisme pasar berfugsi terutama untuk menciptakan efisiensi alokasi
sumber daya dalam jangka pendek. Oleh sebab itu ia menyongkong pendapat Rosenstein-
Rodan yang menyatakan perlunya program pembangunan industri secara besar – besaran dan
menciptakan suatu pusat perncanaan penanaman modal untuk melengkapi fungsi mekanisme
pasar dalam mengatur alokasi sumber daya. Maka, walaupun tujuan utama Scitovsky adalah
untuk menjelaskan tentang dua jenis ekonom ekstern dan menunjunkakan perbedaan dari
kedua–duanya, analisisnya tersebut menyebabkan ia dianggap sebagai pendukung
pelaksanaan pembangunan dengan menjalankan kebijakan pembangunan seimbang.
A.2. 2 Pandangan Lewis
Analisis Lewis dalam menunjukkan tentang perlunya pembangunan seimbang ditekankan
kepada menujukkan keuntungan yang akan diperoleh dari terciptanya interdependensi yang
efisien antara berbagai sektor, yaitu sektor pertanian dan sektor industri, dan antara sektor
dalam negeri dan luar negeri. Menurut Lewis banyak masalah yang akan timbul apabila usaha
pembangunan dipusatkan pada satu sektor saja. Tanpa adanya keseimbangan pembangunan
di antara berbagai sektor, berbagai corak ketidakstabilan dan gangguan terhadap kelancaran
kegiatan ekonomi akan timbul akhitnya ini akan memperlambat proses pembangunan.
Sebagai implikasi dari keadaan ini tiga kemungkinan akan timbul, yaitu:
a. Terdapat kelebihan yang dapat dijual ke sektor – sektor lain di luar sektor pertanian;
atau
b. Produksi tidak bertambah tinggi; atau
c. Gabungan dari kedua keadaan itu.
Lewis menyimpulkan bahwa agar pembangunan dapat berjalan dengan lancar,
pembangunan harus dilaksanakan di kedua sektor (pertanian dan industri) tersebut secara
serentak.
Selanjutnya Lewis menunjukkan pula pentingnya pembangunan seimbang disektor
produksi yang menghasilkan barang–barang kebutuhan dalam negeri dan barang–barang
untuk ekspor. Peranan sektor ekspor dalam pembangunan dapat ditunjukkan dengan merujuk
pada implikasi dari timbulnya perkembangan yang tidak seimbang antara sektor luar negeri
dengan sektor dalam negeri. Menurut pendapat Lewis salah satu fungsi penting dari sektor
ekspor adalah untuk menjamin kelangsungan pembangunan apabila tidak terdapat
pembangunan yang seimbang di antara sektor – sektor dalam negeri, yaitu antara sektor
pertanian dan sektor industri. Fungsi penting lain dari sektor ekspor adalah untuk
mengatasi masalah terbatasnya pasar di dalam negeri. Sektor ekspor merupakan satu –
satunya sektor yang dapat dikembangkan tanpa adanya perkembangan di sektor – sektor lain.
Di samping itu perkembangan ekspor akan merangsang perkembangan sektor dalam
negeri karena ia akan menciptakan permintaan atas barang – barang yang dihasilkan oleh
sektor yang belakangan di sebut ini. Juga perkembangan sektor akan mendorong
perkembangan sektor dalam negeri karena; (i) beberapa fasilitas yang digunakan untuk
memperlancar kegiatan ekspor seperti perkembangan sistem komunikasi, jaringan penganggu
dan fasilitas latihan atau pendidikan-dapat digunakan oleh sektor dalam negeri; dan (ii)
dengan menarik tenaga kerja sektor dalam negeri, ektor ekspor akan mendorong sektor dalam
negeri untuk menciptakan temuan-temuan baru untuk meningkatkan produktivitas. Akhirnya,
sektor ekspor dapat pula memperlancar perkembangan impor. Dengan demikian dapat
memperbesar jumlah dan jenis barang-barang dalam masyarakat dan mendorong masyarakat
untuk bekerja lebih giat.
Tanpa perbaikan produktifitas di sektor tradisional ( sektor pertanian ), sektor ekspor
dapat memperoleh tenaga kerja dengan biaya murah. Ini berarti sektor ekspor, walaupun
berkembang pesat, menciptakan pertambahan pendapatan yang sangat terbatas kepada
masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, Lewis menekankan tentang perlunya menciptakan
keseimbangan yang sesuai – sehingga menjamin pembangunan ekonomi yang lancar –antara
sektor industri dan sektor pertanian, dan antara kegiatan memproduksi untuk kebutuhan dala
negeri dan untuk diekpor ke luar negeri.

B. TESIS USAHA MINIMUM KRITIS


Teori yang terkandung dalam tesis usaha minium kritis dapat dibedakan dalam tiga
pandangan. Yang pertama dan yang paling sederhana, merupakan perluasan dari teori nelson
mengenai perangkap tingkat keseimbangan rendah. Dua pandangan lainnya dikemukakan
oleh Leibenstein dan Ranis–Fei.
B.1 Perluasan Teori Nelson
Pengertian utama usaha minimum kritis mengemukakan tentang perlunya peningkatan
penanaman modal dipertinggi sehingga besarnya tingkat pertambahan pendapatan nasional
melebihi tingkat pertambahan penduduk. Tingkat kenaikan penanaman modal yang harus
dilakukan untuk mencapai hal tersebut tergantung pada tiga faktor : besarnya tingkat
pertambahan penduduk, besarnya tingkat penanaman modal yang sekarang tercapai dan
besarnya rasio modal produksi. Kalau dimisalkan tingkat pertambahan penduduk rata-rata
mencapai 2,5% pertahun dan rasio modal produksi adalah 3, maka diperlukan penanaman
modal sebesar 7,5% dari pendapatan nasional untuk mempertahankan tingkat pendapatan per
kapita masyarakat. Maka dalam keadaan demikian, pengertian pertama usaha minimum kritis
adalah penanaman modal sebanyak paling sedikit mencapai 7,5% dari pendapatan nasional.
Apabila tujuan yang ingin dicapai adalah menaikkan pendapatan perkapita rata – rata sebesar
2% per tahun, maka tingkat pertumbuhan ekonomi yang harus dicapai adalah 2,5% ditambah
2% sama dengan 4,5% per tahun. Untuk memungkinkan tercapinya tujuan ini, penanaman
modal haruslah mencapai 4,5 x 3 = 13,5% dari pendapatan nasional per tahun.
Rasio modal produksi maupun tingkat pertambahan penduduk dapat mengalami
perubahan, yaotu bertambah kecil atau bertambah besar. Apabila tetap dimisalkan rasio
modal produksi adalah tetap besarnya, keadaan tersebut berarti bahwa besarnya penanaman
modal yang diperlukan untuk mencapai tingkat usaha minimum kritis akan menjadi
bertambah besar. Misalnya pada contoh hipitesis diatas tingkat pertambahan penduduk telah
menjadi 3% dan bukan lagi 2.5%, maka tingkat penanaman modal untuk menjamin agar tidak
terjadi penurunan dalam pendapatan perkapita haruslah sebesar 3×3= 9% dari pendapatan
nasional.
Mengenai modal rasio produksi, dinegara yang telah mencapai tingkat pembangunan
yang tinggi, dimana sebagian besar penanaman modal terutama digunakan untuk
mengembangkan sektor produktif, pada umumnya rasio pertambahan modal produksinya
rendah. Sebaliknya suatu negara yang baru saja memulai pembangunan dan menciptakan
berbagai jenis prasarana, akan mempunyai rasio pertambahan modal produksi yang tinggi.
Dengan kata lain ia harus mengeluarkan biaya untuk biaya pendidikan, mengembangkan
jaringan pengangkutan, membangun dan memperbaiki pelabuhan, dan yang harus
mengembangkan berbagai prasarana lainnya. Di dalam negara demikian, disamping tingkat
pertambahan penduduk yang semakin besar, juga rasio pertambahan modal produksi akan
bertambah tinggi pada taraf-taraf permulaan pembangunannya.
Berdasarkan hipotesis diatas, pertambahan penduduk elah bertambah menjadi 3% dan
dimisalkan pula bahwa rasio pertambahan modal berubah dari 3 menjadi 3,5 maka
penanaman modal haruslah mencapai sebesar 3×3.5= 10,5%. Dari pendapatan nasional,
agaarmenjaga tidak terjadinya kemunduram. Dengan demikian apabila telah dimisalkan rasio
modal produksi adalah tetap besarnya, keadaan tersebut berarti bahwa besarnya penanaman
modal yang diperlukan untuk mencapai tingkat usaha minimum kritis akan menjadi
bertambah besar. Rostow mengemukakan syarat tentang perlunya peningkatan penanaman
modal yang besar agar suatu perekonomian dapat mencapai tahap lepas landas. Hanya
dengan tingkat penanama modal yang kenaikannya cukup besar pendapatan per kapita akan
bertambah dari masa ke masa.
B.2 Teori Leibestien
Pengertian kedua dari tesis usaha minimum kritis dikemukakan oleh Leibenstein. Ia
menyadari bahwa faktor – faktor yang menghambat pembangunan ekonomi, dan yang
menyebabkan suatu Negara tetap berada pada tingkat pembangunan dan tingkat pendapatan
per kapita yang rendah, adalah sangta kompleks sifatnya. Dalam teori Leibestien
membedakan faktor – faktor yang mepengaruhi laju pembangunan ekonomi mejadi dua
golongan:
(i) kekuatan – kekuatan yang menaikan pendapatan per kapita
(ii) kekuatan – kekuatan yang dapat menurunkan pendapatan per kapita.
Kebijakan pembangunan ekonomi haruslah bertujuan untuk mengatasi masalah lingkaran
perangkap kemiskinan dan melepaskan negara dari kungkungan lingakaran kemiskinan
tersebut. Tujuan ini dilakukan dengan memperkecil kekuatan – kekuatan yang menurunkan
pendapatan per kapita. Leibestien berpendapat bahwa kekuatan – kekuatan yang menurunkan
pendapatan per per kapita mempunyai nilai maksimum tertentu. Leibestien mengemukakan
empat faktor yang menjadi penentu besarnya usaha minimum kritis, Faktor pertama, usaha
tersebut harus menghindarkan berlakuknya disekonomi intern sebagai akibat dari skala
kegiatan perusahaan yang terbatas. Faktor penentu kedua, usaha tersebut harus menjamin
agar diantara berbagai industri yang dikembangkan akan tercipta ekonomi ekstern yang
cukup besar, sehingga memungkinkan berbagai indusrti memperoleh keuntungan yang cukup
mendorong perkembangan kegiatan mereka. Faktor ketiga, menentukan besarnya minimum
kritis adalah besarnya faktor – faktor yang menghalagi perkembangan ekonomi. Faktor
keempat,tingkat usaha minimum kritis tergantung pula kepada corak faktor-faktor bukan
ekonomi.
Bertambah besar pengaruh berbagai faktor ini dalam menghambat usaha pembangunan
semakin besar perombakan sosial yang harus dilakukan. Dengan demikian makin tinggi pula
tingkat usaha minimum kritis yang diperlukan untuk menjamin terciptanya pembangunan
yang diharapkan.
B. 3 Pandangan Ranis-Fei
Pengertian yang ketiga, dikemukakan oleh Fei dan Ranis, usaha minimum kritis
merupakan usaha untuk menjamin kelancaran proses pemindahan tenaga kerja dari sektor
pertanian ke sektor industri, sehingga peranan sektor industri dalam menyediakan
kesempatan kerja menjadi bertambah penting.
Jika L adalah seluruh perekonomian di sektor industri dan P adalah jumlah tenaga kerja
dalam seluruh perekonomian, maka usaha minimum kritis merupakan usaha yang menjamin
agar L/P kan bertambah besar besar dari masa ke masa. Usaha minimum kritis haru
menjamin agar nL ˃ nP. Menurut pendappat Fei dan Renis, faktor-faktor yang menentukan
nL dinyatakan dengan persamaan berikut :
𝐵𝐿 + 𝐽
𝑛𝐿 = 𝑛𝐾 + 𝑒𝐿𝐿

Untuk mencapai tingkAt usaha minimum kritis, persamaan tersebut dapat diubah menjadi :
𝐵𝐿+ 𝐽
𝑛 + > 𝑛
𝐾 𝑒𝐿𝐿 𝑝

Dimana :
𝑛𝐿 = tingkat pertambahan penggunaan tenaga kerja di sektor industri
𝑛𝑝 = tingkat pertambahan seluruh tenaga kerja
𝑛𝐾 = tingkat pertumbuhan stok barang-barang modal
𝐵𝐿 = tingkat labour using bias
𝐽 = tingkat kemajuan secara menyeluruh
𝑒𝐿𝐿 = elastisitas produduktivitas marginal tenaga kerja ( marginal physical product of labour).

Usaha minimum kritis menurut pengertian ini akan tercapai apabila usaha pembangunan
menjamin berlakunya :
a. Kemajuan teknologi yang cukup besar
b. Tingkat pertambahan modal yang cukup tinggi
c. Terciptanya inovasi yang bersifat sangat menguntungkan penggunaan lebih banyak
tenaga kerja.
d. Pengaruh hukum hasil lebih yang makin berkurang terhadap kegiatan tenaga keerja
tidak begitu kuat
Keempat faktor tersebut dapat secara bersama akan menjamin tercapainya tingkat
pertambahan kesempatan kerja yang lebih besar di sektor industri dari keseluruhan tingkat
pertambahan tenaga kerja.

C. BEBERAPA KRITIK TERHADAP TEORI PEMBANGUNAN SEIMBANG


Kritik terhadap teori ini dikemukakan oleh Hirschman, Streeten, Singer, dan Fleming.
Dari keempat ahli ekonomi tersebut, Hirschman merupakan pengkritik paling keras, ia bukan
saja menunjukkan kelemahan-kelemahan teori pembangunan seimbang, tetapi juga
mengedepankan teori pembangunan tidak seimbang.
C.1 Kritik Singer
Singer mengkritik pandangan teori pembangunan seimbang yang dikemukakan
Rosenstein-Rodan dan Nurske, yang menekankan tentang perlunya menciptakan perlunya
pembangunan yang serentak di berbagai industri. Pandangan ini dianggap Singer sebagai
kebijakan pembangunan yang menekankan pada usaha pembangunan sektor industri secara
besar-besaran dan melupakan sektor pertanian. Berkaitan dengan hal ini selanjutnya Singer
berpendapat bahwa teori pembangunan seimbang harus diperlukan hingga meliputi pula
usaha pembangunan secara besar-besaran si sektor pertanian. Singer berpendapat bahwa teori
pembangunan seimbang telah gagal untuk menyadari masalah utama yang dihadapi Negara
berkembang, yaitu bahwa mereka mengalami kekurangan sumber daya.
Kritik utama Singer tehadap pembangunan seimbang adalah mengenai corak program
yang harus dilaksanakan, yaitu yang menghendaki agar program pembangunan diberbagai
industri dan sektor. Menurut pendapatnya ini tidak mungkin dilakukan oleh negara
berkembang karena sumber daya yang mereka miliki sangat terbatas. Sebelum teori
pembangunan seimbang muncul bentuknya seperti sekarang ini, yaitu sebelum Lewis,
Nurkse, dan Scitovsky mengemukakan pendapatnya tentang pentingnya pembangunan secara
serentak diberbagai industri dan sektor, Singer telah mnyatakan : “kebaikan-kebaikan usaha
pembangunan yang meluas dapat merupakan bacaan yang menarik untuk para ahli ekonomi,
tetapi bagi negara berkembang hal yang demikian sungguh merupakan kabar buruk. Sumber
daya yang tersedia untuk pembangunan serentak diberbagai bifdang pada umumnya sangat
terbatas.” (The advantage of multiple developmment may make interesting reading for
economics, but they are gloomy news indeed for underdeveloped countries. The initial
resources for simultaneous developments on many fronts are generally lacking)
Pendapat yang sama hakikatnya dengan pandangan Singer yang baru dikemukakan yaitu
meragukan kemampuan negara berkembang menyediakan sumbenr daya untuk melaksanakan
program pembangunan seimbang, merupakan kecaman paling penting yang dikemukakan
Hirschman. Hirschman antara lain berpendapat bahwa di satu pihak teori pembangunan
seimbang sangat meragukan kemampuan Negara berkembang, tetapi di pihak lain mereka
membuat harapan-harapan yang sama sekali tidak realistis mengenai daya kreatif Negara-
negara tersebut. Teori pembangunan seimbang, menurut Hirschman, mengabaikan kenyataan
sejarah yang menunjukan bahwa secara perlahan industri modern telah berkembang pada
masa lalu, dan telah sangup mengantikan beberapa industri rumah tangga, dan industri-
industri yang menghasilkan barang-barang yang pada mulanya di impor.
Dari pandangan Hirschman ini dapatlah dikatakan bahwa menurut pendapatnya,
hambatan-hambatan terhadap pembangunan tidaklah serius yang sering sekali ditekankan
orang, termasuk orang yang mencetuskan pandangan tentang perlunya pembangunan
seimbang. Hirschman mengatakan: “Kalau suatu Negara sudah sanggup melaksanakan
doktrin pembangunan seimbang, maka ia tidak akan merupakan Negara berkembang lagi.” (
if the country were ready to apply the doctrine of balanced growth, then it would not be
underdeveloped in the first place).
Hirschman menggolongkan teori pembangunan seimbang sebagai varian teori depresi di
Negara maju, yaitu dalam perekonomian yang menghadapi masalah under employment
equilibrium. Untuk mengatasi masalah under employment equilibrium dan menciptakan
kegiatan ekonomi yang tinggi, haruslah penanaman modal di berbagai industri dilaksanakan
secara serentak. Dan langkah demikian memerlukan modal, tenaga kerja, tenaga ahli,
pemimpin perusahaan dan entrepreneur yang besar jumlahnya. Maka menurut Hirschman,
teori pembangunan seimbang sebenarnya adalah lebih sesuai untuk digunakan dalam
merumuskan kebijakan ekonomi di Negara-negara yang menghadapi masalah pengganguran
terbuka (masalah entrepreneur). Dan bukan yang menghadapi masalah pembangunan yang
sangat terbatas ( masalah under devolpyment ).

C.2 Masalah Ability To Invest (kesanggupan menanam modal


Dengan mengatakan bahwa Negara berkembang tidak sanggup melaksanakan
pembangunan seimbang karena sumber daya terbatas. Dapat diartikan bahwa kemampuan
Negara berkembang untuk pembangunan sangat terbatas. Maka timbul pertanyaan : faktor –
faktor apakah yang menentukan kesanggupan seuatu harga untuk pembangunan. Dalam
bagian lain bukunya Hirschman membahas mengenai masalah tersebut, menurut
pendapatnya, sampai dimana Negara berkembang mampu melaksanakan pembangunan
ditentukan oleh kesanggupannya untuk melaksanakan pembentukan modal. Ability
To Invest dapat didefinisikan sebagai derajat kesanggupan suatu masyarakat menggunakan
tabungan tersedia untuk melaksanakan penanaman modal yang produktif.
Menjelaskan lebih lanjut mengenai kesanggupan menanam modal, Hirschman
mengatakan kesanggupan menanam modal suatu Negara terletak beberapa besarnya sektor
modern dalam perekonomian, semakin besar sektor modern, semakin besar pula kesanggupan
menanam modal. Dalam suatu perekonomian yang memiliki 1000 buah industri akan terdapat
pengusaha – pengusaha dan tenaga berpendidikan dan pemimpin besar kurang lebih supuluh
kali dibandingkan dengan suatu perekonomian yang memiliki 100 buah industri. Dalam
bentuk yang lebih utama kalau tingkat kesanggupan menanam modal dinyatakan
sebagai v, dan pendapatan atau produksi sektor modern adalah Ym, maka besarnya
penanaman modal yang dapat dilaksanakan dengan produktif dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan: I = v.Ym .jika dimisalkan dengan tabungan rakyat (s) adalah
proporsional dengan pendapatan nasional (Y), maka besarnya tabungan masyarakat dapat
dinyatakan dengan persamaan : S = Sy.
Dalam proses pembangunan terdapat tiga kemungkinan mengenai hubungan di
antara v.Ym dengan sY yaitu yang pertama lebih besar dari yang kedua,atau sebaliknya, atau
dua-duanya sama besar. Keadaan dimana v.Ym < sY terjadi apabila suatu perekonomian
masih dalam tarap permulaan pembangunan dimana Ym jauh lebih besar dari Y dari
kenyataan ini dapat dinyatakan kemampuan suatu negara untuk mengerahkan modal dari
kesanggupannya untuk menggunakan modal secara produktif, keagaan ini dapat dilihat dari
terdapatnya tabungan baku (boarding) , konsumsi berlebihan atas barang-barang mewah, dan
penanaman modal yang tidak produktif (misalnya membeli tahah dan rumah mewah secara
berlebihah) Dengan uraian ini Hirschman telah menunjukan suatu faktor lain yang mungkin
menjadi hambatan, negara berkembang untuk melepaskan dirinya dari lingkaran kemiskinan,
yaitu keterbatasnya kesanggupan menanam modal. Kesanggupan menanam modal ini yang
terbatas ini tidak memungkinkan negara tersebut melaksanakan pembangunan secara besar-
besaran di berbagai industri.
C.3 Kritik Lain Ke Atas Teori Pembangunan Seimbang
Seperti singer, pengkritik teori pembangunan seimbang lainya juga mengakui bahwa
perkembangan berbagai industri secara serentak akan menciptakan ekonomi ekstern kepada
setiap industri sehingga akan menciptakan efisiensi dan keuntungan yang lebih tinggi kepada
masing-masing industri tersebut. Tapi disamping itu, Hircshman dan fleming mengemukakan
pula kemungkinan timbulnya disekonomi ekstern didalam pelaksanaan pembangunan
seimbang. Hirschman menunjukan kemungkinan terciptanya disekonomi ekstern di dalam
kegiatan-kegiatan ekonomi yang sudah ada sebelum kebijakan pembangunan seimbang
dilaksanakan. Pembangunan seimbang akan menghancurkan cara-cara tradisional, dalam
kegiatan produksi dan dalam bekerja masyarakat. Hal ini ada kalanya merugikan masyarakat.
Keahlian tradisional tidak berguna lagi, corak perdagangan yang lama hancur, dan
pengangguran tercipta. Kalau keadaan demikian berlaku keadaan pembangunan seimbang
akan meujudkan berbagai jenis pengorbanan sosial (social cost). Flaming memusatkan
perhatian kepada terjadinya disekonomi ekstern dalam industri – industri yang
dikembangkan.
Menurut Flaming, apabila faktor-faktor produksi terbatas jumlahnya, maka mengadakan
pembangunan industri besar – besaran dan secara serentak akan menurunkan efisiensi dan
tingkat keuntungan berbagai industri yang dikembangkan. Pembangunan seimbang akan
menciptakan hasil yang diharapkan hanya apabila tambahan modal yang diperlukan mudah
diperoleh, pekerja tidak meminta upah tinggi, tenaga kerja disektor pertanian dapat ditarik
dan dipekerjakan disektor perindustrian dan beberapa keadaan lainnya berlaku dalam
perekonomian. Apabila sebagian besar dari keadaan – keadaan tersebut tidak ada,
pembangunan seimbang bukan akan menambah, tetapi mengurangi efisiensi dan keuntungan
berbagai industri.

D. MENGAPA PEMBANGUNAN SEIMBANG TIDAK SESUAI?


Hirschaman dan Streeten, disamping mengkritik teori pembangunan seimbang,
mengemukakan pula teori pembangunan tidak seimbang. Menurut mereka pembangunan
tidak seimbang adalah program pembangunan yang lebih sesuai untuk mempercepat proses
pembangunan di Negara berkembang.
Pertimbangan untuk melaksanakan pembangunan seimbang menurut Hirschman, yaitu :
a. Secara historis pembangungan ekonomi yang telah terjadi coraknya tidak seimbang.
b. Untuk mempertinggi efisiensi penggunaan sumberdaya yang tersedia, dan
c. Pembangunan tak seimbang akan menimbulkan gangguan-gangguan dalam proses
pembangunan yang akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya
Pembangunan tidak seimbang dianggap lebih sesuai untuk dilaksanakan dinegara
berkembang karena negara-negara tersebut menghadapi masalah kekurangan sumber daya.
Dengan melaksanakan pembangunan tidqak seimbang, usaha pembangunan paa suatu waktu
tertentu dapat dipusatkan kepada beberapa kegiatan yang akan mendorong penanaman modal
terpengaru (induced investment) diberbagai kegiatan lain pada masa berikutnya. Dengan
demikina pembangunan sumber daya yang sangat langka dapat digunakan dengan lebih
efisien. Persoalan pokok menurut Hirschman dalam strategi pembangunan tak seimbang
adalah bagaimana caranya menentukan proyek yang harus didahulukan pembangunannya.
Teori pembangunan seimbang secara implisit berpendapat bahwa pembangunan tidak
seimbang akan menghalangi pembangunan ekonomi, sedangkan streeten dan hirschman
berpendapat sebaliknya. Streeten mengakui bahwa pembangunan yang terbatas, atau terpusat
paa suatu sektor, akan menimbulkan kerugian atau inefisiensi. Namun, selanjutnya Streeten
berpendapat pula bahwa berbagai hambatan yang ditimbulkannya, adakan menjadi
perangsang untuk melaksanakan pembangunan pada masa berikutnya.
Hirschman menggunakan pendapat Scitovsky untuk menjelaskan tentang pentingnya
pembangunan tidak seimbang, sebagai berikut : keuntungan merupakan suatu tanda dari
ketidakseimbangan dan besarnya keuntungan merupakan suatu indeks kasar yang
menunjukkan tingkat ketidakseimbangan yang terjadi. Keuntungan dalam suatu industri akan
mendorong penanaman modal dalam industri tersebut, dan selanjutnya penanaman modal
yang dilakukan akan menghapuskan keuntungan. Tetapi, penanaman modal tersebut
menciptakan keuntungan bagi industri lain. Ketidakseimbangan berlaku dan keadaan ini
mendorong penanaman modal di industri tadi. Menurut Hirschman gambaran tersebut
menunjukkan suatu contoh bagaimana proses pembangunan berlaku, yaitu pembangunan
merupakan suatu rangkaian ketidakseimbangan-ketidakseimbangan ( a chain if disequalibria).
Seperti yang telah dinyatakan oleh Hirschman, untuk selalu menciptakan keadaan
dimana perekonomian terus menerus maju ke depan, pembangun harus menjaga terciptanya
goncangan-goncangan, disproporsi, dan berbagai ketidakseimbangan. Ia berkeyakinan bahwa
permbangunan yang terus menerus menghadapi goncangan san ketidakseimbangan akan
menggalakan penanaman modal pada masa berikutnya. .
D.1 PEMBANGUNAN TIDAK SEIMBANG: ANTARA SEKTOR PRASARANA
DENGAN SEKTOR PRODUKTIF
Dalam teori pembangunan tidak seimbang yang dikemukakan oleh Hirschman, persoalan
pokok yang dianalisisnya adalah apabila proyek-proyek yang dapat dilaksanakan
memerlukan dana modal dan sumber-sumber daya yang tersedia menciptakan tingkat
perkembangan ekonomi yang maksimal.
Persoalan mendasar yang dianalisis Hirschman dalam strategi pembangunan tidak
seimbang adalah bagaimana cara untuk menentukan proyek pembangunan yang harus
didahulukan berdasarkan suatu prioritas tertentu. Argumen utama yang mendasari pemikiran
Hirschman adalah karena proyek-proyek tersebut memerlukan penggunaan modal dan
sumberdaya lainnya yang tidak sedikit, dan seringkali melebihi modal dan sumberdaya yang
tersedia, agar penggunaan berbagai sumberdaya yang tersedia tersebut dapat optimal maka
diperlukan usaha pengalokasian sumberdaya yang efektif dan efisien.
Cara pengalokasian sumberdaya tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Cara pilihan pengganti, yaitu suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk
menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus dilaksanakan.
b. Cara pilihan penundaan, yaitu suatu cara pemilihan proyek yang menentukan urutan
proyek yang dilaksanakan. Dengan kata lain, suatu cara pemilihan proyek dengan
menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus didahulukan
Berdasarkan prinsip pemilihan proyek, Hirschman menganalisis masalah alokasi sumber
daya diantara sektor prasarana atau Social Overhead Capital (SOC) dengan sektor produktif
yang langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat atau Directly
Productive Activities (DPA).
Ada 3 (tiga) cara pendekatan yang mungkin dilakukan dalam mengembangkan sektor
prasarana dan sektor produktif, yaitu:
a. Pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut.
b. Pembangunan tidak seimbang, dimana pembangunan sektor prasarana lebih
ditekankan.
c. Pembangunan tidak seimbang, dimana sektor produktif lebih ditekankan.
Ketiga cara pendekatan diatas dan cara yang lebih sesuai untuk negara berkembang
dijelaskan oleh Hirschman dengan menggunakan kurva seperti yang terdapat dalam gambar
12.2

Kurva a, b, c, dan d masing-masing merupakan tingkat produksi yang dicapai dengan


sejumlah investasi tertentu jika modal tersebut digunakan secara penuh (full capacity). Kurva
yang lebih tinggi menunjukkan bahwa tingkat produksi yang dapat dicapai lebih tinggi.
Keadaan yang demikian dapat tercipta dari adanya sejumlah barang –barang modal yang ebih
banyak dalam sektor DPA.
0X = jumlah prasarana (SOC) yang tersedia atau biaya prasarana yang ada
0Y = seluruh biaya produksi yang dikeluarkan sektor DPA
Untuk tingkat produksi yang ditunjukkan oleh kurva a, jumlah seluruh biaya produksinya
tergantung kepada besarnya SOC yang tersedia. Semakin besaar SOC yang tersedia semakin
rendah biaya produksi di sektor DPA. Untuk dapat menjalankan kegiatannya disektor DPA
memerlukan sejumlah SOC minimum tertentu. Berdasarkan gambar 12.2 kurva-kurva
tersebut menunjukkan bahwa jumlah biaya yang ahrus dibelanjakan untuk mencapai suatu
tingkat produksi tertentu tergantung kepada besarnya SOC yang tersedia dalam masayarakat.
Kegiatan ekonomi akan mencapai efisiensi yang optimal jika :
Sumberdaya dialokasikan antara sektor DPA dan sektor SOC sedemikian rupa sehingga
dengan sumberdaya sejumlah tertentu bisa dicapai tingkat produksi yang maksimum, atau
sebaliknya untuk suatu tingkat produksi tertentu jumlah sumberdaya yang digunakan di
sektor DPA dan sektor SOC jumlahnya minimum.
Cara pendekatan dalam melakukan alokasi yang paling efisien ada 2 :
1. “Pembangunan secara kekurangan (prasarana) atau development via shortage”.
Mendahulukan DPA kemudian SOC
=> AB1 BC2 CD1d
2. “Pembangunan secara kelebihan kapasitas (prasarana) development via excess capacity”.
Mendahulukan SOC kemudian DPA
=> AA1 BB2 CC2D
Berdasarkan kedua pendekatan tersebut, Hirscman menyatakan bahwa yang harus
dijalankan adalah urutan perkembangan yang akan menjamin terciptanya perkembangan
lanjutan yang maksimal. Menurut Hirschman, dorongan mana yang lebih kuat tergantung
pada kekuatan relatif kegiatan para pengusaha dan motivasi masyarakat disatu pihak
dibandingkan dengan pengaruh ketidakpusasan masyarakat terhadap tindakan pemerintah
dalam mengembangkan prasarana dipihak lain. Menurut pendapatnya dalam keadaan dimana
motivasi masyarakatnya sangat terbatas, adalah lebih baik mengadakan pembangunan secara
kekurangan daripada pembangunan secara kelebihan kapasitas. Dengan perkataan lain, di
dalam setiap negara atau daerah dimana motivasi masyarakat yang paling tepat aalah
mendahulukan perkembangan sektor produktif, karena cara pendekatan ini akan menghindari
penghamburan penggunaan fasilitas prasarana.
D.2 PEMBANGUNAN TIDAK SEIMBANG DALAM SEKTOR PRODUKTIF (DPA)
Dalam sektor produktif mekanisme perangsang pembangunan atau inducement
mechanisme yang tercipta sebagai akibat dari terdapatnya hubungan diantara berbagai
industri dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan mentah dalam
industri lainya,dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu pengaruh hubungan kebelakang
(backward linkage effects) dan pengaruh hubungan kedepan (forward linkage effects). Yang
dimaksud dengan pengaruh hubungan kebelakan adalah tingkat rangsangan yang diciptakan
oleh pengembangan sesuatu industri terhadap perkembangan indusri-industri yang akan
menyediakan bahan mentah (input) kepada indistri yang pertama. Dan yang dimaksud dengan
pengaruh kedepan adalah tingkat rangsangan yang diciptakan oleh pengembangan suatu
industtri terhadap perkembangan industri – industri yang lain yang menggunakan produk
indutri yang pertama sebagai bahan bakunya.
Menurut Hirschman, ada dua jenis industri berdasarkan atas seberapa besar tingkat
keterkaitan antar industrinya, yaitu:
a. Industri satelit (satelite industry), contohnya industri karung semen, dan industri batu
bata, yang merupakan industri satelit dari industri semen.
b. Industri non-satelit (non-satelite industry), karung gonidalam hubungannya dengan
karung semen.
Berikut adalah beberapa ciri-ciri industri satelit, yaitu:
a. Lokasinya berdekatan dengan industri induk sehingga akan dicapai satu skala efisiensi
yang tinggi dalam kegiatannya.
b. Industri-industri tersebut menggunakan input utama yang berasal dari produk industri
induk atau industri tersebut menghasilkan produk yang merupakan input dari industri
induk, tetapi bukan merupakan input utama.
c. Besarnya industri satelit tidak akan melebihi industri induknya.
Industri satelit dan industri non – satelit ini dapat dirangsang perkembangannya oleh
timbulnya hubungan kebelakang atau kedepan yang desebabkan oleh pengembangan industri
suatu penting tertentu. Apabila pengembangan industri semen mendorong perkembangan
industri karung semen, maka ini merupakan pengaruh hubungan kebelakang. Dan, apabila
industri semen mendorong perkembangan industri batu bara, maka ini merupakan pengaruh
hubungan kedepan. Pengembangan suatu industri akan menciptakan dorongan bagi
perkembangan industri satelit maupun industri non satelit. Pertumbuhan suatu industri akan
mendorong perkembangan industri-industri satelitnya, industri bukan satelit akan terdorong
apabila beberapa industri yang menggunakan hasil industrinya berkembang secara bersama-
sama sehingga menciptakan pasar yang cukup besar untuk hasil industri bukan satelit
tersebut.
Dari gambaran mengenai hubungan berbagai industri dan pengaruh dari berbagai corak
hubungan tersebut kepada pembangunan, Hirschman juga menyadari tentang perlunya
memperhatikan potensi keuntungan hubungan yang erat dari berbagai industri. Disamping itu
ia juga menyadari bahwa nefara berkembang memiliki sumber daya yang terbatas. Sebagai
alternatif Hirschman mengusulkan agar pembangunan industri-industri dilakukan dengan
mendahulukan industri-industri yang pembangunannya akan secaramaksimal mendorong
perkembangn industri-industri lainnya, industri satelit maupun yang tidak termasuk dalam
golongan tersebut.
Dalam menunjukkan tingkat pengaruh hubungan kebelakang dan pengaruh hubungan
kedepan dari berbagai industri, Hischman menggunakan hasil studi Chenery dan Watanabe,
Ahli ekonomi yangmenyelidiki tingkat hubungan interdepensensi diantara berbagai industri
di Italia, Jepang dan Amerika Serikatm dan hasilnya ditunjukkan dalam tabel.
Tabel Tingkat interdependensi berbagai sektor ekonomi di Italia, jepang dan Amerika
Serikat
Interdependensi Interdependensi
meliputi pembelian meliputi penjualan
dari sektor lain dari sektor lain
(hubungan ke (hubungan ke
belakang) depan)
Barang setengah jadi (hubungan ke
1
belakang dan ke depan tinggi)
Besi dan Baja 60 78
Logam yang tidak mengandung besi 61 81
Kertas dan barang-barang dari kertas 57 78
Hasil-hasil minyak 66 68
Hasil-hasil batu bara 63 67
Barang Kimia 60 69
Tekstil 67 57
Barang-barang karet 51 48
Percetakan dan penerbitan 49 46
Barang jadi ( hubungan ke belakang
2
tinggi dan ke depan rendah)
Industri pemroses makanan utama 89 42
Barang-barang dari kulit 66 37
Kayu dan barang-barang dari kayu 61 38
Pakaian 69 12
Alat-alat pengangkutan 60 20
Mesin-mesin 51 28
Barang-barang tambang bukan logam 47 30
Makanan yang diproses 61 15
Perkapalan 58 14
berbagai jenis industri 43 20
Barang setengah jadi sektor primer
3 (hubungan ke depan tinggi dan ke
belakang rendah)
Pertambangan logam 21 93
Minyak dan Gas Bumi 15 97
Pertambangan batu bara 23 87
Pertanian dan kehutanan 31 72
Tenaga listrik 27 59
Barang-barang tambang bukan logam 17 52
barang jadi sektor primer (hubungan
4
ke depan dan ke belakang rendah)
Penangkapan ikan 24 36
Pengangkutan 31 26
Jasa-jasa 19 34
Perdagangan 16 17
a. Perbandingan antara seluruh pembelian dari berbagai industri dengan keseluruhan
produksi (persen [%]).
b. Perbandingan antara seluruh penjualan kepada berbagai industri dengan seluruh
permintaan (persen [%]).
Berdasarkan pada sifat pengaruh hubungan ke belakang dan pengaruh hubungan ke
depan dari berbagai industri yang diteliti, industri-industri dibedakan dalam empat golongan.
Hirschman menganggap pengaruh hubungan kebelakang lebih penting dalam mendorong
perkembangan industri baru apabila dibandingkan dengan dorongan yang diciptakan oleh
pengaruh hubungan ke depan. Oleh karena itu, dalam urutan penggolongannya ia lebih
mendahulukan industri-industri yang mempunyai pengaruh kebelakang yang lebih tinggi.
Dari penggolongan tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor industri barang setengah jadi
(intermediate products) mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk menggalakan
penanaman modal selanjutnya jika dibandingkan dengan sektor industri barang akhir ( final
products). Sedangkan sektor yang belakangan ini lebih tinggi pula kemampuannya dari sektor
industri barang setengah jadi sektor primer. Seterusnya, barang setengah jadi sektor primer
mempunyai kemampuan lebih tinggi dari industri-industri barang jadi sektor primer.
Gambatan corak interdependensi tersebut dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk
menentukan jenis-jenis industri yang harus lebih diutamakan perkembangannya dalam
program pembangunan.
Menurut Hirschman hubungan intedependendensi kegiatan ekonomi dinegara
berkembang sangat lemah. Di negara berkembang terutama dilakukan di sektor pertanian
tradisional. Kegiatan di sektor pertanian tradisional tidak membeli input dari dari sektor lain
dan sebelum menjadi barang akhir memerlukan pengolahan atau kegiatan memproses yang
sangat sederhana. Sedangkan sektor modern perannya relatif terbatas, dan sebagian darinya
merupakan hasil pertanian yang juga hasilnya terutama untuk diekspor. Dalam pertanian
modern memang lebih banyak input yang digunakan (pupuk, alat-alat pertanian, dan bahan-
bahan-bahan kimia), tetapi tidak terlalu menambah tingkat pengaruh hubungan kebelakang
sektor tersebut. Disamping itu keterbatasan pengaruh hubungann ke depan dari sektor
pertanian dan sektor pertambangan disebabkan pula karena hasil-hasil kegiatan tersebut untuk
ekspor, terutama dalam bentuk barang setengah jadi yaang tingkat pengolahannya masih
sangat terbatas. Hal ini digunakan hirschman sebagai satu alasan untuk mengecam program
pembangunan yang terlalu menekankan pentingnya melaksanakan program yang dapat
mengembangkan sektor industri barang primer (pertanian dan pertambangan).
Hirschman menyadari bahwa sektor industri barang setengah jadi mempunyai
kemampuan paling besar untuk mendorong penanaman modal disektor lain. Tetapi, pasar
yang masih terbatas menyebabkan sektor tersebut belum dapat dikembangkan pada taraf-taraf
awal pembangunan ekonomi. Sehingga sektor industri yang menghasilkan barang jadi
sebaiknya terlebih dahulu dikembangkan. Industri-industri demikian dinamakan industri
barang konsumsi (consumer good industries), dan dapat dibedakan menjadi :
a. Industri yang memproses hasil-hasil industri primer di dalam negeri atau yang di
impor menjadi barang jadi (final goods) dan
b. Industri yang memproses barang-barang setengah jadi menjadi barang-barang jadi.
Apabila industri-industri barang konsumsi terus berkembang, maka pasar untuk berbagai
jenis bahan mentah akan menjadi bertambah luas. Seterusnya apabila proses industrialisasi
terus menerus berjalan, pasar dalam negeri akan cukup besar bagi industri dasar dan industri
barang-barang modal. Dengan demikian, menurut Hirschman tingkat-tingkat dari proses-
proses induatrialisasi yang efisien adalah mula-mula industri barang-barang konsumsi yang
berkembang, kemudian diikuti oleh industri-industri barang setengah jadi, dan akhirnya
diikuti pula oleh perkembangan industri-industri barang-barang modal.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembangunan seimbang merupakan suatu bentuk usaha pembangunan yang berusaha
mengatur program penanaman modal secara sedemikian rupa, sehingga sepanjang proses
pembangunan tidak akan timbul hambatan-hambatan yang bersumber dari penawaran
maupun permintaan.
Penganut beberapa teori pembangunan seimbang yaitu : Rosenstein-Rodan, Nurske,
Scitovsky Dan Lewis, mereka berpandangan bahwasannya dengan menekankan
pembangunan yang serentak diberbagai sektor industri maka akan mampu menciptakan
ekonomi ekstern dan hal ini akan menyebabkan peningkatan pendapatan perkapita negara
berkembang.
Namun, teori tentang pembangunan seimbang dibantah atau dikritik oleh beberapa ahli
ekonomi, atau lebih dikenal dengan penganut teori pembangunan tidak seimbang, diantaranya
: Singer dan Hirschman, dimana mereka mengkritik tentang pembangunan seimbang mereka
berpandangan bahwa, pembangunan seimbang tidak sesuai jika diterapkan dinegara
berkembang dikarenakan adanya faktor utama keterbatasan sumber daya yang dimiliki, dan
juga tenaga-tenaga ahli. Mereka lebih menekankan pada pembangunan tidak seimbang yang
dilakukan dengan memfokuskan pelaksanaan program pembangunan yang mampu
menciptakan gangguan-gangguan dan ketidakseimbangan-ketidakseimbangan dalam kegiatan
ekonomi, dengan demikian hal tersebut akan menjadi pendorong untuk lebih melaksanakan
berbagai program dimasa yang akan datang.
Teori yang terkandung dalam teori usah minimum kritis dibedakan menjadi 3 pandangan,
pandangan pertama adalah teori nelson dilanjutkan dengan teori Leibeinstein dan yang
terakhir adalah Ranis-Fei.

B. Saran

Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang terjadi secara terus-menerus. Baik itu
pembangunan seimbang maupun pembangunan tidak seimbang memiliki kelmahan dan
kelebihannya masing-masing. Oleh karena itu diharapkan teori-teori tersebut dapat membantu
dalam melakukan pembangunan di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Sukirno, Sadono. 2014. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan.
Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, Prenada Media.
http://hamparanoretan.blogspot.com/2017/07/pembangunan-seimbang-balanced-growth.html
https://slideplayer.info/slide/17570362/

Anda mungkin juga menyukai