Anda di halaman 1dari 130

Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik

Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya


Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

1. Aturan Latihan tentang


Mengeluarkan Mani
Para Mulia, tiga belas aturan tentang penskorsan ini akan dibacakan.

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu Yang Mulia Seyyasaka merasa tidak puas dengan kehidupan spiritual. Ia menjadi
kurus, lesu, dan pucat, dengan urat-urat menonjol di sekujur tubuhnya. Yang Mulia Udāyī
melihatnya dalam kondisi ini dan berkata kepadanya, “Seyyasaka, engkau tidak terlihat baik.
Engkau merasa tidak puas dengan kehidupan spiritual, bukan?”
“Ya.”
“Baiklah, makan, tidur, dan mandi sebanyak yang engkau kehendaki. Dan kapan pun engkau
merasa tidak puas dan nafsu menguasaimu, bermasturbasilah dengan tanganmu." “Tetapi apakah
itu diperbolehkan?"
"Ya, aku juga melakukannya.”
Maka Seyyasaka makan, tidur, dan mandi sebanyak yang ia kehendaki, dan kapan pun ia merasa
tidak puas dan nafsu menguasainya, ia bermasturbasi dengan tangannya. Setelah beberapa lama
Seyyasaka memiliki wajah cerah dan berwarna baik, berkulit cerah, dan indria-indria yang tajam.
Para bhikkhu yang adalah teman-temannya berkata kepadanya, “Seyyasaka, engkau dulu kurus,
lesu, dan pucat, dengan urat-urat menonjol di sekujur tubuhmu. Tetapi sekarang engkau
memiliki wajah cerah dan berwarna baik, berkulit cerah, dan indria-indria yang tajam. Apakah
engkau minum obat?”
“Tidak. Aku hanya makan, tidur, dan mandi sebanyak yang kukehendaki, dan kapan pun aku
merasa tidak puas dan nafsu menguasaiku, aku bermasturbasi dengan tanganku.” “Apakah
engkau memakan makanan yang diberikan dengan penuh keyakinan dengan tangan yang sama
engkau bermasturbasi?”
“Ya.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Seyyasaka bermasturbasi dengan tangannya?”
Mereka menegur Seyyasaka dalam berbagai cara dan kemudian memberitahu Sang Buddha. Sang
Buddha kemudian mengumpulkan Sangha dan menanyai Seyyasaka: “Benarkah, Seyyasaka,
bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya, “Orang dungu, tidaklah benar, tidaklah sepantasnya, tidaklah
selayaknya bagi seorang monastik, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana
mungkin engkau dapat melakukan hal ini? Tidakkah Aku telah membabarkan banyak ajaran
demi kebebasan dari nafsu, bukan demi nafsu; demi kebebasan dari belenggu, bukan demi
belenggu; demi tanpa menggenggam, bukan demi menggenggam? Ketika Aku telah mengajarkan
dengan cara ini, bagaimana mungkin engkau dapat memilih nafsu, belenggu, dan menggenggam?
Tidakkah Aku telah membabarkan ajaran-ajaran demi meluruhnya nafsu, demi membersihkan
kemabukan, demi pelenyapan dahaga, demi mencabut kemelekatan, demi memotong lingkaran
kelahiran kembali, demi menghentikan ketagihan, demi meluruhnya, demi berakhirnya, demi
padamnya? Tidakkah Aku telah membabarkan banyak ajaran demi ditinggalkannya kenikmatan-
kenikmatan indria, demi pemahaman penuh pada persepsi kenikmatan indria, demi pelenyapan
dahaga terhadap kenikmatan indria, demi eliminasi pemikiran kenikmatan indria, demi
ditenangkannya demam kenikmatan indria? Orang dungu, hal ini akan mempengaruhi keyakinan
banyak orang dan menyebabkan beberapa orang kehilangan keyakinan.” Kemudian setelah
menegur Seyyasaka dalam berbagai cara, Sang Buddha mencela sulitnya disokong … “Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Mengeluarkan mani dengan sengaja adalah pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian beberapa bhikkhu memakan makanan-makanan baik, jatuh tertidur
dengan lengah dan lalai, dan mengeluarkan mani sewaktu bermimpi. Mereka menjadi gelisah,
dengan berpikir, “Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan bahwa dengan sengaja
mengeluarkan mani adalah pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Kami mengeluarkan
mani sewaktu bermimpi, yang bukannya tanpa sengaja. Mungkinkah bahwa kami telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan?” Mereka memberitahukan kepada
Sang Buddha. “Memang benar, para bhikkhu, bahwa mimpi bukanlah tanpa sengaja, tetapi itu
dapat diabaikan. Dan karena itu, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai
berikut:

Aturan akhir
‘Mengeluarkan mani dengan sengaja, kecuali sewaktu bermimpi, adalah pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.’”

Definisi
Disengaja:
dengan mengetahui, dengan sadar, setelah meniatkan, setelah memutuskan, ia melanggar.
Mani:
ada sepuluh jenis mani: biru, kuning, merah, putih, warna dadih, warna air, warna minyak, warna
susu, warna dadih pekat, warna minyak samin.
Mengeluarkan:
membuatnya berpindah dari sumbernya—ini adalah apa yang disebut dengan “mengeluarkan”.
Kecuali sewaktu bermimpi:
selain daripada yang terjadi sewaktu bermimpi.
Pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
hanya Sangha yang memberikan percobaan untuk pelanggaran itu, mengembalikan ke awal,
memberikan masa percobaan, dan merehabilitasi—bukan beberapa bhikkhu, bukan satu individu.
Oleh karena itu disebut “pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”. Ini adalah nama dan
sebutan untuk kelompok pelanggaran ini. Oleh karena itu, juga disebut “pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan”.

Permutasi
Permutasi bagian 1

Rangkuman
Ia mengeluarkan dengan tubuhnya sendiri. Ia mengeluarkan dengan sesuatu yang eksternal. Ia
mengeluarkan dengan tubuhnya sendiri dan dengan sesuatu yang eksternal. Ia mengeluarkan
dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya di udara.
Ia mengeluarkan karena ereksi yang diakibatkan oleh keinginan indria. Ia mengeluarkan karena
ereksi yang disebabkan oleh kotoran tinja. Ia mengeluarkan karena ereksi yang disebabkan oleh
air kencing. Ia mengeluarkan karena ereksi yang disebabkan oleh angin dalam usus. Ia
mengeluarkan karena ereksi yang disebabkan oleh sengatan ulat.
Ia mengeluarkan demi kesehatan. Ia mengeluarkan demi kenikmatan. Ia mengeluarkan demi
obat. Ia mengeluarkan demi suatu pemberian. Ia mengeluarkan demi jasa. Ia mengeluarkan demi
pengorbanan. Ia mengeluarkan demi alam surga. Ia mengeluarkan demi benih. Ia mengeluarkan
demi menyelidiki. Ia mengeluarkan demi bersenang-senang.
Ia mengeluarkan biru. Ia mengeluarkan kuning. Ia mengeluarkan merah. Ia mengeluarkan putih.
Ia mengeluarkan warna dadih. Ia mengeluarkan warna air. Ia mengeluarkan warna minyak. Ia
mengeluarkan warna susu. Ia mengeluarkan warna dadih pekat. Ia mengeluarkan warna minyak
samin.

Definisi
Dengan tubuhnya sendiri:
dengan tubuh organiknya sendiri.
Dengan sesuatu yang eksternal:
dengan sesuatu yang organik atau non-organik, secara eksternal.
Dengan tubuhnya sendiri dan dengan sesuatu yang eksternal:
dengan keduanya.
Menggoyang-goyangkan pinggulnya di udara:
pada seseorang yang melakukan usaha di udara, alat kelaminnya menjadi ereksi.
Karena ereksi yang diakibatkan oleh keinginan indria:
pada seorang yang ditindas oleh keinginan indria, alat kelaminnya menjadi ereksi.
Karena ereksi yang disebabkan oleh kotoran tinja:
pada seorang yang ditekan oleh kotoran tinja, alat kelaminnya menjadi ereksi.
Karena ereksi yang disebabkan oleh air kencing:
pada seorang yang ditekan oleh air kencing, alat kelaminnya menjadi ereksi.
Karena ereksi yang disebabkan oleh angin dalam usus:
pada seorang yang ditekan oleh angin dalam usus, alat kelaminnya menjadi ereksi.
Karena ereksi yang disebabkan oleh sengatan ulat:
pada seorang yang disengat ulat, alat kelaminnya menjadi ereksi.
Demi kesehatan:
dengan berpikir, “Aku akan menjadi sehat.”
Demi kenikmatan:
dengan berpikir, “Aku akan menghasilkan perasaan nikmat.”
Demi obat:
dengan berpikir, “Akan menjadi obat.”
Demi suatu pemberian:
dengan berpikir, “Aku akan memberikan suatu pemberian.”
Demi jasa:
dengan berpikir, “Akan menjadi jasa.”
Demi pengorbanan:
dengan berpikir, “Aku akan mempersembahkan pengorbanan.”
Demi alam surga:
dengan berpikir, “Aku akan pergi ke alam surga.”
Demi benih:
dengan berpikir, “Akan menjadi benih.”
Demi menyelidiki:
dengan berpikir, “Akankah berwarna biru?”, “Akankah berwarna kuning?”, “Akankah berwarna
merah?”, “Akankah berwarna putih?”, “Akankah berwarna dadih?”, “Akankah berwarna air?”,
“Akankah berwarna minyak?”, “Akankah berwarna susu?”, “Akankah berwarna dadih pekat?”,
“Akankah berwarna minyak samin?”
Demi bersenang-senang:
ingin bermain.
Pembabaran bagian 1
Jika, dengan tubuhnya sendiri, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, dengan sesuatu yang eksternal, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, dengan tubuhnya sendiri dan dengan sesuatu yang eksternal, ia berniat dan melakukan
usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya di udara, ia berniat dan melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, ketika terjadi ereksi yang diakibatkan oleh keinginan indria, ia berniat dan melakukan
usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, ketika terjadi ereksi yang diakibatkan oleh tekanan kotoran tinja, ia berniat dan melakukan
usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, ketika terjadi ereksi yang diakibatkan oleh tekanan air kencing, ia berniat dan melakukan
usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, ketika terjadi ereksi yang diakibatkan oleh gas dalam usus, ia berniat dan melakukan usaha,
dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, ketika terjadi ereksi yang diakibatkan oleh sengatan ulat, ia berniat dan melakukan usaha,
dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Pembabaran bagian 2
Tujuan tunggal
Jika, demi kesehatan, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, demi kenikmatan … Jika, demi obat … Jika, demi pemberian … Jika, demi jasa … Jika, demi
pengorbanan … Jika, demi alam surga … Jika, demi benih … Jika, demi menyelidiki … Jika, demi
bersenang-senang, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Satu jenis mani
Jika ia meniatkan biru, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan kuning … Jika ia meniatkan merah … Jika ia meniatkan putih … Jika ia
meniatkan warna dadih … Jika ia meniatkan warna air … Jika ia meniatkan warna minyak … Jika
ia meniatkan warna susu … Jika ia meniatkan warna dadih pekat … jika ia meniatkan warna
minyak samin, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Rangkaian dasar selesai.
Dua tujuan
Jika, demi kesehatan dan demi kenikmatan, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, demi kesehatan dan demi obat … Jika, demi kesehatan dan demi pemberian … Jika, demi
kesehatan dan demi jasa … Jika, demi kesehatan dan demi pengorbanan … Jika, demi kesehatan
dan demi alam surga … Jika, demi kesehatan dan demi benih … Jika, demi kesehatan dan demi
menyelidiki … Jika, demi kesehatan dan demi bersenang-senang, ia berniat dan melakukan usaha,
dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tidak berkaitan yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Jika, demi kenikmatan dan demi obat, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, demi kenikmatan dan demi pemberian … Jika, demi kenikmatan dan demi jasa … Jika, demi
kenikmatan dan demi pengorbanan … Jika, demi kenikmatan dan demi alam surga … Jika, demi
kenikmatan dan demi benih … Jika, demi kenikmatan dan demi menyelidiki … Jika, demi
kenikmatan dan demi bersenang-senang, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, demi kenikmatan dan demi kesehatan, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika, demi obat dan demi pemberian … Jika, demi obat dan demi jasa … Jika, demi obat dan demi
pengorbanan … Jika, demi obat dan demi alam surga … Jika, demi obat dan demi benih … Jika,
demi obat dan demi menyelidiki … Jika, demi obat dan demi bersenang-senang, ia berniat dan
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Jika, demi obat dan demi kesehatan … Jika, demi obat dan demi kenikmatan, ia berniat dan
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.

Jika, demi pemberian dan demi jasa … Jika, demi pemberian dan demi pengorbanan … Jika, demi
pemberian dan demi alam surga … Jika, demi pemberian dan demi benih … Jika, demi pemberian
dan demi menyelidiki … Jika, demi pemberian dan demi bersenang-senang, ia berniat dan
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Jika, demi pemberian dan demi kesehatan … Jika, demi pemberian dan demi kenikmatan … Jika,
demi pemberian dan demi obat, ia berniat dan berusaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika, demi jasa dan demi pengorbanan … Jika, demi jasa dan demi alam surga … Jika, demi jasa
dan demi benih … Jika, demi jasa dan demi menyelidiki … Jika, demi jasa dan demi bersenang-
senang, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika, demi jasa dan demi kesehatan … Jika, demi jasa dan demi kenikmatan … Jika, demi jasa dan
demi obat … Jika, demi jasa dan demi pemberian, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani
keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika, demi pengorbanan dan demi alam surga … Jika, demi pengorbanan dan demi benih … Jika,
demi pengorbanan dan demi menyelidiki … Jika, demi pengorbanan dan demi bersenang-senang,
ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika, demi pengorbanan dan demi kesehatan … Jika, demi pengorbanan dan demi kenikmatan …
Jika, demi pengorbanan dan demi obat … Jika, demi pengorbanan dan demi pemberian … Jika,
demi pengorbanan dan demi jasa, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika, demi alam surga dan demi benih … Jika, demi alam surga dan demi menyelidiki … Jika, demi
alam surga dan demi bersenang-senang, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, demi alam surga dan demi kesehatan … Jika, demi alam surga dan demi kenikmatan … Jika,
demi alam surga dan demi obat … Jika, demi alam surga dan demi pemberian … Jika, demi alam
surga dan demi jasa … Jika, demi alam surga dan demi pengorbanan, ia berniat dan melakukan
usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika, demi benih dan demi menyelidiki … Jika, demi benih dan demi bersenang-senang, ia berniat
dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Jika, demi benih dan demi kesehatan … Jika, demi benih dan demi kenikmatan … Jika, demi benih
dan demi obat … Jika, demi benih dan demi pemberian … Jika demi benih dan demi jasa … Jika,
demi benih dan demi pengorbanan … Jika, demi benih dan demi alam surga, ia berniat dan
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.

Jika, demi menyelidiki dan demi bersenang-senang, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani
keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, demi menyelidiki dan demi kesehatan … Jika, demi menyelidiki dan demi kenikmatan … Jika,
demi menyelidiki dan demi obat … Jika, demi menyelidki dan demi pemberian … Jika, demi
menyelidiki dan demi jasa … Jika, demi menyelidiki dan demi pengorbanan … Jika, demi
menyelidiki dan demi alam surga … Jika, demi menyelidiki dan demi benih, ia berniat dan
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.

Jika, demi bersenang-senang dan demi kesehatan … Jika, demi bersenang-senang dan demi
kenikmatan … Jika, demi bersenang-senang dan demi obat … Jika, demi bersenang-senang dan
demi pemberian … Jika, demi bersenang-senang dan demi jasa … Jika demi bersenang-senang dan
demi pengorbanan … Jika, demi bersenang-senang dan demi alam surga … Jika, demi bersenang-
senang dan demi benih ... Jika, demi bersenang-senang dan demi menyelidiki, ia berniat dan
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Rangkaian permutasi berkaitan yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Tiga tujuan
Jika, demi kesehatan dan demi kenikmatan dan demi obat, ia berniat dan melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. … Jika, demi
kesehatan dan demi kenikmatan dan demi bersenang-senang, ia berniat dan melakukan usaha,
dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tidak berkaitan yang berdasarkan atas dua hal selesai.
Jika, demi kenikmatan dan demi obat dan demi pemberian, ia berniat dan melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. … Jika, demi
kenikmatan dan demi obat dan demi bersenang-senang … Jika, demi kenikmatan dan demi obat
dan demi kesehatan, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi berkaitan yang berdasarkan atas dua hal secara ringkas selesai.
Jika, demi menyelidiki dan demi bersenang-senang dan demi kesehatan, ia berniat dan
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan. … Jika, demi menyelidiki dan demi bersenang-senang dan demi benih, ia berniat dan
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas dua hal selesai.
Empat hingga sembilan tujuan
Tiga hal, empat hal, lima hal, enam hal, tujuh hal, delapan hal, dan sembilan hal harus diuraikan dengan
cara yang sama.
Sepuluh tujuan
Ini adalah bagian yang berdasarkan atas semua hal:
Jika, demi kesehatan dan demi kenikmatan dan demi obat dan demi pemberian dan demi jasa dan
demi pengorbanan dan demi alam surga dan demi benih dan demi menyelidiki dan demi
bersenang-senang, ia berniat dan melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas semua hal selesai.
Dua jenis mani
Jika ia meniatkan biru dan kuning, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan biru dan merah … Jika ia meniatkan biru dan putih … Jika ia meniatkan biru
dan warna dadih … Jika ia meniatkan biru dan warna air … Jika ia meniatkan biru dan warna
minyak … Jika ia meniatkan biru dan warna susu … Jika ia meniatkan biru dan warna dadih pekat
… Jika ia meniatkan biru dan warna minyak samin, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tidak berkaitan yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Jika ia meniatkan kuning dan merah, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan kuning dan putih … Jika ia meniatkan kuning dan warna dadih … Jika ia
meniatkan kuning dan warna air … Jika ia meniatkan kuning dan warna minyak … Jika ia
meniatkan kuning dan warna susu … Jika ia meniatkan kuning dan warna dadih pekat … Jika ia
meniatkan kuning dan warna minyak samin, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan kuning dan biru, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi berkaitan yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Jika ia meniatkan merah dan putih, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan merah dan warna dadih … Jika ia meniatkan merah dan warna air … Jika ia
meniatkan merah dan warna minyak … Jika ia meniatkan merah dan warna susu … Jika ia
meniatkan merah dan warna dadih pekat … Jika ia meniatkan merah dan warna minyak samin,
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Jika ia meniatkan merah dan biru … Jika ia meniatkan merah dan kuning, melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika ia meniatkan putih dan warna dadih … Jika ia meniatkan putih dan warna air … Jika ia
meniatkan putih dan warna minyak … Jika ia meniatkan putih dan warna susu … Jika ia
meniatkan putih dan warna dadih pekat … Jika ia meniatkan putih dan warna minyak samin,
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Jika ia meniatkan putih dan biru … Jika ia meniatkan putih dan kuning … Jika ia meniatkan putih
dan merah, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.

Jika ia meniatkan warna dadih dan warna air … Jika ia meniatkan warna dadih dan warna minyak
… Jika ia meniatkan warna dadih dan warna susu … Jika ia meniatkan warna dadih dan warna
dadih pekat, … Jika ia meniatkan warna dadih dan warna minyak samin, melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan warna dadih dan biru … Jika ia meniatkan warna dadih dan kuning … Jika ia
meniatkan warna dadih dan merah … Jika ia meniatkan warna dadih dan putih, melakukan
usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan warna air dan warna minyak … Jika ia meniatkan warna air dan warna susu …
Jika ia meniatkan warna air dan warna dadih pekat … Jika ia meniatkan warna air dan warna
minyak samin, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan warna air dan biru … Jika ia meniatkan warna air dan kuning … Jika ia
meniatkan warna air dan merah … Jika ia meniatkan warna air dan putih … Jika ia meniatkan
warna air dan warna dadih, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan.

Jika ia meniatkan warna minyak dan warna susu … Jika ia meniatkan warna minyak dan warna
dadih pekat… Jika ia meniatkan warna minyak dan warna minyak samin, melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan warna minyak dan biru … Jika ia meniatkan warna minyak dan kuning … Jika ia
meniatkan warna minyak dan merah … Jika ia meniatkan warna minyak dan putih … Jika ia
meniatkan warna minyak dan warna dadih … Jika ia meniatkan warna minyak dan warna air,
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.

Jika ia meniatkan warna susu dan warna dadih pekat … Jika ia meniatkan warna susu dan warna
minyak samin, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan warna susu dan biru … Jika ia meniatkan warna susu dan kuning … Jika ia
meniatkan warna susu dan merah … Jika ia meniatkan warna susu dan putih … Jika ia meniatkan
warna susu dan warna dadih … Jika ia meniatkan warna susu dan warna air … Jika ia meniatkan
warna susu dan warna minyak, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika ia meniatkan warna dadih pekat dan warna minyak samin, melakukan usaha, dan mani
keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan warna dadih pekat dan biru … Jika ia meniatkan warna dadih pekat dan kuning
… Jika ia meniatkan warna dadih pekat dan merah … Jika ia meniatkan warna dadih pekat dan
putih … Jika ia meniatkan warna dadih pekat dan warna dadih … Jika ia meniatkan warna dadih
pekat dan warna air … Jika ia meniatkan warna dadih pekat dan warna minyak … Jika ia
meniatkan warna dadih pekat dan warna susu, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika ia meniatkan warna minyak samin dan biru, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan warna minyak samin dan kuning … Jika ia meniatkan warna minyak samin dan
merah … Jika ia meniatkan warna minyak samin dan putih … Jika ia meniatkan warna minyak
samin dan warna dadih … Jika ia meniatkan warna minyak samin dan warna air … Jika ia
meniatkan warna minyak samin dan warna minyak … Jika ia meniatkan warna minyak samin dan
warna susu … Jika ia meniatkan warna minyak samin dan warna dadih pekat, melakukan usaha,
dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi berkaitan yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Tiga jenis mani
Jika ia meniatkan biru dan kuning dan merah, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan … Jika ia meniatkan biru dan kuning
dan warna minyak samin, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan yang berdasarkan atas dua hal selesai.
Jika ia meniatkan kuning dan merah dan putih, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan … Jika ia meniatkan kuning dan merah
dan warna minyak samin … Jika ia meniatkan kuning dan merah dan biru, melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi berkaitan yang berdasarkan atas dua hal secara ringkas selesai.
Jika ia meniatkan warna dadih pekat dan warna minyak samin dan biru, melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. … Jika ia
meniatkan warna dadih pekat dan warna minyak samin dan warna susu, melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas dua hal selesai.

Empat hingga sembilan jenis mani


Bagian yang berdasarkan atas tiga hal, empat hal, lima hal, enam hal, tujuh hal, delapan hal, dan sembilan
hal harus diuraikan dengan cara yang sama.
Sepuluh jenis mani
Ini adalah bagian yang berdasarkan atas semua hal:
Jika ia meniatkan biru dan kuning dan merah dan putih dan warna dadih dan warna air dan
warna minyak dan warna susu dan warna dadih pekat dan warna minyak samin, melakukan
usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas semua hal selesai.
Tujuan yang dikombinasikan dengan jenis-jenis mani
Jika ia berniat demi kesehatan dan biru, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia berniat demi kesehatan dan demi kenikmatan dan biru dan kuning, melakukan usaha, dan
mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia berniat demi kesehatan dan demi kenikmatan dan demi obat dan biru dan kuning dan
merah, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
(Dengan cara inilah kedua aspek diperluas)
Jika ia berniat demi kesehatan dan demi kenikmatan dan demi obat dan demi pemberian dan
demi jasa dan demi pengorbanan dan demi alam surga dan demi benih dan demi menyelidiki dan
demi bersenang-senang dan biru dan kuning dan merah dan putih dan warna dadih dan warna
air dan warna minyak dan warna susu dan warna dadih pekat dan warna minyak samin,
melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Rangkaian permutasi campuran selesai.

Meniatkan satu jenis mani, mengeluarkan jenis lainnya


Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan biru,” melakukan usaha, dan kuning yang keluar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan biru,” melakukan usaha, dan merah yang keluar …
putih … warna dadih … warna air … warna minyak … warna susu … warna dadih pekat … warna
minyak samin yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan kuning,” melakukan usaha, dan merah yang keluar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan kuning,” melakukan usaha, dan putih yang keluar …
warna dadih … warna air … warna minyak … warna susu … warna dadih pekat … warna minyak
samin … biru yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Dasar rangkaian permutasi berkaitan secara ringkas selesai.
… Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna minyak samin,” melakukan usaha, dan biru
yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna minyak samin,” melakukan usaha, dan kuning
yang keluar … merah … putih … warna dadih … warna air … warna minyak … warna susu … warna
dadih pekat yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi inti selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan kuning,” melakukan usaha, dan biru yang keluar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan merah … putih … warna dadih … warna air … warna
minyak … warna susu … warna dadih pekat … warna minyak samin,” melakukan usaha, dan biru
yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran pertama selesai.

Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan merah,” melakukan usaha, dan kuning yang keluar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan putih … warna dadih … warna air … warna minyak …
warna susu … warna dadih pekat … warna minyak samin … biru,” melakukan usaha, dan kuning
yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran kedua selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan putih,” melakukan usaha, dan merah yang keluar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna dadih … warna air … warna minyak … warna
susu … warna dadih pekat… warna minyak samin … biru … kuning,” melakukan usaha, dan merah
yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran ketiga selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan dadih,” melakukan usaha, dan putih yang keluar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna air … warna minyak … warna susu … warna
dadih pekat … warna minyak samin … biru … kuning … merah,” melakukan usaha, dan putih yang
keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran keempat selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna air,” melakukan usaha, dan warna dadih yang
keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna minyak … warna susu … warna dadih pekat …
warna minyak samin … biru … kuning … merah … putih,” melakukan usaha, dan warna dadih
yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran kelima selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna minyak,” melakukan usaha, dan warna air
yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna susu … warna dadih pekat … warna minyak
samin … biru … kuning … merah … putih … warna dadih,” melakukan usaha, dan warna air yang
keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran keenam selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna susu,” melakukan usaha, dan warna minyak
yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna dadih pekat … warna minyak samin … biru …
kuning … merah … putih … warna dadih … warna air,” melakukan usaha, dan warna minyak yang
keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran ketujuh selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna dadih pekat,” melakukan usaha, dan warna
susu yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna minyak samin … biru … kuning … merah …
putih … warna dadih … warna air … warna minyak,” melakukan usaha, dan warna susu yang
keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran kedelapan selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan warna minyak samin,” melakukan usaha, dan warna
dadih pekat yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan biru … kuning … merah … putih … warna dadih …
warna air … warna minyak … warna susu,” melakukan usaha, dan warna dadih pekat yang keluar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran kesembilan selesai.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan biru,” melakukan usaha, dan warna minyak samin
yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia meniatkan, “aku akan mengeluarkan kuning … merah … putih … warna dadih … warna air
… warna minyak … warna susu … warna dadih pekat,” melakukan usaha, dan warna minyak
samin yang keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tambahan putaran kesepuluh selesai.
Rangkaian permutasi tambahan selesai.

Permutasi bagian 2
Jika ia berniat, melakukan usaha, dan mani keluar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika ia berniat, melakukan usaha, tetapi mani tidak keluar, maka ia melakukan pelanggaran
serius.
Jika ia berniat, tetapi tidak melakukan usaha, namun mani keluar, maka tidak ada pelanggaran.
Jika ia berniat, tetapi tidak melakukan usaha, dan mani tidak keluar, maka tidak ada pelanggaran.
Jika ia tidak berniat, tetapi melakukan usaha, dan mani keluar, maka tidak ada pelanggaran.
Jika ia tidak berniat, tetapi melakukan usaha, namun mani tidak keluar, maka tidak ada
pelanggaran.
Jika ia tidak berniat, juga tidak melakukan usaha, namun mani keluar, maka tidak ada
pelanggaran.
Jika ia tidak berniat, juga tidak melakukan usaha, dan mani tidak keluar, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika sewaktu bermimpi; jika tidak bertujuan untuk dikeluarkan; jika ia
gila; jika ia kehilangan akal sehat; jika ia dikuasai oleh kesakitan; jika ia adalah pelaku pertama.
Syair rangkuman studi-studi kasus

“Mimpi, kotoran tinja, air kencing,


Pemikiran, dan dengan air hangat;
Obat, menggaruk, jalan setapak,
Kulup, sauna, pijat.
Sāmaṇera, dan tidur,
Paha, ditekan dengan kepalan tangan;
Di udara, kaku, menatap,
Lubang kunci, digosok dengan kayu.
Arus, lumpur, berlari,
Permainan lumpur, teratai;
Pasir, lumpur, menyiram,
Tempat tidur, dan dengan jempol.”

Studi Kasus
Pada suatu ketika seorang bhikkhu mengeluarkan mani ketika bermimpi. Ia menjadi gelisah,
dengan berpikir, “Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan. Mungkinkah aku telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan?” Ia memberitahu Sang Buddha, yang
berkata, “Tidak ada pelanggaran jika terjadi sewaktu bermimpi.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang buang air besar, dan mani keluar. Ia menjadi gelisah …
“Apakah yang engkau pikirkan pada saat itu, bhikkhu?”
“Aku tidak bertujuan untuk mengeluarkannya, Yang Mulia.”
“Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang buang air kecil, dan mani keluar. Ia menjadi gelisah …
“Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang memikirkan pemikiran indriawi, dan mani keluar. Ia
menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran bagi seseorang sedang memikirkan pemikiran
indriawi.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang mandi air hangat, dan mani keluar. Ia menjadi gelisah
… “Apakah yang engkau pikirkan pada saat itu, bhikkhu?”
“Aku tidak bertujuan untuk mengeluarkannya, Yang Mulia.”
“Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang mandi air hangat bertujuan untuk mengeluarkan, dan
mani keluar. Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang mandi air hangat bertujuan untuk mengeluarkan,
tetapi mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”
Pada suatu ketika seorang bhikkhu terluka pada alat kelaminnya. Sewaktu sedang mengoleskan
obat, mani keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan
untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu terluka pada alat kelaminnya. Ia mengoleskan obat dengan
tujuan untuk mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak
ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menggaruk kantung kelaminnya, dan mani keluar. Ia menjadi
gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menggaruk kantung kelaminnya dengan bertujuan untuk
mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang berjalan di sepanjang jalan setapak, dan mani keluar.
Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk
mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang berjalan di sepanjang jalan setapak bertujuan untuk
mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu memegang kulupnya, membuang air kecil, dan mani keluar.
Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk
mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu, dengan tujuan untuk mengeluarkan, memegang kulupnya,
membuang air kecil, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang menghangatkan perutnya di dalam sauna, dan mani
keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk
mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu, dengan tujuan untuk mengeluarkan, menghangatkan
perutnya di dalam sauna, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”
Pada suatu ketika seorang bhikkhu memijat punggung penahbisnya di dalam sauna, dan mani
keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk
mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu, bertujuan untuk mengeluarkan, memijat punggung
penahbisnya di dalam sauna, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak
ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu memijat pahanya, dan mani keluar. Ia menjadi gelisah …
“Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu, bertujuan untuk mengeluarkan, memijat pahanya, dan mani
keluar … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu, bertujuan untuk mengeluarkan, berkata kepada seorang
sāmaṇera, “peganglah alat kelaminku.” Si sāmaṇera memegang alat kelaminnya, dan bhikkhu itu
mengeluarkan mani. Ia menjadi gelisah … “Terjadi pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan."

Pada suatu ketika seorang bhikkhu memegang alat kelamin seorang sāmaṇera yang sedang tidur,
dan bhikkhu itu mengeluarkan mani. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menjepit alat kelaminnya di antara pahanya bertujuan untuk
mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menekan alat kelaminnya dengan kepalan tangannya
bertujuan untuk mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah …
“Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menggoyang-goyangkan pinggulnya di udara bertujuan untuk
mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”
Pada suatu ketika seorang bhikkhu membuat tubuhnya kaku, dan mani keluar. Ia menjadi gelisah
… “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu membuat tubuhnya kaku bertujuan untuk mengeluarkan, dan
mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu penuh nafsu menatap alat kelamin seorang perempuan, dan
mani keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Tetapi engkau tidak boleh menatap alat kelamin seorang perempuan didorong oleh nafsu.
Jika engkau melakukannya, maka engkau melakukan pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu memasukkan alat kelaminnya ke dalam sebuah lubang kunci
bertujuan untuk mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah …
“Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menggosok alat kelaminnya dengan sepotong kayu bertujuan
untuk mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu mandi melawan arus, dan mani keluar. Ia menjadi gelisah …
“Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu mandi melawan arus bertujuan untuk mengeluarkan, dan
mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang bermain di lumpur, dan mani keluar. Ia menjadi
gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang bermain di lumpur bertujuan untuk mengeluarkan,
dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu berlari di dalam air, dan mani keluar. Ia menjadi gelisah …
“Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”
Pada suatu ketika seorang bhikkhu berlari di dalam air bertujuan untuk mengeluarkan, dan mani
keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang bermain lumpur di tepi curam sebuah sungai, dan
mani keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk
mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu, bertujuan untuk mengeluarkan, bermain lumpur di tepi
curam sebuah sungai, dan mani keluar. ... mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang berlari di hutan teratai, dan mani keluar. Ia menjadi
gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu sedang berlari di hutan teratai bertujuan untuk
mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu memasukkan alat kelaminnya ke dalam pasir bertujuan untuk
mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu memasukkan alat kelaminnya ke dalam lumpur bertujuan
untuk mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menyiramkan air ke alat kelaminnya, dan mani keluar. Ia
menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak bertujuan untuk
mengeluarkannya.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menyiramkan air ke alat kelaminnya bertujuan untuk
mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menggosokkan alat kelaminnya pada tempat tidurnya
bertujuan untuk mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah …
“Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”
Pada suatu ketika seorang bhikkhu menggosok alat kelaminnya dengan jempolnya bertujuan
untuk mengeluarkan, dan mani keluar. … mani tidak keluar. Ia menjadi gelisah, dengan berpikir,
“Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan. Mungkinkah aku telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan?” Ia memberitahu Sang Buddha, yang berkata, “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”
Aturan latihan tentang mengeluarkan mani, yang pertama, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

2. Aturan Latihan tentang Kontak Fisik

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Udāyī sedang berdiam di hutan belantara. Ia memiliki tempat kediaman
yang indah dengan sebuah kamar di tengah dan koridor di segala sisi. Tempat tidur dan bangku
dibuat dengan indah, dan air minum dan air untuk mencuci tersedia siap untuk dipakai.
Halamannya disapu bersih. Banyak orang datang melihat tempat kediaman Udāyī.
Di antara mereka seorang brahmana tertentu dan istrinya. Mereka mendatangi Udāyī dan
berkata, “Yang Mulia, kami ingin melihat tempat kediamanmu.”
“Baiklah, brahmana, silakan melihat-lihat.”
Udāyī mengambil kunci, membuka gerendel atas, membuka pintu, dan memasuki tempat
kediaman itu. Sang brahmana mengikuti di belakangnya kemudian si nyonya brahmana. Sambil
membuka beberapa jendela dan menutup yang lainnya, Udāyī berjalan di sekeliling ruangan
dalam dan sampai di belakang sang nyonya brahmana, menyentuh seluruh tubuhnya. Kemudian
sang brahmana mengucapkan terima kasih kepada Udāyī dan pergi.
Dan ia mengungkapkan kegembiraannya, “Para monastik Sakya ini yang menetap di hutan
belantara sungguh luar biasa. Yang Mulia Udāyī sungguh luar biasa!”
Tetapi sang nyonya brahmana berkata, “Apa yang luar biasa padanya? Ia menyentuh seluruh
tubuhku persis seperti engkau.”
Kemudian sang brahmana mengeluhkan dan mengkritiknya, “Para monastik Sakya ini adalah
para penipu yang tidak tahu malu dan tidak bermoral. Mereka mengaku memiliki integritas,
hidup selibat dan berperilaku baik, jujur, bermoral, dan baik. Tetapi mereka tidak memiliki
karakter baik seorang monastik atau seorang brahmana. Mereka telah tersesat! Bagaimana
mungkin petapa Udāyī menyentuh seluruh tubuh istriku? Tidaklah mungkin untuk mengunjungi
vihara atau tempat kediaman seorang bhikkhu bersama dengan istri dari sebuah keluarga
terhormat, atau bersama dengan putri, gadis, menantu perempuan, atau budak perempuan dari
keluarga terhormat. Jika kalian melakukannya, para monastik Sakya akan melecehkan mereka.”
Para bhikkhu mendengar kritikan dari brahmana tersebut. Para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik Udāyī, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī
melakukan kontak fisik dengan seorang perempuan?”
Mereka memberitahukan kepada Sang Buddha. Kemudian Beliau mengumpulkan Sangha dan
menanyai Udāyī:
“Benarkah, Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya, “Orang dungu, tidaklah benar, tidaklah sepantasnya, tidaklah
selayaknya bagi seorang monastik, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana
mungkin engkau melakukan hal ini? Tidakkah Aku telah membabarkan banyak ajaran demi
kebebasan dari nafsu, bukan demi nafsu … demi diamnya demam kenikmatan indria? Hal ini akan
mempengaruhi keyakinan banyak orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan Akhir
‘Jika seorang bhikkhu, dengan dikuasai oleh nafsu dan dengan pikiran menyimpang,
melakukan kontak fisik dengan seorang perempuan—memegang tangan atau rambutnya,
atau menyentuh bagian tubuh yang manapun—maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap – bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Dikuasai oleh nafsu:
memiliki nafsu, merindukan, jatuh cinta pada.
Menyimpang:
Pikiran bernafsu adalah menyimpang. Pikiran marah adalah menyimpang. Pikiran bodoh adalah
menyimpang. Tetapi dalam kasus ini “menyimpang” merujuk pada pikiran bernafsu.
Seorang perempuan:
seorang perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan
binatang betina; bahkan seorang bayi perempuan yang terlahir pada hari itu, apalagi yang lebih
tua.
Dengan:
bersama.
Melakukan kontak fisik:
perbuatan salah adalah apa yang dimaksudkan.
Tangan:
dari siku hingga ujung kuku.
Rambut:
hanya rambut; atau rambut dengan pengikatnya, dengan kalung bunga, dengan koin emas,
dengan emas, dengan mutiara, atau dengan permata.
Bagian tubuh yang manapun:
bagian apa pun selain daripada tangan dan rambut disebut “bagian tubuh yang mana pun”.

Rangkuman
Kontak fisik, menjamah, menepuk ke bawah, menepuk ke atas, menarik ke bawah, mengangkat,
menarik, mendorong, meremas, menekan, memegang, menyentuh.

Sub-definisi
Kontak fisik:
hanya kontak fisik.
Menjamah:
menjamah sana-sini.
Menepuk ke bawah:
menurunkan.
Menepuk ke atas:
menaikkan.
Menarik turun:
membungkuk.
Mengangkat:
menaikkan.
Menarik:
mendekatkan.
Mendorong:
menjauhkan.
Meremas:
memegang bagian tubuh dan kemudian menekan.
Menekan:
menekan dengan sesuatu.
Memegang:
hanya memegang.
Menyentuh:
hanya sentuhan.
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, juga, ini disebut “pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi

Permutasi bagian 1
Melakukan kontak langsung dengan seseorang atau binatang: tubuh dengan tubuh
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai seorang perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan perempuan itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya, menepuknya ke bawah, menepuknya ke atas, menariknya ke bawah,
mengangkatnya, menariknya, mendorongnya, meremasnya, menekannya, memegangnya,
menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Itu adalah seorang perempuan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan perempuan itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran serius.
Itu adalah seorang perempuan, tetapi ia menyadarinya sebagai seorang paṇḍaka, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan perempuan itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran serius.
Itu adalah seorang perempuan, tetapi ia menyadarinya sebagai seorang laki-laki, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan perempuan itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran serius.
Itu adalah seorang perempuan, tetapi ia menyadarinya sebagai binatang, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan perempuan itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran serius.

Itu adalah seorang paṇḍaka, ia menyadarinya sebagai seorang paṇḍaka, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan paṇḍaka itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya… memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran serius.
Itu adalah seorang paṇḍaka, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu
itu melakukan kontak fisik dengan paṇḍaka itu, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamahnya …
memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Itu adalah seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadarinya sebagai seorang laki-laki, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan paṇḍaka itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah.
Itu adalah seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadarinya sebagai binatang, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan paṇḍaka itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah.
Itu adalah seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadarinya sebagai seorang perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan paṇḍaka itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah.

Itu adalah seorang laki-laki, ia menyadarinya sebagai seorang laki-laki, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan laki-laki itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya… memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah.
Itu adalah seorang laki-laki, tetapi ia tidak dapat memastikannya … Itu adalah seorang laki-laki,
tetapi ia menyadarinya sebagai binatang … Itu adalah seorang laki-laki, tetapi ia menyadarinya
sebagai perempuan … Itu adalah seorang laki-laki, tetapi ia menyadarinya sebagai seorang
paṇḍaka,, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan laki-laki itu, tubuh
dengan tubuh, jika ia menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah.

Itu adalah seekor binatang, ia menyadarinya sebagai seekor binatang, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan binatang itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah.
Itu adalah seekor binatang, tetapi ia tidak dapat memastikannya … Itu adalah seekor binatang,
tetapi ia menyadarinya sebagai seorang perempuan … Itu adalah seekor binatang, tetapi ia
menyadarinya sebagai seorang paṇḍaka … Itu adalah seekor binatang, tetapi ia menyadarinya
sebagai seorang laki-laki, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan
binatang itu, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamahnya … memegangnya, menyentuhnya, maka
ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Bagian yang berdasarkan atas satu hal selesai.

Melakukan kontak langsung dengan dua makhluk berjenis sama: tubuh dengan tubuh
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan kedua perempuan itu, tubuh dengan tubuh, jika
ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Itu adalah dua orang perempuan, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan kedua perempuan itu, tubuh dengan tubuh, jika
ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua
pelanggaran serius.
Itu adalah dua orang perempuan, tetapi ia menyadari keduanya sebagai paṇḍaka … tetapi ia
menyadari keduanya sebagai laki-laki … tetapi ia menyadari keduanya sebagai binatang, dan ia
bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan kedua perempuan itu, tubuh dengan
tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan
dua pelanggaran serius.
Itu adalah dua orang paṇḍaka, ia menyadari keduanya sebagai paṇḍaka, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan kedua paṇḍaka itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua
pelanggaran serius.
Itu adalah dua orang paṇḍaka, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya … tetapi ia menyadari
keduanya sebagai laki-laki … tetapi ia menyadari keduanya sebagai binatang … tetapi ia
menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak
fisik dengan kedua paṇḍaka itu, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang
mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah.

Itu adalah dua orang laki-laki, ia menyadari keduanya sebagai laki-laki, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan kedua laki-laki itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah.
Itu adalah dua orang laki-laki, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya … tetapi ia menyadari
keduanya sebagai binatang … tetapi ia menyadari keduanya sebagai perempuan … tetapi ia
menyadari keduanya sebagai paṇḍaka, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik
dengan kedua laki-laki itu, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang mereka,
menyentuh mereka, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah.

Itu adalah dua ekor binatang, ia menyadari keduanya sebagai binatang, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan kedua binatang itu, tubuh dengan tubuh, jika ia
menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah.
Itu adalah dua ekor binatang, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya … tetapi ia menyadari
keduanya sebagai perempuan … tetapi ia menyadari keduanya sebagai paṇḍaka … tetapi ia
menyadari keduanya sebagai laki-laki, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik
dengan kedua ekor binatang itu, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamah mereka… memegang
mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah.
Melakukan kontak langsung dengan dua makhluk berbeda jenis: tubuh dengan tubuh
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh
dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan
salah.
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya,
dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan tubuh,
jika ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan satu
pelanggaran serius dan satu pelanggaran perbuatan salah.
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
paṇḍaka, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh
dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia
melakukan dua pelanggaran serius.
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai laki-
laki, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan
tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan
satu pelanggaran serius dan satu pelanggaran perbuatan salah.
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
binatang, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh
dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia
melakukan satu pelanggaran serius dan satu pelanggaran perbuatan salah.

Itu adalah seorang perempuan dan seorang laki-laki, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh
dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan
salah.
Itu adalah seorang perempuan dan seorang laki-laki, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya
… tetapi ia menyadari keduanya sebagai paṇḍaka … tetapi ia menyadari keduanya sebagai laki-laki
… tetapi ia menyadari keduanya sebagai binatang, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan
kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang
mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan satu pelanggaran serius dan satu pelanggaran
perbuatan salah.

Itu adalah seorang perempuan dan seekor binatang, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh
dengan tubuh, jika ia menjamah mereka… memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan
salah.
Itu adalah seorang perempuan dan seekor binatang, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya
… tetapi ia menyadari keduanya sebagai paṇḍaka … tetapi ia menyadari keduanya sebagai laki-laki
… tetapi ia menyadari keduanya sebagai binatang, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan
kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang
mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan satu pelanggaran serius dan satu pelanggaran
perbuatan salah.

Itu adalah seorang paṇḍaka dan seorang laki-laki, tetapi ia menyadari keduanya sebagai paṇḍaka,
dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan tubuh,
jika ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan satu
pelanggaran serius dan satu pelanggaran perbuatan salah.
Itu adalah seorang paṇḍaka dan seorang laki-laki, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya …
tetapi ia menyadari keduanya sebagai laki-laki… tetapi ia menyadari keduanya sebagai binatang
… tetapi ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan
kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang
mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah.
Itu adalah seorang paṇḍaka dan seekor binatang, tetapi ia menyadari keduanya sebagai paṇḍaka,
dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan tubuh,
jika ia menjamah mereka… memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan satu
pelanggaran serius dan satu pelanggaran perbuatan salah.
Itu adalah seorang paṇḍaka dan seekor binatang, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya …
tetapi ia menyadari keduanya sebagai laki-laki… tetapi ia menyadari keduanya sebagai binatang
… tetapi ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan
kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamah mereka … memegang
mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah.

Itu adalah seorang laki-laki dan seekor binatang, tetapi ia menyadari keduanya sebagai laki-laki,
dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan tubuh,
jika ia menjamah mereka … memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah.
Itu adalah seorang laki-laki dan seekor binatang, tetapi ia tidak dapat memastikan keduanya …
tetapi ia menyadari keduanya sebagai binatang… tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan … tetapi ia menyadari keduanya sebagai paṇḍaka, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu
melakukan kontak fisik dengan keduanya, tubuh dengan tubuh, jika ia menjamah mereka …
memegang mereka, menyentuh mereka, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah.
Bagian yang berdasarkan atas dua hal selesai.
Melakukan kontak tidak langsung: tubuh dengan apa yang terhubung dengan tubuh
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu, dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak fisik dengan sesuatu yang terhubung
dengan tubuh perempuan itu, jika ia menjamah benda itu … memegangnya, menyentuhnya,
maka ia melakukan satu pelanggaran serius. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak fisik dengan sesuatu yang
terhubung dengan tubuh kedua perempuan itu, jika ia menjamah benda itu … memegangnya,
menyentuhnya, maka ia melakukan dua pelanggaran serius. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak fisik
dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuh keduanya, jika ia menjamah benda itu …
memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran serius dan satu
pelanggaran perbuatan salah. …

Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak fisik
dengan tubuh perempuan itu, jika ia menjamah benda itu … memegangnya, menyentuhnya,
maka ia melakukan satu pelanggaran serius. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak
fisik dengan tubuh kedua perempuan itu, jika ia menjamah benda-benda itu … memegangnya,
menyentuhnya, maka ia melakukan dua pelanggaran serius. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuhnya
sendiri, melakukan kontak fisik dengan tubuh keduanya, jika ia menjamah benda-benda itu …
memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran serius dan satu
pelanggaran perbuatan salah. …
Melakukan kontak tidak langsung: apa yang terhubung dengan tubuh dengan apa yang
terhubung dengan tubuh
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak fisik
dengan apa yang terhubung dengan tubuh perempuan itu, jika ia menjamah benda itu …
memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak
fisik dengan apa yang terhubung dengan tubuh kedua perempuan itu, jika ia menjamah benda-
benda itu … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan
salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuhnya
sendiri, melakukan kontak fisik dengan apa yang terhubung dengan tubuh keduanya, jika ia
menjamah benda-benda itu … memegangnya, menyentuhnya, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. …
Melakukan kontak tidak langsung: kontak dengan melepaskan
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan kontak fisik dengan tubuh perempuan
itu, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan kontak fisik dengan tubuh kedua
perempuan itu, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan
kontak fisik dengan tubuh keduanya, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …

Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan kontak fisik dengan apa yang
terhubung dengan tubuh perempuan itu, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.

Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan kontak fisik dengan apa yang
terhubung dengan tubuh kedua perempuan itu, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan
salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan
kontak fisik dengan apa yang terhubung dengan tubuh keduanya, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. …

Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan kontak fisik dengan apa yang
perempuan itu lepaskan, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan kontak fisik dengan apa yang
dilepaskan oleh kedua perempuan itu, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan
kontak fisik dengan apa yang dilepaskan oleh keduanya, maka ia melakukan dua pelanggaran
perbuatan salah. …
Rangkaian berturut-turut tentang seorang bhikkhu selesai.
Orang lain melakukan kontak langsung dengan seorang bhikkhu: tubuh dengan tubuh
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
perempuan itu melakukan kontak fisik dengan bhikkhu tersebut, tubuh dengan tubuh, jika
perempuan itu menjamah bhikkhu tersebut, menepuknya ke bawah, menepuknya ke atas,
menariknya turun, mengangkatnya, menariknya, mendorongnya, meremasnya, menekannya,
memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan
usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika kedua perempuan itu melakukan kontak fisik dengan bhikkhu tersebut, tubuh dengan tubuh,
jika mereka menjamah bhikkhu tersebut, menepuknya ke bawah, menepuknya ke atas,
menariknya turun, mengangkatnya, menariknya, mendorongnya, meremasnya, menekannya,
memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan
usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan dua pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika mereka melakukan kontak fisik dengan bhikkhu tersebut,
tubuh dengan tubuh, jika mereka menjamah bhikkhu tersebut … memegangnya, menyentuhnya,
dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya dan
mengalami sentuhan, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan
satu pelanggaran perbuatan salah. …
Orang lain melakukan kontak tidak langsung dengan seorang bhikkhu: tubuh dengan apa
yang terhubung dengan tubuh
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
perempuan itu, dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak fisik dengan sesuatu yang
terhubung dengan tubuh bhikkhu tersebut, jika perempuan itu menjamah benda itu …
memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan
usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan satu pelanggaran serius. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika kedua perempuan itu, dengan tubuh mereka sendiri, melakukan kontak fisik dengan sesuatu
yang terhubung dengan tubuh bhikkhu tersebut, jika mereka menjamah benda itu …
memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan
usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan dua pelanggaran serius. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika mereka berdua, dengan tubuh mereka sendiri, melakukan
kontak fisik dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuh bhikkhu tersebut, jika mereka
menjamah benda itu … memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada
hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan
satu pelanggaran serius dan satu pelanggaran perbuatan salah. …

Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
perempuan itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak
fisik dengan tubuh bhikkhu tersebut, jika perempuan itu menjamah bhikkhu tersebut …
memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan
usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan satu pelanggaran serius. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika kedua perempuan itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuh mereka sendiri,
melakukan kontak fisik dengan tubuh bhikkhu tersebut, jika mereka menjamah bhikkhu tersebut
… memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan
usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan dua pelanggaran serius. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika mereka berdua, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuh
mereka sendiri, melakukan kontak fisik dengan tubuh bhikkhu tersebut, jika mereka menjamah
bhikkhu tersebut … memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada
hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan
satu pelanggaran serius dan satu pelanggaran perbuatan salah. …
Orang lain melakukan kontak tidak langsung dengan seorang bhikkhu: apa yang
terhubung dengan tubuh dengan apa yang terhubung dengan tubuh
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
perempuan itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuhnya sendiri, melakukan kontak
fisik dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuh bhikkhu tersebut, jika perempuan itu
menjamah benda itu … memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada
hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan
satu pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika kedua perempuan itu, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuh mereka sendiri,
melakukan kontak fisik dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuh bhikkhu tersebut, jika
mereka menjamah benda itu … memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu, dengan
bertujuan pada hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia
melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika mereka berdua, dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuh
mereka sendiri, melakukan kontak fisik dengan sesuatu yang terhubung dengan tubuh bhikkhu
tersebut, jika mereka menjamah benda itu … memegangnya, menyentuhnya, dan bhikkhu itu,
dengan bertujuan pada hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan,
maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …
Orang lain melakukan kontak tidak langsung dengan seorang bhikkhu: kontak dengan
melepaskan
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
perempuan itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan kontak fisik dengan tubuh bhikkhu
tersebut, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya
dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika kedua perempuan itu, dengan sesuatu yang mereka lepaskan, melakukan kontak fisik dengan
tubuh bhikkhu tersebut, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan usaha
dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan
salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika mereka berdua, dengan sesuatu yang mereka lepaskan,
melakukan kontak fisik dengan tubuh bhikkhu tersebut, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada
hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. …

Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
perempuan itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan kontak fisik dengan apa yang
terhubung dengan tubuh bhikkhu tersebut, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan,
melakukan usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika kedua perempuan itu, dengan sesuatu yang mereka lepaskan, melakukan kontak fisik dengan
apa yang terhubung dengan tubuh bhikkhu tersebut, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada
hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya dan mengalami sentuhan, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika mereka berdua, dengan sesuatu yang mereka lepaskan,
melakukan kontak fisik dengan apa yang terhubung dengan tubuh bhikkhu tersebut, dan
bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya dan
mengalami sentuhan, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …

Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia bernafsu. Jika
perempuan itu, dengan sesuatu yang ia lepaskan, melakukan kontak fisik dengan apa yang
bhikkhu tersebut lepaskan, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan, melakukan usaha
dengan tubuhnya, tetapi tidak mengalami sentuhan, maka ia melakukan satu pelanggaran
perbuatan salah. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika kedua perempuan itu, dengan sesuatu yang mereka lepaskan, melakukan kontak fisik dengan
apa yang dilepaskan oleh bhikkhu tersebut, dan bhikkhu itu, dengan bertujuan pada hubungan,
melakukan usaha dengan tubuhnya, tetapi tidak mengalami sentuhan, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika mereka berdua, dengan sesuatu yang mereka lepaskan,
melakukan kontak fisik dengan apa yang dilepaskan oleh bhikkhu tersebut, dan bhikkhu itu,
dengan bertujuan pada hubungan, melakukan usaha dengan tubuhnya, tetapi tidak mengalami
sentuhan, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …

Permutasi bagian 2
Jika, dengan bertujuan pada hubungan, ia melakukan usaha dengan tubuhnya dan mengalami
sentuhan, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika, dengan bertujuan pada hubungan, ia melakukan usaha dengan tubuhnya, tetapi tidak
mengalami sentuhan, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Jika, dengan bertujuan pada hubungan, ia tidak melakukan usaha dengan tubuhnya, tetapi
mengalami sentuhan, maka tidak ada pelanggaran.
Jika, dengan bertujuan pada hubungan, ia tidak melakukan usaha dengan tubuhnya dan tidak
mengalami sentuhan, maka tidak ada pelanggaran.

Jika, dengan bertujuan untuk melepaskan dirinya, ia melakukan usaha dengan tubuhnya dan
mengalami sentuhan, maka tidak ada pelanggaran.
Jika, dengan bertujuan untuk melepaskan dirinya, ia melakukan usaha dengan tubuhnya, tetapi
tidak mengalami sentuhan, maka tidak ada pelanggaran.
Jika, dengan bertujuan untuk melepaskan dirinya, ia tidak melakukan usaha dengan tubuhnya
tetapi mengalami sentuhan, maka tidak ada pelanggaran.
Jika, dengan bertujuan untuk melepaskan dirinya, ia tidak melakukan usaha dengan tubuhnya
dan tidak mengalami sentuhan, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika tidak disengaja; jika ia tidak menyadari; jika ia tidak mengetahui; jika
ia tidak menyetujui; jika ia gila; jika ia kehilangan akal sehat; jika ia dikuasai oleh kesakitan; jika
ia adalah pelaku pertama.
Syair rangkuman studi kasus

“Ibu, putri, dan saudari,


Istri, dan makhluk halus perempuan, paṇḍaka;
Tertidur, mati, binatang betina,
Dan dengan boneka kayu.
Tentang gangguan, jembatan, jalan,
Pohon, dan perahu, dan tali;
Tongkat, mendorong dengan mangkuk,
Ketika memberi hormat, melakukan usaha tetapi tidak menjamah.”

Studi Kasus
Pada suatu ketika seorang bhikkhu menyentuh ibunya demi kasih sayang. Ia menjadi gelisah,
dengan berpikir, “Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan. Mungkinkah aku telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan?” Ia memberitahukan kepada Sang
Buddha, yang berkata, “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi
pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu menyentuh putrinya demi kasih sayang … saudarinya demi
kasih sayang. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan,
tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu melakukan kontak fisik dengan mantan istrinya. Ia menjadi
gelisah … “Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu melakukan kontak fisik dengan makhluk halus perempuan. Ia
menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi
pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu melakukan kontak fisik dengan seorang paṇḍaka. Ia menjadi
gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran
serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu melakukan kontak fisik dengan perempuan yang sedang
tidur. Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu melakukan kontak fisik dengan perempuan yang telah mati.
Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi
pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu melakukan kontak fisik dengan seekor binatang betina. …
“Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran perbuatan
salah.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu melakukan kontak fisik dengan boneka kayu. … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”
Pada suatu ketika sejumlah perempuan mengganggu seorang bhikkhu dengan menggandeng
tangannya. Ia menjadi gelisah … “Apakah engkau menyetujuinya, bhikkhu?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Tidak ada pelanggaran jika seseorang tidak menyetujui.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu menggoyang jembatan di mana seorang perempuan
sedang berdiri. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan,
tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu melihat seorang perempuan datang dari arah berlawanan,
dan karena bernafsu, ia menyenggolnya dengan bahunya. Ia menjadi gelisah … “Engkau telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu mengguncang pohon di mana seorang perempuan
sedang memanjatnya. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu mengguncang perahu di mana seorang perempuan
telah menaikinya. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan,
tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu menarik tali yang sedang dipegang oleh seorang
perempuan. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi
terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu menarik tongkat yang sedang dipegang oleh seorang
perempuan. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi
terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu mendorong seorang perempuan dengan
mangkuknya. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan,
tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu mengangkat kakinya ketika seorang perempuan
sedang memberi hormat kepadanya. Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan.”
Pada suatu ketika seorang bhikkhu, dengan berpikir, “Aku akan memegang seorang perempuan,”
mengerahkan dirinya, tetapi tidak melakukan kontak. Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”
Aturan latihan tentang kontak fisik, yang kedua, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

3. Aturan Latihan tentang Ucapan Tidak


Senonoh
Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Udāyī menetap di sebuah tempat kediaman indah di dalam hutan
belantara. Saat itu sejumlah perempuan datang ke vihara untuk melihat tempat-tempat
kediaman. Mereka mendekati Udāyī dan berkata, “Yang Mulia, kami ingin melihat tempat
kediamanmu.”
Kemudian, setelah memperlihatkan tempat kediamannya kepada mereka, ia memuji dan mencela
bagian-bagian pribadi mereka; ia meminta dan memohon, bertanya dan menyelidiki,
menjelaskan, mengajarkan, dan mencemooh bagian-bagian pribadi mereka. Perempuan-
perempuan yang tidak tahu malu dan cabul bermain-main dengan Udāyī; mereka memanggilnya,
tertawa bersamanya, dan menggodanya. Tetapi setelah pergi, mereka yang memiliki rasa malu
mengeluh kepada para bhikkhu, “Para Mulia, ini tidak benar atau layak. Kami tidak ingin
mendengar ucapan-ucapan demikian dari suami kami sendiri, apalagi dari Yang Mulia Udāyī.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Udāyī berbicara tidak senonoh kepada para perempuan?”
Mereka menegur Udāyī dalam berbagai cara dan memberitahukan kepada Sang Buddha. Sang
Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī, “Benarkah, Udāyī, bahwa engkau berbicara
seperti ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya, “Tidaklah benar, orang dungu, tidaklah sepantasnya, tidaklah
selayaknya bagi seorang monastik, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana
mungkin engkau melakukan hal ini? Tidakkah Aku telah membabarkan banyak ajaran demi
kebebasan dari nafsu, bukan demi nafsu … demi diamnya demam kenikmatan indria? Hal ini akan
mempengaruhi keyakinan banyak orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan Akhir
‘Jika seorang bhikkhu, dengan dikuasai oleh nafsu dan dengan pikiran menyimpang,
mengucapkan kata-kata tidak senonoh kepada seorang perempuan, seperti seorang
pemuda berbicara kepada seorang gadis muda dan merujuk pada hubungan seksual, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap – bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Dikuasai oleh nafsu:
memiliki nafsu, merindukan, jatuh cinta pada.
Menyimpang:
Pikiran bernafsu adalah menyimpang; pikiran marah adalah menyimpang; pikiran bodoh adalah
menyimpang. Tetapi dalam kasus ini “menyimpang” merujuk pada pikiran bernafsu.
Seorang perempuan:
seorang perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan
binatang betina. Ia memahami dan mampu membedakan ucapan baik dan buruk, apa yang sopan
dan apa yang tidak senonoh.
Kata-kata tidak senonoh:
ucapan yang berhubungan dengan anus, vagina, atau hubungan seksual.
Mengucapkan:
perbuatan buruk adalah apa yang dimaksudkan.
Seperti seorang pemuda berbicara kepada seorang gadis muda:
seorang pemuda kepada seorang pemudi, seorang anak laki-laki kepada seorang anak
perempuan, seorang laki-laki yang menikmati kenikmatan duniawi kepada seorang perempuan
yang menikmati kenikmatan duniawi.
Merujuk pada hubungan seksual:
terhubung dengan tindakan seksual.
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, juga, disebut “pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi
Rangkuman
Dengan merujuk pada dua lubang tubuh pribadi, ia memuji, mencela, meminta, memohon,
bertanya, menyelidiki, menjelaskan, mengajarkan, mencemooh.

Sub-definisi
Memuji:
meninggikan, memuliakan, memuji kedua lubang tubuh pribadi.
Mencela:
menghina, mencaci, mengecam kedua lubang tubuh pribadi.
Meminta:
dengan berkata, “Berikan kepadaku; engkau harus memberikan kepadaku.”
Memohon:
dengan berkata, “Kapankah engkau akan menyenangkan ibumu?” “Kapankah engkau akan
menyenangkan ayahmu?” “Kapankah engkau akan menyenangkan para dewa?” “Kapankah
adanya kesempatan yang baik, waktu yang baik, momen yang baik?” “Kapankah aku akan
melakukan hubungan seksual denganmu?”
Bertanya:
dengan berkata, “Bagaimanakah engkau memberikan kepada suamimu?” “Bagaimanakah engkau
memberikan kepada kekasihmu?”
Menyelidiki:
dengan berkata, “Jadi engkau memberikan kepada suamimu seperti ini, dan kepada kekasihmu
seperti ini?”
Menjelaskan:
ketika ditanya, ia berkata, “Berikan seperti ini. Jika engkau melakukan itu, maka engkau akan
disayang dan menyenangkan suamimu.”
Mengajarkan:
tanpa ditanya, ia berkata, “Berikan seperti ini. Jika engkau melakukan itu, maka engkau akan
disayang dan menyenangkan suamimu.”
Mencemooh:
dengan berkata, “Engkau tidak memiliki alat kelamin;” “Alat kelaminmu tidak lengkap;” “Engkau
tidak menstruasi;” “Engkau menstruasi terus-menerus;” “Engkau selalu memakai pembalut
menstruasi;” “Engkau mengompol;” “Alat kelaminmu turun;” “Engkau tidak memiliki organ
seksual;” “Engkau seperti laki-laki;” “Engkau memiliki fistula;” “Engkau adalah seorang
hermafrodit.”

Pembabaran
Merujuk pada bagian pribadi dari seseorang atau binatang.
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai seorang perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada anus atau vagina perempuan itu, memuji, mencela,
meminta, memohon, bertanya, menyelidiki, menjelaskan, mengajarkan, atau mencemooh, maka
ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. … … (harus diuraikan seperti pada
Saṅghādisesa 2, dengan penyesuaian seperlunya.) …
Merujuk pada bagian pribadi dari dua makhluk dari jenis yang sama
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada anus atau vagina kedua perempuan itu, memuji, mencela
… atau mencemooh, maka ia melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. …
(harus diuraikan seperti pada Saṅghādisesa 2, dengan penyesuaian seperlunya.) …
Merujuk pada bagian pribadi dari dua makhluk dari jenis berbeda
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada anus atau vagina kedua
perempuan itu, memuji, mencela … atau mencemooh, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … (harus diuraikan seperti pada
Saṅghādisesa 2, dengan penyesuaian seperlunya.) …
Merujuk pada bagian tubuh lainnya: di bawah tulang selangka dan di atas lutut
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai seorang perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada bagian tubuh perempuan itu di bawah tulang selangka
tetapi di atas lutut, selain daripada anus atau vagina, memuji, mencela … atau mencemooh, maka
ia melakukan satu pelanggaran serius. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada bagian tubuh kedua perempuan itu di bawah tulang
selangka tetapi di atas lutut, selain daripada anus atau vagina, memuji, mencela … atau
mencemooh, maka ia melakukan dua pelanggaran serius. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada bagian tubuh keduanya di
bawah tulang selangka tetapi di atas lutut, selain daripada anus atau vagina, memuji, mencela …
atau mencemooh, maka ia melakukan satu pelanggaran serius dan satu pelanggaran perbuatan
salah. …
Merujuk pada bagian tubuh lainnya: di atas tulang selangka atau di bawah lutut
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai seorang perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada bagian tubuh perempuan itu di atas tulang selangka atau
di bawah lutut, memuji, mencela … atau mencemooh, maka ia melakukan satu pelanggaran
perbuatan salah. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada bagian tubuh kedua perempuan itu di atas tulang
selangka atau di bawah lutut, memuji, mencela … atau mencemooh, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada bagian tubuh keduanya di
atas tulang selangka atau di bawah lutut, memuji, mencela … atau mencemooh, maka ia
melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …
Merujuk pada apa pun yang terhubung dengan tubuh
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai seorang perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada apa pun yang terhubung dengan tubuh perempuan itu,
memuji, mencela … atau mencemooh, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada apa pun yang terhubung dengan tubuh keduanya,
memuji, mencela … atau mencemooh, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …
Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu, dengan merujuk pada apa pun yang terhubung
dengan tubuh keduanya, memuji, mencela … atau mencemooh, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. …
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: jika ia bertujuan pada sesuatu yang bermanfaat; jika ia bertujuan
membabarkan ajaran; jika ia bertujuan memberikan instruksi; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Syair rangkuman studi kasus

“Merah, kasar, tebal,


Kasar, panjang, tanam;
Aku harap jalan ini memiliki ujung,
Keyakinan, dengan pemberian, dengan bekerja.”

Studi kasus
Pada suatu ketika seorang perempuan mengenakan jubah wol yang baru dicelup. Seorang
bhikkhu bernafsu berkata kepadanya, “Saudari, apakah benda merah itu milikmu?” Ia tidak
memahami dan berkata, “Benar, Yang Mulia, ini adalah jubah wol yang baru dicelup.” Ia menjadi
gelisah dan berpikir, “Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan. Mungkinkah aku telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan?" Ia memberitahu Sang Buddha, yang
berkata, “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran
perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang perempuan mengenakan jubah wol kasar. Seorang bhikkhu bernafsu
berkata kepadanya, “Saudari, apakah rambut kasar itu milikmu?” Ia tidak memahami dan
berkata, “Benar, Yang Mulia, ini adalah jubah wol kasar.” Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang perempuan mengenakan jubah wol yang baru ditenun. Seorang
bhikkhu bernafsu berkata kepadanya, “Saudari, apakah rambut tebal itu milikmu?” Ia tidak
memahami dan berkata, “Benar, Yang Mulia, ini adalah jubah wol yang baru ditenun.” Ia menjadi
gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran
perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang perempuan mengenakan jubah wol kasar. Seorang bhikkhu bernafsu
berkata kepadanya, “Saudari, apakah rambut kasar itu milikmu?” Ia tidak memahami dan
berkata, “Benar, Yang Mulia, ini adalah jubah wol kasar.” Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang perempuan mengenakan jubah atas berbulu. Seorang bhikkhu
bernafsu berkata kepadanya, “Saudari, apakah rambut panjang itu milikmu?” Ia tidak memahami
dan berkata, “Benar, Yang Mulia, ini adalah jubah atas berbulu.” Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”
Pada suatu ketika seorang perempuan sedang berjalan pulang setelah menanam di ladang.
Seorang bhikkhu bernafsu berkata kepadanya, “Apakah engkau telah menanam, Saudari?” Ia
tidak memahami dan berkata, “Benar, Yang Mulia, tetapi galurnya masih belum ditutup.” Ia
menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi
pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu melihat seorang pengembara perempuan mendekat
dari arah berlawanan. Ia berkata kepadanya, “Saudari, aku harap jalan ini memiliki ujung?” Ia
tidak memahami dan berkata, “Benar, teruslah berjalan,” Ia menjadi gelisah … “Tidak ada
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran serius.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu berkata kepada seorang perempuan, “Engkau
memiliki keyakinan, Saudari, tetapi engkau tidak memberikan kepada kami apa yang engkau
berikan kepada suamimu.”
“Apakah itu, Yang Mulia?”
“Hubungan seksual.” Ia menjadi gelisah … “Terjadi pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bernafsu berkata kepada seorang perempuan, “Engkau
memiliki keyakinan, Saudari, tetapi engkau tidak memberikan kepada kami pemberian
tertinggi.”
“Apakah itu, Yang Mulia?”
“Hubungan seksual.” Ia menjadi gelisah … “Terjadi pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang perempuan sedang melakukan suatu pekerjaan. Seorang bhikkhu
bernafsu berkata kepadanya, “Berdirilah, Saudari, aku akan bekerja” … “Duduklah, Saudari, aku
akan bekerja.” … “Berbaringlah, Saudari, aku akan bekerja.” Perempuan itu tidak memahami. Ia
menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi
pelanggaran perbuatan salah.”
Aturan latihan tentang ucapan tidak senonoh, yang ketiga, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

4. Aturan Latihan tentang Pemuasan


Keinginan Diri Sendiri

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Udāyī sedang bergaul dan mengunjungi sejumlah keluarga di Sāvatthī.
Suatu pagi Udāyī mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi rumah
seorang janda cantik, di mana Udāyī duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian ia
mendekati Udāyī, bersujud, dan duduk. Dan Udāyī memberikan instruksi, menginspirasi, dan
menggembirakannya dengan suatu ajaran. Kemudian ia berkata, “Yang Mulia, sudilah
memberitahukan apa yang engkau butuhkan. Aku dapat memberikan kain-jubah, makanan,
tempat tinggal, dan obat-obatan.”
“Tidaklah sulit bagi kami untuk mendapatkan benda-benda kebutuhan itu. Berikanlah apa yang
sulit kami dapatkan.”
“Apakah itu, Yang Mulia?”
“Hubungan seksual.”
“Apakah diinginkan sekarang?”
“Ya.”
Dengan berkata, “Kemarilah,” ia masuk ke kamarnya, membuka pakaiannya, dan berbaring di
atas tempat tidur. Udāyī mendatanginya dan meludah, “Siapakah yang ingin menyentuh bajingan
busuk ini!” dan ia pergi.
Perempuan itu mengeluhkan dan mengkritiknya, “Para monastik Sakya ini adalah para penipu
yang tidak tahu malu dan tidak bermoral. Mereka mengaku memiliki integritas, hidup selibat dan
berperilaku baik, jujur, bermoral, dan baik. Tetapi mereka tidak memiliki karakter baik seorang
monastik atau seorang brahmana. Mereka telah tersesat! Bagaimana mungkin petapa Udāyī
meminta hubungan seksual dariku, tetapi kemudian meludah, ‘Siapakah yang ingin menyentuh
bajingan busuk ini!’ dan pergi? Apa yang buruk padaku? Bagaimana aku berbau busuk?
Bagaimanakah aku lebih rendah daripada siapa pun?”
Para perempuan lain juga mengkritiknya dengan cara serupa.
Para bhikkhu mendengar kritikan para perempuan itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī memuji
pemuasan keinginannya sendiri di hadapan seorang perempuan?”
Para bhikkhu ini menegur Udāyī dalam berbagai cara dan kemudian memberitahukan kepada
Sang Buddha. Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī: “Benarkah, Udāyī,
bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya, “Tidaklah benar, orang dungu, tidaklah sepantasnya, tidaklah
selayaknya bagi seorang monastik, tidak diperbolehkan, tidak boleh dilakukan. Bagaimana
mungkin engkau melakukan hal ini? Tidakkah Aku telah membabarkan banyak ajaran demi
kebebasan dari nafsu, bukan demi nafsu … demi diamnya demam kenikmatan indria? Hal ini akan
mempengaruhi keyakinan banyak orang … ” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan Akhir
‘Jika seorang bhikkhu, dengan dikuasai oleh nafsu dan dengan pikiran menyimpang,
mendorong seorang perempuan untuk memuaskan keinginannya sendiri, dengan berkata,
“Saudari, ia memberikan pelayanan tertinggi, yang dengan cara ini melayani seorang
seperti aku, yang bermoral, selibat, dan berkarakter baik,” dan jika ini merujuk pada
hubungan seksual, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap – bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Dikuasai oleh nafsu:
memiliki nafsu, merindukan, jatuh cinta pada.
Menyimpang:
Pikiran bernafsu adalah menyimpang; pikiran marah adalah menyimpang; pikiran bodoh adalah
menyimpang. Tetapi dalam kasus ini “menyimpang” merujuk pada pikiran bernafsu.
Seorang perempuan:
seorang perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan
binatang betina. Ia memahami dan mampu membedakan ucapan baik dan buruk, apa yang sopan
dan apa yang tidak senonoh.
Seorang perempuan:
menyerupai seorang perempuan, mirip seorang perempuan.
Keinginannya sendiri:
keinginan indriawinya sendiri, demi dirinya sendiri, bertujuan pada dirinya sendiri, memuaskan
dirinya sendiri.
Yang tertinggi:
ini adalah yang tertinggi, ini adalah yang terbaik, ini adalah yang terunggul, ini adalah yang
terutama, ini adalah yang paling baik.
Ia:
seorang perempuan bangsawan, seorang perempuan brahmana, seorang perempuan pedagang,
atau seorang perempuan pekerja.
Seorang sepertiku:
seorang laki-laki bangsawan, seorang laki-laki brahmana, seorang laki-laki pedagang, atau
seorang laki-laki pekerja.
Yang bermoral:
seorang yang menghindari membunuh makhluk hidup, yang menghindari mencuri, yang
menghindari berbohong.
Selibat:
yang menghindari hubungan seksual.
Berkarakter baik:
ia adalah seorang yang berkarakter baik karena moralitas itu dan karena selibat.
Dengan cara ini:
dengan hubungan seksual.
Memuaskan:
memberikan kenikmatan kepada.
Jika ini merujuk pada hubungan seksual:
jika berhubungan dengan tindakan seksual.
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, juga, disebut “satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi
Mendorong hubungan seksual kepada seseorang atau binatang
Itu adalah seorang perempuan, ia menyadarinya sebagai seorang perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu mendorong perempuan itu untuk memuaskan keinginannya sendiri, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Itu adalah seorang perempuan, tetapi ia tidak dapat memastikannya … Itu adalah seorang
perempuan, tetapi ia menyadarinya sebagai seorang paṇḍaka … Itu adalah seorang perempuan,
tetapi ia menyadarinya sebagai seorang laki-laki … Itu adalah seorang perempuan, tetapi ia
menyadarinya sebagai seekor binatang, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu mendorong perempuan
itu untuk memuaskan keinginannya sendiri, maka ia melakukan satu pelanggaran serius.

Itu adalah seorang paṇḍaka, ia menyadarinya sebagai seorang paṇḍaka, dan ia bernafsu. Jika
bhikkhu itu mendorong paṇḍaka itu untuk memuaskan keinginannya sendiri, maka ia melakukan
satu pelanggaran serius.
Itu adalah seorang paṇḍaka, tetapi ia tidak dapat memastikannya … Itu adalah seorang paṇḍaka,
tetapi ia menyadarinya sebagai seorang laki-laki… Itu adalah seorang paṇḍaka, tetapi ia
menyadarinya sebagai seekor binatang … Itu adalah seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadarinya
sebagai seorang perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu mendorong paṇḍaka itu untuk
memuaskan keinginannya sendiri, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.

Itu adalah seorang laki-laki … … (harus diuraikan seperti di atas dengan penyesuaian seperlunya) … Itu
adalah seekor binatang, ia menyadarinya sebagai seekor binatang … Itu adalah seekor binatang,
tetapi ia tidak dapat memastikannya … Itu adalah seekor binatang, tetapi ia menyadarinya
sebagai seorang perempuan … Itu adalah seekor binatang, tetapi ia menyadarinya sebagai
seorang paṇḍaka … Itu adalah seekor binatang, tetapi ia menyadarinya sebagai seorang laki-laki,
dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu mendorong binatang itu untuk memuaskan keinginannya
sendiri, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.

Mendorong hubungan seksual pada dua makhluk berjenis sama

Itu adalah dua orang perempuan, ia menyadari keduanya sebagai perempuan, dan ia bernafsu.
Jika bhikkhu itu mendorong kedua perempuan itu untuk memuaskan keinginannya sendiri, maka
ia melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. (harus diuraikan seperti pada
Saṅghādisesa 2 dengan penyesuaian seperlunya.)

Mendorong hubungan seksual pada dua makhluk berbeda jenis


Itu adalah seorang perempuan dan seorang paṇḍaka, tetapi ia menyadari keduanya sebagai
perempuan, dan ia bernafsu. Jika bhikkhu itu mendorong keduanya untuk memuaskan
keinginannya sendiri, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan
satu pelanggaran perbuatan salah. (harus diuraikan seperti pada Saṅghādisesa 2 dengan penyesuaian
seperlunya.)

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia mengatakan, “Sokonglah kami dengan kain-jubah, makanan,
tempat tinggal, dan obat-obatan;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Syair rangkuman studi kasus

“Bagaimana seorang perempuan mandul, semoga ia memperoleh seorang anak,


Dan disayangi, semoga aku beruntung;
Apakah yang dapat kuberikan, bagaimanakah aku dapat menyokong,
Bagaimanakah agar aku memperoleh kelahiran kembali yang baik.”

Studi Kasus
Pada suatu ketika seorang perempuan mandul berkata kepada seorang bhikkhu yang bergaul
dengan keluarganya, “Yang Mulia, bagaimanakah agar aku dapat hamil?”
“Baiklah, Saudari, berikanlah pemberian tertinggi.”
“Apakah itu?”
“Hubungan seksual.” Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang perempuan subur berkata kepada seorang bhikkhu yang bergaul
dengan keluarganya, “Yang Mulia, bagaimanakah agar aku dapat memperoleh seorang anak?”
“Baiklah, Saudari, berikanlah pemberian tertinggi.”
“Apakah itu?”
“Hubungan seksual.” Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang perempuan berkata kepada seorang bhikkhu yang bergaul dengan
keluarganya, “Yang Mulia, bagaimanakah agar suamiku menyayangiku?”
“Baiklah, Saudari, berikanlah pemberian tertinggi.”
“Apakah itu?”
“Hubungan seksual.” Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang perempuan berkata kepada seorang bhikkhu yang bergaul dengan
keluarganya, “Yang Mulia, bagaimanakah agar aku dapat lebih beruntung?”
“Baiklah, Saudari, berikanlah pemberian tertinggi.”
“Apakah itu?”
“Hubungan seksual.” Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang perempuan berkata kepada seorang bhikkhu yang bergaul dengan
keluarganya, “Yang Mulia, apakah yang dapat kuberikan kepadamu?”
“Pemberian tertinggi, Saudari.”
“Apakah itu?”
“Hubungan seksual.” Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang perempuan berkata kepada seorang bhikkhu yang bergaul dengan
keluarganya, “Yang Mulia, bagaimanakah aku dapat menyokongmu?”
“Dengan pemberian tertinggi, Saudari.”
“Apakah itu?”
“Hubungan seksual.” Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.”

Pada suatu ketika seorang perempuan berkata kepada seorang bhikkhu yang bergaul dengan
keluarganya, “Yang Mulia, bagaimanakah agar aku dapat memperoleh kelahiran kembali yang
baik?”
“Baiklah, Saudari, berikanlah pemberian tertinggi.”
“Apakah itu?”
“Hubungan seksual.” Ia menjadi gelisah … “Engkau telah melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.”
Aturan latihan tentang pemuasan keinginan diri sendiri, yang keempat, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

5. Aturan Latihan tentang Pencomblangan

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Yang
Mulia Udāyī sedang bergaul dan mengunjungi sejumlah keluarga di Sāvatthī.
Ketika Udāyī melihat seorang laki-laki muda tanpa istri atau seorang perempuan muda tanpa
suami, ia akan memuji perempuan muda itu di hadapan orangtua si pemuda, “Gadis muda dari
keluarga itu cantik, cerdas, terampil, dan rajin. Ia cocok untuk putramu.” Mereka akan
menjawab, “Mereka tidak mengenal siapa kami, Yang Mulia. Jika engkau bersedia membujuk
mereka untuk menyerahkan gadis itu, kami akan mengambilnya untuk putra kami.”
Dan ia memuji pemuda itu di hadapan orangtua si gadis, “Pemuda dari keluarga itu tampan,
cerdas, terampil, dan rajin. Ia cocok untuk putrimu.” Mereka akan menjawab, “Mereka tidak
mengenal siapa kami, Yang Mulia, dan kami akan malu untuk berbicara kepada mereka untuk
anak gadis kami. Tetapi jika engkau bersedia membujuk mereka untuk meminta kepada kami,
maka kami akan menyerahkan anak gadis kami kepada pemuda itu.” Dengan cara ini ia mengatur
penerimaan pengantin, penyerahan pengantin, dan perkawinan.
Pada masa itu ada seorang mantan penghibur yang memiliki seorang putri yang cantik. Pada
suatu ketika beberapa pengikut agama Ājīvaka datang dari desa lain dan berkata kepada
perempuan penghibur itu, “Nyonya, sudilah menyerahkan anak gadismu kepada anak laki-laki
kami.”
“Aku tidak mengenal siapa kalian, Tuan-tuan, dan aku tidak akan menyerahkan putri tunggalku
untuk dibawa ke desa lain.”
Orang-orang bertanya kepada para pengikut Ājīvaka mengapa mereka datang. Mereka menjawab,
“Kami datang untuk meminta kepada si perempuan penghibur agar memberikan putrinya
kepada putra kami, tetapi ia menolak.”
“Tetapi mengapa engkau meminta pada si perempuan penghibur? Engkau seharusnya berbicara
dengan Yang Mulia Udāyī. Ia akan membujuknya.”
Kemudian mereka mendatangi Udāyī dan berkata, “Yang Mulia, kami meminta si perempuan
penghibur agar memberikan putrinya untuk putra kami, tetapi ia menolak. Sudikah engkau
membujuknya untuk memberikan putrinya?”
Udāyī menyetujui. Segera setelah itu ia mendatangi si perempuan penghibur dan berkata,
“Mengapa engkau tidak menyerahkan putrimu kepada mereka?”
“Aku tidak mengenal mereka, Yang Mulia, dan aku tidak akan memberikan putri tunggalku
untuk dibawa ke desa lain.”
“Berikanlah kepada mereka. Aku mengenal mereka.”
“Jika engkau mengenal mereka. Aku akan menyerahkannya.”
Kemudian ia menyerahkan putrinya kepada para pengikut Ājīvaka tersebut, dan mereka
membawanya. Selama satu bulan mereka memperlakukannya seperti seorang menantu, tetapi
setelah itu seperti seorang budak.
Gadis itu mengirim pesan kepada ibunya, mengatakan, “Ibu, aku tidak bahagia dan sengsara.
Selama satu bulan mereka memperlakukan aku seperti seorang menantu, tetapi setelah itu
seperti seorang budak. Datanglah, ibu, dan bawa aku pulang.”
Segera setelah itu si perempuan penghibur mendatangi para Ājīvaka itu dan berkata, “Jangan
memperlakukan anakku seperti budak; perlakukanlah ia dengan baik!”
Mereka menjawab, “Kami berurusan dengan si monastik, bukan dengan engkau. Pergilah! Kami
tidak ingin mengenalmu.” Karena diusir, ia pulang ke Sāvatthī.
Untuk kedua kalinya si gadis itu mengirim pesan yang sama kepada ibunya. Perempuan
penghibur itu mendatangi Udāyī dan berkata, “Yang Mulia, anakku tidak bahagia dan sengsara.
Mereka memperlakukannya seperti seorang menantu selama satu bulan, tetapi setelah itu seperti
seorang budak. Sudilah memberitahu mereka agar memperlakukannya dengan baik.”
Udāyī mendatangi para Ājīvaka dan berkata, “Jangan memperlakukan gadis ini seperti budak;
perlakukanlah ia dengan baik.”
Mereka menjawab, “Kami berurusan dengan si perempuan penghibur, bukan dengan engkau.
Seorang monastik seharusnya tidak terlibat. Engkau seharusnya bersikap selayaknya seorang
monastik. Pergilah! Kami tidak ingin mengenalmu.” Karena diusir, ia pulang ke Sāvatthī.
Untuk ketiga kalinya gadis itu mengirim pesan yang sama kepada ibunya, dan untuk kedua
kalinya perempuan penghibur itu mendatangi Udāyī dan mengatakan hal yang sama.
Ia menjawab, “Ketika aku pergi untuk pertama kali, mereka hanya mengusirku. Pergilah sendiri;
aku tidak akan pergi.”
Kemudian perempuan penghibur itu mengeluhkan dan mengkritiknya, “Semoga Yang Mulia
Udāyī sengsara dan tidak bahagia, seperti halnya anakku yang sengsara dan tidak bahagia karena
ibu mertuanya yang jahat, ayah mertuanya yang jahat, dan suaminya yang jahat.”
Gadis itu juga mengeluhkan dan mengkritiknya dengan cara yang sama,
seperti juga perempuan-perempuan lainnya yang tidak bahagia dengan ibu mertua, ayah mertua,
dan suami mereka.
Tetapi para perempuan yang bahagia dengan keluarga suami mereka mengharapkan
kesejahteraannya, dengan berkata, “Semoga Yang Mulia Udāyī bahagia dan sejahtera, seperti
halnya kami bahagia dan sejahtera karena ibu mertua kami, ayah mertua kami, dan suami kami
yang baik.”
Para bhikkhu mendengar bahwa beberapa perempuan mengkritiknya sedangkan yang lainnya
mengharapkan kesejahteraannya. Dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī dapat bertindak
sebagai seorang pencomblang?”
Mereka memberitahukan kepada Sang Buddha. Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan
menanyai Udāyī: “Benarkah, Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau dapat melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang…” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu bertindak sebagai seorang pencomblang, menyampaikan niat
seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau niat seorang perempuan kepada seorang
laki-laki, untuk perkawinan atau untuk suatu hubungan gelap, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian sejumlah berandal yang sedang bersenang-senang di sebuah taman
mengirim seorang utusan kepada seorang pekerja seksual, dengan mengatakan, “Datanglah, mari
kita bersenang-senang di taman.”
Ia menjawab, “Tuan-tuan, aku tidak mengenal kalian. Aku kaya. Aku tidak ingin pergi ke luar
kota.”
Utusan itu kembali dengan pesan itu. Seseorang tertentu berkata kepada orang-orang itu,
“Mengapakah kalian meminta si pekerja seksual? Kalian seharusnya berbicara dengan Yang
Mulia Udāyī. Ia akan membujuknya.”
Tetapi seorang umat Buddha awam berkata, “Tidak mungkin. Itu tidak diperbolehkan bagi para
monastik Sakya. Ia tidak akan melakukannya.” Dan mereka bertaruh apakah ia mau
melakukannya atau tidak.
Para berandal itu kemudian mendatangi Udāyī dan berkata, “Yang Mulia, sewaktu kami sedang
bersenang-senang di taman, kami mengutus seorang utusan kepada seorang pekerja seksual,
memintanya untuk datang, tetapi ia menolak. Sudikah engkau membujuknya?”
Udāyī menyetujui. Kemudian ia mendatangi pekerja seksual tersebut dan berkata, “Mengapakah
engkau tidak mendatangi orang-orang itu?”
Ia memberitahukan alasannya kepadanya.
“Pergilah. Aku mengenal mereka.”
“Kalau engkau mengenal mereka, Yang Mulia, aku akan pergi.” Dan orang-orang itu
membawanya ke taman.
Kemudian umat awam itu mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia
Udāyī bertindak sebagai pencomblang untuk suatu hubungan gelap yang singkat?”
Para bhikkhu mendengarnya, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan
dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī dapat bertindak sebagai seorang
pencomblang untuk suatu hubungan gelap yang singkat?”
Mereka menegur Udāyī dalam berbagai cara dan kemudian memberitahukan kepada Sang
Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī: “Benarkah,
Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau dapat melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang … ” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu bertindak sebagai seorang pencomblang, menyampaikan niat
seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau niat seorang perempuan kepada seorang
laki-laki, untuk perkawinan atau untuk suatu hubungan gelap, bahkan walaupun hanya
untuk waktu yang singkat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap – bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bertindak sebagai seorang pencomblang:
diutus oleh seorang perempuan ia mendatangi seorang laki-laki, atau diutus seorang laki-laki ia
mendatangi seorang perempuan.
Niat seorang laki-laki kepada seorang perempuan:
ia memberitahukan niat seorang laki-laki kepada seorang perempuan.
Niat seorang perempuan kepada seorang laki-laki:
ia memberitahukan niat seorang perempuan kepada seorang laki-laki.
Untuk perkawinan:
“Engkau harus menjadi istrinya.”
Untuk suatu hubungan gelap:
“Engkau harus menjadi kekasih gelapnya.”
Bahkan walaupun hanya untuk waktu yang singkat:
“Engkau akan menjalin hubungan singkat.”
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, juga, disebut “satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.
Permutasi

Permutasi bagian 1
Ringkasan
Ada sepuluh jenis perempuan: yang dilindungi oleh ibunya, yang dilindungi oleh ayahnya, yang
dilindungi oleh orangtuanya, yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya, yang dilindungi oleh
saudara perempuannya, yang dilindungi oleh kerabatnya, yang dilindungi oleh keluarganya,
yang dilindungi oleh agamanya, dilindungi perlindungan lainnya, yang dilindungi oleh ancaman
hukuman.
Ada sepuluh jenis istri: istri belian, istri pilihan, istri melalui harta, istri melalui pakaian, istri
melalui upacara mangkuk-air, istri melalui dibukanya alas kepala, istri budak, istri pelayan, istri
tangkapan, istri sementara.

Definisi
Yang dilindungi oleh ibunya:
ibunya melindungi, menjaga, berkuasa, mengendalikan.
Yang dilindungi oleh ayahnya:
ayahnya melindungi, menjaga, berkuasa, mengendalikan.
Yang dilindungi oleh orangtuanya:
orangtuanya melindungi, menjaga, berkuasa, mengendalikan.
Yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya:
saudara laki-lakinya melindungi, menjaga, berkuasa, mengendalikan.
Yang dilindungi oleh saudara perempuannya:
saudara perempuannya melindungi, menjaga, berkuasa, mengendalikan.
Yang dilindungi oleh kerabatnya:
kerabatnya melindungi, menjaga, berkuasa, mengendalikan.
Yang dilindungi oleh keluarganya:
keluarganya melindungi, menjaga, berkuasa, mengendalikan.
Yang dilindungi oleh agamanya:
teman-teman sekeyakinannya melindungi, menjaga, berkuasa, mengendalikan.
Yang dilindungi perlindungan lainnya:
bahkan selagi masih di dalam rahim, seseorang telah memilikinya, dengan berpikir, “Ia adalah
milikku,” dan demikian pula untuk seorang yang telah bertunangan.
Yang dilindungi oleh ancaman hukuman:
mereka yang menghukum akan menghukum siapa pun yang mendatanginya dengan hukuman
pasti.
Istri belian:
setelah membelinya dengan uang, mereka hidup bersama.
Istri pilihan:
saling menyayangi satu sama lain, mereka hidup bersama.
Istri melalui harta:
setelah memberikan harta, mereka hidup bersama.
Istri melalui pakaian:
setelah memberikan pakaian, mereka hidup bersama.
Istri melalui upacara mangkuk-air:
setelah menyentuh semangkuk air, mereka hidup bersama.
Istri melalui dibukanya alas kepala:
setelah melepaskan alas kepala, mereka hidup bersama.
Istri budak:
ia adalah seorang budak dan seorang istri.
Istri pelayan:
ia adalah seorang pelayan dan seorang istri.
Istri tangkapan:
yang dimaksudkan adalah seorang yang dibawa kembali sebagai seorang tangkapan.
Istri sementara:
yang dimaksudkan adalah seorang istri untuk satu kesempatan.

Penjelasan
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang istri belian
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri belian dari laki-
laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan katakan … perempuan itu yang dilindungi oleh
orangtuanya dan katakan … perempuan itu yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya dan
katakan … perempuan itu yang dilindungi oleh saudara perempuannya dan katakan …
perempuan itu yang dilindungi oleh kerabatnya dan katakan … perempuan itu yang dilindungi
oleh keluarganya dan katakan … perempuan itu yang dilindungi oleh agamanya dan katakan …
perempuan itu yang dilindungi oleh perlindungan lainnya dan katakan … perempuan itu yang
dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri belian dari laki-laki itu.’”
Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Penetapan langkah-langkah selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan dua orang istri belian
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh ayahnya
dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu,
mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh
orangtuanya … perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang
dilindungi oleh saudara laki-lakinya itu … perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan
perempuan lain itu yang dilindungi oleh saudara perempuannya … perempuan itu yang
dilindungi oleh ibunya itu dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh kerabatnya … perempuan
itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh keluarganya …
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh
agamanya … perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi
oleh perlindungan lainnya … perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu
yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dari laki-
laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan selesai.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh
orangtuanya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima
tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh
saudara laki-lakinya … perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang
dilindungi oleh saudara perempuannya … perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan
perempuan lain itu yang dilindungi oleh kerabatnya … perempuan itu yang dilindungi oleh
ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh keluarganya … perempuan itu yang
dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh agamanya … perempuan
itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh perlindungan
lainnya … perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi
oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia
menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh ibunya
dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu,
mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi berkaitan dengan dasarnya secara ringkas selesai.
… Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah
kepada perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan perempuan lain itu yang
dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia
menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan perempuan lain itu yang dilindungi
oleh ayahnya … perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan perempuan lain itu
yang dilindungi oleh orangtuanya … perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan
perempuan lain itu yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya … perempuan itu yang dilindungi
oleh ancaman hukuman dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh saudara perempuannya …
perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman itu dan perempuan lain itu yang
dilindungi oleh kerabatnya … perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan
perempuan lain itu yang dilindungi oleh keluarganya … perempuan itu yang dilindungi oleh
ancaman hukuman dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh agamanya … perempuan itu
yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh
perlindungan lainnya, dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia
menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan tiga hingga sembilan
orang istri belian
Bagian yang berdasarkan atas dua hal, tiga hal, hingga sembilan hal, harus diperlakukan dengan
cara yang sama.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan sepuluh orang istri
belian
Ini adalah bagian yang berdasarkan atas sepuluh hal:
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh ayahnya
dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh orangtuanya dan perempuan lainnya lagi itu
yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh
saudara perempuannya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh kerabatnya dan
perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh keluarganya dan perempuan lainnya lagi itu
yang dilindungi oleh agamanya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh
perlindungan lainnya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman
dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu,
mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tentang istri-istri belian selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan jenis-jenis istri lainnya
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri pilihan dari laki-
laki itu … istri melalui harta dari laki-laki itu … istri melalui pakaian dari laki-laki itu … istri
melalui upacara mangkuk-air dari laki-laki itu … istri melalui dibukanya alas kepala dari laki-laki
itu … istri budak dari laki-laki itu … istri pelayan dari laki-laki itu … istri tangkapan dari laki-laki
itu … istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang istri sementara
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi ayahnya dan katakan … perempuan itu yang dilindungi oleh
orangtuanya ... perempuan itu yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya ... perempuan itu yang
dilindungi oleh saudara perempuannya ... perempuan itu yang dilindungi oleh kerabatnya …
perempuan itu yang dilindungi oleh keluarganya … perempuan itu yang dilindungi oleh
agamanya … perempuan itu yang dilindungi oleh perlindungan lainnya … perempuan itu yang
dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri sementara dari laki-laki
itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Penetapan langkah-langkah selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan dua istri sementara
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh ayahnya
dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu,
mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh
orangtuanya … perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang
dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri sementara dari laki-
laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan selesai.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh
orangtuanya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia
menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh
saudara laki-lakinya … perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang
dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri sementara dari laki-
laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh ibunya
dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu,
mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi berkaitan dengan dasar secara ringkas selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan tiga hingga sembilan
istri sementara
Bagian yang berdasarkan atas dua hal, dan seterusnya, harus diperlakukan dengan cara yang
sama.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan sepuluh istri sementara
Ini adalah bagian yang berdasarkan atas sepuluh hal:
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh ayahnya
dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh orangtuanya dan perempuan lainnya lagi itu
yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh
saudara perempuannya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh kerabatnya dan
perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh keluarganya dan perempuan lainnya lagi itu
yang dilindungi oleh agamanya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh
perlindungan lainnya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman
dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu,
mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tentang istri-istri sementara selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang dilindungi oleh ibunya: motif tunggal
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri belian dari laki-
laki itu,’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri pilihan dari laki-
laki itu … istri melalui harta dari laki-laki itu … istri melalui pakaian dari laki-laki itu … istri
melalui upacara mangkuk-air dari laki-laki itu … istri melalui dibukanya alas kepala dari laki-laki
itu … istri budak dari laki-laki itu … istri pelayan dari laki-laki itu … istri tangkapan dari laki-laki
itu … istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Penetapan langkah-langkah selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang dilindungi oleh ibunya: kombinasi dua motif
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri belian dan istri
pilihan dari laki-laki itu,’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan
kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri belian dan istri
melalui harta dari laki-laki itu … istri belian dan istri melalui pakaian dari laki-laki itu … istri
belian dan istri melalui upacara mangkuk-air dari laki-laki itu … istri belian dan istri melalui
dibukanya alas kepala dari laki-laki itu … istri belian dan istri budak dari laki-laki itu … istri
belian dan istri pelayan dari laki-laki itu … istri belian dan istri tangkapan dari laki-laki itu … istri
belian dan istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban,
dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan selesai.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri pilihan dan istri
melalui harta dari laki-laki itu … istri pilihan dan istri sementara dari laki-laki itu … istri pilihan
dan istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi berkaitan dengan dasar secara ringkas selesai.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri sementara dan
istri belian dari laki-laki itu … istri sementara dan istri pilihan dari laki-laki itu … istri sementara
dan istri tangkapan dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang dilindungi oleh ibunya: kombinasi tiga hingga sembilan motif
Bagian yang berdasarkan atas dua hal, dan seterusnya, harus diperlakukan dengan cara yang
sama.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang dilindungi oleh ibunya: sepuluh motif
Bagian ini adalah yang berdasarkan atas sepuluh hal:
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri belian dan istri
pilihan dan istri melalui harta dan istri melalui pakaian dan istri melalui upacara mangkuk-air
dan istri melalui dilepaskannya alas kepala dan istri budak dan istri pelayan dan istri tangkapan
dan istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tentang seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang dilindungi dalam berbagai cara: motif tunggal
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ayahnya … perempuan itu yang dilindungi oleh orangtuanya
… perempuan itu yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya … perempuan itu yang dilindungi
oleh saudara perempuannya … perempuan itu yang dilindungi oleh kerabatnya … perempuan itu
yang dilindungi oleh keluarganya … perempuan itu yang dilindungi oleh agamanya … perempuan
itu yang dilindungi oleh perlindungan lain … perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman
hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas
itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang dilindungi oleh ancaman hukuman: motif tunggal
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri
pilihan dari laki-laki itu … istri melalui harta dari laki-laki itu … istri melalui pakaian dari laki-
laki itu … istri melalui upacara mangkuk-air dari laki-laki itu … istri melalui dilepaskannya alas
kepala dari laki-laki itu … istri budak dari laki-laki itu … istri pelayan dari laki-laki itu … istri
tangkapan dari laki-laki itu … istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu,
mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Penetapan langkah-langkah selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang dilindungi oleh ancaman hukuman: kombinasi dua motif
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri
belian dan istri pilihan dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri
belian dan istri melalui harta dari laki-laki itu … istri belian dan istri sementara dari laki-laki
itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan selesai.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri
pilihan dan istri melalui harta dari laki-laki itu … istri pilihan dan istri sementara dari laki-laki
itu … istri pilihan dan istri belian dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu
jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Rangkaian permutasi yang berkaitan dengan dasar secara ringkas selesai.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri
sementara dan istri belian dari laki-laki itu … istri sementara dan istri pilihan dari laki-laki itu …
istri sementara dan istri tangkapan dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu
jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang dilindungi oleh ancaman hukuman: kombinasi tiga hingga sembilan motif
Bagian yang berdasarkan atas dua hal, tiga hal, hingga sembilan hal harus diperlakukan dengan
cara yang sama.
Bertindak sebagai seorang pencomblang bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang dilindungi oleh ancaman hukuman: sepuluh motif
Bagian ini adalah yang berdasarkan atas sepuluh hal:
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri
belian dan istri pilihan dan istri melalui harta dan istri melalui pakaian dan istri melalui upacara
mangkuk-air dan istri melalui dilepaskannya alas kepala dan istri budak dan istri pelayan dan
istri tangkapan dan istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu
jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Rangkaian permutasi untuk seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman selesai.
Peningkatan bertahap atas istri dan motif
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri belian dari laki-
laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh ayahnya
dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dan istri-istri pilihan dari laki-laki itu.’” Jika ia
menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh ayahnya
dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh orangtuanya dan katakan, ‘Sudilah menjadi
istri-istri belian dan istri-istri pilihan dan istri-istri melalui harta dari laki-laki itu.’” Jika ia
menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Dengan cara ini peningkatan dalam kedua hal dilakukan.
Seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada
perempuan itu yang dilindungi oleh ibunya dan perempuan lain itu yang dilindungi oleh ayahnya
dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh orangtuanya dan perempuan lainnya lagi itu
yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh
saudara perempuannya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh kerabatnya dan
perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh keluarganya dan perempuan lainnya lagi itu
yang dilindungi oleh agamanya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh
perlindungan lainnya dan perempuan lainnya lagi itu yang dilindungi oleh ancaman hukuman,
dan katakan, ‘Sudilah menjadi istri-istri belian dan istri-istri pilihan dan istri-istri melalui harta
dan istri-istri melalui pakaian dan istri-istri melalui upacara mangkuk-air dan istri-istri melalui
dilepaskannya alas kepala dan istri-istri budak dan istri-istri pelayan dan istri-istri tangkapan
dan istri-istri sementara dari laki-laki itu.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban,
dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Peningkatan dalam kedua hal selesai.
Hubungan yang diatur untuk seorang laki-laki
Ibu dari seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu … Ayah dari seorang laki-laki mengutus
seorang bhikkhu … Orangtua dari seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu … Saudara laki-
laki dari seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu … Saudara perempuan dari seorang laki-
laki mengutus seorang bhikkhu … Kerabat dari seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu …
Keluarga dari seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu … Teman-teman sekeyakinan dari
seorang laki-laki mengutus seorang bhikkhu …
Harus diuraikan seperti pada rangkaian berturut-turut tentang seorang laki-laki.
Peningkatan dalam kedua hal harus diuraikan seperti sebelumnya.
Hubungan yang diatur oleh ibu: motif tunggal
Ibu dari seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan
berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri
untukmu yang dapat menjadi istri belian.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban,
dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Ibu dari seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan
berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri
untukmu yang dapat menjadi istri pilihan.’” … istri melalui harta.’” … istri melalui pakaian.’” …
istri melalui upacara mangkuk-air.’” … istri melalui dilepaskannya alas kepala.’” … istri budak.’”
… istri pelayan.’” … istri tangkapan.’” … istri sementara.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari
tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Penetapan langkah-langkah selesai.
Hubungan yang diatur oleh ibu: kombinasi dua motif
Ibu dari seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan
berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri
untukmu yang dapat menjadi istri belian dan istri pilihan.’” … istri belian dan istri melalui
harta.’” … istri belian dan istri sementara.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban,
dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan selesai.
Ibu dari seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan
berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri
untukmu yang dapat menjadi istri pilihan dan istri melalui harta.’” … istri pilihan dan istri
sementara.’” … istri pilihan dan istri belian.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban,
dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang berkaitan dengan dasar secara ringkas selesai.
Ibu dari seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan
berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri
untukmu yang dapat menjadi istri sementara dan istri belian.’” … istri sementara dan istri
pilihan.’” … istri sementara dan istri tangkapan.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu
jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Hubungan yang diatur oleh ibu: kombinasi tiga hingga sembilan motif
Bagian-bagian yang berdasarkan atas dua hal, tiga hal, hingga sembilan hal harus diperlakukan
dengan cara yang sama.
Hubungan yang diatur oleh ibu: sepuluh motif
Ini adalah bagian yang berdasarkan atas sepuluh hal:
Ibu dari seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan
berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri
untukmu yang dapat menjadi istri belian dan istri pilihan dan istri melalui harta dan istri melalui
pakaian dan istri melalui upacara mangkuk-air dan istri melalui dilepaskannya alas kepala dan
istri budak dan istri pelayan dan istri tangkapan dan istri sementara.’” Jika ia menerima tugas
itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tentang si ibu selesai.
Hubungan yang diatur oleh berbagai orang: motif tunggal
Ayah dari seorang perempuan yang dilindungi oleh ayahnya mengutus seorang bhikkhu …
Orangtua dari seorang perempuan yang dilindungi oleh orangtuanya mengutus seorang bhikkhu
… Saudara laki-laki dari seorang perempuan yang dilindungi oleh saudara laki-lakinya mengutus
seorang bhikkhu … Saudara perempuan dari seorang perempuan yang dilindungi oleh saudara
perempuannya mengutus seorang bhikkhu … Kerabat dari seorang perempuan yang dilindungi
oleh kerabatnya mengutus seorang bhikkhu … Keluarga dari seorang perempuan yang dilindungi
oleh keluarganya mengutus seorang bhikkhu … Teman-teman sekeyakinan dari seorang
perempuan yang dilindungi oleh agamanya mengutus seorang bhikkhu … Pemilik dari seorang
perempuan yang dilindungi oleh perlindungan lainnya mengutus seorang bhikkhu … Seorang
yang menghukum sehubungan dengan seorang perempuan yang dilindungi oleh ancaman
hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu
dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri untukmu yang dapat menjadi istri belian.’” Jika ia
menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Hubungan yang diatur oleh seorang yang menghukum: motif tunggal
Seorang yang menghukum sehubungan dengan seorang perempuan yang dilindungi oleh
ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada
laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri untukmu yang dapat menjadi istri pilihan.’”
… istri melalui harta.’” … istri melalui pakaian.’” … istri melalui upacara mangkuk-air.’” … istri
melalui dilepaskannya alas kepala.’” … istri budak.’” … istri pelayan.’” … istri tangkapan.’” … istri
sementara.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Penetapan langkah-langkah selesai.
Hubungan yang diatur oleh seorang yang menghukum: dua motif
Seorang yang menghukum sehubungan dengan seorang perempuan yang dilindungi oleh
ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada
laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri untukmu yang dapat menjadi istri belian
dan istri pilihan.’” … istri belian dan istri melalui harta.’” … istri belian dan istri sementara.’” Jika
ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan selesai.
Seorang yang menghukum sehubungan dengan seorang perempuan yang dilindungi oleh
ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada
laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri untukmu yang dapat menjadi istri pilihan
dan istri melalui harta.’” … istri pilihan dan istri sementara.’” … istri pilihan dan istri belian.’”
Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang berkaitan dengan dasar secara ringkas selesai.
Seorang yang menghukum sehubungan dengan seorang perempuan yang dilindungi oleh
ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada
laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri untukmu yang dapat menjadi istri
sementara dan istri belian.’” … yang dapat menjadi istri sementara dan istri pilihan.’” … yang
dapat menjadi istri sementara dan istri tangkapan.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu
jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Hubungan yang diatur oleh seorang yang menghukum: tiga hingga sembilan motif
Bagian yang berdasarkan atas dua hal, tiga hal, hingga sembilan hal, harus diperlakukan dengan
cara yang sama.
Hubungan yang diatur oleh seorang yang menghukum: sepuluh motif
Ini adalah bagian yang berdasarkan atas sepuluh hal:
Seorang yang menghukum sehubungan dengan seorang perempuan yang dilindungi oleh
ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia, pergilah kepada
laki-laki itu dan katakan, ‘Aku memiliki seorang istri untukmu yang dapat menjadi istri belian
dan istri pilihan dan istri melalui harta dan istri melalui pakaian dan istri melalui upacara
mangkuk-air dan istri melalui dilepaskannya alas kepala dan istri budak dan istri pelayan dan
istri tangkapan dan istri sementara.’” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi tentang seorang yang menghukum selesai.
Seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengambil inisiatif: motif tunggal
Seorang yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia,
pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri beliannya.” Jika ia
menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia,
pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri pilihannya.” … istrinya
melalui harta.” … istrinya melalui pakaian.” … istrinya melalui upacara mangkuk-air.” … istrinya
melalui dilepaskannya alas kepala.” … istri budaknya.” … istri pelayannya.” … istri
tangkapannya.” … istri sementaranya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Penetapan langkah-langkah selesai.
Seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengambil inisiatif: dua motif
Seorang yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia,
pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri beliannya dan istri
pilihannya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia,
pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri beliannya dan istri
melalui harta.” … istri beliannya dan istri melalui pakaian.” … istri beliannya dan istri
sementaranya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali,
maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan selesai.
Seorang yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia,
pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri pilihannya dan istrinya
melalui harta.” … istri pilihannya dan istri sementaranya.” … istri pilihannya dan istri
beliannya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang berkaitan dengan dasar secara ringkas selesai.
Seorang yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia,
pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri sementaranya dan istri
beliannya.” … istri sementaranya dan istri pilihannya.” … istri sementaranya dan istri
tangkapannya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali,
maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengambil insiatif: tiga hingga sembilan
motif
Bagian-bagian yang berdasarkan atas dua hal, dan seterusnya, harus diperlakukan dengan cara
yang sama.
Seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya mengambil insiatif: sepuluh motif
Ini adalah bagian yang berdasarkan atas sepuluh hal:
Seorang yang dilindungi oleh ibunya mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata, “Yang Mulia,
pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri beliannya dan istri
pilihannya dan istrinya melalui harta dan istrinya melalui pakaian dan istrinya melalui upacara
mangkuk-air dan istrinya melalui dilepaskannya alas kepala dan istri budaknya dan istri
pelayannya dan istri tangkapannya dan istri sementaranya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari
tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi lebih jauh tentang seorang perempuan yang dilindungi oleh ibunya selesai.
Orang-orang yang dilindungi oleh berbagai orang mengambil inisiatif: motif tunggal
Seorang yang dilindungi oleh ayahnya mengutus seorang bhikkhu … Seorang yang dilindungi
oleh orangtuanya mengutus seorang bhikkhu … Seorang yang dilindungi oleh saudara laki-
lakinya mengutus seorang bhikkhu … Seorang yang dilindungi oleh saudara perempuannya
mengutus seorang bhikkhu … Seorang yang dilindungi oleh kerabatnya mengutus seorang
bhikkhu … Seorang yang dilindungi oleh keluarganya mengutus seorang bhikkhu … Seorang yang
dilindungi oleh agamanya mengutus seorang bhikkhu … Seorang yang dilindungi oleh
perlindungan lainnya mengutus seorang bhikkhu … Seorang yang dilindungi oleh ancaman
hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan mengatakan, “Yang Mulia, pergilah kepada laki-
laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri beliannya.” Jika ia menerima tugas itu,
mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman mengambil inisiatif: motif tunggal
Seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata,
“Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri pilihannya.”
… istrinya melalui harta.” … istrinya melalui pakaian.” … istrinya melalui upacara mangkuk-
air." ... istrinya melalui dilepaskannya alas kepala." ... istri budaknya." ... istri pelayannya.” … istri
tangkapannya.” … istri sementaranya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Penetapan langkah-langkah selesai.
Seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman mengambil inisiatif: dua motif
Seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata,
“Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri beliannya
dan istri pilihannya.” … istri beliannya dan istri sementaranya.” Jika ia menerima tugas itu,
mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang tidak berkaitan selesai.
Seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata,
“Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri pilihan dan
istrinya melalui harta.” … istri pilihannya dan istri sementaranya.” … istri pilihannya dan istri
beliannya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi yang berkaitan dengan dasar secara ringkas selesai.
Seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata,
“Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri
sementaranya dan istri beliannya.” … istri sementaranya dan istri pilihannya.” … istri
sementaranya dan istri tangkapannya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan
melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Bagian yang berdasarkan atas satu hal selesai.
Seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman mengambil inisiatif: tiga hingga sembilan
motif
Bagian-bagian yang berdasarkan atas dua hal, dan seterusnya, harus diperlakukan dengan cara
yang sama.
Seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman mengambil insiatif: sepuluh motif
Ini adalah bagian yang berdasarkan atas sepuluh hal:
Seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman mengutus seorang bhikkhu, dengan berkata,
“Yang Mulia, pergilah kepada laki-laki itu dan katakan bahwa aku akan menjadi istri beliannya
dan istri pilihannya dan istrinya melalui harta dan istrinya melalui pakaian dan istrinya melalui
upacara mangkuk-air dan istrinya melalui dilepaskannya alas kepala dan istri budaknya dan istri
pelayannya dan istri tangkapannya dan istri sementaranya.” Jika ia menerima tugas itu, mencari
tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Rangkaian permutasi lebih lanjut tentang seorang yang dilindungi oleh ancaman hukuman selesai.
Seluruh rangkaian permutasi berturut-turut selesai.

Permutasi bagian 2
Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali, maka ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Jika ia menerima tugas itu, dan mencari tahu
jawaban, tetapi tidak melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran serius. Jika ia
menerima tugas itu, tetapi tidak mencari tahu jawaban, namun melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran serius. Jika ia menerima tugas itu, tetapi tidak mencari tahu
jawaban, juga tidak melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia tidak menerima tugas itu, namun mencari tahu jawaban dan melaporkan kembali, maka ia
melakukan satu pelanggaran serius. Jika ia tidak menerima tugas itu, namun mencari tahu
jawaban, tetapi tidak melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia tidak menerima tugas itu, juga tidak mencari tahu jawaban, namun melaporkan kembali,
maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak menerima tugas itu, juga
tidak mencari tahu jawaban, dan tidak melaporkan kembali, maka tidak ada pelanggaran.
Seorang laki-laki meminta kepada sejumlah bhikkhu, “Para Mulia, cari tahulah tentang
perempuan itu.” Jika mereka semua menerima tugas itu, semuanya mencari tahu jawaban, dan
semuanya melaporkan kembali, maka mereka semua melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki meminta kepada sejumlah bhikkhu, “Para Mulia, cari tahulah tentang
perempuan itu.” Jika mereka semua menerima tugas itu, semuanya mencari tahu jawaban, tetapi
hanya satu yang melaporkan kembali, maka mereka semua melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki meminta kepada sejumlah bhikkhu, “Para Mulia, cari tahulah tentang
perempuan itu.” Jika mereka semua menerima tugas itu, tetapi hanya satu yang mencari tahu
jawaban, namun semuanya melaporkan kembali, maka mereka semua melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki meminta kepada sejumlah bhikkhu, “Para Mulia, cari tahulah tentang
perempuan itu.” Jika mereka semua menerima tugas itu, tetapi hanya satu yang mencari tahu
jawaban, dan hanya satu yang melaporkan kembali, maka mereka semua melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki meminta kepada seorang bhikkhu, “Yang Mulia, cari tahulah tentang
perempuan itu.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, dan melaporkan kembali,
maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki meminta kepada seorang bhikkhu, “Yang Mulia, cari tahulah tentang
perempuan itu.” Jika ia menerima tugas itu, mencari tahu jawaban, tetapi menyuruh seorang
murid untuk melaporkan kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.
Seorang laki-laki meminta kepada seorang bhikkhu, “Yang Mulia, cari tahulah tentang
perempuan itu.” Jika ia menerima tugas itu, tetapi menyuruh seorang murid untuk mencari tahu
jawaban, dan kemudian ia sendiri yang melaporkan kembali, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang laki-laki meminta kepada seorang bhikkhu, “Yang Mulia, cari tahulah tentang
perempuan itu.” Jika ia menerima tugas itu, tetapi menyuruh seorang murid untuk mencari tahu
jawaban, dan murid itu kemudian melaporkan kembali atas inisiatifnya sendiri, maka mereka
berdua melakukan satu pelanggaran serius.

Permutasi bagian 3
Jika ia memenuhi kesepakatan ketika ia pergi, tetapi tidak ketika ia kembali, maka ia melakukan
pelanggaran serius.
Jika ia tidak memenuhi kesepakatan ketika ia pergi, tetapi menepatinya ketika ia kembali, maka
ia melakukan pelanggaran serius.
Jika ia memenuhi kesepakatan baik ketika ia pergi maupun ketika ia kembali, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia tidak memenuhi kesepakatan ketika ia pergi maupun ketika ia kembali, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia pergi karena suatu urusan untuk Sangha, untuk altar, atau untuk
seorang yang sakit; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Syair rangkuman studi kasus
“Tidur, dan mati, pergi,
Bukan seorang perempuan, seorang perempuan tanpa organ seksual;
Ia mendamaikan mereka setelah bertengkar,
Dan ia adalah seorang pencomblang untuk paṇḍaka.”

Studi kasus
Pada suatu ketika seorang laki-laki berkata kepada seorang bhikkhu, “Yang Mulia, sudilah
mencari tahu tentang perempuan itu.” Ketika bhikkhu itu pergi ke sana, ia bertanya kepada
orang-orang, “Di manakah perempuan itu?”
“Ia sedang tidur, Yang Mulia.”
Ia menjadi gelisah, dengan berpikir, “Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan.
Mungkinkah aku telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan?” Ia
memberitahu Sang Buddha, yang berkata, “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, tetapi terjadi pelanggaran perbuatan salah.”
Pada suatu ketika seorang laki-laki berkata kepada seorang bhikkhu, “Yang Mulia, sudilah
mencari tahu tentang perempuan itu.” Ketika bhikkhu itu pergi ke sana, ia bertanya kepada
orang-orang, “Di manakah perempuan itu?”
“Ia sudah mati, Yang Mulia.” … “Ia sedang pergi, Yang Mulia.” … “Itu bukan seorang perempuan,
Yang Mulia.” … “Itu adalah seorang perempuan yang tidak memiliki organ seksual, Yang Mulia.”
Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi
pelanggaran perbuatan salah.”

Pada suatu ketika seorang perempuan tertentu bertengkar dengan suaminya dan pulang ke
rumah ibunya. Seorang bhikkhu yang bergaul dengan keluarga itu mendamaikan mereka. Ia
menjadi gelisah … “Apakah mereka bercerai, bhikkhu?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Tidak ada pelanggaran jika mereka tidak bercerai.”

Pada suatu ketika seorang bhikkhu bertindak sebagai seorang pencomblang untuk para paṇḍaka.
Ia menjadi gelisah … “Tidak ada pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi terjadi
pelanggaran serius.”
Aturan latihan tentang pencomblangan, yang kelima, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

6. Aturan Latihan tentang Pembangunan


Gubuk

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Pada saat itu para bhikkhu dari Āḷavī sedang membangun gubuk-gubuk dengan cara mengemis.
Gubuk-gubuk itu ditujukan untuk diri mereka sendiri, tanpa pemilik yang mensponsori, dan
ukurannya besar tidak sewajarnya. Dan karena gubuk-gubuk itu tidak pernah selesai, maka para
bhikkhu terus mengemis dan meminta, “Sudilah memberikan seorang laki-laki, seorang pelayan,
seekor lembu, sebuah gerobak, sebuah golok, sebuah parang, sebuah kapak, sebuah sekop, sebuah
pahat; berilah tanaman rambat, bambu, buluh, rumput, lempung.” Orang-orang merasa tertindas
dengan segala pengemisan dan permintaan, sehingga ketika mereka melihat seorang bhikkhu
mereka menjadi cemas dan takut. Mereka berbalik, mengambil jalan lain, melarikan diri, dan
menutup pintu mereka. Mereka bahkan melarikan diri ketika mereka melihat sapi-sapi,
menganggap bahwa itu adalah para bhikkhu.
Pada saat itu Yang Mulia Mahākassapa, setelah menuntaskan masa keberdiaman musim hujan di
Rājagaha, melakukan perjalanan menuju Āḷavī. Ketika akhirnya ia tiba, ia menetap di Altar
Aggāḷava. Suatu pagi Yang Mulia Mahākassapa mengenakan jubah, membawa mangkuk dan
jubahnya, dan memasuki Āḷavī untuk menerima dana makanan. Ketika orang-orang melihatnya,
mereka menjadi cemas dan takut. Mereka berbalik, mengambil jalan lain, melarikan diri, dan
menutup pintu mereka. Setelah selesai menerima dana makanan dan telah memakan
makanannya, Yang Mulia Mahākassapa pulang dan berkata kepada para bhikkhu:
“Dulu terdapat banyak dana makanan di Āḷavī, dan adalah mudah untuk memperoleh dana
makanan. Tetapi sekarang terjadi kelangkaan, dan sulit untuk memperolehnya. Mengapakah
demikian?” Para bhikkhu memberitahu Yang Mulia Mahākassapa apa yang telah terjadi.
Tidak lama kemudian Sang Buddha juga melakukan perjalanan menuju Āḷavī setelah menetap di
Rājagaha selama yang Beliau kehendaki. Ketika akhirnya Beliau tiba, Beliau juga menetap di Altar
Aggāḷava.
Kemudian Yang Mulia Mahākassapa menghadap Sang Buddha, bersujud, duduk, dan
memberitahukan kepada Beliau apa yang telah terjadi.
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu Āḷavī: “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa hal ini terjadi?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian bertindak
seperti ini? Ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” Setelah menegur mereka, Beliau
membabarkan suatu ajaran dan bercerita kepada para bhikkhu:
Jātaka
“Pada suatu masa, para bhikkhu, hiduplah dua petapa bersaudara di tepi sungai Gangga. Ketika
itu raja naga Maṇikaṇṭha keluar dari Gangga dan mendatangi si petapa yang lebih muda. Ia
melilitkan tubuhnya pada petapa itu sebanyak tujuh putaran dan membuka tudungnya di atas
kepala si petapa. Kemudian, karena ketakutannya pada sang naga, si petapa muda menjadi kurus,
lesu, dan pucat, dengan urat-urat menonjol di sekujur tubuhnya. Si petapa yang lebih tua
melihatnya seperti ini dan bertanya kepadanya apa yang terjadi. Si petapa muda
memberitahunya. Si petapa tua berkata, ‘Jadi, engkau ingin naga itu pergi?’
‘Ya.’
‘Baiklah, apakah engkau melihat apa pun yang merupakan milik naga itu?’
‘Aku melihat hiasan permata di lehernya.’
‘Kalau begitu, mintalah permata itu kepada naga itu.’
Tidak lama kemudian sang raja naga sekali lagi keluar dari Gangga dan mendatangi petapa muda
itu. Dan si petapa berkata kepadanya, ‘Tuan, berikan aku permata itu. Aku menginginkan
permata itu.’ Sang naga berpikir, ‘Bhikkhu itu meminta permata; ia menginginkan permata,’ dan
pergi dengan tergesa-gesa.
Sekali lagi sang naga keluar dari Gangga dan mendatangi petapa muda. Si petapa melihatnya
datang dan berkata kepadanya, ‘Tuan, berikan aku permata itu. Aku menginginkan permata itu.’
Ketika sang raja naga mendengarnya, ia seketika berbalik.
Sekali lagi sang raja naga keluar dari Gangga. Si petapa muda melihatnya keluar dan berkata
kepadanya, ‘Tuan, berikan aku permata itu. Aku menginginkan permata itu.’ Sang raja naga
mengucapkan tiga bait ini kepada si petapa:

‘Makanan dan minumanku berlimpah dan luhur,


Dan muncul berkat permata ini.
Aku tidak akan memberikannya kepadamu—engkau meminta terlalu banyak—
Juga aku tidak akan kembali ke pertapaanmu.
Bagaikan seorang pemuda memegang pedang yang diasah di atas batu,
Engkau menakuti aku, dengan meminta permata ini.
Aku tidak akan memberikannya kepadamu—engkau meminta terlalu banyak—
Juga aku tidak akan kembali ke pertapaanmu.

Dan raja naga Maṇikaṇṭha berpikir, ‘Bhikkhu ini meminta permata ini; ia menginginkan permata
ini,’ dan ia pergi dan tidak kembali lagi.
Karena ia tidak lagi melihat naga indah itu, si petapa muda menjadi bertambah kurus, tambah
lesu dan pucat, urat-uratnya menjadi semakin menonjol. Si petapa tua melihatnya seperti ini dan
bertanya apa yang terjadi. Ia menjawab, ‘Ini karena aku tidak lagi melihat naga indah itu.’ Si
petapa tua berkata kepadanya dalam syair ini:

‘Seseorang seharusnya tidak meminta dari mereka yang ia harapkan menyayanginya;


Ia akan tidak disukai karena meminta terlalu banyak.
Ketika sang brahmana meminta permata dari sang naga,
Naga akan pergi dan tidak akan terlihat lagi.’

Seseorang akan tidak disukai bahkan oleh binatang, para bhikkhu, karena mengemis dan
meminta, apalagi oleh manusia.”
Kisah
“Pada suatu ketika, para bhikkhu, seorang bhikkhu tertentu menetap di sebuah hutan di lereng
Himalaya. Tidak jauh dari hutan itu terdapat sebuah rawa-rawa rendah yang luas. Sekumpulan
besar burung-burung akan mencari makan di rawa-rawa itu pada siang hari dan memasuki hutan
untuk bertengger pada malam hari. Bhikkhu itu terganggu oleh suara kumpulan burung itu,
maka ia mendatangiKu. Ia bersujud, duduk, dan Aku berkata kepadanya, ‘Aku harap engkau
dalam keadaan baik, bhikkhu, aku harap engkau bertahan. Aku harap engkau tidak lelah karena
perjalanan. Dan darimanakah engkau datang?’
‘Aku baik-baik saja, Yang Mulia, aku bertahan. Aku tidak lelah karena perjalanan.’ Kemudian ia
menjelaskan darimana ia datang, dengan menambahkan, ‘Dari sanalah aku datang, Yang Mulia.
Aku pergi karena aku terganggu oleh suara kumpulan burung itu.’
‘Apakah engkau ingin kumpulan burung itu pergi?’
‘Ya, Yang Mulia.’
‘Baiklah, kembalilah ke hutan itu. Pada bagian pertama malam hari, berserulah tiga kali dan
katakan, “Dengarkan aku, burung-burung yang baik. Aku menginginkan satu helai bulu dari
setiap burung yang bertengger di hutan ini. Masing-masing dari kalian harus memberikan
sehelai bulu kepadaku.” Dan pada bagian pertengahan dan akhir malam hari lakukan hal yang
sama.’
Bhikkhu itu kembali ke hutan dan melakukan apa yang diinstruksikan. Kumpulan burung itu
berpikir, ‘Bhikkhu ini meminta sehelai bulu; ia menginginkan sehelai bulu,’ dan mereka pergi
meninggalkan hutan itu dan tidak kembali lagi. Seseorang akan tidak disukai bahkan oleh
binatang, para bhikkhu, karena mengemis dan meminta, apalagi oleh manusia.”

“Ayah Raṭṭhapāla, para bhikkhu, pernah berkata kepada putranya dalam syair ini:

‘Semua orang-orang ini, Raṭṭhāpāla,


Yang datang kepadaku dan meminta—
Aku bahkan tidak mengenal mereka.
Jadi mengapakah engkau tidak mengemis kepadaku?’
‘Pengemis tidak disukai,
Dan demikian pula orang yang tidak memberikan ketika diminta.
Itulah sebabnya maka aku tidak meminta dari engkau;
Mohon jangan membenciku karena ini.’

Jika Raṭṭhapāla, yang berasal dari keluarga yang baik, dapat mengatakan ini kepada ayahnya
sendiri, apalagi dari seseorang kepada orang lainnya.
Adalah sulit, para bhikkhu, bagi para perumah tangga untuk memperoleh dan melindungi
kepemilikan mereka. Tetapi masih saja, orang-orang dungu, kalian mengemis dan meminta
segala benda-benda ini. Ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika seorang bhikkhu, dengan mengemis, membangun sebuah gubuk tanpa pemilik
yang mensponsori dan ditujukan untuk diri sendiri, itu haruslah tidak lebih dari dua belas
jengkal standar panjangnya dan lebarnya tujuh di dalam. Ia harus meminta para bhikkhu
untuk menyetujui lokasi di mana tidak ada bahaya yang ditimbulkan dan memiliki ruang
di segala sisi. Jika seorang bhikkhu, dengan mengemis, membangun sebuah gubuk di lokasi
di mana bahaya akan ditimbulkan dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, atau ia
tidak meminta para bhikkhu untuk menyetujui lokasinya, atau ia melebihi ukuran yang
dibenarkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.’”

Definisi
Dengan mengemis:
ia sendiri mengemis seorang laki-laki, seorang pelayan, seekor lembu, sebuah gerobak, sebuah
golok, sebuah parang, sebuah kapak, sebuah sekop, sebuah pahat; tanaman rambat, bambu,
buluh, rumput, lempung.
Sebuah gubuk:
diplester pada bagian dalam atau diplester pada bagian luar atau diplester pada bagian dalam dan
luar.
Membangun:
membangunnya sendiri atau menyuruh untuk membangun.
Tanpa pemilik yang mensponsori:
tidak ada pemilik, apakah seorang perempuan atau laki-laki, apakah seorang umat awam atau
seorang yang meninggalkan keduniawian.
Ditujukan untuk diri sendiri:
untuk digunakan sendiri.
Haruslah tidak lebih dari dua belas jengkal standar panjangnya:
ukuran luar.
Dan lebarnya tujuh di dalam:
ukuran dalam.
Ia harus meminta para bhikkhu untuk menyetujui lokasi:
Bhikkhu yang ingin membangun sebuah gubuk harus membersihkan lokasi. Kemudian ia harus
mendatangi Sangha, menata jubah atasnya di satu bahunya, bersujud di kaki para bhikkhu
senior, berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata:
“Para Mulia, aku ingin membangun sebuah gubuk dengan mengemis, tanpa pemilik yang
mensponsori dan ditujukan untuk diriku sendiri. Aku memohon kepada Sangha untuk
memeriksa lokasi gubuk itu.”
Ia harus mengajukan permohonannya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika seluruh Sangha
mampu memeriksa lokasi itu, mereka semua harus pergi. Jika seluruh Sangha tidak mampu
memeriksa lokasi, maka para bhikkhu itu yang kompeten dan mampu—yang mengetahui di mana
bahaya akan timbul dan di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, yang mengetahui apa yang
dimaksudkan dengan ruang di segala sisi dan ketiadaan ruang di segala sisi—harus dimohon dan
kemudian ditunjuk.
“Dan para bhikkhu, mereka harus ditunjuk sebagai berikut. Seorang bhikkhu yang kompeten dan
mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini ingin
membangun sebuah gubuk dengan mengemis, tanpa pemilik yang mensponsori dan
ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia memohon Sangha untuk memeriksa lokasi gubuk itu.
Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus menunjuk bhikkhu itu dan itu untuk
memeriksa lokasi gubuk bhikkhu ini. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini ingin
membangun sebuah gubuk dengan mengemis, tanpa pemilik yang mensponsori dan
ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia memohon Sangha untuk memeriksa lokasi gubuk itu.
Sangha menunjuk bhikkhu itu dan itu untuk memeriksa lokasi gubuk bhikkhu ini.
Bhikkhu mana pun yang menyetujui penunjukan bhikkhu itu dan itu untuk memeriksa
lokasi gubuk bhikkhu ini mohon berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui
silakan berbicara.
Sangha telah menunjuk bhikkhu itu dan itu untuk memeriksa lokasi gubuk bhikkhu ini.
Sangha menyetujui penunjukan ini oleh karena itu maka Sangha berdiam diri. Aku akan
mengingatnya demikian.’
Bhikkhu yang ditunjuk harus pergi dan memeriksa lokasi gubuk untuk mencari tahu apakah
bahaya akan timbul dan apakah tersedia ruang di segala sisi. Jika bahaya akan timbul atau tidak
ada ruang di segala sisi, maka mereka harus mengatakan, ‘Jangan bangun di sini.’ Jika tidak ada
bahaya yang akan timbul dan tersedia ruang di segala sisi, maka mereka harus memberitahu
Sangha: ‘Tidak ada bahaya yang akan timbul dan tersedia ruang di segala sisi.’
Bhikkhu yang ingin membangun gubuk kemudian harus menghadap Sangha, menata jubah
atasnya di satu bahunya, bersujud di kaki para bhikkhu senior, berjongkok pada tumitnya,
merangkapkan tangan, dan berkata:
‘Para Mulia, aku ingin membangun sebuah gubuk dengan mengemis, tanpa pemilik yang
mensponsori dan ditujukan untuk diriku sendiri. Aku memohon agar Sangha menyetujui
lokasi untuk gubuk tersebut.’
Ia harus mengajukan permohonan untuk kedua dan ketiga kalinya. Kemudian seorang bhikkhu
yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini ingin
membangun sebuah gubuk dengan mengemis, tanpa pemilik yang mensponsori dan
ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia memohon Sangha agar menyetujui lokasi gubuk itu.
Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus menyetujui lokasi gubuk bhikkhu ini. Ini
adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini ingin
membangun sebuah gubuk dengan mengemis, tanpa pemilik yang mensponsori dan
ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia memohon Sangha agar menyetujui lokasi gubuk itu.
Sangha menyetujui lokasi gubuk bhikkhu ini. Bhikkhu mana pun yang menyetujui
disetujuinya lokasi gubuk bhikkhu ini mohon berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak
menyetujui silakan berbicara.
Sangha telah menyetujui lokasi gubuk bhikkhu ini. Sangha menyetujui oleh karena itu
maka Sangha berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Di mana bahaya akan timbul:
yaitu tempat tinggal semut-semut, rayap, tikus, ular, kalajengking, kelabang, gajah, kuda, singa,
harimau, macan, beruang, atau dubuk, atau binatang lainnya; atau berbatasan dengan ladang
gandum, ladang sayuran, tempat pemotongan, tempat eksekusi, tanah pemakaman, sebuah
taman, tanah kerajaan, kandang gajah, kandang kuda, penjara, kedai minuman keras, rumah
jagal, jalan raya, persimpangan jalan, aula pertemuan publik, atau jalan buntu—ini disebut “di
mana bahaya akan timbul”.
Yang tidak tersedia ruang di segala sisi:
tidaklah mungkin untuk mengitarinya dengan kereta bergandar, atau mengitarinya dengan
membawa tangga—ini disebut “yang tidak tersedia ruang di segala sisi”.
Di mana tidak ada bahaya yang akan timbul:
itu bukanlah tempat tinggal semut-semut, rayap, tikus, ular, kalajengking, kelabang … tidak
berbatasan dengan … jalan buntu—ini disebut “di mana tidak ada bahaya yang akan timbul”.
Yang tersedia ruang di segala sisi:
adalah mungkin untuk mengitarinya dengan kereta bergandar, atau mengitarinya dengan
membawa tangga—ini disebut “yang tersedia ruang di segala sisi”.
Dengan mengemis:
dengan dirinya sendiri mengemis seorang laki-laki, seorang pelayan … lempung.
Sebuah gubuk:
yang diplester pada bagian dalam atau diplester pada bagian luar atau diplester pada bagian
dalam dan luar.
Membangun:
membangunnya sendiri atau menyuruh untuk membangun.
Atau ia tidak meminta para bhikkhu untuk menyetujui lokasinya, atau ia melebihi ukuran
yang dibenarkan:
jika lokasi gubuk belum disetujui melalui prosedur resmi yang terdiri dari satu usul dan tiga
pengumuman, atau jika ia membangun sebuah gubuk atau menyuruh membangun yang melebihi
panjang atau lebar yang diperbolehkan bahkan lebih dari lebar sehelai rambut, maka atas usaha
tersebut terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika tersisa kepingan terakhir untuk menyelesaikan
gubuk tersebut, maka ia melakukan pelanggaran serius. Ketika kepingan terakhir selesai, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, ini juga disebut “pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi

Permutasi bagian 1
Membangun sendiri
Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk yang lokasinya belum disetujui, di mana bahaya
akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu
membangun sebuah gubuk yang lokasinya belum disetujui, di mana bahaya akan timbul, tetapi
tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah
gubuk yang lokasinya belum disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak
tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah
gubuk yang lokasinya belum disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan tersedia
ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk yang lokasinya sudah disetujui, di mana bahaya
akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran
perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk yang lokasinya sudah disetujui,
di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk yang lokasinya
sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala
sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun
sebuah gubuk yang lokasinya sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan
tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.

Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana
bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang
bhikkhu membangun sebuah gubuk melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan
timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu
membangun sebuah gubuk melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana tidak ada bahaya yang
akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu
membangun sebuah gubuk melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana tidak ada bahaya yang
akan timbul, dan tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk dengan ukuran yang benar, di mana bahaya
akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran
perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk dengan ukuran yang benar, di
mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk dengan ukuran
yang benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi,
maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah
gubuk dengan ukuran yang benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan tersedia
ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.

Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk yang lokasinya belum disetujui, yang melebihi
ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala
sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran
perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk yang lokasinya belum
disetujui, yang melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia
ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan
satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk yang
lokasinya belum disetujui, yang melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu
membangun sebuah gubuk yang lokasinya belum disetujui, yang melebihi ukuran yang
diperbolehkan, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala
sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk yang lokasinya sudah disetujui, dengan ukuran
yang benar, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia
melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk
yang lokasinya sudah disetujui, dengan ukuran yang benar, di mana bahaya akan timbul, tetapi
tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang
bhikkhu membangun sebuah gubuk yang lokasinya sudah disetujui, dengan ukuran yang benar,
di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah gubuk
yang lokasinya sudah disetujui, dengan ukuran yang benar, di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.
Menunjuk orang lain untuk membangun
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya. Jika mereka
membangun sebuah gubuk yang lokasinya belum disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan
yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul,
tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, dan tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya. Jika mereka
membangun sebuah gubuk yang lokasinya sudah disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan
yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …
di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia
ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada
bahaya yang akan timbul, dan tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya. Jika mereka
membangun sebuah gubuk yang melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan
timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul,
tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, dan tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya. Jika mereka
membangun sebuah gubuk dengan ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, dan
yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …
di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia
ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada
bahaya yang akan timbul, dan tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.

Jika seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya. Jika
mereka membangun sebuah gubuk yang lokasinya belum disetujui, yang melebihi ukuran yang
diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia
melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan
salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana
tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia
melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan
salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka
ia melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya. Jika
mereka membangun sebuah gubuk yang lokasinya sudah disetujui, dengan ukuran yang benar, di
mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi,
maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka
tidak ada pelanggaran.

Pergi tanpa memberitahukan prosedur pembangunan yang benar


Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi, tetapi ia tidak memberitahu mereka untuk membangun gubuk yang lokasinya telah
disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika
mereka membangun gubuk yang lokasinya belum disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan
yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul,
tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi, tetapi ia tidak memberitahu mereka untuk membangun gubuk yang lokasinya telah
disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika
mereka membangun gubuk yang lokasinya sudah disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan
yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. …
di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia
ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada
bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi, tetapi ia tidak memberitahu mereka untuk membangun gubuk dengan ukuran yang benar,
di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika mereka
membangun gubuk yang melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, dan
yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul,
tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi, tetapi ia tidak memberitahu mereka untuk membangun gubuk dengan ukuran yang benar,
di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika mereka
membangun gubuk dengan ukuran yang benar, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak
tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana
bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran
perbuatan salah … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di
segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi, tetapi ia tidak memberitahu mereka untuk membangun gubuk yang lokasinya telah
disetujui, dengan ukuran yang benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang
tersedia ruang di segala sisi. Jika mereka membangun gubuk yang lokasinya belum disetujui,
dengan melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak
tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi yang
tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi, tetapi ia tidak memberitahu mereka untuk membangun gubuk yang lokasinya telah
disetujui, dengan ukuran yang benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang
tersedia ruang di segala sisi. Jika mereka membangun gubuk yang lokasinya sudah disetujui,
dengan ukuran yang benar, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala
sisi, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi
yang tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan
yang tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.
Pergi dan kemudian mendengar tentang prosedur pembangunan yang salah
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, tetapi mereka
membangunnya di lokasi yang belum disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak
tersedia ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke sana atau
mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun di lokasi yang sudah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika ia tidak
pergi sendiri atau tidak mengirim pesan, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, tetapi mereka
membangunnya di lokasi yang belum disetujui, di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia
ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke sana atau
mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun di lokasi yang sudah disetujui dan di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul. Jika ia tidak pergi sendiri atau tidak mengirim pesan,
maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk dan kemudian pergi. Ia
memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di mana
tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, tetapi mereka
membangunnya di lokasi yang belum disetujui, di mana bahaya tidak akan timbul, tetapi tidak
tersedia ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke sana atau
mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun di lokasi yang sudah disetujui dan
yang tersedia ruang di segala sisi. Jika ia tidak pergi sendiri atau tidak mengirim pesan, maka ia
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, tetapi mereka
membangunnya di lokasi yang belum disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan
tersedia ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke sana atau
mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun di lokasi yang sudah disetujui. Jika ia
tidak pergi sendiri atau tidak mengirim pesan, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, tetapi mereka
membangunnya di lokasi yang sudah disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak
tersedia ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke sana atau
mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika ia tidak pergi sendiri atau tidak mengirim
pesan, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, tetapi mereka
membangunnya di lokasi yang sudah disetujui, di mana bahaya akan timbul, tetapi yang tersedia
ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke sana atau
mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul. Jika ia tidak pergi sendiri atau tidak mengirim pesan, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, tetapi mereka
membangunnya di lokasi yang sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi
ke sana atau mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun di mana tersedia ruang di
segala sisi. Jika ia tidak pergi sendiri atau tidak mengirim pesan, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, dan mereka
membangunnya di lokasi yang sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan
yang tersedia ruang di segala sisi. Tidak ada pelanggaran.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk dengan ukuran yang benar, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, tetapi mereka
membangunnya melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, dan yang
tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke
sana atau mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun dengan ukuran yang benar,
di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. …
memberitahu mereka untuk membangun dengan ukuran yang benar dan di mana tidak ada
bahaya yang akan timbul. … memberitahu mereka untuk membangun dengan ukuran yang benar
dan yang tersedia ruang di segala sisi. … memberitahu mereka untuk membangun dengan ukuran
yang benar. Jika ia tidak pergi sendiri atau tidak mengirim pesan, maka ia melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk dengan ukuran yang benar, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, tetapi mereka
membangunnya dengan ukuran yang benar, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia
ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke sana atau
mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul dan yang tersedia ruang di segala sisi. … memberitahu mereka untuk membangun di mana
tidak ada bahaya yang akan timbul. … memberitahu mereka untuk membangun di mana tersedia
ruang di segala sisi. … Tidak ada pelanggaran.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui,
dengan ukuran yang benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang
di segala sisi, tetapi mereka membangunnya di lokasi yang belum disetujui, yang melebihi ukuran
yang diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi.
Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke sana atau mengirim pesan,
memberitahu mereka untuk membangun di lokasi yang sudah disetujui, dengan ukuran yang
benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. …
memberitahu mereka untuk membangun di lokasi yang sudah disetujui, dengan ukuran yang
benar, dan di mana tidak ada bahaya yang akan timbul. … memberitahu mereka untuk
membangun di lokasi yang sudah disetujui, dengan ukuran yang benar, dan yang tersedia ruang
di segala sisi. … memberitahu mereka untuk membangun di lokasi yang sudah disetujui dan
dengan ukuran yang benar. Jika ia tidak pergi sendiri atau tidak mengirim pesan, maka ia
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang telah disetujui,
dengan ukuran yang benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang
di segala sisi, tetapi mereka membangunnya di lokasi yang telah disetujui, dengan ukuran yang
benar, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika ia
mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus pergi ke sana atau mengirim pesan, memberitahu
mereka untuk membangun di mana tidak ada bahaya yang akan timbul dan yang tersedia ruang
di segala sisi. … memberitahu mereka untuk membangun di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul. … memberitahu mereka untuk membangun di mana tersedia ruang di segala sisi. … Tidak
ada pelanggaran.
Pelanggaran-pelanggaran oleh pembangun yang ditunjuk
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang telah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika mereka
membangun sebuah gubuk di lokasi yang belum disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan yang
tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan tiga pelanggaran perbuatan
salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun
melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan dua pelanggaran
perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala
sisi, maka para pembangun melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang telah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika mereka
membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan yang
tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan dua pelanggaran perbuatan
salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan satu pelanggaran
perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala
sisi, maka tidak ada pelanggaran.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk dengan ukuran yang benar, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika mereka
membangun sebuah gubuk yang melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan
timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan tiga
pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi,
maka para pembangun melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan
dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang
tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk dengan ukuran yang benar, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Jika mereka
membangun sebuah gubuk dengan ukuran yang benar, di mana bahaya akan timbul, dan yang
tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan dua pelanggaran perbuatan
salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan satu pelanggaran
perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala
sisi, maka tidak ada pelanggaran.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang telah disetujui,
dengan ukuran yang benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang
di segala sisi. Jika mereka membangun sebuah gubuk di lokasi yang belum disetujui, yang
melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang
di segala sisi, maka para pembangun melakukan empat pelanggaran perbuatan salah. … di mana
bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan tiga
pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia
ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan tiga pelanggaran perbuatan salah. … di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka para
pembangun melakukan dua pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah gubuk di lokasi yang telah disetujui,
dengan ukuran yang benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang
di segala sisi. Jika mereka membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, dengan
ukuran yang benar, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi,
maka para pembangun melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan
timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan satu pelanggaran
perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di
segala sisi, maka para pembangun melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak
ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.
Belum selesai ketika kembali
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Mereka membangun sebuah gubuk di lokasi yang belum disetujui, di mana bahaya akan
timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika masih belum selesai ketika ia kembali,
maka gubuk itu harus diberikan kepada orang lain, atau harus dihancurkan dan dibangun
kembali. Jika ia tidak memberikannya kepada orang lain, atau tidak menghancurkan dan
membangunnya kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan
dan dua pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Mereka membangun sebuah gubuk di lokasi yang belum disetujui, di mana bahaya akan
timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi. Jika masih belum selesai ketika ia kembali, maka
gubuk itu harus diberikan kepada orang lain, atau harus dihancurkan dan dibangun kembali. Jika
ia tidak memberikannya kepada orang lain, atau tidak menghancurkan dan membangunnya
kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu
pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia
ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan
satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang
tersedia ruang di segala sisi. … ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Mereka membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, di mana bahaya akan
timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika masih belum selesai ketika ia kembali,
maka gubuk itu harus diberikan kepada orang lain, atau harus dihancurkan dan dibangun
kembali. Jika ia tidak memberikannya kepada orang lain, atau tidak menghancurkan dan
membangunnya kembali, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana
bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran
perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di
segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Tidak ada pelanggaran.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Mereka membangun sebuah gubuk dengan melebihi ukuran yang diperbolehkan, di mana
bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika masih belum selesai ketika
ia kembali, maka gubuk itu harus diberikan kepada orang lain, atau harus dihancurkan dan
dibangun kembali. Jika ia tidak memberikannya kepada orang lain, atau tidak menghancurkan
dan membangunnya kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia
ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan
satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak
tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
dan yang tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Mereka membangun sebuah gubuk dengan ukuran yang benar, di mana bahaya akan
timbul, dan tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika masih belum selesai ketika ia kembali, maka
gubuk itu harus diberikan kepada orang lain, atau harus dihancurkan dan dibangun kembali. Jika
ia tidak memberikannya kepada orang lain, atau tidak menghancurkan dan membangunnya
kembali, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul,
tetapi tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi … ia
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan
tersedia ruang di segala sisi. Tidak ada pelanggaran.

Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Mereka membangun sebuah gubuk di lokasi yang belum disetujui, dengan melebihi ukuran
yang diperbolehkan, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi.
Jika masih belum selesai ketika ia kembali, maka gubuk itu harus diberikan kepada orang lain,
atau harus dihancurkan dan dibangun kembali. Jika ia tidak memberikannya kepada orang lain,
atau tidak menghancurkan dan membangunnya kembali, maka ia melakukan dua pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan
timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan dua pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan dua pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada
bahaya yang timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan dua pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Mereka membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, dengan ukuran yang
benar, di mana bahaya akan timbul, dan tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika masih belum
selesai ketika ia kembali, maka gubuk itu harus diberikan kepada orang lain, atau harus
dihancurkan dan dibangun kembali. Jika ia tidak memberikannya kepada orang lain, atau tidak
menghancurkan dan membangunnya kembali, maka ia melakukan dua pelanggaran perbuatan
salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan
satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak
tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah gubuk untuknya dan kemudian
pergi. Mereka membangun sebuah gubuk di lokasi yang sudah disetujui, dengan ukuran yang
benar, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi. Tidak
ada pelanggaran.

Permutasi bagian 2
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika itu adalah tempat berteduh; jika itu adalah sebuah gua; jika itu
adalah sebuah gubuk rumput; jika itu dibangun untuk orang lain; jika bukan merupakan tempat
kediaman; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang membangun gubuk, yang keenam, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

7. Aturan Latihan tentang Pembangunan


Tempat Kediaman

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Kosambī di Vihara Ghosita, seorang
perumah tangga yang merupakan penyokong Yang Mulia Channa berkata kepada Beliau, “Aku
akan membangunkan sebuah tempat kediaman untukmu, Yang Mulia, jika engkau sudi
mencarikan lokasi untuk itu.”
Sewaktu Yang Mulia Channa sedang membersihkan lokasi untuk tempat kediaman itu, ia
menebang sebatang pohon yang menjadi sebuah altar dan dipuja oleh desa, pemukiman, distrik,
dan kerajaan. Orang-orang mengeluh dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin para monastik
Sakya menebang pohon yang menjadi altar dan dipuja oleh desa, pemukiman, distrik, dan
kerajaan? Mereka melukai kehidupan makhluk berindria-tunggal.”
Para bhikkhu mendengar kritikan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik Yang Mulia Channa dengan cara yang sama.
Setelah menegur Yang mulia Channa dalam berbagai cara, mereka memberitahukan kepada Sang
Buddha. Segera setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai Channa: “Benarkah,
Channa, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurmya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini?
Orang-orang menganggap pepohonan memiliki kesadaran. Ini akan mempengaruhi keyakinan
orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membangun sebuah tempat kediaman besar dengan pemilik yang
mensponsori dan ditujukan untuk dirinya sendiri, maka ia harus meminta para bhikkhu
untuk menyetujui lokasi di mana tidak ada bahaya yang akan timbul dan memiliki ruang
di segala sisi. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah tempat kediaman besar di lokasi di
mana bahaya akan timbul dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, atau ia tidak
meminta para bhikkhu untuk menyetujui lokasinya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.’”

Definisi
Sebuah tempat kediaman besar:
yang dimaksudkan adalah sebuah tempat kediaman dengan pemilik yang mensponsori.
Tempat kediaman:
yang diplester pada bagian dalam atau diplester pada bagian luarnya atau diplester pada bagian
dalam dan luarnya.
Membangun:
membangun sendiri atau menyuruh orang lain untuk membangunnya.
Dengan pemilik yang mensponsori:
ada pemilik lain, apakah seorang perempuan atau seorang laki-laki, apakah awam ataupun yang
telah meninggalkan keduniawian.
Ditujukan untuk dirinya sendiri:
untuk digunakan sendiri.
Ia harus meminta para bhikkhu untuk menyetujui lokasinya:
Bhikkhu yang hendak membangun sebuah tempat kediaman harus membersihkan lokasi,
kemudian menghadap Sangha, menata jubah atasnya di satu bahunya, bersujud di kaki para
bhikkhu senior, berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata:
“Para Mulia, aku hendak membangun sebuah tempat kediaman besar dengan pemilik yang
mensponsori dan ditujukan untuk diriku sendiri. Aku memohon Sangha untuk memeriksa
lokasi tempat kediaman itu.”
Ia harus mengajukan permohonannya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika seluruh Sangha
mampu memeriksa lokasi itu, mereka semua harus pergi. Jika seluruh Sangha tidak mampu
memeriksa lokasi, maka para bhikkhu itu yang kompeten dan mampu—yang mengetahui di mana
bahaya akan timbul dan di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, yang mengetahui apa yang
dimaksudkan dengan ruang di segala sisi dan ketiadaan ruang di segala sisi—harus dimohon dan
kemudian ditunjuk.
“Dan, para bhikkhu, mereka harus ditunjuk sebagai berikut. Seorang bhikkhu yang kompeten
dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini ingin
membangun sebuah tempat kediaman besar dengan pemilik yang mensponsori dan
ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia memohon Sangha untuk memeriksa lokasi tempat
kediaman itu. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus menunjuk bhikkhu itu dan
itu untuk memeriksa lokasi tempat kediaman bhikkhu ini. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini ingin
membangun sebuah tempat kediaman besar dengan pemilik yang mensponsori dan
ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia memohon Sangha untuk memeriksa lokasi tempat
kediaman itu. Sangha menunjuk bhikkhu itu dan itu untuk memeriksa lokasi tempat
kediaman bhikkhu ini. Bhikkhu mana pun yang menyetujui penunjukan bhikkhu itu dan
itu untuk memeriksa lokasi tempat kediaman bhikkhu ini mohon berdiam diri. Bhikkhu
mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Sangha telah menunjuk bhikkhu itu dan itu untuk memeriksa lokasi tempat kediaman
bhikkhu ini. Sangha menyetujui penunjukan ini oleh karena itu maka Sangha berdiam diri.
Aku akan mengingatnya demikian.’
Bhikkhu yang ditunjuk harus pergi dan memeriksa lokasi tempat kediaman untuk mencari tahu
apakah bahaya akan timbul dan apakah tersedia ruang di segala sisi. Jika bahaya akan timbul atau
tidak ada ruang di segala sisi, maka mereka harus mengatakan, ‘Jangan bangun di sini.’ Jika tidak
ada bahaya yang akan timbul dan tersedia ruang di segala sisi, maka mereka harus memberitahu
Sangha: ‘Tidak ada bahaya yang akan timbul dan tersedia ruang di segala sisi.’
Bhikkhu yang ingin membangun tempat kediaman kemudian harus menghadap Sangha, menata
jubah atasnya di satu bahunya, bersujud di kaki para bhikkhu senior, berjongkok pada tumitnya,
merangkapkan tangan, dan berkata:
‘Para Mulia, aku ingin membangun sebuah tempat kediaman besar dengan pemilik yang
mensponsori dan ditujukan untuk diriku sendiri. Aku memohon agar Sangha menyetujui
lokasi untuk tempat kediaman tersebut.’
Ia harus mengajukan permohonan untuk kedua dan ketiga kalinya. Kemudian seorang bhikkhu
yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini ingin
membangun sebuah tempat kediaman besar dengan pemilik yang mensponsori dan
ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia memohon Sangha agar menyetujui lokasi tempat
kediaman itu. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus menyetujui lokasi tempat
kediaman bhikkhu ini. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini ingin
membangun sebuah tempat kediaman besar dengan pemilik yang mensponsori dan
ditujukan untuk dirinya sendiri. Ia memohon Sangha agar menyetujui lokasi tempat
kediaman itu. Sangha menyetujui lokasi tempat kediaman bhikkhu ini. Bhikkhu mana pun
yang menyetujui disetujuinya lokasi tempat kediaman bhikkhu ini mohon berdiam diri.
Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui harus berbicara.
Sangha telah menyetujui lokasi tempat kediaman bhikkhu ini. Sangha menyetujui oleh
karena itu maka Sangha berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Di mana bahaya akan timbul:
yaitu tempat tinggal semut-semut, rayap, tikus, ular, kalajengking, kelabang, gajah, kuda, singa,
harimau, macan, beruang, atau dubuk, atau binatang lainnya; atau berbatasan dengan ladang
gandum, ladang sayuran, tempat pemotongan, tempat eksekusi, tanah pemakaman, sebuah
taman, tanah kerajaan, kandang gajah, kandang kuda, penjara, kedai minuman keras, rumah
jagal, jalan raya, persimpangan jalan, aula pertemuan publik, atau jalan buntu—ini disebut “di
mana bahaya akan timbul”.
Yang tidak tersedia ruang di segala sisi:
tidaklah mungkin untuk mengitarinya dengan kereta bergandar, atau mengitarinya dengan
membawa tangga—ini disebut “yang tidak tersedia ruang di segala sisi”.
Di mana tidak ada bahaya yang akan timbul:
itu bukanlah tempat tinggal semut-semut … tidak berbatasan dengan … jalan buntu—ini disebut
“di mana tidak ada bahaya yang akan timbul”.
Yang tersedia ruang di segala sisi:
adalah mungkin untuk mengitarinya dengan kereta bergandar, atau mengitarinya dengan
membawa tangga—ini disebut “yang tersedia ruang di segala sisi”.
Sebuah tempat kediaman besar:
yang dimaksudkan adalah sebuah tempat kediaman dengan pemilik yang mensponsori.
Tempat kediaman:
yang diplester pada bagian dalam atau diplester pada bagian luarnya atau diplester pada bagian
dalam dan luarnya.
Membangun:
membangunnya sendiri atau menyuruh orang lain untuk membangunnya.
Atau ia tidak meminta para bhikkhu untuk menyetujui lokasinya:
jika lokasi tempat kediaman belum disetujui melalui prosedur resmi yang terdiri dari satu usul
dan tiga pengumuman, dan ia kemudian membangun sebuah tempat kediaman atau menyuruh
membangun, maka atas usaha tersebut terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika tersisa kepingan
terakhir untuk menyelesaikan tempat kediaman tersebut, maka ia melakukan pelanggaran
serius. Ketika kepingan terakhir selesai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, ini juga disebut “pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi

Permutasi bagian 1
Membangun sendiri
Jika seorang bhikkhu membangun sebuah tempat kediaman yang lokasinya belum disetujui, di
mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang
bhikkhu membangun sebuah tempat kediaman yang lokasinya belum disetujui, di mana bahaya
akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu
membangun sebuah tempat kediaman yang lokasinya belum disetujui, di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu
membangun sebuah tempat kediaman yang lokasinya belum disetujui, di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, dan tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika seorang bhikkhu membangun sebuah tempat kediaman yang lokasinya sudah disetujui, di
mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah tempat kediaman yang
lokasinya sudah disetujui, di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka
ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhu membangun sebuah
tempat kediaman yang lokasinya sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Jika seorang bhikkhu membangun sebuah tempat kediaman yang lokasinya sudah disetujui, di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada
pelanggaran.
Menunjuk orang lain untuk membangun
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya.
Jika mereka membangun sebuah tempat kediaman yang lokasinya belum disetujui, di mana
bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana
bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada
bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana
tidak ada bahaya yang akan timbul, dan tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya.
Jika mereka membangun sebuah tempat kediaman yang lokasinya sudah disetujui, di mana
bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi,
maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan tersedia ruang di segala sisi, maka tidak
ada pelanggaran.

Pergi tanpa memberitahukan prosedur pembangunan yang benar


Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya
dan kemudian pergi, tetapi ia tidak memberitahu mereka untuk membangun tempat kediaman
yang lokasinya sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia
ruang di segala sisi. Jika mereka membangun tempat kediaman yang lokasinya belum disetujui, di
mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana
bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada
bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana
tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya
dan kemudian pergi, tetapi ia tidak memberitahu mereka untuk membangun tempat kediaman
yang lokasinya sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia
ruang di segala sisi. Jika mereka membangun tempat kediaman yang lokasinya sudah disetujui, di
mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan dua
pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi,
maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka
tidak ada pelanggaran.
Pergi dan kemudian mendengar tentang prosedur pembangunan yang salah
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya
dan kemudian pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah tempat kediaman di
lokasi yang sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang
di segala sisi, tetapi mereka membangunnya di lokasi yang belum disetujui, di mana bahaya akan
timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri
harus pergi ke sana atau mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun di lokasi
yang sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di
segala sisi. … di lokasi yang sudah disetujui dan tidak ada bahaya yang akan timbul. … di lokasi
yang sudah disetujui dan yang tersedia ruang di segala sisi. … di lokasi yang sudah disetujui. Jika
ia tidak pergi sendiri atau tidak mengirim pesan, maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan
salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya
dan kemudian pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah tempat kediaman di
lokasi yang sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang
di segala sisi, tetapi mereka membangunnya di lokasi yang sudah disetujui, di mana bahaya akan
timbul, dan tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika ia mendengar tentang hal ini, ia sendiri harus
pergi ke sana atau mengirim pesan, memberitahu mereka untuk membangun tempat kediaman
di mana tidak ada bahaya yang akan timbul dan yang tersedia ruang di segala sisi. … (Bagian ini
harus diuraikan seperti pada Saṅghādisesa 6.) … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul. … yang
tersedia ruang di segala sisi. … Tidak ada pelanggaran.
Pelanggaran-pelanggaran oleh pembangun yang ditunjuk
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya
dan kemudian pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah tempat kediaman di
lokasi yang sudah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang
di segala sisi. Jika mereka membangun sebuah tempat kediaman di lokasi yang belum disetujui, di
mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun
melakukan tiga pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia
ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. … di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para
pembangun melakukan dua pelanggaran perbuatan salah … di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan satu
pelanggaran perbuatan salah.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya
dan kemudian pergi. Ia memberitahu mereka untuk membangun sebuah tempat kediaman di
lokasi yang telah disetujui, di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang
di segala sisi. Jika mereka membangun sebuah tempat kediaman di lokasi yang sudah disetujui, di
mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para pembangun
melakukan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia
ruang di segala sisi, maka para pembangun melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di
mana tidak ada bahaya yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi, maka para
pembangun melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan
timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi, maka tidak ada pelanggaran.
Belum selesai ketika kembali
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya
dan kemudian pergi. Mereka membangun sebuah tempat kediaman di lokasi yang belum
disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika masih
belum selesai ketika ia kembali, maka tempat kediaman itu harus diberikan kepada orang lain,
atau harus dihancurkan dan dibangun kembali. Jika ia tidak memberikannya kepada orang lain,
atau tidak menghancurkan dan membangunnya kembali, maka ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan dan dua pelanggaran perbuatan salah. … di mana bahaya akan
timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya
yang akan timbul, tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana
tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang bhikkhu menunjuk orang lain untuk membangun sebuah tempat kediaman untuknya
dan kemudian pergi. Mereka membangun sebuah tempat kediaman di lokasi yang sudah
disetujui, di mana bahaya akan timbul, dan yang tidak tersedia ruang di segala sisi. Jika masih
belum selesai ketika ia kembali, maka tempat kediaman itu harus diberikan kepada orang lain,
atau harus dihancurkan dan dibangun kembali. Jika ia tidak memberikannya kepada orang lain,
atau tidak menghancurkan dan membangunnya kembali, maka ia melakukan dua pelanggaran
perbuatan salah. … di mana bahaya akan timbul, tetapi tersedia ruang di segala sisi … maka ia
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. … di mana tidak ada bahaya yang akan timbul,
tetapi tidak tersedia ruang di segala sisi … maka ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
… di mana tidak ada bahaya yang akan timbul, dan yang tersedia ruang di segala sisi … tidak ada
pelanggaran.

Permutasi bagian 2
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika ia menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika itu adalah tempat berteduh, sebuah gua, atau sebuah gubuk rumput;
jika itu dibangun untuk orang lain; jika bukan merupakan tempat kediaman; jika ia gila; jika ia
adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang membangun tempat kediaman, yang ketujuh, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

8. Aturan Latihan tentang Kemarahan

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika, saat Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Yang Mulia
Dabba orang Malla merealisasikan kesempurnaan pada usia tujuh tahun. Ia telah mencapai
semua yang harus dicapai oleh seorang siswa dan tidak ada lagi yang harus dilakukan. Kemudian,
sewaktu sedang merefleksikan di dalam kesendirian, ia berpikir, “Bagaimanakah aku dapat
melayani Sangha?
Mengapa aku tidak membagikan tempat-tempat tinggal dan menjatah makanan?”
Pada malam harinya Dabba keluar dari keterasingan dan menghadap Sang Buddha. Ia bersujud,
duduk, dan berkata, “Yang Mulia, sewaktu aku sedang merefleksikan di dalam kesendirian,
terpikir olehku bahwa aku telah mencapai semua yang harus dicapai oleh seorang siswa, dan aku
bertanya-tanya bagaimana aku dapat melayani Sangha. Aku berpikir, ‘Mengapa aku tidak
membagikan tempat-tempat tinggal dan menjatah makanan?’”
“Bagus, bagus, Dabba, silakan engkau melakukan itu.”
“Baik.”
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan suatu ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Sangha harus menunjuk Dabba orang Malla sebagai pembagi tempat-tempat
tinggal dan penjatah makanan. Dan ia harus ditunjuk sebagai berikut. Pertama-tama Dabba harus
diminta. Kemudian seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Jika baik menurut
Sangha, maka Sangha harus menunjuk Yang Mulia Dabba orang Malla sebagai pembagi
tempat-tempat tinggal dan penjatah makanan. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Sangha menunjuk Yang
Mulia Dabba orang Malla sebagai pembagi tempat-tempat tinggal dan penjatah makanan.
Bhikkhu mana pun yang menyetujui penunjukan Yang Mulia Dabba sebagai pembagi
tempat-tempat tinggal dan penjatah makanan harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang
tidak menyetujui silakan berbicara.
Sangha telah menunjuk Yang Mulia Dabba orang Malla sebagai pembagi tempat-tempat
tinggal dan penjatah makanan. Sangha menyetujui dan oleh karena itu berdiam diri. Aku
akan mengingatnya demikian.'"
Dabba membagi tempat-tempat tinggal kepada para bhikkhu menurut karakter mereka. Ia
memberikan tempat tinggal di tempat yang sama bagi para bhikkhu yang adalah ahli dalam
khotbah-khotbah, dengan berpikir, “Mereka akan bersama-sama mengulangi khotbah-khotbah.”
Dan ia melakukan hal yang sama bagi para ahli Hukum Monastik, dengan berpikir, “Mereka akan
mendiskusikan Hukum Monastik;” bagi para pembabar, dengan berpikir, “Mereka akan
mendiskusikan ajaran;” bagi para meditator, dengan berpikir, “Mereka tidak akan saling
mengganggu satu sama lain;” dan bagi para penggosip dan yang menyukai olah raga, dengan
berpikir, “Dengan cara ini bahkan para mulia ini akan menjadi bahagia.”
Ketika para bhikkhu tiba pada malam hari, ia memasuki elemen api dan membagi tempat-tempat
tinggal dengan bantuan api itu. Para bhikkhu bahkan sengaja tiba larut malam, berharap untuk
melihat keajaiban kekuatan supernormal Dabba.
Mereka akan mendatangi Dabba dan berkata, “Yang Mulia Dabba, mohon berikan kami tempat
tinggal.”
“Di manakah kalian ingin tinggal?”
Mereka akan dengan sengaja mengusulkan tempat yang jauh: “Di Puncak Hering,” “Di Tebing
Perampok,” “Di Batu Hitam di lereng Gunung Isigili,” “Di Gua Sattapaṇṇi di lereng Gunung
Vebhāra," "Di Hutan Sejuk di bukit di Kolam Ular,” “Di Jurang Gotamaka,” “Di Jurang Tinduka,”
“Di Jurang Tapoda,” “Di Taman Tapoda,” “Di Hutan Mangga Jīvaka,” “Di taman rusa di
Maddakucchi.”
Kemudian Dabba akan memasuki elemen api, dan dengan tangannya bersinar, ia berjalan di
depan para bhikkhu itu. Mereka mengikuti di belakangnya dengan bantuan api itu. Dan ia akan
memberikan tempat-tempat tinggal kepada mereka: “Ini tempat tidur, ini bangku, ini adalah alas
tidur, ini bantal, ini tempat buang air besar, ini tempat buang air kecil, ini air minum, ini air
untuk mencuci, ini tongkat untuk berjalan; ini adalah kesepakatan Sangha sehubungan dengan
waktu yang tepat untuk masuk dan waktu yang tepat untuk pergi.” Kemudian Dabba kembali ke
Hutan Bambu.
Pada saat itu para bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka adalah bhikkhu yang baru ditahbiskan.
Mereka memiliki sedikit jasa, hanya memperoleh tempat kediaman dan makanan yang rendah.
Orang-orang Rājagaha cenderung memberikan dana makanan yang dipersiapkan secara khusus
kepada para bhikkhu senior—minyak samin, minyak, dan kari-kari istimewa—tetapi kepada
Mettiya dan Bhūmajaka mereka memberikan makanan biasa seperti bubur dan nasi basi.
Setelah makan, ketika mereka telah kembali dari perjalanan mengumpulkan dana makanan,
mereka bertanya kepada para bhikkhu senior, “Apakah yang kalian peroleh di ruang makan?”
Beberapa berkata, “Kami memperoleh minyak samin, minyak, dan kari-kari istimewa.”
Tetapi para bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka berkata, “Kami tidak memperoleh apa pun selain
makanan biasa berupa bubur dan nasi basi.”
Pada masa itu terdapat seorang perumah tangga yang memberikan makanan rutin berupa
makanan-makanan baik kepada empat bhikkhu. Ia memberikan persembahan ini di ruang makan
bersama dengan istri-istri dan anak-anaknya. Beberapa di antara mereka mempersembahkan
nasi, beberapa lainnya mempersembahkan kari kacang, beberapa lainnya lagi
mempersembahkan minyak, dan beberapa mempersembahkan kari-kari istimewa.
Pada suatu ketika makanan yang harus dipersembahkan oleh perumah tangga ini pada keesokan
harinya telah dijadwalkan untuk diterima oleh para bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka. Saat itu
perumah tangga itu datang ke vihara untuk suatu urusan. Ia menghadap Dabba, bersujud, dan
duduk. Dan Dabba memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakannya dengan suatu
ajaran. Setelah khotbah itu, ia bertanya kepada Dabba, “Yang Mulia, siapakah yang telah
dijadwalkan untuk makan di rumah kami besok?”
“Mettiya dan Bhūmajaka.”
Ia merasa kecewa, dan berpikir, “Mengapakah harus para bhikkhu jahat yang makan di rumah
kami?” Setelah pulang ke rumahnya, ia memberitahu seorang budak perempuannya, “Bagi
mereka yang datang untuk makan besok, persiapkan tempat duduk di pintu gerbang dan berikan
mereka nasi basi dan bubur.”
“Baik, Tuan.”
Para bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka berkata satu sama lain, “Kemarin kita dijadwalkan jatah
makanan dari perumah tangga yang mempersembahkan makanan-makanan baik. Besok ia akan
melayani kita bersama dengan istri-istri dan anak-anaknya. Beberapa di antara mereka akan
mempersembahkan nasi kepada kita, beberapa lainnya mempersembahkan kari kacang,
beberapa lainnya lagi mempersembahkan minyak, dan beberapa mempersembahkan kari-kari
istimewa.” Dan karena mereka bergairah, mereka tidak dapat tidur lelap malam itu.
Keesokan paginya mereka mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubah mereka, dan
mendatangi rumah perumah tangga itu. Ketika si budak perempuan melihat mereka datang, ia
mempersiapkan tempat duduk di pintu gerbang dan berkata kepada mereka, “Silakan duduk,
Para Mulia.”
Mereka berpikir, “Makanan pasti belum siap, karena kami diberikan tempat duduk di pintu
gerbang.”
Kemudian budak perempuan itu membawakan nasi basi dan bubur untuk mereka, dan berkata,
“Silakan makan, Para Mulia.”
“Tetapi, Saudari, kami datang untuk makanan rutin.”
“Aku tahu. Tetapi kemarin aku diberitahu oleh kepala rumah tangga untuk melayani kalian
seperti ini. Silakan makan.”
Mereka berkata satu sama lain, “Kemarin perumah tangga ini datang ke vihara dan berbicara
dengan Dabba. Pasti Dabba yang bertanggung jawab atas perpecahan antara perumah tangga dan
kita.” Dan karena mereka kecewa, mereka tidak memakan sebanyak yang mereka inginkan.
Setelah makan mereka pulang ke vihara, meletakkan mangkuk dan jubah mereka, dan
berjongkok pada tumit mereka di luar gerbang vihara, menggunakan jubah atas sebagai pengikat
punggung dan lutut. Mereka berdiam diri dan merasa terhina, bahu mereka melorot dan kepala
mereka menunduk, murung dan tak mampu berkata-kata.
Saat itu bhikkhunī Mettiyā mendatangi mereka dan berkata, “Salam hormat kepada kalian, Para
Mulia.” Tetapi mereka tidak menjawab. Untuk kedua kali dan ketiga kalinya ia mengatakan hal
yang sama, tetapi mereka tetap tidak menjawab.
“Apakah aku telah berbuat salah? Mengapa kalian tidak menjawab?”
“Karena kami diperlakukan dengan sangat buruk oleh Dabba orang Malla, dan engkau tidak
peduli.”
“Tetapi apakah yang dapat kulakukan?”
“Jika engkau menginginkan, engkau dapat membuat Sang Buddha mengusir Dabba.”
“Dan bagaimanakah aku dapat melakukan hal itu?”
“Pergilah menghadap Sang Buddha dan katakan, ‘Yang Mulia, ini tidak selayaknya dan tidak
sepantasnya. Terdapat ketakutan, kesusahan, dan penindasan pada daerah ini, yang mana
seharusnya tidak ada. Dari mana seseorang dapat mengharapkan keamanan, terdapat
ketidakamanan. Ini seperti seolah-olah air terbakar. Yang Mulia Dabba orang Malla telah
memperkosa aku.’”
Dengan berkata, “Baiklah, Para Mulia,” ia mendatangi Sang Buddha, bersujud, dan kemudian
mengulangi apa yang ia diminta untuk mengatakan.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Dabba: “Dabba, apakah
engkau ingat melakukan apa yang dikatakan oleh bhikkhunī Mettiyā?”
“Yang Mulia, Engkau mengetahui seperti apa aku.”
Untuk kedua kali dan ketiga kalinya Sang Buddha mengajukan pertanyaan yang sama dan
memperoleh jawaban yang sama. Kemudian Beliau berkata, “Dabba, para Dabba tidak
memberikan jawaban berkelit demikian. Jika engkau melakukannya, katakanlah demikian; jika
tidak, maka katakan tidak.”
“Sejak aku lahir, Yang Mulia, aku tidak ingat pernah melakukan hubungan seksual bahkan di
dalam mimpi, apalagi ketika terjaga.”
Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah, para bhikkhu, usirlah bhikkhunī Mettiyā,
dan panggil para bhikkhu ini untuk mempertanggungjawabkan.” Kemudian Sang Buddha bangkit
dari dudukNya dan memasuki kediamanNya.
Ketika para bhikkhu telah mengusir bhikkhunī Mettiyā, para bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka
berkata kepada mereka, “Jangan mengusir bhikkhunī Mettiyā; ia tidak bersalah. Ia dipaksa oleh
kami. Kami marah dan tidak senang, dan mencoba untuk membuat Dabba meninggalkan
kehidupan monastik.”
“Tetapi apakah kalian dengan tanpa dasar menuduh Yang Mulia Dabba melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran?”
“Benar.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka dengan tanpa dasar menuduh Yang Mulia Dabba
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran?”
Mereka menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara dan kemudian memberitahukan kepada
Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para
bhikkhu itu: “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian dapat
melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang…” … “Dan, para bhikkhu,
aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu yang marah dan tidak senang dengan tanpa dasar menuduh seorang
bhikkhu melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan tujuan untuk
membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, dan kemudian setelah beberapa lama,
apakah ditanyai atau tidak, menjadi jelas bahwa persoalan hukum itu adalah tanpa dasar,
dan ia mengakui niat buruknya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.’”
Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap – bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhu:
bhikkhu lainnya.
Marah:
kesal, tidak puas, jengkel, memiliki kebencian, bermusuhan.
Tidak senang:
karena kekesalan itu, kebencian itu, ketidakpuasan, dan kejengkelan itu, maka ia menjadi tidak
senang.
Dengan tanpa dasar:
tidak terlihat, tidak terdengar, tidak dicurigai.
Dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran:
dengan salah satu di antara empat.
Tuduhan:
menuduhnya atau membuatnya menjadi tertuduh.
Untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik:
untuk membuatnya meninggalkan kebhikkhuan, meninggalkan status seorang monastik,
meninggalkan moralitasnya, meninggalkan manfaat kehidupan monastik.
Dan kemudian setelah beberapa lama:
pada momen, pada saat, pada detik setelah ia menjatuhkan tuduhan.
Ia ditanyai:
ia ditanyai tentang dasar-dasar tuduhannya.
Tidak:
ia tidak berbicara dengan siapa pun.
Persoalan hukum:
ada empat jenis persoalan hukum: persoalan hukum yang muncul dari perselisihan, persoalan
hukum yang muncul dari tuduhan, persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran, persoalan
hukum yang muncul dari urusan.
Dan ia mengakui niat buruknya:
“Apa yang kukatakan adalah kosong,” “Apa yang kukatakan adalah salah,” “Apa yang kukatakan
adalah tidak nyata,” “Aku mengatakannya tanpa mengetahuinya.”
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, juga disebut “satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi

Pemutasi bagian 1
Melakukan sendiri tuduhan
Walaupun ia tidak melihatnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran: “Aku melihat bahwa engkau melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya.
Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum
Sangha.” Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Walaupun ia tidak mendengarnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran: “Aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya.
Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum
Sangha.” Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Walaupun ia tidak mencurigainya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran: “Aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya.
Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum
Sangha.” Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak melihatnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang


mengharuskan pengusiran: “Aku melihat dan aku mendengar bahwa engkau melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap
kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Walaupun ia tidak melihatnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran: “Aku melihat dan aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap kalimatnya, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Walaupun ia tidak melihatnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran: “Aku melihat dan aku mendengar dan aku curiga bahwa engkau
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik …”
Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Walaupun ia tidak mendengarnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran: “Aku mendengar dan aku curiga …” … “Aku mendengar dan aku
melihat …” … “Aku mendengar dan aku curiga dan aku melihat bahwa engkau melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap
kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Walaupun ia tidak mencurigainya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran: “Aku curiga dan aku melihat …” … “Aku curiga dan aku mendengar
…” … “Aku curiga dan aku melihat dan aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap kalimatnya, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi
ia menuduhnya seperti ini: “Aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap kalimatnya, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Ia melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi
ia menuduhnya seperti ini: “Aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran …” … “Aku mendengar dan aku curiga bahwa engkau melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap
kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Ia mendengar bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran,
tetapi ia menuduhnya seperti ini: “Aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran …” … “Aku melihat bahwa engkau melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran …” … “Aku curiga dan aku melihat bahwa engkau melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap
kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Ia curiga bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi
ia menuduhnya seperti ini: “Aku melihat bahwa engkau melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran …” … “Aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran …” … “Aku melihat dan aku mendengar bahwa engkau melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik, bukan seorang
monastik Sakya. …” Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.

Ia melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi
ia tidak dapat memastikan apa yang telah ia lihat, ia tidak mempercayai apa yang telah ia lihat, ia
tidak ingat apa yang telah ia lihat, ia bingung terhadap apa yang telah ia lihat … ia tidak dapat
memastikan apa yang telah ia dengar, ia tidak mempercayai apa yang telah ia dengar, ia tidak
ingat apa yang telah ia dengar, ia bingung terhadap apa yang telah ia dengar … ia tidak dapat
memastikan apa yang telah ia curigai, ia tidak mempercayai apa yang telah ia curigai, ia tidak
ingat apa yang telah ia curigai, ia bingung terhadap apa yang telah ia curigai. Jika kemudian ia
menuduhnya seperti ini: “Aku curiga dan aku melihat …” … “Aku curiga dan aku mendengar …”
… “Aku curiga dan aku melihat dan aku mendengar bahwa engkau telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya.
Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum
Sangha.” Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan
Walaupun ia tidak melihatnya, ia menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: “Engkau telah terlihat. Engkau telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan
seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan
dari prosedur hukum Sangha.” Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Walaupun ia tidak mendengarnya … Walaupun ia tidak mencurigainya, ia menyuruh orang lain
untuk melakukan tuduhan telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran:
“Engkau telah dicurigai. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran.
…” Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Walaupun ia tidak melihatnya, ia menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: “Engkau telah terlihat dan engkau
telah terdengar …” … “Engkau telah terlihat dan engkau dicurigai …” … “Engkau telah terlihat
dan engkau telah terdengar dan engkau dicurigai. Engkau telah melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran …” … Walaupun ia tidak mendengarnya … Walaupun ia tidak
mencurigainya, ia menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran: “Engkau telah dicurigai dan engkau telah terlihat …” … “Engkau
dicurigai dan engkau telah terdengar …” … “Engkau dicurigai dan engkau telah terlihat dan
engkau telah terdengar. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran.
Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.

Ia telah melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran,
tetapi ia membuatnya dituduh seperti ini: “Engkau telah terdengar …” … tetapi ia membuatnya
dituduh seperti ini: “Engkau dicurigai …” … tetapi ia membuatnya dituduh seperti ini: “Engkau
terdengar dan dicurigai. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran.
Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Ia telah mendengar bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran … Ia mencurigai bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran, tetapi ia membuatnya dituduh seperti ini: “Engkau telah terlihat …” … tetapi ia
membuatnya dituduh seperti ini: “Engkau telah terdengar …” … tetapi ia membuatnya dituduh
seperti ini: “Engkau terlihat dan engkau telah terdengar. Engkau telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik …” Untuk setiap kalimatnya, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi
ia tidak dapat memastikan apa yang telah ia lihat, ia tidak mempercayai apa yang telah ia lihat, ia
tidak ingat apa yang telah ia lihat, ia bingung terhadap apa yang telah ia lihat … ia tidak dapat
memastikan apa yang telah ia dengar, ia tidak mempercayai apa yang telah ia dengar, ia tidak
ingat apa yang telah ia dengar, ia bingung terhadap apa yang telah ia dengar … ia tidak dapat
memastikan apa yang telah ia curigai, ia tidak mempercayai apa yang telah ia curigai, ia tidak
ingat apa yang telah ia curigai, ia bingung terhadap apa yang telah ia curigai. Jika kemudian ia
membuatnya dituduh seperti ini: “Engkau dicurigai dan engkau telah terlihat …” … ia bingung
terhadap apa yang telah ia curigai. Jika kemudian ia membuatnya dituduh seperti ini: “Engkau
dicurigai dan engkau telah terdengar …” … ia bingung terhadap apa yang telah ia curigai. Jika
kemudian ia membuatnya dituduh seperti ini: “Engkau dicurigai dan engkau telah terlihat dan
engkau telah terdengar. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran.
Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara
uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha.” Untuk setiap kalimatnya, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Permutasi bagian 2

Rangkuman
Seseorang adalah tidak murni, tetapi dipandang sebagai murni; seseorang adalah murni, tetapi
dipandang sebagai tidak murni; seseorang adalah tidak murni dan dipandang sebagai tidak
murni; seseorang adalah murni dan dipandang sebagai murni.

Pembabaran
Tidak murni tetapi dianggap sebagai murni
Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai murni, tetapi kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara
dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai murni, tetapi kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara
dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai murni, tetapi kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara
dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan satu pelanggaran ucapan kasar dan
satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai murni, tetapi kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara
dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan pelanggaran ucapan kasar.
Murni tetapi dianggap sebagai tidak murni
Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya,
berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya,
berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka tidak ada
pelanggaran.
Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya,
berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan satu pelanggaran ucapan
kasar dan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya,
berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan pelanggaran ucapan kasar.
Tidak murni dianggap sebagai tidak murni
Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya,
berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya,
berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka tidak ada
pelanggaran.
Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya,
berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan satu pelanggaran ucapan
kasar dan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya,
berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan pelanggaran ucapan kasar.
Murni dan dianggap sebagai murni
Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara
dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara
dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara
dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan satu pelanggaran ucapan kasar dan
satu pelanggaran perbuatan salah.
Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika
seseorang memandangnya sebagai murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara
dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan pelanggaran ucapan kasar.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia memandang seorang yang murni sebagai tidak murni; jika ia
memandang seorang yang tidak murni sebagai tidak murni; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang yang tanpa dasar, yang kedelapan, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

9. Aturan Latihan Kedua tentang


Kemarahan

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika, saat Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, para bhikkhu
Mettiya dan Bhūmajaka sedang turun dari Puncak Hering ketika mereka melihat dua ekor
kambing sedang melakukan hubungan seksual. Mereka berkata satu sama lain, “Ayo kita
menamai kambing jantan itu Dabba orang Malla dan kambing betina itu bhikkhunī Mettiyā. Kita
dapat mengatakan, ‘Sebelumnya kami mengatakan apa yang kami dengar, tetapi sekarang kami
melihat Dabba berhubungan seksual dengan bhikkhunī Mettiyā.’” Maka mereka memberi nama-
nama itu kepada kedua kambing tersebut dan memberitahu para bhikkhu, “Sebelumnya kami
mengatakan apa yang kami dengar, tetapi sekarang kami melihat Dabba berhubungan seksual
dengan bhikkhunī Mettiyā.”
Para bhikkhu menjawab, “Jangan berkata seperti itu. Yang Mulia Dabba tidak akan melakukan
itu.”
Para bhikkhu memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha
dan menanyai Dabba: “Dabba, apakah engkau ingat melakukan apa yang dikatakan oleh para
bhikkhu ini?”
“Yang Mulia, Engkau mengetahui seperti apa aku.”
Untuk kedua kali dan ketiga kalinya Sang Buddha mengajukan pertanyaan yang sama dan
memperoleh jawaban yang sama. Kemudian Beliau berkata, “Dabba, para Dabba tidak
memberikan jawaban berkelit demikian. Jika engkau melakukannya, katakanlah demikian; jika
tidak, maka katakan tidak.”
“Sejak aku lahir, Yang Mulia, aku tidak ingat pernah melakukan hubungan seksual bahkan di
dalam mimpi, apalagi ketika terjaga.”
“Baiklah, para bhikkhu, panggil para bhikkhu itu untuk mempertanggungjawabkan.” Dan Sang
Buddha bangkit dari dudukNya dan memasuki tempat kediamanNya.
Para bhikkhu kemudian menanyai Mettiya dan Bhūmajaka, yang memberitahu mereka apa yang
telah terjadi. Para bhikkhu berkata, “Jadi kalian menuduh Yang Mulia Dabba dengan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran, menggunakan dalih persoalan hukum yang tidak
berhubungan?”
“Benar.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin Mettiya dan Bhūmajaka menuduh Yang Mulia Dabba dengan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran, menggunakan dalih persoalan hukum yang tidak berhubungan?”
Mereka menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara dan kemudian memberitahu Sang
Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian dapat
melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu,
aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu yang marah dan tidak senang, menggunakan persoalan hukum yang
tidak berhubungan, sebagai dalih untuk menuduh seorang bhikkhu melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan tujuan untuk membuatnya
meninggalkan kehidupan monastik, dan kemudian setelah beberapa lama, apakah ditanyai
atau tidak, menjadi jelas bahwa persoalan hukum itu adalah tidak berhubungan dan
digunakan sebagai dalih, dan ia mengakui niat buruknya, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap – bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhu:
bhikkhu lainnya.
Marah:
kesal, tidak puas, jengkel, memiliki kebencian, bermusuhan.
Tidak senang:
karena kekesalan itu, kebencian itu, ketidakpuasan, dan kejengkelan itu, maka ia menjadi tidak
senang.
Persoalan hukum yang tidak berhubungan:
Ini adalah tidak berhubungan sehubungan dengan pelanggaran atau tidak berhubungan
sehubungan dengan persoalan hukum.
Bagaimanakah suatu persoalan hukum adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum?
Sebuah persoalan hukum yang muncul dari perselisihan adalah tidak berhubungan dengan
persoalan hukum yang muncul dari tuduhan, persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran,
dan persoalan hukum yang muncul dari urusan. Sebuah persoalan hukum yang muncul dari
tuduhan adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran,
persoalan hukum yang muncul dari urusan, dan persoalan hukum yang muncul dari perselisihan.
Sebuah persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran adalah tidak berhubungan dengan
persoalan hukum yang muncul dari urusan, persoalan hukum yang muncul dari perselisihan, dan
persoalan hukum yang muncul dari tuduhan. Persoalan hukum yang muncul dari urusan adalah
tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari perselisihan, persoalan hukum
yang muncul dari tuduhan, dan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran. Adalah dengan
cara ini bahwa sebuah persoalan hukum adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum.
Bagaimanakah suatu persoalan hukum adalah berhubungan dengan persoalan hukum? Sebuah
persoalan hukum yang muncul dari perselisihan adalah berhubungan dengan persoalan hukum
yang muncul dari perselisihan. Sebuah persoalan hukum yang muncul dari tuduhan adalah
berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari tuduhan. Sebuah persoalan hukum
yang muncul dari pelanggaran mungkin berhubungan atau tidak berhubungan dengan persoalan
hukum yang muncul dari pelanggaran.
Bagaimanakah sebuah persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran adalah tidak
berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran? Suatu pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual adalah tidak berhubungan
dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian,
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia, dan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas melampaui manusia. Suatu
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian adalah tidak
berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia,
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas melampaui manusia,
dan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual. Suatu
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia adalah tidak
berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas
melampaui manusia, pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan
hubungan seksual, dan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan
pencurian. Suatu pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas
melampaui manusia adalah tidak berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual, pelanggaran yang mengharuskan pengusiran
sehubungan dengan pencurian, dan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan
dengan manusia. Adalah dengan cara ini bahwa sebuah persoalan hukum yang muncul dari
pelanggaran adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran.
Bagaimanakah sebuah persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran adalah berhubungan
dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran? Suatu pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual adalah berhubungan dengan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual. Suatu pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian adalah berhubungan dengan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian. Suatu pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia adalah berhubungan dengan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia. Suatu pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas melampaui manusia adalah
berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas
melampaui manusia. Adalah dengan cara ini bahwa sebuah persoalan hukum yang muncul dari
pelanggaran adalah berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran.
Suatu persoalan hukum yang muncul dari urusan adalah berhubungan dengan persoalan hukum
yang muncul dari urusan. Adalah dengan cara ini bahwa sebuah persoalan hukum adalah
berhubungan dengan persoalan hukum.
Menggunakan sebagai dalih:
Dalih: ada sepuluh jenis dalih—dalih kasta, dalih nama, dalih keluarga, dalih karakteristik, dalih
pelanggaran, dalih mangkuk-makanan, dalih jubah, dalih penahbis, dalih guru, dalih tempat
kediaman.
1. Dalih kasta: seorang bhikkhu melihat seorang bangsawan melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh bangsawan lainnya, dengan
berkata, “Aku telah melihat seorang bangsawan. Engkau telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik
Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari
prosedur hukum Sangha,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan untuk setiap kalimatnya.
2. Seorang bhikkhu melihat seorang brahmana … Seorang bhikkhu melihat seorang
pedagang … Seorang bhikkhu melihat seorang pekerja melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh pekerja lainnya, dengan berkata,
“Aku telah melihat seorang pekerja. Engkau telah melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik
Sakya. …” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap
kalimatnya.
3. Dalih nama: seorang bhikkhu melihat seseorang yang bernama Buddharakkhita …
Dhammarakkhita … Saṅgharakkhita melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran. Jika ia kemudian menuduh orang lain yang bernama Saṅgharakkhita, dengan
berkata, “Aku telah melihat Saṅgharakkhita. Engkau telah melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik
Sakya. …” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap
kalimatnya.
4. Dalih keluarga: seorang bhikkhu melihat seseorang yang nama keluarganya adalah
Gotama … Moggallāna … Kaccāyana … Vāsiṭṭha melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh orang lain yang bernama Vāsiṭṭha,
dengan berkata, “Aku telah melihat Vāsiṭṭha. Engkau telah melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik
Sakya. …” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap
kalimatnya.
5. Dalih karakteristik: seorang bhikkhu melihat seseorang yang tinggi … pendek … berkulit
gelap … berkulit cerah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia
kemudian menuduh seorang berkulit cerah lainnya, dengan berkata, “Aku telah melihat
seorang berkulit cerah. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. …” maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
6. Dalih pelanggaran: seorang bhikkhu melihat seseorang melakukan suatu pelanggaran
ringan. Jika ia kemudian menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran, dengan berkata, “Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik
Sakya. …” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap
kalimatnya.
7. Dalih mangkuk-makan: seorang bhikkhu melihat seseorang membawa sebuah mangkuk
besi … sebuah mangkuk tanah berwarna hitam … sebuah mangkuk tanah biasa
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh
seorang lainnya yang membawa sebuah mangkuk tanah biasa, dengan berkata, “Aku
telah melihat seseorang membawa mangkuk tanah biasa. Engkau telah melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan
seorang monastik Sakya. …” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan untuk setiap kalimatnya.
8. Dalih jubah: seorang bhikkhu melihat seorang pemakai jubah kain-usang … memakai
jubah yang diberikan oleh perumah tangga, melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran. Jika ia kemudian menuduh seorang lainnya yang memakai jubah yang
diberikan oleh perumah tangga, dengan berkata, “Aku telah melihat seorang yang
memakai jubah yang diberikan oleh perumah tangga. Engkau telah melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan
seorang monastik Sakya. …” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan untuk setiap kalimatnya.
9. Dalih penahbis: seorang bhikkhu melihat siswa dari seorang penahbis melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh siswa lainnya
dari penahbis itu, dengan berkata, “Aku telah melihat siswa si penahbis itu. Engkau telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa,
bukan seorang monastik Sakya. …” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan untuk setiap kalimatnya.
10. Dalih guru: seorang bhikkhu melihat murid dari seorang guru melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh murid lainnya dari guru itu,
dengan berkata, “Aku telah melihat murid si guru itu. Engkau telah melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan
seorang monastik Sakya. …” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan untuk setiap kalimatnya.
11. Dalih tempat tinggal: seorang bhikkhu melihat seorang yang berdiam di suatu tempat
kediaman tertentu melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia
kemudian menuduh seorang lainnya yang menetap di tempat kediaman itu, dengan
berkata, “Aku telah melihat seorang yang menetap di tempat kediaman itu. Engkau telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa,
bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara
undangan, dan dari prosedur hukum Sangha,” maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
Melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran:
melakukan salah satu di antara empat.
Menuduh:
menuduhnya atau membuatnya dituduh.
Untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik:
untuk membuatnya meninggalkan kebhikkhuan, meninggalkan status monastik, meninggalkan
moralitasnya, meninggalkan manfaat kehidupan monastik.
Dan kemudian setelah beberapa lama:
pada momen, pada saat, pada detik setelah ia menjatuhkan tuduhan.
Ia ditanyai:
ia ditanyai tentang dasar-dasar tuduhannya.
Tidak:
ia tidak berbicara dengan siapa pun.
Persoalan hukum:
ada empat jenis persoalan hukum: persoalan hukum yang muncul dari perselisihan, persoalan
hukum yang muncul dari tuduhan, persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran, persoalan
hukum yang muncul dari urusan.
Digunakan sebagai dalih:
ia menggunakan dalih tertentu di antara dalih-dalih yang disebutkan di atas.
Dan ia mengakui niat buruknya:
“Apa yang kukatakan adalah kosong,” “Apa yang kukatakan adalah salah,” “Apa yang kukatakan
adalah tidak nyata,” “Aku mengatakannya tanpa mengetahuinya.”
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, juga, disebut “satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi
Melakukan sendiri tuduhan
Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan. Jika ia kemudian menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran, dengan berkata, “Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya.
Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum
Sangha,” dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih,
maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah … tetapi bhikkhu
pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah. Jika ia kemudian menuduhnya
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, “Engkau bukan
seorang monastik …” dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan
sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap
kalimatnya.
Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran serius, dan bhikkhu pertama
menganggapnya sebagai pelanggaran serius … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai
pelanggaran yang mengharuskan penebusan … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai
pelanggaran yang mengharuskan pengakuan … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai
pelanggaran perbuatan salah … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran
ucapan salah … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan. Jika ia kemudian menuduhnya melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran, dengan berkata, “Engkau bukan seorang monastik …” dengan
demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan
… pelanggaran yang mengharuskan pengakuan … pelanggaran perbuatan salah … pelanggaran
ucapan salah, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penskorsan … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius … tetapi bhikkhu pertama
menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan … tetapi bhikkhu pertama
menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan … tetapi bhikkhu pertama
menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah. Jika ia kemudian menuduhnya melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, “Engkau bukan seorang petapa,
bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara
undangan, dan dari prosedur hukum Sangha,” dengan demikian menggunakan pelanggaran yang
tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan untuk setiap kalimatnya.
Rangkaian permutasi ini harus dihubungkan dengan memasangkan hal-hal satu demi satu.
Menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan
Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan. Jika ia kemudian membuatnya dituduh melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran, dengan berkata, “Engkau bukan seorang monastik ….” dengan demikian
menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah … tetapi bhikkhu
pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah. Jika ia kemudian membuatnya
dituduh melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, “Engkau
bukan seorang monastik …” dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak
berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan untuk setiap kalimatnya.
Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran serius, dan bhikkhu pertama
menganggapnya sebagai pelanggaran serius … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai
pelanggaran yang mengharuskan penebusan … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai
pelanggaran yang mengharuskan pengakuan … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai
pelanggaran perbuatan salah … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran
ucapan salah … tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan. Jika ia kemudian membuatnya dituduh melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran, dengan berkata, “Engkau bukan seorang monastik …” dengan
demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan
… pelanggaran yang mengharuskan pengakuan … pelanggaran perbuatan salah … pelanggaran
ucapan salah, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penskorsan … tetapi
bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius … tetapi bhikkhu pertama
menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan … tetapi bhikkhu pertama
menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan … tetapi bhikkhu pertama
menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah. Jika ia kemudian membuatnya dituduh
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, “Engkau bukan
seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari
upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha,” dengan demikian menggunakan
pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia menuduh atau membuatnya dituduh sesuai dengan persepsi
pribadinya sendiri; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang dalih (yang tidak berhubungan), yang kesembilan, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

10. Aturan Latihan tentang Perpecahan


dalam Sangha

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika, saat Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Devadatta
menemui Kokālika, Kaṭamodakatissaka, Khaṇḍadeviyā-putta, dan Samuddadatta. Ia berkata
kepada mereka, “Mari kita buat perpecahan dalam Sangha Petapa Gotama. Ayo kita merusak
otoritasNya.”
Kokālika berkata kepada Devadatta, “Petapa Gotama memiliki kekuatan supernormal yang kuat.
Bagaimana kita dapat melakukan hal ini?”
“Baiklah, mari kita mendatangi Petapa Gotama dan memohon lima hal: ‘Dalam berbagai cara,
Yang Mulia, Engkau memuji sedikit keinginan, kepuasan, penghapusan kekotoran, praktik
pertapaan, menginspirasi, mengurangi benda-benda, dan bersemangat. Dan ada lima hal yang
mengarah menuju hal itu. Baik sekali, Yang Mulia,
1. jika para bhikkhu menetap di dalam hutan belantara seumur hidup, dan siapa pun yang
menetap di dekat daerah berpenghuni berarti melakukan pelanggaran;
2. jika mereka memakan hanya dari dana makanan seumur hidup, dan siapa pun yang
menerima undangan makan berarti melakukan pelanggaran;
3. jika mereka memakai jubah kain-usang seumur hidup, dan siapa pun yang menerima
kain-jubah dari seorang perumah tangga berarti melakukan pelanggaran;
4. jika mereka menetap di bawah pohon seumur hidup, dan siapa pun yang bernaung di
bawah atap berarti melakukan pelanggaran;
5. jika mereka tidak memakan ikan dan daging seumur hidup, dan siapa pun yang
memakannya berarti melakukan pelanggaran.’
Petapa Gotama tidak akan memperbolehkan hal-hal ini. Maka kita akan dapat memenangkan
orang-orang atas kelima hal ini.”
Kokālika berkata, “Adalah mungkin untuk menyebabkan perpecahan di dalam Sangha dengan
kelima hal ini, karena orang-orang berkeyakinan dalam praktik keras.”
Devadatta dan para pengikutnya kemudian mendatangi Sang Buddha, bersujud, dan duduk, dan
Devadatta mengajukan permohonan ini. Sang Buddha menjawab, “Tidak, Devadatta. Mereka yang
menginginkan boleh menetap di dalam hutan belantara, dan mereka yang menginginkan boleh
menetap di dekat daerah berpenghuni. Mereka yang menginginkan boleh memakan hanya dari
dana makanan, dan mereka yang menginginkan boleh menerima undangan makan. Mereka yang
menginginkan boleh memakai jubah kain-usang, dan mereka yang menginginkan boleh
menerima kain-jubah dari para perumah tangga. Aku memperbolehkan bawah pohon sebagai
tempat peristirahatan selama delapan bulan dalam satu tahun, serta ikan dan daging yang murni
dalam tiga aspek: seseorang tidak melihat, mendengar, atau mencurigai bahwa binatang itu
dibunuh secara khusus untuk memberi makan seorang monastik.”
Devadatta berpikir, “Sang Buddha tidak menyetujui kelima hal ini,” dan ia menjadi senang dan
gembira. Ia bangkit dari duduknya, bersujud, dan mengelilingi Sang Buddha dengan sisi
kanannya menghadap Beliau, dan pergi bersama para pengikutnya.
Kemudian Devadatta memasuki Rājagaha dan memenangkan orang-orang dengan kelima hal ini,
dengan berkata, “Petapa Gotama tidak menyetujuinya, tetapi kami berlatih sesuai kelima hal ini.”
Orang-orang dungu yang memiliki sedikit keyakinan berkata, “Para monastik Sakya ini
mempraktikkan pertapaan dan mereka menjalani hidup untuk menghapuskan kekotoran. Tetapi
Petapa Gotama hidup mewah dan memilih kehidupan bersenang-senang.” Tetapi orang-orang
bijaksana yang berkeyakinan mengeluhkan dan mengkritik Devadatta, “Bagaimana mungkin
Devadatta melakukan perpecahan di dalam Sangha Sang Buddha? Bagaimana mungkin ia
merusak otoritas Beliau?”
Para bhikkhu mendengar kritikan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya dengan cara yang sama.
Setelah menegur Devadatta dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera
setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai Devadatta: “Benarkah, Devadatta, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau dapat melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang…” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu atau berkeras
untuk mengangkat persoalan hukum yang mengarah pada perpecahan, maka para
bhikkhu harus mengoreksinya seperti ini, “Yang Mulia, jangan melakukan perpecahan di
dalam Sangha yang bersatu atau berkeras untuk mengangkat persoalan hukum yang
mengarah pada perpecahan. Berdiamlah bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—
dalam kerukunan, dalam keharmonisan, dengan pembacaan bersama—adalah damai.” Jika
bhikkhu itu masih melanjutkan seperti sebelumnya, maka para bhikkhu harus
mendesaknya hingga tiga kali untuk membuat ia berhenti. Jika kemudian ia berhenti,
maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap – bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Sangha yang bersatu:
mereka yang berasal dari sekte Buddhis yang sama dan menetap di wilayah vihara yang sama.
Melakukan perpecahan:
dengan berpikir, “Apakah yang dapat kulakukan untuk memecah, memisahkan, dan memisahkan
mereka?” Ia mencari faksi dan membentuk kelompok.
Mengangkat persoalan hukum yang mengarah pada perpecahan:
delapan belas landasan perpecahan.
Mengangkat:
setelah mengambil.
Mengangkat:
ia menyatakan.
Jika ia berkeras untuk:
jika ia tidak berhenti.
Nya:
bhikkhu yang melakukan perpecahan di dalam Sangha.
Para bhikkhu:
para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengarnya. Mereka harus mengoreksinya
seperti berikut ini:
“Yang Mulia, jangan melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu atau berkeras
untuk mengangkat persoalan hukum yang mengarah pada perpecahan. Berdiamlah
bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan,
dengan pembacaan bersama—adalah damai.”
Dan mereka harus mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika ia berhenti, maka itu
baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika mereka yang mendengar tentang hal ini tidak mengatakan apa pun, maka mereka
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Bhikkhu itu, bahkan jika ia harus ditarik ke dalam Sangha, harus dikoreksi seperti berikut ini:
“Yang Mulia, jangan melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu atau berkeras
untuk mengangkat persoalan hukum yang mengarah pada perpecahan. Berdiamlah
bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan,
dengan pembacaan bersama—adalah damai.”
Mereka harus mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika ia berhenti, maka itu baik.
Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Harus mendesaknya:
“Dan, para bhikkhu, ia harus didesak seperti berikut ini. Seorang bhikkhu yang kompeten dan
mampu harus memberikan informasi kepada Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu sedang
melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu. Dan ia masih terus melakukannya.
Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus mendesaknya untuk membuatnya berhenti.
Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu sedang
melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu. Dan ia masih terus melakukannya.
Sangha mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui
mendesaknya untuk membuatnya berhenti, harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang
tidak menyetujuinya harus berbicara.
Untuk kedua kalinya aku menyampaikan persoalan ini: … Untuk ketiga kalinya aku
menyampaikan persoalan ini. Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk
mendengarkan. Bhikkhu itu sedang melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu.
Dan ia masih terus melakukannya. Sangha mendesaknya untuk membuatnya berhenti.
Bhikkhu mana pun yang menyetujui mendesaknya untuk membuatnya berhenti, harus
berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujuinya silakan berbicara.
Sangha telah mendesak bhikkhu itu untuk membuatnya berhenti. Sangha menyetujuinya
dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Setelah usul itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah tiap-tiap dari dua
pengumuman pertama, ia melakukan pelanggaran serius. Ketika pengumuman terakhir selesai, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Bagi seorang yang melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, maka pelanggaran perbuatan salah dan
pelanggaran serius dibatalkan.
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, juga, disebut “pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya demikian, dan ia tidak berhenti,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia tidak
berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia tidak
berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya demikian, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: jika ia tidak didesak; jika ia berhenti; jika ia gila; jika ia kehilangan akal
sehat; jika ia dikuasai oleh kesakitan; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang perpecahan di dalam Sangha, yang kesepuluh, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

11. Aturan Latihan tentang Keberpihakan


dalam Perpecahan

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Saat itu Devadatta sedang melakukan perpecahan di dalam Sangha, memecah otoritas. Para
bhikkhu berkata, “Devadatta berbicara berlawanan dengan Ajaran dan latihan. Bagaimana
mungkin ia melakukan perpecahan di dalam Sangha?”
Tetapi Kokālika, Kaṭamodakatissaka, Khaṇḍadeviyā-putta, dan Samuddadatta berkata kepada
para bhikkhu itu, “Tidak, Para Mulia, Devadatta berbicara sesuai dengan Ajaran dan latihan. Dan
ia berbicara dengan penerimaan dan persetujuan kami. Ia mengetahui tentang kami dan
berbicara mewakili kami, dan kami menyetujui hal ini.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu ini dapat mendukung perbuatan Devadatta dalam memecah Sangha?”
Mereka menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara dan kemudian memberitahu Sang
Buddha. Segera setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa ada para bhikkhu yang mendukung hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka… “Para bhikkhu, bagaimana mungkin orang-orang dungu ini
dapat mendukung hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang…” … “Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Bhikkhu itu mungkin memiliki satu, dua, atau tiga bhikkhu yang memihaknya dan
mendukungnya, dan mereka mungkin berkata, “Para Mulia, jangan mengoreksi bhikkhu
ini. Ia berbicara sesuai dengan Ajaran dan latihan. Dan ia berbicara dengan penerimaan
dan persetujuan kami. Ia mengetahui tentang kami dan berbicara mewakili kami, dan
kami menyetujui hal ini.” Para bhikkhu harus mengoreksi bhikkhu-bhikkhu tersebut
dengan cara seperti ini, “Tidak, Para Mulia, bhikkhu ini berbicara berlawanan dengan
Ajaran dan latihan. Dan jangan menyetujui perpecahan di dalam Sangha. Berdiamlah
bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan,
dengan pembacaan bersama—adalah damai.” Jika bhikkhu-bhikkhu ini masih melanjutkan
seperti sebelumnya, maka para bhikkhu harus mendesaknya hingga tiga kali untuk
membuat mereka berhenti. Jika kemudian mereka berhenti, maka itu baik. Jika mereka
tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.’”
Definisi
Itu:
bhikkhu itu yang melakukan perpecahan di dalam Sangha.
Mungkin memiliki bhikkhu-bhikkhu:
mungkin memiliki para bhikkhu lain.
Yang memihaknya:
mereka memiliki pandangan yang sama, keyakinan yang sama, kepercayaan yang sama
dengannya.
Yang mendukungnya:
mereka memujinya dan memihaknya.
Satu, dua, atau tiga:
Ada satu, atau dua, atau tiga. Mereka mungkin mengatakan, “Para Mulia, jangan mengoreksi
bhikkhu ini. Ia berbicara sesuai dengan Ajaran dan latihan. Dan ia berbicara dengan penerimaan
dan persetujuan kami. Ia mengetahui tentang kami dan berbicara mewakili kami, dan kami
menyetujui hal ini.”
Para bhikkhu itu:
para bhikkhu yang memihaknya.
Para bhikkhu:
para bhikkhu lainnya, mereka yang melihat atau mendengar tentang hal itu. Mereka harus
mengoreksinya seperti berikut ini:
“Tidak, Para Mulia, bhikkhu ini berbicara berlawanan dengan Ajaran dan latihan. Dan
jangan menyetujui perpecahan di dalam Sangha. Berdiamlah bersama Sangha, karena
Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan, dengan pembacaan
bersama—adalah damai.”
Dan mereka harus mengoreksinya untuk kedua kali dan ketiga kalinya. Jika mereka berhenti,
maka itu baik. Jika mereka tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika mereka yang mendengar tentang hal ini tidak mengatakan apa pun, maka mereka
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Para bhikkhu itu, bahkan jika mereka harus ditarik ke dalam Sangha, harus dikoreksi seperti
berikut ini:
“Tidak, Para Mulia, bhikkhu ini berbicara berlawanan dengan Ajaran dan latihan. Dan
jangan menyetujui perpecahan di dalam Sangha. Berdiamlah bersama Sangha, karena
Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan, dengan pembacaan
bersama—adalah damai.”
Mereka harus mengoreksinya untuk kedua kali dan ketiga kalinya. Jika mereka berhenti, maka
itu baik. Jika mereka tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Harus mendesak mereka:
“Dan, para bhikkhu, mereka harus didesak seperti berikut ini. Seorang bhikkhu yang kompeten
dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini dan ini
memihak dan mendukung bhikkhu itu yang melakukan perpecahan di dalam Sangha. Dan
mereka masih terus melakukannya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus
mendesak mereka untuk membuat mereka berhenti. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini dan ini
memihak dan mendukung bhikkhu itu yang melakukan perpecahan di dalam Sangha. Dan
mereka masih terus melakukannya. Sangha mendesak mereka untuk membuat mereka
berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui mendesak mereka untuk membuat mereka
berhenti harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Untuk kedua kalinya aku menyampaikan persoalan ini: … Untuk ketiga kalinya aku
menyampaikan persoalan ini: Mohon, Yang Mulia, aku memohon Sangha untuk
mendengarkan. Bhikkhu ini dan ini memihak dan mendukung bhikkhu itu yang
melakukan perpecahan di dalam Sangha. Dan mereka masih terus melakukannya. Sangha
mendesak mereka untuk membuat mereka berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui
mendesak mereka untuk membuat mereka berhenti harus berdiam diri. Bhikkhu mana
pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Sangha telah mendesak bhikkhu ini dan ini untuk membuat mereka berhenti. Sangha
menyetujuinya dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Setelah usul itu, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah tiap-tiap dari
dua pengumuman pertama, mereka melakukan pelanggaran serius. Ketika pengumuman terakhir
selesai, mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Bagi seorang yang
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, maka pelanggaran perbuatan salah dan
pelanggaran serius dibatalkan. Dua atau tiga dapat didesak bersama-sama, tetapi tidak lebih dari
itu.
Mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, juga, disebut “pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan mereka menyadarinya demikian, dan mereka tidak
berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi mereka tidak dapat memastikannya, dan mereka
tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi mereka menyadarinya sebagai tidak sah, dan
mereka tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi mereka menyadarinya sebagai sah, maka
mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi mereka tidak dapat memastikannya, maka
mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan mereka menyadarinya demikian, maka
mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: jika mereka tidak didesak; jika mereka berhenti; jika mereka gila; jika
mereka kehilangan akal sehat; jika mereka dikuasai oleh kesakitan; jika mereka adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang keberpihakan dalam perpecahan, yang kesebelas, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

12. Aturan Latihan tentang Sulitnya


Dikoreksi

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika, saat Sang Buddha sedang menetap di Kosambī di Vihara Ghosita, Yang Mulia
Channa berperilaku buruk. Para bhikkhu akan memberitahunya, “Jangan lakukan itu; itu tidak
diperbolehkan,” dan ia akan menjawab, “Siapakah kalian yang boleh mengoreksi aku? Aku yang
seharusnya mengoreksi kalian! Sang Buddha adalah milikku; Ajaran adalah milikku. Sang Guru
merealisasikan Kebenaran karena aku. Seperti halnya rumput, ranting, dan dedaunan yang
berguguran seketika terbang tertiup angin kencang, seperti halnya berbagai tanaman air
seketika hanyut oleh arus dari pegunungan, demikian pula kalian—setelah meninggalkan
keduniawian dengan berbagai nama, berbagai keluarga, berbagai kasta, berbagai rumah tangga—
seketika terangkat. Jadi, siapakah kalian yang boleh mengoreksi aku? Aku yang seharusnya
mengoreksi kalian! Sang Buddha adalah milikku; Ajaran adalah milikku. Sang Guru
merealisasikan Kebenaran karena aku.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Channa membuat dirinya tidak dapat dikoreksi ketika ia secara sah
dikoreksi oleh para bhikkhu?”
Mereka menegur Channa dalam berbagai cara dan kemudian memberitahu Sang Buddha. Segera
setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai Channa: “Benarkah, Channa, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau dapat melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu sulit dikoreksi, dan ia membuat dirinya tidak dapat dikoreksi ketika
ia secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu sehubungan dengan aturan-aturan latihan yang
dibacakan, dengan berkata, “Yang Mulia, jangan mengatakan apa pun kepadaku, apakah
baik atau buruk, dan aku pun tidak akan mengatakan apa pun kepada kalian, apakah baik
atau buruk. Mohon jangan mengoreksi aku,” maka para bhikkhu harus mengoreksinya
seperti ini: “Jadilah mudah dikoreksi, Yang Mulia, jangan tidak dapat dikoreksi. Dan
mohon memberikan koreksi yang sah kepada para bhikkhu, dan para bhikkhu akan
melakukan hal yang sama kepadamu. Karena adalah dengan cara ini maka komunitas Sang
Buddha tumbuh, yaitu, melalui saling koreksi dan saling membersihkan pelanggaran.” Jika
bhikkhu itu masih terus melanjutkan seperti sebelumnya, maka para bhikkhu harus
mendesaknya hingga tiga kali untuk membuatnya berhenti. Jika kemudian ia berhenti,
maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan.’”

Definisi
Jika seorang bhikkhu sulit dikoreksi:
jika ia sulit dikoreksi, memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya sulit dikoreksi, membandel,
tidak menerima instruksi dengan hormat.
Sehubungan dengan aturan-aturan latihan yang dibacakan:
sehubungan dengan aturan-aturan latihan dan Kode Monastik.
Para bhikkhu:
bhikkhu-bhikkhu lainnya.
Secara sah:
aturan-aturan latihan yang ditetapkan oleh Sang Buddha—ini disebut “secara sah”. Ketika
dikoreksi sehubungan dengan hal ini, ia membuat dirinya tidak dapat dikoreksi, dengan
mengatakan, “Para Mulia, jangan mengatakan apa pun kepadaku, apakah baik atau buruk, dan
aku pun tidak akan mengatakan apa pun kepadamu, apakah baik atau buruk. Mohon jangan
mengoreksi aku.”
Nya:
bhikkhu yang sulit dikoreksi.
Para bhikkhu:
para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengarnya. Mereka harus mengoreksinya
seperti berikut ini:
“Jadilah mudah dikoreksi, Yang Mulia, jangan tidak dapat dikoreksi. Dan mohon
memberikan koreksi yang sah kepada para bhikkhu, dan para bhikkhu akan melakukan
hal yang sama kepadamu. Karena adalah dengan cara ini maka komunitas Sang Buddha
tumbuh, yaitu, melalui saling koreksi dan saling membersihkan pelanggaran.”
Dan mereka harus mengoreksinya untuk kedua kalinya dan untuk ketiga kalinya. Jika ia berhenti,
maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
mereka yang mendengar tentang hal ini tidak mengatakan apa pun, maka mereka melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Bhikkhu itu, bahkan jika harus ditarik ke dalam Sangha, harus dikoreksi seperti berikut ini:
“Jadilah mudah dikoreksi, Yang Mulia, jangan tidak dapat dikoreksi. Dan mohon
memberikan koreksi yang sah kepada para bhikkhu, dan para bhikkhu akan melakukan
hal yang sama kepadamu. Karena adalah dengan cara ini maka komunitas Sang Buddha
tumbuh, yaitu, melalui saling koreksi dan saling membersihkan pelanggaran.”
Mereka harus mengoreksinya untuk kedua kalinya dan untuk ketiga kalinya. Jika ia berhenti,
maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Harus mendesaknya:
“Dan, para bhikkhu, ia harus didesak dengan cara seperti berikut ini. Seorang bhikkhu yang
kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu membuat
dirinya tidak dapat dikoreksi ketika secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu. Dan ia masih
terus melakukannya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus mendesaknya untuk
membuatnya berhenti. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu membuat
dirinya tidak dapat dikoreksi ketika secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu. Dan ia masih
terus melakukannya. Sangha mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Bhikkhu mana
pun yang menyetujui mendesaknya untuk membuatnya berhenti harus berdiam diri.
Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Untuk kedua kalinya aku menyampaikan persoalan ini: … Untuk ketiga kalinya aku
menyampaikan persoalan ini: Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk
mendengarkan. Bhikkhu itu membuat dirinya tidak dapat dikoreksi ketika secara sah
dikoreksi oleh para bhikkhu. Dan ia masih terus melakukannya. Sangha mendesaknya
untuk membuatnya berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui mendesaknya untuk
membuatnya berhenti harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui
silakan berbicara.
Sangha mendesak bhikkhu itu untuk membuatnya berhenti. Sangha menyetujui dan oleh
karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Setelah usul itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah tiap-tiap dari dua
pengumuman pertama, ia melakukan pelanggaran serius. Ketika pengumuman terakhir selesai, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Bagi seorang yang melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, maka pelanggaran perbuatan salah dan
pelanggaran serius dibatalkan.
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
… Oleh karena itu, juga disebut “pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya demikian, tetapi ia tidak
berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia tidak
berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia tidak
berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya demikian, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: jika ia tidak didesak; jika ia berhenti; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang sulitnya dikoreksi, yang kedua belas, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

13. Aturan Latihan tentang Perusak


Keluarga-Keluarga

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Assaji dan Punabbasuka adalah para bhikkhu tuan rumah di Kīṭāgiri. Mereka jahat
dan tidak tahu malu, dan berperilaku buruk dalam berbagai cara.
Mereka menanam pohon bunga-bungaan, menyiram dan memetiknya, dan kemudian merangkai
bunga. Mereka membuat kalung dari bunga-bunga itu, kalung bunga dengan tangkai di satu sisi
dan kalung bunga dengan tangkai di kedua sisi. Mereka membuat hiasan bunga, karangan bunga,
hiasan kepala, perhiasan telinga, dan perhiasan dada. Dan mereka menyuruh orang lain
melakukan hal yang sama. Kemudian mereka membawa benda-benda ini, atau mengirimnya,
kepada para perempuan, putri-putri, gadis-gadis, menantu-menantu perempuan, dan budak-
budak perempuan dari keluarga-keluarga baik.
Mereka makan dari piring yang sama dengan perempuan-perempuan ini dan minum dari wadah
yang sama. Mereka duduk di tempat duduk yang sama dengan mereka, dan mereka berbaring di
atas tempat tidur yang sama, di atas alas tidur yang sama, di bawah selimut yang sama, dan di
atas alas tidur yang sama dan di bawah selimut yang sama. Mereka makan di waktu yang salah,
meminum alkohol, dan memakai kalung bunga, wewangian, dan kosmetik. Mereka menari,
bernyanyi, bermain musik, dan melakukan pertunjukan. Sewaktu para perempuan sedang
menari, bernyanyi, bermain musik, dan melakukan pertunjukan, mereka juga demikian.
Mereka bermain berbagai permainan: catur delapan baris, catur sepuluh baris, catur khayalan,
bermain jingkat, bermain togkat kayu, dadu, patok-lele, melukis dengan tangan, permainan bola,
seruling-daun, bajak mainan, bersalto, kincir mainan, pengukur mainan, kereta mainan, busur
mainan, menebak huruf, menebak pikiran, meniru cacat fisik.
Mereka berlatih menunggang gajah, menunggang kuda, mengendarai kereta, memanah,
berpedang. Dan mereka berlari di depan gajah-gajah, kuda-kuda, dan kereta-kereta, dan mereka
berlari mundur dan maju. Mereka bersiul, bertepuk tangan, bergulat, dan bertinju. Mereka
menghamparkan jubah luar mereka di atas panggung dan berkata kepada para gadis penari,
“Menarilah di sini, Saudari,” dan mereka memberikan isyarat setuju. Dan mereka berperilaku
buruk dalam berbagai cara.
Saat itu seorang bhikkhu yang telah menyelesaikan masa keberdiaman musim hujan di Kāsī
sedang dalam perjalanan mengunjungi Sang Buddha di Sāvatthī ketika ia tiba di Kīṭāgiri. Pada
pagi hari itu ia mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan memasuki Kīṭāgiri
untuk mengumpulkan dana makanan. Tindak-tanduknya menyenangkan: dalam berjalan pergi
dan kembali, dalam menatap ke depan dan ke samping, dan menekuk dan merentangkan
tangannya. Matanya menatap ke bawah, dan ia sempurna dalam sikapnya. Ketika orang-orang
melihatnya, mereka berkata, “Siapakah ini, bersikap seperti orang dungu dan selalu merengut?
Siapakah yang akan memberikan makanan kepadanya? Dana makanan seharusnya diberikan
kepada Yang Mulia Assaji dan Punabbasuka kita, karena mereka lembut, menyenangkan, senang
berbicara, menyapa dengan senyuman, ramah, bersahabat, terbuka, yang berbicara lebih dulu.”
Seorang umat awam tertentu melihat bhikkhu itu berjalan mengumpulkan dana makanan di
Kīṭāgiri. Ia mendekatinya, bersujud, dan berkata, “Yang Mulia, apakah engkau telah menerima
dana makanan?"
"Belum."
"Marilah, ayo kita ke rumahku.”
Ia mengajak bhikkhu itu ke rumahnya dan memberinya makan. Kemudian ia berkata, “Hendak
kemanakah engkau, Yang Mulia?”
“Aku hendak ke Sāvatthī untuk menemui Sang Buddha.”
“Kalau begitu, sudilah bersujud di kaki Sang Buddha atas namaku dan katakan, ‘Yang Mulia,
vihara di Kīṭāgiri telah rusak. Assaji dan Punabbasuka adalah para bhikkhu tuan rumah di sana.
Mereka jahat dan tidak tahu malu, dan berperilaku buruk dalam berbagai cara. Mereka menanam
pohon bunga-bungaan, menyiramnya … Dan mereka berperilaku buruk dalam berbagai cara.
Mereka yang sebelumnya memiliki keyakinan, sekarang telah kehilangannya, dan tidak ada lagi
sokongan untuk Sangha. Para bhikkhu yang baik telah pergi dan para bhikkhu jahat tinggal. Yang
Mulia, mohon mengirim para bhikkhu untuk menetap di vihara di Kīṭāgiri.’”
Bhikkhu itu menyetujui, bangkit, dan melakukan perjalanan menuju Sāvatthī. Ketika akhirnya ia
tiba, ia menghadap Sang Buddha di Vihara Anāthapiṇḍika. Ia bersujud kepada Sang Buddha dan
duduk. Karena adalah kebiasaan bagi para Buddha untuk menyapa para bhikkhu yang baru tiba,
Sang Buddha berkata kepadanya, “Aku harap engkau baik-baik saja, bhikkhu, aku harap engkau
bertahan. Aku harap engkau tidak lelah dari perjalananmu. Dan dari manakah engkau datang?”
“Aku baik-baik saja, Yang Mulia, aku bertahan. Aku tidak lelah dari perjalanan.” Kemudian ia
memberitahu Sang Buddha tentang apa yang telah terjadi di Kīṭāgiri, dan menambahkan, “Dari
sanalah aku datang, Yang Mulia.”
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu: “Benarkah,
para bhikkhu, bahwa para bhikkhu jahat dan tidak tahu malu Assaji dan Punabbasuka
berperilaku buruk seperti ini? Dan benarkah bahwa orang-orang itu yang sebelumnya
berkeyakinan, sekarang telah kehilangannya, bahwa tidak ada lagi sokongan untuk Sangha, dan
bahwa para bhikkhu yang baik telah pergi dan para bhikkhu jahat tinggal?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Para bhikkhu, bagaimana mungkin orang-orang dungu ini
dapat berperilaku buruk seperti ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …”
Kemudian Beliau membabarkan ajaran dan berkata kepada Sāriputta dan Moggallāna: “Sāriputta,
kalian berdua harus pergi dan melakukan prosedur hukum mengusir para bhikkhu Assaji dan
Punabbasuka dari Kīṭāgiri. Mereka adalah murid-muridmu.”
“Yang Mulia, bagaimanakah kami dapat melakukan prosedur mengusir para bhikkhu ini dari
Kīṭāgiri? Mereka pemarah dan kasar.”
“Bawalah banyak bhikkhu.”
“Baik.”
“Dan para bhikkhu, seperti inilah yang harus dilakukan. Pertama-tama kalian harus menuduh
Assaji dan Punabbasuka. Kemudian mereka harus diingatkan pada apa yang telah mereka
lakukan, sebelum mereka dituduh melakukan pelanggaran. Kemudian seorang bhikkhu yang
kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Para bhikkhu ini, Assaji
dan Punabbasuka adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku
buruk mereka telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak oleh
mereka telah terlihat dan terdengar. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus
melakukan prosedur hukum mengusir mereka, melarang bhikkhu Assaji dan Punabbasuka
menetap di Kīṭāgiri. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Para bhikkhu ini, Assaji
dan Punabbasuka adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku
buruk mereka telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak oleh
mereka telah terlihat dan terdengar. Sangha melakukan prosedur hukum mengusir
mereka, melarang bhikkhu Assaji dan Punabbasuka menetap di Kīṭāgiri. Bhikkhu mana
pun yang menyetujui dilakukannya prosedur hukum mengusir mereka, melarang bhikkhu
Assaji dan Punabbasuka menetap di Kīṭāgiri, harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang
tidak menyetujui silakan berbicara.
Untuk kedua kalinya … Untuk ketiga kalinya aku menyampaikan persoalan ini. Mohon,
Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan … silakan berbicara.
Sangha telah melakukan prosedur hukum mengusir mereka, melarang bhikkhu Assaji dan
Punabbasuka menetap di Kīṭāgiri. Sangha menyetujui dan oleh karena itu berdiam diri.
Aku akan mengingatnya demikian.’”
Segera setelah itu sebuah sangha para bhikkhu, yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna,
pergi ke Kīṭāgiri dan melakukan prosedur mengusir Assaji dan Punabbasuka, melarang mereka
menetap di Kīṭāgiri. Setelah Sangha melakukan prosedur itu, mereka tidak berperilaku dengan
selayaknya atau sepantasnya agar layak dibebaskan, juga mereka tidak memohon maaf kepada
para bhikkhu. Sebaliknya mereka mencaci dan mencela para bhikkhu, dan mereka memfitnah
para bhikkhu sebagai bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Dan
mereka pergi dan mereka lepas jubah. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para bhikkhu ini bertindak seperti
ini ketika Sangha telah melakukan prosedur hukum mengusir mereka?”
Para bhikkhu menegur bhikkhu Assaji dan Punabbasuka dalam berbagai cara dan kemudian
memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan
menanyai para bhikkhu: “Benarkah, para bhikkhu, bahwa bhikkhu Assaji dan Punabbasuka
bertindak seperti itu?” “Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai
berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu yang hidup dengan disokong oleh sebuah desa atau pemukiman
adalah seorang perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk, dan perilaku buruknya
telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehnya telah terlihat
dan terdengar, maka para bhikkhu harus mengoreksinya seperti berikut ini: “Yang Mulia,
engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku burukmu telah
terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehmu telah terlihat dan
terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di sini cukup lama.” Jika ia
menjawab, “Engkau bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan.
Karena pelanggaran semacam ini, engkau hanya mengusir beberapa orang, tetapi tidak
yang lainnya,” para bhikkhu harus mengoreksinya seperti berikut ini: “Tidak, Yang Mulia,
para bhikkhu tidak bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan.
Yang Mulia, engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku
burukmu telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehmu telah
terlihat dan terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di sini cukup
lama.” Jika bhikkhu itu masih terus melanjutkan seperti sebelumnya, maka para bhikkhu
harus mendesaknya hingga tiga kali untuk membuatnya berhenti. Jika kemudian ia
berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.’”

Definisi
Seorang bhikkhu … sebuah desa atau pemukiman:
sebuah desa dan sebuah pemukiman dan sebuah kota yang termasuk dalam hanya sebuah desa
atau sebuah pemukiman.
Kehidupan yang disokong oleh:
kain-jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dapat diperoleh di tempat itu.
Sebuah keluarga:
terdapat empat jenis keluarga: keluarga bangsawan, keluarga brahmana, keluarga pedagang,
keluarga pekerja.
Seorang perusak keluarga-keluarga:
ia merusak keluarga-keluarga dengan bunga-bunga, buah, bubuk mandi, sabun, pembersih gigi,
bambu, terapi pengobatan, atau dengan menyampaikan pesan dengan berjalan kaki.
Berperilaku buruk:
ia menanam pohon bunga-bungaan, dan menyuruh orang lain menanamnya; ia menyiram
tanaman-tanaman itu dan menyuruh orang lain menyiramnya; ia memetik bunganya dan
menyuruh orang lain memetiknya; ia merangkai bunga-bunga itu dan menyuruh orang lain
merangkainya.
Telah terlihat dan terdengar:
mereka yang ada di sana melihatnya; mereka yang tidak ada di sana mendengarnya.
Keluarga-keluarga yang dirusak olehnya:
mereka kehilangan kepercayaan karenanya; mereka kehilangan keyakinan karenanya.
Telah terlihat dan terdengar:
mereka yang ada di sana melihatnya; mereka yang tidak ada di sana mendengarnya.
Nya:
Bhikkhu yang adalah perusak keluarga-keluarga itu.
Para bhikkhu:
para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengar tentang hal itu. Mereka harus
mengoreksinya seperti ini: "Yang Mulia, engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan
berperilaku buruk. Perilaku burukmu telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang
dirusak olehmu telah terlihat dan terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di
sini cukup lama.”
Jika ia menjawab, “Engkau bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan
ketakutan. Karena pelanggaran semacam ini, engkau hanya mengusir beberapa orang,
tetapi tidak yang lainnya.”
Nya:
bhikkhu itu yang mengadakan prosedur hukum melawannya.
Para bhikkhu:
para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengar tentang hal itu. Mereka harus
mengoreksinya seperti ini: “Tidak, Yang Mulia, para bhikkhu tidak bertindak karena keinginan,
kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Yang Mulia, engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan
berperilaku buruk. Perilaku burukmu telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang
dirusak olehmu telah terlihat dan terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di
sini cukup lama.” Dan mereka harus mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya.
Jika ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika mereka yang mendengar tentang hal ini tidak mengatakan apa pun, maka
mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Bhikkhu itu, bahkan jika ia harus ditarik ke dalam Sangha, harus dikoreksi seperti berikut ini:
“Tidak, Yang Mulia, para bhikkhu tidak bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan
ketakutan. Yang Mulia, engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk.
Perilaku burukmu telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehmu telah
terlihat dan terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di sini cukup lama.”
Mereka harus mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika ia berhenti, maka itu baik.
Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Harus mendesaknya:
“Dan, para bhikkhu, ia harus didesak seperti berikut ini. Seorang bhikkhu yang kompeten dan
mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini, yang telah
dikenai prosedur hukum pengusiran yang dilakukan melawan dirinya, memfitnah para
bhikkhu sebagai bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Dan
ia masih terus melakukannya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus
mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini, yang telah
dikenai prosedur hukum pengusiran yang dilakukan melawan dirinya, memfitnah para
bhikkhu sebagai bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Dan
ia masih terus melakukannya. Sangha mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Bhikkhu
mana pun yang menyetujui pendesakan untuk membuatnya berhenti harus berdiam diri.
Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Untuk kedua kalinya aku menyampaikan persoalan ini … Untuk ketiga kalinya aku
menyampaikan persoalan ini …
Sangha telah mendesak bhikkhu ini untuk membuatnya berhenti. Sangha menyetujui dan
oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Setelah usul itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah tiap-tiap dari dua
pengumuman pertama, ia melakukan pelanggaran serius. Ketika pengumuman terakhir selesai, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Bagi seorang yang melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, maka pelanggaran perbuatan salah dan
pelanggaran serius dibatalkan.
Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
hanya Sangha yang memberikan percobaan untuk pelanggaran itu, mengembalikan ke awal,
memberikan periode percobaan, dan merehabilitasi—bukan beberapa bhikkhu, bukan satu orang.
Oleh karena itu disebut “sebuah pelanggaran yang mengharuskan penskorsan”. Ini adalah nama
dan sebutan untuk kelompok pelanggaran ini. Oleh karena itu, juga, disebut “pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan”.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya demikian, dan ia tidak berhenti,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia tidak
berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia tidak
berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya demikian, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia tidak didesak; jika ia berhenti; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang perusak keluarga-keluarga, yang ketiga belas, selesai.
“Para Mulia, tiga belas aturan tentang penskorsan telah dibacakan, sembilan adalah pelanggaran
segera, empat adalah setelah pengumuman ketiga. Jika seorang bhikkhu melakukan salah
satunya, maka ia harus menjalani percobaan selama jumlah hari yang sama dengan lamanya ia
menyembunyikan pelanggaran itu. Ketika ini selesai, maka ia harus menjalani periode percobaan
selama enam hari lagi. Ketika ini selesai, ia harus direhabilitasi di mana pun terdapat sebuah
sangha yang terdiri dari paling sedikit dua puluh bhikkhu. Jika bhikkhu itu direhabilitasi oleh
sebuah sangha yang bahkan kurang satu dari dua puluh, maka bhikkhu itu tidak direhabilitasi,
dan para bhikkhu itu bersalah. Ini adalah prosedur yang benar.
Sehubungan dengan hal ini, Aku bertanya kepada kalian, ‘Apakah kalian murni dalam hal ini?’
Untuk kedua kalinya Aku bertanya, ‘Apakah kalian murni dalam hal ini?’ Untuk ketiga kalinya
Aku bertanya, ‘Apakah kalian murni dalam hal ini?’ Kalian murni dalam hal ini dan oleh karena
itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.”
Kelompok tiga belas selesai.
Berikut ini adalah rangkumannya:

“Dikeluarkannya, kontak fisik,


Tidak senonoh, dan kebutuhannya sendiri;
Pencomblangan, dan sebuah gubuk,
Dan sebuah tempat kediaman, tanpa dasar.
Dalih, dan perpecahan,
Mereka yang memihaknya;
Sulit dikoreksi, dan perusak keluarga-keluarga:
Tiga belas pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.”

BAB TENTANG PELANGGARAN-PELANGGARAN YANG MENGHARUSKAN PENSKORSAN


SELESAI.

Anda mungkin juga menyukai