Anda di halaman 1dari 108

Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik

Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya


Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

1. Aturan Latihan tentang Musim Jubah


Para Mulia, tiga puluh aturan tentang pelepasan dan pengakuan ini akan dibacakan.

Kisah Asal-mula
Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Vesālī di Altar Gotamaka, Beliau
memperbolehkan tiga jubah untuk para bhikkhu. Ketika mereka mendengar hal ini, para bhikkhu
dari kelompok enam memasuki desa mengenakan satu set tiga jubah, menetap di vihara
mengenakan set yang lain, dan pergi mandi dengan mengenakan set yang lain lagi. Para bhikkhu
yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin
para bhikkhu dari kelompok enam ini menyimpan jubah lebih?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: “Benarkah,
para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana kalian dapat melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu menyimpan jubah lebih, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian Yang Mulia Ānanda menerima sehelai jubah tambahan. Ia ingin
mempersembahkannya kepada Yang Mulia Sāriputta yang sedang menetap di Sāketa.
Mengetahui bahwa Sang Buddha telah menetapkan aturan yang melarang jubah lebih, Ānanda
berpikir, “Apakah yang harus kulakukan dalam situasi ini?” Ia memberitahu Sang Buddha, yang
berkata, “Berapa lamakah, Ānanda, sebelum Sāriputta kembali?”
“Sembilan atau sepuluh hari.”
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Para
bhikkhu, kalian boleh menyimpan jubah lebih selama paling lama sepuluh hari. Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan akhir
‘Ketika jubahnya selesai dan musim jubah telah berakhir, seorang bhikkhu boleh
menyimpan jubah lebih selama paling lama sepuluh hari. Jika ia menyimpannya lebih lama
dari itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Ketika jubahnya selesai:
bhikkhu itu telah membuat jubah; atau kain-jubah hilang, rusak, atau terbakar; atau harapannya
untuk menerima kain-jubah baru telah dikecewakan.
Musim jubah telah berakhir:
ini berakhir menurut satu dari delapan kondisi utama atau Sangha mengakhirinya.
Selama paling lama sepuluh hari:
boleh disimpan maksimum selama sepuluh hari.
Jubah lebih:
jubah yang belum ditetapkan juga belum diberikan kepada seseorang.
Jubah:
satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil dari apa yang dapat diberikan kepada
seseorang.
Jika ia menyimpannya lebih lama dari itu, maka jubah itu harus dilepaskan:
jubah itu harus dilepaskan pada fajar hari kesebelas.

Kain-jubah harus dilepaskan kepada Sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para bhikkhu,
jubah itu harus dilepaskan seperti ini. Setelah menghadap Sangha, bhikkhu itu harus menata
jubah atasnya di satu bahunya dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia harus
berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata:
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang telah kusimpan selama lebih dari sepuluh hari, akan
dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh
seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu. Kain-jubah yang telah dilepaskan itu kemudian
harus diberikan kembali:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Kain-jubah ini, yang
akan dilepaskan oleh bhikkhu ini, telah dilepaskan kepada Sangha. Jika baik menurut
Sangha, maka Sangha harus mengembalikan kain-jubah ini kepada bhikkhu ini.’
Setelah mendatangi beberapa bhikkhu, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya di satu bahunya
dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia harus berjongkok pada tumitnya,
merangkapkan tangan, dan berkata:
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang telah kusimpan selama lebih dari sepuluh hari, akan
dilepaskan. Aku melepaskannya kepada para mulia.’
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh
seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu. Kain-jubah yang telah dilepaskan itu kemudian
harus diberikan kembali:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon kalian untuk mendengarkan. Kain-jubah ini, yang akan
dilepaskan oleh bhikkhu ini, telah dilepaskan kepada kalian. Jika baik menurut kalian,
maka kalian harus mengembalikan kain-jubah ini kepada bhikkhu ini.’
Setelah mendatangi seorang bhikkhu, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya di satu bahunya,
berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata,
‘Kain-jubah ini, yang telah kusimpan selama lebih dari sepuluh hari, akan dilepaskan. Aku
melepaskannya kepada engkau.’
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh
bhikkhu itu. Kain-jubah yang telah dilepaskan itu kemudian harus diberikan kembali:
‘Aku mengembalikan kain-jubah ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika lebih dari sepuluh hari dan ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari sepuluh hari, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika lebih dari sepuluh hari, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika belum ditetapkan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika belum dialokasikan untuk orang lain, tetapi
ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika belum diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak hilang, tetapi ia
menyadarinya sebagai hilang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika tidak rusak, tetapi ia menyadarinya sebagai rusak, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak terbakar, tetapi ia
menyadarinya sebagai terbakar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika tidak dicuri, tetapi ia menyadarinya sebagai dicuri, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menggunakan kain-jubah yang harus dilepaskan tanpa terlebih dulu
melepaskannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari
sepuluh hari, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika kurang dari sepuluh hari, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari sepuluh hari dan ia
menganggapnya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika dalam waktu sepuluh hari telah ditetapkan, dijatahkan untuk orang
lain, diberikan, hilang, rusak, terbakar, dicuri, atau diambil atas dasar kepercayaan; jika ia gila;
jika ia adalah pelaku pertama.
Tidak lama kemudian para bhikkhu dari kelompok enam tidak mengembalikan kain-jubah yang
telah dilepaskan. Mereka memberitahu Sang Buddha.
“Para bhikkhu, kain-jubah yang telah dilepaskan harus dikembalikan. Jika tidak
dikembalikan, maka engkau melakukan pelanggaran perbuatan salah.”
Aturan latihan tentang musim jubah, yang pertama, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

2. Aturan Latihan tentang Gudang

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Saat itu para bhikkhu menitipkan salah satu jubah mereka kepada para bhikkhu lain dan
kemudian bepergian dengan mengenakan sarung dan jubah atas. Karena disimpan dalam waktu
yang lama, maka jubah-jubah itu menjadi berjamur. Para bhikkhu menjemurnya di bawah
matahari.
Kemudian, sewaktu berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman, Yang Mulia Ānanda
melihat para bhikkhu sedang menjemur jubah-jubah itu. Ia bertanya kepada mereka, “Jubah-
jubah siapakah ini?” Dan mereka memberitahukan apa yang terjadi. Yang Mulia Ānanda
mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para bhikkhu itu menitipkan satu
jubah kepada para bhikkhu lain dan kemudian bepergian dengan mengenakan sarung dan jubah
atas?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, Yang Mulia Ānanda memberitahu Sang
Buddha. Segera setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa ada para bhikkhu yang melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu dapat melakukan
hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Ketika jubahnya selesai dan musim jubah telah berakhir, jika seorang bhikkhu berpisah
dari tiga jubahnya bahkan selama hanya satu hari, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Pada suatu ketika seorang bhikkhu tertentu di Kosambī jatuh sakit. Sanak-saudaranya mengirim
pesan, yang mengatakan, “Pulanglah, Yang Mulia, kami akan merawat engkau.” Para bhikkhu
mendesaknya untuk pergi, tetapi ia berkata, “Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan
bahwa kita tidak boleh berpisah dari tiga jubah kita. Sekarang karena aku sakit, aku tidak dapat
melakukan perjalanan dengan tiga jubahku. Maka aku tidak dapat pergi.”
Mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Beliau membabarkan ajaran dan berkata
kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk memberi izin kepada bhikkhu yang sakit
untuk berpisah dari tiga jubahnya.
Dan izin ini harus diberikan seperti ini. Setelah mendatangi Sangha, bhikkhu yang sakit harus
menata jubah atasnya di satu bahunya dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia
harus berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata, ‘Para Mulia, aku sakit. Aku
tidak mampu melakukan perjalanan dengan tiga jubahku. Aku memohon izin dari Sangha untuk
berpisah dari tiga jubahku.’ Dan ia harus memohon untuk kedua dan ketiga kalinya. Seorang
bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini sakit. Ia
tidak mampu melakukan perjalanan dengan tiga jubahnya. Ia memohon izin dari Sangha
untuk berpisah dari tiga jubahnya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus
memberikan izin kepada bhikkhu ini untuk berpisah dari tiga jubahnya. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini sakit. Ia
tidak mampu melakukan perjalanan dengan tiga jubahnya. Ia memohon izin dari Sangha
unntuk berpisah dari tiga jubahnya. Sangha memberi izin kepada bhikkhu ini untuk
berpisah dari tiga jubahnya. Bhikkhu mana pun yang menyetujui pemberian izin kepada
bhikkhu ini untuk berpisah dari tiga jubahnya harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun
yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Sangha telah memberi izin kepada bhikkhu ini untuk berpisah dari tiga jubahnya. Sangha
menyetujui dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika jubahnya selesai dan musim jubah telah berakhir, jika seorang bhikkhu berpisah
dari tiga jubahnya bahkan selama hanya satu hari, kecuali jika para bhikkhu telah
menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.’”

Definisi
Ketika jubahnya selesai:
bhikkhu itu telah membuat jubah; atau kain-jubah hilang, rusak, atau terbakar; atau harapannya
untuk menerima kain-jubah baru telah dikecewakan.
Musim jubah telah berakhir:
ini berakhir menurut satu dari delapan kondisi utama atau Sangha mengakhirinya.
Jika seorang bhikkhu berpisah dari tiga jubahnya bahkan selama hanya satu hari:
dari jubah luar, jubah atas, atau sarung.
Kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui:
kecuali dengan persetujuan para bhikkhu.
Mengharuskan pelepasan:
jubah itu harus dilepaskan pada fajar.

Jubah itu harus dilepaskan kepada Sangha, kelompok, atau individu. “Dan, para bhikkhu, jubah
itu harus dilepaskan seperti ini, (diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, jubah ini, yang telah berpisah dariku selama satu hari tanpa persetujuan para
bhikkhu, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus
mengembalikan … engkau harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan jubah ini
kepadamu.’”

Permutasi
Rangkuman
Suatu area berpenghuni dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah rumah dapat memiliki
satu atau banyak akses; sebuah gudang dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah menara
jaga dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah rumah panggung dapat memiliki satu atau
banyak akses; sebuah perahu dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah karavan dapat
memiliki satu atau banyak akses; sepetak ladang dapat memiliki satu atau banyak akses; lantai
penggilingan dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah vihara dapat memiliki satu atau
banyak akses; sebuah tempat kediaman dapat memiliki satu atau banyak akses; bawah pohon
dapat memiliki satu atau banyak akses; ruang terbuka dapat memiliki satu atau banyak akses.

Pembabaran
Area berpenghuni
“Suatu area berpenghuni dengan satu akses” merujuk pada berikut ini.
Area berpenghuni tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam area berpenghuni itu,
maka seseorang harus berada di dalam area berpenghuni itu. Area berpenghuni terbuka milik
satu suku: seseorang harus berdiam di dalam rumah di mana jubah itu disimpan, atau tidak pergi
dari rumah itu melebihi serentangan lengan.
Suatu area berpenghuni tertutup milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam sebuah
rumah, maka seseorang harus berdiam di dalam rumah itu, di aula pertemuan publik, atau di
pintu gerbang menuju area berpenghuni, atau tidak pergi dari aula pertemuan publik atau pintu
gerbang itu melebihi serentangan lengan. Jika seseorang meletakkan jubah sejauh serentangan
lengan sewaktu pergi ke aula pertemuan publik, maka ia harus berdiam di dalam aula pertemuan
publik, atau di pintu gerbang menuju area berpenghuni, atau tidak pergi dari kedua itu melebihi
serentangan lengan. Jika jubah itu tersimpan di dalam aula pertemuan publik, maka ia harus
berdiam di dalam aula pertemuan publik, atau di pintu gerbang menuju area berpenghuni, atau
tidak pergi dari kedua itu melebihi serentangan lengan. Suatu area berpenghuni terbuka milik
banyak suku: seseorang harus berdiam di dalam rumah di mana jubah itu disimpan, atau tidak
pergi dari rumah itu melebihi serentangan lengan.
Sebuah rumah
Sebuah rumah tertutup milik satu suku dan memiliki banyak kamar: jika jubah tersimpan di
dalam rumah itu, maka seseorang harus berdiam di dalam rumah itu. Sebuah rumah terbuka
milik satu suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana
jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.
Sebuah rumah tertutup milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: jika jubah tersimpan di
dalam sebuah kamar, maka seseorang harus berdiam di dalam kamar itu, atau di pintu utama,
atau tidak pergi dari kedua itu melebihi serentangan lengan. Sebuah rumah terbuka milik banyak
suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana jubah itu
tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.

Sebuah gudang
Sebuah gudang tertutup milik satu suku dan memiliki banyak kamar: jika jubah tersimpan di
dalam bangunan itu, maka seseorang harus berdiam di dalam bangunan itu. Sebuah gudang
terbuka milik satu suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di
mana jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.
Sebuah gudang tertutup milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: jika jubah tersimpan di
dalam sebuah kamar, maka seseorang harus berdiam di dalam kamar itu, atau di pintu utama,
atau tidak pergi dari kedua itu melebihi serentangan lengan. Sebuah gudang terbuka milik
banyak suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana
jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.

Sebuah menara jaga


Sebuah menara jaga milik satu suku: jika jubah tersimpan di menara jaga itu, maka seseorang
harus berdiam di dalam menara jaga itu.
Sebuah menara jaga milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di
dalam kamar di mana jubah itu tersimpan, atau di pintu utama, atau tidak pergi dari keduanya
melebihi serentangan lengan.

Sebuah rumah panggung


Sebuah rumah panggung milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam rumah panggung itu,
maka seseorang harus berdiam di dalam rumah panggung itu.
Sebuah rumah panggung milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus
berdiam di dalam kamar di mana jubah itu tersimpan, atau di pintu utama, atau tidak pergi dari
keduanya melebihi serentangan lengan.

Sebuah perahu
Sebuah perahu milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam perahu itu, maka seseorang harus
berdiam di dalam perahu itu.
Sebuah perahu milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam
kamar di mana jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.
Sebuah karavan
Sebuah karavan milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam karavan itu, maka seseorang tidak
boleh pergi lebih dari 80 meter di depan atau di belakang karavan, dan tidak lebih dari 11 meter
dari masing-masing sisi.
Sebuah karavan milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam karavan itu, maka seseorang
tidak boleh pergi dari karavan itu melebihi serentangan lengan.

Sepetak ladang
Sepetak ladang tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam ladang itu, maka
seseorang harus berdiam di dalam ladang itu. Sebuah ladang terbuka milik satu suku: seseorang
tidak boleh pergi dari jubah melebihi serentangan lengan.
Sebuah ladang tertutup milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam ladang itu, maka
seseorang harus berdiam di pintu gerbang menuju ladang, atau tidak pergi dari pintu gerbang
atau jubah melebihi serentangan lengan. Sebuah ladang terbuka milik banyak suku: seseorang
tidak boleh pergi dari jubah melebihi serentangan lengan.

Lantai penggilingan
Sepetak lantai penggilingan tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam lantai
penggilingan itu, maka seseorang harus berdiam di dalam lantai penggilingan itu. Sebuah lantai
penggilingan terbuka milik satu suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubahnya melebihi
serentangan lengan.
Sebuah lantai penggilingan tertutup milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam lantai
penggilingan itu, maka seseorang harus berdiam di pintu gerbang menuju lantai penggilingan,
atau tidak pergi dari pintu gerbang atau jubah melebihi serentangan lengan. Sebuah lantai
penggilingan terbuka milik banyak suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubah melebihi
serentangan lengan.

Sebuah vihara
Sebuah vihara tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam vihara itu, maka seseorang
harus berdiam di dalam vihara itu. Sebuah vihara terbuka milik satu suku: seseorang tidak boleh
pergi dari jubahnya melebihi serentangan lengan.
Sebuah vihara tertutup milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam vihara itu, maka
seseorang harus berdiam di pintu gerbang menuju vihara, atau tidak pergi dari pintu gerbang
atau jubah melebihi serentangan lengan. Sebuah vihara terbuka milik banyak suku: seseorang
tidak boleh pergi dari jubah melebihi serentangan lengan.

Sebuah tempat kediaman


Sebuah tempat kediaman tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam tempat
kediaman itu, maka seseorang harus berdiam di dalam tempat kediaman itu. Sebuah tempat
kediaman terbuka milik satu suku: seseorang harus berdiam di dalam tempat kediaman di mana
jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari tempat kediaman itu melebihi serentangan lengan.
Sebuah tempat kediaman tertutup milik banyak suku: seseorang harus berdiam di dalam tempat
kediaman di mana jubah itu tersimpan, atau di pintu gerbang menuju tempat kediaman, atau
tidak pergi dari keduanya melebihi serentangan lengan. Sebuah tempat kediaman terbuka milik
banyak suku: seseorang harus berdiam di dalam tempat kediaman di mana jubah itu tersimpan,
atau tidak pergi dari tempat kediaman itu melebihi serentangan lengan.

Bawah pohon
Di bawah pohon milik satu suku: jika jubah disimpan di dalam area bayangan pohon siang hari,
maka seseorang harus berdiam di dalam area tersebut.
Di bawah pohon milik banyak suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubah melebihi serentangan
lengan.

Ruang terbuka
Di ruang terbuka dengan satu akses: di area tidak berpenghuni, di hutan belantara, di area yang
dibatasi lingkaran dengan radius 80 meter adalah satu akses. Di luar itu adalah banyak akses.

Jika ia telah berpisah dan ia menyadari bahwa ia telah berpisah, kecuali jika para bhikkhu telah
menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika
ia telah berpisah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, kecuali para bhikkhu telah menyetujui,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia telah
berpisah, tetapi ia tidak menyadari bahwa ia telah berpisah, kecuali para bhikkhu telah
menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika jubah itu belum dilepaskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, kecuali jika para bhikkhu
telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika jubah itu belum diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, kecuali jika
para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika jubah itu tidak hilang, tetapi ia menyadarinya sebagai hilang, kecuali jika
para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika jubah itu tidak rusak, tetapi ia menyadarinya sebagai rusak, kecuali jika para
bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika jubah itu tidak terbakar, tetapi ia menyadarinya sebagai terbakar, kecuali jika
para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika jubah itu tidak dicuri, tetapi ia menyadarinya sebagai dicuri, kecuali jika
para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan.
Jika ia menggunakan jubah yang harus dilepaskan tanpa terlebih dulu melepaskannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak berpisah, tetapi ia menyadarinya sebagai
berpisah, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak berpisah, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak berpisah,
dan ia menyadarinya sebagai tidak berpisah, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika sebelum fajar jubah itu telah dilepaskan, diberikan, hilang, rusak,
terbakar, dicuri, atau diambil atas dasar kepercayaan; jika telah mendapatkan izin dari para
bhikkhu; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang gudang, yang kedua, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

3. Aturan Latihan Ketiga tentang Musim


Jubah
Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
seorang bhikkhu telah diberikan kain-jubah di luar musim jubah. Sewaktu ia sedang membuat
jubah, ia menyadari bahwa kainnya tidak cukup. Sambil mengangkatnya, ia menghaluskannya
berulang-ulang.
Sewaktu sedang berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman, Sang Buddha melihat
bhikkhu itu berbuat seperti ini. Beliau mendatanginya dan berkata, “Apakah yang sedang engkau
lakukan, bhikkhu?”
“Yang Mulia, aku telah diberikan kain-jubah di luar musimnya, tetapi tidak cukup untuk
membuat jubah. Itulah sebabnya mengapa aku mengangkatnya dan menghaluskannya berulang-
ulang.”
“Apakah engkau berharap untuk menerima lebih banyak kain?”
“Benar.”
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Para
bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk menyimpan kain-jubah-di-luar-musim jika kalian
berharap untuk menerima lebih.”
Ketika mereka mendengar hal ini, beberapa bhikkhu menyimpan kain-jubah-di-luar-musimnya
selama lebih dari satu bulan, menyimpannya pada rak jubah dari bambu. Sewaktu sedang
berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman, Yang Mulia Ānanda melihat kain-jubah itu,
dan ia bertanya kepada para bhikkhu, “Kain siapakah ini?”
“Ini adalah kain-jubah-di-luar-musim milik kami, yang kami simpan karena kami sedang
mengharapkan lebih."
"Tetapi berapa lamakah kalian telah menyimpannya?"
"Lebih dari satu bulan."
Yang Mulia Ānanda mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
ini menyimpan kain-jubah-di-luar-musimnya selama lebih dari satu bulan?”
Setelah menegur para bhikkhu ini dalam berbagai cara, Yang Mulia Ānanda memberitahu Sang
Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa ada bhikkhu-bhikkhu yang melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu dapat menyimpan
kain-jubah-di-luar-musim selama lebih dari satu bulan? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan
orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika jubahnya selesai dan musim jubah telah berakhir, jika kain-jubah-di-luar-musim
diberikan kepada seorang bhikkhu, ia boleh menerimanya jika ia menginginkan. Jika ia
menerimanya, maka ia harus segera membuatnya menjadi jubah. Jika tidak tersedia cukup
kain, tetapi ia sedang mengharapkan lebih banyak, maka ia boleh menyimpannya selama
paling lama satu bulan untuk memenuhi kekurangannya. Jika ia menyimpannya lebih dari
itu, maka bahkan walaupun ia mengharapkan lebih banyak, ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Ketika jubahnya selesai:
bhikkhu itu telah membuat jubah; atau kain-jubah itu hilang, rusak, atau terbakar; atau
harapannya untuk menerima lebih banyak kain-jubah baru telah dikecewakan.
Musim jubah telah berakhir:
musim jubah berakhir menurut salah satu dari delapan kondisi atau Sangha mengakhirinya.
Kain-jubah-di-luar-musim:
bagi seorang yang tidak berpartisipasi dalam upacara membuat-jubah, ini adalah kain-jubah yang
diberikan selama sebelas bulan. Bagi seorang yang berpartisipasi dalam upacara membuat-jubah,
ini adalah kain-jubah yang diberikan selama tujuh bulan. Juga, jika diberikan dalam musim jubah,
tetapi kain itu telah dialokasikan, ini disebut “kain-jubah-di-luar-musim.”
Jika diberikan:
jika diberikan oleh suatu sangha, oleh suatu kelompok, oleh seorang kerabat, atau oleh seorang
teman, atau jika itu adalah kain usang, atau jika ia memperolehnya melalui harta kekayaannya
sendiri.
Jika ia menginginkan:
jika ia menginginkan, maka ia boleh menerimanya.
Jika ia menerimanya, maka ia harus segera membuatnya menjadi jubah:
harus dibuat dalam sepuluh hari.
Jika tidak tersedia cukup kain:
jika tidak ada cukup kain sewaktu jubah itu sedang dibuat.
Ia boleh menyimpannya selama paling lama satu bulan:
ia boleh menyimpannya maksimum selama satu bulan.
Untuk memenuhi kekurangan:
untuk tujuan menutup kekurangan.
Tetapi ia sedang mengharapkan lebih banyak:
ia sedang mengharapkan lebih dari suatu sangha, dari suatu kelompok, dari seorang kerabat,
atau dari seorang teman, atau ia mengharapkan untuk menemukan kain usang, atau ia sedang
mengharapkan untuk memperolehnya dengan harta kekayaannya sendiri.
Jika ia menyimpannya lebih lama dari itu, maka bahkan walaupun ia mengharapkan lebih
banyak:
Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada hari yang sama dengan hari ia diberikan kain-jubah
pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam sepuluh hari. Jika ia diberikan
kain-jubah tambahan pada satu hari setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-
jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam sepuluh hari. Jika ia diberikan kain-jubah tambahan
pada dua hari setelah … tiga hari setelah … delapan belas hari setelah … … sembilan belas hari
setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah
dalam sepuluh hari. Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada dua puluh hari setelah hari ia
diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam sembilan
hari. Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada dua puluh satu hari setelah hari ia diberikan
kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam delapan hari. … dua
puluh dua hari setelah … dua puluh tujuh hari setelah … Jika ia diberikan kain-jubah tambahan
pada dua puluh delapan hari setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu
harus dibuat menjadi jubah dalam satu hari. Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada dua
puluh sembilan hari setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus
ditetapkan, dialokasikan untuk orang lain, atau diberikan pada hari itu juga. Jika ia tidak
menetapkan, mengalokasikan untuk orang lain, atau memberikannya, maka kain-jubah itu harus
dilepaskan pada fajar hari ketiga puluh.

Kain-jubah harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut ini. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1,
dengan penyesuaian seperlunya.)
“Para Mulia, kain-jubah-di-luar-musim ini, yang telah aku simpan selama lebih dari satu
bulan, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus
mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘aku mengembalikan kain-jubah ini
kepadamu.’”

Jika ia diberikan kain-jubah tambahan, tetapi berbeda dari kain-jubah pertama yang diberikan
kepadanya, dan masih ada hari-hari tersisa, maka ia tidak perlu membuat jubah jika ia tidak
menginginkan.

Permutasi
Jika lebih dari satu bulan dan ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari satu bulan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika lebih dari satu bulan, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika belum ditetapkan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika belum dialokasikan untuk orang lain, tetapi
ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika belum diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak hilang, tetapi ia
menyadarinya sebagai hilang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika tidak rusak, tetapi ia menyadarinya sebagai rusak, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak terbakar, tetapi ia
menyadarinya sebagai terbakar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika tidak dicuri, tetapi ia menyadarinya sebagai dicuri, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menggunakan kain-jubah yang harus dilepaskan tanpa terlebih dulu melepaskannya, maka
ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari satu bulan, tetapi ia menyadarinya
sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari satu bulan,
tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
kurang dari satu bulan dan ia menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika dalam satu bulan telah ditetapkan, dialokasikan untuk orang lain,
diberikan, hilang, rusak, terbakar, dicuri, atau diambil atas dasar kepercayaan; jika ia gila; jika ia
adalah pelaku pertama.

Aturan latihan ketiga tentang musim jubah, yang ketiga, selesai.


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

4. Aturan Latihan tentang Jubah Bekas


Pakai
Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
mantan istri Yang Mulia Udāyī menjadi seorang bhikkhunī. Ia sering mengunjungi Udāyī, dan
Udāyī juga sering mengunjunginya. Dan Udāyī berbagi makanan dengan bhikkhunī tersebut.
Suatu pagi Udāyī mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubah, dan mendatangi bhikkhunī
itu. Kemudian ia membuka alat kelaminnya di hadapan bhikkhunī itu dan duduk di satu tempat
duduk. Bhikkhunī itu juga membuka alat kelaminnya di hadapan Udāyī dan duduk di satu tempat
duduk. Karena bernafsu melihat alat kelamin bhikkhunī itu, Udāyī mengeluarkan mani.
Kemudian ia berkata kepada bhikkhunī tersebut: “Saudari, ambilkan air. Aku hendak mencuci
jubah.”
“Serahkan kepadaku, Yang Mulia, aku akan mencucinya.”
Kemudian ia memasukkan sedikit mani ke dalam mulutnya dan memasukkan sedikit ke dalam
alat kelaminnya. Karena perbuatan itu ia menjadi hamil. Para bhikkhunī berkata, “Bhikkhunī ini
tidak menghindari seks. Ia hamil.”
Ia berkata, “Para Mulia, aku memang menghindari seks,” dan ia memberitahukan kepada mereka
apa yang telah terjadi.
Para bhikkhunī mengeluhkan dan mengkritik Udāyī, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī
menyuruh seorang bhikkhunī untuk mencuci jubah bekas pakainya?” Kemudian mereka
memberitahu para bhikkhu. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan
mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī menyuruh seorang bhikkhunī untuk
mencuci jubah bekas pakainya?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī: “Benarkah, Udāyī, bahwa engkau
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Apakah ia adalah kerabatmu?”
“Bukan.”
“Orang dungu, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan kerabat tidak mengetahui
apa yang selayaknya dan apa yang tidak selayaknya, apa yang menginspirasi dan apa yang tidak
menginspirasi, dalam berurusan satu sama lain. Dan masih saja engkau melakukan hal ini. Hal ini
akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menyuruh seorang bhikkhunī yang bukan kerabat, mencuci,
mencelup, atau memukul jubah bekas pakai, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bukan kerabat:
siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Seorang bhikkhunī:
ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Jubah bekas pakai:
sarung atau jubah atas, bahkan yang dipakai hanya satu kali.

Jika ia menyuruh bhikkhunī itu untuk mencucinya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Setelah dicuci, maka jubah itu harus dilepaskan. Jika ia menyuruhnya untuk mencelup,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah dicelup, maka jubah itu harus
dilepaskan. Jika ia menyuruhnya untuk memukul-mukulnya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Ketika bhikkhunī itu memukulnya satu kali dengan tangannya atau dengan
menggunakan alat, maka jubah itu harus dilepaskan.

Jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya).
‘Para Mulia, jubah bekas pakai ini, yang saya suruh seorang bhikkhunī yang bukan kerabat
untuk mencucinya, hendak dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha
harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan jubah ini
kepadamu.’”
Permutasi
Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya
mencuci jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia
menyuruhnya mencuci dan mencelup jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut
bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencuci dan memukul-
mukul jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia
menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencuci, mencelup, dan memukul-mukul jubah
bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan dua
pelanggaran perbuatan salah.
Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya
mencelup jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian,
dan ia menyuruhnya mencelup dan memukul-mukul jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika
bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya
mencelup dan mencuci jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut bukan
kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencelup, memukul-mukul, dan
mencuci jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan dua pelanggaran perbuatan salah.
Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya
memukul-mukul jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian,
dan ia menyuruhnya memukul-mukul dan mencuci jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika
bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya
memukul-mukul dan mencelup jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut bukan
kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya memukul-mukul, mencuci, dan
mencelup jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan dua pelanggaran perbuatan salah.
Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat, tetapi ia tidak dapat memastikannya … Jika bhikkhunī
tersebut bukan kerabat, tetapi ia menyadarinya sebagai kerabat …
Jika ia menyuruhnya mencuci jubah bekas pakai milik orang lain, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia menyuruhnya mencuci alas duduk atau alas tidur, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia menyuruh seorang bhikkhunī yang sepenuhnya
ditahbiskan hanya dari satu sisi, untuk mencuci, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.
Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat, tetapi ia menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut
adalah kerabat dan ia menyadarinya demikian, maka tidak ada pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: jika seorang bhikkhunī yang adalah kerabat melakukan pencucian dan
seorang bhikkhunī yang bukan kerabat membantunya; jika seorang bhikkhunī mencuci tanpa
diminta; jika bhikkhu itu menyuruh seorang bhikkhunī mencuci jubah yang belum dipakai; jika
bhikkhu itu menyuruh seorang bhikkhuni mencuci benda kebutuhan apa pun selain jubah; jika
itu adalah seorang bhikkhunī percobaan; jika itu adalah seorang sāmaṇerī; jika ia gila; jika ia
adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang jubah bekas pakai, yang keempat, selesai.


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

5. Aturan Latihan tentang Menerima Jubah


Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, bhikkhunī
Uppalavaṇṇā sedang menetap di Sāvatthī. Suatu pagi ia mengenakan jubah, membawa mangkuk
dan jubahnya, dan memasuki Sāvatthī untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika ia telah
menyelesaikan perjalanan mengumpulkan dana makanan itu dan telah memakan makanannya, ia
pergi ke Hutan Orang Buta, di mana ia duduk di bawah sebatang pohon untuk bermeditasi siang.
Saat itu beberapa penjahat yang telah mencuri dan menjagal seekor sapi, sedang membawa
dagingnya ke Hutan Orang Buta. Pemimpin penjahat itu melihat Uppalavaṇṇā yang sedang duduk
di bawah pohon itu. Ia berpikir, “Jika putra-putraku dan adik-adikku melihat bhikkhunī ini,
mereka akan mengganggunya,” dan ia mengambil jalan lain. Segera setelah itu ketika daging
telah dimasak, ia mengambil bagian terbaik, mengikatnya dengan pembungkus dari daun palem,
menggantungnya di sebuah pohon tidak jauh dari Uppalavaṇṇā, dan berkata, “Petapa atau
brahmana mana pun yang melihat pemberian ini, silakan ambil.” Dan ia pergi.
Uppalavaṇṇā baru saja keluar dari keheningan ketika ia mendengar kepala penjahat itu
mengucapkan pernyataan itu. Ia mengambil daging itu dan kembali ke tempat kediamannya.
Keesokan paginya ia mempersiapkan daging itu dan membuatnya menjadi buntelan dengan
jubah atasnya. Kemudian ia melayang ke angkasa dan turun di Hutan Bambu.
Ketika ia tiba, Sang Buddha telah memasuki sebuah desa untuk mengumpulkan dana makanan,
tetapi Yang Mulia Udāyī ditinggal untuk menjaga tempat kediaman. Uppalavaṇṇā mendekati
Udāyī dan berkata, “Yang Mulia, di manakah Sang Buddha?”
“Beliau memasuki desa untuk mengumpulkan dana makanan.”
“Sudilah memberikan daging ini kepada Sang Buddha.”
“Engkau akan menggembirakan Sang Buddha dengan daging ini. Jika engkau memberikan
sarungmu kepadaku, engkau akan menggembirakan aku pula.”
“Adalah sulit bagi para perempuan untuk memperoleh sokongan bahan-bahan, dan ini adalah
satu dari lima jubahku. Aku tidak memiliki yang lainnya. Aku tidak bisa memberikannya.”
“Saudari, seperti halnya seorang yang memberikan seekor gajah harus menghiasnya dengan
sabuk pinggang, demikian pula engkau, ketika memberikan daging kepada Sang Buddha, harus
menghias aku dengan sarungmu.”
Karena didesak oleh Udāyī, Uppalavaṇṇā memberikan sarungnya kepada Udāyī dan kemudian
kembali ke tempat kediamannya. Para bhikkhunī yang menerima mangkuk dan jubah
Uppalavaṇṇā, menanyakan kepadanya di mana sarungnya. Dan ia memberitahu mereka apa yang
telah terjadi. Para bhikkhunī mengeluhkan dan mengkritik Udāyī, “Bagaimana mungkin Yang
Mulia Udāyī menerima jubah dari seorang bhikkhunī? Adalah sulit bagi para perempuan untuk
memperoleh sokongan bahan-bahan.”
Para bhikkhunī memberitahu para bhikkhu. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik Udāyī, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī menerima jubah
dari seorang bhikkhunī?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī: “Benarkah, Udāyī, bahwa engkau
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Apakah ia kerabatmu?”
“Bukan.”
“Orang dungu, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan kerabat tidak mengetahui
apa yang selayaknya dan apa yang tidak selayaknya, apa yang baik dan buruk, dalam berurusan
satu sama lain. Dan masih saja engkau melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan
orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu menerima jubah secara langsung dari seorang bhikkhunī yang
bukan kerabat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.’”
Demikianlah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Kemudian, karena takut melakukaan perbuatan salah, para bhikkhu tidak menerima jubah dari
para bhikkhunī walaupun dalam pertukaran. Para bhikkhunī mengeluhkan dan mengkritik
mereka, “Bagaimana mungkin mereka tidak menerima jubah-jubah dari kami dalam
pertukaran?”
Para bhikkhu mendengar kritikan para bhikkhunī itu dan mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk menerima benda-benda dalam
pertukaran dengan lima jenis orang: para bhikkhu, para bhikkhunī, para bhikkhunī
percobaan, para sāmaṇera, dan para sāmaṇerī.

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menerima jubah secara langsung dari seorang bhikkhunī yang
bukan kerabat, kecuali dalam pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”
Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bukan kerabat:
siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Seorang bhikkhunī:
ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Jubah:
salah satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil daripada apa yang dapat
dialokasikan untuk orang lain.
Kecuali dalam pertukaran:
kecuali jika ada pertukaran.

Jika ia menerimanya, maka untuk usaha itu terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika ia
mendapatkan kain-jubah itu, maka itu harus dilepaskan.
Kain-jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1,
dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang aku terima secara langsung dari seorang bhikkhunī yang
bukan kerabat tanpa apa pun sebagai pertukaran, akan dilepaskan. Aku melepaskannya
kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku
mengembalikan kain-jubah ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, dan ia menerima
kain-jubah dari bhikkhunī tersebut, kecuali sebagai pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat, tetapi si
bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan ia menerima kain-jubah dari bhikkhunī tersebut,
kecuali sebagai pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai
kerabat, dan ia menerima kain-jubah dari bhikkhunī tersebut, kecuali sebagai pertukaran, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika si bhikkhu menerima kain-jubah dari seorang bhikkhunī yang sepenuhnya ditahbiskan
hanya dari satu sisi, kecuali sebagai pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat, tetapi ia menyadarinya sebagai bukan kerabat,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat, tetapi
ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī
tersebut adalah kerabat dan ia menyadarinya demikian, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika bhikkhunī itu adalah kerabat; jika banyak ditukarkan dengan sedikit,
atau sedikit ditukarkan dengan banyak; jika bhikkhu itu mengambilnya atas dasar kepercayaan;
jika ia meminjamnya; jika ia menerima benda kebutuhan apa pun selain kain-jubah; jika itu
adalah seorang bhikkhunī percobaan; jika itu adalah seorang sāmaṇerī; jika ia gila; jika ia adalah
pelaku pertama.

Aturan latihan tentang menerima jubah, yang kelima, selesai.


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

6. Aturan Latihan tentang Meminta dari


Bukan-Kerabat
Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Saat itu Yang Mulia Upananda orang Sakya mahir dalam mengajar. Suatu hari putra seorang
pedagang kaya mendatangi Upananda, bersujud, dan duduk. Dan Upananda memberikan
instruksi, menginspirasi, dan menggembirakannya dengan suatu ajaran. Setelah itu putra
pedagang itu berkata kepada Upananda:
“Yang Mulia, beritahukanlah kepadaku apa yang engkau perlukan. Aku dapat memberikan
kepadamu kain-jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan.”
“Jika engkau ingin memberiku sesuatu, berikanlah sehelai pakaianmu.”
“Adalah memalukan, Yang Mulia, bagi seorang putra dari keluarga yang baik untuk berjalan
hanya dengan mengenakan sehelai pakaian. Tunggulah hingga aku pulang. Aku akan
memberikan kepadamu pakaian ini atau yang lebih bagus.”
Untuk kedua kali dan untuk ketiga kalinya Upananda mengatakan hal yang sama kepada si putra
pedagang, dan ia menerima jawaban yang sama. Kemudian ia berkata, “Apa gunanya
menawarkan kepadaku jika engkau tidak ingin memberi?”
Karena didesak oleh Upananda, putra pedagang itu memberikan sehelai pakaiannya dan pergi.
Orang-orang bertanya kepadanya mengapa ia bepergian dengan hanya sehelai pakaian, dan ia
memberitahu mereka apa yang terjadi. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik Upananda,
“Para monastik Sakya ini memiliki banyak keinginan. Mereka tidak puas. Bahkan untuk
memberikan penawaran wajar tidaklah mudah. Bagaimana mungkin mereka mengambil
pakaiannya ketika putra pedagang itu membuat penawaran yang wajar?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik Upananda, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda
meminta sehelai jubah dari si putra pedagang?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Upananda: “Benarkah, Upananda, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Apakah ia kerabatmu?”
“Bukan.”
“Orang dungu, orang-orang yang bukan kerabat tidak mengetahui apa yang selayaknya dan apa
yang tidak selayaknya, apa yang baik dan buruk, dalam berurusan satu sama lain. Dan masih saja
engkau melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu meminta sehelai jubah dari seorang perumah tangga laki-laki atau
perempuan yang bukan kerabat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.’”
Demikianlah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian sejumlah bhikkhu yang sedang melakukan perjalanan dari Sāketa menuju
Sāvatthī dirampok oleh para perampok. Mengetahui bahwa Sang Buddha telah menetapkan
aturan latihan ini dan karena takut melakukan kesalahan, mereka tidak meminta jubah. Sebagai
akibatnya, mereka berjalan telanjang menuju Sāvatthī, di mana mereka bersujud kepada para
bhikkhu. Para bhikkhu di sana berkata, “Para petapa Ājīvaka ini adalah orang-orang baik,
melihat mereka bersujud kepada para bhikkhu.”
“Kami bukan Ājīvaka! Kami adalah para bhikkhu!”
Para bhikkhu meminta Yang Mulia Upāli untuk memeriksa mereka.
Ketika para bhikkhu telanjang itu memberitahunya tentang apa yang telah terjadi, Upāli berkata
kepada para bhikkhu, “Mereka adalah para bhikkhu. Berikanlah mereka jubah.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu bepergian telanjang? Tidakkah seharusnya mereka menutup dengan
rerumputan dan dedaunan?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, jika jubah seorang bhikkhu dicuri atau hilang, Aku memperbolehkannya
untuk meminta jubah dari perumah tangga yang bukan kerabat. Pada vihara pertama di
mana ia sampai, jika Sangha memiliki sehelai jubah vihara, selembar alas tempat tidur,
alas lantai, atau penutup tempat tidur, maka ia harus mengambil itu dan mengenakannya,
dengan berpikir, ‘Ketika aku memperoleh jubah, aku akan mengembalikannya.’ Jika tidak
ada benda-benda ini, ia harus menutup dengan rerumputan dan dedaunan sebelum
melanjutkan perjalanan. Ia tidak boleh bepergian sambil telanjang. Jika ia melakukan itu,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan seperti berikut ini:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu meminta jubah dari perumah tangga laki-laki atau perempuan yang
bukan kerabat, kecuali pada situasi yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Berikut ini adalah situasi yang
diperbolehkan: jubahnya dicuri atau jubahnya hilang.’”

Definisi:
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bukan kerabat:
siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Perumah tangga laki-laki:
laki-laki mana pun yang hidup di rumah.
Perumah tangga perempuan:
perempuan mana pun yang hidup di rumah.
Jubah:
salah satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil daripada apa yang dapat
dialokasikan untuk orang lain.
Kecuali pada situasi yang diperbolehkan:
kecuali pada situasi yang diperbolehkan.
Jubahnya dicuri:
jubah seorang bhikkhu diambil oleh raja-raja, penjahat, perampok, atau siapa pun.
Jubahnya hilang:
jubah seorang bhikkhu terbakar, hanyut oleh air, dimakan tikus atau rayap, atau usang karena
pemakaian.

Jika ia meminta, kecuali pada situasi yang diperbolehkan, maka untuk usaha itu terjadi tindakan
pelanggaran perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan jubah, maka jubah itu harus dilepaskan.
Kain-jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1,
dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang aku terima setelah meminta dari seorang perumah
tangga bukan kerabat, tetapi bukan pada situasi yang diperbolehkan, akan dilepaskan.
Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus
mengembalikan … ‘Aku mengembalikan kain-jubah ini kepadamu.’”
Permutasi
Jika orang itu bukan kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, dan ia meminta kain-jubah
darinya, kecuali pada situasi yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika orang itu bukan kerabat, tetapi si bhikkhu tidak
dapat memastikannya, dan ia meminta kain-jubah darinya, kecuali pada situasi yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika orang itu bukan kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai kerabat, dan ia meminta
kain-jubah darinya, kecuali pada situasi yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika orang itu adalah kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu adalah kerabat, tetapi si bhikkhu tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu adalah
kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika itu adalah situasi yang diperbolehkan; jika ia meminta dari kerabat;
jika ia meminta dari mereka yang telah menawarkan; jika ia meminta untuk orang lain; jika itu
diperoleh dari harta kekayaannya sendiri; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang meminta dari bukan-kerabat, yang keenam, selesai.


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

7. Aturan Latihan tentang Lebih dari Itu


Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam berkata kepada para bhikkhu yang jubahnya telah dicuri, “Sang
Buddha telah memperbolehkan seorang bhikkhu yang jubahnya telah dicuri atau hilang untuk
meminta jubah dari perumah tangga yang bukan kerabat. Kalian harus meminta jubah.”
“Tidak perlu. Kami sudah mendapatkan.”
“Kami akan memintanya untukmu.”
“Lakukanlah sesukamu.”
Kemudian para bhikkhu dari kelompok enam mendatangi para perumah tangga dan berkata,
“Para bhikkhu yang jubahnya dicuri telah tiba. Sudilah memberi mereka jubah.” Dan mereka
meminta banyak jubah.
Segera setelah itu di aula pertemuan publik, seseorang berkata kepada orang lainnya, “Tuan,
para bhikkhu yang jubahnya dicuri telah tiba. Aku telah memberi jubah kepada mereka.”
Yang lainnya menjawab, “Aku juga.” Dan yang lainnya lagi mengatakan hal serupa.
Mereka mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para monastik
Sakya meminta banyak jubah tanpa berkecukupan? Apakah mereka akan berdagang kain atau
membuka toko?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam meminta banyak jubah tanpa berkecukupan?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang perumah tangga laki-laki atau perempuan yang bukan kerabat, mengundang
bhikkhu itu untuk mengambil banyak jubah, maka ia boleh menerima paling banyak satu
sarung dan satu jubah atas. Jika ia menerima lebih dari itu, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Bhikkhu itu:
bhikkhu yang jubahnya dicuri.
Bukan kerabat:
siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Perumah tangga laki-laki:
laki-laki mana pun yang hidup di rumah.
Perumah tangga perempuan:
perempuan mana pun yang hidup di rumah.
Banyak jubah:
jubah dalam jumlah banyak.
Mengundang untuk mengambil:
mengatakan, “Ambillah sebanyak yang engkau inginkan.”
Ia boleh menerima paling banyak satu sarung dan satu jubah atas:
jika tiga jubah hilang, maka ia boleh menerima dua; jika dua jubah hilang, maka ia boleh
menerima satu; jika satu jubah hilang, ia tidak boleh menerima sama sekali.
Jika ia menerima lebih dari itu:
jika ia meminta lebih dari itu, maka untuk usaha itu terjadi pelanggaran perbuatan salah. Ketika
ia mendapatkan jubahnya, maka jubah itu harus dilepaskan.

Jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, jubah ini, yang aku terima setelah meminta terlalu banyak dari seorang
perumah tangga bukan kerabat, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ …
Sangha harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan
jubah ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika orang itu bukan kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, dan ia meminta terlalu
banyak jubah darinya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika orang itu bukan kerabat, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan ia
meminta terlalu banyak jubah darinya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan. Jika orang itu bukan kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai
kerabat, dan ia meminta terlalu banyak jubah darinya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika orang itu adalah kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu adalah kerabat, tetapi si bhikkhu tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu adalah
kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia mengambil terlalu banyak, tetapi dengan maksud untuk
mengembalikan sisanya; jika mereka memberikan, dengan mengatakan, “Sisanya untukmu;” jika
mereka memberikan, tetapi bukan karena jubahnya dicuri; jika mereka memberikan, tetapi
bukan karena jubahnya hilang; jika itu dari kerabat; jika itu dari mereka yang telah memberikan
undangan; jika itu diperoleh dari harta kekayaannya sendiri; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.

Aturan latihan tentang lebih dari itu, yang ketujuh, selesai.


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

8. Aturan Latihan tentang Apa yang


Disisihkan
Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
seseorang berkata kepada istrinya, “Aku hendak memberikan kain-jubah kepada Yang Mulia
Upananda.”
Seorang bhikkhu pengumpul dana mendengar orang itu mengucapkan hal itu. Kemudian ia
mendatangi Upananda orang Sakya dan berkata, “Upananda, engkau memiliki jasa yang besar. Di
tempat itu aku mendengar seseorang berkata kepada istrinya bahwa ia hendak memberimu kain-
jubah.”
“Ia adalah penyokongku.”
Kemudian Upananda mendatangi orang itu dan berkata, “Benarkah bahwa engkau hendak
memberiku kain-jubah?”
“Benar, itu adalah apa yang kupikirkan.”
“Kalau begitu, berikan aku kain-jubah seperti ini. Karena apa gunanya memberikan kain-jubah
yang tidak akan kupakai?”
Orang itu mengeluhkan dan mengkritiknya, “Para monastik Sakya ini memiliki banyak
keinginan. Mereka tidak mengenal puas. Tidaklah mudah untuk memberikan kain-jubah kepada
mereka. Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda mendatangiku dan mengatakan jenis kain-
jubah yang ia inginkan tanpa terlebih dulu diundang olehku untuk meminta?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda mendatangi
seorang perumah tangga dan mengatakan jenis kain-jubah yang ia inginkan tanpa terlebih dulu
diundang untuk meminta?”
Segera menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Upananda: “Benarkah, Upananda, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Apakah ia adalah kerabatmu?”
“Bukan.”
“Orang dungu, orang-orang yang bukan kerabat tidak mengetahui apa yang selayaknya dan apa
yang tidak selayaknya, apa yang baik dan buruk, dalam berurusan satu sama lain. Dan masih saja
engkau melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang perumah tangga laki-laki atau perempuan telah menyisihkan dana jubah
untuk seorang bhikkhu yang bukan kerabat, dengan berpikir, “Dengan dana jubah ini aku
akan membelikan kain-jubah dan memberikannya kepada bhikkhu itu;” dan jika bhikkhu
itu, tanpa terlebih dulu diundang, mendatangi mereka dan menentukan jenis kain-jubah
yang ia inginkan, dengan mengatakan, “Baik sekali jika engkau menggunakan dana jubah
ini untuk membelikan kain-jubah jenis itu dan kemudian memberikannya kepadaku,” dan
ia melakukan itu karena ia menginginkan sesuatu yang bagus, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Untuk seorang bhikkhu:
untuk manfaat seorang bhikkhu; dengan menjadikan seorang bhikkhu sebagai objek
pertimbangan, ia ingin memberikan kepadanya.
Bukan kerabat:
Siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Perumah tangga laki-laki:
laki-laki mana pun yang hidup di rumah.
Perumah tangga perempuan:
perempuan mana pun yang hidup di rumah.
Dana jubah:
uang, emas, mutiara, permata, koral, kristal, kain, benang, atau wol katun.
Dengan dana jubah ini:
dengan apa yang ia miliki.
Aku akan membelikan:
setelah menukar.
Aku akan memberikan:
aku akan menyumbangkan.
Jika bhikkhu itu:
bhikkhu yang kepadanya dana jubah telah disisihkan.
Tanpa terlebih dulu diundang:
ia belum mengatakan sebelumnya: “Yang Mulia, jenis kain-jubah apakah yang engkau perlukan?
Jenis kain-jubah apakah yang dapat kubelikan untukmu?”
Mendatangi mereka:
setelah pergi ke rumah mereka atau setelah pergi ke mana pun.
Menentukan jenis kain-jubah yang ia inginkan:
mohon buat yang panjang atau lebar atau ditenun rapat atau lembut.
Dana jubah ini:
yang ia miliki.
Jenis itu:
panjang atau lebar atau ditenun rapat atau lembut.
Untuk membeli:
setelah menukar.
Memberikan:
menyumbangkan.
Karena ia menginginkan sesuatu yang bagus:
menginginkan sesuatu yang baik, menginginkan sesuatu yang mahal.

Jika umat awam itu membelikan kain-jubah yang panjang, lebar, ditenun rapat, atau lembut
karena ucapan bhikkhu itu, maka untuk usaha itu terjadi pelanggaran perbuatan salah. Ketika ia
mendapatkan kain-jubah itu, maka itu harus dilepaskan.

Kain-jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1,
dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang aku terima setelah mendatangi seorang perumah tangga
bukan kerabat dan mengatakan jenis kain-jubah apa yang aku inginkan tanpa terlebih
dulu diundang, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus
mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan kain-jubah ini
kepadamu.’”

Permutasi
Jika orang itu bukan kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, dan tanpa terlebih dulu
diundang, ia mendatangi mereka dan menentukan jenis kain-jubah yang ia inginkan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika orang itu bukan
kerabat, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan tanpa terlebih dulu diundang, ia
mendatangi mereka dan menentukan jenis kain-jubah yang ia inginkan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika orang itu bukan kerabat, tetapi
si bhikkhu menyadarinya sebagai kerabat, dan tanpa terlebih dulu diundang, ia mendatangi
mereka dan menentukan jenis kain-jubah yang ia inginkan, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika orang itu adalah kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu adalah kerabat, tetapi si bhikkhu tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu adalah
kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika itu adalah dari kerabat; jika itu adalah dari mereka yang telah
menyampaikan undangan; jika itu adalah untuk orang lain; jika itu diperoleh dari harta
kekayaannya sendiri; jika si perumah tangga ingin membeli sesuatu yang mahal, tetapi bhikkhu
itu menyuruh mereka membeli sesuatu yang murah; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang apa yang disisihkan, yang kedelapan, selesai.


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

9. Aturan Latihan Kedua tentang Apa yang


Disisihkan
Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
seseorang berkata kepada orang lainnya, “Aku hendak memberikan kain-jubah kepada Yang
Mulia Upananda.” Dan orang lainnya menjawab, “Aku juga.”
Seorang bhikkhu pengumpul dana mendengar percakapan itu. Kemudian ia mendatangi
Upananda orang Sakya dan berkata, “Upananda, engkau memiliki jasa yang besar. Di tempat itu
aku mendengar dua orang berbicara bahwa mereka masing-masing hendak memberimu kain-
jubah.”
“Mereka adalah penyokongku.”
Kemudian Upananda mendatangi orang-orang itu dan berkata, “Benarkah bahwa kalian hendak
memberiku kain-jubah?”
“Benar, itu adalah apa yang kami pikirkan.”
“Kalau begitu, berikan aku kain-jubah seperti ini. Karena apa gunanya memberikan kain-jubah
yang tidak akan kupakai?”
Orang-orang itu mengeluhkan dan mengkritiknya, “Para monastik Sakya ini memiliki banyak
keinginan. Mereka tidak mengenal puas. Tidaklah mudah untuk memberikan kain-jubah kepada
mereka. Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda mendatangi kami dan mengatakan jenis
kain-jubah yang ia inginkan tanpa terlebih dulu diundang oleh kami untuk meminta?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda
mendatangi para perumah tangga dan mengatakan jenis kain-jubah yang ia inginkan tanpa
terlebih dulu diundang untuk meminta?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Upananda: “Benarkah, Upananda, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Apakah mereka adalah kerabatmu?”
“Bukan.”
“Orang dungu, orang-orang yang bukan kerabat tidak mengetahui apa yang selayaknya dan apa
yang tidak selayaknya, apa yang baik dan buruk, dalam berurusan satu sama lain. Dan masih saja
engkau melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika dua perumah tangga laki-laki atau perempuan telah menyisihkan dana jubah terpisah
untuk seorang bhikkhu yang bukan kerabat, dengan berpikir, “Dengan dana jubah
terpisah ini, kami akan membelikan kain-jubah dan memberikannya kepada bhikkhu itu;”
dan jika bhikkhu itu, tanpa terlebih dulu diundang, mendatangi mereka dan menentukan
jenis kain-jubah yang ia inginkan, dengan mengatakan, “Baik sekali jika engkau
menggabungkan dana jubah terpisah ini untuk secara bersama membelikan kain-jubah
jenis itu dan kemudian memberikannya kepadaku,” dan ia melakukan itu karena ia
menginginkan sesuatu yang bagus, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Untuk seorang bhikkhu:
untuk manfaat seorang bhikkhu; dengan menjadikan seorang bhikkhu sebagai objek
pertimbangan, mereka ingin memberikan kepadanya.
Dua:
sepasang.
Bukan kerabat:
siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Perumah tangga laki-laki:
laki-laki mana pun yang hidup di rumah.
Perumah tangga perempuan:
perempuan mana pun yang hidup di rumah.
Dana jubah:
uang, emas, mutiara, permata, koral, kristal, kain, benang, atau wol katun.
Dengan dana jubah terpisah ini:
dengan apa yang mereka miliki.
Kami akan membelikan:
setelah menukar.
Kami akan memberikan:
kami akan menyumbangkan.
Jika bhikkhu itu:
bhikkhu yang kepadanya dana jubah telah disisihkan.
Tanpa terlebih dulu diundang:
mereka belum mengatakan sebelumnya: “Yang Mulia, jenis kain-jubah apakah yang engkau
perlukan? Jenis kain-jubah apakah yang dapat kami belikan untukmu?”
Mendatangi mereka:
setelah pergi ke rumah mereka atau setelah pergi ke mana pun.
Menentukan jenis kain-jubah yang ia inginkan:
mohon buat yang panjang atau lebar atau ditenun rapat atau lembut.
Dana jubah terpisah ini:
yang mereka miliki.
Jenis itu:
panjang atau lebar atau ditenun rapat atau lembut.
Untuk membeli:
setelah menukar.
Memberikan:
menyumbangkan.
Menggabungkan secara bersama:
dua orang menyediakan satu kain-jubah untuknya.
Karena ia menginginkan sesuatu yang bagus:
menginginkan sesuatu yang baik, menginginkan sesuatu yang mahal.
Jika para perumah tangga itu membelikan kain-jubah yang panjang, lebar, ditenun rapat, atau
lembut karena ucapan bhikkhu itu, maka untuk usaha itu terjadi pelanggaran perbuatan salah.
Ketika ia mendapatkan kain-jubah itu, maka itu harus dilepaskan.

Jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang aku terima setelah mendatangi para perumah tangga
bukan kerabat dan mengatakan jenis kain-jubah apa yang aku inginkan tanpa terlebih
dulu diundang, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus
mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan kain-jubah ini
kepadamu.’”
Permutasi
Jika para perumah tangga itu bukan kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, dan tanpa
terlebih dulu diundang, ia mendatangi mereka dan menentukan jenis kain-jubah yang ia
inginkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika
para perumah tangga itu bukan kerabat, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan tanpa
terlebih dulu diundang, ia mendatangi mereka dan menentukan jenis kain-jubah yang ia
inginkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika
para perumah tangga itu bukan kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai kerabat, dan
tanpa terlebih dulu diundang, ia mendatangi mereka dan menentukan jenis kain-jubah yang ia
inginkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika para perumah tangga itu adalah kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai bukan
kerabat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika para perumah tangga itu adalah
kerabat, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika para perumah tangga itu adalah kerabat dan si bhikkhu menyadarinya
demikian, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika itu adalah dari kerabat; jika itu adalah dari mereka yang telah
menyampaikan undangan; jika itu adalah untuk orang lain; jika itu diperoleh dari harta
kekayaannya sendiri; jika para perumah tangga ingin membeli sesuatu yang mahal, tetapi
bhikkhu itu menyuruh mereka membeli sesuatu yang murah; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.

Aturan latihan kedua tentang apa yang disisihkan, yang kesembilan, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

10. Aturan Latihan tentang Raja-Raja


Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu seorang pejabat negara adalah penyokong Yang Mulia Upananda orang Sakya. Suatu
hari pejabat itu mengirimkan dana jubah melalui seorang utusan, dengan mengatakan, “Belikan
kain-jubah dengan dana ini dan berikan kepada Yang mulia Upananda.”
Utusan itu mendatangi Upananda dan berkata, “Yang Mulia, aku membawakan dana jubah
untukmu. Silakan diterima.”
“Kami tidak menerima dana jubah, tetapi kami menerima kain-jubah yang diperbolehkan pada
waktu yang diperbolehkan.”
“Adakah orang yang menyediakan pelayanan bagimu?”
Saat itu seorang umat awam datang ke vihara untuk suatu urusan. Upananda memberitahu si
utusan, “Umat awam ini menyediakan pelayanan bagi para bhikkhu.”
Utusan itu memberikan instruksi kepada si umat awam dan kemudian kembali kepada Upananda,
dengan mengatakan, “Aku telah memberikan instruksi kepada umat awam yang engkau tunjuk.
Silakan mendatanginya pada waktu yang diperbolehkan dan ia akan memberimu kain-jubah.”
Beberapa lama kemudian si pejabat negara mengirim pesan kepada Upananda, yang mengatakan,
“Sudilah menggunakan kain-jubah itu. Aku ingin engkau menggunakan kain-jubah itu.” Tetapi
Upananda tidak menjawab. Pejabat negara itu mengirim pesan yang sama untuk kedua kalinya,
tetapi sekali lagi Upananda tidak menjawab. Kemudian si pejabat negara mengirim pesan untuk
ketiga kalinya.
Pada saat itu perkumpulan perumah tangga sepakat bahwa siapa pun yang terlambat menghadiri
pertemuan akan didenda lima puluh keping uang. Dan saat itu mereka sedang mengadakan
pertemuan. Saat itu pula Upananda mendatangi umat awam itu dan berkata, “Aku menginginkan
kain-jubah.”
“Sudilah menunggu satu hari, Yang Mulia, karena hari ini ada pertemuan perkumpulan perumah
tangga. Mereka telah membuat kesepakatan bahwa siapa pun yang datang terlambat akan
didenda lima puluh keping uang.”
Dengan berkata, “Berikan kain-jubah kepadaku hari ini,” ia menangkapnya pada sabuknya.
Karena didesak oleh Upananda, umat awam itu membelikan kain-jubah untuknya, dan sebagai
akibatnya ia terlambat menghadiri pertemuan. Orang-orang bertanya kepadanya, “Tuan,
mengapa engkau terlambat? Engkau baru saja kehilangan lima puluh keping uang.”
Ketika umat awam itu memberitahu mereka apa yang terjadi, mereka mengeluhkan dan
mengkritik Upananda, “Para monastik Sakya ini memiliki banyak keinginan. Mereka tidak
mengenal puas. Tidaklah mudah untuk memberikan pelayanan kepada mereka. Bagaimana
mungkin Yang Mulia Upananda tidak menerima ketika diminta oleh seorang umat awam untuk
menunggu selama satu hari?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda tidak
menerima ketika diminta oleh seorang umat awam untuk menunggu selama satu hari?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Upananda: “Benarkah, Upananda, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini. Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang raja, seorang pembantu raja, seorang brahmana, atau seorang perumah
tangga mengirimkan dana jubah untuk seorang bhikkhu melalui seorang utusan, dengan
mengatakan, “Belikan kain-jubah dengan dana jubah ini dan berikan kepada bhikkhu itu,”
dan si utusan mendatangi bhikkhu itu dan berkata, “Yang Mulia, aku membawakan dana
jubah untukmu. Silakan menerimanya,” kemudian bhikkhu itu menjawab, ‘Kami tidak
menerima dana jubah, tetapi kami menerima kain-jubah yang diperbolehkan pada waktu
yang diperbolehkan.’ Jika si utusan mengatakan, “Adakah orang yang menyediakan
pelayanan bagimu?” Bhikkhu itu, jika ia membutuhkan kain-jubah, harus menunjuk
seorang pekerja vihara atau seorang umat awam dan berkata, “Ia menyediakan pelayanan
bagi para bhikkhu.” Jika si utusan memberikan instruksi kepada si penyedia pelayanan
dan kemudian kembali kepada bhikkhu tersebut, dengan mengatakan, “Yang Mulia, aku
telah memberikan instruksi kepada penyedia pelayanan yang engkau tunjuk. Silakan
mendatanginya pada waktu yang diperbolehkan dan ia akan memberimu kain-jubah.”
Kemudian, jika bhikkhu itu memerlukan kain-jubah, ia boleh mendatangi penyedia
pelayanan dan mendesak dan mengingatkannya dua atau tiga kali, dengan mengatakan,
“Aku memerlukan kain-jubah.” Jika ia kemudian mendapatkan kain-jubah, maka itu baik.
Jika ia tidak mendapatkannya, maka ia boleh berdiri diam untuk itu maksimal sebanyak
enam kali. Jika ia kemudian mendapatkan kain-jubah, maka itu baik. Jika ia melakukan
usaha lebih jauh dan kemudian mendapatkan kain-jubah, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia tidak mendapatkan kain-jubah,
maka ia harus mendatangi pemilik dana jubah itu, atau mengirim pesan, yang
mengatakan, “Bhikkhu itu tidak menerima manfaat apa pun dari dana jubah yang engkau
kirim untuknya. Silakan mengambil kembali apa yang menjadi milikmu, atau dana jubah
itu akan lenyap.” Ini adalah prosedur yang benar.’”

Definisi
Untuk seorang bhikkhu:
untuk manfaat seorang bhikkhu; dengan menjadikan seorang bhikkhu sebagai objek
pertimbangan, seseorang ingin memberikan kepadanya.
Seorang raja:
siapa pun yang berkuasa.
Seorang pembantu raja:
siapa pun yang memperoleh makanan dan upah dari seorang raja.
Seorang brahmana:
brahmana melalui kelahiran.
Seorang perumah tangga:
siapa pun selain raja, pembantu raja, dan brahmana.
Dana jubah:
uang, emas, mutiara, atau permata.
Dengan dana jubah ini:
dengan apa yang dimiliki seseorang.
Membeli:
setelah menukar.
Memberikan:
menyumbangkan.
Dan utusan itu mendatangi bhikkhu itu dan berkata, “Yang Mulia, aku telah membawakan
dana jubah untukmu. Silakan diterima,” kemudian bhikkhu itu harus menjawab, “Kami
tidak menerima dana jubah, tetapi kami menerima kain-jubah yang diperbolehkan pada
waktu yang diperbolehkan.” Jika utusan itu mengatakan, “Adakah orang yang
menyediakan pelayanan bagimu?” Bhikkhu itu, jika ia membutuhkan kain-jubah, harus
menunjuk seorang pekerja vihara atau seorang umat awam dan berkata, “Ia menyediakan
pelayanan bagi para bhikkhu”:
Ia tidak boleh mengatakan, “Berikan kepadanya,” “Ia akan menyimpannya,” “Ia akan melakukan
pertukaran,” “Ia akan membelikan.”
Jika si utusan memberikan instruksi kepada si penyedia pelayanan dan kemudian kembali
kepada bhikkhu tersebut dan mengatakan, “Yang Mulia, aku telah memberikan instruksi
kepada penyedia pelayanan yang engkau tunjuk. Silakan mendatanginya pada waktu yang
diperbolehkan dan ia akan memberimu kain-jubah.” Kemudian, jika bhikkhu itu
memerlukan kain-jubah, ia boleh mendatangi penyedia pelayanan dan mendesak dan
mengingatkannya dua atau tiga kali, dengan mengatakan, “Aku memerlukan kain-jubah”:
Ia tidak boleh mengatakan, “Berikan aku kain-jubah,” “Dapatkan kain-jubah untukku,” “Lakukan
pertukaran untuk mendapatkan kain-jubah untukku,” “Belikan aku kain-jubah.”
Ia harus mengatakannya untuk kedua kali dan ketiga kalinya.
Jika ia mendapatkannya, maka itu baik. Jika ia tidak mendapatkannya, ia harus pergi ke
sana dan berdiri diam untuk itu.
Ia tidak boleh duduk di tempat duduk. Ia tidak boleh menerima makanan. Ia tidak boleh
membabarkan ajaran. Jika ia ditanya, "Mengapa engkau datang?" ia harus menjawab,
"Pikirkanlah." Jika ia duduk di tempat duduk, atau ia menerima makanan, atau ia membabarkan
suatu ajaran, maka ia kehilangan satu kesempatan untuk berdiri.
Ia boleh berdiri untuk kedua kali dan ketiga kalinya. Jika ia mendesak empat kali, ia dapat berdiri
empat kali. Jika ia mendesak lima kali, ia dapat berdiri dua kali. Jika ia mendesak enam kali, maka
ia tidak dapat berdiri sama sekali.
Jika ia melakukan usaha lebih jauh dan kemudian kain-jubah muncul,
maka untuk usaha itu terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan kain-jubah, maka
itu harus dilepaskan.
Kain-jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. … (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang aku terima setelah mendesak lebih dari tiga kali dan
berdiri lebih dari enam kali, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ …
Sangha harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan
kain-jubah ini kepadamu.’”
Jika ia tidak mendapatkan kain-jubah, maka ia harus mendatangi pemilik dana jubah itu,
atau mengirim pesan, yang mengatakan, “Bhikkhu itu tidak menerima manfaat apa pun
dari dana jubah yang engkau kirim untuknya. Silakan mengambil kembali apa yang
menjadi milikmu, atau dana jubah itu akan lenyap.”
Ini adalah prosedur yang benar:
ini adalah metode yang benar.

Permutasi
Jika ia mendesak lebih dari tiga kali dan berdiri lebih dari enam kali, dan ia menyadarinya
sebagai lebih, dan ia mendapatkan kain-jubah, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia mendesak lebih dari tiga kali dan berdiri lebih
dari enam kali, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia mendapatkan kain-jubah, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia mendesak lebih
dari tiga kali dan berdiri lebih dari enam kali, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, dan ia
mendapatkan kain-jubah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia mendesak kurang dari tiga kali dan berdiri kurang dari enam kali, tetapi ia menyadarinya
sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendesak kurang dari tiga
kali dan berdiri kurang dari enam kali, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendesak kurang dari tiga kali dan berdiri kurang dari
enam kali, dan ia menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia mendesak tiga kali dan berdiri enam kali; jika ia mendesak kurang
dari tiga kali dan berdiri kurang dari enam kali; jika diberikan tanpa didesak; jika pemiliknya
mendesak dan kemudian diberikan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang raja-raja, yang kesepuluh, selesai.
SUB-BAB PERTAMA TENTANG MUSIM JUBAH SELESAI.
Berikut ini adalah rangkumannya:

“Tiga tentang musim jubah yang berakhir,


Dan mencuci, menerima;
Tiga dari mereka yang tidak ada hubungan kerabat,
Keduanya, dan dengan utusan.”
oleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

11. Aturan Latihan tentang Sutra


Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Āḷavī di Altar Aggāḷava, para bhikkhu dari
kelompok enam mendatangi para pembuat sutra dan berkata, “Mohon rebus sekumpulan ulat
sutra dan berikan kami sutra. Kami ingin membuat selimut yang mengandung sutra.” Para
pembuat sutra mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para monastik Sakya
datang dan mengatakan hal demikian kepada kami? Adalah kemalangan bagi kami bahwa kami
harus membunuh makhluk-makhluk kecil itu karena penghidupan kami dan karena istri-istri
dan anak-anak kami.”
Para bhikkhu mendengar keluhan para pembuat sutra tersebut, dan para bhikkhu yang memiliki
sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para
bhikkhu dari kelompok enam mendatangi para pembuat sutra dan mengatakan hal demikian?”
Setelah menegur mereka dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah
itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian dapat
melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu,
aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat selimut yang mengandung sutra, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Selimut:
ini yang dibuat dengan cara menaburkan, bukan dengan menenun.
Membuat:
Jika ia membuat selimut yang mengandung bahkan satu helai benang sutra, atau ia menyuruh
membuat, maka untuk usaha itu terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan
selimut itu, maka itu harus dilepaskan.

Selimut itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, selimut itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, selimut ini yang mengandung sutra, yang kubuat, akan dilepaskan. Aku
melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus
mengembalikan … ‘Aku mengembalikan selimut ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia
mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menyelesaikan sendiri apa yang dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang
dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia membuat, atau menyuruh orang lain membuat, untuk orang lain, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendapatkan apa yang dibuat orang lain dan kemudian
menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia membuat sebuah kanopi, penutup lantai, tirai kain, matras, atau
bantal; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang sutra, yang pertama, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

12. Aturan Latihan tentang Seluruhnya


Hitam
Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di aula beratap lancip di Hutan Besar di
dekat Vesālī, para bhikkhu dari kelompok enam membuat selimut yang terbuat seluruhnya dari
wol hitam. Orang-orang yang sedang berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman
mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para monastik Sakya ini membuat
selimut yang terbuat seluruhnya dari wol hitam? Mereka seperti para perumah tangga yang
menikmati kenikmatan duniawi!”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang tersebut, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam membuat selimut yang terbuat seluruhnya dari wol hitam?”
Setelah menegur mereka dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah
itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian dapat
melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu,
aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat selimut yang terbuat seluruhnya dari wol hitam, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Hitam:
ada dua jenis hitam: hitam alami dan hitam celupan.
Selimut:
ini yang dibuat dengan cara menaburkan, bukan dengan menenun.
Membuat:
Jika ia membuat selimut, atau menyuruh membuat, maka untuk usaha itu terjadi tindakan
perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan selimut itu, maka itu harus dilepaskan.

Selimut itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, selimut itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, selimut ini, yang kubuat seluruhnya dari wol hitam, akan dilepaskan. Aku
melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus
mengembalikan … ‘Aku mengembalikan selimut ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia
mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menyelesaikan sendiri apa yang dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang
dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia membuat, atau menyuruh orang lain membuatkan, untuk orang lain, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendapatkan apa yang dibuat orang lain dan
menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia membuat kanopi, penutup lantai, tirai kain, matras, atau bantal;
jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang seluruhnya hitam, yang kedua, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

13. Aturan Latihan tentang Dua Bagian


Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam, mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang
membuat selimut yang terbuat seluruhnya dari wol hitam, menambahkan hanya sedikit warna
putih pada tepinya. Dengan cara ini mereka membuat selimut yang terbuat seluruhnya dari wol
hitam. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka,
“Bagaimana mungkin para bhikkhu dari kelompok enam melakukan hal ini?”
Setelah menegur mereka dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah
itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian dapat
melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu,
aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat selimut baru, ia harus menggunakan dua bagian dari
keseluruhan wol hitam, bagian ketiga putih, dan bagian keempat cokelat. Jika ia membuat
selimut baru tanpa menggunakan dua bagian dari keseluruhan wol hitam, bagian ketiga
putih, dan bagian keempat cokelat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Baru:
yang dimaksudkan adalah baru dibuat.
Selimut:
ini yang dibuat dengan cara menaburkan, bukan dengan menenun.
Membuat:
membuatnya sendiri atau menyuruh untuk membuatkan.
Ia harus menggunakan dua bagian dari keseluruhan wol hitam:
setelah menimbangnya, ia harus menggunakan dua bagian.
Bagian ketiga putih:
satu bagian putih.
Bagian keempat cokelat:
satu bagian cokelat.
Tanpa menggunakan dua bagian dari keseluruhan wol hitam, bagian ketiga putih, dan
bagian keempat cokelat:
Jia ia membuatnya, atau menyuruh membuatkan, tanpa menggunakan dua bagian dari
keseluruhan wol hitam, satu bagian putih, dan satu bagian cokelat, maka untuk usaha itu terjadi
tindakan perbuatan salah. Jika ia mendapatkan selimut itu, maka itu harus dilepaskan.

Selimut itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, selimut itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, selimut ini, yang kubuat tanpa menggunakan dua bagian dari keseluruhan wol
hitam, satu bagian putih, dan satu bagian cokelat, akan dilepaskan. Aku melepaskannya
kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku
mengembalikan selimut ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia
mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menyelesaikan sendiri apa yang dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang
dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia membuat, atau menyuruh orang lain membuat, untuk orang lain, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendapatkan apa yang dibuat orang lain dan kemudian
menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia membuatnya menggunakan satu bagian putih dan satu bagian
cokelat; jika ia membuatnya menggunakan lebih dari satu bagian putih dan lebih dari satu bagian
cokelat; jika ia membuatnya hanya menggunakan putih dan cokelat; jika ia membuat sebuah
kanopi, penutup lantai, tirai kain, matras, atau bantal; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang dua bagian, yang ketiga, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

14. Aturan Latihan tentang Enam Tahun


Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu sedang membuat selimut-selimut yang dibuat setiap tahun. Mereka
terus-menerus mengemis dan meminta, “Mohon berikan wol! Kami memerlukan wol!” Orang-
orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para monastik Sakya
membuat selimut setiap tahun, dengan mengemis dan meminta, ‘Mohon berikan wol! Kami
memerlukan wol!’? Kami hanya membuat selimut untuk diri kami sendiri setiap lima atau enam
tahun, walaupun anak-anak kami mengompolinya dan tikus-tikus menggigitnya.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para bhikkhu itu
melakukan hal ini?”
Setelah menegur mereka dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah
itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka, “Bagaimana mungkin orang-orang dungu ini dapat melakukan
hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu membuat selimut baru, ia harus menyimpannya selama enam tahun.
Apakah selimut itu telah diberikan atau tidak, jika ia membuat selimut baru dalam kurang
dari enam tahun, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.’”
Demikianlah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Pada suatu ketika seorang bhikkhu di Kosambī jatuh sakit. Sanak-saudaranya mengirim pesan,
yang mengatakan, “Pulanglah, Yang Mulia, kami akan merawatmu.” Para bhikkhu mendesaknya
untuk pergi, tetapi ia berkata, “Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan bahwa seorang
bhikkhu yang telah membuat selimut baru harus menyimpannya selama enam tahun. Sekarang
karena aku sakit, maka aku tidak dapat melakukan perjalanan dengan selimutku. Dan karena aku
tidak nyaman tanpa selimut itu, maka aku tidak dapat pergi.”
Mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, aku memperbolehkan kalian untuk memberikan izin selimut kepada
seorang bhikkhu yang sakit.
Dan izin ini harus diberikan seperti berikut. Setelah menghadap Sangha, bhikkhu yang sakit
harus menata jubah atasnya di satu bahu dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia
harus berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata, ‘Para Mulia, aku sakit. Aku
tidak mampu melakukan perjalanan dengan selimutku. Aku memohon izin selimut dari Sangha.’
Dan ia harus mengakukan permohonan untuk kedua dan ketiga kalinya. Kemudian seorang
bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini sakit. Ia
tidak mampu melakukan perjalanan dengan selimutnya. Ia memohon izin selimut dari
Sangha. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus memberikan izin selimut kepada
bhikkhu ini. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini sakit. Ia
tidak mampu melakukan perjalanan dengan selimutnya. Ia memohon izin selimut dari
Sangha. Sangha memberikan izin selimut kepada bhikkhu ini. Bhikkhu mana pun yang
menyetujui memberikan izin selimut kepada bhikkhu ini harus berdiam diri. Bhikkhu
mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Sangha telah memberikan izin selimut kepada bhikkhu ini. Sangha menyetujui dan oleh
karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan seperti berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat selimut baru, ia harus menyimpannya selama enam tahun.
Apakah selimut itu telah diberikan atau tidak, jika ia membuat selimut baru dalam kurang
dari enam tahun, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Baru:
yang dimaksudkan adalah baru dibuat.
Selimut:
ini yang dibuat dengan cara menaburkan, bukan dengan menenun.
Membuat:
membuatnya sendiri atau menyuruh untuk membuatkan.
Ia harus menyimpannya selama enam tahun:
ia harus menggunakannya paling sedikit selama enam tahun.
Dalam kurang dari enam tahun:
tidak sampai enam tahun.
Selimut itu telah diberikan:
selimut itu diberikan kepada orang lain.
Tidak:
selimut itu tidak diberikan kepada orang lain.
Kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui:
Jika ia membuat selimut baru, atau menyuruh orang lain membuatkan, kecuali jika para bhikkhu
telah menyetujui, maka untuk usaha tersebut terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika ia
mendapatkan selimut itu, maka itu harus dilepaskan.

Selimut itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, selimut itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, selimut ini, yang kubuat kurang dari enam tahun tanpa persetujuan para
bhikkhu, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus
mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan selimut ini
kepadamu.’”

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia
mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menyelesaikan sendiri apa yang dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang
dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia membuatnya setelah enam tahun; jika ia membuatnya setelah
lebih dari enam tahun; jika ia membuatnya, atau menyuruh membuatkan, untuk orang lain; jika
ia mendapatkan apa yang dibuat orang lain dan kemudian menggunakannya; jika ia membuat
sebuah kanopi, penutup lantai, tirai kain, matras, atau bantal; jika ia mendapatkan persetujuan
dari para bhikkhu; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang enam tahun, yang keempat, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

15. Aturan Latihan tentang Alas-duduk


Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Di sana Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, Aku hendak melakukan retret
menyendiri selama tiga bulan. Tidak ada seorang pun yang boleh mengunjungiKu kecuali yang
membawakan dana makanan.”
“Baik, Yang Mulia,” mereka menjawab, dan tidak ada seorang pun yang mengunjungi Beliau
kecuali yang membawakan dana makanan untuk Beliau.
Segera setelah itu Sangha di Sāvatthī membuat kesepakatan: “Sang Buddha hendak melakukan
retret menyendiri selama tiga bulan. Tidak ada seorang pun yang boleh mengunjungi Beliau
kecuali yang membawakan dana makanan. Siapa pun yang melakukannya harus mengakui
pelanggaran yang mengharuskan pengakuan.”
Saat itu Yang Mulia Upasena dari Vaṅganta dan para pengikutnya menghadap Sang Buddha,
bersujud, dan duduk. Karena adalah kebiasaan para Buddha untuk menyapa para bhikkhu yang
baru datang, maka Sang Buddha berkata kepada Upasena, “Aku harap engkau baik-baik saja,
Upasena, Aku harap engkau bertahan. Aku harap engkau tidak lelah karena perjalanan.”
“Kami baik-baik saja, Yang Mulia, kami bertahan. Kami tidak lelah karena perjalanan.”
Salah seorang siswa Upasena duduk tidak jauh dari Sang Buddha, dan Sang Buddha berkata
kepadanya, “Apakah engkau menyukai jubah kain-usang, bhikkhu?”
“Aku tidak menyukai jubah kain-usang, Yang Mulia.”
“Kalau begitu mengapa engkau memakainya?”
“Penahbisku memakainya, maka aku juga memakainya.”
Dan Sang Buddha berkata kepada Upasena, “Upasena, para pengikutmu sungguh menginspirasi.
Bagaimanakah engkau mendidik mereka?”
“Ketika seseorang meminta penahbisan penuh dariku, aku memberitahu mereka seperti ini: ‘Aku
menetap di hutan belantara, aku hanya memakan dana makanan, dan aku mengenakan jubah
kain-usang. Jika engkau melakukan hal yang sama, maka aku akan memberimu penahbisan
penuh.’ Jika ia menerima, maka aku menahbiskannya. Jika tidak, maka aku tidak
menahbiskannya. Dan aku melakukan hal yang sama ketika seseorang meminta dukungan
dariku. Adalah dengan cara ini aku mendidik para pengikutku.”
“Bagus, Upasena, engkau mendidik para pengikutmu dengan baik. Tetapi tahukah engkau
mengenai kesepakatan yang dibuat oleh Sangha di Sāvatthī?”
“Tidak.”
“Sangha di Sāvatthī membuat kesepakatan ini: ‘Sang Buddha hendak melakukan retret
menyendiri selama tiga bulan. Tidak ada seorang pun yang boleh mengunjungi Beliau kecuali
yang membawakan dana makanan. Siapa pun yang melakukannya harus mengakui pelanggaran
yang mengharuskan pengakuan.’”
“Yang Mulia, biarlah Sangha di Sāvatthī dikenal dengan kesepakatan ini. Akan tetapi, kami tidak
menetapkan aturan-aturan baru, juga tidak menghapus aturan-aturan yang telah ada. Kami
berlatih dan menjalankan aturan-aturan latihan sebagaimana adanya.”
“Bagus, Upasena. Seseorang seharusnya tidak menetapkan aturan-aturan baru, juga tidak
menghapuskan aturan-aturan yang telah ada. Seseorang berlatih dan menjalankan aturan-aturan
latihan sebagaimana adanya.
Dan, Upasena, Aku memperbolehkan para bhikkhu itu yang menetap di hutan belantara,
yang hanya memakan dana makanan, dan yang memakai jubah kain-usang untuk
mengunjungiKu kapanpun mereka menginginkan.”
Upasena dan para pengikutnya bangkit dari duduk mereka, bersujud, mengelilingi Sang Buddha
dengan sisi kanan mereka menghadap Sang Buddha, dan pergi. Saat itu sejumlah bhikkhu sedang
berdiri di luar gerbang, dengan pikiran, “Kami akan membuat Yang Mulia Upasena mengakui
pelanggaran yang mengharuskan pengakuan.” Dan mereka berkata kepada Upasena, “Upasena,
tahukah engkau mengenai kesepakatan Sangha di Sāvatthī?”
“Sang Buddha menanyakan kepadaku pertanyaan yang sama, dan aku menjawab bahwa aku tidak
tahu. Kemudian Beliau memberitahuku kesepakatan itu, dan aku berkata, ‘Yang Mulia, biarlah
Sangha di Sāvatthī dikenal dengan kesepakatan ini. Akan tetapi, kami tidak menetapkan aturan-
aturan baru, juga tidak menghapus aturan-aturan yang telah ada. Kami berlatih dan menjalankan
aturan-aturan latihan sebagaimana adanya.’ Juga, Sang Buddha telah memperbolehkan para
bhikkhu itu yang menetap di hutan belantara, yang hanya memakan dana makanan, dan yang
memakai jubah kain-usang untuk mengunjungi Beliau kapan pun mereka menginginkan.”
Para bhikkhu itu berpikir, “Adalah benar apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Upasena.”
Para bhikkhu mendengar bahwa Sang Buddha telah memperbolehkan para bhikkhu itu yang
menetap di hutan belantara, yang hanya memakan dana makanan, dan yang memakai jubah
kain-usang untuk mengunjungi Beliau kapan pun mereka menginginkan. Karena ingin menemui
Sang Buddha, mereka membuang selimut mereka dan menjalankan praktik menetap di hutan
belantara, hanya memakan dana makanan, dan memakai jubah kain-usang.
Tidak lama setelah itu, ketika Sang Buddha dan sejumlah bhikkhu sedang berjalan-jalan di
sekitar tempat-tempat kediaman, Beliau melihat selimut-selimut yang dibuang di sana-sini.
Beliau bertanya kepada para bhikkhu, “Siapakah pemilik selimut-selimut yang dibuang ini?”
Para bhikkhu memberitahu Beliau. Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan
berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan aturan latihan
untuk sepuluh alasan berikut ini: demi kesejahteraan Sangha, demi kenyamanan Sangha, demi
pengekangan orang-orang jahat, demi kemudahan para bhikkhu berperilaku baik, untuk
mengekang kekotoran sehubungan dengan kehidupan saat ini, untuk mengekang kekotoran
sehubungan dengan kehidupan mendatang, untuk memunculkan keyakinan pada mereka yang
tidak berkeyakinan, untuk meningkatkan keyakinan pada mereka yang telah berkeyakinan, demi
panjangnya umur Ajaran sejati, dan demi mendukung latihan. Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan seperti berikut:
Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat sebuah alas-duduk, ia harus menambahkan sepotong kain
sebesar satu jengkal normal yang diambil dari tepi sebuah selimut lama untuk
membuatnya buruk. Jika ia membuat sebuah alas duduk baru tanpa menambahkan
sepotong kain sebesar satu jengkal normal yang diambil dari tepi sebuah selimut lama,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Alas duduk:
yang dimaksudkan adalah yang memiliki tepian.
Selimut:
ini yang dibuat dengan cara menaburkan, bukan dengan menenun.
Membuat:
membuatnya sendiri atau menyuruh untuk membuatkan.
Selimut lama:
bahkan yang baru dipakai satu kali.
Ia harus menambahkan sepotong kain sebesar satu jengkal normal yang diambil dari tepi
sebuah selimut lama untuk membuatnya buruk:
untuk memperkuatnya, ia memotong melingkar atau persegi, dan kemudian menambahkannya
pada satu tempat atau ia menaburkannya setelah mencabiknya.
Tanpa menambahkan sepotong kain sebesar satu jengkal normal yang diambil dari tepi
sebuah selimut lama:
Jika ia membuat sebuah alas-duduk baru, atau menyuruh membuatkan, tanpa menambahkan
sepotong kain sebesar satu jengkal normal yang diambil dari tepi sebuah selimut lama, maka
untuk usaha tersebut terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan alas-duduk itu,
maka itu harus dilepaskan.

Alas-duduk itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, alas-duduk itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1,
dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, alas-duduk ini, yang kubuat tanpa menambahkan sepotong kain sebesar satu
jengkal normal yang diambil dari tepi sebuah selimut lama, akan dilepaskan. Aku
melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus
mengembalikan … ‘Aku mengembalikan alas-duduk ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia
mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menyelesaikan sendiri apa yang dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang
dimulai orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia membuat, atau menyuruh orang lain membuatkan, untuk orang lain, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia membuatnya dengan menambahkan sepotong kain sebesar satu
jengkal normal yang diambil dari tepi sebuah selimut lama; jika tidak dapat mendapatkan
potongan demikian lalu ia menambahkan potongan yang lebih kecil; jika ia tidak mampu
mendapatkan potongan yang lebih kecil lalu ia membuatnya tanpa menambahkan potongan itu;
jika ia mendapatkan apa yang dibuat orang lain dan kemudian menggunakannya; jika ia
membuat sebuah kanopi, penutup lantai, tirai kain, matras, atau bantal; jika ia gila; jika ia adalah
pelaku pertama.
Aturan latihan tentang alas-duduk, yang kelima, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

16. Aturan Latihan tentang Wol


Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
seorang bhikkhu tertentu diberikan wol sewaktu berjalan melewati negeri Kosala dalam
perjalanannya menuju Sāvatthī. Ia mengikatnya menjadi sebuah buntelan dengan jubah atasnya
dan membawanya. Orang-orang yang melihatnya meledeknya, “Yang Mulia, berapakah
harganya? Berapakah keuntungannya?” Sebagai akibatnya ia menjadi malu.
Ketika ia sampai di Sāvatthī, ia membuang wol itu ke atas tanah. Para bhikkhu bertanya
kepadanya mengapa ia membuangnya.
“Orang-orang meledekku karena wol ini.”
“Tetapi berapa jauhkah engkau membawanya?”
“Lebih dari 40 kilometer.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin seorang bhikkhu membawa wol sampai lebih dari 40 kilometer?”
Setelah menegur bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera
setelah itu Sang Buddha mengumpulkan para bhikkhu dan menanyai bhikkhu itu: “Benarkah,
bhikkhu, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan seperti berikut:

Aturan akhir
‘Jika wol diberikan kepada seorang bhikkhu yang sedang melakukan perjalanan, ia boleh
menerimanya jika ia menginginkan. Jika ia menerimanya dan tidak ada orang lain yang
membawakannya, ia boleh membawanya sendiri sampai paling jauh 40 kilometer. Jika ia
membawanya lebih jauh dari itu, bahkan jika tidak ada orang lain yang membawakannya,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Kepada seorang bhikkhu yang sedang melakukan perjalanan:
kepada seorang bhikkhu yang sedang berjalan di jalan raya.
Jika wol diberikan:
jika wol itu diberikan oleh suatu sangha, oleh suatu kelompok, oleh seorang kerabat, oleh
seorang teman, atau jika itu adalah wol yang dibuang, atau jika ia mendapatkannya dengan harta
kekayaannya sendiri.
Jika ia menginginkan:
jika ia menginginkannya, ia boleh menerimanya.
Jika ia menerimanya, ia boleh membawanya sendiri sampai paling jauh 40 kilometer:
ia boleh membawanya sendiri maksimum sejauh 40 kilometer.
Tidak ada orang lain yang membawakannya:
tidak ada orang lain yang membawakannya, apakah seorang perempuan atau laki-laki, seorang
umat awam atau monastik.
Jika ia membawanya lebih jauh dari itu, bahkan jika tidak ada orang lain yang
membawakannya:
jika ia pergi lebih dari 40 kilometer dengan kaki pertama, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika ia pergi lebih dari 40 kilometer dengan kaki kedua, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia berdiri dalam batas 40
kilometer, tetapi menjatuhkannya di luar batas 40 kilometer, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia meletakkannya di dalam kendaraan atau
di antara benda-benda orang lain tanpa sepengetahuan mereka, dan pergi lebih dari 40
kilometer, maka wol itu harus dilepaskan.

Wol itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, wol itu harus dilepaskan seperti berikut. … (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, wol ini, yang kubawa lebih dari 40 kilometer, akan dilepaskan. Aku
melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus
mengembalikan … ‘Aku mengembalikan wol ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika ia membawanya lebih dari 40 kilometer dan ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia membawanya
lebih dari 40 kilometer, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia membawanya lebih dari 40 kilometer,
tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.
Jika ia membawanya kurang dari 40 kilometer, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia membawanya kurang dari 40 kilometer, tetapi ia
tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia
membawanya kurang dari 40 kilometer dan ia menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada
pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: jika ia membawanya sejauh 40 kilometer; jika ia membawanya kurang
dari 40 kilometer; jika ia membawanya sejauh 40 kilometer dan kemudian membawanya kembali;
jika ia membawanya sejauh 40 kilometer dengan tujuan untuk menetap di sana, dan kemudian ia
membawanya lebih jauh; jika ia mengambil kembali apa yang telah ia tinggalkan dan kemudian
membawanya; jika ia menyuruh orang lain untuk membawakan; jika itu adalah barang jadi; jika
ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang wol, yang keenam, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

17. Aturan Latihan tentang Mencuci Wol


Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di negeri Sakya di Vihara Pohon Banyan di
Kapilavatthu. Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam menyuruh para bhikkhunī untuk
mencuci, mencelup, dan menyisir wol. Karena hal ini, para bhikkhunī menjadi mengabaikan
pembacaan, tanya-jawab, moralitas yang lebih tinggi, pikiran yang lebih tinggi, dan
kebijaksanaan yang lebih tinggi.
Kemudian Mahāpajāpati Gotamī menghadap Sang Buddha dan bersujud. Dan Sang Buddha
berkata kepadanya, “Gotamī, Aku harap para bhikkhunī penuh perhatian, bersemangat, dan
tekun?”
“Bagaimana para bhikkhunī dapat penuh perhatian, Yang Mulia?” Dan ia memberitahukan apa
yang terjadi.
Kemudian Sang Buddha memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakannya dengan
ajaran. Ia bersujud, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu dari
kelompok enam: “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Apakah mereka kerabat kalian?”
“Bukan.”
“Orang-orang dungu, orang-orang yang bukan kerabat tidak mengetahui apa yang selayaknya
dan tidak selayaknya, apa yang menginspirasi dan tidak menginspirasi, dalam berurusan satu
sama lain. Dan masih saja kalian melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan
orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menyuruh seorang bhikkhunī yang bukan kerabat untuk mencuci,
mencelup, atau menyisir wol, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bukan kerabat:
siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Seorang bhikkhunī:
ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.

Jika ia menyuruhnya untuk mencucinya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Ketika
telah dicuci, maka wol itu harus dilepaskan. Jika ia menyuruhnya untuk mencelupnya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Ketika telah dicelup, maka wol itu harus dilepaskan.
Jika ia menyuruhnya untuk menyisirnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Ketika telah disisir, maka wol itu harus dilepaskan.
Wol itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, wol itu harus dilepaskan seperti berikut. … (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, wol ini, yang kusuruh seorang bhikkhunī yang bukan kerabat untuk
mencucinya, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus
mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan wol ini
kepadamu.’”

Permutasi
Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia menyuruhnya
mencuci wol, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia
menyuruhnya untuk mencuci dan mencelup wol, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī itu bukan
kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia menyuruhnya mencuci dan menyisir wol,
maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran
perbuatan salah. Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia
menyuruhnya mencuci, mencelup, dan menyisir wol, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan dua pelanggaran perbuatan salah.
Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia menyuruhnya
mencelup wol, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia
menyuruhnya mencelup dan menyisir wol, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī itu bukan
kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia menyuruhnya mencelup dan mencuci wol,
maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran
perbuatan salah. Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia
menyuruhnya mencelup, menyisir, dan mencuci wol, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan dua pelanggaran perbuatan salah.
Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai bukan kerabat, dan ia
menyuruhnya menyisir wol, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia
menyuruhnya menyisir dan mencuci wol, maka ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī itu bukan
kerabat dan ia menyadarinya sebagai bukan kerabat, dan ia menyuruhnya menyisir dan
mencelup wol, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu
pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai
bukan kerabat, dan ia menyuruhnya menyisir, mencuci, dan mencelup wol, maka ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan dua pelanggaran perbuatan salah.
Jika bhikkhunī itu bukan kerabat, tetapi ia tidak dapat memastikannya … Jika bhikkhunī itu
bukan kerabat, tetapi ia menyadarinya sebagai kerabat …
Jika ia menyuruhnya mencuci wol milik orang lain, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia menyuruh seorang bhikkhunī yang sepenuhnya ditahbiskan hanya pada satu sisi
untuk mencuci, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia adalah kerabat, tetapi ia
menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia
adalah kerabat, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia adalah kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika seorang bhikkhunī kerabat melakukan pencucian dan seorang
bhikkhunī yang bukan kerabat membantunya; jika seorang bhikkhunī melakukan pencucian
tanpa diminta; jika ia menyuruh seorang bhikkhunī untuk mencuci suatu barang jadi yang belum
pernah digunakan; jika itu adalah seorang bhikkhunī dalam masa percobaan; jika itu adalah
seorang sāmaṇerī; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang mencuci wol, yang ketujuh, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

18. Aturan Latihan tentang Uang


Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Pada saat itu Yang Mulia Upananda bergaul dengan keluarga-keluarga yang dari mereka ia
menerima dana makanan rutin. Kapan saja keluarga itu memperoleh makanan, mereka
menyisihkan satu porsi untuk Upananda. Dan itulah yang mereka lakukan ketika pada suatu
malam mereka memperoleh daging.
Keesokan paginya putra mereka bangun pagi dan berteriak, “Berikan aku daging!” Orang itu
berkata kepada istrinya, “Berikan porsi Yang Mulia. Kita akan membeli yang lain untuk Yang
Mulia.”
Pada pagi itu Upananda mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi
keluarga itu, di mana ia duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kepala keluarga itu mendekati
Upananda, bersujud, duduk, dan berkata, “Tadi malam, Yang Mulia, kami memperoleh daging,
dan menyisihkan satu porsi untukmu. Tetapi pagi ini putra kami bangun pagi dan berteriak,
‘Berikan aku daging!’ dan kami memberinya porsimu. Apakah yang dapat kami berikan
kepadamu untuk satu kahāpaṇa?”
“Apakah engkau melepaskan satu keping kahāpaṇa untukku?”
“Benar.”
“Kalau begitu berikan saja kahāpaṇa itu.”
Setelah memberikan kahāpaṇa kepada Upananda, orang itu mengeluhkan dan mengkritiknya,
“Para monastik Sakya menerima uang persis seperti kami.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda menerima uang?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Upananda: “Benarkah, Upananda, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan seperti berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu mengambil, atau menyuruh orang lain mengambil, atau menyetujui
emas dan perak disimpan untuknya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.’”
Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Emas:
yang berwarna menyerupai Sang Guru adalah apa yang dimaksudkan.
Perak:
keping uang kahāpaṇa, keping uang tembaga māsaka, keping uang kayu māsaka, keping uang
damar māsaka—apa pun yang digunakan dalam perdagangan.
Mengambil:
jika ia mengambilnya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan.
Menyuruh orang lain mengambil:
jika ia menyuruh orang lain mengambil, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.
Menyetujui … disimpan untuknya:
jika seseorang mengatakan, “Ini untukmu,” dan ia menyetujui itu disimpan untuknya, maka itu
harus dilepaskan.

Uang itu harus dilepaskan di tengah-tengah Sangha. “Dan, para bhikkhu, uang itu harus
dilepaskan seperti berikut. Setelah mendatangi Sangha, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya
di satu bahunya dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia harus berjongkok pada
tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata:
‘Para Mulia, aku telah menerima uang. Uang ini akan dilepaskan. Aku melepaskannya
kepada Sangha.’”
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggarannya. Pengakuan itu harus diterima oleh
seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu.
Jika ada seorang pekerja vihara atau seorang umat awam, maka kalian harus memberitahunya,
“Lihatlah ini.” Jika ia mengatakan, “Apakah yang dapat saya belikan untukmu dengan ini?”
seseorang tidak boleh mengatakan, “Belikan ini atau itu;” seseorang harus menunjuk apa yang
diperbolehkan: minyak samin, minyak, madu, atau sirup. Jika ia membeli dan membawa benda-
benda yang diperbolehkan itu, maka semua orang boleh menikmatinya kecuali ia yang menerima
uang.
Jika ini adalah apa yang terjadi, maka itu baik. Jika tidak, maka ia harus diberitahu, “Buanglah
itu.” Jika ia membuangnya, maka itu baik. Jika ia tidak membuangnya, maka seorang bhikkhu
yang memiliki lima kualitas harus ditunjuk sebagai pembuang uang: seorang yang tidak goyah
oleh keinginan, kebencian, kebodohan, atau ketakutan, dan yang mengetahui apa yang sudah dan
belum dibuang.
“Dan, para bhikkhu, beginilah ia ditunjuk. Pertama-tama bhikkhu itu harus diminta dan
kemudian seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Jika baik menurut
Sangha, maka Sangha harus menunjuk bhikkhu ini sebagai pembuang uang. Ini adalah
usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Sangha menunjuk
bhikkhu ini sebagai pembuang uang. Bhikkhu mana pun yang menyetujui penunjukan
bhikkhu ini sebagai pembuang uang harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak
menyetujui silakan berbicara.
Sangha telah menunjuk bhikkhu ini sebagai pembuang uang. Sangha menyetujui dan oleh
karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Bhikkhu yang ditunjuk itu harus membuangnya tanpa memperhatikan lokasinya. Jika ia
memperhatikan lokasi di mana ia membuangnya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah.

Permutasi
Jika itu adalah uang, dan ia menyadarinya sebagai uang, dan ia menerimanya, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika itu adalah uang, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, dan ia menerimanya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika itu adalah uang, tetapi ia tidak menyadarinya
sebagai uang, dan ia menerimanya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.
Jika itu bukan uang, tetapi ia menyadarinya sebagai uang, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika itu bukan uang, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan uang, dan ia tidak menyadarinya sebagai uang, maka
tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika, di dalam vihara atau rumah, ia mengambilnya atau menyuruh orang
lain mengambilnya, dan kemudian ia menyimpannya dengan pikiran, “Siapa pun pemiliknya
akan mengambilnya;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang uang, yang kedelapan, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

19. Aturan Latihan tentang Berdagang


dengan Uang
Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam berdagang dengan uang dalam berbagai cara.
Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para monastik Sakya
berdagang dengan uang? Mereka persis seperti para perumah tangga yang menikmati
kenikmatan duniawi!”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu dari
kelompok enam melakukan hal ini?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan seperti berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu berdagang dengan uang dalam berbagai cara, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Berbagai cara:
apa yang dibentuk, apa yang tidak dibentuk, dan apa yang dibentuk dan tidak dibentuk.
Apa yang dibentuk:
apa yang dimaksudkan untuk kepala, apa yang dimaksudkan untuk leher, apa yang dimaksudkan
untuk tangan, apa yang dimaksudkan untuk kaki, apa yang dimaksudkan untuk pinggang.
Apa yang tidak dibentuk:
yang dimaksudkan adalah apa yang dibentuk dalam bongkahan.
Apa yang dibentuk dan tidak dibentuk:
keduanya.
Uang:
keping uang emas kahāpaṇa, keping uang tembaga māsaka, keping uang kayu māsaka, keping uang
damar māsaka—apa pun yang digunakan dalam perdagangan.
Berdagang:
Jika ia menukar apa yang dibentuk dengan apa yang dibentuk, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar apa yang tidak dibentuk dengan
apa yang dibentuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika ia menukar apa yang dibentuk dan tidak dibentuk dengan apa yang dibentuk,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menukar apa yang dibentuk dengan apa yang tidak dibentuk, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar apa yang tidak
dibentuk dengan apa yang tidak dibentuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar apa yang dibentuk dan tidak dibentuk dengan apa
yang tidak dibentuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia menukar apa yang dibentuk dengan apa yang dibentuk dan tidak dibentuk, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar apa yang
tidak dibentuk dengan apa yang dibentuk dan tidak dibentuk, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar apa yang dibentuk dan tidak
dibentuk dengan apa yang dibentuk dan tidak dibentuk, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Uang itu harus dilepaskan di tengah-tengah Sangha. “Dan, para bhikkhu, uang itu harus
dilepaskan seperti berikut. Setelah mendatangi Sangha, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya
di satu bahunya dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia harus berjongkok pada
tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata:
‘Para Mulia, aku telah berdagang dengan uang dalam berbagai cara. Uang ini akan
dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’”
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggarannya. Pengakuan itu harus diterima oleh
seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu.
Jika ada seorang pekerja vihara atau seorang umat awam, maka kalian harus memberitahunya,
“Lihatlah ini.” Jika ia mengatakan, “Apakah yang dapat saya belikan untukmu dengan ini?”
seseorang tidak boleh mengatakan, “Belikan ini atau itu;” seseorang harus menunjuk apa yang
diperbolehkan: minyak samin, minyak, madu, atau sirup. Jika ia membeli dan membawa benda-
benda yang diperbolehkan itu, maka semua orang boleh menikmatinya kecuali ia yang
melakukan pertukaran uang.
Jika ini adalah apa yang terjadi, maka itu baik. Jika tidak, maka ia harus diberitahu, “Buanglah
itu.” Jika ia membuangnya, maka itu baik. Jika ia tidak membuangnya, maka seorang bhikkhu
yang memiliki lima kualitas harus ditunjuk sebagai pembuang uang: seorang yang tidak goyah
oleh keinginan, kebencian, kebodohan, atau ketakutan, dan yang mengetahui apa yang sudah dan
belum dibuang.
“Dan, para bhikkhu, beginilah ia ditunjuk. Pertama-tama bhikkhu itu harus diminta dan
kemudian seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Jika baik menurut
Sangha, maka Sangha harus menunjuk bhikkhu ini sebagai pembuang uang. Ini adalah
usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Sangha menunjuk
bhikkhu ini sebagai pembuang uang. Bhikkhu mana pun yang menyetujui penunjukan
bhikkhu ini sebagai pembuang uang harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak
menyetujui silakan berbicara.
Sangha telah menunjuk bhikkhu ini sebagai pembuang uang. Sangha menyetujui dan oleh
karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Bhikkhu yang ditunjuk itu harus membuangnya tanpa memperhatikan lokasinya. Jika ia
memperhatikan lokasi di mana ia membuangnya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah.

Permutasi
Jika itu adalah uang, dan ia menyadarinya sebagai uang, dan ia menukarnya menjadi uang, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika itu adalah uang,
tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia menukarnya menjadi uang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika itu adalah uang, tetapi ia tidak
menyadarinya sebagai uang, dan ia menukarnya menjadi uang, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika itu bukan uang, tetapi ia menyadarinya sebagai uang, dan ia menukarnya menjadi uang,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika itu bukan
uang, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia menukarnya menjadi uang, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika itu bukan uang, dan
ia tidak menyadarinya sebagai uang, tetapi ia menukarnya menjadi uang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika itu bukan uang, tetapi ia menyadarinya sebagai uang, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika itu bukan uang, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan uang, dan ia tidak menyadarinya sebagai uang, maka
tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang berdagang dengan uang, yang kesembilan, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Sutra

20. Aturan Latihan tentang Barter


Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Upananda orang Sakya telah mahir dalam membuat jubah. Ia membuat
jubah atas dari kain lama, dicelup dengan baik dan dikerjakan dengan indah, dan ia memakainya.
Saat itu seorang pengembara tertentu yang mengenakan jubah mahal mendatangi Upananda dan
berkata, “Jubah atasmu indah. Sudilah memberikannya kepadaku dengan menukar jubahku.”
“Apakah engkau yakin?”
“Aku yakin.”
Dengan berkata, “Baiklah, kalau begitu,” ia memberikannya.
Pengembara itu mengenakan jubah atas itu dan pergi ke vihara para pengembara. Dan para
pengembara berkata kepadanya, “Jubah atasmu indah. Di manakah engkau mendapatkannya?”
“Aku menukarnya dengan jubahku.”
“Tetapi berapa lamakah itu akan bertahan? Jubahmu lebih bagus.”
Pengembara itu menyadari bahwa mereka benar, dan karena itu ia kembali mendatangi
Upananda dan berkata, “Ini jubahmu. Mohon kembalikan jubahku.”
“Tetapi bukankah aku telah bertanya apakah engkau yakin? Aku tidak akan mengembalikannya.”
Kemudian pengembara itu mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bahkan para perumah tangga akan
saling mengembalikan jika mereka menyesal. Bagaimana mungkin seorang monastik tidak dapat
melakukan hal serupa?”
Para bhikkhu mendengar keluhan pengembara itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik Upananda, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda
melakukan barter dengan seorang pengembara?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Upananda: “Benarkah, Upananda, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan seperti berikut:
Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu melakukan barter dalam berbagai cara, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Berbagai cara:
jubah, makanan, tempat kediaman, atau obat-obatan; bahkan sedikit bubuk mandi, pembersih
gigi, atau seutas tali.
Barter:
jika ia berperilaku buruk, dengan mengatakan, “Berikan itu untuk ini,” “Bawakan itu untuk ini,”
“Tukarkan itu dengan ini,” “Gantilah itu dengan ini,” maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Ketika barter telah terjadi—miliknya telah berada di tangan orang lain dan milik orang lain
ada di tangannya—maka itu harus dilepaskan.

Benda itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, benda itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, aku telah melakukan barter dalam berbagai cara. Benda ini akan dilepaskan.
Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus
mengembalikan … ‘Aku mengembalikan benda ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika itu barter, dan ia menyadarinya sebagai barter, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika itu adalah barter, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika itu adalah barter, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai barter, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika itu bukan barter, tetapi ia menyadarinya sebagai barter, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika itu bukan barter, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan barter, dan ia tidak menyadarinya sebagai barter,
maka tidak ada pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: jika ia menanyakan harga; jika ia memberitahu seorang pelayan; jika ia
mengatakan, “Aku memiliki ini dan aku membutuhkan benda-benda itu;” jika ia gila; jika ia
adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang barter, yang kesepuluh, selesai.

SUB-BAB KEDUA TENTANG SUTRA SELESAI.


Berikut ini adalah rangkumannya:

“Sutra, seluruhnya, dua bagian,


Enam tahun, alas-duduk;
Dan dua tentang wol, seharusnya membawa,
Dua tentang berbagai cara.”
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

21. Aturan Latihan tentang Mangkuk


Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam menyimpan banyak mangkuk. Ketika orang-orang sedang berjalan-
jalan di sekitar tempat-tempat kediaman melihat hal ini, mereka mengeluhkan dan mengkritik,
“Bagaimana mungkin para monastik Sakya ini menyimpan banyak mangkuk? Apakah mereka
mulai menjadi pedagang mangkuk atau membuka toko mangkuk?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam menyimpan mangkuk lebih?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu menyimpan mangkuk lebih, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”
Demikianlah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini bagi para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama setelah itu Yang Mulia Ānanda menerima sebuah mangkuk tambahan. Ia ingin
memberinya kepada Yang Mulia Sāriputta, yang sedang menetap di Sāketa. Mengetahui bahwa
Sang Buddha telah menetapkan aturan yang melarang menyimpan mangkuk lebih, Yang Mulia
Ānanda berpikir, “Apakah yang harus kulakukan dalam situasi ini?” Ia memberitahu Sang
Buddha, yang berkata, “Berapa lamakah, Ānanda, sampai Sāriputta kembali?”
“Sembilan atau sepuluh hari, Yang Mulia.”
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu, “Para
bhikkhu, kalian boleh menyimpan mangkuk tambahan selama paling lama sepuluh hari. Dan,
para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan akhir
‘Seorang bhikkhu boleh menyimpan mangkuk tambahan paling lama sepuluh hari. Jika ia
menyimpannya lebih lama dari itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.'"

Definisi
Paling lama sepuluh hari:
boleh disimpan maksimum sepuluh hari.
Mangkuk tambahan:
mangkuk yang belum ditetapkan, juga belum dialokasikan untuk orang lain.
Mangkuk:
ada dua jenis mangkuk: mangkuk besi dan mangkuk tanah.
Dan ada tiga ukuran mangkuk: mangkuk besar, mangkuk menengah, dan mangkuk kecil.
Mangkuk besar: menampung setengah takaran āḷhaka nasi, seperempat bagian makanan segar,
dan seporsi kari.
Mangkuk menengah: menampung satu takaran nāḷika nasi, seperempat bagian makanan segar,
dan seporsi kari.
Mangkuk kecil: menampung satu takaran pattha nasi, seperempat bagian makanan segar, dan
seporsi kari.
Apa pun yang lebih besar atau lebih kecil dari itu bukanlah mangkuk.
Jika ia menyimpannya lebih lama dari itu, maka itu harus dilepaskan:
Mangkuk itu harus dilepaskan pada fajar hari kesebelas.
Mangkuk itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, mangkuk itu harus dilepaskan seperti berikut. Setelah mendatangi Sangha, bhikkhu itu
harus menata jubah atasnya di satu bahunya dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian
ia harus berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata:
‘Para Mulia, mangkuk ini, yang telah kusimpan selama lebih dari sepuluh hari, akan
dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh
seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu. Mangkuk yang dilepaskan itu kemudian harus
dikembalikan:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Mangkuk ini, yang akan
dilepaskan oleh bhikkhu ini, telah dilepaskan kepada Sangha. Jika baik menurut Sangha,
maka Sangha harus mengembalikan mangkuk ini kepada bhikkhu ini.’
Setelah mendatangi beberapa bhikkhu, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya di satu bahunya
dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia harus berjongkok pada tumitnya,
merangkapkan tangan, dan berkata:
‘Para Mulia, mangkuk ini, yang telah kusimpan selama lebih dari sepuluh hari, akan
dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Para Mulia.’
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh
seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu. Mangkuk yang dilepaskan itu kemudian harus
dikembalikan:
‘Mohon, Aku memohon Para Mulia untuk mendengarkan. Mangkuk ini, yang akan
dilepaskan oleh bhikkhu ini, telah dilepaskan kepada kalian. Jika baik menurut kalian,
maka kalian harus mengembalikan mangkuk ini kepada bhikkhu ini.’
Setelah mendatangi seorang bhikkhu, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya di satu bahunya,
berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata, ‘Mangkuk ini, yang telah
kusimpan selama lebih dari sepuluh hari, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepadamu.’
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh
bhikkhu tersebut. Mangkuk yang dilepaskan itu kemudian harus dikembalikan:
‘Aku mengembalikan mangkuk ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika lebih dari sepuluh hari dan ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari sepuluh hari, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika lebih dari sepuluh hari, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika itu belum ditetapkan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah ditetapkan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika itu belum dialokasikan untuk
orang lain, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah dialokasikan, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika itu belum diberikan, tetapi ia menyadarinya
sebagai sudah diberikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika tidak hilang, tetapi ia menyadarinya sebagai hilang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak hancur, tetapi ia
menyadarinya sebagai hancur, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika tidak rusak, tetapi ia menyadarinya sebagai rusak, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak dicuri, tetapi ia
menyadarinya sebagai dicuri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan.
Jika ia menggunakan mangkuk yang harus dilepaskan tanpa terlebih dulu melepaskannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari sepuluh hari, tetapi ia
menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang
dari sepuluh hari, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika kurang dari sepuluh hari dan ia menyadarinya sebagai kurang, maka
tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika, dalam rentang sepuluh hari, mangkuk itu ditetapkan, dialokasikan
untuk orang lain, diberikan, hilang, hancur, rusak, dicuri, atau diambil atas dasar kepercayaan;
jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Segera setelah itu para bhikkhu dari kelompok enam tidak mengembalikan mangkuk yang telah
dilepaskan. Mereka memberitahu Sang Buddha.
“Para bhikkhu, sebuah mangkuk yang telah dilepaskan harus dikembalikan. Jika kalian
tidak mengembalikan, maka kalian melakukan pelanggaran perbuatan salah.”
Aturan latihan tentang mangkuk, yang pertama, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

22. Aturan Latihan tentang Kurang dari


Lima Perbaikan
Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di negeri Sakya di Vihara Pohon Banyan di
Kapilavatthu. Pada saat itu seorang pengrajin tembikar telah mengundang para bhikkhu, dengan
mengatakan, “Jika siapa pun di antara kalian membutuhkan mangkuk, aku akan
menyediakannya.” Tetapi para bhikkhu tidak mengenal cukup, dan mereka meminta banyak
mangkuk. Mereka yang memiliki mangkuk kecil meminta yang besar, dan mereka yang memiliki
mangkuk besar meminta yang kecil. Pengrajin tembikar itu begitu sibuk membuat mangkuk
untuk para bhikkhu sehingga ia tidak dapat membuat benda-benda untuk dijual. Ia tidak dapat
mencari nafkah, dan istri-istri dan anak-anaknya menderita. Orang-orang mengeluhkan dan
mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para monastik Sakya ini tidak mengenal cukup dan
meminta banyak mangkuk? Pengrajin tembikar ini begitu sibuk membuat mangkuk untuk para
bhikkhu sehingga ia tidak dapat membuat benda-benda untuk dijual. Ia tidak dapat mencari
nafkah, dan istri-istri dan anak-anaknya menderita.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu itu
tidak mengenal cukup dan meminta banyak mangkuk?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa ada para bhikkhu yang melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … Setelah menegur mereka, Sang
Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, seorang bhikkhu tidak boleh meminta mangkuk. Jika ia melakukannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.”
Tidak lama kemudian mangkuk seorang bhikkhu tertentu rusak. Mengetahui bahwa Sang Buddha
telah melarang meminta mangkuk dan takut melakukan kesalahan, ia tidak meminta mangkuk
baru. Sebagai akibatnya, ia mengumpulkan dana makanan dengan tangannya. Orang-orang
mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin para monastik Sakya mengumpulkan
dana makanan dengan tangan mereka, persis seperti para monastik agama lain?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu dan mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk meminta mangkuk baru jika mangkuk
kalian hilang atau rusak.”
Ketika mereka mendengar kelonggaran dari Sang Buddha itu, para bhikkhu dari kelompok enam
meminta banyak mangkuk baru walaupun mangkuk lama mereka hanya mengalami kerusakan
kecil atau hanya tergores. Sekali lagi pengrajin tembikar itu menjadi begitu sibuk membuat
mangkuk untuk para bhikkhu sehingga ia tidak dapat membuat benda-benda untuk dijual. Ia
tidak dapat mencari nafkah, dan istri-istri dan anak-anaknya menderita. Orang-orang
mengeluhkan dan mengkritik mereka seperti sebelumnya.
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam meminta banyak mangkuk walaupun mangkuk lama mereka hanya
mengalami kerusakan kecil atau hanya tergores?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menukar sebuah mangkuk yang kurang dari lima perbaikan dengan
sebuah mangkuk baru, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Bhikkhu itu harus melepaskan mangkuk itu kepada pertemuan para
bhikkhu. Kemudian ia harus diberikan mangkuk terakhir milik pertemuan itu: “Bhikkhu,
mangkuk ini adalah milikmu. Pergunakanlah sampai rusak.” Ini adalah prosedur yang
benar.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Sebuah mangkuk yang kurang dari lima perbaikan:
mangkuk yang tanpa perbaikan, satu perbaikan, dua perbaikan, tiga perbaikan, atau empat
perbaikan.
Sebuah mangkuk dengan perbaikan yang tidak termasuk:
mangkuk yang tidak memiliki retak sepanjang 3,5 cm.
Sebuah mangkuk dengan perbaikan yang termasuk:
mangkuk yang memiliki retak sepanjang 3,5 cm.
Mangkuk baru:
yang dimaksudkan adalah yang diminta.
Menukar:
Jika ia meminta, maka untuk usaha itu terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan
mangkuknya, maka mangkuk itu harus dilepaskan.

Mangkuk itu harus dilepaskan di tengah-tengah Sangha. Semua mangkuk yang telah ditetapkan
harus dibawa. Seseorang tidak boleh menetapkan sebuah mangkuk yang murah, dengan berpikir,
“Aku akan mendapatkan yang mahal.”
Jika seseorang menetapkan sebuah mangkuk yang murah, dengan berpikir, “Aku akan
mendapatkan yang mahal,” maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
“Dan, para bhikkhu, mangkuk itu harus dilepaskan seperti berikut ini. Setelah mendatangi
Sangha, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya di satu bahunya dan bersujud di kaki para
bhikkhu senior. Kemudian ia harus berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan
berkata:
‘Para Mulia, mangkuk ini, yang kuperoleh dengan menukarnya dengan mangkuk yang
memiliki kurang dari lima perbaikan, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada
Sangha.’”
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh
seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu.
Seorang bhikkhu yang memiliki lima kualitas harus ditunjuk sebagai pembagi mangkuk: seorang
yang tidak goyah oleh keinginan, kebencian, kebodohan, atau ketakutan, dan yang mengetahui
apa yang telah dan belum dibagikan. “Dan, para bhikkhu, beginilah ia harus ditunjuk. Pertama-
tama bhikkhu itu harus diminta, dan kemudian seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu
harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Jika baik menurut
Sangha, maka Sangha harus menunjuk bhikkhu ini sebagai pembagi mangkuk. Ini adalah
usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Sangha menunjuk
bhikkhu ini sebagai pembagi mangkuk. Bhikkhu mana pun yang menyetujui penunjukan
bhikkhu ini sebagai pembagi mangkuk harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak
menyetujui silakan berbicara.
Sangha telah menunjuk bhikkhu ini sebagai pembagi mangkuk. Sangha menyetujui dan
karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Bhikkhu yang ditunjuk harus memberikan mangkuk yang dilepaskan. Ia harus memberitahu
bhikkhu paling senior, “Yang Mulia, apakah engkau menyukai mangkuk ini?” Jika bhikkhu paling
senior itu mengambilnya, maka mangkuk lamanya harus ditawarkan kepada bhikkhu berikutnya.
Ia tidak boleh mengambil mangkuk itu karena simpati. Jika ia melakukan itu, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Mangkuk tidak boleh ditawarkan kepada siapa pun yang tidak memiliki mangkuk. Dengan cara
ini mangkuk ditawarkan bergiliran hingga bhikkhu paling junior dalam Sangha.
Kemudian ia harus diberikan mangkuk terakhir milik pertemuan itu: “Bhikkhu, mangkuk
ini milikmu. Pergunakanlah sampai rusak”:
Bhikkhu itu tidak boleh menyimpan mangkuk itu di tempat yang tidak selayaknya,
menggunakannya dalam cara yang tidak selayaknya, atau memberikannya, dengan berpikir,
"Bagaimanakah agar mangkuk ini hilang, hancur, atau rusak?” Jika ia menyimpan mangkuk itu di
tempat yang tidak selayaknya, menggunakannya dalam cara yang tidak selayaknya, atau
memberikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Ini adalah prosedur yang benar:
ini adalah metode yang benar.

Permutasi
Jika ia menukar mangkuk tanpa perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar
mangkuk tanpa perbaikan dengan mangkuk dengan satu perbaikan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar mangkuk tanpa
perbaikan dengan mangkuk dengan dua perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar mangkuk tanpa perbaikan dengan
mangkuk dengan tiga perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika ia menukar mangkuk tanpa perbaikan dengan mangkuk dengan empat
perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan satu perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar
mangkuk dengan satu perbaikan dengan mangkuk dengan satu perbaikan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar mangkuk dengan
satu perbaikan dengan mangkuk dengan dua perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar mangkuk dengan satu perbaikan
dengan mangkuk dengan tiga perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar mangkuk dengan satu perbaikan dengan mangkuk
dengan empat perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan dua perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar
mangkuk dengan dua perbaikan dengan mangkuk dengan satu perbaikan … dengan mangkuk
dengan dua perbaikan … dengan mangkuk dengan tiga perbaikan … Jika ia menukar mangkuk
dengan dua perbaikan dengan mangkuk dengan empat perbaikan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan tiga perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan … dengan
mangkuk dengan satu perbaikan … dengan mangkuk dengan dua perbaikan … dengan mangkuk
dengan tiga perbaikan … Jika ia menukar mangkuk dengan tiga perbaikan dengan mangkuk
dengan empat perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan empat perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan … dengan
mangkuk dengan satu perbaikan … dengan mangkuk dengan dua perbaikan … dengan mangkuk
dengan tiga perbaikan … Jika ia menukar mangkuk dengan empat perbaikan dengan mangkuk
dengan empat perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.

Jika ia menukar mangkuk tanpa perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan yang termasuk,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar
mangkuk tanpa perbaikan dengan mangkuk dengan satu perbaikan yang termasuk … dengan
mangkuk dengan dua perbaikan yang termasuk … dengan mangkuk dengan tiga perbaikan yang
termasuk … Jika ia menukar mangkuk tanpa perbaikan dengan mangkuk dengan empat
perbaikan yang termasuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan satu perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan yang
termasuk … dengan mangkuk dengan satu perbaikan yang termasuk … dengan mangkuk dengan
dua perbaikan yang termasuk … dengan mangkuk dengan tiga perbaikan yang termasuk … Jika ia
menukar mangkuk dengan satu perbaikan dengan mangkuk dengan empat perbaikan yang
termasuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan dua perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan yang
termasuk … Jika ia menukar mangkuk dengan dua perbaikan dengan mangkuk dengan empat
perbaikan yang termasuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan tiga perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan yang
termasuk … Jika ia menukar mangkuk dengan tiga perbaikan dengan mangkuk dengan empat
perbaikan yang termasuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan empat perbaikan dengan mangkuk tanpa perbaikan yang
termasuk … dengan mangkuk dengan satu perbaikan yang termasuk … dengan mangkuk dengan
dua perbaikan yang termasuk … dengan mangkuk dengan tiga perbaikan yang termasuk … Jika ia
menukar mangkuk dengan empat perbaikan dengan mangkuk dengan empat perbaikan yang
termasuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Jika ia menukar mangkuk tanpa perbaikan yang termasuk dengan mangkuk tanpa perbaikan,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menukar
mangkuk tanpa perbaikan yang termasuk dengan mangkuk dengan satu perbaikan … dengan
mangkuk dengan dua perbaikan … dengan mangkuk dengan tiga perbaikan … dengan mangkuk
dengan empat perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan empat perbaikan yang termasuk dengan mangkuk tanpa
perbaikan … Jika ia menukar mangkuk dengan empat perbaikan yang termasuk dengan mangkuk
dengan satu perbaikan … dengan mangkuk dengan dua perbaikan … dengan mangkuk dengan
tiga perbaikan … Jika ia menukar mangkuk dengan empat perbaikan yang termasuk dengan
mangkuk dengan empat perbaikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.

Jika ia menukar mangkuk tanpa perbaikan yang termasuk dengan mangkuk tanpa perbaikan
yang termasuk … dengan mangkuk dengan satu perbaikan yang termasuk … dengan mangkuk
dengan dua perbaikan yang termasuk … dengan mangkuk dengan tiga perbaikan yang termasuk
… Jika ia menukar mangkuk tanpa perbaikan yang termasuk dengan mangkuk dengan empat
perbaikan yang termasuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia menukar mangkuk dengan empat perbaikan yang termasuk dengan mangkuk tanpa
perbaikan yang termasuk … dengan mangkuk dengan satu perbaikan yang termasuk … dengan
mangkuk dengan dua perbaikan yang termasuk … dengan mangkuk dengan tiga perbaikan yang
termasuk … Jika ia menukar mangkuk dengan empat perbaikan yang termasuk dengan mangkuk
dengan empat perbaikan yang termasuk, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika mangkuknya hilang; jika mangkuknya rusak; jika itu dari kerabatnya;
jika itu dari mereka yang memberikan undangan; jika itu adalah demi manfaat orang lain; jika itu
diperoleh dari harta kekayaannya sendiri; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang kurang dari lima perbaikan, yang kedua, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

23. Aturan Latihan tentang Tonikum


Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Pilindavaccha sedang membersihkan lereng di dekat Rājagaha,
bermaksud untuk membangun tempat bernaung. Saat itu Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha
mendatangi Pilindavaccha, bersujud, duduk, dan berkata, “Yang Mulia, apakah yang sedang
engkau bangun?”
“Aku sedang membersihkan lereng, Baginda. Aku hendak membangun tempat bernaung.”
“Apakah engkau memerlukan pekerja vihara?”
“Sang Buddha belum memperbolehkan pekerja-pekerja vihara.”
“Baiklah, Yang Mulia, sudilah menanyakan kepada Sang Buddha dan beritahukan kepadaku
hasilnya.”
“Baik, Baginda.”
Kemudian Pilindavaccha memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakan Raja
Bimbisāra dengan suatu ajaran, setelah itu sang raja bangkit dari duduknya, bersujud, dan
mengelilingi Pilindavaccha dengan sisi kanan menghadapnya, dan pergi.
Segera setelah itu Pilindavaccha mengirim pesan kepada Sang Buddha: “Yang Mulia, Raja Seniya
Bimbisāra dari Magadha ingin memberikan seorang pekerja vihara. Bagaimanakah aku harus
menjawabnya?” Sang Buddha kemudian membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan pekerja-pekerja vihara.”
Sekali lagi Raja Bimbisāra mendatangi Pilindavaccha, bersujud, duduk, dan berkata, “Yang Mulia,
apakah Sang Buddha memperbolehkan para pekerja vihara?”
“Benar, Baginda.”
“Baiklah, aku akan menyediakan seorang pekerja vihara untukmu.”
Tetapi setelah mengucapkan janji ini, ia lupa, dan teringat kembali setelah lama berlalu.
Kemudian ia berkata kepada pejabat yang bertanggung jawab atas segala urusan praktis:
“Dengarkan, apakah pekerja vihara yang kujanjikan telah diberikan?”
“Belum, Baginda.”
“Berapa lamakah berlalu sejak kita menjanjikan itu?”
Pejabat itu menghitung hari dan berkata, “Sudah lima ratus hari.”
“Baiklah, berikan kepadanya lima ratus pekerja vihara.”
“Baik.”
Pejabat itu memberikan para pekerja vihara itu kepada Pilindavaccha dan membangun sebuah
desa terpisah. Mereka menyebutnya “Desa Pekerja Vihara” dan “Desa Pilinda”.
Dan Pilindavaccha mulai bergaul dengan keluarga-keluarga di desa itu.
Setelah mengenakan jubah pada suatu pagi, ia membawa mangkuk dan jubahnya dan memasuki
Desa Pilinda untuk mengumpulkan dana makanan. Pada saat itu mereka sedang mengadakan
perayaan di desa itu dan anak-anak mengenakan pakaian dengan perhiasan dan kalung bunga.
Sewaktu Pilindavaccha sedang berjalan menerima dana makanan tanpa terputus, ia sampai di
rumah seorang pekerja vihara tertentu, di mana ia duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Saat
itu putri pemilik rumah itu melihat anak-anak lainnya berpakaian dengan berhiaskan perhiasan
dan kalung bunga. Ia menangis dan mengatakan, “Berikan aku kalung bunga! Berikan aku
perhiasan!” Pilindavaccha bertanya kepada ibunya mengapa gadis itu menangis. Ia
memberitahunya, dan menambahkan, “Orang-orang miskin seperti kami tidak mampu membeli
kalung bunga dan perhiasan.” Pilindavaccha mengambil segenggam rumput dan berkata kepada
sang ibu, “Ini, letakkan ini di atas kepala gadis itu.” Ia melakukannya, dan rumput itu berubah
menjadi kalung bunga emas. Bahkan di lingkungan kerajaan tidak ada yang seperti itu.
Orang-orang memberitahu Raja Bimbisāra, “Di rumah pekerja vihara itu terdapat sebuah kalung
bunga emas yang indah. Bahkan di kerajaanmu, Baginda, tidak ada yang seperti itu. Jadi
bagaimanakah orang-orang miskin itu dapat memperolehnya? Mereka pasti telah mencurinya.”
Raja Bimbisāra menangkap keluarga itu.
Sekali lagi Pilindavaccha mengenakan jubah pada suatu pagi, ia membawa mangkuk dan
jubahnya, dan memasuki Desa Pilinda untuk mengumpulkan dana makanan. Sewaktu
Pilindavaccha sedang berjalan menerima dana makanan tanpa terputus, ia sampai di rumah
pekerja vihara itu. Kemudian ia bertanya kepada para tetangga apa yang telah terjadi dengan
keluarga itu.
“Raja telah memenjarakan mereka, Yang Mulia, karena kalung bunga emas itu.”
Kemudian Pilindavaccha mendatangi istana Raja Bimbisāra dan duduk di tempat yang telah
dipersiapkan. Raja Bimbisāra mendekati Pilindavaccha, bersujud, dan duduk. Pilindavaccha
berkata, “Baginda, mengapa engkau memenjara keluarga pekerja vihara itu?”
“Yang Mulia, di rumah pekerja vihara itu terdapat sebuah kalung bunga emas yang indah.
Bahkan di kerajaan ini tidak ada yang seperti itu. Jadi bagaimanakah orang-orang miskin itu
dapat memperolehnya? Mereka pasti telah mencurinya.”
Pilindavaccha kemudian memusatkan pikirannya untuk mengubah rumah panggung Raja
Bimbisāra menjadi emas. Sebagai akibatnya, seluruh rumah itu menjadi emas. Ia berkata,
“Baginda, bagaimanakah engkau mendapatkan begitu banyak emas?”
“Mengerti, Yang Mulia! Itu adalah kekuatan batinmu.” Kemudian ia membebaskan keluarga itu.
Orang-orang berkata, “Mereka mengatakan Yang Mulia Pilindavaccha telah melakukan
kesaktian, keajaiban kekuatan supernormal, untuk Raja dan istananya!” Karena gembira dan
berkeyakinan pada Pilindavaccha, mereka membawakan untuknya lima tonikum: minyak samin,
mentega, minyak, madu, dan sirup. Pilindavaccha memang biasa menerima kelima tonikum
tersebut. Karena ia mendapatkan begitu banyak, maka ia memberikannya kepada para
pengikutnya, yang menjadi memiliki tonikum berlimpah. Setelah mengisi tempayan-tempayan
dan kendi-kendi dan menyimpannya, mereka mengisi saringan air dan tas dan menggantungnya
di jendela. Tetapi tonikum-tonikum itu menetes, dan tempat-tempat kediaman itu menjadi
penuh dengan tikus. Ketika orang-orang yang berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman
melihat ini, mereka mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Para monastik Sakya ini menimbun
benda-benda di dalam, persis seperti Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu ini
memilih hidup dengan begitu berlimpah?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu, “Benarkah,
para bhikkhu, bahwa ada para bhikkhu yang hidup seperti ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu hidup seperti ini?
Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Setelah diterima, tonikum-tonikum yang diperbolehkan untuk para bhikkhu yang sakit—
yaitu, minyak samin, mentega, minyak, madu, dan sirup—harus dikonsumsi dari
penyimpanan paling lama tujuh hari. Jika seseorang mengkonsumsinya lebih dari itu,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Tonikum-tonikum yang diperbolehkan untuk para bhikkhu yang sakit: Minyak samin:
minyak samin dari sapi, minyak samin dari kambing, minyak samin dari kerbau, atau minyak
samin dari binatang apa pun yang dagingnya diperbolehkan.
Mentega:
mentega dari binatang yang sama.
Minyak:
minyak wijen, minyak biji-moster, minyak pohon-madu, minyak jarak, minyak dari lemak.
Madu:
madu dari lebah.
Sirup:
dari tebu.
Setelah diterima, tonikum-tonikum itu harus dikonsumsi dari penyimpanan paling lama
tujuh hari:
tonikum-tonikum itu harus digunakan maksimum selama tujuh hari.
Jika seseorang mengkonsumsinya lebih dari itu, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan:
tonikum-tonikum itu harus dilepaskan pada fajar hari ke delapan.
Tonikum-tonikum itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu.
“Dan, para bhikkhu, tonikum-tonikum itu harus dilepaskan seperti berikut: (Diuraikan seperti
pada Pelepasan 1, dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, tonikum-tonikum ini, yang telah kusimpan selama lebih dari tujuh hari, akan
dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan …
kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan tonikum ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika lebih dari tujuh hari dan ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari tujuh hari, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika lebih dari tujuh hari, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika tonikum-tonikum itu belum ditetapkan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tonikum-tonikum
itu belum diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tonikum-tonikum itu tidak hilang, tetapi ia
menyadarinya sebagai hilang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan. Jika tonikum-tonikum itu tidak hancur, tetapi ia menyadarinya sebagai hancur,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tonikum-
tonikum itu tidak terbakar, tetapi ia menyadarinya sebagai terbakar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tonikum-tonikum itu tidak
dicuri, tetapi ia menyadarinya sebagai dicuri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Setelah tonikum-tonikum yang dilepaskan itu dikembalikan, tonikum-tonikum itu tidak boleh
digunakan pada tubuh, juga tidak boleh dikonsumsi. Tonikum-tonikum ini boleh digunakan pada
lampu atau sebagai pewarna hitam. Para bhikkhu lain boleh menggunakannya pada tubuh, tetapi
mereka tidak boleh mengkonsumsinya.
Jika kurang dari tujuh hari, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari tujuh hari, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari tujuh hari dan ia
menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika dalam tujuh hari telah ditetapkan, diberikan, hilang, hancur,
terbakar, dicuri, atau diambil atas dasar kepercayaan; jika, tanpa menginginkannya, ia
memberikannya kepada seseorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan kemudian ia
mengambilnya kembali dan kemudian menggunakannya; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang tonikum, yang ketiga, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

24. Aturan Latihan tentang Jubah Musim-


Hujan
Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Sang Buddha telah memperbolehkan jubah musim-hujan untuk para bhikkhu.
Mengetahui hal ini, para bhikkhu dari kelompok enam terlebih dulu pergi mencari kain untuk
jubah musim-hujan mereka. Dan setelah terlebih dulu menjahitnya, mereka memakainya.
Kemudian, karena jubah musim-hujan mereka sudah usang, mereka mandi telanjang di tengah
hujan.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam terlebih dulu mencari kain untuk jubah musim-
hujan, terlebih dulu menjahitnya, dan kemudian memakainya, dan kemudian, karena jubah
musim-hujan mereka sudah usang, mereka mandi telanjang di tengah hujan?”
Setelah menegur para bhikkhu dari kelompok enam dalam berbagai cara, mereka memberitahu
Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para
bhikkhu itu: “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika masih satu bulan lagi tersisa dari musim panas, seorang bhikkhu boleh pergi
mencari kain untuk jubah musim-hujan. Ketika masih setengah bulan lagi tersisa, ia boleh
menjahitnya dan memakainya. Jika ia mencari kain untuk jubah musim-hujan pada lebih
dari satu bulan tersisa dari musim panas, atau jika ia menjahitnya dan kemudian
memakainya ketika masih lebih dari setengah bulan tersisa, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Ketika masih satu bulan lagi tersisa dari musim panas, seorang bhikkhu boleh pergi
mencari kain untuk jubah musim-hujan:
setelah mendatangi orang-orang itu yang sebelumnya juga telah memberikan kain untuk jubah
musim-hujan, ia harus mengatakan, “Sekarang adalah waktunya untuk jubah musim-hujan,”
“Sekarang adalah musim jubah musim-hujan,” “Orang-orang lain juga memberikan kain untuk
jubah musim-hujan.” Ia tidak boleh mengatakan, “Berikan aku kain untuk jubah musim-hujan,”
“Bawakan aku kain untuk jubah musim-hujan,” “Tukarkan aku kain untuk jubah musim-hujan,”
“Belikan aku kain untuk jubah musim-hujan.”
Ketika masih setengah bulan lagi tersisa, ia boleh menjahitnya dan memakainya:
setelah menjahitnya selama setengah bulan terakhir musim hujan, ia boleh memakainya.
Ketika lebih dari satu bulan tersisa dari musim panas:
jika ia pergi mencari kain untuk jubah musim-hujan pada lebih dari satu bulan tersisa dari musim
panas, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Ketika masih lebih dari setengah bulan tersisa:
jika ia memakainya setelah menjahitnya ketika masih lebih dari setengah bulan tersisa dari
musim panas, maka itu harus dilepaskan.
Jubah musim-hujan itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu.
“Dan, para bhikkhu, jubah musim-hujan itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti
pada Pelepasan 1, dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain untuk jubah musim-hujan ini, yang kucari pada lebih dari satu bulan
tersisa dari musim panas atau yang kupakai setelah menjahitnya ketika masih lebih dari
setengah bulan tersisa dari musim panas, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada
Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku
mengembalikan kain untuk jubah musim-hujan ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika lebih dari satu bulan tersisa dari musim panas, dan ia menyadarinya sebagai lebih, dan ia
pergi mencari kain untuk jubah musim-hujan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari satu bulan tersisa dari musim panas,
tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia pergi mencari kain untuk jubah musim-hujan, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari satu
bulan tersisa dari musim panas, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, dan ia pergi mencari
kain untuk jubah musim-hujan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan.
Jika lebih dari setengah bulan tersisa dari musim panas, dan ia menyadarinya sebagai lebih, dan
ia memakai jubah musim-hujan setelah menjahitnya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari setengah bulan tersisa dari musim
panas, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia memakai jubah musim-hujan setelah
menjahitnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika lebih dari satu bulan tersisa dari musim panas, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, dan ia
memakai jubah musim-hujan setelah menjahitnya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika ia memiliki jubah musim-hujan, tetapi ia mandi telanjang di tengah-tengah hujan, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari satu bulan tersisa dari musim panas,
tetapi ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
kurang dari satu bulan tersisa dari musim panas, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari satu bulan tersisa dari musim panas,
dan ia menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.
Jika kurang dari setengah bulan tersisa dari musim panas, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari setengah bulan tersisa dari
musim panas, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika kurang dari setengah bulan tersisa dari musim panas, dan ia menyadarinya sebagai
kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia pergi mencari kain untuk jubah musim-hujan ketika masih satu
bulan tersisa dari musim panas; jika ia mengenakan jubah musim-hujan setelah menjahitnya
ketika masih setengah bulan tersisa dari musim panas; jika ia pergi mencari kain untuk jubah
musim-hujan ketika masih kurang dari satu bulan tersisa dari musim panas; jika ia mengenakan
jubah musim-hujan setelah menjahitnya ketika masih kurang dari setengah bulan tersisa dari
musim panas; jika, setelah mencari kain untuk jubah musim-hujan, ia menunda masa
keberdiaman musim-hujan; jika, setelah mengenakan jubah musim-hujan, ia menunda masa
keberdiaman musim-hujan (dalam kasus ini ia harus mencucinya dan menyimpannya dan
kemudian menggunakannya pada waktu yang tepat); jika jubahnya dicuri; jika jubahnya hilang;
jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang jubah musim-hujan, yang keempat, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

25. Aturan Latihan tentang Mengambil


Kembali Jubah
Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Yang
Mulia Upananda orang Sakya berkata kepada murid adiknya, “Ayo, mari kita mengembara ke
seluruh negeri.”
“Aku tidak bisa, Yang Mulia, jubahku sudah usang.”
“Aku akan memberimu jubah.” Dan ia memberikan jubah kepadanya.
Tidak lama kemudian bhikkhu itu mendengar bahwa Sang Buddha hendak mengembara ke
seluruh negeri. Ia berpikir, “Sekarang lebih baik aku pergi mengembara ke seluruh negeri
bersama Sang Buddha.” Kemudian, ketika Upananda berkata, “Ayo kita pergi,” ia menjawab,
“Aku tidak pergi bersamamu, tetapi bersama Sang Buddha.”
“Baiklah, jubah itu yang kuberikan kepadamu akan bersamaku,” dan ia mengambil kembali jubah
itu dalam kemarahan.
Bhikkhu itu memberitahukan apa yang terjadi kepada para bhikkhu lainnya. Dan para bhikkhu
yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik Upananda, “Bagaimana mungkin
Yang Mulia Upananda memberikan jubah dan kemudian mengambilnya kembali dalam
kemarahan?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Upananda: “Benarkah, Upananda, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu sendiri memberikan jubah kepada seorang bhikkhu, tetapi
kemudian, dalam kemarahan, ia mengambil kembali atau menyuruh orang lain mengambil
kembali, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Kepada seorang bhikkhu:
kepada bhikkhu lainnya.
Sendiri:
ia sendiri yang memberikannya.
Jubah:
satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil dari apa yang dapat dialokasikan kepada
orang lain.
Dalam kemarahan:
ketidakpuasan, memendam kebencian, permusuhan.
Mengambil kembali:
jika ia sendiri yang mengambil kembali, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.
Menyuruh orang lain mengambil kembali:
jika ia menyuruh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia hanya
menyuruh satu kali, maka bahkan jika orang itu mengambil kembali banyak, itu harus
dilepaskan.

Kain-jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1,
dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang kuambil kembali setelah memberikannya kepada seorang
bhikkhu, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus
mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan kain jubah ini
kepadamu.’”

Permutasi
Jika orang lain itu telah sepenuhnya ditahbiskan dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, dan setelah memberikan kain-jubah kepadanya, ia mengambilnya kembali dalam
kemarahan atau menyuruh orang lain mengambil kembali, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika orang lain itu telah sepenuhnya ditahbiskan,
tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan setelah memberikan kain-jubah kepadanya, ia
mengambilnya kembali dalam kemarahan atau menyuruh orang lain mengambil kembali, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika orang lain itu
telah sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan,
dan setelah memberikan kain-jubah kepadanya, ia mengambilnya kembali dalam kemarahan
atau menyuruh orang lain mengambil kembali, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika, setelah memberikan benda kebutuhan lain kepada mereka, ia mengambil kembali dalam
kemarahan atau menyuruh orang lain mengambil kembali, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika, setelah memberikan kain-jubah atau benda kebutuhan lainnya kepada
seseorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, ia mengambil kembali dalam kemarahan atau
menyuruh orang lain mengambil kembali, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika orang lain itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang lain itu tidak
sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika orang lain itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya
sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika orang lain itu yang mengembalikannya; jika ia mengambilnya atas
dasar kepercayaan dari mereka; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang mengambil kembali jubah, yang kelima, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

26. Aturan Latihan tentang Meminta


Benang
Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, para bhikkhu
dari kelompok enam sedang membuat jubah dan mereka meminta sejumlah besar benang. Tetapi
ketika jubah mereka telah selesai, terdapat banyak benang tersisa. Mereka berkata, “Mari kita
meminta lebih banyak lagi benang dan meminta penenun untuk menenunkan kain-jubah untuk
kita.” Namun bahkan ketika kain-jubah itu telah ditenun, masih banyak benang tersisa. Untuk
kedua kalinya mereka meminta lebih banyak benang dan meminta penenun untuk menenunkan
kain-jubah untuk mereka. Sekali lagi ada banyak benang tersisa. Untuk ketiga kalinya mereka
meminta lebih banyak benang dan meminta penenun untuk menenunkan kain-jubah untuk
mereka. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para monastik
Sakya meminta benang dan kemudian meminta penenun untuk menenunkan kain-jubah untuk
mereka?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam meminta benang dan kemudian meminta penenun untuk menenunkan kain-
jubah untuk mereka?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu,
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu sendiri meminta benang, dan kemudian meminta penenun untuk
menenunkan kain-jubah untuknya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Sendiri:
ia sendiri yang meminta.
Benang:
ada enam jenis benang: linen, kapas, sutra, wol, rami kasar, dan kanvas.
Penenun:
Jika ia meminta penenun untuk menenunkannya, maka untuk setiap usaha terjadi pelanggaran
perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan kain-jubah, maka itu harus dilepaskan.

Kain-jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1,
dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang kuminta para penenun untuk menenunkannya setelah
meminta benang oleh diriku sendiri, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada
Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku
mengembalikan kain-jubah ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika ia menyuruh orang lain untuk menenun, dan ia menyadarinya demikian, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain untuk
menenun, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia menyuruh orang lain untuk menenun, tetapi ia
tidak menyadarinya demikian, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan
dan pengakuan.
Jika ia tidak menyuruh orang lain untuk menenun, tetapi ia menyadarinya sebagai telah
menyuruh, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak menyuruh orang lain
untuk menenun, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika ia tidak menyuruh orang lain untuk menenun, dan ia tidak menyadarinya
sebagai telah menyuruh, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika itu untuk menjahit sebuah jubah; jika itu untuk pengikat punggung-
dan-lutut; jika itu untuk sabuk; jika itu untuk sabuk bahu; jika itu untuk tas mangkuk; jika itu
untuk saringan air; jika itu dari kerabat; jika itu dari mereka yang telah menyampaikan
undangan; jika itu demi manfaat orang lain; jika itu diperoleh dari harta kekayaannya sendiri;
jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang meminta benang, yang keenam, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

27. Aturan Latihan Panjang tentang


Penenun
Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
seorang laki-laki yang hendak pergi berkata kepada istrinya, “Timbanglah beberapa benang,
bawa kepada para penenun, suruh mereka untuk menenunkan kain-jubah, dan simpan kain-
jubah itu. Ketika aku pulang, aku akan memberikannya kepada Yang Mulia Upananda.”
Seorang bhikkhu yang sedang mengumpulkan dana makanan mendengar ucapan laki-laki
tersebut. Kemudian ia mendatangi Upananda orang Sakya dan berkata, “Upananda, engkau
memiliki jasa besar. Di tempat itu aku mendengar seorang laki-laki, sewaktu ia hendak pergi,
menyuruh istrinya untuk menenunkan kain-jubah untuk diberikan kepadamu ketika ia pulang.”
“Ia adalah penyokongku.” Dan si penenun juga adalah penyokong Upananda.
Kemudian Upananda mendatangi penenun itu dan berkata, “Kain-jubah yang sedang engkau
tenun untukku ini, buatlah panjang dan lebar. Dan tenun dengan rapat, tenun dengan baik,
regangkan dengan baik, garuk dengan baik, dan sisir dengan baik.”
“Yang Mulia, mereka sudah menimbang benang itu dan menyerahkannya kepadaku,
menyuruhku untuk menenun kain-jubah dengan itu. Aku tidak akan dapat membuatnya panjang,
lebar, atau menenunnya dengan rapat. Tetapi aku dapat membuatnya ditenun dengan baik,
diregangkan dengan baik, digaruk dengan baik, dan disisir dengan baik.”
“Buat saja panjang, lebar, dan tenun dengan rapat. Akan ada cukup benang.”
Kemudian, ketika semua benang telah habis terpakai, penenun itu mendatangi perempuan itu
dan berkata, “Nyonya, aku membutuhkan lebih banyak benang.”
“Tetapi bukankah aku telah mengatakan kepadamu untuk menenun kain-jubah itu dengan
benang itu?”
“Benar. Tetapi Yang Mulia Upananda menyuruhku untuk membuatnya panjang, lebar, dan
ditenun dengan rapat. Dan ia mengatakan akan ada cukup benang.” Kemudian perempuan itu
memberikan lagi benang sebanyak yang ia berikan pertama kali.
Ketika Upananda mendengar bahwa sang suami telah pulang dari perjalanannya, ia mengunjungi
rumahnya dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Orang itu mendatanginya, bersujud,
dan duduk. Kemudian ia berkata kepada isterinya, “Apakah kain-jubah itu telah ditenun?”
“Sudah.”
“Bawalah ke sini. Aku akan memberikannya kepada Yang Mulia Upananda.”
Kemudian ia mengambil kain-jubah itu, menyerahkannya kepada suaminya, dan
memberitahukan kepadanya apa yang terjadi. Setelah memberikan kain-jubah itu kepada
Upananda, ia mengeluhkan dan mengkritiknya, “Para monastik Sakya ini memiliki banyak
keinginan; mereka tidak mengenal puas. Tidaklah mudah untuk memberikan kain-jubah kepada
mereka. Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda mendatangi para penenun dan mengatakan
kain-jubah bagaimana yang ia inginkan tanpa terlebih dulu diundang olehku?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik Upananda, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda
mendatangi para penenun dan mengatakan kain-jubah bagaimana yang ia inginkan tanpa
terlebih dulu diundang?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Upananda: “Benarkah, Upananda, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Apakah ia adalah kerabatmu?”
“Bukan, Yang Mulia.”
“Orang dungu, orang-orang yang bukan kerabat tidak mengetahui apa yang selayaknya dan apa
yang tidak selayaknya, apa yang baik dan buruk, dalam berurusan satu sama lain. Dan masih saja
engkau melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang perumah tangga laki-laki atau perempuan menyuruh para penenun untuk
menenunkan kain-jubah untuk seorang bhikkhu yang bukan kerabat dan, tanpa terlebih
dulu diundang, bhikkhu tersebut mendatangi para penenun dan menyebutkan jenis kain-
jubah yang ia inginkan, dengan mengatakan, ‘Kain-jubah yang sedang engkau tenun
untukku ini, buatlah panjang dan lebar; tenun dengan rapat, tenun dengan baik,
regangkan dengan baik, garuk dengan baik, dan sisir dengan baik, dan mungkin aku
bahkan akan memberimu suatu hadiah kecil.’ Kemudian dengan mengatakan itu dan
setelahnya memberi mereka hadiah kecil, bahkan sedikit makanan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Untuk seorang bhikkhu:
untuk manfaat seorang bhikkhu; menjadikan seorang bhikkhu sebagai objek pertimbangan,
seseorang ingin memberikan kepadanya.
Bukan kerabat:
siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Perumah tangga laki-laki:
laki-laki mana pun yang hidup di rumah.
Perumah tangga perempuan:
perempuan mana pun yang hidup di rumah.
Para penenun:
mereka yang menenun.
Kain-jubah:
salah satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil daripada apa yang dapat
dialokasikan untuk orang lain.
Ditenun:
disuruh menenun.
Jika bhikkhu tersebut:
bhikkhu yang untuknya kain-jubah itu ditenun.
Tanpa terlebih dulu diundang:
tanpa terlebih dulu dikatakan, “Yang Mulia, kain-jubah jenis apakah yang engkau butuhkan?
Kain-jubah jenis apakah yang dapat kutenunkan untukmu?”
Mendatangi para penenun itu:
setelah mendatangi rumah mereka, setelah mendatangi di mana pun mereka berada.
Menyebutkan jenis kain-jubah yang ia inginkan:
“Kain-jubah yang sedang engkau tenun untukku ini, buatlah panjang dan lebar; tenun dengan
rapat, tenun dengan baik, regangkan dengan baik, garuk dengan baik, dan sisir dengan baik; dan
mungkin aku bahkan akan memberimu suatu hadiah kecil.”
Kemudian dengan mengatakan itu dan setelahnya memberi mereka hadiah kecil, bahkan
sedikit makanan:
bubur beras, makanan, makanan segar, sedikit bubuk mandi, pembersih gigi, seutas tali, dan
bahkan jika ia membabarkan ajaran. Jika penenun itu membuatnya panjang atau lebar atau
ditenun dengan rapat karena ucapan bhikkhu itu, maka untuk usaha itu terjadi tindakan
perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan kain-jubah itu, maka itu harus dilepaskan. Kain-jubah
itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para bhikkhu,
kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain-jubah ini, yang karenanya aku mendatangi para penenun dari perumah
tangga yang bukan kerabat dan menyebutkan jenis kain-jubah yang kuinginkan tanpa
terlebih dulu diundang, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha
harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan kain-jubah
ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika perumah tangga itu bukan kerabat dan bhikkhu itu menyadarinya sebagai bukan kerabat
dan, tanpa terlebih dulu diundang, ia mendatangi para penenun mereka dan menyebutkan jenis
kain-jubah yang ia inginkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika perumah tangga itu bukan kerabat, tetapi bhikkhu itu tidak dapat
memastikannya dan, tanpa terlebih dulu diundang, ia mendatangi para penenun mereka dan
menyebutkan jenis kain-jubah yang ia inginkan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika perumah tangga itu bukan kerabat, tetapi bhikkhu
itu menyadarinya sebagai kerabat dan, tanpa terlebih dulu diundang, ia mendatangi para
penenun mereka dan menyebutkan jenis kain-jubah yang ia inginkan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika perumah tangga itu adalah kerabat, tetapi bhikkhu itu menyadarinya sebagai bukan kerabat,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika perumah tangga itu adalah kerabat, tetapi
bhikkhu itu tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
perumah tangga itu adalah kerabat dan bhikkhu itu menyadarinya sebagai kerabat, maka tidak
ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika itu adalah dari kerabat; jika itu dari mereka yang telah
menyampaikan undangan; jika itu adalah demi manfaat orang lain; jika itu diperoleh dari harta
kekayaannya sendiri; jika seseorang menginginkan kain-jubah tenun yang mahal, tetapi ia
meminta ditenunkan kain-jubah yang murah; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan panjang tentang penenun, yang ketujuh, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

28. Aturan Latihan tentang Kain Khusus


Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
seorang pejabat kerajaan yang hendak pergi, mengirim pesan kepada para bhikkhu, dengan
mengatakan, “Datanglah, Para Mulia, aku hendak memberikan kain-jubah kepada mereka yang
telah menyelesaikan masa keberdiaman musim-hujan.”
Para bhikkhu berpikir, “Sang Buddha memperbolehkan jubah demikian hanya untuk mereka
yang telah menyelesaikan masa keberdiaman musim-hujan,” dan karena takut melakukan
kesalahan, mereka tidak pergi. Pejabat kerajaan itu mengeluhkan dan mengkritik mereka,
“Bagaimana mungkin mereka tidak datang setelah aku mengirim pesan? Aku hendak pergi
bersama bala-tentara. Sulit diketahui apakah aku akan hidup atau mati.”
Para bhikkhu mendengar keluhan pejabat kerajaan itu, dan mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Para
bhikkhu, aku memperbolehkan kalian menerima kain-khusus, dan kemudian menyimpannya.”
Ketika mereka mendengar hal ini, para bhikkhu menerima kain-khusus dan menyimpannya
melewati musim-jubah, menyimpannya dalam buntelan-buntelan pada rak jubah dari bambu.
Sewaktu sedang berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman, Yang Mulia Ānanda melihat
kain-kain itu, dan ia bertanya kepada para bhikkhu, “Kain siapakah ini?”
“Ini adalah kain-khusus kami.”
“Tetapi berapa lamakah kalian telah menyimpannya?”
Mereka memberitahunya. Ānanda mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin
para bhikkhu ini menerima kain-khusus dan kemudian menyimpannya melewati musim jubah?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, Ānanda memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu: “Benarkah,
para bhikkhu, bahwa ada para bhikkhu yang melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Para bhikkhu, bagaimana mungkin orang-orang dungu itu
dapat melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika masih sepuluh hari tersisa sebelum memasuki bulan purnama Kattika yang
mengakhiri masa keberdiaman musim-hujan pertama dan kain-khusus diberikan kepada
seorang bhikkhu, ia boleh menerimanya jika ia menganggapnya mendesak. Ia boleh
menyimpannya hingga akhir musim jubah. Jika ia menyimpannya melewati waktu itu,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Masih sepuluh hari tersisa:
upacara undangan adalah sepuluh hari mendatang.
Bulan purnama Kattika yang mengakhiri masa keberdiaman musim-hujan pertama:
yang dimaksudkan adalah bulan purnama Kattika dari upacara undangan.
Kain-khusus:
ketika seseorang ingin pergi bersama bala-tentara, ketika seseorang ingin pergi, ketika seseorang
jatuh sakit, ketika seseorang hamil, ketika seseorang yang tanpa keyakinan memperoleh
keyakinan, ketika seseorang yang tanpa kepercayaan memperoleh kepercayaan—jika orang itu
mengirim pesan kepada para bhikkhu, dengan mengatakan, “Datanglah, Para Mulia, aku ingin
memberikan jubah kepada mereka yang telah menyelesaikan masa keberdiaman musim hujan,”
ini disebut “kain-khusus”.
Ia boleh menerimanya jika ia menganggapnya mendesak. Ia boleh menyimpannya hingga
akhir musim jubah:
dengan menegakkan persepsi bahwa kain itu adalah kain-khusus, ia boleh menyimpannya.
Musim-jubah:
bagi seorang yang tidak berpartisipasi dalam upacara pembuatan jubah, ini adalah bulan terakhir
musim hujan; bagi seorang yang berpartisipasi dalam upacara pembuatan jubah, ini adalah
periode lima bulan.
Jika ia menyimpannya melewati waktu itu:
bagi seorang yang tidak berpartisipasi dalam upacara pembuatan jubah, jika ia menyimpannya
melewati hari terakhir musim hujan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan. Bagi seorang yang berpartisipasi dalam upacara pembuatan jubah, jika
ia menyimpannya melewati hari musim-jubah itu berakhir, maka kain itu harus dilepaskan.

Kain itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, kain itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, kain-khusus ini, yang telah kusimpan melewati musim jubah, akan
dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ … Sangha harus mengembalikan …
kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan kain ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika itu adalah kain-khusus dan ia menyadarinya sebagai kain-khusus, dan ia menyimpannya
melewati musim jubah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan. Jika itu adalah kain-khusus, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia
menyimpannya melewati musim jubah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan. Jika itu adalah kain-khusus, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai
kain-khusus, dan ia menyimpannya melewati musim jubah, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika kain itu belum ditetapkan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah ditetapkan … Jika kain itu
belum dialokasikan untuk orang lain, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah dialokasikan untuk
orang lain … Jika kain itu belum diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah diberikan … Jika
kain itu tidak hilang, tetapi ia menyadarinya sebagai hilang … Jika kain itu tidak hancur, tetapi ia
menyadarinya sebagai hancur … Jika kain itu tidak terbakar, tetapi ia menyadarinya sebagai
terbakar … Jika kain itu tidak dicuri, tetapi ia menyadarinya sebagai dicuri, dan ia
menyimpannya melewati musim jubah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.
Jika ia menggunakan kain yang harus dilepaskan tanpa terlebih dulu melepaskannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan kain-khusus, tetapi ia
menyadarinya sebagai kain-khusus, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
itu bukan kain-khusus, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan kain-khusus dan ia tidak menyadarinya
sebagai kain-khusus, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika dalam masa musim jubah, kain-khusus itu ditetapkan, dialokasikan
untuk orang lain, diberikan, hilang, hancur, terbakar, dicuri, atau diambil atas dasar
kepercayaan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang kain-khusus, yang kedelapan, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

29. Aturan Latihan tentang Apa yang


Berbahaya
Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu yang telah menyelesaikan masa keberdiaman musim-hujan sedang
menetap di tempat-tempat kediaman di dalam hutan belantara. Pencuri-pencuri yang aktif
selama bulan Kattika menyerang para bhikkhu ini, dengan berpikir, “Mereka telah diberikan
benda-benda.”
Para bhikkhu memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran
dan berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, Aku memperbolehkan para bhikkhu yang
menetap di tempat-tempat kediaman di dalam hutan belantara untuk menyimpan satu dari tiga
jubah mereka di area berpenghuni.”
Ketika mereka mendengar hal ini, para bhikkhu menyimpan satu dari tiga jubah mereka di area
berpenghuni, terpisah dari mereka selama lebih dari enam hari. Jubah-jubah itu hilang, hancur,
terbakar, dan digigit tikus. Sebagai akibatnya, para bhikkhu itu menjadi berjubah buruk. Para
bhikkhu lain bertanya mengapa, dan mereka memberitahukan apa yang terjadi. Para bhikkhu
yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin
para bhikkhu itu menyimpan satu dari tiga jubah mereka di area berpenghuni dan kemudian
terpisah dari mereka selama lebih dari enam hari?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu: “Benarkah,
para bhikkhu, bahwa ada para bhikkhu yang melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Para bhikkhu, bagaimana mungkin orang-orang dungu itu
dapat melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para
bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ada tempat-tempat kediaman di dalam hutan belantara yang dianggap riskan dan
berbahaya. Setelah menjalankan bulan purnama Kattika yang mengakhiri musim hujan,
seorang bhikkhu yang menetap di tempat-tempat kediaman demikian, jika ia
menginginkan, boleh menyimpan satu dari tiga jubahnya di area berpenghuni selama ia
memiliki alasan untuk berpisah dari jubah itu. Ia boleh berpisah dari jubah itu selama
paling lama enam hari. Jika ia berpisah dari jubah itu lebih lama dari itu, kecuali jika para
bhikkhu menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.’”
Definisi
Setelah menjalankan:
setelah menyelesaikan musim hujan.
Bulan purnama Kattika yang mengakhiri musim hujan:
yang dimaksudkan adalah bulan purnama keempat dari musim hujan di bulan Kattika.
Ada tempat-tempat kediaman di dalam hutan belantara:
tempat kediaman di dalam hutan belantara: sedikitnya 800 meter jauhnya dari area berpenghuni.
Riskan:
di dalam vihara, atau di lingkungan sekitar vihara, pencuri-pencuri telah terlihat berkemah,
makan, berdiri, duduk, atau berbaring.
Berbahaya:
di dalam vihara, atau di lingkungan sekitar vihara, pencuri-pencuri telah terlihat melukai,
merampok, atau memukul orang-orang.
Seorang bhikkhu yang menetap di tempat-tempat kediaman demikian:
seorang bhikkhu yang menetap di tempat kediaman seperti itu.
Jika ia menginginkan:
jika ia menghendakinya.
Satu dari tiga jubahnya:
jubah luar, jubah atas, atau sarung.
Boleh menyimpan di area berpenghuni:
boleh menyimpannya di mana pun di desa sumber dana makanannya.
Selama ia memiliki alasan untuk berpisah dari jubah itu:
jika ada alasan, jika ada sesuatu yang harus dilakukan.
Ia boleh berpisah dari jubah itu selama paling lama enam hari:
ia boleh berpisah maksimum selama enam hari.
Kecuali jika para bhikkhu menyetujui:
Jika para bhikkhu telah menyetujui.
Jika ia berpisah dari jubah itu lebih lama dari itu:
maka jubah itu harus dilepaskan pada fajar hari ketujuh.
Jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan, para
bhikkhu, jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan
penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, jubah ini, yang telah berpisah dariku selama lebih dari enam hari tanpa
persetujuan para bhikkhu, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ …
Sangha harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan
jubah ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika lebih dari enam hari dan ia menyadarinya sebagai lebih, dan ia berpisah dari jubah itu,
kecuali para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari enam hari, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan i a
berpisah dari jubah itu, kecuali para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari enam hari, tetapi ia menyadarinya
sebagai kurang, dan ia berpisah dari jubah itu, kecuali para bhikkhu telah menyetujui, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.
Jika penetapan belum diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah … Jika jubah itu belum
diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah … Jika jubah itu tidak hilang, tetapi ia
menyadarinya sebagai hilang … Jika jubah itu tidak hancur, tetapi ia menyadarinya sebagai
hancur … Jika jubah itu tidak terbakar, tetapi ia menyadarinya sebagai terbakar … Jika jubah itu
tidak dicuri, tetapi ia menyadarinya sebagai dicuri, dan ia berpisah dari jubah itu, kecuali para
bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan
pengakuan.
Jika ia menggunakan jubah yang harus dilepaskan tanpa terlebih dulu melepaskannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari enam hari, tetapi ia menyadarinya
sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari enam hari,
tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
kurang dari enam hari dan ia menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ia berpisah dari jubah itu selama enam hari; jika ia berpisah dari
jubah itu selama kurang dari enam hari; jika setelah berpisah dari jubah itu selama enam hari, ia
bermalam di dalam wilayah desa itu dan kemudian pergi; jika dalam enam hari ia memberikan
penetapan, atau jubah itu diberikan, hilang, hancur, terbakar, dicuri, atau diambil atas dasar
kepercayaan; jika ia telah mendapat persetujuan dari para bhikkhu; jika ia gila; jika ia adalah
pelaku pertama.
Aturan latihan tentang apa yang berbahaya, yang kesembilan, selesai.
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Mangkuk

30. Aturan Latihan tentang Apa yang


Diniatkan
Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, suatu
perkumpulan telah mempersiapkan dana makan beserta kain-jubah untuk Sangha, berniat untuk
mempersembahkan kain-jubah setelah memberikan makanan.
Tetapi para bhikkhu dari kelompok enam mendatangi perkumpulan itu dan berkata, “Sudilah
memberikan kain-jubah ini kepada kami.”
“Para Mulia, kami tidak dapat melakukan itu. Kami telah mempersiapkan persembahan dana
makan tahunan beserta dengan kain-jubah untuk Sangha.”
“Sangha memiliki banyak penyumbang dan penyokong. Tetapi karena kami sedang menetap di
sini, kami mengandalkan sokongan kalian. Siapakah yang akan memberikan kepada kami kalau
bukan kalian? Jadi berikanlah kain-jubah ini kepada kami.” Karena didesak oleh para bhikkhu
dari kelompok enam, perkumpulan itu memberikan kain-jubah yang telah dipersiapkan itu
kepada mereka dan mepersembahkan makanan kepada Sangha.
Para bhikkhu yang mengetahui bahwa suatu persembahan makanan beserta dengan kain-jubah
telah dipersiapkan untuk Sangha, tetapi tidak tahu bahwa kain-jubah telah diberikan kepada
para bhikkhu dari kelompok enam berkata, “Silakan persembahkan kain-jubah.”
“Tidak ada lagi. Para bhikkhu dari kelompok enam telah mengalihkan kain-jubah yang telah
kami persiapkan kepada mereka.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan, mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu,
“Bagaimana mungkin para bhikkhu dari kelompok enam mengalihkan kepada mereka sendiri
benda-benda yang mereka tahu diniatkan untuk Sangha?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu: “Benarkah,
para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu mengalihkan kepada dirinya sendiri, sokongan materi yang ia
ketahui diniatkan untuk Sangha, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.’”

Definisi
Seorang:
siapa pun …
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ia ketahui:
ia mengetahui oleh dirinya sendiri atau orang lain memberitahunya atau si penyumbang
memberitahunya.
Untuk Sangha:
diberikan kepada Sangha, dilepaskan kepada Sangha.
Sokongan materi:
kain-jubah, makanan, tempat kediaman, dan obat-obatan; bahkan sedikit bubuk mandi,
pembersih gigi, atau seutas tali.
Diniatkan:
mereka telah mengatakan, “Kami akan memberikan,” “Kami akan mempersiapkan.” Jika ia
mengalihkannya kepada dirinya, maka untuk usaha itu terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika
ia mendapatkannya, maka itu harus dilepaskan.

Sokongan materi itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. “Dan,
para bhikkhu, sokongan materi itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada
Pelepasan 1, dengan penyesuaian seperlunya.)
‘Para Mulia, benda ini, yang kualihkan kepada diriku sendiri dengan mengetahui bahwa
ini diniatkan untuk Sangha, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.’ …
Sangha harus mengembalikan … kalian harus mengembalikan … ‘Aku mengembalikan
benda ini kepadamu.’”

Permutasi
Jika diniatkan untuk Sangha dan ia menyadarinya sebagai diniatkan untuk Sangha, dan ia
mengalihkannya kepada dirinya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pelepasan dan pengakuan.
Jika diniatkan untuk Sangha, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia mengalihkannya
kepada dirinya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika diniatkan untuk
Sangha, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai diniatkan untuk Sangha, dan ia mengalihkannya
kepada dirinya sendiri, maka tidak ada pelanggaran.
Jika diniatkan untuk satu Sangha dan ia mengalihkannya kepada Sangha lain atau kepada sebuah
altar, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika diniatkan untuk satu altar dan ia
mengalihkannya kepada altar lain atau kepada satu Sangha atau individu, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika diniatkan untuk satu individu dan ia mengalihkannya kepada
individu lain atau kepada satu sangha atau kepada sebuah altar, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah.
Jika tidak diniatkan untuk Sangha, tetapi ia menyadarinya sebagai diniatkan untuk Sangha, maka
ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika tidak diniatkan untuk Sangha, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika tidak diniatkan
untuk Sangha dan ia tidak menyadarinya sebagai tidak diniatkan untuk Sangha, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: jika ditanya, “Kemanakah kami dapat memberi?” ia berkata, “Berikanlah
di mana pemberianmu akan menjadi perlengkapan;” “Berikanlah di mana pemberianmu akan
menjadi perbaikan;” “Berikanlah di mana pemberianmu akan bertahan dalam waktu lama;”
“Berikanlah di mana engkau merasa terinspirasi;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang apa yang diniatkan, yang kesepuluh, selesai.

SUB-BAB KETIGA TENTANG MANGKUK SELESAI


Berikut ini adalah rangkumannya:

“Dua tentang mangkuk, dan tonikum-tonikum,


Musim hujan, kelima tentang pemberian;
Diri sendiri, setelah menenun, khusus,
Riskan, dan bersama dengan Sangha.”

“Para Mulia, tiga puluh aturan tentang pelepasan dan pengakuan telah dibacakan. Sehubungan
dengan ini Aku bertanya kepada kalian, ‘Apakah kalian murni dalam hal ini?’ Untuk kedua
kalinya Aku bertanya, ‘Apakah kalian murni dalam hal ini?’ Untuk ketiga kalinya Aku bertanya,
‘Apakah kalian murni dalam hal ini?’ Kalian murni dalam hal ini dan oleh karena itu berdiam diri.
Aku akan mengingatnya demikian.”

BAB TENTANG PELANGGARAN-PELANGGARAN YANG


MENGHARUSKAN PELEPASAN SELESAI

TEKS KANONIS YANG DIMULAI DENGAN PELANGGARAN-


PELANGGARAN YANG MENGHARUSKAN PENGUSIRAN SELESAI

Anda mungkin juga menyukai