Anda di halaman 1dari 294

Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik

Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya


Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

1. Aturan Latihan tentang Berbohong


Hormat kepada Sang Buddha, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna

Para Mulia, sembilan puluh dua aturan tentang penebusan ini akan dibacakan.

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika,
Hatthaka orang Sakya telah dikalahkan dalam perdebatan. Sewaktu berbicara dengan kaum
monastik agama lain, ia akan menyatakan hal-hal setelah membantahnya, dan ia akan
membantah hal-hal setelah menyatakannya. Ia menghindari topik-topik, berbohong, dan
mengucapkan janji palsu. Para monastik agama lain mengeluhkan dan mengkritiknya, “Ketika
Hatthaka berbicara dengan kita, bagaimana mungkin ia menyatakan hal-hal setelah
membantahnya, membantah hal-hal setelah menyatakannya, menghindari topik-topik,
berbohong, dan mengucapkan janji palsu?”
Para bhikkhu mendengar keluhan para monastik agama lain itu. Kemudian mereka mendatangi
Hatthaka dan berkata, “Benarkah, Hatthaka, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Para monastik agama lain harus dikalahkan, apa pun yang terjadi! Mereka tidak boleh dibiarkan
menang.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Ketika
Hatthaka berbicara dengan para monastik agama lain, bagaimana mungkin ia menyatakan hal-
hal setelah membantahnya, membantah hal-hal setelah menyatakannya, menghindari topik-
topik, berbohong, dan mengucapkan janji palsu?”
Setelah menegur Hatthaka dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera
setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Hatthaka, “Benarkah, Hatthaka,
bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Orang dungu, Bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu dengan penuh kesadaran berbohong, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengakuan’”

Definisi
Dengan penuh kesadaran berbohong:
Ucapan dari seseorang yang bertujuan untuk menipu—kata-katanya, gaya bicaranya, caranya
mulai berbicara, gaya bahasanya, delapan jenis ucapan tidak mulia: ia mengatakan bahwa ia
melihat apa yang tidak ia lihat; ia mengatakan bahwa ia mendengar apa yang tidak ia dengar; ia
mengatakan bahwa ia mencerap apa yang tidak ia cerap; ia mengatakan apa yang ia alami secara
batin apa yang tidak ia alami secara batin; ia mengatakan bahwa ia tidak melihat apa yang telah
ia lihat; ia mengatakan bahwa ia tidak mendengar apa yang ia dengar; ia mengatakan bahwa ia
tidak mencerap apa yang ia cerap; ia mengatakan bahwa ia tidak mengalami secara batin apa
yang ia alami secara batin.

Permutasi

Definisi
Tidak melihat:
Tidak melihat dengan mata.
Tidak mendengar:
Tidak mendengar dengan telinga:
Tidak mencerap:
Tidak membaui dengan hidung, tidak mengecap dengan lidah, tidak menyentuh dengan badan.
Tidak mengalami secara batin:
Tidak mengalami secara batin dengan pikiran.
Melihat:
melihat dengan mata.
Mendengar:
Mendengar dengan telinga:
Mencerap:
Membaui dengan hidung, tidak mengecap dengan lidah, tidak menyentuh dengan badan.
Mengalami secara batin:
Mengalami secara batin dengan pikiran.

Pembabaran:
Secara dusta mengaku telah mengalami apa yang tidak ia alami: pintu indria tunggal
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang tidak ia
lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini
terpenuhi: sebelum ia berbohong, ia tahu bahwa ia hendak berbohong; sewaktu berbohong, ia
tahu bahwa ia sedang berbohong; setelah berbohong, ia tahu bahwa ia telah berbohong.
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang tidak ia
lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika empat kondisi ini
terpenuhi: sebelum ia berbohong, ia tahu bahwa ia hendak berbohong; sewaktu berbohong, ia
tahu bahwa ia sedang berbohong; setelah berbohong, ia tahu bahwa ia telah berbohong; dalam
menyatakan pandangannya secara keliru atas apa yang benar.
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang tidak ia
lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika lima kondisi ini
terpenuhi: sebelum ia berbohong, ia tahu bahwa ia hendak berbohong; sewaktu berbohong, ia
tahu bahwa ia sedang berbohong; setelah berbohong, ia tahu bahwa ia telah berbohong; dalam
menyatakan pandangannya secara keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan
kepercayaannya secara keliru atas apa yang benar.
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang tidak ia
lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika enam kondisi ini
terpenuhi: sebelum ia berbohong, ia tahu bahwa ia hendak berbohong; sewaktu berbohong, ia
tahu bahwa ia sedang berbohong; setelah berbohong, ia tahu bahwa ia telah berbohong; dalam
menyatakan pandangannya secara keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan
kepercayaannya secara keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan penerimaannya secara
keliru atas apa yang benar.
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang tidak ia
lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tujuh kondisi ini
terpenuhi: sebelum ia berbohong, ia tahu bahwa ia hendak berbohong; sewaktu berbohong, ia
tahu bahwa ia sedang berbohong; setelah berbohong, ia tahu bahwa ia telah berbohong; dalam
menyatakan pandangannya secara keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan
kepercayaannya secara keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan penerimaannya secara
keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan perasaannya secara keliru atas apa yang benar.
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mendengar apa yang
tidak ia dengar … mengatakan bahwa ia telah mencerap … mengatakan bahwa ia telah secara
batin mengalami apa yang tidak secara batin ia alami, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi: sebelum ia berbohong, ia tahu bahwa ia
hendak berbohong; sewaktu berbohong, ia tahu bahwa ia sedang berbohong; setelah berbohong,
ia tahu bahwa ia telah berbohong.
… ketika empat kondisi terpenuhi … ketika lima kondisi terpenuhi … ketika enam kondisi
terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mengalami
secara batin apa yang tidak ia alami secara batin, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan jika tujuh kondisi ini terpenuhi: sebelum ia berbohong, ia tahu bahwa
ia hendak berbohong; sewaktu berbohong, ia tahu bahwa ia sedang berbohong; setelah
berbohong, ia tahu bahwa ia telah berbohong; dalam menyatakan pandangannya secara keliru
atas apa yang benar; dalam menyatakan kepercayaannya secara keliru atas apa yang benar;
dalam menyatakan penerimaannya secara keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan
perasaannya secara keliru atas apa yang benar.
Secara dusta mengaku telah mengalami apa yang tidak ia alami: beberapa pintu indria
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat dan mendengar
apa yang tidak ia lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga
kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah
melihat dan mencerap apa yang tidak ia lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh
kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat dan secara batin mengalami apa yang tidak ia
lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini
terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat dan
mendengar dan mencerap apa yang tidak ia lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh
kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat dan mendengar dan secara batin mengalami apa
yang tidak ia lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga
kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah
melihat dan mendengar dan mencerap dan secara batin mengalami apa yang tidak ia lihat, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi …
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mendengar dan
mencerap apa yang tidak ia dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran,
mengatakan bahwa ia telah mendengar dan secara batin mengalami apa yang tidak ia dengar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi …
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mendengar dan melihat
apa yang tidak ia dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika
tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia
telah mendengar dan mencerap dan secara batin mengalami apa yang tidak ia dengar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia
berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mendengar dan mencerap dan
melihat apa yang tidak ia dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran,
mengatakan bahwa ia telah mendengar dan mencerap dan secara batin mengalami dan melihat
apa yang tidak ia dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika
tiga kondisi ini terpenuhi …
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mencerap dan secara
batin mengalami apa yang tidak ia cerap, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran,
mengatakan bahwa ia telah mencerap dan melihat apa yang tidak ia cerap, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong
dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mencerap dan mendengar apa yang tidak
ia dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini
terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mencerap
dan secara batin mengalami dan melihat apa yang tidak ia dengar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong
dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mencerap dan secara batin mengalami dan
mendengar apa yang tidak ia dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran,
mengatakan bahwa ia telah mencerap dan secara batin mengalami dan melihat dan mendengar
apa yang tidak ia dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika
tiga kondisi ini terpenuhi …
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami
dan melihat apa yang tidak secara batin ia alami, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh
kesadaran, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan mendengar apa yang tidak
secara batin ia alami, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga
kondisi ini secara batin ia alami … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan
bahwa ia telah secara batin mengalami dan mencerap apa yang tidak secara batin ia alami, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika
ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan
melihat dan mendengar apa yang tidak secara batin ia alami, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh
kesadaran, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan melihat dan mencerap apa
yang tidak secara batin ia alami, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan
jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa
ia telah secara batin mengalami dan melihat dan mendengar dan mencerap apa yang tidak ia
dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini
terpenuhi …
Secara dusta mengaku tidak mengalami apa yang ia alami
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia tidak melihat apa yang ia lihat,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi …
mengatakan bahwa ia tidak mendengar apa yang ia dengar … mengatakan bahwa ia tidak
mencerap apa yang telah ia cerap … mengatakan bahwa ia tidak secara batin mengalami apa yang
secara batin ia alami, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga
kondisi ini terpenuhi …
Secara dusta mengaku telah mengalami dengan satu indria apa yang ia alami dengan
indria yang lain
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mendengar apa yang ia
lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini
terpenuhi … mengatakan bahwa ia telah mencerap apa yang ia lihat … mengatakan bahwa ia
telah secara batin mengalami apa yang ia lihat, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh
kesadaran, mengatakan bahwa ia melihat dan mencerap apa yang ia lihat, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … mengatakan bahwa
ia telah mendengar dan secara batin mengalami apa yang ia lihat … mengatakan bahwa ia telah
mendengar dan mencerap dan secara batin mengalami apa yang ia lihat, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi …
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah mencerap apa yang ia
dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini
terpenuhi … mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami apa yang ia dengar …
mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang ia dengar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh
kesadaran, mengatakan bahwa ia mencerap dan secara batin mengalami apa yang ia dengar,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi …
mengatakan bahwa ia telah mencerap dan melihat apa yang ia dengar … mengatakan bahwa ia
telah mencerap dan secara batin mengalami dan melihat apa yang ia dengar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi …
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami
apa yang ia cerap, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga
kondisi ini terpenuhi … mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang ia cerap … mengatakan
bahwa ia telah mendengar apa yang ia cerap, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong dengan penuh
kesadaran, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan melihat apa yang ia cerap,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi …
mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan mendengar apa yang ia cerap …
mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan melihat dan mendengar apa yang ia
cerap, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini
terpenuhi …
Jika ia berbohong dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang secara
batin ia alami, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi
ini terpenuhi … mengatakan bahwa ia telah mendengar apa yang secara batin ia alami …
mengatakan bahwa ia telah mencerap apa yang secara batin ia alami, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini terpenuhi … Jika ia berbohong
dengan penuh kesadaran, mengatakan bahwa ia telah melihat dan mendengar apa yang secara
batin ia alami, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi
ini terpenuhi … mengatakan bahwa ia telah melihat dan mencerap apa yang secara batin ia alami
… mengatakan bahwa ia telah melihat dan mendengar dan mencerap apa yang ia secara batin ia
alami, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tiga kondisi ini
terpenuhi …
Menyatakan pengakuan selagi ragu-ragu
Jika ia tidak dapat memastikan apa yang telah ia lihat, ragu-ragu terhadap apa yang telah ia lihat,
tidak ingat pada apa yang telah ia lihat, bingung terhadap apa yang telah ia lihat … Jika ia tidak
dapat memastikan apa yang telah ia dengar, ragu-ragu terhadap apa yang telah ia dengar, tidak
ingat pada apa yang telah ia dengar, bingung terhadap apa yang telah ia dengar … Jika ia tidak
dapat memastikan apa telah yang ia cerap, ragu-ragu terhadap apa yang telah ia cerap, tidak
ingat pada apa yang telah ia cerap, bingung terhadap apa yang telah ia cerap … Jika ia tidak dapat
memastikan apa yang secara batin telah ia alami, ragu-ragu terhadap apa yang secara batin telah
ia alami, tidak ingat pada apa yang secara batin telah ia alami, bingung terhadap apa yang secara
batin telah ia alami, tetapi ia dengan penuh kesadaran berbohong, mengatakan bahwa ia telah
secara batin mengalami dan melihat … bingung terhadap apa yang secara batin telah ia alami,
tetapi ia dengan penuh kesadaran berbohong, mengatakan bahwa ia secara batin telah
mengalami dan mendengar … bingung terhadap apa yang secara batin telah ia alami, tetapi ia
dengan penuh kesadaran berbohong, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan
mencerap … bingung terhadap apa yang telah secara batin ia alami, tetapi ia dengan penuh
kesadaran berbohong, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan melihat dan
mendengar … bingung terhadap apa yang secara batin telah ia alami, tetapi ia dengan penuh
kesadaran berbohong, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan melihat dan
mencerap … bingung terhadap apa yang telah secara batin ia alami, tetapi ia dengan penuh
kesadaran berbohong, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan melihat dan
mendengar dan mencerap, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika
tiga kondisi ini terpenuhi …
… jika empat kondisi terpenuhi … jika lima kondisi terpenuhi … jika enam kondisi terpenuhi …
bingung terhadap apa yang telah secara batin ia alami, tetapi ia dengan penuh kesadaran
berbohong, mengatakan bahwa ia telah secara batin mengalami dan melihat dan mendengar dan
mencerap, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan jika tujuh kondisi ini
terpenuhi: sebelum ia berbohong, ia tahu bahwa ia hendak berbohong; sewaktu berbohong, ia
tahu bahwa ia sedang berbohong; setelah berbohong, ia tahu bahwa ia telah berbohong; dalam
menyatakan pandangannya secara keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan
kepercayaannya secara keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan penerimaannya secara
keliru atas apa yang benar; dalam menyatakan perasaannya secara keliru atas apa yang benar.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia berbicara terlalu cepat; Jika ia keliru mengucapkan;
(Berbicara terlalu cepat berarti:
Berbicara dengan cepat.
Keliru mengucapkan berarti:
Bermaksud mengatakan satu hal, tetapi ia mengucapkan hal lainnya.)
Jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang berbohong, yang pertama, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

2. Aturan Latihan tentang Ucapan Kasar

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam sedang berdebat dan berkata kasar kepada para bhikkhu yang baik.
Mereka mencela dan menghina para bhikkhu baik itu sehubungan dengan kasta, nama, keluarga,
pekerjaan, profesi, penyakit, tanda-tanda fisik, kekotoran-kekotoran, dan pelanggaran-
pelanggaran, dan dengan memanggil mereka dengan sebutan-sebutan. Para bhikkhu yang
memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para
bhikkhu dari kelompok enam berdebat dan berkata kasar kepada para bhikkhu baik? Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam mencela dan menghina mereka sehubungan dengan
hal-hal ini”
Setelah menegur mereka dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah
itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu, “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka… “Orang-orang dungu, Bagaimana mungkin kalian dapat
melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” Dan setelah menegur
mereka … Beliau membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
Jataka
“Suatu ketika, para bhikkhu, terdapat seorang brahmana di Takkasilā yang memiliki seekor sapi
jantan bernama Nandivisāla. Suatu hari sapi jantan tersebut berkata kepada brahmana itu,
‘Pergilah, brahmana, dan bertaruhlah seribu keping uang dengan pedagang kaya bahwa sapi
jantanmu akan menarik seratus kereta yang diikat menjadi satu.’ Dan sang brahmana melakukan
hal itu. Kemudian, setelah mengikat seratus kereta menjadi satu dan memasangkan Nandivisāla
pada rangkaian itu, ia berkata, “Pergilah, engkau penipu! tariklah, engkau pembohong!’tetapi
Nandivisāla tidak bergerak.
Kemudian brahmana itu menjadi tertekan karena ia telah kehilangan seribu keping uang.
Nandivisāla berkata kepadanya, “Mengapa engkau begitu tertekan?’
‘Karena aku kehilangan seribu keping uang gara-gara engkau.’
‘Tetapi mengapakah engkau mempermalukan aku dengan menyebutku penipu walaupun aku
bukan penipu? Sekarang pergilah, brahmana, dan lakukan taruhan yang sama dengan pedagang
itu, tetapi naikkan taruhannya menjadi dua ribu keping uang. Hanya jangan mempermalukan
aku dengan menyebutku penipu.’ Sekali lagi sang brahmana melakukan hal itu. Kemudian,
setelah mengikat seratus kereta menjadi satu dan memasangkan Nandivisāla pada rangkaian itu,
ia berkata, ‘Pergilah sapi yang baik! Tariklah, sapi yang baik!’ dan Nandivisāla menarik seratus
kereta itu.

‘Seseorang seharusnya mengucapkan apa yang menyenangkan,


Jangan pernah mengucapkan apa yang tidak menyenangkan.
Karena dengan ucapan yang menyenangkan,
Beban berat dapat ditarik,
Dan ia memperoleh kekayaan;
Dan ia bersenang dengan itu.’

Bahkan pada masa itu, para bhikkhu, mencela dan menghina adalah tidak menyenangkan bagiku.
Bagaimana mungkin mencela dan menghina menjadi menyenangkan sekarang? Hal ini akan
mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu berbicara kasar, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan”

Definisi
Berbicara kasar:
Ia berbicara kasar dalam sepuluh cara: sehubungan dengan kasta, sehubungan dengan nama,
sehubungan dengan keluarga, sehubungan dengan pekerjaan, sehubungan dengan profesi,
sehubungan dengan penyakit, sehubungan dengan tanda-tanda fisik, sehubungan dengan
kekotoran-kekotoran, sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran, dan dengan pemanggilan
dengan sebutan.

Permutasi
Definisi
Kasta:
Ada dua jenis kasta: kasta rendah dan kasta tinggi.
Kasta rendah:
Kasta buangan, pengrajin bambu, pemburu, pembuat kereta, pembuang sampah—ini disebut
“kasta rendah”.
Kasta tinggi:
Kaum bangsawan dan brahmana—ini disebut “kasta tinggi”.
Nama:
Ada dua jenis nama: nama rendah dan nama tinggi.
Nama rendah:
Avakaṇṇaka, Javakaṇṇaka, Dhaniṭṭhaka, Saviṭṭhaka, Kulavaḍḍhaka, atau nama-nama, di negeri
mana pun, yang direndahkan, diremehkan, dicemooh, diperlakukan dengan hina, diabaikan—ini
disebut “nama rendah”.
Nama tinggi:
Nama-nama yang berhubungan dengan Sang Buddha, berhubungan dengan Ajaran, atau
berhubungan dengan Sangha, atau nama-nama, di negeri apa pun, yang dipandang tinggi, dipuja,
dihormati, dihargai, disembah—ini disebut “nama tinggi”.
Keluarga:
Ada dua jenis keluarga: keluarga rendah dan keluarga tinggi.
Keluarga rendah:
Keluarga Kosiya, keluarga Bhāradvāja, atau keluarga-keluarga, di negeri mana pun, yang
direndahkan, diremehkan, dicemooh, diperlakukan dengan hina, diabaikan—ini disebut
“keluarga rendah.”
Keluarga tinggi:
Keluarga Gotama, keluarga Moggallāna, keluarga Kaccāna, keluarga Vāsiṭṭha, atau keluarga-
keluarga, di negeri mana pun, yang dipandang tinggi, dipuja, dihormati, dihargai, disembah—ini
disebut “keluarga tinggi”.
Pekerjaan:
Ada dua jenis pekerjaan: pekerjaan rendah dan pekerjaan tinggi.
Pekerjaan rendah:
Tukang kayu, pembuang sampah, atau pekerjaan-pekerjaan, di negeri manapun, yang
direndahkan, diremehkan, dicemooh, diperlakukan dengan hina, diabaikan—ini disebut
“pekerjaan rendah”.
Pekerjaan tinggi:
Pertanian, perdagangan, memelihara ternak, atau pekerjaan-pekerjaan, di negeri manapun, yang
dipandang tinggi, dipuja, dihormati, dihargai, disembah—ini disebut “pekerjaan-pekerjaan
tinggi.”
Profesi:
Ada dua jenis profesi: profesi rendah dan profesi tinggi.
Profesi rendah:
pengrajin buluh, tembikar, menenun, pengrajin kulit, penata rambut, atau profesi-profesi, di
negeri manapun, yang direndahkan, diremehkan, dicemooh, diperlakukan dengan hina,
diabaikan—ini disebut “profesi rendah”.
Profesi tinggi:
Akuntansi, juru hitung, menulis, atau profesi-profesi, di negeri manapun, yang dipandang tinggi,
dipuja, dihormati, dihargai, disembah—ini disebut “profesi tinggi.”
Penyakit:
Semuanya adalah rendah, tetapi ada penyakit-penyakit diabetes yang tinggi.
Tanda-tanda fisik:
Ada dua jenis tanda-tanda fisik: tanda-tanda fisik rendah dan tanda-tanda fisik tinggi.
Tanda-tanda fisik rendah:
Terlalu tinggi, terlalu pendek, terlalu gelap, terlalu cerah—ini disebut “tanda-tanda fisik rendah”.
Tanda-tanda fisik tinggi:
Tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek, tidak terlalu gelap, tidak terlalu cerah—ini disebut
“tanda-tanda fisik tinggi”.
Kekotoran-kekotoran:
Semuanya adalah rendah.
Pelanggaran-pelanggaran:
Semuanya adalah rendah, tetapi ada pencapaian memasuki-arus yang adalah tinggi.
Pemanggilan dengan sebutan:
Ada dua jenis pemanggilan dengan sebutan: pemanggilan dengan sebutan yang rendah dan
pemanggilan dengan sebutan yang tinggi.
Pemanggilan dengan sebutan yang tinggi:
“Engkau adalah unta,” “Engkau adalah kambing,” “Engkau adalah sapi,” Engkau adalah keledai,”
“Engkau adalah binatang,” “Engkau menuju neraka;” “Engkau tidak akan pergi ke alam tujuan
yang baik,” “Engkau hanya dapat menantikan alam tujuan yang buruk,” atau menambahkan
akhiran pada nama seseorang, atau menyapa seseorang dengan kata-kata alat kelamin laki-laki
atau perempuan—ini disebut “pemanggilan dengan sebutan yang rendah.”
Pemanggilan dengan sebutan yang rendah:
“Engkau bijaksana,” “Engkau kompeten,“ “Engkau cerdas,” “Engkau terpelajar,” “Engkau adalah
pembabar Ajaran,” “Engkau akan pergi ke alam tujuan yang baik,” “Engkau hanya dapat
menantikan alam tujuan yang baik,”—ini disebut “pemanggilan dengan sebutan yang tinggi.”

Pembabaran

Ucapan kasar sehubungan dengan kasta


Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—seorang kasta buangan, seorang pengrajin bambu, seorang pemburu,
seorang pembuat kereta, seorang pembuang sampah—dengan mengatakan, “Engkau adalah
seorang kasta buangan, “Engkau adalah seorang pengrajin bambu, “Engkau adalah seorang
pemburu,” “Engkau adalah seorang pembuat kereta.” “Engkau adalah seorang pembuang
sampah,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang bangsawan, seorang brahmana—dengan mengatakan, “Engkau
adalah seorang kasta buangan, “Engkau adalah seorang pengrajin bambu, “Engkau adalah
seorang pemburu,” “Engkau adalah seorang pembuat kereta.” “Engkau adalah seorang pembuang
sampah,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah— seorang kasta buangan, seorang pengrajin bambu, seorang pembuat
kereta, seorang pembuang sampah—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang bangsawan,
“Engkau adalah seorang brahmana,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi—seorang bangsawan, seorang brahmana —dengan mengatakan, “Engkau
adalah seorang bangsawan, “Engkau adalah seorang brahmana,” maka untuk setiap kalimat itu,
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Ucapan kasar sehubungan dengan nama


Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—seorang Avakaṇṇaka, seorang Javakaṇṇaka, seorang Dhaniṭṭhaka, seorang
Saviṭṭhaka, seorang Kulavaḍḍhaka—dengan mengatakan, “Engkau adalah Avakaṇṇaka,” “Engkau
adalah Javakaṇṇaka,” “Engkau adalah seorang Dhaniṭṭhaka,” “Engkau adalah seorang
Saviṭṭhaka,” Engkau adalah seorang Kulavaḍḍhaka,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang Buddharakkhita, seorang Dhammarakkhita, seorang
Sangharakkhita—dengan mengatakan, “Engkau adalah Avakaṇṇaka,” “Engkau adalah
Javakaṇṇaka,” “Engkau adalah seorang Dhaniṭṭhaka, “Engkau adalah seorang Saviṭṭhaka,”
Engkau adalah seorang Kulavaḍḍhaka,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah—seorang Avakaṇṇaka, seorang Javakaṇṇaka, seorang Dhaniṭṭhaka, seorang
Saviṭṭhaka, seorang Kulavaḍḍhaka—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang
Buddharakkhita,” “Engkau adalah seorang Dhammarakkhita,” “Engkau adalah seorang
Sangharakkhita,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi—seorang Buddharakkhita, seorang Dhammarakkhita, seorang
Sangharakkhita—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang Buddharakkhita,” “Engkau
adalah seorang Dhammarakkhita,” “Engkau adalah seorang Sangharakkhita,” maka untuk setiap
kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Ucapan kasar sehubungan dengan keluarga
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—seorang dari keluarga Kosiya, seorang dari keluarga Bhāradvāja—dengan
mengatakan, “Engkau adalah seorang Kosiya,” “Engkau adalah seorang Bhāradvāja,” maka untuk
setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang dari keluarga Gotama, seorang dari keluarga Moggallāna, seorang
dari keluarga Kaccāna, seorang dari keluarga Vāsiṭṭha—dengan mengatakan, “Engkau adalah
seorang Kosiya,” “Engkau adalah seorang Bhāradvāja,” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah—seorang dari keluarga Kosiya, seorang dari keluarga Bhāradvāja—dengan
mengatakan, “Engkau adalah seorang Gotama,” “Engkau adalah seorang Moggallāna,” “Engkau
adalah seorang Kaccāna,” “Engkau adalah seorang Vāsiṭṭha,” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi—seorang dari keluarga Gotama, seorang dari keluarga Moggallāna, seorang
dari keluarga Kaccāna, seorang dari keluarga Vāsiṭṭha—dengan mengatakan, “Engkau adalah
seorang Gotama,” “Engkau adalah seorang Moggallāna,” “Engkau adalah seorang Kaccāna,”
“Engkau adalah seorang Vāsiṭṭha,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.

Ucapan kasar sehubungan dengan pekerjaan


Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—seorang tukang kayu, seorang pembuang sampah—dengan mengatakan,
“Engkau adalah seorang tukang kayu,” “Engkau adalah seorang pembuang sampah,” maka untuk
setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang petani, seorang pedagang, seorang peternak—dengan mengatakan,
“Engkau adalah seorang tukang kayu,” “Engkau adalah seorang pembuang sampah,” maka untuk
setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah—seorang tukang kayu, seorang pembuang sampah—dengan mengatakan,
“Engkau adalah seorang petani,” “Engkau adalah seorang pedagang,” “Engkau adalah seorang
peternak,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi—seorang petani, seorang pedagang, seorang peternak—dengan mengatakan,
“Engkau adalah seorang petani,” “Engkau adalah seorang pedagang,” “Engkau adalah seorang
peternak,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Ucapan kasar sehubungan dengan Profesi


Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—seorang pengrajin buluh, seorang pengrajin tembikar, seorang penenun,
seorang pengrajin kulit, seorang tukang cukur—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang
pengrajin buluh,” “Engkau adalah seorang pengrajin tembikar,” “Engkau adalah seorang
penenun,” “Engkau adalah seorang pengrajin kulit,” “Engkau adalah seorang tukang cukur,”
maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang juru hitung, seorang akuntan, seorang juru tulis—dengan
mengatakan, “Engkau adalah seorang pengrajin buluh,” “Engkau adalah seorang pengrajin
tembikar,” “Engkau adalah seorang penenun,” “Engkau adalah seorang pengrajin kulit,” “Engkau
adalah seorang tukang cukur,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah—seorang pengrajin buluh, seorang pengrajin tembikar, seorang penenun,
seorang pengrajin kulit, seorang tukang cukur—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang
juru hitung,” “Engkau adalah seorang akuntan,” “Engkau adalah seorang juru tulis,” maka untuk
setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi—seorang juru hitung, seorang akuntan, seorang juru tulis—dengan
mengatakan, “Engkau adalah seorang juru hitung,” “Engkau adalah seorang akuntan,” “Engkau
adalah seorang juru tulis,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Ucapan kasar sehubungan dengan Penyakit


Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—seorang penderita kusta, seorang penderita abses, seorang penderita kusta
ringan, seorang penderita TBC, seorang penderita epilepsi—dengan mengatakan, “Engkau adalah
seorang penderita kusta,” “Engkau adalah seorang penderita abses,” “Engkau menderita kusta
ringan,” “Engkau menderita TBC, engkau adalah seorang penderita epilepsi,” maka untuk setiap
kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang penderita diabetes—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang
penderita kusta,” “Engkau adalah seorang penderita abses,” “Engkau menderita kusta ringan,”
“Engkau menderita TBC, engkau adalah seorang penderita epilepsi,” maka untuk setiap kalimat
itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah—seorang penderita kusta, seorang penderita abses, seorang penderita kusta
ringan, seorang penderita TBC, seorang penderita epilepsi—dengan mengatakan, “Engkau adalah
seorang penderita diabetes,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi— seorang penderita diabetes—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang
penderita diabetes,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Ucapan kasar sehubungan dengan tanda-tanda fisik


Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—seorang yang terlalu tinggi, seorang yang terlalu pendek, seorang yang
terlalu gelap, seorang yang terlalu cerah—dengan mengatakan, “Engkau terlalu tinggi,” “Engkau
terlalu pendek, engkau terlalu gelap,” “Engkau terlalu cerah,” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang yang tidak terlalu tinggi, seorang yang tidak terlalu pendek,
seorang yang tidak terlalu gelap, seorang yang tidak terlalu cerah—dengan mengatakan, “Engkau
terlalu tinggi,” “Engkau terlalu pendek, engkau terlalu gelap,” “Engkau terlalu cerah,” maka
untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah—seorang yang terlalu tinggi, seorang yang terlalu pendek, seorang yang
terlalu gelap, seorang yang terlalu cerah—dengan mengatakan, “Engkau tidak terlalu tinggi,”
“Engkau tidak terlalu pendek,” “Engkau tidak terlalu gelap,” “Engkau tidak terlalu cerah,” maka
untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi—seorang yang tidak terlalu tinggi, seorang yang tidak terlalu pendek,
seorang yang tidak terlalu gelap, seorang yang tidak terlalu cerah—dengan mengatakan“Engkau
tidak terlalu tinggi,” “Engkau tidak terlalu pendek,” “Engkau tidak terlalu gelap,” “Engkau tidak
terlalu cerah,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Ucapan kasar sehubungan dengan kekotoran-kekotoran


Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—seorang yang penuh nafsu keinginan, seorang yang penuh kebencian,
seorang yang penuh kebodohan—dengan mengatakan, “Engkau dipenuhi nafsu keinginan,”
“Engkau dipenuhi kebencian,” “Engkau dipenuhi kebodohan,” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang tanpa nafsu keinginan, seorang yang tanpa kebencian, seorang
yang tanpa kebodohan—dengan mengatakan, “Engkau dipenuhi nafsu keinginan,” “Engkau
dipenuhi kebencian,” “Engkau dipenuhi kebodohan,” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah—seorang yang penuh nafsu keinginan, seorang yang penuh kebencian,
seorang yang penuh kebodohan—dengan mengatakan “Engkau tanpa nafsu keinginan,” “Engkau
tanpa kebencian,” “Engkau tanpa kebodohan,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi— seorang tanpa nafsu keinginan, seorang yang tanpa kebencian, seorang
yang tanpa kebodohan—dengan mengatakan, “Engkau tanpa nafsu keinginan,” “Engkau tanpa
kebencian,” “Engkau tanpa kebodohan,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Ucapan kasar sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran


Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—seorang yang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran, seorang yang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan,
seorang yang telah melakukan pelanggaran serius, seorang yang telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan, seorang yang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengakuan, seorang yang telah melakukan pelanggaran perbuatan salah, seorang yang telah
melakukan pelanggaran ucapan salah—dengan mengatakan, “Engkau telah melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran,” Engkau telah melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan,” “Engkau telah melakukan pelanggaran serius,” “Engkau telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan,” “Engkau telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengakuan,” “Engkau telah melakukan pelanggaran perbuatan salah,”
“Engkau telah melakukan pelanggaran ucapan salah,” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang pemasuk-arus—dengan mengatakan, “Engkau telah melakukan
pelanggaran yang mengharuskan pengusiran,” Engkau telah melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan,” “Engkau telah melakukan pelanggaran serius,” “Engkau telah
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan,” “Engkau telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan pengakuan,” “Engkau telah melakukan pelanggaran perbuatan salah,”
“Engkau telah melakukan pelanggaran ucapan salah,” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah—seorang yang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengusiran, seorang yang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan,
seorang yang telah melakukan pelanggaran serius, seorang yang telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan, seorang yang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan
pengakuan, seorang yang telah melakukan pelanggaran perbuatan salah, seorang yang telah
melakukan pelanggaran ucapan salah—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang pemasuk-
arus,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi—seorang pemasuk-arus—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang
pemasuk-arus,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Ucapan kasar menghina
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang rendah—unta, kambing, sapi, keledai, binatang, seorang yang mengarah ke neraka
—dengan mengatakan, “Engkau adalah unta,” “Engkau adalah kambing,” “Engkau adalah sapi,”
“Engkau adalah keledai,” “Engkau adalah binatang,” “Engkau mengarah menuju neraka,”
“Engkau tidak akan pergi menuju alam tujuan yang baik,” “Engkau hanya dapat menantikan alam
tujuan yang buruk.” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah kepada
seorang yang tinggi—seorang yang bijaksana, seorang yang kompeten, seorang yang cerdas,
seorang yang terpelajar, seorang yang adalah pembabar Ajaran—dengan mengatakan, “Engkau
adalah unta,” “Engkau adalah kambing,” “Engkau adalah sapi,” “Engkau adalah keledai,” “Engkau
adalah binatang,” “Engkau mengarah menuju neraka,” “Engkau tidak akan pergi menuju alam
tujuan yang baik,” “Engkau hanya dapat menantikan alam tujuan yang buruk,” maka untuk
setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang rendah— unta, kambing, sapi, keledai, binatang, seorang yang mengarah ke neraka
—dengan mengatakan, “Engkau bijaksana,” ‘Engkau kompeten,” “Engkau cerdas,” “Engkau
terpelajar,” “Engkau adalah seorang pembabar Ajaran,” “Engkau tidak akan pergi ke alam tujuan
yang buruk,” “Engkau hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik,” maka untuk setiap
kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi—seorang yang bijaksana, seorang yang kompeten, seorang yang cerdas,
seorang yang terpelajar, seorang yang adalah pembabar Ajaran—dengan mengatakan, “Engkau
bijaksana,” “Engkau kompeten,” “Engkau cerdas,” “Engkau terpelajar,” “Engkau adalah seorang
pembabar Ajaran,” “Engkau tidak akan pergi ke alam tujuan yang buruk,” “Engkau hanya dapat
menantikan alam tujuan yang baik,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Ucapan kasar tidak langsung
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan ini, “Ada kasta buangan
di sini, “Ada pengrajin bambu di sini,” “Ada pemburu di sini,” “Ada pembuat kereta di sini,” “Ada
pembuang sampah di sini,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan ini, “Ada bangsawan di
sini,” “Ada brahmana di sini,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan ini, “Ada Avakaṇṇaka di
sini,” “Ada Javakaṇṇaka di sini,” “Ada Dhaniṭṭhanaka di sini,” “Ada Saviṭṭhaka di sini,” “Ada
Kulavaḍḍhaka di sini” … … mengatakan, “Ada Buddharakkhita di sini,” “Ada Dhammarakkhita di
sini,” “Ada Sangharakkhita di sini” … … mengatakan, “Ada Kosiya di sini,” “Ada Bhāradvāja di
sini,” … … mengatakan, “Ada Gotama di sini,” “Ada Moggallāna di sini,” “Ada Kaccāna di sini,”
“Ada Vāsiṭṭha di sini” … … mengatakan, “Ada tukang kayu di sini,” “ada pembuang sampah di
sini,” … … mengatakan,” Ada petani di sini,” “Ada pedagang di sini,” “Ada peternak di sini” … …
mengatakan, “Ada pengrajin buluh di sini,” “Ada pengrajin tembikar di sini,” “Ada penenun di
sini,” “Ada pengrajin kulit di sini,” “Ada tukang cukur di sini” … … mengatakan, “Ada juru hitung
di sini,” “Ada akuntan di sini,” “Ada juru tulis di sini” … … mengatakan, “Ada penderita kusta di
sini,” “Ada penderita abses di sini,” “Ada penderita kusta ringan di sini,” “Ada penderita TBC di
sini,” “Ada penderita epilepsi di sini” … … mengatakan, “Ada penderita diabetes di sini,” … …
mengatakan, “ada orang yang terlalu tinggi di sini,” “Ada orang yang terlalu pendek di sini,”
“Ada orang yang terlalu gelap di sini,” “Ada orang yang terlalu cerah di sini” … … mengatakan,
“ada orang yang tidak terlalu tinggi di sini,” “Ada orang tidak yang terlalu pendek di sini,” “Ada
orang yang tidak terlalu gelap di sini,” “Ada orang yang tidak terlalu cerah di sini” … …
mengatakan, “Ada orang yang dipenuhi keinginan indria di sini,” “Ada orang yang dipenuhi
kebencian di sini,” “Ada orang yang dipenuhi kebodohan di sini” … … mengatakan, “Ada orang
yang tanpa keinginan indria di sini,” “Ada orang yang tanpa kebencian di sini,” “Ada orang yang
tanpa kebodohan di sini” … … mengatakan, “Ada orang yang telah melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengusiran di sini … dan seterusnya … Ada orang yang telah melakukan
pelanggaran ucapan salah di sini” … … mengatakan, “Ada pemasuk-arus di sini” … … mengatakan,
“Ada unta di sini,” “Ada kambing di sini,” “Ada sapi di sini,” “Ada keledai si sini,” “Ada binatang
di sini,” ‘Ada orang yang mengarah menuju neraka di sini,” “Ada orang yang tidak akan pergi
menuju alam tujuan yang baik di sini,” “Ada orang yang hanya dapat menantikan alam tujuan
yang buruk di sini,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan ini, “Ada orang bijaksana
di sini,” Ada orang kompeten di sini,” “Ada orang cerdas di sini,” “Ada orang terpelajar di sini,”
“Ada pembabar Ajaran di sini,” “Ada orang yang tidak akan pergi menuju alam tujuan yang
buruk di sini,” “Ada orang yang hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik di sini,” maka
untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan ini, “Mungkin orang ini
adalah kasta buangan,” “Mungkin orang ini adalah pengrajin bambu,” “Mungkin orang ini adalah
pemburu,” “Mungkin orang ini adalah pembuat kereta,” “Mungkin orang ini adalah pembuang
sampah,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. …
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan ini, “Mungkin orang ini
adalah seorang bijaksana,” “Mungkin orang ini adalah seorang yang kompeten,” “Mungkin orang
ini adalah seorang cerdas,” “Mungkin orang ini adalah seorang terpelajar,” “Mungkin orang ini
adalah pembabar Ajaran,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan ini, “Kami bukan kasta
buangan,” “Kami bukan pengrajin bambu,” “Kami bukan pemburu,” “Kami bukan pembuat
kereta,” “Kami bukan pembuang sampah” … “Kami bukan orang bijaksana,” “Kami bukan orang
kompeten,” “Kami bukan orang cerdas,” “Kami bukan orang terpelajar,” “Kami bukan pembabar
Ajaran,” “Kami tidak pergi menuju alam tujuan yang buruk,” “Kami hanya dapat menantikan
alam tujuan yang baik,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.
Ucapan kasar kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, mengatakan apa yang rendah
kepada seorang yang rendah … mengatakan apa yang rendah kepada seorang yang tinggi …
mengatakan apa yang tinggi kepada seorang yang rendah … mengatakan apa yang tinggi kepada
seorang yang tinggi—seorang yang bijaksana, seorang yang kompeten, seorang yang cerdas,
seorang yang terpelajar, seorang yang adalah pembabar Ajaran—dengan mengatakan, “Engkau
bijaksana,” “Engkau kompeten,” “Engkau cerdas,” “Engkau terpelajar,” “Engkau adalah seorang
pembabar Ajaran,” “Engkau tidak akan pergi ke alam tujuan yang buruk,” “Engkau hanya dapat
menantikan alam tujuan yang baik,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, dengan mengatakan, “Ada kasta
buangan di sini,” “Ada pengrajin bambu di sini,” “Ada pemburu di sini,” “Ada pembuat kereta di
sini,” “Ada pembuang sampah di sini,” “Ada orang bijaksana di sini,” “Ada orang kompeten di
sini,” “Ada orang cerdas di sini,” “Ada orang terpelajar di sini,” “Ada pembabar Ajaran di sini,”
“Ada orang yang tidak akan pergi menuju alam tujuan yang buruk di sini,” Ada orang yang hanya
dapat menantikan alam tujuan yang baik di sini,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, dengan mengatakan, “Mungkin
orang ini adalah kasta buangan,” “Mungkin orang ini adalah pengrajin bambu,” “Mungkin orang
ini adalah pemburu,” “Mungkin orang ini adalah pembuat kereta,” Mungkin orang ini adalah
pembuang sampah,” … … “Mungkin orang ini adalah seorang bijaksana,” “Mungkin orang ini
adalah seorang yang kompeten,” “Mungkin orang ini adalah seorang cerdas,” “Mungkin orang ini
adalah seorang terpelajar,” “Mungkin orang ini adalah pembabar Ajaran,” maka untuk setiap
kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, ingin mencela, ingin menghina, ingin
mempermalukan orang lain yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, dengan mengatakan, “Kami
bukan kasta buangan,” “Kami bukan pengrajin bambu,” “Kami bukan pemburu,” “Kami bukan
pembuat kereta,” “Kami bukan pembuang sampah” … … “Kami bukan orang bijaksana,” “Kami
bukan orang kompeten,” “Kami bukan orang cerdas,” “Kami bukan orang terpelajar,” “Kami
bukan pembabar Ajaran,” “Kami tidak pergi menuju alam tujuan yang buruk,” “Kami hanya
dapat menantikan alam tujuan yang baik,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Tidak berniat mengucapkan kata-kata kasar, ucapan langsung
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya bercanda,
mengatakan apa yang rendah kepada seorang yang rendah—seorang kasta buangan, seorang
pengrajin bambu, seorang pemburu, seorang pembuat kereta, seorang pembuang sampah—
dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang kasta buangan,” “Engkau adalah seorang pengrajin
bambu,” “Engkau adalah seorang pemburu,” “Engkau adalah seorang pembuat kereta,” “Engkau
adalah seorang pembuang sampah,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran
ucapan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya bercanda,
mengatakan apa yang rendah kepada seorang yang tinggi—seorang bangsawan, seorang
brahmana—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang kasta buangan,” “Engkau adalah
seorang pengrajin bambu,” “Engkau adalah seorang pemburu,” “Engkau adalah seorang pembuat
kereta,” “Engkau adalah seorang pembuang sampah,” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran ucapan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya bercanda,
mengatakan apa yang tinggi kepada seorang yang rendah—seorang kasta buangan, seorang
pengrajin bambu, seorang pemburu, seorang pembuat kereta, seorang pembuang sampah—
dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang bangsawan,” “Engkau adalah seorang brahmana,”
maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran ucapan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya bercanda,
mengatakan apa yang tinggi kepada seorang yang tinggi—seorang bangsawan, seorang brahmana
—dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang bangsawan,” “Engkau adalah seorang
brahmana,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran ucapan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya bercanda,
mengatakan apa yang rendah kepada seorang yang rendah … mengatakan apa yang rendah
kepada seorang yang tinggi … mengatakan apa yang tinggi kepada seorang yang rendah …
mengatakan apa yang tinggi kepada seorang yang tinggi—seorang yang bijaksana, seorang yang
kompeten, seorang yang cerdas, seorang yang terpelajar, seorang pembabar Ajaran—dengan
mengatakan, “Engkau bijaksana,” “Engkau kompeten,” “Engkau cerdas,” “Engkau terpelajar,”
“Engkau adalah seorang pembabar Ajaran,” “Engkau tidak akan pergi ke alam tujuan yang
buruk,” “Engkau hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik,” maka untuk setiap kalimat itu,
ia melakukan pelanggaran ucapan salah.
Tidak berniat mengucapkan kata-kata kasar, ucapan tidak langsung
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya bercanda,
mengatakan ini, “Ada kasta buangan di sini, “Ada pengrajin bambu di sini,” “Ada pemburu di
sini,” “Ada pembuat kereta di sini,” “Ada pembuang sampah di sini,” … … “Ada orang bijaksana di
sini,” “Ada orang kompeten di sini,” “Ada orang cerdas di sini,” “Ada orang terpelajar di sini,”
“Ada pembabar Ajaran di sini,” “Ada orang yang tidak akan pergi menuju alam tujuan yang
buruk di sini,” “Ada orang yang hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik di sini,” maka
untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran ucapan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya bercanda,
mengatakan ini, “Mungkin orang ini adalah kasta buangan,” “Mungkin orang ini adalah
pengrajin bambu,” “Mungkin orang ini adalah pemburu,” “Mungkin orang ini adalah pembuat
kereta,” Mungkin orang ini adalah pembuang sampah,” … … “Mungkin orang ini adalah seorang
bijaksana,” “Mungkin orang ini adalah seorang yang kompeten,” “Mungkin orang ini adalah
seorang cerdas,” “Mungkin orang ini adalah seorang terpelajar,” “Mungkin orang ini adalah
pembabar Ajaran,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran ucapan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya bercanda,
mengatakan ini, “Kami bukan kasta buangan,” “Kami bukan pengrajin bambu,” “Kami bukan
pemburu,” “Kami bukan pembuat kereta,” “Kami bukan pembuang sampah” … … “Kami bukan
orang bijaksana,” “Kami bukan orang kompeten,” “Kami bukan orang cerdas,” “Kami bukan
orang terpelajar,” “Kami bukan pembabar Ajaran,” “Kami tidak pergi menuju alam tujuan yang
buruk,” “Kami hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik,” maka untuk setiap kalimat itu,
ia melakukan pelanggaran ucapan salah.
Tidak berniat mengucapkan kata-kata kasar kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya
bercanda, mengatakan apa yang rendah kepada seorang yang rendah … mengatakan apa yang
rendah kepada seorang yang tinggi … mengatakan apa yang tinggi kepada seorang yang rendah
… mengatakan apa yang tinggi kepada seorang yang tinggi—seorang yang bijaksana, seorang
yang kompeten, seorang yang cerdas, seorang yang terpelajar, seorang pembabar Ajaran—
dengan mengatakan “Engkau bijaksana,” “Engkau kompeten,” “Engkau cerdas,” “Engkau
terpelajar,” “Engkau adalah seorang pembabar Ajaran,” “Engkau tidak akan pergi ke alam tujuan
yang buruk,” “Engkau hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik,” maka untuk setiap
kalimat itu, ia melakukan pelanggaran ucapan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya
bercanda, mengatakan ini, “Ada kasta buangan di sini, “Ada pengrajin bambu di sini,” “Ada
pemburu di sini,” “Ada pembuat kereta di sini,” “Ada pembuang sampah di sini,” … … “Ada orang
bijaksana di sini,” “Ada orang kompeten di sini,” “Ada orang cerdas di sini,” “Ada orang
terpelajar di sini,” “Ada pembabar Ajaran di sini,” “Ada orang yang tidak akan pergi menuju alam
tujuan yang buruk di sini,” “Ada orang yang hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik di
sini,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran ucapan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya
bercanda, mengatakan ini, “Mungkin orang ini adalah kasta buangan,” “Mungkin orang ini
adalah pengrajin bambu,” “Mungkin orang ini adalah pemburu,” “Mungkin orang ini adalah
pembuat kereta,” Mungkin orang ini adalah pembuang sampah,” … … “Mungkin orang ini adalah
seorang bijaksana,” “Mungkin orang ini adalah seorang yang kompeten,” “Mungkin orang ini
adalah seorang cerdas,” “Mungkin orang ini adalah seorang terpelajar,” “Mungkin orang ini
adalah pembabar Ajaran,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran ucapan
salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, tidak ingin mencela, tidak ingin menghina,
tidak ingin mempermalukan orang lain yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi hanya
bercanda, mengatakan ini, “Kami bukan kasta buangan,” “Kami bukan pengrajin bambu,” “Kami
bukan pemburu,” “Kami bukan pembuat kereta,” “Kami bukan pembuang sampah” … … “Kami
bukan orang bijaksana,” “Kami bukan orang kompeten,” “Kami bukan orang cerdas,” “Kami
bukan orang terpelajar,” “Kami bukan pembabar Ajaran,” “Kami tidak pergi menuju alam tujuan
yang buruk,” “Kami hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik,” maka untuk setiap kalimat
itu, ia melakukan pelanggaran ucapan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia bertujuan pada sesuatu yang bermanfaat; Jika ia bertujuan untuk
menyampaikan suatu ajaran; jika ia bertujuan untuk memberikan instruksi; jika ia gila; jika ia
kehilangan akal sehat; jika ia dikuasai kesakitan; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang ucapan kasar, yang kedua, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

3. Aturan Latihan tentang Penyampaian


Berita Jahat

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam terlibat dalam penyampaian berita jahat antara bhikkhu-bhikkhu
yang berselisih. Setelah mendengar sesuatu dari satu pihak mereka mengadukannya kepada
pihak lainnya, dan sebaliknya, untuk menciptakan perpecahan di antara mereka. Dengan cara ini
mereka memulai pertengkaran baru dan memperburuk pertengkaran yang sudah ada.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam terlibat dalam penyampaian berita jahat antara
bhikkhu-bhikkhu yang berselisih? Bagaimana mungkin mereka mengadukan ke satu pihak apa
yang telah mereka dengar dari pihak lain, dan sebaliknya, untuk menciptakan perpecahan di
antara mereka. Dengan cara ini mereka memulai pertengkaran baru dan memperburuk
pertengkaran yang sudah ada?”
Setelah menegur mereka dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah
itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu, “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka… “Orang-orang dungu, Bagaimana mungkin kalian dapat
melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” Dan setelah menegur
mereka … Beliau membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu terlibat dalam penyampaian berita jahat antara bhikkhu-bhikkhu,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Penyampaian berita jahat:
Ada penyampaian berita jahat dalam dua cara: bagi seorang yang ingin agar dirinya disukai dan
bagi seorang yang bertujuan perpecahan. Seseorang terlibat dalam penyampaian berita jahat
dalam sepuluh cara: sehubungan dengan kasta, sehubungan dengan nama, sehubungan dengan
keluarga, sehubungan dengan pekerjaan, sehubungan dengan profesi, sehubungan dengan
penyakit, sehubungan dengan tanda-tanda fisik, sehubungan dengan kekotoran-kekotoran,
sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran, dan dengan pemanggilan dengan sebutan.

Permutasi
Permutasi bagian 1

Definisi
Kasta:
Ada dua jenis kasta: kasta rendah dan kasta tinggi.
Kasta rendah:
Kasta buangan, pengrajin bambu, pemburu, pembuat kereta, pembuang sampah—ini disebut
“kasta rendah”.
Kasta tinggi:
Kaum bangsawan dan brahmana—ini disebut “kasta tinggi”. (Diuraikan seperti pada aturan
sebelumnya.)
Pemanggil dengan sebutan:
Ada dua jenis pemanggilan dengan sebutan: pemanggilan dengan sebutan yang rendah dan
pemanggilan dengan sebutan yang tinggi.
Pemanggilan dengan sebutan yang tinggi:
“Engkau adalah unta,” “Engkau adalah kambing,” “Engkau adalah sapi,” Engkau adalah keledai,”
“Engkau adalah binatang,” “Engkau menuju neraka;” “Engkau tidak akan pergi ke alam tujuan
yang baik,” “Engkau hanya dapat menantikan alam tujuan yang buruk,” atau menambahkan
akhiran pada nama seseorang, atau memyapa seseorang dengan kata-kata alat kelamin laki-laki
atau perempuan—ini disebut “pemanggilan dengan sebutan yang rendah.”
Pemanggilan dengan sebutan yang rendah:
“Engkau bijaksana,” “Engkau kompeten, “Engkau cerdas,” “Engkau terpelajar,” “Engkau adalah
pembabar Ajaran,” “Engkau akan pergi ke alam tujuan yang baik,” “Engkau hanya dapat
menantikan alam tujuan yang baik,”—ini disebut “pemanggilan dengan sebutan yang tinggi.”

Pembabaran
Ucapan kasar langsung
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang kasta buangan,’ ‘Ia adalah seorang pengrajin bambu,’ ‘ Ia adalah seorang
pemburu,’ ‘Ia adalah seorang pembuat kereta,’ ‘Ia adalah seorang pembuang sampah,’” maka
untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang bangsawan,’ ‘Ia adalah seorang brahmana,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang Avakaṇṇaka,’ ‘Ia adalah seorang Javakaṇṇaka,’ ‘Ia adalah seorang Dhaniṭṭhaka,’
‘Ia adalah seorang Saviṭṭhaka,’ ‘Ia adalah seorang Kulavaḍḍhaka,’” maka untuk setiap kalimat itu,
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang Buddharakkhita,’ ‘Ia adalah seorang Dhammarakkhita,’ ‘Ia adalah seorang
Sangharakkhita,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang Kosiya,’ ‘Ia adalah seorang Bhāradvāja,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang Gotama,’ ‘Ia adalah seorang Moggallāna,’ ‘Ia adalah seorang Kaccāna,’ ‘Ia adalah
seorang Vāsiṭṭha,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang tukang kayu,’ ‘Ia adalah seorang pembuang sampah,’” maka untuk setiap kalimat
itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang petani,’ ‘Ia adalah seorang pedagang,’ ‘Ia adalah seorang peternak,’” maka untuk
setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang pengrajin buluh,’ ‘Ia adalah seorang pengrajin tembikar,’ ‘Ia adalah seorang
penenun,’ ‘Ia adalah seorang pengrajin kulit,’ ‘Ia adalah seorang penata rambut,’” maka untuk
setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang juru hitung,’ ‘Ia adalah seorang akuntan,’ ‘Ia adalah seorang juru tulis,” maka
untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang penderita kusta,’ Ia adalah seorang penderita abses,’ ‘Ia adalah seorang penderita
kusta ringan,’ ‘Ia adalah seorang penderita TBC,’ ‘Ia adalah seorang penderita epilepsi,’” maka
untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang penderita diabetes,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
terlalu tinggi,’ ‘Ia terlalu pendek,’ ‘Ia terlalu gelap,’ ‘Ia terlalu cerah,’” maka untuk setiap kalimat
itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
tidak terlalu tinggi,’ ‘Ia tidak terlalu pendek,’ ‘Ia tidak terlalu gelap,’ ‘Ia tidak terlalu cerah,’”
maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
dipenuhi keinginan indria,’ ‘Ia dipenuhi kebencian,’ ‘Ia dipenuhi kebodohan,’” maka untuk setiap
kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
tidak memiliki keinginan indria,’ ‘Ia Ia tidak memiliki kebencian,’ ‘Ia Ia tidak memiliki
kebodohan,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran,’ ‘Ia telah melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penskorsan,’ ‘Ia telah melakukan pelanggaran serius,’ ‘Ia telah melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan,’ ‘Ia telah melakukan pelanggaran yang
mengharuskan pengakuan,’ ‘Ia telah melakukan pelanggaran perbuatan salah,’ ‘Ia telah
melakukan pelanggaran ucapan salah.’” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah seorang pemasuk-arus,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
adalah unta,’ ‘Ia adalah kambing,’ ‘Ia adalah sapi,’ ‘Ia adalah keledai,’ ‘Ia adalah binatang,’ ‘Ia
mengarah menuju neraka,’ ‘Ia tidak pergi menuju alam tujuan yang baik,’ ‘Ia hanya dapat
menantikan alam tujuan yang buruk,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan ini tentang engkau, ‘Ia
bijaksana,’ ‘Ia kompeten,’ ‘Ia cerdas,’ ‘Ia terpelajar,’ ‘Ia adalah seorang pembabar Ajaran,’ ‘Ia tidak
akan pergi menuju alam tujuan yang buruk,’ ‘Ia hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik,’”
maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Ucapan kasar tidak langsung


Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan,
‘Ada kasta buangan di sini,’ ‘Ada pengrajin bambu di sini,’ ‘Ada pemburu di sini,’ ‘Ada pembuat
kereta di sini,’ ‘Ada pembuang sampah di sini,’ dan ia tidak membicarakan orang lain, ia
membicarakan engkau,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan,
‘Ada bangsawan di sini,’ ‘Ada brahmana di sini,’ dan ia tidak membicarakan orang lain, ia
membicarakan engkau,’” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. …
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan,
‘Ada orang bijaksana di sini,’ ‘Ada orang kompeten di sini,’ ‘Ada orang cerdas di sini,’ ‘Ada orang
terpelajar di sini,’ ‘Ada pembabar Ajaran di sini,’ ‘Ada orang yang tidak akan pergi menuju alam
tujuan yang buruk di sini,’ ‘Ada orang yang hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik di
sini.’ dan ia tidak membicarakan orang lain, ia membicarakan engkau,” maka untuk setiap
kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan,
‘Mungkin orang ini adalah kasta buangan,’ ‘Mungkin orang ini adalah pengrajin bambu,’
‘Mungkin orang ini adalah pemburu,’ ‘Mungkin orang ini adalah pembuat kereta,’ ‘Mungkin
orang ini adalah pembuang sampah,’ dan ia tidak membicarakan orang lain, ia membicarakan
engkau,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan,
‘Mungkin orang ini adalah seorang bijaksana,’ ‘Mungkin orang ini adalah seorang kompeten,’
‘Mungkin orang ini adalah seorang cerdas,’ Mungkin orang ini adalah seorang terpelajar,’
‘Mungkin orang ini adalah seorang pembabar Ajaran,’ dan ia tidak membicarakan orang lain, ia
membicarakan engkau,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.

Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan, ‘kami bukan pengrajin
bambu,’ ‘Kami bukan pemburu,’ ‘Kami bukan pembuat kereta,’ ‘Kami bukan pembuang sampah,’
dan ia tidak membicarakan orang lain, ia membicarakan engkau,” maka untuk setiap kalimat itu,
ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. …
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, “Orang itu mengatakan, ‘kami bukan orang
bijaksana,’ ‘Kami bukan orang kompeten,’ ‘Kami bukan orang cerdas,’ ‘Kami bukan orang
terpelajar,' 'Kami bukan pembabar Ajaran.' 'Kami tidak pergi menuju alam tujuan yang buruk,’
‘Kami hanya dapat menantikan alam tujuan yang baik.’ dan ia tidak membicarakan orang lain, ia
membicarakan engkau,” maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.

Permutasi bagian 2
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang tidak
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang sepenuhnya ditahbiskan, maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan, setelah mendengar dari orang lain yang tidak
sepenuhnya ditahbiskan, terlibat dalam penyampaian berita jahat dengan mengatakan kepada
orang lain lagi yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, maka untuk setiap kalimat itu, ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia tidak ingin membuat dirinya disukai dan ia tidak bertujuan pada
perpecahan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang penyampaian berita jahat, yang ketiga, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

4. Aturan Latihan tentang Menghafalkan


Ajaran

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam menginstruksikan umat-umat awam untuk menghafalkan Ajaran.
Umat-umat awam itu menjadi tidak hormat, tidak sopan, dan kasar kepada para bhikkhu.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam menginstruksikan umat-umat awam untuk
menghafalkan Ajaran?”
Setelah menegur mereka dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah
itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu, “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka… “Orang-orang dungu, Bagaimana mungkin kalian dapat
melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” Dan setelah menegur
mereka … Beliau membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menginstruksikan seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan
untuk menghafalkan Ajaran, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan:
Siapa pun kecuali bhikkhu yang telah sepenuhnya ditahbiskan atau bhikkhunī yang telah
sepenuhnya ditahbiskan:
Menghapalkan:
Satu baris, baris berikutnya, suku kata demi suku kata, frasa berikutnya.
Satu baris:
Mereka memulai bersama-sama dan berakhir bersama-sama.
Baris berikutnya:
Salah satu di antara mereka memulai, tetapi mereka berakhir bersama-sama.
Suku kata demi suku kata:
Ketika ‘Rūpaṃ aniccaṃ’ diucapkan, ia memberi aba-aba kepadanya, dengan mengucapkan ‘rū’.
Frasa berikutnya
Ketika ‘Rūpaṃ aniccaṃ’ diucapkan, yang lainnya mengucapkan, ‘Vedanā aniccā’.

Dan baris apa pun yang ada, baris berikut apa pun, suku kata demi suku kata apa pun, frasa
berikut apa pun—ini disebut “menghafalkan.”
Ajaran:
Apa yang telah disampaikan oleh Sang Buddha, apa yang telah disampaikan oleh para siswa, apa
yang telah disampaikan oleh para bijaksana, apa yang telah disampaikan oleh para dewa, apa
yang berhubungan dengan apa yang bermanfaat, apa yang berhubungan dengan Ajaran.
Menginstruksikan:
Jika ia menginstruksikan berdasarkan baris, maka untuk setiap barisnya ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menginstruksikan berdasarkan suku kata,
maka untuk setiap suku katanya ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan si bhikkhu tidak menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menginstruksikannya untuk menghafalkan Ajaran, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika orang itu tidak sepenuhnya
ditahbiskan, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan ia menginstruksikannya untuk
menghafalkan Ajaran, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, dan ia menginstruksikannya untuk menghafalkan Ajaran, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi si bhikkhu tidak menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu
sepenuhnya ditahbiskan, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, dan si bhikkhu
menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka tidak ada pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika mereka membacakan bersama-sama; jika ia memberikan aba-aba
kepada seorang yang sedang mengucapkan teks yang sangat dikenal; jika ia memberikan aba-aba
kepada seorang yang sedang membacakan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang ucapan kasar, yang keempat, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

5. Aturan Latihan tentang Ruang Tidur


yang Sama

Kisah Asal-mula
Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Āḷavī di Altar Aggāḷava. Pada saat itu para
umat awam datang ke vihara untuk mendengarkan Ajaran. Ketika khotbah itu selesai, para
bhikkhu senior memasuki ruang kediaman mereka, tetapi para bhikkhu yang baru ditahbiskan
berbaring di sana di aula pertemuan bersama dengan umat-umat awam—dengan linglung,
lengah, telanjang, bergumam, dan mendengkur. Umat-umat awam mengeluhkan dan mengkritik
mereka, “Bagaimana mungkin para mulia ini berbaring dengan dengan linglung, lengah,
telanjang, bergumam, dan mendengkur. Umat-umat awam mengeluhkan dan mengkritik mereka,
“Bagaimana mungkin para mulia?”
Para bhikkhu mendengar keluhan para umat awam itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
berbaring di ruang tidur yang sama dengan orang-orang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan?”
Setelah menegur para bhikkhu yang baru ditahbiskan itu dalam berbagai cara, mereka
memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan
menanyai para bhikkhu itu, “Benarkah, para bhikkhu, bahwa para bhikkhu itu melakukan hal
ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka… “Bagaimana mungkin Orang-orang dungu itu dapat melakukan
hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu berbaring di ruang tidur yang sama dengan seorang yang tidak
sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Setelah menetap di Āḷavī selama yang Beliau kehendaki, Sang Buddha melakukan perjalanan
menuju Kosambī. Ketika Beliau tiba di sana, Beliau menetap di Vihara Badarikā.
Para bhikkhu di sana berkata kepada Yang Mulai Rāhula, “Rāhula, Sang Buddha telah
menetapkan aturan latihan bahwa kami tidak boleh berbaring di ruangan yang sama dengan
seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan. Silakan cari ruangan tidur lain.” Karena Rāhula
tidak dapat menemukan ruangan tidur, maka ia berbaring di toilet.
Kemudian, setelah bangun pagi, Sang Buddha pergi ke toilet, di mana Beliau berdeham. Rāhula
juga berdeham.
“Siapakah di dalam?”
“Aku, Yang Mulia, Rāhula.”
“Mengapa engkau duduk di sini, Rāhula?”
Rāhula memberitahu Sang Buddha apa yang terjadi. Segera setelah itu Sang Buddha
membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk berbaring di ruang yang sama dengan
seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan selama dua atau tiga malam.”
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu berbaring lebih dari dua atau tiga malam di ruang tidur yang sama
dengan seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan:
Siapa pun kecuali bhikkhu yang telah sepenuhnya ditahbiskan.
Yang sama:
Bersama-sama.
Ruang tidur:
Memiliki atap penuh, memiliki dinding penuh; sebagian besar beratap, sebagian besar
berdinding.
Berbaring di ruang tidur yang sama:
Pada fajar hari keempat: jika ia berbaring ketika orang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan
sedang berbaring, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan; jika orang
yang tidak sepenuhnya ditahbiskan berbaring ketika ia telah berbaring, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan; jika mereka berbaring bersama-sama, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan; setiap kali mereka bangkit dan
kemudian berbaring kembali, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika mereka tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan si bhikkhu tidak menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, dan ia berbaring lebih dari dua atau tiga malam di ruang tidur yang
sama dengan mereka, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
mereka tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan ia
berbaring lebih dari dua atau tiga malam di ruang tidur yang sama dengan mereka, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika mereka tidak sepenuhnya
ditahbiskan, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ruang itu beratap setengah dan berdinding setengah, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika mereka sepenuhnya ditahbiskan, tetapi si bhikkhu tidak menyadarinya
sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika mereka
sepenuhnya ditahbiskan, dan si bhikkhu menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka
tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia berdiam bersama mereka selama dua atau tiga malam; Jika ia
berdiam bersama mereka selama kurang dari dua atau tiga malam; jika, setelah berdiam selama
dua malam, ia pergi sebelum fajar malam ketiga dan kemudian berdiam bersama kembali; jika
ruang itu sepenuhnya beratap tetapi tidak berdinding; jika ruang itu sepenuhnya berdinding,
tetapi tidak beratap; jika ruang itu sebagian besar tidak beratap; jika ruang itu sebagian besar
tidak berdinding; jika si bhikkhu duduk ketika orang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan itu
berbaring; jika orang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan itu duduk ketika si bhikkhu berbaring;
jika keduanya duduk; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang ruang tidur yang sama, yang kelima, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

6. Aturan Latihan Kedua tentang Ruang


Tidur yang Sama

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Yang
Mulia Anuruddha sedang melakukan perjalanan melewati negeri Kosala dalam perjalanannya
menuju Sāvatthī, ketika pada suatu malam ia tiba di sebuah desa tertentu. Saat itu seorang
perempuan di desa itu telah mempersiapkan rumah penginapannya. Anuruddha mendatangi
perempuan itu dan berkata, “Jika tidak merepotkan engkau, aku ingin bermalam di rumah
penginapanmu selama satu malam.”
“Silakan, Yang Mulia.”
Para pengelana lainnya juga mendatangi perempuan itu dan berkata, “Nyonya, Jika tidak
merepotkan engkau, kami ingin bermalam di rumah penginapanmu selama satu malam.”
“Tuan-tuan, seorang monastik telah berdiam di sini. Jika ia menyetujui, kalian boleh bermalam.”
Para pengelana itu kemudian mendatangi Anuruddha dan berkata, “Jika engkau tidak keberatan,
Yang Mulia, kami ingin bermalam satu malam di rumah penginapan ini.”
“Tidak masalah.”
Ketika perempuan itu melihat Anuruddha, ia telah jatuh cinta dengannya. Sekarang ia
mendatanginya dan berkata, "Yang Mulia, engkau tidak akan merasa nyaman dikelilingi orang-
orang ini. Bagaimana jika aku mempersiapkan ruang tidur untukmu di rumah utama?”
Anuruddha menerima dengan berdiam diri.
Setelah mempersiapkan ruang tidur di rumah utama, ia mengenakan perhiasan dan wangi-
wangian, dan ia mendatangi Anuruddha dan berkata, “Engkau menarik, Yang Mulia, dan begitu
pula aku. Bagaimana jika engkau mengambilku sebagai istrimu? Tetapi Anuruddha tetap diam. Ia
mengatakan hal yang sama untuk kedua kali, tetapi sekali lagi tidak mendapatkan jawaban. Dan
untuk ketiga kalinya, ia berkata, “Engkau menarik, Yang Mulia, dan begitu pula aku. Bagaimana
jika engkau mengambilku dan semua bangunan ini?” sekali lagi Anuruddha diam. Kemudian ia
membuka pakaiannya dan berjalan mondar-mandir, berdiri, duduk, dan berbaring di depan
Anuruddha. Tetapi Anuruddha mengendalikan indria-indrianya dan tidak melihat juga tidak
berbicara kepadanya. Kemudian perempuan itu berkata, “Sungguh mengagumkan dan
menakjubkan, banyak orang akan membayar seratus atau seribu keping uang untuk bersamaku.
Tetapi monastik ini tidak menginginkan aku dan semua bangunan ini, bahkan setelah aku
memohon kepadanya!” setelah mengenakan pakaiannya, ia bersujud dengan kepalanya di kaki
Anuruddha dan berkata, “Yang Mulia, aku telah melakukan kesalahan. Aku telah bertindak
dungu, bodoh, dan tidak terampil. Sudilah memaafkan aku agar aku dapat mengendalikan diriku
di masa depan.”
“Engkau memang telah melakukan kesalahan. Engkau telah bertindak dungu, bodoh, dan tidak
terampil. Tetapi karena engkau mengakui kesalahanmu dan melakukan perbaikan semestinya,
maka aku memaafkan engkau. Karena ini disebut pertumbuhan dalam latihan para mulia:
mengakui kesalahan, melakukan perbaikan semestinya, dan menjalani pengekangan untuk masa
depan.”
Keesokan paginya perempuan itu secara pribadi melayani Anuruddha dengan berbagai jenis
makanan baik. Ketika Anuruddha telah selesai makan, perempuan itu bersujud dan duduk di satu
sisi. Dan Anuruddha memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakannya dengan
suatu ajaran. Kemudian ia berkata kepada Anuruddha, “Mengagumkan, Yang Mulia,
mengagumkan! Bagaikan menegakkan apa yang terbalik, atau mengungkapkan apa yang
tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau membawakan lampu ke
dalam kegelapan sehingga seorang yang memiliki mata dapat melihat apa yang ada di sana—
demikian pula engkau telah menjelaskan Ajaran dalam berbagai cara. Aku berlindung kepada
Sang Buddha, kepada Ajaran, dan kepada Sangha para bhikkhu. Sudilah menerimaku sebagai
seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”
Segera setelah itu, setelah tiba di Sāvatthī, Anuruddha memberitahu para bhikkhu tentang apa
yang telah terjadi. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik
Anuruddha, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Anuruddha berbaring di ruang tidur yang sama
dengan seorang perempuan?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Anuruddha, “Benarkah, Anuruddha, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Anuruddha, Bagaimana mungkin engkau dapat melakukan hal ini?
Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu berbaring di ruang tidur yang sama dengan seorang perempuan,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang perempuan:
Perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan
binatang betina; bahkan seorang gadis cilik yang baru lahir pada hari itu, apalagi yang lebih tua.
Yang sama:
Bersama-sama.
Ruang tidur:
Memiliki atap penuh, memiliki dinding penuh; sebagian besar beratap, sebagian besar
berdinding.
Berbaring di ruang tidur yang sama:
Ketika matahari telah terbenam: jika bhikkhu itu berbaring ketika si perempuan sedang
berbaring, maka bhikkhu itu melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan; jika si
perempuan berbaring ketika bhikkhu itu telah berbaring, maka bhikkhu itu melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan; jika mereka berbaring bersama-sama, maka
bhikkhu itu melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan; setiap kali mereka bangkit
dan kemudian berbaring kembali, bhikkhu itu melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah perempuan, dan si bhikkhu menyadarinya sebagai perempuan, dan bhikkhu itu
berbaring di ruang tidur yang sama dengannya, maka bhikkhu itu melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika itu adalah perempuan, tetapi si bhikkhu tidak dapat
memastikannya, dan bhikkhu itu berbaring di ruang tidur yang sama dengannya, maka bhikkhu
itu melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah perempuan, tetapi si
bhikkhu tidak menyadarinya sebagai perempuan, maka bhikkhu itu melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Jika tempat itu beratap setengah dan berdinding setengah, maka bhikkhu itu melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia berbaring di ruang tidur yang sama dengan makhluk halus
perempuan, hantu perempuan, paṇḍaka, atau binatang betina, maka bhikkhu itu melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan perempuan, tetapi si bhikkhu menyadarinya
perempuan, maka bhikkhu itu melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan
perempuan, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, maka bhikkhu itu melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan perempuan, dan ia tidak menyadarinya sebagai
perempuan, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika tempat itu sepenuhnya beratap tetapi tidak berdinding; jika tempat
itu sepenuhnya berdinding, tetapi tidak beratap; jika tempat itu sebagian besar tidak beratap;
jika tempat itu sebagian besar tidak berdinding; jika si bhikkhu duduk ketika perempuan itu
berbaring; jika perempuan itu duduk ketika si bhikkhu berbaring; jika keduanya duduk; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan kedua tentang ruang tidur yang sama, yang keenam, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

7. Aturan Latihan tentang Ajaran

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Udāyī bergaul dan mengunjungi sejumlah keluarga di Sāvatthī. Setelah
mengenakan jubah pada suatu pagi, ia membawa mangkuk dan jubahnya dan mendatangi
keluarga tertentu. Saat itu sang istri sedang duduk di pintu masuk dan menantu perempuannya
di pintu salah satu kamar. Udāyī mendatangi sang istri dan membabarkan suatu ajaran, dengan
membisikkan di telinganya. Dan si menantu perempuan berpikir, “Apakah monastik ini adalah
kekasih ibu mertuaku, atau ia sedang berbicara tidak senonoh?”
Setelah mengajarkan sang istri dengan cara ini, Udāyī mendatangi si menantu perempuan dan
membabarkan ajaran dengan cara yang sama. Sang istri berpikir, “Apakah monastik ini adalah
kekasih menantu perempuanku, atau ia sedang berbicara tidak senonoh?”
Ketika Udāyī pergi, sang istri berkata kepada menantu perempuannya, “Hei, Apakah yang
dikatakan monastik itu kepadamu?”
“Ia membabarkan ajaran, ibu. Tetapi apakah yang ia katakan kepadamu?”
“Ia membabarkan ajaran, juga.”
Dan mereka mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī
membabarkan ajaran dengan berbisik di telinga? Bukankah ajaran-ajaran seharusnya dibabarkan
dengan suara keras dan secara terbuka?”
Para bhikkhu mendengar keluhan perempuan-perempuan itu, dan para bhikkhu yang memiliki
sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik Udāyī, “bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī
membabarkan ajaran kepada para perempuan?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī, “Benarkah, Udāyī, bahwa engkau
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Bagaimana mungkin engkau dapat melakukan hal ini? Hal ini akan
mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:
Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu membabarkan ajaran kepada seorang perempuan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama setelah itu beberapa umat awam perempuan melihat beberapa orang bhikkhu dan
berkata kepada mereka, “Para Mulia, mohon babarkan ajaran.”
“Kami tidak diperbolehkan mengajar para perempuan.”
“Cukup ajarkan lima atau enam kalimat. Itu mungkin cukup bagi kami untuk memahami.”
“Kami tidak diperbolehkan mengajar para perempuan.” Dan karena takut melakukan kesalahan,
mereka tidak mengajarkan para perempuan itu.
Umat-umat awam perempuan itu mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin
mereka tidak mau mengajar kita setelah diminta?’
Para bhikkhu mendengar keluhan umat-umat awam perempuan itu, dan mereka memberitahu
Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para
bhikkhu, “Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk mengajarkan lima atau enam
kalimat kepada seorang perempuan”
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kedua


‘Jika seorang bhikkhu membabarkan ajaran lebih dari lima atau enam kalimat kepada
seorang perempuan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah ketiga
Ketika para bhikkhu dari kelompok enam mendengar bahwa Sang Buddha telah memberikan
kelonggaran, maka mereka mengajarkan para perempuan lebih dari lima atau enam kalimat
dengan seorang laki-laki yang tidak memahami duduk di dekat mereka. Para bhikkhu yang
memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para
bhikkhu dari kelompok enam mengajarkan para perempuan lebih dari lima atau enam kalimat
dengan seorang laki-laki yang tidak memahami duduk di dekat mereka?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu,
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Bagaimana mungkin kalian dapat melakukan hal ini? Hal ini
akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:
Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membabarkan ajaran lebih dari lima atau enam kalimat kepada
seorang perempuan, kecuali dihadiri seorang laki-laki yang memahami, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang perempuan:
Perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan
binatang betina; seorang yang memahami dan mampu membedakan ucapan buruk dan ucapan
baik, apa yang tidak senonoh dan apa yang sopan.
Lebih dari lima atau enam kalimat:
Melebihi lima atau enam kalimat.
Ajaran:
Apa yang telah disampaikan oleh Sang Buddha, apa yang telah disampaikan oleh para siswa, apa
yang telah disampaikan oleh para bijaksana, apa yang telah disampaikan oleh para dewa, apa
yang berhubungan dengan apa yang bermanfaat, apa yang berhubungan dengan Ajaran.
Membabarkan:
Jika ia membabarkan berdasarkan baris, maka untuk setiap barisnya ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika ia membabarkan berdasarkan suku kata, maka untuk setiap
suku katanya ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Kecuali dihadiri seorang laki-laki yang memahami:
Jika ada seorang laki-laki yang memahami yang hadir.
Seorang laki-laki yang memahami:
Seorang yang mampu membedakan ucapan yang buruk dan ucapan yang baik, apa yang tidak
senonoh dan apa yang sopan.

Permutasi
Jika itu adalah perempuan, dan si bhikkhu menyadarinya sebagai perempuan, dan ia
mengajarkan lebih dari lima atau enam kalimat, kecuali jika dihadiri seorang laki-laki yang
memahami, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah
perempuan, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan ia mengajarkan lebih dari lima
atau enam kalimat, kecuali jika dihadiri seorang laki-laki yang memahami, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah perempuan, tetapi si bhikkhu tidak
menyadarinya sebagai perempuan, dan ia mengajarkan lebih dari lima atau enam kalimat,
kecuali jika dihadiri seorang laki-laki yang memahami, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika ia mengajarkan lebih dari lima atau enam kalimat kepada makhluk halus perempuan, hantu
perempuan, paṇḍaka, atau binatang betina dalam bentuk seorang perempuan, kecuali jika
dihadiri seorang laki-laki yang memahami, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
itu bukan perempuan, tetapi ia menyadarinya sebagai perempuan, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan perempuan, tetapi si bhikkhu tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan perempuan,
dan ia tidak menyadarinya sebagai perempuan, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika dihadiri seorang laki-laki yang memahami; jika ia mengajarkan lima
atau enam kalimat; jika ia mengajarkan kurang dari lima atau enam kalimat; jika ia bangkit,
duduk kembali, dan kemudian mengajar; jika perempuan itu bangkit dan duduk kembali, dan ia
kemudian mengajar kepadanya; jika ia mengajar perempuan lain; jika ia mengajukan pertanyaan
dan kemudian berbicara; jika ia berbicara demi manfaat orang lain dan seorang perempuan
mendengarkan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang ajaran, yang ketujuh, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

8. Aturan Latihan tentang Berkata Jujur

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di aula beratap lancip di Hutan Besar di dekat
Vesālī, sejumlah bhikkhu bersahabat memasuki masa keberdiaman musim hujan di tepi sungai
Vaggumudā. Pada saat itu Vajjī mengalami kekurangan makanan dan kelaparan, dengan panen-
panen yang diserang hama keputihan dan berubah menjadi Jerami. Tidaklah mudah untuk
mendapatkan dana makanan.
Para bhikkhu mempertimbangkan sulitnya situasi itu, dan mereka berpikir, “Bagaimanakah kami
dapat menjalani masa keberdiaman musim hujan dengan nyaman dan harmonis, tanpa kesulitan
memperoleh dana makan?”
Beberapa orang berkata, “Kita dapat bekerja untuk para perumah tangga, dan mereka akan
menyokong kita sebagai imbalan.”
Yang lainnya lagi berkata, “Tidak perlu bekerja untuk para perumah tangga. Mari kita saling
membicarakan kualitas-kualitas melampaui manusia kepada para perumah tangga: ‘Bhikkhu itu
memiliki penyerapan pertama, bhikkhu itu memiliki penyerapan kedua, bhikkhu itu memiliki
penyerapan ketiga, bhikkhu itu memiliki penyerapan keempat; bhikkhu itu adalah seorang
pemasuk-arus, bhikkhu itu adalah seorang yang-kembali-sekali; bhikkhu itu adalah seorang
yang-tidak-kembali, bhikkhu itu adalah seorang yang-sempurna; bhikkhu itu memiliki tiga
pandangan terang sejati, dan bhikkhu itu memiliki enam pengetahuan langsung.’ Maka mereka
akan menyokong kita. Dengan cara ini kita akan hidup bersama dalam kerukunan, menjalani
keberdiaman musim hujan yang nyaman, dan memperoleh dana makanan tanpa kesulitan. Inilah
yang harus kita lakukan.”
Maka para bhikkhu itu melakukan demikian. Dan orang-orang di sana berpikir, “Kita sungguh
beruntung bahwa para bhikkhu demikian telah mendatangi kita untuk menjalani keberdiaman
musim hujan. Para bhikkhu baik dan bermoral demikian belum pernah sebelumnya memasuki
masa keberdiaman musim hujan bersama kita." Dan mereka mempersembahkan makanan dan
minuman kepada para bhikkhu itu yang bahkan mereka sendiri tidak memakan dan
meminumnya, atau mempersembahkan untuk orangtua mereka, untuk anak-anak dan istri-istri
mereka, untuk para budak, pelayan, dan pekerja mereka, untuk teman-teman dan rekan-rekan
mereka, untuk kerabat mereka. Segera para bhikkhu itu memiliki wajah cerah dan berwarna
indah, kulit yang bersih, dan indria-indria yang tajam.
Pada saat itu adalah kebiasaan bagi para bhikkhu yang telah meyelesaikan masa keberdiaman
musim hujan untuk pergi mengunjungi Sang Buddha. Dan oleh karena itu, ketika tiga bulan telah
berlalu dan mereka telah menyelesaikan masa keberdiaman musim hujan, para bhikkhu itu
merampikan tempat kediaman mereka, membawa mangkuk dan jubah mereka, dan melakukan
perjalanan menuju Vesālī. Ketika akhirnya mereka tiba di sana, mereka mendatangi aula beratap
lancip di Hutan Besar. Di sana mereka mendekati Sang Buddha, bersujud, dan duduk.
Pada saat itu para bhikkhu yang telah menyelesaikan masa keberdiaman musim hujan di wilayah
itu kurus, lesu, dan pucat, dengan urat-urat menonjol di sekujur tubuh mereka. Namun para
bhikkhu dari tepi Vaggumudā memiliki wajah cerah dan berwarna indah, kulit yang bersih, dan
indria-indria yang tajam.
Karena adalah kebiasaan para Buddha untuk menyapa para bhikkhu yang baru tiba, maka Sang
Buddha berkata kepada mereka, “Aku harap kalian baik-baik saja, para bhikkhu, Aku harap
kalian dapat bertahan. Aku harap kalian menjalani musim hujan yang nyaman dan rukun, dan
memperoleh dana makanan tanpa kesulitan.”
“Kami baik-baik saja, Yang Mulia, kami dapat bertahan. Kami menjalani musim hujan yang
nyaman dan rukun, dan memperoleh dana makanan tanpa kesulitan.”
Jika Para Buddha mengetahui apa yang sedang terjadi, kadang-kadang Mereka bertanya dan
kadang-kadang tidak. Mereka mengetahui waktu yang tepat untuk bertanya dan kapan tidak
bertanya. Para Buddha bertanya jika itu bermanfaat, jika tidak bermanfaat maka Mereka tidak
bertanya, karena para Buddha tidak mampu melakukan apa yang tidak bermanfaat. Para Buddha
menanyai para bhikkhu untuk dua alasan: untuk membabarkan ajaran atau untuk menetapkan
aturan latihan.
Dan Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu, “Dengan cara bagaimanakah, para bhikkhu,
kalian menjalani musim hujan yang nyaman dan rukun, dan memperoleh dana makanan tanpa
kesulitan.”
Mereka memberitahukan kepada Beliau.
“Tetapi apakah kalian benar-benar memiliki kualitas-kualitas melampaui manusia?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka, “Bagaimana mungkin kalian demi perut kalian saling
membicarakan kualitas-kualitas melampaui manusia kepada para perumah tangga? Hal Ini akan
mempengaruhi keyakinan banyak orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu dengan jujur memberitahukan kepada seorang yang tidak
sepenuhnya ditahbiskan tentang kualitas melampaui manusia, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan:
Siapa pun kecuali bhikkhu yang telah sepenuhnya ditahbiskan atau bhikkhunī yang telah
sepenuhnya ditahbiskan.
Kualitas melampaui manusia:
Penyerapan, kebebasan, keheningan, pencapaian, pengetahuan dan penglihatan, pengembangan
sang jalan, realisasi buah-buah, ditinggalkannya kekotoran-kekotoran, pikiran tanpa rintangan,
kesenangan dalam kesendirian.

Permutasi

Definisi
Penyerapan:
Penyerapan pertama, penyerapan kedua, penyerapan ketiga, penyerapan keempat.
Kebebasan:
Kebebasan kekosongan, kebebasan tanpa gambaran, kebebasan tanpa keinginan.
Keheningan:
Keheningan kekosongan, keheningan tanpa gambaran, keheningan tanpa keinginan.
Pencapaian:
Pencapaian kekosongan, pencapaian tanpa gambaran, pencapaian tanpa keinginan.
Pengetahuan dan penglihatan:
Tiga pandangan terang sejati.
Pengembangan sang jalan:
Empat penerapan perhatian, empat usaha benar, empat landasan kekuatan supernormal, lima
indria spiritual, lima kekuatan spiritual, tujuh faktor pencerahan, jalan mulia berunsur delapan.
Realisasi buah-buah:
Realisasi buah memasuki-arus, realisasi buah yang-kembali-sekali, realisasi buah yang-tidak-
kembali, realisasi kesempurnaan.
Ditinggalkannya kekotoran-kekotoran:
Ditinggalkannya keinginan indria, ditinggalkannya kebencian, ditinggalkannya kebodohan.
Kesenangan dalam kesendirian
Karena penyerapan pertama maka ada kesenangan dalam kesendirian, karena penyerapan kedua
maka ada kesenangan dalam kesendirian, karena penyerapan ketiga maka ada kesenangan dalam
kesendirian, karena penyerapan keempat maka ada kesenangan dalam kesendirian.
Pembabaran

Penyerapan pertama
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
sedang mencapai penyerapan pertama,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
telah mencapai penyerapan pertama,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
memperoleh penyerapan pertama,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
menguasai penyerapan pertama,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
telah merealisasikan penyerapan pertama,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Pencapaian-pencapaian lainnya:
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan kedua … penyerapan ketiga … penyerapan keempat … aku sedang
mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan
penyerapan keempat,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai kebebasan kekosongan … kebebasan tanpa gambaran … kebebasan tanpa keinginan…
keheningan kekosongan … keheningan tanpa gambaran … keheningan tanpa keinginan … aku
sedang mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah
merealisasikan keheningan tanpa keinginan,” maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai pencapaian kekosongan … pencapaian tanpa gambaran … pencapaian tanpa keinginan
… aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah
merealisasikan pencapaian tanpa keinginan,” maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai tiga pandangan terang sejati … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku
memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan tiga pandangan terang sejati,” maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai empat penerapan perhatian … empat usaha benar … empat landasan kekuatan
supernormal … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai
… aku telah merealisasikan empat landasan kekuatan supernormal,” maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai lima indria spiritual … lima kekuatan spiritual … aku sedang mencapai … aku telah
mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan lima kekuatan
spiritual,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai tujuh faktor pencerahan … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku
memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan tujuh faktor pencerahan,” maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai jalan mulia berunsur delapan … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku
memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan jalan mulia berunsur delapan,” maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai buah memasuki-arus … buah yang-kembali-sekali … buah yang-tidak-kembali …
kesempurnaan … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku
menguasai … aku telah merealisasikan kesempurnaan,” maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
telah menghentikan keinginan indria … aku telah menghentikan kebencian … aku telah
menghentikan kebodohan, aku telah meninggalkannya, aku telah melepaskannya, aku telah
membuangnya,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan,
“Pikiranku bebas dari rintangan keinginan indria … Pikiranku bebas dari rintangan kebencian …
Pikiranku bebas dari rintangan kebodohan,” maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dalam kesendirian … penyerapan kedua … penyerapan ketiga …
penyerapan keempat … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku
menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan keempat dalam kesendirian,” maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Kombinasi dua pencapaian


Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan penyerapan kedua … … aku sedang mencapai … aku telah
mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan pertama
dan penyerapan kedua,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan penyerapan ketiga … penyerapan pertama dan penyerapan
keempat … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai …
aku telah merealisasikan penyerapan pertama dan penyerapan keempat,” maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan kebebasan kekosongan … dan kebebasan tanpa gambaran …
dan kebebasan tanpa keinginan … dan keheningan kekosongan … dan keheningan tanpa
gambaran … dan keheningan tanpa keinginan … aku sedang mencapai … aku telah mencapai …
aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan pertama dan
keheningan tanpa keinginan,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan pencapaian kekosongan … dan pencapaian tanpa gambaran …
dan pencapaian tanpa keinginan … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku
memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan pertama dan pencapaian
tanpa keinginan,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan tiga pandangan terang sejati … aku sedang mencapai … aku
telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan
pertama dan tiga pandangan terang sejati,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan empat penerapan perhatian … empat usaha benar … empat
landasan kekuatan supernormal … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku
memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan pertama dan empat
landasan kekuatan supernormal,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan lima indria spiritual … lima kekuatan spiritual … aku sedang
mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan
penyerapan pertama dan lima kekuatan spiritual,” maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan tujuh faktor pencerahan … aku sedang mencapai … aku telah
mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan pertama
dan tujuh faktor pencerahan,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan jalan mulia berunsur delapan … aku sedang mencapai … aku
telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan
pertama dan jalan mulia berunsur delapan,” maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan buah memasuki-arus … dan buah yang-kembali-sekali … dan
buah yang-tidak-kembali … dan kesempurnaan… aku sedang mencapai … aku telah mencapai …
aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan pertama dan
kesempurnaan,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan aku telah menghentikan keinginan indria … dan aku telah
menghentikan kebencian … dan aku telah menghentikan kebodohan … aku sedang mencapai …
aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan
pertama dan aku telah menghentikan kebodohan,” maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan pikiranku bebas dari rintangan keinginan indria … dan
pikiranku bebas dari rintangan kebencian … dan pikiranku bebas dari rintangan kebodohan …
aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah
merealisasikan penyerapan pertama dan pikiranku bebas dari rintangan kebodohan,” maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan kedua dan penyerapan ketiga … penyerapan kedua dan penyerapan
keempat … aku sedang mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai …
aku telah merealisasikan penyerapan kedua dan penyerapan keempat,” maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan kedua dan kebebasan kekosongan … dan pikiranku bebas dari rintangan
kebodohan,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan kedua dan penyerapan pertama … aku sedang mencapai … aku telah
mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … aku telah merealisasikan penyerapan kedua
dan penyerapan pertama,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Dasar secara ringkas selesai
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan,
“Pikiranku bebas dari rintangan kebodohan dan aku mencapai penyerapan pertama … aku
sedang mencapai … aku telah mencapai … aku memperoleh … aku menguasai … Pikiranku bebas
dari rintangan kebodohan dan aku telah merealisasikan penyerapan pertama,” maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. …
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan,
“Pikiranku bebas dari rintangan kebodohan dan pikiranku bebas dari rintangan kebencian,”,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. …

Kombinasi seluruh pencapaian


Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Aku
mencapai penyerapan pertama dan penyerapan kedua dan penyerapan ketiga dan penyerapan
keempat dan kebebasan kekosongan dan kebebasan tanpa gambaran dan kebebasan tanpa
keinginan ,.. dan keheningan kekosongan dan keheningan tanpa gambaran dan keheningan
tanpa keinginan dan pencapaian kekosongan dan pencapaian tanpa gambaran dan pencapaian
tanpa keinginan dan tiga pandangan terang sejati dan empat penerapan perhatian dan empat
usaha benar dan empat landasan kekuatan supernormal dan lima indria spiritual dan lima
kekuatan spiritual dan tujuh faktor pencerahan dan jalan mulia berunsur delapan dan buah
memasuki arus dan buah yang-kembali-sekali dan buah yang-tidak-kembali dan kesempurnaan …
dan aku telah meninggalkan keinginan indria, melepaskannya, membuangnya; dan aku telah
meninggalkan kebencian, melepaskannya, membuangnya; dan aku telah meninggalkan
kebodohan, melepaskannya, membuangnya; dan pikiranku bebas dari rintangan keinginan
indria; dan pikiranku bebas dari rintangan kebencian; dan pikiranku bebas dari rintangan
kebodohan,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. …

Bermaksud mengatakan sesuatu, tetapi mengatakan suatu hal


lainnya
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu bermaksud mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, “Aku mencapai penyerapan pertama,” tetapi mengatakan, “aku mencapai
penyerapan kedua,” kemudian, jika si pendengar memahami, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan; jika si pendengar tidak memahami, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu bermaksud mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, “Aku mencapai penyerapan pertama,” tetapi mengatakan, “aku mencapai
penyerapan ketiga … penyerapan keempat … kebebasan kekosongan … kebebasan tanpa
gambaran … kebebasan tanpa keinginan …, keheningan kekosongan … keheningan tanpa
gambaran … keheningan tanpa keinginan … pencapaian kekosongan … pencapaian tanpa
gambaran … pencapaian tanpa keinginan … tiga pandangan terang sejati … empat penerapan
perhatian … empat usaha benar … empat landasan kekuatan supernormal … lima indria spiritual
… lima kekuatan spiritual … tujuh faktor pencerahan … jalan mulia berunsur delapan … buah
memasuki arus … buah yang-kembali-sekali … buah yang-tidak-kembali … kesempurnaan … dan
seterusnya … aku telah meninggalkan keinginan indria … aku telah meninggalkan kebencian …
aku telah meninggalkan kebodohan, melepaskannya, membuangnya … pikiranku bebas dari
rintangan keinginan indria … pikiranku bebas dari rintangan kebencian … pikiranku bebas dari
rintangan kebodohan, jika si pendengar memahami, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan; jika si pendengar tidak memahami, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu bermaksud mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, “Aku mencapai penyerapan kedua,” tetapi mengatakan, “Pikiranku bebas dari
rintangan kebodohan,” jika si pendengar memahami, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan; jika si pendengar tidak memahami, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. …
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu bermaksud mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, “Aku mencapai penyerapan kedua,” tetapi mengatakan, “Aku mencapai penyerapan
pertama,” jika si pendengar memahami, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan; jika si pendengar tidak memahami, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Dasar secara ringkas selesai
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu bermaksud mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, “Pikiranku bebas dari rintangan kebodohan,” tetapi mengatakan, “aku mencapai
penyerapan pertama,” jika si pendengar memahami, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan; jika si pendengar tidak memahami, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. …
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu bermaksud mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, “Pikiranku bebas dari rintangan kebodohan,” tetapi mengatakan, “Pikiranku bebas
dari rintangan kebencian,” jika si pendengar memahami, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan; jika si pendengar tidak memahami, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. …

Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu bermaksud mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, “Aku mencapai penyerapan pertama dan penyerapan kedua dan penyerapan ketiga
dan penyerapan keempat … dan pikiranku bebas dari rintangan kebencian,” tetapi mengatakan,
“Pikiranku bebas dari rintangan kebodohan,” jika si pendengar memahami, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan; jika si pendengar tidak memahami, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. …
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu bermaksud mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, “Aku mencapai penyerapan kedua dan penyerapan ketiga dan penyerapan keempat
… dan pikiranku bebas dari rintangan kebodohan,” tetapi mengatakan, “aku mencapai
penerayapan pertama,” jika si pendengar memahami, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan; jika si pendengar tidak memahami, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. …

Isyarat jelas
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Bhikkhu
yang berdiam di tempat kediamanmu mencapai penyerapan pertama … sedang mencapai … telah
mencapai … memperoleh … menguasai … telah merealisasikan penyerapan pertama,” maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Bhikkhu
yang berdiam di tempat kediamanmu mencapai penyerapan kedua … dan seterusnya …
penyerapan ketiga … penyerapan keempat … sedang mencapai … telah mencapai … memperoleh
… menguasai … telah merealisasikan penyerapan keempat,” maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Bhikkhu
yang berdiam di tempat kediamanmu mencapai kebebasan kekosongan … dan seterusnya …
kebebasan tanpa gambaran … kebebasan tanpa keinginan … keheningan kekosongan …
keheningan tanpa gambaran … keheningan tanpa keinginan … sedang mencapai … telah
mencapai … memperoleh … menguasai … telah merealisasikan keheningan tanpa keinginan,”
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Bhikkhu
yang berdiam di tempat kediamanmu mencapai pencapaian kekosongan … dan seterusnya …
pencapaian tanpa gambaran … pencapaian tanpa keinginan … sedang mencapai … telah mencapai
… memperoleh … menguasai … telah merealisasikan pencapaian tanpa keinginan,” maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Bhikkhu
yang berdiam di tempat kediamanmu mencapai tiga pandangan terang sejati … dan seterusnya …
empat penerapan perhatian … empat usaha benar … empat landasan kekuatan supernormal …
lima indria spiritual … lima kekuatan spiritual … tujuh faktor pencerahan … jalan mulia berunsur
delapan … buah memasuki arus … buah yang-kembali-sekali … buah yang-tidak-kembali …
kesempurnaan … sedang mencapai … telah mencapai … memperoleh … menguasai … telah
merealisasikan … dan seterusnya … telah menghentikan keinginan indria … telah menghentikan
kebencian … telah menghentikan kebodohan, meninggalkannya, melepaskannya, membuangnya
… memiliki pikiran yang bebas dari rintangan keinginan indria … memiliki pikiran yang bebas
dari rintangan kebencian … memiliki pikiran yang bebas dari rintangankebodohan,” maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Bhikkhu
yang berdiam di tempat kediamanmu mencapai penyerapan pertama dalam kesendirian … dan
seterusnya … penyerapan kedua … penyerapan ketiga … penyerapan keempat kesempurnaan …
sedang mencapai … telah mencapai … memperoleh … menguasai … telah merealisasikan
penyerapan keempat dalam kesendirian," maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Bhikkhu
yang menggunakan kain-jubah darimu … yang menggunakan dana makanan darimu … yang
menempati tempat kediaman darimu … yang menggunakan obat-obatan darimu mencapai
penyerapan keempat dalam kesendirian … sedang mencapai … telah mencapai … memperoleh …
menguasai … telah merealisasikan penyerapan keempat dalam kesendirian," maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Bhikkhu
yang menggunakan tempat kediaman darimu … yang menggunakan kain-jubah darimu … yang
menempati dana makanan darimu … yang menggunakan perabotan darimu … yang
menggunakan obat-obatan darimu mencapai penyerapan keempat dalam kesendirian … sedang
mencapai … telah mencapai … memperoleh … menguasai … telah merealisasikan penyerapan
keempat dalam kesendirian," maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Memberitahukan:
Jika seorang bhikkhu mengatakan kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, “Bhikkhu
yang kepadanya engkau memberikan tempat kediaman … dan seterusnya … yang kepadanya
engkau memberikan kain-jubah … yang kepadanya engkau memberikan dana makanan … yang
kepadanya engkau memberikan perabotan … yang kepadanya engkau memberikan obat-obatan
mencapai penyerapan keempat dalam kesendirian … sedang mencapai … telah mencapai …
memperoleh … menguasai … telah merealisasikan penyerapan keempat dalam kesendirian,"
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia dengan jujur memberitahukan kepada seorang yang sepenuhnya
ditahbiskan; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang berkata jujur, yang kedelapan, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

9. Aturan Latihan tentang


Memberitahukan tentang Pelanggaran
Berat

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Yang
Mulia Upananda orang Sakya sedang bertengkar dengan para bhikkhu dari kelompok enam.
Ia telah melakukan pelanggaran mengeluarkan mani dengan sengaja. Ia memohon masa
percobaan dari Sangha atas pelanggaran itu, yang telah ia terima. Saat itu suatu perkumpulan di
Sāvatthī memberikan persembahan makan kepada Sangha. Karena Upananda sedang dalam masa
percobaan, maka ia duduk di tempat duduk terakhir di ruang makan itu. Para bhikkhu dari
kelompok enam memberitahu umat-umat awam, “Yang Mulia Upananda ini, sahabat terhormat
dari keluarga kalian, memakan makanan yang diberikan dengan penuh keyakinan dengan tangan
yang sama dengan yang ia gunakan untuk bermasturbasi. Setelah melakukan pelanggaran
mengeluarkan mani dengan sengaja, ia memohon masa percobaan dari Sangha atas pelanggaran
itu, yang telah ia terima. Dan karena ia sedang dalam masa percobaan, maka sekarang yang
duduk di tempat duduk terakhir.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam memberitahu orang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan tentang pelanggaran berat seorang bhikhu?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa
kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” …Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu memberitahu seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan tentang
pelanggaran berat dari seorang bhikkhu, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Dari seorang bhikkhu:
Dari bhikkhu yang lain.
Pelanggaran berat:
Empat pelanggaran yang mengharuskan pengusiran dan tiga belas pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Orang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan:
Siapa pun kecuali bhikkhu yang telah sepenuhnya ditahbiskan atau bhikkhunī yang telah
sepenuhnya ditahbiskan.
Memberitahu:
Memberitahu seorang perempuan atau laki-laki, seorang awam atau monastik.
Kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui:
Jika para bhikkhu telah memberikan persetujuan.

Permutasi
Permutasi bagian 1

Rangkuman
Ada kesepakatan para bhikkhu dengan batasan pada pelanggaran, tetapi tidak pada keluarga. Ada
kesepakatan para bhikkhu dengan batasan pada keluarga, tetapi tidak pada pelanggaran. Ada
kesepakatan para bhikkhu dengan batasan pada pelanggaran dan keluarga. Ada kesepakatan para
bhikkhu yang tanpa batasan pada pelanggaran maupun keluarga.

Definisi
Dengan batasan pada pelanggaran:
Pelanggaran-pelanggaran ditentukan: “Pelanggaran ini boleh diberitahukan.”
Dengan batasan pada keluarga:
Keluarga-keluarga ditentukan: “Keluarga-keluarga ini boleh diberitahukan.”
Dengan batasan pada pelanggaran dan keluarga:
Baik pelanggaran maupun keluarga ditentukan: “Pelanggaran ini boleh diberitahukan, dan
keluarga ini boleh diberitahukan.”
Tanpa batasan pada pelanggaran maupun keluarga:
Baik pelanggaran maupun keluarga tidak ditentukan dalam cara ini.

Pembabaran
Jika ada batasan pada pelanggaran, jika ia memberitahukan pelanggaran lain selain daripada
yang telah ditentukan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ada batasan pada keluarga, jika ia memberitahukan keluarga lain selain daripada yang telah
ditentukan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ada batasan pada pelanggaran dan keluarga, jika ia memberitahukan pelanggaran lain selain
daripada yang telah ditentukan dan ia memberitahukan keluarga lain selain daripada yang telah
ditentukan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika tidak ada batasan pada pelanggaran maupun keluarga, maka tidak ada pelanggaran.

Permutasi bagian 2
Jika pelanggarannya berat, dan ia menyadarinya sebagai berat, dan ia memberitahukan kepada
seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika pelanggarannya berat, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia memberitahukan kepada
seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika pelanggarannya berat, tetapi ia menyadarinya sebagai ringan, dan ia memberitahukan
kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia memberitahukan suatu pelanggaran ringan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.
Jika ia memberitahukan tentang perilaku buruk dari seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan,
apakah berat atau ringan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika pelanggarannya ringan, tetapi ia menyadarinya sebagai berat, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika pelanggarannya ringan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika pelanggarannya ringan, dan ia menyadarinya sebagai ringan, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia memberitahukan tentang perbuatan yang mendasari pelanggaran,
tetapi bukan kelompok pelanggarannya; jika ia memberitahukan kelompok pelanggarannya,
tetapi bukan perbuatan yang mendasari pelanggaran; jika para bhikkhu telah menyetujui; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang memberitahukan tentang pelanggaran berat, yang kesembilan,


selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Berbohong

10. Aturan Latihan tentang Menggali Tanah

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Āḷavī di Altar Aggāḷava, para bhikkhu di sana
sedang melakukan pekerjaan pembangunan. Dan mereka menggali tanah dan menyuruh
menggali. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para
monastik Sakya menggali tanah dan menyuruh menggali? Mereka melukai kehidupan makhluk
berindria-tunggal.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para bhikkhu di Āḷavī
menggali tanah dan menyuruh menggali?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan
hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Orang-orang menganggap tanah sebagai memiliki kesadaran. Hal ini akan mempengaruhi
keyakinan orang-orang …” …Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai
berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menggali tanah atau menyuruh menggali, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Tanah:
Ada dua jenis tanah: tanah produktif dan tanah tidak produktif.
Tanah produktif:
Tanah murni, lempung murni, dengan sedikit bebatuan besar, dengan sedikit bebatuan kecil,
dengan sedikit pecahan tembikar, dengan kerikil, dengan sedikit pasir; sebagian besar tanah,
sebagian besar lempung. Jika tidak terbakar, maka ini disebut “tanah produktif”. Gundukan
tanah atau lempung yang telah diguyur hujan selama lebih dari empat bulan—ini juga disebut
“tanah produktif”.
Tanah tidak produktif:
Hanya bebatuan besar, hanya bebatuan kecil, hanya pecahan tembikar, hanya kerikil, hanya
pasir, dengan sedikit tanah, dengan sedikit lempung; sebagian besar bebatuan besar, sebagian
besar bebatuan kecil, sebagian besar pecahan tembikar, sebagian besar kerikil, sebagian besar
pasir. Jika terbakar, maka ini disebut “tanah tidak produktif”. Gundukan tanah atau lempung
yang telah diguyur hujan selama kurang dari empat bulan—ini juga disebut “tanah tidak
produktif”.
Menggali:
Jika ia menggalinya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Menyuruh menggali:
Jika ia menyuruh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia hanya menyuruh satu kali, walaupun orang lain itu menggali berkali-kali, maka ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah tanah, dan ia menyadarinya sebagai tanah, dan ia menggalinya atau menyuruh
menggalinya, atau ia memecahnya atau menyuruh memecahnya, atau ia membakarnya atau
menyuruh membakarnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah tanah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia menggalinya atau menyuruh
menggalinya, atau ia memecahnya atau menyuruh memecahnya, atau ia membakarnya atau
menyuruh membakarnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah tanah, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai tanah, dan ia menggalinya atau
menyuruh menggalinya, atau ia memecahnya atau menyuruh memecahnya, atau ia
membakarnya atau menyuruh membakarnya, maka tidak ada pelanggaran.
Jika itu bukan tanah, dan ia menyadarinya sebagai tanah, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika itu bukan tanah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan tanah, dan ia tidak menyadarinya sebagai tanah,
maka tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengatakan, “Pertimbangkan ini,” “Berikan ini,” “Bawakan ini,”
“Ada keperluan untuk ini,” “Buatlah ini menjadi diperbolehkan;” jika tidak disengaja, jika ia
tidak sadar; jika ia tidak mengetahui; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang menggali tanah, yang kesepuluh, selesai


SUB-BAB PERTAMA TENTANG BERBOHONG SELESAI
Berikut ini adalah rangkumannya:

“Bohong, kasar, dan penyampaian berita jahat;


Menghafal, dan dua di tempat tidur;
Kecuali dengan seorang yang memahami, benar,
Pelanggaran berat, menggali.”
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

11. Aturan Latihan tentang Tanaman

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Āḷavī di Altar Aggāḷava, para bhikkhu di sana
sedang melakukan pekerjaan pembangunan. Dan mereka menebang pepohonan atau menyuruh
menebang. Saat itu, ketika seorang bhikkhu tertentu sedang menebang sebatang pohon, dewata
yang menetap di pohon itu berkata kepadanya, “Yang Mulia, jangan tebang tempat kediaman
kami karena engkau ingin membangun tempat kediaman untuk dirimu sendiri.” Tanpa
mengindahkan permintaan itu, ia pun menebangnya, dan ia melukai lengan anak dari dewata itu.
Dewata itu berpikir, “Mengapa aku tidak membunuh saja bhikkhu ini?” Tetapi kemudian ia
mempertimbangkan, “Tidaklah baik membunuh bhikkhu ini. Biarlah aku memberitahukan hal ini
kepada Sang Buddha.” Dan ia mendatangi Sang Buddha dan memberitahukan apa yang terjadi.
“Bagus sekali, dewata! Baik sekali engkau tidak membunuh bhikkhu itu. Jika engkau membunuh
bhikkhu itu, engkau telah melakukan banyak keburukan. Pohon di sana kosong. Jadikanlah
sebagai tempat kediamanmu.”
Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu, “Bagaimana mungkin para monastik
Sakya menebang pepohonan dan menyuruh menebang? Mereka melukai kehidupan makhluk
berindria-tunggal.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu di
Āḷavī menebang pepohonan dan menyuruh menebang?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa
kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Orang-orang menganggap pepohonan sebagai memiliki kesadaran. Hal ini akan
mempengaruhi keyakinan orang-orang …” …Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menghancurkan tanaman, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Tanaman:
Ada lima jenis pertumbuhan: pertumbuhan dari akar, pertumbuhan dari tunas, pertumbuhan
dari ruas, pertumbuhan dari sayatan, pertumbuhan dari biji.
Pertumbuhan dari akar:
Kunyit, jahe, lengkuas, jerangau, jerangau putih, ativisha, mawar natal, akar wangi, rumput teki,
atau tanaman lainnya yang dihasilkan dari akar, yang tumbuh dari akar—ini disebut
“pertumbuhan dari akar".
Pertumbuhan dari batang:
Pohon Bodhi, pohon banyan, ara batu India, ara tandan, cedar India, waru laut, atau tanaman
lainnya yang dihasilkan dari batang—ini disebut “pertumbuhan dari batang”.
Pertumbuhan dari ruas:
Tebu, bambu, buluh, atau tanaman lainnya yang dihasilkan dari ruas, yang tumbuh dari ruas—ini
disebut “pertumbuhan dari ruas”.
Pertumbuhan dari sayatan:
Kemangi semak, rami rajmahal, tanaman vicks, atau tanaman lainnya yang dihasilkan dari
sayatan, yang tumbuh dari sayatan—ini disebut “pertumbuhan dari sayatan”.
Pertumbuhan dari biji:
Biji-bijian, sayur-sayuran, atau tanaman lainnya yang dihasilkan dari biji, yang tumbuh dari biji—
ini disebut “pertumbuhan dari biji”.

Permutasi
Jika itu mampu bertumbuh, dan ia menyadarinya sebagai mampu bertumbuh, dan ia
menebangnya atau menyuruh menebangnya, atau ia mematahkannya atau menyuruh
mematahkannya, atau ia memasaknya atau menyuruh memasaknya, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu mampu bertumbuh, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia menebangnya atau menyuruh menebangnya, atau ia mematahkannya
atau menyuruh mematahkannya, atau ia memasaknya atau menyuruh memasaknya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu mampu bertumbuh, dan ia menyadarinya
sebagai tidak mampu bertumbuh, dan ia menebangnya atau menuyuruh menebangnuya, atau ia
mematahkannya atau menyuruh mematahkannya, atau ia memasaknya atau menyuruh
memasaknya, maka tidak ada pelanggaran.
Jika itu tidak mampu bertumbuh, tetapi ia menyadarinya sebagai mampu bertumbuh, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu tidak mampu bertumbuh, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu tidak mampu
bertumbuh, dan ia menyadarinya sebagai tidak mampu bertumbuh, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengatakan, “Pertimbangkan ini,” “Berikan ini,” “Bawakan ini,”
“Ada keperluan untuk ini,” “Buatlah ini menjadi diperbolehkan;” jika tidak disengaja, jika ia
tidak memperhatikan; jika ia tidak mengetahui; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang tanaman, yang pertama, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

12. Aturan Latihan tentang Ucapan


Mengelak

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Kosambī di Vihara Ghosita, Yang Mulia
Channa berperilaku buruk. Ketika ia sedang diperiksa atas suatu pelanggaran di tengah-tengah
Sangha, ia berbicara mengelak, “Siapakah yang melakukan pelanggaran? Pelanggaran apakah
yang dilakukan? Sehubungan dengan apakah pelanggaran itu dilakukan? Bagaimanakah
pelanggaran itu dilakukan? Siapakah yang sedang kalian bicarakan? Apakah yang sedang kalian
bicarakan?”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Channa berbicara mengelak ketika sedang diperiksa di tengah-tengah
Sangha atas suatu pelanggaran?” … “Benarkah, Channa, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” Setelah menegurnya … Beliau membabarkan
ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus menuduh Channa
dengan tuduhan ucapan mengelak. Dan ia harus dituduh sebagai berikut. Seorang bhikkhu yang
kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu Channa
berbicara mengelak ketika diperiksa di tengah-tengah Sangha atas suatu pelanggaran. Jika
baik menurut Sangha, maka Sangha harus menuduhnya berbicara mengelak. Ini adalah
usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu Channa
berbicara mengelak ketika diperiksa di tengah-tengah Sangha atas suatu pelanggaran.
Sangha menuduhnya berbicara mengelak. Bhikkhu mana pun yang menyetujui
menuduhnya berbicara mengelak harus berdiam diri. Bhikkhu manapun yang tidak
menyetujui silakan berbicara.
Sangha menuduh bhikkhu Channa berbicara mengelak. Sangha menyetujui dan oleh
karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Setelah menegur Channa dalam berbagai cara, Sang Buddha mencela orang yang sulit disokong …
“Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu berbicara mengelak, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Kemudian, ketika Channa sekali lagi diperiksa di tengah-tengah Sangha atas suatu pelanggaran,
ia berpikir, “Dengan berbicara mengelak aku akan melakukan pelanggaran,” dan ia melecehkan
Sangha dengan berdiam diri.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, ketika ia
diperiksa di tengah-tengah Sangha atas suatu pelanggaran, bagaimana mungkin Yang Mulia
Channa melecehkan Sangha dengan berdiam diri?” … “Benarkah, Channa, bahwa engkau
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” Setelah menegurnya … Beliau membabarkan
ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus menuduh Channa
dengan tuduhan pelecehan. Dan ia harus dituduh sebagai berikut. Seorang bhikkhu yang
kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu Channa, ketika
diperiksa di tengah-tengah Sangha atas suatu pelanggaran, melecehkan Sangha dengan
berdiam diri. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus menuduhnya melakukan
pelecehan. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu Channa, ketika
diperiksa di tengah-tengah Sangha atas suatu pelanggaran, melecehkan Sangha dengan
berdiam diri. Sangha menuduhnya melakukan pelecehan. Bhikkhu mana pun yang
menyetujui menuduhnya melakukan pelecehan harus berdiam diri. Bhikkhu manapun
yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Sangha menuduh bhikkhu Channa melakukan pelecehan. Sangha menyetujui dan oleh
karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Setelah menegur Channa dalam berbagai cara, Sang Buddha mencela orang yang sulit disokong …
“Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu berbicara mengelak atau melecehkan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang yang berbicara mengelak:
Ketika sedang diperiksa di tengah-tengah Sangha tentang suatu perbuatan yang menjadi dasar
sebuah pelanggaran atau tentang kelompok pelanggaran, ia berbicara mengelak karena ia tidak
ingin mengatakannya atau mengungkapkannya, dengan mengatakan, “Siapakah yang melakukan
pelanggaran? Pelanggaran apakah yang dilakukan? Sehubungan dengan apakah pelanggaran itu
dilakukan? Bagaimanakah pelanggaran itu dilakukan? Siapakah yang sedang kalian bicarakan?
Apakah yang sedang kalian bicarakan?”—ini disebut “seorang yang berbicara mengelak.”
Seorang yang melecehkan:
Ketika sedang diperiksa di tengah-tengah Sangha tentang suatu perbuatan yang menjadi dasar
sebuah pelanggaran atau tentang kelompok pelanggaran, ia melecehkan Sangha dengan berdiam
diri karena ia tidak ingin membicarakannya atau mengungkapkannya—ini disebut “seorang yang
melecehkan”.

Permutasi
Jika ia belum dituduh berbicara mengelak, tetapi ia sedang diperiksa di tengah-tengah Sangha
atas suatu tindakan yang menjadi dasar bagi suatu pelanggaran atau tentang kelompok dari
suatu pelanggaran, dan kemudian ia berbicara mengelak karena ia tidak ingin membicarakannya
atau mengungkapkannya, dengan mengatakan “Siapakah yang melakukan pelanggaran?
Pelanggaran apakah yang dilakukan? Sehubungan dengan apakah pelanggaran itu dilakukan?
Bagaimanakah pelanggaran itu dilakukan? Siapakah yang sedang kalian bicarakan? Apakah yang
sedang kalian bicarakan?” maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia belum dituduh melecehkan, tetapi ia sedang diperiksa di tengah-tengah Sangha atas suatu
tindakan yang menjadi dasar bagi suatu pelanggaran atau tentang kelompok dari suatu
pelanggaran, dan kemudian ia melecehkan Sangha dengan berdiam diri karena ia tidak ingin
membicarakannya atau mengungkapkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia telah dituduh berbicara mengelak, dan ia sedang diperiksa di tengah-tengah Sangha atas
suatu tindakan yang menjadi dasar bagi suatu pelanggaran atau tentang kelompok dari suatu
pelanggaran, dan kemudian ia berbicara mengelak karena ia tidak ingin membicarakannya atau
mengungkapkannya, dengan mengatakan “Siapakah yang melakukan pelanggaran? Pelanggaran
apakah yang dilakukan? Sehubungan dengan apakah pelanggaran itu dilakukan? Bagaimanakah
pelanggaran itu dilakukan? Siapakah yang sedang kalian bicarakan? Apakah yang sedang kalian
bicarakan?” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia telah dituduh berbicara mengelak, dan ia sedang diperiksa di tengah-tengah Sangha atas
suatu tindakan yang menjadi dasar bagi suatu pelanggaran atau tentang kelompok dari suatu
pelanggaran, dan kemudian ia melecehkan Sangha dengan berdiam diri karena ia tidak ingin
membicarakannya atau mengungkapkannya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai prosedur hukum yang
sah, dan ia berbicara mengelak atau ia melecehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia berbicara mengelak atau ia melecehkan, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia
menyadarinya sebagai prosedur hukum yang tidak sah, dan ia berbicara mengelak atau ia
melecehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai prosedur hukum
yang sah, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang
tidak sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai prosedur hukum
yang tidak sah, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia bertanya karena tidak tahu; jika ia tidak berbicara karena ia sakit;
jika ia tidak berbicara karena ia berpikir akan terjadi pertengkaran atau perselisihan dalam
Sangha; jika ia tidak berbicara karena ia berpikir akan terjadi keretakan atau perpecahan dalam
Sangha; jika ia tidak berbicara karena ia berpikir prosedur hukum itu akan menjadi tidak sah,
yang dilakukan oleh kumpulan yang tidak kompeten, atau dilakukan pada seorang yang tidak
selayaknya dikenai prosedur hukum; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang ucapan mengelak, yang kedua, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

13. Aturan Latihan tentang Mengeluhkan

Kisah Asal-mula
Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Pada saat itu Yang Mulia Dabba sedang mengalokasikan tempat-tempat kediaman dan menjatah
makanan-makanan, dan bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka masih baru ditahbiskan. Mereka
memiliki sedikit jasa, mendapatkan tempat kediaman dan makanan yang sederhana. Kemudian
mereka mengeluhkan Dabba kepada para bhikkhu lain, “Dabba orang Malla bersikap pilih kasih
dalam mengalokasikan tempat-tempat kediaman dan menjatah makanan.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka mengeluhkan tentang Yang Mulia Dabba kepada para
bhikkhu lain?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu mengeluh, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang mengeluh, bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka
memikirkan cara lain agar para bhikkhu mendengarkan kegundahan mereka. Maka mereka
mengkritik Dabba orang Malla di sekitar para bhikkhu lain, “Dabba bersikap pilih kasih dalam
mengalokasikan tempat-tempat kediaman dan menjatah makanan.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka mengkritik Yang Mulia Dabba?” … “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu mengeluh atau mengkritik, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Mengeluhkan:
Jika seseorang yang sepenuhnya ditahbiskan adalah pengalokasi tempat-tempat kediaman atau
penjatah makanan atau pembagi bubur nasi atau pembagi buah-buahan atau pembagi makanan
segar atau pembagi benda-benda kebutuhan kecil, dan ia telah ditunjuk oleh Sangha untuk
melakukan tugas itu, jika seorang bhikkhu mengeluhkannya atau mengkritiknya kepada seorang
yang sepenuhnya ditahbiskan—karena ingin meremehkannya, ingin memberikan reputasi buruk
padanya, ingin mempermalukannya—maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai prosedur hukum yang
sah, dan ia mengeluhkan atau mengkritik, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan
ia mengeluhkan atau mengkritik, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai prosedur
hukum yang tidak sah, dan ia mengeluhkan atau mengkritik, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Jika ia mengeluhkan atau mengkritiknya kepada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika seseorang yang sepenuhnya ditahbiskan adalah pengalokasi tempat-tempat kediaman atau
penjatah makanan atau pembagi bubur nasi atau pembagi buah-buahan atau pembagi makanan
segar atau pembagi benda-benda kebutuhan kecil, tetapi ia belum ditunjuk oleh Sangha untuk
melakukan tugas itu, jika seorang bhikkhu mengeluhkannya atau mengkritiknya kepada seorang
yang sepenuhnya ditahbiskan atau seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan—karena ingin
meremehkannya, ingin memberikan reputasi buruk padanya, ingin mempermalukannya—maka
ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika seseorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan adalah pengalokasi tempat-tempat kediaman
atau penjatah makanan atau pembagi bubur nasi atau pembagi buah-buahan atau pembagi
makanan segar atau pembagi benda-benda kebutuhan kecil, apakah ia sudah atau belum ditunjuk
oleh Sangha untuk melakukan tugas itu, jika seorang bhikkhu mengeluhkannya atau
mengkritiknya kepada seorang yang sepenuhnya ditahbiskan atau seorang yang tidak
sepenuhnya ditahbiskan—karena ingin meremehkannya, ingin memberikan reputasi buruk
padanya, ingin mempermalukannya—maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai prosedur hukum
yang sah, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang
tidak sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai prosedur hukum
yang tidak sah, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengeluhkan tentang atau mengkritik seorang yang sering
bertindak karena pilih kasih, kebencian, kebodohan, atau ketakutan; jika ia gila; jika ia adalah
pelaku pertama.

Aturan latihan tentang mengeluh, yang ketiga, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

14. Aturan Latihan tentang Perabotan

Kisah Asal-mula
Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika
sepanjang musim dingin, para bhikkhu meletakkan perabotan di luar agar mereka dapat
menghangatkan diri di bawah sinar matahari. Tetapi ketika waktunya untuk pergi diumumkan,
mereka pergi tanpa memasukkannya kembali, tanpa menyuruh orang lain untuk
memasukkannya kembali, dan tanpa memberitahu siapa pun. Perabotan itu kehujanan.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu itu meletakkan perabotan di luar dan pergi tanpa memasukkannya
kembali, tanpa menyuruh orang lain untuk memasukkannya kembali, dan tanpa memberitahu
siapa pun? Perabotan itu kehujanan.”
Setelah menegur para bhikkhu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera
setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini? … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan tempat tidur, dipan,
matras, atau bangku kecil milik Sangha, dan ia kemudian pergi tanpa memasukkannya
atau menyuruh memasukkan, atau memberitahu seseorang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian, para bhikkhu yang berdiam di luar membawa perabotan ke dalam
walaupun saat itu bukan musim hujan. Sang Buddha melihat hal ini. Setelah membabarkan
ajaran, Beliau berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, selama delapan bulan di luar musim hujan, Aku memperbolehkan kalian
untuk menyimpan perabotan di bawah atap atau di bawah pohon atau di manapun burung-
burung gagak tidak menjatuhkan kotoran.”
Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Milik Sangha:
Diberikan kepada Sangha, dilepaskan kepada Sangha.
Tempat tidur:
Ada empat jenis tempat tidur: satu dengan kaki dan rangka, yang disebut masāraka; satu dengan
kaki dan rangka, yang disebut bundikābaddha; satu dengan kaki melengkung; satu dengan kaki
yang dapat dilepas.
Dipan:
Ada empat jenis dipan: satu dengan kaki dan rangka, yang disebut masāraka; satu dengan kaki dan
rangka, yang disebut bundikābaddha; satu dengan kaki melengkung; satu dengan kaki yang dapat
dilepas.
matras:
Ada lima jenis matras: matras berisi wol, matras berisi kain, matras berisi kulit kayu, matras
berisi rumput, matras berisi dedaunan.
Bangku kecil:
satu terbuat dari kulit kayu, satu terbuat dari akar wangi, satu terbuat dari buluh. Ini dibungkus
dan kemudian diikat menjadi satu.
Mengeluarkan:
Meletakkan di luar.
Menyuruh mengeluarkan:
Menyuruh orang lain untuk meletakkan di luar. Jika ia menyuruh seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, maka itu adalah tanggung jawab si bhikkhu. Jika ia menyuruh seorang yang
sepenuhnya ditahbiskan, maka itu adalah tanggung jawab orang yang mengeluarkan.
Pergi tanpa memasukkannya:
Ia tidak memasukkannya sendiri.
Menyuruh memasukkan:
Ia tidak menyuruh orang lain untuk memasukkan.
Atau memberitahu seseorang:
Jika ia tidak memberitahu seorang bhikkhu, seorang sāmaṇera, atau seorang pekerja vihara,
maka ketika ia pergi melampaui sepelemparan batu dari orang pada umumnya, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah milik Sangha, dan ia menyadarinya sebagai milik Sangha, dan ia mengeluarkannya
atau menyuruh mengeluarkannya, dan kemudian ia pergi tanpa memasukkannya dan tanpa
menyuruh memasukkannya dan tanpa memberitahu seseorang, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah milik Sangha, tetapi ia tidak dapat
memastikannya … Jika itu adalah milik Sangha, tetapi ia menyadarinya sebagai milik individu,
dan ia mengeluarkannya atau menyuruh mengeluarkannya, dan kemudian ia pergi tanpa
memasukkannya dan tanpa menyuruh memasukkannya dan tanpa memberitahu seseorang,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah matras, selimut, penutup lantai, matras jerami, penutup dari kulit, kain lap kaki,
atau dipan dari kayu, dan ia mengeluarkannya atau menyuruh mengeluarkannya, dan kemudian
ia pergi tanpa memasukkannya dan tanpa menyuruh memasukkannya dan tanpa memberitahu
seseorang, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah milik individu, tetapi ia menyadarinya sebagai milik Sangha, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, dan ia
menyadarinya sebagai milik individu, tetapi individu tersebut bukan dirinya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah miliknya, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia pergi setelah memasukkannya; jika ia pergi setelah menyuruh
memasukkan; jika ia pergi setelah memberitahu seseorang; jika ia pergi ketika sedang
menjemurnya; jika perabotan itu terhalang; jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah
pelaku pertama.

Aturan latihan tentang perabotan, yang keempat, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

15. Aturan Latihan Kedua tentang


Perabotan

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada masa itu para bhikkhu dari kelompok tujuh belas adalah para sahabat. Mereka hidup
bersama, dan ketika bepergian ke suatu tempat mereka akan pergi bersama-sama. Pada suatu
hari mereka mengeluarkan tempat tidur dalam sebuah kediaman milik Sangha, tetapi kemudian
pergi tanpa memasukkannya, tanpa menyuruh orang lain memasukkannya, dan tanpa
memberitahu siapa pun. Perabotan itu dimakan rayap.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok tujuh belas mengeluarkan perabotan milik Sangha, dan
kemudian pergi tanpa memasukkannya kembali, tanpa menyuruh orang lain untuk
memasukkannya kembali, dan tanpa memberitahu seseorang? Perabotan itu dimakan rayap.”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu: “Benarkah,
para bhikkhu, bahwa para bhikkhu itu melakukan hal ini?
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu mengeluarkan tempat tidur milik Sangha, atau menyuruh orang lain
mengeluarkannya, dan kemudian ia pergi tanpa memasukkannya atau menyuruh orang
lainmemasukkannya, atau memberitahu seseorang, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Tempat kediaman milik Sangha:
Diberikan kepada Sangha, dilepaskan kepada Sangha.
Tempat tidur:
Matras, alas matras, seprai, penutup lantai, tikar jerami, kulit, alas duduk, penutup tempat tidur,
hamparan rerumputan, hamparan dedaunan.
Mengeluarkan:
Mengeluarkan sendiri.
Menyuruh mengeluarkan:
Menyuruh orang lain untuk mengeluarkan.
Pergi tanpa memasukkannya:
Ia tidak memasukkannya sendiri.
Menyuruh memasukkan:
Ia tidak menyuruh orang lain untuk memasukkan.
Atau memberitahu siapa pun:
Jika ia tidak memberitahu seorang bhikkhu, seorang sāmaṇera, atau seorang pekerja vihara, dan
ia melewati perbatasan lingkungan vihara maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah milik Sangha, dan ia menyadarinya sebagai milik Sangha, dan ia mengeluarkan
tempat tidur atau menyuruh mengeluarkannya, dan kemudian ia pergi tanpa memasukkannya
dan tanpa menyuruh memasukkannya dan tanpa memberitahu siapa pun, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah milik Sangha, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia mengeluarkan tempat tidur atau menyuruh mengeluarkannya, dan
kemudian ia pergi tanpa memasukkannya dan tanpa menyuruh memasukkannya dan tanpa
memberitahu siapa pun, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
itu adalah milik Sangha, tetapi ia menyadarinya sebagai milik individu, dan ia mengeluarkannya
atau menyuruh mengeluarkannya, dan kemudian ia pergi tanpa memasukkannya dan tanpa
menyuruh memasukkannya dan tanpa memberitahu siapa pun, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Jika ia mengeluarkan tempat tidur, atau menyuruh mengeluarkannya, dalam lingkungan tempat
kediaman, di aula pertemuan, di bawah naungan atap, atau di bawah pohon, dan kemudian ia
pergi tanpa memasukkannya dan tanpa menyuruh memasukkannya dan tanpa memberitahu
seseorang, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah milik individu, tetapi ia menyadarinya sebagai milik Sangha, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, dan ia
menyadarinya sebagai milik individu, tetapi individu tersebut bukan dirinya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah miliknya, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia pergi setelah memasukkannya; jika ia pergi setelah menyuruh
memasukkan; jika ia pergi setelah memberitahu seseorang; jika perabotan itu terhalang; jika
terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan kedua tentang perabotan, yang kelima, selesai


Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

16. Aturan Latihan tentang Melanggar


Batas

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam telah menguasai tempat-tempat tidur terbaik. Ketika para bhikkhu
senior mengusir mereka, mereka berpikir, “Bagaimana agar kami dapat menetap di sini selama
musim hujan?” Maka mereka mengatur tempat-tempat tidur mereka melewati batas para
bhikkhu senior, dengan berpikir, “Siapa pun yang merasa sempit akan pergi.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari enam mengatur tempat-tempat tidur mereka sehingga melewati
batas para bhikkhu senior.”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian dapat
melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu,
aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika, di dalam sebuah tempat kediaman milik Sangha, seorang bhikkhu mengatur tempat
tidurnya sedemikian sehingga melewati batas seorang bhikkhu yang ia ketahui telah tiba
terlebih dulu sebelum ia, dengan niat bahwa siapa pun yang merasa sempit akan pergi, dan
ia melakukannya hanya karena alasan ini dan bukan karena alasan lainnya, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Tempat kediaman milik Sangha:
Diberikan kepada Sangha, dilepaskan kepada Sangha.
Ia ketahui:
Ia mengetahui bahwa bhikkhu lain itu adalah senior, ia mengetahui bahwa bhikkhu lain itu
sedang sakit, ia mengetahui bahwa tempat itu diberikan kepadanya oleh Sangha.
Melewati batas:
Mendorong paksa.
Mengatur tempat tidurnya:
Jika ia meletakkan tempat tidurnya pada jalan menuju kasur, dipan, jalan masuk, atau jalan
keluar, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia duduk atau berbaring di atasnya,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Ia melakukannya hanya karena alasan ini dan bukan karena hal lain:
Tidak ada alasan lain dalam mengatur tempat tidurnya sedemikian sehingga melewati batas.

Permutasi
Jika itu adalah milik Sangha, dan ia menyadarinya sebagai milik Sangha, dan ia mengatur tempat
tidurnya sedemikian sehingga melewati batas, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika itu adalah milik Sangha, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
dan ia mengatur tempat tidurnya sedemikian sehingga melewati batas, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah milik Sangha, tetapi ia
menyadarinya sebagai milik individu, dan ia mengatur tempat tidurnya sedemikian sehingga
melewati batas, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia meletakkan tempat tidur, atau menyuruh meletakkan, di mana pun selain di jalan menuju
tempat tidur, dipan, jalan masuk, atau jalan keluar, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia meletakkan tempat tidur, atau menyuruh meletakkannya di dalam lingkungan
tempat kediaman, di aula pertemuan, di bawah naungan atap, atau di bawah pohon, atau di
ruang terbuka, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia duduk atau berbaring di
atasnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah milik individu, tetapi ia menyadarinya sebagai milik Sangha, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, dan ia
menyadarinya sebagai milik individu, tetapi individu tersebut bukan dirinya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah miliknya, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia masuk karena ia sakit; jika ia masuk karena merasa dingin atau
panas; jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang melewati batas, yang keenam, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

17. Aturan Latihan tentang Melempar ke


Luar

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika,
para bhikkhu dari kelompok tujuh belas sedang memperbaiki sebuah tempat kediaman besar di
dekat sana, bermaksud untuk menetap di sana selama musim hujan. Para bhikkhu dari kelompok
enam melihat hal ini dan berkata, “Para bhikkhu dari kelompok tujuh belas sedang memperbaiki
sebuah tempat kediaman. Mari kita mengusir mereka.” Tetapi beberapa orang di antara mereka
berkata, “Tunggulah hingga mereka selesai memperbaiki.”
Tidak lama kemudian para bhikkhu dari kelompok enam berkata kepada para bhikkhu dari
kelompok tujuh belas itu, “Pergilah, tempat kediaman ini adalah milik kami.”
“Tidakkah seharusnya kalian memberitahu kami sebelumnya? Agar kami dapat memperbaiki
yang lain.”
“Bukankah tempat kediaman ini adalah milik Sangha?”
“Ya, benar.”
“Kalau begitu, pergilah! Tempat kediaman ini adalah milik kami.”
“Tempat kediaman ini besar. Kalian boleh menetap di sini dan kami juga.”
Tetapi mereka berkata, “Pergilah, tempat kediaman ini adalah milik kami,” dan mereka
mencengkeram mereka pada leher dan melempar mereka ke luar dengan marah.
Para bhikkhu dari kelompok tujuh belas menangis. Ketika para bhikkhu lain bertanya kepada
mereka mengapa, mereka memberitahukan apa yang telah terjadi.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam melempar bhikkhu lain ke luar dari sebuah tempat
kediaman milik Sangha?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan akhir
‘Jika, seorang bhikkhu, dalam kemarahan, melempar seorang bhikkhu ke luar dari sebuah
tempat kediaman milik Sangha, atau menyuruh orang lain melemparnya ke luar, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhu:
Bhikkhu lainnya
Dalam kemarahan:
Merasa tidak puas, memiliki kebencian, permusuhan.
Sebuah tempat kediaman milik Sangha:
Diberikan kepada Sangha, dilepaskan kepada Sangha.
Melempar keluar:
Jika ia menangkapnya di dalam sebuah ruangan dan melemparnya ke luar ke jalan masuk, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menangkapnya di jalan masuk
dan melemparnya ke luar ruangan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Walaupun ia membuatnya melewati banyak pintu dengan satu usaha, ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Menyuruh orang lain melemparnya kelauar:
Jika ia menyuruh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia hanya menyuruh satu kali, bahkan jika orang lain itu membuatnya melewati banyak pintu,
maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah milik Sangha, dan ia menyadarinya sebagai milik Sangha, dan dalam kemarahan ia
melempar orang itu ke luar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah milik Sangha, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan dalam kemarahan ia
melempar orang itu ke luar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah milik Sangha, tetapi ia menyadarinya sebagai milik individu, dan dalam
kemarahan ia melempar orang itu ke luar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika ia melempar ke luar salah satu benda kebutuhannya, atau menyuruh orang lain melempar ke
luar, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia melempar orang itu ke luar, atau
menyuruh orang lain melemparnya ke luar, dari lingkungan sebuah tempat kediaman, dari
sebuah aula pertemuan, dari bawah naungan atap, dari bawah pohon, atau dari sebuah ruang
terbuka, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia ia melempar ke luar salah satu
benda kebutuhannya, atau menyuruh orang lain melempar ke luar, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia melempar ke luar seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, atau menyuruh orang lain melemparnya ke luar, dari sebuah tempat kediaman, dari
lingkungan tempat kediaman, dari aula pertemuan, dari bawah naungan atap, dari bawah pohon,
atau dari suatu ruang terbuka, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah milik individu, tetapi ia menyadarinya sebagai milik Sangha, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, dan ia
menyadarinya sebagai milik individu, tetapi individu tersebut bukan dirinya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah miliknya, maka tidak ada pelanggaran,

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia melempar ke luar seorang yang tidak tahu malu, atau menyuruh
orang lain melemparnya ke luar; jika ia melempar ke luar benda-benda kebutuhan milik orang
itu, atau menyuruh orang lain untuk melemparnya ke luar; Jika ia melempar ke luar seorang
yang gila, atau menyuruh orang lain melemparnya ke luar; jika ia melempar ke luar benda-benda
kebutuhan milik orang itu, atau menyuruh orang lain untuk melemparnya ke luar; Jika ia
melempar ke luar seorang yang suka bertengkar dan suka berdebat, yang membuat persoalan
hukum dalam Sangha, atau menyuruh orang lain melemparnya ke luar; jika ia melempar ke luar
benda-benda kebutuhan milik orang itu, atau menyuruh orang lain untuk melemparnya ke luar;
Jika ia melempar ke luar seorang murid atau siswa yang tidak berperilaku selayaknya, atau
menyuruh orang lain melemparnya ke luar; jika ia melempar ke luar benda-benda kebutuhan
milik orang itu, atau menyuruh orang lain untuk melemparnya ke luar; jika ia gila; jika ia adalah
pelaku pertama.
Aturan latihan tentang melempar ke luar, yang ketujuh, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

18. Aturan Latihan tentang Lantai Atas

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu dua orang bhikkhu sedang menetap di sebuah tempat kediaman berloteng milik
Sangha, satu menetap di bawah dan satu di atas. Bhikkhu yang diatas dengan kuat duduk di atas
tempat tidur dengan kaki yang dapat dilepas. Satu kakinya lepas dan mengenai kepala bhikkhu
yang di bawah. Ia berteriak. Para bhikkhu bergegas datang dan bertanya apa yang terjadi, dan ia
memberitahukan kepada mereka.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin seorang bhikkhu dengan kuat duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dapat
dilepas di lantai atas sebuah tempat kediaman milik Sangha?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai bhikkhu itu: “Benarkah,
bhikkhu, bahwa engkau melakukan hal ini?
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika, seorang bhikkhu duduk atau berbaring di atas tempat tidur atau dipan dengan kaki
yang dapat dilepas di lantai atas sebuah tempat kediaman milik Sangha, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Sebuah tempat kediaman milik Sangha:
Diberikan kepada Sangha, dilepaskan kepada Sangha.
Lantai atas:
Kepala dari seorang dengan tinggi rata-rata tidak dapat terbentur.
Tempat tidur dengan kaki dapat dilepas:
Tempat tidur ini berdiri setelah kakinya dipasang.
Dipan dengan kaki dapat dilepas:
Dipan ini berdiri setelah kakinya dipasang.
Duduk:
Jika ia duduk di atasnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Berbaring:
Jika ia berbaring di atasnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah milik Sangha, dan ia menyadarinya sebagai milik Sangha, dan ia duduk atau
berbaring di atas tempat tidur atau dipan dengan kaki yang dapat dilepas di lantai atas, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah milik Sangha, tetapi ia
tidak dapat memastikannya … Jika itu adalah milik Sangha, tetapi ia menyadarinya sebagai milik
individu, dan ia duduk atau berbaring di atas tempat tidur atau dipan dengan kaki yang dapat
dilepas di lantai atas, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah milik individu, tetapi ia menyadarinya sebagai milik Sangha, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah milik individu, dan ia
menyadarinya sebagai milik individu, tetapi individu tersebut bukan dirinya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah miliknya, maka tidak ada pelanggaran,

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika tidak ada lantai atas; jika lantai atas itu begitu rendah hingga kepala
seseorang dapat terbentur; jika lantai bawah tidak dipergunakan; jika lantai atas berlapis papan
lantai; Jika kaki-kakinya terkunci dengan baut; jika ia berdiri untuk mengambil atau meletakkan
sesuatu; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang lantai atas, yang kedelapan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

19. Aturan Latihan tentang Tempat


Kediaman Besar

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Kosambi di Vihara Ghosita. Pada saat itu
seorang pejabat kerajaan yang menjadi penyokong Yang Mulia Channa sedang membuatkan
sebuah tempat kediaman untuknya. Ketika tempat kediaman itu telah selesai, Channa memasang
atap dan memplesternya berulang-ulang. Karena kelebihan beban, tempat kediaman itu runtuh.
Kemudian, sewaktu mengumpulkan rerumputan dan ranting, Channa merusak ladang jelai milik
seorang brahmana tertentu. Brahmana itu mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin para mulia ini merusak ladang jelai milikku?”
Para bhikhu mendengar keluhan brahmana tersebut, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik Channa, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Channa
memasang atap pada sebuah tempat kediaman yang telah selesai dan memplesternya berulang-
ulang, sehingga runtuh karena kelebihan beban?”
Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu
Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Channa: “Benarkah, Channa, bahwa engkau
melakukan hal ini?
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika seorang bhikkhu membangun sebuah tempat kediaman besar, kemudian sambil
berdiri di tempat di mana tidak ada tumbuhan budidaya, ia boleh memasang dua atau tiga
lapisan material atap, memasangnya hingga sejauh ambang pintu dan menggunakannya
untuk memasang pintu dan mengerjakan bukaan jendela, jika ia memasang lebih dari itu,
bahkan jika ia berdiri di tempat di mana tidak ada tumbuhan budidaya, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Tempat kediaman besar:
Yang dimaksudkan adalah yang ada pemiliknya.
Tempat kediaman:
Yang diplester bagian dalam atau yang diplester bagian luarnya atau diplester bagian dalam dan
luarnya.
Sedang membangun:
Membangun sendiri atau menyuruh orang lain membangun.
Sejauh ambang pintu:
Jarak serentangan lengan dari kerangka pintu.
Untuk memasang pintu:
Untuk pemasangan pintu.
Untuk mengerjakan bukaan jendela:
Untuk mengerjakan bukaan jendela ada warna putih, warna hitam, dan mewarnai dengan warna
jingga; dan ada membuat pola kalung bunga, pola menjalar, pola gigi hiu, dan pola lima kali.
Sambil berdiri di mana tidak ada tumbuhan budidaya, ia boleh memasang dua atau tiga
lapisan material atap:
Tumbuhan budidaya: tanaman biji-bijian dan sayur-sayuran; jika ia memasangnya sewaktu
berdiri di tempat di mana terdapat tumbuhan budidaya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Bagi seorang yang menutupi dalam bentuk garis, setelah menutup dua lapis, ia
boleh meminta untuk lapisan ketiga, dan kemudian ia harus pergi. Bagi seorang yang menutup
dalam bentuk lingkaran, setelah menutup dua lapis, ia boleh meminta untuk lapisan ketiga, dan
kemudian ia harus pergi.
Jika ia memasang lebih dari itu, bahkan jika ia berdiri di tempat di mana tidak ada
tumbuhan budidaya:
Jika ia menutup dengan bata, maka untuk setiap bata, ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia menutup dengan batu, maka untuk setiap batu, ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menutup dengan plester, maka untuk
setiap gumpalan semen, ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia
menutup dengan reumputan, maka untuk setiap gengam rumput, ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika ia menutup dengan dedaunan, maka untuk setiap helai
daun, ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika lebih dari dua atau tiga lapis, dan ia menyadarinya sebagai lebih, dan ia memasangnya, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika lebih dari dua atau tiga lapis,
tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia memasangnya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika lebih dari dua atau tiga lapis, dan ia menyadarinya sebagai
kurang, dan ia memasangnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika kurang dari dua atau tiga lapis, dan ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari dua atau tiga lapis, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari dua atau tiga
lapis, dan ia menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran,
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika ia memasng dua atau tiga lapis; jika ia memasang kurang dari dua
atau tiga lapis; jika itu adalah sebuah tempat bernaung; jika itu adalah sebuah gua; jika itu adalah
sebuah gubuk rumput; jika itu adalah demi manfaat bagi orang lain; jika itu diperoleh dari harta
kekayaannya sendiri; jika itu terpisah dari tempat kediaman; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang tempat kediaman besar, yang kesembilan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Tanaman

20. Aturan Latihan tentang Mengandung


Makhluk Hidup

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Āḷavī di Altar Aggāḷava, para bhikkhu di
sana sedang melakukan pekerjaan pembangunan. Mereka menuang air yang mereka ketahui
mengandung makhluk-makhluk hidup ke rerumputan dan tanah, dan mereka menyuruh orang-
orang lain melakukan hal yang sama. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para bhikkhu di Āḷavī menuang air
yang mereka ketahui mengandung makhluk-makhluk hidup ke rerumputan dan tanah dan
menyuruh orang-orang lain melakukan hal yang sama?”
Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu:
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menuang air yang ia ketahui mengandung makhluk-makhluk hidup
ke rerumputan atau tanah, atau menyuruh orang lain menuangkannya, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ia ketahui:
ia mengetahui sendiri atau orang lain memberitahukan kepadanya.
Menuang:
Jika ia menungkannya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Menyuruh orang lain menuangkannya:
Jika ia menyuruh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia hanya menyuruh satu kali, walaupun orang lain itu menuang banyak, maka ia melakukan
satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika air itu mengandung makhluk-makhluk hidup, dan ia menyadarinya mengandung makhluk-
makhluk hidup, dan ia menuangkannya ke rerumputan atau tanah, atau ia menyuruh orang lain
menuangkannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika air itu
mengandung makhluk-makhluk hidup, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia
menuangkannya ke rerumputan atau tanah, atau ia menyuruh orang lain menuangkannya, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika air itu mengandung makhluk-
makhluk hidup, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai mengandung makhluk-makhluk hidup, dan
ia menuangkannya ke rerumputan atau tanah, atau ia menyuruh orang lain menuangkannya,
maka tidak ada pelanggaran.
Jika air itu tidak mengandung makhluk-makhluk hidup, tetapi ia menyadarinya sebagai
mengandung makhluk-makhluk hidup, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika air
itu tidak mengandung makhluk-makhluk hidup, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika air itu tidak mengandung makhluk-makhluk hidup,
dan ia tidak menyadarinya sebagai mengandung makhluk-makhluk hidup, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika tidak disengaja; jika ia tidak sadar; jika ia tidak mengetahui; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang tempat kediaman besar, yang kesepuluh, selesai

SUB-BAB KEDUA TENTANG TANAMAN SELESAI


Berikut ini adalah rangkumannya

“Tanaman, dengan mengelak, mengeluhkan,


Dua dengan kepergian;
Sebelum, melempar ke luar, dapat dipindahkan,
Pintu, dan mengandung makhluk-makhluk hidup.”
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

21. Aturan Latihan tentang Instruksi

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu senior yang memberikan instruksi kepada para bhikkhunī menerima
kain-jubah, makanan, tempat-tempat kediaman, dan obat-obatan. Ketika para bhikkhu dari
kelompok enam mengetahui hal ini, mereka berpikir, “Baiklah, mari kita memberikan instruksi
kepada para bhikkhunī.” Kemudian mereka mendatangi para bhikkhunī dan berkata, “Datanglah
kepada kami, Saudari-Saudari, dan kami juga akan memberikan instruksi kepada kalian.”
Segera setelah itu para bhikkhunī itu mendatangi para bhikkhu dari kelompok enam, bersujud,
dan duduk. Tetapi setelah memberikan hanya ajaran singkat, para bhikkhu itu menghabiskan
hari itu dengan pembicaraan tidak berguna. Kemudian mereka membubarkan para bhikkhunī,
dengan berkata, “pergilah, Saudari-Saudari.”
Para bhikkhunī menghadap Sang Buddha dan bersujud, dan Sang Buddha berkata kepada
mereka, “Para bhikkhunī, Aku harap Instruksi yang diberikan efektif.”
“Yang Mulia, bagaimana mungkin instruksi yang diberikan efekftif? Setelah memberikan hanya
ajaran singkat, para bhikkhu dari kelompok enam menghabiskan hari itu dengan pembicaraan
tidak berguna, dan kemudian membubarkan kami.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu dari
kelompok enam: “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” Setelah menegur mereka … Beliau
membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, kalian harus menunjuk seorang instruktur untuk para bhikkhunī. Dan beginilah
ia harus ditunjuk. Pertama-tma seorang bhikkhu harus diminta dan kemudian seorang bhikkhu
yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Jika baik menurut
Sangha, maka Sangha harus menunjuk bhikkhu ini sebagai instruktur bagi para
bhikkhunī. Ini adalah usul.
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Sangha menunjuk
bhikkhu ini sebagai seorang instruktur bagi para bhikkhunī. Bhikkhu mana pun yang
menyetujui ditunjuknya bhikkhu ini sebagai seorang instruktur bagi para bhikkhunī harus
berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Untuk kedua kalinya aku menyampaikan hal ini … Untuk ketiga kalinya aku
menyampaikan hal ini: Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan.
Sangha menunjuk bhikkhu ini sebagai seorang instruktur bagi para bhikkhunī. Bhikkhu
mana pun yang menyetujui ditunjuknya bhikkhu ini sebagai seorang instruktur bagi para
bhikkhunī harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan
berbicara.
Sangha telah menunjuk bhikkhu ini sebagai seorang instruktur bagi para bhikkhunī.
Sangha menyetujui dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Kemudian setelah menegur para bhikkhu dari kelompok enam dalam berbagai cara, Sang Buddha
mencela orang yang sulit disokong … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan
sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu yang belum ditunjuk memberikan instruksi kepada para bhikkhunī,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Setelah ditunjuk untuk melakukan hal itu, para bhikkhu senior yang memberikan instruksi
kepada para bhikkhunī masih menerima kain-jubah, makanan, tempat kediaman, dan obat-
obatan. Ketika mereka mengetahui hal ini, para bhikkhu dari kelompok enam berkata, “Baiklah,
mari keluar dari wilayah vihara, kita saling menunjuk satu sama lain sebagai intruktur bagi para
bhikkhunī, dan kemudian memberikan instruksi kepada mereka. “Setelah melakukan itu, mereka
sekali lagi mendatangi para bhikkhunī dan berkata,” Saudari, kami juga telah ditunjuk. Datanglah
kepada kami, dan kami akan memberikan instruksi kepada kalian.”
Sekali lagi para bhikkhunī mendatangi para bhikkhu dari kelompok enam dan semuanya terjadi
seperti sebelumnya.
Kemudian Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu dari kelompok
enam,: “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian bertindak
seperti ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” Setelah menegur mereka …
Beliau membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, kalian boleh menunjuk seorang bhikkhu yang memiliki delapan kualitas
sebagai seorang instruktur bagi para bhikkhunī:”
1. Ia bermoral dan terkekang oleh Kode Monastik. Perilakunya baik, ia bergaul dengan
orang-orang yang benar, dan melihat bahaya dalam pelanggarabn-pelanggaran kecil. Ia
menjalankan dan berlatih dalam aturan-aturan latihan.
2. Ia telah banyak belajar, dan ia mengingat dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari.
Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, yang memiliki
tujuan yang benar dan disampaikan dengan baik, dan yang membentangkan kehidupan
spiritual yang lengkap sempurna dan murni—ia telah mempelajari banyak ajaran-ajaran
demikian, mengingatnya dalam pikiran, membacakannya secara lisan, menyelidikinya
dalam batin, dan menembusnya dengan baik melalui pandangan.
3. Ia telah dengan benar mempelajari kedua Kode monastik secar terperinci. Ia telah
menganalisisnya dengan baik, menguasainya secara menyeluruh, dan menyelidikinya
dengan baik, baik dalam hal aturan-aturan maupun penjelasan terperinci.
4. Ia berbicara dengan baik dan memiliki suara yang baik.
5. Ia secara umum disukai dan menyenangkan bagi para bhikkhunī.
6. Ia memiliki kemampuan untuk memberikan instruksi kepada para bhikkhunī.
7. Ia belum pernah melakukan pelanggaran berat terhadap seorang bhikkhunī.
8. Ia telah sepenuhnya ditahbiskan selama paling sedikit dua puluh tahun.
Para bhikkhu, kalian boleh menunjuk seorang bhikkhu yang memiliki delapan kualitas ini
sebagai seorang instruktur bagi para bhikkhunī.”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Yang belum ditunjuk:
Yang belum ditunjuk melalui prosedur hukum yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman.
Para bhikkhunī:
Mereka telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Memberikan instruksi:
Jika ia memberikan instruksi dalam delapan prinsip penting, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika ia memberikan instruksi dalam ajaran lainnya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia memberikan instruksi kepada seorang
bhikkhunī yang sepenuhnya ditahbiskan hanya pada satu sisi, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah.

Bhikkhu yang telah ditunjuk harus menyapu halaman, menyiapkan air minum dan air untuk
mencuci, mempersiapkan tempat duduk, mencari seorang pendamping, dan kemudian duduk.
Para bhikkhunī harus pergi ke sana, bersujud kepada bhikkhu tersebut, dan duduk. Kemudian
bhikkhu tersebut harus bertanya kepada mereka, “Saudari, apakah kalian semua sudah hadir?”
Jika mereka berkata, “Kami semua hadir, Yang Mulia,” maka ua harus berkata, “Apakah kalian
menjalankan delapan prinsip penting?”
Jika mereka berkata, “Ya,” maka ia harus berkata, “Ini adalah instruksinya.”
Jika mereka berkata, “Tidak,” maka ia harus membacakan prinsip-prinsip penting tersebut:”
1. “Seorang bhikkhunī yang telah sepenuhnya ditahbiskan selama seratus tahun harus
bersujud kepada seorang bhikkhu yang sepenuhnya ditahbiskan pada hari itu juga, dan
bhikkhunī itu harus berdiri untuk bhikkhu tersebut, merangkapkan tangan kepadanya,
dan melakukan tindakan-tindakan hormat terhadapnya. Aturan ini harus dihormati dan
dijunjung seumur hidupnya, dan tidak boleh dilanggar.
2. Seorang bhikkhuni tidak boleh melewatkan keberdiaman musim hujan di sebuah vihara
tanpa para bhikkhu. Aturan ini juga harus dihormati dan dijunjung seumur hidupnya,
dan tidak boleh dilanggar.
3. Setiap setengah bulan seorang bhikkhunī harus mendapatkan dua hal dari Sangha para
bhikkhu: menanyakan tentang hari uposatha dan memohon instruksi. Aturan ini juga
harus dihormati dan dijunjung seumur hidupnya, dan tidak boleh dilanggar.
4. Seorang bhikkhunī yang telah menyelesaikan masa keberdiaman musim-hujan harus
mengundang koreksi dari kedua Sangha sehubungan dengan tiga hal: apa yang telah
dilihat, apa yang telah didengar, dan apa yang telah dicurigai. Aturan ini juga harus
dihormati dan dijunjung seumur hidupnya, dan tidak boleh dilanggar.
5. Seorang bhikkhunī yang telah melakukan pelanggaran berat harus menjalani periode
percobaan selama setengah bulan terhadap kedua Sangha. Aturan ini juga harus
dihormati dan dijunjung seumur hidupnya, dan tidak boleh dilanggar.
6. Seorang sāmaṇerī yang telah berlatih dalam enam aturan selama dua tahun boleh
memohon penahbisan penuh dari kedua Sangha. Aturan ini juga harus dihormati dan
dijunjung seumur hidupnya, dan tidak boleh dilanggar.
7. Seorang bhikkhunī tidak boleh dengan cara apa pun menghina atau mencela seorang
bhikkhu. Aturan ini juga harus dihormati dan dijunjung seumur hidupnya, dan tidak
boleh dilanggar.
8. Mulai hari ini dan seterusnya, para bhikkhunī tidak boleh mengoreksi para bhikkhu,
tetapi para bhikkhu boleh mengoreksi para bhikkhunī. Aturan ini juga harus dihormati
dan dijunjung seumur hidupnya, dan tidak boleh dilanggar.
Jika mereka berkata, “Kami semua hadir, Yang Mulia,” dan ia memberikan instruksi kepada
mereka dengan ajaran lain, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika mereka
berkata, “Kami semua hadir, Yang Mulia,” dan ia memberikan instruksi delapan prinsip penting,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak memberikan instruksi, tetapi ia
memberikan ajaran lain kepada mereka, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan
Sangha bhikkhunī tidak lengkap dan ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah dan ia menyadarinya sebagai tidak
sah, dan Sangha bhikkhunī tidak lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia
memberikan instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah dan ia menyadarinya
sebagai tidak sah, dan Sangha bhikkhunī tidak lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai lengkap,
jika ia memberikan instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha
bhikkhunī tidak lengkap dan ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia tidak dapat memastikannya,
dan Sangha bhikkhunī tidak lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia tidak dapat memastikannya,
dan Sangha bhikkhunī tidak lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia menyadarinya sebagai sah, dan Sangha
bhikkhunī tidak lengkap dan ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia menyadarinya sebagai sah,
dan Sangha bhikkhunī tidak lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia menyadarinya sebagai sah,
dan Sangha bhikkhunī tidak lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan
Sangha bhikkhunī lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah dan ia menyadarinya sebagai tidak
sah, dan Sangha bhikkhunī lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah dan ia menyadarinya sebagai tidak
sah, dan Sangha bhikkhunī lengkap dan ia menyadarinya sebagai lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha
bhikkhunī lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan instruksi
kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha
bhikkhunī lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan instruksi kepada
para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu
adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha
bhikkhunī lengkap dan ia menyadarinya sebagai lengkap, jika ia memberikan instruksi kepada
para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia menyadarinya sebagai sah, dan Sangha
bhikkhunī lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan instruksi
kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
itu adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia menyadarinya sebagai sah, dan Sangha
bhikkhunī lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan instruksi kepada
para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu
adalah prosedur hukum yang tidak sah tetapi ia menyadarinya sebagai sah, dan Sangha
bhikkhunī lengkap dan ia menyadarinya sebagai lengkap, jika ia memberikan instruksi kepada
para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan Sangha
bhikkhunī tidak lengkap dan ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu
adalah prosedur hukum yang sah tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan Sangha
bhikkhunī tidak lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan instruksi
kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum sah tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan Sangha bhikkhunī tidak
lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai lengkap, jika ia memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha
bhikkhunī tidak lengkap dan ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu
adalah prosedur hukum yang sah tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha bhikkhunī
tidak lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum
yang sah tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha bhikkhunī tidak lengkap tetapi ia
menyadarinya sebagai lengkap, jika ia memberikan instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah dan ia menyadarinya sebagai sah, dan Sangha
bhikkhunī tidak lengkap dan ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu
adalah prosedur hukum yang sah dan ia menyadarinya sebagai sah, dan Sangha bhikkhunī tidak
lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum
yang sah dan ia menyadarinya sebagai sah, dan Sangha bhikkhunī tidak lengkap tetapi ia
menyadarinya sebagai lengkap, jika ia memberikan instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan Sangha
bhikkhunī lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan instruksi
kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang sah tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan Sangha bhikkhunī
lengkap tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum
yang sah tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan Sangha bhikkhunī lengkap dan ia
menyadarinya sebagai lengkap, jika ia memberikan instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha
bhikkhunī lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan instruksi
kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang sah tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha bhikkhunī lengkap
tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan instruksi kepada para bhikkhunī itu,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah tetapi
ia tidak dapat memastikannya, dan Sangha bhikkhunī lengkap dan ia menyadarinya sebagai
lengkap, jika ia memberikan instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah dan ia menyadarinya sebagai sah, dan Sangha
bhikkhunī lengkap tetapi ia menyadarinya sebagai tidak lengkap, jika ia memberikan instruksi
kepada para bhikkhunī itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang sah dan ia menyadarinya sebagai sah, dan Sangha bhikkhunī lengkap
tetapi ia tidak dapat memastikannya, jika ia memberikan instruksi kepada para bhikkhunī itu,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum sah dan ia
menyadarinya sebagai sah, dan Sangha bhikkhunī lengkap dan ia menyadarinya sebagai lengkap,
jika ia memberikan instruksi kepada para bhikkhunī itu, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia membacakan; jika ia menguji mereka; jika ia membacakan ketika
diminta untuk itu; jika ia mengajukan pertanyaan; jika ia menjawab ketika ditanya; jika ia
berbicara demi manfaat bagi orang lain dan para bhikkhunī mendengarkan; jika itu adalah
seorang bhikkhunī percobaan; jika itu adalah sāmaṇerī; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang instruksi, yang pertama, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

22. Aturan Latihan tentang Setelah


Matahari Terbenam

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu senior bergiliran memberikan instruksi kepada para bhikkhunī. Kemudian, pada suatu
hari, saat itu adalah giliran Yang Mulia Cūḷapanthaka. Para bhikkhunī berkata, “Instruksi hari ini
tidak akan efektif. Yang Mulia Cūḷapanthaka hanya akan mengulang-ulang hal yang sama.”
Segera setelah itu para bhikkhunī itu mendatangi Cūḷapanthaka, bersujud, dan duduk. Kemudian
Cūḷapanthaka berkata kepada mereka, “Apakah kalian semua ada di sini, Saudari?”
“Kami semua ada di sini, Yang Mulia.”
“Apakah kalian menjalankan delapan prinsip penting?”
“Ya.”
Setelah mengatakan, “Ini adalah instruksinya,” ia mengucapkan seruan sepenuh hati yang sama
berulang-ulang:

“Pada seorang yang waspada yang memiliki pikiran yang lebih tinggi,
Pada sang bijaksana yang sedang berlatih pada jalan menuju kebijaksanaan—
Tidak ada kesedihan pada seorang demikian,
Seorang yang damai, yang selalu penuh perhatian.”

Dan para bhikkhunī berkata, “Tidakkah kita mengatakan bahwa instruksinya tidak akan efektif,
Yang Mulia Cūḷapanthaka hanya akan mengulangi hal yang sama berulang-ulang?” Cūlapanthaka
mendengar percakapan antara para bhikkhunī itu. Kemudian ia melayang ke angkasa, berjalan
mondar-mandir di angkasa, dan ia berdiri, duduk, dan berbaring di atas sana. Ia memancarkan
asap dan api, dan ia menghilang, semuanya smbil mengucapkan seruan sepenuh hati yang sama
dan banyak sabda-sabda Sang Buddha lainnya. Para bhikkhunī berkata,” Sungguh mengagumkan
dan menakjubkan! Tidak ada instruksi sebelumnya yang seefektif yang dari Yang mulia
Cūḷapanthaka ini!” dan Cūḷapanthaka melanjutkan memberikan instruksi kepada para bhikkhunī
itu hingga larut malam dan kemudian membubarkan mereka, dengan berkata, “Pergilah,
Saudari.”
Tetapi karena gerbang menuju pemukiman telah ditutup, maka para bhikkhunī itu melewatkan
malam itu di luar dan baru masuk pada keesokan paginya. Orang-orang mengeluhkan dan
mengkritik mereka, “Para bhikkhunī itu tidak selibat. Mereka melewatkan malam hari di vihara
bersama dengan para bhikkhu dan baru sekarang mereka memasuki pemukiman.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik Cūḷapanthaka, “Bagaimana mungkin Yang Mulia
Cūḷapanthaka memberikan instruksi kepada para bhikkhunī setelah matahari terbenam?” …
“Benarkah, Cūḷapanthaka, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Cūḷapanthaka, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Bahkan jika ia telah ditunjuk, jika seorang bhikkhu memberikan instruksi kepada para
bhikkhu setelah matahari terbenam, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Telah ditunjuk:
Telah ditunjuk melalui prosedur hukum yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman.
Setelah matahari terbenam:
Setelah matahari tenggelam.
Para bhikkhunī:
Mereka telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Memberikan instruksi:
Jika ia memberikan instruksi dalam delapan prinsip penting atau ia membabarkan ajaran
lainnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika matahari telah terbenam, dan ia menyadarinya sebagai telah terbenam, dan ia memberikan
instruksi kepada para bhikkhunī, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika matahari telah terbenam, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia
memberikan instruksi kepada para bhikkhunī, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika matahari telah terbenam, tetapi ia menyadarinya sebagai belum
terbenam, dan ia memberikan instruksi kepada para bhikkhunī, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Jika ia memberikan instruksi kepada seorang bhikkhunī yang sepenuhnya ditahbiskan hanya
pada satu sisi, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika matahari belum terbenam,
tetapi ia menyadarinya sebagai sudah terbenam, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika matahari belum terbenam, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika matahari belum terbenam, dan ia menyadarinya sebagai belum
terbenam, maka tidak ada pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika ia membacakan; jika ia menguji mereka; jika ia membacakan ketika
diminta untuk itu; jika ia mengajukan pertanyaan; jika ia menjawab ketika ditanya; jika ia
berbicara demi manfaat bagi orang lain dan para bhikkhunī mendengarkan; jika itu adalah
seorang bhikkhunī percobaan; jika itu adalah seorang sāmaṇerī; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang setelah matahari terbenam, yang kedua, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

23. Aturan Latihan tentang Tempat


Kediaman Para Bhikkhunī

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di negeri Sakya di Vihara Pohon Banyan di
Kapilavatthu, para bhikkhu dari kelompok enam mendatangi tempat kediaman para bhikkhunī
dan memberikan instruksi kepada para bhikkhunī dari kelompok enam.
Segera setelah itu para bhikkhunī berkata kepada para bhikkhunī dari kelompok enam, “Marilah,
Para Mulia, kita pergi untuk menerima instruksi.”
“Tidak perlu. Para bhikkhu dari kelompok enam akan datang dan memberikan instruksi kepada
kita di sini.”
Para bhikkhuni mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu dari kelompok enam itu, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam pergi dan memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī di tempat kediaman mereka?” para bhikkhunī itu memberitahu para bhikkhu.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu,
“Bagaimana mungkin para bhikkhu itu melakukan hal ini?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa
kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu pergi ke tempat kediaman para bhikkhunī, dan kemudian
memberikan instruksi kepada mereka, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian Mahāpajāpati Gotamī jatuh sakit. Para bhikkhu senior pergi menjenguknya
dan berkata, “Kami harap engkau bertahan, Gotamī, kami harap engkau menjadi lebih baik.”
“Aku tidak bertahan, Para Mulia, dan aku tidak menjadi lebih baik. Sudilah membabarkan ajaran
kepadaku.”
“Tidak diperbolehkan bagi kami untuk pergi dan mengajar para bhikkhunī di tempat kediaman
mereka.” Dan karena takut melakukan kesalahan, mereka tidak mengajarnya.
Tidak lama kemudian, setelah mengenakan jubah di pagi hari, Sang Buddha membawa mangkuk
dan jubahNya dan menjenguk Mahāpajāpati Gotamī, di mana Beliau duduk di tempat yang telah
dipersiapkan. Beliau berkata kepadanya, “Kuharap engkau bertahan, Gotamī, Kuharap engkau
menjadi lebih baik.”
“Sebelumnya, Yang Mulia, para bhikkhu senior datang dan mengajar aku, dan karena itu aku
akan merasa nyaman. Tetapi sekarang bahwa hal ini telah dilarang oleh Sang Buddha, mereka
tidak mengajar karena mereka takut melakukan kesalahan. Dan karena itu aku tidak merasa
nyaman.”
Setelah memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakannya dengan suatu ajaran,
Sang Buddha bangkit dari duduk dan pergi. Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran
dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk pergi dan memberikan instruksi
kepada seorang bhikkhunī yang sakit di tempat kediamannya.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu pergi ke tempat kediaman para bhikkhunī dan kemudian
memberikan instruksi kepada mereka, kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini adalah kesempatan
yang diperbolehkan: seorang bhikkhunī sedang sakit.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Tempat kediaman para bhikkhunī:
Di mana pun para bhikkhunī menetap, bahkan selama satu malam.
Pergi:
Pergi ke sana.
Memberikan instruksi:
Jika ia memberikan instruksi tentang delapan prinsip penting, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan:
Jika saat itu adalah kesempatan yang diperbolehkan.
Seorang bhikkhunī sedang sakit:
Ia tidak mampu pergi untuk menerima instruksi atau menghadiri pertemuan resmi komunitas.

Permutasi
Jika bhikkhunī itu sepenuhnya ditahbiskan, dan si bhikkhu menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, dan ia mendatangi tempat kediaman sang bhikkhunī dan kemudian memberikan
instruksi kepadanya, kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika bhikkhunī itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi
si bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan ia mendatangi tempat kediaman sang bhikkhunī dan
kemudian memberikan instruksi kepadanya, kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika bhikkhunī itu sepenuhnya
ditahbiskan, dan si bhikkhu tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, dan ia
mendatangi tempat kediaman sang bhikkhunī dan kemudian memberikan instruksi kepadanya,
kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika ia memberikan instruksi kepada seorang bhikkhunī dengan ajaran lain, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia memberikan instruksi kepada seorang bhikkhunī yang
sepenuhnya ditahbiskan hanya pada satu sisi, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak sepenuhnya
ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, maka tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika itu adalah kesempatan yang diperbolehkan; Jika ia membacakan; jika
ia menguji mereka; jika ia membacakan ketika diminta untuk itu; jika ia mengajukan pertanyaan;
jika ia menjawab ketika ditanya; jika ia berbicara demi manfaat bagi orang lain dan para
bhikkhunī mendengarkan; jika itu adalah seorang bhikkhunī percobaan; jika itu adalah seorang
sāmaṇerī; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang tempat kediaman para bhikkhunī, yang ketiga, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

24. Aturan Latihan tentang Perolehan


Duniawi

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu senior yang memberikan instruksi kepada para bhikkhunī menerima
kain-jubah, makanan, tempat kediaman, dan obat-obatan. Dan para bhikkhu dari kelompok enam
mengatakan ini tentang mereka, “Para bhikkhu senior memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī bukan sebagai pelayanan, melainkan demi perolehan duniawi.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam mengatakan bahwa para bhikkhu senior
memberikan instruksi kepada para bhikkhunī bukan sebagai pelayanan, melainkan demi
perolehan duniawi?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian mengatakan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian mengatakan
hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu mengatakan bahwa para bhikkhu senior memberikan instruksi
kepada para bhikkhunī demi perolehan duniawi, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Demi perolehan duniawi:
Demi kain-jubah, demi makanan, demi tempat kediaman, demi obat-obatan, demi kehormatan,
demi penghargaan, demi kemuliaan, demi pengagungan, demi pemujaan.
Mengatakan:
Jika, sehubungan dengan seorang yang sepenuhnya ditahbiskan dan yang telah ditunjuk oleh
Sangha sebagai pemberi instruksi kepada para bhikkhunī—karena ingin meremehkannya, ingin
memberinya reputasi buruk, ingin mempermalukannya—ia mengatakan, “Ia memberikan
instruksi demi kain-jubah,” “ … demi makanan,” “… demi tempat kediaman,” “… demi obat-
obatan,” “… demi kehormatan,” “… demi penghargaan,” “… demi kemuliaan,” “… demi
pengagungan,” “… demi pemujaan,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai sah, dan ia mengatakan
hal demikian, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah
prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia mengatakan hal
demikian, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah
prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia mengatakan hal
demikian, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika seseorang yang ditahbiskan sepenuhnya adalah seorang instruktur bagi para bhikkhunī,
tetapi ia belum ditunjuk oleh Sangha sebagai instruktur, dan seorang bhikkhu—karena ingin
meremehkannya, ingin memberinya reputasi buruk, ingin mempermalukannya—ia mengatakan,
“Ia memberikan instruksi demi kain-jubah,” “ … demi makanan,” “… demi tempat kediaman,” “…
demi obat-obatan,” “… demi kehormatan,” “… demi penghargaan,” “… demi kemuliaan,” “… demi
pengagungan,” “… demi pemujaan,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika seseorang yang ditahbiskan sepenuhnya adalah seorang instruktur bagi para
bhikkhunī, apakah ia sudah atau belum ditunjuk oleh Sangha sebagai instruktur, dan seorang
bhikkhu—karena ingin meremehkannya, ingin memberinya reputasi buruk, ingin
mempermalukannya—ia mengatakan, “Ia memberikan instruksi demi kain-jubah,” “ … demi
makanan,” “… demi tempat kediaman,” “… demi obat-obatan,” “… demi kehormatan,” “… demi
penghargaan,” “… demi kemuliaan,” “… demi pengagungan,” “… demi pemujaan,” maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi
ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengatakannya kepada seorang yang biasa memberikan instruksi
demi kain-jubah … demi makanan … demi tempat kediaman … demi obat-obatan … demi
kehormatan … demi penghargaan … demi kemuliaan … demi pengagungan … demi pemujaan; jika
ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang perolehan duniawi, yang keempat, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

25. Aturan Latihan tentang Memberikan


Kain-Jubah

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika,
seorang bhikkhu tertentu sedang berjalan mengumpulkan dana makanan di sepanjang jalan di
Sāvatthī, begitu juga seorang bhikkhunī tertentu. Bhikkhu itu berkata kepada si bhikkhunī,
“Pergilah ke tempat itu, Saudari, dan engkau akan mendapatkan dana makanan,” dan bhikkhunī
itu mengatakan hal yang sama kepada si bhikkhu. Dan karena mereka sering bertemu, maka
mereka menjadi berteman.
Saat itu kain-jubah milik Sangha sedang dibagikan. Kemudian, setelah pergi untuk menerima
instruksi, bhikkhunī itu mendatangi bhikkhu tersebut dan bersujud. Bhikkhu itu berkata kepada
si bhikkhunī, “Saudari, sudikah engkau menerima jatah kain-jubahku?”
“Ya, Yang Mulia, jubahku sudah usang.”
Dan si bhikkhu memberikan kain-jubahnya kepada si bhikkhunī. Sebagai akibatnya, jubahnya
juga menjadi usang. Para bhikkhu lain berkata kepadanya, “Mengapa engkau tidak membuat
jubah untuk dirimu sendiri?” dan ia memberitahu mereka apa yang terjadi.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin seorang bhikkhu memberikan kain-jubah kepada seorang bhikkhunī?” … “Benarkah,
bhikkhu, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Apakah ia kerabatmu?”
“Bukan.”
“Orang dungu, Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan kerabat tidak mengetahui
apa yang layak dan tidak layak, apa yang baik dan buruk, dalam berurusan satu sama lain. Dan
masih saja engkau melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” …
“Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu memberikan kain-jubah kepada seorang bhikkhunī yang bukan
kerabat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Begitu hal ini terjadi, para bhikkhu bahkan tidak memberikan kain-jubah kepada para bhikkhunī
dalam pertukaran, karena takut melakukan kesalahan. Para bhikkhunī mengeluhkan dan
mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin mereka tidak memberi kita kain-jubah dalam
pertukaran?”
Para bhikkhu mendengar keluhan para bhikkhunī itu dan mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk memberikan benda-benda dalam
pertukaran kepada lima jenis orang: bhikkhu, bhikkhunī, bhikkhunī dalam percobaan,
sāmaṇera, dan sāmaṇerī.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu memberikan kain-jubah kepada seorang bhikkhunī yang bukan
kerabat, kecuali dalam pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bukan kerabat:
Siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Seorang bhikkhunī:
ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Kain-jubah:
Salah satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil daripada apa yang dapat
dialokasikan untuk orang lain.
Kecuali dalam pertukaran:
Jika terjadi pertukaran.
Permutasi
Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai bukan kerabat, dan ia
memberikan kain-jubah kepada bhikkhunī tersebut, kecuali dalam pertukaran, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika bhikkhunī itu bukan kerabat tetapi
ia tidak dapat memastikannya, dan ia memberikan kain-jubah kepada bhikkhunī tersebut,
kecuali dalam pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia memberikan kain-
jubah kepada bhikkhunī tersebut, kecuali dalam pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Jika ia memberikan kain-jubah kepada seorang bhikkhunī yang sepenuhnya ditahbiskan hanya
pada satu sisi, kecuali dalam pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
bhikkhunī itu adalah kerabat, tetapi ia menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī itu adalah kerabat tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbutan salah. Jika bhikkhunī itu adalah
kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika bhikkhunī itu adalah kerabat; jika banyak ditukarkan dengan sedikit
atau sedikit ditukarkan dengan banyak; jika bhikkhunī itu mengambilnya atas dasar
kepercayaan; jika bhikkhunī itu meminjamnya; jika ia memberikan benda kebutuhan apa pun
selain kain-jubah; jika itu adalah seorang bhikkhunī percobaan; jika itu adalah seorang sāmaṇerī;
jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang memberikan kain-jubah, yang kelima, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

26. Aturan Latihan tentang Menjahit Jubah

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Udāyī telah mahir dalam membuat jubah. Pada suatu hari seorang
bhikkhunī tertentu mendatangi Udāyī dan berkata kepadanya, “Yang Mulia, sudilah engkau
menjahitkan sebuah jubah untukku”
Kemudian ia menjahitkan sebuah jubah untuk bhikkhunī itu, yang dicelup dengan baik dan
dikerjakan dengan indah, dan ia menggambar suatu lukisan di bagian tengahnya. Kemudian ia
melipatnya dan menyimpannya. Segera setelah itu bhikkhunī tersebut mendatangi Udāyī dan
berkata, “Yang Mulia, manakah jubahnya?”
“Sekarang, Saudari, ambillah jubah ini dalam keadaan terlipat dan simpanlah. Ketika Sangha
para bhikkhunī pergi untuk menerima instruksi, kenakanlah dan ikuti persis di belakang para
bhikkhunī lain.”
Dan bhikkhunī melakukan hal itu. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritiknya, “Betapa tidak
senonohnya para bhikkhunī ini, bajingan tidak tahu malu, melihat mereka menggambar lukisan
pada jubah mereka.”
Para bhikkhunī bertanya kepadanya, “Siapakah yang melakukan ini?”
“Yang Mulia Udāyī.”
“Pekerjaan ini bahkan membuat bajingan tidak senonoh dan tidak tahu malu tampak baik,
apalagi Yang Mulia Udāyī.”
Para bhikkhunī memberitahu para bhikkhu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī menjahitkan jubah
untuk seorang bhikkhunī?” … “Benarkah, Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Apakah ia kerabatmu?”
“Bukan.”
“Orang dungu, Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan kerabat tidak mengetahui
apa yang layak dan tidak layak, apa yang menginspirasi dan yang tidak menginspirasi, dalam
berurusan satu sama lain. Jadi bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal ini akan
mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menjahitkan jubah untuk seorang bhikkhunī yang bukan kerabat,
atau menyuruh menjahitkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bukan kerabat:
Siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya,
apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.
Seorang bhikkhunī:
ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Jubah:
Salah satu dari enam jenis jubah.
Menjahitkan:
Jika ia menjahitnya sendiri, maka untuk setiap jahitan ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Menyuruh menjahitkan:
Jika ia menyuruh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia hanya menyuruh satu kali, bahkan jika orang itu menjahit banyak, ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika bhikkhunī itu bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai bukan kerabat, dan ia
menjahitkan jubah untuk bhikkhunī tersebut atau menyuruh menjahitkan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika bhikkhunī itu bukan kerabat tetapi ia tidak
dapat memastikannya, dan ia menjahitkan jubah untuk bhikkhunī tersebut atau menyuruh
menjahitkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika bhikkhunī itu
bukan kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, dan ia menjahitkan jubah untuk bhikkhunī
tersebut atau menyuruh menjahitkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika ia menjahitkan atau menyuruh menjahitkan untuk seorang bhikkhunī yang sepenuhnya
ditahbiskan hanya pada satu sisi, maka ia melakukan pelanggaran perbutan salah. Jika bhikkhunī
itu adalah kerabat, tetapi ia menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī itu adalah kerabat, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī itu adalah
kerabat dan ia menyadarinya sebagai kerabat, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika bhikkhunī itu adalah kerabat; jika ia menjahitkan, atau menyuruh
menjahitkan benda kebutuhan lain apa pun selain daripada jubah; jika itu adalah seorang
bhikkhunī percobaan; jika itu adalah seorang sāmaṇerī; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang memberikan kain-jubah, yang keenam, selesai

Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik


Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

27. Aturan Latihan tentang Perjanjian

Kisah Asal-mula
Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam melakukan perjalanan dengan perjanjian
bersama dengan para bhikkhunī. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Persis
seperti kita yang melakukan perjalanan bersama dengan istri-istri kita, demikian pula para
monastik Sakya ini melakukan perjalanan dengan perjanjian bersama dengan para bhikkhunī.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam melakukan perjalanan dengan perjanjian bersama dengan para bhikkhunī?”
… “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu melakukan perjalanan dengan perjanjian bersama dengan seorang
bhikkhunī, bahkan hanya hingga ke desa berikutnya, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian sejumlah bhikkhu dan bhikkhunī hendak melakukan perjalanan dari
Sāketa menuju Sāvatthī. Para bhikkhunī berkata kepada para bhikkhu, “Ayo kita pergi bersama-
sama.”
“Saudari, adalah tidak diperbolehkan bagi kami untuk melakukan perjalanan dengan perjanjian
bersama dengan para bhikkhunī. Apakah kalian pergi terlebih dulu, atau kami.”
“Kalian memiliki status yang lebih tinggi. Silakan pergi terlebih dulu.”
Tetapi karena para bhikkhunī berjalan di belakang, mereka dirampok dan diperkosa oleh para
penjahat. Ketika mereka tiba di Sāvatthī, mereka memberitahu para bhikkhunī apa yang telah
terjadi. Para bhikkhunī memberitahu para bhikkhu, yang kemudian memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, aku memperbolehkan kalian untuk melakukan perjalanan dengan
perjanjian bersama dengan seorang bhikkhunī jika itu adalah jalan yang riskan dan
berbahaya yang harus dilalui secara berkelompok.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu melakukan perjalanan dengan perjanjian bersama dengan seorang
bhikkhunī, bahkan hanya hingga ke desa berikutnya, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: Jika jalan itu dianggap riskan dan berbahaya dan
harus dilalui secara berkelompok.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhunī:
ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Bersama dengan:
Bersama-sama.
Dengan perjanjian:
Jika ia membuat perjanjian seperti ini: ia mengatakan, “Ayo kita pergi, Saudari,” dan ia
menjawab, “Ya, mari kita pergi, Yang Mulia;” atau ia berkata, “Ayo kita pergi, Yang Mulia,” dan ia
menjawab, “Ya, mari kita pergi, Saudari;” atau ia berkata, “Mari kita pergi hari ini,” “Mari kita
pergi besok,” “Mari kita pergi lusa,” maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Bahkan hanya hingga ke desa berikutnya:
Jika desa-desa hanya berjarak sepenerbangan ayam, maka untuk setiap desa berikutnya ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah area tidak
berpenghuni, sebuah hutan belantara, maka untuk setiap enam kilometer ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan:
Jika saat itu adalah kesempatan yang diperbolehkan.
Jalan itu harus dilalui secara berkelompok:
Adalah tidak mungkin untuk melakukan perjalanan tanpa suatu kelompok.
Riskan:
sebuah tempat di sepanjang jalan di mana para penjahat berkemah, makan, berdiri, duduk, atau
berbaring terlihat.
Berbahaya:
Para penjahat terlihat di sepanjang jalan itu, melukai, merampok, atau memukul orang-orang.
Jika mereka pergi bersama dengan berpikir bahwa jalan itu berbahaya, tetapi kemudian ternyata
tidak, maka para bhikkhunī harus dibubarkan, “Pergilah, Saudari.”

Permutasi
Jika ada perjanjian, dan ia menyadarinya sebagai ada, dan ia melakukan perjalanan bersama
dengan seorang bhikkhunī, bahkan hanya sampai ke desa berikutnya, kecuali pada kesempatan
yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ada
perjanjian, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia melakukan perjalanan bersama dengan
seorang bhikkhunī, bahkan hanya sampai ke desa berikutnya, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ada
perjanjian, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai ada, dan ia melakukan perjalanan bersama
dengan seorang bhikkhunī, bahkan hanya sampai ke desa berikutnya, kecuali pada kesempatan
yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika bhikkhu itu membuat suatu perjanjian, tetapi si bhikkhunī tidak menyatakan
persetujuannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika tidak ada perjanjian,
tetapi ia menyadarinya sebagai ada, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika tidak
ada perjanjian, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika tidak ada perjanjian, dan ia tidak menyadarinya sebagai ada, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika saat itu adalah kesempatan yang diperbolehkan; jika ia pergi tanpa
perjanjian; jika bhikkhunī itu membuat perjanjian, tetapi si bhikkhu tidak menyatakan
persetujuannya; jika mereka pergi, tetapi bukan menuruti perjanjian; jika terjadi situasi darurat;
jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang perjanjian, yang ketujuh, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

28. Aturan Latihan tentang Menumpang


Perahu

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam menumpang perahu dengan perjanjian bersama
dengan para bhikkhunī. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Persis seperti kita
yang bersenang-senang naik perahu bersama dengan istri-istri kita, demikian pula para monastik
Sakya ini membuat perjanjian bersama dengan para bhikkhunī kemudian bersenang-senang naik
perahu.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam menumpang perahu dengan perjanjian bersama dengan para bhikkhunī?” …
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu menumpang perahu dengan perjanjian bersama dengan seorang
bhikkhunī, apakah pergi ke hulu atau pun ke hilir, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian sejumlah bhikkhu dan bhikkhunī hendak melakukan perjalanan dari
Sāketa menuju Sāvatthī. Dalam perjalanan itu mereka perlu menyeberangi sungai. Para
bhikkhunī berkata kepada para bhikkhu, “Ayo kita menyebrang bersama-sama.”
“Saudari, adalah tidak diperbolehkan bagi kami untuk menumpang perahu dengan perjanjian
bersama dengan seorang bhikkhunī. Apakah kalian pergi terlebih dulu, atau kami.”
“Kalian memiliki status yang lebih tinggi. Silakan pergi terlebih dulu.”
Tetapi karena para bhikkhunī menyebrang belakangan, mereka dirampok dan diperkosa oleh
para penjahat. Ketika mereka tiba di Sāvatthī, mereka memberitahu para bhikkhunī apa yang
telah terjadi. Para bhikkhunī memberitahu para bhikkhu, yang kemudian memberitahu Sang
Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, aku memperbolehkan kalian untuk menumpang perahu dengan perjanjian
bersama dengan seorang bhikkhunī jika itu bertujuan untuk menyeberang
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu menumpang perahu dengan perjanjian bersama dengan seorang
bhikkhunī, apakah pergi ke hulu atau pun ke hilir, kecuali untuk tujuan menyeberang,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhunī:
ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Bersama dengan:
Bersama-sama.
Dengan perjanjian:
Jika ia membuat perjanjian seperti ini: ia mengatakan, “Ayo kita naik, Saudari,” dan ia menjawab,
“Ya, mari kita naik, Yang Mulia;” atau ia berkata, “Ayo kita naik, Yang Mulia, dan ia menjawab,
“Ya, mari kita naik, Saudari;” atau ia berkata, “Mari kita naik hari ini,” “Mari kita naik besok,”
“Mari kita naik lusa,” maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika bhikkhu itu naik ketika si bhikkhunī telah naik terlebih dulu, maka bhikkhu itu melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika bhikkhunī itu naik ketika si bhikkhu telah naik
terlebih dulu, maka bhikkhu itu melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
mereka berdua naik bersama-sama, maka bhikkhu itu melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Pergi ke hulu:
Untuk tujuan pergi melawan arus.
Pergi ke hilir:
Untuk tujuan pergi mengikuti arus.
Kecuali untuk tujuan menyeberang:
Jika itu adalah untuk pergi ke seberang.

Jika desa-desa hanya berjarak sepenerbangan ayam, maka untuk setiap desa berikutnya ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah area tidak
berpenghuni, sebuah hutan belantara, maka untuk setiap enam kilometer ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ada perjanjian, dan ia menyadarinya sebagai ada, dan ia menumpang perahu bersama
dengan seorang bhikkhunī, apakah pergi ke hulu atau pun ke hilir, kecuali untuk tujuan
menyeberang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ada
perjanjian, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia menumpang perahu bersama dengan
seorang bhikkhunī, apakah pergi ke hulu atau pun ke hilir, kecuali untuk tujuan menyeberang,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ada perjanjian, tetapi ia
tidak menyadarinya sebagai ada, dan ia menumpang perahu bersama dengan seorang bhikkhunī,
apakah pergi ke hulu atau pun ke hilir, kecuali untuk tujuan menyeberang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika bhikkhu itu membuat suatu perjanjian, tetapi si bhikkhunī tidak menyatakan
persetujuannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika tidak ada perjanjian,
tetapi ia menyadarinya sebagai ada, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika tidak
ada perjanjian, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika tidak ada perjanjian, dan ia tidak menyadarinya sebagai ada, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika itu adalah untuk tujuan menyeberang; jika ia naik tanpa perjanjian;
jika bhikkhunī itu membuat perjanjian, tetapi si bhikkhu tidak menyatakan persetujuannya; jika
mereka naik, tetapi bukan menuruti perjanjian; jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia
adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang menumpang perahu, yang kedelapan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

29. Aturan Latihan tentang Menyuruh


untuk Mempersiapkan

Kisah Asal-mula
Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Pada saat itu bhikkhunī Thullanandā bergaul dengan sebuah keluarga yang dari mereka ia
menerima makanan secara rutin.
Pada suatu hari sang kepala keluarga telah mengundang beberapa bhikkhu senior. Pada hari
yang sama bhikkhunī Thullananda mengenakan jubah di pagi hari, membawa mangkuk dan
jubahnya, dan pergi ke rumah keluarga itu. Dan ia bertanya kepada sang kepala keluarga,
“Mengapa engkau mempersiapkan begitu banyak makanan?”
“Karena, Yang Mulia, aku telah mengundang para bhikkhu senior.”
“Tetapi siapakah para bhikkhu senior itu?”
“Yang Mulia Sāriputta, Yang Mulia Mahāmoggallāna, Yang Mulia Mahākaccāna, Yang Mulia
Mahākoṭṭhika, Yang Mulia Mahākappina, Yang Mulia Mahācunda, Yang Mulia Anuruddha, Yang
Mulia Revata, Yang Mulia Upāli, Yang Mulia Ānanda, dan Yang Mulia Rāhula.”
“Tetapi mengapakah engkau mengundang para bhikkhu rendah itu bukannya para bhikkhu
agung?”
“Siapakah para bhikkhu agung ini?” “Yang Mulia Devadatta, Yang Mulia Kokālika, Yang Mulia
Kaṭamodakatisssaka, Yang Mulia Khaṇḍadeviyā-putta, dan Yang Mulia Samuddadatta.”
Ketika percakapan ini sedang berlangsung, para bhikkhu senior masuk. Thullanandā berkata,
“Benarkah bahwa engkau telah mengundang para bhikkhu agung ini?”
“Baru saja engkau menyebut mereka para bhikkhu rendah dan sekarang engkau menyebut
mereka para bhikkhu agung.” Dan umat awam itu melemparnya keluar dan mengakhiri dana
makan rutinnya.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik Devadatta,
“Bagaimana mungkin Devadatta memakan dana makanan setelah mengetahui bahwa seorang
bhikkhunī yang menyuruh untuk mempersiapkannya?” … “Benarkah, Devadatta, bahwa engkau
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu memakan dana makanan setelah mengetahui bahwa seorang
bhikkhunī yang menyuruh untuk mempersiapkannya, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian seorang bhikkhu yang sebelumnya telah meninggalkan Rājagaha pulang
untuk menjenguk keluarganya. Karena telah lama sejak terakhir kali ia pulang, orang-orang
mempersiapkan makanan untuknya dengan hormat. Dan bhikkhunī yang bergaul dengan
keluarga itu berkata kepada mereka, “Berikan makanan kepada bhikkhu itu.” Bhikkhu itu
berpikir, “Sang Buddha telah melarang kami memakan dana makanan setelah mengetahui bahwa
seorang bhikkhunī yang menyuruh untuk mempersiapkannya,” dan karena takut melakukan
kesalahan, ia tidak menerimanya. Dan karena ia tidak dapat berjalan untuk menerima dana
makanan, ia melewatkan waktu makannya.
Setelah kembali ke vihara, ia memberitahu para bhikkhu apa yang terjadi, dan mereka
memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk memakan dana makanan setelah
mengetahui bahwa seorang bhikkhunī yang menyuruh untuk mempersipkannya jika si
perumah tangga memang telah berniat untuk mempersiapkannya.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu memakan dana makanan setelah mengetahui bahwa seorang
bhikkhunī yang menyuruh untuk mempersiapkannya, kecuali jika si perumah tangga
memang berniat untuk mempersiapkannya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Setelah mengetahui:
Ia mengetahuinya sendiri atau orang lain memberitahunya atau si bhikkhunī memberitahunya.
Seorang bhikkhunī:
ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Menyuruh untuk mempersiapkan:
Jika ia mengatakan kepada mereka yang belum berniat untuk memberi atau mempersiapkan,
“Bhikkhu ini adalah seorang penghafal,” “Bhikkhu ini terpelajar,” “Bhikkhu ini adalah seorang
ahli khotbah-khotbah,” “Bhikkhu ini adalah seorang ahli Hukum Monastik,” “Bhikkhu ini adalah
seorang pembabar Ajaran;” “Berikan ini kepada bhikkhu ini,” “Persiapkan untuk bhikkhu ini”—
ini disebut “menyuruh untuk mempersiapkan”.
Dana makanan:
Salah satu dari lima makanan matang.
Kecuali jika si perumah tangga memang berniat untuk mempersiapkannya:
Jika si perumah tangga memang telah berniat untuk mempersiapkannya.
Si perumah tangga memang berniat untuk mempersiapkannya:
Mereka adalah kerabat atau mereka telah mengundang atau mereka memberi secara rutin.

Jika ia menerimanya dengan niat untuk memakannya, kecuali jika si perumah tangga memang
telah berniat untuk mempersiapkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk
setiap suapan, ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika seorang bhikkhunī menyuruh mempersiapkan, dan ia menyadarinya sebagai demikian, dan
ia memakannya, kecuali jika si perumah tangga memang telah berniat untuk mempersiapkannya,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika seorang bhikkhunī
menyuruh mempersiapkan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia memakannya, kecuali
jika si perumah tangga memang telah berniat untuk mempersiapkannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhunī menyuruh mempersiapkan, tetapi ia tidak
menyadarinya sebagai demikian, dan ia memakannya, kecuali jika si perumah tangga memang
telah berniat untuk mempersiapkannya, maka tidak ada pelanggaran.
Jika seorang bhikkhunī yang sepenuhnya ditahbiskan hanya pada satu sisi menyuruh
mempersiapkannya, dan ia memakannya, kecuali jika si perumah tangga memang telah berniat
untuk mempersiapkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang
bhikkhunī tidak menyuruh untuk mempersiapkannya, tetapi ia menyadarinya sebagai seorang
bhikkhunī menyuruh mempersiapkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
seorang bhikkhunī tidak menyuruh untuk mempersiapkannya, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika seorang bhikkhunī tidak
menyuruh untuk mempersiapkannya, dan ia tidak menyadarinya sebagai seorang bhikkhunī
menyuruh mempersiapkan, maka tidak ada pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika si perumah tangga memang telah berniat untuk mempersiapkannya;
jika seorang bhikkhunī percobaan menyuruh mempersiapkannya; jika seorang sāmaṇerī
menyuruh mempersiapkan; jika makanan itu adalah selain daripada kelima jenis
makananmatang; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang menyuruh untuk mempersiapkan, yang kesembilan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Instruksi

30. Aturan Latihan tentang Duduk di


Tempat Tertutup

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
mantan istri Yang Mulia Udāyī menjadi seorang bhikkhunī. Ia sering pergi menemui Udāyī, dan
Udāyī sering pergi menemuinya. Dan Udāyī akan duduk sendirian bersama bhikkhunī itu di
tempat tertutup.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Udāyī duduk sendirian bersama dengan seorang bhikkhunī di tempat
tertutup?” … “Benarkah, Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu duduk sendirian bersama dengan seorang bhikkhunī di tempat
tertutup, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhunī:
ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Bersama dengan:
Bersama-sama.
Sendirian:
Hanya bhikkhu dan bhikkhunī itu.
Di tempat tertutup:
Ada tertutup bagi mata dan ada tertutup bagi telinga.
Tertutup bagi mata:
Seseorang tidak dapat melihat mereka berkedip, mengangkat alis, atau mengangguk.
Tertutup bagi telinga:
Seseorang tidak mampu mendengar pembicaraan biasa.
Duduk:
Jika bhikkhu itu duduk atau berbaring di sebelah bhikkhunī yang duduk, maka bhikkhu itu
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika bhikkhunī itu duduk atau berbaring
di sebelah bhikkhu yang duduk, maka bhikkhu itu melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika keduanya duduk atau keduanya berbaring, maka bhikkhu itu melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah tempat tertutup, dan ia menyadarinya sebagai tertutup, dan ia duduk sendirian
bersama dengan seorang bhikkhunī, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah tempat tertutup, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia duduk
sendirian bersama dengan seorang bhikkhunī, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika itu adalah tempat tertutup, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai
tertutup, dan ia duduk sendirian bersama dengan seorang bhikkhunī, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu bukan tempat tertutup, tetapi ia menyadarinya sebagai tertutup, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah tempat tertutup, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan tempat
tertutup, dan ia tidak menyadarinya sebagai tertutup, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika seorang yang mengerti mendampinginya; jika ia berdiri dan tidak
duduk; jika ia tidak mencari tempat tertutup; jika ia duduk memikirkan hal lain; jika ia gila; jika
ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang duduk di tempat tersembunyi, yang kesepuluh, selesai

Berikut ini adalah rangkumannya:


“Tidak ditunjuk, terbenam,
Tempat kediaman, perolehan duniawi, dan dengan memberi;
Ia menjahit, jalan raya, perahu, boleh memakan,
Sendirian: itu adalah sepuluh.”
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang makan

31. Aturan Latihan tentang Dana makanan


di Rumah Peristirahatan Umum

Kisah Asal-mula
Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, suatu
perkumpulan tertentu sedang mempersiapkan suatu dana makanan di rumah peristirrahatan
umum tidak jauh dari Sāvatthī.
Kemudian, setelah mengenakan jubah di pagi hari, para bhikkhu dari kelompok enam membawa
mangkuk dan jubah mereka dan memasuki Sāvatthī untuk mengumpulkan dana makanan.
Karena tidak memperoleh apa pun, mereka mendatangi rumah peristirahatan umum. Karena
sudah lama sejak terakhir kali mereka ke sana, maka orang-orang melayani mereka dengan
penuh hormat.
Pada hari kedua dan ketiga para bhikkhu itu melakukan hal yang sama. Kemudian mereka
berpikir, “Apa gunanya pulang ke vihara? Besok kita akan kembali lagi ke sini.” Maka mereka
berdiam di sana terus-menerus, memakan dana makanan di rumah peristirahatan, sedangkan
para monastik agama lain pergi. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para monastik Sakya berdiam terus-menerus, memakan dana makanan di rumah
peristirahatan? Kami tidak mempersiapkan dana makanan hanya untuk mereka; kami
mempersiapkannya untuk semua orang.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam berdiam terus-menerus, memakan dana makanan di rumah peristirahatan
umum?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal ini?
Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu memakan lebih dari satu kali dana-makanan di rumah
peristirahatan umum, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian Yang Mulia Sāriputta sedang dalam perjalanan melewati negeri Kosala
dalam perjalanannya menuju Sāvatthī ketika ia tiba di sebuah rumah peristirahatan umum.
Karena sudah lama sejak terakhir ia datang ke sana, orang-orang melayaninya dengan penuh
hormat. Setelah makan, Sāriputta jatuh sakit, dan tidak mampu meninggalkan rumah
peristirahatan itu.
Pada hari ke dua, orang-orang itu berkata kepadanya, “Makanlah, Yang Mulia.” Tetapi karena ia
mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang memakan dana makanan di sebuah rumah
peristirahatan setelah berdiam terus-menerus, dan karena ia takut melakukan kesalahan, maka
ia tidak menerimanya. Sebagai akibatnya, ia melewatkan waktu makannya.
Ketika ia tiba di Sāvatthī, ia memberitahukan apa yang terjadi kepada para bhikkhu, dan mereka
memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan seorang bhikkhu yang sakit untuk berdiam terus-
menerus di sebuah rumah peristirahatan dan memakan dana makanan di sana.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu yang tidak sakit memakan lebih dari satu kali dana-makanan di
rumah peristirahatan umum, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Yang tidak sakit:
Ia mampu meninggalkan rumah peristirahatan umum itu.
Yang sakit:
Ia tidak mampu meninggalkan rumah peristirahatan umum itu.
Dana-makanan di rumah peristirahatan umum:
Sebanyak yang seseorang butuhkan dari lima jenis makanan matang, yang dipersiapkan untuk
publik, di dalam sebuah bangunan, di bawah naungan atap, di bawah pohon, atau di ruang
terbuka. Seorang bhikkhu yang tidak sakit boleh makan di sana satu kali. Jika ia menerima
makanan melebihi itu dengan niat untuk memakannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Untuk setiap suapan, ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika ia tidak sakit, dan ia menyadari dirinya sebagai tidak sakit, dan ia memakan lebih dari satu
kali dana makanan di rumah peristirahatan umum, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia tidak sakit, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia
memakan lebih dari satu kali dana makanan di rumah peristirahatan umum, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia tidak sakit, tetapi ia menyadari dirinya
sebagai sakit, dan ia memakan lebih dari satu kali dana makanan di rumah peristirahatan umum,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia sakit, tetapi ia menyadari dirinya sebagai tidak sakit, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika ia sakit, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia sakit, dan ia menyadari dirinya sebagai sakit, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia sakit; jika ia tidak sakit dan ia makan satu kali; jika ia makan
setelah datang atau pergi, jika ia makan setelah diundang oleh para pemiliknya; jika makanan itu
dipersiapkan secara khusus untuknya; jika tidak mencukupi apa yang ia butuhkan; jika makanan
itu adalah selain daripada kelima makanan matang; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang dana makanan di rumah peristirahatan umum, yang pertama,
selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang makan

32. Aturan Latihan tentang Memakan


dalam Satu Kelompok

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Pada saat itu, karena penurunan sokongan materi dan kehilangan penghormatan, Devadatta dan
para pengikutnya makan dari undangan hanya setelah meminta berulang-ulang. Orang-orang
mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin para monastik Sakya ini makan dari
undangan setelah meminta berulang-ulang? Siapakah yang tidak menyukai makanan baik?
Siapakah yang tidak menyukai makanan lezat?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin Devadatta dan
para pengikutnya makan dari undangan setelah meminta berulang-ulang?” … “Benarkah,
Devadatta, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal pertama


‘Jika seorang bhikkhu makan dalam satu kelompok, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian orang-orang mengundang para bhikkhu yang sakit untuk makan. Tetapi
mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang makan dalam satu kelompok dan karena takut
melakukan kesalahan, maka mereka tidak menerima. Mereka memberitahu Sang Buddha. Segera
setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan seorang bhikkhu yang sakit makan dalam satu
kelompok.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kedua


‘‘Jika seorang bhikkhu makan dalam satu kelompok, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah ketiga
Tidak lama kemudian, pada musim pemberian-jubah, orang-orang mempersiapkan makanan
bersama dengan kain-jubah dan kemudian mengundang para bhikkhu, dengan berkata, “Kami
ingin mempersembahkan makanan dan kemudian memberikan kain-jubah.” Tetapi mengetahui
bahwa Sang Buddha telah melarang makan dalam satu kelompok dan karena takut melakukan
kesalahan, maka mereka tidak menerima. Sebagai akibatnya, mereka hanya menerima sedikit
kain-jubah. Mereka memberitahu Sang Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan dalam satu kelompok selama
musim pemberian-jubah.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal ketiga


‘‘Jika seorang bhikkhu makan dalam satu kelompok, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit; saat itu adalah musim pemberian-jubah’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah keempat
Tidak lama kemudian orang-orang mengundang para bhikkhu yang membuat jubah untuk
makan. Tetapi mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang makan dalam satu kelompok dan
karena takut melakukan kesalahan, maka mereka tidak menerima. Mereka memberitahu Sang
Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan dalam satu kelompok ketika
kalian sedang membuat jubah.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal keempat


‘‘Jika seorang bhikkhu makan dalam satu kelompok, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit; saat itu adalah musim pemberian-jubah;
saat itu adalah waktunya membuat jubah’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.
Sub-kisah kelima
Tidak lama kemudian beberapa bhikkhu melakukan perjalanan bersama dengan sekelompok
orang. Para bhikkhu berkata kepada orang-orang itu, “Sudilah menunggu sebentar sementara
kami berjalan mengumpulkan dana makanan.” Mereka menjawab, “Para Mulia, silakan makan di
sini.” Tetapi mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang makan dalam satu kelompok dan
karena takut melakukan kesalahan, maka mereka tidak menerima. Mereka memberitahu Sang
Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan dalam satu kelompok ketika
kalian sedang dalam perjalanan.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kelima


‘‘Jika seorang bhikkhu makan dalam satu kelompok, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit; saat itu adalah musim pemberian-jubah;
saat itu adalah waktunya membuat jubah; ia sedang dalam perjalanan’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kenam
Tidak lama kemudian beberapa bhikkhu melakukan perjalanan dengan perahu bersama dengan
sekelompok orang. Para bhikkhu berkata kepada orang-orang itu, “Sudilah menepi sebentar
sementara kami berjalan mengumpulkan dana makanan.” Mereka menjawab, “Para Mulia,
silakan makan di sini.” Tetapi mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang makan dalam satu
kelompok dan karena takut melakukan kesalahan, maka mereka tidak menerima. Mereka
memberitahu Sang Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan dalam satu kelompok ketika
kalian sedang naik perahu.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal keenam


‘‘Jika seorang bhikkhu makan dalam satu kelompok, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit; saat itu adalah musim pemberian-jubah;
saat itu adalah waktunya membuat jubah; ia sedang dalam perjalanan; ia sedang naik
perahu’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah ketujuh
Tidak lama kemudian para bhikkhu yang telah menyelesaikan masa keberdiaman musim hujan di
berbagai daerah datang ke Rājagaha untuk mengunjungi Sang Buddha. Orang-orang melihat para
bhikkhu itu yang telah datang dari berbagai negeri dan mengundang mereka untuk makan.
Tetapi mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang makan dalam satu kelompok dan karena
takut melakukan kesalahan, maka mereka tidak menerima. Mereka memberitahu Sang Buddha.

“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan dalam satu kelompok dalam
acara besar.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal ketujuh


‘‘Jika seorang bhikkhu makan dalam satu kelompok, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit; saat itu adalah musim pemberian-jubah;
saat itu adalah waktunya membuat jubah; ia sedang dalam perjalanan; ia sedang naik
perahu; saat itu adalah acara besar’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedelapan
Tidak lama kemudian seorang kerabat Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha yang telah
meninggalkan keduniawian bersama para petapa Ājīvaka mendatangi sang raja dan berkata,
“Baginda, aku ingin memberikan makanan untuk para monastik dari semua agama.”
“Itu baik sekali, jika engkau memberikan kepada Sangha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang
Buddha terlebih dulu.”
“Aku akan melakukan itu.”
Dan ia mengirim pesan kepada para bhikkhu: “Sudilah menerima makanan dariku besok.” Tetapi
mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang makan dalam satu kelompok dan karena takut
melakukan kesalahan, maka mereka tidak menerima. Petapa Ājīvaka itu mendatangi Sang
Buddha, saling bertukar sapa dengan Beliau, dan berkata, “Gotama yang baik telah meninggalkan
keduniawian dan aku juga. Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus menerima dana
makanan dari orang lain yang telah meninggalkan keduniawian. Gotama yang baik, sudilah
menerima dana makanan dariku besok bersama dengan Sangha para bhikkhu.” Sang Buddha
menerima dengan berdiam diri. Ājīvaka itu memahami bahwa Sang Buddha telah menerima, dan
ia pergi.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan dalam satu kelompok jika
makanan itu dipersembahkan oleh seorang monastik.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu makan dalam satu kelompok, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit; saat itu adalah musim pemberian-jubah;
saat itu adalah waktunya membuat jubah; ia sedang dalam perjalanan; ia sedang naik
perahu; saat itu adalah acara besar; makanan itu dipersembahkan oleh seorang monastik’”
Definisi
Makan dalam satu kelompok:
Di mana pun empat bhikkhu, setelah diundang, makan apa pun yang berasal dari lima makanan
matang—ini disebut “makan dalam satu kelompok”.
Kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan:
Jika itu adalah kesempatan yang diperbolehkan.
Ia sakit:
Bahkan jika hanya telapak kaki pecah-pecah, ia boleh makan dalam satu kelompok.
Saat itu adalah musim pemberian-jubah:
Jika ia belum berpartisipasi dalam upacara membuat-jubah, maka ia boleh makan dalam satu
kelompok selama bulan terakhir musim hujan. Jika ia telah berpatisipasi dalam upacara
membuat-jubah, maka ia boleh makan dalam satu kelompok selama periode lima bulan.
Saat itu adalah waktunya membuat jubah:
Ketika ia sedang membuat jubah, ia boleh makan dalam satu kelompok.
Ia sedang dalam perjalanan:
Ia boleh makan dalam satu kelompok jika ia berniat untuk melakukan perjalanan paling sedikit
enam kilometer, sewaktu melakukan perjalanan, dan setelah melakukan perjalanan.
Ia sedang naik perahu:
Ia boleh makan dalam satu kelompok jika ia berniat untuk naik perahu, sewaktu di atas perahu,
dan setelah turun dari perahu.
Saat itu adalah acara besar:
Jika dua atau tiga bhikkhu dapat berjalan untuk menerima dana makanan, tetapi bukan
kelompok yang terdiri dari empat bhikkhu, maka ia boleh makan dalam satu kelompok.
Makanan itu dipersembahkan oleh seorang monastik:
Jika pengembara mana pun memberikan makanan, maka ia boleh makan dalam satu kelompok.

Jika ia menerima sesuatu dengan niat untuk memakannya, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapan, ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia makan dalam satu kelompok, dan ia menyadarinya sebagai makan dalam satu kelompok,
kecuali dalam kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia makan dalam satu kelompok, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, kecuali dalam kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika ia makan dalam satu kelompok, tetapi ia tidak
menyadarinya sebagai makan dalam satu kelompok, kecuali dalam kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia tidak makan dalam satu kelompok, tetapi ia menyadarinya sebagai makan dalam satu
kelompok, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak makan dalam satu
kelompok, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia tidak makan dalam satu kelompok, dan ia tidak menyadarinya sebagai makan dalam
satu kelompok, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika itu adalah kesempatan yang diperbolehkan; jika dua atau tiga orang
makan bersama; jika mereka makan bersama setelah berjalan menerima dana makanan; jika itu
adalah undangan makan rutin; jika itu adalah makanan yang diperoleh dari menarik undian; jika
itu adalah makanan setengah-bulanan; jika itu adalah hari uposatha; jika itu adalah sehari
setelah hari uposatha; jika makanan itu adalah selain daripada kelima makanan matang; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang makan dalam satu kelompok, yang kedua, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang makan

33. Aturan Latihan tentang memakan


makanan sebelum yang lain

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di aula beratap lancip di Hutan Besar di dekat
Vesālī. Pada saat itu serangkaian makanan-makanan baik telah ditata di Vesālī. Seorang pekerja
miskin berpikir, “Mengapa aku tidak mempersiapkan makanan? Ini pasti sangat bermanfaat,
melihat bagaimana orang-orang ini mempersiapkan makanan dengan begitu hormat.”
Kemudian ia menghadap atasannya Kira dan berkata, “Tuan, aku ingin mempersiapkan makanan
untuk Sangha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha. Sudilah membayarkan gajiku.”
Karena Kira juga memiliki keyakinan, maka ia memberikan gaji lebih kepada pekerja itu. Segera
setelah itu si pekerja mendatangi Sang Buddha, bersujud, duduk, dan berkata, “Yang Mulia,
sudilah menerima makanan dariku besok bersama dengan Sangha para bhikkhu.”
“Sangha berjumlah besar.”
“Tidak masalah! Aku telah mempersiapkan banyak buah jujube, yang disertai dengan minuman
jujube.” Sang Buddha menerima dengan berdiam diri, dan pekerja itu memahami.
Ia bangkit dari duduknya, mengelilingi Sang Buddha dengan sisi kanannya menghadap Beliau,
dan pergi.
Para bhikkhu mendengar bahwa seorang pekerja miskin telah mengundang Sangha para bhikkhu
yang dipimpin oleh Sang Buddha pada keesokan harinya untuk makan yang dilengkapi dengan
minuman jujube. Dan oleh karena itu mereka makan pada pagi hari setelah berjalan menerima
dana makanan.
Ketika orang-orang mendengar bahwa seorang pekerja miskin telah mengundang Sangha para
bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha untuk makan, mereka membawakan banyak makanan
dari berbagai jenis kepadanya. Keesokan paginya pekerja itu mempersiapkan makanannya, dan
kemudian memberitahu Sang Buddha bahwa makanan telah siap.
Sang Buddha mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya dan, bersama dengan Sangha
para bhikkhu mendatangi rumah pekerja miskin itu, di mana Beliau duduk di tempat yang telah
dipersiapkan di ruang makan. Pekerja itu melayani para bhikkhu, tetapi mereka selalu berkata,
“Berikan sedikit saja.”
“Para Mulia, jangan menerima begitu sedikit karena kalian berpikir bahwa aku hanyalah seorang
miskin. Aku telah mempersiapkan banyak makanan dari berbagai jenis. Terimalah sebanyak yang
kalian inginkan.”
“Kami menerima sedikit bukan karena hal itu, melainkan karena kami telah makan pada pagi
hari setelah berjalan menerima dana makanan.”
Pekerja miskin itu mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para mulia ini
makan di tempat lain setelah diundang olehku? Apakah aku tidak mampu memberikan sebanyak
yang mereka butuhkan?”
Para bhikkhu mendengar keluhan pekerja itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu itu makan di
tempat lain setelah diundang untuk makan?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal ini akan
mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal pertama


‘Jika seorang bhikkhu makan sebelum makan yang lain, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian seorang bhikkhu tertentu jatuh sakit. Seorang bhikkhu lainnya membawa
sedikit dana makanan, mendatangi bhikkhu tersebut dan menyuruhnya untuk makan.
“Aku tidak bisa makan. Aku sedang menantikan makanan lain.”
Tetapi karena dana makanan itu hanya sampai pada siang hari, bhikkhu itu tidak mendapatkan
sebanyak yang ia kehendaki. Mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha
membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan seorang bhikkhu yang sakit untuk makan sebelum
makan yang lain.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kedua


‘‘Jika seorang bhikkhu makan sebelum makan yang lain, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.
Sub-kisah ketiga
Tidak lama kemudian, pada musim pemberian-jubah, orang-orang mempersiapkan makanan
bersama dengan kain-jubah dan kemudian mengundang para bhikkhu, dengan berkata, “Kami
ingin mempersembahkan makanan dan kemudian memberikan kain-jubah.” Tetapi mengetahui
bahwa Sang Buddha telah melarang makan sebelum makan yang lain dan karena takut
melakukan kesalahan, mereka tidak menerima. Sebagai akibatnya, mereka hanya menerima
sedikit kain-jubah. Mereka memberitahu Sang Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan sebelum makan yang lain
selama musim pemberian-jubah.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal ketiga


‘‘Jika seorang bhikkhu makan sebelum makan yang lain, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit; saat itu adalah musim pemberian-jubah’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah keempat
Tidak lama kemudian orang-orang mengundang para bhikkhu yang membuat jubah untuk
makan. Tetapi mengetahui bahwa Sang Buddha telah melarang makan sebelum makan yang lain
dan karena takut melakukan kesalahan, mereka tidak menerima. Mereka memberitahu Sang
Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan sebelum makan yang lain
ketika kalian sedang membuat jubah.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu makan sebelum makan yang lain, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini
adalah kesempatan yang diperbolehkan: ia sakit; saat itu adalah musim pemberian-jubah;
saat itu adalah waktunya membuat jubah’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kelima
Tidak lama kemudian, setelah mengenakan jubah di pagi hari, Sang Buddha membawa mangkuk
dan jubah dan mendatangi sebuah keluarga kaya dengan Yang Mulia Ānanda sebagai pelayan
Beliau. Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan, dan orang-orang di sana memberikan
makanan matang. Karena takut melakukan kesalahan, Ānanda tidak menerimanya. Sang Buddha
berkata, “Terimalah, Ānanda.”
“Aku tidak bisa menerimanya, Yang Mulia, aku menantikan makanan lain.”
“Baiklah, Ānanda, alokasikanlah makanan itu untuk orang lain dan kemudian terimalah ini.”
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan sebelum makan yang lain jika
kalian mengalokasikan makanan lain itu untuk orang lain.

Dan, para bhikkhu, beginilah makanan itu dilalokasikan: “Aku memberikan makanan yang
sedang kunantikan itu kepada bhikkhu itu.’”

Definisi
Makan sebelum makan yang lain:
Jika ia telah diundang untuk memakan apa pun dari lima makanan matang, dan ia kemudian
memakan apa pun dari lima makanan matang di tempat lain—ini disebut “makan sebelum makan
yang lain”.
Kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan:
Jika itu adalah kesempatan yang diperbolehkan.
Ia sakit:
Jika ia tidak mampu makan sebanyak yang ia butuhkan dalam satu kali duduk, maka ia boleh
makan sebelum makan yang lain.
Saat itu adalah musim pemberian-jubah:
Jika ia belum berpartisipasi dalam upacara membuat-jubah, maka ia boleh makan sebelum makan
yang lain selama bulan terakhir musim hujan. Jika ia telah berpartisiapsi dalam upacara
membuat-jubah, maka ia boleh makan sebelum makan yang lain selama periode lima bulan.
Saat itu adalah waktunya membuat jubah:
Ketika ia sedang membuat jubah, ia boleh makan sebelum makan yang lain.

Jika ia menerima makanan dengan niat untuk memakannya, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapan, ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia makan sebelum makan yang lain, dan ia menyadarinya sebagai makan sebelum makan
yang lain, kecuali dalam kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia makan sebelum makan yang lain, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia memakannya, kecuali dalam kesempatan yang diperbolehkan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia makan sebelum makan yang lain,
tetapi ia tidak menyadarinya sebagai makan sebelum makan yang lain, kecuali dalam kesempatan
yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia tidak makan sebelum makan yang lain, tetapi ia menyadarinya sebagai makan sebelum
makan yang lain, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak makan sebelum
makan yang lain, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika ia tidak makan sebelum makan yang lain, dan ia tidak menyadarinya
sebagai makan sebelum makan yang lain, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika itu adalah kesempatan yang diperbolehkan; jika ia mengalokasikan
makanan lainnya itu untuk orang lain dan kemudian makan; jika ia memakan makanan dari dua
atau tiga makanan undangan sekaligus; jika ia diundang oleh seluruh desa dan ia makan di mana
pun di dalam desa itu; jika ia diundang oleh seluruh perkumpulan dan ia makan di mana pun
yang dimiliki oleh perkumpulan itu; jika, ketika diundang, ia berkata, “aku akan mengumpulkan
dana makanan;” jika itu adalah undangan makan rutin; jika itu adalah makanan yang diperoleh
dari menarik undian; jika itu adalah makanan setengah-bulanan; jika itu adalah hari uposatha;
jika itu adalah sehari setelah uposatha; jika makanan itu adalah selain daripada kelima makanan
matang; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang makan sebelum makan yang lain, yang ketiga, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang makan

34. Aturan Latihan tentang Kāṇamātā

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu terdapat seorang umat awam perempuan bernama Kāṇamātā yang berkeyakinan. Ia
mempunyai seorang putri, Kāṇā, yang telah dinikahkan dengan seorang laki-laki dari suatu desa
tertentu.
Pada suatu hari Kāṇā mengunjungi rumah ibunya untuk suatu urusan. Suami Kāṇā mengirim
pesan: “Pulanglah, Kāṇā, aku ingin engkau pulang.” Kāṇamātā berpikir, “Sungguh memalukan
jika pergi dengan tangan kosong,” dan ia memanggang kue-kue. Persis ketika kue-kue itu selesai,
seorang bhikkhu yang sedang mengumpulkan dana makanan memasuki rumah Kāṇamātā, dan ia
memberinya kue-kue. Setelah pergi, bhikkhu itu memberitahu bhikkhu lain, dan ia juga diberi
kue-kue. Dan hal serupa terjadi pada ketiga kalinya. Dan pada saat itu, semua kuenya sudah
habis.
Untuk kedua kalinya suami Kāṇā mengirim pesan, dan semuanya terjadi seperti sebelumnya.
Untuk ketiga kalinya ia mengirim pesan yang sama, dengan menambahkan, “Jika Kāṇā tidak
pulang, aku akan mencari istri lain.” Tetapi sekali lagi semua kue-kuenya diberikan kepada para
bhikkhu. Suami Kāṇā mendapatkan istri lain. Dan ketika Kāṇā mendengar apa yang terjadi, ia
menangis.
Tidak lama kemudian, setelah mengenakan jubah di pagi hari, Sang Buddha membawa mangkuk
dan jubahnya dan mendatangi rumah Kāṇamātā, di mana Beliau duduk di tempat yang telah
dipersiapkan. Kāṇamātā mendatangi Sang Buddha, bersujud, dan duduk. Sang Buddha bertanya
kepadanya mengapa Kāṇā menangis, dan ia memberitahu Beliau apa yang terjadi. Setelah
memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakannya dengan suatu ajaran, Sang
Buddha bangkit dari dudukNya dan pergi.
Segera setelah itu sebuah karavan tertentu telah siap untuk berangkat menuju selatan dari
Rājagaha. Seorang bhikkhu yang sedang mengumpulkan dana makanan mendatangi karavan itu
untuk menerima dana makanan, dan seorang umat awam memberinya produk tepung. Setelah
pergi, bhikkhu itu memberitahu bhikkhu lainnya, dan ia juga diberikan produk tepung. Dan hal
yang sama terjadi untuk ketiga kalinya. Pada saat itu, semua persediaannya sudah habis.
Umat awam itu berkata kepada orang lainnya dalam karavan itu, “Tuan-tuan, sudilah menunggu
satu hari. Aku telah memberikan persediaanku kepada para bhikkhu. Aku harus mempersiapkan
lebih.”
“Kami tidak bisa menunggu. Karavan telah dalam perjalanan.” Dan mereka pergi.
Setelah mempersiapkan perbekalan, umat awam itu mengikuti karavan itu, tetapi ia dirampok
oleh para pencuri. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para
monastik Sakya menerima tanpa mengenal cukup? Orang ini memberikan kepada mereka, dan
kemudian karena ia mengikuti di belakang karavan maka ia dirampok oleh para pencuri.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu dan mereka memberitahu Sang Buddha.
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah,
para bhikkhu, Aku akan menetapkan aturan latihan untuk sepuluh alasan berikut ini: demi
kesejahteraan Sangha, demi kenyamanan Sangha; demi mengekang orang-orang jahat, demi
kemudahan para bhikkhu baik, demi pengekangan kerusakan sehubungan dengan kehidupan
saat ini, untuk pengekangan kerusakan sehubungan dengan kehidupan-kehidupan masa depan,
untuk memunculkan keyakinan pada mereka yang tanpa keyakinan, untuk meningkatan
keyakinan pada mereka yang telah memilikinya, demi panjangnya umur Ajaran sejati, dan demi
menyokong Latihan. Dan, para bhikkhu, aturan Latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu mendatangi sebuah keluarga dan diundang untuk mengambil kue-
kue atau makanan panggangan, ia boleh menerima dua atau tiga mangkuk jika ia
menginginkan. Jika ia menerima lebih dari itu, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia menerima dua atau tiga mangkuk, maka ia harus
membawanya dan membaginya dengan para bhikkhu. Ini adalah prosedur yang benar.’”

Definisi
Seorang bhikkhu mendatangi sebuah keluarga:
Sebuah keluarga: ada empat jenis keluarga: keluarga bangsawan, keluarga brahmana, keluarga
pedagang, keluarga pekerja.
Mendatangi:
Ia pergi ke sana.
Kue-kue:
Apa pun yang telah dipersiapkan untuk dibawa pergi.
Makanan panggangan:
Apa pun yang dipersiapkan sebagai perbekalan dalam perjalanan.
Diundang untuk mengmbil:
“Ambillah sebanyak yang engkau suka.”
Jika ia menginginkan:
Jika ia suka.
Ia boleh menerima dua atau tiga mangkuk:
Dua atau tiga mangkuk boleh diterima.
Jika ia menerima lebih dari itu:
Jika ia menerima lebih dari itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia menerima dua atau tiga mangkuk:
Setelah meninggalkan tempat itu dan bertemu seorang bhikkhu, ia harus memberitahunya, “Aku
telah menerima dua atau tiga mangkuk dari tempat itu; jangan menerima apa pun dari sana.”
Jika ia bertemu seorang bhikkhu, tetapi tidak memberitahunya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika orang yang diberitahu menerima juga dari sana, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Ia harus membawanya dan membaginya dengan para bhikkhu:
Ia harus membawanya ketika kembali dari perjalanan mengumpulkan dana makanan dan
kemudian membaginya.
Ini adalah prosedur yang benar:
Ini adalah metode yang benar.

Permutasi
Jika lebih dari dua atau tiga mangkuk, dan ia menyadarinya sebagai lebih, dan ia menerimanya,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika lebih dari dua atau tiga
mangkuk, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia menerimanya, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika lebih dari dua atau tiga mangkuk, tetapi ia
menyadarinya sebagai kurang, dan ia menerimanya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika kurang dari dua atau tiga mangkuk, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari dua atau tiga mangkuk, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari dua
atau tiga mangkuk, dan ia menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia menerima dua atau tiga mangkuk; jika ia menerima kurang dari
dua atau tiga mangkuk; jika mereka memberikan apa pun yang bukan dipersiapkan untuk dibawa
atau sebagai perbekalan dalam suatu perjalanan; jika mereka memberikan sisa-sisa dari apa pun
yang telah dipersiapkan untuk dibawa atau sebagai perbekalan dalam suatu perjalanan; jika
mereka memberikan setelah membatalkan rencana perjalanan; jika itu dari kerabat; jika itu
adalah dari mereka yang telah menyampaikan undangan; jika itu adalah demi manfaat bagi
orang lain; jika itu diperoleh dari harta kekayaannya; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang makan sebelum makan yang lain, yang keempat, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang makan

35. Aturan Latihan tentang Undangan

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
seorang brahmana tertentu telah mengundang para bhikkhu untuk makan. Ketika para bhikkhu
telah selesai dan menolak undangan untuk makan lebih banyak, mereka mendatangi keluarga
mereka masing-masing, di mana beberapa makan dan beberapa lainnya membawa pulang dana
makanan.
Segera setelah itu brahmana itu berkata kepada para tetangganya, “Para bhikkhu telah
terpuaskan olehku. Marilah, dan aku akan memuaskan kalian juga.” “Bagaimana mungkin
engkau dapat memuaskan kami? Para bhikkhu yang engkau undang mendatangi rumah-rumah
kami. beberapa makan di sana dan beberapa lainnya membawa pulang dana makanan.
Brahmana itu mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para mulia
itu makan di rumah kami dan setelah itu makan di tempat lain? Apakah aku tidak mampu
memberi mereka sebanyak yang mereka butuhkan?”
Para bhikkhu mendengar keluhan brahmana itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu itu
menyelesaikan makan mereka dan menolak undangan untuk makan lebih banyak, dan kemudian
makan di tempat lain?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa para bhikkhu melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘‘Jika seorang bhikkhu telah selesai makan dan menolak undangan untuk makan lebih
banyak, dan kemudian makan makanan segar atau matang, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.
Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian para bhikkhu membawa pulang makanan-makanan baik untuk para
bhikkhu yang sakit. Tetapi karena para bhikkhu yang sakit itu tidak mampu makan sebanyak
yang mereka inginkan, para bhikkhu itu membuang sisanya. Ketika Sang Buddha mendengar
suara keras kaokan burung-burung gagak, Beliau bertanya kepada Yang Mulia Ānanda, “Ānanda,
mengapakah ada suara keras kaokan burung-burung gagak ini? Ānanda memberitahu Beliau apa
yang terjadi, dan Sang Buddha berkata,
“Tetapi, Ānanda, tidakkah para bhikkhu memakan sisa-sisa dari para bhikkhu yang sakit itu?”
“Tidak, Yang Mulia.”
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk makan sisa-sisa dari mereka yang sakit
maupun dari yang tidak sakit
Dan, para bhikkhu, beginilah kalian menjadikan makanan itu sebagai sisa: ‘Aku tidak
membutuhkan ini lagi.’ Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu telah selesai makan dan menolak undangan untuk makan lebih
banyak, dan kemudian makan makanan segar atau matang yang bukan sisa, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Telah selesai makan:
Telah memakan apa pun dari lima makanan matang, bahkan hanya sebanyak ujung helai rumput.
Menolak undangan untuk makan lebih banyak:
Ada memakan; ada makanan matang; makanan itu dipersembahkan oleh seseorang yang berdiri
pada jarak sejauh serentangan lengan; ada penolakan.
Bukan sisa:
Menjadikan itu sebagai sisa dilakukan dengan makanan yang tidak diperbolehkan; itu dilakukan
dengan makanan yang belum diterima; itu dilakukan dengan makanan yang tidak dipegang; itu
dilakukan oleh seorang yang di luar jarak sejauh serentangan lengan; itu dilakukan oleh seorang
yang belum selesai makan; itu dilakukan oleh seorang yang telah selesai makan, yang menolak
undangan untuk makan lebih banyak, tetapi yang telah bangkit dari duduknya; “aku tidak
membutuhkan ini,” belum diucapkan; itu bukan sisa dari seorang yang sakit—ini disebut “bukan
sisa”.
Sisa:
Menjadikan itu sebagai sisa dilakukan dengan makanan yang diperbolehkan; itu dilakukan
dengan makanan yang telah diterima; itu dilakukan dengan makanan yang dipegang; itu
dilakukan oleh seorang yang dalam jarak sejauh serentangan lengan; itu dilakukan oleh seorang
yang telah selesai makan; itu dilakukan oleh seorang yang telah selesai makan, yang menolak
undangan untuk makan lebih banyak, tetapi yang belum bangkit dari duduknya; “aku tidak
membutuhkan ini,” telah diucapkan; itu adalah sisa dari seorang yang sakit—ini disebut “sisa”.
Makanan segar:
Selain daripada lima makanan matang, tonikum lewat tengah-hari, tonikum tujuh-hari, dan
tonikum seumur hidup—selain ini disebut “makanan segar”.
Makanan matang:
Ada lima jenis makanan matang: gandum matang, bubur, produk tepung, ikan, dan daging.

Jika ia menerimanya dengan niat untuk memakannya, maka ia melakukan pelanggaran


perbuatan salah. Untuk setiap suapan, ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika itu bukan sisa, dan ia tidak menyadarinya sebagai sisa, dan ia memakan makanan segar atau
matang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu bukan sisa,
tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia memakan makanan segar atau matang, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu bukan sisa, tetapi ia
menyadarinya sebagai sisa, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia menerima tonikum lewat tengah-hari, tonikum tujuh-hari, atau tonikum seumur hidup
sebagai makanan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapan, ia
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah sisa, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sisa, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika itu adalah sisa, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah sisa, dan ia menyadarinya sebagai sisa, maka tidak
ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia memakannya setelah menjadikannya sebagai sisa; jika ia
menerimanya dengan niat untuk menjaadikannya sebagai sisa dan kemudian memakannya; jika
ia mengambil makanan demi mafaat orang lain; jika ia memakan makanan sisa dari seorang yang
sakit; jika, ketika ada alasan, ia menggunakan tonikum lewat tengah-hari, tonikum tujuh-hari,
atau tonikum seumur hidup; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang undangan, yang kelima, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang makan

36. Aturan Latihan Kedua tentang


Undangan

Kisah Asal-mula
Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu dua bhikkhu sedang melakukan perjalanan melewati negeri Kosala dalam
perjalanan mereka menuju Sāvatthī. Satu bhikkhu berperilaku buruk dan yang lainnya berkata
kepadanya, “Jangan lakukan itu! Itu tidak diperbolehkan.” Karena hal itu bhikkhu pertama
menjadi kesal. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju Sāvatthī.
Tidak lama kemudian suatu perkumpulan di Sāvatthī mempersembahkan makanan kepada
Sangha. Ketika bhikkhu kedua telah selesai makan dan menolak undangan untuk makan lebih
banyak, bhikkhu yang kesal itu membawa pulang dana makanan dari keluarganya. Kemudian ia
berkata kepada yang lain, “Makanlah!”
“Tidak perlu. Aku sudah kenyang.”
“Makanan ini lezat, makanlah.”
Dan karena didesak, ia memakan dana makanan itu. Bhikkhu yang kesal kemudian berkata
kepadanya, “Siapakah engkau yang mengoreksiku sedangkan engkau memakan makanan yang
bukan sisa walaupun engkau telah selesai makan dan menolak undangan untuk makan lebih
banyak?”
“Bukankah engkau telah menyuruhku?”
“Bukankah engkau seharusnya bertanya?”
Bhikkhu kedua memberitahu para bhikkhu apa yang terjadi, dan para bhikkhu yang memiliki
sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik bhikkhu lainnya itu, “Bagaimana mungkin
seorang bhikkhu mengundang bhikkhu lain untuk memakan makanan yang bukan sisa, ketika
bhikkhu lain itu telah selesai makan dan menolak undangan untuk makan lebih banyak?” …
“Benarkah, bhikkhu, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu mengundang seorang bhikkhu, yang ia ketahui telah selesai makan
dan menolak undangan untuk makan lebih banyak, untuk memakan makanan segar atau
matang yang bukan sisa, dengan mengatakan, “Ini, bhikkhu, makanlah,” dengan tujuan
untuk mengkritiknya, kemudian jika bhikkhu lain itu telah memakannya, ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhu:
Bhikkhu lainnya.
Yang telah selesai makan:
Yang telah memakan apa pun dari lima makanan matang, bahkan hanya sebanyak ujung helai
rumput.
Menolak undangan untuk makan lebih banyak:
Ada memakan; ada makanan matang; makanan itu dipersembahkan oleh seseorang yang berdiri
pada jarak sejauh serentangan lengan; ada penolakan.
Bukan sisa:
Menjadikan itu sebagai sisa dilakukan dengan makanan yang tidak diperbolehkan; itu dilakukan
dengan makanan yang belum diterima; itu dilakukan dengan makanan yang tidak dipegang; itu
dilakukan oleh seorang yang di luar jarak sejauh serentangan lengan; itu dilakukan oleh seorang
yang belum selesai makan; itu dilakukan oleh seorang yang telah selesai makan, yang menolak
undangan untuk makan lebih banyak, tetapi yang telah bangkit dari duduknya; “aku tidak
membutuhkan ini,” belum diucapkan; itu bukan sisa dari seorang yang sakit—ini disebut “bukan
sisa”.
Makanan segar:
Selain daripada lima makanan matang, tonikum lewat tengah-hari, tonikum tujuh-hari, dan
tonikum seumur hidup—selain ini disebut “makanan segar”.
Makanan matang:
Ada lima jenis makanan matang: gandum matang, bubur , produk tepung, ikan, dan daging.
Mengundang untuk makan:
Dengan mengatakan, “Ambillah sebanyak yang engkau inginkan.”
Ia ketahui:
Ia mengetahui oleh dirinya sendiri atau orang lain memberitahunya atau bhikkhu itu
memberitahunya.
Dengan tujuan untuk mengkritiknya:
Jika ia mempersembahkan kepadanya, dengan berpikir, “Dengan ini aku akan menuduhnya,”
“aku akan mengingatkannya,” “aku akan balas menuduhnya,” “aku akan balas
mengingatkannya,” “aku akan mempermalukannya,” maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.

Jika, karena apa yang ia katakan, bhikkhu lain itu menerima dengan niat untuk memakannya,
maka si pemberi melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapan, si pemberi
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. Ketika bhikkhu lain itu telah selesai makan, maka
si pemberi melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika bhikkhu lain itu telah menolak undangan untuk makan lebih banyak, dan si pemberi
menyadari bahwa ia menolak dan ia mengundangnya untuk memakan makanan segar atau
matang yang bukan sisa, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
bhikkhu lain itu telah menolak undangan untuk makan lebih banyak, tetapi si pemberi tidak
dapat memastikannya dan ia mengundangnya untuk memakan makanan segar atau matang yang
bukan sisa, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhu lain itu telah menolak
undangan untuk makan lebih banyak, dan si pemberi tidak menyadari bahwa ia menolak dan ia
mengundangnya untuk memakan makanan segar atau matang yang bukan sisa, maka tidak ada
pelanggaran.
Jika ia mengundangnya untuk memakan tonikum lewat tengah-hari, tonikum tujuh-hari, atau
tonikum seumur hidup sebagai makanan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika,
karena apa yang ia katakan, bhikkhu lain itu menerimanya dengan niat untuk memakannya,
maka si pemberi melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapan, si pemberi
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Jika bhikkhu lain itu tidak menolak undangan untuk makan lebih banyak, tetapi si pemberi
menyadari bahwa ia menolak, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhu lain
itu tidak menolak undangan untuk makan lebih banyak, tetapi si pemberi tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhu lain itu tidak
menolak undangan untuk makan lebih banyak, dan si pemberi tidak menyadari bahwa ia
menolak, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia memberikannya setelah menjadikannya sebagai sisa; jika ia
memberikannya, dengan mengatakan, “Jadikan sebagai sisa dan kemudian makanlah;” jika ia
memberikannya, dengan mengatakan, “Ambillah makanan ini demi manfaat bagi orang lain;”
jika ia memberikan sisa-sisa dari orang sakit; jika ia menberikan, dengan mengatakan, “Jika ada
alasan, gunakanlah tonikum lewat tengah-hari ini,” “ … gunakanlah tonikum tujuh-hari,” “…
gunakanlah tonikum seumur hidup; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan kedua tentang undangan, yang keenam, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang makan

37. Aturan Latihan tentang Makan pada


Waktu yang Salah

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Pada saat itu di Rājagaha sedang berlangsung pekan raya puncak bukit, yang mana para bhikkhu
dari kelompok tujuh belas ingin melihatnya. Ketika orang-orang melihat para bhikkhu itu,
mereka memandikan para bhikkhu itu, meminyaki mereka, memberi mereka makan makanan-
makanan matang, dan memberikan mereka makanan-makanan segar. Mereka membawa
makanan segar itu ke vihara dan berkata kepada para bhikkhu dari kelompok enam, “kalian
makanlah!”
“Tetapi dari manakah kalian mendapatkan makanan ini?” dan mereka memberitahukan apa yang
terjadi.
“Jadi, apakah kalian makan pada waktu yang salah?”
“Benar.”
Para bhikkhu dari kelompok enam mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin
para bhikkhu dari kelompok tujuh belas ini makan pada waktu yang salah?”
Mereka memberitahu para bhikkhu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik bhikkhu lainnya, “Bagaimana mungkin para bhikkhu dari
kelompok tujuh belas ini makan pada waktu yang salah?” … “Benarkah, bhikkhu, bahwa kalian
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu memakan makanan segar atau matang pada waktu yang salah,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Pada waktu yang salah:
Ketika tengah hari telah berlalu, hingga fajar.
Makanan segar:
Selain daripada lima makanan matang, tonikum lewat tengah-hari, tonikum tujuh-hari, dan
tonikum seumur hidup—selain ini disebut “makanan segar”.
Makanan matang:
Ada lima jenis makanan matang: gandum matang, bubur, produk tepung, ikan, dan daging.

Jika ia menerima makanan segar atau matang dengan niat untuk memakannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapannya, ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah waktu yang salah, dan ia menyadarinya sebagai waktu yang salah, dan ia
memakan makanan segar atau matang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah waktu yang salah, tetapi ia tidak dapat memastikannya dan ia
memakan makanan segar atau matang, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan yang
mengharuskan penebusan. Jika itu adalah waktu yang salah, dan ia menyadarinya sebagai waktu
yang benar, dan ia memakan makanan segar atau matang, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika ia menerima tonikum lewat tengah-hari, tonikum tujuh-hari, atau tonikum seumur hidup
sebagai makanan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapan, ia
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah waktu yang benar, tetapi ia menyadarinya sebagai waktu yang salah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah waktu yang benar, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah waktu yang
benar, dan ia menyadarinya sebagai waktu yang benar, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ada alasan, ia menggunakan tonikum lewat tengah-hari, ia
menggunakan tonikum tujuh-hari, ia menggunakan tonikum seumur hidup; jika ia gila; jika ia
adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang makan pada waktu yang salah, yang ketujuh, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang makan

38. Aturan Latihan tentang Menyimpan

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Belaṭṭhasīsa, penahbis Yang Mulai Ānanda, sedang menetap di hutan
belantara. Setelah berjalan mengumpulkan dana makanan, ia membawa nasi kembali ke vihara,
di mana ia mengeringkannya dan menyimpannya. Kapan pun ia merasa lapar, ia akan
melunakkan dan memakannya. Sebagai akibatnya, ia hanya pergi ke desa setelah sekian lama.
Para bhikkhu bertanya kepadanya, “Mengapakah engkau hanya pergi ke desa setelah sekian
lama?” dan ia memberitahu mereka.
“Tetapi apakah engkau memakan makanan yang engkau simpan?”
“Ya.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Belaṭṭhasīsa memakan makanan yang telah ia simpan?” … “Benarkah,
Belaṭṭhasīsa, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Belaṭṭhasīsa, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini. Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu memakan makanan segar atau matang yang telah ia simpan, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Yang telah ia simpan:
Diterima hari ini dan dimakan pada hari berikutnya.
Makanan segar:
Selain daripada lima makanan matang, tonikum lewat tengah-hari, tonikum tujuh-hari, dan
tonikum seumur hidup—selain ini disebut “makanan segar”.
Makanan matang:
Ada lima jenis makanan matang: gandum matang, bubur, produk tepung, ikan, dan daging.

Jika ia menerima makanan segar atau matang dengan niat untuk memakannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapan, ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika makanan itu telah disimpan, dan ia menyadarinya sebagai telah disimpan, dan ia memakan
makanan segar atau matang itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika makanan itu telah disimpan tetapi ia tidak dapat memastikannya dan ia
memakan makanan segar atau matang itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan Jika makanan itu telah disimpan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai telah disimpan,
dan ia memakan makanan segar atau matang, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika ia menerima tonikum lewat tengah-hari, tonikum tujuh-hari, atau tonikum seumur hidup
sebagai makanan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapan, ia
melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Jika makanan itu tidak disimpan, tetapi ia menyadarinya sebagai telah disimpan, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika makanan itu tidak disimpan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika makanan itu tidak
disimpan, dan ia tidak menyadarinya sebagai disimpan, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia menyimpan dan memakannya dalam waktu yang sama; jika ia
menyimpan dan memakan tonikum lewat tengah-hari selama sisa hari itu; jika ia menyimpan
dan memakan tonikum lewat tengah-hari selama sisa hari itu; jika ia menyimpan dan memakan
tonikum lewat tujuh hari dalam kurun waktu tujuh hari; jika ia menggunakan tonikum seumur
hidup ketika ada alasan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang Menyimpan, yang kedelapan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang makan

39. Aturan Latihan tentang Makanan-


Makanan Baik

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika. Para
bhikkhu dari kelompok enam memakan makanan-makanan baik yang telah mereka minta untuk
diri mereka sendiri. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin
para monastik Sakya memakan makanan-makanan baik yang telah mereka minta untuk diri
mereka sendiri? Siapakah yang tidak menyukai makanan baik? Siapakah yang tidak menyukai
makanan lezat?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam memakan makanan-makanan baik yang telah mereka minta untuk diri
mereka sendiri?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal ini.
Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘‘Jika seorang bhikkhu meminta jenis-jenis makanan baik ini untuk dirinya sendiri—yaitu,
minyak samin, mentega, minyak, madu, sirup, ikan, daging, dan dadih pekat—dan
kemudian memakannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Pada suatu ketika sejumlah bhikkhu jatuh sakit. Para bhikkhu yang merawat mereka berkata,
“aku harap kalian bertahan. Aku harap kalian bertambah baik.”
“Sebelumnya kami memakan makanan-makanan baik yang telah kami minta untuk diri kami
sendiri, dan kemudian kami merasa nyaman. Tetapi sekarang Sang Buddha telah melarang hal
ini, kami tidak meminta karena takut melakukan kesalahan. Dan karena itu kami tidak merasa
nyaman.”
Mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan
berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan seorang bhikkhu yang sakit untuk memakan
makanan-makanan baik yang telah ia minta untuk dirinya sendiri.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu yang tidak sakit meminta jenis-jenis makanan baik ini untuk
dirinya sendiri—yaitu, minyak samin, mentega, minyak, madu, sirup, ikan, daging, dan
dadih pekat—dan kemudian memakannya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Jenis-jenis makanan baik:
Minyak samin:
Minyak samin dari sapi, minyak samin dari kambing, minyak samin dari kerbau, atau minyak
samin dari binatang apa pun yang dagingnya diperbolehkan.
Mentega:
Mentega dari binatang yang sama.
Minyak:
Minyak wijen, minyak biji-moster, minyak pohon-madu, minyak jarak, minyak dari lemak.
Madu:
Madu dari lebah.
Sirup:
Dari tebu.
Ikan:
Yang dimaksudkan adalah apa yang hidup di dalam air.
Daging:
Daging dari binatang-binatang yang dagingnya diperbolehkan.
Susu:
susu dari sapi, susu dari kambing, susu dari kerbau, atau susu dari binatang apa pun yang
dagingnya diperbolehkan.
Dadih pekat:
Dadih pekat dari binatang yang sama.
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Jenis-jenis makanan baik ini:
Jenis-jenis makanan baik demikian.
Yang tidak sakit:
Yang merasa nyaman tanpa makanan-makanan baik.
Yang sakit:
Yang tidak merasa nyaman tanpa makanan-makanan baik.

Jika ia tidak sakit dan ia meminta untuk dirinya sendiri, maka atas usaha itu terjadi tindakan
perbuatan salah. ketika ia menerimanya dengan niat untuk memakannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Untuk setiap suapannya, ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia tidak sakit, dan ia tidak menyadari dirinya sebagai sakit, dan ia memakan makanan-
makanan baik yang telah ia minta untuk dirinya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia tidak sakit tetapi ia tidak dapat memastikannya dan ia
memakan makanan-makanan baik yang telah ia minta untuk dirinya sendiri, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia tidak sakit, tetapi ia menyadari dirinya
sebagai sakit, dan ia memakan makanan-makanan baik yang telah ia minta untuk dirinya sendiri,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia sakit, tetapi ia tidak menyadari dirinya sebagai sakit, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika ia sakit, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia sakit, dan ia menyadari dirinya sebagai sakit, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia sakit; jika ia memintanya ketika ia sedang sakit, tetapi
memakannya ketika ia tidak lagi sakit; jika ia memakan sisa-sisa dari seorang yang sakit; jika itu
diperoleh dari kerabatnya; jika itu adalah dari mereka yang telah menyampaikan undangan; jika
itu adalah demi manfaat orang lain; jika itu diperoleh dari harta kekayaannya sendiri; jika ia gila;
jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang Makanan-makanan baik, yang kesembilan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang makan

40. Aturan Latihan tentang Pembersih gigi

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di aula beratap lancip di Hutan Besar di dekat
Vesālī. Pada saat itu seorang bhikkhu yang hanya menggunakan benda-benda yang dibuang
sedang menetap di sebuah tanah pemakaman. Ia tidak suka menerima benda-benda dari orang-
orang. Sebaliknya ia akan mengambil apa pun yang dipersembahkan kepada orang-orang mati di
tanah pemakaman, di bawah pepohonan, atau di ambang pintu, dan ia akan menggunakannya.
Orang-orang mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin bhikkhu ini mengambil
persembahan-persembahan kepada para leluhur kami dan menggunakannya? Bhikkhu ini besar
dan kuat. Seseorang bahkan akan mencurigainya memakan daging manusia!”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin bhikkhu ini memakan
makanan yang belum diberikan?” … “Benarkah, bhikkhu, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini. Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘‘Jika seorang bhikkhu memakan makanan yang belum diberikan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian para bhikkhu tidak menggunakan air atau pembersih gigi karena takut
melakukan kesalahan. Mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha
membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian memggunakan air dan pembersih gigi setelah
mengambilnya sendiri.
Dan, para bhikkhu aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu memakan makanan yang belum diberikan, kecuali air dan
pembersih gigi, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Yang belum diberikan:
Yang dimaksudkan adalah apa yang belum diterima -
Diberikan:
Sambil berdiri dalam jarak serentangan tangan seseorang memberikan melalui tubuh atau apa
yang terhubung dengan tubuhnya atau dengan melepaskan, bhikkhu itu menerimanya melalui
tubuh atau melalui apa yang terhubung dengan tubuhnya—ini disebut “diberikan”.
Makanan:
Apa pun yang dapat dimakan, selain daripada air dan pebersih gigi—ini disebut “makanan”.
Kecuali air dan pembersih gigi:
Selain daripada air dan pembersih gigi.

Jika ia mengambilnya dengan niat untuk memakannya, maka ia melakukan pelanggaran


perbuatan salah. Untuk setiap suapannya, ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika benda itu belum diterima, dan ia tidak menyadarinya sebagai sudah diterima, dan ia
memakannya, kecuali air dan pembersih gigi, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika benda itu belum diterima, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
dan ia memakannya, kecuali air dan pembersih gigi, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika benda itu belum diterima, tetapi ia menyadari dirinya sebagai
sudah diterima, dan ia memakannya, kecuali air dan pembersih gigi, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika benda itu sudah diterima, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sudah diterima, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika benda itu sudah diterima, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika benda itu sudah diterima,
dan ia menyadarinyasebagai sudah diterima, maka tidak ada pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika benda itu adalah air atau pembersih gigi; jika, ketika ada alasan,
tetapi tidak ada pelayan, maka ia sendiri mengambil empat makanan kotor dan memakannya;
jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang pembersih gigi, yang kesepuluh, selesai
SUB-BAB KEEMPAT TENTANG MAKANAN SELESAI
Berikut ini adalah rangkumannya:

‘Dana makanan, kelompok, yang lain, kue-kue,


Dan dua disampaikan tentang undangan;
Pada waktu yang salah, menyimpan, susu,
Dan dengan pembersih gigi—semua ini adalah sepuluh.”
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

41. Aturan Latihan tentang Petapa


Telanjang

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di aula beratap lancip di Hutan Besar di dekat
Vesālī, Sangha memiliki makanan segar berlimpah. Yang Mulia Ānanda memberitahu Sang
Buddha, yang berkata, “Baiklah, Ānanda, berikanlah kue-kue itu kepada mereka yang mengambil
sisa-sisa.”
“Baik, Yang Mulia.” Ānanda mengatur mereka duduk berbaris dan memberikan mereka masing-
masing satu kue, hingga ia secara tidak sengaja memberikan dua kue kepada seorang
pengembara perempuan. Para pengembara perempuan yang duduk di sebelahnya berkata
kepadanya, “Monastik ini adalah kekasihmu.”
“Bukan, ia memberiku dua, karena berpikir itu adalah satu.”
Dan untuk kedua kalinya … Dan untuk ketiga kalinya Ānanda memberikan mereka masing-
masing satu kue, hingga ia secara tidak sengaja memberikan dua kue kepada pengembara
perempuan yang sama. Sekali lagi pengembara perempuan yang duduk di sebelahnya berkata
kepadanya, “Monastik ini adalah kekasihmu.”
“Bukan, ia memberiku dua, karena berpikir itu adalah satu.”
Dan mereka mulai berdebat tentang apakah mereka adalah kekasih atau bukan.
Seorang Ājīvaka tertentu juga mendatangi pembagian makanan itu. Seorang bhikkhu
mencampur nasi dengan sejumlah besar minyak samin dan memberikan sebongkah besar
kepadanya. Ia mengambilnya dan pergi. Seorang Ājivaka lainnya bertanya kepadanya, “Dari
manakah engkau mendapatkan bongkahan itu?”
“Dari pembagian makanan petapa Gotama, perumah tangga berkepala-gundul itu.”
Beberapa umat awam mendengarkan percakapan antara para petapa Ājīvaka itu. Kemudian
mereka menghadap Sang Buddha, bersujud, duduk, dan berkata, “Yang Mulia, para monastik
agama lain itu ingin merendahkan Sang Buddha, Ajaran, dan Sangha. Baik sekali jika para
bhikkhu tidak memberikan apa pun kepada para monastik agama lain dengan tangan mereka
sendiri.”
Setelah Sang Budha memberikan instruksi, menginspirasi, menggembirakan umat-umat awam
itu dengan suatu ajaran, mereka bangkit dari duduk, bersujud, mengelilingi Sang Buddha dengan
sisi kanan mereka menghadap Beliau, dan pergi. Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan
ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan aturan
latihan untuk sepuluh alasan berikut ini: demi kesejahteraan Sangha, demi kenyamanan Sangha,
demi pengekangan orang-orang jahat, demi kemudahan para bhikkhu berperilaku baik, untuk
mengekang kekotoran sehubungan dengan kehidupan saat ini, untuk mengekang kekotoran
sehubungan dengan kehidupan mendatang, untuk memunculkan keyakinan pada mereka yang
tidak berkeyakinan, untuk meningkatkan keyakinan pada mereka yang telah berkeyakinan, demi
panjangnya umur Ajaran sejati, dan demi mendukung latihan. Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan seperti berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu memberikan makanan segar atau matang kepada seorang petapa
telanjang, kepada seorang pengembara laki-laki, atau kepada seorang pengembara
perempuan dengan tangannya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Petapa telanjang:
Pengembara mana pun yang telanjang.
Pengembara laki-laki:
Pengembara laki-laki mana pun selain daripada para bhikkhu Buddhis, dan sāmaṇera.
Pengembara perempuan:
Pengembara perempuan mana pun selain dari para bhikkhunī Buddhis, para bhikkhunī
percobaan, dan para sāmaṇerī.
Makanan segar:
Selain daripada lima makanan matang, air dan pembersih gigi, yang lainnya disebut “makanan
segar”.
Makanan matang:
Ada lima jenis makanan matang: gandum matang, bubur , produk tepung, ikan, dan daging.
Memberikan:
Jika ia memberikan dengan tubuhnya atau dengan apa yang terhubung dengan tubuhnya atau
dengan melepaskan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Permutasi
Jika itu adalah monastik agama lain, dan ia menyadarinya sebagai monastik agama lain, dan ia
memberikan mereka makanan segar atau matang dengan tangannya sendiri, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah monastik agama lain, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, dan ia memberikan mereka makanan segar atau matang dengan
tangannya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu
adalah monastik agama lain, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai monastik agama lain, dan ia
memberikan mereka makanan segar atau matang dengan tangannya sendiri, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia memberikan air atau pembersih gigi, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu bukan monastik agama lain, tetapi ia menyadarinya sebagai monastik agama lain, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan monastik agama lain, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan monastik
agama lain, dan ia tidak menyadarinya sebagai monastik agama lain, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia tidak memberikan, tetapi menyuruh orang lain memberikan; jika
ia memberikan dengan meletakkannya di dekat orang itu; jika ia memberikan salep untuk
kegunaan luar; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang petapa telanjang, yang pertama, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

42. Aturan Latihan tentang Mengusir

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Yang
Mulia Upananda orang Sakya berkata kepada murid adiknya, “Ayo, mari kita pergi ke desa untuk
mengumpulkan dana makanan.” Kemudian, tanpa memberinya makanan, ia mengusirnya,
dengan mengatakan, “Pergilah! Aku tidak nyaman berbicara atau duduk bersama denganmu,
melainkan hanya jika aku berbicara dan duduk sendirian.” Tetapi karena waktu yang
diperbolehkan untuk makan hampir berakhir, ia tidak lagi dapat berjalan untuk mengumpulkan
dana makanan. Dan ketika ia kembali ke vihara, tidak ada seorang pun yang menawarkan
makanan, dan karena itu ia melewatkan waktu makannya.
Kemudian ia pergi ke vihara dan memberitahu para bhikkhu apa yang terjadi. Para bhikkhu yang
memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik Upananda, “Bagaimana mungkin Yang
Mulia Upananda berkata kepada seorang bhikkhu, ‘Ayo, mari kita pergi ke desa untuk
mengumpulkan dana makanan,’ dan kemudian mengusirnya tanpa memberinya makanan?” …
“Benarkah, Upananda, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu berkata kepada seorang bhikkhu lain, “Ayo, mari kita pergi ke desa
atau pemukiman untuk mengumpulkan dana makanan,” dan kemudian, apakah ia
memberikan makanan kepadanya atau tidak, mengusirnya, dengan mengatakan,
“Pergilah! Aku tidak nyaman berbicara atau duduk bersama denganmu, melainkan hanya
jika aku berbicara dan duduk sendirian,” dan ia melakukan itu hanya karena alasan ini
dan bukan karena alasan lainnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Kepada seorang bhikkhu lainnya:
Kepada bhikkhu yang lain.
Ayo … ke desa atau pemikiman:
Suatu desa, juga pemukiman, juga kota; desa dan pemukiman.
Ia memberikan makanan kepadanya:
Ia memberikan bubur, makanan, makanan segar, atau makanan matang kepadanya.
Tidak:
Ia tidak memberikan apa pun kepadanya.
Mengusir:
Jika, ingin tertawa bersama dengan seorang perempuan, ingin bersenang-senang dengannya;
ingin duduk di tempat tertutup bersamanya, ingin melakukan perbuatan buruk dengannya, ia
berkata, “Pergilah! Aku tidak nyaman berbicara atau duduk bersama denganmu, melainkan
hanya jika aku berbicara dan duduk sendirian,” dan ia mengusirnya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhu kedua sedang dalam proses lenyap dari pandangan
atau di luar jangkauan pendengaran, maka bhikkhu pertama melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Ketika bhikkhu ke dua telah berada di luar jangkauan, maka bhikkhu pertama melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Ia melakukan itu hanya karena alasan ini dan bukan karena alasan lainnya:
Tidak ada alasan lain untuk mengusirnya.

Permutasi
Jika bhikkhu kedua sepenuhnya ditahbiskan, dan bhikkhu pertama menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, dan ia mengusirnya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika bhikkhu kedua sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia mengusirnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika bhikkhu kedua sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, dan ia mengusirnya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika ia menjatuhkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mengusir
seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia menjatuhkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika yang lainnya tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika yang lainnya tidak
sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika yang lainnya tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya
sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengusirnya, dengan berpikir, “Dengan bersama-sama kami tidak
akan mendapatkan cukup;” jika ia mengusirnya, dengan berpikir, “Jika ia melihat benda-benda
berharga, ia akan menjadi serakah;” jika ia mengusirnya, dengan berpikir, “Jika ia melihat
seorang perempuan, ia akan menjadi bernapsu;” jika ia mengusirnya, dengan berpikir, “Bawalah
bubur atau makanan atau makanan segar atau makanan matang ini kepada orang yang sakit
seorang yang sedang sakit atau kepada orang yang ditinggalkan atau kepada seseorang yang
menjaga tempat kediaman;” jika ia tidak ingin berbuat kesalahan; jika ia mengusirnya ketika ada
yang harus dilakukan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang mengusir, yang kedua, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

43. Aturan Latihan tentang Bernafsu

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Yang
Mulia Upananda orang Sakya datang ke rumah seorang teman dan duduk bersama dengan si istri
di kamar tidur mereka. Sang suami mendatangi Upananda, bersujud, dan duduk. Kemudian ia
berkata kepada istrinya, “Berikanlah dananya.” Dan si istri melakukannya.
Setelah itu sang suami berkata, “Pergilah Yang Mulia, dana telah diberikan.”
Tetapi si perempuan, mengetahui bahwa suaminya sedang bernafsu, berkata, “Duduklah, Yang
Mulia, jangan pergi.”
Untuk kedua dan ketiga kalinya ia mengulangi permintaannya, dan untuk kedua dan ketiga
kalinya si istri mengulangi permintaannya.
Kemudian sang suami pergi dari rumah dan mengeluh kepada para bhikkhu, “Para Mulia, Yang
Mulia Upananda duduk bersama dengan istriku di dalam kamar tidur kami. Ketika aku
memintanya untuk pergi karena kami sibuk, ia tidak mau pergi.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik Upananda,
“Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda duduk menggangu pasangan yang bernafsu?” …
“Benarkah, Upananda, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu duduk mengganggu pasangan yang bernafsu, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Pasangan bernafsu:
Kedua pasangan perempuan dan laki-laki ada di sana. Perempuan dan laki-laki itu keduanya
tidak pergi, dan keduanya bukan tanpa nafsu.
Mengganggu:
Masuk setelah.
Duduk:
di sebuah rumah besar, jika ia duduk lebih dari serentangan tangan di dalam kusen pintu, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Di rumah yang kecil, jika ia duduk
melewati balok kusen, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah kamar tidur, dan ia menyadarinya sebagai kamar tidur, dan ia duduk menganggu
pasangan yang bernafsu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
itu adalah kamar tidur, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia duduk menganggu pasangan
yang bernafsu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah
kamar tidur, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai kamar tidur, dan ia duduk menganggu
pasangan yang bernafsu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu bukan kamar tidur, tetapi ia menyadarinya sebagai kamar tidur, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan kamar tidur, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan kamar tidur, dan ia tidak
menyadarinya sebagai kamar tidur, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika, di dalam sebuah rumah besar, ia duduk, tetapi tidak lebih jauh dari
serentangan tangan di dalam kusen pintu; jika, di sebuah rumah kecil, ia duduk, tetapi tidak
melewati balok kusen pintu; jika ia disertai seorang bhikkhu; jika pasangan itu telah pergi; jika
pasangan itu adalah tanpa napsu; jika itu bukan kamar tidur; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang bernafsu, yang ketiga, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

44. Aturan Latihan tentang Tersembunyi


dan Tertutup

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Yang
Mulia Upananda orang Sakya datang ke rumah seorang teman dan duduk bersama dengan si istri
di tempat yang tersembunyi di tempat duduk tertutup. Sang suami mengeluhkan dan
mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda duduk bersama dengan istriku
sendirian di tempat yang tersembunyi dan tertutup?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik Upananda, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda duduk di
tempat tersembunyi sendirian di tempat duduk tertutup bersama dengan seorang perempuan?”
… “Benarkah, Upananda, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu duduk di tempat tersembunyi sendirian di tempat duduk tertutup
bersama dengan seorang perempuan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang perempuan:
Perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan
binatang betina; bahkan seorang gadis cilik yang baru lahir pada hari itu, apalagi yang lebih tua.
Dengan:
Bersama dengan.
Tersembunyi:
Tersembunyi bagi mata dan tersembunyi bagi telinga.
Tersembunyi bagi mata:
Seseorang tidak dapat melihat mereka berkedip, mengangkat alis, atau mengangguk.
Tersembunyi bagi telinga:
Seseorang tidak dapat mendengar suara percakapan biasa.
Tempat duduk tertutup:
Tertutup dinding, tirai, pintu, tirai kain, pohon, tiang, wadah gandum, atau benda lainnya.
Duduk:
Jika si bhikkhu duduk atau berbaring di sebelah perempuan yang duduk, maka bhikkhu itu
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika si perempuan duduk atau berbaring
di sebelah bhikkhu yang duduk, maka bhikkhu itu melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika keduanya duduk atau keduanya berbaring, maka bhikkhu itu melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah perempuan, dan ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia duduk di tempat
yang tersembunyi di tempat duduk tertutup bersama dengan perempuan itu, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah perempuan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia duduk di tempat yang tersembunyi di tempat duduk tertutup bersama
dengan perempuan itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu
adalah perempuan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai perempuan, dan ia duduk di tempat
yang tersembunyi di tempat duduk tertutup bersama dengan perempuan itu, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia duduk di tempat yang tersembunyi di tempat duduk tertutup bersama dengan makhluk
halus perempuan, hantu perempuan, paṇḍaka, atau binatang betina dalam wujud seorang
perempuan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan perempuan, tetapi
ia menyadarinya sebagai perempuan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu
bukan perempuan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika itu bukan perempuan, dan ia tidak menyadarinya sebagai perempuan, maka
tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika seorang laki-laki yang mengerti mendampinginya; jika ia berdiri dan
tidak duduk; jika ia tidak mencari tempat tersembunyi; jika ia duduk memikirkan hal lain; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang tersembunyi dan tertutup, yang keempat, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

45. Aturan Latihan tentang Duduk di


Tempat Tersembunyi

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Yang
Mulia Upananda orang Sakya datang ke rumah seorang teman dan duduk bersama dengan si istri
di tempat yang tersembunyi. Sang suami mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin
Yang Mulia Upananda duduk bersama dengan istriku sendirian di tempat yang tersembunyi?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik Upananda, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda duduk di
tempat tersembunyi sendirian bersama dengan seorang perempuan?” … “Benarkah, Upananda,
bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu duduk di tempat tersembunyi sendirian bersama dengan seorang
perempuan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang perempuan:
Seorang perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan
binatang betina. Ia memahami dan mampu membedakan ucapan buruk dan ucapan baik, apa
yang senonoh dan apa yang tidak senonoh.
Dengan:
Bersama dengan.
Sendirian:
Hanya bhikkhu itu dan si perempuan.
Tersembunyi:
Tersembunyi bagi mata dan tersembunyi bagi telinga.
Tersembunyi bagi mata:
Seseorang tidak dapat melihat mereka berkedip, mengangkat alis, atau mengangguk.
Tersembunyi bagi telinga:
Seseorang tidak dapat mendengar suara percakapan biasa.
Duduk:
Jika si bhikkhu duduk atau berbaring di sebelah perempuan yang duduk, maka bhikkhu itu
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika si perempuan duduk atau berbaring
di sebelah bhikkhu yang duduk, maka bhikkhu itu melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika keduanya duduk atau keduanya berbaring, maka bhikkhu itu melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah perempuan, dan ia menyadarinya sebagai perempuan, dan ia duduk di tempat
yang tersembunyi sendirian bersama dengan perempuan itu, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah adalah perempuan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia duduk di tempat yang tersembunyi sendirian bersama dengan
perempuan itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah
perempuan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai perempuan, dan ia duduk di tempat yang
tersembunyi sendirian bersama dengan perempuan itu, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika ia duduk di tempat yang tersembunyi dan tertutup bersama dengan makhluk halus
perempuan, hantu perempuan, paṇḍaka, atau binatang betina dalam wujud seorang perempuan,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu bukan perempuan, tetapi ia menyadarinya sebagai perempuan, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan perempuan, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan perempuan, dan ia tidak
menyadarinya sebagai perempuan, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika seorang laki-laki yang mengerti mendampinginya; jika ia berdiri dan
tidak duduk; jika ia tidak mencari tempat tersembunyi; jika ia duduk memikirkan hal lain; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang duduk di tempat tersembunyi, yang kelima, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran Yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

46. Aturan Latihan tentang Mengunjungi

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Pada saat itu sebuah keluarga yang menyokong Yang Mulia Upananda orang Sakya telah
mengundangnya untuk makan, dan mereka telah mengundang para bhikkhu lain juga. Tetapi
karena Upananda sedang mengunjungi keluarga-keluarga lain sebelum makan. Maka para
bhikkhu lain itu berkata kepada keluarga itu, “Silakan memberikan makanan.”
“Tunggulah, Para Mulia, hingga Yang Mulia Upananda tiba.”
Untuk kedua kalinya … untuk ketiga kalinya para bhikkhu lain itu berkata, “Silakan memberikan
makanan.”
“Tetapi kami mempersiapkan makanan karena Yang Mulia Upananda. Sudilah menunggu hingga
ia tiba.”
Kemudian, setelah mengunjungi keluarga-keluarga itu, Upananda terlambat tiba, dan para
bhikkhu itu tidak makan sebanyak yang mereka inginkan. Para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik Upananda, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda
mengunjungi keluarga-keluarga terlebih dulu ketika ia diundang untuk makan?” … “Benarkah,
Upananda, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘‘Jika seorang bhikkhu yang telah diundang untuk makan mengunjungi keluarga-keluarga
terlebih dulu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.
Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian sebuah keluarga yang menyokong Upananda memgirimkan makanan segar
untuk Sangha. Mereka memberikan instruksi agar makanan itu harus ditunjukkan kepada
Upananda dan kemudian diberikan kepada Sangha.
Tetapi pada saat itu Upanadna telah memasuki desa untuk menerima dana makanan. Ketika
orang-orang sampai di vihara, mereka menanyakan di mana Upananda, dan mereka diberitahu di
mana ia berada. Mereka berkata, “Para Mulia, setelah menunjukkan ini kepada Yang Mulia
Upananda, makanan segar ini harus diberikan kepada Sangha.” Para bhikkhu memberitahu Sang
Buddha, yang kemudian membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah, para
bhikkhu, terimalah dan simpan hingga Upananda kembali.”
Ketika ia mendengar bahwa Sang Buddha telah melarang mengunjungi keluarga-keluarga
sebelum makan, Upananda mengunjungi mereka setelah makan. Sebagai akibatnya, ia terlambat
kembali ke vihara, dan makanan itu terpaksa dikembalikan kepada si penyumbang.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik Upananda,
“Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda mengunjungi keluarga-keluarga setelah makan?” …
“Benarkah, Upananda, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kedua


‘‘Jika seorang bhikkhu yang telah diundang untuk makan mengunjungi keluarga-keluarga
terlebih dulu atau setelahnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah ketiga
Tidak lama kemudian tiba musim pemberian-jubah. Tetapi karena takut melakukan kesalahan,
para bhikkhu tidak mengunjungi keluarga-keluarga. Sebagai akibatnya, mereka hanya
mendapatkan sedikit kain-jubah. Mereka memberitahu Sang Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk mengunjungi keluarga-keluarga
selama musim pemberian-jubah.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal ketiga


‘‘Jika seorang bhikkhu yang telah diundang untuk makan mengunjungi keluarga-keluarga
terlebih dulu atau setelahnya, kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini adalah kesempatan yang
diperbolehkan: saat itu adalah musim pemberian-jubah’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.
Sub-kisah keempat
Tidak lama kemudian para bhikkhu sedang membuat jubah, dan mereka memerlukan jarum,
benang, dan gunting. Tetapi karena takut melakukan kesalahan, mereka tidak mengunjungi
keluarga-keluarga. Mereka memberitahu Sang Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk mengunjungi keluarga-keluarga pada
waktu membuat jubah.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal keempat


‘‘Jika seorang bhikkhu yang telah diundang untuk makan mengunjungi keluarga-keluarga
terlebih dulu atau setelahnya, kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Ini adalah kesempatan yang
diperbolehkan: saat itu adalah musim pemberian-jubah; saat itu adalah waktunya
membuat jubah’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kelima
Tidak lama kemudian terdapat bhikkhu-bhikkhu sakit yang membutuhkan obat-obatan. Tetapi
karena takut melakukan kesalahan, mereka tidak mengunjungi keluarga-keluarga. Mereka
memberitahu Sang Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk mengunjungi keluarga-keluarga
setelah memberitahu seorang bhikkhu yang ada.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu yang telah diundang untuk makan mengunjungi keluarga-keluarga
terlebih dulu atau setelahnya tanpa memberitahu seorang bhikkhu yang ada, kecuali pada
kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Ini adalah kesempatan yang diperbolehkan: saat itu adalah musim pemberian-
jubah; saat itu adalah waktunya membuat jubah’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Diundang:
Diundang untuk makan apa pun dari kelima jenis makanan matang.
Untuk makan:
Undangan termasuk makanan.
Seorang bhikkhu yang ada:
Ia mampu memberitahu dan kemudian masuk.
Tidak ada bhikkhu:
Ia tidak dapat memberitahu dan kemudian masuk.
Terlebih dulu:
Ia belum memakan apa yang karenanya ia diundang untuk makan
Setelahnya:
Bahkan jika ia telah memakan sebanyak ujung helai rumput dari apa yang karenanya ia diundang
untuk makan.
Sebuah keluarga:
Ada empat keluarga: keluarga bangsawan, keluarga brahmana, keluarga pedagang, keluarga
pekerja.
Mengunjungi keluarga-keluarga:
Jika ia memasuki halaman rumah seseorang, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia melewati ambang pintu dengan kaki pertama, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia melewati ambang pintu dengan kaki ke dua, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan:
Jika itu adalah kesempatan yang diperbolehkan.
Saat itu adalah musim pemberian-jubah:
Jika ia belum berpartisipasi dalam upacara membuat-jubah, maka itu adalah bulan terakhir
musim hujan. Jika ia telah berpartisiapsi dalam upacara membuat-jubah, maka itu adalah selama
periode lima bulan.
Saat itu adalah waktunya membuat jubah:
Ketika ia sedang membuat jubah

Permutasi
Jika ia telah diundang, dan ia menyadarinya sebagai telah diundang, dan ia mengunjungi
keluarga-keluarga terlebih dulu atau setelahnya tanpa memberitahu seorang bhikkhu yang ada,
kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia telah diundang, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia
mengunjungi keluarga-keluarga terlebih dulu atau setelahnya tanpa memberitahu seorang
bhikkhu yang ada, kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia telah diundang, tetapi ia tidak menyadarinya
sebagai telah diundang, dan ia mengunjungi keluarga-keluarga terlebih dulu atau setelahnya
tanpa memberitahu seorang bhikkhu yang ada, kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia belum diundang, tetapi ia menyadarinya sebagai telah diundang, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia belum diundang, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka
ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia belum diundang, dan ia tidak menyadarinya
sebagai telah diundang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika saat itu adalah kesempatan yang diperbolehkan; jika ia masuk
setelah memberitahu seorang bhikkhu yang ada; jika, ketika tidak ada bhikkhu, ia masuk tanpa
memberitahu siapa pun; jika jalan itu melewati rumah seseorang; jika jalan itu melewati halaman
rumah seseorang; jika ia sedang bepergian antar vihara; jika ia sedang mengunjungi tempat
kediaman para bhikkhunī; jika sedang mengunjungi tempat kediaman para monastik agama lain;
jika ia sedang pulang ke vihara; jika ia sedang berjalan menuju rumah di mana ia diundang; jika
terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang mengunjungi, yang keenam, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

47. Aturan Latihan tentang Mahānāma

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di negeri Sakya di Vihara Pohon Banyan di
Kapilavatthu. Pada saat itu Mahānāma orang Sakya memiliki tonikum berlimpah. Ia mendatangi
Sang Buddha, bersujud, duduk, dan berkata, “Yang Mulia, aku ingin mengundang Sangha untuk
meminta tonikum selama empat bulan.”
“Bagus, bagus, Mahānāma. Silakan lakukan.”
Tetapi para bhikkhu takut melakukan kesalahan dan tidak menerima. Kemudian mereka
memberitahu Sang Buddha apa yang terjadi. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk menerima undangan untuk meminta
tonikum selama empat bulan.”
Namun para bhikkhu hanya meminta tonikum dari Mahānāma dalam jumlah sedikit, dan karena
itu ia masih memiliki berlimpah. Untuk kedua kalinya ia mendatangi Sang Buddha, bersujud,
duduk, dan berkata, “Yang Mulia, aku ingin mengundang Sangha untuk meminta tonikum selama
empat bulan berikutnya lagi.”
“Bagus, bagus, Mahānāma. Silakan lakukan.”
Sekali lagi para bhikkhu takut melakukan kesalahan dan tidak menerima. Kemudian mereka
memberitahu Sang Buddha …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk menerima undangan lanjutan.”
Sekali lagi para bhikkhu hanya meminta tonikum dari Mahānāma dalam jumlah sedikit, dan
karena itu ia masih memiliki berlimpah. Untuk ketiga kalinya ia mendatangi Sang Buddha,
bersujud, duduk, dan berkata, “Yang Mulia, aku ingin mengundang Sangha untuk meminta
tonikum selama seumur hidup.”
“Bagus, bagus, Mahānāma. Silakan lakukan.”
Namun sekali lagi para bhikkhu takut melakukan kesalahan dan tidak menerima. Kemudian
mereka memberitahu Sang Buddha apa yang terjadi. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk menerima undangan permanen.”
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam berpakaian lusuh dan berpenampilan tidak
pantas. Mahānāma mengkritik mereka, “Para Mulia, mengapakah kalian berpakaian lusuh dan
berpenampilan tidak pantas?”
Para bhikkhu dari kelompok enam mendendam terhadap Mahānāma. Memikirkan cara untuk
mempermalukannya, mereka berpikir, “Mahānāma telah mengundang Sangha untuk meminta
tonikum. Mari kita meminta minyak samin darinya.”
Kemudian mereka mendatangi Mahānāma dan berkata, “Kami membutuhkan minyak samin
sebanyak satu takaran doṇa.”
“Sudilah menunggu sampai besok. Orang-orang harus pergi ke kandang sapi untuk mengambil
minyak samin. Kalian akan mendapatkannya besok pagi.”
Untuk kedua dan ketiga kalinya para bhikkhu dari kelompok enam mengatakan hal yang sama,
dan Mahānāma menjawab seperti sebelumnya. Kemudian mereka berkata, “Mengapakah engkau
memberikan undangan jika engkau tidak ingin memberi?”
Mahānāma mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin mereka tidak dapat
menunggu satu hari ketika diminta?”
Para bhikkhu mendengar keluhan Mahānāma, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan
mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu dari
kelompok enam tidak mau menunggu selama satu hari ketika diminta oleh Mahānāma?” …
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian bersikap
seperti ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Seorang bhikkhu yang tidak sakit boleh menerima undangan untuk meminta benda-
benda kebutuhan selama empat bulan. Jika ia menerimanya melebihi batas itu, kecuali jika
ada undangan lanjutan atau undangan permanen, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang bhikkhu yang tidak sakit boleh menerima undangan untuk meminta benda-benda
kebutuhan selama empat bulan:
Ia boleh menerima undangan untuk meminta benda-benda kebutuhan untuk yang sakit.
Ia juga boleh menerima undangan lanjutan:
Ia seharusnya berpikir, “aku akan meminta ketika aku sakit.”
Ia juga boleh menerima undangan permanen:
Ia seharusnya berpikir, “aku akan meminta ketika aku sakit.”
Jika ia menerimanya melebihi batas itu:
Ada undangan yang memiliki batasan pada tonikum, tetapi tidak ada batasan pada periode
waktu; Ada undangan yang memiliki batasan pada periode waktu, tetapi tidak ada batasan pada
tonikum; Ada undangan yang memiliki batasan pada tonikum juga pada periode waktu; ada
undangan yang tanpa batasan pada tonikum ataupun pada periode waktu.
Batasan pada tonikum:
Tonikumnya yang dibatasi: “Aku mengundang kalian untuk meminta tonikum-tonikum tertentu
ini.”
Batasan pada periode waktu:
Periode waktunya yang dibatasi: “Aku mengundang kalian untuk meminta selama periode waktu
tertentu ini.”
Batasan pada tonikum juga pada periode waktu:
Baik tonikum maupun periode waktu dibatasi: “Aku mengundang kalian untuk meminta
tonikum-tonikum tertentu ini selama periode waktu tertentu ini.”
Tanpa batasan pada tonikum ataupun pada periode waktu:
Baik tonikum maupun periode waktunya tidak dibatasi.

Jika ada batasan pada tonikum, jika ia meminta tonikum selain dari tonikum-tonikum yang ia
telah diundang untuk meminta, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ada batasan pada periode waktu, jika ia meminta di luar periode waktu yang mana ia
diundang untuk meminta, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
ada batasan baik pada tonikum maupun pada periode waktu, jika ia meminta meminta tonikum
selain dari tonikum-tonikum yang ia telah diundang untuk meminta dan ia meminta di luar
periode waktu yang mana ia diundang untuk meminta, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika tidak ada batasan pada tonikum maupun pada periode waktu,
maka tidak ada pelanggaran.
Jika ia meminta tonikum ketika ia tidak membutuhkan tonikum, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika ia meminta tonikum selain daripada tonikum yang ia
butuhkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu di luar batasan, dan ia menyadarinya sebagai di luar batasan, dan ia meminta tonikum,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu di luar batasan, tetapi ia
tidak dapat memastikannya, dan ia meminta tonikum, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika itu di luar batasan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai di luar
batasan, dan ia meminta tonikum, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika itu tidak di luar batasan, tetapi ia menyadarinya sebagai di luar batasan, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu tidak di luar batasan, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu tidak di luar batasan, dan ia tidak
menyadarinya sebagai di luar batasan, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia meminta tonikum yang memang ia telah diundang untuk
meminta; jika ia meminta selama periode waktu yang memang ia diundang untuk meminta; jika
ia meminta dengan memberitahu, “Engkau telah mengundangku untuk meminta tonikum-
tonikum ini, tetapi aku membutuhkan tonikum-tonikum itu;” jika ia meminta dengan
memberitahu, “Periode waktu yang mana engkau mengundangku untuk meminta telah berlalu,
tetapi aku membutuhkan tonikum;” jika itu berasal dari kerabat; jika itu dari mereka yang telah
menyampaikan undangan; jika itu adalah demi manfaat orang lain; jika itu diperoleh dari harta
kekayaannya sendiri; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang Mahānāma, yang ketujuh, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

48. Aturan Latihan tentang Bala Tentara

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Raja
Pasenadi dari Kosala sedang berbaris keluar bersama dengan bala tentara, dan para bhikkhu dari
kelompok enam ingin melihatnya. Ketika Raja Pasenadi melihat para bhikkhu datang, ia
memanggil mereka dan berkata, “Para Mulia, mengapakah kalian datang ke sini?”
“Kami ingin melihat Baginda.”
“Apalah gunanya melihat aku mencari kesenangan dalam peperangan? Tidakkah kalian
seharusnya melihat Sang Buddha?”
Dan orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para monastik
Sakya pergi melihat bala tentara? Adalah kemalangan bahwa kami harus pergi bersama bala
tentara demi penghidupan kami dan karena istri-istri dan anak-anak kami.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam pergi melihat bala tentara?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian bersikap
seperti ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘‘Jika seseorang pergi melihat bala tentara, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian seorang bhikkhu tertentu memiliki seorang paman di dalam bala tentara
yang sedang sakit. Pamannya mengirim pesan kepada bhikkhu itu: “Aku bersama bala tentara
dan aku sakit. Datanglah, Yang Mulia, aku ingin engkau datang.”
Mengetahui bahwa Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan yang melarang pergi melihat
bala tentara, bhikkhu itu berpikir, “Pamanku di dalam bala tentara sedang sakit. Apakah yang
harus kulakukan sekarang?” dan ia memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha
membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk mendatangi bala tentara jika ada
alasan yang pantas.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang pergi melihat bala tentara, kecuali jika ada alasan yang pantas, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bala tentara:
Bala tentara itu telah meninggalkan wilayah berpenghuni dan apakah sedang berkemah atau
berbaris.
Bala tentara:
Unit Gajah, unit kuda, unit kereta, unit pejalan kaki. Satu unit gajah terdiri dari dua belas orang;
satu unit kuda terdiri dari tiga orang; satu unit kereta terdiri dari empat orang; satu unit pejalan
kaki terdiri dari empat orang memegang anak panah.

Jika ia sedang dalam perjalanan untuk melihatnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Di manapun ia berdiri untuk melihatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Setiap kali ia pergi ke luar jarak pandang dan kemudian melihatnya lagi, ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Kecuali jika ada alasan yang pantas:


Jika ada alasan yang membenarkan.

Permutasi
Jika itu adalah bala tentara, dan ia menyadarinya sebagai bala tentara, dan ia pergi melihatnya,
kecuali jika ada alasan yang pantas, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah bala tentara, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia pergi
melihatnya, kecuali jika ada alasan yang pantas, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika itu adalah bala tentara, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai bala
tentara, dan ia pergi melihatnya, kecuali jika ada alasan yang pantas, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia sedang dalam perjalanan untuk melihat satu kelompok dari empat kelompok bala tentara,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Di manapun ia berdiri untuk melihatnya, ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setiap kali ia pergi ke luar jarak pandang dan kemudian
melihatnya lagi, ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu bukan bala tentara, tetapi ia menyadarinya sebagai bala tentara, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan bala tentara, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan bala tentara, dan ia tidak
menyadarinya sebagai bala tentara, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia melihatnya sambil berdiri di dalam sebuah vihara; jika bala tentara
itu mendatangi tempat di mana si bhikkhu sedang berdiri, duduk, atau berbaring; Jika ia
melihatnya sambil berjalan di arah yang berlawanan; jika ia memiliki alasan yang pantas; jika
terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang bala tentara, yang kedelapan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

49. Aturan Latihan tentang Berdiam


Bersama dengan Bala Tentara

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam mendatangi bala tentara untuk suatu urusan, dan berdiam di sana
selama lebih dari tiga malam. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para monastik Sakya berdiam bersama dengan bala tentara? Adalah kemalangan bahwa
kami harus pergi bersama bala tentara demi penghidupan kami dan karena istri-istri dan anak-
anak kami.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam berdiam bersama dengan bala tentara?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa
kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian bersikap
seperti ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika bhikkhu itu memiliki alasan untuk mendatangi bala tentara, ia boleh berdiam
bersama dengan bala tentara selama dua atau tiga malam. Jika ia berdiam lebih lama dari
itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Jika bhikkhu itu memiliki alasan untuk mendatangi bala tentara:
Jika ia memiliki alasan, jika ia harus melakukan sesuatu.
Ia boleh berdiam bersama dengan bala tentara selama dua atau tiga malam:
Ia boleh menetap selama dua atau tiga malam.
Jika ia berdiam lebih lama dari itu:
Jika ia berdiam bersama dengan bala tentara pada saat matahari terbenam pada hari keempat,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika lebih dari tiga malam, dan ia menyadarinya sebagai lebih, dan ia berdiam bersama dengan
bala tentara, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika lebih dari tiga
malam, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia berdiam bersama dengan bala tentara, maka
ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika lebih dari tiga malam, tetapi ia
menyadarinya sebagai kurang, dan ia berdiam bersama dengan bala tentara, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika kurang dari tiga malam, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari tiga malam, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari tiga malam, dan ia
menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia berdiam selama dua atau tiga malam; jika berdiam selama kurang
dari dua atau tiga malam; jika ia berdiam selama dua malam, kemudian pergi sebelum fajar pada
malam ketiga, dan kemudian berdiam lagi; jika ia berdiam karena ia sakit; jika ia berdiam karena
ia harus merawat seseorang yang sakit; jika bala tentara itu terhalang oleh bala tentara musuh;
jika ia dihalangi untuk pergi; jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang bala tentara, yang kesembilan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Petapa Telanjang

50. Aturan Latihan tentang Peperangan

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam menetap bersama dengan bala tentara selama dua atau tiga malam.
Mereka pergi melihat peperangan, peninjauan pasukan, pengerahan bala tentara, dan inspeksi
pasukan. Salah satu bhikkhu yang pergi ke medan perang tertembak anak panah. Orang-orang
mengodanya, “Kami harap engkau mengalami peperangan yang baik, Yang Mulia. Berapa banyak
korban yang engkau tembak?” dan karena mereka menggodanya, ia menjadi malu.
Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para
monastik Sakya pergi melihat peperangan? Adalah kemalangan bahwa kami harus pergi
berperang demi penghidupan kami dan karena istri-istri dan anak-anak kami.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam pergi melihat peperangan?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian bersikap
seperti ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu yang menetap bersama dengan bala tentara selama dua atau tiga
malam pergi melihat peperangan, peninjauan pasukan, pengerahan bala tentara, dan
inspeksi pasukan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Jika seorang bhikkhu yang menetap bersama dengan bala tentara selama dua atau tiga
malam:
Ia menetap selama dua atau tiga malam.
Perang:
Di manapun pertempuran terlihat.
Peninjauan pasukan:
Seberapa banyak gajah, seberapa banyak kuda, seberapa banyak kereta, seberapa banyak
pasukan pejalan kaki.
Pengerahan bala tentara:
Gajah-gajah harus diberangkatkan dari sini; kuda-kuda harus diberangkatkan dari sini; kereta-
kereta harus diberangkatkan dari sini; pasukan pejalan kaki harus diberangkatkan dari sini.
Pasukan:
Pasukan gajah, pasukan kuda, pasukan kereta, pasukan pejalan kaki. Pasukan gajah terkecil
adalah tiga gajah; pasukan kuda terkecil adalah tiga kuda; pasukan kereta terkecil adalah tiga
kereta; pasukan pejalan kaki terkecil adalah empat orang dengan anak panah di tangan.

Jika ia sedang dalam perjalanan untuk pergi melihatnya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Di manapun ia berdiri melihatnya, ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Setiap kali ia pergi ke luar jarak pandang dan kemudian melihatnya
lagi, ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia sedang dalam perjalanan untuk melihat satu divisi dari empat bala tentara, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Di manapun ia berdiri melihatnya, ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Setiap kali ia pergi ke luar jarak pandang dan kemudian
melihatnya lagi, ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia melihatnya sambil berdiri di dalam sebuah vihara; jika bala tentara
itu mendatangi tempat di mana si bhikkhu sedang berdiri, duduk, atau berbaring, dan kemudian
ia melihat peperangan; Jika ia melihatnya sambil berjalan dari arah yang berlawanan; jika ia
pergi karena ada sesuatu yang harus dilakukan, dan ia kemudian melihatnya; jika terjadi situasi
darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang peperangan, yang kesepuluh, selesai

SUB-BAB KELIMA TENTANG PETAPA TELANJANG SELESAI


Berikut ini adalah rangkumannya:

“Kue, berbicara, tiga tentang Upananda,


Dan memang menyokong;
Mahānāma, Pasenadi,
Bala tentara, dan tertembak: itu adalah sepuluh.”
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

51. Aturan Latihan Meminum Minuman


Beralkohol

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang mengembara di negeri Ceti dalam perjalanan menuju
Bhaddavatikā, Beliau terlihat oleh sejumlah gembala-sapi, gembala-kambing, petani-petani, dan
para pengelana. Mereka berkata kepada Beliau, “Yang Mulia, jangan pergi ke Ambatittha. Ada
naga yang sangat berbisa yang memiliki kekuatan batin di sana, di pertapaan seorang petapa
berambut gimbal. Jangan sampai naga itu melukaimu.” Sang Buddha berdiam diri. Mereka
mengulangi permintaan mereka untuk kedua kali dan ketiga kalinya, dan Sang Buddha masih
berdiam diri.
Kemudian Sang Buddha melanjutkan perjalanan menuju Bhaddavatikā, dan Beliau berdiam di
sana.
Saat itu baru saja Yang Mulia Sāgata mendatangi pertapaan sang petapa berambut gimbal
tersebut dan memasuki gubuk apinya. Setelah menghamparkan alas duduk jerami, ia duduk
bersila, menegakkan tubuhnya, dan menegakkan perhatian di depannya. Melihat bahwa Sāgata
telah memasuki gubuk api, naga itu menjadi marah dan memancarkan asap. Sāgata juga
memancarkan asap. Naga itu tidak mampu menahan kemarahannya dan memancarkan api.
Sāgata juga memasuki elemen api dan ia juga memancarkan api. Kemudian, setelah menaklukkan
api dengan api, Sāgata pergi menuju Bhaddavatikā.
Setelah berdiam di Bhaddavatikā selama yang Beliau kehendaki, Sang Buddha melakukan
perjalanan menuju Kosambī.
Ketika Beliau tiba, para umat awam di sana menyambut Beliau.
Tetapi umat-umat awam di Kosambī telah mendengar tentang Sāgata bertarung melawan naga
Ambatittha. Oleh karena itu setelah menyambut Sang Buddha, mereka pergi mengunjungi
Sāgata. Mereka bersujud, berdiri di satu sisi, dan berkata, “Yang Mulia, apakah yang dapat kami
persiapkan untukmu yang lezat namun sulit diperoleh?”
Para bhikkhu dari kelompok enam menjawab, “Ada minuman lezat yang disebut Kāpotikā, yang
sulit sulit bagi para bhikkhu untuk mendapatkannya. Persiapkanlah itu.”
Dan umat-umat awam mempersiapkan Kāpotika di setiap rumah. Kemudian, ketika mereka
melihat bahwa Sāgata telah memasuki pemukiman untuk mengumpulkan dana maknan, mereka
berkata kepadanya, “Minumlah, Yang Mulia, minum minuman Kāpotika.” Sāgata meminum
minuman itu dari rumah ke rumah, dan ketika ia meninggalkan pemukiman, ia jatuh pingsan di
gerbang pemukiman.
Saat itu Sang Buddha, bersama dengan sejumlah para bhikkhu, juga sedang meninggalkan
pemukiman, dan Beliau melihat Sāgata di gerbang pemukiman. Beliau berkata, “Para bhikkhu,
“angkatlah Sāgata.” Dengan berkata, “Baik, Yang Mulia,” mereka membawanya ke vihara, di
mana mereka membaringkannya dengan kepalanya menghadap Sang Buddha. Tetapi Sāgata
berbalik, mengarahkan kakinya menghadap Sang Buddha.
Sang Buddha berkata, “Sebelumnya, para bhikkhu, tidakkah Sāgata menghormat dan sopan
terhadapKu?”
“Benar.”
“Tetapi apakah sekarang masih demikian?”
“Tidak.”
“Baru-baru ini, tidakkah Sāgata bertarung melawan naga Ambatittha?”
“Benar.”
“Apakah sekarang ia mampu bertarung melawan naga?”
“Tidak.”
“Kalau begitu, para bhikkhu, bolehkah seseorang meminum apa yang membuatnya kehilangan
kesadaran?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Tidaklah benar, para bhikkhu, tidaklah sepantasnya bagi Sāgata, tidaklah selayaknya bagi
seorang monastik, tidak boleh dilakukan. Bagaimana mungkin Sāgata meminum minuman
beralkohol? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu meminum minuman beralkohol jenis ini atau itu, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Minuman beralkohol jenis ini:
Minuman beralkohol dari tepung, minuman beralkohol dari kue-kue, minuman beralkohol dari
beras, minuman-minuman yang ditambahkan ragi, minuman-minuman yang terbuat dari
kombinasi berbagai bahan.
Minuman beralkohol jenis itu:
Minuman beralkohol yang terbuat dari bunga-bunga, minuman beralkohol yang terbuat dari
buah, minuman beralkohol yang terbuat dari madu, minuman beralkohol yang terbuat dari gula,
minuman beralkohol yang terbuat dari kombinasi berbagai bahan.
Minuman:
Jika ia meminum bahkan sebanyak ujung helai rumput, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Permutasi
Jika ia itu adalah minuman beralkohol, dan ia menyadarinya sebagai minuman beralkohol, dan ia
meminumnya, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika itu adalah
minuman beralkohol, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia meminumnya, maka ia
melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika ia itu adalah minuman beralkohol, tetapi
ia tidak menyadarinya sebagai minuman beralkohol, dan ia meminumnya, maka ia melakukan
pelanggaran mengharuskan penebusan.
Jika itu bukan minuman beralkohol, tetapi ia menyadarinya sebagai minuman beralkohol, maka
ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan minuman beralkohol, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan minuman
beralkohol, tetapi ia menyadarinya sebagai bukan minuman beralkohol, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia meminum minuman non-alkohol yang memiliki warna, aroma,
atau rasa yang menyerupai minuman beralkohol; jika dimasak dalam kari kacang; jika dimasak
dengan daging; jika dimasak dengan minyak; jika ada di dalam sirup yang terbuat dari buah
malaka; jika ia meminum minuman yang biasanya beralkohol, tetapi sebenarnya tidak
beralkohol; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang minuman beralkohol, yang pertama, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

52. Aturan Latihan Menggelitik

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam menggelitik seorang bhikkhu dari kelompok tujuh belas untuk
membuatnya tertawa. Karena tidak bisa bernapas, ia tewas.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam menggelitik seorang bhikkhu untuk membuatnya
tertawa?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘‘Jika seorang bhikkhu menggelitik seseorang, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Menggelitik orang lain:
Jika seorang yang sepenuhnya ditahbiskan menyentuh orang lain yang sepenuhnya ditahbiskan,
tubuh dengan tubuh, dengan tujuan untuk membuatnya tertawa, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika orang lainnya itu sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, dan ia menggelitiknya untuk membuatnya tertawa, maka ia melakukan pelanggaran
mengharuskan penebusan. Jika orang lainnya itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia menggelitiknya untuk membuatnya tertawa, maka ia melakukan
pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika orang lainnya itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia
tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menggelitiknya untuk membuatnya
tertawa, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan.
Jika, dengan tubuhnya sendiri, ia menyentuh apa yang terhubung dengan tubuh bhikkhu lain,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika, dengan apa yang terhubung dengan
tubuhnya sendiri, ia menyentuh tubuh bhikkhu lain, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika, dengan apa yang terhubung dengan tubuhnya sendiri, ia menyentuh apa yang
terhubung dengan tubuh bhikkhu lain, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika, dengan melepaskan sesuatu, ia menyentuh tubuh bhikkhu lain, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika, dengan melepaskan sesuatu, ia menyentuh apa yang
terhubung dengan tubuh bhikkhu lain, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika,
dengan melepaskan sesuatu, ia menyentuh apa yang dilepaskan oleh bhikkhu lain, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika, dengan tubuhnya sendiri, ia menyentuh tubuh seseorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika, dengan tubuhnya sendiri, ia
menyentuh apa yang terhubung dengan tubuh seseorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika, dengan apa yang terhubung dengan
tubuhnya, ia menyentuh tubuh seseorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika, dengan apa yang terhubung dengan tubuhnya, ia
menyentuh apa yang terhubung dengan tubuh seorang yang tidak sepenuhnya ditabbiskan, maka
ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika, dengan melepaskan sesuatu, ia menyentuh tubuh seseorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika, dengan melepaskan sesuatu,
ia menyentuh apa yang terhubung dengan tubuh seseorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika, dengan melepaskan sesuatu, ia
menyentuh apa yang dilepaskan oleh seseorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika orang lainnya itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang lainnya itu tidak
sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
mengharuskan perbuatan salah. Jika orang lainnya itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia
tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran
mengharuskan perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia bertujuan untuk membuatnya tertawa; jika ia menyentuhnya
ketika memang diperlukan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang menggelitik, yang kedua, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

53. Aturan Latihan tentang Bermain

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok tujuh belas sedang bermain air di sungai Aciravatī. Saat itu, sewaktu Raja
Pasenadi dari Kosala sedang berada di rumah panggung terbaiknya bersama Ratu Mallikā, ia
melihat para bhikkhu dari kelompok tujuh belas sedang bermain dalam sungai. Ia berkata kepada
Ratu Mallikā, “Mallikā, para sempurna ini sedang bermain dalam air.”
“Baginda, tidak diragukan lagi Sang Buddha belum menetapkan aturan latihan. Apakah memang
begitu, atau para bhikkhu ini adalah orang-orang dungu.”
Raja Pasenadi berpikir, “Bagaimanakah agar Sang Buddha mengetahui tentang para bhikkhu ini
bermain dalam air tanpa aku memberitahu Beliau?”
Setelah memanggil para bhikkhu itu, Raja Pasenadi memberi mereka sebongkah besar gula,
dengan mengatakan “Para Mulia, sudilah memberikan bongkahan gula ini kepada Sang Buddha.”
Para bhikkhu itu mengambil bongkahan gula itu, mendatangi Sang Buddha, dan berkata, “Yang
Mulia, bongkahan gula ini adalah pemberian dari Raja Pasenadi.”
“Tetapi, para bhikkhu, di manakah kalian bertemu Raja?”
“Di sungai Aciravatī, ketika sedang bermain dalam air.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian bermain
dalam air? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu bermain dalam air, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Bermain dalam air:
Jika, dengan tujuan untuk bersenang-senang, ia menyelam atau keluar ke permukaan atau
berenang di dalam air yang lebih dalam dari semata kaki, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Permutasi
Jika ia sedang bermain dalam air, dan ia menyadarinya sebagai bermain dalam air, maka ia
melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika ia sedang bermain dalam air, tetapi ia
tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika ia
sedang bermain dalam air, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai bermain dalam air, maka ia
melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan.
Jika ia sedang bermain di dalam air yang dalamnya kurang dari semata kaki, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia sedang bermain perahu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia menepuk air dengan tangannya, dengan kakinya, dengan kayu, atau dengan batu, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia bermain air dengan kendi, atau dengan bubur, susu, dadih, pewarna, air kencing, atau
lumpur dalam kendi, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia tidak sedang bermain dalam air, tetapi ia menyadarinya sebagai bermain dalam air, maka
ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak sedang bermain dalam air, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak sedang
bermain dalam air, dan ia tidak menyadarinya sebagai bermain dalam air, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia tidak bertujuan untuk bersenang-senang; jika ada sesuatu yang
harus ia lakukan, ia masuk ke dalam air dan kemudian menyelam atau keluar ke permukaan atau
berenang; jika, sewaktu menyeberangi air, ia menyelam atau keluar ke permukaan atau
berenang; jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang bermain, yang ketiga, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

54. Aturan Latihan tentang Tidak Hormat

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Kosambi di Vihara Ghosita, Yang Mulia
Channa sedang berperilaku buruk. Para bhikkhu berkata kepadanya, “Channa, jangan lakukan
itu; itu tidak diperbolehkan,” dan ia akan melakukannya lagi karena tidak hormat.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Channa bersikap dengan tidak hormat?” … “Benarkah, Channa, bahwa
engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu bersikap tidak hormat, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Tidak hormat:
Ada dua jenis tidak hormat: tidak hormat pada orang dan tidak hormat pada aturan.
Tidak hormat pada orang:
Jika, ketika dikoreksi oleh seseorang yang sepenuhnya ditahbiskan tentang suatu aturan yang
telah ditetapkan, ia berpikir, “Mereka telah dikeluarkan,” “Mereka telah ditegur,” “Mereka telah
dicela,” dan kemudian, “Aku tidak akan melakukan apa yang mereka katakan,” dan ia bertindak
dengan tidak hormat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Tidak hormat pada aturan:
Jika, ketika dikoreksi oleh seseorang yang sepenuhnya ditahbiskan tentang suatu aturan yang
telah ditetapkan, ia berpikir, “Apakah yang dapat dilakukan agar aturan ini hilang?” “Apakah
yang dapat dilakukan agar aturan ini musnah?” atau “Apakah yang dapat dilakukan agar aturan
ini lenyap?” atau ia tidak ingin berlatih dalam aturan itu, dan ia bertindak dengan tidak hormat,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Permutasi
Jika orang lain itu sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, dan ia bertindak dengan tidak hormat, maka ia melakukan pelanggaran
mengharuskan penebusan. Jika orang lain itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia bertindak dengan tidak hormat, maka ia melakukan pelanggaran
mengharuskan penebusan. Jika orang lain itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak
menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, dan ia bertindak dengan tidak hormat, maka ia
melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan.
Jika, ketika dikoreksi mengenai sesuatu yang belum ditetapkan, ia berpikir, “Ini tidak kondusif
untuk pelenyapan kekotoran,” “Ini tidak kondusif untuk praktik pertapaan,” “Ini tidak kondusif
untuk menginspirasi,” “Ini tidak kondusif untuk berkurangnya hal-hal,” atau “Ini tidak kondusif
untuk menjadi bersemangat,” dan ia bertindak dengan tidak hormat, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika, ketika dikoreksi oleh seseorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, apakah aturan itu sudah atau belum ditetapkan, ia berpikir, “Ini tidak kondusif
untuk pelenyapan kekotoran,” “Ini tidak kondusif untuk praktik pertapaan,” “Ini tidak kondusif
untuk menginspirasi,” “Ini tidak kondusif untuk berkurangnya hal-hal,” atau “Ini tidak kondusif
untuk menjadi bersemangat,” dan ia bertindak dengan tidak hormat, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika orang lain itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang lain itu tidak
sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika orang lain itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya
sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengatakan, “Ini adalah bagaimana kami diajarkan dan diuji oleh
guru-guru kami;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang tidak hormat, yang keempat, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

55. Aturan Latihan tentang Menakut-


nakuti

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikhu dari kelompok enam menakut-nakuti para bhikkhu dari kelompok tujuh belas. Mereka
menangis. Para bhikkhu lainnya bertanya kepada mereka mengapa mereka menangis, dan
mereka memberitahukan.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin para bhikhu dari kelompok enam menakut-nakuti para bhikkhu?” … “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal ini?
Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menakut-nakuti seorang bhikkhu, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhu:
Bhikkhu lainnya.
Menakut-nakuti:
Jika seorang yang sepenuhnya ditahbiskan, karena ingin menakit-nakuti seorang lainnya yang
sepenuhnya ditahbiskan, mengatur suatu pemandangan, suara, bau-bauan, rasa kecapan, atau
kontak fisik, maka apakah bhikkhu lainnya itu ketakutan atau tidak, ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika ia menceritakan kepadanya tentang hutan belantara yang
didiami oleh para penjahat, binatang-binatang buas, atau siluman-siluman, maka apakah
bhikkhu lainnya itu ketakutan atau tidak, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika orang lain itu sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, dan ia menakut-nakutinya, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan
penebusan. Jika orang lain itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan
ia menakut-nakutinya, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika orang
lain itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan,
dan ia menakut-nakutinya, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan.
Jika, karena ingin menakut-nakuti seseorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, ia mengatur
suatu pemandangan, suara, bau-bauan, rasa kecapan, atau kontak fisik, maka apakah bhikkhu
lainnya itu ketakutan atau tidak, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia
menceritakan kepadanya tentang hutan belantara yang didiami oleh para penjahat, binatang-
binatang buas, atau siluman-siluman, maka apakah bhikkhu lainnya itu ketakutan atau tidak, ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika orang lain itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang lain itu tidak
sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika orang lain itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya
sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengatur suatu pemandangan, suara, bau-bauan, rasa kecapan,
atau kontak fisik, atau ia menceritakan kepadanya tentang hutan belantara yang didiami oleh
para penjahat, binatang-binatang buas, atau siluman-siluman, tetapi bukan karena ia ingin
menakut-nakuti siapapun; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang menakut-nakuti, yang kelima, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

56. Aturan Latihan tentang Api

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di negeri Bhagga di Susumāragira di Hutan
Bhesakaḷā, taman rusa. Pada saat itu, selama musim dingin, para bhikkhu menghangatkan badan
dengan menyalakan api pada kayu berongga. Karena panas oleh api, sekor ular hitam keluar dari
kayu dan menyerang para bhikkhu. Para bhikkhu berlarian kesana kemari.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin para bhikhu itu menyalakan api untuk menghangatkan badan?” … “Benarkah, para
bhikkhu, bahwa para bhikkhu melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya mereka “Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu menyalakan api untuk menghangatkan diri, atau menyuruh orang
lain menyalakan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Pada suatu ketika sejumlah bhikkhu jatuh sakit. Para bhikkhu yang merawat mereka berkata,
“Aku harap kalian bertahan. Aku harap kalian menjadi lebih baik.”
“Sebelumnya kami menyalakan api untuk menghangatkan diri, dan kemudian kami merasa
nyaman. Tetapi sekarang Sang Buddha telah melarang hal ini, kami tidak menghangatkan badan
karena takut melakukan kesalahan. Karena itu kami tidak merasa nyaman.”
Mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan
berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan bhikkhu yang sakit untuk menyalakan api untuk
menghangatkan badan, atau menyuruh orang lain menyalakannya.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan awal kedua
‘Jika seorang bhikkhu yang tidak sakit menyalakan api untuk menghangatkan diri, atau
menyuruh orang lain menyalakan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah ketiga
Setelah itu para bhikkhu tidak menyalakan lampu, api kecil, atau sauna karena mereka takut
melakukan kesalahan. Mereka memberitahu Sang Buddha …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian menyalakan api, atau menyuruh orang lain
menyalakan, jika ada alasan yang tepat.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu yang tidak sakit menyalakan api untuk menghangatkan diri, atau
menyuruh orang lain menyalakan, kecuali jika ada alasan yang tepat, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Yang tidak sakit:
Yang merasa nyaman tanpa api.
Yang sakit:
Yang tidak merasa nyaman tanpa api.
Untuk menghangatkan diri:
Ingin memanaskan dirinya.
Api:
Yang dimaksudkan adalah kobaran api.
Menyalakan:
Jika ia menyalakannya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Menyuruh orang lain menyalakan:
Jika ia menyuruh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia hanya menyuruh satu kali, maka bahkan jika orang itu menyalakan banyak api, ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Kecuali jika ada alasan yang tepat:
Kecuali ada alasan yang membenarkan.

Permutasi
Jika ia tidak sakit, dan ia tidak menyadari dirinya sebagai sakit, dan ia menyalakan api untuk
menghangatkan badan, atau menyuruh orang lain menyalakan, kecuali jika ada alasan yang
tepat, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika ia tidak sakit, tetapi ia
tidak dapat memastikannya, dan ia menyalakan api untuk menghangatkan badan, atau
menyuruh orang lain menyalakan, kecuali jika ada alasan yang tepat, maka ia melakukan
pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika ia tidak sakit, tetapi ia menyadari dirinya sebagai
sakit, dan ia menyalakan api untuk menghangatkan badan, atau menyuruh orang lain
menyalakan, kecuali jika ada alasan yang tepat, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan
penebusan.
Jika ia mengembalikan sepotong kayu terbakar yang terjatuh, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika ia sakit, tetapi ia tidak menyadari dirinya sebagai sakit, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika ia sakit, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia sakit, dan ia menyadari dirinya sebagai sakit,
maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia sakit; jika ia menghangatkan badan pada api yang dinyalakan oleh
orang lain; jika ia menghangatkan badan pada bara tanpa api; jika ia menyalakan lampu, api
kecil, atau sauna, ketika ada alasan yang tepat; jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia
adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang api, yang keenam, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

57. Aturan Latihan tentang Mandi

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka
tupai, para bhikkhu sedang mandi di sumber air panas. Saat itu Raja Seniya Bimbisāra dari
Magadha pergi ke sumber air panas tersebut, berniat untuk mencuci rambutnya. Ia dengan
hormat menunggu hingga para bhikkhu selesai, tetapi mereka terus mandi hingga hari gelap.
Hanya setelah itu Raja Bimbisāra dapat mencuci rambutnya. Dan karena gerbang kota telah
ditutup, ia terpaksa melewatkan malam di luar kota.
Keesokan paginya, dengan riasan wajah masih ada, ia mendatangi Sang Buddha, bersujud, dan
duduk. Sang Buddha berkata kepadanya, “Baginda, mengapakah engkau sudah datang begitu
pagi, dengan riasan wajah masih ada?” Sang Raja memberitahu Beliau apa yang telah terjadi.
Kemudian Sang Buddha memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakannya dengan
suatu ajaran, setelah itu Sang Raja bangkit dari duduknya, bersujud, mengelilingi Beliau dengan
sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.
Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu: “Benarkah,
para bhikkhu, bahwa para bhikkhu mandi tanpa mengenal cukup, bahkan setelah melihat Sang
Raja?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya mereka “Bagaimana mungkin orang-orang dungu bertindak seperti
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu mandi dalam selang waktu kurang dari setengah bulan, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian, karena mereka takut melakukan kesalahan, para bhikkhu tidak mandi
ketika hari panas atau ketika mereka demam, dan mereka pergi tidur dengan tubuh berkeringat.
Sebagai akibatnya, jubah dan tempat tidur mereka menjadi kotor. Mereka memberitahu Sang
Buddha. Segera setelah itu Beliau membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, Jika hari panas atau kalian mengalami demam, Aku memperbolehkan
kalian mandi dengan selang kurang dari setengah bulan.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kedua


‘Jika seorang bhikkhu mandi dalam selang waktu kurang dari setengah bulan, kecuali pada
kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Ini adalah kesempatan yang diperbolehkan: saat itu adalah periode dua
setengah bulan musim panas dan musim demam, yang terdiri dari satu setengah bulan
terakhir musim panas dan bulan pertama musim hujan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah ketiga
Tidak lama kemudian beberapa bhikkhu jatuh sakit. Para bhikkhu yang merawat mereka
berkata, “Aku harap kalian bertahan. Aku harap kalian menjadi lebih baik.”
“Sebelumnya kami mandi dalam selang waktu kurang dari setengah bulan, dan kemudian kami
merasa nyaman. Tetapi sekarang Sang Buddha telah melarang hal ini, kami tidak mandi karena
takut melakukan kesalahan. Karena itu kami tidak merasa nyaman.”
Mereka memberitahu Sang Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan bhikkhu yang sakit untuk mandi dalam selang
waktu kurang dari setengah bulan.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal ketiga


‘Jika seorang bhikkhu mandi dalam selang waktu kurang dari setengah bulan, kecuali pada
kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Ini adalah kesempatan yang diperbolehkan: saat itu adalah periode dua
setengah bulan musim panas dan musim demam, yang terdiri dari satu setengah bulan
terakhir musim panas dan bulan pertama musim hujan; ia sedang sakit.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah keempat
Tidak lama kemudian para bhikkhu sedang melakukan pekerjaan pembangunan, tetapi karena
mereka takut melakukan kesalahan maka mereka tidak mandi. Sebagai akibatnya, mereka pergi
tidur dengan tubuh berkeringat, jubah dan tempat tidur mereka menjadi kotor. Mereka
memberitahu Sang Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan bhikkhu yang sakitkalian untuk mandi dalam selang
waktu kurang dari setengah bulan ketika kalian sedang bekerja.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan awal keempat
‘Jika seorang bhikkhu mandi dalam selang waktu kurang dari setengah bulan, kecuali pada
kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Ini adalah kesempatan yang diperbolehkan: saat itu adalah periode dua
setengah bulan musim panas dan musim demam, yang terdiri dari satu setengah bulan
terakhir musim panas dan bulan pertama musim hujan; ia sedang sakit; ia sedang
bekerja.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kelima
Tidak lama kemudian para bhikkhu sedang melakukan perjalanan, tetapi karena mereka takut
melakukan kesalahan maka mereka tidak mandi. Sebagai akibatnya, mereka pergi tidur dengan
tubuh berkeringat, jubah dan tempat tidur mereka menjadi kotor. Mereka memberitahu Sang
Buddha. …
“Para bhikkhu, Aku memperbolehkan bhikkhu yang sakitkalian untuk mandi dalam selang
waktu kurang dari setengah bulan ketika kalian sedang melakukan perjalanan.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kelima


‘Jika seorang bhikkhu mandi dalam selang waktu kurang dari setengah bulan, kecuali pada
kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Ini adalah kesempatan yang diperbolehkan: saat itu adalah periode dua
setengah bulan musim panas dan musim demam, yang terdiri dari satu setengah bulan
terakhir musim panas dan bulan pertama musim hujan; ia sedang sakit; ia sedang bekerja;
ia sedang melakukan perjalanan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah keenam
Tidak lama kemudian sejumlah bhikkhu sedang membuat jubah di ruang terbuka, ketika mereka
diserang oleh angin berdebu dan hujan lebat. Tetapi karena mereka takut melakukan kesalahan
maka mereka tidak mandi. Sebagai akibatnya, mereka pergi tidur dalam kondisi lembab. Sebagai
akibatnya jubah dan tempat tidur mereka menjadi kotor. Mereka memberitahu Sang Buddha. …
“Para bhikkhu, jika terjadi angin dan hujan, Aku memperbolehkan kalian untuk mandi
dalam selang waktu kurang dari setengah bulan.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu mandi dalam selang waktu kurang dari setengah bulan, kecuali pada
kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Ini adalah kesempatan yang diperbolehkan: saat itu adalah periode dua
setengah bulan musim panas dan musim demam, yang terdiri dari satu setengah bulan
terakhir musim panas dan bulan pertama musim hujan; ia sedang sakit; ia sedang bekerja;
ia sedang melakukan perjalanan; terjadi angin dan hujan.’”
Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Dalam selang waktu kurang dari setengah bulan:
Setelah kurang dari setengah bulan.
Mandi:
Jika ia mandi menggunakan bubuk atau sabun, maka untuk setiap usaha, terjadi tindakan
perbuatan salah. Ketika selesai mandi, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan:
Kecuali jika saat itu adalah kesempatan yang diperbolehkan.
Musim panas:
Satu setengah bulan terakhir musim panas.
Musim demam:
Bulan pertama musim hujan. Selama periode dua setengah bulan musim panas dan musim
demam, ia boleh mandi.
Ia sedang sakit:
Ia merasa tidak nyaman tanpa mandi. Jika ia sakit, maka ia boleh mandi.
Ia sedang bekerja:
Bahkan jika ia hanya menyapu halaman sebuah bangunan. Jika ia sedang bekerja, maka ia boleh
mandi.
Ia sedang melakukan perjalanan:
Jika ia berniat untuk berjalan enam kilometer, maka ia boleh mandi; sewaktu dalam perjalanan,
ia boleh mandi; setelah perjalanan, ia boleh mandi.
Terjadi angin dan hujan:
Para bhikkhu diserang angin berdebu, dan dua atau tiga tetes air hujan pada tubuh mereka. Jika
terjadi angin dan hujan, mereka boleh mandi.

Permutasi
Jika itu adalah dalam selang waktu kurang dari setengah bulan, dan ia menyadarinya sebagai
kurang, dan ia mandi, kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan
pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika itu adalah dalam selang waktu kurang dari setengah
bulan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia mandi, kecuali pada kesempatan yang
diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika itu adalah dalam
selang waktu kurang dari setengah bulan, tetapi ia menyadari dirinya sebagai lebih, dan ia
mandi, kecuali pada kesempatan yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran
mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah dalam selang waktu lebih dari setengah bulan, tetapi ia menyadarinya sebagai
kurang, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah dalam selang waktu
lebih dari setengah bulan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika itu adalah dalam selang waktu lebih dari setengah bulan, dan ia
menyadarinya sebagai lebih, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika itu adalah kesempatan yang diperbolehkan; jika ia mandi dalam
selang waktu setengah bulan; jika ia mandi dalam selang waktu lebih dari setengah bulan; jika ia
mandi ketika menyeberangi perairan; jika ia tidak berada di dataran Gangga tengah; jika terjadi
situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang mandi, yang ketujuh, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

58. Aturan Latihan tentang Memberi Tanda

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
sejumlah bhikkhu dan pengembara dirampok ketika sedang melakukan perjalanan dari Sāketa
menuju Sāvatthī. Para pengawal raja pergi keluar dari Sāvatthi dan menangkap para perampok
dan rampasan mereka. Kemudian mereka mengirim pesan kepada para bhikkhu: “Para Mulia,
silakan datang dan ambil jubah-jubah kalian.” Tetapi para bhikkhu tidak dapat
mengidentifikasinya. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin
mereka tidak mengenali jubah mereka sendiri?”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan mereka memberitahu Sang Buddha. Sang
Buddha mengumpulkan Sangha, membabarkan ajaran tentang apa yang benar dan selayaknya,
dan kemudian berkata kepada para bhikkhu: “Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan
aturan latihan untuk sepuluh alasan berikut ini: demi kesejahteraan Sangha, demi kenyamanan
Sangha; demi mengekang orang-orang jahat, demi kemudahan para bhikkhu baik, demi
pengekangan kerusakan sehubungan dengan kehidupan saat ini, untuk pengekangan kerusakan
sehubungan dengan kehidupan-kehidupan masa depan, untuk memunculkan keyakinan pada
meereka yang tanpa keyakinan, untuk meningkatan keyakinan pada mereka yang telah
memilikinya, demi panjangnya umur Ajaran sejati, dan demi menyokong Latihan. Dan, para
bhikkhu, aturan Latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika seorang bhikkhu memperoleh jubah baru, ia harus memberikan satu dari tiga jenis
tanda: hijau-kebiruan, warna-lumpur, atau cokelat gelap. Jika seorang bhikkhu
menggunakan jubah baru tanpa memberikan salah satu dari ketiga jenis tanda ini, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Baru:
Yang dimaksudkan adalah sebuah tanda belum diberikan
Jubah:
Salah satu dari enam jenis jubah.
Ia harus memberikan satu dari tiga jenis tanda:
Bahkan jika ia hanya memberikan seujung helai rumput.
Hijau-kebiruan:
Ada dua jenis hijau-kebiruan: warna tembaga-sulfat dan warna daun.
Warna-lumpur:
Yang dimaksudkan adalah warna berair.
Cokelat gelap:
Apa pun yang gelap kecokelatan.
Jika seorang bhikkhu … tanpa memberikan salah satu dari ketiga jenis tanda ini:
Jika ia menggunakan jubah baru tanpa terlebih dulu memberikan salah satu dari ketiga jenis
tanda ini, bahkan hanya seujung helai rumput, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika belum ditandai, dan ia menyadarinya sebagai belum, dan ia menggunakan jubah itu, maka ia
melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika belum ditandai, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia menggunakan jubah itu, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan
penebusan. Jika belum ditandai, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, dan ia menggunakan
jubah itu, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan.
Jika sudah ditandai, tetapi ia menyadarinya sebagai belum, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika sudah ditandai, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika sudah ditandai, dan ia menyadarinya sebagai sudah, maka
tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia memberikan tanda dan menggunakannya; jika tanda itu telah
memudar; jika bagian di mana tanda itu berada menjadi usang; jika apa yang telah ditandai
dijahit bersama dengan apa yang belum ditandai; jika itu adalah tambalan; jika itu adalah tepian
memanjang; jika itu adalah tepian melintang; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan memberi tanda, yang kedelapan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

59. Aturan Latihan tentang Menyerahkan


Kepemilikan kepada Orang Lain

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Upananda orang Sakya telah menyerahkan kepemilikan sebuah jubah
kepada seorang bhikkhu yang adalah murid adiknya. Kemudian ia menggunakan jubah itu tanpa
bhikkhu itu melepaskannya. Bhikkhu itu memberitahu para bhikkhu, “Yang Mulia Upananda
menggunakan jubah yang telah ia serahkan kepadaku, walaupun aku belum melepaskannya.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik Upananda,
“Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda menggunakan jubah yang telah ia serahkan kepada
seorang bhikkhu, tanpa bhikkhu itu terlebih dulu melepaskannya?” … “Benarkah, Upananda,
bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika seorang bhikkhu menyerahkan sendiri kepemilikan atas sebuah jubah kepada
seorang bhikkhu, kepada seorang bhikkhunī, kepada seorang bhikkhunī percobaan kepada
seorang sāmaṇera atau kepada seorang sāmaṇerī, dan kemudian ia menggunakannya
tanpa yang lainnya terlebih dulu melepaskannya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bhikkhunī:
Ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.
Bhikkhunī percobaan:
Seorang yang berlatih dalam enam aturan selama dua tahun.
sāmaṇera:
Seorang laki-laki yang berlatih dalam sepuluh aturan latihan.
sāmaṇerī:
Seorang perempuan yang berlatih dalam sepuluh aturan latihan.
Sendiri:
Ia sendiri yang melakukan penyerahan itu.
Jubah:
Salah satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil daripada apa yang dapat
dialokasikan untuk orang lain.
Menyerahkan kepemilikan atas:
Ada dua jenis penyerahan: penyerahan dengan kehadiran dan penyerahan tanpa kehadiran.
Penyerahan dengan kehadiran:
Seseorang harus mengucapkan, “Aku menyerahkan kain-jubah ini kepadamu,” atau “Aku
menyerahkan kain-jubah ini kepada orang itu.”
Penyerahan tanpa kehadiran:
Seseorang berkata, “Aku memberikan kain-jubahh ini kepadamu untuk tujuan
menyerahkannya.” Yang lainnya harus menanyakan, “Siapakah teman atau rekanmu?” ia harus
menjawab, “si itu dan itu.” Yang lainnya harus berkata, “Aku memberikannya kepada mereka.
Silakan menggunakan benda milik mereka, memberikannya, atau melakukan apa pun yang
engkau kehendaki.”
Tanpa terlebih dulu melepaskannya:
Jika tidak diberikan kepadanya atau ia menggunakannya tanpa mengambilnya atas dasar
kepercayaan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika belum dilepaskan, dan ia menyadarinya sebagai belum, dan ia menggunakannya, maka ia
melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika belum dilepaskan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia menggunakanya, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan
penebusan. Jika belum dilepaskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, dan ia
menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan.
Jika ia menetapkannya atau memberikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika sudah dilepaskan, tetapi ia menyadarinya sebagai belum, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika sudah dilepaskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika sudah dilepaskan, dan ia menyadarinya sebagai sudah, maka
tidak ada pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika orang lain memberikannya; atau jika ia menggunakannya setelah
mengambil benda milik orang lain atas dasar kepercayaan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang menyerahkan kepemilikan kepada orang lain, yang kesembilan,
selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Meminum Alkohol

60. Aturan Latihan tentang


Menyembunyikan Jubah

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Suatu hari ketika para bhikkhu dari kelompok tujuh belas tidak menyimpan benda-benda
kebutuhan mereka, para bhikkhu dari kelompok enam menyembunyikan mangkuk dan jubah
mereka. Para bhikkhu dari kelompok tujuh belas berkata kepada mereka, “Kembalikan mangkuk
dan jubah kami.” Para bhikkhu dari kelompok enam tertawa, tetapi para bhikkhu dari kelompok
tujuh belas menangis.
Para bhikkhu bertanya kepada mereka, “Mengapakah kalian menangis?”
“Karena para bhikkhu dari kelompok enam telah menyembunyikan mangkuk dan jubah kami.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam menyembunyikan mangkuk dan jubah bhikkhu
lain?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menyembunyikan mangkuk, jubah, alas duduk, kotak jarum, atau
ikat pinggang milik bhikkhu lain, atau menyuruh orang lain menyembunyikan, bahkan
sekedar untuk bercanda, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Milik bhikkhu lain:
Yang dimiliki oleh bhikkhu lain.
Mangkuk:
Ada dua jenis mangkuk: mangkuk besi dan mangkuk keramik.
Jubah:
Salah satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil daripada apa yang dapat
dialokasikan untuk orang lain.
Alas duduk:
Yang dimaksudkan adalah yang memiliki tepian.
Kotak jarum:
Dengan atau tanpa jarum.
Ikat pinggang:
Ada dua jenis ikat pinggang: yang terbuat dari potongan kain dan yang terbuat dari usus babi.
Menyembunyikan:
Jika ia sendiri yang menyembunyikan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Menyuruh menyembunyikan:
Jika ia menyuruh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia menyuruh satu kali, maka bahkan jika orang lain itu menyembunyikan banyak benda, ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Bahkan sekedar untuk bercanda:
Bertujuan untuk bersenda gurau.

Permutasi
Jika bhikkhu lainnya sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, dan ia menyembunyikan mangkuk, jubah, alas duduk, kotak jarum, atau ikat
pinggangnya, bahkan sekedar untuk bercanda, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan
penebusan. Jika bhikkhu lainnya sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya,
dan ia menyembunyikan mangkuk, jubah, alas duduk, kotak jarum, atau ikat pinggangnya,
bahkan sekedar untuk bercanda, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika
bhikkhu lainnya sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, dan ia menyembunyikan mangkuk, jubah, alas duduk, kotak jarum, atau ikat
pinggangnya, bahkan sekedar untuk bercanda, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan
penebusan.
Jika ia menyembunyikan benda kebutuhan lain, atau menyuruh menyembunyikan, bahkan
sekedar untuk bercanda, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia
menyembunyikan mangkuk atau jubah atau benda kebutuhan lainnya dari seseorang yang tidak
sepenuhnya ditahbiskan, atau menyuruh menyembunyikan, bahkan sekedar untuk bercanda,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika orang lainnya tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang lainnya tidak
sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika orang lainnya tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya
sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia tidak bertujuan untuk bercanda; jika ia menyimpan apa yang tidak
disimpan dengan benar; jika ia menyimpan dengan berpikir, “Setelah membabarkan ajaran, aku
akan mengembalikannya;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang menyembunyikan jubah, yang kesepuluh, selesai
SUB-BAB KEENAM TENTANG MEMINUM ALKOHOL SELESAI
Berikut ini adalah rangkumannya:

“Alkohol, jari, dan tertawa,


Dan tidak hormat, menakut-nakuti,
Api, mandi, tanda,
Dirinya sendiri, dan dengan menyembunyikan.”
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Mengandung Makhluk-Makhluk Hidup

61. Aturan Latihan tentang Dengan Sengaja

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Udāyī adalah seorang ahli dalam memanah. Dan karena ia tidak
menyukai burung gagak, ia menembaknya. Ia memotong kepalanya dan kemudian
memancangnya berbaris. Para bhikkhu bertanya kepadanya, “Siapakah yang membunuh burung-
burung gagak ini?”
“Aku. Aku tidak suka burung gagak.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Udāyī dengan sengaja membunuh makhluk-makhluk hidup?” … “Benarkah,
Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan
sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu dengan sengaja membunuh makhluk hidup, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Dengan sengaja:
Dengan sepengetahuan, menyadari, setelah meniatkan, setelah memutuskan, ia melanggar.
Makhluk hidup:
Yang dimaksudkan adalah binatang.
Membunuh:
Jika ia memotong dan mengakhiri indria kehidupannya, jika ia menghancurkan
keberlangsungannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah makhluk hidup, dan ia menyadarinya sebagai makhluk hidup, dan ia
membunuhnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah
makhluk hidup, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia membunuhnya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah makhluk hidup, tetapi ia tidak menyadarinya
sebagai makhluk hidup, dan ia membunuhnya, maka tidak ada pelanggaran.
Jika itu bukan makhluk hidup, tetapi ia menyadarinya sebagai makhluk hidup, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan makhluk hidup, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan makhluk hidup,
dan ia tidak menyadarinya sebagai makhluk hidup, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika tidak disengaja; jika ia tidak sadar; jika ia tidak mengetahui; jika ia
tidak bertujuan membunuh;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang dengan sengaja, yang pertama, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Mengandung Makhluk-Makhluk Hidup

62. Aturan Latihan tentang Mengandung


Makhluk-Makhluk Hidup

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam sedang menggunakan air yang mereka ketahui
mengandung makhluk-makhluk hidup.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam menggunakan air yang mereka ketahui mengandung
makhluk-makhluk hidup?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal ini?
Hal ini akan mempengaruhi keyakinan …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menggunakan air yang ia ketahui mengandung makhluk-makhluk
hidup, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ia ketahui:
Ia mengetahui sendiri atau orang lain memberitahunya. Jika ia menggunakannya, mengetahui
bahwa air itu mengandung makhluk-makhluk hidup dan mengetahui bahwa makhluk-makhluk
itu akan mati jika air itu digunakan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Permutasi
Jika air itu mengandung makhluk-makhluk hidup, dan ia menyadarinya sebagai mengandung
makhluk-makhluk hidup, dan ia menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran
mengharuskan penebusan. Jika air itu mengandung makhluk-makhluk hidup, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, dan ia menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika air itu mengandung makhluk-makhluk hidup, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai
mengandung makhluk-makhluk hidup, dan ia menggunakannya, maka tidak ada pelanggaran.
Jika air itu tidak mengandung makhluk-makhluk hidup, tetapi ia menyadarinya sebagai
mengandung makhluk-makhluk hidup, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika air
itu tidak mengandung makhluk-makhluk hidup, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika air itu tidak mengandung makhluk-makhluk hidup,
dan ia tidak menyadarinya sebagai mengandung makhluk-makhluk hidup, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia tidak mengetahui bahwa air itu mengandung makhluk-makhluk
hidup; jika ia mengetahui bahwa air itu tidak mengandung makhluk-makhluk hidup; jika ia
menggunakannya dengan mengetahui bahwa makhluk-makhluk hidup itu tidak akan mati; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang mengandung makhluk-makhluk hidup, yang kedua, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Mengandung Makhluk-Makhluk Hidup

63. Aturan Latihan tentang Membuka


Kembali

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam membuka kembali suatu persoalan hukum yang
mereka ketahui telah diselesaikan secara sah, dengan mengatakan, “prosedur hukum itu belum
dilakukan;” “Itu dilakukan dengan buruk;” “Itu harus dilakukan ulang;” “Itu belum selesai;” “Itu
diselesaikan dengan buruk;” “Itu harus diselesaikan ulang.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam membuka kembali suatu persoalan hukum yang
mereka ketahui telah diselesaikan secara sah?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka… “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuka kembali suatu persoalan hukum yang mereka ketahui
telah diselesaikan secara sah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ia ketahui:
Ia mengetahui sendiri atau orang lain memberitahunya atau Sangha memberitahunya.
Secara sah:
Dilakukan sesuai Ajaran, sesuai Hukum Monastik, sesuai instruksi Sang Guru—ini disebut “secara
sah”.
Persoalan hukum:
Ada empat jenis persoalan hukum: persoalan hukum yang muncul dari perselisihan, persoalan
hukum yang muncul dari tuduhan, persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran, persoalan
hukum yang muncul dari urusan.
Membuka kembali:
Jika ia membukanya kembali, dengan mengatakan, “prosedur hukum itu belum dilakukan;” “Itu
dilakukan dengan buruk;” “Itu harus dilakukan ulang;” “Itu belum selesai;” “Itu diselesaikan
dengan buruk;” “Itu harus diselesaikan ulang,” maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai sah, dan ia membukanya
kembali, maka ia melakukan pelanggaran mengharuskan penebusan. Jika itu adalah prosedur
hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia membukanya kembali, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia
menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia membukanya kembali, maka tidak ada pelanggaran.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi
ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia membukanya kembali karena ia mengetahui bahwa prosedur
hukum itu tidak sah, dilakukan oleh kelompok yang tidak lengkap, atau dilakukan atas seorang
yang tidak semestinya menerimanya; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang membuka kembali, yang ketiga, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Mengandung Makhluk-Makhluk Hidup

64. Aturan Latihan tentang Apa yang Berat

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika. Yang
Mulia Upananda orang Sakya telah melakukan pelanggaran mengeluarkan mani dengan sengaja.
Ia memberitahu murid adiknya, dengan menambahkan, “Jangan beritahu siapa-siapa.”
Tidak lama kemudian seorang bhikkhu lainnya juga melakukan pelanggaran mengeluarkan mani
dengan sengaja. Ia memohon masa percobaan dari Sangha, yang ia dapatkan. Sewaktu ia masih
dalam masa percobaan, ia melihat murid adik Upananda dan berkata kepadanya, “Aku telah
melakukan pelanggaran mengeluarkan mani dengan sengaja. Aku memohon masa percobaan
dari Sangha yang kudapatkan. Sekarang aku sedang menjalani masa percobaan. Sudilah
mengingatku demikian.”
“Apakah orang-orang lain yang telah melakukan pelanggaran ini harus melakukan hal serupa?”
“Ya.”
“Yang Mulia Upananda melakukan pelanggaran ini dan menyuruhku agar tidak memberitahu
siapa-siapa."
"Jadi engkau menyembunyikannya?”
“Ya.”
Bhikkhu itu kemudian memberitahu para bhikkhu lainnya. Para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana mungkin seorang bhikkhu dengan
sengaja menyembunyikan pelanggaran berat bhikkhu lain?” … “Benarkah, bhikkhu, bahwa kalian
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan
sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu dengan sengaja menyembunyikan pelanggaran berat bhikkhu lain,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Dengan sengaja:
Ia mengetahui sendiri atau orang lain memberitahunya atau si pelanggar memberitahunya.
Pelanggaran berat:
Empat pelanggaran yang mengharuskan pengusiran dan tiga belas pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan.
Menyembunyikan:
Dengan berpikir, “Jika mereka mengetahui hal ini, mereka akan menuduhnya, mengingatkannya,
memarahinya, mengecamnya, mempermalukannya; aku tidak akan memberitahukan,” maka
hanya sekedar fakta melalaikan tugasnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah pelanggaran berat, dan ia menyadarinya sebagai berat, dan ia
menyembunyikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu
adalah pelanggaran berat, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia menyembunyikannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah pelanggaran berat, tetapi ia
menyadarinya sebagai pelanggaran ringan, dan ia menyembunyikannya, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia menyembunyikan pelanggaran ringan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia menyembunyikan perbuatan buruk berat atau ringan dari seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah pelanggaran ringan, tetapi ia menyadarinya sebagai berat, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah pelanggaran ringan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah pelanggaran
ringan, dan ia menyadarinya sebagai ringan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia tidak memberitahukan karena ia berpikir bahwa akan terjadi
pertengkaran atau perselisihan di dalam Sangha; Jika ia tidak memberitahukan karena ia berpikir
bahwa akan terjadi keretakan atau perpecahan di dalam Sangha; Jika ia tidak memberitahukan
karena ia berpikir bahwa orang itu kasar dan kejam dan bahwa hal itu dapat menjadi ancaman
pada kehidupan atau ancaman pada kehidupan monastik; jika ia tidak memberitahukan karena ia
tidak melihat ada bhikkhu yang pantas; jika ia tidak memberitahukan, tetapi bukan karena ia
ingin menyembunyikan; jika ia tidak memberitahukan karena ia berpikir bahwa orang itu akan
dikenal melalui perbuatan-perbuatannya sendiri; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang apa yang berat, yang keempat, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Mengandung Makhluk-Makhluk Hidup

65. Aturan Latihan tentang Kurang dari


Dua puluh Tahun

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Pada masa itu terdapat sekelompok tujuh belas pemuda yang bersahabat, dengan Upāli sebagai
pemimpinnya.
Orangtua Upāli berpikir, “Bagaimanakah kami dapat memastikan Upāli dapat hidup bahagia
tanpa melelahkan dirinya setelah kami meninggal dunia.? Ia dapat menjadi seorang juru tulis,
tetapi jari-jemarinya akan sakit. Atau ia dapat menjadi seorang akuntan, tetapi dadanya akan
sakit. Atau ia dapat menjadi seorang bankir, tetapi matanya akan sakit. Tetapi para monastik
Sakya ini memiliki kebiasaan yang menyenangkan dan kehidupan yang bahagia. Mereka
memakan makanan baik dan tidur di tempat-tempat tidur yang terlindung dari angin. Jika Upāli
meninggalkan keduniawian bersama mereka, ia akan dapat hidup bahagia tanpa melelahkan
dirinya setelah kami meninggal dunia.”
Upāli mendengar percakapan antara kedua orangtuanya. Kemudian ia mendatangi pemuda-
pemuda lainnya dan berkata, “Ayo, mari kita meninggalkan keduniawian bersama dengan para
monastik Sakya.”
“Jika engkau pergi meninggalkan keduniawian, maka kami juga.”
Masing-masing pemuda itu mendatangi orangtua mereka dan berkata, “Izinkanlah aku pergi
meninggalkan keduniawian.” Karena orangtua-orangtua itu tahu bahwa semua anak-anak itu
memiliki keinginan yang sama dan niat yang baik, maka mereka memberi izin kepada anak-anak
mereka. Anak-anak itu kemudian mendatangi para bhikkhu dan memohon pelepasan
keduniawian. Dan para bhikkhu memberi mereka pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh.
Segera setelah itu mereka bangun di pagi hari dan menangis, “Berikan kami bubur, berikan kami
makan, berikan kami makanan segar.”
Para bhikkhu berkata, “Tunggulah sampai terang. Jika pada saat itu ada makanan, maka kalian
boleh memakannya. Jika tidak, maka kalian akan makan setelah berjalan mengumpulkan dana
makanan.”
Tetapi mereka tetap bersikap seperti sebelumnya. Dan mereka buang air besar dan kecil di
perabotan.
Setelah bangun pagi, Sang Buddha mendengar suara anak-anak itu. Beliau bertanya kepada Yang
Mulia Ānanda, yang memberitahukan apa yang terjadi. Segera setelah itu Sang Buddha
mengumpulkan Sangha and menanyai para bhikkhu: “Benarkah, para bhikkhu, bahwa para
bhikkhu memberikan penahbisan penuh kepada orang-orang yang mereka tahu berumur kurang
dari dua puluh tahun?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu melakukan hal
ini? Seorang yang berumur kurang dari dua puluh tahun tidak mampu menahankan dingin dan
panas; lapar dan haus; lalat, nyamuk, angin, dan terik matahari; binatang-binatang melata dan
serangga; kata-kata kasar dan tidak disukai. Dan mereka tidak mampu menahankan perasaan-
perasaan jasmani yang menyakitkan, keras, tajam, dan mengancam kehidupan. Tetapi seorang
yang berumur dua puluh tahun dapat menahankan hal-hal ini. Hal ini akan mempengaruhi
keyakinan …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu memberikan penahbisan penuh kepada seorang yang ia ketahui
berumur kurang dari dua puluh tahun, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Terlebih lagi, orang itu belum menerima penahbisan penuh dan
para bhikkhu itu adalah tercela.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ia ketahui:
Ia mengetahui sendiri atau orang lain memberitahunya atau si kandidat memberitahunya.
Berumur kurang dari dua puluh tahun:
Yang belum mencapai usia dua puluh tahun.

Jika, dengan niat untuk memberikan penahbisan penuh, ia mencari satu kelompok, guru,
mangkuk, atau jubah, atau ia mendirikan area vihara, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Setelah usul, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah masing-masing dari
dua pengumuman pertama, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Ketika pengumuman
terakhir selesai, maka si penahbis melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan,
sedangkan kelompok itu dan si guru melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Permutasi
Jika orang lain itu berumur kurang dari dua puluh tahun, dan ia menyadarinya sebagai kurang,
dan ia memberikan penahbisan penuh kepadanya, maka ia melakukan pelanggaran
mengharuskan penebusan. Jika orang lain itu berumur kurang dari dua puluh tahun, tetapi ia
tidak dapat memastikannya, dan ia memberikan penahbisan penuh kepadanya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang lain itu berumur kurang dari dua puluh
tahun, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih dan ia memberikan penahbisan penuh kepadanya,
maka tidak ada pelanggaran.
Jika orang lain itu berumur lebih dari dua puluh tahun, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang lain itu berumur lebih dari dua
puluh tahun, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika orang lain itu berumur lebih dari dua puluh tahun, dan ia menyadarinya sebagai lebih,
maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia memberikan penahbisan penuh kepada seseorang yang berumur
kurang dari dua puluh tahun, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih dari dua puluh tahun; Jika ia
memberikan penahbisan penuh kepada seseorang yang berumur lebih dari dua puluh tahun, dan
ia menyadarinya sebagai lebih dari dua puluh tahun; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang kurang dari dua puluh tahun, yang kelima, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Mengandung Makhluk-Makhluk Hidup

66. Aturan Latihan tentang Sekelompok


Pencuri dalam Perjalanan

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
sekelompok pengelana tertentu hendak pergi ke selatan dari Rājagaha. Seorang bhikkhu berkata
kepada orang-orang itu, “Izinkan aku melakukan perjalanan bersama kalian.”
“Tetapi kami menyelundupkan benda-benda.”
“Itu urusan kalian.”
Petugas pabean mendengar tentang kelompok pengelana itu. Kemudian mereka memblokir jalan,
menangkap kelompok itu, menyita barang-barang, dan bertanya kepada bhikkhu itu, “Yang
Mulia, mengapakah engkau dengan sadar melakukan perjalanan bersama dengan sekelompok
pencuri?” dan mereka menahannya.
Setelah dibebaskan, bhikkhu itu pergi menuju Sāvatthī, di sana ia memberitahu para bhikkhu apa
yang telah terjadi. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan
mengkritiknya, “Bagaimana mungkin seorang bhikkhu dengan sadar melakukan perjalanan
dengan perjanjian bersama dengan sekelompok pencuri?” … “Benarkah, bhikkhu, bahwa engkau
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, Bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan
sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu dengan sadar melakukan perjalanan dengan perjanjian bersama
dengan sekelompok pencuri, bahkan hanya sampai ke desa berikutnya, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Dengan sadar:
Ia mengetahui sendiri atau orang lain memberitahunya atau kelompok pengelana itu
memberitahunya.
Sekelompok pencuri:
Para pencuri yang telah melakukan perbuatan mereka atau para pencuri yang belum melakukan.
Mereka mencuri dari raja atau menyelundup.
Bersama dengan:
Bersama-sama.
Dengan perjanjian:
Jika ia membuat perjanjian seperti berikut: si bhikkhu berkata, “Mari kita pergi,” dan mereka
menjawab, “Baik, mari kita pergi, Yang Mulia;” atau mereka berkata, “Mari kita pergi, Yang
Mulia,” dan bhikkhu itu menjawab, “Baik, mari kita pergi;” atau si bhikkhu berkata, “Mari kita
pergi hari ini,” “Mari kita pergi besok,” atau “Mari kita pergi lusa,” maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Bahkan hanya sampai ke desa berikutnya:
Jika desa-desa hanya berjarak sepenerbangan ayam, maka untuk setiap desa berikutnya ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah area tidak
berpenghuni, sebuah hutan belantara, maka untuk setiap enam kilometer ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah sekelompok pencuri yang sedang melakukan perjalanan, dan bhikkhu itu
menyadarinya sebagai sekelompok pencuri yang sedang melakukan perjalanan, dan ia
melakukan perjalanan dengan perjanjian bersama mereka, bahkan hanya sampai ke desa
berikutnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah
sekelompok pencuri yang sedang melakukan perjalanan, tetapi bhikkhu itu tidak dapat
memastikannya, dan ia melakukan perjalanan dengan perjanjian bersama mereka, bahkan hanya
sampai ke desa berikutnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
sekelompok pencuri yang sedang melakukan perjalanan, tetapi bhikkhu itu tidak menyadarinya
sebagai sekelompok pencuri yang sedang melakukan perjalanan dan ia melakukan perjalanan
dengan perjanjian bersama mereka, bahkan hanya sampai ke desa berikutnya, maka tidak ada
pelanggaran.
Jika si bhikkhu membuat perjanjian, tetapi kelompok itu tidak mengungkapkan persetujuannya,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan sekelompok pencuri yang
sedang melakukan perjalanan, tetapi bhikkhu itu menyadarinya sebagai sekelompok pencuri
yang sedang melakukan perjalanan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu
bukan sekelompok pencuri yang sedang melakukan perjalanan, tetapi bhikkhu itu tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan sekelompok
pencuri yang sedang melakukan perjalanan, dan bhikkhu itu tidak menyadarinya sebagai
sekelompok pencuri yang sedang melakukan perjalanan, maka tidak ada pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika ia pergi, tetapi tidak dengan perjanjian; jika kelompok itu telah
membuat perjanjian, tetapi ia tidak mengungkapkan persetujuannya; jika ia pergi, tetapi bukan
menuruti perjanjian; jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang sekelompok pencuri dalam perjalanan, yang keenam, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Mengandung Makhluk-Makhluk Hidup

67. Aturan Latihan tentang Perjanjian

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
seorang bhikkhu yang sedang melakukan perjalanan melewati negeri Kosala dalam
perjalanannya menuju Sāvatthī berjalan melalui gerbang sebuah desa tertentu. Seorang
perempuan yang bertengkar dengan suaminya berjalan melalui gerbang yang sama. Ketika ia
melihat bhikkhu itu, ia bertanya
“Yang Mulia, kemanakah engkau hendak pergi?”
“Aku sedang menuju Sāvatthī.”
“Bolehkah aku pergi bersama engkau?”
“Tentu.”
Segera setelah itu suami si perempuan juga pergi dari desa itu. Ia bertanya-tanya, “Apakah
engkau melihat seorang perempuan seperti itu?”
“Ia berjalan bersama dengan seorang monastik.”
Kemudian ia mengikuti mereka, menangkap bhikkhu itu, dan memukulnya. Bhikkhu itu duduk
marah di bawah pohon. Dan perempuan itu berkata kepada suaminya, “Bhikkhu ini tidak
menyuruhku pergi; adalah aku yang pergi bersamanya. Ia tidak bersalah. Pergilah minta maaf
kepadanya.” Dan sang suami melakukan itu.
Bhikkhu itu kemudian melanjutkan perjalanan menuju Sāvatthī, di mana ia memberitahu para
bhikkhu apa yang telah terjadi. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan
mengkritiknya, “Bagaimana mungkin seorang bhikkhu melakukan perjalanan dengan perjanjian
bersama dengan seorang perempuan?” … “Benarkah, bhikkhu, bahwa engkau melakukan hal
ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, Bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan
sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu melakukan perjalanan dengan perjanjian bersama dengan seorang
perempuan, bahkan hanya sampai ke desa berikutnya, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.’”
Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang perempuan:
Seorang perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan
binatang betina. Ia memahami dan mampu membedakan ucapan bruuk dan ucapan baik, apa
yang tidak senonnoh dan apa yang sopan.
Bersama dengan:
Bersama-sama.
Dengan perjanjian:
Jika ia membuat perjanjian seperti berikut: si bhikkhu berkata, “Mari kita pergi,” dan perempuan
itu menjawab, “Baik, mari kita pergi, Yang Mulia;” atau ia berkata, “Mari kita pergi, Yang Mulia,”
dan bhikkhu itu menjawab, “Baik, mari kita pergi;” atau si bhikkhu berkata, “Mari kita pergi hari
ini,” “Mari kita pergi besok,” atau “Mari kita pergi lusa,” maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah.
Bahkan hanya sampai ke desa berikutnya:
Jika desa-desa hanya berjarak sepenerbangan ayam, maka untuk setiap desa berikutnya ia
melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah area tidak
berpenghuni, sebuah hutan belantara, maka untuk setiap enam kilometer ia melakukan satu
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah seorang perempuan, dan bhikkhu itu menyadarinya sebagai seorang perempuan,
dan ia melakukan perjalanan dengan perjanjian bersamanya, bahkan hanya sampai ke desa
berikutnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah
seorang perempuan, tetapi bhikkhu itu tidak dapat memastikannya, dan ia melakukan perjalanan
dengan perjanjian bersamanya, bahkan hanya sampai ke desa berikutnya, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah seorang perempuan, tetapi ia tidak
menyadarinya sebagai seorang perempuan dan ia melakukan perjalanan dengan perjanjian
bersamanya, bahkan hanya sampai ke desa berikutnya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika si bhikkhu membuat perjanjian, tetapi perempuan itu tidak mengungkapkan
persetujuannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia melakukan perjalanan
dengan perjanjian bersama dengan makhkluk halus perempuan, dengan hantu perempuan,
dengan seorang paṇḍaka, dengan binatang betina dalam wujud seorang perempuan, bahkan
hanya sampai ke desa berikutnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika itu bukan seorang perempuan, tetapi ia menyadarinya sebagai seorang perempuan, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu bukan seorang perempuan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bukan seorang
perempuan, dan ia tidak menyadarinya sebagai seorang perempuan, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia pergi, tetapi tidak dengan perjanjian; jika si perempuan telah
membuat perjanjian, tetapi ia tidak mengungkapkan persetujuannya; jika ia pergi, tetapi bukan
menuruti perjanjian; jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang perjanjian, yang ketujuh, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Mengandung Makhluk-Makhluk Hidup

68. Aturan Latihan tentang Ariṭṭha

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu bhikkhu Ariṭṭha, mantan-pemburu-hering, memiliki pandangan sesat sebagai
berikut: “Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal yang Beliau sebut penghalang
adalah tidak dapat menghalangi seorang yang menikmatinya.”
Sejumlah bhikkhu mendengar bahwa Ariṭṭha memiliki pandangan demikian. Mereka
mendatanginya dan bertanya, “Benarkah, Ariṭṭha, bahwa engkau memiliki pandangan
demikian?”
“Ya, benar. Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal yang Beliau sebut
penghalang adalah tidak dapat menghalangi seorang yang menikmatinya.”
“Tidak, Ariṭṭha, jangan keliru menggambarkan Sang Buddha, karena adalah tidak baik keliru
menggambarkan Beliau. Sang Buddha tidak pernah mengatakan seperti itu. Sang Buddha telah
membabarkan banyak khotbah tentang hal-hal yang menghalangi adalah penghalang dan
bagaimana hal-hal tersebut menghalangi seseorang yang menikmatinya. Sang Buddha telah
mengatakan bahwa terdapat sedikit kenikmatan dalam kenikmatan-kenikmatan duniawi, tetapi
banyak penderitaan dan banyak kesulitan, dan bahwa bahaya di dalamnya adalah lebih banyak
lagi. Sang Buddha telah mengatakan bahwa kenikmatan duniawi adalah serupa dengan tulang-
belulang … serupa dengan sepotong daging … serupa dengan obor rumput … serupa dengan
lubang bara api … serupa dengan mimpi … serupa dengan benda-benda pinjaman … serupa
dengan buah-buahan di atas pohon … serupa dengan pisau dan talenan … serupa dengan pedang
dan pancang … serupa dengan kepala ular; di dalam hal-hal itu terdapat banyak penderitaan dan
banyak kesulitan, dan bahaya di dalamnya adalah lebih banyak lagi.”
Tetapi walaupun para bhikkhu mengoreksi Ariṭṭha seperti itu, ia dengan keras kepala
menggenggam pandangan sesat itu, dan terus mempertahankannya. Karena mereka tidak
mampu membuatnya meninggalkan pandangan itu, maka mereka menghadap Sang Buddha dan
memberitahukan apa yang terjadi. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan
menanyai Ariṭṭha: “Benarkah, Ariṭṭha, bahwa engkau memiliki pandangan demikian?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Orang dungu, Kepada siapakah engkau berpikir Aku mengajarkan seperti ini? Tidakkah Aku
telah membabarkan banyak khotbah tentang hal-hal yang menghalangi adalah penghalang dan
bagaimana hal-hal tersebut menghalangi seseorang yang menikmatinya? Aku telah mengatakan
bahwa terdapat sedikit kenikmatan dalam kenikmatan-kenikmatan duniawi, tetapi banyak
penderitaan dan banyak kesulitan, dan bahwa bahaya di dalamnya adalah lebih banyak lagi. Aku
telah mengatakan bahwa kenikmatan duniawi adalah serupa dengan tulang-belulang … serupa
dengan sepotong daging … serupa dengan obor rumput … serupa dengan lubang bara api …
serupa dengan mimpi … serupa dengan benda-benda pinjaman … serupa dengan buah-buahan di
atas pohon … serupa dengan pisau dan talenan … serupa dengan pedang dan pancang … serupa
dengan kepala ular; di dalam hal-hal itu terdapat banyak penderitaan dan banyak kesulitan, dan
bahaya di dalamnya adalah lebih banyak lagi. Namun engkau, orang dungu, karena
kesalahpahaman engkau telah keliru menggambarkan Aku, melukai dirimu sendiri, dan
melakukan banyak keburukan. Ini akan menjadi bahaya dan penderitaan bagimu untuk waktu
yang lama.
Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu mengatakan, “Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-
hal yang Beliau sebut penghalang adalah tidak dapat menghalangi seorang yang
menikmatinya.” Maka para bhikkhu harus mengoreksinya sebagai berikut: “Tidak, Yang
Mulia, jangan keliru menggambarkan Sang Buddha, karena adalah tidak baik keliru
menggambarkan Sang Buddha. Sang Buddha tidak pernah mengatakan seperti itu. Dalam
banyak khotbah Sang Buddha telah menyatakan bahwa hal-hal yang menghalangi adalah
penghalang dan bagaimana hal-hal tersebut menghalangi seseorang yang menikmatinya.”
Jika bhikkhu itu masih melanjutkan seperti sebelumnya, maka para bhikkhu harus
mendesaknya hingga tiga kali agar ia meninggalkan pandangan itu. Jika kemudian ia
meninggalkannya, maka itu baik. Jika tidak, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Mengatakan:
“Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal yang Beliau sebut penghalang adalah
tidak dapat menghalangi seorang yang menikmatinya.”
Nya:
Bhikkhu yang mengatakan pandangan sesat itu.
Para bhikkhu:
Para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengar hal itu, mereka harus mengoreksinya,
“Tidak, Yang Mulia, jangan keliru menggambarkan Sang Buddha, karena adalah tidak baik keliru
menggambarkan Beliau. Sang Buddha tidak pernah mengatakan seperti itu. Sang Buddha telah
membabarkan banyak khotbah tentang hal-hal yang menghalangi adalah penghalang dan
bagaimana hal-hal tersebut menghalangi seseorang yang menikmatinya.” Dan mereka harus
mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika ia meninggalkan pandangan itu, maka itu
baik. Jika tidak, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika mereka yang
mendengarnya tidak mengatakan apapun, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan
salah.
Bhikkhu itu, bahkan jika ia harus ditarik ke dalam Sangha, harus dikoreksi sebagai berikut:
“Tidak, Yang Mulia, jangan keliru menggambarkan Sang Buddha, karena adalah tidak baik keliru
menggambarkan Beliau. Sang Buddha tidak pernah mengatakan seperti itu. Sang Buddha telah
membabarkan banyak khotbah tentang hal-hal yang menghalangi adalah penghalang dan
bagaimana hal-hal tersebut menghalangi seseorang yang menikmatinya.” Dan mereka harus
mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika ia meninggalkan pandangan itu, maka itu
baik. Jika tidak, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Kemudian ia harus didesak.
“Dan, para bhikkhu, ia harus didesak sebagai berikut. Seorang bhikkhu yang kompeten dan
mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, Aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu memiliki
pandangan sesat berikut ini: Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal
yang Beliau sebut penghalang adalah tidak dapat menghalangi seorang yang
menikmatinya.” Ia tidak meninggalkan pandangan itu. Jika baik menurut Sangha, maka
Sangha harus mendesaknya agar meninggalkan pandangan itu. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, Aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu memiliki
pandangan sesat berikut ini: “Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal
yang Beliau sebut penghalang adalah tidak dapat menghalangi seorang yang
menikmatinya.” Ia tidak meninggalkan pandangan itu. Sangha mendesaknya agar
meninggalkan pandangan itu. Bhikkhu mana pun yang menyetujui untuk mendesaknya
agar meninggalkan pandangan itu harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak
menyetujui silakan berbicara.
Untuk kedua kalinya … Untuk ketiga kalinya Aku menyampaikan persoalan ini. Mohon,
Para Mulia, Aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu memiliki pandangan
sesat berikut ini: “Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal yang Beliau
sebut penghalang adalah tidak dapat menghalangi seorang yang menikmatinya.” Ia tidak
meninggalkan pandangan itu. Sangha mendesaknya agar meninggalkan pandangan itu.
Bhikkhu mana pun yang menyetujui untuk mendesaknya agar meninggalkan pandangan
itu harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.
Sangha mendesak bhikkhu ini untuk meninggalkan pandangan itu. Sangha menyetujuinya
dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Setelah usul, ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. Setelah masing-masing dari dua
pengumuman pertama, ia melakukan satu pelanggaran perbuatan salah. Ketika pengumuman
terakhir selesai, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai sah, dan ia tidak
meninggalkan pandangan itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia ia tidak
meninggalkan pandangan itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi
ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia tidak didesak; jika ia meninggalkan pandangan itu; jika ia gila; jika
ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang Ariṭṭha, yang kedelapan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang Mengandung Makhluk-Makhluk Hidup

69. Aturan Latihan tentang Hidup Bersama


Seorang yang Telah Diskors

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam tinggal bersama dengan bhikkhu Ariṭṭha, dan
mereka melakukan pertemuan-pertemuan formal dan berbagi kamar tidur dengannya. Namun
mereka mengetahui bahwa ia mengatakan hal-hal demikian, bahwa ia tidak melakukan
perbaikan menurut aturan, dan bahwa ia belum meninggalkan pandangan itu.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam tinggal, melakukan pertemuan-pertemuan formal,
dan berbagi kamar tidur dengan bhikkhu Ariṭṭha, walaupun mereka mengetahui bahwa ia
mengatakan hal-hal demikian, bahwa ia tidak melakukan perbaikan menurut aturan, dan bahwa
ia belum meninggalkan pandangan itu?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan
hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, Bagaimana mungkin kalian melakukan
hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan
latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu tinggal, melakukan pertemuan-pertemuan formal dan berbagi
kamar tidur dengan seorang bhikkhu yang ia ketahui mengatakan hal-hal demikian, yang
tidak melakukan perbaikan menurut aturan, yang belum meninggalkan pandangan itu.
Maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ia ketahui:
Ia mengetahui sendiri atau orang lain memberitahunya atau si pelanggar itu sendiri
memberitahunya.
Yang mengatakan hal-hal demikian:
Seorang yang mengatakan ini: “Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal yang
Beliau sebut penghalang adalah tidak dapat menghalangi seorang yang menikmatinya.”
Yang tidak melakukan perbaikan menurut aturan:
Yang telah diskors dan belum direhabilitasi.
Dengan seorang bhikkhu yang belum meninggalkan pandangan itu:
Dengan seorang bhikkhu yang belum meninggalkan pandangan ini.
Tinggal bersama:
Ada dua jenis tinggal bersama: tinggal bersama secara materi dan tinggal bersama secara
spiritual.
Tinggal bersama secara materi:
Jika ia memberikan atau menerima benda-benda materi, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Tinggal bersama secara spiritual:
Ia membacakan atau menyuruh yang lain membacakan. Jika ia membacakan atau menyuruh yang
lain membacakan berdasarkan baris, maka untuk setiap baris ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika ia membacakan atau menyuruh yang lain membacakan
berdasarkan suku kata, maka untuk setiap suku kata ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Melakukan pertemuan-pertemuan formal bersama dengan:
Jika ia melakukan upacara hari-uposatha, upacara undangan, atau prosedur hukum dengan
seorang yang telah diskors, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Berbagi kamar tidur dengan:
Di bawah atap yang sama: jika si bhikkhu berbaring ketika orang yang telah diskors itu telah
berbaring, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan; jika si bhikkhu telah
berbaring ketika orang yang telah diskors itu berbaring, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan; jika mereka berdua berbaring bersama, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan; setiap kali mereka bangkit dan kemudian berbaring
kembali, ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika bhikkhu lain itu telah diskors, dan ia menyadarinya sebagai telah diskors, dan ia hidup atau
melakukan pertemuan-pertemuan formal atau berbagi kamar tidur bersama dengannya, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika bhikkhu lain itu telah diskors,
tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia hidup atau melakukan pertemuan-pertemuan formal
atau berbagi kamar tidur bersama dengannya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika bhikkhu lain itu telah diskors, tetapi ia tidak menyadarinya
sebagai telah diskors, dan ia hidup atau melakukan pertemuan-pertemuan formal atau berbagi
kamar tidur bersama dengannya, maka tidak ada pelanggaran.
Jika bhikkhu lain itu tidak diskors, tetapi ia menyadarinya sebagai telah diskors, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhu lain itu tidak diskors, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhu lain itu tidak
diskors, dan ia tidak menyadarinya sebagai telah diskors, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengetahui bahwa ia tidak diskors; jika ia mengetahui bahwa ia
telah direhabilistasi setelah diskors; jika ia mengetahui bahwa ia telah meninggalkan pandangan
itu; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang hidup bersama dengan seorang yang telah diskors, yang
kesembilan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

70. Aturan Latihan tentang Kaṇṭaka

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu sāmaṇera monastik Kaṇṭaka memiliki pandangan sesat sebagai berikut: “Seperti
yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal yang Beliau sebut penghalang adalah tidak
dapat menghalangi seorang yang menikmatinya.”
Sejumlah bhikkhu mendengar bahwa sāmaṇera monastik Kaṇṭaka memiliki pandangan demikian.
Mereka mendatanginya dan bertanya, “Benarkah, Kaṇṭaka, bahwa engkau memiliki pandangan
demikian?”
“Ya, benar. Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal yang Beliau sebut
penghalang adalah tidak dapat menghalangi seorang yang menikmatinya.”
“Tidak, Kaṇṭaka, jangan keliru menggambarkan Sang Buddha, karena adalah tidak baik keliru
menggambarkan Beliau. Sang Buddha tidak pernah mengatakan seperti itu. Sang Buddha telah
membabarkan banyak khotbah tentang hal-hal yang menghalangi adalah penghalang dan
bagaimana hal-hal tersebut menghalangi seseorang yang menikmatinya. Sang Buddha telah
mengatakan bahwa terdapat sedikit kenikmatan dalam kenikmatan-kenikmatan duniawi, tetapi
banyak penderitaan dan banyak kesulitan, dan bahwa bahaya di dalamnya adalah lebih banyak
lagi. …” Tetapi walaupun para bhikkhu mengoreksi Kaṇṭaka seperti itu, ia dengan keras kepala
menggenggam pandangan sesat itu, dan terus mempertahankannya.
Karena para bhikkhu itu tidak mampu membuatnya meninggalkan pandangan itu, maka mereka
menghadap Sang Buddha dan memberitahukan apa yang terjadi. Segera setelah itu Sang Buddha
mengumpulkan Sangha dan menanyai Kaṇṭaka: “Benarkah, Kaṇṭaka, bahwa engkau memiliki
pandangan demikian?”
“Benar, Yang Mulia.”
“Orang dungu, Kepada siapakah engkau berpikir Aku mengajarkan seperti ini? Tidakkah Aku
telah membabarkan banyak khotbah tentang hal-hal yang menghalangi adalah penghalang dan
bagaimana hal-hal tersebut menghalangi seseorang yang menikmatinya? Aku telah mengatakan
bahwa terdapat sedikit kenikmatan dalam kenikmatan-kenikmatan duniawi, tetapi banyak
penderitaan dan banyak kesulitan, dan bahwa bahaya di dalamnya adalah lebih banyak lagi. Aku
telah mengatakan bahwa kenikmatan duniawi adalah serupa dengan tulang-belulang … serupa
dengan kepala ular; di dalam hal-hal itu terdapat banyak penderitaan dan banyak kesulitan, dan
bahaya di dalamnya adalah lebih banyak lagi. Namun engkau, orang dungu, karena
kesalahpahaman engkau telah keliru menggambarkan Aku, melukai dirimu sendiri, dan
melakukan banyak keburukan. Ini akan menjadi bahaya dan penderitaan bagimu untuk waktu
yang lama.
Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … menyebabkan beberapa orang
kehilangan keyakinan.”
Setelah menegurnya … Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Baiklah, para bhikkhu, Sangha harus mengusir sāmaṇera monastik Kaṇṭaka. Dan seperti inilah
ia harus diusir: ‘Mulai hari ini, Kaṇṭaka, engkau tidak boleh menyebut Sang Buddha sebagai
gurumu. Dan engkau tidak lagi boleh berbagi kamar tidur dengan para bhikkhu selama dua atau
tiga malam, seperti halnya para sāmaṇera lainnya. Pergilah! Pergilah engkau!’” kemudian Sangha
mengusir Kaṇṭaka.
Segera setelah itu para bhikkhu dari kelompok enam menyokong Kaṇṭaka, dan mereka dilayani
olehnya, tinggal bersama dengannya, dan berbagi kamar tidur dengannya. Namun mereka
mengetahui bahwa ia telah diusir. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan
dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu dari kelompok enam
menyokong Kaṇṭaka, dan dilayani olehnya, tinggal bersama dengannya, dan berbagi kamar tidur
dengannya, walaupun mereka mengetahui bahwa ia telah diusir?” … “Benarkah, para bhikkhu,
bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Juga jika seorang sāmaṇera monastik mengatakan, “Seperti yang kupahami dari Ajaran
Sang Buddha, hal-hal yang Beliau sebut penghalang adalah tidak dapat menghalangi
seorang yang menikmatinya.” Maka para bhikkhu harus mengoreksinya sebagai berikut:
“Tidak, jangan keliru menggambarkan Sang Buddha, karena adalah tidak baik keliru
menggambarkan Sang Buddha. Sang Buddha tidak pernah mengatakan seperti itu. Dalam
banyak khotbah Sang Buddha telah menyatakan bahwa hal-hal yang menghalangi adalah
penghalang dan bagaimana hal-hal tersebut menghalangi seseorang yang menikmatinya.”
Jika sāmaṇera monastik itu masih melanjutkan seperti sebelumnya, maka ia harus
diberitahu: “Mulai hari ini, engkau tidak boleh menyebut Sang Buddha sebagai gurumu.
Dan engkau tidak lagi boleh berbagi kamar tidur dengan para bhikkhu selama dua atau
tiga malam, seperti halnya para sāmaṇera lainnya. Pergilah! Pergilah engkau!” Jika
seorang bhikkhu menyokong sāmaṇera monastik itu, atau ia dilayani olehnya, tinggal
dengannya, atau berbagi kamar tidur dengannya, walaupun ia mengetahui bahwa ia telah
diusir dengan cara ini, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Sāmaṇera monastik:
Yang dimaksudkan adalah seorang sāmaṇera.
Mengatakan:
“Seperti yang kupahami dari Ajaran Sang Buddha, hal-hal yang Beliau sebut penghalang adalah
tidak dapat menghalangi seorang yang menikmatinya.”
Nya:
Sāmaṇera monastik yang mengatakan seperti itu.
Para bhikkhu:
Para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengar hal itu, mereka harus mengoreksinya,
“Tidak, jangan keliru menggambarkan Sang Buddha, karena adalah tidak baik keliru
menggambarkan Beliau. Sang Buddha tidak pernah mengatakan seperti itu. Dalam banyak
khotbah Sang Buddha telah menyatakan bahwa hal-hal yang menghalangi adalah penghalang
dan bagaimana hal-hal tersebut menghalangi seseorang yang menikmatinya.”
Dan mereka harus mengoreksinya untuk kedua kalinya … Dan mereka harus mengoreksinya
untuk ketiga kalinya. Jika ia meninggalkan pandangan itu, maka itu baik. Jika tidak, maka ia
harus diberitahu: “Mulai hari ini, engkau tidak boleh menyebut Sang Buddha sebagai gurumu.
Dan engkau tidak lagi boleh berbagi kamar tidur dengan para bhikkhu selama dua atau tiga
malam, seperti halnya para sāmaṇera lainnya. Pergilah! Pergilah engkau!’
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ia mengetahui:
Ia mengetahui sendiri atau orang lain memberitahunya atau kelompok sāmaṇera monastik yang
melanggar itu memberitahunya.
Diusir dengan cara ini:
Diusir seperti ini:
Menyokong:
Jika ia menyokongnya dengan mengatakan, “Aku akan memberikan mangkuk untuknya,” “Aku
akan memberikan jubah untuknya,” “Aku akan membacakan untuknya,” atau “aku akan
mengujinya,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Dilayani olehnya:
Jika ia menerima bubuk mandi, sabun, pembersih gigi, atau air untuk mencuci mulut darinya,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Tinggal dengan:
Ada dua jenis tinggal bersama: tinggal bersama secara materi dan tinggal bersama secara
spiritual.
Tinggal bersama secara materi:
Jika ia memberikan atau menerima benda-benda materi, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Tinggal bersama secara spiritual:
Ia membacakan atau menyuruh yang lain membacakan. Jika ia membacakan atau menyuruh yang
lain membacakan berdasarkan baris, maka untuk setiap baris ia melakukan satu pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika ia membacakan atau menyuruh yang lain membacakan
berdasarkan suku kata, maka untuk setiap suku kata ia melakukan satu pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Berbagi kamar tidur dengan:
Di bawah atap yang sama: jika si bhikkhu berbaring ketika orang yang telah diskors itu telah
berbaring, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan; jika si bhikkhu telah
berbaring ketika orang yang telah diskors itu berbaring, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan; jika mereka berdua berbaring bersama, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan; setiap kali mereka bangkit dan kemudian berbaring
kembali, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika sāmaṇera monastik itu telah diusir, dan ia menyadarinya sebagai telah diusir, dan ia
menyokongnya atau dilayani olehnya atau tinggal bersama dengannya atau berbagi kamar tidur
bersama dengannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
sāmaṇera monastik itu telah diusir, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia menyokongnya
atau dilayani olehnya atau tinggal bersama dengannya atau berbagi kamar tidur bersama
dengannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika sāmaṇera
monastik itu telah diusir, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai telah diusir dan ia menyokongnya
atau dilayani olehnya atau tinggal bersama dengannya atau berbagi kamar tidur bersama
dengannya, maka tidak ada pelanggaran.
Jika sāmaṇera monastik itu tidak diusir, tetapi ia menyadarinya sebagai telah diusir, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika sāmaṇera monastik itu tidak diusir, tetapi ia tidak
dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika sāmaṇera monastik
itu tidak diusir, dan ia tidak menyadarinya sebagai telah diusir, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengetahui bahwa ia tidak diusir; jika ia mengetahui bahwa ia
telah meninggalkan pandangan itu; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang Kaṇṭaka, yang kesepuluh, selesai
SUB-BAB KETUJUH TENTANG MENGANDUNG MAKHKLUK-MAKHLUK HIDUP SELESAI
Berikut ini adalah rangkumannya:

“Membunuh dengan sengaja, mengandung makhluk-makhluk hidup,


Bergejolak, menyembunyikan apa yang berat;
Kurang dari dua puluh, dan sekelompok pengelana,
Perjanjian, tentang Ariṭṭha;
Diskors, dan Kaṇṭaka:
Ini adalah sepuluh aturan.”
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

71. Aturan Latihan tentang Secara Sah

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari, ketika Sang Buddha sedang menetap di Kosambī di Vihara Ghosita, Yang Mulia
Channa sedang berperilaku buruk. Para bhikkhu memberitahunya, “Jangan lakukan itu, Channa,
itu tidak diperbolehkan,” dan ia menjawab, “Aku tidak akan mempraktikkan aturan latihan ini
hingga aku bertanya pada seorang bhikkhu ahli Hukum Monastik.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Channa mengatakan hal ini ketika secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu?”
… “Benarkah, Channa, bahwa engkau berkata demikian?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau mengatakan hal ini
ketika secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-
orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu, ketika secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu, mengatakan, “Aku
tidak akan mempraktikkan aturan latihan ini hingga aku bertanya pada seorang bhikkhu
ahli Hukum Monastik,” maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Seorang yang berlatih harus memahami, harus mempertanyakan, harus menyelidiki. Ini
adalah prosedur yang benar.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Oleh para bhikkhu:
Oleh para bhikkhu lainnya.
Secara sah:
Aturan latihan ini yang ditetapkan oleh Sang Buddha—ini disebut “secara sah”. Ketika dikoreksi
sehubungan dengan hal ini, ia mengatakan, “Aku tidak akan mempraktikkan aturan latihan ini
hingga aku bertanya pada seorang bhikkhu ahli dalam Hukum Monastik.” Jika ia mengatakan,
“Aku akan bertanya kepada seorang yang bijaksana,” “aku akan bertanya kepada seorang yang
kompeten,” “Aku akan bertanya kepada seorang yang cerdas,” “Aku akan bertanya kepada
soerang yang terpelajar,” “Aku akan bertanya kepada seorang pembabar Ajaran,” maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika orang yang mengoreksinya sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, dan ia mengatakan hal demikian, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika orang yang mengoreksinya sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia
tidak dapat memastikannya, dan ia mengatakan hal demikian, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika orang yang mengoreksinya sepenuhnya ditahbiskan, tetapi
ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan dan ia mengatakan hal demikian, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia dikoreksi sehubungan dengan sesuatu yang belum ditetapkan: “Ini tidak kondusif untuk
menghapuskan kekotoran-kekotoran,” “Ini tidak kondusif bagi praktik pertapaan,” “Ini tidak
kpndusif untuk menginspirasi,” “Ini tidak kondusif untuk menurangi hal-hal,” “Ini tidak
kondusif untuk membangkitkan semangat,” dan ia mengatakan, “Aku tidak akan mempraktikkan
aturan latihan ini hingga aku bertanya pada seorang bhikkhu yang kompeten,” “ … hingga aku
bertanya pada seorang bhikkhu ahli dalam Hukum Monastik,” “ … hingga aku bertanya pada
seorang bhikkhu yang bijaksana,” “ … hingga aku bertanya pada seorang bhikkhu yang cerdas,” “
… hingga aku bertanya pada seorang bhikkhu yang terpelajar,” “ … hingga aku bertanya pada
seorang bhikkhu yang adalah seorang pembabar Ajaran,” maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah.
Jika orang yang mengoreksinya tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang yang
mengoreksinya tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang yang mengoreksinya tidak sepenuhnya
ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Definisi lebih lanjut:
Yang berlatih:
Yang mau berlatih.
Harus memahami:
harus mencari tahu.
Harus mempertanyakan:
Harus bertanya, “Yang Mulia, bagaimanakah ini? Apakah makna dari ini?”
Harus menyelidiki:
Harus merefleksikan, harus mempertimbangkan.
Ini adalah prosedur yang benar:
Ini adalah metode yang benar.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengatakan, “Aku akan mencari tahu dan aku akan berlatih;” jika
ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang secara sah, yang pertama, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

72. Aturan Latihan tentang Gangguan

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Sang Buddha membabarkan banyak khotbah tentag Hukum Monastik, memuji
Hukum Monastik dan pembelajaran Hukum Monastik, dan berulang-ulang memuji Yang Mulia
Upāli. Ketika para bhikkhu mendengar ini, mereka berpikir, “Baiklah, mari kita mempelajari
Hukum Monastik dari Yang Mulia Upāli.” Dan banyak bhikkhu, senior maupun junior, serta yang
menengah, mempelajari Hukum Monastik dari Yang Mulia Upāli.
Para bhikkhu dari kelompok enam mempertimbangkan sebagai berikut dan berpikir, “Jika para
bhikkhu ini menjadi ahli dalam Hukum Monastik, mereka akan mengatur kami sesuka mereka.
Maka itu mari kita merendahkan Hukum Monastik.”
Mereka mendatangi para bhikkhu lain dan berkata, “Apa gunanya membacakan aturan-aturan
minor dan tidak penting ini, jika hanya mengarah pada kecemasan, tekanan, dan gangguan?”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam ini merendahkan Hukum Monastik?” … “Benarkah,
para bhikkhu, bahwa kalian berkata demikian?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika kode Monastik sedang dibacakan, jika seorang bhikkhu mengatakan, “Apa gunanya
membacakan aturan-aturan minor dan tidak penting ini, jika hanya mengarah pada
kecemasan, tekanan, dan gangguan?” maka dalam merendahkan aturan-aturan latihan, ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ketika kode Monastik sedang dibacakan:
Ketika sedang membacakannya, ketika menyuruh orang lain untuk membacakan, atau ketika
melatihnya.
Mengatakan:
“Apa gunanya membacakan aturan-aturan minor dan tidak penting ini, jika hanya mengarah
pada kecemasan, tekanan, dan gangguan?” Jika ia merendahkan Hukum Monastik kepada
seorang yang sepenuhnya ditahbiskan, dengan mengatakan, “Mereka yang mempelajari ini akan
menjadi cemas,” “Mereka akan merasa tertekan,” “Mereka akan terganggu;” “Mereka yang tidak
mempelajari ini tidak akan menjadi cemas,” “Mereka tidak akan merasa tertekan,” “Mereka tidak
akan terganggu;” “Adalah lebih baik tidak dibacakan,” “Adalah lebih baik tidak diketahui,”
“Adalah lebih baik tidak dipelajari,” “Adalah lebih baik tidak dikuasai;” “Semoga Hukum
Monastik lenyap; atau semoga para bhikkhu ini tetap tidak tahu,” maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia merendahkan Hukum Monastik pada seorang yang sepenuhnya ditahbiskan, dan ia
menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia merendahkan Hukum Monastik pada seorang yang sepenuhnya
ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia merendahkan Hukum Monastik pada seorang yang sepenuhnya
ditahbiskan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia merendahkan aturan lainnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia
merendahkan Hukum Monastik atau aturan lainnya kepada seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia merendahkan Hukum Monastik pada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia
menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia merendahkan Hukum Monastik pada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan,
tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia
merendahkan Hukum Monastik pada seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak
menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika, tanpa berniat merendahkan, ia mengatakan, “Dengarlah, pelajarilah
khotbah-khotbah atau syair-syair atau filosofi, dan nanti engkau dapat mempelajari Hukum
Monastik;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang gangguan, yang kedua, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

73. Aturan Latihan tentang Dusta

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari, ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara
Anāthapiṇḍika, para bhikkhu dari kelompok enam sedang berperilaku buruk. Mereka berkata
satu sama lain, “Mari kita membuat para bhikkhu lain berpikir bahwa kita melakukan
pelanggaran-pelanggaran ini karena kita tidak mengetahui aturan-aturan ini.” Maka, selama
pembacaan Kode Monastik, mereka berkata, “Baru sekarang kami mengetahui bahwa aturan ini
juga termasuk dalam Kode Monastik dan dibacakan setiap setengah bulan.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam ini mengatakan hal ini selama pembacaan Kode
Monastik?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian berkata demikian?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian mengatakan
hal ini selama pembacaan Kode Monastik? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang
…” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Selama pembacaan Kode Monastik setengah bulanan, seorang bhikkhu mungkin berkata,
“Baru sekarang kami mengetahui bahwa aturan ini juga termasuk dalam Kode Monastik
dan dibacakan setiap setengah bulan.” Jika para bhikkhu lain mengetahui bahwa bhikkhu
itu telah duduk sebelumnya paling sedikit dua atau tiga kali pembacaan Kode Monastik,
maka bhikkhu itu tidak boleh dibebaskan karena ketidaktahuan, dan ia harus
diperlakukan menurut aturan. Lebih jauh lagi, ia harus dituduh telah berdusta: “Adalah
kerugian bagimu bahwa engkau tidak mengarahkan perhatian semestinya selama
pembacaan Kode Monastik.” Dan atas tindakan berdusta itu, ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Setengah bulanan:
Pada setiap hari Uposatha.
Selama pembacaan Kode Monastik:
Selama pembacaan.
Mungkin berkata:
Setelah berperilaku buruk, ia berpikir, “Biarlah mereka berpikir bahwa aku melakukan
pelanggaran-pelanggaran ini karena aku tidak mengetahui aturan-aturan ini.” Jika, selama
pembacaan Kode Monastik, ia berkata, “Baru sekarang kami mengetahui bahwa aturan ini juga
termasuk dalam Kode Monastik dan dibacakan setiap setengah bulan,” maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Jika para bhikkhu lain mengetahui bahwa bhikkhu itu telah duduk sebelumnya paling sedikit dua
atau tiga kali pembacaan Kode Monastik, maka bhikkhu itu tidak boleh dibebaskan karena
ketidaktahuan, dan ia harus diperlakukan menurut aturan. Lebih jauh lagi, ia harus dituduh telah
berdusta: “Dan, para bhikkhu, ia harus dituduh seperti berikut ini. Seorang bhikkhu yang
kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha mendengarkan. Bhikkhu itu tidak
mengarahkan perhatian semestinya selama pembacaan Kode Monastik. Jika baik menurut
Sangha, maka Sangha harus menuduhnya telah berdusta. Ini adalah usul.
‘Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha mendengarkan. Bhikkhu itu tidak
mengarahkan perhatian semestinya selama pembacaan Kode Monastik. Sangha
menuduhnya telah berdusta. Bhikkhu mana pun yang menyetujui untuk menuduhnya
telah berdusta harus berdiam diri. Bhikkhu manapun yang tidak menyetujui silakan
berbicara.
Sangha telah menuduh bhikkhu itu telah berdusta. Sangha menyetujui dan oleh karena itu
berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.’”
Jika ia berdusta, tetapi ia tidak dituduh berdusta, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia berdusta, dan ia telah dituduh berdusta, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai sah, dan ia berdusta,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum
yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia berdusta, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia
menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia berdusta, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi
ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika ia tidak mendengarkan secara lengkap; jika ia mendengarnya secara
lengkap kurang dari dua atau tiga kali; jika ia tidak ingin menipu; jika ia gila; jika ia adalah
pelaku pertama.
Aturan latihan tentang dusta, yang ketiga, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

74. Aturan Latihan tentang Memukul

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara
Anāthapiṇḍika, para bhikkhu dari kelompok enam dalam kemarahan memukul para bhikkhu dari
kelompok tujuh belas. Mereka menangis. Para bhikkhu lain bertanya mengapa mereka menangis,
dan mereka memberitahukan apa yang telah terjadi.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam ini dalam kemarahan memukul bhikkhu lain?” …
“Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu dalam kemarahan memukul seorang bhikkhu lain, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhu lain:
Bhikkhu lainnya.
Dalam kemarahan:
Ketidakpuasan, memendam kebencian, permusuhan.
Memukul:
Jika ia memukul dengan tubuhnya, dengan apapun yang terhubung dengan tubuhnya, atau
dengan apapun yang dilepaskan, bahkan jika hanya sehelai daun teratai, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan,
dan dalam kemarahan ia memukulnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan
dalam kemarahan ia memukulnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, dan dalam kemarahan ia memukulnya, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Jika ia memukul seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu tidak
sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika memukul untuk membela diri; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang memukul, yang keempat, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

75. Aturan Latihan tentang Mengangkat


Tangan

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam dalam kemarahan mengangkat tangan mereka terhadap para
bhikkhu dari kelompok tujuh belas. Karena mereka mengira akan dipukul, mereka menangis.
Para bhikkhu lain bertanya mengapa mereka menangis, dan mereka memberitahukan apa yang
telah terjadi.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam melakukan hal ini?” … “Benarkah, para bhikkhu,
bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu dalam kemarahan mengangkat tangan terhadap seorang bhikkhu
lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Terhadap seorang bhikkhu lain:
Terhadap bhikkhu lainnya.
Dalam kemarahan:
Ketidakpuasan, memendam kebencian, permusuhan.
Mengangkat tangan:
Jika ia mengangkat bagian tubuhnya yang manapun atau apapun yang terhubung dengan
tubuhnya, bahkan jika hanya sehelai daun teratai, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan,
dan dalam kemarahan ia mengangkat tangannya terhadapnya, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan dalam kemarahan ia mengangkat tangannya terhadapnya, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan,
tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, dan dalam kemarahan ia
mengangkat tangannya terhadapnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Jika dalam kemarahan ia mengangkat tangannya terhadap seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya
ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu tidak
sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika mengangkat tangannya untuk membela diri; jika ia gila; jika ia
adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang mengangkat tangan, yang kelima, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

76. Aturan Latihan tentang Tanpa Dasar

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam secara tanpa dasar menuduh seorang bhikkhu dengan tuduhan
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam melakukan hal ini?” … “Benarkah, para bhikkhu,
bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu secara tanpa dasar menuduh seorang bhikkhu lain dengan tuduhan
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhu lain:
bhikkhu lainnya.
Tanpa dasar:
Tidak dilihat, tidak didengar, tidak dicurigai.
Pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:
Satu dari tiga belas.
Menuduh:
Jika ia menuduhnya atau menyuruh orang lain menuduhnya, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan,
dan ia secara tanpa dasar menuduh orang itu dengan tuduhan melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
orang itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia secara tanpa
dasar menuduh orang itu dengan tuduhan melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penskorsan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika orang itu
sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, dan ia
secara tanpa dasar menuduh orang itu dengan tuduhan melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penskorsan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia menuduhnya dengan kegagalan dalam perilaku atau kegagalan dalam pandangan, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia menuduh seorang yang tidak sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sepenuhnya
ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya
ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya sebagai
sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia menuduh seseorang, atau menyuruh orang lain menuduhnya,
menurut apa yang ia sadari; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang tanpa dasar, yang keenam, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

77. Aturan Latihan tentang dengan Sengaja

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara
Anāthapiṇḍika, para bhikkhu dari kelompok enam dengan sengaja membuat para bhikkhu dari
kelompok tujuh belas menjadi khawatir. Mereka berkata, “Sang Buddha telah menetapkan aturan
bahwa seorang yang berumur kurang dari dua puluh tahun tidak boleh diberikan penahbisan
penuh. Dan kalian berumur kurang dari dua puluh tahun ketika kalian menerima penahbisan
penuh. Mungkinkah bahwa kalian tidak sepenuhnya ditahbiskan?” Mereka menangis. Para
bhikkhu lain bertanya mengapa mereka menangis, dan mereka berkata, “Para bhikkhu dari
kelompok enam dengan sengaja membuat kami khawatir.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam melakukan hal ini?” … “Benarkah, para bhikkhu,
bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu dengan sengaja membuat seorang bhikkhu lain khawatir, dengan
berpikir, “Dengan cara ini ia akan menjadi tidak nyaman setidaknya selama sesaat,” dan ia
melakukan hal itu hanya karena alasan ini dan bukan karena alasan lainnya, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Seorang bhikkhu lain:
bhikkhu lainnya.
Dengan sengaja:
Dengan mengetahui, menyadari, setelah meniatkan, setelah memutuskan, ia melanggar.
Membuat khawatir:
Ia membuatnya khawatir, dengan mengatakan, “Tampaknya engkau berumur kurang dari dua
puluh tahun ketika engkau diberikan penahbisan penuh,” “Tampaknya engkau telah makan di
waktu yang salah,” “Tampaknya engkau telah meminum alkohol,” “Tampaknya engkau telah
duduk di tempat tertutup bersama dengan seorang perempuan,” maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.
Ia melakukan hal itu hanya karena alasan ini dan bukan karena alasan lainnya:
Tidak ada alasan lain untuk membuatnya khawatir.

Permutasi
Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan,
dan ia dengan sengaja membuatnya khawatir, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, dan ia dengan sengaja membuatnya khawatir, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan. Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak
menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, dan ia dengan sengaja membuatnya khawatir,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia dengan sengaja membuat seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan menjadi khawatir,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan,
tetapi ia menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu tidak
sepenuhnya ditahbiskan, dan ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika, tanpa berniat untuk membuatnya khawatir, ia mengatakan:
“Tampaknya engkau berumur kurang dari dua puluh tahun ketika engkau diberikan penahbisan
penuh,” “Tampaknya engkau telah makan di waktu yang salah,” “Tampaknya engkau telah
meminum alkohol,” “Tampaknya engkau telah duduk di tempat tertutup bersama dengan
seorang perempuan,” dan kemudian “Pastikanlah hal ini, agar engkau tidak menjadi khawatir
nanti;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang dengan sengaja, yang ketujuh, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

78. Aturan Latihan tentang Menguping

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam sedang berdebat dengan para bhikkhu baik. Para bhikkhu baik
berkata, “Para bhikkhu dari kelompok enam ini tidak tahu malu; tidaklah mungkin berdebat
dengan mereka.”
Dan para bhikkhu dari kelompok enam berkata, “Mengapakah kalian memfitnah kami dengan
menyebut kami tidak tahu malu?”
“Bagaimana kalian mengetahui itu?”
“Kami menguping kalian.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam menguping para bhikkhu yang berdebat dan
berselisih dengan mereka?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu menguping para bhikkhu yang sedang berdebat dan berselisih,
dengan berpikir, “Aku akan mendengarkan apa yang mereka katakan,” dan ia melakukan
hal itu hanya karena alasan ini dan bukan karena alasan lainnya, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Para bhikkhu lain:
bhikkhu lainnya.
Yang sedang berdebat dan berselisih:
Yang terlibat dalam suatu persoalan hukum.
Menguping:
Jika ia sedang dalam perjalanan untuk menguping, dengan berpikir, “Setelah mendengarkan apa
yang mereka katakan, aku akan menuduh mereka,” “aku akan mengingatkan mereka,” “aku akan
membalas tuduhan mereka,” “… aku akan balas mengingatkan mereka,” “… aku akan
mempermalukan mereka,” maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Di mana pun ia
berdiri mendengarkan, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia
berjalan di belakang seseorang, dan ia mempercepat dengan niat untuk menguping, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Di mana pun ia berdiri mendengarkan, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika ia berjalan di depan seseorang, dan ia memperlambat dengan niat untuk
menguping, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Di mana pun ia berdiri
mendengarkan, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia datang ke
tempat seorang bhikkhu sedang berbicara secara rahasia sedang berdiri, duduk, atau berbaring,
maka ia harus berdeham atau memberitahukan kedatangannya. Jika ia tidak berdeham atau
memberitahukan kedatangannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.
Ia melakukan hal itu hanya karena alasan ini dan bukan karena alasan lainnya:
Tidak ada alasan lain untuk menguping.

Permutasi
Jika orang itu sepenuhnya ditahbiskan, dan ia menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan,
dan ia mengupingnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
orang itu sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia mengupingnya,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika orang itu sepenuhnya
ditahbiskan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, dan ia
mengupingnya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia mengupingnya seorang yang tidak sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia
menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu tidak sepenuhnya ditahbiskan, dan ia
tidak menyadarinya sebagai sepenuhnya ditahbiskan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia pergi, dengan berpikir: “Setelah mendengarkan apa yang mereka
katakan, aku akan menahan diri,” “… aku akan menghindari,” “… aku akan mengatasinya,” “…
aku akan membebaskan diriku;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang menguping, yang kedelapan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

79. Aturan Latihan tentang Menghalangi


Prosedur Hukum

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam berperilaku buruk, tetapi ketika suatu prosedur
hukum sedang dilakukan atas salah satu di antara mereka, mereka akan keberatan.
Pada suatu hari Sangha telah berkumpul untuk suatu urusan. Para bhikkhu dari kelompok enam
sedang sibuk membuat jubah dan oleh karena itu mereka memberikan persetujuannya kepada
salah seorang di antara mereka. Ketika para bhikkhu melihat bahwa hanya satu bhikkhu dari
kelompok enam yang datang, mereka melakukan prosedur hukum atas dirinya. Ketika ia kembali
pada para bhikkhu dari kelompok enam, mereka menanyainya, “Apakah yang dilakukan oleh
Sangha?”
“Sangha melakukan prosedur hukum atas diriku.”
“Kami tidak memberikan persetujuan kami untuk itu. Jika kami mengetahui bahwa suatu
prosedur akan dilakukan atas dirimu, kami tidak akan memberikan persetujuan kami.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam memberikan persetujuan atas suatu prosedur
hukum dan kemudian mengkritiknya setelahnya?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu memberikan persetujuannya atas suatu prosedur hukum yang sah,
dan kemudian mengkritiknya setelahnya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Suatu prosedur hukum yang sah:
Suatu prosedur hukum yang terdiri dari memperoleh izin, suatu prosedur hukum yang terdiri
dari satu usul, suatu prosedur hukum yang terdiri dari satu usul dan satu pengumuman, suatu
prosedur hukum yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman; yang dilakukan menurut
Ajaran, menurut Hukum Monastik, menurut instruksi Sang Guru. ini disebut suatu “prosedur
hukum yang sah”. Jika ia memberikan persetujuannya, dan kemudian mengkritik prosedur
tersebut, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai sah, dan ia mengkritiknya
setelah memberikan persetujuannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan
ia mengkritiknya setelah memberikan persetujuannya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak
sah, dan ia mengkritiknya setelah memberikan persetujuannya, maka tidak ada pelanggaran
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi
ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengkritiknya karena ia mengetahui bahwa prosedur hukum
tersebut adalah tidak sah, dilakukan oleh kumpulan yang tidak lengkap, atau dilakukan atas
seorang yang tidak semestinya menerimanya; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang menghalangi suatu prosedur hukum, yang kesembilan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

80. Aturan Latihan tentang Pergi Tanpa


Memberikan Persetujuan

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Sangha
telah berkumpul untuk suatu urusan. Para bhikkhu dari kelompok enam sibuk membuat jubah
dan karena itu mereka memberikan persetujuan mereka kepada salah satu di antara mereka.
Ketika Sangha telah siap untuk melakukan prosedur hukum yang karenanya mereka berkumpul,
Sangha mengajukan usul. Bhikkhu dari kelompok enam itu berpikir, “Ini adalah bagaimana
mereka melakukan prosedur hukum atas kami satu demi satu, tetapi yang ini atas siapakah
kalian akan lakukan?” dan tanpa memberikan persetujuannya, ia bangkit dari duduknya dan
pergi.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Ketika Sangha
sedang berada di tengah-tengah suatu diskusi, bagaimana mungkin para bhikkhu dari kelompok
enam itu bangkit dari duduknya dan pergi tanpa memberikan persetujuannya?” … “Benarkah,
bhikkhu, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya… “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika Sangha sedang berada di tengah-tengah suatu diskusi, jika seorang bhikkhu
bangkit dari duduknya dan pergi tanpa terlebih dulu membeikan persetujuannya, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ketika Sangha sedang berada di tengah-tengah suatu diskusi:
Ketika topik telah diumumkan tetapi diskusi masih belum selesai, atau ketika usul telah diajukan,
atau ketika pengumuman sedang berlangsung.
Bangkit dari duduknya dan pergi tanpa terlebih dulu membeikan persetujuannya:
Jika ia pergi, dengan berpikir, “Bagaimanakah agar prosedur hukum ini terganggu?” atau
“Bagaimanakah agar prosedur hukum ini dilakukan oleh kumpulan yang tidak lengkap?” atau
“Bagaimanakah agar prosedur hukum ini tidak dilakukan?” maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. jika ia sedang dalam proses pergi melebihi serentangan tangan dari pertemuan
itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Ketika ia sudah pergi melebihi serentangan
tangan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai sah, dan ia bangkit dari
duduknya dan pergi tanpa terlebih dulu memberikan persetujuan, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia
tidak dapat memastikannya, dan ia bangkit dari duduknya dan pergi tanpa terlebih dulu
memberikan persetujuan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia bangkit dari
duduknya dan pergi tanpa terlebih dulu memberikan persetujuan, maka tidak ada pelanggaran
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi
ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, maka tidak ada
pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia pergi karena ia berpikir bahwa akan ada pertengkaran atau
perselisihan di dalam Sangha; Jika ia pergi karena ia berpikir bahwa akan ada keretakan atau
perpecahan di dalam Sangha; Jika ia pergi karena ia berpikir bahwa prosedur hukum itu akan
menjadi tidak sah, dilakukan oleh kumpulan yang tidak lengkap, atau dilakukan atas seorang
yang tidak semestinya menerimanya; jika ia pergi karena ia sakit; jika ia pergi karena ia harus
merawat seseorang yang sedang sakit; jika ia pergi karena ia perlu buang air; jika ia pergi dengan
niat untuk kembali, dan bukan karena ia hendak membatalkan prosedur hukum tersebut; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang pergi tanpa memberikan persetujuan, yang kesepuluh, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

81. Aturan Latihan tentang Apa yang Usang

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Pada waktu itu Yang Mulia Dabba orang Malla, yang menjadi pengalokasi tempat-tempat
kediaman dan penjatah makanan, memiliki sebuah jubah yang telah usang. Saat itu Sangha baru
saja memperoleh sebuah jubah, yang diberikan kepada Dabba. Para bhikkhu dari kelompok enam
mengeluhkan dan mengkritik hal ini, “Para bhikkhu mengalihkan perolehan materi Sangha
berdasarkan persahabatan.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam memberikan jubah sebagai bagian dari Sangha yang
sepakat dan kemudian mengkritiknya setelah itu?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika seorang bhikkhu memberikan jubah sebagai bagian dari Sangha yang sepakat dan
kemudian mengkritiknya setelah itu, dengan mengatakan, “Para bhikkhu mengalihkan
perolehan materi Sangha berdasarkan persahabatan,” maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Sangha yang sepakat:
Bagian dari sekte Buddhis yang sama dan menetap di area vihara yang sama.
Memberikan:
Memberikannya sendiri.
Berdasarkan persahabatan:
Berdasarkan persahabatan, berdasarkan pertemanan, berdasarkan seorang kepada siapa ia
berbakti, karena menjadi sesama siswa, karena menjadi sesama murid.
Milik Sangha:
Yang diberikan kepada Sangha, yang dilepaskan untuk Sangha.
Perolehan materi:
Jubah, makanan, tempat kediaman, dan obat-obatan; bahkan sedikit bubuk mandi, pembersih
gigi, atau seutas tali.
Mengkritiknya setelah itu:
Ketika kain-jubah telah diberikan kepada seseorang yang telah sepenuhnya ditahbiskan dan yang
adalah pengalokasi tempat-tempat kediaman atau penjatah makanan atau pembagi bubur atau
pembagi buah-buahan atau pembagi makanan segar atau pembagi benda-benda kebutuhan kecil,
dan ia telah ditunjuk oleh Sangha untuk itu, jika seorang bhikkhu mengkritik pemberian itu,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya sebagai sah, dan ia mengkritik
pemberian kain-jubah itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika
itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia mengkritik
pemberian kain-jubah itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia mengkritik
pemberian kain-jubah itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia mengkritik pemberian benda kebutuhan lainnya, maka ia melakukan pelanggaran
perbuatan salah. Ketika kain-jubah atau benda kebutuhan lainnya telah diberikan kepada
seseorang yang sepenuhnya ditahbiskan dan yang adalah pengalokasi tempat-tempat kediaman
atau penjatah makanan atau pembagi bubur atau pembagi buah-buahan atau pembagi makanan
segar atau pembagi benda-benda kebutuhan kecil, tetapi ia belum ditunjuk oleh Sangha untuk
itu, jika seorang bhikkhu mengkritik pemberian itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Ketika kain-jubah atau benda kebutuhan lainnya telah diberikan kepada seseorang yang
tidak sepenuhnya ditahbiskan dan yang adalah pengalokasi tempat-tempat kediaman atau
penjatah makanan atau pembagi bubur atau pembagi buah-buahan atau pembagi makanan segar
atau pembagi benda-benda kebutuhan kecil, apakah ia telah atau belum ditunjuk oleh Sangha
untuk itu atau tidak, jika seorang bhikkhu mengkritik pemberian itu, maka ia melakukan
pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi
ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah
prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya sebagai tidak sah, maka tidak ada
pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika ia mengkritik seseorang yang biasanya bertindak atas dasar pilih
kasih, kebencian, kebodohan, atau ketakutan, dengan mengatakan, “Apakah gunanya
memberikan kepadanya—ia akan merusaknya atau menggunakannya dengan tidak benar;” jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang apa yang usang, yang kesebelas, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang secara sah

82. Aturan Latihan tentang Mengalihkan

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, suatu
perkumpulan telah mempersiapkan makanan bersama dengan kain-jubah untuk Sangha. Mereka
berkata, “Setelah memberikan makanan, kami akan mempersembahkan kain-jubah.”
Tetapi para bhikkhu dari kelompok enam mendatangi perkumpulan itu dan berkata, “Sudilah
memberikan kain-jubah itu kepada para bhikkhu ini.”
“Para Mulia, kami tidak dapat melakukan itu. Kami telah mempersiapkan persembahan dana
makanan tahunan bersama dengan kain-jubah untuk Sangha.”
“Sangha memiliki banyak penyumbang dan penyokong. Tetapi karena para bhikkhu ini menetap
di sini, mereka mencari sokongan dari kalian. Jika kalian tidak memberikan kepada mereka,
siapakah yang akan memberikan? Karena itu berikanlah kain-jubah kepada mereka.” Karena
didesak oleh para bhikkhu dari kelompok enam, perkumpulan itu memberikan kain-jubah yang
telah dipersiapkan itu kepada para bhikkhu itu dan melayani Sangha dengan makanan.
Para bhikkhu yang mengetahui bahwa makanan serta kain-jubah telah dipersiapkan untuk
Sangha, tetapi tidak mengetahui bahwa kain-jubah telah diberikan kepada para bhikkhu dari
kelompok enam, berkata, “Kalian boleh mempersembahkan kain-jubah.”
“Tidak ada lagi. Kain-jubah yang telah kami persiapkan telah dialihkan oleh para bhikkhu dari
kelompok enam.”
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana
mungkin para bhikkhu dari kelompok enam mengalihkan kepada individu benda-benda yang
mereka ketahui ditujukan untuk Sangha?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan
hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Ketika seorang bhikkhu mengalihkan kepada individu benda-benda sokongan yang
mereka ketahui ditujukan untuk Sangha, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.’”
Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ia ketahui:
Ia mengetahuinya sendiri atau orang lain memberitahunya atau si penyumbang
memberitahunya.
Untuk Sangha:
Diberikan kepada Sangha, dilepaskan untuk Sangha.
Benda-benda sokongan:
Jubah, makanan, tempat kediaman, dan obat-obatan; bahkan sedikit bubuk mandi, pembersih
gigi, atau seutas tali.
Ditujukan:
Jika mereka mengatakan, “Kami akan memberikan,” “Kami akan mempersiapkan,” dan ia
mengalihkannya kepada seorang individu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika itu ditujukan kepada Sangha, dan ia menyadarinya sebagai ditujukan kepada Sangha, dan ia
mengalihkannya kepada seorang individu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika itu ditujukan kepada Sangha, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia
mengalihkannya kepada seorang individu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika
itu ditujukan kepada Sangha, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai ditujukan kepada Sangha, dan
ia mengalihkannya kepada seorang individu, maka tidak ada pelanggaran.
Jika itu ditujukan kepada satu Sangha dan ia mengalihkannya kepada Sangha lain atau kepada
sebuah altar, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu ditujukan kepada satu
altar dan ia mengalihkannya kepada altar lainnya atau kepada suatu Sangha atau kepada
individu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu ditujukan kepada satu
individu dan ia mengalihkannya kepada individu lain atau kepada sebuah sangha atau kepada
sebuah altar, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika itu tidak ditujukan kepada Sangha, tetapi ia menyadarinya sebagai ditujukan kepada Sangha,
maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu tidak ditujukan kepada Sangha, tetapi
ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu tidak
ditujukan kepada Sangha, dan ia tidak menyadarinya sebagai ditujukan kepada Sangha, maka
tidak ada pelanggaran.
Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: Jika ditanya, “Ke manakah kami dapat memberi? Ia menjawab,
“Berikanlah di mana pemberianmu akan menjadi perlengkapan,” “… di mana pemberianmu akan
menjadi perbaikan,” “… di mana pemberianmu akan bertahan dalam waktu lama,” “… di mana
engkau merasa terinspirasi;” jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang mengalihkan, yang kedua belas, selesai

SUB-BAB KEDELAPAN TENTANG SECARA SAH SELESAI


Berikut ini adalah rangkumannya:

“Secara sah, merendahkan,


Berdusta, memukul;
Mengangkat tangan, tanpa dasar,
Dan dengan sengaja, menguping;
Menghalangi, dan menyetujui,
Dan Dabba, mengalihkan.”
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

83. Aturan Latihan tentang Lingkungan


Istana

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Raja
Pasenadi dari Kosala memberitahu penjaga tamannya, “Pergilah dan bersihkan taman; aku akan
pergi ke sana.”
“Baik, Baginda.” Sewaktu sedang membersihkan taman, ia melihat Sang Buddha duduk di bawah
sebatang pohon. Kemudian ia mendatangi Raja Pasenadi dan berkata, “Taman sudah bersih,
Baginda, tetapi Sang Buddha sedang duduk di sana.” “Menakjubkan! Aku akan mengunjungi
Beliau.”
Raja pergi ke taman dan mendatangi Sang Buddha, tetapi pada saat itu seorang umat awam
sedang duduk di sana. Ketika Raja melihatnya, ia menjadi takut dan berhenti. Tetapi ia
mempertimbangkan, “Orang ini pasti tidak jahat, karena ia sedang mengunjungi Sang Buddha.”
Dan karena itu ia mendatangi Sang Buddha, bersujud, dan duduk. Tetapi ketika umat awam itu,
karena hormatnya kepada Sang Buddha, tidak bersujud kepada Raja juga tidak berdiri untuknya,
Sang Raja menjadi kesal. Sang Buddha menyadari apa yang terjadi dan berkata kepada Raja,
“Baginda, umat awam ini adalah seorang terpalajar, yang menguasai tradisi, dan ia bebas dari
keinginan indria.”
Raja berpikir, “Umat awam ini tidak semestinya berada pada posisi rendah, karena Sang Buddha
memujinya.” Dan ia berkata kepada umat awam itu, “Silakan mengatakan apa yang engkau
inginkan.”
“Terima kasih, Baginda.”
Kemudian Sang Buddha memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakan Raja
Pasenadi dengan suatu ajaran, setelah itu Sang Raja bangkit dari duduknya, bersujud, dan
mengelilingi Sang Buddha dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.
Tidak lama kemudian Raja Pasenadi sedang berada di atas rumah panggung terbaiknya, ketika ia
melihat umat awam itu sedang berjalan di jalan, memegang sebuah payung. Ia memanggilnya
dan berkata, “Engkau adalah seorang terpelajar, yang menguasai tradisi. Baik sekali jika engkau
mengajar haremku.”
“Apapun yang kuketahui, Baginda, aku mengetahuinya dari para bhikkhu. Merekalah yang
seharusnya mengajar harem.”
Menyadari bahwa umat awam itu benar, Raja mendatangi Sang Buddha, bersujud duduk, dan
berkata, “Baik sekali, Yang Mulia, jika Yang Mulia menyuruh seorang bhikkhu untuk mengajar
haremku.” Sang Buddha kemudian memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakan
Raja Pasenadi dengan suatu ajaran, setelah itu Sang Raja bangkit dari duduknya, memberi
hormat seperti sebelumnya, dan pergi.
Tidak lama kemudian, Sang Buddha berkata kepada Yang Mulia Ānanda, “Baiklah, Ānanda,
ajarilah harem Raja.”
“Baik, Yang Mulia.” Dan dari waktu ke waktu ia akan mendatangi harem dan mengajar.
Kemudian, setelah mengenakan jubah di pagi hari, Ānanda membawa mangkuk dan jubahnya
dan mendatangi rumah Raja Pasenadi.
Pada saat itu Sang Raja sedang berada di tempat tidur bersama dengan Ratu Mallikā. Ratu
melihat Ānanda datang dan segera bangkit, tetapi gaun gemerlap keemasannya jatuh. Ānanda
berbalik di sana dan kembali ke vihara. Dan ia menceritakan apa yang terjadi kepada para
bhikkhu.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, “Bagaimana
mungkin Yang Mulia Ānanda memasuki lingkungan istana tanpa terlebih dulu diumumkan?” …
“Benarkah, Ānanda, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Ānanda, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal ini
akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … Setelah menegurnya … Sang Buddha
membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, terdapat sepuluh bahaya dalam memasuki lingkungan istana. Apakah sepuluh
ini?
Mungkin terjadi seorang bhikkhu memasuki tempat di mana raja sedang duduk bersama ratunya.
Sang ratu tersenyum ketika ia melihat bhikkhu itu atau bhikkhu itu tersenyum ketika melihat
sang ratu. Raja berpikir, ‘Pasti mereka telah melakukannya, atau akan melakukannya.’
Kemudian lagi, karena raja sangat sibuk, ia tidak ingat telah tidur bersama dengan perempuan
tertentu, namun perempuan itu menjadi hamil karenanya. Raja berpikir, ‘Hanya bhikkhu itu
yang memasuki tempat ini. Apakah ia bertanggung jawab atas hal ini?’
Kemudian lagi, sebuah permata lenyap dari lingkungan istana. Raja berpikir, ‘Hanya bhikkhu itu
yang memasuki tempat ini. Apakah ia bertanggung jawab atas hal ini?’
Kemudian lagi, pembahasan rahasia di dalam lingkungan istana tersebar ke luar. Raja berpikir,
‘Hanya bhikkhu itu yang memasuki tempat ini. Apakah ia bertanggung jawab atas hal ini?’
Kemudian lagi, di dalam lingkungan istana seorang ayah menyerang putranya, atau seorang
putra menyerang ayahnya. Mereka berpikir, ‘Hanya bhikkhu itu yang memasuki tempat ini.
Apakah ia bertanggung jawab atas hal ini?’
Kemudian lagi, raja mempromosikan seseorang. Mereka yang tidak menyukai hal ini berpikir,
‘Raja dekat dengan bhikkhu itu. Apakah ia bertanggung jawab atas hal ini?’
Kemudian lagi, raja mendemosikan seseorang. Mereka yang tidak menyukai hal ini berpikir, ‘Raja
dekat dengan bhikkhu itu. Apakah ia bertanggung jawab atas hal ini?’
Kemudian lagi, setelah mengirim bala tentara di waktu yang tidak tepat, raja memerintahkannya
untuk kembali selagi masih dalam perjalanan. Mereka yang tidak menyukai hal ini berpikir, ‘Raja
dekat dengan bhikkhu itu. Apakah ia bertanggung jawab atas hal ini?’
Kemudian lagi, lingkungan istana ramai dengan gajah-gajah, kuda-kuda, dan kereta-kereta, serta
pemandangan, suara, bau-bauan, rasa kecapan, dan sentuhan-sentuhan yang menggoda yang
tidak sesuai bagi seorang bhikkhu.
Para bhikkhu, ini adalah sepuluh bahaya dalam memasuki lingkungan istana.”
Kemudian, setelah menegur Ānanda dalam berbagai cara, Sang Budha mencela orang yang sulit
disokong … Sang Buddha berkata, “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai
berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu, tanpa terlebih dulu diumumkan, menyeberangi ambang pintu
menuju kamar tidur seorang raja bangsawan yang sah, ketika raja dan ratu ada di sana,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Bangsawan:
Terlahir baik dari pihak ibu maupun ayah, murni dalam keturunan, tidak tercela dan sempurna
sehubungan dengan kelahiran hingga delapan generasi leluhur laki-laki sebelumnya.
Yang sah:
Sah dengan penahbisan kebangsawanan.
Raja ada di sana:
Raja belum meninggalkan kamar.
Ratu ada di sana:
Ratu belum meninggalkan kamar. Atau keduanya belum meninggalkan kamar.
Tanpa terlebih dulu diumumkan:
Tanpa terlebih dulu diberitahukan.
Ambang pintu:
Yang dimaksudkan adalah ambang pintu menuju kamar tidur.
Kamar tidur:
Di mana pun tempat tidur raja dipersiapkan, bahkan jika hanya ditutupi dengan tirai kain.
Menyeberangi ambang pintu menuju kamar tidur:
Jika ia menyeberangi ambang pintu dengan kaki pertama, ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia menyeberangi dengan kaki kedua, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.

Permutasi
Jika ia belum diumumkan, dan ia tidak menyadarinya sebagai sudah diumumkan, dan ia
menyeberangi ambang pintu menuju kamar tidur, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. Jika ia belum diumumkan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan
ia menyeberangi ambang pintu menuju kamar tidur, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan
salah. Jika ia belum diumumkan, tetapi menyadarinya sebagai sudah diumumkan, dan ia
menyeberangi ambang pintu menuju kamar tidur, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika ia sudah diumumkan, tetapi ia tidak menyadarinya sebagai sudah diumumkan, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia sudah diumumkan, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia sudah diumumkan, dan
ia menyadarinya sebagai sudah diumumkan, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia sudah diumumkan; jika raja itu bukan raja bangsawan; jika raja itu
belum ditahbiskan dengan penahbisan kebangsawanan; jika raja telah meninggalkan kamar
tidur; jika ratu telah meninggalkan kamar tidur; jika keduanya telah pergi; jika ruangan itu
bukan kamar tidur; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang lingkungan istana, yang pertama, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

84. Aturan Latihan tentang Benda-Benda


Berharga

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika,
seorang bhikkhu sedang mandi di sungai Aciravatī, ketika seorang brahmana juga datang ke sana
untuk mandi. Ia meletakkan sebuah tas berisi lima ratus keping di atas tanah, mandi, lupa pada
tas tersebut, dan pergi. Bhikkhu itu berpikir, “Ini adalah tas milik brahmana itu; tidaklah baik
jika hilang,” dan ia memungutnya.
Segera sang brahmana teringat. Ia bergegas kembali dan bertanya kepada bhikkhu itu, “Yang
Mulia, apakah engkau melihat tasku?”
Dengan menjawab, “Ya aku melihatnya,” ia menyerahkannya kepadanya.
Si brahmama berpikir, “Bagaimanakah agar aku terhindari dari memberikan imbalan kepada
bhikkhu ini?” Dan ia berkata, “Aku bukan memiliki lima ratus keping, melainkan seribu keping!”
dan ia menangkap bhikkhu tersebut.
Setelah dilepaskan, bhikkhu itu kembali ke vihara dan memberitahu para bhikkhu apa yang telah
terjadi. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya,
“Bagaimana mungkin seorang bhikkhu memungut benda-benda berharga?” … “Benarkah,
bhikkhu, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegurnya … “Orang dungu, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal
ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini
harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal pertama


‘Jika seorang bhikkhu memungut benda-benda berharga atau sesuatu yang dianggap
berharga, atau ia menyuruh orang lain memungutnya, maka ia melakukan pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.
Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian mereka sedang mengadakan perayaan di Sāvatthī, dengan orang-orang
pergi ke taman berpakaian indah, seperti juga Visākhā Migāramātā. Ketika ia meninggalkan
desanya, ia berpikir, “Apakah yang akan kulakukan ketika aku sampai di taman? Mengapa aku
tidak mengunjungi Sang Buddha!” kemudian ia melepaskan semua perhiasannya, mengikatnya
dalam satu buntelan dengan jubah atasnya, dan memberikannya kepada seorang gadis budak,
dengan mengatakan, “Dengar! jagalah buntelan ini.”
Kemudian Visākā mendatangi Sang Buddha, bersujud, dan duduk. Dan Sang Buddha memberikan
instruksi, menginspirasi, dan menggembirakannya dengan suatu ajaran, setelah itu ia bangkit
dari duduknya, bersujud, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.
Dan si gadis budak juga pergi, lupa pada buntelan itu.
Para bhikkhu melihatnya dan memberitahu Sang Buddha. “Baiklah, para bhikkhu, pungutlah dan
simpan.” Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:
“Di dalam sebuah vihara, para bhikkhu, kalian harus memungut benda-benda berharga atau apa
pun yang dianggap berharga, atau menyuruh orang lain memungutnya, dan kemudian
menyimpannya dengan pikiran, ‘Siapa pun yang memiliki ini akan datang dan mengambilnya.’
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kedua


‘Jika seorang bhikkhu memungut benda-benda berharga atau sesuatu yang dianggap
berharga, atau ia menyuruh orang lain memungutnya, kecuali di dalam sebuah vihara,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah ketiga
Pada waktu itu perumah tangga Anāthapiṇḍika meminta seluruh desa itu untuk bekerja
untuknya di negeri Kāsī, dan ia telah menyuruh seorang wakilnya di sana bahwa jika para
bhikkhu tiba maka ia harus mempersiapkan makanan untuk mereka. Segera setelah itu sejumlah
bhikkhu sedang mengembara di negeri Kāsī, ketika mereka sampai di desa itu. Ketika orang itu
melihat mereka datang, ia mendatangi mereka, dan berkata, “Para Mulia, sudilah menerima
makanan dari Anāthapiṇḍika besok.” Para bhikkhu itu menerima dengan berdiam diri.
Keesokan paginya, setelah mempersiapkan berbagai jenis makanan-makanan baik, ia
memberitahu para bhikkhu bahwa waktunya telah tiba untuk makan. Ia melepas cincinnya dan
kemudian mempersembahkan makanan kepada para bhikkhu, dengan berkata, “Para Mulia,
silakan kalian pergi setelah makan. Aku harus bekerja.” Dan ia pergi, melupakan cincinnya.
Para bhikkhu melihatnya dan berkata, “Jika kita pergi begitu saja, cincin ini mungkin hilang,”
dan karena itu mereka berdiam di sana. Ketika orang itu kembali dari bekerja, ia melihat para
bhikkhu dan berkata kepada mereka, “Mengapakah kalian masih berada di sini?” Dan para
bhikkhu itu memberitahunya apa yang terjadi.
Para bhikkhu itu kemudian pergi menuju Sāvatthī di mana mereka memberitahu para bhikkhu,
yang kemudian memberitahu Sang Buddha.
Setelah membabarkan suatu ajaran, Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Di dalam
sebuah vihara, para bhikkhu, atau di suatu penginapan, kalian harus memungut benda-benda
berharga atau apa pun yang dianggap berharga, atau menyuruh orang lain memungutnya, dan
kemudian menyimpannya dengan berpikir, ‘Siapa pun yang memiliki ini akan datang dan
mengambilnya.’ Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu memungut benda-benda berharga atau sesuatu yang dianggap
berharga, atau ia menyuruh orang lain memungutnya, kecuali di dalam sebuah vihara atau
di dalam sebuah rumah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
‘Jika seorang bhikkhu memungut benda-benda berharga atau sesuatu yang dianggap
berharga, atau ia menyuruh orang lain memungutnya, di dalam sebuah vihara atau di
dalam sebuah rumah, maka ia harus menyimpannya dengan pikiran, “Siapa pun yang
memilikinya akan mengambilnya.” Ini adalah prosedur yang benar.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Sesuatu yang berharga:
Mutiara, permata, beril, cangkang mutiara, kuarsa, koral, perak, emas, mirah, mata kucing.
Seuatu yang dianggap berharga:
Apa yang orang-orang anggap berharga atau berguna—ini disebut “dianggap sebagai berharga”.
Kecuali di dalam sebuah vihara atau di dalam sebuah rumah:
selain daripada di dalam sebuah vihara atau di dalam sebuah rumah.
Di dalam sebuah vihara:
Jika vihara tersebut berpagar, maka di sebelah dalam pagar. Jika vihara tersebut tidak berpagar,
maka di area sekitar vihara.
Di dalam sebuah rumah:
Jika rumah tersebut berpagar, maka di sebelah dalam pagar. Jika rumah tersebut tidak berpagar,
maka di area sekitar rumah.
Memungut:
Jika ia mengambilnya sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Menyuruh orang lain memungut:
Jika ia menyuruh orang lain untuk mengambilnya, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Jika ia memungut benda-benda berharga atau sesuatu yang dianggap berharga, atau ia
menyuruh orang lain memungutnya, di dalam sebuah vihara atau di dalam sebuah rumah,
maka ia harus menyimpannya:
Setelah mengingat penampakannya atau mengenali ciri-cirinya, ia harus menyimpannya, dan
kemudian membuat pengumuman: “Siapa pun yang kehilangan sesuatu silakan datang.” Jika
seseorang datang, ia harus diberitahu, “Mohon jelaskan barangmu.” Jika ia menggambarkan
penampakannya atau ciri-cirinya dengan benar, maka benda itu harus diberikan kepadanya. Jika
tidak, maka ia harus diberitahu, “Carilah lagi.” Jika bhikkhu itu hendak meninggalkan vihara, ia
harus terlebih dulu menyerahkan benda-benda itu kepada bhikkhu yang tepat di sana. Jika tidak
ada bhikkhu yang tepat, ia harus menyerahkan benda-benda itu kepada perumah tangga yang
tepat di sana.
Ini adalah prosedur yang benar:
Ini adalah metode yang benar.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia memungut benda-benda berharga atau sesuatu yang dianggap
berharga, atau ia menyuruh orang lain memungutnya, di dalam sebuah vihara atau di dalam
sebuah rumah, dan kemudian menyimpannya dengan pikiran, “Siapa pun yang memilikinya akan
mengambilnya;” jika ia mengambil sesuatu yang dianggap berharga atas dasar kepercayaan atau
ia meminjamnya atau ia mengangapnya sebagai telah dibuang; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang benda-benda berharga, yang kedua, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

85. Aturan Latihan tentang Memasuki Area


Berpenghuni pada Waktu yang Salah

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu para bhikkhu dari kelompok enam memasuki desa pada waktu yang salah, duduk di
dalam aula pertemuan publik, dan membicarakan segala jenis hal tidak berguna: tentang raja-
raja, penjahat- penjahat, dan pejabat-pejabat; tentang bala tentara, bahaya, dan peperangan;
tentang makanan, minuman, pakaian, dan tempat tidur; tentang kalung bunga dan wewangian;
tentang kerabat, kendaraan, desa, pemukiman, dan negeri-negeri; tentang para perempuan dan
para pahlawan; gosip; tentang mereka yang telah meninggal; tentang berbagai hal sepele;
tentang dunia dan lautan; tentang berbagai jenis penjelmaan.
Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para monastik Sakya
memasuki desa pada waktu yang salah, duduk di aula pertemuan publik, dan membicarakan hal-
hal tidak berguna demikian? Mereka persis seperti para perumah tangga yang menikmati
kenikmatan duniawi!”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam itu melakukan hal ini?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian
melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal pertama


‘Jika seorang bhikkhu memasuki area berpenghuni pada waktu yang salah, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.
Sub-kisah kedua
Tidak lama kemudian sejumlah bhikkhu sedang berjalan melalui negeri Kosala dalam perjalanan
mereka menuju Sāvatthī, ketika pada suatu malam mereka sampai di sebuah desa tertentu.
Orang-orang melihat mereka dan berkata, “Para Mulia, silakan memasuki desa.” Tetapi
mengetahui bahwa memasuki desa pada waktu yang salah telah dilarang oleh Sang Buddha dan
karena takut melakukan kesalahan, mereka menolak. Dan oleh karena itu para pencuri
merampok mereka.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju Sāvatthī dan memberitahukan apa yang telah
terjadi kepada para bhikkhu, yang kemudian memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang
Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, Aku
memperbolehkan kalian untuk memasuki area berpenghuni pada waktu yang salah setelah
memberitahu seseorang.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal kedua


‘Jika seorang bhikkhu, tanpa memberitahu siapa pun, memasuki area berpenghuni pada
waktu yang salah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah ketiga
Tidak lama kemudian seorang bhikkhu sedang berjalan melalui negeri Kosala dalam perjalanan
mereka menuju Sāvatthī, ketika pada suatu malam ia sampai di sebuah desa tertentu. Orang-
orang melihatnya dan berkata, “Yang Mulia, silakan memasuki desa.” Tetapi mengetahui bahwa
memasuki desa pada waktu yang salah tanpa memberitahu siapa pun telah dilarang oleh Sang
Buddha dan karena takut melakukan kesalahan, ia menolak. Dan oleh karena itu para pencuri
merampoknya.
Kemudian ia melanjutkan perjalanan menuju Sāvatthī dan memberitahukan apa yang telah
terjadi kepada para bhikkhu, yang kemudian memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang
Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, Aku
memperbolehkan kalian untuk memasuki area berpenghuni pada waktu yang salah setelah
memberitahu seorang bhikkhu yang ada.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal ketiga


‘Jika seorang bhikkhu, ketika ada seorang bhikkhu lain, memasuki area berpenghuni pada
waktu yang salah tanpa memberitahu bhikkhu lain tersebut, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah keempat
Tidak lama kemudian seorang bhikkhu digigit ular. Seorang bhikkhu lainnya pergi ke desa untuk
mencari api. Kemudian ia ingat bahwa Sang Buddha melarang memasuki desa pada waktu yang
salah tanpa memberitahu bhikkhu yang ada. Dan karena takut melakukan kesalahan, ia tidak
memasuki desa. Mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha
membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, Aku memperbolehkan
kalian memasuki area berpenghuni pada waktu yang salah tanpa memberitahu bhikkhu yang ada
jika ada suatu urusan mendesak yang semestinya.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu, ketika ada seorang bhikkhu lain, memasuki area berpenghuni pada
waktu yang salah tanpa memberitahu bhikkhu lain tersebut, kecuali jika ada suatu urusan
mendesak yang semestinya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ada seorang bhikkhu lain:
Ia mampu memberitahunya dan masuk.
Tidak ada bhikkhu lain:
Ia tidak dapat memberitahu siapa pun dan kemudian masuk.
Pada waktu yang salah:
Ketika tengah hari telah berlalu, hingga fajar.
Memasuki area berpenghuni:
Jika ia menyeberangi perbatasan dari suatu area berpenghuni berpagar, maka ia melakukan
pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia memasuki wilayah sekitar area berpenghuni
tanpa pagar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Kecuali jika ada suatu urusan mendesak yang semestinya:
Jika ada suatu urusan mendesak yang semestinya.

Permutasi
Jika itu adalah waktu yang salah, dan ia menyadarinya sebagai waktu yang salah, dan ia
memasuki area berpenghuni tanpa memberitahu bhikkhu yang ada, kecuali jika ada suatu urusan
mendesak yang semestinya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika itu adalah waktu yang salah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia memasuki area
berpenghuni tanpa memberitahu bhikkhu yang ada, kecuali jika ada suatu urusan mendesak
yang semestinya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika itu
adalah waktu yang salah, tetapi ia menyadarinya sebagai waktu yang benar, dan ia memasuki
area berpenghuni tanpa memberitahu bhikkhu yang ada, kecuali jika ada suatu urusan mendesak
yang semestinya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan
Jika itu adalah waktu yang benar, tetapi ia menyadarinya sebagai sawaktu yang salah, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah waktu yang benar, tetapi ia tidak dapat
memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika itu adalah waktu yang
benar, dan ia menyadarinya sebagai waktu yang benar, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ada suatu urusan mendesak yang semestinya; Jika ia masuk setelah
memberitahu seorang bhikkhu yang ada; jika ia masuk tanpa memberitahu siapa pun ketika tidak
ada bhikkhu lain; jika ia bepergian antar vihara; jika ia pergi menuju kediaman para bhikkhunī;
jika ia pergi menuju kediaman para monastik agama lain; jika ia pulang kembali ke vihara; jika
jalan itu melintasi area berpenghuni; jika terjadi situasi darurat; jika ia gila; jika ia adalah pelaku
pertama.
Aturan latihan tentang memasuki area berpenghuni pada waktu yang salah, yang ketiga,
selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

86. Aturan Latihan tentang Kotak Jarum

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di negeri Sakya di Vihara Pohon Banyan di
Kapilavatthu. Pada saat itu seorang pengrajin-gading telah mengundang para bhikkhu yang
membutuhkan kotak jarum untuk meminta satu. Dan para bhikkhu meminta banyak kotak
jarum. Mereka yang memiliki kotak jarum kecil meminta yang besar, dan mereka yang memiliki
kotak jarum besar meminta yang kecil. Pengrajin-gading itu begitu sibuk membuat kotak jarum
untuk para bhikkhu sehingga ia tidak dapat membuat benda-benda untuk dijual. Ia tidak dapat
mencari nafkah untuk dirinya sendiri, dan istri dan anak-anaknya menderita. Orang-orang
mengeluhkan dan mengkritik mereka, “Bagaimana mungkin para monastik Sakya tidak
mengenal kecukupan dan meminta banyak kotak jarum? Pekerja-gading ini begitu sibuk
membuat kotak jarum untuk para bhikkhu sehingga ia tidak dapat membuat benda-benda untuk
dijual. Ia tidak dapat mencari nafkah untuk dirinya sendiri, dan istri dan anak-anaknya
menderita.”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu itu
tidak mengenal kecukupan dan meminta banyak kotak jarum?” … “Benarkah, para bhikkhu,
bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat kotak jarum terbuat dari tulang, gading, atau tanduk,
maka itu harus dihancurkan, dan ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Tulang:
Segala jenis tulang.
Gading:
Yang dimaksudkan adalah gigi gajah.
Tanduk:
Segala jenis tanduk.
Membuat:
Jika ia membuat sendiri atau menyuruh orang lain membuatkan, maka untuk usaha itu terjadi
tindakan perbuatan salah. Ketika ia mendapatkannya, kotak jarum itu harus dihancurkan, dan ia
kemudian harus mengakui pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menyelesaikan sendiri
apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain. maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia membuat atau menyuruh orang lain membuat demi manfaat bagi orang lain, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain dan
kemudian menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika itu adalah kancing; Jika itu adalah pemantik api; jika itu adalah
gesper; jika itu adalah kotak salep; jika itu adalah pengoles salep; jika itu adalah gagang kapak;
jika itu adalah penghapus air; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang kotak jarum, yang keempat, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

87. Aturan Latihan tentang Tempat Tidur


dan Dipan

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Yang
Mulia Upananda orang Sakya sedang tidur di atas tempat tidur tinggi. Pada suatu hari, sewaktu
Sang Buddha dan sejumlah bhikkhu sedang berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman,
mereka sampai di tempat kediaman Upananda. Upananda melihat Sang Buddha datang dan
berkata kepada Beliau, “Yang Mulia, silakan masuk dan lihatlah tempat tidurku.” Sang Buddha
berpaling di tempat itu dan berkata kepada para bhikkhu: “Seorang dungu, para bhikkhu, dapat
dikenali dari tempat tidurnya.”
Setelah menegur Upananda dalam berbagai cara, Sang Buddha mencela orang yang sulit
disokong … Sang Buddha berkata, “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai
berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat tempat tidur atau dipan baru, maka tempat tidur atau
dipan itu harus memiliki kaki setinggi delapan lebar jari normal dar bawah rangka paling
bawah. Jika kakinya melebihi itu, maka harus dipotong, dan ia melakukan pelanggaran
yang penebusan.’”

Definisi
Baru:
Yang dimaksudkan adalah baru dibuat.
Tempat tidur:
Ada empat jenis tempat tidur: satu dengan kaki dan rangka, yang disebut masāraka; satu dengan
kaki dan rangka, yang disebut bundikābaddha; satu dengan kaki melengkung; satu dengan kaki
yang dapat dilepas.
Dipan:
Ada empat jenis dipan: satu dengan kaki dan rangka, yang disebut masāraka; satu dengan kaki dan
rangka, yang disebut bundikābaddha; satu dengan kaki melengkung; satu dengan kaki yang dapat
dilepas.
Membuat:
Ia membuatnya sendiri atau menyuruh orang lain membuatkan.
Tempat tidur atau dipan itu harus memiliki kaki setinggi delapan lebar jari normal dari
bawah rangka paling bawah:
Selain dari rangka paling bawah. Jika ia membuat, atau menyuruh orang lain membuat, yang
melebihi itu, maka untuk setiap usahanya terjadi pelanggaran perbuatan salah. Ketika ia
mendapatkannya, kakinya harus dipotong, dan kemudian ia harus mengakui pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menyelesaikan sendiri
apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain. maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia membuat atau menyuruh orang lain membuat demi manfaat bagi orang lain, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.
Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain dan kemudian menggunakannya, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia membuatnya dengan ukuran yang benar; jika ia membuatnya lebih
kecil dari ukuran yang benar; jika ia mendapatkan satu yang dibuat oleh orang lain yang
melebihi ukuran yang benar dan kemudian memotong kakinya sebelum menggunakannya; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang tempat tidur dan dipan, yang kelima, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

88. Aturan Latihan tentang Berlapis Kapas

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, para
bhikkhu dari kelompok enam membuat tempat-tempat tidur dan dipan-dipan yang berlapis
kapas. Ketika orang-orang yang sedang berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman
melihat pemandangan ini, mereka mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana
mungkin para monastik Sakya membuat tempat-tempat tidur dan dipan-dipan yang berlapis
kapas? Mereka persis seperti para perumah tangga yang menikmati kenikmatan-kenikmatan
duniawi!”
Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit
keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu, “Bagaimana mungkin para bhikkhu
dari kelompok enam melakukan hal ini?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan
hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat tempat-tempat tidur dan dipan-dipan yang berlapis kapas,
maka itu harus dibongkar dan ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan.’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Tempat tidur:
Ada empat jenis tempat tidur: satu dengan kaki dan rangka, yang disebut masāraka; satu dengan
kaki dan rangka, yang disebut bundikābaddha; satu dengan kaki melengkung; satu dengan kaki
yang dapat dilepas.
Dipan:
Ada empat jenis dipan: satu dengan kaki dan rangka, yang disebut masāraka; satu dengan kaki dan
rangka, yang disebut bundikābaddha; satu dengan kaki melengkung; satu dengan kaki yang dapat
dilepas.
Kapas:
Ada tiga jenis kapas: kapas dari pohon, kapas dari tanaman rambat, kapas dari rerumputan.
Membuat:
Jika ia membuat atau menyuruh orang lain membuat, maka untuk setiap usaha terjadi tindakan
perbuatan salah. Ketika ia mendapatkannya, maka itu harus dibongkar, dan ia harus mengakui
pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menyelesaikan sendiri
apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia membuat atau menyuruh orang lain membuat demi manfaat bagi orang lain, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain dan
kemudian menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika itu adalah untuk pengikat punggung-dan-lutut; Jika itu adalah untuk
ikat pinggang; Jika itu adalah untuk penopang bahu; jika itu adalah untuk tas mangkuk; jika itu
adalah untuk saringan air; jika ia sedang membuat bantal; Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh
orang lain dan kemudian membongkarnya sebelum menggunakannya; jika ia gila; jika ia adalah
pelaku pertama.
Aturan latihan tentang berlapis kapas, yang keenam, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

89. Aturan Latihan tentang Alas Duduk

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Beliau
memperbolehkan alas duduk bagi para bhikkhu. Mengetahui hal ini, para bhikkhu dari kelompok
enam menggunakan alas duduk dengan ukuran yang tidak semestinya. Alas-alas duduk itu
menggantung dari tempat-tempat tidur dan dipan-dipan, baik di depan maupun di belakang.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu,
“Bagaimana mungkin para bhikkhu dari kelompok enam menggunakan alas-alas duduk
demikian?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal
‘Jika seorang bhikkhu membuat alas duduk, maka alas duduk itu harus dibuat dengan
ukuran yang benar. Berikut ini adalah ukuran yang benar: dua jengkal normal panjangnya
dan satu setengah jengkal lebarnya. Jika melebihi itu, maka itu harus dipotong, dan ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”
Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua
Pada waktu itu terdapat seorang bhikkhu berbadan besar bernama Yang Mulia Udāyī. Setelah
meletakkan alas duduknya di depan Sang Buddha, ia meregangkannya pada semua sisi sebelum
duduk. Sang Buddha bertanya kepadanya, “Udāyī, mengapakah engkau meregangkan alas duduk
itu pada semua sisi, seolah-olah itu adalah selembar kulit tua?”
“Karena, Yang Mulia, alas duduk yang Engkau perbolehkan untuk para bhikkhu terlalu kecil.”
Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: “Para
bhikkhu, Aku memperbolehkan pinggiran satu jengkal untuk alas duduk.
Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:
Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat alas duduk, maka alas duduk itu harus dibuat dengan
ukuran yang benar. Berikut ini adalah ukuran yang benar: dua jengkal normal panjangnya
dan satu setengah jengkal lebarnya, dan pinggiran satu jengkal. Jika melebihi itu, maka itu
harus dipotong, dan ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Alas duduk:
Yang dimaksudkan adalah alas duduk dengan pinggiran.
Membuat:
Membuatnya sendiri atau menyuruh orang lain membuatkan, alas duduk itu harus dibuat dengan
ukuran yang benar. Berikut ini adalah ukuran yang benar: dua jengkal normal panjangnya dan
satu setengah jengkal lebarnya, dan pinggiran satu jengkal. Jika ia membuatnya, atau menyuruh
orang lain membuatkan, yang melebihi itu, maka atas usaha itu terjadi tindakan perbuatan salah.
Ketika ia mendapatkannya, itu harus dipotong, dan kemudian ia harus mengakui pelanggaran
yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menyelesaikan sendiri
apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain. maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia membuat atau menyuruh orang lain membuat demi manfaat bagi orang lain, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain dan
kemudian menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia membuatnya dengan ukuran yang benar; Jika ia membuatnya lebih
kecil dari ukuran yang benar; Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain yang melebihi
ukuran yang benar dan kemudian memotongnya sebelum menggunakannya; jika ia membuat
kanopi, penutup lantai, tirai kain, matras, atau bantal; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang alas duduk, yang ketujuh, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

90. Aturan Latihan tentang Penutup Gatal

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Beliau
memperbolehkan kain penutup-gatal bagi para bhikkhu. Mengetahui hal ini, para bhikkhu dari
kelompok enam menggunakan penutup gatal dengan ukuran yang tidak semestinya. Ketika
mereka berjalan, mereka menyeretnya, baik di depan maupun di belakang.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu,
“Bagaimana mungkin para bhikkhu dari kelompok enam menggunakan penutup gatal
demikian?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat kain penutup-gatal, maka penutup gatal itu harus dibuat
dengan ukuran yang benar. Berikut ini adalah ukuran yang benar: empat jengkal normal
panjangnya dan dua jengkal lebarnya. Jika melebihi itu, maka itu harus dipotong, dan ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Kain penutup-gatal:
Kain penutup-gatal berguna untuk menutupi gatal atau bisul atau luka atau bisul pecah, di bawah
pusar dan di atas lutut.
Membuat:
Membuatnya sendiri atau menyuruh orang lain membuatkan, kain penutup-gatal itu harus
dibuat dengan ukuran yang benar. Berikut ini adalah ukuran yang benar: empat jengkal normal
panjangnya dan dua jengkal lebarnya. Jika ia membuatnya, atau menyuruh orang lain
membuatkan yang melebihi itu, maka atas usaha itu terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika ia
mendapatkannya, itu harus dipotong, dan kemudian ia harus mengakui pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menyelesaikan sendiri
apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain. maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia membuat atau menyuruh orang lain membuat demi manfaat bagi orang lain, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain dan
kemudian menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia membuatnya dengan ukuran yang benar; Jika ia membuatnya lebih
kecil dari ukuran yang benar; Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain yang melebihi
ukuran yang benar dan kemudian memotongnya sebelum menggunakannya; jika ia membuat
kanopi, penutup lantai, tirai kain, matras, atau bantal; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang penutup gatal, yang kedelapan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

91. Aturan Latihan tentang Jubah Musim-


Hujan

Kisah Asal-mula
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, Beliau
memperbolehkan jubah musim-hujan bagi para bhikkhu. Mengetahui hal ini, para bhikkhu dari
kelompok enam menggunakan jubah musim-hujan dengan ukuran yang tidak semestinya. Ketika
mereka berjalan, mereka menyeretnya, baik di depan maupun di belakang.
Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik para bhikkhu itu,
“Bagaimana mungkin para bhikkhu dari kelompok enam menggunakan jubah musim-hujan
demikian?” … “Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian melakukan hal
ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan
ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat jubah musim-hujan, maka jubah musim-hujan itu harus
dibuat dengan ukuran yang benar. Berikut ini adalah ukuran yang benar: enam jengkal
normal panjangnya dan dua setengah jengkal lebarnya. Jika melebihi itu, maka itu harus
dipotong, dan ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.’”

Definisi
Jubah musim-hujan:
Jubah ini digunakan selama empat bulan musim hujan
Membuat:
Membuatnya sendiri atau menyuruh orang lain membuatkan, jubah musim-hujan itu harus
dibuat dengan ukuran yang benar. Berikut ini adalah ukuran yang benar: enam jengkal normal
panjangnya dan dua setengah jengkal lebarnya. Jika ia membuatnya, atau menyuruh orang lain
membuatkan yang melebihi itu, maka atas usaha itu terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika ia
mendapatkannya, itu harus dipotong, dan kemudian ia harus mengakui pelanggaran yang
mengharuskan penebusan.
Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menyelesaikan sendiri
apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain. maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia membuat atau menyuruh orang lain membuat demi manfaat bagi orang lain, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain dan
kemudian menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia membuatnya dengan ukuran yang benar; Jika ia membuatnya lebih
kecil dari ukuran yang benar; Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain yang melebihi
ukuran yang benar dan kemudian memotongnya sebelum menggunakannya; jika ia membuat
kanopi, penutup lantai, tirai kain, matras, atau bantal; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang jubah musim-hujan, yang kesembilan, selesai
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penebusan
Sub-bab tentang benda-benda berharga

92. Aturan Latihan tentang Nanda

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu terdapat seorang bhikkhu yang tampan dan anggun bernama Yang Mulia Nanda,
sepupu Sang Buddha. Ia 7 sentimeter lebih pendek daripada Sang Buddha, tetapi ia menegnakan
jubah yang berukuran sama seperti Sang Buddha. Ketika para bhikkhu senior melihatnya datang,
mereka berpikir bahwa ia adalah Sang Buddha dan bangkit dari duduk mereka.
Tetapi ketika ia mendekat, mereka menyadari siapa dirinya, dan mereka mengeluhkan dan
mengkritiknya, “Bagaimana mungkin Yang Mulia Nanda mengenakan jubah yang berukuran
sama seperti Sang Buddha?” … “Benarkah, Nanda, bahwa engkau melakukan hal ini?”
“Benar, Yang Mulia.”
Sang Buddha menegur mereka … “Nanda, bagaimana mungkin engkau melakukan hal ini? Hal ini
akan mempengaruhi keyakinan orang-orang …” … “Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus
dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
‘Jika seorang bhikkhu membuat jubah dengan ukuran standar jubah atau lebih besar,
maka itu harus dipotong, dan ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Ini adalah ukuran jubah standar: sembilan jengkal panjangnya dan enam jengkal
lebarnya’”

Definisi
Seorang:
Siapa pun
Bhikkhu:
… Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui
prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan
lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.
Ukuran jubah standar:
Sembilan jengkal normal panjangnya dan enam jengkal lebarnya
Membuat:
Jika ia membuatnya, atau menyuruh orang lain membuatkan, maka atas usaha itu terjadi
tindakan perbuatan salah. Ketika ia mendapatkannya, itu harus dipotong, dan kemudian ia harus
mengakui pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi
Jika ia menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri, maka ia melakukan pelanggaran yang
mengharuskan penebusan. jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang ia mulai sendiri,
maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan. Jika ia menyelesaikan sendiri
apa yang dimulai oleh orang lain, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan
penebusan. Jika ia menyuruh orang lain menyelesaikan apa yang dimulai oleh orang lain. maka ia
melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan.
Jika ia membuat atau menyuruh orang lain membuat demi manfaat bagi orang lain, maka ia
melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia mendapatkan yang dibuat oleh orang lain dan
kemudian menggunakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran


Tidak ada pelanggaran: Jika ia membuatnya lebih kecil dari jubah standar; Jika ia mendapatkan
yang dibuat oleh orang lain yang terlalu besar dan kemudian memotongnya sebelum
menggunakannya; jika ia membuat kanopi, penutup lantai, tirai kain, matras, atau bantal; jika ia
gila; jika ia adalah pelaku pertama.
Aturan latihan tentang Nanda, yang kesepuluh, selesai
SUB-BAB KE SEMBILAN TENTANG BENDA-BENDA BERHARGA SELESAI

Berikut ini adalah rangkumannya:

“Milik raja, dan benda-benda berharga, ada,


Jarum, dan tempat tidur, kapas;
Dan alas duduk, dan gatal,
Musim-hujan, dan standar.”

“Para Mulia, sembilan puluh dua aturan tentang penebusan telah dibacakan. Sehubungan dengan
ini aku bertanya kepada kalian, ‘Apakah kalian murni dalam hal ini?’ Untuk kedua kalinya aku
bertanya, ‘Apakah kalian murni dalam hal ini?’ Untuk ketiga kalinya aku bertanya, ‘Apakah
kalian murni dalam hal ini?’ kalian murni dalam hal ini dan oleh karena itu berdiam diri. Aku
akan mengingatnya demikian.”
Bagian aturan-aturan minor telah selesai
BAB TENTANG PELANGGARAN-PELANGGARAN YANG MENGHARUSKAN PENEBUSAN SELESAI

Anda mungkin juga menyukai