Anda di halaman 1dari 62

BAB.I.

MANFAAT BELAJAR ILMU HAKIKAT

BAB.II. MENJELASKAN TENTANG TUMBUHNYA BUDI

BAB. III. MENJELASKAN TENTANG UMPAN DAN NYALANYA DAYA

BAB IV. KEHENDAK, SIR, TEKAD SERTA HUBUNGANNYA

BAB. I.

1. MANFAAT BELAJAR ILMU HAKIKAT

Belajar Ilmu Hakikat itu jangan dianggap hanya berguna untuk besok saja, namun ketika masih hidup di
dunia itu juga perlu, agar mendapatkan pedoman dan penerang dalam hatinya, yang akan mengarahkan
kepada jalan kebenaran dan terang, untuk kerja apa saja.

Belajar illmu hakikat jika sungguh-sungguh dalam mempelajarinya, setidak-tidaknya bisa mendapatkan
petunjuk dalam rasa, jauh dari kekeruhan hati.

Kekeruhan hati itu, seperti :

· Mau menolong terbawa oleh pamrih agar mendapat sanjungan atau mengharapkan hasil.

· Mengejar harta, lupa Iman.

· Mencari benar, terbalik keliru mencari menang, dan sebagainya.

Manusia yang jauh dari sifat angkara, banyak tenangnya, enaknya, dan ketenteramannya. Raganya tidak
cepat rusak yang dikarenakan terlalu banyak api (nafsu), dan tidak cepat rusak yagn ddikarenakan
terseret kuda yang bernama Pancaindra.

Orang yang ingin menggapai Ilmu Hakikat, maka keinginan yang ada dalam dirinya selamahidupnya,
selalu menyatu : TERTUJU KEPADA TEKAD.

Jarang terjadi perbantahan di dalam hatinya seperti bagi yagn suka berganti-kanti kehendak yang
masing-masing kehendaknya bukan untuk satu tujuan (tunggal nada dasar-selaras). Mengalirnya Cipta
tidak terlalu banyak berbelok, dan tidak bocor ke mana-mana, dan tidak bingung seperti air yang sering
diobok-obok serta tidak tergenang.

Orang yang bersungguh-sungguh dalam pencariannya terhadap Ilmu Hakikat, apa pun yang
dilakukannya sering benarnya, banyak baiknya, cepat selamatnya, jauh dari celaka, karena : Sudah dekat
kepada yang mengajak selamat, yaitu yang tidak pernah salah.

Yang sebenarnya, kehendak manusia itu, ada yang tumbuh dari nafsu yang baik, ada yagn tumbuh dari
nafsu yang jahat, ada yang tumbuh dari rasa.
Sehingga ada kehendak yang mengikuti petunjuk Budi, ada yang mengikuti petunjuk Angan-angan yang
sedang gelap karena terbawa oleh daya dari roh hewani saja (meninggalkan angan-angan), itu semua
oleh orang yang sedang mencari ilmu hakikat : Di rasakan, dihayati, dan diperhatikan.

Pesan : Angan-angan itu adalah Raja bagi Pancaindra, itu yang berkewajiban membedakan baik dan
buruk benar dan salah.

KEHENDAK yang baik itu ajakan dari Nafsu Mutmainah, akan tetapi semua nafsu itu tidak mendapatkan
bagian untuk mengetahui tentang BENAR, karena benar itu adalah urusannya BUDI (sang penunjuk
kepada yang benar).

Kehendak yang baik yang berpedoman kepada yang benar itu : Juga belum tentu perlu untuk dilakukan
atau akan selamat, sehingga harus selalu waspada (prayitna) terhadap sasmita petunuknya RASA (yang
bertugas menunjukkan kepada selamat) yang menuntun kepada kelancaran dan keselamatan serta
perlunya di lakukan, serta menyadari aas kewajibannya.

Dan demikian juga, manusia untuk bisa mengetahui tentang : duduga (kira-kira), prayoga (sebaiknya)
watara, kira-kira, riringa, subasita, awas ing semu, prayitna, weweka, eguh (cara), tangguh, dan
sebagainya, Itu Juga atas tuntunan RASA.

Semakin dekat kepada RASA, semakin mahir kepada : deduga, prayoga, serta semakin sedikit
kemungkinan meleset dalam melakukan perkiraan.

Ringkasnya, Deikian :

Bukan hanya akherat saja yang ada penasaran, di dunia juga banyak penasaran, halangan dan
permasalahn, yang ada di hati manusia.

Maka dari itu perlu menggunakan pedoman dan obor penerang.

Ujud dari pedoman : RASA, ujud dari obor penerang : BUDI

Untuk bisa mengetahui petunjuk dari BUDI dan RASA, jika manusia belajar Ilmu Hakikat, karena belajar
Ilmu itu watak dari BUDI dan RASA.

Tembang Macapat :

Dipun sami ambanting sarira. (Agar selalu membanting raga)

Cegah dhahar lan guling; (Mengurangi makan dan tidur)

Darapon sudaa. (Dan juga kurangilah)

Nafsu kang ngambra-ambra, (Nafsu yang merajalela)

Rerema ing tyasireki, (Tenangkan dalam hatimu)

Dadi sabarang karsanira lestari (Sehinga segala kehendakmu akan selamat).


2. MENIPU HATI SENDIRI DAN IYA

Yang menjadi cacat bagi orang hidup itu biasanya dikarenakan menipu hatinya sendiri.

Karena senang kepada sandang dan harta, kemudian berpendapat, semikian :

“Kewajiban orang hidup itu tentunya berikhtiar mencari penghidupan, mengurusi kekayaannya, untuk
merawat raganya, serta anak istrinya.

Mana ada orang yang menolak uang, mana ada orang yang menerima ada adanya.

Orang yang ditinglkan oleh harta pasti pikirannya menjadi bingung, yang bisa menumbuhkan pikiran
jelek.

Pendapat yang demikian itu pada dasarnya memang benar, namun apa tidak ada bedanya menipu diri
sendiri dengan yang sejatinya (Saksi, keterangan apa tidak ada?).

Walau pun hidup manusia mempunyai kewenangan, mengurusi keduniaan, namun orang yang
mengharapkan dunia dengan yang menggantungkan harapannya kepada Allah itu, sangat terlihat
perbedaannya.

1. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak tuma’ninah-nya, orang yang
menggantungkan harapannya kepada dunia terlalu ngaya.

2. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak sabarnya, orang yang
menggantungkan harapannya kepada banyak nafsunya tentang harta.

3. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak ingatnya kepada perbuatan baik, dan
omongan baik , orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak lupanya, menolak
perbuatan baik.

4. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak ihlasnya, menerima, dan syukurnya,
orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia banyak mengeluhnya.

5. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak kasihnya kepada sesama, orang yang
menggantungkan harapannya kepada dunia banyak serakahnya dan keluhannya.

6. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak dingin hatinya dan enak, orang yang
menggantungkan harapannya kepada dunia banyak panas hatinya dan pikirannya.

7. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Banyak kasih kepada sesama, orang yang
menggantungkan harapannya kepada dunia banyak bendi dan irihatinya serta syirik, Jikan senang dan
asih karena ada pamrihnya.

8. Orang yang menggantungkan harapannya kepada Allah. Memilih miskin dibanding rusak Imannya,
orang yang menggantungkan harapannya kepada dunia tidak memperdulikan Iman.
Demikianlah, dan seterusnya.

Intinya : Baik yang ingat dan sadar, satu dalam tekadnya (tidak bohong). BOHONG itu ada yang di dalam
lahir dan ada yang di dalam batin. Bohong batin itu Menipu hati sendiri, berkudung anggapan diri. Itulah
yang menipu hidupnya sendiri.

Semoga dalam hidup ini untuk bisa merasa : MALU dan Dipermalukan atas hidupnya sendiri, Aamiin!!

Jika sudah bisa membadakan berbagai macam rasa diri

Karena sering merasakan.

Dengan Memperhatikan itu disebut PRAYITNA. (Waspada)

Setelah bisa yang demikian itu, kemudian memisah-misahkan yang baik dan yang buruk.

Yang buruk tidak dipakai dengan jalan tidak didperhatikan atau dilupakan.

Sedangkan yang benar dihidup-hidupkan.

Jika sudah bisa yang demikian itu disebut : WEWEKA. (Menganalisa)

Setelah dipisah-pisah, yang baik dan yang benar di tata.

Diterapkan daya kekuatannya,

Jika sudah bisa merawat yang baik dan yang benar sesuai yang seharusnya, itu disebut WIRAGNYA.

(Ahli dalam kebenaran).

(Serat MADURASA).

3. JANGAN MELUPAKAN TUGAS /NIAT AWAL

Purwakanthi (Lagu Dolanan) = Lagu mainan anak kecil jaman dahulu :

E; Dhayohe tka (Ada tmu yagn datang).

E; Gelarna klasa (Segerlah gelarkan tikar).

E; Klasane bedhah (Ternyata tikarnya robek)


E; Tambalen Jadah (Segerlah ditambal dengan Jadah (Jenis makanan dari beras ketan).

E; Jadahe mambu (Ternyata jadah itu sudah basi)

E; Pakakna asu (Lalu, berikanlah kepada anjing)

E; Asune mati (Tiba-tiba anjing itu mati).

E; Buwangen Kali (Buanglah ke sungai)

E; Kaline banjir (Ternyata sungainya sedang banjir)

E; Buwangen pinggir (Buanglah ke tepi sungai saja).

Lagu anak-anak tersebut menjadi pengibaratan atas manusia yang lupa kepada “Jejer” (Kewajiban Awal).
Orang yang sedang mempunyai kewajiban menemui tamunya, ketika melihat jadah yang basi, terus lupa
kepada tamunya, yang dipikir, jadahnya. Ketika melihat anjing yang mati, ingatannya hanya kepada
anjing, lupa kepada jadah).

Manusia yang hidupnya Kosong tanpa tekad, tentunya tidak mengerti atas kewajibannya, dalam
hidupnya di dunia. Sehingga tidak mengerti makna dari yang dilakukannya untuk selama-lamanya.

Artinya : Setiap mengalami berganti-gantinya keinginan, tidak dengan mengingat kepada keinginan yang
semula, ketumpukan keinginan baru dan kemudian ketumpukan lagi, bukan kelanjutan dari keinginan
sebelumnya.........................

Sehingga agar bisalah mencari “Jejer”ing hidup di dunia (Tugasnya kewajiban hidup di dunia) dengan
Tekad. Kemudian, segala yang dikehenadikan, tujukanlah kepada tekad itu. Karena, tekad itu tonggak
dari kehendak. Itu, pegang teguhlah dengan sekautnya, jangan sampai kalah oleh kehendakmu, jangan
terbawa oleh daya tariknya keduniaan (aja kagetan, gimiran, slewang-sleweng). Walau pun raga terbawa
oleh ombak jaman, pangkal dari rasa dirimu kuatkanlah dan selalu ingat kepada “Jejer” tugas dan niat
semula.

Sangat jarang oarng yang kuat menggunakan keyakinan dari dirinya sendiri.

Yang banyak itu mudah terperanjat, mudah heran, budah berganti-ganti, hanya terdorong mengikuti
ombak jaman.

CERITA hidup manusia, dalam hidup di dunia ini, dan tempatnya lupa terhadap asal dan tujuannya,
sungguh membuat heran, saya ibaratakan, sebagai berikut :

Yang sedang membaca Serat ini, saya umpamakan naik sedang Naik Kereta Api, akan pulang ke
rumahnya (Seumpama : Ke Kadiun). Di dalam Kereta Api bersama-sama dengan sanak saudara yang
menyayanginya, kemudian mendengar percakapan bermacam-macam.
Ada segolongan yang mengaka berbicara, seperti ini :

“Mas, Ayo turun di (,,,,) saja, bersama dengan kita semua, melihat pertunjukan wayang, Dalangnya
berasal dari Keraton, apa lagi Kangmas ditunggu oleh para saudara lainnya ..................

Kemudian ada golongan yang mengajak, seperti ini :

“Pergi Purwareja saja Mas, akan banyak sekali keuntunganmu dalam hal Ilmu, karena bisa mengikuti
pertemuan dengan para Ahli di bidang Ilmu batin, seperti yang kamu inginkan.”

Segolongan yang lain mengetakan, seperti ini :

“Sebaiknya turuns aja di Surakarta, melihat Sriwedari, ada pertunjukan Film, Wayang Orang, Gedung
Musium yang berisi serba indah ......................”

Ada satu lagi yang mengatakan demikian :

“Dhimas, semuanya jangan kamu pikir, bisa menjadikan bingung, lebih baik ikutilah kata-kataku, turun di
....................... sedangkan perlunya adalah .......................... jangan minta keterangan dahulu, nanti saya
bisiki sejatinya dari ...... sid................................”.

Kemudian ada lagi ........... ada lagi ... yang lebih menarik hati dan sebagainya.

Jika seumpama ada kejadian yang seperti itu, yang manakah yang diikuti?

Perkara mendengarkan dan menanggapi perkataan orang, sudah kewajiban untuk menegakkan
tatakrama (kesopanan dalam pergaulan), namun jangan samapi lupa kepada “Jejer” niat semula atau
kewajiban semula, yaitu Pulang menuju Madiun. Tidak boleh menyeleweng.

Mencari enak dan senag sementara ada di dalam Kereta Api, juga didperbolehkan, sepeerti halnya :
Menata tempat duduknya, tempat bersandarnya, namuan jangan samapai keterusan Membuat tempat
tidur di dalam Kereta Api.

Dalam mengikuti aturan per-Kereta Apian, karena sudah terlanjur berada di dalam Kereta Api’ dalam
mencari enak dan senang SEKEDARNYA saja ketika ada di dalam Kereta Api, sebab menjadi penguat
ketika berada di dalam Kereta Api, namun dalam Merasakan semua itu harus sekedarnya. Dalam hatinya
hanya tetap akan pergi ke Madiun saja.

Mengikuti aturan Naik Kereta Api dan mencari kesenangan sekedarnya, itu jadikanlah sebagai contoh,
dalam hidup di alam dunia ini, diperbolehkan mencari harta, kepandaian, pangkat, mencari enak dan
kesenangan, megnurus anak istri, harus bergaul, mempunyai hajatan, menata rumah, berpakaian yagn
pantas, bertamu, menyenangkan tamunya ........................ selamanya ketika masih di dunia (Berapa
tahun, apakah lama?) yang sebentar lagi akan berganti alam, meninggalkan alam dunia. Bagaikan orang
yang menaiki Kereta Api, meninggalkan Kereta Api.

Meninggalkan tempat duduk (yang kadang tempat ketika tertidur) ditinggal di Kereta Api.
Mengapa ketika di alam dunia terlalu berlebihan dalam mencintai kesenangan dunia? (Bagaikan
senangnya orang yang bermimpi mendapatkan uang, ketika terbangun, dicari ke sana ke mari tangannya
tetap kosong).

Orang yang lupa kepada Allah (terlalu kuat mencengkeram dunia) itu bagikan orang yang berada di
dalam Kereta Api yang lupa akan turun di mana?

Itu masih termasuk baik, masih ermasuk orang yang mau mencari ilmu, sedangkan bagi orang yang sama
sekali tidak ingat kepada sukmanya, itu bagaikan orang yang naik Kereta Api lupa jika nantinya harus
turun, selalu bersenang-senang dikiranya Kereta Api itu adalah rumahnya (alamnya). Orang-orang yang
berada Kereta Api dikira keluarganya yang tinggal dalam satu rumah (karena lupa asal mulanya, tidak
memikirkan bagaimana akhirnya). Memang benar orang-orang itu berkumpul dalam satu tempat,
bagaikan keluarga dalam satu rumah, namun tujuannya (niat dalam hatinya) tidak sama, ada yang akan
turun di Yogya, ada yang ke Solo, dan ada juga yang akan menuju keSemarang. Sehingga dalam
berkumpulnya itu hanya sebentar saja, ketika berpisah tidak saling bertemu lagi (Sangat sulit untuk bisa
bertemu lagi) seperti ketika ada di Kereta Api seperti itu, dan lengkap yang bertemu seperti itu. Setelah
terpisah dalam waktu yang lama, kadang tidak ingin kepada Kereta Api lagi. Semakin tidak mungkin
menginginkan bertemu di dalam Kereta Api yang lengkapnya seperti itu lagi. Sehingga hanya
membayangkan Kereta Api saja yang keinginannya seperti itu lagi.

Manusia di dalam Kereta Api, masing-masing mempunyai tujuan, kaprayitnan dan weweka, jadikan
ibarat atas orang yang berada di alam dunia, ya harus mempunyai tekad, kaprayitnan dan weweka,
jangan sampai hanya memikirkan urusan dunia saja.

Dalam bersikap sekedarnya merasakan keadaan di dalam Kereta Api juga jadikan ibarat : Orang yang ada
di alam dunia hanya sekedarnya saja dalam merasakan kehidupan dunia. Seperti : Orang memamerkan
kegagahannya ketika ada di Kereta Api kepada teman-temannya yang hatinya dalam keadaan
sekedarnya, itu sangat tidak bermanfaat, juga seperti seseorang yang berada di dunia membanggakan
pangkat, kehormatan, sanjungan, kepada temannya yang benar bersama-sama dalam satu jaman, itu
tidak bermanfaat apa-apa, setelah meninggal dunia.

Waktu yang hanya sekejap ketika berada di dalam Kereta Api, dan jauhnya keterpisahan, setelah
meninggalkan Kereta Api, juga sebagai ibarat cepatnya hidup di alam dunia dan tidak saling tidak
bertemu lagi setelah meningglkan dunia.

Orang yang lupa tempat turunnya dari sepur, itu ketika harus turun pasti salah, seperti : Turun sebelum
sampai di Madiun.

Sesampainya di stasiun yang bukan Maddiun, berjalan mencari rumah dan harta miliknya, tidak akan
mungkin bisa ditemukan.

Orang yang naik Kereta Api yang lupa bahwa akan turun, tidak hanya tersesat saja, ketika turun diserta
terperanjat. Sedang senang-senangnya membuat tempat untuk tidur dan ketemuan dengan temannya,
dipaksa turun oleh kondektur. Setelahnya turund ari Kereta Api, masih merasa sangat ingin mencari
tempat duduk dan tempat tidurnya dan juga teman-temannya itu tadi (Kereta Api-nya sudah pergi jauh),
tidak akan mungkin bisa ketemu, walau pun sekitarnya stasiun ditelusuri semuanya sambil
mengeluarkan air mata.

Karena sudah lupa kepada niat semua dan tidak berhati-hati tentang belakangnya, tidak mungkin akan
mencari rumahnya di Madiun.

Apa makna yang dilakukan di waktu itu dan bagaimana hasil akhirnya terjadi yagn demikian : Tidak
mengetahui dan tidak memikirkan, akan tetapi : Tidak ingin mengetahui dan tidak mencari jalan dari
pikiran. Oleh karena tempat duduk dan teman-temannya sudah di cari dan ditangisi masih tetap tidak
ditemukan, bagaimana lagi, akhirnya berkelana entah kemana arahnya. Saya gambarkan :: Kemudian
melihat sekumpulan orang banyak dan beberapa golongan yang sedang ada acara rame-rame, kemudian
didekatinya, nampak oarang yang sedang bersenang-senang, ada yagn judi, ada yang saling bercakap-
cakap, saling mencari kesenangan sendiri-sendiri.

Yang baru datang dari Kereta Api, terbawa kepada salah satu orang yang sedang berkumpul, seperti :
Ikut merasakan kesenangan orang yang mengocok kartu, melihat dari belakangnya (Tidak berniat pindah
dari situ, karena terjerat oleh rasa senangnya melihat kartu dan mendengarkan suara dari orang yagn
tertawa-tawa), bagaikan sedunia tidak ada kesenangan seperti itu. Tidak ada tempat yang membuat
kerasan selain hanya di situ (Sudah terlupa tempat duduk dan teman-temannya di Kereta, dan sudah
lupa pnyebab mengapa ada di tempat itu, sehingga lupa asal dan tujuannya), lupa dari mana asal
sebelumnya, tidak mengerti penyebab berada di alam itu (Tidak mengetahui dimana rumahnya, dikira
itulah rumahnya, tidak berpikir, apakah iya ataukah bukan, tidak merasa bahwa sedang celaka, Itulah
gambaran orang yang berada di dunia.

Wahai saudara yang sedang lupa, dengarkanlah Gendhing Eling-eling, elinga purwanira, lan bakal
wusananira.

O, saudara yang menyiksa nyawanya, dengarkanlah sinden Eman-eman (Dhuh kusuma) asal manusia itu
lebih dari luhur (Eman).

4. PEDOMAN SEDIKIT

KETHUILAH, bahwa di dalam badan manusia ada yang selalu ingat merasa kepada Asalmula (Jejer) yaitu :
Inti dari rasa manusia, yang bernama :Rasul. Itu tertipu dan tertutup nafsu, yang berupa pancaindra.

Datangnya pancaindra (Angan-angan nafsu, kehendak) itu bersamaan ketika lahirnya mansuia. Itu yang
mengajak sangat menyenangi dunia, mengajak lupa. Sedangkan kesucian, dilatih agar bisa diam.
Menurut kepada inti rasa, itu pusat rasa dari rasa manusia semakin lama semakin terasa, ingatannya
kepada manusia semakin terang, yagn akhirnya bisa ingat dan merasa kepada asal dan akhirnya, di situ
manusia ketempatan rasa, enam warna :

HERAN (Ngungun) : Ternyata hanya remeh saja yang dikejar oleh manusia ini.
MENYAYANGKAN (Getun) : Oleh tertipunya manusia serta dihianati oleh yang dibelanya.

MENYESAL *Keduwung) : Karena merasa sangat lamanya dalam keadaan lupa, serta dalam menerjang
larangan hidupnya sendiri, ketika sering durhaka kepada hidupnya, dan sebagainya.

MERANA (Nelangsa) : Karena terlalu lama dalam penderitaan di dalam kegelapan dan tempat yang asor.

SYUKUR : Karena telah Ingat kepada hidupnya, merasa bahwa dirinya itu sebenarnya lebih dari yang
luhur, Kuasa dan kaya tanpa ada yang menandingi.

CINTA : Terhadap Dzat-nya sendiri, kepada hidupnya yang sebenarnya, yang menghidupi jiwa raga, iya
AYAH IBU DARI NYAWAMYA YANG SEBENAR-BENARNYA, iya ADANYA DIRI YANG SEBENAR-BENARNYA
DIRI.

Di situ merasakan Cinta yang tidak tergambarkan, rasa lain-lainnya hilang semua, terdesak oleh CINTA,
dunia lapis tujuh penuh oleh CINTANYA.

Sehingga ingtlah kepada NIAT AWAL (Jejer).

Jalan menuju kepada Ingat :

1. Mengurangi berkembangnya hawa nafsu.

2. Tekun mencari tambahnya pengertian.

3. Melatih rasa CINTA.

5. PERBEDAAN ANTARA TAMU DAN YANG PUNYA RUMAH

Rasa diri manusia itu bermacam-macam : sakit, enak senang, susah, senang, benci, manis, pahit, pegal,
nyeri, asin, .............. jumlah tidak terbilang.

Itu semua rasa yang datang dan pergi, artinya : tidak tetap, dan tidak menetap.

Oleh karena datang dan pergi, bisa diumpamakan TAMU. Sehingga tiap diri manusia ketamuan di dalam
hatinya dalam tiap waktunya (E. Dhayohe teka == E. Tmunya datang).

Oleh karena ada yang datang dan pergi, tentunya ada yang tetap di tempat, tetap adanya (yaitu yang
punya rumah), yang sebagai saksi dan yang menyaksikan segala jenis yang datang dan pergi itu tadi.

RASAKANLAH (renungkanlah)!!!! Perbedaan dari ya g tetap adanya dengan yang mendatanginya, ketika
dalam keadaan terjaga atau pun tidur. Jika sudah agat bisa ditemukan atas yagn tetap adanya itu,
peganglah yang erat. Jagalah dengan kuat, ikutilah, jangan sampai kehilangan jejaknya. Itulah yang wajib
kamu anut saat ini dan besok hari. Karena, itulah yang menunjukkan kepada keselamatan yang perlu
kamu lakukan, dan TIDAK PERNAH SALAH. Itulah yang pekerjaan selalu mengajak : Ingat kepada
kebenaran, selamat, nikmat, bermanfaat di dunia dan akhirat.

Bagaimanakan caranya untuk mencarinya? Hal itu tidak mudah, karena harus telten dan tekun, dalam
bahasa jawanya “ngruruh sankganing ririh”, dengan jalan rutin merasakan, membanding-bandingkan
dan memperhatikannya, dengan sangat teliti, surti dan hati-hati.

Pedoman Kesentausaan Budi :

Yang di dapat dari memperhatikan dipergunakan sebagai pijakan untuk melanjutkan pencariannya, Jika
sudah mendapatkan modal sebesar butir beras, dirawat agar meningkat menjadi sebessar biji kapuk
randu (klentheng), kemudian dilanjutkan dirawat hingga menjadi sebesar butir jagung, dan seterusnya.

Lakunya : yang perlu dilakukan, adalah rutin mengendapkan air, yang menghidupi semua rahsa yang
saling berseliweran dan saling berdesakan bagaikan ikan di siwakan aliran air (Intinya menenangkan
hati).

Yang kadang sering mengendapnya, sehingga berbagai jenis keadaan di dalam kedalaman air terlihat
terperinci dengan jelas. Semakin Jernih, semakin terlihat, sehingga ketika itu kemudian bisa
membanding-bandingkan dan memperhatikan niteni, mana yang bukan mana yang iya.

Semakin tenang gerakan nafsu, semakin nampak jelas. Setelah nafu benar-benar tenang, yang tinggal
bernama Pramana.

Manusia yang giat mencari Pramana-nya, walau pun belum sampai bisa menemukan, itu pun sudah
memberikan kekuatan kepada kelakuannya yang sering benarnya, banyak ingat dan sadarnya, selalu
siap selamatnya.

6. TIDAK ADA PENGHIBUR YANG DINGINNYA SEPERTI MENGHADAPKAN HATI KEPADA ALLAH

Orang yang nafsunya sedangkan melewati jalan dari dari miskin menuju kaya, yang dirasa hanya
masalah : Miskin dan kaya.

Senang dan puasnya jika bisa kaya, susah dan serakah jika tetap miskin.

Yang masih miskin berkata : O.... mengapa aku tidak kaya seperti Si itu, mempunyai rumah gdung yang
penuh isi, tiap hari naik mobil, rekreasi beserta anak istrinya, pakaiannya serba indah, membawa uang
banyak, padinya banyak tersimpan di lumbun padi, sawahnya berhektar-hektar, pekarangannya lebar,
banyak tanaman buah-buahannya, menjadikannya terhormat di mana pun dia berada.....

Ah, apakah ada kebahagian yang tidak seperti orang kaya.

Saya umpamakan : Yang mengeluh dan iri itu tadi, sudah berhasil menjadi orang kaya, setelah
berpakaian serba indah, kemudan ikut duduk di rumahnya pembesar, kumpulan dengan para pejabat,
namun duduknya berasda di tempat yang berbeda, serta tidak begitu dihiraukan, karena berpangkat
rendah dan juga aslinya. Sekarang, apakah yang nampak dalam nafsunya?

Jalan dari miskin menuju kaya, sudah ditinggalkan oleh hatinya, sudah tidak namapak di dalam angan-
angannya lagi, yang ada hanya jalan dari derajat rendah menuju derata luhur, terlihat menyolok mata.
Itulah yang menjadi gagasannya, tumbuhlah keluhannya : Ya Allah, percuma memakai kacing baju dari
emas, tretep jalebrah, pendhok sinelud, sawitan babaran Sala, (itu sama kelengkapan pakaina Adat
Jawa), sedangkan tempatku hanya di bawah berkumpul dengan Lurah dari Desa. Dan para Pejabat
sikapnya tidak ada yang menghiraukan diriku, semuanya membelakangiku.

Saya ibaratkan yang sedang tidak enak hati itu, jalannya nafsu yang ada di dirinya berganti jalan. Yang
dilewati sekarang adalah jalan dari derajat asor menuju derajat tinggi, artinya : Mencari keluruhan
pangkat, setelah sampai di pangkat yang tinggi, jalannya terpotong oleh jalan dari bodoh kepada pinter.
Yang nampak hanya tentang bodoh dan pintar, perkara pangkat tinggi dan rendah sudah tidak
terpikirkan lagi, karena ketika itu dianggap bodoh oleh para pemuda yang tinggi pendidikannya, di
perguruan tinggi. Di kala itu justri diejek karena gila pangkat dan gila hormat. Sehingga sangatlah
malunya, serta merasa betapa bodohnya ketika berkumpul dengan para ahli ilmu, tidak bisa ikut
berbicara, karena serba tidak tau, sehingga mendapat malu karena hanya senang kepada pujian dan
penghormatan saja.

Saya umpamakan lagi : Yang sedang malu berganti jalan lagi, mencari kepandaian. Setelah bisa pintar,
kemudian mengeluh lagi karena malu, karena di cela : Tidak gagah, tidak pantas, tidak menyenangkan,
tidak disayangi, atau dicela : Bersikap penuh ragu-ragu, kau, tidak rapih, tidak pantas, dan sebagainya.

Saya umpakana lagi : Orang itu mencari lagi hingga bisa : Tampan, pantas, menyenangkan orang lain dan
sebagainya, Setelah semuanya tercapai, kemudian mengeluh lagi, karena di cela tentang yang itu, yang
ini. Begitulah seterurusnya, sehingga seperti orang yang bingung, selalu berganti-ganti yang
dinginkannya, terbawa karena tidak mempunyai : Tekad yang menyatu.

Jalan-jalan itut adi, saya umpamakan , ketika menerjang, berputar-putar hingga kembali ke asal semula,
mengitari tanah yang luas.

Di tengah-tengah tanah tersebut, saya umpamakan : Ada sebuah rumah yang bernama : Ketenteraman,
yaitu Rumah Hati milik yang sedang kebingungan tadi itu, yang berjalan lewa sebelah pinggir (Jalan yang
bermacam-macam, ibarat dari : Rasa diri manusia yang bermacam-macam, Rumah sebagai ibarat : Rasa
jati, yaitu rasa ketenteraman diri).

Seandainya ketika berjalannya dilakukan menuju ke arah tengah, semakin lama semakin dekat kepada
rumahnya. Tidak hanya melihat jalan yang menggodanya (Menghentikan watak yang selalu mengajak
membandingkan kaya miskin, luhur asor, jelek baik, bodoh pintar dan sebagainya yang tujuannya hanya
untuk mengunggulkan diri). Kemudian akan berganti menjadi tenang, tenteram menerima, hilangnya
perbuatan selalu membandingkan diri yang ada di dalam hatinya, menyatu kepada Pribadi yang tunggal.
Menepi lewat sebelah pinggir jalan yang dilewati itu, dalam tiap temepatnya ada jalan pintasnya yang
mengarah menuju rumahnya, namun banyak duri dan semak belukar. Walau pun mengetahui rumahnya
yang berada di tengah-tengah tempat yang luas, dan sanggup untuk menerobos duri dan semaknya,
agar lebih cepat menuju rumahnya, namun sangat jarang yang mampu, yang banyak itu tersesat,
terjerumus, tidak bisa pulang, sehingga tuntunan para Nabi : Manusia dalam mencari kesempurnaan
atau hakikat, tidak disarankan menerobos (Bertapa di gunung, atau berbuat seolah gila), dissarankan
untuk lewat jalannya, namun harus :

1. Jangan sampai kejauhan.

2. Berjalannya diusahakan semakin ke tengah.

’3. Sering-seringlah melihat arah dari rumahnya.

I. Jangan sampai kejauhan, artinya : Jangan berlebihan ketika mencari kekayaan, kepandaian,
sanjungan, cukup : seperlunya saja.

II. Berjalannya agar semakin ke tengah, artinya : Semakin mendekatlah ke rumahnya (bejalan sambil
menuju ke tengah) sehinga ketika mencari kekayaan, pangkat, kepadanian dans ebagainya itu, disambi
juga dengan mencari Ilmu Hakikat.

III. Sering melihat arah rumahnya, artnya : Setiap hari menentukan waktu sendiri, untuk melupakan
urusan dunia, untuk keperluan mengingat Tuhan. Seandainya pada waktu matahari tenggelam,
menghadapkan hatinya kepada Allah. Sehinga jalan dari miskin menuju kaya, dasri derajat rendah
kepada derajat luhur, dan sebagainya, yang letaknya ada di tata kelahiran, ditinggalkan sejenak. HATI
membelakangi LAHIR, Menghadap ke arah BATIN (Menganggap menyatu hadnya di diri pribadi yang
ada.

Hasilnya adalah tidak cepat lelah oleh cepatnya gerak dai Pancetika menghadap kepada Allah itu, tidak
melihat jalan yang menyebabkan : Tergiur, terperanjat, iri, menggerutu dan sebagainya.

Yang terlihat oleh hati hanya jalan menuju ke ketenteraman (baru meleihat jalannya saja, sudah terasa
dingin).

Dinginnya hati karena mengabdi kepada Tuhan, dibanding dengan mengabdi kepada dunia,
perbandingannya adalah seperti ikut kepada kedua orang tuanya sendiri dibanding ikut orang lain.

Orang yang tebal keyakinan kepada Allah, dengan ijin-Nya akan hilang rasa khawatirnya.

Orang yang cinta dan takut melanggar larangan Allah, dengan ijin-Nya sandang pangan ikut sendiri.

Jauh dari kesengsaraan.

Dekat pada keselamatan.


7. WAKTU ISTIRAHAT (DIAM)

Kira-kira :

Jam 7 8 sore.

Jam 4.30 5.30 pagi.

Jam 12 2 malam.

Perlunya I : Menenangkan urat yang halus-halus, agar diam getarannya.

Perlunya II : Mengeringkan angin, bagaikan nyala lilin yang terkena angin bergoyang ke sana kemari,
ketika tidak ada angin, menjadi tenang., berjalannya angin tinggal dari bawah ke atas.

Perlunya III : Mengendapkan air, menempatkan cpta, dan ripta (ide), agar menempati tempatnya
masing-masing serta terlihat perinciannya, pilihlah yang baik, bagaikan lidi sapu yang putus talinya
kemudian ditata dan diberi tali, kemudina kekuatannya dijadikan satu. Kemudian memandang yang
hanya satu, ikuti rasa yang hanya satu.

Angka III, itu sebaiknya di waktu pagi dan malam, jika waktu sore sebaiknya angka I dan II. Yang
terpenting, laku seperti itu dilakukan rutin, dipakai sebagai amalan, dijadidkan : Cara, bagaikan orang
mandi, menyisir rambut, menyapu, mencuci baju, yang rutin dilakukan setiap hari.

Sedangkan bagi yang mengajak keluar dari lingkungan ilju batin, biasanya adalah :

1. Masalah kebutuhan (Uang, bekal makanan, hutang dan lain-lain).

2. Keramaian (Kesehatan, punya hajat, bepergian).

3. Soal pekerjaan (Dikantor, di pabrik dll).

4. Karena kesusahan (sakit badan, mussibah kematian, musiha hidup lainnya).

5. Karena kemarahan dan sebagainya.

Semua itu mengajak keluar darii wilayah ilmu batin.

Sehingga jika mempergunakan cara diam di dalam waktu yang sudah ditentukan, seperti yagn sudah
tertulis di atas itu, semakin lama akan semakin jauh dan menjauh. Seumpama ketika dahulu sudah
mendapakan bibit sedikit, tentunya dengan susah dalam pencariannya. Sehingga harus rutin.

Untuk bisa rutin, awalnya dengan jalan dipaksa, semakin lama semakin terbiasa hingga akhirnya berjalan
dengan sendirinya.
8. BENAR DAN BAIK ITU TIDAK BISA DITEMUKAN DI DALAM KERUWETAN DAN DI DALAM KEADAAN
TERTUTUP

Ketika seorang raja menjatuhkan hukuman karena terdorong marah, itu tidak bakalan adil dalam
menghukumnya.

Jika orang berbicara yang didorong marah, tidak akan tepat pembicaraannya.

Ketika seseorang membicarakan kebaikan orang lain karena tertarik dari rasa suka kepada orang itu,
tidak akan bersih kata-katanya.

Jika seseorang membicarakan kejelekan orang lain terdorong benci, itu tidak adil pikirnya.

Pedoman di atas itu sebagai tanda bukti, jika seseorang ingin mengetahui yang benar dan baik dengan
tepat, harus menenangkan terlebih dahulu nafsunya yang sedang bergater keras, atau mengendapkan
air yang sedang bergejolak serta sedang keruh.

Jika air sudah agak mengendap, atau nafsu sudah tenang, uacapan, pendapat dan perkiraanya baru bisa
benar.

Jangan salah terima : Bahwa orang yang berdosa tidak boleh dihukum, atau orang tidak boleh marah,
tidak boleh memuji ata mencela dan sebagainya.

Sudah semestinya orang yagn berdosa itu dihukum, orang baik diaktakan baik, sesuatu yang jelek
dikatakan jelek, namun untuk bisa mengetahui yang sebenarnya jika tidak tertutup oleh memihak.
Untuk bisa bertindak benar, hanya jika gerak pancaindra tidak digeser dari garis kebenaran oleh
geraknya nafsu.

Oleh karena manusia itu baik yang tua atau yang muda, selalu mencari BENAR, sehingga BENAR yang
hanya sati menjadi rebutan manusia se dunia. Sehingga tiap manusia itu semua, harus mengetahui
kepada “JALANNYA BENAR”.

Jalannya adalah : menjernihkan air, atau menenangkan nafsu, agar supaya yang bertugas adalah yang
menunjukkan kepada yang benar yang berkuasa di dalam hatinya.

Petugas yang bertugas menunjukkan yang benar yang berada di dalam hati di antara setiap manusia,
terlihat nyata, tidak tertutup oleh keruhnya air atau di sesatkan oleh Pancaindra.

Ada juga manusia yang sering menyanjung kepada Agama yang ini, mencela Agama yang itu,
menganggap baik Nabi yang ini, menyalahkan Nabi yang itu, membenarkan ilmu yang ini, menyalahkan
ilmu yang itu, dan sebagainya.

Yang menyusun Buku ini, tidak membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu. Dan juga tidak menyalahkan,
tidak membenarkan kepada yang membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu, hanya menyampaikan
pendapat, begini : Jika dalam membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu itu semua, benar-benar ingin
mencari yang benar dan yagn sebenarnya, jangan sampai tidak rutin menenangkan Pancaindranya.
Dengan cara pada tiap waktu yang sudah ditentukan, agar yang bertugas menunjukan kepada yagn
benar (BUDI dan RASA) tidak tertutup oleh kotoran yang tebal, yagn dikarenakan diobok-obok siang
malam tanpa henti, serta berpuluh-puluh tahun.

Seumpama tidak berkenan membiasakan meneng (Diam) terlebih lagi tidak berkenan menenangkan
yang tiga itu), padahal membandingkan Agama, Nabi atau Ilmu, itu tidak usah khawatir lagi jika tidak
akan benar, karena tidak akan bisa mengarang lagi, yaitu hanya mengikuti gerak nafsu, seperti
berjalannya kedaraan, bukan berasal dari petunjuk kehendak yang menaikinya.

Ada juga manusia yang memuji atau mencela, membenarkan atau menyalahkan terhadap Perkumpulan
Theoisme, Ilmu seorang Kyai itu, Tuan anu, majikan itu, pendapatnya seseorang, pendapatnya sendiri,
Buku anu, Kitab itu, perbuatan seseorang, kelakuan diri sendiri ...... dan lain sebagainya, kemudian
menyimpulkan Yang itu benar, yang itu salah, yang ini benar, yang di sana salah, yang ini baik, yang itu
buruk.

Yang membuat buku ini, tidak menyalahkan orang yang membandingkan, memuji atau mencela, hanya
menyarankan saja dengan sangat. Karena tentang hal itu sangat membingungkannya, tidak boleh sekali
pun menggampangkan/tergesa-gesa segera membenarkan pendapatnya sendiri, namun harus bijak,
teliti, dan hati-hati, tekun menghayati ketika Pancaindra sedang tenang, yang karena rutin berusaha
menenangkan pancaindranya.

Sedangkan yang digunakan menjadi saksinya bahwa tekun menempatkan rasa dan menenangkan
pancaindranya, yaitu dalam menentukan waktu untuk berlatih diam, agar pancaindranya tidak
berkembang selama hidupnya, karena selalu di jaga, dipegang kendalinya siang malam.

Setelah ingat, jangan hanya ingat saja,

Harus disertai Cinta,

Ingat itu tugas dari Budi.

Cinta itu tugas dari Rasa.

Cintanya dengan menggunakan Hati Sanubari.

9. MANFAAT MENGINGAT DAN CINTA KEPADA ALLAH DI SIANG DAN MALAM HARI

Orang yang ingatannya kepada Allah jika ketika dalam ekasaaan sakit atau ketika mengalami musibah
saja, itu tangisan hatinya, tidak begitu diterima, karena jika bertindak demikian dalam mengingat-Nya,
hal itu dikarenakan keterpaksaan saja. Seandainya tidak sedang sakit atau menderita, tentunya tidak
mau mengingat-Nya.

Yang demikian itu, sebagai tanda, bahwa tidak memliki Cinta. Digambarkan : Ada seseorang, mau
berbuat baik kepada yagn sedang membaca tulisan ini, hanya ketika ada keperluan saja, apakah yang
sedang membaca tulisan ini cinta kepada orang yagn seeprti itu?

Segala yang tergelar ini menjadi ibarat : Siapa yang menyayangi akan disayangi, siapa yang memberi
petunjuk akan ditunjukan, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Semua hal itu hanya
mengembalikan atas segala perbuatan dirinya sendiri.

CINTA

Setelah Ingat, hanya sebatas ingat saja, harus disertai CINTA.

Ingat itu tugas dari Budi, Cinta itu tugas dari Rasa,. Cinta itu menggunakan Hatisanubari. Jika hanya
menggunakan hati puat, belum benar-benar cinta, hanya cita palsu saja. Perhatiannya masih kepda
kebutuhannya diri sendiri (Kebutuhan : Seseorang).

Bangkitkanlah pikiranmu, jangan bisan mencari untuk mengerti, agar memahami dan merasa, ALLAH itu
siapa, dan bagaimana sebenarnya untuk dirimu dan perasaanmu.

Kadang juga paham beneran, merasa dengan sebenarnya, kemudian tumbuhlah Cinta, walau pun hanya
seujung duri.

Sebagian orang membantah : Padahal belum pernah melihat-Nya, mengapa disuruh Cinta. Itu adalah
perbuatan dari Pikiran yang meninggalkan Budi.

DATA YANG PALING BESAR

Yakin se yakin-yakinnya kepada ALLAH, itu sesuatu kekuatan yang tidak terukur oleh manusia, tentang
besar dan manfaatnya.

NIKMAT YANG TER BESAR

Cinta kepada ALLAH, dan sayang kepada Sifat (Sesamanya), itu suatu Nikmat yang tidak ada
bandingannya, jembatan kepada Samudra Rakhmat yang kekal.

Apa tandanya cinta yang menggunakan Sanubari :

BESAR RASA, KURANG MULUT (Kata, pembiacaraan).

BESAR INGAT, KURANG LUPA

TAKUT MENERJANG ATURAN LAIHIR BATIN

Sesuatu yang perlu di pahami :

Khawatir karena kurang makan, merasa khawatir oleh kesengsaraan penyebabnya adalah beasal dari
tipis keyakinannya terhadap ALLAH, dan juga karena tidak memiliki CINTA kepada ALLAH, sama sekali,
yang akhirnya melakukan pelanggaran terhadap aturan Allah, dalam lahir dan batinnya.
Seseorang yang tebal keyakinannya kepda Allah, tanpa disangka-sangka sirnalah rasa khawatir dan
gelisahnya. Seseroang yang Cinta diserta takut melanggar aturan Allah, tak disangka-sangka sandang
pangan hadir sendiri, jauh kesengsaraanya, cepat keselamatannya,

Barangkali saja sekarang bisa mencari

Penyebab

Ada seseorang yagn rajin memuji dan berdzikir dan rajin menyebut Asma Allah pun dilakukan setiap
hari, akan tetapi tetapi ketempatan rasa gelisah dan khawatir, serta sering mengalami kesengsaraan.

Seseorang sakit dan kesusahan, memohon kepada Allah, namun tidak sembuh-sembuh sakitnya, dan
hilang kesusahannya.

Seseorang lagi, memasrah diri kepada Allah, justru malah mengalami celaka, mengalah justri diinjak-
injak.

Seseorang lagi, pandai, Ahli dan menguasai dalam segala keahlian, banyak akalnya bagaikan hewan
Kancil, akan tetapi selalu menemukan masalah dan kecelakaan saja.

Hal itu bisa jiga diteliti dengan teliti, hal itu diketemukan rahasianya :

1. Sebab ucapananya hanya di luar saja.

2. Sebab, do’anya hanya ketika sakit dan kesusahakn saja.

3. Karena sering melanggar ketentuan Allah, dengan tidak merasa.

Keberuntungan dan celaka diri itu berasal dan perbuatannya sendiri, kalimat tersebut memang benar
sekali, hanya saja manusianya yang tidak mudah bisa merasa atas dosa dan salahnya, karena kasar dan
gelapnya.

Allah itu Adil, juga tidak pernah dusta, benar sebenar-benanrnya.

10. HALUS DAN KASANYA RASA PERASAAN MANUSIA

Perbedaan di antara manusia, berasal dari halus dan kasarnya rasa dan perasaannya, ada yang teramat
halus, adan yang teramat kasar. Diumpamakan ujung jari dengan telapak tangan. Ujung jari bisa
membedakan sentuhan-sentuhan kepda : Sutra, beludru, minya, tepung, kapas, kaca, kikir, kertas gosok.
Akan tetapi telapan tangan tidak bisa. Ujugn jari mudah bisa merasakan, sedangkan telapan tangan sulit
terasanya.

Manusia yang diibarkan sebagai ujung dari sebuah jari, mudah merasa dan memahami jika mendengar
nasihat, serta bisa membeda-bedakan yang perlu dan yang tidak perlu, membandingkan yang halus dan
yang kasar, memegang kuat kepada daya penalaran yang penting, memegang teguh terhadap yang
kelihatan. Selalu mencari-cari dan menginti-intip nalar yang benar dan baik.

Namun yang bisa diumpamakan telapak tangan : tidak berguna, penggugah hati, peringatan, nasihat,
perkataan, cerita, tauladan, pengibaratan dan sebagainya. Karena semua tidak ada yang terasa dalam
rasanya, karena rasanya tertutup oleh rasa kasar (hawa nafsu) yang tebal seperti telapak kaki. Para
sahabat yagn sudah mempunyai dasar sasa yang halus walau seadanya, sungguh sangat kuat dalam
memegang makna yang tersebut di atas. Semoga mendapatkan keselamatan.

PRAYIT NA, WEWEKA, WIRAGNYA

Sesuatu yang perlu dilakukan terlebih dahulu bagi seseorang yang mencari Ilmu Hakikat, yaitu : Berlatih
membedakan tumbuhan jiwa yang jelek dengan yang baik, memperhatikan yang benar dan yang salah,
di dalam batinnya sendiri. Tekad tujuan : DIAM (barangsiapa yang ingin melihat gerakan, harus diam).

Jika sudah berhasil membedakan rasa yang bermacam-macam, karena rajin merasakan dan rajin
memperhatikan, itu disebut PRAYITNA.

Setelahnya bisa yang demikian, kemudian yang jelek dan yang baik itu dipisah-pisahkan, yang jelek tidak
dipakai, dan dijaga agar tidak tumbuh lagi, dengan jalan dilupa-lupakan, sedangkan yang baik (yagn
benar) dipergunakan, dihidup-hidupi, Jika sudah bisa memisahkan hal itu semua, disebut WEWEKA.

Setelah terpisah-pisah, yagn baik dan benar itu tadi di tata dan dikumpulkan kemudian di rangkai,
dipergunakalah daya kekuatannya menurut kegunaannya. Jika sudah bisa merawat atau
mengerjakannya, hal yang baik dan yang benar sesuai tempatnya, disebut WRIRAGNYA.

Mansuai yang disebut sudah berada di tingkatan WIRAGNYA, sudah lepas dari pekerjaan membeda-
bedakan kejelakan dan kebaikan, serta memisah-misahkan kejelekan dan kebaikan, yang ada di batin
dirinya. Yang dikerjakannya hnya yang serba baik, sudah tidak bersentuhan dengan yang jelek. Itulah
Derajat Para Nabi dan para Suci yang ada di alam Gaib.

BAB. II,

MENJELASKAN TENTANG TUMBUHNYA BUDI

Artinya :

Mendapatkan aja ran yang keluar dari hatinya sendiri, yaitu ajaran yang membuat puas dan menerima
kenyataan di hati

1.

CERITA BAGI ORANG YANG SENANG BANYAK BICARA


Ada seseorang yang hobby banyak bicara dan sombong ketika berada di dalam perkumpulan, perasaan
dalam dirinya mengatakan ; Orang lain banyak yang suka, karena gagah/berwibawa, dia tidak tidak tau
bahwa di remehkan dan di cibir oleh orang banyak. Jika diingatkan, tidak menjadikan penerimaannya,
malah salah terima. Pada suatu hari, orang tersebut sedang berada di suatu perkumpulan, kemudian
melihat orang yang banyak bicara serta sombong, segala tingkah lakunya persisi seperti dirinya, disitu
tumbuh kesadarannya sehingga tumbuh tidak enak hati dan benci kepada yang banyak bicara itu.
Hatinya berkata : Ee.... ternyata oarng yang banyak bicara dan sombong itu sangat jelek, padahal AKU
dulu juga demikian, sangat jelek seperti itu.

Temanku sepermainan itu sikap dan perasaannya saling mencibir, seperti ketika aky banyak bciara
dahulu. Jika demikian Aku dahulu juga dicibir seperti ini, Aduhhhhh, hatika yang lupa, segeralah ingat :
Aku tidak akan banyak kata lagi.

Maksud cerita : Nasihat dari buku, Guru, Nabi, Wali, dan lain sebagainya yang letaknya ada dalam
kelahiran di luar diri : TIDAK ADA GUNANYA, jika tidak menyambung dengan rasa diri dari yang
dinasehati. Karena yang bisa menasehati itu sebenarnya adalah Tumbuh di dalam batin tiap diri masing-
masing.

Sehingga oleh karena pemahaman dan penerimaan hati itu berasa dari MERASAKAN DAN
MEMPERHATIKAN, sehingga orang hidup itu yang rutin MERASAKAN DAN MEMPERHATIKAN, tentu
banyak untungnya, karena tiap siang dan malam selalu MENDAPAT NASIHAT YANG BERASAL DARI
DIRINYA SENDIRI.

2.

CERITA BURUNG KECIL DAN KUCING

Ada seekor kucing yang terheran-heran melihat burung kecil, tiap-tiap punya anak, selalu dicuri oleh
hewan lain. Sang Kucing bergumam, “Ah, besok lagi, jika aku beranak, anakku akan saya pindah-pindah
tempatnya, agar supaya jika ada hewan yang akan mengganggu anakku, jangan sampai bisa mengamat-
amati dan memperhatikan tempat anakku.

Prayitna dan Weweka (Baca Bab I No.10 bagian akhir). Sang kuccing karena mengamat-amati, yang
menyebabkan keselamatan anak-ananknya.

Pada suatu hari sang burung kecil bertemu kucing, keluhannya :

Wahai kecing, nasehatilah aku, bagaimana agar bisa anakku selamat seperti anakkmu, Kucing
menjelaskan bahwa anaknya sering dipindah-pindah tempatnya, agar hewan lainnya tidak bisa
mengingat-ingat dan memperhatikan tempatnya.

Burung kecil kembali bertanya : Berasal darimana kamu mempunyai akal yang seperti itu? Jawaban
Kucing “ Itu disebabkan aku sering melihat anakmmu dicuri oleh burung gagak, karena tidak kamu
pindah-pindah tempatnya.
Maksud dari isi cerita : Keadaan dan cerita yang tergelar semuanya ini Adalah Guru bagi yang sang ahli
Memperhatikannya. Terkadang cerita hidup orang lain disa dipakai cermin oleh yang ahli
memperhatikan, namun yang dijadikan cermin tidak mengetahui, karena tidak memperhatikan.

3.

Keterangan : SESUATU APAPUN JIKA TIDAK TERHALANG AKAN TERLIHAT NYATA

Untuk bisa memperoleh rasa dan pemikiran, berasal dari merasakan dan memperhatikan. Penyebab dari
bisa merasakan dan memperhatikan itu tadi, karena tidak terpengaruh oleh gerakan-gerakan.

Seperti halnya : Ketika mendapat nasihat dari hatinya : bahwa mabuk itu ternyata jelek, itu disebabkan :
Tumbuhkan kesadaran pikirannya yang disebabkan karena Diamnya yang hanya sebentar.

Karena ketika itu, hatinya tenang ketika memikirkan Kartu.

Itu sebagai tauladan, bahwa tumbuhnya kesadaran berfikir atau aktifnyarasa itu, karena diamnya atas
gejolak-gejolak yang kasar.

Maka dari itu, orang hidup jika menginginkan banyak keuntungannya, harus banyak melakukan
menenangkan Pancaindranya. Semakin banyak ketenangannya semakin banyak untungnya.

Semakin tinggi ketenangannya, semakin PRAMANA terhadap rasa yang terhalus.

Orang itu tidak usah berniat : Aku akan merasakan atau aku akan rajin memperhatikan. CUKUP HANYA
“DIAM”.

Nantinya Rasa kesadaran berfikir, tumbuh ketika dalam DIAM, tidak menggunakan “AKAN”.

4.

ORANG BANDEL MALAS MERASAKAN DAN MEMPERHATIKAN APA PUN, ITU BISANYA TUMBUH RASA
DAN KESADARAN BERFIKIRNYA HARUS DIBENTURKAN OLEH KESUSAHAN, AGAR TERPAKSA DIAM
GEJOLAK-GEJOLAK YANG KASAR

Contoh : Ayam yang berlari ke sana ke mari, karena ekornya tersangkut kantong plastik yang berbunyi
kresak-kresek, yang dikira ada hewan lain yang mengejarnya. Tidak tahunya, hal itu karena tingkah dan
kelakuannya sendiri, yang bergerak dan semakin berlari bunyinya semakin keras.

Apapu yang dialami oleh manusia juga berasal dari polah tingkahnya sendiri, akan tetapi tidak
menyadarinya.

Dinasehati pun menggunakan Buku, Guru Wali dan Nabi, jika belum merasakan dan memperhatikan
sendiri, tetap tidak percaya, selalu ragu, hal itu iya apa tidak? Dikarenakan belum mengalami bukti
nyatanya.
Ayam yang lari ke sana ke mari itu tadi, akan yakin dan percaya jika sudah terbentur. Seumpamanya :
Terbentuk dalam semak yang menyebabkan terpaksa diam, tidak bisa melanjutkan larinya. Di situlah
tumbuh kesadarannya dan merasakan sendiri buktinya. Kantong plastik yang berada di ekornya
kemudian dipatoki .

Maksud dari cerita :

Orang bandel itu kadang dibenturkan oleh Yang Maha Kuasa, agar terpaksa : DIAM, sehingga tidak bisa
melanjutkan kelakuannya.

Ujud dari benturan, yaitu : Sakit, kesusahan atau kesengsaraan.

Oleh akrena itu, seseorang yang mendapatkan kesusahan janganlah mengeluh. Justru seharusnya
bersyukur penuh prihatin, menyadari kesalahannya, yang kemudian bertobat dan mengentikannya.

Jika belum terbentur, agar berhati-hati mencari jalan untuk kesadaran berfikir serta tumbuhnya RASA
dan BUDI, sebisa-bisa jangan sampau dibenturkan. Ibaratnya : Jangan berbedak setalh benjut.

5.

YANG BISA DIJADIKAN PEDOMAN YANG KUAT ITU

HASIL JERIH PAYAHNYA SENDIRI

Ada seseorang yang senang dan puas, karena mendapatkan ilmu yang hebat dari seirang Guru beasr.
Ada juga seseoarng yang senang dan puas karena banyak sekali ilmunya, yang berasal dari berbagai jenis
buku karangan Para Pujangga Besar, atau dari Kitab-kitab yang bermacam-macam Karangan Para Aulia
yagn Luhur martabatnya.

BAHWA SEBENARNYA, yang pantas dijakikan pegangan (tidak bakalan meleset) itu hanya NASIHAT YANG
DITEMUKAN DI DALAM BATINNYA SNEDIRI.

Nasihat yang berasal dari luar (Tata kelahiran) hanya sebagai syarat saja, artinya : Menjadi sarana untuk
bisa memperhatikan dan merasakannnya, dengan jalan sering menenangkan Pancaindranya.

Sehingga jika tidak rutin mengurangi berkembangnya hawa nafsu dan merakan hinga paham kepada
rasanya, seperti halnya seseorang yang merasakan asinnya garam, itu ilmu dan pengetahuannya,
kebanyakan tidak ada gunanya, karena hanya berada dalam angan-angan saja. Artinya : Hanya baru bisa
menyebutkan saja benar dan baik, senang serta memujinya, atau baru mengerti makna dari kata-kata.

Jangan menggampangkan mengaku paham terhasap rasa dari kalimat, jika tidak rajin menenangan rasa
kasar.

Ringkasnya :

Berulang kali yang memberi manfaat itu hanya HASIL JERIH PAYAHNYA SENDIRI.
Rejeki yang didapat dari bekerja dengan penuh kesulitan, yang terasa nikmat dan manfaat kepada diri
serta menjadikan berkah itu hanya yang berasal dari KERINGATNYA SENDIRI.

Adalagi orang yang mencari Ilmu hanya ingin mengambil intinya saja, tidak menyukai buku yang hanya
berisi nasihat, yang disenangi hanya Buku yang berisi Tinggi-Tinggi dan besar-besar.

Ada juga : Karena sudah banyak Ilmunya, merasa sudah ahli, menolak Kitab Nasihat, sepertinya : Serat
Wulang Reh, Wedatama, dibuang nasihatnya, dalam pikirannya : Ah... itu kan hanya untuk yang masih
baru belajar, ilmu kan sudah tinggi.

Orang yang seperti itu sesungghnya sudah tersesat jauh, kadengandidasari oleh Riya (Angkuh,
sombong).

KETERANGAN

Yang tertulis pada angka 1, 2, 3, 4, 5, tersebut di atas, itu semua, hanya memberi petunjuk, jika manusia
bisa tumbuh budi (Mendapatkan ajaran hingga yakin, yang keluar dari batinnya sendiri, yang membuat
puasnya hati yang sebenarnya) dengan jalan DIAM, dari gejolak yang kasar. Sedangkan jalan untuk bisa
diam : Ada yang berasal dari niat, ada yang berasal dari terpkasa, ada yang disebabkan oleh kadang kala.
Untuk penalaran selanjutnya, silahkah di nalar dan dipkirkan sendiri kelanjutannya.

Nyanyian Jawa :

Bener luput ala becik begja // cilaka mapan saking // ing badan priyaangga, dudu saking wong liya //
pramila den ngati-ati // sakeh durgama // singgahana den eling.

BAB. III,

MENJELASKAN TENTANG UMPAN DAN NYALANYA DAYA

Apa artinya Umpan ? Apa artinya : Nyala?

Api, Umpannya : diberi kayu kering, ditiupi, nyalanya yaitu semakin membesarnya api yang akan terlihat.
Yang akibatnya menaikan Rasa Panas. Dayanya tangan, bagaimana umpannya ? Dibiasakan memegang,
sering mengerjakan sesuatu, mengangkat barang berat dan sebagainya.

Mana nyalanya? Yaitu : Bertambahnya kekuatan, bertambahnya ketrampilan, dan meningkatkan rasa
kuat dan rasa terampil.

Rasa jari, bagaimana umpannya? Dilatih merasan dan memperhatikan berbeda-bedanya yang
disentuhnya dari berbagai macam benda, contohnya : Sutra, bulu, kertas gosok, es, air, jarum dan lain-
lainya.

Mana nyalanya ? Iya pekanya terhadap berbeda-bedanya sentuhan terhadap barang (Orang buta pada
umunya lebih peka daya sentuhnya dibanding yang masih bsia melihat), itu semua hasil yang di dapat
seringnya merakan dan memperhatikan dengan bersatunya kekuatan yang menyatu tertuju kepada rasa
yang satu.

Isi kandungan cerita :

Bedarnya daya dari nyala (Hidup), nyala itu dari banyaknya umpan (terbaisa)sedang terbiasa di awali
dari satu kali, dua kali, tiga kali, ddan seterusnya, semakin lama semakin tajam, menghasilkan Nyala.

MAKSUD ANAK DISEKOLAHKAN

Maksud anak disekolahkan : Maltih penglihatan, pendengaran, pengucapan, sentuhan, pikiran, dan rasa.

Umpannya untuk penglihatan : melihat dengan teliti, melukis, meneliti bentuk gambar dan tulisan,
melihat tanan yang baik dan sebagainya.

Hasilnya : Tajam penglihatannya, yaitu nyalanya penglihatan, juta terasa tajamnya (Nyala artinya hidup).

Umpannya untuk pendengaran : Dibiasakan memperhatikan perintah guru, omongan teman-temannya


dan omongannya sendiri.

Umpannya untuk pengucap : Berkata keras, jelas, perbedaan uacapan, perbedaan bunyi di lidah,
tenggorokan, bibir, menjawab pertanyaan, menyampaikan pendapat dan sebagainya.

Umpan untuk tangan, menggambar, menulis, menyulam, mengukir. Hasilnya Ketrampilan.

Umpan untuk pikir yaitu : menggunakan secara luas dengan memutar tugas dari penglihatan,
pendengaran, ucapan, perabaan dan sebagainya.

Jika hal ini kurang perhatiannya, bisa menumbuhkan masalah yagn tidak dirasa, yaitu :

I. Sering berkata mengikuti roh hewani, terpengaruh jeratan nafsu yang megajak untuk tergesa-gesa,
gugup, sehingga meninggalkan daya pikirnya.

II. Sering tidak mengetahui kesalahan perkataannya sendiri, karena pendengarannya pada waktu
berkata-kata, tidak sambung dengan pikirannya, Penyebabnya : ada yang dikarenakan terjerat nafsu,
ada yang dikarenakan angan-angan, terbiasa berbuat tanpa sir (penghayatan).

III. Banyak anak-anak yang mudah lupa dan gampang bingung, gelap serta ruwet, itu tidak lain karena
terbiasa menggagas jalannya pkiran tanpa di tata, tidak seperti air mengalir namun bagaikan air yang
diobok-obok atau tergenang.

IV. Banyak anak yang banyak berbuat salah, akrena mudah gugup, terperanjat, khawatir, kecil hati, itu
dikarenakan terbaisa menempatkan nafsu yang mengajak gugup, takut dan khawatir, dan tidak ada yang
membelokannya agar berubahnya yang diterapkannya. Jika nafsu yang jahat kebanyakan tempat, dari
besarnya kekuatannya akan menutup Sir (penghayatan).
V. Banyak anak yang sikapnya tidak bsia tenang, banyak tingkah, kurang perhatiannya, seperti, menaruh
barang kurang tepat, Senang terdiam, ketika berjalan sering tersandung. Itu disebabkan terlalu banyak
geraknya dari roh hewaninya, tidak ada yang menegurnya, terlanjur menjadi Roh Hewani kebanyakan
umpan, kebesaran kekuatannya dari roh gelap, sehingga menggelapkan pikiran.

Hal di atas adalah umpan dari penempatan Pkiran yang pertama (menghayati pekerjaan dari Ucapan,
Pendengaran, Penciuman, Penyentuh, perasa), yang yang kedua : digunakan untuk mengingat-ingat
serta merangkai (mencari pikiran), seperti : Mengira-ngira, menghitung-hitung, menghapal, menjawab
pertanyaan, mencari cara dan sebagainya.

Umpan penempatan rasa : membedakan kelakuan baik dan buruk, dengan menggunakan sarana
dongeng cerita, diajari mengasihi hewan, menghormati orang tua, guru, dan seeiapa saja yang pantas
untuk dihargai. Disarankan merasakan tindakan yang pantas dan yang tidak pantas, dituntun
mengetahui sikap santun, sopan santun, penuh pertimbangan, yang sebaiknya, yagn harus dihindari
(reringa), mengetahui tentang rasa bisa menerima, dan sebagainya.

Jika diringkas, maksud dari Sekolah itu adalah : Menghidup-hidupkan rasa yang baik (tentang halus dan
terang), mematikan rasa yang tidak baik (yang kasar dan gelap).

Jiwa yang masih lemah, seperti jiwa anak-anak, belum memliki kehati-hatian, belum terlalu bisa
membedakan baik dan buruk, yang berada di dalam dirinya, sehingga harus WEWEKA (Baca bab
sebelumnya) :

GURU :yang berada di luar diri Murid, agar bisa menempatkan dirinya untuk berada di dalam diri Murid;
artinya : harus masuk ke dalam hati murid, dimintai tolong oleh jiwa yagn ada di diri Murid, tentang hal
“PRAYITNA dan WEWEKA, dan juga penuntunnya Pikir serta menyarankan penempatan hal yang baik,
dan melarangan yang jelek.

Sehingga guru itu adalah DUKUN yang berkewajiban menyenbuhkan Jiwa, harus meneliti dan memeriksa
apa penyakitnya, apa penyembuhnya, dan bagaimana sikap dan cara menyembuhkannya.

Seorang Guru untuk bisa bersikap demikian itu, jika guru PRAYITNA sendiri serta WEWEKA sendiri,
sehingga bisa diam gejolak-gejolak yang kasar agar bisa merasakan dan memperhatikan ingatan-ingatan.
(Niteni).

Guru Sekolah, Guru Ilmu Kebenaran batin, Guru Ilmu Hakikat, Guru yang ada di alam Gaib, kewajibannya
tidak ada yang beda, semuanya memberi pertolongan tentang hal : PRAYITNA dan WEWEKA, kemudan
Kemudian menuntunnya dan memberikan Caranya atau saran-saran. Semua Utusan Tuhan, diharapkan
untuk memperindah Sifat Allah, yaitu sifatnya diri pribadi.

SIAPA MEMBUANG YANG JELEK, MENEMUKAN YANG BAIK;

SIAPA MENCARI YANG BAIK, PERGILAH KEJELEKANNYA


Pepohonan yang ranting bagian bawahnya di pangkas, yang atas akan menjadi rimbun. Pohon
Tembakau, teh, yang dikurangi daun dan rantingnya, yang tertinggal menjadi berkembang. Pohon yang
kurus yang disebabkan oleh benalu, jika sudah dihilangkan benalunya, menjadi gemuk. Anak yang kurus
karena cacingan, jika sudah dihilangkan cacingnya, kembali segarlah badannya.

Semua itu adalah Daya Hidup yang semula menghidupi yang jelek, kemudian pindah menghidupi yang
Baik. Kekuatan dan hidupnya tidak berkurang, hanya pindah, terpusat, berkumpul kepada yang baik,
bagaikan mengalirnya air, jika kebocorannya di tutup, lairannya menjadi satu hingga menjadi deras.

Demikian mengalirnya air Hidup, jika gejolak-gejolak yang kasar (rendahan) dipangkas, gejolak-gejolak
rasa yang halus (luhur) semakin meningkat daya kekuatannya. Contohnya : Jika nafsu yang jahat
dikurangi dayanya, nafsu yang baik akan menjadi besar daya kekuatannya. Jika terus dilanjutkan dalam
menguranginya dari bawah, semakin lama sifat manusia itu semakin halus dan luhur, semakin besar
dayanya, hinga bisa mencapai Rasa Mulia (Rasa Tinggi), yang bernama RASA SANGKALPA, puncak
terpuncak Gaib, yaitu : Sempurna.

Budi dan Rasa bisa diumpamakan Pohon (Bagi sebuah Jiwa yang belum setingkat Nabi). Roh Hewani
(Nafsu) dianggap sebagai Benalu bagi cabang yang ada di bawah, Atau Cacing perut yang jadi penyakit.

Keterangan di atas itu maksdunya : Kata membuang yang jelek menemukan yang baik. Sedangkan
mencari yang baik akan hilanglah kejelekannya, sebagai berikut :

Barangsiapa yang banyak mengedepankan rasa yang baik, walau pun tidak mempunyai hasrat untuk
membuang sifat jeleknya, namun yang jelek akan pergi dengan sendirinya, karena selagi yang baik yang
dipergunakan daya kekuatannya, daya hidup akan selalu mengaliri yang baik, menguatkan yang baik.
Yang jelek tidak mempunyai daya mengeluarkan daya kekuatannya, terbawa arus oleh aliran daya yang
baik. Aliran air hidup, kekuatannya memihak kepada yang baik, yang jelek kekurangan air, dan
kekurangan tempat. Jika terus selalu kekurangan kekuatannya, lama-kelamaan akan mati, yang ada
hanya tinggal kekuatan daya yang halus dan luhur, yang bekerja tanpa ada gangguan. Itulah kondisi
manusia yang sudah Ahli WIRAGYA, Ujud adanya adalah : Semua para Rasulullah.

MAKSUD DARI ORANG DIAM

Tidak kurang orang yang salah paham kepada yang dimaksud dari orang Diam. Sepertinya : Bertanya
kepada hatinya sendiri, begini :

“Orang diam itu apakah seperti batu?”

“Orang yang membuang pikiran dan gagasan itu apakah agar bodoh seperti kerbau?”

“Orang yang membuang keinginan, irihati atau kesenangan itu, apa agar supaya seperti mesin atau
burung yang berada di dalam sangkar?”
“Orang yang berusaha untuk tidak mempunyai nafsu, sakit hati dan malu itu, apa agar supaya seperti
orang gila, yang seolah tidak memiliki perasaan?”

Tidak kurang orang yang menolak dengan keras untuk belajar Ilmu Hakikat, khawatir jika mirip seperti :
Batu, kerbau, peralatan mesin atau seperti orang gila.

Walau pun orang yagn sudah mengikuti mencari Ilmu, banyak juga yang salah pengertiannya tentang
maksud dari orang Diam. Itulah yang menyebabkan sebagian orang yang mencari Ilmu Hakikat justri
menjadi gelap atau bingung sehingga tersesat ilmu dan tindakannya.

Orang yang membiasakan Diam itu yang dilatih adalah Tenangnya gejolak-gejolak yagn kasar, yagn
rendah. Gejolak-gejolak yang halus justru diterapkan sesuai yang seharusnya, jangan sampai yang kasar
berlebihan tempatnya, dan yang halus kekurangan tempatnya, seperti tingka dari ahli dunia, yang
selama hidupnya belum pernah mencicipi rasa dari rasa halus yang tersembunyi di dalam dirinya, yang
tertutup oleh rasa yang kasar, yang dikira sudah halus, sudah luhur, sudah benar sekali. Seseorang yang
membiasakan Diam itu sebenarnya tidak mengharapkan untuk diam. Dalam usahanya yang penuh
semanagta menenangkan yagn kasasar (yang asor), itu dikarenakan akan membuka tempat bagi yang
halus dan yang luhur, yang mendekati rasa dari sang pemberi hidup, yang tindakannya menuju kepada
kehendak Sang Penguasa Dunia, yang berusaha menggapai kemuliaan jiwa untuk menjadi luhur dan
mulia, yagn daya kekuatannya memberi berkah kepada jiwa-jiwa yang lain yang masih rendah, yang
manfaatnya melebihi dari yang hanya mencari keduniaan saja.

Oleh karena hal itu sangat halus, tentunya :

A. Tidak tirlihat mata.

B. Tidak mudah dipikir, tidak bisa diarasa menggunakan rasa bagi yang ahli dunia, hingga bagi ahli dunia
perbuatan itu dikiranya :

1. Tidak memberi manfaat kepada sesamanya.

2. Sangat bodoh.

3. Tidak mempunyai perasaan.

Bagi ahli dunia, walau pun tidak mau disebut tidak menjalankan rasa yang baik dan halus, berhati-hati
mencari yang benar dan yang perlu, namun belum bisa merasa dalam hal :

1. Berlebihan perkiraannya, kurang keyakinannya.

2. Terlanjur kasar, belum mengetahui yagn lebih halus, lebih mulia atau yang bermanfaat.

3. Banyak ruwetnya kurang keselamatannnya (berada di hati).

4. Sering berlebihan, ibarat sebuah lokomotif itu kurang rem dan sering salah jalur (maka dari itu ahli
pikir dan ahli rasa seharusnya bekerja bersama-sama, saling tolong menolong bertukar kebaikan).
E.

DIAM DALAM SAMADI (MEMATIKAN RAGA)

Gasing yagn tergeletak, ibaratnya mati, Gasing yang berputar, namun masih bergoyang, ibaranya : Hidup
yang terlalu banyak tingkahnya. Gasing yang berputar kencang hingga terlihat tenang, berdiri seperti
tiang, itu ibaratnya : DIAM.

Seperti itulah, Diam yang dicari oleh para ahli, yaitu diam diamnya hidup, bukan diamnya mati.

Orang bersamadhi atau mematikan raga, awalnya menenangkan gejolak-gejolak yang kasar-kasar,
sekalian mengeringkan angin, membuat tangnya air, semakin terdiamnya rasa yang kasar-kasar, semakin
terlihat yang rasa yang halus-halus. Semakin tenang semakin terasa lebih yang lebih halus lagi. Jika bisa
melanjutkan, Pancaindra akan tenang se tenang-tenangnya, Air Hidup dari manusia tergumpul menyatu
berada di Rasul dan Budi. Itu ibaratkan : Cahaya matahari yang lebarnya hanya selebar kaca pembesar,
jika dikumpulkan di tengah hingga menjadi satu titik api, cahayanya menjadi mirip dengan Matahari,
daya panasnya mampu untuk menggosongkan sebuah kayu kering.

Ringkasnya, bahwa orang diam itu : Bermaksud mengumpulkan semua kekuatan. Jika sudah terkumpul,
besar sekali dayanya, kemudian digunakan sesuai apa kehedak dari sang pemilik kekuatan itu sendiri.
Bagi yang kurang ghati-hati, terkumpulnya kekuatan, dialirkan kepada rasa yang masih termasuk rendah,
seperti : Memohon atau memuja seperti ini : yang menyimpang dari tekad kepada Allah, bagi yagn
sudah ahli, dupusatkan dan diarahkan ke Rasa Tinggi, yaitu Sang Kalpa, yatu rasa Cinta kepada Dzat,
cinta kepada Sifat, itu adalah Rasa yagn tertinggi, sama sama soal Rasa yang berada di manusia. Setelah
sirnanya yang itu, disebut Maha Kalpa atau Nirwana.

Oleh karena adanya berasal dari musnahnya rasa diri manusia, hilang sama sekali, sehinga mudahnya
kata : SIRNA atau Wungwang (HAMPA). Ada seseorang yang salah, oleh karena sudah tidak terasa apa-
apa (Sirna), dikira sama dengan batu.

Daya hidup manusia dikala sedang menghidupi Pancaindra, dikatakan hidup di dalam segara Maya
(Samudra Maya) gambarannya bagaikan ikan yang hidup di air. Jika manusia sudah bisa memegang erat
(menguasai) Rasa yang ada di dalam Sanubarinya (Tidak terhalang oleh rasa yang di luar Sanubari),
itulah manusia yang bisa diumpamakan sudah mendapat pedoman, keluar dari segara maya (Samudra
Maya).

Rasa yang ada di sanubari, diumpamakan tali yang ada di dalam samudra, menjadi pegangan manusia
yang diumpamakan sebagai ikannya, jika kuat dalam berpegangan (Tidak terlepas karena terdorong oleh
gelombang atau tidak menyeleweng), manusia itu akan di angkat dari samudra itu menuju daratan,
kemudian bisa melihat terangnya hawa (Jaman yang lebih mulia yang tidak terbayangkan).

F.

UJUD DARI KEKUATAN HALUS YANG TERLIHAT DI TATA LAHIR


Orang yang dikatakan berotot kawat bertulang besi, otot dan tulangnya mendapatkan sanjungan,
namun jika diteliti, yang mempunyai kekuatan itu bukan otot dan tulangnya, buktinya, jika sudah di
kafani tidak bisa bebruat apa-apa. Terbukti yang kuat itu yang halus, yang tidak terlihat mata. Otot dan
tulang hanya mampu mengangkat benda saja, sedangkan yang halus kuat mengangkat otot dan tulang
yang didberi beban barang yagn diangkat.

Ke-halus-an yang mengangkat otot dan tulang itu sama-sama halus, kasar sendiri. Ada yang lebih halus
lagi, kekuatannya juga melebihi. Yang melebihi halusnya juga masih ada yang mengungguli lagi,
kekuatannya juga lebih unggul lagi. Seterusnya selalu ada yang mengungguli lagi, Semakin halus
semakin kuat. DAN SEMAKIN TEPAT ARAHNYA, yang terakhir itu : Yang tidak bisa dibayangkan, dikatakan
dengan kata Gaib, kekuatannya tanpa batas. Kekuatan dari yang halus itu bernama : KAWASA.

Manusia yang memperbanyak menggunakan rasa yang halus, juga banyak halusnya, banyak
kekuatannya yang tidak terlihat mata, akhirnya : Puja, Puji dan ucapannya diirngi oleh kekuatan,
semuanya.

Contoh kekuatan hati yang penuh rasa yakin :

Ada seorang Pendheta Hindu, bertemu orang yang sedang sakit, mengeluh minta diobati. Pandhita
memberi nasihat : Percayalah bahwa akan sembuh, katakanlah : Aku sembuh, aku sembuh, tiap hari,
akakn tetapi harus terus di hati, serta dengan penuh keyakinan. Kamu akan benar-benar sembuh.
Pandhita melnajutkan perjalannya. Yang sakit sangat meyakini nasihat sang Pandhita, serta menjalan
seluruh perintahnya, itulah yang mendikannya dia sembuh (Serat Rama Krisna). Hal itu menjadi tanda
bukti, bahwa memang ada kekuatan yang sangat hebat yang ada di diri manusia, bisa menyembuhkan
sakit, hingga berubah menjadi sehat. Daya kekuatan keyakinan hati (tebal keyakinannya) kadang-kala
melebihi obat dari dokter.

Keyakinan orang sakit seperti di atas belum seberapa jika dibanding kekuatan dari Yakin kepada Allah,
karena keyakinan kepada Allah (Hingga meerasuk ke dalam sanubari) itu kekuatan yang teramat halus,
lebih menghentak serta kuat menghujam. Orang yang besar keyakinannya kepada Allah, bagaikan
melebihi yang menggunakan beteng Baja berlapis tujuh. Rasa sedih, sengsara, sakit, lapar, miskin, celaka
dan sebagainya : Tidak akan mampu menghalangi kekutan yang bersumber dari Rasa Yakin kepada Allah,
karena keyakinannya hanya tertuju kepada Allah (yang ada di sanubarinya), yang paling besar sendiri
kekuatannya. Sedangkan besarnya daya itu tadi tidak lain berasal dari banyaknya penerapannya, yaitu :
Terbiasa diam di waktu yang sudah ditentukan, mematikan kekuatan dari gejolak-gejolak kasar,
menggunakan Rasa yang ada di pusat sanubari.

Orang yang akan putus nyawanya itu sakit, orang yang mengalami sakit sudah menyebutkannya, akan
tetapi bisa berkurang bahkan terkadang hilang oleh rasa Keyakinannya serta Cintanya. Sehingga
ketahuilah :

Orang yagn terbiasa mengumpulkan kekuatan rasa dirinya, dialirkan terpusat ditujukan kepada
Keyakinan dan Cinta, yang bertampat di sanubari, air hidupnya akan mengalir dan tertumpah kepada
Allah Yang Maha Hidup, bagaikan alira sungai yang tertumpah masuk ke dalam samudra, menyatu
menjadi satu, hingga akhirnya tidak akan bisa dibedakan. Jika yang demikian itu yang dijadikan
kebiasaan oleh para penempuh Hakikat hingga akhir hidupnya.

Bagi yang sedang mengalami kesussahan dan kesengsaraan, selain jangan sampai tipis keyakinannya
kepada Allah, perlu mengetahui : Bahwa; Kesusahan atau kesengsaraan yang disampaikan kepada yang
Maha Gaib hingga sampai ke inti rasa : Sangat besar sekali manfaatnya. Sehingga, tidak baik baik
mengeluh dikarenakan kesusahan dan kesengsaraan, walau yang bagaimana pun, karena : Jiwa yang
berbadan kasar untuk bisa kembali menjadi yang Gaib lagi, jalannya adalah berupa Kesengsaraan, dari
kesengsararan itulah yang menghantarkan untuk bisa keluar dari Jiwa yang kasar dan gelap menuju
kepada Ke-Halus-an dan yang terang (Sahabat, yang sama sekali belum bisa memahami atas uraian yang
sedikit ini, menurut yang menulis buku ini hanya PERCAYA saja, besok hari akan ada masanya merasa
sendiri dan sangat yakin).

YANG BERLAWANAN

Orang yang mengandalkan makanan, tentunya merasa khawatir serta tidak kuat jika kehilangan daging
atau makanan yang enak. Karena mempercayai kepada tidak kuatnya, tantunya akan terjadi menjadi
tidak kuat. Dikarenakan dari tipis keyakinannya kepada Allah, tentu saja akan kekukarangan Daya hidup,
karena dari rasa khawatirnya, maka akan menjadi dan tewasnya. Seumpama takut mati karena tidak
makan daging, bisa saja mati gara-gara tidak makan daging. Orang yang kuat keyakinannya bisa hidup
hanya dengan minum air saja, kadang juga dari sedikit demi sedikit dan selalu mengarah-ngarah
sikapnya dalam membiasakannya, ada yang bisa hidup hanya dengan minum air saja, kekuatan badan
kasar yang lemah dan lelah tergantikan oleh kekuatan badan halus yang lebih luas wilayahnya.

Seseorang yang percaya bahwa dirinya bisa mencari dan mendapatkan ilmu hakikat, dengan dasar
bersandar kepada Allah yang paling dipercaya di dalam sanubarinya, Insya Allah akan bisa tercapai,
sedangkan bagi orang yang tidak percaya kepada dirinya sendiri, atau dirinya di diangggap sial sendiri,
dirinya sendiri itu sial sungguhan, dikarenakan terbawa oleh keyakinannya sendiri atau tingkah
pikirannya sendiri.

TANDA-TANDA BAGI YANG PERCAYA KEPADA ALLAH

Seseorang berkata : AKU TIDAK PERCAYA jika ada hantu, namun ketika berjalan sendirian di tempat yang
seram, berdiri bulu kudugnya, kemudian berkata : Tidak ada apa-apa tidak ada hantu, dengan tujuan
untuk menghibur dari rasa ketakutannya, terkadang jika dibilang mempercayainya, pun menolaknya.
Orang yang seperti itu belum bisa memperhatikan, bahwa tumbuhnya rasa takut itu dari rasa percaya,
dan belum bisa merasakan (menghayati) perbedaan dari rasa PERCAYA dan RASA RAGU, sehingga rasa
ragu dikiranya rasa percaya. Hal itu sama saja denegan seseorang yang berkata : “Aku tidak marah. Yang
dibilangi tidak pecaya, karena marah dan tidaknya, terlihat pada sikapnya, semu dan lagak lagunya, hal
itu pun belum bisa membedakan RASA MARAH dengan RASA TIDAK MARAH.
Tentang percaya kepada Allah jangan sampai salah dengan ragu-ragu. Jangan menggampangkan
mengaku percaya, dan tidak usah ditunjuk-tunjukkan tentang keyakinannya kepada Allah, agar tidak
seperti yang bergiri bulu kuduknya ketikan menunjukkan bahwa tidak percayanya kepada hantu. Segala
sesuatu yang keluar dari lisan , itu tidak berasal dari sanubari.

Saksi atas percaya kepada Allah itu : Malu kepada Allah jika mempunya hasrat jahat dalam hati, malu
kepada Allah karena tidak membalas Cinta Allah yang di anugrahkannya kepada dirinya, contohnya :
Tuntunan dan cara Allah dalam mengangkat diri dari jiwa rendah kepada luhur, yang tidak dirasa oleh
manusia (Walau pun berupa kesengsaraan, atau pun bukan). Cara membalasnyanya adalah :

1. Ingat dan Cinta.

2. Menolong kepada sesama Jiwa yang masih rendah (Tujuannya hanya kepada yang satu).

Dalam berbuat kebajikan sama sekali bukan bertujuan agar di ketahui oleh orang lain, dan juga selalu
beruat kebajikan dengan cara diam-diam.

TARIK MENARIKNYA DAYA

Orang yang diajak bicara tentang rasa masam dari asam, atau melihat orang yang mengunyah asam,
bayangan yang tergambar dalam hati dari rasa masam, muncul dan mendatanginya, bagaikan besi yang
ditarik oleh besi berani, bangkit bagaikan orang tidur dibangunkan, rasa yang lain-lainnya tergeser
menyingkir bagaikan orang banyak yang didesak dari belakang. Rasa yang biasa dipergunakan untuk
merasakan rasa asam itu berada di paling depan, menghalangi rasa yang lainnya.

Jika seseorang diajak membicarakan sessuatu yang dahulunya sangat disenanginya, atau sesuatu hal
yang menjadikan rasa senang, maka rasa senang akan muncul, bangkit kekuatannya, kemudian
menutupi rasa yang lainnya.

Jika seseorang diajak membicarakan kebutuhan seseorang yang dahulunya dibenci, ketika itu seketika
rasa bencinya muncul paling depan, bagaikan api di dalam abu yang dikipasi, akan muncul menyala lagi.

Jika seseorang diajak membicarakan kebaikan seseorang, atau diberi penjelasan untuk bisa senang dan
menjadi baik itu berasal dari pertolongan orang banyak, maka rasa senang dan sayang kepada orang
kemudian bergerak pada posisi terdepan, sikapnya menjadi terlihat manis dan ramah.

Jika seseorang diajak membicarakan tentang rasa ilmu, atau tentang Allah, rasa halus dan luhur muncul
paling depan, mendesak rasa yang lain-lainnya.

Begitulah seterusnya, akhirnya : rasa yang tidak pernah dipergunakan semakin lama semakin kurus
kerempeng, yang akhirnya menjadi mati. Rasa yang sering di tarik ke depan, sering terbangun, sering
tajamnya, semakin lama semakin besar dayanya. Oleh karena itu, watak dan sifat manusisa itu
mengikuti kebiasaan hidupnya, orang yang terbiasa menggunakan rasa seperti ini, wataknya begini,
sikap dan tingkah lakunya seperti ini, menjadikan sering mempergunakan rasa yang mengajak seperti
ini.

Seseorang bertempat tinggal di tempat yang ditempati orang baik, dan berkumpul dengan orang baik,
maka tiap hari akan di terik kepada hal yang baik, hawa dari lingkungan itu juga baik.

Maksud dari keterangan : Sangat diperlukan bagi orang yang mencari ilmu Hakikat untuk selalu
berkumpul, kemudian bermusyawarah, yang berguna untuk menarik keluar rasa yang halus yang
bersembunyi di dalam. Ketika rasa halus sudah berada di depan, menggeser rasa kasar sehingga menjadi
berkurang kekuatannya. Jika yang halus sudah bergerak, maka orang yang mengadakan sarasehan tidak
terasa capek, mengantuk dan lapar, karena capek mengantuk dan lapar itu tumbuh dari rasa kasar
(Rahsa), di karenakan ketika sedang sarasehan yang berada di depan yang bekerja adalah yang halus
(yang tidak mempunyai sifat lelah, kantuk, dan lapar). Sehingga yang kasar kehilangan daya
kekuatannya, sehingga terkalahkan , tidak mempunyai kesanggupan lagi mengeluarkan wataknya.

Di depan sudah dijelaskan, bahwa yang besar kekuatannya itu adalah manusia yang sudah banyak
halusnya, sehingga yang bisa menarik rasa halus yang tipis yang terhalang oleh rasa kasar yang tebal :
Itulah manusia yang sudah besar kekuatan rasa halusnya; ceutsan hatinya bisa menatik kehendak orang
lain, kata-katanya bisa menyentuk rasa yang sebagai penyebab menjadi terasa. Merasa, menelaah. Para
nabi dalam menarik rasa dari orang berjuta-juta yang tertutup rasanya, itu bagaikan Lokomotif yang
menggeret gerbong yang sangat banyak, karena dari besarnya kekuatannya, sakti perkataannya. Orang
yang ahli ilmu spiritisme untuk bisa menarik dan memerintah jiwa orang glain, tidak lain karena
memperbanyak menggunakan rasa yang halus. Yang bisa di tarik itu tentunya jiwa yang terlalu banyak
kasarnya, hingga sedikit sekli kekuatan jiwanya.

Golongan badan halus yagn rendah (Dhemit dsb) tidak bisa mengganggu manuisa yang besar kekuatan
kehalusannya, berulangkali hanya oang yang kosong hatinya hingga bisa di goda oleh makhluk halus
rendahan (dhemit).

Oleh karena manusia yang mempunyai kekuatan besar bisa membantu kepada yang sedikit
kekuatannya, maka dari itu yang sedikit kekuatannya perlu sekali mendekati, atau bergaul, seperti
halnya : Makmum, mencari berkah, mohon doa, memegang nasihatnya dan sebagainya. Silaturahmi
setelh lebaran tujuannya adalah :

1. Mencari daya penarik kepada orang tua.

2. Menarik rasa Cinta, yang dayanya juga kepada kehalusan, yang tujuannya hanya kepada Allah.

3. Belajar mengolah Raga, bellajar mengosongkan hati (lebih baik di bandignkan hanya berkirim surat
atau uang).

Selain itu, orang yang sedang mencari ilmu juga sangat perlu mengakan kumpulan, yang tujuannya
mengumpulkan kekuatan dari orang banyak, dijadikan satu. Terkumpulnya daya dari orang banyak yang
satu tujuan : Merupakan kekuatan besar, bisa mempengaruhi jiwa-jiwa yang lain. Laku dan perbuatan
yang demikian itu baik teramat baik, terlebih lagi jika yang dikumpulkan itu sudah memeliki kehalusan
yang banyak, terkumpulnya akan menumbuhkan suasana indah di dalam gaib, menjadi hiasan di dalam
Kerajaan Allah, kekuatannya bisa membuka daya pengaruh dunia yang mengepung di kanan kirinya.

Sangat penting sekali di jaman sekarang orang untuk menyambung silaturahmi. Serta kerukunan
menjalanlankan hal itu, karena daya kekuatan dunia sekarang ini sangat besar sekali, penuh daya
angkara murka, sehingga menyebabkan manusia menjadi kesulitan untuk bisa lepas dari pengaruhnya,
bagaikan sulitnya jika ingin keluar dari lumpur hisap.

BADAN TUA BADAN MUDA DAN UMUR PANJANG

Ketika manusia amasih muda, raganya banyak sehatnya, besar kekuatannya, semakin tua semakin
banyak rasa yang tidak enak. Jika sudah tua sekali, ssakitnya semakin parah dan selalu berganti-ganti,
hingga tidak kuat lagi untuk menguat-nguatkannya, sudah tidak mempan untuk disembuhkan, itu
sebagai tanda waktunya ....................................

Pemikina 2 macam di bawah ini, manakah yang benar?

Yang satu : Oleh karena sudah semesti badan yang sudah tua banyak penyakitnya dan sudah tidak bisa
ditolak lagi, bagaimana lagi, tidak lain yah harus menerima, menyerah saja, meski di obati pun, hanya
menghabisskan biasa banyak, mana mungkin sembuh, biarlah dibiarkan saja, tidak kuat ya sudah. Jika
sudah tidak kuat, tentunya akan mati sendiri.

Yang ke dua : Oleh karena manusia diboleh berikhtiar, orang sakit itu harus di obatkan, sebisa mungkin,
walau pun tidak sembuh, itu bisa mengurangi. Barangkali aja bisa sembuh. Walau pun pada akhirnya
pasti mati, namun jika hidupnya lama, akan bisa menerima bayaran agak lama lagi, bisa agak lama
merasakan makanan enak, bisa lama ikut bersenang-senang, bisa menonton ramainya dunia agak lama.
Barangkali aja.... bisa menikah lagi dengan wanita cantik, agar supaya bisa merasasakan KENIKMATAN
DUNIA agk lama.

Menurut yang menulis buku ini, pikiran dua macam di atas, keduanya ada benarnya, dan keduanya pun
ada salahnya.

Jika badan sakit kemudian nekat, karena sudah semestinya sakit, itu merupakan kehinaan yang sia-sia.
Akan tetapi jika dalam mengobati karena mempunyai pengharapan untuk bisa mengharapkan
kenikmatan yang lama, dan ingin mendapatkan uang dan sebagainya, orang yang seperti itu akan
didatangi oleh kesengsaraan hati dan kebingungan pikirannya yang tidak bisa di tolak, dan lagi rasa
sengsaranya sangat hebat, karena orang yang seperti itu Selamahi dupnya hanya menggunakan
harapannya hanya kepada kenikmatan dunia saja dan menempatkan sangat cintanya hanya kepada
dunia. Semakin banyak umurnya, semakin kuat pengharapannya kepada kenikmatan, semakain cintanya
kepada dunia. Pada akhirnya semakin lama semakin tidak tercapai yang menjadi pengaharapannya
justru akan semakin tumbuh membesar pengharapannya. Sumpama umurnya di tambah sedikit lagi,
untuk bisa merasakan kenikmatan dunia, setelah diturui juga meinta di tambah sedikit lagi karena masih
ingin menikmati kesenangan dunia sedikit lagi, akan selalu begitu dan tidak akan ada putu-putusnya.
Justru akan semakin besar pengharapannya, serta semakin kuat keinginannya serta semakin naik minta
tambahnya.

Ketahuilah : Sakit yang sangat sakit itu tidak seperti orang yang besar keinginannya, tidak keturutan,
kaget teramat kaget itu, tidak seperti orang orang yang saling jatuh cinta di putus secara tiba-tiba. Hal ini
bisa diumpamakan : Seorang desa yang sedanga melaksanakan hajatan menikahkan anaknya, yang
basok akan menerima tamu dan sumbangan, tiba-tiba keetika pergi ke kota kena tipu oelh Werek Deli,
kemudian di tahan di Deli, tidak bisa berkirim surat, tidak bertemua dengan saudaranya satu pun juga,
dan selamanya tidak bisa pulang.

Memang seharusnya seseorang itu mencari kesehatan badannya dan panjangnya umur, namun jangan
lupa kepada tugas diri hidup di dunia. Sehingga, kesehatan badannya itu gunakanlah untuk
meningkatkan perbuatan tentang jalan menju Allah, untuk dipergunakan untuk menjalankan kewajiban
yang harus dikerjakannya, yang tumbuh dari Rasulnya. Umur panjang itu yang benar adalah digunakan
untuk menyelaraskan Rasa Halus dan untuk digunakan sebagai menguasai dan mengurangi kekuatan
dari Daya kasar (Nafsu Amarah, luwamah dan Supiyah), dan juga mengurangi daya kekuatan dari roh
hewani. Jika demikian, semakin lama hidupnya semakin besar kekuatan halusnya, semakin sedikit
kekuatan kasarnya. Semakin terang jalan menuju Allah, semakin kuat penglihatannya, semakin ada jarak
dengan urusan dunia, dan juga semakin berkurang kekuatan yang mengajk sakit, kantuk dan lapar.
Sehingga : Panjangnya umur dan sehatnya badan itu sangat bermanfaat. Orang yang seperti itu,
semakan lama hidup semakain banyak untungnya, yaitu keuntungan memperoleh daya halus. Manusia
yagn sudah bisa merasakan manfaat dari daya halus, sangat tekun mencari semakin bertambahnya rasa
halusnya, menghemat waktu, merasa rugi jika banyak waktu yang terbuang yang tidak dipergunakan
mencari daya, karena dalam setiap waktu bisa dipergunakan menambahkan kekuatan daya halus.
Semakin paham terhadap manfaat daya halus, dan karena pandainya mempergunakan waktu, seolah-
oleh mempunyai semboyan : WAKTU ITU DAYA.

Selain banyak keuntungan mendapatkan daya halus, (yang menjadi penyebab berkuasa di alam ke-
halus-an), orang yang bisa mempergunakan waktu itu merasakan nikmat dan senang karena tercapai
apa yang menjadi cita-citanya. Tekad : Menghindari urusan dunia itulah yang menjadikannya puas
karena tercapai yang menjadi cita-citanya.

Selain mendapat keuntungan berupa daya halus, dan tercapai cita-citanya, kesengsaraan badan kasar
ketika berumur tua, juga banyak berkurang. Karena : Daya kasar yang kerjanya mengajak sakit sudah
tipis, sudah tergeser oleh kekuatan yang mengajak diam. Bahwa ituah yang sebenarnya yang
menyebbakan sakitnya badan tua, yang biasanya disebebkan terlalu besarnya nafsu luamah, contohnya :
terlalu banyak makan dan minum, kotor dan berlebihan baik jumlah atau jenis yang di makan, apalagi
jika mdat atau mabuk. Sahwat dan terlalu banyak tidur juga termasuk daya nafsu luamah.

Sehingga ringkasnya : Memang benar jika badan sakit itu diusahakan untuk sembuh, namun sanagt
keliru sehatnya badan dipergunakan menuruti kesenangan. Benar sekali oarng mencari umur yang
panjang, namun sangat salah umur yang panjang dipergunakan untuk menuruti rasa yang rendah.

BADAN MUDA
Sayang sekali badan yang kuat dan segar dipergunakan untuk malas-malasan, malas mempergunakan
pikiran dan kekuatan untuk bekerja dan mencari kepandaian, namun keliru jika niatnya bekerja hanya
dikarenakan ingin merasakan nikmat dunia. Sangat salah jika mencari kepintaran dan keahlian hanya
bertujuan untuk mendapatkn pujain. Seharunya itu bekerja dengan giat yang bertujuan untuk
menjalankan kewajiban hidupmya, mengikuti petunuk yang berasal dari hati sanubari (Mematuhi
kehendak yang memberi hdup) yaitu memperbaiki sifat sesasmanya, sekalian merawat raganya jika
sudah berumur tua, bukan mengharapkan untuk bisa merasakan kesenangan dan enak saja, justru
dalam bekerja sekalian menghilangkan rasa yang kasar-kasar, yang mengajak kepada enak dan
kesenangan saja.

Sehingga, harapan-harapan yang baik itu seperti ini :

1. Agar supaya dalam saya mengendapkan air tidak banyak gangguannya, aku harus bekerja untuk bekal
di alam dunia (Penggoda manusia di dunia itu jika tidak punya harta dunia).

2. Agar supaya tercapai keinginanku dalam mencari untukbisa mengerti dan kepandaian, aku harus
mempunyai uang untuk biaya.

3. Hidupku di dunia walau banyak hartanya atau tabungannya yang baik itu harus tetap bekerja. (Harta
yang banyak atau tabungan itu berupa rasa yang halus).

4. Aku butuh dikatakan Baik oleh orang di dunia, namun dikatakan baik itu perlu sebagai tanda bahwa
aku sudah benar-benar baik, perlu yang sebenarnya itu :NYATANYA bukan terkenalnya, sehingga yang
saya harp-harapkan bukan yang menyanjung, justru dalam ketika dikatakan “Baik” dengan menghindari
kata jelek itu sekalian menghilangkan rasa yang mengharap-harap untuk dikatakan baik, dan rasa senang
karena dikatakan baik dan juga membuang rasa kecewa ketika dikatakan jelek.

Ringkasnya demikian : Yang masih kuat badannya dan terang pikirannya harus giat mencari jalan terang,
semangat mencari daya halus, senyampang masih luas kalangannya, senyampang lebar bulannya,
jangan tergesa-gesa mengumpulkan kekuatan menyetujuai semua ingatan, waktunya sudah sempit,
seadaninya di awali dari kalimat : menolak (sudah terlanjut mempunyai keyakinan tinggi) akan tetapi
mengambil intinya saja : Tidak boleh, serta sudah terlanjut besar nafsunya, terus, bagaimana?

Senang, enak, dan merasa enak hanya sekedarnya saja untuk penguat dalam bekerja, yang tertuju
kepada Tekad.

KETERANGAN

Uraian yang ditandai huruf A-B-C-D-E-F-G-H dan I, sembilan jenis itu yang dimaksudkan hanya satu,
menjelaskan bahwa manusia itu selama hidupnya di siang dan malam, ketika terjaga atau tidur, bekerja
atau menganggur, tiap jam dan menit, tidak pernah terputus mempergunakan DAYA, ada yang
mempergunakan daya halus , ada yang mempergunakan daya kasar, ada yagn terbiasa menggunakan
daya Rasa Mulia, yang urut dengan dayanya sanubarinya, hanya yang terbiasa hanya kepada
penggunaan Rasa Madya saja. Ada yang terbiasa menggunakan rasa nistha, yaitu rasa kasar dan asor,
yang arahanya menuju kegelapan dan kesialan. Sehingga : Selama hidupnya manusia itu memergunakan
Daya hidupnya untuk menghidupi tanamannya (Bijinya), sedangkan sebagai tandanya bisa
diumpamakan ada yang berupa tanaman padi, jarak, glagah, teh, lateng dan lains ebagainya. Rasa yang
bermacam-macam yang ada di diri manusia -- baik yang Jahat atau yang luhur ... masing-masing bisa
dijadikan bibit jika dihidup-hidupi (dibiasakan digunakan) akan tumbuh subur menjadi besar. Yang mana
yang bear dayanya : berkuasa menghidupi (Membungkus, atau menggeser, atau menutupi) terhadap
yang lainnya yang lebih kurus. Sedangkan rasa yang beraneka ragam jelek dan baik ... berujud roh yang
mempunyai alam sendiri-sendiri.

Terbukti dari masalah itu bahwa manusia itu bisa menjadi luhur yang lebih dari luhur, bisa rendah lebih
dari yang rendah, bisa mulia dan kuasa lebih dari mulia dan kuasa, bisa tidak punya apa-apa dan sial
yang lebih dari kesialan, Ringkasnya : Jika menjadi baik itu tidak seperti manusia, jika menjadi kasar itu
tidak seperti manusia. Jelasnya : Manusia itu bisa menjadi Tuhan bisa menjadi Iblis; bisa menjadi Dewa
bisa menjadi makhluk halus yang terjahat, bisa menjadi Gandarwa (raksasa) bisa menjadi Mustika dunia,
bisa menjadi kotoran dunia, bisa bertempat di dunia yang lebih dari mulia. Yang terang benderang,
nikmat, manfaat dan rahmat yang tidak bisa terbayangkan, bisa pula bertempat di kegelapan, yang
sangat sengsara tersia-siakan yang tak terkira.

Oleh karena itu, wahai sahabat, berhati-hatilah dalam menggunakan rasa, jangan samapi terbiasa
menggunakan rasa yang rendahan.

ooOOoo

Dari Huruf A hingga I, menjelaskan bahwa orang yang belajar berfikir baik, samadhi atau tafakur,
percaya kepada Allah, makmum kepda orang yang besar daya kehalusannya ....... semeua bertujuan
memunculkan daya yang baik (menghidup-hidupi daya yang baik) serta berusaha mematikan bibit yang
jelek. Menerapkan yang baik akan membuat kurangnya daya kekuatan yang jelek. Berkurangnya
kekuatan yang jelek : menjadi hiduplah yang baik (Huruf C). Mengingat-ingat dan membicarakan ilmu
yang menuju Allah, membangkitkan rasa yang baik (Huruf H).

Manusia hidup menjaga kesehatan badannya dan berusaha memanjangkan umurnya ; tujuannya untuk
menumbuhkan bibit yang baik. Jika kesehatan badan dan panjangnya umur dibiasakan untuk ditempati
rasa yang rendahan : Sangat salahnya, serta sangat disayangkan, kasihan sekali jiwanya (Huruf I).

Nyanayain Jawa Macapat :

Angkara gung (Nafsu angkara).

Neg angga anggung gumulung (Di raga besar menggulung)

Gogolonganira ((Pengaruh) golongan itu)

Tri loka lekeri kongsi (mempengaruhi tiga alam kemampuan pengaruhnya)

Yen den umbar ambabar dadi rubeda (Jika dibiarkan berkembang menjadi pengganggu).
Beda lamun (berbada bagi yang)

Kang wus sengsem reh ngasamun (Yang sudah menyenangi mengekang diri di keheningan)

Semune ngaksama (Sikapnya penuh kesabaran dan ampunan)

Sasamane bangsa sisip (Kepada sesamanya yang berbuat salah)

Sarwa sareh saking mardi martotama (Bertindak tenang karena selalu bersikap yang utama).

BAB. IV

KEHENDAK, SIR,TEKAD SERTA HUBUNGANNYA

Berkumpulnnya Kehendak itu ditarik oleh SIR.

Mengalirnya “Sir” ditarik oleh TEKAD

Catatan :

Keinginan berasal dari daya Nafsu

Kehendak berasal dari Sir

Tekad berasal dari Rasa (Rasul)

Penerang nafsu adalah Manas rendah (roh hewani)

Penerang SIR adalah Pikiran (Roh khani)

Penerang Rasa adalah Budi (roh ilafi)

Tekad diumpamakan Batang (deleg).

SIR diumpamakan Cabang

Keinginan diumpamakan Ranting

Sifat diumpamakan Ranting terkecil.

Jika seseorang tidak memiliki pekerjaan. Terkadang terasa sekejap dalam hatinya ingin seperti ini,
namun tidak begitu mantap, kemudian sekejap ingin begitu, juga tidak mantap tidak menyatu, hal itu
apakah sebabnya. Penyebabnya adalah Bagian dari keinginan (gejolak-gejolak) saling bertentangan,
sebagian mengajak begini, bagian yang lain tidak menghendaki, kemudian ada bagian yang lainnya lagi
mengajak begini lagi, bagian yang lainnya jiga tidak mau diajak, tidak menyetujuinya.
Gejolak-gejolak perselisihan atau tidak menyetujui pada umumnya disebut : Keinginan yang tidak
menyatu atau yang tidak mempunyai kemantapan.

Perselisihan gejolak-gejolak itu membuat keruhnya aiar, bagaikan air yang selalu diobok-obok, sehingga
berkembangnya gejolak-gejolak yang sangat banyak, yang sebelumnya tidak bergerak, kemudian
menutupi RASA, menghalang-halangi terangnya budi. Semakin lama dalam perselisihannya, semakin
membuat gelapnya pikiran, dan semakin banyak pula tumbuhnya cetusan-cetusan hati.

Jika sudah ada SIR yang kuat, serta kemudian mengerjakan sesuatu pekerjaan, di situlah baru menyatu,
gejolak-gejolak menyetujui, saling berjalan menuju satu tujuan, karena semuanya berjalan mengikuti
petunjuk SIR. Sehingga bagaikan air yang mengalir, tidak seperti yagn diobok-obok.

Selama masih belum sampai kepada sesuatu yagn di SIR (selama belum tercapai yang diinginkannya)
gejolak-gejolak masih mendukung menyatu saling mengikuti berjalannya SIR, jika sudah tercapai yang
diinginkannya, itulah baru berhenti, ketika itu gejolak-gejolak yang merupakan keinginan, sering
berselisih lagi, sebagian mengajak begini, mengajak begitu, mengajak demikian, bisa diumpamakan :
Hewan berbagai jenis yang diikat menjadi satu, tidak bisah terpisah namun berselisih saling mendiamkan
yang lainnya, watak dari satu dengan yanglainnya sangat bertentangan, serta memiliki kekuatan sendiri-
sendiri. Agar bisa menjadi kesepakatan lagi jika ada SIR lagi, yang diikuti oleh gejolak-gejolak. Nantinya
jika sudah terlaksana lagi yang di SIR, akan bingung lagi, karena gejolak-gejolak berselisih lagi. Seperti
itulah dan berulang kali : selalu berselisih, berkumpul, berselisih, berkumpul dan seterusnya.

Penyebab dari berselisih itu jika sudar tercapai keinginannya, berkumpul jika belum tercapai ( Hal itu jika
dirasakan, tentunya aneh sekali, sedangkan terpainya yang di SIR itu hanya puas sebentar saja,
kemudian muncul perselisahan lagi, serta bingung lagi, karena susah keturutan. Lebih baik ketika masih
berjalan, (belum tercapai keinginannya), tidak ada perselisihan atau kebingungan, hati menjadi enak,
pikiran terang).

Cobalah, pertanyaan di bawah ini pikirkanlah, bagaimanakah jawabannya :

1. Oleh karena tiap sir datang menimbulkan rasa bingung jika belum tercapai – jika ditanyakan : Apakah
lebih memilih kedatangan sir-nya saja, agar tidak terjadi perselisihan atau kebingungan?

2. Oleh karena tiap berjalannya pancaindra menjadikan berhentinya perselisihan, bisanya rukun tiap
panca indra berjalan, pertanyaannya : Apakah memilih berjalan terus tanpa berhenti selama-lamanya ?
(Tidak mau berhenti, bisa menimbulkan perselisihan).

3. Bagaimana seharusnya berjalannya panca indra agar selamanya selalu rukun, tidak sering terjadi
perselisihan, untuk bisa seperti air yang tetap alirannya?

4. Bagaimanakan agar bisa pancaindra berhenti atau beristirahat dengan tenang tenteram, tanpa
diganggu oleh perselisihan (Apakah memang harus tetap terjadi hal demikian, tidak bisajika demikian)?

Sesungguhnya penyebab dari kehendak yang kadang tidak berkumpul, tidak lain karena kehilangan SIR-
nya, karena sir itulah yang menjadi penuntun keinginan,sedangkan yang menjadi penyebab kadang-
kadang ditinggalkan oleh Siryaitu : Kadangkala karena berganti-ganti sir yang tidak satu tujuan (maksud),
diumpamakan : Hewan yang bermacam-macam jenisnya yang terikat menjadi satu itu, yang
menuntunnya selalu berganti-ganti, itu menyebabkan sering terhenti, terhenti tiap berganti yang
menuntunnya (berganti sir). Selama waktu berhenti, hewan yang bermacam-macam jenis tidak terurus,
tingkahnya tak beraturan, serta tidak satu tujuan, karena sir itu tidak sama wataknya (Tidak sama yang
di sir), itu yang menyebabkan berbelok-beloknya dari hewan-hewan yang dituntunnya. Bisa
diumpamakan : Pasukan yang pemimpinnya berganti-ganti sereta berwatak sendiri-sendiri. Sedangkan
yang menjadi penyebab sir tidak setuju, yaitu : Sir yang bermacam-macma tersebut TIDAK DIPERINTAH
OLEH TEKAD. Jika manusia memiliki tekad, pasti mempunyai cita-cita kepada Kesempurnaan. Sedangkan
bagi manusia yang mempunyai cita-cita tidak bisa tidak Semua Sir-nya berjalan patuh kepada Tekad-
nya, karena tekad itulah Penuntun dari semua sir. Sehingga ringkasnya : itu semu : Dikarenakan
hidupnya kosong tanpa tekad, sehingga tidak mempunyai cita-cita, sehingga sirnya semaunya sendiri,
mempergunakan wataknya sendiri-sendiri, dikarenakan tidak ada yang menuntunnya itu tadi, sehingga
menjadikan berganti-gantinya yang di tuju, (Berganti-ganti keinginan yagn tidak satu tujuan). Setiap
bergantinya yang di tuju, ada waktu berselisih bagi panca indradan sakitnya gejolak-gejolak yagn kasar.

Seorang yang mempunyai cita cita tentang hakikat, yang sungguh-sungguh dalam berusaha,
keinginannya selamanya menyatu, bagaikan air yang mengalir dari sumber air yang akan tumpah di
muara, tidak seperti air yang diobok-obok ke kiri dan ke kanan, ke timur kemudian ke barat, dan tidak
seperti aiar yang banyak kebocorannya yang memancar ke mana-mana (yang sering hanya mencoba-
coba saja) juga tidak seperti air yang tergenang (bodoh).

Jika dirasakan berkali-kali pun memang sangat keliru seseorang yang tidak mempunyai keinginan
tentang asal dan tujuan diri itu. Bagaimanakah mengatakannya sedangkan yang dijalaninya pun tidak
diketahui maksudnya, sehingga berjalannya hanya asal berjalan saja. Sesampainya di tempat yagn
dituju, tiba-tiba baru mencari-cari yang manakah yang sebaiknya akan di tuju, sehingga : Dari mana dan
mau ke mana, sama sekali tidak pernaha dirasakannya. Barangsiapa yang bisa merasakan dengan rasa,
maka akan terasa dan merasa bahwa cerita hidup manusia di dunia (dunia maya) bagaikan orang
bermimpi dan mengigau.

Seseorang yang mencari Hakikat, yang menyebabkan tekadnya menyatu, karena semua Sir-nya terbawa
oleh Tekad, serta semua keinginannya patuh kepada sir-nya. Sehingga semua keinginanya tertuju
kepada tekadnya. Sedangkan tekadnya itu Menyatu tanpa terputus, tentulah jalannya pancaindranya
setalalu tetap, tidak selalu terganggu oleh gejolak-gejolak.

Selain dikarenakan tetap menyatunya, sewaktu-waktu jika panca indra diajak berhenti atau pun
beristirahat (Pagi, sore, atau malam), gejolak-gejolak tidak banyak polah, karena hewan yang bermacam-
macam jenis itu sudah terlatih untuk tidak mengggunakan wataknya sendiri, karena sudah dibiasakan
mengikuti watak dari yang menuntunnya, sehingga ketika yang menuntun diam, juga mudah diperintah
diam, walau pun tidak bisa betul-betul diam, namun dibanding banyak perselesihannya, lebih banyak
urutnya. Dibanding banyak geraknya. Lebih banyak diamnya. Bahkan jika sudah sangat patuh, kadang
kala DIAM sama sekali. Apalagi jika sudah beristirahat di dalam rumah (alam ketenangan) yang
menuntun sudah tidak memerlukan kendali dan cambuk, tinggalah merasakan RASA DIRINYA SENDIRI.
Maksud dari uraian adalah : Mencari rumah yang sebenarnya, melalui jalan yang benar, meniru jejak
tinggalan manusia dahulu yang sudah bisa, Naikilah panca Indra, agar bisalah memaksa, arahkan agar
patuh, agar bisa diperintah, serta jika sedang beristirahat tidak banyak tingkah.

CONTOH : KEINGINAN YANG MENGIKUTI SIR

Membasuh anggota badan, duduk, mengambil piring, mengambil sendok, mengambil nasi, mengambil
lauk dan seterusnya, masing-masing itu semua ujud dari keinginan kecil (dibahasan menjadi keinginan),
dari masing-masingnya menuju yang satu, yaitu makan.

Mengambil tempat tembakau, mengeluarkan tembakau, menggunting klobot, membuka pisau kecil,
menaburkan kemenyan, melinting rokok, mengambil korek api, menyalakannya, menyalakan rokok, dan
sebagainya, yang kesemuanya itu menuju yang satu yaitu : Merokok beserta rangkaiannya.

CONTOH : SIR YANG BERMACAM-MACAM TERTUJU PADA TEKAD YANG SATU

1. Makan untuk menguatkan badan (bukan untuk enaknya saja) Guna dari kekuatan badan untuk
mencari Ilmu tentang jalan yang menju pada terang. Untuk menjalani kewajiban hidup, mencari
penghasilan sebagai sarana untuk melaksanakan tekadnya (berhati-hatilah jangan sampai membohongi
batin).

2. Memearhi dan menghukum orang yang salah, agar tidak mengulangi kesalahannya, dan berubah
menjadi baik, itu memperindah sifat Allah, termasuk kerja wilayah tekad (Telitilah, jangan sampai
bohong).

3. Bertani, berdagang, dengan tujuan untuk keselamatan dan menolong (bukan untuk membanggakan
kekayaannya, atau untuk bersenang-senang), menjaga keselamatan dan untuk modal menolong, itu
termasuk kerja wilayah tekad (Telitilah, jangan sampai bohong).

4. Berbuat baik bukan bertujuan mencari sanjungan, mencari kepandaian yang diniatkan bukan untuk
biar dikatakan orang sebagai orang pintar, mencari penghasilan yang niatnya bukan menceri
kesenangan, berpakaian yang pantas bukan berniat yang bukan-bukan, itu semua SIR yang menuju
kepada TEKAD>

Tiap sir muncul, sebaiknya di rasa lebih dahulu, apakah maksudndya, menuju kepada tekad ataukah
tidak. Jika tidak, jangan diteruskan, itu sebagai tanda bahwa bersebelahan. Jika menuju kepada Tekad,
lakukanlah dengan penuh pertimbangan, agar tidak meleber, aau menyimpang dari TEKAD>

D
CONTOH : KEINGINAN YANG MENYIMPANG DARI SIR, KARENA TERAWA NAFSU RENDAH YANG
TEKADNYA DATANG TIBA TIBA

Seseorang yang disuruh makan namun menolaknya, yang diingi hanya ingin makan lauk. Setelah
merasakan terlalu asin, mengambil nasi sedikit, makin terasa enak, kemudian ditambah sedikit nasi lagi.
Bercampurnya rasa lauk, nasi dan sayuran menarik yang lainnya lagi, yang akhirnya menjadi makan.

SIR-nya yang semula hanya akan makan lauk saja, menjadi mengambil nasi karena ditarik oleh daya
yang berasal dari rasa asin, sehingga rasa asin itu yang menarik nasi. Setelah bercampurnya rasa asin
dan rasa nasi menimbulkan RASA BARU, kemudian menumbuhkan rasa baru, mengambil sayur.
Bercampurnya tiga rasa tumbuhlah rasa baru lagi, yang menimbulkan keinginan baru, dan selanjutnya.

Maksud dari penjelasan : Munculnya rasa yang kecil-kecil, yang menyimpang dari SIR itu terbawa oleh
rasa yang datangnya tiba-tiba (TAMU), itu adalah gerak dari : NAFSU.

Keinginan yang kecil-kecil itu di bawah kekuasaan SIR, sedangkan SIR itu di bawah kekuasaan TEKAD
(Rasa). Hal yang demikian itu adalah kondisi manusia yang sudah bisa mengendalikan Pancaindranya,
yaitu manusia yang sudah bisa mempergunakan watak dari Rasa dan Budi. SIR dan kehendak itu hanya
sebagai alat saja.

Sedangkan bagi manusia yang belum bisa mengendalikan Pancaindra-nya, tidak bisa menggunakan
Watak dari Rasa dan Budi. Karena masih terlalu besarnya kekuatan nafsu dan roh Hewaninya.
Kekurangan daya kekuatan Rasa dan Budi, sehingga menimbulkan sir yang bermacam-macam yang tidak
sesuai dengan tujuan, tidak tertuju kepada tekad, yang disebut menyeleweng. Selian dari sir-sir yang
tidak sesuai dengan tekad, keinginannya juga tidak sesuai dengan Tekad, akhirnya berkembang dan
menyebar. Orang yang sering menyeleweng dan keinginannya menyebar disebut Pepeka (banyak
tingkah), sebagai ibatnya adalah menaiki kuda yang kalah oleh kudanya, terbawa oleh kehendak kuda,
yang menaikinya kuwalahan, salah kejadian perjalanannya tidak mengarah kepada tujuan yang
dikehendakinya. Menerjang tidak karuan tujuannya. Penyebabyang demikian karena yang dinaiki tidak
di ajar, sehingga hanya banyak diberi makan, namun kurang kuat kendalinya.

Sesiapa yang berusaha mengendalikan Pancaindranya, perlu membiasakan : JANGAN meneyeleweng


dan BERKEMBANG. Karena hal itu adalah bunga dari kesesatan, dengan cara harus sering membaisakan
menggunakan Rasa yang halus, mengurang-ngurangi rasa yang kasar.

Penyebab keinginan yang sedikit menjadi tidak karuan atau menjalar ke mana-mana (di beri sedikit
minta tambah yang banyak) tidak lain karena tergiur oleh rasa yang datang tiba-tiba, yang mengajak
menyimpang dari SIR.

CONTOH : SIR YANG BERMACAM-MACAM YANG TINDAKANNYA TANPA TEKAD

Mencari senang dengan cara demikian : Nanti atau besok, jika sudah bosan, mencari kesenangan lagi,
berganti niat lagi begini : dan begitu dan seterusnya. Sehingga : selama hidupnya hanya mencari
kesenangan saja, jika sudah mendapatkan kesenangan, kemudian susah lagi, karena sir-nya hanya
mencari kesenangan saja. Ciptanya : Yang dicari oleh orang hidup itu apa, selain kesenangan,
senyampang masih hidup lebih baik bersenang-senang dan enak-enakan, besok jika sudah meninggal
dunia mana mungkin bisa senang lagi.

Contoh lainnya : Mencari kepandaian, kepintaran, ketrampilan, kekuatan, kegagahan, kesenangan,


kesaktian, kedigdayaan, kanuragan dan sebagainya, yang SIR- tujuannya untuk berbangga diri, untuk
bisa mengalahkan sesamanya, dipergunakan mendukung harapannya untuk merasakan keduniaan.

Contoh yang lainnya : Menghapalkan berbagai cerita, ilmu-ilmu dan bunyi dalil kitab, yang sir tujuannya
agar disebut sebagai orang yang berilmu.

CONTOH : SIR YANG MENYIMPANG DARI TEKAD

1. Orang yang mencari ilmu hakikat, makan enak, hanya sebatas untuk penguat badan saja, sambil
merasakan enak, atau : Makan untuk kenikmatan, dengan alasan hanya untuk penguat badan.

2. Orang yang mempunyai keinginan kepada hakikat pergi menonton, dengan anaknya, karena terpaksa
mengasuh anak menangis yang mengajak nonton. Padahal aslinya dirinya sendiri pun suka, atau
memang ingin menonton, dengan alasan terpaksa menuruti keinginan anak yang menangis mengajak
nonton (dengan alasan menjalankan kewajiban hidup mengasuh anak).

3. Orang yang mencari kesempurnaan berjudi, tayuban, keramaian, ikut bersenang-senang, dengan
alasan sekedar menjalan syariat, yang aslinya ingin enak-enakan, dengan alasan menjalankan kewajiban
bermasyarakat, padahal sesungguhnya menuruti ajakan Ma 5.

4. Orang yang mencari hakikat melakukan perbuatan baik, keperluaannya adalah menjalankan
kewajiban, sambil mencari yang baik untuk menyenangkan hati.

5. Orang yang mencari hakikat mengadakan sarasehan, untuk saling pengaruh-mempengaruhi dan saling
menggosok, sambil mecari biar dianggap dan didpercaya bahwa sudah suci dan biar dianggap bisa.

6. Orang pencari hakikat, bergunjing kejelakan orang lain, atau : menyanjung kebaikan orang lain, ketika
menggunjing terdorong rasa benci, namun tidak mau jika dikatakan mencela, minta dikatakan
membenarkannya, walau pun cocok dengan keadaan sebenarnya, katanya adalah untuk contoh.

Ringkasnya : Menipu batin atau tidak menyatu tekadnya, itu semua adalah Sir yang bertentangan dengn
tekad.

CONTOH : KEINGINAN YANG BERJALAN TANPA SIR

Melihat pensil tergeletak, diambil kemudian digunakan mencoret-coret. Setelah pensil diletakkan
kemudian bernyanyi sendiri, setelahnya kemudian mengambil batu untuk melempar burung, kemudian
mengambil gangsing untuk dimainkannya, serta memanggil teman-temannya untuk diajak bermaian
gasing, tiba-tiba mendengar suara musik. Berganti lagi ingin melihatnya, kemudian masuk ke dalam
rumah dan melihat makanan, kemudian makan, tidak lama kemudian melihat cicak, kemudian mencari
karet gelang untuk menembak cicak........ dan seterusnsya.

Contoh lainnya : Orang kaya yang pergi ke sebuah negara yang besar, melihat barang yang beraneka
warna dan serba indah, yang dibelinya bermacam-macam, karena semua disenanginya, serta
mempunyai rencana bahwa besok akan membeli atau membuat barang seperti yang dilihatnya, Setelah
kembali pulang ke rumah, sangat menyesal karena membeli barang yang bermacam-macam namun
tidak berguna sama sekali, sedangkan rencana ingin membuat barang itu tidak ada yagn dijalankannya
satu pun, orang lain yang memperhatikannya, namun yang diperhatikan tidak merasa.

Sudah jelas, yang tersebut di atas itu, yaitu bahwa :

1. Ada keinginan yang mengikuti sir.

2. Ada keinginan yang menyimpang dari sir.

3. Ada keinginan yang berjalan tanpa sir.

4. Ada sir yang mengikuti tekad.

5. Ada sir yang menyimpang dari tekad.

6. Ada sir yang bertindak tanpa tekad.

H.

KEADAAN ORANG YANG BERKATA-KATA

Seseorang yang sudah agak Pramana (mulai paham), bisa menilai orang lain yang berkata, sebagai
berikut :

1. Ada kata yang berasal dari : Rasa, selalu berjalan mengikuti rasa.

2. Ada kata yang berasal dari : Rasa, namun kemudian dibelokkan oleh Sir.

3. Ada kata yang berasal dari : Sir meninggalkan rasa.

4. Ada kata yang berasal dari : Sir yang dibelokkan oleh nafsu.

5. Ada kata yang berasal dari : hanya dari nafsu saja, meninggalkan sir.

6. Ada kata yang berasal dari : Roh jasmani saja tanpa tujuan dan tidak merasa.

Seseorang yang belum berkata-kata, terkadang sudah ada sir yang akan disampaikannya, namun di
tengah-tengah sedang berbicara digoda oleh keinginan yang kecil-kecil yang datang saling berebutan,
dikarenakan ketika sedang berbicara kedatangan rasa baru (cetusan yang bermacam-macam yang
datang tiba-tiba), setiap satu cetusan menumbuhkan satu keinginan kecil. Cetusan rasa yang baru
datang, tidak berbedan dengan rasa bercampurnya nasi dan lauk, rasa bersatunya lak, nasi dan sayur.
Serangan angin yang yang tidak teratur ketika berbicara, kekuatan dayanya juga menggerakan air,
mempercepat gerakan gejolak-gejolak, serta membangunkan gejolak-gejolak yang sebelumnya tidak
bergerak.

1. Contoh yang lebih jelas, kedaan orang yang sedang berbicara yang terbawa oleh rasa baru, yaitu
orang yang duduk-duduk, yang perlunya untuk bercakap-cakap saja, seperti : melihat burung
membicarakan burung, menarik ingatan kepada senapan, kemudian membicarakan senapan, kemudian
teringat sedang menembak di hutan yang menyenangkan sekali, kemudian membicarakan hutan,
kemudian teringat ketika makan terasa sangat enak ketika di hutan, kemudian membicarakan makanan.
Lama-kelamaan kemudian bersambung membicarakan makanan yang ada di Toko Cream Surabaya,
kemudian membicarakan kota Surabaya, kemudian pelabuhan, sehingga menjadi berkembang.
Terjadinya hal demikian memang sengaja akan mengikuti Cetusan-cetusan saja ( hanya mencari
kesenangan saja). Contoh yang lainnya :

2. Orang yang sedang lapar yang dibicarakan adalah makanan.

3. Seseorang yang sedang menyenangi sesuatu, berulang kali membicarakan sesuatu itu.

4. Orang yang sedang sakit hati, yang dibicarakannya adalah kejelekan orang lain atau kejelekan
jaman dan keadaan.

5. Orang yang sedang senang, yang dibicarakan adalah bermacam-macam kesenangan.

6. Orang yang mendapatkan kesusahan, yang dibicarakan kesusahan dirinya itu.

7. Ada juga seseorang yang baru saja membaca buku yang menceritakan keutamaan orang
beribadah kepada Allah, keluar kesanggupannya akan beribadah, mengurangi angkara murkanya, serta
sanggup menjalankan kurang gmakan kurang tidur. Namun ketika perutnya lapar, kemudian
membicarakan makanan. Ketika hatinya dongkol, membicarakan seseorang yang dibencinya.

8. Seseorang yang hatinya sedang sangat menginginkan utuk bisa terhadap sesuatu, sangat
bersemangat serta banyak kesanggupannya, tidak lama kemudian bosan, akhirnya meninggalkannya,
kesanggupannya tidak ada yang dijalankannya.

9. Ada lagi seseorang yang banyak mempunyai kesanggupan ketika sedang menganggur,
kesanggupan yang bermacam-macam, seperti : Besok hari akan begini,nanti akan begitu, namun di lain
hari lupa terhadap kesanggupannya. Orang lain yang memperhatikannya tidak melupakannya.

10. Ada seseorng yang senang berkata yang bermacam-macam, akan tetapi kata-katanya sendiri
dibantah sendiri, kemudian mengeluarkan pendapatnya yang lain lagi, seperti ini, juga kemudian
dibantah sendiri, tidak diyakininya sendiri.
11. Ada seseorang yang berkata-kaa, karena teramat senangnya, sering mengulang-ulang kata-
katanya, hingga yang mendengarkannya bosan.

12. Ada juga seseorang yagn berkata-kata namun berubah-ubah, tidak bisa dipegang, seperti : Jika
sedang marah menjelek-jelekan, ketika sedagn menyukainya menyanjungnya, jika sedang ceria
memebenrakannya, jika sedang susah menyalahkannya.

13. Dan lains sebagainya, semua hal yang seperti itu, itulah keadaan orang yang berkata-kata karena
hanya mengikuti nafsu, meninggalkan sir, ucapanya berasal dari roh hewani, meninggalkan rohkhani.
Bagikan orang yang meniki kuda menurut sama kudanya, karena kalah oleh kudanya.

Manusia yang berusaha mengendalikan Pancaindranya, berusaha sebisa mungkin jangan melakukan hal
yang seperti itu. Semua perkataanya harus mempunyai maksud, ketika sedang berbicara jangan
melupakan rasa yang ada di dalam hati, serta sangat perlu untuk merakan rasa dari Sir dan pikir, jangan
sampai salah karena dorongan nafsu dan roh hewani, agar supaya : Dalam berbicara kata-katanya selalu
dijaga oleh Sir dan Pikir, lebih baik lagi jika bisa tidak meninggalkan penerapan Rasa dan Budi.

Diumpamakan : Terompet, baik bunyinya jika di suarakan oleh Tukang terompet. Seumpama Terompet
dibuat mainan anak kecil, atau satu terompet dijadikan rebutan serta berganti-ganti yang
membunyikannya, sedangkan semuanya tidak ada yang bisa tentang musik, tentulah bunyinya tidak
karuan.

CONTOH : ANAK YANG BERKATA YANG TIDAK DIKALAHKAN OLEH GODAAN DARI MANAS ASOR

Anak yang berkata sebagai berikut : TANGGAL pertama hari Jum’at Kliwon, itu asal tidak didtumpangi
oleh cetusan, bisa melanjutkan : Tanggal dua Sabtu Legi. Setelah berkata demikian, jika selalu ingat apa
yang dikatakannya dengan angka dua, serta ingat bahwa baru saja mengatakan Sabtu Legi, serta tidak
tergoda oleh ajakan nafsu tergessa-gesa, tentu akan bisa mengatakan : Tanggal tiga Ahad Paing, jika
selalu ingat apa yang dikatakannya, serta tidak tergesa-gesa, akan bisa melanjutkan : Taggal empat Senin
Pon, selanjutnya asal selalu ingat kepada apa yang baru saja dikatakannya, serta tidak terganggu oleh
datangnya cetusan yang menutupi igatan dan mengajak tergesa-gesa, tentunya bisa menyelesaikan
hingga : Tanggal tiga puluh Sabtu Wage : tanpa terselip. Untuk bisa melakukan itu, syaratnya : SAREH
(tenang) dan KONSENTRASI.

Ada anak yang lain yang jika bekata-kata, sering salah atau terselip, namun tidak mengetahui
kesalahannya atau tidak merasa bahwa kata-katanya salah. Penyebabnya tidak lain : Kekuatan tokhani
(pikir) belum cukup untuk mengingat-ingat yang agak banyak, Sirnya belum mempunyai kekuatan yang
cukup untuk menguasai NAFSU, karena kekuatan nafsu rendahnya masih terlalu besar dan juga manas
asornya. Hal itu menyebbkan : Mulutnya sering bekerja yang mengikuti Nafsu, jarang bekerja mengikuti
sir, berakibat jarang memperoleh penerang dari Pikiran, sering disinari oleh manas asor yang remang-
remang.
Ada lagi seorang murid dituntun untuk berkata yang benar, pendengarannya kurang teliti, karena
tergesa-gesa untuk menirukannya, pada akhirnya apa yang dikatakannya menjadi salah.Yang
menununtunya terpakasa mengajari lagi, yang dijari lagi-lagi tergesa-gesa, sehingga mendangarnya tidak
jelas lagi, sehingga kata-katanya menjadi salah lagi, dan selanjutnya : Jika terus tergesa-gesa dalam
mendengarkannya, sehingga tidak jelas dalam mendengarkan, maka perkatannya pun menjadi salah,
ingatannya pun tetap gelap, apakah sebabnya? Dalam ketergesa-gesaan, kekuatan pikiran yang
tersambung dengan pendengaran hanya tinggal separuh, yang separuhnya lagi tersambung dengan
manas asor dan nafsu yang mengejak kepada ketergesa-gesaan.

Obatnya tidak ada lagi hanya dipaksa untuk sabar (menunggu) dari sekali, kemudian ke dua, kemudian
keetiga, dan seterusnya. Awalnya kesulitan (ingin segera saja dan sering lupa) namun lama-kelamaan
akan berkuranglah sifat tergesa-gesanya dan berkurang pula sifat pelupanya, menyatu dengan sabar dan
tenangnya serta menyatu dengan pikiran yang terang, sehingga menjadi tepat mendengarnya.

Itulah ujuda dari : PENUNTUN dan CARA..

Bukan hanya untuk orng berkata-kata saja, dan juga bukan hanya untuk anak-anak saja, yang harus
tenang sesuai penutun dan Cara, untuk bisa tenang, bagi orang yang mencari ilmu hakikat pun juga
harus tenang, dan untuk bsia tenang harus dibiasakan sesuai cara bagi orang yang sudah bisa.

BALAPAN CETUSAN HATI

Si A yang menyenangi perkara INI, sehingga si A sangat senang mmebicarakan tentang INI, Si B sangat
mengerti tentang perkara ITU, sehingga si B sangat senang membicarakan hal ITU, si C baru saja baru
saja belajar atau baru saja mengetahui tentang Yang ITU, sehingga watak si C, sangat terdorong untuk
mengetahui masalah Yang ITU. Tidak puas jika tidak mengatakannya.

Sedangkan si D senang kepada INI, serta suka pada ITU, juga senang kepada Yang ITU. Oleh karena INI,
itu, Yang ITU senang semua, sehingga si D senang membicarakan INI, ITU dan Yang ITU. Yang demikian
itu bisa menyebabkan Ada balapan Cetusan Hati di dalam hati si D. Ketika si D berkata, walau Sir yang
semula hanya akan menjelaskan tentang INI, namun di tengah-tengah berbicara digoda oleh cetusan-
cetusan hati yang kuat, cetusan yang satu mengajak untuk mengatakan yang INI, kemudian ada cetusan
yang mengajak untuk mengatakan ITU. Yang menyebabkan INI ingin segera disampaikan karena benar
dan baik, Sedangkan penyebab ITU ingin segera disampaikan, karena di rasa perlu dan berguna.
Sedangkan Yang ITU ingin juga disampaikannya, karena indah dan menyenangkan.

Tentunya ketiganya adalah benar, namun karena nafsu yang saling berebutan, serta yang satu dan yang
lainnya minta di dahulukan, menjadi bercampurlah sessuatu yang ingin diaktakannya, kadang kala
sedang berada di tengah-tengah menata uturan sesuaut yang kan dijelaskannya, ada cetusan yang
mendorong minta di dahulukan, kemudian datang lagi cetusan yang datang tergesa-gesa tanpa
persiapan sebelumnya, yang juga menyelanya.
Godaan dari cetusan menyebabkan perkataan yang bermacam-macam yang jumlahnya banyak.
Terkadang semuanya baik dan benar, namun saling bertumpukan, terlalu banyak membelok dan
modelnya, barangkali itulah yang dinamakan Mengada-ada karena meluasnya pembicaraan. Terbawa
karena tidak bisanya memusatkan menuju hanya pada satu persoalan. Perkataan yang demikian itu,
sebaiknya digunakan dikala duduk santai saja, karena di situlah tempatnya orang mencari kesenangan
dan keramaian saja, jika digunakan untuk membicarakan sesuatu yang penting, yang di SIR dari rumah,
tidak baik menggunakan cara yang demikian. Terlebih lagi tindak pantas jika SIR yang dibawa dari rumah
tadi, bertujuan kepada TEKAD atau yang tumbuh dari rasa.

Orang yang membuat karangan buku, jika ketika mengarang ada balan Cetusan hati di dalam hatinya,
sangat mudah dilihat dari berbelok-beloknya uraiannya, ditengah-tengah menceritakan tentang INI
disusul yang mengajak menceritakan yang itu, karena dirasanya baik, benar dan berguna. Ketika baru
saja berbelok, ada cetusan hati lainnya yang mengajak-ajak. Yang seperti itu menyebabkan karangannya
tidak mempunyai bentuk yang semestinya, terlalu banyak bagian yang sebenarnya bukan bagiannya.
Yang membaca menjadi bingung dalam mencerna Maksud, karena tergoda oleh campuran yang tidak
sesuai dengan pangkalnya.

Sehingga sebaiknya orang yang mengarang buku, yang pertama adalah bertanya kepada hatinya sendiri
“Sirnya akan menjelaskan apa” serta APA maksudnya. Setelah dijawab sendiri (Jangan gampang
menjawabnya) kemudian memilih dan memilah hal yang penting-penting yang akan diuraikannya, Yang
tidak sesuai dengan tujuannya dibuang saja, jangan sampai ada yang tertinggal, walau pun benar dan
baik, karena ada sendiri tempatnya. Sedangkan yang perlu-perlu di cari lagi yang teliti. Setelah
ditemukannya inti masalahnya yang memang diperlukan, kemudian ditata dengan urutan yang
seharusnya, menurut tempatnya sendiri-sendiri, tidak berbeda seperti orang yang menggubah lagu, atau
mecik bumbu untuk membumbui sesuatu masakan.

Sehingga ada orang pinter, cerdas dan banyak ilmunya, namun tidak bisa membuat buah karangan yagn
baik,s erta tidak bisa menyampaikan suatu amsalah dengan urut, tidak lain karena disebabkan Ada
Balapan di dalam hatinya.

Penjelasan di atas itu bukan masalah yang tidak perlu dipikir dan dirasakan oleh para sahabat yang
berusaha mengendalikan Pancaindra. Serta bukan perkara yagn tidak menjadi penghalang perjalanan
kepada Hakikat.

TUJUAN, TINDAKAN, HASIL

Orang bertani di sawah, tujuannya mendapatkan padi, tindakannya : mencangkul, menggaru dan
sebagainya, hasilnya : memperoleh padi.

Orang minum : tujuannya menghilangkan dahaga, tindakannya : menelan air, hasilnya : hilang hausnya.

Orang pergi ke Jakarta : Tujuannya sampai di Jakarta : Tindakannya : Naik Kereta api, hasilnya sampai di
Jakarta.
Orang menulis, orang duduk, orang berdiri, orang berkata-kata, orang mengedipkan mata, orang
menganggukkan kepala, orang membuka mulu ...... semua pasti ada TUJUANNYA, MELAKUKANNYA, dan
HASILNYA. Ringkasnya : Tidak ada perbuatan yang tanpa tujuan, tanpa dilakukan dan tanpa
menghasilkan, walau hanya satu ucap kata, satu langkah kaki, sekejap lirikan mata.

Maksud yang dibicarakan : Manusia yagn tidak meninggalkan Sir dan Pikir tidak melupakan TUJUAN,
TINDAKAN dan hasilnya. Perbuatan dan pekerjaan yagn dikerjakannya, walau pun pekerjaan yang sekecil
apa pun, apalagi bagi manusia yagn tidak meninggalkan RASA dan BUDI.

APAKAH SEBABNYA?

Membiasakan selalu ingat pada tujuan, itu memperbesar penerapan SIR dan PIKIR. Untuk pekerjaan
yang tertuju pada tekad. INGAT kepada tujuan dengan memperhatikan hasilnya itu akan membesarkan
RASA dan BUDI.

SEHINGGA

Membiasakan INGAT kepada tujuan, cara melakukan dan hasilnya itu, adalah jalan kepada : Teliti,
selamat, dan berhati-hati, mengetahui arah tujuan, cara mencapainya, kira-kira, dugaan, yang sebaiknya
dilakukan, akal, kuat dan sebagainya. Arah tujuannya : Mengetahui tanda petunjuk dari rasanya.

Sedangkan untuk bisa yang demikian jika ; Semua Keinginannya mengikuti Sir-nya, dan Semua Sir-nya
mengikuti tekadnya.

TUJUAN BENAR, SALAH MELAKUKANNYA

1. Orang mencuri : Tujuannya : memiliki sesuatu barang, agar dirinya tidak kerepotan, menyenangkan
hati, agar hidupnya selamat. Cara melakukannya : Membuka rumah orang di kala malam. Hasilnya :
Dikajar, di tangkap, dipukuli, dipenjara, terkadang dibunuh seketika. Apakah sebabnya? Salah
melakukannya, tujuannya sudah baik, yaitu : MERAWAT HIDUPNYA, asalnya : Karena cinta kepada jiwa
raganya. Namun cara melakukannya yang benar itu bukan mencuri di rumah orang.

2. Orang berjudi, Tujuannya : menyenangkan hati, agar memperoleh uang. Melakukannya : Bermain
kartu, hasilnya : Kehilangan uang, mengantuk, sakit, hatinya mendongkol, terajdang bertengkar dengan
teman. Apakah sebabnya? Cara melakukannya yang salah. Mencari uang dan mencari kesenangan itu
benar dan baik, namun cara melakukannya bukan dengan jalan demikian.

3. Orang yang malas bekerja, Tujuannya : Enak badannya, menyenangkan hati. Melakukannya :
Memperbanyak menganggur, sering ketiduran, terbengong-bengong, banyak tidur, bangun siang,
hasilnya, sakitnya badan, sumpek hatinya, tidak enak makan, ide jelek. Apakah sebabnya ? Salah
melakukannya. Mencari senang dan nikmat itu memang baik, namun cara melakukannya bukan dengan
menganggur.
4. Orang murka dan serakah, itu tujuannya : Untuk menyenangkan diri, memuaskan diri, cara
melakukannya : Mememnuhi keinginannya, minta yang paling banyak, Hasilnya : Merasa kurang, merasa
ingin menguasai semuanya, apakah sebabnya ? Karena serakah dan ingin serba terbanyak itu di
dahulukan, tetntunya semakin tajam, semakin nyala, semakin besar kekuatannya, hasi akhirnya semakin
tidak pernah merasa puas. Orang yang mencari kesenangan dan kepuasan itu memang seharusnya,
memang itulah yang dicari oleh manusia sedunia, serta yagn dicari oleh para yang mempunyai ilmu
lebih, namun tindakan yang benar itu justru harus belajar ; Ikhlas dan Rela, agar supaya : Serakahnya
(yang mengajak kepada rasa tidak puas) semakin berkurang, digantikan oleh Rasa Rela dan Ikhlas
menerima (Yang mengajak kepada rasa puas dan senang).

5. Orang yang malas beribadah kepada Allah, menolak mencari ilmu hakikat, itu tujuannya : Jangan
sedih, jangan prihatin, jangan sumpek, agar selalu senang, agar terhibur, agar terang hatinya.
Tindakannya : Tidak mau mengingat Allah, Tidak mau mendengarkan tentagn akhirat, menjauhi orang
yang menasehati kepada kebaikan, menjauhi orang yang selalu mengingatkan kesalahannya, berkumpul
dengan yang bersenang-senang, barangkali beruntung bsia bertemu orang yang mau memujinya dan
mendukung kesenangannya. Hasilnya : Hatinya menjadi gelap, sumpek, tidak memiliki ketenteraman,
semakin lama semakin tidak karuan, aliran ciptanya berbelok-belok serta bocor ke mana-mana, semakin
tua semakin sengsara di badan dan hatinya, dan semakin gelap pikirannya, (Namun tidak mengetahui
penyebab yang demikian karena tidak mematuhi watak kodrat. Karena tidak bisa mengerti dan merasa.
Bahwa keluhannya, ribet dan sumpeg itu adalah dari perbuatannya sendiri, dikiranya dari orang lain dan
dari kepastian Allah), jika orang yang mencari senang, terhibur dan terangnya hati, laku yang benar itu
harus menyenangi musyawarah tentang kebaikan, selalu Ingat Tuhan, disalukan sesring mungkin dan
rutin.

6. Orang yang menceritakan kepandaian dan kebaikan diri, tujuannya : Agar supaya disenangi, karena
banyak kepandaiannya dan kebaikannya, hasilnya : Dicibir, diberi senyum cibiran, di bicarakan orang
bahwa hanya bicara bohon belaka.

7. Orang membicarakan kejelkan orang lain, Tujuannya : Yang diajak bicara agar ikut membenci seperti
dirinya, karena telah mengetahui kejelekannya, hasilnya : yang mengatakkan justru dibenci orang, serta
kelihatan cacat dirinya karena suka membciarakan kejelekan orang lain.

8. Orang angkuh atau membanggakan diri, Tujuannya : Agar dirinya disenangi orang, karena mengetahui
keluhuran dan terhormatnya, hasilnya : Dibenci, dikatakan sebagai orang yang gia hormat.

9. Orang yang suka menasehati yang terlalu banyak namun tidak punya kira-kira, tujuannya : Agar yang
ddinasehati menjadi senang dan mengerti atas nasehatnya, hasilnya : yang diberi nasihat bosan, tidak
senang.

10. Orang usil, orang menyeret, orang memegang, orang mencela, orang suka pamer, orang punya
hajat, dan sebagainya, jika di teliti, semua tujuannya adalah BENAR, yang salah adalah Cara
Melakukannya, sehingga menghasil yang berlawanan dengan tujuan. Bagiakan orang yang mencari arah
UTARA justru menuju ke SELATAN.
Maksud dari uraian : Janagan mengira mudah untuk mencapai tujuannya, jika tidak hati hati dan saadar
diri, teliti dan hati-hati terhadap ARAH TUJUAN dan CARA MELAKUKANNYA, jika salah tidak akan bisa
tercapai.

Sumber dari salah dan tidak tercapainya, karena kurang hati-hati terhadap jalannya KEINGINAN SRI, ROH
HEWANI, PIKIR BUDI DAN RASA, terlebih lagi bagi orang yang mencari Hakikat, jika mempunyai banyak
keinginan yang menyimpang dari tekad, tidak mungkin bsia berhasil.

TENTANG KATA DAN UCAPAN

Perkataan yang baik, belum tentu benar.

Perkataan yang benar, belum tentu baik.

Yang benar dan baik, belum tentu perlu.

Yang benar, baik, serta perlu, belum tentu BERMANFAAT.

APAKAH SEBABNYA ?

Guru yang memberi ajaran kepada murid, pembesar kepada bawahannya, Presiden perkumpulan
kepada warganya, Mandor kepada kulinya, orang tua kepada anaknya, tuan kepada pembantunya,
orang yang berkata kepada lawan bicaranya, dan sebagainya, itu sering terjadi TIDAK ADA HASILNYA.

Jika dicari sebabnya, jika ingin adil, janga hanya melihat salah satunya saja.

Penyebabnya adalah : Yang berkata hanya ingat kepada katanya sendiri saja, kurang memperhatikan
kepada YANG MENERIMA PERKATAANNYA. Yang baisa dilakukan seseorang yang berkta-kata hanya
ingat kepada katanya sendiri, hanya memikirkan pikirannya sendiri, hanya mengikuti cetusan hatinya
sendiri saja (Ringkasnya : menyenangi hatinya sendiri saja), maksudnya, sebagai berikut :

Oleh karena perkataannya dianggap baik, dikiranya yang menerima pasti menyukainya.

Olehkarena perkatannya dirasanya sudah jelas, dikiranya yang menerimanya pasti mengerti.

Oleh karana perkataanya di rasanya perlu, dikiranya yang menerimanya pasti merasa manfaatnya.

Oleh karena bermacam-macam perkataanya, dikiranya yang menerima pasti penuhnya.

Oleh karena perkataannya banyak yang mengiyakannya, dikiranya yang mengiyakannya mesti
memahaminya.

Perkiraannya itu, ternyata banyak salahnya, dan dikiran banyak benarnya.

Mengiri pikiran dengan Ilmu, tidak ada bedanya dengan mengisi suatu tempat menggunakan barang
cair, maksudnya :

1. Haru memperhatikan menghadap kemana wadahnya..


2. Harus mengetahui lebar dari mulut wadahnya

3. Harus meneliri seberapa besar perut dari wadah itu.

Memperhatikan menghadapnya wadah (menghadapnya hati), yaitu : melihat, memperhatikan apa tidak,
serius mendengarkan apa tidak, menerima atua menolak, benar-benar menyenanginya atau hanya
menyenangkan hati saja, itu semua terlihat di mimik wajah, sikap, tingkah dan kelakuannya. Jika sudah
terlihat menolaknya, kemudian tetap diteruskan, itu sama melakukan tindakan yang sia-sia, hingga
hilang tak berbekas, mubadzir, tidak menghasilkan apa-apa.

Meneliti seberapa lebar mulutnya wadah itu : Mengira-ngira seberapakah cukupnya, seberapa muatnya
daya nalarnya, Itu akan terlihat di waktu yang lain, menelitinya itu dengan sabar.

Jika seseorang yang berkata-kata tidak ingat dasar yang tida itu, bisa dikatakan orang yang mengisi
wadah hanya sebatas mengisi saja, tidak melihat wadahnya, hanya ingin mengisikan saja, sehingga
hanya senang Menumpahkan saja, hingga tidak mengetahui HASILNYA pekerjaan yagn dilakukannya,
serta meneliti dan memeriksa, apakah tujuannya?

Orang yang berkata-kata dan tidak melupakan tiga hal tersebut, itu bagaikan bisa memasuki hatinya
orang lain serta bisa menebak isi hati, meneliti apakah hasilnya atas pekerjaan yang dijalankannya.
Disebut juga teliti kepada tujuan dan cara mencapainya.

PEKERJAAN YANG KURANG TUJUAN ATAU TANPA TUJUAN

Orang yang ingat atau sadar : Kehendaknya mengikuti SIR, sir-nya mengikuti tekad.

Orang lupa : Kehendaknya tidak mengikuti sir, sehingga tanpa tuju atau maksud, hanya karena ditarik
oleh gerak nafsu (rasa yagn datang tiba-tiba) tindakannya tidan mendapatkan penerang dari Pikiran
(hanya berdasarkan nafsu rendah atau roh hewani),

Orang yang setengah ingat : Kehendaknya menyimpang dari Sir, sir-nya menyimpang dari tekad.

Perbuatan-perbuatan yang tertulis di bawah ini, tidak ada yagn tidak ada tujuannya, namun seringkali
bertindak tanpa tujuan (Kurang hati-hati kepada tujuan dan cera mencapainya), tidak lain perlu diingat,
jika suatu saat melakukan tindakan pekerjaan di bawah ini, pikirkan apa tujuannya da apakah hasilnya.

1. Menyalahkan orang yang sedang dalam kesalahan (Pikirkan, apakah perlunya)?

2. Mengakui hasil karya orang yang sedang dalam kebenaran : Ini baik, Aku yang menyebabkannya, AKU
yang berkata pertama kalinya, aku yang yang mengajarinya (Tujuan dan hasilnya : Apakah memang
benar)?

3. Menggerutu sendirian (Apakah hasilnya)?


4. Menghayalkan jika saja menang undian, mendapatkan keberuntunganatu yang lainnya (Apakah
hasilnya)?

5. Memuji apa yang sedang sangat disenanginya, mencela kepada apa yang sedang dibencinya. (Apa
pamrihnya, akan menjadi seperti apa)?

6. Mengatakan kepada orang lain tentang orang lain yang sedang mendapt malu, sedang celaka,
kemudian memamerkan keadaan dirinya (Apakah hasilnya)?

7. Jika lapar membicarakan makanan, jika kenyang membicarakan syahwat, jika merasa seperti ini
membicarakan hal ini, jika merasa yang itu, membicarakan yang itu, (Apakah perlunya)?

8. Mencela pekerjaan yang sudah terlanjur, yang sudah tidak bisa diulangi lagi. (Apakah perlunya)?

9. mencela barang yagn sedang disenangi oleh pemiliknya. Mengatakan mahal kepada barang yang baru
saja dibeli dan disenangi (Apakah tujuannya)?

10. Mencela jelek dan memuji baik, tidak berniat diambil hikmahnya. (Apakah manfaatnya)?

11. Berkata-kata yang dibuat-buat, menyindir, untuk menunjukkan ketidak setujuannya, atau karena
sangat menyenanginya. Apakah dan bagaimanakah jadinya?

12. Membuat lelocon dicampur dengan yang tidak sopan, atau berteriak-teriak (Apakah manfaatnya)?

13. Sikap yang kurang pantas, tindakan yang tidak perlu, kata-kata yang tak bermakna (Apakah
manfaatnya)?

14. Berkata keras kepada lawan bicaranya yang jaraknya hanya 6 atau 7 langkah (Apakah perlunya)?

15. Bertelepon dengan menganggukkan kepala, menggelengkan kepala, menggerakkan tangan atau
ketika ada di dalam gelap.

16. Membantah dengan seketika ketika dicela atau disalahkan oleh temannya (Apakah perlunya
membantah)?

17. Sering menekuk jari-jari, menggit bibir, menggelengkan leher hingga berbunyi, memukul-mukul meja
seperti musik dengan jari-jari, membuat tanda tangan di sembarang tempat dan sebagainya (Apakah
perlunya)?

18. Sering mengulang-ulang perkataan, seperti : Ketika menjelaskan apa-apa, banyak menggunakan kata
: Amat, Terang, Pasti, sesungguhnya, atau sering menggunakan kata : ANU, Ooooo, dan sebagainya
(Apakah perlunya)?

Dan sebagainya yang mirip dengan 18 macam tersebut di atas.

ooOOoo
Perbuatan yang telah disebutkan di atas, ada yang menggunakan TUJU (tujuan), ada yang setengah
menggunakan Tujuan, ada yang sama sekali tidak menggunakan tujuan. Yang tidak bertujuan sama
sekali itu tidak mempergunakan Pikiran dan Budi.

Orang yang terbiasa meninggalkan Ingat (INGATAN) dan Pikir (PIKIRAN), sangat kuat nafsunya dan Roh
Hewaninya, sehingga menyebabkan semakin berkembangnya keduanya itu, dan mengakibatkan
seringkali berbuat kesalahan, sehingga kasar Perasaannya dan Gelap pikirannya.

Barang siapa yang berpedoman pada kata-kata : Teliti, memilah dan memilih, Hati-hati, atas tujuan dan
cara melakukannya, ingat ada kata-kata : Menjadi besar karena dari kecil, aliran air yang kecil menjadi
besar. Asal kesalahan karena tidak memperhatikan hal yang kecil. Timbulnya kesengsaraan karena
menggampangkan.

Barang siapa ingin bersih, jangan berbuat jorok, barang siapa ingin baik jangan gegabah, dan Barang
siapa ingin bisa harus tekun.

Sedangkan penutup dari yang tertulis di atas hanyalah : Untuk bisa menghentikan gejolak-gejolak yang
kasar.

APAKAH ADA YANG SELAMA HIDUPNYA MELAKUKAN PEKERJAAN YAG TANPA TUJU, HANYA MENGIKUTI
RASA BADAN KASAR

Jawaban pertanyaan tersebut itu : Tentu saja ada, seperti : Jangkrik yang mengerik semalam suntuk, tiap
malamnya. Tokek yang bersuara sendirian di dalam lubang persembunyiannya. Burung bangau terbang
sendirian sambil bersuara Ngak-ngak sepnjang jalan. Sulung yang mendatangi yang terang, dan
sebgainya. Demikian juga tingkah laku seseorang yang gila akalnya.

Maksud tulisan : Barangsiapa melakukan pekerjaan tanpa merasa kepada tujuan dan hasilnya sama
sekali, itu mirip perbuatan Hewan yang kurang akalnya.

DI DALAM GELAP ADA TERANG

Banyak perbuatan yang tumbuh dari keahlian dan kebijaksanaan, serta memberi pelajaran kepada
manusia, yang dilakukan oleh hewan. Yang melakukan perbuatannya tanpa mengetahui sama sekali
kepada nalar dan pemikiran, seperti halnya : Ulat yang berganti bentuk menjadi kepompong, Lebah yang
membuat rumah dan mengumpulkan madu, merakit rumahnya, lubangnya persegi enam. Burung
derkuku membuka ekornya ketika akan bertengger, ayam babon mengerami telurnya, memotiki dan
menyapih anaknya, dans ebagainya. Semua itu yang mengerjakan perbuatannya sama sekali tidak
mengetahui tujuannya, bagaikan berjalannya mesin atau perahu ketika melewati lautan.

Inti uraian : Barangsiapa melakukan pekerjaan tidak merasa kepada tujuannya serta hasilnya, sedangkan
pekerjaan tersebut tumbuh dari kebijaksanaan, itu menyambungnya rasa yang melakukan pekerjaan
dengan rasa yang Maha Kuasa : Bagaikan menyambungnya mesin dengan hati sang Masinis (Bagaikan
barang mati yang tidak mengetaui Yang Maha Hidup, Yang menguasainya, atau bagaikan kegelapan yagn
sama sekali tidak mengetahui terang yang menguasainya).

Manusia dalam mencari ilmu hakikat itu yang diharapkan agar semakin meningkat halusnya rasa dan
terangnya rasa, semakin dekat kepada RASA yang MENGUASAI RASA. Dalam segala gerak pikiran dan
hati serta perbuatan sebagai Masinis dari seluruh Rasa.

KETERANGAN

Uraian tentang : TEKAD, SIR, serta KEHENDAK, dan juga hubungannya tiga jenis itu (Molai A sampai
dengan P), jika diringkas, maksudnya adalah : Menyelaraskan semua day yang ada di dalam raga
manusia, dijadikan : Keselarasan yang tunggal (Persatuan yang satu : Harmoni).

Manusia itu perlu mengetahi terhadap satu demi satu rasa di dalam dirinya, serta jangan ragu-ragu
terhadap gerakan rasa perasaannya, Ini yang merupakan kenyataan hati, hingga menjadi kehendak yang
beraneka macam di setiap siang dan malam, tiap hari dan selama hidupnya.

Manusia haru mengetahui jelas terhadap Perlunya dari masing-masing kehendaknya, yang kemudian
diusahan untuk menjadi urutan yang seharusnya atau rasanya. Bagaimana menata dan
mengelompokannya agar tidak dibahasakan : Hari ini dan kemarin beda yang kehendakinya (sama rata
ngebyah uyah).

Manusia itu sebaiknya mengetahui terhadap ARTI dari yang dilakukannya setiap harinya dan selama
hidupnya, tujukanlah kepada TEKAD YNG SATU, yang masuk akal, tetap serta langgeng selama hidupnya.

Bagaimanakah cara menata kehendak, agar urut, menyatu, sehingga menjai kehendak yang bulat.

Bagaimana mengurusi rasa perasaan, agar : Gumolong, Gumulung, yang akhirnya Gumeleng. Satu
kelompok, deras, berkumpul.

HANTU

Yang membuat buku ini selamahidupnya belum pernah melihat ujud hantu. Hanya mendengar saja
perkataan orang, katanya ada yang ujudnya menyerupai barongan (bentuk hewan kaki empat dalam
permainan kuda lumping), ada yang seperti ujud orang yang sangat jelek sekali, ada yang berkepala
hewan berbadan manusia, ada yang hanya kepala saja, bdan saja dan usu saja, ada yang berujud mayat
terbungkus kain mori, ada yang berujud mayat yang wajahnya sangat menyeramkan, ada juga yang di
wajahnya banyak menempel mata, telinga, hdiung dan mulut, saling hidup sendiri-sendiri membuka
menutup, dan lain sebagainya.

Sebagian orang ada yang menatakan bahwa hantu itu berasal dari orang yang meninggal dunia, sebagai
tandanya, yang banyak itu berada di kuburan, sertasegolongan yang suka menggunakan Medium
menyatakan : Ada hantu yang mengaku berasal dari manusia.

Yang membuat buku ini tidak bisa menetapkan perkataan orang yang seperti itu, karena belum pernah
membuktikannya sendiri. Dan juga tidak berani menyebut pasti tidak benarnya. Singkatnya entah benar
entah tidak. Tidak begitu saya pikir. (Ingin bertemu dengan hantu : juga tidak). Hanya memberi saran
saja : Yang sudah terlanjur mendengar kabar yang demikian jangan menyesal, hanya saja mantapkanlah
keyakinannya kepada Allah, dibiasakan menggunaan rasa yang halus, mematikan rasa yang kasar-kasar,
karena apa : Jika memang benar, serta benar berasal dari manusia yang telah meninggal dunia, itu
perkiraan tidak jauh dengan berasal dari Yitma Gejolak-gejolak yang kasar, yang sangat jeleknya, seperti
: Yang menyebabkan jahil dan usil, durjana. Khiyanat, musibat dan sebagainya. Nafsu yagn rendah itu
bagaikan asap dari lampu minyak, NUR = Cahaya lampu, Budi : Terangnya Lampu. Lamu yang asapnya
gelap bagi ibarat manusia adalah yang terlalu banyak nafsu kasarnya. Jika nyalanya telah mati, asapnya
tinggal gelap dan berkumpul, itu ibarat dari hantu. Oleh karena itu, sangat perlu sekali manusia itu
mengurangi asap yang menggelpkan Nur-nya. Semakin sedikit asapnya, semakin terang. Seumpama
lampu, jika diberi pelindung api, akan hilang asapnya, tenang nyalanya, teetap aliran anginnya, menjadi
terang cahayanya.

OBAT KUAT PEMBERIA TUHAN YANG BERADA DI DALAM HATI,

YAITU – HARAPAN DAN SENANGNYA HATI

Yang dicari oleh semua orang hdup itu adalah :SENANG. Untuk bisa senang adalah tercapai yang menjadi
harapannya.

Tanda hidup itu gerak dan mempunyai rasa. Tanda dari gerak dan mempunyai rasa itu adalah
mempunyai KEHENDAK, Harapan-harapan, dan Senang. Sehingga jika seseorang tidak mempunyai
kehendak apa-apa, kehabisan harapan-harapannya serta tidak mempunyai kesenangan sama sekali, itu
apakah bedanya dengan batang pohon yang sudah ditebang atau benda mati. Lebih baik orang gunung
bergaul dengan Lutung (kera).

Ucapan seperti tersebut di atas itu bsia sangat benar dan bisa sangat salah.

Benarnya adalah jika tidak salah memahaminya dan penggunaannya.

Salahnya adalah jika salah memahaminya dan salah penggunaanya.

Sehingga keterangan di atas, bisa digunakan untuk menyesatkan orang yang belum PRAYITNA dan
WEWEKA, namun bisa dijadikan pedoman yang kuat oleh yang PRAYITNA dan WEWEKA.

Menyesatkan bagi yang rasa hatinya masih aksar, harapan-harapan dan kesengan itu kemudian hanya
diterima dengan menggunakan rasa kasar atau rasa rendah (Rahsa, Nafsu, Hewani), sedangkan baiknya
adalah bagi yang sudah halus rasanya, pengharapannya dan kesenangannya, yang di terima oleh rasa
halus-nya.

Rasa senang dan pengharapan yagn dirasakan oleh rasa halus itu sama sekali tidak sama jika dirasakan
menggunakan rasa kasar.

Sehingga : Walau pun satu rangkaian kata YANG DIPAKAI MENYEBUTKAN namun beda rasanya dari
YANG DISEBUTKAN.
Bagi manusia yang masih kasar, makanya di harap untuk mengurangi atau menghilangkan harapan-
harapannya dan rasa senangnya, itu yang didmaksud sebenarnya adalah : Harapan-harapan dan
kesenangan YANG DILAKUKAN menggunakana rasa kasar, dengan harapan : Setelah rasa asor berkurang
kemudian tummbuhlah rasa yang luhur. Namun ..... karena sifat setiap orang itu tidak sama, sehingga
sebagian ada yang salah : Dikiranya bahwa manusi disuruh susah dan prihatin saja. Tidak diperbolehkan
mempunyai kesenangan dan pengharapan apa-apa. Tentunya, apakah harus diam seperti arca? Berputar
baik seperti telur? Oleh karena tidak menyambung dengan nalarnya, kemudian menumbuhkan celaan
seperti : Ahhhh untuk apa orang hidup itu untuk bersusah-susah, sedangkan padi di tanam saja jadi?
Serta Yang Maha Kuasa memeberikan Kemurahannya yagn bermacam-macam : Matahari, bulan, hujan,
cocok tanam, bunga-bunga, makanan enak, keadaan yang serba indah. Semuanya disediakan untuk
manusia. Manusia debri perabot lengkap, agar bisa menjalankan kehendaknya dan harapan-harapannya,
dan juga merasakan senang. Apalah gunanya orang bodoh disuruh pintar, orang malas disuruh giat,
orang susah disuruh senang, hutan didbuat desa dan kota serta anegara, semua itu kehendak Tuhan,
Tiba-tiba ingin menjadi tonggak, serta hatinya dibuat susah, hal bagaimana?

Begitulah seseorang yang belum terbuka nalarnya.

Ada lagi manusia yang masih kasar rasa nya, sangat menyenangi mencari ilmu hakikat, namun dalam
pencariaannya itu karena ingin seperti yang sudah berhasil dalam usahanya ( Yang sudah berada di
tingkat hakikat dan keheningan). Oleh karena yang ditirunya juga mengajari bahwa : Jangan mempunyai
harapan-harapan dan kesenangan, akhirnya memaksa gejolak-gejolak semunya : Tidak bisa tidak hanrus
tidak memiliki pengharapan dan ksenangan.

Oleh karena maasalah itu tidak selaras dengang ejolak-gejolak, sehingga menjadikan pertentangan batin
dan kerusakan dalam setiap harinya, yang berada di hatinya, sehingga menimbulkan keruhnya hati, dan
kebingungan dalam pikirannya.

Perjalannya Pancaindranya bagaikan air yang memutar yagn selalu diobok-obok, artinya, selalu tidak
masuk akal apa yang harus dijalankannya dalam setiapharinya. Tidakanny penuh keraguan serta gejolak-
gejolak nya selalu bertengkar. Sebian besar berniat untuk memberontak kepada rajanya (Angan-
angananya) yang tidak tahu hukum. Oleh karena itu, tidak kurang orang yang mencari Hakikat malah
menjadi gila, bingung, atau linglung. (Semakin giat dalam pencarian, semakin bingung, sumpeg, banyak
pikiran dan ide-ide gila).

Kejadian yang demikian tidak mengherankan, karena : Sesuatu yang seharusnya di rasa menggunakan
rasa halus, yang kemudian dirasa menggunakan rasa kasar, itu sama saja bekerja yagn seharusnya
dikerjakan oleh orang tua, kemudian dikerjakan oleh anak kecil, atau seperti halnya balok yagn
seharusnya diangkat di angkat oleh sepasukan prajurit harus diangkat oleh satu orang wanita.

Orang yang menyalahkan seperti diatas, jika mengetahui orang yang menari ilmu menjadi bingung dan
gila ; mendapatkan jalan yang digunakan memecah kayu keropos menemukan lobang.

Orang yang mencari ilmu menjadikannya sumpek, bingung atau gila itu untuk bsia sembuhnya itu jika
mengehentikan semangatnya mencari ilmu itu. Semangin hilang semangat mencari ilmunya semakin
sembuh bingung dan sumpegnya, karena semakin terhibur mendapatkan penyembuh berupa
kesenangan dunia (Jika yang sakit ksar : penyembuhnya juga sesuatu yang kasar), pada akhirnya : Kapok,
tidak akan mencari ilmu hakikat lagi. ( Untuk sembuh dari kapok itu jika telah memperoleh penuntun
yang mencarikan jalan atau mejelaskan caranya), menjelaskan dengan semestinya.

Ada lagi orang yang mencari ilmu, banyak sirnya yang menyimpang dari tekad (menipu batinnya sendiri)
ketika melihat temannya sumpeg dan bingung karena terlalu giat kemudian memberikan nasihat seperti
Kera buntung buntutnya amengajak atemannya agat menirukan dirinya yang buntung itu, seperti ini >
Ooo, orang mencari ilmumengapa semangat sekali. Lebih baiknya itu sekedarnya saja, seperti aku ini,
tirulah diriku, Pancaindra jangan di keras terlalu keras, penting juga sewaktu-waktu dilepaskan. Tirulah
diriku ini, dalam memikirkan ilmu sert mengekang nafsu hanya sekedarnya saja. Karena segala hal jika
terlalu dipaksakan, itu tidak baik (Nasihat yang demikian itu, dalam menerima harus PRAYITNA dan
WEWEKA), Jika kurang PRAYITNA, akan terbawa pendapat orang yang berkudung pedoman, benar yang
dikatakan namun salah pengetrapannya, sering melakukan hal sembarangan, banyak keinginannya dan
sir yang menyimpang dari tekad.

Memang tidak salah, jika ada yang mengatakan bahwa mencari Ilmu Hakikat itu berbahaya dan sangat
sulit.

Tepatnya pengharapan dan senang itu itu, pedomannya demikian : Manusia yang masih besar rasa yang
kasarnya, tidak usah memaksakan diri membuang pengharapannya dan kesenangannya, harus
membelokkan pengharapannya dan kesenangannya, seperti :

Yang sbeelumnya menyenangi perbuatan yang tidak baik, dibelokkan senang mencari ilmu, membaca
buku yang baik atau merangkai-merangkai kebaikan.

Yang sebelumnya menyukai makan enak, dibelokkan, senang menguranginya.

Yang sebelumnya menyeenangi urusan keduniaan, dibelokkan, senang menyapih hatinya dengan urusan
dunia.

Yang sebelumnya suka menuruti segala keinginannya dibelokkan ; senang mengurangi kesenangannya.

Yang semula menyenangi dunia dan dirinya, dibelokkan menyenangi Allah atau Pribadinya (Hidupnya).

Dan seterusnsya.

Jika jalannya sudah belok, yang diharap-harapkannya tentunya hanya adalah hasil dari yang
diusahakannya, kesenangannya menjadi berubah yaitu ketika memperoleh tumbuhnya kebaikannya.
Sipakah yang bsia mengatakan jika senang yang demikian itu, kalah dengan senangnya orang kaya, dan
orang terhormat? Saya yakin tidaka da bedanya soal rasa senangnya, hanya saja demikian :

Senang kepada Ilmu batin, arahnya kepada ketenteraman, namun jika senang kepada kesenanagan
ddunia adalah menuju kepada serakah.
Senang kepada ilmu batin itu mendapatkan pencerahan, menyenangi kesenangan dunia itu
mendapatkan kegelapan.

Senang kepada ilmu batin itu tetap aliran ciptanya, menyenangi kesenangan dunia itu membelokkan
cipta.

Menyenangni ilmu bati itu, seumpama rasa badan yang sedang sehat, menyenangni keduniaan itu,
seumpama rasa badan yang gatal kemudian digaruk.

Jika alairan ciptanya sudah menyatu tertuju kepada Allah, maka harapan-harapan dan kesenangan-
kesenangan semakin halus rasanya, semakin hari semakin halus, hingga berganti sifat. Ketika dikatakan
SIRNA itu dikarenakan sudah berganti sifat dan sudah berganti rasa. Namun sesungguhnya tidak
musnah, hanya pindah (beda rasa namun masih di tingkat yang sama), gerak dan getarannya juga
semakin tenang. Semakin tenangny itu bisa diumpamakan aliran air sungai, semakin mendekati muara
itu semakin pelan.

Ringkasnya demikian : Kehendak, harapan, keinginan dan juga kesenanagan, tidak usah dibuang-buang.
Bagian manusia itu hanya MEMILIH dan MENJALANKAN PILIHAN, nantinya yang kasar akan hilang
dengan sendirinya.

KESENANGAN YANG BESARNYA MELEBIHI GUNUNG HIMALAYA, SERTA TINGGINYA MELEBIHI LANGIT

Pengharapan itu, datangnya dari mana ?

Yang disebut rasa senang itu yang bagaimana?

Orang yang menyenangi menanam tanaman, selalu mendapatkan kesenangan yang rasanya tidak
mudah untuk dibayangkan dan tidak bisa disepelekan. Karena tidak harus setelah memetik buahnya,
terkadang baru melihat berseminya daun saja hatinya sudah merasa senang. Orang yang menebar
benih, mendengar suara petir yang disusul hujan, suka dan bersyukurnya kepada Allah tidak
terbayangkan.

Orang yang bekerja yang suka tetap menjalankan kewajibannya (terlebih lagi yang perhatiannya hanya
kepada Allah) itu merupakan kesenangan yang sangat besar sekali, seperti : polisi ketika mencari
keterangan, anggapannya sama dengan sedang mencari Ilmu untuk dijadikan eksamen, melesetnya akan
mengangkat derajat, juga puas karena meningkat keahliannya atau sukur bila membuat ketentraman
negara. Setiap mendapat petunjuk dalam mencari keterangan, hilanglah rasa capeknya dan semakin
tambah semangatnya.

Oleh karena rasa senang itu adalah berasal dari Pengharapan yang terpenuhi, sehinggi tiap orang pasti
punya kesenngan, yang rasanya tidak bisa dirasakan oleh yang lain. Walau pun terlihat besar sekali
perbedaanya, namun gai yang merasakan belum tentu beda.

Orang bermain panah, orang berjudi, orang mengail, orang menjala ikan, oarng memelihara burung,
orang mengarang buku, orang menggambar, dan sebagainya, semunya mempunyai TUJUAN yang di cari,
oleh akrena mempunyai pengharapan, yang menjadikan senangnya adalah ketika pengharapannya
terpenuhi. Oleh karena ketika pengharapan dalam tiap saar memperoleh tambahan, sehinga dalam tiap
jalannya akan memeproleh kesenangannya sendiri-sendiri.

Maksud dari uraian : Orang yang mencari ilmu hakikat, tidak usah mudah kaget, mudah goyah, rasa ingin
atau iri terhadap keberuntungan orang lain atau kesenangan orang lain, walau pun kelihatannya lebih
dari senang dan lebih beruntung. Karena : Rasa senang itu, di mana-mana pun, tidak lain HANYA
BERASAL DARI PENGHARAPAN YANG Terlaksana. Oleh akrena pengharapan yagn terkabul itu jumlahnya
tidak terbilang, shingga terserah sekehendak yang akan memilihnya, dan juga tiak usah kuatir tidak akan
mendapatkan. Sehingga jika ada orang yang hidup yang sirnya hanya mencari kesenangan saja, akan
tetapi tidak mendapatkannya, itu berasal dari perbuatannya sendiri, dan jelas orang yagn melanggar
aturan, karena malas mencari yang seharusnya bsia mendpatkan, tergesas-gesa mencari yang tidak
mendapatkan. Malas mencari yang mudah, justru memilih mencari yang sulit, apalagi jika orang mencari
senang memilih yang buruk, yang membuat melarat atau yang membuat kerugian orang lain, itulah
orang yang bingung. Apakah sebabnya : Padahal kesenangan yang baik itu tidak pernah kurang, yagn
bermanfaat pun tidak kurang serta yang menguntungkan tan terhitung jumlahnya, mengapa mencari
yang jelek, yang membuat miskin dan yang membuat kerugian bagi orang lain, walau pun berbeda
bagaimanapun, namun soal Rasa ::: Sama saja.

Nyanyai Macapat Jawa : Pucung :

Ngelmu iku (Ilmu itu)

Kalakone kathi laku (Untuk menapainya itu dengan dilakukan).

Lekase lawan khas (Untuk lebih cepatnya itu harus tepat).

Tegese khas nyantosani (artinya kas itu menjadikan kuat).

Setya budya pangekese dur angkara (Setia kepada Budi itu penghanur angkara murka).

Oleh karena orang yang mecari ilmu hakikat itu yang dicari adalah tentang kesucian, kejernihan (bukan
orang yagn mencari kesenangan seperti orang yang menonton tayuban, main, beramai-ramai,
memandang pemandangan, mendapatkan harta, makan enak dan sebagainya, justru mencari
keterpisahan dengan sesenangan yang seperti itu), sehingga bagi orang yang sedang lupa, jika SENANG
ITU adalah pengharapan yang tercapai, yang kemudian mengira : Orang yang menari ilmu dikiranya tidak
mempunyai rasa senang sedikitpun, dan selalu susah karena mengekang hawa nafsunya, namun juga
ingat bahwa senang itu adalah rasa pengharapan yang tercapai, tidak mengira yang demikian, karena
tidak ada bedanya sama sekali dengan yang bersenang-senang dan yang enak, karena semuanya
mempunyai tujuan dan pengharapan serta sama-sama tercapainya, perbedaannya barangkali seperti ini
:

Yang senang kepada kebahagiaan itu tidak pernah puas, yang senang ilmu itu memiliki rasa puas.
Yang senang kepada kebahagiaan tidak bisa tenteram, yang senang kepada ilmu semakin lama semakin
tenteram.

Yang senang kepada kebahagiaan akan mengalami kerusakan, yang senang kepada ilmu itu semakin
dekat kepada keselamatan.

Yang senang kepada kebahagiaan banyak susahnya, yang senang kepada ilmu itu sedikit kesusahannya.

Yang senang kepada kebahagiaan sirnya tidak tetap, yang senang kepada ilmu itu sirnya tetap.

Yang senang kepada kebahagiaan selalu bingung, yang senang kepada ilmu itu semakin Pramana.

Oleh karena rasa senang itu sama (perbedaanya hanya membuat melarat dan bermanfaat), makanya
yang mencari ilmu tidak perlu tergiur, iri, menginginkan, menggerutu atau kecil hati.

ooOOoo

Orang yagn mencari ilmu selalu melakukan yang tersebut di bawah ini :

1. Mencari keterangan, tanda-tanda dan urusan, ketika mendapatkan kesenangan sepanjang gjalan
bagaikan Polisi yagn mencari keterangan.

2. Merawat tanaman (daya, rasa) ketika mendapat kesenangan sepanjang jalan baaikan petani merawat
tanaman. Hal itu belum sampai mendapatkan buahnya (Watak).

3. Melatih hewan tunggangan, memperhatikan watak dari hewan itu (Pancaindra). Ketika mendapatkan
kesenangan sepanjang jalan bagaikan Panegar merawat kudanya atau bagaikan tukan komedi mengajari
gajah, beruang, dans ebagainya. Atau bagaikan guru yang mengajar anak- didiknya.

4. Menabung untuk bekal dan sebagai alat (daya Gaib), Ketika mendapt senang bagaikan orang yagn
menabung uang di Bank, ketika menemukan alat (Pedoman) dipergunakan sebagai pijakan, bagaikan
ahli ukir mendapatkan tatah, bot, jangka dans ebagainya.

5. Memisah dan menggabungkan, bagaikan ahli kimia. Ketika mendapatkan rasa dan atau daya baru
dalam melakukan pemisahan dan mencampir, rasa yagn baru itu diperhalus lagi dan dicampur lagi,
sehingga menemukan emas yang lebih indah, juga sebagai alat lagi, dan selanjutnya. Itu merupakan
kesenangan yang samak sekali tidak bisa diukur oleh yang tidak pernah mengalaminya sendiri (Saya
katakan baru itu, baru bagi yang sedang mencari sedang mencari, namun sebenarnya sudah ada namun
tersembunyi. Sang pencari hanya membangkitkan saja atau memnampilkan ke muka).

6. Mengumpulkan, menata, dan merangkai pikiran diselaraskan dengan rasa, menjadi bentuk yagn
bermacam-macam, tidak ada bedanya dengan orang yang menganyam untuk dirangkai menjadi
rangkaian bunga dan alat yang bermacam-macam yang indah-indah.

7. Mencampur rasa yagn bermacam-macam, ditata, di urut sesuai urutannya, diselaraskan dengan
rasanya, menjadi rasa yang indah, caranya bagaikan koki yagn memasak berbagai macam masakan yang
lezat-lezat. Itulah kesenangan orang yang mengarang atau menggubah. Bagikan : Model bentuk wayang
yang beraneka macam keindahannya. Diseuaikan dengan cerita nya, musik gendingnya, pathetnya,
seuluknya, ada-adanannya, ungah-ungguhnya, bahasanya, diarangkai menajdi satu TERTUJU kepada
satu rasa atau satu maksud, Tidak ada bedanya dengan gubahan atau rangkaian bunga yang terbuat dari
bemacam-macam bungayang diselingi dedaunan, kemudian debntuk seperti INI, di hubungkan dengan
Gubahan yang seperti ini, menjadikan bentuk yang lebih indah, manis serta bersinar.

Orang yagn mencari ilmu dalam membuat Gubahan RASA yang indah-indah, di keraton Allah, tidak ada
bedanya rasa senangnya dengan para putri yang merangkai bunga untuk menghias rumahnya. Bedanya
hanya kasar dan halus, terlihat mata dengan tidak. Rasa yang tersimpan di dalam buku Kidung Nyanyian
karangan Para Pujangga dan juga yang berada di candi-candi, wayang, gamelan musik jawa, pakem dan
lainnya, semua itu merupakan Gubahan atau rangkaian-rangkaian yang sangat indahnya. Rasa yang
digubah ada ujud di kehalusan, menjadi hiasan di alam gaib, yang tidak terbayangkan keindahannya.

8. Orang yang mencari ilmu yang selalu rajin merasakan dan memperhatikan, selalu mendapat petunjuk
dari hatinya sendiri. Rasa senangnya bagaikan anak sekolah, Rasa dan Budinya sebagai Guru, Seluruh isi
alam ini yang diajarkannya, seluruh yang tergelar sebagai pedoman ajaran. Yang akhirnya : Burung,
Lebah, bunga, bintang, bulan, rumput, daun, batu dan lain sebagainya, semuanya memberikan nasihat
kepada yang ahli ibarat, sepertinya semua yang ada saling berbicara sendiri-sendiri, serta perkataannya
bagaikan nada irama musik yang sangat merdu dan indahnya.

9. Orang yang mencari ilmu hakikat yagn hobby beruat baik kepada sesamanya (dumadi), tumbuhnya
niat adalah dari SIR yang luhur, ketika tumbuh sirnya, sir yang luhur itu semakin besar dayanya,
berkembang semakin Tajam, Semakin bertambhanya sir yang luhur bagaikan orang yang mendapatkan
tambahan barang berupa emas kencana. Sir yang luhur (kencana) menarik yang lebih luhur lagi, itu
seumpama orang yang mendapatkan Kecana kemudian mendapatkan inten, sehingga mempunyai dua
permata kencana yang berada di gaib, yaitu yang berada di hatinya sendiri. Siapakah yang memiliki :
Tidak mungkin akan dimiliki oleh orang lain, juga bersifat sendiri, yang akhirnya menjadi rasa senang
yang besar bagaikan orang yang berbuat baik pada anaknya sendiri atau bagaikan orang yang
memerahkan kukunya sendiri dengan pacar (Apakah sebabnya orang mempunyai anggapan yang
demikian), penyebabnya adalah : Hilang sakitnya, hilang nafsunya yang mengajak dengki, benci, kiyanat,
musibat, yang tertinggal hanya rasa yang mengajak kepada Cinta dan sayang, yang dayanya
menimbulkan ketenteraman, kenikmatan dan kemanfaatan.

10. Orang yang mencari ilmu juga mempunyai kesenangan bagaikan orang yang mengadu jago,
mengadu jangkrik, bermain kartu, dan sebagainya, karena tiap hari selalu menjagokan perang antara
gejolak-gejolak yang baik melawan yang jahat. Jika yang jahat kalah oleh yang baik, kepuasannya
bagaikan botoh jago yang menang beradu jago., bagaikan orang berjudi yang menang kartunya,
kemudian mendapatkan balasan berupa daya halus bagaikan orang berjudi meringkasi uang judinya.

11. Orang yang mencari ilmu hakikat, juga mempunyai kesenangan bagaikan raja yang memimpin
perang untuk mengalahkan negara lain. Jika pasukans etan kalah oleh pasukan pembela Tuhan, maka
sebua pasukan setan akan menyerah, menurut, hilang sifat setannya, dan berubah menjadi teman yang
mendukungnya, sehingga ketenteraman terjaga.
12. Orang yang mencri ilmu juga punya hobby atau rasa puas bagaikan rasa dari orang hilang kelilip
matanya, sakit perutnya, sembuh dari sakit badannya, yaitu dalam berusaha menjauhkan dari segalal
kesenangan dunia yang menghalangi atau membebani. Tiap bisa membuang satu hobby (Tidak
ketagihan lagi), rasanya bagaikan terlepas dari ikatan borgol.

13. Orang yang mencari ilmu itu bisa mengerti dengan jelas, bahwa jika beruat kebajikan itu besar sekali
manfaatnya bagi yang menjalankannya, bisa diumpamakan kehilangan seribu mendapatkan seratus juta,
menanam satu buah kelapa akan memetik banyak buah kelapa, hingga beberapa tahun. Itu bagi
manusia yang bisa merasa : Baru bisa mengerti saja pun merasa senang bagaikan mendapatkan untung
yang gbesar, karena jarang manusisa yang bsia mengerti terhadap manfaat pemahaman seperti itu.
Yang banyak itu hanya mengambang saja hanya dipergunakan menghias bibir saja, tidk bisa yakin hingga
ke dalam hati. Apalagi pemahaman tentang rasa CINTA kepada DZAT jembatan samudra rakhmat.
Manusia yang sudah bisa menghargai yang seperti itu, itu merasa menemukan anugerah yang sangat
besar, bahagia dan rasa syukurnya melebihi yang menemukan emas.

Setelah mengetahui dengan jelas, kemudian mempunyai NIAT berbuat KEBAJIKAN, mempunyai niat
mencacri jalan agar bisa tumbuh CINTANYA KEPADA DZAT, itu pun : Baru punya niat saja sebenarnya
sudah merupakan anugerah yang besar,s erta jika dirasakan akan membuat bahagia di hati. Jarang
manusia menadapat anugerah Berupa NIYAT (Idam-idaman, cita-cita yang seperti itu) Niya tau cita-cita
itu bibit, jika dirawat bisa menjadi besar berkembang kemudain akan berbuah.

Niyat kepada perbuatan utama itu biasanya banyak godaannya, yang berada di hatinya sendiri, seperti :
Ada gejolak-gejolak yang kasar atau rendah yang membantah, sungkan, kemudian ada pikiran gelap
yang membantahnya. Bagi manusia yang kurang waspada, akan terbawa arus oleh gejolak-gejolak kasar,
sehingga gagalah niatnya (Sungkat, merasa berat, atau membantah itu adalah kerja dari manas rendah)
Namun bagi yagn waspada : Akan mengerti bahwa rasa berat untuk berbuat kebajikan itu, berasal dari
daya gejolak-gejolak yang kasar. Pikiran yang membantah ditarik oleh sungkan itu berasal dari kerjanya
roh Hewani. Oleh karena ternyata bahwa itu adalah pengganggu, sehingga perlulah yang mengganggu
itu dimusuhi,d an dikalahkan. Jika daya yang asor itu sangat kuat yang dilawan sedikit demi sedikit, dicari
caranya yang bermacam-macam agar yang rendah itu semakain lemah, sehingga bisa dikalahkan
seluruhnya. Yang demikian itu, karena jarang sekali yang bisa merasa bahwa itu adalah COBAAN HATI,
sehingga manusia yang mengetahi dan merasa yang seperti itu, itu sebenarnya mendapat anugerah
besar dari TUHAN. Demikina juga ketik berniat untuk mengalahkan gejolak-gejolak yang kasar dan
dalam mencari akal tanpa berhenti. Itu adalah anugerah yang sangat besar, serta jika di rasa kemudian
menumbuhkan RASA SYUKUR KEPADA PEMBERI HIDUP. Senangnya belum tentu kalah dengan menang
Undian berhadiah, hanya bedanya adalah GERAK dengan DIAM, telihat mata dengan tidak. Itu saja.

Setelah menemukan cara atau jalan untuk bisa mengalahkan gejolak-gejolak yang rendah, kemudian
dilakukan (Membiasakan menjalankan sesuatu perbuatan yang dayanya menarik gejolak-gejolak yang
baik (Menggesar yang jelek). Jika berhasil ada sebagian gejolak-gejolak yang jahat yang dikalahkannya
(Tidak menggoda lagi) itu bagi yang memiliki cita-cita berhasilah cita-citanya, serta jika dirasa menjadi
senang dan puas. Setelah bisa mengelahkan gejolak-gejolak yang jahat, kemudian merasa mendapatkan
tambahan daya halus dan terang. Perkara ini bisa diumpamakan oarng yang sedang menyaring : Mulai
terlihat yang murni, itu menjadikan tambah semangat dalam pencariannya.

Tidak lama kemudian ada gejolak-gejolak yang kalah kemudian tumbuh lagi yang baik, juga akan
menimbulkan rasa senang lagi. Begitulah seterusnya : selalu mendapatkan kemenangan selama-
lamanya. Semakin dekat dengan di tuju semakin senang, karena semakin kaya pertumbuhan daya
halusnya yang bermaccam-macam, semua menjadi alat atau bekal untuk melanjutkan perjalanannya,
dan mejadi alat untuk mengalahkan yang jelek. Akhirnya semakin lama semakin sangat senangnya,
hanya saja rasanya beda dengan yang menjalankannya menggunakan gejolak-gejolak yang kasar, karena
senangnya semakin diam dan tenteram, sehingga semakin tidak terlihat senangnya, karena semakin
hilang hidupnya nafsu, tinggallah CAHAYA RASA DAN BUDINYA, yaitu : PRAMANABYA.

Anda mungkin juga menyukai