Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENDIRIAN SHELTER


Disusun untuk pemenuhan tugas mata kuliah Manajemen Bencana
Dosen Pengampu : Budi Widiyanto, MN.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2 43A RKI
Hanifah Nur Nahari R P1337420619026 Nafisah Salsabila P1337420619076
Destiana Cahyani P P1337420619047 Halmahera Tunjung DP P1337420619081
Fadhila Fauzia P1337420619049 Wahyu Jatmiko P1337420619082
Eva Meitasari P1337420619053 Tiara Shafina P1337420619085
Nurul ‘Alimah P1337420619058 Alfinia Ifa Zulfana P1337420619086
Kumala Syahda I P1337420619059 Tyastiani Harya P P1337420619087
Alfian Nabiel Fikri P1337420619065 Rizki Noorshie Azmi P1337420619089
M Fatih Al Ikhsan P1337420619067 Anisa Fadilla P1337420619090
Denia Herning P1337420619075

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARAN TAHUN
AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
dengan ini kelompok mengucapkan terimakasih atas kehadiran-Nya yang telah
memberikan rahmat kepada kelompok sehingga kelompok dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Identifikasi Kebutuhan Pendirian Shelter”

Adapun untuk makalah berjudul “Identifikasi Kebutuhan Pendirian Shelter””,


kelompok telah menyelesaikan dan melakukan yang terbaik dengan bantuan dari dari
berbagai sumber relevan, dan informasi lainnya.

Akhir kata, kelompok berharap makalah berjudul “Identifikasi Kebutuhan


Pendirian Shelter” ini dapat bermanfaat. Namun, sebagai mahasiswa, kelompok
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari dosen pembimbing, saya harapkan untuk membantu
kesempurnaan tugas ini.

Semarang, 09 Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................1

1.3 Tujuan.................................................................................................................2

BAB II...............................................................................................................................3

PEMBAHASAN................................................................................................................3

2.1 Definisi Sarana Tempat Penampungan Pengungsi (Shelter)..............................3

2.2 Persyaratan Penampungan..................................................................................3

2.3 Jenis Shelter........................................................................................................5

2.4 Perencanaan, Pelaksanaan, Pengadaan Sarana Tempat Penampungan


Pengungsi (Shelter)........................................................................................................5

2.5 Identifikasikan Fasilitas Sanitasi......................................................................10

2.6 Menentukan Lokasi Dan Bangunan Tempat Penampungan Sementara...........13

2.7 Penyediaan Air Bersih......................................................................................13

2.8 Saluran Pembuangan Air Limbah.....................................................................14

2.9 Tempat Pembuangan Sampah Dan Penampungan Sementara.........................17

BAB III............................................................................................................................21

PENUTUP.......................................................................................................................21

3.1 Simpulan...........................................................................................................21

3.2 Saran.................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Shelter Mitigasi Bencana adalah sebuah bangunan yang dibangun dalam upaya
mitigasi struktural untuk merespon bencana. Bangunan ini merupakan fasilitas
umum yang digunakan ketika terjadi bencana tsunami atau bencana lain sebagai
tempat evakuasi masyarakat setempat. Sebuah bangunan shelter hendaknya
memiliki fasilitas umum lain yang bisa digunakan apabila sedang tidak terjadi
bencana, hal ini demi tetap menjaga dan melestarikan bangunan tersebut sehingga
tidak terbengkalai. Terdapat beberapa bangunan shelter mitigasi di Indonesia yang
tidak diperhatikan, karena hanya dengan menunggu bencana bangunan evakuasi
tersebut dikunjungi masyarakat.
Syarat bangunan shelter adalah bangunan tingkat yang tahan gempa, tahan
tsunami dan bisa menampung banyak orang. Menurut penulis, diperlukan konsep
desain bangunan shelter selain untuk merespon tsunami, juga untuk memiliki
fleksibilitas ruang yang dipergunakan saat tidak terjadi bencana seperti rumah
ibadah, tempat rekreasi, tempat pertunjukan seni budaya atau yang lainnya.
Catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), saat ini dengan
kondisi wilayah pesisir Indonesia yang mencapai 951.161 kilometer, ketersediaan
shelter evakuasi tsunami baru ada 50 unit. Sementara itu kebutuhan ideal sebanyak
2.500 unit. Indonesia sebagai wilayah yang berada di jalur subduksi pertemuan
lempeng tektonik mengakibatkannya rentan terhadap bencana gempa dan tsunami,
tentunya harus bisa siap siaga bencana dan mengaplikasikan segala bentuk upaya
mitigasi demi mengurangi dampak bencana.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Sarana Tempat Penampungan Pengungsi (Shelter)?
2. Bagaimana Syarat Penampungan?
3. Apa saja Jenis Shelter?
4. Bagaimana Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengadaan Shelter?
5. Bagaimana Identifikasi Fasilitas Sanitasi?
6. Bagaimana Menentukan Lokasi dan Bangunan Tempat Penampungan
Sementara?

1
7. Seperti apa Penyediaan Air Bersih di Shelter?
8. Bagaimana Saluran Pembuangan Air Limbah di Shelter?
9. Bagaimana Pengelolaan Tempat Pembuangan dan Penampungan Sampah
Sementara di Shelter?
1.3 Tujuan
1. Memahami pengertian Sarana Tempat Penampungan Pengungsi
2. Dapat Menjelaskan Syarat didirikannya Shelter
3. Dapat menjelaskan macam-macam shelter
4. Dapat memahami perencanaan, pelaksanaan, dan pengadaan Shelter
5. Dapat mengidentifikasi fasilitas sanitasi
6. Dapat memahami penentuan lokasi dan bangunan Shelter
7. Dapat memahami penyediaan sarana air bersih di Shelter
8. Dapat menjelaskan system saluran pembuangan air limbah di shelter
9. Dapat memahami dan menjelaskan pengelolaan tempat pembuangan dan
penampungan sementara sampah yang ada di Shelter

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sarana Tempat Penampungan Pengungsi (Shelter)


Penampungan darurat adalah kegiatan suatu kelompok manusia yang memiliki
kemampuan untuk menampung korban bencana dalam jangka waktu tertentu,
dengan menggunakan bangunan yang telah ada atau tempat berlindung yang dapat
dibuat dengan cepat seperti tenda, gubuk darurat, dan sebagainya.
Tujuan pengungsian darurat adalah menyelamatkan atau mengamankan
penderita dengan menjauhkannya dari tempat bencana yang dianggap berbahaya,
ketempat yang aman agar dapat memudahkan pemberian bantuan dan pertolongan
secara menyeluruh dan terpadu tanpa menimbulkan kesulitan baru yang sukar
diatasi.
2.2 Persyaratan Penampungan
Pemilihan tempat meliputi
1. Lokasi penampungan seharusnya berada didaerah yang bebas dari seluruh
ancaman yang berpotensi terhadap gangguan keamanan baik internal maupun
external;
a. Jauh dari lokasi daerah rawan bencana;
b. Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas;
diutamakan hasil dari koordinasi dengan pemerintah setempat;
c. Memiliki akses jalan yang mudah;
d. Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan kegiatan memasak dan
MCK;
e. Dekat dengan sarana-sarana pelayanan sosial termasuk pelayanan kesehatan,
olahraga, sekolah dan tempat beribadah atau dapat disediakan secara
memadai.
2. Penampungan harus dapat meliputi kebutuhan ruangan
a. Lokasi penampungan seharusnya berada didaerah yang bebas dari seluruh
ancaman yang berpotensi terhadap gangguan keamanan baik internal
maupun external;
b. Jauh dari lokasi daerah rawan bencana;

3
c. Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas;
diutamakan hasil dari koordinasi dengan pemerintah setempat;
d. Memiliki akses jalan yang mudah;
e. Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan kegiatan memasak dan
MCK;
f. Dekat dengan sarana-sarana pelayanan sosial termasuk pelayanan kesehatan,
olahraga, sekolah dan tempat beribadah atau dapat disediakan secara
memadai.
3. Bahan pertimbangan untuk penampungan
a. Idealnya, ada beberapa akses untuk memasuki areal penampungan dan bukan
merupakan akses langsung dari komunitas terdekat;
b. Tanah diareal penampungan seharusnya memiliki tingkat kemiringan yang
landai untuk melancarkan saluran pembuangan air;
c. Tanah di areal penampungan seharusnya bukan merupakan areal endemik
penyakit;
d. Lokasi penampungan seharusnya tidak dekat dengan habitat yang dilindungi
atau dilarang seperti kawasan konservasi hutan, perkebunan, lahan tanaman;
e. Pengalokasian tempat penampungan seharusnya menggunakan cara yang
bijak mengikuti dengan adat budaya setempat;
f. Libatkan masyarakat dalam pemilihan lokasi dan perencanaan
4. Penampungan harus dapat meliputi kebutuhan ruangan :
a. Posko Komando
b. Pos Pelayanan Komunikasi
c. Pos Dapur Umum
d. Pos Watsan
e. Pos Humas dan Komunikasi
f. Pos Relief dan Distribusi
g. Pos Assessment
h. Pos Pencarian dan Evakuasi
i. Dan Posko lainnya sesuai kebutuhan

4
2.3 Jenis Shelter
Untuk menampung korban bencana diperlukan tempat penampungan sementara
berupa :
1. Bangunan yang sudah tersedia yang bisa dimanfaatkan
Contoh : masjid, sekolahan, balai desa, Gudang
2. Tenda (penampungan darurat yang paling praktis)
Contoh : tenda pleton, tenda regu, tenda keluarga, tenda pesta
3. Bahan seadanya
Contoh : kayu, dahan , ranting, pelepah kelapa dll
2.4 Perencanaan, Pelaksanaan, Pengadaan Sarana Tempat Penampungan
Pengungsi (Shelter)
A. Perencanaan
Masyarakat terdampak bencana (termasuk yang terdampak secara tidak
langsung karena menampung penyintas yang kehilangan rumah) selalu menjadi
pusat dari program shelter. Selain mencukupi kebutuhan penyintas, program
shelter dibentuk oleh keinginan masyarakat terdampak, dan mengedepankan
upaya untuk mendorong dan memperkuat kapasitas komunitas itu sendiri,
sekaligus bertujuan mengurangi kerentanan dan risiko masa depan, melalui
pilihan jenis bantuan shelter dan metodologi implementasi. Setelah data
assesment diperoleh, maka rencana umum harus diketahui oleh semua petugas
pada saat aman (kesiapsiagaan), meliputi : (Husein & Onasis, 2017)
Waktu yang diperlukan untuk menuju ke daerah rawan bencana dan lokasi
Penampungan Keputusan dan tindakan yang diambil setelah bencana dengan
maksud mengembalikan atau memperbaiki kondisi kehidupan prabencana
masyarakat terdampak, sembari memfasilitasi penyesuaian yang dibutuhkan
untuk mengurangi risiko bencana, misalnya mengkaji tingkat risiko di masa
depan ketika merencanakan proyek perumahan setelah bencana terjadi.
a. Tempat Penampungan Sementara dapat menampung beberapa pengungsi
Pusat penampungan kolektif adalah gedung besar, atau terkadang beberapa
bangunan gedung, yang menjadi shelter bagi beberapa keluarga, setelah
kejadian bencana. Dalam beberapa kasus, gedung-gedung tersebut telah
dirancang dan dibangun dengan maksud agar dapat berfungsi sebagai pusat

5
penampungan kolektif, misalnya shelter saat Badai, ketika bencana alam
akan terjadi, atau telah terjadi. Tetapi dalam kebanyakan kasus, pusat
penampungan kolektif adalah gedung besar, misalnya gedung olah raga,
tempat peribadatan, sekolah, atau pusat perkantoran, yang tidak pernah
dimaksudkan sebagai shelter bagi masyarakat. Mereka yang menggunakan
bangunan tersebut sebagai shelter mungkin melakukannya karena bangunan
tersebut satu-satunya struktur yang masih berdiri, dan satusatunya tempat
mereka mendapatkan keamanan dan perlindungan berupa dinding dan atap.
Dalam kasus lainnya, keluarga mungkin mencari shelter dalam gedung
besar karena di sanalah mereka mendapatkan sumber daya berupa air,
sanitasi, pasokan daya listrik, atau pemanas. Dalam kasus tertentu, bahkan
jika pusat penampungan kolektif telah penuh, beberapa keluarga akan
membangun shelter darurat di dekat pusat penampungan kolektif agar dapat
memanfaatkan fasilitas di sana, atau agar dekat dengan program dukungan
kemanusiaan yang berjalan di pusat penampungan kolektif tersebut.
Keputusan keluarga untuk pindah ke dalam bangunan tersebut
didasarkan pada pertimbangan keselamatan. Akan tetapi, jika keluarga harus
berada di pusat penampungan kolektif untuk jangka waktu yang lama,
keselamatan dapat semakin berkurang. Berusaha untuk membuat shelter di
ruang terbuka tanpa privasi atau martabat, atau harus tinggal dan berpindah
di ruang-ruang yang tidak dimaksudkan sebagai ruang tinggal, dapat
menyebabkan stres dan menimbulkan kekerasan di antara penghuninya.
Sebagian besar gedung tidak memiliki toilet yang layak, sumber air bersih,
atau listrik yang dapat diandalkan dalam memenuhi kebutuhan seluruh
penghuninya, yang juga dapat menyebabkan bahaya, melalui risiko
kesehatan atau bahaya kelistrikan. Seperti kamp, pusat penampungan
kolektif sebaiknya dipandang sebagai 'opsi terakhir', dan pembuatan rencana
dalam pusat penampungan kolektif harus menyertakan juga perencanaan
kapan para penyintas akan keluar dari tempat tersebut begitu juga dengan
shelter jenis lain. (Kementrian Sosial Republik Indonesia, 2019)
Hak atas Perumahan yang Layak juga mencakup upaya advokasi bahwa
sebuah shelter dianggap layak hanya jika penghuninya memiliki akses

6
terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta kesempatan
untuk melakukan kegiatan mata pencaharian dalam permukiman atau
komunitasnya.
b. Beberapa bangunan yang dapat dipakai dan di mana bengunan itu dapat
dipakai untuk menampung pengungsi
Untuk memastikan bahwa keluarga yang mendapatkan bantuan shelter
memiliki hak untuk menempati shelter mereka hingga terdapat alternatif
shelter yang sesuai. Memiliki shelter permanen yang resmi bukanlah syarat
utama untuk mendapatkan bantuan, karena hak untuk memberikan dan
menerima bantuan adalah inti dari prinsip-prinsip kemanusiaan. Mereka
yang tidak memiliki jaminan kepemilikan yang layak sebelum bencana
seringkali menjadi salah satu pihak yang paling rentan, dan yang paling
membutuhkan bantuan kemanusiaan setelah bencana.
Di beberapa negara, kepemilikan permanen kerap tidak jelas statusnya,
dengan banyak masyarakat tinggal di lahan tanpa surat-surat atau tanpa
pengaturan kontrak sewa yang jelas. Bantuan dalam bentuk advokasi untuk
hak kepemilikan, baik permanen atau setidaknya sementara, dapat menjadi
bagian penting program shelter. Jika satu-satunya opsi adalah hak
kepemilikan sementara, perjanjian yang baik adalah mencakup periode
waktu, sesuai dan memungkinkan diterapkannya solusi permanen dengan
kelonggaran jika terjadi penundaan upaya pembangunan kembali.
c. Personil yang dibutuhkan
Dukungan fisik yang dapat diberikan dapat mencakup relokasi atau
bantuan evakuasi, bantuan pembangunan.
a) Pelatihan pembangunan aman: Pelajaran, video, buku, demonstrasi
pembangunan kembali yang aman
b) Bantuan pembersihan: Bantuan fisik untuk membersihkan, cukup lazim
setelah banjir
c) Bantuan perobohan : Tenaga kerja untuk membantu perobohan
puingpuing bangunan, cukup lazim setelah gempa bumi
d) Pekerja bangunan: Bantuan fisik bagi mereka yang dengan alasan apa
pun tidak dapat membangun

7
e) Inspeksi teknik: Inspeksi puing-puing rumah untuk menentukan apakah
aman digunakan, membutuhkan perbaikan atau lebih baik dihancurkan
f) Bantuan relokasi: Bantuan untuk berkemas dan memindahkan harta
Benda
g) Bantuan untuk kembali ke tempat asal: Bantuan untuk berkemas dan
memindahkan harta benda
d. Peralatan yang diperlukan

Produk atau barang yang akan menjadi bagian dalam pembangunan fisik
shelter . Dapat mencakup peralatan, material atau perlengkapan bangunan. Jenis
peralatan yang dibutuhkan seperti:
a) Peralatan pembangunan: Gergaji, palu, cangkul, bor, ketam, pahat, batu, dll.
b) Pemasangan dan Pengencangan: Paku, sekrup, kawat, tali, baut
c) Material pembangunan: Kayu, bambu, semen, bata, genteng, CGI (lembaran
atap seng), tripleks, dll.
d) perlengkapan shelter: Terpal, sekop, cangkul, palu, paku, kawat, tali, gunting
kawat, golok
e) Tenda atau terpal: Dome atau tenda tradisional keluarga, lembaran terpal
plastic
f) shelter sementara: Program terdiri atas beberapa elemen dari daftar ini yang
menghasilkan shelter sementara mandiri
g) Pembangunan barak/ kamp: Program terdiri atas beberapa elemen dari daftar
ini yang menghasilkan kamp atau barak
B. Pelaksanaan
Pelaksanaan program shelter kemanusiaan seharusnya tidak pernah menjadi
proses statis, melainkan siklus yang terus menerus berupa pemantauan,
evaluasi, pengkajian ulang, dan umpan balik, peningkatan dan uji coba
berkelanjutan. Implementasi harus didasarkan pada penelitian berbasis bukti,
penilaian kebutuhan dan analisis, desain, dan pertimbangan yang cermat dari
konteks lokal, termasuk partisipasi aktif dengan masyarakat yang terkena
dampak, dan keterlibatan dengan organisasi lokal, lembaga koordinasi dan
pemerintah.

8
Untuk pelaksanaan pendirian shelter meliputi :
- Lahan yang dibutuhkan untuk satu jiwa 45 m2
- Ruang tenda/shelter per jiwa 3.5 m2
- Jumlah jiwa untuk satu tempat pengambilan air = 250 jiwa
- Jumlah jiwa untuk satu MCK = 20 jiwa
- Jarak ke sumber air tidak melampui jarak 15 m
- Jarak ke MCK 30 m
- Jarak sumber air dengan MCK 100 m
- Jarak antara dua tenda/shelter minimal 2 m
C. Pengadaan
Kondisi tempat pengungsian yang penuh sesak dengan segala keterbatasan
sering menimbulkan permasalahan dan ketidaknyamanan, terutama
permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan sanitasi, seperti air bersih, MCK,
Pembuangan air limbah dan pembuangan sampah. Pengungsi sebagai manusia,
baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat yang sedang
menghadapi masalah, mempunyai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.
Bentuk Pengorganisasian :
a. Sasaran
- Sasaran utama operasi pengungsian ialah memindahkan penduduk
(termasuk yang luka/sakit) dari daerah bencana ketempat lain yang sudah
disiapkan.

9
- Berusaha memperkecil kemungkinan terjadinya korban atau resiko baik
fisik, material maupun spiritual ditempat terjadinya bencana dan pada saat
pelaksanaan pengungsian menuju ke penampungan
b. Prioritas
Yang pertama-tama harus dilakukan ialah memindahkan orang – orang yang
luka berat atau pasien – pasien yang memerlukan perawatan lebih lanjut ke
Rumah Sakit terdekat atau Rumah Sakit Rujukan.
c. Langkah-langkah
- Membantu meyakinkan penduduk bahwa demi keselamatan mereka
harus diungsikan ketempat yang lebih aman.
- Menyiapkan suatu bentuk atau sistem transportasi yang tepat bagi
penduduk yang diungsikan.
- Menyiapkan persediaan dan memberikan makanan, minuman dan
keperluan lain yang cukup untuk penduduk yang akan diungsikan
selamam dalam perjalanan sampai ketempat penampungan sementara.
- Menyiapkan obat – obatan dan memberikan perawatan medis selama
dalam perjalanan.
- Menyelenggarakan pencatatan nama – nama penduduk yang diungsikan
termasuk yang luka, sakit dan meninggal dunia.
- Membantu petugas keamanan setempat dalam melindungi harta milik
dan barang-barang kebutuhan hidup penduduk yang diungsikan.
- Sesampai di tempat tujuan para pengungsi hendaklah diserah terimakan
secara baik kepada pengurus penampungan sementara atau darurat untuk
penanganan lebih lanjut
2.5 Identifikasikan Fasilitas Sanitasi
Setelah terjadinya bencana alam apapun jenisnya, kejadian penyakit infeksi
umumnya akan meningkat. Hal ini terjadi akibat kerentanan sistem kesehatan di
suatu wilayah dan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar seperti air bersih, sanitasi,
tempat perlindungan dan pelayanan kesehatan (Salazar et al., 2016). Meskipun pada
masa awal pasca gempa umumnya masalah kesehatan yang dihadapi adalah korban
jiwa, fraktur tulang dan luka-luka akibat tertimpa reruntuhan bangunan, namun
karena meningkatnya jumlah penduduk terdampak yang mengungsi ke pusat-pusat

10
evakuasi, kejadian penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kepadatan, air
bersih, sanitasi dan higiene dapat meningkat (Salazar et al., 2016). Pada umumnya
ketersediaan air bersih didaerah pengungisan sangat terbatas. Kondisi ini
mengakibatkan masyarakat yang tinggal di pengusian kurang memperhatikan
kebersihan dirinya Disamping itu, buruknya sanitasi lingkungan menjadi awal dari
perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular. Penyakit-penyakit seperti
diare, infeksi kulit, demam tifoid, dan hepatitis A merupakan ancaman bagi
kesehatan pengungsi (WHO, 2010). Suatu kajian sistematik mengenai dampak
gempa bumi di Haiti pada tahun 2010 menyimpulkan bahwa penyakit infeksi
terutama diare baik kolera dan non-kolera merupakan penyebab utama mortalitas
dan morbiditas pada anak-anak (Dube et al., 2017). Oleh karena itu penyediaan air
bersih dan fasilitas sanitasi merupakan langkah penting untuk mencegah terjadinya
wabah penyakit infeksi.
Lebih dari sekedar mencegah meningkatnya kasus infeksi yang sekilas tampak
seperti akibat jangka pendek, penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi juga
penting untuk menjaga bahkan meningkatkan kualitas kesehatan penduduk dalam
jangka panjang. Berdasarkan data dari 137 negara di dunia, Danaei et al. (2016).
Dasar pelaksanaan Sanitasi Darurat pada daerah bencana mengacu pada Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 12/MENKES/SK/I/2002 Tentang
Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana Di Lapangan. Alur pikir penanganan
bencana, sesuai keputusan menteri kesehatan ini sebagai berikut:
A) Pengadaan air
Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga
bersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan
minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi
menjadi paling mendesak. Namun biasanya masalah kesehatan yang berkaitan
dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang
sudah tercemar sampai tingkat tertentu. Air di sumber – sumber harus layak
diminum dan cukup volumenya untuk keperluan dasar (minum, memasak,
menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabkan timbulnya
risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit maupun pencemaran kimiawi
atau radiologis dari penggunaan jangka pendek.

11
B) Pembuangan Kotoran Manusia
Jumlah jamban dan akses masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah
jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya
bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun
malam.
C) Pengeloaan limbah
a. Limbah padat
- Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki
lingkungan yang cukup bebas dari pencemaranakibat limbah padat,
termasuk limbah medis.
- Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di
penampungan limbah sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi
kesehatan.
- Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik
bekas pakai, perban kotor, obat kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman
atau tempat umum.
- Dalam batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat empat
pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan
secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
- Terdapat lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempatkhusus
untuk membuang sampah di pasardan pejagalan, dengan sistem
pengumpulan sampah secara harian.
- Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu
sedemikian rupa sehingga masalah kesehatan dan lingkungan hidup dapat
terhindarkan.
b. Limbah Cair (pengeringan)
Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari – hari yang cukup bebas
dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan
dari sumber limbah cair rumah tangga, dan medis.
Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan
pengelolaan limbah cair :

12
- Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik pengambilan/sumber
air untuk keperluan sehari – hari, didalam maupun di sekitar tempat
pemukiman.
- Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran
pembuangan air.
- Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana pengadaan air dan
sanitasi tidak tergenang air serta tidak terkikis oleh air.
2.6 Menentukan Lokasi Dan Bangunan Tempat Penampungan Sementara
Setelah dilakukan identifikasi ke lokasi penampungan pengungsian yang pernah
dipergunakan oleh masyarakat pada saat bencana banjir, maka lokasi dan bangunan
yang ideal dan layak untuk digunakan sebagai tempat penampungan sementara
korban bencana. Untuk menentukan lokasi dan bangunan yang akan dijadikan
sebagai tempat penampungan sementara, maka yang harus di perhatikan adalah:
- Menentukan jalur evakuasi yang cepat dan aman bagi pengungsi untuk menuju
ke tempat pengungsian.
- Menentukan jalur alternatif selain jalur utama
- Memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ke tempat pengungsian.
- Melakukan survei akan ketersediaan kendaraan yang dapat digunakan dalam
proses evakuasi.
- Membuat peta evakuasi berdasarkan hasil survei.
- Sosialisasi kepada masyarakat tentang jalur evakuasi, lokasi dan tempat
penampungan sementara korban bencana.

Pemilihan lokasi dan bangunan tersebut berdasarkan pertimbangan:


- Memiliki jalan aspal dengan lebar 5 meter sebagai jalur evakuasi utama,
sehingga mudah dilalui oleh kendaraan roda duadan roda empat.
- Di jalur evakuasi utama terdapat beberapa fasilitas umum seperti mesjid dan
sekolah yang posisinya terletak pada zona aman sehingga dapat dijadikan titik
evakuasi.
- Selain jalan utama terdapat juga jalan lain atau jalur evakuasi alternatif lainnya,
melalui lahan persawahan yang dapat terhubung langsung dengan lokasi tempat
penampungan sementara.

13
2.7 Penyediaan Air Bersih
Pembuatan model tempat penyediaan air bersih yang dapat dikembangkan pada
- Pembangunan 1 buah sumur bor.
- Pembuatan 2 buah tower bak penampungan dengan kapasitas 1.500 liter.
- Pembuatan kolam penampung air dengan kapasitas 10.000 liter di lokasi.
- Fasilitas MCK wanita yang terpisah dengan laki-laki
- Pembuatan sistim penampungan air hujan yang ditangkap dari atap-atap
konstruksi bangunan sekolah dan lainnya.
2.8 Saluran Pembuangan Air Limbah
SPAL Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah perlengkapan
pengelolaan air limbah bisa berupa pipa atau pun selainnya yang dipergunakan
untuk membantu air buangan dari sumbernya sampai ke tempat pengelolaan atau ke
tempat pembuangan. Fungsi SPAL Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
merupakan sarana berupa tanah galian atau pipa dari semen atau pralon yang
berfungsi untuk membuang air cucian, air bekas mandi, air kotor/bekas lainnya.
Air limbah atau air buangan adalah air sisa yang dibuang yang berasal dari
rumah tangga, induksi maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia serta mengganggu lingkungan hidup.
 Jenis, Sumber dan karakteristik Air Limbah
a. Jenis air limbah
1) Air sabun (Grey Water)
Air sabun umumnya berasal dari limbah rumah tangga, hasil dari cuci baju,
piring atau pel lantai. Air ini sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk
menyirami tanaman karena pada kadar tertentu alam masih memiliki
kemampuan untuk mengurai sabun, yang pada dasarnya merupakan rantai
karbon yang umum terdapat di alam. Hanya saja perlu diperhatikan jika
sabunnya mengandung bahan berat pembunuh kuman seperti karbol, atau
mengandung minyak yang sulit terurai seperti air hasil cuci mobil yang
umumnya tercemar oli.
2) Air Tinja/Air limbah padat (Black Water)

14
Air tinja merupakan air yang tercemar tinja, umumnya berasal dari WC.
Volumenya dapat cair atau padat, umumnya seorang dewasa menghasilkan
1,5 L air tinja/hari. Air ini mengandung bakteri coli yang berbahaya bagi
kesehatan, oleh sebab itu harus disalurkan melalui saluran tertutup ke arah
pengolahan/penampungan. Air tinja bersama tinjanya disalurkan ke dalam
septic tank. Septic tank dapat berupa 2 atau 3 ruangan yang dibentuk oleh
beton bertulang sederhana. Air yang sudah bersih dari pengolahan ini
barulah dapat disalurkan ke saluran kota, atau lebih baik lagi dapat
diresapkan ke dalam tanah sebagai bahan cadangan air tanah.
b. Sumber air limbah
1) Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic waste water),
adalah air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya
air limbah ini terdiri dari ekskreta ( tinja dan air seni, air bekas cucian dapur
dan kamar mandi dan umumnya terdiri dari bahan organik.
2) Air buangan dari industri (industrial waste water), Air buangan dari industri
(industrial waste water) adalah air buangan yang berasal dari berbagai jenis
industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat
bervariasi, sesuai dengan bahan baku yang dipakai industri antara lain :
nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, garam-garam, zat pewarna, mineral logam
berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh karena itu pengelolaan jenis air
limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan lebih rumit daripada
air limbah rumah tangga.
3) Air buangan kotapraja (manucipal wastes water), yaitu air buangan yang
berasal dari perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum,
tempat ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung
dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.
c. Karakteristik air limbah
1) Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi, terutama air
limbah rumah tangga biasa berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit
berbau, kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian
beras dan sayur, bagian-bagian tinta dan sebagainya.

15
2) Karakteristik kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik
yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik yang berasal
dari penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainnya. Oleh sebab itu pada
umumnya bersifat basah pada waktu masih baru, dan cenderung bau asam
apabila sudah mulai membusuk.
3) Karakteristik bakteriologis
Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juta
dalam air limbah tergantung dari mana sumbernya, namun keduanya tidak
berperan dalam proses pengolahan air buangan.
 Pengelolaan Air Limbah
Air limbah merupakan air bekas yang berasal dari kamar mandi, dapur
atau cucian yang dapat mengotori sumber air seperti sumur, kali ataupun sungai
serta lingkungan secara keseluruhan. Banyak dampak yang ditimbulkan akibat
tidak adanya SPAL yang memenuhi syarat kesehatan. Hal yang pertama
dirasakan adalah mengganggu pemandangan, dan terkesan jorok karena air
limbah mengalir kemana-mana. Selain itu, air limbah juga dapat menimbulkan
bau busuk sehingga mengurangi kenyamanan khususnya orang yang melintas
sekitar rumah tersebut. Air limbah juga bisa dijadikan sarang nyamuk yang
dapat menularkan penyakit seperti malaria serta yang tidak kalah penting adalah
adanya air limbah yang melebar membuat luas tanah yang seharusnya dapat
digunakan menjadi berkurang. Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan
membuat saluran air kotor dan bak peresapan dengan memperhatikan ketentuan
sebagai berikut:
a. Tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya baik air
dipermukaan tanah maupun air di bawah permukaan tanah.
b. Tidak mengotori permukaan tanah.
c. Menghindari tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah.
d. Mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lain.
e. Tidak menimbulkan bau yang mengganggu.
f. Konstruksi agar dibuat secara sederhana dengan bahan yang mudah
didapat dan murah.

16
g. Jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 m.

Pengelolaan yang paling sederhana ialah pengelolaan dengan


menggunakan pasir dan benda-benda terapung melalui bak penangkap pasir
dan saringan. Benda yang melayang dapat dihilangkan oleh bak pengendap
yang dibuat khusus untuk menghilangkan minyak dan lemak. Lumpur dari bak
pengendap pertama dibuat stabil dalam bak pembusukan lumpur, di mana
lumpur menjadi semakin pekat dan stabil, kemudian dikeringkan dan dibuang.
Pengelolaan sekunder dibuat untuk menghilangkan zat organik melalui
oksidasi dengan menggunakan saringan khusus. Pengelolaan secara tersier
hanya untuk membersihkan saja. Cara pengelolaan yang digunakan tergantung
keadaan setempat, seperti sinar matahari, suhu yang tinggi di daerah.

2.9 Tempat Pembuangan Sampah Dan Penampungan Sementara


Komposisi sampah ditempat pengungsian yang utama terdiri dari sampah hasil
dari aktifitas pengungsian khususnya domestic dan kegiatan pelayanan kesehatan
yang dapat dikelola dan diawasi antara lain.
1. Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki
lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk
limbah medis. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di
sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
2. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas
pakai, perban-perban kotor, obat-obatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman
atau tempat-tempat umum.
3. Dalam batas-batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat tempat
pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara
benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
4. Terdapat lubang-lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat-tempat
khusus untukmembuang sampah di pasar-pasar dan pejagalan, dengan system
pengumpulan sampah secara harian.
5. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu
sedemikian rupa sehingga problema-problema kesehatan dan lingkungan hidup
dapat terhindarkan.
6. 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 - 100 orang

17
Gambar 11.1 Sarana pembuangan sampah di tempat pengungsian (Shelter)
Parameter yang dapat di ukur adalah
1. Tidak ada satupun tempat pengungsian/barak yang letaknya lebih dari 15 meter
dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter
jaraknya dar lubang sampah umum.
2. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah
rumah tangga sehari-hari tidak dikubur ditempat

Organisasi kemanusiaan terbiasa dihadapkan dengan dua kemungkinan situasi;


entah itu penampungan yang sudah ada atas inisiatif pengungsian sendiri atau
bahkan yang baru akan dibuatkan oleh pemerintah/lembaga kemanusiaan sebelum
mereka dipindahkan Penampungan darurat adalah kegiatan suatu kelompok
manusia yang memiliki kemampuan untuk menampung korban bencana dalam
jangka waktu tertentu, dengan menggunakan bangunan yang telah ada atau tempat
berlindung yang dapat dibuat dengan cepat seperti tenda, gubuk darurat, dan
sebagainya.

Tujuan pengungsian darurat adalah menyelamatkan atau mengamankan


penderita dengan menjauhkannya dari tempat bencana yang dianggap berbahaya,
ketempat yang aman agar dapat memudahkan pemberian bantuan dan pertolongan
secara menyeluruh dan terpadu tanpa menimbulkan kesulitan baru yang sukar
diatasi

Persyaratan penampungan sementara

1. Pemilihan tempat meliputi


Lokasi penampungan seharusnya berada didaerah yang bebas dari seluruh
ancaman yang berpotensi terhadap gangguan keamanan baik internal maupun
external;

18
- Jauh dari lokasi daerah rawan bencana;
- Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas;
diutamakan hasil dari koordinasi dengan pemerintah setempat;
- Memiliki akses jalan yang mudah;
- Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan kegiatan memasak dan
MCK;
- Dekat dengan sarana-sarana pelayanan sosial termasuk pelayanan kesehatan,
olahraga, sekolah dan tempat beribadah atau dapat disediakan secara
memadai.
2. Penampungan harus dapat meliputi kebutuhan ruangan
- Lokasi penampungan seharusnya berada didaerah yang bebas dari seluruh
ancaman yang berpotensi terhadap gangguan keamanan baik internal
maupun external;
- Jauh dari lokasi daerah rawan bencana;
- Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas;
diutamakan hasil dari koordinasi dengan pemerintah setempat;
- Memiliki akses jalan yang mudah;
- Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan kegiatan memasak dan
MCK;
- Dekat dengan sarana-sarana pelayanan sosial termasuk pelayanan
kesehatan, olahraga, sekolah dan tempat beribadah atau dapat disediakan
secara memadai.
3. Bahan pertimbangan untuk penampungan
- Idealnya, ada beberapa akses untuk memasuki areal penampungan dan bukan
merupakan akses langsung dari komunitas terdekat;
- Tanah diareal penampungan seharusnya memiliki tingkat kemiringan yang
landai untuk melancarkan saluran pembuangan air;
- Tanah di areal penampungan seharusnya bukan merupakan areal endemik
penyakit;
- Lokasi penampungan seharusnya tidak dekat dengan habitat yang dilindungi
atau dilarang seperti kawasan konservasi hutan, perkebunan, lahan tanaman;

19
- Pengalokasian tempat penampungan seharusnya menggunakan cara yang
bijak mengikuti dengan adat budaya setempat;
- Libatkan masyarakat dalam pemilihan lokasi dan perencanaan
4. Penampungan harus dapat meliputi kebutuhan ruangan :
- Posko Komando
- Pos Pelayanan Komunikasi
- Pos Dapur Umum
- Pos Watsan
- Pos Humas dan Komunikasi
- Pos Relief dan Distribusi
- Pos Assessment
- Pos Pencarian dan Evakuasi
- Dan Posko lainnya sesuai kebutuhan

20
BAB III

PENUTUP
3.1 Simpulan
Shelter atau Penampungan darurat adalah kegiatan suatu kelompok manusia
yang memiliki kemampuan untuk menampung korban bencana dalam jangka waktu
tertentu,tujuan pengungsian darurat adalah menyelamatkan atau mengamankan
penderita dengan menjauhkannya dari tempat bencana yang dianggap berbahaya,
lokasi penampungan seharusnya berada didaerah yang bebas dari seluruh ancaman
yang berpotensi terhadap gangguan keamanan baik internal maupun external, jauh
dari lokasi daerah rawan bencana, hak penggunaan lahan seharusnya memiliki
keabsahan yang jelas diutamakan hasil dari koordinasi dengan pemerintah setempat,
memiliki akses jalan yang mudah, dekat dengan sumber mata air, dekat dengan
sarana-sarana pelayanan sosial termasuk pelayanan kesehatan, olahraga, sekolah dan
tempat beribadah atau dapat disediakan secara memadai.
3.2 Saran
Sebagai calon dari tenaga kesehatan diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
memahami dari konsep pendirian suatu penampungan darurat dan manajemen dari
penampungan darurat, agar kelak menjadi tenaga kesehatan yang tanggap terhadap
kondisi kedaruratan. Dan pentingnya profesi perawat mendapatkan pelatihan
mengenai manajemen bencana agar semua perawat di Indonesia menjadi kompeten
untuk menghadapi kondisi kedaruratan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Husein, A. & Aidil Onasis. 2017. Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan Manajemen
Bencana. Pusdik SDM Kesehatan
Indotekhnoplus. Sanitasi Darurat Daerah Bencana. https://sanitariankit.id/sanitasi-
darurat-daerah-bencana/ (diakses 9 Agustus 2022).

Kementrian Sosial Republik Indonesia. (2019). Panduan Shelter untuk Kemanusiaan.


Jakarta: Kementrian Sosial Republik Indonesia.

KEBIJAKAN DIKLAT KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM PROGRAM.


PEMBUATAN SALURAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH (SPAL)
SEDERHANA.
http://bapelkescikarang.bppsdmk.kemkes.go.id/kamu/kurmod/pengolahanairlimba
h/mi-4b%20modul%20pembuatan%20spal%20sederhana.pdf diakses pada
tanggal 09 Agustus 2022
Salazar, M.A., Pesigan, A., Law, R., & Winkler, V. (2016). Post-disaster health impact
of natural hazards in the Philliphines in 2013. Global Health Action, 9,
http://dx.doi.org/10.3402/gha.v9.31320

22

Anda mungkin juga menyukai