Anda di halaman 1dari 77

SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI DIET


RENDAH PURIN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN
LANSIA DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
GOUT ARTHRITIS DI POSYANDU EKA HARAPAN

Kelurahan Pahandut Kota Palangka Raya

(PENELITIAN PRA EKSPERIMENTAL)

Oleh :
ANDRYAN OKTAVIANUS SIPANGKAR
NIM: 2015.C.07a.0684

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
TAHUN 2019
SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI DIET


RENDAH PURIN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN
LANSIA DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
GOUT ARTHRITIS DI POSYANDU EKA HARAPAN

Kelurahan Pahandut Kota Palangka Raya

(PENELITIAN PRA EKSPERIMENTAL)

Dibuat Sebagai Syarat Dalam Menempuh Ujian Sidang Skripsi dan


Melanjutkan Penelitian Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Eka Harap Palangka Raya

Oleh:
ANDRYAN OKTAVIANUS SIPANGKAR
NIM. 2015.C.07a.0684

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
TAHUN 2019

i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Andryan Oktavianus Sipangkar


Tempat, Tanggal Lahir : Bumi Harjo 23 Oktober 1997
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat Rumah : Jalan Bukit Keminting II No.5 Palangka Raya
Nomor Hp. : 082150511751
Identitas Orang Tua
Ayah : Monang Sipangkar
Ibu : Sarmin Damanik
Pekerjaan : PNS Guru
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1999-2000 : Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina Palangka Raya
2. Tahun 2000-2006 : SDN 5 Madurojo Pangkalan Bun
3. Tahun 2006-2009 : SMP 2 Pangkalan Bun
4. Tahun 2009-2015 : SMAN 1 Pangkalan Bun
5. Tahun 2015-2019 : STIKes Eka Harap Palangka Raya Program Studi Sarjana
Keperawatan

ii
SURAT PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA TULIS DAM BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Andryan Oktavianus Sipangkar
NIM : 2015.C.07a.0684
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul Karya Tulis : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah
Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam
Pencegahan Dan Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu
Eka Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya.
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis tersebut secara
keseluruhan adalah murni karya saya sendiri, bukan dibuatkan oleh lain, baik
sebagian maupun keseluruhan, bukan plagiasi sebagian atau keseluruhan dari
karya tulis orang lain, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sebagai sumber
pustaka sesuai dengan aturan penulisan yang berlaku.
Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa karya tulis saya tersebut
merupakan karya tulis orang lain, dibuatkan oleh orang lain baik sebagian maupun
keseluruhan dan/atau plagiasi karya tulis orang lain, saya sanggup menerima sanksi
peninjauan kembali kelulusan saya, pembatalan kululusan, pembatasan
penarikan ijazah saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh dan tanpa paksaan
dari pihak manapun. Atas perhatiaannya disampaikan terimakasih.

Palangka Raya, Agustus 2019


Yang Menyatakan,

Andryan Oktavianus Sipangkar

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin Terhadap


Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan Dan Penanganan Gout
Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya.
Nama : Andryan Oktavianus Sipangkar
NIM : 2015.C.07a.0684

Hasil penelitian ini telah disetujui untuk diuji


Tanggal, Agustus 2019

Pembimbing I Pembimbing II

Putria Carolina, Ners, M.Kep. Hermanto, Ners, M.Kep

iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin Terhadap


Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan Dan Penanganan Gout
Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya.
Nama : Andryan Oktavianus Sipangkar
NIM : 2015.C.07a.0684

Skripsi Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji


Pada Tanggal, Agustus 2019

PANITIA PENGUJI:

Ketua : Karmitasari Yanra Katimenta, Ners, M.Kep. ....................

Anggota 1 : Putria Carolina, Ners, M.Kep. ....................

Anggota 2 : Hermanto, Ners, M.Kep ....................

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

v
PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin Terhadap


Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan Dan Penanganan Gout
Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya.
Nama : Andryan Oktavianus Sipangkar
NIM : 2015.C.07a.0684

Skripsi Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji


Pada Tanggal, Agustus 2019

Ketua : Karmitasari Yanra Katimenta, Ners, M.Kep. ....................

Anggota 1 : Putria Carolina, Ners, M.Kep. ....................

Anggota 2 : Hermanto, Ners, M.Kep ....................

Mengetahui,

Ketua STIKes Eka Harap Ketua Program Studi


Palangka Raya, Sarjana Keperawatan,

Maria Adelheid Ensia, S.Pd, M.Kes. Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

vi
MOTTO

Something that has not been done often seem impossible, we just believe that we
have managed to do well.

Sesuatu yang belum dikerjakan seringkali tampak mustahil, kita baru yakin
kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin Terhadap
Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan Dan Penanganan Gout
Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya.”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
keperawatan pada jenjang Sarjana Keperawatan di STIKes Eka Harap Palangka
Raya.
Selama penyusunan skripsi ini peneliti banyak dibantu dan peneliti ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd, M.Kes. selaku Ketua STIKes Eka Harap
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada peneliti untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan.
2) Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan yang telah memberikan dukungan serta bimbingan berupa saran,
arahan, dan waktunya dalam penyelesaian skripsi ini.
3) Karmitasari Yanra Katimenta, Ners, M.Kep. selaku Ketua Penguji skripsi
yang telah memberikan masukan dan saran dalam pembuatan skripsi ini.
4) Ibu Putria Carolina, Ners, M.Kep. selaku pembimbing I dan Penguji skripsi
yang telah memberikan dukungan serta bimbingan berupa saran, arahan, dan
waktunya dalam penyelesaian skripsi ini.
5) Bapak Hermanto, Ners, M.Kep. selaku Pembimbing II dan Penguji skripsi
yang telah membimbing, memberikan saran dan waktunya dalam
menyelesaikan teknik penulisan skripsi ini.
6) Orangtua khususnya ibuku dan saudaraku beserta keluargaku yang selalu
memberikan dukungan dan doanya selama proses penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
7) Seluruh teman Sarjana Keperawatan Angkatan VII Tahun Ajaran 2018/2019
yang selalu memberikan semangat dan dukungan demi selesainya skripsi ini.
8) Semua pihak yang turut terlibat dalam penyusunan Skripsi ini.

viii
Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, peneliti berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama bidang
keperawatan, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Palangka Raya, Agustus 2019

Peneliti

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN
HALAMAN SAMPUL DALAM.......................................................................... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.............................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS DAM BEBAS
PLAGIASI.............................................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................. iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI.................................................... v
MOTTO.................................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR............................................................................................ viii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xiii
DAFTAR BAGAN................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 3
1.3 Tujuan............................................................................................................. 3
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................................... 4
1.4.1 Teoritis............................................................................................................ 4
1.4.2 Praktis............................................................................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 6


2.1 Konsep Teori.................................................................................................. 6
2.1.1 Pendidikan Kesehatan.................................................................................... 6
2.2 Konsep Dasar Gout Arthritis.......................................................................... 9
2.2.1 Pengertian....................................................................................................... 9
2.2.2 Stadium pada Penyakit Gout Arthritis............................................................ 10
2.2.3 Faktor Resiko dan Penyebab.......................................................................... 10
2.2.4 Manifestasi Klinis........................................................................................... 11
2.2.5 Komplikasi..................................................................................................... 12
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik................................................................................. 12
2.2.7 Penatalaksanaan.............................................................................................. 12
2.2.8 Pencegahan..................................................................................................... 13
2.3 Konsep Dasar Lansia...................................................................................... 18
2.3.1 Pengertian....................................................................................................... 18
2.3.2 Batasan Lansia................................................................................................ 19
2.3.3 Proses Menua................................................................................................. 19
2.3.4 Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia..................................................... 20
2.4 Konsep Dasar Pengetahuan............................................................................ 21
2.4.1 Pengertian Pengetahuan................................................................................. 21
2.4.2 Tingkat Pengetahuan...................................................................................... 21

x
xi

2.4.3 Jenis Pengetahuan........................................................................................... 23


2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan.......................................... 23
2.4.5 Pengukuran Tingkat Pengetahuan.................................................................. 26
2.5 Penelitian Terkait........................................................................................... 27
2.6 Kerangka Konseptual..................................................................................... 29
2.7 Hipotesis Penelitian........................................................................................ 30

BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................... 31


3.1 Desain Penelitian............................................................................................ 31
3.2 Kerangka Kerja............................................................................................... 32
3.3 Identifikasi Variabel....................................................................................... 33
3.3.1 Variabel Independen....................................................................................... 33
3.3.2 Variabel Dependen......................................................................................... 33
3.4 Definisi Operasional....................................................................................... 33
3.5 Populasi, Sampel dan Sampling..................................................................... 35
3.5.1 Populasi.......................................................................................................... 35
3.5.2 Sampel............................................................................................................ 35
3.5.3 Sampling......................................................................................................... 36
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................................... 36
3.6.1 Lokasi Penelitian............................................................................................ 36
3.6.2 Waktu Penelitian............................................................................................ 36
3.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data............................................................. 36
3.7.1 Pengumpulan Data......................................................................................... 36
3.7.2 Instrumen Penelitian....................................................................................... 37
3.7.3 Pengolahan Data............................................................................................. 41
3.7.4 Analisa data.................................................................................................... 42
3.8 Etika Penulisan............................................................................................... 44
3.8.1 Informed Consent (Lembar persetujuan untuk menjadi responden).............. 44
3.8.2 Anonimity (Tanpa nama)................................................................................ 44
3.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan)......................................................................... 44

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 45


4.1 Hasil Penelitian............................................................................................... 45
4.1.1 Karakteristik Lokasi Penelitian...................................................................... 45
4.1.2 Data Umum.................................................................................................... 49
4.1.3 Data Khusus................................................................................................... 52
4.2 Pembahasan.................................................................................................... 55
4.2.1 Hasil Identifikasi Tingkat Pengetahuan Lansia Sebelum Diberikan
Pendidikan Kesehatan Diet Rendah Purin Serta Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan.................................. 55
4.2.2 Hasil Identifikasi Tingkat Pengetahuan Lansia Setelah Diberikan
Pendidikan Kesehatan Diet Rendah Purin Serta Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya......... 56
4.2.3 Hasil Analisa Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah
Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya......... 57
4.3 Keterbatasan................................................................................................... 58
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................. 59
xii

5.1 Simpulan......................................................................................................... 59
5.1.1 Hasil Identifikasi Tingkat Pengetahuan Lansia Sebelum Diberikan
Pendidikan Kesehatan Diet Rendah Purin Serta Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya......... 59
5.1.2 Hasil Identifikasi Tingkat Pengetahuan Lansia Setelah Diberikan
Pendidikan Kesehatan Diet Rendah Purin Serta Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya......... 59
5.1.3 Hasil Analisa Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah
Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya......... 59
5.2 Saran............................................................................................................... 60
5.2.1 Bagi Posyandu................................................................................................ 60
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan................................................................................ 60
5.2.3 Bagi Tempat Penelitian.................................................................................. 60
5.2.4 Bagi Mahasiswa............................................................................................. 60
5.2.5 Bagi Penelitian Selanjutnya............................................................................ 60

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 2.1 Contoh Pembagian Makanan Sehari Diet Rendah Purin................... 17

Tabel 2.2 Daftar makanan tinggi purin.............................................................. 18

Table 2.3 Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Gout Arthritis Terhadap


Perilaku Pencegahan Gout Arthritis Pada Lansia ( Firman
1.Ardhiatma, 2.Ani Rosita, 3.Rista Eko Muji Lestariningsih 2017).. 27

Table 2.4 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Diet Rendah


Purin Dan Asupan Purin Pada Wanita Usia Di atas 45 Tahun Di
Puskesmas Kampung Bali Pontianak (1.Ridha Utami, 2.Agustina
Arundina, 3.Delima Fajar Liana 2016).............................................. 28

Tabel. 3.1 Rancangan pre-test dan post-test, sebelum dan sesudah perlakuan... 31

Tabel 3.2 Definisi Operasional Pengaruh Pendidikan Mengenai Diet Rendah


Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan
Dan Penanganan Gout Artitis Di Rindang Benua.............................. 34

Tabel 3.3 Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Cronbach atau α................... 40

xiii
DAFTAR BAGAN
Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet


Rendah Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Pada Lansia Dalam
Pencegahan Dan Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka
Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya.................................... 29

Bagan 3.1 Kerangka Kerja Pengaruh Pendidikan Mengenai Diet Rendah


Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan
Dan Penanganan Gout Artitis Di Posyandu Eka Harapan
Kelurahan Pahandut Palangka Raya.................................................. 32

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Melakukan Survei Pendahuluan Penelitian


Lampiran 2 Surat Izin Melakukan Uji Validitas
Lampiran 3 Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 4 Formulir Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5 Kuesioner
Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Kuesioner
Lampiran 7 Tabel uji valit tingkat pengetahuan
Lampiran 8 Tabel uji valit perankeluarga
Lampiran 9 Tabel hasil crosstabs
Lampiran 10 Tabel Hasil frequenscies variabeles
Lampiran 11 Tabel hasil Uji statistic spearman rank
Lampiran 12 Tabel Hasil frequenscies variabeles
Lampiran 13 Tabel hasil Uji statistic spearman rank
Lampiran 14 Dokumentasi
Lampiran 15 Lembar Konsultasi

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam,
2012), pada fase tersebut akan mengalami banyak perubahan baik secara fisik, sosial
mapun mental khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Salah satu contoh kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya
terhadap penyakit persendian (asam urat). Gout arthritis merupakan salah satu penyakit
arthritis yang disebabkan oleh metabolisme abnormal purin yang ditandai dengan
meningkatnya kadar asam urat dalam darah (Sunita 2005 dalam Ariani, 2014). Penyakit
gout arthritis memang sangat erat kaitannya dengan pola makan seseorang. Kurangnya
akan informasi tentang makanan yang harus dihindari bagi penderita gout arthritis
merupakan salah satu penyebab lansia kurang menjaga pola makannya. Konsumsi
makanan yang mengandung zat purin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian gout artritis. Purin adalah molekul yang terdapat di dalam sel yang
berbentuk nukleotida dan berperan luas dalam berbagai proses biokimia di dalam tubuh.
Manusia mampu mensintesis nukleotida purin untuk memenuhi kebutuhan terhadap
pembentukan asam nukleat. Gout artritis merupakan hasil akhir dari metabolisme purin,
baik purin yang berasal dari bahan pangan maupun dari hasil pemecahan purin asam
nukleat tubuh. Bila kadar natrium urat dalam serum melampaui daya larutnya maka
serum menjadi sangat jenuh (hiperurisemia) dan dapat menstimulasi terbentuknya kristal
natrium urat yang dapat mengendap, salah satunya di persendian dan menyebabkan
radang sendi atau artritis gout.
Menurut WHO pada tahun 2010 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa artritis
gout menyerang lebih dari 3 juta pria dengan usia 40 tahun atau lebih, dan 1,7 juta wanita
dengan usia 40 tahun atau lebih (Weaver, 2012). Sedangkan di tahun 2013 hingga 2014
penderita artritis gout meningkat menjadi 8,3 juta penderita, dimana jumlah penderita
artritis gout pada pria sebesar 6,1 juta penderita dan penderita wanita berjumlah 2,2 juta.
Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi penderita arthritis gout di Amerika Serikat
meningkat dalam dua dekade ini (Zhu et al,2013). Prevalensi penyakit gout artritis
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan pada tahun 2012 di Indonesia 11,9%, berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat

1
2

(17,5%) dan Papua (15,4%) (Riskesdas, 2013). Di Palangka Raya prevalensi penyakit pada
persendian berdasarkan umur < 20 tahun (4%), 20-44 tahun (35%), 45-54 tahun (24%), dan
pada usia 55-69 tahun (27%). Pada tahun 2013 penyakit persendian berada di urutan ke 3
kunjungan pasien ke Puskesmas dan sekitar 40% dari golongan umur yang menderita
penyakit persendian yaitu umur 40 tahun keatas (Dinkes Kalteng, 2015). Dan berdasarkan
data yang didapat dari puskesmas pahandut dengan dengan penyakit gout arthritis pada tahun
2015 12,8% lansia mengeluh penyakit persendian dan pada tahun 2018 mengalami
peningkatan sebesar 16,9% penyakit persendian, dan hasil survey yang saya dapat tanggal
10/05/2019 di posyandu eka harapan mayoritas lansia mengeluh penyakit persendian pada
saat malam hari dan pada pagi hari saat bangun tidur. Penelitian yang dilakukan oleh Firman
Ardhiatma (2017) Hasil Penelitian menunjukkan bahwa mempunyai pengetahuan cukup
sebanyak 8 responden (40,0%), dan setengahnya responden 10 sebanyak (50,0%)
mempunyai perilaku baik terhadap pencegahan gout arthritis. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan pengetahuan lansia tentang gout arthritis berpengaruh
terhadap perilaku pencegahan gout arthritis. Penelitian yang dilakukan oleh Zhang
(2013) menunjukkan bahwa asupan purin akut dapat meningkatkan risiko serangan gout
berulang hampir lima kali lipat pada pasien gout. Konsumsi tinggi daging dan makanan
laut berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat serum, dan kebiasaan
mengkonsumsi daging dan makanan laut berhubungan erat dengan insiden gout pada
pada individu yang tidak memiliki riwayat gout sebelumnya.
Peningkatan kadar Asam Urat memang tidak begitu dirasakan oleh tubuh, dan
pada umumnya masyarakat terutama pada lansia mengetahui jika kadar asam urat
sudah meningkat tinggi, karena masyarakat kurang memperhatikan kesehatan, dan
apabila tidak mengalami penyakit yang di rasakan parah biasanya masyarakat tidak
mau mengecek kesehatannya ke dokter atau puskesmas terdekat. dan juga ditambah
minimnya pengetahuan tentang kesehatan tubuh. Padahal apabila masyarakat
mengetahui tentang perilaku hidup sehat seperti mengetahui apa gejala Gout arthritis,
penyebab dan solusi serta makanan apa yang menjadi pantangan, maka peningkatan
kadar Gout arthritis yang tinggi tidak akan mengalami komplikasi yang lebih buruk.
Gout arthritis mempunyai dampak negatif yang besar pada aktivitas lansia yaitu
mempengaruhi kemampuan dalam bergerak serta dalam melakukan segala aktivitas
sehari-hari. Serangan gout timbul secara mendadak dan penderita mengeluhkan
kesemutan dan linu, nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur, sendi
3

yang terkena asam urat terlihat bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri luar biasa pada
malam dan pagi hari. Namun, gout cenderung akan semakin memburuk, dan serangan
yang tidak diobati akan berlangsung lebih lama, lebih sering, dan menyerang
beberapa sendi. Sehingga sendi yang terserang bisa mengalami kerusakan permanen
seperti sendi bisa menjadi bengkok atau cacat (Junadi 2012 dalam Ariani, 2014).
Solusi yang diberikan perawat yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan
tentang diet rendah purin, dengan adanya pendidikan kesehatan tersebut dapat
menambah pengetahuan lansia mengenai diet yang harus dijalani pada penderita gout
arthritis sehingga dapat mengubah perilaku lansia terutama menjaga pola makan agar
kadar asam urat dalam darah tetap normal dan meningkatkan derajat kesehatan lansia.

1.2 Rumusan Masalah


Gout artritis merupakan salah satu penyakit arthritis yang disebabkan oleh
metabolisme abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam urat
dalam darah. Penyakit gout arthritis memang sangat erat kaitannya dengan pola
makan seseorang, hal ini seharusnya lansia mengetahui secara jelas dan benar apa
sebenarnya penyakit Gout artritis, dan bagaimana cara pencegahannya dan
dampaknya bagi tubuh yang mempengaruhi kemampuan dalam bergerak serta dalam
melakukan segala aktivias sehari-hari. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
peneliti tertarik dalam proposal ini yaitu tentang “apakah ada “Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia
Dalam Pencegahan Dan Penanganan Gout Arthritis Di Kelurahan Pahandut”?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “apakah ada “Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dengan Diet Rendah
Purin Di Kelurahan Pahandut”?
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan lansia tentang diet rendah purin serta
pencegahan dan penanganan gout arthritis sebelum diberikan pendidikan
kesehatan.
4

2) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan lansia tentang diet rendah purin serta


pencegahan dan penanganan gout arthritis sesudah diberikan pendidikan kesehatan.
3) Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan tentang diet gout arthritis terhadap
tingkat pengetahuan pada lansia di kelurahan pahandut

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi perawat sehingga
dapat mengaplikasikan dalam bentuk memberikan pendidikan kesehatan pada klien
dengan asam urat.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi untuk menambah wawasan yang berkaitan dengan
pengetahuan tentang gout artritis. Selain itu juga sebagai masukan untuk
pengembangan ilmu keperawatan serta memanfaatkan teknologi yang ada sebagai
penunjang pelaksanaan ilmu keperawatan khususnya mengenai penyakit asam urat.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Pendidikan Kesehatan
2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh
pelaku pendidikan. Pengertian tersebut mengandung tiga unsur pendidikan yang
meliputi input (sasaran dan pelaku pendidikan), proses (upaya yang direncanakan),
dan output (perilaku yang diharapkan) (Notoatmodja, 2003 dalam Maulana 2009).
Pendidikan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat
mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-
masalah), dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodja, 2010).
Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk
mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat
agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Setiawati, 2010).
Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
pendidikan kesehatan adalah usaha yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain
dan upaya dalam memberikan pembelajaran kepada masyarakat agar terlaksananya
perilaku hidup sehat dalam upaya meningkatkan kesehatannya.
2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Secara umum tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku
individu atau masyarakat dibidang kesehatan (WHO, 1954). Akan tetapi, perilaku
mencakup hal yang luas sehingga perilaku perlu dikategorikan secara mendasar
sehingga rumusan tujuan kesehatan dapat dirinci sebagai berikut (Maulana, 2009).
1) Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat. Oleh karena
itu, pendidik kesehatan bertanggung jawab mengarahkan cara-cara hidup sehat
menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.
2) Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan
kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

6
7

3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan


kesehatan yang ada. Adakalanya, pemanfaatan sarana pelayanan yang ada
dilakukan secara berlebihan atau justru sebaliknya, kondisi sakit, tetapi tidak
menggunakan sarana kesehatan yang ada dengan semestinya.
2.1.1.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan
Sesuai dengan pembangunan Indonesia, sasaran pendidikan kesehatan
meliputi masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan, kelompok
tertentu (misalnya wanita, pemuda, remaja, termasuk lembaga pendidikan), dan
individu dengan teknik pendidikan kesehatan individu (Maulana, 2009).
2.1.1.4 Metode Pendidikan Kesehatan
1) Metode pendidikan individual (perorangan). Bentuk dari metode individual ada 2
(dua) bentuk:
(1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling)
(2) Wawancara (interview)
2.1.1.5 Metode pendidikan kelompok
Metode pendidikan kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu
besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektivitas metodenya pun akan
tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
2) Kelompok besar
Ceramah: metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun
rendah. Seminar: hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau
beberapa tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap
hangat di masyarakat.
3) Kelompok kecil
(1) Diskusi kelompok
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/
penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap
kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi
memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi
berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
8

(2) Curah pendapat (Brain Storming)


Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan suatu
masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan, jawaban/
tanggapan tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelu
semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapapun,
baru setelah semuanya mengemukakan pendapat, tiap anggota mengomentari,
dan akhirnya terjadi diskusi.
(3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang di bagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang).
Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5
menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan
masalah tersebut, dan mencari kesimpulanya. Kemudian tiap 2 pasang yang
sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya
dan demikian seterusnya akhirnya menjadi diskusi seluruh kelas.
(4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian
dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan
masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya
kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
(5) Memainkan peranan (Role play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu
untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas,
sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai
pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana
interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
(6) Permainan simulasi (Simulation game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan di sajikan
dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya
persis seperti main monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (petunjuk
arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi
perperan sebagai nara sumber.
9

2.1.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan


Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi pendidikan kesehatan (Setiawati,
2008).
1) Faktor-faktor predisposisi
Pendidikan kesehatan ditujukan untuk mengugah kesadaran, memberikan dan
meningkatkan pengetahuan sasaran pendidikan kesehatan yang menyangkut
tentang pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan untuk individu,
kelompok, keluarga dan masyarakat.
2) Faktor-faktor enabiling/kemungkinan
Pendidikan kesehatan dipengaruhi faktor enabiling atau kemungkinan diantaranya
sarana dan praserana kesehatan bagi sarana pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan dilakukan dengan memberikan bimbingan pelatihan dan bantuan
lainnya yang dibutuhkan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
3) Faktor-faktor reinforcing
Faktor-faktor reinforcing ini antara lain tokoh agama, tokoh masyarakat dan
petugas kesehatan. Pemberian pelatihan pendidikan kesehatan ditujukan kepada
tokoh agama, tokoh masayarakat dan petugas kesehatan. Individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat akan menjadikan mereka teladan dalam bidang
kesehatan. Perubahan perilaku hidup sehat akan lebih mudah tercapai jika
memberikan pendidikan kesehatan adalah orang yang diyakini kebenaran atas
perkataan, sikap dan perilakunya.

2.2 Konsep Dasar Gout Arthritis


2.2.1 Pengertian
Gout arthritis adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh metabolisme
abnormal purin ditandai dengan meningkatnya kadar asam urat dalam darah (Sunita,
2005 dalam Ariani, 2014).
Gout diartikan sebagai suatu penyakit dimana terjadi penumpukan asam urat
dalam tubuh secara berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangan
yang menurun, atau akibat peningkatan asupan makanan kaya purin. Gout ditandai
dengan peningkatan kadar asam urat, serangan berulang dari arthritis yang akut,
kadang-kadang disertai pembentukan kristal natrium urat besar yang dinamakan
tofus, deformitas sendi, dan cedera pada ginjal ( Ulfiyah, 2013).
10

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit gout/asam


urat adalah suatu peningkatan kadar asam urat di dalam darah akibat peningkatan
asupan makanan yang tinggi akan purin.
2.2.2 Stadium pada Penyakit Gout Arthritis
Stadium asam urat dibagi menjadi beberapa macam (Junaidi, 2012 dalam
Ariani, 2014).
1) Hiperurisemia: tanpa gejala atau hanya terasa tidak segar.
2) Arthritis akut: serangan akut dapat terjadi tanpa presipitasi apapun, tetapi dapat pula
terjadi karena trauma local, pembedahan, stress, dan pengggunaa obat-obatan.
3) Fase interkritik (arthritis rekuren): terjadi arthritis yang rekuren dengan jarak satu
serangan dengan serangan lainnya semakin pendek.
4) Arthritis kronik: disebabkan oleh kelaian sendi yang menetap karena destruksi
atau osteoarthrosis sekunder.
2.2.3 Faktor Resiko dan Penyebab
Penyebab terjadinya penyakit gout/asam urat dapat dibagi menjadi 3 faktor
yaitu ( Ulfiyah, 2013)
2.2.3.1 Faktor umum
Faktor umum penyebab gout diantaranya adalah kurang tidur yang dapat
menyebabkan penumpukan asam laktat. Saat tidur akan terjadi penguraian asam
laktal di dalam tubuh. Jika seseorang mengalami tidur yang cukup, maka penguraian
asam laktat di dalam tubuh akan sempurna, dan bila seseorang mengalami tidur yang
kurang asam laktat belum sempurna diuraikan sehingga terjadi penumpukan asam
laktat di dalam tubuh. Penumpukan asam laktat di dalam tubuh dapat mencegah
pengeluaran asam urat melalui urin.
2.2.3.2 Faktor dari dalam
Faktor dari dalam lebih banyak terjadi akibat proses penyimpangan
metabolisme yang umumnya berkaitan dengan faktor usia, dimana usia diatas 40
tahun atau manula beresiko besar terkena asam urat. Gout pada pria terjadi pada usia
lebih muda dari pada wanita karena pada pria tidak memiliki hormon estrogen
dimana salah satu fungsi hormon estrogen adalah dapat meningkatkan mengeluaran
asam urat melalui urin. Genetik atau riwayat keluarga juga merupakan faktor risiko
penyebab penyakit gout.
11

2.2.3.3 Faktor dari luar


Faktor dari luar dapat berupa konsumsi makanan dan minuman yang dapat
merangsang pembentukan asam urat seperti makanan yang mempunyai kadar protein
tinggi diantaranya kacang-kacangan, emping, melinjo, cokelat, dan minuman cola.
Mengkonsumsi makanan yang tinggi purin akan menyebabkan meningkatnya kadar
asam urat dalam darah, yang menyebabkan terjadinya pengkristalan dalam sendi.
Protein terutama yang berasal dari hewan yang meningkatkan kadar asam urat dalam
darah diantaranya adalah hati, ginjal, otak, paru dan limpa.
2.2.3.4 Faktor lain
Faktor lain penyebab gout adalah penyakit ginjal. Jika seseorang mempunyai
penyakit ginjal makan pembuangan asam urat akan berkurang sehingga kadar asam
urat dalam darah akan meningkat. Selain itu penyabab lainnya adalah obesitas, kadar
trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
biasanya terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang
tinggi. Benda-benda keton yang tinggi akan menyebabkan kadar asam urat ikut
meningkat.
2.2.4 Manifestasi Klinis
Biasanya, serangan gout pertama hanya menyerang satu sendi dan berlangsung
selama beberapa hari. Kemudian, gejalanya menghilang secara bertahap, dimana
sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala hingga terjadi serangan berikutnya.
Namun, gout cenderung akan semakin memburuk, dan serangan yang tidak diobati
akan berlangsung lebih lama, lebih sering, dan menyerang beberapa sendi. Sehingga
sendi yang terserang bisa mengalami kerusakan permanen. Biasanya, urutan sendi
yang terkena serangan gout seperti pada ibu jari kaki atau tangan, tumit, lutut, dan
siku. Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita gout pada satu atau beberapa sendi.
Umumnya, serangan terjadi pada malam hari. Biasanya, hari sebelum serangan gout
terjadi, penderita tampak segar bugar tanpa gejala atau keluhan, tepatnya pada tengah
malam menjalang pagi, penderita terbangun karena merasakan sakit yang sangat
hebat disertai nyeri yang semakin memburuk dan tidak tertahankan. Sendi yang
terserang gout akan membengkak dan kulit di atasnya akan berwarna merah
keunguan, kencang dan licin, serta terasa hangat dan nyeri jika digerakkan, dan
muncul benjolan pada sendi yang disebut (tofus). Peradangan sendi pada gout bersifat
12

menahun, dan umumnya setelah terjadi serangan gout berulang, sendi yang terserang
bisa menjadi bengkok atau cacat. Hamper 20% penderita gout juga mengidap batu
ginjal. Gejala lain adalah suhu tubuh badan menjadi demam, kepala terasa sakit, nafsu
makan berkurang, dan jantung berdebar (Wijayakusuma, 2012).
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi terjadi apabila penderita gout tidak melakukan pengobatan secara
teratur. Komplikasi yang terjadi pada penderita gout yaitu (Misnadiarly, 2007 dalam
Ulfiyah, 2013).
1) Penderita akan mengalami radang sendi akut berulang dan kekambuhannya
semakin lama akan semakin sering.
2) Sendi yang sakit akan bertambah banyak.
3) Tofi (batu) yang terbentuk semakin besar bahkan bisa pecah.
4) Timbul batu pada saluran kemih bahkan menyebabkan gagal ginjal
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Untuk memastikan seseorang terkena gout, dapat dilakukan pemeriksaan
berikut ini (Wijayakusuma, 2012).
1) Pemeriksaan kadar asam urat di dalam darah
Kadar normal asam urat dalam darah untuk laki-laki 3,4-7 mg/dl
Kadar normal asam urat dalam darah untuk wanita 2,4-6 mg/dl
Kadar asam urat dalam darah diharapkan stabil pada sekitar 5 mg/dl
2) Pemeriksaan kadar asam urat dalam urin per 24 jam
Kadar asam urat dalam urin berlebihan jika kadarnya lebih dari 800 mg/24 jam
pada diet biasa atau lebih dari 600 mg/24 jam pada diet bebas purin.
3) Pemeriksaan cairan sendi
Merupakan pemeriksaan untuk melihat defosit kristal asam urat (monosodium
urat monohidrat) pada sendi yang mengalami peradangan.
4) Pemeriksaan sinar X
Merupakan pemeriksaan pada encok kronis untuk melihat adanya kerusakan pada
tulang dan tulang rawan.
2.2.7 Penatalaksanaan
Bagi penderita asam urat bisa mengkonsumsi obat alloppurinol karena
allopurinol bekerja menurunkan produksi asam urat dengan cara penghambatan kerja
13

enzim yang memproduksinya, yaitu enzim xantin oksidase. Selain bermanfaat


menekan produksi asam urat, allopurinol juga memiliki efek positif dalam melawan
kolesterol jahat dalam tubuh. Selain itu langkah pertama untuk mengurangi nyeri
adalah dengan mengendalikan peradangan, baik dengan obat-obatan maupun dengan
mengistirahatkan sendi yang sedang meradang Tujuan untuk mengakhiri serangan
akut secepat mungkin, mencegah serangan berulang, dan pencegahan komplikasi.
a.       Pengobatan serangan akut dengan Colchicine 0,6 mg (pemberian oral),
Colchicine 1,0-3,0 mg (dalam NaCl intravena), phenilbutazone, Indomethacin.
b.      Sendi diistirahatkan (imobilisasi pasien)
c.       Kompres dingin
d.      Diet rendah purin
e.       Terapi farmakologi (Analgesic dan antipiretik)
f.       Colchicines (oral/IV) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal
asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.
g.      Nonsteroid, obat-obatan anti inflamasi (NSAID) untuk nyeri dan inflamasi.
h.      Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk
mencegah serangan.
i.        Uricosuric (Probenecid dan Sulfinpyrazone) untuk meningkatkan ekskresi
asam urat dan menghambat akumulasi asam urat (jumlahnya dibatasi pada
pasien dengan gagal ginjal).
(Junaidi, 2012).
2.2.8 Pencegahan
Penderita gout dianjurkan untuk diet rendah purin untuk mengurangi
pembentukan asam urat. Penderita kegemukan juga harus diet untuk menurunkan
berat badan. Kadar purin dalam makanan normal selama sehari bisa mencapai 600-
1000 mg, sedangkan diet rendah purin dibatasi hanya mengandung 120-150 mg
purin. Diet juga harus memenuhi cukup kalori, protein, mineral dan vitamin
(Wijayakusuma, 2012).
2.2.8.1 Batasi asupan purin
Makanan yang mengandung purin dapat meningkatkan kadar asam urat darah.
Untuk mencegah terjadinya asam urat, maka konsumsi makanan yang mengandung
14

purin harus dikurangi. Menurut kadar kandungan purin, jenis makanan bisa
dibedakan menjadi 3 kelompok.
1) Kelompok I
Kadar purin tinggi (100-1000 mg purin/100 mg bahan pangan). Bahan makanan
yang tergolong dalam kelompok ini seperti otak, hati, jantung, ginjal, jeroan,
ekstrak daging/kaldu, bebek, burung dara, sarden, remis, kerang, ikan teri,
alkohol, ragi, makanan yang diawetkan.
2) Kelompok II
Kadar purin sedang (50-100 mg purin/100 mg bahan pangan), seperti daging sapi,
ayam, ikan, udang, kacang-kacangan kering dan hasil olahannya seperti tahu,
tempe, asparagus, bayam, kembang kol, kangkung, daun dan buah melinjo,
buncis, dan jamur.
3) Kelompok III
Kadar purin rendah (0-<50 mg purin/100 mg bahan pangan). Golongan makanan
ini seperti nasi, jagung, mie, susu rendah lemak, telur, buah-buahan (kecuali
durian dan alpukat), dan sayuran (kecuali sayuran dalam kelompok II).
2.2.8.2 Kurangi makanan tinggi lemak
Lemak dapat menghambat pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi
makanan yang digoreng, bersantan sebaiknya dikurangi. Daging dan jeroan selain
mengandung purin tinggi keduanya juga mengandung lemak tinggi sehingga harus
dikonsumsi dalam jumlah terbatas.
2.2.8.3 Banyak minum air putih setiap hari
Mengkonsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat
melalui urin. Oleh karena itu disarankan untuk minum minimal 2,5 liter atau 8-10
gelas sehari. Cairan juga bisa diperoleh melalui buah-buahan segar yang mengandung
banyak air seperti semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan jambu air.
Buah durian dan alpukat sebaiknya dikurangi karena keduanya mengandung lemak
tinggi yang dapat menghambat pengeluaran asam urat sehingga meningkatkan kadar
asam urat dalam darah.
15

2.2.8.4 Hindari dan kurangi minum beralkohol dan soft drink


Soft drink seperti minuman cola sebaiknya dikurangi karena dapat memicu
peningkatan asam urat dalam darah. Alkohol akan meningkatkan kadar asam urat
darah karena minuman yang mengandung alkohol akan dimetabolisme menjadi asam
laktat. Asam laktat akan menghambat pembuangan asam urat melalui urin.
2.2.8.5 Pertahankan berat badan ideal
Obesitas akan meningkatkan produksi asam urat. Asupan kalori yang terlalu
sedikt juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya produksi senyawa
keton yang akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin.
2.2.8.6 Olahraga teratur
Olahraga yang teratur dapat memperbaiki kondisi kekuatan dan kelenturan
sendi serta memperkecil risiko terjadinya kerusakan sendi akibat radang sendi. Selain
itu juga olahraga dapat menghangatkan tubuh dengan memperlancar peredaran darah
dan mencegah pengendapan asam urat pada ujung-ujung tubuh yang dingin karena
kurang pasokan darah. Olaharaga yang dapat dilakukan dengan memenuhi prinsi FIT
(Frequency, Intensity and Time). FIT yang baik adalah frekuensi 3 kali dalam
seminggu.
2.2.8.7 Tidur teratur
Saat tidur akan terjadi penguraian asam laktat di dalam tubuh. Jika seseorang
mengalami tidur cukup, maka penguraian asam laktat di dalam tubuh akan sempurna.
Jika seseorang mengalami tidur yang kurang, asam laktat belum sempurna diuraikan
sehingga terjadi penumpukan asam laktat di dalam tubuh.
2.2.8.8 Diet Asam urat
Diet adalah kondisi seseorang harus mengurangi konsumsi jenis makanan
tertentu. Diet pada penderita asam urat yaitu harus mengonsumsi makanan yang
rendah purin. Diet rendah purin bertujuan untuk mengurangi makanan yang kaya
akan kandungan purin seperti sarden, kangkung, jeroan, dan bayam. Oleh karena itu,
penderita gout dianjurkan untuk diet rendah purin guna mengurangi pembentukan
asam urat. Kadar purin dalam makanan normal dalam sehari bisa mencapai 600-1000
mg, sedangkan diet rendah purin dibatasi hanya mengandung 120-150 mg purin,
tetapi diet yang dilakukan juga harus memenuhi cukup kalori, protein, mineral dan
16

vitamin. Diet diberikan sampai kadar asam urat darah dan berat badan menjadi
normal (Wijayakusuma, 2006).
Protein yang berasal dari hewani dan nabati selalu mengandung purin,
walaupun kadarnya berbeda-beda. Dianjurkan untuk mengkonsumsi protein
secukupnya, tidak berlebihan dan jangan terlalu rendah agar tidak terjadi dekstruksi
jaringan tubuh. Oleh karena itu, masukan protein sehari cukup 10-15% dari total
kalori atau 0,8-1 gr/kg berat badan/hari (Dalimartha, 2003).
Adapun prinsip atau aturan diet bagi penderita hiperurisemia adalah sebagai
berikut:
1) Membatasi asupan purin
Penderita gangguan asam urat harus melakukan diet bebas purin, Namun karena
hal ini hampir tidak mungkin dilakukan karena hamper semua bahan makanan
sumber protein mengandung nukleoprotein, yang harus dilakukan adalah
membatasi asupan purin menjadi 100-150 mg purin/hari atau mengkonsumsi
protein yang kandungan purinnya cukup rendah diantaranya adalah kacang-
kacangan dalam bentuk kering seperti kacang tanah dan kacang kedelai, namun
kacang-kacangan ini sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah terbatas, yaitu 25 gram
per hari (Dalimartha, 2003; Muhammad, 2010).
2) Asupan kalori harus sesuai kebutuhan
Jumlah asupan kalori harus benar, disesuaikan dengan kebutuhan tubuh
berdasarkan tinggi dan berat badan. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bias
meningkatkan kadar asam urat karena adanya keton bodies yang akan mengurangi
pengeluaran asam urat melalui urin (Muhammad, 2010).
3) Konsumsi lebih banyak karbohidrat
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti, dan ubi sangat baik dikonsumsi
oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam
urat melalui urin (Muhammad, 2010).
4) Konsumsi makanan rendah lemak
Lemak dapat menghambat eksresi asam urat melalui urin. Konsumsi lemak
sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori ( Muhammad, 2010).
5) Konsumsi (buah-buahan) tinggi cairan
17

Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat melalui urin.
Cairan ini dapat diperoleh melalui minuman dapat pula melalui buah-buahan
segar yang mengandung banyak air seperti semangka, melon, belimbing manis,
dan jambu air (Muhammad, 2010).
6) Menghindari alkohol serta mengkonsumsi vitamin dan mineral yang cukup untuk
mempertahankan kondisi tubuh dalam keadaan yang baik (Muhammad, 2010).
Contoh Pembagian Makanan Sehari Diet Rendah Purin
Nili Gizi
Energi : 1700 kkal
Protein : 65 gr
Lemak : 31,5 gr
Karbohidrat : 289 gr
Tabel 2.1 Contoh Pembagian Makanan Sehari Diet Rendah Purin
Pagi : Berat URT
Beras 75 gr 1 gls nasi
Telur ayam 50 gr 1 btr
Sayuran 100 gr 1 gls
Minyak 5 gr ½ sdm
Susu skim bubuk 20 gr 4 sdm
Gula pasir 10 gr 1 sdm
Pukul 10.00 :
Buah papaya 100 gr 1 ptg sdg
Siang :
Beras nasi 100 gr 1 ½ gls
Ikan 35gr 1 ptg sdg
Tempe 25 gr 1 ptg sdg
Sayuran 100 gr 1 gls
Minyak 5 gr ½ sdm
Buah papaya 100 gr 1 ptg sdg
Pukul 16.00 :
Buah pisang 75 gr 1 bh
Malam :
Beras 75 gr 1 gls nasi
Ayam tanpa kulit 35gr 1 ptg sdg
Tempe 25 gr 1 ptg sdg
Sayuran 100 gr 1 gls
Minyak 5 gr ½ sdm
Buah semangka 100 gr 1 ptg
18

Tabel 2.2 Daftar makanan tinggi purin


Asam Urat Asam Urat
Makanan Makanan
(mg/100g) (mg/100g)
Teobromin (kafein 2.300 Udang 234
cokelat)
Limpa domba/kambing 773 Biji melinjo 222
Hati sapi 554 Daging kuda 200
Ikan sarden 480 Kedelai & 190
kacang-kacangan
Jamur kuping 448 Dada ayam dan 175
kulit
Limpa sapi 444 Daging ayam 169
Daun melinjo 366 Daging angsa 165
Paru-paru sapi 339 Lidah sapi 160
Kangkung,bayar 290 Ikan kakap 160
Ginjal sapi 269 Tempe 141
Jantung sapi 256 Daging bebek 138
Hati ayam 243 Kerang 136
Jantung domba/kambing 241 Udang lobster 118
Ikan teri 239 Tahu 108
Makanan yang tidak boleh di konsumsi dengan purin tinggi dari 200-2.300mg dan
yang boleh di konsumsi dalam batasan normal 108-190mg

2.1.2 Kadar Asam Urat


Kadar normal asam urat untuk pria antara 2,1 sampai 8,5 mg/dl dan wanita 2,0
sampai 6,6 mg/dl. Bagi usia lanjut, kadar tersebut sedikit lebih tinggi. Rata-rata kadar
normal asam urat adalah 3,0 sampai 7,0 mg/dl. Bila lebih dari 7,0 mg/dl maka dapat
menyebabkan serangan asam urat dan dianggap berlebihan. Dan bila lebih dari 12
mg/dl dapat menyebabkan batu ginjal (Sustrani dkk, 2007 dalam Ariani 2014)

2.3 Konsep Dasar Lansia


2.3.1 Pengertian
Menurut UU No. 13 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 2, 3, 4 tentang kesehatan, bahwa
usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam,
2008: 32). Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik yang
dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup.
Usia lanjut merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia, yaitu bagian dari
proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan di alami setiap individu, dan
individu tersebut mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental
19

khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah


dimilikinya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa usia lanjut merupakan
seseorang yang mencapai umur lebih dari 60 tahun dan mulai banyak mengalami
perubahan baik secara fisik maupun mental.
2.3.2 Batasan Lansia
Di Indonesia batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas, terdapat
dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
pada Bab 1 pasal 1 ayat 2. Menurut UU tersebut lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Kushariyadi, 2012).
Menurut WHO ada empat tahapan, yaitu.
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
Depkes RI (2015) mengklasifikasikan lansia dalam kategori berikut:
(1) Pralansia, seseorang yang berusia anatra 45-59 tahun.
(2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
(3) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan.
(4) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
(5) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.3.3 Proses Menua
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-
sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri mengganti dan
20

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi


serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Maryam dkk, 2008).
2.3.4 Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, mental dan
psikososial.
2.3.4.1 Perubahan Fisik
1) Kekuatan fisik secara menyeluruh berkurang, merasa cepat lelah dan stamina
menurun.
2) Sikap badan yang semula tegap menjadi membungkuk, otot-otot mengecil,
hipotrofis, terutama dibagian dada dan lengan.
3) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. Permukaan kulit
kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan
bentuk sel epidermis.
4) Rambut memutih dan pertumbuhan berkurang sedang rambut dalam hidung dan
telinga mulai menebal.
5) Perubahan pada indera. Misal pada penglihatan, hilangnya respon terhadap sinar,
hilangnya daya akomodasi. Pada pendengaran pengumpulan cerumen dapat
terjadi karena meningkatnya keratin.
6) Pengapuran pada tulang rawan, seperti tulang dada sehingga rongga dada menjadi
kaku dan sulit bernafas.
2.3.4.2 Perubahan sosial
1) Perubahan peran post power syndrome, single woman, dan single parent.
2) Ketika lansia lainnya meninggal maka muncul perasaan kapan akan meninggal.
3) Terjadinya kepikunan yang dapat mengganggu dalam bersosialisasi.
4) Emosi mudah berubah, sering marah-marah dan mudah tersinggung.
2.3.4.3 Perubahan Psikologi
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian,
takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan depresi dan
kecemasan.
21

2.4 Konsep Dasar Pengetahuan


2.4.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang
lain tinggal menerimanya. Pengetahun adalah sebagai suatu pembentukan yang terus
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami organisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru (Budiman, 2013).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan
(mata) (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan juga merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
pengetahuan (Maulana, 2009).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan merupakan sesuatu yang didapat melalui proses penginderaan yang
dibentuk secara terus menerus dan setiap saat mengalami organisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru, dan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan.
2.4.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu
(Notoatmodjo, 2010 & Maulana, 2009).
2.4.2.1 Tahu (Know)
Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
dan diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.
2.4.2.2 Memahami (Comprehension)
22

Memahami berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek


yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan
meramalkan. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam
berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan
menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan
sebagainya.
2.4.2.3 Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinip dalam konteks atau situasi
nyata. Misalnya seseorang yang telah paham tentang penggunaan rumus statistik
dalam penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.
2.4.2.4 Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam sutau masalah atau objek yang diketahui, tetapi masih dalam satu
struktur organisasi dan ada kaitannya satu sama lain. Indikasi bahwa pengetahuan
seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah
dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram dan bagan.
Misalnya dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi.
2.4.2.5 Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan seseorang untuk merangkum, meletakkan,
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. Seseorang
yang dikatakan memiliki tingkat pengetahuan sintesis yatu dapat menyusun,
merencanakan, meringkas, dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada. Misalnya dapat meringkas dengan kata-kata atau kalimat
sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar.
23

2.4.2.6 Evaluasi (Evaluation)


Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.
2.4.3 Jenis Pengetahuan
Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan
sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian dari perilaku kesehatan. Jenis
pengetahuan diantaranya sebagai berikut (Budiman, 2013).
2.4.3.1 Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk
pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti
keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip-prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya
sulit untuk distransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan
implisit sering kali kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
2.4.3.2 Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan esksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau
disimpan dalam wujud nyata, kebiasanya dalam wujud perilaku kesehatan.
Pengetahuannya dideskripsikan dalam tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
Jadi jenis pengetahuan ada yang sulit ditransfer seperti keyakinan pribadi dan
prinsip sedangkan yang dapat dibagikan seperti yang sudah digambarkan atau
dituliskan dalam buku dan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak terutama
yang berhubungan dengan kesehatan.
2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Dalam proses memperoleh pengetahuan, ada beberapa faktor yang
memengaruhi yaitu (Budiman, 2013).
2.4.4.1 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun non-formal),
berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin
tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
24

Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatakan


informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi
yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapakan
seseorang dengan pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan
rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan
tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal, pengetahuan seseorang
tentang sesuatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif.
Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek
tertentu. Semakin banyak objek positif dari objek yang diketahui, makan akan
menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut.
2.4.4.2 Informasi/media massa
Informasi adalah “that of which one is apprised or told: intelligene, news”
(Oxford English Dictionary). Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah
sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi sebagai
transfer pengetahuan. Adanya perbedaan definisi informasi dan hakekatnya
dikarenakan sifatnya yang tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi
dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan
pengamatan terhadap dunia sekitar kita, serta diteruskan melalui komunikasi.
Informasi mencakup kata, teks, gambar, suara, kode, program komputer, dan basis
data.
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non-formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi
akan menyediakan berbagai maam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai
bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan keperayaan orang.
Dalam menyampaikan informasi sebagai tugas pokoknya, media massa juga
membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
25

Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
2.4.4.3 Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
2.4.4.4 Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu. Baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut.
Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik maupun tidak, yang akan
direspons sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
2.4.4.5 Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan
yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman
dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan
professional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak
dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
2.4.4.6 Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih
berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan
persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu, orang
usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.
Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal, dilaporkan
hamper tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya
perkembangan selama hidup adalah sebagai berikut.
26

1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan
semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
2) Tidak dapat mengejarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena
telah mengalami menuduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa
IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa
kemampuan yang lain, seperti kosakata dan pengetahuan umum. Beberapa teori
yang berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan
bertambahnya usia.
2.4.5 Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari kuesioner atau angket yang
menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkat pengetahuan tersebut di atas. Sedangkan kualitas pengetahuan pada
masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan rumus dan skoring di
bawah ini:
sp
N= x 100 %
sm
Keterangan.
N = nilai pengetahuan
sp = skor yang didapat
sm = skor tertinggi maksimum
Selanjutnya, persentase jawaban dapat diinterpretasikan dalam kalimat
kualitatif dengan acuan sebagai berikut:
1) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100%.
2) Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75%.
3) Tingkat pengetahuan kurang baik bila skor atau nilai < 55%.
27

2.5 Penelitian Terkait


Table 2.3 Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Gout Arthritis Terhadap Perilaku Pencegahan Gout Arthritis Pada Lansia ( Firman
Ardhiatma, Ani Rosita, Rista Eko Muji Lestariningsih 2017)
Tindakan Yang
Populasi Penelitian Hasil Penelitian Uji Statistik Yang Digunakan
Diberikan
Seluruh lansia di Peneliti memberikan
Hasil uji Spearman Rank didapatkan
Posyandu Budi Mulia Hasil Penelitian menunjukkan bahwa hampir nilai p = 0,001 sehingga disimpulkan
kusioner frekuensi Diet
Ngebel Kecamatan setengahnya responden mempunyai bahwa ada hubungan antara
rendah purin pada lansi gout
Ngebel Kabupaten pengetahuan cukup sebanyak 8 responden pengetahuan lansia tentang gout
arthritis
(40,0%), dan setengahnya responden 10 arthritis dengan perilaku pencegahan
Ponorogo Sedangkan
responden (50,0%) mempunyai perilaku baik gout arthritis di Posyandu Budi Mulia
Sampel penelitian terhadap pencegahan gout arthritis. Ngebel Kecamatan Ngebel Kabupaten
sebagian lansia yang Berdasarkan hasil uji statistik Sperman Rank Ponorogo.
berada di Posyandu didapatkan hasil ρ=0,001 ρ<0,05 dengan
Budi Mulia Ngebel tingkat korelasi 0,001, maka H0 ditolak yang
Kecamatan Ngebel artinya ada Hubungan Antara Pengetahuan
Kabupaten Ponorogo Lansia Tentang Gout Arthritis Terhadap
Perilaku Pencegahan Gout Arthtritis Pada
Lansia di Posyandu Budi Mulia Ngebel,
Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo.

27
28

Table 2.4 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Diet Rendah Purin Dan Asupan Purin Pada Wanita Usia Di atas 45 Tahun Di
Puskesmas Kampung Bali Pontianak (Ridha Utami, Agustina Arundina, Delima Fajar Liana 2016)

Tindakan Yang
Populasi Penelitian Hasil Penelitian Uji Statistik Yang Digunakan
Diberikan

Seluruh lansia di Peneliti memberikan Sbagian besar responden berpengetahuan Nilai P value bernilai 0,518. Oleh
Puskesmas Kampung Bali kusioner frekuensi Diet cukeup (45,1%) dan memiliki tingkat
tinggi yaitu sebanyak 5,88%. karena nilai
Pontianak Sedangkan rendah purin pada lansi gout asupan purin rendah (45,1%). Tidak
p > 0,05, dapat Berdasarkan penelitian
Sampel penelitian arthritis terdapat hubungan (p value: 0,518) antara
yang disimpulkan bahwa tidak terdapat
sebagian lansia yang pengetahuan tentang diet rendah purin
dilakukan oleh Zhang et al, asupan
berada di Puskesmas dengan asupan purin wanita usia diatas 45
hubungan pengetahuan tentang diet purin
Kampung Bali Pontianak tahun di Puskesmas Kampung Bali
akut dapat meningkatkan risiko rendah
Pontianak. Kesimpulan. Meskipun
purin dengan asupan purin serangan gout
pengetahuan diet rendah purin tidak
berulang hampir lima pada wanita usia di
berhubungan dengan asupan purin, namun
atas 45 tahun di kali lipat pada pasien
perlu diperhatikan jika terdapat riwayat
gout.
gout pada wanita.

28
29

2.6 Kerangka Konseptual


Tahap yang penting dalam satu penelitian adalah menyusun kerangka konsep.
Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan
membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel
yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu
peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2013).
Berdasarkan teori dari dua variabel yang akan diteliti, maka kerangka konsep
dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Faktor yang mempengaruhi


pengetahuan :
1) Pendidikan
2) Informasi/media
3) Sosial, budaya, dan
ekonomi
4) Lingkungan
5) Pengalaman
6) Usia
Pendidikan kesehatan.
1) Pengertian asam urat Tingkat pengetahuan
2) Penyebab asam urat 1. Tahu
3) Tanda dan gejala gout 2. Memahami
arthritis
4. Analisis
4) Komplikasi
5. Sintesis
5) Kadar asam urat
6. Evaluasi
6) Pencegahan
7) Diet Rendah Purin
Kategori
tingkat
pengetahuan.
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Berpengaruh
: Berhubungan

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet


Rendah Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Pada Lansia Dalam
Pencegahan Dan Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka
Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya.
30

2.7 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian, yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian
(Nursalam, 2013). Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan, karena
hipotesis dapat mengarahkan penelitian, memperkecil jangkauan penelitian,
member petunjuk pada tahap pengumpulan data, panduan dalam pengujian
anatara dua variabel atau lebih, dan membantu mengarahkan mengidentifikasi
variabel yang akan diteliti (Hidayat, 2009) :
Hipotesis yang digunakan untuk pengukuran statistik dan interpretasi hasil
statistik
H1 : Hipotesis adalah penelitian hipotesis ini menyatakan adanya suatu
hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau lebih variabel.
Hipotesis yang diajukan akan dilakukan perhitungan uji statistik untuk
memutuskan apakah hipotesis ditolak atau gagal ditolak. Ketentuan uji statistik
yang berlaku adalah sebagai berikut :
1) Bila nilai P ≤ 0,05, maka keputusan adalah H 0 ditolak, tidak ada hubungan
antara variabel independen ataupun dependen.
2) Bila nilai P ≥ 0,05, maka keputusan adalah H 0 diterima, artinya ada hubungan
antara variabel independen ataupun dependen.
Di dalam analisis statistik, uji statistik ini biasanya mempunyai suatu sasaran
untuk menolak kebenaran hipotesis nol. Hipotesis yang lain yang bukan hipotesis
nol disebut hipotesis alternative yang biasanya dilambangkan Ha (Hidayat, 2017).
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hipotesis :
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
H0 : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang diet rendah purin
terhadap tingkat pengetahuan pada lansia di rindang benua
H1 : Adanya pengaruh pendidikan kesehatan tentang diet rendah purin terhadap
tingkat pengetahuan pada lansia di rindang benua
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh
proses penelitian (Hidayat, 2008).
Menurut Nursalam (2013), desain penelitian yang digunakan adalah
penelitian pra eksperimental dengan pendekatan One group pre post test design
yaitu jenis penelitian yang mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek observasi sebelum dilakukan
intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Dengan studi ini akan
diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan
dengan penyebab (variabel dependen).
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik time series design. Rancangan ini seperti rancangan pre-test dan post-test,
kecuali mempunyai keuntungan dengan melakukan observasi (pengukuran yang
berulang-ulang), sebelum dan sesudah perlakuan.
Pada penelitian ini, peneliti memberikan kuesioner tingkat pengetahuan
tentang penyakit gout arthritis dan melakukan penyuluhan tentang diet rendah
purin. Sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) dinilai pengaruh pendidikan
kesehatan tentang diet rendah purin terhadap tingkat pengetahuan.
Tabel. 3.1 Rancangan pre-test dan post-test, sebelum dan sesudah perlakuan
Subjek Pre Perlakuan Pasca-tes
K O I O
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan
K : Lansia
O : Observasi sebelum diberikan pendidikan kesehatan
I : Intervensi (pemberian pendidikan kesehatan)
O : Observasi sesudah diberikan pendidikan kesehatan
32

3.2 Kerangka Kerja


Kerangka kerja merupakan bagan kerja rancangan kegiatan penelitian yang
akan dilakukan. Kerangka kerja meliputi populasi, sampel, dan teknik sampling
penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisa data (Hidayat, 2008: 31).
Kerangka kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Populasi
Semua lansia di Kelurahan Pahandut Palangka Raya

Sampling
Menggunakan metode purposive sampling

Sampel
Sampel yang digunakan Lansia di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut

Penelitian menggunakan Pra Eksperimental

Informed Consent

Pre test : Menggunakan Kuesioner

Intervensi : Pendidikan kesehatan mengenai diet rendah purin terhadap tingkat


pengetahuan lansia dalam pencegahan dan penanganan gout arthritis

Post test : Menggunakan Kuesioner

Pengolahan Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa Data
Uji Beda Wilcoxon

Penyajian Hasil dan Kesimpulan

Bagan 3.1 Kerangka Kerja Pengaruh Pendidikan Mengenai Diet Rendah Purin
Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan Dan
Penanganan Gout Artitis Di Kelurahan Pahandut Palangka Raya.
33

3.3 Identifikasi Variabel


Identifikasi variabel merupakan bagian penelitian dengan cara menentukan
variabel-variabel yang ada dalam penelitian seperti variabel independen (bebas)
dan dependen (terikat) (Hidayat, 2008).
3.3.1 Variabel Independen
Variabel yang mempengaruhi atau nilanya menentukan variable lain. Suatu
kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak
pada variabel dependen. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati, dan
diukur untuk mengetahui hubungannya atau penagruhnya terhadap variabel lain
(Nursalam, 2013). Variabel independen (bebas) yang ada dalam penelitian ini
adalah pendidikan kesehatan tentang diet rendah purin
3.3.2 Variabel Dependen
Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel
respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain.
Variabel terikat adalah adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan
ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2013).
Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan pada
lansia tentang diet rendah purin serta pencegahan dan penanganan gout arthritis

3.4 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefiniskan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)
itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi
oleh orang lain.
34

Tabel 3.2 Definisi Operasional Pengaruh Pendidikan Mengenai Diet Rendah Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam
Pencegahan Dan Penanganan Gout Artitis Di Rindang Benua.
Definisi
Nama Variabel Parameter Alat Ukur Skala Skor
Operasioanl
1. Variabel Kegiatan Pendidikan kesehatan meliputi. - - -
Independen menyebarkan 1) Pengertian gout arthritis
Pendidikan informasi tentang 2) Penyebab gout arthritis
kesehatan tentang diet rendah purin 3) Tanda dan gejala gout arthritis
diet rendah purin. serta diharapakan
4) Kadar gout arthritis
dapat mengubah
perilaku hidup sehat
5) Komplikasi
lansia. 6) Pencegahan
7) Diet rendah purin

2. Tingkat Kemampuan yang Tingkat pengetahuan tentang diet Kuesioner Ordinal 1) 1 = Tidak
pengetahuan diperoleh lansia rendah purin dalam pencegahan 2 = Ya
tentang penyakit melalui informasi dan penanganan gout arthritis 2) Rumus:
gout arthritis pre yang diterima. meliputi: sp
test. 1) Tahu (know) N= x 100%
sm
2) Memahami (comprehension) N : Nilai Pengetahuan
1. Pengertian gout arthritis Sp : skor yang didapat
2. Penyebab gout arthritis Sm : skor tertinggi maksimum
3. Tanda dan gejala gout 3) Kategori:
arthritis (1) Baik : bila diperoleh skor 75%-100%
4. Kadar gout arthritis (2) Cukup : bila diperoleh skor 56%-74%
5. Komplikasi (3) Kurang : bila diperoleh skor <55%
6. Pencegahan
7. Diet rendah purin
35

3.5 Populasi, Sampel dan Sampling


3.5.1 Populasi
Populasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang
tinggal di Wilayah Kelurahan Pahandut. Populasi target adalah lansia yang tidak tau dalam
pencegahan dan penanganan penyakit gout arthritis di Wilayah Kelurahan Pahandut
3.5.2 Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah
lansia yang tidak tau dalam pencegahan dan penanganan penyakit gout arthritis di Rindang
Benua. Berdasarkan kriterianya, sampel dibagi dalam kriteria inklusi dan kriteria eksklusi,
dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel digunakan. Besar sampel
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Nursalam, 2013).
Dalam penelitian ini, peneliti menentukan sampel yang dibedakan menjadi 2 kriteria,
yaitu.
1.5.2.1 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi pada penelitian
ini adalah.
1) Lansia yang di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut
2) Lansia yang dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif
3) Lansia yang bersedia menjadi responden
4) Lansia yang berumur 45-59 (middle age) dan 60-74 (elderly)
1.5.2.2 Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengelurakan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari penelitian (Nursalam, 2013). Kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah.
1) Lansia tiba-tiba meninggalkan tempat penelitian
2) Lansia yang tidak bisa mengisi kuesioner.
3) Lansia yang tidak hadir saat penelitian.
36

3.5.3 Sampling
Sampling adalah proses penyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi
yang ada (Nursalam, 2013). Pada penelitian ini digunakan proses teknik Purposive
sampling, yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi
sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga
sampel terserbut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.6.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat yang digunakan untuk pengambilan data selama
penelitian berlangsung. Lokasi penelitian dilakukan pada lansia di Posyandu Eka Harapan
Wilayah Kelurahan Pahandut.
3.6.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah jangka waktu yang dibutuhkan Mei-Juli untuk memperoleh
data penelitian yang dilaksanakan.
3.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data
3.7.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,
2013).
Tahap pengumpulan data dimulai dari pengajuan judul proposal diterima, peneliti
mendapatkan surat izin survei pendahuluan untuk data awal penyusunan proposal penelitian
dari STIKes Eka Harap Palangka Raya kepada Kepala UPT Puskesmas Pahandut Palangka
Raya. Setelah surat diterima, kemudian disetujui untuk dilakukannya survei pendahuluan di
Wilayah UPT Puskesmas Palangka Raya. Proposal yang dibuat dan telah di accrod maka
akan dilakukan ujian proposal, proposal dinyatakan lulus dan siap untuk melanjutkan ke
tahap selanjutnya yaitu penelitian. Setelah mulai penelitian, peneliti menyeleksi responden
dengan berpedoman pada kriteria inklusi yang telah ditentukan. Kemudian peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian selama pengumpulan data dan jika responden
bersedia untuk diteliti maka responden diminta untuk tanda tangan persetujuan dengan
memberikan informed consent. Setelah mendapatkan sampel, sebelum diberikan intervensi
37

akan diberikan kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan lansia tentang penyakit
gout arthritis.
3.7.2 Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner. Kuesioner
berisi beberapa pernyataan tertutup yang langsung diajukan kepada responden. Kuesioner
dalam penelitian ini dibuat dalam dua bagian yang terdiri atas data demografi responden
dan kuesioner penyakit gout arthritis yang berjumlah 30 soal dengan jawaban Benar atau
Salah. Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian yang
sebenarnya, terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji coba kepada responden lain yang
memiliki karakter sama dengan karakter populasi penelitian.
3.7.2.1 Uji Validitas dan Rehabilitas
1) Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat validitas atau
kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas
tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah
( Budiman, 2013). Uji validitas dilakukan untuk menguji validitas setiap pertanyaan
angket. Teknik uji yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment. Jika
pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut tidak dapat digunakan. Pertanyaan-
pertanyaan yang sudah valid kemudian baru secara bersama-sama diukur
reliabilitasnya.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS melalui
tahap-tahap sebagai berikut (Susilo, 2014).
(1) Input data dalam format SPSS.
(2) Klik analisa dan pilih scale kemudian klik → di reliability analysis.
(3) Pindahkan seluruh item pernyataan pada → kotak item. Blok seluruh item
pernyataan pada kotak sebelah kiri dan pindahkan ke kotak di kanannya. Kotak
model ALPHA tetap saja.
(4) Pada kotak Descriptives for → pilih kotak kecil scale if item deleted kemudian →
continue dan OK.
(5) Out-put validitas dan reliabilitas
38

(6) Pada kolom corrected item-total correction bandingkan dengan tabel r. Apabila
lebih besar dari nilai tabel r, maka item dinyatakan valid. Apabila nilai corrected
item-total correction ada yang lebih kecil dari nilai r tabel maka item tidak valid dan
sebaiknya dikeluarkan dari instrumen penelitian. Pada nilai yang bersifat marginal
dapat dilakukan perbaikan pernyataan pada item kuisioner.
Langkah-langkah mencari nilai r table dan t table dengan mempergunakan SPSS
(Susilo, 2014).
(1) Nilai t table dicari dengan langkah: menentukan df (derajat bebas) = N (jumlah item
instrumen penelitian riset) – 2.
(2) Buka SPSS → klik data view isikan nilai df dengan N – 2 lalu → transform
selanjutnya pilih compute variable.
(3) Isikan pada kolom target variable t_0.05 pada level signifikansi 95%. Kemudian
pada kotak Numeric expression, ketik rumus IDF.T (0,95,df) OK.
(4) Maka didapat nilai t tabel.
(5) Selanjutnya untuk mencari r table, ulangi lagi dengan transform dan compute
variabel. Pada kotak target variable → ketik r_0.05 sedangkan pada kotak numeric
expression ketik rumus t_0,05/SQRT(df+t_0.05*2)
(6) Luaran nilai r yang dipergunakan sebagai cut of point uji validitas pada kuisioner.
(7) Hasil uji valid dari 30 soal yang valid menjadi 25 soal yang tidak dipake 5 soal
diileminasi
Validitas merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur ketepatan
dan kecermatan data yang diteliti. Validitas dapat diartikaan sebagai aspek kecermatan
pengukuran. Validitas tidak hanya menghasilkan data yang tepat tapi tetapi juga
memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut (Donsu, 2016)
Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang barati prinsip keandalan
instriment dalam pengumpulan data. Instrument harus dapat mengukur apa yang harus
diukur. Jadi validitas disini pertama-pertama lebih menekankan pada alat
pengukuran/pengamatan (Nursalam, 2017)
Dua hal penting yang harus dipenuhi dalam menentukan validitas pengukuran, yaitu
instrumen harus (1) revelensi serta (2) sasaran subjek dan cara pengukuran
1. Relevan isi instrumen
39

Isi insterumen harus disesuaikan dengan tujuan penelitian (tujuan khusus) agar dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur. Isi tersebut biasanya dijabarkan dalam definisi
operasional (Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini alat ukur kuisioner disesuaikan dengan
parameter yang terdapat di definisi operasional. Dimana klasifikasi soal sudah berdasarkan
parameter pengukuran pengetahuan, yaitu pada parameter pengetahuan mengcakup diet
randah purin dan pengertian gout arthritis.
2. Relevan Sasaran subjek dan cara penukuran
Instrumen yang disusun harus dapat memberikan gambaran terhadap perbedaan
subjek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti pengetahuan lansia dengan
cara mengukur pengetahuan dengan menggunakan kuisioner.
Uji validitas dilakukan untuk menguji validitas setiap pertanyaan angket. Menurut Budiman
(2013), langkah-langkah dalam melakukan uji validitas dan reabilitas dengan menggunakan
program komputer, yaitu:
1) Masukan data ke dalam program komputer.
2) Lakukan analisa data, dengan klik Analyze, pilih Scale, pilih Reliability Analyze,
lalu masukkan semua variabel ke dalam kota Items, pada model biarkan pilihan
pada alpha, klik Option Statistics. Selanjutnya, pada bagian Descriptives for, klik
pilihan item, Scale if item delete, klik Continue, kemudian klik OK, dan selanjutnya
akan muncul hasil output dari analisa data.
3) Lakukan interpretasi dengan membandikan nilai r hitung dan r table untuk
menentukan valid atau tidak peryataan pada kuisioner. Nilai r hitung dilihat pada
kolom Conrrected item-Total Correlation. Kuisioner yang reliable dapat dilihat
dengan membandikan nilai Cronbach’s Alpha dengan r table
Uji validitas pada penelitian ini menggunakan 32 responden dan menggunakan
program komputer. Nilai kolerasi tiap-tiap peernyataan tersebut dapat dikatakan signifikan
dengan melihat r tabel dan r hitung. Pertanyaan dikatakan valid apabila r hitung lebih besar
dari r table dan dikatakan tidak valid jika r hitung lebih kecil dari r table (0,28) dengan
tingkat kemaknaan 5%.
Pengumpulan data dalam uji validitas memerlukan waktu 2 hari, dari 32 sampel
kuesioner yang dilakukan peneliti di UPT Puskesmas Kayon pada Posyandu Pelangi lansia.
Uji validitas reabilitas yaitu dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Service
40

Solution) for window versi 20 dengan hasil r = 0,31 untuk kuisioner pengetahuan (jika
hasilnya < 0,31 maka dinyatakan tidak valid). Hasil uji validitas kuesioner dari 30 point
pertanyaan pengetahuan 5 butir pertanyaan (P2, P15, P22, P27, P29) yang tidak memenuhi
standar validitas reabilitas pada kuesioner atau yang tidak valid. Sementara itu terdapat 25
butir pertanyaan (P1, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, P10, P11, P12, P13, P14, P16, P17, P18,
P19, P20, P21, P23, P24, P25, P26, P28, P30) yang memenuhi standar vaiditas reablitas
pada kuesioner atau valid. Jadi peneliti mengilangkan 5 butir pertanyaan pengetahuan yang
tidak valid tersebut sehingga jumlah pertanyaan yang digunakan pada kuesioner
pengetahuan pada penelitian ini jumlahnya 25 pertanyaan.
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran tersebut tetap konsisten atau sama bila dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Budiman,
2013).
Pertanyaan yang sudah valid dilakukan uji reliabilitas dengan cara membandingkan r
tabel dengan r hasil. Jika nilai r hasil adalah alpha yang terletak di awal output dengan
tingkat kemaknaan 5% (0,05) maka setiap pertanyaan dikatakan valid, jika r alpha lebih
besar dari konstanta maka pertanyaan tersebut reliabel (Budiman, 2013). Nilai
reliabilitas dapat dilihat pada tabel luaran reliability statistics pada nilai Alpha
Cronbach’s (Susilo, 2014).
Menurut Budi (2006), tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur
berdasarkan skala Alpha 0 sampai 1. Apabila skala alpha tersebut dikelompokkan ke
dalam 5 kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat
dipresentasikan ke dalam tabel berikut.
Tabel 3.3 Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Cronbach atau α
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 – 0,20 Kurang reliabel
> 0,20 – 0,40 Agak reliabel
> 0,40 – 0,60 Reliabel
> 0,60 – 0,80 Cukup reliabel
> 0,80 – 1,00 Sangat reliabel
Sumber: Budi (2006).
41

3.7.3 Pengolahan Data


Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah
data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk
proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam proses
pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, di antaranya (Hidayat,
2009). Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak komputer dengan bantuan SPSS (Statistic Product and Service Solution) for windows
version 20.
3.7.3.1 Editing (penyuntingan)
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul.
3.7.3.2 Coding (pengkodean)
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan
data dan anlisis data menggunakan computer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga
daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat
lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. Kode yang digunakan berupa angka yang
selanjutnya akan diproses dengan komputer.
1) Responden
Kode: R1, R2, R3, dan seterusnya.
2) Jenis kelamin
Kode: 1 = Laki-laki
2 = Perempuan
3) Umur
Kode: 1 = Usia 45-59 tahun
2 = Usia 60-74 tahun
3 = Usia 75-90 tahun
4 = Usia > 90 tahun
42

4) Lama menderita asam urat


Kode: 1 = Kurang dari 1 tahun
2 = Kurang lebih 1 tahun
3 = Lebih dari 1 tahun
5) Tingkat pengetahuan
Kode: 1 = Bila jawaban benar 1
2 = Bila jawaban benar 2
3 = Bila jawaban benar 3
4 = Bila jawaban benar 4
3.7.3.3 Scoring (penilaian)
Scoring adalah menentukan skor atau nilai untuk setiap item pertanyaan, tentukan
nilai terendah dan tertinggi, tetapkan jumlah kuesioner dan bobot masing-masing kuesioner.
Observasi pendidikan kesehatan
Nilai: 1 = Baik 75-100%
2 = Cukup 56-74%
3 = Kurang ≤ 55%
Tingkat pengetahuan
Nilai: 1 = Baik 75-100%
2 = Cukup 56-74%
3 = Kurang ≤ 55%
3.7.3.4 Tabulating (tabulasi)
Pembuatan tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat tabulasi
merupakan tindakan memasukkan data ke dalam table dan menagatur semua angka
sehingga dihitung dalam berbagai kategori.
3.7.4 Analisa data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok
penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap fenomena
(Hidayat, 2009). Analisa data dapat dibagi dalam analisa univariat, bivariat.
3.7.4.1 Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.
43

3.7.4.2 Analisa Bivariat


Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan
adanya hubungan atau korelasi dari dua variabel. Uji statistik yang digunakan yaitu uji beda
Beda Wilcoxon, uji ini dilakukan terhadap 1 sampel berpasangan (paired). Sampel yang
berpasangan merupakan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama tetapi mengalami
2 perlakuan atau pengukuran yang berbeda (longitudinal). uji Wilcoxon digunakan bila data
responden penelitian < 30 responden di SPSS, dan apabila jumlah sampel yang besar > 30,
maka uji t dapat digantikan dengan uji z, hasil yang didapat dapat diinterprestasikan sebagai
perolehan z, seperti (t hitung). Sedangkan angka signifikasi atau probabilitas tetap
mempunyai arti yang sama untuk menolak atau menerima Ho (Susilo, 2014). Penelitian ini
menggunakan analisa bivariat karena hanya satu variabel independen (pendidikan
kesehatan tentang diet asam urat) dan satu variabel dependen (tingkat pengetahuan pada
lansia).
Adapun langkah-langkah uji beda t menggunakan SPSS yaitu sebagai berikut:
1) Klik Start  All Program IBM SPSS Statistik IBM SPSS Statistik 20.
2) Kotak dialog SPSS akan terbuka, klik tombol Cancel untuk membuat data baru.
3) Klik Variable view  Name (ketik judul dari masing-masing variabel)  Values (isi
dengan kategori yang telah ditentukan oleh peneliti misalnya 1 = baik, 2 = cukup, 3 =
kurang)  klik add  Measure (pilih Scale/ukuran data dari kategori yang ada) OK.
Setelah itu ulangi seperti cara di atas untuk memasukkan variabel lainnya.
4) Klik Data View lalu masukan data yang sudah diberi kode sesuai dengan variabel yang
sudah didefinisikan pada variabel view.
5) Klik menu Analyze Compare Means uji Wilcoxon
6) Pada kotak dialog Paired Samples T Test, masukan variabel pre pada kolom Variable1
dan Variabel Post pada kolom Variable2 pada bagian Paired Variables.
7) Selanjutnya klik OK maka akan didapatkan hasil output.
44

3.8 Etika Penulisan


3.8.1 Informed Consent (Lembar persetujuan untuk menjadi responden)
Informed consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informed consent berupa
lembar persetujuan untuk menjadi respondens. Pemberian informed consent ini bertujuan
agar subjek mengerti maksud dan tujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian
dan mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus mendatangani
lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati
keputusan tersebut (Hidayat, 2008).
3.8.2 Anonimity (Tanpa nama)
Anonimity berarti tidak perlu mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data.
Peneliti hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data tersebut (Hidayat, 2008).
3.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian (Hidayat, 2008).
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan


Mengenai Diet Rendah Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam
Pencegahan dan Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Kelurahan
Pahandut Palangka Raya disajikan dalam bab ini hasil dan pembahasan tersebut
meliputi: karekteristik lokasi penelitian, data umum responden berdasarkan umur,
jenis kelamin, pendidikan, khusus yang berkaitan dengan Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin Terhadap Tingkat Pengaruh Lansia Dalam
Pencegahan dan Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Kelurahan
Pahandut Palangka Raya

4.1 Hasil Penelitian


Hasil penelitian Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin
Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan dan Penanganan Gout
Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya. Responden
pada penelitian ini berjumlah 32 responden data diambil pada tanggal 10 juli 2019.
4.1.1 Karakteristik Lokasi Penelitian
Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat, Pemerintah Kota
Palangka Raya memiliki 8 puskesmas yang tersebar di 5 kecamatan. Salah satunya
Puskesmas Pahandut yaitu Puskesmas yang tertua di Kalimantan Tengah. Puskesmas
ini resmi menjalankan fungsinya sebagai Puskesmas di tahun 1975, dimana
sebelumnya Puskesmas Pahandut di mulai sebagai Balai Pengobatan milik
pemerintah dengan fokus pelayanan pada pengobatan rawat jalan. Sejak akhir 2003 di
Puskesmas Pahandut di renovasi dan dikembangkan sebagai Puskesmas rawat inap
sejak awal tahun 2006 Puskesmas Pahandut sudah memberikan pelayanan kesehatan
rawat inap khususnya bagi persalinan dan sejak januari 2007 secara resmi terdata di
departemen kesehatan sebagai Puskesmas rawat inap Pahandut. Puskesmas Pahandut
Beralamat di jalan Darmo Sugondo No. 2 Kecamatan Pahandut Palangka Raya
dengan luas wilayah kerja + 20 km2 dengan bata wilayah sebagai berikut sebelah
utara : Kabupaten Pulang Pisau, sebelah timur : Kelurahan Panarung, sebelah barat
Kelurahan Langkai.
46

Gambar 4.1 Puskesmas Pahandut Palangka Raya Tahun 2019.


Puskesmas Pahandut melayani 3 Kelurahan yaitu Kelurahan Pahandut, Kelurahan
Pahandut seberang, dan Kelurahan Tumbah Rungan dengan jumlah penduduk 29.597
jiwa Puskesmas Pahandut Palangka Raya terdiri dari 1 puskesmas induk, 4
Puskesmas Pembantu (Pustu Murjani, Pustu Rindang Banua, Pustu Pahandut
seberang, dan Pustu Tumbang Rungan), dan1 posyandu usila.
1) Program Puskesmas Pahandut
2) Program Kesehatan Wajib
(1) Upaya promosi kesehatan
(2) Upaya kesehatan lingkungan
(3) Upaya keshatan anak dan ibu serta KB
(4) Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
(5) Upaya pengobatan
3) Upaya Kesehatan Pengembangan
(1) Upaya kesehatan sekolah
(2) Upaya kesehatan masyarakat
(3) Upaya kesehatan gigi dan mulut
(4) Upaya kesehatan jiwa
47

(5) Upaya kesehatan usia lanjut


4) Program unggulan
(1) Pelayanan kesehatan dasar gratis berbasis asuransi
(2) Pelayanan rawat inap persalinan
(3) UGD 24 jam
(4) Pelayanan lansia prioritas
(5) Pelayanan konsultasi medis dan ambulansi gawat darurat 24 jam
5) Tenaga Kesehatan
Puskesmas Pahandut Palangka Raya memiliki tenaga kerja kesehatan dengan
berbagai jenjang kesehatan, antara lain: Dokter 7 orang, perawat 26 orang, bidan
17 orang, dan apoteker 1 orang dengan asisten apoteker 1 orang.
6) Sarana dan Prasarana
Puskesmas Pahandut memiliki sarana berupa 1 ruangan Kepala Puskesmas, 2
ruang TU, 9 ruang Poli klinik (gigi, gizi, umum, imunisasi, KIA, KB, konseling,
kesling, dan ruang suntik). 1 ruang obat, 1 ruang pertemuan, 1 ruang rawat inap,
1 ruang IGD 24 jam, 1 ruang OK, 1 ruang Lab Komputer dengan unitKomputer,
6 toilet, 1 ruang Laboratorium.
Saat ini ditetapkan juga visi dari UPTD Puskesmas Pahandut adalah: “Menjadi
puskesmas pahandut sebagai pusat pelayanan yang berkualitas prima” Misi dari
Puskesmas Pahandut: “Memberikan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan,
menjalankan program-program kesehatan dengan kinerja terbaik dan Motto UPTD
Puskesmas Pahandut adalah pelayanan terbaik untuk masyarakat.
Puskesmas pahandut saat ini memiliki 8 Posyandu lansia yang terdiri dari
(posyandu Kampung Baru, tumbang rungan, eka harapan, mekar sehat, bajenta,
terusan sehat, seruni). Dari 7 Posyandu itu semuanya masih aktif melayani lasia di
kelurahan pahandut, posyandu eka harapan yang memiliki visi dan misi dan motto.
“Visi mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal di posyandu eka harapan”, Misi
menigkatkan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat serta mingkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan dengan pendekatan proaktif, Motto masyarakat yang
sehat adalah tujuan kami. Posyandu eka harapan memiliki kader yaitu ibu mariana
dan ibu fatmiati, posyandu eka harapan ini memiliki jadwal yang menetap pada
tanggal 10 dan selama satu bulan sekali. Posyandu eka harapan mepunyai program
48

yaitu pemeriksaan kesehatan pada lansia dan pemberian pendidikan kesehatan serta
program senam lansia yang biasa dilakukan pada hari minggu secara rutin.

Gambar 4.2 Posyandu Eka Harapan Palangka Raya Tahun 2019

Puskesmas Pahandut memiliki 4 Puskesmas pembantu, salah satunya pustu


Rindang Banua. Pustu Rindang Banua terdiri dari 2 Pustu yaitu Posyandu Balita dan
Posyandu Lansia Eka Harapan. Posyandu Lansia Eka Harapan baru dibentuk dan
berdiri pada bulan November 2016 – sekarang. Lokasi Posyandu Lansia Eka Harapan
berada dijalan Rindang Banua, Rt 02/ Rw 26 Pahandut. Berikut ini gambaran umum
dari Posyandu Lansia Eka Harapan yang berada dijalan Rindang Banua.
49

4.1.2 Data Umum


Karakteristik responden berdasarkan data umum yaitu: umur, pendidikan,
pekerjaan, pernah dapat informasi, dan sumber informasi.
4.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Berikut merupakan karekteristik responden berdasarkan umur di posyandu eka
harapan palangka raya.

Umur

47%

Usia 45-59 tahun


Usia 60-74 tahun
Usia 75-90 tahun
Usia > 90 tahun

53%

Diagram 4.1 Hasil karekteristik responden berdasarkan umur responden di


Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Kota Palangka
Raya (juli 2019)

Berdasarkan diagram 4.1 dari 32 responden, berdasarkan kategori umur


didapatkan bahwa sebanyak 17 responden (53%) dengan berusia 60-74 tahun,
sebanyak 15 respoden (47%) dengan berusia 45-59 tahun, dan reponden dengan
berumur 75-90 tahun dan >90 tahun tidak ada (0%).
50

4.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Berikut merupakan karekteristik responden berdasarkan jenis kelamin di
posyandu eka harapan palangka raya.

Jenis Kelamin

56%
Perempuan
Laki-laki

44%

Diagram4.2 Hasil karekteristik responden berdasarkan jenis kelamin


responden di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Kota
Palangka Raya (juli 2019)

Berdasarkan diagram 4.2 menunjukan bahwa dari 32 responden berdasarkan


katagori jenis kelamin didapatkan, sebanayak 18 responden (56%) dengan jenis
kelamin perempuan, sebanyak 14 responden (44%) dengan jenis kelamin laki-laki.
51

4.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


Berikut merupakan karekteristik responden berdasarkan pendidikan di
posyandu eka harapan palangka raya.

Pendidikan

34%

Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi

66%

Diagram 4.3 Hasil karekteristik responden berdasarkan pendidikan


responden di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Kota
Palangka Raya (juli 2019).

Berdasarka diagram diatas diketahui karekteristik responden berdasarkan


pendidikan dari 32 responden, sebanyak 21 responden (66%) dengan pendidikan
SMA, sebanyak 11 responden (34%) dengan pendidikan perguruan tinggi, dan
pendidikan SD,SMP dan tidak sekolah tidak ada (0%).
52

4.1.3 Data Khusus


Bagian ini meliputi data mengenai pengaruh pendidikan kesehatan mengenai
diet rendah purin terhadap tingkat pengetahuan lansia dalam pencegahan dan
penanganan gout arthritis sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, yang
disajikan dalam bentuk diagram pie.
4.1.3.1 Hasil identifikasi responden berdasarkan tingkat pengetahuan sebelum (Pre-
Test) diberikan pendidikan kesehatan tentang diet rendah purin serta
penanganan dan pencegahan gout arthritis di posyandu eka harapan kelurahan
pahandut Palangka Raya.

Chart Title

6%

34%

59%

Baik
Cukup
Kurang

Diagram 4.4 Hasil Identifikasi tingkat pengetahuan sebelum (Pre-Test)


Diberikan Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin
Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan
Kelurahan Pahandut Palangka Raya (juli 2019).

Berdasarkan diagram 4.4 diatas menunjukan bahwa dari 32 responden,


sebanyak 32 responden sebanyak 19 responden (59%) dengan tingkat pengetahuan
kurang, sebanyak 11 responden (35%) dengan tingkat pengetahuan cukup, dan
sebanyak 2 responden (6%) dengan tingkat pengetahuan baik.
53

4.1.3.2 Hasil identifikasi responden berdasarkan tingkat pengetahuan setelah (Post-


Test) diberikan pendidikan kesehatan mengenai diet rendah purin serta
penanganan dan pencegan gout arthritis di posyandu eka harapan kelurahan
pahandut Palangka Raya.

Karakteristik Tingkat Pengetahuan Sesudah

9%

Baik
Cukup
Kurang

91%

Diagram 4.5 Hasil Identifikasi tingkat pengetahuan sesudah (Post-Test)


Diberikan Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin
Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan
Kelurahan Pahandut Palangka Raya (juli 2019).

Berdasarkan diagram 4.5 diatas menunjukan bahwa dari 32 responden, hasil


responden sebanyak 29 responden (91%) dengan tingkat pengetahuan baik, sebanyak
3 responden (9%) dengan tingkat pengetahuan cukup, dan tingkat pengetahuan
kurang tidak ada (0%).
54

4.1.3.3 Hasil Analisa Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin
Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia dalam Pencegahan dan Penanganan
Gout Arthritis di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya.
Berikut ini adalah hasil uji wilcoxon untuk melihat pengaruh pendidikan
kesehatan mengenai diet rendah purin terhadap tingat pengetahuan lansia dalam
pencegahan dan penanganan gout arthritsi di posyandu eka harapan kelurahan
pahandut palangka raya.
Tabel 4.1 Hasil Uji statistik Tingkat Pengetahuan Diet Rendah Purin Terhadap
Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan dan Penanganan Gout
Arthritis di Posyandu Eka Harapan Kelurahan Pahandut Palangka Raya.
(juli 2019).

PostTest - PreTest
Z
-4,932b
Asymp. Sig. (2-tailed)
,000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.

Berdasarkan tabel 4.1 Dari hasil hasil uji wilcoxon responden di Posyandu Eka
Harapan didapatkan nilai p Value 0,000<0,05. Maka hipotesis H1 diterima, artinya
ada perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan
kesehatan.
55

4.2 Pembahasan
4.2.1 Hasil Identifikasi Tingkat Pengetahuan Lansia Sebelum Diberikan
Pendidikan Kesehatan Diet Rendah Purin Serta Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan.
Hasil identifikasi tingkat pengetahuan lansi sebelum diberikan pendidikan
kesehatan didapat hasil dari 32 responden, yang menujukan pengetahuan kurang
sebanyak 19 responden (59%), responden yang memperoleh pengetahuan cukup
sebanyak 11 responden (35%), dan responden yang memperoleh pengetahuan baik
sebanyak 2 responden (6%).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah responden
melakukan pengindraan terhapad objek tertentu. Pengetahuan merupakan pedoman
dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Budiman. 2013). Faktor yang
mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan dan pengalaman menerima informasi.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseresponden,
makin mudah seseorang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi,
maka seseorang cenderung pernah untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal
maupun non formal dapat juga memberikan pengaruh jangka pendek (immediate
impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Hal ini
sesuai dengan penelitian Ardhiatma (2017) yang menunjukan tingkat pengetahuan
lansia mengenai diet rendah purin serta pencegahan dan penanganan gout arthritis
bahwa mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 8 responden (40;0%), dan
setengahnya 10 responden (50;0%) mempunyai perilaku baik terhadap diet rendah
purin serta pencegahan dan penanganan gout arthritis. Pengalaman sebagai sumber
pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh (Budiman, 2014).
Berdasarkan fakta dan teori lansia memiliki tingkat pengetahuan kurang
mengenai diet rendah purin serta pencegahan dan penanganan gout arthritis sebelum
diberikan pendidikan kesehatan yang lebih dominan yaitu kurang sebanyak, hal ini
dapat dipengaruhi karena faktor tingkat pengetahuan lansia tersebut. Karena
berdasarkan kriteria pendidikan terakhir lansia yang dominan adalah SMA. Faktor
pendidikan berpengaruh terhadap penerimaan informasi, dan nilai-nilai yang baru di
perkenalkan. Lansia di posyandu eka harapan rata-rata berusia 75-90 yang
56

menyebabkan daya ingat berkurang dan lansia di posyandu eka harapan mayoritas
pendidikan terakhir lulusan SMA.
4.2.2 Hasil Identifikasi Tingkat Pengetahuan Lansia Setelah Diberikan
Pendidikan Kesehatan Diet Rendah Purin Serta Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya.
Tingkat pengetahun lansia sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Didaptkan
bahwa dari 32 responden didapatkan hasil yaitu tingkat pengetahuan baik 29
responden (19%), tingkat penegetahuan cukup 3 responden (9%), dan tingkat
pengetahuan kurang tidak ada (0%). Data demografi responden berdasarkan keriteria
umur 45-59 tahun sebanyak 15 responden (47%), umur 60-74 tahun sebanyak 17
responden (53%).
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses belajar yang berati dalam pendidikan
itu terjadi pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah lebih dewasa, lebih
baik, lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Fitriani, 2011).
Secara umum, tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau
masyarakat di bidang kesehatan. Perubahan atau tindakan pemelirahan dan
meningkatkan kesehatan dihasilkan oleh pendidikan kesehatan yang didasarkan pada
pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran, sehingga perilaku tersebut
diharpakan akan berlangsung lama dan menetap karena didasari oleh kesadaran. Usia
merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan responden dalam menerima
informasi hal ini karena usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya sehingga penegtahuan yang diperolehnya semakin membail (Budiman,
2014).
Pada penelitian ini terdapat kenaikan tingkat pengetahuan setelah diberikan
informasi berupa pendidikan kesehatan 3 responden diantaranya yang
pengetahuannya maisih dalam katagori cukup faktor yang mungkin penyebabnya
ialah usia reponden yang terlalu muda sehingga daya tangkapnya dan pola pikirnya
masih kurang. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan
penelitian oleh Supiyatun (2014) bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi
umur, umur yang terlau muda maka proses berfikir seseorang masih baik dan aspek
psikologisnya matang sebaliknya apabila umur semakin tua maka proses pola
pikirnya kurang.
57

4.2.3 Hasil Analisa Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah


Purin Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan dan
Penanganan Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya.
Berdasarkan uji statistik wilcoxon terdapat pengaruh pendidikan kesehatan
mengenai diet rendah purin terhadap tingkat pengetahuan lasia dalm pencegahan dan
penanganan gout arthritis di posyandu Eka Harapan Palangka Raya. Nilai pre-test dan
post-test responden didapatkan nilai signifikasi p Value 0,000 < 0,05 maka hipotesis
H1 diterima, artinya ada perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah
diberikan pendidikan kesehatan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah responden
melakukan pengindaran terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan pedoman
dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Budiman, 2013).
Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan sesorang. Berdasarkan
pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasarkan oleh
pengetahuan lebih langgeng dari perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Maulana,
2010). Pendidikan kesehatan adalah suatu proses belajar yang berati dalam
pendidikan itu terjadi pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih
dewasa, lebih baik, lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat
(Fitriani, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Yanti (2014) mengatakan
pengetahuan responden yang sudah cukup baik serta informasi yang didapat cukup
baik sehingga menimbulkan peningkatan yang signifikan terhadap pengetahun
menjadi baik.
Berdasarkan fakta dan teori terdapat adanya kesamaan yaitu bahwa pendidikan
kesehatan mempunyai pengaruh yang sangat signifikasi terhadap tingkat pengetahuan
seseorang. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa setelah
diberikan pendidikan kesehatan terjadi peningkatan pengetahuan dari 32 responden
didapatkan 29 responden memiliki pengetahuan baik, dan hanya 3 responden dengan
pengetahun cukup. Terjadi peningkatan pengetahuan dimana sebelum diberikan
pendidikan kesehatan dominan responden memiliki pengetahuan yang kurang dan
setelah diberikan pendidikan kesehatan responden dominan memiliki pengetahuan
yang baik. Berdasarkan hasil penelitian hal ini juga didukung karena pengetahuan
responden yang sudah kurang sebelum diberikan pendidikan kesehatan karena hampir
setengah dari responden pernah mendaptkan informasi tentang diet rendah purin serta
58

pencagahan dan penanganan dari tenaga kesehatan maupun dari media cetak atau
media elektronik. Sehingga pengetahuan responden yang sudah kurang ketika
diberikan kembali informasi terkait diet rendah purin serta pencegahan dan
penanganan gout arthritis meningkat menjadi dominan cukup responden yang
memiliki pengetahuan cukup setelah diberikan pendidikan kesehatan seetelah
dianalisa peneliti faktor yang mungkin menyebabkan informasi yang disampaikan
tidak sepenuhnya diterima karena proses berfikir responden masih kurang dan setelah
mendapatkan pendidikan kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dapat
menerapkan dikehidupan sehari-hari dan hidup sehat.

4.3 Keterbatasan
Keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti pada saat penelitian adalah pada saat
penelitian sebagian responden sibuk saat menemani anaknya, sehingga peneliti harus
menunggu responden saat ada waktu luang untuk mengisi kuisioner, dan juga
keterbatasan waktu peneliti ke ruangan berikutnya memberikan kuisioner pada
responden.
1) Saat penelitian ini ada sebagian responden yang kurang memperhatikan pada saat
peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner.
2) Saat penelitian ini sebagian responden kurang kooperatif dikarenakan sebagian
ibu ingin cepat pulang dengan berbagai alasan.
3) Saat penelitian, kendala yang dihadapi peneliti adalah rentang waktu antara uji
validitas dengan penelitian cukup lama, sehingga peneliti harus melakukan
penelitian pada saat uji valid selesai.
4) Solusi dari keterbatasan penelitian ini diharapkan pada penelitian berikut agar
lebih memperhatikan proses penelitian agar berjalan sesuai dengan harapan.
59

BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Mengacu pada penelitian dan pembahasan maka hasil penelitian terhadap 32
responden yaitu lansia yang berada di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya yang
dilakukan peneliti pada tanggal 10 juli 2019 maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1 Hasil Identifikasi Tingkat Pengetahuan Lansia Sebelum Diberikan Pendidikan
Kesehatan Diet Rendah Purin Serta Pencegahan dan Penanganan Gout Arthritis
Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya.
Hasil identifikasi tingkat pengetahuan diet rendah purin serta penanganan dan
pencegahan gout arthritis di posyandu eka harapan sebelum diberikan pendidikan
kesehatan didapat hasil yaitu dari 32 responden (100%) memiliki pengetahuan baik 2
responden (6%), cukup 11 responden (35%), kurang 19 responden (59%).
5.1.2 Hasil Identifikasi Tingkat Pengetahuan Lansia Setelah Diberikan Pendidikan
Kesehatan Diet Rendah Purin Serta Pencegahan dan Penanganan Gout Arthritis
Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya.
Kesimpulan hasil penelitian antara teori dan fakta terdapat adanya kesamaan
yaitu setelah diberikan pendidikan kesehatan, tingkat pengetahuan responden menjadi
meningkat bahwa dari 32 responden setelah diberikan pendidikan kesehatan
didapatkan hasil yaitu tingkat pengetahuan baik sebanyak 29 responden (19%),
tingakat pengetahuan cukup 3 responden (9%), dan tingkat pengetahuan kurang tidak
ada (0%).
5.1.3 Hasil Analisa Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mengenai Diet Rendah Purin
Terhadap Tingkat Pengetahuan Lansia Dalam Pencegahan dan Penanganan
Gout Arthritis Di Posyandu Eka Harapan Palangka Raya.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon di dapatkan
adanya pengaruh pendidikan kesehatan lansia tentang diet rendah purin serta
pencegahan dan penanganan gout arthritis. Nilai pre-test dan post-test responden
didapatkan nilai signifikasi p value 0,000 < 0,05 maka hipotesis H2 diterima, artinya
ada perbedaan sikap sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.
60

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Posyandu
Diharapkan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan kesehatan mengenai pola
hidup lansia terutama unruk diet rendah purin yang ada secara rutin, agar dapat
diketahui perkembangan mengenai diet rendah purin serta pencegahan dan
penanganan gout arthritis. Hasil pendidikan kesehatan yang didapatkan akan
memberikan masukan dan timbal balik untuk melaksanakan pola hidup sehat dan
menjaga kesehatan yang telah diberikan tim kesehatan.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan atau
referensi dan informasi serta panduan kepustakaan dalam menyusun proposal yang
berkaitan dengan kasus tersebut sehingga dapat digunakan sebagai data dasar jika
suatu saat akan dilakukan penelitian tentang hal yang terkait.
5.2.3 Bagi Tempat Penelitian
Peneliti berharap agar penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu
informasi bagi kader posyandu, perawat atau tenaga kesehatan lainnya di Puskesmas
Pahandut Palangka Raya guna meningkatkan motivasi ibu untuk melaksanakan
imunisasi dasar lengkap.
5.2.4 Bagi Mahasiswa
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan atau
referensi dan informasi serta panduan kepustakaan dalam menyusun skripsi yang
berkaitan dengan kasus tersebut sehingga dapat digunakan sebagai data dasar jika
suatu saat akan dilakukan penelitian tentang hal yang terkait.
5.2.5 Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan bahan acuan untuk peneliti selanjutnya
dan dapat dijadikan sebagai sumber data awal, pada peneliti selanjutnya diharapkan
untuk lebih mendalami lagi tentang diet rendah purin serta pencegahan dan
penanganan gout arthritis pada lansia.
61

DOKUMENTASI PENGAMBILAN SAMPEL PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai