Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Wilayah


Wilayah pengembangan IV merupakan salah satu wilayah yang ada di Kota
Pekanbaru, yang terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Tenayan Raya dan
Kecamatan Bukit Raya. Luas Wilayah Pengenbangan IV ialah 193.117 km2.
Batas–batas Pengembangan Wilayah IV Kota Pekanbaru adalah :
Sebelah timur : berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan
Sebelah barat : berbatasan dengan Marpoyan Damai
Sebelah utara : berbatasan dengan sungai Siak, Kecamatan Rumbai Pesisir
Sebelah selatan : berbatasan dengan Kabupaten Kampar
Jumlah penduduk Wilayah Pengembangan IV Kota Pekanbaru mencapai
268.610 jiwa dan akan terus meningkat tiap tahunnya. Dan ini berpengaruh
dengan tingkat mobilitas transportasi yang berdampak pada tingkat volume
kendaraan. Jumlah kendaraan di Kota Pekanbaru itu sendiri yaitu 457.362 unit
kendaraan (Kecamatan Tenayan Raya dan Kecamatan Bikit Raya dalam Angka,
2018).
Pesatnya pertumbuhan penduduk dikarenakan Wilayah Pengembangan IV
Pekanbaru sebagai pusat kawasan kegiatan industri, pusat kawasan kegiatan
pergudangan, kawasan pemukiman, kawasan perdagangan, kawasan
perkantoran/pemerintahan kota, kawasan pariwisata, kawasan pertanian (Badan
Pusat Statistik, 2017). Peta administrasi dapat dilihat pada gambar 2.1.
Tabel 2.1 Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan IV Pekanbaru
Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk Kepadatan
(jiwa/km2)
Tenayan Raya 171.127 163.610 955
Bukit Raya 22.05 104.426 4.736
Jumlah 193.117 268.036 5.691
Sumber : Kecamatan Tenayan Raya dan Bukit Raya dalam Angka. 2018

6
7

2.2 Emisi Karbon Dioksida (CO2)


Perkembangan kegiatan manusia telah meningkatkan jumlah emisi karbon
dioksida (CO2) yang diakibatkan oleh banyaknya jumlah bahan bakar yang
digunakan secara langsung maupun tidak langsung (Kurdi, 2008).
CO2 adalah produk akhir proses oksidasi bensin. CO2 itu sendiri bukan
komponen yang berbahaya. Namun, jika konsentrasi CO2 tinggi di bumi maka
akan mencegah panas permukaan keluar ke angkasa luar, yang memiliki efek
meningkatkan suhu bumi. Gas-gas seperti CO2, yang memiliki efek meningkatkan
suhu bumi disebut “gas rumah kaca” (Samiaji, 2011).
Menurut Suhedi (2005), emisi karbon dioksida adalah pemancaran atau
pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 biasanya dinyatakan
dalam jumlah besar karbon dioksida (CO2). Sumber emisi CO2 sangat beragam,
tetapi dapat digolongkan menjadi 4 macam sebagai berikut:
a. Transportasi bergerak (sumber bergerak) antara lain: kendaraan perang,
pesawat udara, kereta api, kapal perang.
b. Stationary Combustion (sumber tidak bergerak) antara lain: perumahan,
perdagangan daerah, tenaga pemasaran dan industri, termasuk tenaga uap yang
digunakan sebagai energi oleh industri.
c. Proses Industri antara lain: proses kimiawi dan penambangan minyak.
d. Pembuangan limbah padat antara lain: buangan rumah tangga dan perdagangan,
hasil buangan pertambangan dan pertanian.
Kota berperan penting dalam siklus karbon global, menghasilkan CO2 dalam
jumlah yang cukup banyak yang melibatkan konsumsi energi, transportasi, dan
mengkonversi lahan dari alam (Strohbach dkk, 2012). Emisi CO2 yang berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Kejadian yang terasa saat ini
bergesernya siklus musim dan siklus panas bumi (Kurdi, 2008).

2.3 Klasifikasi Jalan


Menurut UU No. 38 Tahun 2004, jalan adalah prasarana transportasi darat
yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
8

permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau


air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) 1997 adalah buku manual/panduan
yang digunakan untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalulintas di segmen-
segmen jalan di Indonesia. Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan terdiri atas 3
golongan yaitu (MKJI,1997):
1. Jalan arteri yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi, dengan kecepatan paling rendah 60 km/jam.
2. Jalan kolektor yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang
dan jumlah jalan masuk dibatasi, dengan kecepatan paling rendah 40 km/jam.
3. Jalan lokal yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat,
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan kecepatan
paling rendah 20 km/jam.
Klasifikasi jalan berdasarkan jenisnya di Kecamatan Bukit Raya dapat dilihat
pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Kecamatan Bukit Raya
No Jenis Jalan Nama Jalan
1 Arteri Jalan Sudirman
Jalan Kaharuddin Nasution
Jalan Imam Munandar
Jalan Setia Maharaja
2 Kolektor Jalan Samarinda
Jalan Surabaya
Jalan Banda Aceh
Jalan Wonosari
Jalan Mekarsari
Jalan Unggas
Jalan Tengku Bey
Jalan Taman Sari
3. Lokal Jalan Merak
Jalan Mustafa Sari
Jalan Makmur
Jalan Besadaran
Jalan Putri Indah
Jalan Utama I
9

No Jenis Jalan Nama Jalan


Jalan Karya I
Jalan Amaliah
Jalan Sari Utama
Jalan Komp. Perwira
Jalan Ilham
Sumber: Hasil Pengumpulan Data Klarifikasi Ruas Jalan,2019

Klasifikasi jalan berdasarkan jenisnya di Kecamatan Tenayan Raya dapat


dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Klasifikasi Jalan Kecamatan Tenayan Raya
No Jenis Jalan Nama Jalan
1 Arteri Jalan Hang Tuah Ujung
Jalan Lintas Timur
Jalan Pesantren
Jalan Badak
2 Kolektor Jalan Singgalang
Jalan Bukit Barisan
Jalan Sepakat
Jalan Karya Bhakti
Jalan Sail
Jalan Kapau Sari
Jalan Daru Daru
Jalan Budi Luhur
Jalan Palembang
Jalan Seroja
3. Lokal Jalan Bambu Kuning
Jalan Kapas
Jalan Selamat
Jalan Abdul Malik
Jalan Sekuntum
Jalan Ambon
Jalan Pinang Merah
Jalan Bukit Rahayu
Jalan Kenanga
Jalan Sianok
Jalan Kelapa Sawit
Jalan Beringin
Jalan Simpang Jengkol
Jalan Budi Agung
Sumber: Hasil Pengumpulan Data Klarifikasi Ruas Jalan,2019
10

2.4 Klasifikasi Kendaraan


Fungsi utama dari suatu jalan adalah memberikan pelayanan transportasi
sehingga pemakai jalan dapat berkendaraan dengan aman dan nyaman.
Penggolongan tipe kendaraan untuk jalan dalam kota berdasarkan MKJI 1997
adalah sebagai berikut:
a. Kendaraan ringan/Light Vehicle (LV), kendaraan bermotor beroda empat,
dengan dua gandar berjarak 2,0 – 3,0 m (termasuk kendaraan penumpang,
oplet, mikro bis, angkot, pick-up, dan truk kecil) .
b. Kendaraan berat/Heavy Vehicle (HV), Kendaraan bermotor dengan jarak
lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari empat, (meliputi : bis, truk dua
gandar, truk tiga gandar dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina
Marga).
c. Sepeda motor/Motor Cycle (MC) Kendaraan bermotor dengan dua atau tiga
roda (termasuk sepeda motor, kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi
Bina Marga) .
d. Kendaraan tak bermotor/Unmotorised (UM), kendaraan bertenaga manusia
atau hewan di atas roda (meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta
dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

2.5 Faktor Emisi Kendaraan Bermotor


Faktor emisi didefinisikan sebagai laju rata-rata emisi polutan yang
dikeluarkan terhadap tingkat aktivitas dari kegiatan tersebut. Faktor emisi
merupakan suatu faktor untuk memperkirakan besarnya emisi dari suatu sumber
polutan udara.
Tabel 2.4 Faktor Emsi dari Tipe Bahan Bakar
Bahan Bakar Faktor Emisi
Bensin 2,6 kg CO2
Solar 2,2 kg CO2
Sumber : BAPPENAS dalan Sasmita,2015

2.6 Satuan Mobil Penumpanng (SMP)


Lalu lintas yang ada pada ruas jalan kenyataannya tidak homogen. Aliran lalu
lintas yang terjadi merupakan gabungan antara gerakan roda dengan karateristik
11

masing-masing, sehingga keanekaragaman ini membentuk perilaku yang berbeda-


beda untuk setiap komposisi dan berpengaruh pula terhadap arus lalu lintas secara
keseluruhan.
Untuk memudahkan dalam analisis perhitungan dan keseragaman, maka
pengaruh tersebut dikonversikan terhadap satuan kendaraan ringan, digantikan
dengan Satuan Mobil Penumpang (SMP). Satuan Mobil Penumpang (SMP)
adalah arus lalu lintas dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah
menjadi kendaraaan ringan (termasuk mobil penumpang). Adapun tabel konversi
kendaraan kesatuan mobil penumpang dapat dilihat pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Konversi Jenis Kendaraan ke Satuan Mobil Penumpang
No Jenis Kendaraan Smp
1 Kendaraan Ringan 1,00
2 Kendaraan Berat 1,20
3 Sepeda Motor 0,25
Sumber : MKJI 1997

2.7 Konsumsi Energi Spesifik


Menurut Permen ESDM No 14 Tahun 2012, konsumsi energi merupakan
jumlah energi yang digunakan untuk menghasilkan 1 (satu) satuan produk atau
keluaran. Data konsumsi energi spesifik rata-rata tiap jenis kendaraan, yaitu data
berapa liter yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk menempuh 100 km.
adapun konsumsi energi spesifik tiap jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel 2.6
Tabel 2.6 Konsumsi Energi Spesifik Tiap Jenis Kendaraan
No Jenis Kendaraan Konsumsi Energi Spesifik
(liter/100km)
1. Mobil penumpang
a. Bensin 11,79
b. Diesel/Solar 11,36
2. Bus Besar
a. Bensin 23,15
b. Diesel/Solar 16,89
3. Bus Sedang 13.04
4. Bus Kecil
a. Bensin 11,35
b. Diesel/Solar 11,83
5. Bemo, Bajaj 10,88
12

No Jenis Kendaraan Konsumsi Energi Spesifik


(liter/100km)
6. Taksi
a. Bensin 10.88
b. Diesel/Solar 16,25
7. Truk Besar 15,82
8. Truk Sedang 15,15
9. Truk Kecil
a. Bensin 8,11
b. Diesel/Solar 10,64
10 Sepeda Motor 2,66
Sumber : Jinca dalam Sasmita,2015

2.8 Traffic Counting


Transportasi adalah sarana penunjang yang memiliki peran penting dalam
pembangunan suatu negara, terutama bagi negara yang sedang berkembang. Hal
ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya kebutuhan akan moda transportasi.
Kebutuhan akan moda transportasi untuk mobilitas manusia, barang dan jasa dari
tahun ke tahun semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan
populasi penduduk. Pertumbuhan populasi penduduk mengakibatkan
meningkatnya laju pembangunan pada tiap daerahnya dan semakin tingginya
mobilitas manusia, barang, dan jasa. Hal inilah yang menyebabkan kebutuhan
akan moda transportasi semakin meningkat. Kebutuhan transportasi yang semakin
meningkat tentunya akan membawa permasalahan di bidang transportasi, terutama
bidang transportasi darat (Rahayu,2011).
T r a f f i c counting atau perhitungan lalu lintas merupakan suatu metode dalam
survei lalu lintas. Dalam metode ini dilakukan perhitungan volume lalu lintas pada
ruas jalan yang dikelompokkan dalam jenis kendaraan dan periode
waktu. Pencatatan dikelompokkan berdasarkan waktu, lokasi dan
arah pergerakan. Survei volume lalu lintas dapat digunakan untuk mengumpulkan
data mengenai tingkat penggunaan suatu ruas jalan yang telah ada, adalah:
a. Volume lalu lintas per jam
b. Volume lalu lintas per hari (harian)
c. Klasifikasi kendaraan
13

2.9 Ruang Terbuka Hijau


Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan
yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas, kawasan
hutan hijau kota, kawasan rekreasi hijau kota, kawasan olahraga hijau, kawasan
hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan,
bukan berdasarkan bentuk dan struktur Ruang vegetasinya (Tinambunan, 2006)
RTH sebagai ruang terbuka baik publik maupun privat yang dibangunnya oleh
vegetasi, baik langsung atau tidak langsung tersedia untuk pengguna (Rawung,
2015). Definisi yang sama juga tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 5 Tahun 2008, RTH kawasan perkotaan merupakan bagian dari ruang
terbuka yang dipenuhi oleh tanaman mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,
ekonomi dan estetika.
Berdasarkan Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang,
perencanaan tata ruang kota, rencana tata ruang, perencanaan tata ruang, ruang
terbuka, minimal 30% dari luas wilayah kota, Rencana penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau, selain dimuat dalam RTRW kota, RTRD kota,
atau RTR kawasan kota strategis, juga dimuat dalam RTR Kawasan Perkotaan
yang merupakan rencana terperinci tata ruang wilayah kabupaten.
2.9.1. Peranan Ruang Terbuka Hijau
Perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih
fungsi lahan, yang telah mengalami kerusakan di lingkungan yang dapat
menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di
kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan
kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai
(Achsan,2016).

Menurut (Permendagri No.1 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau


Kawasan Perkotaan) tujuan dari pembentukan ruang terbuka hijau adalah sebagai
berikut:
a.Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.
14

b.Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan


buatan diperkotaan, dan
c.Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan
nyaman.
2.9.2 Jenis Ruang Terbuka Hijau Publik
2.9.2.1 Taman Kota
Taman kota merupakan kawasan terbuka hijau di kawasan perkotaan,
lengkap dengan segala fasilitasnya untuk kebutuhan masyarakat kota sebagai
tempat rekreasi yang aktif secara kolektif. Secara estetika, mengatur taman kota
mampu memberikan efek visual dan psikologis yang indah dalam totalitas ruang
kota. Selain itu kota juga memiliki peran penting sebagai paru-paru kota, tanah
dan udara, serta berbagai habitat flora dan fauna. Penataan taman kota di kawasan
tidak asal jadi, tetapi tujuan taman distribusi harus jelas dan stategis. Seperti
penempatan lokasi, taman luas, kelengkapan sarana dan prasarana, keamanan dan
kenyamanan harus sesuai kebutuhan kota (Sumaraw, 2016) .
2.9.2.2 Hutan Kota
Hutan kota adalah komunitas vegetasi yang terdiri dari pohon yang
tumbuh di lahan kota dan sekitarnya, alurnya, ditelusuri atau bergerombol
(menumpuk), strukturnya menentukan (menyerupai) hutan alam, membentuk
habitat yang memungkinkan bagi kehidupan dan melibatkan lingkungan yang
sehat, kenyamanan, sejuk dan estetis (Pebriandi, 2015).
Hutan memiliki fungsi ekologis yang sangat penting dalam
mempertahankan keseimbangan ekosistem. Hal ini terkait dengan kemampuan
hutan untuk menyerap karbon dioksida (CO2) dan melepaskan oksigen (O2) dalam
proses fotosintesis. Semakin banyak CO2 yang diserap oleh tanaman dan disimpan
dalam bentuk biomassa karbon maka semakin besar pengaruh buruk rumah kaca
yang dapat dikendalikan (Pebriandi, 2015).
2.9.2.3 RTH Jalur Hijau jalan
Berdasarkan Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaa,
menyatakan bahwa jalur hijau jalan pada RTH dapat disediakan dengan
15

penempatan tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan sesuai dengan kelas
jalan.
2.9.2.4 RTH Ruang Pejalan Kaki
Fasilitas pejalan kaki, jalur pejalan kaki khusus, dapat difasilitasi dalam
mewujudkan Kota Hijau. Fasilitas pejalan kaki dapat mendukung pengembangan
sistem transportasi ramah lingkungan dan mengintegrasikannya dengan RTH di
transportasi. Jalur hijau jalan dan jalur pejalan kaki dapat dikembangkan secara
terintegrasi dengan RTH. Fasilitas ini memungkinkan pembicaraan sosial yang
aktif dan memberikan peluang untuk berekreasi. Kenyamanan untuk pejalan kaki
terbentuk karena RTH menyeimbangkan suhu, kelembaban, vegetasi, dan emisi
kendaraan (Tanan dan Suprayoga, 2015).
2.10 Penyerapan Karbon Dioksida (CO2) oleh Pohon
Pohon pelindung jalan diartikan sebagai pohon yang ditanam di pinggir
jalan guna melindungi pengguna jalan dari terik panas matahari, silau cahaya
matahari, menahan terpaan angin kencang dan sebagai pembatas jalan. Selain juga
berfungsi sebagai estetika, pohon pelindung jalan juga berperan dapat mengurangi
polusi udara khususnya gas karbondioksida (CO2) hasil pembakaran yang
dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Pencemaran udara dapat didefinisikan
sebagai hadirnya substansi di udara dalam konsentrasi yang cukup dan
menyebabkan gangguan pada manusia, hewan, tanaman maupun material
(Adiastari, 2010).
Daya serap karbondioksida sebuah pohon juga ditentukan oleh luas
keseluruhan daun, umur daun, dan fase pertumbuhan tanaman. Selain itu, pohon-
pohon yang berbunga dan berbuah memiliki kemampuan fotosintesis yang lebih
tinggi sehingga mampu meyerap karbondioksida dengan lebih baik. Faktor
lainnya yang ikut menentukan daya serap karbondioksida adalah suhu dan sinar
matahari, ketersediaan air (Adiastari, 2010).
Selain memiliki peran yang penting dalam penyerapan karbon. Keberadaan
pohon di perkotaan memiliki fungsi sebagai penyejuk, penghasil oksigen, habitat
satwa, serta daerah resapan air (Adiastari, 2010).
16

Daftar tanaman yang mempunyai daya serap karbon dioksida dapat dilihat
pada Tabel 2.7

Tabel 2.7 Kemampuan Pohon Menyerap Karbon Dioksida


No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya Serap CO2
(kg/pohon/tahun)
1 Trembesi*** Samanea saman 28.448,39
2 Daun Kupu-
Bauhinia purpurea 11.670,88
kupu***
3 Pulai*** Alstonia scholaris 11.565,43
4 Glodokan*** Polyalthia longifolia 6.309,24
5 Cassia* Cassia sp 5.295,47
6 Keben*** Barringtonia asiatica 1.446,39
7 Dadap
Erythrina cristagalli 1.446,39
Merah***
8 Pucuk
Oleina syzygium 1.363,82
Merah***
9 Nagasari*** Thevetia peruviana 849,43
10 Sawo
Manilkara zapota 849,43
Manila***
11 Kenanga* Canangium odoratum 756,59
12 Pingku* Dysoxylum excelsum 720,49
13 Beringin*** Ficus benyamina 535,90
14 Mangga*** Mangifera indica 455,48
15 Krey paying* Fellicium decipiens 404,83
16 Cemara Laut*** Casuarina equisetifolia 394,47
17 Kayu
Lannea coromandelica 394,47
Bejaran***
18 Jambu Biji*** Syzygium malaccense 390,88
19 Matoa* Pornetia pinnata 329,76
20 Mahoni*** Swettiana mahagoni 295,73
21 Palem Putri*** Veitchia merrillii 285,77
22 Saga* Adenanthera pavoniana 221,18
23 Tabebuia
Tabebuia rosea 212,13
Pink***
24 Kembang
Spathodea campanulate 211,79
Kecrutan***
25 Ketapang
Terminalia mantaly 211,79
Kencana***
26 Karet Kebo*** Ficus elastica 192,85
27 Nangka*** Arthocarpus heterophyllus 192,85
28 Kol Banda*** Pisonia alba 192,85
29 Sukun*** Artocarpus altilis 192,85
30 Bungkur* Lagerstroema speciose 160,14
31 Jati*** Tectona grandis 135,27
32 Nangka*** Arthocarpus heterophyllus 126,51
33 Johar* Cassia grandis 116,25
34 Jabon*** Neolamarckia cadamba 87,22
17

No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya Serap CO2


(kg/pohon/tahun)
35 Sirsak* Annona muricate 75,29
36 Puspa* Schima wallichii 63,31
Belimbing
37 Averrhoa bilimbi 55,49
Wuluh***
Kacang
38 Bunchosia armeniaca 55,49
Amazon***
39 Akasia*** Acacia auriculiformis 48,68
40 Flamboyan*** Delonix regia 42,20
41 Sawo kecik* Manilkara kauki 36,19
42 Tanjung*** Mimusops elengi 34,29
43 Bunga merak* Caesalpinia pulcherrima 30,95
44 Sempur* Dilena retusa 24,24
45 Khaya* Khaya anthotheca 21,90
46 Merbau pantai* Intsia bijuga 19,25
47 Akasia* Acacia mangium 15,19
48 Angsana*** Pterocarpus indicus 11,12
49 Asam kranji* Pithecelobium dulce 8,48
50 Sapu tangan* Maniltoa grandiflora 8,26
51 Kersen*** Muntingia calabura 5,26
Dadap
52 Erythrina cristagalli 4,55
merah***
Palem
53 Phoenix roebelenii 3,42
Phoenix***
Palem
54 Dypsis lutescens 3,42
Kuning***
55 Pandan Bali*** Dracaena draco 3,42
56 Bambu Cina*** Bambusa multiplex 3,42
Palem
57 Phoenix Sylvestris 3,42
Kenari***
Palem
58 Chamaedorea seifrizii 3,42
Bambu***
59 Rambutan* Nephelium lappaceum 2,19
60 Asam* Tamarindus indica 1,49
61 Kempas* Coompasia excelsa 0,20
Sumber: *) Dahlan, 2007 dan **) Mangkoedihardjo, 2016
***) berada dalam Dahlan, 2007 dan Mangkoedihardjo, 2016

Kemampuan tanaman dalam menyerap gas karbon dioksida bermacam-


macam. Menurut Prasetyo et all. (2002) hutan yang mempunyai berbagai macam
tipe tutupan vegetasi memiliki kemampuan atau daya serap terhadap karbon
dioksida yang berbeda. Tipe tutupan vegetasi tersebut berupa pohon, semak
belukar, padang rumput, sawah. Daya serap berbagai macam tipe vegetasi
terhadap karbon dioksida dapat dilihat pada Tabel 2.8
18

Tabel 2.8 Kemampuan Tutupan Vegetasi Menyerap Karbon Dioksida


Daya Serap CO2 Daya Serap CO2
No Tutupan Vegetasi
(kg/ha/jam) (ton/ha/th)
1. Semak Belukar 12,56 55
2. Padang Rumput 2,74 12
3. Sawah 2,74 12
Sumber : Prasetyo et all dalam Tinambunan,2016

Anda mungkin juga menyukai