Anda di halaman 1dari 4
LAPORAN KASUS FENOBARBITAL SEBAGAT OBAT ANTI EPILEPSI Sulistyono*, Soedomo Hadinoto** Abstract Epilepsy is important problems, reality to look from the corner of medicine although social, who need treatment well, in other that not become suffer a relapse. Fenobarbital, with all of them detriment be- cause of the side effect with various opinion can be become as drug of choice for epileptic treatment. Case, man 38” years old, pick up work activity, post traumatic head 10” years ago, craniotomy operated, with hemiparesedexira, float the surface tonic-clonic seizure attack since 3° month before hospitalized treatment well with fenobarbital 100 mg once daily night, to follow up duration 9" month not suffer a relapse. Pendahuluan Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah supaya tidak terjadi serangan epilepsi yang berulang, tanpa mengganggu fungsi normal susunan saraf pusat, sehingga pasien epilepsi dapat hidup sebagai orang normal Salah satu sebab utama kegagalan atau kurang berhasilnya pengobatan epilepsi ialah ketidaktaatan penderita untuk meminum obat anti epilepsi secara teratur sesual petunjuk dokter, namun dalam praktek sehari-hari hal tersebut kurang mendapat perhatian dari dokter. . Ketidaktaatan minum obat sebagian disebabkan oleh karena dokter yang bersang- kutan tidak atau kurang jelas memberikan informasi baik tentang apa itu epilepsi maupun perlunya minum obat untuk jangka waktu lama secara teratur sesuai petunjuk dokter. Suatu hal yang sering tidak diduga adalah bahwa penderita berhenti minum obat atau mengu- rangi dosisnya oleh karena penderita tidak mampu membeli obat. Fenobarbital, sebagai obat anti kenvulsan golongan barbiturat, yang pemakainya sejak tahun 1912 dan secara luas dipergunakan sebagai obat, anti konvulsan setelah perang, dunia ke | terutama ditujukan untuk serangan tonik klonik, tonik dan kejang partial Karena efek samping pada anak yang berupa gangguan kecerdasan dan agresivitas, maka pemakaiannya pada anak tidak dianjur- kan, pada orang tua cenderung menjadi agitasi dan kebingungan. Efek samping lain dapat * Residen bagian Neurologi FK UNDIP/RSDK Semarang, ** Staf Senior bag. Neurologi FK UNDIP/RSDK Semarang, EPILEPSI - Volume 3 - 1998, LAPORAN KASUS terjadi ataxia, dermatitis alergi, anemi megar loblastik dan dapat terjadi pendarahan spontan pada bayi baru lahir yang ibunya mendapat pengobatan dengan fenobabital. Laporan kasus berikut dibicarakan pen- derita epilepsi simptomatik yang sangat tidak mampu untuk membeli obat, dengan fenobar- bital 100 mg perhari dapat berhasi! dengan baik, diikuti selama 9 bulan reaksi efek samping obal tidak diketemukan Laporan Kasus Seorang laki-laki umur 30 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan kejang yang timbul sejak 3 bulan yang lalu, kejang berupa kejang tonik parsial, diikuti dengan kejang seluruh tubuh dan menjadi kejangtonik klonik, setelah kejang penderita tertidur, lama kejang 1-2 menit, sehari 5-6 kali kejang, selama sakit jak pernah berobat. Riwayat trauma kepala 10 tahun yang lalu, dilakukan operasi kepala, setelah sembuh tangan dan kaki kanan lemah. Status internus : Keadaan umum : baik, T 120/80 mmHg, NB4X/mt, RR 24X/mtt37° C lantung, : bising () ictus cordis SIC IV- V, ECG dbn Par ronchi &) kesan dbn Abdomen ~ + HIL tak teraba, Ascites () Extremitas sdbn Status Neurologis : Kesadaran CM, GSC E4M6VS = 15. Kepala Hematom (), bekas iuka ‘operasi (+) Mata :isokor @ 3 nun Reflek cahaya +/+ Reflek konsensuil +/+ Gerakan bola mata ke segala arah dbn opthalmoskup tanpa papil edema () Nn Graniales lain dbn Leher skaku kuduk Extermitas : motoris hemiperisis dextra spastika Sensibilitadvegetatif: dbn Diagnosis klinik. : kejang parsial....umum Hemiparase dextra Diagnosis topis_: kortek serebri Diagnosisetiologi : Epilepsi sekunder (simptomatis) Program : lab darah rutin, gula darah i, Cholestrol, tureum, creatinin, elektrolit FKG, FEG, CT scan kepala, PRU .... social worker Terapi : InfusRL 16 tetes permenit Diazepan 1 amp IV pelan-pelan kalau kejang Luminal Fenobarbital) 1 amp IM Fenobarbital | x 100 mg (malam) Dari program yang telah dilaksanakan diperoleh : Lab dbn EEG kesan disfungsi umum bersifatiritatit Social worker kunjungan rumah, penderita menjadi tanggungan negara CT scan kepala: tampak defek besar pada frontal kiri kesan hemiatropi kiri Dari hasil program tersebut dapat disimpulkan Diagnosis klinis. : kejang parsial ... umum hemiparese dextra : Hemisfer kiri epilepsi sekunder post trauma kepala Diagnosis topis Diagnoxis etiologi Pada saat sebelum pulang, setelah terjadi kesepakatan antara keluarga dan masyarakat yang dapat. dipercaya, untuk menjamin kesinambungan pengobatan penderita, maka diberikan obat fenobarbital 100 mg sebanyak 2 minggu pemberian obat. Pada kunjungan kerumah penderita, tidak pernah kambuh dankeluhan sedasi, agitasi dan kebingungan tidak didapatkan LAPORAN KASUS: Pembahasan Dari berbagai penyakit yang dirawat dibangsal saraf RS. Dr. Kariadi Semarang kasus Epilepsi sangat jarang, hal ini karena Prevalensi penderita epitepsi tergolongkecil yaitu 4-7 per mil dan kebanyakan kasus epilepsi tidak perlu dilakukan rawat inap, kecuali pada kasus-kasus yang cenderung menjadi Status Epileptikus, yang mana memerlukan tindakan yang tepat dan cepat untuk dapat mengatasi kejang yang berulang-ulang sangat mengganggu fungsi normal Susunan Saraf Pusat. Dari literatur dikatakan pada riwayat cidera kepala akan mendapat serangan epilepsi 10-15 th lagi 25% lebih besar dibanding orang normal, pada pasien ini mendapat cidera kepala dan dilakukan operasi lebih kurang 10 tahun yang lalu” Setelah diagnose epilepsi dapat ditegak- kan melalui serangkaian pemeriksaan termasuk pemeriksaan elektro ensefalografi CT scan kepala dan yang tidak kalah penting adalah riwayat Klinik penderita. Maka langkah selanjutnya adalah manajemen pengelolaan epilepsi yang mefiputi Bentuk terapi obat Bentuk terapi psikososial Bentuk terapi pembedahan® - Pada pemberian obat anti epilepsi harus diingat bahwa tidak semua obat anti epilepsi cocok utuk semua jenis epilepsi dan ada obat- obat yang diangap sebagai pilihan utama ® pilihannya tergantung dokter yang mengelola pasien tersebut. Dari sekian banyak obat anti epilepsi, yang akan dibicarakan adaiah obat anti epilepsi golongan barbiturat, yaitu fenobarbital. Fenobarbital adalah zat kimia golongan barbiturat yang mempunyai rumus kimia 5 Phenil 5 Ftil Barbiturat acid yang mempunyai kekuatan anti konvulasi terletak pada gugus penil pada rantai ke 5. Pada penggantian gugus ethil dengan gugus phenil, menjadi 55 Diphenil Barbituic acid, maka daya anti konvulsinya menjadi kurang dibanding fenobarbital, bila gugus phenil diganti gugus benzil, menjadi 55 dibenzi! barbituic acid yang menyebabkan konvulsi'", Fenobarbitai mulai dipergunakan sebagai antikonvulsan sejak tahun 1912, pema- kaiannya bertambah luas setelah PD I. Banyak keuntungan dari pemakaian fenobarbital ini karena harganya yang murah dan toksitasnya rendah (368) dan dapat diperoleh hampir di setiap apotik, Fenobarbital dapat digunakan pada hampir semua jenis epilepsi misalnya : grandmail, psikomotor dan fokal motor farmako kinetik. Fenobarbital dapat diabsorbsi dengan cepat, antara 10-60 menif dengan sempurna, konsentrasi pucak dalam plasma tercapai dalam beberapa jam setelah pemberian dosis tunggal, 40-60% obat terikat pada plasma pro- tein yang sama kadarnya dalam jaringan termasuk otak. Metabolisme fenobarbital terjadi pada hepar, yangdipengaruhi oleh enzym mikrosom hepar, salah satu metabolit yang terbanyak adalah derifat para hidroksi phenil yang diekskresi melalui ginjal. Waktu paroh fenobar~ bital sekitar 100 jam pada orang tua, pada bayi lebih panjang lagi dan pada anak lebih pendek. Fenobarbital menaikkan biotransormasi dari Fenytoin dengan menaikkan fungsi enzym mikrosom hati dan menurunkan absorbsi fenytoin, tetapi sebaliknya fenobarbital dalam plasma akan naik bila diberikan bersama dengan fenytoin. Dosis Obat Dosis untuk orang tua dan anak yang besar adalah 1-5 mg/Kgbb, pada anak-anak 3- 6 mg/Kgbb yang dibagi dalam 2 kali pemberian, dengan dosis di atas diharapkan kadar obat dalam plasma diharapkan berkisar 10-35 mikrogram/L, kadar yang efektif adalah 15 mikrogram/L untuk kontrol/propilaksis LAPORAN KASUS kejang demam “«?, Efek samping obat Rasa mengantuk adalah efek samping yang sering dijumpai pada pemberian feno- barbital. Hal ini sering didapatkan pada per- mulaan pemberian obat '™ yang akan mengu- rangi daya berpikir pada anak yang sekolah. Pada dosis yang lebih tinggi dapat terjadi gangguan koordinasi motorik (ataksi) dan nistagmus. Pada orang tua dapat terjadi agitasi dan convuse. Pada anak fenobarbital dapat menyebabkan hiperaktivitas, anak banyak menjadi bergerak, sukar duduk diam untuk waktu yang lama dan anak tidak dapat atau lama berkonsentrasi dalam satu topik karena perhatiannya mudah sekali beralih, maka prestasi anak di sekolah menjadi jelek. Reaksi alergi sering terjadi berupa derma- titis alergika pada pemakaian jangka lama dapat \esjadi osteomalacea, anemi megalo- blastik dan hipoprothrambinemia pada bayi baru lahir disertai perdarahan spontan pada ibu yang mendapat pengobatan fenobarbital jangka lama. Pada kasus yang dilaporkan ini setelah diamati selama 9 bulan tidak terdapat efek samping yang dibicarakan di atas. Kesimpulan 1, Epilepsi merupakan kasus yang sukar ditangani karena obat yang diberikan harus dalam jangka panjang, dan teratur sesuai dengan petunjuk dokter, schingga perlu banyak pertimbangan untuk menentukan ‘obat yang akan dipergunakan. 2. Fenobarbital ini adalah obat anti konvulsan yang efektif dan menguntungkan karena harganya murah dan toksisitasnya rendah, tetapi karena efek sedasi dan mengganggu tabiat dari anak, penggunaannya dikurangi untuk pilihan obat utama. 3. Pemakaian fenobarbital pada negara- negara miskin (termasuk Indonesia) dapat dipertimbangkan dengan memperhitung- kan semua efek samping secara seksama. Daftar Pustaka Andreas M4, Salazat MD. “Traumatic Brain Injury’ Current Therapy Sth Edd, St Louis, 1997, 220-227, 2. Dennis 8 Smith “Cognitive Effect of Anti Epileptic Drug” Advances in Neurology, Vol 55, Raven Press, New York, 1997. 197-200. 3. Goodanan & Gilmanns “The Farmacolagical Basis of Therapeutic” Vol 18 th Edd, MC Graw-Hill, New York 1992, 436-445. 4. Makmnun Chamdan “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Ketidaktaatan Miourn Obat Pasien Epilepsi Grand ‘Mall di Poliklinik RSUP Dr. Kariadi Semarang sebagai Penyebab Kegagalan Pengobatan”, Laporan Penelitian, Epilepsi Vol 2 no 2 Agsutus 1997, Penanggulangan Epitepsi Indonesia, 1997. 43-88. 5. MN Jennie, “Deteksi Dini dan Cara Screening Penderita Epilepsi’, Epilepsi Pedoman untuk Orang Tua dan ‘Gairu, Badan Penerbit Universitas Diponegaro, Semarang 1991. 17-31 6. SM Lumbantobing, “Epilepsi (ayan)", Balai Penerbit FKUI Jakerta 1996. 7. Rakel, “Conns Current therapy 1986", WB Saunder Company 1986. 707-708. 8 Soedome Hadinato, “Management Epitepsi”, Epilepsi untuk Orang Tua Murid dan Guru, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang 1991, 42-43. }998 - EPILEPSI

Anda mungkin juga menyukai