Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN LEUKIMIA PADA ANAK

Disusun Oleh:

Ovie Intan Ariani


010115A092

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2021
ASUHAN KEPERWATAN LEUKIMIA

A. Anatomi dan fisiologi

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang
berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh,
mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan
tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali
dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang
berarti darah. Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga
menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon- hormon dari sistem
endokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia bewarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan
oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi
dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Darah adalah bagian terbesar dari tubuh manusia, 70% tubuh manusia terdiri dari
darah, darah memiliki banyak fungsi didalam tubuh manusia, pada dasarnya
bermanfaat untuk mengatur suhu tubuh, mengedarkan oksigen, sistem kinerja darah
mengedarkan sari makanan dari tubuh dan mengedarkan hormon. Pada tubuh yang
sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira 1/13 dari berat badan atau
kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama,
bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah
(Syaifuddin, 2006)
Darah terdiri dari 4 bagian utama yaitu plasma darah, sel darah merah, sel
darah putih dan keping darah.
1) Plasma Darah
Bagian 55% dari darah yang berupa cairan kekuningan dan membentuk
medium cairan darah disebut plasma darah. 90% bagian plasma darah terdiri
dari air, plasma darah ini memiliki fungsi mengangkut sari makanan ke dalam
sel dan membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat pembuangan, plasma
darah ini juga bermanfaat untuk menghasilkan zat antibodi untuk menjaga
kekebalan tubuh dari penyakit. Bagian cairan darah yang membentuk sekitar
5% dari berat badan, merupakan media sirkulasi elemen-elemen darah yang
membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan sel pembeku darah juga
sebagai media transportasi bahan organik dan anorganik dari suatu organ atau
jaringan. Zat-zat dalam plasma darah ada 6 macam, diantaranya yaitu
fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah, garam- garam
mineral (garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain) yang berguna dalam
metabolisme dan juga mengadakan osmotik, protein darah (albumin, globulin)
yang dapat meningkatkan viskositas darah dan juga menimbulkan tekanan
osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh, zat makanan
(asam amino, glukosa, lemak, mineral, dan vitamin), hormon yaitu suatu zat
yang dihasilkan dari kelenjar tubuh, dan antibodi/antitoksin (Syaifuddin, 2006)

Gambar 1.1 Plasma darah

a) Sel Darah Merah

Sel darah merah (SDM) atau eritrosit adalah cakram bikonkaf tidak
berinti yang kira-kira berdiameter 8 µm, tebal bagian tepi 2µm dan
ketebalannya berkurang di bagian tengah menjadi hanya 1 mm atau
kurang, karena lunak dan lentur maka selama melewati mikrosirkulasi sel-
sel ini mengalami perubahan konfigurasi. Eritrosit tidak mempunyai
nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel dari segi
biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen. Sel
darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah.
Sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling
banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat
darah dalam hewan bertulang belakang. Sel darah merah adalah salah satu
contoh sel yang tidak berinti. Sel darah merah berbentuk pipih dan cekung
pada bagian tengahnya, tidak memiliki inti, tidak dapat menembus dinding
kapiler darah dan berwarna kekuning- kuningan. Pada orang dewasa sel
darah merah berjumlah sekitar 5 juta sel/mm³ darah pada laki-laki dan 4
juta sel/mm³ darah pada perempuan. Pada orang dewasa sel darah merah
dibentuk dalam sumsum tulang pipih, sedangkan pada janin sel darah
merah dibentuk dalam hati dan limfa. Setelah berumur 120 hari, sel darah
merah akan mati dan diubah menjadi bilirubin atau zat warna empedu.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, sel darah merah
dihasilkan dari limpa, hati, kura dan sumsum merah pada tulang pipih, sel
darah merah yang sudah rusak akan dibuang ke dalam hati.
Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai
menjadi 2 zat yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk
pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat
dalam eritrosit berguna untuk mengikat oksigen dan karbon dioksida.
Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gr dalam 100 cc
darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 mg%
(Syaifuddin, 2006).

Gambar 1.2 Sel Darah Merah

b) Sel Darah Putih


Sel darah putih atau leukosit adalah sel yang membentuk komponen
darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan
berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel
darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amuboid
(bentuk tidak tetap), dan dapat menembus dinding kapiler/diapedesis.
Normalnya kita memiliki 4x109 hingga 11x109 sel darah putih dalam satu
liter darah manusia dewasa yang sehat atau sekitar 7000-25000 sel per
tetes. Dalam kasus leukimia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel
per tetes. Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan
bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan
berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid
atau tidak memiliki bentuk yang tetap.
Fungsinya sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan
bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikulo
endotel) tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe, sebagai
pengangkut yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa terus ke pembuluh darah. Sel leukosit disamping berada di
pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada
kebanyakan penyakit disebabkan oleh masuknya kuman/infeksi maka
jumlah leukosit yang ada dalam darah akan lebih banyak dari biasanya.
Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam
kelenjar limfe, sekarang beredar di dalam darah untuk mempertahankan
tubuh dari serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah
melebihi 10000/mm3 disebut leukositosis dan kurang dari 6000/mm3
disebut leukopenia. (Syaifuddin, 2006)

Gambar 1.3 Sel Darah Putih


Gambar 1.4 Beberapa jenis sel darah putih

Ada beberapa jenis sel darah putih, yaitu: basofil, eosinofil, sel
batang, sel segmen, limfosit, dan monosit.
% dalam
Tipe Gambar Diagram Keterangan
tubuh
manusia

Neutrofil berhubungan dengan


Neutrofil 65% pertahanan tubuh terhadap infeksi
bakteri serta proses peradangan
kecil lainnya, serta biasanya juga
yang memberikan tanggapan
pertama terhadap infeksi bakteri;
aktivitas dan matinya neutrofil
dalam jumlah yang banyak
menyebabkan adanya nanah.

Eosinofil terutama berhubungan


dengan infeksi parasit, dengan
demikian meningkatnya eosinofil
Eosinofil 4%
menandakan banyaknya parasit.
Basofil terutama bertanggung jawab
untuk memberi reaksi alergi dan
Basofil
antigen dengan jalan mengeluarkan
histamin kimia yang menyebabkan
<1%
peradangan.

Limfosit lebih umum dalam sistem


limfa. Darah mempunyai tiga jenis
limfosit:

1. Sel B: Sel B membuat


antibodi yang mengikat
patogen lalu
menghancurkannya. (Sel B
tidak hanya membuat
antibodi yang dapat
mengikat patogen, tapi
setelah adanya serangan,
beberapa sel B akan
mempertahankan
Limfosit 25% kemampuannya dalam
menghasilkan antibodi
sebagai layanan sistem
'memori'.)

2. Sel T: CD4+ (pembantu)


Sel T mengkoordinir
tanggapan ketahanan (yang
bertahan dalam infeksi
HIV) sarta penting untuk
menahan bakteri
intraseluler. CD8+
(sitotoksik) dapat
membunuh sel yang
terinfeksi virus.
Sel natural killer: Sel
pembunuh alami (natural
killer, NK) dapat
membunuh sel tubuh yang
tidak menunjukkan sinyal
bahwa dia tidak boleh
dibunuh karena telah
terinfeksi virus atau telah
menjadi kanker.
Monosit membagi fungsi
"pembersih vakum" (fagositosis)
dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia

Monosit hidup dengan tugas tambahan:

6% memberikan potongan patogen


kepada sel T sehingga patogen
tersebut dapat dihafal dan dibunuh,
atau dapat membuat tanggapan
antibodi untuk menjaga.
Monosit dikenal juga sebagai
Makrofag (lihat di makrofag setelah dia meninggalkan
atas) aliran darah serta masuk ke dalam
jaringan.

c) keping Darah
Keping darah, lempeng darah, trombosit atau platelet, adalah
fragmen sel yang tersirkulasi dalam darah yang terlibat dalam mekanisme
hemostatis tingkat sel yang menimbulkan pembekuan darah (trombus).
Disfungsi atau jumlah keping darah yang sedikit dapat menyebabkan
pendarahan, sedangkan jumlah yang tinggi dapat meningkatkan risiko
trombosis. Trombosit memiliki bentuk yang tidak teratur, tidak berwarna,
tidak berinti, berukuran lebih kecil dari

eritrosit dan leukosit, dan mudah pecah bila tersentuh benda kasar. Jumlah
trombosit adalah 200000-300000 keping/mm³ darah.
Trombosit diproduksi di sumsum merah, keping darah berfungsi
dalam pembekuan darah, jika ada orang yang terkena demam berdarah,
maka jumlah trombosit ini akan semakin sedikit sehingga darah semakin
mengental dan menyebabkan kematian, oleh karena itu penderita demam
berdarah harus ditransfusi darah agar mendapat pasokan trombosit yang
banyak (Syaifuddin, 2006).

Gambar 1.5 Keping darah

Fungsi darah dalam metabolisme tubuh kita antara lain sebagai alat
pengangkut (pengedar), pengatur suhu tubuh dan pertahanan tubuh.
Peredaran Oksigen pada tubuh :
a. Oksigen diedarkan ke seluruh tubuh oleh sel darah merah.
b. Darah yang dipompa dari bilik kanan jantung menuju paru-paru
melepaskan CO2 dan mengambil O2 dibawa menuju serambi kiri.
c. O2 dari serambi kiri disalurkan ke bilik kiri

d. Dari bilik kiri O2 dibawa ke seluruh tubuh oleh sel darah merah untuk
pembakaran (oksidasi)
e. Peredaran darah besar yaitu peredaran darah yang berasal dari
jantung membawa oksigen dan sari makanan ke seluruh tubuh dan
kembali ke jantung membawa karbondioksida.
f. Peredaran darah kecil yaitu peredaran darah dari jantung membawa
karbondioksida menuju paru-paru untuk dilepas dan mengambil
oksigen dibawa ke jantung.
Jadi kesimpulannya, fungsi darah adalah mengedarkan sari makanan
ke seluruh tubuh yang dilakukan oleh plasma darah, mengangkut sisa
oksidasi dari sel tubuh untuk dikeluarkan dari tubuh yang dilakukan oleh
plasma darah, karbondioksida dikeluarkan melalui paru-paru, urea
dikeluarkan melalui ginjal, mengedarkan hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar buntu (endokrin) yang dilakukan oleh plasma darah, mengangkut
oksigen ke seluruh tubuh yang dilakukan oleh sel-sel darah merah,
membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh yang dilakukan oleh sel
darah putih, menutup luka yang dilakukan oleh keping-keping darah, dan
menjaga kestabilan suhu tubuh

B. Konsep penyakit
1. Definisi
Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum sum
tulang yang di tandai oleh proliferasi sel-sel yang abnormal dalam darah tepi
(Muthia Rendra,Rismawati Yoswar, 2013).
Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang berlebihan, jumlah
leukosit dalam bentuk seringkali rendah, sel – sel imatur ini tidak sengaja
menyerang dan menghacurkan sel darah normal atau jaringan vaskuler (Apriany,
2016)
2. Etiologi(Suriadi & Yuliani, 2010)
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a) Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur
gen (T cell leukemia lymphoma virus/HTLV).
b) Tingkat radiasi yang sangat tinggi
c) Obat – obatan imunosupresif, obat – obat karsinogenik seperti
diethylstilbestrol.
d) Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
e) Kelainan kromosom, misalnya pada down syndrome
3. Manifestasi klinis (Betz & Sowden, 2009); (Apriany, 2016)

a) Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)


Gambaran klinis ALL cukup bervariasi, dan gejalanya dapat tampak
tersembunyi atau akut. Manifestasi klinisnyaantara lain pucat, mudah memar,
letargi, anoreksia, malaise, nyeri tulang, nyeri perut dan perdarahan. Pada
pemeriksaan fisik akan ditemukan hal – hal sebagai berikut : demam,
keletihan, anoreksia, pucat, petekie dan ekimosis pada kulit atau membran
mukosa, perdarahan retina, pembesaran dan fibrosis organ – organ sistem
retikuloendotelial seperti hati, limpa, dan limfonodus, berat badan turun, nyeri
abdomen yang tidak jelas, nyeri sendi dan nyeri tekan pada tulang
b) Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut NonLymphoid Leukemia (ANLL)
Leukemia mieloblastik akut merupakan suatu kelompok penyakit yang
heterogen yang memberikan prognosis buruk. Gejala dan tanda AML yang
muncul meliputi pucat, demam, nyeri tulang, dan perdarahan kulit serta
mukosa. Meskipun ALL dan AML tidak dapat dibedakan berdasarkan temuan
klinis sekarang, beberapa subtipe dari AML memiliki manifestasi yang
berbeda. Leukemia promielositik akut sering kali berhubungan dengan
koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dan perdarahan yang serius,
sedangkan leukemia monoblastik atau mielomonoblastik akut dapat
memperlihatkan hipertrofi gusi dan nodul kulit. Koagulasi intravaskuler
diseminata terjadi lebih sering dan lebih serius pada AML
c) Chronic Mielogenosa Leukemia (CML)
CML terutama terjadi pada orang dewasa yang berusia antara β5 dan 60
tahun, insiden puncaknya terletak pada usia antara γ0 dan 50 tahun. Walaupun
demikian, penyakit ini dapat terjadi pada anak, neonatus, dan orang yang
sangat tua. Gejala klinik CML tergantung pada fase yang kita jumpai pada
penyakit tersebut, yaitu :
(1) Fase kronik, terdiri atas :
(a) Gejala – gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme,
misalnya penutrunan berat badan, badan kelelahan, anoreksia,
atau keringat malam.
(b) Splenomegali hampir selalu ada dan sering kali bersifat masif.
Pada beberapa pasien, pembesaran limpa disertai dengan rasa
tidak nyaman, nyeri, atau gangguan pencernaan.
(c) Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardi.
(d) Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan di tempat –
tempat lain akibat fungsi trombosit yang abnormal.
(e) Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia
akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan
masalah
(f) Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan dan
priapismus
(2) Fase transformasi akut, terdiri atas :
(a) Perubahan terjadi pelan – pelan dengan prodomal selama 6 bulan,
disebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru yaitu
demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin progresif.
Respon terhadap kemoterapi menurun, leukositosis meningkat dan
trombosit menurun dan akhirnya menjadi gambaran leukemia
akut.
(b) ada sekitar sepertiga penderita, perubahan terjadi secara
mendadak, tanpa didahului masa prodomal, keadaan ini disebut
kritis bastik(blast crisis). Tanpa pengobatan adekuat penderita
sering meninggal dalam 1 sampai β bulan
d) Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL/LLK)
Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menimbulkan gejala.
Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan limfadenopati
generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain meliputi
hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga.
Demam, keringat malam dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi
semakin mencolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya, dan juga
limfadenopati massifdapat menimbulkan obstruksi lumen termasuk ikterus
obstruktif, disfagia uropati obstuktif, edema ekstremitas bawah. Infeksi
bakteri dan jamur sering ditemukan pada stadium lanjut karena defisiensi
imun dan neutropenia (akibat infiltrasi sum – sum tulang, kemoterapi, atau
hipersplenisme)
4. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi tanpa batas sel – sel darah putih yang
imatur dalam jaringan tubuh yang membentuk darah. Sel – sel imatur ini tidak
sengaja menyerang dan menghansurkan sel darah normal atau jaringan vaskular
((Betz & Sowden, 2009). Walaupun bukan suatu tumor, sel – sel leukemia
memperlihatkan sifat neoplastik yang sama seperti sel – sel kanker yang solid.
Oleh karena itu, keadaan patologi dan menifestasi klinisnya disebabkan oleh
infiltrasi dan penggantian setiap jaringan tubuh dengan sel – sel leukemia
nonfungsional. Organ – organ yang terdiri banyak pembuluh darah, seperti limpa
dan hati, merupakan organ yang terkena paling berat (Wong, D, L. Eaton, M, H.
Wilson, D. Winkelstein, M, 2009). Sel – sel leukemia berinfiltrasi kedalam sum –
sum tulang, menggantikan unsur – unsur sel yang normal, sehingga
mengakibatkan timbulnya anemia dan menghasilkan sel darah merah dalam
jumlah yang tidak mencukupi bagi tubuh (Betz & Sowden, 2009)
Invasi sel – sel leukemia kedalam sum – sum tulang secara perlahan akan
melemahkan tulang dan cenderung mengakibatkan fraktur. Karena sel – sel
leukemia menginvasi periosteum, peningkatan tekanan menyebabkan nyeri yang
hebat (Wong, D, L. Eaton, M, H. Wilson, D. Winkelstein, M, 2009). Timbul
perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Infeksi juga
lebih sering terjadi karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi sel – sel
leukemik kedalam organ – organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali,
dan limfadenopati (Betz & Sowden , 2009). Leukemia nonlimfoid akut mencakup
beberapa jenis leukemia berikut leukemia mieloblastik akut, leukemia
monoblastik akut, dan leukemia mielositik akut. Timbul disfungsi sum – sum
tulang, yang menyebabkan menurunnya jumlah sel darah merah, neutrofil, dan
trombosit. Sel – sel leukemik menginfiltrasi limfonodus, limpa, hati. Tulang, dan
sistem saraf pusat (SSP), juga organ – organ reproduksi seperti testis. Lokasi
invasi yang paling penting adalah SSP yang terjadi sekunder karena infiltrasi
leukemik dapat menyebabkan tekanan intrakranial (Betz & Sowden , 2009).
5. Komplikasi
a) Tombositopenia
Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia akut biasanya merupakan
akibat infiltrasi sumsum tulang atau kemoterapi, selain itu dapat juga
disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti koagulasi intravaskuler
diseminata, proses imunologis dan hipersplenisme sekunder terhadap
pembesaran limpa. Trombositopenia yang terjadi bervariasi dan hampir selalu
ditemukan pada saat leukemia didiagnosis.
b) Koagulasi intravaskuler diseminata (KID)
Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) adalah suatu sindrom yang ditandai
dengan aktivasi koagulasi intravaskuler sistemik berupa pembentukan dan
penyebaran deposit fibrin dalam sirkulasi sehingga menimbulkan trombus
mikrovaskuler pada berbagai organ yang dapat mengakibatkan kegagalan
multiorgan. Aktivasi koagulasi yang terus berlangsung menyebabkan
konsumsi faktor pembekuan dan trombosit secara berlebihan sehingga
mengakibatkan komplikasi perdarahan berat. KID bukanlah suatu penyakit
tetapi terjadinya sekunder terhadap penyakit lain yang mendasari.
c) Fibrinolisis primer
Beberapa peneliti menemukan bahwa leukosit pada leukemia akut memiliki
aktivitas fibrinolitik yang dapat menyebabkan fibrinolisis primer terutama
pada leukemia promielositik akut. Pada fibrinolisis primer, perdarahan
disebabkan oleh degradasi faktor pembekuan yang diinduksi plasmin seperti
fibrinogen

6. pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada
kelainan sumsum tulang berupa adanya pansitopenia, limfositosis yang
kadang – kadang menyebabkan gambaran tepi monoton dan terdapat sel blas.
Terdapat sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomik untuk
leukemia. Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang
monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoietik patologis sedangkan sistem
lain terdesak (aplasia sekunder). Anak dengan sel darah putih lebih dari
50.000/mmγ adalah tanda prognosis kurang baik. Kadar hematokrit dan
hemoglobin rendah mengindikasikan anemia. Trombosit rendah
mengindikasikan potensial perdarahan.
b) Aspirasi sumsum tulang (BMP), hiperseluler terutama banyak terdapat sel
muda
c) Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit.
d) Cairan serebrospinalis atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)
Bila terdapat jumlah patologis dan protein, berarti suatu leukemia meningeal.
Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX) secara intratekal secara
rutin pada setiap pasien yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial
meninggi.
7. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan Medis
1) Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 6
g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda – tanda DIC dapat diberikan
heparin (Ngastiyah., 2014)
2) Terapi leukemia meliputi pemakaian agens kemoterapeutik, tujuannya untuk
membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker, kemoterapi dapat
membunuh sel kanker yang telah lepas dari sel kanker induk atau
bermetastase melalui darah dan limfe ke bagian tubuh lain. Prose kemoterapi
terbagi dalam empat fase, yaitu :
a) Terapi induksi
Yang menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang dari 5% sel –
sel leukemia dalam sum – sum tulang. Hampir segera setelah diagnosis
ditegakkan, trrapi induksi dimulai dan berlangsung selama 4 hingga 6
minggu. Obat – obatan utama yang dipakai untuk induksi pada ALL
adalah kortikosteroid (terutama prednison), vinkristin, dan L-
asparaginase, dengan atau tanpa doksorubisin. Terapi obat pada AML
meliputi doksorubisin atau daunorubisin (daunomisin) dan sitosin
arabinosida.

b) Terapi profilaksis SSP


Yang mencegah agar sel – sel leukemia tidak menginvasi SSP.
Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis melalui kemoterapi
intratekal dengan metotreksat, sitarabin, dan hidrokortison. Karena
adanya kekhawatiran terhadap terhadap efek samping iradiasi kranial,
terapi ini hanya dialakukan pada pasien – pasien yang beresiko tinggi dan
yang memiliki penyakit SSP.
c) Terapi intensifikasi (konsolidasi)
Yang menghilangkan sel – sel leukemia yang masih tersisa, diikuti
dengan terapi intensifikasi lambat (delayed intensification), yang
mencegah timbulnya klon leukemik yang resisten. Penyuntikan intratekal
yang menyertai kemoterapi sistemik meliputi pemberian Lasparaginase,
metotreksat dosis tinggi atau sedang, sitarabin, vinkristin dan
merkaptopurin.
d) Terapi rumatan
Yang berfungsi untuk mempertahankan fase remisi. Terapi rumatan
dimulai sesudah terapi induksi dan konsolidasi selesai dan berhasil
dengan baik untuk memelihara remisi selanjutnya mengurangi jumlah sel
leukemia. Regimen terapi obat kombinasi yang meliputi pemberian
merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali, dan terapi
intratekal secara periodik diberikan selama β tahun kemudian. Demikian
juga selama terapi rumatan, harus dilakukan pemeriksaan hitung darah
lengkap untuk mengevaluasi respons sum – sum tulang terhadap obat
obatan yang dilakukan.
e) Reinduksi sesudah relaps
Adanya sel – sel leukemia dalam sumsum tulang, SSP atau testis
menunjukkan terjadinya relaps atau kekambuhan penyakit. Terapi pada
anak – anak yang mengalami relaps mengalami relaps meliputi terapi
reinduksi dengan prednison dan vinkristin, disertai pemberian kombinasi
obat lain yang belum digunakan. Terapi preventif SSP dan terapi
rumatannya dilaksanakan sesuai dengan yang telah diuraikan sebelumnya
dan dilaksanakan setelah remisi.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujua untuk mengumpulkan informasi
atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalahmasalah
kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental sosial dan
lingkungan (Dermawan, 2012)
a) Identitas
Leukemia limfosit akut sering terdapat pada anak-anak usia dibawah 15 tahun
(85%), puncaknya berada pada usia 2-4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada
anak laki-laki daripada anak perempuan.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada anak dengan LLA mengeluh nyeri pada tulang-tulang, mual
muntah, tidak nafsu makan dan lemas.
(2) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya mengalami demam yang naik turun, gusi berdarah, lemas dan
dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat karena belum mengetahui tentang
penyakit yang diderita.
(3) Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang pernah mengalami penyakit LLA karena merupakan
penyakit ginetik (keturunan)
(4) Riwayat pada faktor-faktor pencetus
Seperti pada dosis besar, radiasi dan obat-obatan tertentu secara kronis.
(5) Manifestasi dari hasil pemeriksaan
Biasanya di tandai dengan pembesaran sum-sum tulang dengan sel-sel
leukemia yang selanjutnya menekan fungsi sum-sum tulang, sehingga
menyebabkan gejala seperti dinawah ini.
- Anemia
Ditandai dengan penurunan berat badan, kelelahan, pucat, malaise,
kelemahan, dan anoreksia.
- Trombositopenia
Ditandai dengan perdarahan gusi, mudah memar, dan petekie.
- Netropenia
Ditandai dengan demam tanpa adanya infeksi, berkeringat di malam hari
c) Pemeriksaan Fisik
Didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah bening (limfadenopati),
pembesaran limpa (splenomegali), dan pembesaran hati (splenomegali), dan
pembesaran hati (hepatomegali). Pada pasien dengan LLA precursor sel-T
dapat ditemukan adanya dispnoe dan pembesaran vena kava karena adanya
supresi dari kelenjar getah bening di mediastinum yang mengalami
pembesaran . sekitar 5% kasus akan melibatkan sistem saraf pusat dan dapat
ditemukan adanya peningkatan tekanan intracranial (sakit kepala, muntah,
papil edema) atau paralisis saraf kranialis (terutama VI dan VII) (Roganovic J,
2013)
d) Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnose, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu:
(1) Darah tepi : adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton terdapat sel belst, yang
merupakan gejala patogonomik untuk leukemia
(2) Sum-sum tulang : dari pemeriksaan sum-sum tulang akan ditemukan
gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel lomfopoetik sedangkan
sistem yang lain terdesak (apanila skunder)
(3) Pemeriksaan lain : biopsy limpa, kimia darah, cairan cerebrospinal dan
sitogenik.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua dari proses keperawatan yang
menggambarkan peelitian klinis tentang reson individu, keluarga, kelompok
maupun masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun
potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI., 2017). Diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien anak dengan). Kemungkinan diagnosa keperawatan yang
akan muncul
a. Risiko infeksi
b. Nyeri kronis
c. defisit nutrisi
d. Risiko perfusi jaringan perifier tidak efektif
e. Gangguan mobilitas fisik
f. Gangguan integritas kulit
g. Gangguan citra tubuh
h. Resiko ketidakseimbangan cairan
3. Intervensi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI., 2017)
No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)

SLKI SIKI
Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama ...x... 1. Monitor tanda dan
jam diharapkan klien gejala infeksi
terhindar dari resiko 2. Cuci tangan sebelum
infeksi dengan kriteria dan sesudah kontak
1 hasil: dengan pasien dan
Tingkat Infeksi lingkungan pasien
1. Integritas 3. Lakukan perawatan tali
Kulit Baik pusat
4. Ajarkan ibu cara cuci
tangan dengan benar
5. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu
Nyeri Kronis SLKI: SIKI
   Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan nyeri Observasi
pada pasien berkurang
dengan kriteria hasil : - Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas,
1. Nyeri berkurang intensitas nyeri
dengan skala 2 - Identifikasi skala nyeri
2. Pasien tidak mengeluh - Identifikasi respon
nyeri nyeri nonverbal
3. Pasien tampak tenang - Identifikasi faktor yang
4. Pasien dapat tidur memperingan dan
dengan tenang memperberat nyeri
5. Frekuensi nadi dalam - Identifikasi
2 pengetahuan dan
batas normal (60-100
x/menit) keyakinan tentang nyeri
6. Tekanan darah dalam - Identifikasi budaya
batas normal (90/60 terhadap respon nyeri
mmHg – 120/80 - Identifikasi pengaruh
mmHg) nyeri terhadap kualitas
7. RR dalam batas normal hidup pasien
(16-20 x/menit) - Monitor efek samping
Kontrol Nyeri penggunaan analgetik
1. Melaporkan bahwa - Monitor keberhasilan
nyeri berkurang terapi komplementer
dengan menggunakan yang sudah diberikan
manajemen nyeri Terapeutik
2. Mampu mengenali
- Berikan teknik non
nyeri (skala, intensitas,
farmakologis untuk
frekuensi dan tanda
meredakan nyeri
nyeri)
(aromaterapi, terapi
Status Kenyamanan pijat, hypnosis,
biofeedback, teknik
1. Menyatakan rasa imajinasi
nyaman setelah nyeri terbimbimbing, teknik
berkurang tarik napas dalam dan
kompres hangat/
dingin)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri ( missal: suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan)
- Fasilitasi istirahat tidur
Perawatan kenyamanan
Observasi
- Identifikasi gejala yang
tidak menyenangkan
(mis. Mual, nyeri, gatal,
sesak)
- Identifikasi pemahaman
tentang kondisi, situasi
dan perasaannya
Terapeutik
- Berikan posisi yang
nyaman
- Ciptakan lingkungan
yang nyaman
Edukasi
- Jelaskan mengenai
kondisi dan pilihan
terapi/pengobatan
- Ajarkan terapi relaksasi
- Ajarkan teknik distraksi
dan imajinasi terbimbing
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgesik, antipruritus,
antihistamin, jika perlu
3 defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
intervensi keperawatan observasi
selama ........ jam, maka 1. identfiikasi status nutrisi
status nutrisi membaik 2. identfikasi alergi dan
dengan kriteria hasil : intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang 3. monitor asupan
dihabiskan makanan
2. Berat badan meningkat 4. monitor berat badan
3. Frekuesni makan terapeutik
meningkat 1. lakukan oralhygiene
4. Nafsu makan sebelum makan
meningkat 2. sajikan makanan secara
5. Perasaan cepat kenyang menarik dan shuhu yang
meningkat sesuai
edukasi
1. anjurkan posisi duduk
2. ajarkan diet yang
diprogramkan

Setelah dilakukan tindakan SIKI :


Risiko perfusi jaringan keperawatan selama…x… Manajemen sensasi perifer
perifer tidak efektif jam tidak terjadi perfusi a. Periksa perbedaan panas
jaringan perifer tidak atau dingin
efektif dengan kriteria b. Monitor perubahan kulit
hasil : c. Hindari pemakaian
benda-benda yang
SLKI : berlebihan suhuhnya
4 Status sirkulasi (terlalu panas/dingin)
Kriteria hasil: d. Anjurkan pemakaian
a. Kekuatan nadi sepatu lembut dan
mengingkat bertumit rendah
b. Tekanan systole dan e. Kolaborasi pemberian
diastole dalam rentang analgetik
yang diharapkan
c. Akral dingin menurun
d. Fatigue menurun

5 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan SLKI :


fisik keperawatan selama…x…
jam gangguan mobilitas dukungan mobilitas
fisik pasien teratasi dengan
observasi :
kriteria hasil :
SLKI : 1. Identifikasi adanya
nyeri atau keluahn
1. Pergerakan ekstremitas
fisik lainnya
meningkat
2. Identifikasi toleransi
2. Kekuatan otor
fisik melakukan
meningkat
pergerakan
3. Nueri menurun
3. Monitor frekuensi
4. Kaku sendi menurun jantung dan tekanan
darah sebelm
5. Gerakan terbatas memulai mobilisasi
menurun
4. Monitor kondisi
6. Kelemahan fisik umums elama
menurun melakukan
mobilisasai
terapeutik
1. Fasilitas aktivitas
moblisasi dengan
alat bantu
2. Fasilitas melakukan
pergerakan
3. Libatakan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningktkan
pergerakan
edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedure mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasai dini
3. Ajarakna mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan misa
duduk di tempat
tidur

6 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan perawatan integritas kulit


kulit keperawatan selama…x…
jam integritas kuit dan observasi
jaringan pasien meningkat
1. Identifitas penyebab
dengan kriteria hasil :
gangguan integritas kulit
SLKI :
terapeutik
integritas kuit dan jaringan
1. ubah posisi tiap2 jam
1. Elastisitas
2. gunakan produk
meningkat
berbahan minyak pada
2. Hidrasi meningkat kulit kering

3. Kerusakan laosan 3. hindari berbhan alkohol


kulit menurun pada kulit perawatan
luka
4. Pendarahan
menurun observasi

5. Neyri menurun 1. monitor karakteristik


luka
6. Hematoma
menurun 2. monitor tanda-tanda
infeksi
terapeutik
1. epaskan balutan dan
plester secara
berlahan
2. bersihan denganc
airan Nacl
3. bersihkan jaringan
nekrotik
4. berikan salep yang
sesuai kulit
5. pasang balutan ssuai
jenis luka
6. pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan
edukasi
1. jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein

7 Setelah dilakukan tindakan SLKI :


Gangguan citra tubuh keperawatan selama…x…
jam gangguan citra tubuh Promosi citra tubuh
pasien teratasi dengan
1. Monitor frekuensi
kriteria hasil :
mengkritik dirinya
SLKI :
2. Diskusikan perubahan
Citra tubuh tubuh dan fungsinya
3. Diskusikan perbedaan
1. Verbalisasi perasaan penampilan fisik
negatif tentang terhadap harga diri
perubahan tubuh 4. Jelaskan kepada
menurun keluarga tentang
2. Fokus pada perawatan dan
penampilan masa lalu perubahan citra tubuh
menurun 5. Latih peningkatan
3. Hubungan sosial penampilan diri
membaik 6. Latih pengungkapan
Harga diri kemampuan diri kepada
oranglain maupun
1. Penilaian diri positif kelompok
meningkat
2. Perasaan malu
menurun

4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan (Kozier, 2011)
5. Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual untukmelengkapi proses keperawatan yangmenandakan
seberapa jauh diagnos keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah
berhasil dicapai. Meskipun tahapp evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan (Dermawan, 2012)
a. Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat
setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan perawatan,
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan, ditulis pada catatan perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriany, D. (2016) Asuhan Keperawatan Anak dengan Keganasan. Bandung: PT Refika
Aditama.
Betz & Sowden (2009) Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Dermawan, D. (2012) Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka. Kerja (1st ed.).
yogyakarta: Gosyen Publishing.
Kozier, et al (2011) Buku ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses & praktik, edisi
7, volume 1. Jakarata: EGC.
Muthia Rendra,Rismawati Yoswar, A. Mh. (2013) ‘Gambaran Laboratorium Leukimia
Kronik diBagian penyakit Dalam RSU PDr.M.Djamal Padang’, Jurnal Kesehatan
Andalas, 2(3).
Ngastiyah. (2014) Perawatan Anak Saki. Jakarta: EGC.
Roganovic J (2013) Acute lymphoblastic leukemia in children leukemia.
Suriadi & Yuliani (2010) Buku Pegangan Praktek Klinik. Asuhan Keperawatan Pada Anak.
2nd edn. Jakarta: Sagung Seto.
Syaifuddin (2006) Anatomi dan Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017) tandar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Wong, D, L. Eaton, M, H. Wilson, D. Winkelstein, M, L. S. (2009) Buku ajar keperawatan
pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai