Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 08

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

KEATIFAN LOKAL DALAM MENJAGA LINGKUNGAN

Dosen Pembimbing : Ir. Muh. Darwis, M. Si

Di Susun Oleh :
Syafiqatul Fuady

(200104500002)

PRODI FISIKA SAINS


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2020
PENUGASAN

1. Nilai-nilai apa yang Anda temukan dari cerita di atas?


a) Pelestarian lingkungan fisik, dengan cara ngadidik atau mendidik, nganggerkeun
bangunan imah atau konsistensi bangunan rumah, serta nyaring kabudayaan atau
menyaring kebudayaan
b) Pelestarian lingkungan biologis dengan cara ngadidik atau mendidik, pengadaan
tempat sampah, gotong royong guide, ngajaga leuweung atau menjaga hutan serta
tanam tebang dan
c) Pelestatian lingkungan social yaitu dengan cara nyaring kabudayaan atau
menyaring kebudayaan, mempertahankan budaya gotong royong, mempertahankan
keramahtamahan, serta pengumpulan hasil pertanian. Alasan masyarakat Kampung
Naga dapat mempertahankan keberadaannya sebagai kampung adat di tengah
kondisinya sebagai kampung wisata budaya adalah adanya amanat-wasiat-akibat
yang diturunkan dari leluhur, serta filosofi hirup jeung alam atau hidup bersama
alam yang memperlihatkan adanya simbiosis mutualisme antara manusia dan alam.

2. Bagaimana kisah di atas dikaitkan dengan perspektif anrtoposentrisme,


biosentrisme, dan ekosentrisme?
a. Antroposentrisme merupakan suatu etika yang memandang manusia sebagai pusat
dari sistem alam semesta. Di dalam antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral
hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia
mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting diantara mahkluk hidup lainnya.
Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara
langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya.
b. Biosentrisme, merupakan suatu paradigma yang memandang bahwa setiap
kehidupan dan mahkluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri,
sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Konsekuensinya,
alam semesta adalah sebuah komunitas moral, setiap kehidupan dalam alam
semesta ini, baik manusia maupun bukan manusia atau mahkluk lain, sama-sama
mempunyai nilai moral. Seluruh kehidupan di alam semesta sesungguhnya
membentuk sebuah komunitas moral. Oleh karena itu, kehidupan mahkluk hidup
apa pun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan
moral, bahkan lepas dari perhitungan untung dan rugi bagi kepentingan manusia.
Dengan demikian, etika tidak dipahami secara terbatas dan sempit sebagai hanya
berlaku pada komunitas manusia. Tetapi juga berlaku bagi seluruh komunitas biotis
termasuk komunitas manusia dan komunitas mahkluk hidup lainnya.
c. Ekosentrisme, merupakan suatu paradigma yang lebih jauh jangkauannya. Pada
ekosentrisme, justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang
hidup maupun yang tidak hidup. Secara ekologis, mahkluk hidup dan benda-benda
abiotis lainnya saling terkait satu sam alain. Oleh karena itu, kewajiban dan
tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada mahkluk hidup. Kewajiban dan
tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.

3. Kunjungilah salah satu kawasan permukiman yang ada di sekitar kampus atau
tempat tinggal saudara. Identifikasi nilai budaya dan perilaku arif apa yang masih
diterapkan dan yang telah ditinggalkan!
TABE’ (permisi) merupakan budaya yang sangat indah yang ditinggalkan oleh
leluhur yang mewariskan sopan santun yang tidak hanya melalui ucapan tetapi juga
dengan gerak. Bagaimanapun itu, hal ini perlu tetap dijaga karena tidak hanya
diperuntukkan kepada yang muda melakukan ke yang lebih tua tetapi juga sebaliknya.
Realita Saat Ini adalah budaya tabe’ perlahan-lahan mulai luntur dalam masyarakat,
khususnya pada kalangan anak-anak dan remaja. Mereka tidak lagi memiliki sikap tabe’
dalam dirinya. Entah karena orangtua mereka tidak mengajarkannya atau memang
karena kontaminasi budaya Barat yang menghilangkan budaya tabe’ ini. Mereka tidak
lagi menghargai orang yang lebih tua dari mereka. Mereka melewati tanpa permisi,
bahkan yang sering saya temukan banyak anak-anak yang memakai kata ‘BROO’ untuk
menyapa orang yang lebih tua dari mereka, bahkan kepada orangtua mereka sendiri.
Padahal sopan santun itu jika digunakan akan mencegah banyak keributan, akan
mencegah terjadi pertengkaran dan akan mempererat rasa persaudaraan. Bahkan jika
budaya tabe diterapkan dalam masyarakat maka tidak ada egosentris yang memicu
konflik seperti tawuran pelajar, perang antar saudara, dan jika dikerucutkan kewilayah
peserta didik, anak-anak yang mengenal budaya tabe’ akan berperilaku sopan dan tidak
mengganggu temannya.
4. Susunlah buku kerja tentang apa saja yang akan dan telah saudara lakukan setiap
hari terkait dengan aspek budaya terkait perilaku arif terhadap lingkungan
hidup.
Sejak abad yang lalu telah terjadi pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran
manusia yang belum pernah terjadi sebelumnya. Global per kapita pendapatan telah
hampir berlipattiga, pengharapan hidup rata-rata telah meningkat dengan hampir dua-
per-tiga, dan orang secara signifikan lebih terpelajar serta terdidik dibandingkan
pendahulu mereka. Namun demikian, abad yang lalu juga terjadi berbagai kerusakan
lingkungan hidup – bahwa dalam mengejar suatu peningkatan kualitas hidup, manusia
khususnya korporasi, mulai mengembangkan perilaku yang merusak lingkungan hidup
dan mengganggu keberlanjutan sumberdaya alam dan, oleh karena itu, bertentangan
dengan kepentingan jangka panjang kita. Populasi manusia secara geometris
berkembang pesat, sementara daratan panen mengalami erosi, hutan merosot, spesies
sedang menghadapi pemunahan, suplai air bersih berkurang, perikanan menurun dan
polusi mengancam kesehatan manusia. Secara keseluruhan, masyarakat sedang
mengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan kualitas sumberdaya alam yang
semakin menurun sementara pertumbuhan yang dilakukan manusia justru tergantung
kepadanya. Pertentangan nyata ini telah mendorong banyak peneliti untuk melakukan
penelitian tentang penyebab dan solusi bagi degradasi lingkungan hidup. Makalah ini
menawarkan fokus serupa, namun demikian juga menerapkan suatu lensa dari perilaku
organisasi untuk menghasilkan penglihatan mendalam terhadap perilaku-perilaku yang
secara nyata tidak kelihatan. Di dalam pandangan penulis, permasalahan lingkungan
hidup bukan semata-mata masalah teknologi atau ekonomi, tetapi juga masalah tingkah
laku dan budaya. Sementara itu teknologi dan kegiatan ekonomi mungkin saja menjadi
penyebab perilaku yang merusak lingkungan hidup secara langsung. Adalah
argumentasi penulis dimana kepercayaan-kepercayaan individual, norma-norma
budaya dan institusi kemasyarakatan memandu pengembangan tingkah laku yang
merusak lingkungan hidup. Pertanyaan dalam diri penulis, kemudian, harus
mempertimbangkan bagaimana perilaku individual dan sosial membentuk persepsi
mereka terhadap lingkungan hidup dan bagaimana mungkin individu, organisasi, dan
nilai instrumental dapat mengabadikan perilaku yang merusakkan lingkungan hidup itu.
Penulis mulai dengan satu asumsi sederhana bahwa manusia, menurut sejarah, telah
terlibat dalam perilaku yang merusak lingkungan hidup dan berada dalam posisi yang
bertentangan dengan kepentingan lingkungan bagi kemampuannya bertahan hidup
dalam jangka panjang. Karena kecenderungan inilah, banyak peluang telah hilang
untuk mengoreksi disfungsionalitas ini. Ada pendapat bahwa banyak atribut yang
menghilangkan peluang bagi ilmu sosial dan ilmu politik untuk mempromosikan
perlindungan terhadap lingkungan hidup. Penulis tidak setuju. Bagaimanapun, para
ilmu pengetahuan sosial dan politik memfokuskan pada seberapa jauh persepsi dan
pengembangan ilmu pengetahuan sosial, politik, ekonomi, dan struktur sosial
mempengaruhi proses perilaku yang merusak lingkungan hidup. Perilaku yang merusak
lingkungan hidup ini mencakup perilaku-perilaku yang memfokuskan kebutuhan yang
dengan segera harus dipenuhi dan tidak memperhitungkan masa depan dan secara
bersamaan mengabaikan nilai dari modal lingkungan hidup dan dampak negatifnya.
Berbagai jenis perilaku ini mengantar penulis pada pemikiran tentang bagaimana tiga
tingkat dari batasan organisasi dapat membatasi kemampuan kita untuk merasakan
kerusakan lingkungan hidup
LATIHAN

1. Jelaskan peran etika lingkungan mengatasi permasalahan lingkungan!

Dengan etika lingkungan, kita tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban
terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup juga membatasi perilaku, tingkah
laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas
kewajaran lingkungan hidup.

2. Jelaskan perbedaan pokok antara paradigma antroposentrisme, biosentrisme dan


ekosentrisme!

a. Antroposentrisme merupakan suatu etika yang memandang manusia sebagai pusat


dari sistem alam semesta. Di dalam antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral
hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia
mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting diantara mahkluk hidup lainnya.
b. Biosentrisme, merupakan suatu paradigma yang memandang bahwa setiap kehidupan
dan mahkluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri, sehingga
pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral.
c. Ekosentrisme, merupakan suatu paradigma yang lebih jauh jangkauannya. Pada
ekosentrisme, justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang
hidup maupun yang tidak hidup.

3. Jelaskan terkait etika yang menyebabkan munculnya masalah lingkungan di


Indonesia!

Etika Lingkungan atau yang disebut keberlanjutan ekologi yang luas


merupakan alternatif wacana menyelamatkan lingkungan, sumber daya alam
dan ekosistem. Paradigma ini memberikan gagasan terhadap pemahaman pertumbuhan
kehidupan ekonomi dengan berbasis pada ekologi yang sekaligus memberikan
peningkatan kualitas dan standar hidup, tidak hanya pada faktor ekonomi tetapi juga
aspek sosial. Paradigma keberlanjutan kelestarian ekologi dan sosial budaya masyarakat,
demi menjamin kualitas kehidupan yang lebih baik dalam arti luas.
Etika lingkungan hidup adalah sebagai refleksi kritis tentang norma dan nilai
atau prinsip moral yang dikenal umum selama ini dalam kaitannya dengan lingkungan
hidup dan refleksi kritis tentang cara pandang manusia tentang manusia, alam, dan
hubungan antara manusia dan alam serta perilaku yang bersumber dari cara pandang
ini. Dari refleksi kritis ini lalu ditawarkan cara pandang dan perilaku baru yang dianggap
lebih tepat dalam kerangka menyelamatkan krisis lingkungan hidup dari perspektif
folkloristik, yakni meng gali dan mengeksplorasi etika lingkungan hidup yang secara
potensial termuat dalam folklor masyarakat. Etika lingkungan dalam suatu masyarakat
tertentu sangat berpengaruh pada kepribadian masyarakat tersebut.

4. Jelaskan paradigma yang tepat untuk mengatasi permasalahan lingkungan di


Indonesia!
1. Mengenai penegakkan hukum lingkungan yang tidak maksimal itu lebih disebabkan
karena minimnya perhatian pemerintah terhadap permasalahan-permasalahan yang
timbul di masyarakat mengenai penegakkan hukum lingkungan.
2. Masalah pencemaran lingkungan ini adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat
dan pemerintah atau yang berkepentingan didalamnya akan pentingnya pengelolaan
lingkungan yang berwawasan pembangunan berkelanjutan artinya masyarakat yang
ada di setiap wilayah di manapun di Indonesia ini atau di belahhan bumi manapun
juga, masyarakat hendaknya memiliki pemahaman dan memiliki wawasan tentang
lingkungan hidup.
3. Kesadaran tiap individu dalam masyarakat, mengenai pengelolaan lingkungan yang
sehat dan menguntungkan generasi dari generasi dalam pemanfaatan potensi alam
yang begitu melimpah di Indonesia ini amatlah di perlukan.

5. Uraikan nilai-nilai budaya yang harus ditanamkan untuk menerapkan etika


lingkungan bervisi konservasi!

1. Keyakinan bahwa manusia adalah anggota dari komunitas kehidupan di bumi dalam
arti yang sama dan dalam kerangka yang sama dengan makhluk hidup lain dan
merupakan anggota dari komunitas yang sama.
2. Keyakinan bahwa spesies manusia, bersama spesies lain adalah bagian dari sistem
yang saling tergantung sedemikian rupa sehingga kelangsungan hidup dari makhluk
manapun, serta peluangnya untuk berkembang biak atau sebaliknya tidak ditentukan
oleh kondisi fisik lingkungan, melainkan oleh relasinya satu sama lain.
3. Keyakinan bahwa semua organisme adalah pusat kehidupan yang mempunyai tujuan
sendiri. Artinya setiap organisme adalah unik dalam mengejar kepentingan sendiri
sesuai caranya sendiri.
4. Keyakinan bahwa manusia pada dirinya sendir tidak lebih unggul dari makhluk hidup
lain.

Anda mungkin juga menyukai