Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman ini krisis energi merupakan masalah yang cukup serius
dan perlu penanganan lebih lanjut. Diperlukan energi alternatif selain
energi yangmengandalkan bahan bakar fosil. Energi alternatif tersebut
setidaknya harusmemiliki sifat ramah lingkungan.Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya krisis energi, diantaranyacadangan minyak bumi
menipis, pemanasan global, harga komoditas semakintinggi, dan budaya
konsumtif semakin meluas. Orang seperti lupa bahwa selainminyak masih
ada bahan bakar lain sebagai bahan bakar. Sudah banyak terobosan baru
sumber energi alternatif pengganti minyak tetapi pemerintah belum
bisamengembangkan secara maksimal energi alternatif yang ada, salah
satunya energigeothermal.Geothermal merupakan salah satu pilihan tepat
untuk dijadikan sumberenergi alternatif yang cukup bisa menggantikan
minyak bumi terutama di daerahIndonesia yang mempunyai lima ratus
gunung api, yang sekitar 130 diantaranyamasih aktif.
Geothermal adalah energi panas bumi yang berasal dari uap air
yangterpanaskan dalam perut bumi, panasnya menyebabkan air yang
mengenainya berubah menjadi uap bertekanan tinggi yang akhirnya
muncul di muka bumi.Geothermal dapat menghasilkan listrik sebesar
27.000 megawatt. Harga energilistrik geothermal cuma 30% dari energi
listrik BBM. Lumayan murah danterpenting merupakan energi yang ramah
lingkungan. Oleh karena itu, penulismemilih topik mengenai panas bumi
sebagai energi terbarukan untuk diangkat menjadi topik makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu energi panas bumi?
2. Kelebihan dan kekurangan energi panas bumi?
3. Bagaimana peluang energi panas bumi diIndonesia?
4. Bagaimana kendala pengembangan energi panas bumi diIndonesia
5. Apa ancaman energi panas bumi bagi Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu panas bumi
2. Untuk mengetahui apa saja kelebihan dan kelemahan panas bumi
3. Untuk mengetahui bagaimana peluang panas bumi diIndonesia
4. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dialami selama
pengembangan energi panas bumi diIndonesia
5. Untuk mengetahui ancam energi panas bumi bagi Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Energi Panas Bumi
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2007(Nomor, 27), Panas Bumi
adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan
batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya
tidak dapat dipisahkan dalam suatu s nfaatan diperlukan proses penambangan.
Energi panas bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas yang
tersimpan di dalam bumi. Energi panas bumi ini berasal dari aktivitas tektonik di
dalam bumi yang terjadi sejak planet ini diciptakan. Panas ini juga berasal dari
panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi. Energi ini telah dipergunakan
untuk memanaskan (ruangan ketika musim dingin, atau air) sejak peradaban
Romawi, namun sekarang lebih populer untuk menghasilkan energi listrik. Sekitar
10 Giga Watt pembangkit listrik tenaga panas bumi telah dipasang di seluruh
dunia pada tahun 2007, dan menyumbang sekitar 0,3% total energi listrik dunia.
Energi panas bumi cukup ekonomis dan ramah lingkungan, namun terbatas hanya
pada dekat area perbatasan lapisan tektonik. Pembangkit listrik tenaga panas bumi
hanya dapat dibangun di sekitar lempeng tektonik di mana temperatur tinggi dari
sumber panas bumi tersedia di dekat permukaan. Pengembangan dan
penyempurnaan dalam teknologi pengeboran dan ekstraksi telah memperluas
jangkauan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi dari lempeng
tektonik terdekat. Efisiensi termal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi
cenderung rendah karena fluida panas bumi berada pada temperatur yang lebih
rendah dibandingkan dengan uap atau air mendidih. Berdasarkan hukum
termodinamika, rendahnya temperatur membatasi efisiensi dari mesin kalor dalam
mengambil energi selama menghasilkan listrik. Sisa panas terbuang, kecuali jika
bisa dimanfaatkan secara lokal dan langsung, misalnya untuk pemanas ruangan.
Efisiensi sistem tidak mempengaruhi biaya operasional seperti pembangkit listrik
tenaga bahan bakar fosil.(Meilani & Wuryandani, 2010)
Penggunaan energi panas bumi bukanlah suatu hal yang baru dan telah
dipergunakan sejak peradaban Romawi untuk pemanas ruangan. Pangeran Piero
Ginori Conti tercatat merupakan orang pertama yang melakukan eksperimen
penggunaan generator panas bumi pada 4 Juli 1904 di wilayah panas bumi
Larderello, Italia. Eksperimennya berhasil menyalakan empat lampu listrik pada
waktu itu. Pada tahun 1911 pembangkit energi listrik panas bumi komersial
pertama di dunia didirikan di Larderello, Italia. Keberhasilan Italia kemudian
diikuti oleh Eslandia (1930), Selandia Baru (1958) dan Amerika Serikat (1962).
Upaya eksplorasi panas bumi di Indonesia sendiri telah dimulai sejak masa pra
kemerdekaan (1918), namun baru dilakukan secara luas pada tahun 1972.
Indonesia berhasil membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi komersial
pertama berlokasi di Kamojang, Jawa Barat pada tahun 1983 dengan bantuan
hibah dari Selandia Baru.(Setiawan, 2012)
Potensi energi terbarukan di Indonesia cukup besar namun
pemanfaatannya sampai saat ini masih kecil. Hal ini disebabkan oleh biaya
investasi awal dan biaya operasional lebih mahal, sehingga harga energinya
menjdi mahal dan tidak dapat bersaing dengan harga energi konvensional yang
masih disubsidi. Potensi energi geothermal untuk pembangkit listrik di Indonesia
diperkirakan sebesar 29 Gigawatt, hampir setara dengan total pasokan listrik
nasional saat ini. Menurut Badan Geologi (2010), bahwa Indonesia baru
mengembangkan energi panas bumi untuk pembangkit listrik sebesar 1.189 MW
(4,3%).(Mary dkk., 2017)

B. Kelebihan dan Kekurang Energi Panas Bumi


1. Kelebihan Energi Panas Bumi
Kelebihan dari energi panas bumi yaitu:(Setyaningsing, 2011)
a. Indigeneous; dapat dimanfaatkan secara langsung pada tempat
terdapatnya sumber panasbumi maupun dengan melalui proses
terlebih dahulu.
b. Renewable; dapat diperbarui dengan menjaga cadangan air
yang masuk kedalam sistem panasbumi sehingga proses
penguapan air oleh sumber panas tetap berlangsung. Sumber
panasbumi jika tidak secepatnya dimanfaatkan dapat
mengalami penurunan suhu secara drastis bahkan dapat hilang
karena waktu dan terlewatkan begitu saja.
c. Suistanable; dapat dimanfaatkan secara terus menerus secara
berkelanjutan karena dapat diperbarui dalam jangka waktu
yang relatif singkat.
d. Ekonomis
1) Konstruksi pembangkit yang bersumber dari energi
panasbumi membutuhkan daerah yang lebih sempit.
2) Biaya pemakaian energi panasbumi lebih murah dibanding
bahan bakar fosil.
e. Ramah lingkungan
1) Teknik reinjeksi air limbah ke dalam perut bumi akan
membawa manfaat ganda yaitu selain untuk menghindari
adanya pencemaran air juga untuk mengisi kembali air
kondensat (pendingin) ke dalam reservoir sehingga
pemanasan air tetap dapat berlangsung terus menerus.
2) Dibandingkan dengan gas buangan bahan bakar fosil yang
menyebabkan kenaikan suhu global dan kerusakan ozone,
gas buangan dari energi panasbumi lebih aman karena
sebagian besar gas buangannya berupa CO2 (96%) yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan bagi proses
pembuatan minuman kaleng seperti soft drink, pembuatan
dry ice dan sebagainya.
2. Kelemahan Energi Panas Bumi
kelemahan energi panas bumi antara lain adalah sebagai berikut:
(Meilani & Wuryandani, 2010)
a. pembangkit listrik panas bumi hanya ekonomis di daerah
panas bumi aktif;
b. pembangkit listrik panas bumi membutuhkan investasi yang
sangat mahal untuk eksplorasi, pengeboran, dan
pembangunan pembangkit;
c. pembangunan pembangkit listrik panas bumi dapat
mempengaruhi stabilitas tanah di daerah sekitarnya dan
aktivitas seismik dapat timbul karena pengeboran; sumber
panas bumi dapat habis jika tidak dikelola dengan baik.

C. Peluang Energi Panas Bumi diIndonesia


Peluang (opportunity) energi panas bumi di Indonesia antara lain
pemanfaatan panas bumi dapat mengurangi devisa dari pemanfaatan energi
berbasis fosil, sehingga dapat meningkatkan ketahanan dalam negeri; adanya
krisis listrik dan pertumbuhan permintaan listrik di sekitar daerah yang
mempunyai potensi panas bumi; masih besarnya ketergantungan terhadap BBM
yang menyebabkan masalah keamanan pasokan energi nasional; komitmen dunia
sesuai dengan Kyoto Protocol untuk mengurangi emisi CO2 dapat dimanfaatkan
pembangkit listrik tenaga panas bumi untuk mengurangi emisi yang signifikan
hingga tahun 2020; kompetensi SDM dan kemampuan teknologi nasional selama
lebih dari 25 tahun pengembangan panas bumi dapat menjadi modal dalam
pemanfaatan panas bumi Indonesia; potensi panas bumi Indonesia sebesar 28.000
MW (sekitar 40% dari cadangan dunia) yang merupakan salah satu yang terbesar
di dunia dapat dijadikan sebagai peluang menjadikan Indonesia sebagai center of
excellent di bidang panas bumi yang dapat menjadi pusat perhatian bagi investasi,
SDM, dan teknologi; penerapan otonomi daerah melalui UU No. 22 Tahun 1999
memberikan kewenangan kepada daerah untuk menyusun perencanaan dan
kebijakan energi daerah; amanat UU No. 30/2009 tentang ketenagalistrikan untuk
memprioritaskan pemanfaatan energi setempat dan terbarukan; tekanan global
mengenai lingkungan hidup mendorong pengembangan pemakaian energi baru
dan terbarukan termasuk panas bumi melalui rangsangan insentif; dengan adanya
kepastian hukum dapat mengembalikan kepercayaan investor. (Sugiyono, 2004)

D. Kendala Pengemabangan Energi Panas Bumi diIndonesia


(Setiawan, 2012) menegaskan bahwa pengembangan energi panas bumi
menghadapi kendala dan risiko yang berbeda-beda di berbagai belahan dunia.19
Dengan melakukan penyesuaian terhadap pendapa t(Setiawan, 2012) untuk
konteks Indonesia, penulis kemudian mengelompokkan kendala tersebut ke dalam
lima kelompok, yaitu : 1) kendala eksplorasi; 2) kendala konstruksi; 3) kendala
kordinasi dan regulasi; 4) risiko finansial; dan 5) risiko pasar.
1. Kendala Eksplorasi
Untuk menentukan lokasi pengembangan energi panas bumi yang
tepat perlu dilakukan tahap eksplorasi terlebih dulu. Kegiatan
eksplorasi memerlukan biaya yang besar dan juga dihadapkan pada
risiko tidak ditemukannya sumber energi panas bumi di daerah
eksplorasi yang bernilai komersial. Meskipun hasil pengeboran
membuktikan temuan sumber energi panas bumi, masih ada
ketidakpastian terkait besar cadangan, potensi listrik dan kemampuan
produksi dari sumur-sumur yang akan dibor kemudian. Hal berbeda
akan ditemui investor bila pemerintah dapat menyediakan data publik
yang memadai terkait hasil penelitian kandungan energi panas bumi
pada saat Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) ditawarkan.
Untuk daerah yang di sekitarnya belum memiliki lapangan panas
bumi yang telah dikembangkan sebelumnya, pengembang harus
membuktikan bahwa sumur bor mampu menghasilkan fluida produksi
sebesar 10% - 30% dari produksi keseluruhan yang dibutuhkan PLTP.
Di samping itu, perlu dibuktikan pula keamanan secara teknis
operasional maupun lingkungan mengingat bahwa pada saat energi
panas bumi telah digunakan untuk membangkitkan listrik, fluida harus
dapat dikembalikan ke reservoir secara aman. Berbeda bila di
sekitarnya telah ada lapangan panas bumi yang dikembangkan, maka
kepastian adanya cadangan yang memadai cukup dengan menunjukkan
satu atau dua sumur yang dapat memproduksi fluida panas bumi.
Lembaga keuangan belum akan bersedia mengucurkan dana pinjaman
untuk pengembangan lapangan sebelum hasil pengeboran dan
pengujian sumur membuktikan bahwa di daerah tersebut terdapat
sumber energi panas bumi dengan potensi komersial yang signifikan.
2. Kendala Konstruksi
Pengembangan energi panas bumi di Indonesia dihadapkan pada
biaya investasi pembangunan pembangkit yang amat besar. Biaya
pengeboran merupakan komponen terbesar dan dapat mencapai lebih
dari 50% biaya total. Sebagai contoh, sepasang sumur panas bumi di
Nevada, AS yang dapat membangkitkan listrik sebesar 4,5 MW
membutuhkan biaya pengeboran US$ 10 juta dengan tingkat
keberhasilan 80%. Secara rata-rata, total biaya pengeboran dan
konstruksi pembangkit listrik tenaga panas bumi berada dalam rentang
2 – 4.5 juta Euro per MW-nya, tergantung pada kualitas dari sumber
daya energinya, dengan biaya energi 0.04-0.10 Euro per kWh.
3. Kendala Koordinasi dan Regulasi
Sebagian besar wilayah panas bumi berada di kawasan hutan
lindung dan konservasi yang berada di bawah kewenangan
Kementerian Kehutanan, dan bukan di bawah Kementerian ESDM,
sehingga menyebabkan dualisme perizinan. Kondisi tumpang
tindihnya prosedur perizinan di antara kedua kementerian tersebut
membuat pengembang dihadapkan pada ketidakpastian perizinan.
Masalah tersebut juga ditambah dengan belum adanya target waktu
penyelesaian proses perizinan. Hal tersebut menyebabkan lambatnya
penyelesaian proses perijinan.
Masalah lain adalah kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Dalam kasus tertentu, pemerintah pusat telah
memberikan dukungan dan izin namun Pemda sebagai penguasa
wilayah menurut UU Otonomi Daerah tidak memberikan izin. Kasus
di Bali memberikan contoh pembangunan PLTP yang tidak bisa
berjalan karena tidak adanya dukungan dari pemda dan juga akibat
penentangan dari masyarakat setempat. Pemda tidak dilibatkan sejak
awal dalam proses tersebut.
4. Risiko Finansial Pengembang bisa dihadapkan pada risiko gagal bayar
pembeli. PLN sebagai satusatunya pembeli bisa dihadapkan pada
masalah keuangan mengingat PLN menjalankan operasinya bukan
semata-mata berorientasi bisnis, namun juga menjalankan misi
pelayanan publik. Selama ini pemerintah merupakan pihak yang
menanggung subsidi untuk menutupi beban Public Service Obligation
dari PLN. Adanya tambahan kewajiban bagi PLN untuk pembelian
listrik baru akan menambah beban keuangan PLN. Dalam kasus ini,
pemerintah selaku pihak yang berperan dan berwewenang memberi
penugasan pembelian listrik kepada PLN merupakan pihak yang
diharapkan mengatasi beban keuangan PLN tersebut.
5. Risiko Pasar
Dalam struktur industrinya, pasar tenaga listrik merupakan pasar
monopoli yang memiliki hanya satu pihak pembeli, yaitu PLN. Bila
diserahkan ke mekanisme pasar dan PLN dalam hal ini merupakan
satu-satunya pembeli, maka pihak pengembang tidak akan dapat
memperoleh harga pembelian yang wajar secara komersial.
Tender pembelian listrik sendiri dilakukan oleh pemerintah daerah
dan pemerintah pusat tanpa melibatkan PLN. Dalam hal ini PLN baru
membeli listrik panas bumi bila ditugaskan oleh pemerintah.

E. Ancaman Energi Panas Bumi Bagi Indonesia


Ancaman (threat) energi panas bumi di Indonesia antara lain belum
tersedianya sumber daya manusia yang kompeten khususnya di daerah; investasi
di industri panas bumi kurang diminati karena tingkat pengembalian modal yang
rendah dan tidak pasti; pola pengusahaan panas
bumi yang belum bankable; kemungkinan munculnya peraturan-peraturan
daerah yang tidak sinkron dengan kebijakan panas bumi; kesulitan untuk
mewujudkan tarif listrik yang menarik bagi pengembangan panas bumi;
pengembangan energi panas bumi adalah bisnis yang sarat akan dana, dengan
pengeluaran terbesar dilakukan sebelum pembangkit berproduksi.
Risiko terbesar dalam panas bumi adalah pembuktian akan ada atau
tidaknya suatu reservoir aktif, dan langkah ini membutuhkan kegiatan pengeboran
dan pengetesan sumur yang ekstensif untuk mengidentifikasi area yang produktif
dari lapangan tersebut; risiko lain adalah kepastian pemanfaatan panas bumi
setelah cadangannya ditemukan; risiko besar dari proyek panas bumi yang lain
adalah faktor risiko suatu Negara, yang menyangkut keadaan institusional, legal,
kebijakan, politik dan masalah perekonomian; tax incentive dimungkinkan tetapi
akan mendapat tantangan yang luas dari sektor perpajakan dan ini memerlukan
upaya yang khusus dari departemen teknis; teknologi dan kemampuan memelihara
existing geothermal projects yang ada agar dapat berkelanjutan; banyaknya
infrastruktur yang tidak tersedia di daerah terpencil di sekitar prospek panas bumi
yang memungkinkan dikembangkan; keinginan nasional untuk memanfaatkan
SDM dan kemampuan teknologi nasional yang membutuhkan upaya peningkatan
kompetensi yang berkesinambungan; tidak adanya kebijakan harga energi untuk
menempatkan persaingan harga secara proporsional diantara sumber energi primer
Indonesia.(Sugiyono, 2004)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Mary, R. T., Armawi, A., Hadna, A. H., & Pitoyo, A. J. (2017). Panas Bumi

Sebagai Harta Karun Untuk Menuju Ketahanan Energi. Jurnal Ketahanan

Nasional, 23(2), 217–237.

Meilani, H., & Wuryandani, D. (2010). Potensi Panas Bumi sebagai Energi

Alternatif Pengganti Bahan Bakar Fosil untuk Pembangkit Tenaga Listrik

di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, 1(1), 47–74.

Nomor, U.-U. R. I. (27). Tahun 2003 tentang Panas Bumi (2003). Republic of

Indonesia.

Setiawan, S. (2012). Energi panas bumi dalam kerangka MP3EI: Analisis

terhadap prospek, kendala, dan dukungan kebijakan. Jurnal Ekonomi dan

Pembangunan, 20(1), 1–28.

Setyaningsing, W. (2011). Potensi Lapangan Panasbumi Gedongsongo Sebagai

Sumber Energi Alternatif dan Penunjang Perekonomian Daerah. Jurnal

Geografi: Media Informasi Pengembangan dan Profesi Kegeografian,

8(1), 11–20.

Sugiyono, A. (2004). Perubahan Paradigma Kebijakan Energi Menuju

Pembangunan yang Berkelanjutan. Dipresentasikan pada Seminar

Akademik Tahunan Ekonomi I, Pascasarjana FEUI & ISEI, 8–9.

Anda mungkin juga menyukai