Anda di halaman 1dari 300

 

 
 

Pene rbit PT Gr amedia


amedia Pustaka
Pustaka U tama
Jakarta
 

BUMI

Oleh Tere Liye

GM 312 01 14
1 4 0003
0003  

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Gedung Gram edia


edia Blok I , Lt. 5

Jl. Palmerah Barat 29–


29–33, Jakarta 10270

Desain sampul: eMTe

Diterbitkan pertama kali oleh

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

anggota IKAPI, Jakarta, Januari 2014

 ww w .gramedi
.gram ediapu
apu stakau tama .c
.com
om

Hak cipta
cipta dilind
dilindu
u ng i oleh undang-unda
undang -undang.
ng.
Dilarang
Dilarang menguti
m engutip
p atau memperba
memperba nya k se
sebagian
bagian
atau seluruh
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis
tertulis dari Penerbit.

ISBN 978-602
978-602-- 03-011 2-9

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta


Isi di luar tanggung jawab Percetak
Percetaka
an
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 1
 1

 AMAKU RaiRaib.
b. Aku murid baru di sekolah. Usi Usiaku
aku lima
lima be
bela
lass
tahun. Aku anak tunggal, perempuan. Untuk remaja seumuranku, tidak ada
 yang spesial tentangk u. Aku berambut hitam,
hitam, pan
panjan
jan g, dan lurus. Aku suk a
membaca
membac a dan mempuny a i dua ekor kuci
kucing
ng di rumah. Aku bukan anak ya ng
pintar, apalagi populer. Aku hanya kenal temanteman sekelas, itu pun
seputar
seputar an
anak
ak perempua
perempuan.n. Ni
Nila
laik
ikuu ratarata, tid
tidak
ak ada yang ter terlalu
lalu
cemerlang, kecuali pelajaran bahasa aku amat menyukainya.

Di kelas sepuluh sekolah baru ini, aku lebih suka menyendiri dan
memper
memp erha
hatt ikan
ikan,, men
menonto
onto n teman
temant
tem
em an berm
bermain
ain basket. Aku dud
dudukuk dia
diam m
di keramaia
keramaian n di kantin, di depan ke kelas,
las, da
dann d
dii lap
lapan
anga
ga n. Sebena
Sebenarr nya
ny a se
seja
jakk
kecil aku terbilang anak pemalu. Tidak pemalupemalu sekali memang,
meskipun satudua kali jad jadii bahan tert
tertawaan
awaan teman atau kera ba t .
Norma
No rma ln
lnorm
orm al saja
saja,, tapi sun
sungguh
gguh urusa
urusan n pemalu iininilah
lah yang memb
membu u at k u
 berbeda dari remaja kebanyaka n .

 Aku terny
ternyata
ata amat berbeda. Aku memilik i kekuata n. Aku tahu itu seja
se jak
k
masih kecil meskipun hingga hari ini kedua orangtuaku, teman teman
dekatku tidak tahu.

 Waktu usiusiak
aku u dua tahun, aku suka sekali bermain petak ump umpee t .
Orangtu
Oran gtuaku
aku purapura bersembuny i, llan antas
tas aku sibuk
sibuk men
mencari.
cari. Aku tert aw a
saat men
menemu
emukk an mmereka.
ereka. Kem
Kemudian
udian gil
gilirank
irankuu bersembuny i. Kal
Kalian
ian ppee r nah
melihat
mel ihat ananak
ak keci
kecill usi
usia
a du
dua
a tahu
tahunn mencoba bersembuny i? KebanyKebany a k a n
mereka hanya berdiri di pojok kamar, atau di samping sofa, atau di belakang
meja, lantas menutupi wajah dengan kedua telapak tangan. Mereka merasa
itu sud
sudah
ah cu
cukup
kup sempurna un untuk
tuk bersem
bersembubu ny
nyi.
i. Kal
Kalau
au sudah m menut
enut u p i
 wajah, gelap, sudah tersembu
tersembunynyii semua, padahal tubuh mereka ama amatt
terlihat.

 Aku jug
jugaa melakuka
melakukan
n hal y ang sama saat Papa bilbilan
ang,
g, ”Rai
”Raib
b , ay o
 bersembun
 bersemb unyy i. Gil
Giliran
iran Mama dan Papa y ang jag
jaga.”
a.” Maka aku tert
tertawa
awa come l ,
 berlari ke kamark
kamarku, u, berdiri di samping lemari, menut
menutup
upii wajah den
dengaga n
kedua telapak tanganku.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 2
 2

Usiaku
Usiak u saat itu bahkan baru dua pul
puluh
uh dua bula
bulan,
n, belum genap du
duaa
tahun.
tahun. Itu perma
permainan
inan heb
hebat
at pertama yang perna
pernah
h kumainkan deng
denga
an
penuh antusias.

Namun, ternyata permainan itu tidak seru. Orangtuaku curang.


 Waktu gilira
giliranku
nku jaga dan mereka bersemb bersembuny uny i, aku se selal
lalu
u berh
berhas
as i l
menemuk
menemu k an merek
mereka.a. D
Dii bali
balikk go
gorde
rden,
n, di bali
balik
k popott bung
bunga a besar, di belak a n g
apalah,
apa lah, aku b bis
isa
a men
menemu
emuk k an mereka meski
meskipupun n seben
sebenarny
arny a aku ta tahu
hu ddar
ar i
suara
sua ra mereka men menahan
ahan tawa
tawa.. Tet
Tetapi
api saat aku y an angg bersembuny i, mere k a
tidak
tidak pern
pernahah berhasil menemuka nk nku.u. Mereka han hanyaya sibu
sibukk
memanggil
memangg ilma
mangg
ngg il na
namak
maku, u, tertawa, mas
masukuk kamarku, sibuk sibuk memerik s a
seluruh
seluruh kama
kamar. r. Mereka mel melewatk
ewatk ank u yang berdi berdirr i persi
persiss di samp i n g
lemari.

 Aku sebal. Aku mengint


mengintip
ip dari bali
balikk jemari kedua telapak tangatangank
nk u .
Orangtu
Oran gtuaku
aku pasti
pastilah
lah pupurapura
rapura ttid
idak
ak melmelihatk
ihatk u. BBagaima
agaimana
na mungk i n
mereka tidak
tidak mel
melihatk
ihatk u? Itu berkal
berkalika
ika li tterjadi
erjadi.. Saat aku bbersembuny
ersembuny i ddii
ruang
ruang tengah, mereka ju juga
ga berpurap
berpurapura
ura tid
tidak
ak mel
melihatk
ihatk u. Bahkan saat aku
hanya
hanya bersembu nynyii di tenga
tengah
h ruan
ruang
g keluarga ru rumah
mah kami, menmenutup
utup wa jah
dengan telapak tangan, mereka juga purapura tidak melihatku.

Saat kesal
kesal,, kul
kulepask
epaskan
an telap
telapak
ak tang
tangan
an y yan
ang
g m menu
enutup
tupii wajah
wajahkk u.
Mereka hanya berseru, ”Astaga, Raib? Kamu ternyata ada di situ?” atau
”Aduh, Raib, bagaimana kamu tiba-tiba ada ada di
di sin
sini?
i? Kami dari tadi melew at i
tempat ini, tapi tidak melihatmu.” Lantas mereka memasang wajah seperti
terkejut melihatku yang berdiri polos. Mereka memasang wajah tidak
mengerti bagaimana aku bisa tibatiba muncul. Padahal aku sungguh sebal
menunggu kapan mereka akan berhen
berhentt i berpura
berpura pur
puraa tid
tidak
ak mmelihatk
elihatk u.

Permainan petak umpet itu hanya bertahan satudua bulan. Aku


 bosan.

 Aku sung
sunggu
guh
h tidak menyad
menyadar arii saat itu. Itulah kali pertam
pertama a keku
kekuat
at a n
itu muncul. Kekuatan yang tidak pernah berhasil aku mengerti hingga hari
ini,
ini, kekuata n y ang kurahasi ak
akan
an dari siapa pun hin hingg
ggaa usi
usiaku
aku lima
lima be
bela
las.
s.
 Aku ting
tinggal
gal menutu
menutupi
pi wajahku denga
dengan n kedua telapak tangan, ber bernia
niatt
 bersembun
 bersemb unyy i, maka seke
seketika,
tika, seluruh tubuhku tidak terliha terlihatt . Leny ap .
Orangtuaku sungguh tidak punya ide bahwa anak

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 3
 3

perempuan mereka yang berusia kurang dari dua tahun bersembunyi persis
di depan mereka, berdiri di tengah karpet, mengint ip dari selasela jari
jariny
nya.
a.

Namaku Raib, gadis remaja usia lima belas tahun.

 Aku bisa menghi


menghila
lang
ng,, dal
dalam
am artian benarbe nar menghi
menghila
lan
n g.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 4
 4

DUH, Ra, berhentilah mengagetkan Mama!” Mama berseru,


 wajahnya
 wajahny a pucat.

Papa yang tergesagesa menuruni anak tangga, bergabung di meja


makan, tertawa melihat Mama yang sedang mengelus dada dan
mengembuskan napas.

Mama menatapku kesal.

”Sejak kapan kamu sudah duduk di depan meja makan?” 


makan?”  

”Dari tadi, Ma.” Aku ringan mengangkat bahu, meraih kotak susu.

”Bukannya kamu tadi masih di kamar? Berkali-kali Mama te-riaki  te-riaki 


kamu agar turun, sarapan. Sampai serak suara Mama. Ini sudah hampir
setengah enam. Nanti terlambat. Eh, ternyata kamu sudah di sini?” sini?” Mama
menghela napas sekejap, lantas di kejap berikutnya, tanpa menunggu
 jawabanku,
 jawabank u, sudah gesit mengang mengangk k at roti dari pemang ga ng ng,, mamass i h
 bersungut
 bersung utsu
sunn gut . Celemek ny
nya a terliha
terlihatt mi
miring,
ring, ada satudu
satuduaa no
noda
da y ang tid
tidak
ak
hi
hilang
lang setelah
setelah di
dicuci
cuci berkali
berkalik
k ali. Rambut di dahdahinya
inya beran
berantak
takan,
an, men
menut
ut u p i
pelipi
pelipis.
s. Mama gesit sekali bekerja.

”Ra sudah dari tadi duduk di sini kok. Mama saja yang nggak liha
lihatt .”
 Aku menuang
menuangkk an susu ke gelas. ”Benera n.”
n.”  

”Berhenti menggoda mamamu, Ra.” Papa memperbaiki dasi, me-narik


kursi, duduk ,
duduk , lalu
lalu tersenyum. ”Mamamu itu sel
selalu
alu ti
tidak
dak m
mem-per
em-perhat
hat i k a n
sekitar, sejak kamu kecil. Selalu begitu.” 
begitu.” 

 Aku membalas senyum Papa dengan senyum tanggun


tanggung.
g.

Itu adalah penjelasan sederhana Papa atas keanehan keluarga kami


sejak usiaku
usiaku dua pul
puluh
uh dua bulan. Sej
Sejak
ak perma
permaina
inan
n pet
petak
ak umpet y ang tid
tidak
ak
seru. Sesimpel itu. Mama tidak memperhatikan sekitar dengan baik.
Padahal,
Padaha l, kala
kalau
u aku sedang bos
bosan,
an, tidak mau dilihat
dilihat siapa pun
pun,, atau seda
se da n g
iseng, aku menutupi wajahku dengan telapak tangan, menghilang.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 5
 5

Seperti pagi ini, Mama berteriak membangunkan Papa dan


meneriak
men eriak iku agar bergegas. Mama ssib ibuk
uk memulai harihari,, m
menyiap
enyiap k a n
sarapan, dan membereskan kamar. Mama selalu begitu, terlihat sibuk.
Terlepas dari peraturannya aku benci peraturanperaturan Mama yang kalau
dibukukan bisa setebal novel Mama ibu rumah tangga yang hebat, cekatan,
mengurus semua keperluan rumah tangga sendirian, tanpa pembantu.

Dulu, sambil menunggu


menung gu Papa turun bergabun g ke meja makan, ak u
suka memperhatikan Mama bekerja di dapur. Tentu saja kalau aku hanya
duduk bengong menonton, paling bertahan tiga detik, sebelum Mama segera
melempark
mel empark an cel
celemek,
emek, men
menyuruhk
yuruhk u mem
memba
bantu.
ntu. Jad
Jadii, un
untuk
tuk m
menenghin
ghin d a r i
di
disuruh
suruh menc
mencuci
uci waj
wajan
an dan sebag
sebagainy
ainy a, aku iseng
iseng ”men”menont
ont on” sa
samb
mbii l
 bertopang
 bertopan g tangan di meja dengan kedua
ke dua telapak tangan menutu
menutupipi waj
wajahah ,
membuat tubuhk
tubuhk u m
menghila
enghilang
ng sempurna
sempurna,, m meng
engint
int ip Mam
Mama a yang sibu
sibuk k
 bekerja.

Mama sibuk meneriakiku, ”Raaa! Turun, sudah siang.” Lantas dia


mengomee l sen
mengom sendiri,
diri, bic
bicara
ara dengan wajan panpanas
as di depanny
depannya,a, ”Anak gad gadis
is
remaja sekarang selalu bangun kesiangan. Alangkah susah mendidik anak
itu.” Lantas
Lantas dia men
menoleh
oleh lagi ke atas, ke anak tan
tangga,
gga, be
berter
rteriak,
iak, ”Pap
”Papaa aa a !
Turun, sudah jam enam lewat. Bukankah ada rapat penting di kantor?”
Lantas dia mengomel lagi sendirian, bicara dengan wajan panas lagi, sambil
membalik omelet, ”Kalau mandi selalu saja lama. Contoh yang buruk.
Bagaimana Ra akan bisa tangkas mengerjakan pekerjaan rumah kalau
papany
papan y a juga sel
selalu
alu santai. A
Anak
nak sam
sama
a papa sama saj
saja
a kelaku-a
kelaku-an-
n-nya
nya.”
.”  

Dulu aku suka terttertawa


awa melihat Mama mengom mengomee l sendi
sendirr i. Lucu sek
sekal
alii .
 Aku mengint
mengintipip dari bali
balikk jari
jari,, bersemb
bersembuu ny
nyi,
i, sambil mengua p karena ma si h
mengant
men gant uk wal
walau
au tela
telah
h man
mandi.
di. Aku bisa
bisa bermeni
bermenitt men it di
diam,
am, bertop
bertopaan g
tangan,
tangan, menonto
menonton n Mama. Itu membuat
membuatk k u ttid
idak
ak perl
perlu
u bekerj
bekerja a pag
pagip
ip a g i
membant
memb ant uny a, seka
sekali
lig
gus
us tah
tahu u ban
banyak
yak raha
rahasia,
sia, mi
misalnya
salnya aapakah
pakah aku jadjadii
dibelikan sepeda atau tidak, apa hadiah ulang tahunku besok, dan
sebagainya.

Sekarang serunya hanya sedikit, tidak sesering dulu. Sejak usia


 belasan aku lebi
lebih
h dari tahu tanggu
tanggung
ng jawab
jawabk
k u. Sekali du
duaa kali saj
saja
a isengk
iseng k u
kambuh. Seperti pagi ini, aku sebenarnya sudah sejak tadi turun

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 6
 6

dari lan
lantai
tai dua rumah kami
kami,, rapi mengenak an seragam sekol
sekolah
ah,, berga
bergabbu n g
di meja makan. Tetapi karena bosan menunggu Papa turun, daripada
disuruh-suruh Mama, aku me-mutuskan ”bersembunyi”, iseng menonton. 
menonton. 

”Kamu sudah lama menunggu, Ra?” Papa bertanya, meng-ambil koran


pagi.

”Papa tahu tidak, tarif air PAM sekarang naik dua kali lipat?” Mama
lebih
lebih dul
dulu
u memo
memott o ng, berseru so
soal
al lain.
lain. Tangann
Tanganny
y a cekatan meminda h k a n
omelet ke atas piring.

”Oh ya?” Papa yang mulai membuka koran pagi mengangkat wajah.

”Itu artinya Papa jangan mandi lama-lama,” aku menyikut 


menyikut  Papa,
 berbisik pelan, membant u menj
menjee la
lask
skan
an maksud celetukan Mama.

Papa beroh seben


sebentar
tar,, tertawa, m
meng
engee dipk
dipkan
an mata, p
pura
urapu
purr a
mengernyit tidak bersalah. ”Siapa sih yang mandi lama-lama?” 
lama-lama?”  

”Memang selalu susah mengajak kalian bicara serius. Sudah-lah, mari


kita sarapan,” Mama melotot, memotong kalimat Papa lagi, menarik kursi.
kur si.
Semua hidangan sarapan sudah tersedia di atas meja. ”Kamu mau sarapan
apa, Ra?”
Ra?”  

”Omelet terlezat sedunia, Ma. Minumnya segelas susu ini,” aku


menunjuk.

Mama tertawa yang segera membuat wajah segarnya kembali.

”Nah, Papa mau apa?” 


apa?” 

”Roti panggang penuh cinta,” Papa nyengir, meniru teladan-ku. 


teladan-ku. 

”Jangan go
”Jangan gomba
mbal.”
l.” Mama m
melo
elott ot, meski d
dii sepa
separuh
ruh waj
wajah
ah ny a
tersungging senyum.

”Siapa yang gombal? Sekalian jus jeruk penuh kasih sayang.” 


sayang.”  

 Aku tert
tertawa.
awa. ”Tentu
”T entu saj
saja
a gom
gomb
b al
al,, Pa. Jelas
Jelas-- jela s itu han
hanya
ya roti dan
dan   jus
 jeruk.”  
 jeruk.”

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 7
 7

Mama tidak berkomentar, menuangkan jus jeruk, ikut tertawa, sedikit


tersipu. Lantas Mama mengambil sisa makanan yang belum diambil, meraih
sendok dan garpu. Kami mulai sibuk dengan menu masingmasing.

”Kita sepertinya harus mengganti mesin cuci,” Mama bicara di sela


mulut mengunyah.

Papa menelan roti. ”Eh, sekarang rusak apanya?” 


apanya?”  

”Pengeringnya rusak, tidak bisa diisi penuh. Kadang malah tidak


 bergerak sama sekali
sekali.. T adi sudah dio
diotak
takat
atik
ik . Mama menyera h, Pa. Beli bar u
saja.”  
saja.”

 Aku terus menghab


menghabiskisk an omel
omelet
et , tidak ikut berkomen t ar .
Pembicaraan sarapan pagi ini sudah dipilih. Mesin cuci. Itu lebih baik —  
daripada Mama tibatiba bertanya tentang sekolah baruku, bertanya ini,
 bertanya
 bertany a itu, menyeli
menyelidik
dik ini,
ini, menyelid ik itu, lan
lantas
tas membac
membacak
akan
an s ep
epul
ul u h
peraturan
peratura n pali
paling
ng penting di keluarga kami.

”Mau Papa temani ke toko elektronik nanti malam?”

Duatiga menit berlalu, mesin cuci masih jadi trending topic.

”Tida
”T idak
k usah
usah.. Nan
Nanti
ti sore Mama bis
bisa
a pergi sendi
sendirr i. Sekalia
Sekaliann mengu r u s
keperluan lain. Paling minta ditemani Ra. Eh, Ra mau menemani Mama,
kan?”  
kan?”

Papa meng
mengang
anggu
gukk takzi
takzim.
m. Mama mem
memang
ang sel
selal
alu
u bisa dian
dianda
dalk
lk a n —  
tadi waktu bilang sudah diotakatik, itu bahkan berarti Mama sudah
 berprofes i setengah mon
montt ir amatir. Aku jug
juga
a mengang
menga ngguk
guk sekila
sekilas,
s, asy ik
mengunyah ”omelet terlezat sedunia”. 
sedunia”. 

Ponsee l Papa tibatiba bergetar, menghent ik an sarapan.


Pons

Papa menyambar ponselnya, melihat sekilas nama di layar. Aku dan


Mama bertatapan.

”Ya,
”Y a, hal
halo.
o.”” Papa bicara
bicara sej
sejenak
enak,, lan
lantas
tas menj
menjaw
aw ab pendek-
pendek- pen- dek , y a,
oke, baik, y a, oke, baik. Papa meletakk
meletakkanan ponsel sambil men
menghe
ghe la na
napapa s
panjang.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 8
 8

”Papa minta maaf, sepertinya lagi-lagi tidak bisa menghabiskan


sarapan bersama. Tiga puluh menit lagi Papa harus segera ada di kantor.
Tuan Direktur memanggil.” 
memanggil.” 

Tuan Direktur? Aku menepuk jidat. Selalu begitu.

Papa tertawa. ”Ay olah,


olah, Papa harus bergegas, Ra. Papa janji, Ma,
gantinya kita makan malam bersama nanti.”
nanti.”  

Mama menghela napas tipis. Kecewa.

Baik. Sepertinya aku juga harus menyudahi sarapanku yang belum


sepertiga nasibku sama dengan banyak remaja lain, harus berangkat ke
sekolah
seko lah bersama oran orangtu
gtua.
a. Mereka buru
burubur
buru,
u, maka aku ikuikutt b
burubu
uruburr u .
Mereka telat,
telat, aku ju
juga
ga iikut
kut telat. Aku mel
meletakk
etakkanan sendo
sendokk , beran
beranjak
jak berdir i ,
lantas
lantas ber
berlari
lari n
naik
aik ke kamar, m menga
engamb
mb il ttas
as dan keperlua n sekol
sekolah
ah..

”Jangan lupa sarapan lagi di kantor, Pa.” 


Pa.” 

”Tentu
”T entu saja
saja.. Bi
Bila
la perlu, Papa akan sarapan sambil rapat dengan T ua n
Direktur. Itu pasti akan menarik.” Papa mengedip-kan 
mengedip-kan   mata, bergurau.

Mama melotot. Papa buru-buru memperbaiki ekspresi wajah. ”Papa


tidak akan lupa, Ma. Peraturan ketujuh keluarga kita: sarapan selalu
penting.” Papa meniru gayaku, tangan hormat di dahi. Mama tersenyum. 
tersenyum.  

Papa memang sedang berada di titik paling penting karier


pekerjaannya—
pekerjaannya — setidaknya demikian kalau Papa menjelaskan kenapa dia
harus pulang larut malam, kenapa dia harus bergegas pagi-pagi sekali. ”Papa
harus berhasil melewati
melewat i fase ini ini ddengan
engan baik, Ra Ra.. Sekali Papa berha
berhass i l
memenangka
memenan gka n hhati
ati pemi
pemiliklik perusahaa
perusahaan,n, kari
karier
er Papa akan mel melesat
esat cepa t .
Posisi
Posisi lebi
lebih
h baik, gaj
gajii llebih
ebih ting
tinggi.
gi. Keluarg a kita harus kom
kompak
pak mend
menduk uk u n g ,
termasuk
termasu k kamu
kamu.. TTohoh padpadaa akh
akhirn
irny
y a kamu jjuga
uga yang diun
diuntt ung
ungkk an. Ma u
liburan ke mana? Mau beli apa? Semua  beres.”  beres.”  

 Aku han
hanyy a bisa menga
mengang
ngguk
guk , setengah paham (soal jalan
jalanja
jala
lan
n atau
at au
 belanja), se
setengah
tengah tidak (soal memena
memenan n gkan
gk an hati pemilik perusah
perusahaa
aa n).
n) .

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 9
 9

”Dasi Pap
”Dasi Papa
a mi
miring.”
ring.” Mama m
menunj
enunjuk,
uk, beran
beranjak
jak mendek at ,
memperbaiki.

”Terima kasih.” Papa tersenyum, melirik pergelangan tangan.


”Celemek Mama juga miring.” Papa ikut memperbaiki, meski sekali lagi
melirik pergelangan tangan.

”Jangan pulang larut malam, Pa.” 


Pa.”  

”Mama lup
lupa
a y
ya?
a? Kan tadi Papa bil
bilang
ang nannanti
ti mal
malam
am kita m
makan
akan m ala
al a m
 bersama. Spesial. T ida
idak
k akan terlambat .” Papa men-dmen-dong
ongak
ak.. ”Alang k a h
lamanya anak itu mengambil tas se-ko-lah.”
se-ko-lah.”  

”Tentu saja.” 
saja.” 

”Tentu saja apanya?” 


apanya?” 

”Tentu saja Ra lama. Meniru siapa lagi? Selalu


Selalu lam
lama
a mel
melaku
aku ka n
sesuatu, dan terbirit-birit panik kalau sudah kehabisan waktu.” Mama
tersenyum simpul.

”Oh, itu entah


entahlah
lah menmeniru
iru siap
siapa.”
a.” Papa pura
pura-pur
-pura
a tid
tidak
ak me-ng
me-ngee r t i ,
sambil ketiga
ke tiga kali
kaliny
nyaa meli
melirr ik jam tangan. ””YY ang Papa tah
tahu,
u, anak itu
cantik
cantikny
nya
a meni
menirr u siapa.”
siapa.”  

Mama tersipu. Mereka berdua tertawa.

Papa meli
melihat
hat jamn
jamnya
ya lagi
lagi,, men
menge
geluh
luh . ”Lim
”Lima
a men
menit?
it? Lama sekali an
anak
ak
itu mengambil…”
mengambil…”  

”Ra sudah selesai dari tadi kok.” Aku nyengir, menurunkan telapak
tangan.

”Eh? Ra?” Papa berseru kecil, hampir terlonjak melihatku


melihatku tibatiba
sudah berdiri di anak tangga terakhir. ”Bagaimana kamu sudah ada di sana?
Kamu selalu saja mengejutkan orang-tua.” Papa bersungut-sungut, meski
sungutnya lebih karena dia harus bergegas.

”Jangan menggoda papamu, Ra. Dia selalu saja tidak


mem-per-hatikan. Sejak kamu kecil malah.” Sekarang giliran Mama yang
menggunakan kalimat itu, tersenyum.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 10
 10

 Aku terse
tersenyum
nyum tanggu
tanggung
ng membalas senyum Mama.

Itu juga
juga m menj
enjad
adii pen
penjelas
jelas an sederhana Mama atas keanehan keluar g a
kami sejak usiusiak
aku
u dua pul
puluh
uh dua bulan. Sejak perpermain
mainan
an petak ump
umpee t .
Sesimpe
Sesimpell itu
itu.. Papa tid
tidak
ak memp
memper erhat
hatik
ikan
an seki
sekitar
tar den
dengan
gan bai
baik.
k. Padah a l ,
kalau aku lagi bosan, tidak mau dilihat siapa pun, atau sedang iseng, aku
tinggal menutupi wajah dengan kedua telapak tangan, menghilang.

Seperti pagi ini,


ini, aku isen
iseng
g in
ingin
gin mel
melihat
ihat percakap an akrab oorangtu
rangtu ak u .
Sudah sejak tadi aku turun mengambil tas, berdiri di anak tangga paling
 bawah denga
dengan
n kedua telapak tangan menutup
menutupii waja
wajah,
h, mengi
menginti
nti p w aj
ajah
ah
mereka
mer eka yang sali
saling
ng tersipu. Bai
Baik
k ddul
ulu
u maupun sekarang, itu selal
selalu
u seru.

”Ayo berangkat.” Papa berjalan lebih dulu.

 Aku mengang
menganggu
guk
k.

”Jangan lupa sarapan lagi di sekolah, Ra.” 


Ra.”  

”Ra tidak akan lupa, Ma. Peraturan ketujuh keluarga kita: sarapan
selalu penting.” Aku mengangkat tangan, 
tangan,  hormat.

Mama mengacak poni rambutku.

Lima meni
menitt kemudia
kemudian,
n, mo
mobil
bil yang Papa kemudi
kemudikk an sudah melesat di
 jalana
 jalanan.
n. Pagi itu aku sung
sunggu
guhh tidak tahu, setelah sarapan bersam
bersama
a y ang
an g
selalu menyenangkan, beberapa jam lagi, kejutan itu tiba. Ada yang tahu
rahasia besarku, bukan hanya satu, melainkan susulmenyusul. Seluruh
kehidupanku mendadak berubah seratus delapan puluh derajat.

Perang besar si
siap
ap meletus di Bumi. Aku tidak bergura
bergurau.
u.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 11
 11

ERIMIS turun sepanjang perjalanan menuju sekolah. Papa


mengemudikan mobil dengan cepat, menerobos jutaan tetes air. Aku
menatap jalana
jalanan
n basah dari bali
balik
k jen
jendel
dela.
a. Aku selal
selalu
u suka huj
hujan
an.. Mena
Menatt a p
 butiran air jatuh, itu selal
selalu
u menyena ng
ngk
k an.
an .

”Kamu nanti pulang sore?” Papa bertanya, tangannya menekan


klakson, ada angkutan umum mengetem sembarangan, menghambat lalu
lintas pagi yang mulai macet di depan.

”Tida
”T idak
k ad
ada
a les, Pa. Ra lan
langsu
gsung
ng pulang dari sekolah,” aku men-ja w a b
tanpa menoleh, tetap menatap langit gelap.

”Oh. Berarti kamu bisa ya, menemani Mama ke toko elektronik?”

 Aku mengang
menganggu
guk
k . T angank
angank u menyent
menyentuh
uh jen
jendela
dela mob
mobil.
il. Dingi
inginn.

”Mesin  cuci itu. Kamu pernah memikirkannya, Ra?”


”Mesin  Ra?”   Papa sepertinya
masih
masih tert
tertarik
arik d
dengan
engan percaka
percakapa
pa n di meja makan tadi
tadi.. Ia meneka n klaks o n ,
menyuruh dua motor di depan yang sembarangan menyelip di tengah
kemacetan agar menyingkir.

”Ya?” Aku ikut menatap ke 


ke  depan.

”Usianya sudah lima tahun, bukan?” Papa tertawa kecil,


membayangkan sekaligus berhitung.

”Ya?”  
”Ya?”

”Kamu tahu, kalau setiap hari mesin cuci itu mencuci pakaian
sebanyak dua pul
puluh
uh potong, maka selama li lima
ma tahun, itu berart
berartii lebi
lebih
h da r i
36.000 potong pernah di dicuciny
cuciny a, hi
hingg
nggaa akhirn
akhirnya
ya rusak, mmin
intata di
diga
ga nt i .
Hebat, bukan?”
bukan?”  

 Aku mengan
mengangg
gguk
uk pelan, menatap hal
halte
te y ang baru saja kami lewa
lewatt i .
 Ada limae
limae na
namm anak sekolah sepertiku sedang menung
menunggugu angkuta
angkutan
n um
umuum
dan beberapa pekerja kantoran. Lampu kendaraan menyala,

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 12
 12

kedipke dip
kedipke dip.. Bebera
Beberapa
pa pedagan
pedagangg a
aso
songan
ngan berdi
berdiri
ri dan seo
seorang
rang penga
pengame
me n
membiarkan gitarnya tersampir di pundak. Pemandangan yang biasa
sebenarnya, tapi hujan gerimis membuat suasana terlihat berbeda.

”Konsisten. Eh, bukan, persisten maksud Papa. Ya, itu kata  kata  yang lebih
tepat. Kamu tahu, Ra, persisten membuat kita bisa melakukan hal hebat
tanpa disadar
disadar i. Sepert
Sepertii mesi
mesin
n cuc
cucii itu. Sediki
Sedikitt set
setiap
iap hharin
ariny
y a, ttapi
api da la m
 waktu lam
lama,
a, tet
tetap
ap saja hebat hasi
hasilny
lny a. Co
Coba
ba kamu bayangk
bayangkanan
36.000 potong pakaian, itu lebih banyak dibanding koleksi seluruh
department store besar.” Papa tertawa 
tertawa  lagi.

 Aku mengang
mengangguguk k . Aku tahu kebiasaa
kebiasaann keluarga kami. Papa selal
selalu
u suk a
”menasihatiku” dengan caranya sendiri. Seperti mengajak bicara hal unik
pada pagi yang basah menuju sekolah ini. Mungkin orangtua kebanyakan
lai
lainnya
nnya juga seperti itu. Selalu merasa penting men mengaja
gaja k anak
anakaa na k
remajanya bicara sesuatu, menasihati, dan berharap kalimat kalimat itu
 bekerja baik — mes
mesk k ipu
ipun n han
hanya
ya urusan mesin cuc cuci.i. Ter
Terlep
lepas
as dar
da r i
kesibukannya—
kesibukannya — jug a topi
topik
k pembicar aan y ang kadang tidak menymenyamamb bun g
dengan situasi—
situasi— ba gik
gikuu Papa menyen
menyenan
angk
gkan
an.. Dia se
selal
lalu
u ada saat aku bu t uh
seorang papa.

”Dan satu lagi, Ra. Urusa


Urusann mesin cuci ini masih punya satu lagi y a ng 
ng 
hebat.”  
hebat.”

”Oh ya?” Aku memperhatikan wajah Papa yang riang. 


riang. 

”Coba kamu hitung. Jika setiap hari Mama mencuci lima potong
pakaianmu, maka selama lima belas tahun terakhir, dihitung sejak kamu
 bayi, itu jum
jumlah
lah ny
nyaa sekitar, eh, 30.000 potong lebi lebih.
h. Atau, untuk Papa, t uj
ujuh
uh
 belas tahun sejak meni
menikk ah
ah,, angka
angkanya
nya lebi
lebih
h banyak lag lagi.
i. Bi
Bisa
sa
40.000 potong. Papa lebih banyak ganti baju, bukan? Total 70.000 potong
lebih.
lebih. Untung saja Mama tidak men menarik
arik uan
uangg llaundry
aundry ke kita ya, Ra? Ka lau la u
satu poto
potong
ng Mama tarik seribu perak sa saja,
ja, wuih
wuih,, banyak sekali tagih
tagih-a
-a nny a .”
Papa tertawa.

 Aku ikut tert


tertawa,
awa, menga
mengang
ngguk
guk .

Pembicaraan mesin cuci ini terus menjadi trending topic hingga mobil
 yang dikem
dikemud
udik
ikan
an Papa tiba di depan gerbang sekolah. Gerimis mende
menderr a s ,
para siswa yang satu sekolah denganku berhamburan turun

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 13
 13

dari angkutan umum, mobil pribadi, motor, atau jalan kaki. Mereka
 bergegass masuk menuju banguna
 bergega bangunann yang kering.

”Kamu bawa saja payungnya, Ra.” Papa menoleh, menunjuk ke


 belakang.. ”Tenan
 belakang ”T enang
g saja
saja,, di kantor nan
nanti
ti Papa bisa min
minta
ta tol
tolong
ong sat pa m
membawaka
membaw aka n payung ke parkiparkira
ran.
n. Atau men
menyuru
yuruh
h siapalah
siapalah unt uk
me-markirkan mobil.” Papa seakan mengerti apa yang kupikir-kan. 
kupikir-kan. 

T anpa banyak bi
bicara,
cara, aku meraih payung di belakang k kursi,
ursi, menci u m
tangan
tanga n Papa, memb
membukuka
a pintu mo
mobil,
bil, lal
lalu
u ber
beranjak
anjak turun. ”D
”Dadah
adah,,  Papa!”
Papa!”  

”Dadah, Ra!” 
Ra!” 

 Aku menutup pintu


pintu mobil. Dua detik kemudi
kemudian
an,, mo
mobil
bil Papa kem
kemba
ba l i
masuk ke jalanan.

Petir men
menyamb
yamb ar seli
selintas,
ntas, di
disusul
susul gem
gemuruh
uruh gun
guntur
tur mem
memenuenu hi lang
lang it .
 Aku mendon gak , sengaja belum mengem ba ngk an payung. Awan hit am
terlihat memenuhi atas kepala sejauh mata memandang.
Bergumpalgumpal, terlihat begitu suram. Terlihat seperti
menyem
men yem bu
buny
nyik
ikan
an sesua
sesuatu.
tu. Enta
Entahla
hlah.
h. Aku sel
selal
alu
u suka hu
hujan.
jan. Sema
Semakin
kin lebat ,
semakin seru. Aku membayangkan awanawan gelap itu dan berdiri di
antaranya.

Dulu waktu usiaku masih empatlima tahun, setiap kali hujan aku
selalu memaksa bermain di halaman. Sesekali Mama mengizinkan malah
menawari. Itu permainan kedua yang kukenal, setelah petak umpet yang
 berakhir membosa nk an.an . Aku berlari melin
melintt as i rumput y ang bas ah,
ah ,
menggoyang dahan pohon mangga yang menjatuhkan airnya dari daun,
menduduki lumpur, melempar sesuatu, menendang sesuatu, dan tertawa
gembira. Itu selalu seru.

Sayangnya, Mama memiliki def definisi


inisi ketat so
soal
al main
main huj
hujan
an huj
hujaan an.
”Masuk, Ra, sudah ssetengah
etengah jam. CuCukup.”
kup.” AAku
ku mengge
menggele leng
ng,, tidak mau. ”R ”Ra,
a,
tanganmu
tanganm u sudah biru kedingi
kedingina
nan.
n. Masuk. Beso
Besok
k kan bisa lagi lagi.”
.” Ma ma
melotot — Papa mengamini, juga menyuruhku masuk. Aku kalah suara, dua
 bandin
 bandin g satu. Aku merengu
merengut,t, terpaksa menerima ulu ulura
ran
n han
handuk
duk ker ing .
 Atau, ”Aduh, Ra, kan baru kemarin kamu main huj hujan-
an- huj
hujan
anan
an?”
?”   Mama
menggeleng tegas. ”Sebentar
”Sebentar   saja, Ma. Kan kata Mama

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 14
 14

 besok bisa mai


mainn lag
lagi,
i,”” kil
kilahku
ahku.. Mama tetap mengge
menggele
le ng
ng.. ”Lima menit ? ”
Tidak. ”Tiga menit?” Tidak. Seberapa pun aku merajuk, 
merajuk,  menangis, jawaban
Mama tetap tid
tidak
ak Papa menmengam
gam ini.
in i. Aku kal
kalah
ah sua
suara
ra lagi
lagi,, di
dikuru
kurung
ng d
dala
ala m
rumah.

Usiaku baru empa


Usiaku empatl
tlima
ima tahun. Ra Rambutk
mbutku u mas
masih
ih tamp
tampakak luclucu u
dikepang
dikepan g dua o oleh
leh Mam
Mama. a. Aku han
hanyy a bisa protes da dalam
lam hati, bukan k a h
kemarinkemarin Mama yang menyuruhku main hujanhujanan, kenapa
 jadinya
 jadinya sekarang dibdibatas
atasii banyak peratur
peraturan
an?? Karena itu, rasanya sena se nan ng
sekali saat aku dapat iizinzin bermain hujanh
hujanhuja
uja nan
n an.. Aku berlari ke sa na
kemari dan membuj uk dua kucingku agar iku ikutt berma
bermainin aiairr kucing k u
mengeon
men geon g pani
panik
k , lari mas
masukuk ke dal
dalam
am rumah. Aku tertawa tertawa,, memb
membiariar k a n
tubuhku kotor ololeh
eh llumpur
umpur.. Akhi
Akhirny
rny a setelah lelah,
lelah, aku duduk di hal hala
a ma n,
mendongak menatap langit gelap. Awan hitam. Aku membayangkan apa
 yang sedang berke
berkecam
camuk uk di awanaw
awanawanan itu.

Tetes air hujan deras menerpa wajahku. Aku meletakkan telapak


tanganku, berusaha melindungi mata. Saat itu aku belum tahu, masih terlalu
kecil. Tepat saat telapak tanganku melindungi wajah, seluruh tubuhku hilang
 begitu saja
saja.. T ubuhku menjad
menjadii lebi
lebih
h bening diban
dibandin
dingg kristal air, menj a d i
lebih
lebih trans
transpara
paran n diband
dibanding
ing tetes ai
air.
r. Aku a asyik
syik men
mendon
don gak men
menatap
atap langit
langit ,
 belum menymenyadar
adar i bahwa jutaan tete tetess air huj
hujan
an itu hanhany
y a melew at i
tubuhku, tidak pecah saat mengenai wajah. Ini main hujan yang
menyenangkan, melamun menatap langit langsung di bawah tetes air dan
 yang lebi
lebih
h penting lag lagi,
i, setiap kali aku duduk ber bersim
simpu
pu h di rum puputt
halaman, mendongak melindungi wajah dengan telapak tangan, entah
 bagaimana
 bagaima na caran
caranyy a, aku bisa bermain huj hujan
an lebi
lebih
h lam
lama.
a. Mama di da la m
rumah
ruma h han
hanyaya sisibuk
buk men
mengom
gomee l men
mencarik
carik u, bukan menmeneriak
eriakik
iku
u agar berge ga s
masuk.

”Pagi,
”Pagi, Ra,” Sel
Seli,
i, teman satu mej
mejaku,
aku, berseru membu
membuy
y ar k a n
lamunanku.

Kepalaku yang mendongak menoleh.

”Kenapa kamu bengong di sini, Ra?” Seli tertawa riang. Dia baru turun
dari mobil yang mengantarnya, mengembangkan payung berwarna pink.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 15
 15

”Eh, tidak apa-apa. Pagi juga, Sel.” Aku menyeka wajah yang basah
oleh gerimis.

”Cepat, Ra, sebentar lagi bel.” Seli sudah b


berlari-
erlari-lar
larii kecil melint a s i
gerbang sekolah.

 Aku mengem
mengemba
ba n gkan
gk an payungk u, menyus
menyusul
ul lan
langkah
gkah Se li,
menyejajarinya.

”Kamu sudah
sudah meng
menger
erjak
jak an PR dari Mi
Miss
ss Keriti
Keriting?”
ng?” Sel
Selii me-nole h ,
 wajahnya
 wajahny a seperti sedang membay
membayan angk
gkan
an sebuah bencana ji
jika
ka ak
aku u menja
menjawwab
tidak.

 Aku tert
tertawa.
awa. ”Sudah don
dong.”
g.”  

”Oh, syukur
syukurlah.
lah.”” Seli ikut menghe
menghela la napas lega. ”Aku baru tadi su subu
buhh
menyelesaikannya. Semalam aku lupa kalau ada PR, malah asyik nonton
serial Korea. Miss Keriting bisa mengamuk kalau ada yang tidak
mengerja kan
ka n PR
PRnya
nya llagi.
agi. Iy a kalau ccuma
uma dimdimar
arah
ahi,
i, kalau di
disuruh
suruh ber
berdiri
diri di
dekat papan
papan tulis selama pelpelajar
ajaran
an?? It
Ituu memaluk an,
an ,  bukan?”
 bukan?”  

 Aku tidak berkome ntar , mengun


menguncucupk
pkan
an payung. Kami sudah tiba di
 bangunan
 bangun an sekolah, melangka
melangkah h ke lorong, menuju anak tangga. Kelas sepu
sepulu
lu h
terletak di lantai dua bangunan sekolah. Bel berdering persis saat kami
hendak naik tangga, membuyarkan dengung suara keramaian anakanak
 bercampur
 bercamp ur suara ge
gerimis.
rimis. Sialn
Sialnya
ya , saat bergega
bergegass menaiki anak tang
tangga
ga ,
Seli bertabrakan dengan teman lain yang juga bergegas.

”Heh, lihat-lihat dong!” Seli berseru 


berseru  ketus.

”Kamu yang seharusnya lihat!” yang ditabrak balas berseru k etus.


etus.

”Jelas-jelas kami duluan. Sabar sedikit kenapa?” Seli melotot.

”Duluan dari mana? Aku lebih 


lebih  cepat.”
cepat.”  

”Semua orang juga tahu kamu yang menabrak dari belakang!” suara
Seli melengking.

 Aku menyikut Seli


Seli,, member
memberii kode, cueki saja
saja.. Pert
Pertama,
ama, ka
karena
rena su
suda
da h
 bel, temante ma n lain
lain jug
juga a terhamb
terhambat
at nai
naik,
k, berdiri menonto n di

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 16
 16

loron
lorongg lan
lantai
tai satu. Kedua, yyang
ang lebi
lebih
h penting lagi
lagi,, kami tidak akan mer
merusus ak
mood pagi yang menyenangkan dengan bertengkar dengan Ali teman satu
kelas yang terkenal sekali suka mencari masalah. Lihatlah, Ali hanya
cengar
cenga r cen
cengi
girr , tid
tidak
ak peduli. DDia
ia sejen
sejenak
ak menata
menatap p Seli, lan
lantas
tas berg
bergee ga s
menaiki sisa
sisa anak tangga. DDia
ia sama sekali tidak merasa bersalah.

”Dia selalu
selalu saja menabrak orang lain, mengajak bertengkar. Jangan
 jangan
 jangan matanya ditaruh di dengkul,” Seli mengom
mengomee l pelan, mene p u k
lengannya yang terhantam dinding, beranjak ikut naik tangga.

Keributan di anak tangga mencair. Guruguru sudah keluar dari ruang


guru, menuju kelas masingmasing. Tidak ada yang ingin terlambat saat
pelajaran dimulai.

”Kay aknya sih Ali matanya bukan di dengku


”Kayaknya dengkul,
l, Sel,” aku berbis ik ,
menahan tawa.

”Memangnya di mana?”

”Di pantat kayaknya.” 


kayaknya.”  

Seli m
Seli mena
enatap
tap k u sejenak, lan lantas
tas iku
ikutt tertawa
tertawa.. Kami b berla
erlari
ri la r i
melintasi lorong lantai dua, segera masuk kelas, mencari meja. Anakanak
lai
lain
n ssudah
udah membon
membongkgkar
ar ttas.
as. Ali y ang duduk di pojpojoka
okann terliha
terlihatt mengga r u k
kepala. Seperti biasa, kemeja seragamnya berantakan, dimasukkan
separuh. Aku hanya melihat selintas—
selintas — paling juga si biang kerok itu sedang
mencari buku PRnya.

Suara sepatu Miss Keriting terdengar bahkan sebelum dia tiba di pintu
kelas. Dalam satu bulan, semua murid baru sekolah ini tahu dialah guru
paling galak di sekolah. Wajahnya jarang tersenyum, suaranya tegas, dan
hukumannya selalu membuat murid merasa malu. Aku sebenarnya tidak
punya masalah dengan guru galak, tapi itu tetap bukan kabar baik bagiku,
karena Miss Keriting mengajar matematika, pelajaran yang tidak terlalu
kukuasai.

”Pagi, anak-anak,” Miss Keriting memecah suara hujan.

Kami menjawab salam.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 17
 17

”Keluark an buku PR kal


”Keluark kalian
ian.. Sekarang.” Kal
Kalimat
imat standa
standarr pembu k a
pelajaran Miss Keriting.

Kelas bising sejenak, temanteman sibuk mengambil buku PR. Aku


seketika tertegun. Di man
manaa buku PR matema
matematt ikaku
ik aku?? Aduh, in
inii sepertiny a
akan menjadi pagi yang buruk. Aku menumpahkan buku dari dalam tas.

”Ada apa, Ra?” Seli bertanya. 


bertanya. 

 Aku tidak menjaw


menjawab,ab, berpikir cepat. Buku PR itu tert
tertin
ingga
ggall di ka
kama
marr .
 Aku menyeka dahi
dahi,, gerah. Aku ingat
ingat sekali tadi mal
malam
am sudah mengerj a k a n
PR itu, meletakk
meletakkan
an buku PR di atas meja. Tadi pagipagi,, saat Papa memin
memintt a k u
 burubur u berangkat , aku lup
lupa
a memasu
memasukkkk anny
an nya
a.

”Yan
”Y ang
g tid
tidak
ak men
mengerjak
gerjak an PR, sukarela maj
maju
u k
kee depa
depan,
n, sebel
sebelum
um IbIbu
u
periksa.”
periksa.” Sua
Suara
ra tegas Mi
Miss
ss Keri
Keriting
ting membuatk u m
meng
eng-- hela na
napas
pas terta
tertaha
han
n . 

”Ayo, maju. Sekarang!” Miss Keriting menyapu wajah-wajah kami.

 Aku menggig
menggigit
it bibi
bibir.
r. Mau apa lagi
lagi?? Aku melangka
melangkahh ke de pan.

”Ra?” Seli menatapku bingung. 


bingung. 

 Aku tidak menjaw ab, terus melangk ah ke depan di bawah tat ap an


temanteman.

”Kamu tidak mengerjakan PR, Ra?” Miss Keriting menatapku tajam.

”Saya mengerjakan PR, Bu.” 


Bu.” 

”Lantas kenapa kamu maju ke depan?”

”Saya lupa membawa bukunya.” 


bukunya.” 

Temanteman tertawa. Satudua menepuk meja, lalu terdiam saat


Miss Keriting mengangkat tangan.

Miss Keriti
Miss Keriting
ng men
menatap
atapkk u la
lamat-lam
mat-lam at. ”Itu sam
sama
a saj
saja
a d
deng
engan
an tida k
mengerjakan PR. Dengan amat menyesal, kamu terpaksa Ibu keluarkan dari
kelas. Kamu menunggu
menunggu di lorong selama pelajaran berlangsung. Paham?”  
Suara Miss Keriting sebenarnya tidak menunjukkan intonasi

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 18
 18

”menyesal”, karena sedetik kemudian, saat aku mengangguk pelan, dia


kembali sib
sibuk
uk menmenatap
atap teman
temanttee ma
mann lai
lain,
n, tid
tidak
ak ped
peduli
uli,, membiark a n k u
 beranjak gon
gonta
taii ke bin
bingk
gkai
ai pin
pintu
tu kelas.

Petir men
menyamb
yamb ar terang. Suara gun
guntur
tur mul
mulai
ai terden
terdengar
gar men
mengg
ggele
ele g ar .
Hujan turun semakin deras. Udara terasa lebih dingin dan lembap. Aku
melangkah malas, mencari lokasi menunggu yang baik di lorong. Nasib, aku
menghela
menghel a napa
napass sebal. Padaha l aku suda
sudah
h susah payah mengerja kan ka n P R
itu. Aku melirik jam di pergelangan tangan, masih dua jam lima belas menit
hingga pelajaran Miss Keriting usai. Sendirian di lorong yang tempias, basah.
Itu bukan h hukuman
ukuman yang men menyen
yenang
ang kan meski diband
dibanding
ingk
k an berdiri d dii
depan kelas ditonton temanteman.

 Aku mendong
mendongakak menatap lan langit.
git. Petir untuk kesekia
kesekian
n k ali
al i
menyam
men yambarbar , mem
membu buat
at gum
gumpala
palan n awan hitam
hitam terli
terlihat
hat m
memera
emera h sep
sepersek
ersek ia n
detik, seperti ada gumpalan api memenuhi awanawan hitam itu. Guntur
 bergemur
 bergem uruh
uh membu
membuat at ngi
ngilu
lu telin
telinga.
ga. Aku menghe la napanapas,
s, suasana hu
huja
ja n
pagi ini
ini terliha
terlihatt berbeda sek
sekali
ali.. Lebih kelam darip
daripad
adaa biasany a.

Ternyata kabar buruk itu belum berakhir. Diiringi sorakan ramai


teman sekelas, Ali juga dikeluarkan Miss Keriting. Ali bertahan beberapa
menit,
meni t, mengak u sudah m mengerj
engerj ak an PR, tapi belum sel selesai.
esai. Dia
memperlihatkan bukunya yang hanya berisi separuh halaman. Miss Keriting
tanpa
tanpa amp
ampun
un ju
juga
ga ”men
”mengu
gusirny
sirny a”. Aku men
mengelu
geluh
h melihat Ali mel
melang
ang k a h
keluar kelas, hendak bergabung di lorong lantai dua yang lengang. Kenapa
pula aku harus menghabiskan dua jam bersamanya di lorong? Aku menyeka
dahi yang berkeringat — y an
angg membuat k u melupak an sesuatu, kenapa ak u
terus berker
berkeringat
ingat sejak tadi, padahal dingin
dingin ud
udara
ara terasa menc
mencek
ekam
am .

Sial. Aku tidak akan menghabiskan waktu bersama si biang kerok


itu.  
itu.

Itu situasi yang tidak menarik, menyebalkan malah. Baiklah, sebelum


 Ali meli
melihat
hat k u, aku memutusk an mengang
mengangkk at kedua telapak tanga
tangank
nk u ,
meletakkannya di wajah.

Petir men
mendada
dada k men
menya
ya mbar ter
teran
ang
g sekal
sekali,
i, m
membuatk
embuatk u terpera
terperan
n j at ,
mendongak ke atas—
atas—meski tidak mengurungkan gerakan tanganku

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 19
 19

menutup mata. Suara guntur terdengar membahana, panjang dan suram.


Hujan deras mulai disertai angin kencang, membuat bendera di lapangan
sekolah
sekolah berkelepak laksana hhend
endak
ak robek. Tubuh
Tubuhk
k u segera men
menghi
ghi la n g
sempurna saat telapak tanganku menutupi wajah.

 Ali melangk ah di lolorong


rong . Aku meli
melihat
hat nya
ny a dari sela jar jari,i,
memperhat
memper hatikan
ikan wajahnya y an angg tid
tidak
ak ppeduli
eduli men
menata
ata p sekita
sekitarr mun
mung
g k i n
sedang
seda ng men
mencar
cariku.
iku. Ali men
menyeka
yeka rambu
rambutt nya y an
ang
g beran
berantaka
taka n. Di
Diaa men
meng
g om e l
sendirian, melintasiku. ”Dasar guru sok galak. Tidak tahu apa, tamba tamb a h
keriting saja rambutnya setiap kali dia marah-marah.” Aku menahan tawa
melihat
melihat tampang se sebal
bal anak lellelaki
aki itu. Aku hend
hendakak isen
iseng
g menam ba h i
kesalnya dengan mengait kakinya.

”Halo, Gadis Kecil.” 


Kecil.” 

Suara dingin
dingin iitu
tu leb
lebih
ih dul
dulu
u men
menga
gagetk
getkank
ank u. Petir men
menya
ya mba
mbarr ter
terang
ang
sekali.. Sosok ttin
sekali inggi
ggi kurus iitu
tu entah ddari
ari man
mana
a datangny
datangnya
a telah berdiri di
depanku.
depa nku. Matan
Matanya
ya men
menatap
atap memeson
memesona.a.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 20
 20

EMI mendengar sapaan suara dingin itu dan menatap sosok kurus
tinggi
ting gi y ang entah dari mana datangny a ttibatibaibatiba ttelah
elah b berdiri
erdiri persis di
depanku —ak u berseru tertahan, kaget, kehi kehilanga
langa n keseimba
keseimbanga
nga n, reflek s
 berusaha meraih pegang
peganganan di din
dindin
din g kelas. Saat telapak tangank
tanganku u terl
terlee pa s
dari wajah, tubuhku o otomat
tomat is kembali terliha
terlihatt . Kejadia
Kejadiann itu cepat seksekal
ali.
i.
Saat aku berhasil menyeimbangkan tubuh, mendongak, kembali menatap ke
depan, memastikan siapa yang tibatiba menyapaku, sosok tinggi kurus itu
telah
telah len
lenyap,
yap, menyisa
menyisakk an hu
hujan
jan deras sej
sejauh
auh mata memanda
memandang. ng. AnAngi
gi n
kencang membuat bendera di lapangan sekolah berkelepak. Tempias air
mengena
menge naii lo
loron
rongg lantai dua tepercik ke wajahku yang setengah puca pucat.
t.

Jantungk u berdetak kenc


Jantungk kencang
ang.. As
Astaga,
taga, aku yakin sekal
sekalii mel
melihat
ihat sos ok
itu. Waj
Wajah
ahny
nya
a y ang tirus dan senyum
senyumnynya a yyang
ang tipi
tipis,
s, bah
bahkan
kan aku ingat
ingat se
sekk ali
al i
 bola
 bola matanya yang hitamhitam memeso
memesona na.. Ke mana
manak k ah dia sekarang? Mat ak u
menyapu
men yapu sep
sepan
anjan
jan g llor
orong,
ong, mem
memastika
astika n, memeri
memerik k sa sem
semua
ua kem
kemung
ungki
ki n a n .
 Aku hend
hendak
ak ber
beranjak
anjak mendekat i tepi lo lorong,
rong, tidak peduli tempias leb le b ih
 banyak mengen ai seragam sekolahku
sekolahku..

”Hei, Ra, apa yang barusan kamu lakukan!” Seruan Ali membuat
kakiku berhenti.

 Aku menole
menoleh,
h, baru menyadar i bahwa Ali berdiri pucat di belakan g k u ,
menatapk
menatap k u y ang kuy
kuyakin
akin juga puca
pucat.
t. Bedanya , ekspresi wajah Ali seak
se ak an
 baru saja melihat sesuatu y ang menarik sekali
sekali.. Sedangk
Sedangkan
an ekspresi wajah k u
pasti sebaliknya.

”Bagaimana
”Bagaim ana cara
caranya
nya kamu tiba
tiba-t
-tiba
iba mun
muncu
cu l di sini
sini?”
?” Ali men
mende
de k at ,
 wajahnya
 wajahny a menyeli
menyelidi
dik
k.

 Aku mengelu
mengeluh h dal
dalam
am hati, melangka
melangkah
h mun
mundur
dur ke dinding
dinding lor
lor o n g .
Kenapa pula urusan ini harus terjadi dalam waktu bersamaan? Kenapa pula
si biang ker
kerok
ok ini ada di sini saat aku masih penasa
penasara
ran
n set
setenga
engah
h

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 21
 21

mati siapa sosok tinggi kurus tadi? Aku bahkan sempat berpikir, jangan
 jangan
 jangan soso
sosok
k itu han
hanyy a bisa kuli
kulihat
hat jika
jika aku menangk upk an kedua tela pa
pakk
tangan ke wajah. Aku hendak bergegas kembali menutup mata sebelum
sosok
sosok itu pergi, tapi itu tidak mun
mungkgk in kulakuk an dengan tatapan mata Ali
 yang penuh rasa ingin
ingin tahu.

”Apa yang kamu lakukan barusan, Ra?” Ali bahkan sekarang


menyelidi
menyeli dik
k seluruh ttubuhku.
ubuhku. ”Aku y akin sekali
sekali,, kamu tadi tidak ada di sini.
si ni.
Lorong ini kosong. Kamu tibatib
tibatiba
a muncu
muncull di sinsini.
i. Iy a, kan? Ini mena
menarr i k
sekali.”  
sekali.”

”Apanya yang menarik?” Aku membalas tatapan


tatapan menyelidik Ali,
purapura tidak mengerti.

”Kamu jangan pura-pura tidak mengerti, Ra,” Ali tidak mudah


percaya.

”Aku dari tadi memang di sin


sini.
i. Apanya y
yang
ang pura-pur a?” aku akhir
akhirny
ny a
 berseru ketus.

”Kamu tidak bisa membohongiku.” Ali nyengir lebar. ”Aku memang


memang
pemalas, tapi aku tidak bodoh. Bahkan sebenarnya, kamu tahu, sebagian
kecil para pemalas di dunia ini adalah orangorang genius. Aku yakin seratus
persen kamu tadi tidak ada di sana. T idak
idak ad
ada
a siap
siapa
a pun di lorong.
lorong. La nt as
petir menyambar, kamu tibatiba ada di sana. Tibatiba muncul. Aku yakin
sekali.”  
sekali.”

 Aku mengelu
mengeluhh dal
dalam
am hati, masi
masih
h berusah a memba
membalas
las tatapan A li
dengan purapura tidak paham. Urusan ini bisa panjang. Ali benar. Dia
memang terlihat
terlihat pema
pemalas,
las, urakan, suka bertengkar, tapi dal
dalam
am pelaja
pelajarr a n
tertentu dia bisa membuat guruguru terdiam hanya karena pertanyaan
masa bodohnya.

”Bagaimana kamu melakukannya?”

”Aku tidak melakukan apa pun.” 


pun.”  

”Kamu jangan
jangan bo
bohong,
hong, Ra.
Ra.”” Ali men
menatap
atapkk u seperti seda
sedang
ng mena
menatt a p
anak kecil yang tertangkap basah mencuri permen tidak bisa menghindar.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 22
 22

”Siapa y
”Siapa yan
ang
g berbo
berboho
ho ng!” aku berseru ketus sebenarny
sebenarny a sepa r u h
suaraku terdengar cemas.

”Ali! Ra!” Suara tegas


tegas Miss Keriting menyelamatkanku.

Kami serempak menoleh.

”Suara perca
percakap
kap an ssuperp
uperpee nt ing kal
kalian
ian men
menggan
gganggggu
u pelajara
pelajaran.”
n.” Mis s
Keriting melot
melot ot, be
berdiri
rdiri di bawah bin
bingk
gkai
ai pintu kelas, tanganny
tangannyaa meme
memega ga n g
penggaris kayu panjang. ”Sekali lagi kalian bercakap-cak ap
bercakap-cak ap terlalu kencang,
Ibu kirim kali
kalian
an ke ruang B BP,
P, dan ssemoga
emoga ada yang menyela mat ka kann ka
kalia
lia n
dari pemanggilan orangtua ke sekolah.”
sekolah.”  

Mulut Ali yang hendak mencecarku dengan banyak pertanyaan


terpaksa bungkam. Dia menunduk, mengusapusap rambutnya yang
 berantakan
 berantak an.. Aku juga menund uk
uk..

”Benar-b en
”Benar-b enar
ar bri
brilian.
lian. Su
Sudah
dah tid
tidak
ak memb
membuatuat PR, berteriak-ter iak pu
pula
la
di lorong
lorong ke
kelas.
las. Pasangan pal paling
ing serasi pag
pagii ini.”
ini.” Mi
Miss
ss Keriti
Keriting
ng kemkemb
ba li
masuk setelah memastikan kami diam beberapa detik. Teman teman
sekelas yang ikut melihat ke luar tertawa ramai, lalu diam kembali saat Miss
Keriting menunju
menunjuk k papan tulitulis.
s.

Suara Miss Keriting terdengar samar di antara suara hujan deras yang
mengguyur sekolah. Aku masih penasaran siapa sosok tinggi kurus yang
tibatiba muncul di depanku tadi. Aku memeriksa sekitar, berusaha
mengabaikan Ali yang terus menatapku. Tidak ada. Sosok itu benarbenar
sudah pergi.

Mungkin aku bisa


Mungkin bisa pura
purapur
pura a ke toi
toilet
let sebentar, meningga lkan lk an Al
Ali,i,
menutup
menutu p wajah di sana, llantas
antas berjalan kembali ke lorong lorong lanlantai
tai dua. De n g a n
 begitu aku bisa menc
mencararii soso
sosok
k ting
tinggi
gi kurus itu, sekali sekaligu
guss jug
juga
a b isa
is a
menghilan
menghil ang
g dari si bian
biangg kerok iini
ni.. T etapi itu ide
ide buruk. Ali y ang penasa
penasarr a n ,
 bahkan sanga
sangatt pe
penasa
nasarr an
an,, pasti akan mengikut i ke mana pun aku per gi gi,,
dan dia bisa mengacaukan banyak hal. Miss Keriting, dengan kejadian ribut
 barusan, bisa kapan pun memer
memeriksa
iksa lolorong
rong lan
lantai
tai dua lag
lagi,
i, memast ika
ikann k am
amii
patuh pad
padaa hukuman
hukumanny nya.a.

 Aku mendon gak , menata


menatapp sil
siluet
uet petir yang kembal
kembalii menya
menyam
m b ar .
Suara guntur bergemuruh. Sepertinya pagi ini aku benarbenar akan

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 23
 23

menghabis
mengh abiskan
kan dua ja
jam
m bersama bi
bian
ang
g kerok ini.
ini. Ba
Baiklah,
iklah, aku memu
memutu
tu sk a n
duduk bersandar di dinding kelas, berusaha lebih santai, menghela napas
pelan.

”Hei, Ra?” Ali berbisik. 


berbisik. 

 Aku meli
melirr ik dengan uju
ujung
ng mata, dia terny
ternyata
ata ikut duduk, tiga langk a h
dariku.

”Kamu bisa menghil


menghilan
ang,
g, y a?” Ali berbisi
berbisik
k lagi
lagi,, berusaha ttid
idak
ak
membuat
membu at ker
keributa
ibutan
n baru, matany
matanyaa berbinar oleh rasa ingin tahu.

 Aku mengab
mengabaik
aikan
an Ali
Ali,, kembali menata
menatapp huj
hujan
an..

”Ini hebat, Ra. Dari dulu aku selalu yakin ada orang yang bisa
melakukan itu. Tidak hanya di film-film.” Ali bahkan tidak merasa perlu
menunggu jawabanku.

”Kamu gila,” aku kembali menoleh, melotot, balas berbisik.

”Apanya yang gila?” 


gila?” 

”Tidak ada yang bisa 


bisa  menghilang.”
menghilang.”  

”Banyak yang bisa menghilang, Ra. Banyak yang tidak terlihat oleh
mata, tapi sebenarnya ada.” Ali mengangkat bahu. 
bahu. 

”Tidak ada yang tidak terlihat oleh mata,” aku bersikukuh, mulai sebal.
”Kecuali yang kamu maksudkan hantu-hantu, cerita-cerita seram itu.” 
itu.” 

”Kata siapa tidak ada?” Ali nyengir. ”Dan jelas maksudku bukan
hantu-
han tu- hant u iitu.
tu. Co
Coba,
ba, lih
lihat.”
at.” T
Tangan
angan Al
Alii menggap ai k e depan
depan.. ”Setiap har
hari,
i,
setiap detik, kita selal
selalu
u hid
hidup
up dengan sesuatu y ang tida
tidak
k terliha
terlihatt oleh
oleh m
mat
at a.
Udara. Kamu bernapas dengannya, tanpa pernah berpikir seperti apa wujud
asli udara. Apa
Apakakahh udara seperti kabut? Seperti uap uap?? Apa itu oksige n ?
Bentukny a seperti apa? Kotak? Lonjong?”
Lonjong?”  

 Aku mengelu
mengeluhh pelan, semua oran
orang
g jug
juga
a tahu, Ali pendebat y ang
 baik.
 baik.  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 24
 24

”Bahkan, kamu tidak perlu jadi setipis udara untuk tidak ter-lihat.” Ali
menatap
men atapk
k u an
antusias
tusias,, m
merapika
erapikann rambu
rambutt beran
berantaka
taka n yang men mengen
gen ai ujun g
mata. ”Jika kamu terlalu kecil atau sebalik-nya terlalu besar dari yang
melihat, kamu bisa menghilang dalam definisi yang berbeda. Semut,
misalnya, kamu coba saja lihat semut yang ada di lapangan sekolah dari
lantai
lantai dua ini,
ini, dia menghi
menghila
lang
ng karena terlalu kecil untuk dil
dilihat
ihat . Sebalik
Sebaliknny a ,
Bumi,
Bum i, mi
misalny
salnya,
a, karena bolbola
a Bumi terlalu besar, tidak ada y ang b isa is a
melihatnya benarbenar mengambang mengitari matahari. Kita hanya tahu
dia mengambang lewat gambar, televisi, tapi tidak pernah melihat dengan
mata kepala sendiri. Tidak terlihat dalam definisi lain.”
lain.”  

”Sok tahu,” aku berbisik ketus. 


ketus.  

 Ali han
hanya
ya tert
tertawa
awa pelan
pelan,, tidak tersingg
tersinggun
un g seperti biasany
biasanya a tepa
tepatt ny a
tidak tertarik bertengkar seperti biasanya. ”Aku tahu sekali, Ra. Internet.
 Aku memba
membaca ca lebi
lebih
h banyak diband
dibanding
ing sia
siapa
pa pun di sekol
sekolah
ah ini.
ini. T erm
ermas
as uk
Miss
Mi ss Keri
Keriting
ting den
dengan
gan semu
semuaa PR men menyeba
yebalkan
lkan ny
nya.
a. Pel
Pelajara
ajarann mamatemat
temat i k a
penting katanya, puh, itu mudah saja. Bahkan kalau sekarang masih di
sekolah dasar, aku bisa mengerjakan PR itu. Kamu sungguhan bisa
menghilang ya, Ra?” 
Ra?”  

 Aku hamp
hampir
ir berseru jen
jengke
gkell bil
bilang
ang tidak, tapi itu bisa meman c i n g
Miss Keriting keluar. Aku segera menurunkan volume suara, menjawab
datar. ”T-i-d-a-k.” 
”T-i-d-a-k.”  

”Kamu justru
justru sedan
sedang
g men
menjawa
jawab
b sebal
sebalik
iknya
nya , Ra. Iya,
Iy a, kamu bis bisaa
menghilang.” Ali mengepalkan tangannya, bersorak dengan bahasa tubuh.
”Terima kasih, Ra. Itu berarti aku tidak seaneh yan
yang seri
sering
ng o oran
rangt
gt u a k u
katakan.”  
katakan.”

 Aku mengem
mengembu
busk
skan
an napa
napass sebal. Sudah kujawab tidak, Ali tet ap
menganggap aku menjawab iya.

 Aku kembal
kembalii menatap huj hujan,
an, memutu
memutusk skan
an menyerah mena
menang
ng g a p i
rasa ingin
ingin tahu Ali
Ali.. Aku sepertiny a telah keliru, bukan han
hanyya dua jam pa gi
ini
ini saja akan menghab iskis k an waktu bersama si bian
biang
g k
kerok
erok ini.
ini. Kemungk i n a n
seharian ini, bahkan besokbesoknya lagi, dia akan terus tertarik
mengikutiku, memastikan.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 25
 25

Hujan deras terus mengguyur sekolah, Seli dan temanteman yang lain
pasti sedang pusing mengikuti pelajaran Miss Keriting di dalam kelas yang
kering, sama pusingnya dengan aku menghadapi Ali di lorong yang tempias
 basah.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 26
 26

 ASANGA N serasi.” Seli memajuk an bibi


bibir,
r, menaha n  tawa.

 Aku tidak menang


menanggaga pi, han
hanya
ya mengan
mengangk
gkat
at sedotan dari gelas. A w as
saja kalau keterusan, akan aku lempar dengan sedotan ini.

”Bercanda, Ra.” Wajah Seli memerah, separuh karena kepedasan,


separuh masih menahan tawa. ”Miss Keriting memang sok galak,
menyebalk
menyeba lk an,
an , ban
banyak
yak ngasih PR, tapi itu y ang aku suka darin dariny
y a. Dia sela
se lalu
lu
telak menyin
menyindirdir oran
orang.
g. Pasang an pal
paling
ing ser
serasi
asi pagi iini
ni.. H
Hehe
ehehe.
he. Eh, llag
agiaia n
kenapa pula
pula kali
kalian
an harus berte
berteriakt
riakter
eria
iakk di loron
lorong,
g, m
membu
embuat at semua t e ma n
sekelas menoleh ingin tahu,” Seli membela 
membela  diri, berusaha berlindung dari
lemparan sedotan.

Bel isti
istira
rahat
hat pertama sudah bernyany i li lima
ma meni
menitt lalu. H Hujan
ujan de r as
sudah reda, menyisakan rintik kecil yang bisa dilewati tanpa terlalu
membuat basah. Udara dingin dan lembap. Seli mengajakku ke kantin,
mengh
men ghabis
abiskan
kan semang
semangk k uk bakso dan segel segelas
as ai
airr jeru
jeruk
k han
hangat,
gat, pili
piliha
hann ya ng
 baik dal
dalam
am suasana se seperti
perti ini.
ini. Seli bil
bilang
ang dia
dia yang trakt
traktir.
ir. Aku awal
awalnyny a
tidak ter tarik. Se
Setelah
telah dua jam lebi lebih
h sali
saling
ng ngo
ngott ot menghab isk iskan
an wak t u
 bersama Ali
Ali,, y ang membu
membuat at mood
moodk k u hilang,
hilang, aku sebenarny a lebi lebih
h tert
tertar
ar ik
mengh
men ghabis
abiskan
kan waktu sen sendi
dirr ian di kela
kelas,
s, dud
duduk
uk di kursi
kursi,, m
memikirk
emikirk an ssiap
iap a
si tinggi kurus itu. Apakah itu hanya imajinasiku karena belasan tahun
menyimpan rahasia? Tetapi melirik gelagat Ali yang juga akan ikut
mengh
men ghabis
abis kan waktu d dii kela
kelas,s, men
menyeye lidikik
lidikiku,
u, aku menmener
erima
ima tawaran Sel Seli.
i.

”Kalian seben
”Kalian sebenarn
arnya
ya membicar
membicaraka
aka n apa sih?
sih? Sam
Sampai
pai berteng
bertengk k ar
 begitu?” Sayangny a Seli y ang sambil ber-
ber-hah
hah kepeda
kepedasan
san meng-
meng-hab
habii s k a n
semangk
sema ngkuk
uk bakso
baksonya
nya seperti kehab
kehabisa
isa n id
idee perca
percakap
kap an selain tent ang
kejadian di lorong kelas.

”Tidak membicarakan apa pun.” Aku malas menanggapi.

”Masa iya?” Seli menyelidik. ”Sampai bertengkar begitu.” 


begitu.”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 27
 27

”Siapa y an
”Siapa ang
g b
bertengkar
ertengkar?? Dia ssaj
aja
a yan
yang
g ssela
elalu
lu men
menyeb
yeb alka n. Menca r i
masalah,” aku mengarang jawaban. 
jawaban. 

”Eh, kalian tidak sedang membicarakan PR matematika, kan? 


kan? 
Mengerjakan PR di lorong tadi?” Seli tertawa dengan kalimatnya sendiri. 
sendiri. 

 Aku melo
melott ot, menganc
mengancam
am Seli dengan bol
bola
a bakso.

”Bercan da, Ra. Kamu sensi


”Bercanda, sensitif
tif sekali pagi ini.
ini. Aku saja yang dia tab
tabrr ak  
tadi di anak tangga nggak ilfil. Biasa saja.”
saja.”   Seli nyengir tanpa dosa.

Semangkuk bakso kantin ini lumayan lezat, apalagi saat udara dingin,
tapi topik pembicaraan ini memengaruhi lidahku. Apalagi menatap wajah
 jaill Seli
 jai Seli..

”Kamu tahu, Ra,” Seli tiba-tiba berbisi


berbisik,
k, menurunkan volume suara,
di tengah ingarbingar kantin yang dipenuhi temanteman sekolah, yang
cepat merasa keroncongan saat udara dingin begini.

”Tahu apanya?” Aku tidak semangat menatap wajah penuh rahasia 


rahasia 
Seli.

”Ali pernah ikut seleksi Olimpiade Fisika,” Seli masih ber-bisik.

”Terus apa pentingnya?” Aku mengangkat bahu tidak peduli. 


peduli. 

”Dia peserta seleksi olimpiade paling muda sepanjang sejarah, Ra.


 Waktu itu dia masi
masihh kelas delap
delapan
an.. Dia nyaris masuk dal
dalam
am tim y ang dikir i m
ke entah apa nama negaranya, Uzbekistan kalau tidak salah. Dia termasuk
enam siswa paling pintar, genius malah. Itu penting sekali, bukan?” Seli
 ber-hah
 ber- hah kepedas
kepedasan
an,, meraih botol kecap. ”T ”Tapi
api si biang kerok itu bat al
dikirim. Pada minggu terakhir seleksi, dia meledakkan laboratorium fisika
tempat karantina peserta seleksi. Iseng melakukan percobaan entah apa.
Betulbetul meledak, Ra.”
Ra.”  

”Dari man
mana
a kamu tahu itu?” aku basa-bas
basa-basii menangg
menanggap
api.
i.

”Perusahaan  tempat papaku bekerja jadi sponsor utama tim


”Perusahaan 
olimpiade itu, Ra. Kejadian itu dirahasiakan, wartawan hanya tahu tim
olimpiade pulang membawa beberapa emas dua minggu kemudian. Kata
papaku, profesor pemb
pembimb
imb ing tim ol
olimpi
impiad
adee tet
tetap
ap ngo
ngotot
tot memba wa Ali
Ali,,

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 28
 28

 bilang bahwa anak itu y ang pal


 bilang palinging pin
pintar.
tar. Dan menurut sang profesor, rarasasa
ingin
ingin tahu kadang membuat sseseoran
eseorang g nnekat
ekat melakuk
melakukan
an sesuatu, dan it u
 bisa dimaklu mi, tapi pani
panitt ia lo
lokal
kal menolak
menolakny
nya.
a. Ali batal jad
jadii pese
peserr t a
Olimpiade Fisika termuda sedunia.”
sedunia.”  

Melihat wajah Seli yang semangat bercerita, aku setengah tidak


percaya, setengah hendak tertawa. Lihatlah, Seli berbisik seperti sedang
menceritakan kisah berkategori top secret—
secret —Seli sepertinya terlalu banyak
menonton serial Korea.

”Nah, Ali juga sudah empat kali pindah-pindah sekolah selama 


selama  SMP.”
Seli mengambil sambal setengah sendok, tadi dia kebanyakan
menumpahkan kecap, membuat baksonya jadi terasa manis. ”Empat kali,
Ra. Itu rekor.”
rekor.”  

”Kamu tahu dari mana?” 


mana?” 

”Kalau yang ini sih sudah rahasia umum.” Seli ber-hah ke-pedasan
lagi,
lagi, volu
volume
me suarany
suaranya
a kembali normal. ””Semua
Semua anak di sekolah ini jug
juga
a tahu
ta hu..
Kamu saja yang tidak memperhatikan, lebih suka menyendiri di dalam kelas
saat bel istirahat. Ali dikeluarkan dari sekolah, katanya sih karena sering
 berkelahi.”
 berkela hi.”  

 Aku tidak tert


tertarik
arik dengan cerita Seli
Seli.. Aku sedang menatap kas
kasiha
iha n
temanku itu. Lihatlah, dia sekarang menumpahkan kecap lagi. Sudah empat
kali Seli bolakbalik menambahkan sambal dan kecap di mangkuk baksonya,
membuat bening kuah bakso berubah hitam.

”Nah, saat penerimaan sekolah baru kemarin, banyak SMA yang


menolak
men olak men
mener
erima
imany
nya.
a. Katan
Katanya
ya sih
sih bukan sema
semata
ta mat a karena di
dia
a ser ing
 berkelahi.
 berkela hi. T api seram saja
saja.”
.” Seli menyeka keringat di dahi
dahi.. 

”Seram apanya?” 
apanya?” 

”Seram k an
an kalau kamu harus menerima murid sepintar dia? Guru
guru kita saja sering grogi di kelas kalau dia mulai bertanya yang aneh
aneh. Kalau kamu dalam posisi harus mengajari anak sepintar dia, pasti
kamu salah tingkah. Horor dalam arti berbeda. Hanya Miss Keriting yang
tidak peduli, bahkan tega menghukumnya.” Seli nyengir lebar. 
lebar. 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 29
 29

 Aku ber
beroh
oh pelan
pelan.. Aku lebi
lebih
h tert
tertarik
arik mengha bis
biskk an baksok u.

”Sebenarnya sih... eh, tapi kamu jangan marah ya?” Seli 


Seli  tibatiba
terlihat seperti menahan tawa.

 Apa lag
lagii ini?
ini? T anga
angank
nk u y ang menyend
menyendok
ok bakso terhenti.

”Tapi kamu jangan marah ya, Ra...,” Seli mengulangi. 


mengulangi. 

 Aku menggele ng
ng.. ”Kenapa aku harus marah? Aku tidak peduli k am u
cerita tentang si biang kerok itu.”
itu.”  

”Ali tuh sebenarny a termasuk gwi yeo wun.


wun...”
..” Se
Seli
li kini sungguhan
tertawa.

”Gwi yeo wun?” Dahiku terlipat. 


terlipat. 

”Cute, Ra.
Ra. Kal
Kalau
au saja dia lebi
lebih
h rapi, sikapnya lebih manis, rambut ny a
diurus
diurus,, pas
pasti
ti miri
mirip
p bi
bintang
ntang serial Korea yang aku tonton. Serasi se k alial i
dengan Ra yang manis dan berambut pan-jang.”
pan-jang.”  

Kali ini aku sungguhan menimpuk Seli dengan bola bakso. Seli tertawa
dan cekatan menghindar. Tapi gawat! Baksoku mengenai kepala anak kelas
dua belas! Kami terpaksa bergegas kabur dari kantin, sambil berteriak ke
tukang bakso bahwa bayar nya nan
nanti
ti na
nanti
nti..

”Kamu cari masalah, Ra. Cewek itu ketua geng cheerleader.” Seli
 berlarilar
 berlari larii kecil menarikk
menarikku,
u, berbisik sebal. Aku patahp
patahpat
atah
ah mengik u t i
langkah kaki Seli, melewati keramaian kantin.

Tadi itu jelasjelas bukan salahku. Sasaranku kepala Seli, dan salah
siapa mereka duduk persis di belakang Seli?

”Semoga mereka tid


tidak
ak tah
tahu
u ki
kita
ta yang mel
melee mpar nya.
nya.”” Seli n
nyen
yengir
gir .
”Bakso yang kamu lempar telak mengenai kepalanya. Mereka pasti lagi
marahmarah mencari tahu siapa yang me-lempar.”
me-lempar.”  

Kami bergegas kembali ke kelas. Ruangan kelas X9 masih kosong,


hany
hany a ada Ali yang entah kenap
kenapa a sedang ber
berada
ada di meja kami, seperti ha
habi
biss
melakuk
melakuk an sesuatu. Sel
Selii melo
melott ot, men
mengus
gusir
irny
nya.
a.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 30
 30

 Ali han
hany
y a menga
mengangk
ngkat
at bahu, merasa tidak bersalah
bersalah.. ”Sejak k ap an
orang
orang dilaran g duduk di kursi mana saja saat iistirahat?”
stirahat?” dal
dalihny
ihny a. Dia
 bersiap mengajak bertengk
bertengkar
ar..

 Aku menyikut Seli


Seli,, menyur
menyuruh
uhny
nyaa tidak menang
menangga
ga pi Ali
Ali..

Setidaknya, hingga bel sekolah berbunyi, tidak ada kejadian yang


membuatk u tambah jen jengkel.
gkel. Pela
Pelaja
jarr an bah
bahasa,
asa, aku suka. Aku memasa n g
 wajah semring
semringah
ah selama pelaj
pelajar
aran
an berlangsu ng ng.. Seperti
Sepertinya
nya hampir seluselurr u h
teman sekelas menyuk
menyukaiai guru bahasa kami kami.. Dia persis seperti tutor aca acarr a
 berbahas a yang baik dan benar di siaran telev televisi
isi nasional
nasional,, pin
pintar,
tar, tamp a n ,
dan pandai bergurau. Hanya Ali yang tampak kusut, dengan wajah tertekuk
di pojokan kelas. Aku tertawa dalam hati, meliriknya, mengingat cerita Seli
di kantin tadi—
tadi— ya ng entah betul atau tidak, mun mungkgk in Ali benci pelajara
pelajarann ini
karena tidak tahu bagian mana yang bisa di diledakk
ledakk an
anny
nya.
a.

Bel pul
pulang
ang sekolah bern
bernyany
yany i ken
kencang,
cang, dengung gaduh
gaduh m
meme
eme n u h i
seluruh bangun
bangunan
an seko
sekolah.
lah. Aku pul
pulang
ang nai
naik
k angkutan umu
umum
m bersama S e li.

Sayangnya, tiba di rumah aku menemukan masalah baru. Masalah


dengan dua kucingku. Dan itu lebih serius dibanding kejadian tadi pagi di
sekolah dengan sosok tinggi kurus yang mendadak muncul kemudian hilang
di depan matak
mataku.
u.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 31
 31

ISA huj
hujan
an sepan
sepanja
jang
ng pagi sudah menguap di jjalanan
alanan saat ang
angk
k ot
 yang kutumpa n gi merapat di depan rumah. Seli bil
bilang
ang nan
nanti
ti dia y ang bay ar .
 Aku menga
mengang
nggu
guk,k, lal
lalu
u turun dari angkot.

 Aku berlarila
berlarilarr i di rumput hal
halama
aman,n, membuk a pinpintu
tu depan, ber
berte
terr iak
ia k
mengucap salam—
salam — suara Mama terdengar menjawab dari dapur. Aku naik ke
lantai dua, menuju kamarku, melempar tas sekolah sembarangan ke atas
kasur. Mama yang sedang memasak di dapur meneriakiku agar bergegas
ganti baju, makan siang, dan bersiapsiap. Pukul tiga kami harus segera
 be-rangkat
 be- rangkat ke toko elektro
elektronik.
nik. Aku bala
balass berte
berteriak,
riak, ”Siap, Ma!” Aku tert aw a
riang. Jalan bersama Mama selalu menyenangkan.

Hal pertama yang kulakukan kemudian adalah melongok ke sana


kemari. Ini aneh sekali, biasanya dua kucingku sudah riang menyambut saat
aku masuk ke dalam rumah. Tapi tadi yang loncat dari balik pintu hanya si
Putih. Si Hitam tidak kelihatan sama sekali.

”Hei, si Hitam mana, Put?” 


Put?” 

Si Putih seperti biasa


biasa men
menyund
yundul
ul nyun du
dull man
manja
ja betis
betisku,
ku, men
menge
ge o n g
pelan.

”Kamu lihat
lihat di man
mana a si Hitam, Put?” Aku lemlembut
but men
menga
gangk
ngkat-
at- ny a
dengan
dengan kedua telap
telapak
ak tang
tangan,
an, mem
memeluk
eluk nya, terus memeriksa kamar samb i l
menggendong si Putih. Aduh, ke mana pula kucingku yang satu lagi? Tidak
ada di kamarku. Juga tidak ada di kamar lain lantai dua. Aku beranjak
menuruni tangga, boleh jadi si Hitam sedang malasmalasan di dapur,
menghabiskan makanan.

”Kamu belum berganti pakaian, Ra?” Mama menegurku.

 Aku menggele ng
ng,, masih sibu
sibuk
k menc
mencar
ari.
i.

Si Hita
Hitamm ttidak
idak ada di dapur. T idak ada juga di bawah meja makan
makan,, d
dii
sebelah lemari, atau di tempat favoritny
favoritnya
a selam
selamaa ini
ini.. Aku menghel
menghelaa

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 32
 32

napas. IIni
napas. ni jarang sekali terjadi, bahkan sein
seingat
gatk
k u tidak pernah ter jad
jadi.
i. Dua
kucing ”kembar”-ku ini selalu ber-sama-sama menyambut-ku. Selalu berdua
ke man
mana
ama
mana,
na, bermain berd
berdua,
ua, kom
kompak
pak..

”Apa si Hitam sakit, Put?” 


Put?” 

Si Puti
Putihh y
yan
ang
g sedan
sedangg kugendon g han
hanya
ya men
mengeon
geong.
g. Mata bul
bulat
at ny a
 bekerjapk
 bekerja pker
erja
jap.
p. Bai
Baiklah
klah,, aku beranjak memer
memeriks
iks a ruang tengah, r ua ng
tamu, kamar mandi, bahkan garasi, apa pun tempat yang mungkin. Lima
menit siasia, aku kembali masuk ke dapur.

”Kamu belum berganti pakaian, Ra? Ayo bergegas, kita tidak bisa
lamalama di toko elektronik. Mama harus menyiapkan makan malam,
papamu pulan
pulang
g lebi
lebih
h awal mal
malam
am ini
ini.”
.” Mam
Mama
a me-
me-natapk
natapk u tidak menger t i .
Gerakan tangannya yang sibuk membereskan peralatan masak terhenti
sejenak, memperhatikanku yang sedang mencari sesuatu.

 Aku menggele ng
ng..

”Kamu mencari apa sih, Ra?”

”Ma, lihat si Hitam?” 


Hitam?” 

”Si Hitam? Bu
Bukan
kanny
nya
a kamu sedang m
meng
engge
ge ndo ng kuc
kucin
ing
g
ke-sayanganmu?”  
ke-sayanganmu?”

”Bukan yang ini, Ma. Satunya lagi.”

”Satunya lagi apa?” 


apa?” 

”Iya, kucing Ra yang satunya lagi, Mama nggak lihat?” 


lihat?”  

”Aduh, Mama nggak nggak ngerti deh. Kamu jan jangaga n aneh
aneh-a
-a ne h la
lagi
gi kay ak
 waktu SD dul
dulu.
u. Jelas
Jelas-- jela s sejak dul
dulu
u han
hany
y a ada satu kucing di rumah ini ini.”
.”
Mama melmelotot,
otot, llan
antas
tas sedeti
sedetikk kemudian ttan
angan
gan nya kembali m membere
embere sk a n
peralatan. ”Ayo cepat ganti se-ragammu, lalu makan siang. Jangan
keseringan menggoda Mama seperti yang sering papamu lakukan, Ra.”  Ra.” 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 33
 33

 Aku menel
menelan
an lud
ludah.
ah. Sebenar nya aku ingin
ingin mengelu
mengeluh,
h, karena Ma ma
terlihat
terlihat san
santai
tais
s ant ai ssaj
aja
a pad
padahal
ahal kucingku hi
hilang
lang satu, tapi aku la
langs
ngs u n g
menguru
men gurungk
ngk anny a. Aku seketi
seketika
ka tertegu
tertegun.
n.

Eh, Mama barusan bilang apa? Satu ekor?

 Aku benarbe n ar baru menyad


menyadar
arii hal itu sekarang, detik ini.
ini. Sepe r t i
ada yang melemparkan pemikiran itu di kepala. Ditambah dengan kejadian
tadi pagi
pagi,, meli
melihat
hat soso
sosok
k ttin
inggi
ggi kurus d dii sekol
sekolah
ah,, tibat
tibatiba
iba membu at k u
 berpikir ada yang benarbe nar keliru dengan du dua
a ekor kucing ”kembar”
kesayangan
kesay angank k u sel
selama
ama in
ini.
i. Setelah enam tahun punpuny
y a kuci
kucing
ng,, aku piki
pikirr it
ituu
semua hanya gurauan Mama dan Papa.

Janganjangan...

”Ayo, cepat ganti seragam. Jangan malah bengong,” Mama ber-seru


mengingatkan.

***

Sejak usia enam tahun aku ingin


ingin p punya
unya kuci
kucing
ng.. Saking inginny
inginny a, ak
akuu
pernah menculik kuckucing
ing anggo
anggorr a mil
milik
ik T ante Ani
Anita,
ta, adi
adik
k Mama, wak t u
kumpul arisan keluarga di rumahnya. Aku seharian bermain bersama
kucing itu, memegang bulunya yang tebal seperti beludru KW1, hangat
memeluknya sambil tiduran, berlari mengejarnya di taman. Akhirnya saat
pulang
pulang,, aku gemas dan me masuk
masuk kan
ka n kuci
kucing
ng itu ke dal
dalam
am tas. Dua har i
kucing
kucing itu kusemb uny ika n di kama kamar.
r. Persis h hari
ari ketiga
ketiga,, Ma ma
menemukannya.

Mama marah besar, bilangbilang ttanteku


anteku jjustru
ustru cemas mencari ke sa na
kemari kucing
kucing kesay
kesayangan
anganny
nya
a duduaa hari terak
terakhi
hir.
r. Aku han
hany
y a menatap polo s .
”Kucingny
”Kucingn y a luc
lucu,
u, Ma. Lagian Tante juga bi bilang,
lang, kalau Ra mau, kuc
kucing
ing ny a
 boleh
 boleh dip
dipinja
inja m beberap
beberapa
a hari.”
hari.”  

Mama tambah marah. ”Dipinjam itu berarti bilang-bilang. Kamu


mencurinya.”  
mencurinya.”

Papa hanya tertawa, meredakan marah Mama, bilang bahwa aku


masih enam tahun. Papa lantas mengantar kembali kucing itu pulang ke
rumah Tante Anita, membiarkan aku merengek menangis.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 34
 34

”Nanti-nanti, kalau Ra sudah besar dan bisa mengurus kucing


peliharaan sendiri, baru boleh,” Mama tegas berkata, dan itu berarti tidak
 bisa ditawart awa r lag
lagi.
i.

Tiga tahun berlalu sejak kejadian itu. Persis ulang tahunku yang
kesembilan, kucing ”kembar” itu 
itu  hadir
hadir di rumah kami.

 Aku yang tahu hari itu ula


ulang
ng tahunk
tahunkuu berseru
berseruser
seru
u rian
riang
g me
menur
nuru
un i
anak tangga. Sambil mengucek mata, menguap, masih ileran, rambut
panjang berantakan, aku berteriak-teriak, ”Mama! Papa! Ra ulang tahun.
Mana hadiahnya?”
hadiahnya?”  

Mama dan Papa yang sudah bangun lebih awal tertawa. Mereka
menungguku di meja makan sejak tadi. Aku ikut tertawa demi melihat
tumpukan kotak hadiah di lantai. Aku langsung loncat bersemangat.

 Ada enam kotak hadi


hadiah
ah—— dua dari Papa dan Mama, yang lain dari
saudara dekat dan tetangga. Persis saat aku selesai membongkar kotak
keenam dan tertawa membentangkan sweter hijau, bel rumah ditekan
seseorang, bernyanyi nyaring.

”Biar Ra yang buka.” Aku beranjak berdiri—siapa


berdiri—siapa tahu itu kadoku yang
ketujuh.

”Sejak kapan Ra mau dis


disuru
uruhh m
membuk
embuk ak
akan
an pin
pintu
tu kalau ada tamu
tamu?? ”
Mama tertawa, menmenggod
ggoda.
a. ”Y
”Yan
ang
g ada mal
malah
ah berteriak-ter iak men
meny
y ur u h
orang lain.”
lain.”  

 Aku menjulur k an lidah.


lidah. ”Biarin. Hehe
ehe.”
.” Aku berlari-
berlari-lar
larii kecil ke pin
pintt u 
depan.

Dugaanku tepat, itu kado ketujuh. Kado paling spesial. Di dalam


kardus berwarn
berwarna a p
pinink,
k, beral
beralask
askan
an talam lembu
lembutt , ditutu
ditutupp kai
kain
n sutra, hadhadii a h
ulang
ulang tahun
tahunkk u menung
menunggu gu.. Saat aku membuk a kain sutra tipi tipis,
s, dua ananak
ak
kucing
kucing berbulu tebal terliha
terlihatt mmengeo
engeo ng tidak sabar, sali saling
ng geli
gelitik,
tik, berm
bermai
ai n
satu sama lain. Aku sungguh kehilangan ekspresi terbaik, tidak bisa
 berkata
 ber katakata
kata lagi
lagi.. Aduh, dua anak kuci kucing
ngny
nyaa luc
lucuu sekali
sekali.. Mata mer meree k a
 bundar
 bund ar bercahay
bercahaya,a, bulunya lebi lebih
h lebat daripada yang bisa kubayan
kubayangk gkan
an.. Dua
anak kucing anggora usia dua minggu. Keduanya tampak mirip. Warna
 bulu
 bulu mereka hitamhitam dengan bin bintikb
tikb int ik putih, atau

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 35
 35

 boleh jad
 boleh jadii sebenarny a putih dengan bin
bintik
tikb
b int ik hi
hitam,
tam, sakin
saking
g rata
ratany
ny a
 warna hi
hitam
tam put ih tersebut
tersebut.. Dua ekor kuci
kucing
ng itu tidak bisa dibedak a n ,
kembar.

”Mama yang membelikan kucing?” Papa berbisik. Papa dan Mama


sudah berdiri di belakangku.

Mama menggeleng. ”Mungkin dari tantenya.” 


tantenya.”  

”Aduh lucunya.” Itulah kalimat pertamaku setelah terdiam satu menit


menatap
men atap dua makh
makhluk
luk men
mengge
gge ma
maska
ska n iitu.
tu. Aku akhi
akhirnya
rnya me rengk
rengkuh
uh du
duaa
ekor kucing itu, menoleh ke Mama dan Papa. ”Boleh Ra pelihara ya, boleh
 ya, Ma?”
Ma?”  

Mama mengangguk, dan aku sudah rusuh membawa kotak itu ke


dalam, berlari, bahkan sebelum anggukan Mama terhenti.

***

Masih enam tahun lalu, saat usiaku sembilan tahun.

”Kamu sudah
sudah m member
ember i nnama
ama kuci
kucingm
ngm u, Ra?” Papa ber-t
ber-tany
any a,
meletakkan
meletakka n secan
secangk
gk ir min
minum
umanan han
hangat
gat ke atas mej
meja.
a. Kam
Kamii se dang
da ng
 berkumpu
 berkum pull di ruang keluarga
keluarga,, habi
habiss makan malam ula ulang
ng tahun k u .
Sekarang jadwal menonton DVD, film kartun favoritku.

”Sudah, Pa,” aku menjawab pendek, sedang asyik bermain ber-sama


dua ekor kuci
kucing
ng baruku di atas karpet.

”Papa bol
boleh
eh tahu namany
namanya?”
a?” Pap
Papa
a antusias, mendek at.
at .

”Si   Hitam dan si Putih,”


”Si Putih,”   aku menjawab, tersenyum manis.

”Si Hitam atau si Puti


Putih,
h, maks
maksudm
udm u?” Papa men
mendekat
dekat lagi
lagi,, keni
kenin
n g ny a
 berkerut
 berker ut tipi
tipis,
s, ikut melihat kuci
kucing
ng y ang merangk ak nai
naik
k di pahaku.

”Bukan,
”Buka n, Pa. Si Hita
itamm dan si Putih.”
Putih.”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 36
 36

”Eh? Maksudm u, nama kucingny a ada dua? D Dikasih


ikasih dua nama y ya,
a,
karena warna bulunya tidak bisa dibedakan hitam berbelang putih atau putih
 berbelang
 berbelan g hi
hitam?
tam?”” Papa bin
bingu
gung
ng.. 

”Bukan, Pa.” Aku menoleh. Masa Papa nggak ngerti juga, ujarku dalam
hati. ”Kucingny a kan ada dua, Pa. Jadi yang satu namanya si Hit a m ,
satunya lagi si Putih.”
Putih.”  

 Waktu itu aku tidak terlalu mengang


mengangga
ga p penting percakap an terse bu t .
Mama menyikut pelan Papa, mengedipkan mata. Papa mengangkat bahu,
menoleh, menatap Mama tidak mengerti, lalu kembali duduk di sofa.

”Biasa, Pa. Beberapa anak juga begitu. Selalu punya ‘teman lain’,”
Mama berbisik.

”Teman lain?” Papa ikut berbisik. 


berbisik. 

”Teman imajinasi.” Mama tersenyum simpul. ”Bermain dengan


imajinas
imajinas i. Karen
Karena
a kuci
kucingny
ngny a ha
hanya
nya sa
satu,
tu, b
bia
iarr seru, mun
mungkin
gkin Ra men
menga
gannggap
ada anak kucing lain, biar ada temannya. Jadilah dia seperti punya dua
kucing.”  
kucing.”

”Mama serius?” Papa menelan ludah. 


ludah. 

”Tentu
”T entu saj
saja.
a. Co
Coba
ba Papa tanyakan ke teman kan
kantor,
tor, tetang
tetangga
ga,, kenal
kenalaan,
mereka pasti bila
bilang
ng an
anakanak
akanak biasa
biasa men
mengala
galami
mi fase itu
itu.. Tid
Tidak
ak berbahay a ,
lamalama hilang sendiri.”
sendiri.”  

”Tapi Ra kan sudah sembilan tahun, Ma?” 


Ma?”  

Mama tertawa pelan. ”Bukannya Papa sendiri yang bilang bahwa Ra


masih
masi h bbayi?
ayi? Setiap mal
malam
am selal
selalu
u m
mengec
engecup
up dahi
dahiny
nya,
a, bil
bilang
ang,, ’Selamat tid
tidur
ur ,
 bayi  besarku
 besarku.’”
.’”  

Papa tert
tertawa,
awa, llalu
alu mengang
menganggu
guk
k. D
Dia
ia meraih remote D
DVD
VD pl
play
ay e r .
”Mama benar. Ra masih anak-anak. Setidaknya dia senang sekali dengan
kucing barunya. Bahkan film kartun kesayangannya pun diabaikan. Kita
nonto
nontonn yang llain
ain saja
saja.. Mum-p
Mum-pun
ung
g Ra tidak akan protes.”
protes.”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 37
 37

Malam itu, aku telanjur senang deng


dengan
an hadi
hadia
ah kkuci
ucing
ng di dal
dalam
am kot ak
 berwarna
 berwarn a pink
pink itu. Aku sediki
sedikitt pun tidak memper
memperh
h atik
at ik an percakap an P ap
apaa
dan Mama. Dan karena seja sejak
k usi
usiaku
aku dua pul
puluh
uh dua bul bulan,
an, sejak ber
berma
ma i n
petak umpet itu, keluarga kami terbiasa dengan hal hal aneh aneh,, soal kuc
kucin
in g
itu cepat atau lambat juga dianggap biasa saja.

Bahkan saat arisan keluarga diadaka


diadaka n di rumah kami beberap
beberapaa bu
bula
la n
kemudian, Tante Anita berseru riang, ”Aduh, sejak kapan Ra punya kucing?
Kok nggak bilangbilang sih, Ra. Cantik sekali. Kayaknya lebih cantik
dibanding kucing Tante,  ya.”
 y a.”  

Sebelum aku menjawab, Mama justru memotong, bertanya balik ke


Tante, ”Bukanny a kamu y
yang
ang kirim ko
kotak
tak pi
pink
nk itu? H
Hadia
adia h ula
ulang
ng ttahun
ahun Ra
enam bulan lalu?”
lalu?”  

Tante Anita menggeleng bingung. ”Aku kan mengirimkan sweter. Lagi


pula kalau kucing-nya secantik ini, lebih baik untuk aku saja.” Tante Anita
lantas tertawa.

Tidak ada yang tahu siapa sebenarnya yang mengirimkan kotak


 berwarna
 berwarn a pink,
pink, beralaska
beralaskann belud
beludrr u dan ditutup kain sutra terbaik itu, da n
tidak
tidak ada yang berusaberusaha
ha men
mencar
carii tahu siapa
siapa yang mengi
mengirr i m
mka
ka n ny a .
Seiring
Sei ring waktu y yan
ang
g berj
berjal
alan
an cep
cepat,
at, tida
tidak
k ada yang terl
terlal
alu
u memper
memperhathat i k a n
saat aku bermain kejarkejaran dengan dua kucingku di taman, saling
menggelitik
men ggelitik i, bas
basah
ahbas
bas aha n, mem
memberika
berika n susu
susu,, da dan
n men
menyia
yiap
p ka n
makanan.. Bagi
makanan Bagikk u, kuci
kucing
ng itu sel
selalu
alu ada dua, si Putih dan si Hitam
itam.. Aku tida
tidak k
pernah merasa kucing itu hanya satu seperti yang dilihat dilihat Papa, M am ama a,
tetangga, atau kerabat. Mereka hanya tahu aku punya seekor kucing
anggora lucu.

***

”Ra!” Suara Mama mengagetkanku. Mama sudah berdiri di depan


pintu kamar. Aku menoleh.

”Aduh, berapa kali lagi Mama harus bilang. Cepat ganti baju, lalu
makan siang.
siang. Kita harus jal
jalan
an sekarang. Kal
Kalau
au ke
kesorean
sorean,, n
nanti
anti ttok
ok o
elektronikn
elektron iknya
ya tidak bisa menga
mengantar
ntar mesin cuc
cucin
iny
y a hari iini
ni.. Mama jjuga
uga har
harus
us
masak makan malam.” Mama seperti-nya ter-lihat marah, menatapku, tidak
mengerti kenapa aku masih mengenakan seragam

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 38
 38

sekolah. ”Ayo, Mama tunggu lima belas menit di


di garasi, sekalian Mama
membereskan garasi. Kalau kamu tidak siap-siap juga, Mama tinggal.” 
tinggal.”  

”Iya, Ma,” aku menjawab pelan. 


pelan. 

”Dan satu lagi


lagi.. Berma
Bermain in kucingny a bisa n nanti
anti-- na
nanti
nti.. Si Puti
Putih
h atau si
Hitam kan bisa mai
main n sendi
sendirr i. D
Dari
ari tadi kuci
kucing
ngny
nya
a digen
digendo dong
ng,, dibawa ke
mana-mana.” Mama menunjuk kucing yang masih kugendong. kugendong. 

 Aku menel
menelan
an lud
ludah,
ah, mengang
menganggu
guk.
k.

Punggun g Mama hi
hilang
lang dari bing
bingk
k ai pin
pintu
tu,, turun ke lan
lantai
tai sa
satt u
menuju garasi.

Sekarang suasana hatiku benar-benar berubah. Suram. 


Suram.  

Separuh hatiku sedih karena si Hitam tetap tidak berhasil kutemukan


setelah hampir setengah jam memeriksa rumah— rumah — aku mulai cemas
 jangan
 janganjjan
an ga n si Hitam kenapa na napa
pa , separuh hatiku bin bingun
gun g deng
de nga
an
semua
semu a pemi
pemik k iran baru yang berkemb
berkembang ang di kepal
kepalaku
aku.. Ba
Bagaima
gaima na mungk i n
kucing
kuci ng iitu
tu han
hany y a satu? Aku sendi
sendirr i y ang setiap hari menyus
menyusui uiny
nyaa de
deng
nga
an
 botoll susu hi
 boto hingg
ngga a usi
usia
a beberap
beberapaa bula
bulan, n, member
memberika
ikann piri
piring
ng berisi makan a n ,
memandik
mema ndik anny
annya, a, me
mengnger
er ingkan bulbulunya,
unya, men
menyisir
yisir bu
bulu
luny
ny a. Ma
Mamama past i
keliru.

”Kamu lihat si Hitam tidak, Put?” aku berbisik. 


berbisik. 

Kucing y
Kucing yan
ang
g ku
kugen
gendo
do ng ha
hanya
nya m
meng
engee o ng pel
pelan.
an. Mata bulbulat
at ny a
terlihat
terlihat berca
bercahaya
haya seperti biasa,
biasa, man
manja
ja menyun
menyundu dulny
lny und ulk an kepala ny a
ke lenganku.

”Sungguhan tidak lihat?” Aku mengelus kepalanya.

Kucing yang kugendong tetap mengeong pelan.

Baiklah.
Baikla h. Aku menghe
menghela la napa
napas,
s, mel
meletak
etak k an si Putih d
dii lan
lantai,
tai, bera
beranjnj a k
merapikan isi lemariku yang tadi kubongkar. Aku memasukkan kembali
kotak berwarna pinpink
k y
yang
ang enam tahu
tahunn lal
lalu
u tergeletak rrapi
api di depan pi pintnt u
rumah kami, tanpa pernah tahu siapa yang mengantarnya, tidak ada
si
siapasia
apasiapa
pa di hal
halaman
aman , ttid
idak
ak ad
ada
a kukurir
rir atau petuga
petugass yang menmengaga nta
ntarr k a n
kotak itu.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 39
 39

Baiklah. Urusan ke mana perginya si Hitam bisa kuurus setelah


pulang
pulang menem
menemani
ani Mam
Mamaa ke toko elektronik. Saatnya ber
bergan
gantt i serag
seragam
am ,
makan siang dengan cepat. Siapa tahu saat aku pulang dari toko, dua
kucing
kucingkk u sudah bermain bersama lagi.
lagi.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 40
 40

IMA bel
belas
as m
meni
enitt kemudian
kemudian,, setelah men
mengu gunci
nci pin
pintu
tu dan menut u p
gerbang pagar, Mama memboncengkan aku dengan Vespa, melaju di jalanan
pukul tiga sore. Bel
Belum
um terlalu macet, ccahaya
ahaya matahari mulai ter terasa
asa lemb
lembut
ut ,
meski udara pengap kota tetap terasa. Mama gesit menyalip kendaraan lain
kalau saja aku lebi
lebih
h rian
riang,
g, aku akan menc
mencee letu
letukk , ”Sali
”Salip
p lag
lagii yang di dep an ,
Ma! Lebih cepat!” dan tertawa. Mama akan balas tertawa. ”Tapi jangan
 bilang
 bilang papamu kalau kita ngebut.”
ngebut.”  

Mama ke man
mana
ama
manana leb
lebih
ih ssuka
uka men
mengen
gen dar ai mo
motor,
tor, jago seja k
kuliah
kuliah.. Menu
Menurut
rut cerita ve
versi
rsi Papa, bahkan dul
dulu
u waktu kul
kuliah
iah Mama per pe r na
nahh
ikut balapan motor, tapi aku memutuskan tidak percaya.

Setengah jam acara salipmenyalip, Vespa Mama sudah terparkir rapi


di basem
basemee nt pusat perbel
perbelan
an jaan besar. Aku berusaha men
menyej
yejajar
ajar i langk a h
Mama yang kalau jalan
jalan juga selal
selalu
u super cepat menuju tangga eskalat or .
Tujuan pertama kami adalah toko elektronik.

 Aku sering ke toko ini,


ini, menema
menemanini Mama, tapi belum pernah ke bagbagia
ia n
mesin cuci. Terhampar di bagian tersendiri, berpuluhpuluh model mesin
cucii berjejer. Aku menatap tterpeson
cuc erpesona
a seluruh mesin ccuci
uci itu sambil berpik ir ,
ternyata tidak berbeda dengan ponsel, banyak model, banyak fitur, banyak
spesifikasi, dan jelas banyak mereknya.

”Tergan
”T ergantun
tun g kebu
kebutuhan
tuhannya
nya , B
Bu,”
u,” petugas ssal
ales
es toko elektro
elektronik
nik susuda
dahh
melesat menyamb ut kami kami,, terseny
tersenyum
um dua senti sesuai SOP, memu l a i
strategi menjua lny a. ””Kal
Kalau
au IIbu
bu butuh mesi
mesin
n cuci ya
yang
ng bisa mencuci pakaian
sekotor apa pun, kinerjanya kinclong, Ibu pilih saja yang front loading.
Kapasitasnya besar, listriknya lebih hemat, dan efisien tempat. Meskipun
kekuranganny
kekuranga nnya,
a, mesi
mesinny
nnyaa leb
lebih
ih bergetar, suara
suaranynyaa leb
lebih
ih beris
berisik,
ik, aga
agakk
 berarom a karena sering menyisa
menyisaka kan
n air di dal
dalam,
am, dan lebi
lebih
h mahal.”
mahal.”  

 Aku tert
tertawa
awa dal
dalam
am hati, melimelihat
hat gaya petugas sales itu. A k u
membayan
membay angk
gkan
an Ali dal
dalam
am v ersi lebi
lebih
h dewasa, sok tahu sedan
sedang
g

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 41
 41

menje lask
menje la skan
an teori menghi
menghilan
lang,
g, eh mesin ccuci
uci.. Sel
Selii sala
salah,
h, apan
apany
y a y ang cut e ,
 Ali itu lebi
lebih
h miri
mirip
p petugas sales ini,
ini, mal
malah
ah lebi
lebihh rapi petugas sal
sales
es nya.

”Atau kalau Ibu hanya mencuci pakaian yang tidak terlalu kotor, bujet
terbatas,
terbat as, dan tidak pun
punyya m masalah
asalah dengan tempat di rumah, pil pilih
ih saja y an
angg
top loading. Kinerja mencucinya tidak sebaik front loading, tapi siapa pula
 yang hendak mencmencuc
ucii se
seragam
ragam penuh lumpur
lumpur?? Anak Ibu tidak suka pula n g
kotor-kotor, kan?” Petugas sales tertawa, menunjukku. ”Atau Ibu mau
mencoba
mencob a jen
jenis
is mesi
mesinn cuci terbaru kami kami,, hybrid du
duaa mo
model
del y ang say a
 jelaskan
 jelaskan sebelum
sebelumny
nya,
a, high
high effic
efficie
iency
ncy top loadin
loading?
g? Ini pal
paling
ing mutak h ir ,
meski paling mahal.”
mahal.” Sedetik tertawa dengan gurauan-nya, petugas sales
sudah kembali lagi dengan jualannya.

Lima belas menit mendengarkan cuapcuap petugas sales, Mama


menunjuk pilihannya. Model mesin cuci yang sama persis dengan punya
kami yang rusak di rumah.

 Aku bin
bingun
gun g menatap Mama.

”Setidaknya Mama tahu, yang ini bisa awet hingga lima tahun ke
depan, Ra. Tidak perlu yang aneh-aneh,” Mama berbisik, menjelaskan
alasanny
alasanny a.

”Terus kenapa Mama tadi sok mendengarkan penjelasan petugas sales


kalau memang akan memilih yang ini?”
ini?” balasku,
balasku, jug
juga
a den
dengan
gan berbisik
berbisik.. 

”Yah,
”Y ah, setidakny a Mama jad
jadii tahu mod
modee l ter
terbaru
baru mesin cuci
cuci,, kan?
kan?  
Lagi pula, kasihan petugas sales-nya kalau dicuekin.” 
dicuekin.” 

 Aku menepu
menepukk dahi
dahi,, akhirn
akhirny
y a tidak kuat menaha n tawa. Betul, k an.
an .
Jalanjalan bersama Mama selalu menyenangkan. Petugas sales yang sedang
mengepak mesin cuci yang kami beli menoleh, tidak mengerti kenapa aku
tibatiba tertawa, berbisikbisik.

Setelah memastikan mesin cuci itu akan diantar sore ini juga ke
rumah,
ruma h, pal
paling
ing telat tiba na
nanti
nti mal
malam,
am, kami m meningg
eninggalka
alka n toko elektroni k ,
pinda
pinda h ke supermar ket . Mama bel
belanja
anja ke
keperlua
perluann bulanan
bulanan.. ”Kamu tid
tidak 
ak  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 42
 42

mau ke toko buku?” Mama bertanya, men-dorong troli masuk ke lorong


detergen dan temantemannya.

”Buku yang kemarin-


kemarin-kk e mar in saja belum Ra baca. Lagian banyak PR
dari guru, Ma. Nggak sempet baca novel.” Aku meng-geleng. 
meng-geleng. 

”Nah, lalu jatah uang bulanan buat beli bukumu kamu pakai buat
apa?” Mama men
menun
unju
juk
k dom
dompet
petny
nyaa di saku. ”Buat namb
nambah
ah in beli keper lua
lua n
Mama saja ya.” Mama mengedipkan 
mengedipkan  mata.

”Nggak bo
”Nggak boleh.
leh. Cura
Curang,”
ng,” aku buru-buru berseru, memo
memott o ng. ”Sebent ar ,
Ra punya ide lebih  baik.
 baik.”” 

 Aku bergega
bergegass meningg
meninggalk
alkan
an Mama, pinda
pindah
h ke loron
lorong
g lain
lain di
supermarket. Aku kembali lima menit kemudian, saat Mama sudah
mendorong troli di lorong minyak goreng dan temantemannya. Aku
ter-senyum, meletakkan satu kotak es krim batangan ke dalam troli. ”Ide
 bagus, kan?”
kan?”  

Mama menghela napas, tidak berkomentar. Itu pula enaknya pergi


 bersama Mama, aku bebas belanja apa saja sepanjan g itu memang jatahk u .

Persis jam tangan menunjukkan pukul lima sore, aku dan Mama
membaw
memb aw a kan
kantong
tong plas
plastik
tik belanjaa
belanjaann ke parki
parkiran
ran mo
motor.
tor. Jal
Jalanan
anan sema
semakkin
padat, suara klakson dan asap knal
knalpot
pot ber
bergabun
gabun g d
dengan
engan kesibuka
kesibukann or
oran
angg
pulang kantor dan aktivitas lainnya. Setelah hujan sepanjang pagi tadi, langit
sore ini terlihat bersih, awan tipis tampak jingga oleh matahari senja. Mama
gesiit m
ges men
engem
gem udik an Vespa
Vespanya,
nya, men
menaklukk
aklukk an kema
kemacetan.
cetan. Satu tan
tangan
gan k u
memegangii bel
memegang belanjaa
anjaan,
n, satu tang
tangan
an llagi
agi berpeganga n. Ram
Rambut
but panj
panja
angk u
 berkibar keluar dari helm.

”Jangan bilang-bi
bilang- bila
lang
ng Papa kita ngebut, y
ya,”
a,” Mama berseru.

 Aku tert
tertawa,
awa, tidak menimp
menimpal
ali.
i.

***

Tiba di ruma
rumah,
h, tetap han
hanya
ya si Puti
Putih
h y an
ang
g berl
berlari
arilar
lar i menyamb ut k u .
 Aku menelan lud
ludah,
ah, hend
hendak
ak mengge
menggenn do
donn g kucingku
kucingku——  namun urung, takut
Mama mengomel. Aku membantu meletakkan

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 43
 43

 belanjaa n di dapur, beres


beresberes
beres sebentar
sebentar,, lan
lantas
tas burubu
buruburr u menyin gk i r
sebelum Mama menyuruhku membantu memasak. ”Ra ke kamar ya, Ma, ada
PR.”” Aku meraih kotak es krim ba-tang
PR. ba-tang-a
-a nk
nku,
u, dan sebel
sebelum
um Ma ma
 berkome ntar , aku sudah menuju ruang tengah, dii
diikut
kutii si Put
Putih.
ih.

Setelah lima belas menit mengerjakan PR matematika dari Miss


Keriting, aku berpendapat bahwa yang menyusun jadwal pelajaran kelas
X9 pasti genius seperti Ali. Bayangkan, dua hari berturutturut pelajaran
pertamanya adalah matematika—
matematika — moodku menyelesaikan PR langsung
menguap. Mataku memang menatap angkaangka di atas kertas, tetapi
kepalaku memikirkan hal lain.

”Kira-kira si Hitam ke man


”Kira-kira mana
a ya, Put?” Aku beran
beranjak
jak meraih si Pu
Putt ih
 yang melingk
melingkar
ar angg
anggun
un di uju
ujung
ng kaki, menema
menemann iku mengerj
mengerjak
ak an PR.

Si Putih hanya mengeong. Mata bundarnya mengerjap bercahaya.

”Atau jan janga


ga n-
n-jang
jang an tadi dia
dia m
menemuk
enemuk an kuci
kucing
ng betin
betina
a ya, Put? 
Put? 
Jatuh cinta? Jadi minggat?” Aku nyengir dengan ide yang melintas jail itu. Si
Putih tetap mengeong seperti biasa, manja minta dielus dahinya. Aku
tertawa sendiri.
sendiri. Itu ideide buruk. Sepertinya aku haru
haruss membaca buku tent ang
kucing
kucing lagi
lagi,, supaya tahu kenapa kucing min mingg
gg at dari rumah. IIya ya kalau cu
cuma
ma
minggat?
mi nggat? Kal
Kalau au kena
kenapapa napa
napa?? Aku men
menelan
elan ludah,
ludah, buru buru men mengg us i r
 jauhja
 jauhja uh kemung
kemungk k ina n buruk itu. Atau jan janga
ga nja
n jang
ngan
an Mama bena benarr ?
Memang
Meman g hanya ada satu kucing di rumah ini ini sejak duldulu.
u. Si Hitam hany a
imajinasiku. Teman ”lain”. Aku menelan ludah lagi, buru- buru mengusir
penjelasan itu.

 Aku tahu persis ada dua kuci


kucing
ng di rumah ini.
ini. Aku menama i y ang sat u
si Hitam dan satunya lagi si Putih karena meski nyaris ter lihat
lihat sama, du
dua a
kucing itu berbeda. Warna bulu yang mengelilingi bola mata mereka
 berbeda.. Si Hitam seperti mengen ak
 berbeda akan
an kacamat a hi
hitam
tam tipi
tipis,
s, dan si P ut ih
sebaliknya.

Hingga Mama meneriakiku agar segera mandi, bergegas turun makan


malam
mal am,, a aku
ku leb
lebih
ih sibuk
sibuk memi
memikk irk an kuci
kucingk
ngk uci
ucing
ng itu diband
dibanding
ing PR
matematika. Sempat untuk kesekian kali aku berusaha mencari si Hitam,
 berkeliling
 berkelili ng rumah dengan kedua telapak tangan menutupi wajah, agar M amama
a
tidak melihatku. Si Hitam tidak ada di manamana, di

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 44
 44

halaman
halama n depan maupun be
belakang
lakang.. Ku
Kucingk
cingkuu itu seperti
sepertiny
nya
a betulan
minggat. Aku sementara menyerah.

Sudah pukul tujuh mal


malam
am , setengah jjam
am lewat dari jad
jadwal
wal bi
biasa
asa ny a
Papa pulang. Setelah mandi, membantu Mama menyiapkan makan malam
di meja, membantu Mama mengurus mesin cuci yang diantar toko
elektronik, aku dan Mama duduk di ruang keluarga, menunggu Papa pulang.

”Papa kenapa belum pul


pulang
ang ju
juga
ga ya, Ma?” aku bertanya.
bertanya.  

”Mungkin macet.” Mama memencet remote, mengganti saluran


stasiun televisi.

”Kita makan duluan yuk, Ma.” 


Ma.”  

”Tunggu Papa, Ra,” Mama menjawab 


menjawab  pendek.

”Tapi Ra lapar, Ma.” Aku nyengir—memasang


nyengir— memasang wajah seperti tidak
makan tiga hari.

Mama tertawa, melambaikan tangan. ”Bukannya


”Bukannya   kamu sudah
menghabiskan tiga batang es krim sore tadi? Dasar gembul.”
gembul.”  

 Aku memajuk an bibi


bibir.
r. Namany
Namanyaa lap
lapar,
ar, ya tet
tetap
ap saja lap
lapar.
ar.

Pukul delapan malam, Papa belum pulang juga. Gerimis turun


membasuh rumah. Belum deras, tapi cukup membuat jendela terlihat
 basah, beremb
berembun
un..

”Tetap nggak diangkat, Ma,” aku berseru dari meja telepon. Baru
saja, untuk yang keempat kali aku menelepon ponsel Papa.

Mama menghela napas.

”Kantor juga mulai kosong, sudah pada pulang.” Aku men-dekati sofa;
aku juga barusan menelep on ke kantor. ”Kata sat-pam kanto kantorr y ang
an g
menerima telepon, Papa dari tadi siang nggak ada di kantor. Ra makan
duluan
duluan ya, lap
lapar
ar berat, ha
hampir
mpir sem
sempoy
poyong
ongan
an jalanny
jalanny a ni
nih.”
h.”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 45
 45

Mama menatap
menatapk ku y
yan
ang
g pura
pura-pur
-puraa mel
melangka
angka h go
gontai.
ntai. ”Y
”Yaa sud
sudah,
ah, k am
amuu
makan duluan saja.” 
saja.” 

”Terima kasih, Ma.” Aku tersenyum lebar, langsung sigap menuju


meja makan.

Pukul sembilan malam, Papa belum pulang juga. Hujan turun semakin
deras. Harihari ini musim hujan, cerah sejenak seperti sore tadi bukan
 berarti cuac
cuaca
a tidak akan beruba
berubahh dal
dalam
am hi
hitung
tung an jam
jam.. Petir menya m b ar
terlihat terang dari jendela dengan tirai tersingkap. Gelegar guntur
mengikuti.

 Aku bahkan sudah dua kali nai naik


ktur
turun
un kamar, ruang keluar g a ,
mengerjakan PR matematika, mengecek Mama yang masih menunggu
sambil menonton televisi. Urusan kucingku si Hitam sedikit terlupakan —  
aku men
menghib
ghibur
ur diri
diri den
dengan
gan meyakini si Hitam mi minggat
nggat ke rumah tetangg a ,
nanti-nanti juga pulang. ”Mungkin 
”Mungkin  Papa tibatiba diajak pemilik perusahaan
pergi ke luar negeri kali, Ma? Kayak enam bulan lalu.” Waktu itu, Papa malah
 baru pul
pulang
ang besok sorenya
sorenya,, mendada
mendadakk dia
diajak
jak surve
surveii mesin pabrik y an angg
 baru. T etapi setidakny
setidaknya,a, waktu itu Papa menele
menelepo pon
n , member
memberita
itah
h u, jadi tid
tidak
ak
ada yang menunggunya.

Mama menoleh, terlihat mengantuk. ”Kamu tidur duluan saja, Ra. 


Ra. 
Biar Mama yang menunggu Papa.” 
Papa.” 

 Aku menggar
menggaruk
uk kepala y ang tidak gatal, kasih
kasihan
an meliha
melihatt Mama y ang
an g
pasti keukeuh tidak akan tidur, tidak akan makan sebelum Papa pulang.

”Atau jangan-jangan Papa lagi berusaha memenangkan hati pemilik


perusahaan , Ma? E Eh,
h, m
mis
isaln
alny
y a dengan bikin
bikin ko
kons
nser
er mus
musik
ik di ruma
rumah
hny a,
ngasih hadiah kejutan, kalikali saja pemilik perusahaan ulang tahun hari
ini.”  
ini.”

Mama tertawa kecil


kecil.. ”Kam
”Kamu
u ad
ada-ad
a-adaa saj
saja.
a. Sudah, kamu tidur dulu
duluaan.
Paling
Paling juga
juga papamu pergi ke pabrik lluar
uar kota. PoPonselny
nselny a ke
ketinggala
tinggala n di
kantor. Lupa memberitahu.”
memberitahu .”  

Pukul setengah sepuluh, setelah dipaksa Mama, aku akhirnya naik


kembali ke kamar. Kuc
Kucingk
ingkuu si Puti
Putih
h sudah mal
malas
asma
malasa
lasann meri
meringk
ngkuk
uk

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 46
 46

tidur di pojok ranjang. Hujan deras membungkus rumah kami. Aku


mengintip
mengint ip dari sela tirai kamarku
kamarku.. H
Halam
alam an basah, sej
sejauh
auh mata memand a n g
hanya kerlip cahaya lampu di antara jutaan butir air. Aku menghela napas
pelan, setidak
setidakny
nya
a Papa kan nai
naik
k mobil, jad
jadii kal
kalau
au sekarang dal
dalam
am perjala n a n
pulang tidak akan kehujanan.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 47
 47

 APA baru pul


pulan
angg lewat pukul sepuluh
sepuluh.. Aku yang belum tid
tidur
ur ,
meski sud
sudah
ah mema
mematt ikan llampu
ampu sseja
ejak
k tadi
tadi,, bergega
bergegass turun saat men
mende
de n g ar
mobil memasuki garasi. Aku menempelkan kedua telapak tangan ke wajah,
mengintip dari sela jemari, berdiri di anak tangga.

”Papa minta
minta maaf, Ma.” Su Suara
ara Papa terdeng
terdengar
ar lelah
lelah,, menyeka ra
ramb
mb ut  
di dahi. ”Hari
”Hari   ini di pabrik kacau sekali.

”Tadi
”T adi pag
pagii Papa buru
buru-bur
-bur u berangkat ke kanto
kantor,r, k
karena
arena jadw
jadwa al
pengoper as ian
ia n mesi
mesinn yang dib
dibeli
eli en
enam
am bulan llalu
alu itu terny
ternyata
ata dim
dimaj
aj uk a n
hari ini.
ini. Pemi
Pemilik
lik perusah
perusahaa
aann men
mengaja
gajak
k beberapa man
mana
a jer sen
senior
ior ke pabr
pabrikik ,
melihat seberapa baik mesin itu  bekerja.”
 bekerja.”  

Papa men
mengem
gembu
buska
ska n nnapa
apas,
s, men
mengem
gem pask an tu tubuh
buh di so sofa,
fa, mele pa s
sepatu. ”Setengah jam pertama, mesin itu sepertinya tidak bermasalah,
 bahkan sang
sangat
at prima
prima,, tapi entah kenapa, persis saat kami akan kembal kembalii ke
kantor, salah satu sabuk mesin terlepas. Itu mesin pencacah raksasa,
terbayang saat sabuk dengan lebar setengah meter, panjang tiga puluh
meter, terlempar begitu ssaja aja ke udara. Sebelas kary
karyawan
awan lluka uka par
pa r ah
seketika, dilarika
dilarika n ke rum
rumah
ah sakit. Bela
Belasa
sa n lain
lain luka ring
ringan
an,, terk
terkena
ena ba han
ha n
mentah
men tah y anang
g seperti p pelu
eluru
ru ditembakk an ke segalsegalaa pen
penju
jurr u. Rombo n ga n
dari kanto
kantorr beruntu
beruntungng ada di boboks
ks terli
terlindu
ndungng kaca
kaca,, han
hanya
ya dind
dindiningny
gny a ya ng
retak.”  
retak.”

”Tapi
”T api tid
tidak
ak ada yang men
meningg
ingg al, kan
kan?”
?” Mam
Mamaa bertan
bertanya
ya pri
pri-hat
-hat i n ,
membantu membereskan sepatu dan kaus kaki Papa.

Papa menggeleng. ”Tetap saja itu kecelakaan paling serius yang


pernah terjadi. Operasional pabrik terpaksa dihentikan hingga mesin itu
di
diperba
perbaiki,
iki, kemungki nan hingga
hingga semi
semingg
ngguu ke depadepan.
n. DDan
an iitu
tu oto
otom
m at i s
 berarti Papa harus berangkat pagi pulang mal malamam semingg
seminggu
u ke depade pan
n.
Semua ini benarbe nanarr seperti di lua
luarr akal sehat. IItu
tu mesin baru. Teknisi
T eknisi bu
bule
le
 yang memasa
memasangng ny
nyaa bahkan masih ada di pabrik. Sabuk setebal itu put us
 begitu
 begitu saja, seperti ada y ang memoto ng ngny
nya
a dengan benda tajam
tajam.”
.”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 48
 48

Mama tidak berkomentar lagi, hanya tatapan matanya yang lembut


seolah
seolah berkata sebaikny a Papa manmandi
di dul
dulu,
u, makan mal
malam
am , isti
istira
rahat,
hat, se mu
muaa
masalah pasti bisa disel
diseles
esai
aika
kann.

”Belum lagi, pemilik perusahaan marah-marah, dan Papa-lah yang


paling kena batunya. Papa yang menyarankan membeli mesin itu,
memeriksa spesifika
spesifika siny a, m
memilih
emilih vendo
vendorny
rnya,
a, d
dia
ia bah
bahkan
kan bberteriakte
erteriakte r i a k
menganca
mengan cam
m akan memecat sia siapa
pa saja yang tidak becus. Hari ini melela h k a n
sekali,, mengur
sekali mengurus
us buburuh
ruh y ang terluka, jugjuga
a mengur
mengurusus bos besar ya ng
mengamuk. Papa minta maaf lupa menelepon. Ponsel Papa ketinggalan di
kantor, tidak tahu kalau Ra dan Mama sudah menelepon berkalikali, cemas
menunggu makan malam bersama.” Papa menyisir rambutnya dengan
 jemari, menata
menatapp Mama, merasa ber bersalah.
salah.

Mama tersenyu
tersenyumm an
anggun.
ggun. ”Ya sud
sudah.
ah. Sekarang Papa ccepat
epat m
mand
and i ,
pasti jadi lebih segar.” 
segar.” 

 Aku yang mengint


mengintii p dari bali
balik
k jari tengah dan telunjuk di anak tang
ta ngga
ga
menghela
menghel a napa
napas.
s. Kalau suda
sudah
h begini, pasti
pasti urusan di kantor besokb e s o k
akan tambah rumit. Kalau sudah begini, siapa pula yang sedang berusaha
memenangkan hati pemilik perusahaan dengan konser musik? Aku beranjak
naik ke lantai atas, kembali ke kamar.

”Papa sudah makan?” 


makan?” 

”Belum sempat. Tepatnya tidak kepikiran. Mama sudah?” 


sudah?” 

”Belum. Hanya Ra yang sudah. Dia pura-pura mau pingsan bahkan


sejak pukul tujuh. Anak itu semakin susah disuruh makan malam bersama.”  

Suara bergurau Mama terdengar lamatlamat, juga tawa Papa yang


lelah. Aku pelan mendorong pintu kamarku. Aku menatap kamarku yang
gelap, menyisakan selarik cahaya dari lampu jalanan. Hujan deras terus
turun di lua
luar.
r. Si Putih tidu
tidurr me
merin
ringk
gk uk di pojo
pojok
k an kasur. Jam didind
ndii n g
 berbuny i pelan detik demi detik. Aku menghe la nap
napas,
as, melangka
melangkahh ke rranja
anja n g
sambil menatap cermin besar di meja belajar.

Eh? Bukankah itu...? Aku hampir berseru kaget. Remang cahaya lebih
dari cukup untuk melihat pantulan cermin, dan lihatlah, ada si

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 49
 49

Hitam di cermin, tidur di dekat si Putih. Aku refleks menole h ke atas


ranjang. Tidak ada. Refleks kembali menoleh ke cermin. Tidak ada.

 Aku menel
menelan
an lud
ludah,
ah, melangk ah lebi
lebih
h dekat ke cermin besar persis di
samping ranjangku, memastikan. Aku tidak mungkin salah lihat, aku tadi
melihatnya di dalam cermin, si Hitam tidur di sebelah si Putih. Ini
 benarbe nar ganjil.

 Aku menata
menatap
p lam
lamat
atla
lamat
mat cermin besar, yang sekarang hany a
memantulkan apa yang ada di kamar. Hanya ada si Putih dan aku—
aku— y a n g
merapikan rambut panjangku, sambil menatap sekitar dengan bingung.

Ini bukan hari terbaikku. Tadi pagi aku dihukum Miss Keriting,
menunggu di lorong kelas selama pelajarannya, bertengkar dengan Ali.
Siangnya, pulang sekolah, kucingku hilang satu. Malam ini, baru saja aku
tahu Papa punya masalah di kantor, ditambah pula aku jadi susah tidur.

 Aku sudah berbarin


berbaring,
g, menutup tubuh dengan seli selimut
mut , mem e lu k
guling,
guling, tapi aku han
hanya
ya men
menatap
atap cermi
cermin
n di kama
kamar.r. Aku m mematut
ematut ma
matt ut ,
meletakkan tangan di wajah, menghilang, lantas mengintip dari sela jari,
menatap cermin besar itu, berhara
berharapp meli
melihat
hat se
sesuatu.
suatu. T ida
idak
k ada si Hitam di
sana.

Suara hujan deras memenuhi langitlangit kamar. Kelebat petir


terlihat dari balik tirai jendela. Guntur menggelegar. Cahaya remang
kamarku terlihat memantul di cermin besar. Temaram. Tidak ada apa pun di
sana.

 Aku menghel
menghelaa napa
napass kecewa
kecewa.. Aku yak
yakin
in sekali tadi meli
melihat
hat si Hitam di
dalam cermin.

Hingg
inggaa satu jam berikutnya , tetap
t etap tida
tidak
k ada apa pun dan siap
siapa
a pun di
cermin besar itu.

 Aku kelelahan, dan jatuh tert


tertid
idur
ur..

***

Pagi sekali, jam beker alami rumah kami, Mama, sudah berteriak
teriak membang
membangunkunk an. ”Ra, ban
bangun!
gun! Papa ha
harus
rus beran
berangka
gka t pag
pagi,
i, ay
ayoo
 bangun!”  
 bangun!”

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 50
 50

 Aku mengua p, menyin


menyingk
gkap
ap seli
selimut
mut . Si Putih masi
masih
h mal
malas
as merin
meringk
gk u k
di ujung kakiku. Teringat percakapan orangtuaku tadi malam, aku bergegas
loncat dari ranjang. Aku harus membantu Papa, setidaknya dengan tidak
merepott k an membuat
merepo membuatny
nya
a men
menung
ungguk
guku.u. Aku man
mandi
di den
dengan
gan cep
cepat,
at, bergant i
seragam, menyiapkan tas sekolah, memastikan buku PR matematika itu
kubawa. Lantas bergabung turun.

”Pagi, Ra,” Papa menyapaku. Papa sedang sarapan—tidak


sarapan— tidak menyentuh
koran pagi.

”Pagi, Pa.” Aku langsung menyeret kursi.

”Kamu mau sarapan apa, 


apa,  Ra?”
Ra?”  

”Nasi goreng saja, Ma.” 


Ma.” 

Mama menyendok nasi goreng dari atas wajan.

”Bagaimana sekolah kamu kemarin?” Papa bertanya.

”Seperti biasa, Pa.” 


Pa.” 

Papa men
mengang
ganggu
guk
k , tid
tidak
ak bertanya la
lagi
gi.. Aku bergegas meng
meng habi s k a n
sarapanku. Mama sibuk membereskan peralatan masak kotor. Sarapan
cepat, sepuluh menit aku sudah melangkah di belakang Papa menuju garasi.
Kucium tangan
tangan Mam
Mama,a, dan tiga pul puluh
uh detik kemudi
kemudian
an,, mobil ya ng
di
dikemu
kemudika
dikan
n Papa mel
meluncur
uncur ke ja
jala
lan
n ray
raya.
a.

Sepanjang perj
perjal
alan
an an Papa leb
lebih
ih seri
sering
ng m
menelepon
enelepon dan dit
ditelep
elep o n .
 Aku bisa mendeng
mendengarar percaka
percakapa
pa n Papa karena pon ponse
sell Papa dis
dis e t e l
menggunakan pengeras suara. Tentang buruh di rumah sakit, apakah
keluarga mereka sudah datang, Papa bertanya memastikan. Juga tentang
mesin pencacah raksasa, tadi malam teknisi bule itu pulang jam berapa. Papa
mengangguk mendengar jawabannya.

 Aku menatap ke lua


luarr jen
jende
dela,
la, tidak terlalu tert
tertarik
arik mengu
mengupp in g
pembicaraan.

Pagi ini cerah, wajahwajah sibuk menyambut pagi disiram cahaya


lembut matahari. Langit terlihat bersih, hanya sisa air hujan di ujung atap
rumah, halte, pepohonan, juga genangan kecil di jalan.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 51
 51

”Bagaimana mesin cuci Mama? Oke, bukan?”

”Eh?” Aku menoleh ke depan. 


depan. 

”Kamu kemarin jadi men


menem
em ani Mama ke toko elektronik?” Pa pa
 bertanya,
 bertany a, terseny
tersenyum
um..

”Oh, jadi, Pa. Tapi Mama cuma beli model dan merek yang sama persis
dengan y ang lama kok. Kata Mama biar sama awet
awetnya,
nya, lima
lima tahun.” Aku
nyengir lebar.

Papa mengangguk. ”Kamu hari ini pulang sore?” 


sore?”  

 Aku mengge
menggele
leng
ng.. ”Tid
”T idak
ak ada les, Pa. Pert
Pertemua
emuan
n Klu
Klub
b Menul
Menulis
is juga
ditiadakan.”  
ditiadakan.”

Mobil hampir tiba di sekolah. Dengan kesibukan baru Papa, hanya itu
percakapan kami. Tidak sempat ada momen Papa memberikan petuah
saktinya—
saktinya — meskipun kadang tidak nyambung. Aku bersiapsiap
menyand
men yandan
an g tas di pun
punggun
ggun g. MoMobi
bill merapat ke gerban
gerbang g sekol
sekolah
ah.. A k u
memajukan
memajuka n kepal
kepala,
a, men
mendek
dek at k
kee Papa
Papa.. ”Semangat ya,
ya,   Pa!”
Pa!”  

”Eh?” Papa menoleh, tidak mengerti. ”Semangat buat apa?”

”Pokoknya semangat aja!” Aku tertawa. ”Semangat ya, Pa!” 


Pa!”  

Papa di
diam
am sejen
sejenak,
ak, men
menyel
yelidik,
idik, akhi
akhirny
rnyaa meng
mengang
ang gu
gukk . ”Iya, k am
amuu
 juga semang
 juga semangat
at  ya!”
 ya!”  

”Dadah, Papa!” Aku membuka pintu mobil, beranjak turun.

”Dadah,   Ra!”
”Dadah, Ra!”  

Mobil segera meninggalkan gerbang sekolah. Aku menatapnya hingga


hilan
hilangg di keloka
kelokann jal
jalan.
an.

Sejak aku sudah men


menger
gertt i, aku tahu bahwa di keluarga k
kami
ami ju
juga
ga ada
ad a
peraturan tidak tertulis—
tertulis — di luar peraturan Mama yang setebal novel itu.
Papa tidak akan pernah membicarakan masalah kantor kepadaku. Juga
Mama, tidak akan pernah membicarakan masalah apa pun di luar sana
kepadaku. Mereka berjanji tidak akan melibatkanku yang masih

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 52
 52

kecil (sekarang sudah remaja), membuatku ikut memikirkan, cemas,


mengg
men ggang
anggu
gu jjam
am bel
belaj
ajark
ark u. B
Bia
iarkan
rkan Ra men
menikmat
ikmat i ma
masamas
samasaa terbai
terbaik
k ny a ,
demikian penjelasan Mama yang aku tahu dari mengintip di balik sela
 jemari. Bi
Biarka
arkann masalah ma sa lah itu han
hany
y a ada pada Mama dan Papa.

 Aku berlari kecil melewat i lap


lapang
angan
an sekolah y ang masih sepi.
Sepertinya aku orang pertama yang tiba di sekolah pagi ini.

 Aku menaiki anak tangga, berjalan di loronlorongg lan


lanta
taii dua, masuk ke
kelas. Lengang. Aku menuju meja, meletakkan tas, melihat sekitar yang
kosong, dan melangkah ke lorong depan kelas. Sepertinya aku lebih baik
menung
men unggu
gu temante ma
mann di sini
sini,, sam
sambil
bil men
menata
ata p la
lapangan
pangan seko
sekolah.
lah. Mungk i n
asyik menatap bangunan sekolah yang lengang.

”Pagi,   Ra.” Suara khas itu membuatku menoleh. 


”Pagi, menoleh. 

It
Ituu bukan suara Seli. Itu suara Ali
Ali.. T
Tapi
api sejak kapan si bian
biangg kerok ini
ramah menegur
menegur oran
orangg lai
lain?
n? Biasany a dia tidak peduli, jal jalan
an serad
seradak
ak 
seruduk, mencari masalah. Sejak kapan pula dia datang sepagi ini?
Bukankah
Bukank ah bibiasany
asanyaa di
dia
a nyaris terlambat?

”Kamu tidak menjawab salamku, Ra?” Ali menatapku sambil


cengarcengir, tidak membawa tas, menepuknepukkan tangannya untuk
membersihkan debu. Sepertinya dia habis melakukan sesuatu, habis
memasang sesuatu, entahlah.

”Kamu sudah datang dari tadi?” aku menyelidik. 


menyelidik. 

”Setengah jam lalu. Gerbang sekolah malah masih dikunci.” Ali


tertawa. ”Kamu belum menjawab salamku, Ra? Tidak sopan lho, disapa
 baikbaik
 baikba ik tapi mal
malah
ah dij
dijawa
awa b dengan pertanyaan.”
pertanyaan.”  

”Bodo amat,” jawabku, lalu kembali menatap lapangan.

”Bagaimana kabar kucingmu? Si Hitam sudah ketemu?” 


ketemu?”  

 Aku refleks menol


menolee h, mematu ng sejen
sejenak
ak,, menatap Ali tidak menger t i .

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 53
 53

Si biang kerok itu tertawa, melambaikan tangan, melangkah masuk


ke kelas.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 54
 54

H, hei.” Aku bergegas menyejajari langkah Ali. ”Dari mana


kamu tahu si Hitam hilang?”
hilang?”  

Sambil nyengir, Ali tidak mengacuhkan pertanyaanku, dan terus


 berjalan..
 berjalan

”Dari mana kamu tahu?” Aku menghalangi langkahnya. Sebal.

”Jawab  dulu salamku yang tadi,” 


”Jawab  tadi,”  Ali berkata santai, ”baru  
”baru
kupikirkan akan memberitahumu atau tidak.”
tidak.”  

 Aku melo
melott ot, sebal bukan kepalang
kepalang.. Kutatap wajah Ali dengan gala k ,
tapi tidak mempan. Sepertinya aku tidak punya pilihan. Ali tidak akan
mengalah hanya karena aku cewek. Baiklah. ”Pagi ”Pagi    ju
 juga,”
ga,”   jawabku.

”Ah, itu sih bukan menjawab salam. Itu orang lagi ketus.”

Ingin rasanya aku mendorong tubuh si biang kerok itu.

”Coba diulangi. Nah, selamat pagi, 


pagi,  Ra....”
Ra....”  

 Aku menel
menelan
an lud
ludah,
ah, meremas jemari.

”Selamat pagi, Ra,” Ali mengulang salamnya, cengar-cengir, sengaja


 benar menung
menunggu
gu jawaban
jawabankk u.

”Selamat pagi, Ali.” Aku benar-benar 


benar-benar   kalah.

”Masih belum pas, Ra. Masih kayak orang kebelet ke toilet.” Ali
tertawa.

 Aku hamp
hampir
ir mendoro ng badanny
badannya,
a, jen
jengke
gkel.
l.

”Selamat pagi
pagi,, Ra,” Ali mengula
mengulann g salamny
salamnyaa sambil menaha
menahann tawa.

”Selamat pagi, Ali.” Kali ini aku menjawab sungguh-sungguh. 


sungguh-sungguh. 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 55
 55

”Nah, itu baru keren. Bye! Aku


Ak u llapar,
apar, Ra, mau ke kantin dul
dulu.”
u.” A li
 justru
 justru bali
balik
k kanan, kembali ke lo
loron
rong,
g, henda
hendakk menuju anak tangga.

”Eh, hei, nanti dulu!” Aku bergegas menghalangi. ”Tadi kamu sudah
 janji
 janji mau kasih tahu aku dari man
manaa kamu tahu kuci
kucingk
ngk u hi
hilang.”
lang.”  

”Siapa yang jan


janji?”
ji?” Ali memasa
memasann g wajah pal
paling
ing bodbodoh
oh se-
se-dun
dun i a — 
maksud ekspresi wajah itu sebenarny a adal adalah
ah akulah yang pal paling
ing bbod
odo oh
sedunia karena tidak
tidak meng
mengert
ert i kali
kalimat
mat ny
nya.
a. ”Aku tadi han
hany y a bi
bilang
lang na
nantnt i
kupikirkan akan memberitahumu atau tidak. Hanya itu.” itu.”  

 Aku terdiam, mengger


menggeram
am .

”Atau kamu mau mentraktirku bubur ayam, Ra?” Ali ter-senyum,


mengedipkan mata. ”Nanti baru kupikirkan lagi apakah akan
memberitahumu atau tidak.” 
tidak.” 

”Tidak mau.” Sebalku nyaris di ubun-ubun. 


ubun-ubun. 

”Atau kamu jawab dulu pertanyaanku kemarin. Kamu sungguh--an


 bisa menghila
menghilan n g, kan? Nan
Nantiti akan kuberitah u apa pun pertanya a n m u ,
 bahkan termasu
termasuk k mis
misalny
alny a, apakah Miss Keriting itu rambutny a bena
benarr 
 benar keriting atau han
hanya
ya wig.
wig.”” 

 Aku berpikir sejena


sejenak
k , lan
lantas
tas mengem bus k an napa
napas,
s, beru
berusa
sa h a
mengempiskan rasa jengkel. Urusan ini sama seperti yang kubilang pada
Seli. Percuma, tidak pantas ditanggapi. Semakin ditanggapi, Ali malah
semakin senang, dan dia semakin punya amunisi. Aku menyeka dahi,
memutuskan melangkah meninggalkan Ali.

”Hei, Ra, kok kamu malah pergi?” Ali mengangkat  bahu, bin
bingu
gung
ng..

 Aku masuk ke dal


dalam
am kelas, tidak menole
menoleh.
h. T api Ali su
suda
da h
menyusulku.

”Kita ngobrol di kantin yuk, mumpung sepi. Nanti aku beritahu dari
mana
man a ak
aku
u tahu kuci
kucing
ngmu
mu hilang.
hilang. Di sana ti
tidak
dak akan ada yang m
mengu
engup
p in g
pembicaraan tentang hilang-meng-hilang itu.” Ali berusaha membujuk,
sedikit menyesal gagal men-jebakku mengaku. ”Atau kamu kamu mau tahu
sesuatu? Misalnya, apakah si Hitam itu sungguhan ada atau tidak? Aku bisa
mem-bantu.”  
mem-bantu.”

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 56
 56

 Aku sudah memutus


memutusk k an tutup telin
telinga
ga , melangk ah menuju meja. A li
memang genius,
genius, serbata
serbatahu
hu,, bbanyak
anyak akal, tapi dia lup
lupa
a satu hal
hal:: kegeni
kegeniuu sa n
dan rasa ingin tahunya itulah yang menjadi kelemahannya. Cepat atau
lambat, karena rasa penasaran, dia akan mengalah, dan aku akan tahu dari
mana dia bisa tahu si Hitam hilang—
hilang—termasuk seruannya barusan.

”Dasar jerawatan! Begitu saja marah, cewek banget.” Ali bergumam


kesal, menyerah, meninggalkanku sendirian di kelas.

 Apa Ali bil


bilang
ang?? Jerawata
Jerawatan?
n? Kal
Kalau
au saja menurutk an perasaan
perasaan,, su
suda
da h
kutimpuk si biang kerok itu dengan sepatu. Sejak kapan ada yang
mengataiku jerawatan? Dia itu—itu— yan
 yangg seluruh se
sekol
kolah
ah jug
juga
a tahu
tahu—
—s uda h
 berantakan
 berantak an rambut
rambutnya
nya,, ketombe an pul
pula.
a.

***

Matahari beranjak naik, langit cerah, membuat cahayanya menerabas


lembut
lembut mel
melewat
ewat i ki
kisi
sikisi
kisi ruan
ruangan.
gan. Sekolah mul
mulai
ai ramai
ramai,, teman
temantt e m a n
sekelas satu per satu masuk, meletakkan tas. Mereka saling sapa. Suara
dengung percakapan, teriakan, ada yang bermain bola di lapangan, apa saja
memenuhi sekolah. Seli tiba setengah jam kemudian, menyapaku. ”Pagi,
Ra.” Aku tersenyum, mengangguk. ”Kamu tidak ketinggalan buku PR Miss
Keriting lag
lagi,
i, kan?” Sel
Selii tertawa, sambil memasu
memasukk
kk an tas ke lac
lacii m
meja.
eja. Ak u
mengangkat buku PR matematikaku.

Pukul 07.15, bel bernyanyi nyaring, menghentikan seluruh


keramaian
ke ramaian.. Anak
Anakanak
anak be
bergegas
rgegas masuk ke kelas. Pelaj
Pelajar
aran
an per
per tama ha
hari
ri ini
akan segera dimulai.

Seperti biasa, ketukan suara sepatu Miss Keriting terdengar di lorong,


 jauh
 jauh sebelum dia
dia tiba di kelas. Hari ini ini dia menge
mengenaknakan
an kemeja cok cok e l at
lengan panjang, celana kain berwarna senada, dan sepatu hitam. Cocok
dengan wajah
wajahnya
nya yang penuh disi
disipl
plin
in . Ram
Rambut
but k
keritingny
eritingny a terlih
terlihat
at rapi. Eh,
apakah itu rambut asli atau wig? Aku buruburu mengusir pertanyaan dalam
hati saat melihat rambut Miss Keriting—
Keriting — ini pasti gara gara Ali barusan,
semua yang keluar dari mulutnya memancing rasa penasaran.

”Selamat pagi, anak-anak.” 


anak-anak.” 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 57
 57

”Pagi, Bu,” kami kompak menjawab. 


menjawab. 

”Keluarkan buku PR kalian.” Itu selalu kalimat standar pem-buka Miss


Keriting. Dia tidak merasa perlu mengabsen kami, cukup mengabsen buku
PR.

 Anakan ak bergega
 Anakanak bergegass mengelua
mengeluark
rk an buku PR dari daldalam
am tas. Ra Rasa
sa
sebalku dibilang jerawatan oleh Ali akhirnya terbayar. Lihatlah, Ali lagi lagi
tidak mengerjakan PR. Tepatnya dia mengerjakan, hanya saja salah
halaman. ”Brilian sekali, Ali. Ibu suruh kerjakan
kerjaka n halaman 50, kamu malah
mengerjakan halaman 40. Sebagai informasi, itu PR kita minggu lalu.
Makanya lubang telingamu yang besar itu harus sering-sering dibersihkan.”  

Temanteman sekelas tertawa. Satudua menepuk ujung meja. Seli


menyikutku, memasang wajah senang (yang jahat). Kami menatap Ali
meningga
men ingga lka n kel
kelas.
as. Sam
Sambil
bil men
menggar
ggar uk kep
kepal
alany
any a, ram
rambutnya
butnya bera
berantak
ntak a n ,
dia melangkah menuju pintu. Aku menatap punggung Ali, menilik raut
 wajahnya,
 wajahny a, seperti
sepertinya
nya dia
dia tidak mal
malu
u atau keber
keberata
atan
n diusir
diusir dari kelas pa gi
ini, malah senang
senang..

Pelajarr an matema
Pelaja matematt ika yang sel
selal
alu
u tterasa
erasa leb
lebih
ih llama
ama ddari
aripada
pada bi
biasa
asa ny a
dimulai. Satu jam berlalu, tigaempat orang teman menguap
memperhatikan seliweran rumus di papan tulis. Mereka mulai gelisah,
seperti duduk
duduk di bangku pana panas.
s.

Miss Keriting sebenarnya guru yang baik. Dia menjelaskan dengan


terang dan sistematis.

Dua jam berlalu, separuh teman menyusul menguap, mengeluh tidak


mengerti, konsentrasi berkurang cepat, meskipun Miss Keriting berusaha
 bergurau
 bergura u di tengah pelajara
pelajaran,
n, interme
interme z zo
zo.. Akhirn
Akhirny
y a bel isti
istira
rahat
hat per
pertt am
amaa
 berbuny i nyaring, menyelam atk atkan
an sisa teman y ang belum mengu a p .
Dengung riang memenuhi langitlangit kelas, meski bungkam sejenak saat
Miss Keriting berseru minggu depan ulangan sumatif. Tidak apalah,
setidakny a masi
masih
h min
mingg
gg u dep
depan
an penderit
penderitaa
aa n uulanga
langann iitu.
tu.

”Ra, temani aku ke kan


kantin,
tin, y uk!” S
Seli
eli memegan g len
lenganku
ganku.. Isi kelas
ke las
tinggal separuh.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 58
 58

”Aku tidak lapar.” Aku menggeleng 


menggeleng  malas.

”Ayolah, aku traktir makan bakso lagi.” Seli mengedipkan mata. 


mata. 

 Aku nyengir lebar. Bukan soal ditraktir atau tidak. Aku lag
lagii mal
malas
as ke
mana
mana ma
mana
na,, llebih
ebih suka duduk di kelas. Tapi Seli ber
berhasil
hasil membu
membujukjukk
k u.

Kelas den
Kelas dengan
gan segera kos
kosong.
ong. Temante
Temantema man n mem
memilih
ilih mmelemas
elemas k a n
 badan di luar setelah sepagia n menatap rumus matemat ika ika,, menyisa
menyisaka
kan
n sat u
anak di kelas, dan itu adal
adalah
ah Ali
Ali.. D
Dia
ia jus
justru
tru melangka
melangkah h masuk ke kela s,
menepuknepukkan tangannya, membersihkan debu, lagilagi seperti habis
memasang
memasa ng sesuatu. KayKayak
aknya
nya Ali akan tintingga
gga l d
dii kelas. D
Dia
ia ba
bahkan
hkan melir i k
mejaku. Bai
Baikla
klah,
h, lebi
lebih
h baik aku ikut Sel
Selii ke kantin.

Letak kantin ada di belakang sekolah, bangunan tersendiri, persis di


sebelah parkiran motor
motor dan banguna
bangunann gardu llistrik
istrik d
dengan
engan ti tiangt
angt ia n g
tinggi.
tinggi. Aku dan Seli berjalan cepat menuru
menuruni
ni an
anak
ak tangga, melin
melintt asi lor o n g
 bawah, sesekali menyap
menyapa a dan dis
disapa
apa teman y ang lain.
lain. Kantin tidak ser
seram
am a i
kemarin, tapi tetap tidak mudah memperoleh meja kosong.

”Jangan di sana, Ra.” Seli mendadak menahan lenganku. 


lenganku.  

”Eh, bukannya kita mau makan bakso?” Aku menatap Seli tidak
mengerti.

”Ada kakak kelas geng cheerleader kemarin. Yang kamu timpuk


kepalanya.” Seli menarik tanganku, berbisik cemas. Lalu ia ngacir sambil
 berkata, ”Kita makan batagor saja
saja,,   ya.”
 y a.”  

 Aku tert
tertawa,
awa, menatap kerumu
kerumuna
nan
n kakak kelas itu. ”Tapi
”T api bisa ja
jadi
di
mereka sudah lupa
lupa kejadian kemarin, kan? Kita tetap makan bakso, ya?” 
ya?”  

Seli menggeleng tegas.

Baikla
Baiklah,
h, aku mengikut i pun
pungg
ggun
ung
g Seli
Seli..

Lima menit menunggu, dua piring penuh batagor terhidang.

”Kamu tidak
tidak sempat sarapan di rumah, Sel?” Aku menatap Seli ya ng
antusias meraih sendok.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 59
 59

”Sarapan kok.
kok. Sel
Selalu.”
alu.” Seli men
menyen
yendok
dok dua po
potong
tong batagor sekal
sekalig
ig u s .
”Lapar saja. Pelajaran Miss Keriting menghabiskan banyak energi, 
energi,  Ra.”
Ra.”  

 Aku ter
tertawa,
tawa, mengan
mengangg
gguk
uk setuju, meraih piri
piringk
ngku.
u.

”Kamu tahu tidak, rambut Miss Keriting itu asli keriting atau
 bohong
 boh ongan
an?”
?” Aku asal comot
comot ide
ide percakap an,
an , tiga meni
menitt setelah dia
diam,
m, ka
karr e na
Seli asyik sekali dengan batagornya.

”Eh?” Dahi Seli terlipat. ”Rambut asli, kan? Memangnya wig, Ra?” 
Ra?” 

 Aku menga
mengangk
ngkatat bahu. Aku jugjuga
a bertany
bertanya.
a. Penasara n gara ga r a
ucapan
ucapan Ali tadi pagi
pagi.. Dua gelas es jeruk di
dikiri
kirimk
mkan
an ke meja kami. Se
Seli
li ber
hah kepedasa n, bil
bilang
ang tterima
erima kasih.

”Kamu sekarang
sekarang jera
jerawata
watann y
ya,
a, Ra?” Sel
Selii m
menyelidik
enyelidik,, mena
menatt ap ji
jidat
dat k u ,
sambil menegu
menegukk sepert
sepertiga
iga isi gelasn
gelasnyy a.

Eh? Aku refl


refleks
eks menyent uh jidat
jidat yang ditata
ditatapp Seli. Jadi ingat
ingat lag
lagii tadi
ta di
pagi diumpat Ali. Benar, ternyata di jidatku ada benjol kecil. Aku
mengangkat sendok, melihat bayangan jerawat di jidat. Aku mengeluh.

Sebenarny a aku tid


Sebenarny tidak
ak jjerawata
erawatan.
n. Jerawat seperti ini
ini sel
selal
alu
u munc u l
kalau aku lagi banyak pikiran. Sepertinya, memikirkan kejadian si Hitam
hi
hilang
lang dan mas
masal
alah
ah kan
kantor
tor Papa semalama
semalaman n su
sukses
kses memb
membuat
uat k u berjeraw at ,
merekah seperti jamur pada pagi penghujan.

”Itu bakal jadi jerawat besar lho, Ra.” 


Ra.”  

 Aku memegan g me
mega
ga n g jerawatk
jerawatku,
u, memang terasa besar.

Seli menepis tangan-ku. ”Jangan dipegang, Ra. Nanti tambah besar.


 Apalagi kalau kamu penc
pencet
etpen
pen cet
cet,, nan
nanti
ti bisa pecah dan beranak pina
pi nakk , ja
jadi
di
tambah banyak. Horor, Ra.” Wajah Seli serius sekali—seperti
sekali—seperti wajah dokter
spesialis
spesialis kul
kulit
it dan kecan
kecantika
tikann para bo boyband
yband Ko
Korea
rea y
yan
ang
g d
dig
igee mar
mariny
inya.
a.

 Aku melo
melott ot. Bukanny a menghib
menghibur
ur teman yang jerawatan , Seli ma
mala
la h
menakut nak
nakut
uti.
i. Apa mau dikata, usi
usiak
aku
u masih li
lima
ma belas tahun,

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 60
 60

kelas sepuluh, dan seperti kebanyakan remaja seumuranku, jerawat satu


saja bisa bikin rusak suasana hati. 
hati.  

 Aku akhi
akhirr nya han
hany
y a mampu menghab isk iskan
an separuh porsi batagor k u .
Selera
Selera m makan
akank k u hi
hilang.
lang. Seli men
menawark
awark an diri
diri men
menghab
ghab iska n batago
batagorr  k u .
Tuntas satu menit, aku mengajak Seli kembali ke kelas, menunggu bel masuk
 yang ting
tingga
ga l beberap
beberapa a meni
menitt lagi
lagi..

”Lusa kantinnya tutup lho, Neng. Sudah tahu belum?” Ma-mang


 batagor basabas
basabasii mengaja
mengajakk bic
bicara,
ara, sambil menc
mencar
arii uang kembalia
kembaliann dar
da r i
sakunya.

”Tutup? Kok tidak ada pengumuman jauh-jauh hari?” Seli yang selalu
 berkepe nti
nting
ngan
an dengan kantin bertany
bertanyaa memasti
memastikk an.
an .

”Mendadak
”Mendad ak , Neng
Neng.. Itu gardu llisistrik
trik dekat kanti
kantin
n mau diper-ba
diper-ba i k i .
Karena kantin iini
ni dekat gardu, jad
jadii dim
dimint
intaa di
ditutu
tutupp sama petugasny a. Ta di
 baru saja petugas PLNny
PLNnyaa bil
bilang
ang.. Cuma tutup sehari kok. Eh, ngganggakk ad
ada a
kembaliannya nih. Gimana?”
Gimana?”  

”Ya sudah, sek alian


alian buat bayar Mamang bakso. Kemarin saya beli dua
mangku
man gkuk.k. Tolong di
dibayar
bayarkan
kan , y a. Sama es jeru
jerukny
knyaa juga
juga.”
.” Sel
Selii gesi
gesitt puny a
ide lain—
lain— melirik meja dekat gerobak bakso yang masih diisi geng
cheerleader.

Mamang batagor mengangguk, sudah terbiasa dengan pola


pembayaran ”canggih” seperti ini di 
di  kantin.

Sisa pelajaran hari ini lebih santai, temanteman lebih banyak tertawa
mengikut i pelajara
pelajaran n sejarah. Gurunya koc kocak,
ak, mmeski
eski sudah beruba
beruban, n, sepu
se puh
h,
hampir
ham pir pens
pensiun.
iun. Mr. RoRosihan
sihan leb
lebih
ih ban
banyak
yak men
mengajar
gajar dari penpengala
galama
ma n ny a
di
diband
banding
ing buku teks yang kami pega pegang,
ng, memba
membawawa klip
klipin
ingk
gk lipin
lipingg kkora
oran
n ke
dalam
dalam kel
kelas
as yang tebal
tebalnya
nya membuat kami semakin respek pad padany
any a .
Menurut bisik
bisikbis
bisik
ik Seli
Seli,, Mr. Ro
Rosiha
siha n bahkan kenal dengan beber beberapa
apa t ok oh
nasional dalam buku sejarah kami.

Lewat istirahat
istirahat kedua, jam pelaj
pelajar
aran
an te
terakhir
rakhir adal
adalah
ah bahasa Inggr is .
Mr. Theo, guru yang tampan dan pintar berbahasa Inggris itu (lima tahun
pernah tinggal di London), menyuruh kami bermain drama, praktik
conversation. Seli—
Seli— ya n g ngefans berat dengan Mr. T heoheo—
—terlihat

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 61
 61

menyungg
menyu ngging
ingkan
kan senyum sepa
sepanjan
njang
g pel
pelajara
ajaran.
n. D
Dia
ia leb
lebih
ih bany ak
memperhatikan wajah Mr. Theo lantas mengangguk sok paham dibanding
menyimak penjelasan. Dua kali Seli salah paham, sok siap maju ke depan
kelas padahal be
belum
lum dip
dipan
angg
ggil.
il. T
Teman
eman ssekelas
ekelas ramai tert
tertawa,
awa, Seli hany a
cemberut kembali ke bangku.

 Aku jugjuga
a suka pelajara
pelajaran
n ini,
ini, jug
juga
a pelajara
pelajarann sejarah, tapi jerawat siasiala
la n
di jidat membuatku tidak konsen. Meskipun Seli sejak dari kantin
 berkali-kal
 berkali-k alii menyikut
menyikut,, berbisik
berbisik,, ”Jangan di-pegan
di-pegang-g- pe gan g, Ra. Na Nantnt i
menular ke pipi, dagu, hidung, ke mana-mana,” aku tetap saja refleks
memegang
memega ng jjerawat
erawat iitu.
tu. Rasanya iingin
ngin kupencet kuatk
kuatkuat.
uat. Ini sisituasi
tuasi y an
angg
menyebalkan, belum lagi aku satu kelompok dengan Ali mementaskan
drama. Si biang kerok itu berkalikali sengaja menunjuk jidatku dengan
ujung
ujung bibi
bibirny
rny a.

Bel pulang berbunyi nyaring. Mr. Theo menutup pelajaran dengan


mengajak kami bertepuk tangan, mengapresiasi pentas drama amatiran di
depan kelas barusan. Temanteman bergegas membereskan buku dan tas.

 Aku melangk ah malmalas


as kembali ke meja. Hari yang buruk, sekali lagi
la gi
aku refleks menyentuh jerawat besar di jidat, mengeluh dalam hati,
 jangan
 janganj
jan
an ga n duatiga hari ke depan aku akan terus berurusa
berurusan
n den
denga
ga n
 jerawat ini
ini— hin gga kempis dan hilang
hilang sendi
sendirr i.

 Aku sama sekali belum menyad


menyadarari,
i, jus
justru
tru garagara jerawat batu inil
inilaah
terjadii sesuatu yang men
terjad menceng
cengang
angkk an beberapa jajam
m ke depa
depan.
n.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 62
 62

KU boleh mengerjakan PR bahasa Indonesia nanti sore di


rumahmu ya, Ra?” Seli memegang lenganku. Kami dalam per-jalan-an
pulang sekolah. Angkutan umum yang kami tumpangi penuh.

 Aku menol
menolee h. ”Di rumah-k
rumah-ku?
u?”” 

”Kamu yang paling pandai di kelas soal bahasa, Ra. Meskipun Ali bisa
membuat mobil terbang, tidak mungkin aku belajar mengarang dengannya.
 Aku belaj
belajar
ar di rumahmu saja
saja,, ya? Bo
Boleh?
leh?”” Seli memajuk an bibi
bibirny
rny a.
a.  

 Aku berpikir sejenak


sejenak.. ”Oke deh.”
deh.”  

”Trims,
”T rims, Ra. Nan
Nanti
ti sore jam setengah ttiga
iga,, ya. Biar
Biar nggak ke-
ke-mala
mala m a n
pulang.” Seli tersenyum 
tersenyum  riang.

 Angkuta n umum terus mengam bil bi l jalur


jalur kiri, merangs
merangsek
ek mac
macee t ,
membuat tambah macet—macet— me sk i pen
penump
ump ang seperti kam
kamii sen
senan
ang
gse
se n a n g
saja, jadi lebih cepat.

 Aku tiba di rumah sesuai jad


jadwal
wal.. Seli bil
bilang
ang dia saja yang trakt
traktir
ir bay ar
ong
ongkos. Aku menggeleng, tapi Seli duluan berseru ke sopir. ”Nanti saya yang
 bayar, Pak.” Aku terse
tersenyu
nyum,
m, turun dari angko
angkott tanpa membay
membayarar.. 

 Aku membuka gerbang pagar, melangka


melangkah
h di hal
halama
amann rump
ru mput
ut
terpangkas rapi, mendorong pintu, berseru memanggil Mama. ”Ra sudah
sudah
pulang, Ma!” 
Ma!” 

Lagilagi hanya si Putih yang riang berlari menuruni anak tangga


menyamb
menyambutk
utk u, men
mengeo
geo ng
ngngeo
ngeo ng an
antusi
tusias.
as. Aku mel
melepas
epas sepat u,
melemparkannya sembarangan ke rak.

”Halo, Put.” Aku meraih kucingku, menggendongnya. Si Putih


menyu
men yundu
ndul
lny
nyund
undulk
ulk an waj
wajah
ah m
man
anja.
ja. Bul
Bulu
u tebal
tebalny
nyaa terasa lem
lembut
but d
dii
lengan.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 63
 63

”Si Hitam belum kembali juga, ya?” Aku menatap sekitar, me-meriksa.
Si Putih mengeong pelan. Mata bulatnya bercahaya.

 Aku berjalan melewat i ruang keluarga


keluarga,, menuju dapur. Bi
Biasa
asany
nya
a bar u
mendengar pintu didorong pun Mama sudah tahu aku yang pulang,
menyur
men yur uh bergegas makan. Tapi kal
kalii ini
ini tid
tidak
ak ada yang men
menya
ya mb
mbutku
utku . A k u
tahu pen
penyebab
yebabny
nyaa saat tiba di bel
belakang
akang rumah
rumah.. Mam
Mamaa dengan tan tanga
ga n
penuh busa dan rambut berantakan sedang mencuci pakaian.

”Kamu sudah pulang, Ra? Tidak ada pertemuan Klub Me-nulis?”


Mama bertan
bertanya,
ya, tan
tanganny
ganny a tetap sibuk
sibuk m
meng
engucek
ucek pakaian di dal
dalam
am emb
embee r
 besar.

”Eh, kenapa
kenapa nggak pakai mesin cuc
cucii baru, Ma?” Aku tidak men-ja
men-jawwab,
sebaliknya bertanya sambil menatap bingung.

”Mesin cuci baru itu rusak, Ra.” Suara Mama terdengar sebal. ”Dari
tadi Mama utakatik, tetap saja tidak menyala. Awas saja kalau mereka tidak
datang sore in
ini,
i, bakal Mam
Mama
a ttuli
uliss k
kee semua koran bahwa toko elektr
elektronik
onik it u
tidak becus. Tega sekali mereka menjual barang rusak.” 
rusak.”  

 Aku terdiam sejen


sejenak
ak,, berusaha mengert
mengertii kali
kalimat
mat Mama, lant as
sejenak tersenyum kecil, menahan tawa. Lihatlah, wajah Mama yang
menggelembung bete selalu lucu.

”Masa sudah rusak, Ma?” 


Ma?” 

”Kamu lihat saja, Ra. Tuh, sama rusaknya seperti mesin cuci yang
lama. Malah lebih parah. Tidak mau dinyalakan sama sekali.” Mama
menunjuk pojok belakang rumah dengan jari penuh busa. ”Mereka janji
datang sebelum jam tiga, ditukar dengan mesin cu
cuci
ci y ang baru. T adi M amama
a
sudah ancam, telat satu menit pun, Mama akan bikin konferensi pers.
Tantemu kan wartawan televisi, bila perlu Mama masuk liputan berita.” 
berita.” 

 Aku benarbe nar tert


tertawa
awa sekarang
sekarang.. Kal
Kalau
au lagi sebal, Mama suk a
 berlebiha n.

”Kenapa malah tertawa? Sana cepat ganti seragam. Makan siang.”


Mama melotot. ”Aduh, masa tiba di rumah langsung main dengan kucing? 
kucing? 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 64
 64

Si Hita
itamm at
atau
au si Putih itu kan bisa main sendiri
sendiri,, at
atau
au m
mainny
ainny a nanti
nanti?”  
nanti?”

 Aku burubu
buruburr u meli
melipat
pat tawa, menga
mengang nggu
guk.
k. Kal
Kalau
au Mama sudah bet betee ,
memang lebih
lebih baik segera menyin
menyingk
gkir.
ir. K Kalau
alau tidak, bakal ikutan kena ke na
semprot. Aku meletakk
meletakkan
an si Putih di lan
lantai,
tai, berlari kecil menaiki ana anak k
tangga,
tang ga, mas
masuk
uk kkee kama
kamar,
r, melempar k an tas ke kursi, refleks m melihat
elihat cer
cermi
mi n ,
teringat tadi malam aku melihat bayangan si Hitam di sana. Tidak ada. Aku
mengeluh
mengelu h dal
dalam
am hati, kenapa aku jad jadii aneh sekali
sekali?? Aku berh
berharar a p
menemukan si Hitam di dalam cermin. Itu mustahil, kan? Telanjur menatap
cermin, aku sejenak menatap jidatku, menghela napas. Jerawatku terlihat
seperti bintang terang di gelap malam—
malam — atau malah bulan saking besarnya.
Hendak kupencet, tapi urung. Lebih baik segera menyibukkan diri, supaya
aku lupa ada jerawat batu sialan di jidat.

Mood Mam
Mood Mama a memb
membaik
aik saat aku dud
duduk
uk ham
hampir
pir men
menghab
ghab isk
iskan
an m ak an
si
sian
ang
g seteng
setengah
ah ja
jam
m kemudian. Mama men mengerin
geringk
gk an tang
tangan
an deng
dengaan
handuk
han duk , bergab
bergabun
ung
g ke meja makan.

”Sudah selesai, Ma?” 


Ma?” 

”Sudah,” Mama menjawab pendek. 


pendek. 

”Ma, nan
nanti
ti sore Seli mau main ke sini
sini,, me
menger
ngerjak
jak an PR bar
bareng.
eng.
Boleh ya?” Aku teringat percakapan di angkot tadi, memberi-tahu. 
memberi-tahu.  

Mama mengangguk, meraih piring, mendekati rice cooker.

”Setidaknya mencuci dengan tangan bikin Mama jadi berke-ringat, 


berke-ringat, 
olahraga.” Mama bergumam, beranjak membuka tutup mangkuk sup
daging. ”Eh, kamu habisin semua sup dagingnya, Ra?” 
Ra?”  

 Aku mengang
mengangkk at bahu. ”Kirain Mama sudah makan.”
makan.”  

”Aduh, Ra, kan kamu bi bisa


sa tan
tanya
ya Mam
Mama a dulu.
dulu.”” Mama meng-o
meng-omm e l,
membuka man
mangku
gkuk
k llai
ainnya.
nnya. ”Ka
”Kamu
mu seha
seharus
rus ny
nyaa tahu
tahu,, Mama butuh ma
mak k an
 banyak setelah menaklu
menaklukkkk an seember besar cucian.”
cucian.”  

 Aku menahan tawa, sebenarny a Mama selal


selalu
u melampia skan
sk an seba
se ba l
dengan makan. Semakin bete, Mama semakin sering dan banyak makan.
”Setidaknya Mama tidak melampiaskannya dengan belanja, Ra. Itu 
Itu 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 65
 65

 berbahay a, bisa membuat bangkrut ke-ke-luarga,”


luarga,” Papa duldulu
u pernah berb
berbis
isii k
saat Mama uringuringan dua hari karena Papa lupa tanggal ulang tahun
pernikah
pernikahan.
an. ”Un
”Untung-
tung- ny
nyaa Mama h
han
anya
ya punya dudua
a pelampia
pelampia sa n y
ya,
a, Ra. Sat u 
makan, satunya lagi kamu tahu sendiri deh apa.”
apa.”  

Mama mengambil apa pun masakan yang tersisa di atas meja, lalu
duduk,
dud uk, mengemb usk an na
napas,
pas, mul
mulai
ai makan. Aku tid
tidak
ak b
ban
anyak
yak kom
komee n t ar ,
ikut menghabiskan makanan di piringku.

”Eh, Ma, Ra bol


boleh
eh tanya sesuatu?” tany
tanyaku
aku setelah lima
lima meni
menitt hany a
terdengar suara sendok.

”Ya?” Mama mengangkat kepala. 


kepala. 

”Mama dulu waktu remaja jerawatan nggak sih?” 


sih?” 

Mama menyelidik wajahku, melihat jidatku. ”Jerawatan itu 


itu  biasa,
Ra.”  
Ra.”

”Tapi
”T api ngga
nggak
k sebesar iini
ni,, Ma. Lihat, b
besar
esar bang
banget
et , sudah kay
kayak
ak bisul .”
 Aku kecewa melihat ekspresi MamaMama—— mengira Mama bakal bersimpati.

”Wajah kamu tetap manis bahkan dengan jerawat dua 


dua  kali lebih besar
dibanding itu. Percaya Mama deh.” Mama menunjuk jidatku dengan
sendoknya.

 Aku menyeri
menyeringngai
ai.. Te
Tentu
ntu saj
saja
a Mama akan bilbilang
ang begitu, aku jel
jelas
as jela s
anak gadisnya—
gadisnya — da
dalam
lam situasi
situasi seb
sebal
al sekal
sekalipu
ipunn Mama pasti akan memilmemilii h
menyemangatiku.

”Ada obatnya nggak sih, Ma?” a


aku
ku bertany
bertanyaa llagi
agi setelah dia
diam
m sejena k . 

”Nanti juga hilang sendiri.” 


sendiri.”  

”Iya kalau hilang, kalau tambah banyak?” 


banyak?” 

Mama tertawa. ”Kamu ada-ada saja. Kalaupun tambah ba-nyak,


 wajahmu
 wajahm u tetap man
manis.
is. Eh, atau jan
jangan
gan ja
jang
ngan
an kamu mal
malu
u punya jeraw at ,
 ya?”” 
 ya?

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 66
 66

 Aku menggele ng
ng.. Siap
Siapa
a pul
pula
a yang mal
malu,
u, ini
ini cuma menj
menjee n gk
gkee lk an
an..

”Atau jan
janga
ga n-
n-jajang
ngan
an kamu mal
malu u dil
dilihat
ihat teman lakilaki di sekolah,
 ya? Ada yang naksi
naksirr , Ra? Atau sebalikny a? Kamu naksi
naksirr seseoran g?”
Mama menyelidik. ”Siapa sih, sih,  Ra?”
Ra?”  

 Aku memony
memonyon
on gkan
gk an bibi
bibir.
r. Mama itu tidak seru kalau lagi sebal. Hal
kedua pelampiasan Mama yang dibilang Papa dulu, selain makan, apa lagi
kalau bukan menggodaku.

”Papa pulang malam lagi, Ma?” aku buru-buru banting setir


pembicaraan.

”Iya, tadi Papa telepon. 


telepon.  Papa lagi
lagi p
punya
unya banyak urusan di kanto kantorr .”
Mama menghela napas prihatin, enggan bercerita lebih detail— detail — meskipun
sebenarnya aku sudah tahu dari me-nguping semalam. ”Bos Papa marah-
marah
mara h terus.” Mama mmeng
enged
edip-k
ip-k an mata, tersenyum ttip
ipis
is.. ”Nah
”Nah,, setid
setidak
ak n y a ,
nanti malam kamu boleh makan lebih dulu, tidak perlu menunggu Papa
pulang.”  
pulang.”

 Aku bala
balass terse
tersenyu
nyum
m tipi
tipis.
s. Semoga Papa terus semang
semangat
at..

 Agar urin
uring
g ur
urin
in ga n Mama tidak menjad
menjadiija
jadi
di,, aku menawar
menawarkk an dir i
mencuci piring, juga membersihkan meja dan peralatan masak. Mama
membaw
memb aw a ember ke hal halaman
aman bel
belakang,
akang, men
menjem
jem ur pakaian basah. Tida Tidakk
 banyak yang kulakuk an setelah itu, memil memilihih membaw a buku pelaja
pelajarr a n
turun ke ruang tamu, menunggu Seli sambil membaca novel— novel— seraya
 berkalikal
 berkalik alii refleks memega
memegan n g jerawat di ji
jidat,
dat, memencet
memencet men cet gemas.

Pukul setengah
sete ngah tiga persis bel rumah berbuny i nyaring.

”Ra, ada tamu tuh!” Mama berteriak dari dalam. 


dalam. 

 Aku mengan
mengangg
gg uk
uk,, lalu
lalu berdiri hendak membuk a gerbang pagar. Se li
sepertinya
sepertinya sud
sudah
ah tib
tiba.
a. Si Puti
Putih
h berla
berlari
ri meneman
menemanik
iku
u mel
melewati
ewati halam a n
rumput. Eh? Gerakan tanganku terhenti saat hendak membuka gerbang,
menatap ke depan. Bukan Seli yang datang.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 67
 67

ELAMAT siang, Ra,” suara tegas dan disiplin itu me-nyapa. 


me-nyapa.  

”Miss Ke—” Aku buru-buru menelan ludah, menghentikan nama


panggilan itu, hampir saja aku kelepasan menyebut Miss Keriting. ”Miss
Selena? Eh, selamat siang, Bu.”
Bu.”  

 Aku bukan saja bin


bingu
gung
ng karena terny
ternyata
ata bukan Seli yang datang, tapi
ta pi
lebih dari itu. Kepalaku segera dipenuhi banyak pertanyaan. Kenapa guru
matematik
matemat ik aku
ak u ada di sin
sini?
i? D
Dii d
depan
epan gerbang rumahk u? Kalau guru BP ya ng
datang, masih dengan mudah dicerna. Kalikali saja aku sudah melanggar
peraturan sekolah tanpa sadar.

”Boleh Ibu masuk, Ra?” Miss Keriting tersenyum. 


tersenyum. 

Eh? A
Eh? Aku
ku buruburu menmengan
gan gg
gguk,
uk, bal
balas
as tersenyum sebai
sebaik k mun
mungk
gk i n .
”Silakan, Bun. Maaf, saya tadi kaget. Kirain siapa yang datang.” 
datang.”  

 Aku bergegas membuk a gerende l gerbang, mendor on gny


gnya.
a.

”Kamu sedang
sedang men
menung
unggu
gu tamu la
lain
in,, Ra?” Mi
Miss
ss Keri
Keriting
ting me-
me-la
lan
ngk a h
masuk.

 Aku mengge
menggele
le ng
ng,, kemudia n menga
mengang
ngguk
guk . ”Iy a, Bu. Saya me-nu n g g u
Seli. Kami mau belajar bareng.” 
bareng.” 

”Oh.” Miss Keriting tersenyum tipis. W ajahnya


ajahnya yang tegas dan disiplin
terlihat mengesankan dari jarak sedekat ini.

Meskipun aku bingung, kenapa Miss Keriting tibatiba datang ke


rumah, aku setengah kaku segera menyilakan Miss Keriting jalan duluan.
Guru matematikaku itu berjalan dengan langkah teratur, berirama. Suara
sepatunya yang mengentak tegel taman terdengar pelan. Masih dengan
pakaian tadi pagi, kemeja lengan panjang berwarna cokelat, celana kain
 berwarna
 berwarn a senada, dan sepatu hitam hitam—
— be da nya,
ny a, sekarang Miss Kerit i n g
membawa
membaw a tas jinjing
jinjing ber
berukura
ukuran
n sedan
sedang,
g, bermot
bermotif if simp
simpee l, berwarn
berwarnaa gel
gelap
ap .
Rambut keritingnya bergerak lembut seiring gerakan tubuh tinggi

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 68
 68

ramping ny
nya.
a. Da
Dari
ri jarak sedekat iini
ni pul
pula,
a, aku baru meny
menyadar
adar i pos
postur
tur M issis s
Keriting terlihat berbeda. Dia tidak seperti wanita usia empat puluhan
kebanyakan. Dia berbeda sekali. Sepertinya aku—aku—dan teman sekelas—
sekelas —t i da k
memperhatikan Miss Keriting dengan baik di kelas, lebih dulu takut
dengan rumus matematika di papan tulis.

 Aku membuk ak an pin


pintu
tu depan
depan.. ”Eh, sepatuny
sepatunyaa bol
bolee h dip
dipakai
akai kok, Bu
Bu..
Tidak apa-apa.” Di rumah, Papa biasa mengenakan sepatu hingga ruang
depan, Mama juga tidak melarangku.

”Terima kasih, Ra.” Miss Keriting tetap melepas sepatunya, anggun


dan cepat, tanpa sedikit pun membungkuk. ”Orangtuamu ada di rumah?” 
rumah?”  

”Seli sudah datang, Ra? Kalian mau dibuatkan minum apa sambil
 belajar
 belajar?”
?” Suara Mama lebi lebih
h dul
dulu
u terdengar sebelum aku menj menjaw 
aw ab.
a b. Mama
melangk
mel angk ah dari ruan
ruang
g ten
tengah,
gah, b
bergabun
ergabung,
g, sam
sambil
bil men
menyek
yeka
a tang
tanganny
anny a ya ng
 basah dengan han handuk
duk . ”Eh?” Mama terdiam sejenak
sejenak,, menatap ruang t am
amu,
u,
menatap
men atapkk u, pi
pind
ndah
ah me
menanatap
tap Miss
Miss Keri
Keriting
ting..

”Ini guru Ra
Ra,, Ma
Ma,”
,” aku segera m
menj
enjee lask an. ”Guru mate-matik a. Nah,
ini mama saya, Miss Selena. Kalau Papa masih di kantor, belum pulang.” 
pulang.” 

”Saya minta maaf karena tidak memberitahu lebih dulu akan


 bertamu.”
 bertamu .” Miss Keriting maj
maju
u satu lan
langk
gkah
ah,, tanganny
tangannyaa terulur, tersen
tersenyy u m . 

Masih separuh bingung, Mama ikut tersenyum, menerima uluran


tangan Miss keriting. ”Eh, tidak apa. Hanya saja, aduh, saya berpakaian
seadanya, kotor pula.” Mama melirik pakaiannya yang basah habis
mengurus dapur. Beberapa bercak minyak dan kotoran terlihat.

”Selena.” Miss Keriting menyebut nama. 


nama. 

”Selena?” Mata Mama membulat, mulai terbiasa. ”Aduh, Selena itu


kan nama yang kami rencanakan untuk Ra sebelum dia lahir. Artinya bulan.
Tapi ora
orang
ngtt ua kami tid
tidak
ak setuj
setuju,
u, menyuruh men
mengg
ggant
antiny
inya
a men
menjadi
jadi Ra
Raib.
ib.
Mereka bilang itu nama leluhur yang harus dipakai bayi kami. Eh, maaf, jadi
mem-baha s halhal-hal
-hal y an
ang
g tid
tidak
ak perl
perlu.”
u.” Mama tertawa, ssegera
egera men
meny y eb ut
namanya, balas memperkenalkan diri.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 69
 69

 Aku y ang berdiri di antara mereka menata


menatap
p lam
lamat
atla
lam
m at w aj
ajah
ah
Mama—
Mama — aku
ak u ttida
idak
k tahu cerita iitu.
tu. Mama dan Papa tidak pernah berce r it a
 bahwa aku dul
duluu hampir dib
diberi
eri nama Selen
Selena.
a.

”Ra tid
tidak
ak mmembuat
embuat mas
masalah
alah di sekol
sekolah
ah,, bukan?” Mama meno l e h
kepadaku, sedikit cemas.

Miss Keriting menggeleng. ”Ra murid yang baik. Kalian akan bangga
memiliki anak
anak dengan bakat hebat seperti dia
dia.. Sat
Satusat
usat uny a masalah ya ng
pernah Ra buat hanya lupa membawa buku PRnya. Tapi siapa pula yang
tidak pernah lupa?”
lupa?”  

”Oh, syukurlah.” Mama memeluk bahuku. ”Saya pikir Ra mem-buat


masalah. Oh iya, silakan duduk.” Mama menoleh lagi ke-pada-ku. ”Ra,
tolong bikinkan minum, ya. Biar Mama yang menemani Ibu Selena.” 
Selena.”  

 Aku mengang
menganggu
guk
k , tapi Miss Keriting menahan gerakan tangan
tangank
k u.

”Saya hanya sebentar. Waktu


Waktu saya amat terbatas, dan tidak leluasa,
karena itulah
itulah dari sekol
sekolah
ah saya bergega
bergegass menemui Ra.” Suara MissMiss   Keriting
terdengar lugas. Dia mengambil sebuah buku dari tas jinjing berwarna
gelapnya. ”Nah, Ra, ini buku PR mate-matika-mu yang kamu kumpulkan
tadi pagi. Sudah Ibu periksa. Meski lebih sering kesulitan, kamu selalu
 berusaha mengerj
mengerjak
ak an tugas dengan baik. Saran Ibu, apa pun yang terliha t ,
 boleh
 boleh jad
jadii tidak seperti y ang kita lihat.
lihat. Apa pun y ang hihilang,
lang, tidak sela
se lalu
lu
lenyap seperti yang kita duga. Ada banyak sekali jawaban dari
tempattemp
tempatte mpatat yang hila
hilang.
ng. Kam
Kamuu akan mempmemper
er ole
olehh semu
semuaa jjawab
awab a n .
Masa lalu, hari ini, juga masa depan.”
depan.”  

 Aku menatap Miss Keriting dengan bin bingun


gun g. Bukan saja bingu n g
dengan kalimat terakhirnya yang begitu misterius, tapi bingung kenapa Miss
Keriting
Keriting sen
sendi
dirr i y
yan
ang
g men
mengant
gant arka n buku PR matematik
matematikak
ak u ke ruma
rumah.
h. Sor
Soree
ini? Mendadak sekali? Kenapa tidak besok pagi? Di sekolah?

”Saya harus bergegas, Bu. Mengejar waktu dan dikejar waktu.” Miss
Keriting mengulurkan tangan kepada Mama, hendak ber-pamitan. ”Sekali
lagi
lagi,, sa
saya
ya mi
minta
nta maa
maaff kal
kalau
au men
mengg
ggang
anggu
gu.. Sa
Saya
ya sun
sungguh
gguh merasa tersanj
tersanju
un g
Ibu duldulu
u hhampir
ampir member
memberikaikan
n nama itu kepada Ra. Selena. Ibu benar, it u
artinya bulan. Bagi bangsa tertentu, artinya bahkan lebih dari

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 70
 70

sekadar ‘bulan yang indah’, tapi juga pemberi petunjuk, penjaga warisan,
 benteng terakhir.”
terakhir.”  

Eh? Mama menelan ludah, lebih bingung lagi menatap wajah Miss
Keriting
Keriting yyan
ang
g tersenyum cemerlang. Ragu
Ragura
ra gu
gu,, Mama iikut
kut men
mener
er i m a
uluran tangan Miss Keriting.

”Selamat sore, Bu.” Miss Keriting mengangguk, melepas jabat tangan.


”Dan kamu, Ra, jangan lupa baca buku PR- PR-mu,”
mu,” ujar Miss
Miss   Keriting sambil
mengedipkan mata, tersenyum. Sedetik, tubuh tinggi ramping Miss Keriting
sudah
sudah mel
melangk
angk ah ke pintu
pintu,, men
mengen
gen aka n sepa
sepatu,
tu, tan
tanpa
pa mem
membunbun gku
gkukk sedik it
pun.

 Aku seket
seketika
ika teringat sesuatu saat meli
melihat
hat gayany
gayanya
a membalik ba da n
dan memakai sepatuny
sepatunya.a. I tu kan persis sekali d
dengan
engan cara pemain ddrr am a
Korea dengan latar belakang cerita bangsawan yang sering ditonton Seli
 bedanya tentu saja Miss Keriting tidak sedang berakti berakting,
ng, dan dia
melakukannya seperti memang dia adalah golongan itu. Terlihat anggun,
cekatan.

Lima detik, Miss Keriting susudah


dah berjalan cepat di sepanja
sepanjang
ng hala ma n
rumput. Suara ketukan sepatunya terdengar pelan, berirama. Aku dan
Mama ikut menganta r ke depan, masih belu belumm mengert
menger t i— dan tidak sempat
 bertanya
 bertany a — menatap punggungnya. Miss Keriting menaiki mobil berwarna
gelap
gelap y an
angg terparkir rap
rapii di depa
depan
n gerbang, mel
melamba
amba ikan tang
tangan.
an. Jend
Jendee l a
kaca mobil lantas naik menutup. Mobil bergerak maju, dengan cepat hilang
di keloka
kelokann jalan.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 71
 71

URUMU berbeda sekali, Ra.” Mama masih berdiri di depan 


depan 
rumah.

 Aku menol
menolee h, meli
melihat
hat Mama y ang masih menatap jalana
jalanan.
n. ”Be da
apanya, Ma?” 
Ma?” 

”Zaman Mama dudulu


lu sih masi
masih
h ada guru seperti iitu,
tu, raji
rajin
n mengu
mengunj
nj u n g i
rumah
ruma h muridny
muridnya,
a, bertanya ke oran
orangtu
gtua,
a, bica
bicara
ra tentan
tentang g kemaj
kemajua
uann k am
ami. i.
Tetapi sekarang murid kan ribuan, itu tidak mudah dilakukan. Belum lagi
kesibukankesibukan lain.”
lain.”  

 Aku mengan
mengangk
gkat
at bahu. Sebenar
Sebenarny
nya,
a, aku belum mengert
mengertii kenapa Mi
Miss
ss
Keriting sengaja datang mengantarkan buku PR matematika. Aku balik
kanan, masuk ke dal
dalam
am rumah.

”Seli jadi datang, Ra?” Mama ikut melangkah masuk. 


masuk. 

Bel pagar berbunyi nyaring sebelum aku menjawab. Aku dan Mama
menoleh. Panjang umur, teman satu mejaku itu sudah berdiri di gerbang,
melambaikan tangan. Aku tersenyum, yang ditunggu datang juga, berlari
lari kecil ke pagar.

”Ra...!” Begitu masuk, Seli langsung memegang lenganku. ”Tadi itu


Miss Keriting, kan?” Seli berseru, menatapku pe-nasa-r-an setengah mati.
”Iya, pasti Miss Keriting. Aku melihatnya naik mobil pas aku turun dari
angkot. Sekilas, tapi aku yakin sekali. Miss Keriting, kan?”
kan?”  

 Aku mengang
menganggu
guk
k , berjalan
berjalan melin
melintt asi hal
halama
amann rumput.

”Aha.   Tebakanku tepat. Eh, Ra, kenapa dia ke sini?”


”Aha. sini?”  

 Aku menj
menjaw
aw ab pendek, ”Mengant
”Mengantar
ark
k an buku PR.” Aku mengan
mengangg k at
 buku PRk
PRku,
u, memperl
memperlii hatk an
anny
nya
a pada Seli
Seli..

”Buku PR? Memangnya kenapa dengan buku PR-mu?” Seli tidak


mengerti, menatap buku PRku seperti sedang menatap buku mantra

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 72
 72

sakti atau menatap buku diary penuh rahasia dalam drama Korea yang
sering ditontonnya.

”Tidak   tahu.”
tahu.”  

”Ini sungguhan buku PR-mu, kan?” 


kan?”  

”Ya iyalah.” Aku tertawa. ”Tidak usah di-pelototi. Nanti ter-bakar.”

”Dia tidak bicara sesuatu, kan? Maksudku, kamu tidak kenapa-  


kenapa, kan? Seharusnya kan guru BP yang datang kalau kamu kenapa-
napa, kan ya? Eh?” 
Eh?” 

”Cuma mengantarkan buku PR, Seli.” Aku mengangkat bahu,


mengembu
mengem busk
skan
an nap
napas.
as. ”T ida
idak
k ada yang lain.
lain. Ak
Akuu jug
jugaa tidak
tidak tahu kenapa dia
di a
haruss men
haru mengant
gant arka nny
nnyaa la
lang
ngsu
sunn g. Jan
Janga
gannjang
jang an habhabis
is dari ruma
rumahku
hku,, di
diaa
ke ruma
rumahmhm u, menganta
mengantark rkan
an buku PR  berikut
 berikutnya
nya.”
.”  

”Jangan bergurau, ah.” Seli masih melotot.

”Siapa yang bergurau?” Aku nyengir 


nyengir   lebar.

”Aku serius
serius n nih
ih,, Ra, kenapa Miss Keriting ke sin sini?
i? Jangan-
Jangan-ja
ja n ga n
kamu merah
merahas
as iaka n sesua
sesuatu,
tu, ya?” Sel
Selii men
menyelid
yelidik
ik,, in
ingin
gin tahu—
tahu—sudah
sudah mirip
kelakuan Ali.

”Kalian mau minum apa?” Suara


Suara Mama memotong bisikbisik Seli.
”Mau Mama buatkan pisang cokelat dan jus buah?” 
buah?” 

”Eh, sel
”Eh, selamat
amat siasiang,
ng, Tante.” Sel
Selii men
menoleh,
oleh, buru-buru meng
meng-a
-a n g g uk ,
lupa
lupa bel
belum
um menya
menyapa pa tuan rumah, padaha
padahall sudah sej
sejak
ak tadi rusuh masuk ke
ruang tamu. ”Apa
”Apa   saja, Tante, asal jangan me-repotkan.”
me-repotkan.”  

Mama tersenyum. ”Tidak merepotkan kok.” 


kok.” 

”Apa saja,
saja, Ma. Asal yang banyak. Soalny a Seli suka m
makan.”
akan.” A k u
tertawa, menambahkan.

Seli menyikut lenganku. Sebal.

Mama ikut tertawa. ”Nah, selamat belajar ya. Mama ke bela-kang 


bela-kang 
dulu.”  
dulu.”

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 73
 73

Kami berdua mengangguk.

Tetapi lima belas menit berlalu, jangankan mengerjakan PR,


membuka buku bahasa Indonesia pun tidak. Seli lebih tertarik dan memaksa
ingin
ingin tahu kenapa Miss Keriting datang k kee ru
rumahku
mahku.. Aku mau jawab ap apa,
a,
coba?
coba? Sel
Selii bah
bahkan
kan memeriks a buku PRku, pen penasaran
asaran,, ap
apa a istim
istimew
ew a ny a
 buku PR itu hingga
hingga dian
diantt ar lan
langs
gs un
ungg Miss Keriting. Lima meni menitt sib
sibuk
uk
memeriksa, Seli menyerahkan lagi buku itu sambil menghela napas kecewa.
”Tidak ada apa-apanya. Sama saja dengan buku PR-ku, malah nilainya lebih
 bagus pun
puny y aku. Kenapa sih Miss Keriting ke rumahmu
rumahmu,, Ra?”
Ra?”  

”Aku tidak tahu.” Aku melotot, bosan memegang buku bahasa


Indonesia yang sejak tadi tidak kunjung dibuka. ”Atau begini saja, besok
kamu tanyakan ke dia langsung. Kan jadi jelas. Nanti aku temani.” 
temani.”  

Seli mema
Seli memajuk
juk an bi
bibi
birr nya, llagi
agilag
lagii hen
hendak
dak berko
berkoment
ment ar sesua
sesuatu,
tu, t api
ap i
suara bel gerbang depan sudah berbuny
berbunyii nyaring
nyaring..

”Biar Mama yang buka, Ra.” Suara Mama terdengar dari dalam.
”Kalian belajar saja.” 
saja.” 

 Aku tert
tertawa.
awa. Apanya y ang belaj
belajar
ar?? Aku beranjak berdiri. Seli jug
juga
a ikut
iku t
 berdiri, mengikut iku
ik u ke depan hendhendak
ak membuk a gerbang. Dua kary aw an
toko elektronik terlihat sedang repot menurunkan boks besar dari mobil.
”Ma,   mesin cucinya datang!”
”Ma, datang!”   aku berteriak dari halaman.

Sekitar li
Sekitar lima
ma bela
belass men
menit
it kami men
menonto
onto n Mama men
mengome
gome li kary aw a n
 yang sibu
sibuk
k bol
bolak
ak bal
balik
ik menukar mesin cuci baru, mengu
mengujiji coba
coba me sin
si n
cucinya, memastikan kali ini tidak ada masalah. Mereka terlihat serbasalah,
menganggukangguk mendengar omelan Mama.

”Ternyata
”T ernyata m mamamu
amamu sam sama
a sep
seperti
erti mam
mamaku
aku,, Ra,
Ra,”” Sel
Selii berbisi k .
Karyawan toko elekto
elektornik
rnik itu un
untuk
tuk kesekian kali mi
minta
nta maaf, mem
membubungk
ngk u k ,
hendak berpamitan.

”Apanya y ang sama?” Aku m


meno
enole
lehh k
kee Seli
Seli.. Kami masih ber
berdi
dirr i
menonton.

”Galak! Kasihan karyawan tokonya,” Seli


S eli bergumam pelan.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 74
 74

 Aku tert
tertawa,
awa, tidak berkome
berkomentnt ar
ar,, memper hat ika
ikann kary awan toko y ang
an g
akhirnya bernapas lega, buruburu menaiki mobil, lantas cepat
mengemu
mengem u dik
dikan
an mobil, h hil
ilang
ang di kelokan jalan.
jalan.

Setidaknya, selingan menonton mesin cuci baru ditukar membuat


rasa penasaran Seli tentang Miss Keriting berkurang banyak. Kami bisa
mulai
mul ai men
mengerjak
gerjak an PR bah
bahasa
asa Indo
Indonesi
nesia,
a, membuat karangan dengan je
jenis
nis
persuasif
persua sif seban
sebanyak
yak dua rib
ribu
u kata
kata.. Ap
Apal
alagi
agi saat mi
minum
num an dan maka
makannan
diantar Mama, Seli memutuskan melupakan Miss Keriting.

Sayangnya, baru pukul setengah empat, kami baru sepertiga jalan


mengerjakan PR, bel gerbang depan berbunyi lagi. Nyaring. Aku
mendong
men dong ak, mmengang
engangkat
kat kepkepal
ala.
a. Al
Alan
angka
gka h ba
banyakn
nyakny y a oran
orangg yang bert am
amu u
ke rumah kami hari iini
ni.. IIni
ni sudah keempat kali
kaliny
nya.
a. Seli di sebelahk
sebelahkuu ma
masi
si h
asyik men
menulisk
ulisk an karan
karangaga nny
nnya.a.

”Biar Mama yang buka, Ra.” Mama yang sedang ssantai


antai me-
me-nonto
nonto n di
ruang tengah sudah beranjak lebi
lebih
h dul
dulu
u ke depan. Aku kembali mena
menatt a p
 buku PRk
PRku.
u. Pali
Paling
ng jug
juga
a tetangga sebelah, perlu sesuatu. Atau tuktu k ang
an g
meteran listrik, PAM. Atau pedagang keliling.

”Selamat siang, Tante.” 


Tante.” 

Eh, aku mendongak lagi. Suara itu khas sekali terdengar — meski
 jarakny
 jarakny a masi
masih
h sepuluh meter dari ruang tamu. Suara y ang menyeba
menyeball k a n ,
aku kenal. Mama menjawab salam.

”Ra ada, Tante?” 


Tante?” 

Mama mengangguk, lalu bertanya, ”Ini siapa ya?” 


ya?” 

”Saya teman sekelas Ra, mau ikutan mengerjakan PR bahasa


Indonesia.”  
Indonesia.”

 Aku lan
langsu
gsunn g meloncat dari posi
posisi
si nyaman menulis. Seli y ang kag
kagee t
ikut meloncat, tanpa sengaja mencoret buku PRnya, menatapku sebal.
”Ada apa sih, Ra?” 
Ra?”  

 Aku tidak menj


menjawaw ab. Aku sudah bergega
bergegass ke depan rumah. Seli iku
ikutt an
keluar rumah.
rumah. Sial
Sial!! Liha
Lihatla
tla h, Mama bersama tamu keempat sore ini,ini, Ali si
 biang
 biang keerok, berjalan menuju kami.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 75
 75

”Katanya hanya Seli yang datang, Ra?” Mama mengedipkan mata.


”Kamu tidak bilang-bilang akan ada teman sekelas yang lain?” 
lain?”  

 Aduh. Aku seket


seketika
ika mematu
mematung ng melihat AliAli.. L ihatla
ihatlah,
h, si biang kerok it u
 bersopan
 bersopa n santun sempurn
sempurna,
a, berpaka
berpakaia ian
n rapi. Y a ampun, rapi sekali dia .
Berkemeja lengan
lengan pan
panjang
jang , berc
bercelan
elanaa kai
kain,
n, berika
berikatt pipingga
nggang,
ng, bersepa
bersepatt u ,
 bahkan aku luplupa
a kapan terak
terakhi
hirr kali meli
melihat
hat rambutny
rambutnya a dis
disisir
isir rapi, terl
terliha
iha t
lurus, hi
hitam
tam legam, dan terse
tersenyu
nyumm seperti remaja pal paling
ing tahu etik a
sedunia. ”Selamat sore, Ra. Selamat sore, Seli. Maaf aku terlambat.” 
terlambat.” 

Bahkan Seli, kali ini pun ikut mematung, menatap Ali yang seratus
delapan puluh derajat berubah tampilan, di halaman rumput, di bawah
cahaya matahari sore yang mulai lembut.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 76
 76

NI akan jjadi
adi mo
momemenn pal
paling
ing ganjil seja
sejak
k aku remaja. Aku melot ot ,
hendak
hendak mengusir Ali dari halhalama
aman n rumah. Di samping k u Seli beng
bengoon g
melihat penampilan Ali yang berubah, susah membedakannya dengan
pemain drama Korea favoritnya. Sementara Ali tersenyum lebar seolah tidak
ada masalah sama sekal
sekali,
i, seolah a
aku
ku dan Seli memang habi
habiss bercaka
bercakapp seb
se b al
karena Ali tidak kunjung datang untuk belajar bareng.

”Ra, Seli, kenapa kalian malah bengong di situ?” Mama yang tidak
memper
memp erha
hatt ikan
ikan,, telan
telanjur
jur masuk ke ruan
ruang
g tamu
tamu,, men
menole
ole h, kepal
kepalany
any a mu
munc
nc u l
dari bingkai pintu. ”Ayo, ajak temanmu ma-suk. Ayo, Nak Ali, masuk.” 
masuk.”  

Sebelum aku bereaksi atas tawaran Mama—


Mama— misalnya dengan
mencakmencak mengusir Ali, anak itu mengangguk amat sopan, (pura
pura) malu melangkah ke teras.

”Anggap saja rumah sendi


sendirr i, y a.” Mama terse
tersenyu
nyum.
m.

”Iya, Tante.” Ali mengangguk lagi. 


lagi. 

 Aku benarbe n ar kehabisan kata. Aduh, kenapa Mama ramah sek se k ali
al i
pada si biang kerok itu? Aku menyikut Seli, menyadarkan ekspresi wajah
Seli yang berlebihan, mengeluh kenapa Seli juga ikut tertipu dengan
tampilan
tampila n baru Ali. Aku bergega
bergegass ikut mel
melang
angkk ah masuk ke ruang tamu.

”Nak Ali mau minum apa?” 


apa?” 

”Nggak usah, Tante. Nanti merepotkan.” 


merepotkan.” 

”Tentu
”T entu saja ti
tidak.
dak. T ungg
unggu
u sebentar y a, Tante siap
siapka
kann di dapur.”
dapur.”  

Belum sempurna hilang punggung Mama dari bingkai pintu, aku


sudah loncat, mencengkeram lengan baju Ali. ”Kamu, 
”Kamu,  kenapa kamu datang,
hah? Tidak ada yang mengajakmu belajar bareng?” 
bareng?”  

 Ali han
hanya
ya nyengir. ”Aku datang baik-ba
baik-baik
ik lho,
lho, Ra.” 
Ra.” 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 77
 77

”Bohong!! Kamu pasti ada maun


”Bohong mauny
y a,” aku berseru ket
ketus.
us.  

”Eh, iya dong. Tentu saja ada maunya.” Ali menatapku, ter-senyum. 
ter-senyum.  
”Maunya adalah belajar bareng. Minta diajari me-ngarang jenis persuasif.
Kamu kan yang paling pintar soal bahasa Indo-nesia.” 
Indo-nesia.” 

”Bohong! Kamu pasti sedang menyelidiki 


menyelidiki  sesuatu.”
sesuatu.”  

 Ali mengan
meng angk
gkat
at bahu, wajahny
wajahnyaa seol
seolah
ah bin
bingun
gun g. Dia menol
menolee h ke S e li—
li—
 yang serius menonto n kami berte
bertengkar
ngkar . Jan
Janga
ga nja
n jang
ngan
an Seli berpikir adadaa
adegan drama Korea live di depannya.

 Aku menelan lud ludah.


ah. Cengkera m an tangank
tanganku
u mengend
mengendur
ur.. Aku tid
tidak
ak
mungkin menuduh Ali sengaja datang untuk menyelidiki apakah aku bisa
menghilan
menghil ang
g atau tidak. Ada Seli di ruang tam
tamu,
u, urusan bisa tambah kakaca
cau.
u.

”Karangan m u su
”Karanganm sudah
dah berapa kata, SelSel?”
?” Meng
Mengaba
abaik
ikank
ank u, Ali beranj a k  
mendekati Seli. ”Boleh
”Boleh   aku lihat?”
lihat?”   Ali menunjuk buku PR Seli.

”Eh,   silakan,” Seli nyengir, ”tapi nggak bagus kok. Baru tiga paragraf.” 
”Eh, paragraf.”  

 Aku menepuk dahi


dahi.. Nah, sejak kapan pul
pula
a Seli jad
jadii ikutan ramah pa da
 Ali?? Bukanny
 Ali Bukannyaa kemarin dia marah
marahmar
mar ah karena ditabrak Ali di an anak
ak
tangga?

”Wah, ini bagus sekali, Sel.” Ali membaca sejenak.

”Oh ya?” 
ya?” 

 Aku menyikut len


lengan
gan Seli
Seli,, mengingat k an dia sedang ber
bercakap
cakap cak
ca k ap
dengan siapa.

”Sebenar nya
”Sebenarny a bagusan karanga
karangann Ra
Ra.. Tadi aku jug
juga
a dikasih ide
ide tulis a n
sama dia
dia.”
.” Seli tidak merasa aku menyikut nya.
ny a. Di
Dia
a mal
malah
ah menunju
menunjuk k b
buk
uk u
PR mil
milikk
ikk u di uj
ujung
ung meja.

”Boleh aku lihat karanganmu, Ra?” Ali menoleh padaku. 


padaku. 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 78
 78

”Enak saja. Nggak boleh.” Aku bergegas hendak menyambar buku


PRku.

”Nah, satu gelas


gelas jus b
buah
uah tiba.” Mama lebih dul
dulu
u masuk ke r ua ng
tamu, menghentikan gerakan tanganku. ”Silakan, Nak Ali. Jangan malu-
malu.”  
malu.”

”Terim
”T erima
a kasi
kasih,
h, T an
ante.”
te.” Al
Alii m
menerima
enerima minuma
minumann samb
sambil
il ter-
ter-seny
seny um
santun.

”Ra tidak pernah cerita punya teman laki-laki di se-kolah.” Mama


duduk
duduk sebentar, bergabung
bergabung,, seol
seolah
ah iku
ikutt pu
punya
nya PR bah
bahasa
asa Indone
Indoness i a —  
tepatnya Mama sengaja menggodaku.

”Mereka berdua
berdua tida
tidak
k teman
temanan,
an, Tante,” S
Seli
eli yang men
menjawa
jawab,
b, tert aw a.
a.  

”Tidak temanan?” Mama menatapku dan Ali bergantian.

”Di sekolah merek a lebih sering  berte


 bertengkar
ngkar .”
.”  

”Oh ya?” Mama ikut tertawa. 


tertawa. 

Sore itu berakhir menyebalkan. Selama satu jam kemudian aku


terpaksa mengalah, membiarkan Ali mengeluarkan buku dari tasnya, ikut
mengerja
men gerja kan PR di ruan
ruangg tamu
tamu.. Sebenarny
Sebenarnya,
a, terlepa
terlepass dari men
menda
dadak
dak n y a ,
tidak ada yang aneh dari kedatangan Ali. Dia sungguhsungguh mengerjakan
PR mengarang. Seli membantu menjelaskan ide tulisan—tulisan —  seperti yang aku
 jelaskan
 jelaskan kepada Seli
Seli.. Ali mengara
mengarann g dengan serius.

Setengah jam kemudian Ali miminta


nta izi
izin
n ke toil
toilet.
et. Karena Mama se dan da n g
memak
mema k ai kama
kamarr man
mandi
di bawah, aku ketus men
menyur
yur uh ny
nya
a nai
naik
k ke llan
antai
tai atas
atas..
 Ada toi
toilet
let di sebelah kamar
kamarku.
ku.

”Kamu memang mengajak Ali belaj


belajar
ar bareng, Ra?” Seli ber
ber-- bisi
bisik
k , saa
saatt
kami tinggal berdua.

”Tidak,” aku menjawab ke-tus.

”Kok dia tahu kita belajar bareng?” 


bareng?” 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 79
 79

”Mana aku tahu


”Mana tahu.”
.” Aku m
melo
elott ot ke Sel
Seli,
i, men
menyuru
yuruh
h dia
dia mme-nyelesa
e-nyelesa i- k a n
karanganny
karanga nny a. T ida
idak
k usah membah
membahasas hal lain.
lain. Seli nyengir, bali
balik
k lagi ke b uk u
PR. Henin
eningg sejena
sejenakk.

”Gwi yeo wun, Ra,” Seli berbisik lagi. 


lagi. 

”Apanya y ang y eo wun?” Aku sebal menata


menatapp Seli—
Seli—sejak
sejak kedatangan
 Ali, aku mudah sebal pada siap
 Ali, siapa
a saja
saja..

”Benar kan yang kubilang, Ra.” Seli tersenyum lebar, matanya


 bekerjap-k
 bekerja p-ker
erja
jap.
p. ”Ali itu aslin
asliny
y a cute, gwi y eo wu
wun.
n. Dengan pakaian rapi,
rambut disisir lurus, eh—”
eh—”  

”Kamu mau menyelesaikan PR atau tidak? Sudah hampir jam lima,


tahu.”  
tahu.”

”Eh, iya-
iya-iya,
iya, iini
ni jjuga
uga llagi
agi di
diselesa
selesaik
ikan
an.”
.” Seli kembali ke buku. ””Ka
Ka mu
kenapa pula sensitif sekali, jadi mudah marah.” 
marah.”  

Pukul setengah enam, Ali dan Seli pamit. Mama mengantar ke


halama
halamann , bilang hatihat
hatihatii di jal
jalan.
an. Ak
Akuu masuk ke rumah setelah mere
mereka
ka na
naik
ik
angkutan umum. Segera kubereskan piring dan gelas.

”Ternyata...” Wajah Mama terlihat menahan tawa, melangkah ke


dapur.

”Kalau Mama mau menggoda Ra, tidak lucu, Ma.” Aku cem-berut 
cem-berut  
galak.  
galak.

”Dia yang membuat kamu malu punya jerawat di jidat.” Mama tetap
tertawa. ”Dia tampan dan sopan sekali lho, Ra. Pantas saja.” 
saja.”  

 Aku hamp
hampir
ir menj
menjat
atuu hka n piri
piring.
ng. Pantas apan
apany
y a?

***

Sore berlalu dengan cepat. Gerimis turun membungkus kota saat


lampu
lampu mula
mulaii dinyalaka
dinyalakann satu per satu. Awan hi
hitam
tam ber
bergel
gelun
un g meme
memennuh i
setiap jengkal langit. Kilau tajam petir dan gelegar guntur menghiasi awal
malam.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 80
 80

Pukul tujuh, aku makan mal


malam
am sesuai jjadwal.
adwal. Mama menema ni  k u —
hany
hany a menema
menemani.
ni. ”Mama makanny a nun
nungg
gguu Papa pul
pulang
ang,, Ra.” A k u
mengangguk, mengerti.

Pukul delapan, gerimis berubah menjadi hujan deras. Aku duduk di


ruang keluarga, mala
malass belajar
belajar.. Daripa
aripada
da di kamar sibu
sibuk
k memen
memencet
cet jjera
eraww at ,
kuputuskan membaca novel saja, menemani Mama yang menonton televisi.
Sialnya, tetap saja aku refleks memegangmegang jerawat sambil membaca.
Urusan jerawat selalu begitu, semakin berusaha dilupakan, semakin sering
aku mengingatnya. Aku mengeluh dalam hati, hampir bertanya untuk
kesekian kalinya kepada Mama, apa obat mujarab jerawat, tapi kemudian
aku men
mengur
gur ung
ungkk anny a. NNan
anti
ti Mam
Mama a jjadi
adi pun
punya
ya amu
amunisi
nisi kemb
kemba a li
menggodaku.

”Ma, Papa sudah telepon lagi atau belum?”

”Sudah,” Mama menjawab pendek. 


pendek. 

”Papa bilang
bilang pul
pulang
ang ja
jam
m b
berapa?”
erapa?” Aku memp
mempererba
ba iki
ik i po
posi
sisi
si dudu
dudukk,
membiarkan si Putih meringkuk manja di ujung kakiku. Bulu tebalnya terasa
hangat.

”Sampai urusan di kantor selesai, Ra. Belum tahu persisnya.” Mama


menghela napas tipis, berusaha terdengar biasabiasa saja. Aku manggut
manggut, tidak bertanya lagi. Kembali kubaca novel, tangan kiriku juga
kembali memegangmegang jidat.

Pukul sembilan, h huj


ujan
an deras mereda. Mama men menyur
yur uhk u tid
tidur
ur lebih
le bih
dulu. Aku men
dulu. mengan
gan gg
gguk,
uk, sudah waktuku masuk kama
kamar. r. Bai
Baiklah
klah,, aku menut u p
nove
novell yang kubac
kubaca.
a. Si Putih iikut
kut bangun, berlari
berlarilar
larii menai
menaikk i anak tangga.

Meski sudah
sudah masuk kamar, aku tidak bi bisa
sa segera tidur seperti ma la m
sebelumnya. Banyak yang kupikirkan. Lewat tirai jendela, kutatap
kerlapker
kerlapker lip la
lampu
mpu di an
antara
tara ju
jutaan
taan tetes ai
air.
r. AAku
ku men
menghe
ghela
la na
napas,
pas, sem og a
Papa baikbaik saja di kantor, urusan hari ini ini lebi
lebih
h mudah. Refl
Refleks
eks ak u
memegang jidat.

Si Putih mengeong, naik ke atas tempat tidur. Aku menoleh.


menoleh. ”Kamu
tidur duluan saja, Put. Aku belum mengantuk.” Aku kembali mengintip 
mengintip 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 81
 81

lewat selasela tirai jendela. Semoga si Hitam, di mana pun dia minggat
sekarang, juga baikbaik saja. Hujan deras seperti ini, semoga dia
menemukan loteng kering untuk tidur. Sudah dua hari kucingku itu tidak
pulang. Aku refleks memegang jidatku.

 Aku jug
juga
a memer
memeriks
iksa
a buku PR matemat
matematik ik a dari Miss Keriting, du
dududuk k
di atas kasur. Lima menit sibuk membolakbalik halaman, tidak ada yang
is
istim
timee wa , h
han
anya
ya buku PRku seperti biasa.
biasa. Aku men
mengin
gingat
gat ingat pesan Mis s
Keriting, apa dia bilang? Apa pun yang terlihat, boleh jadi tidak seperti yang
kita lihat.
lihat. Apa pupun
n y ang hilang,
hilang, tidak sel
selalu
alu llenyap
enyap seper
seperti
ti yang kita du
duga ga .
 Ada banyak sekali jawab jawaban
an dari tempat
tempattem
tempat
pat y ang hi hilang.
lang. En
Entah
tah l a h .
Kalimat itu aneh sekali.

Hujan di luar semakin deras. Aku hendak memasukkan bukuku


kembali ke dal
dalam
am tas, tapi sepertiny a ttasku
asku ketingg
ketinggalan
alan di ruang televisi.

 Ah, rasanya mal


malas
as turun mengamb il tas. Jadi aku beranjak
beranjak,, duduk di
kursi bel
belajar,
ajar, mena
menatap
tap cermin besa
besar,
r, memp
mempee r hat
hatikan
ikan jera
jerawatku
watku.. Jerawat k u
 besar sekali
sekali—
— merah, dengan bintik putih tipis. Aku mematut matut
 beberapa
 beberap a meni
menit,
t, akhirn
akhirny
y a gemas memen
memencet
cet nya.
ny a. T ida
idak
k meletus , hany a
menyisakan sakit dan semakin merah di sekitarnya. Aku mengeluh dalam
hati, menyesal sudah memencetnya.

Pukul sepu
sepuluh
luh,, lan
langi
gitt gelap kembali m
menumpa
enumpa hk an huj
hujan.
an. Le bih
deras daripada sebelumnya. Kilau petir membuat berkas cahaya di dalam
kamar, guntur terdengar menggelegar. Aku masih termangu menatap
 ji
 jidatk
datku,
u, sudah tiga kali memencet jerawatk u. Aku menyes al, kupencet lagi
la gi,,
menyesal lagi. Begitubegitu saja, tambah geregetan.

Kenapa pula jerawat ini datang pada waktu yang tidak tepat? Susah
sekali membuatnya meletus. Aku menatap cermin dengan kesal. Kenapa aku
tidak
tidak bbis
isa
a memb
membuatuat nya
ny a men
menghghilan
ilang
g seperti saat aku memb
membuatuat tubu
tubuhk hk u
mengh
men ghilan
ilangg deng
dengan an menempe lkan ttela elapak
pak tan
tangan
gan di waj
wajah?
ah? T elu
elunjuk
njuk k u
geregetan
gereg etan terus menmenekann
ekanneka
ekan.
n. Atau aku bi bisa
sa mmemb
embuat
uatnya
nya menmenghi
ghi la n g
seperti itu? Aku menelan ludah. Kenapa tidak? Apa susahnya membuat
 jerawat batu in
inii hilang?
hilang? Jan
Jangan
gan ja
jang
ngan
an,, aku bisa menyur
menyuruh
uhny
nyaa meng
menghil
hil a n g .
Telunjukk
Telun jukk u terang
terangk k at, sedi
sedikit
kit gemetar men menunju
unju k jera
jerawat
wat itu
itu..

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 82
 82

Saat telunjukku terarah sempurna ke jerawat, aku bergumam,


”Menghilanglah,” dan kilau petir menyambar begitu terang di luar
kelaziman. Suara gun
guntur
tur bahkan terdengar lebi
lebih
h ccepat
epat dari
daripa
pada
da bi
biasa
asa ny a ,
 berdentum
 berdent um kencang. Aku hampir terjatuh dari kursi, menutu
menutup p mul
mulut
ut kar
karee na
hampir berseru. Lihatlah! Jerawat di jidatku sungguhan hilang.

 Aku sediki
sedikitt gemetar memasti
memastikk an,
an , berdiri, mendekat ka
kann wajah ke
cermin. Benarbenar hilang. Aku hampir bersorak senang, sebelum sesuatu
menghentikannya.

”Halo, Gadis Kecil.” Sosok tinggi kurus itu telah berdiri di dalam
cermin, menatapku lamatlamat dengan mata hitam memesona. Kali ini
aku benarbenar terjatuh dari kursi. Kaget.

 Apa y ang barusan kuli


kulihat
hat ? Soso
Sosokk itu? Aku bergega
bergegass berdiri, refle k s
menoleh
men oleh ke bel
belakang
akang,, tid
tidak
ak ada siapa
siapas
s iap a berdi
berdiri
ri di dal
dalam
am kamar
kamark ku .
Kembali aku menol
menolee h ke cermin, sososok
sok tin
tinggi
ggi kur
kurus
us itu masih ada di sa na na,,
tersenyum. Matanya
Matanya menmenatap
atap memeson
memesona. a.

”Kamu seperti
sepertinya
nya baru saja berhasil menghil
menghilan
an gkan
gk an sebuah
sebuah jeraw
erawat
at ,
Nak. Selamat.”
Selamat.”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 83
 83

IAPA kamu
kamu?”
?” aku berseru den
dengan
gan suara bergetar bukan kare na
takut, lebi
lebih
h karena kaget setengah mati melihat ada soso
sosok
k y ang tiba
tibatt ib a
 berdiri di dal
dalam
am cermin besar.

Ini bukan imajinasiku. Ini nyata, senyata aku berusaha


mengendalikan napas. Jantungku berdetak amat kencang. Sosok itu
 benarbe nar ada di dal
dalam
am cermin besar, han
hanya
ya di dal
dalam
am cermin, tanpa ad
adaa
fisiknya di kamarku. Perawakannya tinggi dan kurus. Wajahnya tirus.
Telinga
Telin ga ny
nyaa men
mengeru
gerucut
cut.. R
Rambutny
ambutny a mera
merangg
ngg as. Bo
Bola
la mata
matanya
nya hi
hitam
tam p
pek
ekat
at .
Dia mengenakan—
mengenakan— aku tidak tahu, apakah itu pakaian atau bukan kain yang
seolah
seol ah melekat ke tubuhnya , berwar na gelap.

Sejenak tersengal menatap sosok itu, aku melompat. Tanganku refleks


menyamb ar apa saja di atas kasur, menc mencararii senj
senjat
ata,
a, dan mengelu
mengeluh, h, kare na
 yang ada han
hanyal
yalah
ah no
nove
vell tebal. Sementar a suara huj hujan
an deras di lua
luarr sema k i n
keras, membuat keributan di kamar tidak terdengar hingga ruang tengah,
tempat Mama sedang menonton televisi— televisi — menunggu Papa pulang. Kilau
petirr dan gel
peti gelegar
egar gun
guntur
tur susul
susul me ny
nyusul.
usul. Nap
Napask
ask u mend
mender
eru
u kenc
kencang.
ang.

”Siapa kamu?” aku berseru, suaraku serak. 


serak.  

”Aku siapa?” Suara sosok itu terdengar seperti mengambangmengambang di


langit
langitla
lang
ngit
it k
kamar,
amar, seol
seolah
ah dia bic
bicara
ara dari sisi kamar m
mana
ana pun
pun,, bukan da r i
dalam cermin. ”Kalau
”Kalau   mau, kamu bisa memanggilku ‘Teman’,
‘Teman’,   Nak.”
Nak.”  

 Aku mengge
menggele
le ng
ng,, beringsut menjag
menjagaa jarak. Mataku menyeli
menyelidik
dik set
setia
iap
p
kemungki nan. Tang
Tangank
anku u bergetar menc
mencee n gker am no
novel.
vel. Kal
Kalau
au soso
sosok
k g
ganj
anj i l
ini tibatiba menyerangku, akan kupecahkan cerminnya dengan novel tebal
di tanganku—
tanganku — dan semoga dia tidak justru keluar dari cemin pecah itu, malah
 bisa berdiri nyata di tengah kamarku
kamarku..

”Kamu mau apa? Kenapa kamu ada di dalam cerminku?” aku berseru,
 bertanya,
 bertany a, terus berhitun g dengan pos
posisiku
isiku..

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 84
 84

Sosok itu tidak langsung menjawab. Diam sejenak lima belas detik.
Kucingku si Putih meringkuk tidur, tidak terganggu dengan segala
keributan.. Menyisaka n aku dan sosok ting
keributan tinggi
gi ku
kurus
rus di dal
dalam
am cermin sali
salinng
tatap den
dengan
gan pi
pikiran
kiran masi
masing
ng ma
masin
sing.
g.

”Ini men
menarik,
arik, Nak.” S Sos
osok
ok itu akhi
akhirny
rnya a b
bersuara
ersuara setela
setelah
h me-nata
me-natap-
p- k u
lamat-la
lamat-lamat
mat . ”Keban
”Kebany y aka n ora
orang
ng dewas
dewasaa men
menjerit
jerit ke-t
ke-takutan
akutan melih at
cermin di hadapannya yang tibatiba berisi bayangan orang lain. Ini menarik
sekali, rasa penasaran yang kamu miliki ternyata lebih besar dibanding rasa
takut. Rasa iningin
gin tahu yang kamu mil miliki
iki bahkan lebi lebih
h besar diba
diban
ndi ng
me-mikirkan risikonya. Aku siapa? Kamu selalu bisa memanggilku ‘Teman’.
 Apa mauku? Apa lag lagii selain menemu
menemuii mu
mu?”
?”  

 Aku mengge
menggele
leng
ng,, memutus
memutusk k an tidak mudah per
percaya,
caya, berjaga j a g a
kalau ada sesuatu yang mencurigakan. Tanganku semakin dekat untuk
melempar k an novel tebal ke arah cermin.

Sosok tinggi kurus itu mengan


Sosok mengangggg uk
uk.. ”Bai
”Baik,
k, kamu benar, aku mungk i n
 bukan teman. T ida
idakk ada teman y ang datang lewat cermin, bukan? Memb u at
semua akal sehat terbalik. Siapa pula yang akan riang gembira saat sedang
menatap cermin tibatib
tibatiba
a ada soso
sosok
k lain
lain di ddalamny
alamnya. a. Sayangny a, kita tid
tidak
ak
lel
leluasa
uasa ber
bert
temu.
emu. Belajar dari pengalam an dua h hari
ari lalu,
lalu, kin
kinii aku tidak b isa
is a
 berharap
 berhara p kamu akan bersedia menangk un gk gkan
an telapak tanganm
tanganmu u ke waj
wajah
ah ,
 bukan? Mengint
Mengintip
ip dari sela jari agar aku bisa terliha
terlihatt berdiri di kamar ini.
Kamu pasti tidak mau melaku-kannya.”
melaku-kannya.”  

 Angin kencang yang menyert


menyertai
ai huj
hujan
an di lua
luarr membu
membuat
at tet
tetes
es air
menerpa jendela kaca. Aku tetap berusaha konsentrasi menatap sosok
tinggi kurus di dalam cermin.

”Sayangnya ini pertama kali kita berbicara. Kamu belum siap


mendengar
mendeng ar penj
penjee las
lasan
an,, Gadis Kec
Kecil.
il. Sebe
Sebesar
sar apa pun bakat yang kamu mili milikki
sekarang
sekar ang,, kamu belum siap. Jadi aku tidak akan lama. Dua hari lal lalu,
u, am a t
mengejut
men gejut k an ternyata kamu bisa bisa meli
melihat
hatkk u, tapi kupi
kupikir
kir itu kebetul a n .
Malam ini ini,, kamu m mampu
ampu melakuk
melakukan an hal y ang lebi
lebih
h menarik , berha
berhass i l
mengh
men ghilan
ilangka
gkan n jera
jerawat
wat di waj
wajah,
ah, karena iitu
tu aku memu
memutt usk an sud
sudah
ah sa
saat
at ny a
menyapa.”  
menyapa.”

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 85
 85

Sosok tinggi kurus itu diam sejenak, mengembuskan napas. Dia


sungguh nyata. Lihatlah, cerminku berembun oleh napasnya yang hangat.

”Kamu pasti pun


punya
ya bban
anyak
yak p pertanya
ertanyaan,
an, Na
Nak.”
k.” So
Soso
sok
k itu meng
meng-h-h a p u s
embun di cermin den
dengan
gan jari
jari-- jari ny
nyaa y ang kurus dan pan
panjang
jang.. ”Tapi ma
malala m
ini aku tidak akan menjawabnya. Aku pernah melakukan kesalahan dengan
terlalu banyak menjelaskan.” Gerakan tangannya 
tangannya   terhen
terhenti.
ti. Mata hihitam
tam ny a
menatap tajam ke arah lain.

 Aku tahu apa y ang diddidee nga


ngarr soso
sosok
k di dal
dalam
am cermin. Aku jug a
mendengar
mendeng ar suara mo
mobil
bil masuk ke hal
halama
amann rumah. Papa sudah pul
pulang
ang..

”Ingat baik-baik
baik-baik y an
angg akan kusampaik
kusampaikan,
an, Gadi
Gadiss Kec
Kecil.
il.”” Dia men
menata
ata p k u
tajam. ”Peraturan pertama, jangan pernah memercayai siapa pun. Teman
dekat, kerabat, orangtua, siapa pun. Aku tidak akan mengajarimu agar tidak
 bercerita ke oranorang
g lain,
lain, lima
lima belas tahun kamu berhasi
berhasill menyim
menyimpa pan
n raha si a
sendirr ian.
sendi ia n. IItu
tu tidak pernah terjadi sebelumny a. Jadi
Jadi,, kita hihilangk
langk an s aj
ajaa
peraturan kedua.” Sosok tinggi itu diam sejenak, kembali menatap tajam ke
arah lain.

Suara percakapan Papa dan Mama di ruang tengah terdengar


sayupsayup di antara suara hujan. Papa menanyakan apakah aku sudah
tidur atau belum.

”Ingat baik-baik peraturan tersebut. Sekali bercerita kepada orang


lain, kamu bisa membuat semua menjadi di luar kendali. Semua bakat besar
itu akan berubah mel
melawa
awan
n diri
dirimu
mu sen
sendi
dirr i, dan membahay ak an oran
orang
goora n g
 yang kamu sayangi
sayangi.”
.” Mata hitam
hitam itu menyap
menyapu u seluruh tubuhku.
tubuhku.  

 Aku menelan ludludah,


ah, tidak semua kali
kalimat
mat soso
sosok
k di dal
dalam
am cermin it u
 bisa aku mengert
mengerti.
i. Jemari
Jemarikk u semakin bergetar mence
mencengke
ngke r am no
nov
v el teb al.
al .
”Apa yang kamu inginkan 
inginkan  dar
dariku?”
iku?”  

Sosok tinggi kurus itu mengangguk. ”Kamu memiliki bakat hebat, Nak.
Kamu tidak hanya bisa menghilang dengan menangkupkan kedua telapak
tangan ke wajah
wajah.. Kamu bisa melakuk
melakukan
an lebi
lebih
h dari sekadar mengint ip or an
ang
g
dari sela jari
jari.. Kita akan segera mel
melihat
ihatny
ny a, apakah han
hany
y a kebet
kebetulan
ulan k am u
 bisa menghil
menghilan angk
gk an jerawat atau lebi
lebihh dari itu. Buku tebal y ang k am amuu
pegang, itu tugas p pertama
ertama,, kamu akan

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 86
 86

menghilan
mengh ilangka
gka n ny
nyaa dal
dalam
am waktu dua pul
puluh
uh em
empat
pat jjam
am ke depan. Aku ak an
kembali besok
besok m
mal
alam,
am, memast
memastikan
ikan kamu men
mengerja
gerja k an pekerjaan itu deng
dengaan
sungguh-sungguh.”  

Sosok di dal
Sosok dalam
am cermin lan
lantas
tas perlaha
perlahan
n men
menyy ingk ap pakaian ny a —  
ternyata
terny ata itu tidak menemp
menempee l ke kuli
kulit,
t, pakaian di pi
pingg
nggan
ang
g nya longg
longgar
ar d
dan
an
menjuntai. Entah dari mana datangnya, dia mengeluarkan kucing berbulu
tebal.

 Aku hamp
hampir
ir berseru tert
tertahan,
ahan, itu si Hitam
itam!!

Sosok tinggi kurus iitu


Sosok tu terse
tersenyu
nyum m ttipi
ipis.
s. Jari
Jarinya
nya yang panjpanjan
an g menge l u s
kepala kucikucingk
ngk u. ”Sejak usiusia
a sembila
sembilan n tahun kamu telah dia diawas
was i, G ad
adis
is
Kecil. Itu cara terbaik untuk memastikan kamu tidak bersentuhan dengan
sisi lain.
lain. Tapi dua hari lalu,
lalu, keber
keberada
adaan
an m u diketah
diketahuiui,, itu memicu se mu mua a
sinyal di empat klan. Kamu bisa membuat pekerjaan ini menjadi mudah atau
sulit,
sulit, tergantu
tergantung
ng d dirimu
irimu sendi
sendirr i. Camkan baikba
baikbaik,
ik, kam
kamu u tidak perpe r na
nahh
dimilik i d dunia
unia in
ini,
i, bahkan sesejak
jak lahi
lahir.
r. Kamu di dimili
milikki d
dunia
unia lai
lain.
n. Selalu ing
in g at
itu.”
tu.”  

 Aku tidak menden gark an kali kalimat


mat berikutny a dari soso
sosok
k itu deng
de nga an
 baik, aku sedang berseru tanpa suara. Astaga, aku sungguh tidak percaya ap apaa
 yang kuli
kulihat.
hat. It
Ituuk
kuci
ucingk
ngk u, si Hi
Hita
tam,
m, ber
berada
ada di pang
pangk
k ua n soso
sosokk yang be
berr ad
adaa
dalam cermin.

”Nah, saatnya mulai berlatih, Nak.” Sosok tinggi kurus itu menepuk
pelan kucing di pangkuannya, lalu berbisik, ”Kamu temani dia.” Dengan
suara meong yang amat kukenal, si Hitam lompat dari tangannya,
menembus cermin, mendarat di meja belajarku. Aku tertegun. Si Hitam
sudah meloncat ke lan
lantai,
tai, llangsun
angsun g menuju kakiku, seperti biasa
biasa,, hen
henda
da k
antusias menyundulnyundulkan kepalanya ke betisku.

 Aku terk
terkesiap.
esiap. En
Entah
tah harus melakuk
melakukanan apa. Kakiku bergetar saa t
disent
disentuh
uh bulu llembut
embut si Hitam
itam.. Apa yang baru saja kuli
kulihat?
hat? Kucin g k u
menembus cermin? Aku menatap si Hitam yang manja berada di antara
kakiku. Jadi
Jadi,, kuci
kucingk
ngk u ini
ini nyata atau bukan
bukan?? Atau per
pertanyaa
tanyaann nya
ny a adala h ,
ini kucingku atau bukan? Apa yang dikatakan sosok tinggi kurus itu? Aku
telah diawasi sejak lama?

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 87
 87

Kilau petir menyambar terang, aku mengangkat kepala, menatap ke


depan. Cermin itu hanya memantulkan bayanganku sekarang, kosong. Sosok
tinggi kurus itu telah pergi.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 88
 88

ELAMAT pagi, Ra.” Mama sedang menggoreng sosis saat aku


menuruni anak tangga. Mama tertawa kecil. ”Wah, ini rekor baru kamu
 bangun pagi
pagi.. Jam segin
seginii mal
malah
ah sudah siap be-
be-rangkat
rangkat sekol
sekolah
ah.”
.”  

”Pagi, Ma,” aku menjawab pendek, menarik kursi, meletakkan tas.

”Tidur   nyeny
”Tidur  nyenyak,
ak, Ra?” Perhatian Mama k kembali
embali ke wajan, ti-dak  
menunggu
menung gu jjawaba
awaba nk u. ”H
”Hujan
ujan deras semal
semalam
am an sel
selalu
alu b
biki
ikin
n nyenyak
tidur lho.”
lho.”  

 Aku menghe
menghelala nap
napas
as pelan, menatap punpunggu
ggu ng Mama y ang asy ik
meneruskan menyiapkan sarapan. Sebenarnya aku tidak bisa tidur tadi
malam. Siapa yang bisa tidur nyenyak setelah tibatiba ada sosok tinggi
kurus berdiri di dalam cermin kamar kalian? Bicara panjang lebar tentang
halhal yang tidak aku mengerti, penuh misteri.

Belum lagi si Hitam. IItu


tu y ang pal
paling
ing susah membuat k u tidu
tidurr—  tidak
peduli
pedu li seb
seberapa
erapa man
manjur
jur sua
suara
ra hu
huja
jan
n mmampu
ampu meninab oboobokk an. Baga
Bagaii m a n a
kalian akan tidur jika di atas kasur meringkuk kucing kesayangan kalian,
 yang terny
ternyata
ata selam
selamaa ini
ini tidak terliha
terlihatt ol
oleh
eh siap
siapa
a pun
pun,, y ang terny
ternyata
ata bi
bisa
sa
menembus cermin. Dan itu belum cukup— cukup— kucing itu ternyata juga
mematamatai kalian selama enam tahun terakhir! Itu mimpi buruk yang
nyata. Meskipun si Hitam sebenarnya terlihat biasa biasa saja, dia
menatapku den dengan
gan bol
bola
a mata bunbundar
dar bercahaya, manmanjaja menempe l k a n
 badan ny
 badan nyaa yang berbulu tebal ke betis, meringk
meringkuk
uk tidur.

Setengah jam sejak sosok tinggi kurus itu pergi, situasi ganjil di
kamarku masih tersisa pekat. Aku menatap si Hitam dengan kepala sesak
oleh pikiran. Sikapku jelas berbeda kalau si Hitam hanya minggat karena
naksirr kucing tetangga. Ta ngan
naksi ngan k u gemetar b
berusaha
erusaha mmenyent
enyent uh kepala si
Hitam. Kucing itu mengeong, menatapku, sama persis seperti kelakuan
kucing kesayanganku selama ini. Aku terdiam. Lihatlah, si Hitam amat
nyata, sama nyatanya dengan si Putih yang sejak tadi terus tidur, tidak
merasa tergan
tergangg
gguu dengan keri
keributa
butan.
n. Aku men
mengg
ggigit
igit bi
bibi
bir.
r. Ba
Bagai
gai m a n a
mungkin si Hitam ”makhluk   lain”?
lain”?   Bagaimana mungkin matanya yang

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 89
 89

indah
indah itu ternyata men
menga
gawa
wa sik u sel
selama
ama iini
ni?? B
Bagaima
agaimann a mun
mungkin
gkin dia
kucing
kucing paling aneh sedunia, bukan hanya karena tid tidak
ak ada y ang meli
melihat
hat n y a ,
tapi bo
boleh
leh jjadi
adi d
dia
ia ju
juga
ga pun
punya
ya rencanare nca
ncan n a di kepal
kepalanya
anya.. Mel
Melapor
apor k a n
kepada dunia lain?

”Lho, Ra, kok malah melamun?” Mama menumpahkan sosis goreng ke


piring di atas meja. ”Pagi
”Pagipa
pagi
gi sud
sudah
ah mela
melamu
mun.
n. Itu tid
tidak
ak b
bai
aik
k untuk ana
anakk
gadis.”  
gadis.”

 Aku menggele ng
ng,, terse
tersenyu
nyum
m kecut.

”Papa semalam baru pulang jam sepuluh. Larut sekali.” Mama


memberitahuku —yang aku juga sudah tahu. ”Pekerjaan kantor Papa
semakin menumpuk. Seperti biasa, sibuk berat.”
berat.” Hanya itu penjelasan
Mama.

 Aku mengang
menganggu
guk
k.

”Mama senang, dua hari terakhir kamu selalu siap sekolah sebelum
Papa beran
berangkat
gkat . Ja
Jadi
di Mama tid
tidak
ak perl
perlu
u teriak-teriak memban
membangu gunk
nkan
an m u .”
Mama menatapku, tersenyum, tangannya masih memegang wajan kosong.
”Kita semua harus mendukung Papa pada masa-masa sibuknya.” 
sibuknya.” 

”Iya, Ma,” aku menjawab pendek.

”Kamu mau sarapan duluan?” 


duluan?” 

”Nanti saja, Ma. Tunggu Papa 


Papa  turun.”
turun.”  

Mama meng
mengang
ang guk
gu k , kemba
kembali
li ke kom
kompor
por gas, mel
melanjutk
anjutk an aktiv
aktivit
itas
as
masakmemasaknya.

 Aku menata
menatap
p lam
lamat
atlam
lam at piri
piring
ng berisi sosi
sosiss di hadapa n k u ,
mengembuskan napas pelan.

Tadi malam, berkalikali aku menatap si Hitam—


Hitam— aku urung mengelus
 bulu
 bulu tebalny
tebalnya,
a, membiar
membiark k an dia meringk
meringkukuk tanpa dig
digan
angg
ggu.
u. Aku berkali
berkalik
k a li
menatap cermin
cermin besar, memasti
memastikk an tidak ada siap
siapaa pun lagi di dal
dala
a m ny a
 yang tibatib
tibatiba
a menyapa . Aku berkalik
berkalikal
alii meletakk
meletakkan
an telapak tangan di
 wajah, mengint
mengintii p dari sela jemari, siap
siapa
a tahu soso
sosokk ting
tinggi
gi kurus itu ada di
dalam kamarku, hanya kosong, tetap tidak ada siapasiapa.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 90
 90

Bahkan aku yang bosan tidak bisa tidurtidur juga akhirnya memutuskan
 beranjak duduk. T eringa
eringatt percakap an dengan soso
sosok
k itu, aku menata
menatapp nov
novee l
tebal di atas kasur, men
menghe
ghe la n
napa
apas.
s. Aku berkonsentr asi, berkal
berkali
i ka li
menyuruh novel itu menghilang—
menghilang — lima belas menit berlalu, novel tebal itu
tetap teronggok bisu
bisu..

 Akhirny a aku menarik seli


 Akhirnya selimu
mutt lag
lagi,
i, berusaha tidur, hi
hingg
nggaa ja
jatt uh
tertidu
tert idurr pukul dua mal
malam.
am. D
Dii lu
luar
ar sana, huj
hujan
an deras terus menyiram kot a.
Lampu seluruh kota terlihat kerlapkerlip oleh tetes air. Irama konstan air
menerpa atap, jalanan, dan pohon.

 Aku terbangu
terbangunn mende
mendeng
ngar
ar kesibuka
kesibukann Mama di dapur. Me
Meli
lihat
hat jam di
dinding, pukul lima, rasanya baru sebentar sekali aku tidur. Aku
memutuskan turun dari ranjang, memulai aktivitas pagi.

Di lua
luarr huj
hujan
an sudah reda, masih gelapgelap,, menyisak an halhalama
amann rum pu
putt
 yang basah. Si Putih mengeon g rian riang,
g, menyap
menyapa.a. Aku bala
balass menyapa . ”Pag
”P agi,
i,
Put.” T api tidak ada si Hitam itam.. KKucingk
ucingkuu itu ji
jika
ka aku masi
masih
h  bisa
menyebutnya ”kucing-ku”
”kucing-ku”   tidak terlihat di kamarku.

 Aku merapik
merapikan an pon
ponii y ang beranta
berantakk an di dahi
dahi,, menata
menatapp cermin, tid
tidak
ak
ada hal yang ganjil di dalamnya. Kuperiksa kamar, si Hitam tetap tidak
kelihatan. Aku menggaruk kepala, sebaiknya aku mandi dan bersiap
 berangkat sekol
sekolah
ah..

”Eh, Ra? Jerawatmu sudah hilang, ya?” Seruan Mama sedikit


mengagetkan.

 Aku mendong
mendongakak . En Entah
tah sejak kapan, Mama sudah berdiri di
hadapanku. Tangannya memegang wajan kosong, habis menggoreng telur
dadar. Aku tadi pasti lagi
lagi la
lagi
gi melamu
melamun.
n.

”Wah, benar-
benar-be
bena
narr hilang
hilang!! Kamu penc
pencet,
et, ya? T api kenapa tidak ad
adaa
 bekasnya?”
 bekasnya ?” Mama tert
tertarik
arik ingin
ingin tahu.
tahu.  

”Nggak tahu, Ma. Hilang begitu 


begitu  saja.”
saja.”  

”Hilang begitu saja?” Mama tertawa antusias. ”Wah, ini hebat, Ra.
Hanya dalam satu malam, jerawat sebesar itu sembuh. Kamu kasih obat

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 91
 91

apa sih? Kita bisa buka kli


klinik
nik khusus jer
jerawat
awat lho. Mahal bay
bayaran
aranny
ny a .
Nanti Mama suruh tantemu bantu cari modal. Dia relasirelasiny
nyaa kan luas.”
luas.”  

 Aku terse
tersenyu
nyum m kecut menata
menatap
p Mama
Mama— — y ang
an g biasa berlebiha n k alau
al au
sedang
sedang seman
semangat
gat . Sean
Seanda
dainy
inya
a Mam
Mamaa tah
tahu
u bah
bahwa
wa jjerawatku
erawatku memang hila hilanng
 begitu saja saat aku suruh mengmenghil
hilan
ang,
g, Mama mun mungk
gkin
in akan berte r iak
ia k
panik. Mama tidak pernah suka cerita horor, kejadian penuh misteri, dan
sejenisnya.

”Pagi, Ra, Ma.” Papa ikut bergabung, menyapa, menghentikan kalimat


rencana-rencana Mama tentang klinik jerawat. ”Ternyata Papa terakhir yang
 bergabun g ke meja makan. Padaha
Padahall tadi Papa sudah man
mandi
di ngebut sek
se k ali
al i
lho.”  
lho.”

 Aku dan Mama menole


menoleh.
h. Papa sudah rapi.

”Kalian sedang membicarakan apa?”

”Jerawatnya Ra, Pa.” Mama tertawa. 


tertawa. 

”Oh ya? Ra jerawata n lag


lagi?
i? Seberap
Seberapaa besar?” P
Papa
apa iikut
kut ter-
ter-tawa.
tawa.

Sarapan segera berlangsung dengan trending topic jerawatku.

Sempat diseling Papa bertany bertanya


a sosoal
al mesin cuci baru y ang dig digaa nt i ,
Mama bil bilang
ang seja
sejauh
uh iini
ni penggant iny a ti
tidak
dak bermasal
bermasalah
ah.. Ma
Mama
ma jug
juga
a semp
se mpatat
 bilang
 bilang tentang rencana arisan keluarga mi mingg
ngguu depan di rumah. Papa dia m
sejena
sej enak
k , men
mengan
gan gg
gguk.
uk. ”Semoga mi minggu
nggu dep
depan
an Papa sudsudah
ah tid
tidak
ak ter lalu
sibuk
sib uk lagi di kantor, Ma
Ma,, jad
jadii bisa membant u.” Papa meli
melirikk
rikk u sekil
sekilas.
as. AAkku
tidak ikut berkomentar. Aku tahu, maksud kalimat Papa sebenarnya adalah
semoga masalah mesin pencacah raksasa di pabrik sudah beres.

Lima belas menit sarapan usai, aku berpamitan pada Mama, duduk
rapi di kursi mo
mobil
bil di sampin
sampingg Papa. Papa mengemu
mengem u dik
dikan
an mob
mobilil melew at i
 jalana
 jalanann y ang masi
masihh sepi. Baru pukul enam, itu berart
berartii jan
jangan
gan ja
jang
ngan
an ak u
orang
oran g pertama lagi y ang tiba d
dii sekol
sekolah
ah..

”Bagaim ana
”Bagaiman a ssekolah
ekolah mu
mu,, Ra?” Papa bertany
bertanya,
a, di depan seda
sedang
ng lampu
merah.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 92
 92

”Seperti bia
biasa,
sa, Pa
Pa,”
,” aku men
menjawa
jawab
b pen
pendek,
dek, menmenatap
atap langi
langitt mendu n g .
Ribuan
Ribuan burung llayangl
ayanglaya
ayann g terban
terbangg mem
memee nuh
nuhii atas kota, sepertiny a
selama
selama ini aku men
mengab
gabaik
aik an pemand
pemandang
angan
an itu
itu..

”Kamu tidak punya sesuatu yang seru yang hendak


hendak kamu ceritakan
kepada Papa?” Papa menoleh, mengedipkan mata, timer lampu merah masih
lama. ”Selain soal jerawat 
jerawat  lho.”
lho.”  

”Eh, tidak ada, Pa.” Aku menggeleng.

”Sungguhan tidak ada?” Papa tetap antusias. 


antusias. 

 Aku mengge
menggelenlen g lagi
lagi.. Aku tahu, Papa sedang mencar
mencarii top
topik
ik
pembicar
pemb icaraa
aan,
n, llan
antas
tas mmemberik
emberik an n
nasih
asihat
at y an
ang
g men
menyam
yambu
bung
ng dengan topik
itu,, men
itu menasih
asih ati putri
putrinya.
nya.

Papa kembali
kembali mem
memperper hat ikan ke depa
depan.
n. Aku men
menatap
atap ja
jala
lanan
nan dar da r i
 balik
 balik jen
jendel
dela.
a. T ering
eringat
at percakap an dengan soso sosok
k ting
tinggi
gi kurus tadi mala m .
Itu bena
benar,
r, bertahunt ah
ahun
un aku mammampupu menyim
menyimpapan
n rahas
rahasia
ia itu send
sendir
irii a n .
Tidak bocor sedikit pun, tidak tempias satu tetes pun. Aku tidak pernah
membicaraka
membicar aka nny
nnyaa kepada Pap Papaa dan Mama
Mama.. Mereka d dengan
engan sensendi
dirr i ny a
terbiasa, selalu punya penjelasan sederhana setiap melihat hal ganjil di
rumah kami. Aku yang tibatiba muncul. Aku yang tibatiba tidak ada di
sekitar mereka. Bahkan tentang kucingku, mereka selalu bilang si Hitam
atau si Putih, bukan si H Hitam
itam dan si Put
Putih.
ih.

”Papa minta maaf ya, Ra.” 


Ra.” 

”Eh? Minta
Minta maaf apa, Pa?” Aku menole
menolehh ke depan. Lampu me r ah
 berikutnya
 berikut nya..

”Hari-hari ini Papa jadi jarang memperhatikan kamu, meng-ajak


ngobr
ngobrol.
ol. Tidak ada makan mal
malam am bersama. Sarapan jug
juga
a serbacep
serba cep at. Pa
Papa
pa
cemas, kemungkinan SabtuMinggu lusa Papa juga harus lembur di kantor.
Rencana weekend kita  batal.”
 batal.”  

 Aku mengang
menganggu
guk
k , soal itu terny
ternyata.
ata. ”T
”Tida
idak
k apa kok, Pa. Ra paham.
paham.  
Kan demi memenangkan hati pemilik perusahaan.”
perusahaan.”  

Papa ikut tertawa pelan. ”Kamu selalu saja pintar menjawab kalimat
Papa.”  
Papa.”

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 93
 93

Lampu hijau,
hijau, iiringan
ringan kend
kendar
araa
aa n bergerak maj
maju.
u.

Lima belas men


Lima menitit kemudian tiba di gerbang sekol
sekolah
ah,, aku men
mengagann g k at
tas, membuka pintu, berseru, berpamitan. Mobil Papa hilang di kelokan
 jalan.
 jalan. Aku menatap lap lapan
anga
ga n sekolah y ang len lengan
gang.g. Langi
Langitt sema k i n
mendu
men dung.
ng. Ri
Ribua
buann b
burung
urung la layanglaya
yanglaya n g ma
masih
sih aada
da di atas gedu
gedung
ng ge d u n g
kota, terbang men
menar
arii menanti huj hujan.
an. Aku menghe la na napas,
pas, berusah
berusaha a r iang
ia ng
melangk
mel angk ah masu
masukk ke h hal
alam
aman
an seko
sekolah.
lah. Setid
Setidakny
akny a, d deng
engan
an segal
segalaa kejad
kejadiaia n
aneh tadi mal
malam,
am, hari ini
ini aku tidak perlu men
menututup
upii ji
jidatk
datku.
u.

Jerawatku sudah hilang. 


hilang.  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 94
 94

KU langsung menuju kelasku, kelas X9. Tiba di kursiku, aku


memasukk
memasu kkan
an tas ke lac
lacii meja
meja.. Sekolah masih lengang
lengang.. Di kelas tidak ada
siapasiapa. Tidak ada yang bisa kulakukan kecuali melamun menunggu.
Baiklah, aku mengeluarkan novel tebal yang sudah seminggu tidak tamat
tamat kubaca—
kubaca — pengarang yang satu ini novelnya semakin tebal saja,
menguras uang jatah bulanan dari Mama.

 Aku teringat lag


lagii percakap an tadi mal
malam.
am. Aku tidak mau patuh pa da
sosok
sosok tinggi kurus dal
dalam
am cermin itu. Aku belum tahu dia berniat baik a att au
 buruk, tapi kalikalimat
matk
k al
alim
im at
atny
nya
a membu
membuat atkk u penasar
penasaran
an.. Apakah ak u
memang bisa menghilangkan novel tebal ini— ini— ju
 juga
ga benda benda lain.
lain.

 Aku menatap kons


konsee ntr
ntras
as i no
nove
vell tebal beberapa detik, meng
menghhe la
nap
apas,
as, men
menga
gara
ra hkan tel
telununjukk
jukk u, bergu
bergumam
mam pel
pelan
an men
menyur
yuruh
uh ny a
menghilang. Sedetik. Aku mengembuskan napas. Sama seperti tadi malam,
novel itu tetap teronggok bisu di atas meja. Sekali lagi aku mengulanginya,
lebih berkonsentrasi. Tetap saja, jangankan hilang seluruhnya, hilang semili
pun tidak.

 Aku melemp
melemparar tatapan ke lua
luarr jen
jendela
dela kelas, len
lengan
gang.
g. Hanya sua
suarr a
petugas kebersihan
kebersihan yan
yang
g sedang men
menyap
yapuu llapa
apanga
nga n dari dedaunan ker ing.

 Aku berkalik
berkalikal
alii mencob
mencoba,
a, memper b aik
aikii posi
posisi
si duduk —kalau sampai
ada yang mengintip, pasti akan aneh melihatku sibuk menunjuk nunjuk
 buku tebal.

Temante man mu
Temante mullai berd
berdatangan,
atangan, menyapa. Aku men mengang
gang g u k ,
tersenyum tip
tipis
is,, memasukk an kembali no
novel
vel k
kee dal
dalam
am tas. Setengah jam
 berlalu, sekolah ramai ol
oleh
eh dengung suara. Beberapa teman duduk di da dala
la m
kelas dan berdiri di lorong. Anakanak cowok bermain basket atau bola kaki.
Lapangan basah, mereka tidak peduli, bahkan lebih seru, lebih ramai
tertawa.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 95
 95

”Halo, Ra,” Seli menyapaku.

”Halo, Sel,” aku balas menyapa.

”Kamu datang pagi lagi, ya?” 


ya?” 

 Aku mengan
mengangggguk
uk.. Aku menghit
menghitun
un g dalam hati, satu, dua, tiga, da n
persis di hitungan ketujuh, Seli yang menatapku sambil memasukkan tas ke
lacii meja berseru, ”Eh, Ra? Jerawat
lac Jerawatmmu y
yang
ang besar itu sudah h
hil
ilan
ang,
g, y a?”
a?”  

 Aku tert
tertawa.
awa. Bena
Benarr kan, tidak akan lebi
lebih
h dari sepuluh hi
hitung
tungan
an .

”Beneran hilang, Ra. Kok bisa sih?” Saking tertariknya, Seli bahkan 
bahkan 
memegang jidatku, melotot, memeriksa, untung saja tidak ada kaca
pembesar, yang boleh jadi akan dipakai Seli. ”Wah, beneran 
beneran  hilang. Bersih
tanpa bekas. Diobatin pakai apa sih?” 
sih?” 

 Aku tidak menj


menjaw
aw ab, menyeri
menyering
ngai
ai..

”Pakai apa sih,


sih, R
Ra?
a? Ayo, ja
jangan
ngan raha
rahasia-r
sia-r aha sia an. Pasti ob
obat-
at- ny a
manjur
man jur sekali
sekali.. Semalama
Semalamann la
lang
ngsu
sung
ng mul
mulus!”
us!” Seli pen
penasar
asaran,
an, memega n g
lenganku, membujuk. ”Ini ngalahin treatment wajah artis-artis Korea lho,
Ra. Tokcer.” 
Tokcer.” 

”Nggak diapa-apain.” Aku menggeleng. 


menggeleng. 

”Nggak mungkin.” Bukan Seli kalau mudah percaya. 


percaya. 

”Beneran nggak diapa-apain. Aku hanya tunjuk jerawatnya, bilang


‘hilangla
‘hilanglah’,
h’, eh hilan
hilang
g ben
beneran.”
eran.” Demi m mend
enden
en gar kebia
kebiasaa
saann Seli yang mumula la i
menyeb
men yeb ut nye
nyebut
but drama fa favorit
vorit Ko
Koreany
reany a, dan seteng
setengah
ah ja
jam
m terakhi
terakhirr bos an
menatap novel tebalte bal di atas meja yang tidak kunkunjung
jung be
berhasil
rhasil kkuhi
uhila
lang
ng k a n ,
aku jadi menjawab iseng.

”Jangan bergurau, Ra.” Seli melotot memangnya aku anak kecil bisa
dibohongi, begitu maksud ekspresi wajahnya.

 Aku tert
tertawa.
awa. ”Beneran . Memang begitu. Kusur
Kusuruh
uh hi
hilang
lang.”
.”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 96
 96

Setidaknya itu manjur. Seli masih melotot setengah menit, lantas


 wajahnya
 wajahny a beruba
berubahh menyera h, mal
malas
as bertany
bertanyaa lagi
lagi.. ”T
”Temani
emani aku ke kant
ka nt i n
 yuk.. Cari camil
 yuk camilan
an .”
.”  

 Aku mengang
menganggu
guk
k , bosan di kelas terus.

Kami bergegas keluar kelas, menurun i anak tangga, bel masuk tid tidak
ak
lama
lama llagi
agi.. Sayangnya , Sel
Selii bertabraka
bertabrakann dengan seseorang yang sebal
sebalii k ny a
hendak naik.

”Lihat-lihat dong!” Orang itu berseru 


berseru  ketus.

”Eh, Ali?” Seli mencoba tersenyum, setengah bingung. Wa jah Se li


seolah mengatakan ”Bukankah kamu baru kemarin belajar bareng
 bersamak u? TeTerli
rlihat
hat rapi dan menyena ngk an.
an . Tapi kenapa pagi ini
ini kem
kemba
ba l i
terlihat acakacakan, dan tantrum seperti balita garagara senggolan kecil?”
kecil?”  

”Makany a, k
kala
alau
u jal
jalan,
an, mata tuh jan
janga
gann ditaruh di pantat.” Ali melot ot
menjawab sapaan Seli, lantas berlalu. Dia terlihat buruburu menaiki anak
tangga.

”Bukankah , eh?” Sel


”Bukankah, Selii men
menatap
atap pung
punggu
gunn g Ali
Ali,, men
menole
oleh,
h, me-
me-na
nata
ta p- k u
tidak mengerti.

”Makanya, jangan tertipu penampilan. Jelas-jelas anak itu biangb iang


kerok. Apanya yang gwi yeo wun. Sekali biang kerok, suka bertengkar, itulah
sifat aslinya.” Aku mengangkat bahu, tertawa. Aku berjalan lebih dulu,
menarik tangan Seli, sebentar lagi bel.

”Tapi kemarin kan...?” Seli menyejajari 


menyejajari  langkahku.

”Kemar in apa
”Kemarin apa?? Tampila nny a kemarin iitu
tu menipu,
menipu , karena dia lagi ad
adaa
maunya.” Aku 
Aku  nyengir.

”Ada maun
mauny
y a? Me
Memang
mang apa maun
mauny
y a Ali?” Seli bin
bingun
gun g.

”Mana kutahu.” Aku mengangkat 


mengangkat   bahu.

”Ali menyelidiki rumahmu ya, Ra? Ini jadi aneh. Kemarin Miss
Keriting juga datang
datang ke rumahm u. Ada a
apa
pa ssih
ih,, Ra?”
Ra?”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 97
 97

 Aku menel
menelanan lud
ludah,
ah, bergega
bergegass mengalih
mengalihkk an percakap an,
an , mena
menatt a p
kasihan Seli. ”Entahlah. Aku tidak tahu. Nah, yang aku tahu persis, kamu
apes sekali, Sel.” 
Sel.” 

”Apes apanya?” 
apanya?” 

”Barusan Ali bilang, matamu jangan ditaruh di pantat, kan?”

Seli melotot sebal. Aku tertawa.

Setidaknya hingga hampir pulang sekolah, aku (dan Seli) tidak


 bermasalah
 bermasal ah dengan Ali Ali.. Anak lel
lelaki
aki itu masi
masihh sering mengamat ik u da r i
 bangkuny
 bangku nya,
a, tapi tidak tert
tertarik
arik memper hat ika
ikann ji
jidatk
datkuu y ang sudah be berr si h
dari jerawat. Seper
Sepertiny
tiny a anak co cowok
wok selalu bbegitu,
egitu, tidak peduli dengan h hal
al
 baik dari anak cewek, sukanya memper hat ika i kan
n y ang burukny a saja
saja..

Pelajaran terakhir adalah bahasa Inggris. Mr. Theo menyuruh kami


mengeluarkan kertas ulangan. Aku mengangguk riang. Aku menyukai
pelaj
pelajar
ar an bah
bahasa,
asa, tid
tidak
ak mas
masalah
alah wal
walau
aupu
pun
n ulangan
ulangan men
menda
dadak
dak.. Mr. The o
membagikan soal, empat puluh soal isian.

Seli di sebelahku mengeluarkan puh pelan, mengeluh. Aku tertawa


dalam hati, padahal Seli selalu mengaku fans berat Mr. Theo, ternyata itu

tidak cukup untuk membuatnya menyukai ulangan mendadak ini.

 Y
 Yang
ang jad
jadii masalah adal
adalah
ah ketika bel pul
pulan
angg ting
tinggal
gal lima
lima belas me nit
lagi, Mr. Theo mengingatkan, ”Selesai-tidak selesai, kumpul-kan jawaban
kalian saat bel.” 
bel.” 

 Aku meringi
meringis.
s. T inta
inta bol
bolpoi
poinku
nku habi
habis.
s. Aku bergegas menga m b i l
 bolpo
 bolpoin
in cadanga
cadangan
n di dal
dalam
am tas. Ada dua bol
bolpo
poin
in y ang ku
kukeluark
keluark an
an.. Eh, ak u
sedikit bingung kenapa ada bolpoin berwarna biru. Bukankah aku tidak
pernah punya bolpoin seperti ini? Mungkin bolpoin Papa yang tidak sengaja
kutemukan di mobil atau ruang tamu. Tapi tidak apalah, yang penting bisa
 buat menulis. Aku memutus k an mengg
menggun
unak
akan
an nya,
ny a, tapi tidak bisbisa,
a,
tintany
tintany a tidak k
keluar.
eluar.

 Aku mengger
menggerututu,
u, kenapa aku menyim
menyimpa pa n bol
bolpoi
poi n ini
ini di dal
dalam
am tas
ta s
kalau
kalau tin
tintanya
tanya habi
habis.
s. Aku h hend
endak
ak men
menukar
ukar ny
nyaa deng
dengan
an bol
bolpoi
poi n cad
cadan
an g a n
 yang lain,
lain, tapi gerakank u terhenti. Ada y ang aneh dengan bolbolpo
poin
in biru ini.
ini.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 98
 98

 Aku memper hat ika


ikann lebi
lebih
h detail, menyeli
menyelidikdik . Bo
Bolpoin
lpoin ini
ini terlalu berat da n
sepertinya
sepertin ya ada sesua
sesuatu
tu di dal
dalam
amny
nya.
a. Aku perlperlahan
ahan memb
membukauka bobolpoin
lpoin itu.
 Yang keluar bukan batang isi bol bolpoi
poinn seperti lazlazimny
imny a, tap
tapii benda kecil
ke cil,,
 ber-kelotak
 ber- kelotak pelan menimp
menimpa a meja. Aku berguma m pelan, ”Benda apa ini? ”
Bentukny a mun
mungi
gil,
l, ada kabelkab e l kecil
kecil..

Seli di sebelahku berssst menyuruhku diam. Dia sudah pusing dengan


soal ulangan, merasa terganggu pula dengan kesibukanku. Aku balas
 berssst
 ber ssst menyur
menyuruh
uh Seli diam.
diam.

”Is there something wrong, Ra?” Mr. Theo menoleh ke mejaku.

”Nothing’ s wron
”Nothing’ wrong,
g, Si
Sir.
r. M
My
y pen jjamm
ammed
ed,”
,” aku buru-buru men
men-jaw
-jaw ab,
ab,  
menelan ludah.

Mr. T heo memasti


memastika
kan
n sejenak, kembali menatap ke arah lain.
lain.

 Aku menga
mengamat
mat i benda itu lam
lamat
atla
lamm at. Ini apa? Buat apa? Ke
Kena
nappa
 benda berkabel ini
ini ada di dal
dalam
am bol
bolpo
poin
in biru y ang rusak
rusak?? Setengah men
menit
it ,
aku teringat cerita Seli tentang Ali yang suka sekali membuat peralatan
”canggih”, meledakkan 
meledakkan   laboratorium.

 Aku berser
berseru u dal
dalam
am hati. Aku tahu benda ini, ini, setidakny a aku bi bisa
sa
menebak benda ini untuk apa. Dasar Ali! Tentu saja dia tahu aku kehilangan
si Hitam
itam,, dia
dia tahu aku dan Seli mengerja k an PR kemarin sore, kar ka r e na
genius
genius amati
amatirr an itu men
menyelu
yelundu
ndu pka
pkann bo
bolpoin
lpoin beris
berisii alat pen
penyad
yadap
ap ke dala
da la m
tasku. Dia
Dia pa pasti
sti melakukan ny
nyaa beberapa hari lalu
lalu,, setela
setelah
h penasar a n
dengan kejad
ke jadian
ian aku dih
dihuk
ukum
um Miss Keriting menung
menunggu gu di loron
lorongg ke
kelas.
las.

Ternyata itu tidak spesial—


spesial — aku pikir
pikir dia
dia tahu dari man
manala
alah,
h, de
denga
nga n
cara lebih canggih atau misterius. Ternyata hanya karena bolpoin biru ini.
 Aku terse
tersenyu
nyumm lebar, teringat sesuatu, setidakny
setidaknya
a tadi mal
malam
am tas
taskku
tertinggal di ruang televisi, jadi dia tidak bisa menguping percakapanku di
kamarr den
kama dengan
gan sososo
sok
k dal
dalam
am cerm
cermin.
in. Tapi sensenyumk
yumkuu segera terlip
terlipat
at ,
 jangan
 janganj
jan
an ga n kemarin sore dia
dia ke rumah, berpakaia
berpakaiann rapi, menipu Ma ma
dan Seli, untuk menyelundupkan alat pengintai. Aku menyibak poni di dahi.
Nanti setiba di rumah, aku akan periksa setiap pojok ruangan. Awas saja,
tidak akan kubiarkan lagi.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 99
 99

Bel pulang berbunyi nyaring, memutus pikiranku.

”Collect your answer sheet now!” Mr. Theo berseru tegas. 


tegas. 

 Aku mengelu
mengeluh,h, menyesa
menyesall telah menghab isk iskan
an waktu berharg a k u
untuk bolpoin biru rusak. Aku bergegas menyelesaikan soal yang tersisa.
T emante ma
mann ssekelas
ekelas llainn
ainny
y a jjuga
uga ikut bergega
bergegas,
s, ter
terutama
utama Sel
Seli.
i. Dia terl
terliha
iha t
panik,
pan ik, men
menulis
ulis sec
secepat
epat tan
tanganny
ganny a bisbisa.
a. Sudah seperti cabai keriting bbee nt uk
tulisannya.

”Come on. Time’s up, students!” 


students!” 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 100
 100

 APANGA N sekolah dip


 APANGAN dipenu
enuhh i anakanak yang baru saja keluar dar i
kelas, hendak pulang. Juga lorong kelas dan anak tangga. Suara mereka
 bagaik
 bagaik an dengun
dengungg lebah mengisi lan langit
gitla
lang
ngit.
it. Sementar a itu, di lang it
sesungg
sesun gguh
uh nya, gum
gumpala
palan
n a
awan
wan tebal men
mengisi
gisi setia
setiap
p poj
pojokan
okan.. Musim huja n ,
pemanda
pema nda n ga
gann bias
biasa.
a. Aku b bergegas
ergegas men
mengejar
gejar Al Alii di an
antara
tara keramai a n ,
sedikit menyikut teman yang lain.

”Hei! Tunggu sebentar!” aku meneriaki Ali. Ke-rumunan anak yang


hendak menuruni anak tangga membuatku terhambat.

”Hei, Ali! Tunggu!” aku men


meneriakk
eriakk an na
namany
manya.
a.

 Ali menole
menolehh sekilas, tidak tert
tertarik
arik meli
melihatk
hatk u mengejar nya,
ny a, tet ap
 berjalan santai.

 Aku berhasil mengejar ny


nya,
a, menutup jalan
jalan di depanny
depannya.
a. ”Nih
”Nih,, had
hadia
ia h
 buatmu.”” Aku nyengir, menyera hka n bol
 buatmu. bolpo
poin
in   biru.

Demi menata
menatap
p bo
bolpoin
lpoin biru y ang kusodork an k
kee depan wajah
wajah nya,
ny a, si
genius
genius itu terman
termangu
gu.. Tebakanku tad
tadii saat mengerjak
mengerjakanan ulan
ulanga
gann baha s a
Inggriss benar, kuran
Inggri kurang
glebi
lebi h begi
beginilah
nilah ek
ekspresi
spresi khas oraorang
ng tertangk a p
tangan. Benda ini memang milik si biang kerok ini.

”Brilian sekali, kamu mematai-mataiku selama ini. Tapi lain kali


 jangan
 jangan guna
gunakk an bol
bolpo
poin
in bodoh seperti ini,
ini, gampang ketahu
ketahuan
an.. Lak
Lakuk
uk a n
dengan lebih cerdas.” Aku sengaja meniru intonasi dan cara bicara Miss
Keriting satusatunya guru yang cuek mengusir si genius ini.

 Ali menelan lud


ludah
ah,, ragur
raguragu
agu menerima bol
bolpoi
poinn itu. Dia
cengengesa n. Sepertinya itu ekspresi terbai
terbaik
k ras
rasa
a bersal
bersalah
ah yyan
angg dia
dia mi
mili
likk i.

 Aku menata
menatapny
pny a gal
galak.
ak. ”Nah, sebaiknya kamu tahu, rumah-k u b uk an
labo
laborat
rator
orium
ium fisi
fisika
ka tempat kamu bebas bereksperim
bereksperimee n, mel
meleda
edakkk a n
apalah, menyelidiki entahlah. Sore ini aku akan memeriksa

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 101
 101

seluruh rumah. Kamu pasti juga meletakk an sesuatu setelah kemarin


 juall muka kepada Mama dan Seli
 jua Seli.. Awas saja kalau aku menemukannya.”
menemukannya.”  

 Aku meningg
meninggal
alk
k an Ali y ang entahlah mau bil bilang
ang apa. Aku sege r a
 bergabun g dengan kerumu
kerumuna nan
n anakana k y ang hend
hendak
ak me
menuru
nuruni
ni an
anak
ak
tangga. Seli menungg
menunggu u di lap
lapang
angan
an.. Kami sel
selalu
alu pul
pulang
ang bareng. Di
Dia
a bert an
anyya
kenapa aku lam
lama
a sekali keluar dari kelas. Aku menga
mengangk
ngk at bahu, menu
menun nju k
langit mendung, lebih baik bergegas mencari angkutan umum yang kosong.

***

Setiba di rumah, Mama terlihat repot mengangkat jemuran. Gerimis


turun saat aku turun dari angkot. Mama menyuruhku membantu, aku
mengangguk. Tanpa meletakkan tas sekolah, aku membantu membawa
sebagian tumpukan pakaian, meletakkannya di ruang depan. Masih
lembap, Mama bilang biar dijemur lagi di halaman belakang yang semi
tertutup.

”Halo, Put,” aku menyapa kucingku yang riang menyambutku di ruang


tengah.
tengah. Kepa
Kepalanya
lanya men
menyu
yundu
ndulny
lny und ul ke betis
betis.. Bu
Bulu
lu tebal
tebalny
nyaa teras a
hangat.

”Kamu sudah makan siang?” aku bertanya. 


bertanya. 

Si Putih m
mengeon
engeon g pel
pelan,
an, man
manja
ja kuusap
kuusapusa
usap
p ke
kepal
palany
anya.
a.

 Aku teringat sesuatu, menole


menoleh h sekitar. Baru saja aku bertany
bertanya
a da
dala
la m
hati, ke man
mana a kuci
kucing
ng satunya itu pergi sejak tadi pagi
pagi,, si Hitam justru te
terlih
rlihat
at
 berjalan pelan menuru
menurun n i anak tangga. Mata bund bundararny
nyaa menatap
menatapkk u. A k u
tidak tahu persis, apakah karena kejadian tadi malam, kali ini aku merasa si
Hitam sedan
sedangg men
menata
ata pku tajam
tajam,, bukan tatapan an antusias
tusias menyamb ut k u
pulang seperti enam tahun terakhir. Aku merasa kucing itu tidak sekadar
kucing lagi. Dia mengawasiku. Dan lihatlah, si Hitam duduk diam di anak
tangga
tang ga terakh
terakhir,
ir, kepal
kepalany
any a men
mendong
dong ak, tida
tidak
k mel
meloncat
oncat menyamb ut k u
seperti biasanya.

”Kamu lihat si Hitam di sana, Put?” aku berbisik pada ku-cing-ku.

Si Putih balas mengeong pelan.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 102
 102

”Kamu hari ini


ini bermain denganny a, tidak?” aku berbisik lagi
lagi.. 

Si Putih tetap mengeong seperti biasa. Aku menghela napas.


Seandainy
Seandai nya
a tahu bahasa kuci
kucing
ng,, aku bisa bertany
bertanyaa pada si Putih, apakah si
Hitam sungguh an tidak terli
terlihat.
hat. Apaka
Apakahh si Putih selama in inii sebenar ny a
hanya bermain sendirian. Apakah si Putih berteman dengan si Hitam?

”Lho, kenap
”Lho, kenapa
a belu
belum
m bergan
bergantt i paka
pakaian,
ian, Ra? Ayo, bergegas, se-
se-raga
ragam
mm u
itu kan juga lembap terkena gerimis. Nanti masuk angin.” Mama yang
membaw
memb aw a si
sisa
sa jem
jemuran
uran men
menegur
egurkk u.

”Iya, Ma.” Aku mengangguk. ”Kita ke kamar yuk, Put,” aku berbisik ke
kucing
kucingkk u, lan
lantas
tas beranjak menaiki anak tangga, melewat i si H
Hitam
itam y anang
g
tetap tidak
tidak bergerak dari du
dudukny
dukny a, hanya meli
melihatk
hatk u.

Kecuali merasa ganjil karena terus dip


diper
erhat
hat ika
ikann si Hitam
itam,, sisa ha
harr ik u
 berjalan no
norma
rma l. Aku berganti seragam, makan sian siang,
g, memba nt u Ma ma
mencuci piring dan peralatan dapur, lantas bebas sepanjang sore.

”Kamu sebenarny
se benarny a mencar
mencarii apa sih
sih,, Ra?” Mama y ang sed
se dang
menyetrika bingung melihatku mondarmandir satu jam kemudian.

”Ada yang hilang, Ra?” Mama yang sudah pindah merapikan keping
DVD di ruang televisi bertanya untuk kesekian kalinya.

 Aku mengang
mengangkk at bahu. ”Bol
”Bolpo
po in Ra hi
hilang
lang,, Ma.”

”Bolpo
”Bolpo in? Segituny a dicari? Kan b
bisa
isa bel
belii lagi
lagi?”
?”  

 Aku nyengir. Namany


Namanya a jug
juga
a ala
alasan
san asal, man
mana a sempat ku
kupikirk
pikirk a n
 baikbaik.
 baikba ik. Tapi setidakny a Mama tidak bertany
bertanya
a lagi
lagi,, membiark ank
an k u ter us
mengacakacak rumah.

Dua jam tidak kunjung lelah, aku akhirnya mengembuskan napas


sebal. T idak ada sesuatu yang ganjil. Ali bol
boleh
eh jad
jadii tid
tidak
ak sempat memas
memasa an g
sesuatu, atau dia
dia kali ini
ini memang ge
geni
nius
us sekali
sekali,, meletakk an alat peny
penyad
ad a p
 yang tidak bisa ditemuk
ditemukan
an.. Satu jam lagi berlalu siasia, ak u
mengempaskan tubuh di kursi kamarku, juga tidak menemukan apa pun.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 103
 103

Jam bebasku ha habi


biss percuma. Padahal aku sud
sudah
ah membaya
membayang
ng k a n
menemukan alat penyadap yang besok bisa kulemparkan kepada Ali. Aku
 bergegass man
 bergega mandi
di sore setelah dii
diing
ngatk
atkan
an Mama.

Lampu jalanan mulai menyala, matahari beranjak tenggelam.


Gerimis tetap begitubegitu saja, tidak menderas, tidak juga mereda.

”Papa pulang
pulang malam llagi
agi ya, Ma?” aku bertany
bertanyaa saat makan m
ma-
a- la m ,
ditemani Mama.

”Iya. Tadi siang Papa sudah menelepon. Kemungkinan Papa pulang


lebih malam dibandingkan kemarin. Pekerjaan Papa di kantor semakin
menumpuk.” Mama menghela napas prihatin. 
prihatin. 

 Aku sediki
sedikitt menyes
menyesal
al bertany
bertanyaa soal Papa. Seharus nya
ny a aku bi
biss a
mencari topik percakapan yang lebih baik, bukan bilang apa saja yang
terlintas di kepalaku. Asal komen.

”Minggu depan, pas arisan, semua keluarga datang ya, Ma?” Aku k ali
al i
ini sengaja memilih topik yang pasti membuat Mama lebih tertarik, lebih
riang.

Mama tersenyum
tersenyum,, men
mengan
gan gg
gguk.
uk. ”I
”Iya,
ya, tantemu bah
bahkan
kan m
mau
au mengi
mengi n a p  
semalam.”  
semalam.”

”Oh ya?” aku berseru riang—tuh


riang—tuh kan, bahkan aku sendiri ikut
semangat.

”Iya, Tante Anita bilang bakal bawa si Jacko, biar bisa ber-main
 bersama
 ber sama si Putih atau si Hitam.”
Hitam.”  

”Sungguh?”   Mataku membesar. ”Mama


”Sungguh?” ”Mama   tidak sedang menggoda Ra,
kan?”  
kan?”

Mama tertawa, mengangguk, itu sungguhan. Jacko itu nama kucing


milik Tante Anita.

Makan malam selesai setengah jam kemudian, dihabiskan dengan


membahas rencana arisan keluarga minggu depan. Di luar hujan mulai turun
dengan lebat.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 104
 104

***

 Agak aja
ajaib
ib memang hari ini, ini, tumben tidak ada PR yang har us
kukerjakan untuk besok. Aku malas belajar matematika persiapan ulangan
mingg
mi ngguu depan
depan,, masi
masih
h lam
lama,
a, nan
nanti
tina
nanti
nti saja
saja,, jug
juga
a mal
malas
as membaca nov novee l
tebal itu.
itu. Aku akhi
akhirny
rny a han
hanyy a bermain dengan si Putih. Tapi iitu tu pun tid
tidak
ak
lama.
lam a. Rasa
Rasanya
nya ganjil sekali melem
melempar par gul
gulun
unga
ga n benang wol
wol,, lan
lantas
tas si P ut ih
rian
riang
g menyambar nya, antu antusias
sias membawany a kemb kembali
ali ke papang
ngk
k ua n k u .
Sementar
Se mentar a si Hitam
itam,, kuci
kucing
ng satunya lagi
lagi,, duduk di atas kas kasurur ,
memperhatikan, tidak tertarik.

 Aku meli
melirr ik si Hitam, lallalu
u berbisik kepada si Putih y ang ma nj a
kugendong
kugend ong.. Aku bertany
bertanya
a lagi apakah si Putih mel
melihat
ihat si Hitam y ang du
dudu
duk
k
mengawasi. Mana ada kucing normal yang tidak tertarik main
lemparlemparan? Bukankah dulu si Hitam senang sekali melakukannya.
 Atau tidak?

 Aku menghe
menghelala nap
napas,
as, beranjak berdiri, meletakk
meletakkan an si Putih. BaBarr u
pukul sembilan
sembilan , aku memutu
memutuskskan
an tidur lebi
lebih
h awal. Tidak ada hal seru ya ng
 bisa kulakuka
kulakukann dengan seekor kucing aneh terus mengaw mengawas as iku
iku.. Aku ma
mala
lass
mengena kan
ka n sand
sandal
al,, per
pergi
gi ke kamar mandi, gosok gigi
gigi..

Keluar dari kamar mandi, aku benarbenar melupakan sepotong


kalimat
kalimat percakapa
percakapan n tadi malmalam.
am. T Tepatn
epatnya,
ya, aku tid
tidak
ak mem
memper
per hat i k a n
 bahwa kami ada ”jan ”janji
ji pertemu
pertemuan”
an” berikut
berikutnya
nya.. Aku bersenan
bersenandu
dunn g pel
pelanan ,
kembali ke kama
kamar,
r, menutu
menutup p pin
pintu,
tu, menguap
menguap,, bersiap mel
meloncat
oncat ke ata s
kasur. Saat itu telingaku mendengar si Hitam justru menggeram di atas
kasurku. Belum genap aku memperhatikan kenapa si Hitam terdengar
 begitu gal
galak,
ak, soso
sosok
k tin
tinggi
ggi itu telah berdiri di dal
dalam
am cermin.

”Halo, Gadis Kecil.”

 Aku refleks menol


menolee h.

”Kamu seperti
sepertinya
nya tidak sedang menung
menungguk
guk u.” So
Sosok
sok tingg
tinggii kurus it u
tersenyum suram. Cerminku terlihat lebih gelap dibanding biasanya. Tidak
ada bayanga n apa pun di dal
dalam
am ny
nyaa selain waj
wajah
ah tirus, kuping menger u c ut ,
rambutt meran
rambu merangg
ggas.
as. Soso
Sosok
k tin
tinggi
ggi kurus itu telah kembali, memand
memanda angk u
dengan tatapan berbeda seperti malam sebelumnya. Dia marah.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 105
 105

 Aku refleks meraih sesuatu. SialSial,, tidak ada y ang bisa kujad
kujadi
i k a n
senja
senjata
ta sel
selai
ain
n sand
sandal
al jep
jepit
it yang kukena
kukenak k an. Aku men
menyesa
yesall meletak
meletakk kan
pemukull bol
pemuku bola
a kkasti
asti di dal
dalam
am lemari.

”Seharu sny a kamu mul


”Seharusny mulaiai ter
terbias
biasa,
a, Nak,” soso
sosok
k tinggi kurus itu berk at a
datar, menatap sa sandal
ndal jepi
jepitt yang kupegan
kupegang.
g. Suaran
Suaranya
ya mengam ban g di
seluruh ruangan — mes k i dia bic
bicara
ara dari dalam cermin dua dim dimee nsi,
ns i, tida k
 berkura ng jel
jelasny
asnya,
a, padahal hujhujan
an deras turun di lualuar.
r.

”Bagaimana latihanmu hari ini?” sosok itu bertanya, langsung ke


pokok persoalan.

”Latihan apa?” aku bala


balass bertanya, menatap tidak mengert
mengertii ke d
dal
ala
a m 
cermin.

Si Hitam menggeram keras. Aku menoleh. Kucing itu meloncat ke


kursi tempat tas sekolahku berada. Dengan mulut dan cakar kakinya, si
Hitam men
menarik
arik keluar no
novel
vel ttebal
ebal itu
itu,, mengeon g gala
galak.
k. Dia men
menunj
unj uk k a n
novel
novel deng
dengan
an mul
mulutny
utny a.

 Aku menel
menelan
an lud
ludah.
ah. T ernyat
ernyataa lati
latiha
hann itu.

”Bukankah sudah kukatakan, Gadis Kecil, kita bisa melakukan ini


dengan
dengan mudah, atau dengan suli
sulit,
t, tergantu
tergantung
ng ddiri
irimu
mu sendi
sendirr i.” Soso
Sosok
k tin
tingg
gg i
kurus itu men
menatap
atapk
k u kecewa. ”Kam
”Kamuu tidtidak
ak me-laku
me-laku-k
-k an peri
perinta
ntahhk u.
Bahkan kamu menganggap ringan perintahku.”
perintahku.”  

 Aku refleks mun


mundur
dur satu lan
langk
gkah
ah..

”Kamu tahu, kamu seharusnya sudah bisa 


bisa  menghilangkan novel itu!”
sosok tinggi itu membentak. Cerminku semakin gelap, bahkan aku bisa
melihat cermin itu seolah mengerut karena amarah.

”Eh, aku sud


”Eh, sudah
ah mel
melakuk
akuk anny a,” aku men
menjawjaw ab ketus, m
mekanis-
ekanis- m e
 bertahanku
 bertaha nku mun
muncu
cu l. ”Bukan sala
salahku
hku kalau no
nove
vell itu tidak mau menghi
menghila
lan
n g .”
.”  

”Itu karena kamu tidak sungguh-sungguh! Kamu pikir ini se-mua


lel
lelucon?”
ucon?” So
Soso
sok
k ting
tinggi
gi kurus tid
tidak
ak m
mengura
engurangi
ngi volu
volume
me bi
bicara
cara-- nya . Na
Napas
pas ny a
menderu, menimbulkan embun tebal di cermin.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 106
 106

”Baik. Dia membutuhkan motivasi untuk melakukannya.” Sosok itu


menoleh ke si Hitam. ”Kamu berikan apa yang dia butuhkan!” 
butuhkan!” 

Sebelum aku mengerti maksud kalimat sosok tinggi kurus di dalam


cermin, si Hitam mengg
menggee ra
ramm kencang, lolonc
ncat
at k
kee atas kasur, men
menyy erg
ergap
ap si
Putih.
Putih. Geraka
Gerakanny
nnya
a cepa
cepatt sekal
sekali,
i, bah
bahkan
kan sebelum si Puti
Putih
h semp
sempat
at bereak si ,
dua kaki depan si Hitam sudah mencengkeram leher si Putih. Si Hitam
mendesis galak, menatapku.

”Inilah motivasinya, Gadis Kecil.” Sosok tinggi kurus itu me-natap


tipis.
tipis. ”Akan kuhi
kuhitt un
ungg sampai sepuluh. JiJika
ka kamu tidak berha s i l
menghilangkan buku tebal itu, si Hitam akan merobek kepala kucing
kesayanganmu.”  
kesayanganmu.”

Ki
Kila
lau
u petir mmenyam
enyambar
bar terang d dii uj
ujung
ung kali
kalimat
mat nya. Geleg
Gelegar
ar gunt ur
membuat ngilu.
ngilu. Huj
Hujan
an deras terus memb
membun un gku
gkuss kota. Aku memamematt u n g ,
 bukan karena menyaks
menyaksika
ikan
n soso
sosok
k ting
tinggi
gi kurus itu menatap
menatapk k u begitu mar ah ,
atau cerminku yang gelap sempurna menyisakan sosok itu, tapi karena
melihat dua kucingku. Si Putih mengeong lemah, seperti minta tolong, sama
sekali tidak bisa bergerak. Tubuhnya dikunci si Hitam di atasnya. Mulut si
Hitam memb
membukuk a, memperli
memperlihat
hatkan
kan tarin
taringg pan
panjan
jang,
g, su
suaran
aranyy a men
mend
d es i s
mengancam. Bulu tebalnya yang lembut sekarang berdiri. Aku tidak akan
pernah bisa mengenali lagi si Hitam, kucingku itu.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 107
 107

 AKIKU gemetar karena rasa marah y ang menyerg ap . Sua Suarr a


mengeon
men geon g si Putih semakin llemah.emah. Matan
Matanya
ya men
menatapk
atapkuu me
memi
mi nt a
pertolongan. Sementara si Hitam yang mengunci tubuhnya dari atas, entah
di
dia
a seben
sebenarny
arny a makh
makhluk
luk apa
apa,, tubuhn
tubuhnyy a membesar sedem
sedemik
ikian
ian ruprupaa
hingga empat kali lipat dalam hitungan detik. Ekornya bergerak garang.
Kupingny a memanj
memanjanang.
g. Bul
Bulu
u tebalnya berdiri seperti ribuan jarum tiptipis
is..
Mata bund
bundar
ar y ang dul
dulu
u aku suka beruba
berubahh menjadi kuning pekat. T aring
aringny
ny a
memanjang. Suara geramannya membuat kamarku seperti mati rasa. Si
Hitam berubah sebesar serigala.

”Konsentrasi, Nak!” sosok tinggi kurus di dalam cermin


mem-bentakku. ”Konsentrasi pada buku tebalnya. Tidak yang lain.” 
lain.”  

 Aku menol
menolee h ke arah cermin, menole
menoleh h lag
lagii ke si Putih di atas kas
kasur
ur .
Bagaimana aku bisa konsentrasi dalam situasi seperti ini? Bagaimana aku
 bisa konsentr
konsentrasi
asi ke no
nove
vell tebal di atas kursi?

”Kamu siap atau belum, hitungannya akan kita mulai.” Suara sosok
tinggi
tinggi kurus itu terdengar men
mengan
gan cam .

 Aku menggi
menggigit
git bibi
bibir.
r. Aku tidak pun
puny
y a banyak pil
piliha
iha n. Waktuk u am at
sempitt untuk berhitung a
sempi atas
tas situasi y ang kuhada
kuhadapi.
pi. Sandal jepi jepitt y an
angg
kupegang bahkan boleh jadi tidak bisa melawan si Hitam yang berubah
menjad
men jadii san
sangat
gat m
meng
enger
erik
ikan.
an. Si Puti
Putih
h ddal
alam
am bah
bahay
aya.
a. Sua
Suara
ra men
mengeon
geon g ny a
 begitu menyed
menyedihk
ihk an.
an .

 Aku menel
menelan
an lud
ludah
ah kecut. Baga
Bagaim
iman
an a mun
mungk
gkii n dia dikh
dikhia
ianat
nat i t e ma
mann
sepermainannya sejak ditemukan dalam kotak berwarna pink, beralas kain
 beludrr u, dan bertut
 belud bertutup
up kain sutra? Atau tidak? Karena memang kuci kucing
ng itu
tidak pernah hadi
hadirr kasatmata di rumah kami? Si Hitam tida tidak
k per na nahh
menjadi teman si Putih?

”Satu...” Sos
”Satu...” Sosok
ok tin
tinggi
ggi men
mengem
gembu
buska
ska n nap
napas,
as, m
mul
ulai
ai men
meng-hit
g-hituu ng. Ka
Kali
li
ini bahkan uap dari napasnya seperti melewati cermin kamarku,
mengambang.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 108
 108

Napasku mender
mender u kencang. J
Jatungk
atungkuu berdetak lebi
lebih
h cepat. Apa y an
angg
harus kulakukan?

”Dua...”  
”Dua...”

 Aku melepask an sand


sandal
al jepi
jepitt ke lan
lanta
tai.
i. Tidak banyak pil
pilihan
ihan y an
ang g
kupuny
kupu nya.
a. Dari terba
terbatasnya
tasnya pili
piliha
han,
n, aku tid
tidak
ak akan mmembiark
embiark an si P ut ih
disakiti. Baiklah.

”Tiga...”  
”Tiga...”

Tanganku bergetar menunjuk novel tebal di kursi. Jika semua ini


hany
hany a permain an
an,, iini
ni permaina
permainan n pali
paling
ng mahal yang pernah kulakuka
kulakukan.
n. A
Akku
 bertaruh dengan seekor kuci kucing
ng y ang kupelih
kupelihar
araa sejak kecil
kecil,, kususui den
denga
ga n
 botol...
 botol...

”Empat. Kosentrasi. Hilangkan buku tebal itu!” sosok itu


membentakku, menyuruhku berhenti memikirkan hal lain.

Baiklah. Aku mendesis dengan bibir gemetar. ”Menghilanglah!” aku


menyuruh novel tebal di kursi hilang seperti jerawatku kemarin malam.
Satu detik senyap, hanya suara hujan deras mengenai jendela, atap, dan
halaman. Novel itu tetap teronggok membisu di kursi.

 Aku mengelu
mengeluh.
h.

”Lima. Berusaha sungguh-sungguh atau kamu akan kehilangan kucing


kesayangan mu
mu.”
.” Soso
Sosok
k ttin
inggi
ggi kuru
kuruss da
dala
lam
m cermin tid
tidak
ak men
menuru
uru nk a n
 volume suara.

 Aku menggig
menggigit
it bibi
bibir,
r, lebi
lebih
h kon
konsentr
sentr asi
asi.. Kutata
Kutatapp no
novv el tebal un
untt uk
kedua kal
kalin
iny
y a. Telun
Telunjukk
jukk u semakin b bergetar,
ergetar, men
mendes
desis
is m menyuru
enyuruh
h ny a
menghilang. Senyap. Tetap tidak terjadi apa pun.

”Enam. Kamu sungguh akan mengecewakan teman terbaikmu selama


ini, Nak.”
Nak.”  

 Aku menggig
menggigit it bibi
bibir,
r, memeja
memejamk
mk an mata. Untuk ketiga kali
kaliny
nyaa ak u
 berusaha kons
konsee ntr
ntras
as i, menyur
menyuruh
uh no
nov
v el itu menghi lan
lang.
g. Apa susahny a .
 Ayol
 Ay olah.
ah. Aku membuk a mata. T api percum percuma.a. T ida
idak
k terjadi apa pun. I ni
 benarbe nar tidak mudah. Bahkan se sebenarny
benarnya a kemarin mal
malam
am saat

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 109
 109

 jerawat itu berhasi


berhasill ku
kuhi
hila
lang
ngka
kann , aku tidak ingat
ingat bagaima
bagaimann a caran
carany
y a. I ni
tidak seperti menutu
menutup p waja
wajahh dengan kedua telapak tangan, lan lantas
tas tub
tubuh
uhk
ku
hi
hilang
lang seketika. Itu mud
mudah
ah dila
dilak
k uka n .

Suara mengeong si Putih semakin lemah. Geraman buas si Hitam yang


 berubah
 beruba h menj
menjad
adii kuci
kucing
ng berukura
berukurann besar semakin memen
memenuh
uhii lan
langit
git lang it
kamar.

”Tujuh. Jangan menyalahkan siapa pun kalau kamu kehilangan


kucing….”  
kucing….”

”Aku tida
tidak
k bibisa
sa men
menghilan
ghilangkanny
gkanny a!” aku mem memo ot ong kal
kalima
imat-
t- ny a ,
 balass menatap gala
 bala galakk soso
sosok
k di daldala
a m cermin. Aku sudah empat k ali al i
mencobany
mencob any a, nonov
v el iitu
tu tetap tidak hi hilang
lang.. ”Sejak tadi pagpagii aku su dah
da h
 berusaha melakuka
melakukan n ny
nya.
a. No
Nov
v el itu tidak bisa hi
hilang
lang.”
.”  

”Delapan...” Sosok tinggi kurus menatap 


menatap  dingin.

”Kamu, kamu tid


tidak
ak bo
boleh
leh mela
melakuk
kuk anny a!” Ak
Akuu mul
mulai
ai ber-
ber-teriak
teriak panik ,
 bahkan tidak peduli seanda
seandainy
iny a Mama yang sedang menont
menonton
on telev
televisi
isi bi
bisa
sa
mendengar keributan di lantai dua.

”Sembilan...” Sosok tinggi kurus menoleh ke si Hitam. 


Hitam. 

”Kamu, awas saja kalau kamu berani menyuruhnya!” Aku ge-metar


menunju
menunjukk ke cermin, berus
berusah
ahaa meng
mengan
an cam
ca m den
dengan
gan kali
kalim
m at koso n g —  
 waktuku hampir habi
habis,
s, entah apa yang harus ku
kulakuk
lakuk an.
an .

”Sepuluh....” Sosok itu menyeringai tidak peduli. ”Habisi kucing lemah


itu.”” 
itu.

Belum hilang kalimat sosok tinggi kurus di dalam cermin, si Hitam


sudah
sud ah men
mengger
gger am panj
panjan
an g kegi
kegiranga
rangan.n. Ma
Mata
ta kuni
kuningn
ngnya
ya berkila
berkilat
tkk i l at .
Kakinya yang sekarang lebih besar dibanding kepala si Putih terangkat naik,
siap mematu
mematuhi
hi perin
perintt ah pem
pemilik
ilik asl
aslin
iny
y a.

 Astaga! Apa y ang bisa kulakuk


kulakukan
an sekarang? Aku sunggu
sungguha
han
n pani
panik
k.

Si Hitam mengha
menghanta
ntamk
mk an kakin
kakinya
ya ke kepal
kepala
a si Putih
Putih.. Pet
Petir
ir
menyam
menyambar
bar terang
terang.. Cah
Cahaya
ayanya
nya berkelebat masuk ke kama
kamar.
r. Gun
Guntur
tur

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 110
 110

menggelegar. Dalam hati aku berseru, tidak ada yang boleh menyakiti si
Putih.

Sepersekian detik sebelum kaki si Hitam mencakar si Putih yang tidak


 berdaya,
 berday a, lima
lima jemari tangan kanank
kanankuu bergerak cepat, mendes i s .
”Menghilanglah!”  
”Menghilanglah!”

Gerama n si Hitam len


Geraman lenyap
yap bagai su
suara
ara televisi d
dip
ipada
adamk
mk an
an.. Ju
Juga
ga
 buluny
 bulunyaa yang berdiri, ekornya y ang tegak, taringnya y ang pan
panja
jang
ng,, da n
matanya yang kuning lenyap bagai kabut terkena matahari terik. Tidak
 berbekas apa pun di atas kasur.

Langitlang
Langit lang it kamarku len lengang
gang sej
sejena
enak
k . Ba
Bahkan
hkan si Putih ya yang
ng
terbaring
terbari ng di kasur ti tidak
dak m meng
engee ong. Dia meri
meringku
ngkuk k gemetar. Tubuh
Tubuhnyny a
terlalu
terlalu lem
lemah.
ah. Mun
Mungkin
gkin takut hingga
hingga batas terakhi
terakhirr . Si Puti
Putihh men
menata
ata pk u .
Mata bundar
bundarnynyaa terliha
terlihatt buram, pen
penuh
uh sorot berterima k kasi
asih.
h.

Sosok tinggi kurus itu juga menatapku lamatlamat, seperti habis


menyaks
men yaks ikan pertun
pertunjuk
juk an yang tidtidak
ak di
dia
a kira
kira.. Aku ter
terseng
sengal.
al. Napas k u
menderu. Tanpa memedulikan sosok tinggi kurus itu, aku meloncat ke
kasurku, men
menarik
arik si Puti
Putih,
h, men
mengg
ggen
endo
do ngny a eraterat, mel
melindu
indunn giny a dar i
kemungkii na
kemungk nann apa saja
saja.. ”Semua akan baik-ba
baik-baik
ik saja
saja,, Put,” bisi
bisikk
kk u lir ih
sambil terus memeluk kucing kesayanganku itu.

”Kamu? Ini menakjubkan, Gadis Kecil.” Sosok tinggi kurus masih


menatapku, suaranya kembali datar. ”Ini sama sekali di luar dugaan-ku.” 
dugaan-ku.”  

 Aku tidak menden gark an dengan baik soso


sosokk ting
tinggi
gi kurus itu. A k u
merapat ke din
dindi
ding
ng,, menatap cermin dengan gal
galak,
ak, jjemar
emarii tangan kana
kanannk u
mengacung ke cermin.

”Bagaim
”Bagaimana
ana kam
kamu
u mel
melakuk
akuk ann
annya
ya ?” ssos
osok
ok tin
tinggi
ggi kurus itu ber-ta ny a.
a.  

 Aku mengge
menggelen
len g, berusah
berusahaa mengen da
dalika
lika n napa
napas.
s. Aku sung
sungg
g uh tid ak
tahu bagaimana aku bisa menghilangkan monster kucing yang memiting si
Putih. Kejadiannya terlalu cepat. Aku panik. ”Aku tidak tahu,” aku
menggeleng sekali lagi. ”Pergi! Kamu pergi jauh-jauh dari sini!” Lima
 jemariku mengar
mengarah
ah ke cermin, menga
menganca
nca m.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 111
 111

 AMU tidak bisa menghi


menghilalang
ngkk an sesuatu y ang sejatin
sejatiny
y a sudah
tidak kasatmata, Nak.” Sosok tinggi kurus di dalam cer-min tertawa pelan. 
pelan. 

 Aku tidak mengert


mengertii kali
kalimat
mat ny
nya,
a, tapi itu tidak masalah
masalah,, karena aku ju
juga
ga
tidak
tidak pedu
peduli
li padan
padany
y a sekarang. Si Puti
Putih
h men
mengeo
geo ng pel
pelan
an di gen
gendong
dong a n k u ,
meringk
meri ngkuk
uk memasukk
memasukkanan kepalanya. Aku mas masih
ih bersandark
bersandarkanan dindi n g
kamar.

Sosok tinggi kurus itu bergumam. Tangannya terangkat sedikit


seperti menggapai udara. Lantas suara sesuatu, seperti gelembung air
pecah, terdengar pelan. Si Hitam, entah dari mana datangnya, sudah berada
di pangkuannya, dengan bentuk normal, menggeram panjang.

”Tetapi ini sungguh menarik. Pertunjukan yang hebat.” Sosok tinggi


kurus itu men
mengelus
gelus tengku
tengkuk
k si Hitam. ”Kamu berhasil men
meng-g- hila
hilann gk a n
kucingku. Kamu tahu, sejenak aku hampir khawatir, kucingku hilang
sungguhan.”  
sungguhan.”

”Kamu, siapa pun kamu, pergi dari kamarku!” Suaraku men-desis


galak,
galak, tidak p
peduli
eduli dengan tawa b
bergura
ergurauny
uny a.

”Kita ssedang
”Kita edang berlatih, N
Nak.
ak. Aku sedang m mela
elatt ihm
ihmu.
u. Bag
Bagai-
ai- m a n a
mungkin kamu mengusirku?” Sosok tinggi kurus itu meng-geleng. ”Soal
kucingmu tadi, aku minta maaf. Aku tahu itu sedikit berlebihan, tapi itu
terpaksa kulakukan. Kita tidak akan pernah tiba di level berikutnya kalau
tidak dipaksa.” 
dipaksa.” 

”Aku tidak peduli!” aku membentaknya, memotong. ”Kamu pergi dari


kamarku. Sekarang!”
Sekarang!”  

Hujan di luar semakin deras, boleh jadi Mama di bawah jatuh tertidur
sambil menonton televisi, sehingga tidak mendengar keributan di kamarku.
 Atau bol
boleh
eh jad
jadii Mama memang tidak bisa mendeng
mendengar
ar kejadian di da
dala
la m
kamar.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 112
 112

Sosok
Sosok ti
ting
nggi
gi kurus itu men
menata
ata pku la
lamatlam
matlam at, men
mengan
gan gg
gguk
uk tak
takzim
zim .
”Baiklah, Nak. Sepertinya kamu akan memilih meng-hilangkan cermin kalau
aku tid
tidak
ak segera pergi
pergi.. Kemungk inan itu akan membmembuat
uat ora
orang
ngtt u a m u
 bingu
 bingung
ng saat mereka masuk ke kamar ini.ini. Ki
Kita
ta bahkan belum tahu apa apak ka h
kamu bisa mengembalikan benda yang telah kamu hilangkan. Baiklah. Aku
akan pergi. Lagi pula latihan malam ini lebih dari cukup.” 
cukup.”  

 Aku tidak mau terttertip


ipu
u lagi dengan ekspresi wajah bersahab at y angan g
kembali menatapku dengan mata hitam memesonanya. Lima jemariku terus
 bersiaga.. Si Putih masi
 bersiaga masih
h meringk
meringkuk
uk dal
dalam
am pelukank u, tidak berani berge r ak .

”Sebelum aku pergi, kamu harus tahu. Kamu baru saja membuktikan
 bahwa rasa marah, pani
panik
k , cemas bisa diu
diubah
bah menjad
menjadii kekuata n besar. T ap
apii
itu bukan sumber motivasi yang baik. Kita tidak berharap kamu terdesak
oleh sesuatu baru berhasil mengeluarkan kekuatan itu, bukan? Semua akan
telanjur berantakan, bahkan sebelum kamu menyadarinya untuk marah.

”Nah, camkan baik-baik. Sumber kekuatan terbaik bagi manusia


adalah yang kalian sering sebut dengan tekad, kehendak. Jutaan tahun usia
Bumi. Ribuan tahun kehidupan tiba di dunia ini. Semua mencoba bertahan
hi
hidup.
dup. Kehendak besar mereka bah bahkan
kan leb
lebih
ih kuat diband
dibandingk
ingk an kekuat a n
itu send
sendiri.
iri. DDalam
alam kasusmu, di dibandin
bandin gka n keku
kekuatan
atan men
mengh
ghilan
ilang
g k a n,
kehendak y anang
g kokoh bi bisa
sa m
meng
engga
ga nda kan kekuatan y yan
angg kamu milik i
menjadi berkalikali lipat.

”Selamat berlatih kembali, Nak. K amu amu tetap belum berhasil


menghilangkan buku tebal, meskipun aku yakin itu akan mudah saja
sekarang.. Aku akan kembali besok malam, dan kamu akan si
sekarang siap
ap di lev
levee l
 berikutnya
 berikut nya.”
.” Soso
Sosok
k ting
tinggi
gi kurus itu terse
tersenyu
nyum,
m, meng-elu
meng-eluss kuci
kucing
ngny
nya,
a, hen
henda
da k
 berbisik..
 berbisik

”Kamu bawa pergi


pergi dia! Aku tidak
tidak in
ingin
gin melihat
melihatny
nya
a lagi di ruma
rumahh ini!”
aku segera berseru, teringat malam sebelumnya si Hitam menembus cermin.
Dengan kejadian
kejadian barus
barusan,
an, sedeti
sedetik
k pun aku tidtidak
ak akan menmengiz
gizii n k a n
makhluk mengerikan itu berkeliaran di rumah.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 113
 113

Sosok
Soso k ttin
inggi
ggi kurus itu tertawa, membuat suasuara
ra tawan
tawanya
ya menga
mengam m ba n g
di langit-langit kamarku. ”Kamu tidak akan pernah bisa mengusir sesuatu
 yang sejatinya sudah terusir dari dundunia
ia kali
kalian,
an, Nak. TeTetapi
tapi baikl
baiklah
ah,, ji
jika
ka it u
akan membuatmu lebih bersahabat setelah awal yang sulit ini.”  ini.” 

Sosok itu menunduk, berbisik pada kucingnya, ”Kamu mau


mengucapkan selamat tinggal?” 
tinggal?”  

Si Hitam meng
mengger
ger am
am.. K
Kepalany
epalanyaa teran
terangkat.
gkat. Matanya men
menata
ata p k u
tajam.

 Aku memutu
memutuskskan
an meli
melihat
hat pin
pingg
ggir
ir cermin, benci bertat
bertatapan
apan deng
de ngaan
kucing
kucing itu. Saat aku kembali menatap cermin, so
sosok
sok tin
tinggi
ggi kurus itu te lah
la h
hilang bersama kucingnya.

Kamarku lengang beberapa detik, menyisakan suara hujan deras.


Cermin besar mi milikku
likku kembali seperti cermin keban
kebanyak
yak an, tid
tidak
ak men
menger
ger ut ,
tidak gelap
gelap,, dan tidak beremb
berembun
un..

 Aku menghe
menghela la napa
napass panj
panjan
an g setelah memasti
memastika kan
n soso
sosok
k ting
tinggi
gi kur us
itu ben
benarbe
arbe nar tel
telah
ah pergi
pergi,, la
lantas
ntas men
mendon
don gak , men
menyeka
yeka pel
pelipis
ipis ya ng
 berkeringat
 berker ingat , mengem
mengempa pask
skan
an badan di atas kasur. Astaga, bertahun t ah ahun
un
merahas
merah as iaka n diriku
diriku bibisa
sa men
mengghila
hilang,
ng, aku tid
tidak
ak akan p pernah
ernah mengi
mengirr a
malam ini akan menjadi rumit sekali.

Siapa
Siapa seben
sebenarn
arnya
ya so
soso
sok
k aneh di cermin
cerminkk u? Ken
Kenapa
apa dia
dia mengirim
mengirim k a n
kucing untuk mematamataiku? Kenapa dia melatihku? Apakah dia jahat?
 Apakah dia bernia
berniatt baik? Apakah diadia te
teman
man seperti y ang dia bil
bilang
ang?? At au
sedang
sedang meni
menipu
pukk u? Aku sam
samaa sekal
sekalii tid
tidak
ak pu
punya
nya jjawaban
awaban atas p pertany
ertany aa n
 yang memen
memenuhuhii kepalak
kepalaku
u saat ini.
ini.

 Aku menata
menatap
p jam din
dindi
dinn g, sudah lewat pukul sepul
sepuluh
uh mal
malam.
am. Di luar
sana
sana b
belu
elum
m terdengar tand
tandata
ata n da mobil Papa mema
memasusuk
ki hhal
alam
aman.
an. Mung
Mungkk in
masalah di pabrik bbert
ertambah
ambah rumit.

 Aku mengem
mengembubusk
skan
an napa
napass kesek
kesekian
ian kali
kaliny
nya,
a, merapik
merapikanan ram bu
butt
panjan
panjangku
gku.. Si Putih a
akhi
khirny
rnya
a bergerak pel
pelan.
an. Di
Diaa kelua
keluarr dari dekapan k u ,
merangkak ke atas kasur. Kepalanya menyundul pahaku, bergelung,
menatapku dengan tatapan yang kusuka darinya selama ini.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 114
 114

”Kamu baik-baik saja, Put?”

Si Putih mengeon g sek


sekali
ali lagi
lagi..

Mama dan Papa benar. Tidak ada si Putih dan si Hitam. Sejak dulu,
sejak pertama kali kotak kardus itu tergeleta k di depan pin
pintu
tu rumah k am
ami,i,
hany
han y a si Putih yang ada di sana. Siap
Siapa
a y ang meletak k an kardus itu? A k u
menggeleng. Tidak ada ide sama sekali. Dan besok pagipagi, aku bahkan
tidak menduga, sesuatu yang lebih serius telah menungguku.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 115
 115

KU lagilagi tidak bisa tidur. Setelah mematikan lampu, menarik


selimut, aku berkalikali berusaha memejamkan mata. Tapi percuma, aku
hanya bisa melamun menatap remang langitlangit kamar.

Sesekali caha
cahaya
ya petir yang mel
melin
intt as i kis
kisikisi
ikisi jjend
endee la membuat ter ang
kamarku.. H
kamarku Hujan
ujan di lua
luarr masih deras. Aku beranjak duduk, memeluk lut ut ,
menatap si Putih yang sudah meringkuk tidur di sampingku.

 Aku menatap cermin kamarkukamarku.. Beso


Besok
k lus
lusa
a seperti
sepertinya
nya aku bibisa
sa
menutup cermin ini dengan kain atau koran biar tidak mengganggu. Aku
mengembu
mengem busk
skan
an nap
napas.
as. Itu jel
jelas
as bukan iide
de y ang baik. Soso
Sosok
k tinggi kurus it u
tidak bisa diusir bahkan dengan memecahkan cerminnya. Mama akan
 bingu
 bingung
ng melihat cerminku dibungk
dibungkus
us sesuatu.

Papa belum kunjung pulang hingga tengah malam, pukul sebelas


lewat. Mama mu
mungki
ngki n sud
sudah
ah tertidur pul
pulas
as di sofa
sofa,, men
menun
ungg
gg u, sepert
sepertii y ang
an g
Mama lakukan selama enam belas tahun sejak mereka menikah.

 Aku mengua p kesek


kesekian
ian kali
kalinya
nya,, kembali menarik selim
selimut
ut ,
melemaskan
melemaska n badan, menu
menutt up mata. D Dii bena
benakku
kku mal
malahah mun
muncu
cull de nga n
 jelas
 jelas kejadian saat si Putih diterka
diterkam
m si Hitam. Aku mengelu
mengeluh,
h, memb u k a
mata. Apa susahnya memaksa benakku berhenti memikirkan hal itu. Apa
susahnya menyuruh pikiranku berhenti memikirkan halhal yang tidak
ingin kupikirkan. Tidak sekarang, aku ingin tidur.

Satu jam lagi berlalu, aku menyerah. Bahkan orang dewasa paling
mampu mengurus masalah pun tidak bisa mengontrol pikiranpikiran di
kepalany a. Aku duduk kembali di atas kasur, me
menatap
natap nonove
vell di atas kur
kursi
si,,
 berpikir. Apakah aku bisa menghi
menghila
lang
ngkk anny
an nya?
a? Ragur
Ragurag
aguu ak u
mengacungkan jemari.

Hei, no
nove
vell itu bahkan sudah hilang
hilang sebelum aku selesai konkon sentr a s i .
 Aku menelan luludah
dah.. Hilan
ilan g begitu saja
saja?? Mudah sekali
sekali?? Bukank
Bukankah
ah bebe
beberr ap a
hari terakhir aku sudah bersusah payah, tetapi tidak

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 116
 116

 berhasil? Aku berings


beringsut
ut di atas kasur, memeriks a kursi. T idaidak
k ada sa ma
sekali novelnya. Aduh, aku menggaruk kepala yang tidak gatal, menyesal.
Padahall aku belum selesai memba ca
Padaha cany
nya.
a. Ke mana nonove
vell itu pergi? AAk
ku
menatap cermin siapa
siapa tahu seperti si Hitam yyang
ang muncul di dal
dalam
am cer
cermi
mi n .
Tidak ada y ang berbeda di dal
dalam
am cermin, hanhany
y a ada wajahku yang bi bing
nguung.

Tapi apa
apakah
kah memang semud
semudahah itu men
menghi
ghilan
langka
gka n novel? Atau hany a
kebetulan?
kebetulan? Seperti saat aku ppan
anik
ik berusaha menmenghil
ghilan
an gka n kuci
kucing
ng hita
hitam
m?
 Aku ragur
raguragu
agu menatap kursi belaj
belajar
arkk u. Jemarik
Jemariku u teracung
teracung.. Bai
Baikla
klah,
h, ak an
kucoba sekali lagi. Hilanglah!

Kursi belajarku lenyap dari kamar! Astaga. Aku hampir jatuh dari
tempat tidur karena kaget. Kursi itu benarbenar lenyap. Harus kuakui ini
mulai keren.

 Aku turun dari kasur, memeriks a lan


lanta
tai.
i. Tanganku menyiba
menyibak
k nyib
ny ibak
ak
udara kosong,
kosong , tidak ada kursi belajark
belajarkuu di sana.

 Aku menelan lud ludah.


ah. Bagaim
Bagaiman anaa kalau besok Mama bertany
bertanya
a ke ma na
kursi bel
belaj
ajark
ark u? Aku menmenepu
epuk k dah
dahii pel
pelan
an.. Ken
Kenapa
apa aku tid
tidak
ak memi
memikk irk
irkaa n ny a
tadii seb
tad sebel
elum
um men
mencoba
coba men
menghilan
ghilangkanny
gkanny a? T idadakk mu
munngkin aku men
mengar
gar a n g
cerita kursi itu hilang
hilang sendi
sendirr i, seperti bol
bolpo
poin
in atau bbuku
uku yang terselip. At au
aku bisa mengembalikan kursi itu? Bukankah sosok tinggi kurus itu bilang
 begitu? Mengem
Mengemb b al
alik
ikan
an sesuatu yang hilang?
hilang?

Sisa malam kuhabiskan dengan mencoba mengembalikan kursi


 belajar
 belajarkk u. Setengah jam berlal
berlalu,
u, tidak ada kemaju an. an . Aku gemas sendir i ,
 berkonse ntr asi
asi,, tapi tetap tidak berhasi
berhasil.l. Aku mengusa p waja
wajah,
h, mungk i n
 bendany a terlalu besar. Ji Jika
ka lebi
lebih
h kecil
kecil,, mun
mungk
gk in lebi
lebih
h mudah?

 Aku berganti mencoba mengem ba lika n no novevelku,


lku, tapi lima
lima belas me nit
 berlalu tet tetap
ap tidak ada kemaju
kemajuan
an.. Mung
Mungk k in nonov
v el masih terlalu bes besar
ar .
Baiklah.
Ba iklah. Akan kucokucoba
ba gunting, yang leb
lebih
ih keci
kecil.
l. Aku men mengem
gembubuska
ska n na
napa
pass
sebal, limlimaa menit, gunting
guntingny
nya
a tet
tetap
ap tidak kembali. Juga flash di disk
sk ak u
lagi
lagila
la gi men
menyesa
yesal,
l, kena
kenapa
pa aku iseng
iseng,, semba
sembarr ang
angan
an sajsaja
a memilih be nda
 yang harus dihila
dihilangk
ngkan
an.. Di dal
dalamny
amny a kan banyak file file

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 117
 117

lagulagu yang kusuka. Klip buku, tutup bolpoin, jarum pentul, peniti,
 banyak sekali benda yang sudah kulenkulenya
ya pk
pkan
an setengah jam kemud i a n ,
semakin lama semakin kecil, tapi tidak ada satu pun yang berhasil kembali,
termasuk kancing salah satu kemejaku yang sangat kecil.

 Aku mengusa p wajah y ang berker


berkeringat
ingat . Meski udara din
dingi
ginn dan di lu
luar
ar
gerimis,
gerimis, kon
konsentr
sentras
as i terusme
terusmener
nerusus m
membuatk
embuatk u berkeringat. Si Puti
Putih
h tidu
tidurr
melingkar, nyenyak, tidak tahu pemiliknya sibuk menghilangkan
 bendabee nd
 bendab ndaa kecil di sekitarnya .

Baiklah. Aku menyerah. Sebaiknya aku kembali tidur. Sudah terlalu


 banyak yang kuhi
kuhila
lann gkan
gk an mal
malam
am ini.
ini. Apala
Apalagi
gi kursi belajar itu. Lihat s aj
ajaa
 besok. Semog
Semogaa Mama tidak masuk kamarku dan menanya
menanyak k an ke man
manaa kur si
itu.

***

Pagi kembali datang.

”Pagi ini
ini Mama antar kamu ke sekolah, y a. Nai
Naik
k moto
motorr .” Ma ma
langsung menyambutku di meja makan dengan kalimat itu, sambil sibuk
mengangkat masakan dari wajan.

 Aku menata
menatapp Mama, tidak mengert
mengerti.
i. Aku sudah rapi dengan ser
serag
aga
am
sekolah.

”Papa baru pulang tadi jam lima subuh. Sekarang masih tidur, tidur, jadi
tidak bisa mengantarmu,” Mama menjelaskan. Wajah Mama terlihat letih
mungki
mun gki n ssemal
emalamam terus men
menung
unggu
gu Papa. ”Itu pun haru
haruss segera berangk at
lagi nanti jam sembilan. Pekerjaan di kantor Papa sedang
 banyak-ban
 banyak- bany y ak ny
nya.”
a.”  

Tadi malam aku juga baru tidur jam dua. Aku tahu Papa belum pulang
hingga jam tersebut. Meski Mama tidak mau bercerita masalah di kantor,
aku tahu, sepertiny
sepertinya
a masal
masalah
ah mesi
mesin
n penc
pencac
acah
ah yang rusak itu mamasi
si h
panjang.

”Ra nai
naik
k an
angkuta
gkutann umum saj
saja,
a, Ma. Kal
Kalau
au di
diantar
antar , na
nanti
nti me-r
me-repot
epot k a n
Mama.”
Mama.” Aku menggeleng, menarik bangku, 
bangku,  duduk.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 118
 118

”Tidak repot lho, Ra. Kan Mama bisa ngebut. Paling juga bolak-balik
hanya setengah jam.” Mama mengedipkan mata, men-coba bergurau. 
bergurau. 

”Tidak usah, Ma. Kan Mama banyak pekerjaan di rumah. Lagian, siapa
tahu Papa bangun lebih cepat, nanti teriakteriak cari dasi dan kaus kaki.
Mama kan tahu, Papa itu kalau kecapekan suka error, bahkan dasi yang
sudah dipasang saja masih dia cari.” Aku nyengir.
nyengir.

Mama tertawa kecil. ”Kamu selalu bisa menghibur orangtua, Ra. Ya


sudah, kamu naik angkutan umum. Ayo, Mama temani kamu sarapan.” 
sarapan.” 

Lima belas menit ke depan aku dan Mama menghabiskan nasi


goreng.

”Oh iiya,
ya, Ma, nnanti
anti sore Ra ada pperte
ertemua
muan
n Klu
Klub
b Menulis, jadi pulang
agak sore.
sore. Bol
Bolee h kan, ya?” Aku teringat sesuatu.
sesuatu.  

Mama mengangguk. ”Iya.   Nanti


”Iya. Mama siapkan bekal mak
makan
an
siangnya.”  
siangnya.”

”Oh iy
iy a lagi
lagi,, Ma, kamar Ra sudah diberesk a n tadi. Jadi tidak per
perlu
lu
Mama bersihkan lagi.” Aku berusaha berkata senormal mungkin. 
mungkin. 

”Iya,” Mama menjawab pendek. 


pendek. 

 Aku bersorak dal


dalam
am hati. Mama tidak curi
curiga
ga dengan kali
kalimat
matk
k u
 barusan. Setidakny a pagi ini
ini Mama tidak akan masuk kamark
kamarku.
u.

”Sebenar nya
”Sebenarny a Papa di kantor ada pekerjaan apa sih
sih,, Ma?” Aku basa-
 basi, masih berusaha menutup i jej
 basi, jejak
ak soal memeriks a ka
kamar.
mar.

Mama diam sebentar, menelan makanan di mulut. ”Entahlah, Ra. 


Ra. 
Sepertinya pekerjaan besar.” 
besar.”  

 Aku mengang
menganggu
guk
kan
an gg uk sok paham.

Mama menghela
menghela napas. ”Kasihan Papa, masa baru pulang jam lima
pagi. Ini rekor.” 
rekor.” 

”Bukan nya
”Bukanny a rek
rekorn
orny
ya y
yang
ang dul
dulu,
u, Ma? Papa n
nggak
ggak pula
pulang
ng,, ma-lah ke
Singapura?” Aku tertawa. 
tertawa. 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
TereLiye “Bumi” 119
 119

”Itu sih beda, Ra. Papa memang bilang nggak akan pulang. Tiba-tiba
harus dinas ke luar kota.” Mama menggeleng. 
menggeleng. 

 Aku lagi
lagila
lagi
gi mengang
menganggu
guk.
k.

”Asy ik kali ya, Ra, kalau tiba-t


”Asyik tiba-tiba
iba pekerjaa n Papa di kantor itu bis a
dihilangkan begitu saja. Wush, hilang. Papa jadi tidak perlu lagi bekerja
habis-habisan.” Mama menatap piring nasi goreng di hadapannya.
hadapannya.

 Aku hamp
hampir
ir terse
tersedak,
dak, burubur u mi
minum
num .

”Nggak mungkinlah, Ma.” Aku pura-pura tertawa.

Mama ikut tertawa. ”Iya, kan kali-kali saja bisa.” 


bisa.”  

Kami berdua tertawa. Aku lamatlamat memperhatikan wajah letih


Mama yang segar sejenak karena tawa. Kalau saja Mama tahu anak
remajany
remajany a sem
semal
alam
am telah men
menghi
ghilan
langka
gka n b
bang
angk
k u belaj
belajar,
ar, mun
mungk
gk in M
Mam
ama
a
sekarang sudah berteriakteriak panik dengan wajah pucat.

***

Pagi hari di sekolah.

”Pagi, Ra.” Seli mengagetkanku saat turun dari angkot. ”Kamu naik
angkot? Papamu ke mana?” 
mana?” 

”Masih tidu
”Masih tidur,”
r,” aku men
menjawajawabb pendek, men
menerim
erim a uang kem
kembali-
bali- a n ,
melott ot ke sop
melo sopir
ir y
yang
ang kalau dildilihat
ihat dari ggelagatny
elagatny a belum mandi pagi. Das
Dasa ar
sopir
sopir anangkot
gkot peli
pelit,
t, biasanya juga kalau anak sekolah tarifn tarifny
y a separuh. AAkku
mengalah.
mengala h. Sal
Salahk
ahk u jjuga
uga sih
sih,, se
seharusny
harusny a tadi pakai uan
uangg pas.

”Papaku lagi sibuk di kantor. Semalam pulang larut sekali, jadi-nya


aku berangkat sendiri,” aku menjawab pertanyaan 
pertanyaan   Seli lebih baik.

Seli beroh sebentar.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 120
 120

Hari ini sekolah berjalan lancar. Tepatnya mungkin karena aku sedang
memikirkan banyak hal, jadinya mengabaikan Ali yang bertengkar dengan
kakakkaka
kakak kakakk kelas dua belas di kantin saat isti
istirahat
rahat pertama
pertama.. Aku mena
menatt a p
kosong papan tulis yang penuh rumus kimia. Atau mengabaikan Seli, di
pelajaran terakhir, yang terus menatap Mr. Theo dengan ekspresi
terpesona, padahal ulangan bahasa Inggris sudah dibagikan dan nilai di atas
kertas
kert as jawab
jawaban
an Seli jel
jelek
ek sekali. Seli tetap bahagia dengan keny
kenyataan
ataan ap a
pun.

Lonceng pulang bernyanyi.

”Aku memutuskan 
memutuskan  ikut Klub Menulis lho
lho,, Ra.” Seli 
Seli  membereskan
 buku.
 buku.  

”Oh ya?
ya?”” aku berseru senang. IItu
tu kabar yyang
ang bagus sekali
sekali.. Sejak ka mi
masuk sekolah ini, satu kelas, satu meja sejak perkenalan pertama, aku
sudah membujuk Seli agar ikut ekskul Klub Menulis. Tapi Seli selalu
menolak,, bil
menolak bilang
ang klub itu tidak seru, han
hanyy a un
untuk
tuk anakanak suka buku saja
saja..
Dia bakal bosan.

”Sejak kapan kamu berubah pikiran, Sel?” aku menyelidik.

”Barusan.” Seli tersipu malu. 


malu. 

”Barusan?” Aku tidak mengerti. 


mengerti. 

”Kamu tidak memperhatikan pelajaran Mr. Theo tadi ya,  ya,  Ra?
Kebanyak
Kebanya k an ngelam un sih.
sih.”” Sel
Selii nyengir lebar. ”T
”Tadi
adi Mr. Theo bil
bilan
angg mu
mula
la i
hari ini dia akan jadi pembina di Klub Menulis. Kalau ada murid yang
tertarik, bisa ikut bergabung di pertemuan siang ini ini setelah pulang sekolah.” 
sekolah.”  

 Aku melongo
melongo.. Y a ampu
ampun!
n!

”Kamu  tidak senang


”Kamu  mendengarnya, Ra?”   Seli
Ra?” protes melihat
ekspresi wajah begoku.

 Aku tert
tertawa,
awa, buru-bur u mengge
menggelen
len g. ”Aku senang kok, Sel.”
Sel.”  

Pertemuan Klub Menulis hari ini agak mendadak, setelah beberapa


hari lalu
lalu dib
dibata
atalka
lkan
n . Guru pembin
pembinany
any a mutasi k
kee se
sekol
kolah
ah lain.
lain. H
Hari
ari ini

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 121
 121

ditunjuk penggant iny a y yang


ang baru. Aku ju juga
ga baru tahu bahwa Mr. T heo ya ng
 jadii penggan
 jad penggantt iny a. Seli benar, aku sejak tadi han hanyy a melam u n
memperhat
mem perhat ikan pen
penghapusk
ghapusk u, bah
bahkan
kan n nyaris
yaris tergo
tergodada men
menghilang
ghilang ka nny a .
Ini kabar bai
baik,
k, karena setid
setidak
aknya
nya bukan Mi Miss
ss KKeriting
eriting y ang jjadi
adi pemb i n a
 baru. Mr. T heo guru bahasa, jad jadii masi
masih
h berkaita
berkaitann dengan KluKlub
b Menulis.

Seli memasang tasnya di punggung, bertanya riang, ”Sambil


menunggu pertemuan Klub Mr. Theo, eh Klub Menulis, kita bagusnya makan
siang di mana ya?” 
ya?” 

 Aku menggele ng
ng,, menunju
menunjukk
kk an kotak bekal di dal
dalam
am tas.

”Aku tidak membawa bekal, Ra.” Seli cemberut. ”Kamu sih enak sudah
persiapan
persiapan . Aku kan baru saj
saja
a memu
memutt usk an untuk iku
ikut.
t. Kal
Kalau
au pul
pulang
ang du
dulu,
lu,
nanti terlambat.”
terlambat.”  

 Aku tert
tertawa,
awa, siap
siapa
a suruh pul
pula
a dia mendad
mendadak
ak ikut. ”Bagaim
”Bagaiman
ana
a k alau
al au
aku bagi bekalku untukmu?”
untukmu?”  

”Mana cukup.” Seli menatap kotak bekalku, menggeleng. ”Kita makan 


makan 
di kantin, y uk! Kamu bawa saja bekaln
bekalny
y a, Ra. T emani aku.”
aku.”  

Kelas sudah sepi


sepi.. Lo
Lorong
rong depan kelas jjuga
uga len
lengan
gan g. Murid
Muridmm ur i d
sudah bergerak serempak menuju gerbang sekolah.

Demi menatap wajah memelas Seli— Seli— ya n g mul


mulai
ai mengelu
mengeluhh bila
bilan
ng
perutnya lapar—
lapar—kami akhirnya beranjak menuju kantin di belakang sekolah.
Kami menuruni anak tangga, melewati deretan kelas dua belas, belok ke
 belakang,, melewat i gardu listrik.
 belakang listrik. Aku memper
memperhat
hat ikan
ik an sekil
sekilas,
as, perbaika
perbaikann di
gardu listrik sepertinya sudah dimulai. Ada beberapa petugas berseragam
oranye
oranye yang sibu
sibuk
k beker
bekerja.
ja.

Sekolah semakin sepi, tidak terliha


terlihatt siap
siapas
as iapa
ia pa di bel
belak
akan
ang g sekola h .
Kami terus melangk ah ke kantin. Waj Wajah
ah Seli lan langsu
gsung
ng tter
erli
lipat
pat ke
kece
ce w a
melihat
melihat kantin yang kosokosong
ng.. Bia
Biasany
sany a meski sudah pulang, tetap ad ada a
pedagang kantin yang buka, karena masih ada guruguru atau murid yang
pulang
pulang sore. Tapi ini
ini ko
kosong
song me
melomp
lomp o ng
ng.. Ada plaplang
ng besar d dii depan
depannny a :
”Libur Sehari. Per-baik-an Gardu Listrik”. Aku baru ingat kalimat mamang
 bakso beberap
beberapa
a hari lalu,
lalu, kantin dil
dilibur
iburkk an saat perbaika
perbaikann gardu. A k u
menoleh, memperhatikan petugas PLN yang sibuk.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 122
 122

Sekolah kami memang dekat dengan gardu listrik. Dulu katanya gardu
listriknya mau dipindahkan karena penduduk sekitar sudah protes. Tapi
hingga sekarang tidak pindah juga.

”Kita makan di resto fast food dekat sekolah saja ya, Ra?” Seli balik
kanan, mengembuskan napas sebal.

”Kamu punya uang


uangny
nya,
a, Sel?” aku bertany
bertanyaa balik.
balik.  

Seli menggelang. ”Tidak. Tapi kan nggak ada pilihan lain.”

”Mau kupinjami uang?” 


uang?” 

”Nggak usah, Ra. Mungkin kalau beli y ang paket hema


hematt ada uan
uangn
gnyy a .”
.”  

 Aku nyengir
nyengir,, ikut melangka
melangkahh di belakang Seli
Seli.. Nasi
Nasib
b jad
jadii murid kela
ke lass
sepuluh seperti kami ini uang saku serba terbatas. Aku bahkan dibawakan
 bekal oleh
oleh Mama, agar berhemat .

”Tapi nanti pas pulang kamu yang traktir bayar angkot, ya.” Seli
menoleh.

 Aku tert
tertawa,
awa, mengan
mengangg
gguk
uk.. Siap
Siap..

T api terny
ternyata
ata urusan ma
makan
kan siang
siang ini jad
jadii panjang se
sekali
kali,, juga urus
ur us a n
Klub Menulis, apalag
Klub apalagii rencana Mama yang mau a ada
da arisan di rumah d dan
an
Papa yang masih sibuk dengan masalah mesin pencacah di pabriknya.

Siang itu, seluruh cerita berbelok tajam.

Saat kami melewati kembali lorong di belakang sekolah, asyik


mengobr ol ttentang
entang K
Klub
lub Menulis, sala
salah
h satu petugas P
PLN
LN ber
berteriak
teriak panik ,
”Awas!”  
”Awas!”

 Aku dan Seli refleks menoleh. Belum genap mengert


mengertii apa yang seda
se da n g
terjadi, terdengar suara meletup dari gardu listrik. Beberapa petugas lain
 berlarian menghin dar , berte
berteriak
riak lebi
lebih
h pani
panik
k . ”Awas! Menghi
Menghind
ndar
ar!”
!”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 123
 123

Sepersekian detik setelah teriakan itu, salah satu trafo menyusul


meledak, kali ini lebih kencang dibandingkan letupan pertama. Suara
dentumannya terdengar memekakkan telinga, kemungkinan hingga dua
tiga kilometer. Tanah yang kami injak terasa bergetar. Itu ledakan yang
 besar sekali hingg
hinggaa meron
merontt ok
okkk an sala
salah
h satu tian
tiang
g listrik
listrik di trafo.

Tiang listrik setinggi pohon kelapa itu berderak roboh. Arahnya justru
persis menuju kami berdua yang menatap kejadian dengan wajah bingung.
Delapan
elap an kabeln
kabelnyy a y ang panjang ter
tercerabut
cerabut putus dari tian
tiang
g lain,
lain, berg
bergee r ak
liar bagai tentakel gurita. Kabelkabel dengan muatan listrik itu lebih dulu
menyamb ar ke arah kami sebelum tian
tiangny
gnyaa datang. Percikan a api
pi di
mana
man a ma
mana
na,, seper
sepertiti ada petir kecil meramb at di kabel kabel itu itu..
Mengerikan.

 Aku berte
berteriak
riak pani
panik,
k, berusaha lari
lari..

Seli mematung mendongak.

”Lari, Seli!” Aku berusaha menarik lengan Seli. 


Seli. 

Delapan kabel itu bergerak lebih cepat. Seperti delapan tangan


panjang yang siap menyengat.

”Lari, Seli!” aku menjerit, menarik   Seli yang mendongak, mematung.

Terlambat. Kami hanya bisa lari pontangpanting tiga langkah saat


dua kabel pertama siap menghantam, menyengat dengan tegangan tinggi.
 Aku bahkan terjatu
terjatuh,
h, pegangan tangank
tangankuu di len
lengan
gan Seli terlepas. A k u
menatap pasrah dua kabel iitu
tu datang. Y a Tuhan! Apa y ang akan terjadi saa t
kabel itu menyent
menyentuh
uh kami?

Sepersekian detik sebelum dua kabel itu sampai, Seli justru


mengan
men gan gkat tang
tangannya
annya . D
Dia
ia mema
memasa
sa n g ba
badannya
dannya persis d
dii had
hadap
apaank u,
melindungiku.

 Aku menj
menjer
erit
it pan
panik.
ik. Apa yang dil
dilak
akuka
uka n Seli
Seli??

 Astaga! Seli jus


justru
tru menangk ap dua kabel itu. Bagai hal halilint
ilint ar
ar,, alir a n
li
listrik
strik merambat di tangtangan
an kiri Sel
Seli,
i, mel
meletup
etuplet
letup
up.. T api ja
jang
ngank
ank an men
menjeje r it
kesakitan,
kesakita n, wajah Sel
Selii mengerny it pun tidak. Dia melempar
melempark k an dua kabel it u
ke sam
samping
ping , men
menghant
ghant am tem
tembobok
k sekol
sekolah
ah,, membuat

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 124
 124

percikan api besar. Dindin g sekolah hangus terbakar, hihitam


tam hi
hingg
nggaa ra
radiu
diu s
dua meter. EEnam
nam kabel llain
ain segera menyus
menyusul
ul.. Seli gesit menepis tiga di
antaranya
antarany a ke samping , se
sementara
mentara tiga yang lain
lain ti
tidak
dak bi
bisa
sa di
dia
a hi
hind
ndar
ar i ,
menghantam telak dada, perut, dan pahanya.

 Aku gemetar menyaks


menyaksikik an tubuh Seli dib
dibalut
alut listrik
listrik.. Percika n ap i
membungkus badannya. Letupan cahaya merambat hingga leher, kepala,
rambut. Sedetik berlalu, Seli menghantamkan tangannya ke tanah, seluruh
ali
alira
rann llistrik
istrik iitu
tu menga
mengalir
lir melew
melewat
atii tan
tangan
ganny
nya,
a, masuk ke dalam
dalam ta na
nah,
h,
kemudian hilang tak bersisa.

Napasku tersengal. Apa yang sedang kulihat?

Tapi masalahnya jauh dari selesai. Sebuah tiang listrik raksasa


 berderak kencang dari atas kami. T ida
idak
k ada aliran
aliran listrik
listrikny
nya,
a, tapi itu lebi
le bih
h
dari cukup untuk menghancurkan atap dan tembok bangunan sekolah
apalagi kami yang ringkih berada di bawahnya.

Demi menatap tiang besar itu, Seli lompat, bergegas, tiga kabel yang
melilit tubuhnya luruh ke bawah. Dia menyambar lenganku. Kali ini dia yang
 berseru pan
panik,
ik, ”Lari, Ra!”
Ra!”  

 Aku masi
masih
h terduduk
terduduk,, mendong
mendongak
ak.. Kakiku masi
masih
h geme t ar
menyaksikan Seli dibalut aliran listrik.

Lagi pul
pula
a ti
tidak
dak akan cukup waktuny a. T ian iang
g llistrik
istrik y ang ter buat da r i
 beton itu sudah dekat sekali
sekali.. Ujung
Ujungny
nya
a sudah mengha nt am atap bangu n a n
sekolah,
sekolah, bergemu
bergemurr u h. Genteng berjberjatuh
atuh an. Sikusiku
Sikusiku kayu dan plafo n
patah, menyusul dinding sekolah berguguran, dan tiang besar itu terus
meluncur ke bawah, tidak kuasa ditah ditahan
an banguna
bangunan n sekolah y ang robek.

 Aku gemetar menatap


menatapny
nya.
a. Apa yang harus kulakuka
kulakukan?
n?

”Lari, Ra!” Seli berusaha menyeretku, yang tetap mematung. 


mematung. 

Tiang li
Tiang listrik
strik besar itu sema
semakin
kin dek
dekat,
at, bo
bong
ngk
k ah
ahan
an dinding
dinding bergugu
bergugurr a n
di sekitar kami. Seli pan
panik
ik mengan
mengangk
gkat
at tanganny a, melindu
melindung
ngii kepala. Dia
 berusaha memeluk
memelukk k u. Satu
Satudua
dua bon
bongk
gkah
ahan
an din
dindi
ding
ng berukura
berukuran n ke cil
mengenai tubuhku, terasa sakit.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 125
 125

 Apa yang harus kulakuk an


an?? Napasku semakin terse
tersengal.
ngal.

Kami tidak akan bisa melarik a n diri dari tiang listr


listrik
ik ini
ini.. T ingga
inggall du a
meter lagi tiang listrik besar itu menghantam kepala kami, tidak akan cukup
 waktunya .

Tanganku gemetar. Aku tidak tahu apa yang menuntunku, lima


 jemariku kalap teracung ke atas, dan aku menj
menjer
erit
it kencang. ”Hi
”Hila
lang
ngla
lah!
h!”” 

Seluruh tiang
tiang itu len
leny
y ap seketika.

 Aku segera meringk uk di sebelah Seli yang jatuh terduduk


terduduk.. Ka mi
 berpeluk an.
an . Meskipu
Meskipunn tian
tiangny
gnya
a sudah hilang,
hilang, pecahan genteng dan temb
te mb ok
 yang telanjur terhant
terhantam
am tian
tiang
g berjatuh
berjatuhan
an di sekitar kami, seperti huj
hujan
an bat u.
Kepulan debu memenuhi belakang sekolah.

 Aku dan Seli terbat


terbatuk,
uk, menutu
menutupp wajah. Seragam kami kotor. WaWajaja h
kami cemong. Kotak bekalku terbanting. Isinya tumpah berserakan.
Setengah menit
menit berlal
berlalu,
u, debu masi
masih
h berhamb ur
uran
an ti
tinggi
nggi menutup i sekit ar ,
hingga hujan batu dari reruntuhan dinding sekolah reda.

”Astaga! Apa..
Apa.... apa yang tela
telah
h ka
kamu
mu lakukan,
lakukan, Ra?” Sel
Selii me-natap- k u ,
matanya membulat , melepas pelukan.

 Apalagi aku, bali


balik
k menatap nya dengan tatapan lebi
lebih
h tidak menger t i .
”Apa... apa yang telah kamu lakukan tadi, Seli?” 
Seli?”  

”Kamu bisa
bisa men
menghilan
ghilan gka n tian
tiang
g li
listrik,
strik, Ra.
Ra.”” S
Seli
eli memeg a n g
lenganku.

”Kamu juga tadi,” aku menelan ludah, ”kamu tadi menangkap kabel
listrik, Seli.” 
Seli.” 

T angan
angan kam
kamii masih g gemetar.
emetar. Kaki kami masi
masihh su
susah
sah disur
disuruh uh berd
berdir
irii .
Kejadian itu cepat sekali
sekali.. Di sekitar kami hiruk
hirukpik
pik uk tterdengar
erdengar , llebih
ebih ra ma i .
Petugas berseragam oranye panik berlarian. Beberapa mengaduh kesakitan,
 berteriak
 berte riak mi
minta
nta tol
tolong.
ong. Ke
Kebakara
bakarann besar menyamb ar sisa gardu. A pi
menjulang tinggi, asap hitam mengepul.

 Aku dan Seli masi


masih
h sali
saling
ng memegan g len
lengan
gan,, mencob
mencobaa mence r n a
kejadian barusan.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 126
 126

”Kalau aku jadi kalian, aku akan segera pergi meninggalkan lo-kasi
ini.”  Suara khas itu terdengar dari lorong belakang sekolah.
ini.” 

 Aku dan Seli menole


menoleh.
h. Soso
Sosok
k itu melangka
melangkahh mendekat .

 Ali muncu
muncull dari bali
balik
k debu beter
beterbanga
banga n, berdiri di dekat k am
ami,
i,
menatap serius.

”Segera tinggalk
tinggalkan
an tempat iinini,, Ra, Sel
Seli.
i.”” Al
Alii men
mengulur
gulurkk an ta-nga
ta-ngan- n- ,
menawar
men awar k an ban
bantuan
tuan . ”H
”Han
anya
ya butuh d dua
ua men
menitit oorang
rang-- oran
orangg akan berge ga s
datang, ingin
ingin tahu a apa
pa y ang telah terjadi. Se
Seluruh
luruh sekolah ini ini akan dip
dipee n u h i
penduduk hingga radius dua kilometer yang mendengar ledakan. Juga
hanya butuh dua belas menit, puluhan mobil pemadam kebaratan tiba dari
pool terdekat. Kalian tidak ingin ditemukan dalam situasi seperti ini,
 bukan? Karena jel jelas
as sekali tidak mudah menjmenjee lask
la skan
an ke mana tian
tiang g list
list r ik
 besar itu lenlenyap
yap .” Ali menatap
menatapk k u, kemudi
kemudian an pindah
pindah ke Seli
Seli.. ”J
”Jug
uga a
menjelask
men jelask an baga
bagaima
imanana sel
seluruh
uruh ali
aliran
ran lilistrik
strik satu gardu sep seperti
erti didise
se d ot
Bumi.”  
Bumi.”

 Aku dan Seli sal


saling
ing tatap. Waj
Wajah
ah kami kotor berdebu
berdebu,, me
menyisak
nyisak an
mata.

”Ay o, Ra! Seli


”Ayo, Seli!! Suda
Sudah
h empat pul
puluh
uh detik si
sia-sia,
a-sia, di ujung sana susuda
da h
terdengar penpenduduk
duduk yang men mendekat
dekat . Ju
Juga
ga dari ruan
ruang
g guru, ssetid
etidak
ak ny a
menurut perhitunganku, ada lima guru yang akan kemari. Kalian bergegas!”
 Ali berseru tegas.

 Aku menelan lud


ludah.
ah. Meski aku masih bin
bingu
gung
ng kenapa Ali ada di
hadapan kami, juga jelas aku tidak mudah percaya dengan si biang kerok ini,
tapi kalimatnya masuk akal. Kami tidak mau ditemukan dalam situasi seperti
ini. Akan ada banyak sekali pertanyaan.

 Aku terbat
terbatuk,
uk, meraih tangan Ali
Ali,, beranjak berdiri. Seli jug
juga
a ikut
iku t
 berdiri, memegan g tangank u, sambil menepis ujuujung
ng pakaian y ang kot or .
Nantinanti bisa dibicarakan soal kejadian ini. Kami harus segera
menyingkir.

”Kalian bisa jalan sendiri?” Ali memastikan.

 Aku dan Seli mengan


mengangg
gg uk
uk..

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 127
 127

 Ali sudah berjalan gesit di depan. Dia masih sempat me menya
nyamm b ar
kotak bekal dan tas kami y ang terjatu
terjatuh.
h. ”Tidak ad
ada
a y ang bol
boleh
eh menem
menemu ukan
 barangbar
 barang bar ang
an g kali
kalian
an yang bisa me-nimbulkan pertanyaan,” Ali menjelaskan
cepat. ”Ikuti aku! Aku tahu tempat menghindar sementara.” 
sementara.” 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 128
 128

LI memimpin kami ke aula sekolah. Dia gesit mendorong pintu


aula,
aula, dan segera menut
menutup
up ny
nyaa saat kami sudah di dal
dalam.
am. Itu pil
piliha
iha n y an
angg
paling masuk akal. Dalam kondisi masih kaget, kaki gemetar, kami tidak bisa
menghindar jauh. Dari arah depan sudah terdengar derap kaki guru
mendekat, berseru dan bertanya satu sama lain apa yang terjadi.
Rombongan itu persis melintas saat pintu aula ditutup rapat.

”Kalian tidak apa-apa?” Ali bertanya. 


bertanya. 

 Aku dan Seli mengge


menggele
leng
ng.. Aku han
hany y a lec
lecet
et di len
lengan
gan karena terj
terjat
at u h
duduk saat hendak menghi
menghind
ndar
arii kabel listrik
listrik.. Seli sama sekali ti
tidak
dak terl
terluk
uk a.

”Ini hal gila yang pernah kusaksikan.” Ali membuka tas ransel
mili
milik
k ny
nya,
a, men
mengelu
geluarka
arka n bo
botol
tol ai
airr mi
minum,
num, men
menyer
yerahk
ahkan
an nya pada
padaku.
ku. ” Ka
Kamu
mu
mau minum, Ra?”Ra?”  

 Aku menatap sekilas wajah Ali y ang biasanya selam


selama
a ini
ini terl
terliha
iha t
menyeba
men yebalk
lkan.
an. Di
Dia
a tersenyum ramah. WWaj
ajah
ahnya
nya antusias. Aku mener
mener i m a
 botoll air min
 boto minum
um itu, menengg
menenggak
ak beberap
beberapaa teguk. T erasa segar di
kerongkongan. Aku berikan kepada Seli.

”Kalian tahu, ini lebih keren dibanding di film-film.” Ali -nyengir


-nyengir lebar,
menatap kami bergantian. ”Setidaknya aku tidak keliru, ada banyak sekali
hal hebat di dunia ini
ini yang tidak didisadar
sadar i oran
orang
g banyak. Lihat, kamu bar u
saja
saja men
mengh
ghilan
ilangka
gka n tian
tiang
g llis
istrik
trik raksa
raksasa
sa yang bahbahkan
kan dinaikk
dinaikkan
an ke mob i l
kontainer pun tidak muat, Ra.”Ra.”  

 Aku mengge
menggele
leng
ng,, menepuk nepuk
ne puk sisa debu di seraga
seragam.
m. Kal
Kalau
au A li
ingin bilang kejadian barusan itu keren dan hebat, dia keliru. Itu
mengerikan. Kami hampir tewas disengat listrik sekaligus ditimpa tiang
raksasa.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 129
 129

”Apa yang kita lakukan sekarang?” Seli bertanya, suaranya ma-sih


 bergetar.. Dia menatap sekelilin
 bergetar sekeliling
g aula
aula.. Ruanga
Ruangann besar itu kos o n g
melompong.

 Aku ikut memeriks a aul aula.


a. Selain untuk rapat, pertemupertemuan an guru
guru wa l i
murid, dan pertunjukan seni, aula itu sekaligus merangkap lapangan
olahraga indoor. Ada lapangan bulu tangkis di dalamnya, yang
garisgar
garisgarisny
isny a di
ditimpa
timpa lap
lapanga
angann fu
futsal
tsal,, llapa
apanga
nga n vol
voli,i, dan lapangan bask
baskee t .
 Ada empat laplapang
anganan sekaligu
sekaliguss di lan
lanta
taii aul
aula.
a. Prakt
Praktis,
is, ji
jika
ka ingin
ingin berma
bermain
in bu bulu
lu
tangkis, tinggal pasang
pasang ttian
iang
g dan netnya. Kal Kalau
au ingin berma
bermainin basket, llee pas
pa s
tiang dan net badminton, dorong tiangtiang basket yang disimpan di
sudutsudut aula.

Di luar aula suara keramaian semakin terang. Juga sirene mobil


pemadam kebakaran.

”Apa yang aka


akan
n ki
kita
ta la
lakukan
kukan sekarang?” Sel
Selii m
mengul
engul a n g
pertanyaannya.

”Kita menunggu,” Ali menjawab. ”Jika sudah banyak orang di sekolah


ini, kita bisa menyelinap di tengah keramaian tanpa me-narik perhatian.” 
perhatian.” 

Seli men
Seli mengem
gem busbusk
k an nap
napasas pel
pelan,
an, beran
beranjak
jak dudu
dudukk bersandar k a n
dinding aula, wa jahny
 jahnya a terliha
terlihatt lel
lelah.
ah. ”Aku lap
lapar,
ar, Ra..
Ra.... Kita tidak jad
jadii ma
makk an
di kedai fast food.”
food.”  

 Aku menatap Seli


Seli,, siap
siapa
a pul
pulaa y ang mau makan di kedai fast food
fo od ?
Kondisi
Kondisi kami mmeng
engee nask an begi
begini.
ni. Bisa
Bisabis
bis any a Seli ingat
ingat makan siang .
Dasar perut karung.

”Bagaim ana
”Bagaiman a kamu tahu kami ada di belakang? ” Seli menoleh ke a
arr ah
 Ali, bertany
 Ali, bertanya.
a.

”Eh, aku beberap


beberapa a hari terakhi
terakhirr memang mengunt it Ra.” Al Alii nyen
nyengi
girr ,
menjaw
menj aw ab rin
ringan
gan,, seolah kata mengunt it itu hal bias
biasa.
a. ”Sejak aku curi
curiga
ga dia
 bisa menghi
menghila
lang
ng.. Kamu tadi me
menangka
nangka p kabel list
listrik
rik itu, Seli
Seli.. Bagaim a n a
kamu melakukan-nya?”
melakukan-nya?”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 130
 130

Seli menggeleng. ”Aku tidak tahu. Tidak ada yang bisa aku lakukan,
menghindar tidak sempat, lari tidak mungkin. Tibatiba saja aku nekat
menangkapnya.”  
menangkapnya.”

”Keren!” Ali mendesis. 


mendesis. 

 Aku menyikut len


lengan
gan Ali di sebelahk
sebelahku.
u. Apanya y ang kere
keren?
n?

”Tapi ini pasti bukan yang pertama kali, kan?” Ali nyengir tanpa dosa,
menahan tanganku, asyik bertanya kepada Seli— Seli—seperti wartawan gosip
 yang semangat melakuk an wawancar a.

Seli mengangguk. ”Sejak kecil aku terbiasa dengan listrik. Tidak


pernah tersengat. Tanganku juga bisa mengeluarkan aliran listrik. Tidak ada
 yang tahu. Kal
Kalia
iann oran
orang
g pertam
pertamaa y ang tahu.”
tahu.”  

”Itu keren sekali, Seli!” Ali 


Ali  berseru.

 Aku kali ini


ini menarik len
lengan
gan Ali
Ali,, melo
melott ot. ”Tida
”T idak
k ada ya
yang
ng keren
dengan semua ini! Kami baru saja selamat dari kejadian gila. Kamu
menganggap ini hanya salah satu praktikum fisika?” 
fisika?” 

”Eh nggak sih, Ra. Maksudku, eh, tapi itu memang keren kok.” 
kok.” 

Kalau saj
Kalau saja
a situasiny a lebi
lebih
h bai
baik,
k, sakin
saking
g jen
jengke
gkelny
lny a, si bian
biang
g kerok ini
akan kubuat hilang—
hilang— dengan asumsi aku bisa melakukannya.

”Sejak kapan kamu bisa menghilangkan benda?” Seli sekarang


mendongak padaku.

”Sejak semalam,” Ali yang menjawab, lalu nyengir lebar.

 Aku kembali menole


menolehh padanya .

”Sori, Ra. Aku memang meletakkan alat di rumahmu. Aku bisa


melihatmu menghilangkan novel dan kursi di kamar tadi malam.” 
malam.” 

”Apa?” Aku melotot. 


melotot. 

 Ali menggar uk kepalanya y ang tidak gatal.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 131
 131

 Aku sekali lag


lagii meloncat, memegan g kerah Ali Ali.. En
Enak
ak saja dia
menatapku dengan wajah tanpa dosa. Kalau dia meletakkan alat itu di
kamarku, itu berarti saat aku sedang tidur, sedang belajar, sedang mengupil,
 bahkan ganti baju sekalipu
sekalipunn di kamar bisa dia
dia lihat.
lihat.

”Eh, aku tidak melakukan lebih dari itu, Ra. Sumpah. Aku hanya
mengakt
men gakt ifka n al
alatnya
atnya pad
pada
a saatsaat tertentu, ketika sensor
sensornya
nya berbuny i .
Lagi pula alat perekam yang kuletakkan fungsinya berbeda dengan kamera
kebanyakan,” Ali membela diri, seperti tahu apa yang terlihat dari tatapan
marahku.

 Aku mengenc
mengencan
angk
gkan
an cengkera ma n . Tidak peduli.

”Aduh, Ra.
Ra. Lepaska
Lepaskan,
n, aku susah bernapas
bernapas.”
.” Ali tersenga
tersengal.
l. ”Aku mi
mint
nt a
maaf jika kamu marah. Itu sungguh alat yang berbeda, tidak seperti yang
kamu bayangkan. Bukan perekam biasa. Aku bisa menjelaskannya. Sumpah,
aku tidak melihat yang anehaneh, selain kamu menghilangkan”
menghilangkan”  

”Omong kosong!” aku berseru galak. Enak saja si biang kerok ini
membela diri. Seli di sebelah masih duduk, memulihkan diri, menonton aku
dan Ali bertengkar.

Tetapi gerakan tanganku terhenti. Terdengar suara alarm dari ransel


 Ali..
 Ali

”Ada yang datang,” Ali berkata patah


patah-pat
-pat ah. Dia beru
berusaha
saha mel
melepa
epask
sk a n
tanganku.

”Ada yang datang? Siapa?” tanyaku cemas.

Ritme suara alarm itu semakin cepat.

”Astaga, banyak sekali yang datang!” Ali berseru panik.

 Aku menatap wajah Ali


Ali,, tidak mengert
mengerti.
i.

 Ali berhasi
berhasill melepask
melepaskan an diri
diri dari ceng
cengker
ker am an
ankk u y ang me
mengen
ngen d ur .
Dia bergegas mengeluarkan peralatan dari dalam ranselnya. Entahlah,
mirip
mirip tablet atau llaptop
aptop,, ttapi
api bentukny a be
ber
rbeda,
beda, lebih tipi
tipiss dan sim
simpe
pel.
l.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 132
 132

Si genius ini pasti jago memermak apa pun. Suara bipbipbip terdengar
semakin cepat.

”Siapa yang datang?” Seli bertanya, beranjak mendekat, me-natap


layar peralatan Ali.

 Aku menole
menoleh h ke pintu
pintu aula
aula.. Di lua
luarr memang ramai suara ora orang
ng .
Halaman sekolah juga sudah dipenuhi sirene mobil pemadam kebakaran.
Selain pun
puny
y a jal
jalan
an tersendir
tersendiri,
i, ada akses pintas
pintas ke gardu listrik
listrik itu melew at i
sekolah. Guru? Petugas? Mereka akan masuk ke dalam aula.

”Aku juga tidak tahu siapa mereka, Sel.” Ali menggeleng. ”Me-reka
 jelas
 jelas tidak akan datang lewat pin
pintu
tu aul
aula,
a, Ra.”
Ra.”  

”Tidak melewati pintu aula? Bagaimana mereka masuk?” Seli jadi ikut
panik.
pan ik. Aula sekolah tidak memiliki pi pintu
ntu lain,
lain, jug
juga
a jen
jendel
dela.
a. Hanya ada
kisi kisi di seluruh din
kisi dindi
dinn g untuk si
sirkulas
rkulasii udara. Itu pun pos
posisiny
isiny a eemp
mpat
at
meter lebih di atas llantai.
antai. Kucing pun tidtidak
ak bi
bisa
sa melewat
melewatii nya.
ny a.

”Aku tidak tahu bagaimana mereka akan masuk ke aula.” Ali


meng-geleng, berusaha menjelaskan dengan cepat. ”Aku meletak k kan
 banyak senso
sensorr di sekolah sejak kejadian Ra diu diusir
sir dari kelas matemat
matematikika.
a. Ra
tidak mau m mengaku
engaku bisa menghil
menghilanang,
g, jad
jadii aku tidak punya pi pilihan
lihan,, menc
mencarar i
 buktinya
 buktiny a dengan merakit peralatan. Alatku tidak han hanyy a berfungs
berfungsii mere
merekk am ,
tapi sekaligus merasakan. Jadi kalau ada yang bergerak tidak terlihat, tetap
 bisa ketahua
ketahuan. n. Kali
Kalian
an tahu, itu mudah dil
dilakuk
akuk an
an,, tapi su sa h
menjelask
men jelask ann
annyaya leb
lebih
ih detai
detail.”
l.” Si gen
geniu
iuss itu men
menyisir
yisir rambu
rambutt berantak
berantaka a n ny a
dengan jari tangan, menata
menatapp ttajam
ajam layar tablet di tanganny a. ”Me ”Mereka
reka ssudah
udah
dekat sekali.”
sekali.”  

Dekat apanya? Aku dan Seli saling tatap, memeriksa aula dengan
panik.

Hanya ada kami bertiga di dalam. Tidak ada siapasiapa di aula


sekolah. Tiang basket tegak mematung di tengah. Beberapa bola voli, alat
lo
lompat
mpat ting
tinggi,
gi, dan trampolin tergeletak di sud suduts
uts ud
udut.
ut. Cah
Cahaya
aya mata
matah h ar i
menembus
menemb us kisi
kisi kisi din
dindi
dinn g. T
Tin
inggi
ggi aula iini
ni hampir 5 meter, d dengan
engan lua
luass 20
x 30 meter.

”Mereka banyak sekali, delapan orang setidaknya.” Ali men-desis. 


men-desis. 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 133
 133

 Aku dan Seli menelan lud


ludah,
ah, menatap gentar ke seluruh arah.

 Aula tibatib
tibatiba a merema
meremangng,, seperti ada y ang melapisi se
seluruh
luruh dind
dindii n g
aula
aula den
dengan
gan pla
plastik
stik hitam. T ida
idak
k ada lag
lagii caha
cahaya
ya matahar i yang mas
masuk
uk ,
seolah di luar telah beranjak malam. Suara bising sirene di halaman sekolah,
 juga
 juga oran
orang
g ora
orann g yang berte
berteriak
riak meredu
meredup,p, kemudia n senyap sama sekali.

 Aku menatap sekitar dengan gentar, apa y ang sebenarny a seda se da n g


terja
ter jadi
di?? Sel
Selii ppatah
atahpa
patah
tah berdi
berdiri,
ri, berjaga
berjaga jag
jaga.
a. Ali di sebela
sebelahhk u
memasuk
memas ukka
kann ttabletny
abletnyaa ke dal
dalam
am tas ransel. Kami bert
bertiga
iga berdi
berdiri
ri rapat.

 Aula sekolah beruba


berubahh persis seol
seolah
ah kami sedang ada di tanah lapa n g
luas,
luas, tapi pada mal
malam
am hari, dengan semburat caha
cahay
y a bu
bulan
lan y ang lemb
lembut
ut .
Kami bisa menatap kejauhan, meski tidak jelas.

”Mereka tiba,”
tiba,” Al
Alii berbi
berbisik
sik pel
pelan,
an, su
suaran
aranyy a tterdeng
erdengar
ar bersema n g at
 berbeda sekali dengan intonas
intonas i suaraku atau Seli y ang cemas.

 Aku meli
melirik
rik Ali
Ali,, hampir menepu
menepukk dahi tidak percaya. Si geni
genius
us ini
sejak tadi menganggap semua ini keren dan hebat. Tidakkah dia tahu bahwa
ini
ini bo
boleh
leh jad
jadii ama
amatt berbah
berbahay
ay a, bukan sekada
sekadarr seru
seruseruan
seruan mel
meleda
edakk ka n
laboratorium fisika. Kami bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya sedang
terjadi. Apa maksud semua ini? Seli merapat di sebelahku, wajahnya sama
sepertiku, cemas.

Beberapa detik lengang.

Dari dinding seberang, dari jarak tiga puluh meter terlihat lubang
dengan pinggiran hitam yang semakin lama semakin besar. Seperti ada
gumpa
gum palan
lan awan hitam
hitam bergulung, perlahan memb
membuk
uk a ccela
elah,
h, menc
mencipt
ipt a k a n
lorong. Kami semakin tegang, menunggu.

Saat luba
lubang
ng itu sudah b
berukura
erukura n setinggi orang dewasa, me
melint
lint a s
dengan amat mudah, delapan orang membawa panjipanji tinggi. Mereka
muncul dari lubang, berderap maju, mendekat dengan cepat. Pakaian
mereka berwarna gelap. Aku tidak tahu pasti warnanya. Aula remang.
Mereka berperawak an ramping tintinggi,
ggi, la
lakila
kilak
k i, den
dengan
gan rambut panja
panjanng
di
diika
ikatt di bel
belakang
akang.. Waj
Wajah
ah mereka yang tampan tampan seperti bbercaha
ercahayya,
cemerlang.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 134
 134

Mereka berhenti persis sepuluh langkah dari kami, berjejer rapi.


Lubang di belakang mereka mengecil, kemudian lenyap.

Kami bertiga semakin rapat, berjagajaga atas segala kemungkinan.

Terdengar suara gelembung meletus pelan.

”Halo, Gadis Kecil,” sebuah suara menyapaku.

 Aku menel
menelan
an lud
ludah,
ah, mengena li suara itu.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 135
 135

 ATU
 AT U soso
sosok
k mun
muncu
cull begitu saja di depan delap
delapan
an oran
orang
g ber
berbaris
baris
rapi.

Orang itu yang m


Orang mun
uncul
cul di cermin
cerminkk u tadi m
mal
alam,
am, dan m mal
alam
ammma la m
sebelumnya. Masih seperti yang kuingat, perawakannya tinggi, kurus,
 wajahnya
 wajahny a tirus, telingany a mengeru
mengerucucut,
t, rambutny a merang
merangga
ga s, dengan bobola
la
mata hi
hitam
tam pekat. D Dia
ia mengen ak
akan
an aku tidak tahu apakah itu pakaian at au
 bukan kain yang seseol
olah
ah melekat ke ttubuhny
ubuhnya,
a, berwarna gelap. T api kali ini
ini,,
sosok tersebut nyata, bukan di dalam cermin.

”Saatnya menjemputmu, Gadis Kecil.” Sosok itu semakin dekat. 


dekat. 

 Aku, Seli
Seli,, dan Ali refleks hend
hendak
ak melangk ah munmundur
dur , tapi per
percu
cum
ma,
kami sejak
sejak tadi tert
tertahan
ahan dinding aula,
aula, tida
tidak
k bisa ke man
mana
a man
mana.
a.

Menjemput ke mana? Aku menatapnya gentar. Kehadirannya jauh


lebih menakutkan dibanding jika dia hanya muncul di dalam cermin.

”Kamu tidak dimiliki dunia ini, Nak. Kamu akan ikut dengan-ku. Tidak
ada lagi latihan, tidak ada lagi kunjungan lewat cermin. Waktunya habis.
 Aku akan mendid
mendidikik mu lan
langsu
gsung
ng di dun
dunia
ia kita.”
kita.”  

 Aku mengge
menggelen
len g tegas. ”Tida
”T idak
k mau!
mau!”” Siap
Siapa
a pul
pula
a yang mau iku
ikutt
dengannya?

”Baik. Aku sud


”Baik. sudah
ah men
mendu
dugany
gany a. Ka
Kamu
mu jelas
jelas keras kepal
kepala
a se-perti- k u ,
 bahkan sebenarny a, petaru
petarung
ng terbaik klan kita harus mememilik
milik i sifa
sifatt ker as
kepala...
kepala... Kam
Kamu
u akan iku
ikutt bai
baik-ba
k-baik
ik atau aku terpaksa mema
memakk sa mu
mu.”
.” Sos
Sosok
ok
kurus itu berhenti lima langkah dari kami, menatap serius.

”Aku tidak mau ikut!” aku berseru ketus. 


ketus. 

Urusa n ini aneh seka


Urusan sekali
li,, bukan? Aku tidak kenal denga
dengann orang inini.
i. Dia
 juga
 juga mengun
mengunju
jung
ngii kamarku dengan cara ganjil, menyur
menyuruh
uhkk u lati
latihan
han

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 136
 136

menghilangkan bendabenda, sekarang enak saja dia memaksaku ikut


entah ke mana. Dia pikir dia siapa bisa memaksa.

”Waktuku tidak banyak, Nak. Kamu jangan membuat rumit.” Matanya


mulai
mulai mengan
mengancam
cam , mata yang sama persi persiss ket
ketika
ika men
menyur
yur u h k u
menghilangkan novel tadi malam.

 Aku menggele ng
ng..

”Baiklah. Kamu sendiri yang menginginkannya.” Sosok tinggi itu


mengan
mengan gkat tang
tangan,
an, memb
member
erii kode ke del
delapan
apan ora
orang
ng di bel
belakang
akangnya
nya .

”Hei!” Ali lebih dulu meloncat di depanku, menghentikan gerakan


sosok
sosok kurus iitu.
tu. ”Apa yang akan kamu lakukan? Siapa
Siapa pun kamu, dari ma
manana
pun kamu berasal, kamu tidak bisa memaks a oran orang
g lain
lain untuk ikuikutt
rombong an sirkus kali
kalian
an!! Zaman sudah beruba
berubah.
h. Ini bukan lag
lagii za ma n
pemaksaan.”  
pemaksaan.”

”Tid
”T idak
ak a
ada
da yang men
mengaja
gajakk mu bicara,
bicara, Makh
Makhluk
luk Tanah
Tanah!! Min
Ming-g
g-g i r !”
Sosok kurus itu menggera
Sosok menggeramm marah.

”Coba saja!” Ali balas menggertak. 


menggertak. 

”Aku tidak ada urusan dengan bangsa kalian yang lemah dan
memalukan.” Sosok kurus itu mengibaskan tangan, pelan saja, bahkan tidak  
tidak  
mengenai tubuh Ali, tapi Ali langsung terbanting ke lantai aula.

 Aku dan Seli berseru tert


tertahan.
ahan.

Tapi Ali segera bangkit. Meski menyebalkan, ada satu hal yang
istimew
istimew a dari Ali
Ali,, seluruh sek
sekol
olah
ah jug
juga
a tahu: Al
Alii tidak takut p
pada
ada si
siapa
apa pu
pun.
n.
Kepala Sekolah pun dia ajak berdebat.

Lihatlah, sambil mengaduh pelan, Ali berdiri, berseru galak, ”Aku


tidak akan mengizinkanmu membawa temank u pergi!”
pergi!” Ali meraih ran
ranseln
selnyy a,
mengeluarkan sesuatu, pemukul bola kasti.

Sosok tinggi itu tertawa. ”Kamu akan menyerangku dengan benda itu,  
hah?”  
hah?”

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 137
 137

 Ali tidak peduli. Dia sudah melomp


melompat
at mengay
mengayun
unk
k an pemukul bol
bola
a
kasti.  
kasti.

Sosok tinggi iitu


Sosok tu bergerak lebi
lebih
h cepat. T anga
anganny
nny a mend
mendee r u
menghantam perut Ali. Aku berseru ngeri. Tadi saja hanya ditepis pelan Ali
terbanting duduk, apalagi jika dipukul langsung. Akibatnya pasti lebih
mengerikan.

Tetapi bukan Ali yang terpental, justru sosok tinggi itulah yang
terbanting. Selarik kilau petir menyambar, membuat terang sejenak seluruh
aula.

 Aku menatap tidak percaya.

Selii di sebel
Sel sebelahk
ahkuu tela
telah
h men
mengacu
gacunn gka n jem
jemarinya
arinya ke depa
depan.
n.

Delapan orang yang membawa panji melangkah mundur. Sosok


tinggi
tinggi itu meringk
meringkuk
uk di lan
lantai
tai aul
aula.
a. Tubuhny a masih di
dibalut
balut aliran li
list
strr ik ,
meletup menyelimuti pakaian gelapnya.

”Jangan pernah memukul temanku!” Seli berteriak, suaranya serak.


Seli jel
jelas
as sekal
sekalii takut menghad
menghadap
ap i situasi in
ini.
i. Kakin
Kakiny
y a bahka
bahkann ter
terlih
lihat
at
gemetar, berusaha berdiri kokoh. Tapi Seli tidak punya pilihan, sama seperti
saat delapan kabel listrik menyambar kami tadi. Seli refleks memutuskan
melawan.

Sosok tinggi itu berdiri perlahan. Wajahnya yang masih diliputi aliran
listrik meringis.

”Ini sungguh kejutan besar.” Dia tertawa pelan, mengibaskan


pakaiannya, menatap galak. ”Aku tidak pernah tahu Klan Matahari bisa  
 berjalan di atas tanah. Astaga! Kamu baru saja menyam
menyambar
bar tubuhku dendengaga n
petir, Nak? Sayangnya, kamu sepertinya masih harus banyak berlatih agar
petirmu
petirmu bibisa
sa memb
membunun uh, karena yang tadi han
hanya
ya membuatk u g geli
eli.. Atau
 jangan
 janganj
jan
an ga n kamu jugjuga
a tidak tahu kenapa memilik i kekuata n. Bi
Bingng u n g
hingga hari ini?”
ini?”  

”Jangan mendekat!” Seli mengacungkan jemarinya, ada aliran listrik


di sana.

”Kamu akan mencegahku dengan apa, anak kecil? Petir yang tadi?” 
tadi?” 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 138
 138

Seli menghantamkan lagi tangannya ke depan.

Kali ini sosok tintinggi


ggi kurus itu lebih siap. Dia balbalas
as memu
memuk k ul. Lu
Lubban g
hitam menganga muncul, menggantung di depan membentuk tameng.
Larikan
Lari kan peti
petirr y an
ang
g ddic
iciptak
iptak an Sel
Selii tersedo
tersedott ke dal
dalam.
am. Lubang itu men menge
ge c i l ,
hi
hilang.
lang. Sosok
Sosok tin
tinggi
ggi kurus itu menmendor
dor ongk an telap
telapak
ak tang
tanganny
anny a ke dep
depan
an .
Entah
En tah disentu
disentuh h ke
kekuata
kuatan n apa, meski telap
telapak
ak tangan itu jarakny
jaraknya
a masih tig
tiga a
meter dari kami, Seli ttetap etap terbantin
terbanting g menghan
menghantatamm din
dindi
din
n g aul
aula.
a.

 Aku menj
menjer
erit
it ngeri. It
Ituu pasti sakit sekali.

Seli mengerang, terkulai duduk.

”Ringk us mereka berdua!” Soso


”Ringk Sosokk tinggi kurus iitu
tu tidak peduli. Dia
 justru
 justru berseru lan
lanta
tang
ng ke belakang
belakangny
nya.
a. ”Akan menarik sekali bisa memb a w a
pulang seorang anggota Klan Matahari.”
Matahari.”  

Delapan
elap an orang membaw
membawa a pan
panji
ji meloncat ke depan, men
mengh
ghun
unus
us p
pan
anjj i
tinggi
tinggi mereka yan
yang
g sekarang berubah men
menjad
jadii tom
tombak
bak pan
panjang
jang berwa r n a
perak.

Seli mas
Seli masih
ih berusa
berusaha
ha memuku
memukulklkan
an tanganny
tangannya a ke depa
depan,
n, melaw a n ,
selarik kilat menyambar, lebih redup dibanding sebelumnya, tapi delapan
orang
orang itu dendengan
gan mudah menghin
menghinda
dar.
r. AlAlii berter
berteria
iak
k di sebel
sebela
a hk u ,
mengayunkan pemukul bola kasti, juga melawan, tapi salah satu dari mereka
menangkisnya dengan tombak. Ali terlempar bersama pemukul bola
kastinya.

 Aku mendesa
mendesahh cemas. Apa y ang harus kulakuka
kulakukan?
n? Aku jug
juga
a har us
melawan.

Tanganku teracung ke depa


depan,
n, berseru llan
antan
tang,
g, ”H
”Hil
ilan
an gla h!”
h!”  

Tiga dari mereka yang membmembaw


aw a tombak memang men menghi
ghill a n g
seketika,, tapi kemudian kemba
seketika kembali
li mun
muncul
cul.. Tid
Tidak
ak berkurang apa pun, ma
mala la h
maju semakin dekat, mengancam dengan tombak perak.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 139
 139

Sosok tinggi kurus iitu


Sosok tu tert
tertawa.
awa. ”Kamu sepertiny
sepertinyaa tidak be-
be-l-ajar,
l-ajar, Na
Nakk.
Kamu tidak bisa menghilangkan orang yang sudah hilang dari dunia ini.
Ingat kucing hitamku?”
hitamku?”  

”Hilanglah!” aku menjerit panik. 


panik. 

Sebanya
Sebanya k a
apa
pa pun aku bisa
bisa men
mengh
ghilan
ilangk
gk an, mereka mun
muncul
cul kemba
kemball i .

”Kamu masih harus belajar banyak, Gadis Kecil. Itulah guna-nya kamu
ikut dengank u. D
Dunia
unia T
Tanah
anah ini
ini terlalu hina
hina untuk klan kita.” Soso
Sosok
k kur us
itu tergelak.

Mereka berhasil
berhasil meri
meringk
ngkus
us Sel
Seli,
i, m
meng
engik
ikat
at sel
seluruh
uruh tubuhny
tubuhnyaa denga n
 jaring
 jaring perak. Seli berontak , berusaha melawan dengan sisa tenaga, na namu
mu n
siasia. Jaring itu semakin kencang setiap kali dia berontak.

”Tinggalkan saja Makhluk Tanah itu. Kalian tidak perlu


mem-bawanya,” sosok tinggi itu berseru. 
berseru. 

 Ali dil
dilemp
emp ar
arka
kan
n kemba
kembali
li ke lan
lantai
tai aulaula
a sekol
sekolah
ah.. Jaring perak ya ng
telanju
telanjurr membung
membungk k usny a m
membuk
embuka a sen
sendi
dirr i. Jari
Jaring
ng iitu
tu merangkak kemb a l i
ke tombak perak.

 Aku terdesak di dindindi


ding
ng,, pan
panik
ik melempar
melempark k an apa sajsaja
a y ang ada di
dekatku, termasuk
ter masuk bol
bola
a voli dan gala
galah.
h. T
Tid
idak
ak ada artinya bagi mereka. Ak u
tidak
tidak bi
bisa
sa ke man
mana
ama
mana.
na. Em
Empat
pat dari mereka meng
mengepep ung
ungkk u. Salah satu dar
da r i
mereka men
mengacu
gacungk
ngk an tom
tombak
bak yang dari uj ujungny
ungny a kelu
ke luar
ar jajaring.
ring. Ak u
menunduk, berusaha menghindar. Percuma, jaring itu seperti bisa bergerak
sendiri, berubah arah, siap menjerat.

T idak
idak ada lag
lagii yang dapat kula
kulakuk
kukan
an,, tiga oran
orang
g anak kelas sepu
sepull u h
melawan delapan orang dewasa yang tibatiba datang dari lubang di dinding
aula, ditambah sosok tinggi kurus itu. Kami bukan lawan sebanding. Tidak
adakah
ada kah y an
ang
g m
mend
enden
engar
gar semu
semua
a kegaduhan di dal
dalam
am aula
aula?? Da
Datang
tang men
meno
olo ng
kami? Bukankah teriakanku dan Seli seharusnya terdengar lantang dari
luar?

 Aku mengelu
mengeluh,
h, bahkan suara sirene mob
mobilil pemada
pemadamm kebakar an di
halaman sekolah pun tidak bisa kami dengar, seakan ada tabir yang

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 140
 140

menutup seluruh dinding, membuat aula senyap, remang bagai malam


hari. T erput
erputus
us dari dunia luar.

Jaring perak men


Jaring menang
angkap
kap tang
tanganku
anku,, lan
lantas
tas seperti llin
intah,
tah, menja
menjall ar ,
 berjalan sendi
sendirr i ke seluruh tubuh, berusa
berusaha
ha membu
membungk
ngkus
us badank
badanku. u. Sema k i n
kencang
kenc ang aku beron
berontak
tak,, sema
semakin
kin cepat jajaring
ring itu bergerak. Aku men menge
ge l u h
panik.
panik. Apa y ang harus kulakuk an?
an ? Seli bahkan sudah dig digend
endo o ng sala
salah
h sat
satu u
dari mereka. Aku mulai putus asa.

Terdengar suara seperti gelembung air meletus pelan di dekatku.


Lantas kalimat datar bertenaga. ”Sepertinya aku datang ter-lambat....” 
ter-lambat....”  

Entah muncul dari mana, di sampingku telah berdiri dengan gagah


orang
orang yang jug
juga
a amat kukenal selama ini.
ini. T anganny a ber
bergerak
gerak cepat, lebi
le bih
h
cepat
cepat da
darip
ripad
adaa bo
bola
la ma
mataku
taku men
mengikut
gikut i, menebas jajaring
ring perak di
di tubuhk u ,
luruh ke bawah.

 Aku terduduk
terduduk.. Orang yang baru datang itu mengulur
mengulurk
k an ta
tangan
ngan ny a ,
membant uk
ukuu ber
berdiri,
diri, llantas
antas menatap ke depan dengan tenan
tenang.
g.

”Kalian seharusnya memilih lawan 


lawan  setara.”
setara.”  

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 141
 141

ISS KERITING...,” aku tersengal menyebut 


menyebut   nama.

Guru matematik
matematikaku
aku itu tertawa pel pelan.
an. ”Kamu seh
seharus
arus ny a
memanggilku Miss Selena, Ra. Tapi tidak masalah, aku tidak akan
menghuk um semua mu murid
rid sekolah ini ini garagara pan
pangg
gg ila
ilann lucu
lucu itu. Apal
Apalaagi
dalam situasi sulit seperti ini.”
ini.”  

Seli mengera
mengerang
ng dua lan
langkah
gkah dariku.

Miss Selena melangkah cepat, berusaha membantu Seli. Namun


gerakannya terhenti, karena enam orang yang memegang tombak tanpa
 banyak bicara telah menyera ng
ngny
nya.
a. En
Enam
am tombak melesat cepat ke t ub uh
Miss Selena.
Selena. Aku menutup mata, ngeri mel
melihat
ihat apa yang a
akan
kan terjadi. T ap i
sebaliknya, enam tombak itu patah, berkelontangan di lantai aula.
Pemegangnya jatuh terbanting.

 Aku member
memberananika
ikann diri membuk a mata, melihat Miss Selen
Selena
a ber
berdi
dirr i
mantap
man tap . Tangannya baru sajsaja
a men
menepis
epis tom
tombak
bak perak ssekaligus
ekaligus mengir i m
serangan, sama sekali tidak tersisa tampilan guru yang kulihat selama ini.
Dia terlihat anggun berwibawa. Remang aula membuat wajah Miss Selena
terlihat bercahaya, seperti bulan purnama. Itu tadi gerakan menangkis yang
mematikan. Miss Selena berdiri di tengah enam orang yang
 bergelimp
 berge limpan
an ga n. En
Enam
am oran
orang
g itu mengera n g di lan
lantai,
tai, dua sisan
sisanyya
takuttakut mendekat.

”Dia bukan llawan


”Dia awan kali
kalian
an,”
,” sosok tingg
tinggii kurus itu berseru, meny ur u h
dua orang dari mereka mundur.

Miss Selena dengan cepat melangkah mendekati Seli. Satu


tangannya menghantam dua orang tersisa yang langsung terbanting ke
lantai,
lantai, sat
satu
u tanganny a lagi merobek jari
jaring
ng per
perak
ak y ang mengikat S e li,
membebaskannya.

”Kamu baik-baik saja, Seli?” Miss Selena bertanya pendek. 


pendek. 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 142
 142

Seli mengang
menganggu
gukk . Dia tidak terluka, meski seluruh tubuhn
tubuhnyy a te
tera
rasa
sa
sakit. Ali yang tidak jauh dari kami berusaha duduk, kondisinya juga tidak
mengkhawatirkan. Ali bahkan meraih pemukul kastinya, lantas dengan
 wajah jen
jengke
gkell memuku
memukull kepala sal
salah
ah satu dari mereka yang roboh meni m p a
 badannya
 badanny a tadi.

”Bantu S
”Bantu Seli
eli dud
duduk,
uk, Ra
Ra.”
.” Mi
Miss
ss Sel
Selena
ena men
menole
olehh pad
padaku,
aku, me-nyur u h k u
dengan tegas.

 Aku mengang
menganggu
guk.
k. Meski kakiku masih gemetar, aku jau
jauh
h lebih
lebih ba ik
dibanding Seli. Aku bergegas membantu Seli duduk.

”Kamu tidak terluka kan, Sel?” aku berbisik.

Seli menggeleng. Napasnya masih tersengal.

Semua kejadian ini amat membingungkan. Dengan kenyataan aku


 bisa menghila
menghilann gkan
gk an tian
tiang
g listrik
listrik raksasa dan Seli bisa menge
mengelu
luark
arkan
an pet
petir
ir
saja sudah cukup membingungkan. Apalagi sekarang ditambah pula dengan
 bagaimana
 bagaima na mung
mungk k i n guru mate
matematik
matik a kami tibatib a mun
muncu
cu l di dal
dalam
am au
aula
la,,
 berdiri gagah melindu ng ngii kami, menantan g soso sosokk tin
tinggi
ggi kurus di
hadapannya.

 Aku menatap ke depan dengan waja


wajah
h tegang, ke arah Miss Selena da n
sosok tinggi kurus yang saling berhadapan.

”Selamat malam, Selena.” Sosok tinggi itu melangkah


melangkah mendekat.
Suara sapaannya terdengar ramah, tapi menyembunyikan ancaman.

”Tinggalkan murid-muridku,” Miss Selena berseru lan-tang, tanpa


 basabasi.
 basabas i.

”Mereka murid-muridmu?” Sosok tinggi itu menatap seolah tidak


percaya, kemudian terkekeh pelan. ”Kamu
”Kamu tidak bergurau, Selena? Sejak
kapan kamu jadi guru di Dunia Tanah? Lantas apa yang kamu ajarkan
kepada mereka? Menyulam pakaian? Atau membuat anyaman? Atau
 jangan
 janganj
jan
an ga n kamu guru ber
berhi
hitu
tung
ng mereka? Murid
Muridmu
murr id,
id , mari kit a
menghitung jumlah anak ayam? Satu, dua, tiga—”
tiga—”  

”Setidakny
”Setidakny a mere
mereka
ka tid
tidak
ak ku
kuaj
ajarkan
arkan keben
kebencian
cian da
dan
n perm
permus
usuh-
uh-a
a n ,”
Miss Selena memot
memotong
ong dengan suara tegas.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 143
 143

 Aku yang memperh at ika


ikan
n percakap an dari belakang menel
menelan
an luda h ,
 baru menyadar i sesuatu. Rambut Miss Selena tidak keritin
keriting
g lag
lagi.
i. Rambut ny a
 berubah
 beruba h jad
jadii pendek, berdiri, terlihat merang
meranggas
gas seperti duri. Dia ma si h
mengenakan pakaian gelap yang sering dipakai saat mengajar, tapi seluruh
tubuhnya dibungkus sesuatu berwarna gelap, sama seperti yang dikenakan
sosok tinggi kurus itu. Dan yang paling berbeda adalah wajah Miss Selena,
cahaya
cahaya wajahn
wajahnyy a semakin terang
terang,, seperti purn
purnam
am a yang men
meningg
ingg i.

”Oh ya? Keben


Kebencia
cian?
n? Permusuh
Permusuhan?”
an?” Soso
Sosok
k tin
tinggi
ggi kurus itu ter-
ter-kek
kekeh
eh..
”Bukank
”Bu kankah
ah kamu sen
sendi
dirr i yang ama
amatt memb
memben
enci,
ci, me-musuh
me-musuhii kla
klan
n sen
sendir
dir i ?
Bukankah kamu sendiri yang meninggalkan dunia kita? Memutuskan hidup
di tengah Makhluk Tanah, hah?”
hah?”  

Misss Sel
Mis Selena
ena tid
tidak
ak men
menjawa
jawa b, berdi
berdirr i m
meng
engaw
aw asi
as i ssetiap
etiap kemungk
kemungkii n a n .

”Ini sungguh menarik, Selena. Mari kita berhitung sejenak. Satu, gadis
kecil yang berusaha duduk itu dari Klan Matahari. Kamu pasti tahu itu,
 bukan? Meski sepertiny a gadi
gadiss kecil mal
malang
ang itu tidak pun
puny
y a ide sama sek
se k ali
al i
siapa dia. Dua, si bodoh dengan tongkat kayu itu, yang sepertinya paling
 berani tapi sebenarny a pal
paling
ing tidak memilik i kekuata n, dia jel
jelas
as Mak
Makhl
hl u k
Tanah. Mungkin dia merasa paling pintar, hanya untuk menyadari bahwa
pengetahuan paling maju di Dunia Tanah ini hanyalah separuh dari
teknologi paling rendah dunia kita.

”Tiga, gadis itu— yan


 yangg pal
paling
ing kuat tapi sama sekali tidak paham ap apaa
kekuatanny a, y an
ang
g terus bing
bingung
ung den
dengan
gan apa yang terj
terjadi
adi di seki
sekitar
tar ny a ,
 berusaha mencar
mencarii jawaban padahal jawab
jawaban
an itu ada di diri
dirinya
nya sendir i—  
adalah bagian dari dunia lai
lain.
n.

”Sekarang kita tambahkan dengan faktor terakhir, kamu ternyata guru


mereka. Maka hasil
hasil persamaa
persamaann ini adal
adalah
ah apa yang seben
sebenar
arny
nya
a sedang k
kam
am u
rencanak
rencanak an ddia
iam
mdia
dia m, Sel
Selena?
ena? Pengkhia natnatan
an y yan
angg leb
lebih
ih besa
besarr ?
Kekuasaan yang lebih tinggi?” Sosok kurus itu menatap dengan ekspresi
 wajah merenda
merendahk
hk an.
an .

”Aku tidak tertarik membahas imajinasi kosong yang tidak penting


sementara murid-muridku butuh bantuan,” Miss Selena menjawab datar.
”Kamu harus segera tinggalkan mereka, atau...” 
atau...” 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 144
 144

”Atau apa, Selena?” Sosok tinggi kurus itu tertawa lagi.

”Aku akan melawan,” Miss Selena menjawab tegas. 


tegas. 

”Astaga, Selena!” Sosok tinggi kurus itu pura-pura terkejut. ”Tidakkah


di Dunia Tanah yang rendah ini juga terdapat nasihat jangan pernah
melawan guru sendiri? Kamu hendak melawanku? Dengan apa, Nak? Aku
 yang mengaj
mengajark
arkan
an seluruh kekuata n y ang kamu punya hari ini.ini. Semua
Semuanny a.
Kecuali
Kecuali tentang berhitun
berhitung,
g, menyulam
menyulam,, dan meraj
merajut
ut itu
itu.. Bi
Bisa
sa kita lupak
lupak a n .
Sungguh beraninya kamu!”
kamu!”  

Miss Selena tetap tenang, men


menat
atap
ap datar.

”Tida
”T idakka
kkahh kamu akan mal
maluu ji
jika
ka tiga muridm u ini meli
melihat
hat gur
gurun
uny
ya
dipermalukan di hadapan mereka, Selena?” Sosok tinggi kurus itu
mengangkat tangannya. Dia jelas tidak akan pergi seperti yang disuruh.

Miss Sel
Miss Selena
ena ikut m
meng
engang
angkk at tanganny
tangannya,
a, bersiap. ”Aku aka n
mengambil risikonya.”
risikonya.”  

 Aku menahan napnapas


as menyaks
menyaksik ik an kete
ketegangan
gangan yang segera meruyak di
remang aula.
aula. Seli sudah bi
bisa
sa berdiri di sebelahk
sebelahku.
u. Wajahny a masih merin
mering
g is
menahan sakit. Sedangkan Ali, si genius itu sekali lagi memukul satu dari
mereka yang tergeletak di dekat kami. Orang dengan pakaian gelap itu
terlihat
terlihat bergerak hhend
endak
ak bang
bangkit.
kit. Al
Alii refleks memu
memukk ulny a deng
dengan
an pemu
pemukk ul
 bola
 bola kasti agar tetap terk
terkapar.
apar.

 Aku meli
melirr ik Ali
Ali,, apa y ang sedang dia lakuka
lakukan?
n? Ali menga
mengang
ngk
k at ba hu
hu..
”Hei, dia bisa saja tiba-tiba berdiri dan menyerang kita lagi, kan?”
Kuranglebih begitu maksud wajah Ali tanpa dosa. Sepertinya dia terlalu
sering menonton film.

 Aku menyeka peluh ber


bercampur
campur debu di leher.

Miss Selena dan soso


sosok
k tinggi kurus itu masih sal
saling
ing tatap, berhit u n g .
Tetapi pertarungan tidak bisa dihindari lagi, percakapan selesai. Sosok
tinggi kurus itu menyerang lebih dulu.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 145
 145

Badanny a ri
Badanny ring
ngan
an melompat ke depa
depan,
n, mem
memuku
ukulklkan
an tangan ka kana
nan
nny a.
Miss Selen
Selenaa dengan cepat men
menghin
ghin dar ke samping . T Tida
idak
k terlih
terlihat
at apa ya ng
melintt as di udara menyerbu Miss Selena,
melin han
hanya
ya suaranya mend mendee r u
kencang,
kenc ang, dan saat menmengena
gena i temb
tembok
ok au
aula
la,, men
menimb
imb ulk an dentum kera keras.
s.
Tiang
Tian g basket h han
ancur
cur beran
berantaka
taka n . Aku, SelSeli,
i, dadann AlAlii membung k uk ,
 berlindun g. Lantai y ang kami pij
pijak
ak bergetar
bergetar.. T abir y ang melindu
melindung ngii dind
dindii n g
aula bergoyang.

Sosok tinggi kurus itu tidak berhenti. Dia segera mengirim tiga empat
pukulan lainn
lainny
y a. Aku men
menata
atap
p jeri. Tidak ada lag
lagii y
yang
ang kami kenali dari M iss
is s
Selena, guru matematika kami. Dia melompat ke sana kemari, dengan
tangkas menghindari pukulan jarak jauh itu. Dentuman kencang
susulmenyusul.

Sosok ttin
Sosok inggi
ggi kurus itu mengger am am,, untuk kesekian kal kalii men
mence
ce c ar
dengan tint injuny
junya.
a. Ak
Aku
u berseru tert
tertahan
ahan karena kali ini ini Miss Selena tidtidak
ak
sempat menghindar. Sepersekian detik sebelum deru pukulan itu tiba, Miss
Selena membuat tameng besar, luba lubang
ng hi hitam,
tam, deru serangan ters e do dott
masuk
mas uk ke dal dalam
amnya.
nya. Lubang mengmengec
ec il, la
lantas
ntas len
lenyap,
yap, persis bersam aa n
dengan Miss Selena maju mengirim serangan balasan untuk pertama
kalinya
kalinya.. T angan kanan Miss Selena meninju ke depan. Soso Sosokk tinggi
tinggi kurus it
itu
u
terlihat
terlihat kaget. D Dia
ia yang telan
telanjur
jur merangsek maj maju,
u, sepertiny
sepertiny a tidak mmeng
eng ir a
serangan
seran gan itu datang, terlam terlambat
bat mengh
menghindar
indar . Tubuhn
Tubuhnya ya terbant i n g
dihantam sesuatu yang tidak terlihat. Tubuhnya mental sepuluh meter,
hingga tembok aula menahannya.

 Aku mengepa
mengepalk
lkan
an tangan. Rasakan!

Seli yang men


Seli menund
unduk
uk di sebel
sebelahk
ahkuu meng
mengan
an gkat kepal
kepala,
a, men
mengin
gin t i p ,
ingin
ingin tahu apa y ang sedang terjadi. Sedangka n Ali Ali,, lagi
lagila
lagi
gi memuku
memukull sa lah
la h
satu dari orangorang pembawa panji yang merangkak hendak bangun. Aku
melotot. ”Hei,
”Hei,   Ali, apa yang kamu lakukan?”
lakukan?”  

 Ali lagi
lagi-l
-lag
agii mengang
mengangk k at bahu. ”Semoga saja dari delap
delapan
an or ang
 berpakaia
 berpaka ian
n gelap y ang tergeletak itu tidak ada yang tibatib
tibatibaa bangun. Itu
It u bi
bisa
sa
 berbahay a, kan?” uja ujarnya
rnya   santai.

”Kamu sepertinya belajar dengan baik sekali, Selena.” Sosok kurus


tinggi itu tertawa pelan. Dia berdiri, menyeka mulutnya, merapikan
 jubahny
 jubahny a.

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 146
 146

 Aku mengelu
mengeluh,
h, kukira pertaru
pertarung
ngan
an sudah selesai.

”Baik, saatnya untuk lebih serius.” Sosok tinggi kurus 


kurus  itu menggerung
pelan, dan belum habis gerungannya, dia melompat menyerbu.

Suara seperti gel


gelembun
embun g air mel
meletus
etus terdengar.

Sosok ny
Sosok nyaa menghila
menghilann g, lalu cepat sekali di
dia
a su
sudah
dah ada di depan M
Mis
isss
Selena.
Selena. Pertarungan jjarak
arak pen
pendek
dek tel
telah
ah dimulai.
dimulai. Tin
Tinju
ju kana
kananny
nnyaa memuk u l .

Miss Selena sepertinya siap menerima serangan. Dia menunduk. Tapi


percuma,, tinj
percuma tinju
u ttanga
angan
n kiri soso
sosok
k ting
tinggi
gi itu jug
juga
a menyusu
meny usull sama cep cepatatny
ny a .
Miss
Mi ss Sel
Selena
ena men
menangk
angk is den
dengan
gan kedu
keduaa tang
tangan
an bersi
bersilang
lang , bergegas hend henda ak
membuat tamen
tameng,g, tapi ter
terla
lambat.
mbat. Keras sekal
sekalii p
pukulan
ukulan ituitu,, berdent u m .
Miss Selena ter
terpental
pental kkee belakang
belakang.. Sosok tinggi kurus itu hi hilang
lang lagi
lagi,, lant as
dia sudah berada di atas tubuh Miss Selena yang masih melayang setelah
terkena puku
pukulan
lan.. Soso
Sosok
k tin
tinggi
ggi kurus itu menmenghghant
antam
amk k an ked
kedua
ua tang
tanga a n ny a
tanpa ampun.

Seli di sebelahku menjerit. Aku menggigit bibir.

Miss Sel
Miss Selena
ena ti
tidak
dak semp
sempat
at men
mengh
ghin
indar
dar sam
sama
a seka
sekali
li,, ju
juga
ga men
menga
gan
n g k at
tangan untuk menangkis. Dentuman keras terdengar untuk kesekian kali,
di
disusul
susul terban
terbantin
tin gny a tubuh guru matematika kami di lantai
lantai aul
aula.
a. La
Lant
nt ai
semen terlihat retak. Tubuh Miss Selena tergeletak.

 Aku gemetar menungg


menunggu.
u. ”Bangun
”Bangunla
lah!”
h!” aku
aku   berbisik.

 Aku tidak tahu berada di sisi man mana a Miss Selena daldalam
am kejadi
kejadi an ini.
Bahkan aku sama sekali tidak punya ide apa yang sebenarnya sedang
terjadi. Sosok tinggi kurus ini siapa? Apa yang membuatnya memaksa
menjem
men jem putk u? Ken
Kenapa
apa MiMissss Sel
Selena
ena tib
tibatiba
atiba mun
muncu
cul?
l? Apa peran
perana a n ny a
dalam
dalam kejadia n ini?
ini? Jan
Jangan
gan ja
jann ga n dia lebi
lebih
h jah
jahat
at dib
diban
andi
ding
ngka
kan
n siap
siapaa pupun.
n.
Tapi tidak mungkin. Miss Selena guru matematika kami di sekolah.
Meskipu
Meski pun
n galak, di
disi
siplin,
plin, aku tahu dia dia sel
selal
alu
u menyaya
menyayangingi murid
murid muri
murid dny a.

”Bangunlah, Miss Selena.” Suaraku bergetar menyemangati. 


menyemangati. 

http://cariinformasi.com  
 

TereLiye “Bumi”
“Bumi” 147
 147

”Kamu boleh jadi ahli dalam pertarungan jarak jauh, Selena. Tapi
kamu tidak pernah menguas ai pertaru
pertarunga
ngann jarak dekat.” Soso
Sosok
k tin
tinggi
ggi ku
kurr us
itu berdiri satu langkah di depan tubuh Miss Selena yang masih tergeletak.

”Maafkan aku, Selena. Seharusnya sejak duludul u kuselesaikan urusan


kita.” Sosok tinggi kurus itu menatap prihatin. 
prihatin.  

Miss Selena masih meringkuk. Entah masih hidup atau tidak.

”Bangunlah, Miss Selena,” aku berbisik pelan. 


pelan. 

”Hari ini akan kuperbaiki hingga ke akar-akarnya kesalahan yang


pernah kulakukan saat memilihmu sebagai murid.” Sosok tinggi kurus itu
mendes
men des is, tanganny
tangannyaa tteran
erangkat
gkat ttin
inggi.
ggi. Aku b bis
isa
a merasa
merasak
k an betapa b besa
esa r
kekuatan yang kelu
keluar
ar dari tang
tangan
an nya. Bah
Bahkan
kan kami yang berja
berjarak
rak belas
belasaan
meter terdoron g ke tembok oleh angi
anginn deras.

”Selamat tinggal, Selena!” Tangan itu ganas menghunjam ke arah


tubuh Miss Selena.

Tibatiba tubuh Miss Selena lenyap.

Dentuman kencang terdengar saat pukulan itu tiba. Lantai aula


melesak satu meter. Bongkahan semen berhamburan. Ada lubang selebar
dua meter di antara kepulan debu.

Miss Selena mun


muncucull di belakang sosok tin
tinggi
ggi kurus iitu.
tu. Wajah ny a
 yang bersinar terliha
terlihatt merin
meringi
gis,
s, sisa rasa sakit meneri
menerima
ma pukulan tadi
ta di..
Tubuhnya
Tubuh nya juga kotor, tapi dia tampak baikba
baikbaik
ik saj
saja,
a, bahkan dengan sek
sekua
ua t
tenaga melepas pukulan. Sosok tinggi kurus yang masih terperanjat melihat
sasarannya lenyap kini tidak sempat menghindar. Pukulan Miss Selena
mengenai badannya. Tubuh tinggi kurus itu terbanting jauh sekali.

 Aku berseru, mengepal


mengepalkk an tangan. ”Yes!”
”Y es!”  

”Sejak dul
dulu
u kamu tidak pernah mengen alial i bakat murid dengan baibaik
k.
Bagaiman
Bagaim anaa kamu yak
yakin
in sekali aku tidak bisa ber-
ber-tarung
tarung jarak dek
dekat?”
at?” Mis
Misss
Selena berkata datar, napasnya masih tersengal. Pukulan keras barusan
sepertinya menguras banyak tenaga.

http://cariinformasi.com  

Anda mungkin juga menyukai