NOMOR HK.01.07/MENKES/1559/2022
TENTANG
PENERAPAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK BIDANG
KESEHATAN DAN STRATEGI TRANSFORMASI DIGITAL KESEHATAN
jdih.kemkes.go.id
-2-
jdih.kemkes.go.id
-3-
jdih.kemkes.go.id
-4-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENERAPAN
SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK BIDANG
KESEHATAN DAN STRATEGI TRANSFORMASI DIGITAL
KESEHATAN.
KESATU : Menetapkan Pedoman Penerapan Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik Bidang Kesehatan dan Kebijakan Strategi
Transformasi Digital Kesehatan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
KEDUA : Pedoman Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
Bidang Kesehatan dan Kebijakan Strategi Transformasi Digital
Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM KESATU
dijadikan sebagai acuan bagi seluruh unit/satuan kerja dalam
pelaksanaan SPBE di lingkungan Kementerian Kesehatan.
KETIGA : Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Bidang
Kesehatan dan Kebijakan Strategi Transformasi Digital
Kesehatan untuk mendukung transformasi digital kesehatan
dikoordinasikan oleh unit kerja yang menyelenggarakan fungsi
pengelolaan data, informasi, dan teknologi informasi.
KEEMPAT : Segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan Keputusan
Menteri ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) Kementerian Kesehatan dan/atau sumber lain
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
jdih.kemkes.go.id
-5-
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Oktober 2022
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
jdih.kemkes.go.id
-6-
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.01.07/MENKES/1559/2022
TENTANG PENERAPAN SISTEM
PEMERINTAHAN BERBASIS
ELEKTRONIK BIDANG KESEHATAN
DAN STRATEGI TRANSFORMASI
DIGITAL KESEHATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pemerintahan berbasis elektronik bidang kesehatan (SPBE)
merupakan upaya mengimplementasikan amanat Peraturan Presiden
Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik,
merupakan langkah strategis Kementerian Kesehatan untuk
mengembangkan kualitas layanan dan birokrasi di lingkungan
Kementerian Kesehatan. Urgensi pelaksanaan kebijakan tersebut
bertepatan dengan terjadinya pandemi COVID-19 yang menjadi momentum
bagi Kementerian Kesehatan untuk melakukan percepatan implementasi
SPBE dengan juga mendorong upaya digitalisasi bidang kesehatan, yang
pada akhirnya akan mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan
kesehatan serta pemangku kebijakan dalam pengambilan keputusan
strategis.
Kementerian Kesehatan menyadari pentingnya penerapan SPBE dalam
mendukung program-program strategis dibidang kesehatan. Upaya untuk
mendorong penerapan SPBE telah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
dengan terlebih dahulu menerbitkan peraturan perundang-undangan
sektoral yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem informasi atau
SPBE, di antaranya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014
tentang Sistem Informasi Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan
jdih.kemkes.go.id
-7-
jdih.kemkes.go.id
-8-
B. Pengertian
1. Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik di Bidang Kesehatan yang
selanjutnya disingkat SPBE adalah penyelenggaraan pemerintahan
yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
memberikan layanan kepada Pengguna SPBE.
2. Tata Kelola SPBE adalah kerangka kerja yang memastikan
terlaksananya pengaturan, pengarahan, dan pengendalian dalam
penerapan SPBE secara terpadu.
3. Manajemen SPBE adalah serangkaian proses untuk mencapai
penerapan SPBE yang efektif, efisien, dan berkesinambungan, serta
layanan SPBE yang berkualitas.
4. Audit Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disebut
Audit TIK adalah proses yang sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif terhadap aset teknologi informasi
dan komunikasi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara teknologi informasi dan komunikasi dengan kriteria
dan/standar yang telah ditetapkan.
5. Pengguna SPBE adalah instansi pusat, pemerintah daerah, pegawai
Aparatur Sipil Negara, perorangan, masyarakat, Fasilitas Layanan
Kesehatan, pelaku usaha, dan pihak lain yang memanfaatkan Layanan
SPBE.
6. Satu Data Bidang Kesehatan adalah kebijakan tata kelola data bidang
kesehatan untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu,
dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan
dibagipakaikan antar instansi pusat dan instansi daerah melalui
pemenuhan standar data, metadata, interoperabilitas data, dan
menggunakan kode referensi dan data induk
7. Standar Data adalah standar yang mendasari Data tertentu.
8. Metadata adalah informasi dalam bentuk struktur dan format yang
baku untuk menggambarkan Data, menjelaskan Data, serta
memudahkan pencarian, penggunaan, dan pengelolaan informasi
Data.
9. Interoperabilitas Data adalah kemampuan Data untuk dibagi pakaikan
antar sistem elektronik yang saling berinteraksi.
10. Kode Referensi adalah tanda berisi karakter yang mengandung atau
menggambarkan makna, maksud, atau norma tertentu sebagai
rujukan identitas Data yang bersifat unik.
jdih.kemkes.go.id
-9-
11. Pusat Data adalah fasilitas yang digunakan untuk penempatan sistem
elektronik dan komponen terkait lainnya untuk keperluan
penempatan, penyimpanan dan pengolahan data, serta pemulihan
yang diselenggarakan oleh Kementerian.
12. Aplikasi SPBE adalah satu atau sekumpulan program komputer dan
prosedur yang dirancang untuk melakukan tugas atau fungsi Layanan
SPBE.
13. Aplikasi Umum Kementerian adalah aplikasi SPBE yang sama,
standar, dan digunakan secara bagi pakai oleh unit organisasi, unit
kerja, unit pelaksana teknis, instansi pusat, dan/atau pemerintah
daerah yang dibangun dan/atau dikembangkan di Kementerian.
14. Aplikasi Khusus adalah aplikasi SPBE yang dibangun, dikembangkan,
digunakan, dan dikelola oleh Kementerian untuk memenuhi
kebutuhan khusus.
15. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
16. Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi
data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber
daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk
mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam
mendukung pembangunan kesehatan.
17. Sistem Elektronik Kesehatan adalah serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Data dan Informasi Kesehatan.
18. Informasi Kesehatan adalah Data Kesehatan yang telah diolah atau
diproses menjadi bentuk yang mengandung nilai dan makna yang
berguna untuk meningkatkan pengetahuan dalam mendukung
pembangunan kesehatan.
19. SATUSEHAT adalah platform terpusat mengintegrasikan aplikasi
kesehatan berbasis layanan berbasis microservices dan base service
dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan.
jdih.kemkes.go.id
- 10 -
20. Citizen Health App yang selanjutnya disebut CHA adalah aplikasi
layanan kesehatan terintegrasi yang ditujukan terhadap pengguna
individu.
21. Partner Systems adalah aplikasi atau platform kesehatan yang saat ini
telah dikembangkan oleh Kementerian atau pelaku industri kesehatan
yang akan diintegrasikan ke dalam CHA dan SATUSEHAT.
22. Cetak Biru (Blueprint) Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024
adalah pedoman transformasi digital kesehatan di lingkungan
Kementerian.
23. Digital Transformation Office adalah Tim khusus yang bertugas
mengoordinasikan dan mengakselerasikan implementasi program
transformasi digital kesehatan di lingkungan Kementerian.
24. Kementerian adalah kementerian yang membidangi urusan kesehatan
dalam pemerintahan.
25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.
26. Pelaku Industri Kesehatan adalah badan usaha yang menjalankan
kegiatan usaha dibidang industri kesehatan.
jdih.kemkes.go.id
- 11 -
BAB II
TATA KELOLA SPBE
A. Umum
Penataan dan pengelolaan SPBE secara terpadu dalam Keputusan
Menteri Kesehatan ditujukan untuk mendukung pelaksanaan transformasi
digital di bidang kesehatan. Penataan dan pengelolaan tersebut dilakukan
terhadap unsur SPBE yang terdiri atas:
1. Arsitektur SPBE;
2. Peta Rencana SPBE;
3. rencana dan anggaran SPBE;
4. Proses Bisnis;
5. Data dan Informasi kesehatan;
6. Infrastruktur SPBE;
7. Aplikasi SPBE;
8. Keamanan SPBE; dan
9. Layanan SPBE.
B. Arsitektur SPBE
Arsitektur SPBE merupakan kerangka dasar yang mendeskripsikan
integrasi proses bisnis, data dan informasi, infrastruktur SPBE, aplikasi
SPBE, dan keamanan SPBE untuk menghasilkan layanan SPBE yang
terintegrasi yang bertujuan memberikan panduan dalam pelaksanaan
integrasi Proses Bisnis, Data dan Informasi kesehatan, Infrastruktur SPBE,
Aplikasi SPBE, dan Keamanan SPBE, untuk menghasilkan Layanan SPBE
yang terpadu. Penyusunan Arsitektur SPBE berpedoman pada Arsitektur
SPBE nasional, rencana strategis Kementerian, dan/atau dokumen
perencanaan lainnya yang berlaku, yang dilaksanakan oleh satuan kerja
Kementerian yang menyelenggarakan fungsi pengelolaan data, informasi,
dan teknologi informasi.
Pada proses penyusunan arsitektur SPBE, satuan kerja yang
menyelenggarakan fungsi pengelolaan data, informasi, dan teknologi
informasi dapat melakukan konsultasi dengan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan reformasi birokrasi dalam rangka penyelarasan
dengan Arsitektur SPBE Nasional. Arsitektur SPBE Kementerian disusun
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dilakukan reviu pada paruh waktu
jdih.kemkes.go.id
- 12 -
E. Proses Bisnis
Proses Bisnis adalah sekumpulan kegiatan yang terstruktur dan saling
terkait dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Proses Bisnis disusun dengan
tujuan memberikan pedoman dalam penggunaan Data dan Informasi serta
penerapan Aplikasi SPBE, Keamanan SPBE, dan Layanan SPBE. Proses
Bisnis disusun secara terintegrasi untuk mendukung pembangunan atau
pengembangan Aplikasi SPBE dan Layanan SPBE yang terintegrasi.
jdih.kemkes.go.id
- 13 -
jdih.kemkes.go.id
- 14 -
G. Infrastruktur SPBE
Infrastruktur SPBE adalah semua perangkat keras, perangkat lunak,
dan fasilitas yang menjadi penunjang utama untuk menjalankan sistem,
aplikasi, komunikasi data, pengolahan dan penyimpanan data, perangkat
integrasi/penghubung, dan perangkat elektronik lainnya yang
diselenggarakan oleh Kementerian. Infrastruktur SPBE digunakan untuk
meningkatkan efisiensi, keamanan, dan kemudahan integrasi dalam
rangka memenuhi kebutuhan Infrastruktur SPBE bagi setiap satuan kerja.
Pembangunan dan pengembangan Infrastruktur SPBE harus didasarkan
pada Arsitektur SPBE. Penyelenggaraan Infrastruktur SPBE
dikoordinasikan oleh satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi
pengelolaan data, informasi, dan teknologi informasi.
H. Aplikasi SPBE
Aplikasi SPBE adalah satu atau sekumpulan program komputer dan
prosedur yang dirancang untuk melakukan tugas atau fungsi Layanan
SPBE. Aplikasi SPBE disediakan oleh Kementerian untuk memberikan
Layanan SPBE terdiri atas:
1. Aplikasi Umum;
2. Aplikasi Khusus.
Pengembangan Aplikasi Umum ditujukan terhadap layanan
administrasi pemerintahan berbasis elektronik, sedangkan pengembangan
Aplikasi Khusus ditujukan terhadap layanan publik berbasis elektronik.
Pembangunan dan/atau pengembangan Aplikasi Umum dilakukan
berdasarkan Arsitektur SPBE setelah mendapatkan pertimbangan dari
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
komunikasi dan informatika. Pembangunan dan/atau pengembangan
Aplikasi Khusus dilakukan berdasarkan Arsitektur SPBE setelah
mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan birokrasi
reformasi.
Pembangunan dan/atau pengembangan Aplikasi SPBE
memperhatikan ketentuan mengenai hak kekayaan intelektual atas
jdih.kemkes.go.id
- 15 -
I. Keamanan SPBE
Keamanan SPBE merupakan pengendalian keamanan yang terpadu
dan pencegahan pencurian data dalam SPBE. Keamanan SPBE ditujukan
untuk melindungi Data dan Informasi dari ancaman maupun tindakan
merugikan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kementerian menjamin aspek pengelolaan Keamanan SPBE termasuk
sumber daya terkait, Data dan Informasi, Infrastruktur SPBE, dan Aplikasi
SPBE yang meliputi:
1. kerahasiaan;
2. keutuhan;
3. ketersediaan;
4. keaslian;
5. kenirsangkalan (nonrepudiation); dan
6. keberlanjutan.
Penerapan Keamanan SPBE harus memenuhi standar teknis dan
prosedur Keamanan SPBE, ketentuan peraturan perundang-undangan
dan/atau standar internasional mengenai perlindungan data kesehatan
atau data pribadi. Pengendalian Keamanan dan pecegahan kejahatan siber
SPBE di tingkat Kementerian dilakukan oleh satuan kerja yang
menyelenggarakan fungsi pengelolaan data, informasi, dan teknologi
informasi.
J. Layanan SPBE
Layanan SPBE merupakan keluaran yang dihasilkan oleh 1 (satu) atau
beberapa fungsi aplikasi SPBE dan yang memiliki nilai manfaat. Layanan
SPBE dilaksanakan dalam rangka transformasi digital di bidang kesehatan,
terdiri atas:
1. layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik; dan
2. layanan publik berbasis elektronik.
jdih.kemkes.go.id
- 16 -
jdih.kemkes.go.id
- 17 -
BAB III
MANAJEMEN SPBE DAN INTEGRASI
A. Manajemen SPBE
Manajemen SPBE meliputi:
1. manajemen risiko SPBE;
2. manajemen keamanan informasi;
3. manajemen data;
4. manajemen aset teknologi informasi dan komunikasi;
5. manajemen sumber daya manusia;
6. manajemen pengetahuan;
7. manajemen perubahan; dan
8. manajemen layanan SPBE.
Pelaksanaan Manajemen SPBE berpedoman pada Standar Nasional
Indonesia (SNI). Dalam hal pedoman menurut SNI belum tersedia, maka
pelaksanaan Manajemen SPBE dapat berpedoman pada standar
internasional.
1. Manajemen Risiko
Manajemen risiko bertujuan untuk menjamin keberlangsungan
SPBE dengan meminimalkan dampak risiko dalam SPBE sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan melalui proses:
a. identifikasi;
b. analisis;
c. pengendalian;
d. pemantauan dan evaluasi terhadap risiko SPBE.
Pelaksanaan manajemen risiko SPBE dilakukan oleh:
a. Komite Manajemen Risiko (KMR) SPBE yang memiliki fungsi
penetapan kebijakan strategis terkait manajemen risiko SPBE,
terdiri atas pimpinan tinggi madya Kementerian.
b. Unit Pemilik Risiko (UPR) SPBE yang memiliki fungsi pelaksanaan
Manajemen Risiko SPBE, yang terdiri dari:
1) Pemilik Risiko SPBE yang merupakan pejabat yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan penerapan Manajemen
Risiko SPBE di unit organisasi;
2) Koordinator Risiko SPBE yang merupakan pejabat/ pegawai
yang ditunjuk oleh Pemilik Risiko SPBE untuk bertanggung
jdih.kemkes.go.id
- 18 -
jdih.kemkes.go.id
- 19 -
jdih.kemkes.go.id
- 20 -
c. penyimpanan;
d. penggunaan dan
e. alih pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan dalam SPBE.
7. Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan dilaksanakan oleh tim koordinasi SPBE
dengan tujuan untuk menjamin keberlangsungan dan meningkatkan
kualitas Layanan SPBE melalui pengendalian perubahan yang terjadi
dalam SPBE melalui proses:
a. perencanaan;
b. analisis;
c. pengembangan;
d. implementasi;
e. pemantauan dan evaluasi terhadap perubahan SPBE.
8. Manajemen Layanan SPBE
Manajemen Layanan SPBE bertujuan untuk menjamin
keberlangsungan dan meningkatkan kualitas Layanan SPBE kepada
Pengguna SPBE. Manajemen Layanan SPBE oleh unit kerja yang
menyelenggarakan urusan layanan SPBE melalui proses:
a. pelayanan Pengguna SPBE;
b. pengoperasian Layanan SPBE; dan
c. pengelolaan Aplikasi SPBE.
jdih.kemkes.go.id
- 21 -
jdih.kemkes.go.id
- 22 -
BAB IV
TRANSFORMASI DIGITAL KESEHATAN
A. Umum
Transformasi Digital Kesehatan bertujuan agar pelaksanaan
transformasi digital kesehatan dapat terfokus, terukur, integratif dan
dilaksanakan secara partisipatif berbagai pemangku kebijakan dan seluruh
pelaku industri kesehatan dengan melaksanakan:
1. kegiatan-kegiatan prioritas; dan
2. pengembangan Aplikasi CHA.
Pelaksanaan Transformasi Digital Kesehatan diintegrasikan ke dalam
platform SATUSEHAT dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan SPBE. Pelaksanaan Transformasi Digital Kesehatan mengacu
pada Cetak Biru (Blueprint) Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini pedoman
dan acuan pelaksanaan transformasi digital bidang kesehatan.
B. Pengembangan SATUSEHAT
Pengembangan SATUSEHAT merupakan bagian dari penyelenggaraan
SPBE di lingkungan Kementerian dengan mengacu prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. platform berbasis layanan
2. standarisasi arsitektur dan spesifikasi
3. kolaborasi ekosistem pelaku industri kesehatan
4. open API berbasis Microservices
5. kepatuhan melalui keterpaduan
6. manfaat imbal balik melalui kemudahan layanan dan informasi
terintegrasi
7. Platform yang Berorientasi pada Pengguna
Pengembangan SATUSEHAT dilakukan dengan pendekatan klaster
layanan yang terdiri dari:
1. layanan primer dan sekunder
2. ketahanan kesehatan
3. farmasi dan alat kesehatan
4. sumber daya manusia kesehatan
5. pembiayaan kesehatan
6. manajemen internal
jdih.kemkes.go.id
- 23 -
7. bioteknologi
jdih.kemkes.go.id
- 24 -
jdih.kemkes.go.id
- 25 -
jdih.kemkes.go.id
- 26 -
BAB V
PENYELENGGARA, PEMANTAUAN DAN EVALUASI SPBE
A. Penyelenggara SPBE
Dalam mewujudkan penguatan kapasitas pengelolaan dan sistem
koordinasi pelaksanaan pembangunan SPBE, perlu dibentuk
penyelenggara SPBE yang disebut Tim Koordinasi SPBE yang terdiri atas
tim pengarah dan tim pelaksana.
Tim Pengarah terdiri dari:
1. Menteri,
2. Wakil Menteri dan
3. pejabat tinggi madya di lingkungan Kementerian.
Tim pelaksana merupakan satuan kerja yang menyelenggarakan
fungsi pengelolaan data, informasi, dan teknologi informasi bersama Digital
Transformation Office.
Tim pelaksana SPBE memiliki tugas:
1. merumuskan kebijakan penyelenggaraan SPBE;
2. merumuskan tata kelola SPBE;
3. melakukan manajemen SPBE;
4. melakukan kerja sama dan integrasi penyelenggaraan SPBE
Kementerian dengan penyelenggara SPBE tingkat Nasional, instansi
pusat, pemerintah daerah, serta pihak eksternal dalam dan luar
negeri;
5. melaksanakan program transformasi digital di bidang kesehatan; dan
6. melakukan pemantauan dan evaluasi SPBE.
Selain melaksanakan tugas sebagai Tim Pelaksana, Digital
Transformation Office dalam rangka optimalisasi pelaksanaan dan
implementasi Strategi Transformasi Digital Kesehatan juga memiliki tugas:
1. melakukan koordinasi, sinkronisasi, pemantauan dan evaluasi.
2. melaporkan secara berkala capaian dan hambatan kepada Menteri.
3. mengarusutamakan transformasi digital ke dalam rencana kerja,
anggaran dan indikator kinerja Kementerian Kesehatan.
4. mendiseminasikan materi muatan transformasi digital kesehatan.
jdih.kemkes.go.id
- 27 -
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
jdih.kemkes.go.id
- 28 -
LAMPIRAN II
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.01.07/MENKES/1559/2022
TENTANG PENERAPAN SISTEM
PEMERINTAHAN BERBASIS
ELEKTRONIK BIDANG KESEHATAN DAN
STRATEGI TRANSFORMASI DIGITAL
KESEHATAN
jdih.kemkes.go.id
BAB I
SITUASI DAN TANTANGAN KESEHATAN DIGITAL INDONESIA
jdih.kemkes.go.id
- 30 -
jdih.kemkes.go.id
- 31 -
2. Data terfragmentasi
Data kesehatan Indonesia kini masih tersebar dan terdapat
banyak sistem yang bervariasi. Provider layanan kesehatan
mendapatkan informasi parsial. Banyak yang belum terpetakan dari
data yang ada. Platform data terintegrasi sangat dibutuhkan untuk
dapat mendukung internal fasilitas pelayanan kesehatan dalam
memaksimalkan pelayanan rumah sakit, terutama untuk
memprediksi penyakit pasien.
3. Keterbatasan regulasi
Tantangan dalam layanan kesehatan menjadikan kebijakan
kesehatan belum sepenuhnya berlandaskan pada data yang
menyeluruh, serta pelayanan kesehatan belum terselenggara secara
efisien, hal tersebut karena keterbatasan regulasi misalnya berkaitan
dengan proteksi dan standarisasi data, serta jaminan hak dan privasi
pasien. Hal tersebut berimplikasi dengan kemampuan
interoperabilitas diperlukan untuk dapat mengintegrasi semua sistem
informasi dan aplikasi ke dalam database terpusat yang bertujuan
untuk memudahkan pengguna, baik dari pasien maupun provider
layanan. Oleh karena itu, perlu dipahami lebih lanjut permasalahan-
permasalahan dalam ruang lingkup kesehatan yang ditinjau
berdasarkan pengelompokan layanan primer, sekunder, kefarmasian
dan alat kesehatan, ketahanan kesehatan, sumber daya manusia
kesehatan, pembiayaan kesehatan, manajemen internal, dan
bioteknologi.
jdih.kemkes.go.id
- 32 -
jdih.kemkes.go.id
- 33 -
jdih.kemkes.go.id
- 34 -
jdih.kemkes.go.id
- 35 -
jdih.kemkes.go.id
- 36 -
jdih.kemkes.go.id
- 37 -
jdih.kemkes.go.id
- 38 -
jdih.kemkes.go.id
- 39 -
jdih.kemkes.go.id
- 40 -
jdih.kemkes.go.id
- 41 -
jdih.kemkes.go.id
- 42 -
jdih.kemkes.go.id
- 43 -
BAB II
TRANSFORMASI TEKNOLOGI KESEHATAN
jdih.kemkes.go.id
- 44 -
jdih.kemkes.go.id
- 45 -
jdih.kemkes.go.id
- 46 -
jdih.kemkes.go.id
- 47 -
jdih.kemkes.go.id
- 48 -
jdih.kemkes.go.id
- 49 -
jdih.kemkes.go.id
- 50 -
jdih.kemkes.go.id
- 51 -
jdih.kemkes.go.id
- 52 -
jdih.kemkes.go.id
- 53 -
jdih.kemkes.go.id
- 54 -
jdih.kemkes.go.id
- 55 -
BAB III
ENTERPRISE ARCHITECTURE TEKNOLOGI KESEHATAN
jdih.kemkes.go.id
- 56 -
jdih.kemkes.go.id
- 57 -
jdih.kemkes.go.id
- 58 -
C. Platform SATUSEHAT
Masyarakat umum mendapatkan layanan informasi kesehatan melalui
Citizen Health App, yaitu sebuah aplikasi yang menyimpan data kesehatan
pribadi (Personal Health Record) secara lengkap. Kelompok pengguna
lainnya direpresentasikan oleh “Partner Systems”, yaitu aplikasi atau
platform yang saat ini telah digunakan oleh pelaku industri kesehatan,
dapat berupa SIM Rumah Sakit, SIM Puskesmas, aplikasi Laboratorium,
dan sebagainya.
Citizen Health App dan Partner Systems keduanya terhubung pada
jantung platform teknologi kesehatan, yaitu Platform SATUSEHAT. Platform
SATUSEHAT merupakan sebuah ekosistem digital kesehatan dari
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. SATUSEHAT dibangun untuk
memudahkan para pelaku industri kesehatan terintegrasi dengan sistem
satu data kesehatan serta memastikan semua transaksi kesehatan dapat
jdih.kemkes.go.id
- 59 -
jdih.kemkes.go.id
- 60 -
jdih.kemkes.go.id
- 61 -
jdih.kemkes.go.id
- 62 -
jdih.kemkes.go.id
- 63 -
2. Arsitektur Data
Arsitektur data mengupayakan standarisasi data yang
memungkinkan terjadinya integrasi aplikasi dan interoperabilitas
data. Upaya tersebut bertujuan untuk mendorong data-data yang
bersumber dari berbagai sistem informasi dan aplikasi dapat
diintegrasikan dan dimanfaatkan oleh instansi tingkat
kota/kabupaten, provinsi, nasional, hingga global.Isu integrasi dan
interoperabilitas data ini telah diidentifikasi secara global. Hingga saat
ini upaya pemecahannya dilakukan dengan membuat kerangka
standar yang memungkinkan konsistensi dan interoperabilitas data.
Dua kerangka kerja yang populer diimplementasi dalam lingkungan
layanan kesehatan adalah Fast Healthcare Interoperability Resources
(FHIR) dan OpenEHR.
Keduanya merupakan standar terbuka (open standard) yang
mengupayakan standar dan interoperabilitas data sebagai tujuannya,
namun demikian kedua standar ini didesain untuk menyelesaikan
persoalan yang sedikit berbeda.
FHIR dioptimalisasi untuk menyelesaikan masalah pertukaran
data melalui penyediaan REST API yang mudah dan sederhana. Basis
FHIR adalah penggunaan resource yang dapat digunakan untuk
berbagai keperluan. Umumnya resource-resource ini digunakan untuk
pertukaran informasi klinis seperti pertemuan (Encounter), rencana
jdih.kemkes.go.id
- 64 -
jdih.kemkes.go.id
- 65 -
jdih.kemkes.go.id
- 66 -
observasi medis, data pemberian obat, data diagnosis medis, dan data
tindakan klinis. Data rekam medis ini dilengkapi dengan data fasilitas
layanan kesehatan yang menjelaskan dimana peristiwa tindakan
medis terjadi, data sumber daya manusia kesehatan yang menjelaskan
siapa yang melakukan tindakan medis, dan data pembiayaan yang
menjelaskan jumlah pembayaran atas tindakan medis yang dilakukan
oleh BPJS maupun asuransi swasta.
Setelah Electronic Medical Record tunggal berhasil dikumpulkan,
selanjutnya dapat dilakukan analitika data dengan sumber rekam
medis tunggal ini. Contoh analitik dengan pendekatan big data yang
dapat dilakukan, yakni eksplorasi rumah sakit di Indonesia yang
paling banyak menangani pasien, prediksi penyebaran wabah di pulau
Jawa, klasifikasi Tindakan klinis berdasarkan wilayah asal tinggal.
Selain untuk data terstruktur dalam bentuk tabel, analisis untuk data
tidak terstruktur juga dapat lakukan, misalnya analisis penggalian
teks (text mining) untuk mengetahui frekuensi kemunculan kata di
resep penyakit tertentu, atau prediksi menggunakan image processing
untuk mengetahui letak tumor dengan menggunakan data rekam
medis observasi dari gambar CT-scan.
3. Arsitektur Aplikasi
Platform SATUSEHAT hadir dan dibangun sebagai solusi dari
permasalahan- permasalahan laten terkait integrasi dan banyak
aplikasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. SATUSEHAT bukan
sebuah aplikasi melainkan sebuah platform atau ekosistem dimana
semua aplikasi dan semua orang bisa terkoneksi atau tergabung
dalam satu lingkungan yang sama berbasis microservices yang
scalable, integrated, advance dan aman seperti dapat dilihat pada
gambar Struktur Inti Platform SATUSEHAT di atas.
Pengembangan Platform SATUSEHAT dilakukan secara modular,
dimana setiap servis memiliki fungsi dan lingkungannya sendiri.
Setiap modul memiliki data base hingga logika (base service) yang
digunakan dalam sistem agar dapat melayani kebutuhan yang diminta
oleh pengguna-akhir (end user) dan memanfaatkan data yang sudah
terintegrasi dan terstandarisasi. Pengguna data terkoneksi melalui
komunikasi API to API atau melalui aplikasi Citizen Health App yang
dikhususkan untuk pengguna individu.
jdih.kemkes.go.id
- 67 -
jdih.kemkes.go.id
- 68 -
jdih.kemkes.go.id
- 69 -
jdih.kemkes.go.id
- 70 -
jdih.kemkes.go.id
- 71 -
jdih.kemkes.go.id
- 72 -
jdih.kemkes.go.id
- 73 -
jdih.kemkes.go.id
- 74 -
jdih.kemkes.go.id
- 75 -
2. Layanan Farmalkes
Guna mewujudkan ketahanan layanan farmasi & alat kesehatan
di Indonesia, diperlukan sistem integrated end-to-end supply chain
management. Berikut solusi yang harus menjadi prioritas:
a. Standarisasi kode obat dengan standar BPOM, kode alat
kesehatan & PKRT dengan standar dari Kemenkes, dan kode
perusahaan dengan standar NIB dari OSS (Online Single
Submission).
jdih.kemkes.go.id
- 76 -
jdih.kemkes.go.id
- 77 -
jdih.kemkes.go.id
- 78 -
jdih.kemkes.go.id
- 79 -
jdih.kemkes.go.id
- 80 -
jdih.kemkes.go.id
- 81 -
jdih.kemkes.go.id
- 82 -
jdih.kemkes.go.id
- 83 -
jdih.kemkes.go.id
- 84 -
jdih.kemkes.go.id
- 85 -
jdih.kemkes.go.id
- 86 -
jdih.kemkes.go.id
- 87 -
jdih.kemkes.go.id
- 88 -
jdih.kemkes.go.id
- 89 -
7. Layanan Bioteknologi
jdih.kemkes.go.id
- 90 -
a. Biobank
Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi) adalah sistem
data gathering & data sharing sebagai fasilitas untuk menunjang
sentralisasi data pre-klinis, klinis, genomic, serta cmc yang
bertujuan untuk memberikan real time data akan mega
biodiversity di Indonesia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi
seluruh insan Indonesia. Proses data gathering ini akan
melibatkan internal Kemenkes RI, ekosistem inovasi kesehatan
berbasis bioteknologi, maupun eksternal Kemenkes RI. Pihak
yang terlibat pada proses data sharing ini sama dengan proses
data gathering dengan tambahan pihak publik, yaitu keterlibatan
masyarakat umum yang dapat mengakses beberapa data umum.
Internal Kemenkes RI yang dimaksud adalah layanan primer,
layanan sekunder, aktivitas farmasi dan alat kesehatan, serta
aktivitas ketahanan kesehatan. Ekosistem inovasi kesehatan
berbasis bioteknologi yang dimaksud adalah startup yang
melewati tahapan hackathon yang diadakan layanan bioteknologi
ataupun tidak, namun sama-sama berada ekosistem yang
dibangun oleh layanan bioteknologi Kemenkes RI. Startup yang
dimaksud adalah entitas berbasis bioteknologi yang dapat
menghasilkan produk berupa consumable, wearable, atau dapat
pula berupa services, serta mampu menghasilkan data untuk
dikumpulkan (data gathering) di BGSi. Sedangkan untuk pihak
eksternal yang dimaksud adalah sektor riset dan inovasi meliputi,
BRIN, Science Techno Park, Universitas, RS Akademik, Periset
Independen, Industri R&D, Startup bioteknologi, serta Biobank
(Universitas, Swasta, BRIN).
Proses data gathering akan dilakukan oleh Scientific
Advisory Board dengan persyaratan 52 data set dari standar
Minimum Information About Biobank Data Sharing (MIABIS) (Norlin
et al., 2012) dengan kelengkapan dokumen berupa Bio Standard
dan Biosecurity. Lalu untuk proses data sharing akan dilakukan
oleh Data Access Committee berbasis pada Cybersecurity/IT
dengan tujuh langkah pengajuan akses data.
jdih.kemkes.go.id
- 91 -
jdih.kemkes.go.id
- 92 -
jdih.kemkes.go.id
- 93 -
jdih.kemkes.go.id
- 94 -
jdih.kemkes.go.id
- 95 -
BAB IV
PENUTUP
jdih.kemkes.go.id
- 96 -
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
jdih.kemkes.go.id