Anda di halaman 1dari 125

BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan fisioterapi ditata sesuai kebutuhan pasien/klien masyarakat, berdasar pada ilmu
pengetahuan dan teknologi maju, dituntun oleh moral etis, memperhatikan aspek biopsiko social-
kultural-spiritual, mengacu pada perundangan peraturan. Berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang
menjujung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk individu dan sebagai titik sentral
pembangunan menuju masyarakat adil makmur, profesi fisioterapi memandang kapasitas gerak
dan fungsi tubuh adalah hak asasi manusia sebagai esensi dasar untuk hidup sehat dan sejahtera.
Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera secara mental dan fisik, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan berhak untuk perawatan kesehatan.
Negara bertanggung jawab untuk penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak. (Amandemen UUD’45). Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan diarahkan dalam rangka tercapainya kesadaran,
kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diperlukan pengelola berbagai
sumber daya baik pemerintah maupun masyarakat, oleh pemerintah pusat maupun daerah.
(UU.23/2004; UU.32/2004, UU 36/2009, PP.25/2000).
Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Setiap
orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayananan kesehatan
yang diperlukan bagi dirinya. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kewajiban tersebut
pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan
pembangunan berwawasan kesehatan. Pemerintah bertangg.jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan akses luas bagi kebutuhan penelitian
dan pengembangan di bidang kesehatan. (UU.36/2009, Ps.1, 5, 9, 14, 24). Rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan bertugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Tenaga kesehatan tertentu
yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Rumah sakit mempunyai fungsi pendidikan, pelatihan, pengembangan, penapisan ilmu
pengetahuan teknologi bidang kesehatan. (UU. 44/2009, Ps.4,.5, 13). Sistem rujukan merupakan
penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal
balik vertikal dan horisontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit. dan atau
masalah penyakit atau permasalahan kesehatan (UU. 44/2009, Ps. 42). Rujukan dibagi 2 (dua)
kelompok : rujukan medik : untuk pengobatan dan pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus),
spesimen dan pengetahuan tentang penyakit; dan rujukan kesehatan untuk pencegahan dan
peningkatan kesehatan berupa sarana, teknologi dan operasional (Kepmenkes 374/2009, SKN).
Tenaga kesehatan katagori Keterapian Fisik terdiri dari Fisioterapis, Okupasi Terapis dan Terapis
Wicara. (Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996). Fisioterapis terdiri dari jabatan fungsional ahli
dan terampil (Peraturan Presiden No. 34/2008). Fisioterapis kompeten berperan sebagai pemberi
pelayanan, pengelola, pendidik dan peneliti (KEPMENKES No.376/2007). Fisioterapis wajib
memiliki Surat Ijin Praktik, berwenang melakukan assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi
dan evaluasi/re-evaluasi. (Kepmenkes 1363/2001). Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan
kesehatan diatur dalam 7 (tujuh) standar, terdiri dari : 1. Falsafah dan tujuan, 2. Administrasi dan
pengelolaan, 3. Pimpinan dan pelaksana, 4. Fasilitas dan peralatan, 5. Kebijakan dan prosedur, 6.
Pengembangan tenaga dan pendidikan, dan 7. Evaluasi pelayanan dan pengembangan mutu.
(KEPMEN No.517/2008).
Otonomi profesional fisioterapis diperoleh melalui pendidikan profesi yang menyiapkan tenaga
fisioterapis yang mampu praktik secara otonom. Fisioterapis mampu melakukan keputusan
profesional untuk menetapkan diagnosis yang diperlukan sebagai dasar intervensi, rehabilitasi dan
pemulihan dari pasien/klien dan populasi. Prinsip etika diperlukan untuk mengenali otonomi
praktik, guna melindungi pasien/klien dan pelayanannya. Pelayanan fisioterapi di fasilitas
pelayanan kesehatan ditata dengan pedoman yang terdiri dari : Falsafah, kompetensi, peran dan
fungsi serta tanggung jawab fisioterapi, penatalaksanaan pelayanan fisioterapi dan pelaporan,
(KEPMENKES No.778/2008). Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat. (UU.36/2009, Ps. 14). Pembentukan instalasi ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit, (PERMENKES No 1045/2006, Ps. 20).
Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berwenang mengatur
kegiatan institusi yang dipimpinnya dengan mengacu pada norma, standar, pedoman dan kriteria
pelayanan fisioterapi yang ditetapkan oleh pemerintah dan rekomendasi organisasi profesi
fisioterapi. Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan menetapkan
kebijakan seperti dan tidak terbatas pada :
1. seorang fisioterapis sebagai pimpinan pelayanan fisioterapi,
2. falsafah dan tujuan fisioterapi.
3. organisasi dan uraian tugas,
4. akses masuk,
5. pemeriksaan penunjang,
6. sistem dokumentasi
7. sistem pelaporan.
BAB II
PROSEDUR PELAYANAN FISIOTERAPI.
Prosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan (Muhammad Ali, 2000).
Prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling berkaitan misalnya : orang, jaringan gudang yang
harus dilayani dengan cara yang tertentu oleh sejumlah pabrik dan pada gilirannya akan
mengirimkan pelanggan menurut proses tertentu (Amin Widjaja 1995). Prosedur pada dasarnya
adalah suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang berhubungan satu sama lainnya dan
prosedur-prosedur yang berkaitan melaksanakan dan memudahkan kegiatan utama dari suatu
organisasi (Kamaruddin,1992). Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling
berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk
melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang (Ismail Masya 1994).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan
prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan urutan
waktu dan memiliki pola kerja yang tetap yang telah ditentukan. Bahwa setiap orang berhak
memperoleh pelayanan. kesehatan. yang. aman, bermutu dan terjangkau.Tenaga kesehatan dalam
melakukan pelayanan harus. memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan .kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. (UU.36/2009, Ps.5,
24). Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, dalam menyelenggarakan pelayanan
pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Setiap tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak
pasien dan mengutamakan keselamatan pasien, (UU. 44/2009, Ps.5,.13). Standar pelayanan
fisioterapi terdiri dari assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi, evaluasi/re-evaluasi dan
dokumentasi/komunikasi/koordinasi. (Tap. KONAS IX IFI Tahun 2004, Referensi WCPT, 1996)
Pengendalian mutu suatu pekerjaan dirumuskan siklus kegiatan : kerjakan yang kau tulis, tulis yang
kau kerjakan, tinjau dan tingkatkan ; suatu kegiatan jasa dan/atau produk akan terjamin mutu bila
ditulis dulu prosesnya, dijalankan, didokumentasi, dibakukan sebagai standar prosedur
operasional, dievaluasi dan diperbaiki secara terus-menerus berkesinambungan. Struktur
dokumentasi sistem mutu, terdiri dari : 1. Kebijakan, 2. Prosedur, 3. Petunjuk Teknis, dan 4.
Pelaporan. ( ISO 9000:2000 / International Standard Organization Nomor 9000 Tahun 2000).
Mengacu kebijakan, prosedur, struktur dokumentasi dan pengendalian mutu pelayanan fisioterapi
ditata dalam urutan tingkat manajemen dan pendokumentasian seperti dan tidak terbatas :
a. Fasilitas pelayanan kesehatan fisioterapi : ketetapan pimpinan, falsafah-tujuan, dan organisasi
pelayanan fisioterapi.
b. Pelayanan fisioterapi : ketetapan akses masuk, pemeriksaan penunjang, sistem dokumentasi dan
pelaporan.
c. Pelayanan fisioterapi pada Pasien/Klien : assesmen, diagnosis, perencanaan, persetujuan,
intevensi, evaluasi, dokumentasi.
d. Prosedur kasus : dalam kelompok muskulosekeletal, neuromuskuler, kardiopulmoner, dan
integumenter.
e. Metoda terapi : manual treatment, Bobath, MLDV.
f. Aplikasi teknis/teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan, elektroterapi, traksi,
hidroterapi.
Standar prosedur operasional adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai suatu
petunjuk atau direktif. Mencakup hal-hal operasional yang memiliki suatu prosedur pasti atau
terstandardisasi, tanpa kehilangan keefektifannya. Setiap sistem manajemen kualitas yang baik
selalu didasari oleh standar prosedur operasional. Sebuah standar prosedur operasional adalah
seperangkat instruksi tertulis bahwa seseorang harus mengikuti untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan aman, tanpa efek buruk pada kesehatan pribadi atau lingkungan, dan dalam cara yang
memaksimalkan efisiensi operasional dan produksi. Standar prosedur operasional adalah
perangkat/instruksi/langkah-langkah yang dibakukan, yang kisi-kisi : yang benar dan terbaik,
konsensus bersama pencegah kesalahan, penjamin keamanan, dan telah teruji.
Standar operasional prosedur yang perlu dirumuskan :
1. Ketetapan falsafah dan tujuan,
2. Ketetapan Fisioterapis sebagai pimpinan,
3. Ketetapan organisasi,
4. Ketetapan sistem pelaporan
5. Ketetapan akses masuk,
6. Ketetapan pemeriksaan penunjang,
7. Ketetapan dokumentasi
8. SPO Proses : assesmen, diagnosis, perencanaan, penyelesaian/penghentian, resum, dokumentasi.
9. SPO Kasus : Ekstrimitas Atas, Ekstrimitas Bawah, Ekstremitas Atas, Tulang Punggung.
10. SPO Intervensi/Metode terapi : terapi latihan, massage, pengukuran.
11. SPO /Petunjuk teknis modalitas .
BAB III
PERILAKU INTERAKSI FISIOTERAPI.
Interaksi merupakan bagian integral pelayanan fisioterapi. Interaksi merupakan prasarat untuk
perubahan positif tentang kesadaran tubuh dan perilaku gerak, yang memungkinkan peningkatan
kesehatan dan kesejahteraan. Interaksi juga dimaksudkan untuk meningkatkan saling pengertian
antara fisioterapis dengan pasien/klien/keluarga/pengasuh dan tenaga kesehatan lain. Interaksi
melibatkan tim inter disiplin guna menentukan kebutuhan dan tujuan intervensi fisioterapi,
mengikutsertakan pasien/klien/keluarga/pengasuh dalam proses pencapaian tujuan intervensi
fisioterapi. Interaksi dengan lembaga pemerintahan dilakukan dalam rangka menginformasikan,
mengembangkan dan atau implementasi kebijakan dan strategi kesehatan yang tepat.
Fisioterapis dalam melakukan pelayanan berpegang pada sumpah profesi, KODEFI, KODERSI,
mengacu pada standar, pendekatan promotif-preventif-kuratif-rehabilitatif, memandang
pasien/klien sebagai manusia seutuhnya.
Fisioteraspis berwenang melakukan assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi/re-
evaluasi; berkewajiban (Kepmenkes 1363/2001).
Interaksi fisioterapis ditata dalam formasi seperti dan tidak terbatas :
1. Interaksi Fisioterapis dengan psien/klien/pedamping.
2. Interaksi Fisioterapis dengan dokter penanggung jawab pasien/perujuk dan perawat.
3. Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dalam temu interdisipliner.
4. Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dan pendamping/pendukung pasien, dalam konferensi
kasus/pasien.
5. Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dalam wadah pertemuan ilmiah kasus/klinik.
BAB IV
PANDUAN PENYUSUNAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
A. Definisi SPO
Standar operasioanal prosedur adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai suatu
petunjuk atau direktif. SPO mencakup hal-hal operasional yang memiliki suatu prosedur pasti atau
terstandarisasi,tanpa kehilangan keefektifanya. Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu
didasari oleh SPO. ( Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas) Sebuah SPO adalah
seperangkat instruksi tertulis bahwa seseorang harus mengikuti untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan aman, tanpa efek buruk pada kesehatan pribadi atau lingkungan,dan dalam cara yang
memaksimalkan efisiensi operasional dan produksi. Standar Prosedur Operasional merupakan
perangkat atau instruksi atau langkah-langkah yang dibakukan, yang benar dan terbaik,konsensus
bersama,pencegah kesalahan, penjamin keamanan dan telah teruji ( system mutu ISO 9000,1997 )
B. Bagian-bagian SPO
Standar Prosedur Operasional biasanya ada enam bagian ( ISO 9001 : 2000 )
1. Tujuan.
Prosedur ini dibuat untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai dengan yang dibakukan.
2. Lingkup.
Prosedur ini dinyatakan berlaku untuk siapa dan fungsi-fungsi terkait.
3. Acuan
Disini di isi dokumen- dokumen lain yang disebutkan atau yang berkaitan dengan prosedur ini.
4. Definisi.
Dijelaskan disini semua istilah yang dipakai dalam prosedur ini, yang mungkin bermakna
ganda,juga bila dalam prosedur ini dipakai singkatan-singkatan yang perlu dijelaskan artinya
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan menggunakan penanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan
fungsi dan komunikasi. (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1363/Menkes/SK/XII/2001).
c. Perlu ditetapkan seorang Kepala/Penanggung Jawab Pelayanan Fisioterapi sebagai pengelola.
MENGINGAT :
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit . . . .. . .. . . . . Nomor . . . . .. .. . tentang Struktur Organisasi
Unit/Pelayanan Fisioterapi.

MEMUTUSKAN : Menetapkan :
1. Nama :
Nomor Kepegawaian : Sebagai Kepala Unit/Instalasi Fisioterapi
2. Bertugas mengelola pelayanan fisioterapi di Rumah Sakit sesuai dengan Uraian Tugas Kerja
terlampir.
3. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di .................. Pada tanggal .................... Direktur Rumah Sakit ......
16 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
I.1b.: URAIAN TUGAS KEPALA / PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN FISIOTERAPI DI RUMAH
SAKIT . . . . . . .
1. Fungsi utama :
Mengelola unit /instalasi fisioterapi untuk memberikan pelayanan kesehatan paripurna holistik
kepada masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu
pengetahuan kesehatan, sesuai dengan perundangan, peraturan, standar, serta Visi, Misi dan
Tujuan Rumah Sakit ..................
2. Kedudukan dalam organisasi :
2.1 Bertanggung jawab kepada pimpinan/pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan institusi sarana
kesehatan.
2.2 Membawahi seluruh tenaga dalam satuan kerja pelayanan fisioterapi sesuai ketentuan institusi
sarana kesehatan.
3. Uraian tugas :
3.1 Memimpin dalam merumuskan falsafah, tujuan, sasaran pelayanan fisioterapi sesuai dengan
standar profesi dan ketententuan institusi.
3.2 Mengelola pelayanan fisioterapi sesuai dengan peraturan, perundangan, standar profesi dan
ketentuan institusi.
3.3 Memimpin perumusan metoda kerja sesuai dengan peraturan, perundangan, standar profesi
fisioterapi dan ketentuan institusi.
3.4 Memimpin pengembangan pelayanan fisioterapi sesuai kebutuhan masyarakat, kemajuan ilmu
pengetahuan teknologi, dan daya dukung institusi.
3.5 Memimpin pengembangan sumber daya manusia yang dibawahinya.
3.6 Memimpin dalam mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu
pengetahuan kesehatan
3.7 Menjalin kerjasama vertical dan horizontal dalam institusi.
3.8 Menjalin kerjasama profesional dengan organisasi profesi dan legalitas pelayanan dengan
pemerintah.
4. Batas wewenang :
4.1 Membuat dan atau mengesahkan pedoman dan teknis profesional pelayanan fisioterapi sesuai
dengan standar profesi dan kebijakan institusi.
4.2 Membuat/memimpin, merumuskan program kerja jangka pendek dan jangka panjang
pelayanan fisioterapi.
4.3 Membuat laporan kegiatan pelayanan fisioterapi kepada pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.4 Membuat laporan kepersonaliaan kepada pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.5 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang dibawahinya.
4.6 Membuat laporan sarana dan prasarana dalam satuan kerjanya kepada pimpinan/pejabat
dalam institusi.
4.7 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana.
5. Kualifikasi :
5.1 Pendidikan: S-1 Fisioterapi/Diploma IV Fisioterapi atau Diploma III Fisioterapi plus
SKM/S1Manajemen.
5.2 Memiliki SIPF (Surat Izin Praktik Fisioterapi)
5.3 Pengalaman : S-1/Diploma IV, 1 tahun sebagai Pelaksana , atau
5.4 Diploma III plus SKM/S1 Manajemen, 2 tahun sebagai Pelaksana.
5.5 Keterampilan : Operasional Komputer Word,Exel, Power Point, dan Bahasa Inggris
Intermediate.
5.6 Pelatihan : Manajemen Mutu.
6. Referensi :
6.1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
6.2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6.3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6.4 Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
6.5 Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapis.
6.6 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik
Fisioterapi.
6.7 Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004 tentang Jabatan
Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.8 Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara RI Nomor
209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Fisioterapis.
6.9 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009;
6.11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
6.12 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi.
6.13 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.14 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.15 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di
Rumah Sakit.
I.1c. KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ………… NOMOR : ………… TENTANG ORGANISASI
UNIT/INSTALASI FISIOTERAPI DI RUMAH SAKIT . . . . . . . MENIMBANG :
a. Dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan paripurna holistik kepada masyarakat,
mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu pengetahuan kesehatan, sesuai
dengan Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit ..................
b. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau
kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik,
elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. (Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 1363/Menkes/SK/XII/2001).
c. Perlu ditetapkan Organisasi Pelayanan Fisioterapi sebagai unit kerja/instalasi pelayanan di
Rumah Sakit . . . . . .
MENGINGAT :
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapis.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik
Fisioterapi.
7. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004 tentang Jabatan
Fungsional Tenaga Fisioterapis.
8. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara RI Nomor 209
Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Fisioterapis.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Tenaga Fisioterapis.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi.
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
15. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di
Rumah Sakit
STRUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA/ PELAYANAN FISIOTERAPI RUMAH SAKIT . . . . . .
Kepala/PJ Yan. Fisioterapi
Kelompok Peminatan Tumbuh Kembang
Kelompok Peminatan Neuro-Muskuler
Kelompok Peminatan Muskulo-Skeletal-Integumenter.
Staf Profesional Fisioterapi
Tata Usaha
Fisioterapis Pelaksana
Fisioterapis Pelaksana
Fisioterapis Pelaksana
Staf Medis Fungsional
I. 2 FILOSOFI FISIOTERAPI
1. Falsafah Fisioterapi :
1.1 Kepenuhan gerak fungsional tubuh manusia untuk hidup sehat sejahtera adalah hak azasi.
1.2 Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau
kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.
1.3 Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1.4 Ilmu fisioterapi adalah sintesa ilmu biofisika, kesehatan dan ilmu-ilmu lain yang mempunyai
hubungan dengan upaya pencegahan, intervensi dan rehabilitasi gangguan gerak fungsional serta
promosi. Paradigma fisioterapi meliputi : gerak, individu dan interaksi, sehat-sakit.
1.5 Otonomi fisioterapi : Dalam melakukan pelayanan profesinya, fisioterapis mempunyai otonomi
mandiri serta mempunyai hubungan yang sejajar dengan profesi kesehatan lain, dengan
konsekuensi dan tanggung jawab serta mengatur dirinya sendiri berdasarkan landasan kode etik
profesi fisioterapi, serta mendapatkan pengesahan dari Ikatan Profesi Fisioterapi dan peraturan
perundangan yang berlaku.
1.6 Pelayanan fisioterapi adalah masukan, proses, keluaran dan dampak pelayanan fisioterapi.
1.7 Proses fisioterapi ialah kegiatan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan assesmen dan
pemeriksaan fisioterapi, penetapan diagnosa fisioterapi, rencana intervensi terapi, pelaksanaan
intervensi terapi, evaluasi hasil intervensi terapi dan dokumentasi.
1.8 Integrasi pelayanan fisioterapi, sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan, dalam
bentuk pelayanan mandiri atau dalam tim pelayanan kesehatan lain, diatur dengan prinsip-prinsip
etik, standar profesi, tanggung dan tanggung gugat, dengan pendekatan holistik dan paripurna :
a. Promosi : Mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu dan masyarakat umum.
b. Pencegahan: Terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan individu yang
mempunyai resiko gangguan gerak akibat faktor-faktor kesehatan/ medik/sosial ekonomi dan gaya
hidup.
c. Penyembuhan : Terhadap gangguan/penyakit infektif, non infektif dan degeneratif.
d. Pemulihan : Terhadap sistem integrasi tubuh yang diperlukan untuk pemulihan gerak,
memaksimalkan fungsi, meminimalkan ketidak mampuan dan meningkatkan kualitas hidup
individu dan atau kelompok yang mengalami gangguan sistem gerak
1.9 Prinsip-prinsip Kode Etik Fisioterapi :
a. Menghargai hak dan martabat individu.
b. Tidak bersikap diskriminatif dan memberikan pelayanan kepada siapapun yang membutuhkan.
c. Memberikan pelayanan prifesional secara jujur, berkompeten dan bertanggung jawab.
d. Mengakui batasan dan kewenangnan profesi dan hanya memberikan pelayanan dalam lingkup
fisioterapi.
e. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya, kecuali untuk kepentingan
hukum/pengadilan.
f. Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan.
g. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan untuk meningkatkan
derajad individu dan masyarakat.
2. Tujuan :
Agar masyarakat terlayani dalam hal problem dan kebutuhan akan kesehatan gerak fungsional,
melalui upaya pencegahan gangguan/penyakit, penyembuhan dan pemulihan melalui upaya
pelayanan fisioterapi
2.1 Mengembangkan gerak potensial agar gerak aktual mencapai gerak fungsional.
2.2 Mengembangkan gerak potensial untuk meminimalkan kesenjangan gerak aktual dengan gerak
fungsional.
3. Kerangka konsep :
3.1 Gerak manusia sebagai hasil fungsi integrasi koordinasi dari tubuh pada sejumlah tingkatan,
dipengaruhi factor eksternal dan internal. Gerakan fungsional sebagai esensi untuk sehat dan
sejahtera.
3.2 Individu manusia sebagai kesatuan tubuh, pikiran dan semangat, memiliki kesadaran akan
kebutuhan dan tujuan gerak tubuhnya, memiliki kapasitas puntuk berubah sebagai hasil respon
faktor-faktor fisik, psikologis, social dan lingkungan.
3.3 Interaksi manusia sebagai kemampuan dan prasarat untuk perubahan positif dalam perilaku
gerak kearah yang berfungsi dalam kesehatan dan kesejahteraan. Interaksi berfungsi mencapai
saling pengertian diantara fisioterapis, pasien, keluarga pasien, dan pelayanan lain, dalam
menyusun pelayanan fisioterapi yang terintegrasi.
3.4 Sehat-sakit: setiap individu mempunyai potensi gerak, gerak actual dan gerak fungsional. Sehat
berarti gerak aktual sama dengan gerak fungsional. Sakit berarti ada kesenjangan antara gerak
aktual dengan gerak fungsional. Agar gerak aktual mencapai gerak fungsional maka fisioterapi
berperan mengembangkan potensi gerak.
3.5 Otonomi professional diperlukan agar fisioterapis bisa berpraktik berinteraksi dengan pasien,
keluarga pasien, pelayanan lain demi tepatdan akuratnya intervensi fisioterapi. Otonomi
profesional diperoleh fisioterapi melalui pendidikan tinggi ilmu fisioterapi dan dengan
mengembangkan etik moral demi melayani pasien.
I. 3. PROSEDUR RUJUKAN FISIOTERAPI RAWAT INAP
1. Pengertian :
Prosedur rujukan fisioterapi pasien rawat inap ialah tatacara pelayanan fisioterapi bagi pasien yang
dirawat inap, dari sejak dirujuk, dilayani, dievaluasi dan dirujuk kembali.
2. Tujuan :
Tersedianya pedoman kerja bagi Fisioterapis dan tenaga kesehatan lain, dalam memberikan
pelayanan fisioterapi untuk pasien yang dirawat inap.
3. Kebijakan :
Pedoman ini sebagai acuan kerja dalam melayani pasien yang dirawat inap dalam lingkup :
3.1 Pasien yang dirawat inap dimungkinkan dilayani secara interdisipliner dengan Dokter yang
merawat berperan sebagai ketua tim.
3.2 Pemberian pelayanan fisioterapi atas dasar permintaan/ persetujuan Dokter ketua tim
3.3 Fisioterapis menerima rujukan dan melayani pasien sesuai dengan kaidah dalam proses
fisioterapi yang terbuka, dan melaporkan hasil evaluasi pelayanan sebagai rujukan balik, kepada
Dokter perujuk.
3.4 Fisioterapis berkolaborasi dengan Perawat dan profesi lain dalam memberikan pelayanan pada
pasien.
3.5 Fisioterapis membuat catatan dokumentasi pelayanan fisioterapi, menyesuaikan dengan sistem
rekam medis yang berlaku
4. Prosedur :
4.1 Dokter memeriksa pasien, menemukan indikasi fisioterapi dan mengisi formulir rujukan
fisioterapi

DIAGRAM ALUR RUJUKAN FISIOTERAPI


RAWAT INAP.
DR. PENGIRIM
FISIOTERAPIS
ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN
Form rujukan FT Rujukan balik

B. Manajemen Pelayanan Pasien/Klien Fisioterapi: ketetapan akses masuk, assesmen,


diagnosis, perencanaan, persetujuan, pemeriksaan penunjang intevensi, evaluasi,
dokumentasi, dan pelaporan.
Isi SPO tingkat II Contoh-contoh sebagai berikut : II. 1. STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI
1. Pengertian :
Standar pelayanan fisioterapi ialah tata urutan kegiatan fisioterapi yang diterapkan pada pasien /
klien secara profesional, paripurna, efektif, efisien dan terintegrasi.
2. Prosedur :
Standar Pelayanan Fisioterapi berisikan kegiatan berurutan sebagai berikut :
2.1 Assesmen
2.2 Diagnosa
2.3 Perencanaan
2.4 Intervensi
2.5 Evaluasi
2.6 Dokumentasi.
Masing-masing prosedur diuraikan dalam standar prosedur operasional.
3. Dokumen terkait:
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.4 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.

II. 2. STANDAR ASSESMEN UMUM FISIOTERAPI


1. Pengertian :
Assesmen umum fisioterapi adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup pemeriksaan pada
diri individu atau kelompok, mengidentifikasi problem yang nyata dan yang berpotensi terjadi
kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain, dengan cara
memperhatikan riwayat penyakit, telaah umum, uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan
penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam
sebuah proses pertimbangan klinis.
2. Prosedur :
2.1 Identifikasi umum :
2.1.1 Individu pasien/klien :
2.1.1.1 Mencakup nama lengkap pasien/klien, jenis, tempat tanggal lahir, agama/kepercayaan,
pekerjaan.
2.1.1.2 Data ini dapat diisi oleh petugas penerima/siswa/magang.
2.1.2 Rujukan dari pemrakarsa pelayanan fisioterapi :
2.1.2.1 Akses langsung.
2.1.2.2 Rujukan internal Fisioterapi/pelayanan kesehatan lain, dicantumkan nama perujuk.
2.2 Assesmen dan konsultasi.
Data awal episode pelayanan fisioterapi mencakup elemen-elemen sebagai berikut :
2.2.1 Riwayat penyakit dan harapan :
2.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan dan upaya pencegahannya.
2.2.1.2 Diagnosis dan riwayat medik yang berkaitan.
2.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor lingkungan yang terkait.
2.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan episode pelayanan fisioterapi.
2.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis.
2.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan kadar pengetahuannya.
2.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (outcomes) dari pasien/klien dan keluarga dan
pihak lain yang berpengaruh.
2.3 Telaah sistemik.
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal, mencakup system-sistem :
2.3.1 Kardiovaskuler/pulmoner
2.3.2 Integumenter
2.3.3 Muskuloskeletal
2.3.4 Neuromuskuler
2.4 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan pembelajaran.
2.5 Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status pasien/klien. Pengujian dan
pengukuran termasuk dan tidak terbatas pada :
2.5.1 Arousal, atensi dan kognisi.
2.5.1.1 Tingkat kesadaran.
2.5.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
2.5.1.3 Kemampuan tampilan secara umum.
2.5.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
2.5.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
2.5.2.2 Pola gerak reflek.
2.5.2.3 Ketangkasan, kelincahan, dan koordinasi.
2.5.3 Range of motion.
2.5.3.1 Luas gerak sendi.
2.5.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.
2.5.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
2.5.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan).
2.5.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
2.5.4.2 Gradasi manual muscle test.
2.5.4.3 Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform, dan frekwensi.
2.5.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
2.5.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi pernafasanm tekanan darah.
2.5.5.2 Gas darah arteri.
2.5.5.3 Palpasi denyut perifer.
2.5.6 Sikap.
2.5.6.1 Sikap static.
2.5.6.2 Sikap dinamik.
2.5.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
2.5.7.1 Karakteristik langkah.
2.5.7.2 Fungsional lokomasi.
2.5.7.3 Karakteristik keseimbangan.
2.5.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
2.5.8.1 Aktifitas hidup harian.
2.5.8.2 Kapasitas fungsional.
2.5.8.3 Transfer.
2.5.9 Integrasi/reintegrasi masyarakat dan kerja (pekerjaan/sekolah/bermain)
2.5.9.1 Aktifitas instrumentasi kehidupan harian.
2.5.9.2 Kapasitas fungsional.
2.5.9.3 Kemampuan adaptasi.
2.5.10 Pemeriksaan dan pengukuran lain-lain terpilih.
2.6 Pemeriksaan penunjang dengan cara Fisioterapis merujuk ke pelayanan lain sesuai kebutuhan
pasien/klien, seperti radiologi, laboratorium dan lain sebagainya.
2.7 Analisa data sebagai proses dinamis keputusan klinis oleh Fisioterapi berdasar data yang
terkumpul pertimbangan klinis menyimpulkan diagnosis dan prognosis.
3. Prosedur terkait :
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar proses fisioterapi
3.4 Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.5 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.

II. 3. STANDAR DIAGNOSIS FISIOTERAPI


1. Pengertian :
1.1 Diagnosis fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom, sindrom, keterbatasan
fungsi, keterbatasan gerak, impermen, atau potensi terjadinya, yang merefleksikan informasi yang
didapat dari pemeriksaan pada diri pasien/klien.
1.2 Prognosis fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi sehat-sakit
pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.
2. Prosedur :
2.1 Diagnosis fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan, pengukuran dan evaluasi dengan
pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak, mencakup adanya gangguan
atau kelemahan jaringan tertentu, limitasi fungsi, hambatan dan sindroma. Diagnosis akan
berfungsi dalam menggambarkan keadaan pasien/klien, menuntun penentuan prognosis dan
menuntun penyusunan rencana intervensi.
2.1.1 Merumuskan adanya sintom dan atau sindrom.
2.1.2 Merumuskan hambatan memelihara diri, aktifitas hidup harian, kerja/sekolah dan hobi.
2.1.3 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
2.1.4 Merumuskan keterbatasan gerak komponen tubuh.
2.1.5 Merumuskan gangguan dan atau kelemahan jaringan.
2.1.6 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi seluler.
2.1.7 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi biomolekuler.
2.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi perkembangan varian
kondisi sehat sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi
fisioterapi.
II. 3a. STANDAR DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Katagori Diagnosis Musculoskeletal
1.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/ demineralisasi
1.2 Gangguan Sikap
1.3 Gangguan Kinerja otot
1.4 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
connective tissue
1.5 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
inflamasi lokal.
1.6 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
kerusakan spinal.
1.7 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
fraktur.
1.8 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
Arthroplasti sendi.
1.9 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan bedah
tulang atau jaringan lunak.
1.10 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion, balance yang
berkaitan dengan amputasi
2. Kategori Diagnosa Neuromuskuler
2.1 Pencegahan dini/pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2.2 Gangguan Perkembangan Neuromotor
2.3 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non progressive
disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak.
2.4 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non progressive
disorder CNS – pada usia dewasa
2.5 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan progressive disorder
CNS
2.6 Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan Peripheral
Nerve Injury.
2.7 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute atau Chronic
Polyneuropathies.
2.8 Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder Spinal Cord.
2.9 Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near coma, atau status
vegetative.
3. Katagori Diagnosis Kardiovasculer /Pulmoner :
3.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary
3.2 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan decontioning syndrome
3.3 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan
Airways clearance dysfunction.
3.4 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan Cardiovascular Pump
Dysfuntion or failure
3.5 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan
Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
3.6 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan
Respiratory Failure.
3.7 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan
Respiratory Failure pada neonatus
3.8 Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan Lymphatetic System
disorders
4. Katagori Diagnosis Integumenter :
4.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument
4.2 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Superficial skin involvement
4.3 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan partial thickness skin involvement
4.4 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Full Thickness skin involvement dan scar
formation
4.5 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Skin Involvement extended Into Facia,
Muscle, or Bone and scar formation.
5. Referensi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik
Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di
Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi Fisioterapi
Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
II.3b. KATAGORI DIAGNOSIS DAN KONDISI

Katagori Diagnosis Musculoskeletal


1. Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/ demineralisasi.
2. Gangguan Sikap
3. Gangguan Kinerja otot
4. Gangguan mobilitas sendi motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
connective tissue
5. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
inflamasi lokal.
6. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
kerusakan spinal.
7. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
fraktur.
8. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
Arthroplasti sendi.
9. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM
10. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion, balance
yang berkaitan dengan amputasi

Katagori Diagnosis Neuromuskular


Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )
1. Pencegahan dini / pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2. Gangguan Perkembangan Neuromotor
3. Gangguan motor function dan sensory integratif
4. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non progressive
disorder CNS – pada usia dewasa
5. Gangguan motor function dan sensory integration
6. Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function
7. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute atau
Chronic Polyneuropathies.
8. Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan
9. Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near coma, atau
status vegetative.
Katagori Diagnosis Cardiovascular /Pulmonary
Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )
1. Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary
2. Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan decontioning syndrome
3. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/endurance yang berkaitan
dengan Airways clearance dysfunction.
4. Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan Cardiovascular Pump
Dysfuntion or failure
5. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/endurance

6. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic


7. Ganguan ventilasi,
8. Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan Lymphatetic

Katagori Diagnosis Integumentary


Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )
II. 4. STANDAR INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Pengertian :
Intervensi fisioterapi ialah implementasi perencanaan dan memodifikasi untuk mencapai tujuan
yang disepakati, mencakup : penanganan manual, peningkatan gerak, peralatan fisis, peralatan
elektroterapeutis dan peralatan mekanis, pelatihan fungsional, penentuan bantuan dan peralatan
bantuan, dokumentasi dan koordinasi, komunikasi.
2. Prosedur :
Intervensi setiap kunjungan/pertemuan, dengan mencermati respon dan perkembangan kondisi
pasien/klien perlu implementasi dan modifikasi dari perencanaan. Intervensi oleh Fisioterapis dan
atau dilaksanakan oleh asisten harus dibawah direksi/pengarahan dan supervisi otentikasi
(pengesahan) dokumen oleh Fisioterapis berizin, memuat unsur-unsur:
2.1 Laporan dari pasien/klien yang layak.
2.2 Identifikasi intervensi secara spesifik mencakup frekwensi, intensitas dan durasi.
Contoh :
2.2.1 Ekstensi lutut, 3 set, 10 pengulangan, 10 kg. beban.
2.2.2 Latihan transfer dari bed ke kursi dengan papan luncur.
2.3 Pemakaian peralatan.
2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi perencanaan.
2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekwensi dan intensitas intervensi serta dengan kemajuan
mengarahkan pada tujuan, sepanjang pasien/klien patuh pada instruksi terapi.
2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga pasien/klien dan pihak lain yang
terkait.
II. 5. STANDAR EVALUASI FISIOTERAPI
1. Pengertian :
Evaluasi fisioterapi ialah assesmen ulang dengan pertimbangan klinis setelah intervensi fisioterapi
dalam periode waktu, disandingkan dengan hasil assesmen sebelumnya, perencanaan dan
intervensi, serta disimpulkan perkembangan (out come) kondisi pasien/klien, dan tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pemeriksaan ulang setelah satu episode atau satu seri intervensi fisioterapi untuk mengevaluasi
kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
2.2 Pemeriksaan ulang meancakup pengumpulan data subyektif, data obyektif,
assesmen/interpretasi dan rencana tindak lanjut (SOAP), dirinci :
2.3 Unsur-unsur yang teridentifikasi pada assesmen awal untuk memperbaharui status kondisi
pasien/klien.
2.4 Interpretasi dari temuan-temuan dan bilamana terindikasi perlunya revisi untuk
mengantisipasi tujuan dan harapan.
2.5 Bilamana terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan dikaitkan dengan antisipasi
tujuan dan hasil yang diharapkan yang terdokumentasi.
2.6 Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapis berizin.
II. 6. STANDAR PENGAKHIRAN PROSES FISIOTERAPI
1. Pengertian :
Pengakhiran proses fisioterapi adalah pelepasan (discharge) dan penghentian (discontinuation)
fisioterapi pada diri pasien/klien, berdasar pada analisis-sintesis hasil evaluasi, faktor
keterpaksaan, dengan pertimbangan klinis dan rekomendasi tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pelepasan (discharge) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.1.1 Fisioterapis memastikan tujuan telah tercapai.
2.1.2 Pasien/klien memastikan harapan telah terpenuhi.
2.1.3 Berpindah ke institusi lain.
2.1.4 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.2 Penghentian (discontinuation) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.2.1 Fisioterapis memastikan tidak bermanfaat lagi.
2.2.2 Pasien/klien, penyandang dana atau asuransi, tidak berkenan melanjutkan proses fisioterapi.
2.2.3 Kontroversi kepentingan para stake holder perawatan pasien/klien.
2.2.4 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.3 Kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut, berisikan :
2.3.1 Diagnosis fisioterapi, diagnosis medis dan kondisi pasien/klien.
2.3.2 Proses fisioterapi yang telah dikenakan.
2.3.3 Hasil evaluasi terakhir.
2.3.4 Rekomendasi tindak lanjut : fisioterapi, program dirumah, proteksi-pencegahan, tindakan lain.
II.7. STANDAR DOKUMENTASI FISIOTERAPI.
1. Pengertian.
1.1 Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien seperti laporan
konsultasi, laporan assesmen awalm, catatan perkembangan, catatan alur pelayanan, re-assesmen
dan kesimpulan pelayanan.
1.2 Autentikasi ialah proses untuk verifikasi bahwa semua data yang tercatat adalah lengkap,
akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau tanda tangan computer dengan system
pengamanan elektronika.
2. Petunjuk Umum
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2.1 Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta. Data elektronik harus dengan ketentuan
kerahasiaan dan pengamanan yang memadai.
2.2 Persetujuan (informed consent) : kepada pasien/klien harus ditanyakan pemahaman dan
kesadarannya sebelum intervensi dimulasi, dengan contoh-contoh cara pendokumentasian sebagai
berikut :
2.2.1 Tanda tangan pasien/klien atau keluarga/penanggung yang sah pada formulir pernyataan
pemahaman dan kesepakatan tindakan.
2.2.2 Hal-hal yang telah dijelaskan oleh Fisioterapis berizin dicatat sebagai data resmi/legal.
2.2.3 Dokumentasi kelengkapan (checklist) data kesepakatan tindakan.
2.3 Mengkoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoretkan satu garis lurus sepanjang tulisan
yang dikoreksi diparaf dan ditanggali, atau bila koreksi pada dokumen data elektronis perlu dengan
mekanisme yang tepat tanpa menghapus data orisinil.
2.4 Identifikasi.
2.4.1 Mencakup nama lengkap pasien/klien, memberikan penomoran pada setiap dokumen
baku/sah.
2.4.2 Setiap catatan/masukan harus ditnggali, diotentikasi (ditandatangani) dan ditulis nama
lengkap dan sebutan izin professional (Fisioterapis/No.SIPF).
2.4.3 Dokumentasi yang dibuat oleh petugas penerima/siswa/magang harus
diotentikasi/ditndatangani oleh Fisioterapi berizin.
2.5 Dokumentassi mencakup mekanisme rujukan dari pemrakarsa pelayanan fisioterapi, contoh-
contoh :
2.5.1 Rujukan internal Fisioterapi/akses langsung.
2.5.2 Permintaan konsultasi dari praktek umum.
3. Assesmen Awal dan Konsultasi
3.1 Dokumentasi mulai diperlukan saat permulaan setiap episode pelayanan fisioterapi.
3.2 Dokumentasi dari awal episode pelayanan fisioterapi mencakup elemen-elemen sebagai berikut
:
3.2.1 Dokumentasi tentang riwayat secukupnya :
3.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan dan upaya pencegahannya/
3.2.1.2 Diagnosa dan riwayat medik yang berkaitan.
3.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor lingkungan yang terkait.
3.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan episode pelayanan fisioterapi.
3.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognasa.
3.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan kadar pengetahuannya.
3.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (out comes) dari pasien/klien dan keluarga dan
pihak lain yang berpengaruh.
3.2.2 Dokumentasi dari telaah sistemik.
3.2.2.1 Dokumentasi status anatomi dan fisiologi mencakup system-sistem :
3.2.2.1.1 Kardiovaskuler/pulmonal.
3.2.2.1.2 Integumenter.
3.2.2.1.3 Muskuloskeletal.
3.2.2.1.4 Neuromuskuler.
3.2.2.2 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan pembelajaran.
3.2.3 Dokumentasi dari uji dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status pasien/klien.
Contoh-contoh pengujian dan pengukuran sebagai berikut dan tidak terbatas :
3.2.3.1 Arousal, atensi dan kognisi.
3.2.3.1.1 Tingkat kesadaran.
3.2.3.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
3.2.3.1.3 Kekurangan tampilan secara umum.
3.2.3.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
3.2.3.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
3.2.3.2.2 Pola gerak reflek.
3.2.3.2.3 Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi.
3.2.3.3 Range of motion.
3.2.3.3.1 Luas gerak sendi.
3.2.3.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.
.2.3.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
3.2.3.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan)
3.2.3.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
3.2.3.4.2 Gradasi manual muscle test.
3.2.3.4.3 Elektromiografi : amplitude, durasi, wafe form, dan frekwensi.
3.2.3.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
3.2.3.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi penafasan, tekanan darah.
3.2.3.5.2 Gas darah arteri.
3.2.3.5.3 Palpasi denyut perifer.
3.2.3.6 Sikap.
3.2.3.6.1 Sikap statis.
3.2.3.6.2 Sikap dinamis.
3.2.3.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
3.2.3.7.1 Karakteristik langkah.
3.2.3.7.2 Fungsional lokomasi.
3.2.3.7.3 Karakteristik keseimbangan.
3.2.3.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
3.2.3.8.1 Aktifitas hidup harian.
3.2.3.8.2 Kapasitas fungsional.
3.2.3.8.3 Transfer.
3.2.3.9 Integrasi/reintegritas masyarakat dan kerja (pekerjaan / sekolah / bermain).
3.2.4 Dokumentasi/evaluasi (proses dinamis keputusan klinis oleh Fisioterapis berdasar data yang
terkumpul).
3.2.5 Dokumentasi diagnossis (label yang merangkum berbagai simtom, sindrom atau kategori
yang merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan).
3.2.6 Dokumentasi prognosis (ketetapan perkembangan optimal yang mungkin dicapai dengan
intervensi dalam suatu periode waktu. Dokumentasi mencakup antisipasi tujuan, harapan,
hasil/out come, dan rencana pelayanan).
3.2.6.1 Pasien/klien (keluarga dan pihak lain berpengaruh) dilibatkan dalam perumusan antisipasi
tujuan dan harapan keberhasilan.
3.2.6.2 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan dinyatakan dalam terminology terukur.
3.2.6.3 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan berkaitan dengan impermen, keterbatasan
fungsi dan disabilitas sesuai yang didapat pada pemeriksaan.
3.2.6.4 Harapan keberhasilan dinyatakan dalam terminology fungsional.
3.2.6.5 Rencana pelayanan :
3.2.6.5.1 Dikaitkan dengan antisipasi tujuan dan harapan keberhasilan.
3.2.6.5.2 Mencakup frekwensi dan durasi untuk meancapai tujuan antisipatif dan harapan
keberhasilan.
3.2.6.5.3 Mencakup tujuan pendidikan bagi pasien/klien dan keluarga/pemberian pelayanan.
3.2.6.5.4 Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan koordinasi pelayanan dengan
profesi/pelayanan lain.
3.2.7 Otentikasi dengan rancangan yang tepat oleh Fisioterapis berizin.
4. Dokumentasi Keberlangsungan Intervensi
4.1 Dokumentasi intervensi dan atau pelayanan yang diberikan serta perkembangan kondisi
pasien/klien.
4.1.1 Dokumentasi dibutuhkan pada setiap kunjungan/pertemuan.
Otentikasi (pengesahan) dokumen oleh Fisioterapis berizin, intervensi dan atau pelayanan yang
dilaksanakan oleh asisten harus dibawah sireksi/pengarahan dan supervise oleh Fisioterapis
berizin.
4.1.2 Dokumentasi setiap kunjungan/pertemuan memuat unsure-unsur :
4.1.2.1 Laporan dari pasien/klien yang layak.
4.1.2.2 Identifikasi intervensi secara spesifik mencakup frekwensi, intensitas dan durasi. Contoh :
4.1.2.2.1 Ekstensi lutut, 3 set, 10 pengulangan, 10 kg. beban.
4.1.2.2.2 Latihan transfer dari bed kekursi dengan papan luncur.
4.1.2.3 Pemakaian peralatan.
4.1.2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi perencanaan.
4.1.2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
4.1.2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekuensi dan intensitas intervensi serta berkaitan dengan
kemajuan mengarah pada tujuan, sepanjang pasien/klien patuh pada instruksi terapi.
4.1.2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga pasien/klien dan pihak lain
yang terkait.
4.2 Dokumentasi evaluasi/reasesman.
4.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap untuk mengevaluasi
kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
4.2.2 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya mencakup unsur-unsur :
4.2.2.1 Dokumentasi unsur-unsur yang teridentifikasi pada III.A.2 untuk memperbaharui status
kondisi pasien/klien.
4.2.2.2 Interpretasi dari temuan-temuan dan bilamana terindikasi perlunya revisi untuk
menatisipasi tujuan dan harapan.
4.2.2.3 Bilamana terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan dikaitkan dengan antisipasi
tujuan dan hasil uyang diharapkan yang terdokumentasi
4.2.2.4 Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapi berizin.
5. Dokumentasi Sumasi Episode Pelayanan
5.1 Dokumentasi dibutuhkan untuk menindak lanjuti kesimpulan berlangsungnya konsekwensi
episode intervensi.
5.2 Dokumentasi dari sumasi (kesimpulan) dari episode pelayanan hendaknya mencakup unsur-
unsur :
5.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap untuk mengevaluasi
kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
5.2.1.1 Antisipasi tujuan dan harapan yang telah tercapai.
5.2.1.2 Penolakan kelangsungan intervensi oleh pasien/klien, pengasuh, penanggung jawab sah.
5.2.1.3 Pasien/klien tidak cakap/layak melanjutkan intervensi akibat komplikasi medis atau
psikososial.
5.2.1.4 Fisioterapis menentukan bahwa kelangsungan intervensi tidak bermanfaat bagi
pasien/klien.
5.3 Status kemampuan fungsional fisik.
5.4 Derajad pencapaian tujuan dan harapan yang diantisipasi, dan alas an ketidak tercapaiannya.
5.5 Rencana penyelesaian mencakup komunikasi tulis dan lisan selama berlangsungnya pelayanan.
Contoh-contoh mencakup :
5.5.1 Program dirumah.
5.5.2 Rujukan kepelayanan lain yang tepat.
5.5.3 Rekomendasi tindak lanjut pelayanan fisioterapi.
5.5.4 Pelatihan bagi keluarga/pengasuh.
5.5.5 Pemakaian peralatan.
6. Dokumen terkait :
6.1 Lampiran :
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Pasien Rawat Inap IDENTIFIKASI DIRI
1. Nama :
Keluarga :
Kecil :
2. Tanggal Masuk Rawat :
3. Tanggal Lahir:
4. Seks :
Laki laki
Perempuan
5. Tangan dominant :
Kanan
Kiri
Tidak diketahui
9. Dokter yang mengirim :
RIWAYAT SOSIAL
18. Status Kesehatan Umum.
a. Kondisi kesehatan Pasien/Klien secara umum :
b. Penyakit utama dalam satu tahun terakhir :
19. Perilaku hidup sehat
a. Alkohol :
b. Merokok
a) Batang perhari :
b) Pernah berhenti :
c. Kebiasan olahraga :
20. Riwayat penyakit Keluarga
a. Jantung, Siapanya: Kapan :
b. Darah tinggi, Siapanya: Kapan :
c. Stroke, Siapanya: Kapan :
d. Diabetes, Siapanya: Kapan :
e. Kanker, Siapanya: Kapan :
f. Lain lain, Siapanya: Kapan :
21. Riwayat operasi pasien/klien
22. Status fungsional
a. Kesulitan dalam bergerak
a) Bergeser dalam posisi tidur :
b) Tranfer :
c) Berjalan :
b. Kesulitan dalam self care :
c. Kesulitan dalam pengatuan rumah tangga :
d. Kesulitan dalam hubungan integrasi dengan komunitas :
23. Obat obatan :
24. Tes klinis lainnya :
FORMULIR DOKUMENTAS UNTUK PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Pasien Rawat Jalan IDENTIFIKASI DIRI
1. Nama :
Keluarga :
Kecil :
2. Tanggal Masuk Rawat :
3. Tanggal Lahir :
4. Seks :
Laki laki
Perempuan
5. Tangan dominan
Kanan :
Kiri :
Tidak diketahui :
Dokter yang mengirim :
Alasan dikirim ke fisioterapi
RIWAYAT SOSIAL
Status Kesehatan Umum, Kondisi kesehatan Pasien/Klien secara umum : Penyakit utama dalam
satu tahun terakhir : Perilaku hidup sehat, Alkohol : Merokok, Batang perhari : Pernah berhenti :
Kebiasan olahraga : Riwayat penyakit Keluarga
Jantung
Darah tinggi
Stroke
Diabetes
Kanker
Lain lain
Riwayat Operasi/ Penyakit
1. Pernah sakit
Arthritis
Fraktur
Osteoporosis
Gangguan vaskularisasi
Gangguan sirkulasi
Masalah jantung
Hipertensi
Masalah paru
Stroke
Diabetes
Cidera kepala
Parkinson
Epilepsi
Alergi
Masalah Thyroid
Kanker
Masalah ginjal
Gangguan pencernaan
Penyakit kulit
Dll
2. Gejala yang pernah dialami :
Nyeri dada
Denyut nadi tidak teraba
Batuk
Napas pendek
Berkunang kunang
Gangguan koordinasi
Kelemahan tangan atau kaki
Hilangnya keseimbangan
Kesulitan berjalan
Nyeri sendi atau benkak
Nyeri di waktu malam
Sulit tidur
Hilangnya nafsu makan
Gangguan penciuman
Masalah BAB
Kehilangan BB
Masalah perkencingan
Demam
Sakit kepala
Gangguan pendengaran
Gangguan penglihatan
Lain lain
Kondisi saat ini
a. Gambarkan kondisi anda sekarang yang dirasakan perlu fisioterapi :
b. Kapan pertama kali keluhan muncul
c. Bagaimana rasanya :
d. Apakah anda pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya :
Status fungsional
Kesulitan dalam bergerak
Bergeser dalam posisi tidur
Tranfer
Berjalan
Kesulitan dalam self care
Kesulitan dalam pengatuan rumah tangga
Kesulitan dalam hubungan integrasi dengan komunitas
Obat obatan
a. Apakah ada obat obatan yang anda konsumsi saat ini
b. Jika ada terangkan
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Telaah sistemik
Sistim kardio/pulmonal Normal Tidak Denyut nadi : Respiratori Rate: Tekanan darah: Oedema :
Sistem Integumentary, Gangguan integument : Pemerataan warna kulit : Plak (tekture) : Sistim
Muskuloskeletal,
Kesimetrisan, Berdiri : Duduk : Spesifikasi aktifitas : ROM umum : Kekuatan umum : Lainnya :
Sistim Neuromuskuler Langkah :
Lokomotor :
Tinggi Badan Berat Badan
Keseimbangan : Fungsi motorik : Komunikasi, Afektif, Kognisi, Cara belajar Komunikasi : Orientasi
(orang, tempat, waktu) : Emosi : Hambatan belajar

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI Uji dan Pengukuran


4.1.2 Uji dan Pengukuran Terpilih :
Parameter Terpilih:
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI Evaluasi
4.1.3 Katagori Diagnosis Musculoskeletal
1. Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/ demineralisasi
2. Gangguan Sikap
3. Gangguan Kinerja otot
4. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
connective tissue
5. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
inflamasi lokal.
6. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
kerusakan spinal.
7. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan fraktur.
8. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
Arthroplasti sendi.
9. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan bedah
tulang atau jaringan lunak.
10. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion, balance yang
berkaitan dengan amputasi
4.1.4 Katagori Diagnosis Neuromuskular
1. Pencegahan dini / pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2. Gangguan Perkembangan Neuromotor
3. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non progressive
disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak.
4. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non progressive
disorder CNS – pada usia dewasa
5. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan progressive disorder
CNS
6. Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan Peripheral Nerve
Injury.
7. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute atau Chronic
Polyneuropathies.
8. Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder Spinal Cord.
9. Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near coma, atau status
vegetative.
4.1.5 Katagori Diagnosis Cardiovascular /Pulmonary
1. Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary
2. Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan decontioning syndrome
3. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan
Airways clearance dysfunction.
4. Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan Cardiovascular Pump Dysfuntion
or failure
5. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan
Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
6. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan
Respiratory Failure.
7. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan dengan
Respiratory Failure pada neonatus
8. Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan Lymphatetic System
disorders
4.1.6 Katagori Diagnosis Integumentary
1. Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument
2. Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Superficial skin involvement
3. Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan partial thickness skin involvement
4. Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Full Thickness skin involvement dan scar
formation
5. Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Skin Involvement extended Into Facia,
Muscle, or Bone and scar formation.
PROGNOSIS :
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Rencana Intervensi
Rencana Tujuan Harapan outcome Intervensi
Jumlah Tindakan terapi dalam satu episode
Edukasi
4.1.1 Siapa yang diedukasi : a. Pasien/klien b. Keluarga
Informed Consent
4.1.2 Apakah Pasien sudah menyetujui tindakan terapi
Tanda Tangan pasien /Penanggung Jawab. Rencana penghentian tindakan

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI


Intervensi
Nama/Umur/Jenis : Alamat /Telp. :
No. Urut
Tgl.
Tindakan
Perkembangan (S : Subyektif; O: Objektif; A: Assesmen; R: Rencana)
Paraf
S:O:A:R:
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Kesimpulan Terapi
Nama/Umur/Jenis : Tgl.
Alamat /Telp. :
1. Dokter yang merujuk :
Diagnosis medis : Tujuan rujukan ke fisioterapi :
2. Kondisi awal,
Gejala/sindroma : Status gerak fungsional/ Parameter : Diagnosis fisioterapi :
3. Kondisi akhir,
Gejala/sindroma : Status fungsional/ Parameter : Diagnosis fisioterapi :
4. Hambatan keberhasilan :
5. Rekomendasi tindak lanjut :
Fisioterapis, Tandatangan & nama jelas :
C. Metoda Terapi dan Prosedur Kasus : dalam kelompok muskulosekeletal, neuromuskuler,
kardiopulmoner, dan integumenter.
Isi SPO tingkat III III.1. ANTROPOMETRI.
1. Pengertian :
Antropometri adalah pengukuran pada diri pasien/klien tentang dimensi, komposisi dan/atau
pembangkakan tubuh, termasuk : berat badan, tinggi badan, lingkar tubuh, panjang anggota, tebal
lemak, indeks masa tubuh, oedem.
2. Data diperoleh :
2.1 Dimensi tubuh : berat, tinggi, panjang, lingkar tubuh.
2.2 Komposisi : tebal lemak, indeks masa tubuh.
2.3 Pembengkakan : lingkar, volume, palpasi.
3. Peralatan yang digunakan :
3.1 Bed pemeriksaaan/tindakan.
3.2 Timbangan badan.
3.3 Meteran gulung.
3.4 Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.
3.5 Skin fold.
3.6 Alat tulis
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a Jenis alat ukur :
1) Berat badan : timbangan injak, dacin.
2) Tinggi badan : mikrotoise.
3) Lingkar tubuh : pita lila, meteran gulung.
4) Panjang anggota : meteran gulung.
5) Tebal lemak : skin folder.
6) Indeks masa tubuh : tabel
b Cara mengukur :
1) Berat badan dengan :
a) Timbangan injak:
(1) Letakkan timbangan injak pada lantai yang datar.
(2) Pakaian seminim mungkin, sepatu dan barang-barang yang menambah beban dilepaskan.
(3) Berdiri tegap pada timbangan injak.
(4) Lihat angka yang tertera pada skala timbangan injak.
(5) Catat hasilnya dalam kilogram (kg).
(6) Untuk anak-anak yang belum kooperatif bisa ditandem/gendong oleh pengasuhnya, hasilnya
berat tandem dikurangi berat pengasuh sendirian.
b) Dacin :
(1) Gatungkan dacin pada :
(a) Dahan pohon.
(b) Palang rumah, atau
(c) Penyangga kaki tiga
(3) Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat.
(4) Sebelum dipakai letakan bandul geser pada angka nol. Batang dacin dikaitkan dengan tali
pengaman
(5) Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang yang kosong pada dacin. Ingat
bandul geser pada angka nol.
(6) Seimbangkan dacin yang sudah di bebani celana timbang, sarung timbang, atau kotak
timbangan dengan cara memasukan pasir ke dalam kantong plastik.
(7) Anak ditimbang,dan seimbangkan dacin.
(8) Tentukan berat badan anak,dengan membaca angka di ujung bandul geser.
(9) Catat hasil penimbangan dalam kilogram (kg).
(10) Geserlah bandul ke angka 0 (nol), letakkan batang dacin dalam tali pengaman, setelah itu bayi
atau anak dapat diturunkan
2) Tinggi badan dengan mikrotoise.
a) Tempelkan dengan paku microtoise tersebut pada dinding yang lurus datar setinggi tepat 2
meter. Angka 0(nol) pada lantai yang datar rata.
b) Lepaskan sepatu atau sendal.
c) Berdiri tegap seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki lurus, tumit, pantat,
punggung, dan kepala bagian belakang harus menempel pada dinding, dan muka menghadap lurus
dengan pandangan ke depan.
d) Turunkan microtoise sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel
pada dinding.
e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan microtoise.
f) Catat angka tinggi badan dalam sentimeter.
3) Lingkar tubuh dengan meteran gulung :
a) Yang diukur termasuk :
(1) Lengan atas
(2) Lengan bawah.
(3) Tangan
(4) Tungkai atas
(5) Tungkai bawah.
(6) Kaki.
(7) Panggul.
b) Cara pengukuran :
(1) Posisi pasien/klien nyaman dan stabil.
(2) Tandai titik pada tonjolan tulang sebagai patokan.
(3) Pengukuran diulang sedikitnya 3 (tiga) kali.
(4) Bandingkan dengan sisi yang berlawanan.
(5) Catat hasil dalam sentimeter.
(6) Lingkar lengan atas, lokasi ukur dari acromion kedistal : 10, 20 dan 30 cm.
(7) Lingkar lengan bawah, lokasi ukur dari epikondilus lateralis ke distal : 10, 20 dan 30 cm.
(8) Lingkar tangan, lokasi ukur titik tengah antara sendi pergelangan dan ujung jari tengah.
(9) Lingkar tungkai atas, lokasi ukur dari SIAS ke distal : 10, 20 dan 30 cm.
(10) Lingkar tungkai bawah, lokasi ukur dari tuberositas tibiae ke distal : 10, 20 dan 30 cm.
(11) Lingkar kaki, lokasi ukur titik tengan antara maleolus medialis ke ujung jempol kaki.
(12) Lingkar panggul, lokasi ukur melingkar pada SIAS kanan dan kiri,
4) Panjang anggota : meteran gulung.
Ada 3 (tiga) macam pengukuran yaitu : true length, bone length dan appearence length.
a) Posisi pasien/klien tidur terlentang.
b) Tentukan titik-titik tertentu atau tonjolan tulang sebagai patokan.
c) Panjang tungkai :
(1) True length : SIAS ke maleolus medialis melalui patela.
(2) Bone length : trochantor mayor ke epikondilus lateralis femur; epikondilus medialis tibiae ke
maleolus medialis.
(3) Appearence length : umbilikus ke maleolus lateralis melalui patela.
d) Panjang lengan :
(1) True length : acrimion ke prosesus steloideus radii.
(2) Bone length : acromion ke epikondilus medialis humeri; olekranon ke prosesus steloideus radii.
(3) Appearence length : acromion ke ujung jari tengah melalui palmar.
e) Panjang tangan :
Appearance length : titik tengan depan sendi wrist ke ujung jari tengah melalui palmar.
5) Tebal lemak : skin folder.
a) Ukur/jepitkan skin folder pada kulit yang tidak berlemak, misal punggung tangan, catat hasil
sebagai tebal kulit tanpa lemak (ukuran 1).
b) Ukur/jepitkan skin folder pada kulit yang diukur, cata hasilnya (ukuran 2).
c) Ketebalan lemak kulit adalah : ukuran 2 dikurangi ukuran 1 dikalikan 50%.
6) Indeks masa tubuh :
a) Rumus :
b) Contoh : Seorang dengan tinggi 67 inhci, berat badan 220 pound :
c) Ketentuan BMI :
(1) Nilai 18.5 - 24.9 : normal.
(2) Nilai 25 - 29.9 : berat badan berlebih (overweight).
(3) Nilai 30 – 39 : gemuk (obese).
(4) Nilai 40 – lebih : gemuk berlebih ( extreme obesity).
d) Tabel BMI : terlampir.
5. Lampiran :
6. Dokumen terkait :
III.2. PROSEDUR PENGUKURAN ROM SENDI.
1. Pengertian :
Adalah pemeriksaan dengan mengukur lingkup gerak sendi
a. Untuk mengetahui kuantitatif lingkup gerak sendi
b. Untuk mengetahui secara kualitatif pembatasan lingkup gerak sendi
c. Untuk mengetahui mobilitas sendi.
2. Data diperoleh :
a ROM sendi pasif dan atau aktif.
b Panjang otot, ektensibilitas dan fleksibilitas jaringan lunak.
c ROM fungsional.
3. Peralatan yang diperlukan:
a. Bed pemeriksaan/tindakan.
b. Goniometer.
c. Penggaris dengan skala milimiter, sentimeter dan inchi.
d. Meteran gulung.
e. Alat tulis.
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Prinsip metoda pengukuran :
1) Metoda pengukuran dan pencatatan yang dituliskan di sini berdasarkan pada prinsip “Neutral
Zero Method” seperti dikemukakan oleh Cave dan Roberts dalam tahun 1936.
2) Dalam metoda ini semua gerakan sendi diukur dari “Zero Starting Position”, (seterusnya
disingkat Z.S.P). Derajat gerakan sendi diukur dari posisi tadi dalam arah gerakannya.
3) Sikap lurus anggota pada posisi anatomis diterima sebagai 0O dan bukan 180O.
4) Metoda ini diharapkan akan mengatasi kesimpangsiuran di masa lalu dimana pengukuran
dimulai dari berbagai posisi awal.
5) Gerakan daripada anggota yang diukur hendaknya dibandingkan dengan anggota yang
berlawanan. Perbedaan akan terlihat dalam derajat gerakan, atau prosentase kehilangan gerakan
bila dibanding dengan anggota yang berlawanan yang sehat.
6) Bila anggota yang berlawanan tidak ada, pergerakan bisa dibandingkan dengan perkiraan gerak
pada orang lain yang sepadan dalam umur dan pertumbuhan fisik. Sedang gerakan daripada tulang
belakang mungkin dibandingkan dengan orang lain yang sepadan dalam umur dan fisik.
7) Pergerakan perlu dengan penjelasan bahwa pasif atau aktif.
8) Keterangan mengenai istilai extensi dan hiperextensi, extensi digunakan pada gerakan lawan
dari flexi, dimulai dari Z.S.P. adalah gerakan natural / normal. Gerakan ini terdapat misal pada sendi
pergelangan tangan (wrist) dan sendi bahu (shoulder). Tetapi ada gerakan lawan dari flexi yang
dimulai dari Z.S.P. ini, dikatakan sebagai gerakan unnatural / tak normal, seperti pada sendi siku
dan lutut. Ini disebut hiperextensi.
9) Perbatasan gerakan sendi tersebut & akan dijelaskan pada halaman berikutnya.
10) Bila gerakan sendi menimbulkan nyeri maka usaha pengukuran dikerjakan dengan perlahan
dan lembut. Pengukuran akan lebih akurat apabila anggota yang diperiksa diatur dalam posisi
seenak mungkin bagi penderita.
11) Adanya ankilosis dianggap kehilangan gerakan secara komplit.
12) Penggunaan goneometer boleh memilih sesuai dengan kebijaksanaan pemakaiannya.
13) Pencatatan tentang oergerakan sendi hendaknya setepat-tepatnya dan ditulis dalam tabel
secara jelas.
14) Tabel perkiraan gerakan sendi normal perlu dibuat sebagai bahan pertimbangan, dan tidak
mengambil salah satu saja sebagai standar.
b. Penggunaan goniometer :
1) Goniometer hendaknya terbukti cocok untuk pengukuran gerakan sendi.
2) Goniometer yang dibuat terstandar diposisikan lurus / posisi anggota extensi, dengan garis 0O
terhimpit dengan 180O, serta dilengkapi dengan sepasang garis lurus sebagai dua lengan petunjuk.
3) Bila tanda penunjuk untuk pengukuran pada anggota bisa dipastikan, maka penggunaan
goniometer disa dianggap akurat.
4) Bila petunjuk penonjolan tulang tak bisa ditentukan sebab terbungkus jaringan lunak yang
berlebihan atau sebab-sebab lain, maka penggunaan goniometer bisa tidak akurat lagi.
5) Penggunaan goniometer hendaknya disesuaikan dengan keadaan anggota yang diukur.
c. Perkiraan derajat gerakan sendi :
1) Perkiraan derajat gerakan sendi tidak bisa ditentukan secara pasti, sebab luasnya variasi
individu-individu yang berbeda-beda pertumbuhan fisik dan usianya. Perkiraan berikut adalah
sekadar sebagai petunjuk dan bukan sebagai standar.
2) Anggota penderita yang berlawanan / normal barangkali bisa dianggap sebagai standar normal
yang terbaik. Dalam keadaan anggota yang berlawanan cedera atau bahkan tidak ada, petunjuk ini
diharapkan berguna. Empat sumber diambil sebagai bahan pertimbangan, perkiraan rata-rata yang
dituliskan.
7. Lampiran :
7.1. Tabel rata-rata gerak sendi
7.2. Pengukuran ROM.
1. Sendi Bahu
a. Flexi dan extensi
Pada saat gerakan flexi depan dan extensi belakang, di situ mulailah timbul gerakan scapula dan
clavicula.
b. Elevasi
Gerakan shoulder girdle ke atas disebut elevasi dan sebaliknya disebut depresi, bisa diukur dalam
derajat. Gerakan melingkar pada shoulder girdle memang ada tetapi tidak bisa diukur secara pasti.
Hal ini bisa diperkirakan dengan membandingkan kepada individu lain yang mempunyai kesamaan
dalam umur dan fisik.
c. Rotasi
Biasanya pengukuran rotasi sendi bahu bisa dikerjakan dalam 2 posisi. Pertama dengan lengan di
samping badan, kedua dengan lengan abduksi 90 O. rotasi bisa juga diukur dalam berbagai posisi
pada bidang vertical dan horizontal atau persilangan koordinat.
1) Rotasi dengan lengan di samping badan.
Rotasi ke dalam dan keluar dicatat dalam derajat dimulai dari posisi netral. Rotasi ke dalam : 0 –
(40 – 90). Rotasi ke luar : 0 – (40 – 90).
2) Rotasi dengan lengan abduksi 90O.
Rotasi di sini lebih kecil daripada bila lengan di samping badan. Diukur dalam derajat dimuai dari
Z.S.P. : Rotasi ke dalam : 0 – 70. Rotasi ke luar : 0 – 90.
3) Suatu metode klinis dengan perkiraan fungsi ialah dengan mengitung jarak dari pada ujung ibu
jari ke arah mencapai scapula yang berseberangan atau basis tengkuk, atau menghitung tingginya
ruas vertebra yang bisa dicapai oleh ujung ibu jari.
d. Gerakan glenohumeral
Perlu dibedakan gerakan glenohumeral murni dengan yang diikuti gerakan scapulothoracal.
Gerakan lengan ke atas ke bawah pada bahu dari 0 – 180 O dikombinir secara halus antara gerakan
jurni glenohumeral plus rotasi daripada scapula ke atas dan ke depan pada dinding dada, disebut
gerakan scapulothoracal.
1) N.S.P. (Z.S.P.) dengan lengan lurus di samping badan.
2) Gerakan glenohumeral murni bisa ditujukan dengan satu tangan memfixasi scapula tangan lain
mengangkat lengan ke atas secara pasif.
3) Gerakan kombinasi dengan scapulothoracal. Rotasi daripada scapula ke atas dan ke depan pada
dinding dada memungkinkan lengan mencapai lebih jauh ke atas normalnya ialah 180 O.
2. Sendi Siku
Z.S.P : Extensi siku dengan lengan bawah lurus Gerakan : Flexi 0 – (135 – 150), (kecuali ada
hiperextensi siku). Extensi (150 – 135) – 0.
3. Lengan Bawah
Z.S.P : Lengan bawah posisi vertical dan siku flexi 90O Gerakan : Pronasi 0- (80 – 90)
4. Sendi Pergelangan Tangan
Z.S.P : Pergelangan extensi lurus segaris dengan lengan bawah Gerakan : Flexi : 0 O-80O Extensi : 0O-
70O Radial deviasi : 0O-20O Ulnar deviasi : 0O-30O Rotasi sirkumdaksi tak dapat diukur secara tepat.
5. Sendi Ibu Jari Tangan
a. Abduksi dan sirkumdaksi
ZSP : Ialah posisi anatomis, siku supinasi, ibu jari merapat lurus pada jari telunjuk
Gerakan : Abduksi dan sirkumduksi diukur pada saat yang tepat dibentuk oleh tulang metacarpal
ibu jari dengan jari telunjuk. Gerakan ini bisa terjadi pada 2 bidang ialah :
1) Gerakan abduksi pada bidang yang membentuk sudut dengan bidang telapak tangan sehingga
ibu jari menunjuk ke atas.
2) Gerakan abduksi sejajar dengan bidang telapak tangan disebut juga abduksi-extensi. Jarak
gerakan ini berkisar : 0 – (50 – 70)
b. Oposisi
ZSP : Extensi ibu jari Gerakan : Merupakan kombinasi dari 3 gerak dasar ialah abduksi, rotasi dan
flexi. Gerakan ini dianggap penuh / normal apabila ujung ibu jari menyentuh ujung jari ke V, atau
ujung ibu jari menyentuh basis metacarpal jari V. gerakan ini bisa diukur dalam centimeter.
c. Flexi
Z.S.P : Extensi ibu jari / lurus
1) Flexi sendi interphalang berkisar (0-80)
2) Flexi sendi metacarpophalangeal berkisar (0-50)
3) Flexi sendi carpometacarpal berkisar (0-15)
6. Gerakan Jari-jari Tangan
Z.S.P : Extensi jari-jari sejajar satu dengan yang lain segaris dengan bidang punggung tangan dan
pergelangan tangan.
a. Flexi distal interphalang : 0 – (70 – 90)
b. Flexi middle interphalang : 0 – 100
c. Flexi proximal interphalang : 0 – 90
d. Gerakan distal dan middle interphalang ini dapat diukur dengan menggunakan penggaris,
menghitung jarak ujung kuku dan telapak tangan.
e. Extensi dan hiperextensi
Gerakan extensi normal terjadi pada sendi metacarpophalangeal sedang tidak normal terhadi pada
sendi proximal dan distal interphalang. Extensi sendi proximal/ metacarpophalangeal berkisar 0 –
45.
f. Abduksi dan Adduksi
Z.S.P. : Extensi jari-jari tangan saling sejajar dan merapat satu dengan lainnya. Gerakan abduksi dan
adduksi pada bidang telapak tangan ialah menjauh dan mendekat pada garis tengah, diukur dengan
sentimeter dari ujung jari telunjuk s/d jari V, masing-masing direnggangkan diukur dari ujung ke
ujung masing-masing jari.
7. Gerakan Cervical Spine
Z.S.P. : Berdiri atau duduk dalam posisi anatomi
a. Flexi dan Extensi
Gerakan ini biasanya dihitung dalam derajat, atau dalam sentimeter yaitu : jarak antara dagu dan
dada. Luas gerakan sebagai berikut : Flexi : 0 – (30 – 45) Extensi : 0 – (30 – 45)
b. Flexi lateral : 0 – (40 – 45)
Gerakan ini juga dihitung dalam derajat atau juga dalam sentimeter yaitu : Jarak antara daun telinga
dan sendi bahu.
c. Rotasi : 0 – (30 – 60)
Gerakan ini dihitung dalam derajat dari posisi netral, atau dalam prosentase gerakan sebagai
perbandingan antara individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam umur dan pertumbuhan
fisik.
8. Thorax dan Lumbal
a. Flexi : 0 – (80 – 90)
Sulit untuk mengukur dengan tepat gerakan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena : Jaringan lunak
yang menyelimuti vertebra, bentuk normal dari kelengkungan vertebra, variasi gerakan yang
berbeda pada setiap bagian dan keikutsertaan gerakan sendi panggul. Z.S.P. : Berdiri posisi anatomi
Ada 4 macam cara untuk mengukur :
1) Menghitung derajat inclinasi ke depan terhadap sumbu longitudinal badan. Pemeriksa memfixasi
sendi panggul. Hilangnya lordosis juga akan tampak.
2) Menghitung jarak level ujung kiri dengan tungkai, yaitu jarak ujung jari dengan patella atau jarak
ujung jari dengan pertengahan tulang kering.
3) Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.
4) Dengan metoda pengukuran memakai pita logam atau plastic / midlin.
Metode pengukuran midlin / pita meteran
Cara ini mungkin lebih tepat untuk pengukuran flexi pada tulang punggung. Midlin dapat mengikuti
kelengkapan tulang vertebra dengan baik. Pada waktu berdiri diukur dari processus spinosus C7
sampai S1. Pada .posisi membungkuk kecengkungan lumbal akan berubah menjadi cembung dan
processus spinocus akan merenggang. Hal ini dapat dilihat dengan bertambah panjangnya pita
pengukur / midlin.
Pada gerakan flexi orang dewasa normal rata-rata bertambah 4 inchi / 10 cm. Bila penderita
membungkuk dengan punggung tetap lurus, seperti spondylitis rheumatica, midlin tidak mencatat
perubahan. Gerakan thorax dapat dihitung dari processus spinosus C7 sampai Thl2 sampai S1.
Biasanya bila flexi bertambah 4 inchi / 10 cm, maka 1 inchi / 2,5 cm terjadi pada thorax dan 3
inchi / 7,5 cm pada lumbal.
b. Flexi Lateral : 0 – (20 – 30)
Penggaris / pita pengukur ditahan vertical kuat dan lurus, akan membantu pengukuran. Dengan ini
dapat ditentukan :
1) Derajat lateral inclinasi dari tubuh, atau
2) Dengan menentukan posisi processus Spinosus C7 terhadap pelvis.
3) Menentukan level lumbal sebagai basis gerakan ke lateral. Level ini dapat di lumbosacral atau
lebih tinggi dan bisa bervariasi dari kanan ke kiri pada penderita yang sama.
4) Dengan sendi lutut sebagai titik ukur, dihitung jarang ujung jari dengan sendi lutut, pada lateral
flexi.
5) Posisi berdiri.
Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.
c. Extensi
Extensi dapat diukur dengan penderita berdiri maupun tidur tengkurap pada alas yang keras.
1) Pada waktu berdiri, extensi : 0 – 30O
2) Pada tidur tengkurap, extensi dapat diukur melalui processus spinosus C7 : 0 – 20O.
135 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3) Posisi berdiri
Selain dalam derajat juga dapat dalam sentimeter yaitu jarak antara processus spinosus C7 dengan
spina illiaca posterior superior (SIPS).
d. Rotasi : 0 – (30 – 45)
Pada gerakan rotasi, pelvic harus difixasi dengan kedua tangan pemeriksa dan penderita.
Diinstruksikan untuk memutar ke kanan dan kiri. Gerakan ini dapat diukur dalam derajat, atau
prosentase dari gerakan dibandingkan dengan individu lain yang sepadan dalam umur dan
pertumbuhan fisik. Bisa juga dengan menggunakan midlin, yaitu dengan posisi duduk kedua
panggul dan lutut flexi 90O kedua tangan menyilang dada di atas bahu. Diukur jarak antara
prominensia posterior clavicula kiri ke trochantor mayor kanan untuk gerakan rotasi kanan, atau
sebaliknya untuk rotasi kiri.
9. Sendi Panggul
Sendi panggul merupakan sendi peluru, disebabkan mangkuk sendinya lebih dalam bentuknya
dibandingkan sendi bahu, maka jarak gerak sendi ini lebih kecil. Pengukuran sendi dengan
dilakukan posisi tengkurap atau terlentang dibandingkan dengan sendi bahu, pengukurab gerak
hanya dilakukan pada satu sisi saja karena apabila gerkan sendi panggul kanan-kiri bersama-sama
akan diikuti gerakan rotasi pelvic.
a. Flexi
Z.S.P. : Untuk panggul kanan : terlentang di atas meja datar dan keras, panggul yang berlawanan
(kiri) posisi flexi penuh. Gerakan flexi dihitung dari 0 – (100 – 120). Dengan fixasi pada crista iliaca
untuk mengetahui saat kapan dimulai gerakan rotasi pelvic. Keterbatasan gerak flexi dituliskan
seperti halnya pada sendi siku dan lutut sebagai berikut :
1) Flexi panggul dari derajat ke 30 menuju 90 dituliskan (30 – 90).
2) Di sini panggul mempunyai kecacatan dalam flexi 30 dengan mampu bergerak flexi lebih jauh ke
90 derajat.
b. Extensi
Z.S.P. : Tengkurap di atas tempat tidur yang datar dan keras.
Gerakan : Gerakan ke atas dari pada panggul diukur dalam derajat dimulai dari Z.S.P. Ada dua cara
pengukuran yang biasa digunakan ialah :
1) Posisi tengkurap, bantal kecil ditaruh di bawah perut. Gerakan extensi panggul dengan lutut
lurus atau menekuk.
2) Posisi tengkurap tungkai yang diukur posisi netral (0O, Z.S.P.) dan lurus pada lutut, tungkai yang
berlawanan flexi panggul di luar bed menapak di lantai. Dari posisi ini dilakukan gerak extensi
panggul. Cara pengukuran ini merupakan yang lebih tepat.
Jarak gerak sendi ini berkisar 0 – (20 – 30).
c. Rotasi
Diukur pada posisi flexi dan extensi.
1) Rotasi dalam flexi
Z.S.P. : Tidur terlentang, lutut dan panggul 90 O, pada posisi tegak lurus dengan garis transversal
yang ditarik melewati SIAS kanan-kiri pelvic.
a) Inward rotasi (internal rotasi) – 0 – 45O
Diukur dengan memutar tungkai bawah menjauhi line sagitalis, sedangkan paha sebagai axis
gerakan rotasi.
b) Outward rotasi (external rotasi) = 0 – 45O
Diukur dengan memutar tungkai bawah mendekati line sagitalis, sedangkan paha sebagai axis
gerakan rotasi.
2) Rotasi dalam extensi
Z.S.P. : Tidur tengkurap lutut 90O dengan garis transversal yang ditarik melewati SIAS kanan-kiri
pelvic.
a) Inward rotasi = 0 – (20 – 45O)
Memutar tungkai bawah ke arah luar.
b) Outward rotasi = 0 – (45 – 50)O
Pengukuran dilakukan dengan memutar tungkai bawah ke arah dalam. Rotasi dalam extensi ini
dapat juga dikerjakan pada posisi terlentang.
d. Abduksi Dan Adduksi
Z.S.P. : Tidur terlentang tungkai extensi.
Abduksi : Gerakan extremitas ke arah luar dimulai dari Z.S.P : 0 – (40 – 55) O. Adduksi : tungkai yang
berlawanan dengan yang diukur dievaluasikan beberapa derajat untuk memberi gerak adduksi.
Berkisar : 0 – (20 – 45)O Abduksi posisi flexi : Dapat diukur pada setiap derajat posisi flexi hip, tapi
biasanya pada flexi 90O.
10. Sendi Lutut
Sendi lutut merupakan sendi peluru / sanguardi, dimana gerakan primernya adalah gerak flexi.
Sedangkan geraan kebalikan dari flexi menuju ke Z.S.P. adalah gerak extensi. Gerakan yang melebihi
Z.S.P. adalah gerak yang tidak alamiah yang disebut hiperextensi. Sedangkan gerakan alamiah rotasi
tibis terhadap condylus femoralis dalam posisi flexi maupun extensi dapat terjadi dalam derajat
yang kecil dan tidak dapat diukur secara akurat.
a. Flexi
Z.S.P. : Posisi extensi lutut, penderita tidur terlentang atau tengkurap. Flexi : Diukur dari Z.S.P. : 0 –
(120 – 145)O
b. Pengukuran keterbatasan gerak sendi lutut sama halnya dengan sendi siku dan panggul.
1) Flexi lutut dari 30O sampai 90O, dituliskan sebagai (30 – 90)O
2) Di sini lutut mempunyai kecacatan dalam flexi 30O dengan mampu bergerak flexi lebih jauh ke
90O.
11. Sendi Pergelangan Kaki
Merupakan sendi pelana dengan komponen gerak primernya flexi dan extensi pada sendi tibiotalar.
Terdapat pula beberapa derajat gerakan sendi ke arah lateral dengan posisi pergelangan kaki
dalam plantar flexi. Gerakan sendi kaki diukur dalam posisi lutut flexi dalam tujuan merelaxasi
tendi achiles.
Z.S.P. : Tungkai bawah posisi relax menekuk pada lutut, telapak kaki membentuk sudut 90 O
terhadap cruris. a) Extensi (Dorsi flexi) dan flexi (plastal flexi) : Diukur dalam derajat dari Z.S.P.
atau diukur dalam prosentase gerakandibandingkan dengan pergelangan kaki yang berlawanan.
Extensi berkisar : 0 – (15 – 20)O Flexi berkisar : 0 – (40 – 50)O
12. Gerakan Kaki
Gerakan pada kaki merupakan gerakan gabungan yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bagian depan kaki : Sendi subtalar.
1) Sendi Subtalar
Di sini didapatkan gerakan pasif Z.S.P. : Tumit berada pada satu garis lurus dengan garis tengah
tibia.
a) Inversi : 0 – 50
Tumit digenggam kuat-kuat dan digerakkan secara pasif ke arah dalam / medial, gerakan ini diukur
dalam derajat atau prosentase gerak.
b) Eversi : 0 – 50
Dengan teknik sama dilakukan gerakan pasif ke arah luar / lateral.
b. Bagian belakang kaki : Sendi midtarsal.
2) Sendi Midtarsal
Z.S.P. : Axis dari kaki yaitu pada jari II, segaris dengan axis panjang ditarik sepanjang tulang tibia
dari ankle ke lutut.
a) Gerakan Aktif Inversi : 0 – (30 – 35)O
Gerakan aktif ke arah medial. Gerakan ini terdiri dari pronasi, abduksi dan dorsal flexi.
b) Gerakan Pasif InversI
Gerakan dikerjakan ke arah lateral secara pasif sesuai dengan gerak aktif. Gerak ini gabungan dari
pronasi, abduksi dan sedikit dorsal flexi.
c) Gerakan Pasif Abduksi dan Adduksi : (0 – 10)O dan (0 – 20)O.
Gerakan ini dikerjakan dengan menggunakan tumit dan menggerakkan bagian depan ke arah
medial dan lateral, gerakan diusahakan dalam satu bidang datar telapak kaki.
13. Gerakan Ibu Jari Kaki
a. Flexi dan Extensi
Z.S.P. : Extensi jari I segaris dengan garis khayal yang ditarik melewati tulang metatarsal I. Gerak
flexi extensi terdapat pada sendi metatarsophalang, sedang pada sendi interphalang hanya
didapatkan flexi saja.
b. Metatarsophalangeal : Flexi 0 – (30 – 45)O Extensi : 0 – (50 – 70)O
c. Interphalangeal : Flexi 0 – (30 – 90)O
d. Hallux Valgus.
Derajat deformitas jari I yang mengalami salah bentuk, diukur dalam derajat pada sudut yang
dibentuk oleh garis abduksi metatarsal I dengan garis adduksi dari phalang proximal dan distal jari
I.
14. Gerakan Jari-Jari Kaki
a. Jari II s/d V
Gerakan flexi terdapat pada sendi-sendi distal, tengah dan proximal. Sedang gerak extensi terdapat
pada sendi metatarsophalangeal. Gerakan ini diukur dalam derajat. Flexi sendi distal : 0 – (50 – 60) O
Flexi sendi middle : 0 – (35 – 40)O Flexi sendi m.p : 0 – 40O
b. Abduksi dan adduksi
Z.S.P. : Jari-jari lurus dengan jari II sebagai axis = 0O
Abduksi : Gerakan menjauhi jari II sebagai axis, sedangkan adduksi ialah gerakan merapat pada jari
III.3. MANUAL MUSCLE TESTING.
1. Pengertian :
Pemeriksaan dan pengukuran kekuatan otot rangka dengan palpasi tangan
2. Data diperoleh :
a Nilai kekuatan otot.
b Karakterisitik otot : tonus, panjang, termor, klonus.
3. Peralatan yang digunakan :
a Bed pemeriksaan/tindakan.
b Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.
c Meteran gulung.
d Formulir MMT.
e Alat tulis
D. Aplikasi Teknis/Teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan,
elektroterapi, traksi, hidroterapi.
Isi SPO tingkat IV IV. 1
. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Short Wave Diathermy
I. PENGERTIAN
1.1 Short Wave Diathermy (SWD) atau Ultra Korte Golf (UKG) adalah alat terapi yang menggunakan
gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik frekuensi tinggi. Pemakaian SWD
yang di perbolehkan adalah frekuensi 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz dan panjang
gelombang 7,5 m, 11 m dan 22 m. Namun dalam pengobatan frekuensi yang sering digunakan
adalah 27,33 MHz dengan panjang gelombang 11 m.
1.2 Indikasi
1.2.1 Beberapa jenis patologi seperti traumatologi dan rematologi dapat dipercepat penyembuhan
lukanya dengan pemberian SWD intermittern.
1.2.2 Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.
1.2.3 Kondisi peradangan sub acut dan chronic menggunakan SWD continued.
1.2.4 Nyeri musculosceletal.
1.2.5 Ketegangan, perlengketan, pemendekan otot dan jaringan lunak.
1.2.6 Persiapan latihan atau senam.
1.2.7 Gangguan pada sistem peredaran darah.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.
1.3.2 Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.
1.3.3 Gangguan peredaran darah.
1.3.4 Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.
1.3.5 Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
1.3.6 Mata, testis, luka dan exim basah.
1.3.7 Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
1.3.8 Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer, Neuropathy akibat DM,
Angiopathy dabetica.
1.3.9 Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
1.3.10 Setelah X ray.
1.3.11 Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
1.3.12 Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic.
1.3.13 Faktor kalogenase
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan modalitas Short Wave
Diathermy.
III. PROSEDUR
3.1 Pemakaian SWD yang di perbolehkan adalah frekuensi 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz
dan panjang gelombang 7,5 m, 11 m dan 22 m. Namun dalam pengobatan frekuensi yang sering
digunakan adalah 27,33 MHz dengan panjang gelombang 11 m.
IV. DOKUMEN TERKAIT
4.1 KD-KL-002/Rev-02 : Petunjuk Umum Pelayanan Fisioterapi
4.2 KD-KL-003/Rev-02 : Etika Pelayanan fisioterapi
4.3 KD-KL-005/Rev-02 : Penjelasan Pelayanan Fisioterapi
V. LAMPIRAN
Tidak ada
VI. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Micro Wave Diathermy
I. PENGERTIAN
1.1 Micro Wave Diathermy (MWD) adalah Alat terapi yang menggunakan gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik frekuensi tinggi dengan frekuensi 2450 MHz
dengan panjang gelombang 12,25 cm.
1.2 Indikasi
1.2.1 Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.
1.2.2 Kondisi peradangan sub acut dan chronic .
1.2.3 Nyeri musculosceletal.
1.2.4 Ketegangan, perlengketan dan pemendekan otot dan jaringan lunak.
1.2.5 Persiapan latihan atau senam.
1.2.6 Gangguan pada sistem peredaran darah.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.
1.3.2 Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.
1.3.3 Gangguan peredaran darah.
1.3.4 Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.
1.3.5 Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
1.3.6 mata, testis, luka dan exim basah.
1.3.7 Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
1.3.8 Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer,
1.3.9 Neuropathy akibat DM, Angiopathy dabetica.
1.3.10 Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
1.3.11 Setelah X ray.
1.3.12 Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
1.3.13 Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic.
1.3.14 Faktor kalogenase
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan modalitas Micro Wave
Diathermy.

III. PROSEDUR
3.1 Alat terapi yang menggunakan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak
balik frekuensi tinggi dengan frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.
.
3.1.4 Pastikan mesin ke ground
3.1.5 Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program terapi dan tidak takut
3.1.6 Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta kontra indikasinya.
3.1.7 Posisi pasien comfortable
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas
3.1.9 Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk mencegah terjadinya luka
bakar
3.1.10 Putar waktu sesuai kebutuhan antara 10-15 menit
3.1.11 Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.
3.1.11.1 Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15 menit, pengulangan 1 x sehari
selama 10x
3.1.11.2 Kondisi chronic : Intensitas Thermal : Waktu 10-15 menit, pengulangan 1-2 x sehari selama
10x
3.1.11.3 Gangguan sistem peredaran darah. Intensitas, pengulangan dan seri sama dengan kedua
kondisi diatas. Waktu 15 menit.
3.1.12 Pastikan mesin dalam keadaan tuning
3.1.13 Emitter diatur sehingga sejajar kulit dan jarak sesuai ukuran emitter.
3.1.14 Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
3.1.15 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing
3.2 Mengakhiri Terapi
3.2.1 Matikan mesin pastikan tombol kembali ke angka 0 atau mesin tetap hidup dengan dosis 0
(stand – by stand).
3.2.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin, kecuali dalam keadaan darurat
3.2.3 Perhatikan reaksi pasien dan kemungkinan efek samping yang timbul.
3.2.4 Kembalikan peralatan seperti kondensor ke tempat semula
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Ultrasonic
I. PENGERTIAN
1.1 Terapi Ultrasonic yaitu suatu usaha pengobatan dengan menggunakan mekanisme getaran
dengan frekuensi lebih dari 20 KHz. Didalam praktek klinik frekuensi yang digunakan antara 0,7
MHz – 3 MHz, dengan intensitas 1 – 3 w / cm2
1.2 Indikasi
1.2.1 Kelainan/penyakit pada jaringan tulang, sendi dan otot.
1.2.2 Keadaan post traumatik seperti kontusio, distorsi, luxation dan fractur. Kontra indikasi relatif
selama 24-36 jam setelah trauma.
1.2.3 Rheumatoid arthritis stadium tak aktif.
1.2.3.1 Arthritis
1.2.3.2 M. Becherev ( Local )
1.2.3.3 Bursitis, capsulitis, tendinitis
1.2.4 Kelainan/penyakit pada persyarafan
1.2.4.1 Neuropathie
1.2.4.2 Panthoom pain
1.2.4.3 H N P
1.2.5 Kelainan/penyakit pada sirkulasi darah
1.2.5.1 M. Raynould
1.2.5.2 M. Buerger
1.2.5.3 Sudeck dystrofie
1.2.5.4 Oedema
1.2.6 Penyakit pada organ dalam
1.2.7 Kelainan pada kulit
1.2.8 Jaringan parut setelah operasi
1.2.9 Jaringan parut karena traumatic
1.2.10 Dupuytren contracture
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Absolut.
1.3.1.1 Mata
1.3.1.2 Daerah jantung
1.3.1.3 Uterus pada wanita hamil
1.3.1.4 Epiphyseal plate
1.3.1.5 Testis
1.3.2 Relatif
1.3.2.1 Hilangnya sensibilitas
1.3.2.2 Endoprothese
1.3.2.3 Tumor
1.3.2.4 Post traumatik
1.3.2.5 Tromboplebitis dan varices
1.3.2.6 Septis – inflamation
1.3.2.7 Diabetis mellitus
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk menemukan masalah dan menentukan program agar
arus Ultasonic tepat mencapai sasaran
3.1.2 Memberi penjelasan langkah terapi serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami
program
3.1.3 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.4 Memilih Tranduser dinamis atau statis
3.1.5 Menentukan metode untuk mencegah luka bakar
3.1.5.1 Kontak langsung dengan medium oils (minyak), water oils emulsions, aqueus-gel atau
oinment (pasta)
3.1.5.2 Kontak tak langsung dengana Sub-aqual (dalam air) atau Water pillow
3.1.6 Posisikan pasien comfortable
3.1.7 Area dibersihkan dengan sabun atau alcohol
3.1.8 Rambut yang terlalu lebat dicukur.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Terapis memperhatikan frekuensi, jenis arus dan intensitas agar sasaran tepat
3.2.1.1 Intensitas
3.2.1.1.1 Rendah : 0,3 w/cm 2 3.2.1.1.2 Sedang : 0,3 - 1,2 w/cm2 3.2.1.1.3 Tinggi : 1,2 - 3 w/cm2
3.2.1.1.4 Continued : Paling tinggi 3 w/cm2 3.2.1.1.5 Intermittern : Paling tinggi 5 w/cm2
3.2.2 Lamanya terapi, tergantung luas area yang diterapi dan jenis tranduser yang dipakai. Sebagai
pedoman, area seluas 1cm2 waktu 1 menit
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Interferential therapy
I. PENGERTIAN
1.1 Interferential therapy adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan
menggunakan penggabungan dua arus bolak-balik yang berfrekuensi menengah yang
saling berinterferensi (4000 dan 4250) sehingga menghasilkan frekuensi baru.
1.2 Indikasi
1.2.1 Keluhan nyeri otot,tendon, ligamen, kapsul, syaraf.
1.2.2 Keadaan hipertonus /spasme otot.
1.2.3 Kelemahan otot.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Demam.
1.3.2 Tumor.
1.3.3 Tuberculosis.
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi dengan modalitas
interferntial therapy.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah dan menentukan program
sehingga agar Interferntial therapy lebih mencapai sasaran
3.1.2 Memberi penjelasan langkah terapi serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami
program
3.1.3 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.4 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.5 Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
Trigger point dengan Elektrode besar (Pasif) atau kecil ( Aktif )
3.1.5.1 Nerve treatment
3.1.5.2 Ganglion treatment
3.1.5.3 Paravertebra treatment
3.1.5.4 Segmental treatment
3.1.5.5 Transregional
3.1.6 Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.7 Posisi pasien seenak mungkin.
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya. Jelaskan bahwa yang dirasakan sedikit sakit tapi tidak perih bila
dirasakan perih dikhawatirkan terjadi luka bakar.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan apakah terdapat keluhan
pasien atau control keadaan mesin.
3.3 Dosis
3.3.1 Intensitas :Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
3.3.2 Lamanya terapi :10-15 menit. Bila ada titik nyeri dapat diberikan per titik selama 5 menit.
3.3.3 Frekuensi 2000 Hz akan menghasilkan aktifitas motorik , arus yang akan dihasilkan terasa
kasar.
3.3.4 Frekuensi 4000Hz tidak menghasilkan aktifitas motorik dan terasa halus sehingga cocok
untuk mengurangi nyeri.
3.3.5 Pengulangan therapy untuk dosis rendah dilakukan setiap hari, sedangkan untuk dosis tinggi
2 hari sekali.
3.4 Mengakhiri Terapi
3.4.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.4.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin sendiri atau langsung bangun setelah terapi
selesai.
3.4.3 Beri tissue bila terapi selesai agar pasien dapat membersihkan
3.4.4 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang mungkin timbul.
3.4.5 Kembalikan peralatan serta perlengkapannya ke posisi semula.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Arus faradic
I. PENGERTIAN
1.1 Arus faradic adalah arus bolak balik yang tidak simetris yang mempunyai durasi 0,01 – 1 msc
dengan frekuensi 50 – 100 cy / detik.
1.2 Indikasi
1.2.1 “ LMN Lession” dengan nilai otot di bawah tiga.
1.2.2 post trauma atau operasi setelah konductivitas membaik.
1.2.3 Kelemahan otot karena penyakit atau disuse atropy dengan nilai otot di bawah tiga.
1.2.4 Otot yang tidak mampu berkontraksi karena nyeri misalnya setelah trauma.
1.2.5 Tiga minggu setelah tendo transfer
1.2.6 Adanya pembengkakan lokal /setempat pada anggota.
1.2.7 Otot yang memendek atau berlengketan ( contractur ).
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Setelah operasi / trauma pada urat syaraf yang konductivitasnya belum membaik.
1.3.2 LMN lession yang masih nyeri sekali.
1.3.3 LMN complete lession.
1.3.4 Panas tinggi diatas 37.50 C.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah dan menentukan program
sehingga modalitas arus faradic lebih mencapai sasaran.
3.1.2 Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi tidak perih. Kalau perih
dikawatirkan dapat menimbulkan luka bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program
3.1.4 Menentukan area terapi yang Tepat agar terapi efektif
3.1.5 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.6 Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
3.1.6.1 Stimulasi motor unit
3.1.6.2 Stimulasi secara group
3.1.6.3 Labile treatment
3.1.6.4 Nerve conduction
3.1.6.5 Bath treatment : Bipolar atau Monopolar
3.1.7 Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.8 Posisi pasien seenak mungkin.
3.1.9 Area yang akan di terapi terbuka seperlunya dan otot yang akan distimulasi dalam keadaan
memendek / relax.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan apakah terdapat keluhan
pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas : 2 – 60 m A, Durasi arus 0,01msc.
3.2.4.2 Waktu : Tiapsatu otot perlu 30-90 kali rangsangan dalam waktu 1-3 menit.
3.2.4.3 Pengulangan : 1 kali sehari bila otot telah mencapai nilai 2 + cukup 1 kali selama 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.3.2 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang timbul.
3.3.3 Kembalikan peralatan ke tempat semula.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Arus Galfanic
I. PENGERTIAN
1.1 Arus galvanic adalah arus searah terputus – putus yang telah modifikasi dengan frekuensi dan
durasi tertentu yang bentuk pemutusannya dapat berupa trianguler, rekta anguler, trapezoid, saw –
tooth dan depolarized.
1.2 Indikasi
1.2.1 “ LMN lession “ baru yang masih disertai keluhan nyeri.
1.2.2 Post trauma atau operasi urat syaraf yang konductivitasnya belum membaik.
1.2.3 “ LMN Lession “ kronik yang sudah denervated muscle.
1.2.4 Keluhan nyeri pada otot sebagai counter iritation atau awal dari suatu latihan ( Preliminary
exercise ).
1.2.5 Peradangan sendi : Osteo arthritis, Rheumatoid arthritis, tenis elbow, dll.
1.2.6 Lokal oedem melewati 10 hari.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Setelah operasi tendon transfer sebelum 3 minggu.
1.3.2 Ruptur tendon / otot sebelum terjadinya penyambungan.
1.3.3 Kondisi peradangan akut atau pasien panas tinggi diatas 37,50 C.
1.3.4 Lokasi kulit yang anaesthesia.
1.3.5 Lokasi kulit yang luka / kerusakan.
1.3.6 Lokasi kulit yang hiper sensitif.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assessment untuk mendapatkan masalah dan menentukan program
agar penggunaan arus galfanic lebih mencapai sasaran
3.1.2 Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi tidak perih. Kalau perih
dikawatirkan dapat menimbulkan luka bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program
3.1.4 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.5 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.6 Pilih elektrode dan metode yang digunakan Elektrode (+) berupa ped pada origo dan
electrode (-) berupa button pada insersio.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan apakah terdapat keluhan
pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.1.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas : 2-60 m A, Durasi arus 0,01msc.
3.2.1.2 Waktu : Tiap satu otot perlu 30-90 kali rangsangan dalam waktu 1-3 menit.
3.2.1.3 Pengulangan :1 kal sehari bila otot telah mencapai nilai 2 + cukup 1 kali selama 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.3.2 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang timbul.
3.3.3 Kembalikan peralatan ke tempat semula.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Sinar infra merah
I. PENGERTIAN
1.1 Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang
7.700 – 4 juta A.
1.2 Klasifikasi :
1.2.1 Berdasarkan panjang gelombang
1.2.1.1 Gelombang panjang (non penetrating)
Panjang gelombang : 12.000 A – 150.000 A Daya penetrasi : 0,5 mm (superficial epidermis)
1.2.1.2 Gelombang pendek (penetrating)
Panjang gelombang : 7.700 A – 12.000 A Daya penetrasi : jaringan sub cutan, pembuluh darah
kapiler, pembuluh limfe, ujung – ujung syaraf dan jaringan di bawah kulit
1.2.2 Berdasarkan type
1.2.2.1 Type A : Panjang gelombang 780 – 1500 mm, penetrasi dalam.
1.2.2.2 Type B : Panjang gelombang 1500 – 3000 mm, penetrasi dangkal.
1.2.2.3 Type C : Panjang gelombang 3000 – 10.000 mm, penetrasi dangkal
1.3 Indikasi
1.3.1 Kondisi peradangan setelah sub-acut : kontusio, muscle strain, trauma sinovitis.
1.3.2 Arthritis :RA, OA, myalgia, lumbago, neuralgia, neuritis.
1.3.3 Gangguan sirkulasi darah : thrombo plebitis, thrombo angitis obliterans, raynold’s desease.
1.3.4 Penyakit kulit : Folliculitis, Furuncolosi.
1.3.5 Persiapan exercise dan massage.
1.4 Kontra Indikasi
1.4.1 Daerah dengan insufisiensi pada darah.
1.4.2 Gangguan sensibelitas kulit.
1.4.3 Kecenderungan pendarahan.
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi dengan modalitas sinar
infra merah.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Persiapan alat seperti jenis lampu, besarnya watt.
3.1.2 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.3 Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan penyinaran perlu ditest
sensasi panas, dingin.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Untuk penyinaran lokal menggunakan reflektor berbentuk parabola.
3.2.2 Penyinaran general (misalnya punggung) menggunakan lampu yang dipasang pada reflektor
semi sirkuler.
3.2.3 Pasien diposisikan seenak mungkin.
3.2.4 Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.
3.2.5 Agar penetrasi lebih dalam daerah yang akan disinar sebaiknya dibersihkan dengan sabun
dan dikeringkan dengan handuk.
3.2.6 Lampu dipasang tegak lurus.
3.2.7 Dosis
3.2.8 Pada penggunaan lampu non-luminius jarak lampu antara 45-60 cm, waktu 10-30 menit.
3.2.9 Lampu luminius 35-45 cm, waktu 10-30 menit.
3.2.10 Pengulangan 1 kali dalam sehari, 1 seri 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
3.3.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun sendiri.
3.3.3 Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
3.3.4 Kembalikan peralatan ketempat semula.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Sinar Ultra Violet
I. PENGERTIAN
1.1 Ultra Violet Radiation adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang
gelombang 100 nm hingga 380 nm.
1.2 Klasifikasi :
1.2.1 Berdasarkan panjang gelombangnya dapat dibagi dua yaitu :
1.2.1.1 Ultra Violet Gelombang panjang : 290 nm - 380 nm
1.2.1.2 1.2.1.2 Ultra Violet Gelombang pendek : 100 nm - 290 nm
1.2.2 Berdasarkan type ( jenisnya ) dapat dibagi tiga yaitu :
1.2.2.1 Ultra Violet type A : 315 nm – 380 nm
1.2.2.2 Ultra Violet type B : 280 nm – 315 nm
1.2.2.3 Ultra Violet type C : 100 nm – 280 nm
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi dengan modalitas sinar
ultra violet.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pemilihan alat dan pengaturan jarak disesuaikan dengan alat yang digunakan dan tehnik
aplikasi serta efek yang dikehendaki.
3.1.2 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.3 Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan penyinaran perlu ditest
sensasi panas, dingin.
3.1.4 Persiapan pasien disesuaikan dengan jenis alat yang digunakan, tehnik aplikasi, kebutuhan
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasien diposisikan seenak mungkin.
3.2.2 Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.
3.2.3 Daerah yang akan disinar sebaiknya dibersihkan dengan sabun dan dikeringkan dengan
handuk.
3.2.4 Lampu dipasang tegak lurus.
3.2.5 Mata pasien ditutup dengan memakai kacamata.untu mencegah masuknya sinar ultraviolet
3.2.6 Bagian tubuh lain yang tidak di sinar harus ditutup supaya tidak
3.2.7 terkena sinar.
3.2.8 Penyinaran harus tegak lurus dengan jarak 90 cm agar sinar dapat merata dan mengenai
sasaran dengan tepat.
3.2.9 Lakukan tes dosis sebelum memberikan terapi pertama kali untuk menentukan erithema.
3.2.10 Supaya terlindungi, tes biasanya di daerah samping dada / perut / lengan bawah bagian
medial.
3.2.11 Buatkan lubang-lubang (4 lubang) dari kertas gelap dan ditempatkan didaerah yang dites.
3.2.12 Lubang pertama dibuka dan disinar selama 30 detik, sedangkan lubang lain ditutup.
3.2.13 Penyinaran tetap dilanjutkan dengan membuka lubang lainnya satu per satu setiap 30 detik.
3.2.14 Dosis
3.2.1.1 Stootkuure ( E 2 )
Lama terapi : 14 – 16 kali Dosis : Diawali dengan E 2, kemudian untuk terapi berikutnya dinaikan
2/3 kali terapi sebelumnya. Frekuensi : 2 – 3 kali per minggu.
3.2.1.2 Lepskykuur ( E 3 )
3.2.1.3 Lama terapi : Hingga keluhan hilang.
3.2.1.4 Dosis : E 3
3.2.1.5 Frekuensi : 3 – 4 kali per hari.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
3.3.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun sendiri.
3.3.3 Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
3.3.4 Setelah terapi perhatikan daerah sekitarnya apakah terkena penyinaran.
3.3.5 Beritahukan pada pasien untuk menentukan dosis tidak boleh membasuh bagian yang disinar.
3.3.6 Kembalikan peralatan ketempat semula.
I. PENGERTIAN
1.1 Traksi cervical adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan menggunakan suatu tehnik
penarikan collumna vertebralis untuk daerah cervical.
1.2 Type
1.2.1 Static atau konstan
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
1.2.2 Intermittent
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
1.3 Model Aplikasi
1.3.1 Mekanik
1.3.2 Manual
1.3.3 Posisional
1.4 Indikasi
1.4.1 Penekanan pada akar syaraf spinal seperti pada kasus : HNP, spondylosis
1.4.2 Hipomobilitas pada sendi atau proses degenerasi
1.4.3 Nyeri sendi yang disebabkan adanya gangguan pada vase joint
1.4.4 Spasme otot
1.4.5 Meniscoid blocking
1.4.6 Nyeri disckogenik
1.5 Kontra Indikasi
1.5.1 Akut strain, sprain dan kondisi peradangan atau beberapa kondisi apabila diberikan traksi
nyeri meningkat
1.5.2 Spinal hipermobility
1.5.3 RA
1.5.4 Spinal malignancy, osteoporosis, tumor atau infeksi
1.5.5 Hipertensi yang tidak terkontrol, aortic aneurysm dan penyakit cardovaskuler
1.5.6 Beberapa kondisi spinal atau proses penyakit yang dengan gerakan merupakan kontra
indikasi seperti : frakture
. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Traksi Cervical
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Lakukan test traksi pada pasien. Bila nyeri bertambah maka pemberian traksi ditangguhkan.
3.1.2 Ukur tensi, poles,berat badan Untuk melihat kondisi pasien
3.1.3 Tentukan beban tarikan
3.1.4 Bagi pasien yang menggunakan gigi palsu dan kaca mata harap dilepas untuk mencegah rasa
nyeri akibat tekanan gigi palsu dan tidak enak padadaerah pipi
3.1.5 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di bawah kepala
3.1.5.1 Untuk indikasi vertebrae posisi flexi Kepala 20 0– 30 0
3.1.5.2 Untuk indikasi muscle posisi kepala Netral.
3.1.6 Untuk memperoleh hasil pada satu sisi saja maka posisi badan sedikit miring dengan daerah
dada disangga belt.
3.1.7 Pasang cervical belt dengan tepat, tidak mencekik dan tidak terlalu longgar di bawah dagu dan
bagian belakang pada occiput
3.1.8 Agar terkesan Hygienis maka dipasangkan tissue dibawah dagu
dan atau rambut
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak boleh menoleh kekiri atau kekanan
3.2.3 Tidak boleh bicara
3.2.4 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah enak
3.2.5 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi untuk keadaan darurat
3.2.6 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya traksi untuk melihat apakah
pasien pusing, mual, sesak sehingga traksi perlu dihentikan
3.3 Dosis
3.3.1 Beban tarikan : 1/7 – 1/5 berat badan
3.3.2 Waktu : 10 – 15 menit
3.3.3 Pengulangan : Akut : 1 kali dalam sehari
3.3.4 Membaik : 1 kali dalam 1 – 2 hari
3.3.5 Seri : 1 seri : 10 kali
3.4 Mengakhiri Terapi
Setelah selesai penarikan,traksi dilepas
3.4.1 Agar tidak pusing, pasien disarankan istirahat selama 1 –2 menit di bed traksi.
3.4.2 Kembalikan peralatan ketempat semula.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Traksi Lumbal
I. PENGERTIAN
1.1 Traksi Lumbal adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan menggunakan suatu tehnik
penarikan untuk daerah lumbal
1.2 Type
1.2.1 Statik atau konstan
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
1.2.2 Intermittent
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
1.3 Model Aplikasi
1.3.1 Mekanik
1.3.2 Manual
1.3.3 Posisional
1.4 Indikasi
1.4.1 Penekanan radix nervus spinalis lumbalis
1.4.2 Proses degenerasi discus intervertebralis lumbalis.
1.4.3 Proses calsificasi tendon, otot, ligamentum dan discus intervertebralis lumbalis
1.4.4 Dislokasi ringan vertebrae lumbalis
1.4.5 Pembengkokan struktur vertebrae
1.5 Kontra Indikasi
1.5.1 Proses degeratif aktif yang melibatkan medula spinalis
1.5.2 Proses porose vertebrae dan costae, spinabifida occulta, hemi vertebrae
1.5.3 Gangguan sistem vascularisasi intervertebrae lumbalis
1.5.4 Infeksi akut dan kronik vertebrae, ligamentum, otot dan syaraf.
1.5.5 Nyeri akut lokasi vertebrae lumbalis
1.5.6 Tanda-tanda keganasan masing-masing lokasi vertebrae.
1.5.7 Strain, sprain otot, tendon, ligamentum dan fractur vertebrae lumbalis.
1.5.8 Kehamilan melibihi 4 bulan
1.5.9 Gangguan sistem traktus urinarius
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan pelayanan
fisioterapi dengan modalitas traksi Lumbal
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Ukur tensi, nadi, berat badan untuk melihat kondisi pasien
3.1.2 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di bawah kepala dan tungkai
tersangga diatas stool, posisi hip flexi 30-450
3.1.3 Pasang lumbal belt dengan tepat, tidak tertekan dan tidak terlalu longgar di atas SIAS .
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah enak
3.2.3 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi Untuk keadaan darurat
3.2.4 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya traksi untuk melihat apakah
pasien pusing, mual, sesak sehingga traksi perlu dihentikan
3.2.5 Dosis
3.2.5.1 Beban tarikan : Mulai dari ½ berat badan
3.2.5.2 Waktu : 15 – 30 Menit
3.2.5.3 Pengulangan : Akut 1 kali dalam sehari
Membaik 1 kali dalam 1-2 hari
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Setelah selesai penarikan, traksi dilepas
3.3.2 Pasien disarankan istirahat selama 1-2 menit di bed traksi agar tidak pusing
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Terapi inhalasi
I. PENGERTIAN
1.1 Terapi inhalasi adalah suatu cara pemberian obat-obatan dengan penghirupan, setelah obat-
obat tersebut berubah menjadi partikel-partikel melalui cara aerosol, humidifikasi dan lain-lain.
1.2 Indikasi
1.2.1 Penyakit saluran napas bagian atas, akut maupun kronis seperti:
1.2.2 Rhinopharyngitis Sicca, Laryngitis Sicca
1.2.3 Acut Rhinopharyngitis, Laryngitis.
1.2.4 Rhenitis Allergica
1.2.5 Sinusitis
1.2.6 Penyakit saluran napas bagian bawah, akut maupun kronik.
1.2.6.1 Asthma Bronchiale
1.2.6.2 Bronchitis
1.2.6.3 Bronchiectasis
1.2.6.4 Bronchopneumonia
1.2.6.5 Atelectasis
1.2.7 Penyakit jaringan paru
1.2.7.1 Emphysema
1.2.8 Gangguan saluran napas allergika
1.2.9 Bayi-bayi dengan secret berlebihan
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan pelayanan
fisioterapi dengan modalitas terapi inhalasi
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit dan mengerti cara – cara penggunaannya.
3.1.2 Untuk mencegah kontaminasi maka udara ruangan harus bersih, segar dan memiliki ventilasi
yang baik.
3.1.3 Persiapkan mouth piece dan masker
3.1.4 Agar anak – anak tidak takut harus dengan pendekatan sebelumnya.
3.1.5 Posisi pasien comfortable
3.1.6 Pasien diberitahu program pengobatan, berapa waktu yang dibutuhkan, tujuan serta kontra
indikasinya. Agar pasien mengerti dan tidak takut
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Untuk mengurangi sesak napas akibat bronchial obstruksi terlebih dahulu diberikan
bronchodilatator.
3.2.2 Untuk Agar mempercepat pengeluaran sekret , secret yang keluar dianjurkan tidak ditelan
kembali
3.2.3 Bila perlu dapat dilakukan suction Supaya secret lebih banyak keluar terutama untuk pasien
yang mengalami kesulitan mengeluarkan secret.
3.2.4 Oksigen diberikan pada pasien yang terlihat sesak atau cyanosis, pertusis, biru dan lain-lain.
3.3 Dosis
3.3.1 Jenis dan jumlah obat tergantung Dokter pengirim.
3.3.2 Waktu : Anak –anak 10 – 15 menit
: Dewasa 15 – 20 menit
3.3.3 Pengulangan Tergantung Dokter pengirim.
Untuk kondisi Acut :1-3 kali sehari Untuk kondisi Kronik sekali sehari
3.3.4 1 Seri : 6 –10 kali
3.4 Mengakhiri Terapi.
3.4.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke posisi angka 0
3.4.2 Tidak membiarkan pasien memegang masker/mouth piece kecuali dalam keadaan darurat.
3.4.3 Setelah terapi inhalasi selesai dilanjutkan dengan chest therapy agar secret lebih banyak
keluar dan expansi thorax lebih baik.
3.4.4 Untuk mencegah kontaminasi maka peralatan dibersihkan kemudian di sterilkan.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Farafin bath / wax bath
I. PENGERTIAN
1.1 Parafin bath/wax bath adalah suatu pengobatan dengan menggunakan farafin.yang telah
dicairkan
1.2 Indikasi
1.2.1 Skin contractur
1.2.2 Stiff Joint
1.2.3 Penyakit degenerasi sendi dengan inflamasi akut dari nodus heberden’s
1.2.4 Scleroderma
1.2.5 Stadium awal dupuytren contracture
1.2.6 Post trauma tangan dengan skin contractur
1.2.7 Rheumatoid arthritis jari-jari.
1.3 Kontra Indikasi
1.2.8 Luka terbuka
1.2.9 Penyakit kulit menular
1.2.10 Penyakit kulit tidak menular
1.2.11 Trauma tangan yang parah (Multilating injuries)
1.2.12 Gangguan sensasi kulit (relatif)
1.2.13 Anggota yang menggunakan internal fixasi (relatif)
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi dengan modalitas
farafin bath / wax bath.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Siapkan parafin padat tujuh bagian atau empat karton Paraffin
3.1.2 Parafin minyak satu bagian atau sepuluh ons baby oil
3.1.3 Campurkan kedua bahan tersebut sehingga lebur menjadi satu cairan dengan temperatur
tidak lebih dari 1100 – 1300 F atau ( 510 - 540 C) dalam satu tempat yang kemudian dipanaskan
diatas air yang mendidih ( double boiler ).
3.1.4 Siapkan handuk tebal, kertas Parafin dan termometer lilin (candy thermometer) untuk
membungkus parafin dan mengukur suhu.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Periksa jari-jari tangan dan pergelangan tangan yang akan diobati untuk mengetahui
sensibilas kulit dar ruang gerak sendi, meliputi :
3.2.1.1 Sensibelitas kulit,
3.2.1.2 ROM jari dan tangan
3.2.1.3 Perhatikan luka terbuka
3.2.2 Bersihkan dan keringkan Keringat
3.2.3 Lepaskan perhiasan yang melekat aggota yang diobati, supaya tidak konsentrasi panas
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Waktu : 15 - 30 menit
3.2.4.2 Pengulangan : 1 – 2 kali / hari
3.2.4.3 Seri : 1 Seri 10 kali
3.2.5 Metode
3.2.5.1 Parafin Dip : Dengan cara mencelupkan anggota yang diobati dan kemudian mengangkatnya
secara bergantian.
3.2.5.2 Parafin Immersion : Dengan cara merendam anggota yang
3.2.5.3 diobati.
3.2.5.4 Parafin Painting : Dengan cara memulaskan parafin pada bagian tubuh yang diobati.
3.2.5.5 Parafin Warp : Dengan cara memulaskan parafin yang diseling dengan melapiskan gass
verban diatasnya secara bergantian pada daerah yang diobati.
3.2.5.6 Parafin Pouring : Dengan menuang parafin cair pada tubuh yang diobati.
3.2.6 Untuk mendapatkan efek streching dan pemanasan,celupakan anggota tubuh yang diobati
kedalam bak parafin,setelah pasien dipersiapkan dengan baik. Apabila anggota yang dicelupkan
kontraktur, diusahakan posisi peregangan kearah yang diharapkan sebelum dicelupkan kedalam
bak sampai 6-12 kali celupan atau hingga ketebalan ¼ inchi. Pada akhir pengobatan segera angkat
dan bungkus dengan kertas parafin, kemudian ditambah satu lapis handuk tebal untuk
mempertahankan temperatur parafin. Pertahankan pembungkusan itu selama 10 – 20 menit ,
selanjutnya setelah waktu terlampaui lepaskan parafin yang biasanya mengeras dengan cara
mengerakkan anggota tersebut hingga parafin terlepas . Setelah itu berikan massage dan latihan
penambahan ruang gerak sendi.
3.2.7 Untuk parafin immersion, perendaman anggota tubuh dilakukan dengan 2 cara :
3.2.7.1 Melanjutkan parafin dip, dimana setelah lapisan – lapisan parafin yang melekat telah
mengeras, segera masukkan kembali kedalam bak parafin dan biarkan terendam selama 20-30
menit sampai parafin yang ada di kulit meleleh kembali.
3.2.7.2 Atau membungkus terlebih dahulu sendi yang mengalami kontraktur dalam posisi
peregangan
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diobati
3.3.2 Perhatikan warna kulit
3.3.3 Kembalikan alat ketempat semula
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Massage
I. PENGERTIAN
1.1 Massage adalah salah satu bentuk modalitas fisioterapi dengan menggunakan tehnik pemijatan
berupa gerusan melintang, tepukan, dorongan, ataupun tekanan pada jaringan lunak dengan tujuan
untuk memperlancar sirkulasi darah, meningkatkan metabolisme tubuh, relaksasi dan untuk
mengurangi nyeri.
1.2 Indikasi
1.2.1 Kondisi post trauma atau operasi sub acut dan kronik pada sisitem musculosceletal.
1.2.2 Kondisi kekakuan sendi serta pengerasan, ketegangan, peerlengketan dan pemendekan
jaringan otot dan jaringan lain.
1.2.3 Keluhan nyeri, penekanan / penjepitan syaraf dan kelumpuhan syaraf.
1.2.4 Kondisi kurang lancarnya peredaran darah dan limfe.
1.2.5 Kondisi kurang lancarnya pengeluaran sekresi pada saluran pencernaan.
1.2.6 Kondisi kurang lancarnya pencernaan dan pembuangan.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Peradangan akut, trauma dan setelah operasi yang baru.
1.3.2 Kulit yang terluka.
1.3.3 Cidera musculosceletal ( fraktur, ruptur ) yang belum direposisi atau belum pulih secara baik
dan kuat.
1.3.4 Lokasi yang mengalami tanda – tanda keganasan.
1.3.5 Panas tinggi.
1.3.6 Kelainan jantung dan adanya haemoptoe ( tidak boleh dilakukan tapotemen daerah thorax )
1.3.7 Lokasi varices.
1.3.8 Daerah perut pada penderita dengan haematemesis.
1.3.9 Daerah perut pada wanita hamil atau haid.
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan terapi dengan Massage.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah dan menentukan program
sehingga pelaksanaan lebih mencapai sasaran
3.1.2 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.3 Pasien berbaring di di bed atau duduk di kursi dengan rilek.
3.1.4 Anggota yang akan di terapi bebas dari pakaian, disangga dengan bantal, sedangkan bagian
yang tidak diterapi ditutup dengan handuk.
3.1.5 Fisioterapis berdiri di samping bed / pasien
3.1.6 Untuk memudahkan massage dapat di tambahkan bahan pelicin seperti salep, minyak atau
bedak.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Tehnik massage
3.2.1.1 Effleurage :
untuk memperlancar aliran darah dan limfe
3.2.1.2 Friction :
Menghancurkan perlengketan/ pengerasan jaringan lunak dan blokir nyeri diberikan pada akar –
akar syaraf atau pada titik nyeri.
3.2.1.3 Petrissage :
Terdiri dari kneading, wringing dan picking up. Berfungsi melemaskan dan mengulur otot /
jaringan lunak, melancarkan peredaran darah di bagian yang lebih dalam dan metabolisme
setempat. Membantu gerak pencernaan usus.
3.2.1.4 Tapotament :
Terdiri dari hacking, clapping, beating dan pounding. Berguna untuk memberikan rangsangan /
pacuan pada syaraf dan otot.
3.2.1.5 Bila dilakukan di daearah thorax bertujuan memperlancar gerak pencernaan dan
pembuangan.
3.2.1.6 Waktu pelaksanaan sangat tergantung dari luasnya bagian yang diterapi, tebalnya jaringan
tubuh dan tujuan terapi.
3.2.1.7 Kecepatan gerakan massage tegantung tujuannya. Gerakan yang cepat akan memacu
sedangkan massage yang lambat sebagai efek penenang.
3.2.2 Dosis
Waktu : 5 – 15 menit Pengulangan : Sub akut dan kondisi berat 1 kali / hari Kronik dan kondisi
ringan 1 kali Seri : 1 seri 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diterapi.
3.3.2 Kembalikan peralatan ke tempat semula.
FISIOTERAPI PADA TEMPOROMANDIBULAR (TMJ) DISC DYSFUNCTION SYNDROME
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Temporomandibular Disc Dysfunction Syndrome
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Temporomandibular Disc Dysfunction Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Temporomandibular Disc Dysfunction Syndrome
Kontraindikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Tristmus
- Acute joint pain
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada TMJ hingga migrain
- Nyeri dan clicking saat mastikasi
- Mengunci bila depressi penuh
Inspeksi: - Tidak khas. Tes cepat
- Gerak elevasi-depresi bunyi dengan pola gerak ”C” atau ”S”
Tes gerak pasif
- Gerak depresi nyeri dan bunyi ‘klik’
- Gerak lateral deviasi unilateral nyeri dan bunyi ‘klik’
Tes gerak isometric - Kadang nyeri Tes khusus
- Palpasi teraba otot masseter/temporales/pterigoideus nyeri
- Compression test nyeri
- Traction test kecaudal keluhan berkurang
Pemriksaan lain
- ‘X’ ray panorama untuk melihat susunan gigi, TMJ tidak tampak kelainan
Diagnosis
- Nyeri TMJ-migrain akibat TMJ disc dysfunction
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- MWD diatas temporomandibular
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
- Caudal traction mandibulae
o Traksi static dan osilasi 5-10 menit
- Roll slide mobilization TMJ.
- Anjuran Mastikasi dengan rahang sisi sehat
- Koreksi gigi
Evaluasi Nyeri, dan penguncian Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
FISIOTERAPI PADA TEMPOROMANDIBULAR (TMJ) INTERNAL DERANGEMENT
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Temporomandibular Internal Derangement
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Lumbar disc bulging/HNP
- Intervensi fisioterapi pada Lumbar disc bulging/HNP
Kontra indikasi :
- Acute joint pain
- Tristmus
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada TMJ disertai kaku hingga migrain
- Nyeri dan terbatas saat buka mulut
Inspeksi - Depresi terbatas atau dalam pola ‘L’ Tes cepat
- Gerak elevasi-depresi bunyi dengan pola gerak ”L”
Tes gerak pasif
- Gerak depresi nyeri dan terbatas unilateral
- Gerak lateral deviasi unilateral nyeri dan terbatas
Tes gerak isometric - Kadang nyeri Tes khusus
- Palpasi teraba otot masseter/temporales/pterigoideus nyeri
- Compression test nyeri
- Traction test kecaudal keluhan berkurang
Pemriksaan lain
- ‘X’ ray terdapat gambaran arthrosis
Diagnosis - Nyeri TMJ-migrain akibat TMJ internal derangement
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- MWD diatas temporomandibular
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
- Caudal traction mandibulae
o Traksi static dan osilasi 5-10 menit
- Latihan mobilisasi dan peningkatan ROM depressi
- Anjuran Mastikasi dengan rahang sisi sehat
Evaluasi Nyeri, sensasi, ROM Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
FISIOTERAPI PADA CERVICAL DISC DYSFUNCTION
Pengertian
Adalah asuhan fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Disc Dysfunction
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Whiplash injury
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga lengan
- Paresthesia hingga ke tangan pada area dermatome
- Posisi menetap dan gerak fleksi cervical meningkatkan nyeri dan paresthesia
- Ekstensi terasa lebih nyaman
Inspeksi:
- Flat neck atau debíais
Tes cepat:
- Gerak fleksi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga lengan/tangan
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga lengan/tangan
Tes gerak aktif:
- Gerak fleksi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga lengan/tangan
- Gerak lain kadang positif
Tes gerak pasif:
- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak fleksi cervical.
- Gerak ekstensi cervical terasa nyaman
- Gerak lain kadang positif.
Tes gerak isometric - Negatif. Tes khusus
- Compression test posisi fleksi nyeri dan paresthesia pada leher hingga lengan/tangan
- Traction test posisi ekstensi keluhan berkurang
- Tes sensasi dijumpai hypoaesthesia/paresthesia area dermatome tertentu
- PACVP nyeri segmental
Rencana fisioterapi:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi:
- MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
- Cervical traction
o Intermittent posisi lordosis beban 20-30% berat badan, periode traksi dan istirahat pendek
(misal Hold 5” rest 5”) durasi 10-15 menit
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Cervical collar untuk actualitas tinggi
- Proper neck mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi
Evaluasi
- Nyeri, sensasi, ROM cervical.
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Juknis MWD Juknis cervical traction Mobilisasi nucleus Juknis Mc Kenzie exercise
213 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA CERVICAL HEAD ACHE
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Head Ache
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal..
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical head ache
- Intervensi fisioterapi pada Cervical head ache
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Whiplash injury
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
214 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri kepala satu sisi dan disertai kaku cervical
- Nyeri meningkat pada posisi menetap kepala atau gerak cervical tertentu dan berkurang bila
disandarkan.
- Nyeri meningkat bila stress atau otot leher tegang.
Inspeksi:
- Posisi leher forward head position atau deviasi
Tes cepat
- Gerak fleksi-ekstensi cervical nyeri meningkat
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri kepala dan leher
Tes gerak aktif
- Gerak fleksi atau ekstensi cervical nyeri kepala sampai leher
- Gerak lateral fleksi dan rotasi kadang menimbulkan nyeri kepala sampai leher
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak cervical. tertentu
- Gerak cervical sebaliknya terasa nyaman
Tes gerak isometric - Nyeri tetapi setelah kontraksi isometric terasa nyaman. Tes khusus
- Palpasi dijumpai hypertone otot cervical
- Palapsi kadang dijumpai muscle taut band dan twisting
- Traction test posisi netral keluhan berkurang
- PACVP nyeri segmental
Pemriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu
- MRI dijumpai disc bulging hingga protrusi.
Diagnosis Nyeri kepala dan cercical disertai paresthesia lengan disebabkan (arthrosis cervical C1-2
atau C2-3; atau oleh cervical instability; atau oleh myofascial syndrome)
215 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
- Massage otot cervical dengan strocking dan effleurage
- Transverse friction pada trigger point
- Transverse dan/atau longitudinal muscle stretching
- Cervical traction
o Intermittent poaiai lordosis beban 20-30% berat badan, periode traksi dan istirahat pendek
(misal Hold 5” rest 5”) durasi 10-15 menit
- Contract relax stretching
- Proper neck mechanic anjuran posisi leher relax
Evaluasi
- Nyeri, sensasi, ROM cervical.
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
Juknis MWD Cervical traction Transverse friction Contract relax stretching Juknis Mc Kenzie
exercise
216 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA LOCAL CERVICAL FACET PAIN
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan padaLocal Cervical Facet Pain
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical facet pain
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
217 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga interscpulae dan/atau lengan
- Nyeri leher sering disertai kaku
- Nyeri meningkat pada gerak cervical ekstensi
Inspeksi:
- Flat neck atau forward head position
Tes cepat
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri cervical
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri kadang hingga interscapular atau lengan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi.
Tes gerak pasif
- Gerak ekstensi nyeri dan ROM terbatas dengan hard end feel,
- Gerak lain normal atau nyeri ringan.
Tes gerak isometric
- Gerak isometric kadang nyeri
Tes khusus
- Compression test posisi fleksi nyeri menyebar
- Joint play movement lateral gapping test terbatas ringan elastic end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain
- ‘X’ ray normal atau dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets
Diagnosis - Nyeri pseudo radikuler cercical menyebar ke interscapular/lengan disebabkan karena
cervical facet iritation
218 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- US atau SWD atau MWD atau cervical
o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Contract relax stretching ekstensor cervical
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak
Evaluasi
- Nyeri, dan ROM .
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
Asesmen cervical spine US MWD/SWD Contract relax stretching
219 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA CERVICAL INSTABILITY
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Instability
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction
220 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga kepala dan/atau lengan
- Paresthesia hingga ke kepala dan/atau tangan
- Clicking pada gerak cervical tertentu
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak tertentu cervical
Inspeksi:
- Flat neck atau deviasi
Tes cepat
- Gerak fleksi atau cervical terjadi clicking sering disertai nyeri dan paresthesia pada leher hingga
lengan/tangan
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga lengan/tangan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan kaku pada satu atau lebih gerak aktif cervical disertau bunyi klik.
- Kadang disertai nyeri yang menyebar ke kepala dan/atau tangan
Tes gerak pasif
- Nyeri dan ROM lebih besar dari normal dengan empty end feel, sering .satu atau lebih gerak pasif
cervical terbatas dengan springy end feel
- Keterbatasan gerak non capsular pattern.
Tes gerak isometric
- Nyeri pada gerak isometric
- Nyeri berkurang pasca gerak isometrik
Tes khusus
- Joint play movement satu atau lebih terjadi ROM lebih besar dari normal dengan springy end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemeriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu
- MRI dijumpai lysthesis atau kadang tidak khas.
Diagnosis
- Nyeri radikuler cercical ke kepala dan/atau lengan disertai paresthesia lengan disebabkan karena
cervical instability
221 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana fisioterapi
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
- Cervical collar untuk jenis rigid atau semi rigid
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak
Evaluasi
- Nyeri, sensasi, stabilisasi aktif cervical.
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada RS
Lampiran
Asesmen MWD Active stabilization exc
222 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA SPONDYLOSIS DEF / SPONDYLOARTHROSIS CERVICALIS (S.A.C)
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses asuhan fisioterapi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C
Tujuan
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C
Kebijakan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal
Prosedur
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondyloarthrosis cervicalis
- Intervensi fisioterapi pada Spondyloarthrosis cervicalis
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acute radicular pain
223 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Morning sickness dan Start pain
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga interscapulae dan/atau lengan
- Nyeri leher disertai kaku leher
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak cervical ekstensi
Inspeksi:
- Flat neck atau Lordosis atau deviasi
Tes cepat
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri cervical menyebar hingga
intersccapular atau lengan
- Gerak ekstensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga interscapular atau
lengan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi.
Tes gerak pasif
- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi
- Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric
- Gerak isometric kadang nyeri
- Nyeri berkurang pasca gerak isometrik
Tes khusus
- Compression test posisi ekstensi nyeri menyebar
- Joint play movement lateral gapping test atau 3 dimentional flexion terbatas firm end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets
- MRI dijumpai osteofif.
Diagnosis - Nyeri pseudo radikuler cercical menyebar ke interscapular/lengan disebabkan karena
cervical spondylo arthrosis (disertai capsular patern).
224 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- US atau SWD atau MWD atau .... cervical
o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Cervical traction posisi fleksi beban 20-33% BB 15-20 menit
- Cervical collar soft atau semi rigid untuk actualitas tinggi
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak
Evaluasi
- Nyeri, dan ROM .
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
Asesmen Cervical traction US / SWD / MWD
225 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA LUMBAR DISC BULGING/HNP
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada lumbar disc bulging/HNP
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Lumbar disc bulging/HNP
- Intervensi fisioterapi pada Lumbar disc bulging/HNP
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
226 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis: Anamnesis:
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada Lumbar spine menyebar samapi ke kaki
- Paresthesia hingga kekaki pada area dermatome L5-S1
- Posisi duduk lama, jongkok; gerak fleksi lumbale meningkatkan nyeri dan paresthesia
Inspeksi: - Posisi lumbale scoliosis Tes cepat:
- Gerak fleksi lumbale nyeri dan paresthesia pada tungkai-kaki
Tes gerak aktif:
- Gerak fleksi lumbale nyeri dan paresthesia hingga tungkai belakang-kaki
- Gerak lain kadang positif
Tes gerak pasif:
- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak fleksi lumbale.
- Gerak ekstensi lumbale terasa nyaman
- Gerak lain kadang nyeri
Tes gerak isometric - Kadang ekstensi ibu jari kaki lemah. Tes khusus
- Palpasi teraba otot para vertebrale spasm
- Lasegue sign positif, bragard test positif
- Compression test posisi fleksi nyeri dan paresthesia hingga kaki
- Traction test posisi ekstensi keluhan berkurang
- Tes sensasi dijumpai hypoaesthesia/paresthesia area dermatome tertentu
Pemeriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai flat back
- MRI dijumpai disc bulging hingga protrusi.
Diagnosis
- Nyeri radikuler cercical disertai paresthesia lengan disebabkan karena disc bulging/ HNP lumbale
segment
227 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana fisioterapi:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi:
- SWD/MWD lumbale
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
- Lumbale traction
o Intermittent poaiai lordosis beban 40-60% berat badan, periode traksi dan istirahat pendek
(misal Hold 5” rest 5”) durasi 10-15 menit
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Lumbar corset untuk actualitas tinggi
- Proper body mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi dan lifting technique
Evaluasi
- Nyeri, sensasi, ROM lumbale.
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Asesmen Lumbar traction Terapi latihan Mc Kenzie Proper body mechanic, lifting technique
228 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA LUMBAR SPONDYLOARTHROSIS
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada Spondyloarthrosis Lumbalis
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondyloarthrosis lumbalis
- Intervensi fisioterapi pada Spondyloarthrosis lumbalis
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
229 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Morning sickness dan Start pain
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada lumbale kadang hingga kelakang paha
- Nyeri lelumbale disertai kaku
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak ekstensi lumbale
Inspeksi:
- Lumbale lordosis atau flat back
Tes cepat
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri lumbale
Tes gerak aktif
- Nyeri dan kaku pada gerak aktif lumbale terutama ekstensi.
Tes gerak pasif
- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi
- Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric
- Gerak isometric negative atau kadang nyeri
Tes khusus
- Compression test posisi fleksi nyeri
- Gapping test terbatas firm end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets
- MRI dijumpai osteofit.
Diagnosis - Nyeri pseudo radikuler lumbale ke hamstrings karenal spondylo arthrosis lumbalis
230 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- US atau SWD atau MWD atau cervical
o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Lumbar traction posisi fleksi beban 40-60% BB 15-20 menit
- Lumbar corset untuk actualitas tinggi
- Williams flexion exercise
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi lumbaletegak
- Proper neck mechanic pada posisi flat back
Evaluasi
- Nyeri, dan ROM .
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
Asesmen Lumbar traction Terapi latihan Williams flexion exercise Proper body mechanic, lifting
technique
231 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA LUMBAR SPONDYLOLYSTHESIS
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada lumbar Spondylolysthesis
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondylolysthesis lumbalis
- Intervensi fisioterapi pada Spondylolysthesis lumbalis
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
-
232 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri pingang sampai kedua hamstrings
- Disertai paresthesia kedua hamstrings
- Gerak lumbale sering ‘clicking’
Inspeksi: - Lordosis/asimetri Tes cepat
- Fleksi terjadi clicking dan nyeri
- Gerak hip lebih besar dari lumbale
Tes gerak aktif
- Nyeri pada gerak tertentu (missal fleksi)
- Terdengar bunyi klicking
Tes gerak pasif
- Nyeri pada gerak tertentu
- ROM lebih besar dari normal
Tes gerak isometric - Tidak tampak kelainan Tes khusus
- Palpasi: step on atau step off.
- Stabilization test positif kadang diikuti paresthesia
Pemeriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai Lysthesis
Diagnosis:
- Nyeri pinggang hingga kedua hamstrings akibat spondylolysthesis lumbalis.
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
233 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- SWD atau MWD
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Lumbar corset
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi lumbale tegak otot para lumbale, abdominal dan
otot-otot pelvic hip complex
- Proper neck mechanic pada posisi lordosis
Evaluasi
- Nyeri, dan stabilitas.
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Asesmen Lumbar corset Terapi latihan stabilization exercise Proper body mechanic, lifting
technique
234 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA SCOLIOSIS IDIOPATIK
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada …..
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
-
235 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Punggung asimetri punggung (scapula) menonjol satu sisi
- Diketahui secara tidak sengaja oleh orang tuanya
- Tidak diketahui sebabnya
Inspeksi:
- Asimetri dan rib hump, atau pelvis torsion
Tes cepat
- Fleksi punggung tampak rib hump
Tes gerak aktif
- Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 tetap melengkung kekiri atau hanya tegak
- Gerak lateral fleksi kekiri lebih besar
Tes gerak pasif
- Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 terbatas dengan firm end feel
- Gerak lateral fleksi kekiri pada T8 ROM lebih besar dari normal dengan end feel elastik
Tes gerak isometric - Negatif Tes khusus
- Fleksi dijumpai ribs hump kanan
- Asimetri pelvis (pelvic torsion) terhadap plumb line yang ditempatkan pada kolumna vertebrali
- Pengukuran panjang kaki dijumpai leg discrepancy
- LPAVP dijumpai keterbatasan dengan firm end feel
- Gapping test T7-8-9 terbatas dengan firm end feel
Pemeriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu
- Pengukuran ‘cobb angle’
Diagnosis: - Gangguan posture tubuh bidang frontal akibat scoliosis idiopathic Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
236 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi:
- MWD thoracal
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
- Latihan mobilisasi dengan metode crawl exercise
- Latihan stabilisasi dengan bugnet exercise
- TLSO atau Boston brace
Evaluasi
- Nyeri, Cobb angle
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Asesmen Juknis clawl exercise, bugnet exercise Juknis mobilsasi segmental thoracal
237 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA THORACIC HYPOMOBILITY SYNDROME
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Thoracic Hypomobility Syndrome
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus thoracic hypomobility syndrome
- Intervensi fisioterapi pada thoracic hypomobility syndrome
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
238 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi: Anamnesis:
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada punggung atas, interscapular hingga satu sisi dada
- Nyeri meningkat pada ekstensi thoracal atau inspirasi dalam.
Inspeksi: - Kifosis thoracalis atau round back Tes cepat:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri hingga dada
Tes gerak aktif:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri hingga dada
- Gerak lain kadang nyeri
Tes gerak pasif:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel
- Gerak lain kadang nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel
Tes gerak isometric: - Negatif. Tes khusus:
- PACVP nyeri punggung hingga ke dada
- LPAVP nyeri punggung hingga ke dada
- Segmental gapping test thoracal nyeri, terbatas dan firm end feel
Pemriksaan lain:
- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu
Diagnosis:
- Nyeri punggung atas hingga dada dengan hypeomobility thoracal (missal T8-9) disebabkan
(missal kifosis atau round back)
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
239 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi:
- US
- MWD thoracal
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
- Joint mobilzation teknik PACVP LPAVP
- Gapping manipulation 3 dimensi ekstensi
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Proper back mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi
Evaluasi:
- Nyeri, JPM, dan ROM thoracall.
Dokumentasi: - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
- Juknis asesmen
- Juknis MWD
- Juknis asesmen
- Juknis PACVP dan LPAVP
- Juknis gapping manipulation
- Juknis Mc. Kenzie exc.
240 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA MYOFASCIAL PAIN
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada myofascial pain
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus myofascial pain
- Intervensi fisioterapi pada myofascial pain
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Myositis osccsificans
-
241 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri jenis pegal menyebar dalam pola segmental/vegetatif
- Nyeri meningkat regangan pada otot yang bersangkutan
- Nyeri meningkat kontraksi pada otot yang bersangkutan
Inspeksi: - Tidak khas Tes cepat
- Tergantung regio yang terkena
Tes gerak aktif
- Tergantung regio yang terkena
Tes gerak pasif - Tergantung regio yang terkena Tes gerak isometric - Tergantung regio yang
terkena Tes khusus
- Palpasi: trigger point, pada taut band dan twisting, nyeri menyebar.
- Stretch test.
Pemeriksaan lain -.- Diagnosis: Nyeri muscular menyebar ke …… disebabkan oleh myo fascial
trigger point. Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
242 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
o Dosis 2 – 2.5 watt/cm2 waktu 2-3 menit
- Transverse friction Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
- Stretching otot yang bersangkuta
Evaluasi
- Nyeri.
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Juknis assesmen Juknis US Juknis Transverse friction Juknis stretching
243 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME : SCALENUS SYNDROME
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Thoracic (Compression) Outlet Syndrome : Scalenus
Syndrome
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Thoracic (Compression) Outlet Syndrome : Scalenus
Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Thoracic (Compression) Outlet Syndrome : Scalenus Syndrome
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
244 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada leer-pundak depan hingga lengan
- Nyeri meningkat pada posisi lengan kebawah disertai depresi
- Nyeri berkurang bila lengan abduksi
Inspeksi:
- Forward head position
- Posisi bahu-lengan depresi
Tes cepat
- Tidak spesifik
- Abduksi elevasi kadang nyeri
Tes gerak aktif
- Negatif
Tes gerak pasif
- Negatif
Tes gerak isometric
- Negatif
Tes khusus
- Adson’s test positif
- Palpasi scalenus nyeri semutan hingga ke Joint play movement lateral gapping tangan
Pemriksaan lain
- ‘X’ ray normal
Diagnosis
- Nyeri dan semutan leher-pundak hinga lengan disebabkan oleh entrapmen pleksus bracialis
akibat scalenus contractur
-
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
245 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- MWD pada m.scalenus
o MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Contract relax stretching m. scalenus anterior/posterior
- Postural correction (retraksi leher)
- Home program: stretching.
Evaluasi - Nyeri, dan ROM Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
- Asesmen
- MWD
- Contract relax stretching
- Postural correction
246 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME : HYPER ABDUCTION
SYNDROME
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet syndrome
Tujuan
Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus thoracic (compression) outlet syndrome
- Intervensi Fisioterapi pada thoracic (compression) outlet syndrome
Kontraindikasi : Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
247 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
rosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi
- Nyeri dan atau semutang ke lengan.
- Terutama bila tidur miring kesisi sakit atau tertindih
- Saat gerakan mengangkat lengan penuh kesemutan bila di turunkan hilang.
Tes cepat:
- Abdukasi elevasi shoulder penuh timbul semutan/nyeri langan.
Tes gerak aktif:
- Abduksi penuh timbul nyeri/paresthesia
- Gerak lain negatif
Tes gerak pasif:
- Abduksi penuh timbul nyeri/paresthesia dengan springy end feel
- Gerak lain negatif Tes gerak isometrik
Tes khusus:
- hiperabduction test.
Pemeriksaan lain
- EMG ditemukan entrapmen setinggi pectoralis minor
Diagnosis
- Nyeri dan semutan leher-pundak hinga lengan disebabkan oleh entrapmen pleksus bracialis
akibat pectoralis minor contractur
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
248 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi :
- MWD pada m pecroralis minor.
o MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Contract relax stretching m. pectoralis minor
- Home program : stretching.
Evaluasi:
- nyeri dan ROM
Dokumentasi: - Rekam medik Rumah Sakit .....
FISIOTERAPI PADA SHOULDER HAND SYNDROME (SCALENUS SYNDROME)
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Shoulder Hand Syndrome
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Shoulder Hand Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Shoulder Hand Syndrome
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada punggung atas, interscapular hingga satu sisi dada
- Nyeri meningkat pada ekstensi thoracal atau inspirasi dalam
Inspeksi: - Nyeri dan kaku sendi bahu dengan nyeri-kaku dan bengkak tangan. Tes cepat:
- Abduksi elevasi bahu dijumpai reverse scapulohumeral rhythm
- Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbats
Tes gerak aktif:
- Semua gerak glenohumeral nyeri dan ROM aktif trbatas
- Gerak aktif Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbatas
Tes gerak pasif:
- Gerak rotasi eksternal, gerak abduksi, dan rotasi internal sendi glenohumeralis terbatas dengan
firm end feel
- Keterbatasan ROM glenohumeral dalam capsular pattern
- Gerak aktif Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbatas dengan firm end feel
Tes gerak isometric: - Tidak ada perubahan yang khas Tes khusus:
- Palpasi kulit dijumpai kulit dingin dan lembab.
- Joint play movement sendi glenohumeral nyeri, terbatas dan firm end feel.
- Joint play movement sendi radio carpal dan interplalangea nyeri, terbatas dan firm end feel
- Sensoric test: hyperaealgesia bahu/tangan,
Pemeriksaan lain
- ‘X’ ray bahu tidak jelas ada kelainan tetapi kadang dijumpai atrophy/osteoporosis tulang
glenohumeral
Diagnosis - Nyeri, kaku dan bengkak bahu dan tangan akibat shoulde hand syndrome

Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- SWD segmental application thoracal – anterior shoulder: Continous subthermal untuk aktualitas
tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- TENS jenis arus monophase burst dengan segmental application cervical – thoracal, internsitas
maksimal dapat ditoleransi, waktu 20-30 menit.
- Joint mobilization glenohumeral joint pada MLPP dan semua pembatasan ROM.
- Joint mobilization wrist and fingers pada MLPP dan semua pembatasan ROM
- Active mobilization exc.dan pumping exc tangan-jari.
Evaluasi - Nyeri, sensasi, oedeme dan ROM glenohumeral joint, ROM wrist and fingers Dokumentasi
FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME : HYPER ABDUCTION
SYNDROME
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet syndrome
Tujuan
Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan
Indikasi : Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus thoracic (compression) outlet syndrome
Intervensi Fisioterapi pada thoracic (compression) outlet syndrome
- Kontraindikasi : Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
253 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis : - Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis
intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Saat gerakan mengangkat lengan kesemutan bila di turunkan
hilang. Tes cepat abdukasi elevasi shoulder Tes gerak aktif abduksi, elevasi Tes gerak pasif abduksi
elevasi Tes gerak isometrik Tes khusus hiperabduction test. Pemeriksaan lain Diagnosis - Nyeri dan
semutan leher-pundak hinga lengan disebabkan oleh entrapmen pleksus bracialis akibat pectoralis
minor contractu Rencana tindakan
- Intervensi : MWD pada m pecroralis minor.
o MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Contract relax stretching m. pectoralis minor
- Home program : stretching.
Evaluasi nyeri dan ROM Dokumentasi Rekam medik Rumah Sakit
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
Asesmen MWD Contract relax
254 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA TENDOPATHY M. SUPRASPINATUS
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tendopathy M. Supraspinatus
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Tendopathy M. Supraspinatus
- Intervensi fisioterapi pada Tendopathy M. Supraspinatus
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
255 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis pegal pada lengan atas bag lateral
- Nyeri meningkat ketika angkat lengan
- Tidak jelas sebab-sebabnya
Tes cepat
- Abduksi elevasi: ’Painful arc’
Tes gerak aktif - Gerak abduksi nyeri, gerak lain negatif Tes gerak pasif - Tak ada kelainan Tes gerak
isometric
- Abduksi isometric melawan tahanan
- Gerak lain +/-
Tes khusus
- Palpasi posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi.
- Isometric abd under caudal traction
Pemriksaan lain - -- Dagnosis Nyeri bahu lateral sampai lengan atas leteral disebabkan oleh
tendonitis m. supraspinatus Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
256 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
o Dosis 1.5 – 2 watt/cm2 waktu 2-3 menit
- Transverse friction Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
- Stretching m. supraspinatus
- Codmann pendular exercise
Evaluasi
- Nyeri dan scapula humeral rhythm.
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
Juknis assesmen Juknis US Juknis Transverse friction Juknis stretching Juknis Codmann pendular
exercise
257 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 257 dari 2
Judul: Terapi Latihan pada Tennis Elbow
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Terapi latihan adalah modalitas fisioterapi berupa tehnik latihan yang bertujuan untuk
mengembangkan, meningkatkan, memperbaiki dan memelihara: kekuatan, daya tahan, mobilitas
dan fleksibilitas, stabilitas, relaksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional Tennis
Elbow adalah nyeri yang terjadi pada tendon ekstensor wrist sepanjang lateral epicondyle dan
radiohumeral joint. Paling sering terjadi pada musculotendinous junction dari otot ekstensor carpi
radialis brevis.
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi dalam memberikan penanganan pasien dengan kondisi tennis
elbow
III. PROSEDUR
3.1 Pengkajian
3.1.1 Melakukan pemeriksaan awal mengacu pada SPO pemeriksaan fisioterapi
3.1.2 Semua hasil yang didapat dalam pengkajian dicatat dalam lembar pemeriksaan fisioterapi
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Stadium acut
3.2.1.1 Untuk mengontrol nyeri, bengkak dan spasme diberikan kompres es, istirahat dan anjuran
untuk tidak melakukan gerakan menggenggam secara berulang
3.2.1.2 Untuk memelihara soft tissue dan mobilitas sendi diberikan latihan gerak fleksi dan ekstensi
wrist dalam batas toleransi
3.2.1.3 Untuk memelihara integritas fungsi upper ektremitas dilakukan gerak aktif sesuai bidang
gerak sendi
3.2.2 Stadium sub acute atau kronik
3.2.2.1 Tehnik aktif inhibisi pada otot ektensor carpi radialis brevis
3.2.2.2 Tehnik self-stretching pada grup otot ekstensor
258 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.2.3 Cross-fiber massage pada tendo ektensor carpi radialis
3.2.2.4 Latihan isometrik dalam batas rasa nyeri
3.2.2.5 Progressive resistance exercises
3.2.3 Frekuensi
3.2.3.1 2-3 kali seminggu
3.3 Mengakhiri terapi
3.3.1 Evaluasi
3.3.2 Follow-Up/referral
3.3.3 Home program dan edukasi
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
VI. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
259 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA ARTHRITIS DISTAL RADIOULNAR JOINT
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthritis Distal Radioulnar Joint
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal..
Kebijakan
Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthritis Distal Radioulnar
- Intervensi fisioterapi pada Arthritis Distal Radioulnar
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
- TBC tulang
-
260 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri jenis hebat pada masa acute, atau ngilu/pegal pada pergelangan tangan kadang tangan pada
masa kronik
- Nyeri setelah riwayat trauma
- Gerak pronasi-supinasi nyeri dan terbatas
Inspeksi:
- Posisi sendi radioulnaris MLPP
- ADL: tampak kaku
Tes cepat - Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak pasif - Pronasi dan supinasi nyeri dan terbatas dalam capsular patern dengan firm end
feel - Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah Tes gerak isometric - Tidak
ditemukan keluhan khas Tes khusus - JPM test timbul nyeri, terbatas denngan firm end feel
Pemriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale; osteophyte.
Diagnosis:
- Capsular pattern radioulanar joint secondary to arthritis distal radioulnar joint
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
261 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- Pada kondisi acute aktualitas tinggi diberikan RICE
o Es diberikan hingga 36 jam sesudah trauma secara intermittent tiap 5 menit.
o Elastic bandage diaplikasikan pada posisi tangan sedikit dorsal fleksi
- US:
o Continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2 watt/cm untuk aktualitas
rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise
o Pronas-supinasi
- Kemungkinan splinting
-
Evaluasi
- Nyeri, ROM dan fungsi tangan.
Dokumentasi: - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
- Juknis Asesmen fisioterapi
- Juknis RICE
- Juknis US
- JuknisJoint mobilization
- Juknis splinting
262 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA ARTHROSIS DISTAL RADIOULNAR JOINT
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthrosis Distal Radioulnar Joint
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal..
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthrosis Distal Radioulnar
- Intervensi fisioterapi pada Arthrosis Distal Radioulnar
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
263 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada pergelangan tangan kadang tangan
- Morning sickness dan start pain
- Gerak pronasi dan supinasi terbatas dan crepitasi
Inspeksi:
- Posisi sendi radioulnaris MLPP
- ADL: tampak kaku
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan crepitasi
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan crepitasi
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak gerak pronasi dan supinasi lenngan bawah
dimana pronasi dan supinasi sama terbatas dengan end feel firm
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- JPM test translasi pronasi dan supinasi timbul nyeri, terbatas denngan firm end feel
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale; osteophyte.
Diagnosis:
- Capsular pattern radioulanar joint secondary to arthrosis carpalia
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
264 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o US under water sontinous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2 watt/cm untuk
aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise
o Pronas-supinasi
- Kemungkinan splinting Evaluasi - Nyeri, ROM dan fungsi tangan Dokumentasi - Rekam Fisioterapi
dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
- Juknis Asesmen fisioterapi
- Juknis US
- JuknisJoint mobilization
- Juknis splinting
265 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA TENOSYNOVITIS M. ABD. POL. LONGUS DAN EXT. POL. BREVIS (de
Quervain syndrome)
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext. Pol.
Brevis
Tujuan
Proses Fisioterapi yang di terapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext. Pol. Brevis
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext. Pol. Brevis
- Intervensi Fisioterapi pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext. Pol. Brevis
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Lesi saraf perifer
266 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Adanya nyeri pada sisi lateral pergelangan tangan saat fleksiadduksi ibu jari tangan atau ulnar
deviasi.
Inspeksi:
- Bengkak pada sisi lateral pergelangan tangan
Tes cepat:
- Fleksi ekstensi tangan dan jari tangan nyeri sast fleksi
Tes gerak aktif
- Adduksi ibu jari tangan nyeri
- Ulnar deviasi nyeri
Tes gerak pasif - Test streach fleksor ibu jari sakit Tes gerak isometric:
- Tes gerak isometric melawan tahanan ibu jari tangan kea rah abduksi nyeri
- Gerak ibu jari lain negatif
Tes khusus:
- Finkels stain test nyeri, oposisi reposisi jari
- Palpasi teraba oedeme pada sisi lateral pergelangan tangan
Pemreriksaan lain: - -- Diagnosis Nyeri gerak pada tendon otot m abd pol longus dan ext poli brevis
akibat tenovaginitis m abd pol longus dan ext poli brevis Rencana tindakan
- penjelasan tentang patology, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi, dan hasil yang di
harapkan.
- Persetujuan pasien
- Perencanaan intervensi bertahap
267 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US under water continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah.
- Parafin bath 5 menit
- Massage ke arah proksimal.
- Splinting atau elastic bandaging: piosisi ibu jari tangan abduksi dan pergelangan tangan radial
devia
Evaluasi:
- ROM, nyeri
Dokumentasi
- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal
Lampiran
US, Parafin bath, massage. splint,
268 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA DORSAL WRIST COMPRESSION SYNDROME
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Wrist Compression Syndrome
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Dorsal Wrist Compression Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Dorsal Wrist Compression Syndrome
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislokasi
- osteoporosis
269 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Trauma pada pergelangan tangan saat menumpu BB
- Nyeri pada gerakan dorsal fleksi pergelangan tangan
- Unstable
Inspeksi:
- Kadang tapak oedeme pungung tangan
Tes cepat - Nyeri dan terbatas pada gerak dorsal flexion pergelangan tangan Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas pada gerak dorsal flexion pergelangan tangan
- Gerak palmar fleksi, lunar-radial dalam batas normal
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan hard end feel pada gerak dorsal flexion pergelangan tangan
- Gerak palmar fleksi, lunar-radial dalam batas normal
Tes gerak isometric - Tidak ditemukan gangguan khas Tes khusus - JPM test palmar dan dorsal
flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm end feel Pemeriksaan lain - X ray: penyempitan sela
sendi; Diagnosis Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
270 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- RICE
- US:
o Continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2 watt/cm 2 untuk aktualitas
rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Stenthening exercise dan latihan fungsi tangan
- Kemungkinan splinting
Evaluasi - Nyeri,ROM Dokumentasi Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS…
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada ..
Lampiran
Juknis asesmen Juknis RICE Juknis US
271 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA TENOOSSEAL TENDOPATHY DAN TENOSYNOVITIS M. FLEXOR
CARPIRADIALIS
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenoosseal Tendopathy dan Tenosynovitis M. Flexor
Carpiradialis
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi pada Tenoosseal Tendopathy dan Tenosynovitis M. Flexor Carpiradialis
- Intervensi Fisioterapi pada Tenoosseal Tendopathy dan Tenosynovitis M. Flexor Carpiradialis
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislokasi
- osteoporosis
272 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri pergelangan tangan saat menggenggam kuat atau fleksi
- Nyeri meningkat saat olah raga (badminton/tennis)
Inspeksi:
- Tak jelas ada kelainan
Tes cepat:
- Fleksi wrist nyeri
Tes gerak aktif:
- Dorsal fleksi pergelangan tangan nyeri regang
- Palmar fleksi-radial deviasi dan ulnar deviasi negatif
Tes gerak pasif:
- Dorsal fleksi pergelangan tangan nyeri regang
- Palmar fleksi-radial deviasi dan ulnar deviasi negatif
Tes gerak isometric:
- Gerak isometrik palmar fleksi wrist tambah nyeri.
- Gerak lain negatif
Tes khusus:
- Stretch test nyeri pergelangan tangan
- Palpasi tendon M. Flexor Carpiradialis
Pemeriksaan lain - --- Diagnosis
- Nyeri pergelangan tangan aklibat tendopathy/Tenosynovitis M. Flexor Carpiradialis
273 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
- penjelasan tentang patology, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi, dan hasil yang di
harapkan.
- Persetujuan pasien
- Perencanaan intervensi
Intervensi
- US intermiten dosis pada akut aktualitas tinggi 0,5-1 watt/cm2
- Transfer friction
- Stretching
Evaluasi - ROM, nyeri Dokumentasi Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS…
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskulo skeletal
Lampiran
US, stretching, transverse friction
274 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA TENDOVAGINITIS STENOSANS (TRIGGER FINGER)
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tendovaginitis Stenosans (Trigger Finger)
Tujuan
Adalah proses Fisioterapi yang di terapkan pada kasus Tendovaginitis Stenosans (Trigger Finger)
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus Tendovaginitis Stenosans (Trigger Finger)
- Intervensi fisioterapi pada Tendovaginitis Stenosans (Trigger Finger)
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Lesi saraf perifer
- Rheumatoid arthritis
275 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Waktu intervensi US 5-7 menit, kronis 1x1 hari atau 1x2 hari (selama12 sampai 18 hari)
- Dosis streching 8 detik, di ulang 8-10 kali.
- Friction 30 kali
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Rasa nyeri pada jari ketiga atau ke empat saat ditekuk mengunci dan kembali lurus dan berbunyi,
- Nyeri pada setinggi caput metacarpal
Inspeksi:
- Tidak khas
Tes cepat
- tes fleksi jari2 dan ekstensikan (jari ketinggalan)
Tes gerak aktif:
- Pada gerak fleksi jari III/IV nyeri pada akhir ROM dan bila di ekstensikan bunyi klik dan nyeri
- Gerak sendi lain normal
Tes gerak pasif:
- Terdapat nyeri saat fleksi jari yang bersangkutan penuh.
- Saat ekstensi jari bunyi klik dan nyeri.
Tes gerak isometric
- Gerak fleksi jari yang bersangkutan terdapat nyeri
- Gerak lain negatif
Tes khusus
- Palpasi pada caput metacarpal III atau IV teraba benjolan nyeri.
- Bila dalam palpasi bersamaan digerakkan fleksi penuh dan ekstensi teraba benjolan yang
bergerak.
Pemriksaan lain - -- Diagnosis
- Nyeri gerak pada jari ke tiga (atau keempat) karena Tendovaginitis Stenosis flexor digitorum
profundus.
Rencana tindakan
- penjelasan tentang patology, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi, dan hasil yang di
harapkan.
- Persetujuan pasien
- Perencanaan intervensi.
276 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US :
o US under water continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah.
o Parafin bath 5 menit
- Streching pada jari ke tiga (keempat) ke arah ekstensi penuh dengan pergelangan tangan ekstensi
- Transfer Friction jari ke tiga (di selubung tendon)
Evaluasi
- Nyeri dan ROM
Dokumentasi: Rekam Fisioterapi dan rekam medis RS
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal
Lampiran
Asesmen, US, parafin, stretching.
277 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA DORSAL INTERCARPAL LIG. OVERSTRETCH
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Intercarpal Lig. Overstretch
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Dorsal Intercarpal Lig. Overstretch
- Intervensi fisioterapi pada Dorsal Intercarpal Lig. Overstretch
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
278 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis pegal pada pergelangan tangan dan tangan
- Disertai gerak terbatas
- Pada fase akut : - Tumor, Rubor, Dolor, Calor, Fungsiolacia
Inspeksi
- Tak tampak kelainan
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dan fleksi, ekstensi
adduksi dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dan fleksi, ekstensi adduksi
dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dan fleksi, ekstensi adduksi dan
abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak isometric
- Tak jelas kelainan
Tes khusus
- Finkelstein test positif
- Stretch test lig. Intercarpalia
- JPM intercarpal terbatas firm end feel
Pemriksaan lain
- Palpasi
Diagnosis
- Nyeri dan keterbatasan sendi pergelangan tangan dan tangan
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
279 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- RICE ( fase akut )
- MWD ( Sub Akut dan Kronis)
- Active mobilization exercise
Evaluasi - Nyeri,ROM Dokumentasi Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS…
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
Juknis assesmen Juknis RICE Juknis Active mobilization exercise
280 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA ARTHROSIS CARPALIA
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur ……………..
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthrosis Carpalia
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, parupurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthrosis carpalia
- Intervensi fisioterapi pada Arthrosis carpalia
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
281 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada pergelangan tangan dan tangan
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Inspeksi:
- Posisi tangan MLPP
- Gerak hand dexterity kaku.
Tes cepat - Nyeri dan terbatas pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dimana
dorsal flexion lebih terbatas dari palmar flexion dengan end feel firm.
Tes gerak isometric - Tidak ditemukan gangguan khas Tes khusus
- Palpasi tangan sering teraba oedeme
- JPM test palmar dan dorsal flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm end feel
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale; osteophyte.
Diagnosis
- Capsular pattern wrist joint secondary to arthrosis carpalia
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
282 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o US under awter continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2 watt/cm untuk
aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise
o Pronasi-supinasi
- Kemungkinan splinting Evaluasi
- Nyeri, ROM dan fungsi tangan.
Dokumentasi: - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
- Juknis Asesmen fisioterapi
- Juknis US
- Joint mobilization
- JuknisJoint mobilization
- Juknis splinting
283 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS HIP JOINT
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Osteoarthrosis Hip joint
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Osteoarthrosis Hip joint
- Intervensi fisioterapi pada Osteoarthrosis Hip joint
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
284 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada hip joint
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Tes cepat - Nyeri dan terbatas pada semua arah gerakan hip joint Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak hip joint
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak hip joint
- internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.
Tes gerak isometric - Tidak ditemukan gangguan khas Tes khusus - JPM test internal rotasi,
adduksi, fleksi hip joint, firm end feel. Pemeriksaan lain - X ray: penyempitan sela sendi; penebalan
tulang subchondrale; osteophyte. Diagnosis - Capsular pattern hip joint secondary to
Osteoarthrosis Hip joint Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
o
285 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5 watt/cm untuk aktualitas
rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
- Translasi pada pembatasan internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint,.
- Active mobilization exercise Semua arah gerakan hip
Evaluasi
- Nyeri, ROM dan fungsi tangan.
Dokumentasi: - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Juknis asesmen Juknis US Juknis joint mobilization Juknis mobilisasi sendi aktif
286 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 286 dari 2
Judul: Fisioterapi pada Post Op – AMP
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Adalah jenis tindakan operasi yang dilakukan pada subcapital caput femur karena fraktur atau
adanya degenerasi caput femur karena suatu penyakit keadaan acetabulum relative normal dengan
pemasangan bipolar prosthesis
1.1 Indikasi
1.1.1 Subcapital fraktur caput femur
1.1.2 Nyeri sendi hip, degenerasi caput femur dan adanya deformitas
1.2 Kontra Indikasi
1.2.1 Hari ke-1 sampai ke-5 tidak boleh dilakukan fleksi hip lebih 45 dan adduksi
1.2.2 Tidak dianjurkan pasien duduk di kursi yang rendah atau terlalu lembek
1.2.3 Kaki tidak boleh disilangkan ( adduksi ).
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada kondisi sesudah operasi
AMP baik saat rawat inap ataupun rawat jalan
III. PROSEDUR
3.1 Imobilisasi
Sesudah operasi pasien tidur posisi telentang dengan posisi tungkai yang di operasi posisi lurus
dan rotasi netral
3.2 Fase proteksi maksimal
3.2.1 Sesegera mungkin diberikan deep breathing, coughing dan ankle pumping exercise untuk
mencegah terjadinya komplikasi pulmunal dan vaskulair
3.2.2 Latihan anggota gerak yang sehat untuk memelihara kekuatan dan fleksibilitas otot
3.2.3 Latihan pain-free isometric untuk mencegah atropi otot tungkai yang di operasi
3.2.4 Latihan aktif atau assisted untuk memelihara gerak sendi dan jaringan lunak
3.2.5 Hari ke 3 sesudah operasi latihan duduk di bed atau kursi dengan posisi sendi hip tidak boleh
fleksi lebih dari 45 dan posisi hip sedikit abduksi
3.2.6 Latihan jalan di parallel bar, walker atau kruk
287 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3 Fase proteksi sedang
3.3.1 Pada pemasangan prostese cemented latihan weight bearing dapat dilakukan lebih awal
3.3.2 Pada trochanteric osteotomy latihan weight bearing dapat dilakukan pada minggu ke 8
sampai minggu ke 12
3.3.3 Latihan aktif ROM secara bertahap, fleksi hip tidak boleh lebih 900
3.3.4 Untuk meningkatkan control neuromuscular hip diberikan latihan penguatan dengan gerak
aktif dan SLR
3.3.5 Latihan closed-chain sambil berdiri di parallel bar atau walker
3.3.6 Fase proteksi minimal dan pengembalian fungsi
3.3.7 Latihan penguatan otot-otot ekstensor dan abduksi hip untuk ambulasi, latihan open-close
chain
3.3.8 Latihan ambulasi di tingkatkan dari walker ke kruk atau tongkat paling lambat minggu ke 12
sesudah operasi
3.3.9 Latihan peningkatan daya tahan dengan stationary bicycle dengan posisi tempat duduk
ditinggikan untuk mencegah fleksi hip yang berlebihan
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
VI. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Manajer Keperawatan
6.4 Kepala Bagian Keterapian Fisik
288 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS TIBIOFEMORAL JOINT
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Osteroarthrosis tibiofemoral joint
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pada kasus Osteroarthrosis tibiofemoral joint
- Intervensi fisioterapi pada Osteroarthrosis tibiofemoral joint
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
289 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada Tibio femoral joint
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Tes cepat - Nyeri dan terbatas pada fleksi, ekstensi tibio femoral joint Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada tibio femoral joint
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak tibio femoral joint
- Fleksi, ekstensi, tibio femoral joint, firm end feel.
Tes gerak isometric - Tidak ditemukan gangguan khas Tes khusus
- JPM test fleksi, ekstensi tibio femoral joint, firm end feel.
- Patello femoral test
- Ballotement test
- Fluktuation test
Pemeriksaan lain - X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale; osteophyte.
Diagnosis
- Capsular pattern tibio femoral joint secondary to Osteoarthrosis tibio femoral joint
- Nyeri gerak tibio femoral joint
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
290 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5 watt/cm untuk aktualitas
rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
- Translasi pada pembatasan fleksi, ekstensi tibio femoral joint
- Active mobilization
Evaluasi
- Nyeri sekitar ankle dan lutut
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Juknis asesmen Juknis US Juknis joint mobilization Juknis mobilisasi sendi aktif
291 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA CHONDROMALACIA PATELLAE
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Chondromalacia patellae
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Chondromalacia patellae
- Intervensi fisioterapi pada Chondromalacia patellae
Kontra indikasi :
- Osteoporosis
- TB Tulang akut
- Fraktur
- Infeksi sendi akut
292 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri berjalan
- Deformitas kearah genu valgus
Inspeksi: - tidak tampak kelainan local. Perhatikan Q angle/genu valgus Tes cepat - gerakan flexi
dan ekstensi terjadi painfull arc Tes gerak aktif - flexi dan ekstensi Tes gerak pasif - flexi dan
ekstensi Tes gerak isometric - Gerak isometric ekstensi lutut nyeri Tes khusus
- Palpasi : nyeri tekan pada condylus lateral dan medial
- Joint play movement MLPP kompresi diatas patella posisi lutut ekstensi dan semi fleksi.
- Pengukuran Q angle dan genu valgus.
- Tes kekuatan m. Vastus medialis.
Pemeriksaan lain - ’X’ ray intuk melihat OA sendi patellofemoralis Diagnosis:
- Nyeri pada patella disebabkan oleh chondromalacia
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
293 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US pada tepi patella dengan cara mendorong patella ke lateral dan medial
o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah
- MWD/SWD
o SWD intermiten selama 10 – 12 menit
- Transverse friction dengan cara mendorong patella ke lateral dan medial
- Strengthening exercise m. Vastus medialis pada posisi lutut gerak akhir ekstensi
Medial arc support (corect shoes) Evaluasi
- Nyeri, JPM dan ROM .
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Juknis US, SWD Tranverse friction Medial arc support
294 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA KNEE INSTABILITASI
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah :Ketidakstabilan knee
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus knee instability
- Intervensi fisioterapi pada knee instability
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
295 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi
- Keluhan nyeri pada saat aktivitas.
Inspelsi: - Kadang tampak genu valgus/varus Tes cepat - Hiper mobility pada knee joint. Tes gerak
aktif
- Terjadi nyeri pada saat hiper extensi knee joint atau fleksi penuh.
- Internal rotasi dan external rotasi tidak terjadi nyeri
Tes gerak pasif
- Nyeri pada saat gerakan varus dan valgus, flexi – extensi sendi lutut dengan end feel soft.
Tes gerak isometric - Adanya nyeri pada sendi lutut Tes khusus
- Valgus test: untuk tes lig.collaterale mediale
- Varus test: untuk tes lig.collaterale laterale
- Anterior shearing test untuk tes lig.cruciatum anterior
- Posterior shearing test untuk tes lig.cruciatum posterior
Pemeriksaan lain
- Atroskopi
Diagnosis
- Nyeri sendi lutut pada gerakan akibat lesi lig.collaterale mediale, (atau lig.collaterale laterale; atau
lig.cruciatum anterior atau lig.cruciatum posterior)
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
296 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Intervensi MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
- Knee support dengan penguat pada fungsi ligament yang lesi.
- Latihan stabilisasi aktif. Pada posisi MLPP.
- Latihan Strengthening otot pes anserinus (atau iliotibial, atau hamstrings, atau quadriceps)
Evaluasi
- Nyeri, stabilisasi aktif knee.
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
Asesmen MWD Strengthening Stabilisasi aktif Knee support
297 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA MENISCUS LESION
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah :Cedera pada meniscus lesi lutut
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien dengan hasil yang
optimal.
Kebijakan
Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus meniscus lesi
- Intervensi fisioterapi pada meniscus lesi
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Gonitis TB
298 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri dan mengunci pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi
- Keluhan nyeri pada saat aktivitas.
Inspeksi: - Tidak tampak kelainan Tes cepat - Hiper mobility pada knee joint. Tes gerak aktif
- Kadang terjadi nyeri pada saat fleksi maupun ekstensi sendi tibiofemoralis.
- Gerak internal rotasi dan eksternal rotasi terjadi nyeri
Tes gerak pasif
- Nyeri pada saat fleksi maupun ekstensi sendi tibiofemoralis.dengan end feel elastis
- Gerak internal rotasi dan eksternal rotasi terjadi nyeri dengan end feel elastis
- Sering semua gerak negatif bila aktualitas rendah
Tes gerak isometric
- Tidak khas,.
Tes khusus
- Appley test dan murray test
- JPM lutut.
Pemriksaan lain
- Atroplasti
Diagnosis
- Nyeri pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi akibat meniscus lesi.
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
299 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi:
- SWD atau MWD
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Manipulasi meniscus.
- Latihan Strengthening
- Knee Dakker
- Latihan Stabilisasi.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Lampiran
Asesmen SWD/MWD Manipulasi meniscus Strengthening exc Knee Dakker
300 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 300 dari 2
Judul: Fisioterapi pada Post - Op Menisectomy
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Fisioterapi pada post menisectomy adalah bentuk latihan yang diberikan pada pasien sesudah
operasi meniscus. Menisectomy adalah tindakan operasi yang dilakukan karena adanya robek atau
rupture pada meniscus lateral atau medial sendi lutut.
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada kondisi sesudah opersi
minesectomy baik saat rawat inap ataupun rawat jalan
III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi terapis dalam
menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan mengingat pedoman atau panduan ini
disusun untuk satu penyakit secara umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan
untuk menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam penatalaksanaan pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya harus
didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam medis pasien
IV. PROSEDUR
4.1 Post-Op ( Hari Operasi)
Pada fase awal ini yang dilakukan adalah :
4.1.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage untuk mengontrol oedema.
4.1.2 Hindari luka jahitan dari air (basah)
4.1.3 Lakukan latihan-latihan untuk menambah ROM ankle, heel slide.
4.1.4 Latihan penguatan sesuai dengan toleransi pasien yaitu latihan Quadriceps dan Hamstring,
SLR, Knee ekstensi posisi duduk dan jalan PWB dengan menggunakan kruk sesuai dengan toleransi
pasien.
4.1.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam setelah berdiri.
301 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2 Post-Op (Hari ke-1)
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed chain dengan
pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya ROM. Lanjutkan penggunaan brace
post-operasi . Sebaiknya sudah berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee
ekstensi penuh, fleksi 120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain selama melakukan
latihan. Latihan yang diberikan adalah:
4.2.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage untuk mengontrol oedema.
4.2.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM 2-3 kali per hari dan tambahkan dengan
latihan sepeda static dengan tinggi kursi serendah yang dapat ditoleransi pasien dengan beban
yang ringan.
4.2.3 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan latihan keseimbangan dengan berdiri
pada tumit dan latihan keseimbangan dengan setengah berjongkok.
4.2.4 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam setelah berdiri.
4.3 Post-Op (Hari ke-2 s/d ke-7)
4.3.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.3.2 Hentikan penggunaan kruk setelah 3 hari.
4.3.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.3.4 Lanjutkan latihan penguatan dengan menggunakan prinsip PRE dan tambahkan dengan
latihan SLR, fleksi knee,fleksi hip dan ekstensi knee serta berdiri dengan menggunakan satu sisi
kaki.
4.3.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta tetap gunakan elastic bendage.
4.3.6 Lakukan pemeriksaan fisik setelah 6 hari setelah operasi untuk evaluasi dan pelepasan
jahitan.
4.4 Post-Op (Minggu ke-1 s/d ke-3)
4.4.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.4.2 Setelah jahitan dilepaskan diperbolehkan terkena air (basah)
4.4.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.4.4 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan program latihan berlari-lari kecil pada
permukaan yang rata dan jalan yang berliku, latihan jongkok dengan satu kaki, latihan berdiri
dengan satu kaki kemudian elevasikan tumit dan latihan naik turun tangga.
4.4.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan
4.5 Post-Op (Minggu ke-3 s/d ke-6)
4.5.1 Lotion dapat diberikan pada luka jahitan dengan menggunakan ibu jari dengan tekanan sesuai
toleransi.
4.5.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.5.3 Lanjutkan latihan penguatan
4.6 Pasien dapat kembali ke aktifitas semula jika :
4.6.1 Pengukuran ROM dan lingkar tungkai pada kedua tungkai sama.
4.6.2 Pengukuran kekuatan otot kedua tungkai menunjukkan peningkatan lebih dari 85%
V. UNIT TERKAIT
Tidak ada
302 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 302 dari 3
Judul: Fisioterapi pada Post – Op ACL
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Adalah tindakan operasi yang dilakukan oleh adanya robek pada anterior cruciatum ligament sendi
lutut. Fisioterapi pada ACL adalah program latihan yang diberikan untuk pasien sesudah operasi
baik saat imobilisasi ataupun sesudah imobilisasi.
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada kondisi sesudah opersi
ACL baik saat rawat inap ataupun rawat jalan
III. PROSEDUR
3.1 Fase I Minggu ke-1 dan 2
Pada fase awal ini yang menjadi perhatian adalah untuk mengontrol bengkak dan untuk
memelihara ROM ekstensi,mencapai\memelihara ROM fleksi knee pada sudut 90 dan memfasilitasi
control otot Quadriceps untuk mengurangi terjadinya atropi. Latihan yang diberikan adalah:
3.1.1 Latihan Quadriceps setting dengan pengulangan 10x
3.1.2 Latihan Quadriceps setting dengan straight leg raisig pengulangan 10x
3.1.3 Wall slides, 10x pengulangan (latihan aktif fleksi knee dengan bantuan gravitasi)
3.1.4 “ Jane Fondas” latihan gerak ekstensi-fleksi, abduksi-adduksi hip; 20x pengulangan pada
setiap bidang geraknya.
3.1.5 Latihan pumping ankle, dilakukan sepanjang hari secara berkesinambungan. Bila diperlukan
gantung kaki dalam posisi prone.
3.1.6 “Gait Checks”, fisioterapis mengobservasi kemampuan pasien dalam melakukan backwards
ambulasi untuk mendukung tercapainya ROM ekstensi penuh dengan memakai brace.
3.1.7 Gliding patella, pasien melakukan mobilisasi patella sendiri dengan dibantu oleh fisioterapis.
3.1.8 Long sitting untuk menciptakan ekstensi knee. Posisi tersebut juga membantu untuk
menstretching harmstrings. Dalam posisi tersebut pasien diminta meraih ujung ibu jari kaki selama
10-15 menit
303 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
setiap 2-4 jam, coba unutk tetap mempertahankan knee dalam posisi lurus.
3.1.9 Setelah melakukan seluruhlatihan tersebut berikan terapi es, kompressi dan elevasi untuk
mengontrol nyeri\oedema.
3.1.10 Jangan meletakkan bantal untuk mengganjal knee
3.1.11 Lakukan latihan tersebut dua kali sehari, setiap dua hari sekali latihan dihentikan untuk
mengurangi iritasi.
3.1.12 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase II adalah : Oedema berkurang\terkontrol,
ROM ekstensi knee mencapai sudut 0, fleksi mencapai sudut 110 (bila dilakukan repair meniscus
ROM fleksi hanya 90), mampu melakukan SLR hip dalam posisi abduksi-adduksi, fleksi-ekstensi dan
dapat berjalan dengan weight bearing sesuai toleransi dengan menggunakan kruk.
3.2 Fase II Minggu ke-3 dan 4
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed chain dengan
pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya ROM. Lanjutkan penggunaan brace
sesudah operasi . Sebaiknya sudah berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee
ekstensi penuh, fleksi 120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain selama melakukan
latihan. Latihan yang diberikan adalah:
3.2.1 Lanjutkan latihan SLR, 10x pengulangan
3.2.2 Mini-squats (sudut 0-30) dimulai dari 10x pengulangan. Gerakan ini dilakukan sampai kne
berada jauh dari ujung ibu jari kaki (knee over tip of toes), selama latihan tidak boleh ada rasa
nyeri.
3.2.3 Mini-squats dengan satu tungkai (weight shifts)
3.2.4 Steps Up (latihan naik tangga) (concentric), dimulai dari 10x pengulangan dengan tinggi
undakan 3”, peningkatan tinggi undakan sesuai dengan toleransi.
3.2.5 Latihan eccentrics (latihan turun tangga), 10x pengulangan sesuai dengan indikasi.
3.2.6 Latihan proprioseptif, latihan open chain. Selanjutnya latihan meningkat ke single leg stands.
3.2.7 Mulai latihan dengan sepeda, stairmaster, treadmill.
3.2.8 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase III adalah : Berjalan tanpa kruk dalam pola
jalan yang normal, ROM ekstensi knee mencapai sudut 0, fleksi mencapai sudut 120 Latihan naik-
turun tangga mencapai 3x pengulangan selama 3 menit setiap pengulangan (eccentric), latihan
stairmaster mencapai 10 menit, latihan sepeda 15 menit atau lebih, latihan treadmill 15 menit atau
lebih , tidak ada peningkatan nyeri, oedema atau gejala lain selama melakukan latihan.
3.3 Fase III Minggu ke-5 dan 8
Observasi umum harus memonitor adanya efusi, perhatian terhadap adanya tendonitis patellae.
Latihan yang diberikan adalah:
3.3.1 Lanjutkan latihan squats dengan matras.
3.3.2 Mulai latihan single dan double leg press.
3.3.3 Mulai program latihan jogging, tidak boleh ada latihan dengan gerak twisting. Latihan dapat
menggunakan back pedals dan side stapping.
304 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3.4 Lanjutkan penggunaan stairmaster dan sepeda untuk latihan aerobic
3.3.5 Latihan keseimbangan dan proprioseptif.
3.3.6 Lanjutkan latihan turun tangga dengan single step.
3.3.7 Latihan ekstensi lutut open chained
3.4 Fase IV Minggu ke-8 dan 12
Fase ini merupakan saatnya memulai latihan aktivitas fungsional. Fisioterapis harus
memperhatikan kesesuaian ukuran brace saat beraktivitas.Latihan yang diberikan adalah seluruh
latihan pada fase III ditambah :
3.4.1 Mulai diberikan latihan lateral carioca yang lebih berat, zig-zag, plant (latihan dengan alas
lembut) dan back up.
3.4.2 Tes isokinetik dalam ROM penuh pada minggu ke 12
3.4.3 Latihan di sliding board (area yang miring)
3.4.4 Latihan proprioseptif maksimal seperti pada fase III
3.5 Fase V Minggu ke-12, 16 dan 24 (6 bulan)
Dapat mulai latihan olah raga. Latihan sama dengan fase IV ditambah dengan:
3.5.1 Lanjutkan latihan proprioseptif dengan latihan intensif.
3.5.2 Latihan ditambah dengan latihan fungsional, latihan khusus sesuai olah raga yang digeluti.
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
VI. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
305 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA ANKLE SPRAIN
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
Panduan PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Ankle sprain
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Ankle Sprain
- Intervensi fisioterapi pada Ankle Sprain
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
306 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas
tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis
- Ada riwayat trauma (kesleo) kearah inversi
- Nyeri jenis nyeri tajam pada kaki sisi lateral
- Nyeri meningkat pada saat gerak eversi
Inspeksi: - Tampak oedeme dan/atau haemetome pada lateral kaki. Tes cepat
- Gerak plantar maupun dorsal fleksi nyeri. Gerak inversi nyeri hebat.
Tes gerak aktif
- Gerak inversi nyeri dan gerak eversi tidak terasa nyeri
- Gerak dorso dan plantar flexi
Tes gerak pasif
- Gerak pasif inversi nyeri, ROM terbatas denga sringy end feel
- Gerak lain negatif
Tes gerak isometric - Gerak isometrik eversi nyeri bila tendon M. Peroneus longus dan brevis cidera
Tes khusus
- Palpasi pada lig. Calcaneofibulare dan talofibulare terasa nyeri, kemungkinan lig.lain seperti
lig.calcaneocuboideum.
- Pada cidera tendon palpasi diatas tendon mm.peroneus longus dan atau peroneus brevis terasa
nyeri
- Joint play movement.pada sendi calcaneofibulare dan talofibulare nyeri dengan springy end feel.
Pemeriksaan lain - Diagnosis - Nyeri lateral kaki disebabkan oleh sprain ankle. Rencana tindakan:
- - Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
307 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- Pada fase acute diterapkan RICE
- Bandaging dengan elestic bandage dan /atau tapping diberikan hingga satu minggu atau lebih
- US: diberikan pada fase kronik
o Pada ligamenta atau tendon yang terjadi cidera
o Dosis 1.5 – 2 watt/cm2 waktu 2-3 menit
- Transverse friction
- Active stabilization and balance exercise.
- Walking exc
Evaluasi
- Nyeri sekitar ankle
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Juknis asesmen Juknis RICE Juknis US Juknis Bandage
308 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA FLAT FOOT
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
Panduan PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Flat foot
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Flat foot
- Intervensi fisioterapi pada Flat foot
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Poliomielitis
309 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Penggunaan medial arc support dalam waktu 3bulan atau lebih
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Tidak ada arcus plantar
- inbalance
Inspeksi: - Telapak kaki datar, tulang navicularis menonjol ke medial. Tes cepat
- Gait aná lisis tampak kaki menyudut kelateral
- Plantar fleksi lebih lemah
Tes gerak aktif - Dalam batas normal Tes gerak pasif
- Gerak pronasi kaki ROM lebih besar dari normal, gerak pronasi terbatas elastic end feel
- Gerak lain normal
Tes gerak isometric
- Fleksi jari-jari kaki kekuatan kurang dibanding dengan otot lain.
Tes khusus
- Palpasi: arcus longitudinal plantaris rata
- Pengukuran adakah genu valgus
Pemeriksaan lain -.Podografi: dijumpai flet foot. Diagnosis:
- gangguan kesimbangan dan berjalan akibat flat foot
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
310 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- Strengthening exercice pada fleksor jari kaki
- Ballance exc
- Walking exc dengan menggunakan ujung kaki
- Penggunaan medial arc support
Evaluasi
- Nyeri sekitar ankle dan lutut
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Juknis asesmen Juknis strengthening exc Juknis walking exc dan balance exc Medial arc support
311 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS………..
FISIOTERAPI PADA PES EQUINOVARUS
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PANDUAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Tanggal terbit
Ditetapkan, Direktur
Pengertian
Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Pes equinovarus
Tujuan
Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Kebijakan
Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Pes equinovarus
- Intervensi fisioterapi pada Pes equinovarus
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Poliomielitis
-
312 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur
Dosis :
- Penggunaan medial arc support dalam waktu 3bulan atau lebih
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu
Teknik Aplikasi : Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Dibawa sejas lahir atau akibat kelumpuhan
- Anak terlambat usia jalan
- Berdiri dan jalan dengan punggung kaki
Inspeksi:
- Telapak kaki melengkung, menapak dengan sisi luar kaki atau dengan punggung kaki.
Tes cepat
- Gait aná lisis tampak kaki menyudut kemedial atau berdiri denga sisi luar kaki atau bahkan
punggung kaki
Tes gerak aktif
- Gerak dorsal fleksi dan eversi kekuatan menurun
Tes gerak pasif
- Gerak dorsal fleksi dan eversi dengan firm end feel
Tes gerak isometric
- Gerak dorsal fleksi dan eversi kekuatan menurun
Tes khusus
- Joint play movement
- Stretch test pada arcus longitudinal kaki
Pemeriksaan lain -.Podografi: dijumpai flet foot. Diagnosis:
- Gangguan jalan dengan punggung kaki akibat pes equino varus
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang
diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
313 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- Mobilisasi kaki
- Strengthening exercice pada fleksdorsal fleksi dan eversi
- Ballance exc
- Penggunaan sebatu koreksi
Evaluasi
- Nyeri sekitar ankle dan lutut
Dokumentasi - Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.
Unit terkait
Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran
Juknis asesmen Juknis strengthening exc Juknis walking exc dan balance exc Medial arc support
314 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 314 dari 2
Judul: Angkat angkut pasien
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
1.1 Angkatangkut pasien adalah cara atau tehnik untuk memindahkan pasien dari satu tempat ke
tempat yang lain baik dengan atau tanpa alat bantu disertai jarak vertical dan atau horizontal.
1.2 Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam angkatangkut pasien adalah
1.2.1 Berat Pasien, jarak angkut ,dan intensitas.
1.2.2 Kondisi lingkungan rumah sakit yaitu lantai licin,kasar, naik turun
1.2.3 Kemampuan tenaga kesehatan
1.2.4 Peralatan yang dipakai
1.2.5 Metode mengangkat yang benar
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi semua karyawan yang melakukan angkatangkut pasien secara aman,efektif
dan efisien
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pahami benar kondisi pasien. (apakah fraktur leher atau pingang, stroke, sadar atau tidak dll).
3.1.2 Beri penjelasan ke pasien atau keluarga tentang prosedur, maksud dan tujuan angkatangkut
tersebut
3.1.3 Perhatikan Drain dan line atau linen yang mungkin mengganggu.
315 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.4 Semua barang atau benda yang menghalangi pandangan mata atau mengganggu sebaiknya
disingkirkan dulu.
3.1.5 Persiapkan terlebih dahulu alat Bantu angkatangkut pasien atau bila pasien tidak
memungkinkan diangkat sendiri maka orang yang akan membantu harus sudah siap di tempat
pasien tersebut dan mengetahui perannya. Jangan pasien sudah diangkat baru panggil bantuan.
3.1.6 Pastikan bahwa tempat tidur pasien sudah terkunci dan lantai tidak licin.
3.1.7 Posisikan atau atur tinggi rendah tempat tidur sesuai karyawan yang mau mengangkat
( Posisi setinggi antara tali pusar dan siku karyawan ) dan buka rel pengaman bed terlebih dahulu
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
3.2.2 Pasien diusahakan menekan pada anggota tubuh yang kuat dan membebaskan tubuh yang
lemah dari pembebanan berlebihan.
3.2.3 Pegangan harus tepat, penganggkat dengan pegangan tangan penuh
3.2.4 Lengan harus sedekat – dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus
3.2.5 Punggung harus diluruskan.
3.2.6 Dagu ditarik segera setelah kepala tegak kembali ( seperti permulaan gerakan ) dengan posisi
kepala dan dagu lurus diikuti seruruh tulang belakang.
3.2.7 Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang
terjadi dalam posisi mengangkat, satu kaki ditempatkan kearah jurusan gerakan yang dituju, kaki
kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu mendorong tubuh pada gerakan pertama
3.2.8 Berat badan dimanfaatkanuntuk menarik dan mendorong serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
3.2.9 Beban diusahkan berada sedekat mungkin terahadap garis vertical yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
3.2.10 Angkat angkut pasien dengan kondisi khusus diatur dengan SPO tersendiri.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Merapikan kembali drain, line dan linen seperti semula.
3.3.2 Kunci roda tempat tidur dan pengaman.
3.3.3 Mengembalikan alat bantu angkat angkut ketempat semula.
3.3.4 Memberikan penjelasan ke keluarga atau pasien kalau proses angkat angkut sudah selesai
316 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
VI. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
317 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 317 dari 3
Judul: Standar Identifikasi pasien fisioterapi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Bagian fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Standar Identifikasi pasien fisioterapi adalah suatu standar yang diberlakukan dalam
penerimaan pasien melalui identifikasi pasien yang mencakup identitas diri / nama dan
problem yang nyata dan yang berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi,
ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi staf dalam mengidentifikasi pasien.
III. KEBIJAKAN
Semua terapis, Staf Administrasi, Pekarya dan petugas lain yang berhubungan pelayanan wajib
mengetahui indentitas pasien secara lengkap dan dtegaskan kembali oleh staf dengan memanggil
ulang nama tersebut.
IV. PROSEDUR
4.1. Pasien rawat jalan
4.1.1 Pada saat datang di Administrasi / ruang tunggu
4.1.1.1 Staf Administrasi mengucapkan selamat dan meminta pasien menyebutkan identitas
dirinya.
4.1.1.2 Staf Administrasi melakukan registrasi dan atau melakukan aktual untuk pasien dengan
perjanjian.
318 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.1.3 Staf Administrasi mencetak label dan meminta konfirmasi pasien tentang data yang
tercantum pada stiker dan menempelkan label pasien yang dimaksud di slip pembayaran
4.1.1.4 Terapis meminta staf administrasi memanggil nama pasien ke ruangan pemeriksaan
4.1.2 Pada saat datang di ruang pemeriksaan
4.1.2.1 Pasien masuk keruang pemeriksaan dengan menyebutkan namanya.
4.1.2.2 Terapis melakukan pengecekan dengan memanggil ulang nama pasien.
4.1.3 Pada saat pasien datang di ruang tindakan
4.1.3.1 Terapis memberikan tindakan dengan menyebut nama pasien
4.1.3.2 Terapis memberikan tanda pada item tindakan slip pembayaran dan melakukan paraf.
4.1.4 Pada saat datang di administrasi fisioterapi
4.1.4.1 Pasien menuju kasir dan meginput item sesuai nama pasien kedalam komputer.
4.1.4.2 Staf Administrasi menyarankan pasien untuk membuat perjanjian kedatangan berikutnya.
4.2. Pasien rawat Inap
4.2.1 Diruang rawat inap
4.2.1.1 Terapis membawa Form permintaan ke ruangan rawat inap dan memeriksa status pasien
4.2.1.2 Terapis memperkenalkan diri pada pasien dan atau keluarganya kemudian melakukan
asessment termasuk jati diri pasien. Problematik yang diperoleh di gabungkan dengan diagnosa
medis, untuk kemudian didokumentasikan dalam status pasien
319 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.2 Diruang Terapi
4.2.2.1 Pasien diantar dari ruang rawat inap oleh petugas ruangan ke ruangan terapi
4.2.2.2 Staf Administrasi menerima pasien, mengucapkan selamat dan
4.2.2.3 meminta pasien menyebutkan identitas dirinya.
4.2.2.4 Staf Administrasi melakukan registrasi dan atau melakukan aktual untuk pasien dengan
perjanjian.
4.2.2.5 Staf Administrasi mencetak label dan menempelkan label pasien yang dimaksud di slip
pembayaran
4.2.3 Pada saat datang di administrasi Fisioterapi
4.2.3.1 Pasien menuju kasir dan meginput item sesuai nama pasien kedalam komputer.
4.2.3.2 Staf Administrasi menyarankan pasien untuk membuat perjanjian kedatangan berikutnya.
V. DOKUMEN TERKAIT
-
VI. LAMPIRAN
-
320 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 320 dari 362
Judul: Alur Pengkajian Pasien Fisioterapi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh : Kepala Unit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Pengkajian pasien Fisioterapi adalah adalah kegiatan yang dilakukan fisioterapis mulai dari
anamnesa, observasi dan pemeriksaan fisik sebagai acuan untuk menentukan masalah, rencana,
tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien.
II. TUJUAN
2.1 Untuk memperoleh data yang menyeluruh tentang pasien.
2.2 Untuk menentukan masalah yang ada pada pasien
2.3 Untuk menentukan rencana, tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien
III. PROSEDUR
3.1 Pasien baru datang dengan surat rujukan, baca surat rujukan lalu lakukan pemeriksaan.
3.2 Pasien baru datang tanpa surat rujukan, dilakukan pemeriksaan.
3.3 Pemeriksaan dilakukan menurut keperluannya dan tidak mengubah posisi pasien berulang-
ulang.
3.4 Lakukan anamnesa terhadap pasien atau keluarga.
3.5 Lakukan observasi berhubungan dengan alat bantu, bentuk, kulit, pola jalan, fungsional dan
mobilitas.
3.6 Lakukan pemeriksaan fisik berhubungan dengan AROM, PROM, neuropsikologis, tes melawan
tahanan, tes khusus.
3.7 Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya bengkak, spasme, dan keadaan tonus otot.
3.8 Lakukan pengukuran-pengukuran yang diperlukan.
3.9 Tentukan masalah yang ada pada pasien.
3.10 Pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk
3.11 kepada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau professional kesehatan lain yang lebih ahli
dengan persetujuan pasien.
3.12 Tentukan program terapi sesuai dengan masalah yang ada dan kebutuhan pasien atau
mengirim pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk kepada
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau professional kesehatan lain yang lebih ahli dengan
persetujuan pasien.
3.13 Berikan edukasi dan program latihan di rumah kepada pasien dan keluarga.
3.14 Lakukan pencatatan mengenai pengkajian, program dan tujuan terapi pada formulir catatan
pemeriksaan fisioterapi.
321 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.15 Laporan evaluasi pasien fisioterapi kepada dokter pengirim apabila program terapi telah
selesai.
IV. DOKUMEN TERKAIT
4.1 Formulir catatan pemeriksaan fisioterapi
4.2 Formulir laporan evaluasi pasien fisioterapi
V. LAMPIRAN
Bagan alur pelayanan pasien fisioterapi
VI. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
322 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
I. PENGERTIAN
Pengkajian Fisioterapi adalah suatu proses mencakup pemeriksaan pada diri individu atau
kelompok, mengidentifikasi problem yang nyata dan yang berpotensi terjadi kelemahan,
keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain, dengan cara mengangkat
riwayat penyakit, telaah umum, uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan penunjang, dilanjutkan
dengan evaluasi hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah proses pertimbangan
klinis.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional merumuskan
Pengkajian fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi, petugas lain
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit dan wajib diikuti oleh Fisioterapis, pasien/klien,
petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.
IV. PROSEDUR
Komponen :
4.4 Identifikasi Umum.
Kriteria :
4.4.1. Data lengkap
4.4.2. Sistematis
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 322 dari 4
Judul: Standar Pengkajian Fisioterapi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
323 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.4.3. Menggunakan form dan prosedur yang baku, actual dan valid.
4.4.4. Asesmen dan konsultasi
Data awal mencakup elemen;
4.4.4.1. Riwayat penyakit dan harapan pasien / klien
4.4.4.2. Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan dan upaya pencegahannya.
4.4.4.3. Diagnosa medis dan dan riwayat medis yang berkaitan
4.4.4.4.
4.4.4.5. Karekteristik demografi, psikologik, sosial, dan faktor lingkungan yang terkait.
4.4.4.6. Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan episode asuhan fisioterapi
4.4.4.7. Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis
4.4.4.8. Pernyataan pasien / klien tentang problemnya sesuai dengan kadar pengetahuannya.
4.4.4.9. Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi ( outcomes) dari pasien / klien dan keluarga
dan pihak lain yang terpengaruh.
4.4.5. Telaah sistemik
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal, mencakup sistem-sistem :
4.4.5.1. Kardiovasculer/ pulmuner
4.4.5.2. Integumenter
4.4.5.3. Musculoskleletal
4.4.5.4. Neuromusculer
4.4.6. Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan pembelajaran.
4.4.7. Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status pasien / klien.
4.4.7.1. Arousal, atensi dan kognisi
4.4.7.1.1 Tingkat kesadaran
4.4.7.1.2 Kemampuan menjawab perintah
4.4.7.1.3 Kemampuan tampilan secara umum
324 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.4.7.2. Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris
4.4.7.2.1. Keterampilan motorik kasar dan halus
4.4.7.2.2. Pola gerak reflek
4.4.7.2.3. Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi
4.4.7.3. Range Of Motion
4.4.7.3.1. Luas gerak sendi
4.4.7.3.2. Nyeri jaringan lunak sekitar
4.4.7.3.3. Panjang dan fleksibilitas otot
4.4.7.4. Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan )
4.4.7.4.1. Force, velocity, torque, work, power
4.4.7.4.2. Gradasi manual muscle test.
4.4.7.4.3. Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform dan frekwensi
4.4.7.5. Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi
4.4.7.5.1. Frekwensi denyut jantung, frekwensi pernafasan, tekanan darah
4.4.7.5.2. Gas darah arteri
4.4.7.5.3. Palpasi denyut perifer
4.4.7.6. Sikap
4.4.7.6.1. Sikap statik
4.4.7.6.2. Sikap dinamik
4.4.7.7. Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan
4.4.7.7.1. Karateristik langkah
4.4.7.7.2. Fungsional lokomasi
4.4.7.7.3. Karateristik keseimbangan
4.4.7.8. Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal
4.4.7.8.1. Aktifitas hidup harian
4.4.7.8.2. Kapasitas fungsional
4.4.7.8.3. Transfer
4.4.7.9. Integrasi / reintegrasi masyarakat dan kerja ( pekerjaan / sekolah / bermain )
4.4.7.9.1. Aktifitas instrumentasi kehidupan harian
325 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.4.7.9.2. Kapasitas fungsional
4.4.7.9.3. Kemampuan adaptasi
4.4.8. Pemeriksaan penunjang seperti radiology, laboratorium dan lain sebagainya
4.4.9. Analisa data dan interpretasi data.
Analisa dan interpretasi data adalah suatu kegiatan untuk menyimpulkan informasi yang diperoleh
dengan membandingkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsionalnya dengan aktifitas sehari-
hari.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
7.1 Direksi
7.2 Manajer Klinik
7.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
326 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 326 dari 2
Judul: Standar Diagnosa Fisioterapi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manager Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
1.1 Diagnosa Fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom, sindrom atau kategori yang
merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan pasien / klien.
1.2 Prognosa fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi sehat sakit pasien /
klien yang mungkin tercapai dalam waktu berikutnya denganintervensi fisioterapi.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional merumuskan
diagnosa dan prognosa fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit dan wajib diikuti oleh Fisioterapis, pasien/klien,
petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.
IV. PROSEDUR
4.1 Diagnosa fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan dan evaluasi dengan pertimbangan
klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak, mencakup adanya gangguan atau
kelemahan jaringan tertentu, limitasi fungsi, ketidakmampuan dan sindroma. Diagnosa akan
berfungsi dalam menggambarkan keadaan pasien / klien, menuntun penetuan prognosis dan
menuntun penyusunan rencana intervensi.
327 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.1 Merumuskan dan atau kelemahan jaringan.
4.1.2 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
4.1.3 Merumuskan ketidakmampuan gerak dalam aktifitas hidup harian
4.1.4 Merumuskan sindrom dari analisa dan sintesa simtom yang ada.
4.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi perkembangan varian
kondisi sehat sakit pasien / klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi
fisioterapi.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
6.1 Diagnosa Musculosceletal
6.2 Diagnosa Neuromusculer
6.3 Diagnosa Kardiovasculer / Pulmoner
6.4 Diagnosa Integumenter
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
7.1 Direksi
7.2 Manajer Klinik
7.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
328 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5
Judul: Standar Diagnosa Fisioterapi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manager Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. Diagnosa Musculosceletal
Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system musculoskeletal / demineralisasi Gangguan
Sikap Gangguan Kinerja otot Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan connective tissue Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan
ROM yang berkaitan dengan Inflamasi lokal Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot,
dan ROM yang berkaitan dengan kerusakan spinal Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion,
kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan fraktur Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion,
kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan arthroplasty sendi Gangguan mobilitas sendi, motor
fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan bedah tulang / jaringan lunak. Gangguan
mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan amputasi
II. Diagnosa Neuromusculer
Pencegahan dini / pengurangan resiko terhadap kehilangan balance dan jatuh. Gangguan
Perkembangan Neuromotor
329 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non Progresif Disorder
CNS – conginetal atau pada bayi dan masa anak. Gangguan motor function dan sensory integration
yang berkaitan dengan Non Progresif Disorder CNS – pada usia dewasa Gangguan motor function
dan sensory integration yang berkaitan dengan Progresif Disorder CNS. Gangguan Periferal nerve
integrity dan motor function yang berkaitan dengan Periferal Nerve Injury. Gangguan motor
function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acut atau Chronic Polyneuropathies.
Gangguan motor function dan Periferal nerve integration yang berkaitan dengan Non Progresif
Disorder Spinal Cord Gangguan kesadaran, ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near
coma, atau status vegetative.
III. Diagnosa Kardiovasculer / Pulmoner
Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular – pulmonary Gangguan kapasitas
aerobiki / ketahanan yang berkaitan dengan decontioning syndrome Gangguan ventilasi, respirasi /
gas exchange, aerobic capacity / indurance yang berkaitan dengan airways clearance dysfunction.
Gangguan kapasitas aerobik / ketahanan yang berkaitan dengan cardiovascular pump dysfunction
or failure. Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan Ventilatory pump dysfunction or failure Gangguan ventilasi, respirasi / gas
exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang berkaitan dengan respirasi failure. Gangguan
ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang berkaitan dengan respirasi
failure pada neonatus. Gangguan sirkulasi darah, anthropometric dimentions yang berkaitan
dengan Lymphatetic Syndrom disorder.
330 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. Diagnosa Integumenter
Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument Gangguan integumenary integrity
yang berkaitan dengan superficial skin involment. Gangguan integumenary integrity yang berkaitan
dengan partial thickness skin involment Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan
partial thickness skin involment dan scar formation Gangguan integumenary integrity yang
berkaitan dengan partial thickness skin involment extended in to fascia, muscle, or bone and scar
formation.
331 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 331 dari 3
Judul: Standar Perencanaan Fisioterapi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Perencanaan fisioterapi ialah rumusan antisipasi kondisi pasien jangka pendek, menengah dan
panjang yang bisa dicapai melalui serangkaian tindakan fisioterapi, serta rumusan rangkaian
tindakan fisioterapi yang diperlukan untuk pencapaian tersebut.
Perencanaan mencakup antisipasi tujuan, harapan dan rencana tindakan, berkaitan dengan
impairmen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai yang didapat pada pemeriksaan, harapan
keberhasilan dinyatakan dengan terminologi fungsional.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional merumuskan
perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk dan wajib diikuti oleh
Fisioterapis, pasien / klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.
332 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. PROSEDUR
Perencanaan disusun berdasarkan kebutuhan pasien untuk mengatasi diagnosa fisioterapi dengan;
4.1 Ketentuan perencanaan meliputi;
4.1.1 Melibatkan pasien / klien ( keluarga dan pihak lain berpengaruh ) dalam perumusan
antisipasi tujuan dan harapan keberhasilan
4.1.2 Merumuskan tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan dinyatakan dalam terminologi
terukur.
4.1.3 Merumuskan jenis-jenis tindakan fisioterapi, frekuensi, intensitas, durasi, modifikasi dan
jadwal evaluasi
4.1.4 Merumuskan pendidikan bagi pasien / klien dan keluarga / pemberi pelayanan.
4.1.5 Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan koordinasi dengan profesi / pelayanan
lain.
4.1.6 Memberikan penjelasan yang cukup bagi pasien / klien atau walinya tentang diagnosa,
prognosa, antisipasi tujuan, harapan keberhasilan, rencana tindakan dan pendidikan.
4.1.7 Meminta persetujuan tindakan atas dasar kesadaran ( informed consent ) pasien / klien atau
walinya
4.2 Komponen perencanaan meliputi;
4.2.1 Prioritas masalah : fungsi Motorik dan sensorik, fungsi koqnitif, intrapersonal, interpersonal
dan masalah fungsional.
4.2.2 Tujuan : Singkat dan jelas, berdasarkan diagnosa fisioterapi, dapat diukur, realistik dan
menggunakan tahapan.
4.2.3 Rencana tindakan
4.2.4 Tindakan metodelogi fisioterapi berdasarkan tujuan terapi dengan memperhitungkan aspek
efisiensi & efektifitas serta melibatkan pasien / keluarga pasien, mempertimbangkan budaya,
kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku, menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien dan
mempertimbangkan lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang ada. Rencana tindakan harus
berupa kalimat instruksi, ringkas, tegas dan mudah dimengerti serta menggunakan sistimatika
baku.
333 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.5 Edukatif
4.2.6 Edukasi terhadap pasien melibatkan pasien dan keluarga pasien dengan memperhatikan
prinsip belajar mengajar serta menggunakan metode yang tepat.dan komunikasi efektif
4.2.7 Evaluasi
4.2.8 Menggunakan konsep pengukuran
4.2.7.1 Dilakukan secara berkala
4.2.7.2 Penetapan kriteria keberhasilan.
4.2.7.3 Penetapan kriteria modifikasi
4.2.7.4 Penetapan kriteria rujukan.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
7.1 Direksi
7.2 Manajer Klinik
7.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
334 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 334 dari 2
Judul: Standar Intervensi Fisioterapi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: KepalaUnit Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manager Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Intervensi fisioterapi ialah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud
memenuhi kebutuhan pasien secara maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pemeliharaan,
penyembuhan serta pemulihan kesehatan dengan mengikut sertakan pasien dan
keluarganya.mencakup penanganan manual; peningkatan gerak; peralatan fisis; peralatan
elektroterapeutis dan peralatan mekanis; pelatihan fungsional; penentuan bantuan dan peralatan
bantuan; dokumentasi dan koordinasi, komunikasi
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi fisioterapi dalam menjalankan asuhan profesional merumuskan
perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku dilingkungan, dan wajib diikuti oleh Fisioterapis, pasien/klien, petugas
pelayanan fisioterapi, petugas lain.
IV. PROSEDUR
Intervensi setiap kunjungan / pertemuan, dengan mencermati respon dan perkembangan kondisi
pasien / klien perlu implementasi dan modifikasi dari perencanaan. Intervensi oleh Fisioterapis
dan atau dilaksanakan oleh asisten harus dibawah direksi/pengarahan dan supervise otentikasi
(pengesahan) dokumen oleh fisioterpi berijin, memuat unsure-unsur: Kriteria :
4.1 Sesuai rencana fisioterapi termasuk penetapan dosis dan waktu.
335 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2 Mengamati kapasitas fisik dan kemampuan fungsional dengan pendekatan holistik.
4.3 Menjelaskan setiap tindakan / intervensi fisioterapi kepada pasien / keluarga.
4.4 Menggunakan sumber daya ( peralatan, fasilitas dan mempertimbangkan sosio ekonomi
pasien )
4.5 Bersikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan pasien / keluarga.
4.6 Menerapkan prinsip aseptik / antiseptik.
4.7 Menerapkan etika fisioterapi.
4.8 Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan keselamatan pasien.
4.9 Segera merujuk masalah yang mengancam keselamatan pasien.
4.10 Mencatat semua intervensi yang telah dilaksanakan.
4.11 Melaksanakan intervensi fisioterapi berdasarkan prosedur yang telah ditentukan dan
memperhatikan respon pasien.
4.12 Memperhatikan kerapian pasien dan sarana fisioterapi.
4.13 Mengatasi gangguan kapasitas fisik kemampuan fungsional
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
7.1 Direksi
7.2 Manajer Klinik
7.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
336 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 336 dari 2
Judul: Standar Dokumentasi Fisioterapi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Unit Fisisoterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien seperti laporan konsultasi,
laporan asesmen awal, catatan perkembangan, catatan alur pelayanan, re-asesmen dan kesimpulan
pelayanan. Autentikasi ialah proses untuk verivikasi bahwa semua data yang tercatat adalah
lengkap, akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau tanda tangan computer dengan
system pengamanan elektronika.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional merumuskan
dokumentasi fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi, petugas lain
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta dan wajib diikuti oleh
Fisioterapis, pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.
IV. PROSEDUR
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4.1 Nama pasien dan data identifikasi lain.
4.2 Asal rujukan.
4.3 Tanggal pertama asesmen, hasil asesmen dan data dasar
4.4 Program dengan estimasi lamanya pelayanan atau tujuan jangka pendek,
4.5 menengah dan jangka panjang sesuai standar IV.
337 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.6 Metode dan hasilnya serta modifikasinya meliputi:
4.6.1 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris
4.6.2 Range of motion
4.6.3 Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan )
4.6.4 Ventilasi, respirasi ( pertukaran gas ) dan sirkulasi
4.6.5 Sikap statis dan dinamis
4.6.6 Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan
4.6.7 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal
4.7 Kriteria :
4.7.1 Pencatatan selama pasien rawat inap maupun rawat jalan
4.7.2 Menggunakan Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta.
4.7.3 Pencatatan dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan.
4.7.4 Penulisan catatan jelas, ringkas dan menggunakan istilah dan sisitimatika yang baku.
4.7.5 Mengoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoret satu garis lurus sepanjang tulisan
yang dikoreksi diparaf dan ditanggali
4.7.6 Setiap pencatatan harus mencantumkan inisial / nama fisioterapis yang melaksanakan
intervensi fisioterapi.
4.7.7 Persetujuan ( informed consent ) : kepada pasien/klien harus ditanyakan pemahaman dan
kesadarannya sebelum intervensi dimulai
4.7.8 Disimpan sesuai peraturan yang berlaku.
4.7.9 Digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
338 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Judul : Bagan Alur Pasien Rawat Inap
Hal 3 dari 3
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi
No.:
No. Revisi
Disetujui Oleh:
Manajer Klinik
Disahkan oleh:
Direksi
DR. PENGIRIM
FISIOTERAPIS
ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN
Form rujukan FT Rujukan balik
339 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 339 dari 3
Judul: Konsultasi Pasien Rawat Inap
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala bagian Fisioterapi Medis
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Inap bagian Fisioterapi adalah alur pasien rawat inap yang memerlukan
pelayanan bagian Fisioterapi
II. TUJUAN
2.1 Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat Inap yang membutuhkan pelayanan bagian
Fisioterapi.
2.2 Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat inap bagian Fisioterapi.
III. PROSEDUR
3.1 Dokter spesialis pengirim membuat surut rujukan ke Fisioterapi
3.2 Perawat ruangan menginformasikan adanya pasien baru kepada Fisioterapi.
3.3 Fisioterapis menjawab konsul dan membuat program Fisioterapi dicatat dalam rekam medis
3.4 Terapis menentukan prioritas permasalahan, menentukan tujuan terapi dan melakukan
tindakan,mengevaluasi dan mendokumentasikan proses fisioterapi dan perkembangan pasien.
3.5 Fisioterapis memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melaksanakan program di
ruang rawat inap.
3.6 Kasir memasukan data pembayaran ke komputer.
340 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. UNIT TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
5.1 Bagan alur pasien rawat Inap
VI. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Departemen Klinik
6.3 Manajer Departemen Keperawatan
341 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 341 dari 3
Judul: Konsultasi Pasien Rawat Inap
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala bagian Fisioterapi Medis
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
DOKTER PENGIRIM
Fisioterapis
Program
TERAPIS
Pelaksanaan
ADMINISTRASI
Input Pembayaran
Rujukan
RUJUKAN
SLIP
EVALUASI
342 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5
Judul: Alur Pasien Rawat Jalan
Departemen : Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi
No.:
No. Revisi
Disetujui Oleh:
Manajer Klinik
Disahkan oleh:
Direksi
Tanpa Rujukan
PASIEN RAWAT JALAN
Poliklinik / UGD RSPIK Luar RSPIK
Terapis
Assesment
Ada Form
Rujukan ?
Dokter Rehabilitasi
Program
Terapis
Konsultasi
Sesuai
Kewenangan ?
Terapis
Penatalaksanaan
Terapis
Evaluasi & Kontrol Ke Dokter
Ya
Tidak
Ya
Tidak
343 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5
Judul: Alur Pasien Rawat Jalan
Departemen : Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi
No.:
No. Revisi
Disetujui Oleh:
Manajer Klinik
Disahkan oleh:
Direksi
PASIEN
RAWAT JALAN
Poliklinik RSPIK Tanpa Rujukan Luar RSPIK
DR. REHABILITASI
Program
TERAPIS
Assesment
TERAPIS
Konsul Ke Dokter
Ada Form
Rujukan ?
Ya
Tidak
Sesuai
Kewenangan ?
Ya
TERAPIS
Penatalaksanaan
Tidak
TERAPIS
Evaluasi &
Kontrol Ke Dokter
344 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 344 dari 6
Judul: Konsultasi Pasien Rawat Jalan
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala bagian Fisioterapi Medis
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manager Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Jalan bagian Fisioterapi adalah alur masuk dan keluar pasien yang
memerlukan pelayanan bagian Fisioterapi.
II. TUJUAN
2.1 Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat jalan yang membutuhkan pelayanan bagian
Fisioterapi.
2.2 Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat jalan bagian Fisioterapi.
III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi terapis dalam
menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan mengingat pedoman atau panduan ini
disusun untuk satu penyakit secara umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan
untuk menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam penatalaksanaan pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya harus
didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam medis pasien
IV. PROSEDUR
4.1 Pasien datang ke ruang terapi sesuai perjanjian atau urutan.
4.2 Rawat jalan RSPIK
4.2.1 Dengan surat rujukan
4.2.1.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD mendaftarkan pasien rujukan ke Fisioterapi
4.2.1.2 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien, membuat create visite kemudian
mengatur urutan pasien masuk ke ruangan konsultasi.
345 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.1.3 Fisioterapi melakukan evaluasi dan membuat program dan mengisi formulir tindakan
terapi.
4.2.1.4 Pasien membawa formulir terapi dari Fisioterapi diterima petugas administrasi Fisioterapi
dan dilakukan registrasi dan pengaturan jadwal.
4.2.1.5 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan serta menentukan
tujuan terapi
4.2.1.6 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program, edukasi kepada pasien dan keluarga
untuk melaksanakan program di rumah, mendokumentasikan dan melakukan evaluasi serta
membuat rujukan ke dokter pengirim
4.2.1.7 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.1.8 Pasien membayar dikasir, dan Petugas administrasi menerangkan kepada pasien untuk
datang lagi sesuai perjanjian.
4.2.2 Tanpa surat rujukan
4.2.2.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD menyerahkan formulir tindakan terapi serta
mengarahkan pasien ke bagian rehabilitasi
4.2.2.2 Petugas administrasi rehabilitasi menerima pasien, meng create visite kemudian mengatur
urutan pasien masuk ke ruangan terapi.
4.2.2.3 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan serta menentukan
tujuan terapi
4.2.2.4 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program, edukasi kepada pasien dan keluarga
untuk melaksanakan program di rumah, mendokumentasikan dan melakukan evaluasi serta
membuat laporan ke Dokter pengirim.
4.2.2.5 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.2.6 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi menerangkan kepada pasien untuk
datang lagi sesuai perjanjian..
4.2.3 Rawat jalan dari luar RSPIK
4.2.3.1 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien yang membawa surat rujuk atau formulir
tindakan terapi, membuat case kemudian mengatur urutan pasien masuk ke ruangan terapi
4.2.3.2 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan serta menentukan
tujuan terapi
4.2.3.3 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melaksanakan
program di rumah, mendokumentasikan dan melakukan evaluasi serta membuat laporan pasien ke
dokter pengirim.
4.2.3.4 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.3.5 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi menerangkan kepada pasien untuk
datang lagi sesuai perjanjian.
346 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.4 Rawat jalan tanpa surat rujukan
4.2.4.1 Pasien datang tanpa formulir terapi diterima petugas admnistrasi dan dilakukan registrasi.
4.2.4.2 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan serta menentukan
tujuan terapi
4.2.4.3 Terapis menerima pasien rawat jalan tanpa rujukan dokter sesuai batas Kewenangannya,
sebagai berikut :
4.2.4.4 Fisioterapis dapat menerima pasien/ klien tanpa rujukan
4.2.4.5 dokter pada pelayanan yang bersifat promotif, preventif, pelayanan untuk pemeliharaan
kebugaran, memperbaiki postur, memelihara sikap tubuh dan melatih irama pernafasan normal
serta pelayanan dengan keadaan aktualitas rendah dan bertujuan untuk pemeliharaan.
4.2.4.6 Terapis Wicara dapat menerima pasien tanpa rujukan dokter pada pelayanan yang bersifat
promotif, preventif, pelayanan dengan keadaan aktualitas rendah dan bertujuan untuk
pemeliharaan serta pelayanan pada pasien/ klien dengan gangguan komunikasi ringan.
4.2.4.7 Okupasi Terapis dapat menerima pasien/ klien tanpa rujukan dokter pada pelayanan yang
bersifat promotif, preventif, deteksi dini, penyembuhan dan pemulihan dalam intervensi oupasi
terapis pada gangguan area kinerja okupasional dan gangguan komponen kinerja operasional.
4.2.4.8 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melaksanakan
program di rumah, mendokumentasikan dan melakukan evaluasi.
4.2.4.9 Pasien yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk ke tenaga kesehatan lain yang lebih ahli
dengan persetujuan pasien.
4.2.4.10 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.4.11 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi menerangkan kepada pasien untuk
datang lagi sesuai perjanjian.
347 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
V. UNIT TERKAIT
Tidak ada
VI. LAMPIRAN
Bagan alur pasien rawat jalan
VII. DAFTAR DISTRIBUSI
7.1 Direksi
7.2 Manajer Departemen Klinik
7.3 Manajer Departemen Keperawatan
7.4 Kepala Seksi Pelayanan Terapi Fisik
348 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 348 dari 362
Judul: Prosedur Mulai Kerja Administrasi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh : Kepala Bagian Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Prosedur mulai kerja adalah suatu kegiatan persiapan staff administrasi dalam ruang kerja yang
disesuaikan dengan perencanaan dan kapasitas pekerjaan yang meliputi proses pemeriksanaan dan
persiapan alat kerja, persiapan kertas cetakan, kebersihan dan kerapihan ruang kerja, pemisahanan
dan pemeriksaan file keuangan pasien.
II. TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf Administrasi Fisioterapi dalam
mempersiapkan ruang kerja sehingga dapat memberikan pelayanan yang cepat, ramah, dan akurat
kepada pasien dan keluarganya.
III. PROSEDUR
3.1 Staf Administrasi mengambil kunci ruang kerja dan uang modal kerja, slip setoran bank diruang
pusat Administrasi lantai 1.
3.2 Baca informasi terbaru.
3.3 Minta Uang Modal kerja ke Kasir Umum, jumlah uang modal sesuai yang ditentukan.
3.4 Buka ruang kerja, pastikan bahwa ruang kerja terkunci sebelum dibuka.
3.5 Rapihkan tata ruang kerja, periksa kebersihan ruangan kerja.
3.6 Minta pihak “Cleaning Service” untuk membantu membersihkan ruang kerja.
3.7 Hidupkan komputer, “printer”, periksa keadaannya, pastikan bahwa kertas untuk mencetak
cukup, penuhi bila tidak.
3.8 Apakah semua kelengkapan kerja, alat cetakan, alat tulis, kertas, “brochure” sudah terpenuhi ?
3.9 Jika TIDAK Catat semua kekurangan agar dapat dilengkapi.
3.10 Jika YA : lanjutkan
3.11 Periksa Transaksi di mesin kartu kredit, lakukan “Settlement” bila masih ada transaksi
3.12 yang tertinggal lakukan “Settlement” dan berikan kepada Kasir Umum.
3.13 Konfirmasi dengan ruang perawatan untuk mengetahui jumlah pasien yang rencana pulang
pada hari tersebut dan juga biaya-biaya pasien yang belum dilakukan pencatatan.
3.14 Selesai
349 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
VI. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Manajer Pengembangan Usaha
6.4 Kepala Bagian Administrasi Pasien
6.5 Kepala Bagian Keterapian Fisik
350 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
I. PENGERTIAN
Prosedur Akhir Kerja adalah suatu kegiatan persiapan staf administrasi untuk penutupan ruang
kerja yang meliputi proses pelaporan hasil kerja, penyetoran pendapatan, penyetoran file
keuangan, pemeriksaan alat kerja, persiapan kertas cetakan, kebersihan dan kerapihan ruang kerja.
II. TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf administrasi Fisioterapi dalam
mengakhiri masa kerja sehingga dapat memberikan ketepatan pelaporan dan penyetoran file
keuangan pasien pulang dan pendapatan.
III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi Fisioterapis dalam
menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan mengingat pedoman atau panduan ini
disusun untuk satu penyakit secara umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan
untuk menggantikan pertimbangan klinis dari Fisioterapis terapis dalam penatalaksanaan pasien.
3.2 Setiap program Fisioterapi, pelaksanaan program Fisioterapi dan perkembangannya harus
didokumentasikan secara lengkap oleh Fisioterapis dalam berkas rekam medis pasien
IV. IV. PROSEDUR
4.1 Staff administrasi mempersiapkan file keuangan pasien yang sudah menyelesaikan
administrasi.
4.2 Cetak Laporan Pendapatan Kasir.
4.3 Sesuaikan pendapatan dengan Laporan Pendapatan, lakukan penghitungan ulang apabila ada
perbedaan, bila tidak dapat menyelesaikan permasalahan konsultasikan hal tersebut dengan
Penyelia, bila ada perbedaan maka harus ada keterangan yang jelas dan juga dokumen yang
lengkap.
4.4 Pisahkan antara uang modal dan pendapatan kasir.
4.5 Cetak “Audit Trail” dari mesin Kartu Kredit untuk menghindari kesalahan printing.
4.6 Lakukan “Settlement” pendapatan kartu kredit.
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 350 dari 362
Judul: Prosedur Akhir Kerja Administrasi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh : Kepala Bagian Fisioterapi
No.: SPO-KL-FIS-45
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
351 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.7 Masukan semua pendapatan, slip dan “Settlement” kartu kredit ke dalam amplop setoran kasir.
4.8 Isi keterangan dimuka amplop pendapatan kasir sesuai dengan isi amplop.
4.9 Tuliskan jumlah pendapatan kasir, tandatangan dan nama jelas penyetor di Slip Bank untuk
disetorkan.
4.10 Matikan komputer bila sudah tidak ada kegiatan administrasi lagi.
4.11 Pastikan semua komputer dan “printer” dalam keadaan mati, pastikan kebersihan
4.12 ruangan terjaga baik dan semua pintu terkunci sebelum meninggalkan ruangan.
4.13 Apakah Bank masih beroperasi?
4.13.1 Jika YA : Setorkan uang tunai pendapatan kasir berikut Slip Bank ke Bank.
4.13.2 Jika TIDAK : Masukan uang tunai pendapatan kasir berikut Slip Bank ke dalam Amplop
Penyetoran Tunai
4.14 Tuliskan nama kasir dan jumlah pendapatan di muka Amplop penyetoran.
4.15 Minta Penyelia memeriksa semua laporan dan menandatangani laporan dan juga dokumen
yang terkait dengan laporan.
4.16 Setorkan laporan, Slip Bank/Amplop pendapatan, uang modal dan file keuangan pasien pulang
di seksi Kasir Umum.
4.17 Serahkan kunci ruangan kepada Penyelia.
4.18 Serah terimakan tugas yang tertunda kepada Staff administrasi Fisioterapi berikutnya
4.19 Selesai
V. UNIT TERKAIT
Tidak ada
352 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 352 dari 5
Judul: Orientasi Karyawan Baru Bagian Fisioterapi
Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar :
Tanggal Revisi:
Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi
No.:
No. Revisi:
Disetujui Oleh: Manajer Klinik
Disahkan oleh: Direksi
I. PENGERTIAN
Orientasi Karyawan Baru Bagian Rehabilitasi Medik adalah suatu periode dalam masa percobaan
karyawan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perusahaan dimana karyawan baru wajib
mengikuti kegiatan pengenalan ( orientasi ).
II. TUJUAN
Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman umum dalam pelaksanaan orientasi bagi karyawan
baru di Bagian Rehabilitasi.
III. PROSEDUR
3.1 Pelaksana
3.1.1 Orientasi bagi karyawan baru akan dilaksanakan dalam 2 ( dua ) tahapan, sebagai berikut :
3.1.1.1 Orientasi Umum dilaksanakan oleh Departemen Sumber Daya Manusia.
3.1.1.2 Orientasi Khusus dilaksanakan oleh Departemen bersama Bagian Rehabilitasi.
3.1.2 Orientasi Khusus wajib dilikuti oleh karyawan baru sebagaimana diatur dalam peraturan ini
3.1.3 Materi yang diberikan selama masa Orientasi Khusus akan meliputi:
3.1.3.1 Struktur Organisasi Departemen, Bagian dan Uraian Tugas.
3.1.3.2 Peraturan - Ketentuan Departemen Klinik.
3.1.3.3 Standar Prosedur Operasional.
3.1.3.4 Instruksi Kerja bagian Rehabilitasi.
3.1.3.5 Pengenalan lingkungan kerja.
3.1.3.6 Pengenalan peralatan kerja.
3.1.3.7 Latihan penggunaan peralatan kerja.
3.1.4 Metoda pelaksanaan Orientasi Khusus adalah dengan metoda belajar aktif
3.1.5 dengan bimbingan petugas yang ditunjuk.
3.1.6 Evaluasi atas pemahaman sehubungan dengan materi yang dipelajari akan dilakukan oleh
Kepala Bagian Rehabilitasi dibantu oleh Kepala Seksi Terapi Fisik.
3.1.7 Laporan Tertulis mengenai pelaksanaan orientasi Khusus serta evaluasi Individual saat
dilaksanakannya penilaian atas
353 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
pelaksanaan masa percobaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan dibuat oleh Kepala
Bagian Rehabilitasi.
3.2 Ruang Lingkup
Peraturan ini berlaku bagi seluruh karyawan baru yang akan bertugas di bagian Rehabilitasi.
IV. DOKUMEN TERKAIT
Peraturan Perusahaan mengenai Orientasi Karyawan Baru Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk.
V. LAMPIRAN
5.1 Jadwal Orientasi Karyawan Baru.
VI. DAFTAR DISTRIBUSI
6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Manajer Sumber Daya Manusia.
6.4 Kepala Bagian Keterapian Fisik
354 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.2. AUDIT DAN TINDAK LANJUT PENERAPAN SPO
1. Pengertian :
Mengidentifikasi penyimpangan penerapan SPO melalui dokumen pelayanan pasien/klien,
menginterpretasi temuan penyimpangan, dan tindak lanjut perbaikan SPO.
2. Data yang dihasilkan :
a Temuan penyimpangan penerapan SPO.
b Interpretasi temuan penyimpangan.
c Tindak lanjut perbaikan SPO.
d SPO baru.
3. Peralatan yang digunakan :
a Dokumen / status pasien.
b Dokumen SPO
c Buku / komputer
d Alat tulis
4. Prosedur :
a Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi
b Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
c Mengintrepretasi temuan.
d Menindak lanjuti perbaikan SPO.
e Mendokumentasi SPO baru.
355 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5. Lampiran
6. Referensi :
6.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik
Fisioterapi. 6.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi 6.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan. 6.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun
2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan. 6.5 Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI
Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit. 6.6 Ketetapan IFI
Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi Fisioterapi Indonesia. 6.7
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989 tentang Rekam Medik. 6.8
Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007. 6.9 Guide to Physical Therapist
Praktice American Physical Therapy Association, 2001 6.10 ISO 9000:2000.
356 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.3. TELAAH DAN TINDAK LANJUT SUMASI PASIEN/KLIEN.
1. Pengertian :
Merekapitulasi sumasi pasien/klien yang berkaitan dengan perubahan/perbaikan simtom,
sindrom, patologi, impermen, keterbatasan gerak, keterbatasan fungsi, dalam katagori : memburuk,
tetap (flat), tanda perbaikan, perbaikan signifikan, fungsional terpenuhi, dan normal.
2. Data yang dihasilkan :
a Pengelompokan katagori sumasi pasien/klien : memburuk, tetap (flat), tanda perbaikan,
perbaikan signifikan, fungsional terpenuhi, dan normal.
b Interpretasi hasil pengelompokan.
c Rekomendasi tindak lanjut perbaikan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.
d Kreasi pembaharuan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.
3. Peralatan yang digunakan :
a Dokumen / status pasien.
b Dokumen SPO
c Buku / komputer
d Alat tulis
4. Prosedur :
a Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi
b Mengidentifikasi sumasi pasien/klien dalam katagori : memburuk, tetap (flat), tanda perbaikan,
perbaikan signifikan, fungsional terpenuhi, dan normal.
357 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
c Mengintrepretasi temuan.
d Merekomedasi perbaikan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.
e Menindak lanjuti perbaikan prosedur, metode, dan teknik pelayanan. baru
f Mendokumentasi prosedur, metode, dan teknik pelayanan baru.
5. Lampiran
6. Referensi :
6.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik
Fisioterapi. 6.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi 6.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan. 6.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun
2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan. 6.5 Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI
Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit. 6.6 Ketetapan IFI
Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi Fisioterapi Indonesia. 6.7
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989 tentang Rekam Medik. 6.8
Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007. 6.9 Guide to Physical Therapist
Praktice American Physical Therapy Association, 2001
6.10 ISO 9000:2000.
358 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.4. SURVEI DAN ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN/PASIEN/KLIEN. 1. Pengertian : Mengadakan
survei, analisis kepuasan pelanggan/pasien/klien, dan tindak lanjut perbaikan pelayanan ,
sedikitnya 2(dua) kali setahun.
2. Data yang dihasilkan :
2.1 Temuan Indek Kepuasan Pasien/klien, dan atau kebutuhan baru.
2.2 Interpretasi temuan penyimpangan.
2.3 Tindak lanjut perbaikan pelayanan.
2.4 Metode/teknik pelayanan baru.
3. Peralatan yang digunakan :
3.1 Form kuisioner kepuasan pelanggan/pasien/klien.
3.2 Kotak saran
3.3 Dokumen / status pasien.
3.4 Dokumen SPO
3.5 Buku / komputer
3.6 Alat tulis
4. Prosedur :
4.1 Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi
4.2 Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
4.3 Mengintrepretasi temuan.
4.4 Menindak lanjuti perbaikan SPO.
4.5 Mendokumentasi SPO baru.
5. Lampiran
6. Referensi :
WCPT, APTA, KARS, ISO 9000:2001.
359 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.5. MEMBIMBING ORIENTASI PEGAWAI BARU.
1. Pengertian :
Merekapitulasi sumasi pasien/klien, dan menyusun katagori Kesehatan Gerak Fungsional :
2. Data yang dihasilkan :
2.1 Temuan penyimpangan penerapan SPO.
2.2 Interpretasi temuan penyimpangan.
2.3 Tindak lanjut perbaikan SPO.
2.4 SPO baru.
3. Peralatan yang digunakan :
3.1 Dokumen / status pasien.
3.2 Dokumen SPO
3.3 Buku / computer
3.4 Alat tulis
4. 4. Prosedur :
4.1 Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi
4.2 Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
4.3 Mengintrepretasi temuan.
4.4 Menindak lanjuti perbaikan SPO.
4.5 Mendokumentasi SPO baru.
5. Lampiran
6. Referensi :
WCPT, APTA.
360 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.6. MEMBIMBING PRAKTIK OBSERVASI MAHASISWA KESEHATAN.
1. Pengertian :
Merekapitulasi sumasi pasien/klien, dan menyusun katagori Kesehatan Gerak Fungsional :
2. Data yang dihasilkan :
2.1 Temuan penyimpangan penerapan SPO.
2.2 Interpretasi temuan penyimpangan.
2.3 Tindak lanjut perbaikan SPO.
2.4 SPO baru.
3. Peralatan yang digunakan :
3.1 Dokumen / status pasien.
3.2 Dokumen SPO
3.3 Buku / komputer
3.4 Alat tulis
4. Prosedur :
4.1 Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi
4.2 Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
4.3 Mengintrepretasi temuan.
4.4 Menindak lanjuti perbaikan SPO.
4.5 Mendokumentasi SPO baru.
5. Lampiran
6. Referensi :
WCPT, APTA.
361 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.7. MEMBIMBING PRAKTIK MAHASISWA FISIOTERAPI (INSTRUKTUR).
1. Pengertian :
Merekapitulasi sumasi pasien/klien, dan menyusun katagori Kesehatan Gerak Fungsional :
2. Data yang dihasilkan :
2.1 Temuan penyimpangan penerapan SPO.
2.2 Interpretasi temuan penyimpangan.
2.3 Tindak lanjut perbaikan SPO.
2.4 SPO baru.
3. Peralatan yang digunakan :
3.1 Dokumen / status pasien.
3.2 Dokumen SPO
3.3 Buku / komputer
3.4 Alat tulis
4. Prosedur :
4.1 Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi
4.2 Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
4.3 Mengintrepretasi temuan.
4.4 Menindak lanjuti perbaikan SPO.
4.5 Mendokumentasi SPO baru.
5. Lampiran
6. Referensi :
WCPT, APTA.
362 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Anda mungkin juga menyukai