PENDAHULUAN
1|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan. (UU.36/2009, Ps.1, 5, 9, 14, 24).
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan bertugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan
paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Rumah sakit mempunyai fungsi
pendidikan, pelatihan, pengembangan, penapisan ilmu pengetahuan teknologi bidang
kesehatan. (UU. 44/2009, Ps.4,.5, 13).
Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan
tugas dan tanggung jawab secara timbal balik vertikal dan horisontal, maupun struktural
dan fungsional terhadap kasus penyakit. dan atau masalah penyakit atau permasalahan
kesehatan (UU. 44/2009, Ps. 42).
Rujukan dibagi 2 (dua) kelompok : rujukan medik : untuk pengobatan dan pemulihan
berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen dan pengetahuan tentang penyakit; dan
rujukan kesehatan untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan berupa sarana,
teknologi dan operasional (Kepmenkes 374/2009, SKN).
Tenaga kesehatan katagori Keterapian Fisik terdiri dari Fisioterapis, Okupasi Terapis dan
Terapis Wicara. (Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996).
Fisioterapis terdiri dari jabatan fungsional ahli dan terampil (Peraturan Presiden No.
34/2008).
Fisioterapis kompeten berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, pendidik dan peneliti
(KEPMENKES No.376/2007).
Fisioterapis wajib memiliki Surat Ijin Praktik, berwenang melakukan assesmen,
diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi/re-evaluasi. (Kepmenkes 1363/2001).
Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan diatur dalam 7 (tujuh) standar,
terdiri dari : 1. Falsafah dan tujuan, 2. Administrasi dan pengelolaan, 3. Pimpinan dan
pelaksana, 4. Fasilitas dan peralatan, 5. Kebijakan dan prosedur, 6. Pengembangan
tenaga dan pendidikan, dan 7. Evaluasi pelayanan dan pengembangan mutu. (KEPMEN
No.517/2008).
Otonomi profesional fisioterapis diperoleh melalui pendidikan profesi yang menyiapkan
tenaga fisioterapis yang mampu praktik secara otonom. Fisioterapis mampu melakukan
keputusan profesional untuk menetapkan diagnosis yang diperlukan sebagai dasar
intervensi, rehabilitasi dan pemulihan dari pasien/klien dan populasi. Prinsip etika
2|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
diperlukan untuk mengenali otonomi praktik, guna melindungi pasien/klien dan
pelayanannya.
Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan ditata dengan pedoman yang
terdiri dari : Falsafah, kompetensi, peran dan fungsi serta tanggung jawab fisioterapi,
penatalaksanaan pelayanan fisioterapi dan pelaporan, (KEPMENKES No.778/2008).
Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina,
dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. (UU.36/2009, Ps. 14).
Pembentukan instalasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit,
(PERMENKES No 1045/2006, Ps. 20).
Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berwenang
mengatur kegiatan institusi yang dipimpinnya dengan mengacu pada norma, standar,
pedoman dan kriteria pelayanan fisioterapi yang ditetapkan oleh pemerintah dan
rekomendasi organisasi profesi fisioterapi.
Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan menetapkan
kebijakan seperti dan tidak terbatas pada :
1. seorang fisioterapis sebagai pimpinan pelayanan fisioterapi,
2. falsafah dan tujuan fisioterapi.
3. organisasi dan uraian tugas,
4. akses masuk,
5. pemeriksaan penunjang,
6. sistem dokumentasi
7. sistem pelaporan.
3|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
BAB II
PROSEDUR PELAYANAN FISIOTERAPI.
Prosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan (Muhammad Ali,
2000). Prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling berkaitan misalnya : orang,
jaringan gudang yang harus dilayani dengan cara yang tertentu oleh sejumlah pabrik dan
pada gilirannya akan mengirimkan pelanggan menurut proses tertentu (Amin Widjaja
1995).
Prosedur pada dasarnya adalah suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang
berhubungan satu sama lainnya dan prosedur-prosedur yang berkaitan melaksanakan
dan memudahkan kegiatan utama dari suatu organisasi (Kamaruddin,1992). Prosedur
adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan-
urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang
dilaksanakan berulang-ulang (Ismail Masya 1994). Berdasarkan pendapat beberapa ahli
di atas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan prosedur adalah suatu tata cara
kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki
pola kerja yang tetap yang telah ditentukan. Bahwa setiap orang berhak memperoleh
pelayanan. kesehatan. yang. aman, bermutu dan terjangkau.Tenaga kesehatan dalam
melakukan pelayanan harus. memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan .kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
(UU.36/2009, Ps.5, 24).
Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, dalam menyelenggarakan
pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien,
(UU. 44/2009, Ps.5,.13).
Standar pelayanan fisioterapi terdiri dari assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi,
evaluasi/re-evaluasi dan dokumentasi/komunikasi/koordinasi. (Tap. KONAS IX IFI Tahun
2004, Referensi WCPT, 1996)
Pengendalian mutu suatu pekerjaan dirumuskan siklus kegiatan : kerjakan yang kau tulis,
tulis yang kau kerjakan, tinjau dan tingkatkan ; suatu kegiatan jasa dan/atau produk akan
terjamin mutu bila ditulis dulu prosesnya, dijalankan, didokumentasi, dibakukan sebagai
4|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
standar prosedur operasional, dievaluasi dan diperbaiki secara terus-menerus
berkesinambungan. Struktur dokumentasi sistem mutu, terdiri dari : 1. Kebijakan, 2.
Prosedur, 3. Petunjuk Teknis, dan 4. Pelaporan. ( ISO 9000:2000 / International Standard
Organization Nomor 9000 Tahun 2000).
Mengacu kebijakan, prosedur, struktur dokumentasi dan pengendalian mutu pelayanan
fisioterapi ditata dalam urutan tingkat manajemen dan pendokumentasian seperti dan
tidak terbatas :
a. Fasilitas pelayanan kesehatan fisioterapi : ketetapan pimpinan, falsafah-tujuan, dan
organisasi pelayanan fisioterapi.
b. Pelayanan fisioterapi : ketetapan akses masuk, pemeriksaan penunjang, sistem
dokumentasi dan pelaporan.
c. Pelayanan fisioterapi pada Pasien/Klien : assesmen, diagnosis, perencanaan, persetujuan,
intevensi, evaluasi, dokumentasi.
d. Prosedur kasus : dalam kelompok muskulosekeletal, neuromuskuler, kardiopulmoner, dan
integumenter.
e. Metoda terapi : manual treatment, Bobath, MLDV.
f. Aplikasi teknis/teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan,
elektroterapi, traksi, hidroterapi.
Standar prosedur operasional adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai
suatu petunjuk atau direktif. Mencakup hal-hal operasional yang memiliki suatu prosedur
pasti atau terstandardisasi, tanpa kehilangan keefektifannya.
Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh standar prosedur operasional.
Sebuah standar prosedur operasional adalah seperangkat instruksi tertulis bahwa
seseorang harus mengikuti untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman, tanpa efek
buruk pada kesehatan pribadi atau lingkungan, dan dalam cara yang memaksimalkan
efisiensi operasional dan produksi.
Standar prosedur operasional adalah perangkat/instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan, yang kisi-kisi : yang benar dan terbaik, konsensus bersama pencegah
kesalahan, penjamin keamanan, dan telah teruji.
Contoh format prosedur operasional seperti dan tidak terbatas :
1. Format ISO 9001:2000 ( International Standard Organization Nomor 9001 Tahun
2000),
2. Dirjen BUK/ Yan Medik Kementerian Kesehatan,
5|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3. Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Standar operasional prosedur yang perlu dirumuskan :
1. Ketetapan falsafah dan tujuan,
2. Ketetapan Fisioterapis sebagai pimpinan,
3. Ketetapan organisasi,
4. Ketetapan sistem pelaporan
5. Ketetapan akses masuk,
6. Ketetapan pemeriksaan penunjang,
7. Ketetapan dokumentasi
8. SPO Proses : assesmen, diagnosis, perencanaan, penyelesaian/penghentian, resum,
dokumentasi.
9. SPO Kasus : Ekstrimitas Atas, Ekstrimitas Bawah, Ekstremitas Atas, Tulang Punggung.
10. SPO Intervensi/Metode terapi : terapi latihan, massage, pengukuran.
11. SPO /Petunjuk teknis modalitas .
BAB III
6|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
PERILAKU INTERAKSI FISIOTERAPI.
BAB IV
PANDUAN PENYUSUNAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
7|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
A. Definisi SPO
Standar operasioanal prosedur adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan
sebagai suatu petunjuk atau direktif. SPO mencakup hal-hal operasional yang memiliki
suatu prosedur pasti atau terstandarisasi,tanpa kehilangan keefektifanya. Setiap sistem
manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SPO. ( Wikipedia bahasa
Indonesia,ensiklopedia bebas)
Sebuah SPO adalah seperangkat instruksi tertulis bahwa seseorang harus mengikuti
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman, tanpa efek buruk pada kesehatan pribadi
atau lingkungan,dan dalam cara yang memaksimalkan efisiensi operasional dan
produksi.
Standar Prosedur Operasional merupakan perangkat atau instruksi atau langkahlangkah
yang dibakukan, yang benar dan terbaik,konsensus bersama,pencegah kesalahan,
penjamin keamanan dan telah teruji ( system mutu ISO 9000,1997 )
B. Bagian-bagian SPO
Standar Prosedur Operasional biasanya ada enam bagian ( ISO 9001 : 2000 )
1. Tujuan.
Prosedur ini dibuat untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
yang dibakukan.
2. Lingkup.
Prosedur ini dinyatakan berlaku untuk siapa dan fungsi-fungsi terkait.
3. Acuan
Disini di isi dokumen- dokumen lain yang disebutkan atau yang berkaitan dengan
prosedur ini.
4. Definisi.
Dijelaskan disini semua istilah yang dipakai dalam prosedur ini, yang mungkin
bermakna ganda,juga bila dalam prosedur ini dipakai singkatan-singkatan yang
perlu dijelaskan artinya.
5. Prosedur
8|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
Diuraikan di sini semua kegiatan yang harus dilalui dalam pelaksanaan prosedur,
juga disertai tanggung jawab yang melaksanakan,dan wewenang untuk
memutuskan.
6. Lampiran
Lampiran adalah pelengkap prosedur,berisi antara lain contoh-contoh formulir
yang harus dipakai, contoh bentuk dan warna label juga dapat ditambahkan sebagai
lampiran sebuah daftar riwayat perubahan dokumen.
FORMATDIAGRAMALIR
(Komputer: AutoShapesFlow chart)
9|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
Cont: Bl &Al
oh Diagraok ir
Po mRaw UniInstal Ad/
Ma Umu
li Ina t/Fisioter
at asi KasmR
sy m p api ir S
A
10 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMAT DIAGRAM BLOK &
ALIR KARS, 2000.
LOG No.
O Doku
RS.. . men
.... RUJUKAN RAWAT Tgl.
JALAN . . . . . . Terbit
Ditetap Kore Disiap No.
kan : ksi : Revisi
kan :
No.
Direktu Ket./ Halam
r... Ka. . . Ket.Tim / an
Diagr . Ka.
am Fisiotera
Alir pi
BLOK BLOK 2 BLO BLOK KETERAN
1 K3 4 GAN
11 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMAT SOP (Dirjen Yan
Medik, 2001).
LOGO STANDAR . .
RS. . . ...
PELAYANA
N
No.
No. Revisi Halama
Dok. : : n:
....... ..... .......
..
12 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Tgl.Terb Ditetapkan,
Tetap it : Direktur
. . . . . . . . . . . . . . . . .. .
1. Tujuan :
2. Ruang
lingkup :
3. Kebijaka
n:
4. Prosedur
:
5. Unit
terkait :
14 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
BAB V
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PELAYANAN FISIOTERAPI DENGAN
MENGACU KEPADA ISO 9001.2000
I.1a.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT …………
NOMOR : …………
TENTANG
KEPALA/PJ. PELAYANAN FISIOTERAPI
MENIMBANG :
MENGINGAT :
15 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
1. Nama :
Nomor Kepegawaian :
2. Bertugas mengelola pelayanan fisioterapi di Rumah Sakit sesuai dengan Uraian Tugas
Kerja terlampir.
Ditetapkan di ..................
I.1b.:
16 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
URAIAN TUGAS
DI RUMAH SAKIT . . . . . . .
1. Fungsi utama :
17 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.8 Menjalin kerjasama profesional dengan organisasi profesi dan legalitas pelayanan
dengan pemerintah.
4. Batas wewenang :
4.1 Membuat dan atau mengesahkan pedoman dan teknis profesional pelayanan
fisioterapi sesuai dengan standar profesi dan kebijakan institusi.
4.2 Membuat/memimpin, merumuskan program kerja jangka pendek dan jangka
panjang pelayanan fisioterapi.
4.3 Membuat laporan kegiatan pelayanan fisioterapi kepada pimpinan/pejabat dalam
institusi.
4.4 Membuat laporan kepersonaliaan kepada pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.5 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang
dibawahinya.
4.6 Membuat laporan sarana dan prasarana dalam satuan kerjanya kepada
pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.7 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana.
5. Kualifikasi :
5.1 Pendidikan: S-1 Fisioterapi/Diploma IV Fisioterapi atau Diploma III Fisioterapi plus
SKM/S1Manajemen.
5.2 Memiliki SIPF (Surat Izin Praktik Fisioterapi)
5.3 Pengalaman : S-1/Diploma IV, 1 tahun sebagai Pelaksana , atau
5.4 Diploma III plus SKM/S1 Manajemen, 2 tahun sebagai Pelaksana.
5.5 Keterampilan : Operasional Komputer Word,Exel, Power Point, dan Bahasa Inggris
Intermediate.
5.6 Pelatihan : Manajemen Mutu.
6. Referensi :
18 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6.6 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.7 Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004
tentang Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.8 Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara
RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.
6.9 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009;
6.11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
6.12 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi.
6.13 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.14 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.15 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
I.1c.
19 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT …………
NOMOR : …………
TENTANG
ORGANISASI UNIT/INSTALASI FISIOTERAPI
DI RUMAH SAKIT . . . . . . .
MENIMBANG :
MENGINGAT :
20 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004 tentang
Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
8. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara
RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi.
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
15. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN :
21 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Menetapkan : Organisasi Unit/Instalasi Fisioterapi di Rumah Sakit . . . . . . . . . . . . . .
PELAYANAN FISIOTERAPI
RUMAH SAKIT . . . . . .
Yan. Fisioterapi
Fisioterapi
I. 2
FILOSOFI FISIOTERAPI
22 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Falsafah Fisioterapi :
1.1 Kepenuhan gerak fungsional tubuh manusia untuk hidup sehat sejahtera adalah
hak azasi.
1.2 Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan
fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis),
pelatihan fungsi, komunikasi.
1.3 Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.4 Ilmu fisioterapi adalah sintesa ilmu biofisika, kesehatan dan ilmu-ilmu lain yang
mempunyai hubungan dengan upaya pencegahan, intervensi dan rehabilitasi
gangguan gerak fungsional serta promosi. Paradigma fisioterapi meliputi : gerak,
individu dan interaksi, sehat-sakit.
1.5 Otonomi fisioterapi : Dalam melakukan pelayanan profesinya, fisioterapis
mempunyai otonomi mandiri serta mempunyai hubungan yang sejajar dengan
profesi kesehatan lain, dengan konsekuensi dan tanggung jawab serta mengatur
dirinya sendiri berdasarkan landasan kode etik profesi fisioterapi, serta
mendapatkan pengesahan dari Ikatan Profesi Fisioterapi dan peraturan
perundangan yang berlaku.
1.6 Pelayanan fisioterapi adalah masukan, proses, keluaran dan dampak pelayanan
fisioterapi.
1.7 Proses fisioterapi ialah kegiatan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
assesmen dan pemeriksaan fisioterapi, penetapan diagnosa fisioterapi, rencana
intervensi terapi, pelaksanaan intervensi terapi, evaluasi hasil intervensi terapi dan
dokumentasi.
1.8 Integrasi pelayanan fisioterapi, sebagai bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan, dalam bentuk pelayanan mandiri atau dalam tim pelayanan kesehatan
lain, diatur dengan prinsip-prinsip etik, standar profesi, tanggung dan tanggung
gugat, dengan pendekatan holistik dan paripurna :
23 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
a. Promosi : Mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu dan
masyarakat umum.
b. Pencegahan: Terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan
individu yang mempunyai resiko gangguan gerak akibat faktor-faktor
kesehatan/ medik/sosial ekonomi dan gaya hidup.
c. Penyembuhan : Terhadap gangguan/penyakit infektif, non infektif dan
degeneratif.
d. Pemulihan : Terhadap sistem integrasi tubuh yang diperlukan untuk pemulihan
gerak, memaksimalkan fungsi, meminimalkan ketidak mampuan dan
meningkatkan kualitas hidup individu dan atau kelompok yang mengalami
gangguan sistem gerak
1.9 Prinsip-prinsip Kode Etik Fisioterapi :
a. Menghargai hak dan martabat individu.
b. Tidak bersikap diskriminatif dan memberikan pelayanan kepada siapapun yang
membutuhkan.
c. Memberikan pelayanan prifesional secara jujur, berkompeten dan bertanggung
jawab.
d. Mengakui batasan dan kewenangnan profesi dan hanya memberikan pelayanan
dalam lingkup fisioterapi.
e. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya, kecuali untuk
kepentingan hukum/pengadilan.
f. Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
g. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan
untuk meningkatkan derajad individu dan masyarakat.
2. Tujuan :
Agar masyarakat terlayani dalam hal problem dan kebutuhan akan kesehatan
gerak fungsional, melalui upaya pencegahan gangguan/penyakit, penyembuhan
dan pemulihan melalui upaya pelayanan fisioterapi :
2.1 Mengembangkan gerak potensial agar gerak aktual mencapai gerak fungsional.
2.2 Mengembangkan gerak potensial untuk meminimalkan kesenjangan gerak aktual
dengan gerak fungsional.
24 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3. Kerangka konsep :
3.1 Gerak manusia sebagai hasil fungsi integrasi koordinasi dari tubuh pada sejumlah
tingkatan, dipengaruhi factor eksternal dan internal. Gerakan fungsional sebagai
esensi untuk sehat dan sejahtera.
3.2 Individu manusia sebagai kesatuan tubuh, pikiran dan semangat, memiliki
kesadaran akan kebutuhan dan tujuan gerak tubuhnya, memiliki kapasitas puntuk
berubah sebagai hasil respon faktor-faktor fisik, psikologis, social dan lingkungan.
3.3 Interaksi manusia sebagai kemampuan dan prasarat untuk perubahan positif
dalam perilaku gerak kearah yang berfungsi dalam kesehatan dan kesejahteraan.
Interaksi berfungsi mencapai saling pengertian diantara fisioterapis, pasien,
keluarga pasien, dan pelayanan lain, dalam menyusun pelayanan fisioterapi yang
terintegrasi.
3.4 Sehat-sakit: setiap individu mempunyai potensi gerak, gerak actual dan gerak
fungsional. Sehat berarti gerak aktual sama dengan gerak fungsional. Sakit berarti
ada kesenjangan antara gerak aktual dengan gerak fungsional. Agar gerak aktual
mencapai gerak fungsional maka fisioterapi berperan mengembangkan potensi
gerak.
3.5 Otonomi professional diperlukan agar fisioterapis bisa berpraktik berinteraksi
dengan pasien, keluarga pasien, pelayanan lain demi tepatdan akuratnya intervensi
fisioterapi. Otonomi profesional diperoleh fisioterapi melalui pendidikan tinggi
ilmu fisioterapi dan dengan mengembangkan etik moral demi melayani pasien.
4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
25 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
I. 3.
RAWAT INAP
1. Pengertian :
2. Tujuan :
Tersedianya pedoman kerja bagi Fisioterapis dan tenaga kesehatan lain, dalam
memberikan pelayanan fisioterapi untuk pasien yang dirawat inap.
3. Kebijakan :
Pedoman ini sebagai acuan kerja dalam melayani pasien yang dirawat inap dalam
lingkup :
3.1 Pasien yang dirawat inap dimungkinkan dilayani secara interdisipliner dengan
Dokter yang merawat berperan sebagai ketua tim.
3.2 Pemberian pelayanan fisioterapi atas dasar permintaan/ persetujuan Dokter ketua
tim.
3.3 Fisioterapis menerima rujukan dan melayani pasien sesuai dengan kaidah dalam
proses fisioterapi yang terbuka, dan melaporkan hasil evaluasi pelayanan sebagai
rujukan balik, kepada Dokter perujuk.
3.4 Fisioterapis berkolaborasi dengan Perawat dan profesi lain
dalam memberikan pelayanan pada pasien.
26 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.5 Fisioterapis membuat catatan dokumentasi pelayanan fisioterapi, menyesuaikan
dengan sistem rekam medis yang berlaku
4. Prosedur :
4.1 Dokter memeriksa pasien, menemukan indikasi fisioterapi dan mengisi formulir
rujukan fisioterapi
4.2 Perawat dengan membawa surat rujukan/ resep dokter mendaftar di
Poliklinik Fisioterapi.
4.3 Fisioterapis menerima dan melayani pasien sesuai dengan profesionalisme
fisioterapi dan kepentingan institusi.
4.4 Fisioterapis mengevaluasi/ reassesmen pasien.
4.5 Fisioterapis merujuk balik ke dokter perujuk awal.
4.6 Dokter atau fisioterapis menetapkan stop/ lanjut pelayanan fisioterapi.
4.7 Fisioterapis membuat dokumentasi dan administrasi biaya bekerjasama dengan
kasir RS.
5. Unit terkait
5.1 Unit-Unit dalam instalasi rawat inap.
5.2 Unit penunjang.
6. Lampiran : Diagram Alir Rujukan Fisioterapi Pasien Rawat Inap.
7. Acuan :
7.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
7.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
7.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
7.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
7.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
7.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
7.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
27 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
I. 3a.
RAWAT INAP.
DR . PENGIRIM
FISIOTERAPIS
ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN
II. 1.
28 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pengertian :
Standar pelayanan fisioterapi ialah tata urutan kegiatan fisioterapi yang
diterapkan pada pasien / klien secara profesional, paripurna, efektif, efisien dan
terintegrasi.
2. Prosedur :
Standar Pelayanan Fisioterapi berisikan kegiatan berurutan sebagai berikut :
2.1 Assesmen
2.2 Diagnosa
2.3 Perencanaan
2.4 Intervensi
2.5 Evaluasi
2.6 Dokumentasi.
Masing-masing prosedur diuraikan dalam standar prosedur operasional.
3. Dokumen terkait:
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar 3.3
Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.4 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
29 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
II. 2.
1. Pengertian :
Assesmen umum fisioterapi adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup
pemeriksaan pada diri individu atau kelompok, mengidentifikasi problem yang
nyata dan yang berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi,
ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain, dengan cara memperhatikan
riwayat penyakit, telaah umum, uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan
penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi hasil pemeriksaan melalui analisis dan
sintesis dalam sebuah proses pertimbangan klinis.
2. Prosedur :
2.1 Identifikasi umum :
30 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.2.1 Riwayat penyakit dan harapan :
2.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan dan
upaya pencegahannya.
2.2.1.2 Diagnosis dan riwayat medik yang berkaitan.
2.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor
lingkungan yang terkait.
2.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan episode
pelayanan fisioterapi.
2.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis.
2.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan kadar
pengetahuannya.
2.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (outcomes) dari
pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
2.3 Telaah sistemik.
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal, mencakup system-
sistem :
2.3.1 Kardiovaskuler/pulmoner
2.3.2 Integumenter
2.3.3 Muskuloskeletal
2.3.4 Neuromuskuler
2.4 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan pembelajaran.
2.5 Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status pasien/klien.
Pengujian dan pengukuran termasuk dan tidak terbatas pada :
2.5.1 Arousal, atensi dan kognisi.
2.5.1.1 Tingkat kesadaran.
2.5.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
2.5.1.3 Kemampuan tampilan secara umum.
2.5.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
2.5.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
2.5.2.2 Pola gerak reflek.
2.5.2.3 Ketangkasan, kelincahan, dan koordinasi.
2.5.3 Range of motion.
31 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.5.3.1 Luas gerak sendi.
2.5.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.
2.5.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
2.5.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan).
2.5.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
2.5.4.2 Gradasi manual muscle test.
2.5.4.3 Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform, dan frekwensi.
2.5.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
2.5.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi pernafasanm tekanan darah.
2.5.5.2 Gas darah arteri.
2.5.5.3 Palpasi denyut perifer.
2.5.6 Sikap.
2.5.6.1 Sikap static.
2.5.6.2 Sikap dinamik.
2.5.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
2.5.7.1 Karakteristik langkah.
2.5.7.2 Fungsional lokomasi.
2.5.7.3 Karakteristik keseimbangan.
2.5.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
2.5.8.1 Aktifitas hidup harian.
2.5.8.2 Kapasitas fungsional.
2.5.8.3 Transfer.
2.5.9 Integrasi/reintegrasi masyarakat dan kerja
(pekerjaan/sekolah/bermain)
2.5.9.1 Aktifitas instrumentasi kehidupan harian.
2.5.9.2 Kapasitas fungsional.
2.5.9.3 Kemampuan adaptasi.
2.5.10 Pemeriksaan dan pengukuran lain-lain terpilih.
2.6 Pemeriksaan penunjang dengan cara Fisioterapis merujuk ke pelayanan lain sesuai
kebutuhan pasien/klien, seperti radiologi, laboratorium dan lain sebagainya.
2.7 Analisa data sebagai proses dinamis keputusan klinis oleh Fisioterapi berdasar
data yang terkumpul pertimbangan klinis menyimpulkan diagnosis dan prognosis.
32 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3. Prosedur terkait :
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar proses fisioterapi
3.4 Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.5 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Referansi :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
II. 3.
1. Pengertian :
1.1 Diagnosis fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom, sindrom,
keterbatasan fungsi, keterbatasan gerak, impermen, atau potensi terjadinya, yang
merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan pada diri pasien/klien.
33 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.2 Prognosis fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi sehat-
sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya dengan
intervensi fisioterapi.
2. Prosedur :
2.1 Diagnosis fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan, pengukuran dan evaluasi
dengan pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak,
mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan tertentu, limitasi fungsi,
hambatan dan sindroma. Diagnosis akan berfungsi dalam menggambarkan
keadaan pasien/klien, menuntun penentuan prognosis dan menuntun penyusunan
rencana intervensi.
2.1.1 Merumuskan adanya sintom dan atau sindrom.
2.1.2 Merumuskan hambatan memelihara diri, aktifitas hidup harian,
kerja/sekolah dan hobi.
2.1.3 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
2.1.4 Merumuskan keterbatasan gerak komponen tubuh.
2.1.5 Merumuskan gangguan dan atau kelemahan jaringan.
2.1.6 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi seluler.
2.1.7 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi biomolekuler.
2.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi perkembangan
varian kondisi sehat sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu
berikutnya dengan intervensi fisioterapi.
3. Terlampir rumusan diagnosis fisioterapi, yang akan diperbaharui sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi fisioterapi.
4. Referensi
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
34 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
II. 3a.
35 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2. Kategori Diagnosa Neuromuskuler
2.1 Pencegahan dini/pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2.2 Gangguan Perkembangan Neuromotor
2.3 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak.
2.4 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder CNS – pada usia dewasa
2.5 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
progressive disorder CNS
2.6 Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Peripheral Nerve Injury.
2.7 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute
atau Chronic Polyneuropathies.
2.8 Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder Spinal Cord.
2.9 Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near
coma, atau status vegetative.
3. Katagori Diagnosis Kardiovasculer /Pulmoner :
36 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.8 Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan
Lymphatetic System disorders
4. Katagori Diagnosis Integumenter :
37 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
II.3b. KATAGORI DIAGNOSIS DAN KONDISI
38 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
719 Other and unspecific disorder joint
732 Osteochondropathies
2. Gangguan Sikap
524 Dentofacial anomalies
732 Osteochondropathies
39 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
737 Curvature of the spine
40 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
728 Other and unspecific diorder of joint
41 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
42 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
724 Other and unspecified disorder of joint
43 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
847 Sprains and strains of ankle and foot
44 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5. Gangguan mobilitas 274
sendi, motor function, Gout
350
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan Trigeminal nerve disorders
dengan inflamasi 353
lokal. Nerve root and plexus disorders
354
Mononeuritis Of upper limb and mononeuritis
355
multiplex
524
Mononeuritis of lower limb
682
Dentofacial anomalies including malocclusion
711
Other cellulites and abcess
715
Arthropathy associated with infections
716
Osteoarthritis and allied disorders
717
Other and unspecified arthropathis
718
Internal derangement of knee
719
Other derangement of knee
720
Other and unspecified disorders of joint
722
Ankylosing spondylitis and other other
inflammation
45 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
724 Intervertebral disk disorder
840 Osteochondropathies
721
Intervertebral disk disorder
722
46 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
723 Other disorder of cervical region
47 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7. Gangguan mobilitas Malignant neoplasm articular of bone and
sendi, motor function, 170 articular cartilage
kinerja otot, dan ROM
213 Benign neoplasm of bone and cartilage
yang berkaitan
dengan fraktur.
262 Other severe protein-calorie malnutrition
728
48 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
729 Disorder of muscle, ligamnet, and facia
49 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
825 Fracture of Tibia and fibula
729
50 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
730 Other derangment of knee
Dislocation of Ankle
51 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9. Gangguan mobilitas 715 Osteoarthrosis and allied diorder
sendi, motor function,
717 Internal derangment of knee
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan
52 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
dengan bedah tulang 718 Other derangment of joint
atau jaringan lunak.
719 Other and unspecified disorder of joint
53 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
54 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
812 Fracture of the scapula
55 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
840 Other, multiple, and ill defined dislocation
56 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
10. Gangguan mobilitas
sendi, motor function, 250 Diabetes
kinerja otot, ROM,
353 Nerve root and plexus disorder
gait, locomotion,
balance yang
berkaitan dengan 440 Atherosclerosis
amputasi
442 Other aneurysm
57 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
885 systems
58 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Katagori Diagnosis
Neuromuskular
Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )
Spinocerebral disease
342 Epilepsy
General Symptoms
59 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2. Gangguan 191
Perkembangan Malignant neoplasme of brain
192
Neuromotor Malignant neoplasm of other and unspecified part
of nervous system
345 Epilepsy
Spina bifida
742
60 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
745 Bulbus cordis anomalies and anomalies of cardiac
septal closure
61 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
780 perinatal period
804 Concussion
62 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3. Gangguan motor 036 Infeksi Meningococcal
function dan
sensory integration
63 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
765 Gangguan yang berhubungan prematur dan lahir
dengan berat badan lahir rendah
64 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
767 Trauma lahir
994
65 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4. Gangguan motor
function dan 049 Penyakit non arthropod-borne viral lainnnya
sensory integration
225 pada SSP
yang berkaitan
dengan Non Benign neoplasma otak dan dan bagian lain SSP
progressive 320
disorder CNS – pada Mengitis bacterial
usia dewasa 321
Meningitis yang disebabkan organisme lainnya
322
Meningitis dengan penyebab yang tidak spesifik
323
Encephalitis, myelitis dan encephalomyelitis
331
Degenerasi cerebral lainnya Hemiplegia
342
dan hemiparese
345
Epilepsi
348
Kondidi brain lainnya
351
Gangguan saraf Facial
386
Sindrom vertiginous dan gangguan sistem
431
vestibular lainnya.
433
Hemorrhage intracerebral
434
Occlusion dan stenosis arteri precerebral
435
Occlusion arteri cerebral
436
Transient cerebral ischemia
437
Akut, tapi ill defined, penyakit cerebrovascular
66 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
447 Emboli arterial dan dan trombosis
67 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5. Gangguan motor
function dan 042 Penyakit HIV
sensory integration
191 Malignant neoplasma otak
Penyakit spinocerebral
341 Epilepsi
68 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6. Gangguan Peripheral 225 Neoplasma benigna dan bagian lain sistem saraf
nerve integrity dan
350 Gangguan saraf trigeminal
motor function yang
Trauma kelahiran
69 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
8. Gangguan motor 225
function dan Benign neoplasm brain dan bagian lain dari
237
Peripheral nerve
sistem saraf
integration yang
berkaitan dengan Neoplasma of uncertain behavior of endocrine
gland dan sistem saraf.
70 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9. Gangguan 049
kesadaran , ROM, Penyakit non arthropod-borne viral lainnnya
191
Motor Control yang
pada SSP
berkaitan dengan
Coma, Near coma, 225 Malignant neoplasma brain
atau status
vegetative. 322 Benign neoplasma brain dan bagian lain sistem
342 saraf
Concussion
71 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
851 Leceration dan contusio cerebral
Katagori Diagnosis
Cardiovascular
Yang berhubungan dengan Kondisi
/Pulmonary ( ICD )
72 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Berpotensi untuk terjadi 250 Diabetes Melitus
gangguan kinerja system
cardiovascularpulmonary 272 Gangguan metabolisme lipoid
73 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2. Gangguan kapasitas 042 Penyakit HIV
aerobik/ketahanan
yang berkaitan 250 Diabetes melitus
dengan
decontioning 332 Penyakit Parkinson
syndrome
333 Penyakit extrapiramidal lain dan gangguan gerakan
abnormal
334
Penyakit Spinocerebral
335
Penyakit Anterior Horn Cell
340
Multiple Sclerosis
344
Sindrom Paralitik lainnya
357
Inflamatory dan toxic neuropathy
359
Muscular Dystropy dan myopathies lainnya
394
Penyakit pada katup mitral
396
Penyakit pada katup mitral dan aorta
397
Penyakit pada struktur endocardial lainnya
398
Penyakit rematik jantung lainnya
402
Penyakit Hipertensive jantung
413
Angina Pectoris
414
Bentuk lain penyakit ischemic jantung kronik
416
Penyakit pulmonary heart kronik
424
Penyakit lain pada endokardium
425
Cardiomyopathy
428
74 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
429 Kegagalan Jantung
713
75 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
714 Crystal arthropathies
76 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3. Ganguan ventilasi, 136 Penyakit parasitic dan infeksi tidak spesifik dan
respirasi/gas lainnya
exchange, aerobic 277
capacity/endurance
Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya.
yang berkaitan 482
dengan Airways
Pneumonia bacterial lainnya
clearance 491
dysfunction.
Bronchitis kronis
492
Emphysema
493
Asthma
494
Bronchetasis
496
Obstruksi jalan nafas kronis , yang tidak diklasifikan
dalam penyakit COPD
500
Pneumoconiosis pekerja batubara
501
Asbestosis
502
Pneumoconiosis yang disebabkan silica lain atau
503 silicates
77 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
507 Pneumoconiosis yang disebabkan inhalasi debu
lainnya
508
Pneumoconiosis tidak spesifik
Komplikasi peculiar
78 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
pada prosedur khusus
79 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4. Gangguan kapasitas 391 Rhematic fever dengan melibatkan jantung
aerobik/ketahanan
394 Penyakit pada katup mitral
yang berkaitan
dengan 395 Penyakit pada katup aortic
Cardiovascular
Pump Dysfuntion or 396 Penyakit pada katup mitral dan aortic
failure
397 Penyakit pada struktur endokardial lainnya
80 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
422 Penyakit lain sirkulasi pulmonary
426 Cardiomyopathy
81 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
82 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
yang berkaitan Neoplasma of uncertain behavior pada endocrine
dengan Ventilatory glands dan system saraf
Pump Dysfunction 237
or Failure.
Neoplasma of unspesifik of nature
83 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
505 Fibrosis pulmonary postinflamatory
977
84 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6. Ganguan ventilasi, 136 Penyakit parasitic dan infeksi tidak spesifik dan
respirasi/gas lainnya
exchange, aerobic 277
493 Emphysema
494 Asthma
495 Bronchiectasis
85 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
511 Pneumonitis yang disebabkan oleh solids dan
liquids
512
86 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
513 Pleurisy
514 Pneumothorax
87 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
respirasi/gas external tidak spesifik dan lainnya
exchange, aerobic
capacity/indurance 514 Kongesti pulmonary dan hypostasis
yang berkaitan
dengan Respiratory 516 Pneumonopathy parietoalveolar dan alveolar
Failure pada
lainnya
neonates 518
Penyakit paru lainnya
553
Hernia lainnya pada cavitas abdominal tanpa
menyebutkan obstruksi atau gangrene
748
Anomaly congenital pada system raspirasi
750
Anomaly congenital lainnya pada tractus alimentary
765 upper
88 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
8. Ganguan sirkulasi 038 Septicemia
darah,
040 Penyakit bacterial lainnya
anthropometric
dimensions 125 Infeksi filarial dan dracontiasis
berkaitan dengan
176 Kaposi’s sarcoma
Lymphatetic
System 457 Gangguan nonifeksius pada saluran lymphatic
disorders
646 Komplikasi kehamilan lainnya yang tidak
diklasifikasikan ditempat lain
89 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
90 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
250 Diabetes Mellitus
Penyakit spinocerebellar
334
Penyakit anterior horn cell
335
Penyakit spinal cord lainnya
336
Gangguan pada system saraf otonom
337
Multiple sclerosis
340
Penyakit demyelinating lainnya pada system saraf
341
pusat
342
Hemiplegia dan hemiparesis
343
Infantile Cerebral Palsy
344
Sindrom paralitik lainnya
353
Gangguan plexus dan akar saraf
357
91 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
92 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
428 Inflammatory dan toxic neuropathy
443 Atherosclerosis
93 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(partial)
94 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
95 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
707 Ulcer kronik pada kulit
96 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
97 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
017 Tuberculosis organ lain
98 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
269 Difisensi nutrisi lainnya
99 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
100 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
943 Cedera superficial pada foot dan toe
101 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
102 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
017 Tuberculosis pada organ lain
103 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
686 Infeksi lokal lainnya pada kulit dan jaringan
subkutaneus
694
Bullous dermatoses
695
Kondisi erythematous
701
Kondisi atropik dan hipertropik lainnya pada kulit
707
Ulcer kronis pada kulit
709
Gangguan lain pada kulit dan jaringan subkutaneus
941
Burn pada wajah, kepala dan leher
942
Burn pada trunk
943
Burn pada upper limb, kecuali wrist dan hand
944
Burn pada wrist dan hand
945
Burn pada lower limb
946
Burn pada multiple spesifik sites
948
Burn yang diklasifikasikan menurut luasnya
permukaan tubuh yang terkena
949
Burn, tidak spesifik
991
Pengaruh pengurangan temperature
997
Komplikasi yang memperngaruhi system spesifik
tubuh, yang tidak diklasifikasikan ditempat lainnya.
104 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
105 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
017 Tuberculosis pada organ lain
106 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
454 Vena varicose pada extremitas bawah
107 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
108 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Luka terbuka pada knee, kaki (kecuali tungkai) dan
ankle
895
Luka terbuka pada foot kecuali toe sendiri
896
Luka terbuka pada toe
897
Luka terbuka tidak spesifik spesifik pada lower
927
limb dan multiple
928
Traumatic amputasi pada toe (complete/partial)
929
Traumatic amputasi pada foot (complete/partial)
941
Traumatic amputasi pada leg (complete/partial)
942
Crushing injury pada upper limb
943
Crushing injury pada lower limb
944
Crushing injury multiple dan tempat yang tidak
946 spesifik
109 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
diklasifikasikan ditempat lainnya.
110 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN FISIOTERAPI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ……………………………………............……………………………...
Umur/Jenis : …………………………………………………………………………... Alamat
: …………………………………………………………………………...
Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN, untuk dilakukan tindakan
fisioterapi :
Nama : ………………………………………………………………...
Umur/Jenis : ………………………………………………………………...
Alamat : ………………………………………………………………...
Tujuan, jenis, konsekwensi dan resiko yang menyertai tindakan tersebut telah dijelaskan oleh
Fisioterapi dan saya telah mengerti seluruhnya.
Saya juga menyatakan telah memberikan persetujuan untuk tindakan lebih lanjut apabila setelah
tindakan fisioterapi yang pertama diperlukan tindakan penyelamatan.
Jakarta, ………………………...
1. Yang melakukan,
(…………………..) (………………….)
(………………………………)
2.
(…………………..)
111 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR PENOLAKAN TINDAKAN FISIOTERAPI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ……............……………………………………………………………...
Umur/Jenis : …………………………………………………………………………... Alamat
: …………………………………………………………………………...
Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah memberikan PENOLAKAN, untuk dilakukan tindakan
fisioterapi :
Terhadap : Diri sendiri / Suami / Istri / Anak / Ayah / Ibu / ……………………………………
Nama : …………………………………………………………………...
Umur/Jenis : …………………………………………………………………...
Alamat : …………………………………………………………………...
a. Telah mendapat penjelasan dari Fisioterapis tentang tujuan, jenis, konsekuensi dan resiko yang
menyertai tindakan tersebut.
b. Telah memahami penjelasan tersebut diatas.
c. Atas tanggung jawab dan resiko saya sendiri tetap menolak untuk dimulai/diteruskan tindakan
fisioterapi.
Jakarta, ………………………...
1. Yang melakukan,
(…………………..) (………………….)
(………………………………)
2
(…………………..)
112 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pengertian :
Intervensi fisioterapi ialah implementasi perencanaan dan memodifikasi untuk
mencapai tujuan yang disepakati, mencakup : penanganan manual, peningkatan
gerak, peralatan fisis, peralatan elektroterapeutis dan peralatan mekanis,
pelatihan fungsional, penentuan bantuan dan peralatan bantuan, dokumentasi
dan koordinasi, komunikasi.
2. Prosedur :
Intervensi setiap kunjungan/pertemuan, dengan mencermati respon dan
perkembangan kondisi pasien/klien perlu implementasi dan modifikasi dari
perencanaan.
Intervensi oleh Fisioterapis dan atau dilaksanakan oleh asisten harus dibawah
direksi/pengarahan dan supervisi otentikasi (pengesahan) dokumen oleh
Fisioterapis berizin, memuat unsur-unsur:
2.1 Laporan dari pasien/klien yang layak.
2.2 Identifikasi intervensi secara spesifik mencakup frekwensi, intensitas dan durasi.
Contoh :
2.2.1 Ekstensi lutut, 3 set, 10 pengulangan, 10 kg. beban.
2.2.2 Latihan transfer dari bed ke kursi dengan papan luncur.
2.3 Pemakaian peralatan.
2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi perencanaan.
2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekwensi dan intensitas intervensi serta dengan
kemajuan mengarahkan pada tujuan, sepanjang pasien/klien patuh pada
instruksi terapi.
2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga pasien/klien dan pihak
lain yang terkait.
3. Lampiran
4. Dokumen terkait :
5. Referansi :
113 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
II. 5.
1. Pengertian :
Evaluasi fisioterapi ialah assesmen ulang dengan pertimbangan klinis setelah
intervensi fisioterapi dalam periode waktu, disandingkan dengan hasil assesmen
sebelumnya, perencanaan dan intervensi, serta disimpulkan perkembangan (out
come) kondisi pasien/klien, dan tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pemeriksaan ulang setelah satu episode atau satu seri intervensi fisioterapi untuk
mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
2.2 Pemeriksaan ulang meancakup pengumpulan data subyektif, data obyektif,
assesmen/interpretasi dan rencana tindak lanjut (SOAP), dirinci :
2.3 Unsur-unsur yang teridentifikasi pada assesmen awal untuk memperbaharui status
kondisi pasien/klien.
114 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.4 Interpretasi dari temuan-temuan dan bilamana terindikasi perlunya revisi untuk
mengantisipasi tujuan dan harapan.
2.5 Bilamana terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan dikaitkan dengan
antisipasi tujuan dan hasil yang diharapkan yang terdokumentasi.
2.6 Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapis berizin.
3. Lampiran :
4. Dokumen terkait :
5. Referansi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001
II. 6.
1. Pengertian :
115 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pengakhiran proses fisioterapi adalah pelepasan (discharge) dan penghentian
(discontinuation) fisioterapi pada diri pasien/klien, berdasar pada analisissintesis
hasil evaluasi, faktor keterpaksaan, dengan pertimbangan klinis dan rekomendasi
tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pelepasan (discharge) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.1.1 Fisioterapis memastikan tujuan telah tercapai.
2.1.2 Pasien/klien memastikan harapan telah terpenuhi.
2.1.3 Berpindah ke institusi lain.
2.1.4 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.2 Penghentian (discontinuation) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.2.1 Fisioterapis memastikan tidak bermanfaat lagi.
2.2.2 Pasien/klien, penyandang dana atau asuransi, tidak berkenan melanjutkan
proses fisioterapi.
2.2.3 Kontroversi kepentingan para stake holder perawatan pasien/klien.
2.2.4 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.3 Kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut, berisikan :
2.3.1 Diagnosis fisioterapi, diagnosis medis dan kondisi pasien/klien.
2.3.2 Proses fisioterapi yang telah dikenakan.
2.3.3 Hasil evaluasi terakhir.
2.3.4 Rekomendasi tindak lanjut : fisioterapi, program dirumah,
proteksipencegahan, tindakan lain.
3. Lampiran :
4. Dokumen terkait :
5. Referensi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
116 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
II.7.
1. Pengertian.
1.1 Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien seperti
laporan konsultasi, laporan assesmen awalm, catatan perkembangan, catatan
alur pelayanan, re-assesmen dan kesimpulan pelayanan.
1.2 Autentikasi ialah proses untuk verifikasi bahwa semua data yang tercatat adalah
lengkap, akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau tanda tangan
computer dengan system pengamanan elektronika.
2. Petunjuk Umum
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2.1 Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta. Data elektronik harus
dengan ketentuan kerahasiaan dan pengamanan yang memadai.
2.2 Persetujuan (informed consent) : kepada pasien/klien harus ditanyakan
pemahaman dan kesadarannya sebelum intervensi dimulasi, dengan
contohcontoh cara pendokumentasian sebagai berikut :
2.2.1 Tanda tangan pasien/klien atau keluarga/penanggung yang sah pada
formulir pernyataan pemahaman dan kesepakatan tindakan.
117 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.2.2 Hal-hal yang telah dijelaskan oleh Fisioterapis berizin dicatat sebagai
data resmi/legal.
2.2.3 Dokumentasi kelengkapan (checklist) data kesepakatan tindakan.
2.3 Mengkoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoretkan satu garis lurus
sepanjang tulisan yang dikoreksi diparaf dan ditanggali, atau bila koreksi pada
dokumen data elektronis perlu dengan mekanisme yang tepat tanpa menghapus
data orisinil.
2.4 Identifikasi.
2.4.1 Mencakup nama lengkap pasien/klien, memberikan penomoran pada
setiap dokumen baku/sah.
2.4.2 Setiap catatan/masukan harus ditnggali, diotentikasi (ditandatangani)
dan ditulis nama lengkap dan sebutan izin professional
(Fisioterapis/No.SIPF).
2.4.3 Dokumentasi yang dibuat oleh petugas penerima/siswa/magang harus
diotentikasi/ditndatangani oleh Fisioterapi berizin.
2.5 Dokumentassi mencakup mekanisme rujukan dari pemrakarsa pelayanan
fisioterapi, contoh-contoh :
2.5.1 Rujukan internal Fisioterapi/akses langsung.
2.5.2 Permintaan konsultasi dari praktek umum.
3. Assesmen Awal dan Konsultasi
118 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognasa.
3.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan
kadar pengetahuannya.
3.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (out comes) dari
pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
3.2.2 Dokumentasi dari telaah sistemik.
3.2.2.1 Dokumentasi status anatomi dan fisiologi mencakup
systemsistem :
3.2.2.1.1 Kardiovaskuler/pulmonal.
3.2.2.1.2 Integumenter.
3.2.2.1.3 Muskuloskeletal.
3.2.2.1.4 Neuromuskuler.
3.2.2.2 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan
kemampuan pembelajaran.
3.2.3 Dokumentasi dari uji dan pengukuran yang
terpilih untuk menentukan status pasien/klien.
Contoh-contoh pengujian dan pengukuran sebagai berikut dan tidak
terbatas :
3.2.3.1 Arousal, atensi dan kognisi.
3.2.3.1.1 Tingkat kesadaran.
3.2.3.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
3.2.3.1.3 Kekurangan tampilan secara umum.
3.2.3.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
3.2.3.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
3.2.3.2.2 Pola gerak reflek.
3.2.3.2.3 Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi.
3.2.3.3 Range of motion.
3.2.3.3.1 Luas gerak sendi.
3.2.3.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.
3.2.3.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
3.2.3.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan)
3.2.3.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
119 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.3.4.2 Gradasi manual muscle test.
3.2.3.4.3 Elektromiografi : amplitude, durasi, wafe form, dan
frekwensi.
3.2.3.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
3.2.3.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi penafasan, tekanan
darah.
3.2.3.5.2 Gas darah arteri.
3.2.3.5.3 Palpasi denyut perifer.
3.2.3.6 Sikap.
3.2.3.6.1 Sikap statis.
3.2.3.6.2 Sikap dinamis.
3.2.3.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
3.2.3.7.1 Karakteristik langkah.
3.2.3.7.2 Fungsional lokomasi.
3.2.3.7.3 Karakteristik keseimbangan.
3.2.3.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
3.2.3.8.1 Aktifitas hidup harian.
3.2.3.8.2 Kapasitas fungsional.
3.2.3.8.3 Transfer.
3.2.3.9 Integrasi/reintegritas masyarakat dan kerja (pekerjaan /
sekolah / bermain).
3.2.4 Dokumentasi/evaluasi (proses dinamis keputusan
klinis oleh Fisioterapis berdasar data yang terkumpul).
3.2.5 Dokumentasi diagnossis (label yang merangkum berbagai simtom,
sindrom atau kategori yang merefleksikan informasi yang didapat dari
pemeriksaan).
3.2.6 Dokumentasi prognosis (ketetapan perkembangan optimal yang
mungkin dicapai dengan intervensi dalam suatu periode waktu.
Dokumentasi mencakup antisipasi tujuan, harapan, hasil/out come, dan
rencana pelayanan).
120 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.6.1 Pasien/klien (keluarga dan pihak lain berpengaruh) dilibatkan
dalam perumusan antisipasi tujuan dan harapan keberhasilan.
3.2.6.2 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan dinyatakan dalam
terminology terukur.
3.2.6.3 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan berkaitan dengan
impermen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai yang
didapat pada pemeriksaan.
3.2.6.4 Harapan keberhasilan dinyatakan dalam terminology
fungsional.
3.2.6.5 Rencana pelayanan :
3.2.6.5.1 Dikaitkan dengan antisipasi tujuan dan harapan
keberhasilan.
3.2.6.5.2 Mencakup frekwensi dan durasi untuk meancapai tujuan
antisipatif dan harapan keberhasilan.
3.2.6.5.3 Mencakup tujuan pendidikan bagi pasien/klien dan
keluarga/pemberian pelayanan.
3.2.6.5.4 Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan
koordinasi pelayanan dengan profesi/pelayanan lain.
3.2.7 Otentikasi dengan rancangan yang tepat oleh Fisioterapis berizin.
4. Dokumentasi Keberlangsungan Intervensi
4.1 Dokumentasi intervensi dan atau pelayanan yang diberikan serta perkembangan
kondisi pasien/klien.
4.1.1 Dokumentasi dibutuhkan pada setiap kunjungan/pertemuan.
121 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
luncur.
4.1.2.3 Pemakaian peralatan.
4.1.2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi
perencanaan.
4.1.2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
4.1.2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekuensi dan intensitas intervensi
serta berkaitan dengan kemajuan mengarah pada tujuan,
sepanjang pasien/klien patuh pada instruksi terapi.
4.1.2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga
pasien/klien dan pihak lain yang terkait.
4.2 Dokumentasi evaluasi/reasesman.
4.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap
untuk mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
122 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5.2.1.1 Antisipasi tujuan dan harapan yang telah tercapai.
5.2.1.2 Penolakan kelangsungan intervensi oleh pasien/klien, pengasuh,
penanggung jawab sah.
5.2.1.3 Pasien/klien tidak cakap/layak melanjutkan intervensi akibat
komplikasi medis atau psikososial.
5.2.1.4 Fisioterapis menentukan bahwa kelangsungan intervensi tidak
bermanfaat bagi pasien/klien.
5.3 Status kemampuan fungsional fisik.
5.4 Derajad pencapaian tujuan dan harapan yang diantisipasi, dan alas an ketidak
tercapaiannya.
6. Dokumen terkait :
6.1 Lampiran :
6.2 Referensi :
6.2.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.2.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang
Standar Profesi Fisioterapi
6.2.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.2.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
123 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6.2.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
6.2.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang
Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
6.2.7 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989
tentang Rekam Medik.
6.2.8 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
6.2.9 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy
Association, 2001
124 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Kanan
Kiri
IDENTIFIKASI DIRI
Tidak diketahui
1. Nama : 6. Suku :
Keluarga : Jawa
Sunda
Tapanuli
Minang
Menado
Kecil :
Madura
Maluku
Flores
2. Tanggal Masuk Rawat :
Bali
Lain lain
Daerah
4. Seks :
Asing
8. Pendidikan :
125 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Laki laki SD SMP
5. Tangan dominant :
126 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9. Dokter yang mengirim : c. Bantuan fisik terhadap ADL seharian:
d. Bantuan fisik terhadap ADL kurang dari
secata terus menerus :
10. Alasan dikirim ke fisioterapi :
e. Harus selalu dibantu :
11. Agama :
15. Alat dan peralatan (kacamata, alat bantu
dengar, alat bantu jalan)
12. Bertempat tinggal dengan :
105 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
17. Lingkungan .
a. Tangga tanpa pegangan :
b. Tangga dengan pengangan :
c. Ramps :
18. Status Kesehatan Umum.
a. Kondisi kesehatan Pasien/Klien secara umum :
b. Penyakit utama dalam satu tahun terakhir :
19. Perilaku hidup sehat
a. Alkohol :
b. Merokok
a) Batang perhari :
b) Pernah berhenti :
c. Kebiasan olahraga :
20. Riwayat penyakit Keluarga
a. Jantung, Siapanya: Kapan :
b. Darah tinggi, Siapanya: Kapan :
c. Stroke, Siapanya: Kapan :
d. Diabetes, Siapanya: Kapan :
e. Kanker, Siapanya: Kapan :
f. Lain lain, Siapanya: Kapan :
21. Riwayat operasi pasien/klien
22. Status fungsional
a. Kesulitan dalam bergerak
a) Bergeser dalam posisi tidur :
b) Tranfer :
c) Berjalan :
b. Kesulitan dalam self care :
c. Kesulitan dalam pengatuan rumah tangga :
d. Kesulitan dalam hubungan integrasi dengan komunitas :
23. Obat obatan :
24. Tes klinis lainnya :
Kecil :
IDENTIFIKASI DIRI
2. Tanggal Masuk Rawat :
4. Seks :
128 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
hui
:
Laki laki
Perempuan
Su
ku
:
5. Tangan dominan FORMULIR
DOKUMENTAS UNTUK
Bahasa
Ibu :
129 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
A
I PT
n Tid
d ak
o sek
n ola
e h
s
i
a
A
s
i
n RIWAYAT SOSIAL
g
Agama :
Pendidikan
Bantuan emosional :
S
M Bantuan fisik terhadap ADL kurang dari satu kali
P perhari :
Bantuan fisik terhadap ADL seharian :
S
M
130 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Bantuan fisik terhadap ADL Alat dan peralatan (kacamata, alat bantu dengar, alat
kurang dari secata terus bantu jalan)
menerus :
Harus selalu dibantu :
Jenis tempat tinggal :
Lingkungan, Merokok,
Batang
sehat, Alkohol :
131 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gangguan koordinasi
Kelemahan tangan atau kaki
132 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Bergeser dalam posisi tidur Obat obatan
Tranfer
a. Apakah ada obat obatan yang
Berjalan anda
Kesulitan dalam self care konsumsi saat ini
Kesulitan dalam pengatuan b. Jika ada terangkan
rumah tangga
Kesulitan dalam hubungan
Tes klinis lainnya
integrasi dengan komunitas
Telaah sistemik
133 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Berdiri :
Duduk :
Spesifikasi aktifitas :
Sistim kardio/pulmonal
Respiratori Rate:
Oedema :
Tinggi Badan
Sistem Integumentary,
Gangguan integument :
Kesimetrisan, Lokomotor :
Fungsi motorik :
Keseimbangan :
134 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Komunikasi :
Emosi :
Hambatan belajar,
Tidak ada
Penglihatan
Pendengaran
Tidak mampu membaca
Tidak dapat memahami apa yang dibaca
Pemahaman bahasa
Lain lain
Kebutuhan belajar,
Proses Penyakit
Keamanan
Penggunaan alat bantu
Aktifitas sehari hari
Program Latihan
Lain lain
Gambar
Membaca
Mendengar
Demonstrasi
Lainnya
135 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
5 Sirkulasi 17 Postur
Parameter Terpilih:
136 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Evaluasi
137 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pencegahan dini / pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2. Gangguan Perkembangan Neuromotor
3. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak.
4. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – pada usia dewasa
5. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan progressive
disorder CNS
6. Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Peripheral Nerve Injury.
7. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute atau
Chronic Polyneuropathies.
8. Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder Spinal Cord.
9. Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near coma, atau
status vegetative.
138 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.6 Katagori Diagnosis Integumentary
PROGNOSIS :
139 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/
KLIEN FISIOTERAPI
Rencana Intervensi
Rencana Tujuan
Harapan outcome
Intervensi
Edukasi
140 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.1 Siapa yang diedukasi : a. Pasien/klien b. Keluarga
Informed Consent
141 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Nama/Umur/Jenis :
Alamat /Telp. :
No. Tgl. Tindakan Perkembangan Paraf
Urut
(S : Subyektif; O: Objektif; A: Assesmen;
R: Rencana)
S:
O:
A:
R:
142 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kesimpulan Terapi
Nama/Umur/Jenis : Tgl.
Alamat /Telp. :
2. Kondisi awal,
Gejala/sindroma :
Status gerak fungsional/
Parameter :
Diagnosis fisioterapi :
3. Kondisi akhir,
Gejala/sindroma :
Status fungsional/
Parameter :
Diagnosis fisioterapi : 4.
Hambatan keberhasilan :
Fisioterapis,
143 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III.1.
ANTROPOMETRI.
1. Pengertian :
Antropometri adalah pengukuran pada diri pasien/klien tentang dimensi,
komposisi dan/atau pembangkakan tubuh, termasuk : berat badan, tinggi badan,
lingkar tubuh, panjang anggota, tebal lemak, indeks masa tubuh, oedem.
2. Data diperoleh :
2.1 Dimensi tubuh : berat, tinggi, panjang, lingkar tubuh.
2.2 Komposisi : tebal lemak, indeks masa tubuh.
2.3 Pembengkakan : lingkar, volume, palpasi.
3. Peralatan yang digunakan :
3.1 Bed pemeriksaaan/tindakan.
3.2 Timbangan badan.
3.3 Meteran gulung.
3.4 Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.
3.5 Skin fold.
3.6 Alat tulis
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a Jenis alat ukur :
1) Berat badan : timbangan injak, dacin.
2) Tinggi badan : mikrotoise.
3) Lingkar tubuh : pita lila, meteran gulung.
4) Panjang anggota : meteran gulung.
5) Tebal lemak : skin folder.
6) Indeks masa tubuh : tabel.
b Cara mengukur :
1) Berat badan dengan :
a) Timbangan injak:
(1) Letakkan timbangan injak pada lantai yang datar.
144 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(2) Pakaian seminim mungkin, sepatu dan barang-barang yang
menambah beban dilepaskan.
(3) Berdiri tegap pada timbangan injak.
(4) Lihat angka yang tertera pada skala timbangan injak.
(5) Catat hasilnya dalam kilogram (kg).
(6) Untuk anak-anak yang belum kooperatif bisa ditandem/gendong
oleh pengasuhnya, hasilnya berat tandem dikurangi berat
pengasuh sendirian.
b) Dacin :
(1) Gatungkan dacin pada : (a) Dahan pohon.
(b) Palang rumah, atau
(c) Penyangga kaki tiga
(3) Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat.
(4) Sebelum dipakai letakan bandul geser pada angka nol. Batang
dacin dikaitkan dengan tali pengaman
(5) Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang
yang kosong pada dacin. Ingat bandul geser pada angka nol.
(6) Seimbangkan dacin yang sudah di bebani celana timbang, sarung
timbang, atau kotak timbangan dengan cara memasukan pasir ke
dalam kantong plastik.
(7) Anak ditimbang,dan seimbangkan dacin.
(8) Tentukan berat badan anak,dengan membaca angka di ujung
bandul geser.
(9) Catat hasil penimbangan dalam kilogram (kg).
(10)Geserlah bandul ke angka 0 (nol), letakkan batang dacin dalam tali
pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diturunkan.
145 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
c) Berdiri tegap seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki
lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus
menempel pada dinding, dan muka menghadap lurus dengan pandangan
ke depan.
d) Turunkan microtoise sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku
harus lurus menempel pada dinding.
e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan
microtoise.
f) Catat angka tinggi badan dalam sentimeter.
146 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(10)Lingkar tungkai bawah, lokasi ukur dari tuberositas tibiae ke distal :
10, 20 dan 30 cm.
(11)Lingkar kaki, lokasi ukur titik tengan antara maleolus medialis ke
ujung jempol kaki.
(12)Lingkar panggul, lokasi ukur melingkar pada SIAS kanan dan kiri, 4)
Panjang anggota : meteran gulung.
Ada 3 (tiga) macam pengukuran yaitu : true length, bone length dan
appearence length.
a) Posisi pasien/klien tidur terlentang.
b) Tentukan titik-titik tertentu atau tonjolan tulang sebagai patokan.
c) Panjang tungkai :
(1) True length : SIAS ke maleolus medialis melalui patela.
(2) Bone length : trochantor mayor ke epikondilus lateralis femur;
epikondilus medialis tibiae ke maleolus medialis.
(3) Appearence length : umbilikus ke maleolus lateralis melalui
patela.
d) Panjang lengan :
(1) True length : acrimion ke prosesus steloideus radii.
(2) Bone length : acromion ke epikondilus medialis humeri; olekranon
ke prosesus steloideus radii.
(3) Appearence length : acromion ke ujung jari tengah melalui palmar.
e) Panjang tangan :
Appearance length : titik tengan depan sendi wrist ke ujung jari tengah
melalui palmar.
147 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
b) Ukur/jepitkan skin folder pada kulit yang diukur, cata hasilnya
(ukuran 2).
c) Ketebalan lemak kulit adalah : ukuran 2 dikurangi ukuran 1 dikalikan
50%.
6) Indeks masa tubuh :
a) Rumus :
c) Ketentuan BMI :
5. Lampiran :
6. Dokumen terkait :
7. Referensi :
148 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LAMPIRAN ANTROPOMETRI (BMI)
BMI also may not accurately reflect body fatness in people who are very short
(under 5 feet) and in older people, who tend to lose muscle mass as they age. And
it may not be the best predictor of weight-related health problems among some
racial and ethnic groups, such as African-American and Hispanic-American
women. But for most people, BMI is a reliable way to tell if your weight is putting
your health at risk.
III.2.
149 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PROSEDUR PENGUKURAN ROM SENDI.
1. Pengertian :
Adalah pemeriksaan dengan mengukur lingkup gerak sendi a.
Untuk mengetahui kuantitatif lingkup gerak sendi
b. Untuk mengetahui secara kualitatif pembatasan lingkup gerak sendi
c. Untuk mengetahui mobilitas sendi.
2. Data diperoleh :
a ROM sendi pasif dan atau aktif. b Panjang otot,
ektensibilitas dan fleksibilitas jaringan lunak.
c ROM fungsional.
3. Peralatan yang diperlukan:
a. Bed pemeriksaan/tindakan.
b. Goniometer.
c. Penggaris dengan skala milimiter, sentimeter dan inchi.
d. Meteran gulung.
e. Alat tulis.
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Prinsip metoda pengukuran :
150 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
atau prosentase kehilangan gerakan bila dibanding dengan anggota yang
berlawanan yang sehat.
6) Bila anggota yang berlawanan tidak ada, pergerakan bisa dibandingkan
dengan perkiraan gerak pada orang lain yang sepadan dalam umur dan
pertumbuhan fisik. Sedang gerakan daripada tulang belakang mungkin
dibandingkan dengan orang lain yang sepadan dalam umur dan fisik.
7) Pergerakan perlu dengan penjelasan bahwa pasif atau aktif.
8) Keterangan mengenai istilai extensi dan hiperextensi, extensi digunakan
pada gerakan lawan dari flexi, dimulai dari Z.S.P. adalah gerakan natural /
normal. Gerakan ini terdapat misal pada sendi pergelangan tangan (wrist)
dan sendi bahu (shoulder). Tetapi ada gerakan lawan dari flexi yang
dimulai dari Z.S.P. ini, dikatakan sebagai gerakan unnatural / tak normal,
seperti pada sendi siku dan lutut. Ini disebut hiperextensi.
9) Perbatasan gerakan sendi tersebut & akan dijelaskan pada halaman
berikutnya.
10) Bila gerakan sendi menimbulkan nyeri maka usaha pengukuran dikerjakan
dengan perlahan dan lembut. Pengukuran akan lebih akurat apabila
anggota yang diperiksa diatur dalam posisi seenak mungkin bagi penderita.
11) Adanya ankilosis dianggap kehilangan gerakan secara komplit.
12) Penggunaan goneometer boleh memilih sesuai dengan kebijaksanaan
pemakaiannya.
13) Pencatatan tentang oergerakan sendi hendaknya setepat-tepatnya dan
ditulis dalam tabel secara jelas.
14) Tabel perkiraan gerakan sendi normal perlu dibuat sebagai bahan
pertimbangan, dan tidak mengambil salah satu saja sebagai standar.
b. Penggunaan goniometer :
151 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4) Bila petunjuk penonjolan tulang tak bisa ditentukan sebab terbungkus
jaringan lunak yang berlebihan atau sebab-sebab lain, maka penggunaan
goniometer bisa tidak akurat lagi.
5) Penggunaan goniometer hendaknya disesuaikan dengan keadaan anggota
yang diukur.
c. Perkiraan derajat gerakan sendi :
1) Perkiraan derajat gerakan sendi tidak bisa ditentukan secara pasti, sebab
luasnya variasi individu-individu yang berbeda-beda pertumbuhan fisik
dan usianya. Perkiraan berikut adalah sekadar sebagai petunjuk dan
bukan sebagai standar.
2) Anggota penderita yang berlawanan / normal barangkali bisa dianggap
sebagai standar normal yang terbaik. Dalam keadaan anggota yang
berlawanan cedera atau bahkan tidak ada, petunjuk ini diharapkan
berguna. Empat sumber diambil sebagai bahan pertimbangan, perkiraan
rata-rata yang dituliskan.
3) Sumber-sumber acuan tersebut seperti tertulis dalam lampiran ialah
adalah sebagai berikut : a) Kolom (1)
b) The commite on Medical Rating of Physical Impairment, Journal
American Association, Feb 15, 1958.
c) Kolom (2)
d) The commite of the California Medical Association and Industrial
Accident Commision of the State of California 1960.
e) Kolom (3)
f) A System of Joint Measurementes, Williams A, Clarke, Mayo Clinic, Dec,
1920.
g) Kolom (4)
h) International Standard Orthopaedic Measurement,
152 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7.2. Pengukuran ROM.
1. Sendi Bahu
a. Flexi dan extensi
Pada saat gerakan flexi depan dan extensi belakang, di situ mulailah timbul
gerakan scapula dan clavicula.
b. Elevasi
Gerakan shoulder girdle ke atas disebut elevasi dan sebaliknya disebut
depresi, bisa diukur dalam derajat. Gerakan melingkar pada shoulder girdle
memang ada tetapi tidak bisa diukur secara pasti. Hal ini bisa diperkirakan
dengan membandingkan kepada individu lain yang mempunyai kesamaan
dalam umur dan fisik.
c. Rotasi
Biasanya pengukuran rotasi sendi bahu bisa dikerjakan dalam 2 posisi.
Pertama dengan lengan di samping badan, kedua dengan lengan abduksi 90 O.
rotasi bisa juga diukur dalam berbagai posisi pada bidang vertical dan
horizontal atau persilangan koordinat.
1) Rotasi dengan lengan di samping badan.
Rotasi ke dalam dan keluar dicatat dalam derajat dimulai dari posisi
netral.
Rotasi ke dalam : 0 – (40 – 90).
Rotasi ke luar : 0 – (40 – 90).
2) Rotasi dengan lengan abduksi 90O.
Rotasi di sini lebih kecil daripada bila lengan di samping badan. Diukur
dalam derajat dimuai dari Z.S.P. :
Rotasi ke dalam : 0 – 70.
Rotasi ke luar : 0 – 90.
3) Suatu metode klinis dengan perkiraan fungsi ialah dengan mengitung
jarak dari pada ujung ibu jari ke arah mencapai scapula yang
berseberangan atau basis tengkuk, atau menghitung tingginya ruas
vertebra yang bisa dicapai oleh ujung ibu jari.
d. Gerakan glenohumeral
153 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Perlu dibedakan gerakan glenohumeral murni dengan yang diikuti gerakan
scapulothoracal. Gerakan lengan ke atas ke bawah pada bahu dari 0 – 180 O
dikombinir secara halus antara gerakan jurni glenohumeral plus rotasi
daripada scapula ke atas dan ke depan pada dinding dada, disebut gerakan
scapulothoracal.
1) N.S.P. (Z.S.P.) dengan lengan lurus di samping badan.
2) Gerakan glenohumeral murni bisa ditujukan dengan satu tangan
memfixasi scapula tangan lain mengangkat lengan ke atas secara pasif.
3) Gerakan kombinasi dengan scapulothoracal. Rotasi daripada scapula ke
atas dan ke depan pada dinding dada memungkinkan lengan mencapai
lebih jauh ke atas normalnya ialah 180O.
2. Sendi Siku
Z.S.P : Extensi siku dengan lengan bawah lurus
Gerakan : Flexi 0 – (135 – 150), (kecuali ada hiperextensi siku).
Extensi (150 – 135) – 0.
3. Lengan Bawah
Z.S.P : Lengan bawah posisi vertical dan siku flexi 90O
Gerakan : Pronasi 0- (80 – 90)
4. Sendi Pergelangan Tangan
Z.S.P : Pergelangan extensi lurus segaris dengan lengan bawah
Gerakan : Flexi : 0O-80O
Extensi : 0O-70O
Radial deviasi : 0O-20O
Ulnar deviasi : 0O-30O
Rotasi sirkumdaksi tak dapat diukur secara tepat.
5. Sendi Ibu Jari Tangan
a. Abduksi dan sirkumdaksi
ZSP : Ialah posisi anatomis, siku supinasi, ibu jari merapat lurus
pada jari telunjuk
Gerakan : Abduksi dan sirkumduksi diukur pada saat yang tepat
dibentuk oleh tulang metacarpal ibu jari dengan jari telunjuk.
Gerakan ini bisa terjadi pada 2 bidang ialah :
154 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1) Gerakan abduksi pada bidang yang membentuk sudut
dengan bidang telapak tangan sehingga ibu jari
menunjuk ke atas.
2) Gerakan abduksi sejajar dengan bidang telapak tangan
disebut juga abduksi-extensi. Jarak gerakan ini berkisar
: 0 – (50 – 70)
b. Oposisi
ZSP : Extensi ibu jari
Gerakan : Merupakan kombinasi dari 3 gerak dasar ialah abduksi,
rotasi dan flexi.
Gerakan ini dianggap penuh / normal apabila ujung ibu jari menyentuh ujung
jari ke V, atau ujung ibu jari menyentuh basis metacarpal jari V.
gerakan ini bisa diukur dalam centimeter.
c. Flexi
Z.S.P : Extensi ibu jari / lurus
155 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
lainnya.
Gerakan abduksi dan adduksi pada bidang telapak tangan ialah menjauh dan
mendekat pada garis tengah, diukur dengan sentimeter dari ujung jari
telunjuk s/d jari V, masing-masing direnggangkan diukur dari ujung ke ujung
masing-masing jari.
7. Gerakan Cervical Spine
Z.S.P. : Berdiri atau duduk dalam posisi anatomi
a. Flexi dan Extensi
Gerakan ini biasanya dihitung dalam derajat, atau dalam sentimeter yaitu :
jarak antara dagu dan dada. Luas gerakan sebagai berikut :
Flexi : 0 – (30 – 45)
Extensi : 0 – (30 – 45) b. Flexi
lateral : 0 – (40 – 45)
Gerakan ini juga dihitung dalam derajat atau juga dalam sentimeter yaitu :
Jarak antara daun telinga dan sendi bahu.
c. Rotasi : 0 – (30 – 60)
Gerakan ini dihitung dalam derajat dari posisi netral, atau dalam prosentase
gerakan sebagai perbandingan antara individu-individu yang mempunyai
kesamaan dalam umur dan pertumbuhan fisik.
8. Thorax dan Lumbal
a. Flexi : 0 – (80 – 90)
Sulit untuk mengukur dengan tepat gerakan yang terjadi. Hal ini disebabkan
karena : Jaringan lunak yang menyelimuti vertebra, bentuk normal dari
kelengkungan vertebra, variasi gerakan yang berbeda pada setiap bagian
dan keikutsertaan gerakan sendi panggul.
Z.S.P. : Berdiri posisi anatomi
Ada 4 macam cara untuk mengukur :
1) Menghitung derajat inclinasi ke depan terhadap sumbu longitudinal
badan. Pemeriksa memfixasi sendi panggul. Hilangnya lordosis juga akan
tampak.
2) Menghitung jarak level ujung kiri dengan tungkai, yaitu jarak ujung jari
dengan patella atau jarak ujung jari dengan pertengahan tulang kering.
3) Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.
156 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4) Dengan metoda pengukuran memakai pita logam atau plastic / midlin.
Metode pengukuran midlin / pita meteran
Cara ini mungkin lebih tepat untuk pengukuran flexi pada tulang
punggung. Midlin dapat mengikuti kelengkapan tulang vertebra dengan
baik. Pada waktu berdiri diukur dari processus spinosus C7 sampai S1.
Pada .posisi membungkuk kecengkungan lumbal akan berubah menjadi
cembung dan processus spinocus akan merenggang. Hal ini dapat dilihat
dengan bertambah panjangnya pita pengukur / midlin.
Pada gerakan flexi orang dewasa normal rata-rata bertambah 4 inchi /
10 cm. Bila penderita membungkuk dengan punggung tetap lurus,
seperti spondylitis rheumatica, midlin tidak mencatat perubahan.
Gerakan thorax dapat dihitung dari processus spinosus C7 sampai Thl2
sampai S1. Biasanya bila flexi bertambah 4 inchi / 10 cm, maka 1 inchi /
2,5 cm terjadi pada thorax dan 3 inchi / 7,5 cm pada lumbal.
b. Flexi Lateral : 0 – (20 – 30)
Penggaris / pita pengukur ditahan vertical kuat dan lurus, akan membantu
pengukuran. Dengan ini dapat ditentukan : 1) Derajat lateral inclinasi dari
tubuh, atau
2) Dengan menentukan posisi processus Spinosus C7 terhadap pelvis.
3) Menentukan level lumbal sebagai basis gerakan ke lateral. Level ini dapat di
lumbosacral atau lebih tinggi dan bisa bervariasi dari kanan ke kiri pada
penderita yang sama.
4) Dengan sendi lutut sebagai titik ukur, dihitung jarang ujung jari dengan
sendi lutut, pada lateral flexi.
5) Posisi berdiri.
Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.
c. Extensi
Extensi dapat diukur dengan penderita berdiri maupun tidur tengkurap pada
alas yang keras.
1) Pada waktu berdiri, extensi : 0 – 30O
2) Pada tidur tengkurap, extensi dapat diukur melalui processus spinosus C7 :
0 – 20O.
3) Posisi berdiri
157 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Selain dalam derajat juga dapat dalam sentimeter yaitu jarak antara
processus spinosus C7 dengan spina illiaca posterior superior (SIPS).
d. Rotasi : 0 – (30 – 45)
Pada gerakan rotasi, pelvic harus difixasi dengan kedua tangan pemeriksa
dan penderita. Diinstruksikan untuk memutar ke kanan dan kiri. Gerakan ini
dapat diukur dalam derajat, atau prosentase dari gerakan dibandingkan
dengan individu lain yang sepadan dalam umur dan pertumbuhan fisik. Bisa
juga dengan menggunakan midlin, yaitu dengan posisi duduk kedua panggul
dan lutut flexi 90O kedua tangan menyilang dada di atas bahu. Diukur jarak
antara prominensia posterior clavicula kiri ke trochantor mayor kanan
untuk gerakan rotasi kanan, atau sebaliknya untuk rotasi kiri.
9. Sendi Panggul
Sendi panggul merupakan sendi peluru, disebabkan mangkuk sendinya lebih
dalam bentuknya dibandingkan sendi bahu, maka jarak gerak sendi ini lebih
kecil. Pengukuran sendi dengan dilakukan posisi tengkurap atau terlentang
dibandingkan dengan sendi bahu, pengukurab gerak hanya dilakukan pada satu
sisi saja karena apabila gerkan sendi panggul kanan-kiri bersama-sama akan
diikuti gerakan rotasi pelvic. a. Flexi
Z.S.P. : Untuk panggul kanan : terlentang di atas meja datar dan
keras, panggul yang berlawanan (kiri) posisi flexi penuh.
Gerakan flexi dihitung dari 0 – (100 – 120). Dengan fixasi pada crista iliaca
untuk mengetahui saat kapan dimulai gerakan rotasi pelvic. Keterbatasan
gerak flexi dituliskan seperti halnya pada sendi siku dan lutut sebagai
berikut :
158 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
:
Gerakan Gerakan ke atas dari pada panggul diukur dalam derajat
dimulai dari Z.S.P.
Ada dua cara pengukuran yang biasa digunakan ialah :
1) Posisi tengkurap, bantal kecil ditaruh di bawah perut. Gerakan extensi
panggul dengan lutut lurus atau menekuk.
2) Posisi tengkurap tungkai yang diukur posisi netral (0O, Z.S.P.) dan lurus
pada lutut, tungkai yang berlawanan flexi panggul di luar bed menapak
di lantai. Dari posisi ini dilakukan gerak extensi panggul. Cara
pengukuran ini merupakan yang lebih tepat.
Jarak gerak sendi ini berkisar 0 – (20 – 30).
c. Rotasi
Diukur pada posisi flexi dan extensi.
1) Rotasi dalam flexi
Z.S.P. : Tidur terlentang, lutut dan panggul 90O, pada posisi tegak
lurus dengan garis transversal yang ditarik melewati SIAS
kanan-kiri pelvic.
a) Inward rotasi (internal rotasi) – 0 – 45O
Diukur dengan memutar tungkai bawah menjauhi line sagitalis,
sedangkan paha sebagai axis gerakan rotasi.
b) Outward rotasi (external rotasi) = 0 – 45O
Diukur dengan memutar tungkai bawah mendekati line sagitalis,
sedangkan paha sebagai axis gerakan rotasi.
2) Rotasi dalam extensi
Z.S.P. : Tidur tengkurap lutut 90O dengan garis transversal yang
ditarik melewati SIAS kanan-kiri pelvic.
a) Inward rotasi = 0 – (20 – 45O)
Memutar tungkai bawah ke arah luar.
b) Outward rotasi = 0 – (45 – 50)O
Pengukuran dilakukan dengan memutar tungkai bawah ke arah
dalam.
Rotasi dalam extensi ini dapat juga dikerjakan pada posisi terlentang.
159 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
:
d. Abduksi Dan Adduksi
Z.S.P. : Tidur terlentang tungkai extensi.
Abduksi Gerakan extremitas ke arah luar dimulai dari Z.S.P : 0 – (40 –
55)O.
Dapat diukur pada setiap derajat posisi flexi hip, tapi biasanya pada flexi 90 O.
Gerakan yang melebihi Z.S.P. adalah gerak yang tidak alamiah yang disebut
hiperextensi. Sedangkan gerakan alamiah rotasi tibis terhadap condylus
femoralis dalam posisi flexi maupun extensi dapat terjadi dalam derajat yang
kecil dan tidak dapat diukur secara akurat.
a. Flexi
Z.S.P. : Posisi extensi lutut, penderita tidur terlentang atau
tengkurap.
160 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
:
Merupakan sendi pelana dengan komponen gerak primernya flexi dan extensi
pada sendi tibiotalar. Terdapat pula beberapa derajat gerakan sendi ke arah
lateral dengan posisi pergelangan kaki dalam plantar flexi. Gerakan sendi kaki
diukur dalam posisi lutut flexi dalam tujuan merelaxasi tendi achiles.
Z.S.P. Tungkai bawah posisi relax menekuk pada lutut, telapak
kaki membentuk sudut 90O terhadap cruris.
161 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
:
a) Gerakan Aktif Inversi : 0 – (30 – 35)O
Gerakan aktif ke arah medial. Gerakan ini terdiri dari pronasi,
abduksi dan dorsal flexi.
b) Gerakan Pasif Inversi
162 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gerakan dikerjakan ke arah lateral secara pasif sesuai dengan gerak
aktif. Gerak ini gabungan dari pronasi, abduksi dan sedikit dorsal
flexi.
c) Gerakan Pasif Abduksi dan Adduksi : (0 – 10)O dan (0 – 20)O.
Gerakan ini dikerjakan dengan menggunakan tumit dan
menggerakkan bagian depan ke arah medial dan lateral, gerakan
diusahakan dalam satu bidang datar telapak kaki.
13. Gerakan Ibu Jari Kaki
a. Flexi dan Extensi
Z.S.P. : Extensi jari I segaris dengan garis khayal yang ditarik
melewati tulang metatarsal I.
Gerak flexi extensi terdapat pada sendi metatarsophalang, sedang pada sendi
interphalang hanya didapatkan flexi saja.
b. Metatarsophalangeal : Flexi 0 – (30 – 45)O Extensi : 0 – (50
– 70)O
c. Interphalangeal : Flexi 0 – (30 – 90)O
d. Hallux Valgus.
Derajat deformitas jari I yang mengalami salah bentuk, diukur dalam derajat
pada sudut yang dibentuk oleh garis abduksi metatarsal I dengan garis adduksi
dari phalang proximal dan distal jari I.
14. Gerakan Jari-Jari Kaki
a. Jari II s/d V
Gerakan flexi terdapat pada sendi-sendi distal, tengah dan proximal. Sedang
gerak extensi terdapat pada sendi metatarsophalangeal. Gerakan ini diukur
dalam derajat.
163 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
adduksi ialah gerakan merapat pada jari II.
SUMBER
ELBOW
FOREARM
Pronation 80 75 50 80 71
Supination 80 85 90 80 84
WRIST
Extension 60 65 90 70 71
Flexion Ulnar 70 70 80 75
Dev. 30 40 30 30 33
Radial Dev. 20 20 15 20 19
THUMB
55 50 70
Abduction 58
80 75 90
Flexion : - I-P Jt 80 81
60 50 50
3) N-P 50 53
4) N-C
14 15
FINGERS
Flexion :
Distal Jt. 70 70 90 90 80
164 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Proximal Jt. 90 90 90 90
Extension :
Distal Middle 0 0
Jt. 0 0
Proximal Jt. 45 45 45
SHOULDER
170
Forward Flexion 150 130 180 158
Adduction 30 45 75 50
Rotation Arm at side :
Int. Rot. 40 60 90 80 68
Est. Rot. 90 80 40 60 68
Int. Rot. 45 45
Ext. Rot. 45 45
Rot. In Extension :
Int. Rot. 40 35 20 45 35
In 90O of Flexion 45 to 60
(Depending on age)
165 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
SENDI (1) (2) (3) (4) RATA2
Flexion 10 10 10
Hyperextension
ANKLE
Inversion 5 5
Eversion 5 5
FORE FOOT
Inversion 30 35 35 33
Eversion 20 20 15 18
TOES
Great Toe
166 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
– Extension 0 0 0
Proximal Jt.
– Flexion 30 35 45 37
– extension
50 70 70 63
2nd to 5th Toes
flexion
- Distal Jt
50 60 55
Middle Jt.
40 35 38
Proximal Jt.
30 40 35
Extension
40 40 40 40
Keterangan :
Sumber-sumber acuan tersebut seperti tertulis dalam lampiran ialah adalah sebagai
berikut :
1. Kolom (1)
The commite on Medical Rating of Physical Impairment, Journal American
Association, Feb 15, 1958.
2. Kolom (2)
The commite of the California Medical Association and Industrial Accident Commision
of the State of California 1960.
3. Kolom (3)
A System of Joint Measurementes, Williams A, Clarke, Mayo Clinic, Dec, 1920.
4. Kolom (4)
International Orthopaedic Measurement (ISOM), . . . .
167 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III.3.
1. Pengertian :
Pemeriksaan dan pengukuran kekuatan otot rangka dengan palpasi tangan
2. Data diperoleh :
a Nilai kekuatan otot.
b Karakterisitik otot : tonus, panjang, termor, klonus.
3. Peralatan yang digunakan :
a Bed pemeriksaan/tindakan. b Penggaris dengan
skala milimeter, sentimeter dan inchi. c Meteran
gulung. d Formulir MMT. e Alat tulis.
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Tiap kelompok otot sedikitnya 3 x kontraksi sehingga testing ini memerlukan
waktu 15-60 menit.
168 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4) Kurang (Poor = P = 25% = Nilai 2).
Otot mampu berkontraksi dan menggerakkan sendi dengan bantuan.
5) Trade = T = 10% = Nilai 1
Otot mampu berkontraksi tetapi tidak mampu menggerakkan sendi.
6) Otot kosong (0% = Zero = Nilai 0).
Otot tidak mampu berkontraksi.
c. Karakter otot :
1. Leher Ext
Extensor ensor Semua nilai Semua
d. Depsesor
Nilai 5, 4 & 3
Nilai 2, 1 & 0
169 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4. Shoulder a. Extensor Semua nilai kecuali 2
(bahu) b. Horizontal ABD
Nilai 5, 4, & 3
c. Lateral Rotator
d. Medial Rotator Semua nilai
Semua nilai
Nilai 5, 4, 3
170 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOKASI / SENDI KELOMPOK / SENDI MACAM NILAI
POSISI
d. Elevator
Nilai 2, 1, & 0
Nilai 5, 4, & 3
Semua nilai
171 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6. Jari-jari tangan a. Flexor Semua nilai
b. Extensor
Semua nilai
c. Abduktor
d. Adduktor Semua nilai
Semua nilai
Semua nilai
Nilai 5, 4, & 3
LEFT RIGHT
172 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Examiner’s Initial’s
Date
Adductor-middle trapezius
Adductors-Rhomoids
Depressor
Flexors SHOULDER
SHOULDER Extensor
Abductors
Horizontal Abductors
Horizontal Adductors
External rotators
Internal rotators
Extensors
Pronators
Flexors-ulnar deviation
173 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Extersor ulnar deviation
Extensormetacarpophalangea
l
Flexor-
proximalinterphalangeal
Flexor-distal interphalangeal
Abductors
Adductors
Opponens-5th fingers
Flexor-
metacarpophalangeal
Extensormetacarpophalangea
l
Flexor-interphalangeal
Extensor-interphalangeal
Abductors
Adductors
MEASUREMENTS
174 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Expiration
Umbilicus to internal
malleolus
Walks with
Date Walks anaided Date
braces
Walks with corset Date Climbs stairs Date
Other Apparatus
Pengertian :
III. 4.
UJI KESEIMBANGAN
175 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pengertian :
Adalah pengujian untuk menilai tingkat keseimbangan pada berbagai posisi duduk
dan berdiri.
2. Data yang diperoleh :
a Nilai keseimbangan berbagai posisi dengan nilai 4 untuk normal dan terendah
0. b Karakteristik posisi : perubahan garis gravitasi
(alignment).
3. Peralatan yang digunakan :
a. Bed pemeriksaaan/tindakan.
b. Kursi dengan sandaran.
c. Bangku / stool, tanpa sandaran.
d. Cermin ukuran ukuran minimal : 60 x 180 cm2.
e. Alat tulis.
4. Prosedur/Rincian aktifitas:
Fisioterapis dengan/atau tanpa tenaga pembantu, menguji keseimbangan
pasien/klien pada posisi-posisi : a Duduk tanpa disangga, kedua kaki
menginjak lantai :
b Duduk ke berdiri c Berdiri tanpa disangga d
Berdiri ke duduk e Bergeser posisi duduk. f
Berdiri mata tertutup. g Berdiri kedua kaki
rapat h Meraih benda tangan lurus kedepan. i
Berputar melihat belakang melalui bahu kanan dan
kiri :
j Berputar 360 derajad
k Menginjakkan kaki di stool kanan=kiri bergantian
l Berdiri satu kaki didepan m Berdiri satu kaki
Jumlah nilai dapat digunakan sebagai evaluasi awal, tengah, akhir dan prognosis
tindakan terapi.
5. Dokumen terkait :
176 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6. Referensi :
Lampiran.
III. 4.1.
177 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Teknik Terpilih :
Nama : Diagnosis Ft :
Tgl. Lahir/Umur :
178 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2 Duduk ke berdiri
4 Berdiri ke duduk
179 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(3) Duduk dengan menggunakan tangan sendiri untuk kendali
gerak turun.
180 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(3) Berdiri 10 detik dengan pengawasan.
181 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
8 Meraih benda tangan lurus kedepan.
a. Instruksi :
- Berdiri tegak tanpa bantuan disamping bidang sagital/papan
untuk proyeksi ukuran jarak.
badan, proyeksikan letak ujung jari tangan dengan tanda (Y) pada
182 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9 Memungut benda dilantai pada posisi berdiri.
a. Instruksi :
- Berdiri tegak
b. Nilai :
(4) Mengambil dengan mudah dan stabil.
183 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
10 Berputar melihat belakang melalui bahu kanan dan kiri :
(4) Mampu melihat benda dibelakang dari dua sisi dengan posisi
berdiri stabil.
(3) Mampu melihat benda dibelakang dari satu sisi, sisi lain tidak
stabil.
b.Nilai :
(4) Mampu memutar 360 derajat pada dua arah, stabil, waktu 4
detik.
(3) Mampu memutar 360 derajat satu arah, stabil, waktu 4 detik.
(2) Mampu memutar 360 derajat satu arah, stabil, waktu lebih
dari 4 detik.
184 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(1) Mampu memutar 360 derajat satu arah, dengan pengawasan
ketat atau perintah berturutan.
b. Nilai :
a. Instruksi :
b. Nilai :
(4) Mampu meletakkan satu kaki didepan kaki yang lain ujung
jempol kaki menyentuh tumit kaki depan, stabil, waktu 30
185 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
detik.
b. Nilai :
JUMLAH NILAI
Nilai : 43 – 56 (Normal)
186 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Nilai : 29 – 42 (Fair)
Nilai : 15 – 28 (Weak)
Nilai : 0 – 14 ( Poor)
Hal-hal khusus :
Rekomendasi :
III. 5.
187 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pengertian :
Adalah pemeriksaan dan analisis langkah dan berjalan
2. Data diperoleh : a Pola
langkah dan berjalan. b
Gerak tungkai.
c Sikap tubuh.
3. Peralatan yang digunakan :
a Lantai dilukis garis lurus sepanjang minimal 3 meter.
b Cermin ukuran minimal 180 x 180 cm2. c
Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan
inchi. d Meteran gulung.
e Goniometer.
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Analisis siklus langkah dan berjalan :
1) Analisis keseimbangan berjalan
2) Analisis waktu/ritme berjalan
3) Analisis jarak tiap langkah
4) Analisis pembebanan berat badan tiap siklus 5) Analisis gerak persegment.
b. Analisis :
Siklus langkah terdiri dari :
Stance phase (40%) Swing phase (60%)
Toe off
188 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1) Tahap I : Tumit memukul (Heel strike), untuk tungkai kanan yang melangkah,
a) Pandangan dari samping :
189 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kedua tangan terayun dengan sedikit meregangang pada tubuh,
siku kanan sedikit menekuk dan kiri melurus
Tungkai sedikit terputa keluar pada sendi pahanya
Telapan bagian tumit dan tengah tampak dan telapak bagian depan
menempel pada lantai
4) Tahap IV : Pertengahan mengayun (Heel off – Toe off).
a) Pandangan dari depan
5. Lampiran :
6. Dokumen terkait :
7. Referensi :
190 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Hip Gluteus maximus / Anterior pelvic Hip extensor :
hamstrings / adductor tilt lemah
magnus
Knee
Ankle
191 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
SENDI OTOT YG.AKTIF DEVIASI GAIT PENYEBAB KEMUNGKINAN
MUSKULER PENYEBAB LAIN.
IV. 1
192 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 1 dari 3
LOGO
INSTITUSI
I. PENGERTIAN
1.1 Short Wave Diathermy (SWD) atau Ultra Korte Golf (UKG) adalah alat terapi
yang menggunakan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus
bolak balik frekuensi tinggi. Pemakaian SWD yang di perbolehkan adalah
frekuensi 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz dan panjang gelombang 7,5
m, 11 m dan 22 m. Namun dalam pengobatan frekuensi yang sering
digunakan adalah 27,33 MHz dengan panjang gelombang 11 m.
1.2 Indikasi
193 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.3.5 Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
1.3.6 Mata, testis, luka dan exim basah.
1.3.7 Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
1.3.8 Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer,
Neuropathy akibat DM, Angiopathy dabetica.
1.3.9 Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
1.3.10 Setelah X ray.
1.3.11 Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
1.3.12 Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic.
1.3.13 Faktor kalogenase
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan modalitas
Short Wave Diathermy.
III. PROSEDUR
3.1 Memulai Terapi
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit.
3.1.2 Pilih elektrode dan metode yang akan digunakan
3.1.2.1 Through and through ( contra planar ) : area lokal
dan
dalam.
3.1.2.2 Cross fire : area berongga.
3.1.2.3 Longitudinal/Co planar pada area dangkal, luas atau
memanjang.
3.1.2.4 Monopolar : area lokal dan dangkal 3.1.2.5
Cable methode : area silindris dan memanjang
3.1.3 Pemasangan electrode pada daerah vasomotor/proximal.
3.1.4 Pastikan mesin ke ground
3.1.5 Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program
terapi dan tidak takut
3.1.6 Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta kontra
indikasinya.
194 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.7 Posisi pasien comfortable
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas
3.1.9 Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk
mencegah terjadinya luka bakar
3.1.10 Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.
3.1.10.1 Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1x sehari selama 10x
3.1.10.2 Kondisi chronic : Intensitas Thermal : Waktu 10-15 menit,
pengulangan 1-2x sehari selama 10x
3.1.10.3 Gangguan sistem peredaran darah. Intensitas, pengulangan
dan seri sama dengan kedua kondisi diatas. Waktu 15 menit.
3.1.11 Pastikan mesin dalam keadaan tuning
3.1.12 Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
3.1.13 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing
3.2 Mengakhiri Terapi
3.2.1 Matikan mesin pastikan tombol kembali ke angka 0 atau mesin tetap
hidup dengan dosis 0 (stand – by stand).
3.2.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin, kecuali dalam keadaan
darurat
3.2.3 Perhatikan reaksi pasien dan kemungkinan efek samping yang timbul.
3.2.4 Kembalikan peralatan seperti kondensor ke tempat semula.
195 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik
196 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 173 dari 3
INSTITUSI
I. PENGERTIAN
1.1 Micro Wave Diathermy (MWD) adalah Alat terapi yang menggunakan
gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik
frekuensi tinggi dengan frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang
12,25 cm.
1.2 Indikasi
1.2.1 Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.
1.2.2 Kondisi peradangan sub acut dan chronic .
1.2.3 Nyeri musculosceletal.
1.2.4 Ketegangan, perlengketan dan pemendekan otot dan jaringan
lunak.
1.2.5 Persiapan latihan atau senam.
1.2.6 Gangguan pada sistem peredaran darah.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.
1.3.2 Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.
1.3.3 Gangguan peredaran darah.
1.3.4 Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.
1.3.5 Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
1.3.6 mata, testis, luka dan exim basah.
1.3.7 Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
1.3.8 Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer,
1.3.9 Neuropathy akibat DM, Angiopathy dabetica.
1.3.10 Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
1.3.11 Setelah X ray.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
1.3.12 Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
1.3.13 Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic. 1.3.14
Faktor kalogenase
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas Micro Wave Diathermy.
173
III. PROSEDUR
3.1 Memulai Terapi
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit.
3.1.2 Emitter ( electrode ) yang telah di pilih dipasang pada lengan emitter
dan dihubungkan ke mesin dengan kabel emitter. Emitter
bulat ,medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk sirkuler
dan paling padat di daerah tepi. Sedangkan emitter segi empat
medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk oval dan
paling padat di daerah tengah.
3.1.3 Pemasangan electrode pada daerah vasomotor/proximal.
3.1.4 Pastikan mesin ke ground
3.1.5 Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program
terapi dan tidak takut
3.1.6 Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta kontra
indikasinya.
3.1.7 Posisi pasien comfortable
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas
3.1.9 Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk
mencegah terjadinya luka bakar
3.1.10 Putar waktu sesuai kebutuhan antara 10-15 menit
3.1.11 Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.
3.1.11.1 Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1 x sehari selama 10x
3.1.11.2 Kondisi chronic : Intensitas Thermal : Waktu 10-15 menit,
pengulangan 1-2 x sehari selama 10x
3.1.11.3 Gangguan sistem peredaran darah.
Intensitas, pengulangan dan seri sama dengan kedua
kondisi diatas. Waktu 15 menit.
3.1.12 Pastikan mesin dalam keadaan tuning
3.1.13 Emitter diatur sehingga sejajar kulit dan jarak sesuai ukuran
emitter.
3.1.14 Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.1.15 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing
174
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
175
I. PENGERTIAN
1.1 Terapi Ultrasonic yaitu suatu usaha pengobatan dengan menggunakan
mekanisme getaran dengan frekuensi lebih dari 20 KHz. Didalam praktek
klinik frekuensi yang digunakan antara 0,7 MHz – 3 MHz, dengan
intensitas 1 – 3 w / cm2
1.2 Indikasi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
1.2.5.3 Sudeck dystrofie
1.2.5.4 Oedema
1.2.6 Penyakit pada organ dalam
1.2.7 Kelainan pada kulit
1.2.8 Jaringan parut setelah operasi
1.2.9 Jaringan parut karena traumatic
1.2.10 Dupuytren contracture
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Absolut.
1.3.1.1 Mata
1.3.1.2 Daerah jantung
1.3.1.3 Uterus pada wanita hamil
176
1.3.1.4 Epiphyseal plate
1.3.1.5 Testis
1.3.2 Relatif
1.3.2.1 Hilangnya sensibilitas
1.3.2.2 Endoprothese
1.3.2.3 Tumor
1.3.2.4 Post traumatik
1.3.2.5 Tromboplebitis dan varices
1.3.2.6 Septis – inflamation
1.3.2.7 Diabetis mellitus
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas ultra sonic.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.1.5.2 Kontak tak langsung dengana Sub-aqual (dalam air) atau
Water pillow
3.1.6 Posisikan pasien comfortable
3.1.7 Area dibersihkan dengan sabun atau alcohol 3.1.8
Rambut yang terlalu lebat dicukur.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Terapis memperhatikan frekuensi, jenis arus dan intensitas agar
sasaran tepat 3.2.1.1 Intensitas
3.2.1.1.1 Rendah : 0,3 w/cm2
3.2.1.1.2 Sedang : 0,3 - 1,2 w/cm2
3.2.1.1.3 Tinggi : 1,2 - 3 w/cm2
3.2.1.1.4 Continued : Paling tinggi 3 w/cm2
3.2.1.1.5 Intermittern : Paling tinggi 5 w/cm2
3.2.2 Lamanya terapi, tergantung luas area yang diterapi dan jenis
tranduser yang dipakai. Sebagai pedoman, area seluas 1cm2 waktu
1 menit
177
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas interferntial therapy.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah
dan menentukan program sehingga agar Interferntial therapy lebih
mencapai sasaran
3.1.2 Memberi penjelasan langkah terapi serta tujuannya agar pasien
tenang dan memahami program
3.1.3 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.4 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.5 Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
Trigger point dengan Elektrode besar (Pasif) atau kecil ( Aktif )
179
3.1.5.1 Nerve treatment
3.1.5.2 Ganglion treatment
3.1.5.3 Paravertebra treatment
3.1.5.4 Segmental treatment
3.1.5.5 Transregional
3.1.6 Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.7 Posisi pasien seenak mungkin.
204 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya. Jelaskan bahwa yang dirasakan sedikit
sakit tapi tidak perih bila dirasakan perih dikhawatirkan terjadi
luka bakar.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.3 Dosis
3.3.1 Intensitas :Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
3.3.2 Lamanya terapi :10-15 menit. Bila ada titik nyeri dapat diberikan per
titik selama 5 menit.
3.3.3 Frekuensi 2000 Hz akan menghasilkan aktifitas motorik , arus yang
akan dihasilkan terasa kasar.
3.3.4 Frekuensi 4000Hz tidak menghasilkan aktifitas motorik dan terasa
halus sehingga cocok untuk mengurangi nyeri.
3.3.5 Pengulangan therapy untuk dosis rendah dilakukan setiap hari,
sedangkan untuk dosis tinggi 2 hari sekali.
3.4 Mengakhiri Terapi
3.4.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.4.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin sendiri atau langsung
bangun setelah terapi selesai.
3.4.3 Beri tissue bila terapi selesai agar pasien dapat membersihkan
3.4.4 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang mungkin timbul.
3.4.5 Kembalikan peralatan serta perlengkapannya ke posisi semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
. LOGO
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas arus faradic.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah dan
menentukan program sehingga modalitas arus faradic lebih
mencapai sasaran.
3.1.2 Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi
tidak perih. Kalau perih dikawatirkan dapat menimbulkan luka
bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program
181
3.1.4 Menentukan area terapi yang Tepat agar terapi efektif
3.1.5 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.6 Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
3.1.6.1 Stimulasi motor unit
3.1.6.2 Stimulasi secara group
3.1.6.3 Labile treatment
3.1.6.4 Nerve conduction
206 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.6.5 Bath treatment : Bipolar atau Monopolar 3.1.7
Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.8 Posisi pasien seenak mungkin.
3.1.9 Area yang akan di terapi terbuka seperlunya dan otot yang akan
distimulasi dalam keadaan memendek / relax.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas : 2 – 60 m A, Durasi arus 0,01msc.
V. LAMPIRAN
Tidak ada.
6.1 Direksi
.
LOGO
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas arus galvanic.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assessment untuk mendapatkan masalah dan
menentukan program agar penggunaan arus galfanic lebih
mencapai sasaran
183
3.1.2 Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi
tidak perih. Kalau perih dikawatirkan dapat menimbulkan luka
bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program 3.1.4
Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.5 Pemanasan alat 5 menit.
208 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.6 Pilih elektrode dan metode yang digunakan Elektrode (+) berupa ped
pada origo dan electrode (-) berupa button pada insersio.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.1.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas : 2-60 m A, Durasi arus 0,01msc.
3.2.1.2 Waktu : Tiap satu otot perlu 30-90 kali rangsangan dalam
waktu 1-3 menit.
3.2.1.3 Pengulangan :1 kal sehari bila otot telah mencapai nilai 2 +
cukup 1 kali selama 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.3.2 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang timbul.
3.3.3 Kembalikan peralatan ke tempat semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 185 dari 2
185
1.3.4 Penyakit kulit : Folliculitis, Furuncolosi.
210 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.4.2 Gangguan sensibelitas kulit.
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas sinar infra merah.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Persiapan alat seperti jenis lampu, besarnya watt.
3.1.2 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.3 Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan
penyinaran perlu ditest sensasi panas, dingin.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Untuk penyinaran lokal menggunakan reflektor
berbentuk parabola.
3.2.2 Penyinaran general (misalnya punggung) menggunakan lampu
yang dipasang pada reflektor semi sirkuler.
3.2.3 Pasien diposisikan seenak mungkin.
3.2.4 Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.
3.2.5 Agar penetrasi lebih dalam daerah yang akan disinar sebaiknya
dibersihkan dengan sabun dan dikeringkan dengan handuk.
3.2.6 Lampu dipasang tegak lurus.
3.2.7 Dosis
3.2.8 Pada penggunaan lampu non-luminius jarak lampu antara 45-60
cm, waktu 10-30 menit.
3.2.9 Lampu luminius 35-45 cm, waktu 10-30 menit.
3.2.10 Pengulangan 1 kali dalam sehari, 1 seri 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
3.3.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun
sendiri.
3.3.3 Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
3.3.4 Kembalikan peralatan ketempat semula.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
187
212 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 188 dari 3
I. PENGERTIAN
1.1 Ultra Violet Radiation adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang
mempunyai panjang gelombang 100 nm hingga 380 nm.
1.2 Klasifikasi :
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas sinar ultra violet.
III. PROSEDUR
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.1 Persiapan
3.1.1 Pemilihan alat dan pengaturan jarak disesuaikan dengan alat yang
digunakan dan tehnik aplikasi serta efek yang dikehendaki.
3.1.2 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.3 Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan
penyinaran perlu ditest sensasi panas, dingin.
3.1.4 Persiapan pasien disesuaikan dengan jenis alat yang digunakan,
tehnik aplikasi, kebutuhan
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasien diposisikan seenak mungkin.
3.2.2 Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.
188
3.2.3 Daerah yang akan disinar sebaiknya dibersihkan dengan sabun dan
dikeringkan dengan handuk.
3.2.4 Lampu dipasang tegak lurus.
3.2.5 Mata pasien ditutup dengan memakai kacamata.untu mencegah
masuknya sinar ultraviolet
3.2.6 Bagian tubuh lain yang tidak di sinar harus ditutup supaya tidak
3.2.7 terkena sinar.
3.2.8 Penyinaran harus tegak lurus dengan jarak 90 cm agar sinar dapat
merata dan mengenai sasaran dengan tepat.
3.2.9 Lakukan tes dosis sebelum memberikan terapi pertama kali untuk
menentukan erithema.
3.2.10 Supaya terlindungi, tes biasanya di daerah samping dada / perut /
lengan bawah bagian medial.
3.2.11 Buatkan lubang-lubang (4 lubang) dari kertas gelap dan
ditempatkan didaerah yang dites.
3.2.12 Lubang pertama dibuka dan disinar selama 30 detik, sedangkan
lubang lain ditutup.
3.2.13 Penyinaran tetap dilanjutkan dengan membuka lubang lainnya satu
per satu setiap 30 detik.
3.2.14 Dosis
3.2.1.1 Stootkuure ( E 2 ) Lama
terapi : 14 – 16 kali
Dosis : Diawali dengan E 2, kemudian untuk terapi
berikutnya dinaikan 2/3 kali terapi sebelumnya.
Frekuensi : 2 – 3 kali per minggu.
3.2.1.2 Lepskykuur ( E 3 )
3.2.1.3 Lama terapi : Hingga keluhan hilang.
3.2.1.4 Dosis :E3
3.2.1.5 Frekuensi : 3 – 4 kali per hari.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
3.3.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun sendiri.
3.3.3 Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
3.3.4 Setelah terapi perhatikan daerah sekitarnya apakah terkena
penyinaran.
3.3.5 Beritahukan pada pasien untuk menentukan dosis tidak boleh
membasuh bagian yang disinar.
3.3.6 Kembalikan peralatan ketempat semula.
189
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
190
I. PENGERTIAN
1.1 Traksi cervical adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan
menggunakan suatu tehnik penarikan collumna vertebralis untuk daerah
cervical.
1.2 Type
1.2.1 Static atau konstan
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
1.2.2 Intermittent
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
1.3 Model Aplikasi
1.3.1 Mekanik
1.3.2 Manual
1.3.3 Posisional
1.4 Indikasi
1.4.1 Penekanan pada akar syaraf spinal seperti pada kasus : HNP,
spondylosis
1.4.2 Hipomobilitas pada sendi atau proses degenerasi
1.4.3 Nyeri sendi yang disebabkan adanya gangguan pada vase joint
1.4.4 Spasme otot
1.4.5 Meniscoid blocking
1.4.6 Nyeri disckogenik
1.5 Kontra Indikasi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
1.5.1 Akut strain, sprain dan kondisi peradangan atau beberapa kondisi
apabila diberikan traksi nyeri meningkat
1.5.2 Spinal hipermobility
1.5.3 RA
1.5.4 Spinal malignancy, osteoporosis, tumor atau infeksi
1.5.5 Hipertensi yang tidak terkontrol, aortic aneurysm dan penyakit
cardovaskuler
1.5.6 Beberapa kondisi spinal atau proses penyakit yang dengan gerakan
merupakan kontra indikasi seperti : frakture
191
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk
memberikan pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi cervical
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Lakukan test traksi pada pasien. Bila nyeri bertambah maka
pemberian traksi ditangguhkan.
3.1.2 Ukur tensi, poles,berat badan Untuk melihat kondisi pasien
3.1.3 Tentukan beban tarikan
3.1.4 Bagi pasien yang menggunakan gigi palsu dan kaca mata harap
dilepas untuk mencegah rasa nyeri akibat tekanan gigi palsu dan
tidak enak padadaerah pipi
3.1.5 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di
bawah kepala
3.1.5.1 Untuk indikasi vertebrae posisi flexi Kepala 200– 30 0
3.1.5.2 Untuk indikasi muscle posisi kepala Netral.
3.1.6 Untuk memperoleh hasil pada satu sisi saja maka posisi badan
sedikit miring dengan daerah dada disangga belt.
3.1.7 Pasang cervical belt dengan tepat, tidak mencekik dan tidak terlalu
longgar di bawah dagu dan bagian belakang pada occiput
3.1.8 Agar terkesan Hygienis maka dipasangkan tissue dibawah dagu
dan atau rambut
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak boleh menoleh kekiri atau kekanan
3.2.3 Tidak boleh bicara
3.2.4 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah
enak
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.2.5 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi untuk
keadaan darurat
3.2.6 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya
traksi untuk melihat apakah pasien pusing, mual, sesak sehingga
traksi perlu dihentikan
3.3 Dosis
3.3.1 Beban tarikan : 1/7 – 1/5 berat badan
3.3.2 Waktu : 10 – 15 menit
3.3.3 Pengulangan : Akut : 1 kali dalam sehari
3.3.4 Membaik : 1 kali dalam 1 – 2 hari
3.3.5 Seri : 1 seri : 10 kali
192
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.4 Mengakhiri Terapi
Setelah selesai penarikan,traksi dilepas
3.4.1 Agar tidak pusing, pasien disarankan istirahat selama 1 –2 menit di
bed traksi.
3.4.2 Kembalikan peralatan ketempat semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
219 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
194
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi Lumbal
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Ukur tensi, nadi, berat badan untuk melihat kondisi pasien
3.1.2 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di
bawah kepala dan tungkai tersangga diatas stool, posisi hip flexi
30450
3.1.3 Pasang lumbal belt dengan tepat, tidak tertekan dan tidak terlalu
longgar di atas SIAS .
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah
enak
3.2.3 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi Untuk
keadaan darurat
3.2.4 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya
traksi untuk melihat apakah pasien pusing, mual, sesak sehingga
traksi perlu dihentikan
3.2.5 Dosis
3.2.5.1 Beban tarikan : Mulai dari ½ berat badan 3.2.5.2
Waktu : 15 – 30 Menit
3.2.5.3 Pengulangan : Akut 1 kali dalam sehari
Membaik 1 kali dalam 1-2 hari
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Setelah selesai penarikan, traksi dilepas
3.3.2 Pasien disarankan istirahat selama 1-2 menit di bed traksi agar
tidak pusing
V. LAMPIRAN
Tidak ada
.
LOGO
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas terapi inhalasi
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit dan mengerti cara – cara
penggunaannya.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.1.2 Untuk mencegah kontaminasi maka udara ruangan harus bersih,
segar dan memiliki ventilasi yang baik.
3.1.3 Persiapkan mouth piece dan masker
3.1.4 Agar anak – anak tidak takut harus dengan pendekatan
sebelumnya.
196
3.1.5 Posisi pasien comfortable
3.1.6 Pasien diberitahu program pengobatan, berapa waktu yang
dibutuhkan, tujuan serta kontra indikasinya. Agar pasien mengerti
dan tidak takut
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Untuk mengurangi sesak napas akibat bronchial obstruksi terlebih
dahulu diberikan bronchodilatator.
3.2.2 Untuk Agar mempercepat pengeluaran sekret , secret yang keluar
dianjurkan tidak ditelan kembali
3.2.3 Bila perlu dapat dilakukan suction Supaya secret lebih banyak keluar
terutama untuk pasien yang mengalami kesulitan mengeluarkan
secret.
3.2.4 Oksigen diberikan pada pasien yang terlihat sesak atau cyanosis,
pertusis, biru dan lain-lain.
3.3 Dosis
3.3.1 Jenis dan jumlah obat tergantung Dokter pengirim.
3.3.2 Waktu : Anak –anak 10 – 15 menit
: Dewasa 15 – 20 menit
3.3.3 Pengulangan Tergantung Dokter pengirim.
Untuk kondisi Acut :1-3 kali sehari
Untuk kondisi Kronik sekali sehari
3.3.4 1 Seri : 6 –10 kali
V. LAMPIRAN
223 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Tidak ada
.
LOGO
I. PENGERTIAN
1.1 Parafin bath/wax bath adalah suatu pengobatan dengan menggunakan
farafin.yang telah dicairkan
1.2 Indikasi
1.2.1 Skin contractur
1.2.2 Stiff Joint
1.2.3 Penyakit degenerasi sendi dengan inflamasi akut dari nodus
heberden’s
1.2.4 Scleroderma
1.2.5 Stadium awal dupuytren contracture 1.2.6 Post trauma tangan
dengan skin contractur
1.2.7 Rheumatoid arthritis jari-jari.
1.3 Kontra Indikasi
1.2.8 Luka terbuka
1.2.9 Penyakit kulit menular
1.2.10 Penyakit kulit tidak menular
1.2.11 Trauma tangan yang parah (Multilating injuries)
1.2.12 Gangguan sensasi kulit (relatif)
1.2.13 Anggota yang menggunakan internal fixasi (relatif)
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas farafin bath / wax bath.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Siapkan parafin padat tujuh bagian atau empat karton Paraffin
3.1.2 Parafin minyak satu bagian atau sepuluh ons baby oil
3.1.3 Campurkan kedua bahan tersebut sehingga lebur menjadi satu
cairan dengan temperatur tidak lebih dari 1100 – 1300 F atau ( 510
- 540 C) dalam satu tempat yang kemudian dipanaskan diatas air
yang mendidih ( double boiler ).
198
3.1.4 Siapkan handuk tebal, kertas Parafin dan termometer lilin
(candy thermometer) untuk membungkus parafin
dan mengukur suhu.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Periksa jari-jari tangan dan pergelangan tangan yang akan diobati
untuk mengetahui sensibilas kulit dar ruang gerak sendi, meliputi :
3.2.1.1 Sensibelitas kulit,
3.2.1.2 ROM jari dan tangan
3.2.1.3 Perhatikan luka terbuka
3.2.2 Bersihkan dan keringkan Keringat
3.2.3 Lepaskan perhiasan yang melekat aggota yang diobati, supaya tidak
konsentrasi panas
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Waktu : 15 - 30 menit
3.2.4.2 Pengulangan : 1 – 2 kali / hari
3.2.4.3 Seri : 1 Seri 10 kali
3.2.5 Metode
3.2.5.1 Parafin Dip : Dengan cara mencelupkan anggota yang
diobati dan kemudian mengangkatnya secara bergantian.
3.2.5.2 Parafin Immersion : Dengan cara merendam anggota yang
3.2.5.3 diobati.
3.2.5.4 Parafin Painting : Dengan cara memulaskan parafin pada
bagian tubuh yang diobati.
3.2.5.5 Parafin Warp : Dengan cara memulaskan parafin yang
diseling dengan melapiskan gass verban diatasnya secara
bergantian pada daerah yang diobati.
3.2.5.6 Parafin Pouring : Dengan menuang parafin cair pada tubuh
yang diobati.
3.2.6 Untuk mendapatkan efek streching dan pemanasan,celupakan
anggota tubuh yang diobati kedalam bak parafin,setelah pasien
dipersiapkan dengan baik. Apabila anggota yang dicelupkan
kontraktur, diusahakan posisi peregangan kearah yang diharapkan
sebelum dicelupkan kedalam bak sampai 6-12 kali celupan atau
hingga ketebalan ¼ inchi. Pada akhir pengobatan segera angkat
dan bungkus dengan kertas parafin, kemudian ditambah satu lapis
handuk tebal untuk mempertahankan temperatur parafin.
225 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pertahankan pembungkusan itu selama 10 – 20 menit , selanjutnya
setelah waktu terlampaui lepaskan parafin yang biasanya mengeras
dengan cara mengerakkan anggota tersebut hingga parafin terlepas
. Setelah itu berikan massage dan latihan penambahan ruang gerak
sendi.
3.2.7 Untuk parafin immersion, perendaman anggota tubuh dilakukan
dengan 2 cara :
3.2.7.1 Melanjutkan parafin dip, dimana setelah lapisan – lapisan
parafin yang melekat telah mengeras, segera masukkan
kembali kedalam bak parafin dan biarkan terendam
selama 20-30 menit sampai parafin yang ada di kulit
meleleh kembali.
3.2.7.2 Atau membungkus terlebih dahulu sendi yang
mengalami kontraktur dalam posisi peregangan
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diobati
3.3.2 Perhatikan warna kulit
3.3.3 Kembalikan alat ketempat semula
VI. LAMPIRAN
Tidak ada
.
Judul: Massage Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
201
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan terapi dengan Massage.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
228 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan
masalah dan menentukan program sehingga pelaksanaan
lebih mencapai sasaran
3.1.2 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif 3.1.3
Pasien berbaring di di bed atau duduk di kursi
dengan rilek.
3.1.4 Anggota yang akan di terapi bebas dari pakaian, disangga dengan
bantal, sedangkan bagian yang tidak diterapi ditutup dengan
handuk.
3.1.5 Fisioterapis berdiri di samping bed / pasien
3.1.6 Untuk memudahkan massage dapat di tambahkan bahan pelicin
seperti salep, minyak atau bedak.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Tehnik massage
3.2.1.1 Effleurage : untuk memperlancar aliran darah dan limfe
3.2.1.2 Friction :
Menghancurkan perlengketan/ pengerasan jaringan lunak
dan blokir nyeri diberikan pada akar – akar syaraf atau
pada titik nyeri.
3.2.1.3 Petrissage :
Terdiri dari kneading, wringing dan picking up.
Berfungsi melemaskan dan mengulur otot / jaringan
lunak, melancarkan peredaran darah di bagian yang lebih
dalam dan metabolisme setempat. Membantu gerak
pencernaan usus.
3.2.1.4 Tapotament :
Terdiri dari hacking, clapping, beating dan pounding.
Berguna untuk memberikan rangsangan / pacuan pada
syaraf dan otot.
3.2.1.5 Bila dilakukan di daearah thorax bertujuan memperlancar
gerak pencernaan dan pembuangan.
3.2.1.6 Waktu pelaksanaan sangat tergantung dari luasnya
bagian yang diterapi, tebalnya jaringan tubuh dan tujuan
terapi.
3.2.1.7 Kecepatan gerakan massage tegantung tujuannya. Gerakan
yang cepat akan memacu sedangkan massage yang lambat
sebagai efek penenang.
3.2.2 Dosis
Waktu : 5 – 15 menit
Pengulangan : Sub akut dan kondisi berat 1 kali / hari
Kronik dan kondisi ringan 1 kali
Seri : 1 seri 10 kali.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diterapi.
3.3.2 Kembalikan peralatan ke tempat
semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
230 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TEMPOROMANDIBULAR (TMJ) DISC DYSFUNCTION
SYNDROME
Kontraindikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Tristmus
- Acute joint pain
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
231 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Anamnesis
- Tidak khas.
Tes cepat
- Gerak elevasi-depresi bunyi dengan pola gerak ”C” atau ”S” Tes gerak
pasif
- Kadang nyeri
Tes khusus
- ‘X’ ray panorama untuk melihat susunan gigi, TMJ tidak tampak kelainan
Diagnosis
Rencana tindakan
Intervensi
232 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran MWD,
Joint mobilization
Kontra indikasi :
233 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Tristmus
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
Tes cepat
- Gerak elevasi-depresi bunyi dengan pola gerak ”L” Tes gerak pasif
- Kadang nyeri
Tes khusus
Diagnosis
Rencana tindakan
234 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
MWD,
Joint mobilization
Pengertian Adalah asuhan fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Disc Dysfunction
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
235 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Whiplash injury
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak fleksi cervical. -
Gerak ekstensi cervical terasa nyaman - Gerak lain kadang positif.
Tes gerak isometric
236 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Negatif.
Tes khusus
- Compression test posisi fleksi nyeri dan paresthesia pada leher hingga
lengan/tangan
- Traction test posisi ekstensi keluhan berkurang
- Tes sensasi dijumpai hypoaesthesia/paresthesia area dermatome
tertentu
- PACVP nyeri segmental
Rencana fisioterapi:
Intervensi:
Evaluasi
Dokumentasi
237 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Mobilisasi nucleus
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Head Ache
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal..
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical head ache
- Intervensi fisioterapi pada Cervical head ache
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Whiplash injury
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
Prosedur Dosis :
238 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak cervical. tertentu
- Gerak cervical sebaliknya terasa nyaman Tes gerak isometric
Tes khusus
-‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu - MRI
dijumpai disc bulging hingga protrusi.
Diagnosis
Rencana tindakan
239 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Transverse friction
240 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN Direktur
FISIOTERAPI
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan padaLocal Cervical Facet Pain
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical facet pain
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
cervical
241 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri kadang hingga interscapular atau
lengan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi. Tes gerak
pasif
- Gerak ekstensi nyeri dan ROM terbatas dengan hard end feel, -
Gerak lain normal atau nyeri ringan.
Tes gerak isometric
- ‘X’ ray normal atau dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets
Diagnosis
Rencana tindakan
Intervensi
- US atau SWD atau MWD atau cervical o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit
untuk aktualitas rendah o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas
rendah, waktu 10-12 menit.
- Contract relax stretching ekstensor cervical
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak
Evaluasi
242 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri, dan ROM .
Dokumentasi
MWD/SWD
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction
243 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Gerak fleksi atau cervical terjadi clicking sering disertai nyeri dan
paresthesia pada leher hingga lengan/tangan
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga lengan/tangan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan kaku pada satu atau lebih gerak aktif cervical disertau bunyi
klik.
- Kadang disertai nyeri yang menyebar ke kepala dan/atau tangan Tes
gerak pasif
- Nyeri dan ROM lebih besar dari normal dengan empty end feel, sering
.satu atau lebih gerak pasif cervical terbatas dengan springy end feel -
Keterbatasan gerak non capsular pattern.
Tes gerak isometric
- Joint play movement satu atau lebih terjadi ROM lebih besar dari normal
dengan springy end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemeriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu - MRI
dijumpai lysthesis atau kadang tidak khas.
Diagnosis
244 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri radikuler cercical ke kepala dan/atau lengan disertai paresthesia
lengan disebabkan karena cervical instability
Rencana fisioterapi
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
MWD
245 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur
Pengertian Adalah proses asuhan fisioterapi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C
Tujuan Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C
Kebijakan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Prosedur Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondyloarthrosis
cervicalis
- Intervensi fisioterapi pada Spondyloarthrosis cervicalis
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acute radicular pain
Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
246 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
cervical menyebar hingga intersccapular atau lengan
- Gerak ekstensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga interscapular atau lengan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi. Tes gerak
pasif
- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi -
Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric
- ‘X’ ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets - MRI dijumpai
osteofif.
Diagnosis
- Nyeri pseudo radikuler cercical menyebar ke interscapular/lengan
disebabkan karena cervical spondylo arthrosis (disertai capsular
patern).
Rencana tindakan
Intervensi
- US atau SWD atau MWD atau .... cervical o US continous 2 watt/cm2 5-7
menit untuk aktualitas rendah
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
247 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Cervical traction posisi fleksi beban 20-33% BB 15-20 menit - Cervical
collar soft atau semi rigid untuk actualitas tinggi
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
Cervical traction
US / SWD / MWD
Pengertian Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada lumbar disc bulging/HNP
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Lumbar disc bulging/HNP
- Intervensi fisioterapi pada Lumbar disc bulging/HNP
248 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
Anamnesis:
- Gerak fleksi lumbale nyeri dan paresthesia pada tungkai-kaki Tes gerak
aktif:
- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak fleksi lumbale.
- Gerak ekstensi lumbale terasa nyaman
- Gerak lain kadang nyeri Tes gerak isometric
Rencana fisioterapi:
Intervensi:
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran Asesmen
Lumbar traction
250 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA LUMBAR SPONDYLOARTHROSIS
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
251 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Morning sickness dan Start pain
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada lumbale kadang hingga kelakang paha
- Nyeri lelumbale disertai kaku
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak ekstensi lumbale Inspeksi:
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
lumbale
Tes gerak aktif
- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi -
Keterbatasan gerak dalam capsular pattern. Tes gerak isometric
- Compression test posisi fleksi nyeri - Gapping test terbatas firm end
feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets - MRI dijumpai
osteofit.
Diagnosis
Rencana tindakan
Intervensi
- US atau SWD atau MWD atau cervical o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit
untuk aktualitas rendah o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas
252 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
rendah, waktu 10-12 menit.
- Lumbar traction posisi fleksi beban 40-60% BB 15-20 menit
- Lumbar corset untuk actualitas tinggi
- Williams flexion exercise
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi lumbaletegak
- Proper neck mechanic pada posisi flat back
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
Lumbar traction
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
-
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Lordosis/asimetri
Tes cepat
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran Asesmen
Lumbar corset
255 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA SCOLIOSIS IDIOPATIK
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
-
Prosedur Dosis :
- Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 terbatas dengan firm end
feel
- Gerak lateral fleksi kekiri pada T8 ROM lebih besar dari normal dengan
end feel elastik
Tes gerak isometric
- Negatif
Tes khusus
- Fleksi dijumpai ribs hump kanan
- Asimetri pelvis (pelvic torsion) terhadap plumb line yang ditempatkan
pada kolumna vertebrali
- Pengukuran panjang kaki dijumpai leg discrepancy
- LPAVP dijumpai keterbatasan dengan firm end feel
- Gapping test T7-8-9 terbatas dengan firm end feel
Pemeriksaan lain
Intervensi:
Evaluasi
257 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran Asesmen
Juknis clawl exercise, bugnet exercise
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
258 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- TBC tulang
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi:
Anamnesis:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri hingga dada - Gerak lain kadang nyeri
Tes gerak pasif:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel -
Gerak lain kadang nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel Tes
gerak isometric:
- Negatif.
Tes khusus:
- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu Diagnosis:
Intervensi:
259 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- US
- MWD thoracal o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal
untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Joint mobilzation teknik PACVP LPAVP
- Gapping manipulation 3 dimensi ekstensi
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Proper back mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi
Evaluasi:
Dokumentasi:
260 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pengertian Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada myofascial pain
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus myofascial pain
- Intervensi fisioterapi pada myofascial pain
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Myositis osccsificans
-
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Tidak khas
Tes cepat
Tes khusus
- Palpasi: trigger point, pada taut band dan twisting, nyeri menyebar. -
Stretch test.
Pemeriksaan lain
261 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
-.-
Diagnosis:
Rencana tindakan:
Intervensi
Evaluasi
- Nyeri.
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Juknis stretching
262 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :
SCALENUS SYNDROME
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Thoracic (Compression) Outlet
Syndrome : Scalenus Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Thoracic (Compression)
Outlet Syndrome : Scalenus Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Thoracic (Compression) Outlet Syndrome :
Scalenus Syndrome
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
263 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada leer-pundak depan hingga lengan
- Nyeri meningkat pada posisi lengan kebawah disertai depresi -
Nyeri berkurang bila lengan abduksi Inspeksi:
- Tidak spesifik
- Abduksi elevasi kadang nyeri
Tes gerak aktif
- Negatif
Tes gerak pasif
- Negatif
Tes gerak isometric
- Negatif
Tes khusus
Intervensi
264 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Evaluasi
Dokumentasi
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet
syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus thoracic (compression)
outlet syndrome
265 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Intervensi Fisioterapi pada thoracic (compression) outlet syndrome
Kontraindikasi : Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
rosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
- hiperabduction test.
Pemeriksaan lain
Diagnosis
Rencana tindakan
266 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi :
Evaluasi:
Dokumentasi:
Lampiran Asesmen
MWD
(SCALENUS SYNDROME)
267 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Shoulder Hand Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Shoulder Hand Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Shoulder Hand Syndrome
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri dan kaku sendi bahu dengan nyeri-kaku dan bengkak tangan.
Tes cepat:
268 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Gerak rotasi eksternal, gerak abduksi, dan rotasi internal sendi
glenohumeralis terbatas dengan firm end feel
- Keterbatasan ROM glenohumeral dalam capsular pattern
- Gerak aktif Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbatas dengan firm
end feel
Tes gerak isometric:
- Tidak ada perubahan yang khas
Tes khusus:
-‘X’ ray bahu tidak jelas ada kelainan tetapi kadang dijumpai
atrophy/osteoporosis tulang glenohumeral
Diagnosis
- Nyeri, kaku dan bengkak bahu dan tangan akibat shoulde hand
syndrome
Rencana tindakan
Intervensi
- Nyeri, sensasi, oedeme dan ROM glenohumeral joint, ROM wrist and
269 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
fingers Dokumentasi
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet
syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
- Kontraindikasi : Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
270 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Pemeriksaan lain
Diagnosis
Rencana tindakan
Lampiran Asesmen
MWD
Contract relax
271 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TENDOPATHY M. SUPRASPINATUS
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
272 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Abduksi elevasi: ’Painful arc’
Tes gerak aktif
- --
Dagnosis
Nyeri bahu lateral sampai lengan atas leteral disebabkan oleh tendonitis m.
supraspinatus
Rencana tindakan
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
273 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada
Juknis stretching
274 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 257 dari 2
I. PENGERTIAN
Terapi latihan adalah modalitas fisioterapi berupa tehnik latihan yang bertujuan
untuk mengembangkan, meningkatkan, memperbaiki dan memelihara: kekuatan,
daya tahan, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, relaksasi, koordinasi,
keseimbangan dan kemampuan fungsional
Tennis Elbow adalah nyeri yang terjadi pada tendon ekstensor wrist sepanjang
lateral epicondyle dan radiohumeral joint. Paling sering terjadi pada
musculotendinous junction dari otot ekstensor carpi radialis brevis.
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi dalam memberikan penanganan pasien dengan
kondisi tennis elbow
III. PROSEDUR
3.1 Pengkajian
3.1.1 Melakukan pemeriksaan awal mengacu pada SPO pemeriksaan
fisioterapi
3.1.2 Semua hasil yang didapat dalam pengkajian dicatat dalam lembar
pemeriksaan fisioterapi
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Stadium acut
3.2.1.1 Untuk mengontrol nyeri, bengkak dan spasme diberikan
kompres es, istirahat dan anjuran untuk tidak melakukan
gerakan menggenggam secara berulang
3.2.1.2 Untuk memelihara soft tissue dan mobilitas
sendi
diberikan latihan gerak fleksi dan ekstensi wrist dalam batas
toleransi
3.2.1.3 Untuk memelihara integritas fungsi upper ektremitas
dilakukan gerak aktif sesuai bidang gerak sendi
3.2.2 Stadium sub acute atau kronik
3.2.2.1 Tehnik aktif inhibisi pada otot ektensor carpi radialis brevis
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.2.2.2 Tehnik self-stretching pada grup otot ekstensor
257
3.2.2.3 Cross-fiber massage pada tendo ektensor carpi radialis
3.2.2.4 Latihan isometrik dalam batas rasa nyeri
3.2.2.5 Progressive resistance exercises
3.2.3 Frekuensi
3.2.3.1 2-3 kali seminggu
3.3 Mengakhiri terapi
3.3.1 Evaluasi
3.3.2 Follow-Up/referral
3.3.3 Home program dan edukasi
V. LAMPIRAN
Tidak ada
276 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA ARTHRITIS DISTAL RADIOULNAR JOINT
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthritis Distal Radioulnar Joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal..
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthritis Distal Radioulnar
- Intervensi fisioterapi pada Arthritis Distal Radioulnar
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
- TBC tulang
-
Prosedur Dosis :
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah Tes gerak
pasif
- Pronasi dan supinasi nyeri dan terbatas dalam capsular patern dengan
firm end feel
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan keluhan khas
Tes khusus
- JPM test timbul nyeri, terbatas denngan firm end feel
Pemriksaan lain
Intervensi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran - Juknis Asesmen fisioterapi
- Juknis RICE
- Juknis US
- JuknisJoint mobilization
- Juknis splinting
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthrosis Distal Radioulnar
Joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal..
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthrosis Distal
Radioulnar
- Intervensi fisioterapi pada Arthrosis Distal Radioulnar Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
279 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Neoplasma
- Osteoporosis
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan
crepitasi
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan
crepitasi
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak gerak pronasi dan
supinasi lenngan bawah dimana pronasi dan supinasi sama terbatas
dengan end feel firm
Tes gerak isometric
- JPM test translasi pronasi dan supinasi timbul nyeri, terbatas denngan
firm end feel
Pemeriksaan lain
280 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- US:
o US under water sontinous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi
dan 1.5-2 watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP o
Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise o Pronas-supinasi
- Kemungkinan splinting
Evaluasi
Dokumentasi
RS……….. FISIOTERAPI PADA TENOSYNOVITIS M. ABD. POL. LONGUS DAN EXT. POL.
BREVIS (de Quervain syndrome)
281 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol.
Longus dan ext. Pol. Brevis
Tujuan Proses Fisioterapi yang di terapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus
dan ext. Pol. Brevis
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext.
Pol. Brevis
- Intervensi Fisioterapi pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext.
Pol. Brevis
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Lesi saraf perifer
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Adanya nyeri pada sisi lateral pergelangan tangan saat fleksiadduksi ibu
jari tangan atau ulnar deviasi.
Inspeksi:
- Fleksi ekstensi tangan dan jari tangan nyeri sast fleksi Tes gerak aktif
- Tes gerak isometric melawan tahanan ibu jari tangan kea rah abduksi
nyeri
- Gerak ibu jari lain negatif Tes khusus:
Rencana tindakan
Intervensi
Evaluasi:
- ROM, nyeri
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal
Lampiran US,
Parafin bath, massage.
283 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
splint,
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Wrist Compression
Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Dorsal Wrist Compression
Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Dorsal Wrist Compression Syndrome
284 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislokasi
- osteoporosis
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri dan terbatas dengan hard end feel pada gerak dorsal flexion
pergelangan tangan
- Gerak palmar fleksi, lunar-radial dalam batas normal Tes gerak
isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- JPM test palmar dan dorsal flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm
end feel
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi;
Diagnosis
Rencana tindakan
285 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
Intervensi
- RICE - US:
o Continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2
watt/cm2 untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Stenthening exercise dan latihan fungsi tangan
- Kemungkinan splinting
Evaluasi
- Nyeri,ROM
Dokumentasi
Juknis US
286 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TENOOSSEAL TENDOPATHY DAN TENOSYNOVITIS M.
FLEXOR CARPIRADIALIS
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenoosseal Tendopathy dan
Tenosynovitis M. Flexor Carpiradialis
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi pada Tenoosseal Tendopathy dan Tenosynovitis M.
Flexor Carpiradialis
- Intervensi Fisioterapi pada Tenoosseal Tendopathy dan Tenosynovitis
M. Flexor Carpiradialis
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislokasi
- osteoporosis
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
287 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Anamnesis
- Gerak isometrik palmar fleksi wrist tambah nyeri. - Gerak lain negatif
Tes khusus:
Pemeriksaan lain
- ---
Diagnosis
Rencana tindakan
Intervensi
Evaluasi
- ROM, nyeri
288 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskulo skeletal
Lampiran US,
stretching, transverse
friction
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus Tendovaginitis
Stenosans (Trigger Finger)
- Intervensi fisioterapi pada Tendovaginitis Stenosans (Trigger Finger)
Kontra indikasi :
289 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Lesi saraf perifer
- Rheumatoid arthritis
Prosedur Dosis :
- Waktu intervensi US 5-7 menit, kronis 1x1 hari atau 1x2 hari (selama12
sampai 18 hari)
- Dosis streching 8 detik, di ulang 8-10 kali.
- Friction 30 kali
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Rasa nyeri pada jari ketiga atau ke empat saat ditekuk mengunci dan
kembali lurus dan berbunyi, - Nyeri pada setinggi caput metacarpal
Inspeksi:
- Tidak khas
Tes cepat
- tes fleksi jari2 dan ekstensikan (jari ketinggalan) Tes gerak aktif:
- Pada gerak fleksi jari III/IV nyeri pada akhir ROM dan bila di
ekstensikan bunyi klik dan nyeri - Gerak sendi lain normal Tes gerak
pasif:
- --
Diagnosis
290 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
Intervensi
- US :
o
US under water continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk
aktualitas rendah.
o Parafin bath 5 menit
- Streching pada jari ke tiga (keempat) ke arah ekstensi penuh dengan
pergelangan tangan ekstensi
- Transfer Friction jari ke tiga (di selubung tendon)
Evaluasi
Dokumentasi:
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal
Lampiran Asesmen,
US, parafin,
stretching.
291 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA DORSAL INTERCARPAL LIG. OVERSTRETCH
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Intercarpal Lig.
Overstretch
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Dorsal Intercarpal Lig.
Overstretch
- Intervensi fisioterapi pada Dorsal Intercarpal Lig. Overstretch Kontra
indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
292 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Anamnesis
- Palpasi
Diagnosis
Intervensi
Evaluasi
- Nyeri,ROM
293 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dokumentasi
……………..
294 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthrosis Carpalia
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, parupurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthrosis carpalia
- Intervensi fisioterapi pada Arthrosis carpalia Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
295 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Palpasi tangan sering teraba oedeme
- JPM test palmar dan dorsal flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm
end feel
Pemeriksaan lain
Intervensi
- US:
o US under awter continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas
tinggi dan 1.5-2 watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise o Pronasi-supinasi
- Kemungkinan splinting
Evaluasi
Dokumentasi:
296 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS
HIP JOINT
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Osteoarthrosis Hip joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Osteoarthrosis Hip joint
- Intervensi fisioterapi pada Osteoarthrosis Hip joint
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
Dosis :
Prosedur - Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis
intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
297 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada hip joint
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Tes cepat
Tes khusus
- JPM test internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.
Pemeriksaan lain
Diagnosis
Rencana tindakan
- US:
o Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5
watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
- Translasi pada pembatasan internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint,.
- Active mobilization exercise Semua arah gerakan hip
Evaluasi
298 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri, ROM dan fungsi tangan.
Dokumentasi:
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
I. PENGERTIAN
Adalah jenis tindakan operasi yang dilakukan pada subcapital caput femur
karena fraktur atau adanya degenerasi caput femur karena suatu penyakit
keadaan acetabulum relative normal dengan pemasangan bipolar prosthesis
299 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.1 Indikasi
1.1.1 Subcapital fraktur caput femur
1.1.2 Nyeri sendi hip, degenerasi caput femur dan adanya deformitas
1.2 Kontra Indikasi
1.2.1 Hari ke-1 sampai ke-5 tidak boleh dilakukan fleksi hip lebih 45 dan
adduksi
1.2.2 Tidak dianjurkan pasien duduk di kursi yang rendah atau terlalu
lembek
1.2.3 Kaki tidak boleh disilangkan ( adduksi ).
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada kondisi
sesudah operasi AMP baik saat rawat inap ataupun rawat jalan
III. PROSEDUR
3.1 Imobilisasi
Sesudah operasi pasien tidur posisi telentang dengan posisi tungkai yang di
operasi posisi lurus dan rotasi netral
3.2 Fase proteksi maksimal
3.2.1 Sesegera mungkin diberikan deep breathing, coughing dan ankle
pumping exercise untuk mencegah terjadinya komplikasi pulmunal
dan vaskulair
3.2.2 Latihan anggota gerak yang sehat untuk memelihara kekuatan dan
fleksibilitas otot
3.2.3 Latihan pain-free isometric untuk mencegah atropi otot tungkai yang
di operasi
3.2.4 Latihan aktif atau assisted untuk memelihara gerak sendi dan jaringan
lunak
3.2.5 Hari ke 3 sesudah operasi latihan duduk di bed atau kursi dengan
posisi sendi hip tidak boleh fleksi lebih dari 45 dan posisi hip sedikit
abduksi
3.2.6 Latihan jalan di parallel bar, walker atau kruk
286
300 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3.7 Latihan penguatan otot-otot ekstensor dan abduksi hip untuk ambulasi,
latihan open-close chain
3.3.8 Latihan ambulasi di tingkatkan dari walker ke kruk atau tongkat paling
lambat minggu ke 12 sesudah operasi
3.3.9 Latihan peningkatan daya tahan dengan stationary bicycle dengan
posisi tempat duduk ditinggikan untuk mencegah fleksi hip yang
berlebihan
V. LAMPIRAN
Tidak ada
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pada kasus Osteroarthrosis
tibiofemoral joint
- Intervensi fisioterapi pada Osteroarthrosis tibiofemoral joint
301 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak tibio femoral joint
- Fleksi, ekstensi, tibio femoral joint, firm end feel.
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- JPM test fleksi, ekstensi tibio femoral joint, firm end feel.
- Patello femoral test
- Ballotement test
- Fluktuation test
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;
osteophyte.
302 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Diagnosis
Intervensi
- US:
o Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5
watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
- Translasi pada pembatasan fleksi, ekstensi tibio femoral joint -
Active mobilization
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
303 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA CHONDROMALACIA PATELLAE
PELAYANAN Direktur
FISIOTERAPI
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Chondromalacia patellae
- Intervensi fisioterapi pada Chondromalacia patellae Kontra indikasi :
- Osteoporosis
- TB Tulang akut
- Fraktur
- Infeksi sendi akut
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri berjalan
- Deformitas kearah genu valgus Inspeksi:
304 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- tidak tampak kelainan local. Perhatikan Q angle/genu valgus
Tes cepat
- gerakan flexi dan ekstensi terjadi painfull arc
Tes gerak aktif
- flexi dan ekstensi
Tes gerak pasif
- flexi dan ekstensi
Tes gerak isometric
- Gerak isometric ekstensi lutut nyeri
Tes khusus
Intervensi
Evaluasi
305 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri, JPM dan ROM .
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Tranverse friction
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus knee instability
- Intervensi fisioterapi pada knee instability Kontra indikasi :
- Fraktur
306 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
Prosedur Dosis :
- Nyeri pada saat gerakan varus dan valgus, flexi – extensi sendi lutut
dengan end feel soft.
Tes gerak isometric
- Adanya nyeri pada sendi lutut
Tes khusus
- Valgus test: untuk tes lig.collaterale mediale
- Varus test: untuk tes lig.collaterale laterale
- Anterior shearing test untuk tes lig.cruciatum anterior
- Posterior shearing test untuk tes lig.cruciatum posterior
Pemeriksaan lain
- Atroskopi
Diagnosis
- Nyeri sendi lutut pada gerakan akibat lesi lig.collaterale mediale, (atau
lig.collaterale laterale; atau lig.cruciatum anterior atau lig.cruciatum
posterior)
Rencana tindakan
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
MWD
Strengthening
Stabilisasi aktif
Knee support
308 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus meniscus lesi
- Intervensi fisioterapi pada meniscus lesi
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Gonitis TB
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri dan mengunci pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi -
Keluhan nyeri pada saat aktivitas. Inspeksi:
- Tidak tampak kelainan
Tes cepat
- Hiper mobility pada knee joint.
- Tidak khas,.
Tes khusus
- Atroplasti
Diagnosis
- Nyeri pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi akibat meniscus
lesi. Rencana tindakan
Intervensi:
Lampiran Asesmen
SWD/MWD
Manipulasi meniscus
Strengthening exc
Knee Dakker
310 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 300 dari 2
I. PENGERTIAN
Fisioterapi pada post menisectomy adalah bentuk latihan yang diberikan pada
pasien sesudah operasi meniscus. Menisectomy adalah tindakan operasi yang
dilakukan karena adanya robek atau rupture pada meniscus lateral atau medial
sendi lutut.
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah opersi minesectomy baik saat rawat inap ataupun rawat jalan
III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi
terapis dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan
mengingat pedoman atau panduan ini disusun untuk satu penyakit secara
umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam penatalaksanaan
pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya
harus didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam
medis pasien
IV. PROSEDUR
311 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1 Post-Op ( Hari Operasi)
Pada fase awal ini yang dilakukan adalah :
4.1.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage
untuk mengontrol oedema.
4.1.2 Hindari luka jahitan dari air (basah)
4.1.3 Lakukan latihan-latihan untuk menambah ROM ankle, heel slide.
4.1.4 Latihan penguatan sesuai dengan toleransi pasien yaitu latihan
Quadriceps dan Hamstring, SLR, Knee ekstensi posisi duduk dan
jalan PWB dengan menggunakan kruk sesuai dengan toleransi
pasien.
4.1.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam
setelah berdiri.
300
4.2 Post-Op (Hari ke-1)
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed
chain dengan pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya
ROM. Lanjutkan penggunaan brace post-operasi . Sebaiknya sudah berjalan
tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee ekstensi penuh, fleksi
120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain selama
melakukan latihan. Latihan yang diberikan adalah:
4.2.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage
untuk mengontrol oedema.
4.2.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM 2-3 kali per hari dan
tambahkan dengan latihan sepeda static dengan tinggi kursi
serendah yang dapat ditoleransi pasien dengan beban yang ringan.
4.2.3 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan latihan
keseimbangan dengan berdiri pada tumit dan latihan
keseimbangan dengan setengah berjongkok.
4.2.4 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam
setelah berdiri.
4.3 Post-Op (Hari ke-2 s/d ke-7)
4.3.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.3.2 Hentikan penggunaan kruk setelah 3 hari.
4.3.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.3.4 Lanjutkan latihan penguatan dengan menggunakan prinsip PRE dan
tambahkan dengan latihan SLR, fleksi knee,fleksi hip dan ekstensi
knee serta berdiri dengan menggunakan satu sisi kaki.
4.3.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta tetap gunakan elastic
bendage.
4.3.6 Lakukan pemeriksaan fisik setelah 6 hari setelah operasi untuk
evaluasi dan pelepasan jahitan.
4.4 Post-Op (Minggu ke-1 s/d ke-3)
4.4.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.4.2 Setelah jahitan dilepaskan diperbolehkan terkena air (basah)
4.4.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
4.4.4 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan program latihan
berlari-lari kecil pada permukaan yang rata dan jalan yang berliku,
latihan jongkok dengan satu kaki, latihan berdiri dengan satu kaki
kemudian elevasikan tumit dan latihan naik turun tangga.
4.4.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan
4.5 Post-Op (Minggu ke-3 s/d ke-6)
4.5.1 Lotion dapat diberikan pada luka jahitan dengan menggunakan ibu
jari dengan tekanan sesuai toleransi.
4.5.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.5.3 Lanjutkan latihan penguatan
4.6 Pasien dapat kembali ke aktifitas semula jika :
4.6.1 Pengukuran ROM dan lingkar tungkai pada kedua tungkai sama.
4.6.2 Pengukuran kekuatan otot kedua tungkai menunjukkan
peningkatan lebih dari 85%
V. UNIT TERKAIT
Tidak ada
I. PENGERTIAN
Adalah tindakan operasi yang dilakukan oleh adanya robek pada anterior
cruciatum ligament sendi lutut. Fisioterapi pada ACL adalah program latihan
313 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
yang diberikan untuk pasien sesudah operasi baik saat imobilisasi ataupun
sesudah imobilisasi.
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah opersi ACL baik saat rawat inap ataupun rawat jalan
III. PROSEDUR
3.1 Fase I Minggu ke-1 dan 2
Pada fase awal ini yang menjadi perhatian adalah untuk mengontrol
bengkak dan untuk memelihara ROM ekstensi,mencapai\memelihara ROM
fleksi knee pada sudut 90 dan memfasilitasi control otot Quadriceps untuk
mengurangi terjadinya atropi. Latihan yang diberikan adalah:
3.1.1 Latihan Quadriceps setting dengan pengulangan 10x
3.1.2 Latihan Quadriceps setting dengan straight leg raisig pengulangan
10x
3.1.3 Wall slides, 10x pengulangan (latihan aktif fleksi knee dengan
bantuan gravitasi)
3.1.4 “ Jane Fondas” latihan gerak ekstensi-fleksi, abduksi-adduksi hip;
20x pengulangan pada setiap bidang geraknya.
3.1.5 Latihan pumping ankle, dilakukan sepanjang hari secara
berkesinambungan. Bila diperlukan gantung kaki dalam posisi
prone.
3.1.6 “Gait Checks”, fisioterapis mengobservasi kemampuan pasien
dalam melakukan backwards ambulasi untuk
mendukung tercapainya ROM ekstensi penuh dengan
memakai brace.
3.1.7 Gliding patella, pasien melakukan mobilisasi patella sendiri dengan
dibantu oleh fisioterapis.
3.1.8 Long sitting untuk menciptakan ekstensi knee. Posisi tersebut juga
membantu untuk menstretching harmstrings. Dalam posisi tersebut
pasien diminta meraih ujung ibu jari kaki selama 10-15 menit
302
setiap 2-4 jam, coba unutk tetap mempertahankan knee dalam
posisi lurus.
3.1.9 Setelah melakukan seluruhlatihan tersebut berikan terapi es,
kompressi dan elevasi untuk mengontrol nyeri\oedema.
3.1.10 Jangan meletakkan bantal untuk mengganjal knee
3.1.11 Lakukan latihan tersebut dua kali sehari, setiap dua hari sekali
latihan dihentikan untuk mengurangi iritasi.
3.1.12 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase II adalah : Oedema
berkurang\terkontrol, ROM ekstensi knee mencapai sudut 0, fleksi
mencapai sudut 110 (bila dilakukan repair meniscus ROM fleksi
hanya 90), mampu melakukan SLR hip dalam posisi
abduksiadduksi, fleksi-ekstensi dan dapat berjalan dengan weight
bearing sesuai toleransi dengan menggunakan kruk.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.2 Fase II Minggu ke-3 dan 4
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed
chain dengan pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya
ROM. Lanjutkan penggunaan brace sesudah operasi . Sebaiknya sudah
berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee ekstensi
penuh, fleksi 120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain
selama melakukan latihan. Latihan yang diberikan adalah:
3.2.1 Lanjutkan latihan SLR, 10x pengulangan
3.2.2 Mini-squats (sudut 0-30) dimulai dari 10x pengulangan. Gerakan ini
dilakukan sampai kne berada jauh dari ujung ibu jari kaki (knee
over tip of toes), selama latihan tidak boleh ada rasa nyeri.
3.2.3 Mini-squats dengan satu tungkai (weight shifts)
3.2.4 Steps Up (latihan naik tangga) (concentric), dimulai dari 10x
pengulangan dengan tinggi undakan 3”, peningkatan tinggi
undakan sesuai dengan toleransi.
3.2.5 Latihan eccentrics (latihan turun tangga), 10x pengulangan sesuai
dengan indikasi.
3.2.6 Latihan proprioseptif, latihan open chain. Selanjutnya latihan
meningkat ke single leg stands.
3.2.7 Mulai latihan dengan sepeda, stairmaster, treadmill.
3.2.8 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase III adalah : Berjalan
tanpa kruk dalam pola jalan yang normal, ROM ekstensi knee
mencapai sudut 0, fleksi mencapai sudut 120 Latihan naikturun
tangga mencapai 3x pengulangan selama 3 menit setiap
pengulangan (eccentric), latihan stairmaster mencapai 10 menit,
latihan sepeda 15 menit atau lebih, latihan treadmill 15 menit atau
lebih , tidak ada peningkatan nyeri, oedema atau gejala lain selama
melakukan latihan.
3.3 Fase III Minggu ke-5 dan 8
Observasi umum harus memonitor adanya efusi, perhatian terhadap
adanya tendonitis patellae. Latihan yang diberikan adalah:
3.3.1 Lanjutkan latihan squats dengan matras.
3.3.2 Mulai latihan single dan double leg press.
3.3.3 Mulai program latihan jogging, tidak boleh ada latihan dengan gerak
twisting. Latihan dapat menggunakan back pedals dan side
stapping.
315 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3.4 Lanjutkan penggunaan stairmaster dan sepeda untuk latihan aerobic
3.3.5 Latihan keseimbangan dan proprioseptif.
3.3.6 Lanjutkan latihan turun tangga dengan single step.
3.3.7 Latihan ekstensi lutut open chained
3.4 Fase IV Minggu ke-8 dan 12
Fase ini merupakan saatnya memulai latihan aktivitas fungsional.
Fisioterapis harus memperhatikan kesesuaian ukuran brace saat
beraktivitas.Latihan yang diberikan adalah seluruh latihan pada fase III
ditambah :
3.4.1 Mulai diberikan latihan lateral carioca yang lebih berat, zig-zag, plant
(latihan dengan alas lembut) dan back up.
3.4.2 Tes isokinetik dalam ROM penuh pada minggu ke 12
3.4.3 Latihan di sliding board (area yang miring)
3.4.4 Latihan proprioseptif maksimal seperti pada fase III
3.5 Fase V Minggu ke-12, 16 dan 24 (6 bulan)
Dapat mulai latihan olah raga. Latihan sama dengan fase IV ditambah dengan:
3.5.1 Lanjutkan latihan proprioseptif dengan latihan intensif.
3.5.2 Latihan ditambah dengan latihan fungsional, latihan khusus sesuai olah
raga yang digeluti.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
316 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Panduan Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Ankle Sprain
- Intervensi fisioterapi pada Ankle Sprain
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
Prosedur Dosis :
- Gerak plantar maupun dorsal fleksi nyeri. Gerak inversi nyeri hebat. Tes
gerak aktif
- Gerak pasif inversi nyeri, ROM terbatas denga sringy end feel
- Gerak lain negatif
317 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Tes gerak isometric
- Gerak isometrik eversi nyeri bila tendon M. Peroneus longus dan brevis
cidera
Tes khusus
- Palpasi pada lig. Calcaneofibulare dan talofibulare terasa nyeri,
kemungkinan lig.lain seperti lig.calcaneocuboideum.
- Pada cidera tendon palpasi diatas tendon mm.peroneus longus dan atau
peroneus brevis terasa nyeri
- Joint play movement.pada sendi calcaneofibulare dan talofibulare nyeri
dengan springy end feel. Pemeriksaan lain
-
Diagnosis
- Nyeri lateral kaki disebabkan oleh sprain ankle.
Rencana tindakan:
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
318 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Juknis US
Juknis Bandage
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Flat foot
- Intervensi fisioterapi pada Flat foot
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Poliomielitis
Prosedur Dosis :
- Gerak pronasi kaki ROM lebih besar dari normal, gerak pronasi terbatas
elastic end feel
- Gerak lain normal Tes gerak isometric
Tes khusus
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
321 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Pes equinovarus
- Intervensi fisioterapi pada Pes equinovarus
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Poliomielitis
-
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Telapak kaki melengkung, menapak dengan sisi luar kaki atau dengan
punggung kaki.
Tes cepat
- Gait aná lisis tampak kaki menyudut kemedial atau berdiri denga sisi
luar kaki atau bahkan punggung kaki
Tes gerak aktif
- Gerak dorsal fleksi dan eversi kekuatan menurun Tes gerak pasif
322 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Gerak dorsal fleksi dan eversi dengan firm end feel Tes gerak isometric
Diagnosis:
Rencana tindakan:
Intervensi
- Mobilisasi kaki
- Strengthening exercice pada fleksdorsal fleksi dan eversi
- Ballance exc
- Penggunaan sebatu koreksi
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
323 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Medial arc support
324 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 314 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Angkatangkut pasien adalah cara atau tehnik untuk memindahkan pasien
dari satu tempat ke tempat yang lain baik dengan atau tanpa alat bantu
disertai jarak vertical dan atau horizontal.
1.2 Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam angkatangkut pasien adalah
1.2.1 Berat Pasien, jarak angkut ,dan intensitas.
1.2.2 Kondisi lingkungan rumah sakit yaitu lantai licin,kasar, naik turun
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi semua karyawan yang melakukan angkatangkut pasien
secara aman,efektif dan efisien
325 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pahami benar kondisi pasien. (apakah fraktur leher atau pingang,
stroke, sadar atau tidak dll).
3.1.2 Beri penjelasan ke pasien atau keluarga tentang prosedur, maksud
dan tujuan angkatangkut tersebut
3.1.3 Perhatikan Drain dan line atau linen yang mungkin mengganggu.
314
3.1.4 Semua barang atau benda yang menghalangi pandangan mata atau
mengganggu sebaiknya disingkirkan dulu.
3.1.5 Persiapkan terlebih dahulu alat Bantu angkatangkut pasien atau bila
pasien tidak memungkinkan diangkat sendiri maka orang yang
akan membantu harus sudah siap di tempat pasien tersebut dan
mengetahui perannya. Jangan pasien sudah diangkat baru panggil
bantuan.
3.1.6 Pastikan bahwa tempat tidur pasien sudah terkunci dan lantai tidak
licin.
3.1.7 Posisikan atau atur tinggi rendah tempat tidur sesuai karyawan yang
mau mengangkat ( Posisi setinggi antara tali pusar dan siku
karyawan ) dan buka rel pengaman bed terlebih dahulu
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
3.2.2 Pasien diusahakan menekan pada anggota tubuh yang kuat dan
membebaskan tubuh yang lemah dari pembebanan berlebihan.
3.2.3 Pegangan harus tepat, penganggkat dengan pegangan tangan penuh
3.2.4 Lengan harus sedekat – dekatnya pada badan dan dalam posisi
lurus
3.2.5 Punggung harus diluruskan.
3.2.6 Dagu ditarik segera setelah kepala tegak kembali ( seperti permulaan
gerakan ) dengan posisi kepala dan dagu lurus diikuti seruruh
tulang belakang.
3.2.7 Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk
mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat,
satu kaki ditempatkan kearah jurusan gerakan yang dituju, kaki
kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu
mendorong tubuh pada gerakan pertama
3.2.8 Berat badan dimanfaatkanuntuk menarik dan mendorong serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
3.2.9 Beban diusahkan berada sedekat mungkin terahadap garis vertical
yang melalui pusat gravitasi tubuh.
3.2.10 Angkat angkut pasien dengan kondisi khusus diatur dengan SPO
tersendiri.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Merapikan kembali drain, line dan linen seperti semula.
3.3.2 Kunci roda tempat tidur dan pengaman.
3.3.3 Mengembalikan alat bantu angkat angkut ketempat semula.
3.3.4 Memberikan penjelasan ke keluarga atau pasien kalau proses angkat
angkut sudah selesai
V. LAMPIRAN
Tidak ada
327 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
316
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 317 dari 3
I. PENGERTIAN
Standar Identifikasi pasien fisioterapi adalah suatu standar yang
diberlakukan dalam penerimaan pasien melalui identifikasi pasien yang
mencakup identitas diri / nama dan problem yang nyata dan yang
berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau
kondisi kesehatan lain.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi staf dalam mengidentifikasi pasien.
III. KEBIJAKAN
Semua terapis, Staf Administrasi, Pekarya dan petugas lain yang berhubungan
pelayanan wajib mengetahui indentitas pasien secara lengkap dan dtegaskan
kembali oleh staf dengan memanggil ulang nama tersebut.
IV. PROSEDUR
4.1. Pasien rawat jalan
4.1.1 Pada saat datang di Administrasi / ruang tunggu
4.1.1.1 Staf Administrasi mengucapkan selamat dan meminta
pasien menyebutkan identitas dirinya.
4.1.1.2 Staf Administrasi melakukan registrasi dan atau
melakukan aktual untuk pasien dengan perjanjian.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
317
4.1.1.3 Staf Administrasi mencetak label dan meminta konfirmasi
pasien tentang data yang tercantum pada stiker dan
menempelkan label pasien yang dimaksud di slip
pembayaran
4.1.1.4 Terapis meminta staf administrasi memanggil nama
pasien ke ruangan pemeriksaan
4.1.2 Pada saat datang di ruang pemeriksaan
4.1.2.1 Pasien masuk keruang pemeriksaan dengan menyebutkan
namanya.
4.1.2.2 Terapis melakukan pengecekan dengan memanggil ulang
nama pasien.
4.1.3 Pada saat pasien datang di ruang tindakan
4.1.3.1 Terapis memberikan tindakan dengan menyebut nama
pasien
4.1.3.2 Terapis memberikan tanda pada item tindakan slip pembayaran
dan melakukan paraf.
4.1.4 Pada saat datang di administrasi fisioterapi
4.1.4.1 Pasien menuju kasir dan meginput item sesuai nama
pasien kedalam komputer.
4.1.4.2 Staf Administrasi menyarankan pasien untuk membuat
perjanjian kedatangan berikutnya.
4.2. Pasien rawat Inap
4.2.1 Diruang rawat inap
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
318
4.2.2 Diruang Terapi
V. DOKUMEN TERKAIT
-
VI. LAMPIRAN
-
331 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
I. PENGERTIAN
Pengkajian pasien Fisioterapi adalah adalah kegiatan yang dilakukan fisioterapis
mulai dari anamnesa, observasi dan pemeriksaan fisik sebagai acuan untuk
menentukan masalah, rencana, tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien.
II. TUJUAN
2.1 Untuk memperoleh data yang menyeluruh tentang pasien.
2.2 Untuk menentukan masalah yang ada pada pasien
2.3 Untuk menentukan rencana, tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien
III. PROSEDUR
3.1 Pasien baru datang dengan surat rujukan, baca surat rujukan lalu lakukan
pemeriksaan.
3.2 Pasien baru datang tanpa surat rujukan, dilakukan pemeriksaan.
3.3 Pemeriksaan dilakukan menurut keperluannya dan tidak mengubah posisi
pasien berulang-ulang.
3.4 Lakukan anamnesa terhadap pasien atau keluarga.
3.5 Lakukan observasi berhubungan dengan alat bantu, bentuk, kulit, pola jalan,
fungsional dan mobilitas.
3.6 Lakukan pemeriksaan fisik berhubungan dengan AROM, PROM,
neuropsikologis, tes melawan tahanan, tes khusus.
3.7 Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya bengkak, spasme, dan keadaan
tonus otot.
3.8 Lakukan pengukuran-pengukuran yang diperlukan.
3.9 Tentukan masalah yang ada pada pasien.
3.10 Pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk
3.11 kepada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau professional kesehatan lain
yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
3.12 Tentukan program terapi sesuai dengan masalah yang ada dan kebutuhan
pasien atau mengirim pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak
dapat ditangani dirujuk kepada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau
professional kesehatan lain yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
3.13 Berikan edukasi dan program latihan di rumah kepada pasien dan keluarga.
3.14 Lakukan pencatatan mengenai pengkajian, program dan tujuan terapi pada
formulir catatan pemeriksaan fisioterapi.
320
3.15 Laporan evaluasi pasien fisioterapi kepada dokter pengirim apabila program
terapi telah selesai.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
V. LAMPIRAN
Bagan alur pelayanan pasien fisioterapi
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional
merumuskan Pengkajian fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan
fisioterapi, petugas lain
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit dan wajib diikuti oleh Fisioterapis,
pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.
IV. PROSEDUR
Komponen :
4.4 Identifikasi Umum.
Kriteria :
4.4.1. Data lengkap
4.4.2. Sistematis
322
4.4.3. Menggunakan form dan prosedur yang baku, actual dan valid.
4.4.4. Asesmen dan konsultasi Data
awal mencakup elemen;
4.4.4.1. Riwayat penyakit dan harapan pasien / klien
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
4.4.4.2. Riwayat problem sekarang, keluhan,
tanggal mulai dirasakan dan upaya
pencegahannya.
4.4.4.3. Diagnosa medis dan dan riwayat medis yang berkaitan
4.4.4.4.
4.4.4.5. Karekteristik demografi, psikologik, sosial, dan faktor
lingkungan yang terkait.
4.4.4.6. Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan
episode asuhan fisioterapi
4.4.4.7. Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis
4.4.4.8. Pernyataan pasien / klien tentang problemnya sesuai dengan
kadar pengetahuannya.
4.4.4.9. Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi ( outcomes)
dari pasien / klien dan keluarga dan pihak lain yang
terpengaruh.
4.4.5. Telaah sistemik
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal, mencakup
sistem-sistem :
4.4.5.1. Kardiovasculer/ pulmuner
4.4.5.2. Integumenter
4.4.5.3. Musculoskleletal
4.4.5.4. Neuromusculer
4.4.6. Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan
pembelajaran.
4.4.7. Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status
pasien / klien.
4.4.7.1. Arousal, atensi dan kognisi
4.4.7.1.1 Tingkat kesadaran
4.4.7.1.2 Kemampuan menjawab perintah
4.4.7.1.3 Kemampuan tampilan secara umum
4.4.7.2. Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris
4.4.7.2.1. Keterampilan motorik kasar dan halus
4.4.7.2.2. Pola gerak reflek
4.4.7.2.3. Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi
335 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.4.7.3. Range Of Motion
4.4.7.3.1. Luas gerak sendi
4.4.7.3.2. Nyeri jaringan lunak sekitar
4.4.7.3.3. Panjang dan fleksibilitas otot
4.4.7.4. Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya
tahan )
4.4.7.4.1. Force, velocity, torque, work, power
4.4.7.4.2. Gradasi manual muscle test.
4.4.7.4.3. Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform
dan frekwensi
4.4.7.5. Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi
4.4.7.5.1. Frekwensi denyut jantung, frekwensi
pernafasan, tekanan darah
4.4.7.5.2. Gas darah arteri
4.4.7.5.3. Palpasi denyut perifer
4.4.7.6. Sikap
4.4.7.6.1. Sikap statik
4.4.7.6.2. Sikap dinamik
4.4.7.7. Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan
4.4.7.7.1. Karateristik langkah
4.4.7.7.2. Fungsional lokomasi
4.4.7.7.3. Karateristik keseimbangan
4.4.7.8. Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal
4.4.7.8.1. Aktifitas hidup harian
4.4.7.8.2. Kapasitas fungsional
4.4.7.8.3. Transfer
4.4.7.9. Integrasi / reintegrasi masyarakat dan kerja ( pekerjaan /
sekolah / bermain )
4.4.7.9.1. Aktifitas instrumentasi kehidupan harian
324
4.4.7.9.2. Kapasitas fungsional
4.4.7.9.3. Kemampuan adaptasi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
4.4.8. Pemeriksaan penunjang seperti radiology, laboratorium dan lain
sebagainya
4.4.9. Analisa data dan interpretasi data.
Analisa dan interpretasi data adalah suatu kegiatan untuk
menyimpulkan informasi yang diperoleh dengan membandingkan
kapasitas fisik dan kemampuan fungsionalnya dengan aktifitas
sehari-hari.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan diagnosa dan prognosa fisioterapi pada pasien / klien yang
ditanganinya.
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit dan wajib diikuti oleh Fisioterapis,
pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.
IV. PROSEDUR
4.1 Diagnosa fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan dan evaluasi dengan
pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak,
mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan tertentu, limitasi
fungsi, ketidakmampuan dan sindroma. Diagnosa akan berfungsi dalam
menggambarkan keadaan pasien / klien, menuntun penetuan prognosis
dan menuntun penyusunan rencana intervensi.
326
4.1.1 Merumuskan dan atau kelemahan jaringan.
4.1.2 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
4.1.3 Merumuskan ketidakmampuan gerak dalam aktifitas hidup harian
4.1.4 Merumuskan sindrom dari analisa dan sintesa simtom yang ada.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
4.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi
perkembangan varian kondisi sehat sakit pasien / klien yang mungkin
dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
6.1 Diagnosa Musculosceletal
6.2 Diagnosa Neuromusculer
6.3 Diagnosa Kardiovasculer / Pulmoner
6.4 Diagnosa Integumenter
339 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5
I. Diagnosa Musculosceletal
Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system musculoskeletal
/ demineralisasi
Gangguan Sikap
Gangguan Kinerja otot
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan connective tissue
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan Inflamasi lokal
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan kerusakan spinal
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan fraktur
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan arthroplasty sendi
340 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan bedah tulang / jaringan lunak.
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan amputasi
341 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan Ventilatory pump dysfunction or failure
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan respirasi failure.
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan respirasi failure pada neonatus.
Gangguan sirkulasi darah, anthropometric dimentions yang berkaitan dengan
Lymphatetic Syndrom disorder.
342 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
343 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 331 dari 3
I. PENGERTIAN
Perencanaan fisioterapi ialah rumusan antisipasi kondisi pasien jangka pendek,
menengah dan panjang yang bisa dicapai melalui serangkaian tindakan
fisioterapi, serta rumusan rangkaian tindakan fisioterapi yang diperlukan untuk
pencapaian tersebut.
Perencanaan mencakup antisipasi tujuan, harapan dan rencana tindakan,
berkaitan dengan impairmen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai yang
didapat pada pemeriksaan, harapan keberhasilan dinyatakan dengan terminologi
fungsional.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk dan wajib
diikuti oleh Fisioterapis, pasien / klien, petugas pelayanan fisioterapi dan
petugas lain.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
331
IV. PROSEDUR
Perencanaan disusun berdasarkan kebutuhan pasien untuk mengatasi diagnosa
fisioterapi dengan;
4.1 Ketentuan perencanaan meliputi;
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
.
Judul: Standar Intervensi Fisioterapi Departemen.: Klinik
| P a n dTanggal
u a n P r Keluar
o s e d u:r O p e r a s Tanggal
i o n a l FRevisi:
i s i o t e r a p i I n d o n eDibuat
s i a oleh: KepalaUnit Fisioterapi
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi fisioterapi dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku dilingkungan, dan wajib diikuti oleh Fisioterapis,
pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi, petugas lain.
IV. PROSEDUR
Intervensi setiap kunjungan / pertemuan, dengan mencermati respon dan
perkembangan kondisi pasien / klien perlu implementasi dan modifikasi dari
perencanaan. Intervensi oleh Fisioterapis dan atau dilaksanakan oleh asisten
harus dibawah direksi/pengarahan dan supervise otentikasi (pengesahan)
dokumen oleh fisioterpi berijin, memuat unsure-unsur:
Kriteria :
4.1 Sesuai rencana fisioterapi termasuk penetapan dosis dan waktu.
334
4.2 Mengamati kapasitas fisik dan kemampuan fungsional dengan pendekatan
holistik.
4.3 Menjelaskan setiap tindakan / intervensi fisioterapi kepada pasien /
keluarga.
4.4 Menggunakan sumber daya ( peralatan, fasilitas dan mempertimbangkan
sosio ekonomi pasien )
347 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.5 Bersikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan pasien / keluarga.
4.6 Menerapkan prinsip aseptik / antiseptik.
4.7 Menerapkan etika fisioterapi.
4.8 Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan
keselamatan pasien.
4.9 Segera merujuk masalah yang mengancam keselamatan pasien.
4.10 Mencatat semua intervensi yang telah dilaksanakan.
4.11 Melaksanakan intervensi fisioterapi berdasarkan prosedur yang telah
ditentukan dan memperhatikan respon pasien.
4.12 Memperhatikan kerapian pasien dan sarana fisioterapi.
4.13 Mengatasi gangguan kapasitas fisik kemampuan fungsional
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional
merumuskan dokumentasi fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan
fisioterapi, petugas lain
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta dan
wajib diikuti oleh Fisioterapis, pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan
petugas lain.
IV. PROSEDUR
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
4.1 Nama pasien dan data identifikasi lain.
4.2 Asal rujukan.
4.3 Tanggal pertama asesmen, hasil asesmen dan data dasar
4.4 Program dengan estimasi lamanya pelayanan atau tujuan jangka pendek,
4.5 menengah dan jangka panjang sesuai standar IV.
336
4.6 Metode dan hasilnya serta modifikasinya meliputi:
4.6.1 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris
4.6.2 Range of motion
4.6.3 Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan )
4.6.4 Ventilasi, respirasi ( pertukaran gas ) dan sirkulasi
4.6.5 Sikap statis dan dinamis
349 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.6.6 Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan 4.6.7
Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal
4.7 Kriteria :
4.7.1 Pencatatan selama pasien rawat inap maupun rawat jalan 4.7.2
Menggunakan Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta.
4.7.3 Pencatatan dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan.
4.7.4 Penulisan catatan jelas, ringkas dan menggunakan istilah dan
sisitimatika yang baku.
4.7.5 Mengoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoret satu garis
lurus sepanjang tulisan yang dikoreksi diparaf dan ditanggali
4.7.6 Setiap pencatatan harus mencantumkan inisial / nama fisioterapis
yang melaksanakan intervensi fisioterapi.
4.7.7 Persetujuan ( informed consent ) : kepada pasien/klien harus
ditanyakan pemahaman dan kesadarannya sebelum intervensi
dimulai
4.7.8 Disimpan sesuai peraturan yang berlaku.
4.7.9 Digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DR . PENGIRIM
FISIOTERAPIS
ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 339 dari 3
I. PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Inap bagian Fisioterapi adalah alur pasien rawat inap yang
memerlukan pelayanan bagian Fisioterapi
II. TUJUAN
2.1 Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat Inap yang membutuhkan pelayanan
bagian Fisioterapi.
2.2 Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat inap bagian Fisioterapi.
III. PROSEDUR
3.1 Dokter spesialis pengirim membuat surut rujukan ke Fisioterapi
3.2 Perawat ruangan menginformasikan adanya pasien baru kepada
Fisioterapi.
3.3 Fisioterapis menjawab konsul dan membuat program Fisioterapi dicatat dalam rekam
medis
3.4 Terapis menentukan prioritas permasalahan, menentukan tujuan terapi dan melakukan
tindakan,mengevaluasi dan mendokumentasikan proses fisioterapi dan perkembangan
pasien.
3.5 Fisioterapis memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melaksanakan
program di ruang rawat inap.
3.6 Kasir memasukan data pembayaran ke komputer.
352 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
339
IV. UNIT TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
5.1 Bagan alur pasien rawat Inap
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 341 dari 3
DOKTER PENGIRIM
Fisioterapis
Program E
V
R
A
U
L
J
U
U
A
K
S
I
TERAPIS
Pelaksanaan
S
P
ADMINISTRASI
Input Pembayaran
354 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
341
Ada Form
Tidak
Rujukan ?
Ya
Terapis Sesuai
Tidak Kewenangan ?
Konsultasi
Ya
Terapis
Penatalaksanaan
Terapis
Evaluasi & Kontrol Ke Dokter
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5
356 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PASIEN
RAWAT JALAN
Ada Form
Rujukan ?
Tidak
Ya
DR. REHABILITASI
Program
TERAPIS
Assesment
Sesuai
Ya Tidak
Kewenangan ?
TERAPIS
TERAPIS
Penatalaksanaan
Konsul Ke Dokter
TERAPIS
Evaluasi &
Kontrol Ke Dokter
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
I. PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Jalan bagian Fisioterapi adalah alur masuk dan keluar pasien yang
memerlukan pelayanan bagian Fisioterapi.
II. TUJUAN
2.1 Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat jalan yang membutuhkan pelayanan
bagian Fisioterapi.
2.2 Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat jalan bagian Fisioterapi.
III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi terapis dalam
menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan mengingat pedoman atau
panduan ini disusun untuk satu penyakit secara umum maka pedoman atau panduan
ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam
penatalaksanaan pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya harus
didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam medis pasien
IV. PROSEDUR
4.1 Pasien datang ke ruang terapi sesuai perjanjian atau urutan.
4.2 Rawat jalan RSPIK
4.2.1 Dengan surat rujukan
4.2.1.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD
mendaftarkan pasien rujukan ke Fisioterapi
4.2.1.2 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien,
membuat create visite kemudian mengatur urutan pasien masuk ke
ruangan konsultasi.
344
4.2.1.3 Fisioterapi melakukan evaluasi dan membuat program dan mengisi
formulir tindakan terapi.
4.2.1.4 Pasien membawa formulir terapi dari Fisioterapi diterima petugas
administrasi Fisioterapi dan dilakukan registrasi dan pengaturan
jadwal.
4.2.1.5 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan
serta menentukan tujuan terapi
4.2.1.6 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program, edukasi kepada
pasien dan keluarga untuk melaksanakan program di rumah,
mendokumentasikan dan melakukan evaluasi serta membuat
rujukan ke dokter pengirim
4.2.1.7 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
358 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.1.8 Pasien membayar dikasir, dan Petugas administrasi menerangkan
kepada pasien untuk datang lagi sesuai perjanjian.
4.2.2 Tanpa surat rujukan
4.2.2.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD
menyerahkan formulir tindakan terapi serta mengarahkan pasien ke
bagian rehabilitasi
4.2.2.2 Petugas administrasi rehabilitasi menerima pasien, meng create visite
kemudian mengatur urutan pasien masuk ke ruangan terapi.
4.2.2.3 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan
serta menentukan tujuan terapi
4.2.2.4 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program, edukasi kepada
pasien dan keluarga untuk melaksanakan program di rumah,
mendokumentasikan dan melakukan evaluasi serta membuat
laporan ke Dokter pengirim.
4.2.2.5 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.2.6 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi menerangkan
kepada pasien untuk datang lagi sesuai perjanjian..
4.2.3 Rawat jalan dari luar RSPIK
4.2.3.1 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien yang membawa
surat rujuk atau formulir tindakan terapi, membuat case kemudian
mengatur urutan pasien masuk ke ruangan terapi
4.2.3.2 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan
serta menentukan tujuan terapi
4.2.3.3 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan keluarga untuk
melaksanakan program di rumah, mendokumentasikan
dan melakukan evaluasi serta membuat laporan pasien
ke dokter pengirim.
4.2.3.4 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.3.5 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi menerangkan
kepada pasien untuk datang lagi sesuai perjanjian.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
keadaan aktualitas rendah dan bertujuan untuk pemeliharaan serta
pelayanan pada pasien/ klien dengan gangguan komunikasi ringan.
4.2.4.7 Okupasi Terapis dapat menerima pasien/ klien tanpa rujukan dokter
pada pelayanan yang bersifat promotif, preventif, deteksi dini,
penyembuhan dan pemulihan dalam intervensi oupasi terapis pada
gangguan area kinerja okupasional dan gangguan komponen kinerja
operasional.
4.2.4.8 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan keluarga untuk
melaksanakan program di rumah, mendokumentasikan
dan melakukan evaluasi.
4.2.4.9 Pasien yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk ke tenaga
kesehatan lain yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
4.2.4.10 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.4.11 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi menerangkan
kepada pasien untuk datang lagi sesuai perjanjian.
346
V. UNIT TERKAIT
Tidak ada
VI. LAMPIRAN
Bagan alur pasien rawat jalan
360 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 348 dari 362
I. PENGERTIAN
Prosedur mulai kerja adalah suatu kegiatan persiapan staff administrasi dalam ruang kerja yang
disesuaikan dengan perencanaan dan kapasitas pekerjaan yang meliputi proses pemeriksanaan
dan persiapan alat kerja, persiapan kertas cetakan, kebersihan dan kerapihan ruang kerja,
pemisahanan dan pemeriksaan file keuangan pasien.
II. TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf Administrasi Fisioterapi dalam
mempersiapkan ruang kerja sehingga dapat memberikan pelayanan yang cepat, ramah, dan
akurat kepada pasien dan keluarganya.
III. PROSEDUR
3.1 Staf Administrasi mengambil kunci ruang kerja dan uang modal kerja, slip setoran bank
diruang pusat Administrasi lantai 1.
3.2 Baca informasi terbaru.
3.3 Minta Uang Modal kerja ke Kasir Umum, jumlah uang modal sesuai yang ditentukan.
3.4 Buka ruang kerja, pastikan bahwa ruang kerja terkunci sebelum dibuka.
3.5 Rapihkan tata ruang kerja, periksa kebersihan ruangan kerja.
3.6 Minta pihak “Cleaning Service” untuk membantu membersihkan ruang kerja.
3.7 Hidupkan komputer, “printer”, periksa keadaannya, pastikan bahwa kertas untuk
mencetak cukup, penuhi bila tidak.
3.8 Apakah semua kelengkapan kerja, alat cetakan, alat tulis, kertas, “brochure” sudah
terpenuhi ?
3.9 Jika TIDAK Catat semua kekurangan agar dapat dilengkapi.
3.10 Jika YA : lanjutkan
3.11 Periksa Transaksi di mesin kartu kredit, lakukan “Settlement” bila masih ada
transaksi
3.12 yang tertinggal lakukan “Settlement” dan berikan kepada Kasir Umum.
3.13 Konfirmasi dengan ruang perawatan untuk mengetahui jumlah pasien yang rencana
pulang pada hari tersebut dan juga biaya-biaya pasien yang belum dilakukan pencatatan.
3.14 Selesai
362 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
348
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 350 dari 362
I. PENGERTIAN
Prosedur Akhir Kerja adalah suatu kegiatan persiapan staf administrasi untuk penutupan ruang
kerja yang meliputi proses pelaporan hasil kerja, penyetoran pendapatan, penyetoran file
keuangan, pemeriksaan alat kerja, persiapan kertas cetakan, kebersihan dan kerapihan ruang
kerja.
II. TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf administrasi Fisioterapi dalam
mengakhiri masa kerja sehingga dapat memberikan ketepatan pelaporan dan penyetoran file
keuangan pasien pulang dan pendapatan.
III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi Fisioterapis
dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan mengingat pedoman
atau panduan ini disusun untuk satu penyakit secara umum maka pedoman atau
panduan ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan pertimbangan klinis dari
Fisioterapis terapis dalam penatalaksanaan pasien.
3.2 Setiap program Fisioterapi, pelaksanaan program Fisioterapi dan perkembangannya
harus didokumentasikan secara lengkap oleh Fisioterapis dalam berkas rekam medis
pasien
V. UNIT TERKAIT
Tidak ada
II. TUJUAN
Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman umum dalam pelaksanaan orientasi bagi karyawan
baru di Bagian Rehabilitasi.
III. PROSEDUR
3.1 Pelaksana
3.1.1 Orientasi bagi karyawan baru akan dilaksanakan dalam 2 ( dua ) tahapan, sebagai
berikut :
3.1.1.1 Orientasi Umum dilaksanakan oleh Departemen Sumber Daya Manusia.
3.1.1.2 Orientasi Khusus dilaksanakan oleh Departemen bersama Bagian
Rehabilitasi.
3.1.2 Orientasi Khusus wajib dilikuti oleh karyawan baru sebagaimana diatur dalam
peraturan ini
3.1.3 Materi yang diberikan selama masa Orientasi Khusus akan meliputi:
3.1.3.1 Struktur Organisasi Departemen, Bagian dan Uraian Tugas.
3.1.3.2 Peraturan - Ketentuan Departemen Klinik.
3.1.3.3 Standar Prosedur Operasional.
3.1.3.4 Instruksi Kerja bagian Rehabilitasi.
3.1.3.5 Pengenalan lingkungan kerja.
3.1.3.6 Pengenalan peralatan kerja.
3.1.3.7 Latihan penggunaan peralatan kerja.
3.1.4 Metoda pelaksanaan Orientasi Khusus adalah dengan metoda
belajar aktif
3.1.5 dengan bimbingan petugas yang ditunjuk.
3.1.6 Evaluasi atas pemahaman sehubungan dengan materi yang dipelajari akan
dilakukan oleh Kepala Bagian Rehabilitasi dibantu oleh Kepala Seksi Terapi
Fisik.
3.1.7 Laporan Tertulis mengenai pelaksanaan orientasi Khusus serta evaluasi
Individual saat dilaksanakannya penilaian atas
352
pelaksanaan masa percobaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan dibuat
oleh Kepala Bagian Rehabilitasi.
3.2 Ruang Lingkup
Peraturan ini berlaku bagi seluruh karyawan baru yang akan bertugas di bagian
Rehabilitasi.
V. LAMPIRAN
5.1 Jadwal Orientasi Karyawan Baru.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
IV.2.
1. Pengertian :
b Dokumen SPO c
Buku / komputer
d Alat tulis
4. Prosedur :
368 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5. Lampiran
6. Referensi :
369 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.3.
1. Pengertian :
4. Prosedur :
370 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
c Mengintrepretasi temuan. d Merekomedasi perbaikan
prosedur, metode, dan teknik pelayanan.
e Menindak lanjuti perbaikan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.
baru f Mendokumentasi prosedur, metode, dan teknik pelayanan baru.
5. Lampiran
6. Referensi :
371 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
SURVEI DAN ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN/PASIEN/KLIEN.
1. Pengertian :
6. Referensi :
372 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.5.
1. Pengertian :
6. Referensi :
WCPT, APTA.
373 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.6.
1. Pengertian :
6. Referensi :
WCPT, APTA.
374 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.7.
1. Pengertian :
6. Referensi :
WCPT, APTA.
375 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
376 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a