Anda di halaman 1dari 376

BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan fisioterapi ditata sesuai kebutuhan pasien/klien masyarakat, berdasar pada


ilmu pengetahuan dan teknologi maju, dituntun oleh moral etis, memperhatikan aspek
biopsiko social-kultural-spiritual, mengacu pada perundangan peraturan.
Berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang menjujung tinggi harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk individu dan sebagai titik sentral pembangunan menuju masyarakat
adil makmur, profesi fisioterapi memandang kapasitas gerak dan fungsi tubuh adalah
hak asasi manusia sebagai esensi dasar untuk hidup sehat dan sejahtera.
Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera secara mental dan fisik, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan berhak untuk perawatan
kesehatan. Negara bertanggung jawab untuk penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak. (Amandemen UUD’45).
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pembangunan kesehatan diarahkan dalam rangka tercapainya kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diperlukan
pengelola berbagai sumber daya baik pemerintah maupun masyarakat, oleh pemerintah
pusat maupun daerah. (UU.23/2004; UU.32/2004, UU 36/2009, PP.25/2000).
Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayananan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Setiap orang berkewajiban
ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Kewajiban tersebut pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan
perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.
Pemerintah bertangg.jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan akses luas bagi kebutuhan

1|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan. (UU.36/2009, Ps.1, 5, 9, 14, 24).
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan bertugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan
paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Rumah sakit mempunyai fungsi
pendidikan, pelatihan, pengembangan, penapisan ilmu pengetahuan teknologi bidang
kesehatan. (UU. 44/2009, Ps.4,.5, 13).
Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan
tugas dan tanggung jawab secara timbal balik vertikal dan horisontal, maupun struktural
dan fungsional terhadap kasus penyakit. dan atau masalah penyakit atau permasalahan
kesehatan (UU. 44/2009, Ps. 42).
Rujukan dibagi 2 (dua) kelompok : rujukan medik : untuk pengobatan dan pemulihan
berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen dan pengetahuan tentang penyakit; dan
rujukan kesehatan untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan berupa sarana,
teknologi dan operasional (Kepmenkes 374/2009, SKN).
Tenaga kesehatan katagori Keterapian Fisik terdiri dari Fisioterapis, Okupasi Terapis dan
Terapis Wicara. (Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996).
Fisioterapis terdiri dari jabatan fungsional ahli dan terampil (Peraturan Presiden No.
34/2008).
Fisioterapis kompeten berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, pendidik dan peneliti
(KEPMENKES No.376/2007).
Fisioterapis wajib memiliki Surat Ijin Praktik, berwenang melakukan assesmen,
diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi/re-evaluasi. (Kepmenkes 1363/2001).
Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan diatur dalam 7 (tujuh) standar,
terdiri dari : 1. Falsafah dan tujuan, 2. Administrasi dan pengelolaan, 3. Pimpinan dan
pelaksana, 4. Fasilitas dan peralatan, 5. Kebijakan dan prosedur, 6. Pengembangan
tenaga dan pendidikan, dan 7. Evaluasi pelayanan dan pengembangan mutu. (KEPMEN
No.517/2008).
Otonomi profesional fisioterapis diperoleh melalui pendidikan profesi yang menyiapkan
tenaga fisioterapis yang mampu praktik secara otonom. Fisioterapis mampu melakukan
keputusan profesional untuk menetapkan diagnosis yang diperlukan sebagai dasar
intervensi, rehabilitasi dan pemulihan dari pasien/klien dan populasi. Prinsip etika

2|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
diperlukan untuk mengenali otonomi praktik, guna melindungi pasien/klien dan
pelayanannya.
Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan ditata dengan pedoman yang
terdiri dari : Falsafah, kompetensi, peran dan fungsi serta tanggung jawab fisioterapi,
penatalaksanaan pelayanan fisioterapi dan pelaporan, (KEPMENKES No.778/2008).
Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina,
dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. (UU.36/2009, Ps. 14).
Pembentukan instalasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit,
(PERMENKES No 1045/2006, Ps. 20).
Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berwenang
mengatur kegiatan institusi yang dipimpinnya dengan mengacu pada norma, standar,
pedoman dan kriteria pelayanan fisioterapi yang ditetapkan oleh pemerintah dan
rekomendasi organisasi profesi fisioterapi.
Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan menetapkan
kebijakan seperti dan tidak terbatas pada :
1. seorang fisioterapis sebagai pimpinan pelayanan fisioterapi,
2. falsafah dan tujuan fisioterapi.
3. organisasi dan uraian tugas,
4. akses masuk,
5. pemeriksaan penunjang,
6. sistem dokumentasi
7. sistem pelaporan.

3|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
BAB II
PROSEDUR PELAYANAN FISIOTERAPI.

Prosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan (Muhammad Ali,
2000). Prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling berkaitan misalnya : orang,
jaringan gudang yang harus dilayani dengan cara yang tertentu oleh sejumlah pabrik dan
pada gilirannya akan mengirimkan pelanggan menurut proses tertentu (Amin Widjaja
1995).
Prosedur pada dasarnya adalah suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang
berhubungan satu sama lainnya dan prosedur-prosedur yang berkaitan melaksanakan
dan memudahkan kegiatan utama dari suatu organisasi (Kamaruddin,1992). Prosedur
adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan-
urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang
dilaksanakan berulang-ulang (Ismail Masya 1994). Berdasarkan pendapat beberapa ahli
di atas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan prosedur adalah suatu tata cara
kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki
pola kerja yang tetap yang telah ditentukan. Bahwa setiap orang berhak memperoleh
pelayanan. kesehatan. yang. aman, bermutu dan terjangkau.Tenaga kesehatan dalam
melakukan pelayanan harus. memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan .kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
(UU.36/2009, Ps.5, 24).
Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, dalam menyelenggarakan
pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien,
(UU. 44/2009, Ps.5,.13).
Standar pelayanan fisioterapi terdiri dari assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi,
evaluasi/re-evaluasi dan dokumentasi/komunikasi/koordinasi. (Tap. KONAS IX IFI Tahun
2004, Referensi WCPT, 1996)
Pengendalian mutu suatu pekerjaan dirumuskan siklus kegiatan : kerjakan yang kau tulis,
tulis yang kau kerjakan, tinjau dan tingkatkan ; suatu kegiatan jasa dan/atau produk akan
terjamin mutu bila ditulis dulu prosesnya, dijalankan, didokumentasi, dibakukan sebagai

4|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
standar prosedur operasional, dievaluasi dan diperbaiki secara terus-menerus
berkesinambungan. Struktur dokumentasi sistem mutu, terdiri dari : 1. Kebijakan, 2.
Prosedur, 3. Petunjuk Teknis, dan 4. Pelaporan. ( ISO 9000:2000 / International Standard
Organization Nomor 9000 Tahun 2000).
Mengacu kebijakan, prosedur, struktur dokumentasi dan pengendalian mutu pelayanan
fisioterapi ditata dalam urutan tingkat manajemen dan pendokumentasian seperti dan
tidak terbatas :
a. Fasilitas pelayanan kesehatan fisioterapi : ketetapan pimpinan, falsafah-tujuan, dan
organisasi pelayanan fisioterapi.
b. Pelayanan fisioterapi : ketetapan akses masuk, pemeriksaan penunjang, sistem
dokumentasi dan pelaporan.
c. Pelayanan fisioterapi pada Pasien/Klien : assesmen, diagnosis, perencanaan, persetujuan,
intevensi, evaluasi, dokumentasi.
d. Prosedur kasus : dalam kelompok muskulosekeletal, neuromuskuler, kardiopulmoner, dan
integumenter.
e. Metoda terapi : manual treatment, Bobath, MLDV.
f. Aplikasi teknis/teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan,
elektroterapi, traksi, hidroterapi.
Standar prosedur operasional adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan sebagai
suatu petunjuk atau direktif. Mencakup hal-hal operasional yang memiliki suatu prosedur
pasti atau terstandardisasi, tanpa kehilangan keefektifannya.
Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh standar prosedur operasional.
Sebuah standar prosedur operasional adalah seperangkat instruksi tertulis bahwa
seseorang harus mengikuti untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman, tanpa efek
buruk pada kesehatan pribadi atau lingkungan, dan dalam cara yang memaksimalkan
efisiensi operasional dan produksi.
Standar prosedur operasional adalah perangkat/instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan, yang kisi-kisi : yang benar dan terbaik, konsensus bersama pencegah
kesalahan, penjamin keamanan, dan telah teruji.
Contoh format prosedur operasional seperti dan tidak terbatas :
1. Format ISO 9001:2000 ( International Standard Organization Nomor 9001 Tahun
2000),
2. Dirjen BUK/ Yan Medik Kementerian Kesehatan,

5|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3. Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
Standar operasional prosedur yang perlu dirumuskan :
1. Ketetapan falsafah dan tujuan,
2. Ketetapan Fisioterapis sebagai pimpinan,
3. Ketetapan organisasi,
4. Ketetapan sistem pelaporan
5. Ketetapan akses masuk,
6. Ketetapan pemeriksaan penunjang,
7. Ketetapan dokumentasi
8. SPO Proses : assesmen, diagnosis, perencanaan, penyelesaian/penghentian, resum,
dokumentasi.
9. SPO Kasus : Ekstrimitas Atas, Ekstrimitas Bawah, Ekstremitas Atas, Tulang Punggung.
10. SPO Intervensi/Metode terapi : terapi latihan, massage, pengukuran.
11. SPO /Petunjuk teknis modalitas .

BAB III

6|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
PERILAKU INTERAKSI FISIOTERAPI.

Interaksi merupakan bagian integral pelayanan fisioterapi. Interaksi merupakan prasarat


untuk perubahan positif tentang kesadaran tubuh dan perilaku gerak, yang
memungkinkan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Interaksi juga dimaksudkan
untuk meningkatkan saling pengertian antara fisioterapis dengan
pasien/klien/keluarga/pengasuh dan tenaga kesehatan lain. Interaksi melibatkan tim
inter disiplin guna menentukan kebutuhan dan tujuan intervensi fisioterapi,
mengikutsertakan pasien/klien/keluarga/pengasuh dalam proses pencapaian tujuan
intervensi fisioterapi. Interaksi dengan lembaga pemerintahan dilakukan dalam rangka
menginformasikan, mengembangkan dan atau implementasi kebijakan dan strategi
kesehatan yang tepat.
Fisioterapis dalam melakukan pelayanan berpegang pada sumpah profesi, KODEFI,
KODERSI, mengacu pada standar, pendekatan promotif-preventif-kuratif-rehabilitatif,
memandang pasien/klien sebagai manusia seutuhnya.
Fisioteraspis berwenang melakukan assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi dan
evaluasi/re-evaluasi; berkewajiban (Kepmenkes 1363/2001).
Interaksi fisioterapis ditata dalam formasi seperti dan tidak terbatas :
1. Interaksi Fisioterapis dengan psien/klien/pedamping.
2. Interaksi Fisioterapis dengan dokter penanggung jawab pasien/perujuk dan perawat.
3. Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dalam temu interdisipliner.
4. Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dan pendamping/pendukung pasien, dalam
konferensi kasus/pasien.
5. Interaksi Fisioterapis dengan tenaga lain dalam wadah pertemuan ilmiah kasus/klinik.

BAB IV
PANDUAN PENYUSUNAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

7|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
A. Definisi SPO
Standar operasioanal prosedur adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan
sebagai suatu petunjuk atau direktif. SPO mencakup hal-hal operasional yang memiliki
suatu prosedur pasti atau terstandarisasi,tanpa kehilangan keefektifanya. Setiap sistem
manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SPO. ( Wikipedia bahasa
Indonesia,ensiklopedia bebas)
Sebuah SPO adalah seperangkat instruksi tertulis bahwa seseorang harus mengikuti
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman, tanpa efek buruk pada kesehatan pribadi
atau lingkungan,dan dalam cara yang memaksimalkan efisiensi operasional dan
produksi.
Standar Prosedur Operasional merupakan perangkat atau instruksi atau langkahlangkah
yang dibakukan, yang benar dan terbaik,konsensus bersama,pencegah kesalahan,
penjamin keamanan dan telah teruji ( system mutu ISO 9000,1997 )

B. Bagian-bagian SPO
Standar Prosedur Operasional biasanya ada enam bagian ( ISO 9001 : 2000 )
1. Tujuan.
Prosedur ini dibuat untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
yang dibakukan.
2. Lingkup.
Prosedur ini dinyatakan berlaku untuk siapa dan fungsi-fungsi terkait.
3. Acuan
Disini di isi dokumen- dokumen lain yang disebutkan atau yang berkaitan dengan
prosedur ini.
4. Definisi.
Dijelaskan disini semua istilah yang dipakai dalam prosedur ini, yang mungkin
bermakna ganda,juga bila dalam prosedur ini dipakai singkatan-singkatan yang
perlu dijelaskan artinya.

5. Prosedur

8|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
Diuraikan di sini semua kegiatan yang harus dilalui dalam pelaksanaan prosedur,
juga disertai tanggung jawab yang melaksanakan,dan wewenang untuk
memutuskan.
6. Lampiran
Lampiran adalah pelengkap prosedur,berisi antara lain contoh-contoh formulir
yang harus dipakai, contoh bentuk dan warna label juga dapat ditambahkan sebagai
lampiran sebuah daftar riwayat perubahan dokumen.

Jumlah bagian tidak harus enam. Boleh ditambah atau dikurangi.

C. Contoh Format SPO Format diagram blok dan alir

FORMATDIAGRAMALIR
(Komputer: AutoShapesFlow chart)

Input / Out put


Dokumen
Persiapan
Operasidg manual
Mulai / Akhir
Arah
Proses
Penyimpananon line
Keputusan“Ya / Tidak“
Penyimpananoff line

9|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
Cont: Bl &Al
oh Diagraok ir
Po mRaw UniInstal Ad/
Ma Umu
li Ina t/Fisioter
at asi KasmR
sy m p api ir S
A

10 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMAT DIAGRAM BLOK &
ALIR KARS, 2000.
LOG No.
O Doku
RS.. . men
.... RUJUKAN RAWAT Tgl.
JALAN . . . . . . Terbit
Ditetap Kore Disiap No.
kan : ksi : Revisi
kan :

No.
Direktu Ket./ Halam
r... Ka. . . Ket.Tim / an
Diagr . Ka.
am Fisiotera
Alir pi
BLOK BLOK 2 BLO BLOK KETERAN
1 K3 4 GAN

11 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMAT SOP (Dirjen Yan
Medik, 2001).
LOGO STANDAR . .
RS. . . ...
PELAYANA
N
No.
No. Revisi Halama
Dok. : : n:
....... ..... .......
..

12 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Tgl.Terb Ditetapkan,
Tetap it : Direktur
. . . . . . . . . . . . . . . . .. .

1. Tujuan :
2. Ruang
lingkup :
3. Kebijaka
n:
4. Prosedur
:
5. Unit
terkait :

FORMAT PETUNJUK TEKNIS


(Dirjen Yan Medik, 2001).
LOGO OPERASIONAL
RS. . . MESIN . . . . . . . . . . .
No. No. Halama
Dok. : Revi n:
. . . . . . . si : . . . . . .
13 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.... .
...
Petunjuk Tgl.Terb Ditetapkan,
Teknis it : Direktur
. . . . . . . . . . . . . . . . ..
.
1. Tujuan
:
2. Ruang
lingkup :
3. Uraian
umum :
4. Rincian
aktifitas :
5. Dokum
en terkait :
6. Acuan :
7. Lampir
an :

14 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
BAB V
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PELAYANAN FISIOTERAPI DENGAN
MENGACU KEPADA ISO 9001.2000

A. Manajemen Fasilitas Pelayanan Fisioterapi : ketetapan pimpinan, falsafahtujuan, dan


organisasi pelayanan fisioterapi.
Isi SPO tingkat I
Contoh-contoh sebagai berikut :

I.1a.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT …………
NOMOR : …………
TENTANG
KEPALA/PJ. PELAYANAN FISIOTERAPI

MENIMBANG :

a. Dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan paripurna holistik kepada


masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan ilmu
pengetahuan kesehatan, sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit
..................
b. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak
dan fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapeutis dan mekanis),
pelatihan fungsi dan komunikasi. (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1363/Menkes/SK/XII/2001).
c. Perlu ditetapkan seorang Kepala/Penanggung Jawab Pelayanan Fisioterapi
sebagai pengelola.

MENGINGAT :

Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit . . . .. . .. . . . . Nomor . . . . .. .. . tentang Struktur


Organisasi Unit/Pelayanan Fisioterapi.

15 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

1. Nama :

Nomor Kepegawaian :

Sebagai Kepala Unit/Instalasi Fisioterapi

2. Bertugas mengelola pelayanan fisioterapi di Rumah Sakit sesuai dengan Uraian Tugas
Kerja terlampir.

3. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di ..................

Pada tanggal ....................

Direktur Rumah Sakit ......

I.1b.:

16 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
URAIAN TUGAS

KEPALA / PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN FISIOTERAPI

DI RUMAH SAKIT . . . . . . .

1. Fungsi utama :

Mengelola unit /instalasi fisioterapi untuk memberikan pelayanan kesehatan


paripurna holistik kepada masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan,
penelitian serta penapisan ilmu pengetahuan kesehatan, sesuai dengan
perundangan, peraturan, standar, serta Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit
..................

2. Kedudukan dalam organisasi :

2.1 Bertanggung jawab kepada pimpinan/pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan


institusi sarana kesehatan.
2.2 Membawahi seluruh tenaga dalam satuan kerja pelayanan fisioterapi sesuai
ketentuan institusi sarana kesehatan.
3. Uraian tugas :

3.1 Memimpin dalam merumuskan falsafah, tujuan, sasaran pelayanan fisioterapi


sesuai dengan standar profesi dan ketententuan institusi.
3.2 Mengelola pelayanan fisioterapi sesuai dengan peraturan, perundangan, standar
profesi dan ketentuan institusi.
3.3 Memimpin perumusan metoda kerja sesuai dengan peraturan, perundangan,
standar profesi fisioterapi dan ketentuan institusi.
3.4 Memimpin pengembangan pelayanan fisioterapi sesuai kebutuhan masyarakat,
kemajuan ilmu pengetahuan teknologi, dan daya dukung institusi.
3.5 Memimpin pengembangan sumber daya manusia yang dibawahinya.
3.6 Memimpin dalam mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian serta penapisan
ilmu pengetahuan kesehatan
3.7 Menjalin kerjasama vertical dan horizontal dalam institusi.

17 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.8 Menjalin kerjasama profesional dengan organisasi profesi dan legalitas pelayanan
dengan pemerintah.
4. Batas wewenang :

4.1 Membuat dan atau mengesahkan pedoman dan teknis profesional pelayanan
fisioterapi sesuai dengan standar profesi dan kebijakan institusi.
4.2 Membuat/memimpin, merumuskan program kerja jangka pendek dan jangka
panjang pelayanan fisioterapi.
4.3 Membuat laporan kegiatan pelayanan fisioterapi kepada pimpinan/pejabat dalam
institusi.
4.4 Membuat laporan kepersonaliaan kepada pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.5 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang
dibawahinya.
4.6 Membuat laporan sarana dan prasarana dalam satuan kerjanya kepada
pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.7 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana.
5. Kualifikasi :

5.1 Pendidikan: S-1 Fisioterapi/Diploma IV Fisioterapi atau Diploma III Fisioterapi plus
SKM/S1Manajemen.
5.2 Memiliki SIPF (Surat Izin Praktik Fisioterapi)
5.3 Pengalaman : S-1/Diploma IV, 1 tahun sebagai Pelaksana , atau
5.4 Diploma III plus SKM/S1 Manajemen, 2 tahun sebagai Pelaksana.
5.5 Keterampilan : Operasional Komputer Word,Exel, Power Point, dan Bahasa Inggris
Intermediate.
5.6 Pelatihan : Manajemen Mutu.
6. Referensi :

6.1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


6.2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6.3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6.4 Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
6.5 Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungsional
Fisioterapis.

18 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6.6 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.7 Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004
tentang Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.8 Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara
RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.
6.9 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009;
6.11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
6.12 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi.
6.13 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.14 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.15 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

I.1c.

19 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT …………
NOMOR : …………
TENTANG
ORGANISASI UNIT/INSTALASI FISIOTERAPI
DI RUMAH SAKIT . . . . . . .

MENIMBANG :

a. Dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan paripurna holistik


kepada masyarakat, mendukung pendidikan, pelatihan, penelitian
serta penapisan ilmu pengetahuan kesehatan, sesuai dengan Visi, Misi
dan Tujuan Rumah Sakit ..................
b. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,
peralatan ( fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan
komunikasi. (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1363/Menkes/SK/XII/2001).
c. Perlu ditetapkan Organisasi Pelayanan Fisioterapi sebagai unit
kerja/instalasi pelayanan di Rumah Sakit . . . . . .

MENGINGAT :

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungsional
Fisioterapis.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Izin
Praktik Fisioterapi.

20 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004 tentang
Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
8. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara
RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi.
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
15. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN :

21 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Menetapkan : Organisasi Unit/Instalasi Fisioterapi di Rumah Sakit . . . . . . . . . . . . . .

STRUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA/

PELAYANAN FISIOTERAPI

RUMAH SAKIT . . . . . .

Staf Medis Fungsional


Kepala/PJ

Yan. Fisioterapi

Staf Profesional Tata Usaha

Fisioterapi

Kelompok Peminatan Kelompok Peminatan Kelompok Peminatan

Tumbuh Kembang Neuro-Muskuler Muskulo-Skeletal-

Fisioterapis Fisioterapis Fisioterapis


Pelaksana Pelaksana
Pelaksana

I. 2

FILOSOFI FISIOTERAPI

22 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Falsafah Fisioterapi :

1.1 Kepenuhan gerak fungsional tubuh manusia untuk hidup sehat sejahtera adalah
hak azasi.
1.2 Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan
fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis),
pelatihan fungsi, komunikasi.
1.3 Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.4 Ilmu fisioterapi adalah sintesa ilmu biofisika, kesehatan dan ilmu-ilmu lain yang
mempunyai hubungan dengan upaya pencegahan, intervensi dan rehabilitasi
gangguan gerak fungsional serta promosi. Paradigma fisioterapi meliputi : gerak,
individu dan interaksi, sehat-sakit.
1.5 Otonomi fisioterapi : Dalam melakukan pelayanan profesinya, fisioterapis
mempunyai otonomi mandiri serta mempunyai hubungan yang sejajar dengan
profesi kesehatan lain, dengan konsekuensi dan tanggung jawab serta mengatur
dirinya sendiri berdasarkan landasan kode etik profesi fisioterapi, serta
mendapatkan pengesahan dari Ikatan Profesi Fisioterapi dan peraturan
perundangan yang berlaku.
1.6 Pelayanan fisioterapi adalah masukan, proses, keluaran dan dampak pelayanan
fisioterapi.
1.7 Proses fisioterapi ialah kegiatan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
assesmen dan pemeriksaan fisioterapi, penetapan diagnosa fisioterapi, rencana
intervensi terapi, pelaksanaan intervensi terapi, evaluasi hasil intervensi terapi dan
dokumentasi.
1.8 Integrasi pelayanan fisioterapi, sebagai bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan, dalam bentuk pelayanan mandiri atau dalam tim pelayanan kesehatan
lain, diatur dengan prinsip-prinsip etik, standar profesi, tanggung dan tanggung
gugat, dengan pendekatan holistik dan paripurna :

23 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
a. Promosi : Mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu dan
masyarakat umum.
b. Pencegahan: Terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan
individu yang mempunyai resiko gangguan gerak akibat faktor-faktor
kesehatan/ medik/sosial ekonomi dan gaya hidup.
c. Penyembuhan : Terhadap gangguan/penyakit infektif, non infektif dan
degeneratif.
d. Pemulihan : Terhadap sistem integrasi tubuh yang diperlukan untuk pemulihan
gerak, memaksimalkan fungsi, meminimalkan ketidak mampuan dan
meningkatkan kualitas hidup individu dan atau kelompok yang mengalami
gangguan sistem gerak
1.9 Prinsip-prinsip Kode Etik Fisioterapi :
a. Menghargai hak dan martabat individu.
b. Tidak bersikap diskriminatif dan memberikan pelayanan kepada siapapun yang
membutuhkan.
c. Memberikan pelayanan prifesional secara jujur, berkompeten dan bertanggung
jawab.
d. Mengakui batasan dan kewenangnan profesi dan hanya memberikan pelayanan
dalam lingkup fisioterapi.
e. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya, kecuali untuk
kepentingan hukum/pengadilan.
f. Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
g. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan
untuk meningkatkan derajad individu dan masyarakat.
2. Tujuan :

Agar masyarakat terlayani dalam hal problem dan kebutuhan akan kesehatan
gerak fungsional, melalui upaya pencegahan gangguan/penyakit, penyembuhan
dan pemulihan melalui upaya pelayanan fisioterapi :
2.1 Mengembangkan gerak potensial agar gerak aktual mencapai gerak fungsional.
2.2 Mengembangkan gerak potensial untuk meminimalkan kesenjangan gerak aktual
dengan gerak fungsional.

24 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3. Kerangka konsep :

3.1 Gerak manusia sebagai hasil fungsi integrasi koordinasi dari tubuh pada sejumlah
tingkatan, dipengaruhi factor eksternal dan internal. Gerakan fungsional sebagai
esensi untuk sehat dan sejahtera.
3.2 Individu manusia sebagai kesatuan tubuh, pikiran dan semangat, memiliki
kesadaran akan kebutuhan dan tujuan gerak tubuhnya, memiliki kapasitas puntuk
berubah sebagai hasil respon faktor-faktor fisik, psikologis, social dan lingkungan.
3.3 Interaksi manusia sebagai kemampuan dan prasarat untuk perubahan positif
dalam perilaku gerak kearah yang berfungsi dalam kesehatan dan kesejahteraan.
Interaksi berfungsi mencapai saling pengertian diantara fisioterapis, pasien,
keluarga pasien, dan pelayanan lain, dalam menyusun pelayanan fisioterapi yang
terintegrasi.
3.4 Sehat-sakit: setiap individu mempunyai potensi gerak, gerak actual dan gerak
fungsional. Sehat berarti gerak aktual sama dengan gerak fungsional. Sakit berarti
ada kesenjangan antara gerak aktual dengan gerak fungsional. Agar gerak aktual
mencapai gerak fungsional maka fisioterapi berperan mengembangkan potensi
gerak.
3.5 Otonomi professional diperlukan agar fisioterapis bisa berpraktik berinteraksi
dengan pasien, keluarga pasien, pelayanan lain demi tepatdan akuratnya intervensi
fisioterapi. Otonomi profesional diperoleh fisioterapi melalui pendidikan tinggi
ilmu fisioterapi dan dengan mengembangkan etik moral demi melayani pasien.
4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

25 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001

I. 3.

PROSEDUR RUJUKAN FISIOTERAPI

RAWAT INAP

1. Pengertian :

Prosedur rujukan fisioterapi pasien rawat inap ialah tatacara pelayanan


fisioterapi bagi pasien yang dirawat inap, dari sejak dirujuk, dilayani, dievaluasi
dan dirujuk kembali.

2. Tujuan :
Tersedianya pedoman kerja bagi Fisioterapis dan tenaga kesehatan lain, dalam
memberikan pelayanan fisioterapi untuk pasien yang dirawat inap.
3. Kebijakan :
Pedoman ini sebagai acuan kerja dalam melayani pasien yang dirawat inap dalam
lingkup :
3.1 Pasien yang dirawat inap dimungkinkan dilayani secara interdisipliner dengan
Dokter yang merawat berperan sebagai ketua tim.
3.2 Pemberian pelayanan fisioterapi atas dasar permintaan/ persetujuan Dokter ketua
tim.
3.3 Fisioterapis menerima rujukan dan melayani pasien sesuai dengan kaidah dalam
proses fisioterapi yang terbuka, dan melaporkan hasil evaluasi pelayanan sebagai
rujukan balik, kepada Dokter perujuk.
3.4 Fisioterapis berkolaborasi dengan Perawat dan profesi lain
dalam memberikan pelayanan pada pasien.

26 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.5 Fisioterapis membuat catatan dokumentasi pelayanan fisioterapi, menyesuaikan
dengan sistem rekam medis yang berlaku
4. Prosedur :
4.1 Dokter memeriksa pasien, menemukan indikasi fisioterapi dan mengisi formulir
rujukan fisioterapi
4.2 Perawat dengan membawa surat rujukan/ resep dokter mendaftar di
Poliklinik Fisioterapi.
4.3 Fisioterapis menerima dan melayani pasien sesuai dengan profesionalisme
fisioterapi dan kepentingan institusi.
4.4 Fisioterapis mengevaluasi/ reassesmen pasien.
4.5 Fisioterapis merujuk balik ke dokter perujuk awal.
4.6 Dokter atau fisioterapis menetapkan stop/ lanjut pelayanan fisioterapi.
4.7 Fisioterapis membuat dokumentasi dan administrasi biaya bekerjasama dengan
kasir RS.
5. Unit terkait
5.1 Unit-Unit dalam instalasi rawat inap.
5.2 Unit penunjang.
6. Lampiran : Diagram Alir Rujukan Fisioterapi Pasien Rawat Inap.
7. Acuan :
7.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
7.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
7.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
7.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
7.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
7.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
7.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.

27 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001

I. 3a.

DIAGRAM ALUR RUJUKAN FISIOTERAPI

RAWAT INAP.

DR . PENGIRIM

Form rujukan FT Rujukan balik

FISIOTERAPIS

ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN

B. Manajemen Pelayanan Pasien/Klien Fisioterapi: ketetapan akses masuk,


assesmen, diagnosis, perencanaan, persetujuan, pemeriksaan penunjang
intevensi, evaluasi, dokumentasi, dan pelaporan.
Isi SPO tingkat II
Contoh-contoh sebagai berikut :

II. 1.

STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI

28 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pengertian :
Standar pelayanan fisioterapi ialah tata urutan kegiatan fisioterapi yang
diterapkan pada pasien / klien secara profesional, paripurna, efektif, efisien dan
terintegrasi.
2. Prosedur :
Standar Pelayanan Fisioterapi berisikan kegiatan berurutan sebagai berikut :
2.1 Assesmen
2.2 Diagnosa
2.3 Perencanaan
2.4 Intervensi
2.5 Evaluasi
2.6 Dokumentasi.
Masing-masing prosedur diuraikan dalam standar prosedur operasional.
3. Dokumen terkait:
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar 3.3
Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.4 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

29 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

II. 2.

STANDAR ASSESMEN UMUM FISIOTERAPI

1. Pengertian :
Assesmen umum fisioterapi adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup
pemeriksaan pada diri individu atau kelompok, mengidentifikasi problem yang
nyata dan yang berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi,
ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain, dengan cara memperhatikan
riwayat penyakit, telaah umum, uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan
penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi hasil pemeriksaan melalui analisis dan
sintesis dalam sebuah proses pertimbangan klinis.
2. Prosedur :
2.1 Identifikasi umum :

2.1.1 Individu pasien/klien :


2.1.1.1 Mencakup nama lengkap pasien/klien, jenis, tempat tanggal lahir,
agama/kepercayaan, pekerjaan.
2.1.1.2 Data ini dapat diisi oleh petugas penerima/siswa/magang.
2.1.2 Rujukan dari pemrakarsa pelayanan fisioterapi :
2.1.2.1 Akses langsung.
2.1.2.2 Rujukan internal Fisioterapi/pelayanan kesehatan lain,
dicantumkan nama perujuk.
2.2 Assesmen dan konsultasi.
Data awal episode pelayanan fisioterapi mencakup elemen-elemen sebagai
berikut :

30 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.2.1 Riwayat penyakit dan harapan :
2.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan dan
upaya pencegahannya.
2.2.1.2 Diagnosis dan riwayat medik yang berkaitan.
2.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor
lingkungan yang terkait.
2.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan episode
pelayanan fisioterapi.
2.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis.
2.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan kadar
pengetahuannya.
2.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (outcomes) dari
pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
2.3 Telaah sistemik.
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal, mencakup system-
sistem :
2.3.1 Kardiovaskuler/pulmoner
2.3.2 Integumenter
2.3.3 Muskuloskeletal
2.3.4 Neuromuskuler
2.4 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan pembelajaran.
2.5 Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status pasien/klien.
Pengujian dan pengukuran termasuk dan tidak terbatas pada :
2.5.1 Arousal, atensi dan kognisi.
2.5.1.1 Tingkat kesadaran.
2.5.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
2.5.1.3 Kemampuan tampilan secara umum.
2.5.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
2.5.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
2.5.2.2 Pola gerak reflek.
2.5.2.3 Ketangkasan, kelincahan, dan koordinasi.
2.5.3 Range of motion.

31 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.5.3.1 Luas gerak sendi.
2.5.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.
2.5.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
2.5.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan).
2.5.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
2.5.4.2 Gradasi manual muscle test.
2.5.4.3 Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform, dan frekwensi.
2.5.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
2.5.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi pernafasanm tekanan darah.
2.5.5.2 Gas darah arteri.
2.5.5.3 Palpasi denyut perifer.
2.5.6 Sikap.
2.5.6.1 Sikap static.
2.5.6.2 Sikap dinamik.
2.5.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
2.5.7.1 Karakteristik langkah.
2.5.7.2 Fungsional lokomasi.
2.5.7.3 Karakteristik keseimbangan.
2.5.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
2.5.8.1 Aktifitas hidup harian.
2.5.8.2 Kapasitas fungsional.
2.5.8.3 Transfer.
2.5.9 Integrasi/reintegrasi masyarakat dan kerja
(pekerjaan/sekolah/bermain)
2.5.9.1 Aktifitas instrumentasi kehidupan harian.
2.5.9.2 Kapasitas fungsional.
2.5.9.3 Kemampuan adaptasi.
2.5.10 Pemeriksaan dan pengukuran lain-lain terpilih.
2.6 Pemeriksaan penunjang dengan cara Fisioterapis merujuk ke pelayanan lain sesuai
kebutuhan pasien/klien, seperti radiologi, laboratorium dan lain sebagainya.
2.7 Analisa data sebagai proses dinamis keputusan klinis oleh Fisioterapi berdasar
data yang terkumpul pertimbangan klinis menyimpulkan diagnosis dan prognosis.

32 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3. Prosedur terkait :
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar proses fisioterapi
3.4 Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.5 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Referansi :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
II. 3.

STANDAR DIAGNOSIS FISIOTERAPI

1. Pengertian :
1.1 Diagnosis fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom, sindrom,
keterbatasan fungsi, keterbatasan gerak, impermen, atau potensi terjadinya, yang
merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan pada diri pasien/klien.

33 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.2 Prognosis fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi sehat-
sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya dengan
intervensi fisioterapi.
2. Prosedur :
2.1 Diagnosis fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan, pengukuran dan evaluasi
dengan pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak,
mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan tertentu, limitasi fungsi,
hambatan dan sindroma. Diagnosis akan berfungsi dalam menggambarkan
keadaan pasien/klien, menuntun penentuan prognosis dan menuntun penyusunan
rencana intervensi.
2.1.1 Merumuskan adanya sintom dan atau sindrom.
2.1.2 Merumuskan hambatan memelihara diri, aktifitas hidup harian,
kerja/sekolah dan hobi.
2.1.3 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
2.1.4 Merumuskan keterbatasan gerak komponen tubuh.
2.1.5 Merumuskan gangguan dan atau kelemahan jaringan.
2.1.6 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi seluler.
2.1.7 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi biomolekuler.
2.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi perkembangan
varian kondisi sehat sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu
berikutnya dengan intervensi fisioterapi.
3. Terlampir rumusan diagnosis fisioterapi, yang akan diperbaharui sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi fisioterapi.

4. Referensi
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

34 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001

II. 3a.

STANDAR DIAGNOSIS FISIOTERAPI

1. Katagori Diagnosis Musculoskeletal


1.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/
demineralisasi
1.2 Gangguan Sikap
1.3 Gangguan Kinerja otot
1.4 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan connective tissue
1.5 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan inflamasi lokal.
1.6 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan kerusakan spinal.
1.7 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan fraktur.
1.8 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan Arthroplasti sendi.
1.9 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan bedah tulang atau jaringan lunak.
1.10Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion,
balance yang berkaitan dengan amputasi

35 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2. Kategori Diagnosa Neuromuskuler
2.1 Pencegahan dini/pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2.2 Gangguan Perkembangan Neuromotor
2.3 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak.
2.4 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder CNS – pada usia dewasa
2.5 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
progressive disorder CNS
2.6 Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Peripheral Nerve Injury.
2.7 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute
atau Chronic Polyneuropathies.
2.8 Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder Spinal Cord.
2.9 Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near
coma, atau status vegetative.
3. Katagori Diagnosis Kardiovasculer /Pulmoner :

3.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary


3.2 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan decontioning
syndrome
3.3 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Airways clearance dysfunction.
3.4 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan
dengan
Cardiovascular Pump Dysfuntion or failure
3.5 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
3.6 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure.
3.7 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure pada neonatus

36 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.8 Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan
Lymphatetic System disorders
4. Katagori Diagnosis Integumenter :

4.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument


4.2 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Superficial skin
involvement
4.3 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan partial thickness skin
involvement
4.4 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Full Thickness skin
involvement dan scar formation
4.5 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Skin Involvement extended
Into Facia, Muscle, or Bone and scar formation.
5. Referensi :

5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang


Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

37 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
II.3b. KATAGORI DIAGNOSIS DAN KONDISI

Katagori Diagnosis ICD-9-CM


Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )
Musculoskeletal CODES

1. Berpotensi untuk 138


terjadi gangguan Akut Poliomyelitis
262
kinerja system
muskuloskeletal/ Malnutrition
demineralisasi. 263
Other and unspecified protein-calorie malnutrition
268
Vit D deficiency
269
Other nutritional deficiency
275
Disorder mineral metabolism
337
Disorder autonomic nervous system
344
Other Paralytic Syndrome
588
Disorder resulting from impared Renal function
627
Menopausal / post menopausal Disorder
714
Rheumatoid Arthritis and other inflamatory
polyarthripathies

38 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
719 Other and unspecific disorder joint

728 Disorder of muscle, ligament, fascia

729 Other Disorder of soft tissue

731 Osteitis deformans

732 Osteochondropathies

733 Other disorder of bone and cartilage

737 Curvature of spine

756 Other congenital Musculo anomalie

2. Gangguan Sikap
524 Dentofacial anomalies

568 Other disorder of peritoneum

718 Other derangement of joint

719 Other and unspecific disorder of joint

722 Intervertebral disorder

723 Other disorder of cervical region

724 Other and unspecific disorder of the back

725 Polymyalgia rheumatica

728 Disorder of the muscle, ligament and fascia

729 Other disorder of soft tissue

732 Osteochondropathies

733 Other disorder of bone and cartilage

736 Other acquired deformities of the limb

39 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
737 Curvature of the spine

738 Other acquired deformity

756 Other congenital musculoskeletal anomalies

781 Symtoms involving nervous and musculoskeletal.

3. Gangguan Kinerja otot 042


HIV
250
Diabetes Mellitus
359
Musculardystrophies & other myopathies
443
Other Peripheral vascular disease
564
Functional digestive disorder
569
Other disorder of intestine
581
Nephrotic syndrome
582
Chronic glomerulonephritis
583
Nephritis and nephropathy non specific
588
Disorder resulting Impaired Renal function
618
Genital prolapse
623
Noninflamatory disorder of vagina
624
Non Inflamatory disorders of vulva and perineum
625
Pain and other symtoms associated with female
714 genital organ

715 Rheumatoid arthitis nad other inflamatory


polyarthitis
719

Osteoarthitis and allied disorder

40 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
728 Other and unspecific diorder of joint

729 Disorder of the muscle, ligament and fascia

733 Other disorders of soft tissue

739 Other disorder of bone and cartilage

758 Nonallopathic lession, not else where classified

780 Chromosomal anomalies

781 General symtoms

799 Symtoms involving nervous and musculoskeletal


systems

Other ill-defined and unknown causes of morbidity


and mortality

4. Gangguan mobilitas 337


sendi motor function, Disorder of the autonomic nervous system
524
kinerja otot, dan ROM
Dentofacial anomalies, including malocclusion
yang berkaitan
dengan connective 625
tissue Pain and other symptoms associated with female
665 genital

709 Other obstrectical trauma

710 Other diorder of skin snd subcutaneous tissue

714 Diffuse diseases of connective tissue

715 Rheumatoid arthritis and other inflammatory


polyarthropaties
716

Osteoarthrosis and allied disorders


718

Other and unspecified arthropaties


719

Other derangment of joint

41 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
42 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
724 Other and unspecified disorder of joint

726 Other and unspecified disorder of the back

727 Peripheral enthesopathies and allied syndromes

728 Other disorders of synovium, tendon and bursa

729 Disorders of muscle, ligament and fascia

730 Other disorder of soft tissue

733 Osteomyelitis, periostitis, and other infection


involving bone
830
Other disorder of bone and cartilage
831
Dislocation of jaws
832
Dislocation Shoulder
833
Dislocation Elbow
836
Dislocation wrist
837
Dislocation knee
838
Dislocation ankle
839
Dislocation foot
840
Other , multiple, and ill defined dislocation
841
Sprains and strains of shoulder and upper arm
842
Sprains and strains of elbow and forearm
843
Sprains and strains of wrist and hand
844
Sprains and strains of hip and thigh
845
Sprains and strains of knee and leg
846

43 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
847 Sprains and strains of ankle and foot

848 Sprains and strains of sacroiliac region

905 Sprains and strains of other and unspecified parts of


back

Other and ill-defined sprains and strains

Late effects of muscle of musculoskeletal and


connective tissue injuries

44 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5. Gangguan mobilitas 274
sendi, motor function, Gout
350
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan Trigeminal nerve disorders
dengan inflamasi 353
lokal. Nerve root and plexus disorders
354
Mononeuritis Of upper limb and mononeuritis
355
multiplex

524
Mononeuritis of lower limb

682
Dentofacial anomalies including malocclusion

711
Other cellulites and abcess

715
Arthropathy associated with infections

716
Osteoarthritis and allied disorders

717
Other and unspecified arthropathis

718
Internal derangement of knee

719
Other derangement of knee

720
Other and unspecified disorders of joint

722
Ankylosing spondylitis and other other
inflammation

45 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
724 Intervertebral disk disorder

726 Other and unspecified disorder of the back

727 Peripheral enthesopathies and allied syndromes

728 Other disorder of synovium , tendon and brusa

729 Disorder of muscle , ligamen and fasia

732 Other disorder of soft tissue

840 Osteochondropathies

923 Sprain and strain of shoulder and upper arm

924 Contusion of upper limb

927 Contusion of upper limb and of other and


unspecified sites
928
Crushing injury of upper limb

Crushing injury of lower limb

6. Gangguan mobilitas Nerve root and plexus disorder


sendi, motor function, 353
Osteoarthosis and allied disorder.
kinerja otot, dan ROM
715
yang berkaitan
dengan kerusakan Other and Unspecified arthropathies
spinal. 716
Other derangement of joint
718
Other and unspecified disorder of joint
719
Ankylosing spondylitis and other inflammatory
720
spondylopathies

Spondylosis and allied disorders

721
Intervertebral disk disorder

722

46 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
723 Other disorder of cervical region

724 Other and unspecified disorder of the back

727 Other disorder of synovium, tendon and bursa

728 Disorder of muscle, ligament and fascia

733 Other disorders of bone and cartilage

738 Other acquired deformity

756 Other congenital musculoskeletal anomalies

846 Sprains and strains of sacroiliac region

847 Sprain and starins of other and unspecified part of


back
922
Contusion of trunk

47 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7. Gangguan mobilitas Malignant neoplasm articular of bone and
sendi, motor function, 170 articular cartilage
kinerja otot, dan ROM
213 Benign neoplasm of bone and cartilage
yang berkaitan
dengan fraktur.
262 Other severe protein-calorie malnutrition

263 Other and unspecified protein-calorie malnutrition

268 Vitamin D deficiency

269 Other nutritional deficiency

275 Disorder of meniral metabolism

627 Menopausal and postmenopausal disorder

715 Osteoarthrosis and allied disorder

719 Other and unspecified disorder of the joint

728

48 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
729 Disorder of muscle, ligamnet, and facia

730 Other disorder of soft tissue

732 Osteomyelitis, periostitis, other infection involving


bone
733
Osteochondropathies
736
Other disorder of bone and cartilage
802
Other acquired deformities of the limbs
805
Fracture of Face bone
808
Fracture of the Spne without mention of spinal cord
810
injury
811
Fracture of the pelvis
812
Fracture of the clavicle
813
Fracture of the scapula
814
Fractue of the humerus
815
Fracture of radius and ulna
816
Fracture of the carp[al bone(s)
819
Fracture of the metacarpal bone(s)

Fracture of the one or more phalanges of the hand


820
Multiple fracture involving both upper limbs, lower
821 limb, ribs, sternum

822 Fracture of the neck of the femur

823 Fracture of other and unspecified part of femur

824 Fracture of Patella

49 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
825 Fracture of Tibia and fibula

826 Fracture of ankle

827 Fracture of one or more tarsal and metatarsal bones

828 Fracture of one or more phalanges foot

Other, multiple, and ill-defined fracture of lower


limb
829
Multiple fracture involving both limbs, lower &
upper limb, rib, sternum

Fracture of unspecified bones

8. Gangguan mobilitas Malignan neoplasm of bone and articular


sendi, motor function, 170 cartilage
kinerja otot, dan ROM
171 Malignan neoplasm of connective and other soft
yang berkaitan
dengan Arthroplasti tissue
sendi. 213

215 Benign neoplasm of bone and articular cartilage

524 Other benign neoplasm of connective and other soft


tisuue
714
Dentofacial anomalies, including malocclusion
715
Rheumatoid arthritis and other inflamatory
716 polyarthritis

717 Osteoarthrosis and allied disorder

718 Other unspecified arthropathies

719 Internal derangement of knee

729

50 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
730 Other derangment of knee

731 Other and unspecified disorder of joint

Other disorders of soft tissue

733 Osteomyelitis, periostitis, and other infection


involving bone
808
Osteitis deformans and osteopathies associated with
812
other disorder classified elswhere
815
Other disorder of bone and cartilage
820
Fracture of pelvis
824
Fracture of Humerus
835
Fracture of metacarpal bones
836
Fracture of neck Femure
837
Fracture of ankle
958
Fracture of Hip
v43
Dislocation of knee

Dislocation of Ankle

Certain complication of trauma

Organ or tissue replaced by other means

51 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9. Gangguan mobilitas 715 Osteoarthrosis and allied diorder
sendi, motor function,
717 Internal derangment of knee
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan

52 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
dengan bedah tulang 718 Other derangment of joint
atau jaringan lunak.
719 Other and unspecified disorder of joint

721 Spondylosis and allied disorder

722 Intervertebral disk disorder

723 Other disorder of cervical region

724 Other and unspecified disorder of the back

726 Peripheral enthesopathies and allied syndromes

727 Other disorder of synovium, tendon, and bursa

728 Disorder of muscle, ligament and fascia

731 Osteitis deformans and ostepathies associated with


other disorder classified elsewhere
732
Osteochondrapathies
733
Other disorder of bone and cartilage
736
Other aquire deformities of the spine
737
Curvature of the spine
738
Other acquired deformity
756
Other congenital musculoskeletal anomalies
802
Fracture of afce bone
805
Fracture of vertebral collum with mention of spinal
808
cord injury

Fracture of the pelvis


810
Frature og the clavicle
811

53 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
54 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
812 Fracture of the scapula

813 Fracture of humerus

814 Fracture of radius and ulna

815 Fracture of the carpal bone (s)

816 Fracture of the metacarpal bone(s)

820 Fracture of one or more phalanges of hand

821 Fracture of neck femur

822 Fracture of other and unspecified part of femur

823 Fracture of patella

824 Fracture of Tibia and Fibula

825 Fracture of Ankle

826 Fracture of one or more tarsal and metatarsal bones

830 Fracture of one or phalanges of foot

831 Dislocation of jaws

832 Dislocation of shoulder

833 Dislocation of elbow

834 Dislocation of wrist

835 Dislocation of finger

836 Dislocation of hip

837 Dislocation of knee

838 Dislocation of ankle

839 Dislocation of foot

55 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
840 Other, multiple, and ill defined dislocation

841 Sprains and strains of shoulder and upper arm

842 Sprains and strains of elbow and forearm

843 Sprains and strains of wrist and hand

844 Sprains and strains of hip and thigh

845 Sprains and strains of knee and leg

846 Sprains and strains of ankle and foot

847 Sprains and strains of sacroiliac region

848 Sprains and strains of other and unspecified of the


back
959
Other and ill-defined sprains and strains

Injury, other and unspecified

56 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
10. Gangguan mobilitas
sendi, motor function, 250 Diabetes
kinerja otot, ROM,
353 Nerve root and plexus disorder
gait, locomotion,
balance yang
berkaitan dengan 440 Atherosclerosis
amputasi
442 Other aneurysm

443 Other Peripheral vascular disease

459 Other disorder of circulatory disease

736 Other acquired deformity of the limb

747 Other congenital anomalies of circulatory system

755 Other congenital anomalies of the limb

781 Symptoms involving nervous and musculoskeletal

57 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
885 systems

886 Traumatic amputation of thumb (complete)


(partial)
887
Traumatic amputation of other finger(s) (complete)
895
(partial)
896
Traumatic amputation of arm and hand(complete)
897 (partial)

905 Traumatic amputation of toe (s) (complete)


(partial)
906
Traumatic amputation of foot(complete) (partial)
927
Traumatic amputation of leg (s) (complete)
928
(partial)
929
Late effect of musculoskeletal and connective tissue
990 injuries

991 Late effect of skin and subcutaneous tissue

994 Crushing injury of upper limb

997 Crushing injury of lower limb

Crushing injury of upper multiple and unspecified


sites

Effect of radiation, unspecified

Effect of reduced temperature

Effect of other external causes

Complication affecting specified body system, not


elsewhere classified

58 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Katagori Diagnosis
Neuromuskular
Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )

1. Pencegahan dini / Other cerebral degeneration


pengurangan resiko 331
Parkinson disease
terhadap
kehilangan balance 332
and jatuh Other extrapyramidal disease and abnormal
333 movement disorder

Spinocerebral disease

334 Anterior horn cell disease

445 Other disease of spinal cord

336 Multiple sclerosis

340 Hemiplegia and hemiparesis

342 Epilepsy

345 Muscular dystrophies and other myopathies

359 Vertiginous syndromes and other disorder of

386 vestibular system

General Symptoms

780 Symptoms involving nervous and musculoskeletal


system
781
Senility without mention of psychosis
797

59 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2. Gangguan 191
Perkembangan Malignant neoplasme of brain
192
Neuromotor Malignant neoplasm of other and unspecified part
of nervous system

225 Benign neoplasm of brain and other and


unspecified part of nervous system

252 Disorder of oaratyroid gland

253 Disorder of the pituitary gland and its


hipotahalamic control
262
Other severe, protein- calorie malnutrition
299
Psychoses with origin specific to childhood
315
Specific delay in development
333
Other extra pyramidaldisease and abnormal
movement disorder

345 Epilepsy

348 Other condition of the brain

358 Myoneural disorders

359 Muscular dystrophies and other myopathies

389 Hearing loss

714 Rheumatoid arthritis and other inflamatory


polyarthropathies
728

Disorder of muscle, ligament, and fascia


741

Spina bifida
742

Other congenital anomaliess of nervous system

60 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
745 Bulbus cordis anomalies and anomalies of cardiac
septal closure

Other congenital anomalies of heart


746
Other congenital anomalies of circulatory system
747
Congenital anomalies of Respiratory system
748
Certain congenital musculoskeletal deformities
754
Other congenital anomalies of the limb
755
Other congenital musculoskeletal anomalies
756
Chromosomal anomalies
758
Other and unspecified congenital anomalies
759
Fetus or newborn affected by maternal condition
760
which unrelated to present pregnancy
762
Fetus or newborn affected by complication of
763 placenta, cord, membranes

764 Fetus or newborn affected by other complications


or labor and delivery
765
Slow fetal growth and fetal malnutrition

Disorder relatingto shortgestation and unspecified


767
low birth weight
768
Birth trauma

Intrauterine hypoxia and birth asphyxia


770
Other respiratory condition of fetus and newborn
771
Infection specific to the perinatal period
779
Otherand ill-defined conditions originating in the

61 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
780 perinatal period

783 General symptoms

Symptoms concerning nutrition, metabolism, and


development

Other ill-defined and unknown causes of morbidity


799
and mortality

Fracture of vault of skull


800
Fracture of base of skull

Other and unqualified fracture of skull


801
Multiple fracture involving skull or face with other
803 bones

804 Concussion

850 Cerebral laceration and contussion

851 Subarachnoid, subdural, and extra haemoragics


following injury
852
Other and unspecific intracranial haemorage
853
following injury

Intracranial injury of other and unspecific nature


854
Effect of other external forces
994
Certain adverse effect not elsewhere classified
995

62 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3. Gangguan motor 036 Infeksi Meningococcal
function dan
sensory integration

yang berkaitan 052 Chichenpox


dengan Non
progressive 055 Measles
disorder CNS –
congenital atau 056 Rubella
pada bayi dan masa
anak. 072 Mumps

090 Congenital Syphilis

225 Benign neoplasma dan bagian lain sistem saraf

320 Meningitis bacterial

321 Meningitis yang disebabkan oleh organisme lain

322 Meningitis unspecified cause

323 Encephalitis, myelitis dan encephalomyelitis

333 Penyakit extrapyramidal lainnya dan penyakit


gangguan abnormal

Infantil cerebral palsy


343
Epilepsi
345
Kondisi brain lainnya
348
Spina bifida
741
Anomali congenital lainnya dari sistem saraf
742
Anomali musculoskeletal congenital lainnya
756
Anomali kromosom
758
Anomali congenital yang tidak spesifik dan lainnya
759

63 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
765 Gangguan yang berhubungan prematur dan lahir
dengan berat badan lahir rendah

64 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
767 Trauma lahir

768 Hypoxia intrauterin dan asphyxia kelahiran

771 Infeksi spesifik pada periode perinatal

780 Gejala umum

799 Other ill defined dan mobiditas dan mortalitas yang


penyebabnya tidak diketahui

Fraktur pada vault skull


800
Fraktur pada dasar skull
801
Fraktur skull yang tidak dikualifikasikan dan
803
lainnya.
804
Fraktur multipel yang melibatkan skull dan wajah
dengan tulang lainnya

850 Concussion (geger otak)

851 Lacerasi cerebral dan contusion

852 Subarachnoid, subdural, dan extradural hemorhage


following injury

Hemorhage intracranial yang tidak spesifik dan


853
lainnya following injury

Cedera intracranial lainnya dan nature unspesified


854
Toxic effect of lead and its ompound (termasuk
984 fume/uap/asap)

Pengaruh toxic metals lainnya

985 Pengaruh penyebab external lainnya.

994

65 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4. Gangguan motor
function dan 049 Penyakit non arthropod-borne viral lainnnya
sensory integration
225 pada SSP
yang berkaitan
dengan Non Benign neoplasma otak dan dan bagian lain SSP
progressive 320
disorder CNS – pada Mengitis bacterial
usia dewasa 321
Meningitis yang disebabkan organisme lainnya
322
Meningitis dengan penyebab yang tidak spesifik
323
Encephalitis, myelitis dan encephalomyelitis
331
Degenerasi cerebral lainnya Hemiplegia
342
dan hemiparese
345
Epilepsi
348
Kondidi brain lainnya
351
Gangguan saraf Facial
386
Sindrom vertiginous dan gangguan sistem
431
vestibular lainnya.
433
Hemorrhage intracerebral
434
Occlusion dan stenosis arteri precerebral
435
Occlusion arteri cerebral
436
Transient cerebral ischemia
437
Akut, tapi ill defined, penyakit cerebrovascular

Penyakit yang didefenisikan sebagai penyakit


442 cerebrovascular dan lainnya

444 Anerysm lain

66 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
447 Emboli arterial dan dan trombosis

780 Gangguan arteri lainnya dan arteriole

781 Gejala umum

Gejala yang melibatkan sistem saraf dan sistem


muskuloskeletal
799
Other ill defined dan mobiditas dan mortalitas yang
penyebabnya tidak diketahui
800
Fraktur pada vault skull
801
Fraktur pada dasar skull
803
Fraktur skull yang tidak dikualifikasikan dan
804 lainnya.

Fraktur multipel yang melibatkan skull dan wajah


dengan tulang lainnya
850
Concussion (geger otak)
851
Lacerasi cerebral dan contusion
852
Subarachnoid, subdural, dan extradural hemorhage
following injury

853 Hemorhage intracranial yang tidak spesifik dan


lainnya following injury

Cedera intracranial lainnya dan nature unspesified


854
Pengaruh penyebab external lainnya.
994

67 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5. Gangguan motor
function dan 042 Penyakit HIV
sensory integration
191 Malignant neoplasma otak

yang berkaitan 192 Malignant neoplasma lainnya dan bagian unspesifik


dengan progressive sistem saraf
disorder CNS
Neoplasma of uncertain behavior of endocrine
237
glands dan sistem saraf

Sindrom ketergantungan obat.


303
Degenerasi cerebral lainnya
331
Penyakit Parkinson
332
Penyakit extrepiramidal lainnya dan gangguan
333 gerakan abnormal

Penyakit spinocerebral

334 Penyakit anterior horn cell

335 Penyakit lain dari spinal cord

336 Multiple sclerosis

340 Penyakit demyelinating lain dari SSP

341 Epilepsi

345 Kondisi brain lainnya

348 Gejala umum

780 Gejala yang melibatkan sistem saraf dan


musculoskeletal
781

68 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6. Gangguan Peripheral 225 Neoplasma benigna dan bagian lain sistem saraf
nerve integrity dan
350 Gangguan saraf trigeminal
motor function yang

berkaitan dengan 352 Gangguan saraf cranial lainnya


Peripheral Nerve
Injury. 353 Gangguan akar saraf dan plexus

354 Mononeuritis upper limb dan mononeuritis


multipleks
355
Mononeuritis lower limb
357
Inflamasi dan toxic neuropathy
386
Sindrom vertiginous dan gangguan sistem
767
vestibular lainnya

Trauma kelahiran

7. Gangguan motor 030


Leprosy
function dan 138
sensory integration Late effects pada poliomyelitis akut
250
yang berkaitan
Diabetes mellitus
dengan Acute atau 337
Chronic Gangguan pada sistem saraf otonom
Polyneuropathies. 356
Neuropathy peripheral idiopatic dan herediter
357
Inflamasi dan toxic neuropathy
588
Gangguan yang dihasilkan dari gangguan fungsi
ginjal

69 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
8. Gangguan motor 225
function dan Benign neoplasm brain dan bagian lain dari
237
Peripheral nerve
sistem saraf
integration yang
berkaitan dengan Neoplasma of uncertain behavior of endocrine
gland dan sistem saraf.

Non progressive 239 Neoplasma of unspesifik nature


disorder Spinal
Cord. 320 Meningitis bakterial

321 Meningitis yang disebabkan oleh organisme lainnya

336 Penyakit lain spinal cord

344 Gejala paralitik lainnya

721 Spondilosis dan allied disorder

722 Gangguan diskus intervertebral

730 Osteomyelitis, periostitis dan infeksi lainnya yang


melibatkan tulang

Gangguan tulang dan cartilago lainnya.


733
Fraktur kollum vertebra denga cedera spinal cord
806
Other, multiple dan ill defined dislocation
839
Cedera spinal cord tanpa evidence cedera tulang
952
spinal

70 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9. Gangguan 049
kesadaran , ROM, Penyakit non arthropod-borne viral lainnnya
191
Motor Control yang
pada SSP
berkaitan dengan
Coma, Near coma, 225 Malignant neoplasma brain
atau status
vegetative. 322 Benign neoplasma brain dan bagian lain sistem

342 saraf

348 Meningitis dengan penyebab yang tidak spesifik

431 Hemiplegia dan hemiparese

433 Kondisi brain lainnya

435 Hemorrhage intracerebral

436 Occlusion dan stenosis arteri precerebral

437 Occlusion arteri cerebral

442 Transient cerebral ischemia

444 Akut, tapi ill defined, penyakit cerebrovascular

447 Anerysm lain

747 Emboli arterial dan trombosis

765 Gangguan arteri lainnya dan arteriole

Anomali congenital lainnya pada sistem sirkulasi

767 Gangguan yang berhubungan dengan prematur dan


kelahiran dengan berat rendah
799
Trauma lahir

Other ill defined dan mobiditas dan mortalitas yang


850 penyebabnya tidak diketahui

Concussion

71 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
851 Leceration dan contusio cerebral

852 Subarachnoid, subdural, dan extradural


hemorhage following injury

Hemorhage intracranial yang tidak spesifik


853
dan lainnya following injury

Cedera intracranial lainnya dan nature


unspesified
854

Pengaruh penyebab external lainnya


994

Katagori Diagnosis
Cardiovascular
Yang berhubungan dengan Kondisi
/Pulmonary ( ICD )

72 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Berpotensi untuk terjadi 250 Diabetes Melitus
gangguan kinerja system
cardiovascularpulmonary 272 Gangguan metabolisme lipoid

278 Obesitas dan hyperalimentation lain

305 Nondependent abuse of drugs

401 Essential hipertensi

73 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2. Gangguan kapasitas 042 Penyakit HIV
aerobik/ketahanan
yang berkaitan 250 Diabetes melitus
dengan
decontioning 332 Penyakit Parkinson
syndrome
333 Penyakit extrapiramidal lain dan gangguan gerakan
abnormal
334
Penyakit Spinocerebral
335
Penyakit Anterior Horn Cell
340
Multiple Sclerosis
344
Sindrom Paralitik lainnya
357
Inflamatory dan toxic neuropathy
359
Muscular Dystropy dan myopathies lainnya
394
Penyakit pada katup mitral
396
Penyakit pada katup mitral dan aorta
397
Penyakit pada struktur endocardial lainnya
398
Penyakit rematik jantung lainnya
402
Penyakit Hipertensive jantung
413
Angina Pectoris
414
Bentuk lain penyakit ischemic jantung kronik
416
Penyakit pulmonary heart kronik
424
Penyakit lain pada endokardium
425
Cardiomyopathy
428

74 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
429 Kegagalan Jantung

440 Penyakit yang didefenisikan sebagai gambaran dan


komplikasi penyakit jantung
443
Atherosklerosis
482
Penyakit vascular perifer lainnya
491
Bacterial pneumonia lainnya
492
Bronchitis Kronik
493
Emphysema
494
Asthma
496
Bronchiectasis
508
Obstruksi jalan nafas kronik, yang tidak
diklasifikasikan sebagai penyakit obstruksi
513 pulmonary kronik (COPD),

Kondisi respirasi yang disebabkan oleh agen


external yang tidak spesifik
514
Abses Paru dan Mediastinum
516
Congestive Paru dan dan hypostatis
517
Pneumonopathy dan alveolar lain
518
Lung involvement in condition classified elsewhere
519
Penyakit paru lainnya
711
Penyakit lain system respirasi
712
Arthropathy yang berkaitan dengan gangguan lain
yang diklasifikasikan

713

75 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
714 Crystal arthropathies

Artrophathy yang berkaitan dengan other disorder


classified elsewhere
715
Rhematoid arthritis dan inflamasi polyarthropathies
786
lainnya

Osteoarthrosis dan allied disorder

gejala yang melibatkan system pernafasan dan


gejala chest lainnya.

76 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3. Ganguan ventilasi, 136 Penyakit parasitic dan infeksi tidak spesifik dan
respirasi/gas lainnya
exchange, aerobic 277
capacity/endurance
Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya.
yang berkaitan 482
dengan Airways
Pneumonia bacterial lainnya
clearance 491
dysfunction.
Bronchitis kronis
492
Emphysema
493
Asthma
494
Bronchetasis
496
Obstruksi jalan nafas kronis , yang tidak diklasifikan
dalam penyakit COPD
500
Pneumoconiosis pekerja batubara
501
Asbestosis
502
Pneumoconiosis yang disebabkan silica lain atau
503 silicates

504 Pneumoconiosis yang disebabkan debu inorganic


lain
505

77 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
507 Pneumoconiosis yang disebabkan inhalasi debu
lainnya
508
Pneumoconiosis tidak spesifik

Pneumonitis yang disebabkan solids dan liquids


510
Kondisi respirasi yang disebabkan agen external
511
tidak spesifik dan lainnya
513
Emphysema
514
Pleurisy
515
Abses paru dan mediastinum
516
Kongestive paru dan hypostasis
518
Fibrosis paru postinflamatory
759
Pneumonopathy parietoalveolar dan alveolar lain
770
Penyakit paru lainnya
786
Anomali congenital tidak spesifik dan lainnya

Kondisi respirasi lainnya pada fetus dan anak baru


861 lahir

941 Gejala yang melibatkan system respirasi dan gejala


chest lainnya
942
Cedera pada paru dan jantung
947
Burn pada wajah, kepala dan leher
996
Burn pada trunk
997
Burn pada organ internal

Komplikasi peculiar

78 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
pada prosedur khusus

Komplikasi ynag dipengaruhi system tubuh khusus


yang tidak diklasifikasikan ditempat lainnya

79 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4. Gangguan kapasitas 391 Rhematic fever dengan melibatkan jantung
aerobik/ketahanan
394 Penyakit pada katup mitral
yang berkaitan
dengan 395 Penyakit pada katup aortic
Cardiovascular
Pump Dysfuntion or 396 Penyakit pada katup mitral dan aortic
failure
397 Penyakit pada struktur endokardial lainnya

398 Penyakit rheumatic jantung lainnya

402 Penyakit Hypertensive jantung lainnya

403 Penyakit hypertensive ginjal

404 Penyakit hypertensive jantung dan ginjal

410 Infarction myocardial akut

411 Penyakit ischemic jantung sub akut dan akut


lainnya
412
Infarction myocardial old
413
Angina Pectoris
414
Penyakit ischemic jantung kronis lainnya
416
Penyakit Jantung Pulmonary kronik lainnya
417

80 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
422 Penyakit lain sirkulasi pulmonary

423 Myocarditis akut

424 Penyakit lain pericardium

425 Penyakit lain endocardium

426 Cardiomyopathy

427 Gangguan Conduction

428 Cardiac Dysrhytmias

429 Gagal jantung

440 Ill defined description dan komplikasi penyakit


jantung
441
Atherosclerosis
443
Aortic aneurysm dan dissection
444
Penyakit vascular perifer lainnya
745
Trombosis dan emboli arterial
746
Anomali bulbus cordis dan anomaly cardiac septal
747
closure
785
Anomali congenital jantung lainnya

Anomali congenital system sirkulasi lainnya

Gejala yang melibatkan system cardivaskular.

5. Ganguan ventilasi, 045 Poliomyelitis akut


respirasi/gas
exchange, aerobic 192 Malignant neoplasma lainnya dan bagian tidak
capacity/endurance spesifik system saraf

81 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
82 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
yang berkaitan Neoplasma of uncertain behavior pada endocrine
dengan Ventilatory glands dan system saraf
Pump Dysfunction 237
or Failure.
Neoplasma of unspesifik of nature

Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya


239
Penyakit Parkinson
277
Penyakit extrapiramidal lainnya dan gangguan
332
gerakan abnormal
333
Penyakit spinocerebral

Penyakit Anterior Horn Cell


334
Multiple Sclerosis
335
Infantile Cerebral Palsy
340
Gejala paralitic lainnya
343
Kondisi lain dari brain
344
Inflamatory dan toxic neuropathy
348
Muscular dystrophy dan myopathies lainnya
357
Subarachnoid hemorrhage
359
Intracerebral hemorrhage
430
Hemorrhage unspesifik dan lainnnya
431
Oklusi arteri cerebral
432
Emphysema
434
Asthma
492
Pneumonconiosis tidak spesifik
493

83 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
505 Fibrosis pulmonary postinflamatory

515 Penyakit paru lainnya

518 Penyakit lain dari system reapiratory

519 Curvature pada spine

737 Gejala yang melibatkan system respiratory dan


gejala chest lainnya
786
Subarachnoid, subdural, dan extradural
hemorrhage, yang diikuti dengan cedeera
852
Intracranial hemorrhage tidak spesifik dan lainnya
following cedera

853 Cedera intracranial lainnya dan unspesifik nature

Burn pada wajah, kepala dan leher

854 Burn pada trunk

941 Burn pada multiple spesifik site

942 Burn pada organ internal

946 Burn yang diklasifikasikan menurut luasnya


permukaan tubuh yang terkena
947
Burn tidak spesifik
948
Keracunan oleh lainnya dan obat tidak spesifik dan
medicinal substans
949

977

84 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6. Ganguan ventilasi, 136 Penyakit parasitic dan infeksi tidak spesifik dan
respirasi/gas lainnya
exchange, aerobic 277

capacity/indurance 286 Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya


yang berkaitan
dengan Respiratory 348 Kerusakan coagulasi
Failure.
415 Kondisi lain brain

480 Penyakit jantung pulmonary akut

481 Viral pneumonia

Pneumococcal pneumonia (Streptococcus


pneumoniae pneumonia)
482
Bakterial pneumonia lainnya
483
Pneumonia yang disebabkan oleh organisme
484
spesifik lainnya

Pneumonia yang diklasifikasikan sebagai penyakit


485 infeksi di tempat lain

486 Bronchopneumonia, organisme tidak spesifik

491 Pneumonia, organisme tidak spesifik

492 Bronchitis kronik

493 Emphysema

494 Asthma

495 Bronchiectasis

496 Extrinsic allergic alveolitis

Obstruksi jalan nafas kronik, tidak diklasifikan


ditempat lain pada COPD, not otherwise specified
507

85 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
511 Pneumonitis yang disebabkan oleh solids dan
liquids
512

86 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
513 Pleurisy

514 Pneumothorax

516 Abses paru dan mediastinum

517 Kongestive pulmonary dan hypostasis

518 Pneumonopathy parietoalveolar dan alveolar


lainnya
519
Lung involvement in condition classified elsewhere
786
Penyakit paru lainnya

Penyakit system respirasi lainnya


852
Gejala yang melibatkan system pernafasan dan
gejala chest lainnya
853
Subarachnoid, subdural dan extradural
hemorrhage, following injury

854 Hemorrhage intracranial tidak spesifik dan lainnya


following injury
861
Cedera intracranial lainnya dan unspesifik nature
959
Cedera pada paru dan jantung
996
Cedera dan lainnya dan yang tidak spesifik
997
Komplikasi peculiar pada prosedur spesifik yang
pasti

Komplikasi pada system tubuh spesifik, yan gtidak


diklasifikan ditempat lain

7. Ganguan ventilasi, 508 Kondisi respirasi yang disebabkan pada agen

87 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
respirasi/gas external tidak spesifik dan lainnya
exchange, aerobic
capacity/indurance 514 Kongesti pulmonary dan hypostasis
yang berkaitan
dengan Respiratory 516 Pneumonopathy parietoalveolar dan alveolar
Failure pada
lainnya
neonates 518
Penyakit paru lainnya
553
Hernia lainnya pada cavitas abdominal tanpa
menyebutkan obstruksi atau gangrene
748
Anomaly congenital pada system raspirasi
750
Anomaly congenital lainnya pada tractus alimentary
765 upper

Gangguan yang berhubungan dengan short


gestation dan bayi berat lahir rendah tidak spesifik.
767
Trauma lahir
769
Sindrom distress respiratory
770
Kondisi respiratory lainnya pada fetus dan newborn
786
Gejala yang melibatkan system respirasi dan gejala
chest lainnya

88 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
8. Ganguan sirkulasi 038 Septicemia
darah,
040 Penyakit bacterial lainnya
anthropometric
dimensions 125 Infeksi filarial dan dracontiasis
berkaitan dengan
176 Kaposi’s sarcoma
Lymphatetic
System 457 Gangguan nonifeksius pada saluran lymphatic
disorders
646 Komplikasi kehamilan lainnya yang tidak
diklasifikasikan ditempat lain

Cellulites lainnya dan abscess


682
Lymphadenitis
683
Anomaly congenital pada integument
757
Gejala yang melibatkan kulit dan jaaaringan
782
integumentary lainnya

Pengaruh yang merugikan yangtidak


995 diklasifikanditempat lain

Katagori Diagnosis Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )


Integumentary

89 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
90 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
250 Diabetes Mellitus

263 Malnutrisi kalori protein tidak spesifik dan lainnya

277 Gangguan metabolisme tidak spesifik lainnya

278 Hyperalimentation lainnya dan obesitas

320 Meningitis Bacterial

322 Meningitis penyebabnya tidak spesifik

323 Enchepalitis. Myelitis, encephalomyelitis

331 Degenerasi cerebral lainnya

332 Penyakit Parkinson

333 Penyakit extrapiramidal lainnya dan gangguan


gerakan abnormal

Penyakit spinocerebellar
334
Penyakit anterior horn cell
335
Penyakit spinal cord lainnya
336
Gangguan pada system saraf otonom
337
Multiple sclerosis
340
Penyakit demyelinating lainnya pada system saraf
341
pusat
342
Hemiplegia dan hemiparesis
343
Infantile Cerebral Palsy
344
Sindrom paralitik lainnya
353
Gangguan plexus dan akar saraf
357

91 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
92 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
428 Inflammatory dan toxic neuropathy

435 Kegagalan jantung

440 Transient cerebral Ischemia

443 Atherosclerosis

454 Penyakit vascular peripheral lainnya

457 Vena vericosa pada extremitas bawah

459 Gangguan nonifeksius pada saluran lymphatic

581 Gangguan pada system sirkulasi lainnya

593 Sindrom Nephrotic

686 Gangguan pada Kidney dan ureter lainnya

701 Infeksi local lainnya pada kulit dan jaringan


subkutaneus
709
Kondisi hypertropik dan atropik lainnya pada kulit
716
Gangguan lain pada kulit dan jaringan
719
subcutaneous
728
Arthropathies tidak spesifik dan lainnya
729
Gangguan sendi tidak spesifik dan lainnya
757
Gangguan pada otot, ligament dan fascia
782
Gangguan lain pada jaringan lunak
895
Anomaly congenital pada integument
896
Gejala yang melibatkan kulit dan jaringan
897 integument lainnya

995 Traumatic amputasi pada toe(s) (complete)

93 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(partial)

Traumatic ampuatation pada foot(s) (complete)


(partial)

Traumatic pada leg(s) (complete) (partial)

Pengaruh merugikan lainnya yang tidak


diklasifikasikna ditempat lain

176 Kaposi’s sarcoma

250 Diabetes Mellitus

263 Malnutrisi kalori protein tidak spesifik dan lainnya

269 Defesiensi mutrisi lainnya

337 Gangguan pada system saraf otonom

344 Sindrom paralitic lainnya

443 Penyakit vascular perifer lainnya

454 Vena vericosa pada extremitas bawah

459 Gangguan pada system sirkulasi lainnya

681 Cellulitis dan abses pada jari-jari dan toe

682 Cellulitis dan abses lainnya

690 Erythematosquamous dermatosis

691 Atopic dermatitis dan kondisi yang berkaitan

692 Kontak dermatitis dan eksema lainnya

700 Corns dan callosities

94 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
95 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
707 Ulcer kronik pada kulit

731 Osteitis deformans dan osteopathies yang berkaitan


dengan gangguan lain yang tidak diklasifikan
ditempat lain
782
Gejala yang melibatkan kulit dan jaringan
integumantary lainnya

920 Contusio pada wajah, scalp dan neck kecuali mata.

922 Contusio pada trunk

923 Contusio pda upper limb

924 Contusio pada lower limb dan dan lainnya dan


tempat yang tidak spesifik

Burn pada trunk


942
Burn pada upper limb, kecuali wrist danhand
943
Burn pada wrist dan hand
944
Burn pada lower limb
945
Burn pada multiple specified sites
946
Burn yang diklasifikan menurut luasnya permukaan
948
tubuh yang terkena

Burn tidak spesifik


949
Komplikasi yang mempengaruhi system tubuh
khusus, yang tidak diklasifikasikan ditempat lain.
997

96 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
97 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
017 Tuberculosis organ lain

penyakit yang disebabkan oleh mycobakteri


lainnya
031
Kaposi’s sarcoma
176
Benign neoplasma pada kulit
216
Carcinoma in situ of skin
232
Neoplasma unspesifik nature
239
Malnutrisi kalori protein unspesifik dan lainnya
263

98 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
269 Difisensi nutrisi lainnya

344 Sindrom paralitik lainnya

443 Penyakit vascular perifer lainnya

454 Vena vericosa pada exxtremitas bawah

459 Gangguan lain pada system sirkulasi

682 Cellulities dan abscess lainnya

686 Infeksi lokal lainnya pada kulit dan jaringan


subcutaneous
694
Bullous dermatoses
695
Kondisi erythematous
696
Psoriasis dan similar disorder
701
Kondisi atropik dan hipertropik lainnya pada kulit
707
Ulcer kronik pada kulit
709
Gangguan pada kulit dan jaringan subcutaneous
757
Anomaly congenital pada integument
911
Cedera superficial pada trunk
912
Cedera superficial pada shoulder dan upper arm
913
Cedera superficial pada elbow, forearm, dan wrist
914
Cedera superficial pada hands, kesuali finger
915
sendiri
916
Cedera superficial pada finger
917
Cedera superficial pada hip, thigh, leg dan ankle
942

99 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
100 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
943 Cedera superficial pada foot dan toe

944 Burn pada trunk

945 Burn pada upper limb, kecuali wrist dan hand

946 Burn pada wrist dan hand

Burn pada lower limb

948 Burn multiple specified sites

949 Burns yang diklasifikasikan menurut luasnya


permukaan tubuh yang terkena
997
Burn tidak spesifik

Komplikais yang mempengaruhi system tubuh


khusus, tidak diklasifikasikan ditempat lain.

101 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
102 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
017 Tuberculosis pada organ lain

031 Penyakit yang disebabkan oleh mycobakteria


lainnya
036
Infeksi meningicoccal
040
Penyakit bacterial lainnya
172
Malignant melanoma pada kulit
173
Neoplasma malignant lainnya pada kulit
176
Kaposi’s sarcoma
216
Benigna neoplasma pada kulit
232
Carcinoma I situ kulit
239
Neoplasma unspesifik nature
263
Malnutrisi kalori protein unspesifik dan lainnya
269
Defisiensi nutrisi lainnya
443
Penyakit vascular perifer lainnya
454
Vena varicose pada extremitas bawah
459
Gangguan lain pada system sirkulasi
680
Carbuncle dan furuncle
681
Cellulities dan abscess pada finger dan toe
682
Cellulities dan abscess lainnya

103 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
686 Infeksi lokal lainnya pada kulit dan jaringan
subkutaneus
694
Bullous dermatoses
695
Kondisi erythematous
701
Kondisi atropik dan hipertropik lainnya pada kulit
707
Ulcer kronis pada kulit
709
Gangguan lain pada kulit dan jaringan subkutaneus
941
Burn pada wajah, kepala dan leher
942
Burn pada trunk
943
Burn pada upper limb, kecuali wrist dan hand
944
Burn pada wrist dan hand
945
Burn pada lower limb
946
Burn pada multiple spesifik sites
948
Burn yang diklasifikasikan menurut luasnya
permukaan tubuh yang terkena
949
Burn, tidak spesifik
991
Pengaruh pengurangan temperature
997
Komplikasi yang memperngaruhi system spesifik
tubuh, yang tidak diklasifikasikan ditempat lainnya.

104 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
105 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
017 Tuberculosis pada organ lain

036 Infeksi meningococcal

171 Neoplasma malignant pada jaringan connective


dan jaringan lunak lainnya

Malignant melanoma pada kulit


172
Malignant neoplasma lainnya pada kulit
173
Kaposi’s sarcoma
176
Benign neoplasm lainnya pada jaringan connective
215
dan jaringan lunak lainnya

Neoplasma unspesifik nature


239
Malnutrisi kalori protein unspesifik dan lainnya
263
Defisiensi nutrisi lainnya
269
Atherosclerosis
440
Penyakit vascular perifer lainnya
443

106 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
454 Vena varicose pada extremitas bawah

459 Gangguan lain pada system sirkulasi

674 Komplikasi unspesifik pada puerperium dan


lainnya
680
Carbuncle dan furuncle
681
Cellulities dan abscess pada finger dan toe
686
Infeksi local lainnya pada kulit dan jaringan
707
subkutaneus
710
Ulcer kronis pada kulit
728
Penyakit diffuse jaringan lunak
880
Gangguan pada otot, ligament, dan fascia
881
Luka terbuka pada shoulder dan upper arm
882
Luka terbuka pada elbow, forearm, dan wrist
883
Luka terbuka pada hand kecuali finger sendiri
884
Luka terbuka pada pada finger
885
Luka terbuka pada upper limb tidak spesifik dan
886 multiple

887 Traumatic amputasi pada thumb


(complete/partial)
890
Traumatic amputasi pada finger lainnya
891
(complete/partial)
892
Traumatic amputasi pada arm dan hand
893 (complete/partial)

894 Luka terbuka pada hip dan tungkai

107 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
108 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Luka terbuka pada knee, kaki (kecuali tungkai) dan
ankle
895
Luka terbuka pada foot kecuali toe sendiri
896
Luka terbuka pada toe
897
Luka terbuka tidak spesifik spesifik pada lower
927
limb dan multiple
928
Traumatic amputasi pada toe (complete/partial)
929
Traumatic amputasi pada foot (complete/partial)
941
Traumatic amputasi pada leg (complete/partial)
942
Crushing injury pada upper limb
943
Crushing injury pada lower limb
944
Crushing injury multiple dan tempat yang tidak
946 spesifik

948 Burn pada wajah, kepala dan leher

Burn pada trunk

991 Burn pada upper limb, kecuali wrist dan hand

997 Burn pada wrist dan hand

Burn pada multiple spesifik sites

998 Burn yang diklasifikasikan menurut luasnya


permukaan tubuh yang terkena

Pengaruh pengurangan temperature

Komplikasi yang mempengaruhi system spesifik


tubuh, yang tidak diklasifikasikan ditempat lainnya.

Komplikasi lain prosedur, yang tidak

109 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
diklasifikasikan ditempat lainnya.

Lampiran 1 Standar Perencanaan Fisioterapi .

110 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN FISIOTERAPI
Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ……………………………………............……………………………...
Umur/Jenis : …………………………………………………………………………... Alamat

: …………………………………………………………………………...

Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN, untuk dilakukan tindakan
fisioterapi :

Terhadap : Diri sendiri / Suami / Istri / Anak / Ayah / Ibu / ……………………………………

Nama : ………………………………………………………………...

Umur/Jenis : ………………………………………………………………...

Alamat : ………………………………………………………………...

Ruangan/Kamar : …………………….………………………………………….. No.

Rekam Medik : ………………………………………………………………...

Tujuan, jenis, konsekwensi dan resiko yang menyertai tindakan tersebut telah dijelaskan oleh
Fisioterapi dan saya telah mengerti seluruhnya.
Saya juga menyatakan telah memberikan persetujuan untuk tindakan lebih lanjut apabila setelah
tindakan fisioterapi yang pertama diperlukan tindakan penyelamatan.

Jakarta, ………………………...

Saksi-saksi Fisioterapis Yang membuat pernyataan

1. Yang melakukan,

(…………………..) (………………….)
(………………………………)

2.

(…………………..)

Ket. : Tandatangan dan Nama jelas Lampiran 2


Standar Perencanaan Fisioterapi

111 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR PENOLAKAN TINDAKAN FISIOTERAPI
Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ……............……………………………………………………………...
Umur/Jenis : …………………………………………………………………………... Alamat

: …………………………………………………………………………...

Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah memberikan PENOLAKAN, untuk dilakukan tindakan
fisioterapi :
Terhadap : Diri sendiri / Suami / Istri / Anak / Ayah / Ibu / ……………………………………

Nama : …………………………………………………………………...

Umur/Jenis : …………………………………………………………………...

Alamat : …………………………………………………………………...

Ruangan/Kamar : …………………………………………………………………... No.

Rekam Medik : …………………………………………………………………...

Saya juga telah menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya :

a. Telah mendapat penjelasan dari Fisioterapis tentang tujuan, jenis, konsekuensi dan resiko yang
menyertai tindakan tersebut.
b. Telah memahami penjelasan tersebut diatas.
c. Atas tanggung jawab dan resiko saya sendiri tetap menolak untuk dimulai/diteruskan tindakan
fisioterapi.

Jakarta, ………………………...

Saksi-saksi Fisioterapis Yang membuat pernyataan

1. Yang melakukan,

(…………………..) (………………….)
(………………………………)
2

(…………………..)

Ket. : Tandatangan dan Nama jelas


II. 4.

STANDAR INTERVENSI FISIOTERAPI

112 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pengertian :
Intervensi fisioterapi ialah implementasi perencanaan dan memodifikasi untuk
mencapai tujuan yang disepakati, mencakup : penanganan manual, peningkatan
gerak, peralatan fisis, peralatan elektroterapeutis dan peralatan mekanis,
pelatihan fungsional, penentuan bantuan dan peralatan bantuan, dokumentasi
dan koordinasi, komunikasi.
2. Prosedur :
Intervensi setiap kunjungan/pertemuan, dengan mencermati respon dan
perkembangan kondisi pasien/klien perlu implementasi dan modifikasi dari
perencanaan.
Intervensi oleh Fisioterapis dan atau dilaksanakan oleh asisten harus dibawah
direksi/pengarahan dan supervisi otentikasi (pengesahan) dokumen oleh
Fisioterapis berizin, memuat unsur-unsur:
2.1 Laporan dari pasien/klien yang layak.
2.2 Identifikasi intervensi secara spesifik mencakup frekwensi, intensitas dan durasi.
Contoh :
2.2.1 Ekstensi lutut, 3 set, 10 pengulangan, 10 kg. beban.
2.2.2 Latihan transfer dari bed ke kursi dengan papan luncur.
2.3 Pemakaian peralatan.
2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi perencanaan.
2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekwensi dan intensitas intervensi serta dengan
kemajuan mengarahkan pada tujuan, sepanjang pasien/klien patuh pada
instruksi terapi.
2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga pasien/klien dan pihak
lain yang terkait.

3. Lampiran
4. Dokumen terkait :
5. Referansi :

113 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001

II. 5.

STANDAR EVALUASI FISIOTERAPI

1. Pengertian :
Evaluasi fisioterapi ialah assesmen ulang dengan pertimbangan klinis setelah
intervensi fisioterapi dalam periode waktu, disandingkan dengan hasil assesmen
sebelumnya, perencanaan dan intervensi, serta disimpulkan perkembangan (out
come) kondisi pasien/klien, dan tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pemeriksaan ulang setelah satu episode atau satu seri intervensi fisioterapi untuk
mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
2.2 Pemeriksaan ulang meancakup pengumpulan data subyektif, data obyektif,
assesmen/interpretasi dan rencana tindak lanjut (SOAP), dirinci :
2.3 Unsur-unsur yang teridentifikasi pada assesmen awal untuk memperbaharui status
kondisi pasien/klien.

114 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.4 Interpretasi dari temuan-temuan dan bilamana terindikasi perlunya revisi untuk
mengantisipasi tujuan dan harapan.
2.5 Bilamana terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan dikaitkan dengan
antisipasi tujuan dan hasil yang diharapkan yang terdokumentasi.
2.6 Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapis berizin.
3. Lampiran :
4. Dokumen terkait :
5. Referansi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001

II. 6.

STANDAR PENGAKHIRAN PROSES FISIOTERAPI

1. Pengertian :

115 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pengakhiran proses fisioterapi adalah pelepasan (discharge) dan penghentian
(discontinuation) fisioterapi pada diri pasien/klien, berdasar pada analisissintesis
hasil evaluasi, faktor keterpaksaan, dengan pertimbangan klinis dan rekomendasi
tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pelepasan (discharge) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.1.1 Fisioterapis memastikan tujuan telah tercapai.
2.1.2 Pasien/klien memastikan harapan telah terpenuhi.
2.1.3 Berpindah ke institusi lain.
2.1.4 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.2 Penghentian (discontinuation) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.2.1 Fisioterapis memastikan tidak bermanfaat lagi.
2.2.2 Pasien/klien, penyandang dana atau asuransi, tidak berkenan melanjutkan
proses fisioterapi.
2.2.3 Kontroversi kepentingan para stake holder perawatan pasien/klien.
2.2.4 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.3 Kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut, berisikan :
2.3.1 Diagnosis fisioterapi, diagnosis medis dan kondisi pasien/klien.
2.3.2 Proses fisioterapi yang telah dikenakan.
2.3.3 Hasil evaluasi terakhir.
2.3.4 Rekomendasi tindak lanjut : fisioterapi, program dirumah,
proteksipencegahan, tindakan lain.
3. Lampiran :
4. Dokumen terkait :
5. Referensi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

116 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

II.7.

STANDAR DOKUMENTASI FISIOTERAPI.

1. Pengertian.
1.1 Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien seperti
laporan konsultasi, laporan assesmen awalm, catatan perkembangan, catatan
alur pelayanan, re-assesmen dan kesimpulan pelayanan.
1.2 Autentikasi ialah proses untuk verifikasi bahwa semua data yang tercatat adalah
lengkap, akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau tanda tangan
computer dengan system pengamanan elektronika.
2. Petunjuk Umum
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

2.1 Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta. Data elektronik harus
dengan ketentuan kerahasiaan dan pengamanan yang memadai.
2.2 Persetujuan (informed consent) : kepada pasien/klien harus ditanyakan
pemahaman dan kesadarannya sebelum intervensi dimulasi, dengan
contohcontoh cara pendokumentasian sebagai berikut :
2.2.1 Tanda tangan pasien/klien atau keluarga/penanggung yang sah pada
formulir pernyataan pemahaman dan kesepakatan tindakan.

117 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.2.2 Hal-hal yang telah dijelaskan oleh Fisioterapis berizin dicatat sebagai
data resmi/legal.
2.2.3 Dokumentasi kelengkapan (checklist) data kesepakatan tindakan.
2.3 Mengkoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoretkan satu garis lurus
sepanjang tulisan yang dikoreksi diparaf dan ditanggali, atau bila koreksi pada
dokumen data elektronis perlu dengan mekanisme yang tepat tanpa menghapus
data orisinil.
2.4 Identifikasi.
2.4.1 Mencakup nama lengkap pasien/klien, memberikan penomoran pada
setiap dokumen baku/sah.
2.4.2 Setiap catatan/masukan harus ditnggali, diotentikasi (ditandatangani)
dan ditulis nama lengkap dan sebutan izin professional
(Fisioterapis/No.SIPF).
2.4.3 Dokumentasi yang dibuat oleh petugas penerima/siswa/magang harus
diotentikasi/ditndatangani oleh Fisioterapi berizin.
2.5 Dokumentassi mencakup mekanisme rujukan dari pemrakarsa pelayanan
fisioterapi, contoh-contoh :
2.5.1 Rujukan internal Fisioterapi/akses langsung.
2.5.2 Permintaan konsultasi dari praktek umum.
3. Assesmen Awal dan Konsultasi

3.1 Dokumentasi mulai diperlukan saat permulaan setiap episode pelayanan


fisioterapi.
3.2 Dokumentasi dari awal episode pelayanan fisioterapi mencakup elemenelemen
sebagai berikut :
3.2.1 Dokumentasi tentang riwayat secukupnya :
3.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan dan
upaya pencegahannya/
3.2.1.2 Diagnosa dan riwayat medik yang berkaitan.
3.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan
faktor lingkungan yang terkait.
3.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan
episode pelayanan fisioterapi.

118 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognasa.
3.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan
kadar pengetahuannya.
3.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (out comes) dari
pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
3.2.2 Dokumentasi dari telaah sistemik.
3.2.2.1 Dokumentasi status anatomi dan fisiologi mencakup
systemsistem :
3.2.2.1.1 Kardiovaskuler/pulmonal.
3.2.2.1.2 Integumenter.
3.2.2.1.3 Muskuloskeletal.
3.2.2.1.4 Neuromuskuler.
3.2.2.2 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan
kemampuan pembelajaran.
3.2.3 Dokumentasi dari uji dan pengukuran yang
terpilih untuk menentukan status pasien/klien.
Contoh-contoh pengujian dan pengukuran sebagai berikut dan tidak
terbatas :
3.2.3.1 Arousal, atensi dan kognisi.
3.2.3.1.1 Tingkat kesadaran.
3.2.3.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
3.2.3.1.3 Kekurangan tampilan secara umum.
3.2.3.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
3.2.3.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
3.2.3.2.2 Pola gerak reflek.
3.2.3.2.3 Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi.
3.2.3.3 Range of motion.
3.2.3.3.1 Luas gerak sendi.
3.2.3.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.
3.2.3.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
3.2.3.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan)
3.2.3.4.1 Force, velocity, torque, work, power.

119 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.3.4.2 Gradasi manual muscle test.
3.2.3.4.3 Elektromiografi : amplitude, durasi, wafe form, dan
frekwensi.
3.2.3.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
3.2.3.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi penafasan, tekanan
darah.
3.2.3.5.2 Gas darah arteri.
3.2.3.5.3 Palpasi denyut perifer.
3.2.3.6 Sikap.
3.2.3.6.1 Sikap statis.
3.2.3.6.2 Sikap dinamis.
3.2.3.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
3.2.3.7.1 Karakteristik langkah.
3.2.3.7.2 Fungsional lokomasi.
3.2.3.7.3 Karakteristik keseimbangan.
3.2.3.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
3.2.3.8.1 Aktifitas hidup harian.
3.2.3.8.2 Kapasitas fungsional.
3.2.3.8.3 Transfer.
3.2.3.9 Integrasi/reintegritas masyarakat dan kerja (pekerjaan /
sekolah / bermain).
3.2.4 Dokumentasi/evaluasi (proses dinamis keputusan
klinis oleh Fisioterapis berdasar data yang terkumpul).
3.2.5 Dokumentasi diagnossis (label yang merangkum berbagai simtom,
sindrom atau kategori yang merefleksikan informasi yang didapat dari
pemeriksaan).
3.2.6 Dokumentasi prognosis (ketetapan perkembangan optimal yang
mungkin dicapai dengan intervensi dalam suatu periode waktu.
Dokumentasi mencakup antisipasi tujuan, harapan, hasil/out come, dan
rencana pelayanan).

120 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.6.1 Pasien/klien (keluarga dan pihak lain berpengaruh) dilibatkan
dalam perumusan antisipasi tujuan dan harapan keberhasilan.
3.2.6.2 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan dinyatakan dalam
terminology terukur.
3.2.6.3 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan berkaitan dengan
impermen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai yang
didapat pada pemeriksaan.
3.2.6.4 Harapan keberhasilan dinyatakan dalam terminology
fungsional.
3.2.6.5 Rencana pelayanan :
3.2.6.5.1 Dikaitkan dengan antisipasi tujuan dan harapan
keberhasilan.
3.2.6.5.2 Mencakup frekwensi dan durasi untuk meancapai tujuan
antisipatif dan harapan keberhasilan.
3.2.6.5.3 Mencakup tujuan pendidikan bagi pasien/klien dan
keluarga/pemberian pelayanan.
3.2.6.5.4 Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan
koordinasi pelayanan dengan profesi/pelayanan lain.
3.2.7 Otentikasi dengan rancangan yang tepat oleh Fisioterapis berizin.
4. Dokumentasi Keberlangsungan Intervensi
4.1 Dokumentasi intervensi dan atau pelayanan yang diberikan serta perkembangan
kondisi pasien/klien.
4.1.1 Dokumentasi dibutuhkan pada setiap kunjungan/pertemuan.

Otentikasi (pengesahan) dokumen oleh Fisioterapis berizin, intervensi


dan atau pelayanan yang dilaksanakan oleh asisten harus dibawah
sireksi/pengarahan dan supervise oleh Fisioterapis berizin.

4.1.2 Dokumentasi setiap kunjungan/pertemuan memuat unsure-unsur :

4.1.2.1 Laporan dari pasien/klien yang layak.


4.1.2.2 Identifikasi intervensi secara spesifik mencakup frekwensi,
intensitas dan durasi. Contoh :
4.1.2.2.1 Ekstensi lutut, 3 set, 10 pengulangan, 10 kg. beban.
4.1.2.2.2 Latihan transfer dari bed kekursi dengan papan

121 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
luncur.
4.1.2.3 Pemakaian peralatan.
4.1.2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi
perencanaan.
4.1.2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
4.1.2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekuensi dan intensitas intervensi
serta berkaitan dengan kemajuan mengarah pada tujuan,
sepanjang pasien/klien patuh pada instruksi terapi.
4.1.2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga
pasien/klien dan pihak lain yang terkait.
4.2 Dokumentasi evaluasi/reasesman.
4.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap
untuk mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.

4.2.2 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya mencakup


unsurunsur :

4.2.2.1 Dokumentasi unsur-unsur yang teridentifikasi pada III.A.2 untuk


memperbaharui status kondisi pasien/klien.
4.2.2.2 Interpretasi dari temuan-temuan dan bilamana terindikasi
perlunya revisi untuk menatisipasi tujuan dan harapan.
4.2.2.3 Bilamana terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan
dikaitkan dengan antisipasi tujuan dan hasil uyang diharapkan
yang terdokumentasi
4.2.2.4 Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapi berizin.

5. Dokumentasi Sumasi Episode Pelayanan

5.1 Dokumentasi dibutuhkan untuk menindak lanjuti kesimpulan berlangsungnya


konsekwensi episode intervensi.

5.2 Dokumentasi dari sumasi (kesimpulan) dari episode pelayanan hendaknya


mencakup unsur-unsur :
5.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap
untuk mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.

122 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5.2.1.1 Antisipasi tujuan dan harapan yang telah tercapai.
5.2.1.2 Penolakan kelangsungan intervensi oleh pasien/klien, pengasuh,
penanggung jawab sah.
5.2.1.3 Pasien/klien tidak cakap/layak melanjutkan intervensi akibat
komplikasi medis atau psikososial.
5.2.1.4 Fisioterapis menentukan bahwa kelangsungan intervensi tidak
bermanfaat bagi pasien/klien.
5.3 Status kemampuan fungsional fisik.

5.4 Derajad pencapaian tujuan dan harapan yang diantisipasi, dan alas an ketidak
tercapaiannya.

5.5 Rencana penyelesaian mencakup komunikasi tulis dan lisan


selama berlangsungnya pelayanan. Contoh-contoh mencakup :

5.5.1 Program dirumah.


5.5.2 Rujukan kepelayanan lain yang tepat.
5.5.3 Rekomendasi tindak lanjut pelayanan fisioterapi.
5.5.4 Pelatihan bagi keluarga/pengasuh.
5.5.5 Pemakaian peralatan.

6. Dokumen terkait :

6.1 Lampiran :
6.2 Referensi :
6.2.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.2.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang
Standar Profesi Fisioterapi
6.2.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.2.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

123 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6.2.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
6.2.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang
Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
6.2.7 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989
tentang Rekam Medik.
6.2.8 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
6.2.9 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy
Association, 2001

Lamp. : STANDAR DOKUMENTASI FISIOTERAPI

124 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI

Pasien Rawat Inap

 Kanan
 Kiri
IDENTIFIKASI DIRI
 Tidak diketahui

1. Nama : 6. Suku :

Keluarga :  Jawa
 Sunda

 Tapanuli
 Minang

 Menado
Kecil :
 Madura
 Maluku
 Flores
2. Tanggal Masuk Rawat :
 Bali

 Lain lain

3. Tanggal Lahir: 7. Bahasa Ibu


 Indonesia

 Daerah
4. Seks :
 Asing

8. Pendidikan :

125 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
 Laki laki  SD SMP

 Perempuan  SMA PT  Tidak sekolah

5. Tangan dominant :

126 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9. Dokter yang mengirim : c. Bantuan fisik terhadap ADL seharian:
d. Bantuan fisik terhadap ADL kurang dari
secata terus menerus :
10. Alasan dikirim ke fisioterapi :
e. Harus selalu dibantu :

14. Pekerjaan (kerja/sekolah/bermain) :


RIWAYAT SOSIAL

LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL

11. Agama :
15. Alat dan peralatan (kacamata, alat bantu
dengar, alat bantu jalan)
12. Bertempat tinggal dengan :

16. Jenis tempat tinggal


13. Bantuan sosial yang diperoleh  Rumah sendiri
(keluarga/teman) : 0 = tidak ada;  Apartemen
1=Mungkin ya; 2= Ya.
 Mengontrak

a. Bantuan emosional :  Panti

b. Bantuan fisik terhadap ADL kurang dari  Tidak diketahui

satu kali perhari :  Lain lain

105 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

17. Lingkungan .
a. Tangga tanpa pegangan :
b. Tangga dengan pengangan :
c. Ramps :
18. Status Kesehatan Umum.
a. Kondisi kesehatan Pasien/Klien secara umum :
b. Penyakit utama dalam satu tahun terakhir :
19. Perilaku hidup sehat
a. Alkohol :
b. Merokok
a) Batang perhari :
b) Pernah berhenti :
c. Kebiasan olahraga :
20. Riwayat penyakit Keluarga
a. Jantung, Siapanya: Kapan :
b. Darah tinggi, Siapanya: Kapan :
c. Stroke, Siapanya: Kapan :
d. Diabetes, Siapanya: Kapan :
e. Kanker, Siapanya: Kapan :
f. Lain lain, Siapanya: Kapan :
21. Riwayat operasi pasien/klien
22. Status fungsional
a. Kesulitan dalam bergerak
a) Bergeser dalam posisi tidur :
b) Tranfer :
c) Berjalan :
b. Kesulitan dalam self care :
c. Kesulitan dalam pengatuan rumah tangga :
d. Kesulitan dalam hubungan integrasi dengan komunitas :
23. Obat obatan :
24. Tes klinis lainnya :

Kecil :

IDENTIFIKASI DIRI
2. Tanggal Masuk Rawat :

1. Nama : 3. Tanggal Lahir :


Keluarga :

4. Seks :

128 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
hui
:
 Laki laki
 Perempuan
Su
ku
:
5. Tangan dominan FORMULIR
DOKUMENTAS UNTUK

PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI


 Jaw
a
Pasien Rawat Jalan
 Sun
 K da
a  Tap
n anu
a li
n
 Min
: ang
 Me
 K nad
i o
r  Ma
i dur
a
:
 Mal
uku
 T
i  Flor
d es
a  Bali
k
 Lai
d n
i lain
k
e
t
a

Bahasa
Ibu :

129 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
A

 I PT
n  Tid
d ak
o sek
n ola
e h
s
i
a

 D Dokter yang mengirim :


a
e
r
a Alasan dikirim ke fisioterapi
h

 A
s
i
n RIWAYAT SOSIAL
g

Agama :

Bertempat tinggal dengan :

Pendidikan

Bantuan sosial yang diperoleh (keluarga/teman) :


 S
D 0 = Tidak ada; 1=Mungkin ya; 2= Ya.

 Bantuan emosional :
S
M  Bantuan fisik terhadap ADL kurang dari satu kali
P perhari :
 Bantuan fisik terhadap ADL seharian :
 S
M

130 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
 Bantuan fisik terhadap ADL Alat dan peralatan (kacamata, alat bantu dengar, alat
kurang dari secata terus bantu jalan)
menerus :
 Harus selalu dibantu :
Jenis tempat tinggal :

Pekerjaan (kerja/sekolah/bermain)  Rumah sendiri


 Apartemen
 Mengontrak
LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL  Panti
 Tidak diketahui
 Lain lain

Lingkungan, Merokok,

Batang

Tangga tanpa pegangan : perhari :


Tangga dengan pengangan :
Pernah berhenti :
Ramps :
Kebiasan olahraga :

Status Kesehatan Umum,

Kondisi kesehatan Pasien/Klien Riwayat penyakit Keluarga


secara umum :
 Jantung
Penyakit utama dalam satu  Darah tinggi
tahun terakhir
 Stroke
:
 Diabetes
 Kanker

Perilaku hidup  Lain lain

sehat, Alkohol :

Riwayat Operasi/ Penyakit

131 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
 Gangguan koordinasi
 Kelemahan tangan atau kaki

1. Pernah sakit  Hilangnya keseimbangan


 Kesulitan berjalan
 Arthritis  Nyeri sendi atau benkak
 Fraktur  Nyeri di waktu malam
 Osteoporosis  Sulit tidur
 Gangguan vaskularisasi  Hilangnya nafsu makan
 Gangguan sirkulasi  Gangguan penciuman
 Masalah jantung  Masalah BAB
 Hipertensi  Kehilangan BB
 Masalah paru  Masalah perkencingan
 Stroke  Demam
 Diabetes  Sakit kepala
 Cidera kepala  Gangguan pendengaran
 Parkinson  Gangguan penglihatan
 Epilepsi  Lain lain
 Alergi
 Masalah Thyroid
Kondisi saat ini
 Kanker
 Masalah ginjal a. Gambarkan kondisi anda
 Gangguan pencernaan sekarang yang dirasakan

 Penyakit kulit perlu fisioterapi :

 Dll b. Kapan pertama kali keluhan


muncul
c. Bagaimana rasanya :
2. Gejala yang pernah dialami : d. Apakah anda pernah
mengalami keluhan yang
 Nyeri dada
sama sebelumnya :
 Denyut nadi tidak teraba
 Batuk Status fungsional
 Napas pendek
 Kesulitan dalam bergerak
 Berkunang kunang

132 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
 Bergeser dalam posisi tidur Obat obatan
 Tranfer
a. Apakah ada obat obatan yang
 Berjalan anda
 Kesulitan dalam self care konsumsi saat ini
 Kesulitan dalam pengatuan b. Jika ada terangkan
rumah tangga
 Kesulitan dalam hubungan
Tes klinis lainnya
integrasi dengan komunitas

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI

Telaah sistemik

133 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Berdiri :

Duduk :

Spesifikasi aktifitas :

Sistim kardio/pulmonal

Normal Tidak ROM umum :

Denyut nadi : Kekuatan umum :

Respiratori Rate:

Tekanan darah: Lainnya :

Oedema :
Tinggi Badan

Sistem Integumentary,

Gangguan integument :

Pemerataan warna kulit :

Plak (tekture) : Sistim Neuromuskuler

Sistim Muskuloskeletal, Langkah :

Kesimetrisan, Lokomotor :
Fungsi motorik :

Keseimbangan :

Komunikasi, Afektif, Kognisi, Cara


belajar

134 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Komunikasi :

Orientasi (orang, tempat, waktu) :

Emosi :

Hambatan belajar,

 Tidak ada
 Penglihatan
 Pendengaran
 Tidak mampu membaca
 Tidak dapat memahami apa yang dibaca
 Pemahaman bahasa
 Lain lain

Kebutuhan belajar,

 Proses Penyakit
 Keamanan
 Penggunaan alat bantu
 Aktifitas sehari hari
 Program Latihan
 Lain lain

Dengan apa pasien dapat belajar

 Gambar
 Membaca
 Mendengar
 Demonstrasi
 Lainnya

135 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI

Uji dan Pengukuran

4.1.2 Uji dan Pengukuran Terpilih :

1 Kapasitas Aerobik dan daya tahan 13 Kinerja Otot

2 Karakteristik Antropometri 14 Neuromotor development

3 Arousal, Attention, and Cognition 15 Ortosis dan Prosthesis

4 Alat bantu 16 Nyeri

5 Sirkulasi 17 Postur

6 Integritas nervus cranial dan spinal 18 Prothetic Requirement

7 Hambatan Lingkungan 19 ROM

8 Ergonomic dan mekanisme tubuh 20 Reflek

9 Jalan, Lokomotor dan Keseimbangan 21 Self care

10 Integritas integumen 22 Sensori Integritas

11 Integritas sendi dan mobilisasi 23 Ventlasi dan Respirasi

12 Fungsimotorik 24 Tempat kerja

Parameter Terpilih:

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK

136 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI

Evaluasi

4.1.3 Katagori Diagnosis Musculoskeletal

1. Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/ demineralisasi


2. Gangguan Sikap
3. Gangguan Kinerja otot
4. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
connective tissue
5. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
inflamasi lokal.
6. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
kerusakan spinal.
7. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
fraktur.
8. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
Arthroplasti sendi.
9. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan dengan
bedah tulang atau jaringan lunak.
10. Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion, balance
yang berkaitan dengan amputasi

4.1.4 Katagori Diagnosis Neuromuskular

137 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pencegahan dini / pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2. Gangguan Perkembangan Neuromotor
3. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak.
4. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – pada usia dewasa
5. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan progressive
disorder CNS
6. Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Peripheral Nerve Injury.
7. Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute atau
Chronic Polyneuropathies.
8. Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder Spinal Cord.
9. Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near coma, atau
status vegetative.

4.1.5 Katagori Diagnosis Cardiovascular /Pulmonary

1. Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary


2. Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan decontioning syndrome
3. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan
dengan Airways clearance dysfunction.
4. Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan Cardiovascular Pump
Dysfuntion or failure
5. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan
dengan Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
6. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan
dengan Respiratory Failure.
7. Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang berkaitan
dengan Respiratory Failure pada neonatus
8. Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan Lymphatetic
System disorders

138 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.6 Katagori Diagnosis Integumentary

1. Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument


2. Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Superficial skin involvement
3. Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan partial thickness skin involvement
4. Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Full Thickness skin involvement dan
scar formation
5. Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Skin Involvement extended Into
Facia, Muscle, or Bone and scar formation.

PROGNOSIS :

139 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/
KLIEN FISIOTERAPI

Rencana Intervensi

Rencana Tujuan

Harapan outcome

Intervensi

Jumlah Tindakan terapi dalam


satu episode

Edukasi

140 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.1 Siapa yang diedukasi : a. Pasien/klien b. Keluarga

Informed Consent

4.1.2 Apakah Pasien sudah menyetujui tindakan terapi

Tanda Tangan pasien /Penanggung Jawab.

Rencana penghentian tindakan

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK PASIEN/


KLIEN FISIOTERAPI

141 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi

Nama/Umur/Jenis :

Alamat /Telp. :
No. Tgl. Tindakan Perkembangan Paraf
Urut
(S : Subyektif; O: Objektif; A: Assesmen;
R: Rencana)

S:

O:

A:

R:

FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK


PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI

142 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kesimpulan Terapi

Nama/Umur/Jenis : Tgl.

Alamat /Telp. :

1. Dokter yang merujuk : Diagnosis medis :

Tujuan rujukan ke fisioterapi :

2. Kondisi awal,

Gejala/sindroma :
Status gerak fungsional/

Parameter :

Diagnosis fisioterapi :

3. Kondisi akhir,

Gejala/sindroma :

Status fungsional/

Parameter :

Diagnosis fisioterapi : 4.

Hambatan keberhasilan :

5. Rekomendasi tindak lanjut :

Fisioterapis,

Tandatangan & nama jelas :

C. Metoda Terapi dan Prosedur Kasus : dalam kelompok muskulosekeletal,


neuromuskuler, kardiopulmoner, dan integumenter.
Isi SPO tingkat III

143 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III.1.

ANTROPOMETRI.

1. Pengertian :
Antropometri adalah pengukuran pada diri pasien/klien tentang dimensi,
komposisi dan/atau pembangkakan tubuh, termasuk : berat badan, tinggi badan,
lingkar tubuh, panjang anggota, tebal lemak, indeks masa tubuh, oedem.
2. Data diperoleh :
2.1 Dimensi tubuh : berat, tinggi, panjang, lingkar tubuh.
2.2 Komposisi : tebal lemak, indeks masa tubuh.
2.3 Pembengkakan : lingkar, volume, palpasi.
3. Peralatan yang digunakan :
3.1 Bed pemeriksaaan/tindakan.
3.2 Timbangan badan.
3.3 Meteran gulung.
3.4 Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.
3.5 Skin fold.
3.6 Alat tulis
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a Jenis alat ukur :
1) Berat badan : timbangan injak, dacin.
2) Tinggi badan : mikrotoise.
3) Lingkar tubuh : pita lila, meteran gulung.
4) Panjang anggota : meteran gulung.
5) Tebal lemak : skin folder.
6) Indeks masa tubuh : tabel.

b Cara mengukur :
1) Berat badan dengan :
a) Timbangan injak:
(1) Letakkan timbangan injak pada lantai yang datar.

144 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(2) Pakaian seminim mungkin, sepatu dan barang-barang yang
menambah beban dilepaskan.
(3) Berdiri tegap pada timbangan injak.
(4) Lihat angka yang tertera pada skala timbangan injak.
(5) Catat hasilnya dalam kilogram (kg).
(6) Untuk anak-anak yang belum kooperatif bisa ditandem/gendong
oleh pengasuhnya, hasilnya berat tandem dikurangi berat
pengasuh sendirian.
b) Dacin :
(1) Gatungkan dacin pada : (a) Dahan pohon.
(b) Palang rumah, atau
(c) Penyangga kaki tiga
(3) Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat.
(4) Sebelum dipakai letakan bandul geser pada angka nol. Batang
dacin dikaitkan dengan tali pengaman
(5) Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang
yang kosong pada dacin. Ingat bandul geser pada angka nol.
(6) Seimbangkan dacin yang sudah di bebani celana timbang, sarung
timbang, atau kotak timbangan dengan cara memasukan pasir ke
dalam kantong plastik.
(7) Anak ditimbang,dan seimbangkan dacin.
(8) Tentukan berat badan anak,dengan membaca angka di ujung
bandul geser.
(9) Catat hasil penimbangan dalam kilogram (kg).
(10)Geserlah bandul ke angka 0 (nol), letakkan batang dacin dalam tali
pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diturunkan.

2) Tinggi badan dengan mikrotoise.


a) Tempelkan dengan paku microtoise tersebut pada dinding yang lurus
datar setinggi tepat 2 meter. Angka 0(nol) pada lantai yang datar rata.
b) Lepaskan sepatu atau sendal.

145 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
c) Berdiri tegap seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki
lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus
menempel pada dinding, dan muka menghadap lurus dengan pandangan
ke depan.
d) Turunkan microtoise sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku
harus lurus menempel pada dinding.
e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan
microtoise.
f) Catat angka tinggi badan dalam sentimeter.

3) Lingkar tubuh dengan meteran gulung :


a) Yang diukur termasuk :
(1) Lengan atas
(2) Lengan bawah.
(3) Tangan
(4) Tungkai atas (5) Tungkai bawah.
(6) Kaki.
(7) Panggul.
b) Cara pengukuran :
(1) Posisi pasien/klien nyaman dan stabil.
(2) Tandai titik pada tonjolan tulang sebagai patokan.
(3) Pengukuran diulang sedikitnya 3 (tiga) kali.
(4) Bandingkan dengan sisi yang berlawanan.
(5) Catat hasil dalam sentimeter.
(6) Lingkar lengan atas, lokasi ukur dari acromion kedistal : 10, 20 dan
30 cm.
(7) Lingkar lengan bawah, lokasi ukur dari epikondilus lateralis ke
distal : 10, 20 dan 30 cm.
(8) Lingkar tangan, lokasi ukur titik tengah antara sendi pergelangan
dan ujung jari tengah.
(9) Lingkar tungkai atas, lokasi ukur dari SIAS ke distal : 10, 20 dan 30
cm.

146 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(10)Lingkar tungkai bawah, lokasi ukur dari tuberositas tibiae ke distal :
10, 20 dan 30 cm.
(11)Lingkar kaki, lokasi ukur titik tengan antara maleolus medialis ke
ujung jempol kaki.
(12)Lingkar panggul, lokasi ukur melingkar pada SIAS kanan dan kiri, 4)
Panjang anggota : meteran gulung.
Ada 3 (tiga) macam pengukuran yaitu : true length, bone length dan
appearence length.
a) Posisi pasien/klien tidur terlentang.
b) Tentukan titik-titik tertentu atau tonjolan tulang sebagai patokan.
c) Panjang tungkai :
(1) True length : SIAS ke maleolus medialis melalui patela.
(2) Bone length : trochantor mayor ke epikondilus lateralis femur;
epikondilus medialis tibiae ke maleolus medialis.
(3) Appearence length : umbilikus ke maleolus lateralis melalui
patela.
d) Panjang lengan :
(1) True length : acrimion ke prosesus steloideus radii.
(2) Bone length : acromion ke epikondilus medialis humeri; olekranon
ke prosesus steloideus radii.
(3) Appearence length : acromion ke ujung jari tengah melalui palmar.
e) Panjang tangan :
Appearance length : titik tengan depan sendi wrist ke ujung jari tengah
melalui palmar.

5) Tebal lemak : skin folder.


a) Ukur/jepitkan skin folder pada kulit yang tidak berlemak, misal
punggung tangan, catat hasil sebagai tebal kulit tanpa lemak (ukuran
1).

147 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
b) Ukur/jepitkan skin folder pada kulit yang diukur, cata hasilnya
(ukuran 2).
c) Ketebalan lemak kulit adalah : ukuran 2 dikurangi ukuran 1 dikalikan
50%.
6) Indeks masa tubuh :

a) Rumus :

b) Contoh : Seorang dengan tinggi 67 inhci, berat badan 220 pound :

c) Ketentuan BMI :

(1) Nilai 18.5 - 24.9 : normal.


(2) Nilai 25 - 29.9 : berat badan berlebih
(overweight).
(3) Nilai 30 – 39 : gemuk (obese).
(4) Nilai 40 – lebih : gemuk berlebih ( extreme
obesity).
d) Tabel BMI : terlampir.

5. Lampiran :
6. Dokumen terkait :
7. Referensi :

148 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LAMPIRAN ANTROPOMETRI (BMI)

BMI also may not accurately reflect body fatness in people who are very short
(under 5 feet) and in older people, who tend to lose muscle mass as they age. And
it may not be the best predictor of weight-related health problems among some
racial and ethnic groups, such as African-American and Hispanic-American
women. But for most people, BMI is a reliable way to tell if your weight is putting
your health at risk.

III.2.

149 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PROSEDUR PENGUKURAN ROM SENDI.

1. Pengertian :
Adalah pemeriksaan dengan mengukur lingkup gerak sendi a.
Untuk mengetahui kuantitatif lingkup gerak sendi
b. Untuk mengetahui secara kualitatif pembatasan lingkup gerak sendi
c. Untuk mengetahui mobilitas sendi.
2. Data diperoleh :
a ROM sendi pasif dan atau aktif. b Panjang otot,
ektensibilitas dan fleksibilitas jaringan lunak.
c ROM fungsional.
3. Peralatan yang diperlukan:
a. Bed pemeriksaan/tindakan.
b. Goniometer.
c. Penggaris dengan skala milimiter, sentimeter dan inchi.
d. Meteran gulung.
e. Alat tulis.
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Prinsip metoda pengukuran :

1) Metoda pengukuran dan pencatatan yang dituliskan di sini berdasarkan


pada prinsip “Neutral Zero Method” seperti dikemukakan oleh Cave dan
Roberts dalam tahun 1936.
2) Dalam metoda ini semua gerakan sendi diukur dari “Zero Starting
Position”, (seterusnya disingkat Z.S.P). Derajat gerakan sendi diukur dari
posisi tadi dalam arah gerakannya.
3) Sikap lurus anggota pada posisi anatomis diterima sebagai 0O dan bukan
180O.
4) Metoda ini diharapkan akan mengatasi kesimpangsiuran di masa lalu
dimana pengukuran dimulai dari berbagai posisi awal.
5) Gerakan daripada anggota yang diukur hendaknya dibandingkan dengan
anggota yang berlawanan. Perbedaan akan terlihat dalam derajat gerakan,

150 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
atau prosentase kehilangan gerakan bila dibanding dengan anggota yang
berlawanan yang sehat.
6) Bila anggota yang berlawanan tidak ada, pergerakan bisa dibandingkan
dengan perkiraan gerak pada orang lain yang sepadan dalam umur dan
pertumbuhan fisik. Sedang gerakan daripada tulang belakang mungkin
dibandingkan dengan orang lain yang sepadan dalam umur dan fisik.
7) Pergerakan perlu dengan penjelasan bahwa pasif atau aktif.
8) Keterangan mengenai istilai extensi dan hiperextensi, extensi digunakan
pada gerakan lawan dari flexi, dimulai dari Z.S.P. adalah gerakan natural /
normal. Gerakan ini terdapat misal pada sendi pergelangan tangan (wrist)
dan sendi bahu (shoulder). Tetapi ada gerakan lawan dari flexi yang
dimulai dari Z.S.P. ini, dikatakan sebagai gerakan unnatural / tak normal,
seperti pada sendi siku dan lutut. Ini disebut hiperextensi.
9) Perbatasan gerakan sendi tersebut & akan dijelaskan pada halaman
berikutnya.
10) Bila gerakan sendi menimbulkan nyeri maka usaha pengukuran dikerjakan
dengan perlahan dan lembut. Pengukuran akan lebih akurat apabila
anggota yang diperiksa diatur dalam posisi seenak mungkin bagi penderita.
11) Adanya ankilosis dianggap kehilangan gerakan secara komplit.
12) Penggunaan goneometer boleh memilih sesuai dengan kebijaksanaan
pemakaiannya.
13) Pencatatan tentang oergerakan sendi hendaknya setepat-tepatnya dan
ditulis dalam tabel secara jelas.
14) Tabel perkiraan gerakan sendi normal perlu dibuat sebagai bahan
pertimbangan, dan tidak mengambil salah satu saja sebagai standar.
b. Penggunaan goniometer :

1) Goniometer hendaknya terbukti cocok untuk pengukuran gerakan sendi.


2) Goniometer yang dibuat terstandar diposisikan lurus / posisi anggota
extensi, dengan garis 0O terhimpit dengan 180O, serta dilengkapi dengan
sepasang garis lurus sebagai dua lengan petunjuk.
3) Bila tanda penunjuk untuk pengukuran pada anggota bisa dipastikan, maka
penggunaan goniometer disa dianggap akurat.

151 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4) Bila petunjuk penonjolan tulang tak bisa ditentukan sebab terbungkus
jaringan lunak yang berlebihan atau sebab-sebab lain, maka penggunaan
goniometer bisa tidak akurat lagi.
5) Penggunaan goniometer hendaknya disesuaikan dengan keadaan anggota
yang diukur.
c. Perkiraan derajat gerakan sendi :

1) Perkiraan derajat gerakan sendi tidak bisa ditentukan secara pasti, sebab
luasnya variasi individu-individu yang berbeda-beda pertumbuhan fisik
dan usianya. Perkiraan berikut adalah sekadar sebagai petunjuk dan
bukan sebagai standar.
2) Anggota penderita yang berlawanan / normal barangkali bisa dianggap
sebagai standar normal yang terbaik. Dalam keadaan anggota yang
berlawanan cedera atau bahkan tidak ada, petunjuk ini diharapkan
berguna. Empat sumber diambil sebagai bahan pertimbangan, perkiraan
rata-rata yang dituliskan.
3) Sumber-sumber acuan tersebut seperti tertulis dalam lampiran ialah
adalah sebagai berikut : a) Kolom (1)
b) The commite on Medical Rating of Physical Impairment, Journal
American Association, Feb 15, 1958.
c) Kolom (2)
d) The commite of the California Medical Association and Industrial
Accident Commision of the State of California 1960.
e) Kolom (3)
f) A System of Joint Measurementes, Williams A, Clarke, Mayo Clinic, Dec,
1920.
g) Kolom (4)
h) International Standard Orthopaedic Measurement,

5. Dokumen terkait : Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.


6. Acuan : Buku . . . . .
7. Lampiran :
7.1. Tabel rata-rata gerak sendi

152 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7.2. Pengukuran ROM.

1. Sendi Bahu
a. Flexi dan extensi
Pada saat gerakan flexi depan dan extensi belakang, di situ mulailah timbul
gerakan scapula dan clavicula.
b. Elevasi
Gerakan shoulder girdle ke atas disebut elevasi dan sebaliknya disebut
depresi, bisa diukur dalam derajat. Gerakan melingkar pada shoulder girdle
memang ada tetapi tidak bisa diukur secara pasti. Hal ini bisa diperkirakan
dengan membandingkan kepada individu lain yang mempunyai kesamaan
dalam umur dan fisik.
c. Rotasi
Biasanya pengukuran rotasi sendi bahu bisa dikerjakan dalam 2 posisi.
Pertama dengan lengan di samping badan, kedua dengan lengan abduksi 90 O.
rotasi bisa juga diukur dalam berbagai posisi pada bidang vertical dan
horizontal atau persilangan koordinat.
1) Rotasi dengan lengan di samping badan.
Rotasi ke dalam dan keluar dicatat dalam derajat dimulai dari posisi
netral.
Rotasi ke dalam : 0 – (40 – 90).
Rotasi ke luar : 0 – (40 – 90).
2) Rotasi dengan lengan abduksi 90O.
Rotasi di sini lebih kecil daripada bila lengan di samping badan. Diukur
dalam derajat dimuai dari Z.S.P. :
Rotasi ke dalam : 0 – 70.
Rotasi ke luar : 0 – 90.
3) Suatu metode klinis dengan perkiraan fungsi ialah dengan mengitung
jarak dari pada ujung ibu jari ke arah mencapai scapula yang
berseberangan atau basis tengkuk, atau menghitung tingginya ruas
vertebra yang bisa dicapai oleh ujung ibu jari.
d. Gerakan glenohumeral

153 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Perlu dibedakan gerakan glenohumeral murni dengan yang diikuti gerakan
scapulothoracal. Gerakan lengan ke atas ke bawah pada bahu dari 0 – 180 O
dikombinir secara halus antara gerakan jurni glenohumeral plus rotasi
daripada scapula ke atas dan ke depan pada dinding dada, disebut gerakan
scapulothoracal.
1) N.S.P. (Z.S.P.) dengan lengan lurus di samping badan.
2) Gerakan glenohumeral murni bisa ditujukan dengan satu tangan
memfixasi scapula tangan lain mengangkat lengan ke atas secara pasif.
3) Gerakan kombinasi dengan scapulothoracal. Rotasi daripada scapula ke
atas dan ke depan pada dinding dada memungkinkan lengan mencapai
lebih jauh ke atas normalnya ialah 180O.
2. Sendi Siku
Z.S.P : Extensi siku dengan lengan bawah lurus
Gerakan : Flexi 0 – (135 – 150), (kecuali ada hiperextensi siku).
Extensi (150 – 135) – 0.

3. Lengan Bawah
Z.S.P : Lengan bawah posisi vertical dan siku flexi 90O
Gerakan : Pronasi 0- (80 – 90)
4. Sendi Pergelangan Tangan
Z.S.P : Pergelangan extensi lurus segaris dengan lengan bawah
Gerakan : Flexi : 0O-80O
Extensi : 0O-70O
Radial deviasi : 0O-20O
Ulnar deviasi : 0O-30O
Rotasi sirkumdaksi tak dapat diukur secara tepat.
5. Sendi Ibu Jari Tangan
a. Abduksi dan sirkumdaksi
ZSP : Ialah posisi anatomis, siku supinasi, ibu jari merapat lurus
pada jari telunjuk
Gerakan : Abduksi dan sirkumduksi diukur pada saat yang tepat
dibentuk oleh tulang metacarpal ibu jari dengan jari telunjuk.
Gerakan ini bisa terjadi pada 2 bidang ialah :

154 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1) Gerakan abduksi pada bidang yang membentuk sudut
dengan bidang telapak tangan sehingga ibu jari
menunjuk ke atas.
2) Gerakan abduksi sejajar dengan bidang telapak tangan
disebut juga abduksi-extensi. Jarak gerakan ini berkisar
: 0 – (50 – 70)
b. Oposisi
ZSP : Extensi ibu jari
Gerakan : Merupakan kombinasi dari 3 gerak dasar ialah abduksi,
rotasi dan flexi.
Gerakan ini dianggap penuh / normal apabila ujung ibu jari menyentuh ujung
jari ke V, atau ujung ibu jari menyentuh basis metacarpal jari V.
gerakan ini bisa diukur dalam centimeter.
c. Flexi
Z.S.P : Extensi ibu jari / lurus

1) Flexi sendi interphalang berkisar  (0-80)


2) Flexi sendi metacarpophalangeal berkisar  (0-50)
3) Flexi sendi carpometacarpal berkisar  (0-15)

6. Gerakan Jari-jari Tangan


Z.S.P : Extensi jari-jari sejajar satu dengan yang lain segaris dengan
bidang punggung tangan dan pergelangan tangan.
a. Flexi distal interphalang : 0 – (70 – 90)
b. Flexi middle interphalang : 0 – 100
c. Flexi proximal interphalang : 0 – 90
d. Gerakan distal dan middle interphalang ini dapat diukur dengan
menggunakan penggaris, menghitung jarak ujung kuku dan telapak tangan.
e. Extensi dan hiperextensi
Gerakan extensi normal terjadi pada sendi metacarpophalangeal sedang
tidak normal terhadi pada sendi proximal dan distal interphalang. Extensi
sendi proximal/ metacarpophalangeal berkisar 0 – 45.
f. Abduksi dan Adduksi
Z.S.P. : Extensi jari-jari tangan saling sejajar dan merapat satu dengan

155 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
lainnya.
Gerakan abduksi dan adduksi pada bidang telapak tangan ialah menjauh dan
mendekat pada garis tengah, diukur dengan sentimeter dari ujung jari
telunjuk s/d jari V, masing-masing direnggangkan diukur dari ujung ke ujung
masing-masing jari.
7. Gerakan Cervical Spine
Z.S.P. : Berdiri atau duduk dalam posisi anatomi
a. Flexi dan Extensi
Gerakan ini biasanya dihitung dalam derajat, atau dalam sentimeter yaitu :
jarak antara dagu dan dada. Luas gerakan sebagai berikut :
Flexi : 0 – (30 – 45)
Extensi : 0 – (30 – 45) b. Flexi
lateral : 0 – (40 – 45)
Gerakan ini juga dihitung dalam derajat atau juga dalam sentimeter yaitu :
Jarak antara daun telinga dan sendi bahu.
c. Rotasi : 0 – (30 – 60)
Gerakan ini dihitung dalam derajat dari posisi netral, atau dalam prosentase
gerakan sebagai perbandingan antara individu-individu yang mempunyai
kesamaan dalam umur dan pertumbuhan fisik.
8. Thorax dan Lumbal
a. Flexi : 0 – (80 – 90)
Sulit untuk mengukur dengan tepat gerakan yang terjadi. Hal ini disebabkan
karena : Jaringan lunak yang menyelimuti vertebra, bentuk normal dari
kelengkungan vertebra, variasi gerakan yang berbeda pada setiap bagian
dan keikutsertaan gerakan sendi panggul.
Z.S.P. : Berdiri posisi anatomi
Ada 4 macam cara untuk mengukur :
1) Menghitung derajat inclinasi ke depan terhadap sumbu longitudinal
badan. Pemeriksa memfixasi sendi panggul. Hilangnya lordosis juga akan
tampak.
2) Menghitung jarak level ujung kiri dengan tungkai, yaitu jarak ujung jari
dengan patella atau jarak ujung jari dengan pertengahan tulang kering.
3) Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.

156 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4) Dengan metoda pengukuran memakai pita logam atau plastic / midlin.
Metode pengukuran midlin / pita meteran
Cara ini mungkin lebih tepat untuk pengukuran flexi pada tulang
punggung. Midlin dapat mengikuti kelengkapan tulang vertebra dengan
baik. Pada waktu berdiri diukur dari processus spinosus C7 sampai S1.
Pada .posisi membungkuk kecengkungan lumbal akan berubah menjadi
cembung dan processus spinocus akan merenggang. Hal ini dapat dilihat
dengan bertambah panjangnya pita pengukur / midlin.
Pada gerakan flexi orang dewasa normal rata-rata bertambah 4 inchi /
10 cm. Bila penderita membungkuk dengan punggung tetap lurus,
seperti spondylitis rheumatica, midlin tidak mencatat perubahan.
Gerakan thorax dapat dihitung dari processus spinosus C7 sampai Thl2
sampai S1. Biasanya bila flexi bertambah 4 inchi / 10 cm, maka 1 inchi /
2,5 cm terjadi pada thorax dan 3 inchi / 7,5 cm pada lumbal.
b. Flexi Lateral : 0 – (20 – 30)
Penggaris / pita pengukur ditahan vertical kuat dan lurus, akan membantu
pengukuran. Dengan ini dapat ditentukan : 1) Derajat lateral inclinasi dari
tubuh, atau
2) Dengan menentukan posisi processus Spinosus C7 terhadap pelvis.
3) Menentukan level lumbal sebagai basis gerakan ke lateral. Level ini dapat di
lumbosacral atau lebih tinggi dan bisa bervariasi dari kanan ke kiri pada
penderita yang sama.
4) Dengan sendi lutut sebagai titik ukur, dihitung jarang ujung jari dengan
sendi lutut, pada lateral flexi.
5) Posisi berdiri.
Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.
c. Extensi
Extensi dapat diukur dengan penderita berdiri maupun tidur tengkurap pada
alas yang keras.
1) Pada waktu berdiri, extensi : 0 – 30O
2) Pada tidur tengkurap, extensi dapat diukur melalui processus spinosus C7 :
0 – 20O.
3) Posisi berdiri

157 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Selain dalam derajat juga dapat dalam sentimeter yaitu jarak antara
processus spinosus C7 dengan spina illiaca posterior superior (SIPS).
d. Rotasi : 0 – (30 – 45)
Pada gerakan rotasi, pelvic harus difixasi dengan kedua tangan pemeriksa
dan penderita. Diinstruksikan untuk memutar ke kanan dan kiri. Gerakan ini
dapat diukur dalam derajat, atau prosentase dari gerakan dibandingkan
dengan individu lain yang sepadan dalam umur dan pertumbuhan fisik. Bisa
juga dengan menggunakan midlin, yaitu dengan posisi duduk kedua panggul
dan lutut flexi 90O kedua tangan menyilang dada di atas bahu. Diukur jarak
antara prominensia posterior clavicula kiri ke trochantor mayor kanan
untuk gerakan rotasi kanan, atau sebaliknya untuk rotasi kiri.
9. Sendi Panggul
Sendi panggul merupakan sendi peluru, disebabkan mangkuk sendinya lebih
dalam bentuknya dibandingkan sendi bahu, maka jarak gerak sendi ini lebih
kecil. Pengukuran sendi dengan dilakukan posisi tengkurap atau terlentang
dibandingkan dengan sendi bahu, pengukurab gerak hanya dilakukan pada satu
sisi saja karena apabila gerkan sendi panggul kanan-kiri bersama-sama akan
diikuti gerakan rotasi pelvic. a. Flexi
Z.S.P. : Untuk panggul kanan : terlentang di atas meja datar dan
keras, panggul yang berlawanan (kiri) posisi flexi penuh.

Gerakan flexi dihitung dari 0 – (100 – 120). Dengan fixasi pada crista iliaca
untuk mengetahui saat kapan dimulai gerakan rotasi pelvic. Keterbatasan
gerak flexi dituliskan seperti halnya pada sendi siku dan lutut sebagai
berikut :

1) Flexi panggul dari derajat ke 30 menuju 90 dituliskan (30 – 90).


2) Di sini panggul mempunyai kecacatan dalam flexi 30 dengan mampu
bergerak flexi lebih jauh ke 90 derajat.
b. Extensi
Z.S.P. : Tengkurap di atas tempat tidur yang datar dan keras.

158 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
:
Gerakan Gerakan ke atas dari pada panggul diukur dalam derajat
dimulai dari Z.S.P.
Ada dua cara pengukuran yang biasa digunakan ialah :
1) Posisi tengkurap, bantal kecil ditaruh di bawah perut. Gerakan extensi
panggul dengan lutut lurus atau menekuk.
2) Posisi tengkurap tungkai yang diukur posisi netral (0O, Z.S.P.) dan lurus
pada lutut, tungkai yang berlawanan flexi panggul di luar bed menapak
di lantai. Dari posisi ini dilakukan gerak extensi panggul. Cara
pengukuran ini merupakan yang lebih tepat.
Jarak gerak sendi ini berkisar 0 – (20 – 30).
c. Rotasi
Diukur pada posisi flexi dan extensi.
1) Rotasi dalam flexi
Z.S.P. : Tidur terlentang, lutut dan panggul 90O, pada posisi tegak
lurus dengan garis transversal yang ditarik melewati SIAS
kanan-kiri pelvic.
a) Inward rotasi (internal rotasi) – 0 – 45O
Diukur dengan memutar tungkai bawah menjauhi line sagitalis,
sedangkan paha sebagai axis gerakan rotasi.
b) Outward rotasi (external rotasi) = 0 – 45O
Diukur dengan memutar tungkai bawah mendekati line sagitalis,
sedangkan paha sebagai axis gerakan rotasi.
2) Rotasi dalam extensi
Z.S.P. : Tidur tengkurap lutut 90O dengan garis transversal yang
ditarik melewati SIAS kanan-kiri pelvic.
a) Inward rotasi = 0 – (20 – 45O)
Memutar tungkai bawah ke arah luar.
b) Outward rotasi = 0 – (45 – 50)O
Pengukuran dilakukan dengan memutar tungkai bawah ke arah
dalam.
Rotasi dalam extensi ini dapat juga dikerjakan pada posisi terlentang.

159 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
:
d. Abduksi Dan Adduksi
Z.S.P. : Tidur terlentang tungkai extensi.
Abduksi Gerakan extremitas ke arah luar dimulai dari Z.S.P : 0 – (40 –
55)O.

Adduksi : tungkai yang berlawanan dengan yang diukur dievaluasikan


beberapa derajat untuk memberi gerak adduksi. Berkisar : 0
– (20 – 45)O

Abduksi posisi flexi :

Dapat diukur pada setiap derajat posisi flexi hip, tapi biasanya pada flexi 90 O.

10. Sendi Lutut


Sendi lutut merupakan sendi peluru / sanguardi, dimana gerakan primernya
adalah gerak flexi. Sedangkan geraan kebalikan dari flexi menuju ke Z.S.P.
adalah gerak extensi.

Gerakan yang melebihi Z.S.P. adalah gerak yang tidak alamiah yang disebut
hiperextensi. Sedangkan gerakan alamiah rotasi tibis terhadap condylus
femoralis dalam posisi flexi maupun extensi dapat terjadi dalam derajat yang
kecil dan tidak dapat diukur secara akurat.

a. Flexi
Z.S.P. : Posisi extensi lutut, penderita tidur terlentang atau
tengkurap.

Flexi : Diukur dari Z.S.P. : 0 – (120 – 145)O

b. Pengukuran keterbatasan gerak sendi lutut sama halnya


dengan sendi siku dan panggul.
1) Flexi lutut dari 30O sampai 90O, dituliskan sebagai (30 – 90)O
2) Di sini lutut mempunyai kecacatan dalam flexi 30O dengan mampu
bergerak flexi lebih jauh ke 90O.
11. Sendi Pergelangan Kaki

160 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
:
Merupakan sendi pelana dengan komponen gerak primernya flexi dan extensi
pada sendi tibiotalar. Terdapat pula beberapa derajat gerakan sendi ke arah
lateral dengan posisi pergelangan kaki dalam plantar flexi. Gerakan sendi kaki
diukur dalam posisi lutut flexi dalam tujuan merelaxasi tendi achiles.
Z.S.P. Tungkai bawah posisi relax menekuk pada lutut, telapak
kaki membentuk sudut 90O terhadap cruris.

a. Extensi (Dorsi flexi) dan flexi (plastal flexi) :

Diukur dalam derajat dari Z.S.P. atau diukur dalam prosentase


gerakandibandingkan dengan pergelangan kaki yang berlawanan.

Extensi berkisar : 0 – (15 – 20)O

Flexi berkisar : 0 – (40 – 50)O

12. Gerakan Kaki


Gerakan pada kaki merupakan gerakan gabungan yang dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Bagian depan kaki : Sendi subtalar.
1) Sendi Subtalar
Di sini didapatkan gerakan pasif
Z.S.P. : Tumit berada pada satu garis lurus dengan garis tengah
tibia.
a) Inversi : 0 – 50
Tumit digenggam kuat-kuat dan digerakkan secara pasif ke arah
dalam / medial, gerakan ini diukur dalam derajat atau prosentase
gerak.
b) Eversi : 0 – 50
Dengan teknik sama dilakukan gerakan pasif ke arah luar / lateral.
b. Bagian belakang kaki : Sendi midtarsal.
2) Sendi Midtarsal
Z.S.P. : Axis dari kaki yaitu pada jari II, segaris dengan axis
panjang ditarik sepanjang tulang tibia dari ankle ke lutut.

161 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
:
a) Gerakan Aktif Inversi : 0 – (30 – 35)O
Gerakan aktif ke arah medial. Gerakan ini terdiri dari pronasi,
abduksi dan dorsal flexi.
b) Gerakan Pasif Inversi

162 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gerakan dikerjakan ke arah lateral secara pasif sesuai dengan gerak
aktif. Gerak ini gabungan dari pronasi, abduksi dan sedikit dorsal
flexi.
c) Gerakan Pasif Abduksi dan Adduksi : (0 – 10)O dan (0 – 20)O.
Gerakan ini dikerjakan dengan menggunakan tumit dan
menggerakkan bagian depan ke arah medial dan lateral, gerakan
diusahakan dalam satu bidang datar telapak kaki.
13. Gerakan Ibu Jari Kaki
a. Flexi dan Extensi
Z.S.P. : Extensi jari I segaris dengan garis khayal yang ditarik
melewati tulang metatarsal I.
Gerak flexi extensi terdapat pada sendi metatarsophalang, sedang pada sendi
interphalang hanya didapatkan flexi saja.
b. Metatarsophalangeal : Flexi 0 – (30 – 45)O Extensi : 0 – (50
– 70)O
c. Interphalangeal : Flexi 0 – (30 – 90)O
d. Hallux Valgus.
Derajat deformitas jari I yang mengalami salah bentuk, diukur dalam derajat
pada sudut yang dibentuk oleh garis abduksi metatarsal I dengan garis adduksi
dari phalang proximal dan distal jari I.
14. Gerakan Jari-Jari Kaki
a. Jari II s/d V
Gerakan flexi terdapat pada sendi-sendi distal, tengah dan proximal. Sedang
gerak extensi terdapat pada sendi metatarsophalangeal. Gerakan ini diukur
dalam derajat.

Flexi sendi distal : 0 – (50 – 60)O

Flexi sendi middle : 0 – (35 – 40)O

Flexi sendi m.p : 0 – 40O

b. Abduksi dan adduksi


Z.S.P. : Jari-jari lurus dengan jari II sebagai axis = 0O

Abduksi : Gerakan menjauhi jari II sebagai axis, sedangkan

163 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
adduksi ialah gerakan merapat pada jari II.
SUMBER

SENDI (1) (2) (3) (4) RATA-RATA

ELBOW

Flexion 150 0 135 150 0 150 146


0 0 0
Hyperextension

FOREARM

Pronation 80 75 50 80 71

Supination 80 85 90 80 84

WRIST

Extension 60 65 90 70 71

Flexion Ulnar 70 70 80 75

Dev. 30 40 30 30 33

Radial Dev. 20 20 15 20 19

THUMB

55 50 70
Abduction 58

80 75 90
Flexion : - I-P Jt 80 81

60 50 50
3) N-P 50 53
4) N-C
14 15

FINGERS

Flexion :

Distal Jt. 70 70 90 90 80

Middle Jt. 100 100 100 100

164 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Proximal Jt. 90 90 90 90

Extension :

Distal Middle 0 0

Jt. 0 0

Proximal Jt. 45 45 45

SHOULDER
170
Forward Flexion 150 130 180 158

Horiozontal Flexion 135 135


30
Backward Extension 40 80 60 53
170
Abduction 150 180 180 170

Adduction 30 45 75 50
Rotation Arm at side :

Int. Rot. 40 60 90 80 68

Est. Rot. 90 80 40 60 68

Rotation Arm in Abd (90O) :

Int. Rot. 45 45

Ext. Rot. 45 45

Rot. In Extension :

Int. Rot. 40 35 20 45 35

Ext. Rot. 50 50 45 30 31 Abduction :

In 90O of Flexion 45 to 60

(Depending on age)

165 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
SENDI (1) (2) (3) (4) RATA2

KNEE 120 135 145 135 134

Flexion 10 10 10

Hyperextension
ANKLE

Flexion (Plantar Fl.) 40 50 50 50 46

Extension (Dorsi Fl.) 20 15 15 20 18

HIND FOOT (Subtalar)

Inversion 5 5

Eversion 5 5

FORE FOOT

Inversion 30 35 35 33

Eversion 20 20 15 18

TOES

Great Toe

I.P. Jt. – Flexion 30 90 60

166 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
– Extension 0 0 0

Proximal Jt.

– Flexion 30 35 45 37
– extension
50 70 70 63
2nd to 5th Toes

flexion

- Distal Jt
50 60 55
Middle Jt.
40 35 38
Proximal Jt.
30 40 35
Extension
40 40 40 40

Keterangan :
Sumber-sumber acuan tersebut seperti tertulis dalam lampiran ialah adalah sebagai
berikut :
1. Kolom (1)
The commite on Medical Rating of Physical Impairment, Journal American
Association, Feb 15, 1958.
2. Kolom (2)
The commite of the California Medical Association and Industrial Accident Commision
of the State of California 1960.
3. Kolom (3)
A System of Joint Measurementes, Williams A, Clarke, Mayo Clinic, Dec, 1920.
4. Kolom (4)
International Orthopaedic Measurement (ISOM), . . . .

167 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III.3.

MANUAL MUSCLE TESTING.

1. Pengertian :
Pemeriksaan dan pengukuran kekuatan otot rangka dengan palpasi tangan
2. Data diperoleh :
a Nilai kekuatan otot.
b Karakterisitik otot : tonus, panjang, termor, klonus.
3. Peralatan yang digunakan :
a Bed pemeriksaan/tindakan. b Penggaris dengan
skala milimeter, sentimeter dan inchi. c Meteran
gulung. d Formulir MMT. e Alat tulis.
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Tiap kelompok otot sedikitnya 3 x kontraksi sehingga testing ini memerlukan
waktu 15-60 menit.

1) Indikasi a, pelaksanaan : 1 kali sebelum terapi dan sesudah seri terapi.


2) Indikasi b, pelaksanaan : 1 kali sebelum operasi, dan sesudah operasi
menurut instruksi dokter atau menurut kebutuhan.
3) Indikasi c, d, e, pelaksanaan : 1 kali sebelum tindakan, dan pengontrolan 3
bulan 1 kali.
b. Tingkat Kekuatan Otot : 6 Golongan.

1) Normal (N = 100% = Nilai 5).


Otot mampu berkontraksi menggerakkan sendinya pada R.O.M yang penuh
dengan melawan gravitasi ditambah tahanan tangan yang penuh.
2) Baik (Good = G = 75% = Nilai 4).
Otot mampu berkontraksi menggerakkan sendinya pada R.O.M yang penuh
dengan melawan gravitasi ditambah tangan secukupnya / tidak penuh.
3) Cukup (Fair = F = 50% = Nilai 3).
Otot mampu berkontrakso dan menggerakkan sendi serta dapat melawan
gravitasi.

168 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4) Kurang (Poor = P = 25% = Nilai 2).
Otot mampu berkontraksi dan menggerakkan sendi dengan bantuan.
5) Trade = T = 10% = Nilai 1
Otot mampu berkontraksi tetapi tidak mampu menggerakkan sendi.
6) Otot kosong (0% = Zero = Nilai 0).
Otot tidak mampu berkontraksi.
c. Karakter otot :

1) Ditambahkan dalam nilai otot :


2) Spastis
3) Kontraktur
4) Flacid
5) Tremor 6) Klonus.
7) Ruptur tendon
8) Ruptur serabut otot.
5. Lampiran :
5.1 Posisi dan lokasi otot.
5.2 Formulir uji kekuatan otot.
6. Dokumen terkait :
7. Referensi :

LOKASI / SENDI KELOMPOK OTOT MACAM NILAI


POSISI

1. Leher Ext
Extensor ensor Semua nilai Semua

2. Trunk (badan) a. Adduktor & Dawn ward nilai


Rotator
3. Scapula
b. Adduktor
(belikat)
c. Elevator Nilai 5, 4 & 3

d. Depsesor
Nilai 5, 4 & 3

Nilai 2, 1 & 0

II. Tiduran Semua nilai


Tengkurap

169 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4. Shoulder a. Extensor Semua nilai kecuali 2
(bahu) b. Horizontal ABD
Nilai 5, 4, & 3
c. Lateral Rotator
d. Medial Rotator Semua nilai

Semua nilai

5. Hip (Panggul) Extensor Semua nilai kecuali 2

6. Knee (Lutut) Flexor Semua nilai kecuali 2

III. Tiduran 1. Shoulder a. Flexor s/d 90O Nilai 2


Miring (bahu) b. Extensor
Nilai 2

2. Panggul (Hip) a. Flexor Nilai 2


b. Extensor
Nilai 2
c. Abduktor
d. Adduktor Nilai 5, 4, 3

Nilai 5, 4, 3

3. Knee (Lutut) a. Flexor Nilai 2


b. Extensor
Nilai 2

4. Pergelangan kaki a. Plantar Flexor Nilai 2, 1 & 0


b. Inventor
Nilai 5, 4, 3
c. Evertor
Nilai 5, 4, 3

170 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOKASI / SENDI KELOMPOK / SENDI MACAM NILAI
POSISI

1. Trunk (Badan) Rotator Nilai 2

2. Scapula a. Adduktor & Dawn ward


(Belikat) rotator
Nilai 2, 1, & 0
b. Adduktor
c. Adduktor Nilai 2, 1, & 0

d. Elevator
Nilai 2, 1, & 0

Nilai 5, 4, & 3

3. Shoulder Flexor s/d 90O Nilai 5, 4, & 3


a.
O
(Bahu) Abduktor s/d 90
b. Nilai 5, 4, & 3
Horizontal Abduktor
c.
Horizontal Adduktor Nilai 2, 1, & 0
IV. Duduk di Bed d.
kedua tungkai
Nilai 2, 1, & 0
berjuntai
4. Elbow (Siku) a. Flexor
Nilai 5, 4, & 3
b. Pronator & Supinator
Semua nilai

5. Wrist a. Flexor Semua nilai


(pergelangan
b. Extensor
tangan) Semua nilai
c. Ulnar Diviator
d. Radial Diviator Semua nilai

Semua nilai

171 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6. Jari-jari tangan a. Flexor Semua nilai
b. Extensor
Semua nilai
c. Abduktor
d. Adduktor Semua nilai

Semua nilai

7. Ibu jari tangan a. Flexor


Semua nilai
b. Extensor
c. Abduktor Semua nilai

d. Adduktor Semua nilai

Semua nilai

8. Hip (panggul) a. Flexor


Nilai 5, 4, & 3
b. Lateral Ratator
c. Medial Ratator Nilai 5, 4, & 3

Nilai 5, 4, & 3

9. Knee (Lutut) Extensor Nilai 5, 4, & 3

10. Ankle Dorsal Flexor Nilai 5, 4, & 3


(pergelangan
tangan) Invertor Nilai 5, 4, & 3

Trunk (badan) Elevator Plevis Nilai 5, 4, & 3

V. Berdiri Ankle (perge- Plantar flexor Nilai 5, 4, & 3


langan tangan)

FORMULIR MANUAL MUSCLE TEST

LEFT RIGHT

172 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Examiner’s Initial’s

Date

SCAPULA Abductor-Serratus anterior SCAPULA

Adductor-middle trapezius

Adductors-Rhomoids

Depressor

Flexors SHOULDER

SHOULDER Extensor

Abductors

Horizontal Abductors

Horizontal Adductors

External rotators

Internal rotators

ELBOW Flexors ELBOW

Extensors

FOREARM Supinators FOREARM

Pronators

WRIST Flexors-radial deviation WRIST

Flexors-ulnar deviation

Extensor radial deviation

173 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Extersor ulnar deviation

FINGERS Flexorsmetacarpophalangeal FINGERS

Extensormetacarpophalangea
l

Flexor-
proximalinterphalangeal

Flexor-distal interphalangeal

Abductors

Adductors

Opponens-5th fingers

THUMB OPPONENS THUMB

Flexor-
metacarpophalangeal

Extensormetacarpophalangea
l

Flexor-interphalangeal

Extensor-interphalangeal

Abductors

Adductors

MEASUREMENTS

CHEST Inspiration CHEST

174 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Expiration

ABDOMEN Umbilicus to Ant. Sup. ABDOMEN


Spine

LOWER Circumference-mid. Calf LOWER


EXTREMITY
EXTREMITY Circumference-mid. Thigh

Ant. Sup. Spine to in malleous

Umbilicus to internal
malleolus

Cannot walk Date Walks with crutches Date

Stands Date Walks with canes Date

Walks with
Date Walks anaided Date
braces
Walks with corset Date Climbs stairs Date

Other Apparatus

Scoliosis and other deformiot tes

Pengertian :

S= Spasm = Tegang. C = Contracture = Mengkerut.

SS= Severe Spasm = Sangat Tegang. CC = severe Contracture = Sangat mengkerut.

III. 4.

UJI KESEIMBANGAN

175 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pengertian :
Adalah pengujian untuk menilai tingkat keseimbangan pada berbagai posisi duduk
dan berdiri.
2. Data yang diperoleh :
a Nilai keseimbangan berbagai posisi dengan nilai 4 untuk normal dan terendah
0. b Karakteristik posisi : perubahan garis gravitasi
(alignment).
3. Peralatan yang digunakan :
a. Bed pemeriksaaan/tindakan.
b. Kursi dengan sandaran.
c. Bangku / stool, tanpa sandaran.
d. Cermin ukuran ukuran minimal : 60 x 180 cm2.
e. Alat tulis.
4. Prosedur/Rincian aktifitas:
Fisioterapis dengan/atau tanpa tenaga pembantu, menguji keseimbangan
pasien/klien pada posisi-posisi : a Duduk tanpa disangga, kedua kaki
menginjak lantai :
b Duduk ke berdiri c Berdiri tanpa disangga d
Berdiri ke duduk e Bergeser posisi duduk. f
Berdiri mata tertutup. g Berdiri kedua kaki
rapat h Meraih benda tangan lurus kedepan. i
Berputar melihat belakang melalui bahu kanan dan
kiri :
j Berputar 360 derajad
k Menginjakkan kaki di stool kanan=kiri bergantian
l Berdiri satu kaki didepan m Berdiri satu kaki
Jumlah nilai dapat digunakan sebagai evaluasi awal, tengah, akhir dan prognosis
tindakan terapi.

5. Dokumen terkait :

176 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6. Referensi :

Lampiran.

III. 4.1.

FORMULIR UJI KESEIMBANGAN

177 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Teknik Terpilih :

Berg Balance Sdale.

Nama : Diagnosis Ft :

Tgl. Lahir/Umur :

Diagnosis Medis: Tgl. Pemeriksaan :

No KRITERIA NILAI KET.

1 Duduk tanpa disangga, kedua kaki menginjak lantai :

a) Instruksi : Silahkan duduk kedua tangan dilipat diadada 2 menit.


b) Nilai :
(4) Bertahan stabil mandiri 2 menit.

(3) Bertahan 2 menit dengan pengawasan.

(2) Bertahan 30 detik.

(1) Bertahan 10 detik.

(0) Tanpa penyangga tidak mampu bertahan 10 detik.

178 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2 Duduk ke berdiri

a. Instruksi : Silahkan berdiri dari duduk.


b. Nilai :
(4) Bangkit berdiri tanpa bentuan.

(3) Bangkit berdiri dengan bantuan tangan sendiri.

(2) Bangkit berdiri dengan bantuan tangan sendiri setelah


beberapa kali mencoba.

(1) Bangkit berdiri seimbang dengan bantuan minimal.

(0) Bantuan sedang sampai maksimal untuk bengkit berdiri.

3 Berdiri tanpa disangga

a. Instruksi : Silahkan tetap berdiri tanpa pegangan selama 2 menit.


b. Nilai :
(4) Berdiri stabil 2 menit.

(3) Berdiri stabil 2 menit dengan pengawasan.

(2) Berdiri stabil 30 detik.

(1) Berdiri stabil 30 detik setelah mencoba beberapa kali.

(0) Tidak mampu berdiri 30 detik tanpa bantuan.

4 Berdiri ke duduk

a. Instruksi : Pada posisi berdiri, dipersilahkan duduk. b.


Nilai :
(4) Duduk tanpa menggunakan tangan sendiri, tanpa bantuan.

179 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(3) Duduk dengan menggunakan tangan sendiri untuk kendali
gerak turun.

(2) Duduk dengan menggunakan tungkai bagian belakang


menempel kursi.

(1) Duduk tanpa bantuan dengan gerak turun tidak terkendali.

(0) Memerlukan bantuan untuk duduk.

5 Bergeser posisi duduk.

a. Instruksi : Kursi, bed/bangku yang sama tinggi dirapatkan,


silahkan pindah dari bed/bangku kekursi atau sebaliknya.
b. Nilai :
(4) Berpindah tanpa menggunakan tangan dan tanpa bantuan.

(3) Berpindah dengan menggunakan tangan sendiri.

(2) Berpindah dengan menggunakan tangan sendiri dan bantuan


stimulasi verbal.

(1) Berpindah dengan bantuan 1 orang.

(0) Berpindah dengan bantuan 2 orang.

6 Berdiri mata tertutup.

a. Instruksi : Silahkan berdiri dan tutup mata 10 detik. b.


Nilai :
(4) Berdiri stabil 10 detik.

180 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(3) Berdiri 10 detik dengan pengawasan.

(2) Berdiri 3 detik.

(1) Berdiri tidak dapat menutup mata 3 detik.

(0) Perlu bantuan untuk tetap berdiri.

7 Berdiri kedua kaki rapat

a. Instruksi : Silahkan berdiri dan rapatkan kedua kaki. b.


Nilai :
(4) Berdiri merapatkan kedua kaki 1 menit.

(3) Berdiri merapatkan kedua kaki 1 menit dengan pengawasan.

(2) Berdiri merapatkan kedua kaki 30 detik.

(1) Berdiri merapatkan kedua kaki 15 detik dengan bantuan


pengaturan posisi.

(0) Tidak mampu berdiri 15 detik dengan merapatkan kedua kaki.

181 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
8 Meraih benda tangan lurus kedepan.

a. Instruksi :
- Berdiri tegak tanpa bantuan disamping bidang sagital/papan
untuk proyeksi ukuran jarak.

- Angkat kedua lengan lurus horisintal kedepan (flexi shoulder 90


derajad), proyeksikan letak ujung jari tangan dengan tanda (X)
pada bidang/papan sagital disamping badan.

- Raihlah kedepan sejauh mungkin dengan mencondongkan

badan, proyeksikan letak ujung jari tangan dengan tanda (Y) pada

bidang/papan sagital disamping badan. b. Nilai :

(4) Meraih kedepan dengan jarak X – Y lebih dari 25 senti meter.

(3) Meraih kedepan dengan jarak X – Y lebih dari 12 senti meter.

(2) Meraih kedepan dengan jarak X – Y lebih dari 5 senti meter.

(1) Meraih kedepan dengan pengawasan.

(0) Hilang keseimbangan ketika berusaha meraih kedepan.

182 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9 Memungut benda dilantai pada posisi berdiri.

a. Instruksi :
- Berdiri tegak

- Benda diletakkan didepan kedua kaki, dipersilahkan mengambil


benda tersebut.

b. Nilai :
(4) Mengambil dengan mudah dan stabil.

(3) Mengambil dengan pengawasan

(2) Mengambil dengan benda diletakkan sejauh 2,5 – 5 sentimeter


didepan kaki.

(1) Tidak dapat mengambil, mampu/berani mencoba dengan


pengawasan.

(0) Tidak mampu/berani mencoba.

183 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
10 Berputar melihat belakang melalui bahu kanan dan kiri :

a. Instruksi : Letakkan bneda dibelakang

tubuh subyek, dipersilahkan melihat benda

tersebuit dengan menengok kebelakang

melalui bahu kanan kemudian kiri. b. Nilai :

(4) Mampu melihat benda dibelakang dari dua sisi dengan posisi
berdiri stabil.

(3) Mampu melihat benda dibelakang dari satu sisi, sisi lain tidak
stabil.

(2) Mampu melihat kebelakang dari satu sisi, memerlukan


pengawasan.

(1) Mampu melihat kebelakang dari satu sisi, dengan bantuan


penyanggaan.

(0) Tidak mampu/berani mencoba melihat kebelakang.

11 Berputar 360 derajad

a. Instruksi : Putar membalik kebelakang dengan siklus pebuh


sampai keposisi semula, istirahat, putar membalik gerak yang
sama arah yang lain ke posisi semula.

b.Nilai :

(4) Mampu memutar 360 derajat pada dua arah, stabil, waktu 4
detik.

(3) Mampu memutar 360 derajat satu arah, stabil, waktu 4 detik.

(2) Mampu memutar 360 derajat satu arah, stabil, waktu lebih

dari 4 detik.

184 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(1) Mampu memutar 360 derajat satu arah, dengan pengawasan
ketat atau perintah berturutan.

(0) Memerlukan bantuan penuh selama memutar.

12 Menginjakkan kaki di stool kanan=kiri bergantian

a. Instruksi : Letakan stool yang berukuran setinggi lutut, angkat


kaki menginjak (step) papan atas stool, bergantian kanan dan kiri
masing-masing 4 kali.

b. Nilai :

(4) Mampu berdiri stabil, mengerjakan 8 step, waktu 20 detik.

(3) Mampu berdiri stabil, mengerjakan 8 step, waktu lebih dari 20


detik.

(2) Mampu berdiri mengerjakan 4 step, dengan pengawasan.

(1) Mampu berdiri mengerjakan 2 step, dengan bantuan minimal.

(0) Membutuhkan bantuan maksimal untuk mencoba, atau tidak


mampu/berani mencoba.

13 Berdiri satu kaki didepan

a. Instruksi :

Letakkan satu kaki didepan kaki yang lainnya, bertahanlah


berdiri.

b. Nilai :

(4) Mampu meletakkan satu kaki didepan kaki yang lain ujung
jempol kaki menyentuh tumit kaki depan, stabil, waktu 30

185 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
detik.

(3) Mampu meletakkan kaki berjarak 1 kaki didepan kaki yang


lain, stabil, waktu 30 detik

(2) Mampu meletakkan kaki berjarak 1langkah pendek didepan


kaki yang lain, stabil, waktu 30 detik

(1) Membutuhkan bantuan untuk meletakkan kaki. Dapat bertahan


15 detik.

(0) Hilang keseimbangan saat mencoba mengangkat


memposisikan kaki.

14 Berdiri satu kaki

a. Instruksi : Berdiri satu kaki dan bertahanlah.

b. Nilai :

(4) Mampu bertahan stabil 10 detik.

(3) Mampu bertahan stabil kurang dari 10 detik.

(2) Mampu bertahan stabil 3 detik.

(1) Mampu bertahan kurang dari 3 detik.

(0) Tidak mampu mencoba, atau memerlukan bantuan


maksimal.

JUMLAH NILAI

Nilai : 43 – 56 (Normal)

186 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Nilai : 29 – 42 (Fair)

Nilai : 15 – 28 (Weak)

Nilai : 0 – 14 ( Poor)

Hal-hal khusus :

Rekomendasi :

Tanda-tangan dan Nama Pemeriksa :

III. 5.

ANALISIS LANGKAH DAN BERJALAN.

187 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1. Pengertian :
Adalah pemeriksaan dan analisis langkah dan berjalan
2. Data diperoleh : a Pola
langkah dan berjalan. b
Gerak tungkai.
c Sikap tubuh.
3. Peralatan yang digunakan :
a Lantai dilukis garis lurus sepanjang minimal 3 meter.
b Cermin ukuran minimal 180 x 180 cm2. c
Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan
inchi. d Meteran gulung.
e Goniometer.
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Analisis siklus langkah dan berjalan :
1) Analisis keseimbangan berjalan
2) Analisis waktu/ritme berjalan
3) Analisis jarak tiap langkah
4) Analisis pembebanan berat badan tiap siklus 5) Analisis gerak persegment.
b. Analisis :
Siklus langkah terdiri dari :
Stance phase (40%) Swing phase (60%)

Terminilogi Racho Term. konvensional Terminilogi Racho Term. konvensional

1.Initial contact Heel strike Initial swing Acceleration


2.Loading response
Foot flat Mid-swing Mid-swing
3.Mid-stance
4.Terminalm stance Mid- stance Terminal swing Deceleration.

5. Pre swing Heel off

Toe off

188 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1) Tahap I : Tumit memukul (Heel strike), untuk tungkai kanan yang melangkah,
a) Pandangan dari samping :

 Kepala dan badan tegak, lengan kanan di belakang garis tengah


tubuh dengan siku lurus, lengan kiri ke depan dengan siku sedikit
menekuk
 Panggul sedikit memutar ke depan
 Lutut kanan lurus

 Kaki kiri sedikit terputar keluar, sebesar  15 derajat bidang


sagital.
b) Pandangan dari depan :

 Kepala dan badan tegak, kedua lengan terayun dengan sedikit


mereganggang dari pada tubuh
 Psnggul sedikit miring ke bawah pada sebelah kanannya
 Tungkai sedikit terputar keluar pada sendi pahanya 2) Tahap II :
Posisi tengahan (Foot flat).
Pandangan dari samping :
 Kepala dan badan tegak, kedua lengan sedikit merenggang dari
pada tubuh
 Panggul sedikit miring ke bawah pada sebelah kanannya
 Tungkai sedikit terputar pada sendi pahanya 3) Tahap III : Dorong
angkat (Mid stance).
a) Pandangan dari samping

 Lengan kanan di depan garis tengah tubuh dengan siku sedikit


menekuk, lengan kiri ke belakang dengan siku melurus
 Panggul terputar ke depan
 Lutut kanan sedikit menekuk
 Pergelangan kaki plantar flexi
 Jari-jari hiper extensi pada sendi metatarsophalangeal
b) Pandangan dari depan :

189 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
 Kedua tangan terayun dengan sedikit meregangang pada tubuh,
siku kanan sedikit menekuk dan kiri melurus
 Tungkai sedikit terputa keluar pada sendi pahanya
 Telapan bagian tumit dan tengah tampak dan telapak bagian depan
menempel pada lantai
4) Tahap IV : Pertengahan mengayun (Heel off – Toe off).
a) Pandangan dari depan

 Kepala dan badan tegak dan panggul sedikit miring turun


 Tungkai pada garis vertikal gaya berat tubuh
 Tungkai sedikit terputar ke dalam pada sendi pahanya
 Kaki membentuk sudut terhadap tungkai dengan sedikit eversi
b) Pandangan dari samping :

 Panggul sedikit berputar ke depan, kedua lengan mendekat pada


garis tengah tubuh
 Lutut dan paha menekuk
 Kaki sedikit terputar keluar terhadap tungkai.

5. Lampiran :
6. Dokumen terkait :
7. Referensi :

SENDI OTOT YG.AKTIF DEVIASI GAIT PENYEBAB KEMUNGKINAN


MUSKULER PENYEBAB LAIN.

190 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Hip Gluteus maximus / Anterior pelvic Hip extensor :
hamstrings / adductor tilt lemah
magnus

Gluteus medius / tensor


fascialata : mengontrol gaya Badan condong
hip adduksi. kebelakang

Knee

Ankle

SENDI OTOT YG.AKTIF DEVIASI GAIT PENYEBAB KEMUNGKINAN


MUSKULER PENYEBAB LAIN.

SENDI OTOT YG.AKTIF DEVIASI GAIT PENYEBAB KEMUNGKINAN


MUSKULER PENYEBAB LAIN.

191 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
SENDI OTOT YG.AKTIF DEVIASI GAIT PENYEBAB KEMUNGKINAN
MUSKULER PENYEBAB LAIN.

SENDI OTOT YG.AKTIF DEVIASI GAIT PENYEBAB KEMUNGKINAN


MUSKULER PENYEBAB LAIN.

D. Aplikasi Teknis/Teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan,


elektroterapi, traksi, hidroterapi. Isi SPO tingkat IV

IV. 1

192 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 1 dari 3
LOGO
INSTITUSI

Judul: Short Wave Diathermy Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
1.1 Short Wave Diathermy (SWD) atau Ultra Korte Golf (UKG) adalah alat terapi
yang menggunakan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus
bolak balik frekuensi tinggi. Pemakaian SWD yang di perbolehkan adalah
frekuensi 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz dan panjang gelombang 7,5
m, 11 m dan 22 m. Namun dalam pengobatan frekuensi yang sering
digunakan adalah 27,33 MHz dengan panjang gelombang 11 m.

1.2 Indikasi

1.2.1 Beberapa jenis patologi seperti traumatologi dan rematologi dapat


dipercepat penyembuhan lukanya dengan pemberian SWD
intermittern.
1.2.2 Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.
1.2.3 Kondisi peradangan sub acut dan chronic menggunakan SWD
continued.
1.2.4 Nyeri musculosceletal.
1.2.5 Ketegangan, perlengketan, pemendekan otot dan jaringan lunak.
1.2.6 Persiapan latihan atau senam.
1.2.7 Gangguan pada sistem peredaran darah.
1.3 Kontra Indikasi

1.3.1 Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.


1.3.2 Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.
1.3.3 Gangguan peredaran darah.
1.3.4 Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.

193 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.3.5 Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
1.3.6 Mata, testis, luka dan exim basah.
1.3.7 Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
1.3.8 Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer,
Neuropathy akibat DM, Angiopathy dabetica.
1.3.9 Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
1.3.10 Setelah X ray.
1.3.11 Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
1.3.12 Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic.
1.3.13 Faktor kalogenase

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan modalitas
Short Wave Diathermy.

III. PROSEDUR
3.1 Memulai Terapi
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit.
3.1.2 Pilih elektrode dan metode yang akan digunakan
3.1.2.1 Through and through ( contra planar ) : area lokal
dan
dalam.
3.1.2.2 Cross fire : area berongga.
3.1.2.3 Longitudinal/Co planar pada area dangkal, luas atau
memanjang.
3.1.2.4 Monopolar : area lokal dan dangkal 3.1.2.5
Cable methode : area silindris dan memanjang
3.1.3 Pemasangan electrode pada daerah vasomotor/proximal.
3.1.4 Pastikan mesin ke ground
3.1.5 Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program
terapi dan tidak takut
3.1.6 Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta kontra
indikasinya.

194 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.7 Posisi pasien comfortable
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas
3.1.9 Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk
mencegah terjadinya luka bakar
3.1.10 Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.
3.1.10.1 Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1x sehari selama 10x
3.1.10.2 Kondisi chronic : Intensitas Thermal : Waktu 10-15 menit,
pengulangan 1-2x sehari selama 10x
3.1.10.3 Gangguan sistem peredaran darah. Intensitas, pengulangan
dan seri sama dengan kedua kondisi diatas. Waktu 15 menit.
3.1.11 Pastikan mesin dalam keadaan tuning
3.1.12 Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
3.1.13 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing
3.2 Mengakhiri Terapi
3.2.1 Matikan mesin pastikan tombol kembali ke angka 0 atau mesin tetap
hidup dengan dosis 0 (stand – by stand).
3.2.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin, kecuali dalam keadaan
darurat
3.2.3 Perhatikan reaksi pasien dan kemungkinan efek samping yang timbul.
3.2.4 Kembalikan peralatan seperti kondensor ke tempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


4.1 KD-KL-002/Rev-02 : Petunjuk Umum Pelayanan Fisioterapi
4.2 KD-KL-003/Rev-02 : Etika Pelayanan fisioterapi
4.3 KD-KL-005/Rev-02 : Penjelasan Pelayanan Fisioterapi
V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik

195 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

196 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 173 dari 3
INSTITUSI

Judul: Micro Wave Diathermy Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
.

I. PENGERTIAN
1.1 Micro Wave Diathermy (MWD) adalah Alat terapi yang menggunakan
gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik
frekuensi tinggi dengan frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang
12,25 cm.
1.2 Indikasi
1.2.1 Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.
1.2.2 Kondisi peradangan sub acut dan chronic .
1.2.3 Nyeri musculosceletal.
1.2.4 Ketegangan, perlengketan dan pemendekan otot dan jaringan
lunak.
1.2.5 Persiapan latihan atau senam.
1.2.6 Gangguan pada sistem peredaran darah.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.
1.3.2 Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.
1.3.3 Gangguan peredaran darah.
1.3.4 Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.
1.3.5 Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
1.3.6 mata, testis, luka dan exim basah.
1.3.7 Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
1.3.8 Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer,
1.3.9 Neuropathy akibat DM, Angiopathy dabetica.
1.3.10 Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
1.3.11 Setelah X ray.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
1.3.12 Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
1.3.13 Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic. 1.3.14
Faktor kalogenase

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas Micro Wave Diathermy.

173
III. PROSEDUR
3.1 Memulai Terapi
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit.
3.1.2 Emitter ( electrode ) yang telah di pilih dipasang pada lengan emitter
dan dihubungkan ke mesin dengan kabel emitter. Emitter
bulat ,medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk sirkuler
dan paling padat di daerah tepi. Sedangkan emitter segi empat
medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk oval dan
paling padat di daerah tengah.
3.1.3 Pemasangan electrode pada daerah vasomotor/proximal.
3.1.4 Pastikan mesin ke ground
3.1.5 Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program
terapi dan tidak takut
3.1.6 Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta kontra
indikasinya.
3.1.7 Posisi pasien comfortable
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas
3.1.9 Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk
mencegah terjadinya luka bakar
3.1.10 Putar waktu sesuai kebutuhan antara 10-15 menit
3.1.11 Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.
3.1.11.1 Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1 x sehari selama 10x
3.1.11.2 Kondisi chronic : Intensitas Thermal : Waktu 10-15 menit,
pengulangan 1-2 x sehari selama 10x
3.1.11.3 Gangguan sistem peredaran darah.
Intensitas, pengulangan dan seri sama dengan kedua
kondisi diatas. Waktu 15 menit.
3.1.12 Pastikan mesin dalam keadaan tuning
3.1.13 Emitter diatur sehingga sejajar kulit dan jarak sesuai ukuran
emitter.
3.1.14 Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.1.15 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing

3.2 Mengakhiri Terapi


3.2.1 Matikan mesin pastikan tombol kembali ke angka 0 atau mesin tetap
hidup dengan dosis 0 (stand – by stand).
3.2.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin, kecuali dalam keadaan
darurat
3.2.3 Perhatikan reaksi pasien dan kemungkinan efek samping yang
timbul.
3.2.4 Kembalikan peralatan seperti kondensor ke tempat semula

174
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
175

LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 176 dari 3

Judul: Terapi Ultrasonic Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
.

I. PENGERTIAN
1.1 Terapi Ultrasonic yaitu suatu usaha pengobatan dengan menggunakan
mekanisme getaran dengan frekuensi lebih dari 20 KHz. Didalam praktek
klinik frekuensi yang digunakan antara 0,7 MHz – 3 MHz, dengan
intensitas 1 – 3 w / cm2

1.2 Indikasi

1.2.1 Kelainan/penyakit pada jaringan tulang, sendi dan otot.


1.2.2 Keadaan post traumatik seperti kontusio, distorsi, luxation dan
fractur. Kontra indikasi relatif selama 24-36 jam setelah trauma.
1.2.3 Rheumatoid arthritis stadium tak aktif.
1.2.3.1 Arthritis
1.2.3.2 M. Becherev ( Local )
1.2.3.3 Bursitis, capsulitis, tendinitis
1.2.4 Kelainan/penyakit pada persyarafan
1.2.4.1 Neuropathie
1.2.4.2 Panthoom pain
1.2.4.3 H N P
1.2.5 Kelainan/penyakit pada sirkulasi darah
1.2.5.1 M. Raynould
1.2.5.2 M. Buerger

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
1.2.5.3 Sudeck dystrofie
1.2.5.4 Oedema
1.2.6 Penyakit pada organ dalam
1.2.7 Kelainan pada kulit
1.2.8 Jaringan parut setelah operasi
1.2.9 Jaringan parut karena traumatic
1.2.10 Dupuytren contracture
1.3 Kontra Indikasi

1.3.1 Absolut.
1.3.1.1 Mata
1.3.1.2 Daerah jantung
1.3.1.3 Uterus pada wanita hamil

176
1.3.1.4 Epiphyseal plate
1.3.1.5 Testis
1.3.2 Relatif
1.3.2.1 Hilangnya sensibilitas
1.3.2.2 Endoprothese
1.3.2.3 Tumor
1.3.2.4 Post traumatik
1.3.2.5 Tromboplebitis dan varices
1.3.2.6 Septis – inflamation
1.3.2.7 Diabetis mellitus

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas ultra sonic.

III. PROSEDUR
3.1 Persiapan

3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk menemukan masalah dan


menentukan program agar arus Ultasonic tepat mencapai sasaran
3.1.2 Memberi penjelasan langkah terapi serta tujuannya agar pasien
tenang dan memahami program
3.1.3 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.4 Memilih Tranduser dinamis atau statis
3.1.5 Menentukan metode untuk mencegah luka bakar
3.1.5.1 Kontak langsung dengan medium oils (minyak), water oils
emulsions, aqueus-gel atau oinment (pasta)

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.1.5.2 Kontak tak langsung dengana Sub-aqual (dalam air) atau
Water pillow
3.1.6 Posisikan pasien comfortable
3.1.7 Area dibersihkan dengan sabun atau alcohol 3.1.8
Rambut yang terlalu lebat dicukur.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Terapis memperhatikan frekuensi, jenis arus dan intensitas agar
sasaran tepat 3.2.1.1 Intensitas
3.2.1.1.1 Rendah : 0,3 w/cm2
3.2.1.1.2 Sedang : 0,3 - 1,2 w/cm2
3.2.1.1.3 Tinggi : 1,2 - 3 w/cm2
3.2.1.1.4 Continued : Paling tinggi 3 w/cm2
3.2.1.1.5 Intermittern : Paling tinggi 5 w/cm2
3.2.2 Lamanya terapi, tergantung luas area yang diterapi dan jenis
tranduser yang dipakai. Sebagai pedoman, area seluas 1cm2 waktu
1 menit

177

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 179 dari 2

Judul: Interferential therapy Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
I. PENGERTIAN

1.1 Interferential therapy adalah suatu metode pengobatan fisioterapi


dengan menggunakan penggabungan dua arus bolak-balik yang
berfrekuensi menengah yang saling berinterferensi (4000 dan 4250)
sehingga menghasilkan frekuensi baru.
1.2 Indikasi
1.2.1 Keluhan nyeri otot,tendon, ligamen, kapsul, syaraf.
1.2.2 Keadaan hipertonus /spasme otot.
1.2.3 Kelemahan otot.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Demam.
1.3.2 Tumor.
1.3.3 Tuberculosis.

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas interferntial therapy.

III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah
dan menentukan program sehingga agar Interferntial therapy lebih
mencapai sasaran
3.1.2 Memberi penjelasan langkah terapi serta tujuannya agar pasien
tenang dan memahami program
3.1.3 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.4 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.5 Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
Trigger point dengan Elektrode besar (Pasif) atau kecil ( Aktif )

179
3.1.5.1 Nerve treatment
3.1.5.2 Ganglion treatment
3.1.5.3 Paravertebra treatment
3.1.5.4 Segmental treatment
3.1.5.5 Transregional
3.1.6 Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.7 Posisi pasien seenak mungkin.
204 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya. Jelaskan bahwa yang dirasakan sedikit
sakit tapi tidak perih bila dirasakan perih dikhawatirkan terjadi
luka bakar.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.3 Dosis
3.3.1 Intensitas :Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
3.3.2 Lamanya terapi :10-15 menit. Bila ada titik nyeri dapat diberikan per
titik selama 5 menit.
3.3.3 Frekuensi 2000 Hz akan menghasilkan aktifitas motorik , arus yang
akan dihasilkan terasa kasar.
3.3.4 Frekuensi 4000Hz tidak menghasilkan aktifitas motorik dan terasa
halus sehingga cocok untuk mengurangi nyeri.
3.3.5 Pengulangan therapy untuk dosis rendah dilakukan setiap hari,
sedangkan untuk dosis tinggi 2 hari sekali.
3.4 Mengakhiri Terapi
3.4.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.4.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin sendiri atau langsung
bangun setelah terapi selesai.
3.4.3 Beri tissue bila terapi selesai agar pasien dapat membersihkan
3.4.4 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang mungkin timbul.
3.4.5 Kembalikan peralatan serta perlengkapannya ke posisi semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

. LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 181 dari 2

Judul: Arus faradic Departemen.: Klinik


| P aTanggal
n d u a n Keluar
P r o s e:d u r O p e rTanggal
a s i o n aRevisi:
l F i s i o t e r a p i I n d oDibuat
n e s i aoleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
1.1 Arus faradic adalah arus bolak balik yang tidak simetris yang mempunyai
durasi 0,01 – 1 msc dengan frekuensi 50 – 100 cy / detik.
1.2 Indikasi
1.2.1 “ LMN Lession” dengan nilai otot di bawah tiga.
1.2.2 post trauma atau operasi setelah konductivitas membaik.
1.2.3 Kelemahan otot karena penyakit atau disuse atropy dengan nilai
otot di bawah tiga.
1.2.4 Otot yang tidak mampu berkontraksi karena nyeri misalnya setelah
trauma.
1.2.5 Tiga minggu setelah tendo transfer
1.2.6 Adanya pembengkakan lokal /setempat pada anggota.
1.2.7 Otot yang memendek atau berlengketan ( contractur ).
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Setelah operasi / trauma pada urat syaraf yang konductivitasnya
belum membaik.
1.3.2 LMN lession yang masih nyeri sekali.
1.3.3 LMN complete lession.
1.3.4 Panas tinggi diatas 37.50 C.

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas arus faradic.

III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah dan
menentukan program sehingga modalitas arus faradic lebih
mencapai sasaran.
3.1.2 Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi
tidak perih. Kalau perih dikawatirkan dapat menimbulkan luka
bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program

181
3.1.4 Menentukan area terapi yang Tepat agar terapi efektif
3.1.5 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.6 Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
3.1.6.1 Stimulasi motor unit
3.1.6.2 Stimulasi secara group
3.1.6.3 Labile treatment
3.1.6.4 Nerve conduction
206 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.6.5 Bath treatment : Bipolar atau Monopolar 3.1.7
Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.8 Posisi pasien seenak mungkin.
3.1.9 Area yang akan di terapi terbuka seperlunya dan otot yang akan
distimulasi dalam keadaan memendek / relax.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas : 2 – 60 m A, Durasi arus 0,01msc.

3.2.4.2 Waktu : Tiapsatu otot perlu 30-90 kali rangsangan dalam


waktu 1-3 menit.
3.2.4.3 Pengulangan : 1 kali sehari bila otot telah mencapai nilai 2
+ cukup 1 kali selama 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.3.2 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang timbul.
3.3.3 Kembalikan peralatan ke tempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada.

V. LAMPIRAN
Tidak ada.

VI. DAFTAR DISTRIBUSI

6.1 Direksi

6.2 Manajer Klinik

6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 183 dari 2

Judul: Arus Galfanic Departemen.: Klinik


| PTanggal
a n d u aKeluar
n P r o s: e d u r O p Tanggal
e r a s i o nRevisi:
a l F i s i o t e r a p i I n dDibuat
o n e s oleh:
i a Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manager Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
1.1 Arus galvanic adalah arus searah terputus – putus yang telah modifikasi
dengan frekuensi dan durasi tertentu yang bentuk pemutusannya dapat
berupa trianguler, rekta anguler, trapezoid, saw – tooth dan depolarized.
1.2 Indikasi
1.2.1 “ LMN lession “ baru yang masih disertai keluhan nyeri.
1.2.2 Post trauma atau operasi urat syaraf yang konductivitasnya belum
membaik.
1.2.3 “ LMN Lession “ kronik yang sudah denervated muscle.
1.2.4 Keluhan nyeri pada otot sebagai counter iritation atau awal dari
suatu latihan ( Preliminary exercise ).
1.2.5 Peradangan sendi : Osteo arthritis, Rheumatoid arthritis, tenis
elbow, dll.
1.2.6 Lokal oedem melewati 10 hari.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Setelah operasi tendon transfer sebelum 3 minggu.
1.3.2 Ruptur tendon / otot sebelum terjadinya penyambungan.
1.3.3 Kondisi peradangan akut atau pasien panas tinggi diatas 37,50 C.
1.3.4 Lokasi kulit yang anaesthesia.
1.3.5 Lokasi kulit yang luka / kerusakan.
1.3.6 Lokasi kulit yang hiper sensitif.

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas arus galvanic.

III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assessment untuk mendapatkan masalah dan
menentukan program agar penggunaan arus galfanic lebih
mencapai sasaran

183
3.1.2 Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi
tidak perih. Kalau perih dikawatirkan dapat menimbulkan luka
bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program 3.1.4
Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.5 Pemanasan alat 5 menit.

208 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.6 Pilih elektrode dan metode yang digunakan Elektrode (+) berupa ped
pada origo dan electrode (-) berupa button pada insersio.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.1.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas : 2-60 m A, Durasi arus 0,01msc.
3.2.1.2 Waktu : Tiap satu otot perlu 30-90 kali rangsangan dalam
waktu 1-3 menit.
3.2.1.3 Pengulangan :1 kal sehari bila otot telah mencapai nilai 2 +
cukup 1 kali selama 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.3.2 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang timbul.
3.3.3 Kembalikan peralatan ke tempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala bagian Keterapian Fisik

.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 185 dari 2

Judul: Sinar infra merah Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:
Manajer Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
1.1 Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 7.700 – 4 juta A.
1.2 Klasifikasi :
1.2.1 Berdasarkan panjang gelombang

1.2.1.1 Gelombang panjang (non penetrating) Panjang

gelombang : 12.000 A – 150.000 A

Daya penetrasi : 0,5 mm (superficial epidermis)

1.2.1.2 Gelombang pendek (penetrating) Panjang

gelombang : 7.700 A – 12.000 A

Daya penetrasi : jaringan sub cutan, pembuluh darah


kapiler, pembuluh limfe, ujung – ujung syaraf dan jaringan
di bawah kulit

1.2.2 Berdasarkan type

1.2.2.1 Type A : Panjang gelombang 780 – 1500 mm, penetrasi


dalam.
1.2.2.2 Type B : Panjang gelombang 1500 – 3000 mm, penetrasi
dangkal.
1.2.2.3 Type C : Panjang gelombang 3000 – 10.000 mm, penetrasi
dangkal
1.3 Indikasi
1.3.1 Kondisi peradangan setelah sub-acut : kontusio, muscle strain,
trauma sinovitis.

1.3.2 Arthritis :RA, OA, myalgia, lumbago, neuralgia, neuritis.

1.3.3 Gangguan sirkulasi darah : thrombo plebitis, thrombo angitis


obliterans, raynold’s desease.

185
1.3.4 Penyakit kulit : Folliculitis, Furuncolosi.

1.3.5 Persiapan exercise dan massage.

1.4 Kontra Indikasi


1.4.1 Daerah dengan insufisiensi pada darah.

210 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.4.2 Gangguan sensibelitas kulit.

1.4.3 Kecenderungan pendarahan.

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas sinar infra merah.

III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Persiapan alat seperti jenis lampu, besarnya watt.
3.1.2 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.3 Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan
penyinaran perlu ditest sensasi panas, dingin.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Untuk penyinaran lokal menggunakan reflektor
berbentuk parabola.
3.2.2 Penyinaran general (misalnya punggung) menggunakan lampu
yang dipasang pada reflektor semi sirkuler.
3.2.3 Pasien diposisikan seenak mungkin.
3.2.4 Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.
3.2.5 Agar penetrasi lebih dalam daerah yang akan disinar sebaiknya
dibersihkan dengan sabun dan dikeringkan dengan handuk.
3.2.6 Lampu dipasang tegak lurus.
3.2.7 Dosis
3.2.8 Pada penggunaan lampu non-luminius jarak lampu antara 45-60
cm, waktu 10-30 menit.
3.2.9 Lampu luminius 35-45 cm, waktu 10-30 menit.
3.2.10 Pengulangan 1 kali dalam sehari, 1 seri 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
3.3.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun
sendiri.
3.3.3 Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
3.3.4 Kembalikan peralatan ketempat semula.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

187

212 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 188 dari 3

Judul: Sinar Ultra Violet Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
.

I. PENGERTIAN
1.1 Ultra Violet Radiation adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang
mempunyai panjang gelombang 100 nm hingga 380 nm.
1.2 Klasifikasi :

1.2.1 Berdasarkan panjang gelombangnya dapat dibagi dua yaitu :


1.2.1.1 Ultra Violet Gelombang panjang : 290 nm - 380 nm
1.2.1.2 1.2.1.2 Ultra Violet Gelombang pendek : 100 nm - 290 nm

1.2.2 Berdasarkan type ( jenisnya ) dapat dibagi tiga yaitu :


1.2.2.1 Ultra Violet type A : 315 nm – 380 nm
1.2.2.2 Ultra Violet type B : 280 nm – 315 nm
1.2.2.3 Ultra Violet type C : 100 nm – 280 nm

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas sinar ultra violet.

III. PROSEDUR

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.1 Persiapan
3.1.1 Pemilihan alat dan pengaturan jarak disesuaikan dengan alat yang
digunakan dan tehnik aplikasi serta efek yang dikehendaki.
3.1.2 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.3 Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan
penyinaran perlu ditest sensasi panas, dingin.
3.1.4 Persiapan pasien disesuaikan dengan jenis alat yang digunakan,
tehnik aplikasi, kebutuhan
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasien diposisikan seenak mungkin.
3.2.2 Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.

188
3.2.3 Daerah yang akan disinar sebaiknya dibersihkan dengan sabun dan
dikeringkan dengan handuk.
3.2.4 Lampu dipasang tegak lurus.
3.2.5 Mata pasien ditutup dengan memakai kacamata.untu mencegah
masuknya sinar ultraviolet
3.2.6 Bagian tubuh lain yang tidak di sinar harus ditutup supaya tidak
3.2.7 terkena sinar.
3.2.8 Penyinaran harus tegak lurus dengan jarak 90 cm agar sinar dapat
merata dan mengenai sasaran dengan tepat.
3.2.9 Lakukan tes dosis sebelum memberikan terapi pertama kali untuk
menentukan erithema.
3.2.10 Supaya terlindungi, tes biasanya di daerah samping dada / perut /
lengan bawah bagian medial.
3.2.11 Buatkan lubang-lubang (4 lubang) dari kertas gelap dan
ditempatkan didaerah yang dites.
3.2.12 Lubang pertama dibuka dan disinar selama 30 detik, sedangkan
lubang lain ditutup.
3.2.13 Penyinaran tetap dilanjutkan dengan membuka lubang lainnya satu
per satu setiap 30 detik.
3.2.14 Dosis
3.2.1.1 Stootkuure ( E 2 ) Lama
terapi : 14 – 16 kali
Dosis : Diawali dengan E 2, kemudian untuk terapi
berikutnya dinaikan 2/3 kali terapi sebelumnya.
Frekuensi : 2 – 3 kali per minggu.
3.2.1.2 Lepskykuur ( E 3 )
3.2.1.3 Lama terapi : Hingga keluhan hilang.
3.2.1.4 Dosis :E3
3.2.1.5 Frekuensi : 3 – 4 kali per hari.

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
3.3.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun sendiri.
3.3.3 Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
3.3.4 Setelah terapi perhatikan daerah sekitarnya apakah terkena
penyinaran.
3.3.5 Beritahukan pada pasien untuk menentukan dosis tidak boleh
membasuh bagian yang disinar.
3.3.6 Kembalikan peralatan ketempat semula.

189
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
190

LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 191 dari 3

Judul: Traksi Cervical Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
.

I. PENGERTIAN
1.1 Traksi cervical adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan
menggunakan suatu tehnik penarikan collumna vertebralis untuk daerah
cervical.
1.2 Type
1.2.1 Static atau konstan
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
1.2.2 Intermittent
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
1.3 Model Aplikasi
1.3.1 Mekanik
1.3.2 Manual
1.3.3 Posisional
1.4 Indikasi
1.4.1 Penekanan pada akar syaraf spinal seperti pada kasus : HNP,
spondylosis
1.4.2 Hipomobilitas pada sendi atau proses degenerasi
1.4.3 Nyeri sendi yang disebabkan adanya gangguan pada vase joint
1.4.4 Spasme otot
1.4.5 Meniscoid blocking
1.4.6 Nyeri disckogenik
1.5 Kontra Indikasi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
1.5.1 Akut strain, sprain dan kondisi peradangan atau beberapa kondisi
apabila diberikan traksi nyeri meningkat
1.5.2 Spinal hipermobility
1.5.3 RA
1.5.4 Spinal malignancy, osteoporosis, tumor atau infeksi
1.5.5 Hipertensi yang tidak terkontrol, aortic aneurysm dan penyakit
cardovaskuler
1.5.6 Beberapa kondisi spinal atau proses penyakit yang dengan gerakan
merupakan kontra indikasi seperti : frakture

191
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk
memberikan pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi cervical

III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Lakukan test traksi pada pasien. Bila nyeri bertambah maka
pemberian traksi ditangguhkan.
3.1.2 Ukur tensi, poles,berat badan Untuk melihat kondisi pasien
3.1.3 Tentukan beban tarikan
3.1.4 Bagi pasien yang menggunakan gigi palsu dan kaca mata harap
dilepas untuk mencegah rasa nyeri akibat tekanan gigi palsu dan
tidak enak padadaerah pipi
3.1.5 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di
bawah kepala
3.1.5.1 Untuk indikasi vertebrae posisi flexi Kepala 200– 30 0
3.1.5.2 Untuk indikasi muscle posisi kepala Netral.
3.1.6 Untuk memperoleh hasil pada satu sisi saja maka posisi badan
sedikit miring dengan daerah dada disangga belt.
3.1.7 Pasang cervical belt dengan tepat, tidak mencekik dan tidak terlalu
longgar di bawah dagu dan bagian belakang pada occiput
3.1.8 Agar terkesan Hygienis maka dipasangkan tissue dibawah dagu
dan atau rambut
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak boleh menoleh kekiri atau kekanan
3.2.3 Tidak boleh bicara
3.2.4 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah
enak

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.2.5 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi untuk
keadaan darurat
3.2.6 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya
traksi untuk melihat apakah pasien pusing, mual, sesak sehingga
traksi perlu dihentikan
3.3 Dosis
3.3.1 Beban tarikan : 1/7 – 1/5 berat badan
3.3.2 Waktu : 10 – 15 menit
3.3.3 Pengulangan : Akut : 1 kali dalam sehari
3.3.4 Membaik : 1 kali dalam 1 – 2 hari
3.3.5 Seri : 1 seri : 10 kali

192

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.4 Mengakhiri Terapi
Setelah selesai penarikan,traksi dilepas
3.4.1 Agar tidak pusing, pasien disarankan istirahat selama 1 –2 menit di
bed traksi.
3.4.2 Kembalikan peralatan ketempat semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

219 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 194 dari 2

Judul: Traksi Lumbal Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
1.1 Traksi Lumbal adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan
menggunakan suatu tehnik penarikan untuk daerah lumbal
1.2 Type
1.2.1 Statik atau konstan
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
1.2.2 Intermittent
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
1.3 Model Aplikasi
1.3.1 Mekanik
1.3.2 Manual
1.3.3 Posisional
1.4 Indikasi
1.4.1 Penekanan radix nervus spinalis lumbalis
1.4.2 Proses degenerasi discus intervertebralis lumbalis.
1.4.3 Proses calsificasi tendon, otot, ligamentum dan discus
intervertebralis lumbalis
1.4.4 Dislokasi ringan vertebrae lumbalis
1.4.5 Pembengkokan struktur vertebrae
1.5 Kontra Indikasi
1.5.1 Proses degeratif aktif yang melibatkan medula spinalis
1.5.2 Proses porose vertebrae dan costae, spinabifida occulta, hemi
vertebrae
1.5.3 Gangguan sistem vascularisasi intervertebrae lumbalis
1.5.4 Infeksi akut dan kronik vertebrae, ligamentum, otot dan syaraf.
1.5.5 Nyeri akut lokasi vertebrae lumbalis
1.5.6 Tanda-tanda keganasan masing-masing lokasi vertebrae.
1.5.7 Strain, sprain otot, tendon, ligamentum dan fractur vertebrae
lumbalis.
1.5.8 Kehamilan melibihi 4 bulan
1.5.9 Gangguan sistem traktus urinarius

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
194
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi Lumbal

III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Ukur tensi, nadi, berat badan untuk melihat kondisi pasien
3.1.2 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di
bawah kepala dan tungkai tersangga diatas stool, posisi hip flexi
30450
3.1.3 Pasang lumbal belt dengan tepat, tidak tertekan dan tidak terlalu
longgar di atas SIAS .
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah
enak
3.2.3 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi Untuk
keadaan darurat
3.2.4 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya
traksi untuk melihat apakah pasien pusing, mual, sesak sehingga
traksi perlu dihentikan
3.2.5 Dosis
3.2.5.1 Beban tarikan : Mulai dari ½ berat badan 3.2.5.2
Waktu : 15 – 30 Menit
3.2.5.3 Pengulangan : Akut 1 kali dalam sehari
Membaik 1 kali dalam 1-2 hari
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Setelah selesai penarikan, traksi dilepas
3.3.2 Pasien disarankan istirahat selama 1-2 menit di bed traksi agar
tidak pusing

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
221 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 196 dari 2

Judul: Terapi inhalasi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
1.1 Terapi inhalasi adalah suatu cara pemberian obat-obatan dengan
penghirupan, setelah obat-obat tersebut berubah menjadi partikel-partikel
melalui cara aerosol, humidifikasi dan lain-lain.
1.2 Indikasi
1.2.1 Penyakit saluran napas bagian atas, akut maupun kronis seperti:
1.2.2 Rhinopharyngitis Sicca, Laryngitis Sicca
1.2.3 Acut Rhinopharyngitis, Laryngitis.
1.2.4 Rhenitis Allergica
1.2.5 Sinusitis
1.2.6 Penyakit saluran napas bagian bawah, akut maupun kronik.
1.2.6.1 Asthma Bronchiale
1.2.6.2 Bronchitis
1.2.6.3 Bronchiectasis
1.2.6.4 Bronchopneumonia
1.2.6.5 Atelectasis
1.2.7 Penyakit jaringan paru
1.2.7.1 Emphysema
1.2.8 Gangguan saluran napas allergika
1.2.9 Bayi-bayi dengan secret berlebihan

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas terapi inhalasi

III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit dan mengerti cara – cara
penggunaannya.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.1.2 Untuk mencegah kontaminasi maka udara ruangan harus bersih,
segar dan memiliki ventilasi yang baik.
3.1.3 Persiapkan mouth piece dan masker
3.1.4 Agar anak – anak tidak takut harus dengan pendekatan
sebelumnya.

196
3.1.5 Posisi pasien comfortable
3.1.6 Pasien diberitahu program pengobatan, berapa waktu yang
dibutuhkan, tujuan serta kontra indikasinya. Agar pasien mengerti
dan tidak takut
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Untuk mengurangi sesak napas akibat bronchial obstruksi terlebih
dahulu diberikan bronchodilatator.
3.2.2 Untuk Agar mempercepat pengeluaran sekret , secret yang keluar
dianjurkan tidak ditelan kembali
3.2.3 Bila perlu dapat dilakukan suction Supaya secret lebih banyak keluar
terutama untuk pasien yang mengalami kesulitan mengeluarkan
secret.
3.2.4 Oksigen diberikan pada pasien yang terlihat sesak atau cyanosis,
pertusis, biru dan lain-lain.

3.3 Dosis
3.3.1 Jenis dan jumlah obat tergantung Dokter pengirim.
3.3.2 Waktu : Anak –anak 10 – 15 menit
: Dewasa 15 – 20 menit
3.3.3 Pengulangan Tergantung Dokter pengirim.
Untuk kondisi Acut :1-3 kali sehari
Untuk kondisi Kronik sekali sehari
3.3.4 1 Seri : 6 –10 kali

3.4 Mengakhiri Terapi.


3.4.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke posisi angka 0
3.4.2 Tidak membiarkan pasien memegang masker/mouth piece kecuali
dalam keadaan darurat.
3.4.3 Setelah terapi inhalasi selesai dilanjutkan dengan chest therapy agar
secret lebih banyak keluar dan expansi thorax lebih baik.
3.4.4 Untuk mencegah kontaminasi maka peralatan dibersihkan kemudian
di sterilkan.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN

223 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

.
LOGO

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 198 dari 3

Judul: Farafin bath / wax bath Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
1.1 Parafin bath/wax bath adalah suatu pengobatan dengan menggunakan
farafin.yang telah dicairkan
1.2 Indikasi
1.2.1 Skin contractur
1.2.2 Stiff Joint
1.2.3 Penyakit degenerasi sendi dengan inflamasi akut dari nodus
heberden’s
1.2.4 Scleroderma
1.2.5 Stadium awal dupuytren contracture 1.2.6 Post trauma tangan
dengan skin contractur
1.2.7 Rheumatoid arthritis jari-jari.
1.3 Kontra Indikasi
1.2.8 Luka terbuka
1.2.9 Penyakit kulit menular
1.2.10 Penyakit kulit tidak menular
1.2.11 Trauma tangan yang parah (Multilating injuries)
1.2.12 Gangguan sensasi kulit (relatif)
1.2.13 Anggota yang menggunakan internal fixasi (relatif)

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas farafin bath / wax bath.

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Siapkan parafin padat tujuh bagian atau empat karton Paraffin
3.1.2 Parafin minyak satu bagian atau sepuluh ons baby oil
3.1.3 Campurkan kedua bahan tersebut sehingga lebur menjadi satu
cairan dengan temperatur tidak lebih dari 1100 – 1300 F atau ( 510
- 540 C) dalam satu tempat yang kemudian dipanaskan diatas air
yang mendidih ( double boiler ).

198
3.1.4 Siapkan handuk tebal, kertas Parafin dan termometer lilin
(candy thermometer) untuk membungkus parafin
dan mengukur suhu.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Periksa jari-jari tangan dan pergelangan tangan yang akan diobati
untuk mengetahui sensibilas kulit dar ruang gerak sendi, meliputi :
3.2.1.1 Sensibelitas kulit,
3.2.1.2 ROM jari dan tangan
3.2.1.3 Perhatikan luka terbuka
3.2.2 Bersihkan dan keringkan Keringat
3.2.3 Lepaskan perhiasan yang melekat aggota yang diobati, supaya tidak
konsentrasi panas
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Waktu : 15 - 30 menit
3.2.4.2 Pengulangan : 1 – 2 kali / hari
3.2.4.3 Seri : 1 Seri 10 kali
3.2.5 Metode
3.2.5.1 Parafin Dip : Dengan cara mencelupkan anggota yang
diobati dan kemudian mengangkatnya secara bergantian.
3.2.5.2 Parafin Immersion : Dengan cara merendam anggota yang
3.2.5.3 diobati.
3.2.5.4 Parafin Painting : Dengan cara memulaskan parafin pada
bagian tubuh yang diobati.
3.2.5.5 Parafin Warp : Dengan cara memulaskan parafin yang
diseling dengan melapiskan gass verban diatasnya secara
bergantian pada daerah yang diobati.
3.2.5.6 Parafin Pouring : Dengan menuang parafin cair pada tubuh
yang diobati.
3.2.6 Untuk mendapatkan efek streching dan pemanasan,celupakan
anggota tubuh yang diobati kedalam bak parafin,setelah pasien
dipersiapkan dengan baik. Apabila anggota yang dicelupkan
kontraktur, diusahakan posisi peregangan kearah yang diharapkan
sebelum dicelupkan kedalam bak sampai 6-12 kali celupan atau
hingga ketebalan ¼ inchi. Pada akhir pengobatan segera angkat
dan bungkus dengan kertas parafin, kemudian ditambah satu lapis
handuk tebal untuk mempertahankan temperatur parafin.
225 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pertahankan pembungkusan itu selama 10 – 20 menit , selanjutnya
setelah waktu terlampaui lepaskan parafin yang biasanya mengeras
dengan cara mengerakkan anggota tersebut hingga parafin terlepas
. Setelah itu berikan massage dan latihan penambahan ruang gerak
sendi.
3.2.7 Untuk parafin immersion, perendaman anggota tubuh dilakukan
dengan 2 cara :
3.2.7.1 Melanjutkan parafin dip, dimana setelah lapisan – lapisan
parafin yang melekat telah mengeras, segera masukkan
kembali kedalam bak parafin dan biarkan terendam
selama 20-30 menit sampai parafin yang ada di kulit
meleleh kembali.
3.2.7.2 Atau membungkus terlebih dahulu sendi yang
mengalami kontraktur dalam posisi peregangan

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diobati
3.3.2 Perhatikan warna kulit
3.3.3 Kembalikan alat ketempat semula

IV. DOKUMEN TERKAIT


V. Tidak ada

VI. LAMPIRAN
Tidak ada

VII. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 201 dari 2

.
Judul: Massage Departemen.: Klinik
Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
1.1 Massage adalah salah satu bentuk modalitas fisioterapi dengan menggunakan
tehnik pemijatan berupa gerusan melintang, tepukan, dorongan, ataupun
tekanan pada jaringan lunak dengan tujuan untuk memperlancar sirkulasi
darah, meningkatkan metabolisme tubuh, relaksasi dan untuk mengurangi
nyeri.
1.2 Indikasi
1.2.1 Kondisi post trauma atau operasi sub acut dan kronik pada sisitem
musculosceletal.
1.2.2 Kondisi kekakuan sendi serta pengerasan, ketegangan,
peerlengketan dan pemendekan jaringan otot dan jaringan lain.
1.2.3 Keluhan nyeri, penekanan / penjepitan syaraf dan kelumpuhan
syaraf.
1.2.4 Kondisi kurang lancarnya peredaran darah dan limfe.
1.2.5 Kondisi kurang lancarnya pengeluaran sekresi pada saluran
pencernaan.
1.2.6 Kondisi kurang lancarnya pencernaan dan pembuangan.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Peradangan akut, trauma dan setelah operasi yang baru.
1.3.2 Kulit yang terluka.
1.3.3 Cidera musculosceletal ( fraktur, ruptur ) yang belum direposisi atau
belum pulih secara baik dan kuat.
1.3.4 Lokasi yang mengalami tanda – tanda keganasan.
1.3.5 Panas tinggi.
1.3.6 Kelainan jantung dan adanya haemoptoe ( tidak boleh dilakukan
tapotemen daerah thorax )
1.3.7 Lokasi varices.
1.3.8 Daerah perut pada penderita dengan haematemesis.
1.3.9 Daerah perut pada wanita hamil atau haid.

201
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan terapi dengan Massage.

III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
228 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan
masalah dan menentukan program sehingga pelaksanaan
lebih mencapai sasaran
3.1.2 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif 3.1.3
Pasien berbaring di di bed atau duduk di kursi
dengan rilek.
3.1.4 Anggota yang akan di terapi bebas dari pakaian, disangga dengan
bantal, sedangkan bagian yang tidak diterapi ditutup dengan
handuk.
3.1.5 Fisioterapis berdiri di samping bed / pasien
3.1.6 Untuk memudahkan massage dapat di tambahkan bahan pelicin
seperti salep, minyak atau bedak.

3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Tehnik massage
3.2.1.1 Effleurage : untuk memperlancar aliran darah dan limfe
3.2.1.2 Friction :
Menghancurkan perlengketan/ pengerasan jaringan lunak
dan blokir nyeri diberikan pada akar – akar syaraf atau
pada titik nyeri.
3.2.1.3 Petrissage :
Terdiri dari kneading, wringing dan picking up.
Berfungsi melemaskan dan mengulur otot / jaringan
lunak, melancarkan peredaran darah di bagian yang lebih
dalam dan metabolisme setempat. Membantu gerak
pencernaan usus.
3.2.1.4 Tapotament :
Terdiri dari hacking, clapping, beating dan pounding.
Berguna untuk memberikan rangsangan / pacuan pada
syaraf dan otot.
3.2.1.5 Bila dilakukan di daearah thorax bertujuan memperlancar
gerak pencernaan dan pembuangan.
3.2.1.6 Waktu pelaksanaan sangat tergantung dari luasnya
bagian yang diterapi, tebalnya jaringan tubuh dan tujuan
terapi.
3.2.1.7 Kecepatan gerakan massage tegantung tujuannya. Gerakan
yang cepat akan memacu sedangkan massage yang lambat
sebagai efek penenang.
3.2.2 Dosis
Waktu : 5 – 15 menit
Pengulangan : Sub akut dan kondisi berat 1 kali / hari
Kronik dan kondisi ringan 1 kali
Seri : 1 seri 10 kali.

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diterapi.
3.3.2 Kembalikan peralatan ke tempat
semula.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

230 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TEMPOROMANDIBULAR (TMJ) DISC DYSFUNCTION
SYNDROME

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Temporomandibular Disc


Dysfunction Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Temporomandibular Disc
Dysfunction Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Temporomandibular Disc
Dysfunction
Syndrome

Kontraindikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Tristmus
- Acute joint pain
Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
231 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Anamnesis

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada TMJ hingga migrain


- Nyeri dan clicking saat mastikasi - Mengunci bila depressi penuh
Inspeksi:

- Tidak khas.

Tes cepat

- Gerak elevasi-depresi bunyi dengan pola gerak ”C” atau ”S” Tes gerak
pasif

- Gerak depresi nyeri dan bunyi ‘klik’


- Gerak lateral deviasi unilateral nyeri dan bunyi ‘klik’ Tes gerak
isometric

- Kadang nyeri

Tes khusus

- Palpasi teraba otot masseter/temporales/pterigoideus nyeri


- Compression test nyeri
- Traction test kecaudal keluhan berkurang
Pemriksaan lain

- ‘X’ ray panorama untuk melihat susunan gigi, TMJ tidak tampak kelainan

Diagnosis

- Nyeri TMJ-migrain akibat TMJ disc dysfunction

Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- MWD diatas temporomandibular o Continous subthermal untuk aktualitas


tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Caudal traction mandibulae o Traksi static dan osilasi 5-10 menit -
Roll slide mobilization TMJ.
- Anjuran Mastikasi dengan rahang sisi sehat - Koreksi gigi

232 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Evaluasi

Nyeri, dan penguncian

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran MWD,
Joint mobilization

RS……….. FISIOTERAPI PADA TEMPOROMANDIBULAR (TMJ) INTERNAL


DERANGEMENT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Temporomandibular Internal


Derangement
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Lumbar disc bulging/HNP
- Intervensi fisioterapi pada Lumbar disc bulging/HNP

Kontra indikasi :

- Acute joint pain

233 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Tristmus

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Anamnesis

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada TMJ disertai kaku hingga migrain


- Nyeri dan terbatas saat buka mulut Inspeksi

- Depresi terbatas atau dalam pola ‘L’

Tes cepat

- Gerak elevasi-depresi bunyi dengan pola gerak ”L” Tes gerak pasif

- Gerak depresi nyeri dan terbatas unilateral


- Gerak lateral deviasi unilateral nyeri dan terbatas Tes gerak isometric

- Kadang nyeri

Tes khusus

- Palpasi teraba otot masseter/temporales/pterigoideus nyeri


- Compression test nyeri
- Traction test kecaudal keluhan berkurang Pemriksaan lain

- ‘X’ ray terdapat gambaran arthrosis

Diagnosis

- Nyeri TMJ-migrain akibat TMJ internal derangement

Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

234 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi

- MWD diatas temporomandibular o Continous subthermal untuk aktualitas


tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Caudal traction mandibulae o Traksi static dan osilasi 5-10 menit
- Latihan mobilisasi dan peningkatan ROM depressi
- Anjuran Mastikasi dengan rahang sisi sehat

Evaluasi

Nyeri, sensasi, ROM

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Asesmen
MWD,

Joint mobilization

RS……….. FISIOTERAPI PADA CERVICAL DISC DYSFUNCTION

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah asuhan fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Disc Dysfunction
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
235 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Whiplash injury
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Anamnesis:

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga lengan


- Paresthesia hingga ke tangan pada area dermatome
- Posisi menetap dan gerak fleksi cervical meningkatkan nyeri dan
paresthesia
- Ekstensi terasa lebih nyaman Inspeksi:

- Flat neck atau debíais Tes cepat:

- Gerak fleksi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga


lengan/tangan
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga lengan/tangan Tes gerak aktif:

- Gerak fleksi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga


lengan/tangan
- Gerak lain kadang positif Tes gerak pasif:

- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak fleksi cervical. -
Gerak ekstensi cervical terasa nyaman - Gerak lain kadang positif.
Tes gerak isometric
236 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Negatif.

Tes khusus

- Compression test posisi fleksi nyeri dan paresthesia pada leher hingga
lengan/tangan
- Traction test posisi ekstensi keluhan berkurang
- Tes sensasi dijumpai hypoaesthesia/paresthesia area dermatome
tertentu
- PACVP nyeri segmental

Rencana fisioterapi:

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi:

- MWD cervical o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal


untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Cervical traction o Intermittent posisi lordosis beban 20-30% berat badan,
periode traksi dan istirahat pendek (misal Hold 5” rest 5”) durasi 10-15
menit
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Cervical collar untuk actualitas tinggi
- Proper neck mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi

Evaluasi

- Nyeri, sensasi, ROM cervical.

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

237 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Juknis MWD


Juknis cervical traction

Mobilisasi nucleus

Juknis Mc Kenzie exercise

RS……….. FISIOTERAPI PADA CERVICAL HEAD ACHE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Head Ache
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal..
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical head ache
- Intervensi fisioterapi pada Cervical head ache

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Whiplash injury
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang

Prosedur Dosis :

238 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Anamnesis

- Nyeri kepala satu sisi dan disertai kaku cervical


- Nyeri meningkat pada posisi menetap kepala atau gerak cervical
tertentu dan berkurang bila disandarkan.
- Nyeri meningkat bila stress atau otot leher tegang. Inspeksi:

- Posisi leher forward head position atau deviasi Tes cepat

- Gerak fleksi-ekstensi cervical nyeri meningkat


- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri kepala dan leher Tes gerak aktif

- Gerak fleksi atau ekstensi cervical nyeri kepala sampai leher


- Gerak lateral fleksi dan rotasi kadang menimbulkan nyeri kepala sampai
leher
Tes gerak pasif

- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak cervical. tertentu
- Gerak cervical sebaliknya terasa nyaman Tes gerak isometric

- Nyeri tetapi setelah kontraksi isometric terasa nyaman.

Tes khusus

- Palpasi dijumpai hypertone otot cervical


- Palapsi kadang dijumpai muscle taut band dan twisting
- Traction test posisi netral keluhan berkurang
- PACVP nyeri segmental
Pemriksaan lain

-‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu - MRI
dijumpai disc bulging hingga protrusi.
Diagnosis

Nyeri kepala dan cercical disertai paresthesia lengan disebabkan (arthrosis


cervical C1-2 atau C2-3; atau oleh cervical instability; atau oleh myofascial
syndrome)

Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan

239 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- MWD cervical o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal


untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Massage otot cervical dengan strocking dan effleurage
- Transverse friction pada trigger point
- Transverse dan/atau longitudinal muscle stretching
- Cervical traction o Intermittent poaiai lordosis beban 20-30% berat badan,
periode traksi dan istirahat pendek (misal Hold 5” rest 5”) durasi 10-15
menit
- Contract relax stretching
- Proper neck mechanic anjuran posisi leher relax

Evaluasi

- Nyeri, sensasi, ROM cervical.

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Juknis MWD


Cervical traction

Transverse friction

Contract relax stretching

Juknis Mc Kenzie exercise

RS……….. FISIOTERAPI PADA LOCAL CERVICAL FACET PAIN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

240 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,

PELAYANAN Direktur
FISIOTERAPI

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan padaLocal Cervical Facet Pain
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical facet pain
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Anamnesis

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga interscpulae dan/atau


lengan
- Nyeri leher sering disertai kaku
- Nyeri meningkat pada gerak cervical ekstensi Inspeksi:

- Flat neck atau forward head position


Tes cepat

- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
cervical
241 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri kadang hingga interscapular atau
lengan
Tes gerak aktif

- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi. Tes gerak
pasif

- Gerak ekstensi nyeri dan ROM terbatas dengan hard end feel, -
Gerak lain normal atau nyeri ringan.
Tes gerak isometric

- Gerak isometric kadang nyeri


Tes khusus

- Compression test posisi fleksi nyeri menyebar


- Joint play movement lateral gapping test terbatas ringan elastic end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain

- ‘X’ ray normal atau dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets

Diagnosis

- Nyeri pseudo radikuler cercical menyebar ke interscapular/lengan


disebabkan karena cervical facet iritation

Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- US atau SWD atau MWD atau cervical o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit
untuk aktualitas rendah o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas
rendah, waktu 10-12 menit.
- Contract relax stretching ekstensor cervical
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak

Evaluasi

242 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri, dan ROM .

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Asesmen cervical spine


US

MWD/SWD

Contract relax stretching

RS……….. FISIOTERAPI PADA CERVICAL INSTABILITY

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Instability


Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction

243 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga kepala dan/atau lengan


- Paresthesia hingga ke kepala dan/atau tangan
- Clicking pada gerak cervical tertentu
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak tertentu cervical Inspeksi:

- Flat neck atau deviasi


Tes cepat

- Gerak fleksi atau cervical terjadi clicking sering disertai nyeri dan
paresthesia pada leher hingga lengan/tangan
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga lengan/tangan
Tes gerak aktif

- Nyeri dan kaku pada satu atau lebih gerak aktif cervical disertau bunyi
klik.
- Kadang disertai nyeri yang menyebar ke kepala dan/atau tangan Tes
gerak pasif

- Nyeri dan ROM lebih besar dari normal dengan empty end feel, sering
.satu atau lebih gerak pasif cervical terbatas dengan springy end feel -
Keterbatasan gerak non capsular pattern.
Tes gerak isometric

- Nyeri pada gerak isometric


- Nyeri berkurang pasca gerak isometrik
Tes khusus

- Joint play movement satu atau lebih terjadi ROM lebih besar dari normal
dengan springy end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemeriksaan lain

- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu - MRI
dijumpai lysthesis atau kadang tidak khas.

Diagnosis

244 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri radikuler cercical ke kepala dan/atau lengan disertai paresthesia
lengan disebabkan karena cervical instability

Rencana fisioterapi

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- MWD cervical o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal


untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Cervical collar untuk jenis rigid atau semi rigid
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak

Evaluasi

- Nyeri, sensasi, stabilisasi aktif cervical.

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada RS

Lampiran Asesmen
MWD

Active stabilization exc

RS……….. FISIOTERAPI PADA SPONDYLOSIS DEF / SPONDYLOARTHROSIS


CERVICALIS (S.A.C)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

245 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses asuhan fisioterapi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C
Tujuan Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C
Kebijakan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Prosedur Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondyloarthrosis
cervicalis
- Intervensi fisioterapi pada Spondyloarthrosis cervicalis

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acute radicular pain

Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis

- Morning sickness dan Start pain


- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga interscapulae dan/atau
lengan
- Nyeri leher disertai kaku leher
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak cervical ekstensi Inspeksi:

- Flat neck atau Lordosis atau deviasi


Tes cepat

246 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
cervical menyebar hingga intersccapular atau lengan
- Gerak ekstensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga interscapular atau lengan
Tes gerak aktif

- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi. Tes gerak
pasif

- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi -
Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric

- Gerak isometric kadang nyeri


- Nyeri berkurang pasca gerak isometrik
Tes khusus

- Compression test posisi ekstensi nyeri menyebar


- Joint play movement lateral gapping test atau 3 dimentional flexion
terbatas firm end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain

- ‘X’ ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets - MRI dijumpai
osteofif.

Diagnosis
- Nyeri pseudo radikuler cercical menyebar ke interscapular/lengan
disebabkan karena cervical spondylo arthrosis (disertai capsular
patern).

Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- US atau SWD atau MWD atau .... cervical o US continous 2 watt/cm2 5-7
menit untuk aktualitas rendah
o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12
menit.
247 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Cervical traction posisi fleksi beban 20-33% BB 15-20 menit - Cervical
collar soft atau semi rigid untuk actualitas tinggi
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak

Evaluasi

- Nyeri, dan ROM .

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Asesmen
Cervical traction

US / SWD / MWD

RS……….. FISIOTERAPI PADA LUMBAR DISC BULGING/HNP

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada lumbar disc bulging/HNP
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Lumbar disc bulging/HNP
- Intervensi fisioterapi pada Lumbar disc bulging/HNP

248 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kontra indikasi :

- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
Anamnesis:

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada Lumbar spine menyebar samapi ke kaki


- Paresthesia hingga kekaki pada area dermatome L5-S1
- Posisi duduk lama, jongkok; gerak fleksi lumbale meningkatkan nyeri
dan paresthesia Inspeksi:
- Posisi lumbale scoliosis
Tes cepat:

- Gerak fleksi lumbale nyeri dan paresthesia pada tungkai-kaki Tes gerak
aktif:

- Gerak fleksi lumbale nyeri dan paresthesia hingga tungkai belakangkaki


- Gerak lain kadang positif Tes gerak pasif:

- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak fleksi lumbale.
- Gerak ekstensi lumbale terasa nyaman
- Gerak lain kadang nyeri Tes gerak isometric

- Kadang ekstensi ibu jari kaki lemah.


Tes khusus

- Palpasi teraba otot para vertebrale spasm


- Lasegue sign positif, bragard test positif
- Compression test posisi fleksi nyeri dan paresthesia hingga kaki
- Traction test posisi ekstensi keluhan berkurang
- Tes sensasi dijumpai hypoaesthesia/paresthesia area dermatome
tertentu
249 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pemeriksaan lain

- ‘X’ ray dijumpai flat back


- MRI dijumpai disc bulging hingga protrusi.
Diagnosis

- Nyeri radikuler cercical disertai paresthesia lengan disebabkan karena


disc bulging/ HNP lumbale segment

Rencana fisioterapi:

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi:

- SWD/MWD lumbale o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan


thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Lumbale traction o Intermittent poaiai lordosis beban 40-60% berat badan,
periode traksi dan istirahat pendek (misal Hold 5” rest 5”) durasi 10-15
menit
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Lumbar corset untuk actualitas tinggi
- Proper body mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi dan lifting
technique

Evaluasi

- Nyeri, sensasi, ROM lumbale.

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Asesmen
Lumbar traction

Terapi latihan Mc Kenzie

Proper body mechanic, lifting technique

250 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA LUMBAR SPONDYLOARTHROSIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada Spondyloarthrosis Lumbalis


Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondyloarthrosis
lumbalis
- Intervensi fisioterapi pada Spondyloarthrosis lumbalis

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Anamnesis

251 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Morning sickness dan Start pain
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada lumbale kadang hingga kelakang paha
- Nyeri lelumbale disertai kaku
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak ekstensi lumbale Inspeksi:

- Lumbale lordosis atau flat back


Tes cepat

- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
lumbale
Tes gerak aktif

- Nyeri dan kaku pada gerak aktif lumbale terutama ekstensi.


Tes gerak pasif

- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi -
Keterbatasan gerak dalam capsular pattern. Tes gerak isometric

- Gerak isometric negative atau kadang nyeri


Tes khusus

- Compression test posisi fleksi nyeri - Gapping test terbatas firm end
feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain

- ‘X’ ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets - MRI dijumpai
osteofit.

Diagnosis

- Nyeri pseudo radikuler lumbale ke hamstrings karenal spondylo


arthrosis lumbalis

Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- US atau SWD atau MWD atau cervical o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit
untuk aktualitas rendah o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas
252 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
rendah, waktu 10-12 menit.
- Lumbar traction posisi fleksi beban 40-60% BB 15-20 menit
- Lumbar corset untuk actualitas tinggi
- Williams flexion exercise
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi lumbaletegak
- Proper neck mechanic pada posisi flat back

Evaluasi

- Nyeri, dan ROM .

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Asesmen
Lumbar traction

Terapi latihan Williams flexion exercise

Proper body mechanic, lifting technique

RS……….. FISIOTERAPI PADA LUMBAR SPONDYLOLYSTHESIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada lumbar Spondylolysthesis


Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
253 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Spondylolysthesis
lumbalis
- Intervensi fisioterapi pada Spondylolysthesis lumbalis

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
-
Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:

- Nyeri pingang sampai kedua hamstrings


- Disertai paresthesia kedua hamstrings - Gerak lumbale sering
‘clicking’ Inspeksi:

- Lordosis/asimetri
Tes cepat

- Fleksi terjadi clicking dan nyeri


- Gerak hip lebih besar dari lumbale Tes gerak aktif

- Nyeri pada gerak tertentu (missal fleksi)


- Terdengar bunyi klicking Tes gerak pasif

- Nyeri pada gerak tertentu


- ROM lebih besar dari normal
Tes gerak isometric
- Tidak tampak kelainan
Tes khusus

- Palpasi: step on atau step off.


- Stabilization test positif kadang diikuti paresthesia
Pemeriksaan lain
254 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- ‘X’ ray dijumpai Lysthesis Diagnosis:

-Nyeri pinggang hingga kedua hamstrings akibat spondylolysthesis


lumbalis.
Rencana tindakan:

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- SWD atau MWD o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah,


waktu 10-12 menit.
- Lumbar corset
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi lumbale tegak otot para
lumbale, abdominal dan otot-otot pelvic hip complex - Proper neck
mechanic pada posisi lordosis

Evaluasi

- Nyeri, dan stabilitas.

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Asesmen
Lumbar corset

Terapi latihan stabilization exercise

Proper body mechanic, lifting technique

255 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA SCOLIOSIS IDIOPATIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada …..


Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Cervical disc dysfunction
- Intervensi fisioterapi pada Cervical disc dysfunction

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
-
Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Punggung asimetri punggung (scapula) menonjol satu sisi
- Diketahui secara tidak sengaja oleh orang tuanya - Tidak diketahui
sebabnya Inspeksi:

- Asimetri dan rib hump, atau pelvis torsion


Tes cepat
256 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Fleksi punggung tampak rib hump
Tes gerak aktif

- Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 tetap melengkung kekiri


atau hanya tegak
- Gerak lateral fleksi kekiri lebih besar
Tes gerak pasif

- Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 terbatas dengan firm end
feel
- Gerak lateral fleksi kekiri pada T8 ROM lebih besar dari normal dengan
end feel elastik
Tes gerak isometric
- Negatif
Tes khusus
- Fleksi dijumpai ribs hump kanan
- Asimetri pelvis (pelvic torsion) terhadap plumb line yang ditempatkan
pada kolumna vertebrali
- Pengukuran panjang kaki dijumpai leg discrepancy
- LPAVP dijumpai keterbatasan dengan firm end feel
- Gapping test T7-8-9 terbatas dengan firm end feel
Pemeriksaan lain

- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu


- Pengukuran ‘cobb angle’ Diagnosis:
- Gangguan posture tubuh bidang frontal akibat scoliosis idiopathic
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi:

- MWD thoracal o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal


untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Latihan mobilisasi dengan metode crawl exercise
- Latihan stabilisasi dengan bugnet exercise
- TLSO atau Boston brace

Evaluasi

- Nyeri, Cobb angle

257 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Asesmen
Juknis clawl exercise, bugnet exercise

Juknis mobilsasi segmental thoracal

RS……….. FISIOTERAPI PADA THORACIC HYPOMOBILITY SYNDROME

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Thoracic Hypomobility


Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus thoracic hypomobility
syndrome
- Intervensi fisioterapi pada thoracic hypomobility syndrome

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis

258 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- TBC tulang

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi:
Anamnesis:

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada punggung atas, interscapular hingga satu


sisi dada
- Nyeri meningkat pada ekstensi thoracal atau inspirasi dalam. Inspeksi:

- Kifosis thoracalis atau round back


Tes cepat:

- Gerak ekstensi thoracal nyeri hingga dada Tes gerak aktif:

- Gerak ekstensi thoracal nyeri hingga dada - Gerak lain kadang nyeri
Tes gerak pasif:

- Gerak ekstensi thoracal nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel -
Gerak lain kadang nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel Tes
gerak isometric:
- Negatif.
Tes khusus:

- PACVP nyeri punggung hingga ke dada


- LPAVP nyeri punggung hingga ke dada
- Segmental gapping test thoracal nyeri, terbatas dan firm end feel
Pemriksaan lain:

- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu Diagnosis:

- Nyeri punggung atas hingga dada dengan hypeomobility thoracal


(missal T8-9) disebabkan (missal kifosis atau round back) Rencana
tindakan:

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi:
259 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- US
- MWD thoracal o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal
untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Joint mobilzation teknik PACVP LPAVP
- Gapping manipulation 3 dimensi ekstensi
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Proper back mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi

Evaluasi:

- Nyeri, JPM, dan ROM thoracall.

Dokumentasi:

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


Lampiran
- Juknis asesmen
- Juknis MWD
- Juknis asesmen
- Juknis PACVP dan LPAVP - Juknis gapping manipulation - Juknis Mc.
Kenzie exc.

RS……….. FISIOTERAPI PADA MYOFASCIAL PAIN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

260 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pengertian Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada myofascial pain
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus myofascial pain
- Intervensi fisioterapi pada myofascial pain

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Myositis osccsificans
-
Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Anamnesis:

- Nyeri jenis pegal menyebar dalam pola segmental/vegetatif - Nyeri


meningkat regangan pada otot yang bersangkutan - Nyeri meningkat
kontraksi pada otot yang bersangkutan Inspeksi:

- Tidak khas

Tes cepat

- Tergantung regio yang terkena Tes gerak aktif

- Tergantung regio yang terkena Tes gerak pasif

- Tergantung regio yang terkena

Tes gerak isometric

- Tergantung regio yang terkena

Tes khusus

- Palpasi: trigger point, pada taut band dan twisting, nyeri menyebar. -
Stretch test.
Pemeriksaan lain

261 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
-.-

Diagnosis:

Nyeri muscular menyebar ke …… disebabkan oleh myo fascial trigger point.

Rencana tindakan:

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- US: o Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi o Dosis 2 –


2.5 watt/cm2 waktu 2-3 menit
- Transverse friction Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
- Stretching otot yang bersangkuta

Evaluasi

- Nyeri.

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Juknis assesmen


Juknis US

Juknis Transverse friction

Juknis stretching

262 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :
SCALENUS SYNDROME

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Thoracic (Compression) Outlet
Syndrome : Scalenus Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Thoracic (Compression)
Outlet Syndrome : Scalenus Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Thoracic (Compression) Outlet Syndrome :
Scalenus Syndrome

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Anamnesis

263 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada leer-pundak depan hingga lengan
- Nyeri meningkat pada posisi lengan kebawah disertai depresi -
Nyeri berkurang bila lengan abduksi Inspeksi:

- Forward head position


- Posisi bahu-lengan depresi
Tes cepat

- Tidak spesifik
- Abduksi elevasi kadang nyeri
Tes gerak aktif

- Negatif
Tes gerak pasif

- Negatif
Tes gerak isometric

- Negatif
Tes khusus

- Adson’s test positif


- Palpasi scalenus nyeri semutan hingga ke Joint play movement lateral
gapping tangan Pemriksaan lain

- ‘X’ ray normal


Diagnosis

- Nyeri dan semutan leher-pundak hinga lengan disebabkan oleh


entrapmen pleksus bracialis akibat scalenus contractur
-
Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- MWD pada m.scalenus o MWD Continous thermal untuk aktualitas


rendah, waktu 10-12 menit.
- Contract relax stretching m. scalenus anterior/posterior - Postural
correction (retraksi leher) - Home program: stretching.

264 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Evaluasi

- Nyeri, dan ROM

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


Lampiran - Asesmen
- MWD
- Contract relax stretching
- Postural correction

RS……….. FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :


HYPER ABDUCTION SYNDROME

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet
syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus thoracic (compression)
outlet syndrome

265 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Intervensi Fisioterapi pada thoracic (compression) outlet syndrome

Kontraindikasi : Fraktur

- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

rosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

- Nyeri dan atau semutang ke lengan.


- Terutama bila tidur miring kesisi sakit atau tertindih
- Saat gerakan mengangkat lengan penuh kesemutan bila di turunkan
hilang. Tes cepat:

- Abdukasi elevasi shoulder penuh timbul semutan/nyeri langan.


Tes gerak aktif:

- Abduksi penuh timbul nyeri/paresthesia


- Gerak lain negatif Tes gerak pasif:

- Abduksi penuh timbul nyeri/paresthesia dengan springy end feel


- Gerak lain negatif Tes gerak isometrik Tes khusus:

- hiperabduction test.
Pemeriksaan lain

- EMG ditemukan entrapmen setinggi pectoralis minor

Diagnosis

- Nyeri dan semutan leher-pundak hinga lengan disebabkan oleh


entrapmen pleksus bracialis akibat pectoralis minor contractur

Rencana tindakan

266 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi :

- MWD pada m pecroralis minor.


o MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Contract relax stretching m. pectoralis minor - Home
program : stretching.

Evaluasi:

- nyeri dan ROM

Dokumentasi:

- Rekam medik Rumah Sakit .....

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Asesmen
MWD

Contract rela stretching

RS……….. FISIOTERAPI PADA SHOULDER HAND SYNDROME

(SCALENUS SYNDROME)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

267 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Shoulder Hand Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Shoulder Hand Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Shoulder Hand Syndrome

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada punggung atas, interscapular hingga satu


sisi dada
- Nyeri meningkat pada ekstensi thoracal atau inspirasi dalam Inspeksi:

- Nyeri dan kaku sendi bahu dengan nyeri-kaku dan bengkak tangan.
Tes cepat:

- Abduksi elevasi bahu dijumpai reverse scapulohumeral rhythm -


Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbats Tes gerak aktif:

- Semua gerak glenohumeral nyeri dan ROM aktif trbatas - Gerak


aktif Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbatas Tes gerak pasif:

268 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Gerak rotasi eksternal, gerak abduksi, dan rotasi internal sendi
glenohumeralis terbatas dengan firm end feel
- Keterbatasan ROM glenohumeral dalam capsular pattern
- Gerak aktif Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbatas dengan firm
end feel
Tes gerak isometric:
- Tidak ada perubahan yang khas
Tes khusus:

- Palpasi kulit dijumpai kulit dingin dan lembab.


- Joint play movement sendi glenohumeral nyeri, terbatas dan firm end
feel.
- Joint play movement sendi radio carpal dan interplalangea nyeri,
terbatas dan firm end feel
- Sensoric test: hyperaealgesia bahu/tangan,
Pemeriksaan lain

-‘X’ ray bahu tidak jelas ada kelainan tetapi kadang dijumpai
atrophy/osteoporosis tulang glenohumeral
Diagnosis
- Nyeri, kaku dan bengkak bahu dan tangan akibat shoulde hand
syndrome

Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- SWD segmental application thoracal – anterior shoulder: Continous


subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk aktualitas rendah,
waktu 10-12 menit.
- TENS jenis arus monophase burst dengan segmental application cervical
– thoracal, internsitas maksimal dapat ditoleransi, waktu 20-30 menit.
- Joint mobilization glenohumeral joint pada MLPP dan
semua pembatasan ROM.
- Joint mobilization wrist and fingers pada MLPP dan semua pembatasan
ROM
- Active mobilization exc.dan pumping exc tangan-jari.
Evaluasi

- Nyeri, sensasi, oedeme dan ROM glenohumeral joint, ROM wrist and

269 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
fingers Dokumentasi

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


Lampiran - Juknis SWD.
- Juknis TENS
- Juknis Joint mobilization
- Juknis active exercise

RS……….. FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :


HYPER ABDUCTION SYNDROME

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet
syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.

Kebijakan Indikasi : Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus thoracic


(compression) outlet syndrome
Intervensi Fisioterapi pada thoracic (compression) outlet syndrome

- Kontraindikasi : Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain

270 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi

- Waktu intervensi 20-30 menit


- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Saat gerakan mengangkat lengan kesemutan bila di turunkan hilang.

Tes cepat abdukasi elevasi shoulder

Tes gerak aktif abduksi, elevasi

Tes gerak pasif abduksi elevasi

Tes gerak isometrik

Tes khusus hiperabduction test.

Pemeriksaan lain

Diagnosis

- Nyeri dan semutan leher-pundak hinga lengan disebabkan oleh


entrapmen pleksus bracialis akibat pectoralis minor contractu

Rencana tindakan

- Intervensi : MWD pada m pecroralis minor.


o MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Contract relax stretching m. pectoralis minor - Home
program : stretching.

Evaluasi nyeri dan ROM

Dokumentasi Rekam medik Rumah Sakit

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Asesmen
MWD

Contract relax

271 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TENDOPATHY M. SUPRASPINATUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tendopathy M. Supraspinatus


Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus
Tendopathy M.
Supraspinatus
- Intervensi fisioterapi pada Tendopathy M. Supraspinatus

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Anamnesis

- Nyeri jenis pegal pada lengan atas bag lateral


- Nyeri meningkat ketika angkat lengan
- Tidak jelas sebab-sebabnya Tes cepat

272 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Abduksi elevasi: ’Painful arc’
Tes gerak aktif

- Gerak abduksi nyeri, gerak lain negatif

Tes gerak pasif

- Tak ada kelainan

Tes gerak isometric

- Abduksi isometric melawan tahanan


- Gerak lain +/- Tes khusus

- Palpasi posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi.


- Isometric abd under caudal traction
Pemriksaan lain

- --

Dagnosis

Nyeri bahu lateral sampai lengan atas leteral disebabkan oleh tendonitis m.
supraspinatus

Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- US: o Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi o Dosis 1.5 –


2 watt/cm2 waktu 2-3 menit
- Transverse friction Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
- Stretching m. supraspinatus
- Codmann pendular exercise

Evaluasi

- Nyeri dan scapula humeral rhythm.

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

273 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Juknis assesmen


Juknis US

Juknis Transverse friction

Juknis stretching

Juknis Codmann pendular exercise

274 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 257 dari 2

Judul: Terapi Latihan pada Tennis Elbow Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
Terapi latihan adalah modalitas fisioterapi berupa tehnik latihan yang bertujuan
untuk mengembangkan, meningkatkan, memperbaiki dan memelihara: kekuatan,
daya tahan, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, relaksasi, koordinasi,
keseimbangan dan kemampuan fungsional
Tennis Elbow adalah nyeri yang terjadi pada tendon ekstensor wrist sepanjang
lateral epicondyle dan radiohumeral joint. Paling sering terjadi pada
musculotendinous junction dari otot ekstensor carpi radialis brevis.

II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi dalam memberikan penanganan pasien dengan
kondisi tennis elbow

III. PROSEDUR
3.1 Pengkajian
3.1.1 Melakukan pemeriksaan awal mengacu pada SPO pemeriksaan
fisioterapi
3.1.2 Semua hasil yang didapat dalam pengkajian dicatat dalam lembar
pemeriksaan fisioterapi
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Stadium acut
3.2.1.1 Untuk mengontrol nyeri, bengkak dan spasme diberikan
kompres es, istirahat dan anjuran untuk tidak melakukan
gerakan menggenggam secara berulang
3.2.1.2 Untuk memelihara soft tissue dan mobilitas
sendi
diberikan latihan gerak fleksi dan ekstensi wrist dalam batas
toleransi
3.2.1.3 Untuk memelihara integritas fungsi upper ektremitas
dilakukan gerak aktif sesuai bidang gerak sendi
3.2.2 Stadium sub acute atau kronik
3.2.2.1 Tehnik aktif inhibisi pada otot ektensor carpi radialis brevis
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.2.2.2 Tehnik self-stretching pada grup otot ekstensor

257
3.2.2.3 Cross-fiber massage pada tendo ektensor carpi radialis
3.2.2.4 Latihan isometrik dalam batas rasa nyeri
3.2.2.5 Progressive resistance exercises
3.2.3 Frekuensi
3.2.3.1 2-3 kali seminggu
3.3 Mengakhiri terapi
3.3.1 Evaluasi
3.3.2 Follow-Up/referral
3.3.3 Home program dan edukasi

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

276 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA ARTHRITIS DISTAL RADIOULNAR JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthritis Distal Radioulnar Joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal..

Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthritis Distal Radioulnar
- Intervensi fisioterapi pada Arthritis Distal Radioulnar

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
- TBC tulang
-
Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri jenis hebat pada masa acute, atau ngilu/pegal pada pergelangan
tangan kadang tangan pada masa kronik
- Nyeri setelah riwayat trauma
- Gerak pronasi-supinasi nyeri dan terbatas Inspeksi:

- Posisi sendi radioulnaris MLPP


277 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- ADL: tampak kaku
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak aktif

- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah Tes gerak
pasif
- Pronasi dan supinasi nyeri dan terbatas dalam capsular patern dengan
firm end feel
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan keluhan khas
Tes khusus
- JPM test timbul nyeri, terbatas denngan firm end feel
Pemriksaan lain

- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;


osteophyte. Diagnosis:

- Capsular pattern radioulanar joint secondary to arthritis distal


radioulnar joint Rencana tindakan:

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- Pada kondisi acute aktualitas tinggi diberikan RICE o Es diberikan


hingga 36 jam sesudah trauma secara intermittent tiap 5 menit.
o Elastic bandage diaplikasikan pada posisi tangan sedikit dorsal fleksi -
US:
o Continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2
watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise o Pronas-supinasi - Kemungkinan
splinting
-
Evaluasi

- Nyeri, ROM dan fungsi tangan.


278 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dokumentasi:

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran - Juknis Asesmen fisioterapi
- Juknis RICE
- Juknis US
- JuknisJoint mobilization
- Juknis splinting

RS……….. FISIOTERAPI PADA ARTHROSIS DISTAL RADIOULNAR JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthrosis Distal Radioulnar
Joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal..

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthrosis Distal
Radioulnar
- Intervensi fisioterapi pada Arthrosis Distal Radioulnar Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation

279 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Neoplasma
- Osteoporosis

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada pergelangan tangan kadang tangan


- Morning sickness dan start pain
- Gerak pronasi dan supinasi terbatas dan crepitasi Inspeksi:

- Posisi sendi radioulnaris MLPP


- ADL: tampak kaku
Tes cepat

- Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan
crepitasi
Tes gerak aktif

- Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan
crepitasi
Tes gerak pasif

- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak gerak pronasi dan
supinasi lenngan bawah dimana pronasi dan supinasi sama terbatas
dengan end feel firm
Tes gerak isometric

- Tidak ditemukan gangguan khas


Tes khusus

- JPM test translasi pronasi dan supinasi timbul nyeri, terbatas denngan
firm end feel
Pemeriksaan lain

- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;


osteophyte. Diagnosis:

- Capsular pattern radioulanar joint secondary to arthrosis carpalia


Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan

280 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- US:
o US under water sontinous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi
dan 1.5-2 watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP o
Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise o Pronas-supinasi
- Kemungkinan splinting

Evaluasi

- Nyeri, ROM dan fungsi tangan

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


Lampiran - Juknis Asesmen fisioterapi
- Juknis US
- JuknisJoint mobilization
- Juknis splinting

RS……….. FISIOTERAPI PADA TENOSYNOVITIS M. ABD. POL. LONGUS DAN EXT. POL.
BREVIS (de Quervain syndrome)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

281 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol.
Longus dan ext. Pol. Brevis
Tujuan Proses Fisioterapi yang di terapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus
dan ext. Pol. Brevis

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext.
Pol. Brevis
- Intervensi Fisioterapi pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan ext.
Pol. Brevis

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Lesi saraf perifer

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis

- Adanya nyeri pada sisi lateral pergelangan tangan saat fleksiadduksi ibu
jari tangan atau ulnar deviasi.
Inspeksi:

- Bengkak pada sisi lateral pergelangan tangan Tes cepat:

- Fleksi ekstensi tangan dan jari tangan nyeri sast fleksi Tes gerak aktif

- Adduksi ibu jari tangan nyeri


- Ulnar deviasi nyeri
Tes gerak pasif
282 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Test streach fleksor ibu jari sakit
Tes gerak isometric:

- Tes gerak isometric melawan tahanan ibu jari tangan kea rah abduksi
nyeri
- Gerak ibu jari lain negatif Tes khusus:

- Finkels stain test nyeri, oposisi reposisi jari


- Palpasi teraba oedeme pada sisi lateral pergelangan tangan
Pemreriksaan lain:
- --
Diagnosis
Nyeri gerak pada tendon otot m abd pol longus dan ext poli brevis akibat
tenovaginitis m abd pol longus dan ext poli brevis

Rencana tindakan

- penjelasan tentang patology, diagnosis, target, tujuan, rencana


intervensi, dan hasil yang di harapkan.
- Persetujuan pasien
- Perencanaan intervensi bertahap

Intervensi

- US under water continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas


rendah.
- Parafin bath 5 menit
- Massage ke arah proksimal.
- Splinting atau elastic bandaging: piosisi ibu jari tangan abduksi dan
pergelangan tangan radial devia

Evaluasi:

- ROM, nyeri

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal

Lampiran US,
Parafin bath, massage.
283 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
splint,

RS……….. FISIOTERAPI PADA DORSAL WRIST COMPRESSION SYNDROME

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Wrist Compression
Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Dorsal Wrist Compression
Syndrome
- Intervensi fisioterapi pada Dorsal Wrist Compression Syndrome

284 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislokasi
- osteoporosis

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis

- Trauma pada pergelangan tangan saat menumpu BB


- Nyeri pada gerakan dorsal fleksi pergelangan tangan
- Unstable
Inspeksi:

- Kadang tapak oedeme pungung tangan


Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak dorsal flexion pergelangan tangan
Tes gerak aktif

- Nyeri dan terbatas pada gerak dorsal flexion pergelangan tangan


- Gerak palmar fleksi, lunar-radial dalam batas normal Tes gerak pasif

- Nyeri dan terbatas dengan hard end feel pada gerak dorsal flexion
pergelangan tangan
- Gerak palmar fleksi, lunar-radial dalam batas normal Tes gerak
isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- JPM test palmar dan dorsal flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm
end feel

Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi;

Diagnosis
Rencana tindakan
285 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- RICE - US:
o Continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2
watt/cm2 untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Stenthening exercise dan latihan fungsi tangan
- Kemungkinan splinting

Evaluasi

- Nyeri,ROM

Dokumentasi

Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS…

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada ..

Lampiran Juknis asesmen


Juknis RICE

Juknis US

286 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TENOOSSEAL TENDOPATHY DAN TENOSYNOVITIS M.
FLEXOR CARPIRADIALIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenoosseal Tendopathy dan
Tenosynovitis M. Flexor Carpiradialis
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi pada Tenoosseal Tendopathy dan Tenosynovitis M.
Flexor Carpiradialis
- Intervensi Fisioterapi pada Tenoosseal Tendopathy dan Tenosynovitis
M. Flexor Carpiradialis

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislokasi
- osteoporosis

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

287 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Anamnesis

- Nyeri pergelangan tangan saat menggenggam kuat atau fleksi


- Nyeri meningkat saat olah raga (badminton/tennis) Inspeksi:

- Tak jelas ada kelainan Tes cepat:

- Fleksi wrist nyeri Tes gerak aktif:

- Dorsal fleksi pergelangan tangan nyeri regang - Palmar fleksi-


radial deviasi dan ulnar deviasi negatif Tes gerak pasif:

- Dorsal fleksi pergelangan tangan nyeri regang - Palmar fleksi-


radial deviasi dan ulnar deviasi negatif Tes gerak isometric:

- Gerak isometrik palmar fleksi wrist tambah nyeri. - Gerak lain negatif
Tes khusus:

- Stretch test nyeri pergelangan tangan


- Palpasi tendon M. Flexor Carpiradialis

Pemeriksaan lain

- ---

Diagnosis

- Nyeri pergelangan tangan aklibat tendopathy/Tenosynovitis M. Flexor


Carpiradialis

Rencana tindakan

- penjelasan tentang patology, diagnosis, target,


tujuan, rencana intervensi, dan hasil yang di harapkan.
- Persetujuan pasien
- Perencanaan intervensi

Intervensi

- US intermiten dosis pada akut aktualitas tinggi 0,5-1 watt/cm2


- Transfer friction
- Stretching

Evaluasi

- ROM, nyeri

288 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dokumentasi

Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS…

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskulo skeletal

Lampiran US,
stretching, transverse

friction

RS……….. FISIOTERAPI PADA TENDOVAGINITIS STENOSANS (TRIGGER FINGER)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tendovaginitis Stenosans


(Trigger Finger)
Tujuan Adalah proses Fisioterapi yang di terapkan pada kasus Tendovaginitis
Stenosans (Trigger Finger)

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen Fisioterapi dan temuannya pada kasus Tendovaginitis
Stenosans (Trigger Finger)
- Intervensi fisioterapi pada Tendovaginitis Stenosans (Trigger Finger)

Kontra indikasi :

289 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Lesi saraf perifer
- Rheumatoid arthritis

Prosedur Dosis :

- Waktu intervensi US 5-7 menit, kronis 1x1 hari atau 1x2 hari (selama12
sampai 18 hari)
- Dosis streching 8 detik, di ulang 8-10 kali.
- Friction 30 kali

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis

- Rasa nyeri pada jari ketiga atau ke empat saat ditekuk mengunci dan
kembali lurus dan berbunyi, - Nyeri pada setinggi caput metacarpal
Inspeksi:

- Tidak khas
Tes cepat

- tes fleksi jari2 dan ekstensikan (jari ketinggalan) Tes gerak aktif:

- Pada gerak fleksi jari III/IV nyeri pada akhir ROM dan bila di
ekstensikan bunyi klik dan nyeri - Gerak sendi lain normal Tes gerak
pasif:

- Terdapat nyeri saat fleksi jari yang bersangkutan penuh.


- Saat ekstensi jari bunyi klik dan nyeri.
Tes gerak isometric

- Gerak fleksi jari yang bersangkutan terdapat nyeri


- Gerak lain negatif Tes khusus

- Palpasi pada caput metacarpal III atau IV teraba benjolan nyeri.


- Bila dalam palpasi bersamaan digerakkan fleksi penuh dan ekstensi
teraba benjolan yang bergerak. Pemriksaan lain

- --
Diagnosis

- Nyeri gerak pada jari ke tiga (atau keempat) karena Tendovaginitis


Stenosis flexor digitorum profundus.

290 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan

- penjelasan tentang patology, diagnosis, target, tujuan, rencana


intervensi, dan hasil yang di harapkan.
- Persetujuan pasien - Perencanaan intervensi.

Intervensi

- US :
o
US under water continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk
aktualitas rendah.
o Parafin bath 5 menit
- Streching pada jari ke tiga (keempat) ke arah ekstensi penuh dengan
pergelangan tangan ekstensi
- Transfer Friction jari ke tiga (di selubung tendon)

Evaluasi

- Nyeri dan ROM

Dokumentasi:

Rekam Fisioterapi dan rekam medis RS

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal

Lampiran Asesmen,
US, parafin,

stretching.

291 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA DORSAL INTERCARPAL LIG. OVERSTRETCH

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Intercarpal Lig.
Overstretch
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Dorsal Intercarpal Lig.
Overstretch
- Intervensi fisioterapi pada Dorsal Intercarpal Lig. Overstretch Kontra
indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
292 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Anamnesis

- Nyeri jenis pegal pada pergelangan tangan dan tangan


- Disertai gerak terbatas
- Pada fase akut : - Tumor, Rubor, Dolor, Calor, Fungsiolacia Inspeksi

- Tak tampak kelainan


Tes cepat

- Nyeri dan terbatas pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan


tangan dan fleksi, ekstensi adduksi dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak aktif

- Nyeri dan terbatas gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dan


fleksi, ekstensi adduksi dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak pasif

- Nyeri dan terbatas palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dan fleksi,


ekstensi adduksi dan abduksi jari-jari tangan. Tes gerak isometric

- Tak jelas kelainan


Tes khusus

- Finkelstein test positif


- Stretch test lig. Intercarpalia
- JPM intercarpal terbatas firm end feel
Pemriksaan lain

- Palpasi
Diagnosis

- Nyeri dan keterbatasan sendi pergelangan tangan dan tangan


Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- RICE ( fase akut )


- MWD ( Sub Akut dan Kronis)
- Active mobilization exercise

Evaluasi

- Nyeri,ROM

293 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dokumentasi

Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS…

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Juknis assesmen


Juknis RICE

Juknis Active mobilization exercise

RS……….. FISIOTERAPI PADA ARTHROSIS CARPALIA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

……………..

294 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthrosis Carpalia
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, parupurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Arthrosis carpalia
- Intervensi fisioterapi pada Arthrosis carpalia Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada pergelangan tangan dan tangan


- Morning sickness dan start pain - Gerak terbatas dan crepitasi
Inspeksi:

- Posisi tangan MLPP


- Gerak hand dexterity kaku.
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan
tangan
Tes gerak aktif

- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak palmar-dorsal flexion


pergelangan tangan
Tes gerak pasif

- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak palmar-dorsal flexion


pergelangan tangan dimana dorsal flexion lebih terbatas dari palmar
flexion dengan end feel firm.
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus

295 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Palpasi tangan sering teraba oedeme
- JPM test palmar dan dorsal flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm
end feel
Pemeriksaan lain

-X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;


osteophyte.
Diagnosis

- Capsular pattern wrist joint secondary to arthrosis carpalia


Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- US:
o US under awter continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas
tinggi dan 1.5-2 watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise o Pronasi-supinasi
- Kemungkinan splinting

Evaluasi

- Nyeri, ROM dan fungsi tangan.

Dokumentasi:

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada


Lampiran - Juknis Asesmen fisioterapi
- Juknis US
- Joint mobilization
- JuknisJoint mobilization
- Juknis splinting

296 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS

HIP JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Osteoarthrosis Hip joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Osteoarthrosis Hip joint
- Intervensi fisioterapi pada Osteoarthrosis Hip joint

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis

Dosis :

Prosedur - Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis
intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi

Anamnesis

297 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada hip joint
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Tes cepat

- Nyeri dan terbatas pada semua arah gerakan hip joint

Tes gerak aktif

- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak hip joint


Tes gerak pasif

- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak hip joint -


internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.
Tes gerak isometric

- Tidak ditemukan gangguan khas

Tes khusus

- JPM test internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.

Pemeriksaan lain

- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;


osteophyte.

Diagnosis

- Capsular pattern hip joint secondary to Osteoarthrosis Hip joint

Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
o
Intervensi

- US:
o Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5
watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
- Translasi pada pembatasan internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint,.
- Active mobilization exercise Semua arah gerakan hip

Evaluasi
298 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri, ROM dan fungsi tangan.

Dokumentasi:

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Juknis asesmen


Juknis US

Juknis joint mobilization

Juknis mobilisasi sendi aktif

. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 286 dari 2

Judul: Fisioterapi pada Post Op – AMP Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
Adalah jenis tindakan operasi yang dilakukan pada subcapital caput femur
karena fraktur atau adanya degenerasi caput femur karena suatu penyakit
keadaan acetabulum relative normal dengan pemasangan bipolar prosthesis
299 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.1 Indikasi
1.1.1 Subcapital fraktur caput femur
1.1.2 Nyeri sendi hip, degenerasi caput femur dan adanya deformitas
1.2 Kontra Indikasi
1.2.1 Hari ke-1 sampai ke-5 tidak boleh dilakukan fleksi hip lebih 45 dan
adduksi
1.2.2 Tidak dianjurkan pasien duduk di kursi yang rendah atau terlalu
lembek
1.2.3 Kaki tidak boleh disilangkan ( adduksi ).

II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada kondisi
sesudah operasi AMP baik saat rawat inap ataupun rawat jalan

III. PROSEDUR
3.1 Imobilisasi
Sesudah operasi pasien tidur posisi telentang dengan posisi tungkai yang di
operasi posisi lurus dan rotasi netral
3.2 Fase proteksi maksimal
3.2.1 Sesegera mungkin diberikan deep breathing, coughing dan ankle
pumping exercise untuk mencegah terjadinya komplikasi pulmunal
dan vaskulair
3.2.2 Latihan anggota gerak yang sehat untuk memelihara kekuatan dan
fleksibilitas otot
3.2.3 Latihan pain-free isometric untuk mencegah atropi otot tungkai yang
di operasi
3.2.4 Latihan aktif atau assisted untuk memelihara gerak sendi dan jaringan
lunak
3.2.5 Hari ke 3 sesudah operasi latihan duduk di bed atau kursi dengan
posisi sendi hip tidak boleh fleksi lebih dari 45 dan posisi hip sedikit
abduksi
3.2.6 Latihan jalan di parallel bar, walker atau kruk

286

3.3 Fase proteksi sedang


3.3.1 Pada pemasangan prostese cemented latihan weight bearing dapat
dilakukan lebih awal
3.3.2 Pada trochanteric osteotomy latihan weight bearing
dapat dilakukan pada minggu ke 8 sampai minggu ke 12
3.3.3 Latihan aktif ROM secara bertahap, fleksi hip tidak boleh lebih 900
3.3.4 Untuk meningkatkan control neuromuscular hip diberikan latihan
penguatan dengan gerak aktif dan SLR
3.3.5 Latihan closed-chain sambil berdiri di parallel bar atau walker
3.3.6 Fase proteksi minimal dan pengembalian fungsi

300 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3.7 Latihan penguatan otot-otot ekstensor dan abduksi hip untuk ambulasi,
latihan open-close chain
3.3.8 Latihan ambulasi di tingkatkan dari walker ke kruk atau tongkat paling
lambat minggu ke 12 sesudah operasi
3.3.9 Latihan peningkatan daya tahan dengan stationary bicycle dengan
posisi tempat duduk ditinggikan untuk mencegah fleksi hip yang
berlebihan

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Manajer Keperawatan
6.4 Kepala Bagian Keterapian Fisik

RS……….. FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS TIBIOFEMORAL JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Osteroarthrosis tibiofemoral


joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pada kasus Osteroarthrosis
tibiofemoral joint
- Intervensi fisioterapi pada Osteroarthrosis tibiofemoral joint

301 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis

- Nyeri jenis ngilu/pegal pada Tibio femoral joint


- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada fleksi, ekstensi tibio femoral joint
Tes gerak aktif

- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada tibio femoral joint


Tes gerak pasif

- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak tibio femoral joint
- Fleksi, ekstensi, tibio femoral joint, firm end feel.
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus

- JPM test fleksi, ekstensi tibio femoral joint, firm end feel.
- Patello femoral test
- Ballotement test
- Fluktuation test
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;
osteophyte.
302 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Diagnosis

-Capsular pattern tibio femoral joint secondary to Osteoarthrosis tibio


femoral joint
- Nyeri gerak tibio femoral joint
Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- US:
o Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5
watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
- Translasi pada pembatasan fleksi, ekstensi tibio femoral joint -
Active mobilization
Evaluasi

- Nyeri sekitar ankle dan lutut

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Juknis asesmen


Juknis US

Juknis joint mobilization

Juknis mobilisasi sendi aktif

303 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA CHONDROMALACIA PATELLAE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,

PELAYANAN Direktur
FISIOTERAPI

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Chondromalacia patellae

Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Chondromalacia patellae
- Intervensi fisioterapi pada Chondromalacia patellae Kontra indikasi :

- Osteoporosis
- TB Tulang akut
- Fraktur
- Infeksi sendi akut
Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:

- Nyeri berjalan
- Deformitas kearah genu valgus Inspeksi:

304 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- tidak tampak kelainan local. Perhatikan Q angle/genu valgus
Tes cepat
- gerakan flexi dan ekstensi terjadi painfull arc
Tes gerak aktif
- flexi dan ekstensi
Tes gerak pasif
- flexi dan ekstensi
Tes gerak isometric
- Gerak isometric ekstensi lutut nyeri
Tes khusus

- Palpasi : nyeri tekan pada condylus lateral dan medial


- Joint play movement MLPP kompresi diatas patella posisi lutut ekstensi
dan semi fleksi.
- Pengukuran Q angle dan genu valgus.
- Tes kekuatan m. Vastus medialis.
Pemeriksaan lain
- ’X’ ray intuk melihat OA sendi patellofemoralis
Diagnosis:

- Nyeri pada patella disebabkan oleh chondromalacia Rencana tindakan:

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- US pada tepi patella dengan cara mendorong patella ke lateral dan


medial o US continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk aktualitas rendah
- MWD/SWD
o SWD intermiten selama 10 – 12 menit
- Transverse friction dengan cara mendorong patella ke lateral dan medial
- Strengthening exercise m. Vastus medialis pada posisi lutut gerak akhir
ekstensi
Medial arc support (corect shoes)

Evaluasi
305 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Nyeri, JPM dan ROM .

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Juknis US,


SWD

Tranverse friction

Medial arc support

RS……….. FISIOTERAPI PADA KNEE INSTABILITASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah :Ketidakstabilan knee


Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus knee instability
- Intervensi fisioterapi pada knee instability Kontra indikasi :

- Fraktur
306 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi Anamnesis:
- Nyeri pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi - Keluhan
nyeri pada saat aktivitas. Inspelsi:
- Kadang tampak genu valgus/varus
Tes cepat
- Hiper mobility pada knee joint.
Tes gerak aktif
- Terjadi nyeri pada saat hiper extensi knee joint atau fleksi penuh.
- Internal rotasi dan external rotasi tidak terjadi nyeri Tes gerak pasif

- Nyeri pada saat gerakan varus dan valgus, flexi – extensi sendi lutut
dengan end feel soft.
Tes gerak isometric
- Adanya nyeri pada sendi lutut
Tes khusus
- Valgus test: untuk tes lig.collaterale mediale
- Varus test: untuk tes lig.collaterale laterale
- Anterior shearing test untuk tes lig.cruciatum anterior
- Posterior shearing test untuk tes lig.cruciatum posterior
Pemeriksaan lain
- Atroskopi
Diagnosis
- Nyeri sendi lutut pada gerakan akibat lesi lig.collaterale mediale, (atau
lig.collaterale laterale; atau lig.cruciatum anterior atau lig.cruciatum
posterior)
Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
307 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Intervensi MWD cervical o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi
dan thermal untuk aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Knee support dengan penguat pada fungsi ligament yang lesi.
- Latihan stabilisasi aktif. Pada posisi MLPP.
- Latihan Strengthening otot pes anserinus (atau iliotibial, atau hamstrings,
atau quadriceps)

Evaluasi

- Nyeri, stabilisasi aktif knee.

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Asesmen
MWD

Strengthening

Stabilisasi aktif

Knee support

RS……….. FISIOTERAPI PADA MENISCUS LESION

No. Dokumen No. Revisi Halaman

308 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah :Cedera pada meniscus lesi lutut


Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.

Kebijakan Indikasi :
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus meniscus lesi
- Intervensi fisioterapi pada meniscus lesi

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Gonitis TB

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu

Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:

- Nyeri dan mengunci pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi -
Keluhan nyeri pada saat aktivitas. Inspeksi:
- Tidak tampak kelainan
Tes cepat
- Hiper mobility pada knee joint.

Tes gerak aktif

- Kadang terjadi nyeri pada saat fleksi maupun ekstensi sendi


tibiofemoralis.
309 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Gerak internal rotasi dan eksternal rotasi terjadi nyeri
Tes gerak pasif

- Nyeri pada saat fleksi maupun ekstensi sendi tibiofemoralis.dengan end


feel elastis
- Gerak internal rotasi dan eksternal rotasi terjadi nyeri dengan end feel
elastis
- Sering semua gerak negatif bila aktualitas rendah Tes gerak isometric

- Tidak khas,.
Tes khusus

- Appley test dan murray test - JPM lutut.


Pemriksaan lain

- Atroplasti
Diagnosis

- Nyeri pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi akibat meniscus
lesi. Rencana tindakan

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi:

- SWD atau MWD o SWD/MWD Continous thermal untuk aktualitas rendah,


waktu 10-12 menit.
- Manipulasi meniscus.
- Latihan Strengthening - Knee Dakker
- Latihan Stabilisasi.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada

Lampiran Asesmen
SWD/MWD

Manipulasi meniscus

Strengthening exc

Knee Dakker

310 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 300 dari 2

Judul: Fisioterapi pada Post - Op Menisectomy Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
Fisioterapi pada post menisectomy adalah bentuk latihan yang diberikan pada
pasien sesudah operasi meniscus. Menisectomy adalah tindakan operasi yang
dilakukan karena adanya robek atau rupture pada meniscus lateral atau medial
sendi lutut.

II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah opersi minesectomy baik saat rawat inap ataupun rawat jalan

III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi
terapis dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan
mengingat pedoman atau panduan ini disusun untuk satu penyakit secara
umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam penatalaksanaan
pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya
harus didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam
medis pasien

IV. PROSEDUR
311 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1 Post-Op ( Hari Operasi)
Pada fase awal ini yang dilakukan adalah :
4.1.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage
untuk mengontrol oedema.
4.1.2 Hindari luka jahitan dari air (basah)
4.1.3 Lakukan latihan-latihan untuk menambah ROM ankle, heel slide.
4.1.4 Latihan penguatan sesuai dengan toleransi pasien yaitu latihan
Quadriceps dan Hamstring, SLR, Knee ekstensi posisi duduk dan
jalan PWB dengan menggunakan kruk sesuai dengan toleransi
pasien.
4.1.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam
setelah berdiri.

300
4.2 Post-Op (Hari ke-1)
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed
chain dengan pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya
ROM. Lanjutkan penggunaan brace post-operasi . Sebaiknya sudah berjalan
tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee ekstensi penuh, fleksi
120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain selama
melakukan latihan. Latihan yang diberikan adalah:
4.2.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage
untuk mengontrol oedema.
4.2.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM 2-3 kali per hari dan
tambahkan dengan latihan sepeda static dengan tinggi kursi
serendah yang dapat ditoleransi pasien dengan beban yang ringan.
4.2.3 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan latihan
keseimbangan dengan berdiri pada tumit dan latihan
keseimbangan dengan setengah berjongkok.
4.2.4 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam
setelah berdiri.
4.3 Post-Op (Hari ke-2 s/d ke-7)
4.3.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.3.2 Hentikan penggunaan kruk setelah 3 hari.
4.3.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.3.4 Lanjutkan latihan penguatan dengan menggunakan prinsip PRE dan
tambahkan dengan latihan SLR, fleksi knee,fleksi hip dan ekstensi
knee serta berdiri dengan menggunakan satu sisi kaki.
4.3.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta tetap gunakan elastic
bendage.
4.3.6 Lakukan pemeriksaan fisik setelah 6 hari setelah operasi untuk
evaluasi dan pelepasan jahitan.
4.4 Post-Op (Minggu ke-1 s/d ke-3)
4.4.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.4.2 Setelah jahitan dilepaskan diperbolehkan terkena air (basah)
4.4.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
4.4.4 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan program latihan
berlari-lari kecil pada permukaan yang rata dan jalan yang berliku,
latihan jongkok dengan satu kaki, latihan berdiri dengan satu kaki
kemudian elevasikan tumit dan latihan naik turun tangga.
4.4.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan
4.5 Post-Op (Minggu ke-3 s/d ke-6)
4.5.1 Lotion dapat diberikan pada luka jahitan dengan menggunakan ibu
jari dengan tekanan sesuai toleransi.
4.5.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.5.3 Lanjutkan latihan penguatan
4.6 Pasien dapat kembali ke aktifitas semula jika :
4.6.1 Pengukuran ROM dan lingkar tungkai pada kedua tungkai sama.
4.6.2 Pengukuran kekuatan otot kedua tungkai menunjukkan
peningkatan lebih dari 85%

V. UNIT TERKAIT
Tidak ada

LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 302 dari 3

Judul: Fisioterapi pada Post – Op ACL Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
Adalah tindakan operasi yang dilakukan oleh adanya robek pada anterior
cruciatum ligament sendi lutut. Fisioterapi pada ACL adalah program latihan

313 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
yang diberikan untuk pasien sesudah operasi baik saat imobilisasi ataupun
sesudah imobilisasi.

II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah opersi ACL baik saat rawat inap ataupun rawat jalan

III. PROSEDUR
3.1 Fase I Minggu ke-1 dan 2
Pada fase awal ini yang menjadi perhatian adalah untuk mengontrol
bengkak dan untuk memelihara ROM ekstensi,mencapai\memelihara ROM
fleksi knee pada sudut 90 dan memfasilitasi control otot Quadriceps untuk
mengurangi terjadinya atropi. Latihan yang diberikan adalah:
3.1.1 Latihan Quadriceps setting dengan pengulangan 10x
3.1.2 Latihan Quadriceps setting dengan straight leg raisig pengulangan
10x
3.1.3 Wall slides, 10x pengulangan (latihan aktif fleksi knee dengan
bantuan gravitasi)
3.1.4 “ Jane Fondas” latihan gerak ekstensi-fleksi, abduksi-adduksi hip;
20x pengulangan pada setiap bidang geraknya.
3.1.5 Latihan pumping ankle, dilakukan sepanjang hari secara
berkesinambungan. Bila diperlukan gantung kaki dalam posisi
prone.
3.1.6 “Gait Checks”, fisioterapis mengobservasi kemampuan pasien
dalam melakukan backwards ambulasi untuk
mendukung tercapainya ROM ekstensi penuh dengan
memakai brace.
3.1.7 Gliding patella, pasien melakukan mobilisasi patella sendiri dengan
dibantu oleh fisioterapis.
3.1.8 Long sitting untuk menciptakan ekstensi knee. Posisi tersebut juga
membantu untuk menstretching harmstrings. Dalam posisi tersebut
pasien diminta meraih ujung ibu jari kaki selama 10-15 menit

302
setiap 2-4 jam, coba unutk tetap mempertahankan knee dalam
posisi lurus.
3.1.9 Setelah melakukan seluruhlatihan tersebut berikan terapi es,
kompressi dan elevasi untuk mengontrol nyeri\oedema.
3.1.10 Jangan meletakkan bantal untuk mengganjal knee
3.1.11 Lakukan latihan tersebut dua kali sehari, setiap dua hari sekali
latihan dihentikan untuk mengurangi iritasi.
3.1.12 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase II adalah : Oedema
berkurang\terkontrol, ROM ekstensi knee mencapai sudut 0, fleksi
mencapai sudut 110 (bila dilakukan repair meniscus ROM fleksi
hanya 90), mampu melakukan SLR hip dalam posisi
abduksiadduksi, fleksi-ekstensi dan dapat berjalan dengan weight
bearing sesuai toleransi dengan menggunakan kruk.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.2 Fase II Minggu ke-3 dan 4
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed
chain dengan pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya
ROM. Lanjutkan penggunaan brace sesudah operasi . Sebaiknya sudah
berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee ekstensi
penuh, fleksi 120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain
selama melakukan latihan. Latihan yang diberikan adalah:
3.2.1 Lanjutkan latihan SLR, 10x pengulangan
3.2.2 Mini-squats (sudut 0-30) dimulai dari 10x pengulangan. Gerakan ini
dilakukan sampai kne berada jauh dari ujung ibu jari kaki (knee
over tip of toes), selama latihan tidak boleh ada rasa nyeri.
3.2.3 Mini-squats dengan satu tungkai (weight shifts)
3.2.4 Steps Up (latihan naik tangga) (concentric), dimulai dari 10x
pengulangan dengan tinggi undakan 3”, peningkatan tinggi
undakan sesuai dengan toleransi.
3.2.5 Latihan eccentrics (latihan turun tangga), 10x pengulangan sesuai
dengan indikasi.
3.2.6 Latihan proprioseptif, latihan open chain. Selanjutnya latihan
meningkat ke single leg stands.
3.2.7 Mulai latihan dengan sepeda, stairmaster, treadmill.
3.2.8 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase III adalah : Berjalan
tanpa kruk dalam pola jalan yang normal, ROM ekstensi knee
mencapai sudut 0, fleksi mencapai sudut 120 Latihan naikturun
tangga mencapai 3x pengulangan selama 3 menit setiap
pengulangan (eccentric), latihan stairmaster mencapai 10 menit,
latihan sepeda 15 menit atau lebih, latihan treadmill 15 menit atau
lebih , tidak ada peningkatan nyeri, oedema atau gejala lain selama
melakukan latihan.
3.3 Fase III Minggu ke-5 dan 8
Observasi umum harus memonitor adanya efusi, perhatian terhadap
adanya tendonitis patellae. Latihan yang diberikan adalah:
3.3.1 Lanjutkan latihan squats dengan matras.
3.3.2 Mulai latihan single dan double leg press.
3.3.3 Mulai program latihan jogging, tidak boleh ada latihan dengan gerak
twisting. Latihan dapat menggunakan back pedals dan side
stapping.

315 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3.4 Lanjutkan penggunaan stairmaster dan sepeda untuk latihan aerobic
3.3.5 Latihan keseimbangan dan proprioseptif.
3.3.6 Lanjutkan latihan turun tangga dengan single step.
3.3.7 Latihan ekstensi lutut open chained
3.4 Fase IV Minggu ke-8 dan 12
Fase ini merupakan saatnya memulai latihan aktivitas fungsional.
Fisioterapis harus memperhatikan kesesuaian ukuran brace saat
beraktivitas.Latihan yang diberikan adalah seluruh latihan pada fase III
ditambah :
3.4.1 Mulai diberikan latihan lateral carioca yang lebih berat, zig-zag, plant
(latihan dengan alas lembut) dan back up.
3.4.2 Tes isokinetik dalam ROM penuh pada minggu ke 12
3.4.3 Latihan di sliding board (area yang miring)
3.4.4 Latihan proprioseptif maksimal seperti pada fase III
3.5 Fase V Minggu ke-12, 16 dan 24 (6 bulan)
Dapat mulai latihan olah raga. Latihan sama dengan fase IV ditambah dengan:
3.5.1 Lanjutkan latihan proprioseptif dengan latihan intensif.
3.5.2 Latihan ditambah dengan latihan fungsional, latihan khusus sesuai olah
raga yang digeluti.

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

RS……….. FISIOTERAPI PADA ANKLE SPRAIN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

316 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Panduan Tanggal terbit Ditetapkan,
PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Ankle sprain


Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Ankle Sprain
- Intervensi fisioterapi pada Ankle Sprain

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma

Prosedur Dosis :

- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas


rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Ada riwayat trauma (kesleo) kearah inversi
- Nyeri jenis nyeri tajam pada kaki sisi lateral - Nyeri meningkat pada
saat gerak eversi Inspeksi:
- Tampak oedeme dan/atau haemetome pada lateral kaki.
Tes cepat

- Gerak plantar maupun dorsal fleksi nyeri. Gerak inversi nyeri hebat. Tes
gerak aktif

- Gerak inversi nyeri dan gerak eversi tidak terasa nyeri


- Gerak dorso dan plantar flexi
Tes gerak pasif

- Gerak pasif inversi nyeri, ROM terbatas denga sringy end feel
- Gerak lain negatif
317 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Tes gerak isometric
- Gerak isometrik eversi nyeri bila tendon M. Peroneus longus dan brevis
cidera
Tes khusus
- Palpasi pada lig. Calcaneofibulare dan talofibulare terasa nyeri,
kemungkinan lig.lain seperti lig.calcaneocuboideum.
- Pada cidera tendon palpasi diatas tendon mm.peroneus longus dan atau
peroneus brevis terasa nyeri
- Joint play movement.pada sendi calcaneofibulare dan talofibulare nyeri
dengan springy end feel. Pemeriksaan lain
-
Diagnosis
- Nyeri lateral kaki disebabkan oleh sprain ankle.
Rencana tindakan:

- - Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana


intervensi dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- Pada fase acute diterapkan RICE


- Bandaging dengan elestic bandage dan /atau tapping diberikan hingga
satu minggu atau lebih
- US: diberikan pada fase kronik o Pada ligamenta atau tendon yang
terjadi cidera o Dosis 1.5 – 2 watt/cm2 waktu 2-3 menit
- Transverse friction
- Active stabilization and balance exercise.
- Walking exc

Evaluasi

- Nyeri sekitar ankle

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

318 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Juknis asesmen


Juknis RICE

Juknis US

Juknis Bandage

RS……….. FISIOTERAPI PADA FLAT FOOT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

Panduan Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Flat foot

Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Flat foot
- Intervensi fisioterapi pada Flat foot

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Poliomielitis

Prosedur Dosis :

- Penggunaan medial arc support dalam waktu 3bulan atau lebih


- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
319 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:

- Tidak ada arcus plantar


- inbalance Inspeksi:
- Telapak kaki datar, tulang navicularis menonjol ke medial.
Tes cepat

- Gait aná lisis tampak kaki menyudut kelateral


- Plantar fleksi lebih lemah
Tes gerak aktif
- Dalam batas normal
Tes gerak pasif

- Gerak pronasi kaki ROM lebih besar dari normal, gerak pronasi terbatas
elastic end feel
- Gerak lain normal Tes gerak isometric

- Fleksi jari-jari kaki kekuatan kurang dibanding dengan otot lain.

Tes khusus

- Palpasi: arcus longitudinal plantaris rata


- Pengukuran adakah genu valgus Pemeriksaan lain
-.Podografi: dijumpai flet foot.
Diagnosis:

- gangguan kesimbangan dan berjalan akibat flat foot Rencana tindakan:

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- Strengthening exercice pada fleksor jari kaki


- Ballance exc
- Walking exc dengan menggunakan ujung kaki
320 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Penggunaan medial arc support

Evaluasi

- Nyeri sekitar ankle dan lutut

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Juknis asesmen


Juknis strengthening exc

Juknis walking exc dan balance exc

Medial arc support

RS……….. FISIOTERAPI PADA PES EQUINOVARUS

321 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
No. Dokumen No. Revisi Halaman

PANDUAN Tanggal terbit Ditetapkan,


PELAYANAN
FISIOTERAPI Direktur

Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Pes equinovarus

Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.

Kebijakan Indikasi:
- Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Pes equinovarus
- Intervensi fisioterapi pada Pes equinovarus

Kontra indikasi :

- Fraktur
- Poliomielitis
-
Prosedur Dosis :

- Penggunaan medial arc support dalam waktu 3bulan atau lebih


- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu Teknik Aplikasi :

Asesmen fisioterapi
Anamnesis:

- Dibawa sejas lahir atau akibat kelumpuhan


- Anak terlambat usia jalan
- Berdiri dan jalan dengan punggung kaki Inspeksi:

- Telapak kaki melengkung, menapak dengan sisi luar kaki atau dengan
punggung kaki.
Tes cepat

- Gait aná lisis tampak kaki menyudut kemedial atau berdiri denga sisi
luar kaki atau bahkan punggung kaki
Tes gerak aktif

- Gerak dorsal fleksi dan eversi kekuatan menurun Tes gerak pasif
322 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Gerak dorsal fleksi dan eversi dengan firm end feel Tes gerak isometric

- Gerak dorsal fleksi dan eversi kekuatan menurun Tes khusus

- Joint play movement


- Stretch test pada arcus longitudinal kaki Pemeriksaan lain

-.Podografi: dijumpai flet foot.

Diagnosis:

- Gangguan jalan dengan punggung kaki akibat pes equino varus

Rencana tindakan:

- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi


dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap

Intervensi

- Mobilisasi kaki
- Strengthening exercice pada fleksdorsal fleksi dan eversi
- Ballance exc
- Penggunaan sebatu koreksi

Evaluasi

- Nyeri sekitar ankle dan lutut

Dokumentasi

- Rekam Fisioterapi dan Rekam Medik RS.

Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....

Lampiran Juknis asesmen


Juknis strengthening exc

Juknis walking exc dan balance exc

323 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Medial arc support

324 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 314 dari 2

Judul: Angkat angkut pasien Departemen.: Klinik


Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
1.1 Angkatangkut pasien adalah cara atau tehnik untuk memindahkan pasien
dari satu tempat ke tempat yang lain baik dengan atau tanpa alat bantu
disertai jarak vertical dan atau horizontal.
1.2 Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam angkatangkut pasien adalah
1.2.1 Berat Pasien, jarak angkut ,dan intensitas.

1.2.2 Kondisi lingkungan rumah sakit yaitu lantai licin,kasar, naik turun

1.2.3 Kemampuan tenaga kesehatan

1.2.4 Peralatan yang dipakai

1.2.5 Metode mengangkat yang benar

II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi semua karyawan yang melakukan angkatangkut pasien
secara aman,efektif dan efisien
325 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pahami benar kondisi pasien. (apakah fraktur leher atau pingang,
stroke, sadar atau tidak dll).
3.1.2 Beri penjelasan ke pasien atau keluarga tentang prosedur, maksud
dan tujuan angkatangkut tersebut
3.1.3 Perhatikan Drain dan line atau linen yang mungkin mengganggu.

314
3.1.4 Semua barang atau benda yang menghalangi pandangan mata atau
mengganggu sebaiknya disingkirkan dulu.
3.1.5 Persiapkan terlebih dahulu alat Bantu angkatangkut pasien atau bila
pasien tidak memungkinkan diangkat sendiri maka orang yang
akan membantu harus sudah siap di tempat pasien tersebut dan
mengetahui perannya. Jangan pasien sudah diangkat baru panggil
bantuan.
3.1.6 Pastikan bahwa tempat tidur pasien sudah terkunci dan lantai tidak
licin.
3.1.7 Posisikan atau atur tinggi rendah tempat tidur sesuai karyawan yang
mau mengangkat ( Posisi setinggi antara tali pusar dan siku
karyawan ) dan buka rel pengaman bed terlebih dahulu
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
3.2.2 Pasien diusahakan menekan pada anggota tubuh yang kuat dan
membebaskan tubuh yang lemah dari pembebanan berlebihan.
3.2.3 Pegangan harus tepat, penganggkat dengan pegangan tangan penuh
3.2.4 Lengan harus sedekat – dekatnya pada badan dan dalam posisi
lurus
3.2.5 Punggung harus diluruskan.
3.2.6 Dagu ditarik segera setelah kepala tegak kembali ( seperti permulaan
gerakan ) dengan posisi kepala dan dagu lurus diikuti seruruh
tulang belakang.
3.2.7 Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk
mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat,
satu kaki ditempatkan kearah jurusan gerakan yang dituju, kaki
kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu
mendorong tubuh pada gerakan pertama
3.2.8 Berat badan dimanfaatkanuntuk menarik dan mendorong serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
3.2.9 Beban diusahkan berada sedekat mungkin terahadap garis vertical
yang melalui pusat gravitasi tubuh.
3.2.10 Angkat angkut pasien dengan kondisi khusus diatur dengan SPO
tersendiri.
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Merapikan kembali drain, line dan linen seperti semula.
3.3.2 Kunci roda tempat tidur dan pengaman.
3.3.3 Mengembalikan alat bantu angkat angkut ketempat semula.
3.3.4 Memberikan penjelasan ke keluarga atau pasien kalau proses angkat
angkut sudah selesai

IV. DOKUMEN TERKAIT


Tidak ada

V. LAMPIRAN
Tidak ada

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

327 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
316

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 317 dari 3

Judul: Standar Identifikasi pasien fisioterapi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Bagian fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
Standar Identifikasi pasien fisioterapi adalah suatu standar yang
diberlakukan dalam penerimaan pasien melalui identifikasi pasien yang
mencakup identitas diri / nama dan problem yang nyata dan yang
berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau
kondisi kesehatan lain.

II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi staf dalam mengidentifikasi pasien.

III. KEBIJAKAN
Semua terapis, Staf Administrasi, Pekarya dan petugas lain yang berhubungan
pelayanan wajib mengetahui indentitas pasien secara lengkap dan dtegaskan
kembali oleh staf dengan memanggil ulang nama tersebut.

IV. PROSEDUR
4.1. Pasien rawat jalan
4.1.1 Pada saat datang di Administrasi / ruang tunggu
4.1.1.1 Staf Administrasi mengucapkan selamat dan meminta
pasien menyebutkan identitas dirinya.
4.1.1.2 Staf Administrasi melakukan registrasi dan atau
melakukan aktual untuk pasien dengan perjanjian.

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
317
4.1.1.3 Staf Administrasi mencetak label dan meminta konfirmasi
pasien tentang data yang tercantum pada stiker dan
menempelkan label pasien yang dimaksud di slip
pembayaran
4.1.1.4 Terapis meminta staf administrasi memanggil nama
pasien ke ruangan pemeriksaan
4.1.2 Pada saat datang di ruang pemeriksaan
4.1.2.1 Pasien masuk keruang pemeriksaan dengan menyebutkan
namanya.
4.1.2.2 Terapis melakukan pengecekan dengan memanggil ulang
nama pasien.
4.1.3 Pada saat pasien datang di ruang tindakan
4.1.3.1 Terapis memberikan tindakan dengan menyebut nama
pasien
4.1.3.2 Terapis memberikan tanda pada item tindakan slip pembayaran
dan melakukan paraf.
4.1.4 Pada saat datang di administrasi fisioterapi
4.1.4.1 Pasien menuju kasir dan meginput item sesuai nama
pasien kedalam komputer.
4.1.4.2 Staf Administrasi menyarankan pasien untuk membuat
perjanjian kedatangan berikutnya.
4.2. Pasien rawat Inap
4.2.1 Diruang rawat inap

4.2.1.1 Terapis membawa Form permintaan ke ruangan rawat


inap dan memeriksa status pasien
4.2.1.2 Terapis memperkenalkan diri pada pasien dan atau
keluarganya kemudian melakukan asessment termasuk jati diri
pasien. Problematik yang diperoleh di gabungkan dengan
diagnosa medis, untuk kemudian didokumentasikan
dalam status pasien

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
318
4.2.2 Diruang Terapi

4.2.2.1 Pasien diantar dari ruang rawat inap oleh petugas


ruangan ke ruangan terapi
4.2.2.2 Staf Administrasi menerima pasien, mengucapkan selamat
dan
4.2.2.3 meminta pasien menyebutkan identitas dirinya.
4.2.2.4 Staf Administrasi melakukan registrasi dan atau
melakukan aktual untuk pasien dengan perjanjian.
4.2.2.5 Staf Administrasi mencetak label dan menempelkan label
pasien yang dimaksud di slip pembayaran
4.2.3 Pada saat datang di administrasi Fisioterapi

4.2.3.1 Pasien menuju kasir dan meginput item sesuai nama


pasien kedalam komputer.
4.2.3.2 Staf Administrasi menyarankan pasien untuk membuat
perjanjian kedatangan berikutnya.

V. DOKUMEN TERKAIT
-

VI. LAMPIRAN
-

. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 320 dari 362

Judul: Alur Pengkajian Pasien Fisioterapi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh : Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

331 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
I. PENGERTIAN
Pengkajian pasien Fisioterapi adalah adalah kegiatan yang dilakukan fisioterapis
mulai dari anamnesa, observasi dan pemeriksaan fisik sebagai acuan untuk
menentukan masalah, rencana, tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien.

II. TUJUAN
2.1 Untuk memperoleh data yang menyeluruh tentang pasien.
2.2 Untuk menentukan masalah yang ada pada pasien
2.3 Untuk menentukan rencana, tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien

III. PROSEDUR
3.1 Pasien baru datang dengan surat rujukan, baca surat rujukan lalu lakukan
pemeriksaan.
3.2 Pasien baru datang tanpa surat rujukan, dilakukan pemeriksaan.
3.3 Pemeriksaan dilakukan menurut keperluannya dan tidak mengubah posisi
pasien berulang-ulang.
3.4 Lakukan anamnesa terhadap pasien atau keluarga.
3.5 Lakukan observasi berhubungan dengan alat bantu, bentuk, kulit, pola jalan,
fungsional dan mobilitas.
3.6 Lakukan pemeriksaan fisik berhubungan dengan AROM, PROM,
neuropsikologis, tes melawan tahanan, tes khusus.
3.7 Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya bengkak, spasme, dan keadaan
tonus otot.
3.8 Lakukan pengukuran-pengukuran yang diperlukan.
3.9 Tentukan masalah yang ada pada pasien.
3.10 Pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk
3.11 kepada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau professional kesehatan lain
yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
3.12 Tentukan program terapi sesuai dengan masalah yang ada dan kebutuhan
pasien atau mengirim pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak
dapat ditangani dirujuk kepada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau
professional kesehatan lain yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
3.13 Berikan edukasi dan program latihan di rumah kepada pasien dan keluarga.
3.14 Lakukan pencatatan mengenai pengkajian, program dan tujuan terapi pada
formulir catatan pemeriksaan fisioterapi.

320
3.15 Laporan evaluasi pasien fisioterapi kepada dokter pengirim apabila program
terapi telah selesai.

IV. DOKUMEN TERKAIT


4.1 Formulir catatan pemeriksaan fisioterapi

4.2 Formulir laporan evaluasi pasien fisioterapi

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
V. LAMPIRAN
Bagan alur pelayanan pasien fisioterapi

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi

6.2 Manajer Klinik

6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 322 dari 4

Judul: Standar Pengkajian Fisioterapi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


333 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Manajer Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
Pengkajian Fisioterapi adalah suatu proses mencakup pemeriksaan pada diri
individu atau kelompok, mengidentifikasi problem yang nyata dan yang
berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau
kondisi kesehatan lain, dengan cara mengangkat riwayat penyakit, telaah umum,
uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi
hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah proses
pertimbangan klinis.

II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional
merumuskan Pengkajian fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan
fisioterapi, petugas lain

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit dan wajib diikuti oleh Fisioterapis,
pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.

IV. PROSEDUR
Komponen :
4.4 Identifikasi Umum.
Kriteria :
4.4.1. Data lengkap
4.4.2. Sistematis

322
4.4.3. Menggunakan form dan prosedur yang baku, actual dan valid.
4.4.4. Asesmen dan konsultasi Data
awal mencakup elemen;
4.4.4.1. Riwayat penyakit dan harapan pasien / klien

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
4.4.4.2. Riwayat problem sekarang, keluhan,
tanggal mulai dirasakan dan upaya
pencegahannya.
4.4.4.3. Diagnosa medis dan dan riwayat medis yang berkaitan
4.4.4.4.
4.4.4.5. Karekteristik demografi, psikologik, sosial, dan faktor
lingkungan yang terkait.
4.4.4.6. Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan
episode asuhan fisioterapi
4.4.4.7. Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis
4.4.4.8. Pernyataan pasien / klien tentang problemnya sesuai dengan
kadar pengetahuannya.
4.4.4.9. Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi ( outcomes)
dari pasien / klien dan keluarga dan pihak lain yang
terpengaruh.
4.4.5. Telaah sistemik
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal, mencakup
sistem-sistem :
4.4.5.1. Kardiovasculer/ pulmuner
4.4.5.2. Integumenter
4.4.5.3. Musculoskleletal
4.4.5.4. Neuromusculer
4.4.6. Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan
pembelajaran.
4.4.7. Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status
pasien / klien.
4.4.7.1. Arousal, atensi dan kognisi
4.4.7.1.1 Tingkat kesadaran
4.4.7.1.2 Kemampuan menjawab perintah
4.4.7.1.3 Kemampuan tampilan secara umum
4.4.7.2. Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris
4.4.7.2.1. Keterampilan motorik kasar dan halus
4.4.7.2.2. Pola gerak reflek
4.4.7.2.3. Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi
335 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.4.7.3. Range Of Motion
4.4.7.3.1. Luas gerak sendi
4.4.7.3.2. Nyeri jaringan lunak sekitar
4.4.7.3.3. Panjang dan fleksibilitas otot
4.4.7.4. Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya
tahan )
4.4.7.4.1. Force, velocity, torque, work, power
4.4.7.4.2. Gradasi manual muscle test.
4.4.7.4.3. Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform
dan frekwensi
4.4.7.5. Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi
4.4.7.5.1. Frekwensi denyut jantung, frekwensi
pernafasan, tekanan darah
4.4.7.5.2. Gas darah arteri
4.4.7.5.3. Palpasi denyut perifer
4.4.7.6. Sikap
4.4.7.6.1. Sikap statik
4.4.7.6.2. Sikap dinamik
4.4.7.7. Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan
4.4.7.7.1. Karateristik langkah
4.4.7.7.2. Fungsional lokomasi
4.4.7.7.3. Karateristik keseimbangan
4.4.7.8. Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal
4.4.7.8.1. Aktifitas hidup harian
4.4.7.8.2. Kapasitas fungsional
4.4.7.8.3. Transfer
4.4.7.9. Integrasi / reintegrasi masyarakat dan kerja ( pekerjaan /
sekolah / bermain )
4.4.7.9.1. Aktifitas instrumentasi kehidupan harian

324
4.4.7.9.2. Kapasitas fungsional
4.4.7.9.3. Kemampuan adaptasi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
4.4.8. Pemeriksaan penunjang seperti radiology, laboratorium dan lain
sebagainya
4.4.9. Analisa data dan interpretasi data.
Analisa dan interpretasi data adalah suatu kegiatan untuk
menyimpulkan informasi yang diperoleh dengan membandingkan
kapasitas fisik dan kemampuan fungsionalnya dengan aktifitas
sehari-hari.

V. DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN

VII. DAFTAR DISTRIBUSI


7.1 Direksi
7.2 Manajer Klinik
7.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 326 dari 2

Judul: Standar Diagnosa Fisioterapi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi


337 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manager Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
1.1 Diagnosa Fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom,
sindrom atau kategori yang merefleksikan informasi yang didapat dari
pemeriksaan pasien / klien.
1.2 Prognosa fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi
sehat sakit pasien / klien yang mungkin tercapai dalam waktu berikutnya
denganintervensi fisioterapi.

II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan diagnosa dan prognosa fisioterapi pada pasien / klien yang
ditanganinya.

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit dan wajib diikuti oleh Fisioterapis,
pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.

IV. PROSEDUR
4.1 Diagnosa fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan dan evaluasi dengan
pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak,
mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan tertentu, limitasi
fungsi, ketidakmampuan dan sindroma. Diagnosa akan berfungsi dalam
menggambarkan keadaan pasien / klien, menuntun penetuan prognosis
dan menuntun penyusunan rencana intervensi.

326
4.1.1 Merumuskan dan atau kelemahan jaringan.
4.1.2 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
4.1.3 Merumuskan ketidakmampuan gerak dalam aktifitas hidup harian
4.1.4 Merumuskan sindrom dari analisa dan sintesa simtom yang ada.

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
4.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi
perkembangan varian kondisi sehat sakit pasien / klien yang mungkin
dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.

V. DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN
6.1 Diagnosa Musculosceletal
6.2 Diagnosa Neuromusculer
6.3 Diagnosa Kardiovasculer / Pulmoner
6.4 Diagnosa Integumenter

VII. DAFTAR DISTRIBUSI


7.1 Direksi
7.2 Manajer Klinik
7.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

339 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5

Judul: Standar Diagnosa Fisioterapi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manager Klinik Direksi
.

I. Diagnosa Musculosceletal
Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system musculoskeletal
/ demineralisasi
Gangguan Sikap
Gangguan Kinerja otot
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan connective tissue
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan Inflamasi lokal
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan kerusakan spinal
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan fraktur
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan arthroplasty sendi

340 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan bedah tulang / jaringan lunak.
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan amputasi

II. Diagnosa Neuromusculer


Pencegahan dini / pengurangan resiko terhadap kehilangan balance dan jatuh.
Gangguan Perkembangan Neuromotor
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
Progresif Disorder CNS – conginetal atau pada bayi dan masa anak.
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
Progresif Disorder CNS – pada usia dewasa
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Progresif Disorder CNS.
Gangguan Periferal nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Periferal Nerve Injury.
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acut
atau Chronic Polyneuropathies.
Gangguan motor function dan Periferal nerve integration yang berkaitan dengan
Non Progresif Disorder Spinal Cord
Gangguan kesadaran, ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near
coma, atau status vegetative.

III. Diagnosa Kardiovasculer / Pulmoner


Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular – pulmonary
Gangguan kapasitas aerobiki / ketahanan yang berkaitan dengan decontioning
syndrome
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, aerobic capacity / indurance yang
berkaitan dengan airways clearance dysfunction.
Gangguan kapasitas aerobik / ketahanan yang berkaitan dengan cardiovascular
pump dysfunction or failure.

341 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan Ventilatory pump dysfunction or failure
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan respirasi failure.
Gangguan ventilasi, respirasi / gas exchange, kapasitas aerobik / ketahanan yang
berkaitan dengan respirasi failure pada neonatus.
Gangguan sirkulasi darah, anthropometric dimentions yang berkaitan dengan
Lymphatetic Syndrom disorder.

IV. Diagnosa Integumenter


Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan superficial skin
involment.
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan partial thickness skin
involment
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan partial thickness skin
involment dan scar formation
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan partial thickness skin
involment extended in to fascia, muscle, or bone and scar formation.

342 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
343 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 331 dari 3

Judul: Standar Perencanaan Fisioterapi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
Perencanaan fisioterapi ialah rumusan antisipasi kondisi pasien jangka pendek,
menengah dan panjang yang bisa dicapai melalui serangkaian tindakan
fisioterapi, serta rumusan rangkaian tindakan fisioterapi yang diperlukan untuk
pencapaian tersebut.
Perencanaan mencakup antisipasi tujuan, harapan dan rencana tindakan,
berkaitan dengan impairmen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai yang
didapat pada pemeriksaan, harapan keberhasilan dinyatakan dengan terminologi
fungsional.

II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk dan wajib
diikuti oleh Fisioterapis, pasien / klien, petugas pelayanan fisioterapi dan
petugas lain.

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
331
IV. PROSEDUR
Perencanaan disusun berdasarkan kebutuhan pasien untuk mengatasi diagnosa
fisioterapi dengan;
4.1 Ketentuan perencanaan meliputi;

4.1.1 Melibatkan pasien / klien ( keluarga dan pihak lain berpengaruh )


dalam perumusan antisipasi tujuan dan harapan keberhasilan
4.1.2 Merumuskan tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan dinyatakan
dalam terminologi terukur.
4.1.3 Merumuskan jenis-jenis tindakan fisioterapi, frekuensi, intensitas,
durasi, modifikasi dan jadwal evaluasi
4.1.4 Merumuskan pendidikan bagi pasien / klien dan keluarga / pemberi
pelayanan.
4.1.5 Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan koordinasi
dengan profesi / pelayanan lain.
4.1.6 Memberikan penjelasan yang cukup bagi pasien / klien atau walinya
tentang diagnosa, prognosa, antisipasi tujuan, harapan
keberhasilan, rencana tindakan dan pendidikan.
4.1.7 Meminta persetujuan tindakan atas dasar kesadaran ( informed
consent ) pasien / klien atau walinya
4.2 Komponen perencanaan meliputi;

4.2.1 Prioritas masalah : fungsi Motorik dan sensorik, fungsi koqnitif,


intrapersonal, interpersonal dan masalah fungsional.
4.2.2 Tujuan : Singkat dan jelas, berdasarkan diagnosa fisioterapi, dapat
diukur, realistik dan menggunakan tahapan.
4.2.3 Rencana tindakan
4.2.4 Tindakan metodelogi fisioterapi berdasarkan tujuan terapi dengan
memperhitungkan aspek efisiensi & efektifitas serta melibatkan
pasien / keluarga pasien, mempertimbangkan budaya,
kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku, menjamin rasa aman
dan nyaman bagi pasien dan mempertimbangkan lingkungan,
sumber daya dan fasilitas yang ada. Rencana tindakan harus berupa
kalimat instruksi, ringkas, tegas dan mudah dimengerti serta
menggunakan sistimatika baku.
345 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
332
4.2.5 Edukatif
4.2.6 Edukasi terhadap pasien melibatkan pasien dan keluarga pasien
dengan memperhatikan prinsip belajar mengajar serta
menggunakan metode yang tepat.dan komunikasi efektif
4.2.7 Evaluasi
4.2.8 Menggunakan konsep pengukuran
4.2.7.1 Dilakukan secara berkala
4.2.7.2 Penetapan kriteria keberhasilan.
4.2.7.3 Penetapan kriteria modifikasi 4.2.7.4
Penetapan kriteria rujukan.

V. DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN

VII. DAFTAR DISTRIBUSI


7.1 Direksi
7.2 Manajer Klinik
7.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 334 dari 2

.
Judul: Standar Intervensi Fisioterapi Departemen.: Klinik

| P a n dTanggal
u a n P r Keluar
o s e d u:r O p e r a s Tanggal
i o n a l FRevisi:
i s i o t e r a p i I n d o n eDibuat
s i a oleh: KepalaUnit Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manager Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
Intervensi fisioterapi ialah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan
dengan maksud memenuhi kebutuhan pasien secara maksimal yang mencakup
aspek peningkatan, pemeliharaan, penyembuhan serta pemulihan kesehatan
dengan mengikut sertakan pasien dan keluarganya.mencakup penanganan
manual; peningkatan gerak; peralatan fisis; peralatan elektroterapeutis dan
peralatan mekanis; pelatihan fungsional; penentuan bantuan dan peralatan
bantuan; dokumentasi dan koordinasi, komunikasi

II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi fisioterapi dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku dilingkungan, dan wajib diikuti oleh Fisioterapis,
pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi, petugas lain.

IV. PROSEDUR
Intervensi setiap kunjungan / pertemuan, dengan mencermati respon dan
perkembangan kondisi pasien / klien perlu implementasi dan modifikasi dari
perencanaan. Intervensi oleh Fisioterapis dan atau dilaksanakan oleh asisten
harus dibawah direksi/pengarahan dan supervise otentikasi (pengesahan)
dokumen oleh fisioterpi berijin, memuat unsure-unsur:
Kriteria :
4.1 Sesuai rencana fisioterapi termasuk penetapan dosis dan waktu.

334
4.2 Mengamati kapasitas fisik dan kemampuan fungsional dengan pendekatan
holistik.
4.3 Menjelaskan setiap tindakan / intervensi fisioterapi kepada pasien /
keluarga.
4.4 Menggunakan sumber daya ( peralatan, fasilitas dan mempertimbangkan
sosio ekonomi pasien )

347 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.5 Bersikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan pasien / keluarga.
4.6 Menerapkan prinsip aseptik / antiseptik.
4.7 Menerapkan etika fisioterapi.
4.8 Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan
keselamatan pasien.
4.9 Segera merujuk masalah yang mengancam keselamatan pasien.
4.10 Mencatat semua intervensi yang telah dilaksanakan.
4.11 Melaksanakan intervensi fisioterapi berdasarkan prosedur yang telah
ditentukan dan memperhatikan respon pasien.
4.12 Memperhatikan kerapian pasien dan sarana fisioterapi.
4.13 Mengatasi gangguan kapasitas fisik kemampuan fungsional

V. DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN

VII. DAFTAR DISTRIBUSI


7.1 Direksi
7.2 Manajer Klinik
7.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 336 dari 2

Judul: Standar Dokumentasi Fisioterapi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Unit Fisisoterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
I. PENGERTIAN
Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien seperti
laporan konsultasi, laporan asesmen awal, catatan perkembangan, catatan alur
pelayanan, re-asesmen dan kesimpulan pelayanan.
Autentikasi ialah proses untuk verivikasi bahwa semua data yang tercatat adalah
lengkap, akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau tanda tangan
computer dengan system pengamanan elektronika.

II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional
merumuskan dokumentasi fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan
fisioterapi, petugas lain

III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta dan
wajib diikuti oleh Fisioterapis, pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan
petugas lain.

IV. PROSEDUR
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
4.1 Nama pasien dan data identifikasi lain.
4.2 Asal rujukan.
4.3 Tanggal pertama asesmen, hasil asesmen dan data dasar
4.4 Program dengan estimasi lamanya pelayanan atau tujuan jangka pendek,
4.5 menengah dan jangka panjang sesuai standar IV.

336
4.6 Metode dan hasilnya serta modifikasinya meliputi:
4.6.1 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris
4.6.2 Range of motion
4.6.3 Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan )
4.6.4 Ventilasi, respirasi ( pertukaran gas ) dan sirkulasi
4.6.5 Sikap statis dan dinamis
349 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.6.6 Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan 4.6.7
Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal
4.7 Kriteria :
4.7.1 Pencatatan selama pasien rawat inap maupun rawat jalan 4.7.2
Menggunakan Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta.
4.7.3 Pencatatan dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan.
4.7.4 Penulisan catatan jelas, ringkas dan menggunakan istilah dan
sisitimatika yang baku.
4.7.5 Mengoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoret satu garis
lurus sepanjang tulisan yang dikoreksi diparaf dan ditanggali
4.7.6 Setiap pencatatan harus mencantumkan inisial / nama fisioterapis
yang melaksanakan intervensi fisioterapi.
4.7.7 Persetujuan ( informed consent ) : kepada pasien/klien harus
ditanyakan pemahaman dan kesadarannya sebelum intervensi
dimulai
4.7.8 Disimpan sesuai peraturan yang berlaku.
4.7.9 Digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan.

V. DOKUMEN TERKAIT

VI. LAMPIRAN

VII. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Kepala Bagian Keterapian Fisik

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Judul : Bagan Alur Pasien Rawat Inap Hal 3 dari 3

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi

No.: No. Revisi Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

DR . PENGIRIM

Form rujukan FT Rujukan balik

FISIOTERAPIS

ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 339 dari 3

Judul: Konsultasi Pasien Rawat Inap Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala bagian


Fisioterapi Medis

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Inap bagian Fisioterapi adalah alur pasien rawat inap yang
memerlukan pelayanan bagian Fisioterapi

II. TUJUAN
2.1 Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat Inap yang membutuhkan pelayanan
bagian Fisioterapi.
2.2 Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat inap bagian Fisioterapi.

III. PROSEDUR
3.1 Dokter spesialis pengirim membuat surut rujukan ke Fisioterapi
3.2 Perawat ruangan menginformasikan adanya pasien baru kepada
Fisioterapi.
3.3 Fisioterapis menjawab konsul dan membuat program Fisioterapi dicatat dalam rekam
medis
3.4 Terapis menentukan prioritas permasalahan, menentukan tujuan terapi dan melakukan
tindakan,mengevaluasi dan mendokumentasikan proses fisioterapi dan perkembangan
pasien.
3.5 Fisioterapis memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melaksanakan
program di ruang rawat inap.
3.6 Kasir memasukan data pembayaran ke komputer.

352 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
339
IV. UNIT TERKAIT
Tidak ada

V. LAMPIRAN
5.1 Bagan alur pasien rawat Inap

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Departemen Klinik
6.3 Manajer Departemen Keperawatan

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 341 dari 3

Judul: Konsultasi Pasien Rawat Inap Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala bagian


Fisioterapi Medis

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

DOKTER PENGIRIM

Fisioterapis
Program E

V
R
A
U
L
J
U
U
A
K
S

I
TERAPIS
Pelaksanaan
S

P
ADMINISTRASI
Input Pembayaran
354 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
341

. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5

Judul: Alur Pasien Rawat Jalan Departemen : Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi

No.: No. Revisi Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi

PASIEN RAWAT JALAN

Poliklinik / UGD RSPIK Tanpa Rujukan Luar RSPIK

Ada Form
Tidak
Rujukan ?

Ya

Dokter Rehabilitasi Terapis


Program Assesment

Terapis Sesuai
Tidak Kewenangan ?
Konsultasi

Ya

Terapis
Penatalaksanaan

Terapis
Evaluasi & Kontrol Ke Dokter

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5

Judul: Alur Pasien Rawat Jalan Departemen : Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi

No.: No. Revisi Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
.

356 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PASIEN
RAWAT JALAN

Poliklinik RSPIK Tanpa Rujukan Luar RSPIK

Ada Form
Rujukan ?
Tidak

Ya

DR. REHABILITASI
Program

TERAPIS
Assesment

Sesuai
Ya Tidak
Kewenangan ?

TERAPIS
TERAPIS
Penatalaksanaan
Konsul Ke Dokter

TERAPIS
Evaluasi &
Kontrol Ke Dokter

LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 344 dari 6

Judul: Konsultasi Pasien Rawat Jalan Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala bagian


Fisioterapi Medis

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manager Klinik Direksi

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
I. PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Jalan bagian Fisioterapi adalah alur masuk dan keluar pasien yang
memerlukan pelayanan bagian Fisioterapi.

II. TUJUAN
2.1 Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat jalan yang membutuhkan pelayanan
bagian Fisioterapi.
2.2 Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat jalan bagian Fisioterapi.

III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi terapis dalam
menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan mengingat pedoman atau
panduan ini disusun untuk satu penyakit secara umum maka pedoman atau panduan
ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam
penatalaksanaan pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya harus
didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam medis pasien

IV. PROSEDUR
4.1 Pasien datang ke ruang terapi sesuai perjanjian atau urutan.
4.2 Rawat jalan RSPIK
4.2.1 Dengan surat rujukan
4.2.1.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD
mendaftarkan pasien rujukan ke Fisioterapi
4.2.1.2 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien,
membuat create visite kemudian mengatur urutan pasien masuk ke
ruangan konsultasi.

344
4.2.1.3 Fisioterapi melakukan evaluasi dan membuat program dan mengisi
formulir tindakan terapi.
4.2.1.4 Pasien membawa formulir terapi dari Fisioterapi diterima petugas
administrasi Fisioterapi dan dilakukan registrasi dan pengaturan
jadwal.
4.2.1.5 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan
serta menentukan tujuan terapi
4.2.1.6 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program, edukasi kepada
pasien dan keluarga untuk melaksanakan program di rumah,
mendokumentasikan dan melakukan evaluasi serta membuat
rujukan ke dokter pengirim
4.2.1.7 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.

358 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.1.8 Pasien membayar dikasir, dan Petugas administrasi menerangkan
kepada pasien untuk datang lagi sesuai perjanjian.
4.2.2 Tanpa surat rujukan
4.2.2.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD
menyerahkan formulir tindakan terapi serta mengarahkan pasien ke
bagian rehabilitasi
4.2.2.2 Petugas administrasi rehabilitasi menerima pasien, meng create visite
kemudian mengatur urutan pasien masuk ke ruangan terapi.
4.2.2.3 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan
serta menentukan tujuan terapi
4.2.2.4 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program, edukasi kepada
pasien dan keluarga untuk melaksanakan program di rumah,
mendokumentasikan dan melakukan evaluasi serta membuat
laporan ke Dokter pengirim.
4.2.2.5 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.2.6 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi menerangkan
kepada pasien untuk datang lagi sesuai perjanjian..
4.2.3 Rawat jalan dari luar RSPIK
4.2.3.1 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien yang membawa
surat rujuk atau formulir tindakan terapi, membuat case kemudian
mengatur urutan pasien masuk ke ruangan terapi
4.2.3.2 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan
serta menentukan tujuan terapi
4.2.3.3 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan keluarga untuk
melaksanakan program di rumah, mendokumentasikan
dan melakukan evaluasi serta membuat laporan pasien
ke dokter pengirim.
4.2.3.4 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.3.5 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi menerangkan
kepada pasien untuk datang lagi sesuai perjanjian.

4.2.4 Rawat jalan tanpa surat rujukan


4.2.4.1 Pasien datang tanpa formulir terapi diterima petugas admnistrasi dan
dilakukan registrasi.
4.2.4.2 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas permasalahan
serta menentukan tujuan terapi
4.2.4.3 Terapis menerima pasien rawat jalan tanpa rujukan dokter sesuai batas
Kewenangannya, sebagai berikut :
4.2.4.4 Fisioterapis dapat menerima pasien/ klien tanpa rujukan
4.2.4.5 dokter pada pelayanan yang bersifat promotif, preventif, pelayanan
untuk pemeliharaan kebugaran, memperbaiki postur, memelihara
sikap tubuh dan melatih irama pernafasan normal serta pelayanan
dengan keadaan aktualitas rendah dan bertujuan untuk
pemeliharaan.
4.2.4.6 Terapis Wicara dapat menerima pasien tanpa rujukan dokter pada
pelayanan yang bersifat promotif, preventif, pelayanan dengan

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
keadaan aktualitas rendah dan bertujuan untuk pemeliharaan serta
pelayanan pada pasien/ klien dengan gangguan komunikasi ringan.
4.2.4.7 Okupasi Terapis dapat menerima pasien/ klien tanpa rujukan dokter
pada pelayanan yang bersifat promotif, preventif, deteksi dini,
penyembuhan dan pemulihan dalam intervensi oupasi terapis pada
gangguan area kinerja okupasional dan gangguan komponen kinerja
operasional.
4.2.4.8 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan keluarga untuk
melaksanakan program di rumah, mendokumentasikan
dan melakukan evaluasi.
4.2.4.9 Pasien yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk ke tenaga
kesehatan lain yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
4.2.4.10 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke komputer.
4.2.4.11 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi menerangkan
kepada pasien untuk datang lagi sesuai perjanjian.

346

V. UNIT TERKAIT
Tidak ada

VI. LAMPIRAN
Bagan alur pasien rawat jalan

VII. DAFTAR DISTRIBUSI


7.1 Direksi
7.2 Manajer Departemen Klinik
7.3 Manajer Departemen Keperawatan
7.4 Kepala Seksi Pelayanan Terapi Fisik

360 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 348 dari 362

Judul: Prosedur Mulai Kerja Administrasi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh :


Kepala Bagian Fisioterapi
No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:
Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
Prosedur mulai kerja adalah suatu kegiatan persiapan staff administrasi dalam ruang kerja yang
disesuaikan dengan perencanaan dan kapasitas pekerjaan yang meliputi proses pemeriksanaan
dan persiapan alat kerja, persiapan kertas cetakan, kebersihan dan kerapihan ruang kerja,
pemisahanan dan pemeriksaan file keuangan pasien.

II. TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf Administrasi Fisioterapi dalam
mempersiapkan ruang kerja sehingga dapat memberikan pelayanan yang cepat, ramah, dan
akurat kepada pasien dan keluarganya.

III. PROSEDUR
3.1 Staf Administrasi mengambil kunci ruang kerja dan uang modal kerja, slip setoran bank
diruang pusat Administrasi lantai 1.
3.2 Baca informasi terbaru.
3.3 Minta Uang Modal kerja ke Kasir Umum, jumlah uang modal sesuai yang ditentukan.
3.4 Buka ruang kerja, pastikan bahwa ruang kerja terkunci sebelum dibuka.
3.5 Rapihkan tata ruang kerja, periksa kebersihan ruangan kerja.
3.6 Minta pihak “Cleaning Service” untuk membantu membersihkan ruang kerja.
3.7 Hidupkan komputer, “printer”, periksa keadaannya, pastikan bahwa kertas untuk
mencetak cukup, penuhi bila tidak.
3.8 Apakah semua kelengkapan kerja, alat cetakan, alat tulis, kertas, “brochure” sudah
terpenuhi ?
3.9 Jika TIDAK Catat semua kekurangan agar dapat dilengkapi.
3.10 Jika YA : lanjutkan
3.11 Periksa Transaksi di mesin kartu kredit, lakukan “Settlement” bila masih ada
transaksi
3.12 yang tertinggal lakukan “Settlement” dan berikan kepada Kasir Umum.
3.13 Konfirmasi dengan ruang perawatan untuk mengetahui jumlah pasien yang rencana
pulang pada hari tersebut dan juga biaya-biaya pasien yang belum dilakukan pencatatan.
3.14 Selesai

362 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
348
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada

V. LAMPIRAN

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Manajer Pengembangan Usaha
6.4 Kepala Bagian Administrasi Pasien
6.5 Kepala Bagian Keterapian Fisik

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
. LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 350 dari 362

Judul: Prosedur Akhir Kerja Administrasi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh : Kepala Bagian Fisioterapi

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


SPO-KL-FIS-45 Manajer Klinik Direksi

I. PENGERTIAN
Prosedur Akhir Kerja adalah suatu kegiatan persiapan staf administrasi untuk penutupan ruang
kerja yang meliputi proses pelaporan hasil kerja, penyetoran pendapatan, penyetoran file
keuangan, pemeriksaan alat kerja, persiapan kertas cetakan, kebersihan dan kerapihan ruang
kerja.

II. TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf administrasi Fisioterapi dalam
mengakhiri masa kerja sehingga dapat memberikan ketepatan pelaporan dan penyetoran file
keuangan pasien pulang dan pendapatan.

III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi Fisioterapis
dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan mengingat pedoman
atau panduan ini disusun untuk satu penyakit secara umum maka pedoman atau
panduan ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan pertimbangan klinis dari
Fisioterapis terapis dalam penatalaksanaan pasien.
3.2 Setiap program Fisioterapi, pelaksanaan program Fisioterapi dan perkembangannya
harus didokumentasikan secara lengkap oleh Fisioterapis dalam berkas rekam medis
pasien

IV. IV. PROSEDUR


4.1 Staff administrasi mempersiapkan file keuangan pasien yang sudah menyelesaikan
administrasi.
4.2 Cetak Laporan Pendapatan Kasir.
4.3 Sesuaikan pendapatan dengan Laporan Pendapatan, lakukan penghitungan ulang apabila
ada perbedaan, bila tidak dapat menyelesaikan permasalahan konsultasikan hal tersebut
dengan Penyelia, bila ada perbedaan maka harus ada keterangan yang jelas dan juga
dokumen yang lengkap.
4.4 Pisahkan antara uang modal dan pendapatan kasir.
4.5 Cetak “Audit Trail” dari mesin Kartu Kredit untuk menghindari kesalahan printing.
4.6 Lakukan “Settlement” pendapatan kartu kredit.
364 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
350
4.7 Masukan semua pendapatan, slip dan “Settlement” kartu kredit ke dalam amplop setoran
kasir.
4.8 Isi keterangan dimuka amplop pendapatan kasir sesuai dengan isi amplop.
4.9 Tuliskan jumlah pendapatan kasir, tandatangan dan nama jelas penyetor di Slip Bank untuk
disetorkan.
4.10 Matikan komputer bila sudah tidak ada kegiatan administrasi lagi.
4.11 Pastikan semua komputer dan “printer” dalam keadaan mati, pastikan kebersihan
4.12 ruangan terjaga baik dan semua pintu terkunci sebelum meninggalkan ruangan.
4.13 Apakah Bank masih beroperasi?
4.13.1 Jika YA : Setorkan uang tunai pendapatan kasir berikut Slip Bank ke Bank.
4.13.2 Jika TIDAK : Masukan uang tunai pendapatan kasir berikut Slip Bank ke dalam
Amplop Penyetoran Tunai
4.14 Tuliskan nama kasir dan jumlah pendapatan di muka Amplop penyetoran.
4.15 Minta Penyelia memeriksa semua laporan dan menandatangani laporan dan juga dokumen
yang terkait dengan laporan.
4.16 Setorkan laporan, Slip Bank/Amplop pendapatan, uang modal dan file keuangan pasien
pulang di seksi Kasir Umum.
4.17 Serahkan kunci ruangan kepada Penyelia.
4.18 Serah terimakan tugas yang tertunda kepada Staff administrasi Fisioterapi berikutnya
4.19 Selesai

V. UNIT TERKAIT
Tidak ada

LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 352 dari 5

Judul: Orientasi Karyawan Baru


. Bagian Fisioterapi Departemen.: Klinik

Tanggal Keluar : Tanggal Revisi: Dibuat oleh: Kepala Bagian Fisioterapi


|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia

No.: No. Revisi: Disetujui Oleh: Disahkan oleh:


Manajer Klinik Direksi
I. PENGERTIAN
Orientasi Karyawan Baru Bagian Rehabilitasi Medik adalah suatu periode dalam masa
percobaan karyawan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perusahaan dimana
karyawan baru wajib mengikuti kegiatan pengenalan ( orientasi ).

II. TUJUAN
Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman umum dalam pelaksanaan orientasi bagi karyawan
baru di Bagian Rehabilitasi.

III. PROSEDUR
3.1 Pelaksana
3.1.1 Orientasi bagi karyawan baru akan dilaksanakan dalam 2 ( dua ) tahapan, sebagai
berikut :
3.1.1.1 Orientasi Umum dilaksanakan oleh Departemen Sumber Daya Manusia.
3.1.1.2 Orientasi Khusus dilaksanakan oleh Departemen bersama Bagian
Rehabilitasi.
3.1.2 Orientasi Khusus wajib dilikuti oleh karyawan baru sebagaimana diatur dalam
peraturan ini
3.1.3 Materi yang diberikan selama masa Orientasi Khusus akan meliputi:
3.1.3.1 Struktur Organisasi Departemen, Bagian dan Uraian Tugas.
3.1.3.2 Peraturan - Ketentuan Departemen Klinik.
3.1.3.3 Standar Prosedur Operasional.
3.1.3.4 Instruksi Kerja bagian Rehabilitasi.
3.1.3.5 Pengenalan lingkungan kerja.
3.1.3.6 Pengenalan peralatan kerja.
3.1.3.7 Latihan penggunaan peralatan kerja.
3.1.4 Metoda pelaksanaan Orientasi Khusus adalah dengan metoda
belajar aktif
3.1.5 dengan bimbingan petugas yang ditunjuk.
3.1.6 Evaluasi atas pemahaman sehubungan dengan materi yang dipelajari akan
dilakukan oleh Kepala Bagian Rehabilitasi dibantu oleh Kepala Seksi Terapi
Fisik.
3.1.7 Laporan Tertulis mengenai pelaksanaan orientasi Khusus serta evaluasi
Individual saat dilaksanakannya penilaian atas

352
pelaksanaan masa percobaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan dibuat
oleh Kepala Bagian Rehabilitasi.
3.2 Ruang Lingkup
Peraturan ini berlaku bagi seluruh karyawan baru yang akan bertugas di bagian
Rehabilitasi.

IV. DOKUMEN TERKAIT


366 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Peraturan Perusahaan mengenai Orientasi Karyawan Baru Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk.

V. LAMPIRAN
5.1 Jadwal Orientasi Karyawan Baru.

VI. DAFTAR DISTRIBUSI


6.1 Direksi
6.2 Manajer Klinik
6.3 Manajer Sumber Daya Manusia.
6.4 Kepala Bagian Keterapian Fisik

|PanduanProsedurOperasionalFisioterapiIndonesia
IV.2.

AUDIT DAN TINDAK LANJUT PENERAPAN SPO

1. Pengertian :

Mengidentifikasi penyimpangan penerapan SPO melalui dokumen pelayanan


pasien/klien, menginterpretasi temuan penyimpangan, dan tindak lanjut
perbaikan SPO.

2. Data yang dihasilkan :

a Temuan penyimpangan penerapan SPO.


b Interpretasi temuan penyimpangan. c
Tindak lanjut perbaikan SPO.
d SPO baru.

3. Peralatan yang digunakan : a Dokumen / status pasien.

b Dokumen SPO c
Buku / komputer
d Alat tulis

4. Prosedur :

a Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi b


Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
c Mengintrepretasi temuan.
d Menindak lanjuti perbaikan SPO. e
Mendokumentasi SPO baru.

368 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5. Lampiran

6. Referensi :

6.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang


Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.

6.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang


Standar Profesi Fisioterapi

6.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang


Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

6.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang


Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

6.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat


Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

6.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang


Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.

6.7 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


749a/MENKES/PER/XII/1989 tentang Rekam Medik.

6.8 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.

6.9 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy

Association, 2001 6.10 ISO 9000:2000.

369 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.3.

TELAAH DAN TINDAK LANJUT SUMASI PASIEN/KLIEN.

1. Pengertian :

Merekapitulasi sumasi pasien/klien yang berkaitan dengan


perubahan/perbaikan simtom, sindrom, patologi, impermen, keterbatasan
gerak, keterbatasan fungsi, dalam katagori : memburuk, tetap (flat), tanda
perbaikan, perbaikan signifikan, fungsional terpenuhi, dan normal.

2. Data yang dihasilkan :

a Pengelompokan katagori sumasi pasien/klien :


memburuk, tetap (flat), tanda perbaikan, perbaikan
signifikan, fungsional terpenuhi, dan normal. b
Interpretasi hasil pengelompokan.
c Rekomendasi tindak lanjut perbaikan prosedur, metode, dan teknik
pelayanan.
d Kreasi pembaharuan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.

3. Peralatan yang digunakan :

a Dokumen / status pasien.


b Dokumen SPO c Buku / komputer d Alat tulis

4. Prosedur :

a Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi


b Mengidentifikasi sumasi pasien/klien dalam katagori :
memburuk, tetap (flat), tanda perbaikan, perbaikan
signifikan, fungsional terpenuhi, dan normal.

370 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
c Mengintrepretasi temuan. d Merekomedasi perbaikan
prosedur, metode, dan teknik pelayanan.
e Menindak lanjuti perbaikan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.
baru f Mendokumentasi prosedur, metode, dan teknik pelayanan baru.

5. Lampiran

6. Referensi :

6.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang


Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.

6.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang


Standar Profesi Fisioterapi

6.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang


Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

6.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang


Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.

6.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat


Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.

6.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang


Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.

6.7 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989


tentang Rekam Medik.

6.8 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.

6.9 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy


Association, 2001

6.10 ISO 9000:2000.


IV.4.

371 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
SURVEI DAN ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN/PASIEN/KLIEN.

1. Pengertian :

Mengadakan survei, analisis kepuasan pelanggan/pasien/klien, dan tindak lanjut


perbaikan pelayanan , sedikitnya 2(dua) kali setahun.

2. Data yang dihasilkan :

2.1 Temuan Indek Kepuasan Pasien/klien, dan atau kebutuhan baru.


2.2 Interpretasi temuan penyimpangan.
2.3 Tindak lanjut perbaikan pelayanan.
2.4 Metode/teknik pelayanan baru.
3. Peralatan yang digunakan :

3.1 Form kuisioner kepuasan pelanggan/pasien/klien.


3.2 Kotak saran
3.3 Dokumen / status pasien.
3.4 Dokumen SPO
3.5 Buku / komputer
3.6 Alat tulis
4. Prosedur :

4.1 Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi


4.2 Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
4.3 Mengintrepretasi temuan.
4.4 Menindak lanjuti perbaikan SPO.
4.5 Mendokumentasi SPO baru.
5. Lampiran

6. Referensi :

WCPT, APTA, KARS, ISO 9000:2001.

372 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.5.

MEMBIMBING ORIENTASI PEGAWAI BARU.

1. Pengertian :

Merekapitulasi sumasi pasien/klien, dan menyusun katagori Kesehatan Gerak


Fungsional :

2. Data yang dihasilkan :

2.1 Temuan penyimpangan penerapan SPO.


2.2 Interpretasi temuan penyimpangan.
2.3 Tindak lanjut perbaikan SPO.
2.4 SPO baru.
3. Peralatan yang digunakan :

3.1 Dokumen / status pasien.


3.2 Dokumen SPO
3.3 Buku / computer
3.4 Alat tulis
4. 4. Prosedur :

4.1 Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi


4.2 Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
4.3 Mengintrepretasi temuan.
4.4 Menindak lanjuti perbaikan SPO.
4.5 Mendokumentasi SPO baru.
5. Lampiran

6. Referensi :

WCPT, APTA.

373 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.6.

MEMBIMBING PRAKTIK OBSERVASI MAHASISWA KESEHATAN.

1. Pengertian :

Merekapitulasi sumasi pasien/klien, dan menyusun katagori Kesehatan Gerak


Fungsional :

2. Data yang dihasilkan :

2.1 Temuan penyimpangan penerapan SPO.


2.2 Interpretasi temuan penyimpangan.
2.3 Tindak lanjut perbaikan SPO.
2.4 SPO baru.
3. Peralatan yang digunakan :

3.1 Dokumen / status pasien.


3.2 Dokumen SPO
3.3 Buku / komputer
3.4 Alat tulis
4. Prosedur :

4.1 Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi


4.2 Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
4.3 Mengintrepretasi temuan.
4.4 Menindak lanjuti perbaikan SPO.
4.5 Mendokumentasi SPO baru.
5. Lampiran

6. Referensi :

WCPT, APTA.

374 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.7.

MEMBIMBING PRAKTIK MAHASISWA FISIOTERAPI (INSTRUKTUR).

1. Pengertian :

Merekapitulasi sumasi pasien/klien, dan menyusun katagori Kesehatan Gerak


Fungsional :

2. Data yang dihasilkan :

2.1 Temuan penyimpangan penerapan SPO.


2.2 Interpretasi temuan penyimpangan.
2.3 Tindak lanjut perbaikan SPO.
2.4 SPO baru.
3. Peralatan yang digunakan :

3.1 Dokumen / status pasien.


3.2 Dokumen SPO
3.3 Buku / komputer
3.4 Alat tulis
4. Prosedur :

4.1 Mengamati rekam/status pasien/klien fisioterapi


4.2 Mengidentifikasi adanya penyimpangan penerapan SPO.
4.3 Mengintrepretasi temuan.
4.4 Menindak lanjuti perbaikan SPO.
4.5 Mendokumentasi SPO baru.
5. Lampiran

6. Referensi :

WCPT, APTA.

375 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
376 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a

Anda mungkin juga menyukai