PENDAHULUAN
Prosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan (Muhammad Ali,
2000). Prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling berkaitan misalnya : orang,
jaringan gudang yang harus dilayani dengan cara yang tertentu oleh sejumlah pabrik dan
pada gilirannya akan mengirimkan pelanggan menurut proses tertentu (Amin Widjaja
1995).
Prosedur pada dasarnya adalah suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang
berhubungan satu sama lainnya dan prosedur-prosedur yang berkaitan melaksanakan
dan memudahkan kegiatan utama dari suatu organisasi (Kamaruddin,1992).
Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan
urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu
pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang (Ismail Masya 1994).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan yang dimaksud
dengan prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja yang tetap yang telah ditentukan.
Bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan. kesehatan. yang. aman, bermutu dan
terjangkau.Tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan harus. memenuhi kode etik,
standar profesi, hak pengguna pelayanan .kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional. (UU.36/2009, Ps.5, 24).
Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, dalam menyelenggarakan
pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien,
(UU. 44/2009, Ps.5,.13).
Standar pelayanan fisioterapi terdiri dari assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi,
evaluasi/re-evaluasi dan dokumentasi/komunikasi/koordinasi. (Tap. KONAS IX IFI Tahun
2004, Referensi WCPT, 1996)
Pengendalian mutu suatu pekerjaan dirumuskan siklus kegiatan : kerjakan yang kau tulis,
tulis yang kau kerjakan, tinjau dan tingkatkan ; suatu kegiatan jasa dan/atau produk akan
terjamin mutu bila ditulis dulu prosesnya, dijalankan, didokumentasi, dibakukan sebagai
A. Definisi SPO
Standar operasioanal prosedur adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan
sebagai suatu petunjuk atau direktif. SPO mencakup hal-hal operasional yang memiliki
suatu prosedur pasti atau terstandarisasi,tanpa kehilangan keefektifanya. Setiap sistem
manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SPO. ( Wikipedia bahasa
Indonesia,ensiklopedia bebas)
Sebuah SPO adalah seperangkat instruksi tertulis bahwa seseorang harus mengikuti
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman, tanpa efek buruk pada kesehatan pribadi
atau lingkungan,dan dalam cara yang memaksimalkan efisiensi operasional dan
produksi.
Standar Prosedur Operasional merupakan perangkat atau instruksi atau langkah-
langkah yang dibakukan, yang benar dan terbaik,konsensus bersama,pencegah
kesalahan, penjamin keamanan dan telah teruji ( system mutu ISO 9000,1997 )
B. Bagian-bagian SPO
Standar Prosedur Operasional biasanya ada enam bagian ( ISO 9001 : 2000 )
1. Tujuan.
Prosedur ini dibuat untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
yang dibakukan.
2. Lingkup.
Prosedur ini dinyatakan berlaku untuk siapa dan fungsi-fungsi terkait.
3. Acuan
Disini di isi dokumen- dokumen lain yang disebutkan atau yang berkaitan dengan
prosedur ini.
4. Definisi.
Dijelaskan disini semua istilah yang dipakai dalam prosedur ini, yang mungkin
bermakna ganda,juga bila dalam prosedur ini dipakai singkatan-singkatan yang
perlu dijelaskan artinya.
10 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMAT DIAGRAM BLOK & ALIR KARS, 2000.
No. Dokumen
LOGO RUJUKAN RAWAT JALAN . . . . . . Tgl. Terbit
RS.. . . . . .
Ditetapkan : Koreksi : Disiapkan : No. Revisi
11 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMAT SOP (Dirjen Yan Medik, 2001).
STANDAR . . . . .
LOGO PELAYANAN
RS. . .
No. Dok. : No. Revisi : Halaman :
....... ....... .......
Prosedur Tgl.Terbit : Ditetapkan,
Tetap ...... Direktur
. . . . . . . . . . .. .
1. Tujuan :
2. Ruang lingkup :
3. Kebijakan:
4. Prosedur :
5. Unit terkait :
12 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMAT PETUNJUK TEKNIS (Dirjen Yan Medik, 2001).
13 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
BAB V
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PELAYANAN FISIOTERAPI
DENGAN MENGACU KEPADA ISO 9001.2000
I.1a.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT …………
NOMOR : …………
TENTANG
KEPALA/PJ. PELAYANAN FISIOTERAPI
MENIMBANG :
MENGINGAT :
14 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
1. Nama :
Nomor Kepegawaian :
Ditetapkan di ..................
15 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
I.1b.:
URAIAN TUGAS
DI RUMAH SAKIT . . . . . . .
1. Fungsi utama :
16 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.7 Menjalin kerjasama vertical dan horizontal dalam institusi.
3.8 Menjalin kerjasama profesional dengan organisasi profesi dan legalitas
pelayanan dengan pemerintah.
4. Batas wewenang :
4.1 Membuat dan atau mengesahkan pedoman dan teknis profesional pelayanan
fisioterapi sesuai dengan standar profesi dan kebijakan institusi.
4.2 Membuat/memimpin, merumuskan program kerja jangka pendek dan
jangka panjang pelayanan fisioterapi.
4.3 Membuat laporan kegiatan pelayanan fisioterapi kepada pimpinan/pejabat
dalam institusi.
4.4 Membuat laporan kepersonaliaan kepada pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.5 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang
dibawahinya.
4.6 Membuat laporan sarana dan prasarana dalam satuan kerjanya kepada
pimpinan/pejabat dalam institusi.
4.7 Membuat penilaian kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana.
5. Kualifikasi :
17 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6.6 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.7 Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun
2004 tentang Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.8 Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian
Negara RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang
Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.
6.9 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk
Teknis Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
6.10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009;
6.11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
6.12 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi.
6.13 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.14 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.15 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
18 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
I.1c.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT …………
NOMOR : …………
TENTANG
ORGANISASI UNIT/INSTALASI FISIOTERAPI
DI RUMAH SAKIT . . . . . . .
MENIMBANG :
MENGINGAT :
19 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI Nomor 04 Tahun 2004
tentang Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
8. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala.Badan Kepegawaian Negara
RI Nomor 209 Tahun 2004 dan Nomor 07 Tahun 2004, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapis.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 640 Tahun 2005, tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10455/MENKES/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi.
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
15. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
20 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
MEMUTUSKAN :
PELAYANAN FISIOTERAPI
RUMAH SAKIT . . . . . .
Kepala/PJ
Yan. Fisioterapi
Fisioterapi
21 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
I. 2
FILOSOFI FISIOTERAPI
1. Falsafah Fisioterapi :
1.1 Kepenuhan gerak fungsional tubuh manusia untuk hidup sehat sejahtera
adalah hak azasi.
1.2 Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.
1.3 Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.4 Ilmu fisioterapi adalah sintesa ilmu biofisika, kesehatan dan ilmu-ilmu lain
yang mempunyai hubungan dengan upaya pencegahan, intervensi dan
rehabilitasi gangguan gerak fungsional serta promosi. Paradigma fisioterapi
meliputi : gerak, individu dan interaksi, sehat-sakit.
1.5 Otonomi fisioterapi : Dalam melakukan pelayanan profesinya, fisioterapis
mempunyai otonomi mandiri serta mempunyai hubungan yang sejajar
dengan profesi kesehatan lain, dengan konsekuensi dan tanggung jawab
serta mengatur dirinya sendiri berdasarkan landasan kode etik profesi
fisioterapi, serta mendapatkan pengesahan dari Ikatan Profesi Fisioterapi
dan peraturan perundangan yang berlaku.
1.6 Pelayanan fisioterapi adalah masukan, proses, keluaran dan dampak
pelayanan fisioterapi.
1.7 Proses fisioterapi ialah kegiatan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
assesmen dan pemeriksaan fisioterapi, penetapan diagnosa fisioterapi,
rencana intervensi terapi, pelaksanaan intervensi terapi, evaluasi hasil
intervensi terapi dan dokumentasi.
1.8 Integrasi pelayanan fisioterapi, sebagai bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan, dalam bentuk pelayanan mandiri atau dalam tim
22 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
pelayanan kesehatan lain, diatur dengan prinsip-prinsip etik, standar profesi,
tanggung dan tanggung gugat, dengan pendekatan holistik dan paripurna :
a. Promosi : Mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu
dan masyarakat umum.
b. Pencegahan: Terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan
individu yang mempunyai resiko gangguan gerak akibat faktor-faktor
kesehatan/ medik/sosial ekonomi dan gaya hidup.
c. Penyembuhan : Terhadap gangguan/penyakit infektif, non infektif dan
degeneratif.
d. Pemulihan : Terhadap sistem integrasi tubuh yang diperlukan untuk
pemulihan gerak, memaksimalkan fungsi, meminimalkan ketidak
mampuan dan meningkatkan kualitas hidup individu dan atau kelompok
yang mengalami gangguan sistem gerak
1.9 Prinsip-prinsip Kode Etik Fisioterapi :
a. Menghargai hak dan martabat individu.
b. Tidak bersikap diskriminatif dan memberikan pelayanan kepada
siapapun yang membutuhkan.
c. Memberikan pelayanan prifesional secara jujur, berkompeten dan
bertanggung jawab.
d. Mengakui batasan dan kewenangnan profesi dan hanya memberikan
pelayanan dalam lingkup fisioterapi.
e. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya, kecuali
untuk kepentingan hukum/pengadilan.
f. Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
g. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan
pelayanan untuk meningkatkan derajad individu dan masyarakat.
2. Tujuan :
Agar masyarakat terlayani dalam hal problem dan kebutuhan akan kesehatan
gerak fungsional, melalui upaya pencegahan gangguan/penyakit, penyembuhan
dan pemulihan melalui upaya pelayanan fisioterapi :
23 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.1 Mengembangkan gerak potensial agar gerak aktual mencapai gerak
fungsional.
2.2 Mengembangkan gerak potensial untuk meminimalkan kesenjangan gerak
aktual dengan gerak fungsional.
3. Kerangka konsep :
3.1 Gerak manusia sebagai hasil fungsi integrasi koordinasi dari tubuh pada
sejumlah tingkatan, dipengaruhi factor eksternal dan internal. Gerakan
fungsional sebagai esensi untuk sehat dan sejahtera.
3.2 Individu manusia sebagai kesatuan tubuh, pikiran dan semangat, memiliki
kesadaran akan kebutuhan dan tujuan gerak tubuhnya, memiliki kapasitas
puntuk berubah sebagai hasil respon faktor-faktor fisik, psikologis, social
dan lingkungan.
3.3 Interaksi manusia sebagai kemampuan dan prasarat untuk perubahan positif
dalam perilaku gerak kearah yang berfungsi dalam kesehatan dan
kesejahteraan. Interaksi berfungsi mencapai saling pengertian diantara
fisioterapis, pasien, keluarga pasien, dan pelayanan lain, dalam menyusun
pelayanan fisioterapi yang terintegrasi.
3.4 Sehat-sakit: setiap individu mempunyai potensi gerak, gerak actual dan
gerak fungsional. Sehat berarti gerak aktual sama dengan gerak fungsional.
Sakit berarti ada kesenjangan antara gerak aktual dengan gerak fungsional.
Agar gerak aktual mencapai gerak fungsional maka fisioterapi berperan
mengembangkan potensi gerak.
3.5 Otonomi professional diperlukan agar fisioterapis bisa berpraktik
berinteraksi dengan pasien, keluarga pasien, pelayanan lain demi tepatdan
akuratnya intervensi fisioterapi. Otonomi profesional diperoleh fisioterapi
melalui pendidikan tinggi ilmu fisioterapi dan dengan mengembangkan etik
moral demi melayani pasien.
4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
24 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
I. 3.
RAWAT INAP
1. Pengertian :
2. Tujuan :
Tersedianya pedoman kerja bagi Fisioterapis dan tenaga kesehatan lain, dalam
memberikan pelayanan fisioterapi untuk pasien yang dirawat inap.
3. Kebijakan :
Pedoman ini sebagai acuan kerja dalam melayani pasien yang dirawat inap dalam
lingkup :
3.1 Pasien yang dirawat inap dimungkinkan dilayani secara interdisipliner
dengan Dokter yang merawat berperan sebagai ketua tim.
25 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2 Pemberian pelayanan fisioterapi atas dasar permintaan/ persetujuan Dokter
ketua tim.
3.3 Fisioterapis menerima rujukan dan melayani pasien sesuai dengan kaidah
dalam proses fisioterapi yang terbuka, dan melaporkan hasil evaluasi
pelayanan sebagai rujukan balik, kepada Dokter perujuk.
3.4 Fisioterapis berkolaborasi dengan Perawat dan profesi lain dalam
memberikan pelayanan pada pasien.
3.5 Fisioterapis membuat catatan dokumentasi pelayanan fisioterapi,
menyesuaikan dengan sistem rekam medis yang berlaku
4. Prosedur :
4.1 Dokter memeriksa pasien, menemukan indikasi fisioterapi dan mengisi
formulir rujukan fisioterapi
4.2 Perawat dengan membawa surat rujukan/ resep dokter mendaftar di
Poliklinik Fisioterapi.
4.3 Fisioterapis menerima dan melayani pasien sesuai dengan profesionalisme
fisioterapi dan kepentingan institusi.
4.4 Fisioterapis mengevaluasi/ reassesmen pasien.
4.5 Fisioterapis merujuk balik ke dokter perujuk awal.
4.6 Dokter atau fisioterapis menetapkan stop/ lanjut pelayanan fisioterapi.
4.7 Fisioterapis membuat dokumentasi dan administrasi biaya bekerjasama
dengan kasir RS.
5. Unit terkait
5.1 Unit-Unit dalam instalasi rawat inap.
5.2 Unit penunjang.
6. Lampiran : Diagram Alir Rujukan Fisioterapi Pasien Rawat Inap.
7. Acuan :
7.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
7.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
7.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
26 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
7.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
7.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
7.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
7.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
I. 3a.
RAWAT INAP.
DR. PENGIRIM
FISIOTERAPIS
ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN
27 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
B. Manajemen Pelayanan Pasien/Klien Fisioterapi: ketetapan akses masuk,
assesmen, diagnosis, perencanaan, persetujuan, pemeriksaan penunjang
intevensi, evaluasi, dokumentasi, dan pelaporan.
Isi SPO tingkat II
Contoh-contoh sebagai berikut :
II. 1.
1. Pengertian :
Standar pelayanan fisioterapi ialah tata urutan kegiatan fisioterapi yang
diterapkan pada pasien / klien secara profesional, paripurna, efektif, efisien dan
terintegrasi.
2. Prosedur :
Standar Pelayanan Fisioterapi berisikan kegiatan berurutan sebagai berikut :
2.1 Assesmen
2.2 Diagnosa
2.3 Perencanaan
2.4 Intervensi
2.5 Evaluasi
2.6 Dokumentasi.
Masing-masing prosedur diuraikan dalam standar prosedur operasional.
3. Dokumen terkait:
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.4 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Acuan :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
28 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
II. 2.
1. Pengertian :
Assesmen umum fisioterapi adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup
pemeriksaan pada diri individu atau kelompok, mengidentifikasi problem yang
nyata dan yang berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi,
ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain, dengan cara memperhatikan
riwayat penyakit, telaah umum, uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan
penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi hasil pemeriksaan melalui analisis dan
sintesis dalam sebuah proses pertimbangan klinis.
2. Prosedur :
2.1 Identifikasi umum :
29 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.1.1.2 Data ini dapat diisi oleh petugas penerima/siswa/magang.
2.1.2 Rujukan dari pemrakarsa pelayanan fisioterapi :
2.1.2.1 Akses langsung.
2.1.2.2 Rujukan internal Fisioterapi/pelayanan kesehatan lain,
dicantumkan nama perujuk.
2.2 Assesmen dan konsultasi.
Data awal episode pelayanan fisioterapi mencakup elemen-elemen sebagai
berikut :
2.2.1 Riwayat penyakit dan harapan :
2.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan
dan upaya pencegahannya.
2.2.1.2 Diagnosis dan riwayat medik yang berkaitan.
2.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor
lingkungan yang terkait.
2.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan
episode pelayanan fisioterapi.
2.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis.
2.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan
kadar pengetahuannya.
2.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (outcomes) dari
pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
2.3 Telaah sistemik.
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal, mencakup
system-sistem :
2.3.1 Kardiovaskuler/pulmoner
2.3.2 Integumenter
2.3.3 Muskuloskeletal
2.3.4 Neuromuskuler
2.4 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan
pembelajaran.
2.5 Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status
pasien/klien. Pengujian dan pengukuran termasuk dan tidak terbatas pada :
2.5.1 Arousal, atensi dan kognisi.
30 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.5.1.1 Tingkat kesadaran.
2.5.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
2.5.1.3 Kemampuan tampilan secara umum.
2.5.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
2.5.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
2.5.2.2 Pola gerak reflek.
2.5.2.3 Ketangkasan, kelincahan, dan koordinasi.
2.5.3 Range of motion.
2.5.3.1 Luas gerak sendi.
2.5.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.
2.5.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
2.5.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan).
2.5.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
2.5.4.2 Gradasi manual muscle test.
2.5.4.3 Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform, dan frekwensi.
2.5.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
2.5.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi pernafasanm tekanan
darah.
2.5.5.2 Gas darah arteri.
2.5.5.3 Palpasi denyut perifer.
2.5.6 Sikap.
2.5.6.1 Sikap static.
2.5.6.2 Sikap dinamik.
2.5.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
2.5.7.1 Karakteristik langkah.
2.5.7.2 Fungsional lokomasi.
2.5.7.3 Karakteristik keseimbangan.
2.5.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
2.5.8.1 Aktifitas hidup harian.
2.5.8.2 Kapasitas fungsional.
2.5.8.3 Transfer.
2.5.9 Integrasi/reintegrasi masyarakat dan kerja
(pekerjaan/sekolah/bermain)
31 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.5.9.1 Aktifitas instrumentasi kehidupan harian.
2.5.9.2 Kapasitas fungsional.
2.5.9.3 Kemampuan adaptasi.
2.5.10 Pemeriksaan dan pengukuran lain-lain terpilih.
2.6 Pemeriksaan penunjang dengan cara Fisioterapis merujuk ke pelayanan lain
sesuai kebutuhan pasien/klien, seperti radiologi, laboratorium dan lain
sebagainya.
2.7 Analisa data sebagai proses dinamis keputusan klinis oleh Fisioterapi
berdasar data yang terkumpul pertimbangan klinis menyimpulkan diagnosis
dan prognosis.
3. Prosedur terkait :
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar proses fisioterapi
3.4 Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.5 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Referansi :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
32 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
II. 3.
1. Pengertian :
1.1 Diagnosis fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom, sindrom,
keterbatasan fungsi, keterbatasan gerak, impermen, atau potensi terjadinya,
yang merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan pada diri
pasien/klien.
1.2 Prognosis fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi
sehat-sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya
dengan intervensi fisioterapi.
2. Prosedur :
2.1 Diagnosis fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan, pengukuran dan
evaluasi dengan pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya
disfungsi gerak, mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan
tertentu, limitasi fungsi, hambatan dan sindroma. Diagnosis akan berfungsi
dalam menggambarkan keadaan pasien/klien, menuntun penentuan
prognosis dan menuntun penyusunan rencana intervensi.
2.1.1 Merumuskan adanya sintom dan atau sindrom.
2.1.2 Merumuskan hambatan memelihara diri, aktifitas hidup harian,
kerja/sekolah dan hobi.
2.1.3 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
2.1.4 Merumuskan keterbatasan gerak komponen tubuh.
2.1.5 Merumuskan gangguan dan atau kelemahan jaringan.
2.1.6 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi seluler.
2.1.7 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi biomolekuler.
2.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi
perkembangan varian kondisi sehat sakit pasien/klien yang mungkin dicapai
dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.
3. Terlampir rumusan diagnosis fisioterapi, yang akan diperbaharui sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi fisioterapi.
33 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4. Referensi
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
II. 3a.
34 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.6 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan kerusakan spinal.
1.7 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan fraktur.
1.8 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan Arthroplasti sendi.
1.9 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan bedah tulang atau jaringan lunak.
1.10 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait,
locomotion, balance yang berkaitan dengan amputasi
2. Kategori Diagnosa Neuromuskuler
2.1 Pencegahan dini/pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2.2 Gangguan Perkembangan Neuromotor
2.3 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak.
2.4 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder CNS – pada usia dewasa
2.5 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
progressive disorder CNS
2.6 Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan
dengan Peripheral Nerve Injury.
2.7 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Acute atau Chronic Polyneuropathies.
2.8 Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan
dengan Non progressive disorder Spinal Cord.
2.9 Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma,
Near coma, atau status vegetative.
3. Katagori Diagnosis Kardiovasculer /Pulmoner :
35 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.4 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan
Cardiovascular Pump Dysfuntion or failure
3.5 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
3.6 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure.
3.7 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure pada neonatus
3.8 Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan
Lymphatetic System disorders
4. Katagori Diagnosis Integumenter :
36 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
1. Berpotensi untuk
138 Akut Poliomyelitis
terjadi gangguan
kinerja system 262 Malnutrition
muskuloskeletal/
263 Other and unspecified protein-calorie malnutrition
demineralisasi.
268 Vit D deficiency
37 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
719 Other and unspecific disorder joint
732 Osteochondropathies
2. Gangguan Sikap
524 Dentofacial anomalies
732 Osteochondropathies
38 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
737 Curvature of the spine
3. Gangguan Kinerja
042 HIV
otot
250 Diabetes Mellitus
39 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
728 Other and unspecific diorder of joint
4. Gangguan mobilitas
337 Disorder of the autonomic nervous system
sendi motor function,
kinerja otot, dan ROM 524 Dentofacial anomalies, including malocclusion
yang berkaitan
625 Pain and other symptoms associated with female
dengan connective
genital
tissue 665
Other obstrectical trauma
709
Other diorder of skin snd subcutaneous tissue
710
Diffuse diseases of connective tissue
714
Rheumatoid arthritis and other inflammatory
715
polyarthropaties
716
Osteoarthrosis and allied disorders
718
Other and unspecified arthropaties
719
Other derangment of joint
40 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
724 Other and unspecified disorder of joint
41 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
847 Sprains and strains of ankle and foot
5. Gangguan mobilitas
274 Gout
sendi, motor function,
kinerja otot, dan ROM 350 Trigeminal nerve disorders
yang berkaitan
353 Nerve root and plexus disorders
dengan inflamasi
lokal. 354 Mononeuritis Of upper limb and mononeuritis
multiplex
355
Mononeuritis of lower limb
524
Dentofacial anomalies including malocclusion
682
Other cellulites and abcess
711
Arthropathy associated with infections
715
Osteoarthritis and allied disorders
716
Other and unspecified arthropathis
717
Internal derangement of knee
718
Other derangement of knee
719
Other and unspecified disorders of joint
720
Ankylosing spondylitis and other other
722
inflammation
42 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
724 Intervertebral disk disorder
840 Osteochondropathies
6. Gangguan mobilitas
353 Nerve root and plexus disorder
sendi, motor function,
kinerja otot, dan ROM 715 Osteoarthosis and allied disorder.
yang berkaitan
716 Other and Unspecified arthropathies
dengan kerusakan
spinal. 718 Other derangement of joint
43 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
723 Other disorder of cervical region
7. Gangguan mobilitas
170 Malignant neoplasm articular of bone and
sendi, motor function,
213 articular cartilage
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan Benign neoplasm of bone and cartilage
262
dengan fraktur.
Other severe protein-calorie malnutrition
263
Other and unspecified protein-calorie malnutrition
268
Vitamin D deficiency
269
Other nutritional deficiency
275
Disorder of meniral metabolism
627
Menopausal and postmenopausal disorder
715
Osteoarthrosis and allied disorder
719
Other and unspecified disorder of the joint
728
44 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
729 Disorder of muscle, ligamnet, and facia
45 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
825 Fracture of Tibia and fibula
8. Gangguan mobilitas
170 Malignan neoplasm of bone and articular
sendi, motor function,
171 cartilage
kinerja otot, dan ROM
yang berkaitan Malignan neoplasm of connective and other soft
213
dengan Arthroplasti tissue
sendi. 215
Benign neoplasm of bone and articular cartilage
524
Other benign neoplasm of connective and other soft
714 tisuue
46 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
730 Other derangment of knee
Dislocation of Ankle
9. Gangguan mobilitas
715 Osteoarthrosis and allied diorder
sendi, motor function,
kinerja otot, dan ROM 717 Internal derangment of knee
yang berkaitan
47 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
dengan bedah tulang 718 Other derangment of joint
atau jaringan lunak.
719 Other and unspecified disorder of joint
48 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
812 Fracture of the scapula
49 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
840 Other, multiple, and ill defined dislocation
gait, locomotion,
440 Atherosclerosis
balance yang
berkaitan dengan 442 Other aneurysm
amputasi
443 Other Peripheral vascular disease
50 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
885 systems
51 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Katagori Diagnosis
Neuromuskular
Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )
1. Pencegahan dini /
331 Other cerebral degeneration
pengurangan resiko
terhadap 332 Parkinson disease
kehilangan balance
333 Other extrapyramidal disease and abnormal
and jatuh
movement disorder
Spinocerebral disease
334
Anterior horn cell disease
445
Other disease of spinal cord
336
Multiple sclerosis
340
Hemiplegia and hemiparesis
342
Epilepsy
345
Muscular dystrophies and other myopathies
359
Vertiginous syndromes and other disorder of
386
vestibular system
General Symptoms
780
Symptoms involving nervous and musculoskeletal
781 system
52 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2. Gangguan
191 Malignant neoplasme of brain
Perkembangan
Neuromotor 192 Malignant neoplasm of other and unspecified part
of nervous system
Epilepsy
345
Other condition of the brain
348
Myoneural disorders
358
Muscular dystrophies and other myopathies
359
Hearing loss
389
Rheumatoid arthritis and other inflamatory
714
polyarthropathies
728
Disorder of muscle, ligament, and fascia
741
Spina bifida
742
Other congenital anomaliess of nervous system
53 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
745 Bulbus cordis anomalies and anomalies of cardiac
septal closure
54 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
780 perinatal period
804 Concussion
3. Gangguan motor
036 Infeksi Meningococcal
function dan
sensory integration
55 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
yang berkaitan 052 Chichenpox
dengan Non
055 Measles
progressive
disorder CNS – 056 Rubella
congenital atau
072 Mumps
pada bayi dan masa
anak. 090 Congenital Syphilis
56 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
767 Trauma lahir
994
57 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4. Gangguan motor
049 Penyakit non arthropod-borne viral lainnnya
function dan
225 pada SSP
sensory integration
yang berkaitan Benign neoplasma otak dan dan bagian lain SSP
320
dengan Non
Mengitis bacterial
progressive 321
58 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
447 Emboli arterial dan dan trombosis
5. Gangguan motor
042 Penyakit HIV
function dan
sensory integration 191 Malignant neoplasma otak
59 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
yang berkaitan 192 Malignant neoplasma lainnya dan bagian unspesifik
dengan progressive sistem saraf
disorder CNS
Neoplasma of uncertain behavior of endocrine
237
glands dan sistem saraf
Penyakit spinocerebral
341 Epilepsi
6. Gangguan
225 Neoplasma benigna dan bagian lain sistem saraf
Peripheral nerve
integrity dan motor 350 Gangguan saraf trigeminal
function yang
60 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
berkaitan dengan 352 Gangguan saraf cranial lainnya
Peripheral Nerve
353 Gangguan akar saraf dan plexus
Injury.
354 Mononeuritis upper limb dan mononeuritis
multipleks
355
Mononeuritis lower limb
357
Inflamasi dan toxic neuropathy
386
Sindrom vertiginous dan gangguan sistem
767
vestibular lainnya
Trauma kelahiran
7. Gangguan motor
030 Leprosy
function dan
sensory integration 138 Late effects pada poliomyelitis akut
yang berkaitan
250 Diabetes mellitus
dengan Acute atau
Chronic 337 Gangguan pada sistem saraf otonom
Polyneuropathies.
356 Neuropathy peripheral idiopatic dan herediter
8. Gangguan motor
225 Benign neoplasm brain dan bagian lain dari
function dan
237 sistem saraf
Peripheral nerve
integration yang Neoplasma of uncertain behavior of endocrine
61 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Non progressive 239 Neoplasma of unspesifik nature
disorder Spinal
320 Meningitis bakterial
Cord.
321 Meningitis yang disebabkan oleh organisme lainnya
62 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9. Gangguan
049 Penyakit non arthropod-borne viral lainnnya
kesadaran , ROM,
191 pada SSP
Motor Control yang
berkaitan dengan Malignant neoplasma brain
225
Coma, Near coma,
Benign neoplasma brain dan bagian lain sistem
atau status 322
saraf
vegetative.
342
Meningitis dengan penyebab yang tidak spesifik
348
Hemiplegia dan hemiparese
431
Kondisi brain lainnya
433
Hemorrhage intracerebral
435
Occlusion dan stenosis arteri precerebral
436
Occlusion arteri cerebral
437
Transient cerebral ischemia
442
Akut, tapi ill defined, penyakit cerebrovascular
444
Anerysm lain
447
Emboli arterial dan trombosis
747
Gangguan arteri lainnya dan arteriole
765
Anomali congenital lainnya pada sistem sirkulasi
63 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
851 Leceration dan contusio cerebral
Katagori Diagnosis
Cardiovascular
Yang berhubungan dengan Kondisi ( ICD )
/Pulmonary
64 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2. Gangguan kapasitas 042 Penyakit HIV
aerobik/ketahanan
250 Diabetes melitus
yang berkaitan
dengan 332 Penyakit Parkinson
decontioning
333 Penyakit extrapiramidal lain dan gangguan gerakan
syndrome
abnormal
334
Penyakit Spinocerebral
335
Penyakit Anterior Horn Cell
340
Multiple Sclerosis
344
Sindrom Paralitik lainnya
357
Inflamatory dan toxic neuropathy
359
Muscular Dystropy dan myopathies lainnya
394
Penyakit pada katup mitral
396
Penyakit pada katup mitral dan aorta
397
Penyakit pada struktur endocardial lainnya
398
Penyakit rematik jantung lainnya
402
Penyakit Hipertensive jantung
413
Angina Pectoris
414
Bentuk lain penyakit ischemic jantung kronik
416
Penyakit pulmonary heart kronik
424
Penyakit lain pada endokardium
425
Cardiomyopathy
428
65 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
429 Kegagalan Jantung
66 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
714 Crystal arthropathies
3. Ganguan ventilasi, 136 Penyakit parasitic dan infeksi tidak spesifik dan
respirasi/gas lainnya
277
exchange, aerobic
Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya.
capacity/endurance 482
yang berkaitan Pneumonia bacterial lainnya
491
dengan Airways
Bronchitis kronis
clearance 492
dysfunction. Emphysema
493
Asthma
494
Bronchetasis
496
Obstruksi jalan nafas kronis , yang tidak diklasifikan
dalam penyakit COPD
500
Pneumoconiosis pekerja batubara
501
Asbestosis
502
Pneumoconiosis yang disebabkan silica lain atau
503 silicates
67 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
507 Pneumoconiosis yang disebabkan inhalasi debu
lainnya
508
Pneumoconiosis tidak spesifik
Komplikasi peculiar
68 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
pada prosedur khusus
69 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
422 Penyakit lain sirkulasi pulmonary
426 Cardiomyopathy
70 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
yang berkaitan Neoplasma of uncertain behavior pada endocrine
dengan Ventilatory glands dan system saraf
237
Pump Dysfunction
Neoplasma of unspesifik of nature
or Failure.
Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya
239
Penyakit Parkinson
277
Penyakit extrapiramidal lainnya dan gangguan
332
gerakan abnormal
333
Penyakit spinocerebral
71 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
505 Fibrosis pulmonary postinflamatory
977
6. Ganguan ventilasi, 136 Penyakit parasitic dan infeksi tidak spesifik dan
respirasi/gas lainnya
277
exchange, aerobic
72 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
capacity/indurance 286 Gangguan metabolisme tidak spesifik dan lainnya
yang berkaitan
348 Kerusakan coagulasi
dengan Respiratory
Failure. 415 Kondisi lain brain
493 Emphysema
494 Asthma
495 Bronchiectasis
73 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
513 Pleurisy
514 Pneumothorax
74 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
respirasi/gas external tidak spesifik dan lainnya
exchange, aerobic
514 Kongesti pulmonary dan hypostasis
capacity/indurance
yang berkaitan 516 Pneumonopathy parietoalveolar dan alveolar
dengan Respiratory lainnya
518
Failure pada
Penyakit paru lainnya
neonates 553
Hernia lainnya pada cavitas abdominal tanpa
menyebutkan obstruksi atau gangrene
748
Anomaly congenital pada system raspirasi
750
Anomaly congenital lainnya pada tractus
765 alimentary upper
75 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
8. Ganguan sirkulasi 038 Septicemia
darah,
040 Penyakit bacterial lainnya
anthropometric
dimensions 125 Infeksi filarial dan dracontiasis
berkaitan dengan
176 Kaposi’s sarcoma
Lymphatetic System
disorders 457 Gangguan nonifeksius pada saluran lymphatic
76 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.8.1.1
250B Diabetes Mellitus
e
263 Malnutrisi kalori protein tidak spesifik dan lainnya
r
277p Gangguan metabolisme tidak spesifik lainnya
o
278 Hyperalimentation lainnya dan obesitas
t
320e Meningitis Bacterial
n
322 Meningitis penyebabnya tidak spesifik
s
323i Enchepalitis. Myelitis, encephalomyelitis
Penyakit spinocerebellar
334
t
Penyakit anterior horn cell
335e
r Penyakit spinal cord lainnya
336j
Gangguan pada system saraf otonom
337a
d Multiple sclerosis
340i
Penyakit demyelinating lainnya pada system saraf
341
g pusat
342a
Hemiplegia dan hemiparesis
n
343
g Infantile Cerebral Palsy
344g
Sindrom paralitik lainnya
u
353
a Gangguan plexus dan akar saraf
357n
77 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
428 Inflammatory dan toxic neuropathy
k
435 Kegagalan jantung
i
440n Transient cerebral Ischemia
e
443 Atherosclerosis
r
454j Penyakit vascular peripheral lainnya
a
457 Vena vericosa pada extremitas bawah
78 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(partial)
4.8.1.2
176G Kaposi’s sarcoma
a
250 Diabetes Mellitus
n
263g Malnutrisi kalori protein tidak spesifik dan lainnya
g
269 Defesiensi mutrisi lainnya
u
337a Gangguan pada system saraf otonom
n
344 Sindrom paralitic lainnya
79 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
707n Ulcer kronik pada kulit
t
731 Osteitis deformans dan osteopathies yang berkaitan
e
dengan gangguan lain yang tidak diklasifikan
g
ditempat lain
r
782
i Gejala yang melibatkan kulit dan jaringan
t integumantary lainnya
y
920 Contusio pada wajah, scalp dan neck kecuali mata.
80 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
c
i
a
l
s
k
i
n
i
n
v
o
l
v
e
m
e
n
t
4.8.1.3
017G Tuberculosis organ lain
a
penyakit yang disebabkan oleh mycobakteri
n
lainnya
031g
g Kaposi’s sarcoma
176
u
Benign neoplasma pada kulit
216a
n Carcinoma in situ of skin
232
Neoplasma unspesifik nature
239i
n Malnutrisi kalori protein unspesifik dan lainnya
263
t
81 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
269e Difisensi nutrisi lainnya
g
344 Sindrom paralitik lainnya
u
443m Penyakit vascular perifer lainnya
e
454 Vena vericosa pada exxtremitas bawah
n
459a Gangguan lain pada system sirkulasi
r
682 Cellulities dan abscess lainnya
y
686 Infeksi lokal lainnya pada kulit dan jaringan
i subcutaneous
694
n
Bullous dermatoses
695t
e Kondisi erythematous
696
g
Psoriasis dan similar disorder
701r
i Kondisi atropik dan hipertropik lainnya pada kulit
707
t
Ulcer kronik pada kulit
709y
Gangguan pada kulit dan jaringan subcutaneous
757b
Anomaly congenital pada integument
911e
r Cedera superficial pada trunk
912k
Cedera superficial pada shoulder dan upper arm
913a
i Cedera superficial pada elbow, forearm, dan wrist
914t
82 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
943g Cedera superficial pada foot dan toe
a
944 Burn pada trunk
n
945 Burn pada upper limb, kecuali wrist dan hand
p
946 Burn pada wrist dan hand
a
r Burn pada lower limb
t
948 Burn multiple specified sites
i
949a Burns yang diklasifikasikan menurut luasnya
l permukaan tubuh yang terkena
997
Burn tidak spesifik
t
h Komplikais yang mempengaruhi system tubuh
i khusus, tidak diklasifikasikan ditempat lain.
c
k
n
e
s
s
s
k
i
n
i
n
v
o
l
v
83 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
e
m
e
n
t
4.8.1.4
017G Tuberculosis pada organ lain
a
031 Penyakit yang disebabkan oleh mycobakteria
n
lainnya
036g
g Infeksi meningicoccal
040
u
Penyakit bacterial lainnya
172a
n Malignant melanoma pada kulit
173
Neoplasma malignant lainnya pada kulit
176i
n Kaposi’s sarcoma
216
t
Benigna neoplasma pada kulit
232e
g Carcinoma I situ kulit
239
u
Neoplasma unspesifik nature
263m
e Malnutrisi kalori protein unspesifik dan lainnya
269
n
Defisiensi nutrisi lainnya
443a
r Penyakit vascular perifer lainnya
454y
Vena varicose pada extremitas bawah
459
i Gangguan lain pada system sirkulasi
680n
Carbuncle dan furuncle
681t
e Cellulities dan abscess pada finger dan toe
682g
84 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
686i Infeksi lokal lainnya pada kulit dan jaringan
t subkutaneus
694
y
Bullous dermatoses
695
b Kondisi erythematous
701
e
Kondisi atropik dan hipertropik lainnya pada kulit
707r
k Ulcer kronis pada kulit
709
a
Gangguan lain pada kulit dan jaringan subkutaneus
941i
t Burn pada wajah, kepala dan leher
942
a
Burn pada trunk
943n
Burn pada upper limb, kecuali wrist dan hand
944
d
Burn pada wrist dan hand
945e
n Burn pada lower limb
946
g
Burn pada multiple spesifik sites
948a
n Burn yang diklasifikasikan menurut luasnya
permukaan tubuh yang terkena
949F
u Burn, tidak spesifik
991l
Pengaruh pengurangan temperature
997l
Komplikasi yang memperngaruhi system spesifik
h
i
c
k
n
e
85 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
s
s
4.8.1.5
017G Tuberculosis pada organ lain
a
036 Infeksi meningococcal
n
171g Neoplasma malignant pada jaringan connective
g dan jaringan lunak lainnya
u
Malignant melanoma pada kulit
172a
n Malignant neoplasma lainnya pada kulit
173
Kaposi’s sarcoma
176i
n Benign neoplasm lainnya pada jaringan connective
215
t dan jaringan lunak lainnya
e
Neoplasma unspesifik nature
g
239
u Malnutrisi kalori protein unspesifik dan lainnya
263m
Defisiensi nutrisi lainnya
e
269
n Atherosclerosis
440a
Penyakit vascular perifer lainnya
r
443y
86 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
454 Vena varicose pada extremitas bawah
i
459 Gangguan lain pada system sirkulasi
n
674t Komplikasi unspesifik pada puerperium dan
e lainnya
680
g
Carbuncle dan furuncle
681r
i Cellulities dan abscess pada finger dan toe
686
t
Infeksi local lainnya pada kulit dan jaringan
707y
subkutaneus
710
b Ulcer kronis pada kulit
728e
Penyakit diffuse jaringan lunak
r
880
k Gangguan pada otot, ligament, dan fascia
881a
Luka terbuka pada shoulder dan upper arm
i
882
t Luka terbuka pada elbow, forearm, dan wrist
883a
Luka terbuka pada hand kecuali finger sendiri
n
884
Luka terbuka pada pada finger
885d
e Luka terbuka pada upper limb tidak spesifik dan
886n multiple
87 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
I Luka terbuka pada knee, kaki (kecuali tungkai) dan
n ankle
895
v
Luka terbuka pada foot kecuali toe sendiri
896o
l Luka terbuka pada toe
897
v
Luka terbuka tidak spesifik spesifik pada lower
927e
limb dan multiple
m
928
e Traumatic amputasi pada toe (complete/partial)
929n
Traumatic amputasi pada foot (complete/partial)
t
941
Traumatic amputasi pada leg (complete/partial)
942e
Crushing injury pada upper limb
x
943
t Crushing injury pada lower limb
944e
Crushing injury multiple dan tempat yang tidak
n
946 spesifik
d
88 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
M diklasifikasikan ditempat lainnya.
u
s
c
89 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Lampiran 1 Standar Perencanaan Fisioterapi .
Nama : ……………………………………............……………………………...
Umur/Jenis : …………………………………………………………………………...
Alamat : …………………………………………………………………………...
1. Yang melakukan,
(…………………..) (………………….)
(………………………………)
2.
(…………………..)
90 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Lampiran 2 Standar Perencanaan Fisioterapi
Nama : ……............……………………………………………………………...
Umur/Jenis : …………………………………………………………………………...
Alamat : …………………………………………………………………………...
Jakarta, ………………………...
Saksi-saksi Fisioterapis Yang membuat pernyataan
1. Yang melakukan,
(…………………..) (………………….)
(………………………………)
2
(…………………..)
Ket. : Tandatangan dan Nama jelas
91 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
II. 4.
1. Pengertian :
Intervensi fisioterapi ialah implementasi perencanaan dan memodifikasi untuk
mencapai tujuan yang disepakati, mencakup : penanganan manual, peningkatan
gerak, peralatan fisis, peralatan elektroterapeutis dan peralatan mekanis,
pelatihan fungsional, penentuan bantuan dan peralatan bantuan, dokumentasi
dan koordinasi, komunikasi.
2. Prosedur :
Intervensi setiap kunjungan/pertemuan, dengan mencermati respon dan
perkembangan kondisi pasien/klien perlu implementasi dan modifikasi dari
perencanaan.
Intervensi oleh Fisioterapis dan atau dilaksanakan oleh asisten harus dibawah
direksi/pengarahan dan supervisi otentikasi (pengesahan) dokumen oleh
Fisioterapis berizin, memuat unsur-unsur:
2.1 Laporan dari pasien/klien yang layak.
2.2 Identifikasi intervensi secara spesifik mencakup frekwensi, intensitas dan
durasi.
Contoh :
2.2.1 Ekstensi lutut, 3 set, 10 pengulangan, 10 kg. beban.
2.2.2 Latihan transfer dari bed ke kursi dengan papan luncur.
2.3 Pemakaian peralatan.
2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi perencanaan.
2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekwensi dan intensitas intervensi serta dengan
kemajuan mengarahkan pada tujuan, sepanjang pasien/klien patuh pada
instruksi terapi.
2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga pasien/klien dan
pihak lain yang terkait.
92 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3. Lampiran
4. Dokumen terkait :
5. Referansi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
II. 5.
1. Pengertian :
Evaluasi fisioterapi ialah assesmen ulang dengan pertimbangan klinis setelah
intervensi fisioterapi dalam periode waktu, disandingkan dengan hasil assesmen
sebelumnya, perencanaan dan intervensi, serta disimpulkan perkembangan (out
come) kondisi pasien/klien, dan tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pemeriksaan ulang setelah satu episode atau satu seri intervensi fisioterapi
untuk mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
93 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.2 Pemeriksaan ulang meancakup pengumpulan data subyektif, data obyektif,
assesmen/interpretasi dan rencana tindak lanjut (SOAP), dirinci :
2.3 Unsur-unsur yang teridentifikasi pada assesmen awal untuk memperbaharui
status kondisi pasien/klien.
2.4 Interpretasi dari temuan-temuan dan bilamana terindikasi perlunya revisi
untuk mengantisipasi tujuan dan harapan.
2.5 Bilamana terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan dikaitkan
dengan antisipasi tujuan dan hasil yang diharapkan yang terdokumentasi.
2.6 Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapis berizin.
3. Lampiran :
4. Dokumen terkait :
5. Referansi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
94 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
II. 6.
1. Pengertian :
Pengakhiran proses fisioterapi adalah pelepasan (discharge) dan penghentian
(discontinuation) fisioterapi pada diri pasien/klien, berdasar pada analisis-
sintesis hasil evaluasi, faktor keterpaksaan, dengan pertimbangan klinis dan
rekomendasi tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pelepasan (discharge) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.1.1 Fisioterapis memastikan tujuan telah tercapai.
2.1.2 Pasien/klien memastikan harapan telah terpenuhi.
2.1.3 Berpindah ke institusi lain.
2.1.4 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.2 Penghentian (discontinuation) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan
kriteria :
2.2.1 Fisioterapis memastikan tidak bermanfaat lagi.
2.2.2 Pasien/klien, penyandang dana atau asuransi, tidak berkenan
melanjutkan proses fisioterapi.
2.2.3 Kontroversi kepentingan para stake holder perawatan pasien/klien.
2.2.4 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.3 Kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut, berisikan :
2.3.1 Diagnosis fisioterapi, diagnosis medis dan kondisi pasien/klien.
2.3.2 Proses fisioterapi yang telah dikenakan.
2.3.3 Hasil evaluasi terakhir.
2.3.4 Rekomendasi tindak lanjut : fisioterapi, program dirumah, proteksi-
pencegahan, tindakan lain.
3. Lampiran :
4. Dokumen terkait :
5. Referensi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi.
95 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
II.7.
1. Pengertian.
1.1 Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien
seperti laporan konsultasi, laporan assesmen awalm, catatan perkembangan,
catatan alur pelayanan, re-assesmen dan kesimpulan pelayanan.
1.2 Autentikasi ialah proses untuk verifikasi bahwa semua data yang tercatat
adalah lengkap, akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau
tanda tangan computer dengan system pengamanan elektronika.
2. Petunjuk Umum
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
2.1 Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta. Data elektronik harus
dengan ketentuan kerahasiaan dan pengamanan yang memadai.
96 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2.2 Persetujuan (informed consent) : kepada pasien/klien harus ditanyakan
pemahaman dan kesadarannya sebelum intervensi dimulasi, dengan contoh-
contoh cara pendokumentasian sebagai berikut :
2.2.1 Tanda tangan pasien/klien atau keluarga/penanggung yang sah pada
formulir pernyataan pemahaman dan kesepakatan tindakan.
2.2.2 Hal-hal yang telah dijelaskan oleh Fisioterapis berizin dicatat sebagai
data resmi/legal.
2.2.3 Dokumentasi kelengkapan (checklist) data kesepakatan tindakan.
2.3 Mengkoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoretkan satu garis lurus
sepanjang tulisan yang dikoreksi diparaf dan ditanggali, atau bila koreksi
pada dokumen data elektronis perlu dengan mekanisme yang tepat tanpa
menghapus data orisinil.
2.4 Identifikasi.
2.4.1 Mencakup nama lengkap pasien/klien, memberikan penomoran pada
setiap dokumen baku/sah.
2.4.2 Setiap catatan/masukan harus ditnggali, diotentikasi
(ditandatangani) dan ditulis nama lengkap dan sebutan izin
professional (Fisioterapis/No.SIPF).
2.4.3 Dokumentasi yang dibuat oleh petugas penerima/siswa/magang
harus diotentikasi/ditndatangani oleh Fisioterapi berizin.
2.5 Dokumentassi mencakup mekanisme rujukan dari pemrakarsa pelayanan
fisioterapi, contoh-contoh :
2.5.1 Rujukan internal Fisioterapi/akses langsung.
2.5.2 Permintaan konsultasi dari praktek umum.
3. Assesmen Awal dan Konsultasi
97 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor
lingkungan yang terkait.
3.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan
episode pelayanan fisioterapi.
3.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognasa.
3.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan
kadar pengetahuannya.
3.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (out comes) dari
pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
3.2.2 Dokumentasi dari telaah sistemik.
3.2.2.1 Dokumentasi status anatomi dan fisiologi mencakup system-
sistem :
3.2.2.1.1 Kardiovaskuler/pulmonal.
3.2.2.1.2 Integumenter.
3.2.2.1.3 Muskuloskeletal.
3.2.2.1.4 Neuromuskuler.
3.2.2.2 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan
kemampuan pembelajaran.
3.2.3 Dokumentasi dari uji dan pengukuran yang terpilih untuk
menentukan status pasien/klien.
Contoh-contoh pengujian dan pengukuran sebagai berikut dan tidak
terbatas :
3.2.3.1 Arousal, atensi dan kognisi.
3.2.3.1.1 Tingkat kesadaran.
3.2.3.1.2 Kemampuan menjawab perintah.
3.2.3.1.3 Kekurangan tampilan secara umum.
3.2.3.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris.
3.2.3.2.1 Keterampilan motorik kasar dan halus.
3.2.3.2.2 Pola gerak reflek.
3.2.3.2.3 Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi.
3.2.3.3 Range of motion.
3.2.3.3.1 Luas gerak sendi.
3.2.3.3.2 Nyeri jaringan lunak sekitar.
98 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.3.3.3 Panjang dan fleksibilitas otot.
3.2.3.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan)
3.2.3.4.1 Force, velocity, torque, work, power.
3.2.3.4.2 Gradasi manual muscle test.
3.2.3.4.3 Elektromiografi : amplitude, durasi, wafe form, dan
frekwensi.
3.2.3.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi.
3.2.3.5.1 Frekwensi denyut jantung, frekwensi penafasan,
tekanan darah.
3.2.3.5.2 Gas darah arteri.
3.2.3.5.3 Palpasi denyut perifer.
3.2.3.6 Sikap.
3.2.3.6.1 Sikap statis.
3.2.3.6.2 Sikap dinamis.
3.2.3.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan.
3.2.3.7.1 Karakteristik langkah.
3.2.3.7.2 Fungsional lokomasi.
3.2.3.7.3 Karakteristik keseimbangan.
3.2.3.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal.
3.2.3.8.1 Aktifitas hidup harian.
3.2.3.8.2 Kapasitas fungsional.
3.2.3.8.3 Transfer.
3.2.3.9 Integrasi/reintegritas masyarakat dan kerja (pekerjaan /
sekolah / bermain).
3.2.4 Dokumentasi/evaluasi (proses dinamis keputusan klinis oleh
Fisioterapis berdasar data yang terkumpul).
3.2.5 Dokumentasi diagnossis (label yang merangkum berbagai simtom,
sindrom atau kategori yang merefleksikan informasi yang didapat
dari pemeriksaan).
3.2.6 Dokumentasi prognosis (ketetapan perkembangan optimal yang
mungkin dicapai dengan intervensi dalam suatu periode waktu.
Dokumentasi mencakup antisipasi tujuan, harapan, hasil/out come,
dan rencana pelayanan).
99 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.6.1 Pasien/klien (keluarga dan pihak lain berpengaruh)
dilibatkan dalam perumusan antisipasi tujuan dan harapan
keberhasilan.
3.2.6.2 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan dinyatakan
dalam terminology terukur.
3.2.6.3 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan berkaitan
dengan impermen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai
yang didapat pada pemeriksaan.
3.2.6.4 Harapan keberhasilan dinyatakan dalam terminology
fungsional.
3.2.6.5 Rencana pelayanan :
3.2.6.5.1 Dikaitkan dengan antisipasi tujuan dan harapan
keberhasilan.
3.2.6.5.2 Mencakup frekwensi dan durasi untuk meancapai
tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan.
3.2.6.5.3 Mencakup tujuan pendidikan bagi pasien/klien dan
keluarga/pemberian pelayanan.
3.2.6.5.4 Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan
koordinasi pelayanan dengan profesi/pelayanan
lain.
3.2.7 Otentikasi dengan rancangan yang tepat oleh Fisioterapis berizin.
4. Dokumentasi Keberlangsungan Intervensi
4.1 Dokumentasi intervensi dan atau pelayanan yang diberikan serta
perkembangan kondisi pasien/klien.
4.1.1 Dokumentasi dibutuhkan pada setiap kunjungan/pertemuan.
100 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.2.2.1 Ekstensi lutut, 3 set, 10 pengulangan, 10 kg. beban.
4.1.2.2.2 Latihan transfer dari bed kekursi dengan papan
luncur.
4.1.2.3 Pemakaian peralatan.
4.1.2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi
perencanaan.
4.1.2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
4.1.2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekuensi dan intensitas intervensi
serta berkaitan dengan kemajuan mengarah pada tujuan,
sepanjang pasien/klien patuh pada instruksi terapi.
4.1.2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga
pasien/klien dan pihak lain yang terkait.
4.2 Dokumentasi evaluasi/reasesman.
4.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap
untuk mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
101 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap
untuk mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
5.4 Derajad pencapaian tujuan dan harapan yang diantisipasi, dan alas an ketidak
tercapaiannya.
6. Dokumen terkait :
6.1 Lampiran :
6.2 Referensi :
6.2.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.2.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang
Standar Profesi Fisioterapi
6.2.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.2.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
102 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6.2.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
6.2.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang
Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
6.2.7 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989
tentang Rekam Medik.
6.2.8 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
6.2.9 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy
Association, 2001
103 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Lamp. : STANDAR DOKUMENTASI FISIOTERAPI
Kanan
Kiri
IDENTIFIKASI DIRI
Tidak diketahui
1. Nama : 6. Suku :
Keluarga : Jawa
Sunda
Tapanuli
Minang
Menado
Kecil :
Madura
Maluku
Flores
2. Tanggal Masuk Rawat :
Bali
Lain lain
3. Tanggal Lahir: 7. Bahasa Ibu
Indonesia
Daerah
4. Seks :
Asing
8. Pendidikan :
Perempuan SMA PT
Tidak sekolah
5. Tangan dominant :
104 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
9. Dokter yang mengirim : 15. Alat dan peralatan (kacamata, alat bantu
dengar, alat bantu jalan)
a. Bantuan emosional :
b. Bantuan fisik terhadap ADL kurang dari
satu kali perhari :
c. Bantuan fisik terhadap ADL seharian:
d. Bantuan fisik terhadap ADL kurang dari
secata terus menerus :
e. Harus selalu dibantu :
105 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
17. Lingkungan .
a. Tangga tanpa pegangan :
b. Tangga dengan pengangan :
c. Ramps :
18. Status Kesehatan Umum.
a. Kondisi kesehatan Pasien/Klien secara umum :
b. Penyakit utama dalam satu tahun terakhir :
19. Perilaku hidup sehat
a. Alkohol :
b. Merokok
a) Batang perhari :
b) Pernah berhenti :
c. Kebiasan olahraga :
20. Riwayat penyakit Keluarga
a. Jantung, Siapanya: Kapan :
b. Darah tinggi, Siapanya: Kapan :
c. Stroke, Siapanya: Kapan :
d. Diabetes, Siapanya: Kapan :
e. Kanker, Siapanya: Kapan :
f. Lain lain, Siapanya: Kapan :
21. Riwayat operasi pasien/klien
22. Status fungsional
a. Kesulitan dalam bergerak
a) Bergeser dalam posisi tidur :
b) Tranfer :
c) Berjalan :
b. Kesulitan dalam self care :
c. Kesulitan dalam pengatuan rumah tangga :
d. Kesulitan dalam hubungan integrasi dengan komunitas :
23. Obat obatan :
24. Tes klinis lainnya :
106 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTAS UNTUK
Kanan :
Kiri :
Tidak diketahui :
IDENTIFIKASI DIRI
Suku :
1. Nama :
Keluarga :
Jawa
Sunda
Tapanuli
Minang
Kecil : Menado
Madura
Maluku
2. Tanggal Masuk Rawat : Flores
Bali
Lain lain
3. Tanggal Lahir :
4. Seks :
Bahasa Ibu :
Laki laki
Perempuan
Indonesia
Daerah
5. Tangan dominan Asing
107 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
0 = Tidak ada; 1=Mungkin ya; 2= Ya.
Bantuan emosional :
Bantuan fisik terhadap ADL kurang
Pendidikan
dari satu kali perhari :
SD SMP Bantuan fisik terhadap ADL seharian :
SMA PT Bantuan fisik terhadap ADL kurang
Tidak sekolah dari secata terus menerus :
Harus selalu dibantu :
Pekerjaan (kerja/sekolah/bermain)
Dokter yang mengirim :
Ramps :
108 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Status Kesehatan Umum, 1. Pernah sakit
Kanker
Nyeri dada
Lain lain
Denyut nadi tidak teraba
Batuk
Napas pendek
Berkunang kunang
Riwayat Operasi/ Penyakit
Gangguan koordinasi
Kelemahan tangan atau kaki
Hilangnya keseimbangan
Kesulitan berjalan
109 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Nyeri sendi atau benkak Status fungsional
Nyeri di waktu malam
Kesulitan dalam bergerak
Sulit tidur
Bergeser dalam posisi tidur
Hilangnya nafsu makan
Tranfer
Gangguan penciuman
Berjalan
Masalah BAB
Kesulitan dalam self care
Kehilangan BB
Kesulitan dalam pengatuan rumah
Masalah perkencingan
tangga
Demam
Kesulitan dalam hubungan integrasi
Sakit kepala
dengan komunitas
Gangguan pendengaran
Gangguan penglihatan
Lain lain Obat obatan
110 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Telaah sistemik
Berdiri :
Duduk :
Spesifikasi aktifitas :
Sistim kardio/pulmonal
Respiratori Rate:
Oedema :
Tinggi Badan
Gangguan integument :
Kesimetrisan, Lokomotor :
111 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dengan apa pasien dapat belajar
Keseimbangan :
Gambar
Membaca
Fungsi motorik :
Mendengar
Demonstrasi
Lainnya
Komunikasi, Afektif, Kognisi, Cara belajar
Komunikasi :
Emosi :
Hambatan belajar,
Tidak ada
Penglihatan
Pendengaran
Tidak mampu membaca
Tidak dapat memahami apa yang
dibaca
Pemahaman bahasa
Lain lain
Kebutuhan belajar,
Proses Penyakit
Keamanan
Penggunaan alat bantu
Aktifitas sehari hari
Program Latihan
Lain lain
112 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
5 Sirkulasi 17 Postur
Parameter Terpilih:
113 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Evaluasi
114 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.4 Katagori Diagnosis Neuromuskular
115 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
8. Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan Lymphatetic
System disorders
116 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PROGNOSIS :
Rencana Intervensi
Rencana Tujuan
Harapan outcome
Intervensi
117 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Edukasi
Informed Consent
118 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR DOKUMENTASI UNTUK
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Intervensi
Nama/Umur/Jenis :
Alamat /Telp. :
Perkembangan
No.
Tgl. Tindakan (S : Subyektif; O: Objektif; A: Assesmen; Paraf
Urut
R: Rencana)
S:
O:
A:
R:
119 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PASIEN/ KLIEN FISIOTERAPI
Kesimpulan Terapi
Nama/Umur/Jenis : Tgl.
Alamat /Telp. :
Diagnosis medis :
Tujuan rujukan ke fisioterapi :
2. Kondisi awal,
Gejala/sindroma :
Status gerak fungsional/
Parameter :
Diagnosis fisioterapi :
3. Kondisi akhir,
Gejala/sindroma :
Status fungsional/
Parameter :
Diagnosis fisioterapi :
4. Hambatan keberhasilan :
5. Rekomendasi tindak lanjut :
Fisioterapis,
120 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
C. Metoda Terapi dan Prosedur Kasus : dalam kelompok muskulosekeletal,
neuromuskuler, kardiopulmoner, dan integumenter.
Isi SPO tingkat III
III.1.
ANTROPOMETRI.
1. Pengertian :
Antropometri adalah pengukuran pada diri pasien/klien tentang dimensi,
komposisi dan/atau pembangkakan tubuh, termasuk : berat badan, tinggi badan,
lingkar tubuh, panjang anggota, tebal lemak, indeks masa tubuh, oedem.
2. Data diperoleh :
2.1 Dimensi tubuh : berat, tinggi, panjang, lingkar tubuh.
2.2 Komposisi : tebal lemak, indeks masa tubuh.
2.3 Pembengkakan : lingkar, volume, palpasi.
3. Peralatan yang digunakan :
3.1 Bed pemeriksaaan/tindakan.
3.2 Timbangan badan.
3.3 Meteran gulung.
3.4 Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.
3.5 Skin fold.
3.6 Alat tulis
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a Jenis alat ukur :
1) Berat badan : timbangan injak, dacin.
2) Tinggi badan : mikrotoise.
3) Lingkar tubuh : pita lila, meteran gulung.
4) Panjang anggota : meteran gulung.
5) Tebal lemak : skin folder.
6) Indeks masa tubuh : tabel.
121 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
b Cara mengukur :
1) Berat badan dengan :
a) Timbangan injak:
(1) Letakkan timbangan injak pada lantai yang datar.
(2) Pakaian seminim mungkin, sepatu dan barang-barang yang
menambah beban dilepaskan.
(3) Berdiri tegap pada timbangan injak.
(4) Lihat angka yang tertera pada skala timbangan injak.
(5) Catat hasilnya dalam kilogram (kg).
(6) Untuk anak-anak yang belum kooperatif bisa ditandem/gendong
oleh pengasuhnya, hasilnya berat tandem dikurangi berat
pengasuh sendirian.
b) Dacin :
(1) Gatungkan dacin pada :
(a) Dahan pohon.
(b) Palang rumah, atau
(c) Penyangga kaki tiga
(3) Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat.
(4) Sebelum dipakai letakan bandul geser pada angka nol. Batang
dacin dikaitkan dengan tali pengaman
(5) Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang
yang kosong pada dacin. Ingat bandul geser pada angka nol.
(6) Seimbangkan dacin yang sudah di bebani celana timbang, sarung
timbang, atau kotak timbangan dengan cara memasukan pasir ke
dalam kantong plastik.
(7) Anak ditimbang,dan seimbangkan dacin.
(8) Tentukan berat badan anak,dengan membaca angka di ujung
bandul geser.
(9) Catat hasil penimbangan dalam kilogram (kg).
(10) Geserlah bandul ke angka 0 (nol), letakkan batang dacin dalam
tali pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diturunkan.
122 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2) Tinggi badan dengan mikrotoise.
a) Tempelkan dengan paku microtoise tersebut pada dinding yang lurus
datar setinggi tepat 2 meter. Angka 0(nol) pada lantai yang datar rata.
b) Lepaskan sepatu atau sendal.
c) Berdiri tegap seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris, kaki
lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus
menempel pada dinding, dan muka menghadap lurus dengan
pandangan ke depan.
d) Turunkan microtoise sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku
harus lurus menempel pada dinding.
e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan
microtoise.
f) Catat angka tinggi badan dalam sentimeter.
123 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(8) Lingkar tangan, lokasi ukur titik tengah antara sendi pergelangan
dan ujung jari tengah.
(9) Lingkar tungkai atas, lokasi ukur dari SIAS ke distal : 10, 20 dan 30
cm.
(10) Lingkar tungkai bawah, lokasi ukur dari tuberositas tibiae ke
distal : 10, 20 dan 30 cm.
(11) Lingkar kaki, lokasi ukur titik tengan antara maleolus medialis ke
ujung jempol kaki.
(12) Lingkar panggul, lokasi ukur melingkar pada SIAS kanan dan kiri,
4) Panjang anggota : meteran gulung.
Ada 3 (tiga) macam pengukuran yaitu : true length, bone length dan
appearence length.
a) Posisi pasien/klien tidur terlentang.
b) Tentukan titik-titik tertentu atau tonjolan tulang sebagai patokan.
c) Panjang tungkai :
(1) True length : SIAS ke maleolus medialis melalui patela.
(2) Bone length : trochantor mayor ke epikondilus lateralis femur;
epikondilus medialis tibiae ke maleolus medialis.
(3) Appearence length : umbilikus ke maleolus lateralis melalui
patela.
d) Panjang lengan :
(1) True length : acrimion ke prosesus steloideus radii.
(2) Bone length : acromion ke epikondilus medialis humeri;
olekranon ke prosesus steloideus radii.
(3) Appearence length : acromion ke ujung jari tengah melalui
palmar.
e) Panjang tangan :
Appearance length : titik tengan depan sendi wrist ke ujung jari
tengah melalui palmar.
124 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5) Tebal lemak : skin folder.
a) Ukur/jepitkan skin folder pada kulit yang tidak berlemak, misal
punggung tangan, catat hasil sebagai tebal kulit tanpa lemak (ukuran
1).
b) Ukur/jepitkan skin folder pada kulit yang diukur, cata hasilnya
(ukuran 2).
c) Ketebalan lemak kulit adalah : ukuran 2 dikurangi ukuran 1
dikalikan 50%.
6) Indeks masa tubuh :
a) Rumus :
c) Ketentuan BMI :
5. Lampiran :
6. Dokumen terkait :
7. Referensi :
125 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LAMPIRAN ANTROPOMETRI (BMI)
BMI also may not accurately reflect body fatness in people who are very short
(under 5 feet) and in older people, who tend to lose muscle mass as they age. And
it may not be the best predictor of weight-related health problems among some
racial and ethnic groups, such as African-American and Hispanic-American
women. But for most people, BMI is a reliable way to tell if your weight is putting
your health at risk.
126 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III.2.
1. Pengertian :
Adalah pemeriksaan dengan mengukur lingkup gerak sendi
a. Untuk mengetahui kuantitatif lingkup gerak sendi
b. Untuk mengetahui secara kualitatif pembatasan lingkup gerak sendi
c. Untuk mengetahui mobilitas sendi.
2. Data diperoleh :
a ROM sendi pasif dan atau aktif.
b Panjang otot, ektensibilitas dan fleksibilitas jaringan lunak.
c ROM fungsional.
3. Peralatan yang diperlukan:
a. Bed pemeriksaan/tindakan.
b. Goniometer.
c. Penggaris dengan skala milimiter, sentimeter dan inchi.
d. Meteran gulung.
e. Alat tulis.
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Prinsip metoda pengukuran :
127 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5) Gerakan daripada anggota yang diukur hendaknya dibandingkan dengan
anggota yang berlawanan. Perbedaan akan terlihat dalam derajat
gerakan, atau prosentase kehilangan gerakan bila dibanding dengan
anggota yang berlawanan yang sehat.
6) Bila anggota yang berlawanan tidak ada, pergerakan bisa dibandingkan
dengan perkiraan gerak pada orang lain yang sepadan dalam umur dan
pertumbuhan fisik. Sedang gerakan daripada tulang belakang mungkin
dibandingkan dengan orang lain yang sepadan dalam umur dan fisik.
7) Pergerakan perlu dengan penjelasan bahwa pasif atau aktif.
8) Keterangan mengenai istilai extensi dan hiperextensi, extensi digunakan
pada gerakan lawan dari flexi, dimulai dari Z.S.P. adalah gerakan natural /
normal. Gerakan ini terdapat misal pada sendi pergelangan tangan (wrist)
dan sendi bahu (shoulder). Tetapi ada gerakan lawan dari flexi yang
dimulai dari Z.S.P. ini, dikatakan sebagai gerakan unnatural / tak normal,
seperti pada sendi siku dan lutut. Ini disebut hiperextensi.
9) Perbatasan gerakan sendi tersebut & akan dijelaskan pada halaman
berikutnya.
10) Bila gerakan sendi menimbulkan nyeri maka usaha pengukuran
dikerjakan dengan perlahan dan lembut. Pengukuran akan lebih akurat
apabila anggota yang diperiksa diatur dalam posisi seenak mungkin bagi
penderita.
11) Adanya ankilosis dianggap kehilangan gerakan secara komplit.
12) Penggunaan goneometer boleh memilih sesuai dengan kebijaksanaan
pemakaiannya.
13) Pencatatan tentang oergerakan sendi hendaknya setepat-tepatnya dan
ditulis dalam tabel secara jelas.
14) Tabel perkiraan gerakan sendi normal perlu dibuat sebagai bahan
pertimbangan, dan tidak mengambil salah satu saja sebagai standar.
b. Penggunaan goniometer :
128 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3) Bila tanda penunjuk untuk pengukuran pada anggota bisa dipastikan,
maka penggunaan goniometer disa dianggap akurat.
4) Bila petunjuk penonjolan tulang tak bisa ditentukan sebab terbungkus
jaringan lunak yang berlebihan atau sebab-sebab lain, maka penggunaan
goniometer bisa tidak akurat lagi.
5) Penggunaan goniometer hendaknya disesuaikan dengan keadaan anggota
yang diukur.
c. Perkiraan derajat gerakan sendi :
1) Perkiraan derajat gerakan sendi tidak bisa ditentukan secara pasti, sebab
luasnya variasi individu-individu yang berbeda-beda pertumbuhan fisik
dan usianya. Perkiraan berikut adalah sekadar sebagai petunjuk dan
bukan sebagai standar.
2) Anggota penderita yang berlawanan / normal barangkali bisa dianggap
sebagai standar normal yang terbaik. Dalam keadaan anggota yang
berlawanan cedera atau bahkan tidak ada, petunjuk ini diharapkan
berguna. Empat sumber diambil sebagai bahan pertimbangan, perkiraan
rata-rata yang dituliskan.
3) Sumber-sumber acuan tersebut seperti tertulis dalam lampiran ialah
adalah sebagai berikut :
a) Kolom (1)
b) The commite on Medical Rating of Physical Impairment, Journal
American Association, Feb 15, 1958.
c) Kolom (2)
d) The commite of the California Medical Association and Industrial
Accident Commision of the State of California 1960.
e) Kolom (3)
f) A System of Joint Measurementes, Williams A, Clarke, Mayo Clinic, Dec,
1920.
g) Kolom (4)
h) International Standard Orthopaedic Measurement,
129 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
7. Lampiran :
7.1. Tabel rata-rata gerak sendi
7.2. Pengukuran ROM.
1. Sendi Bahu
a. Flexi dan extensi
Pada saat gerakan flexi depan dan extensi belakang, di situ mulailah timbul
gerakan scapula dan clavicula.
b. Elevasi
Gerakan shoulder girdle ke atas disebut elevasi dan sebaliknya disebut
depresi, bisa diukur dalam derajat. Gerakan melingkar pada shoulder girdle
memang ada tetapi tidak bisa diukur secara pasti. Hal ini bisa diperkirakan
dengan membandingkan kepada individu lain yang mempunyai kesamaan
dalam umur dan fisik.
c. Rotasi
Biasanya pengukuran rotasi sendi bahu bisa dikerjakan dalam 2 posisi.
Pertama dengan lengan di samping badan, kedua dengan lengan abduksi 90O.
rotasi bisa juga diukur dalam berbagai posisi pada bidang vertical dan
horizontal atau persilangan koordinat.
1) Rotasi dengan lengan di samping badan.
Rotasi ke dalam dan keluar dicatat dalam derajat dimulai dari posisi
netral.
Rotasi ke dalam : 0 – (40 – 90).
Rotasi ke luar : 0 – (40 – 90).
2) Rotasi dengan lengan abduksi 90O.
Rotasi di sini lebih kecil daripada bila lengan di samping badan. Diukur
dalam derajat dimuai dari Z.S.P. :
Rotasi ke dalam : 0 – 70.
Rotasi ke luar : 0 – 90.
3) Suatu metode klinis dengan perkiraan fungsi ialah dengan mengitung
jarak dari pada ujung ibu jari ke arah mencapai scapula yang
berseberangan atau basis tengkuk, atau menghitung tingginya ruas
vertebra yang bisa dicapai oleh ujung ibu jari.
130 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
d. Gerakan glenohumeral
Perlu dibedakan gerakan glenohumeral murni dengan yang diikuti gerakan
scapulothoracal. Gerakan lengan ke atas ke bawah pada bahu dari 0 – 180O
dikombinir secara halus antara gerakan jurni glenohumeral plus rotasi
daripada scapula ke atas dan ke depan pada dinding dada, disebut gerakan
scapulothoracal.
1) N.S.P. (Z.S.P.) dengan lengan lurus di samping badan.
2) Gerakan glenohumeral murni bisa ditujukan dengan satu tangan
memfixasi scapula tangan lain mengangkat lengan ke atas secara pasif.
3) Gerakan kombinasi dengan scapulothoracal. Rotasi daripada scapula ke
atas dan ke depan pada dinding dada memungkinkan lengan mencapai
lebih jauh ke atas normalnya ialah 180O.
2. Sendi Siku
Z.S.P : Extensi siku dengan lengan bawah lurus
Gerakan : Flexi 0 – (135 – 150), (kecuali ada hiperextensi siku).
Extensi (150 – 135) – 0.
3. Lengan Bawah
Z.S.P : Lengan bawah posisi vertical dan siku flexi 90O
Gerakan : Pronasi 0- (80 – 90)
4. Sendi Pergelangan Tangan
Z.S.P : Pergelangan extensi lurus segaris dengan lengan bawah
Gerakan : Flexi : 0O-80O
Extensi : 0O-70O
Radial deviasi : 0O-20O
Ulnar deviasi : 0O-30O
Rotasi sirkumdaksi tak dapat diukur secara tepat.
5. Sendi Ibu Jari Tangan
a. Abduksi dan sirkumdaksi
ZSP : Ialah posisi anatomis, siku supinasi, ibu jari merapat lurus
pada jari telunjuk
Gerakan : Abduksi dan sirkumduksi diukur pada saat yang tepat
dibentuk oleh tulang metacarpal ibu jari dengan jari
telunjuk. Gerakan ini bisa terjadi pada 2 bidang ialah :
131 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1) Gerakan abduksi pada bidang yang membentuk sudut
dengan bidang telapak tangan sehingga ibu jari
menunjuk ke atas.
2) Gerakan abduksi sejajar dengan bidang telapak tangan
disebut juga abduksi-extensi. Jarak gerakan ini berkisar
: 0 – (50 – 70)
b. Oposisi
ZSP : Extensi ibu jari
Gerakan : Merupakan kombinasi dari 3 gerak dasar ialah abduksi,
rotasi dan flexi.
Gerakan ini dianggap penuh / normal apabila ujung ibu jari menyentuh
ujung jari ke V, atau ujung ibu jari menyentuh basis metacarpal jari V.
gerakan ini bisa diukur dalam centimeter.
c. Flexi
Z.S.P : Extensi ibu jari / lurus
1) Flexi sendi interphalang berkisar (0-80)
2) Flexi sendi metacarpophalangeal berkisar (0-50)
3) Flexi sendi carpometacarpal berkisar (0-15)
132 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Z.S.P. : Extensi jari-jari tangan saling sejajar dan merapat satu dengan
lainnya.
Gerakan abduksi dan adduksi pada bidang telapak tangan ialah menjauh dan
mendekat pada garis tengah, diukur dengan sentimeter dari ujung jari
telunjuk s/d jari V, masing-masing direnggangkan diukur dari ujung ke ujung
masing-masing jari.
7. Gerakan Cervical Spine
Z.S.P. : Berdiri atau duduk dalam posisi anatomi
a. Flexi dan Extensi
Gerakan ini biasanya dihitung dalam derajat, atau dalam sentimeter yaitu :
jarak antara dagu dan dada. Luas gerakan sebagai berikut :
Flexi : 0 – (30 – 45)
Extensi : 0 – (30 – 45)
b. Flexi lateral : 0 – (40 – 45)
Gerakan ini juga dihitung dalam derajat atau juga dalam sentimeter yaitu :
Jarak antara daun telinga dan sendi bahu.
c. Rotasi : 0 – (30 – 60)
Gerakan ini dihitung dalam derajat dari posisi netral, atau dalam prosentase
gerakan sebagai perbandingan antara individu-individu yang mempunyai
kesamaan dalam umur dan pertumbuhan fisik.
8. Thorax dan Lumbal
a. Flexi : 0 – (80 – 90)
Sulit untuk mengukur dengan tepat gerakan yang terjadi. Hal ini disebabkan
karena : Jaringan lunak yang menyelimuti vertebra, bentuk normal dari
kelengkungan vertebra, variasi gerakan yang berbeda pada setiap bagian
dan keikutsertaan gerakan sendi panggul.
Z.S.P. : Berdiri posisi anatomi
Ada 4 macam cara untuk mengukur :
1) Menghitung derajat inclinasi ke depan terhadap sumbu longitudinal
badan. Pemeriksa memfixasi sendi panggul. Hilangnya lordosis juga
akan tampak.
2) Menghitung jarak level ujung kiri dengan tungkai, yaitu jarak ujung jari
dengan patella atau jarak ujung jari dengan pertengahan tulang kering.
133 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3) Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.
4) Dengan metoda pengukuran memakai pita logam atau plastic / midlin.
Metode pengukuran midlin / pita meteran
Cara ini mungkin lebih tepat untuk pengukuran flexi pada tulang
punggung. Midlin dapat mengikuti kelengkapan tulang vertebra dengan
baik. Pada waktu berdiri diukur dari processus spinosus C7 sampai S1.
Pada .posisi membungkuk kecengkungan lumbal akan berubah menjadi
cembung dan processus spinocus akan merenggang. Hal ini dapat dilihat
dengan bertambah panjangnya pita pengukur / midlin.
Pada gerakan flexi orang dewasa normal rata-rata bertambah 4 inchi /
10 cm. Bila penderita membungkuk dengan punggung tetap lurus,
seperti spondylitis rheumatica, midlin tidak mencatat perubahan.
Gerakan thorax dapat dihitung dari processus spinosus C7 sampai Thl2
sampai S1. Biasanya bila flexi bertambah 4 inchi / 10 cm, maka 1 inchi /
2,5 cm terjadi pada thorax dan 3 inchi / 7,5 cm pada lumbal.
b. Flexi Lateral : 0 – (20 – 30)
Penggaris / pita pengukur ditahan vertical kuat dan lurus, akan membantu
pengukuran. Dengan ini dapat ditentukan :
1) Derajat lateral inclinasi dari tubuh, atau
2) Dengan menentukan posisi processus Spinosus C7 terhadap pelvis.
3) Menentukan level lumbal sebagai basis gerakan ke lateral. Level ini dapat
di lumbosacral atau lebih tinggi dan bisa bervariasi dari kanan ke kiri
pada penderita yang sama.
4) Dengan sendi lutut sebagai titik ukur, dihitung jarang ujung jari dengan
sendi lutut, pada lateral flexi.
5) Posisi berdiri.
Menghitung jarak ujung jari dengan lantai.
c. Extensi
Extensi dapat diukur dengan penderita berdiri maupun tidur tengkurap
pada alas yang keras.
1) Pada waktu berdiri, extensi : 0 – 30O
2) Pada tidur tengkurap, extensi dapat diukur melalui processus spinosus C7
: 0 – 20O.
134 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3) Posisi berdiri
Selain dalam derajat juga dapat dalam sentimeter yaitu jarak antara
processus spinosus C7 dengan spina illiaca posterior superior (SIPS).
d. Rotasi : 0 – (30 – 45)
Pada gerakan rotasi, pelvic harus difixasi dengan kedua tangan pemeriksa
dan penderita. Diinstruksikan untuk memutar ke kanan dan kiri. Gerakan ini
dapat diukur dalam derajat, atau prosentase dari gerakan dibandingkan
dengan individu lain yang sepadan dalam umur dan pertumbuhan fisik. Bisa
juga dengan menggunakan midlin, yaitu dengan posisi duduk kedua panggul
dan lutut flexi 90O kedua tangan menyilang dada di atas bahu. Diukur jarak
antara prominensia posterior clavicula kiri ke trochantor mayor kanan
untuk gerakan rotasi kanan, atau sebaliknya untuk rotasi kiri.
9. Sendi Panggul
Sendi panggul merupakan sendi peluru, disebabkan mangkuk sendinya lebih
dalam bentuknya dibandingkan sendi bahu, maka jarak gerak sendi ini lebih
kecil. Pengukuran sendi dengan dilakukan posisi tengkurap atau terlentang
dibandingkan dengan sendi bahu, pengukurab gerak hanya dilakukan pada satu
sisi saja karena apabila gerkan sendi panggul kanan-kiri bersama-sama akan
diikuti gerakan rotasi pelvic.
a. Flexi
Z.S.P. : Untuk panggul kanan : terlentang di atas meja datar dan
keras, panggul yang berlawanan (kiri) posisi flexi penuh.
Gerakan flexi dihitung dari 0 – (100 – 120). Dengan fixasi pada crista iliaca
untuk mengetahui saat kapan dimulai gerakan rotasi pelvic. Keterbatasan
gerak flexi dituliskan seperti halnya pada sendi siku dan lutut sebagai
berikut :
135 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gerakan : Gerakan ke atas dari pada panggul diukur dalam derajat
dimulai dari Z.S.P.
Ada dua cara pengukuran yang biasa digunakan ialah :
1) Posisi tengkurap, bantal kecil ditaruh di bawah perut. Gerakan extensi
panggul dengan lutut lurus atau menekuk.
2) Posisi tengkurap tungkai yang diukur posisi netral (0O, Z.S.P.) dan lurus
pada lutut, tungkai yang berlawanan flexi panggul di luar bed menapak
di lantai. Dari posisi ini dilakukan gerak extensi panggul. Cara
pengukuran ini merupakan yang lebih tepat.
Jarak gerak sendi ini berkisar 0 – (20 – 30).
c. Rotasi
Diukur pada posisi flexi dan extensi.
1) Rotasi dalam flexi
Z.S.P. : Tidur terlentang, lutut dan panggul 90O, pada posisi tegak
lurus dengan garis transversal yang ditarik melewati SIAS
kanan-kiri pelvic.
a) Inward rotasi (internal rotasi) – 0 – 45O
Diukur dengan memutar tungkai bawah menjauhi line sagitalis,
sedangkan paha sebagai axis gerakan rotasi.
b) Outward rotasi (external rotasi) = 0 – 45O
Diukur dengan memutar tungkai bawah mendekati line sagitalis,
sedangkan paha sebagai axis gerakan rotasi.
2) Rotasi dalam extensi
Z.S.P. : Tidur tengkurap lutut 90O dengan garis transversal yang
ditarik melewati SIAS kanan-kiri pelvic.
a) Inward rotasi = 0 – (20 – 45O)
Memutar tungkai bawah ke arah luar.
b) Outward rotasi = 0 – (45 – 50)O
Pengukuran dilakukan dengan memutar tungkai bawah ke arah
dalam.
Rotasi dalam extensi ini dapat juga dikerjakan pada posisi terlentang.
d. Abduksi Dan Adduksi
Z.S.P. : Tidur terlentang tungkai extensi.
136 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Abduksi : Gerakan extremitas ke arah luar dimulai dari Z.S.P : 0 – (40 –
55)O.
Dapat diukur pada setiap derajat posisi flexi hip, tapi biasanya pada flexi 90O.
Gerakan yang melebihi Z.S.P. adalah gerak yang tidak alamiah yang disebut
hiperextensi. Sedangkan gerakan alamiah rotasi tibis terhadap condylus
femoralis dalam posisi flexi maupun extensi dapat terjadi dalam derajat yang
kecil dan tidak dapat diukur secara akurat.
a. Flexi
Z.S.P. : Posisi extensi lutut, penderita tidur terlentang atau
tengkurap.
b. Pengukuran keterbatasan gerak sendi lutut sama halnya dengan sendi siku
dan panggul.
1) Flexi lutut dari 30O sampai 90O, dituliskan sebagai (30 – 90)O
2) Di sini lutut mempunyai kecacatan dalam flexi 30O dengan mampu
bergerak flexi lebih jauh ke 90O.
11. Sendi Pergelangan Kaki
Merupakan sendi pelana dengan komponen gerak primernya flexi dan extensi
pada sendi tibiotalar. Terdapat pula beberapa derajat gerakan sendi ke arah
lateral dengan posisi pergelangan kaki dalam plantar flexi. Gerakan sendi kaki
diukur dalam posisi lutut flexi dalam tujuan merelaxasi tendi achiles.
137 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Z.S.P. : Tungkai bawah posisi relax menekuk pada lutut, telapak
kaki membentuk sudut 90O terhadap cruris.
138 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gerakan dikerjakan ke arah lateral secara pasif sesuai dengan gerak
aktif. Gerak ini gabungan dari pronasi, abduksi dan sedikit dorsal
flexi.
c) Gerakan Pasif Abduksi dan Adduksi : (0 – 10)O dan (0 – 20)O.
Gerakan ini dikerjakan dengan menggunakan tumit dan
menggerakkan bagian depan ke arah medial dan lateral, gerakan
diusahakan dalam satu bidang datar telapak kaki.
13. Gerakan Ibu Jari Kaki
a. Flexi dan Extensi
Z.S.P. : Extensi jari I segaris dengan garis khayal yang ditarik
melewati tulang metatarsal I.
Gerak flexi extensi terdapat pada sendi metatarsophalang, sedang pada sendi
interphalang hanya didapatkan flexi saja.
b. Metatarsophalangeal : Flexi 0 – (30 – 45)O Extensi : 0 – (50 – 70)O
c. Interphalangeal : Flexi 0 – (30 – 90)O
d. Hallux Valgus.
Derajat deformitas jari I yang mengalami salah bentuk, diukur dalam derajat
pada sudut yang dibentuk oleh garis abduksi metatarsal I dengan garis adduksi
dari phalang proximal dan distal jari I.
14. Gerakan Jari-Jari Kaki
a. Jari II s/d V
Gerakan flexi terdapat pada sendi-sendi distal, tengah dan proximal. Sedang
gerak extensi terdapat pada sendi metatarsophalangeal. Gerakan ini diukur
dalam derajat.
139 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
SUMBER
ELBOW
Hyperextension 0 0 0 0 0
FOREARM
Pronation 80 75 50 80 71
Supination 80 85 90 80 84
WRIST
Extension 60 65 90 70 71
Flexion 70 70 80 75
Ulnar Dev. 30 40 30 30 33
Radial Dev. 20 20 15 20 19
THUMB
Abduction 55 50 70 58
Flexion : - I-P Jt 80 75 90 80 81
3) N-P 60 50 50 50 53
4) N-C
14 15
140 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FINGERS
Flexion :
Distal Jt. 70 70 90 90 80
Proximal Jt. 90 90 90 90
Extension :
Distal 0 0
Middle Jt. 0 0
Proximal Jt. 45 45 45
SHOULDER
Backward Extension 40 30 80 60 53
Adduction 30 45 75 50
141 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rotation Arm at side :
Int. Rot. 40 60 90 80 68
Est. Rot. 90 80 40 60 68
Int. Rot. 45 45
Ext. Rot. 45 45
Rot. In Extension :
Int. Rot. 40 35 20 45 35
Ext. Rot. 50 50 45 30 31
Abduction :
In 90O of Flexion 45 to 60
(Depending on age)
Flexion 10 10 10
Hyperextension
142 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
ANKLE
Inversion 5 5
Eversion 5 5
FORE FOOT
Inversion 30 35 35 33
Eversion 20 20 15 18
TOES
Great Toe
– Extension 0 0 0
Proximal Jt.
– Flexion 30 35 45 37
– extension
50 70 70 63
2nd to 5th Toes
flexion
- Distal Jt
50 60 55
Middle Jt.
40 35 38
Proximal Jt.
30 40 35
Extension
40 40 40 40
143 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Keterangan :
Sumber-sumber acuan tersebut seperti tertulis dalam lampiran ialah adalah sebagai
berikut :
1. Kolom (1)
The commite on Medical Rating of Physical Impairment, Journal American
Association, Feb 15, 1958.
2. Kolom (2)
The commite of the California Medical Association and Industrial Accident
Commision of the State of California 1960.
3. Kolom (3)
A System of Joint Measurementes, Williams A, Clarke, Mayo Clinic, Dec, 1920.
4. Kolom (4)
International Orthopaedic Measurement (ISOM), . . . .
III.3.
1. Pengertian :
Pemeriksaan dan pengukuran kekuatan otot rangka dengan palpasi tangan
2. Data diperoleh :
a Nilai kekuatan otot.
b Karakterisitik otot : tonus, panjang, termor, klonus.
3. Peralatan yang digunakan :
a Bed pemeriksaan/tindakan.
b Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.
c Meteran gulung.
d Formulir MMT.
e Alat tulis.
144 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Tiap kelompok otot sedikitnya 3 x kontraksi sehingga testing ini memerlukan
waktu 15-60 menit.
145 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
8) Ruptur serabut otot.
5. Lampiran :
5.1 Posisi dan lokasi otot.
5.2 Formulir uji kekuatan otot.
6. Dokumen terkait :
7. Referensi :
Semua nilai
146 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2. Panggul (Hip) a. Flexor Nilai 2
b. Extensor
Nilai 2
c. Abduktor
d. Adduktor Nilai 5, 4, 3
Nilai 5, 4, 3
147 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOKASI / SENDI KELOMPOK / SENDI MACAM NILAI
POSISI
Nilai 5, 4, & 3
Nilai 2, 1, & 0
Semua nilai
148 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
6. Jari-jari tangan a. Flexor Semua nilai
b. Extensor
Semua nilai
c. Abduktor
d. Adduktor Semua nilai
Semua nilai
Semua nilai
149 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
FORMULIR MANUAL MUSCLE TEST
LEFT RIGHT
Examiner’s Initial’s
Date
Abductor-Serratus anterior
Adductor-middle trapezius
SCAPULA SCAPULA
Adductors-Rhomoids
Depressor
Flexors
Extensor
Abductors
SHOULDER
Horizontal Abductors
SHOULDER
Horizontal Adductors
External rotators
Internal rotators
Flexors
ELBOW ELBOW
Extensors
Supinators
FOREARM FOREARM
Pronators
Flexors-radial deviation
WRIST WRIST
Flexors-ulnar deviation
150 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Extensor radial deviation
Flexors-
metacarpophalangeal
Extensor-
metacarpophalangeal
Flexor-
proximalinterphalangeal
FINGERS FINGERS
Flexor-distal
interphalangeal
Abductors
Adductors
Opponens-5th fingers
OPPONENS
Flexor-
metacarpophalangeal
Extensor-
metacarpophalangeal
THUMB THUMB
Flexor-interphalangeal
Extensor-interphalangeal
Abductors
Adductors
MEASUREMENTS
151 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Inspiration
CHEST CHEST
Expiration
Circumference-mid. Calf
Circumference-mid. Thigh
LOWER LOWER
Ant. Sup. Spine to in
EXTREMITY malleous EXTREMITY
Umbilicus to internal
malleolus
Walks with
Date Walks anaided Date
braces
Other Apparatus
Pengertian :
152 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III. 4.
UJI KESEIMBANGAN
1. Pengertian :
Adalah pengujian untuk menilai tingkat keseimbangan pada berbagai posisi duduk
dan berdiri.
2. Data yang diperoleh :
a Nilai keseimbangan berbagai posisi dengan nilai 4 untuk normal dan terendah
0.
b Karakteristik posisi : perubahan garis gravitasi (alignment).
3. Peralatan yang digunakan :
a. Bed pemeriksaaan/tindakan.
b. Kursi dengan sandaran.
c. Bangku / stool, tanpa sandaran.
d. Cermin ukuran ukuran minimal : 60 x 180 cm2.
e. Alat tulis.
4. Prosedur/Rincian aktifitas:
Fisioterapis dengan/atau tanpa tenaga pembantu, menguji keseimbangan
pasien/klien pada posisi-posisi :
a Duduk tanpa disangga, kedua kaki menginjak lantai :
b Duduk ke berdiri
c Berdiri tanpa disangga
d Berdiri ke duduk
e Bergeser posisi duduk.
f Berdiri mata tertutup.
g Berdiri kedua kaki rapat
h Meraih benda tangan lurus kedepan.
i Berputar melihat belakang melalui bahu kanan dan kiri :
j Berputar 360 derajad
k Menginjakkan kaki di stool kanan=kiri bergantian
l Berdiri satu kaki didepan
m Berdiri satu kaki
153 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Jumlah nilai dapat digunakan sebagai evaluasi awal, tengah, akhir dan prognosis
tindakan terapi.
5. Dokumen terkait :
6. Referensi :
154 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Lampiran.
III. 4.1.
Teknik Terpilih :
Nama : Diagnosis Ft :
Tgl. Lahir/Umur :
155 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
2 Duduk ke berdiri
4 Berdiri ke duduk
156 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(3) Duduk dengan menggunakan tangan sendiri untuk kendali
gerak turun.
157 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(3) Berdiri 10 detik dengan pengawasan.
a. Instruksi :
- Berdiri tegak tanpa bantuan disamping bidang sagital/papan
untuk proyeksi ukuran jarak.
158 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Raihlah kedepan sejauh mungkin dengan mencondongkan
badan, proyeksikan letak ujung jari tangan dengan tanda (Y)
pada bidang/papan sagital disamping badan.
b. Nilai :
(4) Meraih kedepan dengan jarak X – Y lebih dari 25 senti meter.
a. Instruksi :
- Berdiri tegak
b. Nilai :
(4) Mengambil dengan mudah dan stabil.
159 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
(0) Tidak mampu/berani mencoba.
b. Nilai :
(4) Mampu melihat benda dibelakang dari dua sisi dengan posisi
berdiri stabil.
(3) Mampu melihat benda dibelakang dari satu sisi, sisi lain tidak
stabil.
b.Nilai :
(4) Mampu memutar 360 derajat pada dua arah, stabil, waktu 4
detik.
(3) Mampu memutar 360 derajat satu arah, stabil, waktu 4 detik.
(2) Mampu memutar 360 derajat satu arah, stabil, waktu lebih
160 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
dari 4 detik.
b. Nilai :
a. Instruksi :
b. Nilai :
(4) Mampu meletakkan satu kaki didepan kaki yang lain ujung
jempol kaki menyentuh tumit kaki depan, stabil, waktu 30
161 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
detik.
b. Nilai :
JUMLAH NILAI
162 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Nilai : 43 – 56 (Normal)
Nilai : 29 – 42 (Fair)
Nilai : 15 – 28 (Weak)
Nilai : 0 – 14 ( Poor)
Hal-hal khusus :
Rekomendasi :
163 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III. 5.
1. Pengertian :
Adalah pemeriksaan dan analisis langkah dan berjalan
2. Data diperoleh :
a Pola langkah dan berjalan.
b Gerak tungkai.
c Sikap tubuh.
3. Peralatan yang digunakan :
a Lantai dilukis garis lurus sepanjang minimal 3 meter.
b Cermin ukuran minimal 180 x 180 cm2.
c Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.
d Meteran gulung.
e Goniometer.
4. Prosedur/Rincian aktifitas :
a. Analisis siklus langkah dan berjalan :
1) Analisis keseimbangan berjalan
2) Analisis waktu/ritme berjalan
3) Analisis jarak tiap langkah
4) Analisis pembebanan berat badan tiap siklus
5) Analisis gerak persegment.
b. Analisis :
Siklus langkah terdiri dari :
Stance phase (40%) Swing phase (60%)
164 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5. Pre swing Heel off
Toe off
165 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Pergelangan kaki plantar flexi
Jari-jari hiper extensi pada sendi metatarsophalangeal
b) Pandangan dari depan :
5. Lampiran :
6. Dokumen terkait :
7. Referensi :
166 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
PENYEBAB KEMUNGKINAN
SENDI OTOT YG.AKTIF DEVIASI GAIT
MUSKULER PENYEBAB LAIN.
Knee
Ankle
PENYEBAB KEMUNGKINAN
SENDI OTOT YG.AKTIF DEVIASI GAIT
MUSKULER PENYEBAB LAIN.
167 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
SENDI OTOT YG.AKTIF DEVIASI GAIT PENYEBAB KEMUNGKINAN
MUSKULER PENYEBAB LAIN.
168 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
D. Aplikasi Teknis/Teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan,
elektroterapi, traksi, hidroterapi.
Isi SPO tingkat IV
IV. 1
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 1 dari 3
INSTITUSI
I. PENGERTIAN
1.1 Short Wave Diathermy (SWD) atau Ultra Korte Golf (UKG) adalah alat terapi
yang menggunakan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus
bolak balik frekuensi tinggi. Pemakaian SWD yang di perbolehkan adalah
frekuensi 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz dan panjang gelombang 7,5
m, 11 m dan 22 m. Namun dalam pengobatan frekuensi yang sering
digunakan adalah 27,33 MHz dengan panjang gelombang 11 m.
1.2 Indikasi
169 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.2.7 Gangguan pada sistem peredaran darah.
1.3 Kontra Indikasi
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas Short Wave Diathermy.
III. PROSEDUR
3.1 Memulai Terapi
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit.
3.1.2 Pilih elektrode dan metode yang akan digunakan
3.1.2.1 Through and through ( contra planar ) : area lokal dan
dalam.
3.1.2.2 Cross fire : area berongga.
3.1.2.3 Longitudinal/Co planar pada area dangkal, luas atau
memanjang.
3.1.2.4 Monopolar : area lokal dan dangkal
3.1.2.5 Cable methode : area silindris dan memanjang
3.1.3 Pemasangan electrode pada daerah vasomotor/proximal.
170 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.4 Pastikan mesin ke ground
3.1.5 Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program
terapi dan tidak takut
3.1.6 Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta kontra
indikasinya.
3.1.7 Posisi pasien comfortable
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas
3.1.9 Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk
mencegah terjadinya luka bakar
3.1.10 Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.
3.1.10.1 Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1x sehari selama 10x
3.1.10.2 Kondisi chronic : Intensitas Thermal : Waktu 10-15 menit,
pengulangan 1-2x sehari selama 10x
3.1.10.3 Gangguan sistem peredaran darah. Intensitas, pengulangan
dan seri sama dengan kedua kondisi diatas. Waktu 15
menit.
3.1.11 Pastikan mesin dalam keadaan tuning
3.1.12 Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
3.1.13 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing
3.2 Mengakhiri Terapi
3.2.1 Matikan mesin pastikan tombol kembali ke angka 0 atau mesin tetap
hidup dengan dosis 0 (stand – by stand).
3.2.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin, kecuali dalam keadaan
darurat
3.2.3 Perhatikan reaksi pasien dan kemungkinan efek samping yang
timbul.
3.2.4 Kembalikan peralatan seperti kondensor ke tempat semula.
171 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
V. LAMPIRAN
Tidak ada
172 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 173 dari 3
INSTITUSI
I. PENGERTIAN
1.1 Micro Wave Diathermy (MWD) adalah Alat terapi yang menggunakan
gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak balik frekuensi
tinggi dengan frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.
1.2 Indikasi
1.2.1 Kelainan pada syaraf perifer, neuropathy, neuralgia.
1.2.2 Kondisi peradangan sub acut dan chronic .
1.2.3 Nyeri musculosceletal.
1.2.4 Ketegangan, perlengketan dan pemendekan otot dan jaringan
lunak.
1.2.5 Persiapan latihan atau senam.
1.2.6 Gangguan pada sistem peredaran darah.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Logam dalam tubuh atau menempel pada kulit.
1.3.2 Alat-alat elektronik dalam tubuh seperti peace maker.
1.3.3 Gangguan peredaran darah.
1.3.4 Nilon dan bahan kain yang tidak menyerap keringat.
1.3.5 Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan seperti
1.3.6 mata, testis, luka dan exim basah.
1.3.7 Gangguan sensibilitas. (Dosis harus 30 % lebih rendah).
1.3.8 Neuropathy yang diikuti gangguan trofik pada syaraf perifer,
1.3.9 Neuropathy akibat DM, Angiopathy dabetica.
1.3.10 Infeksi acut dan demam (panas lebih dari 37,50 C)
1.3.11 Setelah X ray.
1.3.12 Jaringan yang mitosisnya sangat cepat.
1.3.13 Menstrusi atau kehamilan untuk pengobatan daerah pelvic.
1.3.14 Faktor kalogenase
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas Micro Wave Diathermy.
173 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
III. PROSEDUR
3.1 Memulai Terapi
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit.
3.1.2 Emitter ( electrode ) yang telah di pilih dipasang pada lengan
emitter dan dihubungkan ke mesin dengan kabel emitter. Emitter
bulat ,medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk sirkuler
dan paling padat di daerah tepi. Sedangkan emitter segi empat
medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk oval dan
paling padat di daerah tengah.
3.1.3 Pemasangan electrode pada daerah vasomotor/proximal.
3.1.4 Pastikan mesin ke ground
3.1.5 Pasien diberitahu program pengobatan agar pasien paham program
terapi dan tidak takut
3.1.6 Jelaskan berapa waktu yang diperlukan, tujuan, indikasi serta
kontra indikasinya.
3.1.7 Posisi pasien comfortable
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya agar area yang diperiksa lebih jelas
3.1.9 Tes sensasi area yang diobati serta jelaskan rasa yang timbul untuk
mencegah terjadinya luka bakar
3.1.10 Putar waktu sesuai kebutuhan antara 10-15 menit
3.1.11 Dosis diberikan sesuai toleransi pasien.
3.1.11.1 Kondisi sub acut : intensitas sub thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1 x sehari selama 10x
3.1.11.2 Kondisi chronic : Intensitas Thermal : Waktu 10-15
menit, pengulangan 1-2 x sehari selama 10x
3.1.11.3 Gangguan sistem peredaran darah. Intensitas,
pengulangan dan seri sama dengan kedua kondisi diatas.
Waktu 15 menit.
3.1.12 Pastikan mesin dalam keadaan tuning
3.1.13 Emitter diatur sehingga sejajar kulit dan jarak sesuai ukuran
emitter.
3.1.14 Kabel tidak boleh menyentuh pasien, bersilangan atau lecet.
3.1.15 Lakukan pengontrolan, rasa panas, nyeri pusing
174 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
175 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 176 dari 3
I. PENGERTIAN
1.1 Terapi Ultrasonic yaitu suatu usaha pengobatan dengan menggunakan
mekanisme getaran dengan frekuensi lebih dari 20 KHz. Didalam praktek
klinik frekuensi yang digunakan antara 0,7 MHz – 3 MHz, dengan intensitas
1 – 3 w / cm2
1.2 Indikasi
1.3.1 Absolut.
1.3.1.1 Mata
1.3.1.2 Daerah jantung
1.3.1.3 Uterus pada wanita hamil
176 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.3.1.4 Epiphyseal plate
1.3.1.5 Testis
1.3.2 Relatif
1.3.2.1 Hilangnya sensibilitas
1.3.2.2 Endoprothese
1.3.2.3 Tumor
1.3.2.4 Post traumatik
1.3.2.5 Tromboplebitis dan varices
1.3.2.6 Septis – inflamation
1.3.2.7 Diabetis mellitus
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas ultra sonic.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
177 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
178 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 179 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Interferential therapy adalah suatu metode pengobatan fisioterapi
dengan menggunakan penggabungan dua arus bolak-balik yang
berfrekuensi menengah yang saling berinterferensi (4000 dan 4250)
sehingga menghasilkan frekuensi baru.
1.2 Indikasi
1.2.1 Keluhan nyeri otot,tendon, ligamen, kapsul, syaraf.
1.2.2 Keadaan hipertonus /spasme otot.
1.2.3 Kelemahan otot.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Demam.
1.3.2 Tumor.
1.3.3 Tuberculosis.
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas interferntial therapy.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah
dan menentukan program sehingga agar Interferntial therapy lebih
mencapai sasaran
3.1.2 Memberi penjelasan langkah terapi serta tujuannya agar pasien
tenang dan memahami program
3.1.3 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.4 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.5 Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
Trigger point dengan Elektrode besar (Pasif) atau kecil ( Aktif )
179 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.5.1 Nerve treatment
3.1.5.2 Ganglion treatment
3.1.5.3 Paravertebra treatment
3.1.5.4 Segmental treatment
3.1.5.5 Transregional
3.1.6 Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.7 Posisi pasien seenak mungkin.
3.1.8 Pakaian dilepas seperlunya. Jelaskan bahwa yang dirasakan sedikit
sakit tapi tidak perih bila dirasakan perih dikhawatirkan terjadi
luka bakar.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.3 Dosis
3.3.1 Intensitas :Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
3.3.2 Lamanya terapi :10-15 menit. Bila ada titik nyeri dapat diberikan
per titik selama 5 menit.
3.3.3 Frekuensi 2000 Hz akan menghasilkan aktifitas motorik , arus yang
akan dihasilkan terasa kasar.
3.3.4 Frekuensi 4000Hz tidak menghasilkan aktifitas motorik dan terasa
halus sehingga cocok untuk mengurangi nyeri.
3.3.5 Pengulangan therapy untuk dosis rendah dilakukan setiap hari,
sedangkan untuk dosis tinggi 2 hari sekali.
3.4 Mengakhiri Terapi
3.4.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.4.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin sendiri atau langsung
bangun setelah terapi selesai.
3.4.3 Beri tissue bila terapi selesai agar pasien dapat membersihkan
3.4.4 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang mungkin timbul.
3.4.5 Kembalikan peralatan serta perlengkapannya ke posisi semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
180 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 181 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Arus faradic adalah arus bolak balik yang tidak simetris yang mempunyai
durasi 0,01 – 1 msc dengan frekuensi 50 – 100 cy / detik.
1.2 Indikasi
1.2.1 “ LMN Lession” dengan nilai otot di bawah tiga.
1.2.2 post trauma atau operasi setelah konductivitas membaik.
1.2.3 Kelemahan otot karena penyakit atau disuse atropy dengan nilai
otot di bawah tiga.
1.2.4 Otot yang tidak mampu berkontraksi karena nyeri misalnya setelah
trauma.
1.2.5 Tiga minggu setelah tendo transfer
1.2.6 Adanya pembengkakan lokal /setempat pada anggota.
1.2.7 Otot yang memendek atau berlengketan ( contractur ).
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Setelah operasi / trauma pada urat syaraf yang konductivitasnya
belum membaik.
1.3.2 LMN lession yang masih nyeri sekali.
1.3.3 LMN complete lession.
1.3.4 Panas tinggi diatas 37.50 C.
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas arus faradic.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah dan
menentukan program sehingga modalitas arus faradic lebih
mencapai sasaran.
3.1.2 Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi
tidak perih. Kalau perih dikawatirkan dapat menimbulkan luka
bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program
181 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.4 Menentukan area terapi yang Tepat agar terapi efektif
3.1.5 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.6 Memilih elektrode dan metode yang digunakan.
3.1.6.1 Stimulasi motor unit
3.1.6.2 Stimulasi secara group
3.1.6.3 Labile treatment
3.1.6.4 Nerve conduction
3.1.6.5 Bath treatment : Bipolar atau Monopolar
3.1.7 Celupkan ped dengan air hangat, agar pasien tidak terkejut
3.1.8 Posisi pasien seenak mungkin.
3.1.9 Area yang akan di terapi terbuka seperlunya dan otot yang akan
distimulasi dalam keadaan memendek / relax.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas : 2 – 60 m A, Durasi arus 0,01msc.
3.2.4.2
Waktu : Tiapsatu otot perlu 30-90 kali rangsangan
dalam waktu 1-3 menit.
3.2.4.3 Pengulangan : 1 kali sehari bila otot telah mencapai nilai
2 + cukup 1 kali selama 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.3.2 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang timbul.
3.3.3 Kembalikan peralatan ke tempat semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada.
6.1 Direksi
182 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 183 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Arus galvanic adalah arus searah terputus – putus yang telah modifikasi
dengan frekuensi dan durasi tertentu yang bentuk pemutusannya dapat
berupa trianguler, rekta anguler, trapezoid, saw – tooth dan depolarized.
1.2 Indikasi
1.2.1 “ LMN lession “ baru yang masih disertai keluhan nyeri.
1.2.2 Post trauma atau operasi urat syaraf yang konductivitasnya belum
membaik.
1.2.3 “ LMN Lession “ kronik yang sudah denervated muscle.
1.2.4 Keluhan nyeri pada otot sebagai counter iritation atau awal dari
suatu latihan ( Preliminary exercise ).
1.2.5 Peradangan sendi : Osteo arthritis, Rheumatoid arthritis, tenis
elbow, dll.
1.2.6 Lokal oedem melewati 10 hari.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Setelah operasi tendon transfer sebelum 3 minggu.
1.3.2 Ruptur tendon / otot sebelum terjadinya penyambungan.
1.3.3 Kondisi peradangan akut atau pasien panas tinggi diatas 37,50 C.
1.3.4 Lokasi kulit yang anaesthesia.
1.3.5 Lokasi kulit yang luka / kerusakan.
1.3.6 Lokasi kulit yang hiper sensitif.
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis dalam memberikan pelayanan dengan
modalitas arus galvanic.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assessment untuk mendapatkan masalah
dan menentukan program agar penggunaan arus galfanic lebih
mencapai sasaran
183 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.2 Memberi penjelasan terapi misalnya merasakan sedikit sakit tapi
tidak perih. Kalau perih dikawatirkan dapat menimbulkan luka
bakar.
3.1.3 Serta tujuannya agar pasien tenang dan memahami program
3.1.4 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.5 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.6 Pilih elektrode dan metode yang digunakan Elektrode (+) berupa
ped pada origo dan electrode (-) berupa button pada insersio.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasang ped sesuai metode yang dipilh.
3.2.2 Putar waktu 10 – 15 menit sesuai kebutuhan.
3.2.3 Intensitas diberikan sesuai toleransi pasien. Lakukan pengontrolan
apakah terdapat keluhan pasien atau control keadaan mesin.
3.2.4 Dosis
3.2.1.1 Intensitas : Berdasarkan stadium,jenis dan sifat cidera.
Intensitas : 2-60 m A, Durasi arus 0,01msc.
3.2.1.2 Waktu : Tiap satu otot perlu 30-90 kali rangsangan
dalam waktu 1-3 menit.
3.2.1.3 Pengulangan :1 kal sehari bila otot telah mencapai nilai 2
+ cukup 1 kali selama 10 kali.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol kembali ke angka 0.
3.3.2 Perhatikan reaksi pasien dan efek samping yang timbul.
3.3.3 Kembalikan peralatan ke tempat semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
184 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 185 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 7.700 – 4 juta A.
1.2 Klasifikasi :
1.2.1 Berdasarkan panjang gelombang
185 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
1.3.4 Penyakit kulit : Folliculitis, Furuncolosi.
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas sinar infra merah.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Persiapan alat seperti jenis lampu, besarnya watt.
3.1.2 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.3 Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan
penyinaran perlu ditest sensasi panas, dingin.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Untuk penyinaran lokal menggunakan reflektor berbentuk
parabola.
3.2.2 Penyinaran general (misalnya punggung) menggunakan lampu
yang dipasang pada reflektor semi sirkuler.
3.2.3 Pasien diposisikan seenak mungkin.
3.2.4 Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.
3.2.5 Agar penetrasi lebih dalam daerah yang akan disinar sebaiknya
dibersihkan dengan sabun dan dikeringkan dengan handuk.
3.2.6 Lampu dipasang tegak lurus.
3.2.7 Dosis
3.2.8 Pada penggunaan lampu non-luminius jarak lampu antara 45-60
cm, waktu 10-30 menit.
3.2.9 Lampu luminius 35-45 cm, waktu 10-30 menit.
3.2.10 Pengulangan 1 kali dalam sehari, 1 seri 10 kali.
186 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
3.3.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun sendiri.
3.3.3 Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
3.3.4 Kembalikan peralatan ketempat semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
187 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 188 dari 3
I. PENGERTIAN
1.1 Ultra Violet Radiation adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang
mempunyai panjang gelombang 100 nm hingga 380 nm.
1.2 Klasifikasi :
1.2.1 Berdasarkan panjang gelombangnya dapat dibagi dua yaitu :
1.2.1.1 Ultra Violet Gelombang panjang : 290 nm - 380 nm
1.2.1.2 1.2.1.2 Ultra Violet Gelombang pendek : 100 nm - 290 nm
1.2.2 Berdasarkan type ( jenisnya ) dapat dibagi tiga yaitu :
1.2.2.1 Ultra Violet type A : 315 nm – 380 nm
1.2.2.2 Ultra Violet type B : 280 nm – 315 nm
1.2.2.3 Ultra Violet type C : 100 nm – 280 nm
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas sinar ultra violet.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pemilihan alat dan pengaturan jarak disesuaikan dengan alat yang
digunakan dan tehnik aplikasi serta efek yang dikehendaki.
3.1.2 Pemanasan alat 5 menit.
3.1.3 Untuk mencegah luka bakar maka daerah yang akan dilakukan
penyinaran perlu ditest sensasi panas, dingin.
3.1.4 Persiapan pasien disesuaikan dengan jenis alat yang digunakan,
tehnik aplikasi, kebutuhan
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Pasien diposisikan seenak mungkin.
3.2.2 Posisi bisa duduk, terlentang atau tengkurap.
188 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.3 Daerah yang akan disinar sebaiknya dibersihkan dengan sabun dan
dikeringkan dengan handuk.
3.2.4 Lampu dipasang tegak lurus.
3.2.5 Mata pasien ditutup dengan memakai kacamata.untu mencegah
masuknya sinar ultraviolet
3.2.6 Bagian tubuh lain yang tidak di sinar harus ditutup supaya tidak
3.2.7 terkena sinar.
3.2.8 Penyinaran harus tegak lurus dengan jarak 90 cm agar sinar dapat
merata dan mengenai sasaran dengan tepat.
3.2.9 Lakukan tes dosis sebelum memberikan terapi pertama kali untuk
menentukan erithema.
3.2.10 Supaya terlindungi, tes biasanya di daerah samping dada / perut /
lengan bawah bagian medial.
3.2.11 Buatkan lubang-lubang (4 lubang) dari kertas gelap dan
ditempatkan didaerah yang dites.
3.2.12 Lubang pertama dibuka dan disinar selama 30 detik, sedangkan
lubang lain ditutup.
3.2.13 Penyinaran tetap dilanjutkan dengan membuka lubang lainnya satu
per satu setiap 30 detik.
3.2.14 Dosis
3.2.1.1 Stootkuure ( E 2 )
Lama terapi : 14 – 16 kali
Dosis : Diawali dengan E 2, kemudian untuk
terapi berikutnya dinaikan 2/3 kali terapi sebelumnya.
Frekuensi : 2 – 3 kali per minggu.
3.2.1.2 Lepskykuur ( E 3 )
3.2.1.3 Lama terapi : Hingga keluhan hilang.
3.2.1.4 Dosis :E3
3.2.1.5 Frekuensi : 3 – 4 kali per hari.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Matikan mesin, pastikan tombol dalam keadaan nol.
3.3.2 Tidak membiarkan pasien mematikan mesin atau bangun sendiri.
3.3.3 Memperhatikan pasien dan kemungkinan efek samping.
3.3.4 Setelah terapi perhatikan daerah sekitarnya apakah terkena
penyinaran.
3.3.5 Beritahukan pada pasien untuk menentukan dosis tidak boleh
membasuh bagian yang disinar.
3.3.6 Kembalikan peralatan ketempat semula.
189 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
190 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 191 dari 3
I. PENGERTIAN
1.1 Traksi cervical adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan
menggunakan suatu tehnik penarikan collumna vertebralis untuk daerah
cervical.
1.2 Type
1.2.1 Static atau konstan
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
1.2.2 Intermittent
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
1.3 Model Aplikasi
1.3.1 Mekanik
1.3.2 Manual
1.3.3 Posisional
1.4 Indikasi
1.4.1 Penekanan pada akar syaraf spinal seperti pada kasus : HNP,
spondylosis
1.4.2 Hipomobilitas pada sendi atau proses degenerasi
1.4.3 Nyeri sendi yang disebabkan adanya gangguan pada vase joint
1.4.4 Spasme otot
1.4.5 Meniscoid blocking
1.4.6 Nyeri disckogenik
1.5 Kontra Indikasi
1.5.1 Akut strain, sprain dan kondisi peradangan atau beberapa kondisi
apabila diberikan traksi nyeri meningkat
1.5.2 Spinal hipermobility
1.5.3 RA
1.5.4 Spinal malignancy, osteoporosis, tumor atau infeksi
1.5.5 Hipertensi yang tidak terkontrol, aortic aneurysm dan penyakit
cardovaskuler
1.5.6 Beberapa kondisi spinal atau proses penyakit yang dengan gerakan
merupakan kontra indikasi seperti : frakture
191 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk
memberikan pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi cervical
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Lakukan test traksi pada pasien. Bila nyeri bertambah maka
pemberian traksi ditangguhkan.
3.1.2 Ukur tensi, poles,berat badan Untuk melihat kondisi pasien
3.1.3 Tentukan beban tarikan
3.1.4 Bagi pasien yang menggunakan gigi palsu dan kaca mata harap
dilepas untuk mencegah rasa nyeri akibat tekanan gigi palsu dan
tidak enak padadaerah pipi
3.1.5 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di
bawah kepala
3.1.5.1 Untuk indikasi vertebrae posisi flexi Kepala 200– 30 0
3.1.5.2 Untuk indikasi muscle posisi kepala Netral.
3.1.6 Untuk memperoleh hasil pada satu sisi saja maka posisi badan
sedikit miring dengan daerah dada disangga belt.
3.1.7 Pasang cervical belt dengan tepat, tidak mencekik dan tidak terlalu
longgar di bawah dagu dan bagian belakang pada occiput
3.1.8 Agar terkesan Hygienis maka dipasangkan tissue dibawah dagu
dan atau rambut
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak boleh menoleh kekiri atau kekanan
3.2.3 Tidak boleh bicara
3.2.4 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah
enak
3.2.5 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi untuk
keadaan darurat
3.2.6 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya
traksi untuk melihat apakah pasien pusing, mual, sesak sehingga
traksi perlu dihentikan
3.3 Dosis
3.3.1 Beban tarikan : 1/7 – 1/5 berat badan
3.3.2 Waktu : 10 – 15 menit
3.3.3 Pengulangan : Akut : 1 kali dalam sehari
3.3.4 Membaik : 1 kali dalam 1 – 2 hari
3.3.5 Seri : 1 seri : 10 kali
192 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.4 Mengakhiri Terapi
Setelah selesai penarikan,traksi dilepas
3.4.1 Agar tidak pusing, pasien disarankan istirahat selama 1 –2 menit di
bed traksi.
3.4.2 Kembalikan peralatan ketempat semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
193 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 194 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Traksi Lumbal adalah suatu metode pengobatan fisioterapi dengan
menggunakan suatu tehnik penarikan untuk daerah lumbal
1.2 Type
1.2.1 Statik atau konstan
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf akut
1.2.2 Intermittent
Diterapkan pada kondisi penekanan syaraf kronik
1.3 Model Aplikasi
1.3.1 Mekanik
1.3.2 Manual
1.3.3 Posisional
1.4 Indikasi
1.4.1 Penekanan radix nervus spinalis lumbalis
1.4.2 Proses degenerasi discus intervertebralis lumbalis.
1.4.3 Proses calsificasi tendon, otot, ligamentum dan discus
intervertebralis lumbalis
1.4.4 Dislokasi ringan vertebrae lumbalis
1.4.5 Pembengkokan struktur vertebrae
1.5 Kontra Indikasi
1.5.1 Proses degeratif aktif yang melibatkan medula spinalis
1.5.2 Proses porose vertebrae dan costae, spinabifida occulta, hemi
vertebrae
1.5.3 Gangguan sistem vascularisasi intervertebrae lumbalis
1.5.4 Infeksi akut dan kronik vertebrae, ligamentum, otot dan syaraf.
1.5.5 Nyeri akut lokasi vertebrae lumbalis
1.5.6 Tanda-tanda keganasan masing-masing lokasi vertebrae.
1.5.7 Strain, sprain otot, tendon, ligamentum dan fractur vertebrae
lumbalis.
1.5.8 Kehamilan melibihi 4 bulan
1.5.9 Gangguan sistem traktus urinarius
194 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas traksi Lumbal
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Ukur tensi, nadi, berat badan untuk melihat kondisi pasien
3.1.2 Atur posisi pasien, tidur terlentang di bed traksi dengan bantal di
bawah kepala dan tungkai tersangga diatas stool, posisi hip flexi 30-
450
3.1.3 Pasang lumbal belt dengan tepat, tidak tertekan dan tidak terlalu
longgar di atas SIAS .
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Agar tarikan maximal, selama traksi pasien harus tenang.
3.2.2 Tidak meninggalkan pasien sebelum pasien merasa tarikan sudah
enak
3.2.3 Tunjukakan cara penggunaan tombol penghentian traksi Untuk
keadaan darurat
3.2.4 Melakukan pengontrolan secara periodik saat berlangsungnya
traksi untuk melihat apakah pasien pusing, mual, sesak sehingga
traksi perlu dihentikan
3.2.5 Dosis
3.2.5.1 Beban tarikan : Mulai dari ½ berat badan
3.2.5.2 Waktu : 15 – 30 Menit
3.2.5.3 Pengulangan : Akut 1 kali dalam sehari
Membaik 1 kali dalam 1-2 hari
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Setelah selesai penarikan, traksi dilepas
3.3.2 Pasien disarankan istirahat selama 1-2 menit di bed traksi agar
tidak pusing
V. LAMPIRAN
Tidak ada
195 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 196 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Terapi inhalasi adalah suatu cara pemberian obat-obatan dengan
penghirupan, setelah obat-obat tersebut berubah menjadi partikel-partikel
melalui cara aerosol, humidifikasi dan lain-lain.
1.2 Indikasi
1.2.1 Penyakit saluran napas bagian atas, akut maupun kronis seperti:
1.2.2 Rhinopharyngitis Sicca, Laryngitis Sicca
1.2.3 Acut Rhinopharyngitis, Laryngitis.
1.2.4 Rhenitis Allergica
1.2.5 Sinusitis
1.2.6 Penyakit saluran napas bagian bawah, akut maupun kronik.
1.2.6.1 Asthma Bronchiale
1.2.6.2 Bronchitis
1.2.6.3 Bronchiectasis
1.2.6.4 Bronchopneumonia
1.2.6.5 Atelectasis
1.2.7 Penyakit jaringan paru
1.2.7.1 Emphysema
1.2.8 Gangguan saluran napas allergika
1.2.9 Bayi-bayi dengan secret berlebihan
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk dan menyeragamkan cara kerja fisioterapis untuk memberikan
pelayanan fisioterapi dengan modalitas terapi inhalasi
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pemanasan alat sekitar 5 menit dan mengerti cara – cara
penggunaannya.
3.1.2 Untuk mencegah kontaminasi maka udara ruangan harus bersih,
segar dan memiliki ventilasi yang baik.
3.1.3 Persiapkan mouth piece dan masker
3.1.4 Agar anak – anak tidak takut harus dengan pendekatan
sebelumnya.
196 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.5 Posisi pasien comfortable
3.1.6 Pasien diberitahu program pengobatan, berapa waktu yang
dibutuhkan, tujuan serta kontra indikasinya. Agar pasien mengerti
dan tidak takut
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Untuk mengurangi sesak napas akibat bronchial obstruksi terlebih
dahulu diberikan bronchodilatator.
3.2.2 Untuk Agar mempercepat pengeluaran sekret , secret yang keluar
dianjurkan tidak ditelan kembali
3.2.3 Bila perlu dapat dilakukan suction Supaya secret lebih banyak
keluar terutama untuk pasien yang mengalami kesulitan
mengeluarkan secret.
3.2.4 Oksigen diberikan pada pasien yang terlihat sesak atau cyanosis,
pertusis, biru dan lain-lain.
3.3 Dosis
3.3.1 Jenis dan jumlah obat tergantung Dokter pengirim.
3.3.2 Waktu : Anak –anak 10 – 15 menit
: Dewasa 15 – 20 menit
3.3.3 Pengulangan Tergantung Dokter pengirim.
Untuk kondisi Acut :1-3 kali sehari
Untuk kondisi Kronik sekali sehari
3.3.4 1 Seri : 6 –10 kali
V. LAMPIRAN
Tidak ada
197 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 198 dari 3
I. PENGERTIAN
1.1 Parafin bath/wax bath adalah suatu pengobatan dengan menggunakan
farafin.yang telah dicairkan
1.2 Indikasi
1.2.1 Skin contractur
1.2.2 Stiff Joint
1.2.3 Penyakit degenerasi sendi dengan inflamasi akut dari nodus
heberden’s
1.2.4 Scleroderma
1.2.5 Stadium awal dupuytren contracture
1.2.6 Post trauma tangan dengan skin contractur
1.2.7 Rheumatoid arthritis jari-jari.
1.3 Kontra Indikasi
1.2.8 Luka terbuka
1.2.9 Penyakit kulit menular
1.2.10 Penyakit kulit tidak menular
1.2.11 Trauma tangan yang parah (Multilating injuries)
1.2.12 Gangguan sensasi kulit (relatif)
1.2.13 Anggota yang menggunakan internal fixasi (relatif)
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan pelayanan fisioterapi
dengan modalitas farafin bath / wax bath.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Siapkan parafin padat tujuh bagian atau empat karton Paraffin
3.1.2 Parafin minyak satu bagian atau sepuluh ons baby oil
3.1.3 Campurkan kedua bahan tersebut sehingga lebur menjadi satu
cairan dengan temperatur tidak lebih dari 1100 – 1300 F atau ( 510
- 540 C) dalam satu tempat yang kemudian dipanaskan diatas air
yang mendidih ( double boiler ).
198 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.4 Siapkan handuk tebal, kertas Parafin dan termometer lilin
(candy thermometer) untuk membungkus parafin dan
mengukur suhu.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Periksa jari-jari tangan dan pergelangan tangan yang akan diobati
untuk mengetahui sensibilas kulit dar ruang gerak sendi, meliputi :
3.2.1.1 Sensibelitas kulit,
3.2.1.2 ROM jari dan tangan
3.2.1.3 Perhatikan luka terbuka
3.2.2 Bersihkan dan keringkan Keringat
3.2.3 Lepaskan perhiasan yang melekat aggota yang diobati, supaya tidak
konsentrasi panas
3.2.4 Dosis
3.2.4.1 Waktu : 15 - 30 menit
3.2.4.2 Pengulangan : 1 – 2 kali / hari
3.2.4.3 Seri : 1 Seri 10 kali
3.2.5 Metode
3.2.5.1 Parafin Dip : Dengan cara mencelupkan anggota yang
diobati dan kemudian mengangkatnya secara bergantian.
3.2.5.2 Parafin Immersion : Dengan cara merendam anggota yang
3.2.5.3 diobati.
3.2.5.4 Parafin Painting : Dengan cara memulaskan parafin pada
bagian tubuh yang diobati.
3.2.5.5 Parafin Warp : Dengan cara memulaskan parafin yang
diseling dengan melapiskan gass verban diatasnya secara
bergantian pada daerah yang diobati.
3.2.5.6 Parafin Pouring : Dengan menuang parafin cair pada tubuh
yang diobati.
3.2.6 Untuk mendapatkan efek streching dan pemanasan,celupakan
anggota tubuh yang diobati kedalam bak parafin,setelah pasien
dipersiapkan dengan baik. Apabila anggota yang dicelupkan
kontraktur, diusahakan posisi peregangan kearah yang diharapkan
sebelum dicelupkan kedalam bak sampai 6-12 kali celupan atau
hingga ketebalan ¼ inchi. Pada akhir pengobatan segera angkat
dan bungkus dengan kertas parafin, kemudian ditambah satu lapis
handuk tebal untuk mempertahankan temperatur parafin.
Pertahankan pembungkusan itu selama 10 – 20 menit , selanjutnya
setelah waktu terlampaui lepaskan parafin yang biasanya mengeras
dengan cara mengerakkan anggota tersebut hingga parafin terlepas
. Setelah itu berikan massage dan latihan penambahan ruang gerak
sendi.
3.2.7 Untuk parafin immersion, perendaman anggota tubuh dilakukan
dengan 2 cara :
3.2.7.1 Melanjutkan parafin dip, dimana setelah lapisan – lapisan
parafin yang melekat telah mengeras, segera masukkan
kembali kedalam bak parafin dan biarkan terendam
selama 20-30 menit sampai parafin yang ada di kulit
meleleh kembali.
3.2.7.2 Atau membungkus terlebih dahulu sendi yang
mengalami kontraktur dalam posisi peregangan
199 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diobati
3.3.2 Perhatikan warna kulit
3.3.3 Kembalikan alat ketempat semula
VI. LAMPIRAN
Tidak ada
200 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 201 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Massage adalah salah satu bentuk modalitas fisioterapi dengan
menggunakan tehnik pemijatan berupa gerusan melintang, tepukan,
dorongan, ataupun tekanan pada jaringan lunak dengan tujuan untuk
memperlancar sirkulasi darah, meningkatkan metabolisme tubuh, relaksasi
dan untuk mengurangi nyeri.
1.2 Indikasi
1.2.1 Kondisi post trauma atau operasi sub acut dan kronik pada sisitem
musculosceletal.
1.2.2 Kondisi kekakuan sendi serta pengerasan, ketegangan,
peerlengketan dan pemendekan jaringan otot dan jaringan lain.
1.2.3 Keluhan nyeri, penekanan / penjepitan syaraf dan kelumpuhan
syaraf.
1.2.4 Kondisi kurang lancarnya peredaran darah dan limfe.
1.2.5 Kondisi kurang lancarnya pengeluaran sekresi pada saluran
pencernaan.
1.2.6 Kondisi kurang lancarnya pencernaan dan pembuangan.
1.3 Kontra Indikasi
1.3.1 Peradangan akut, trauma dan setelah operasi yang baru.
1.3.2 Kulit yang terluka.
1.3.3 Cidera musculosceletal ( fraktur, ruptur ) yang belum direposisi
atau belum pulih secara baik dan kuat.
1.3.4 Lokasi yang mengalami tanda – tanda keganasan.
1.3.5 Panas tinggi.
1.3.6 Kelainan jantung dan adanya haemoptoe ( tidak boleh dilakukan
tapotemen daerah thorax )
1.3.7 Lokasi varices.
1.3.8 Daerah perut pada penderita dengan haematemesis.
1.3.9 Daerah perut pada wanita hamil atau haid.
201 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi fisioterapis untuk memberikan terapi dengan Massage.
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Terapis melaksanakan assesment untuk mendapatkan masalah dan
menentukan program sehingga pelaksanaan lebih mencapai
sasaran
3.1.2 Menentukan area terapi yang tepat agar terapi efektif
3.1.3 Pasien berbaring di di bed atau duduk di kursi dengan rilek.
3.1.4 Anggota yang akan di terapi bebas dari pakaian, disangga dengan
bantal, sedangkan bagian yang tidak diterapi ditutup dengan
handuk.
3.1.5 Fisioterapis berdiri di samping bed / pasien
3.1.6 Untuk memudahkan massage dapat di tambahkan bahan pelicin
seperti salep, minyak atau bedak.
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Tehnik massage
3.2.1.1 Effleurage :
untuk memperlancar aliran darah dan limfe
3.2.1.2 Friction :
Menghancurkan perlengketan/ pengerasan jaringan lunak
dan blokir nyeri diberikan pada akar – akar syaraf atau
pada titik nyeri.
3.2.1.3 Petrissage :
Terdiri dari kneading, wringing dan picking up.
Berfungsi melemaskan dan mengulur otot / jaringan
lunak, melancarkan peredaran darah di bagian yang lebih
dalam dan metabolisme setempat. Membantu gerak
pencernaan usus.
3.2.1.4 Tapotament :
Terdiri dari hacking, clapping, beating dan pounding.
Berguna untuk memberikan rangsangan / pacuan pada
syaraf dan otot.
3.2.1.5 Bila dilakukan di daearah thorax bertujuan memperlancar
gerak pencernaan dan pembuangan.
3.2.1.6 Waktu pelaksanaan sangat tergantung dari luasnya bagian
yang diterapi, tebalnya jaringan tubuh dan tujuan terapi.
3.2.1.7 Kecepatan gerakan massage tegantung tujuannya. Gerakan
yang cepat akan memacu sedangkan massage yang lambat
sebagai efek penenang.
3.2.2 Dosis
Waktu : 5 – 15 menit
Pengulangan : Sub akut dan kondisi berat 1 kali / hari
Kronik dan kondisi ringan 1 kali
Seri : 1 seri 10 kali.
202 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Bersihkan area yang diterapi.
3.3.2 Kembalikan peralatan ke tempat semula.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
203 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TEMPOROMANDIBULAR (TMJ) DISC DYSFUNCTION
SYNDROME
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontraindikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Tristmus
- Acute joint pain
204 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Tidak khas.
Tes cepat
- Kadang nyeri
Tes khusus
- ‘X’ ray panorama untuk melihat susunan gigi, TMJ tidak tampak kelainan
Diagnosis
205 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran MWD,
Joint mobilization
206 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TEMPOROMANDIBULAR (TMJ) INTERNAL
DERANGEMENT
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
207 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
Tes cepat
- Kadang nyeri
Tes khusus
Diagnosis
208 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
MWD,
Joint mobilization
209 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA CERVICAL DISC DYSFUNCTION
Pengertian Adalah asuhan fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Disc Dysfunction
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Whiplash injury
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
210 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak fleksi cervical.
- Gerak ekstensi cervical terasa nyaman
- Gerak lain kadang positif.
Tes gerak isometric
- Negatif.
Tes khusus
- Compression test posisi fleksi nyeri dan paresthesia pada leher hingga
lengan/tangan
- Traction test posisi ekstensi keluhan berkurang
- Tes sensasi dijumpai hypoaesthesia/paresthesia area dermatome
tertentu
- PACVP nyeri segmental
211 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana fisioterapi:
Intervensi:
- MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Cervical traction
o Intermittent posisi lordosis beban 20-30% berat badan, periode traksi
dan istirahat pendek (misal Hold 5” rest 5”) durasi 10-15 menit
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Cervical collar untuk actualitas tinggi
- Proper neck mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Mobilisasi nucleus
212 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA CERVICAL HEAD ACHE
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Cervical Head Ache
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal..
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Whiplash injury
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
213 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada gerak cervical. tertentu
- Gerak cervical sebaliknya terasa nyaman
Tes gerak isometric
Tes khusus
214 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
Intervensi
- MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Massage otot cervical dengan strocking dan effleurage
- Transverse friction pada trigger point
- Transverse dan/atau longitudinal muscle stretching
- Cervical traction
o Intermittent poaiai lordosis beban 20-30% berat badan, periode traksi
dan istirahat pendek (misal Hold 5” rest 5”) durasi 10-15 menit
- Contract relax stretching
- Proper neck mechanic anjuran posisi leher relax
Evaluasi
Dokumentasi
Cervical traction
Transverse friction
215 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA LOCAL CERVICAL FACET PAIN
PELAYANAN Direktur
FISIOTERAPI
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan padaLocal Cervical Facet Pain
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
216 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
cervical
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri kadang hingga interscapular atau
lengan
Tes gerak aktif
- Gerak ekstensi nyeri dan ROM terbatas dengan hard end feel,
- Gerak lain normal atau nyeri ringan.
Tes gerak isometric
- ‘X’ ray normal atau dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets
Diagnosis
217 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
US
MWD/SWD
218 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA CERVICAL INSTABILITY
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction
219 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga kepala dan/atau lengan
- Paresthesia hingga ke kepala dan/atau tangan
- Clicking pada gerak cervical tertentu
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak tertentu cervical
Inspeksi:
- Flat neck atau deviasi
Tes cepat
- Gerak fleksi atau cervical terjadi clicking sering disertai nyeri dan
paresthesia pada leher hingga lengan/tangan
- Geral eskensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga lengan/tangan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan kaku pada satu atau lebih gerak aktif cervical disertau bunyi
klik.
- Kadang disertai nyeri yang menyebar ke kepala dan/atau tangan
Tes gerak pasif
- Nyeri dan ROM lebih besar dari normal dengan empty end feel, sering
.satu atau lebih gerak pasif cervical terbatas dengan springy end feel
- Keterbatasan gerak non capsular pattern.
Tes gerak isometric
- Nyeri pada gerak isometric
- Nyeri berkurang pasca gerak isometrik
Tes khusus
- Joint play movement satu atau lebih terjadi ROM lebih besar dari normal
dengan springy end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemeriksaan lain
Diagnosis
- Nyeri radikuler cercical ke kepala dan/atau lengan disertai paresthesia
lengan disebabkan karena cervical instability
220 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana fisioterapi
Intervensi
- MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Cervical collar untuk jenis rigid atau semi rigid
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
MWD
221 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA SPONDYLOSIS DEF / SPONDYLOARTHROSIS
CERVICALIS (S.A.C)
Pengertian Adalah proses asuhan fisioterapi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C
Tujuan Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Spondylosis Def / S.A.C
Kebijakan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Prosedur Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acute radicular pain
222 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Morning sickness dan Start pain
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga interscapulae dan/atau
lengan
- Nyeri leher disertai kaku leher
- Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak cervical ekstensi
Inspeksi:
- Flat neck atau Lordosis atau deviasi
Tes cepat
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
cervical menyebar hingga intersccapular atau lengan
- Gerak ekstensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher
hingga interscapular atau lengan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi.
Tes gerak pasif
- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi
- Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric
- Gerak isometric kadang nyeri
- Nyeri berkurang pasca gerak isometrik
Tes khusus
- Compression test posisi ekstensi nyeri menyebar
- Joint play movement lateral gapping test atau 3 dimentional flexion
terbatas firm end feel.
- Tes dengan PACVP nyeri segmental.
Pemriksaan lain
Diagnosis
- Nyeri pseudo radikuler cercical menyebar ke interscapular/lengan disebabkan
karena cervical spondylo arthrosis (disertai capsular patern).
223 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
Cervical traction
US / SWD / MWD
224 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA LUMBAR DISC BULGING/HNP
Pengertian Adalah proses fisioterapi yang diterapkan pada lumbar disc bulging/HNP
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Lysthesis
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
225 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
Anamnesis:
226 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana fisioterapi:
Intervensi:
- SWD/MWD lumbale
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Lumbale traction
o Intermittent poaiai lordosis beban 40-60% berat badan, periode traksi
dan istirahat pendek (misal Hold 5” rest 5”) durasi 10-15 menit
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Lumbar corset untuk actualitas tinggi
- Proper body mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi dan lifting
technique
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran Asesmen
Lumbar traction
227 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA LUMBAR SPONDYLOARTHROSIS
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
228 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
lumbale
Tes gerak aktif
- Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi
- Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric
Diagnosis
229 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
Lumbar traction
230 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA LUMBAR SPONDYLOLYSTHESIS
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
-
231 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri pingang sampai kedua hamstrings
- Disertai paresthesia kedua hamstrings
- Gerak lumbale sering ‘clicking’
Inspeksi:
- Lordosis/asimetri
Tes cepat
- Fleksi terjadi clicking dan nyeri
- Gerak hip lebih besar dari lumbale
Tes gerak aktif
- Nyeri pada gerak tertentu (missal fleksi)
- Terdengar bunyi klicking
Tes gerak pasif
- Nyeri pada gerak tertentu
- ROM lebih besar dari normal
Tes gerak isometric
- Tidak tampak kelainan
Tes khusus
- Palpasi: step on atau step off.
- Stabilization test positif kadang diikuti paresthesia
Pemeriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai Lysthesis
Diagnosis:
232 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran Asesmen
Lumbar corset
233 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA SCOLIOSIS IDIOPATIK
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
-
234 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Punggung asimetri punggung (scapula) menonjol satu sisi
- Diketahui secara tidak sengaja oleh orang tuanya
- Tidak diketahui sebabnya
Inspeksi:
- Asimetri dan rib hump, atau pelvis torsion
Tes cepat
- Fleksi punggung tampak rib hump
Tes gerak aktif
- Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 tetap melengkung kekiri
atau hanya tegak
- Gerak lateral fleksi kekiri lebih besar
Tes gerak pasif
- Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 terbatas dengan firm end
feel
- Gerak lateral fleksi kekiri pada T8 ROM lebih besar dari normal dengan
end feel elastik
Tes gerak isometric
- Negatif
Tes khusus
- Fleksi dijumpai ribs hump kanan
- Asimetri pelvis (pelvic torsion) terhadap plumb line yang ditempatkan
pada kolumna vertebrali
- Pengukuran panjang kaki dijumpai leg discrepancy
- LPAVP dijumpai keterbatasan dengan firm end feel
- Gapping test T7-8-9 terbatas dengan firm end feel
Pemeriksaan lain
- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu
- Pengukuran ‘cobb angle’
Diagnosis:
- Gangguan posture tubuh bidang frontal akibat scoliosis idiopathic
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
235 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi:
- MWD thoracal
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Latihan mobilisasi dengan metode crawl exercise
- Latihan stabilisasi dengan bugnet exercise
- TLSO atau Boston brace
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Lampiran Asesmen
236 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA THORACIC HYPOMOBILITY SYNDROME
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
237 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi:
Anamnesis:
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada punggung atas, interscapular hingga satu
sisi dada
- Nyeri meningkat pada ekstensi thoracal atau inspirasi dalam.
Inspeksi:
- Kifosis thoracalis atau round back
Tes cepat:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri hingga dada
Tes gerak aktif:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri hingga dada
- Gerak lain kadang nyeri
Tes gerak pasif:
- Gerak ekstensi thoracal nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel
- Gerak lain kadang nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel
Tes gerak isometric:
- Negatif.
Tes khusus:
- PACVP nyeri punggung hingga ke dada
- LPAVP nyeri punggung hingga ke dada
- Segmental gapping test thoracal nyeri, terbatas dan firm end feel
Pemriksaan lain:
- ‘X’ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu
Diagnosis:
238 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi:
- US
- MWD thoracal
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Joint mobilzation teknik PACVP LPAVP
- Gapping manipulation 3 dimensi ekstensi
- Latihan mobilisasi dengan metode Mc Kenzie
- Proper back mechanic anjuran posisi lordosis/ekstensi
Evaluasi:
Dokumentasi:
239 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA MYOFASCIAL PAIN
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Myositis osccsificans
-
240 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Tidak khas
Tes cepat
Tes khusus
- Palpasi: trigger point, pada taut band dan twisting, nyeri menyebar.
- Stretch test.
Pemeriksaan lain
-.-
Diagnosis:
Rencana tindakan:
241 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
o Dosis 2 – 2.5 watt/cm2 waktu 2-3 menit
- Transverse friction Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
- Stretching otot yang bersangkuta
Evaluasi
- Nyeri.
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Juknis US
Juknis stretching
242 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :
SCALENUS SYNDROME
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Thoracic (Compression) Outlet
Syndrome : Scalenus Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
243 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Tidak spesifik
- Abduksi elevasi kadang nyeri
Tes gerak aktif
- Negatif
Tes gerak pasif
- Negatif
Tes gerak isometric
- Negatif
Tes khusus
244 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran - Asesmen
- MWD
- Contract relax stretching
- Postural correction
245 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :
HYPER ABDUCTION SYNDROME
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet
syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontraindikasi : Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
246 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
rosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
- hiperabduction test.
Pemeriksaan lain
Diagnosis
Rencana tindakan
247 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi :
Evaluasi:
Dokumentasi:
Lampiran Asesmen
MWD
248 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA SHOULDER HAND SYNDROME
(SCALENUS SYNDROME)
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Shoulder Hand Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
249 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada punggung atas, interscapular hingga satu
sisi dada
- Nyeri meningkat pada ekstensi thoracal atau inspirasi dalam
Inspeksi:
- Nyeri dan kaku sendi bahu dengan nyeri-kaku dan bengkak tangan.
Tes cepat:
- Abduksi elevasi bahu dijumpai reverse scapulohumeral rhythm
- Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbats
Tes gerak aktif:
- Semua gerak glenohumeral nyeri dan ROM aktif trbatas
- Gerak aktif Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbatas
Tes gerak pasif:
- Gerak rotasi eksternal, gerak abduksi, dan rotasi internal sendi
glenohumeralis terbatas dengan firm end feel
- Keterbatasan ROM glenohumeral dalam capsular pattern
- Gerak aktif Fleksi-ekstensi tangan dan jari ROM terbatas dengan firm
end feel
Tes gerak isometric:
- Tidak ada perubahan yang khas
Tes khusus:
- Palpasi kulit dijumpai kulit dingin dan lembab.
- Joint play movement sendi glenohumeral nyeri, terbatas dan firm end
feel.
- Joint play movement sendi radio carpal dan interplalangea nyeri,
terbatas dan firm end feel
- Sensoric test: hyperaealgesia bahu/tangan,
Pemeriksaan lain
- ‘X’ ray bahu tidak jelas ada kelainan tetapi kadang dijumpai
atrophy/osteoporosis tulang glenohumeral
Diagnosis
- Nyeri, kaku dan bengkak bahu dan tangan akibat shoulde hand syndrome
250 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
Intervensi
- Nyeri, sensasi, oedeme dan ROM glenohumeral joint, ROM wrist and fingers
Dokumentasi
251 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA THORACIC (COMPRESSION) OUTLET SYNDROME :
HYPER ABDUCTION SYNDROME
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada thoracic (compression) outlet
syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan Fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
- Kontraindikasi : Fraktur
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Ankylosing spondylitis
- TBC tulang
- Acute disc dysfunction/Acut radicular pain
252 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Asesmen fisioterapi
Pemeriksaan lain
Diagnosis
Rencana tindakan
Lampiran Asesmen
MWD
Contract relax
253 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TENDOPATHY M. SUPRASPINATUS
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
254 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- --
Dagnosis
Nyeri bahu lateral sampai lengan atas leteral disebabkan oleh tendonitis m.
supraspinatus
Rencana tindakan
255 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
o Dosis 1.5 – 2 watt/cm2 waktu 2-3 menit
- Transverse friction Posisi rotasi internal-ekstensi-adduksi
- Stretching m. supraspinatus
- Codmann pendular exercise
Evaluasi
Dokumentasi
Juknis US
Juknis stretching
256 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 257 dari 2
I. PENGERTIAN
Terapi latihan adalah modalitas fisioterapi berupa tehnik latihan yang bertujuan
untuk mengembangkan, meningkatkan, memperbaiki dan memelihara: kekuatan,
daya tahan, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, relaksasi, koordinasi,
keseimbangan dan kemampuan fungsional
Tennis Elbow adalah nyeri yang terjadi pada tendon ekstensor wrist sepanjang
lateral epicondyle dan radiohumeral joint. Paling sering terjadi pada
musculotendinous junction dari otot ekstensor carpi radialis brevis.
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi dalam memberikan penanganan pasien dengan
kondisi tennis elbow
III. PROSEDUR
3.1 Pengkajian
3.1.1 Melakukan pemeriksaan awal mengacu pada SPO pemeriksaan
fisioterapi
3.1.2 Semua hasil yang didapat dalam pengkajian dicatat dalam lembar
pemeriksaan fisioterapi
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Stadium acut
3.2.1.1 Untuk mengontrol nyeri, bengkak dan spasme diberikan
kompres es, istirahat dan anjuran untuk tidak melakukan
gerakan menggenggam secara berulang
3.2.1.2 Untuk memelihara soft tissue dan mobilitas sendi
diberikan latihan gerak fleksi dan ekstensi wrist dalam
batas toleransi
3.2.1.3 Untuk memelihara integritas fungsi upper ektremitas
dilakukan gerak aktif sesuai bidang gerak sendi
3.2.2 Stadium sub acute atau kronik
3.2.2.1 Tehnik aktif inhibisi pada otot ektensor carpi radialis
brevis
3.2.2.2 Tehnik self-stretching pada grup otot ekstensor
257 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.2.2.3 Cross-fiber massage pada tendo ektensor carpi radialis
3.2.2.4 Latihan isometrik dalam batas rasa nyeri
3.2.2.5 Progressive resistance exercises
3.2.3 Frekuensi
3.2.3.1 2-3 kali seminggu
3.3 Mengakhiri terapi
3.3.1 Evaluasi
3.3.2 Follow-Up/referral
3.3.3 Home program dan edukasi
V. LAMPIRAN
Tidak ada
258 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA ARTHRITIS DISTAL RADIOULNAR JOINT
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthritis Distal Radioulnar Joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal..
Kebijakan Indikasi:
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
- TBC tulang
-
259 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri jenis hebat pada masa acute, atau ngilu/pegal pada pergelangan
tangan kadang tangan pada masa kronik
- Nyeri setelah riwayat trauma
- Gerak pronasi-supinasi nyeri dan terbatas
Inspeksi:
- Posisi sendi radioulnaris MLPP
- ADL: tampak kaku
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak pasif
- Pronasi dan supinasi nyeri dan terbatas dalam capsular patern dengan
firm end feel
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronas-supinasi lengan bawah
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan keluhan khas
Tes khusus
- JPM test timbul nyeri, terbatas denngan firm end feel
Pemriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;
osteophyte.
Diagnosis:
-Capsular pattern radioulanar joint secondary to arthritis distal
radioulnar joint
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
260 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Dokumentasi:
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
261 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA ARTHROSIS DISTAL RADIOULNAR JOINT
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Arthrosis Distal Radioulnar Joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal..
Kebijakan Indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
262 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada pergelangan tangan kadang tangan
- Morning sickness dan start pain
- Gerak pronasi dan supinasi terbatas dan crepitasi
Inspeksi:
- Posisi sendi radioulnaris MLPP
- ADL: tampak kaku
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan
crepitasi
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas pada gerak pronasi dan supinasi terbatas dan
crepitasi
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak gerak pronasi dan
supinasi lenngan bawah dimana pronasi dan supinasi sama terbatas
dengan end feel firm
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- JPM test translasi pronasi dan supinasi timbul nyeri, terbatas denngan
firm end feel
Pemeriksaan lain
263 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o US under water sontinous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi
dan 1.5-2 watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise
o Pronas-supinasi
- Kemungkinan splinting
Evaluasi
Dokumentasi
264 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TENOSYNOVITIS M. ABD. POL. LONGUS DAN EXT. POL.
BREVIS (de Quervain syndrome)
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol.
Longus dan ext. Pol. Brevis
Tujuan Proses Fisioterapi yang di terapkan pada Tenosynovitis M. Abd. Pol. Longus dan
ext. Pol. Brevis
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Lesi saraf perifer
265 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Adanya nyeri pada sisi lateral pergelangan tangan saat fleksiadduksi ibu
jari tangan atau ulnar deviasi.
Inspeksi:
Nyeri gerak pada tendon otot m abd pol longus dan ext poli brevis akibat
tenovaginitis m abd pol longus dan ext poli brevis
Rencana tindakan
- penjelasan tentang patology, diagnosis, target, tujuan, rencana
intervensi, dan hasil yang di harapkan.
- Persetujuan pasien
- Perencanaan intervensi bertahap
266 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Evaluasi:
- ROM, nyeri
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal
Lampiran US,
Parafin bath,
massage.
splint,
267 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA DORSAL WRIST COMPRESSION SYNDROME
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Wrist Compression
Syndrome
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislokasi
- osteoporosis
268 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3 kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Trauma pada pergelangan tangan saat menumpu BB
- Nyeri pada gerakan dorsal fleksi pergelangan tangan
- Unstable
Inspeksi:
- Kadang tapak oedeme pungung tangan
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak dorsal flexion pergelangan tangan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas pada gerak dorsal flexion pergelangan tangan
- Gerak palmar fleksi, lunar-radial dalam batas normal
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan hard end feel pada gerak dorsal flexion
pergelangan tangan
- Gerak palmar fleksi, lunar-radial dalam batas normal
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- JPM test palmar dan dorsal flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm end
feel
Pemeriksaan lain
Diagnosis
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
269 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- RICE
- US:
o Continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 1.5-2
watt/cm2 untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Stenthening exercise dan latihan fungsi tangan
- Kemungkinan splinting
Evaluasi
- Nyeri,ROM
Dokumentasi
Juknis RICE
Juknis US
270 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TENOOSSEAL TENDOPATHY DAN TENOSYNOVITIS M.
FLEXOR CARPIRADIALIS
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Tenoosseal Tendopathy dan
Tenosynovitis M. Flexor Carpiradialis
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislokasi
- osteoporosis
271 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
Pemeriksaan lain
- ---
Diagnosis
272 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Rencana tindakan
Intervensi
Evaluasi
- ROM, nyeri
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskulo skeletal
Lampiran US,
stretching,
transverse friction
273 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA TENDOVAGINITIS STENOSANS (TRIGGER FINGER)
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Lesi saraf perifer
- Rheumatoid arthritis
274 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Waktu intervensi US 5-7 menit, kronis 1x1 hari atau 1x2 hari (selama12
sampai 18 hari)
- Dosis streching 8 detik, di ulang 8-10 kali.
- Friction 30 kali
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Rasa nyeri pada jari ketiga atau ke empat saat ditekuk mengunci dan
kembali lurus dan berbunyi,
- Nyeri pada setinggi caput metacarpal
Inspeksi:
- Tidak khas
Tes cepat
- tes fleksi jari2 dan ekstensikan (jari ketinggalan)
Tes gerak aktif:
- Pada gerak fleksi jari III/IV nyeri pada akhir ROM dan bila di
ekstensikan bunyi klik dan nyeri
- Gerak sendi lain normal
Tes gerak pasif:
- Terdapat nyeri saat fleksi jari yang bersangkutan penuh.
- Saat ekstensi jari bunyi klik dan nyeri.
Tes gerak isometric
- Gerak fleksi jari yang bersangkutan terdapat nyeri
- Gerak lain negatif
Tes khusus
275 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US :
o US under water continous 2 watt/cm2 5-7 menit untuk
aktualitas rendah.
o Parafin bath 5 menit
- Streching pada jari ke tiga (keempat) ke arah ekstensi penuh dengan
pergelangan tangan ekstensi
- Transfer Friction jari ke tiga (di selubung tendon)
Evaluasi
Dokumentasi:
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada muskuloskeletal
Lampiran Asesmen,
US,
parafin,
stretching.
276 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA DORSAL INTERCARPAL LIG. OVERSTRETCH
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Dorsal Intercarpal Lig.
Overstretch
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
277 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis pegal pada pergelangan tangan dan tangan
- Disertai gerak terbatas
- Pada fase akut : - Tumor, Rubor, Dolor, Calor, Fungsiolacia
Inspeksi
- Tak tampak kelainan
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan
tangan dan fleksi, ekstensi adduksi dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dan
fleksi, ekstensi adduksi dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas palmar-dorsal flexion pergelangan tangan dan fleksi,
ekstensi adduksi dan abduksi jari-jari tangan.
Tes gerak isometric
- Tak jelas kelainan
Tes khusus
- Finkelstein test positif
- Stretch test lig. Intercarpalia
- JPM intercarpal terbatas firm end feel
Pemriksaan lain
- Palpasi
Diagnosis
- Nyeri dan keterbatasan sendi pergelangan tangan dan tangan
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
278 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Evaluasi
- Nyeri,ROM
Dokumentasi
Juknis RICE
279 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA ARTHROSIS CARPALIA
……………..
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, parupurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
280 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada pergelangan tangan dan tangan
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Inspeksi:
- Posisi tangan MLPP
- Gerak hand dexterity kaku.
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada gerak palmar-dorsal flexion pergelangan tangan
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak palmar-dorsal flexion
pergelangan tangan
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak palmar-dorsal flexion
pergelangan tangan dimana dorsal flexion lebih terbatas dari palmar
flexion dengan end feel firm.
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- Palpasi tangan sering teraba oedeme
- JPM test palmar dan dorsal flexion timbul nyeri, terbatas denngan firm
end feel
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;
osteophyte.
Diagnosis
281 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
o US under awter continous dosis 0,5-1 watt/cm untuk aktualitas
tinggi dan 1.5-2 watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
o Translasi pada pembatasan pronasi dan supinasi
- Free active mobilization exercise
o Pronasi-supinasi
- Kemungkinan splinting
Evaluasi
Dokumentasi:
282 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS
HIP JOINT
Pengertian Adalah proses fisioterpi yang diterapkan pada Osteoarthrosis Hip joint
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
283 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Dosis :
Prosedur - Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
Tes khusus
- JPM test internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.
Pemeriksaan lain
Diagnosis
Rencana tindakan
- US:
oContinous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5
watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
- Translasi pada pembatasan internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint,.
- Active mobilization exercise Semua arah gerakan hip
Evaluasi
Dokumentasi:
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Juknis US
285 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 286 dari 2
I. PENGERTIAN
Adalah jenis tindakan operasi yang dilakukan pada subcapital caput femur
karena fraktur atau adanya degenerasi caput femur karena suatu penyakit
keadaan acetabulum relative normal dengan pemasangan bipolar prosthesis
1.1 Indikasi
1.1.1 Subcapital fraktur caput femur
1.1.2 Nyeri sendi hip, degenerasi caput femur dan adanya deformitas
1.2 Kontra Indikasi
1.2.1 Hari ke-1 sampai ke-5 tidak boleh dilakukan fleksi hip lebih 45 dan
adduksi
1.2.2 Tidak dianjurkan pasien duduk di kursi yang rendah atau terlalu
lembek
1.2.3 Kaki tidak boleh disilangkan ( adduksi ).
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah operasi AMP baik saat rawat inap ataupun rawat jalan
III. PROSEDUR
3.1 Imobilisasi
Sesudah operasi pasien tidur posisi telentang dengan posisi tungkai yang di
operasi posisi lurus dan rotasi netral
3.2 Fase proteksi maksimal
3.2.1 Sesegera mungkin diberikan deep breathing, coughing dan ankle
pumping exercise untuk mencegah terjadinya komplikasi pulmunal
dan vaskulair
3.2.2 Latihan anggota gerak yang sehat untuk memelihara kekuatan dan
fleksibilitas otot
3.2.3 Latihan pain-free isometric untuk mencegah atropi otot tungkai
yang di operasi
3.2.4 Latihan aktif atau assisted untuk memelihara gerak sendi dan
jaringan lunak
3.2.5 Hari ke 3 sesudah operasi latihan duduk di bed atau kursi dengan
posisi sendi hip tidak boleh fleksi lebih dari 45 dan posisi hip
sedikit abduksi
3.2.6 Latihan jalan di parallel bar, walker atau kruk
286 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3 Fase proteksi sedang
3.3.1 Pada pemasangan prostese cemented latihan weight bearing dapat
dilakukan lebih awal
3.3.2 Pada trochanteric osteotomy latihan weight bearing dapat
dilakukan pada minggu ke 8 sampai minggu ke 12
3.3.3 Latihan aktif ROM secara bertahap, fleksi hip tidak boleh lebih 900
3.3.4 Untuk meningkatkan control neuromuscular hip diberikan latihan
penguatan dengan gerak aktif dan SLR
3.3.5 Latihan closed-chain sambil berdiri di parallel bar atau walker
3.3.6 Fase proteksi minimal dan pengembalian fungsi
3.3.7 Latihan penguatan otot-otot ekstensor dan abduksi hip untuk
ambulasi, latihan open-close chain
3.3.8 Latihan ambulasi di tingkatkan dari walker ke kruk atau tongkat
paling lambat minggu ke 12 sesudah operasi
3.3.9 Latihan peningkatan daya tahan dengan stationary bicycle dengan
posisi tempat duduk ditinggikan untuk mencegah fleksi hip yang
berlebihan
V. LAMPIRAN
Tidak ada
287 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS TIBIOFEMORAL JOINT
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
288 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Nyeri jenis ngilu/pegal pada Tibio femoral joint
- Morning sickness dan start pain
- Gerak terbatas dan crepitasi
Tes cepat
- Nyeri dan terbatas pada fleksi, ekstensi tibio femoral joint
Tes gerak aktif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada tibio femoral joint
Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak tibio femoral joint
- Fleksi, ekstensi, tibio femoral joint, firm end feel.
Tes gerak isometric
- Tidak ditemukan gangguan khas
Tes khusus
- JPM test fleksi, ekstensi tibio femoral joint, firm end feel.
- Patello femoral test
- Ballotement test
- Fluktuation test
Pemeriksaan lain
- X ray: penyempitan sela sendi; penebalan tulang subchondrale;
osteophyte.
Diagnosis
289 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- US:
Continous dosis 1-1,5 watt/cm untuk aktualitas tinggi dan 2 -2,5
o
watt/cm untuk aktualitas rendah, waktu 5-7 menit.
- Joint mobilization
o Pada awal intervensi translasi oscilasi dalam MLPP
- Translasi pada pembatasan fleksi, ekstensi tibio femoral joint
- Active mobilization
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Juknis US
290 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA CHONDROMALACIA PATELLAE
PELAYANAN Direktur
FISIOTERAPI
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
- Osteoporosis
- TB Tulang akut
- Fraktur
- Infeksi sendi akut
291 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendh dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri berjalan
- Deformitas kearah genu valgus
Inspeksi:
Tes khusus
- Palpasi : nyeri tekan pada condylus lateral dan medial
- Joint play movement MLPP kompresi diatas patella posisi lutut ekstensi
dan semi fleksi.
- Pengukuran Q angle dan genu valgus.
- Tes kekuatan m. Vastus medialis.
Pemeriksaan lain
- ’X’ ray intuk melihat OA sendi patellofemoralis
Diagnosis:
- Nyeri pada patella disebabkan oleh chondromalacia
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
292 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
SWD
Tranverse friction
293 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA KNEE INSTABILITASI
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
294 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi
- Keluhan nyeri pada saat aktivitas.
Inspelsi:
- Kadang tampak genu valgus/varus
Tes cepat
- Hiper mobility pada knee joint.
Tes gerak aktif
- Terjadi nyeri pada saat hiper extensi knee joint atau fleksi penuh.
- Internal rotasi dan external rotasi tidak terjadi nyeri
Tes gerak pasif
- Nyeri pada saat gerakan varus dan valgus, flexi – extensi sendi lutut
dengan end feel soft.
Tes gerak isometric
- Adanya nyeri pada sendi lutut
Tes khusus
- Valgus test: untuk tes lig.collaterale mediale
- Varus test: untuk tes lig.collaterale laterale
- Anterior shearing test untuk tes lig.cruciatum anterior
- Posterior shearing test untuk tes lig.cruciatum posterior
Pemeriksaan lain
- Atroskopi
Diagnosis
- Nyeri sendi lutut pada gerakan akibat lesi lig.collaterale mediale, (atau
lig.collaterale laterale; atau lig.cruciatum anterior atau lig.cruciatum
posterior)
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
295 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
- Intervensi MWD cervical
o Continous subthermal untuk aktualitas tinggi dan thermal untuk
aktualitas rendah, waktu 10-12 menit.
- Knee support dengan penguat pada fungsi ligament yang lesi.
- Latihan stabilisasi aktif. Pada posisi MLPP.
- Latihan Strengthening otot pes anserinus (atau iliotibial, atau hamstrings,
atau quadriceps)
Evaluasi
Dokumentasi
Lampiran Asesmen
MWD
Strengthening
Stabilisasi aktif
Knee support
296 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA MENISCUS LESION
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara akurat, paripurna, efektif dan efisien
dengan hasil yang optimal.
Kebijakan Indikasi :
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
- Osteoporosis
- Gonitis TB
297 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Nyeri dan mengunci pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi
- Keluhan nyeri pada saat aktivitas.
Inspeksi:
- Tidak tampak kelainan
Tes cepat
- Hiper mobility pada knee joint.
Tes gerak aktif
- Kadang terjadi nyeri pada saat fleksi maupun ekstensi sendi
tibiofemoralis.
- Gerak internal rotasi dan eksternal rotasi terjadi nyeri
Tes gerak pasif
- Atroplasti
Diagnosis
- Nyeri pada sendi lutut pada gerakan flexi dan extensi akibat meniscus lesi.
Rencana tindakan
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
298 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi:
Lampiran Asesmen
SWD/MWD
Manipulasi meniscus
Strengthening exc
Knee Dakker
299 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 300 dari 2
I. PENGERTIAN
Fisioterapi pada post menisectomy adalah bentuk latihan yang diberikan pada
pasien sesudah operasi meniscus. Menisectomy adalah tindakan operasi yang
dilakukan karena adanya robek atau rupture pada meniscus lateral atau medial
sendi lutut.
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah opersi minesectomy baik saat rawat inap ataupun rawat jalan
III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi
terapis dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan
mengingat pedoman atau panduan ini disusun untuk satu penyakit secara
umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam penatalaksanaan
pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya
harus didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam
medis pasien
IV. PROSEDUR
4.1 Post-Op ( Hari Operasi)
Pada fase awal ini yang dilakukan adalah :
4.1.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage
untuk mengontrol oedema.
4.1.2 Hindari luka jahitan dari air (basah)
4.1.3 Lakukan latihan-latihan untuk menambah ROM ankle, heel slide.
4.1.4 Latihan penguatan sesuai dengan toleransi pasien yaitu latihan
Quadriceps dan Hamstring, SLR, Knee ekstensi posisi duduk dan
jalan PWB dengan menggunakan kruk sesuai dengan toleransi
pasien.
4.1.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam
setelah berdiri.
300 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2 Post-Op (Hari ke-1)
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed
chain dengan pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya
ROM. Lanjutkan penggunaan brace post-operasi . Sebaiknya sudah berjalan
tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee ekstensi penuh, fleksi
120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain selama
melakukan latihan. Latihan yang diberikan adalah:
4.2.1 Berikan es, elevasi pada lutut dan menggunakan elastic bendage
untuk mengontrol oedema.
4.2.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM 2-3 kali per hari
dan tambahkan dengan latihan sepeda static dengan tinggi kursi
serendah yang dapat ditoleransi pasien dengan beban yang ringan.
4.2.3 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan latihan
keseimbangan dengan berdiri pada tumit dan latihan keseimbangan
dengan setengah berjongkok.
4.2.4 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta 20 menit setiap 2 jam
setelah berdiri.
4.3 Post-Op (Hari ke-2 s/d ke-7)
4.3.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.3.2 Hentikan penggunaan kruk setelah 3 hari.
4.3.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.3.4 Lanjutkan latihan penguatan dengan menggunakan prinsip PRE dan
tambahkan dengan latihan SLR, fleksi knee,fleksi hip dan ekstensi
knee serta berdiri dengan menggunakan satu sisi kaki.
4.3.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan serta tetap gunakan elastic
bendage.
4.3.6 Lakukan pemeriksaan fisik setelah 6 hari setelah operasi untuk
evaluasi dan pelepasan jahitan.
4.4 Post-Op (Minggu ke-1 s/d ke-3)
4.4.1 Lanjutkan pemberian es dan elevasi.
4.4.2 Setelah jahitan dilepaskan diperbolehkan terkena air (basah)
4.4.3 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.4.4 Lanjutkan latihan penguatan dan tambahkan dengan program
latihan berlari-lari kecil pada permukaan yang rata dan jalan yang
berliku, latihan jongkok dengan satu kaki, latihan berdiri dengan
satu kaki kemudian elevasikan tumit dan latihan naik turun tangga.
4.4.5 Berikan es sebelum dan sesudah latihan
4.5 Post-Op (Minggu ke-3 s/d ke-6)
4.5.1 Lotion dapat diberikan pada luka jahitan dengan menggunakan ibu
jari dengan tekanan sesuai toleransi.
4.5.2 Lanjutkan latihan-latihan untuk menambah ROM.
4.5.3 Lanjutkan latihan penguatan
4.6 Pasien dapat kembali ke aktifitas semula jika :
4.6.1 Pengukuran ROM dan lingkar tungkai pada kedua tungkai sama.
4.6.2 Pengukuran kekuatan otot kedua tungkai menunjukkan
peningkatan lebih dari 85%
V. UNIT TERKAIT
Tidak ada
301 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 302 dari 3
I. PENGERTIAN
Adalah tindakan operasi yang dilakukan oleh adanya robek pada anterior
cruciatum ligament sendi lutut. Fisioterapi pada ACL adalah program latihan
yang diberikan untuk pasien sesudah operasi baik saat imobilisasi ataupun
sesudah imobilisasi.
II. TUJUAN
Sebagai pedoman bagi fisioterapi untuk memberikan progam latihan pada
kondisi sesudah opersi ACL baik saat rawat inap ataupun rawat jalan
III. PROSEDUR
3.1 Fase I Minggu ke-1 dan 2
Pada fase awal ini yang menjadi perhatian adalah untuk mengontrol
bengkak dan untuk memelihara ROM ekstensi,mencapai\memelihara ROM
fleksi knee pada sudut 90 dan memfasilitasi control otot Quadriceps untuk
mengurangi terjadinya atropi. Latihan yang diberikan adalah:
3.1.1 Latihan Quadriceps setting dengan pengulangan 10x
3.1.2 Latihan Quadriceps setting dengan straight leg raisig pengulangan
10x
3.1.3 Wall slides, 10x pengulangan (latihan aktif fleksi knee dengan
bantuan gravitasi)
3.1.4 “ Jane Fondas” latihan gerak ekstensi-fleksi, abduksi-adduksi hip;
20x pengulangan pada setiap bidang geraknya.
3.1.5 Latihan pumping ankle, dilakukan sepanjang hari secara
berkesinambungan. Bila diperlukan gantung kaki dalam posisi
prone.
3.1.6 “Gait Checks”, fisioterapis mengobservasi kemampuan pasien
dalam melakukan backwards ambulasi untuk mendukung
tercapainya ROM ekstensi penuh dengan memakai brace.
3.1.7 Gliding patella, pasien melakukan mobilisasi patella sendiri dengan
dibantu oleh fisioterapis.
3.1.8 Long sitting untuk menciptakan ekstensi knee. Posisi tersebut juga
membantu untuk menstretching harmstrings. Dalam posisi tersebut
pasien diminta meraih ujung ibu jari kaki selama 10-15 menit
302 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
setiap 2-4 jam, coba unutk tetap mempertahankan knee dalam
posisi lurus.
3.1.9 Setelah melakukan seluruhlatihan tersebut berikan terapi es,
kompressi dan elevasi untuk mengontrol nyeri\oedema.
3.1.10 Jangan meletakkan bantal untuk mengganjal knee
3.1.11 Lakukan latihan tersebut dua kali sehari, setiap dua hari sekali
latihan dihentikan untuk mengurangi iritasi.
3.1.12 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase II adalah : Oedema
berkurang\terkontrol, ROM ekstensi knee mencapai sudut 0, fleksi
mencapai sudut 110 (bila dilakukan repair meniscus ROM fleksi
hanya 90), mampu melakukan SLR hip dalam posisi abduksi-
adduksi, fleksi-ekstensi dan dapat berjalan dengan weight bearing
sesuai toleransi dengan menggunakan kruk.
3.2 Fase II Minggu ke-3 dan 4
Memelihara ROM dan mulai untuk fokus pada latihan strengthening closed
chain dengan pemberian perhatian pada nyeri, oedema atau menurunnya
ROM. Lanjutkan penggunaan brace sesudah operasi . Sebaiknya sudah
berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal. ROM knee ekstensi
penuh, fleksi 120. Tidak ada peningkatan nyeri, oedema, atau gejala lain
selama melakukan latihan. Latihan yang diberikan adalah:
3.2.1 Lanjutkan latihan SLR, 10x pengulangan
3.2.2 Mini-squats (sudut 0-30) dimulai dari 10x pengulangan. Gerakan ini
dilakukan sampai kne berada jauh dari ujung ibu jari kaki (knee
over tip of toes), selama latihan tidak boleh ada rasa nyeri.
3.2.3 Mini-squats dengan satu tungkai (weight shifts)
3.2.4 Steps Up (latihan naik tangga) (concentric), dimulai dari 10x
pengulangan dengan tinggi undakan 3”, peningkatan tinggi undakan
sesuai dengan toleransi.
3.2.5 Latihan eccentrics (latihan turun tangga), 10x pengulangan sesuai
dengan indikasi.
3.2.6 Latihan proprioseptif, latihan open chain. Selanjutnya latihan
meningkat ke single leg stands.
3.2.7 Mulai latihan dengan sepeda, stairmaster, treadmill.
3.2.8 Tujuan yang harus dicapai sebelum maju ke fase III adalah :
Berjalan tanpa kruk dalam pola jalan yang normal, ROM ekstensi
knee mencapai sudut 0, fleksi mencapai sudut 120 Latihan naik-
turun tangga mencapai 3x pengulangan selama 3 menit setiap
pengulangan (eccentric), latihan stairmaster mencapai 10 menit,
latihan sepeda 15 menit atau lebih, latihan treadmill 15 menit atau
lebih , tidak ada peningkatan nyeri, oedema atau gejala lain selama
melakukan latihan.
3.3 Fase III Minggu ke-5 dan 8
Observasi umum harus memonitor adanya efusi, perhatian terhadap
adanya tendonitis patellae. Latihan yang diberikan adalah:
3.3.1 Lanjutkan latihan squats dengan matras.
3.3.2 Mulai latihan single dan double leg press.
3.3.3 Mulai program latihan jogging, tidak boleh ada latihan dengan
gerak twisting. Latihan dapat menggunakan back pedals dan side
stapping.
303 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.3.4 Lanjutkan penggunaan stairmaster dan sepeda untuk latihan
aerobic
3.3.5 Latihan keseimbangan dan proprioseptif.
3.3.6 Lanjutkan latihan turun tangga dengan single step.
3.3.7 Latihan ekstensi lutut open chained
3.4 Fase IV Minggu ke-8 dan 12
Fase ini merupakan saatnya memulai latihan aktivitas fungsional.
Fisioterapis harus memperhatikan kesesuaian ukuran brace saat
beraktivitas.Latihan yang diberikan adalah seluruh latihan pada fase III
ditambah :
3.4.1 Mulai diberikan latihan lateral carioca yang lebih berat, zig-zag,
plant (latihan dengan alas lembut) dan back up.
3.4.2 Tes isokinetik dalam ROM penuh pada minggu ke 12
3.4.3 Latihan di sliding board (area yang miring)
3.4.4 Latihan proprioseptif maksimal seperti pada fase III
3.5 Fase V Minggu ke-12, 16 dan 24 (6 bulan)
Dapat mulai latihan olah raga. Latihan sama dengan fase IV ditambah
dengan:
3.5.1 Lanjutkan latihan proprioseptif dengan latihan intensif.
3.5.2 Latihan ditambah dengan latihan fungsional, latihan khusus sesuai
olah raga yang digeluti.
V. LAMPIRAN
Tidak ada
304 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA ANKLE SPRAIN
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Dislocation
- Neoplasma
305 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas
rendah dosis intensitas tinggi
- Waktu intervensi 20-30 menit
- Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis
- Ada riwayat trauma (kesleo) kearah inversi
- Nyeri jenis nyeri tajam pada kaki sisi lateral
- Nyeri meningkat pada saat gerak eversi
Inspeksi:
- Tampak oedeme dan/atau haemetome pada lateral kaki.
Tes cepat
- Gerak plantar maupun dorsal fleksi nyeri. Gerak inversi nyeri hebat.
Tes gerak aktif
- Gerak inversi nyeri dan gerak eversi tidak terasa nyeri
- Gerak dorso dan plantar flexi
Tes gerak pasif
- Gerak pasif inversi nyeri, ROM terbatas denga sringy end feel
- Gerak lain negatif
Tes gerak isometric
- Gerak isometrik eversi nyeri bila tendon M. Peroneus longus dan brevis
cidera
Tes khusus
- Palpasi pada lig. Calcaneofibulare dan talofibulare terasa nyeri,
kemungkinan lig.lain seperti lig.calcaneocuboideum.
- Pada cidera tendon palpasi diatas tendon mm.peroneus longus dan atau
peroneus brevis terasa nyeri
- Joint play movement.pada sendi calcaneofibulare dan talofibulare nyeri
dengan springy end feel.
Pemeriksaan lain
-
Diagnosis
- Nyeri lateral kaki disebabkan oleh sprain ankle.
Rencana tindakan:
- - Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
306 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
Juknis RICE
Juknis US
Juknis Bandage
307 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA FLAT FOOT
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Poliomielitis
308 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Penggunaan medial arc support dalam waktu 3bulan atau lebih
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
Tes khusus
309 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
310 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
RS……….. FISIOTERAPI PADA PES EQUINOVARUS
Tujuan Melaksanakan asuhan fisioterapi secara tepat, efektif dan efisien dengan hasil
yang optimal.
Kebijakan Indikasi:
Kontra indikasi :
- Fraktur
- Poliomielitis
-
311 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Prosedur Dosis :
- Penggunaan medial arc support dalam waktu 3bulan atau lebih
- Pengulangan aktualits tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2
kali seminggu
Teknik Aplikasi :
Asesmen fisioterapi
Anamnesis:
- Dibawa sejas lahir atau akibat kelumpuhan
- Anak terlambat usia jalan
- Berdiri dan jalan dengan punggung kaki
Inspeksi:
- Telapak kaki melengkung, menapak dengan sisi luar kaki atau dengan
punggung kaki.
Tes cepat
- Gait análisis tampak kaki menyudut kemedial atau berdiri denga sisi
luar kaki atau bahkan punggung kaki
Tes gerak aktif
- Gerak dorsal fleksi dan eversi kekuatan menurun
Tes gerak pasif
- Gerak dorsal fleksi dan eversi dengan firm end feel
Tes gerak isometric
- Gerak dorsal fleksi dan eversi kekuatan menurun
Tes khusus
- Joint play movement
- Stretch test pada arcus longitudinal kaki
Pemeriksaan lain
Diagnosis:
Rencana tindakan:
- Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi
dan hasil yang diharapkan
- Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi
fisioterapi
- Perencananaan intervensi secara bertahap
312 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Intervensi
- Mobilisasi kaki
- Strengthening exercice pada fleksdorsal fleksi dan eversi
- Ballance exc
- Penggunaan sebatu koreksi
Evaluasi
Dokumentasi
Unit terkait Dilaksanakan oleh fisioterapis terampil atau ahli pada di RS .....
313 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 314 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Angkatangkut pasien adalah cara atau tehnik untuk memindahkan pasien
dari satu tempat ke tempat yang lain baik dengan atau tanpa alat bantu
disertai jarak vertical dan atau horizontal.
1.2 Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam angkatangkut pasien adalah
1.2.1 Berat Pasien, jarak angkut ,dan intensitas.
1.2.2 Kondisi lingkungan rumah sakit yaitu lantai licin,kasar, naik turun
II. TUJUAN
Sebagai petunjuk bagi semua karyawan yang melakukan angkatangkut pasien
secara aman,efektif dan efisien
III. PROSEDUR
3.1 Persiapan
3.1.1 Pahami benar kondisi pasien. (apakah fraktur leher atau pingang,
stroke, sadar atau tidak dll).
3.1.2 Beri penjelasan ke pasien atau keluarga tentang prosedur, maksud
dan tujuan angkatangkut tersebut
3.1.3 Perhatikan Drain dan line atau linen yang mungkin mengganggu.
314 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.1.4 Semua barang atau benda yang menghalangi pandangan mata atau
mengganggu sebaiknya disingkirkan dulu.
3.1.5 Persiapkan terlebih dahulu alat Bantu angkatangkut pasien atau
bila pasien tidak memungkinkan diangkat sendiri maka orang yang
akan membantu harus sudah siap di tempat pasien tersebut dan
mengetahui perannya. Jangan pasien sudah diangkat baru panggil
bantuan.
3.1.6 Pastikan bahwa tempat tidur pasien sudah terkunci dan lantai tidak
licin.
3.1.7 Posisikan atau atur tinggi rendah tempat tidur sesuai karyawan
yang mau mengangkat ( Posisi setinggi antara tali pusar dan siku
karyawan ) dan buka rel pengaman bed terlebih dahulu
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
3.2.2 Pasien diusahakan menekan pada anggota tubuh yang kuat dan
membebaskan tubuh yang lemah dari pembebanan berlebihan.
3.2.3 Pegangan harus tepat, penganggkat dengan pegangan tangan penuh
3.2.4 Lengan harus sedekat – dekatnya pada badan dan dalam posisi
lurus
3.2.5 Punggung harus diluruskan.
3.2.6 Dagu ditarik segera setelah kepala tegak kembali ( seperti
permulaan gerakan ) dengan posisi kepala dan dagu lurus diikuti
seruruh tulang belakang.
3.2.7 Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk
mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat,
satu kaki ditempatkan kearah jurusan gerakan yang dituju, kaki
kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu
mendorong tubuh pada gerakan pertama
3.2.8 Berat badan dimanfaatkanuntuk menarik dan mendorong serta
gaya untuk gerakan dan perimbangan.
3.2.9 Beban diusahkan berada sedekat mungkin terahadap garis vertical
yang melalui pusat gravitasi tubuh.
3.2.10 Angkat angkut pasien dengan kondisi khusus diatur dengan SPO
tersendiri.
3.3 Mengakhiri Terapi
3.3.1 Merapikan kembali drain, line dan linen seperti semula.
3.3.2 Kunci roda tempat tidur dan pengaman.
3.3.3 Mengembalikan alat bantu angkat angkut ketempat semula.
3.3.4 Memberikan penjelasan ke keluarga atau pasien kalau proses
angkat angkut sudah selesai
315 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
Tidak ada
316 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 317 dari 3
I. PENGERTIAN
Standar Identifikasi pasien fisioterapi adalah suatu standar yang
diberlakukan dalam penerimaan pasien melalui identifikasi pasien yang
mencakup identitas diri / nama dan problem yang nyata dan yang
berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau
kondisi kesehatan lain.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi staf dalam mengidentifikasi pasien.
III. KEBIJAKAN
Semua terapis, Staf Administrasi, Pekarya dan petugas lain yang berhubungan
pelayanan wajib mengetahui indentitas pasien secara lengkap dan dtegaskan
kembali oleh staf dengan memanggil ulang nama tersebut.
IV. PROSEDUR
4.1. Pasien rawat jalan
4.1.1 Pada saat datang di Administrasi / ruang tunggu
4.1.1.1 Staf Administrasi mengucapkan selamat dan meminta
pasien menyebutkan identitas dirinya.
4.1.1.2 Staf Administrasi melakukan registrasi dan atau
melakukan aktual untuk pasien dengan perjanjian.
317 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.1.3 Staf Administrasi mencetak label dan meminta konfirmasi
pasien tentang data yang tercantum pada stiker dan
menempelkan label pasien yang dimaksud di slip
pembayaran
4.1.1.4 Terapis meminta staf administrasi memanggil nama
pasien ke ruangan pemeriksaan
4.1.2 Pada saat datang di ruang pemeriksaan
4.1.2.1 Pasien masuk keruang pemeriksaan dengan menyebutkan
namanya.
4.1.2.2 Terapis melakukan pengecekan dengan memanggil ulang
nama pasien.
4.1.3 Pada saat pasien datang di ruang tindakan
4.1.3.1 Terapis memberikan tindakan dengan menyebut nama
pasien
4.1.3.2 Terapis memberikan tanda pada item tindakan slip
pembayaran dan melakukan paraf.
4.1.4 Pada saat datang di administrasi fisioterapi
4.1.4.1 Pasien menuju kasir dan meginput item sesuai nama
pasien kedalam komputer.
4.1.4.2 Staf Administrasi menyarankan pasien untuk membuat
perjanjian kedatangan berikutnya.
4.2. Pasien rawat Inap
4.2.1 Diruang rawat inap
4.2.1.1 Terapis membawa Form permintaan ke ruangan rawat
inap dan memeriksa status pasien
4.2.1.2 Terapis memperkenalkan diri pada pasien dan atau
keluarganya kemudian melakukan asessment termasuk
jati diri pasien. Problematik yang diperoleh di gabungkan
dengan diagnosa medis, untuk kemudian
didokumentasikan dalam status pasien
318 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.2 Diruang Terapi
4.2.2.1 Pasien diantar dari ruang rawat inap oleh petugas
ruangan ke ruangan terapi
4.2.2.2 Staf Administrasi menerima pasien, mengucapkan selamat
dan
4.2.2.3 meminta pasien menyebutkan identitas dirinya.
4.2.2.4 Staf Administrasi melakukan registrasi dan atau
melakukan aktual untuk pasien dengan perjanjian.
4.2.2.5 Staf Administrasi mencetak label dan menempelkan label
pasien yang dimaksud di slip pembayaran
4.2.3 Pada saat datang di administrasi Fisioterapi
4.2.3.1 Pasien menuju kasir dan meginput item sesuai nama
pasien kedalam komputer.
4.2.3.2 Staf Administrasi menyarankan pasien untuk membuat
perjanjian kedatangan berikutnya.
V. DOKUMEN TERKAIT
-
VI. LAMPIRAN
-
319 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 320 dari 362
I. PENGERTIAN
Pengkajian pasien Fisioterapi adalah adalah kegiatan yang dilakukan fisioterapis
mulai dari anamnesa, observasi dan pemeriksaan fisik sebagai acuan untuk
menentukan masalah, rencana, tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien.
II. TUJUAN
2.1 Untuk memperoleh data yang menyeluruh tentang pasien.
2.2 Untuk menentukan masalah yang ada pada pasien
2.3 Untuk menentukan rencana, tujuan dan program terapi yang tepat bagi pasien
III. PROSEDUR
3.1 Pasien baru datang dengan surat rujukan, baca surat rujukan lalu lakukan
pemeriksaan.
3.2 Pasien baru datang tanpa surat rujukan, dilakukan pemeriksaan.
3.3 Pemeriksaan dilakukan menurut keperluannya dan tidak mengubah posisi
pasien berulang-ulang.
3.4 Lakukan anamnesa terhadap pasien atau keluarga.
3.5 Lakukan observasi berhubungan dengan alat bantu, bentuk, kulit, pola jalan,
fungsional dan mobilitas.
3.6 Lakukan pemeriksaan fisik berhubungan dengan AROM, PROM,
neuropsikologis, tes melawan tahanan, tes khusus.
3.7 Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya bengkak, spasme, dan keadaan
tonus otot.
3.8 Lakukan pengukuran-pengukuran yang diperlukan.
3.9 Tentukan masalah yang ada pada pasien.
3.10 Pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk
3.11 kepada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau professional kesehatan lain
yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
3.12 Tentukan program terapi sesuai dengan masalah yang ada dan kebutuhan
pasien atau mengirim pasien tanpa surat rujukan dokter yang kasusnya tidak
dapat ditangani dirujuk kepada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau
professional kesehatan lain yang lebih ahli dengan persetujuan pasien.
3.13 Berikan edukasi dan program latihan di rumah kepada pasien dan keluarga.
3.14 Lakukan pencatatan mengenai pengkajian, program dan tujuan terapi pada
formulir catatan pemeriksaan fisioterapi.
320 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
3.15 Laporan evaluasi pasien fisioterapi kepada dokter pengirim apabila program
terapi telah selesai.
V. LAMPIRAN
Bagan alur pelayanan pasien fisioterapi
321 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 322 dari 4
I. PENGERTIAN
Pengkajian Fisioterapi adalah suatu proses mencakup pemeriksaan pada diri
individu atau kelompok, mengidentifikasi problem yang nyata dan yang
berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau
kondisi kesehatan lain, dengan cara mengangkat riwayat penyakit, telaah umum,
uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi
hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah proses
pertimbangan klinis.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional
merumuskan Pengkajian fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan
fisioterapi, petugas lain
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit dan wajib diikuti oleh
Fisioterapis, pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.
IV. PROSEDUR
Komponen :
4.4 Identifikasi Umum.
Kriteria :
4.4.1. Data lengkap
4.4.2. Sistematis
322 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.4.3. Menggunakan form dan prosedur yang baku, actual dan valid.
4.4.4. Asesmen dan konsultasi
Data awal mencakup elemen;
4.4.4.1. Riwayat penyakit dan harapan pasien / klien
4.4.4.2. Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai
dirasakan dan upaya pencegahannya.
4.4.4.3. Diagnosa medis dan dan riwayat medis yang berkaitan
4.4.4.4.
4.4.4.5. Karekteristik demografi, psikologik, sosial, dan faktor
lingkungan yang terkait.
4.4.4.6. Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan
dengan episode asuhan fisioterapi
4.4.4.7. Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis
4.4.4.8. Pernyataan pasien / klien tentang problemnya sesuai
dengan kadar pengetahuannya.
4.4.4.9. Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi ( outcomes)
dari pasien / klien dan keluarga dan pihak lain yang
terpengaruh.
4.4.5. Telaah sistemik
Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal,
mencakup sistem-sistem :
4.4.5.1. Kardiovasculer/ pulmuner
4.4.5.2. Integumenter
4.4.5.3. Musculoskleletal
4.4.5.4. Neuromusculer
4.4.6. Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan
pembelajaran.
4.4.7. Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status
pasien / klien.
4.4.7.1. Arousal, atensi dan kognisi
4.4.7.1.1 Tingkat kesadaran
4.4.7.1.2 Kemampuan menjawab perintah
4.4.7.1.3 Kemampuan tampilan secara umum
323 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.4.7.2. Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris
4.4.7.2.1. Keterampilan motorik kasar dan halus
4.4.7.2.2. Pola gerak reflek
4.4.7.2.3. Ketangkasan, kelincahan dan koordinasi
4.4.7.3. Range Of Motion
4.4.7.3.1. Luas gerak sendi
4.4.7.3.2. Nyeri jaringan lunak sekitar
4.4.7.3.3. Panjang dan fleksibilitas otot
4.4.7.4. Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya
tahan )
4.4.7.4.1. Force, velocity, torque, work, power
4.4.7.4.2. Gradasi manual muscle test.
4.4.7.4.3. Elektromiografi : Amplitudo, durasi, waveform
dan frekwensi
4.4.7.5. Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi
4.4.7.5.1. Frekwensi denyut jantung, frekwensi
pernafasan, tekanan darah
4.4.7.5.2. Gas darah arteri
4.4.7.5.3. Palpasi denyut perifer
4.4.7.6. Sikap
4.4.7.6.1. Sikap statik
4.4.7.6.2. Sikap dinamik
4.4.7.7. Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan
4.4.7.7.1. Karateristik langkah
4.4.7.7.2. Fungsional lokomasi
4.4.7.7.3. Karateristik keseimbangan
4.4.7.8. Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal
4.4.7.8.1. Aktifitas hidup harian
4.4.7.8.2. Kapasitas fungsional
4.4.7.8.3. Transfer
4.4.7.9. Integrasi / reintegrasi masyarakat dan kerja ( pekerjaan /
sekolah / bermain )
4.4.7.9.1. Aktifitas instrumentasi kehidupan harian
324 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.4.7.9.2. Kapasitas fungsional
4.4.7.9.3. Kemampuan adaptasi
4.4.8. Pemeriksaan penunjang seperti radiology, laboratorium dan lain
sebagainya
4.4.9. Analisa data dan interpretasi data.
Analisa dan interpretasi data adalah suatu kegiatan untuk
menyimpulkan informasi yang diperoleh dengan membandingkan
kapasitas fisik dan kemampuan fungsionalnya dengan aktifitas
sehari-hari.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
325 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 326 dari 2
I. PENGERTIAN
1.1 Diagnosa Fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom,
sindrom atau kategori yang merefleksikan informasi yang didapat dari
pemeriksaan pasien / klien.
1.2 Prognosa fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi
sehat sakit pasien / klien yang mungkin tercapai dalam waktu berikutnya
denganintervensi fisioterapi.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan diagnosa dan prognosa fisioterapi pada pasien / klien yang
ditanganinya.
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit dan wajib diikuti oleh
Fisioterapis, pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas lain.
IV. PROSEDUR
4.1 Diagnosa fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan dan evaluasi
dengan pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi
gerak, mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan tertentu,
limitasi fungsi, ketidakmampuan dan sindroma. Diagnosa akan berfungsi
dalam menggambarkan keadaan pasien / klien, menuntun penetuan
prognosis dan menuntun penyusunan rencana intervensi.
326 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.1.1 Merumuskan dan atau kelemahan jaringan.
4.1.2 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
4.1.3 Merumuskan ketidakmampuan gerak dalam aktifitas hidup harian
4.1.4 Merumuskan sindrom dari analisa dan sintesa simtom yang ada.
4.2 Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi
perkembangan varian kondisi sehat sakit pasien / klien yang mungkin
dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi fisioterapi.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
6.1 Diagnosa Musculosceletal
6.2 Diagnosa Neuromusculer
6.3 Diagnosa Kardiovasculer / Pulmoner
6.4 Diagnosa Integumenter
327 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5
I. Diagnosa Musculosceletal
Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system musculoskeletal /
demineralisasi
Gangguan Sikap
Gangguan Kinerja otot
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan connective tissue
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan Inflamasi lokal
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan kerusakan spinal
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan fraktur
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan arthroplasty sendi
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan bedah tulang / jaringan lunak.
Gangguan mobilitas sendi, motor fungtion, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan amputasi
328 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
Progresif Disorder CNS – conginetal atau pada bayi dan masa anak.
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
Progresif Disorder CNS – pada usia dewasa
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
Progresif Disorder CNS.
Gangguan Periferal nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Periferal Nerve Injury.
Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acut
atau Chronic Polyneuropathies.
Gangguan motor function dan Periferal nerve integration yang berkaitan dengan
Non Progresif Disorder Spinal Cord
Gangguan kesadaran, ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near
coma, atau status vegetative.
329 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. Diagnosa Integumenter
Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan superficial skin
involment.
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan partial thickness skin
involment
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan partial thickness skin
involment dan scar formation
Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan partial thickness skin
involment extended in to fascia, muscle, or bone and scar formation.
330 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 331 dari 3
I. PENGERTIAN
Perencanaan fisioterapi ialah rumusan antisipasi kondisi pasien jangka pendek,
menengah dan panjang yang bisa dicapai melalui serangkaian tindakan
fisioterapi, serta rumusan rangkaian tindakan fisioterapi yang diperlukan untuk
pencapaian tersebut.
Perencanaan mencakup antisipasi tujuan, harapan dan rencana tindakan,
berkaitan dengan impairmen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai yang
didapat pada pemeriksaan, harapan keberhasilan dinyatakan dengan terminologi
fungsional.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk dan wajib
diikuti oleh Fisioterapis, pasien / klien, petugas pelayanan fisioterapi dan petugas
lain.
331 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. PROSEDUR
Perencanaan disusun berdasarkan kebutuhan pasien untuk mengatasi diagnosa
fisioterapi dengan;
4.1 Ketentuan perencanaan meliputi;
4.1.1 Melibatkan pasien / klien ( keluarga dan pihak lain berpengaruh )
dalam perumusan antisipasi tujuan dan harapan keberhasilan
4.1.2 Merumuskan tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan
dinyatakan dalam terminologi terukur.
4.1.3 Merumuskan jenis-jenis tindakan fisioterapi, frekuensi, intensitas,
durasi, modifikasi dan jadwal evaluasi
4.1.4 Merumuskan pendidikan bagi pasien / klien dan keluarga /
pemberi pelayanan.
4.1.5 Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan koordinasi
dengan profesi / pelayanan lain.
4.1.6 Memberikan penjelasan yang cukup bagi pasien / klien atau
walinya tentang diagnosa, prognosa, antisipasi tujuan, harapan
keberhasilan, rencana tindakan dan pendidikan.
4.1.7 Meminta persetujuan tindakan atas dasar kesadaran ( informed
consent ) pasien / klien atau walinya
4.2 Komponen perencanaan meliputi;
4.2.1 Prioritas masalah : fungsi Motorik dan sensorik, fungsi koqnitif,
intrapersonal, interpersonal dan masalah fungsional.
4.2.2 Tujuan : Singkat dan jelas, berdasarkan diagnosa fisioterapi, dapat
diukur, realistik dan menggunakan tahapan.
4.2.3 Rencana tindakan
4.2.4 Tindakan metodelogi fisioterapi berdasarkan tujuan terapi dengan
memperhitungkan aspek efisiensi & efektifitas serta melibatkan
pasien / keluarga pasien, mempertimbangkan budaya,
kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku, menjamin rasa aman
dan nyaman bagi pasien dan mempertimbangkan lingkungan,
sumber daya dan fasilitas yang ada. Rencana tindakan harus berupa
kalimat instruksi, ringkas, tegas dan mudah dimengerti serta
menggunakan sistimatika baku.
332 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.5 Edukatif
4.2.6 Edukasi terhadap pasien melibatkan pasien dan keluarga pasien
dengan memperhatikan prinsip belajar mengajar serta
menggunakan metode yang tepat.dan komunikasi efektif
4.2.7 Evaluasi
4.2.8 Menggunakan konsep pengukuran
4.2.7.1 Dilakukan secara berkala
4.2.7.2 Penetapan kriteria keberhasilan.
4.2.7.3 Penetapan kriteria modifikasi
4.2.7.4 Penetapan kriteria rujukan.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
333 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 334 dari 2
I. PENGERTIAN
Intervensi fisioterapi ialah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan
dengan maksud memenuhi kebutuhan pasien secara maksimal yang mencakup
aspek peningkatan, pemeliharaan, penyembuhan serta pemulihan kesehatan
dengan mengikut sertakan pasien dan keluarganya.mencakup penanganan
manual; peningkatan gerak; peralatan fisis; peralatan elektroterapeutis dan
peralatan mekanis; pelatihan fungsional; penentuan bantuan dan peralatan
bantuan; dokumentasi dan koordinasi, komunikasi
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi fisioterapi dalam menjalankan asuhan profesional
merumuskan perencanaan fisioterapi pada pasien / klien yang ditanganinya.
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku dilingkungan, dan wajib diikuti oleh Fisioterapis,
pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi, petugas lain.
IV. PROSEDUR
Intervensi setiap kunjungan / pertemuan, dengan mencermati respon dan
perkembangan kondisi pasien / klien perlu implementasi dan modifikasi dari
perencanaan. Intervensi oleh Fisioterapis dan atau dilaksanakan oleh asisten
harus dibawah direksi/pengarahan dan supervise otentikasi (pengesahan)
dokumen oleh fisioterpi berijin, memuat unsure-unsur:
Kriteria :
4.1 Sesuai rencana fisioterapi termasuk penetapan dosis dan waktu.
334 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2 Mengamati kapasitas fisik dan kemampuan fungsional dengan pendekatan
holistik.
4.3 Menjelaskan setiap tindakan / intervensi fisioterapi kepada pasien /
keluarga.
4.4 Menggunakan sumber daya ( peralatan, fasilitas dan mempertimbangkan
sosio ekonomi pasien )
4.5 Bersikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan pasien / keluarga.
4.6 Menerapkan prinsip aseptik / antiseptik.
4.7 Menerapkan etika fisioterapi.
4.8 Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan
keselamatan pasien.
4.9 Segera merujuk masalah yang mengancam keselamatan pasien.
4.10 Mencatat semua intervensi yang telah dilaksanakan.
4.11 Melaksanakan intervensi fisioterapi berdasarkan prosedur yang telah
ditentukan dan memperhatikan respon pasien.
4.12 Memperhatikan kerapian pasien dan sarana fisioterapi.
4.13 Mengatasi gangguan kapasitas fisik kemampuan fungsional
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
335 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 336 dari 2
I. PENGERTIAN
Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien seperti
laporan konsultasi, laporan asesmen awal, catatan perkembangan, catatan alur
pelayanan, re-asesmen dan kesimpulan pelayanan.
Autentikasi ialah proses untuk verivikasi bahwa semua data yang tercatat adalah
lengkap, akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau tanda tangan
computer dengan system pengamanan elektronika.
II. TUJUAN
Tersedianya pedoman bagi Fisioterapis dalam menjalankan asuhan professional
merumuskan dokumentasi fisioterapi pada pasien/klien, petugas pelayanan
fisioterapi, petugas lain
III. KEBIJAKAN
Standar ini berlaku di lingkungan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta dan
wajib diikuti oleh Fisioterapis, pasien/klien, petugas pelayanan fisioterapi dan
petugas lain.
IV. PROSEDUR
Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
4.1 Nama pasien dan data identifikasi lain.
4.2 Asal rujukan.
4.3 Tanggal pertama asesmen, hasil asesmen dan data dasar
4.4 Program dengan estimasi lamanya pelayanan atau tujuan jangka pendek,
4.5 menengah dan jangka panjang sesuai standar IV.
336 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.6 Metode dan hasilnya serta modifikasinya meliputi:
4.6.1 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris
4.6.2 Range of motion
4.6.3 Penampilan otot ( termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan )
4.6.4 Ventilasi, respirasi ( pertukaran gas ) dan sirkulasi
4.6.5 Sikap statis dan dinamis
4.6.6 Langkah, gerak ( lokomasi ) dan keseimbangan
4.6.7 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal
4.7 Kriteria :
4.7.1 Pencatatan selama pasien rawat inap maupun rawat jalan
4.7.2 Menggunakan Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta.
4.7.3 Pencatatan dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan.
4.7.4 Penulisan catatan jelas, ringkas dan menggunakan istilah dan
sisitimatika yang baku.
4.7.5 Mengoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoret satu garis
lurus sepanjang tulisan yang dikoreksi diparaf dan ditanggali
4.7.6 Setiap pencatatan harus mencantumkan inisial / nama fisioterapis
yang melaksanakan intervensi fisioterapi.
4.7.7 Persetujuan ( informed consent ) : kepada pasien/klien harus
ditanyakan pemahaman dan kesadarannya sebelum intervensi
dimulai
4.7.8 Disimpan sesuai peraturan yang berlaku.
4.7.9 Digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan.
V. DOKUMEN TERKAIT
VI. LAMPIRAN
337 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DR. PENGIRIM
FISIOTERAPIS
ADMINISTRASI
INPUT PEMBAYARAN
338 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 339 dari 3
I. PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Inap bagian Fisioterapi adalah alur pasien rawat inap
yang memerlukan pelayanan bagian Fisioterapi
II. TUJUAN
2.1 Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat Inap yang
membutuhkan pelayanan bagian Fisioterapi.
2.2 Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat inap bagian Fisioterapi.
III. PROSEDUR
3.1 Dokter spesialis pengirim membuat surut rujukan ke Fisioterapi
3.2 Perawat ruangan menginformasikan adanya pasien baru kepada
Fisioterapi.
3.3 Fisioterapis menjawab konsul dan membuat program Fisioterapi dicatat
dalam rekam medis
3.4 Terapis menentukan prioritas permasalahan, menentukan tujuan terapi
dan melakukan tindakan,mengevaluasi dan mendokumentasikan proses
fisioterapi dan perkembangan pasien.
3.5 Fisioterapis memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk
melaksanakan program di ruang rawat inap.
3.6 Kasir memasukan data pembayaran ke komputer.
339 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. UNIT TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
5.1 Bagan alur pasien rawat Inap
340 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 341 dari 3
DOKTER PENGIRIM
Fisioterapis
n
Program E
V
R
A
U
L
J
U
U
A
K
S
A
TERAPIS I
N
Pelaksanaan
S
P ADMINISTRASI
Input Pembayaran
341 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5
Ada Form
Tidak
Rujukan ?
Ya
Terapis Sesuai
Tidak
Konsultasi Kewenangan ?
Ya
Terapis
Penatalaksanaan
Terapis
Evaluasi & Kontrol Ke Dokter
342 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 5 dari 5
PASIEN
RAWAT JALAN
Ada Form
Rujukan ?
Tidak
Ya
DR. REHABILITASI
Program
TERAPIS
Assesment
Sesuai
Ya Tidak
Kewenangan ?
TERAPIS
TERAPIS
Penatalaksanaan
Konsul Ke Dokter
TERAPIS
Evaluasi &
Kontrol Ke Dokter
343 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 344 dari 6
I. PENGERTIAN
Konsultasi pasien Rawat Jalan bagian Fisioterapi adalah alur masuk dan keluar
pasien yang memerlukan pelayanan bagian Fisioterapi.
II. TUJUAN
2.1 Memberikan pelayanan yang baik bagi pasien rawat jalan yang
membutuhkan pelayanan bagian Fisioterapi.
2.2 Mengatur tertibnya pelayanan pasien rawat jalan bagian Fisioterapi.
III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi
terapis dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien, dan
mengingat pedoman atau panduan ini disusun untuk satu penyakit secara
umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan pertimbangan klinis dari terapis dalam penatalaksanaan
pasien.
3.2 Setiap program terapi, pelaksanaan program terapi dan perkembangannya
harus didokumentasikan secara lengkap oleh terapis dalam berkas rekam
medis pasien
IV. PROSEDUR
4.1 Pasien datang ke ruang terapi sesuai perjanjian atau urutan.
4.2 Rawat jalan RSPIK
4.2.1 Dengan surat rujukan
4.2.1.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD
mendaftarkan pasien rujukan ke Fisioterapi
4.2.1.2 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien,
membuat create visite kemudian mengatur urutan pasien
masuk ke ruangan konsultasi.
344 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.1.3 Fisioterapi melakukan evaluasi dan membuat program
dan mengisi formulir tindakan terapi.
4.2.1.4 Pasien membawa formulir terapi dari Fisioterapi diterima
petugas administrasi Fisioterapi dan dilakukan registrasi
dan pengaturan jadwal.
4.2.1.5 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas
permasalahan serta menentukan tujuan terapi
4.2.1.6 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program,
edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melaksanakan
program di rumah, mendokumentasikan dan melakukan
evaluasi serta membuat rujukan ke dokter pengirim
4.2.1.7 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke
komputer.
4.2.1.8 Pasien membayar dikasir, dan Petugas administrasi
menerangkan kepada pasien untuk datang lagi sesuai
perjanjian.
4.2.2 Tanpa surat rujukan
4.2.2.1 Petugas administrasi poliklinik atau dari UGD
menyerahkan formulir tindakan terapi serta mengarahkan
pasien ke bagian rehabilitasi
4.2.2.2 Petugas administrasi rehabilitasi menerima pasien, meng
create visite kemudian mengatur urutan pasien masuk ke
ruangan terapi.
4.2.2.3 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas
permasalahan serta menentukan tujuan terapi
4.2.2.4 Terapis melakukan tindakan mengacu pada program,
edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melaksanakan
program di rumah, mendokumentasikan dan melakukan
evaluasi serta membuat laporan ke Dokter pengirim.
4.2.2.5 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke
komputer.
4.2.2.6 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi
menerangkan kepada pasien untuk datang lagi sesuai
perjanjian..
4.2.3 Rawat jalan dari luar RSPIK
4.2.3.1 Petugas administrasi Fisioterapi menerima pasien yang
membawa surat rujuk atau formulir tindakan terapi,
membuat case kemudian mengatur urutan pasien masuk
ke ruangan terapi
4.2.3.2 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas
permasalahan serta menentukan tujuan terapi
4.2.3.3 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan
keluarga untuk melaksanakan program di rumah,
mendokumentasikan dan melakukan evaluasi serta
membuat laporan pasien ke dokter pengirim.
4.2.3.4 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke
komputer.
4.2.3.5 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi
menerangkan kepada pasien untuk datang lagi sesuai
perjanjian.
345 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.2.4 Rawat jalan tanpa surat rujukan
4.2.4.1 Pasien datang tanpa formulir terapi diterima petugas
admnistrasi dan dilakukan registrasi.
4.2.4.2 Terapis melakukan assessment, menentukan prioritas
permasalahan serta menentukan tujuan terapi
4.2.4.3 Terapis menerima pasien rawat jalan tanpa rujukan
dokter sesuai batas Kewenangannya, sebagai berikut :
4.2.4.4 Fisioterapis dapat menerima pasien/ klien tanpa rujukan
4.2.4.5 dokter pada pelayanan yang bersifat promotif, preventif,
pelayanan untuk pemeliharaan kebugaran, memperbaiki
postur, memelihara sikap tubuh dan melatih irama
pernafasan normal serta pelayanan dengan keadaan
aktualitas rendah dan bertujuan untuk pemeliharaan.
4.2.4.6 Terapis Wicara dapat menerima pasien tanpa rujukan
dokter pada pelayanan yang bersifat promotif, preventif,
pelayanan dengan keadaan aktualitas rendah dan
bertujuan untuk pemeliharaan serta pelayanan pada
pasien/ klien dengan gangguan komunikasi ringan.
4.2.4.7 Okupasi Terapis dapat menerima pasien/ klien tanpa
rujukan dokter pada pelayanan yang bersifat promotif,
preventif, deteksi dini, penyembuhan dan pemulihan
dalam intervensi oupasi terapis pada gangguan area
kinerja okupasional dan gangguan komponen kinerja
operasional.
4.2.4.8 Terapis melakukan tindakan, edukasi kepada pasien dan
keluarga untuk melaksanakan program di rumah,
mendokumentasikan dan melakukan evaluasi.
4.2.4.9 Pasien yang kasusnya tidak dapat ditangani dirujuk ke
tenaga kesehatan lain yang lebih ahli dengan persetujuan
pasien.
4.2.4.10 Petugas administrasi memasukan data pembayaran ke
komputer.
4.2.4.11 Pasien membayar dikasir, dan petugas administrasi
menerangkan kepada pasien untuk datang lagi sesuai
perjanjian.
346 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
V. UNIT TERKAIT
Tidak ada
VI. LAMPIRAN
Bagan alur pasien rawat jalan
347 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 348 dari 362
I. PENGERTIAN
Prosedur mulai kerja adalah suatu kegiatan persiapan staff administrasi dalam ruang
kerja yang disesuaikan dengan perencanaan dan kapasitas pekerjaan yang meliputi
proses pemeriksanaan dan persiapan alat kerja, persiapan kertas cetakan, kebersihan
dan kerapihan ruang kerja, pemisahanan dan pemeriksaan file keuangan pasien.
II. TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf Administrasi Fisioterapi
dalam mempersiapkan ruang kerja sehingga dapat memberikan pelayanan yang
cepat, ramah, dan akurat kepada pasien dan keluarganya.
III. PROSEDUR
3.1 Staf Administrasi mengambil kunci ruang kerja dan uang modal kerja, slip
setoran bank diruang pusat Administrasi lantai 1.
3.2 Baca informasi terbaru.
3.3 Minta Uang Modal kerja ke Kasir Umum, jumlah uang modal sesuai yang
ditentukan.
3.4 Buka ruang kerja, pastikan bahwa ruang kerja terkunci sebelum dibuka.
3.5 Rapihkan tata ruang kerja, periksa kebersihan ruangan kerja.
3.6 Minta pihak “Cleaning Service” untuk membantu membersihkan ruang kerja.
3.7 Hidupkan komputer, “printer”, periksa keadaannya, pastikan bahwa kertas
untuk mencetak cukup, penuhi bila tidak.
3.8 Apakah semua kelengkapan kerja, alat cetakan, alat tulis, kertas, “brochure”
sudah terpenuhi ?
3.9 Jika TIDAK Catat semua kekurangan agar dapat dilengkapi.
3.10 Jika YA : lanjutkan
3.11 Periksa Transaksi di mesin kartu kredit, lakukan “Settlement” bila masih ada
transaksi
3.12 yang tertinggal lakukan “Settlement” dan berikan kepada Kasir Umum.
3.13 Konfirmasi dengan ruang perawatan untuk mengetahui jumlah pasien yang
rencana pulang pada hari tersebut dan juga biaya-biaya pasien yang belum
dilakukan pencatatan.
3.14 Selesai
348 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV. DOKUMEN TERKAIT
Tidak ada
V. LAMPIRAN
349 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 350 dari 362
I. PENGERTIAN
Prosedur Akhir Kerja adalah suatu kegiatan persiapan staf administrasi untuk
penutupan ruang kerja yang meliputi proses pelaporan hasil kerja, penyetoran
pendapatan, penyetoran file keuangan, pemeriksaan alat kerja, persiapan kertas
cetakan, kebersihan dan kerapihan ruang kerja.
II. TUJUAN
Prosedur ini menetapkan petunjuk pelaksanaan bagi staf administrasi Fisioterapi
dalam mengakhiri masa kerja sehingga dapat memberikan ketepatan pelaporan dan
penyetoran file keuangan pasien pulang dan pendapatan.
III. KEBIJAKAN
3.1 Standar prosedur ini dimaksudkan sebagai pedoman atau panduan bagi
Fisioterapis dalam menyelenggarakan pelayanan fisioterapi pada pasien,
dan mengingat pedoman atau panduan ini disusun untuk satu penyakit
secara umum maka pedoman atau panduan ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan pertimbangan klinis dari Fisioterapis terapis dalam
penatalaksanaan pasien.
3.2 Setiap program Fisioterapi, pelaksanaan program Fisioterapi dan
perkembangannya harus didokumentasikan secara lengkap oleh
Fisioterapis dalam berkas rekam medis pasien
350 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
4.7 Masukan semua pendapatan, slip dan “Settlement” kartu kredit ke dalam
amplop setoran kasir.
4.8 Isi keterangan dimuka amplop pendapatan kasir sesuai dengan isi amplop.
4.9 Tuliskan jumlah pendapatan kasir, tandatangan dan nama jelas penyetor di
Slip Bank untuk disetorkan.
4.10 Matikan komputer bila sudah tidak ada kegiatan administrasi lagi.
4.11 Pastikan semua komputer dan “printer” dalam keadaan mati, pastikan
kebersihan
4.12 ruangan terjaga baik dan semua pintu terkunci sebelum meninggalkan
ruangan.
4.13 Apakah Bank masih beroperasi?
4.13.1 Jika YA : Setorkan uang tunai pendapatan kasir berikut Slip Bank ke
Bank.
4.13.2 Jika TIDAK : Masukan uang tunai pendapatan kasir berikut Slip Bank ke
dalam Amplop Penyetoran Tunai
4.14 Tuliskan nama kasir dan jumlah pendapatan di muka Amplop penyetoran.
4.15 Minta Penyelia memeriksa semua laporan dan menandatangani laporan
dan juga dokumen yang terkait dengan laporan.
4.16 Setorkan laporan, Slip Bank/Amplop pendapatan, uang modal dan file
keuangan pasien pulang di seksi Kasir Umum.
4.17 Serahkan kunci ruangan kepada Penyelia.
4.18 Serah terimakan tugas yang tertunda kepada Staff administrasi Fisioterapi
berikutnya
4.19 Selesai
V. UNIT TERKAIT
Tidak ada
351 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
.
LOGO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Hal 352 dari 5
I. PENGERTIAN
Orientasi Karyawan Baru Bagian Rehabilitasi Medik adalah suatu periode dalam
masa percobaan karyawan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perusahaan
dimana karyawan baru wajib mengikuti kegiatan pengenalan ( orientasi ).
II. TUJUAN
Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman umum dalam pelaksanaan orientasi
bagi karyawan baru di Bagian Rehabilitasi.
III. PROSEDUR
3.1 Pelaksana
3.1.1 Orientasi bagi karyawan baru akan dilaksanakan dalam 2 ( dua )
tahapan, sebagai berikut :
3.1.1.1 Orientasi Umum dilaksanakan oleh Departemen Sumber
Daya Manusia.
3.1.1.2 Orientasi Khusus dilaksanakan oleh Departemen bersama
Bagian Rehabilitasi.
3.1.2 Orientasi Khusus wajib dilikuti oleh karyawan baru sebagaimana
diatur dalam peraturan ini
3.1.3 Materi yang diberikan selama masa Orientasi Khusus akan meliputi:
3.1.3.1 Struktur Organisasi Departemen, Bagian dan Uraian Tugas.
3.1.3.2 Peraturan - Ketentuan Departemen Klinik.
3.1.3.3 Standar Prosedur Operasional.
3.1.3.4 Instruksi Kerja bagian Rehabilitasi.
3.1.3.5 Pengenalan lingkungan kerja.
3.1.3.6 Pengenalan peralatan kerja.
3.1.3.7 Latihan penggunaan peralatan kerja.
3.1.4 Metoda pelaksanaan Orientasi Khusus adalah dengan metoda
belajar aktif
3.1.5 dengan bimbingan petugas yang ditunjuk.
3.1.6 Evaluasi atas pemahaman sehubungan dengan materi yang
dipelajari akan dilakukan oleh Kepala Bagian Rehabilitasi dibantu
oleh Kepala Seksi Terapi Fisik.
3.1.7 Laporan Tertulis mengenai pelaksanaan orientasi Khusus serta
evaluasi Individual saat dilaksanakannya penilaian atas
352 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
pelaksanaan masa percobaan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku akan dibuat oleh Kepala Bagian Rehabilitasi.
3.2 Ruang Lingkup
Peraturan ini berlaku bagi seluruh karyawan baru yang akan bertugas di
bagian Rehabilitasi.
V. LAMPIRAN
5.1 Jadwal Orientasi Karyawan Baru.
353 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.2.
1. Pengertian :
4. Prosedur :
354 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
5. Lampiran
6. Referensi :
355 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.3.
1. Pengertian :
4. Prosedur :
356 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
c Mengintrepretasi temuan.
d Merekomedasi perbaikan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.
e Menindak lanjuti perbaikan prosedur, metode, dan teknik pelayanan.
baru
f Mendokumentasi prosedur, metode, dan teknik pelayanan baru.
5. Lampiran
6. Referensi :
357 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.4.
1. Pengertian :
6. Referensi :
358 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.5.
1. Pengertian :
6. Referensi :
WCPT, APTA.
359 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.6.
1. Pengertian :
6. Referensi :
WCPT, APTA.
360 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
IV.7.
1. Pengertian :
6. Referensi :
WCPT, APTA.
361 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a
362 | P a n d u a n P r o s e d u r O p e r a s i o n a l F i s i o t e r a p i I n d o n e s i a