Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan fisioterapi ditata sesuai kebutuhan pasien/klien masyarakat,
berdasar pada ilmu pengetahuan dan teknologi maju, dituntun oleh moral etis,
memperhatikan aspek biopsiko social-kultural-spiritual, mengacu pada perundangan
peraturan.Berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang menjujung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk individu dan sebagai titik sentral pembangunan
menuju masyarakat adil makmur, profesi fisioterapi memandang kapasitas gerak dan
fungsi tubuh adalah hak asasi manusia sebagai esensi dasar untuk hidup sehat dan
sejahtera.Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera secara mental dan fisik,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan berhak
untuk perawatan kesehatan.Negara bertanggung jawab untuk penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. (Amandemen
UUD45). Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.Pembangunan kesehatan diarahkan dalam rangka tercapainya
kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.Penyelenggaraan pembangunan
kesehatan diperlukan pengelola berbagai sumber daya baik pemerintah maupun
masyarakat, oleh pemerintah pusat maupun daerah.(UU.23/2004; UU.32/2004, UU
36/2009, PP.25/2000).
Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu
dan terjangkau. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayananan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Setiap
orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kewajiban tersebut pelaksanaannya
meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan
pembangunan berwawasan kesehatan. Pemerintah bertangg.jawab merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan
suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan

wajib memberikan akses luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan di bidang
kesehatan.(UU.36/2009, Ps.1, 5, 9, 14, 24). Rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan dan bertugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna.Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Tenaga
kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan.Rumah sakit mempunyai fungsi pendidikan,
pelatihan, pengembangan, penapisan ilmu pengetahuan teknologi bidang kesehatan.
(UU. 44/2009, Ps.4,.5, 13). Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik vertikal dan
horisontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit.dan atau
masalah penyakit atau permasalahan kesehatan (UU. 44/2009, Ps. 42).
B. Tujuan Pedoman
1. Sebagai acuan bagi sarana pelayanan kesehatan untuk
menyelenggarakan pelayanan fisioterapi.
2. Sebagai tolak ukur dalam menilai penampilan sarana pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan fisioterapi.
3. Sebagai pedoman dalam upaya pengembangan lebih lanjut
yang

arahannya

disesuaikan

dengan

tingkat

pelayanan

fisioterapi yang telah dicapai dan proyeksi kebutuhan


C.

pelayanan di masa depan.


Ruang Lingkup Pelayanan
Pelayanan Fisioterapi di RSUD Pemangkat mempunyai ruang lingkup Poli

Rawat Jalan dan Rawat Inap..


D. Batasan Operasional
Tenaga kesehatan katagori Keterapian Fisik terdiri dari Fisioterapis, Okupasi
Terapis dan Terapis Wicara.(Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996). Fisioterapis
terdiri dari jabatan fungsional ahli dan terampil (Peraturan Presiden No. 34/2008).
Fisioterapis kompeten berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, pendidik dan
peneliti (KEPMENKES No.376/2007).Fisioterapis wajib memiliki Surat Ijin Praktik,
berwenang melakukan assesmen, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi/reevaluasi.(Kepmenkes 1363/2001). Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan
kesehatan diatur dalam 7 (tujuh) standar, terdiri dari : 1. Falsafah dan tujuan, 2.
Administrasi dan pengelolaan, 3. Pimpinan dan pelaksana, 4. Fasilitas dan peralatan,
5. Kebijakan dan prosedur, 6. Pengembangan tenaga dan pendidikan, dan 7. Evaluasi
pelayanan dan pengembangan mutu.(KEPMEN No.517/2008).

Rujukan dibagi 2 (dua) kelompok : rujukan medik : untuk pengobatan dan


pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen dan pengetahuan tentang
penyakit; dan rujukan kesehatan untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan berupa
sarana, teknologi dan operasional (Kepmenkes 374/2009, SKN). Otonomi profesional
fisioterapis diperoleh melalui pendidikan profesi yang menyiapkan tenaga fisioterapis
yang mampu praktik secara otonom. Fisioterapis mampu melakukan keputusan
profesional untuk menetapkan diagnosis yang diperlukan sebagai dasar intervensi,
rehabilitasi dan pemulihan dari pasien/klien dan populasi. Prinsip etika diperlukan
untuk mengenali otonomi praktik, guna melindungi pasien/klien dan pelayanannya.
Pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan ditata dengan pedoman yang
terdiri dari : Falsafah, kompetensi, peran dan fungsi serta tanggung jawab fisioterapi,
penatalaksanaan pelayanan fisioterapi dan pelaporan, (KEPMENKES No.778/2008).
Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan,
membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat. (UU.36/2009, Ps. 14). Pembentukan instalasi ditetapkan
oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit, (PERMENKES No
1045/2006, Ps. 20). Pimpinan rumah sakit termasuk pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan berwenang mengatur kegiatan institusi yang dipimpinnya dengan mengacu
pada norma, standar, pedoman dan kriteria pelayanan fisioterapi yang ditetapkan oleh
pemerintah dan rekomendasi organisasi profesi fisioterapi. Pimpinan rumah sakit
termasuk pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan menetapkan kebijakan seperti dan
tidak terbatas pada :
a. seorang fisioterapis sebagai pimpinan pelayanan fisioterapi,
b. falsafah dan tujuan fisioterapi.
c. organisasi dan uraian tugas,
d. akses masuk,
e. pemeriksaan penunjang,
f. sistem dokumentasi
g. sistem pelaporan.

E.

Landasan Hukum
1. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
3

3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah


4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
7.

Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988

tentang Rumah Sakit;


8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 104/Menkes/Per/II/1999 tentang
Rehabilitasi Medik;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001
tentang Registrasi dan Ijin Praktek Fisioterapis;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan;
12. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor

04/KEP/M.PAN/1/2004 Tentang Jabatan Fungsional Fisioterapis dan


Angka Kreditnya;
13. Keputusan
Menteri

Kesehatan

Nomor

376/

Menkes/SK/III/2007Tentang Standar Profesi Fisioterapi;


14. standar internasional yang dikeluarkan oleh World Confederation For
Physical Therapy (WCPT).

BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Untuk menjalankan pelayanan Fisioterapi di dukung oleh tenaga professional
fisioterapi.
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Berikut ini adalah daftar kualifikasi SDM di Instalasi Fisioterapi adalah
sebagai berikut :
Tabel Kualifikasi Sumber Daya Manusia Instalasi Fisioterapi
Nama Jabtan
No
1
2

Ka.Instalasi Fisioterapi
Fisioterapi

Pendidikan

Sertifikasi

D3 FIsioterapi
D3 FIsioterapi

STR
STR

B. Distribusi ketenagaan
Pengaturan tenaga kerja di Instalasi Fisioterapi RSUD Pemangkat berdasarkan
non shift . Tenaga kerja di Instalasi saat ini berjumlah 2 orang yang memegang
tanggung jawab sebagai:
a) Ka. Operasional 1 orang
b) Staff fisioterapi 1 orang
C. Pengaturan jaga
Hari kerja di RSUD Pemangkat adalah 6 (enam) hari kerja dalam seminggu
dengan standar jam kerja 37,5 jam dalam satu minggu. RSUD Pemangkat merupakan
rumah sakit yang beroperasional 24 jam untuk melayani masyarakat umum dan di
sesuaikan dengan ketentuaan jam kerja standar rumah sakit. Adapun di Instalasi
Fisioterapi RSUD Pemangkat, pelayanan tidak 24 jam hanya pagi sesuai dengaan jam
buka poliklinik lainnya.
Aturan tenaga kerja di RSUD Pemangkat berdasarkan jam buka poliklinik
umum lainnya yaitu mulai jam 07.00 wib 13.00.

BAB III
STANDAR FASILITAS FISIOTERAPI
A. Denah ruang
RUANG
ADMINISTRA
SI

RUANG
LATIHA
N

SELASAR
Datang
Pulang

Gambar. Ruang Fisioterapi RSUD Pemangkat


Skala 1 :100
5

Adapun Luas Ruang Kerja


1. Ruang administrasi Fisioterapi
Ruang dengan ukuran 3 x 3 m . dengan 2 meja dan 4 kursi
2. Ruang Tindakan Fisioterapi 4 x 6 m.
Dengan 2 1 tempat tidur dan 1 tempat tidur Traksi. Ruang ini digunakan
untuk pengoperasian alat fisioterapi
3. Ruang Latihan 3 x 2,5 m

B. Standar fasilitas
Fasilitas di Instalasi Fisioterapi RSUD Pemangkat meliputi:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Nama Peralatan
Pesawat MWD ( BTL)
Traksi Unit ( BTL)
Lampu IR ( Heuser)
Tens Unit SDZ III
Bola Bobath
Tangga Latihan
Stall Bars Wood
Meja Tulis
Kursi Stainles
Kursi
Matras
Lemari

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. PELAYANAN FISIOTERAPI
6

Jumlah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
2 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah

Keterangan
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik

Prosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan
(Muhammad Ali, 2000). Prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling berkaitan
misalnya : orang, jaringan gudang yang harus dilayani dengan cara yang tertentu oleh
sejumlah pabrik dan pada gilirannya akan mengirimkan pelanggan menurut proses
tertentu (Amin Widjaja 1995). Prosedur pada dasarnya adalah suatu susunan yang
teratur dari kegiatan yang berhubungan satu sama lainnya dan prosedur-prosedur
yang berkaitan melaksanakan dan memudahkan kegiatan utama dari suatu organisasi
(Kamaruddin,1992). Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling
berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu
untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang (Ismail
Masya 1994). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan
yang dimaksud dengan prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja yang tetap
yang telah ditentukan. Bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan. kesehatan.
yang. aman, bermutu dan terjangkau.Tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan
harus. memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan .kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. (UU.36/2009, Ps.5, 24).
Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, dalam menyelenggarakan
pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional
yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan
pasien, (UU. 44/2009, Ps.5,.13). Standar pelayanan fisioterapi terdiri dari assesmen,
diagnosis, perencanaan, intervensi, evaluasi / re-evaluasi dan dokumentasi /
komunikasi / koordinasi. (Tap. KONAS IX IFI Tahun 2004, Referensi WCPT, 1996)
Pengendalian mutu suatu pekerjaan dirumuskan siklus kegiatan : kerjakan
yang kau tulis, tulis yang kau kerjakan, tinjau dan tingkatkan ; suatu kegiatan jasa
dan/atau produk akan terjamin mutu bila ditulis dulu proses Pemeriksaan fisioterapi
harus berdasarkan permintaan dari dokter spesialis / penanggung jawab. Dalam hal
ini dokter yang meminta pemeriksaan dapat terjadi kemungkinan sebagai berikut :
1. Dokter Internal RSUD Pemangkat
a. Dokter mengirim pasien rawat jalan harus mengisi
Formulir permintan pemeriksaan Fisioterapi di sertai
klinisnya sebelum dilakukan pemeriksaan fisioterapi
b. Pasien rawat inap berdasar permintaan dokter yang
merawat untuk di fisioterapi.
7

i. Pasien yang dirawat inap dimungkinkan dilayani


secara interdisipliner dengan Dokter yang merawat
berperan sebagai ketua tim.
ii. Pemberian pelayanan fisioterapi atas dasar
permintaan/ persetujuan Dokter ketua tim.
iii. Fisioterapis menerima rujukan dan melayani pasien
sesuai dengan kaidah dalam proses fisioterapi yang
terbuka, dan melaporkan hasil evaluasi pelayanan
sebagai rujukan balik, kepada Dokter perujuk.
iv. Fisioterapis berkolaborasi dengan Perawat dan
profesi lain dalam memberikan pelayanan pada
pasien.
v. Fisioterapis membuat catatan dokumentasi
pelayanan fisioterapi, menyesuaikan dengan sistem
rekam medis yang berlaku.
2. Dokter Eksternal RSUD Pemangkat:
a. Pasien rawat jalan dan luar yang akan dilakukan
pemeriksaan fisioterapi harus membawa surat pengantar
pemeriksaan fisioterapi dan dokter pengirimnya.
B. Jenis Pelayanan Fisioterapi RSUD Pemangkat
1. Micro Wave Diathermy (MWD
Alat terapi yang menggunakan gelombang elektromagnetik yang
dihasilkan oleh arus bolak balik frekuensi tinggi dengan frekuensi
2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.
2. Sinar infra merah
Pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang
7.700 4 juta A.
3. Traksi cervical
Suatu metode pengobatan fisioterapi dengan menggunakan suatu
tehnik penarikan collumna vertebralis untuk daerah cervical.
4. Traksi Lumbal
Suatu metode pengobatan fisioterapi dengan menggunakan suatu
tehnik penarikan untuk daerah lumbal
5. Massage
Salah satu bentuk modalitas fisioterapi dengan menggunakan tehnik
pemijatan berupa gerusan melintang, tepukan, dorongan, ataupun
tekanan pada jaringan lunak dengan tujuan untuk memperlancar
sirkulasi darah, meningkatkan metabolisme tubuh, relaksasi dan untuk
mengurangi nyeri
6. Fisiotapping
Merupakan dasar terapi dengan menggunakan pendekatan proses
penyembuhan secara alamidengan bantuan pemberaian elastis tapping.
8

7. Elektroterapi
Yaitu penggunaan alat terapi dengan memberikan arus listrik bolak
balik pada tubuh yang frekuensinya lebih dari 500.000 cycle/detik,
akan

tetapi

tidak

memberikan

rangsangan

terhadap saraf

sensorik dan motorik


8. Terapi latihan
salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan gerak tubuh baik
secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan perbaikan
kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan
fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan
kemampuan fungsional

BAB V
LOGISTIK
Kebutuhan barang-barang logistic fisioterapi terdiri dari :
a. Obat-obatan dan bahan habis pakai (BHP)
b. Barang rumah tangga (RT) dan alat tulis kantor (ATK)
Pengelolaan keduanya meliputi alur, perencanaan, permintaan, penyimpanan,
penggunaan, pencatatan dan pelaporan.
1. Alur Permintan
- Obat- obatan dan bahan habis pakai (BHP)
Petugas
Fisioterapi

Ka.
Operasional
Fisioterapi

Ka. Instalasi
Farmasi

Barang rumah tangga (RT) dan alat tulis kantor (ATK)


Petugas
Fisioterapi

Ka.
Operasional
Fisioterapi
9

Staf Logistik
Umum

2. Perencanaan
Petugas fisioterapi mendata kebutuhan obat-obatan dan bahan habis pakai
maupun barang rumah tangga dan alat tulis kantor setiap bulan.Kemudian
mengajukan kebutuhan tersebut ke bagian Farmasi dan Logistik umum.Rencana
kebutuhan berdasar pemakaian bulan lalu dan di tambah 10%.
3. Permintaan
Petugas Fisioterapi mengajukan permintaanke Instalasi farmasi dan logistic
umum setiap hari, untuk permintaan ATK di lakukan permintaan setiap hari kamis.
4. Penyimpanan dan pemakaian
Penyimpanan di lakukan di lemari Fisioterapi untuk pemakaian selama satu
minggu sesuai dengan kebutuhan.

BAB VI
A. KESELAMATAN PASIEN

10

Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat pelayanan kesehatan


menjadi aman.
Sasaran Keselamatan Pasien meliputi :
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
Adalah suatu uapaya pengecekan indentitas pasien selama proses pelayanan di
RSUD Pemangkat. Meliputi Nama, tanggal lahir dan No MR. Identifikasi
dimaksudkan agar :
a. Benar Pasien
b. Benar informasi yang diberikan pasien terkait keluhan yang sedang
dialami
c. Benar dalam menentukan tindakan fisioterapi
d. Benar dalam memberikan dosis terapi dan latihan
e. Benar dokumentasi
2. Meningkatkan Komunikasi Efektif
Meningkatkan komunikasi secara efektif, mulai dari awal, lengkap,
dimengerti, tidak duplikasi dan tepat kepada penerima informasi. Hal ini bertujuan
untuk :
a. Mengurangi kesalahan persepsi
b. Meningkatkan kesehatan pasien
c. dilakukan baik secara verbal, tertulis maupun elektronik

3. Ketepatan dan Ketelitian Assesment / Pemeriksaan


Adalah suatu upaya kami dalam mengumpulkan data dan informasi terkait
keluhan pasien secara menyeluruh dan benar. Hal ini dimaksudkan agar :
a. Memperoleh data/infomasi secara objektif mengenai keluhan pasien
b. Memudahkan kami mengarahkan kepada suatu kesimpulan / Diagnosa
Fisioterapi
c. Sebagai acuan kami dalam menentukan rencana tindakan Fisioterapi
selanjutnya
11

d. Sekaligus sebagai acuan kami dalam mengevaluasi setiap tindakan


secara berkala

4. Ketepatan Lokasi, Prosedur dan Waktu terapi


Adalah suatu upaya dalam mencegah kesalahan prosedur lokasi dan waktu
terapi. Kami berupaya untuk menerapkan prinsip "Mulai dari yang paling AMAN,
EFEKTIF dan GOAL", yaitu memulai pemilihan modalitas yang paling aman terlebih
dahulu, selanjutnya efektif dan goal oriented.
a. Preverifikasi
b. Site Marking (jika diperlukan)
c. Proses Time Out
5. Pengurangan Resiko Infeksi
Mencegah penularan infeksi, kami menerapkan "lima langkah cuci tangan".
Melalui budaya ini diharapkan tidak terjadi penularan infeksi pada lingkungan
pelayanan fisioterapi.
6. Pengurangan Resiko Pasien Jatuh
Adalah suatu upaya untuk mengidentifikasi pasien terhadap resiko /
kemungkinan jatuh selama dilingkungan / pelayanan Physio-station. Mulai dari cara
pasien datang hingga proses pasien pulang.

12

BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. PEMBAHASAN
1. Resiko Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) dilingkungan Kerja Fisioterapis.
Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini sangat
pesat keberadaannya, baik dari sisi jumlah dan penggunaan teknologi alat kedokteran
yang beraneka ragam serta bidang pelayanan. Fisioterapi sebagai salah satu unit
bidang pelayanan di rumah sakit yang memiliki fungsi serta peranan penting terhadap
perkembangan rehabilitasi pasien. Bentuk pelayanan fisioterapis menurut Kepmenkes
(2013) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau
kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi
tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi,
komunikasi. Banyaknya bentuk pelayanan yang dilakukan oleh fisioterapis maka
faktor resiko kerja yang dihadapi oleh pelaksana fisioterapis juga banyak. Faktor
resiko yang terjadi seperti yang dijelaskan oleh Khoiriah (2013) pada pendahuluan
diatas, fisioterapi akan beresiko di faktor biologis, ergonomi, fisik dan psikosial saja,
untuk faktor resiko kimia sangat kecil kemungkinannya, karena bidang kerja
fisioterapi tidak menyentuh di ranah tersebut. Berikut tabel yang menjelaskan faktor
resiko yang potensial berdasarkan lokasi pekerjaan di Rumah Sakit menurut
Kepmenkes (2007) :
a. Faktor Resiko Biologis pada Fisioterapis.
Fisioterapis dalam hal ini beresiko tekena penularan penyakit yang berada
dilingkungan rumah sakit, seperti misalnya Infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial
merupakan infeksi yang diakibatkan adanya interaksi antara pasien dengan petugas
medis, pasien satu dengan pasien lainnya, atau pasien dengan orang yang menjenguk.
Infeksi nosokomial bisa menyebar melalui udara saat berbicara, batuk, atau bersin
dan kontak langsung. Penularan akan dengan cepat terjadi jika terjadi interaksi dalam
jarak antara 60 cm sampai 1 meter. Fisioterapi yang memberikan pelayanan secara
kontak langsung dengan tiap pasien, memiliki resiko terkena penularan penyakit lebih
13

besar, apalagi penanganan pasien yang berada di ruang Intensive Care Unit (ICU) dan
ruang isolasi. Fisioterapi melakukan terapi latihan yang terdiri dari Passive, Active
exercise. Pencegahan adalah suatu upaya agar yang petugas fisioterapis tidak tertular
infeksi nosokomial.
Upaya pencegahan agar tidak tertular dari penyakit tersebut yakni :
1. Cuci tangan
a. Cuci Tangan Setelah menyentuh darah, cairan tubuh,

2.

sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi.


b. Cuci Tangan Segera setelah melepas sarung tangan.
c. Cuci Tangan Di antara sentuhan dengan pasien.
Sarung Tangan
a. Menggunakan Sarung Tangan Bila kontak dengan darah,
cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.
b. Menggunakan Sarung Tangan Bila kontak dengan selaput

3.

lendir dan kuli terluka


Menggunakan Masker, Kaca Mata atau Masker Muka.
a. Menggunakan Masker, Kaca Mata atau Masker Muka.
Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir
mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan

cairan tubuh.
4. Menggunakan Baju Pelindung.
a. Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
b. Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat
berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh
B. b Resiko Ergonomi pada Fisioterapis.
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan
oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh
termasuk peran tenaga kesahatan dibidang pelayanan, salah satunya adalah
fisioterapis. Ergonomi, secara definisi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas
pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan
dihadapi. Menjadi fisioterapis selain penyesuian tugas pekerjaan dengan kondisi
tubuh tiap individu petugas, seorang fisioterapis harus mengerti dan memiliki
kemampuan menganalisa, membentuk serta menjalankan konsepnya. Maksudnya
fisioterapis dalam pekerjaannya mampu menganalisa apa yang harus ia lakukan
dengan kondisi pasien butuhkan, kondisi lingkungan untuk membantu proses
tindakan fisioterapis, serta kondisi fisioterapis itu sendiri. Selain itu fisioterapis juga
harus mampu membentuk suatu rancangan atau konsep tindakan ke pasien

14

berdasarkan analisa sebelumnya, misalnya pasien dengan kondisi post stroke, pasien
tersebut sudah mampu mengontrol badannya untuk berdiri tegak maka fisioterapis
ingin mengembangkan tindakan terapinya untuk pasien agar dapat berdiri dan
berjalan sendiri. Hal tersebut tidaklah mungkin langsung dilakukan oleh fisioterapis
atas tanpa dasar, pastinya harus memiliki teknik-teknik yang baik bagi fisioterapis
dan pasien, karena dengan teknik-teknik yang sudah di analisa dan di konsepkan
maka timbul pencegahan resiko cidera kerja pada fisioterapis dan resiko jatuh pada
pasien. Maka harus saling menguntungkan. Resiko cidera kerja pada fisioterapis
akibat factor ergonomi adalah karena kurangnya penanganan secara safety, sehingga
menimbulkan cidera berupa, low back pain, cidera otot, dan resiko terbesar yakni
pasien jatuh dan menimpah fisioterapisnya. Cidera tersebut adalah karena ketidak
mampuan atau keteledoran dari fisioterapis untuk menentukan sikap tubuh yang baik,
Sehingga merugikan dirinya sendiri. Misalnya

untuk mengangkat pasien,

memindahkan pasien dari kursi roda/kursi ke bed (gambar.4) maka fisioterapis harus
mengetahui teknik yang tepat yang disesuaikan dengan kondisi tubuhnya, pasien serta
lingkungan sekitar, sehingga fisioterapis terhindar dari kerugian kerja (cidera)
pasienpun menjadi lebih aman.
Pencegahan atau solusi agar tidak mengalami kecelakaan kerja berupa
cidera akibat faktor ergonomi terhadap fisioterapis sebagai tenaga kesehatan yakni :
1. Pengetahuan tentang teknik manual handling ergonomic,
maksudnya fisioterapis
a. mampu mengetahui cara menjaga tubuhnya dalam kondisi
yang aman dan nyaman saat melakukan tindakan terhadap
pasien.
b. Saat akan melakukan tindakan terapi pada pasien, jelaskan
terlebih dahulu rencana yang akan fisioterapis lakukan. Hal
tersebut berguna agar adanya feedback dari pasien untuk
berkerjasama sehingga mengurangi resiko yang tidak
diinginkan.
c. Gunakan alat bantu, maksudnya penggunaan alat bantu
disini bisa berupa alat dan patner, alat yang dapat
membantu misalnya belt untuk pasien agar pegangan
terapis menjadi lebih nyaman. Lumbar corset untuk
membantu postur terapis dalam kondisi yang aman
sehingga tidak berakibat terkena LBP (low back pain).
Selanjutnya adalah patner, hal ini dilakukan apabila

15

kemungkinan kondisi anda tidak mampu menangani pasien


tersebut secara sendiri, maka ajaklah patner atau rekan
fisioterapis anda.
C. Resiko Fisik pada Fisioterapis
Faktor resiko atau bahaya potensial fisik pada petugas fisioterapis disini
adalah radiasi dan panas. pada fisioterapi resiko radiasi yang didapatkan karena alatalat yang digunakan menggunakan gelombang elegtromagnetik (gambar.6), secara
definisi radiasi gelombang elegtromagnetik adalah kombinasi medan listrik dan
medan magnet yang berosilasi dan lumbar corset support dan (kanan) handling belt
for patient. merambat lewat ruang dan membawa energi dari satu tempat ke tempat
yang lain. Alat yang sering digunakan fisioterapi sebagai media pengobatan yakni :
1. Shortwave Diathermy (SWD) ,
Shortwave Diathermy (SWD) merupakan merupakan gelombang pendek
dengan frekuensi radio yang ultra tinggi. Gelombangnya sepanjang 3-30 m, frekuensi
10-100 megacycle/ detik, dengan dalam penetrasi 1-2 cm kedalam jaringan. manfaat
SWD antara lain :Memperlancar peredaran darah dalam local, Menurunkan spasme
otot,

Membantu

meningkatkan

kelenturan

jaringan

lunak,

Mempercepat

penyembuhan Inflamasi jaringan. Namun terdapat indikasi dan kontraindikasi untuk


penggunaan SWD, Indikasinya yakni : Kondisi peradangan dan kondisi sehabis
trauma,tahap akut,subakut, dan kronik, Trauma pada system musculoskeletal, Kondisi
ketegangan, pemendekan, perlengketan otot jaringan lunak. Dan kontraindikasinya
yakni : Adanya perdarahan atau kecenderungan perdarahan, pasien penderita
Penggunaan SWD pada Pasien (gambar atas) dan Penggunaan US pada Pasien
(gambar bawah). CA dan pengguna Peacemaker (alat pacu jantung), Adanya logam
didalam tubuh atau menempel pada kulit (Penggunaan Plat, Screw pasca operasi
ortophedi), Gangguan sensorik pada kulit dan yang wanita mengandung khusus
daerah pelvic.
2. Microwave Diathermy (MWD),
Sedangkan Microwave Diathermy (MWD) merupakan konversi energi radiasi
elektromagnetik (gelombang radar) menjadi panas. Untuk pemakaian klinik,
frekuensinya 2.456 dan 915 MHz. Penetrasi berbeda antara 2.456 MHz (kurang dari
SWD) dengan frekuensi 915 MHz (lebih dari SWD). Untuk manfaat serta indikasi
dan kontraindikasinya hampir sama dengan SWD.
3. Ultrasound (US).

16

Ultrasound (US) merupakan konversi energi suara frekuensi tinggi (Vibrasi


mekanik 0,7 1 megacycle perdetik) panas dengan penetrasi dalam (3-5 cm).
Manfaatnya yakni : Untuk mengurangi ketegangan otot Untuk mengurangi rasa nyeri,
Untuk memacu proses penyembuhan pada soft tissue. Sedangkan indikasinya yakni :
Kondisi peradangan sub akut dan kronik Kondisi traumatic sub akut dan kronik
Adanya jaringan parut pada kulit sehabis luka operasi / luka bakarKondisi
ketegangan,pemendekan,dan perlengketan jaringan lunak (otot,tendon, dan ligament )
kondisi inflamasi kronik. Untuk kontraindikasinya adalah Jaringan lembut seperti
mata, ovarium, testis, otak, Jaringan yang baru sembuh, jaringan/ granulasi baru
Kehamilan,khusus pada daerah uterus Pada daerah yang sirkulasi darahnya tidak
adekuat ( tidak mencukupi ) dan Tanda-tanda keganasan Infeksi bakteri.
Resiko pada pengguanaan alat-alat tersebut berpotensi terjadinya radiasi yang
mengakibatkan gangguan secara fisiologis pada jaringan tubuh manusia, namun
dampak tersebut dapat di hindari dan dicegah apabila fisioterapis mengetahui indikasi
dan kontraindikasi serta dosis terapi dari alat terapi yang menggunakan gelombang
elegtromagnetik.
D. Faktor Resiko Psikososial pada Fisioterapis
Faktor Resiko Psikososial pada pekerja dibidang pelayanan terutama
fisioterapis, sepertinya hampir sama dengan tenaga kesehatan lainnya, karena
pressure kerja yang tinggi, tuntutan pelayanan dari pasien, kerja sift, rutinitas yang
hampir sama tiap harinya, serta bayangan resiko tertular penyakit dari pasien. Hal
tersebut yang menjadi kebanyakan resiko gangguan psikososial pada fisioterapis.
Solusi untuk mengurangi dampak psikososial tersebut maka diperlukan keterlibatan
perusahaan untuk memberikan suatu kebijakan misalnya : memberikan Gaji yang
sesuai dengan pekerjaan, Reward terhadap pekerja yang berprestasi, mengikutkan
pekerja dalam acara atau kegiatan seperti seminar, dan workshop, alat perlindungan
diri saat bekerja, ansuransi serta menjamin layanan kesehatan bagi pekerja tersebut,
dan lain-lain. Hal demikian bila diterapkan pada perusahaan maka dampak
psikososial pada pekerja akan berkurang bahkan terhindar.

17

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
A. Pengertian
Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis
pelayanan haruslah mempunyai indicator dan standarnya.Dengan demikian pengguna
jasa dapat membedakan pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indicator dan
standarnya.
B. Indikator Mutu Pelayanan dan Standar Mutu Unit Fisioterapi
Mutu terkait dengan input,proses,output pengukuran mutu pelayanan
kesehatan dapat diukur dengan mengunakan 3 variabel, yaitu : indikator mutu
input,proses dan output. Pengukuran ketiga indikator tersebut sebagai berikut :
1. Indikator Input
Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan diantaranya tenaga,fasilitas,peralatan. Pelayanan kesehatan
yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Indikator input unit
Fisioterapi diperlukan agar manajemen dapat mengevaluasi sejauh mana kemampuan
manajemen memenuhi sumber daya di unit Fisioterapi.
Indiator input adalah kelengkapan peralatan, kelayakan peralatan dan
ketersediaan SDM , sebagai berikut :
a. Kelengkapan Peralatan

Tujuan
Untuk menilai sampai sejauh mana manajemen berhasil memenuhi
kelengkapan minimal peralatan medis pada masing- masing unit pelayanan.

Cara Mengukur
Bobot peralatan yang ada

x 100%

Bobot Peralatan sesuai Standar

Sumber Data
Daftar Inventaris Rumah Sakit / Sistem Informasi Manajemen Aset

Waktu Pengukuran : Akhir Tahun Buku

Petugas Pengukuran : Masing- Masing Unit Pelayanan

Pemilik Indikator Bidang Pelayanan Medis

Standar 80 %

18

b. Kelayakan Peralatan

Tujuan
Untuk memenuhi sampai sejauh mana MAnajemen berhasil memenuhi
kelayakan minimal peralatan medis pada masing-masing unit pelayanan.

Cara Mengukur
Peralatan yang memiliki sertifikat kalibrasi x100%
Peralatan yang wajib kalibrasi
Peralatan dengan kondisi baik x100%
Peralatan yang ada

Sumber Data : Laporan Hasil Inventaris Peralatan

Waktu Pengukuran : Akhir T ahun Anggaran

Apetugas Pengukur : Masing- masing Unit Pelayanan

Pemilik Indikator : Unit Sarana Prasarana

Standart 80 %

c. Ketersediaan SDM

Tujuan
Untuk menilai sampai sejauh mana Rumah Sakit berhasil memenuhi
ketersediaan tenaga pelayanan minimal sesuai Rumah Sakit Type C.

Cara Mengukur
Tenaga per Unit Pelayananx Bobot

x 100%

Tenaga sesuai Standar x Bobot

Sumber Data : Daftar Pegawai

Waktu Pengukuran : Ahir Tahun Anggaran

Petugas Pengukuran : Penanggung JAwab Personalia Unit Fisioterapi

Pemilik Indikator : Sub Bagian Kepegawaian.

Standart 80 %

2. Indikator Proses
Proses ialah interaksi professional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien /masyarakat)
Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting
19

a. Dilaksanakannya Audit Mutu Internal setahun 2 x, sesuai dengan


Prosedur Mutu Audit
b. Dilaksanakannya Survey akrediatasi tahap 3 tahun sekali,sesuai
dengan jadwal survey akreditasi
c. Dilasanakannya evaluasi kegiatan pelayanan Unit Fisioterapi tiap
bulanan.
3. Indikator Output
Output ialah hasil pelayanan kesehatan merupaan alat untuk menilai mutu
pelayanan.

Indikator Mutu Pelayanan Fisioterapi

JENIS

INDIKATOR

PELAYANAN

STANDAR
PELAYANAN

FISIOTERAPI
1. Pemberi pelayanan

MINIMAL (SPM)
Sesuai persyaratan kelas

Fisioterapi
2. Fasilitas dan peralatan

Rumah Sakit
Sesuai persyaratan kelas

medis.
3. Tidak adanya kesalahan
tindakan fisioterapi.
4. Kejadian Drop Out pasien

Rumah Sakit
100 %
50 %

terhadap pelayana
fisiotearpi yang
direncanakan
5. Kepuasan pelanggan

80 %

Mengacu kebijakan, prosedur, struktur dokumentasi dan pengendalian mutu


pelayanan fisioterapi ditata dalam urutan tingkat manajemen dan pendokumentasian
seperti dan tidak terbatas :
a. Fasilitas pelayanan kesehatan fisioterapi : ketetapan pimpinan, falsafahtujuan, dan organisasi pelayanan fisioterapi.

20

b. Pelayanan fisioterapi : ketetapan akses masuk, pemeriksaan penunjang,


sistem dokumentasi dan pelaporan.
c. Pelayanan fisioterapi pada Pasien/Klien : assesmen, diagnosis, perencanaan,
persetujuan, intevensi, evaluasi, dokumentasi.
d. Prosedur kasus : dalam kelompok muskulosekeletal, neuromuskuler,
kardiopulmoner, dan integumenter.
e. Metoda terapi : manual treatment, Bobath, MLDV.
f. Aplikasi teknis/teknologi : pemeriksaan dan pengukuran (24), terapi latihan,
elektroterapi, traksi, hidroterapi.
Standar prosedur operasional adalah suatu set instruksi yang memiliki
kekuatan sebagai suatu petunjuk atau direktif. Mencakup hal-hal operasional yang
memiliki suatu prosedur pasti atau terstandardisasi, tanpa kehilangan keefektifannya.
Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh standar prosedur
operasional. Sebuah standar prosedur operasional adalah seperangkat instruksi tertulis
bahwa seseorang harus mengikuti untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman,
tanpa efek buruk pada kesehatan pribadi atau lingkungan, dan dalam cara yang
memaksimalkan efisiensi operasional dan produksi. Standar prosedur operasional
adalah perangkat/instruksi/langkah-langkah yang dibakukan, yang kisi-kisi : yang
benar dan terbaik, konsensus bersama pencegah kesalahan, penjamin keamanan, dan
telah teruji.

BAB IX
PENUTUP
Pedoman pelayanan fisioterapi RSUD Pemangkat ini mempunyai peranan
penting sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan sehari-hari tenaga fisioterapi

21

yang akan bertugas sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan khususnya


pelayanan fisioterapi
Penyusunan pedoman pelayanan fisioterapi ini adalah langkah awal ke suatu
proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai
pihak dalam penerapannya untuk mencapai tujuan. Kami menyadari bahwa pedoman
pelayanan fisioterapi ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami menerima saran
dan kritik guna menyempurnakan pedoman ini.
Akhir kata semoga pedoman pelayanan fisioterapi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

22

Anda mungkin juga menyukai