#4 Complex Trauma
#4 Complex Trauma
Fakultas Psikologi
2018
Jenis trauma
• Accidental/Impersonal
• Interpersonal
• Combination
Interpersonal Trauma
Bruce Perry (2004). Maltreated Children: Experience, Brain Development, and the Next Generation
Kisah Rini
• Rini, perempuan 40 tahun, mengalami permasalahan dalam rumah
tangganya.
• Rini merasa tidak dapat percaya dengan siapapun, termasuk suaminya.
Dia bahkan selalu merasa khawatir ditinggalkan
• Perilaku Rini membingungkan banyak orang, temasuk suami dan
keluarganya. Terkadang dia sangat manja, tergantung dan selalu ingin
dekat dengan suaminya, namun bisa tiba-tiba dia ingin menjauh.
• Suaminya bingung dengan hal ini, dan akhirnya memutuskan untuk
bercerai karena beranggapan bahwa Rini benar-benar ingin menjauh
darinya
• Keputusan suami, justru membuat Rini semakin yakin bahwa tidak ada
yang bisa dipercaya dan sayang dengannya.
• Sewaktu kanak-kanak, Rini tinggal dengan ibunya yang mengalami
scizhophrenia sehingga harus dirawat berkali-kali di rumah sakit
• Ibu Rini tidak dapat secara konsisten memberikan perhatian
emosionalnya kepada Rini karena permasalahan kesehatan mentalnya
• Rini juga mengalami kekerasan fisik dan seksual dari ayahnya.
• Ayah Rini sering marah dan selalu menyalahkan Rini atas
permasalahan kesehatan mental ibunya
• Rini kemudian meyakini bahwa ia yang menjadi penyebab orang-
orang terdekatnya tersakiti. Dia juga berpikiran bahwa setiap
hubungan dekat yang ia miliki pasti akan hancur
Jenis trauma dalam hubungan interpersonal
• Attachment/relational
• Kekerasan fisik dan seksual
• Kekerasan verbal/emosional/bullying/antipathy
• Penelantaran, pengabaian
• Betrayal
• Secondary/ “second injury”/institutional
What is Complex Trauma?
Beberapa karakteristik
• Masuk dalam jenis trauma yang muncul dalam konteks hubungan
Interpersonal dengan orang dekat (orang tua/pengasuh)
• Mengandung unsur segala bentuk dan jenis kekerasan, terutama
kekerasan fisik dan seksual
• Kekerasan yang dialami berulang, dalam jangka waktu yang lama, semakin
lama semakin parah (kumulatif).
• Biasanya terjadi dalam proses tumbuh kembang dan pembentukan
attachment
• Atau terjadi pada masa kanak-kanak
• Terjadi hampir seumur hidup dengan pelaku tunggal yang sama, atau
banyak pelaku yang berbeda-beda
Complex trauma
• trauma yang terjadi pada saat pembentukan ikatan yang lekat antara
bayi/anak dengan figur lekatnya atau pengasuh
• Pada masa-masa tersebut terjadi kekerasan yang mengancam jiwa dan
integritas tubuh (kekerasan seksual), penelantaran ataupun pengabaian
sementara anak berada dalam kondisi yang powerless
• Figur lekat sebagai sumber teror sekaligus rasa nyaman
• Semua peristiwa tersebut terjadi secara konsisten dalam jangka waktu yang
lama sehingga untuk dapat bertahan dalam situasi tersebut, anak harus
melewati proses tumbuh kembang biopsikologi diluar kenormalan >
perubahan ekstrim pada kepribadian, kognitif, emosi dan perilaku.
Gejala umum Complex Trauma
• Reaksi kecemasan: merasa diteror, kondisi tegang terus menerus (hyper
vigilance), serangan panik, gangguan kecemasan, mimpi buruk, berbagai
macam phobia
• Reaksi depresi: kesedihan, ketidakberdayaan, tidak mampu menikmati
kesenangan dalam hidup, tidak tertarik dengan aktivitas apapun, menarik
diri, tidak dekat dengan teman-teman, sensitif/mudah murah, merasa
kosong, menyakiti diri sendiri (self-harm), hasrat bunuh diri
• Kemarahan: kecewa, marah dan frustrasi dengan diri sendiri dan orang
lain, perilaku impulsive dan agresif, menyakiti diri sendiri (self-harm),
hasrat bunuh diri
• Perasaan terasing atau teralienasi dari lingkungan sekitar
Gejala umum Complex Trauma
Derealization
• persepsi individu tentang lingkungan
sekitarnya yang berubah menjadi
aneh atau tidak nyata
Simptom disosiasi
Time distortion
• Gangguan ingatan
• Kehilangan orientasi waktu
• Waktu seolah berhenti berputar dan
terhenti pada tahun-tahun tertentu,
khususnya pada saat terjadinya
peristiwa traumatis
• Dissociative flash back
• Perubahan persepsi atas diri (Self)
• Gangguan regulasi emosi
Anak
• Mahkluk kecil yang selalu memaafkan kesalahan orang tuanya yang
selalu datang mendekat dan memeluk meski ia telah dilukai hatinya
dengan pukulan, cubitan, dan teriakan
Bagaimana disosiasi terbentuk
• Anak-anak yang mengalami peristiwa traumatis sepanjang masa kecilnya
oleh orang terdekat, akan mengalamai hambatan perkembangan otak
• Kondisi otak (sistem saraf dan hormon) berada dalam kondisi siaga terus
menerus (Survival brain)
• Kondisi yang selalu tegang ini menyebabkan otak melakukan mekanisme
regulasi dengan mengeluarkan hormone dopamine.
• Namun karena stressor terus menerus terjadi, maka otak kelebihan
endorphrine sehingga mempengaruhi perkembangan otak kiri yang
berfungsi sebagai otak analisis, dan sebaliknya otak kanan terlalu dominan
• Individu tidak dapat memproses peristiwa yang terjadi secara logis
sehingga mengalami distorsi kognitif yang parah.
Dissociation
• Disosiasi berfungsi seperti anastesi (obat bius) agar individu terhindar dari
perasaan negatif yang diluar kemampuannya untuk mengatasi akibat dari
munculnya ingatan atas peristiwa traumatis
• Pada kadar tertentu, disosiasi adalah normal dan dilakukan oleh kebanyakan
orang normal ketika mengalami peristiwa negatif, misalnya;
• menolak membicarakan atau menghindari hal-hal yang akan mengingatkan
pada suatu peristiwa, melamun, menghabiskan waktu (usia) pada aktivitas
tertentu untuk melupakan berjalannya waktu, situasi dan orang-orang
sekitar
• Pada anak-anak; membuat cerita tokoh fiktif yang berhubungan dengan diri
sendiri
• Disosiasi dapat menjadi pola defensif yang bertahan hingga dewasa dan
dapat menyebabkan gangguan disosiatif penuh.
Struktur kepribadian disosiatif
• Disosiatif mempengaruhi terbentuknya 2 kepribadian yaitu; Aparently
Normal Personality (ANP) dan Emotional Personality (EP)
• ANP berusaha menghindari semua hal yang akan mengingatkan pada
peristiwa trauma
• ANP mampu melakukan fungsi hidup sehari-hari, kontak dengan realita
masih baik meskipun terlihat emosi yang datar pada individu
• EP merupakan manifestasi dari peristiwa trauma yang muncul ke
kesadaran tanpa dapat dibendung dengan diikuti symptom flashback,
hyperarousal, dan disosiatif
• Semua hal ini mengarah pada terbentuknya Borderline Personality
• https://www.healthyplace.com/abuse/wermany/spectrum-of-
dissociative-disorders-an-overview-of-diagnosis-and-treatment
Strategi coping negatif orang dengan trauma masa
kecil
Kondisi psikologis Coping Perilaku coping yang muncul
Perasaan tidak berdaya, lemah Memberontak, menolak diatur Tidak mengikuti aturan bahkan
melanggar, menolak bekerjasama,
tidak kooperatif, secara sengaja
melanggar norma sosial
Merasa tertekan dan terhimpit Ingin terlepas dari semua beban Berteriak, perilaku agresif, masturbasi
Psychological pain (gabungan antara Ingin punya kekuatan (power) Menyakiti diri sendiri (self-harm),
sedih, takut, cemas dan kecewa) mengatasi rasa sakit substance abuse, eating disorder
takut, cemas, perasaan yang Ingin mengurangi semua ingatan Menyakiti diri sendiri, menarik diri,
berkonflik antara benci dan merasa dan perasaan negatif yang disosiasi, traumatic amnesia, tidak
bersalah, dikhianati muncul, ingin melupakan banyak percaya pada siapapun, tidak punya
hal empati
Merasa ditolak, disia-siakan akibat Mencari perhatian dan Bersikap baik, manipulative, percaya
penelantaran, penerimaan pada siapapun atau sebaliknya