Anda di halaman 1dari 13

1. Definisi trauma 2.

PTS, PTSD, flight or flight,

3. Bagian otak, sistem limbik, kortisol, hippocampus dll, attachment

4. attachment (Bowlby), bayi, controllers, perkembangan otak

5. perkembangan otak, Mary ainsworth, attachment, Robert J. Lifton trauma dan tumbuh kembang anak,

6. 7. Coping negatif Disosiasi, gangguan-gangguan 8. PFA 9. 10. 11. Vicarius trauma 12. 13.

• Studi tentang trauma dalam ilmu psikologi merupakan hasil penelitianpenelitian pada kasus kekerasan seksual dan
trauma yang dialami korban perang (combat trauma) • Pada abad ke-19, Pierre Janet dan Freud menjelaskan konsep
hubungan antara Hysteria dan trauma • Histeria banyak dialami oleh kaum perempuan pada abad 19 • Pada tahun
1896, Freud menulis “the Atiology of Hysteria”. Dia mengatakan bahwa Histeria berhubungan dengan trauma di masa
lalu • Gerakan feminis pada tahun 1970an yang mengkritisi konsep Histeria • Penelitian mengenai kekerasan seksual
pada perempuan dan anak yang banyak terjadi sehingga memunculkan trauma psikologis Apa itu trauma Apakah
setiap peristiwa negatif dalam hidup selalu berakibat trauma? Apakah setiap orang mengalami trauma? Apakah
trauma itu gila? • Kita semua menggunakan kata “trauma” dalam bahasa sehari-hari yang bermakna peristiwa yang
sangat menegangkan, menakutkan, tidak menyenangkan • Tetapi kunci untuk memahami peristiwa traumatis adalah
bahwa peristiwa tersebut mengacu pada akibat yang ditimbulkan setelah mengalaminya, yaitu stres yang ekstrim
yang melumpuhkan keberfungsian dan kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Trauma dalam tinjauan medis
• Cedera yang parah dan sering membahayakan jiwa yang terjadi ketika seluruh atau suatu bagian tubuh terkena
pukulan benda tumpul atau tiba-tiba terbentur. Jenis cedera yang seperti ini berbahaya karena tubuh dapat
mengalami shock sistemik, dan organ vital dapat berhenti bekerja secara cepat

Trauma psikologis

1. pengalaman langsung seseorang atas suatu peristiwa yang mengancam yang dapat menyebabkan kematian, cedera
serius, atau ancaman lain terhadap integritas fisik seseorang; atau 2. pengalaman seseorang menyaksikan langsung
peristiwa yang dialami orang lain yang menyebabkan kematian, cedera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik
orang tersebut 3. pengalaman tidak langsung seseorang ketika mengetahui atau mendengar anggota keluarga atau
orang terdekat mengalami bahaya tak terduga, peristiwa yang mengancam hingga menyebabkan kematian atau
cedera serius. 4. Respon individu atas peristiwa traumatic dan harus melibatkan rasa takut yang intens, perasaan tidak
berdaya, atau ngeri (atau pada anak-anak, respons harus melibatkan perilaku yang teratur dan gelisah) (DSM IV-TR)

Trauma psikologis

• trauma psikologis merupakan representasi pengalaman seseorang atas peristiwa yang secara emosional
mengejutkan atau mengerikan, yang mengancam atau benar-benar melibatkan kematian atau pelanggaran terhadap
integritas tubuh (seperti pelecehan seksual atau penyiksaan) atau yang membuat orang yang mengalami menjadi
tidak berdaya untuk mencegah atau menghentikan bahaya psikologis dan fisik yang dihasilkan (Reyes, Elhai & Ford,
2008) Trauma psikologis • Trauma adalah respon emosional terhadap peristiwa mengancam dan mengerikan seperti
kecelakaan, kekerasan seksual, atau bencana alam yang menimbulkan keterkejutan dan reaksi penolakan individu
atas peristiwa tersebut. • Reaksi pasca trauma adalah stress dengan emosi yang tidak stabil/tak dapat diprediksi,
kilas balik (flashback), hambatan dalam menjalin hubungan sosial dan bahkan gejala fisik seperti sakit kepala atau
mual • Reaksi tersebut normal, namun beberapa orang mengalami kesulitan dalam melanjutkan hidup mereka.
(American Psychological Association)

Types of trauma • Acute trauma: single incident • Chronic trauma: repeated and prolonged incident • Complex
trauma: varied incidents Peristiwa yang umum memicu trauma • kematian orang yang sangat berarti; (anggota
keluarga, kekasih, teman, guru) atau hewan peliharaan • perceraian • nyeri fisik atau cedera (mis. kecelakaan mobil
yang parah) • Penyakit serius • perang • bencana alam • terorisme • pindah ke lokasi baru • penelantaran orang tua
• menyaksikan kematian • Pelecehan dan Kekerasan seksual • kekerasan dalam rumah tangga • Penyiksaan • tinggal
di penjara

Stress Pasca Trauma (Post traumatic stress) • PTS adalah respon umum, normal, dan adaptif atas peristiwa traumatis
• Kejadian umum, seperti kecelakaan mobil, dapat memicu PTS serta peristiwa yang lebih tidak biasa seperti
pertempuran, penculikan, kekerasan seksual. • Hampir semua orang yang mengalami situasi menakutkan akan
menunjukkan setidaknya beberapa tanda stres pasca-trauma. • otak manusia terprogram untuk memberi tahu tubuh
untuk menegangkan otot-otot, bernapas lebih cepat, dan memompa lebih banyak darah saat kita sedang mengalami
stres berat. • Hal Ini dikenal dengan respons "fight-or-flight" yang mempersiapkan tubuh kita untuk menghadapi
ancaman atau tantangan di lingkungan sekitar, yaitu dengan memompa lebih banyak darah dan oksigen ke otot-otot,
dan menonaktifkan fungsi-fungsi non-kritis seperti pencernaan. • Respon fight-or-flight ini adalah refleks normal
manusia selama dan setelah peristiwa traumatis, itulah sebabnya mengapa PTS dianggap sebagai reaksi normal dan
bukan penyakit mental. Reaksi stress pasca trauma • jantung sering berdebar, tangan bergetar, berkeringat atau
merasa takut dan gugup • menghindari atau takut terlibat lagi dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan
peristiwa traumatis • mengalami mimpi buruk tentang peristiwa traumatis yang baru saja dialami, • merasa gugup
ketika berada dalam situasi yang mengingatkan pada peristiwa yang tidak menyenangkan. • gejala PTS ini biasanya
mereda beberapa hari setelah kejadian dan tidak akan menyebabkan gangguan serius di kehidupan setelahnya • Salah
satu hasil positif dari pengalaman PTS adalah individu berperilaku lebih hati-hati dalam situasi yang berpotensi
berbahaya di masa depan. Apa perbedaan antara Stress Pasca Trauma (PTS) dengan Gangguan Stress Pasca Trauma
(PTSD)? Gangguan stress pasca trauma (PTSD) • PTSD adalah sindrom yang awalnya ditemukan pada tentara yang
kembali dari perang dunia ke-dua • Mereka sering mengalami kesulitan mengintegrasikan kembali ke kehidupan
sebelumnya karena mengalami symptom seperti kilas balik (flashback) yang intens dan respons kejut yang meningkat
• Siapa pun yang mengalami atau menyaksikan situasi yang melibatkan kematian atau cedera serius, atau yang
mengetahui bahwa anggota keluarga dekat atau teman telah mengalami peristiwa traumatis, dapat menglami
gangguan stres pasca-trauma, • Tidak semua orang mengalami PTSD. dan hal ini belum sepenuhnya dipahami
mengapa beberapa orang yang mengalami situasi traumatik mengembangkan PTSD sementara yang lain tidak. •
Gejala umum gangguan stres pasca-trauma adalah mengalami kembali peristiwa traumatis melalui mimpi buruk,
kilas balik (flashback), atau pikiran yang muncul terus menerus atas peristiwa (intrusion). • Cenderung menghindari
situasi atau orang yang mengingatkan tentang peristiwa traumatis tersebut (Avoidance) • hanya memiliki pikiran atau
emosi negatif, dan selalu merasa gelisah, gampang terkejut, gugup dan sensitive yang sangat berlebihan
(hyperarousal) • Numbness, dissociation • Meskipun beberapa gejala ini mirip dengan PTS, perbedaannya adalah
durasi dan intensitasnya. • Gejala yang berlanjut selama lebih dari satu bulan, dan mengganggu keberfungsian harian
individu adalah karakteristik khas PTSD. • Munculnya ingatan yang tidak diinginkan dari pengalaman traumatik di
masa lalu tanpa dapat dikendalikan, • dorongan menghindari ingatan yang muncul tiba-tiba, • pengurangan
kemampuan untuk merasakan emosi positif, • peningkatan ketegangan fisik, sulit tidur, perhatian terhadap bahaya ,
• Munculnya emosi negatif (terutama kemarahan, frustrasi, dan kecemasan). Simptom PTSD • Gampang marah •
perubahan suasana hati yang tiba-tiba dan dramatis • kecemasan dan kegelisahan • penyangkalan • depresi • kilas
balik atau kenangan berulang dari acara tersebut (flashback) • kesulitan berkonsentrasi • Numbness, dissociation •
insomnia • perubahan nafsu makan • ketakutan yang intens bahwa peristiwa traumatis akan terulang kembali,
terutama di waktu-waktu terjadinya peristiwa traumatis (atau ketika berada ke tempat kejadian asli) • Menarik diri
dan isolasi dari kegiatan sehari-hari • gejala fisik stres, seperti sakit kepala dan mual • memburuknya kondisi medis
yang ada. Perbedaan mendasar antara PTSD dengan PTS • PTS: Mimpi buruk, merasa takut dan cemas serta terus-
menerus mengomentari peristiwa traumatis adalah reaksi normal terhadap kejadian abnormal dan bagi kebanyakan
orang hal ini akan berlalu dengan sendirinya dan kehidupan normal akan berlanjut. • Perbedaan utama antara
trauma dan PTSD adalah terletak pada tingkat keparahan dan panjangnya gejala, terutama intrusion dan avoidance
• PTS: Semua simptom ini akan berlangsung beberapa minggu tetapi akhirnya gejala akan berkurang ketika individu
memahami apa yang terjadi dan mampu meregulasi emosi • PTSD: Namun pada beberapa orang, symptom-simptom
tersebut tidak kunjung menurun, bahkan terus meningkat hingga beberapa bulan sehingga menganggau
keberfungsian individu sehari-hari hingga dikategorikan PTSD • Orang dengan PTSD mengalami perasaan takut yang
lebih sering dan merasa tidak berdaya (helplessness) atas peristiwa traumatis yang terjadi Brain and Trauma

BAGIAN OTAK YANG BERKAITAN DENGAN PTSD • Pada orang dengan PTSD, dua area otak yang sensitif terhadap
stres dapat menyusut: • hippocampus (wilayah dalam sistem limbik yang penting untuk memori) dan • anterior
cingulate cortex (ACC), bagian dari korteks prefrontal yang terlibat dalam penalaran dan pengambilan keputusan. •
Pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI), yang melacak aliran darah di otak, telah mengungkapkan bahwa
ketika orang-orang mengalami PTSD diingatkan tentang trauma: • mereka cenderung memiliki korteks prefrontal
yang tidak aktif • dan amigdala yang terlalu aktif, yaitu bagian otak limbik, yang memproses ketakutan dan emosi
Anterior Cingulate Cortex • Sistem limbik adalah bagian dari otak yang berhubungan dengan tiga fungsi utama: emosi,
ingatan dan gairah (atau stimulasi). • Struktur utama dalam sistem limbik adalah amigdala, hippocampus, thalamus,
hypothalamus, anterior cingulate cortex, ganglia basalis, dan gyrus cingulate. • Amigdala adalah pusat emosi otak •
Hippocampus berperan penting dalam pembentukan ingatan baru tentang pengalaman masa lalu Peranan
Hippocampus pada PTSD • Banyak orang dengan PTSD mengalami kesulitan mengingat bagianbagian tertentu dari
peristiwa traumatis yang dialami. • Atau, beberapa ingatan dari peristiwa traumatik selalu muncul tanpa mampu
dikendalikan. • Orang-orang dengan PTSD juga memiliki masalah dalam menghadapi ketakutan terhadap pikiran,
ingatan, atau situasi yang mengingatkan pada peristiwa traumatis mereka. • Karena peran hippocampus dalam
memori dan pengalaman emosional, diperkirakan bahwa beberapa masalah orang dengan pengalaman PTSD
mungkin terletak di hippocampus Stres dan hormon kortisol • Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres yang
terus menerus dapat merusak hippocampus. • Ketika kita mengalami stres, tubuh melepaskan hormon kortisol, yang
memobilisasi tubuh untuk merespon peristiwa yang membuat stres. • Fungsi kortisol: menyediakan energi yang
melimpah bagi tubuh, terutama saat terancam, tertekan, atau stres. • Hormon ini bekerja dengan meningkatkan
kadar gula darah melalui mekanisme glukoneogenesis, menekan kerja sistem imun, dan meningkatkan metabolisme
lemak, protein, dan karbohidrat. Selain itu, hormon ini juga menghambat pembentukan tulang. • Namun, penelitian
pada hewan menunjukkan kadar kortisol tinggi dapat merusak sel di hippocampus. • orang-orang yang menderita
PTSD parah memiliki hippocampus yang lebih kecil. Jadi stres yang berkelanjutan akibat PTSD dapat merusak
hippocampus, membuat ukurannya lebih kecil. Hippocampus • Hippocampus bertanggung jawab atas kemampuan
untuk menyimpan dan mengingat kembali memori. • Fungsi hippocampus: • Mengolah dan menyimpan memori
spasial • Menguatkan memori • Mengirim memori menjadi memori jangka panjang • Mendukung kemampuan
kognitif dan sosial • Kerusakan pada hippocampus akan menyebabkan kesulitan dalam menyimpan dan mengingat
informasi. • Bersama dengan struktur limbik lainnya, hippocampus juga memainkan peran dalam kemampuan
seseorang untuk mengatasi respons ketakutan. • Pada penyakit Alzheimer, hippocampus menjadi bagian otak yang
pertama kali mengalami kerusakan; kesulitan mengingat dan kehilangan orientasi menjadi gejala utamanya Anterior
cingulate cortex • Anterior cingulate cortex bertanggung jawab dalam mengendalikan beberapa fungsi kognitif yang
kompleks, seperti empati, kontrol impuls, emosi, dan pengambilan keputusan • Wilayah ini bertanggung jawab dalam
pengambilan keputusan dan regulasi emosional serta vital untuk pengaturan proses fisiologis, seperti tekanan darah
dan detak jantung. Does the Hippocampus Play a Role in Determining PTSD Risk? • Tidak semua orang yang
mengalami peristiwa traumatis akan mengalami PTSD. Para peneliti juga mengatakan bahwa hippocampus dapat
berperan dalam menentukan siapa yang berisiko untuk mengembangkan PTSD. • Namun ada kemungkinan bahwa
orang dengan ukuran hippocampus yang kecil beresiko atau memiliki kerentanan terhadap PTSD setelah mengalami
peristiwa traumatis. • Beberapa orang mungkin dilahirkan dengan hippocampus yang lebih kecil, yang dapat
mengganggu kemampuan mereka untuk pulih dari pengalaman traumatis dan menempatkan mereka pada risiko
untuk mengembangkan PTSD. LOBUS TEMPORAL terletak di kedua sisi kepala yang sejajar dengan telinga.
Bertanggung jawab terhadap fungsi pendengaran, memori, dan emosi. Kerusakan pada lobus temporal dapat
menyebabkan masalah pada ingatan, persepsi ucapan, dan kemampuan berbahasa.

ATTACHMENT - KELEKATAN • Kelekatan adalah ikatan emosional yang dalam dan abadi yang menghubungkan satu
orang ke orang lain sepanjang ruang dan waktu • Ikatan paling awal dan pertama kali yang dialami manusia ketika
lahir di dunia, terutama dengan figur orang tua/pengasuh agar anak merasa aman dan terlindungi secara fisik dan
psikologis • Aktivitas dalam membangun ikatan orang tua-anak tidak hanya terbatas pada;  aktivitas bermain
(parent as a playmate),  mencukupi kebutuhan makan dan minum anak (parent as a caregiver),  mendidik anak
mengenai aturan dan batasan-batasan tingkah laku (parent as a disciplinarian) dan,  mengajari anak hal-hal baru
atau keterampilan baru (parent as a teacher) • namun lebih dari itu, dalam ikatan orang tua-anak, orangtua harus
mampu menjadi basis rasa aman anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekelilingnya dan, bila diperlukan, sebagai
tempat berlindung yang aman dan sumber kenyamanan ATTACHMENT • Perilaku Attachment anak: mencari
kedekatan dengan figur lekat ketika merasa kesal atau terancam, dan figur lekat harus mampu merespons secara
sensitif dan tepat terhadap kebutuhan emosi anak • Seiring waktu, pola attachment akan terinternalisasi dan
mempengaruhi bagaimana individu melihat diri sendiri dan orang lain dalam suatu hubungan dekat, • hal tersebut
mempengaruhi bagaimana ia menghadapi dan mengatasi peristiwa yang menegangkan sepanjang masa hidup •
Kualitas attachment akan mempengaruhi bagaimana individu membangun hubungan dekat dengan orang lain di
masa depan, yaitu mampu atau tidak ia membangun kepercayaan pada orang lain ATTACHMENT THEORY - JOHN
BOWLBY • Teori tentang attachment ini berasal dari studi yang dilakukan oleh Bowlby (1958), seorang psikiater anak
di London yang mengamati perilaku anak-anak yang bermasalah • Menurut Bowlby bayi memiliki kebutuhan universal
untuk mencari kedekatan dengan pengasuh mereka ketika di bawah tekanan atau terancam • gangguan emosi dan
perilaku anak erat kaitannya dengan pengalaman awal masa bayi ketika ditinggalkan atau ditelantarkan orang tuanya
• Bayi tetap mengalami stress yang berlebihan, meskipun sudah berusaha ditenangkan dan dicukupi kebutuhan
dasarnya oleh pengasuh lain yang bukan figur lekatnya Bayi merasa tidak nyaman atau meminta sesuatu Bayi
menangis Ibu menenangkan dan memenuhi kebutuhan bayi Bayi tenang, trust terbentuk Bayi bermain dan
mengeksplorasi lingkungannya Bayi beristirahat Bayi merasa tidak nyaman atau meminta sesuatu Bayi menangis 1.
Pengasuh tidak secara konsisten menenangkan dan memenuhi kebutuhan bayi 2. Pengasuh mengabaikan Bayi protes
dan menangis lebih kencang Pengasuh merespon dengan amarah dan kekerasan Bayi putus asa, trust tidak terbangun,
tumbuh kemarahan dan sikap apatis Bayi beristirahat Gejala stress dan trauma kronis pada bayi • Menunjukkan
distress tinggi ketika dipisahkan dari orangtua atau pengasuh utama • Kehilangan keceriaan dan semangat ketika
bermain • Tidak mau makan • Menghindari kontak mata • Hypervigilance = selalu dalam kondisi tegang meskipun
dengan orang dekat • Selalu merasa tidak aman = mencari kelekatan terus-menerus • Slipping problems • Sering
terbangun tengah malam dan menangis (bukan karena lapar atau mengompol) • Repetitive play Symtoms bertahan
lebih dari 3 bulan Trauma Signs and Symptoms Infants (birth to 3 years). Gelisah Terlalu lengket dengan figur lekat
Suka mengeluh hal-hal kecil Melakukan apapun agar mendapat penerimaan, jika tidak berhasil maka merusak
Avoidant Penyendiri, apatis/tidak peduli, angkuh, merasa berkuasa, cemberut, selalu berkonflik tapi mengambil sikap
pasif agresif Ambivalent Selalu tidak pasti, suka menantang, marah dan agresif, suka merusak, selalu melakukan hal-
hal yang beresiko, tidak dapat menyayangi dan disayangi termasuk terhadap binatang, Disorganized Kacau,
berantakan, selalu bersikap dan berperilaku tidak umum. Aneh dan berubah-ubah tanpa alasan yang jelas dalam
beberapa waktu Gejala gangguan attachment Toxic Parenting • Orang tua yang tidak mampu melihat anak sebagai
anak. Mereka melihat anak sebagai orang dewasa mini, sehingga menuntut anak untuk selalu paham dengan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi orang tua. Inadequate parents • Orang tua yang selalu menggunakan rasa bersalah
untuk memanipulasi kesadaran anak, selalu memanfaatkan bantuan yang diberikan untuk mengatur kehidupan anak
Controllers • Selalu mengalami perubahan suasana hati yang cepat, memiliki masalah kecanduan sehingga
mengabaikan kebutuhan anak, mengorbankan peran sebagai orang tua Drug abusers Kekerasan verbal Kekerasan
fisik Sexual abusers Suka menyindir atau memaki dengan kasar, labelling negatif yg menyerang pribadi anak,
merendahkan anak, membuat malu dan menjatuhkan harga diri anak Tidak memiliki pengendalian emosi yang baik,
sering menyalahkan anak atas ketidakmampuan diri sendiri dan melampiaskannya dengan kekerasan fisik,
menggunakan kekerasan sebagai alat pendisiplinan anak Memanfaatkan kepolosan anak, memanipulasi kesadaran
anak dengan bujuk rayu maupun pemaksaaan untuk pelampiasan seksual, menghancurkan kepercayaan anak tentang
sebuah hubungan dekat Attachment – perkembangan otak • Ketika kualitas attachment baik, maka otak dan system
syaraf dan hormon berkembang secara normal. Hubungan antara bayi dengan figure lekat dapat diharapan membawa
rasa aman, nyaman dan penghargaan. • Namun jika kualitas attachment buruk, maka bayi akan mengalami trauma
sehingga mempengaruhi perkembangan otak, yang selanjutnya mempengaruhi pula perkembangan emosinya. •
Bayi/anak akan memiliki persepsi yang buruk tentang sebuah ikatan/hubungan dengan seseorang dan hal ini
mempengaruhi bagaimana ia menjalin relasi dekat dengan orang lain di masa depan 3 jenis perkembangan anak
berdasarkan kualitas attachment Seorang peneliti bernama Mary Ainsworth mengidentifikasi tiga kategori gaya
perlekatan bayi: secure, insecure avoidant, and insecure ambivalent/resistant Attachment children 1) Secure
Attachment • Bayi dan anak-anak yang merasa aman terlindungi merasa yakin bahwa figur lekat mereka akan selalu
ada untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman mereka. Mereka menggunakan figur lekat sebagai basis rasa
aman untuk mengeksplorasi lingkungan dan mencari sosok sampiran pada saat tertekan ” 2) Insecure Attachmrnt •
Anak-anak yang merasa tidak aman dan tertolak. Anak-anak seperti itu cenderung memiliki figure lekat yang tidak
peka dan menolak/mengabaikan kebutuhan rasa aman dan nyaman mereka. • Figur lekat sering tidak hadir atau
menolak membantu anak ketika anak mengalami tekanan emosional yang berat ketika mereka menghadapi situasi
baru di dunia yang baru pertama kali dilihat 3) Insecure ambivalent/resistant children • Anak-anak yang mengalami
keterikatan yang tidak teratur atau inkonsisten dengan figur lekatnya. Anak-anak ini tidak mampu mengembangkan
rasa aman dan selalu cemas ketika figur lekat sedang tidak bersamanya. Ia selalu merasa seakan-akan figur lekat tidak
akan kembali lagi padanya. Ketika ia sedang cemas, maka tidak mudah untuk ditenangkan, bahkan oleh figur lekatnya
sendiri • Situasi ini terjadi akibat dari respon yang tidak konsisten yang diberikan figur lekat pada bayi mengenai
kebutuhan rasa aman dan nyaman mereka, atau bahkan tidak ada respon sama sekali Diskusikan apa yang akan terjadi
pada individu yang mengalamai insecure attachment ketika pada kehidupan dewasa dalam: • 1. Relasi intim dengan
lawan jenis • 2. Ketika menjadi orang tua • Robert J. Lifton Trauma dan tumbuh kembang anak • Mempengaruhi
perkembangan otak pada level system syaraf  Survival brain vs. learning brain • Dapat mempengaruhi struktur dan
fungsi otak • Otak kanan / motor indera-motorik • Perkembangan otak kiri terhambat • Mungkin tidak ada kata-kata
• Teriakan tanpa kata-kata • gangguan dalam integrasi kesadaran, memori, identitas, emosi, persepsi, representasi
tubuh, kontrol motorik, dan perilaku ” Impact of Neglect on a Developing Brain Bruce Perry (2004). Maltreated
Children: Experience, Brain Development, and the Next Generation Kisah Rini • Rini, perempuan 40 tahun,
mengalami permasalahan dalam rumah tangganya. • Rini merasa tidak dapat percaya dengan siapapun, termasuk
suaminya. Dia bahkan selalu merasa khawatir ditinggalkan • Perilaku Rini membingungkan banyak orang, temasuk
suami dan keluarganya. Terkadang dia sangat manja, tergantung dan selalu ingin dekat dengan suaminya, namun bisa
tiba-tiba dia ingin menjauh. • Suaminya bingung dengan hal ini, dan akhirnya memutuskan untuk bercerai karena
beranggapan bahwa Rini benar-benar ingin menjauh darinya • Keputusan suami, justru membuat Rini semakin yakin
bahwa tidak ada yang bisa dipercaya dan sayang dengannya. • Sewaktu kanak-kanak, Rini tinggal dengan ibunya yang
mengalami scizhophrenia sehingga harus dirawat berkali-kali di rumah sakit • Ibu Rini tidak dapat secara konsisten
memberikan perhatian emosionalnya kepada Rini karena permasalahan kesehatan mentalnya • Rini juga mengalami
kekerasan fisik dan seksual dari ayahnya. • Ayah Rini sering marah dan selalu menyalahkan Rini atas permasalahan
kesehatan mental ibunya • Rini kemudian meyakini bahwa ia yang menjadi penyebab orangorang terdekatnya
tersakiti. Dia juga berpikiran bahwa setiap hubungan dekat yang ia miliki pasti akan hancur Jenis trauma dalam
hubungan interpersonal • Attachment/relational • Kekerasan fisik dan seksual • Kekerasan
verbal/emosional/bullying/antipathy • Penelantaran, pengabaian • Betrayal • Secondary/ “second
injury”/institutional What is Complex Trauma? Beberapa karakteristik • Masuk dalam jenis trauma yang muncul
dalam konteks hubungan Interpersonal dengan orang dekat (orang tua/pengasuh) • Mengandung unsur segala
bentuk dan jenis kekerasan, terutama kekerasan fisik dan seksual • Kekerasan yang dialami berulang, dalam jangka
waktu yang lama, semakin lama semakin parah (kumulatif). • Biasanya terjadi dalam proses tumbuh kembang dan
pembentukan attachment • Atau terjadi pada masa kanak-kanak • Terjadi hampir seumur hidup dengan pelaku
tunggal yang sama, atau banyak pelaku yang berbeda-beda Complex trauma • trauma yang terjadi pada saat
pembentukan ikatan yang lekat antara bayi/anak dengan figur lekatnya atau pengasuh • Pada masa-masa tersebut
terjadi kekerasan yang mengancam jiwa dan integritas tubuh (kekerasan seksual), penelantaran ataupun pengabaian
sementara anak berada dalam kondisi yang powerless • Figur lekat sebagai sumber teror sekaligus rasa nyaman •
Semua peristiwa tersebut terjadi secara konsisten dalam jangka waktu yang lama sehingga untuk dapat bertahan
dalam situasi tersebut, anak harus melewati proses tumbuh kembang biopsikologi diluar kenormalan > perubahan
ekstrim pada kepribadian, kognitif, emosi dan perilaku. Gejala umum Complex Trauma • Reaksi kecemasan: merasa
diteror, kondisi tegang terus menerus (hyper vigilance), serangan panik, gangguan kecemasan, mimpi buruk, berbagai
macam phobia • Reaksi depresi: kesedihan, ketidakberdayaan, tidak mampu menikmati kesenangan dalam hidup,
tidak tertarik dengan aktivitas apapun, menarik diri, tidak dekat dengan teman-teman, sensitif/mudah murah, merasa
kosong, menyakiti diri sendiri (self-harm), hasrat bunuh diri • Kemarahan: kecewa, marah dan frustrasi dengan diri
sendiri dan orang lain, perilaku impulsive dan agresif, menyakiti diri sendiri (self-harm), hasrat bunuh diri • Perasaan
terasing atau teralienasi dari lingkungan sekitar • Gangguan regulasi emosi: Hyper-arousal (selalu dalam kondisi
cemas, tegang), Hypo-arousal (tidak bersemangat, afek datar) • Gangguan persepsi terhadap diri sendiri dan pelaku:
menyalahkan diri sendiri, mengasihani pelaku, bahwa pelaku sudah berjasa dalam hidupnya • Gangguan relasi sosial:
membutuhkan kedekatan dengan orang lain namun gagal mempercayai orang lain dan ingin menjauh • Dissociation
Gejala umum Complex Trauma Mengenal Dissociation Trauma dan Dissociation • Merupakan bentuk dari
mekanisme pertahanan diri atas peristiwa traumatis dengan melindungi kesadaran individu dari ingatan peristiwa
traumatis tersebut • Dissociation bekerja dengan memutus kesadaran individu terhadap realita sekelilingnya yang
memicu munculnya ingatan peristiwa traumatis sehingga individu merasa terlindungi dari perasaan takut, cemas dan
malu yang muncul dengan kuat • Individu tidak dapat menghindari secara fisik peristiwa traumatis atau peristiwa
lainnya yang mengingatkan pada hal-hal traumatis, tapi mungkin dapat menghindar secara psikologis dengan cara
memisahkan diri dari ingatan, sensasi, perasaan, dan pikiran yang berhubungan dengan peristiwa traumatis
Dissociation • Disosiasi dapat terjadi selama peristiwa traumatis terjadi atau setelahnya ketika memikirkan atau
diingatkan tentang peristiwa tersebut • Disosiasi hampir sama dengan gejala avoidance, menghindari hal-hal yang
akan mengingatkan individu terhadap peristiwa traumatis • Perbedaannya adalah disosiasi terjadi tanpa
direncanakan dan tidak disadari Simptom disosiasi Depersonalization • memiliki perasaan bahwa dapat mengamati
diri dari luar tubuh sendiri • perasaan bahwa tubuhnya atau dirinya sendiri menjadi aneh atau tidak lagi nyata •
individu itu tau hal tersebut tidak nyata tapi ia tidak mampu untuk menghilangkan perasaan tersebut. Penyebab
gangguan ini disebabkan oleh masalah psikologis (stress yang berat), neurologis, dan penyakit sistemik Derealization
• persepsi individu tentang lingkungan sekitarnya yang berubah menjadi aneh atau tidak nyata Simptom disosiasi
Simptom disosiasi Time distortion • Gangguan ingatan • Kehilangan orientasi waktu • Waktu seolah berhenti
berputar dan terhenti pada tahun-tahun tertentu, khususnya pada saat terjadinya peristiwa traumatis • Dissociative
flash back • Perubahan persepsi atas diri (Self) • Gangguan regulasi emosi Anak • Mahkluk kecil yang selalu
memaafkan kesalahan orang tuanya yang selalu datang mendekat dan memeluk meski ia telah dilukai hatinya dengan
pukulan, cubitan, dan teriakan Bagaimana disosiasi terbentuk • Anak-anak yang mengalami peristiwa traumatis
sepanjang masa kecilnya oleh orang terdekat, akan mengalamai hambatan perkembangan otak • Kondisi otak
(sistem saraf dan hormon) berada dalam kondisi siaga terus menerus (Survival brain) • Kondisi yang selalu tegang ini
menyebabkan otak melakukan mekanisme regulasi dengan mengeluarkan hormone dopamine. • Namun karena
stressor terus menerus terjadi, maka otak kelebihan endorphrine sehingga mempengaruhi perkembangan otak kiri
yang berfungsi sebagai otak analisis, dan sebaliknya otak kanan terlalu dominan • Individu tidak dapat memproses
peristiwa yang terjadi secara logis sehingga mengalami distorsi kognitif yang parah. Dissociation • Disosiasi berfungsi
seperti anastesi (obat bius) agar individu terhindar dari perasaan negatif yang diluar kemampuannya untuk mengatasi
akibat dari munculnya ingatan atas peristiwa traumatis • Pada kadar tertentu, disosiasi adalah normal dan dilakukan
oleh kebanyakan orang normal ketika mengalami peristiwa negatif, misalnya; • menolak membicarakan atau
menghindari hal-hal yang akan mengingatkan pada suatu peristiwa, melamun, menghabiskan waktu (usia) pada
aktivitas tertentu untuk melupakan berjalannya waktu, situasi dan orang-orang sekitar • Pada anak-anak; membuat
cerita tokoh fiktif yang berhubungan dengan diri sendiri • Disosiasi dapat menjadi pola defensif yang bertahan hingga
dewasa dan dapat menyebabkan gangguan disosiatif penuh. Struktur kepribadian disosiatif • Disosiatif
mempengaruhi terbentuknya 2 kepribadian yaitu; Aparently Normal Personality (ANP) dan Emotional Personality
(EP) • ANP berusaha menghindari semua hal yang akan mengingatkan pada peristiwa trauma • ANP mampu
melakukan fungsi hidup sehari-hari, kontak dengan realita masih baik meskipun terlihat emosi yang datar pada
individu • EP merupakan manifestasi dari peristiwa trauma yang muncul ke kesadaran tanpa dapat dibendung dengan
diikuti symptom flashback, hyperarousal, dan disosiatif • Semua hal ini mengarah pada terbentuknya Borderline
Personality • Strategi coping negatif orang dengan trauma masa kecil Kondisi psikologis Coping Perilaku coping yang
muncul Perasaan tidak berdaya, lemah Memberontak, menolak diatur Tidak mengikuti aturan bahkan melanggar,
menolak bekerjasama, tidak kooperatif, secara sengaja melanggar norma sosial Merasa tertekan dan terhimpit Ingin
terlepas dari semua beban Berteriak, perilaku agresif, masturbasi Psychological pain (gabungan antara sedih, takut,
cemas dan kecewa) Ingin punya kekuatan (power) mengatasi rasa sakit Menyakiti diri sendiri (self-harm), substance
abuse, eating disorder takut, cemas, perasaan yang berkonflik antara benci dan merasa bersalah, dikhianati Ingin
mengurangi semua ingatan dan perasaan negatif yang muncul, ingin melupakan banyak hal Menyakiti diri sendiri,
menarik diri, disosiasi, traumatic amnesia, tidak percaya pada siapapun, tidak punya empati Merasa ditolak, disia-
siakan akibat penelantaran, Mencari perhatian dan penerimaan Bersikap baik, manipulative, percaya pada siapapun
atau sebaliknya Trauma dan Resiliensi kemampuan untuk bangkit kembali dari situasi atau peristiwa yang traumatis
Trauma dan resiliensi • Trauma dapat terjadi pada siapapun • Individu dapat mengalami, satu peristiwa tunggal yang
traumatis yang sekali terjadi ataupun peristiwa traumatis yang terus berlanjut dalam jangaka waktu yang lama •
Namun yang terpenting dari peristiwa trauma adalah, apa yang terjadi setelahnya, yaitu proses menuju resilien dan
kemampuan regulasi emosi/stress • Dari perspektif psikologi positif, stress dan trauma dapat meningkatkan
pertumbuhan personal atau peningkatan kualitas pribadi, mendorong individu untuk mengembangkan keterampilan
baru, mengevaluasi prioritas dalam hidup, mendapatkan insights tentang kehidupan dan membangun kekuatan diri.
• Keberhasilan seseorang dalam menghadapi stressor akan menyebabkan seseorang memiliki kemampuan coping
yang baik dan meningkatkan self-esteem Tiga area yang mempengaruhi pemulihan • Variabel yg berasal dari dalam
individu; karakteristik personal dan keterampilan regulasi emosi yang sudah terbentuk sebelum terjadinya peristiwa
traumatic • Karakteristik sumber stress yg memicu trauma • Dukungan sosial; bagaimana orang-orang sekitar
merespon Pengertian resiliensi • Resiliensi adalah proses beradaptasi dalam menghadapi kesulitan hidup, trauma,
tragedi, ancaman atau sumber stres yg merusakseperti masalah keluarga dan hubungan pernikahan, masalah
kesehatan yang serius atau stres di tempat kerja atau masalah keuangan. • Proses resiliensi mengandung arti "bangkit
kembali" dari pengalaman yang sulit. • Resiliensi mengacu pada kemampuan individu, keluarga, atau komunitas untuk
mengatasi kesulitan hidup, termasuk trauma, dan beradaptasi dengan tantangan atau perubahan Pengertian
resiliensi • Proses yang melibatkan sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang diperlukan untuk menangkal
dampak negatif dari peristiwa hidup yang menyengsarakan, • pulih dari penurunan tingkat keberfungsian diri akibat
dari peristiwa tersebut, • dan mampu mengalami pertumbuhan personal dengan mengambil hikmah atas peristiwa
negatif dalam hidup • Bukanlah ketiadaan psikopatologi setelah peristiwa yang berpotensi traumatis, tetapi sebuah
proses aktif yang menjaga stabilitas pribadi dalam keadaan yang sulit dari waktu ke waktu. Seperti apa bentuk
resiliensi ? • Ketika individu mengalami peristiwa traumatis, mungkin akan mengalami permasalahan di beberapa
aspek kehidupan misalnya; prestasi kerja menurun, tidak bersemangat beraktivitas rutin • Individu menunjukkan
gejala stress dan trauma, yg dapat dilihat dari perubahan perilaku menjadi tidak seperti biasa • Namun pada aspek
yg lain, misal relasi sosial menunjukkan resiliensi, masih berinteraksi dengan lingkungan, bercerita/curhat. • Keluarga,
sekolah dan lingkungan terdekat dapat memberikan dukungan dan meningkatkan keberfungsian pada aspek di mana
individu masih berjuang sambil mendukung dan meningkatkan pada aspek yang sudah baik. Faktor-factor resiliensi •
I am: merupakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri seseorang yang menjadi kekuatan dalam dirinya • I can :
kemampuan individu membangun hubungan sosial dan interpersonal. • I have: merupakan dukungan dari lingkungan
di sekitar individu. Dukungan ini berupa hubungan yang baik dengan keluarga, lingkungan sekolah yang
menyenangkan, ataupun hubungan dengan orang lain diluar keluarga (Grotberg, 1999) Faktor-faktor resiliensi yg
lain • Religiusitas, spiritualitas, penerimaan • Kebermaknaan hidup • Konsep diri yang positif • Ikatan yang kuat dan
positif dengan keluarga, orang tua • Dukungan sosial pada inner circle, yaitu teman-teman, lingkungan kerja/sekolah,
lingkungan tempat tinggal untuk memastikan individu merasa aman dan diterima • Tersedianya layanan konseling
dan psikoterapi yg melayani kasus trauma (The national child traumatic stress network) Aspek-aspek resiliensi dalam
diri individu • Kesadaran atas emosi diri sendiri (emotion awareness) – menyadari dan menerima semua emosi negatif
yang datang • Kemampuan mengendalikan dorongan – mampu mengendalikan dorongan dan keinginan yang timbul
sebagai reaksi stress • Realistis dan optimis • Fleksibel dalam berpikir • Self-efficacy • Empati • Berani melakukan hal-
hal baru (reaching out) – dapat secara kreatif melakukan hal baru dalam menyelesaikan masalah Post traumatic
growth • Perubahan positif yang dialami sebagai akibat dari perjuangan melalui situasi krisis kehidupan atau peristiwa
traumatis. • Bukan berarti melupakan, menolak, atau menekan pengalaman traumatis yang dialami, melainkan
mampu berdamai, menerima dan memaknai • Mengalami perubahan cara pandang terhadap dunia dan peristiwa •
Mengalami perubahan persepsi atas diri sendiri • Mengalami perubahan dalam menjalin relasi dengan orang lain
Psychological first aid Dukungan Psikologis Awal • PFA tidak sama dengan konseling dan psikoterapi • PFA tidak
dapat menggantikan konseling dan psikoterapi • PFA bukan “psychological debriefing”. Di dalam PFA tidak akan
didiskusikan secara mendetail tentang kejadian krisis yang dialami seseorangPFA bukan memberikan diagnosis
psikopatologi • PFA bukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh para profesional • PFA bukan intervensi klinis atau
psikiatri (meskipun dapat menjadi bagian dari perawatan klinis yang baik) • PFA tidak meminta penyintas untuk
menganalisis apa yang terjadi atau membuat laporan kronologis kejadian • PFA tidak meminta penyintas untuk
menceritakan kisah mereka, atau menanyakan detail tentang perasaan mereka atau apa yang terjadi, KECUALI para
penyintas sendiri yang menginginkan Apakah ini PFA? Pengertian • Psychological First Aid (PFA) adalah suatu bentuk
respon manusiawi kepada sesama manusia yang sedang mengalami situasi krisis yang mungkin membutuhkan
dukungan pada fase awal ketika mengalami musibah atau bencana • Suatu pendekatan awal yang bertujuan untuk
mengurangi dampak negatif stress yang disebabkan oleh bencana atau situasi krisis agar tidak timbul gangguan
kesehatan mental yang lebih buruk (Everly, Phillips, Kane & Feldman, 2006). • PFA adalah bentuk intervensi krisis
dengan memberikan dukungan jangka pendek yang dimaksudkan untuk mengurangi tekanan stress dan menyiapkan
para penyintas ke intervensi lanjutan sesuai kebutuhan • Setelah masa-masa awal kedaruratan dan PFA ditegakkan,
para penyintas mungkin ada yang membutuhkan intervensi lanjutan jangka menengah seperti konseling, atau jangka
panjang dengan psikoterapi agar benar-benar pulih Untuk siapa? • Orang-orang dengan cedera yang serius dan
mengancam jiwa, sehingga membutuhkan pertolongan gawat darurat medis; • Orang-orang yang sangat terpukul,
sehingga mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau anak-anaknya; • Orang-orang yang memiliki kemungkinan
untuk menyakiti dirinya sendiri dan orang lain Crisis events • Peristiwa krisis - baik dalam skala besar dan masif
maupun dialami individual, dapat terjadi di setiap saat • - Peristiwa berskala besar termasuk bencana alam, perang
dan serangan teroris, wabah penyakit, berskala besar, migrasi/perpindahan orang dan komunitas • - Peristiwa
individu mempengaruhi satu atau beberapa orang, seperti seperti kecelakaan, perampokan, penyerangan Fakta
tentang orang yang mengalami krisis • PFA disusun berdasarkan konsep terbentuknya resiliensi manusia • Pada
sebagian besar orang yang mengalami situasi krisis akan dapat pulih dengan upaya mereka sendiri atau dengan
dukungan sosial dari banyak pihak, terasuk pekerja sosial, keluarga dan teman-teman. • Hanya sebagian kecil dari
populasi yang terkena bencana yang biasanya membutuhkan penanganan lebih lanjut oleh professional untuk dapat
pulih • Sebagian kecil dari populasi ini mungkin sudah memiliki faktor resiko dan kerentanan awal sebelum mengalami
bencana sehingga membuat mereka tidak dapat melakukan coping dan pemulihan secara mandiri • PFA didasarkan
pada pemahaman bahwa orang yang terkena bencana akan mengalami berbagai respon awal (stress) baik fisik,
psikologis, emosional, dan perilaku sebagai akibat situasi krisis • Reaksi stress ini mungkin menghambat proses coping
individu sehingga harus diberikan dukunan psikologis awal agar individu dapat segera melakukan fungsi hariannya •
PFA paling sering digunakan pada jam pertama, hari dan minggu awal setelah suatu peristiwa krisis terjadi. Faktor
kunci resiliensi dalam situasi krisis Orang-orang yang mengalami musibah pada umumnya menjadi lebih baik dalam
jangka panjang jika... 1. Merasa aman, tenang dan terhubung dengan orang lain terutama anggota keluarga serta
merasa punya harapan di masa depan 2. Memiliki akses ke dukungan sosial, fisik dan emosional 3. Merasa memiliki
kembali kontrol atas diri dan situasi disekitarnya sehingga merasa berdaya untuk mengembalikan kondisinya secara
mandiri seperti sedia kala Posisi PFA dalam hirarkhi layanan psikososial dan kesehatan mental Layanan lanjutan oleh
tenaga profesional Dukungan psikososial oleh non-spesialis yang terlatih Penguatan dan dukungan terhadap keluarga
dan komunitas Inisiatif umum masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan rasa aman Upaya anggota
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar dan keamanan Dukungan sosial secara komunal oleh kelompok
masyarakat Layanan kesehatan dasar oleh dokter umum, dukungan psikososial oleh pekerja sosial, PFA Psikolog,
psikiater, dokter spesialis • Pelajari segala hal tentang situasi krisis yang sedang terjadi • Tiap-tiap jenis situasi krisis
memiliki karakteristik yang berbeda, misal gempa bumi, banjir, erupsi, kecelakaan transportasi, peperangan, dll •
Dapatkan informasi terkini mengenai segala aspek keamanan di lokasi krisis, bahaya apa yang mungkin masih terjadi
• Dapatkan informasi dukungan apa yang sudah tersedia di lokasi, terutama kebutuhan dasar para penyintas •
Informasi harus seakurat mungkin dari sumber resmi terpercaya • Mulai lakukan penggalangan sumber daya yang
dibutuhkan Look Ketika sampai di lokasi krisis • Memastikan hal-hal yang berhubungan dengan faktor keamanan,
kondisi bangunan, jalan, listrik dan penerangan, kemungkinan bencana susulan. • Memastikan ketersediaan
kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, air bersih dan rasa aman) • Cek siapa saja orang-orang yg harus segera
mendapat pertolongan pertama atau perhatian khusus, terutama orang tua dan anak-anak • Cek dan tandai orang-
orang dengan gejala stress berlebihan Gejala umum yang muncul • merasa dalam keadaan 'siaga tinggi' dan 'waspada'
untuk hal lain yang mungkin terjadi • mati rasa secara emosional, seolah-olah dalam keadaan 'shock’ • Sensitif,
emosional dan mudah marah • merasa sangat lelah • merasa sangat stres dan / atau cemas • menjadi sangat protektif
terhadap orang lain termasuk keluarga dan teman • tidak ingin meninggalkan tempat tertentu karena takut 'apa yang
mungkin terjadi Listen (Contact and Engagement) • Membangun rapport • Seringkali, cara terbaik untuk melakukan
kontak awal adalah dengan memberikan bantuan praktis terlebih dahulu (makanan, air, selimut) • Perkenalkan diri
anda dan organisasi anda • Keterampilan mendengarkan aktif. Dengarkan apa yang mereka keluhkan dan inginkan,
dan tawarkan bantuan yang tersedia • Jangan meminta penyintas bercerita tentang peristiwa, kecuali ia yang
memulai • Jika muncul gejala stress berat, lakukan hal-hal yang membuat ia merasa lebih nyaman dan pastikan ia
tidak sendiri Link Membantu para penyintas memiliki akses terhadap kebutuhan dasar dan layanan lanjutan untuk
jangka menengah dan jangka panjang • Membangun akses dengan berbagai pihak untuk memastikan penyintas
mendapatkan makanan, air bersih, obat-obatan, pakaian bersih, bantuan medis dan psikologis lanjutan, serta tempat
tinggal • Bantu para penyintas terhubunga kembali dengan anggota keluarga yang lain, atau teman-temannya •
Informasikan semua temuan terkait kondisi terkini dan kebutuhan penyintas ke dunia luar atau otoritas setempat •
Ada baiknya semua aktivitas dilakukan secara partisipatif dengan penyintas > pemberdayaan • Pada tahap ini jangan
menjanjikan apapun, tapi tetaplah berusaha The elements of psychological first aid Safety and Comfort • Pemulihan
rasa aman merupakan tujuan penting segera setelah bencana dan terorisme. Mempromosikan keamanan dan
kenyamanan dapat mengurangi kesusahan dan kekhawatiran. Membantu para penyintas dalam keadaan kehilangan
orang yang dicintai, kematian orang yang dicintai, pemberitahuan kematian dan identifikasi tubuh merupakan
komponen penting untuk memberikan kenyamanan dan dukungan emosional. • Memastikan para penyintas tidak
mengalami situasi berbahaya untuk yang ke dua kalinya • Pastikan tinggal di tempat yang aman • Ketersediaan
makanan, pakaian dan air bersih, obat-obatan • Kenyamanan dan keamanan dapat didukung dengan berbagai cara,
termasuk membantu penyintas: • Lakukan hal-hal yang aktif (daripada menunggu pasif), praktis (menggunakan
sumber daya yang tersedia), dan familiar (memanfaatkan pengalaman masa lalu). • Dapatkan informasi terkini, akurat
dan terkini, sambil menghindari paparan informasi yang tidak akurat atau terlalu mengganggu bagi para penyintas. •
Terhubung dengan sumber daya praktis yang tersedia. • Dapatkan informasi tentang bagaimana responden membuat
situasi lebih aman. • Terhubung dengan orang lain yang memiliki pengalaman serupa. Promote calm • Ciptakan
lingkungan yang bersih, aman dan nyaman • Program atau aktivitas yang dapat meredakan stress, khususnya
anakanak • Sediakan waktu dan ruang bagi penyintas yang ingin bercerita • Tetaplah sabar dan bersahabat meskipun
menghadapi tipe penyintas yang sulit > bagian dari coping mereka terhadap kecemasan • Jika ada kesempatan,
tawarkan kepada penyintas ttg informasi mengenai bencana/situasi krisis yg sedang terjadi Stabilization (if needed)
• Kebanyakan orang yang mengalami bencana tidak membutuhkan intervensi langsung stabilisasi emosi. • Ekspresi
emosi yang kuat (hyperarousal), bahkan emosi yang diredam (misalnya, mati rasa, acuh tak acuh, marah, menangis,
atau bingung) adalah reaksi yang normal pada situasi yang tidak normal, • Hal tesebut tidak pula menandakan
perlunya intervensi tambahan di luar dukungan psikologis biasa. • Namun demikian, beberapa penyintas
menunjukkan reaksi emosional yang begitu kuat sehingga secara signifikan mengganggu fungsi adaptifnya Siapa yang
membutuhkan stabilisasi emosi? Individu yang menunjukkan gejala sebagai berikut, salah satu atau beberapa
diantaranya: • Melihat dengan mata berkaca-kaca dan kosong - tidak dapat menemukan arah • Tidak responsif
terhadap pertanyaan atau perintah verbal • Disorientasi (misalnya, terlibat dalam perilaku tidak terorganisir tanpa
tujuan) • Menunjukkan respons emosional yang kuat, tangisan yang tidak terkendali • Mengalami reaksi fisik yang
tidak terkendali (gemetar) • Menunjukkan kepanikan dengan perilaku mencari sesuatu/seseorang yang berlebihan •
Merasa lumpuh dan tidak berdaya melakukan aktivitas adaptif Apa yang perlu dilakukan? • Mintalah individu untuk
mendengarkan Anda dan melihat Anda? • Cari tahu apakah individu tahu siapa dia, di mana dia berada saat ini, dan
apa yang sedang terjadi • Minta individu untuk mendeskripsikan sekitarnya, dan katakan di mana Anda berdua berada
Grounding • Duduklah dalam posisi yang nyaman dengan kaki dan lengan yang tidak menyilang. • Tarik dan
hembuskan napas perlahan dan dalam. • Lihatlah sekeliling dan sebutkan lima benda yang dapat Anda lihat. Tarik dan
hembuskan napas perlahan dan dalam. • Berikutnya, sebutkan lima suara yang dapat Anda dengar. Tarik dan
hembuskan napas perlahan dan dalam. • Selanjutnya, sebutkan lima hal yang dapat Anda rasakan. Misalnya: “Saya
dapat merasakan sandaran tangan kayu ini dengan tangan saya, jari-jari kaki saya berada di dalam sepatu saya, saya
dapat merasakan punggung saya menekan kursi saya, saya dapat merasakan selimut di tangan saya, saya dapat
merasakan bibir saya menempel. ” • Tarik dan hembuskan napas perlahan dan dalam Connectedness • Bantu para
penyintas terhubung kembali dengan orang-orang terdekatknya, termasuk keluarga inti • Bantu agar anak-anak tetap
tinggal bersama orang tua mereka • Bantu agar agar penyintas terhubung dengan lembaga layanan lanjutan • Pahami
budaya, kultur dan kebiasaan setempat dan hormatilah Promote self-efficacy • Selalu melibatkan para penyintas
dalam segala program dan aktivitas • Semua hal yang akan dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar
harus senantiasa berkonsultasi dengan penyintas dan melibatkan mereka menjadi agen Protect from Additional
Traumatic Experiences and Trauma Reminders • Para penyintas harus dilindungi dari keterpaparan terhadap hal-hal
yang dapat membangkitkan emosi negatif atas peristiwa bencana yang dialami termasuk pemandangan, suara, atau
bau yang mungkin menakutkan. • Para penyintas perlu mendapat perlindungan atas privasi mereka dari para
wartawan, personel media lain, penonton. Beri tahu bahwa mereka dapat menolak untuk diwawancarai oleh media
• Jika para penyintas memiliki akses pada liputan media (misalnya, siaran televisi atau radio), jelaskan bahwa
penayangan yang berlebihan dari liputan media dapat sangat mengganggu, terutama bagi anak-anak dan remaja. •
Dorong orang tua untuk memantau dan membatasi anak-anak mereka terpapar tayangan media, dan beri ruang
untuk mendiskusikan hal-hal yang mengganggu yang sudah terlanjur ditonton anak-anak. • Ingatkan orang tua untuk
berhati-hati dengan apa yang mereka katakan di depan anak mereka, dan untuk mengklarifikasi hal-hal yang mungkin
membuat mereka kecewa. Help Survivors When a Family Member or Close Friend has Died • Individu yang kehilangan
orang yang disayangi biasanya menunjukkan beberapa reaksi emosi seperti: penyangkalan, khawatir, takut, putus
asa, marah dan merasa bersalah, shock > reaksi normal • Bantu mereka dengan terus menyediakan informasi terkini
dari sumber terpercaya mengenai kondisi para korban dan apa yang sedang dan terus dilakukan oleh otoritas yang
berwenang • Luangkan ekstra waktu dengan para penyintas yang edang mengkhawatirkan anggota keluarga yang
hilang/meninggal. Tetap berada di sana untuk mendengarkan segala harapan dan ketakutan yang diekspresikan, •
Jujurlah dalam memberikan informasi dan menjawab pertanyaan yang mereka ajukan • Beberapa anggota keluarga
mungkin ingin meninggalkan shelter untuk mencoba menemukan atau menyelamatkan anggota keluarganya yang
hilang. • Dalam hal ini, beri tahu tentang keadaan terkini di area pencarian, bahaya spesifik yang akan dihadapi,
tindakan pencegahan yang diperlukan, upaya yang saat ini sudah dilakukan oleh otoritas, dan kapan informasi terkini
akan tersedia. • Terkadang, aktivitas biasa akan lebih menenangkan daripada percakapan, misalnya memberinya
minum, makanan, obat-obatan sederhana. • Beberapa diantara mereka mungkin ingin menyendiri dan menginginkan
privasi. • Jangan melakukan konseling duka cita • Namun jika mereka ingin berbicara, maka Anda harus
mendengarkan aktif, dan jangan merasa harus banyak bicara, menasehati, memberikan harapan, dan jangan
menyelidiki • Yakinkan bahwa apa yang mereka rasakan adalah hal yang dapat dimengerti dan normal. Jangan
katakan beberapa hal berikut ini: • Saya tahu bagaimana perasaan bapak/ibu • ini mungkin yang terbaik • Dia lebih
baik sekarang. • Sudah waktunya dia pergi. • Mari bicara tentang hal lain saja • Bapak/ibu harus berusaha untuk
mengatasi hal ini • Bapak/ibu cukup kuat untuk menghadapi ini. • Bapak/ibu harus ikhlas karena dia sudah di sisi
Tuhan sekarang • Tidak apa-apa, bapak/ibu akan segera merasa lebih baik • Anda sudah melakukan semua yang Anda
bisa. • Anda tidak perlu berduka. • Anda perlu lebih rileks menghadapi ini • Setidaknya Anda masih hidup • ini bisa
menjadi lebih buruk; beruntung Anda masih memiliki saudara laki-laki / perempuan / ibu / ayah. • Segala sesuatu
yang terjadi pasti ada maksudnya • Tenang, Tuhan tidak akan menguji melebihi kemampuan kita • Suatu hari nanti
Anda akan mendapat jawabannya mengapa harus seperti ini Promote hope • Temukan dan berikan apresiasi atas hal-
hal kecil yang telah mereka lakukan untuk bertahan hidup • Berikan edukasi mengenai respon natural manusia ketika
mengalami situasi krisis • Bersikap empati dan jelaskan bahwa apa yang mereka rasakan saat ini adalah hal yang wajar
dan normal • Berikan informasi yang positif mengenai kebencanaan atau bantuan yang akan segera datang •
Bangunlah kesan bahwa mereka akan pulih Things to remember • Ingat bahwa tujuan utama PFA adalah mengurangi
perasaan yang membebani, memastikan kebutuhan dasar dan kedaruratan terpenuhi, serta meningkatkan
kemampuan adaptif penyintas dalam melewati fase krisis, bukan untuk menggali secara detil pengalaman traumatis
dan kedukaan penyintas • Tidak semua orang yang mengalami situasi krisis akan mengalami stress berat ataupun
gangguan psikologis berat lainnya, baik selama situasi krisis berlangsung maupun sesudahnya • Tidak semua orang
yang mengalami krisis akan membutuhkan PFA, hal ini karena adanya beberapa protective factors, yaitu:
Karakteristik individu yg baik yaitu memiliki tingkat keberfungsian yg baik Memiliki dukungan sosial yang baik
Kemampuan coping yg positif Memiliki spirit yg kuat mampu kembali pada kehidupan normal sebelumnya Siapa
yang dapat melakukan PFA • PFA bisa dilakukan oleh siapapun yang telah mendapat pelatihan atau sosialisasi
mengenai PFA • termasuk masyarakat umum, dalam hal ini adalah orang-orang di sekitar penyintas • Administering
Psychological First Aid (PFA) After A Crisis - YouTube PFA dalam situasi sehari-hari • 1) stabilize (prevent the stress
from worsening) • 2) mitigate (de-escalate and dampen) acute distress • 3) facilitate access to continued supportive
care, if necessary. PFA does not entail diagnosis or treatment. VICARIOUS TRAUMA Apa yang dimaksud dengan
Vicarious Trauma  Sebuah proses perubahan yang terjadi karena anda berempati dengan orang-orang yang
menderita dan merasa berkomitmen serta bertanggung jawab untuk membantu mereka  Efek kumulatif akibat
terpapar pada korban kekerasan atau bencana  Seiring waktu, rasa empati tersebut dapat membuat anda merasa
terbebani, kewalahan atau putus asa “ Vicarious trauma adalah efek negatif dari menjaga dan peduli kepada orang
lain.” --Pearlman dan Saakvitne, 1995 Siapa yang beresiko mengalami  Orang yang terpapar pada trauma melalui
pekerjaan yang berhubungan dengan kemanusiaan  Bekerja di lingkugan dimana ada paparan terhadap trauma dan
kurangnya dukungan serta komunikasi dari kantor  Para pengambil resiko dan orang –orang yang cenderung
“tangguh” dan mengabaikan kebutuhan pribadi mereka Tanda-tanda Vicarious Trauma  Sulit untuk mengendalikan
emosi  Memendam rasa marah atau sedih yang terus-menerus tentang trauma orang lain  Terlalu terlibat secara
emosional dengan responden  Kehilangan makna dan harapan hidup  Merasa terputus, terisolasi, atau ditolak oleh
rekan anda  Trauma dapat mempengaruhi tindakan anda dan cara anda berinteraksi dengan orang-orang yang anda
kasihi  Sulit tidur; atau sulit untuk tetap terjaga  Masalah fisik: nyeri, sakit sakitan, mengalami kecelakaan Strategi
Individu untuk Menangani Vicarious Trauma Strategi untuk mengatasi yang baik adalah hal-hal yang dapat membantu
anda untuk menjaga diri…  Escape – Lepaskan diri: lepaskan diri anda dari situasi tersebut selama beberapa waktu 
Beristirahat: melakukan sesuatu yang membuat anda relaks selama beberapa waktu agar pikiran anda tenang
(misalnya meditasi) dan memastikan kesejahteraan fisik anda  Bermain: terlibat dalam berbagai kegiatan yang dapat
membuat anda tertawa atau bersemangat kembali Apa contoh dari kegiatan beristirahat yang dapat anda lakukan di
lapangan? Anda dapat melakukan meditasi dimana anda membayangkan berada di tempat dan waktu yang sangat
tenang (misalnya berjalan-jalan di hutan atau di pantai) Strategi untuk Coping dengan Bantuan Pendukung  Mintalah
bantuan dari rekan-rekan  Gunakan Buddy System (sistem pertemanan) untuk saling memeriksa secara reguler
selama kegiatan sehari  Terlibat dalam briefing setiap malam sebagai tim  Jika diperlukan, minta konseling individu
untuk mengatas vicarious trauma yang anda rasakan  Jika anda menginginkan konseling individu, bicarakan dengan
Penanggung jawab survei/Pengawas regional atau bicara secara langsung dengan Penanggung Jawab Rencana
Penanganan (response plan) Dasar-dasar penanganan trauma psikologis Aditya Putra Kurniawan Fakultas Psikologi
Simptom PTSD • mengalami kembali peristiwa traumatis melalui mimpi buruk, kilas balik (flashback), atau pikiran
yang muncul terus menerus atas peristiwa (intrusion). • menghindari situasi atau orang yang mengingatkan tentang
peristiwa traumatis tersebut (Avoidance) • selalu merasa gelisah, gampang terkejut, gugup dan sensitive yang sangat
berlebihan (hyperarousal) Faktor-faktor yang menyebabkan trauma terus bertahan • Classical conditioning : Semua
stimulus netral tapi memiliki kesamaan terhadap peristiwa trauma akan membentuk ikatan dengan respon ketakutan
karena terasosiasi dengan stimulus awal yang menyebabkan trauma Faktor-faktor yang menyebabkan trauma terus
bertahan (cont..) • Avoidance (Operant conditioning – negative reinforcement) Upaya seseorang untuk menghindari
stimulus yang menyakitkan (yang akan mengingatkan pada peristiwa traumatik) Hasil dari penghindaran adalah
perasaan lega > negative reinforcement yang menyebabkan individu terus mengulangi lagi perilaku menghindari
Namun hal ini justru menjadi maintaining factor trauma Faktor-faktor yang menyebabkan trauma terus bertahan
(cont..) • Unprocessed nature of trauma memory Stress yang diakibatkan trauma menyebabkan gangguan pada
hippocampus oleh hormone stress Hippocampus yang terganggu menyebabkan gangguan pula dalam memproses
ingatan atas peristiwa Flashback dan Intrusive adalah symptom trauma yang paling dirasakan mengganggu. Hal ini
terjadi karena ingatan mengenai peristiwa trauma tidak terproses dengan wajar di otak Trauma dan Memori
Flashback vs Dissosiation • Ada individu yang mengalami PTSD karena ingatan traumatik muncul terus tanpa dapat
dikendalikan • Namun ada pula yang mengalami gangguan memori dalam bentuk disosiatif atau amnesia atas
pengalaman traumatik yang dialami • Sifat dari pengalaman traumatis dan frekuensi kejadiannya serta usia korban
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi. • Single-event trauma (bencana alam, kecelakaan, penyerangan,
pemerkosaan, menyaksikan pembunuhan, dll.) akan lebih mungkin diingat atau muncul dalam bentuk kilas balik •
Multiple and prolonged trauma atau peristiwa trauma berulang dalam jangka waktu lama, terutama dalam hubungan
interpersonal (kekerasan dalam rumah tangga atau insest, penyiksaan, pertempuran garis depan yang
berkepanjangan, dll.) sering mengakibatkan gangguan memori Usia • Orang yang dewasa yang mengalami peristiwa
traumatis cenderung mengingatnya daripada anak-anak yang mengalami trauma. • Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa semakin muda usia anak mengalami trauma, semakin kecil kemungkinan kejadian tersebut akan
diingat, maka besar kemungkinan ia mengalami dissosiation Dukungan sosial • seorang perempuan yang secara brutal
diserang oleh orang asing namun ia menerima simpati, dan dukungan keluarga, sehingga banyak mendapatkan
kesempatan untuk menceritakan kisahnya, mungkin akan menderita PTSD dimana ia akan mengingat peristiwa
traumatik tersebut. • Namun, seorang anak gadis yang mengalami kekerasan seksual berulang oleh ayahnya dan
disumpah untuk menjaga kerahasiaan peristiwa tersebut akan lebih mungkin mengalami gangguan memori atas
peristiwa traumatik tersebut. • Kebingungan anak antara perasaan sayang, hormat dan ketergantungan serta teror
dalam satu waktu terhadap pelaku memperparah gangguan ingatan yang dialami • Dokter atau terapis dapat
memberikan indikasi amnesia disosiatif jika ada kesenjangan atau periode kosong dalam ingatan autobiografi si
korban Flashback Dissociation/Amnesia Single traumatic event Multi-event (repetitive) Natural or accidental cause
Deliberate human cause Adult victim Child victim Validation and support Denial and secrecy The Memory Process •
Intake > • Encoding: Proses pengolahan informasi dari panca indera • Storage: Penyimpanan informasi • Retrieval:
Pemanggilan kembali informasi dalam bentuk ingatan atas peristiwa Encoding • Visual encoding: Informasi
direpresentasikan dalam bentuk visual • Acoustic encoding: Informasi direpresentasikan dalam bentuk suara •
Semantic encoding: Informasi direpresentasikan dalam bentuk makna atas peristiwa Peristiwa hidup sehari-hari akan
mengalami encoding untuk dapat diproses oleh otak, disimpan dengan baik dan diolah dengan informasi yang lain
untuk selanjutnya dipanggil kembali dalam bentuk cerita (narrative) Encoding pengalaman traumatis • Pengalaman
trauma disimpan di bagian otak yang disebut sistem limbik, yang hanya memproses emosi dan sensasi • Pengalaman
traumatik hanya diproses dalam bentuk sensasi visual dan suara , tetapi bukan dalam bentuk bahasa, ucapan atau
penjelasan sehingga minim makna dan penjelasan akan konteks • Oleh karena itu orang-orang yang mengalami
trauma hidup dengan ingatan implisit dari teror, kemarahan, dan kesedihan yang dihasilkan oleh trauma, tetapi
dengan sedikit atau tidak ada ingatan eksplisit untuk menjelaskan perasaan-perasaan tersebut Dampak trauma
terhadap kepribadian • Orang dengan trauma psikologis menjadi sangat sensitif terhadap semua hal yang akan
membuat ia ingat terhadap peristiwa traumatis • Sebagian besar upaya coping yang dilakukan dalam hidup adalah
menghindari hal-hal yang membuat ia teringat kembali peristiwa traumatis • Upaya penghindaran ini terkadang
membuat ia menarik diri dari pergaulan dan menghindari banyak peristiwa hidup sehingga justru memperparah
kondisi karena tidak ada sosial support • Semua energi kehidupan diarahkan untuk mengatasi rasa takut, khawatir
dan cemas yang ekstrim sehingga membawa konsekuensi terhadap perilaku yang akhirnya berdampak pada relasi
sosial dengan orang lain • Orang dengan trauma akan terlihat menyendiri, memutus silaturahmi, anti sosial, tidak ada
kepedulian sehingga semakin dijauhi • Orang dengan trauma yang mengalami disosiatif terlihat seperti sedang
mengkhayal sehingga banyak orang meragukan cerita kehidupannya • Orang dengan trauma sering merasa tidak
dipercaya dan tidak diterima sehingga membuat ia semakin menjauh dari kehidupan sosial Kerangka penanganan
trauma psikologis 1. Pendekatan yang penuh penghargaan dan kepercayaan 2. Psikoedukasi mengenai trauma dan
gejalanya 3. Intervensi terhadap proses kognitif dan kemampuan regulasi emosi 4. Membuka peluang bagi klien untuk
membangun narasi yang lebih konstruktif terhadap ingatan peristiwa traumatis 5. Upaya dalam memproses kembali
ingatan traumatis 6. Meningkatkan penerimaan dan Self-awareness 7. Melatih keterampilan relasional dalam
konteks hubungan terapeutik Tiga tahapan umum treatment pada trauma Tahap I 1. Safety Fisik Psikis Di dalam
dan di luar ruang terapi 2. Stability: Stabilitas emosi dalam menghadapi dinamika hidup sehari-hari 3. Enggament:
Hubungan terapeutik yang baik dan konsisten 4. Self-awareness 5. Psychoeducation: memberdayakan klien dengan
menjelaskan pengetahuan tentang trauma dan dampaknya Tahap II 1. Intervensi pada kemampuan regulasi emosi
dan managemen stress: mindfulness, relaksasi dan latihan kontrol pernafasan 2. Restrukturisasi proses kognitif yang
terdistorsi. Klien trauma sering berpikir bahwa ia terlahir dengan kodrat dan nasib buruk > CBT 3. Trauma procesing
4. Prolonged exposure: menyasar perilaku penghindaran menggunakan prinsip-prinsip Pavlov Trauma processing •
Membantu klien untuk mampu menceritakan pengalaman traumatis secara detil beserta konteks terjadinya dengan
tetap memperhatikan aspek keamanan psikis dan menyediakan ruang katarsis • Semakin klien mampu menceritakan
kembali secara kronologis dan mampu merefleksikan secara analitis, maka semakin berkembang cara pandangnya
dalam menilai persitiwa dan dunia sekelilingnya, termasuk peristiwa traumatis yang dialami • Semakin cara
pandangnya berkembang, semakin mampu melengkapi ingatan peristiwa traumatik dalam bentuk makna atas
peristiwa • Semakin mampu memaknai, semakin mampu mengambil hikmah dan melewati pengalaman traumatis
dengan baik Tahap III • Terapi psikososial yang berupaya meningkatkan keberfungsian individu yang mengalami
trauma untuk menemukan kembali tujuan utama ia hidup • Melatih individu untuk melakukan aktivitas yang biasa
dilakukan sebelumnya untuk dirinya sendiri sehari-hari • Melakukan hal-hal baru yang lebih menantang tapi positif
The therapeutic window: Eksplorasi vs Konsolidasi Eksplorasi Secara bertahap mengekspose klien terhadap ingatan
traumatis. yaitu meminta klien mengingat kembali secara detil dan kronologis Konsolidasi Menjaga stabilitas emosi
klien dengan pelatihan regulasi emosi Memberikan intervensi yang mendukung hal-hal yang telah dicapaiklien
Indikator sukses • Kesepakatan dalam merumuskan tujuan dan target terapi • Memfasilitasi klien untuk mencoba
atau menemukan kembali aktivitas yang bermakna dan penting baginya • Memfasilitasi klien untuk terhubung
kembali dengan keluarga, sahabat dan lingkungan sosialnya •

Anda mungkin juga menyukai