0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
23 tayangan44 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pasca bencana di Indonesia, termasuk gejala gangguan kesehatan jiwa yang umum muncul akibat trauma bencana seperti depresi, gangguan stres pasca trauma, gangguan cemas, serta pendekatan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial melalui masyarakat dan pelayanan kesehatan primer.
Dokumen tersebut membahas tentang dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pasca bencana di Indonesia, termasuk gejala gangguan kesehatan jiwa yang umum muncul akibat trauma bencana seperti depresi, gangguan stres pasca trauma, gangguan cemas, serta pendekatan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial melalui masyarakat dan pelayanan kesehatan primer.
Dokumen tersebut membahas tentang dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pasca bencana di Indonesia, termasuk gejala gangguan kesehatan jiwa yang umum muncul akibat trauma bencana seperti depresi, gangguan stres pasca trauma, gangguan cemas, serta pendekatan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial melalui masyarakat dan pelayanan kesehatan primer.
MUTIARA SUKMA PENDAHULUAN • Bencana Terjadi Silih Berganti Di Wilayah Indonesia • Bencana Tsunami Di Aceh, Gempa Bumi Di Jogjakarta , Gunung Meletus Di Bali Dan Gempa Bumi Di Lombok & Sumbawa • Intervensi Kesehatan Jiwa Pada Saat Terjadinya Bencana Telah Banyak Di Bicarakan Dalam Literatur Medis Maupun Media Pendahuluan • Pasca terjadinya bencana masalah kesehatan jiwa akan meningkat. • Kasus gangguan mood, cemas, masalah terkait trauma semakin meningkat dengan adanya paparan pada trauma dan rasa kehilangan • Jumlah tenaga kesehatan jiwa jauh dari kata cukup di Indonesia Pendahuluan Badan kesehatan dunia WHO merekomendasikan penangan masalah – masalah kesehatan jiwa bagi negara yang memiliki tenaga profesional dan fasilitas kesehatan jiwa yang minim yaitu dengan sistem dukungan kesehatan jiwa dan psikososial dengan bersumber pada komunitas. Pendahuluan • Kelompok berisiko pasca bencana • 1. Lansia • 2. Wanita • 3. Anak & Remaja • 4. Disabilitas Fakta – Fakta Bencana • Begitu beruntunnya bencana sehingga pemulihan suatu daerah yang terkena bencana alam belum selesai atau bahkan belum tertangani dengan baik sudah disusul adanya bencana di daerah lainnya. • Begitu banyak korban manusia berjatuhan yang menyebabkan seorang kehilangan keluarga atau sanak sudara, selain itu tak terhitung kerugian material yang terjadi menyebabkan suramnya masa depan. Masalah Kesehatan Jiwa Masalah kesehatan jiwa, akibat “over loaded stresses” setelah adanya bencana yaitu: Gangguan jiwa yang merupakan akibat langsung dari trauma yang dialami seperti Reaksi Stress Akut dan Gangguan Stres Pasca Trauma Gangguan jiwa yang dicetuskan oleh peristiwa traumatik yang dialami seperti: Gangguan Depresi, Gangguan Cemas dan Gangguan Psikotik Masalah kesehatan jiwa Gangguan jiwa yang tidak langsung disebabkan bencana, yaitu berhentinya proses pengobatan pasien gangguan jiwa sehingga terjadi kekambuhan, misalnya pada skizofrenia. Stres sekunder Perubahan mendadak tempat tinggal (tenda pengungsian, rumah keluarga ) Krisis Ekonomi Perubahan atau kehilangan komunitas lokal Perubahan dalam dukungan sosial Masalah kesehatan jiwa WHO memperkirakan permasalahan kesehatan jiwa paska bencana sebagai berikut, 1. Prevalensi penderita tekanan psikologis ringan adalah 20-40%, dan mereka tidak membutuhkan pertolongan spesifik, 2. Prevalensi penderita tekanan psikologis sedang sampai berat adalah 30-50% , membutuhkan intervensi sosial dan dukungan psikologis dasar. Masalah kesehatan jiwa 3. Gangguan mental ringan sampai sedang (depresi, gangguan cemas dan PTSD) adalah 20%, memerlukan penanganan kesehatan jiwa yang dapat diakses melalui pelayanan kesehatan umum dan pelayanan kesehatan jiwa komunitas. 4. Gangguan mental berat (Depresi berat, gangguan psikotik) adalah 3-4%, memerlukan penanganan kesehatan jiwa yang dapat diakses melalui pelayanan kesehatan umum dan pelayanan kesehatan jiwa khusus. Masalah Kesehatan Jiwa Gejala biasanya muncul pada 3 bulan pertama pasca trauma, namun dapat juga muncul setelah bertahun- tahun. • Akut: Durasi gejala <3 bulan. • Kronik: Durasi gejala > 3 bulan. • Dengan onset tertunda: minimal 6 bulan setelah peristiwa. • 50% sembuh dalam 3 bulan, namun banyak juga yang menetap sampai bertahun-tahun kemudian. DEPRESI 3 Gejala Utama: – Sedih/sering menangis – Tidak ada rasa senang – Putus asa/sering melamun Gejala Tambahan: – Sering menyebut:”ingin mati!” – Sulit tidur – Nafsu makan berkurang – Tidak khas: • Sakit kepala (terus-menerus) • Lambung penuh • Kelelahan (malas mlkk sesuatu) • Gampang marah, malas bergaul, perub BB, dll CEMAS • Cemas merupakan suasana perasaan yang tidak menyenangkan • Biasanya dapat diikuti oleh gangguan pada fisik • Perasaan khawatir yang tidak nyata terhadap dua atau lebih hal yang dianggap sebagai ancaman • Individu tersebut tidak mampu beristirahat dan tenang Gangguan Stres Pasca Trauma • Keadaan yang timbul sebagai respons berkepanjangan dan/atau tertunda terhadap kejadian atau situasi yang bersifat stresor katastrofik, sangat menakutkan, yang cenderung menyebabkan penderitaan pada hampir semua orang (misalnya perang, gempa bumi, kecelakaan berat, menjadi korban penyiksaan, terorisme, dan perkosaan) GEJALA KLINIS PTSD PTSD ditandai dengan 3 kumpulan gejala: 1. Re-experiencing/Intrusion. 2. Avoidance/Numbing. 3. Hyperarousal. RE-EXPERIENCING /INTRUSION • Teringat kembali peristiwa traumatik yang di alami. • Bisa berupa ingatan yang berulang-ulang atau mimpi yang berulang-ulang mengenai detil peristiwa tersebut. • Penderita merasa kembali mengalami peristiwa tersebut. AVOIDANCE/NUMBING
• Penderita mencoba menghindari pikiran,
perasaan, atau pembicaraan mengenai peristiwa traumatik yang dialami. • Penderita juga menghindari aktifitas, situasi atau orang-orang yang dapat mengingatkannya pada peristiwa tersebut. • Menghilangnya respon terhadap dunia luar, sering disebut juga “psychic numbing” atau “emotional anesthesia”. HYPERAROUSAL • Gejala kecemasan atau respon berlebihan yang tidak ada sebelum trauma diantaranya: – Gangguan tidur. – Waspada berlebihan. – Mudah terkejut. – Mudah tersinggung dan marah. – Sulit konsentrasi dan menyelesaikan tugas.
• Selain 3 kumpulan gejala di atas ada juga yang disebut
“Associated Symptoms” atau “Survivor’s Guilt” dimana penderita merasa bersalah karena telah selamat dari suatu peristiwa traumatik (berfikir lebih baik mati saja pada saat kejadian). Dampak Psikologis Pasca Gempa Dalam penanganan bencana terdapat tahapan pengelolaan bencana • Tahap Tanggap Darurat ( masanya jam – hari setelah bencana ) • Tahap Pemulihan ( 1-6 bulan pasca bencana ) • Tahap Rekonstruksi ( 1-2 tahun pasca bencana ) Maslah kejiwaan tahap tanggap darurat : • Kecemasan berlebihan: menunjukkan tanda-tanda kecemasan, mudah terkejut bahkan oleh hal-hal yang sederhana, tidak mampu santai, atau tidak mampu untuk membuat keputusan. • Rasa bersalah: penduduk yang selamat, namun anggota keluarganya meninggal, seringkali kemudian menyalahkan diri sendiri. Mereka merasa malu karena telah selamat, ketika orang yang dikasihinya meninggal. • Ketidaksatbilan emosi dan pikiran: Beberapa mereka mungkin menunjukkan kemarahan tiba-tiba dan bertindak agresiv atau sebaliknya, mereka menjadi apatis dan tidak peduli, seakan kekurangan energi. Mereka menjadi mudah lupa ataupun mudah menangis. • Kadang-kadang, muncul dalam keadaan kebingungan, histeris ataupun gejala psikotik seperti delusi, halusinasi, bicara tidak teratur, dan terlalu perilaku tidak teratur juga dapat muncul. Masalah kejiwaan • Tahap Pemulihan : Pada tahap ini berbagai gejala pasca-trauma muncul, misalnya Gangguan Stres pasca trauma, Gangguan Cemas Menyeluruh, Gangguan penyesuaian dan Depresi • Tahap Rekonstruksi : Selama fase ini, walaupun banyak mereka mungkin telah sembuh, namun beberapa yang tidak mendapatkan pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian yang serius dan dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkatkan, kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir dengan logis. Masalah kesehatan jiwa • Pemberian label gangguan mental terhadap mereka dengan proses terapi sebagian pasien menyebabkan dependency. • Sebaiknya diagnosis hanya untuk catatan petugas/ professional, untuk laporan/ keperluan statistik. • Mereka sebaiknya hanya diberitahu: “you have unexpected/unpredicted problems, we come to help you to solve these problems”. • Perlu diketahui bahwa PTSD akan menuju self remission sesuai dengan berjalannya waktu dan tipe kepribadian Masalah kesehatan jiwa • Orang yang mengalami peristiwa bencana atau traumatik ini umumnya akan mengalami distress dan dapat timbul gejala-gejala pasca trauma yang membutuhkan daya adaptasi yang luar biasa. • Hampir 70-80% orang yang mengalami peristiwa traumatik akibat bencana akan memunculkan gejala-gejala distress mental yang umumnya terjadi seperti ketakutan, gangguan tidur, mimpi buruk, panik, siaga berlebihan , berduka dan lain- lain. • Hal ini merupakan suatu respon “NORMAL” yang umumnya timbul pada situasi “TIDAK NORMAL” seperti pada situasi bencana. Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) • Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial tidak berarti bahwa para korban bencana membutuhkan pengobatan atau konsultasi khusus dengan psikiater, psikolog atau konselor saja, • Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial dapat dilakukan oleh petugas kesehatan (dokter, perawat) dan pekerja masyarakat terlatih dengan memberikan bantuan psikologis pertama (psychological first aids=PFA) dalam setting pelayanan kesehatan umum dan masyarakat • DKJPS dilakukan sedini mungkin!!!!!! ApakahPFA (Psychological First Aid)? Suatu cara untuk memberikan dukungan emosional dan membantu orang dari berbagai latar belakang (usia, budaya, etnik, sosek) segera setelah terjadinya bencana(University of Rochester, 2007) Perawatan dasar yang bersifat praktis dan non- intrusive, fokus pada mendengarkan namun tidak memaksa, mengenali dan memenuhi kebutuhan dasar, mendorong pendampingan tanpa paksaan dari orang-orang yang signifikan disekitar penyintas, & melindungi dari dampak negatif lebih lanjut (Sphere, 2004). DKJPS Kondisi Yang diciptakan DKJPS DKJPS • Sebelum memberikan intervensi perlu dilakukan penilaian atau deteksi dini masalah jiwa pada masyarakat pasca bencana • Untuk masyarakat dewasa dilakukan pemeriksaan dengan Self Reporting Questionaire (SRQ) Gangguan Mental Emosional ( 20 pertanyaan YA atau Tidak ) dengan nilai batas 8 SRQ - 20 DKJPS • Untuk Pemeriksaan Anak dan Remaja digunakan Strength Difficult Questioner ( SDQ) • SDQ disini terbagi menjadi 2 kelompok usia yaitu Usia 4-10 tahun dan usia 11-18 tahun • Untuk SDQ anak yang mengisi adalah orang tua atau pendamping anak • SDQ Remaja yang mengisi adalah remaja yang akan di nilai masalah jiwanya. DKJPS • Pemeriksaan masalah kejiwaan Untuk lansia • Geriatric Depression Scale (GDS) • Jumlah pertanyaan 15 dengan menjawab ya atau tidak yang dirasakan 2 minggu terakhir • Batas nilai normal ya < 6 GDS-15 DKJPS • Intervensi masalah kesehatan jiwa di pelayanan kesehatan umum seperti puskesmas merupakan faktor penting yang memungkinkan banyak orang mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan dengan cepat dan mudah. • Oleh karena itu integrasi pelayanan kesehatan jiwa kedalam pelayanan kesehatan di puskesmas perlu menjadi program prioritas DKJPS Intervensi berbasis bukti (Evidence-based intervention) • Intervensi yang diberikan harus berbasis bukti (evidence-based) dan hasil (outcome) yang dapat terukur. • Pelayanan dukungan psikosial dan kesehatan jiwa diarahkan untuk tidak menyatakan upaya yang diberikan dapat “menyembuhkan trauma” hanya dengan aktivitas singkat seperti konseling, trauma konseling atau berbagai istilah “penyembuhan trauma” • Pelayanan harus dapat memfokuskan pada daya pulih (resilience) dan coping serta tidak memusatkan perhatian hanya pada penanganan kasus trauma saja tapi juga pada masalah terkait stres. DKJPS Tindakan apa yang sebaiknya diambil? 1. Pendekatan “Reality Therapy” 2. Mereka dibantu untuk mengetahui kebutuhan- kebutuhan dasarnya, secara realistic (melihat kondisi makro dan mikro yang dihadapi para korban selamat). Kebutuhan-kebutuhan dasar (menurut Maslow): Physiologic needs Security Love and self esteem Self actualization DKJPS 3. Syaratnya: Mereka tidak dianggap pasien Kita sebagai penolong hanya sederajad, peduli dan “take care each other”. Harus ada “Emotional Envolvement”. Memperjelas masalah sesuai prioritas dan mendiskusikan/ membantu penyelesaian masalah tersebut. Memperkuat ego dari setiap pasien yang kita bantu supaya segera mampu mandiri”: 4. Self identity 5. Reality judgement 6. Positive aggressive Dengan demikian proses pemulihan kesehatan mental pada korban bencana dapat berlangsung sealamiah mungkin. Teknik Intervensi Istirahat dan rekreasi: • Istirahat singkat yang berkualitas dari kegiatan sehari-hari dan tidur yang cukup penting, baik untuk pekerja bantuan dan masyarakat. • Kegiatan rekreasi, mulai dari permainan kartu, adakan acara menonton televisi atau film layar tancap bersama- sama, hal ini akan memberikan kesehatan psikologis bagi masyarakat maupun pekerja kemanusiaan yang membantu. • Kegiatan rekreasi berfungsi sebagai pengalih perhatian, yang mencegah mereka terus menerus berpikir tentang bencana. Teknik Intervensi • Ventilasi: Mengizinkan masyarakat untuk berbicara tentang pengalaman dan perasaan mereka. Teknik Intervensi • Relaksasi: Beberapa jenis latihan relaksasi dengan mudah dapat diadaptasi untuk digunakan dalam pengaturan bencana untuk membantu klien mengurangi kecemasan dan stres. Ini termasuk bernapas latihan visualisasi, latihan relaksasi otot, dan kombinasi keduanya. Metode : • 1. Teknik Nafas Dalam • 2. PMR ( Progressive Muscle relaxation ) • 3. Teknik Lima Jari • 4. Stop Pikiran Sistem Rujukan
RSUD tipe C PENUTUP • Upaya peningkatan kesehatan jiwa dan psikososial sudah seharusnya dilakukan dengan atau tanpa adanya bencana. TERIMA KASIH