Anda di halaman 1dari 17

UAS Kesehatan Mental

PROGRAM PENANGANAN
MASALAH PSIKOSOSIAL (TRAUMA HEALING)
PADA LANSIA KORBAN BANJIR KOTA P TAHUN 2012
Dosen Pengampu Prof. Dr. Soetardjo A. Wiramihardja, Psi. dan Sitti Chotidjah, M.A., Psi

oleh :
Saddam Wijaya
1102040

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Juni, 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia yang berada di kawasan rawan bencana alam, sering mengalami
berbagai bencana mulai dari banjir, longsor, gempa bumi, bahkan tsunami.
Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang besar. Banyak
korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja, ternak, dan
peralatan menjadi rusak atau hancur. Korban juga mengalami dampak psikologis
akibat

bencana,

misalnya

ketakutan,

kecemasan

akut,

perasaan

mati

rasa secara emosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang,
dampak ini memudar dengan berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang
lain, bencana memberikan dampak psikologis jangka panjang, baik yang terlihat
jelas misalnya depresi, somatoform disorder (keluhan fisik yang diakibatkan oleh
masalah psikis) ataupun dampak yang tidak langsung seperti konflik relasi hingga
perceraian.
Beberapa gejala gangguan psikologis merupakan respons langsung
terhadap kejadian traumatik dari bencana. Namun gejala-gejala yang lain juga
akan menyusul, ini adalah dampak tidak langsung dan bersifat jangka panjang
yang dapat mengancam berbagai golongan terutama kelompok yang rentan yaitu
anak-anak, remaja, wanita dan lansia. Dalam banyak kasus, jika tidak ada
intervensi yang dirancang dengan baik, banyak korban bencana akan mengalami
depresi parah, gangguan kecemasan, gangguan stress pasca-trauma, dan gangguan
emosi lainnya.

1.2 Tujuan
Dibuatnya program penanganan dampak psikososial bencana banjir dalam
bentuk trauma healing bertujuan untuk:
a. mengetahui dampak psikososial bencana pada lansia,
b. mengetahui terapi psikososial pada lansia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dampak Psikososial Dalam Bencana


2.1.1 Dampak psikologis pada individu
Dalam bencana tidak ada patokan yang kaku tentang tahapan dalam
merespon bencana, ada banyak variasi pada setiap tahap dan tahap tumpang
tindih. Oleh karena itu munculnya gejala gangguan psikologis dapat bervariasi,
tergantung

banyak

faktor,

namun

bisa

mencapai

90% atau

bahkan

lebih korban akan menunjukkan setidaknya beberapa gejala psikologis yang


negatif setelah beberapa jam paska bencana. Jika tidak diatasi dan diselesaikan
dengan tepat dan cepat, reaksi tersebut dapat menjadi gangguan psikologis yang
serius.
Tahapan yang umumnya terjadi dalam menanggapi bencana diantaranya:

1.

Tahap Tanggap Darurat


Tahap ini adalah masa beberapa jam atau hari setelah bencana. Pada

tahap ini kegiatan bantuan sebagian besar difokuskan pada menyelamatkan dan
berusaha untuk menstabilkan situasi. Pengungsian harus ditempatkan pada lokasi
yang aman dan terlindung, pakaian yang pantas, bantuan dan perhatian medis,
serta makanan dan air yang cukup.
Gejala-gejala dibawah ini dapat muncul pada tahap tanggap darurat
diantaranya:
a. Kecemasan berlebihan
Korban menunjukkan tIbu-Ibu/Bapak-tIbu-Ibu/Bapak kecemasan, mudah
terkejut bahkan oleh hal-hal

yang sederhana, tidakmampu untuk

bersantai, atau tidak mampu untuk membuat keputusan.


b. Rasa bersalah
Korban yang selamat, namun anggota keluarganya meninggal, seringkali
kemudian menyalahkan diri sendiri. Mereka merasa malu karena telah
selamat, ketika orang yang dikasihinya meninggal.

c. Ketidaksatbilan emosi dan pikiran


Beberapa korban mungkin

menunjukkan

kemarahan

tiba-tiba

dan

bertindak agresif atau sebaliknya, mereka menjadi apatis dan tidak peduli,
seakan kekurangan energi. Mereka menjadi mudah lupa ataupun mudah
menangis. Kadang-kadang, korban muncul dalam keadaan kebingungan,
histeris ataupun gejala psikotik seperti delusi, halusinasi, bicara tidak
teratur, dan terlalu perilaku tidak teratur juga dapat muncul.

2.

Tahap Pemulihan
Setelah situasi telah stabil, perhatian beralih ke solusi jangka panjang. Disisi

lain, euforia bantuan mulai menurun, sebagian sukarelawan sudah tidak datang
lagi dan bantuan dari luar secara bertahap berkurang. Para korban mulai
menghadapi realitas. Pada tahap ini berbagai gejala pasca-trauma muncul,
misalnya "Post

Traumatic

Stress

Disorder"

"Generalized

Anxiety

Disorder" dan "Post Traumatic Depression"

Stress Akut Pasca Trauma


Gejala-gejala dibawah ini adalah normal, sebagai reaksi atas kejadian yang
tidak normal (traumatik). Biasanya gejala-gejala diawah ini akan menghilang
seiring dengan berjalannya waktu.
Dalam hal emosi, korban mudah menangis ataupun kebalikkannya yakni
mudah marah, emosinya labil, mati rasa dan kehilangan minat untuk melakukan
aktivitas, gelisah, perasaan ketidakefektifan, malu dan putus asa.

Dalam hal pikiran korban sering mimpi buruk, mengalami halusinasi

ataupun disasosiasi, mudah curiga, sulit konsentrasi, menghindari pikiran tentang


bencana dan menghindari tempat, gambar, suara yang mengingatkan korban
mengenai bencana, sebaiknya seorang terapis menghindari pembicaraan tentang
hal itu.
Gangguan-gangguan fisik yang biasanya terjadi pada korban diantaranya
mengalami sakit kepala, perubahan siklus mensruasi pada wanita, sakit punggung,
sariawan atau sakit magh yang terus menerus, berkeringat dan menggigil,

tremor, kelelahan,

rambut

rontok,

hilangnya

gairah

seksual,

perubahan

pendengaran atau penglihatan, dan nyeri otot.


Gangguan perilaku yang biasanya muncul pada korban bencana alam
diantaranya menarik diri, sulit tidur, putus asa, ketergantungan, perilaku lekat
yang berlebihan atau penarikan sosial, sikap permusuhan, kemarahan, merusak
diri sendiri, perilaku impulsif dan mencoba bunuh diri

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)


Jika setelah lebih dari dua bulan gejala gejala di atas masih ada, maka
dapat diduga korban mengalami PTSD, jika memunjukkan gejala ini selepas 2
bulan dari kejadian bencana. Beberapa gejala yang biasanya muncul diantaranya:
Reexperience atau mengalami kembali, korban akan mengalami kembali
peristiwa traumatik yang mengganggu; misalnya melalui mimpi buruk setiap
tidur, merasa mendengar, melihat kembali kejadian yang berhubungan dengan
bencana, dalam pikirannya kejadian bencana terus menerus sangat hidup, apapun
yang dilakukan tidak mampu mengalihkan pikirannya dari bencana. Pada anakanak korban konflik senjata, mereka bermain perang-perangan berulang-ulang.
Avoidance atau menghindar. Hal-hal yang berkaitan dengan ingatan akan
bencana, misalnya menghindari pikiran atau perasaan atau percakapan tentang
bencana; menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang mengingatkan korban
dari trauma, ketidakmampuan untuk mengingat bagian penting dari bencana,
termenung terus dengan tatapan dan pikiran yang kosong
Hyperarousal atau rangsangan yang berlebihan, misalnya kesulitan tidur,
sangat mudah marah atau kesulitan berkonsentrasi; jantung mudah berdebardebar, keringat dingin, panik dan nafas terengah-engah saat teringat kejadian,
kesulitan konsentrasi dan mudah terkejut.

Generalized Anxiety Disorder


Meliputi: Kecemasan yang berlebihan dan khawatir tentang berbagai
peristiwa ataupun kegiatan (tidak terbatas bencana). Cemas berlebihan saat air
tidak mengalir, seseorang tidak muncul tepat waktu

Dukacita Eksrim
Biasanya, setelah kematian orang yang dicintai. Seringkali respon pertama
adalah penyangkalan. Kemudian, mati rasa dan kadang kemarahan.

Post Trauma Depression


Depresi berkepanjangan adalah salah satu temuan yang paling umum
dalam penelitan korban bencana. Gangguan ini sering terjadi dalam kombinasi
dengan Post Traumatic Stress Disorder. Gejala umum depresi termasuk
kesedihan, gerakan yang lambat, insomnia (ataupun kebalikannya hipersomnia),
kelelahan atau kehilangan energi, nafsu makan berkurang (atau berlebihan nafsu
makan), kesulitan dengan konsentrasi, apatis dan perasaan tak berdaya, anhedonia
(tidak menunjukkan minat atau kesenangan dalam aktivitas hidup), penarikan
sosial, pikiran negatif, perasaan putus asa, ditinggalkan, dan mengubah hidup
tidak dapat dibatalkan, dan lekas marah.

3.

Tahap Rekonstruksi.
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola

kehidupan yang stabil mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun
banyak korban mungkin telah sembuh, namun beberapa yang tidak mendapatkan
pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian yang serius dan dapat
bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkat, kelelahan
kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan seharihari, dan kesulitan berpikir dengan logis. Mereka menjadi pendendam dan mudah
menyerang orang lain termasuk orang-orang yang ia sayangi. Gangguan ini pada
akhirnya merusak hubungan korban dengan keluarga dan komunitasnya.

2.2 Dampak Psikologis Bencana Pada Lansia


Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental.
kemampuan adaptasi yang dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang, sehingga
sangat rentan terhadap perubahan. Selain itu kaum lanjut usia ini juga telah
kehilangan peran, sehingga merasa dirinya tidak berarti dan tidak dibutuhkan lagi

oleh keluarganya. Mereka juga rentan terhadap kemungkinan diabaikan oleh


keluarga.

2.3 Aktivitas Psikososial Dalam Menanggulangi Dampak Psikososial


A. Aktivitas psikososial berdasarkan tahapan respon terhadap bencana
a. Tahap Tanggap Darurat: Pasca dampak-langsung
Menyediakan pelayanan intervensi krisis untuk pekerja bantuan, misalnya
defusing dan debriefing untuk mencegah secondary trauma,
Memberikan pertolongan emosional pertama (emotional first aid), misalnya
berbagai macam teknik relaksasi dan terapi praktis,
Berusahalah untuk menyatukan kembali keluarga dan masyarakat,
Menghidupkan kembali aktivitas rutin bagi anak,
Menyediakan informasi, kenyamanan, dan bantuan praktis.
b. Tahap Pemulihan: Bulan pertama

Lanjutkan tahap tanggap darurat,

Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubungan dengan


efek trauma,

Melatih konselor bencana tambaha,

Memberikan bantuan praktis jangka pendek dan dukungan kepada korban,

Menghidupkan kembali aktivitas sosial dan ritual masyarakat.

c. Tahap Pemulihan akhir: Bulan kedua

Lanjutkan tugas tanggap bencana,

Memberikan pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang reseliensi atau


ketangguhan,

Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka yang


masih membutuhkan pertolongan psikologis,

Menyediakan "debriefing" dan layanan lainnya untuk penyintas bencana


yang membutuhkan,

Mengembangkan layanan berbasis sekolah dan layanan komunitas


lainnya berbasis lembaga.

d. Fase Rekonstruksi

Melanjutkan memberikan layanan psikologis dan pembekalan bagi


pekerja kemanusiaan dan penyintas bencana,

Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana lagi,

Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana penyintas bisa menghubungi
konselor jika mereka membutuhkannya,

Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang


pendampingan psikososial agar mereka mampu mandiri.

B. Aktivitas Psikososial pada lansia


1. Berikan keyakinan yang positif
2. Dampingi pemulihan fisiknya dengan melakukan kunjungan berkala
3. Berikan perhatian yang khusus untuk mendapatkan kenyamanan pada
lokasi penampungan
4. Bantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun
lingkungan sosial lainnya
5. Dampingi untuk menapatkan pengobatan dan bantuan keuangan

C. Trauma Healing
Untuk mengatasi trauma pada korban bencana, maka dilaksanakan
program trauma healing. Trauma healing merupakan salah satu program yang
bertujuan untuk penyembuhan luka trauma yang dialami oleh korban bencana,
mulai dari anak-anak, dewasa, dan lansia. Beberapa program trauma healing yang
dapat dilaksanakan yaitu:
Diskusi kelompok
Diskusi kelompok dapat dijalankan dengan membentuk FGD (Focus
Group Discussion) dimana dalam kelompok ini, peserta mendiskusikan sebuah
topik masalah kemudian mencari pemecahan masalah dari topik yang diangkat
dan disepakati.
Kegiatan ibadah

Kegiatan ibadah sangat membantu korban bencana dalam menerima apa


yang dialaminya dengan ikhlas dan lapang dada. Selain, fisik, rohani korban juga
perlu diberikan siraman agar korban tetap tegar dalam menjalani kondisinya saat
pasca bencana. Salah satu kegiatan ibadah yang dapat dijalankan untuk korban
dewasa yaitu majelis taklim.
Kesenian dan keterampilan
Kegiatan kesenian dan keterampilan yang dilakukan hendaknya kegiatan
yang menghasilkan profit, sehingga kegiatan ini memberikan manfaat bagi korban
dewasa. Diantara kegiatan kesenian dan keterampilan yang dapat dilakukan, yaitu:
menyulam, merajut, memasak, dan lain-lain.
Terapi Aktivitas dan exercise pada lansia
Melakukan latihan fisik secara teratur dengan tujuan meningkatkan
kesehatan, bisa dilakukan individu dan kelompok.

BAB III
SKENARIO

Tanggal 20 April 2012, banjir merendam ratusan rumah warga di Kota P,


akibatnya ratusan warga harus dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Banjir
terjadi akibat hujan deras yang mengguyur kawasan tersebut sepanjang Kamis
sore hingga Jumat pagi. Serta diperparah meluapnya Sungai B dan air pasang laut.
Satu kelompok relawan yang terdiri dari mahasiswa keperawatan PSIK FK
UNAND, datang ke kabupaten S untuk memberikan Trauma Healing pada lansia
di salah satu desa di Kabupaten S ini, banyak terdapat lansia dengan bermacammacam trauma (kehilangan rumah, anak/cucu, istri/suami, keluarga).

Pelaksanaan Kegiatan
1.

Topik

: Jenis terapi trauma healing (terapi relaksasi otot)

2.

Sasaran

: Lansia korban gempa dengan rentang usia diatas 65 tahun

3.

Metode

: Diskusi

4.

Waktu dan Tempat

5.

Hari/tanggal

: Minggu / 6 Mei 2012

Waktu

: 09.00-09.30 WIB

Tempat

: Balai Desa Bukit Barisan

Pengorganisasian
Leader

: cicilia anita

Fasilitator

: Selfi Fauzia
Febbi Aguswari
Fitri Aprili

6.

Setting Tempat

LEADER

PESERTA

PESERTA

FASILITATOR

FASILITATOR

PESERTA

PESERTA
PESERTA

PESERTA
PESERTA

PESERTA

FASILITATOR

STRATEGI KOMUNIKASI

Tahap orientasi
Leader

: Assalamualaikum Ibu-Ibu/Bapak dan Bapak-bapak

Peserta

: Waalaikum salam

Leader

: Bagaimana kabarnya pagi ini?

Semua peserta : Baik (beberapa orang menjawabnya sehat)...


Leader

: Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu-Ibu/Bapak/Bapak yang


telah meluangkan waktunya untuk datang ke balai desa ini dan
bertemu dengan kami

Leader

: Perkenalkan nama saya Cicilia Anita, biasa dipanggil perawat


Cici. Teman saya yang berada ditengah-tengah Ibu-Ibu/Bapak
sekalian

yang

berbaju

biru,

namanya Selfi

Fauzia biasa

dipanggil Selfi. Dan yang memakai baju hijau namanya Febbi


Aguswari biasa dipanggil Febbi, dan yang pakai baju merah
namanya Fitri Aprilia Sari biasa dipanggil fitri. Kami bertiga

10

adalah mahasiswa Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas


Andalas Ibu-Ibu/Bapak.
Fasilitator

: Salam kenal Ibu-Ibu/Bapak dan Bapak...

Leader

: Apakah Ibu-Ibu/Bapak dan Bapak semua sudah saling kenal?

Peserta

: Sudah dek....

Leader

: Baiklah, kan semuanya udah saling kenal, sekarang kami juga


ingin mengenal Ibu-Ibu/Bapak. Sekarang kita kenalan dulu ya Bu.
Dimulai dari Ibu yang di sebelah kanan saya. Silahkan Bu,
perkenalkan nama, nama panggilan, dan alamatnya.

Masing-masing ibu memperkenalkan diri.

Leader

: Oke, semua ibu telah memperkenalkan diri, saya ulangi ya Bu.


(Leader menyebutkan nama masing-masing Ibu). Kami datang ke
sini agar sejenak melepaskan rasa sedih yang ibu alami pasca
bencana yaitu dengan teknik relaksasi otot, gunanya merilekskan
kondisi pikiran tubuh melalui olah otot. Bagaimana IbuIbu/Bapak/Bapak?? Setuju??

Peserta

: Setuju

Leader

: Selama 30 menit ke depan, kami akan membantu IbuIbu/Bapak/Bapakdalam relaksasi otot tersebut

Fase kerja
Leader

: Sebelumnya apakah sudah ada diantara Ibu-Ibu/Bapak yang


pernah mencobakan teknik relaksasi otot??

Ibu-Ibu/Bapak : Belum
Leader

: Hm.. Baiklah, nanti kita akan latihan teknik relaksasi otot.


Bagaimana kalau sebelum memulai acara ini. Kita berdoa dulu?
Relaksasi otot adalah cara untuk merilekskan kondisi pikiran tubuh
melalui olah otot. Penekanan utama pada relaksasi otot adalah

11

menstimulasi otak untuk menyadari kemampuannya untuk


memilih.
1.

Tarik napas dalam-dalam, lalu tahan hitung 123....4.....5. (selama kirakira 15-20 detik). Lalu lepaskan.

2.

Sekarang

kerutkan

dahi

Ibu-Ibu/Bapak

sebanyak

mungkin.

Tahan.1tahan.2.semakin kuat 3lebih kuat lagi, 4.....5..Ya.


Lepaskan.. Ulangi lagi(ulangi 2 kali, sehingga total 3 kali)
3.

Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan


rileks

4.

Sekarang

buka

mata

Ibu-Ibu/Bapak

selebar

mungkin.

Tahan.

Hitung1.2..3....4...tahan...5 .Sekarang kendorkan. (Ulangi dua kali)


5.

Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan


rileks

6.

Tutup mata Ibu-Ibu/Bapak sekuat mungkin, rasakan ketegangan disekitar


kelopak mata.hitung 1.2..34...5... lepaskanrilekskan.ulangi lagi
dua kali

7.

Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan


rileks

8.

Sekarang buka mulut Ibu-Ibu/Bapak selebar mungkin. Lebih lebar lagi.


1.2..34...5... Ok kembali santai. ulangi lagi dua kali

9.

Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan


rileks

10. Tegangkan bibir Ibu-Ibu/Bapak dengan memonyongkan mulut IbuIbu/Bapak,1.2..34...5.... Ok sekarang kembali santai. ulangi lagi dua
kali
11. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
12. Angkat

kedua

bahu

Ibu-Ibu/Bapak,

bernapaslah

dengan

normal, 1.2..34...5.... Sekarang jatuhkan tangan. ulangi lagi dua kali


13. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks

12

14. Sekarang, kepalkan keras-keras tangan Ibu-Ibu/Bapak, . Rasakan tegangan


yang terjadi. Hitung sampai lima, pada hitungan kelima lepaskan kepalan IbuIbu/Bapak. ulangi lagi dua kali
15. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
16. Angkat tangan Ibu-Ibu/Bapak lagi, lengkungkan jari-jari Ibu-Ibu/Bapak ke
belakang mengarah ke tubuh Ibu-Ibu/Bapak. 1.2..34...5... lepaskan
dan santai. ulangi lagi dua kali
17. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
18. Sekarang lengkungkan punggung Ibu-Ibu/Bapak ke belakang. Tahan.
Pastikan

tangan

Ibu-Ibu/Bapak

santai, 1.2..34...5....

Sekarang

lepaskan. ulangi lagi dua kali


19. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
20. Bungkukkan punggung Ibu-Ibu/Bapak ke depan. Tahan dan pastikan IbuIbu/Bapak bernapas dengan normal dan kedua tangan Ibu-Ibu/Bapak tetap
santai, 1.2..34...5.... Sekarang kembali santai. ulangi lagi dua kali
21. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
22. Palingkan kepala Ibu-Ibu/Bapak ke kanan dan tegangkan leher IbuIbu/Bapak1.2..34...5.... Santai, dan kembalikan posisi kepala IbuIbu/Bapak ke posisi semula. ulangi lagi dua kali
23. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
24. Palingkan kepala ke kiri tegangkan leher Ibu-Ibu/Bapak, 1.2..34...5....
Santai sekarang kembalikan posisi kepala ke posisi semula. ulangi lagi dua
kali
25. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks

13

26. Sekarang tundukkan kepala Ibu-Ibu/Bapak hingga hampir menyentuh dada.


Tahan. Sekarang kembalikan posisi kepala Ibu-Ibu/Bapak. ulangi lagi dua
kali
27. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
28. Sekarang hirup udara dan simpan di dada, sehingga dada Ibu-Ibu/Bapak
membesar, tahan 123.4...5.. (ulangi dua kali)
29. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
30. Pertahankan

relaksasi

ini,

angkat

kedua

tungkai

Ibu-Ibu/Bapak

1.2..34...5...Sekarang turunkan.
31. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
32. Sekarang lengkungkan jari-jari kaki Ibu-Ibu/Bapak mengarah ke tubuh IbuIbu/Bapak. Lengkungkan sekeras mungkin. 1.2..34...5...
33. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
34. Lengkungkan

jari

Ibu-Ibu/Bapak

ke

arah

sebaliknya.

Perhatikan

tegangannya1.2.3. Sekarang santai kembali.


35. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
36. Santai, sekarang lengkungkan jari-jari kaki Ibu-Ibu/Bapak, sekeras mungkin.
Ok relaks.
Ini mengakhiri secara resmi prosedur relaksasi ini. Sekarang eksplorasi tubuh IbuIbu/Bapak dari kaki ke atas. Pastikan setiap otot santai.
yang pertama jari-jari kaki Ibu-Ibu/Bapak, tungkai Ibu-Ibu/Bapak, pantat IbuIbu/Bapak. perut

Ibu-Ibu/Bapak bahu

Ibu-Ibu/Bapak leher

Ibu-

Ibu/Bapakmata Ibu-Ibu/Bapak dan terakhir dahi Ibu-Ibu/Bapak


Nah, sepertinya semua sudah santai

sekarang.

Tetaplah

duduk (atau

berbaringlah) di sana, perhatikan pada rasa hangat yang dihasilkan oleh relaksasi
ini. Tahan keadaan ini (kira-kira 1 menit). Sekarang saya akan menghitung dari

14

satu sampai lima. Saat sampai hitungan ke lima saya ingin Ibu-Ibu/Bapak
membuka mata Ibu-Ibu/Bapak dengan perasaan sangat tenang ,santai dan sangat
segar. Satumerasa sangat tenang; Dua sangat tenang, sangat segar; Tiga
sangat segar; Empat; dan Lima.

Fase terminasi
Leader

: Bagaimana perasaan Ibu-Ibu/Bapak setelah relaksasi tadi?

Ibu 1

: Segar dek

Ibu 2

: Senang, dek.

Ibu 4

: Sering-sering aja kayak gini dek.

Leader

: Nanti setelah ini ibu bisa memperlihatkan dan mengajarkan


kepada teman-teman ibu. Jika memungkinkan, Ibu bahkan bisa
membentuk kelompok untuk melakukan teknik relaksasi otot ini

Leader

: Karena semua acara kita udah selesai,, kita akan menutup acara
ini dengan membacakan lafaz Alhamdulillah. Sampai ketemu lagi
di lain waktu. Kami berharap kedatangan kami ke sini memberi
manfaat bagi Ibu-Ibu/Bapak semua. Mohon Maaf Atas Semua
kesalahan. Saya tutup dengan Asslamualaikum. Wr.wb.

Peserta

: Waalaikum salam.

15

Sumber :
Anita, Cicilia. (2012, 7 Mei). Role Play Masalah Psikososial pada Wanita dan
Lansia

Korban

Bencana

Alam.

Diperoleh

Juni

2014,

http://bangeud.blogspot.com/2012/05/role-play-masalah-psikososialpada.html.

16

dari

Anda mungkin juga menyukai