PROGRAM PENANGANAN
MASALAH PSIKOSOSIAL (TRAUMA HEALING)
PADA LANSIA KORBAN BANJIR KOTA P TAHUN 2012
Dosen Pengampu Prof. Dr. Soetardjo A. Wiramihardja, Psi. dan Sitti Chotidjah, M.A., Psi
oleh :
Saddam Wijaya
1102040
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Juni, 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia yang berada di kawasan rawan bencana alam, sering mengalami
berbagai bencana mulai dari banjir, longsor, gempa bumi, bahkan tsunami.
Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang besar. Banyak
korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja, ternak, dan
peralatan menjadi rusak atau hancur. Korban juga mengalami dampak psikologis
akibat
bencana,
misalnya
ketakutan,
kecemasan
akut,
perasaan
mati
rasa secara emosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang,
dampak ini memudar dengan berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang
lain, bencana memberikan dampak psikologis jangka panjang, baik yang terlihat
jelas misalnya depresi, somatoform disorder (keluhan fisik yang diakibatkan oleh
masalah psikis) ataupun dampak yang tidak langsung seperti konflik relasi hingga
perceraian.
Beberapa gejala gangguan psikologis merupakan respons langsung
terhadap kejadian traumatik dari bencana. Namun gejala-gejala yang lain juga
akan menyusul, ini adalah dampak tidak langsung dan bersifat jangka panjang
yang dapat mengancam berbagai golongan terutama kelompok yang rentan yaitu
anak-anak, remaja, wanita dan lansia. Dalam banyak kasus, jika tidak ada
intervensi yang dirancang dengan baik, banyak korban bencana akan mengalami
depresi parah, gangguan kecemasan, gangguan stress pasca-trauma, dan gangguan
emosi lainnya.
1.2 Tujuan
Dibuatnya program penanganan dampak psikososial bencana banjir dalam
bentuk trauma healing bertujuan untuk:
a. mengetahui dampak psikososial bencana pada lansia,
b. mengetahui terapi psikososial pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
banyak
faktor,
namun
bisa
mencapai
90% atau
bahkan
1.
tahap ini kegiatan bantuan sebagian besar difokuskan pada menyelamatkan dan
berusaha untuk menstabilkan situasi. Pengungsian harus ditempatkan pada lokasi
yang aman dan terlindung, pakaian yang pantas, bantuan dan perhatian medis,
serta makanan dan air yang cukup.
Gejala-gejala dibawah ini dapat muncul pada tahap tanggap darurat
diantaranya:
a. Kecemasan berlebihan
Korban menunjukkan tIbu-Ibu/Bapak-tIbu-Ibu/Bapak kecemasan, mudah
terkejut bahkan oleh hal-hal
menunjukkan
kemarahan
tiba-tiba
dan
bertindak agresif atau sebaliknya, mereka menjadi apatis dan tidak peduli,
seakan kekurangan energi. Mereka menjadi mudah lupa ataupun mudah
menangis. Kadang-kadang, korban muncul dalam keadaan kebingungan,
histeris ataupun gejala psikotik seperti delusi, halusinasi, bicara tidak
teratur, dan terlalu perilaku tidak teratur juga dapat muncul.
2.
Tahap Pemulihan
Setelah situasi telah stabil, perhatian beralih ke solusi jangka panjang. Disisi
lain, euforia bantuan mulai menurun, sebagian sukarelawan sudah tidak datang
lagi dan bantuan dari luar secara bertahap berkurang. Para korban mulai
menghadapi realitas. Pada tahap ini berbagai gejala pasca-trauma muncul,
misalnya "Post
Traumatic
Stress
Disorder"
"Generalized
Anxiety
tremor, kelelahan,
rambut
rontok,
hilangnya
gairah
seksual,
perubahan
Dukacita Eksrim
Biasanya, setelah kematian orang yang dicintai. Seringkali respon pertama
adalah penyangkalan. Kemudian, mati rasa dan kadang kemarahan.
3.
Tahap Rekonstruksi.
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola
kehidupan yang stabil mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun
banyak korban mungkin telah sembuh, namun beberapa yang tidak mendapatkan
pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian yang serius dan dapat
bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkat, kelelahan
kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan seharihari, dan kesulitan berpikir dengan logis. Mereka menjadi pendendam dan mudah
menyerang orang lain termasuk orang-orang yang ia sayangi. Gangguan ini pada
akhirnya merusak hubungan korban dengan keluarga dan komunitasnya.
d. Fase Rekonstruksi
Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana penyintas bisa menghubungi
konselor jika mereka membutuhkannya,
C. Trauma Healing
Untuk mengatasi trauma pada korban bencana, maka dilaksanakan
program trauma healing. Trauma healing merupakan salah satu program yang
bertujuan untuk penyembuhan luka trauma yang dialami oleh korban bencana,
mulai dari anak-anak, dewasa, dan lansia. Beberapa program trauma healing yang
dapat dilaksanakan yaitu:
Diskusi kelompok
Diskusi kelompok dapat dijalankan dengan membentuk FGD (Focus
Group Discussion) dimana dalam kelompok ini, peserta mendiskusikan sebuah
topik masalah kemudian mencari pemecahan masalah dari topik yang diangkat
dan disepakati.
Kegiatan ibadah
BAB III
SKENARIO
Pelaksanaan Kegiatan
1.
Topik
2.
Sasaran
3.
Metode
: Diskusi
4.
5.
Hari/tanggal
Waktu
: 09.00-09.30 WIB
Tempat
Pengorganisasian
Leader
: cicilia anita
Fasilitator
: Selfi Fauzia
Febbi Aguswari
Fitri Aprili
6.
Setting Tempat
LEADER
PESERTA
PESERTA
FASILITATOR
FASILITATOR
PESERTA
PESERTA
PESERTA
PESERTA
PESERTA
PESERTA
FASILITATOR
STRATEGI KOMUNIKASI
Tahap orientasi
Leader
Peserta
: Waalaikum salam
Leader
Leader
yang
berbaju
biru,
namanya Selfi
Fauzia biasa
10
Leader
Peserta
: Sudah dek....
Leader
Leader
Peserta
: Setuju
Leader
: Selama 30 menit ke depan, kami akan membantu IbuIbu/Bapak/Bapakdalam relaksasi otot tersebut
Fase kerja
Leader
Ibu-Ibu/Bapak : Belum
Leader
11
Tarik napas dalam-dalam, lalu tahan hitung 123....4.....5. (selama kirakira 15-20 detik). Lalu lepaskan.
2.
Sekarang
kerutkan
dahi
Ibu-Ibu/Bapak
sebanyak
mungkin.
4.
Sekarang
buka
mata
Ibu-Ibu/Bapak
selebar
mungkin.
Tahan.
6.
7.
8.
9.
10. Tegangkan bibir Ibu-Ibu/Bapak dengan memonyongkan mulut IbuIbu/Bapak,1.2..34...5.... Ok sekarang kembali santai. ulangi lagi dua
kali
11. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
12. Angkat
kedua
bahu
Ibu-Ibu/Bapak,
bernapaslah
dengan
12
tangan
Ibu-Ibu/Bapak
santai, 1.2..34...5....
Sekarang
13
relaksasi
ini,
angkat
kedua
tungkai
Ibu-Ibu/Bapak
1.2..34...5...Sekarang turunkan.
31. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
32. Sekarang lengkungkan jari-jari kaki Ibu-Ibu/Bapak mengarah ke tubuh IbuIbu/Bapak. Lengkungkan sekeras mungkin. 1.2..34...5...
33. Tarik nafaslepaskan perlahan..rasakan perbedaannya, saat tegang dan
rileks
34. Lengkungkan
jari
Ibu-Ibu/Bapak
ke
arah
sebaliknya.
Perhatikan
Ibu-Ibu/Bapak bahu
Ibu-Ibu/Bapak leher
Ibu-
sekarang.
Tetaplah
duduk (atau
berbaringlah) di sana, perhatikan pada rasa hangat yang dihasilkan oleh relaksasi
ini. Tahan keadaan ini (kira-kira 1 menit). Sekarang saya akan menghitung dari
14
satu sampai lima. Saat sampai hitungan ke lima saya ingin Ibu-Ibu/Bapak
membuka mata Ibu-Ibu/Bapak dengan perasaan sangat tenang ,santai dan sangat
segar. Satumerasa sangat tenang; Dua sangat tenang, sangat segar; Tiga
sangat segar; Empat; dan Lima.
Fase terminasi
Leader
Ibu 1
: Segar dek
Ibu 2
: Senang, dek.
Ibu 4
Leader
Leader
: Karena semua acara kita udah selesai,, kita akan menutup acara
ini dengan membacakan lafaz Alhamdulillah. Sampai ketemu lagi
di lain waktu. Kami berharap kedatangan kami ke sini memberi
manfaat bagi Ibu-Ibu/Bapak semua. Mohon Maaf Atas Semua
kesalahan. Saya tutup dengan Asslamualaikum. Wr.wb.
Peserta
: Waalaikum salam.
15
Sumber :
Anita, Cicilia. (2012, 7 Mei). Role Play Masalah Psikososial pada Wanita dan
Lansia
Korban
Bencana
Alam.
Diperoleh
Juni
2014,
http://bangeud.blogspot.com/2012/05/role-play-masalah-psikososialpada.html.
16
dari