PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Berbagai bencana telah menimbulkankorban dalam jumlah yang besar. Banyak
korban yang selamat menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja, ternak, dan peralatan
menjadi rusak atau hancur.Korban juga mengalami dampak psikologis akibat bencana,
misalnya - ketakutan, kecemasan akut, perasaan mati rasa secaraemosional, dan
kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang, dampak ini memudar dengan berjalannya
waktu. Tapi untuk banyak orang lain, bencana memberikan dampak psikologis jangka
panjang, baik yang terlihat jelas misalnya depresi , psikosomatis (keluhan fisik yang
diakibatkan oleh masalah psikis) ataupun yang tidak langsung : konflik, hingga perceraian.
Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang dengan baik,
banyak korban bencana akan mengalami depresi parah, gangguan kecemasan, gangguan
stress pasca-trauma, dan gangguan emosi lainnya. Bahkan lebih dari dampak
fisik dari bencana, dampak psikologis dapat menyebabkan penderitaan lebih panjang,
mereka akan kehilangan semangat hidup, kemampuan social dan merusak nilai-nilai luhur
yang mereka miliki.
1.2Tujuan
PEMBAHASAN
Dalam bencana tidak ada patokan yang kaku tentang tahapan dalam merespon
bencana, ada banyak variasi pada setiap tahap dan tahap tumpang tindih. Oleh karena
itu munculnya gejala gangguan psikologis dapat bervariasi, tergantung banyak factor,
namun bisa mencapai 90%atau bahkan lebih korban akan menunjukkan setidaknya
beberapa gejala psikologis yang negatif setelah beberapa jam paska bencana . Jika tidak
diatasi dan diselesaikan dengan tepat dan cepat, reaksi tersebut dapat menjadi
gangguan psikologis yang serius.
Tahap ini adalah masa beberapa jam atau hari setelah bencana. Pada tahap
ini kegiatan bantuan sebagian besar difokuskan pada menyelamatkan penyintas
dan berusaha untukmenstabilkan situasi. Penyintas harus ditempatkan pada
lokasi yang aman dan terlindung, pakaian yang pantas, bantuan dan perhatian
medis, serta makanan dan air yang cukup.
Kecemasan berlebihan
Rasa bersalah
2. Tahap Pemulihan
Setelah situasi telah stabil, perhatian beralih ke solusi jangka panjang.Disisi lain,
euforia bantuan mulai menurun, sebagian sukarelawan sudah tidak datang lagi
dan bantuan dari luar secara bertahap berkurang. Para korban mulai
menghadapirealitas. Pada tahap ini berbagai gejala pasca-trauma muncul,
misalnya"Pasca Trauma Stress Disorder," "Disorder Kecemasan Generalized,"
"Abnormal Dukacita, " dan " Post Traumatic Depresi ".
Gejala-gejala dibawah ini adalah normal, sebagai reaksi atas kejadian yang tidak
normal (traumatik). Biasanya gejala-gejala diawah ini akan menghilang seiring
dengan berjalannya waktu.
Emosi
Pikiran
Tubuh
Perilaku
Menarik diri, sulit tidur, putus asa, ketergantungan, perilaku lekat yang
berlebihan ataupenarikan social, sikappermusuhan, kemarahan, merusak
diri sendiri, perilaku impulsif dan mencoba bunuh diri
Post Trauma Stress Disorder(PTSD)
Meliputi: Jika setelah lebih dari dua bulan gejala gejala di atas (ASPT) masih ada
maka, maka dapat diduga mengalami PTSD, jika memunjukkan gejala ini
selepas 2 bulan dari kejadian bencana:
Biasanya, setelah kematian orang yang dicintai. Seringkali respon pertama adalah
penyangkalan.Kemudian, mati rasa dan kadang kemarahan.
3. Tahap Rekonstruksi.
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola kehidupanyang
stabil mungkin telah muncul. Selama fase ini, walaupun banyakkorban mungkin
telah sembuh, namun beberapa yang tidak mendapatkan pertolongan dengan
tepat menunjukkan gejalakepribadian yang serius dan dapat bersifat permanen.
Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkat,kelelahan
kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-
hari, dan kesulitan berpikir dengan logis. Mereka menjadi pendendam dan mudah
menyerang orang lain termasuk orang-orang yang ia sayangi. Gangguan ini pada
akhirnya merusak hubungan korban dengan keluarga dan komunitasnya.
Bencana tidak hanya berdampak pada pribadi tapi juga pada komunitas.
Paska bencana dapat saja tercipta masyarakat yang mudah meminta (padahal
sebelumnya adalah pekerja yang tangguh), masyarakat yang saling curiga (padahal
sebelumnya saling peduli), masyarakat yang mudah melakukan kekerasan (padahal
sebelumnya cinta damai). Bencana yang tidak ditangani dengan baik akan mampu
merusak nilai-nilai luhur yang sudah dimiliki masyarakat.
Saat korban dipaksa untuk meninggalkan tanah mereka dan bermigrasi di
tempat lain, tanpa pelatihan dan bekal yang memadai, tidak hanya kehidupan mereka
yang terancam, namun juga identitas dirinya. Mereka dipaksa menjadi peladang
padahal sepanjang hidupnya adalah nelayan, ataupun sebaliknya. Sebagai
akibat jangka panjangnya, konflik perkawinan meningkat, kenaikan tingkat perceraian
pada tahun-tahun setelah bencana dapat terjadi dan juga meningkatnya kekerasan
intra-keluarga (kekerasan pada anak danpasangan).
Pemberian bantuan yang tidak terpola pada akhirnya merusak etos kerja
mereka dan terjadi ketergantungan pada pemberi bantuan. Bencana fisik bisa
menghancurkan lembaga masyarakat, seperti sekolah dan komunitas agama, atau
dapat mengganggu fungsi mereka karena efek langsung dari bencana pada orang yang
bertanggung jawab atas lembaga-lembaga, seperti guru atau imam. Saat guru, tokoh
adat atau tokoh agama menjadi korban dari bencana dan tidak dapat mejalankan
fungsinya, maka sarana dukungan sosial dalam komunitas menjadi terganggung.
d. Tingkat keparahan,
e. Pengalaman traumatik
Selain itu korban bencana akan mengalami perubahan dalam kepribadian yang
berpengaruh pada tingkat fungsi dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya dan bahkan
mereka tidak mampu menata kembali hidup mereka. Sebagian besar dari korban bencana
mengalami gejala temporer. Gejala yang paling popular adalah stres dan stres paska trauma
yang seringkali menghinggapi korban-korban bencana. Stres terjadi karena adanya situasi
eksternal atau internal yang memunculkan tekanan atau gangguan pada keseimbangan
hidup individu.
Kaum perempuan di daerah bencana karena hidup dengan kondisi yang lebih lebih
buruk dari sebelumnya maka memunculkan perasaan gelisah, sedih, tak berdaya dan
bingung. Harapan hidupnya seolah-olah hilang. Depresi akan mucul akibat
ketidakmampuan melakukan perubahan. Individu dan komunitas mengalami situsi belajar
dari pengalaman dan situasi hidup bahwa mereka tidak mampu mengatasinya. Trauma
yang muncul ini bersifat kolektif dan memberikan dampak psikososial.
Beberapa gejala yang pada umumnya muncul akibat bencana adalah sebagai berikut:
3. Mimpi buruk
4. Gangguan tidur
7. Ketakutan
Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. Kemampuan
adaptasi yang dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang, sehingga sangat rentan terhadap
perubahan. Selain itu kaum lanjut usia ini juga telah kehilangan peran, sehingga merasa
dirinya tidak berarti dan tidak dibutuhkan lagi oleh keluarganya. Mereka juga rentan
terhadap kemungkinan diabaikan oleh keluarga.
2.4Aktivitas Psikososial Dalam Menanggulangi Dampak Psikososial
a. Aktivitas Psikososial Berdasarkan Tahap Bencana
Tahap Tanggap Darurat : Pasca dampak-langsung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Berbagai bencana telah menimbulkankorban dalam jumlah yang besar. Banyak korban yang selamat
menderita sakit dan cacat. Rumah, tempat kerja, ternak, dan peralatan menjadi rusak atau
hancur.Korban juga mengalami dampak psikologis akibat bencana, misalnya - ketakutan, kecemasan
akut, perasaan mati rasa secaraemosional, dan kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang,
dampak ini memudar dengan berjalannya waktu. Tapi untuk banyak orang lain, bencana
memberikan dampak psikologis jangka panjang, baik yang terlihat jelas misalnya
depresi , psikosomatis (keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah psikis) ataupun yang tidak
langsung : konflik, hingga perceraian.
Beberapa gejala gangguan psikologis merupakan respons langsung terhadap kejadian traumatik dari
bencana. Namun gejala-gejala yang lain juga akan menyusul, ini adalah dampak tidak langsung dan
bersifat jangka panjang yang dapat mengancam berbagai golongan terutama kelompok yang rentan
yaitu anak-anak, remaja, wanita dan lansia.
Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang dengan baik, banyak korban bencana
akan mengalami depresi parah, gangguan kecemasan, gangguan stress pasca-trauma, dan gangguan
emosi lainnya. Bahkan lebih dari dampak fisik dari bencana, dampak psikologis dapat menyebabkan
penderitaan lebih panjang, mereka akan kehilangan semangat hidup, kemampuan social dan
merusak nilai-nilai luhur yang mereka miliki.
1.2Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bencana tidak ada patokan yang kaku tentang tahapan dalam merespon bencana, ada banyak
variasi pada setiap tahap dan tahap tumpang tindih. Oleh karena itu munculnya gejala gangguan
psikologis dapat bervariasi, tergantung banyak factor, namun bisa mencapai 90%atau bahkan
lebih korban akan menunjukkan setidaknya beberapa gejala psikologis yang negatif setelah
beberapa jam paska bencana . Jika tidak diatasi dan diselesaikan dengan tepat dan cepat, reaksi
tersebut dapat menjadi gangguan psikologis yang serius.
Tahap ini adalah masa beberapa jam atau hari setelah bencana. Pada tahap ini kegiatan bantuan
sebagian besar difokuskan pada menyelamatkan penyintas dan berusaha untukmenstabilkan situasi.
Penyintas harus ditempatkan pada lokasi yang aman dan terlindung, pakaian yang pantas, bantuan
dan perhatian medis, serta makanan dan air yang cukup.
· Kecemasan berlebihan
· Rasa bersalah
korban yang selamat, namun anggota keluarganya meninggal, seringkali kemudianmenyalahkan diri
sendiri. Mereka merasa malu karena telah selamat, ketika orang yang dikasihinya meninggal.
Beberapa korban mungkin menunjukkan kemarahan tiba-tiba dan bertindak agresif atau
sebaliknya, mereka menjadiapatis dan tidak peduli, seakankekurangan energi. Mereka menjadi
mudah lupa ataupun mudah menangis.
· Kadang-kadang, korban muncul dalam keadaan kebingungan, histeris ataupun gejala psikotik
seperti delusi, halusinasi, bicara tidak teratur, dan terlalu perilaku tidak teratur juga dapat muncul.
2. Tahap Pemulihan
Setelah situasi telah stabil, perhatian beralih ke solusi jangka panjang.Disisi lain, euforia bantuan
mulai menurun, sebagian sukarelawan sudah tidak datang lagi dan bantuan dari luar secara
bertahap berkurang. Para korban mulai menghadapirealitas. Pada tahap ini berbagai gejala pasca-
trauma muncul, misalnya"Pasca Trauma Stress Disorder," "Disorder Kecemasan Generalized,"
"Abnormal Dukacita, " dan " Post Traumatic Depresi ".
Gejala-gejala dibawah ini adalah normal, sebagai reaksi atas kejadian yang tidak normal (traumatik).
Biasanya gejala-gejala diawah ini akan menghilang seiring dengan berjalannya waktu.
· Emosi
Mudah menangis ataupun kebalikkannya yakni mudah marah, emosinya labil, mati rasa dan
kehilangan minat untuk melakukan aktivitas, gelisah,perasaan ketidakefektifan, maludan putus asa.
· Pikiran
Mimpi buruk, mengalami halusinasi ataupun disasosiasi, mudah curiga (pada penyintas kasus
bencana karena manusia), sulit konsentrasi, menghindari pikiran tentang bencana dan menghindari
tempat, gambar, suara mengingatkan penyintas bencana; menghindaripembicaraan tentang hal itu
· Tubuh
Sakit kepala, perubahan siklus mensruasi, sakit punggung, sariawan atau sakit magh yang terus
menerus sakit kepala,berkeringat dan menggigil, tremor, kelelahan, rambut rontok, perubahan pada
siklus haid, hilangnya gairah seksual, perubahan pendengaran atau penglihatan, nyeri otot
· Perilaku
Menarik diri, sulit tidur, putus asa, ketergantungan, perilaku lekat yang berlebihan ataupenarikan
social, sikappermusuhan, kemarahan, merusak diri sendiri, perilaku impulsif dan mencoba bunuh
diri
Post Trauma Stress Disorder(PTSD)
Meliputi: Jika setelah lebih dari dua bulan gejala gejala di atas (ASPT) masih ada maka, maka dapat
diduga mengalami PTSD, jika memunjukkan gejala ini selepas 2 bulan dari kejadian bencana:
Hal-hal yang berkaitan dengan ingatan akan bencana, misalnyamenghindari pikiran atau perasaan
atau percakapan tentang bencana; menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang
mengingatkan korban dari trauma, ketidakmampuan untuk mengingat bagian penting dari
bencana, termenung terus dengan tatapan dan pikiran yang kosong
Misalnya kesulitan tidur; sangat mudah marah atau kesulitan berkonsentrasi; jantung mudah
berdebar-debar, keringat dingin, panik dan nafas terengah-engah saat teringat kejadian, kesulitan
konsentrasi dan mudah terkejut.
Meliputi: Kecemasan yang berlebihan dan khawatir tentang berbagai peristiwa ataupun kegiatan
(tidak terbatas bencana). Cemas berlebihan saat air tidak mengalir, seseorang tidak muncul tepat
waktu
Dukacita Eksrim
Biasanya, setelah kematian orang yang dicintai. Seringkali respon pertama adalah
penyangkalan.Kemudian, mati rasa dan kadang kemarahan.
Depresi berkepanjangan adalah salah satu temuan yang paling umum dalampenelitan terhadap
penyintas trauma.Gangguan ini sering terjadi dalam kombinasi dengan Post Traumatic Stress
Disorder. Gejala umum depresi termasuk kesedihan, gerakan yanglambat, insomnia (ataupun
kebalikannya hipersomnia), kelelahan atau kehilangan energi, nafsu makan berkurang (atau
berlebihan nafsu makan), kesulitan dengan konsentrasi, apatis dan perasaan tak berdaya, anhedonia
(tidak menunjukkan minat atau kesenangan dalam aktivitas hidup), penarikan sosial, pikiran negatif,
perasaan putus asa, ditinggalkan, dan mengubah hidup tidak dapat dibatalkan, dan lekas marah.
3. Tahap Rekonstruksi.
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola kehidupanyang stabil mungkin telah
muncul. Selama fase ini, walaupun banyakkorban mungkin telah sembuh, namun beberapa yang
tidak mendapatkan pertolongan dengan tepat menunjukkan gejalakepribadian yang serius dan
dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkat,kelelahan
kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan
berpikir dengan logis. Mereka menjadi pendendam dan mudah menyerang orang lain termasuk
orang-orang yang ia sayangi. Gangguan ini pada akhirnya merusak hubungan korban dengan
keluarga dan komunitasnya.
Bencana tidak hanya berdampak pada pribadi tapi juga pada komunitas. Paska bencana dapat saja
tercipta masyarakat yang mudah meminta (padahal sebelumnya adalah pekerja yang tangguh),
masyarakat yang saling curiga (padahal sebelumnya saling peduli), masyarakat yang mudah
melakukan kekerasan (padahal sebelumnya cinta damai). Bencana yang tidak ditangani dengan baik
akan mampu merusak nilai-nilai luhur yang sudah dimiliki masyarakat.
Saat korban dipaksa untuk meninggalkan tanah mereka dan bermigrasi di tempat lain, tanpa
pelatihan dan bekal yang memadai, tidak hanya kehidupan mereka yang terancam, namun juga
identitas dirinya. Mereka dipaksa menjadi peladang padahal sepanjang hidupnya adalah nelayan,
ataupun sebaliknya. Sebagai akibat jangka panjangnya, konflik perkawinan meningkat, kenaikan
tingkat perceraian pada tahun-tahun setelah bencana dapat terjadi dan juga
meningkatnya kekerasan intra-keluarga (kekerasan pada anak danpasangan).
Pemberian bantuan yang tidak terpola pada akhirnya merusak etos kerja mereka dan
terjadi ketergantungan pada pemberi bantuan. Bencana fisik bisa menghancurkan lembaga
masyarakat, seperti sekolah dan komunitas agama, atau dapat mengganggu fungsi mereka karena
efek langsung dari bencana pada orang yang bertanggung jawab atas lembaga-lembaga, seperti guru
atau imam. Saat guru, tokoh adat atau tokoh agama menjadi korban dari bencana dan tidak dapat
mejalankan fungsinya, maka sarana dukungan sosial dalam komunitas menjadi terganggung.
Kondisi psikososial didaerah bencana khususnya bagi kaum perempuan mengakibatkan berbagai
goncangan psikologis seperti hilangnya rasa percaya diri, muncul kekhawatir bahkan memunculkan
gejala phobia yaitu perasaan takut yang berlebihan. Individu dan komunitas mengalami trauma dan
tekanan hidup bertubi-tubi dan berkelanjutan.
Situasi demikian dapat menurunkan motivasi untuk mempertahankan hidup selanjutnya. Selain
implikasi psikososial yang pada umumnya muncul dikalangan perempuan, biasanya mereka
mengalami pengalaman traumatis dimana daya penyesuaian satu individu dengan individu lainnya
akan mengalami kendala. Hal tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:
d. Tingkat keparahan,
e. Pengalaman traumatik
Selain itu korban bencana akan mengalami perubahan dalam kepribadian yang berpengaruh pada
tingkat fungsi dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya dan bahkan mereka tidak mampu
menata kembali hidup mereka. Sebagian besar dari korban bencana mengalami gejala temporer.
Gejala yang paling popular adalah stres dan stres paska trauma yang seringkali menghinggapi
korban-korban bencana. Stres terjadi karena adanya situasi eksternal atau internal yang
memunculkan tekanan atau gangguan pada keseimbangan hidup individu.
Kaum perempuan di daerah bencana karena hidup dengan kondisi yang lebih lebih buruk dari
sebelumnya maka memunculkan perasaan gelisah, sedih, tak berdaya dan bingung. Harapan
hidupnya seolah-olah hilang. Depresi akan mucul akibat ketidakmampuan melakukan perubahan.
Individu dan komunitas mengalami situsi belajar dari pengalaman dan situasi hidup bahwa mereka
tidak mampu mengatasinya. Trauma yang muncul ini bersifat kolektif dan memberikan dampak
psikososial.
Beberapa gejala yang pada umumnya muncul akibat bencana adalah sebagai berikut:
3. Mimpi buruk
4. Gangguan tidur
7. Ketakutan
Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. Kemampuan adaptasi yang
dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang, sehingga sangat rentan terhadap perubahan. Selain itu
kaum lanjut usia ini juga telah kehilangan peran, sehingga merasa dirinya tidak berarti dan tidak
dibutuhkan lagi oleh keluarganya. Mereka juga rentan terhadap kemungkinan diabaikan oleh
keluarga.
· Menyediakan pelayanan intervensi krisis untuk pekerja bantuan, misalnya defusing dan
debriefing untuk mencegah secondary trauma
· Memberikan pertolongan emosional pertama (emotional first aid), misalnya berbagai macam
teknik relaksasi dan terapi praktis
· Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubungan dengan efek trauma