0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
32 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut membahas reaksi psikologis korban bencana, dampak psikologis yang perlu diwaspadai, dan bentuk dukungan psikososial pasca bencana. Reaksi stres normal umumnya hilang dalam 6 minggu, sementara gangguan seperti PTSD dan depresi mungkin berkembang jika reaksi berlanjut lebih lama atau diikuti pemikiran bunuh diri. Dukungan psikososial meliputi kegiatan sosial dan bantuan psik
Deskripsi Asli:
Judul Asli
BAB 2 Simulasi dan Manajemen Psikososial Pasca Bencana
Dokumen tersebut membahas reaksi psikologis korban bencana, dampak psikologis yang perlu diwaspadai, dan bentuk dukungan psikososial pasca bencana. Reaksi stres normal umumnya hilang dalam 6 minggu, sementara gangguan seperti PTSD dan depresi mungkin berkembang jika reaksi berlanjut lebih lama atau diikuti pemikiran bunuh diri. Dukungan psikososial meliputi kegiatan sosial dan bantuan psik
Dokumen tersebut membahas reaksi psikologis korban bencana, dampak psikologis yang perlu diwaspadai, dan bentuk dukungan psikososial pasca bencana. Reaksi stres normal umumnya hilang dalam 6 minggu, sementara gangguan seperti PTSD dan depresi mungkin berkembang jika reaksi berlanjut lebih lama atau diikuti pemikiran bunuh diri. Dukungan psikososial meliputi kegiatan sosial dan bantuan psik
a. Reaksi Psikologis Korban Bencana Ketika menghadapi situasi yang berbahaya, setiap manusia akan mengeluarkan reaksi naluriah berupa tindakan fight (menghadapi), flight (menghindari) atau freeze (terdiam). Berbagai reaksi ini merupakan respon yang normal sebagai upaya manusia untuk menyelamatkan diri dari bahaya yang mengancamnya. Reaksi-reaksi ini pun seringkali masih tampak setelah bahaya yang dihadapi sudah berlalu. Hal ini disebabkan karena secara bawah sadar kondisi fisik maupun psikologis masih berusaha beradaptasi dan mencerna pengalaman yang terjadi. Dampak psikologis pasca bencana dapat diakibatkan oleh kegiatan tertentu dalam siklus kehidupan dan stres kronik pasca bencana yang terkait dengan kondisi psikitrik korban bencana. Hal ini perlu adanya pemantauan dalam jangka panjang oleh tenaga spesialis. Hal lain yang perlu diperhatikan pasca bencana adalah menginventarisasi semua sumber daya yang ada secara terinci, konkrit dan diumumkan. Umum terjadi setelah melewati bencana, para penyintas akan segera berespon ketika ia mengalami kejadian yang dipersepsikan mirip dengan episode yang terjadi saat bencana. Misalnya seorang penyintas bencana gempa akan berlari keluar dari bangunan ketika mendengar suara benda jatuh. Begitu juga tindakana-tindakan antisipatif masih wajar dilakukan pada beberapa saat setelah bencana terjadi, misalnya para penyintas yang memilih untuk tidur di luar rumah setelah mengalami gempa yang besar atau murid-murid dan perangkat sekolah yang mengadakan proses belajar dan mengajar di luar bangunan sekolah. Begitu juga pada anak-anak banyak yang tampak sulit untuk melepaskan diri dari orangtua mereka (minta ditemani kemana saja mereka pergi, takut berjauhan dari orangtua, orangtua harus ada dalam jarak pandang mereka). Dalam psikologis karena bencan juga dapat dilihat dari DSM IV pada kriteria B, kriteria C, dan kriteria D. Pada DSM IV kriteria B dijelaskan tentang gejala mengalami kembali (re experiencing) misalnya pikiran atau ikatan yang muncul kembali tentang peristiwa yang paling menyakitkan atau menakutkan, merasa seolah-olah peristiwa terjadi lagi, mimpi buruk yang muncul kembali, reaksi emosional atau fisik secara tiba-tiba ketika diingatkan mengenai peristiwa yang paling menyakitkan atau traumatik. Pada DSM-IV kriteria C atau disebut sebagai gejala penghindaran atau mati rasa (avoidance and numbing) yaitu merasa jauh dari orang lain, tidak mampu merasakan emosi, menghindari melakukan kegiatan atau pergi ke tempat yang mengingatkan peristiwa yang traumatik atau menyakitkan, ketidakmampuan untuk mengingat beberapa bagian dari peristiwa yang paling traumatik atau menyakitkan tersebut. DSM-IV kriteria D atau gejala rangsangan (arousal) yaitu merasa resah, mudah kaget, kesulitan untuk berkonsentrasi, sulit tidur, merasa was-was, dan merasa kesal atau sering tiba-tiba marah. Demikian juga selepas bencana umum terjadi ditemukannya reaksi-reaksi berduka karena kehilangan anggota keluarga. Reaksi ini dapat berupa kemarahan atau agresiftas, kesedihan yang mendalam, kehilangan minat untuk makan dan minum, kehilangan minat untuk mengikuti aktifitas yang ditawarkan dan lain- lainnya. Berikut reaksi fisik dan psikologis yang umum terjadi pasca bencana: - Masalah dalam pola makan - Perasaan depresi - Jantung berdebar-debar pada periode tertentu - Keringat dingin - Merokok secara berlebihan - Sakit kepala ketika berpikir mengenai bencana yang telah terjadi - Enggan melakukan aktifitas rutin seperti memasak, berolahraga atau membersihkan diri - Sulit tidur atau gangguan dalam pola tidur - Mengalami mimpi buruk - Mengalami flashback/tiba-tiba terbayang peristiwa bencana yang telah terjadi - Sulit untuk berkonsentrasi - Berespon cepat (lari/berteriak/bersembunyi) ketika mendengar suara yang keras atau merasakan getaran - Merasa tidak peduli dengan kehadiran orang lain - Rasa minat dan rasa senang berkurang - Mengalami gangguan dalam studi - Menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi - Mudah marah - Mudah merasa terganggu - Memandang negatif segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar - Merasa tidak berguna dan berfikir untuk bunuh diri
b. Dampak Psikologis yang Perlu Diwaspadai
Menurut proyeksi gangguan mental pada populasi yang terdampak bencana yang dilakukan oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2012 menyatakan bahwa 76-82 persen reaksi yang dialami oleh para penyintas bencana alam masih tergolong reaksi stress yang normal. Sedangkan terdapat sekitar 3-4 persen dari populasi penyintas bencana yang menunjukkan reaksi gangguan psikologis berat setelah bencana terjadi. Reaksi gangguan psikologis ini dapat berupa PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)/Gangguan Stres Pasca Trauma, depresi, pikiran bunuh diri dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Reaksi-reaksi psikologis perlu diwaspadai dan dapat berkembang menjadi
gangguan psikologis yang berat apabila: - Reaksi-reaksi yang ditunjukkan bertahan selama lebih dari 6 minggu setelah bencana terjadi. - Terdapat pemikiran atau tindakan untuk bunuh diri, hal ini mungkin terjadi karena regulasi emosi yang belum teratur setelah kehilangan anggota keluarga. - Penyintas merasa sendirian atau kehilangan figur yang ia cintai sehingga terpikir untuk mengakhiri hidupnya.
c. Peran Relawan dalam Pemulihan Pasca Bencana
Seringkali dalam situasi bencana, kapasitas masyarakat terkena bencana tidak memadai untuk menghadapi bencana dengan menggunakan sumberdayanya sendiri karena mengalami berbagai kerusakan, kehilangan aspek ekonomi, lingkungan, dan manusia termasuk kematian, luka-luka, penyakit dan dampak negatif pada fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, setelah bencana terjadi biasanya populasi yang berada di sekitar daerah bencana membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup.
d. Bentuk Dukungan Psikososial Pasca Bencana
Ada dua jenis dukungan psikososial yang dapat diberikan dalam situasi bencana, yaitu kegiatan sosial dan kegiatan yang bersifat bantuan psikologis yang berdampak langsung pada aspek psikologis penyintas. Keduanya saling berkaitan dan dapat meningkatkan pemulihan psikososial pada korban.
Kegiatan-kegiatan Sosial Kegiatan yang Bersifat Bantuan
Psikologis - Beragam bentuk kegiatan: - Beragam bentuk kegiatan: dukungan pemberian informasi yang akurat psikologis awal (DPA), melakukan (yang berkaitan dengan bencana, pemeriksaan awal mengenai orang bantuan, dampak bencana bagi orang yang membutuhkan bantuan psikologis seseorang dan cara untuk yang lebih lanjut, konseling, mengatasinya), kegiatan kelompok dukungan yang terdiri dari keagamaan, kegiatan rekresional penyintas dan difasilitasi oleh dan edukasi bagi anak, petugas kesehatan yang terlatih, mempertemukan kembali keluarga kegiatan psikososial terstruktur. yang terpisah, ritual penguburan. - Penanganan kasus kekerasan pada - Petugas kesehatan atau lintas sektor anak. lainnya bertugas untuk - Hanya dapat dilakukan oleh orang mengadvokasi dan mendorong orang yang sudah terlatih saja, adanya kegiatan psikososial pada misalnya petugas kesehatan atau komunitas yang terkena dampak pendamping sosial atau fasilitator bencana. komunitas/relawan terlatih. - Bersifat memampukan komunitas - Berkontribusi dalam pemulihan dan mendukung proses pemulihan kesehatan mental penyintas. bagi penyintas bencana.