Anda di halaman 1dari 5

A.

Simulasi dan Manajemen Psikososial Pasca Bencana


a. Reaksi Psikologis Korban Bencana
Ketika menghadapi situasi yang berbahaya, setiap manusia akan
mengeluarkan reaksi naluriah berupa tindakan fight (menghadapi), flight
(menghindari) atau freeze (terdiam). Berbagai reaksi ini merupakan respon yang
normal sebagai upaya manusia untuk menyelamatkan diri dari bahaya yang
mengancamnya. Reaksi-reaksi ini pun seringkali masih tampak setelah bahaya
yang dihadapi sudah berlalu. Hal ini disebabkan karena secara bawah sadar
kondisi fisik maupun psikologis masih berusaha beradaptasi dan mencerna
pengalaman yang terjadi.
Dampak psikologis pasca bencana dapat diakibatkan oleh kegiatan tertentu
dalam siklus kehidupan dan stres kronik pasca bencana yang terkait dengan
kondisi psikitrik korban bencana. Hal ini perlu adanya pemantauan dalam jangka
panjang oleh tenaga spesialis. Hal lain yang perlu diperhatikan pasca bencana
adalah menginventarisasi semua sumber daya yang ada secara terinci, konkrit dan
diumumkan.
Umum terjadi setelah melewati bencana, para penyintas akan segera
berespon ketika ia mengalami kejadian yang dipersepsikan mirip dengan episode
yang terjadi saat bencana. Misalnya seorang penyintas bencana gempa akan
berlari keluar dari bangunan ketika mendengar suara benda jatuh. Begitu juga
tindakana-tindakan antisipatif masih wajar dilakukan pada beberapa saat setelah
bencana terjadi, misalnya para penyintas yang memilih untuk tidur di luar rumah
setelah mengalami gempa yang besar atau murid-murid dan perangkat sekolah
yang mengadakan proses belajar dan mengajar di luar bangunan sekolah. Begitu
juga pada anak-anak banyak yang tampak sulit untuk melepaskan diri dari
orangtua mereka (minta ditemani kemana saja mereka pergi, takut berjauhan dari
orangtua, orangtua harus ada dalam jarak pandang mereka).
Dalam psikologis karena bencan juga dapat dilihat dari DSM IV pada
kriteria B, kriteria C, dan kriteria D. Pada DSM IV kriteria B dijelaskan tentang
gejala mengalami kembali (re experiencing) misalnya pikiran atau ikatan yang
muncul kembali tentang peristiwa yang paling menyakitkan atau menakutkan,
merasa seolah-olah peristiwa terjadi lagi, mimpi buruk yang muncul kembali,
reaksi emosional atau fisik secara tiba-tiba ketika diingatkan mengenai peristiwa
yang paling menyakitkan atau traumatik. Pada DSM-IV kriteria C atau disebut
sebagai gejala penghindaran atau mati rasa (avoidance and numbing) yaitu
merasa jauh dari orang lain, tidak mampu merasakan emosi, menghindari
melakukan kegiatan atau pergi ke tempat yang mengingatkan peristiwa yang
traumatik atau menyakitkan, ketidakmampuan untuk mengingat beberapa bagian
dari peristiwa yang paling traumatik atau menyakitkan tersebut. DSM-IV kriteria
D atau gejala rangsangan (arousal) yaitu merasa resah, mudah kaget, kesulitan
untuk berkonsentrasi, sulit tidur, merasa was-was, dan merasa kesal atau sering
tiba-tiba marah.
Demikian juga selepas bencana umum terjadi ditemukannya reaksi-reaksi
berduka karena kehilangan anggota keluarga. Reaksi ini dapat berupa kemarahan
atau agresiftas, kesedihan yang mendalam, kehilangan minat untuk makan dan
minum, kehilangan minat untuk mengikuti aktifitas yang ditawarkan dan lain-
lainnya. Berikut reaksi fisik dan psikologis yang umum terjadi pasca bencana:
- Masalah dalam pola makan
- Perasaan depresi
- Jantung berdebar-debar pada periode tertentu
- Keringat dingin
- Merokok secara berlebihan
- Sakit kepala ketika berpikir mengenai bencana yang telah terjadi
- Enggan melakukan aktifitas rutin seperti memasak, berolahraga atau
membersihkan diri
- Sulit tidur atau gangguan dalam pola tidur
- Mengalami mimpi buruk
- Mengalami flashback/tiba-tiba terbayang peristiwa bencana yang telah terjadi
- Sulit untuk berkonsentrasi
- Berespon cepat (lari/berteriak/bersembunyi) ketika mendengar suara yang
keras atau merasakan getaran
- Merasa tidak peduli dengan kehadiran orang lain
- Rasa minat dan rasa senang berkurang
- Mengalami gangguan dalam studi
- Menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi
- Mudah marah
- Mudah merasa terganggu
- Memandang negatif segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar
- Merasa tidak berguna dan berfikir untuk bunuh diri

b. Dampak Psikologis yang Perlu Diwaspadai


Menurut proyeksi gangguan mental pada populasi yang terdampak bencana
yang dilakukan oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2012
menyatakan bahwa 76-82 persen reaksi yang dialami oleh para penyintas bencana
alam masih tergolong reaksi stress yang normal. Sedangkan terdapat sekitar 3-4
persen dari populasi penyintas bencana yang menunjukkan reaksi gangguan
psikologis berat setelah bencana terjadi. Reaksi gangguan psikologis ini dapat
berupa PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)/Gangguan Stres Pasca Trauma,
depresi, pikiran bunuh diri dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Reaksi-reaksi psikologis perlu diwaspadai dan dapat berkembang menjadi


gangguan psikologis yang berat apabila:
- Reaksi-reaksi yang ditunjukkan bertahan selama lebih dari 6 minggu setelah
bencana terjadi.
- Terdapat pemikiran atau tindakan untuk bunuh diri, hal ini mungkin terjadi
karena regulasi emosi yang belum teratur setelah kehilangan anggota
keluarga.
- Penyintas merasa sendirian atau kehilangan figur yang ia cintai sehingga
terpikir untuk mengakhiri hidupnya.

c. Peran Relawan dalam Pemulihan Pasca Bencana


Seringkali dalam situasi bencana, kapasitas masyarakat terkena bencana
tidak memadai untuk menghadapi bencana dengan menggunakan
sumberdayanya sendiri karena mengalami berbagai kerusakan, kehilangan
aspek ekonomi, lingkungan, dan manusia termasuk kematian, luka-luka,
penyakit dan dampak negatif pada fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Oleh
karena itu, setelah bencana terjadi biasanya populasi yang berada di sekitar
daerah bencana membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup.

d. Bentuk Dukungan Psikososial Pasca Bencana


Ada dua jenis dukungan psikososial yang dapat diberikan dalam situasi
bencana, yaitu kegiatan sosial dan kegiatan yang bersifat bantuan psikologis yang
berdampak langsung pada aspek psikologis penyintas. Keduanya saling berkaitan
dan dapat meningkatkan pemulihan psikososial pada korban.

Kegiatan-kegiatan Sosial Kegiatan yang Bersifat Bantuan


Psikologis
- Beragam bentuk kegiatan: - Beragam bentuk kegiatan: dukungan
pemberian informasi yang akurat psikologis awal (DPA), melakukan
(yang berkaitan dengan bencana, pemeriksaan awal mengenai orang
bantuan, dampak bencana bagi orang yang membutuhkan bantuan
psikologis seseorang dan cara untuk yang lebih lanjut, konseling,
mengatasinya), kegiatan kelompok dukungan yang terdiri dari
keagamaan, kegiatan rekresional penyintas dan difasilitasi oleh
dan edukasi bagi anak, petugas kesehatan yang terlatih,
mempertemukan kembali keluarga kegiatan psikososial terstruktur.
yang terpisah, ritual penguburan. - Penanganan kasus kekerasan pada
- Petugas kesehatan atau lintas sektor anak.
lainnya bertugas untuk - Hanya dapat dilakukan oleh orang
mengadvokasi dan mendorong orang yang sudah terlatih saja,
adanya kegiatan psikososial pada misalnya petugas kesehatan atau
komunitas yang terkena dampak pendamping sosial atau fasilitator
bencana. komunitas/relawan terlatih.
- Bersifat memampukan komunitas - Berkontribusi dalam pemulihan
dan mendukung proses pemulihan kesehatan mental penyintas.
bagi penyintas bencana.

Anda mungkin juga menyukai