Human Security atau kerap disebut juga dengan keamanan insani dapat diartikan
sebagai sebuah konsep keamanan yang merupakan bagian dari disiplin ilmu hubungan
internasional, gagasan ataupun isu dunia.
Human Security memiliki dua makna, pertama, keamanan dari seperti ancaman kronis
kelaparan, penyakit dan penindasan. Kedua, human security juga berarti proteksi dari
gangguan mendadak dan merugikan dalam pola kehidupan masyarakat entah di dalam
rumah, pekerjaan maupun dalam masyarakat.Konsep human security pada awalnya
berasal dari national security atau keamanan nasional yang diupayakan antarnegara
untuk menjaga integritas suatu bangsa dan kebebasan bernegara dalam mempunyai
kedaulatan sendiri. Dengan perkembangan global, ancaman yang dihadapi negara
semakin rumit sehingga memunculkan konsep keamanan bersama dan collective
securityyang diupayakan bersama di antarnegara. Namun collective security dalam
pelaksanaannya tidak hanya menjaga kedaulatan negara, melainkan juga
diperuntukkan menjaga keamanan warga negara. Sehingga konsep human
security muncul dengan maksud lebih dari sekadar keamanan negara, yaitu dalam
mengupayakan memberi perhatian lebih untuk masyarakat yang mengalami
ketidakamanan dalam suatu negara.
Keamanan manusia adalah paradigma baru untuk memahami kerentanan global. Para
pendukungnya menolak makna lama keamanan nasional dan berpendapat bahwa acuan
keamanan yang lebih tepat adalah individu, bukan negara. Keamanan manusia
menyatakan bahwa pemahaman keamanan yang berpusat pada manusia dan
multidisipliner melibatkan berbagai bidang studi, termasuk studi pembangunan, hubungan
internasional, studi strategis, dan hak asasi manusia.
Agar keamanan manusia dapat menangani kesenjangan global, perlu ada kerja sama
antara kebijakan luar negeri suatu negara dengan pendekatannya terhadap kesehatan
global. Namun demikian, kepentingan negara selalu lebih diutamakan ketimbang
kepentingan rakyat.
web : psdr.lipi.go.id
Gagalnya Keamanan Manusia Masyarakat Papua
Web: Kolom.tempo.go.id
Berikut ini adalah lima senjata paling mematikan yang dilarang digunakan dalam
perang oleh konvensi internasional.
a.Expanding Bullets
Expanding Bullets secara resmi dilarang dalam peperangan, namun masih digunakan
untuk berburu dan oleh polisi beberapa negara. Peluru dirancang untuk memperluas
dampak atau luka yang kadang-kadang hingga dua kali lebih lebar dibandingkan
peluru biasa. Karena daya henti mereka, mereka sering digunakan untuk berburu.
Peluru ini pertama diproduksi pada awal 1890-an dan diberi nama “dum-dum”,
setelah sebuah fasilitas militer Inggris berada di dekat Kolkata, India. Ada yang
terbuat dari baja lunak dan memiliki lubang hidung berlubang yang dirancang untuk
pecah menyebar saat terkena benturan. Pada sebagian besar kasus, luka yang
dihasilkan sangat mematikan atau mengakibatkan kecacatan.
Konvensi Den Haag tahun 1899 melarang penggunaan peluru ini, namun Rusia dan
Jerman masih menggunakannya dalam Perang Dunia I.
Saat ini, pasukan militer reguler tidak menggunakan ekpanding bullets. Hukum
internasional melarang penggunaannya dalam konflik bersenjata. Hal ini
diperdebatkan oleh Amerika Serikat yang menegaskan bahwa amunisi ini dapat
digunakan bila ada kebutuhan militer yang jelas. Namun, adopsi amandemen Pasal 8
pada Konferensi Peninjauan Statuta Roma membuat penggunaan peluru ini menjadi
kejahatan perang.Pada saat yang sama, karena peluru hanya dilarang dalam konflik
militer, namun tetap digunakan oleh aparat penegak hukum di banyak negara. Mereka
memungkinkan untuk segera menetralkan penyerang dan mencegah korban lebih
banyak di daerah yang ramai.
b.Napalm
Senjata mematikan ini mulai dikenal secara global selama Perang Vietnam, namun
napalm juga digunakan pada Perang Dunia II. Napalm adalah cairan yang mudah
terbakar, campuran zat gelling dan bensin atau bahan bakar sejenis. Napalm sangat
murah dan mudah diproduksi. Napalm mudah terbakar dan menempel pada
permukaan dan kulit, menimbulkan luka bakar parah.
Convention on Cluster Munitions (CCM) diadopsi pada tahun 2008 di Dublin. Pada
Juli 2017, 108 negara telah menandatangani perjanjian tersebut dan 102 negara telah
meratifikasi dokumen tersebut.
Produsen dan pengguna bom kluster utama, seperti Amerika Serikat, Rusia, China,
India, Korea Selatan dan Israel, belum menyetujui perjanjian tersebut, dengan alasan
tingginya jenis senjata ini. Pada saat yang sama, negara-negara ini mengamati
pembatasan penggunaan bom tandan termasuk larangan penggunaannya di daerah
berpenduduk padat.
Bom cluster yang dijatuhkan dari pesawat adalah jenis bom cluster paling populer.
Bom cluster terdiri dari cangkang berongga dan dispenser yang berisi bom dengan
berat sampai 10 kilogram. Setiap dispenser dapat berisi hingga 100 bom, termasuk
anti-personel, anti-tank, pembakar, dll.
d.Fosfor Putih
Penggunaan fosfor putih secara resmi dilarang oleh sebuah amandemen 1977
terhadap Konvensi Jenewa untuk Perlindungan Korban Perang, yang melarang senjata
yang menyebabkan luka berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu.
Fosfor putih digunakan dalam Perang Dunia I oleh pasukan Jerman dan Inggris, oleh
angkatan udara Jerman selama Perang Dunia II, oleh militer Amerika dalam Perang
Korea dan konflik lainnya.
Fosfor putih sangat mudah terbakar dan menyala sendiri saat kontak dengan udara.
Amunisi fosfor putih digunakan untuk melawan personil dan peralatan militer.
Mereka dapat menyebabkan luka dan kematian dengan membakar dan asal yang
dihirup.
e. Ranjau Darat
Berbagai jenis ranjau darat telah digunakan oleh militer di seluruh dunia sejak awal
abad ke-20. Ranjau darat biasanya disembunyikan di bawah atau di permukaan tanah
dan dirancang untuk menghancurkan atau menonaktifkan target musuh, mulai dari
personel hingga kendaraan dan tank.
Penggunaan ranjau darat sangat kontroversial karena bisa tetap berbahaya bertahun-
tahun setelah konflik berakhir. Menurut perkiraan ahli, beberapa juta ranjau darat
tertinggal setelah konflik di berbagai belahan dunia.
Sejumlah kampanye publik telah muncul untuk melawan penggunaan ranjau darat.
Senjata ini dilarang oleh Konvensi 1997 tentang Larangan Penggunaan, Penimbunan,
Produksi dan Pemindahan Ranjau Anti-Personil dan Pemusnahannya, yang juga
dikenal sebagai Perjanjian Ottawa.
Namun, sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, Rusia dan China, belum
menandatanganinya. Ranjau darat sering digunakan oleh teroris dan gerilya.
Web: jejaktapak.com