Disusun oleh :
Dalam dunia ini, tiap negara ikut serta dalam dunia perpolitikan demi
mencapai tujuan atau kepentingan dari negaranya, seperti kepentingan ekonomi dan
keamanan.Salah satu dari kepentingan tiap negara adalah keamanan dimana tiap
negara turut serta dalam menjaga keamanan dunia.
1
Dunn, Lewis A., dan Sharon A Squassoni. 1993. Arms Control : What Next. Boulder. Colombia : Westview
Press. Diakses pada 22 November 2018.
2
Sheehan, Michael. 1988. Arms Control : Theory and Practice. Oxford: Blackwel. Diakses pada 22 November
2018.
“Arms Control is pften used as a means to avoid an arms race- a competitive
buildup of weapons between two or more powers.” 3
3
Anup Shah. Vol 6. Arm Control : Global Issues. Diakses dalam : http://www.globalissues.org . Diakses pada
22 November 2018.
4
United States Department of State. 2013. Department Of State. Diakses dalam http://www.U.S. Diakses
pada 22 November 2018.
4. Bagaimana analisis studi kasus Arms Control and Disarmament dalam
Convention on Cluster Munition?
PEMBAHASAN
5
Mark Knight. Journal of Peace Research. Guns, Camps and Cash: Disarmament, Demobilization
andReinsertion of Former Combatants in Transitions from War to Peace. Diakses pada 27 September 2018.
https://www.researchgate.net/profile/Alpaslan_Ozerdem/publication/265221444_Disarmament_and_dem
obilisation_of_former_combatants_during_the_war-to-
peace_transition_guns_camps_and_cash%27/links/59007a07a6fdcc8ed50e7ad0/Disarmament-and-
demobilisation-of-former-combatants-during-the-war-to-peace-transition-guns-camps-and-cash.pdf
Disarmament sebagai proses, artinya disarmament termasuk langkah-langkah
penghancuran sistem persenjataan tertentu. Sedangkan disarmament sebagai tujuan,
artinya disarmament untuk mewujudkan dunia tanpa senjata serta untuk mencegah
adanya upaya mempersenjatai dunia pada masa selanjutnya.6
6
Tri CahyuUtomo, loc. cit.
7
John Baylis, “Arms Control and Disarmament,” in John Baylis, James Wirtz, Eliot Cohen and Colin S. Gray,
(2009), Strategy in the Contemporary World: An Introduction to Strategic Studies.p. 189
8
Ibid., p.186
Upaya lebih lanjut untuk membuat perlucutan senjata nyata terus ditingkatkan
sampai Perang Dunia Pertama. Keberadaan The Treaty of Versailles adalah upaya
untuk mencegah perkembangan senjata Jerman yang dapat lebih jauh memicu
agresivitas untuk menjadi penguasa Eropa. Kemudian dilanjutkan dengan Perjanjian
Washington Naval pada tahun 1922 antara Inggris, Amerika, dan Jepang. Ini mencapai
hasil yang lebih baik dan dapat dianggap sebagai upaya luar biasa untuk menerapkan
perlucutan senjata. Namun masih belum bisa mencegah Perang Dunia II. Inilah yang
dapat digunakan sebagai pembuka untuk kritik dari fungsi kontrol senjata. Yang
pertama adalah iklim internasional. Kondusifitas sistem internasional dapat
mendukung pembentukan negosiasi perjanjian yang dapat mengikat para pihak secara
maksimal tanpa paksaan apa pun untuk mencapai kepentingan bersama. Yang kedua
adalah bentuk pemerintahan dan kondisi domestik internal suatu negara. Negara non-
totaliter akan lebih bertanggung jawab dalam memenuhi perjanjian yang dibuat karena
melibatkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemerintah. Ini dapat
meningkatkan efektivitas potensial dari perjanjian. Yang ketiga, jenis sistem dalam
menanggapi pelaksanaan kontrol senjata. Sebagai contoh, demokrasi akan lebih cocok
menjadi premis untuk menerapkan kontrol senjata yang efektif.
9
Ibid., p. 191
kondisi sistem internasional yang berlaku. Seperti diketahui bahwa dalam Rencana
Baruk diusulkan, sistem internasional dikondisikan oleh dominasi dua blok besar yang
berusaha memperkuat pengaruhnya. Negosiasi perlucutan senjata dapat dilakukan,
tetapi keberhasilannya masih sulit dicapai karena setiap negara yang terlibat masih
bertindak untuk mendapatkan keuntungan keamanan tanpa mendapatkan keuntungan
dari negara lawan.
Selain itu, kegagalan perlucutan senjata juga akan memicu perlombaan
senjata. Untuk menghadapi masalah keamanan spesifik, muncul langkah-langkah
parsial. Pada implementasi, proposal Open Skies yang diajukan oleh Eisenhower juga
merupakan upaya untuk mengembalikan ketidakpercayaan antara blok barat dan
timur. Kemudian, itu diikuti oleh perjanjian Jenewa menegosiasikan larangan uji coba
nuklir, zona bebas atom, dan pengurangan kekuatan dari daerah-daerah kritis seperti
10
Eropa Tengah. . Bentuk-bentuk reduksi kekuasaan justru memperkuat peran
perlucutan senjata setelah beberapa yang tidak optimal. Bahkan pemikiran baru secara
teknis dicirikan oleh munculnya teori pengendalian senjata pada tahun 1950.
Perlucutan senjata kontrol dipandang sebagai lingkup yang lebih komprehensif.Dengan
demikian stabilitas internasional diharapkan tercipta oleh manajemen senjata itu
sendiri. Mereka yang dikategorikan sebagai kontrol senjata didasarkan pada
kepentingan bersama dari kerjasama militer yang bertujuan untuk mengurangi potensi
perang dan mencegahnya menjadi kekerasan ketika perang sudah terjadi, adalah timbal
balik untuk mencapai kepentingan bersama dan kerjasama dengan musuh potensial. 11 .
Kontrol senjata juga merupakan pembatasan senjata yang cenderung mengarah
pada strategi pencegahan dan bukan penghapusan. Selain itu, pencegahan itu sendiri
lebih potensial untuk mencapai stabilitas. Meskipun demikian, upaya perlucutan
senjata di periode kedua sejarah masih muncul dengan membentuk Perlucutan Senjata
Komprehensif Umum dan McCloy - Zorin Talks meskipun agenda ini tidak
terpengaruh secara signifikan pada realisasi agenda perlucutan senjata total.
10
Ibid., p. 190
11
John Baylis on the journal of Arms Control and Disarmament. 2009
Tahap Tiga (1962-1985)
Karena kondisi negara-negara adikuasa pada saat itu berada dalam ketegangan
yang tinggi, mereka menyadari pentingnya kepentingan bersama untuk manajemen
krisis dengan keberadaan senjata nukli. Lalu mereka menyepakati untuk mengurangi
ketegangn antar mereka dan mulai melakukan kerjasama terhadap negara – negara
kecil.
Pada tahun 1962, krisis rudal Kuba memberi lebih banyak dukungan pada
proyek pengendalian senjata 12. Krisis Kuba memprioritaskan pada bahaya salah tafsir
dalam konfrontasi politik. Ini juga berkonsentrasi dalam pengambilan keputusan utama
tentang masalah pengujian nuklir. Ada beberapa kesepakatan yang dibuat untuk
mencegah krisis, yaitu:
Perjanjian Hot-Line (Juni 1963 ): perjanjian pertama yang dibuat antara AS dan
Soviet (Adikuasa). Ini adalah saluran komunikasi yang aman dan instan antara para
pemimpin kedua negara.Hotline adalah mencegah negara adikuasa agar tidak untuk
ikut campur atau mendukung masalah dari setiap sekutu. Tapi itu bukan perjanjian
yang aman dan langgeng 13 .
Partial Ben Treaty (Agustus 1963) : perjanjian ini adalah tentang larangan
pengujian nuklir di atmosfer, tetapi diperbolehkan di ruang bawah tanah. Juga
disebutkan dalam perjanjian yang diizinkan dalam pengujian nuklir setelah
pemberitahuan tiga bulan 14 .
NPT (Non-Proliferasi senjata Nuklir): adalah untuk mencegah penyebaran
senjata nuklir dan teknologi senjata, untuk mempromosikan kerjasama dalam
penggunaan damai energi nuklir dan untuk lebih lanjut tujuan mencapai perlucutan
senjata nuklir dan perlucutan senjata umum dan lengkap. Perjanjian tersebut
merupakan satu-satunya komitmen yang mengikat dalam perjanjian multilateral
15
dengan tujuan pelucutan senjata oleh Negara-negara pemilik senjata nuklir . Ini
adalah puncak dari perluasan perjanjian nuklir. Tetapi Cina dan Prancis menolak
12
Ibid
13
Ibid
14
Ibid
15
Acces from http://www.un.org/disarmament/WMD/Nuclear/NPT.shtml acced in November 2018
untuk menandatangani, sementara beberapa negara lain menolak komitmen untuk
melucuti senjata nuklir mereka 16 .
SALT (Strategic Arms Limitations Talks) I: ditandatangani pada Mei 1972 oleh
AS dan Soviet. Hal ini setuju tentang pembatasan pada penyebaran rudal anti-balistik,
perjanjian sementara pada rudal strategis ofensif dan protokol yang berhubungan
dengan rudal yang diluncurkan oleh kapal selam. Tujuan dari perjanjian ini adalah
untuk mencegah perlombaan pengembangan senjata17 .
Perjanjian Vladivistok: perjanjian antara Soviet dan Amerika Serikat. Soviet setuju
untuk mengurangi 2400 rudal MIRved menjadi 2250, dari 1320 rudal MIRVed
menjadi 1.200 rudal balistik MIRVed saja 18 .
SALT II (1979): di sini adalah upaya AS dan Soviet untuk sama-sama melarang
program rudal baru. Ini adalah perjanjian untuk membatasi peluncur strategis yang
membantu Amerika Serikat untuk mencegah Soviet mempersenjatai ICBM generasi
ketiga mereka dari SS-17, SS-19 dan SS-18 dengan lebih banyak reentry Multiple
Independently Vehicles targeted (MIRVs). Meskipun SALT II menghasilkan
kesepakatan pada tahun 1979, tetapi Amerika Serikat memilih untuk tidak
meratifikasi perjanjian tersebut sebagai tanggapan atas invasi Soviet ke Afghanistan,
yang terjadi kemudian pada tahun itu. Amerika merasa Soviet telah merusak
kesepakatan dengan invasi Afghanistan. Amerika Serikat akhirnya menarik diri dari
SALT II pada tahun 1986 19 .
16
John Baylis on the journal of Arms Control and Disarmament. 2009
17
The bulletin of the Atomic Scientist by William D. Jackson on Policy assessement at the crossroads: the
Soviets and SALT. 1979. Pg. 11
18
Ibid pg. 12
19
The bulletin of the Atomic Scientist by William D. Jackson on Policy assessement at the crossroads: the
Soviets and SALT. 1979. Pg. 12
Forces treaty) untuk membendung jangkauan nuklir dengan kisaran antara 500 dan
2500 kilometer.
Berakhirnya perang dingin, ada kesepakatan antara AS dan Soviet untuk
mengurangi perjanjian persenjataan nuklirnya, melalui beberapa di antaranya STAR
I, CFE, STAR II, Konvensi Senjata Kimia, Perpanjangan Tak Terbatas dari NPT,
Larangan Uji Komprehensif Perjanjian, dan konferensi review NPT. STAR I adalah
kesepakatan antara kedua kekuatan super yang setuju untuk mengurangi arsenal
nuklir mereka menjadi 1.600 kendaraan pengiriman strategis dan 600 hulu
ledak. Kemudian lebih ditingkatkan BINTANG II pengurangan senjata melalui dua
fase. Fase pertama dari STAR I dengan perpanjangan tujuh tahun, sedangkan fase
kedua terbatas kedua belah pihak hingga antara 3000 dan 3500 hulu ledak sebelum
januari 2003.
Studi kasus kali ini mengambil contoh dari sebuah konvensi yang mengatur
mengenai topik disarmament.The Convention on Cluster Munitions (CCM) adalah
instrumen hukum yang berangkat dari isu kemanusiaan dimana konvensi tersebut
melarang semua penggunaan, produksi, transfer, dan penimbunancluster munitions.
Konvensi ini membentuk kerangka kerja dalam memastikan bantuan bagi para
survivors dan anggota komunitasnya, pembersihan area yang sudah terkontaminasi,
edukasi untuk mengurangi resiko dan penghancuran stok cluster munitions. Dengan
meratifikasi dan menyepakati The Convention on Cluster Munitions (CCM), negara
– negara partisipan berkomitmen untuk tidak pernah menggunakan, memproduksi,
menimbun atau memindahkan cluster munitions. Lebih lanjutnya, negara-ngeara
partisipanakan menghancurkan persediaan yang ada dinegaranya dalam delapan
tahun; membersihkan lahan terkontaminasi dalam sepuluh tahun; melakukan
tindakan transparansi; serta mempromosikan kepatuhan nasional dari negara mereka
terhadap CCM.20
Cluster munitionsatau yang bisa disebut bom tandan adalah salah satu dari
jenis senjata yang didesain agar kekuatan ledakannya dapat mencangkup wilayah
yang luas, dimana sebuah bom tandan dapat menampung banyak amunisi berupa
bom – bom kecil yang akan lepas ketika bom tandan dijatuhkan dari
20
Anonymous. The Convention on Cluster Munitions. Diakses dari http://www.clusterconvention.org/ .
diakses pada tanggal 27 november 2018
pesawat.21Cluster munitions dianggap tidak layak karena dua alasan yakni pertama,
bom tersebut memiliki dampak pada area yang luas dan tidak dapat membedakan
antara warga sipil dan kombatan. Kedua, penggunaan cluster
munitionsmeninggalkan sisa-sisa yang berbahaya. Walaupun tidak meledak, sisa-
sisa dari bom ini dapat melukai bahkan membunuh warga yang terkena, ledakan
yang terjadi dapat menghambat perkembangan sosial dan ekonomi, serta akibat lain
yang berkepanjangan karena penggunaan bom tersebut.
21
Anonymous.2016.Menuju Universalisasi Convention on Cluster Munitions. Diakses dari
http://hi.fisipol.ugm.ac.id/berita/menuju-universalisasi-convention-on-cluster-munitions/ . diakses pada 27
november 2018.
contoh dari suatu negara akan diikuti) atau secara timbal balik.22Definisi ini sesuai
dengan tujuan dibentuknya CCM, dimana dengan dibentuknya CCM diharapkan
bahwa negara-negara dapat menghilangkan senjata dinegara mereka.
22
Anonymous.2018.Arms Control, disarmament, and non-proliferation in NATO. Diakses dari
https://www.nato.int/cps/ra/natohq/topics_48895.htm# . diakses pada 21 November 2018.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Arms Control merupakan salah satu cara untuk meredam sebuah konflik dan dapat
menciptakan keamanan internasional melalui pembatasan maupun pengurangan senjata
tertentu baik dalam hal produksi senjata, distribusi dan penggunaannya. Diperlukan sebuah
kerjasama antar negara baik dalam bentuk bilateral maupun multilateral agar dapat
mewujudkan Arms Control. Selain Arms Control, keamanan internasional juga dapat
diciptakan melalui adanya Disarmament, yaitu peniadaan kapasitas tempur melalui
pelucutan senjata jenis tertentu. Dengan melihat kembali sejarah maka dapat dijelaskan
awal mula dan hubungan antara Arms Control dan Disarmament yang dibagi menjadi 4
fase yang memiliki ciri khas pada tiap fase. Contoh dari penerapan Arms Control dan
Disarmament ini adalah CCM (The Convention on Cluster Munitions) yang merupakan
instrumen hukum dan berawal dari isu kemanusiaan yang melarang penggunaan dari bom
cluster yang dapat membahayakan masyarakat sipil karena jangkauan dari pecahan bom
yang dapat menyebar. CCM sendiri mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2010 dan hingga
kini memiliki 120 anggota yang 104 dari anggota tersebut telah meratifikasi konvensi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, Lewis A., dan Sharon A Squassoni. 1993. Arms Control : What Next. Boulder.
Colombia : Westview Press. Diakses pada 22 November 2018.
Sheehan, Michael. 1988. Arms Control : Theory and Practice. Oxford: Blackwel. Diakses pada
22 November 2018.
The bulletin of the Atomic Scientist by William D. Jackson on Policy assessement at the
crossroads: the Soviets and SALT
John Baylis, “Arms Control and Disarmament,” in John Baylis, James Wirtz, Eliot Cohen and
Colin S. Gray, (2009), Strategy in the Contemporary World: An Introduction to Strategic
Studies
Mark Knight. Journal of Peace Research. Guns, Camps and Cash: Disarmament,
Demobilization andReinsertion of Former Combatants in Transitions from War to Peace.
Diakses
https://www.researchgate.net/profile/Alpaslan_Ozerdem/publication/265221444_Disarmam
ent_and_demobilisation_of_former_combatants_during_the_war-to-
peace_transition_guns_camps_and_cash%27/links/59007a07a6fdcc8ed50e7ad0/Disarmam
ent-and-demobilisation-of-former-combatants-during-the-war-to-peace-transition-guns-
camps-and-cash.pdf pada 27 September2018