Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ARMS CONTROL AND DISARMAMENT :

CONVENTION ON CLUSTER MUNITIONS

DOSEN PENGAMPU : MELY NOVIRYANI, MA.

Disusun oleh :

Andreas Rawung (175120401111013)


Metta Anastashya A. (175120400111016)
Kevin Ramadhani D (165120407111058)
Devi Romadhoni (175120407111044)
Jasmine Kala A. (175120407111012)
Heidy Christina (175120407111006)
Bryan Reynaldi P.

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Dalam dunia ini, tiap negara ikut serta dalam dunia perpolitikan demi
mencapai tujuan atau kepentingan dari negaranya, seperti kepentingan ekonomi dan
keamanan.Salah satu dari kepentingan tiap negara adalah keamanan dimana tiap
negara turut serta dalam menjaga keamanan dunia.

Pentingnya menjaga keamanan dunia ini dibutuhkan suatu sistem untuk


mengatur dalam penggunaan senjata yang dapat digunakan untuk mengancam
keamanan dunia, terutama senjata pemusnah massal, seperti nuklir. Sistem untuk
mengatur penggunaan senjata ini disebut Arms Control yang terbentuk karena
adanya arms race yang pernah terjadi dalam sejarah dunia. Arms control adalah
suatu sistem yang digunakan untuk membatasi pengembangan, produksi,
penumpukan, proliferasi hingga adanya penggunaan dari suatu senjata, terutama
senjata pemusnah masal.1

Terbentuknya Arms control atas perjanjian antar negara yang bertujuan


untuk menciptakan perdamaian internasional melalui proses disarmament, termasuk
mengurangi kuantitas sirkulasi senjata.2Arms control muncul pasca peristiwa arms
race antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa perang dingin. Adanya
ketegangan kedua negara ini pada masa perang dingin mendorong Amerika Serikat
dan Uni Soviet melakukan peningkatan perlindungan diri negaranya melalui
proliferasi nuklir sebagai bentuk dari detterance. Sehingga, Nuclear Detterance ini
yang menyebabkan terbetuknya arms control.

1
Dunn, Lewis A., dan Sharon A Squassoni. 1993. Arms Control : What Next. Boulder. Colombia : Westview
Press. Diakses pada 22 November 2018.
2
Sheehan, Michael. 1988. Arms Control : Theory and Practice. Oxford: Blackwel. Diakses pada 22 November
2018.
“Arms Control is pften used as a means to avoid an arms race- a competitive
buildup of weapons between two or more powers.” 3

Akan tetapi, dalam kenyataannya bahwa, arms control justru bertindak


sebaliknya dimana memungkinkan adanya peningkatan jumlah dari penumpukan
senjata oleh salah satu pihak atau negara yang berwenang dalam menjaga
perdamaian dunia melalui kekuatan militer yang dimiliki.
Pada tahun 1962, tepatnya pasca peristiwa Krisis Kuba, arms control mulai
diselenggarakan pertama kali melalui perjanjian Limited Test Ban Treaty (LTBT),
dimana perjanjian yang dibentuk antara AS, Inggris dan Uni Soviet yang
didalamnya terdapat larangan uji coba nuklir yang dapat menyebabkan ledakan di
atmosfer, bawah perairan, dan tanah. Namun perjanjian ini gagal dalam
mendapatkan signifikasi dan mencoba disempurnakan melalui Arms Control yang
bertajuk pada Treaty on the Non-Poliferation of Nuclear Weapons pada tahun 1968
yang meliputi seratus keanggotaan negara yang bertujuan untuk mencegah
penyebaran kepemilikan dan penggunaan nuklir. 4
Berdasarkan hal tersebut, Arms Control dapat memberikan keterbatasan
suatu negara atau mengikat tindakan suatu negara dalam penggunaan dan
kepemilikan senjata yang nantinya akan lebih dijelaskan di pembahasan dan studi
kasus.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu Arms Control and Disarmament?
2. Bagaimana sejarah perkembangan persenjataan teknologi dan militer?
3. Bagaimana keamanan internasional bisa dicapai melalui arms control and
disarmamament ?

3
Anup Shah. Vol 6. Arm Control : Global Issues. Diakses dalam : http://www.globalissues.org . Diakses pada
22 November 2018.
4
United States Department of State. 2013. Department Of State. Diakses dalam http://www.U.S. Diakses
pada 22 November 2018.
4. Bagaimana analisis studi kasus Arms Control and Disarmament dalam
Convention on Cluster Munition?

1.3.Tujuan dan Manfaat Penulisan


1. Mendeskripsikan Arms Control dan Disarmament
2. Mengidentifikasi dan menjelaskan Sejarah Perkembangan Persenjataan
Teknologi dan Militer
3. Mengidentifikasi dan menjelaskan mekanisme Arms Control and
Disarmament yang dilakukan untuk tujuan damai
4. Menganalisa studi kasus Convention on Cluster Munition dalam Arms
Control and Disarmament
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konseptual

Arms control adalah pembatasan maupun pengurangan pada kategori senjata


tertentu milik suatu negara, dalam hal produksi senjata, distribusi, maupun
penggunaannya. Arms Control merupakan cara untuk meredam konflik dan untuk
menciptakan keamanan internasional. Salah satu cara untuk mewujudkan Arms Control
adalah dengan menjalin kerjasama multilateral maupun bilateral yang baik antar negara
agar mengurangi potensi dunia internasional yang konfliktual dan militeristik. Selain
itu, Arms Control dapat diwujudkan melalui sebuah perjanjian dengan negara lain dan
pertimbangan kebijakan internal suatu negara. Berdasarkan definisi arms
controltersebut, tujuan utama arms control adalah untuk mengurangi jumlah produksi
senjata maupun mengurangi penggunaan senjata suatu negara tertentu. Dengan adanya
Arms Control beberapa negara mengharapkan cara ini dapat menciptakan stabilitas
keamanan internasional yang merujuk pada perdamaian dunia. Jadi dapat disimpulkan,
arms control adalah upaya yang dapat digunakan oleh suatu negara untuk membatasi
maupun mengurangi jumlah penggunaan senjata sehingga security dilemma terhadap
keamanan internasional dapat diminimalisir.

Disarmament adalah peniadaan kapasitas tempur, melalui perlucutan senjata


tertentu.The `United Nations Department of Peacekeeping Operations / DPKO 1999
mendefinisikan disarmament sebagai koleksi, kontrol, dan pembuangan senjata ringan
dan senjata yang tepat serta pengembangan militer yang bertanggung jawab di dalam
mengelola program-program manajemen dalam konteks pasca-konflik 5 . Sedangkan,
menurut Evans dan Newnham, disarmament memiliki arti sebagai proses dan tujuan.

5
Mark Knight. Journal of Peace Research. Guns, Camps and Cash: Disarmament, Demobilization
andReinsertion of Former Combatants in Transitions from War to Peace. Diakses pada 27 September 2018.
https://www.researchgate.net/profile/Alpaslan_Ozerdem/publication/265221444_Disarmament_and_dem
obilisation_of_former_combatants_during_the_war-to-
peace_transition_guns_camps_and_cash%27/links/59007a07a6fdcc8ed50e7ad0/Disarmament-and-
demobilisation-of-former-combatants-during-the-war-to-peace-transition-guns-camps-and-cash.pdf
Disarmament sebagai proses, artinya disarmament termasuk langkah-langkah
penghancuran sistem persenjataan tertentu. Sedangkan disarmament sebagai tujuan,
artinya disarmament untuk mewujudkan dunia tanpa senjata serta untuk mencegah
adanya upaya mempersenjatai dunia pada masa selanjutnya.6

2.2 Sejarah Perkembangan

Sejarah dapat membantu menjelaskan hubungan antara disarmament and


arm’s control. Terdapat empat fase yang mengkarakteristik dimulai dari masa 1900
sampat perang dunia kedua, dari 1945 sampai awal 1960, dari awal 1960 sampai
kepertengahan 1980, dan dari pertengahan 1980 sampai saat ini.

Fase Pertama (1900 - 1939)


Beberapa contoh pelucutan senjata yang diberlakukan pada fase ini adalah
pembentukan konferensi Den Haag pada tahun 1899 dan 1907, Perjanjian Versailles
(1919), The Washington Naval Treaty (1922), The Geneva Protocol (1925), Komisi
Persiapan untuk Perlucutan Senjata Dunia Conference (1925), The Kellogg-Briand
Pact (1928), The London Naval Agreement (1930), Konferensi Dunia tentang
Pengurangan dan Batasan persenjataan (1932), dan The Anglo-German Naval
7
Agreement (1935) . Dari beberapa upaya yang dapat menjadi contoh dengan
dampaknya yang signifikan untuk disoroti adalah konferensi Hague yang bertujuan
untuk membatasi tingkat persenjataan di antara kekuatan-kekuatan besar. 8 . Namun,
efektivitas upaya untuk mewujudkan keamanan bersama tidak berjalan optimal karena
para pemimpin Eropa memandang Konferensi Den Haag sebagai taktik Rusia untuk
mengurangi produksi persenjataan untuk mengurangi beban ekonomi Rusia. Karena
perlombaan senjata akan membutuhkan biaya dan beban yang sangat besar sebagai
konsekuensi dari keseimbangan daya yang diarahkan.

6
Tri CahyuUtomo, loc. cit.
7
John Baylis, “Arms Control and Disarmament,” in John Baylis, James Wirtz, Eliot Cohen and Colin S. Gray,
(2009), Strategy in the Contemporary World: An Introduction to Strategic Studies.p. 189

8
Ibid., p.186
Upaya lebih lanjut untuk membuat perlucutan senjata nyata terus ditingkatkan
sampai Perang Dunia Pertama. Keberadaan The Treaty of Versailles adalah upaya
untuk mencegah perkembangan senjata Jerman yang dapat lebih jauh memicu
agresivitas untuk menjadi penguasa Eropa. Kemudian dilanjutkan dengan Perjanjian
Washington Naval pada tahun 1922 antara Inggris, Amerika, dan Jepang. Ini mencapai
hasil yang lebih baik dan dapat dianggap sebagai upaya luar biasa untuk menerapkan
perlucutan senjata. Namun masih belum bisa mencegah Perang Dunia II. Inilah yang
dapat digunakan sebagai pembuka untuk kritik dari fungsi kontrol senjata. Yang
pertama adalah iklim internasional. Kondusifitas sistem internasional dapat
mendukung pembentukan negosiasi perjanjian yang dapat mengikat para pihak secara
maksimal tanpa paksaan apa pun untuk mencapai kepentingan bersama. Yang kedua
adalah bentuk pemerintahan dan kondisi domestik internal suatu negara. Negara non-
totaliter akan lebih bertanggung jawab dalam memenuhi perjanjian yang dibuat karena
melibatkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemerintah. Ini dapat
meningkatkan efektivitas potensial dari perjanjian. Yang ketiga, jenis sistem dalam
menanggapi pelaksanaan kontrol senjata. Sebagai contoh, demokrasi akan lebih cocok
menjadi premis untuk menerapkan kontrol senjata yang efektif.

Kedua (1945 - 1962)


Catatan sejarah tentang perlucutan senjata dan kontrol senjata pada periode
kedua masih terkandung dalam beberapa upaya untuk mengimplementasikan perjanjian
yang terkait dengan stabilitas dengan menyeimbangkan kekuatan senjata. Mereka
adalah US Baruch Plan (1946), The Open Skies Proposals (1955), The Rapacki Plan
(1957), Comprehensive General Disarmament Proposal (1959), The Antartika Treaty
(1959), dan The McCloy - Zorin Talks (1961) 9 .
Dengan jatuhnya Baruch Plan sebagai rencana terbaik untuk menghilangkan
nuklir, itu juga bukti bahwa perlucutan senjata tidak berhasil menjadi upaya untuk
membawa perdamaian. Itu terkait dengan pengaruh kuat dari kepentingan suatu negara
dan jumlah ketidakpercayaan yang rawan terjadi antara negara-negara bagian, serta

9
Ibid., p. 191
kondisi sistem internasional yang berlaku. Seperti diketahui bahwa dalam Rencana
Baruk diusulkan, sistem internasional dikondisikan oleh dominasi dua blok besar yang
berusaha memperkuat pengaruhnya. Negosiasi perlucutan senjata dapat dilakukan,
tetapi keberhasilannya masih sulit dicapai karena setiap negara yang terlibat masih
bertindak untuk mendapatkan keuntungan keamanan tanpa mendapatkan keuntungan
dari negara lawan.
Selain itu, kegagalan perlucutan senjata juga akan memicu perlombaan
senjata. Untuk menghadapi masalah keamanan spesifik, muncul langkah-langkah
parsial. Pada implementasi, proposal Open Skies yang diajukan oleh Eisenhower juga
merupakan upaya untuk mengembalikan ketidakpercayaan antara blok barat dan
timur. Kemudian, itu diikuti oleh perjanjian Jenewa menegosiasikan larangan uji coba
nuklir, zona bebas atom, dan pengurangan kekuatan dari daerah-daerah kritis seperti
10
Eropa Tengah. . Bentuk-bentuk reduksi kekuasaan justru memperkuat peran
perlucutan senjata setelah beberapa yang tidak optimal. Bahkan pemikiran baru secara
teknis dicirikan oleh munculnya teori pengendalian senjata pada tahun 1950.
Perlucutan senjata kontrol dipandang sebagai lingkup yang lebih komprehensif.Dengan
demikian stabilitas internasional diharapkan tercipta oleh manajemen senjata itu
sendiri. Mereka yang dikategorikan sebagai kontrol senjata didasarkan pada
kepentingan bersama dari kerjasama militer yang bertujuan untuk mengurangi potensi
perang dan mencegahnya menjadi kekerasan ketika perang sudah terjadi, adalah timbal
balik untuk mencapai kepentingan bersama dan kerjasama dengan musuh potensial. 11 .
Kontrol senjata juga merupakan pembatasan senjata yang cenderung mengarah
pada strategi pencegahan dan bukan penghapusan. Selain itu, pencegahan itu sendiri
lebih potensial untuk mencapai stabilitas. Meskipun demikian, upaya perlucutan
senjata di periode kedua sejarah masih muncul dengan membentuk Perlucutan Senjata
Komprehensif Umum dan McCloy - Zorin Talks meskipun agenda ini tidak
terpengaruh secara signifikan pada realisasi agenda perlucutan senjata total.

10
Ibid., p. 190
11
John Baylis on the journal of Arms Control and Disarmament. 2009
Tahap Tiga (1962-1985)
Karena kondisi negara-negara adikuasa pada saat itu berada dalam ketegangan
yang tinggi, mereka menyadari pentingnya kepentingan bersama untuk manajemen
krisis dengan keberadaan senjata nukli. Lalu mereka menyepakati untuk mengurangi
ketegangn antar mereka dan mulai melakukan kerjasama terhadap negara – negara
kecil.
Pada tahun 1962, krisis rudal Kuba memberi lebih banyak dukungan pada
proyek pengendalian senjata 12. Krisis Kuba memprioritaskan pada bahaya salah tafsir
dalam konfrontasi politik. Ini juga berkonsentrasi dalam pengambilan keputusan utama
tentang masalah pengujian nuklir. Ada beberapa kesepakatan yang dibuat untuk
mencegah krisis, yaitu:
 Perjanjian Hot-Line (Juni 1963 ): perjanjian pertama yang dibuat antara AS dan
Soviet (Adikuasa). Ini adalah saluran komunikasi yang aman dan instan antara para
pemimpin kedua negara.Hotline adalah mencegah negara adikuasa agar tidak untuk
ikut campur atau mendukung masalah dari setiap sekutu. Tapi itu bukan perjanjian
yang aman dan langgeng 13 .

 Partial Ben Treaty (Agustus 1963) : perjanjian ini adalah tentang larangan
pengujian nuklir di atmosfer, tetapi diperbolehkan di ruang bawah tanah. Juga
disebutkan dalam perjanjian yang diizinkan dalam pengujian nuklir setelah
pemberitahuan tiga bulan 14 .
 NPT (Non-Proliferasi senjata Nuklir): adalah untuk mencegah penyebaran
senjata nuklir dan teknologi senjata, untuk mempromosikan kerjasama dalam
penggunaan damai energi nuklir dan untuk lebih lanjut tujuan mencapai perlucutan
senjata nuklir dan perlucutan senjata umum dan lengkap. Perjanjian tersebut
merupakan satu-satunya komitmen yang mengikat dalam perjanjian multilateral
15
dengan tujuan pelucutan senjata oleh Negara-negara pemilik senjata nuklir . Ini
adalah puncak dari perluasan perjanjian nuklir. Tetapi Cina dan Prancis menolak

12
Ibid
13
Ibid
14
Ibid

15
Acces from http://www.un.org/disarmament/WMD/Nuclear/NPT.shtml acced in November 2018
untuk menandatangani, sementara beberapa negara lain menolak komitmen untuk
melucuti senjata nuklir mereka 16 .
 SALT (Strategic Arms Limitations Talks) I: ditandatangani pada Mei 1972 oleh
AS dan Soviet. Hal ini setuju tentang pembatasan pada penyebaran rudal anti-balistik,
perjanjian sementara pada rudal strategis ofensif dan protokol yang berhubungan
dengan rudal yang diluncurkan oleh kapal selam. Tujuan dari perjanjian ini adalah
untuk mencegah perlombaan pengembangan senjata17 .
 Perjanjian Vladivistok: perjanjian antara Soviet dan Amerika Serikat. Soviet setuju
untuk mengurangi 2400 rudal MIRved menjadi 2250, dari 1320 rudal MIRVed
menjadi 1.200 rudal balistik MIRVed saja 18 .
 SALT II (1979): di sini adalah upaya AS dan Soviet untuk sama-sama melarang
program rudal baru. Ini adalah perjanjian untuk membatasi peluncur strategis yang
membantu Amerika Serikat untuk mencegah Soviet mempersenjatai ICBM generasi
ketiga mereka dari SS-17, SS-19 dan SS-18 dengan lebih banyak reentry Multiple
Independently Vehicles targeted (MIRVs). Meskipun SALT II menghasilkan
kesepakatan pada tahun 1979, tetapi Amerika Serikat memilih untuk tidak
meratifikasi perjanjian tersebut sebagai tanggapan atas invasi Soviet ke Afghanistan,
yang terjadi kemudian pada tahun itu. Amerika merasa Soviet telah merusak
kesepakatan dengan invasi Afghanistan. Amerika Serikat akhirnya menarik diri dari
SALT II pada tahun 1986 19 .

Tahap Empat (1985 hingga sekarang)


Pada fase ini, adalah masa yang lebih produktif untuk kontrol senjata dan
perlucutan senjata. Selama perang dingin, sulit membayangkan bagaimana Perang
Dingin akan berakhir jika setiap negara adalah kekuatan super yang agresif untuk
mengembangkan nuklir. Kemudian membentuk INF (Intermediate-range Nuclear

16
John Baylis on the journal of Arms Control and Disarmament. 2009
17
The bulletin of the Atomic Scientist by William D. Jackson on Policy assessement at the crossroads: the
Soviets and SALT. 1979. Pg. 11
18
Ibid pg. 12

19
The bulletin of the Atomic Scientist by William D. Jackson on Policy assessement at the crossroads: the
Soviets and SALT. 1979. Pg. 12
Forces treaty) untuk membendung jangkauan nuklir dengan kisaran antara 500 dan
2500 kilometer.
Berakhirnya perang dingin, ada kesepakatan antara AS dan Soviet untuk
mengurangi perjanjian persenjataan nuklirnya, melalui beberapa di antaranya STAR
I, CFE, STAR II, Konvensi Senjata Kimia, Perpanjangan Tak Terbatas dari NPT,
Larangan Uji Komprehensif Perjanjian, dan konferensi review NPT. STAR I adalah
kesepakatan antara kedua kekuatan super yang setuju untuk mengurangi arsenal
nuklir mereka menjadi 1.600 kendaraan pengiriman strategis dan 600 hulu
ledak. Kemudian lebih ditingkatkan BINTANG II pengurangan senjata melalui dua
fase. Fase pertama dari STAR I dengan perpanjangan tujuh tahun, sedangkan fase
kedua terbatas kedua belah pihak hingga antara 3000 dan 3500 hulu ledak sebelum
januari 2003.

2.3 Tercapainya keamanan Internasional


Tujuan dasar dari adanya arms control and disarmament mungkin memang bisa
menciptakan perdamaian dunia. Namun eksekusinya akan sulit diterapkan mengingat
ada banyak negara yang berlomba-lomba memperkuat kekuatan persenjataannya yang
dianggap bisa menjaga stabilitas keamanannya dan tanpa sadar memancing negara lain
untuk meningkatkan kekuatannya pula. dan dengan saling berlombanya negara-negara
untuk meningkatkan power maka itu akan meningkatkan produksi senjata. Maka dari
itu untuk menciptakan perdamaian dan keamanan yang sifatnya absolute maka arms
control ini sangat perlu ditegaskan karena bisa menjadi jalan terciptanya keamanan
internasional.

Proses pembatasan serta melarang dalam melakukan produksi senjata kimia


sebagai langkah untuk menghindari sebuah masalah. Pembatasan dalam perlucutan
senjata kimia sebagai tindakan aktif dari berbagai negara mengingat adanya faktor
interdependensi dalam menjaga keamanan global, sebagai tugas dan tanggung jawab
bersama dari negara-negara untuk menciptakan dunia yang bebas dari konflik.
Sehingga proses interaksi dari berbagai negara dapat berjalan dengan baik tanpa ada
hambatan dari berbagai bidang khususnya keamanan global.

Dengan terlaksananya arms control ataupun disarmament yang dianggap


negara perlu untuk dilakukan secara maksimal, maka akan bisa menjadi mekanisme
negara untuh menghindari security dilemma. Negara akan merasa aman karena
produksi senjata negara dibatasi atau secara utuh dihilangkan dengan harapan tidak
akanada pelombaan untuk saling memperbesar kekuatan militernya.

2.4 Analisis studi kasus Convention on Cluster Munition

Studi kasus kali ini mengambil contoh dari sebuah konvensi yang mengatur
mengenai topik disarmament.The Convention on Cluster Munitions (CCM) adalah
instrumen hukum yang berangkat dari isu kemanusiaan dimana konvensi tersebut
melarang semua penggunaan, produksi, transfer, dan penimbunancluster munitions.
Konvensi ini membentuk kerangka kerja dalam memastikan bantuan bagi para
survivors dan anggota komunitasnya, pembersihan area yang sudah terkontaminasi,
edukasi untuk mengurangi resiko dan penghancuran stok cluster munitions. Dengan
meratifikasi dan menyepakati The Convention on Cluster Munitions (CCM), negara
– negara partisipan berkomitmen untuk tidak pernah menggunakan, memproduksi,
menimbun atau memindahkan cluster munitions. Lebih lanjutnya, negara-ngeara
partisipanakan menghancurkan persediaan yang ada dinegaranya dalam delapan
tahun; membersihkan lahan terkontaminasi dalam sepuluh tahun; melakukan
tindakan transparansi; serta mempromosikan kepatuhan nasional dari negara mereka
terhadap CCM.20

Cluster munitionsatau yang bisa disebut bom tandan adalah salah satu dari
jenis senjata yang didesain agar kekuatan ledakannya dapat mencangkup wilayah
yang luas, dimana sebuah bom tandan dapat menampung banyak amunisi berupa
bom – bom kecil yang akan lepas ketika bom tandan dijatuhkan dari

20
Anonymous. The Convention on Cluster Munitions. Diakses dari http://www.clusterconvention.org/ .
diakses pada tanggal 27 november 2018
pesawat.21Cluster munitions dianggap tidak layak karena dua alasan yakni pertama,
bom tersebut memiliki dampak pada area yang luas dan tidak dapat membedakan
antara warga sipil dan kombatan. Kedua, penggunaan cluster
munitionsmeninggalkan sisa-sisa yang berbahaya. Walaupun tidak meledak, sisa-
sisa dari bom ini dapat melukai bahkan membunuh warga yang terkena, ledakan
yang terjadi dapat menghambat perkembangan sosial dan ekonomi, serta akibat lain
yang berkepanjangan karena penggunaan bom tersebut.

CCM diadopsi pada 30 Mei 2008 di Dublin, Irlandia, dan ditandatangani


pada 3-4 Desember 2008 di Oslo, Norwegia. CCM mulai berlaku pada tanggal 1
Agustus 2010. Hingga saat ini 120 negara telah berkomitmen pada tujuan dari
Konvensi ini, di antaranya 104 telah menjadi Negara yang berpihak penuh
(meratifikasi) dan 16 baru menandatangani. Sesuai dengan Pasal 7 Konvensi
tentang cluster munitions, negara-negara partisipan memiliki kewajiban untuk
melaporkan status implementasi perjanjian mereka melalui laporan transparansi
awal dan laporan tahunan sesudahnya.Contoh negara yang baru menandatangani
dan belum meratifikasi konvensi ini adalah Indonesia, alasan Indonesia untuk ikut
menandatangani konvensi ini namun belum meratifikasi karena Indonesia masih
memiliki cadangan Cluster Munitions meskipun Cluster Munitions tersebut tidak
lagi memiliki nilai guna. Pemerintah Indonesia akan memulai proses ratifikasi
ketika Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI memperoleh amunisi
pengganti bom tandan.

The Convention on Cluster Munitions (CCM) termasuk contoh dari


disarmament karena menurut NATO definisi disarmament mengacu pada tindakan
menghilangkan atau menghapus senjata terutama untuk senjata ofensif atau senjata
yang digunakan untuk menyerang baik secara sepihak (dengan harapan bahwa satu

21
Anonymous.2016.Menuju Universalisasi Convention on Cluster Munitions. Diakses dari
http://hi.fisipol.ugm.ac.id/berita/menuju-universalisasi-convention-on-cluster-munitions/ . diakses pada 27
november 2018.
contoh dari suatu negara akan diikuti) atau secara timbal balik.22Definisi ini sesuai
dengan tujuan dibentuknya CCM, dimana dengan dibentuknya CCM diharapkan
bahwa negara-negara dapat menghilangkan senjata dinegara mereka.

Tindakan yang dilakukan oleh negara – negara yang meratifikasi CCM


dilihat dari perspektif konstruktivis merupakan tindakan yang muncul akan
kesadaran dan pemikiran yang sama terhadap cluster munition karena dampak yang
dihasilkan. Dilihat dari perspektif liberal tindakan yang dilakukan oleh negara -
negara tersebut merupakan usaha agar menghindari adanya konflik terutama konflik
yang menggunakan cluster munition. Tindakan yang dilakukan negara Indonesia
dilihat dari perspektif realis adalah tindakan untuk mempertahakan keamanan dan
kedaulatan Indonesia dengan masih disimpannya cluster munition sebagai bentuk
bertahan karena Indonesia masih belum menemukan senjata lain pengganti cluster
munition .

22
Anonymous.2018.Arms Control, disarmament, and non-proliferation in NATO. Diakses dari
https://www.nato.int/cps/ra/natohq/topics_48895.htm# . diakses pada 21 November 2018.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Arms Control merupakan salah satu cara untuk meredam sebuah konflik dan dapat
menciptakan keamanan internasional melalui pembatasan maupun pengurangan senjata
tertentu baik dalam hal produksi senjata, distribusi dan penggunaannya. Diperlukan sebuah
kerjasama antar negara baik dalam bentuk bilateral maupun multilateral agar dapat
mewujudkan Arms Control. Selain Arms Control, keamanan internasional juga dapat
diciptakan melalui adanya Disarmament, yaitu peniadaan kapasitas tempur melalui
pelucutan senjata jenis tertentu. Dengan melihat kembali sejarah maka dapat dijelaskan
awal mula dan hubungan antara Arms Control dan Disarmament yang dibagi menjadi 4
fase yang memiliki ciri khas pada tiap fase. Contoh dari penerapan Arms Control dan
Disarmament ini adalah CCM (The Convention on Cluster Munitions) yang merupakan
instrumen hukum dan berawal dari isu kemanusiaan yang melarang penggunaan dari bom
cluster yang dapat membahayakan masyarakat sipil karena jangkauan dari pecahan bom
yang dapat menyebar. CCM sendiri mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2010 dan hingga
kini memiliki 120 anggota yang 104 dari anggota tersebut telah meratifikasi konvensi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Dunn, Lewis A., dan Sharon A Squassoni. 1993. Arms Control : What Next. Boulder.
Colombia : Westview Press. Diakses pada 22 November 2018.
Sheehan, Michael. 1988. Arms Control : Theory and Practice. Oxford: Blackwel. Diakses pada
22 November 2018.
The bulletin of the Atomic Scientist by William D. Jackson on Policy assessement at the
crossroads: the Soviets and SALT

John Baylis, “Arms Control and Disarmament,” in John Baylis, James Wirtz, Eliot Cohen and
Colin S. Gray, (2009), Strategy in the Contemporary World: An Introduction to Strategic
Studies

Mark Knight. Journal of Peace Research. Guns, Camps and Cash: Disarmament,
Demobilization andReinsertion of Former Combatants in Transitions from War to Peace.
Diakses
https://www.researchgate.net/profile/Alpaslan_Ozerdem/publication/265221444_Disarmam
ent_and_demobilisation_of_former_combatants_during_the_war-to-
peace_transition_guns_camps_and_cash%27/links/59007a07a6fdcc8ed50e7ad0/Disarmam
ent-and-demobilisation-of-former-combatants-during-the-war-to-peace-transition-guns-
camps-and-cash.pdf pada 27 September2018

Anup Shah.Vol 6.Arm Control : Global Issues. Diakses dalam :http://www.globalissues.org .


Diakses pada 22 November 2018

Acces from http://www.un.org/disarmament/WMD/Nuclear/NPT.shtml acced in November


2018

Anonymous. The Convention on Cluster Munitions. Diakses dari


http://www.clusterconvention.org/ . diakses pada tanggal 27 november 2018
Anonymous.2016.Menuju Universalisasi Convention on Cluster Munitions. Diakses dari
http://hi.fisipol.ugm.ac.id/berita/menuju-universalisasi-convention-on-cluster-munitions/ .
diakses pada 27 november 2018.

Anonymous.2018.Arms Control, disarmament, and non-proliferation in NATO. Diakses dari


https://www.nato.int/cps/ra/natohq/topics_48895.htm#. diakses pada 21 November 2018.

Anda mungkin juga menyukai