Anda di halaman 1dari 8

i

Pelanggaran Penggunaan alat perang dan aturan IHL


dalam konflik Russia Ukraina:perspektif Humaniter

Disusun Oleh
Kelompok 2

Anggota :
Nur Jayanti (1902046052)
Amelia Hania S (1902046061)
Wafiq Halidsyam (1902046070)
Muhammad Ozha Putra H (19020480)
Mega Amalia D.W.P (1902046089)

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022

i
1

1.Pendahuluan
Keberadaan hukum humaniter internasional atau hukum merupakan ketentuan
yang esensial bagi anggota militer untuk dipatuhi pada saat konflik bersenjata (armed
conflict) atau perang (war) guna mengatur “perilaku militer” terhadap musuh, milisi
atau rakyat yang tidak ikut berperang.

Pada awalnya, hukum humaniter memang dikenal dengan nama hukum


perang, yaitu hukum berisikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam peperangan
menyangkut dengan kemanusiaan dari perbuatan pembunuhan, kekerasan, pelecehan
dan sebagainya dengan menggunakan senjata api. Meski perang diatur, namun akibat
yang ditimbulkan perang masih sangat besar. Hal ini dirasakan oleh negara negara
yang tengah berkonflik dalam hal ini Russia dan Ukraina.
Invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022 dengan serangan dari
darat, laut dan udara dalam serangan militer terbesar oleh satu negara Eropa di negara
lain sejak Perang Dunia Kedua (Reuters, 2022). Pada tujuh tahun terakhir ini keadaan
di Ukraina berbalik dimana mayoritas iklim politik dan masyarakat lebih cenderung
memihak ke barat, dan berpaling dari Rusia. Ukraina kemudian menjalin hubungan
yang erat dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO), bahkan bermaksud
untuk bergabung menjadi bagian organisasi tersebut.
Akibatnya, hal ini menyebabkan hubungan yang sudah terjadi antara Rusia
dan Ukraina semakin memanas. Sebab, seperti yang diketahui bahwa Rusia sendiri
tidak selaras kubu dengan NATO. Keadaan tersebut menyebabkan Vladimir Putin,
presiden Rusia kemudian memerintahkan invasi terhadap Ukraina. Invasi yang telah
terjadi selama lebih dari satu bulan ini menyebabkan krisis kemanusiaan terbesar di
Eropa pasca Perang Dunia II. Merenggut banyak korban, jutaan mata pencaharian
hilang karena pengungsian, kehilangan rumah, hingga kehilangan pendapatan menjadi
konsekuensi atas perang yang terjadi.

2.Pembahasan
Sumber utama dari hukum humaniter adalah law making treaties (konvensi)
dan customs (kebiasaan). Penerapan hukum humaniter berkaitan dengan law making
treaties yang utama sebagai hasil konvensi dapat disebutkan seperti Konvensi Den
Haag tahun 1907 yaitu lanjutan dari Konferensi Perdamaian I tahun 1989 di Den
Haag yang menghasilkan tiga bentuk konvensi yaitu:
2

I. Tentang penyelesaian damai persengketaan internasional


II. Tentang hukum dan kebiasaan perang di darat
III. Tentang adaptasi asas-asas Konvensi Jenewa 22 Agustus 1864 tentang
perang di laut

Deklarasi yang dicapai berupa melarang penggunaan peluru dum-dum, yaitu


peluru yang bungkusnya tidak sempurna menutup bagian dalam sehingga dapat
membesar dan pecah dalam tubuh manusia. Setelah itu, dilarang menggunakan
peluncur proyektil dan bahan peledak dari balon selama jangka waktu lima tahun pada
tahun 1905. Dan melarang penggunaan proyektil terhadap pihak musuh dalam perang
yang menyebabkan korban rnengalami tersiksa oleh gas dan racun. (Sulistia, 2021)
Pada Konferensi Perdamaian II menghasilkan sebanyak 13 kali konvensi
berhubungan terhadap urusan berbagai bentuk perjanjian,sengketa, sarana dan
prasarana yang digunakan dalam peperangan, dan mahkamah militer, yaitu:
1) Konvensi I tentang penyelesaian damai persengketaan intemasional
2) Konvensi II tentang pembatasan kekerasan senjata dalam menuntut
pembayaran hutang yang berasal dari penjanjian perdata
3) Konvensi III tentang tata cara memulai perang
4) Konvensi IV tentang hukum dan kebiasaan perang di darat
5) Konvensi V tentang hak dan kewajiban dari negara dan warga negara
netral daiam peperangan di darat
6) Konvensi VI tentang status kapal dagang musuh pada saat permulaan
peperangan
7) Konvensi VII tentang status kapal dagang yang menjadi kapal perang
8) Konvensi VIII tentang penenipatan ranjau-ranjau yang otomatis di
dalam laut
9) Konvensi IX tentang pemboman oleh angkatan laut di waktu perang
10) Konvensi X tentang adaptasi asas Konvensi Jenewa tentang perang di
laut
11) Konvensi XI tentang pembatasan tertentu atas penggunaan hak-hak
penangkapan oleh rniliter dalam perang di laut;
12) Konvensi XII tentang mahkamah barang-barang sitaan
3

13) Konvensi XIII tentang hak dan kewajiban negara netral dalam perang
di laut.

Senjata Perjanjian

Proyektil eksplosif dengan berat kurang Deklarasi Saint Petersburg (1868)


dari 400 gram
Peluru yang mengembang atau merata di Deklarasi Den Haag (1899)
tubuh manusia
Racun dan senjata beracun Peraturan Den Haag (1907)
Senjata kimia Protokol Jenewa (1925)
Konvensi larangan senjata kimia (1993)
Senjata biologis Protokol Jenewa (1925)
Konvensi tentang larangan senjata
biologis (1972)
Senjata yang melukai oleh pecahan dalam Protokol I (1980) pada Konvensi Senjata
tubuh manusia, lolos dari deteksi oleh Konvensional Tertentu
sinar-X
Senjata pembakar Protokol III (1980) pada Konvensi
Senjata Konvensional Tertentu
Senjata laser yang menyilaukan Protokol IV (1995) pada Konvensi
Senjata Konvensional Tertentu
Ranjau, jebakan, dan "perangkat lain" Protokol II, sebagaimana diamandemen
(1996), pada Konvensi Senjata
Konvensional Tertentu
Ranjau anti-personil Konvensi Larangan Ranjau Anti-Personil
(Perjanjian Ottawa) (1997)
Sisa-sisa Perang yang meledak Protokol V (2003) tentang Konvensi
Senjata Konvensional Tertentu
Categories of Most Restricted Prohibited Weapon in IHL
1.Senjata Bakteriologis (atau Biologis)
4

Senjata bakteriologis (biasa disebut senjata biologis) adalah senjata yang


bertujuan menyebarkan penyakit yang mengancam kesehatan manusia, hewan, dan
tumbuhan. Hukum humaniter internasional kebiasaan melarang penggunaan senjata
biologis baik dalam konflik bersenjata internasional maupun non-internasional
(Aturan 73 dari studi HHI adat). Selain itu, penggunaan, produksi, dan
penimbunannya dilarang oleh dua teks internasional utama:

Protokol Larangan Penggunaan Gas Asfiksia, Beracun, atau Gas Lainnya, dan
Metode Peperangan Bakteriologis, diadopsi di Jenewa pada 17 Juni 1925 konvensi ini
memiliki 137 Negara Peratifikasi pada Juni 2015. Konvensi Pelarangan
Pengembangan, Produksi, dan Penimbunan Senjata Bakteriologis (Biologis) dan
Racun dan Pemusnahannya, lebih dikenal sebagai Konvensi Senjata Biologis
(Biological Weapons Convention (BWC), dibuka untuk ditandatangani pada 10 April
1972, memiliki 172 Negara per Juni 2015. Fakta bahwa ini Konvensi yang relatif
baru, dan larangannya yang sangat luas, telah menjadikannya sebagai titik acuan
dalam hal pengaturan senjata biologis.1
2.Senjata kimia
Definisi paling jelas yang ditawarkan dalam Konvensi 1992 yang tercantum
kemudian menyebabkan kematian, ketidakmampuan sementara, atau kerusakan
permanen pada manusia atau hewan. Terutama, mereka termasuk amunisi dan
perangkat yang melepaskan bahan kimia beracun. Berbagai konvensi melarang
penggunaan, produksi, dan penimbunannya:

Deklarasi Den Haag yang melarang peluncuran proyektil, yang bertujuan


untuk menyebarkan gas yang menyebabkan sesak napas atau beracun, diadopsi pada
29 Juli 1899. Protokol 1925 untuk Larangan Penggunaan Gas Asfiksia, Beracun, atau
Gas Lainnya, dan Metode Peperangan Bakteriologis (lihat di atas). Konvensi ini tidak
termasuk mekanisme penegakan atau verifikasi. Ini melarang penggunaan senjata
kimia dan biologi pada saat konflik internasional tetapi tidak melarang penimbunan
atau produksinya. Lebih jauh lagi, Protokol mengizinkan penggunaan senjata-senjata
ini sebagai pembalasan terhadap Negara-negara yang menggunakan senjata-senjata

1
Weapon prohibition on IHL Retreived from:https://guide-humanitarian
law.org/content/article/3/weapons/#:~:text=Humanitarian%20Law%20Limits%20the
%20Choice,indiscriminate%20or%20excessively%20injurious%20effects. (diaskses pada
2022/10/05)
5

tersebut terlebih dahulu, atau terhadap Negara-negara yang bukan merupakan pihak
dalam Protokol.2

Konvensi Larangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan


Senjata Kimia dan Pemusnahannya yang diadopsi di Jenewa pada 3 September 1992
mulai berlaku pada 29 April 1997 dan memiliki 190 Negara Pihak sejak Juni 2015.

Pelanggaran penggunaan Senjata


pada Invasi Russia ke ukraina
(Punya yanti yang tertukar, ntah mana orangnya ini)

Akibat ditimbulkan
Rusia telah dituduh menggunakan senjata ilegal yang dilarang dalam hukum
humaniter internasional terhadap warga sipil di Ukraina sejak menginvasi negara
Ukraina. Tuduhan penggunaan senjata yang dituduhkan ialah senjata termobarik dan
bom cluster
Penggunaan senjata termobarik dan bom cluster telah dikutuk secara luas sudah
dilarang dalam hukum humaniter internasional sejak lama. Senjata termobarik datang
dalam berbagai ukuran, dari granat berpeluncur roket yang dirancang untuk
pertempuran jarak dekat hingga versi besar yang dapat digunakan dari pesawat.

Senjata termobarik juga dikenal sebagai bom vakum karena senjata ini juga menyedot
udara dari paru-paru korbannya.Proses senjata termobarik ialah .
● Pada tahap pertama, bom meledak, merusak lingkungan sekitarnya dengan
kekuatan yang berpotensi mematikan.
● Kemudian melepaskan awan bahan kimia beracun ke udara yang dapat
menyebar ke bangunan atau tempat penampungan terdekat.

2
T.May Rudy, 2006, Hukum Internasional 1, Cetakan Kedua, Refika Aditama, Bandung, hlm.21
6

● Beberapa detik kemudian, bom meledakkan muatan kedua yang menyalakan


bahan kimia, menciptakan gelombang kejut yang sangat besar.
● Gelombang kejut ini mampu menguapkan tubuh manusia.
● Itu juga membakar oksigen di udara, menciptakan ruang hampa yang dapat
merusak paru-paru orang di dekatnya (Motherwell, 2022)

Hukum internasional secara tegas telah melarang penggunaan senjata termobarik


terhadap warga sipil, tetapi senjata tersebut tidak ilegal untuk digunakan terhadap
sasaran militer akan tetapi pada kasus ini senjata ini digunakan pada warga sipil di
Ukraina.

Dampak Kerusakan
Penembakan tanpa henti, pengeboman, dan serangan udara telah membuat
petak-petak besar di banyak kota menjadi puing-puing. Komisi hak asasi manusia
parlemen Ukraina mengatakan militer Rusia telah menghancurkan hampir 38.000
bangunan tempat tinggal, membuat sekitar 220.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Hampir 1.900 fasilitas pendidikan dari taman kanak-kanak hingga sekolah dasar
hingga universitas rusak, termasuk 180 hancur total. Kerugian infrastruktur lainnya
termasuk 300 mobil dan 50 jembatan rel, 500 pabrik dan sekitar 500 rumah sakit yang
rusak, menurut pejabat Ukraina. Organisasi Kesehatan Dunia telah menghitung 296
serangan terhadap rumah sakit, ambulans dan pekerja medis di Ukraina tahun ini.
Selama minggu pertama perang, Rusia beralih dari 1 serangan strategis
terhadap sasaran militer menggunakan rudal jelajah ke 2 serangan darat terhenti dan,
kemudian pengepungan 3 kota besar yang lebih luas, termasuk pemboman
menggunakan artileri roket dan munisi tandan, terkadang menyasar pada bangunan
tempat tinggal dan infrastruktur sipil. Moskow membantah menargetkan warga sipil,
dan menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus" untuk
melucuti senjata tetangganya dan menyingkirkan para pemimpin yang dianggapnya
nasionalis berbahaya. Ukraina dan sekutu Barat menyebutnya sebagai invasi tak
beralasan yang telah menewaskan ratusan warga sipil (Reuters,2022).
Pelanggaran Aturan IHL Di konflik Russia Ukraina 2022
Badan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB OCHCR menuduh Rusia telah
melakukan pelanggaran HAM yang masif selama invasi di Ukraina Komisaris
OCHCR Michelle Bachelet berbicara kepada Dewan HAM PBB di Jenewa, meminta
7

Rusia untuk menarik pasukannya. Dia juga mengatakan kantornya telah menerima
tuduhan bahwa pasukan Rusia telah menggunakan senjata terlarang di Ukraina
sebanyak 24 kali. “Rumah dan gedung administrasi, rumah sakit dan sekolah, stasiun
air dan sistem listrik tidak terhindarkan dari serangan Rusia,” kata Michelle. Rusia
telah membantah menargetkan warga sipil dalam invasi yang disebut operasi khusus
untuk melucuti senjata dan denazifikasi.

Hampir 60 pemantau HAM PBB di Ukraina, telah memverifikasi 77 insiden di


mana fasilitas medis rusak, termasuk 50 rumah sakit. “Serangan tanpa pandang bulu
dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional dan dapat dianggap sebagai
kejahatan perang,” imbuhnya. "Penghancuran besar-besaran objek sipil dan tingginya
jumlah korban sipil sangat menunjukkan bahwa prinsip-prinsip dasar pembedaan,
proporsionalitas, dan kehati-hatian belum cukup dipatuhi Rusia.

Anda mungkin juga menyukai