Anda di halaman 1dari 24

KoNvensi mengenai larangan

pengembangan, produksi,
penimbunan, dan penggunaan
senjata kimia serta
pemusnahannya tahun 1993

dosen pengampu: marli chandra, llb (hons)., mcl.


Nama anggota kelompok

01 Cici Nur Chamidah


(05010721007)

02 Suci Wulandari
(05010721022)

03 Putri Ananda Mayrosa


(05020721044)
TOPIK 1
Istilah dan Definisi Hukum
Humaniter
Apa itu Hukum Humaniter?

Hukum humaniter sebenarnya berawal dari istilah


hukum perang (laws of wars) yang kemudian menjadi
sengketa bersenjata (laws of arrived conflict). Secara
garis besar, hukum humaniter adalah seperangkat
kaedah dan asas yang membentuk sebagian besar
hukum publik internasional dan terdiri dari peraturan-
peraturan yang pada masa konflik bersenjata, berusaha
melindungi orang-orang yang tidak atau tidak dapat
lagi terlibat dalam permusuhan, dan untuk membatasi
alat dan cara berperang yang digunakan.
TOPIK 2
Tujuan Hukum Humaniter
Internasional
Apa tujuan Hukum Humaniter Internasional?

Tujuan Hukum Humaniter Internasional adalah:

Memberikan perlindungan terhadap penduduk


sipil dari penderitaan yang tidak perlu.
Menjamin Hak Asasi Manusia yang sangat
fundamental bagi mereka yang jatuh ke
tangan musuh, dimana hal itu harus dilindungi
dan dirawat serta berhak diperlakukan
sebagai tawanan perang.
Mencegah dilakukannya perang secara kejam
dan tanpa batas.
TOPIK 3
Isi Pasal 1 Konvensi
Senjata Kimia
Bagaimanakah isi Pasal 1 Konvensi Senjata Kimia?

Setiap Negara Pihak Konvensi ini wajib tidak pernah dalam


keadaan apapun:

Untuk mengembangkan, memproduksi, jika tidak memperoleh,


persediaan atau mempertahankan senjata kimia, atau pengalihan,
langsung atau tidak langsung, senjata kimia kepada siapapun
Untuk menggunakan senjata kimia.
Untuk terlibat dalam persiapan militer untuk menggunakan senjata
kimia.
Untuk membantu, mendorong, atau menyebabkan, dengan cara
apapun, siapapun, untuk terlibat dalam aktivitas yang dilaraang untuk
suatu negara pihak berdasarkan konvensi ini.
TOPIK 4
Sejarah Larangan
Penggunaan Senjata Kimia
Kecaman atas penggunaan senjata kimia sebenarnya
sudah mencuat sejak abad ke-17. Sudah banyak konvensi-
konvensi yang lahir untuk memberikan pengaturan tentang
hukum kebiasaan dalam perang. Awal mulanya ada
Deklarasi Brussel yang menjadi cikal bakal Konvensi Deen
Haag IV tahun 1899. Selanjutnya ada Protokol Jenewa
tahun 1925 yang melarang penggunaan bahan kimia
beracun pada organ pernafasan. Dalam catatan sejarah
peperangan modern pertama (Perang Dunia I) penggunaan
senjata kimia pertama kali digunakan oleh Perancis.
Peristiwa ganasnya peperangan senjata kimia yang
menewaskan banyak korban akhirnya menyadarkan para
politisi dalam mengambil kebijakan global untuk membahas
pelanggaran penggunaan senjata kimia berbahaya. Akhirnya
lahirlah kesadaran global tahun 1925 (Protokol Jenewa) untuk
melarang penggunaan senjata kimia melalui Protokol
Pelanggaran Penggunaan dalam Perang Gas Penyesak
Pernafasan, Gas Beracun, dan gas Lainnya, dan Tentang
Metode Peperangan Menggunakan Bakteri).
TOPIK 5
Konvensi Senjata Kimia
(KSK) Tahun 1993
Konvensi Senjata Kimia (KSK) diadakan di Paris pada
13 Januari 1993. Konvensi ini merupakan bentuk
perkembangan dari Konvensi Jenewa Tahun 1925. KSK
ditandatangani oleh 130 negara termasuk Indonesia
dan sampai saat ini sudah berkembang menjadi 169
negara. Indonesia secara resmi menjadi negara pihak
pada 12 November 1998, yang ditetapkan melalui UU RI
No. 6 Tahun 1998. Fakta perjanjian Konvensi Senjata
Kimia (KSK) Tahun 1993, mengartikan bahwa senjata
kimia sebagai amunisi atau perlengkapan yang
menggunakan zat kimia mengandung racun yang
dapat menyebabkan kematian, ketidakmampuan
secara temporer atau kerusakan permanen pada
manusia dan hewan.
TOPIK 6
Pengertian Pokok Terkait
KSK Tahun 1993
Beberapa Pengertian Pokok Terkait KSK Tahun 1993

Konvensi Senjata Kimia 1993 adalah suatu konvensi


tentang pelanggaran, pengembangan, produksi,
penimbunan, penggunaan senjata kimia, serta
pemusnahannya.
The Organization for Prohibilition of Chemical
Weapons (OPCW) adalah badan penyelenggara KSK
yang berkedudukan di Deen Haag, Belanda dan
memantau KSK termasuk mengawasi kepatuhan
negara pihak terhadap ketentuan konvensi.
Verifikasi adalah suatu aturan dalam konvensi yang
disusun untuk implementasi dalam KSK di tingkat
nasional dan internasional oleh OPCW.
Beberapa Pengertian Pokok Terkait KSK Tahun 1993

Deklarasi awal adalah kewajiban suatu negara pihak


untuk memberikan laporan tentang kemampuan,
kekuatan, jumlah, dan lokasi instalasi senjata kimia
dan indsutri kimia sesuai dengan yang ditentukan oleh
KSK.
On Site Inspections adalah kegiatan inspeksi atau
pemeriksaan terhadap suatu atau beberapa instalasi
senjata kimia atau industri kimia suatu negara pihak
yang dilakukan oleh inspektur internasional OPCW.
Challenge Inspection adalah kegiatan inspeksi karena
keraguan atau kecurigaan terhadap kebenaran
deklarasi suatu negara pihak.
Beberapa Pengertian Pokok Terkait KSK Tahun 1993

Schedule I adalah daftar jenis bahan kimia yang memiliki


derajat peracunan sangat tinggi atau mematikan.
Schedule II adalah daftar bahan kimia yang dikategorikan
sebagai prekursor kunci untuk pembuatan senjata kimia namun
memiliki kegunaan komersial.
Schedule III adalah daftar bahan kimia yang dapat digunakan
untuk memproduksi senjata kimia namun diperlukan dalam
jumlah besar dan keperluan komersial.
Discrete Organic Chemical adalah semua bahan kimia yang
tidak termasuk dalam Schedule I, II, dan III.
Masyarakat industri kimia adalah masyarakat industri yang
terkait dan diatur oleh KSK.
TOPIK 7
Racun dalam Teknologi
Penggunaan Senjata Kimia
Bentuk-Bentuk Racun yang dikelompokkan KSK 1993

Racun Syaraf (Nervo Gas): Racun ini diserap dalam tubuh melalui
pernafasan, pencernaan, atau menembus kulit.
Racun Lepuh (Blistering Agent): Racun ini menyerang mata, paru-
paru dan membuat kulit melepuh.
Racun Darah (Blood Agent): Racun ini diserap oleh tubuh terutama
melalui pernafasan dan mempengaruhi fungsi tubuh.
Racun Iritasi (Riot Control Agent): Racun ini menyebabkan
peradangan pada alat bagian pernafasan dan peradangan mata.
Racun Psikokimia (Inkapasi-tasi): Racun ini mempunyai efek
psikologis terhadap orang yang terkena. Tidak sampai mematikan
namun hanya pingsan, mengantuk, ketakutan berlebih, dan
halusinasi.
TOPIK 8
Contoh Kasus Penggunaan
Senjata Kimia dalam Perang
Konflik Senjata Kimia di Suriah

Suriah sebagai salah satu negara Timur Tengah ikut terkena imbas
fenomena Arab Springs. Konflik perang sipil selama lebih dari 10 tahun
sejak 2011 di Suriah telah menyebabkan lebih dari 5 juta orang tewas
dan lebih dari 10 juta orang mengungsi di perbatasan Suriah. Perang ini
menggunakan senjata kimia gas syaraf sarin yang mematikan dan
penggunaannya telah melanggar ketentuan Konvensi Senjata Kimia
1993 Terhadap Larangan Penggunaan Senjata Kimia dalam Perang.
Suriah sebagai anggota PBB harus turut memelihara perdamaian dunia.
Senjata kimia gas syarat sarin terbukti digunakan oleh Suriah di Sarmin.
Sanksi yang diberikan oleh Suriah adalah dikeluarkan dari keanggotaan
organisasi internasional sebagai akibat pelanggaran Hukum humaniter
Internasional.
Hukum Humaniter Internasional telah membatasi
metode dan sarana berperang untuk dapat
memanusiakan konflik bersenjata. Praktek
penggunaan senjata pemusnah massal dalam suatu
konflik bersenjata pada dasarnya merupakan
bentuk pelanggaran berat dan bisa dikategorikan
sebagai kejahatan perang. Pembatasan peralatan
perang dalam pengaturan Hukum Humaniter
Internasional merupakan bentuk usaha untuk
menghormati Hak Asasi Manusia. Penegakkan
hukum terhadap pelanggaran Hukum Humaniter
Internasional masih sulit sebab ada beberapa
faktor seperti ada negara yang bukan bagian dari
organisasi internasional.
Setiap negara yang terikat pada Konvensi 1993 wajib mengikuti
aturan yang berlaku tidak hanya untuk menghancurkan semua
senjata kimia tetapi harus membebaskan wilayah teritorial
mereka dari segala bentuk senjata kimia bersama dengan
negara peserta penandatangan konvensi.
Tindakan pemerintah Suriah dengan menggunakan gas sarin
menandakan bahwa Suriah telah mengembangkan,
memproduksi, dan menyimpan gas sarin. Dalam kasus ini,
penyelesaian secara diplomatik dinilai kurang efektif karena
hanya didasarkan pada pertimbangan politik dan non yuridis.
Penyelesaian perang di Suriah bisa dilakukan dengan pelucutan
senjata kimia agar tidak terulang kembali. Dasar hukum
pelucutan senjata ini bisa dilihat di final document yang
dihasilkan pada sidang khusus Majelis Umum Tahun 1978
Telah diizinkan (berperang) bagi
orang-orang yang diperangi,
karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah,
benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu.

(QS. Al-Hajj: 39)

Anda mungkin juga menyukai