Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KAJIAN PERDAMAIAN INTERNASIONAL

Konvensi Senjata Ilmiah

Disusun oleh kelompok IV:

Julianto

Marike Maya Gandeguai

Sarah Jitmau

Aksamina Warikar

Hristo Rumbekwan

Almenso Wowa

UNIVERSITAS CENDRAWASIH

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PRODI HUBUNGAN INTERNASIONAL

2019-2020

1
DAFTAR ISI

SAMPUL ……………………………………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………… 3

1.1 Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………….. 4

2.1 Konvensi Senjata Kimia dan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW)

2.2 Tujuan di bentuknya Konvensi Senjata Kimia dan OPCW …………………….. 5

2.3 Penggunaan senjata kimia di Suriah dan tindakan OPCW .…………………… 6

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………….. 7

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………… 8

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan senjata kimia sangat berbahaya bagi keberadaan umat manusia. PBB telah
menyatakan penggunaan senjata kimia oleh pihak manapun dan dalam situasi apapun adalah suatu
”kejahatan luar biasa”. Menurut Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons “Istilah
senjata kimia dapat diterapkan pada setiap bahan kimia yang memiliki sifat toxic (racun), atau juga
prekursornya, yang dapat menyebabkan kematian, cedera, kelumpuhan sementara atau iritasi pada
indera manusia sebagai akibat dari terpapar bahan tersebut. Amunisi senjata atau perangkat
pengiriman yang dirancang untuk mengirimkan senjata kimia, baik yang terisi atau tidak terisi,
juga dianggap senjata kimia.“

Dalam peperangan modern, senjata kimia pertama kali digunakan dalam Perang Dunia I (1914-
18), di mana senjata gas menyebabkan cedera lebih dari satu juta korban dan membunuh sekitar
90.000 orang. Bertahun-tahun kemudian, senjata kimia telah digunakan berkali-kali, terutama
dalam Perang Iran-Irak (1980-1988). Amerika Serikat dan Uni Soviet, selama dekade konfrontasi
mereka dalam Perang Dingin (1945-1991), membangun sejumlah besar persediaan senjata kimia.
Akhir dari Perang Dingin tersebut, dibuatlah kesepakatan untuk melarang semua senjata kimia dari
jenis-jenis yang telah dikembangkan selama Perang Dunia I (generasi pertama), Perang Dunia II
(generasi kedua), dan Perang Dingin (generasi ketiga).

Layaknya senjata nuklir dan senjata biologis, senjata kimia juga diklasifikasikan sebagai senjata
pemusnah massal. Senjata pemusnah massal sangat efektif dalam melumpuhkan musuh karena
potensi ledakan, sifat racun, atau sifat membakarnya. Senjata kimia dapat tersebar luas dalam
bentuk gas, cair dan padat, dan dapat dengan mudah menimpa ke banyak orang, selain dari target
yang diinginkan. Gas syaraf, gas air mata dan semprotan merica adalah tiga contoh senjata kimia
modern. Akhirnya dibentuklah Chemical Weapons Convention (Konvensi Senjata Kimia/KSK)
merupakan suatu perjanjian internasional di bidang arms control yang melarang produksi,
penimbunan dan penggunaan senjata kimia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konvensi Senjata Kimia dan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW)

Konvensi Senjata Kimia traktar pengendalian senjata yang melarang produksi, penimbunan, dan
penggunaan senjata kimia. Nama lengkap dari traktat ini adalah Konvensi tentang Pelarangan
Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang
Pemusnahannya dan traktat ini dikelola oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW),
organisasi independent tanpa naungan PBB berbasis di Den Haag, Belanda. Traktat ini mulai
berlaku pada tahun 1997. Konvensi Senjata Kimia melarang penggunaan, pengembangan,
produksi, penimbunan, dan pemindahan senjata kimia berskala besar. Produksi sangat terbatas
untuk penelitian, pengobatan, kefarmasian, atau alasan protektif tetap diizinkan. Kewajiban utama
negara anggota di bawah konvensi ini adalah untuk menjalankan pelarangan ini, seperti
pemusnahan semua senjata kimia saat ini. Semua aktivitas pemusnahan harus berlangsung di
bawah verifikasi OPCW.

Per Mei 2018, 193 negara telah menjadi anggota CWC dan menyetujui kewajibannya. Israel telah
menandatangani, tetapi tidak meratifikasi perjanjian, sedangkan tiga negara anggota PBB lainnya
(Mesir, Korea Utara, dan Sudan Selatan) belum menandatangani dan menyetujui traktat ini. Baru-
baru ini, Negara Palestina menyerahkan instrumen persetujuannya ke CWC pada 17 Mei 2018.
Pada September 2013, Suriah menyetujui konvensi sebagai bagian perjanjian dari pemusnahan
senjata kimia Suriah. Per Januari 2018, lebih dari 96% penimbunan senjata kimia yang dilaporkan
dunia telah dimusnahkan. Konvensi ini memiliki ketentuan untuk evaluasi sistematik dari fasilitas
produksi zat kimia, seperti investigasi dugaan penggunaan dan produksi senjata kimia berdasakan
intelijen negara anggota lain.

Beberapa senyawa kimia yang telah digunakan ekstensif dalam peperangan tetapi memiliki
kegunaan industrial skala besar seperti fosgen diregulasi dengan ketat, tetapi terdapat beberapa
pengecualian penting. Gas klorin sangat beracun, tetapi karena sebagai unsur murni dan sangat
digunakan secara luas dengan tujuan yang damai, gas klorin secara resmi tidak terdaftar sebagai
senjata kimia. Sejumlah negara berkuasa (seperti rezim Assad Suriah) terus memproduksi secara

4
teratur dan mengimplementasikan senyawa kimia tersebut pada amunisi tempur. Walaupun
senyawa kimia tersebut secara spesifik tidak terdaftar dalam pengawasan CWC, penggunaan
senyawa kimia beracun apapun sebagai senjata (ketika digunakan semata-mata untuk menjatuhkan
korban jiwa, terutama melalui aksi racunnya) dilarang oleh traktat ini. Senyawa kimia lain, seperti
fosfor putih, sangat beracun tetapi legal di bawah CWC ketika senyawa ini digunakan oleh
kekuatan militer untuk alasan selain dari toksisitasnya.

2.2 Tujuan Dibentuknya Konvensi Senjata Kimia dan OPCW

 Pelarangan produksi dan penggunaan senjata kimia.


 Pemusnahan (atau pemantauan pengubahan ke fungsi lain) fasilitas produksi senjata kimia.
 Pemusnahan semua senjata kimia (termasuk senjata kimia yang ditinggalkan di luar
teritorial negara anggota).
 Asistensi antara negara anggota dengan OPCW dalam kasus penggunaan senjata kimia.
 Pemerintahan inspeksi OPCW atas produksi senyawa kimia yang mungkin diubah menjadi
senjata kimia.
 Kerja sama internasional dalam penggunaan senyawa kimia secara damai dalam wilayah
relevan.

2.3 Penggunaan Senjata Kimia di Suriah dan Tindakan OPCW

Penggunaan senjata kimia dalam konflik di Suriah diketahui terjadi sejak tahun 2013. Saat itu
masyarakat internasional telahmendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengecam penggunaan
senjata kimia di Suriah dan menyerukan pemberian sanksi kepada para pelakunya. Pemerintahan
Presiden Bashar menolak tuduhan tersebut, namun di bawah kesepakatan yang ditengahi oleh
Rusia dan Amerika Serikat, Bashar bersedia menandatangani Kesepakatan Konvensi Senjata
Kimia tahun 1997. Pemerintahan Bashar menyerahkan stok senjata kimianya kepada misi Bersama
Organisasi untuk Pelarangan Senjata Kimia atau Organization for the Prohibition of Chemical
Weapons (OPCW), dan bersedia memberi akses kepada para inspector PBB untuk melakukan
pengawasan sesuai ketentuan dalam perjanjian tersebut. Pengawasan untuk menemukan dan
menghancurkan senjata kimia di Suriah terus dilakukan. Namun di tahun 2015, penggunaan

5
senjata kimia oleh kedua pihak yang bertikai kembali terjadi. Pertempuran di Kota Aleppo pasca-
berakhirnya gencatan senjata akhir Oktober 2016 juga membuktikan kembali adanya penggunaan
senjata kimia gas klorin.

Rezim Suriah maupun kelompok pemberontak kembali saling melempar tuduhan satu sama lain
menggunakan senjata kimia dalam perang yang mengakibatkan lebih dari 260.000 orang tewas.
Sebagai tindak lanjut berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2235 tahun 2015, PBB
telah membentuk tim Mekanisme Investigasi Bersama atau Joint Investigative Mechanism (JIM)
dari OPCW untuk menyelidiki penggunaan senjata kimia dan mengidentifikasi pihak yang harus
bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di Suriah. Hasil investigasi akan menjadi dasar
pemberian sanksi PBB kepada Suriah. Tim panel memeriksa tujuh kasus yang berpotensi
menggunakan senjata kimia yang serius, termasuk lima di Provinsi Idlib pada tahun 2014 dan
2015. Dua kasus lainnya berada di Hama dan Marea, Provinsi Aleppo. Suriah menolak temuan
dari tim penyelidik PBB tersebut dan akan menyajikan pengamatan dan catatan sendiri.

Anehnya meskipun Suriah telah melakukan retifikasi atau persetujuaan pemusnahan penggunaan
senjata kimia pada tanggal 14 Oktober 2013 dan telah rampung pada bulan Agustus 2014, ternyata
pemerintahan Suriah masih menyimpan dan menyembunyikan senjata kimia. Dari hasil investigasi
dewan keamanan PBB bahwa perang antar Suriah dan Pemberontak menemukan senjata kimia
yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Tetapi pemerintahan Suriah menyangkal dan
membantah dari hasil penemuan dewan keamanan.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keberadaan Kovensi Senjata Kimia sangat di butuhkan di era sekarang, penggunaan berlebihan di
masa perang mengakibatkan banyak korban tewas dengan cara yang mengenaskan dan tidak
manusiawi. Maka dari itu banyak masyarakat Internasional mengecam keras mengenai penggunan
senjata kimia yang mengancam keberlangsungan hidup manusia, akhirnya organisasi independent
OPCW terus melakukan pressure terhadap negara-negara yang masih menggunakan senjata kimia
dalam konflik ataupun perang untuk memusnahkan semua senjata kimia yang di timbun ataupun
yang masih aktif. Walaupun masih belum maksimal sebagai fungsinya, tetapi OPCW telah
menujukkan pengurangan signifikan senjata kimia pada berbagai negara.

7
Daftar Pustaka

Majalah Online

Adirini Pujayanti, Pusat Penilitian Badan Keahlian DPR RI, Majalah Info Singkat Hubungan
Internasional, Senjata Kimia dan Konflik Suriah, Vol. VIII, No. 21/I/P3DI/November/2016 di
akses pada tanggal 13 November 2019

Websites

Kementerian Luar Negeri RI, Isu Khusus Perlucutan Senjata dan Non-proliferasi Senjata
Pemusnah Massal, Edisi 07 April 2019

https://kemlu.go.id/portal/id/read/90/halaman_list_lainnya/perlucutan-senjata-dan-non-
proliferasi-senjata-pemusnah-massal di akses pada tanggal 13 November 2019

LIPI, Databese Senjata Kimia

http://kimia.lipi.go.id/senjata-kimia/about di akses pada tanggal 13 November 2019

Anda mungkin juga menyukai