Anda di halaman 1dari 97

HUKUM HUMANITER

INTERNASIONAL

Bagian Hukum Internasional


FH UAJY
Dosen :
Dr. Triyana Yohanes, S.H.,M.Hum
Dr. Gregorius Sri Nurhartanto,S.H.,LL.M
BERBAGAI ISTILAH

• Hukum Perang
• Hukum Humaniter Internasional
• Hukum Konflik Bersenjata
• Hukum Perikemanusiaan Internasional
DUA PANDANGAN
• HHI = Hukum Perang. HHI Adalah Istilah
Baru Dari Hukum Perang.

• HHI tidak sama dgn Hukum Perang. HHI


bagian dari Hukum Perang
– HHI = Hukum Perlindungan Korban Perang
(Hukum Jenewa)
– HHI = Jus In Bello
Hukum Perang Dalam Pengertian Luas

1. Jus ad bellum :
Mengatur hak negara untuk melakukan perang
Perang sebagai salah satu cara
menyelesaikan persengketaan dalam
hubungan internasional

2. Jus in bello
A. Hukum cara dan sarana perang
B. Hukum Perlindungan korban perang
Jus ad Bellum
Hak Negara Untuk Berperang
1928  The Briand Kellog Pact :
Penolakan Negara untuk Perang
1945  Pasal 2 ayat ( 3 ) Piagam PBB

Konvensi Montevideo 1933  Kewajiban


Dasar Negara : Tidak Melakukan Perang
Bellum Justum (Sahnya Perang)

NATURALIS  ADA 4 Syarat :


a. Dilakukan Oleh Pihak Yang Berwenang
( Justetitre )
b. Didasarkan pada alasan yang adil dan
seimbang dengan malapetaka yang
ditimbulkan Perang
( Juste Cause )
c. Tidak Ada Sarana Lain ( Necessite )
d. Dilakukan Menurut Hukum ( Juste
Conduite De La Guerre )
 Sekarang : Sejalan dengan HI
Mengawali Perang

• Harus dimulai/diawali dengan


Declare of War
KULIAH HHI
• HHI = Jus In Bello = Hukum Perang dalam
pengertian yang banyak diikuti.
Pengertian
• Hukum Humaniter Internasional adalah kumpulan
kaidah Hukum Internasional, yang berlaku dalam
konflik bersenjata (perang), berdasar alasan
kemanusiaan bertujuan membatasi tindakan-
tindakan kejam dalam perang dan melindungi korban
perang, sejauh sesuai dengan kepentingan militer
dan ketertiban umum.

• HHI melindungi HAM di masa konflik bersenjata. HHI


mempunyai kaitan erat dengan Hukum HAM
Hubungan HHI dengan Hukum
HAM

Menurut pandangan :
- Separatiste
- Complementariste
- Integraliste.
SEJARAH HHI

• Jaman Kuno
– Mesir kuno
– Yunani Kuno
– India Kuno
• Jaman Modern ( Awal abad Masehi hingga
Abad Pertengahan serta Pasca Perjanjian
Perdamain Westphalia 1648)
SUMBER HHI
• HUKUM KEBIASAAN INTERNASIONAL
– Klausula Martens
• PERJANJIAN INTERNASIONAL
• PRINSIP PRINSIP UMUM HUKUM
• PUTUSAN PENGADILAN DAN
PENDAPAT PARA SARJANA TEKEMUKA
Perjanjian Internasional Sbg Sumber HHI

• KONVENSI KONVENSI DEN HAAG 1899/1907

• KONVENSI KONVENSI JENEWA 1449 +


PROTOKOL PROTOKOL TAMBAHNYA

• TRAKTAT LAINNYA
– Protokol Jenewa 1925 tentang Larangan Penggunaan Gas
Cekik dan Macam Macam Gas Lainnya dalam Perang,
– Konvensi Den Haag 1954 tentang Perlindungan Benda
Budaya Di Saat Perang , dll
Tujuan Hukum Perang
US Army Field Manual Of The Law Of
Landwarfare
1.Melindungi baik Kombatan maupun non
Kombatan dari penderitaan yang tidak perlu
2.Menjamin Hak-hak Azasi tertentu dari orang
yang jatuh ke tangan musuh
3.Memungkinkan dikembalikannya perdamaian
4.Membatasi Kekuasaan pihak berperang
Jus in bello
(Hukum Humaniter Internasional) :

A. Hukum cara dan sarana perang


- Hukum Den Haag : Konvensi-konvensi
Den Haag 1899 / 1907

B. Hukum Perlindungan korban perang


- Hukum Jenewa :
4 Konvensi Jenewa 1949 +
2 Protokol Tambahannya
Hukum Den Haag / Konvensi-konvensi
Den Haag 1899 / 1907

Berlaku untuk situasi :


- Perang antar negara peserta Konvensi
- Dimulai dengan pernyataan perang
- Ada alasan sah untuk dilakukan perang
Konvensi Konvensi Den Haag 1907 :
I. Penyelesaian Damai atas Sengketa Internasional
II. Pembatasan Penggunaan Kekuatan untuk Penagihan Utang Kontrak
III. Cara memulai peperangan
IV. Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat
V. Hak dan Kewajiban Negara dan Orang Netral dalam Perang
VI. Status Kapal Dagang Musuh Ketika Pecahnya Sebuah Perang
VII. Konversi Kapal Dagang Menjadi Kapal Perang
VIII. Penempatan Penempatan Ranjau Otomatis Bawah Laut
IX. Pemboman oleh Pasukan Angkatan Laut dimasa Perang
X. Penyesuaian Prinsip-prinsip Konvensi Jenewa terhadap Perang Laut
XI. Pembatasan Tertentu Menyangkut Pelaksanaan Hak Menangkap dalam
Perang Laut
XII. Pendirian Pengadilan International / Mahkamah Barang Sitaan
XIII. Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang di Laut.
Hukum Jenewa / Konvensi-Konvensi Jenewa
1949 + 2 Protokol Tambahannya

Berlaku dalam situasi :


- Perang antar negara, termasuk perang
yang tidak diakui oleh salah satu pihak
yang berperang,
- Setiap peristiwa pendudukan , termasuk
pendudukan tanpa perlawanan
- Setiap pertikaian senjata yang terjadi di
wilayah negara peserta konvensi
Protokol Tahun 1977, Tambahan Terhadap
Konvensi-Konvensi Jenewa 1949

 Protokol I berlaku dalam konflik


bersenjata Internasional :
 Peristiwa yg diatur Pasal 2 KJ 1949 ,
 CAR Conflicts

 Protokol II berlaku dalam peristiwa konflik


bersenjata non-internasional
PRINSIP PRINSIP DASAR HUKUM
HUMANITER INTERNASIONAL

1. Prinsip kepentingan militer


* Prinsip limitasi dan proporsionalitas

2. Prinsip kesatriaan

3. Prinsip kemanusiaan
dan kemudian hal itu berkembang serta
ditambahkan Prinsip pembedaan
DISTINCTION PRINCIPLE (Prinsip Pembedaan)

Pada waktu perang berlaku prinsip


pembedaan (distinction principle), yakni
pembedaan penduduk negara yang bertikai
dalam dua golongan :
1. Kombatan (peserta tempur)
2. Penduduk sipil (bukan peserta tempur)
a. Kombatan (peserta tempur)
Pasal 1, 2 dan 3 Annex Konvensi IV Den Haag 1907
Belligerent (peserta tempur) meliputi :
1. Tentara (armies)
2. Milisi dan Korp. Sukarela dng syarat :
a. memiliki komandan (pimpinan)
b. memakai tanda pengenal
c. membawa senjata secara terbuka
d. Mematuhi Hukum Perang/ Hukum Humaniter.
3. Levee en masse
“Penduduk wilayah yg belum diduduki musuh, ketika
musuh mendekat secara spontan mengangkat senjata utk
melawan musuh namun tak sempat mengorganisir diri,
membawa senjata secara terbuka dan mematuhi Hukum
Perang/Hukum Humaniter.”
DISTINCTION PRINCIPLE

Pasal 48 Potokol I 1977 :


• Untuk menjamin penghormatan dan
perlindungan penduduk sipil dan obyek-
obyek sipil, Pihak pihak dalam pertikaian
setiap waktu harus membedakan antara
penduduk sipil dan kombatan-kombatan
dan antara obyek obyek sipil dan obyek
obyek militer dan mereka harus
mengarahkan operasi-operasi militer
mereka terhadap obyek obyek militer saja.
Kombatan (peserta tempur)
Pasal 43 (2) Protokol Tambahan tahun 1977 :
Angkatan Bersenjata pihak-pihak yang
bertikai, kecuali rohaniwan dan petugas
medis, adalah kombatan-kombatan.

Penduduk sipil
Semua penduduk negara yang bertikai yang
tidak berstatus kombatan adalah penduduk
sipil.
Angkatan Bersenjata
Pasal 43 (1) P I 1977 :
• Angkatan Bersenjata Pihak dalam pertikaian
bersenjata terdiri dari semua angkatan,
kelompok-kelompok dan kesatuan-kesatuan
bersenjata yang teroganisir yang berada di
bawah suatu komando yang bertanggung jawab
kepada Pihak tersebut atas tindak-tanduk
bawahannya, bahkan jika Pihak tersebut diwakili
oleh suatu pemerintahan atau kekuasaan yang
tidak diakui oleh Pihak lawan.
Tentara Indonesia AD
Kombatan di Perang Teluk
Milisi Taliban di Afganistan
Kehancuran akibat Perang
Teluk (dekat kota Kuwait City)
Angkatan Bersenjata
Pasal 43 (3) P I 1977 :
• Jika suatu pihak dalam pertikaian memasukkan
ke dalam angkatan bersenjata pasukan para
militer atau badan penegak hukum bersenjata,
Pihak tersebut harus memberitahu Pihak-pihak
lain dalam pertikaian.
Hal-hal yang sering
dipertanyakan
• Bagaimana status mereka?
1.Brigade Mobil
2.Resimen mahasiswa
Bagaimana dengan Status
Mata-mata?
• Mata-mata ( Spies )  Tindakan tidak
dilarang
• Protocol I Jenewa 1977 tegaskan
kebiasaan ttg Spies yang juga ada dlm
Konvensi Den Haag 1907
…lanjutan…
• Mata-mata  Tdk miliki Hak untuk jadi
Tawanan Perang ( Prisoner of War)
 Bisa dihukum / diadili karena
aktivitasnya
Tentara Bayaran/
Mercenaries/Soldier of Fortune
Pasal 47 (1) P I 1977 :
• Seorang tentara sewaan/bayaran tidak
memiliki hak seagäi kombatan atau
tawanan perang.
Konsekwensi Tentara bayaran
• Pasukan Bayaran ( Mercenaries ) 
Soldier of Fortune : Bukan Kombatan
Sah: Tidak ada Hak untuk jadi POW
Mercenaries/Soldier of Fortune
Adventurers and Profiteers who do not
belong the regular disciplined armed
forces, but who are paid by a party to
the conflict, of which they are not
nationals, to take part in the fighting.
Tentara Bayaran
Pasal 47 (2) : Seorang tentara bayaran adalah sesorang yang :
a. Secara khusus dilatih setempat atau di luar negeri utk
bertempur dalam suatu konflik bersenjata
b. Di dalam kenyataannya ikut langsung berperang
c. Ikut perang demi keuntungan pribadi, dan oleh Pihak dalam
konflik dijanjikan diberi imbalan materiil lebih besar daripada
kombatan dengan pangkat yang sama dalam pangkat dan
jabatan di dalam angkatan bersenjata pihak yang membayar
d. Bukan WN dari Pihak yg bertikai dan juga bukan penduduk dari
wilayah yg dikuasi pihak dalam konflik
e. Bukan anggota angkatan bersenjata dari Pihak bertikai
f. Tak dikirim oleh suatu negara yg bukan pihak dalam konflik utk
tugas resmi sebagai anggota angkatan bersenjatanya
Tentara Bayaran AS
Tentara bayaran AS di Irak
B. Hukum Cara dan Sarana Perang

1. Hukum cara dan sarana perang di darat


- Konvensi Den Haag II tahun 1899 dan Konvensi
Den Haag IV1907
2. Hukum cara dan sarana perang di laut
- Konvensi Den Haag VI – XIII tahun 1907
- San Remo Manual on International Law
Applicable to Armed Conflicts at Sea (12 June
1994)
3. Hukum cara dan sarana perang di udara
- Rancangan Konvensi Perang di Udara 1923
Perang di Darat
 Konvensi II Den Haag 1899 & Konvensi IV
Den Haag 1907
 Sasaran : Kombatan dan Peralatannya
 Kombatan : Anggota Angkatan Bersenjata,
Anggota Milisi, Korps Sukarelawan, Levee
en Masse
 Larangan : Penggunaan peluru dum-dum,
penggunaan bom napalm, peluncuran
proyektil dari balon udara
Kopassus TNI AD
25 Infantry Division, US Army,
Hawaii
Perang di darat
Panser buatan PT Pindad
Cara dan Sarana
Perang di Laut
Konvensi Den Haag 1907
Tujuan : Menghancurkan Angkatan Laut Musuh,
Benteng Pantai, Membantu Angkatan Darat, dll.
Dalam hal tertentu : Kapal Privat bisa diubah :
a. Dipersenjatai  Kapal Perang
b. Kapal Palang Merah
Contoh : MV.Queen Elizabeth II  Dalam
Perang Malvinas/ Falkland
Kapal Perang
Kapal Perang buatan PT PAL
Sarana Perang di laut
A Sea Knight helicopter lands
on a U.S. Marines ship
Kapal Selam (Submarine)
Kapal Induk
The Argentine cruiser General Belgrano sinking
after being torpedoed by a British submarine,
May 2, 1982.
Perang di Udara
The Hague Airwarfare Rules 1923
Pengeboman : Harus Obyek Militer
B-17: German U-boat base attack
F-16 Fighting Falcon
Sukhoi SU-35
Pesawat Sukhoi TNI-AU
Helicopter sebagai Mesin
Perang
Prinsip prinsip cara dan sarana perang
- Kombatan sah yg dapat melakukan perbuatan perang
- Sasaran serangan adalah kombatan & obyek militer
- Penduduk sipil & obyek-obyek sipil tak boleh diserang
- Serangan harus dilakukan secara hati-hati agar
penduduk sipil tidak menjadi korban
- Penyerangan secara membabi buta dilarang
- Hanya kendaraan militer, pesawat militer, kapal perang
yg dapat digunakan utk berperang
- Dilarang menyerang kota terbuka & demiliterized zone
- Dilarang merusak lingkungan alam besar-besaran
- Penggunaan cara dan sarana perang tidak tak terbatas
C. Hukum Perlindungan Korban Perang
1. Pengaturan :
4 Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol
Jenewa 1977
Disebut juga Konvensi Konvensi Palang Merah

2. Korban Perang :
a. Kombatan hors de combat & tawanan perang
b. Penduduk sipil
c. Harta benda dan lingkungan alam
a. Perlindungan kombatan hors de combat
dan tawanan perang

 Kombatan yg berhenti bertempur karena luka,


sakit, menyerah atau alasan lain mendapat
perlindungan dari setiap tindakan kekerasan
dalam perang

 Kombatan yg tertangkap musuh dilindungi


sebagai tawanan perang.
Prinsip Umum
• Prajurit yang alami Hors de Combat,
ataupun pihak yang tidak ikut perang
harus dihormati, termasuk petugas
Palang Merah maupun Rohaniwan
Tentara AS yang terluka dibawa ke
Helicopter Ambulance di Perang Vietnam
Th.1965
Milisi Taliban Yg Luka dan tertawan
Perlindungan tawanan perang (Konv Jenewa III) :
 tawanan perang adalah tawanan negara
 Tawanan perang dilindungi dari setiap tindakan
kekerasan fisik maupun psikhis
 Tawanan perang tidak boleh dijadikan obyek
percobaan biologis, medis, dsb.
 Tawanan perang harus ditempatkan pada lokasi yg
aman dan sehat
 Tawanan perang harus dipenuhi kebutuhan jasmani
dan rohaninya
 Hak keperdataan tawanan perang tidak boleh
dihapus
 Tawanan perang diberi perskot gaji
 Tawanan perang bukan penjahat, setelah perang
usai mereka harus dikembalikan ke negaranya.
Tawanan Perang Dunia
(Tentara Jerman yang dikalahkan Uni Soviet
di Stalingrad Th.1943 )
Tawanan Perang Vietnam
Tawanan Perang Irak 1991
Anggota ISIS Yang Ditahan Irak di Mosul
b. Perlindungan Penduduk Sipil (Konv Jenewa IV) :
 Penduduk sipil dan obyek-obyek sipil tidak boleh
dijadikan sasaran serangan militer,
 Dalam melakukan serangan harus dihindari
terjadinya korban penduduk sipil
 Membuat penduduk sipil kelaparan, menghancurkan
sarana penghidupan penduduk sipil sebagai strategi
perang dilarang
 Penduduk sipil harus diperlakukan manusiawi,
dihormati pribadi, martabat, agama, keluarga, dll
 Wanita & anak-anak dilindungi dari segala tindakan
pelecehan
 Perlindungan penduduk sipil tanpa diskriminasi
 Perlindungan penduduk sipil di wilayah pendudukan
Korban Serangan Israel di Gaza
c. Perlindungan Benda Budaya, obyek sipil dan
Lingkungan Alam Di Saat Perang
Cagar Budaya
Candi Borobudur
Candi Prambanan
Sanksi pelanggaran Hukum Perang/Hukum
Humaniter
 Sanksi kepada negara :
- Complaint (Diprotes)
- Reprisal (pembalasan)
- Pembayaran ganti rugi/kompensasi

 Sanksi kepada individu


- Pelaku pelanggaran diadili sebagai penjahat
perang (pelaku international crime)
- Bisa diadili peradilan negara manapun
(nasional) dan /atau peradilan internasional
Menurut Lauterpacht
• Untuk menjamin suatu”Legitimate Warfare”:
a. Measures of self-help: reprisal, penghukuman prajurit yang
melaksanakan kejahatan perang, penyanderaan
b. Protes (Complaint) kepada musuh, atau Negara netral (yg lakukan
jasa baik, mediasi)
c. Kompensasi : in the event of violation to the law of war, the injured
party may legally resort to remedial action of the following types:
1. Publication of the facts
2. Protest and demand compensation
3. Solicitation of the good offices, mediation or intervention of neutral
states
4. Punishment of captured offenders
5. Reprisals
Protes (Compalints)
• Dalam peperangan tidak jarang terjadi para
komandan pasukan yang saling berhadapan
mengajukan protes karena menganggap pihak
lawan saling melakukan pelanggaran
• Protes juga bisa dilakukan kepada Negara
netral, dengan maksud:
1. Negara netral melakukan jasa baik, mediasi
2. Sekedar untuk menyampaikan fakta
pelanggaran
3. Untuk memepengaruhi pendapat umum.
Penyanderaan (Hostages)
• Sebagai salah satu cara untuk menjamin
legitimate warfare
• Orang2 yang terkemuka dalam wilayah
pendudukan ditangkap dan ditahan dengan
maksud agar penduduk wilayah tersebut tidak
akan melakukan perbuatan yang bersifat
permusuhan.
• Contoh: Jerman akan menembak mati orang2
yang disandera kalau penduduk sipil wilayah
pendudukan menembaki tentara Jerman.
Pembayaran kompensasi
(compensation)
• Article 3 Hague Convention IV 1907:
A belligerent which violates the provisions of te said
regulation shall, of the case demands, be liable to pay
compensation. It shall responsible for all acts committed
by persons forming part of its Armed Forces
• Ini berarti bahwa:
1. Pihak berperang yang melanggar Hague Regulations
harus membayar kompensasi.
2. Pihak berperang bertanggung jawab atas semua
perbuatan yang dialkukan oleh anggota angkatan
bersenjatanya.
Reprisal
• Tindakan balasan yang dilakukan
terhadap lawan yang dianggap melakukan
perbuatan yang melanggar hukum
internasional
• Reprisal dimaksudkan agar pihak lawan
yang melanggar hukum perang
menghentikan perbuatannya dan juga
untuk memaksa agar ia dikemudian hari
mentaati hukum tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Reprisal hanya boleh dialkukan apabila
saran sarana lain sudah tidak ada
2. Bukan hanya sekedar tindakan balasan,
tetapi merupakan unavoidable last resort
3. Bentuknya tidak harus sama
4. Tidak boleh berlebihan
5. Harus diperintahkan oleh komandan yang
diberi wewenang untuk itu
6. Reprisal against reprisal dilarang.
Pelanggaran Berat (Grave
breach) hukum Perang
 Dalam Konvensi I & II Konvensi Jenewa
1949 :
1. Pembunuhan keji, penyiksaan & perlakuan
tdk manusiawi, termasuk untuk uji coba
biologis
2. Perbuatan keji yg menyebabkan
penderitaan dan luka serius pd phisik atau
kesehatan
3. Pengrusakan secara meluas dr properti yg
ada, yg tdk adil berdasarkan kepentingan
militer dan hal itu mrpk hal yg tdk sah
Sejarah Peradilan Militer
(Pasca PD II)
1. Special Tribunal Nuremberg 1948
2. Special Tribunal Tokyo 1950
Lebih banyak motivasi balas dendam
Sekutu thd. Jerman dan Jepang
Prinsip 2 Kejahatan Internasional :
1. Crimes against Peace
2. Crimes against Humanity
3. War Crimes
 Ditambah : Genocide.
Nuremberg Military Tribunal
1948
• Pengadilan Militer yang dibentuk Sekutu untuk
mengadili pelaku kejahatan selama Perang
Dunia II
• Dibentuk berdasarkan Charter of Nurnberg yang
ditandatangani di London 8 Agustus 1945 oleh
Negara Inggris, Perancis, Uni Soviet dan
Amerika Serikat
• Pengadilan Nuremberg untuk mengadili orang-
orang regim Nazi di Jerman dan invasi militer
Nazi ke Denmark, Noerwegia dll. Nazi juga
dikenal melakukan perang yang agresif.
Tokyo Military Tribunal 1950
• Dibentuk berdasarkan Charter Tokyo
International Tribunal, tanggal 19 January
1946 oleh Tiga sekutu besar : Inggris,
Amerika Serikat dan Uni Soviet.
• Mengadili para petinggi Jepang terutama
terhadap kejahatan yang dilakukan
selama Jepang melakukan Perang Asia
Timur Raya.
Yurisdiksi Kedua Military
Tribunal
• Mengadili individu-individu dengan tuduhan :
1. Kejahatan terhadap Perdamaian ( Crimes
against Peace )
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan ( Crimes
against Humanity )
3. Kejahatan Perang ( War Crimes ) :
Pelanggaran terhadap hukum perang dan
permufakatan jahat untuk mengadakan
kejahatan tersebut.
Hal-hal penting
• Pengadilan ini telah mengkesampingkan
beberapa prinsip dalam HN dan HI yang
telah dianut :
1. Bahwa seorang pejabat tidak dapat dihukum
karena kebijaksanaan yang dilakukannya
2. Bahwa seorang pejabat tidak dapat dituntut
sebagai perorangan terhadap tindakan yang
dilakukannya sebagai pejabat negara
3. Bahwa seseorang tidak dapat dituntut
melakukan kejahatan yang baru ditentukan
sebagai kejahatan setelah perbuatan
dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai