Anda di halaman 1dari 2

Alkisah pada jaman dahulu, Raja Sigi tertarik dengan kecantikan seorang gadis yang tinggal di desa Bulili.

Raja Sigi kemudian menikahinya. Setelah menikah, Raja Sigi kemudian tinggal selama beberapa hari di
desa Bulili. Tak lama kemudian, Raja berpamitan pergi karena harus mengurus kerajaannya, sementara
istrinya yang tengah mengandung ditinggalnya di desa Bulili.

"Maaf adinda, kanda tak bisa lama-lama tinggal disini. Kanda harus mengurus kerajaan." kata Raja Sigi
pada istrinya.

"Tetapi aku tengah hamil kanda. Tak bisakah kanda menunggu hingga bayi kita lahir?" istrinya meminta
Raja Sigi untuk lebih lama tinggal.

"Maaf adinda, urusan kerajaan tak bisa ditunda." Raja Sigi memberi alasan.Istri Raja Sigi mengalah,
walau sebenarnya ia sangat kecewa dengan sikap Raja Sigi yang meninggalkannya dalam keadaan hamil.
Sepeninggal Raja Sigi, akhirnya istri raja pun melahirkan seorang bayi perempuan. Kendati mengetahui
istrinya telah melahirkan, namun Raja Sigi tidak kunjung datang menemui serta menafkahi istrinya.

Hal ini menyebabkan para pemuka dan tokoh masyarakat di desa Bulili merasa kasihan dengannya.
Mereka tidak tega melihat istri seorang raja tapi hidup miskin. Istri Raja harus menghidupi anaknya
sendirian.

Akhirnya mereka memutuskan untuk mengirimkan Tadulako yang bernama Makeku & Bantaili ke
kerajaan Sigi untuk meminta pertanggungjawaban Raja Sigi.

"Kasihan istri raja, ia harus menghidupi anaknya sendirian padahal ia sangat miskin. Kita harus meminta
pertanggunjawaban Raja Sigi kurang ajar." kata seorang tokoh masyarakat desa Bulili."Kita kirim saja
Makeku & Bantaili ke kerajaan Sigi. Bagaimana Makeku & Bantaili, apa kalian berdua bersedia pergi ke
kerajaan Sigi untuk meminta pertanggunjawaban Raja Sigi?" tanya tokoh masyarakat yang lain pada
Makeku & Bantaili.

"Baik, kami berdua akan pergi ke kerajaan Sigi." kata Makeku menyanggupi mewakili rekannya.

Tadulako Bulili Menghadap Raja

Makeku & Bantaili segera pergi menuju kerajaan Sigi.

Sesampainya di kerajaan Sigi, mereka berdua segera menghadap Raja Sigi untuk menyampaikan maksud
kedatangan mereka. Setelah menyampaikan maksud kedatangan mereka pada Raja, Raja Sigi justru
memarahi mereka. Raja Sigi menantang mereka untuk mengambil lumbung padi di belakang istana jika
mereka mampu.
"Maaf baginda Raja, istri Baginda telah melahirkan anak perempuan. Para Tetua di desa mengirim kami
untuk meminta Baginda menafkahi anak istri Baginda. Baginda tahu sendiri, istri Baginda adalah orang
miskin." kata Makeku.

"Apa! kalian berani datang kemari kemudian seenaknya menyuruhku! Dasar kurang ajar! Pergi sana
pulang ke desamu!" bentak Raja Sigi.

"Maaf Baginda Raja, tolong nafkahilah anak istri Baginda yang sangat membutuhkan." kata Makeku lagi.

"Jangan kurang ajar! Aku tak sudi! Jika kalian mampu, bawalah lumbung padi di belakang istana ke desa
kalian. Itu lebih dari cukup untuk menafkahi istriku. Itupun kalau kalian mampu." Raja Sigi justru
menantang para Tadulako.

Mendengar jawaban Raja Sigi, salah satu dari Tadulako, yaitu Bantaili segera mengeluarkan kesaktiannya
untuk mengambil lumbung padi tersebut. Setelah berhasil mengangkat lumbung padi, para Tadulako
Bullili segera pergi meninggalkan kerajaan Sigi.

Mengetahui hal tersebut Raja Sigi menjadi sangat marah. Raja kemudian segera memerintahkan
pasukan kerajaan untuk mengejar para Tadulako. Para Tadulako terus berlari menuju desa Bulili. Sampai
di suatu sungai besar, mereka mengeluarkan kesaktiannya untuk menyeberangi sungai tersebut.
Sementara pasukan raja tidak bisa menyeberangi sungai besar tersebut. Akhirnya, para Tadulako desa
Bulili, menggunakan kesaktiannya, berhasil membawa lumbung padi untuk diberikan pada anak istri raja
di desa Bulili.

Anda mungkin juga menyukai