Menjunjung Tinggi Kemerdekaan
Menjunjung Tinggi Kemerdekaan
Jiwa Kepahlawanan
Khutbah I
ً َوَأ َمالً َم ْقبُ ْوال،ان ِ االس تِ ْقاَل َل َحقًّ ا لِبَنِي اِإل ْن َس ْ الح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذيْ َج َع َل الحُرِّ يَّةَ َو َ
اَل َم َر َّد لَهُ َأِل ْبنَا ِء اَأل ْوطَان
تِ الس اَل ُم َعلَى َس يِّ ِدنَا َونَبِيِّن ا ُم َح َّم ٍد الَّ ِذي َح ر ََّر البَ َش ِريَّة من ظُلَ ِم ا َّ صالَةُ َو ّ وال
ُ َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوحْ َده. .وح َوالِ ِك العبودية لِ َغي ِْر الملك ال ّديَان َ االسْت ْع َمار
َوَأ ْش هَ ُد َأ َّن َس يِّ َدنَا َح َّم ًدا. َشهَا َدةَ َم ْن هُ َو َخ ْي ٌر َّمقَا ًم ا َوَأحْ َس ُن نَ ِديًّا،ُْك لَه َ اَل َش ِري
ص لِّ َو َس لِّ ْم َعلَى َس يِّ ِدنَا َ َ اَللَّهُ َّم ف.صبِيًّاَ ار ِم ِكبَارًا َوِ ف بِ ْال َم َك
ُ ص ِ ََّع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ ْال ُمت
صحْ بِ ِه الَّ ِذي َْن يُحْ ِس نُ ْو َن َ َو َعلَى آلِ ِه َو،ان َرس ُْوالً نَبِيًّا َ ق ْال َو ْع ِد َو َك
َ صا ِد َ ان َ ُم َح َّم ٍد َك
،ُاض ر ُْو َن َر ِح َم ُك ُم هللا ِ فَيَ ا َأيُّهَ ا ْال َح، َأ َّما بَ ْع ُد،ِإ ْس الَ َمهُ ْم َولَ ْم يَ ْف َعلُ ْوا َش ْيًئا فَ ِريًّ ا
.از ْال ُمتَّقُ ْو َن ِ ص ْينِ ْي نَ ْف ِس ْى َوِإيَّا ُك ْم بِتَ ْق َوى
َ َ فَقَ ْد ف،هللا ِ اُ ْو
ٍ َولَ ْو َأ َّن َأ ْه َل ْالقُ َر ٰى آ َمنُ وا َواتَّقَ ْوا لَفَتَحْ نَ ا َعلَ ْي ِهم بَ َر َك ا: ال هللاُ تَ َع الَى
ت ِّم َن َ َق
َ ض َو ٰلَ ِكن َك َّذبُوا فََأ َخ ْذنَاهُم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسب
ُون ِ ْال َّس َما ِء َواَأْلر
Kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-
Nya yang dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita dapat beribadah mengabdi
kepada-Nya setiap waktu demi menggapai ridha-Nya.
Dalam kesempatan yang mulia ini, marilah kita terus menerus berusaha
meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT; takwa dalam arti yang
sebenar-benarnya. Semoga Allah SWT menempatkan kita semua pada derajat yang
Dia ridhai di dunia dan di akhirat. Amin ya rabbal 'alamin.
َأ َّن لُِأل َم ِم َأ َجااًل َوَأ َج ُل ُكلِّ أ َّم ٍة يَ ْو َم تَ ْفقَ ُد حُرِّ يَّتُهَا
Artinya: “Setiap bangsa memilika ajal yang menjadi akhir (kematiannya), dan ajal
setiap bangsa itu adalah ketika mereka kehilangan kemerdekaannya.”
Saat ini kita berada di bulan yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, yakni bulan
Agustus. Disebutkan dalam pembukaan UUD 1945, atas berkat rahmat Allah
rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kemerdekaan kita bukanlah hadiah
dari Belanda dan Jepang, tapi kemerdekaan ini ditebus oleh seluruh rakyat
Indonesia dengan cucuran darah, keringat, dan air mata.
Mari sejenak kita mengenang pahlawan bangsa ini, di seluruh penjuru Nusantara
baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal.
Saya teringat sebuah pernyataan yang pernah disampaikan oleh mantan Mendikbud
DR. Anies Basweidan bahwa pahlawan adalah orang-orang yang sudah selesai
dengan dirinya sendiri, tak pernah terbersit dalam dirinya keuntungan apa yang
akan mereka dapatkan, yang ada hanya semangat berkorban untuk yang lain,
berjuang untuk bersama.
Mari kita mengingat kembali, kisah perang Ahzab atau perang Khandaq, perang
yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Satu tahun setelah kemenangan yang
diperoleh oleh kafir Quraisy dalam perang Uhud, mereka dan sekutu-sekutunya
merencakan peperangan ke Madinah sehingga pecahlah kedua perang tersebut.
Perang demi membela diri dan mempertahankan keyakinan Tauhid dari gangguan
kaum musyrikin.
Pada kasus perang Khandaq, umat Islam didera sejumlah kesulitan karena jumlah
pasukan relatif sedikit. Karena kalah jumlah, Rasulullah SAW atas usul sahabat
Salman Al-Farisi (Persia) membuat pertahanan berupa parit (Khandaq).
Saat membuat parit, Rasulullah SAW ikut terjun langsung. Setelah berhari-hari
membuat parit itulah, pasokan makanan di Madinah terus menipis, sehingga terjadi
kelaparan. Untuk menghilangkan rasa lapar, sahabat-sahabat Rasulullah SAW
mengganjal perut dengan batu. Demi sebuah kemerdekaan mereka rela menahan
lapar.
Suatu saat ada seorang sahabat yang karena sudah tidak kuat dengan rasa lapar
menghadap Rasulullah, “Ya Rasulullah, kami sudah mengganjal perut kami
dengan satu batu, tapi kami tetap tidak kuat menahannya.”
Secara umum, yang dialami Rasulullah beserta sahabatnya itu merupakan contoh
kecil tentang betapa mahalnya sebuah kemerdekaan: kemerdekaan untuk
berkeyakinan, kemerdekaan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar, dan
kemerdekaan hidup tenang dan damai. Untuk meraih itu semua, mereka rela
mengorbankan segalanya, mulai dari tenaga, pikiran, fisik, hingga nyawa mereka.
Demikian pula yang dilakukan para pahlawan bangsa Indonesia.
Dalam sekala kecil, mungkin masih bisa kita miliki jiwa pengorbanan dalam diri
kita. Sebagaimana orang tua berkorban untuk anak-anaknya. Lantas, apakah kita
masih rela dan mau berkorban untuk orang lain, orang-orang di sekitar kita? Saya
mengajak diri saya pribadi khususnya dan jamaah Jum’at pada umumnya, mari kita
hidupkan kembali jiwa kepahlawanan kita, keluarga kita, sahabat kita, dan
masyarakat kita.
Bangsa kita saat ini sedang dilanda krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan.
Semua seolah diukur dengan kepentingan jangka pendek, sehingga politiklah yang
menjadi panglima, keuntungan yang menjadi tujuan. Kita yang terlalu picik dengan
keadaan ataukah memang begitu adanya. Jika ada pemimpin di sekitar kita yang
ingin memberikan contoh yang baik, kita sering berkata bahwa itu adalah
pencintraan dan lain sebagainya. Apakah karena jiwa kepahlawanan dalam diri
masyarakat kita sudah demikian terkikisnya ataukah kepentingan sesaat kita
menghilangkan semua penilaian positif kita.
Ataukah jangan-jangan—dan ini yang paling kita takutkan—dikarenakan sedikit
sekali orang yang baik, sehingga kalau ada orang baik dianggap sebagai pencitraan
dan sejenisnya.
Hadirin jamaah shalat Jum'at rahimakumullâh
Marilah sejenak kita kembali belajar sejarah tentang asbabun nuzul QS Al Ahzab:
28-30
ك ِإن ُكنتُ َّن تُ ِر ْد َن ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا فَتَ َع الَي َْن ُأ َمتِّ ْع ُك َّن ِ يَا َأيُّهَا النَّبِ ُّي قُل َأِّل ْز َو
َ اج
َار اآْل ِخ َرة َ ) َوِإن ُكنتُ َّن تُ ِر ْد َن هَّللا َ َو َر ُس ولَهُ َوال َّد28( َوُأ َسرِّ حْ ُك َّن َس َراحًا َج ِمياًل
(29( ت ِمن ُك َّن َأجْ رًا َع ِظي ًما ِ فَِإ َّن هَّللا َ َأ َع َّد لِ ْل ُمحْ ِسنَا
Artinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian
menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan
kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu
sekalian menghendaki keridhoan Allah dan Rosulnya serta (kesenangan) dinegeri
akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di
antaramu pahala yang besar.”
Dalam Tafsir Ibnu ‘Ashur dijelaskan tentang latar belakang turunnya ayat tersebut.
Saat Bani Quraidlah berhasil ditaklukan, kaum Muslimin mendapatkan harta
ghanimah yang sangat banyak setelah sebelumnya Bani Nadhir, dengan hasil fai’
yang sangat banyak.
Istri-istri Rasulullah menganggap beliau berada dalam keadaan kelonggaran harta,
maka kemudian istri-istri Nabi meminta nafkah lebih kepada Rasulullah SAW.
Dan kemudian turunlah ayat tersebut yang menyindir istri-istri Nabi, apakah
memilih kehidupan dunia atau kehidupan akhirat.
Belajar dari sejarah tersebut, seringkali kita bisa membangkitkan jiwa pengorbanan
dan kepahlawanan dalam diri kita, akan tetapi belum tentu demikian dengan orang-
orang dekat kita. Oleh karena itu, marilah kita isi kemerdekaan kita dengan
membangkitkan gelora jiwa kepahlawanan, pengorbanan dan kepedulian untuk
kebaikan bersama. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kepada negeri kita
tercinta ini keberkahan kebaikan dengan momentum kemerdekaan 17 Agustus
1945.
تآن ْال َع ِظي ِْمَ ،ونَفَ َعنِي َواِيِّا ُك ْم ِب َم ا فِ ْي ِه ِم َن اآليَ ا ِ ك هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ْالقُ رْ ِ ار َ بَ َ
أس تَ ْغفِرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم َولِ َس اِئ ِر
َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم ،أقُ ْو ُل قَ ْولِي هَ َذا َو ْ
اس تَ ْغفِر ُْوهُ إنَّهُ هُ َو
ب فَ ْ ت ِم ْن ُك لِّ َذ ْن ٍت َو ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْس لِ َما ِ
ْال ُمْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ
ْال َغفُ ْو ُر الر ِ
َّح ْي ُم،
Khutbah II
لى تَ ْوفِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِهَ .وَأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ اِلَهَ ِإالَّ هللاُ اَ ْل َح ْم ُد هللِ َع َ
لى اِحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ َع َ
إلى
اعى َ أن َس يِّ َدنَا ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ ال َّد ِ ْك لَ هُ َوَأ ْش هَ ُد ََّوهللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِري َ
صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ِو َعلَى اَلِ ِه َواَصْ َحابِ ِه َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما ِكث ْيرًا ِرضْ َوانِ ِه .اللهُ َّم َ
َأ َّما بَ ْع ُد فَي ا َ اَيُّهَ ا النَّاسُ اِتَّقُواهللاَ فِ ْي َم ا َأ َم َر َوا ْنتَهُ ْوا َع َّما نَهَى َوا ْعلَ ُم ْوا َأ َّن هللاّ
ال تَعاَلَى ِإ َّن هللاَ َو َمآل ِئ َكتَهُ َأ َم َر ُك ْم بِا َ ْم ٍر بَ َدَأ فِ ْي ِه ِبنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى بِ َمآل ِئ َكتِ ِه بِقُ ْد ِس ِه َوقَ َ
ص لِّ صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو َس لِّ ُم ْوا تَ ْس لِ ْي ًما .اللهُ َّم َ لى النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّ ِذي َْن آ َمنُ ْوا َ ُصلُّ ْو َن َع َ ي َ
ك آل َس يِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآِئ َص لَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َس لِّ ْم َو َعلَى ِ َعلَى َس يِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َ
َّاش ِدي َْن َأبِى ض اللّهُ َّم َع ِن ْال ُخلَفَ ا ِء الر ِ ك َو َمآلِئ َك ِة ْال ُمقَ َّربِي َْن َوارْ َ ُس لِ َ َور ُ
الص َحابَ ِة َوالتَّابِ ِعي َْن َوتَ ابِ ِعي التَّابِ ِعي َْن لَهُ ْم رو ُع ْث َم ان َو َعلِى َو َع ْن بَقِيَّ ِة َّ بَ ْك ٍر َو ُع َم َ
ك يَا اَرْ َح َم الر ِ
َّاح ِمي َْن ض َعنَّا َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمتِ َ ان اِلَىيَ ْو ِم ال ِّدي ِْن َوارْ َ بِاِحْ َس ٍ