Anda di halaman 1dari 58

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)

2.1.1 Pengertian MPKP

Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem

(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat

profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan

tempat asuhan tersebut diberikan. (Ratna sitorus & Yulia, 2006).

Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem

(struktur, proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional

mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang

pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).

2.1.2 Komponen MPKP

Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit,

Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP tediri lima komponen yaitu

nilai–nilai professional yang merupakan inti MPKP, hubungan antar professional,

metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam

perubahan pengambilan keputusan serta sistem kompensasi dan penghargaan.

a. Nilai–nilai professional

Pada model ini PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga,

menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pada pelaksanaan dan

13
14

evaluasi renpra. PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk

mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang

dilakukan oleh PA. hal ini berarti PP mempunyai tanggung jawab membina

performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional.

b. Hubungan antar professional

Hubungan antar profesional dilakukan oleh PP. PP yang paling mengetahui

perkembangan kondisi klien sejak awal masuk. Sehingga mampu memberi

informasi tentang kondisi klien kepada profesional lain khususnya dokter.

Pemberian informasi yang akurat akan membantu dalam penetapan rencana

tindakan medik.

c. Metode pemberian asuhan keperawatan

Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi

keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP, PP

akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada

renpra sesuai kebutuhan klien.

d. Pendekatan manajemen

Pada model ini diberlakukan manajemen SDM, yaitu ada garis koordinasi

yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab

PP. Dengan demikian, PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan. Sebagai

seorang manajer, PP harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan

kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin


15

yang efektif.

e. Sistem kompensasi dan panghargaan.

PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan

keperawatan yang dilakukan sebagai asuhan yang profesional. Kompensasi dan

penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau

kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur.

2.1.3 TUJUAN MPKP

a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.

b. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan

keperawatan oleh tim keperawatan.

c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.

d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.

e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan

bagi setiap tim keperawatan.

2.1.4 PILAR-PILAR DALAM MPKP

Dalam model praktik keperawatan professional terdiri dari empat pilar

diantaranya adalah;

Pilar I : pendekatan manajemen keperawatan

Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen

sebagai pilar praktik perawatan professional yang pertama. Pada pilar I yaitu
16

pendekatan manajemen terdiri dari :

a. Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP

meliputi (perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan rencana jangka

pendek ; harian,bulanan,dan tahunan)

b. Pengorganisasian dengan menyusun stuktur organisasi, jadwal dinas dan

daftar alokasi pasien.

c. Pengarahan

Dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi, supervise, menciptakan

iklim motifasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencangkup pre dan

post conference, dan manajemen konflik

d. Pengawasan

e. Pengendalian

Pilar II : Sistem penghargaan

Manajemen sumber daya manusia diruang model praktik keperawatan

professional berfokus pada proses rekruitmen,seleksi kerja orientasi, penilaian

kinerja, staf perawat.proses ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang MPKP

dan setiap ada penambahan perawatan baru.

Pilar III : Hubungan Professional

Hubungan professional dalam pemberian pelayanan keperawata (tim

kesehatan) dalam penerima palayana keperawatan (klien dan keluarga). Pada


17

pelaksanaan nya hubungan professional secara interal artinya hubungan yang

terjadi antara pembentuk pelayanan kesehatan misalnya antara perawat dengan

perawat, perawat dengan tim kesehatan dan lain–lain. Sedangkan hubungan

professional secara eksternal adalah hubungan antara pemberi dan penerima

pelayanan kesehatan.

Pilar IV : Manajemen Asuhan Keperawatan

Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan

keperawat dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di MPKP

tertentu. Manajemen asuhan keperawat yang diterapkan di MPKP adalah asuhan

keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan

2.1. 5. Nilai Praktek Keperawatan

MPKP merupakan model praktek keperawatan profesional yang

mewujudkan nilai-nilai profesional. Nilai-nilai profesional yang diterapkan pada

MPKP adalah:

1. Pendekatan Manajemen ( Management Approach )

2. Penghargaan karir ( compensatory rewards )

3. Hubungan Profesional ( professional relationship)

4. Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system )

2.2 Tinjauan Tentang Asuhan Keperawatan Komunitas

Pelayanan dalam asuhan keperawatan komunitas sifatnya berkelanjutan

dengan pendekatan proses keperawatan sebagai pedoman dalam upaya


18

menyelesaikan masalah kesehatan komunitas. Proses keperawatan komunitas

meliputi pengkajian, analisa dan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan

dan Evaluasi.

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian komunitas adalah untuk mengidentifikasi faktor (positif dan

negatif) yang berhubungan dengan kesehatan dalam rangka membangun strategi

untuk promosi kesehatan. Dimana menurut model Betty Neuman (Anderson and

Mc Farlane, 2011) yang dikaji meliputi demografi, populasi, nilai keyakinan dan

riwayat kesehatan individu yang dipengaruhi oleh sub system komunitas yang

terdiri dari lingkungan fisik, perumahan, pendidikan, keselamatan dan

transportasi, politik pemerintahan, kesehatan, pelayanan sosial, komunikasi,

ekonomi dan rekreasi. Aspek-aspek tersebut dikaji melalui pengamatan langsung,

data statistik, angket dan wawancara.

2.2.2 Analisa dan diagnosa keperawatan komunitas

Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian dianalisa seberapa

besar stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul

dalam masyarakat tersebut.Kemudian dijadikan dasar dalam pembuatan diagnosa

atau masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Muecke (Efendi &

Makhfudli, 2010) terdiri dari masalah kesehatan, karakteristik populasi dan


19

lingkungan yang dapat bersifat aktual, ancaman dan potensial. Prioritas Masalah

Komunitas ( Ekasari, 2006)

NO Masalah A B C D E F G H I K L
Kesehatan

Keterangan Huruf:
A= Sesuai dengan peran
B= Sesuai dengan program pemerintah
C= Sesuai dengan intervensi pendidikan kesehatan
D= Risiko terjadi
E= Risiko parah
F= Minat masyarakat
G= Kemudahan untuk diatasi
H= Tempat
I = Dana
J = Waktu
K= Fasilitas
L= Petugas
Keterangan angka:
1=Sangat rendah
2= Rendah
3= Cukup
4= Tinggi
5=Sangat tinggi
2.2.3 Perencanaan
20

Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder, tersier

yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang sesuai dengan

diagnosa yang telah ditetapkan.Proses didalam tahap perencanaan ini meliputi

penyusunan, pengurutan masalah berdasarkan diagnosa komunitas sesuai dengan

prioritas (penapisan masalah), penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi

intervensi dan rencana evaluasi.

2.2.4 Pelaksanaan (Implementasi)

Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat pencegahan

(Anderson dan Mcfarlene, 2011), yaitu:

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan

diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya, mencakup pada kegiatan

kesehatan secara umum dan perlindungan khusus terhadap suatu

penyakit.Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi dan

bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya

perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah

kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan

inervensi yang tepat untuk menghambat proses penyakit atau kelainan

sehingga memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan. Misalnya


21

mengkaji dan memberi intervensi segera terhadap tumbuh kembang anak usia

bayi sampai balita.

c. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada pengembalian

individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari ketidakmampuan

keluarga. Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya kecacatan atau

ketidakmampuan yang menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi

semula dan menghambat proses penyakit.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan hasil yang

diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur, evaluasi proses dan

evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi

data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk

membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.

2.3 Tinjauan Tentang Peran dan Fungsi perawat komunitas

2.3.1 Peran Perawat komunitas

Menurut (Wahyudi, 2020), Peran Perawat komunitas yaitu :

1. Pelaksana Pelayanan Keperawatan ( provider of nursing care )

Peranan yang utama perawat komunitas sebagai pelaksana askep kepada

individu, keluarga, kelompok dan komunitas sehat atau sakit atau mempunyai

masalah kesehatan di rumah, disekolah, dipanti, tempat kerja dan lain – lain.
22

2. Sebagai pendidik (health educator)

Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan

komunitas di rumah, di puskesmas, dikomunitas secara terorganisir

menanamkan perilaku hidup sehat terjadi perubahan perilaku untuk mencapai

tingkat kesehatan optimal

3. Sebagai pengamat kesehatan (health monitor).

Monitoring terhadap perubahan yang terjadi pada individu, keluarga,

kelompok komunitas masalah kesehatan yang timbul serta dampak terhadap

status kesehatan melalui :

a. Kunjungan rumah

b. Pertemuan-pertemuan

c. Observasi

d. Pengumpulan data

Monitoring ini dilakukan oleh kader pada tiap – tiap dasa wisma dan saling

berkoordinasi dengan perawat komunitas di desa :

a) Koordinator Pelayanan Kesehatan (coordinator of servises)

Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pe;layanan Kesehatan masyarakat

dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan team

kesehatan lainya tercipta keterpaduan dalam sistem layanan kesehatan,

yang merupakan kegiatan menyeluruh dan tidak terpisah-pisah.

b) Sebagai pembaharu ( inovator )


23

Pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok komunitas untuk

merubah perilaku dan pola hidup dalam meningkatkan dan memelihara

kesehatan.

c) Pengorganisir Pelayanan Kesehatan (organisator)

Berperan serta dalam memberikan motivasi dalam rangka meningkatkan

peran serta individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam setiap

upaya Pelayanan Kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat.

d) Sebagai panutan ( Role Model )

Dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada

individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tentang bagaimana tata cara

hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.

e) Sebagai Tempat Bertanya ( Fasilitator )

Tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk

memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan keperawatan

yang dihadapi sehari-hari.

f) Sebagai Pengelola ( Manager )

Dapat mengelola berbagai kegiatan yankes dan masyarakat sesuai dengan

beban tugas dan tanggung jawab yang diembankan kepadanya.

Mengkoordinasikan upaya-upaya kesehatan yang dijalankan, melalui

puskesmas sebagai institusi pelayanan dasar utama, baik di dalam atau di

luar gedung ataukah di keluarga, terhadap kelompok-kelompok khusus


24

seperti kelompok ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas/menyususi, anak balita,

usia lanjut, sesuai dengan peran , fungsi dan tanggung jawabnya.

2.3.2. Fungsi Perawat Komunitas

Fungsi Merupakan pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan

perannya Fungsi perawat dalam menjalankan peran menurut (Wahyudi, 2020):

1. Fungsi Independen perawat melaksanakan perannya secara mandiri

terpenuhinya bio-psiko-sosil spiritual klien

2. Fungsi Dependen Peran dilaksanakan atas instruksi tim lain

3. Fungsi Interdependen kerjasama tim saling ketergantungan

2.3.3. Sasaran perawatan komunitas

1. Tingkat individu

Individu adalah bagian dari anggota keluarga.Apabila individu mempunyai

masalah kesehatan, karena ketidak mampuan merawat diri sendiri oleh suatu

sebab dapat mempengaruhi anggota keluarga lain (fisik, mental dan sosial).

2. Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil di masyarakat, terdiri atas kepala keluarga,

anggota keluarga, yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga

karena pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adobsi, saling tergantung

dan berinteraksi. Bila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah

kesehatan berpengaruh terhadap anggota keluarga lain.

3. Kelompok khusus
25

Adalah kumpulan individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin, umur,

permasalahan, kegiatan yang terorganisir yang sangat rawan terhadap masalah

kesehatan, termasuk :

1) Kelompok khusus dengan kebutuhan kesehatan khusus sebagai akibat

pertumbuhan dan perkembangan, seperti ibu hamil, bayi, balita, pra

sekolah, usila, dan lain – lain.

2) Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan

bimbingan serta askep, seperti, Penderita penyakit menular (TBC, AIDS,

dan lain – lain).

3) Penderita yang menderita penyakit tidak menular (DM, PJK, gangguan

mental, dan lain – lain).

4) Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit (WTS, penarkoba,

dan lain – lain).

5) Lembaga sosial, rehabilitasi (panti wredha, panti asuhan, penitipan balita,

dan lain – lain).

4. Komunitas

Komunitas adalah sekelompok manusia yang hidup dan bekerjasama cukup

lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri

mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang jelassaling

berinteraksi, saling tergantung dan bekerjasama untuk mencapai tujuan.

Masalah kesehatan bermula dari perilaku individu, keluarga atau kelompok :


26

1) Kesling (buang sampah, BAB, SPAL, dan lain – lain).

2) Gizi (kurang pengetahuan, pengolahan salah, kebiasaan makan, pantangan,

dan lain lain – lain).

3) Personal hygiene kurang

4) Pengertian sakitsakit bila tak mampu lagi berbuat sesuatu (pilek, pusing,

ggn ringan,belum sakit).

5) Pemanfaatan fasilitas yankes rendah (pemeriksaan kes, kehamilan,

imunisasi, dan lain-lain).

6) Budaya yang tak sesuai dengan perilaku sehat

2.3.4 Tanggung jawab perawat komunitas

1. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan

implementasi pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan

2. Kerjasama dengan masyarakat, keluarga dan individu

3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan tehnik asuhan diri sendiri pada

masyarakat

4. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan kesehatan

5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat

2.4 Kader Pembangunan bidang kesehatan

2.4.1 Pengertian

Kader pembangunan kesehatan adalah tenaga sukarela, dipilih, dipercaya,

dan berasal dari masyarakat setempat, telah mengikuti latihan kader


27

pembangunan dibidang kesehatan, sebagai pelaksana, pemelihara, dan

pengembang kegiatan yang ada di masyarakat dalam upaya pembangunan

kesehatan dan kesejahteraan (Sulistyorini, 2010).

2.4.2 Syarat-syarat kader

Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang kader pembangunan

dibidang kesehatan menurut (Sulistyorini, 2010) adalah sebagai berikut:

1. Bertempat tinggal di wilayah RT/RW yang bersangkutan

2. Mempunyai cukup waktu untuk melaksanakan tugas sebagai kader

3. Mempunyai penghasilan keluarga yang tetap

4. Mau bekerja secara sukarela

5. Bisa membaca dan menulis

6. Dapat diterima oleh masyarakat setempat

2.4.3 Fungsi kader

1. Penyuluhan kesehatan di wilayah RT/RW nya

2. Perencana kegiatan Pokjakes bersama masyarakat

3. Pelaksana kegiatan Pokjakes bersama masyarakat

4. Pembina dalam pemeliharaan kegiatan Pokjakes

5. Pelopor kegiatan-kegiatan di masyarakat yang berkaitan dengan

pembangunan

2.3.4 Tugas pokok kader

1. Mengadakan pendekatan sosial pada tiap dasa wisma


28

2. Melakukan survei mawas diri

3. Mengadakan musyawarat masyarakat di lingkungan dasa wisma

4. Membantu pelaksanaan pelatihan kader pembangunan bidang

kesehatan

5. Mengadakan kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu dan di luar

posyandu

6. Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan dinas/ instansi dan

lembaga swadaya masyarakat dalam rangka pembinaan pokjakes

7. Mengembangkan program-program lain di luar bidang kesehatan yang

mendukung peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat

seperti dana sehat, kios koperasi, pusat-pusat pelayanan kesehatan,

kesehatan kerja dan kesehatan sekolah.

2.5 Tinjauan Umum Tentang Gambaran dan Elemen Kegiatan Model

Praktik KeperawatanProfesional (MPKP) berbasis komunitas

2.5.1. Gambaran Umum

1. Tahap pesiapan

Memilih area atau daerah yang menjadi prioritas, menentukan cara

untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari serta

bekerjasama dengan masyarakat dalam menentukan prioritas

kebutuhan dan solusinya.

2. Tahap Pengorganisasian
29

Persiapan pembentukan kelompok dan penyesuaian pola dalam

masyarakat dilanjutkan dengan pemilihan ketua kelompok dan

pengurus inti.(berbasis dasawisma)

3. Tahap pendidikan dan pelatihan kelompok masyarakat

Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat, melakukan

pengkajian, membuat program berdasarkan masalah atau diagnosa

keperawatan, melatih kader kesehatan yang akan membina masyarakat

dilingkungannya dan pelayanan keperawatan langsung terhadap

individu, keluarga dan masyarakat.

4. Tahap formasi kepemimpinan

Memberi dukungan latihan dan pengembangan keterampilan

kepemimpinan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pergerakan, dan pengawasan kegiatan pemeliharaan kesehatan.

5. Tahap koordinasi intersektoral

Kerjasama dengan sector terkait dalam upaya memandirikan

masyarakat.

6. Tahap akhir

Supervise bertahap, evaluasi serta umpan balik untuk perbaikan

kegiatan kelompok kerja berikutnya.

2.6. Pengembangan Model


30

1. Konsep Pengembangan

Pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk

mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah

ada”. Borg and Gall dalam Sukmadinata (2014: 28) mendefinisikan penelitian

pengembangan (R & D) adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan

dan memvalidasi produk pendidikan. Langkah-langkah dari proses ini biasanya

disebut sebagai siklus R & D, yang terdiri dari mempelajari temuan penelitian

yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan, mengembangkan produk

berdasarkan temuan ini, bidang pengujian dalam pengaturan di mana ia akan

digunakan akhirnya, dan merevisinya untuk memperbaiki kekurangan yang

ditemukan dalam tahap mengajukan pengujian. Dalam program yang lebih ketat

dari R & D, siklus ini diulang sampai bidang-data uji menunjukkan bahwa produk

tersebut memenuhi tujuan perilaku didefinisikan.

Pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk

mengembangkan atau memperbaharui produk-produk yang valid dan efektif

digunakan dalam pendidikan. Menurut Mulyaningsih (2017: 167) bahwa dalam

melaksanakan penelitian dan pengembangan, ada beberapa metode yang

digunakan, yaitu metode deskriptif, metode evaluatif, dan metode eksperimental.

Penjabarannya yakni (1) Metode deskriptif, digunakan dalam penelitian awal

untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada. (2) Metode evaluatif,

digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba pengembangan suatu produk.


31

Pengembangan produk tersebut melalui serangkaian uji coba. (3) Metode

eksperimen, digunakan untuk menguji kemampuan dari produk yang dihasilkan

Model adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model digunakan untuk

menyeleksi dan menyusun strategi pembelajaran, metode keterampilan, dan

aktifitas pembelajaran untuk memberikan tekanan pada salah satu bagian

pembelajaran. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang

akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap

dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Pengambilan model pembelajaran haruslah disesuaikan dengan materi pelajaran,

tingkat perkembangan kognitif peserta didik, sarana dan prasarana yang tersedia,

sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirancang akan tercapai. Model

merupakan gambaran yang membantu untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih

jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung

(Ella, 2011: 50).

Model menjelaskan keterkaitan berbagai komponen dalam suatu pola

pemikiran yang disajikan secara utuh. Model juga dapat membantu melihat

kejelasan dan keterkaitan secara lebih cepat, utuh, konsisten, dan menyeluruh. Hal

ini disebabkan suatu model disusun dalam upaya mengkonkretkan keterkaitan hal-

hal abstrak dalam suatu skema, bagan, gambar, atau tabel. Dalam model

pengembangan dapat digunakan sebagai pemecahan masalah dengan


32

menghasilkan suatu produk baru atau memperbaiki produk yang sudah ada berupa

model pembelajaran. Produk yang dikembangkan oleh peneliti nantinya dapat

digunakan dalam proses pembelajaran. Sebelum digunakan dalam proses

pembelajaran produk yang dikembangkan tentunya harus melalui tahap uji coba

dan dieksperimenkan untuk mengetahui seberapa efektif produk yang

dikembangkan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka pengembangan model adalah usaha

penemuan, perbaikan atau pengembangan sesuatu yang baru (adaptif dan inovatif)

menurut kaidah-kaidah dan metode ilmiah tertentu sehingga melahirkan formulasi

yang dikehendaki. Pengembangan model dapat dilakukan untuk kepentingan

program, pembelajaran, pelatihan, dan pembimbingan dan aspek manajerial pada

guru

2. Penelitian Pengembangan

Penelitian pengembangan merupakan pendekatan penelitian yang

dihubungkan pada kerja rancangan dan pengembangan. Penelitian pengembangan

berorientasi pada produk. Penelitian pengembangan merupakan satu jenis

penelitian yang memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, teori

pendidikan yang sudah ada, atau menghasilkan suatu produk di bidang

pendidikan. Adapun produk-produk yang dihasilkan dalam penelitian

pengembangan antara lain materi-materi pelatihan guru, materi belajar untuk

siswa, media pembelajaran untuk memudahkan belajar, sistem pembelajaran dan


33

lain-lain. Menurut Gay yang dikutip oleh Wasis (2014: 4), penelitian

pengembangan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang

efektif berupa materi pembelajaran, media pembelajaran, strategi pembelajaran

untuk digunakan di sekolah, bukan untuk menguji teori. Penelitian pengembangan

bersifat analisis kebutuhan dan dapat menguji keefektifan produk yang dihasilkan

supaya dapat berfungsi di masyarakat luas (Sugiyono, 2017: 407).

Deskripsi tentang prosedur dan langkahlangkah penelitian pengembangan

sudah banyak dikembangkan. Borg & Gall (dalam Sugiyono, 2017:775 )

menyatakan bahwa prosedur penelitian pengembangan pada dasarnya terdiri dari

dua tujuan utama, yaitu: (1) mengembangkan produk, dan (2) menguji keefektifan

produk dalam mencapai tujuan. Tujuan pertama disebut sebagai fungsi

pengembangan sedangkan tujuan kedua disebut sebagai validasi. Dengan

demikkian, konsep penelitian pengembangan lebih tepat diartikan sebagai upaya

pengembangan yang sekaligus disertai dengan upaya validasinya.

Secara konseptual, pendekatan penelitian dan pengembangan memiliki 10

langkah-langkah pelaksanaan penelitian, yaitu:

a. Research and information collecting; termasuk dalam langkah ini antara lain

studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, dan persiapan

untuk merumuskan kerangka kerja penelitian.

b. Planning; termasuk dalam langkah ini merumuskan kecakapan dan keahlian

yang berkaitan dengan permasalahan, menentukan tujuan yang akan dicapai


34

pada setiap tahapan, dan jika mungkin diperlukan melaksanakan studi

kelayakan secara terbatas.

c. Develop preliminary form of product, yaitu mengembangkan bentuk

permulaan dari produk yang akan dihasilkan. Termasuk dalam langkah ini

adalah persiapan komponen pendukung, menyiapkan pedoman dan buku

petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung.

d. Preliminary field testing, yaitu melakukan ujicoba lapangan awal dalam skala

terbatas dengan melibatkan subjek sebanyak 6 – 12 subjek. Pada langkah ini

pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan dengan cara wawancara,

observasi atau angket.

e. Main product revision, yaitu melakukan perbaikan terhadap produk awal

yang dihasilkan berdasarkan hasil ujicoba awal. Perbaikan ini sangat mungkin

dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam

ujicoba terbatas, sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang siap

diujicoba lebih luas

f. Main field testing, uji coba utama yang melibatkan seluruh subjek.

g. Operational product revision, yaitu melakukan perbaikan/penyempurnaan

terhadap hasil uji coba lebih luas, sehingga produk yang dikembangkan sudah

merupakan desain model operasional yang siap divalidasi

h. Operational field testing, yaitu langkah uji validasi terhadap model

operasional yang telah dihasilkan.


35

i. Final product revision, yaitu melakukan perbaikan akhir terhadap model yang

dikembangkan guna menghasilkan produk akhir (final).

j. Dissemination and implementation, yaitu langkah menyebarluaskan

produk/model yang dikembangkan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disintesiskan bahwa penelitian

pengembangan merupakan jenis penelitian yang memfokuskan diri pada tujuan

mengembangkan, memperluas, dan menggali lebih jauh atas sebuah teori dalam

disiplin ilmu tertentu, dimana dalam hal ini pengembangan diarahkan pada

pengembangan model pelatihan yang menghasilkan MPKP berbasis komunitas

dan SOP MPKP berbasis komunitas.

2.7. Konsep Pelatihan

1. Pengertian Pelatihan

Menurut Robert dan Jackson (2011:5) pelatihan adalah suatu proses

dimana orang-orang mencapai tujuan organisasi melalui tahap penilaian,

implementasi dan evaluasi. Pelatihan menurut Bernadin dan Russel yang dkutip

oleh Gomes (2013:5) pelatihan adalah usaha untuk memperbaiki kinerja petugas

kesehatan pada suatu perusahaaan tertentu yang sedang menjadi tanggung

jawabnya. Sedangkan pelatihan menurut Mondy (2008:210) adalah aktifitas yang

dirancang untuk pembelajaran, pengetahuan, dan keterampilan, yang dibutuhkan

untuk pekerjaan saat ini.

Menurut Dessler (2015), pelatihan dikatakan sebagai akuisisi pengetahuan


36

keterampilan, dan kompetensi. Pelatihan memiliki tujuan khusus untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kapasitas, kemampuan, kinerja,

dan produktivitas pegawai. Para ahli tenaga kerja telah dengan jelas menyebutkan,

bahwa pelatihan melebihi dari kualifikasi awal untuk suatu pekerjaan, untuk

meningkatkan dan memperbarui keterampilan. Pelatihan dan pengembangan yang

giat harus tiga di dalam organisasi. Dengan demikian pelatihan dan

pengembangan adalah cabang dari fungsi sumber daya manusia. Dikatakan bahwa

hanya pelatihan & pengembangan yang jauh lebih penting karena mengarah pada

pemanfaatan maksimum semua instansi.

Dengan demikian keterampilan yang digunakan oleh sumber daya manusia

instansi dapat meningkatkan output, peningkatan kualitas di instansi. Pelatihan

dan pengembangan meningkatkan efisiensi, meningkatkan moral pegawai, kerabat

manusia yang lebih baik, pengurangan pengawasan, peningkatan tanggung jawab

& fleksibilitas organisasi. Dikatakan bahwa pelatihan baik secara fisik, sosial,

intelektual, dan sewaan sangat penting dalam memfasilitasi tingkat produktivitas,

juga meningkatkan pengembangan pribadi di organisasi mana pun dengan

pelatihan yang merupakan pengembangan sistematis pengetahuan, keterampilan

yang dibutuhkan oleh petugas kesehatan untuk melakukan secara memadai pada

tugas atau pekerjaan yang diberikan.

Pelatihan dapat berlangsung dengan sejumlah cara, pada pekerjaan di

tempat kerja. Dessler (2015), mengamati dan mengatakan bahwa pelatihan dan
37

pengembangan staf adalah pekerjaan atau kegiatan yang memberikan kontribusi

signifikan terhadap keseluruhan efektivitas & profitabilitas bagi organisasi.

Pelatihan harus memberikan pendekatan sistematis kepada manusia. Ini jelas

berfokus pada pentingnya dan efektivitas pelatihan dan pengembangan yang

memainkan peran penting dalam efektivitas organisasi dan universitas. Untuk

meningkatkan suasana kerja dengan sikap positif. Memastikan efektivitas sesi

pelatihan dengan teknik terbaru dalam pendekatan perilaku soft skill. Untuk

Memperbarui dan memeriksa perkembangan keseluruhan organisasi dan staf juga.

Singkatnya, pentingnya dan efektifitas pelatihan dan pengembangan ini

penting karena akan sangat berdampak pada universitas. Terlebih lagi kinerja

berkualitas tinggi dituntut oleh universitas; maka kita harus pergi dengan

perubahan cepat dalam hal pengetahuan, teknologi, dan tugas akademik. Tujuan

dari pelatihan keefektifan adalah penting karena ini menyoroti banyak aspek.

Namun, sayangnya di organisasi saat ini, mekanisme evaluasi pelatihan ini harus

dipertimbangkan. Kita harus terus mengadopsi untuk memenuhi kebutuhan kita

saat ini. Ini adalah bagaimana mungkin pelatihan kita mengarah pada pelatihan

yang efektif.

Mengembangkan program pelatihan petugas kesehatan yang efektif sangat

penting untuk keberhasilan jangka panjang universitas. Program pelatihan akan

memberikan banyak manfaat bagi petugas kesehatan dan instansi, tetapi hanya

jika mereka direncanakan dengan hati-hati dan dilaksanakan dengan benar.


38

Pemahaman yang jelas tentang kebijakan, fungsi pekerjaan, tujuan dan filosofi

instansi mengarah pada peningkatan motivasi, moral dan produktivitas bagi

pegawai, dan keuntungan yang lebih tinggi untuk universitas. Pelatihan adalah

sarana untuk mencapai tujuan tertentu, jadi dengan mengingat tujuan selama tahap

pengembangan dan implementasi program pelatihan Anda akan membantu

menciptakan program yang jelas dan efektif

Pelatihan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia untuk

meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja karna dengan demikian dapat

meningkatan kinerja petugas kesehatan Mangkunegra (2013:30). Hal senada juga

tertulis dalam peraturan pemerintah No. 101 tahun 2000 tentang diklat jabatan

PNS yaitu pendidikan dan pelatihan didefenisikan sebagai proses

penyelenggaraan belajar mengajar dalam ranga meningkatkan kinerja. Pelatihan

adalah suatu proses, tekhnik dan metode belajar mengajar dengan maksud

mentransfer pengetahuan seseorang kepada orang lain dengan standar yang telah

ditetapkan. Sedangkan latihan adalah suatu proses belajar mengajar dengan

menggunakan tekhnik dan metode tertentu guna meningkatkan keterampilan dan

kemampuan kerja petugas kesehatan (Soekidjo, 2009:71) Pelatihan adalah suatu

kegiatan yang dilakukan instansi dengan maksud untuk dapat memperbaiki dan

mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para

petugas kesehatan sesuai dengan keinginan yang bersangkutan. Pelatihan

berhubungan dengan penambahan pengetahuan umum.


39

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan juga pengaturan tentang

tujuan, isi, serta bahan pengajaran dan juga cara yang akan digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan suatu pembelajaran untuk mencapai suatu

tujuan pendidikan nasional (UU R1 no 20 tahun 2003). Penyusunan perangkat

mata pelajaran ini juga disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap

jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan

lapangan kerja. Menurut Daniel Tanner dan Laurel Tanner (dalam Manekunegara,

2013) kurikulum adalah suatu pengalaman pembelajaran yang terarah dan juga

terencana dengan secara terstuktur serta tersusun dengan melalui proses

rekontruksi pengetahuan serta pengalaman dengan secara sistematis yang berada

dibawah pengawasan suatu lembaga pendidikan

Berdasarkan konsep di atas maka pelatihan merupakan suatu rangkaian

kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan yang

diharapkan agar hasil capaian kerja menjadi lebih baik.

2. Tujuan Pelatihan

Setiap instansi menginginkan untuk terus maju dan berkembang. Untuk

mencapai apa yang diinginkan instansi, instansi harus memiliki petugas kesehatan

yang berkualitas atau berkompeten. Dalam hal meningkatkan kualitas petugas

kesehatan instansi bisa memakai salah satu cara yaitu dengan memberikan

pelatihan kepada petugas kesehatan baru ataupun lama. Menurut Ganesh dan

Indradevi (dalam Sukidjo, 2009), berbagai pandangan yang berbeda mengenai


40

pelatihan dan pengembangan perlu dieksplorasi. Ini telah menjadi perhatian

mereka dengan model pilihan mereka sendiri dan melalui pengalaman dengan

Organisasi besar. Pelatihan tradisional saat ini terus menerus menghadapi

tantangan dalam pemilihan pegawai, dalam menjaga ketidakpastian terkait dengan

tujuan dan dalam memperkenalkan taktik baru untuk lingkungan kerja dan dengan

menyadari hal ini, mereka memberi nasihat tentang semua masalah, yang

menegaskan kembali persyaratan untuk pendekatan yang fleksibel. Biasanya para

manajer memiliki pilihan untuk memilih program pelatihan dan pengembangan

terbaik untuk staf mereka tetapi mereka selalu harus diingat bahwa untuk

meningkatkan peluang mereka mencapai target yang ditetapkan oleh instansi.

Beberapa teori pelatihan dapat efektif segera di masa depan keterampilan

dan pengembangan. Konten dan akses pelatihan adalah faktor aktual untuk proses

tersebut. Ini adalah representasi itu sendiri oleh akses pada aspek utama apa yang

efektif untuk praktik yang diadopsi dalam pengembangan pelatihan. Sesuai teori

terbaru untuk mengakses pengetahuan berubah dari substansial dalam tradisional

untuk memberikan pengetahuan untuk bentuk virtual untuk menggunakan makna

informasi baru dengan penggunaan pembelajaran elektronik. Ada konfirmasi

survei untuk menggunakan ruang kelas untuk memberikan pelatihan akan turun

secara dramatis.

Pelatihan adalah investasi efektif yang diperlukan dalam organisasi mana

pun. Diperlukan pelatihan teknis & pelatihan perilaku di antara anggota staf kami.
41

Pelatihan ini membuat petugas kesehatan kami merasa percaya diri dan baik.

Banyak hasil positif dihasilkan di antara staf setelah mereka menghadiri pelatihan.

Pelatihan ini diperlukan pada setiap tahap kehidupan profesional untuk

meningkatkan dan memperbarui pengetahuan dan memperluas kompetensi teknis.

Pelatihan berhasil ketika ada keterlibatan dan minat di antara anggota staf.

Pelatihan sangat penting untuk semua orang, agar berhasil menyelesaikan

pekerjaan. Instansi melampaui teknologi; karenanya pelatihan sangat penting bagi

anggota senior yang telah bergabung sebelumnya, jauh sebelum era teknologi.

Para anggota senior ini bersedia menjalani pelatihan karena mereka tahu bahwa

pelatihan adalah investasi yang efektif. Kita dapat mengharapkan hasil yang

nyata, peningkatan dalam pengembangan manusia, peningkatan dalam komitmen

terhadap pekerjaan, dan peningkatan moral pegawai. Ini juga menghasilkan

pemahaman yang lebih baik tentang perilaku manusia.

Pelatihan diperlukan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan efisiensi

di tempat kerja & berkembang dalam pengeluaran. Pelatihan lebih penting dalam

situasi di mana seorang petugas kesehatan diperkenalkan dengan sistem baru dan

diharapkan untuk mengatasi perubahan yang diperkenalkan sistem baru.

Kebutuhan tempat kerja berubah, lingkungan kerja berubah, yang menuntut

keseimbangan antara input dan output. Baru-baru ini masyarakat kita digerakkan

oleh teknologi dan petugas kesehatan di tempat kerja juga digerakkan oleh

teknologi. Karenanya, pelatihan teknis di tempat kerja menjadi sangat penting.


42

Seiring dengan pelatihan teknis, pelatihan soft skill diperlukan untuk berkinerja

baik di pekerjaan. Program pelatihan yang dirancang dengan baik pasti akan

membuat petugas kesehatan lebih produktif. Pelatihan adalah proses berkelanjutan

yang mencakup seluruh masa kerja pegawai.

Ketika petugas kesehatan menghadiri pelatihan dengan dedikasi dan

membawa serta keterampilan yang dipelajari dan dipraktikkan di pekerjaan

mereka, itu menghasilkan hasil yang sangat baik. Pelatihan sangat diperlukan

dalam profesi setiap orang, karena membuka jalan ke platform baru. Ini

memungkinkan orang untuk mempresentasikan ide-ide mereka dengan cara yang

sangat jelas dan sederhana. Ini menghasilkan perubahan yang solid dan permanen

pada petugas kesehatan yang meningkatkan efisiensi. Pelatihan adalah bagian

integral dari petugas kesehatan di lembaga akademik yang membutuhkan

investasi besar. Ketika investasi besar ini direncanakan dan dilaksanakan dengan

benar, itu mengarah pada program pelatihan yang sukses. Pelatihan adalah proses

yang berkelanjutan dan tidak pernah berhenti pada fase kehidupan apa pun.

petugas kesehatan harus mau mempelajari hal-hal baru dan memperbarui

pengetahuan mereka sesering mungkin. Kemajuan teknologi sangat cepat dan

orang perlu beradaptasi dengan perubahan dengan cepat.

Organisasi yang melakukan pelatihan dan pengembangan dari sudut

pandang ini mau tidak mau mendorong petugas kesehatan yang berkinerja baik

dan maju, dan yang penting, bertahan cukup lama untuk menjadi hebat dalam apa
43

yang petugas kesehatan lakukan, dan untuk membantu petugas kesehatan lain

menjadi demikian. Pelatihan adalah kata yang sangat umum digunakan, itu secara

tradisional milik pelatih atau organisasi, itu harus tentang keseluruhan

pengembangan pribadi -tidak hanya mentransfer keterampilan, interpretasi

tradisional pelatihan di tempat kerja. Menjadi realistis, sikap dan harapan instansi

tentang apa yang dimaksud dengan pelatihan, tidak dapat diubah dalam semalam,

dan sebagian besar keterampilan organisasi melihat pelatihan terbatas pada

keterampilan kerja, ruang kelas dan presentasi power point-Namun, ketika Anda

mulai membayangkan dan berpikir dan berbicara tentang sikap progresif untuk

mengembangkan petugas kesehatan di luar dan pelatihan keterampilan tradisional.

Pelatihan sangat penting untuk keberhasilan berfungsinya suatu organisasi.

Untuk staf yang tidak mengajar, pelatihan komputer sangat penting. petugas

kesehatan harus menggunakan komputer untuk hampir semua pekerjaan dalam

pekerjaan sehari-hari mereka. Pelatihan in-house harus dilakukan secara berkala

untuk menjaga orang-orang ini diperbarui dan menggunakan teknologi secara

efektif. Pelatihan adalah persyaratan dasar dalam bidang apa pun. Kita harus

menggunakan investasi yang efektif ini untuk menjadikan diri kita yang terbaik.

Itu membuat pekerjaan mudah, sumber daya sangat ramah pengguna,

meringankan beban kerja dan memberikan pikiran yang sehat. Untuk saat ini

proses soft level sikap.

Minat belajar dapat melatih kesuksesan petugas kesehatan dan


44

mengidentifikasi orang yang tepat akan membuat pelatihan sukses. Setiap petugas

kesehatan perlu dilatih tetapi jenis dan tingkat pelatihan dapat berbeda dari satu

kategori ke kategori pekerja lainnya. Pelatihan di universitas berhasil baik untuk

staf pengajar & staf. Tindak lanjut berkala dilakukan untuk memantau kemajuan

sehingga pelatihan dilakukan pada waktu yang dibutuhkan. Pelatihan di lembaga

akademik membantu menghasilkan hasil akademik yang baik. Itu membuat satu

diperbarui. Pelatihan teknis juga bagus. Pelatihan ini membuat petugas kesehatan

untuk mempercepat pertumbuhan karir mereka. Pelatih yang ahli juga bisa

membantu.

Pelatihan berhasil jika memenuhi kebutuhan pegawai. Program pelatihan

yang baik perlu mendapatkan umpan balik dari para peserta sehingga saran dapat

diambil sebagai masukan untuk program pelatihan berikutnya. Pelatihan wajib

untuk setiap & semua orang. Ini meningkatkan produktivitas individu dan juga

seluruh institusi. Oleh karena itu, investasi yang berharga patut dihargai. Hasilnya

berbuah mengikuti hari-hari yang akan datang di masa depan. Sejauh menyangkut

departemen, semuanya sekarang menjadi lebih otomatis. Untuk menjaga diri

dalam arus otomasi, seseorang harus menggunakan pelatihan dengan sangat

efektif dan mendapat manfaat darinya. Kalau tidak, kita akan segera tertinggal

untuk menyadari bahwa semua orang telah maju sangat jauh. Pelatihan membuat

seseorang sangat kompeten & keterlibatan petugas kesehatan membuat pelatihan

berhasil.
45

Tujuan utama pelatihan pada intinya dapat dikelompokkan ke dalam enam

bidang yaitu: (Simamora, 2009:346).

1) Memperbaiki kinerja

Pegawai-pegawai yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan

keterampilan-keterampilan merupakan calon-calon utama pelatihan.

Kendatipun pelatihan tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang

tidak efektif, program pelatihan dan pengembangan yang sehat kerap

berfaedah dalam meminimalkan masalah-masalah ini.Pada saat jumlah

kekosongan melebihi jumlah pelamar, satu-satu nya alternative menegement

adalah mengangkat dan mempromosikan pelamar dengan sedikit atau tanpa

keahlian-keahlian kerja dan menutupi kepincangan itu dengan pelatihan.

2) Memutakhirkan keahlian para petugas kesehatan sejalan dengan kemajuan

tekhnologi.

Melalui pelatihan (training) memastikan bahwa petugas kesehatan dapat

secara efektif menggunakan tekhnologi-tekhnologi baru.Perubahan

tekhnologi, pada gilirannya, berarti bahwa pekerjaan-pekerjaan sering berubah

dan keahlian serta kemampuan petugas kesehatan mestilah di mutakhirkan

melalui pelatihan, sehingga kemajuan tekhnologi tersebut secara sukses dapat

diintegrasikan kedalam organisasi.

3) Mengurangi waktu belajar bagi petugas kesehatan baru supaya kompeten

bekerja
46

Sering seorang petugas kesehatan baru tidak memiliki keahlian-keahlian dan

kemempuan yang dibutuhkan untuk menjadi “job competent” yaitu mampu

mencapai output dan standar kualitas yang diharapkan, sebab pertama, sistem

seleksi yang tidak sempurna, meskipun hasil-hasil tes, wawancara dan data

lainnyamungkin menunjukkan probabilitas yang tinggi akan kesuksesan

pekerjaan oleh pelamar pekerjaan. Kedua, menegement dengan sengaja

mengangkat pegawai-pegawai yang membutuhkan pelatihan agar bekerja pada

tingkat standar.Ketiga, kerapkali manajement mengangkat pegawai-pegawai

yang memiliki bakat untuk mempelajari berbagai bakat untuk mempelajari

berbagai pekerjaan rendah atau semi ahli dibandingkan dengan petugas

kesehatan ahli dalam suatu bidang pekerjaan.

4) Membantu memecahkan permasalahan noperasional

Para pemimpin harus mencapai tujuan-tujuan mereka dengan kelangkaan dan

kelimpahan sumberdaya : kelangkaan sumber daya financial dan sumberdaya

tekhnologi manusia (human, technologi, resource), dan kelimpahan finansial,

manusia dn tehnologi. Serangkaian pelatihan dalam berbagai bidang yang

diberikan organisasi maupun konsultan luar membantu kalangan petugas

kesehatan dalam memecahkan masalah- masalah organisasional dan

melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif.

5) Mempersiapkan petugas kesehatan untuk promosi

Salah satu cara yang menarik, menahan dan memotivasi petugas kesehatan
47

adalah melalui program penegembangan karir yang sistematik.

Mengembangkan kemampuan promorsional petugas kesehatan adalah

konsisten dengan kebijakan dengan personalia untuk promosi dari dalam,

pelatihan adalah mengorientasikan pegawai-pegawai baru terhadap organisasi

dan pekerjaan.

6) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi

Misalnya sebagian besar pemimpin adalah berorientasi pencapaian dan

membutuhkan tantangan-tantangan baru pada pekerjaannya. Pelatihan dan

pengembangan dapat memainkan peran ganda dengan menyediakan aktifitas-

aktifitas yang membuahkan efektifitas organisasi yang lebih besar dan

meningkatkan pertumbuhan pribadi bagi semua pegawai

Berdasarkan konsep di atas maka pelatihan adalah investasi yang efektif

dalam peningkatan kinerja petugas kesehatan dan juga kinerja instansi. Pelatihan

membuat kita nilai dan komitmen organisasi. Pelatihan membuat organisasi kami

memungkinkan kami dalam proses dan cara yang bermanfaat. Melatih nara

sumber yang baik, karenanya membuat pelatihan berhasil. Pelatihan sangat

penting untuk semua orang dan merupakan bagian dari karir. Pelatihan harus

disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pegawai

3. Jenis Pelatihan

Pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan

dapat diklasifikasikan kedalam berbagai cara. Beberapa jenis pelatihan menurut


48

Mathis dan Jackson dalam bukunya Dina (2014:179) adalah sebagai berikut

1) Pelatihan Rutin

Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin dilakukan untuk memenuhi berbagai

syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua

petugas kesehatan (orientasi petugas kesehatan baru).

2) Pelatihan Teknis

Pelatihan pekerjaan/teknis memungkinkan petugas kesehatan untuk

melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab mereka dengan baik,

misalnya: pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur teknis, dan

hubungan pelanggan.

3) Pelatihan Antar Pribadi dan Pemecahan Masalah

Dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antar pribadi serta

meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional, misalnya:

komunikasi antar pribadi, keterampilan manajerial atau pengawasaan,

pemecahan konflik.

4) Pelatihan perkembangan dan inovatif

Menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas

individual dan organisasional untuk masa depan, misalnya : praktik-praktik

bisnis, perkembangan eksekutif, dan perubahan organisasional.

Berdasarkan penjelasan di atas maka pelatihan dibagi menjadi 4 jenis

yakni pelatihan rutin, pelatihan teknis, pelatihan antar pribadi dan pemecahan
49

masalah dan pelatihan perkembangan dan inovatif.

4. Dimensi Pelatihan

Dimensi pelatihan menurut Mangkunegara (2013: 62), diantaranya:

1) Jenis Pelatihan

Berdasarkan analisis kebutuhan program pelatihan yang telah dilakukan,

makaperlu dilakukan pelatihan peningkatkan kinerja petugas kesehatan dan

etika kerja bagi tingkat bawah dan menengah.

2) Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan harus konkrit dan dapat diukur, oleh karena itu pelatihanyang

akan diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan kerja agar

peserta mampu mencapai kinerja secara maksimal dan meningkatkan

pemahaman terhadap etika kerja yang harus diterapkan.

3) Materi

Materi pelatihan dapat berupa: pengelolaan (manajemen), tata naskah,

psikologis kerja, komunikasi kerja, disiplin dan etika kerja, kepemimpinan

kerja dan pelaporan kerja.

4) Metode Yang Digunakan

Metode pelatihan yang digunakan adalah metode pelatihan dengan teknik

partisipatif yaitu diskusi kelompok, konfrensi, simulasi, bermain peran

(demonstrasi) dan games, latihan dalam kelas, test, kerja tim dan study visit

(studi banding).
50

5) Kualifikasi Peserta

Peserta pelatihan adalah petugas kesehatan instansi yang memenuhi

kualifikasi persyaratan seperti petugas kesehatan tetap dan staf yang mendapat

rekomendasi pimpinan.

6) Kualifikasi Pelatih

Palatih/instruktur yang akan memberikan materi pelatihan harus

memenuhikualifikasi persyaratan antara lain: mempunyai keahlian yang

berhubungan dengan materi pelatihan, mampu membangkitkan motivasi dan

mampu menggunakan metode partisipatif.

7) Waktu (Banyaknya Sesi)

Banyaknya sesi materi pelatihan terdiri dari 67 sesi materi dan 3 sesi

pembukaan dan penutupan pelatihan kerja. Dengan demikian jumlah sesi

pelatihan ada 70 sesi atau setara dengan 52,2 jam. Makin sering petugas

mendapat pelatihan, maka cenderung kemampuan dan keterampilan petugas

kesehatan semakin meningkat

Berdasarkan konsep di atas maka dimensi pelatihan terdiri atas 7 aspek

yakni jenis pelatihan, tujuan pelatihan, materi, metode yang digunakan,

kualifikasi peserta, kualifikasi pelatih dan waktu (banyaknya sesi)

5. Analisis Kebutuhan Pelatihan

Pelatihan dan pengembangan petugas kesehatan dirancang untuk


51

membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Oleh karena itu, penentuan dari

kebutuhan pelatihan organisasional mencerminkan tahapan diagnostik dari

penentuan tujuan- tujuan pelatihan. Penilaian ini melihat pada masalahmasalah

kinerja petugas kesehatan dan organisasional untuk menentukan apakah dengan

diadakannya pelatihan akan menolong (Mathis dan Jackson, 2012: 308). Alasan

diperlukannya program pelatihan dikemukakan oleh Cormick (Mangkunegara,

2013: 46) bahwa suatu organisasi perlu melibatkan pegawainya pada aktivitas

pelatihan hanya jika hal itu merupakan keputusan terbaik dari manajer. Pelatihan

diharapkan dapat mencapai hasil lain daripada memodifikasi perilaku pegawai.

Hal ini juga perlu mendapat dukungan secara organisasi dan tujuan, seperti

produksi, distribusi barang dan pelayanan lebih efisien, menekan biaya operasi,

meningkatkan kualitas, dan hubungan pribadi lebih efektif.

Tujuan dari kegiatan analisis kebutuhan antara lain untuk mencari atau

mengidentifikasi kemampuan-kemampuan apa yang diperlukan oleh petugas

kesehatan dalam rangka menunjang kebutuhan organisasi (Soekidjo, 2009: 33).

Hal lain kemukakan oleh Gomes (2013: 205) bahwa tujuan dari penentuan

kebutuhan yaitu untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan

guna mengetahui dan menentukan apakah perlu tidaknya pelatihan dan

pengembangan dalam organisasi tersebut. Berikut ada tiga sumber analisis dalam

kebutuhan pelatihan dan pengembangan :

a. Analisis Organisasional
52

Kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan dapat didiagnosa

melalui analisis-analisis organisasional. Sebuah bagian penting dari

perencanaan SDM strategis organisasional adalah identifikasi dari

pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang akan di butuhkan di masa

depan seiring berubahnya pekerjaan dan organisasi. Baik kekuatan internal

maupun eksternal akan mempengaruhi pelatihan dan harus dipertimbangkan

ketika melakukan analisis organisasional. Misalnya, masalah-masalah yang

diakibatkan oleh ketertinggalan dalam bidang teknis dari petugas kesehatan

yang ada dan kurang terdidiknya kelompok tenaga kerja dimana pekerja baru

diambil, harus dihadapi lebih dahulu sebelum kebutuhan pelatihan tersebut

menjadi kritis.

Analisis organisasi menurut Mondy (2008: 215) merupakan langkah

dalam penentuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan dilihat dari

perspektif organisasi secara menyeluruh, misi-misi, tujuan-tujuan, dan

rencana-rencana stratejik instansi dipelajari, bersama dengan hasil-hasil

perencanaan sumber daya manusia. Kegiatan analisis organisasi merupakan

kegiatan menganalisis tujuan organisasi, sumber daya yang ada dan

lingkungan organisasi yang sesuai dengan realita, Wexley dan Latham

(Mangkunegara, 2013: 46) mengemukakan bahwa dalam menganalisis

organisasi perlu memperhatikan pertanyaan “where is training and

development needed and where is it likely to be succesfull within an


53

organization?”. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan survei

mengenai sikap petugas kesehatan terhadap kepuasan kerja, persepsi pegawai,

dan sikap petugas kesehatan dalam administrasi. Selain itu pula dapat

menggunakan turnover, absensi, kartu pelatihan, data perencanaan petugas

kesehatan dan lain sebagainya.

Dari beberapa konsep yang diungkapkan diatas dapat disimpulkan

bahwa analisis organisasi lebih menitikberatkan pada analisis tujuan

organisasi dan kebutuhan pelatihan dan pengembangan di lihat dari aspek

organisasi itu sendiri. Cara-cara memperoleh informasi-informasi dalam

menganalisis dapat dilakukan melalui angket, wawancara, atau pengamatan.

b. Analisis Pekerjaan

Berfokus pada tugas-tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan-

tujuan instansi. Deskripsi-deskripsi pekerjaan merupakan sumber data yang

penting pada kegiatan ini (Mondy, 2008: 215). Terkait pula dengan apa saja

yang harus diajarkan atau diberikan dalam pelatihan agar para petugas

kesehatan yang bersangkutan mampu melakukan pekerjaan secara efektif.

Menurut Notoatmodjo (2013: 33) tujuan utama analisis tugas ialah untuk

memperoleh informasi tentang (1) Tugas-tugas yang harus dilakukan oleh

pegawai. (2) Tugas-tugas yang telah dilakukan pada saat ini. (3) Tugas-tugas

yang seharusnya dilakukan, tetapi belum atau tidak dilakukan pegawai. (4)

Sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan


54

pekerjaan dengan baik dan sebagainya.

Analisis pekerjaan atau tugas dilakukan dengan membandingkan

kebutuhan dalam pekerjaan dengan pengetahuan, keterampilan, dan

kemampuan pegawai, kebutuhan-kebutuhan pelatihan dapat diidentifikasi

(Mathis dan Jackson, 2012: 311). Sebagai contoh, analisis pada instansi

manufaktur mengidentifikasi tugas-tugas untuk dilakukan oleh para insinyur

yang berlaku sebagai instruktur teknis untuk petugas kesehatan lain. Dengan

membuat daftar tugas yang dibutuhkan oleh instruktur teknis, manajemen

mengadakan program untuk mengajarkan keterampilan oral tertentu. Jadi

insinyur tersebut mampu untuk menjadi instruktur yang lebih baik.

c. Analisis Individual

Kegiatan ini merupakan langkah untuk menentukan kebutuhan

pelatihan dan pengembangan individual. Pertanyaan-pertanyan yang relevan

adalah, “siapa yang perlu dilatih?” dan “Pengetahuan, keterampilan, dan

kemampuan jenis apa yang dibutuhkan para pegawai?” (Mondy, 2008: 215).

Notoatmodjo (2013:34) mengungkapkan bahwa dalam melakukan analisis

individual diperlukan waktu untuk mengadakan diagnosis yang lengkap

tentang masing-masing personel mengenai kemampuan-kemampuan mereka.

Untuk memperoleh informasi ini dapat dilakukan melalui achievement test,

observasi, dan wawancara. Lebih lanjut disebutkan bahwa pendekatan paling

umum dalam membuat analisis individual tersebut adalah dengan


55

menggunakan data penilaian kerja (Mathis dan Jackson, 2013: 311). Dalam

beberapa contoh, sistem informasi SDM yang baik dapat digunakan untuk

mengidentifikasi individu-individu yang membutuhkan pelatihan dalam area-

area tertentu. Untuk menilai kebutuhan-kebutuhan melalui proses penilaian

kinerja, kekurangan dalam kinerja seorang petugas kesehatan harus lebih dulu

ditentukan dalam sebuah tinjauan formal. Kemudian, beberapa jenis pelatihan

dapat dirancang untuk membantu pegawai.

Dari ketiga jenis analisis seperti diuraikan diatas diharapkan akan

keluar status kemampuan atau yang lebih tepat dikatakan kinerja

(performance) pada pegawai, dan seterusnya dapat dijadikan dasar

penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan. Namun dalam

menyimpulkan hasil analisis haruslah berhati-hati, perlu dicermati apakah

benar kinerja yang ditemukan dari analisis tersebut terapinya harus

diselenggarakan program pelatihan atau tidak.

6. Metode Pelatihan

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikendaki. Metode merupakan teknik

yang digunakan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Keberhasilan suatu program

pelatihan dan pengembangan tak luput dari penggunaan metode-metode yang

tepat. Menurut Sikula (Mangkunegara, 2013: 52) mengatakan bahwa metode

pelatihan dan pengembangan yaitu metode pelatihan meliputi: on the job,


56

vestibule, demonstrasi dan percontohan, simulasi, apprenticeship, metode di

dalam kelas (kuliah, konferensi, studi kasus, bermain peran, dan instruksi

terprogram), dan metode pelatihan lainnya. Sedangkan metode pengembangan

yaitu : metode-metode pelatihan, understudy, rotasi pekerjaan dan kemajuan

berencana, pembinaan-konseling.

Handoko (2010: 110) menyatakan bahwa program-program pelatihan dan

pengembangan dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi

dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok dalam

metode pelatihan dan pengembangan yaitu :

a. Metode praktis (on the job) yang terdiri dari (1) Rotasi jabatan. (2) Latihan

instruksi pekerjaan. (3) Magang (apprenticeships). (4) Coaching. (5)

Penugasan sementara.

b. Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job

training) yang meliputi : (1) Teknik-teknik presentasi Informasi yaitu metode

kuliah, presentasi video, metode konferensi, Instruksi pekerjaan (programmed

instruction), studi sendiri (self studi). (2) Metode-metode simulasi yaitu

metode studi kasus, role playing, bussiness games, vestibule training, Latihan

laboratorium (laboratory training), dan program-program pengembangan

eksekutif.

Menurut Hariandja (2012: 186) menyebutkan bahwa metode-metode

pelatihan dan pengembangan terdiri dari (1) Metode-metode Pelatihan On the job
57

Training yaitu meliputi job instruction training, coaching, job rotation, dan

apprenticeship. (2) Metode-metode pelatihan off the job Training yaitu lecture,

video presentation, vestibule training, role playing, case study, self study, program

learning, laboratory training dan action training.

Lebih jelas lagi metode-metode pelatihan dan pengembangan dapat

diuraikan sebagai berikut :

a. Metode On the Job (di tempat kerja)

Metode ‘on the job’ merupakan metode yang paling banyak digunakan

dalam pelatihan dan pengembangan. petugas kesehatan dilatih tentang

pekerjaan baru dengan supervisi langsung seorang ‘pelatih’ yang

berpengalaman (pegawai lain). Meliputi semua upaya bagi petugas kesehatan

untuk mempelajari suatu pekerjaan sambil mengerjakannya di tempat kerja

yang sesungguhnya. Berbagai macam metode yang digunakan adalah sebagai

berikut :

1) Rotasi Jabatan (Job rotation)

Memberikan petugas kesehatan pengetahuan tentang bagian-bagian

organisasi yang berbeda dan praktek berbagai keterampilan manajerial

(Handoko, 2010: 112). Rotasi pekerjaan melibatkan perpindahan petugas

kesehatan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Kadang-kadang dari

satu penempatan ke penempatan lainnya. Menurut Mathis dan Jackson

(2012: 362) di beberapa organisasi, rotasi pekerjaan tidak direncanakan.


58

Akan tetapi, organisasi-organisasi lain mengikuti grafik dan jadwal yang

terperinci, merencanakan program rotasi untuk setiap petugas kesehatan

dengan tepat. Ketika jarang ada peluang untuk promosi, rotasi pekerjaan

melalui penggunaan pemindahan lateral mungkin bermanfaat untuk

membangkitkan kembali antusiasme dan mengembangkan bakatbakat para

pegawai. Keuntungan job rotasi, antara lain petugas kesehatan

mendapatkan gambaran luas mengenai berbagai macam jenis pekerjaan,

mengembangkan kerjasama antara pegawai, menentukan jenis pekerjaan

yang sangat diminati oleh pegawai, mempermudah penyesuaian diri

dengan lingkungan tempat bekerja, dan juga sebagai bahan pertimbangan

dalam menentukan penempatan kerja sesuai dengan potensi pegawai.

2) Latihan Instruksi Pekerjaan (Job Instruction Learning)

Menurut Handoko (2010: 112) latihan instruksi pekerjaan adalah metode

yang digunakan dengan memberikan petunjuk-petunjuk pengerjaan

diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama untuk

melatih para petugas kesehatan untuk melaksanakan pekerjaan mereka

sekarang.

3) Magang (Apprenticeship)

Merupakan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang lebih

berpengalaman.Pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan latihan ‘off

the job’ yaitu dengan mengkombinasikan materi di kelas dengan praktek di


59

lapangan. Pelatihan ini umum dalam pekerjaan-pekerjaan yang banyak

membutuhkan keterampilan, seperti tukang ledeng, tukang potong rambut,

tukang kayu, masinis dan lain sebagainya. Lebih ditekankan pada

keterampilan perajin atau pertukangan.

4) Coaching

Menurut Handoko (2010: 112) coaching merupakan suatu bimbingan dan

pengarahan yang diberikan kepada petugas kesehatan dalam pelaksanaan

kerja rutin mereka. Hal senada juga di kemukakan oleh Mangkunegara

(2013: 58) bahwa coaching adalah suatu prosedur pengajaran pengetahuan

dan keterampilan-keterampilan kepada petugas kesehatan bawahan.

Peranan job coach adalah memberikan bimbingan kepada petugas

kesehatan bawahan dalam menerima suatu pekerjaan atau tugas dari

atasannya. Adakalanya kegiatan coaching ini juga diikuti dengan

konseling yang merupakan pemberian bantuan kepada petugas kesehatan

agar dapat menerima diri, memahami diri, dan merealisasikan diri

sehingga potensinya dapat berkembang secara optimal dan tujuan

organisasi dapat tercapai. Dengan penyuluhan petugas kesehatan

diharapkan aspirasinya dapat berkembang dengan baik dan petugas

kesehatan yang bersangkutan mampu mencapai kepuasan kerja.

5) Penugasan sementara

Merupakan kegiatan penempatan petugas kesehatan pada posisi manajerial


60

atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan.

petugas kesehatan terlibat dalam pengambilan keputusan dari pemecahan

masalah-masalah organisasional nyata (Handoko, 2010: 113). petugas

kesehatan turut serta dalam pembuatan keputusan dengan beragam

kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Dalam penugasan sementara

petugas kesehatan berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan,

merencanakan masa depan dan berdiskusi serta berperan dalam isu-isu

kritis bagi organisasi.

b. Metode Off the Job (di luar pekerjaan)

Pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada lokasi terpisah dengan

tempat kerja. Program ini memberikan petugas kesehatan dengan keahlian dan

pengetahuan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan pada

waktu terpisah dari waktu kerja reguler mereka. Metode-metode yang

digunakan sebagai berikut :

1) Metode-metode Simulasi

Simulasi adalah suatu situasi atau peristiwa menciptakan bentuk realitas

atau imitasi dari realitas (Mangkunegara, 2013: 54). Sebagai teknik

duplikat yang mendekati kondisi nyata pada pekerjaan. Menurut Soekidjo

Notoatmodjo (2013: 38) Simulasi adalah suatu penentuan karakteristik

atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian rupa sehingga para peserta

dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya. Metode simulasi


61

meliputi :

a) Metode studi kasus. Merupakan metode dimana uraian tertulis atau

lisan tentang masalah yang ada. petugas kesehatan diminta untuk

mengidentifikasi masalah-masalah dan merekomendasi pemecahan

masalahnya. Diharapkan dapat mengembangkan keterampilan petugas

kesehatan dalam pengambilan keputusan.

b) Role playing (bermain peran). Metode yang memungkinkan para

petugas kesehatan untuk memainkan berbagai peran yang berbeda.

Peserta diberitahu mengenai suatu kesan dan peran yang harus mereka

mainkan. Metode ini terutama di gunakan untuk memberi kesempatan

kepada peserta mempelajari keterampilan berhubungan antara manusia

melalui praktik, mengembangkan pemahaman mengenai pengaruh

perilaku mereka pada peserta lainnya.

c) Bussiness games (permainan bisnis). Merupakan suatu simulasi

pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan situasi

kehidupan bisnis yang nyata. Tujuannya adalah untuk melatih petugas

kesehatan dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-

operasi organisasi.

d) Vestibule training. Merupakan bentuk pelatihan yang dilaksanakan di

area-area terpisah yang dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama

sepertii yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya. Jadi metode


62

pelatihan vestibule merupakan metode dimana telah disediakan tempat

khusus untuk melaksanakan pelatihan yang ditata menyerupai

lingkungan pekerjaan beserta tugas yang dilakukan.

e) Laboratory training. Merupakan suatu bentuk latihan kelompok

terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan

antar pribadi. Melalui sharing pengalaman,perasaan, persepsi, dan

perilaku antar beberapa peserta (pegawai). Salah satu bentuk latihan

laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas, dimana peserta

belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap perasaan orang lain dan

lingkungan.

2) Metode-metode Presentasi Informasi

Yang dimaksud dengan metode ini ialah penyajian informasi, yang

tujuannya untuk mengajarkan berbagai sikap, konsep, atau keterampilan

kepada peserta (Handoko, 2010: 115). Metodemetode yang termasuk

dalam presentasi informasi yaitu :

a) Kuliah

Merupakan metode tradisional dengan kemampuan penyampaian

informasi, banyak peserta dan biaya relatif murah. Metode ini

cenderung lebih tergantung pada komunikasi, bukan modeling. Berupa

ceramah yang disampaikan secara lisan. Metode ini harus

dikombinasikan dengan metode lainnya seperti diskusi dan tanya


63

jawab karena peserta cenderung pasif disebabkan adanya komunikasi

satu arah saja.

b) Presentasi Video

Presentasi TV, film, slide dan sejenisnya adalah serupa dengan bentuk

kuliah. Metode ini biasanya digunakan sebagai bahan atau alat

pelengkap bentuk-bentuk pelatihan lainnya.

c) Metode Konferensi

Metode ini analog dengan bentuk kelas seminar di perguruan tinggi,

sebagai pengganti metode kuliah. Berupa pertemuan moral formal di

mana terjadi diskusi atau konsultasi tentang sesuatu yang penting.

Menekankan adanya diskusi kelompok kecil dan melibatkan peserta

aktif. Tujuannya adalah untuk mengembangkan kecakapan dalam

pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dan untuk mengubah

sikap pegawai. Sangat berguna untuk pengembangan terhadap

pengertian dan pembentukan sikap-sikap baru.

d) Studi sendiri (self study)

Metode ini biasanya menggunakan modul-mosul tertulis dan kaset-

kaset atau videotape rekaman di mana para petugas kesehatan

mempelajarinya sendiri. Studi sendiri berguna bila para petugas

kesehatan tersebar secara geografis atau bila proses belajar hanya

memerlukan sedikit interaksi.


64

Dalam pemilihan metode pelatihan dan pengembangan tergantung pada

kebutuhan. Menurut Handoko (2010: 110) tidak ada teknik atau metode yang di

nilai paling baik. Namun setidaknya dalam penggunaan metode tersebut ada

beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu (1) Efektifitas biaya (cost-

effectiveness). (2) Isi program yang dikehendaki (desired program content). (3)

Kelayakan fasilitas-fasilitas (appropriateness of the facilities). (4) Prefensi dan

kemampuan peserta (trainee preferences and capabilities). (5) Preferensi dan

kemampuan instruktur atau pelatih (trainer preferences and capabilities). (6)

Prinsip-prinsip belajar (learning principles). Dengan beberapa pertimbangan

diatas diharapkan organisasi dapat menggunakan metode pelatihan dan

pengembangan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.

Hal ini dilakukan agar tujuan yang ingin di capai dapat terwujud dan bermanfaat.

Dari berbagai metode-metode pelatihan dan pengembangan yang telah

disebutkan diatas sebenarnya pada hakikatnya adalah sama. Hanya saja peneliti

lebih cenderung sepakat dengan metode-metode pelatihan dan pengembangan.

Metode-metode pelatihan dan pengembangan dibagi menjadi dua yaitu metode

dalam pekerjaan (on the job) dan metode di luar pekerjaan (off the job) yang

masing-masing terdiri dari berbagai metode-metode yang termasuk dalam

klasifikasi tersebut.

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelatihan

Ada berbagai faktor yang memengaruhi pelatihan mulai dari lingkungan,


65

pengawas, dosen, konten pelatihan dan bagaimana pelatihan itu dilakukan.

Variabel-variabel ini dapat dijelaskan dan dipahami dengan lebih baik dengan

mendiskusikan faktor di bawah ini:

a. Faktor Individu Biasanya petugas kesehatan mempunyai beberapa jenis

kegiatan, atau pada praktiknya, mereka umumnya mempengaruhi lingkungan

atau proses yang mereka alami. Sama halnya dengan pelatihan pegawai.

Karena ini adalah proses mentransfer keterampilan dan teknologi dari pakar ke

pelajar baru. Pihak utama jelas-jelas pekerja sendiri yang mencari pelatihan

dan pelatih atau anggota staf yang memberikan pelatihan. Pihak berwenang

yang menyelenggarakan pelatihan dan memberikan aset kepada pihak tersebut

dapat dianggap sebagai pihak ketiga, karena mereka mengawasi persiapan dan

evaluasi pasca pelatihan kualitas.

b. Kebijakan Sumber Daya Manusia. Hal ini telah berdasarkan pada kebijakan

yang dirancang oleh sumber daya manusia untuk program pelatihan. Seperti

yang ditunjukkan olehnya, sejumlah besar program pelatihan memengaruhi

tujuan utama pelatihan, yaitu pengembangan keterampilan, dan melakukan

perubahan.

c. Faktor organisasi. Segala sesuatu cenderung dipengaruhi oleh lingkungan dan

sekitarnya, demikian juga dengan penyelenggara pelatihan. Birdi mengklaim

bahwa tidak adanya dukungan manajerial dapat menahan dampak pelatihan

kreatif. lingkungan yang tidak kondusif mempengaruhi efektivitas pelatihan.


66

d. Faktor Lain. Factor lain selain yang disebutkan diatas juga merupakan faktor

yang mempenngaruhi pelatihan yang efektif. Telah diklaim bahwa pelatihan

akan sama efektifnya dengan peserta didik dan instruktur berpikiran terbuka.

Jenis pelatihan yang dilakukan, konten pelatihan dan keahlian pelatihan sama-

sama mempengaruhi hasil pelatihan. Prestasi tergantung pada cara pelatihan

telah dilakukan oleh pelatih dan isi pelatihan tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik sintesis bahwa pelatihan

adalah upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja petugas kesehatan

sehingga menghasilkan kinerja dengan kualitas setinggi mungkin dengan target

yang telah direncanakan.

2.8. Kerangka Pikir Penelitian

Ada beberapa asumsi yang mendasari pelaksanaan penelitian ini:

Pertama: Dalam membangun masyarakat melalui program pelatihan yang

dilakukan pemerintah maupun non pemerintah, masih terlihat adanya

ketidakmerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bersifat terapan atau

keterampilan fungsional sebagai bahan dan bekal hidup masyarakat.

Ketidakmerataan tersebut khususnya terjadi dalam perhatian maupun perlakuan

terhadap para warga masyarakat produktif (peserta pelatihan). Padahal, bila kita

lihat dari jenis karakteristik para pemuda, mereka memerlukan upaya-upaya

pemberdayaan untuk bekal hidupnya.

Kedua: Dalam prakteknya, pendidikan kesehatan yang dilaksanakan dalam


67

pelatihan masih belum memberikan kesempatan yang luas kepada kader

kesehatan untuk menmgeksplorasi berbagai potensi yang terpendam dalam diri

masing-masing kader kesehatan secara optimal.

Ketiga: Model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kesehatan

masih belum banyak dilaksanakan, bahkan bagi sebagian orang, pembelajaran ini

masih dianggap sesuatu yang konseptual dan kurang memungkinkan

diintegrasikan kedalam pelaksanaan pelatihan. Secara kasat mata, pengkonsepan

model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas untuk meningkatkan

kemandirian dan derajat kesehatan masyarakat

Keempat: Dalam praktek pembinaan pasca pelatihan, baik yang telah

diberikan kepada peserta pelatihan belum nampak adanya usaha-usaha pembinaan

yang mengarah kepada terjadinya dampak saling membelajarkan dalam

mengembangkan potensi kesehatan masyarakat. Banyak di antara lulusan

pelatihan yang tidak berbuat apa-apa setelah selesai mengikuti pelatihan.

Kalaupun ada yang telah menjalankan program kesehatan, namun kemampuan

yang telah dimiliki tersebut belum sampai pada tataran pengembangan, seperti

menularkannya kepada orang lain.

Kelima: belum meratanya pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki

para kader kesehatan untuk melakukan pengkajian komunitas. Dari hasil

identifikasi kebutuhan terhadap beberapa kader kesehatan masih sebagian besar

yang belum memperoleh pembinaan dan ketrampilan dalam kemandirian dan


68

peningkatan derajat kesehatan.

Atas dasar itu, maka peneliti melakukan : 1) penelitian dan pengembangan

model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas untuk meningkatkan

kemandirian dan derajat kesehatan bagi masyarakat; 2) program pendidikan yang

dilakukan dalam penelitian melalui model integratif; 3) mengusahakan pola

pembinaan yang berkelanjutan bagi kader kesehatan yang telah terbentuk agar

dapat mengembangkan potensi pengkajian komunitas telah dimiliki.

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka berpikir dalam penelitian ini

dijelaskan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) melakukan studi

pendahuluan, tahap ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan

data sebagai dasar penyusunan dan pembuatan model konseptual. Kegiatannya

berupa kajian kepustakaan, mengamati data di dasa wisma untuk mengetahui

gambaran umum lokasi penelitian, mengamati secara umum terhadap

penyelenggaraan kegiatan model keperawatan sehingga menemukan model

dilapangan secara empiri; (2) mengembangkan desain penelitian berdasarkan

kerangka pemikiran pada langkah awal; (3) mengembangkan instrumen

penelitian; (4) mengembangkan model konseptual praktek keperawatan

profesional berbasis komunitas untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

Kegiatan yang dilakukan dalam mengembangkan model konseptual ini meliputi

mengolah dan mendeskripsikan temuan studi pendahuluan, menelaah berbagai

laporan penyelenggaraan pelatihan untuk dijadikan rujukan dalam penyusunan


69

model konseptual, mengkaji berbagai teori dan konsep yang akan dijadikan acuan

dalam pengembangan model. Hasil kajian teori dapat menjadi kerangka berpikir

peneliti, menyusun draf model konseptual berdasarkan kajian empirik dan konsep,

mendiskusikan dengan praktisi melalui diskusi terbatas tentang model konseptual

yang akan dikembangkan, dan merevisi draf model konseptual berdasarkan

masukan dari praktisi; (5) melakukan validasi model konseptual kepada teman

sejawat, praktisi dan pakar bidang kesehatan; (6) merevisi model konseptual

berdasarkan masukan dari praktisi, pakar bidang kesehatan dan teman sejawat; (7)

melakukan uji coba model konseptual di lapangan yang ditujukan untuk

menghasilkan model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas untuk

meningkatkan kesehatan masyarakat; (8) melakukan evaluasi hasil uji coba; (9)

penyempurnaan model, dengan cara melakukan pengolahan dan analisa data

temuan, melakukan revisi dan formulasi model; (10) menyusun laporan penelitian

sebagai akhir kegiatan penelitian.

Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:

Konseptual STUDI PENDAHULUAN Empirik


(Identifikasi kajian empirik dan teori)

Desain Penelitian
70

Pengembangan Instrumen

Pengembangan Model
Konseptual

Ahli Validasi Model Praktisi

Revisi Model

Uji Coba Model Tahap I

Revisi I Model I

Uji Coba Model Tahap II

Revisi II Model II
I

Model
MPKP Berbasis KOmunitas

Laporan Akhir

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai