Anda di halaman 1dari 136

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dipaparkan dalam beberapa sub bahasan yaitu: (1) kondisi

objektif model praktek keperawatan profesional di Kabupaten Gorontalo, (2) model

konseptual model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas di Kabupaten

Gorontalo, (3) implementasi model model praktek keperawatan profesional berbasis

komunitas di Kabupaten Gorontalo, dan (4 efektivitas model model praktek

keperawatan profesional berbasis komunitas di Kabupaten Gorontalo,

4.1.1. Kondisi Objektif Model Praktek Keperawatan Profesional Di Kabupaten

Gorontalo

Paradigma kondisi objektif Model Praktek Keperawatan Profesional berbasis

Komunitas dalam penelitian ini mengadopsi Model Praktek Keperawatan Profesional

yang dilaksanakan di rumah sakit sebagaimana Gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 Kondisi Objektif MPKP

93
94

4.1.2. Konseptual Model Praktek Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas

di Kabupaten Gorontalo

1. Pemodelan Praktek Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas

Pengembangan Praktek Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas untuk

meningkatkan kemandirian dan derajat kesehatan masyarakat. Adapun langkah-langkah

kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengembangkan model tersebut adalah dengan

melakukan pelatihan yang dirancang dengan melakukan analisis kebutuhan masyarakat,

menetapkan unsur-unsur yang akan di kembangkan, menyusun pelatihan Praktek

Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas , melakukan validasi pengembangan

model dengan ahli dan praktisi serta menyusun model akhir.

Berdasarkan analisis kebutuhan dan unsur-unsur yang dikembangkan

sebagaimana diuraikan di atas, maka peneliti menyusun model pelatihan Praktek

Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas yang paradigmanya sebagaimana

Gambar 4.2 berikut ini.

Gambar 4.2. Model Konseptual Pengembangan model praktik keperawatan Profesional


Berbasis Komunitas
95

Gambar 4.2 di atas jika dijabarkan dalam bentuk uraian yang lebih terinci adalah

sebagai berikut :

1. Rasionalisasi

Model pelatihan praktik keperawatan profesional berbasis komunitas

dimaksudkan ditawarkan sebagai suatu alternatif model pelatihan untuk meningkatkan

kemandirian dan derajat kesehatan masyarakat. Model ini didesain dengan

menggunakan pendekatan fungsi manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, penilaian sampai kepada pengembangan dengan memperhatikan berbagai

komponen, proses, dan tujuan. Model pelatihan ini diberikan bukan hanya sebatas

instruktur memberikan materi secara internal kepada peserta akan tetapi menyangkut

kemandirian masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya.

2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Secara umum model yang dikembangkan ini bertujuan menawarkan sebuah model

pelatihan praktek keperawatan profesional berbasis komunitas dalam usaha

meningkatkan sikap, keterampilan dan pengetahuan masyarakat tentang kemandirian

dan derajat kesehatan

b. Tujuan Khusus

Secara khusus model ini bertujuan untuk : a) memperkenalkan konsep pelatihan

dalam konsep praktek keperawatan profesional berbasis komunitas, perawat, dan

instruktur/narasumber teknis, b) memperkenalkan pentingnya praktek keperawatan

profesional berbasis komunitas, c) memperkenalkan pentingnya pendekatan pelatihan

andragogi dan metode pelatihan partisipatif dalam pelatihan,


96

c. Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja yang dilaksanakan dalam kegiatan pelatihan praktek

keperawatan profesional berbasis komunitas ditempuh melalui beberapa kegiatan yaitu;

kegiatan perencanaan, kegiatan pengorganisasian, kegiatan pelaksanaan, kegiatan

penilaian, dan kegiatan pengembangan.

4.1.3. Implementasi Model Pelatihan Praktik Keperawatan Profesional Berbasis

Komunitas

Prosedur pelaksanaan pengembangan model ditempuh melalui tiga pokok

kegiatan, meliputi: pembentukan kelompok baik kelompok untuk uji coba terbatas

(skala kecil) maupun uji coba tahap operasional (skala besar) yang mengacu kepada

langkah-langkah masing-masing model pelatihannya, pelaksanaan pelatihan, dan

memberikan angket.

Pembentukan kelompok baik kelompok untuk uji coba terbatas maupun uji coba

operasional dilakukan secara acak berdasarkan data yang diperoleh dari kepala desa.

Jumlah kader masing-masing kelompok uji terbatas sebanyak 7 orang di dusun 3 dan 20

orang untuk uji coba operasional di dusun 1, 2 dan 4 Desa Mongolato. Sebelum

dilaksanakan treatment maka kelompok uji coba terbatas (skala kecil) diberikan pretest

berupa tes. Setelah kelompok uji coba terbatas (skala kecil) selesai kegiatan

pelatihannya maka diberikan postest. Seperti halnya kelompok uji coba terbatas, maka

kelompok uji coba operasional diberi perlakukan yang sama baik pretest, treatment dan

postest pada saat pelatihan dengan menerapkan model pembelajaran yang sama yang

telah dilakukan validasi penyempurnaan model sampai pada angket.

Sebagai panduan bagaimana mengimplementasikan model (skala kecil), peneliti

melakukan langkah-langkah pelaksanaannya sebagaimana sebagai berikut.


97

1. Uji Coba Model Terbatas (Skala Kecil)

Uji coba skala kecil dalam pengembangan model praktik keperawatan profesional

berbasis komunitas adalah dusun 3 (tiga) Desa Mongolato Kecamatan Telaga

Kabupaten Gorontalo tanggal 1 sampai 5 Juni 2022. Kegiatan ujicoba skala kecil ini

dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:

Prosedur yang dilaksanakan adalah:

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilaksanakan pada perencanaan adalah:

a. Merumuskan tujuan yang jelas baik dari sudut kecakapan atau kegiatan yang

diharapkan dapat ditempuh setelah pelatihan berakhir.

b. Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah pelatihan menggunakan MPKP

Berbasis Komunitas yang akan dilaksanakan.

c. Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan.

d. Selama pelatihan berlangsung, seorang instruktur hendaknya introspeksi diri

apakah:

e. Keterangan-keterangannya dapat didengar dengan jelas oleh kader.

f. Semua media yang digunakan ditempatkan pada posisi yang baik sehingga

setiap  kader dapat melihat dengan baik.

g. Kader disarankan membuat catatan yang dianggap perlu.

h. Menetapkan rencana penilaian terhadap kemampuan kader.

2. Pelaksanaan

Uji Coba Skala Kecil di Dusun 3 Desa Mongolato Kecamatan Telaga

Kabupaten Gorontalo. Dusun ini memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup
98

baik dan sumber daya lingkungan yang memadai seperti terjaga kebersihan, dan

adanya kerjasaama yang tinggi dikalangan masyarakat.

a. Keadaaan Kader Ditinjau Dari Usia


Tabel 4.1 Keadaan Kader Dusun 3 di Tinjau dari Usia
No Rentang Usia Jumlah Persentase
1 26 – 35 2 28
2 35 > 5 72
Jumlah 7 100
b. Keadaaan Kader Ditinjau Dari Pendidikan
Tabel 4.2 Keadaan Kader di Tinjau dari Pendidikan
No Pendidikan Jumlah Persentase
1 SD 1 14
2 SMP 1 14
3 SMA 5 72
Jumlah 7 100
c. Keadaaan Kader Ditinjau Dari Jenis Kelamin
Tabel 4.3 Keadaan Kader di Tinjau dari Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-Laki 0 0
2 Perempuan 7 100
Jumlah 7 100
Berdasarkan table 4.1 sampai dengan 4.3 dapat disimpulkan bahwa

seluruh kader berjenis kelamin perempuan dengan pendidikan tertinggi

terbanyak SMA sebesar 72% dengan usia terbanyak pada usia 35 keatas

sebesar 72%.

Hal-hal yang perlu dilakukan adalah:

a) Memeriksa hal-hal di atas untuk kesekian kalinya.

b) Memulai demonstrasi dengan menarik perhatian kader.

c) Mengingat pokok-pokok materi yang akan didemonstrasikan agar

demonstrasi mencapai sasaran.

d) Memperhatikan keadaan kader, apakah semuanya mengikuti demonstrasi

dengan baik.
99

e) Memberikan kesempatan kepada kader untuk aktif memikirkan lebih

lanjut tentang apa yang dilihat dan didengarnya dalam bentuk

mengajukan pertanyaan.

f) Menghindari ketegangan, oleh karena itu instruktur hendaknya selalu

menciptakan suasana yang harmonis.

3. Evaluasi

Tindak lanjut setelah diadakannya pelatihan dengan memanfaatkan

sumber belajar lainnya diiringi dengan kegiatan-kegiatan belajar selanjutnya.

Kegiatan ini dapat berupa pemberian tugas, seperti membuat laporan, menjawab

pertanyaan, mengadakan latihan lebih lanjut. Selain itu, instruktur dan kader

mengadakan evaluasi terhadap pelatihan yang dilakukan, apakah sudah berjalan

efektif sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya pada penilaian dilakukan

freetest dan posttest dengan menggunakan bentuk tes pilihan ganda

4. Sasaran

Sasaran Uji Coba Skala Kecil adalah dusun 3 (tiga) dengan jumlah

kader 7 orang

5. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan instrument berupa angket, test

dan lembar observasi.

a) Angket

Angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan pribadinya

atau hal-hal yang diketahuinya. Adapun angket yang dibutuhkan adalah


100

sebagai berikut: (1) Angket atau tanggapan dari ahli Materi, (2) Angket atau

tanggapan dari Ahli Desain model, (3) Angket atau tanggapan dari user

b) Test

Dalam pengembangan model ini, Test sebagai salah satu

instrument. Test berfungsi untuk menilai keefektifan dan melihat

kemampuan kader menggunakan produk MPKP.

c) Observasi

Metode observasi dalam pengembangan ini digunakan untuk

mengetahui proses pelatihan berlangsung terhadap kajian model praktek

keperawatan profesional dalam hal kajian

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan aplikasi SPSS untuk menentukan

normalitas data, homogenitas data dan uji rata-rata (Uji t). Selanjutnya untuk

validasi dan angket dilakukan ananisis deskripsi dengan menggunakan rumus

persentase sebagai berikut.:

(Sudjiono, 2006: 318)

Hasil perhitungan persentase (%) kemudian dikonversikan dalam bentuk

kualitatif berdasarkan rentang skala pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Konversi Hasil Pengamatan Kedalam Bentuk Kualitatif


No Rentang Persentase (%) Kategori
1 76 ≤ P ≤ 100 Sangat Layak/Sangat Baik/ Sangat Menarik
2 55 ≤ P ≤ 75 Layak/Baik/Menarik
3 40 ≤ P ≤ 54 Cukup Layak/Cukup Baik/ Cukup Menarik
4 0,0 < P ≤ 39 Tidak Layak/ Tidak Baik/Tidak Menarik
(Arikunto, 2006 : 246)
Untuk menguji efektivitas model digunakan uji statistic dengan

menggunakan uji t.
101

7. Tolok Ukur Keberhasilan

Tolok ukur keberhasilan Uji Coba Skala Kecil adalah sebagai berikut:

 Kriteria sebelum proses pembelajaran, meliputi:

a) Tersedianya Analisis kebutuhan pelatihan

b) Tersedianya Analisis Materi

c) Tersedianya Instruktur

d) Tersedianya Kader

a) Kriteria dalam proses pembelajaran, meliputi:

(a) Terdapatnya Rancangan Materi

(b) Terdapatnya metode dan teknik pelatihan

(c) Terdapatnya jadwal pelaksanaan pelatihan

(d) Terdapatnya tim pengembang dan pembagian tugas

(e) Terlaksananya proses pelatihan dengan menggunakan strategi

demonstrasi

(f) Terlaksananya evaluasi terhadap proses pembelajaran

b) Kriteria pasca belajar, meliputi:

Sekurang-kurangnya 90% kader dapat melakukan pengkajian dengan baik

2. Hasil Uji Coba Model Terbatas

1. Prosedur Pelaksanaan Uji Coba Terbatas

Berdasarkan bagan 4.2. model konseptual pengembangan model praktik

keperawatan profesional berbasis komunitas, dapat diuraikan hal-hal sebagai

berikut:
102

a. Input

Input pengembangan model praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas adalah;

a) Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilakukan dengan melakukan pendataan melalui

observasi dan wawancara dengan kepala desa dan perangkat desa lainnya di

Desa Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Analisis tersebut

difokuskan pada kebutuhan warga masyarakat terhadap perkembangan

kesehatan. Hasil observasi dan wawancara diperoleh data bahwa umumnya

masyarakat memiliki kemauan yang tinggi dalam menerapkan hidup sehat

tetapi kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap masih

kurang sehingga diperlukan suatu pelatihan tentang pola hidup sehat pada

masyarakat.

b) Analisis SDM

(a) Perekrutan Instruktur

Langkah-langkah analisis instruktur adalah: (1) melakukan

pendataan terhadap seluruh instruktur atau perawat yang menguasai

praktik keperawatan profesional, (2) melakukan pendataan melalui

instansi terkait, (3) menghubungi calon instruktur untuk memastikan

kesediaannya menjadi narasumber. Di saat menghubungi calon kader ini

pihak pengembang mensosialisasikan kegiatan pelatihan yang akan

dilaksanakan di desa Mongolato, kemudian meminta kesediannya untuk

menjadi instruktur.
103

Persyaratan untuk menjadi narasumber adalah (1) sudah

melaksanakan tugas keperawatan minimal satu tahun, (2) mampu

menerapkankan asuhan keperawatan, (3) bertempat tinggal di sekitar

lokasi.

(b) Perekrutan Kader

Analisis kader dimaksudkan untuk terdatanya kader yang memiliki

tujuan yang sama dalam mengikuti pelatihan, yaitu bertujuan untuk

menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang model praktik

keperawatan profsional sebagai bekal hidup mandiri. Pihak yang

dilibatkan dalam proses perekrutan ini adalah peneliti, instruktur, dan

kepala desa.

Cara yang digunakan dalam perekrutan kader ini adalah; (1)

menghimpun data calon kader yang datanya dapat diperoleh dari Desa

Mongolato. (2) menghubungi calon kader untuk memastikan

kesediaannya mengikuti pelatihan. Di saat menghubungi calon kader ini

pihak tim pengembang mensosialisasikan kegiatan pelatihan yang akan

dilaksanakan, kemudian meminta kesediannya untuk mengikuti

pelatihan. Apabila telah diperoleh mengenai kepastian dari calon kader,

maka ditetapkan nama kader.

Persyaratan menjadi kader adalah:

- Bertempat tinggal di wilayah RT/RW yang bersangkutan

- Mempunyai cukup waktu untuk melaksanakan tugas sebagai kader

- Mempunyai penghasilan keluarga yang tetap

- Mau bekerja secara sukarela


104

- Bisa membaca dan menulis

- Dapat diterima oleh masyarakat setempat

c) Analisis Sarana Prasarana

Sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pelatihan Model

Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas adalah sarana prasarana

pelatihan dan bahan ajar, serta penilaian dan angket respon.

b. Proses

Komponen yang dikembangkan meliputi:

1) Perencanaan

Kegiatan perencanaan meliputi:

a) Rancangan Materi

Perancangan materi ini dilakukan dengan melakukan wawancara

dengan kepala desa dan beberapa intansi terkait seperti Puskesmas.

Rancangan materi meliputi: (1) Demografi, (2) Pelayanan Kesehatan dan

Sosial, (3) Lingkungan, (4) Ekonomi, (5) Transportasi, (6) Politik, (7)

Komunikasi, Pendidikan dan Rekreasi, (8) PUS, Ibu Hamil, Persalinan,

Menyusui, Balita, (9) Remaja, Dewasa, Usia Lanjut, dan (10) Gizi

b) Pemilihan Metode dan Teknik Pembelajaran

Metode dan teknik pelatihan dipilih dengan maksud untuk

meningkatkan motivasi kader sehingga secara antusias menerima materi

pelatihan yang disampaikan oleh instruktur. Pemilihan metode dan

teknik pelatihan didasarkan pada materi-materi yang telah disepakati.

Materi teori digunakan metode dan teknik pelatihan secara ceramah dan
105

diskusi dan untuk materi-materi aplikasi digunakan metode dan teknik

demosntrasi secara mandiri maupun kelompok

c) Menyusun Program Pelatihan

Program pelatihan disusun bersama peneliti, akademisi, praktisi,

instruktur, dan peserta pelatihan. Program pelatihan yang disusun

bersama itu meliputi Rencana Program pelatihan (RPP), jadwal,

menyusun bahan/alat, media, dan fasilitas pelatihan lainnya yang

diperlukan. (1) Rencana Pelaksanaan pelatihan (RPP), adalah rancangan

pelatihan mata pelatihan per unit yang akan diterapkan instruktur dalam

kegiatan pelatihan. (2) jadwal belajar; jadwal belajar adalah uraian

kegiatan yang mengatur urutan materi pelatihan, hari dan jam

pelaksanaan pelatihan. (3) alat, bahan, media, dan fasilitas pelatihan

digunakan sebagai sarana penunjang dalam kegiatan pelatihan;

alat/bahan, media, dan fasilitas yang disiapkan disesuaikan dengan

kebutuhan materi belajar.

2) Pengorganisasian

Pengorganisasian dalam pelatihan praktik keperawatan profesional

berbasis komunitas dimaksudkan agar instruktur dapat melakukan kegiatan

tugas, wewenang dan tanggung jawab di antara orang-orang untuk

menjalankan rangkaian kegiatan yang sudah direncanakan.

Implementasi kegiatan pengorganisasian di pelatihan praktik

keperawatan profesional berbasis komunitas ini dilakukan:

a) Pembentukan Struktur Organisasi Penyelenggaraan Pelatihan


106

Pembentukan struktur organisasi penyelenggaraan pelatihan

dimaksudkan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang ditugaskan

untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan baik itu kegiatan

administrasi maupun kegiatan proses pelatihan. Mereka ini terdiri dari

penyelenggara pelatihan, dan instruktur. Struktur organisasi

penyelenggara pelatihan praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas.

Struktur organisasi penyelenggara pelatihan adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3 Struktur Organisasi Pelatihan Model Praktek Keperawatan


Profesional Berbasis Komunitas

Selanjutnya struktur organisasi untuk Model Praktek

Keperawatan Profesional berbasis komunitas di dusun 3 Desa

Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo nampak sebagai

berikut:
107

Gambar 4.4 Struktur Organisasi MPKP Berbasis Komunitas Dusun 3 Desa


Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

b) Pembagian Tugas Peneliti dan Instruktur

Tugas pokok dan fungsi peneliti dan instruktur pelatihan dilakukan

melalui penetapan tugas. Adapun tugas peneliti, akademisi dan praktisi

adalah sebagai berikut:

(a) Peneliti

- Melakukan administrasi persuratan termasuk pendataan terhadap

kebutuhan pelaksanaan pelatihan model praktek keperawatan

profesional berbasis komunitas

- Melakukan orientasi terhadap lokasi dan objek penelitian

- Merancang program dan kegiatan pelatihan model praktek

keperawatan profesional berbasis komunitas

- Menentukan instruktur dan kader pelatihan model praktek

keperawatan profesional berbasis komunitas

- Mengorganisasikan pelaksanaan pelatihan model praktek

keperawatan profesional berbasis komunitas


108

- Mengamati pelaksanaan model praktek keperawatan profesional

berbasis komunitas

- Mengevaluasi pelaksanaan model praktek keperawatan

profesional berbasis komunitas

(b) Akademisi

- Bersama-sama dengan praktisi melakukan validasi terhadap

model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas

- Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan pelatihan model

praktek keperawatan profesional berbasis komunitas

- Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelatihan model

praktek keperawatan profesional berbasis komunitas

(c) Praktisi

- Bersama-sama dengan akademisi melakukan validasi terhadap

model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas

- Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan pelatihan model

praktek keperawatan profesional berbasis komunitas

- Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelatihan model

praktek keperawatan profesional berbasis komunitas

3) Kegiatan Pelaksanaan

Ada dua kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan, yaitu

program pelatihan dan proses pelatihan.

a) Program Pelatihan

Kegiatan pelatihan dilakukan didasari pertimbangan bahwa

peneliti, akademisi, praktisi, dan instruktur perlu memiliki pemahaman


109

yang sama mengenai program pelatihan secara menyeluruh, urutan

kegiatan, ruang lingkup, materi pelatihan, berbagi metode dan teknik

yang digunakan dalam pelatihan. instruktur harus memahami

karakteristik peserta pelatihan, menguasai materi yang akan di sajikan,

terampil dalam menggunakan metode dan teknik pelatihan, media/alat

bantu yang diperlukan serta menyiapkan satuan acara pelatihan, karena

dalam kegiatan pelatihan lebih dari satu instruktur, maka mereka harus

terkoordinasi ke dalam satu kesatuan tim yang kompak sehingga mereka

dapat bertanggung jawab untuk keseluruhan kegiatan pelatihan, saling

menunjang, saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya

serta mampu menghindarkan sekecil mungkin adanya duplikasi atau

kontradiksi dalam materi/bahan pelatihan selama pelatihan.

Bagi desa Mongolato dan peneliti, kegiatan pelatihan diperlukan

agar tugas memfasilitasi kegiatan pelatihan dapat dilaksanakan dengan

baik dan tepat. Harapan orientasi yang diikuti oleh peneliti, instruktur

dan kader agar dapat memahami tugas yang harus dilaksanakannya.

Materi pelatihan adalah sosialisasi dan penyatuan pemahaman

mengenai langkah model secara keseluruhan khususnya proses pelatihan.

Di kegiatan pelatihan ini dibicarakan juga pemahaman mengenai langkah

model secara keseluruhan khususnya proses pelatihan. Pada

penyelenggaraan kegiatan pelatihan ini dibicarakan juga bagaimana

penyelenggara dan instruktur dapat menciptakan kondisi pelatihan yang

dapat menumbuhkan motivasi peserta pelatihan untuk meningkatkan


110

pemahamannya tentang model keperawatan profesional berbasis

komunitas.

b) Kegiatan Pelatihan

Kegiatan pelatihan pada pelatihan keterampilan merupakan muara

dari seluruh usaha/kegiatan yang telah dilakukan pada tahap

perencanaan. Apa yang sudah dirumuskan dalam perencanaan

merupakan acuan dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan.

Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman peserta pelatihan

maka instruktur dalam kegiatan pelatihan harus dapat menumbuhkan

motivasi yang akan bermuara pada terbentuknya pemahaman

implementasi model keperawatan profesional berbasis komunitas

dikalangkan peserta pelatihan.

Urutan kegiatan dalam proses pelatihan Model Keperawatan

Profesional Berbasis Komunitas diterapkan ini meliputi: kegiatan

pelatihan, kegiatan inti dan kegiatan menutup pelatihan.

Kegiatan pembukaan pelatihan meliputi: memulai pelatihan tepat

waktu sesuai dengan jadwal pelatihan, berdoa bersama, memeriksa

kehadiran peserta pelatihan, membina keakraban untuk mengkondisikan

peserta pelatihan agar mereka siap melakukan kegiatan pelatihan (bentuk

kegiatannya dapat berupa perkenalan instruktur maupun peserta

pelatihan itu sendiri agar menumbuhkan keakraban antara satu dengan

lainnya, menanyakan kabar mereka, memberikan pujian atas

kesediaannya untuk belajar), melakukan apresiasi dengan cara


111

menghubungkan pengalaman keseharian dengan materi yang akan

dipelajari dan menyampaikan tujuan pelatihan.

Kegiatan ini meliputi: instruktur menyampaikan bahan ajar secara

berurutan dan sistematis dengan menggunakan pendekatan andragogi

dan pendekatan partisipatif, instruktur meminta umpan baik dari peserta

pelatihan, instruktur memantau kemajuan belajar peserta pelatihan,

instruktur mengamati dan membantu warga pelatihan (perorangan atau

kelompok) dalam pemecahan masalah, mengerjakan tugas-tugas atau

demonstrasi, instruktur memotivasi peserta pelatihan untuk penuh

perhatian dan berpartisipasi dalam pelatihan, instruktur memberikan

motivasi seperti mengemukakah kepada peserta pelatihan mengenai

keunggulan dan berbagai kemudahan yang diperoleh jika dapat

mengimplementasikan model keperawatan profesional berbasis

komunitas, memperkuat hasil pelatihan dengan memberikan pujian

kepada peserta pelatihan yang berpartisipasi, bertanya kepada peserta

pelatihan tentang hal-hal yang belum jelas.

Kegiatan penutup, berupa instruktur melaksanakan evaluasi,

melakukan rivew materi pelatihan yang dipelajari, menyampaikan

kesimpulan, menutup pelatihan sambil mengucapkan terima kasih,

permohonan maaf dan syukur kehadirat Allah SWT, menghimpun bahan

dan hasil penilaian pada file khusus untuk digunakan lebih lanjut,

menyimpan dan merapikan media/alat bantu yang digunakan,

meninggalkan tempat dalam keadaan bersih dan teratur.


112

Pendekatan yang digunakan dalam pelatihan ini adalah pendekatan

andragogi, karena itu proses pelatihan lebih berorientasi kepada peserta

pelatihan (learner centered). pelatihan yang berpusat pada peserta

pelatihan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta

pelatihan untuk terlibat mulai dari perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, penilaian sampai pada kegiatan pengembangan. Peran

instruktur sebagai instruktur bagi peserta pelatihan dalam melakukan

pelatihan. Pelatihan seperti ini akan menumbuhkan kreativitas peserta

pelatihan karena itu peserta pelatihan diberi kesempatan untuk

mengembangkan gagasan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

c) Penilaian

Langkah-langkah kegiatan untuk melakukan penilaian ini adalah

menginventarisir dan mengoordinasikan pihak-pihak yang terlibat dalam

kegiatan penilaian, menentukan bentuk dan jenis tes yang digunakan,

menyusun materi penilaian, melaksanakan penilaian, menganalisis hasil

penilaian. Kegiatan penilaian dalam pelatihan model keperawatan

profesional berbasis komunitas ini meliputi indikator penilaian pada saat

kegiatan pelatihan, hasil pelatihan, dan pasca pelatihan. Penilaian

indikator kegiatan pelatihan dilakukan oleh penyelenggara pelatihan

bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan secara umum

kegiatan pelatihan berlangsung. Penilaian indikator hasil pelatihan

dilakukan oleh instruktur bertujuan untuk mengetahui tingkat

penguasaan peserta pelatihan terhadap materi yang dipelajarinya.


113

Penilaian pasca pelatihan dilakukan oleh Puskesmas dan

penyelenggara pelatihan dibantu instruktur, bertujuan untuk mengetahui

bagaimana pelaksanaan program pasca kegiatan pelatihan.

d) Hasil

Hasil penilaian terhadap pelaksanaan pelatihan diorientasikan pada

pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pada aspek

pengetahuan yang dikembangkan adalah pemahaman terhadap

keseluruhan materi yang disampaikan. Pada aspek keterampilan, peserta

pelatihan dikembangkan keterampilannya pada keseluruhan tahapan

model keperawatan profesional berbasis komunitas yang terdiri atas:

pengkajian demografi, lingkungan Pada aspek sikap, dilakukan

pengembangan terhadap pemahaman implementasi model keperawatan

profesional berbasis komunitas.

2. Validasi Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional Berbasis

Komunitas

Validasi pengembangan model praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas meliputi validasi desain, validasi materi oleh akademisi dan validasi oleh

praktisi.

a. Validasi Model Praktik keperawatan profesional berbasis komunitas

Untuk menghasilkan model praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas terlebih dahulu dilakukan validasi yang dikembangkan dengan ahli

materi, dan ahli media. model dilakukan untuk menguji kelayakan model praktik

keperawatan profesional berbasis komunitas


114

Tujuan validasi ini untuk memperoleh tanggapan atau masukan dari pihak

lain berupa saran dan pemecahan masalah yang kemungkinan dihadapi ketika

berlangsungnya uji coba, serta kelengkapan isi dari setiap tahapan yang akan di

kembangkan menjadi suatu model praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas yang dapat diterapkan pada masyarakat

Hasil validasi ahli Desain, ahli materi, dan penilaian kader diuraikan

sebagai berikut.

a) Hasil Validasi Ahli Desain (Akademisi)

Tabel 4.5. Validasi Desain Model Uji Coba Terbatas


Bobot Frekuensi Persentase Skor
Kategori
(b) (f) (%) (bXf)
Sesuai 3 5 50 15
Cukup 2 5 50 10
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 10 100 25
Sumber: Data Olahan

Kategori:

Dari Tabel 4.4 di atas bahwa pengembangan model praktik keperawatan

profesionalmemperoleh skor 25 dengan validasi ahli kategori sesuai sebesar

50% dan cukup 50%. Secara umum desain Model praktik keperawatan

profesional berbasis komunitas sangat layak digunakan dengan nilai 83.

b) Hasil Validasi Model Praktik Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas


Hasil validasi model MPKP oleh ahli materi (akademisi) diuraikan

berikut:

Tabel 4.6. Validasi Model oleh Akademisi Uji Coba Terbatas


No Komponen Kegiatan Skor Kategori
1 Struktur Model 87.5 Sangat Layak
2 Organisasi Penulisan Materi 81.25 Sangat Layak
3 Bahasa 83.3 Sangat Layak
115

Rata-Rata 83.33 Sangat Layak

Berdasarkan tabel tersebut, pengembangan model praktik keperawatan

profesionalsangat layak untuk digunakan. Selanjutnya data tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.5. Diagram Validasi Model oleh Akademisi Uji Coba Terbatas

Berdasarkan data di atas, nampak bahwa model pengembangan model praktik

keperawatan profesionalsangat layak digunakan dengan skor 83

c) Hasil Validasi Materi oleh Akademisi

Hasil validasi materi pelatihan oleh ahli Akademisi diuraikan berikut:

Tabel 4.7. Validasi materi oleh Akademisi Uji Coba Terbatas


No Komponen Kegiatan Skor Kategori
1 Pendahuluan 85 Sangat Layak
2 Pembelajaran 90 Sangat Layak
3 Isi 85 Sangat Layak
4 Evaluasi/ Penilaian 85 Sangat Layak
5 Rangkuman 80 Sangat Layak
Rata-Rata 86 Sangat Layak

Berdasarkan tabel tersebut, materi pengembangan model praktik

keperawatan profesionalsangat layak untuk digunakan. Selanjutnya data tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut.


116

Gambar 4.6. Diagram Validasi Materi Pelatihan oleh Akademisi Uji Coba Terbatas
Berdasarkan data di atas, nampak bahwa materi pelatihan model praktik

keperawatan profesional berbasis komunitas sangat layak digunakan dengan

skor 85

(d) Hasil Validasi Model Praktik Keperawatan Profesional oleh Praktisi

Hasil validasi model praktik keperawatan profesional oleh praktisidiuraikan

berikut:

Tabel 4.8. Validasi Model oleh Praktisi Uji Coba Terbatas


No Komponen Kegiatan Skor Kategori
1 Kebutuhan 85 Sangat Layak
2 Kegrafikaan 85 Sangat Layak
3 Tampilan 75 Layak
4 Desain Model 80 Sangat Layak
Rata-Rata 80 Sangat Layak

Berdasarkan tabel tersebut, pengembangan model praktik keperawatan

profesional sangat layak untuk digunakan. Selanjutnya data tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut.


117

Gambar 4.7. Diagram Validasi Model oleh Praktisi Uji Coba Terbatas
Berdasarkan data di atas, nampak bahwa praktik keperawatan profesionalsangat

layak digunakan dengan skor 81.25

Secara keseluruhan hasil validasi ahli tentang pengembangan model

praktik keperawatan profesional berbasis komunitas dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.9. Rangkuman Hasil Validasi Ahli Uji Coba Terbatas

No Validasi Skor Total Persentase Kategori


Skor
1 Desain Model MPKP 25 30 83 Sangat
Berbasis Komunitas Layak
2 Model MPKP Berbasis 30 36 83 Sangat
Komunitas oleh Layak
Akademisi
3 Materi Pelatihan oleh 117 136 86 Sangat
Akademisi Layak
4 Model MPKP Berbasis 48 60 80 Sangat
Komunitas oleh Layak
Praktisi
Rata-Rata 55 83 Sangat
Layak

Berdasarkan tabel tersebut nampak bahwa seluruh validasi terhadap

model praktik keperawatan profesional berbasis komunitas berada pada kategori

sangat layak dengan nilai akhir 83. Hal ini mengindikasikan bahwa model praktik
118

keperawatan profesional dapat diterapkan dalam meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

Selanjutnya untuk menguji kemenarikan model praktik keperawatan

profesional kepada kader maka dilakukan penyebaran angket tentang

pengembangan model praktik keperawatan profesionaldiperoleh data sebagai

berikut:

Tabel 4.10. Penilaian Kemenarikan oleh Kader Uji Coba Terbatas


No Komponen Kegiatan Skor Kategori
1 Tampilan 88 Sangat Menarik
2 Pengoperasian 92 Sangat Menarik
3 Kebermanfaatan 94 Sangat Menarik
Rata-Rata 91 Sangat Layak
Berdasarkan tabel tersebut, pengembangan model praktik keperawatan

profesionalsangat menarik untuk digunakan. Selanjutnya data tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.8. Penilaian Kemenarikan model praktik keperawatan profesional


berbasis komunitas oleh Kader Uji Coba Terbatas
119

Berdasarkan data di atas, nampak bahwa praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas sangat menarik digunakan dengan skor 91

Hasil akhir dari penyebaran angket diperoleh skor 91 yang berarti bahwa

praktik keperawatan profesional berbasis komunitas cukup baik untuk diterapkan

dalam proses pelatihan dalam usaha meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan

sikap kader.

Berdasarkan uraian tersebut maka pokok-pokok hasil validasi akademisi dan

praktisi pengembangan model praktik keperawatan profesional berbasis komunitas

adalah sebagai berikut:

a. Akademisi

a. Perlu adanya penjelasan secara rinci tentang tahapan model praktik keperawatan

profesional berbasis komunitas

b. Perlu membuat standar operasional prosedur tentang model praktik keperawatan

profesional berbasis komunitas

c. Perlu menambahkan tata tertib pelaksanaan kegiatan pelatihan

d. Merancang kembali model praktik keperawatan profesional berbasis komunitas

berdasarkan masukan akademisi dan praktisi

e. Perlu ditambahkan outcome yang ingin dicapai dengan adanya penerapan model

praktik keperawatan profesional berbasis komunitas

b. Praktisi

a) Menambahkan persyaratan perawat dengan persyaratan lainnya yang sesuai

ketentuan perundang-undangan

b) Mempertegas pembagian tugas bagi kader dan petugas kesehatan dalam

penerapan model praktik keperawatan profesional berbasis komunitas


120

c) Mempertegas peran dan fungsi Puskesmas dan Kepala Desa dalam penerapan

model praktik keperawatan profesional berbasis komunitas di Desa Mongolato

Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

d) Mengkaji kembali persyaratan menjadi kader

e) Perlu menambahkan tata tertib pelaksanaan kegiatan pelatihan

Berdasarkan hasil masukan ahli dan praktisi, maka model praktek

keperawatan profesional setelah ujicoba terbatas adalah sebagai berikut:

Gambar 4.9. Bagan Model Praktik Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas


Setelah Uji Coba Terbatas

3. Uji Coba Operasional (skala Besar)

1. Prosedur Pelaksanaan Uji Coba Operasional

Prosedur pelaksanaan ujicoba operasional (skala besar) adalah sebagai

berikut:
121

a. Input

Input pengembangan model praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas adalah;

a) Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilakukan dengan melakukan pendataan melalui observasi

dan wawancara dengan kepala desa dan perangkat desa lainnya di Desa

Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Analisis tersebut

difokuskan pada kebutuhan warga masyarakat terhadap perkembangan

kesehatan. Hasil observasi dan wawancara diperoleh data bahwa umumnya

masyarakat memiliki kemauan yang tinggi dalam menerapkan hidup sehat tetapi

kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap masih kurang sehingga

diperlukan suatu pelatihan tentang pola hidup sehat pada masyarakat.

b) Analisis SDM

(a) Perekrutan Instruktur

Langkah-langkah analisis instruktur adalah: (1) melakukan pendataan

terhadap seluruh instruktur atau perawat yang menguasai praktik

keperawatan 121rofessional, (2) melakukan pendataan melalui instansi

terkait, (3) menghubungi calon instruktur untuk memastikan kesediaannya

menjadi narasumber. Di saat menghubungi calon kader ini pihak

pengembang mensosialisasikan kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan

di desa Mongolato, kemudian meminta kesediannya untuk menjadi

instruktur.

Persyaratan untuk menjadi narasumber adalah (1) sudah

melaksanakan tugas keperawatan minimal satu tahun, (2) sudah mengikuti


122

pelatihan BTCLS (Basic Traumatic Cardiac Life Support), (3) mampu

menerapkankan asuhan keperawatan, (4) bertempat tinggal di sekitar lokasi.

(b) Perekrutan Kader

Analisis kader dimaksudkan untuk terdatanya kader yang memiliki

tujuan yang sama dalam mengikuti pelatihan, yaitu bertujuan untuk

menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang model praktik

keperawatan profsional sebagai bekal hidup mandiri. Pihak yang dilibatkan

dalam proses perekrutan ini adalah peneliti, instruktur, dan kepala desa.

Cara yang digunakan dalam perekrutan kader ini adalah; (1)

menghimpun data calon kader yang datanya dapat diperoleh dari Desa

Mongolato. (2) menghubungi calon kader untuk memastikan kesediaannya

mengikuti pelatihan. Di saat menghubungi calon kader ini pihak tim

pengembang mensosialisasikan kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan,

kemudian meminta kesediannya untuk mengikuti pelatihan. Apabila telah

diperoleh mengenai kepastian dari calon kader, maka ditetapkan nama kader.

Persyaratan menjadi kader adalah:

- Warga desa dimana Model Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas

diterapkan

- Diterima oleh masyarakat setempat

- Berusia minimal 18 tahun

- Mampu membaca dan menulis dengan benar.

- Mempunyai penghasilan keluarga yang tetap

- Mau bekerja secara sukarela


123

- Memiliki komitmen tinggi dalam menerapkan Model Keperawatan

Profesional Berbasis Komunitas.

- Tidak sering meninggalkan tempat dalam jangka waktu yang lama

- Bertempat tinggal di wilayah RT/RW yang bersangkutan

(c) Analisis Sarana Prasarana

Sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pelatihan Model Keperawatan

Profesional Berbasis Komunitas adalah sarana prasarana pelatihan dan bahan

ajar, serta penilaian dan angket respon.

b. Proses

Komponen yang dikembangkan meliputi:

a) Perencanaan

Kegiatan perencanaan meliputi:

(a) Rancangan Materi

Perancangan materi ini dilakukan dengan melakukan wawancara

dengan kepala desa dan beberapa intansi terkait seperti Puskesmas.

Rancangan materi meliputi: (1) Demografi, (2) Pelayanan Kesehatan dan

Sosial, (3) Lingkungan, (4) Ekonomi, (5) Transportasi, (6) Politik, (7)

Komunikasi, Pendidikan dan Rekreasi, (8) PUS, Ibu Hamil, Balita, (9)

Remaja, Dewasa, Usia Lanjut, dan (10) Gizi

(b) Pemilihan Metode dan Teknik Pembelajaran

Metode dan teknik pelatihan dipilih dengan maksud untuk

meningkatkan motivasi kader sehingga secara antusias menerima materi

pelatihan yang disampaikan oleh instruktur. Pemilihan metode dan teknik

pelatihan didasarkan pada materi-materi yang telah disepakati. Materi teori


124

digunakan metode dan teknik pelatihan secara ceramah dan diskusi dan

untuk materi-materi aplikasi digunakan metode dan teknik demosntrasi

secara mandiri maupun kelompok

(c) Menyusun Program Pelatihan

Program pelatihan disusun bersama peneliti, akademisi, praktisi,

instruktur, dan peserta pelatihan. Program pelatihan yang disusun bersama

itu meliputi Rencana Program pelatihan (RPP), jadwal, menyusun

bahan/alat, media, dan fasilitas pelatihan lainnya yang diperlukan. (1)

Rencana Pelaksanaan pelatihan (RPP), adalah rancangan pelatihan mata

pelatihan per unit yang akan diterapkan instruktur dalam kegiatan pelatihan.

(2) jadwal belajar; jadwal belajar adalah uraian kegiatan yang mengatur

urutan materi pelatihan, hari dan jam pelaksanaan pelatihan. (3) alat, bahan,

media, dan fasilitas pelatihan digunakan sebagai sarana penunjang dalam

kegiatan pelatihan; alat/bahan, media, dan fasilitas yang disiapkan

disesuaikan dengan kebutuhan materi belajar.

b) Pengorganisasian

Pengorganisasian dalam pelatihan praktik keperawatan profesional

berbasis komunitas dimaksudkan agar instruktur dapat melakukan kegiatan

tugas, wewenang dan tanggung jawab di antara orang-orang untuk menjalankan

rangkaian kegiatan yang sudah direncanakan.

Implementasi kegiatan pengorganisasian di pelatihan praktik keperawatan

profesional berbasis komunitas ini dilakukan:


125

(a) Pembentukan Struktur Organisasi Penyelenggaraan Pelatihan

Pembentukan struktur organisasi penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan

untuk menyiapkan sumber daya manusia yang ditugaskan untuk

menyelenggarakan kegiatan pelatihan baik itu kegiatan administrasi maupun

kegiatan proses pelatihan. Mereka ini terdiri dari penyelenggara pelatihan, dan

instruktur.

Struktur organisasi penyelenggara pelatihan praktik keperawatan

profesional berbasis komunitas sebagai berikut:

Gambar 4.10. Struktur Penyelenggara Pelatihan Praktik Keperawatan


Profesional Berbasis Komunitas

Selanjutnya struktur organisasi untuk Model Praktek Keperawatan

Profesional berbasis komunitas di dusun 1, 2 dan 4 Desa Mongolato Kecamatan

Telaga Kabupaten Gorontalo nampak sebagai berikut:


126

Gambar 4.11 Struktur Organisasi MPKP Berbasis Komunitas Dusun 1, 2, dan 4


Desa Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo
127

(b) Pembagian Tugas Peneliti dan Instruktur


Tugas pokok dan fungsi peneliti dan instruktur pelatihan dilakukan

melalui penetapan tugas

(1) Kegiatan Pelaksanaan

Ada dua kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan, yaitu

program pelatihan dan proses pelatihan.

(a) Program Pelatihan

Kegiatan pelatihan dilakukan didasari pertimbangan bahwa peneliti,

akademisi, praktisi, dan instruktur perlu memiliki pemahaman yang sama

mengenai program pelatihan secara menyeluruh, urutan kegiatan, ruang

lingkup, materi pelatihan, berbagi metode dan teknik yang digunakan

dalam pelatihan. instruktur harus memahami karakteristik peserta

pelatihan, menguasai materi yang akan di sajikan, terampil dalam

menggunakan metode dan teknik pelatihan, media/alat bantu yang

diperlukan serta menyiapkan satuan acara pelatihan, karena dalam

kegiatan pelatihan lebih dari satu instruktur, maka mereka harus

terkoordinasi ke dalam satu kesatuan tim yang kompak sehingga mereka

dapat bertanggung jawab untuk keseluruhan kegiatan pelatihan, saling

menunjang, saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya serta

mampu menghindarkan sekecil mungkin adanya duplikasi atau

kontradiksi dalam materi/bahan pelatihan selama pelatihan.

Bagi desa Mongolato dan peneliti, kegiatan pelatihan diperlukan

agar tugas memfasilitasi kegiatan pelatihan dapat dilaksanakan dengan

baik dan tepat. Harapan orientasi yang diikuti oleh peneliti, instruktur dan

kader agar dapat memahami tugas yang harus dilaksanakannya.


128

Materi pelatihan adalah sosialisasi dan penyatuan pemahaman

mengenai langkah model secara keseluruhan khususnya proses pelatihan.

Di kegiatan pelatihan ini dibicarakan juga pemahaman mengenai langkah

model secara keseluruhan khususnya proses pelatihan. Pada

penyelenggaraan kegiatan pelatihan ini dibicarakan juga bagaimana

penyelenggara dan instruktur dapat menciptakan kondisi pelatihan yang

dapat menumbuhkan motivasi peserta pelatihan untuk meningkatkan

pemahamannya tentang model keperawatan profesional berbasis

komunitas.

(b) Kegiatan Pelatihan

Kegiatan pelatihan pada pelatihan keterampilan merupakan muara

dari seluruh usaha/kegiatan yang telah dilakukan pada tahap perencanaan.

Apa yang sudah dirumuskan dalam perencanaan merupakan acuan dalam

pelaksanaan kegiatan pelatihan.

Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman peserta pelatihan

maka instruktur dalam kegiatan pelatihan harus dapat menumbuhkan

motivasi yang akan bermuara pada terbentuknya pemahaman

implementasi model keperawatan profesional berbasis komunitas

dikalangkan peserta pelatihan.

Urutan kegiatan dalam proses pelatihan Model Keperawatan

Profesional Berbasis Komunitas diterapkan ini meliputi: kegiatan

pelatihan, kegiatan inti dan kegiatan menutup pelatihan.

Kegiatan pembukaan pelatihan meliputi: memulai pelatihan tepat

waktu sesuai dengan jadwal pelatihan, berdoa bersama, memeriksa


129

kehadiran peserta pelatihan, membina keakraban untuk mengkondisikan

peserta pelatihan agar mereka siap melakukan kegiatan pelatihan (bentuk

kegiatannya dapat berupa perkenalan instruktur maupun peserta pelatihan

itu sendiri agar menumbuhkan keakraban antara satu dengan lainnya,

menanyakan kabar mereka, memberikan pujian atas kesediaannya untuk

belajar), melakukan apresiasi dengan cara menghubungkan pengalaman

keseharian dengan materi yang akan dipelajari dan menyampaikan tujuan

pelatihan.

Kegiatan ini meliputi: instruktur menyampaikan bahan ajar secara

berurutan dan sistematis dengan menggunakan pendekatan andragogi dan

pendekatan partisipatif, instruktur meminta umpan baik dari peserta

pelatihan, instruktur memantau kemajuan belajar peserta pelatihan,

instruktur mengamati dan membantu warga pelatihan (perorangan atau

kelompok) dalam pemecahan masalah, mengerjakan tugas-tugas atau

demonstrasi, instruktur memotivasi peserta pelatihan untuk penuh

perhatian dan berpartisipasi dalam pelatihan, instruktur memberikan

motivasi seperti mengemukakah kepada peserta pelatihan mengenai

keunggulan dan berbagai kemudahan yang diperoleh jika dapat

mengimplementasikan model keperawatan profesional berbasis

komunitas, memperkuat hasil pelatihan dengan memberikan pujian

kepada peserta pelatihan yang berpartisipasi, bertanya kepada peserta

pelatihan tentang hal-hal yang belum jelas.

Kegiatan penutup, berupa instruktur melaksanakan evaluasi,

melakukan rivew materi pelatihan yang dipelajari, menyampaikan


130

kesimpulan, menutup pelatihan sambil mengucapkan terima kasih,

permohonan maaf dan syukur kehadirat Allah SWT, menghimpun bahan

dan hasil penilaian pada file khusus untuk digunakan lebih lanjut,

menyimpan dan merapikan media/alat bantu yang digunakan,

meninggalkan tempat dalam keadaan bersih dan teratur.

Pendekatan yang digunakan dalam pelatihan ini adalah pendekatan

andragogi, karena itu proses pelatihan lebih berorientasi kepada peserta

pelatihan (learner centered). pelatihan yang berpusat pada peserta

pelatihan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta

pelatihan untuk terlibat mulai dari perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, penilaian sampai pada kegiatan pengembangan. Peran

instruktur sebagai instruktur bagi peserta pelatihan dalam melakukan

pelatihan. Pelatihan seperti ini akan menumbuhkan kreativitas peserta

pelatihan karena itu peserta pelatihan diberi kesempatan untuk

mengembangkan gagasan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

(c) Tata Tertib Pelatihan

Tata Tertib pelatihan MPKP Berbasis Komunitas adalah sebagai

berikut:

- Seluruh peserta pelatihan (peserta) wajib menjaga gedung, inventaris

dan kebersihan baik  kelas maupun  area kompleks  pelatihan

- Peserta tidak diperkenankan makan, minum dan merokok di ruang kelas.

- Selama pelajaran berlangsung peserta tidak diperkenankan

mempergunakan pesawat HP di kelas, HP dimatikan atau dalam posisi

silent.
131

- Peserta wajib mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dengan tertib

selama jadwal pelatihan yang telah ditetapkan.

- Setiap kelas agar menunjuk ketua dan wakil ketua kelas sebagai

penghubung peserta dengan instruktur.

- Peserta wajib mengisi absensi 2 (dua) kali dalam sehari, pagi dan siang.

- Peserta yang tidak dapat mengikuti pelatihan karena ada urusan

pekerjaan kantor atau hal lain wajib melapor dan memperoleh ijin

tertulis dari instruktur/peneliti.

- Peserta yang tidak dapat mengikuti pelatihan karena sakit, wajib

melaporkannya ke instruktur/peneliti melalui telepon/ SMS dan

menyampaikan surat sakit/ keterangan dokter pada keesokan harinya.

- Permasalahan yang timbul pada saat pelatihan  agar disampaikan kepada

instruktur/peneliti.

c. Penilaian

Langkah-langkah kegiatan untuk melakukan penilaian ini adalah

menginventarisir dan mengoordinasikan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan

penilaian, menentukan bentuk dan jenis tes yang digunakan, menyusun materi

penilaian, melaksanakan penilaian, menganalisis hasil penilaian. Kegiatan penilaian

dalam pelatihan model keperawatan profesional berbasis komunitas ini meliputi

indikator penilaian pada saat kegiatan pelatihan, hasil pelatihan, dan pasca pelatihan.

Penilaian indikator kegiatan pelatihan dilakukan oleh penyelenggara pelatihan

bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan secara umum kegiatan

pelatihan berlangsung. Penilaian indikator hasil pelatihan dilakukan oleh instruktur


132

bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta pelatihan terhadap materi

yang dipelajarinya.

Penilaian pasca pelatihan dilakukan oleh Puskesmas dan penyelenggara

pelatihan dibantu instruktur, bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan

program pasca kegiatan pelatihan.

d. Hasil (Output)
Hasil penilaian terhadap pelaksanaan pelatihan diorientasikan pada

pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

a) Pada aspek pengetahuan yang dikembangkan adalah pemahaman terhadap

keseluruhan materi yang disampaikan.

b) Pada aspek keterampilan, peserta pelatihan dikembangkan keterampilannya pada

keseluruhan tahapan model keperawatan profesional berbasis komunitas yang

terdiri atas: pengkajian demografi, lingkungan, pelayanan kesehatan dan social,

ekonomi, transportasi, politik, komunikasi, pendidikan dan rekreasi, PUS, Ibu

Hamil, melahirkan, menyusui dan balita, remaja, dewasa dan usia lanjut, dan

gizi.

c) Pada aspek sikap, dilakukan pengembangan terhadap pemahaman implementasi

model keperawatan profesional berbasis komunitas

d) SOP Model Praktek Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas

SOP model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas merupakan

prosedur kerja model tersebut yang akan memudahkan masyarakat dalam

mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari


133

e. Outocome
Outcome adalah dampak, manfaat, harapan perubahan dari model praktek

keperawatan profesional berbasis komunitas ini, yaitu adanya kemandirian

masyarakat dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat

4. Hasil Uji Coba Operasional (Skala Besar)

Untuk menghasilkan model praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas terlebih dahulu dilakukan validasi yang dikembangkan dengan ahli

materi, dan ahli media. model dilakukan untuk menguji kelayakan model praktik

keperawatan profesional berbasis komunitas

Tujuan validasi ini untuk memperoleh tanggapan atau masukan dari pihak lain

berupa saran dan pemecahan masalah yang kemungkinan dihadapi ketika

berlangsungnya uji coba, serta kelengkapan isi dari setiap tahapan yang akan di

kembangkan menjadi suatu model praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas yang dapat diterapkan pada masyarakat

Hasil validasi ahli Desain, ahli materi, dan penilaian kader diuraikan sebagai

berikut.

a. Hasil Validasi Ahli Desain (Akademisi)

Tabel 4.11. Validasi Desain Model Uji Coba Operasional


Bobot Frekuensi Persentase Skor
Kategori
(b) (f) (%) (bXf)
Sesuai 3 8 80 24
Cukup 2 2 20 4
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 10 100 28
Sumber: Data Olahan

Kategori:
134

Dari Tabel 4.11 di atas bahwa pengembangan model praktik keperawatan

profesionalmemperoleh skor 28 dengan validasi ahli kategori sesuai sebesar 80%

dan cukup 2%. Secara umum desain Model praktik keperawatan profesional

berbasis komunitas sangat layak digunakan dengan nilai 83.

b. Hasil Validasi Model Praktik Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas

Hasil validasi model MPKP oleh ahli materi (akademisi) diuraikan berikut:

Tabel 4.12. Validasi Model oleh Akademisi Uji Coba Operasional


No Komponen Kegiatan Skor Persentase (%) Kategori
1 Struktur Model 8 100 Sangat Layak
2 Organisasi Penulisan Materi 15 94 Sangat Layak
3 Bahasa 11 92 Sangat Layak
Rata-Rata 95 Sangat Layak

Berdasarkan tabel tersebut, pengembangan model praktik keperawatan

profesionalsangat layak untuk digunakan. Selanjutnya data tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.12. Validasi Model oleh Akademisi Uji Coba Operasional


135

Berdasarkan data di atas, nampak bahwa model pengembangan model praktik

keperawatan profesionalsangat layak digunakan dengan skor 83

c. Hasil Validasi Materi oleh Akademisi

Hasil validasi materi pelatihan oleh ahli Akademisi diuraikan berikut:

Tabel 4.13. Validasi materi oleh Akademisi Uji Coba Operasional


No Komponen Kegiatan Skor Persentase (%) Kategori
1 Pendahuluan 19 95 Sangat Layak
2 Pembelajaran 38 95 Sangat Layak
3 Isi 26 93 Sangat Layak
4 Evaluasi/ Penilaian 26 93 Sangat Layak
5 Rangkuman 12 100 Sangat Layak
Rata-Rata 95 Sangat Layak

Berdasarkan tabel tersebut, materi pengembangan model praktik keperawatan

profesionalsangat layak untuk digunakan. Selanjutnya data tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.13. Validasi Materi Pelatihan oleh Akademisi Uji Coba Operasional
Berdasarkan data di atas, nampak bahwa materi pelatihan model praktik

keperawatan profesional berbasis komunitas sangat layak digunakan dengan skor 95


136

d. Hasil Validasi Model Praktik Keperawatan Profesional oleh Praktisi

Hasil validasi model praktik keperawatan profesional oleh praktisidiuraikan berikut:

Tabel 4.14. Validasi Model oleh Praktisi Uji Coba Operasional


No Komponen Kegiatan Skor Persentase (%) Kategori
1 Kebutuhan 38 95 Sangat Layak
2 Kegrafikaan 19 95 Sangat Layak
3 Tampilan 15 94 Layak
4 Desain Model 23 96 Sangat Layak
Rata-Rata 95 Sangat Layak

Berdasarkan tabel tersebut, pengembangan model praktik keperawatan

profesional sangat layak untuk digunakan. Selanjutnya data tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.14. Validasi Model oleh Praktisi Uji Coba Operasional


Berdasarkan data di atas, nampak bahwa praktik keperawatan profesionalsangat

layak digunakan dengan skor 81.25

Secara keseluruhan hasil validasi ahli tentang pengembangan model praktik

keperawatan profesional berbasis komunitas dapat dilihat pada tabel berikut:


137

Tabel 4.15. Rangkuman Hasil Validasi Ahli Uji Coba Operasional


No Validasi Persentase Kategori

1 Desain Model MPKP Berbasis Komunitas 93 Sangat Layak

2 Model MPKP Berbasis Komunitas oleh 95 Sangat Layak


Akademisi

3 Materi Pelatihan oleh Akademisi 95 Sangat Layak

4 Model MPKP Berbasis Komunitas oleh Praktisi 95 Sangat Layak

Rata-Rata 94.5 Sangat Layak

Berdasarkan tabel tersebut Nampak bahwa seluruh validasi terhadap model

praktik keperawatan profesional berbasis komunitas berada pada kategori sangat

layak dengan nilai akhir 94.5. Hal ini mengindikasikan bahwa model praktik

keperawatan profesional dapat diterapkan dalam meningkatkan kemandirian dan

derajat kesehatan masyarakat.

Selanjutnya untuk menguji kemenarikan model praktik keperawatan

profesional kepada kader maka dilakukan penyebaran angket tentang

pengembangan model praktik keperawatan profesionaldiperoleh data sebagai

berikut:

Tabel 4.16. Penilaian Kemenarikan oleh Kader Uji Coba Operasional


No Komponen Kegiatan Skor Persentase (%) Kategori
1 Tampilan 30 94 Sangat Menarik
2 Pengoperasian 12 100 Sangat Menarik
3 Kebermanfaatan 15 94 Sangat Menarik
Rata-Rata 96 Sangat Layak
138

Berdasarkan tabel tersebut, pengembangan model praktik keperawatan

profesional sangat menarik untuk digunakan. Selanjutnya data tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.15. Penilaian Kemenarikan model praktik keperawatan profesional


berbasis komunitas oleh Kader Uji Coba Operasional
Berdasarkan data di atas, nampak bahwa praktik keperawatan profesional berbasis

komunitas sangat menarik digunakan dengan skor 91

Hasil akhir dari penyebaran angket diperoleh skor 91 yang berarti bahwa

praktik keperawatan profesional berbasis komunitas cukup baik untuk diterapkan

dalam proses pelatihan dalam usaha meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan

sikap kader.

Berdasarkan uraian tersebut maka pokok-pokok hasil validasi akademisi dan

praktisi pengembangan model praktik keperawatan profesional berbasis komunitas

adalah sebagai berikut:


139

a. Akademisi

a) Model bagannya diperbaiki untuk mempermudah pemahaman pembaca atau

user

b) Diperhatikan lagi hal-hal yang perlu dikembangkan dan diperjelas sehingga

mempermudah user untuk memahami dan menerapkannya

b. Praktisi

Diharapkan dapat membantu fasilitas pelayanan kesehatan dalam meningkatkan

kemandirian dan derajat kesehatan masyarakat

5. Perbaikan Akhir Model Praktek keperwatan profesional berbasis

komunitas

Penerapa model praktek keperawatan profesional melahirkan model praktek

keperawatan profesional berbasis komunitas yang dapat diterapkan di masyarakat

desa untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dengan harapan

dapat meningkatkan kemandirian dan derajat kesehatan masyarakat. Model praktek

keperawatan profesional berbasis komunitas tersebut nampak pada bagan berikut:


140

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PENGKAJIAN
141

Gambar 4.16. Model Akhir Model Praktik Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas
142

Berdasarkan Model Akhir Model Praktik Keperawatan Profesional

(MPKP) Berbasis Komunitas diuraikan sebagai berikut:

A. Pelatihan

Prosedur pelaksanaan pelatihan Model Praktek Keperawatan

Profesional (MPKP) Berbasis Komunitas adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan

Perencanaan pelatihan model praktik keperawatan profesional

berbasis komunitas adalah;

a) Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilakukan dengan melakukan pendataan melalui

observasi dan wawancara dengan kepala desa dan perangkat desa

lainnya di Desa Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo.

Analisis tersebut difokuskan pada kebutuhan warga masyarakat

terhadap perkembangan kesehatan. Hasil observasi dan wawancara

diperoleh data bahwa umumnya masyarakat memiliki kemauan yang

tinggi dalam menerapkan hidup sehat tetapi kemampuan berupa

pengetahuan, keterampilan dan sikap masih kurang sehingga

diperlukan suatu pelatihan tentang pola hidup sehat pada masyarakat.

b) Analisis SDM

(a) Perekrutan Instruktur

Langkah-langkah analisis instruktur adalah: (1) melakukan

pendataan terhadap seluruh instruktur atau perawat yang

menguasai praktik keperawatan 142rofessional, (2) melakukan


143

pendataan melalui instansi terkait, (3) menghubungi calon

instruktur untuk memastikan kesediaannya menjadi narasumber. Di

saat menghubungi calon kader ini pihak pengembang

mensosialisasikan kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan di

desa Mongolato, kemudian meminta kesediannya untuk menjadi

instruktur.

Persyaratan untuk menjadi narasumber adalah (1) sudah

melaksanakan tugas keperawatan minimal satu tahun, (2) sudah

mengikuti pelatihan BTCLS (Basic Traumatic Cardiac Life

Support), (3) mampu menerapkankan asuhan keperawatan, (4)

bertempat tinggal di sekitar lokasi.

(b) Perekrutan Kader

Analisis kader dimaksudkan untuk terdatanya kader yang

memiliki tujuan yang sama dalam mengikuti pelatihan, yaitu

bertujuan untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap

tentang model praktik keperawatan profsional sebagai bekal hidup

mandiri. Pihak yang dilibatkan dalam proses perekrutan ini adalah

peneliti, instruktur, dan kepala desa.

Cara yang digunakan dalam perekrutan kader ini adalah; (1)

menghimpun data calon kader yang datanya dapat diperoleh dari

Desa Mongolato. (2) menghubungi calon kader untuk memastikan

kesediaannya mengikuti pelatihan. Di saat menghubungi calon

kader ini pihak tim pengembang mensosialisasikan kegiatan


144

pelatihan yang akan dilaksanakan, kemudian meminta kesediannya

untuk mengikuti pelatihan. Apabila telah diperoleh mengenai

kepastian dari calon kader, maka ditetapkan nama kader.

Persyaratan menjadi kader adalah:

- Warga desa dimana Model Keperawatan Profesional Berbasis

Komunitas diterapkan

- Diterima oleh masyarakat setempat

- Berusia minimal 18 tahun

- Mampu membaca dan menulis dengan benar.

- Mempunyai penghasilan keluarga yang tetap

- Mau bekerja secara sukarela

- Memiliki komitmen tinggi dalam menerapkan Model

Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas.

- Tidak sering meninggalkan tempat dalam jangka waktu yang

lama

- Bertempat tinggal di wilayah RT/RW yang bersangkutan

c) Analisis Sarana Prasarana

Sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pelatihan Model

Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas adalah sarana prasarana

pelatihan dan bahan ajar, serta penilaian dan angket respon.

Setelah melakukan analisis kebutuhan Model Keperawatan

Profesional Berbasis Komunitas, maka dilakukan perencanaan pelatihan,

meliputi:
145

a) Perencanaan

Kegiatan perencanaan meliputi:

(a) Rancangan Materi

Perancangan materi ini dilakukan dengan melakukan

wawancara dengan kepala desa dan beberapa intansi terkait seperti

Puskesmas. Rancangan materi meliputi: (1) Demografi, (2)

Pelayanan Kesehatan dan Sosial, (3) Lingkungan, (4) Ekonomi, (5)

Transportasi, (6) Politik, (7) Komunikasi, Pendidikan dan

Rekreasi, (8) PUS, Ibu Hamil, Balita, (9) Remaja, Dewasa, Usia

Lanjut, dan (10) Gizi

(b) Pemilihan Metode dan Teknik Pembelajaran

Metode dan teknik pelatihan dipilih dengan maksud untuk

meningkatkan motivasi kader sehingga secara antusias menerima

materi pelatihan yang disampaikan oleh instruktur. Pemilihan

metode dan teknik pelatihan didasarkan pada materi-materi yang

telah disepakati. Materi teori digunakan metode dan teknik

pelatihan secara ceramah dan diskusi dan untuk materi-materi

aplikasi digunakan metode dan teknik demosntrasi secara mandiri

maupun kelompok

(c) Menyusun Program Pelatihan

Program pelatihan disusun bersama peneliti, akademisi,

praktisi, instruktur, dan peserta pelatihan. Program pelatihan yang

disusun bersama itu meliputi Rencana Program pelatihan (RPP),


146

jadwal, menyusun bahan/alat, media, dan fasilitas pelatihan lainnya

yang diperlukan. (1) Rencana Pelaksanaan pelatihan (RPP), adalah

rancangan pelatihan mata pelatihan per unit yang akan diterapkan

instruktur dalam kegiatan pelatihan. (2) jadwal belajar; jadwal

belajar adalah uraian kegiatan yang mengatur urutan materi

pelatihan, hari dan jam pelaksanaan pelatihan. (3) alat, bahan,

media, dan fasilitas pelatihan digunakan sebagai sarana penunjang

dalam kegiatan pelatihan; alat/bahan, media, dan fasilitas yang

disiapkan disesuaikan dengan kebutuhan materi belajar.

b) Pengorganisasian

Pengorganisasian dalam pelatihan praktik keperawatan

profesional berbasis komunitas dimaksudkan agar instruktur dapat

melakukan kegiatan tugas, wewenang dan tanggung jawab di antara

orang-orang untuk menjalankan rangkaian kegiatan yang sudah

direncanakan.

Pengorganisasian komunitas adalah suatu proses yang

mengantarkan perubahan dengan melibatkan masyarakat dan agregat

untuk memecahkan masalah dan mencapai tujuan masyarakat

(Swanson & Alberct, 1993, dalam Helvie, 1998). Pendapat senada

disampaikan oleh Sasongko (1996) yang menyatakan bahwa

pengorganisasian komunitas adalah suatu proses ketika suatu

masyarakat tertentu mengidentifikasi kebutuhankebutuhan serta

mengembangkan keyakinannya untuk berusaha memenuhi kebutuhan,


147

termasuk menentukan prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan

sumber daya yang tersedia, dengan usaha secara gotong-royong untuk

mencapai tujuan bersama. Dari kedua pendapat di atas dapat ditarik

kesimpulan, bahwa komponen penting dalam pengorganisasian

komunitas adalah adanya pemberdayaan masyarakat, persamaan

tujuan, dan merupakan suatu proses perubahan.

Implementasi kegiatan pengorganisasian di pelatihan praktik

keperawatan profesional berbasis komunitas ini dilakukan:

(a) Pembentukan Struktur Organisasi Penyelenggaraan Pelatihan

Pembentukan struktur organisasi penyelenggaraan pelatihan

dimaksudkan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang

ditugaskan untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan baik itu

kegiatan administrasi maupun kegiatan proses pelatihan. Mereka

ini terdiri dari penyelenggara pelatihan, instruktur, dan peserta

pelatihan.

(b) Tata Tertib Pelatihan

Tata Tertib pelatihan MPKP Berbasis Komunitas adalah

sebagai berikut:

- Seluruh peserta pelatihan (peserta) wajib menjaga gedung,

inventaris dan kebersihan baik  kelas maupun  area

kompleks  pelatihan

- Peserta tidak diperkenankan makan, minum dan merokok di

ruang kelas.
148

- Selama pelajaran berlangsung peserta tidak diperkenankan

mempergunakan pesawat HP di kelas, HP dimatikan atau

dalam posisi silent.

- Peserta wajib mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dengan

tertib selama jadwal pelatihan yang telah ditetapkan.

- Setiap kelas agar menunjuk ketua dan wakil ketua kelas

sebagai penghubung peserta dengan instruktur.

- Peserta wajib mengisi absensi 2 (dua) kali dalam sehari, pagi

dan siang.

- Peserta yang tidak dapat mengikuti pelatihan karena ada urusan

pekerjaan kantor atau hal lain wajib melapor dan memperoleh

ijin tertulis dari instruktur/peneliti.

- Peserta yang tidak dapat mengikuti pelatihan karena sakit,

wajib melaporkannya ke instruktur/peneliti melalui telepon/

SMS dan menyampaikan surat sakit/ keterangan dokter pada

keesokan harinya.

- Permasalahan yang timbul pada saat pelatihan  agar

disampaikan kepada instruktur/peneliti.

c) Pelaksanaan

Ada dua kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan, yaitu

program pelatihan dan proses pelatihan.


149

(a) Program Pelatihan

Kegiatan pelatihan dilakukan didasari pertimbangan bahwa

peneliti, akademisi, praktisi, dan instruktur perlu memiliki

pemahaman yang sama mengenai program pelatihan secara

menyeluruh, urutan kegiatan, ruang lingkup, materi pelatihan,

berbagi metode dan teknik yang digunakan dalam pelatihan.

instruktur harus memahami karakteristik peserta pelatihan,

menguasai materi yang akan di sajikan, terampil dalam

menggunakan metode dan teknik pelatihan, media/alat bantu yang

diperlukan serta menyiapkan satuan acara pelatihan, karena dalam

kegiatan pelatihan lebih dari satu instruktur, maka mereka harus

terkoordinasi ke dalam satu kesatuan tim yang kompak sehingga

mereka dapat bertanggung jawab untuk keseluruhan kegiatan

pelatihan, saling menunjang, saling melengkapi antara yang satu

dengan yang lainnya serta mampu menghindarkan sekecil mungkin

adanya duplikasi atau kontradiksi dalam materi/bahan pelatihan

selama pelatihan.

Bagi desa Mongolato dan peneliti, kegiatan pelatihan

diperlukan agar tugas memfasilitasi kegiatan pelatihan dapat

dilaksanakan dengan baik dan tepat. Harapan orientasi yang diikuti

oleh peneliti, instruktur dan kader agar dapat memahami tugas yang

harus dilaksanakannya.
150

Materi pelatihan adalah sosialisasi dan penyatuan pemahaman

mengenai langkah model secara keseluruhan khususnya proses

pelatihan. Di kegiatan pelatihan ini dibicarakan juga pemahaman

mengenai langkah model secara keseluruhan khususnya proses

pelatihan. Pada penyelenggaraan kegiatan pelatihan ini dibicarakan

juga bagaimana penyelenggara dan instruktur dapat menciptakan

kondisi pelatihan yang dapat menumbuhkan motivasi peserta

pelatihan untuk meningkatkan pemahamannya tentang model

keperawatan profesional berbasis komunitas.

(b) Kegiatan Pelatihan

Kegiatan pelatihan pada pelatihan keterampilan merupakan

muara dari seluruh usaha/kegiatan yang telah dilakukan pada tahap

perencanaan. Apa yang sudah dirumuskan dalam perencanaan

merupakan acuan dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan.

Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman peserta

pelatihan maka instruktur dalam kegiatan pelatihan harus dapat

menumbuhkan motivasi yang akan bermuara pada terbentuknya

pemahaman implementasi model keperawatan profesional berbasis

komunitas dikalangkan peserta pelatihan.

Urutan kegiatan dalam proses pelatihan Model Keperawatan

Profesional Berbasis Komunitas diterapkan ini meliputi: kegiatan

pelatihan, kegiatan inti dan kegiatan menutup pelatihan.


151

Kegiatan pembukaan pelatihan meliputi: memulai pelatihan

tepat waktu sesuai dengan jadwal pelatihan, berdoa bersama,

memeriksa kehadiran peserta pelatihan, membina keakraban untuk

mengkondisikan peserta pelatihan agar mereka siap melakukan

kegiatan pelatihan (bentuk kegiatannya dapat berupa perkenalan

instruktur maupun peserta pelatihan itu sendiri agar menumbuhkan

keakraban antara satu dengan lainnya, menanyakan kabar mereka,

memberikan pujian atas kesediaannya untuk belajar), melakukan

apresiasi dengan cara menghubungkan pengalaman keseharian

dengan materi yang akan dipelajari dan menyampaikan tujuan

pelatihan.

Kegiatan ini meliputi: instruktur menyampaikan bahan ajar

secara berurutan dan sistematis dengan menggunakan pendekatan

andragogi dan pendekatan partisipatif, instruktur meminta umpan

baik dari peserta pelatihan, instruktur memantau kemajuan belajar

peserta pelatihan, instruktur mengamati dan membantu warga

pelatihan (perorangan atau kelompok) dalam pemecahan masalah,

mengerjakan tugas-tugas atau demonstrasi, instruktur memotivasi

peserta pelatihan untuk penuh perhatian dan berpartisipasi dalam

pelatihan, instruktur memberikan motivasi seperti mengemukakah

kepada peserta pelatihan mengenai keunggulan dan berbagai

kemudahan yang diperoleh jika dapat mengimplementasikan model

keperawatan profesional berbasis komunitas, memperkuat hasil


152

pelatihan dengan memberikan pujian kepada peserta pelatihan yang

berpartisipasi, bertanya kepada peserta pelatihan tentang hal-hal

yang belum jelas.

Kegiatan penutup, berupa instruktur melaksanakan evaluasi,

melakukan rivew materi pelatihan yang dipelajari, menyampaikan

kesimpulan, menutup pelatihan sambil mengucapkan terima kasih,

permohonan maaf dan syukur kehadirat Allah SWT, menghimpun

bahan dan hasil penilaian pada file khusus untuk digunakan lebih

lanjut, menyimpan dan merapikan media/alat bantu yang

digunakan, meninggalkan tempat dalam keadaan bersih dan teratur.

Pendekatan yang digunakan dalam pelatihan ini adalah

pendekatan andragogi, karena itu proses pelatihan lebih berorientasi

kepada peserta pelatihan (learner centered). pelatihan yang

berpusat pada peserta pelatihan memberikan kesempatan yang

seluas-luasnya kepada peserta pelatihan untuk terlibat mulai dari

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian sampai pada

kegiatan pengembangan. Peran instruktur sebagai instruktur bagi

peserta pelatihan dalam melakukan pelatihan. Pelatihan seperti ini

akan menumbuhkan kreativitas peserta pelatihan karena itu peserta

pelatihan diberi kesempatan untuk mengembangkan gagasan sesuai

dengan potensi yang dimilikinya.


153

d) Penilaian

Langkah-langkah kegiatan untuk melakukan penilaian ini adalah

menginventarisir dan mengoordinasikan pihak-pihak yang terlibat dalam

kegiatan penilaian, menentukan bentuk dan jenis tes yang digunakan,

menyusun materi penilaian, melaksanakan penilaian, menganalisis hasil

penilaian. Kegiatan penilaian dalam pelatihan model keperawatan

profesional berbasis komunitas ini meliputi indikator penilaian pada saat

kegiatan pelatihan, hasil pelatihan, dan pasca pelatihan. Penilaian indikator

kegiatan pelatihan dilakukan oleh penyelenggara pelatihan bertujuan untuk

mengetahui bagaimana pelaksanaan secara umum kegiatan pelatihan

berlangsung. Penilaian indikator hasil pelatihan dilakukan oleh instruktur

bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta pelatihan terhadap

materi yang dipelajarinya.

Penilaian pasca pelatihan dilakukan oleh Puskesmas dan

penyelenggara pelatihan dibantu instruktur, bertujuan untuk mengetahui

bagaimana pelaksanaan program pasca kegiatan pelatihan.

B. MPKP Berbasis Komunitas

1. Pengkajian

Sebelum melakukan pengkajian maka desa membentuk organisasi

pelaksana model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas di

desa. Organisasi tersebut meliputi masyarakat desa yang telah menerima

pelatihan sebelumnya, di antaranya adalah kepala dusun, dan kepala-

kepala dasawisma.
154

Tugas organisasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kepala Desa

a) Menerima hasil pengkajian kesehatan masyarakat dari kepala

dusun

b) Memberikan layanan informasi kesehatan kepada seluruh

masyarakat

c) Menindak lanjuti laporan tentang kesehatan masyarakat yang

disampaikan oleh kepala dusun atau kader kesehatan

d) Mengarahkan kegiatan kesehatan masyarakat secara terpadu

e) Membentuk organisasi model praktek keperawatan professional

berbasis komunitas di desa

f) Bertanggung jawab terhadap keseluruhan penyelenggaraan Model

Praktek Keperawatan (MPKP) berbasis komunitas di desa

b. Kepala Dusun

a) Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan

implementasi pelayanan kesehatan dan program pendidikan

kesehatan

b) Kerjasama dengan masyarakat, keluarga dan individu

c) Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan tehnik asuhan diri sendiri

pada masyarakat

d) Memberikan bimbingan dan dukungan kepada kader kesehatan

e) Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat


155

f) Menerima dan mendokumentasikan hasil pengkajian kesehatan

masyarakat dari kader kesehatan

g) Menerima informasi dari kader kesehatan tentang masalah

kesehatan masyarakat

h) Memberikan laporan kepada kepala desa tentang masalah

kesehatan masyarakat di lingkungannya

c. Kader

a) Mengadakan pendekatan sosial pada tiap dasa wisma

b) Melakukan survei mawas diri

c) Mengadakan musyawarat masyarakat di lingkungan dasa wisma

d) Membantu pelaksanaan pelatihan kader pembangunan bidang

kesehatan

e) Mengadakan kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu dan di luar

posyandu

f) Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan dinas/ instansi

dan lembaga swadaya masyarakat dalam rangka pembinaan

pokjakes

g) Mengembangkan program-program lain di luar bidang kesehatan

yang mendukung peningkatan kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat seperti dana sehat, kios koperasi, pusat-pusat pelayanan

kesehatan, kesehatan kerja dan kesehatan sekolah.

h) Mengkaji kondisi kesehatan masyarakat., yang meliputi:

- Demografi
156

- Lingkungan fisik

- Pelayanan kesehatan dan social

- Ekonomi

- Transportasi

- Politik

- Komunikasi, pendidikan dan rekreasi

- Pasangan Usia Subur (PUS), Ibu Hamil, Melahirkan, Menyusui

dan Balita

- Remaja, Dewasa dan Usia Lanjut

- Gizi

i) Mendokumentasikan hasil pengkajian kesehatan masyarakat

Pengkajian keperawatan komunitas merupakan tahap pertama dalam

proses keperawatan komunitas. Perawat berupaya untuk mendapatkan

informasi atau data tentang kondisi kesehatan komunitas dan faktor-faktor

yang berhubungan dengan kesehatan komunitas. Dalam tahap pengkajian

ini, ada empat kegiatan yang dilakukan, yaitu pengumpulan data,

pengorganisasian data, validasi data, dan pendokumentasian data.

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses mendapat informasi tentang

kondisi kesehatan dari klien. Dalam hal ini kesehatan komunitas.

Proses pengumpulan data harus dilakukan secara sistematik dan terus

menerus untuk mendapatkan data atau informasi yang signifikan yang

menggambarkan kondisi kesehatan komunitas.


157

a) Tipe data

Data dapat berupa data subjektif atau data objektif. Data subjektif

biasa dikaitkan sebagai keluhan. Di komunitas, data subjektif biasa

terkait dengan keluhan komunitas, misalnya terkait lingkungan

yang tidak nyaman secara fisik dan psikologis, perasaan tertekan,

perasaan ketakutan, dan sebagainya. Data subjektif meliputi,

sensasi komunitas terkait dengan perasaan, nilai-nilai, keyakinan,

sikap dan persepsi terhadap status kesehatan atau situasi

kehidupannya. Data objektif biasanya berkaitan dengan tanda-

tanda yang dapat dideteksi dengan pengamatan, dapat diukur atau

diperiksa dengan menggunakan standar. Informasi atau data

diperoleh dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran,

dan sentuhan/peraba, yang biasanya dilakukan melalui metode

observasi dan pemeriksaan.

b) Sumber data

Pengetahuan tentang sumber data merupakan hal yang sangat

penting untuk diketahui, karena data yang dikumpulkan harus

sesuai dengan tujuannya, sebab bila terjadi kesalahan dalam

sumber data, maka akan mengakibatkan kesalahan dalam

penarikan kesimpulan. Data yang dikumpulkan dapat berupa data

primer atau data sekunder. Dari sumber data, kita dapat

mengetahui apakah data yang dikumpulkan berupa data primer

atau data sekunder.


158

Untuk mengumpulkan data primer komunitas, dapat dilakukan

dengan cara survai epidemiologi, pengamatan epidemiologi, dan

penyaringan, sedangkan pengumpulan data sekunder, sumber

datanya dapat berupa seperti berikut. 1) Sarana pelayanan

kesehatan, misalnya rumah sakit, Puskesmas, atau balai

pengobatan. 2) Instansi yang berhubungan dengan kesehatan,

misalnya Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Biro

Pusat Statistik. 3) Absensi, sekolah, industri, dan perusahaan. 4)

Secara internasional, data dapat diperoleh dari WHO, seperti

Population and vital Statistics report, population bulletin, dan

sebagainya.

c) Metode pengumpulan data keperawatan komunitas

Pengumpulan data komunitas dapat dilakukan dengan teknik

sebagai berikut.

(a) Wawancara.

Kegiatan ini merupakan proses interaksi atau komunikasi

langsung antara pewawancara dengan responden. Data yang

dikumpulkan bersifat: a) fakta, misalnya umur, pendidikan,

pekerjaan, penyakit yang pernah diderita; b) sikap, misalnya

sikap terhadap pembuatan jamban keluarga, atau keluarga

berencana; c) pendapat, misalnya pendapat tentang pelayanan

kesehatan yang dilakukan oleh perawat di Puskesmas; d)

keinginan, misalnya pelayanan kesehatan yang diinginkan; e)


159

pengalaman, misalnya pengalaman waktu terjadi wabah kolera

yang melanda daerah mereka.

(b) Angket

Teknik lain dalam pengumpulan data adalah melalui angket.

Pada angket, jawaban diisi oleh responden sesuai dengan daftar

yang diterima, sedangkan pada wawancara, jawaban responden

diisi oleh pewawancara. Untuk pengembalian daftar isian dapat

dilakukan dengan dua cara yakni canvasser, yaitu daftar yang

telah diisi, ditunggu oleh petugas yang menyerahkan dan

householder, yaitu jawaban responden dikirimkan pada alamat

yang telah ditentukan.

(c) Observasi

Observasi merupakan salah teknik pengumpulan data yang

menggunakan pertolongan indera mata.

Teknik ini bermanfaat untuk:

- mengurangi jumlah pertanyaan, misalnya pertanyaan

tentang kebersihan rumah tidak perlu ditanyakan, tetapi

cukup dilakukan observasi oleh pewawancara;

- mengukur kebenaran jawaban pada wawancara tentang

kualitas air minum yang digunakan oleh responden dapat

dinilai dengan melakukan observasi langsung pada sumber

air yang dimaksud;


160

- untuk memperoleh data yang tidak diperoleh dengan

wawancara atau angket, misalnya pengamatan terhadap

prosedur tetap dalam pelayanan kesehatan. Observasi

bermacam-macam, antara lain: a) observasi partisipasi

lengkap, yaitu mengadakan observasi dengan cara

mengikuti seluruh kehidupan responden; b) observasi

partisipasi sebagian, yaitu mengadakan observasi dengan

cara mengikuti sebagian kehidupan responden sesuai

dengan data yang diinginkan; c) observasi tanpa partisipasi,

yaitu mengadakan observasi tanpa ikut dalam kehidupan

responden.

Dalam pengumpulan data dengan teknik observasi terdapat

beberapa kelemahan, yaitu memiliki keterbatasan kemampuan

indera mata, hal-hal yang sering dilihat dan diperhatikan akan

berkurang, hingga adanya kelainan kecil saja tidak terdeteksi.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut dapat dilakukan dengan

cara mengadakan pengamatan berulang-ulang dan pengamatan

dilakukan oleh beberapa orang.

b. Pengorganisasian Data

Dalam pengkajian komunitas ada beberapa data yang perlu

dikumpulkan, yaitu data inti komunitas, subsistem komunitas, dan

persepsi. Agar lebih jelas bagi ikutilah uraian tentang data inti

komunitas, subsistem komunitas dan persepsi.


161

a) Data inti komunitas

Data komunitas ini merupakan data yang dikumpulkan dalam inti

komunitas yang meliputi, 1) sejarah atau riwayat (riwayat daerah

dan perubahan daerah); 2) demografi (usia, karakteristik jenis

kelamin, distribusi ras dan distribusi etnis); 3) tipe keluarga

(keluarga/bukan keluarga, kelompok); 4) status perkawinan

(kawin, janda/duda, single); 5) statistik vital (kelahiran, kematian

kelompok usia, dan penyebab kematian); 6) nilai-nilai dan

keyakinan; 7) agama.

b) Data subsistem komunitas

Data subsistem komunitas yang perlu dikumpulkan dalam

pengkajian komunitas sebagai berikut.

(a) Lingkungan fisik

Sama seperti pemeriksaan fisik klien individu, di komunitas

juga dilakukan pemeriksaan fisik lingkungan komunitas. Panca

indera yang digunakan dalam pengkajian fisik adalah inspeksi,

auskultasi, tanda-tanda vital, review sistem, dan pemeriksaan

laboratorium.

- Inspeksi

Pemeriksaan dengan menggunakan semua organ-organ

indera dan dilakukan secara survei yakni berjalan di

masyarakat atau mikro-pengkajian terhadap perumahan,

ruang terbuka, batas-batas, layanan transportasi pusat,


162

pasar, tempat bertemu orang-orang di jalan, tanda-tanda

pembusukan, etnis, agama, kesehatan dan morbiditas, serta

media politik.

- Auskultasi

Mendengarkan warga masyarakat tentang lingkungan fisik.

Tanda-tanda vital dengan mengamati iklim, medan, serta

batas alam, seperti sungai dan bukitbukit. Sumber daya

masyarakat dengan mencari tanda-tanda kehidupan, seperti

pengumuman, poster, perumahan dan bangunan baru.

Sistem review, arsitektur, bahan bangunan yang digunakan,

air, pipa, sanitasi, jendela, dan sebagainya. Juga fasilitas

bisnis dan rumah ibadah (masjid, gereja dan vihara, dan

sebagainya).

- Pemeriksaan laboratorium Data sensus atau studi

perencanaan untuk proses mapping masyarakat, yang

berarti untuk mengumpulkan dan mengevaluasi data atau

informasi tentang status kesehatan komunitas yang

dibutuhkan sebagai dasar dalam perencanaan.

(b) Pelayanan kesehatan dan sosial

Pelayanan kesehatan dan sosial perlu dikaji di komunitas, yaitu

Puskesmas, klinik, rumah sakit, pengobatan tradisional, agen

pelayanan kesehatan di rumah, pusat emergensi, rumah


163

perawatan, fasilitas pelayanan sosial, pelayanan kesehatan

mental, apakah ada yang mengalami sakit akut atau kronis.

(c) Ekonomi

Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi adalah,

karakteristik keuangan keluarga dan individu, status pekerja,

kategori pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak bekerja,

lokasi industri, pasar, dan pusat bisnis.

(d) Transportasi dan keamanan

Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan

keamanan adalah: alat transportasi penduduk datang dan ke

luar wilayah, transportasi umum (bus, taksi, angkot, dan

sebagainya serta transportasi privat (sumber transportasi atau

transpor untuk penyandang cacat). Layanan perlindungan

kebakaran, polisi, sanitasi, dan kualitas udara.

(e) Politik dan pemerintahan

Data yang perlu dikumpulkan meliputi data pemerintahan (RT,

RW, desa/kelurahan, kecamatan, dan sebagainya), kelompok

pelayanan masyarakat (posyandu, PKK, karang taruna,

posbindu, poskesdes, panti, dan sebagainya) serta data politik,

yaitu kegiatan politik yang ada di wilayah tersebut serta peran

peserta partai politik dalam pelayanan kesehatan.


164

(f) Komunikasi

Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu komunikasi formal yang

meliputi surat kabar, radio dan televisi, telepon, internet, dan

hotline, serta komunikasi informal yang meliputi papan

pengumuman, poster, brosur, halo-halo, dan sebagainya.

(g) Pendidikan

Data yang terkait dengan pendidikan meliputi, sekolah yang

ada di komunitas, tipe pendidikan, perpustakaan, pendidikan

khusus, pelayanan kesehatan di sekolah, program makan siang

di sekolah, dan akses pendidikan yang lebih tinggi.

(h) Rekreasi.

(i) Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan rekreasi yang

meliputi, taman, area bermain, perpustakaan, rekreasi umum

dan privat, serta fasilitas khusus.

c) Data persepsi 1) Tempat tinggal yang meliputi bagaimana perasaan

masyarakat tentang komunitasnya, apa yang menjadi kekuatan

mereka, permasalahan, tanyakan pada masyarakat dalam kelompok

yang berbeda (misalnya, lansia, remaja, pekerja, profesional, ibu

rumah tangga, dan sebagainya). 2) Persepsi umum yang meliputi

pernyataan umum tentang kesehatan dari komunitas, apa yang

menjadi kekuatan, apa masalahnya atau potensial masalah yang

dapat diidentifikasi.
165

2. Dignosis

Setelah dilakukan pengkajian kemudian data-data diananlisis dan

diambil keputusan hal ini merupakan tahap diagnosis. Keputusan tersebut

dapat dikatan sebagai diagnosis (masalah kesehatan aktual/potensial) yang

meliputi pengelompokkan analisis data dan merumuskan diagnosis. Oleh

karenanya perawat yang berwenang untuk mendiagnosis harus memiliki

pengetahuan yang mumpuni tentang patofisiologi, daerah masalah

keperawatan, serta kemampuan untuk berpikir secara objektif dan kritis.

Diagnosa keperawatan yang sudah dirumuskan tercantum pada daftar

masalah klien kemudian ditandatangani oleh perawat yang berwernang

terhadap klien tersebut.

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik tentang semua

respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan

aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.

Semua diagnosis keperawatan harus didukung oleh data. Data diartikan

sebagai definisi karakteristik. Definisi karakteristik dinamakan ”Tanda dan

gejala”, Tanda adalah sesuatu yang dapat di observasi dan gejala adalah

sesuatu yang dirasakan oleh klien. Diagnosis keperawatan menjadi dasar

untuk pemilihan tindakan keperawatan untuk mencapai hasil bagi perawat

(Nanda, 2011)

Pendapat lain tentang definisi diagnosis keperawatan adalah suatu

pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau risiko


166

perubahan pola) dari individu atau kelompok, dan perawat secara

akuntabilitas dapat mengidentifikasi serta memberikan intervensi secara

pasti untuk menjaga status kesehatan (Gordon, 1976 dalam Capenito,

2000). Gordon (1976) dalam Capenito (2000) menyatakan bahwa definisi

diagnosis keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial.

Berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat mampu serta

mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan

berdasarkan standar praktik keperawatan dan etik keperawatan yang

berlaku di Indonesia. Diagnosis keperawatan ini dapat memberikan dasar

pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung gugat perawat. Formulasi

diagnosis keperawatan adalah bagaimana diagnosis digunakan dalam

proses pemecahan masalah, karena melalui identifikasi masalah dapat

digambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan

keperawatan. Di samping itu, dengan menentukan atau menginvestigasi

etiologi masalah, maka akan dijumpai faktor yang menjadi kendala atau

penyebabnya. Dengan menggambarkan tanda dan gejala akan dapat

digunakan untuk memperkuat masalah yang ada. Untuk menyusun

diagnosis keperawatan yang tepat, dibutuhkan beberapa pengetahuan dan

keterampilan yang harus dimiliki antara lain, kemampuan dalam

memahami beberapa masalah keperawatan, faktor yang menyebabkan

masalah, batasan karakteristik, beberapa ukuran normal dari masalah

tersebut, serta kemampuan dalam memahami mekanisme penanganan

masalah, berpikir kritis, dan membuat kesimpulan dari masalah.


167

Penulisan pernyataan diagnosis keperawatan pada umumnya

meliputi tiga komponen, yaitu komponen P (Problem), E (Etiologi), dan S

(Simptom atau dikenal dengan batasan karakteristik). Pada penulisan

diagnosis keperawatan keluarga menggunakan pernyataan problem saja

tanpa etiologi dan simptom. Dengan demikian, penulisan diagnosis

keperawatan keluarga adalah dengan menentukan masalah keperawatan

yang terjadi.

Mengingat komunitas terdiri atas individu, keluarga, kelompok dan

komunitas, maka diagnosis keperawatan komunitas harus ditujukan

kepada komunitas, kelompok atau aggregates tersebut, sehingga secara

umum diagnosis tersebut meliputi atau mewakili permasalahan individu,

keluarga yang hidup dan tinggal dalam komunitas tersebut. Diagnosis

keperawatan kelompok dan komunitas juga memiliki perbedaan secara

umum dengan diagnosis individu dan keluarga, karena saat melakukan

pengkajian di komunitas atau kelompok/aggregates, maka perawat yang

bekerja di komunitas, berkolaborasi dengan komunitas, tokoh komunitas,

kepala kelurahan/desa serta aparatnya, pemuka agama serta tenaga

kesehatan lainnya, sehingga formulasi diagnosis keperawatan harus

mewakili semua pemangku kepentingan di komunitas (Ervin, 2008).

Diagnosis keperawatan komunitas dapat dikategorikan sebagai

berikut:
168

a. Diagnosis keperawatan aktual

Kategori diagnosis keperawatan yang pertama adalah diagnosis

keperawatan aktual. Diagnosis keperawatan ini menggambarkan

respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan

yang benar nyata pada individu, keluarga, dan komunitas (Nanda,

2011). Diagnosis keperawatan aktual dirumuskan apabila masalah

keperawatan sudah terjadi pada keluarga. Tanda dan gejala dari

masalah keperawatan sudah dapat ditemukan oleh perawat berdasarkan

hasil pengkajian keperawatan.

Contoh Kasus

Bp. X memiliki anak yang mengalami diare sejak semalam yaitu An. F
berumur 6 tahun. Berak cair sudah 5 kali dan muntah 2 kali, badan
lemah. Diagnosis keperawatan yang dapat dirumuskan pada keluarga
Bp. X ini adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada
An. F keluarga Bp. X.

Diagnosis keperawatan keluarga tersebut merupakan tipe aktual,

karena sudah terdapat tanda dan gejala bahwa An. F sudah terjadi

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Diagnosis keperawatan keluarga tipe aktual yang dapat dirumuskan

dari kasus di atas sebagai berikut.

a) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.

b) Gangguan pola napas.

c) Gangguan pola tidur.

d) Disfungsi proses keluarga.

e) Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga.


169

b. Diagnosis keperawatan promosi kesehatan

Diagnosis keperawatan yang kedua adalah diagnosis promosi

kesehatan yang dapat digunakan di seluruh status kesehatan. Namun,

kesiagaan individu, keluarga, dan masyarakat untuk melakukan

promosi kesehatan memengaruhi mereka untuk mendapatkan diagnosis

promosi kesehatan. Kategori diagnosis keperawatan keluarga ini

diangkat ketika kondisi klien dan keluarga sudah baik dan mengarah

pada kemajuan. Meskipun masih ditemukan data yang maladaptif,

tetapi klien dan keluarga sudah mempunyai motivasi untuk

memperbaiki kondisinya, maka diagnosis keperawatan promosi

kesehatan ini sudah bisa diangkat. Setiap label diagnosis promosi

kesehatan diawali dengan frase: “Kesiagaan meningkatkan”……

(Nanda, 2010).

Contoh Kasus:

Keluarga Bp. M dengan diabetes mellitus, saat pengkajian


keperawatan dilakukan identifikasi data. Data yang ditemukan adalah
gula darah acak (GDA) 120 mg/dl, Bp. M melaksanakan diet DM,
tetapi Bp. M jarang berolah raga. Bp. M kurang memahami pentingnya
olah raga, meskipun sudah pernah dilakukan penyuluhan kesehatan.

Diagnosis keperawatan keluarga yang dapat dirumuskan adalah

kesiagaan meningkatkan pengetahuan pada Bp. M. Diagnosis

keperawatan tipe promosi kesehatan diangkat, karena pada Bp. M

dengan penyakit DM sudah menunjukkan kondisi yang sudah baik,

meskipun jarang berolah raga. Bp. M sudah pernah mendapatkan

penyuluhan kesehatan meskipun kurang memahami informasi tentang


170

pentingnya berolah raga. Pada kasus ini Bp. M masih sangat

memungkinkan untuk dapat meningkatkan pengetahuannya tentang

olah raga.

Tipe diagnosis keperawatan keluarga promosi kesehatan yang dapat

dirumuskan dari kasus di atas adalah kesiagaan meningkatkan:

a) nutrisi;

b) komunikasi;

c) pembuatan keputusan;

d) pengetahuan;

e) religiusitas.

c. Diagnosis keperawatan risiko

Diagnosis keperawatan ketiga adalah diagnosis keperawatan risiko,

yaitu menggambarkan respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau

proses kehidupan yang mungkin berkembang dalam kerentanan

individu, keluarga, dan komunitas. Hal ini didukung oleh faktor-faktor

risiko yang berkontribusi pada peningkatan kerentanan. Setiap label

dari diagnosis risiko diawali dengan frase: “risiko” (Nanda, 2014).

Contoh Diagnosis:

Risiko kekurangan volume cairan, Risiko terjadinya infeksi, Risiko


intoleran aktivitas, Risiko ketidakmampuan menjadi orang tua, Risiko
distres spiritual.

d. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan keluarga yang terakhir adalah diagnosis

keperawatan sejahtera. Diagnosis ini menggambarkan respon manusia


171

terhadap level kesejahteraan individu, keluarga, dan komunitas, yang

telah memiliki kesiapan meningkatkan status kesehatan mereka. Sama

halnya dengan diagnosis promosi kesehatan, maka diagnosis sejahtera

diawali dengan frase: “Kesiagaan Meningkatkan”…..(Nanda, 2011).

Contoh diagnosis

Kesiagaan meningkatkan pengetahuan, Kesiagaan meningkatkan koping,


Kesiagaan meningkatkan koping keluarga, Kesiapan meningkatkan koping
komunitas

3. Intervensi

Setelah melakukan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan

intervensi kepada pasien dapat dibuat. Perawat dapat memilih tindakan khusus

dari banyaknya tindakan alternatif dari sumber-sumber yang tersedia dalam

jangka waktu panjang maupun pendek untuk membantu klien/pasien

mempertahankan kesehatan yang optimal.

Rencana intervensi dalam keperawatan komunitas berorientasi pada

promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan

manajemen krisis. Dalam menetapkan rencana intervensi keperawatan

kesehatan komunitas, maka harus mencakup:

a. Apa yang akan dilakukan?

b. Kapan melakukannya?

c. Berapa banyak?

d. Siapa yang menjadi sasaran?

e. Lokasinya di mana?

4. Implementasi
172

Tindakan perawat adalah upaya perawat untuk membantu kepentingan

klien, keluarga, dan komunitas dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi

fisik, emosional, psikososial, serta budaya dan lingkungan, tempat mereka

mencari bantuan. Tindakan keperawatan adalah implementasi/pelaksanaan

dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap

pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada

nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Dalam

tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal di antaranya bahaya-bahaya

fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam

prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien, serta pemahaman

tingkat perkembangan pasien. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah

direncanakan adalah dengan menerapkan teknik komunikasi terapeutik. Dalam

melaksanakan tindakan perlu melibatkan seluruh anggota keluarga dan selama

tindakan, perawat perlu memantau respon verbal dan nonverbal pihak

keluarga.

Tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal sebagai berikut.

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan

kebutuhan kesehatan dengan cara:

a) memberikan informasi;

b) memberikan kebutuhan dan harapan tentang kesehatan.


173

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat,

dengan cara:

(a) mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan;

(b) mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga;

(c) mengidentifikasi tentang konsekuensi tipe tindakan.

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit,

dengan cara:

a) mendemonstrasikan cara perawatan;

b) menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah;

c) mengawasi keluarga melakukan perawatan.

d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat

lingkungan menjadi sehat, yaitu dengan cara:

a) menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga;

b) melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.

e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada

dengan cara:

a) mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga;

b) membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

Selama melakukan tindakan, perawat diharapkan tetap mengumpulkan

data baru, seperti respon klien terhadap tindakan atau situasi yang berganti,

dan perubahan-perubahan situasi. Yang harus menjadi perhatian adalah pada

keadaan ini, perawat harus fleksibel dalam menerapkan tindakan. Beberapa

kendala yang sering terjadi dalam implementasi adalah ide yang tidak
174

mungkin, pandangan negatif terhadap keluarga, kurang perhatian terhadap

kekuatan dan sumber-sumber yang dimiliki keluarga, serta penyalahgunaan

budaya atau gender

Dalam pelaksanaannya, ada tiga tahapan dalam tindakan keperawatan

sebagai berikut.

a. Tahap Persiapan

Pada tahap awal ini, perawat harus menyiapkan segala sesuatu yang akan

diperlukan dalam tindakan. Persiapan meliputi kegiatan-kegiatan seperti

berikut ini.

a) Review tindakan keperawatan diidentifikasi pada tahap perencanaan.

Perlu dipahami bahwa pada dasarnya prinsip dari tindakan

keperawatan disusun untuk melakukan upaya promosi,

mempertahankan, dan memulihkan kesehatan klien/keluarga. Ada

beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan keluarga, antara lain: 1) konsisten sesuai dengan rencana

tindakan; 2) berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah; 3) ditujukan kepada

individu sesuai dengan kondisi klien; 4) digunakan untuk menciptakan

lingkungan yang terapeutik dan aman; 5) memberikan penyuluhan dan

pendidikan kepada klien; 6) penggunaan sarana dan prasarana yang

memadai.

b) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang

diperlukan. Perawat harus mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan

tipe keterampilan yang diperlukan untuk tindakan keperawatan.


175

c) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin

timbul. Prosedur tindakan keperawatan mungkin berakibat terjadinya

resiko tinggi kepada klien. Perawat harus menyadari kemungkinan

timbulnya komplikasi sehubungan dengan tindakan keperawatan yang

akan dilaksanakan. Keadaan yang demikian ini memungkinkan

perawat untuk melakukan pencegahan dan mengurangi resiko yang

timbul.

d) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan, harus

mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut. 1) Waktu. Perawat

harus dapat menentukan waktu secara selektif. 2) Tenaga. Perawat

harus memperhatikan kuantitas dan kualitas tenaga yang ada dalam

melakukan tindakan keperawatan. 3) Alat. Perawat harus

mengidentifikasi peralatan yang diperlukan pada tindakan.

e) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif. Keberhasilan suatu

tindakan keperawatan sangat ditentukan oleh perasaan klien yang

aman dan nyaman. Lingkungan yang nyaman mencakup komponen

fisik dan psikologis.

f) Mengidentifikasi aspek hukum dan etika terhadap resiko dari potensial

tindakan. Pelaksanaan tindakan keperawatan harus memperhatikan

unsur-unsur hak dan kewajiban klien, hak dan kewajiban perawat atau

dokter, kode etik perawatan, dan hukum keperawatan.

b. Tahap Perencanaan
176

Fokus pada tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan

pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik

dan emosional. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan

dan tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat

dalam standar praktik keperawatan. Independen Tindakan keperawatan

independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa

petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe dari

aktivitas yang dilaksanakan perawat secara independen didefinisikan

berdasarkan diagnosa keperawatan. Tindakan tersebut merupakan suatu

respon, karena perawat mempunyai kewenangan untuk melakukan

tindakan keperawatan secara pasti berdasarkan pendidikan dan

pengalamannya.

Lingkup tindakan independen keperawatan adalah:

a) mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan dan

pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan klien;

b) merumuskan diagnosa keperawatan sesuai respon klien yang

memerlukan intervensi keperawatan;

c) mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau

memulihkan kesehatan;

d) melaksanakan rencana pengukuran untuk memotivasi, menunjukkan,

mendukung, dan mengajarkan kepada klien atau keluarga;

e) merujuk kepada tenaga kesehatan lain, ada indikasi dan diijinkan oleh

tenaga keperawatan klien;


177

f) mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dan medis;

g) partisipasi dengan konsumer atau tenaga kesehatan lain dalam

meningkatkan mutu pelayanan.

c. Tindakan keperawatan dapat dikategorikan menjadi tiga (3) tipe sebagai

berikut.

a) Tindakan Independen

Tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu mengatasi

masalah kesehatan klien dan keluarga secara mandiri. Tindakan

tersebut meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini.

(a) Wawancara dengan klien untuk mendapatkan data, guna

mengidentifikasi perkembangan kondisi klien atau untuk

mengidentifikasi masalah baru yang muncul.

(b) Observasi dan pemeriksaan fisik. Tindakan untuk mendapatkan

data objektif yang meliputi, observasi kesadaran, tanda–tanda vital,

dan pemeriksaan fisik.

(c) Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana.

(d) Tindakan terapeutik. Tindakan yang ditujukan untuk mengurangi,

mencegah, dan mengatasi masalah klien. Misalnya: Klien stroke

yang tidak sadar dengan paralise, maka tindakan terapeutik yang

dilakukan perawat dalam mencegah terjadinya gangguan integritas

kulit adalah dengan melakukan mobilisasi dan memberikan bantal

air, pada bagian tubuh yang tertekan dan mengenali tanda-tanda

terjadinya hipoglikemi dan cara mengatasinya.


178

(e) Tindakan edukatif (mengajarkan). Ditujukan untuk mengubah

perilaku klien melalui promosi kesehatan dan pendidikan

kesehatan kepada klien. Misalnya, perawat mengajarkan kepada

keluarga tentang pembuatan cairan oralit dan senam kaki diabetik.

(f) Tindakan merujuk. Tindakan ini lebih ditekankan pada

kemampuan perawat dalam mengambil suatu keputusan klinik

tentang keadaan klien dan kemampuan untuk melakukan kerja

sama dengan tim kesehatan lainnya. Misalnya, klien pasca trauma

kepala, ditemukan adanya tanda-tanda tekanan intrakranial yang

meningkat, maka perawat harus mengkonsultasikan atau merujuk

klien kepada dokter ahli saraf untuk mendapatkan penanganan

yang tepat dan cepat dalam mencegah terjadinya komplikasi yang

lebih parah.

b) Tindakan Interdependen

Tindakan keperawatan interdependen menjelaskan suatu kegiatan yang

memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya.

Misalnya, tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi

c) Tindakan Dependen

Tindakan ini berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan

medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara bahwa tindakan

medis atau tindakan profesi lain dilaksanakan. Contoh, dokter


179

menuliskan “perawatan colostomy“. Tindakan keperawatan adalah

melaksanakan perawatan colostomy berdasarkan kebutuhan individu

dari klien.

Tindakan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini. 1)

Melakukan perawatan colostomy setiap 2 hari atau sewaktu-waktu bila

kantong faeses bocor. 2) Mengganti kantong faeces. 3) Mencuci lokasi

sekitar colostomy. 4) Mengkaji tanda dan gejala iritasi kulit dan

stroma. Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh

pencatatan yang lengkap dan akuarat terhadap suatu kejadian dalam

proses keperawatan.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, meskipun tahap evaluasi diletakkan

pada akhir proses keperawatan. Evaluasi merupakan bagian integral pada

setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk

menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan

apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai.

Diagnosa keperawatan juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan

kelengkapannya. Tujuan keperawatan harus dievaluasi adalah untuk

menentukan apakah tujuan tersebut, dapat dicapai secara efektif. Evaluasi

didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi atau tindakan yang dilakukan

oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Keefektifan ditentukan dengan


180

melihat respon keluarga dan hasil, bukan intervensi-intervensi yang

diimplementasikan. Meskipun evaluasi dengan pendekatan terpusat pada klien

paling relevan, sering kali membuat frustrasi karena adanya kesulitan-

kesulitan dalam membuat kriteria objektif untuk hasil yang dikehendaki.

Rencana perawatan mengandung kerangka kerja evaluasi. Evaluasi

merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat

memperbarui rencana asuhan keperawatan. Sebelum perencanaan

dikembangkan lebih lanjut, perawat bersama keluarga perlu melihat tindakan-

tindakan perawatan tertentu apakah tindakan tersebut benar-benar membantu.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai

tujuan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan

klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,

sehingga perawat dapat mengambil keputusan untuk:

a. mengakhiri rencana tindakan keperawatan;

b. memodifikasi rencana tindakan keperawatan;

c. melanjutkan rencana tindakan keperawatan.

Proses evaluasi adalah untuk mengukur pencapaian tujuan klien.

a. Kognitif (pengetahuan)

Untuk mengukur pemahaman klien dan keluarga setelah diajarkan teknik-

teknik perawatan tertentu. Metode evaluasi yang dilakukan, misalnya

dengan melakukan wawancara pada klien dan keluarga. Contoh, setelah


181

dilakukan pendidikan kesehatan tentang pencegahan TB Paru, klien dan

keluarga ditanya kembali tentang bagaimana cara pencegahan TB Paru.

b. Afektif (status emosional)

Cenderung kepenilaian subjektif yang sangat sulit diukur. Metode yang

dapat dilakukan adalah observasi respon verbal dan nonverbal dari klien

dan keluarga, serta mendapatkan masukan dari anggota keluarga lain.

c. Psikomotor (tindakan yang dilakukan)

Mengukur kemampuan klien dan keluarga dalam melakukan suatu

tindakan atau terjadinya perubahan perilaku pada klien dan keluarga.

Contoh, setelah perawat mengajarkan batuk efektif, klien diminta kembali

untuk mempraktikkan batuk efektif sesuai dengan yang telah dicontohkan.

Metode evaluasi yang digunakan adalah

a. Observasi Melakukan pengamatan terhadap perubahan perilaku dari

anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan.

b. Memeriksa laporan atau dokumentasi keperawatan Perawat perlu

memeriksa kembali laporan atau catatan keperawatan yang telah ditulis

oleh tim keperawatan setelah melaksanakan intervensi keperawatan.

c. Wawancara atau angket Membuat daftar pertanyaan atau angket yang

ditujukan pada keluarga untuk mengetahui kemajuan kondisi

kesehatannya. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara.

d. Latihan/simulasi/redemonstrasi Perawat mengevaluasi kemampuan

perawat dalam melakukan suatu tindakan untuk merawat anggota keluarga


182

yang sakit dengan meminta keluarga untuk melakukan kembali tindakan

keperawatan yang telah diajarkan

Proses evaluasi dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.

a. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa

yang akan dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.

b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan

program yang akan dievaluasi.

c. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan.

d. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil

pelaksanaan evaluasi tersebut.

e. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria

yang telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan.

f. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap

program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.

C. Advokasi dan Pengawasan

1. Advokasi

Advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan terorganisasi untuk

memengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara

bertahap maju dan semakin baik (Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI).

Dalam pengertian lain, advokasi adalah proses komunikasi yang terencana untuk

mendapatkan dukungan dan keputusan guna memecahkan masalah. Suatu

keberhasilan advokasi bisa dilakukan secara sistematis. Advokasi adalah proses


183

aplikasi informasi dan sumber daya yang digunakan untuk membuat suatu

perubahan terhadap suatu masalah di masyarakat.

Tujuan advokasi adalah diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya

kesehatan, baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikutsertaan

dalam kegiatan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.

Menurut UNFPA dan BKKBN (2002), terdapat lima pendekatan utama

dalam advokasi, yaitu melibatkan para pemimpin (dalam hal ini camat), bekerja

dengan media massa, membangun kemitraan, memobilisasi massa, dan

membangun kapasitas. Strategi advokasi dilakukan melalui pembentukan koalisi,

pengembangan jaringan kerja, pembangunan institusi, pembuatan forum, dan

kerja sama bilateral.

Langkah-langkah pokok dalam advokasi meliputi: a) identifikasi dan

analisis masalah atau isu yang memerlukan advokasi; b) identifikasi dan analisis

kelompok sasaran; c) menyiapkan dan mengemas bahan informasi; d)

merencanakan teknik atau cara kegiatan operasional; e) melaksanakan kegiatan,

memantau dan evaluasi serta melakukan tindak lanjut.

2. Pengawasan

Pengawasan adalah suatu proses kemudahan untuk penyelesaian tugas-tugas

keperawatan (Swansburg & Swansburg, 1999). Pengawasan adalah

merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi,

mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada

setiap perawat dengan sabar, adil serta bijaksana (Kron, 1987). Berdasarkan
184

definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan suatu cara

yang efektif untuk mencapai tujuan organisasi.

Pengawasan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung,

penerapannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta tujuan pengawasan.

a. Pengawasan Langsung

Pengawasan dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung.

Cara pengawasan ini ditujukan untuk bimbingan dan arahan serta mencegah

dan memperbaiki kesalahan yang terjadi.

Cara pengawasan adalah berikut ini.

a) Merencanakan

Seorang supervisor, sebelum melakukan pengawasan harus membuat

perencanaan tentang apa yang akan dipengawasan, siapa yang akan

dipengawasan, bagaimana tekniknya, kapan waktunya dan alasan

dilakukan pengawasan (Kron, 1987).

b) Mengarahkan

Pengarahan yang dilakukan supervisor kepada staf meliputi pengarahan

tentang bagaimana kegiatan dapat dilaksanakan, sehingga tujuan

organisasi dapat tercapai. Dalam memberikan pengarahan diperlukan

kemampuan komunikasi dari supervisor dan hubungan kerja sama yang

demokratis antara supervisor dan staf.

c) Membimbing

Agar staf dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka dalam

melakukan suatu pekerjaan, staf perlu bimbingan dari seorang supervisor.


185

Supervisor harus memberikan bimbingan pada staf yang mengalami

kesulitan dalam menjalankan tugasnya, bimbingan harus diberikan dengan

terencana dan berkala. Staf dibimbing bagaimana cara untuk melakukan

dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Bimbingan yang diberikan di

antaranya dapat berupa pemberian penjelasan, pengarahan dan pengajaran,

bantuan, serta pemberian contoh langsung.

d) Memotivasi

Supervisor mempunyai peranan penting dalam memotivasi staf untuk

mencapai tujuan organisasi. Kegiatan yang perlu dilaksanakan supervisor

dalam memotivasi antara lain adalah: a) memberikan dukungan positif

pada staf untuk menyelesaikan pekerjaan; b) memberikan kesempatan

pada staf untuk menyelesaikan tugas dan memberikan tantangan-tantangan

yang akan memberikan pengalaman yang bermakna; c) memberikan

kesempatan pada staf untuk mengambil keputusan sesuai tugas limpah

yang diberikan; d) menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan

dengan staf; e) menjadi role model bagi staf.

e) Mengobservasi (Nursalam, 2007)

Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi staf dalam melaksanakan

tugasnya, sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan yang

diharapkan, maka supervisor harus melakukan observasi terhadap

kemampuan dan perilaku staf dalam menyelesaikan pekerjaan dan hasil

pekerjaan yang dilakukan oleh staf.

f) Mengevaluasi
186

Evaluasi merupakan proses penilaian pencapaian tujuan, apabila suatu

pekerjaan sudah selesai dikerjakan oleh staf, maka diperlukan suatu

evaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana yang

telah disusun sebelumnya. Evaluasi juga digunakan untuk menilai apakah

pekerjaan tersebut sudah dikerjakan sesuai dengan ketentuan untuk

mencapai tujuan organisasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara menilai

langsung kegiatan dan memantau kegiatan melalui objek kegiatan. Apabila

suatu kegiatan sudah dievaluasi, maka diperlukan umpan balik terhadap

kegiatan tersebut.

b. Pengawasan Tidak Langsung Pengawasan dilakukan melalui laporan tertulis,

seperti laporan pasien dan catatan asuhan keperawatan dan dapat juga

dilakukan dengan menggunakan laporan lisan, seperti saat timbang terima dan

ronde keperawatan. Pada pengawasan tidak langsung dapat terjadi

kesenjangan fakta, karena supervisor tidak melihat langsung kejadian di

lapangan. Oleh karena itu, agar masalah dapat diselesaikan, perlu klarifikasi

dan umpan balik dari supervisor dan staf.

D. Standar Operasional Prosedur

Standar operasional prosedur merupakan rangkaian tahapan kegiatan

yang dilakukan pada model praktek keperawatan profesional berbasis

komunitas. Hal ini untuk memberikan kemudahan kepada organisasi dan

individu dalam menerapkan modek praktek keperawatan tersebut.

Adapun standar operasional prosedur model praktek keperawatan

professional berbasis komunitas adalah sebagai berikut:


187

a. Tujuan

Tujuan standar operasional prosedur ini adalah memberikan informasi dan

layanan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap dalam usaha peningkatan kemandirian dan derajat

kesehatan masyarakat di desa.

b. Ruang Lingkup

Informasi kesehatan yang diberikan kepada masyarakat adalah pengkajian

tentang: (1) demografi, (2) lingkungan fisik, (3) pelayanan kesehatan dan

social, (4) ekonomi, (5) transportasi, (6) politik, (7) komunikasi,

pendidikan dan rekreasi, (8) PUS, ibu hamil, melahirkan, menyusui dan

balita, (9) remaja, dewasa dan usia lanjut, dan (10) gizi.

c. Referensi

Referensi model praktek keperawatan professional berbasis komunitas

adalah:

a) Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

b) Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan

Nasional

c) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi

Kesehatan

d) Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Lingkungan

e) Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan

Kesehatan
188

f) Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan

Minimal

g) Peraturan Menteri Kesehatan No. 33 Tahun 2015 tentang Pedoman

Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia

Kesehatan

h) Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2015 tentang Upaya

Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit

i) Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2016 tentang Permen

Kesehatan No.43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal

Bidang Kesehatan

j) Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga

Kesehatan

k) Program kerja Pemerintah Kabupaten, Kecamatan dan Desa

l) Model Praktek Keperawatan Profesional

d. Prosedur

Prosedur pelaksanaan model keperawatan professional berbasis

komunitas di desa adalah:

a) Kepala Desa

(a) Menerima hasil pengkajian kesehatan masyarakat dari kepala dusun

(b) Memberikan layanan informasi kesehatan kepada seluruh masyarakat

(c) Menindak lanjuti laporan tentang kesehatan masyarakat yang

disampaikan oleh kepala dusun atau kader kesehatan

(d) Mengarahkan kegiatan kesehatan masyarakat secara terpadu


189

(e) Membentuk organisasi model praktek keperawatan professional

berbasis komunitas di desa

(f) Bertanggung jawab terhadap keseluruhan penyelenggaraan Model

Praktek Keperawatan (MPKP) berbasis komunitas di desa

b) Kepala Dusun

(a) Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan

implementasi pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan

(b) Kerjasama dengan masyarakat, keluarga dan individu

(c) Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan tehnik asuhan diri sendiri

pada masyarakat

(d) Memberikan bimbingan dan dukungan kepada kader kesehatan

(e) Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat

(f) Menerima dan mendokumentasikan hasil pengkajian kesehatan

masyarakat dari kader kesehatan

(g) Menerima informasi dari kader kesehatan tentang masalah kesehatan

masyarakat

(h) Memberikan laporan kepada kepala desa tentang masalah kesehatan

masyarakat di lingkungannya

c) Kader

(a) Mengadakan pendekatan sosial pada tiap dasa wisma

(b) Melakukan survei mawas diri

(c) Mengadakan musyawarat masyarakat di lingkungan dasa wisma


190

(d) Membantu pelaksanaan pelatihan kader pembangunan bidang

kesehatan

(e) Mengadakan kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu dan di luar

posyandu

(f) Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan dinas/ instansi dan

lembaga swadaya masyarakat dalam rangka pembinaan pokjakes

(g) Mengembangkan program-program lain di luar bidang kesehatan yang

mendukung peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat

seperti dana sehat, kios koperasi, pusat-pusat pelayanan kesehatan,

kesehatan kerja dan kesehatan sekolah.

(h) Mengkaji kondisi kesehatan masyarakat., yang meliputi:

- Demografi

- Lingkungan fisik

- Pelayanan kesehatan dan social

- Ekonomi

- Transportasi

- Politik

- Komunikasi, pendidikan dan rekreasi

- Pasangan Usia Subur (PUS), Ibu Hamil, Melahirkan, Menyusui

dan Balita

- Remaja, Dewasa dan Usia Lanjut

- Gizi

(i) Mendokumentasikan hasil pengkajian kesehatan masyarakat


191

Tujuan akhir model praktek keperawatan professional berbasis komunitas

ini adalah adanya kemandirian masyarakat dan peningkatan derajat kesehatan

masyarakat. Kemandirian dan peningkatan derajat kesehatan tersebut diperoleh

melalui peningkatan sikap, keterampilan dan pengetahuan masyarakat tentang

model praktek keperawatan professional berbasis komunitas.

4.1.4. Uji Efektifitas Model

Efektifitas dilakukan dalam kegiatan uji coba model sebanyak dua kali

pengujian yaitu uji coba terbatas dan uji coba operasional.

1. Uji Coba Terbatas (Skala Kecil)

1. Hasil Uji Coba Pretest dan Postest

Pengumpulan data terhadap efektivitas model praktik keperawatan

profesional diperoleh melalui hasil pretest dan posttest yang terdiri dari 20 butir

soal. Sebelum soal tersebut digunakan sebagai alat pengumpul data maka terlebih

dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas kepada 7 orang responden kader.

Hasil pengujian diperoleh bahwa seluruh soal berada pada kategori valid pada

taraf signifikansi 0.05= 0.48. Besarnya reliabilitas 0.98, artinya instrument yang

digunakan reliabel

Sebelum dilaksanakan proses pelatihan diberikan pretest dan pada akhir

kegiatan dilaksanakan posttest. Hasil evaluasi pretest dan posttest pada uji

konseptual disajikan disajikan berikut:

Tabel 4.17. Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan Uji Coba Terbatas

Pretest Posttest
No Resp.
Skor % Skor %
1 10 50 10 50
192

Pretest Posttest
No Resp.
Skor % Skor %
2 6 30 19 95
3 7 35 18 90
4 8 40 19 95
5 9 45 20 100
6 10 50 19 95
7 10 50 20 100
Jumlah 60 125
Skor Max 10 20
Skor Min 6 10
Rata-Rata 8,571429 17,85714
Simp Baku 1,618347 3,532165

Tabel di atas menunjukkan bahwa skor minimum hasil pretest aspek

pengetahuan adalah 6, dan skor maksimum 10. Sementara itu skor minimum

posttestadalah 10, dan skor maksimum 20. Skor rata-rata pretest adalah 8,57 dan

simpangan baku 1,62, sedangkan skor rata-rata hasil posttest adalah 17,85 dan

simpangan baku 3,53.

Perbedaan skor pretest dan postest, jika divisualisasikan dalam bentuk

grafik, maka perbedaan skor tersebut akan tampak sebagaimana grafik berikut ini.

Gambar 4.17. Grafik Perbedaan skor Pretestdan Postest Pengetahuan Uji


Coba Terbatas
193

Tabel 4.18 Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan

Jumlah Skor Skor Skor Rata- Simp.


Tes n
Skor Max Min Ideal Rata Baku
Pre-test 7 60 10 6 20 8,57 1,61
Post-test 7 125 20 10 20 17,85 3,53

Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Match Pairs Test, untuk

menguji perbedaan antara dua data yang berpasangan, yaitu skor pretest dan

posttest, dengan statistik uji T.

Tabel 4.19 Hasil Uji T Uji Coba Terbatas


Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std.
Std. Interval of the t df (2-
Mean Error
Deviation Difference tailed)
Mean
Lower Upper
Pair pretetst - -9,28 4,27061 1,61414 -13,23537 -5,33606 5,753 6 ,001
1 postest

Berdasarkan output pair pada table tersebut diperoleh nilai Sig. (2-

tailed) sebesar 0,000 < 0,005, maka dapat disimpulkan ada perbedaan rata-rata

hasil belajar kader untuk kelas Pre-test dengan Post-test. Dengan demikian

dapat dikemukakan bahwa ada perbedaan model praktek keperawatan

profesional berbasis komunitas

2. Analisis Keterampilan/Unjuk Kerja Kader

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kegiatan kader dalam pengkajian

kesehatan diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.20. Keterampilan/Unjuk Kerja Kader Uji Operasional Uji Coba Terbatas
Bobot Frekuensi Persentase Skor
Pengkajian Kategori
(b) (f) (%) (bXf)
Demografi Baik Sekali 4 6 86 24
194

Bobot Frekuensi Persentase Skor


Pengkajian Kategori
(b) (f) (%) (bXf)
Baik 3 1 14 3
Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 27
Baik Sekali 4 6 86 24
Baik 3 1 14 3
Lingkungan Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 27
Baik Sekali 4 5 71 20
Pelayanan Baik 3 2 29 6
Kesehatan Cukup 2 0 0 0
dan Sos Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 26
Baik Sekali 4 3 43 12
Baik 3 4 57 12
Ekonomi Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 24
Baik Sekali 4 4 57 16
Baik 3 3 43 9
Transportasi Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 25
Baik Sekali 4 4 57 16
Baik 3 3 43 9
Politik Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 25
Baik Sekali 4 4 57 16
Baik 3 3 43 9
Komunikasi Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 25
Pus, Ibu Baik Sekali 4 3 43 12
Hamil, Baik 3 4 57 12
Melahirkan, Cukup 2 0 0 0
BUS Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 24
Anak dan Baik Sekali 4 3 43 12
Remaja Baik 3 4 57 12
Cukup 2 0 0 0
195

Bobot Frekuensi Persentase Skor


Pengkajian Kategori
(b) (f) (%) (bXf)
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 24
Gizi Baik Sekali 4 5 71 20
Baik 3 2 29 6
Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 26
Sumber: Data Olahan Tahun 2022
Berdasarkan table tersebut, keterampilan atau unjuk kerja kader dalam

penerapan model keperawatan profesional berbasis komunitas adalah sebagai

berikut

Tabel 4.21. Simpulan Keterampilan/Unjuk kerja Kader dalam Penerapan Model


Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas Uji Coba Terbatas

Nomor Jenis Pengkajian Perhitungan Skor Kategori


Demografi Sangat
1 96 baik
Lingkungan Sangat
2 96 baik
Pelayanan Sangat
3
Kesehatan dan Sos 93 Baik
Ekonomi Sangat
4 86 baik

Transportasi Sangat
5
89 baik

Politik Sangat
6
89 Baik

Komunikasi Sangat
7
89 baik
Pus, Ibu Hamil, Sangat
8
Melahirkan, Balita 86 Baik

Anak dan Remaja Sangat


9
86 Baik

Gizi 93 Sangat
10
Baik
196

Nomor Jenis Pengkajian Perhitungan Skor Kategori


Sangat
Rata-Rata 90 baik

Dari Tabel 3.14 di atas bahwa keterampilan atau unjuk kerja kader dalam model

keperawatan profesional berbasis komunitas memperoleh skor 90 atau dengan

kategori sangat baik

2. Uji Coba Operasional (Skala Besar)

1. Hasil Uji Coba Pretest dan Postest

Sebelum dilaksanakan proses pelatihan diberikan pretest dan pada akhir

kegiatan dilaksanakan posttest. Hasil evaluasi pretest dan posttest pada uji

konseptual disajikan disajikan berikut:

Tabel 4.22. Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan Uji Operasional

Pretest Posttest
No Resp.
Skor % Skor %
1 8 40 17 85
2 10 50 18 90
3 9 45 17 85
4 10 50 19 95
5 8 40 16 80
6 7 35 18 90
7 11 55 20 100
8 8 40 17 85
9 8 40 18 90
10 9 45 18 90
11 10 50 20 100
12 8 40 18 90
13 7 35 18 90
14 8 40 20 100
15 8 40 19 95
16 8 40 18 90
17 10 50 20 100
197

Pretest Posttest
No Resp.
Skor % Skor %
18 9 45 19 95
19 9 45 20 100
20 10 50 20 100
21 8 40 19 95
22 9 45 20 100
23 7 35 19 95
24 11 55 20 100
25 10 50 20 100
26 9 45 19 95
27 9 45 20 100
28 10 50 20 100
29 12 60 20 100
Jumlah 260 547
Skor Max 12 20
Skor Min 7 16
Rata-Rata 8,965517 18,86207
Simp Baku 1,267246 1,186957

Tabel di atas menunjukkan bahwa skor minimum hasil pretest aspek

pengetahuan adalah 7, dan skor maksimum 12. Sementara itu skor minimum

posttestadalah 16, dan skor maksimum 20. Skor rata-rata pretest adalah 8,96 dan

simpangan baku 1,26, sedangkan skor rata-rata hasil posttest adalah 18,86 dan

simpangan baku 1,18.

Tabel 4.23 Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan Uji
Operasional

Jumlah Skor Skor Skor Rata- Simp.


Tes n
Skor Max Min Ideal Rata Baku
Pre-test 29 260 12 7 20 8,96 1,26
Post-test 29 547 20 16 20 18,86 1,18
198

Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Match Pairs Test, untuk

menguji perbedaan antara dua data yang berpasangan, yaitu skor pretest dan

posttest, dengan statistik uji T.

Tabel 3.12 Hasil Uji T Uji Operasional

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence
Std. Std. Interval of the
Deviatio Error Difference Sig. (2-
Mean n Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Pretetst - -9,89655 1,14470 ,21257 -10,33197 -9,46113 46,558 28 ,000
1 Postest

Berdasarkan output pair 1 diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 <

0,005, maka dapat disimpulkan ada perbedaan rata-rata hasil belajar kader untuk

kelas Pre-test dengan Post-test. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa ada

perbedaan model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas

2. Analisis Keterampilan/Unjuk Kerja Kader

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kegiatan kader dalam pengkajian

kesehatan diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.24. Hasil Keterampilan/Unjuk Kerja Uji Operasional

Bobot Frekuensi Persentase Skor


Pengkajian Kategori
(b) (f) (%) (bXf)
Demografi Baik Sekali 4 21 72 84
Baik 3 8 28 24
Cukup 2 0 0 0
199

Bobot Frekuensi Persentase Skor


Pengkajian Kategori
(b) (f) (%) (bXf)
Kurang 1 0 0 0
Jumlah     100 108
Baik Sekali 4 9 31 36
Baik 3 20 69 60
Lingkungan
Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah     100 96
Baik Sekali 4 12 41 48
Pelayanan Baik 3 17 59 51
Kesehatan dan
Cukup 2 0 0 0
Sos
Kurang 1 0 0 0
Jumlah     100 99
Baik Sekali 4 13 45 52
Baik 3 16 55 48
Ekonomi
Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah     100 100
Baik Sekali 4 10 34 40
Baik 3 19 66 57
Transportasi
Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah     100 97
Baik Sekali 4 13 45 52
Baik 3 16 55 48
Politik
Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah     100 100
Baik Sekali 4 10 34 40
Baik 3 19 66 57
Komunikasi
Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah     100 97
Pus, Ibu Hamil, Baik Sekali 4 10 34 40
Melahirkan, Baik 3 19 66 57
BUS Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah     100 97
Anak dan Baik Sekali 4 11 38 44
Remaja Baik 3 18 62 54
Cukup 2 0 0 0
200

Bobot Frekuensi Persentase Skor


Pengkajian Kategori
(b) (f) (%) (bXf)
Kurang 1 0 0 0
Jumlah     100 98
Gizi Baik Sekali 4 24 83 96
Baik 3 5 17 15
Cukup 2 0 0 0
Kurang 1 0 0 0
Jumlah 100 111
Sumber: Data Olahan Tahun 2022
Berdasarkan table tersebut, keterampilan atau unjuk kerja kader dalam

penerapan model keperawatan profesional berbasis komunitas adalah sebagai

berikut

Tabel 4.25. Simpulan Keterampilan/Unjuk Kerja Kader dalam Penerapan Model


Keperawatan Profesional Berbasis Komunitas Uji Operasional

Nomor Jenis Pengkajian Perhitungan Skor Kategori


1 Demografi 93 Sangat baik
2 Lingkungan 83 Sangat baik
Pelayanan Kesehatan
3 Sangat Baik
dan Sos 85
4 Ekonomi 86 Sangat baik

5 Transportasi Sangat baik


84

6 Politik Sangat Baik


86

7 Komunikasi Sangat baik


84
Pus, Ibu Hamil,
8 Sangat Baik
Melahirkan, BUS 84

9 Anak dan Remaja Sangat Baik


84

10 Gizi Sangat Baik


96
Rata-Rata 86 Sangat baik
201

Dari Tabel 4.25 di atas bahwa keterampilan atau unjuk kerja kader dalam model

keperawatan profesional berbasis komunitas memperoleh skor 86 atau dengan

kategori sangat baik

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian maka pembahasan diuraikan sebagai berikut:

4.2.1. Kondisi Objektif Model Praktek Keperawatan Profesional

Model Praktek Keperawatan Profesional merupakan suatu sistem (struktur,

proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur

pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian

asuhan tersebut, Model ini diterapkan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan

lainnya.

Model Praktek Keperawatan Profesional ini memiliki prosedur kerja yang

tersistematika dengan baik sehingga dapat diadobsi dan diterapkan pada

komunitas di desa. Model ini memiliki nilai-nilai professional seperti membangun

kontrak dengan klien/keluarga, menjadi partner dalam memberikan asuhan

keperawatan. Pada pelaksanaan dan evaluasi renpra. Kepala ruang mempunyai

otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang

diberikan termasuk tindakan yang dilakukan oleh perawat. Hal ini berarti kepala

ruang mempunyai tanggung jawab membina performa perawat agar melakukan

tindakan berdasarkan nilai-nilai professional.

Proses pelaksanaan MPKP yakni satu ruangan harus ditetapkan untuk

jenis tenaga keperawatannya, beberapa jenis tenaga yang harus ada meliputi:

kepala ruang perawatan, clinical Care Manager (CCM), perawat primer (PP),
202

serta perawat asosiet (PA). Peran dan fungsi PP dan PA harus jelas dan

sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Pada ruang MPKP pemula,

kepala ruangan adalah perawat dengan pendidikan D-III keperawatan dengan

pengalaman dan pada MPKP tingkat 1 adalah perawat dengan

pendidikan S.Kep/Ners dengan pengalaman.

MPKP dalam pengembangan dan implementasi secara klinis telah

berkembang selama beberapa tahun terakhir, baik secara nasional maupun

secara internasional, terbukti memberi dampak yang positif pada pemberian

asuhan keperawatan dan peningkatan angka kepatuhan perawat terhadap

standar asuhan. Model yang dikembangkan di berbagai negara berbeda-beda,

namun pada dasarnya semua model dapat menekankan pentingnya,

ketersediaan sistem yang memfasilitasi pemberian asuhan keperawatan secara

professional. Beberapa metode keperawatan yang terdapat di Indonesia

diantaranya: metode primer, metode kasus, metode tim dan metode fungsional.

Kerangka kerja metode keperawatan dalam MPKP mendefinisikan empat

unsur yakni standar, proses keperawatan, pendidikan dan sistem model

keperawatan.

Struktur organisasi ruang MPKP (Model Praktik Keperawatan professional)

menggunakan sistem penugasan tim Primer Keperawatan. Ruang MPKP (Model

Praktik Keperawatan professional) dipimpin oleh kepala ruangan yang

membawahi dua atau lebih ketua tim. Ketua Tim berperan sebagai perawat primer

membawahi beberapa perawat pelaksana yang memberikan asuhan keperawatan

secara menyeluruh kepada sekelompok pasien.


203

Gambar 4.18. MPKP Rumah Sakit

Mekanisme pengorganisasian di ruang MPKP adalah sebagai berikut:

1. Kepala ruang membagi perawat yang ada menjadi dua tim dan tiap tim

diketuai oleh masing-masing seorang Ketua Tim yang terpilih melalui tes

2. Kepala ruang bekerjasama dengan ketua tim mengatur jadwal dinas (pagi,

sore, malam)

3. Kepala ruang membagi klien untuk masing-masing tim

4. Apabila suatu Ketika satu tim kekurangan perawat pelaksana karena

kondisi tertentu, kepala ruang dapat memindahkan perawat pelaksana dari tim

ke tim yang mengalami kekurangan anggota

5. Kepala ruang menunjuk penanggung jawab shift Sore, Malam, dan Pagi

apabila karena suatu hal kepala ruangan sedang tidak bertugas. Untuk itu

dipilih adalah perawat yang paling kompeten dari perawat yang ada sebagai

pengganti dari kepala ruangan adalah Ketua Tim, sedangkan jika Ketua Tim
204

berhalangan tugasnya digantikan oleh anggota tim (perawat pelaksana) yang

paling kompeten diantara anggota tim

6. Ketua Tim menetapkan perawat pelaksana untuk masing-masing pasien

7. Ketua Tim mengendalikan asuhan keperawatan yang diberikan kepada

klien baik yang diterapkan oleh dirinya maupun perawat pelaksana anggota

timnya

8. Kolaborasi dengan tim Kesehatan lain dilakukan oleh Ketua Tim. Bila

Ketua Tim berhalangan maka tanggung jawabnya didelegasikan kepada

perawat paling kompeten yang ada dalam tim

9. Masing-masing tim memiliki buku komunikasi

10. Perawat pelaksana melakukan asuhan keperawatan kepada klien yang

menjadi tanggung jawabnya.

Peran Dan Tanggung Jawab Perawat Menurut MPKP (Model Praktik

Keperawatan Profesional) adalah sebagai berikut:

1. Tugas dan tanggung  jawab Kepala Ruangan (Karu)

a. Mengatur jadwal dinas

b. Mengatur dan mengendalikan kebersihan dan ketertiban

c. Mengadakan diskusi dengan staf untuk memecahkan masalah ruangan

d. Menciptakan hubungan kerja harmonis

e. Memeriksa kelengkapan status setiap hari

f. Merencanakan dan memfasilitasi fasilitas yang dibutuhkan

g. Melaksanakan pembinaan terhadap PP dan PA

h. Memantau dan mengevaluasi penampilan kerja


205

i. Membuat peta resiko diruang rawat

j. Merencanakan dan mengevaluasi mutu askep Bersama CCM (Clinical

Case Manager)

2. Tugas dan tanggung jawab CCM (Clinical Case Manager)

a. Membimbing PA dan PP tentang implementasi MPKP (ronde

keperawatan)

b. Memberikan masukan saat diskusi kasus pada PP dan PA

c. Bekerjasama dengan kepala ruangan

d. Mengevaluasi penkes yang dilakukan PP

e. Mengevaluasi implementasi MPKP

3. Tugas dan tanggung jawab Ketua Tim

a. Melakukan kontrak dengan klien dan keluarga

b. Melakukan pengkajian terhadap klien baru atau melengkapi hasil dari PA

c. Menetapkan rencana askep dan menjelaskan pada PA (Pre Conference)

d. Menetapkan PA yang bertanggung jawab pada klien

e. Melakukan bimbingan dan evaluasi pada PA dalam melakukan tindakan

keperawatan

f. Memonitor dokumentasi yang dilakukan PA

g. Mengatur pelaksanaan konsul dan laboratorium

h. Membantu dan menfasilitasi terlaksananya kegiatan PA

i. Melakukan kegiatan serah terima klien

j. Mendampingi visit tim medis


206

k. Melakukan evaluasi askep dan membuat catatan perkembangan klien

setiap hari

l. Memberikan penkes pada klien dan keluarga

m. Membuat rencana pulang

n. Bekerjasama dengan CCM

4.  Tugas dan tanggung jawab Perawat Associate (PA)

a. Membaca rencana perawatan yang telah ditetapkan PP

b. Membina hubungan terapeutik dengan klien dan keluarga

c. Menerima delegasi peran PP, bila PP tidak ada

d. Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan renpra

e. Melalukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan

mendokumentasikan

f. Memeriksa kerapihan dan kelengkapan status keperawatan

g. Mengkomunikasikan semua masalah kepada PP

h. Menyiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostic, laboratorium,

pengobatan dan tindakan keperawatan

i. Berperan serta dalam memberikan penkes

j. Melakukan intenterisasi fasilitas

k. Membantu tim lain yang membutuhkan

Model praktek keperawatan professional yang diadobsi adalah

manajemennya, sementara proses kerjanya lebih memfokuskan pada peningkatan

pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat dalam meningkatkan derajat


207

kesehatannya. Dalam hal ini masyarakat dibentuk dalam suatu organisasi sesuai

dengan struktur organisasi MPKP.

4.2.2. Konseptual Model Praktek Keperawatan Profesional berbasis Komunitas

Pengembangan Model Praktek Keperawatan Profesional berbasis

Komunitas dilaksanakan dengan menyusun model konseptual. Model ini diadopsi

dari MPKP yang diterapkan di rumah sakit Prof. Dr. Aloei Saboe Gorontalo.

Model konseptual diarahkan pada segi manajemen dan prosedur kerjanya dengan

tujuan untuk membentuk kader kesehatan di desa yang dapat membantu tenaga

kesehatan dan pemerintah desa dalam pengkajian derajat kesehatan dan factor-

faktor yang mempengaruhinya.

Adapun prosedur Model Praktek Keperawatan Profesional berbasis

Komunitas dilaksanakan melalui tahapan berikut:

1. Melakukan identifikasi

Identifikasi kebutuhan dilaksanakan pada beberapa aaspek:

a. Kebutuhan

Kebutuhan pelayanan kesehatan bersifat mendasar yang sesuai

dengan keadaan riil masyarakat. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat

dinyatakan dalam dua kategori yaitu kebutuhan yang dirasakan dan

kebutuhan yang tidak dirasakan. Meski tidak semuanya, kebutuhan yang

dirasakan diterjemahkan sebagai permintaan. Sebagian besar kebutuhan

yang tidak dirasakan dapat menjadi kebutuhan yang dirasakan. Sebaliknya

dapat terjadi permintaan yang sebenarnya tidak dibutuhkan, dan petugas

kesehatan harus mengurangi kategori permintaan yang tidak dibutuhkan


208

Menurut Witkin, dalam Sutarto (2008:69) yang dikutip oleh

Sulistiani, (2011:20), dinyatakan bahwa identifikasi kebutuhan adalah

proses dan sekaligus prosedur yang sistematis untuk menentukan prioritas

kebutuhan dan pengambilan keputusan tentang program dan alokasi

sumberdaya yang diperlukan bagi keberlangsungan satu program layanan

sosial. Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai kekurangan yang

mendorong masyarakat untuk mengatasinya. Asesmen kebutuhan dapat

diartikan sebagai penentuan besarnya atau luasnya suatu kondisi dalam

suatu populasi yang ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan dalam

kondisi yang ingin direalisasikan (Suharto, 2010:76)

Faktor yang mempengaruhi masyarakat memanfaatkan pelayanan

kesehatan tergantung pada pengetahuan apa yang ditawarkan dalam

pelayanan, bagaimana, kapan, oleh siapa dan dengan biaya berapa

pelayanan kesehatan dapat diperoleh. Jadi pemanfaatan pelayanan

kesehatan dipengaruhi oleh permintaan, sikap dan pengalaman mereka.

c. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia pada model praktek keperawatan professional

adalah masyarakat desa Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten

Gorontalo. Sumber daya manusia tersebut merupakan pihak-pihak yang

mau dengan sadar ingin meningkatkan kemampuan dirinya dalam

perawatan professional dan dapat membantu masyarakat disekelilingnya

untuk mandiri meningkatkan derajat kesehatannya.


209

Sumber daya manusia dalam penelitian ini dan dijadikan kader

kesehatan adalah dasawisma yang terdapat pada setiap dusun di desa

Mongolato. Dari 4 dusun yang ada diperoleh 29 orang kader kesehatan

yang merupakan ketua-ketua dasawisma. Kader-kader tersebut kemudian

diberikan pelatihan tentang pengkajian kesehatan. Usia kader tersebut

berkisar antara 18 tahun sampai dengan 40 tahun. Selain itu terdapat

beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh kader-kader tersebut dalam

melaksanakan pelatihan model praktek keperawatan professional berbasis

komunitas.

Selain itu, instruktur yang ditunjuk untuk memberikan pelatihan

tersebut adalah perawat yang telah professional dalam melaksanakan

keperawatan professional. Persyaratan perawat untuk menjadi narasumber

adalah (1) sudah melaksanakan tugas keperawatan minimal satu tahun, (2)

sudah mengikuti pelatihan BTCLS (Basic Traumatic Cardiac Life

Support), (3) mampu menerapkankan asuhan keperawatan, (4) bertempat

tinggal di sekitar lokasi.

d. Sarana Prasarana

Sarana prasarana adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan pelatihan. Sarana prasarana tersebut meliputi angket untuk

validasi ahli, respon atas pelatihan yang dilaksanakan, instrument tes,

instrument pengamatan terhadap keterampilan, bahan ajar dan juga

penilaian lainnya. Selain itu, media presentase berupa labtop dan LCD
210

proyektor juga tersedia untuk memudahkan mentransfer pengetahuan dan

keterampilan kepada kader.

2. Melakukan pelatihan kepada kader kesehatan di desa

Pelatihan kepada kader diorientasikan pada pengkajian tentang kesehatan

masyarakat. Pelatihan ini dilaksanakan melalui kegiatan:

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses penetapan tujuan dari suatu kegiatan,

strategi pencapaian tujuan kegiatan serta langkah-langkah tenis yang

dilakukan sehingga tujuan organisasi tersebut dapat tercapai. Orang sering

tidak menyadari betapa pentingnya perencanaan tersebut dan cenderung

melakukan sesuatu tanpa perencanaan. Ada kutipan yang mengatakan

“Everything won‟t go as smooth as planned” “Semua tidak akan berjalan

selancar yang telah direncanakan”. Bahkan sesuatu hal yang telah

direncankan belum tentu akan berjalan mulus sesuai dengan harapan dan

mungkin akan mengalami gangguan pada saat pelaksanaan nya. Apabila

suatu kegiatan dilaksanakan tanpa perencanaan tentunya malah akan

memiliki resiko yang lebih banyak dalam menjumpai gangguan pada saat

pelaksanaannya.

Perencanaan yang dilakukan adalah penyusunan materi pelatihan,

pemilihan metode dan teknik pembelajaran, serta program pelatihan.

Materi pelatihan disusun secara bersama oleh instruktur dengan

memperhatikan analisis kebutuhan masyarakat tentang kesehatan. Dalam

memilih metode dan teknik pembelajaran, instruktur harus


211

memperhatikan berbagai hal agar metode yang diterapkan berhasil dengan

baik.

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih suatu

metode pembelajaran, yaitu:

a) Karakter materi

Setiap materi memiliki karakteristik tersendiri sehingga perlu

disampaikan kepada siswa dengan menggunakan metode tertentu. 

Termasuk di dalamnya tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dari

materi pelajaran tersebut.

b) Ketersediaan sarana belajar

Alat, sarana dan media yang tersedia di tempat pelatihan sangat

mempengaruhi penggunaan metode pembelajaran. Metode

eksperimen atau demonstrasi tidak mungkin digunakan jika penunjang

metode tersebut tidak tersedia.

c) Kemampuan dasar peserta

Kemampuan dasar peserta pedesaan berbeda dengan di perkotaan. Ini

menjadi pertimbangan instruktur dalam memilih metode

pembelajaran.  Menggunakan metode resitasi dan tugas, misalnya, bisa

berjalan baik bila kemampuan dasar peserta pelatihan berdiskusi cukup

memadai. Selain itu perlu keterampilan peserta pelatihan berbicara

dalam sebuah diskusi.

d) Alokasi waktu pembelajaran


212

Alokasi waktu yang tersedia dan tercantum dalam kurikulum perlu

dipertimbangkan oleh instruktur. Jika waktu tersedia terbatas maka

instruktur akan memilih metode sederhana seperti ceramah, tanya

jawab dan diskusi. 

Selain materi dan metode pembelajaran, hal penting lainnya yang

direncanakan adalah program pelatihan. Menurut Gomes (2013: 205),

dalam pelakasanaan program pelatihan terdapat tiga tahap yang harus

dilakukan, tahap tersebut yaitu:

1) Penentuan Kebutuhan Pelatihan

Penentuan kebutuhan pelatihan adalah tahapan yang cukup sulit untuk

menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan bagi para pekerja yang ada

daripada mengorientasi para pegawai baru. Tujuan dari penentuan

kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak

mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan/atau

menentukan apakah perlu/tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut.

Jika perlu pelatihan maka pengetahuan khusus yang bagaimana,

kemampuan-kemampuan seperti apa, kecakapan-kecapakan jenis apa,

dan karakteristik-karakteristik lainya yang bagaimana, yang harus

diberikan kepada para peserta selama pelatihan tersebut

2) Desain Program Pelatihan

Ketepatan metode pelatihan tergantung pada tujuan yang hendak

dicapai identifikasi mengenai apa yang diinginkan agar para pekerja

mengetahui dan melakukan. Terdapat dua jenis sasaran pelatihan,


213

yakni (a) Knowledgecentered objectives, dan (b) perfromance-

centered objectives. Pada jenis pertama, biasanya berkaitan dengan

pertambahan pengetahuan, atau perubahan sikap. Sedangkan jenis

yang kedua mencakup syarat-syarat khusus yang berkisar pada

metode/teknik, syarat-syarat penilaian, perhitungan, perbaikan, dan

sebagainya (Gomes, 2013: 206).

3) Evaluasi Program Pelatihan

Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji apakah pelatihan

tersebut efektif dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah

ditetapkan. Suatu program pelatihan dikatakan berhasil apabila trainee

mampu mengikuti pelatihan dengan baik dan dapat menerapkan

keahlian barunya dalam tugas-tugasnya sehingga terjadi peningkatan

kinerja, baik kinerja individu maupun kinerja organisasi (Alwi, 2001:

234). Program pelatihan yang efektif adalah program pelatihan yang

membawa hasil positif sehingga mampu meningkatkan kinerja, baik

itu kinerja individu maupun kinerja organisasi.

Program pelatihan yang efektif akan membawa banyak

keuntungan bagi peserta pelatihan, keuntungan-keuntungan tersebut

antara lain: trainee akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan-

keterampilan yang diperlukan untuk mengoprasikan peralatan dan

sistem-sistem kerja baru, peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan

yang langsung berasal dari sumbernya sehingga mendapat kesempatan

untuk berdiskusi mengenai masalah-masalah kerja nyata.


214

Menurut Rae (2005: 296) evaluasi program pelatihan adalah

pendekatan penilaian yang memperhatikan kelengkapan proses

pelatihan atau pembelajaran dan terutama lebih ditekankan pada

pengukuran pengaruh dan dampak dari pelatihan/ pembelajaran

terhadap praktik individu pada pekerjaan dan tugas mereka-“para staf

lini bawah”. Evaluasi terhadap program pelatihan sangat penting

untuk memperoleh umpan balik bagi program pelatihan serupa atau

pelatihan lanjutan.

b. Pengorganisasian

Kegiatan pengorganisasian meliputi kegiatan pembentukan

organisasi, pembagian tugas dan pembuatan tata tertib. Pengorganisasian

ini dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan pelatihan. Untuk

pelaksanaan pelatihan dibentuk organisasinya dan untuk pelaksanaan

MPKP berbasis komunitas untuk setiap dusun dibentuk tim MPKP yang

diketuai oleh kepala dusun. Adapun dasa wisma menjadi pengkaji

kesehatan masyarakat yang ada di sekitarnya.

Proses pengorganisasian ini dilaksanakan melalui kerjasama

penyelenggara pelatihan dengan kepala desa, kepala dusun dan dasa

wisma-dasa wisma di desa Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten

Gorontalo. Organisasi yang terbentuk menjadi 4 tim, yang terdiri dari tim

dusun 1 yang terdiri dari 9 dasawisma, tim dusun 2 terdiri dari 12 dasa

wisma, tim dusun 3 terdiri dari 7 dasa wisma dan tim dusun 4 terdiri dari

8 dasa wisma.
215

Selanjutnya dibuat pula tata tertib pelaksanaan pelatihan. Tujuan

pembuatan tata tertib tersebut adalah untuk mengatur pelaksanaan

pelatihan agar proses yang dilaksanakan mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

c. Pelaksanaan

Pelaksanaan pelatihan ini dilaksanakan berdasarkan program

pelatihan yang telah disusun sebelumnya. Program pelatihan harus

mempersiapkan peserta untuk dapat mengelola keahlian baru dan perilaku

mereka dalam tugas (Alwi, 2001: 235). Evaluasi pelatihan memberikan

kontribusi kepada teori potensial untuk meningkatkan kematangan bidang

HRD dan memberikan informasi bahwa evaluasi pelatihan dapat

meningkatkan kinerja (Kafetzopoulos, 2015: 35). Evaluasi pelatihan

sangat penting dilakukan sebagai suatu kebiasaan dalam organisasi dan

diperluas tidak hanya menggunakan kuesioner sederhana dan dimulai jauh

sebelum progam berakhir, dan diperpanjang setelah program berakhir.

Evaluasi pelatihan sangat penting dalam proses pelatihan dan

pengembangan, terutama apabila kegiatan-kegiatan tersebut tidak

dilaksanakan secara efektif, kemudian akan timbul keraguan apakah

progam pelatihan yang dilaksanakan akan bermanfaat.

Selanjutnya adalah kegiatan pelatihan yang tertuang dalam

kegiatan pembelajaran yang meliputi kegiatan instruktur, dan kegiatan

peserta pelatihan. Hal ini mengingat bahwa proses pembelajaran pada


216

dasarnya merupakan interaksi edukatif antara peserta peserta pelatihan

dengan komponen-komponen pembelajaran lainnya (Abdulhak 2000:25).

Kegiatan yang dilakukan oleh instruktur adalah: instruktur

melaksanakan tugasnya cenderung memperlakukan peserta pelatihan

sesuai potensi yang dimilikinya baik dalam hal pemilihan metode dan

teknik, penggunaan media, pemanfaatan waktu untuk teori dan praktek.

Pendekatan andragogi dan metode partisipatif sebagai prinsip

pembelajaran pendidikan non formal belum dilaksanakan secara optimal.

Pada kegiatan awal pembelajaran instruktur kadang tidak melakukan

pembinaan keakraban, pada kegiatan inti instruktur memberikan

kesempatan kepada peserta pelatihan untuk berpartisipasi dan kegiatan

penutup instruktur diakhiri dengan evaluasi, review dan kesimpulan materi

pembelajaran. Kondisi pembelajaran ini tidak sesuai dengan prinsip

pembelajaran partisipatif yang berorientasi pada peserta pelatihan, 2)

untuk kegiatan peserta pelatihan, kenyataan menunjukkan peserta

pelatihan sangat antusias menerima materi. Kondisi ini menunjukkan

motivasi belajar peserta pelatihan tinggi,

Dalam pelaksanaan pelatihan, instruktur menerapkan fungsi

sebagai berikut: (a) Sebagai Narasumber, artinya seorang instruktur harus

mampu dan siap dengan informasi-informasi baru termasuk pendukungnya

yang berkaitan dengan program. Seorang instruktur harus mampu

menjawab pertanyaan, memberikan ulasan, gambaran analisis maupun

memberikan saran atau nasehat yang kongkrit dan realistis agar mudah
217

diterapkan; (b) Sebagai Guru, fungsi sebagai guru seringkali dibutuhkan

untuk membantu masyarakat dalam mempelajari dan memahami

keterampilan atau pengetahuan baru dalam upaya pemberdayaan

masyarakat dan pelaksanaan program. Instruktur harus mampu

menyampaikan materi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi dan

bahasanya mudah dicerna oleh masyarakat serta mudah diterapkan tahap

demi tahap; (c) Sebagai Mediator: meliputi (1) Mediasi potensi, seorang

instruktur diharapkan dapat membantu masyarakat memediasi/ mengakses

potensi–potensi yang dapat mendukung pengembangan dirinya misalnya:

sektor swasta, perguruan tinggi, LSM, peluang pasar dan sebagainya; (2)

Mediasi berbagai kepentingan, seorang instruktur diharapkan juga dapat

berperan sebagai orang yang dapat menengahi apabila diantara kelompok

atau individu di masyarakat terjadi perbedaaan kepentingan. Instruktur

perlu mengingatkan masyarakat tentang konsistensi terhadap berbagai

kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Arti lain adalah menyesuaikan

berbagai kepentingan untuk mencapai tujuan bersama, jika diperlukan

seorang instruktur bisa membantu masyarakat dengan memberikan

berbagai alternatif kesepakatan dalam menyesuaikan berbagai kepentingan

demi tercapainya tujuan bersama. Untuk itu seorang instruktur harus netral

dan tidak memihak kepada salah satu kelompok saja. (d) Sebagai

Perangsang atau Penantang (Chalenger). Sering ditemui bahwa

masyarakat jarang mengetahui dan mengenal potensi dan kapasitasnya

sendiri. Untuk itu seorang instruktur harus mampu merangsang dan


218

mendorong masyarakat untuk menemukan dan mengenali potensi dan

kapasitasnya sendiri, sehingga masyarakat dapat melaksanakan berbagai

kegiatan pembangunan secara mandiri. Pada saat tertentu seorang

instruktur harus tahu kapan dirinya berfungsi sebagai mediator.

d. Penilaian

Kegiatan penilaian dilakukan oleh instruktur dalam bentuk nontes

(lisan) di saat proses berlangsung. Hasil penilaian ini tidak

terdokumentasi dengan baik. Kondisi penilian seperti ini menunjukkan

bahwa sistem penilaian yang dilakukan belum optimal. Kegiatan

penilaian sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas pengelolaan

kegiatan belajar, hasil belajar dan pasca belajar. Disamping itu kegiatan

penilaian diperlukan untuk menjadi acuan perbaikan dan penyusunan

program lebih lanjut. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana

(2004:251) bahwa penilaian adalah kegiatan sistematis untuk

mengumpulkan, mengolah, menganalisis, mendeskripsikan dan

menyajikan data atau informasi yang diperlukan sebagai masukan untuk

pengambilan keputusan.

3. Melakukan pretest

Pretest dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan dasar peserta tentang

materi yang akan diberikan pada pelatihan. Pretest tersebut disusun dalam

bentuk pilihan ganda, dimana setiap soal yang ditanyakan merupakan

indicator dari materi-materi pelatihan.

4. Melakukan pengkajian sederhana


219

Peserta pelatihan melakukan pengkajian sederhana tentang kesehatan

masyarakat. Pengkajian ini merupakan tugas praktek peserta untuk

meningkatkan pemahaman terhadap materi yang telah disampaikan. Status

kesehatan komunitas dapat dilihat dari biostatistik dan vital statistik antara

lain: dari angka mortalitas, morbiditas, IMR, MMR, cakupan imunisasi.

Selanjutnya status kesehatan komunitas kelompokkan berdasarkan kelompok

umur : bayi, balita, usia sekolah, remaja dan lansia. Pada kelompok khusus di

masyarakat: ibu hamil, pekerja industry, kelompok penyakit kronis, penyakit

menular.

Adapun pengkajian selanjutnya dijabarkan sebagaimana dibawah ini :

1) Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas

2) Tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi rate, suhu tubuh.

3) Kejadian penyakit (dalam satu tahun terakhir) :

a) ISPA

b) Penyakit asma

c) TBC paru

d) Penyakit kulit

e) Penyakit mata

f) Penyakit rheumatic

g) Penyakit jantung

h) Penyakit gangguan jiwa

i) Kelumpuhan

j) Penyakit menahun lainnya


220

4) Riwayat penyakit keluarga

5) Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari :

a) Pola pemenuhan nutrisi

b) Pola pemenuhan cairan elektrolit

c) Pola istirahat tidur

d) Pola eliminasi

e) Pola aktivitas gerak

f) Pola pemenuhan kebersihan diri

6) Status psikososial

7) Status pertumbuhan dan perkembangan

8) Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan

9) Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan kesehatan

10) Pola perilaku tidak sehat seperti : kebiasaan merokok, minum kopi yang

berlebihan, mengkonsumsi alkohol, penggunaan obat tanpa resep,

penyalahgunaan obat terlarang, pola konsumsi tinggi garam, lemak dan

purin.

Selain itu pengkajian juga dilaksanakan terhadap aspek-aspek berikut:

a. Data lingkungan fisik

1) Pemukiman

a) Luas bangunan

b) Bentuk bangunan : rumah, petak, asrama, pavilion

c) Jenis bangunan : permanen, semi permanen, non permanen

d) Atap rumah : genteng, seng, kayu, asbes


221

e) Dinding : tembok, kayu, bambu

f) Lantai : semen, keramik, tanah

g) Ventilasi : ± 15 – 20% dari luas lantai

h) Pencahayaan : kurang, baik

i) Penerangan : kurang, baik

j) Kebersihan : kurang, baik

k) Pengaturan ruangan dan perabot : kurang, baik

l) Kelengkapan alat rumah tangga : kurang, baik

2) Sanitasi

a) Penyediaan air bersih (MCK)

b) Penyediaan air minum

c) Pengelolaan jamban : bagaimana jenisnya, berapa jumlahnya

dan bagaimana jarak dengan sumber air

d) Sarana pembuangan air limbah (SPAL)

e) Pengelolaan sampah : apakah ada sarana pembuangan sampah,

bagaimana cara pengelolaannya : dibakar, ditimbun, atau cara

lainnya

f) Polusi udara, air, tanah, atau suaran/kebisingan

g) Sumber polusi : pabrik, rumah tangga, industry

3) Fasilitas

a) Peternakan, pertanian, perikanan dan lain – lain

b) Pekarangan

c) Sarana olahraga
222

d) Taman, lapangan

e) Ruang pertemuan

f) Sarana hiburan

g) Sarana ibadah

4) Batas – batas wilayah

Sebelah utara, barat, timur dan selatan

5) Kondisi geografis

6) Pelayanan kesehatan dan sosial

a) Pelayanan kesehatan

- Sumber daya yang dimiliki (tenaga kesehatan dari kader)

- Jumlah kunjungan

- Sistem rujukan

b) Fasilitas sosial (pasar, toko, swalayan)

- Lokasi

- Kepemilikan

- Kecukupan

c) Ekonomi

- Jenis pekerjaan

- Jumlah penghasilan rata – rata tiap bulan

- Jumlah pengeluaran rata – rata tiap bulan

- Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga dan lanjut

usia

7) Keamanan dan transportasi


223

a) Keamanan

- System keamanan lingkungan

- Penanggulangan kebakaran

- Penanggulangan bencana

- Penanggulangan polusi, udara dan air tanah

b) Transportasi

- Kondisi jalan

- Jenis transportasi yang dimiliki

- Sarana transportasi yang ada

8) Politik dan pemerintahan

a) Sistem pengorganisasian

b) Struktur organisasi

c) Kelompok organisasi dalam komunitas

d) Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan

9) Sistem komunikasi

a) Sarana umum komunikasi

b) Jenis alat komunikasi yang digunakan dalam komunitas

c) Cara penyebaran informasi

10) Pendidikan

a) Tingkat pendidikan komunitas

b) Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal dan non formal)

- Jenis pendidikan yang diadakan di komunitas

- Sumber daya manusia, tenaga yang tersedia


224

c) Jenis bahasa yang digunakan

11) Rekreasi

a) Kebiasaan rekreasi

b) Fasilitas tempat rekreasi

5. Melakukan posttest

Postest merupakan kegiatan untuk mengetahui kemampuan akhir peserta

setelah mengikuti proses pelatihan. Posttest tersebut terdiri dari soal-soal

pilihan ganda dimana soal yang ditanyakan menyangkut teori dan praktek

pengkajian yang telah dipelajari sebelumnya.

6. Hasil yang diharapkan

Proses pelatihan yang dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta, terutama dalam pengkajian

kesehatan masyarakat.

4.2.3. Implementasi Model Praktek Keperawatan Profesional berbasis

Komunitas

Kajian implementasi model praktek keperawatan professional berbasis

komunitas dilakukan melalui penelaahan secara mendalam ketika model ini

diimplementasikan. Implementasi model ini dilaksanakan melalui pelaksanaan uji

coba selama dua kali yakni uji coba terbatas (skala kecil) dilakukan di dusun 3

Desa Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo tanggal 1 sampai

dengan tanggal 5 Juni 2022. Uji coba operasional (skala besar) dilalukan di dusun

1, 2 dan 4 Desa Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo tanggal 10

sampai dengan tanggal 15 Juni 2022. Dari hasil uji coba ini ternyata menunjukkan
225

adanya dampak positif tidak saja bagi peserta pelatihan tetapi juga bagi instruktur,

dan penyelenggara pelatihan. Mereka telah memperoleh wawasan baru mengenai

proses pengkajian kesehatan masyarakat

Instruktur dan penyelenggara pelatihan memberikan apresiasi positif

terhadap model yang sudah diuji cobakan. Mereka mengungkapkan bahwa 1)

langkah-langkah yang dilakukan dalam uji coba sistematik urutannya sangat tepat

karena diawali dari perekrutan sampai pengembangan, 2) kegiatannya melibatkan

instrukutr dan penyelenggara khususnya pada tahap perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian, 3) ruang lingkup materi dibagi atas

materi Pengenalan MPKP Berbasis Komunitas, kader kesehatan dan pengkajian

komunitas. Hal ini memberikan kesempatan kepada peserta pelatihan untuk

mempelajari secara utuh mengenai materi tersebut dan mempraktekkannya, 4)

pendekatan andragogi, metode partisipatif, dan bimbingan individual mampu

menumbuhkan suasana belajar menyenangkan yang ditunjukkan oleh aktifnya

peserta pelatihan mengikuti pembelajaran, selalu hadir dan selalu menggunakan

hak mereka berbicara dan mendemonstrasikan teori yang mereka peroleh, 5)

penilaian telah memberikan informasi yang jelas mengenai kemampuan peserta

pelatihan yang menerapkan MPKP Berbasis Komunitas

Instruktur sebagai narasumber teknis dan instruktur dalam kegiatan

pembelajaran merasakan bahwa: a) model pelatihan langkah-langkahnya

sistematis, praktis, sederhana. Dan mudah dipahami sehingga instruktur dapat

menerapkannya dengan baik dan tepat, b) proses kegiatannya, baik itu dalam

tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian melibatkan


226

berbagai pihak sehingga hasilnya lebih baik, lebih sempurna dan menumbuhkan

rasa tanggung jawab bersama, c) model pelatihan ini terkesan utuh dan

berkualitas, karena memulai perlakuannya melalui rekrutmen sampai kepada

tahap pengembangan, d) sistem penilaian mampu memberi informasi yang jelas

mengenai kemampuan peserta pelatihan yang menerapkan pengembangan MPKP

Berbasis Komunitas

Peserta pelatihan merasakan bahwa: a) pelatihan yang dilaksanakan

mampu menumbuhkan motivasi belajar yang tinggi, karena dihampir semua

tahapan melibatkan peserta pelatihan, sehingga peserta pelatihan merasa dihargai,

sekaligus hal ini menumbuhkan sikap bertanggungjawab bersama terhadap

penyelenggaraan pelatihan, b) pendekatan andragogi, metode partisipatif dan

bimbingan individual mampu menumbuhkan suasana belajar lebih

menyenangkan, peserta pelatihan tidak merasa tertekan, mereka dengan bebas

menggunakan hak mereka sebagai peserta seperti dalam hal bertanya atau

mendemonstrasikan hasil belajarnya, c) peserta pelatihan mudah memahami apa

yang dijelaskan oleh instruktur, sehingga peserta pelatihan sudah menguasai

dengan sempurna bagaimana melakukan pengkajian komunitas, d) pemilahan

materi yang terdiri dari MPKP Berbasis Komunitas dapat memberikan

pemahaman baru bagi peserta pelatihan baik itu menyangkut keterampilan tertentu

dalam hal ini pengkajian komunitas, e) sistem penilaian mampu member

informasi yang jelas mengenai kemampuan peserta pelatihan yang menerapkan

pengembangan MPKP Berbasis Komunitas.


227

Implementasi pengembangan model pelatihan ini telah mampu

memberikan pengetahuan baru bagi peserta pelatihan mengenai MPKP Berbasis

Komunitas. Secara khusus dengan mengikuti pelatihan ini maka peserta pelatihan

mampu melakukan pengkajian komunitas yang sebelumnya mereka tidak mampu

melakukannya.

4.2.4. Efektivitas Model Praktek Keperawatan Profesional berbasis


Komunitas

Efektifitas pengembangan model praktek keperawatan profesional berbasis

komunitas ini ditunjukkan dengan kegiatan yang telah dilakukan dalam proses

pembelajaran yang mampu menghasilkan peserta pelatihan mampu melakukan

pengkajian komunitas dengan baik, dimana nilai yang diperoleh peserta pelatihan

setelah diberikan evaluasi Post-test berkategori baik dan baik sekali (tingkat

penguasaan 60% s.d 100%) baik materi model praktek keperawatan profesional

berbasis komunitas maupun praktek pengkajian komunitas.

Nilai hasil belajar yang diperoleh peserta meningkat dengan baik. hal

tersebut ditunjukkan oleh perbandingan hasil pretest dan Post-test yang

pengujiannya secara statistika melalui uji-t yang hasil analisisnya diolah melalui

spss-25. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan peserta

tentang model praktek keperawatan professional berbasis komunitas sebelum dan

sesudah pelatihan. Demikian pula keterampilan peserta dalam melakukan

pengkajian komunitas mengalami peningkatan yang signifikan. Hal itu nampak

pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh peserta terhadap 10 aspek pengkajian

yang meliputi: (1) demografi, (2) lingkungan fisik, (3) pelayanan kesehatan dan
228

social, (4) ekonomi, (5) transportasi, (6) politik dan pemerintah, (7) komunikasi,

pendidikan dan rekreasi, (8) Pasangan Usia Subur (PUS), ibu hamil, melahirkan,

menyusui, dan balita, (9) remaja, dewasa dan usia lanjut, dan (10) gizi.

Setiap tim model praktek keperawatan profesional berbasis komunitas baik

dusun 1, 2, 3 dan 4 telah mampu melakukan pengkajian komunitas tersebut

dengan baik. Data tersebut didokumentasikan pada dasawisma masing-masing,

kepala dusun dan kepala desa. Hal pengkajian tersebut menjadi dasar bagi perawat

untuk melakukan diagnosis, intervensi, implementasi dan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai