Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KEBUTUHAN DASAR

OKSIGENASI

OLEH:
DERFINA MARIA BAHAGIA IDU

NPM : 22203028

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN

KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI

1. Definisi Oksigen
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system
(kimia atau fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak
berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian
O2 Binasal merupakan pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula
ganda. Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari
21% pada tekanan 1 atmosfer sehingga konsentarasi oksigen meningkat
dalam tubuh (Rosdal & Kowalski, 2020).
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2).
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia
yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk
mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel.
Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan
berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya
pasien akan meninggal. Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan
sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit.
Respirasi berperan dalam mempertahakan kelangsungan metabolisme sel.
Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Terapi oksigen
merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi
yang bertujuan untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam
darah serta menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada
miokardium (Rosdal & Kowalski, 2020).

Beberapa metode pemberian oksigen:

 Low Flow Oxygen System. Hanya menyediakan sebagian dari


udara inspirasi total pasien. Pada umumnya sistem ini lebih
nyaman untuk pasien tetapi pemberiannya bervariasi menurut pola
pernafasan pasien.
 High Flow Oxygen System. Menyediakan udara inspirasi total
untuk pasien. Pemberian oksigen dilakukan dengan konsisten,
teratur, teliti dan tidak bervariasi dengan pola pernafasan pasien
(Andarmoyo, 2012).
2. Anatomi Fisiologi

1. Saluran Pernafasan Bagian Atas


a. Hidung, terdiri atas saluran dalam lubang hidung yang
mengandung kelenjar sebaseus dan ditutupi oleh rambut yang
kasar. Bagian ini bermuara ke rongga hidung yang dilapisi oleh
selaput lendir dan mengandung pembuluh darah. Udara yang
masuk melalui hidung akan disaring oleh rambut yang ada di
dalam vestibulum, kemudian udara tersebut akan dihangatkan dan
dilembabkan.
b. Faring, merupakan pipa berotot yang terletak dari dasar tengkorak
sampai dengan esofagus. Berdasarkan letaknya, faring dibagi
menjadi tiga yaitu nasofaring (belakang hidung), orofaring
(belakang mulut), dan laringofaring (belakang laring).
c. Laring, merupakan saluran pernafasan setelah faring. Laring terdiri
atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan
membran dengan dua lamina yang bersambung di garis tengah.
d. Epiglotis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup
laring saat proses menelan.
2. Saluran Pernafasan Bagian Bawah
a. Trakhea (batang tenggorokan), merupakan kelanjutan dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakhea
memiliki panjang kurang lebih 9 cm dan tersusun atas 16-20
lingkaran tak lengkap yang berupa cincin. Trakhea dilapisi oleh
selaput lendir dan terdapat epitelium bersilia yang bisa
mengeluarkan debu atau benda asing.
b. Bronkus, merupakan kelanjutan dari trakhea yang bercabang
menjadi bronkus kanan dan kiri. Bronkus bagian kanan lebih
pendek dan lebar daripada bagian kiri. Bronkus kanan memiliki
tiga lobus, yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobus bawah.
Sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan dengan
dua lobus, yaitu lobus atas dan bawah.
c. Bronkiolus, merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
3. Paru-paru

Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasan.


Paru-paru terletak di dalam rongga toraks setinggi tulang selangka
sampai dengan diafragma. Paru-paru terdiri atas beberapa lobus yang
diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi
oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru-paru sebagai alat pernafasan utama terdiri atas dua bagian,
yaitu paru-paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat
organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan
bagian puncak disebut apeks. Paru-paru memiliki jaringan yang
bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas
oksigen dan karbondioksida.

a. Ventilasi Paru

Ventilasi paru dicapai melalui kerja pernapasan:


inspirasi (inhalasi) saat udara mengalir ke paru dan ekspirasi
(ekshalasi) saat udara mengalir keluar dari paru. Keadekuatan
ventilasi tergantung pada beberapa faktor :

 Kebersihan jalan napas.


 Keutuhan sistem saraf pusat dan pusat pernapasan.
 Keutuhan kemampuan rongga toraks untuk
mengembang dan berkontraksi.
 Keadekuatan komplias dan rekoil paru.
b. Volume Paru

Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi


pulmonar. Spirometri mengukur volume udara yang memasuki
atau yang meninggalkan paru-paru. Variasi seperti kehamilan,
latihan fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif dan
restriktif. Jumlah surfaktan, tingkat kompliansi, dan kekuatan
otot pernapasan mempengaruhi tekanan dan volume di dalam
paru-paru.

c. Alveoli

Alveoli mentransfer oksigen dan karbondioksida ke dan


dari darah melalui membran alveolar. Kantung udara yang
kecil ini mengembang selama inspirasi, secara besar
meningkatkan area permukaan di atas sehingga terjadi
pertukaran gas (Rosdal & Kowalski, 2014).

3. Etiologi
1. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya
vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir
ke kulit. Hal tersebut mengakibatkan panas banyak dikeluarkan
melalui kulit. Respon demikian menyebabkan curah jantung meningkat
dan kebutuhan oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada lingkungan
yang dingin, pembuluh darah mengalami konstriksi dan penurunan
tekanan darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan
oksigen.
Pengaruh lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh
ketinggian tempat. Apabila seseorang berada pada tempat yang tinggi,
misalnya pada ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut, maka
tekanan oksigen alveoli berkurang sehingga kandungan oksigen dalam
paru-paru sedikit. Semakin tinggi suatu tempat maka makin sedikit
kandungan oksigennya, sehingga seseorang yang berada pada tempat
yang tinggi akan mengalami kekurangan oksigen.
Selain itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi oleh polusi
udara. Udara yang dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi
udara memiliki konsentrasi oksigen rendah. Hal tersebut menyebabkan
kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara optimal.
Respon tubuh terhadap lingkungan polusi udara diantaranya mata
perih, sakit kepala, pusing, batuk dan merasa tercekik.

2. Latihan
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan
denyut jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen
semakin tinggi.
3. Emosi
Takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung
sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
4. Gaya Hidup
Kebiasaan merokok akan memengaruhi status oksigenasi seseorang
sebab merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan
pembuluh darah arteri. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh
darah darah koroner. Akibatnya, suplai darah ke jaringan menurun.
5. Status Kesehatan
Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi
berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen
tubuh secara adekuat. Sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit
jantung ataupun penyakit pernapasan dapat mengalami kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
6. Saraf Otonom
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi. Hal ini dapat
terlihat ketika terjadi rangsangan baik oleh simpatis maupun
parasimpatis. Ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter
(simpatis mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada
bronkhodilatasi, sedangkan parasimpatis mengeluarkan asetilkolin
yang berpengaruh pada bronkhokonstriksi) karena terdapat reseptor
adrenergik dan reseptor kolinergik pada saluran pernafasan.
7. Hormonal dan Obat
Semua hormon termasuk derivat katekolamin yang dapat
melebarkan saluran pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis,
seperti sulfa atropin dan ekstrak belladona, dapat melebarkan saluran
nafas. Sedangkan obat yang menghambat adrenergik tipe beta
(khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat beta
nonselektif, dapat mempersempit saluran nafas (bronkhokontriksi).
8. Alergi pada Saluran Nafas

Banyak faktor yang menimbulkan keadaan alergi antara lain debu,


bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-
lain.

Hal-hal tersebut dapat menyebabkan bersin apabila ada rangsangan di


daerah nasal, batuk apabila rangsangannya di saluran nafas bagian atas,
bronkhokontriksi terjadi pada asma bronkhiale, dan rhinitis jika
rangsangannya terletak di saluran nafas bagian bawah.

9. Faktor Perkembangan

Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan


oksigenasi karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring dengan
usia perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia
prematur, yaitu adanya kecenderungan kekurangan pembentukan
surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan
organ juga berkembang seiring bertambahnya usia.

10. Usia

Perubahan yang terjadi karena penuaan yang memengaruhi sistem


pernapasan lansia menjadi sangat penting jika sistem mengalami
gangguan akibat perubahan seperti infeksi, stres fisik atau emosional,
pembedahan, anestesi, atau prosedur lain. Perubahan-perubahan
tersebut adalah:

 Dinding nada dan jalan napas menjadi lebih kaku dan kurang
elastis.
 Jumlah pertukaran udara menurun.
 Refleks batuk dan kerja silia berkurang.
 Membran mukosa menjadi lebih kering dan lebih rapuh.
 Terjadi penurunan kekuatan otot dan daya tahan.
 Apabila terjadi osteoporosis, keadekuatan ekspansi paru dapat
menurun.
 Terjadi penurunan efesiensi sistem imun.
 Penyakit refluks gastroesofagus lebih sering terjadi pada lansia
dan meningkatkan risiko aspirasi. Aspirasi isi lambung ke
dalam paru sering kali menyebabkan bronkospasme dengan
menimbulkan respon inflamasi.
11. Gaya Hidup

Olahraga fisik atau aktivitas fisik meningkatkan frekuensi dan


kedalaman pernapasan dan oleh karena itu juga meningkatkan suplai
oksigen di dalam tubuh. Sebaliknya, orang yang banyak duduk, kurang
memiliki ekspansi alveolar dan pola napas dalam seperti yang dimiliki
oleh orang yang melakukan akvitas secara teratur dan mereka tidak
mampu berespons secara efektif terhadap stresor pernapasan.

12. Stres

Apabila stres dan stresor dihadapi, baik respon psikologis maupun


fisiologis dapat memengaruhi oksigenasi. Beberapa orang dapat
mengalami hiperventilasi sebagai respon terhadap stres. Apabila ini
terjadi, PO2 arteri meningkat dan PCO2 menurun. Akibatnya, orang
dapat mengalami berkunang-kunang dan bebas serta kesemutan pada
jari tangan, jari kaki, dan di sekitar mulut (Hidayat & Uliyah, 2015).

4. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan
keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi
maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan
direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran
mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang
terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain
kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi
seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas
miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Hidayat & Uliyah,
2015).

5. Patoflodiagram

Obstruksi dispneu yang disebabkan oleh


berbagai etiologi

Fungsi pernafasan terganggu

Ventilasi pernapasan Obstruksi jalan nafas Perubahan volume


pengeluaran mukus yang sekuncup, afterload,
preload,

Hipoventilasi/ Bersihan jalan nafas tidak


Terganggunya difusi pertukaran 02
hipertventilasi efektif
dan c02 di alveolus

Takipneu/bradipneu
Gangguan pertukaran gas

Pola nafas tidak


efektif
6. Manifestasi Klinik
 Sesak
 Bunyi nafas tambahan (ronchi, wheezing, stridor)
 Perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan
 Batuk tidak ada atau tidak efektif
 Batuk disertai dahak
 Penggunaan otot tambahan pernapasan
 Sianosis
 Kesulitan untuk bersuara
 Penurunan bunyi nafas
 Dispnea
 Takhipnea
 Ortopnea
 Sputum
 Penurunan ekspansi paru
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Metode morfologis
 Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang
kecil terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan
yang sangat memancar. Bagian padat udara akan memberikan
udara bayangan yang lebih padat karena sulit ditembus sinar X.
benda yang padat memberi kesan warna lebih putih dari bagian
berbentuk udara.
 Bronkoskopi

Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung


trachea dan cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk
memastikan karsinoma bronkogenik, atau untuk membuang
benda asing. Setelah tindakan ini pasien tidak boleh makan atau
minum selama 2 -3 jam sampai timbul reflex muntah. Jika
tidak, pasien mungkin akan mengalami aspirasi ke dalam
cabang trakeobronkeal.

 Pemeriksaan Biopsi

Manfaat biopsy paru-paru terutama berkaitan dengan penyakit


paru yang bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis
dengan cara lain.

 Pemeriksaan Sputum

Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi


berbagai penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk
menjelaskan organisme penyebab penyakit berbagai
pneumonia, bacterial, tuberkulosa, serta jamur. Pemeriksaan
sitologi eksploitatif pada sputum membantu proses diagnosis
karsinoma paru. Waktu yang baik untuk pengumpulan sputum
adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal bronkus
cenderung berkumpul waktu tidur.

2. Metode fisiologis
Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan :
 Volume Alun Napas (Tidal Volume – TV), yaitu volume udara
yang keluar masuk paru pada keadaan istirahat (±500ml)
 Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume –
IRV), yaitu volume udara yang masih dapat masuk paru pada
inspirasi maksimal setelah inspirasi secara biasa. L = ±3300ml,
P= ±1900ml.
 Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume –
ERV), yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif
dari paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi
biasa. L = ±1000ml, P = ±700ml.
 Volume Residu (Residu Volume – RV), yaitu udara yang
masih tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal. L = ±
1200 ml, P = ± 1100ml. Kapasitas pulmonal sebagai hasil
penjumlahan dua jenis volume atau lebih dalam satu kesatuan.
 Kapasitas Inspirasi (Inspirasi Capacity – IC), yaitu jumlah
udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah akhir
ekspirasi biasa (IC = IRV + TV).
 Kapasitas Residu Fungsional (Fungtional Residual Capacity –
FRC), yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC
= ERV + RV).
 Kapasitas Vital (Vital Capacity – VC), yaitu volume udara
maksimal yang dapat masuk dan keluar paru selama satu siklus
pernapasan yaitu setelah inspirasi dan ekspirasi maksimal (VC
= IRV + TV + ERV).
 Kapasitas Paru – Paru Total (Total Lung Capacity – TLC),
yaitu jumlah udara maksimal yang masih ada di paru – paru
(TLC = VC + RV). L = ± 6000ml, P= ± 4200ml.
 Ruang Rugi (Anatomical Dead Space), yaitu area disepanjang
saluran napas yang tidak terlibat proses pertukaran gas
(±150ml). L = ±500ml.
 Frekuensi napas (f), yaitu jumlah pernapasan yang dilakukan
permenit (±15 x/menit). Secara umum, volume dan kapasitas
paru akan menurun bila seseorang berbaring dan meningkat
saat berdiri. Menurun karena isi perut menekan ke atas atau ke
diafragma, sedangkan volume udara paru meningkat sehingga
ruangan yang diisi udara berkurang.
 Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gasses – ABGs). Sampel
darah yang digunakan adalah arteri radialis
8. Komplikasi
1. Hipoksemia
Merupakan keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri atau saturasi arteri dibawah normal. Keadaan
hipoksemia tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara
meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi
pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia
diantaranya sesak napas, frekuensi napas cepat, nadi dan dangkal serta
sianosis.
2. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen pada tinggi seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan.
Penyebab lain hipoksia antara lain:
 Menurun hemoglobin
 Berkurangnya konsentrasi oksigen
 Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen
 Menurunnya difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah seperti
pada pneumonia.
 Menurunnya perfusi jaringan seperti syok; dan
 Kerusakan atau gangguan ventilasi.
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irma. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Maya, I. P. G. N. (2017). Terapi Oksigen (O2). Fakultas Kedokteran Universitas


Udayana, 2–28.

Womaka, S. G. (2017). LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN


KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI PADA PASIEN CEDERA KEPALA SEDANG DI RUANG
IGD RSUD PROF. Dr. W. Z. JOHANNES KUPANG.

Anda mungkin juga menyukai